pendampingan mendukung program swasembada...
TRANSCRIPT
LAPORAN AKHIR TAHUN 2014
PENDAMPINGAN INOVASI PERTANIAN DAN PROGRAM STRATEGIS NASIONAL/KEMENTAN
Judul Kegiatan
PENDAMPINGAN MENDUKUNG PROGRAM SWASEMBADA DAGING SAPI/KERBAU
DI PROVINSI BANTEN
BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BANTEN BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN
2014
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Swasembada daging sapi merupakan salah satu target utama Kementerian Pertanian
pada periode tahun 2010-2014. Hal ini merupakan langkah pemerintah dalam membentengi
dari ketergantungan penyediaan daging sapi luar negeri. Sebagai gambaran, 20-30%
penyediaan daging sapi dari total kebutuhan Indonesia, masih didominasi impor dari
Australia. Dalam pencapaian program swasembada daging sapi, definisi swasembada adalah
kemampuan penyediaan dalam negeri sebesar 90 - 95 %, sementara sisanya (5 – 10 %)
dapat dipenuhi melalui impor. Perkembangan terkini berdasarkan laporan Kementerian
Pertanian, Persediaan daging sapi tahun 2011 sebesar 449,31 ribu ton, terdiri dari 292,45
ribu ton produksi lokal dan 156,85 ribu ton berasal dari impor. Produksi yang meningkat
dibandingkan tahun 2010, hanya sebesar 417,04 ribu ton yang terdiri dari 195,82 ribu
ton produksi lokal dan 221,23 ribu ton berasal dari impor. Peningkatan produksi daging
lokal ini telah dapat menekan proporsi daging impor dari semula 53.0 % terhadap total
konsumsi daging sapi nasional pada tahun 2010 menjadi hanya 34,9 % pada tahun
2011.
Dalam pelaksanaannya, Program Swasembada Daging Sapi/Kerbau (PSDSK), lokasi
dikelompokkan menjadi dua yaitu 20 provinsi prioritas dan 13 provinsi pendukung. Provinsi
Banten merupakan salah satu provinsi pendukung PSDS/K dalam periode 2010-2014, yang
diharapkan mampu memberikan kontribusi peningkatan produksi daging sapi sebesar 180
ton/tahun. Dalam rangka pelaksanaan PSDS/K, BPTP sebagai ujung tombak Badan Litbang
Pertanian yang berada di setiap provinsi mempunyai kewajiban untuk memberikan
dukungan terhadap keberhasilan program Kementerian Pertanian tersebut. Wujud dukungan
BPTP diimplementasikan dalam pelaksanaan pendampingan dalam bentuk inovasi teknologi
dan kelembagaan.
Realisasi kegiatan mengacu pada target Direktorat Jendral Peternakan dan
Kesehatan Hewan, meliputi: 1) Peningkatan kuantitas dan kualitas benih dan bibit dengan
mengoptimalkan sumber daya lokal, 2) Peningkatan produksi ternak dengan pendayagunaan
sumber daya lokal, 3) Peningkatan produksi pakan ternak dengan pendayagunaan sumber
daya lokal, 4) Pengendalian dan penanggulangan penyakit hewan menular strategik dan
penyakit zoonosis, 5) Penjaminan pangan asal hewan yang aman dan halal serta
pemenuhan persyaratan produk hewan non pangan, 6) Peningkatan koordinasi dan
dukungan manajemen dibidang peternakan.
Populasi kerbau lebih besar dibandingkan sapi potong, dimana pada tahun 2010
tercatat kerbau sebanyak 153.204 ekor sedangkan sapi potong 67.727 ekor, di tahun 2011
jumlah kerbau mengalami penurunan yaitu 123.143 ekor, sedangkan sapi potong 46.900
ekor. Keberadaan kerbau mampu memposisikan Banten sebagai provinsi dengan populasi
kerbau terbesar ke-lima di Indonesia. Penyebaran kerbau meliputi seluruh Kabupaten/Kota
yang ada di Provinsi Banten dengan jumlah yang bervariasi satu dengan lainnya.
Berdasarkan data BPS (Banten dalam angka yang bersumber pada Dinas Pertanian dan
Peternakan Provinsi Banten) tahun 2012, populasi ternak kerbau tertinggi berada di
Kabupaten Lebak mencapai 43.737 ekor (35,52%) dan Kabupaten Serang 30.596 ekor
(24,85%). Populasi sapi potong terbesar di Kabupaten Tangerang sebanyak 35.045 ekor
(76,64%) dan Kabupaten Serang sebesar 5.649 ekor (12%).
Sistem pemeliharaan kerbau di Provinsi Banten yang telah berlangsung sejak turun
temurun umumnya masih dilakukan secara tradisional. Pengetahuan petani/peternak terkait
dengan teknologi budidaya masih rendah. Sistem pemeliharaan dilakukan seadanya, belum
ada input teknologi didalamnya dan dilaksanakan sebagai usaha sampingan. Diperkirakan
tingkat inbreeding kerbau di Provinsi Banten cukup tinggi, hal ini dapat dilihat dari
munculnya kerbau dengan warna kulit albino atau tanduk menggantung (defect).
Berbeda dengan kerbau, masyarakat Banten masih belum terbiasa dengan sapi
potong. Beberapa permasalahan terkait dengan pengembangan sapi potong di Provinsi
Banten antara lain : 1) kelompok ternak penerima bantuan sapi potong yang ada di Provinsi
Banten, sebagian besar adalah kelompok ternak yang baru dibentuk pada saat adanya
bantuan, 2) kelompok ternak belum memiliki pengalaman yang cukup tentang pemeliharaan
sapi potong, 3) keterbatasan jumlah penyuluh peternak yang ada di Provinsi Banten dan 4)
keterbatasan tenaga petugas Inseminasi Buatan (IB) dan sarana pendukungnya.
Dalam rangka mendukung pelaksanaan PSDSK di provinsi Banten, diperlukan upaya
percepatan diseminasi inovasi teknologi, baik dalam pengembangan ternak sapi potong
maupun kerbau. Sehubungan dengan hal tersebut, BPTP Banten akan melakukan
pendampingan PSDSK dengan mengacu pada roadmap yang telah disusun sebelumnya dan
mengarahkan kegiatan pada: 1) Peningkatan populasi ternak sapi/kerbau, 2) Pertambahan
bobot badan (ADG) dan bobot potong. Terkait dengan keterbatasan waktu, dana dan tenaga
pelaksana maka kegiatan dilakukan secara bertahap sesuai dengan prioritas.
1.2 Dasar Pertimbangan
Badan Litbang Pertanian diberikan amanat untuk ikut serta dalam merumuskan
langkah strategis dan mensosialisasikan langkah-langkah operasional PSDSK kepada seluruh
pemangku kepentingan di daerah. Secara operasional, amanat tersebut dilaksanakan oleh
BPTP yang secara partisipatif melakukan pendampingan dalam upaya peningkatan populasi,
produksi dan produktivitas sapi dan kerbau di provinsi masing-masing.
Hasil kegiatan PSDSK yang telah dilaksanakan pada tahun 2011 hingga 2013 adalah
sebagai berikut :
1. Identifikasi kebutuhan teknologi dari peternak yang dilaksanakan pada tanggal 14 Maret
2011, bertempat di Aula BPTP Banten dengan dihadiri oleh perwakilan petani/peternak
yang ada di Provinsi Banten. Hasil yang didapat memperlihatkan bahwa teknologi yang
dibutuhkan antara lain yaitu teknologi penggemukan sapi potong, pengolahan kompos,
pemberian pakan konsentrat, inseminasi buatan dan pemeriksaan kebuntingan.
2. Sosialisasi kegiatan PSDSK melalui koordinasi dengan Dinas Pertanian dan Peternakan
Provinsi Banten kepada Dinas Peternakan Kabupaten dan Kota se-Banten yang
dilaksanakan pada tanggal 24 Mei 2011 di Aula BPTP Banten.
3. Pemilihan lokasi pendampingan, penentuan lokasi pendampingan dilakukan dengan
metode PRA berdasarkan potensi pengembangan peternakan di suatu wilayah yang
meliputi beberapa aspek seperti luas lahan pengembangan (tidak adanya alih fungsi
lahan dalam kurun waktu 20 tahunan), ketersediaan sumber pakan ternak, anggota
kelompok ternak yang kooperatif dan mau mengembangkan usaha ternak, lingkungan
kemasyarakatan (keamanan, kesehatan masyarakat), dan dukungan dari Dinas terkait
untuk mendukung kegiatan pengembangan sapi/kerbau. Berdasarkan hasil PRA,
ditentukan 2 (dua) lokasi kegiatan yaitu Kelompok Ternak Cahaya Danau Biru berada di
Desa Bugel, Kecamatan Padarincang, Kabupaten Serang dan Kelompok Ternak Solear
Jaya berada di Desa Sindang Mulya, Kecamatan Maja, Kabupaten Lebak.
4. Kegiatan yang sudah dilaksanakan di 2 (dua) lokasi kegiatan yaitu : PRA, Baseline
survey, pendampingan, pembelajaran dan pelatihan.
5. Awal tahun 2013 melakukan koordinasi dengan Dinas Peternakan Provinsi Banten,
Kabuapaten Serang, Kota Serang, Kabupaten Tangerang dan Kabupaten Lebak. Khusus
Kabupaten Lebak membahas tentang tindak lanjut pendampingan di Kelompok Solear
Jaya dengan komoditas usaha ternak kerbau. Sedangkan untuk komoditas sapi potong
melalui rekomendasi dan sinergitas program Dinas Peternakan maka pendampingan
dilaksanakan di Kabupaten Tangerang (2 lokasi).
6. Bulan Maret pengambilan data primer mengenai kondisi kelompok dan data
perkembangan populasi kerbau.
7. Pembelajaran di Kelompok Solear Jaya diawali dengan: 1) Pembuatan aturan yang telah
disepakati mengenai pembuatan pupuk organik dan penyediaan hijauan pakan ternak
yang melibatkan anggota kelompok (laki-laki) dan bagi anggota kelompok (wanita)
melakukan kegiatan integrasi ternak-tanaman (sayuran); 2) Materi teknologi pakan dan
pemanfaatan pupuk organik disampaikan melalui pertemuan pada Bulan April 2013; 3)
Studi banding kelompok Solear Jaya ke Gapoktan Juhut Mandiri (lokasi laboratorium
lapang Badan Litbang Pertanian) dilaksanakan pada Bulan Mei 2013. Bertujuan
meningkatkan motivasi kelompok dalam melaksanakan kegiatan; 4) Bulan Juni 2013,
pemberdayaan wanita melalui kegiatan integrasi ternak-tanaman dan pengambilan data
mengenai produksi pupuk organik dan produktivitas tanaman sawi hasil integrasi; 5)
Pembelajaran dengan materi komersialisasi pupuk organik dan intensifikasi kawin alam
dilaksanakan pada Bulan Juli 2013; 6) Pertemuan penguatan kelembagaan dengan
materi dinamika kelompok pada Bulan Oktober 2013.
8. Komoditas sapi potong pada dua lokasi yaitu Kelompok Rukun Bakti dan Bina Karya. Data
awal yang diperoleh yaitu populasi sapi potong. Pembelajaran yang telah dilakukan di
kelompok Rukun Bakti yaitu mengenai teknologi pakan dan reproduksi sapi potong pada
Bulan April 2013. Sedangkan praktik budidaya rumput gajah dilaksanakan pada Bulan
Mei. Untuk kelompok Rukun Bakti pembelajaran lebih mengarah pada dinamika
kelompok yang dilaksanakan pada Bulan Juni. Pembelajaran mengenai pembuatan pupuk
organik dan pemanfaatannya dilaksanakan pada Bulan Sepetember 2013. Data yang
diperoleh yaitu peningkatan pengetahuan peserta pembelajaran sebesar 62,5 % dan luas
lahan budidaya rumput gajah ± 7.000 m2.
1.3 Tujuan Kegiatan Secara umum tujuan kegiatan adalah meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
teknis kelompok ternak dalam rangka mempercepat diseminasi inovasi teknologi budidaya
sapi potong/kerbau di Provinsi Banten mendukung perwujudan program swasembada
daging. Secara khusus tahun 2014, tujuan kegiatan:
1. Meningkatkan koordinasi dan sinergitas program dengan berbagai stakeholder
pembangunan peternakan di Provinsi Banten
2. Melaksanakan pendampingan usaha peternakan sapi/kerbau untuk meningkatkan
populasi, ADG dan bobot potong.
3. Meningkatkan pengetahuan penyuluh/petugas lapang dan petani pelaksana PSDS/K
melalui pelatihan dan temu lapang.
1.4 Keluaran yang diharapakan Keluaran umum kegiatan adalah meningkatkan pengetahuan dan keterampilan teknis
kelompok ternak dalam rangka mempercepat diseminasi inovasi teknologi budidaya sapi
potong/kerbau di Provinsi Banten mendukung perwujudan program swasembada daging.
Secara khusus tahun 2014, tujuan kegiatan:
1. Meningkatnya koordinasi dan sinergitas program dengan berbagai stakeholder
pembangunan peternakan di Provinsi Banten (2 kabupaten).
2. Terlaksananya pendampingan usaha peternakan sapi/kerbau untuk meningkatkan
populasi populasi, ADG dan bobot potong (50 % - 75 %).
3. Meningkatnya pengetahuan penyuluh/petugas lapang dan petani pelaksana PSDS/K
melalui pelatihan dan temu lapang (50 orang).
1.5 Perkiraan Manfaat dan Dampak
1. Peningkatan ADG dan bobot popotng sapi/kerbau 50-75 %.
2. Peningkatan pendapatan usaha ternak sapi/kerbau di Prov. Banten sebesar 10-15 %.
3. Berkembangnya program swasembada daging sapi/kerbaupada beberapa wilayah
Kab./Kota di Provinsi Banten
II. TINJAUAN PUSTAKA
Swasembada daging sapi merupakan salah satu target utama Kementerian Pertanian
pada periode tahun 2010-2014. Hal ini merupakan langkah pemerintah dalam membentengi diri
dari ketergantungan penyediaan daging sapi dari luar negeri. Sebagai gambaran, sebesar 20-
30% penyediaan daging sapi dari semua total kebutuhan Indonesia, tiap tahunnya masih
didominasi berasal dari Australia (Hidayat, 2010). Dalam pencapaian program swasembada
daging sapi, definisi swasembada adalah kemampuan penyediaan dalam negeri sebesar 90 - 95
persen, sementara sisanya (5 – 10 Persen) dapat dipenuhi melalui impor (Badan Litbang
Pertanian, 2009).
Pencapaian swasembada dengan sasaran produksi daging sapi sebesar 546 ribu ton
diupayakan melalui 5 kegiatan pokok, yaitu 1) Penyediaan bakalan/daging sapi lokal, 2)
Peningkatan produktivitas dan reproduktivitas ternak sapi lokal, 3) Pencegahan pemotongan
sapi betina produktif, 4) Penyediaan bibit sapi dan 5) Pengaturan stok daging sapi dalam
negeri. Selanjutnya, dalam implementasinya kelima kegiatan pokok tersebut dijabarkan dalam
13 kegiatan operasional yang mencakup: 1) Pengembangan usaha pembiakan dan
penggemukan sapi lokal, 2) Pengembangan pupuk organik dan biogas, 3) Pengembangan
integrasi ternak sapi dan tanaman, 4) Pemberdayaan dan peningkatan kualitas Rumah Potong
Hewan (RPH), 5) Optimalisasi Inseminasi Buatan (IB) dan Intensifikasi Kawin Alam (INKA), 6)
Penyediaan dan pengembangan pakan dan air, 7) Penanggulangan gangguan reproduksi dan
peningkatan pelayanan kesehatan hewan, 8) Penyelamatan sapi betina produktif, 9) Penguatan
wilayah sumber bibit dan kelembagaan usaha pembibitan, 10) Pengembangan usaha
pembibitan sapi potong melalui Village Breeding Centre (VBC), 11) Penyediaan bibit melalui
subsidi bunga dalam Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS), 12) Pengaturan stok sapi bakalan
dan daging sapi, dan 13) Pengaturan distribusi dan pemasaran sapi dan daging (Kemtan,
2010).
Terkait dengan swasembada daging sapi, saat ini pengembangan kerbau menjadi salah
satu komitmen Kementerian Pertanian. Bentuk komitmen tersebut diwujudkan dengan
memperluas PSDS menjadi Program Swasembada Daging Sapi dan Kerbau (PSDSK). Menteri
Pertanian pada saat membuka acara Evaluasi Perbibitan Kerbau Nasional pada tanggal 3
November 2010 di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten menyatakan pencapaian swasembada
daging sapi merupakan target yang cukup berat, sehingga kerbau perlu dikembangkan dalam
rangka mendukung pencapaian swasembada daging (Trobos, 2010). Hal ini disebabkan karena
posisi ternak kerbau yang cukup penting sebagai penghasil daging yang dapat menjadi
komplemen bahkan substitusi daging sapi (Diwyanto dan Eko, 2006).
Menurut Kusnadi et.al. (2005), fungsi dan peranan kerbau di Kab. Lebak dan Kab.
Pandeglang antara lain sebagai sumber tenaga, sumber pendapatan, tabungan keluarga,
sumber pupuk, status sosial dan sebagai kesenangan. Fungsi dan peranan kerbau sebagai
status sosial cukup melekat karena biasanya pemilik kerbau termasuk orang yang terpandang
dan mempunyai pengaruh pada masyarakat sekitar.
Provinsi Banten merupakan salah satu wilayah yang memiliki populasi kerbau ke-5 se
Indonesia. Lebak tercatat sebagai Kabupaten sentra kerbau, sehingga penelitian banyak
dilakukan di daerah tersebut. Budiarsa, dkk (2010) menyampaikan hasil penelitiannya bahwa
Lebak memiliki potensi sebagai kantong produksi ternak kerbau. Alasan yang mendasar yaitu
peternak kerbau telah terbiasa menggembalakan kerbau di lahan perkebunan sawit, sehingga
peluang integrasi sangat besar. Strategi pengembangan usaha peternakan Kerbau di kabupaten
Lebak Provinsi Banten, diarahkan pada pola kemitraan didahului dengan penguatan kelompok
yang dipayungi dan diawasi oleh kebijakan pemda tanpa bertentangan dengan peraturan yang
ada. Penelitian yang telah dilakukan Juarini, dkk (2011) mendukung hasil penelitian rekan
sebelumnya, yaitu Kabupaten Lebak secara ekologis sangat potensial dan sesuai untuk
digunakan sebagai kawasan pengembangan ternak kerbau.
III. PROSEDUR DISEMINASI
3.1 Pendekatan
Pelaksanaan pendampingan PSDS/K dilakukan melalui fasilitasi bantuan
pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta partisipatif petani dan masyarakat.
Pendampingan PSDS/K dilaksanakan melalui pendekatan agroekosistem, wilayah, kelembagaan
dan pemberdayaan petani/poktan serta pengembangan media diseminasi melalui “Spectrum
Disemination Multy Chanel”.
3.2 Ruang Lingkup Kegiatan
Kegiatan pendampingan PSDSK dilaksanakan dalam waktu 4 tahun (2011-2014). Ruang
lingkup kegiatan pada tahun 2014 meliputi: 1) Peningkatan populasi ternak sapi/kerbau, 2)
Pertambahan bobot badan (ADG) dan bobot potong.
a. Koordinasi dan sinkronisasi dengan instansi terkait. Kegiatan yang dilakukan berupa
pertemuan koordinasi dengan stakeholder pembangunan peternakan di Provinsi Banten.
b. Pengembangan luasan hijauan pakan ternak sebagai upaya peningkatan bobot badan
ternak sapi/kerbau.
c. Pembelajaran dan pelatihan dalam rangka penguatan kelembagaan dan peningkatan
populasi sapi/kerbau.
d. Monitoring dan supervisi dilakukan di lokasi pendampingan (3 kabupaten) mengenai
penerapan teknologi budidaya sapi dan kerbau.
e. Pembuatan Laporan, sebagai bukti pelaksanaan kegiatan dan pertanggung jawaban secara
administratif. Penyusunan perkembangan kegiatan pada laporan bulanan, aporan triwulan,
laporan tengah tahun dan laporn akhir tahun.
3.3 Bahan dan Metode Pelaksanaan Kegiatan
3.3.1 Bahan Yang Digunakan
Bahan dan alat yang digunakan untuk pelaksanaan pendampingan PSDSK terdiri dari
dekomposer untuk mengolah pupuk organik, bibit rumput gajah sebagai penyedia pakan
hijauan, materi pembelajaran, ATK, dan bahan diseminasi inovasi teknologi lainnya.
3.3.2 Metode Pelaksanaan Kegiatan
Pendampingan program swasembada daging sapi/kerbau dilaksanakan dalam bentuk
percontohan inovasi teknologi, penyediaan materi diseminasi, pelatihan penyuluh dan petani,
temu lapang serta monitoring dan supervisi penerapan teknologi. Percontohan teknologi yang
dilaksanakan meliputi usaha pembibitan, penggemukan, penyediaan pakan dan pembuatan
pupuk organik.
a. Pembibitan dan penggemukan sapi/kerbau dilaksanakan pada 2 Kab./lokasi dengan jumlah
ternak sebanyak 75-100 ekor
b. Penyediaan hijauan pakan (rumput gajah) diusahakan pada lahan seluas 3-5 ha.
c. Pakan yang diberikan selama pemeliharaan berupa hijauan dan konsentrat dengan
frekuensi 2-3 kali/hari (dosis 10-15 % dari bobot badan). Pakan tambahan diberikan dalam
kurun 3 (tiga) bulan, mulai Mei hingga Juli. Sedangkan penimbangan dilakukan ditiap bulan
hingga pemberian pakan berakhir.
d. Kotoran sapi/kerbau digunakan sebagai bahan baku pembuatan pupuk organik yang dapat
dimanfaatkan untuk usahatani berbagai komoditas tanaman pangan dan hortikultura.
Untuk mempercepat proses pengomposan diperlukan bioaktivator atau decomposer
diantaranya M-Dec, Orgadek Padat, Orgadek Liquid dan Promi.
e. Parameter yang diamati meliputi: jumlah induk bunting dan melahirkan, pertambahan
bobot, dan produksi pakan.
f. Monitoring dan supervisi penerapan teknologi dilakukan pada 3 Kabupaten/Kota yang
mendapat program PSDS/K. Pada lokasi terpilih dengan pendampingan lebih intensif,
monitoring dan supervisi penerapan teknologi yang dilakukan adalah mengidentifikasi
komponen teknologi yang diterapkan pada setiap program bantuan. Identifikasi yang
dilakukan adalah penerapan komponen teknologi dasar dan teknologi pilihan PSDS/K,
supervisi penerapan teknologi yang dilakukan meliputi komponen usaha petenakan
sapi/kerbau serta kelembagaan petani.
g. Pertemuan dan pembelajaran dengan materi pelatihan: teknologi budidaya sapi/kerbau,
teknologi perkawinan, teknologi pakan, teknologi pembuatan pupuk organik, dan
manajemen kelompok.
h. Sebagai pertanggung jawaban secara administarsi sekaligus sebagai bukti pelaksanaan
kegiatan pendampingan PSDS/K maka dibuat laporan tertulis secara berkala yang meliputi:
Laporan Tengah Tahun dan Laporan Akhir. Untuk mempertajam dan memperkaya isi
laporan dilakukan melalui seminar pembahasan hasil secara internal atau mengundang
pihak terkait lainnya.
IV. ANALISIS RISIKO
4.1 Daftar Risiko
No Risiko Penyebab Dampak Upaya Penanganan
1 Ketertiban
recording yang
kurang maksimal
Kurangnya
motivasi
kelompok dalam
meningkatkan
populasi ternak
Data populasi
yang tidak
terdokumentasi
Memberikan motivasi
melalui pertemuan yang
intensif dan memberikan
contoh form kepada
kelompok untuk
recording kelahiran dan
kematian ternak
2 Pelaksanaan
pengembangan
luasan hjauan
pakan ternak tidak
optimal
Terbatasnya
ketersediaan bibit
hijauan dan luas
lahan yang
digunakan
Target perluasan
areal hijauan
pakan ternak
tidak tercapai
Distribusi bibit hijauan
dengan system
kerjasama antar
kelompok binaan.
3 Gangguan pada
ternak
Penyakit, trauma,
malnutrisi
Populasi menurun Pembelajaran kepada
petani mengenai
langkah/pencegahan
penyakit pada ternak
4 Pemanfaatan pupuk
organik yang tidak
maksimal
Rendahnya
produksi pupuk
organik dan
terbatasnya
bibit/benih
sayuran
Target sistem
integrasi ternak-
tanaman tidak
tercapai
Memaksimalkan kinerja
unit komersialisasi pupuk
dan mensuplay
kebutuhan benih/bibit
sayuran
5 Pemahaman petani
dalam pengisian
kuesioner
Rendahnya
Pengetahuan
anggota kelompok
Data tidak valid
Memberikan pemahaman
tentang maksud dan
tujuan dari pertanyaan
yang diajukan
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sinergitas Program
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Banten melaksanakan sinergitas program
dengan instansi – instansi yang konsisten terhadap pengembangan peternakan di Provinsi
Banten. Tujuan sinergitas program yaitu meningkatkan koordinasi dan komunikasi, sehingga
pelaksanaan kegiatan dapat dilaksanakan dengan prinsip kerjasama. Hasil dari sinergitas
program yaitu: 1) keterlibatan BPTP dalam merumuskan pengembangan kawasan kerbau, 2)
penentuan lokasi pendampingan, 3) pelaksanaan pelatihan dan pendampingan.
Penentuan lokasi pendampingan didasarkan pada hasil koordinasi dengan beberapa
instansi mulai dari tingkat Provinsi hingga Kabupaten. Koordinasi dilaksanakan dalam rangka
sosialisasi kegiatan dan sinergitas program mendukung swasembada daging sapi/kerbau tahun
2014 sekaligus mengevaluasi kegiatan sebelumnya (2013). BPTP Banten melakukan
pendekatan ke beberapa instansi lingkup provinsi dan kabupaten yang berperan penting dalam
pengembangan sapi/kerbau di Provinsi Banten.
1. Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Banten
Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Banten telah menetapkan kawasan
pengembangan kerbau di Kabupaten Lebak dan Serang. Sedangkan perbibitan dan
penggemukan sapi potong lebih difokuskan pada Kabupaten Tangerang. Pertimbangan
Tangerang sebagai wilayah pengembangan sapi potong tidak terlepas dari tersedianya petugas
inseminasi buatan (inseminator) dan aktifnya pelayanan kesehatan hewan. Sumberdaya
manusia menjadi modal utama terutama untuk menghadapi kendala yang besar yaitu
penguasaan lahan usaha sapi potong yang mayoritas telah beralih fungsi (dikapling untuk
perumahan). Kondisi ini tentunya menjadi titik kritis bagi peningkatan populasi sapi potong.
Evaluasi kegiatan tahun 2013 menggambarkan bahwa Dinas Pertanian dan Peternakan
Provinsi Banten telah memberikan bantuan sapi potong 17 ekor ke Kelompok Bina Karya.
Kelompok peternak yang notabene dipersiapkan sebagai kelompok yang mampu fokus pada
perbibitan sapi potong. Dilihat dari kemampuan pengurusnya, kelompok Bina Karya dinilai aktif
dan responsif. Sehingga hasil koordinasi ditetapkan bahwa pendampingan tahun 2014
dilanjutkan di kelompok Bina Karya yang berlokasi di Kabupaten Tangerang.
Khusus komoditas kerbau koordinasi membahas tentang pengembangan kawasan
kerbau di Kabupaten Lebak. Acara dihadiri oleh Kepala Bidang Pengembangan Peternakan
Distanak Provinsi, Peneliti dari Balai Penelitian Ternak, Dosen Universitas Padjajaran, Tim
PSDSK BPTP Banten, Kepala Dinas Peternakan Kabupaten Lebak dan Kepala UPTD wilayah
Lebak Selatan. Kelompok yang diusulkan dalam pengembangan kawasan kerbau di Kabupaten
Lebak ditampilkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Kelompok Ternak Yang Diusulkan Menjadi Sasaran Pengembangan Kawasan Kerbau
No Nama Kelompok Nama Ketua Kelompok Alamat
1. Ternak Guntur 1 H. Rafei Kp. Puputan Desa Jayapura Kec. Cipanas
2. Cempaka Karsan Kp. Bengkok Desa Sukanegara Kec. Muncang
3. Tunas Harapan Mulya H. Ibrohim Kp. Kadongdong Kec. Rangkasbitung
4. Ratu Galuh A. Khotib Setiawan Kp. Talaga Desa Prabugantungan Kec. Cileles
5. Subur Jaya H. Suhada Kec. Wanasalam 6. Ternak Guntur 2 Mamam Kp. Puputan Desa Jayapura Kec.
Cipanas 7. Sumber Alam Uding Kp. Pasir Awi Desa Jayapura Kec.
Cipanas 8. Semangat Jaya Stiri Kp. Jaraja Desa Anggala Kec.
Cikulur 9. Munding Jaya 1 M. Sukarya Kp. Cikuesik Desa Malingping
Selatan Kec. Malingping 10. Basisir Sukajadi Yodi Kec. Panggarangan
Wujud dukungan dalam pengembangan kawasan kerbau, Dinas Pertanian dan
Peternakan Provinsi Banten mengawali kegiatan melalui pelatihan. Tujuan pelatihan yaitu
mengembangkan sumberdaya manusia (peternak),meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan peternak kerbau dalam budidaya ternaknya. Pelatihan dilaksanakan pada Bulan
November dengan tema Pelatihan Teknik Pembibitan Ternak Kerbau yang Baik (Good Breeding
Practice) dan Evaluasi Kegiatan Peningkatan Wilayah Pembibitan Kerbau di Kabupaten Lebak.
Peserta terdiri atas perwakilan kelompok (2 orang) yang terpilih sebagai sasaran
pengembangan kawasan kerbau. BPTP Banten berperan serta sebagai narasumber dan
menyampaikan materi tentang pemilihan bibit ternak yang baik, sistem pemeliharaan,
perkandangan, pengolahan dan budidaya HPT/Konsentrat, Body Condition Score (BCS) dan
penentuan umur ternak. Materi tambahan yang diberikan yaitu tentag formulasi pakan yang
disajikan dalam program Excell.
Pelatihan dilaksanakan selama 2 hari dan dihari ke-2 BPTP Banten secara langsung
mengajak partisipasi peserta dalam membuat comin block. Praktik pembuatan comin block
bertujuan memotivasi peserta sekaligus menambah wawasan tentang salah satu alternatif
pakan tambahan. Peserta sebelumnya dibekali pengetahuan tentang pentingnya pemberian
pakan ternak berbasis kebutuhan gizi ternak. Comin block merupakan pakan tambahan ternak
yang terbuat dari bahan dedak, molases, semen putih, garam dan mineral blok. Bahan yang
digunakan untuk membuat comin blok syarat akan gizi, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai
upaya peningkatan bobot badan ternak.
2. Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Tangerang
BPTP Banten dan Distanak Kabupaten Tangeran telah berkerjasama dalam
pendampingan swasembada daging sapi/kerbau sejak tahun 2013. Sehingga tahun 2014,
kooridinasi bersifat lanjutan membahas tentang kegiatan teknis lapang yang akan digarap
bersama. Beberapa kegiatan yang telah dilaksanakan dalam rangka pembinaan kelompok Bina
Karya meliputi pelatihan pembuatan pupuk organik, pelatihan budidaya rumput gajah dan
penguatan kelembagaan melalui temu lapang.
Kegiatan yang dilaksanakan tahun 2014 melanjutkan dari hasil yang telah dicapai
sebelumnya dan menambahkan beberapa kegiatan pendukung. Kegiatan utama tetap fokus
pada: 1) menjaga ketersedian hijauan pakan ternak yaitu dengan menambah luas lahan,
mengingat target di tahun 2014 yaitu meningkatkan bobot sapi potong sebesar 50%-70% dan
2) pengolahan limbah ternak menjadi pupuk organik. Sedangkan kegiatan pendukung lebih
mengarah kepada pengembangan sumberdaya manusia (anggota kelompok) melalui
pembelajaran/pertemuan.
Selain kerjasama, BPTP Banten menggali data sekunder tentang eksistensi kelompok
ternak sapi potong. Data sekunder yang dijadikan sebagai bahan pendukung pendampingan
berupa nama-nama kelompok dan jumlah ternak yang telah diterima dari program bantuan
ternak sapi potong se Kabupaten Tangerang. Data sekunder tersebut secara rinci tersaji pada
Tabel 2.
Tabel 2. Data Kelompok Ternak Penerima Bantuan Ternak Sapi Potong Kabupaten Tangerang
No Nama Kelompok Alamat Jenis
Ternak
Jumlah Ternak
(ekor) Tahun
Penyebaran Desa Kecamatan Jantan Betina
1 Harum Jaya Sukaharja Sindang Jaya Sapi 14 2010 2 Sugi Mukti Badak Anom Sindang Jaya Sapi 10 2010
3 Berkah Sejahtera Peusar Panongan Sapi 7 2010 4 Ranca Kelapa 1 Ranca Kelapa Panongan Sapi 7 2010
5 Assalafah Solear Solear Sapi 7 2010 6 Sukamanah Solear Solear Sapi 7 2010
7 Barokah Legok Legok Sapi 9 2010
8 La-Tansa Palasari Legok Sapi 9 2010 9 Kube Sejahtera Cisauk Cisauk Sapi 14 2010
10 Al Barkah Suradita Cisauk Sapi 15 2010
11 Bani Yahya Al Aspuri Gunung Kaler Gunung Kaler Sapi 20 2010 12 Al Furqon Buaran Asem Mauk Sapi 5 15 2010
13 Al Amin Renged Kresek Sapi 5 15 2010
14 Suka Lembu Aufa Wanakerta Sindang Jaya Sapi/kerbau 6 36 2011 15 Gempol Ancol Pasir Jambe Sapi/kerbau 42 2011
16 Mekar Bakti Sukamanah Jambe Sapi pejantan 4 2011
17 Sabana Mandiri Sukatani Rajeg
Sapi
pejantan 4 2011
18 Kandang Sapi Sukaharja Sindang Jaya
Sapi
pejantan 4 2011
19 Bina Karya Cileles Tigaraksa
Sapi
pejantan 4 2011
20 Ranca Gede Munjul Solear
Sapi
pejantan 4 2011
21 Tapos Golf Tapos Tigaraksa Sapi 10 20 2011 22 Tunjang Kangkung Cibugel Cisoka Sapi 9 2011
23 Mekar Baru Cisoka Cisoka Sapi 9 2011 24 Tunas Baru Karang Harja Cisoka Sapi 9 2011
25 Ternak Mandiri Sampora Cisauk Sapi 5 2011
26 Kube Karya Bakti Sindang Sono Sindang Jaya Sapi 12 2012 27 Karya Makmur Pasir Nangka Tigaraksa Sapi 12 2012
28 Karya Bersama Kosambi Balaraja Sapi 12 2012 29 Dukuh Taban Jambe Sapi 5 2012
30 Rukun Bakti Mekar Bakti Panongan Sapi 43 2012 31 Ranca Kelapa Ranca Kelapa Panongan Sapi 10 2013
32 Tani Mukti Rahayu Pabuaran Cikupa Sapi 10 2013
33 Bina Karya Cileles Tigaraksa Sapi 1 17 2013
TOTAL 52 395
3. Dinas Peternakan Kabupaten Lebak
Koordinasi dengan Dinas Peternakan Lebak dilaksanakan sebagai rangkaian tindak lanjut
dan dukungan mewujudkan pengembangan kawasan kerbau di Provinsi Banten. Dinas
Pertanian dan Peternakan Provinsi Banten telah menetapkan 10 kelompok lokasi
pengembangan kerbau dan Dinas Peternakan Lebak memberikan gambaran tentang
karakteristik kelompok yang responsif. Lima kelompok di Lebak Tengah di usulkan ke BPTP
Banten untuk di survey dan dipilih satu lokasi sebagai kelompok model/sasaran kegiatan
pendampingan swasembada daging sapi/kerbau.
Lima kelompok yang dimaksud yaitu kelompok Ratu Galuh, Brahma, Gotong Royong,
dan Makmur Harapan di Kecamatan Cileles dan Kelompok Sumber Alam di Kecamatan Cikulur.
Hasil Rapid Rural Appraisal (RRA) diketahui bahwa kelompok yang memenuhi kriteria sasaran
pendampingan yaitu kelompok Ratu Galuh. Kriteria penilaian meliputi: 1) anggota kelompok
aktif dan responsif, 2) memiliki lahan untuk penyediaan/pengembangan areal hijauan pakan
ternak, 3) lokasi strategis dan mudah dijangkau, 4) pengurus yang berkomitmen dan mampu
menjalin komunikasi.
Sehingga sasaran pendampingan ditetapkan bersama di Kelompok Bina Karya
Kabupaten Tangerang dan Kelompok Ratu Galuh di Kabupaten Lebak. Mempertimbangkan
kelompok Ratu Galuh belum mampu melaksanakan kegiatan secara maksimal, maka
pengembangan kegiatan dilakukan di lokasi kelompok Harapan Mulya Kabupaten Pandeglang.
Pemilihan lokasi didasarkan pada kelompok yang telah mendapatkan bantuan program
pemerintah berupa ternak kerbau dan fasilitas yang memadai dalam menerapkan teknologi
sehingga memerlukan pendampingan yang intensif. Secara terperinci sasaran pendampingan
ditampilan pada Tabel 3.
Tabel 3. Lokasi Pendampingan Program Swasembada Daging Sapi/Kerbau BPTP Banten T.A 2014
No. Nama Kelompok Lokasi Komoditas
1. Bina Karya Desa Cileles Kec. Tigaraksa Kab. Tangerang Sapi Potong
2. Ratu Galuh Desa Prabugantungan Kec. Cielels Kab. Lebak Kerbau
3. Harapan Mulya Desa Sukarame Kec. Carita Kab. Pandeglang Kerbau
5.2 Populasi Ternak
Data awal yang diperoleh sebelum intensif melaksanakan pendampingan yaitu
jumlah/populasi ternak sebagai komoditas pendampingan. Populasi ternak merupakan kriteria
penentuan sasaran pendampingan setelah rekomendasi dari Dinas Peternakan Provinsi dan
Kabupaten. Pengambilan data primer tidak hanya jumlah ternak milik kelompok, tetapi juga
lingkup desa. Harapannya kelompok ternak mampu menjadi model sedangkan desa merupakan
kawasan/daerah pengembangan pendampingan.
Sasaran pendampingan di Kabupaten Tangerang terletak di Kelompok Bina Karya.
Identifikasi dilakukan lingkup Desa Cileles. Data yang diperoleh yaitu sapi potong sejumlah 131
ekor dengan jumlah peternak 72 orang. Status ternak sapi potong terdiri atas 8 pejantan
dewasa, 15 pejantan anak, 24 ekor betina anak dan 84 ekor betina dewasa. Dasar
pertimbangan pelaksanaan identifikasi yaitu perlunya pengembangan luasan wilayah
pendampingan. Tahun pertama hanya mendampingi kelompok dan tahun berikutnya cakupan
pendampingan merambah lingkup desa. Populasi sapi potong sampai dengan Desember 2014
mengalami pertambahan sebesar 9,5%. Berawal dari 131 ekor menjadi 138 ekor, akibat adanya
kelahiran pedet. Meski jumlah sapi potong mengalami pertambahan populasi, tetapi tidak
diimbangi dengan bertambahnya peternak yang tergabung dalam pendampingan. Peserta
pendampingan menurun dari 72 orang menjadi 67 orang (berkurang 8,3%). Peserta
pendampingan 66 orang terdiri atas 56 orang peserta sejak awal pendampingan, sedangkan
sisanya 10 orang merupakan peserta baru bergabung.
Lokasi pendampingan di Kabupaten Pandeglang terletak di Kelompok Harapan Mulya.
Anggota kelompok berjumlah 24 orang, mayoritas ternak kerbau dipelihara secara ekstensif.
Penggembalaan dilakukan di lahan sawah saat musim setelah panen dan saat musim tanam
dikepar di hutan sekitar desa mulai siang hingga sore hari. Awal pendampingan jumlah kerbau
127 ekor dan hingga Desember 2014 tercatat bertambah 140 ekor. Pertambahan jumlah ternak
disebabkan bertambahnya peternak yang bergabung dalam kegiatan pendampingan.
Kabupaten sebagai sentra kerbau tersbesar turut andil menjadi lokasi pendampingan.
Sasaran kegiatan terletak di Kelompok Ratu Galuh. Rata-rata kepemilikan ternak berkisar 2-3
ekor. Sistem pemeliharaan kerbau yaitu penggembalaan (ekstensif) di kebun kelapa sawit
seluas 850 Ha mulai pagi hingga sore hari. Peserta pendampingan tidak hanya berasal dari
kelompok Ratu Galuh, tetapi juga berasal dari kelompok Brahma yang lokasinya masih dalam
desa yang sama, sehingga total peternak yang bergabung sebanyak 30 orang. Secara
sistematis populasi ternak sapid an kerbau yang dijadikan komoditas pendampingan disajikan
pada Tabel 4, sedangkan nama dan kepemilikan ternak secara rinci ditampilkan pada lampiran
1.
Tabel 4. Populasi Ternak Sapi dan Kerbau di 3 (tiga) Lokasi Pendampingan.
No Nama Kelompok Jenis Ternak Jumlah (Ekor) Awal Akhir
1. Harapan Mulya Kerbau 127 140 2. Ratu Galuh Kerbau 39 39 3. Bina Karya Sapi Potong 131 138
5.3 Pendampingan Teknologi dan Penguatan Kelembagaan
Tugas Pokok dan Fungsi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Banten dalam
Pendampingan Program Swasembada Daging Sapi/Kerbau lebih mengarah pada proses
diseminasi, monitoring dan evaluasi inovasi teknologi dan kelembagaan. Teknologi yang
didiseminasikan bersumber pada hasil identifikasi masalah dan kebutuhan teknologi kelompok
(baseline). Mayoritas anggota kelompok membutuhkan teknologi pakan ternak dan pengolahan
limbah, sehingga pendampingan teknologi berprinsip pada upaya alternatif pemecahan masalah
yaitu dengan dilaksanakannya pelatihan (pembelajaran) tentang pakan ternak dan pengolahan
limbah. Penguatan kelembagaan juga disentuh melaui pendekatan persuasif. Tujuan penguatan
kelembagaan yaitu mengembangkan potensi sumberdaya manusia untuk mewujudkan
kelompok yang mampu dan mandiri memenuhi kebutuhan anggotanya. Rangkaian kegiatan
pendampingan yang telah dilaksanakan ditampilkan pada Tabel 5.
Tabel 5. Kegiatan Pendampingan Teknologi di 3 (Tiga) Lokasi
No. Kegiatan Nama Kelompok (Kabupaten)
Bina Karya (Tangerang)
Ratu Galuh (Lebak)
Harapan Mulya (Pandeglang)
1. Introduksi Teknologi Perbibitan Recording Pedet
x x
2. Introduksi Teknologi Reproduksi Aplikasi IB x x
3. Introduksi Teknologi Pakan Ternak
a. Pengembangan Rumput Gajah 1.300 M2 5.000 M2 20.000 M2
b. Pembuatan Urea Mollasess Block / Comin Block
2 paket
2 paket 3 paket
c. Fermentasi Jerami 1 ton x x
d. Pemberian pakan tambahan (Konsetrat, bahan lokal dan UMB)
3 bulan x x
4. Teknologi Pengolahan Limbah (Pembuatan Pupuk Organik)
7 ton 200 Kg 15 Ton
Tabel 4 memberi gambaran bahwa teknologi pakan dan pengolahan limbah dapat
dilakukan oleh semua kelompok. Teknologi perbibitan dan reproduksi tidak dapat dilaksanakan
di Kelompok Ratu Galuh karena sistem pemiliharaan kerbau cenderung ekstentif, yaitu
digembalakan di lahan perkebunan kelapa sawit. Ternak kerbau di kelompok Harapan Mulya
hampir sama dengan kelompok Ratu Galuh, penggembalaan kerbau di hutan dan beberapa
kerbau yang dikandangkan akan tetapi peternak belum memahami prinsip pembibitan.
Keberhasilan teknologi perbibitan dan reproduksi ternak terletak pada tertib pencatatan
(recording) mulai dari data indukan, status ternak, fase birahi dan manajemen perkawinan
hingga kelahiran pedet. Aplikasi teknologi perbibitan dan reproduksi tidak terlepas dari sistem
pemeliharaan secara intensif, karena segala perubahan status reproduksi harus diamati secara
teratur. Sistem pemeliharaan ekstensif akan berpengaruh terhadap tingkat keberhasilan
penerapan teknologi perbibitan dan reproduksi, karena proses pencatatan status ternak sulit
dilakukan.
Pembuatan fermentasi jerami dan pemberian pakan tambahan pada ternak juga hanya
dilakukan di kelompok Bina Karya. Pertimbangan yang mendasar yaitu di lokasi kelompok Ratu
Galuh dan Harapan Mulya ketersediaan jerami sangat terbata, sehingga hanya sebatas materi
pembuatannya. Kegiatan pemberian pakan tambahanpun tidak dapat dilaksanakan karena
faktor sistem pemeliharaan ternak yang tidak mendukung (ekstensif).
5.4 Laboratorium Lapang (LL) dan Sekolah Lapang (SL) Sapi Potong
Berdasarkan hasil kegiatan yang telah dilaksanakan, maka diketahui bahwa satu lokasi
yang memenuhi kriteria dijadikan laboratorium lapang dan telah menerapkan prinsip sekolah
lapang yaitu kelompok Bina Karya Desa Cileles Kecamatan Tigaraksa Kabupaten Tangerang.
Hasil pelaksanaan sekolah lapang Budidaya Sapi Potong yaitu:
1. Teknologi Perbibitan
Aplikasi teknologi perbibitan tidak terlepas dari kerjasama BPTP Banten dengan Dinas
Peternakan Kabupaten Tangerang. Materi tentang teknologi perbibitan telah disampaikan BPTP
Banten, sedangkan pelaksanaannya setiap bulan rutin dimonitor baik oleh tim pendamping
BPTP maupun Dinas. Teknologi perbibitan yang diintroduksikan mengacu pada petunjuk teknis
sistem perbibitan yang dikeluarkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan.
Pelatihan yang dilakukan membahas tentang pentingnya seleksi bibit, tahapan seleksi, sistem
perbibitan dan pengelolaan produksi sapi bibit. Data indukan dan bibit (pedet) yang dihasilkan
selama pendampingan ditampilkan pada Tabel 6.
Tabel 6. Recording Pedet Yang Dihasilkan Kelompok Bina Karya kurun waktu 1 tahun.
NO KODE INDUK JENIS
KELAMIN KELAHIRAN
(EKOR) JENIS
KELAMIN
1 179 BETINA 2 188 BETINA 1 JANTAN 3 180 BETINA 1 JANTAN 4 177 BETINA 1 JANTAN 5 169 BETINA 6 192 BETINA 7 183 BETINA
8 172 BETINA 1 JANTAN
9 178 BETINA
10 167 BETINA
11 170 BETINA
12 189 BETINA 13 187 BETINA 14 186 BETINA 1 JANTAN 15 194 BETINA 16 173 BETINA 17 24 BETINA
18 59 JANTAN
JUMLAH 5
Monitoring kelahiran pedet dilaksanakan oleh Ketua dan Sekretaris Kelompok. Tim Dinas
Peternakan Kabupaten Tangerang bertanggung jawab dalam pemberian antibiotik untuk induk.
Tujuan pemberian antibiotik yaitu untuk mencegah terjadinya infeksi akibat proses melahirkan.
Tim BPTP Banten ke lapang untuk pengambilan data ternak.
2. Teknologi Reproduksi
Introduksi teknologi reproduksi telah dilakukan melalui pelatihan dengan materi
reproduksi ruminansia besar. Introduksi teknologi mengacu petunjuk teknis manajemen
perkawinan sapi potong yang dikeluarkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan.
Cakupan materi yang disampaikan meliputi: teknik manajemen perkawinan (instensifikasi kawin
alam, inseminasi buatan dengan semen beku, dan inseminasi buatan dengan semen cair),
kalender perkawinan dan pengetahuan ciri-ciri birahi.
Pencatatan reproduksi ternak tidak terlepas dari penerapan teknologi perbibitan. Fokus
pencatataan reproduksi lebih mengarah pada pencatatan status ternak pra kawin
(estrus/birahi), teknik perkawinan yang dilakukan, waktu pelaksanaan dan keberhasilan
perkawinan tersebut. Kelompok Bina Karya melakukan perkawinan ternak sapi potong dengan
inseminasi buatan, apabila tidak berhasil diulang dengan kawin alam. Pelaksanaan inseminasi
buatan dilakukan oleh 2 orang pengurus (ketua dan sekretaris) kelompok yang telah mengikuti
pelatihan. Sehingga setelah ternak terdeteksi birahi, maka langsung dapat diperkirakan
pelaksanaan inseminasi tepat waktu. Keberhasilan reproduksi diukur dengan kebuntingan, lebih
jelasnya dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Recording reproduksi sapi potong di kelompok Bina Karya
NO KODE INDUK JENIS KELAMIN TEKNIK KAWIN STATUS (EKOR)
1 179 BETINA IB BUNTING
2 169 BETINA IB GAGAL
3 192 BETINA IB BUNTING
4 183 BETINA IB BUNTING
5 178 BETINA IB BUNTING
6 167 BETINA IB BUNTING
7 170 BETINA IB GAGAL
8 189 BETINA IB BUNTING
9 187 BETINA IB GAGAL
10 194 BETINA IB GAGAL
11 173 BETINA IB GAGAL
12 24 BETINA IB BUNTING
PROSENTASE KEBERHASILAN IB 58.33
3. Teknologi Pakan/Nutrisi
Aplikasi teknologi pakan dibagi menjadi 2 sistem yaitu penyediaan hijauan pakan ternak
dan pemberian pakan tambahan. Realisasi lahan yang telah ditanami rumput gajah seluas
13.000 m2. Distribusi bibit dan pengelolaan rumput gajah diterima dan dilaksanakan oleh
kelompok. Harapannya kegiatan yang dilaksanakan memberikan dampak positif dan dapat
memotivasi peternak-peternak di luar kelompok.
Rumput gajah di panen setelah umur 60 hari. Data terakhir yang diperoleh yaitu: 1) luas
lahan yang telah berproduksi (panen I) rumput gajah seluas 13.000 m2 dengan produksi per
rumpun (±10 batang) adalah 2 kg, sehingga estimasi total panen pertama rumput gajah
sebesar 38,469 Ton; 2) luas lahan yang mampu panen ke-2 seluas 8.000 m2, dengan hasil
22,750 Ton; 3) luas lahan yang mampu panen ke-3 seluas 16.000 m2, dengan hasil 54, 171 ton.
Hasil yang diperoleh belum maksimal karena pemeliharaan rumput gajah yang kurang
maksimal. Lahan diberi pupuk hanya saat olah tanah, selain itu gulma yang tumbuh disekitar
tanaman utama tidak dicabut/disiangi. Hasil yang diperoleh belum mampu memenuhi
kebutuhan sapi potong secara keseluruhan. Rata-rata sapi potong dengan bobot 300 Kg
memerlukan pakan segar 30 – 60 kg/hari, sedangkan interval produksi rumput gajah 60 hari.
Sehingga pada panen I hanya mampu memenuhi 10 ekor sapi/harinya dan pada panen II
menuurun hanya mampu memenuhi 8 ekor sapi.
Produksi rumput gajah yang lebih rendah dibanding penelitian Sari (2012). Produksi
rumput gajah terutama pada lahan kawasan tambang memerlukan penambahan pupuk untuk
menambah unsur hara dalam tanah. Hasil penelitian yang diperoleh untuk satu rumpun yang
berisikan 9 batang, mampu menghasilkan rumput gajah 3,12 Kg. Dasar pertimbangan pemilihan
rumput gajah dibanding hijauan lainnya yaitu mudah dalam membudidayakannya dan memiliki
kandungan gizi yang sesuai kebutuhan ruminansia. Kandungan gizi rumput gajah terdiri dari
19,9% bahan kering; 10,2 % protein kasar; 1,6% lemak; 34%,2 serat kasar; 11,7% abu; dan
42,3% bahan esktrak tanpa nitrogen.
Pembibitan sapi potong dirsakan oleh peternak membutuhkan waktu yang relatif lama.
Rata-rata peternak mengharapkan adanya teknologi untuk penggemukan ternaknya dalam
waktu singkat. BPTP Banten melakukan pengkajian sederhada dengan memberikan beberapa
bahan pakan tambahan. Sapi potong yang digunakan tidak hanya berasal dari kelompok, tetapi
juga luar kelompok dalam satu desa. Sapi potong umur di bawah 12 bulan sebanyak 16 ekor
yang dijadikan ulangan dalam perlakuan pakan. Perlakuan pakan disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Pemberian pakan tambahan pada ternak sapi potong
No. Ternak
Umur (bl)
Lingkar Dada (Cm)
± BB Konsentrat (kg/hari)
Ampas Tahu (Kg/Hari)
UMB (Bulan)
Kode
1 1 57 62,41 1.5 - 1 P1 2 1 51 53,29 1.5 - 1 P1
3 3 102 153,76 2.5 - 1 P1 4 9 118 196 3 - 1 P1 5 5 120 201,64 3 - 1 P1 6 10 119 198,81 - 3 1 P2 7 2 80 104,04 - 1.5 1 P2 8 1 74 92,16 - 1.5 1 P2 9 10 119 198,81 - 3 1 P2
10 10 119 198,81 - 3 1 P2
11 7 107 166,41 - - 1 P3
12 1 65 75,69 - - 1 P3
13 4 79 102,01 - - 1 P3
14 12 80 104,04 - - 1 P4 15 12 134 243,36 - - 1 P5
16 12 120 201,64 - - - P0
Total Harian 11.5 12 15
Pemberian pakan sapi potong di Kelompok Bina Karya cenderung berasal dari sumber
serat (rumput gajah/rumput lapang/jerami). Pakan yang diberikan belum mengacu prinsp
pemenuhan gizi, sehingga belum ada penambahan input pakan sumber protein (konsentrat)
yang diberikan. Introduksi teknologi pakan dilakukan melalui pelatihan, yaitu pembuatan
fermentasi jerami dan pembuatan urea mollasess block. Tujuan pemberian pakan tambahan
berupa konsentrat/ampas tahu/UMB untuk meningkatkan bobot potong sapid an secara tidak
langsung bertujuan merangsang pengetahuan peternak bahwa telah tersedia beberapa bahan
yang mudah didapat untuk penggemukan sapi. Harapannya peternak tidak lagi bingung
mengenai cara meningkatkan bobot badan sapi.
Induk sapi potong baik jantan maupun betina rata-rata memiliki bobot awal di atas 200
Kg. sedangkan data pertambahan bobot badan sapi potong indukan terdokumentasi pada Tabel
9.
Tabel 9. Pertambahan Bobot Badan Induk Sapi Potong
NO JENIS KELAMIN
BOBOT BADAN (BULAN)
PBBH JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL
1 BETINA 251 262 247.5 286 297.5 289 290.5 186.321
2 BETINA 228.5 245.5 234.5 281.5 282.5 286 306 365.566
3 BETINA 243 266.5 251.5 287 289 289 268.5 120.283
4 BETINA 238.5 247 241 263 282 278 247.5 42.4528
5 BETINA 210 208 204 225 228 225.5 229 89.6226
6 BETINA 279 288.5 295 313 334 307 275.6 -16.038
7 BETINA 244.5 259.5 259.5 287 306.5 301.5 302.5 273.585
8 BETINA 249.5 258 245.5 276 281.5 284 296.5 221.698
9 BETINA 200 206.5 209 217.5 248.5 240 267 316.038
10 BETINA 272 277 275 296.5 312 296 300 132.075
11 BETINA 216 212.5 217.5 240.5 248.5 248 245 136.792
12 BETINA 245 258 257.5 304 314.5 335 344.5 469.34
13 BETINA 184 194.5 193.5 204.5 204 197 189 23.5849
14 BETINA 267 285 285 296.5 288.5 260 244.5 -106.13
15 BETINA 215.5 225.5 218.5 238 264.5 268.5 260 209.906
16 BETINA 207.5 233.5 222.5 259.5 253.5 259.5 249.5 198.113
17 JANTAN 265.5 285.5 285.5 322.5 334 316.5 370.5 495.283
Dari Tabel 9 diketahui bahwa pertambahan bobot badan induk bervariasi dan di bawah
500 gram/hari. Angka pertambahan bobot badan yang rendah akibat pakan yang seadanya.
Dalam rangka introduksi teknologi pakan, BPTP Banten berupaya memberikan motivasi kepada
peternak sapi untuk memberikan pakan tambahan bagi ternaknya. Peternak yang terlibat
lingkup Desa Cileles, sehingga sebagai koordinator kegiatan dilaksankan oleh kelompok Bina
Karya. BPTP Banten berkoordinasi dengan kelompok Bina Karya mengenai upaya penggemukan
sapi potong dengan memberikan pakan tambahan berupa urea molasses block (UMB),
konsentrat, dan ampas tahu pada ternak.
Ternak sapi potong yang diberi pakan tambahan berjumlah 16 ekor berjenis kelamin
pejantan dan berumur kurang dan sama dengan 12 bulan. Bobot badan awal ternak di hitung
untuk menghitung kebutuhan pakan harian. Setiap ternak memiliki bobot badan yang berbeda-
beda sehingga kebutuhan pakan pun berbeda. Bobot badan dan pemberian pakan tambahan
(3% – 4% dari bobot badan) baik jenis dan beratnya dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Pertambahan Bobot Badan Sapi Potong di Desa Cileles
Keterangan Jumlah Sapi
(Ekor)
Rata-Rata BB awal
(Kg)
Rata-Rata BB Akhir
(Kg)
Selisih (BB Awal-BB Akhir)
Rata-Rata PBBH
(Gram/hari)
Peningkatan PBBH (%)
P1 5 133,42 184,998 51,58 560,63 92,26
P2 5 158,62 195,5 36,97 401,89 38,32
P3 5 138,302 190,074 51,77 562,74 93,68
P0 1 134,56 161,29 26,73 290,54 0
Keterangan: - P1 : Konsentrat + UMB - P2 : Ampas Tahu + UMB - P3 : UMB - P0 : Kontrol (Hijauan)
Pada Tabel 10 diketahui bahwa penambahan urea mollasess block memberikan
pertambahan bobot badan harian sapi potong tertinggi dibanding perlakuan lainnya yaitu
sebesar 562,74 gram/hari. Dilanjutkan dengan pertambahan konsetrat + urea mollasess block
dan ampas tahu + urea mollasess block yaitu 560,63 gram/ hari dan 401,89 gram/hari.
Pertambahan bobot badan harian terendah yaitu pada ternak yang hanya mengkonsumsi
hijauan. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan pakan kaya protein dan mineral pada ternak
mampu meningkatkan bobot badan lebih dari dua kali lipat dibanding ternak yang tanpa diberi
pakan tambahan apapun. Dengan demikian diketahui bahwa peningkatan pertambahan bobot
badan harian sapi potong yang mendapatkan input pakan berkisar antara 38,32 s/d 93,68
dengan rataan 74,99 %.
4. Teknologi Pengolahan Limbah
Hingga akhir kegiatan (Desember 2014), Kelompok Bina Karya telah menghasilkan 9,5
ton pupuk organik. Pengolahan limbah ternak dengan cara pembuatan pupuk organik telah
dilaksanakan dengan menggunakan Dekomposer hasil Balitbangtan dan Perkebunan-Bogor.
Beberapa jenis decomposer yang digunakan yaitu M-Dec, Orgadek Padat, Orgadek Cair, dan
Promi. Instroduksi teknologi pengolahan limbah dilakukan melalui pelatihan dan praktik
pembuatan pupuk organik. Pupuk organik yang telah jadi dimanfaatkan di lahan sawah dan
sebagian untuk tanaman sayuran dan rumput gajah. Integrasi ternak-tanaman antara pupuk
organik dan padi belum sepenuhnya berjalan lancar. Kondisi sawah tadah hujan dan produksi
pupuk yang belum mampu mencukupi kebutuhan. Alternatif pemanfaatan pupuk organik yaitu
pada tanaman sayuran, sehingga peternak dapat secara langsung merasakan manfaatnya.
Kabupaten Tangerang memiliki potensi pengembangan sayuran dataran rendah.
Peluang besar Kabupaten Tangerang yaitu berdekatan dengan Ibu Kota dan tersedianya
fasilitas pasar baik tradisional maupun modern. Integrasi ternak-tanaman searah antara pupuk
organik bahan dasar kotorsan sapi dengan sayuran tentunya mampu menajdi salah satu
alternatif pemecahan masalah untuk pendapatan peternak. Sayuran yang mampu dipanen
dalam waktu singkat memberikan kontribusi untuk penambahan pendapatan keluarga.
Dokumetasi pembuatan pupuk organik ditampilkan pada Gambar 4.
Gambar 4. Introduksi Teknologi Pengolahan Limbah Ternak (pembuatan pupuk organik)
5. Pengembangan Sumberdaya Manusia
Pembelajaran tentang budidaya sapi potong dan pelatihan pembuatan urea molasses
block (UMB). Narasumber drh. Eko Kardiyanto (Peneliti BPTP Banten). Penyampaian materi
diawali dengan pentingnya seleksi calon bibit sumber. Seleksi penting dilakukan mengingat
indukan (pejantan dan betina) merupakan sumber utama yang diharapkan mampu
menghasilkan sapi-sapi unggul. Dilanjutkan dengan pemahaman jenis sapi yang cocok di
wilayah Cileles. Informasi yang diperoleh yaitu jenis sapi yang biasa dikembangkan di Cileles
yaitu sapi peranakan ongole (PO). Mengenai reproduksi, kususnya kelompok telah mengenal
bahkan telah menerapkan inseminasi buatan (IB). Terdapat dua pengurus yang telah mengikuti
pelatihan dan diharapkan mampu menjadi inseminator yang melayani petani ternak sekitar.
Materi tentang pakan tidak kalah menarik, karena hasil diskusi diketahui bahwa waktu yang
dibutuhkan untuk mencari rumput sama (1 jam) antara pemilik sapi 1 ekor dan 3 ekor.
Sehingga diketahui efektivitasnya, bahwa petani harapannya mampu minimal memelihara sapi
4-5 ekor/KK. Kandungan gizi juga disampaikan, meski rumput saja yang diberikan tetap harus
memperhatikan sumber gizi didalamnya. Seperti sumber karbohidrat, dapat diperoleh dari
rumput dengan serat kasar yang banyak (rumput gajah, jerami, daun jagung, dll). Sedangkan
sumber protein dapat ditemukan pada tanaman kacang-kacangan (leguminose). Vitamin dapat
diperoleh secara instan dari toko sapronak, sedangkan mineral dapat diberikan dengan mudah
dan tersedia secara melimpah. Salah satu alternatif pemenuhan mineral pada ternak yaitu
dengan memberikan urea molasses block (UMB). Tidak hanya materi yang disampikan tetapi
juga langsung praktik cara pembuatannya. Bahan yang dibutuhkan dalam membuat UMB yaitu
dedak, molases, mineral, garam,semen putih, dan air.
Sebelum dan setelah pembelajaran dilakukan test untuk mengetahui tingkat
pengetahuan peserta. Pertanyaan yang diajukan meliputi: seleksi bibit, reproduksi, sistem
pemeliharaan dan manajaemen pakan. Data peningkatan pengetahuan peserta pembelajaran
dapat dilihat pada tabel 11.
Tabel 11. Peningkatan pengetahuan peserta pembelajaran budidaya sapi potong.
Responden Nilai Pre Test Nilai Post Test Selisih Kategori
1 11 28 17 Sedang 2 23 30 7 Rendah 3 14 31 17 Sedang
4 4 21 17 Sedang 5 5 31 26 Tinggi
6 14 28 14 Sedang
7 8 24 16 Sedang
8 6 31 25 Tinggi
9 12 31 19 Sedang 10 14 28 14 Sedang 11 14 30 16 Sedang 12 11 28 17 Sedang 13 10 29 19 Sedang 14 9 31 22 Sedang 15 8 28 20 Sedang 16 11 31 20 Sedang 17 7 23 16 Sedang 18 12 24 12 Sedang 19 9 17 8 Rendah 20 7 18 11 Rendah
Rata-rata 16.65 Sedang
Peningkatan Pengetahuan (%) 92,5
Dari Tabel 11 diketahui bahwa meskipun nilai rata-rata peserta pembelajaran termasuk
dalam kategori sedang, akan tetapi sebanyak 92,5 % peserta mengalami peningkatan
pengetahuan. Hal tersebut dapat diukur dari nilai yang diperoleh. Nilai setelah mengikuti
pembelajaran lebih tinggi dibanding nilai sebelum pembelajaran. Nilai sebelum pembelajaran
merupakan nilai riil atas pengetahuan peserta sebelum mendapatkan materi tentang budidaya
sapi potong. Dapat dikatakan juga nilai yang diperoleh menginterpretasikan pengetahuan awal.
Sedangkan nilai setelah pembelajaran lebih tinggi sebagai akibat dari adanya input ilmu yang
diberikan kepada peserta. Kecenderungannya yaitu ilmu yang diperoleh bersifat baru dan
suasana belajar bersifat partisipatif mendukung proses pembelajaran.
6. Temu Lapang
Temu lapang dilaksanakan pada Selasa, 18 November 2014 dengan jumlah peserta 80
orang. Peserta temu lapang terdiri atas tim pendamping BPTP Banten, Dinas Pertanian dan
Peternakan Kabupaten Tangerang dan petani ternak sapi potong lingkup Desa Cileles.
Narasumber temu lapang yaitu Parikin, MM (Kepala Bidang Peternakan Distanak Kab.
Tangerang), drh. Eko Kardiyanto (Peneliti BPTP Banten) dan Rika Jayanti Malik, SST (Penyuluh
BPTP Banten). Distanak Kabupaten Tangerang menyampaikan tentang perbibitan sapi potong,
sedangkan tim pendamping BPTP lebih menekankan hasil yang diperoleh selama melakukan
pendampingan di Kelompok Bina Karya.
Sambutan dan arahan yang disampaikan oleh Parikin, MM menekankan target Distanak
Kabupaten Tangerang meliputi peningkatan produksi pakan, peningkatan teknologi tepat guna
dan peningkatan pemasaran hasil-hasil peternakan. BPTP Banten diakui secara nyata telah
mendukung kegiatan Distanak Kabupaten Tangerang, khususnya dalam hal penerapan
teknologi tepat guna. Sesuai dengan sambutan Bapak Parikin, BPTP Banten melaksanakan
prinsip pendampingan terhadap adopsi teknologi yang telah di introduksikan. Materi perbibitan
sapi potong yang dilakukan Distanak Kabupaten Tangerang meliputi: ciri-ciri pemilihan bibit
baik yang dijadikan indukan, target kegiatan yang menghasilkan pedet 1 (satu) ekor dalam
setahun, program bantuan ternak yang telah diberikan kepada kelompok, manajemen
reproduksi beserta pelatihan Inseminasi Buatan untuk pengurus kelompok.
Materi yang disampaikan tim BPTP Banten menekankan pada hasil kegiatan
pendampingan. Kegiatan pendampingan yang telah dilakukan BPTP Banten meliputi sosialisasi
dan koordinasi dengan instansi terkait pengembangan peternakan, introduksi teknologi pakan
ternak, teknologi pengolahan limbah, teknologi perbibitan dan teknologi reproduksi. Setelah
pelaksanaan temu lapang peserta diberi kuesioner untuk berperan serta memberikan penilaian
terhadap pelaksanaan temu lapang. Penilaian peserta terhadap: 1) teknologi yang telah
dilakukan kelompok Bina Karya meliputi: teknologi pengolahan limbah, teknologi pakan ternak,
teknologi perbibitan; 2) penguatan kelembagaan (keaktifan dan kekompakan kelompok) dan 3)
narasumber (kejelasan materi dan keramahan). Respon peserta terhadap teknologi yang
ditampilkan dalam temu lapang rata-rata menunjukkan kategori puas. Respon peserta terhadap
kelembagaan dan narasumber termasuk kategori cukup puas. Data respon peserta terhadap
pelaksanaan temu lapang ditampilkan pada lampiran 2.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan
1. Koordinasi dan sinergitas program telah dilaksanakan dengan berbagai instansi yang
berkepentingan dalam pembangunan peternakan di Provinsi Banten. Instansi tersebut
meliputi: Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Banten, Dinas Peternakan Kabupaten
Lebak dan Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Tangerang. Koordinasi dilakukan
sebagai langkah awal penentuan lokasi pendampingan, sedangkan sinergitas program
mengarah kepada bagian-bagian kegiatan yang dikerjakan secara bersama. Pelaksanaan
pendampingan secara bersama dilakukan tim Pendamping (Peneliti/Penyuluh/Teknisi) BPTP
dengan tim pendamping dinas. Lokasi pendampingan berada di 3 (tiga) kabupaten, yaitu
Kelompok Harapan Mulya Kabupaten Pandeglang, Kelompk Ratu Galuh Kabupaten Lebak
dan Kelompok Bina Karya Kabupaten Tangerang. Komoditas yang diusahakan di Kabupaten
Lebak dan Pandeglang yaitu kerbau, sedangkan Kabupaten Tangerang adalah sapi potong.
2. Kegiatan pendampingan secara tidak langsung berkontribusi dalam peningkatan populasi
ternak sapi dan kerbau. Pertambahan jumlah ternak disebabkan dari bertambahnya peserta
yang bergabung dalam pendampingan dan adanya kelahiran pedet. Dua kelompok yang
bertambah jumlah ternaknya yaitu kelompok Bina Karya dan Harapan Mulya.
3. Teknologi yang berperan dalam peningakatan populasi ternak yaitu teknologi reproduksi.
Keberhasilan inseminasi buatan di kelompok Bina Karya mencapai 58,33 %.
4. Pengembangan luasan areal hijauan pakan ternak seluas 38.000 m2 dengan produksi
rumput gajah masih relatif rendah. Luas lahan yang telah berproduksi (panen I) rumput
gajah seluas 13.000 m2 dengan produksi per rumpun (±10 batang) adalah 2 kg, sehingga
estimasi total panen pertama rumput gajah sebesar 38,469 Ton; sedangkan luas lahan yang
mampu panen ke-2 seluas 8.000 m2, dengan hasil 22,750 Ton
5. Perlakuan pemberian pakan tambahan bagi ternak mampu meningkatkan pertambahan
bobot badan harian. rata-rata prosentase pertambahan bobot harian sapi potong mencapai
74,99 %.
6. Produksi pupuk organik berbahan dasar sapi potong yang dilaksanakan kelompok Bina karya
menghasilkan 9,5 ton, sedangkan pupuk organik yang berasal dari kotoran kerbau
dihasilkan kelompok Harapan Mulya sebanyak 15 ton.
7. Pelatihan yang telah dilakukan berkontribusi bagi pengembangan sumberdaya manusia
(petani ternak). Peningkatan pengetahuan peserta (20 orang) mencapai 92,5 %.
8. Respon peserta temu lapang (80 orang) terhadap teknologi menunjukkan kategori puas.
Respon peserta terhadap kelembagaan dan narasumber menunjukkan kategori cukup puas.
6.2 Saran
Pengembangan ternak di Provinsi Banten seyogyanya mengacu kepada potensi wilayah
dan target yang akan dicapai pemerintah daerah. Tujuannya untuk memudahkan
mensinkronkan kegiatan dan pelaksanaan kegiatan mampu dijalankan berdampingan secara
bersama-sama. Indikator keberhasilan kegiatan pendampingan diukur dari perubahan perilaku
sasaran untuk meningkatkan usaha ternaknya dan berujung pada kesejateraan keluarga. Salah
satu faktor pendukung untuk mewujudkan keberhasilan tersebut adalah perlunya kerjasama
yang baik antara pemerintah pusat pelaksana program dan pemerintah daerah selaku pihak
yang paham tentang potensi wilayah.
VII. TENAGA DAN ORGANISASI PELAKSANAAN 7.1 Tenaga Pelaksana
No. NAMA PELAKSANA
JABATAN / BIDANG
KEAHLIAN
TUGAS DALAM
KEGIATAN
ALOKASI WAKTU
(OJ/Bulan)
(1) (2) (3) (4) (5)
1 Drs. Mayunar PJ RDHP 15
2 Rika Jayanti Malik, SST Penyuluh/ Peternakan PJ RODHP 13
3 Drh. Eko Kardiyanto Peneliti/Peternakan Anggota 12
4 Maureen CH, SPt Peneliti/ Peternakan Anggota 10
5 Ani Pullaila, SP Penyuluh/Agronomi Anggota 10
6 Ivan Mambaul Munir, SP Calon Peneliti/Peternakan Anggota 10
7.2 Jadwal Pelaksanaan
No. Kegiatan Bulan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1
Perencanaan Kegiatan (10 %) : a. Pembentukan tim, penyusunan dan
seminar RDHP/RODHP
x
b. Koordinasi perencanaan x x
c. Pembahasan rencana kerja dan pembagian tugas kepada tim/anggota
x x
2
Pelaksanaan Kegiatan (80 %):
a. Percontohan unit komersialisasi pupuk organik
x x
b. Pengembangan luasan hijauan pakan ternak
c. Integrasi ternak-tanaman x x x x
d. Pertemuan penguatan kelembagaan x x
e. Monitoring dan supervisi penerapan teknologi
x x x x x x x x x x
f. Koordinasi pelaksanaan x x x x
g. Entri dan Analisis Data x x
3
Pelaporan (10 %) a. Laporan Bulanan
x x x x x x x x x x x x
b. Laporan Triwulan x x x x
c. Laporan tengah tahun x
d. Laporan akhir x
DAFTAR PUSTAKA Anonymous. 2011. Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2011. Kementerian Pertanian. Amir, P. And Knipscheer. 1989. Conducting On-farm Animal Research Procedure and Economic
Analysis. Winrock International Institute for Agricultural Development an International Development Reseatch Centre. Morrilton, Arkansab, USA
BPS. 2012. Banten Dalam Angka 2012. Badan Pusat Statistik Provinsi Banten. Badan Litbang Pertanian. 2009. Model Penerapan Teknologi Litbang Sapi Potong Mendukung
P2SDS. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta.
Budiarsa, E. Juarini dan L Praharani. 2010. Strategi Pengembangan Usaha Peternakan Kerbau Di Kabupaten Lebak Banten. Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau 2010.
Diwyanto, K dan E. Handiwirawan. 2006. Strategi Pengembangan Ternak Kerbau : Aspek
Penjaringan dan Distribusi. Prosiding Usaha Ternak Kerbau Mendukung Program Kecukupan Daging Ssapi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor.
Hidayat, C. Sinar Tani. Edisi 31 Maret 2010. Menuju Kedaulatan Sapi Indonesia. Juarini, Sumanto, I.G.M. Budiarsa dan L. Praharani. Kesesuaian dan arah pengembangan lahan
Ternak kerbau di kabupaten lebak. Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau 2011. Kementerian Pertanian. 2010a. Rencana Strategis Kementerian Pertanian Tahun 2010-2014.
274 Halaman. Kementerian Pertanian. 2010b. Statistik Peternakan 2010. Direktorat Jenderal Peternakan. 287
Halaman. Kusnadi, U., D.A. Kusumaningrum, R.G. Sianturi, dan E. Triwulanningsih. 2005. Fungsi dan
Peranan Kerbau dalam Sistem Usaha Tani di Provinsi Banten. Proceeding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner, Puslibang Peternakan : 316-322.
Trobos. “Peternakan Kerbau Ikut Menyangga Swasembada”. Edisi Desember 2010. No. 135.
Lampiran 1 Populasi Ternak di Lokasi Pendampingan
1. Desa Sukarame Kec. Carita Kab. Pandeglang
No Nama Awal Akhir
1 Mulud 4 4
2 Tarwad 6 5
3 Kasni 4 4
4 Rabin 5 8
5 Mail 3 4
6 Kusen 4 6
7 Armin 4 5
8 Maja 2 2
9 Jaman 1 1
10 Lani 4 6
11 Unyil 2 2
12 Amat 2 2
13 Patmah 2 2
14 Jawar 1 1
15 Buang 7 8
16 Kiman 7 7
17 Juned 2 3
18 Rojaya 2 2
19 Saleh 7 7
20 Sabta 10 9
21 H. Amat 3 2
22 Sayuti 2 2
23 Ramta 2 2
24 Sarpin 2 2
25 Udin 2 2
26 Masjaya 4 4
27 Sarno 5 5
28 Masran 4 4
29 Manan 3 3
30 Baii 3 3
31 Rabani 4 4
32 Ramid 3 3
33 Kosno 4 4
34 Rukman 3 3
35 Sarka 4 4
36 Zaenul 2
37 Iwan 3
TOTAL 127 140
2. Kelompok Ratu Galuh
No Nama Jumlah
1 Jupran 3
2 Suparman 2
3 Sopandi 2
4 Arjui 1
5 Asmat 2
6 Santari 2
7 A. Khotip Setiawan 2
8 Herman 1
9 Nursid 2
10 Kanta 3
11 Ketot 2
12 Asep Setiawan 2
13 Mubin 2
14 Kom 8
15 Royani 3
16 Djadja 2
TOTAL 39
3. Desa Cileles Kecamatan Tigaraksa Kabupaten Tangerang
NO NAMA
MARET OKTOBER
JANTAN BETINA JUMLAH JANTAN BETINA JUMLAH
ANAK DWS ANAK DWS EKOR ANAK DWS ANAK DWS EKOR
1 Ahmad 2 2 2 2
2 Romli 3 3 1 2 3
3 Rubani 1 1 1 1
4 Rasudin 2 2 1 1 2 4
5 H. Ijoh 1 2 3 1 2 3
6 Suryadi 1 3 4 1 1 2 4
7 As'ari 3 3 2 2
8 Sudarsim 1 1 2 2 2
9 M. Fikri 1 1 2 4 1 1 2 4
10 Satibi 3 3 3 3
11 Ade S 1 2 3 1 2 3
12 Saepudin 1 1 1 1
13 Januri 1 2 3 1 1 2 4
14 Raman 1 1 1 1 2
15 Roni 1 1 1 1
16 Uci Sanusi 1 1 1 1 2
17 Asmayudin 1 1 1 1
18 Amat 1 3 4 2 1 3
19 Madsura 1 1 1 1
20 Iyam/Imat 1 1 2 1 1 2
21 Amri 1 1
22 Maskadi 1 1 1 1 2
23 Awong 1 1
24 Parta 1 1 2 1 1 2
25 Hendra 1 1 1 1 2
26 Jasur 1 2 3 1 1 2
27 Rasim 1 1 2
28 Ame 1 1
29 Jenung 1 1 2 2
30 Anang 1 1 2 1 1 2
31 Nahrowi 1 1 2 2 2
32 Kubil 1 1 2 1 1 2
33 Tinah 1 1 2 1 1 2
34 Ucin 1 1 1 1 2
35 Awan 1 1 2 1 1 2
36 Arsaman 1 1 1 1 2
37 Soni 1 1 2 1 1 1 3
38 Leman 2 2 1 2 3
39 Sapei 1 1 1 1
40 Lukman 1 1 2
41 Nasim 1 1 1 3 1 2 3
42 Aman 1 1 2 1 1
43 Udin 1 1 2 1 1 2
44 Samin 1 1 2 1 1 2
45 H. Jaya 1 1 1 1
46 Merod 1 1 2
47 Cenghai 1 1 1 1
48 Manah 1 1 1 3 1 1 2 4
49 Ata 1 1 1 1
50 H. Jamin 1 1
51 Roik 1 1 4 1 5
52 Sarnaya 2 2 3 3
53 Acim 2 2
54 Usman 1 1 2
55 Ati 1 1 1 1
56 Marta 1 1
57 Kuncir 1 1 2 2 2
58 Uwit 1 1
59 Sartani 2 2
60 Juhri 1 1 2 4 1 1 2 4
61 Cenglung 1 1 2 4 2 2
62 Salimun 1 1 2 1 2 3
63 Andi 1 1
64 Rohim 1 1 1 1 2
65 Misroni 1 1 1 1
66 Unus 1 1 2 1 1 2
67 Olim 1 1 1 1
68 Danil 1 1 2 1 2 3
69 Anda 1 1 1 1 2
70 Sarkani 1 1
71 Sakim 1 1
72 Saimat 1 1
73 Pendi 1 1
74 Utun 2 2
75 Iyul 1 1
76 Rama 1 1
77 Juhra 2 2
78 Rasam 1 1
79 Abu 1 1
80 Murhasan 1 1
81 Arsamad 2 2
82 Raswinta 1 1
TOTAL 15 8 24 84 131 22 16 10 90 138
Lampiran 2 Respon Peserta Temu Lapang
NO UMUR PENDIDIKAN NILAI Jml
Teknologi
NILAI Jml
Kelembagaan
NILAI Jml
Narasumber
TOTAL NILAI
A B C D E F G H I J
1 47 S2 3 2 3 3 2 2 15 2 2 4 3 3 6 25
2 65 SD 3 0 2 3 2 0 10 3 0 3 2 0 2 15
3 63 SD 3 0 2 3 2 3 13 0 0 0 2 0 2 15
4 45 SD 3 2 0 1 0 3 9 0 3 3 3 0 3 15
5 59 SD 3 2 3 2 0 0 10 3 0 3 2 0 2 15
6 46 SMP 3 2 1 3 2 0 11 3 0 3 2 0 2 16
7 35 SMP 3 2 0 3 0 2 10 0 3 3 3 0 3 16
8 60 SD 3 2 0 3 0 2 10 0 2 2 0 0 0 12
9 32 S1 3 2 2 0 3 3 13 2 2 4 2 2 4 21
10 38 S1 3 3 3 2 3 2 16 2 2 4 3 2 5 25
11 20 SD 3 0 0 0 2 0 5 2 0 2 3 0 3 10
12 52 SMP 2 1 2 2 3 2 12 2 2 4 3 3 6 22
13 30 SD 3 3 3 2 3 2 16 2 2 4 3 2 5 25
14 22 SMP 3 3 3 2 3 2 16 2 2 4 3 2 5 25
15 36 SD 3 3 3 2 3 2 16 2 2 4 3 2 5 25
16 16 SMP 3 3 3 2 3 2 16 2 3 5 2 2 4 25
17 32 3 3 3 2 3 2 16 2 2 4 2 0 2 22
18 30 SD 3 3 3 2 0 2 13 2 2 4 3 2 5 22
19 35 SD 3 3 3 2 3 2 16 2 2 4 3 2 5 25
20 43 SMP 3 3 3 2 3 2 16 2 2 4 3 2 5 25
21 48 SMP 3 3 3 2 3 2 16 2 2 4 3 2 5 25
22 53 SR 3 3 3 3 0 2 14 2 3 5 2 0 2 21
23 27 SD 3 3 3 2 3 2 16 2 2 4 3 2 5 25
24 42 SD 3 3 3 2 3 2 16 2 2 4 3 2 5 25
25 56 SD 3 3 3 2 3 2 16 2 2 4 3 2 5 25
26 51 SD 3 3 3 2 2 3 16 2 2 4 3 2 5 25
27 45 SD 3 3 3 2 3 2 16 2 2 4 3 2 5 25
28 75 SD 3 2 3 0 2 0 10 3 0 3 2 0 2 15
29 60 SD 2 2 2 2 3 3 14 2 2 4 3 2 5 23
30 90 SMP 3 2 2 2 3 3 15 2 2 4 3 3 6 25
31 50 SD 3 2 2 2 3 3 15 2 2 4 3 3 6 25
32 42 SD 2 3 0 0 0 2 7 0 2 2 3 3 6 15
33 70 SD 2 3 3 0 3 0 11 3 2 5 3 0 3 19
34 28 SD 2 3 3 0 3 0 11 3 2 5 3 3 6 22
35 63 SD 2 0 3 0 3 3 11 0 0 0 0 3 3 14
36 25 SMP 2 3 3 3 3 3 17 2 0 2 3 3 6 25
37 34 SD 3 3 3 3 3 3 18 3 3 6 3 3 6 30
38 65 SD 3 3 3 3 3 0 15 3 2 5 3 3 6 26
39 30 SD 2 3 1 0 0 3 9 0 2 2 0 3 3 14
40 37 SD 2 3 0 0 3 0 8 3 0 3 0 2 2 13
41 63 SD 2 3 0 0 3 3 11 0 2 2 0 2 2 15
42 36 SD 2 3 0 0 0 3 8 3 0 3 0 3 3 14
43 45 SD 3 3 0 3 3 3 15 3 3 6 3 3 6 27
44 40 SD 2 3 0 0 0 3 8 3 0 3 0 2 2 13
45 35 SMP 3 3 0 0 3 0 9 3 0 3 3 0 3 15
46 63 SMA 3 3 0 0 3 3 12 3 3 6 0 0 0 18
47 85 SD 3 3 0 0 3 0 9 3 0 3 3 0 3 15
48 40 SMP 3 3 3 0 3 0 12 3 0 3 3 0 3 18
49 55 SD 2 3 0 0 0 3 8 3 0 3 0 3 3 14
50 36 SD 3 3 3 3 3 3 18 3 3 6 3 3 6 30
51 29 SD 2 2 0 0 0 3 7 3 3 6 0 3 3 16
52 56 - 3 3 3 3 3 3 18 3 3 6 3 3 6 30
53 2 2 3 0 0 3 10 3 0 3 0 3 3 16
54 63 SD 2 3 2 0 3 2 12 3 0 3 0 3 3 18
TOTAL 146 135 105 80 116 105 687 114 84 198 117 95 212 1097
RATA-RATA 2.70 2.50 1.94 1.48 2.15 1.94 12.72 2.11 1.56 3.67 2.17 1.76 3.93 20.31
KATEGORI PUAS CUKUP PUAS CUKUP PUAS CUKUP PUAS
Lampiran 3 Dokumentasi Kegiatan
Gambar 1. Comin Blok (Pakan Tambahan Ternak)
Gambar 2. Tim Pendamping PSDSK BPTP Banten dan Dinas Peternakan Kab. Tangerang memantau proses kelahiran pedet
Gambar 3. Demplot Rumput Gajah umur 20 Hari (Kiri) dan 60 hari, siap panen (kanan)
Gambar 4. Introduksi Teknologi Pengolahan Limbah Ternak (pembuatan pupuk organik)
Gambar 5. Pegembangan SDM
Gambar 6. Temu Lapang