pendekatan metodologis untuk studi komunikasi keluarga
DESCRIPTION
Pendekatan Metodologis Untuk Studi Komunikasi Keluarga (terjemahan)TRANSCRIPT
PENDEKATAN METODOLOGIS UNTUK STUDI KOMUNIKASI KELUARGA
Bab ini menampilkan metode yang digunakan untuk meneliti proses, dampak, dan struktur
komunikasi keluarga. Secara garis besar, kepentingan interdisipliner dalam komunikasi keluarga,
metode tersebut bermacam-macam , mulai dari desain kuantitatif, naturalistik, kualitatif. Kami
merangkum metode yang relevan, mendeskripsikan secara detail, mengilustrasikan aplikasinya
dalam keluarga menggunakan eksemplar penelitian dan mencerminkan dalam suatu
permasalahan. Sebelum mendiskusikan metode kuantitatif, kita akan membahas cakupan definisi
dalam bab ini.
Pertanyaan mengenai bagaimana keluarga didefinisikan merupakan hal yang penting dalam
penelitian komunikasi keluarga. Variabel dari kepentingan, pertanyaan atau hipotesis, contoh
yang digunakan, dan jenis dari data yang dikumpulkan seluruhnya dirangkai oleh pilihan-pilihan
para peneliti mengenai apa yang terdapat dalam keluarga. Definisi mengenai keluarga
memberikan perubahan besar dalam literature perkuliahan dan diantara populasi orang awam.
Sebagai contoh beberapa definisi menempatkan keluarga dalam bentuk paksaan yang dilegalkan
(sebagai contoh pernikahan, rujuk nikah, adopsi) atau parameter biologis (keluarga/anak, kakek
nenek) (Noller & Fitzpatrick, 1993; Chapter 2, this volume). Pendekatan lain menunjukkan
bahwa batasan legal dan biologis bersifat membatasi dan mendukung gagasan bahwa unit
keluarga merupakan jenis khusus dari sistem sosial yang karakternya yang terbentuk oleh fisik
dan ketergantungan emosional. Sebagai contoh, Yerby, Buerkel-Rothfuss, dan Bochner (1998)
mendefinisikan keluarga sebagai
“Suatu system sosial multigenerasi yang terdiri atas setidaknya dua ikatan manusia yang saling
berkaitan oleh tempat tinggal dan sejarah yang sama dan siapa yang membagi beberapa tingkatan
dari ikatan emosional kepada atau keterlibatan dengan satu sama lain. (hlm. 13)”
Beberapa hak istimewa personal beberapa pelajar dibandingkan dengan definisi structural atau
legal pleh anggota keluarga (sebagai contoh, Galvin, Bylund, dan Brommel, 2004; Chapter 1,
this volume). Pendekatan tersebut berfokus pada peran konstitutif komunikasi dalam membentuk
unit keluarga. Sebagaimana Turner dan West mendefinisikan keluarga (2002)
Kelompok yang mendefinisikan diri (self-defined) yang membentuk dan memelihara kelompok
mereka melalui interaksi mereke sendiri dan interaksi dengan orang lain; Sebuah keluarga dapat
mencakup jenis hubungan sukarela dan hubungan yang terjadi tanpa disengaja; hal tersebut
menciptakan pengartian harfiah, simbolis internal, dan batasan eksternal; dan hal tersebut
mengalami perubahan sepanjang waktu. (hlm. 8)
Untuk tujuan kita disini, kita akan meneliti mengenai berbagai studi yang secara khusus
membahas mengenai komunikasi keluarga, komunikasi orangtua, atau kemunikasi antar saudara.
Kita tidak membatasi jenis keluarga yang ditampilkan. Kita memberikan pengecualian
(mengeluarkan) studi komunikasi pernikahan ketika bidang tersebut secara khusus berfokus
pada interaksi suami-istri. Sementara pasangan yang telah dan belum menikah dapat
dikategotikan sebagai satu unit keluarga, metode yang digunakan untuk menginvestigasi
komunikasi mereka.
Sekarang kita beralih kepada metode kuantitatif. Banyaknya bukti secara relatif memiliki
cakupan lebih besar dalam bagian kuantitatif dibandingkan dengan kualitatif, referensi sejarah
dalam penelitian keluarga banyak menggunakan metode kuantitatif. Sebagaimana Stamp (2004),
mengatakan bahwa menurut analisa dari 1245 artikel komunikasi keluarga yang diterbitkan
antara 1990 dan 2001, lebih dari 90% merupakan investigasi empiris. Sebagai satu cara untuk
mengatur cakupan luas dari kerja kuantitatif dalam komunikasi keluarga, kita pertama-tama
melakukan rangkuman terhadap dua tipe data yang digunakan, self-report dan interactional. Kita
menuliskan bahwa keuntungan dan tantangan dari setiap jenis dan kemudian melakukan desain
penelitian dari kedua tipe data.
METODE KUANTITATIF
Sebagaimana yang biasa didapati dalam ilmu sosial, penelitian kuantitaif dalam komunikasi
keluarga cenderung untuk berpatokan pada data self-report yang didapat dari sample anggota
keluarga. Meskipun sample nasional selalu tersedia, hal yang paling biasa dilakukan adalah
dengan memperoleh kumpulan data-data masa lalu dalam praktek komunikasi keluarga dari
mahasiswa,kadang-kadang memohon mereka untuk mendistribusikan kuesioner kepada anggota
keluarga lainnya. Selanjutnya, pendekatan terbaru dalam komunikasi keluarga mengukur data
interaksional, biasanya dari interaksi yang direkam antara orangtua, antara orangtua dan anak,
dan antara anggota keluarga dan pewawancara. Setelah unit dari kepentingan konseptual
diidentifikasikan, selanjutnya dapat dikodekan dan dihitung untuk menampilkan frekuensi dalam
kategori. Unit tersebut juga dapat dinilai dalam kualitas pesan seperti intensitas, pemaksaan, atau
dukungan oleh pihak yang melakukan kodefikasi atau anggota keluarga. Nilai-nilai tersebut
dapat kemudian digunakan untuk membentuk suatu deskripsi terhadap pola interaksi keluarga.
DATA SELF-REPORT
Pendekatan yang berlaku untuk metode self-report dalam komunikasi keluarga adalah untuk
mengajak responden menyelesaikan satu kuesioner yang mengukur berbagai dimensi dari tipikal
pola komunikasi atau praktek yang dilakukan keluarga mereka. Beberapa instrumen telah
digunakan secara luas dalam penelitian komunikasi keluarga dan menunjukkan ketahanan uji dan
validitas (Fiese et al., 2002).
Skala yang biasa digunakan dalam mengukur kualitas interaksi antara keluarga dan anak adalah
skala Parent Adolescent Communication Scale (PACS). PACS terdiri dari 20 item untuk
interaksi ibu-anak dan 20 item untuk interaksi bapak-anak (contoh “jika saya mengajukan
pertanyaan saya akan mendapatkan jawaban yang jujur dari bapak/ibu saya”) yang diikuti oleh
skala Likert (sangat tidak disetujui ke sangat disetujui). Sepuluh item memperkirakan praktik
komunikasi positif, dan 10 item memperkirakan praktik komunikasi negatif. Kedua dimensi dari
kualitas komunikasi tersebut merujuk kepada open dan problem. Skala tersebut telah sukses
digunakan oleh beberapa peneliti, dan ketahanan ujinya telah dipastikan dalam satu sample dari
anak remaja Belanda (usia 13-15 tahun). Instrumen yang digunakan secara luas lainnya adalah
skala Family Communication Patterns (FCP) yang dibentuk oleh McLeod dan Chaffee (1972),
item FCP menampilkan 2 dimensi karakterisasi komunikasi keluarga: a socio-orientation
(mengarahkan komunikasi terhadap orang lain) dan a concept orientation (mengatur komunikasi
terhadap objek dan ide). Dimensi socio orientation mencerminkan diskusi terbuka mengenai isu
dan mempertanyakan opini orang lain. Kedua dimensi ini dapat digunakan secara terpiah sebagai
variabel lanjutan untuk memberikan nilai terhadap satu orientasi konsep dan orienasi sosial
terhadap setiap responden. Secara alternatif, dimensi-dimensi tersebut dapat disilangkan untuk
membentuk 4 kuadran dan keluarga dapat ditentukan kepada satu kategori yang didasarkan oleh
nilai relatif tinggi atau rendah dari setiap dimensi. Keluarga yang tinggi dalam orientasi konsep
dan rendah dalam orientasi sosial dikategorikan menjadi pluralistik. Keluarga yang rendah dalam
orientasi konsep dan tinggi dalam orientasi sosial dikategorikan protektif. Keluarga yang tinggi
pada dua dimensi disebut sebagai konsensual, dan keluarga yang rendah dalam 2 dimensi disebut
sebagai laissez-faires.
Berdasarkan pada perhatian terhadap validitas dari beberapa item yang ditujukan untuk
mengukur dimensi original, Ritchie dan Fitzpatrick (1990) meninjau kembali skala dan
rekonseptualisasi dimensi sebagai orientasi kecocokan dan orientasi percakapan. Menurut
Ritchie dan Fitzpatrick, orientasi kecocokan lebih tepat dibandingkan orientasi sosial untuk
pesan orangtua yang menekankan penggunaan terhadap kekuasaan dan otoritas orangtua untuk
mendorong penyesuaian anak. Demikian juga, mereka berargumentasi bahwa orientasi
percakapan merupakan label yang lebih baik dibandingkan orientasi konsep untuk pesan
orangtua yang menekankan pengendalian orangtua terhadap kekuasaan mereka, yang
mengharapkan anak untuk mengekspresikan ide mereka dengan kebijaksaan interpersonal dan
perhatian terhadap hubungan yang harmonis.
Validitas dan ketahanan uji dari skala RFCP telah digunakan dalam beberapa studi dan
instrumen yang telah sukses digunakan dalam kombinasi dalam ukuran yang ditampilkan.
Sebagai contoh, Ritchie dan Fitzpatrick (1994) menganalisa penilaian dalam FCP dan inventory
dimensi relasi dikumpulkan melalui interview telepon dengan sample keluarga yang luas. Tiga
faktor yang ditampilkan (ekspresi, struktural tradisonalis, dan penghindaran) dan bentuk dari
dasar skala lingkungan komunikasi keluarga.
KEUNTUNGAN
Ukuran self-report merupakan alat yang fleksibel dan efisien untuk peneliti keluarga. Mereka
efisien dalam hal tersebut dan dapat disesuaikan terhadap sample besar dalam berbagai konteks,
termasuk dalam kelas, rumah, atau laboratorium; dilakukan melalui telepon; dikirim melalui
surat atau surat elektronik. Ukuran self-report dapat dikatakan fleksibel karena mereka dapat
dibentuk dalam berbagai bentuk dari format untuk menyediakan para peneliti jenis informasi
yang mereka cari. Sebagai contoh, item yang dihasilkan dari para peneliti dapat diikuti oleh
format yang menekankan frekuensi pesan (sebagai contoh tidak pernah selalu), pentingnya pesan
(tidak penting sama sekali ke sangat penting), atau kualitas pesan (sebagai contoh, kesesuaian,
ketidaksesuaian, dukungan). Ukuran tersebut memberikan perkiraan terhadap frekuensi,
konsistensi, atau luas dari tipe tertentu dari pesan yang ditargetkan dalam interaksi keluarga.
Selanjutnya, pertanyaan terbuka dapat digunakan untuk mengumpulkan responden yang secara
umum dideskripsikan menjadi kode dan dilakukan penghitungan oleh peneliti.
Perkembangan konseptual yang paling penting dalam pengukuran self-report adalah mereka
menyediakan peneliti informasi orang dalam mengenai praktik komunikasi yang tidak bisa
didapatkan dari observasi. Beberapa tindakan (sebagai contoh hilangnya watak atau kritik yang
keras) tidak dapat dimunculkan, dan beberapa topik (sebagai contoh pesan orangtua mengenai
tingkah laku seksual) tidak bisa didapatkan melalui rekaman percakapan tetapi mungkin
dilaporkan oleh anggota dalam keluarga itu sendiri. Selanjutnya, sebagian besar dari kekuasaan
konstitusi dari komunikasi terletak dalam persepsi anggota keluarga dan reaksi emosional
terhadap pesan. Perbedaan antara ritual dan rutinitas keluarga, sebagai contoh, indikasi bahwa
rutinitas dapat diamati dengan mudah dikarenakan mereka terjadi berulang-ulang dan bersifat
instrumental, dimana ritual bersifat lebih simbolik dan berarti terhadap orang yang melakukan
(Fiese et al., 2002).
TANTANGAN
Salah satu tantangan yang menjadi sifat dalam self-report dari pola komunikasi keluarga adalah
mereka mencerminkan generalisasi dan mengumpulkan kesan-kesan dibandingkan dengan
kejadian sesungguhnya dari perilaku. Sebagai satu konsekuensi, perkiraan terhadap produksi
pesan dapat dikatakan lebih konsisten dengan skema mental seperti naskah keluarga, skema
peran orangtua, atau bias keinginan sosial (sebagai contoh orangtua yang baik akan berbicara
dengan cara seperti ini). Selanjutnya, anggota keluarga yang terikat dalam interaksi spontan,
rutin, atau problematis tidak selamanya peduli atau ingin untuk memberikan jenis dari pesan
yang biasanya mereka produksi. Kesadaran pesan dapat dikatakan sangat terbatas ketika elemen
nonverbal seperti tatapan mata, ekspresi wajah, nada, volume, dan puncak suara merupakan
kriteria penting dalam menentukan bentuk, fungsi, dan konsekuensi dari pesan. Secara
keseluruhan, Jika pertanyaan peneliti secara jelas berhubungan dengan pengumpulan ulang pola-
pola komunikasi, maka kemudian data-data self-report dikatakan tepat
Ketika peneliti menawarkan kesimpulan mengenai pola komunikasi actual dalam keluarga,
pernyataan tersebut hanya terbatas pada persepsi dasar dari data self-report.
Tantangan kedua adalah self-report selalu menyajikan satu persepsi responden, meskipun jika
item tersebut berhubungan dengan anggota keluarga lainnya. Raffaeli et. Al (1999) menemukan
bahwa kecocokan antara ibu dan anak remajanya pada beberapa topic diskusi mengenai
seksualitas menunjukkan perbedaan, berkisar antara 32% izin untuk melakukan kontrol
reproduksi sampai 84% persetujuan untuk berpacaran. Hartos dan Power (2000) menggunakan
korelasi resmi untuk memperkirakan laporan antara ibu dan anak remaja yang berasal dari PACS
dan penyesuaian anak (daftar nama perilaku anak). Hasilnya mengindikasikan bahwa kualitas
komunikasi dan jumlah agresi yang diperoleh dari laporan ibu dan remajanya dapat dikataka
sangat independen.
Tantangan ketiga dari pengukuran self-report bermunculan ketika anak-anak dimasukkan
kedalam sampel. Meskipun mahasiswa dan sebagian besar anak SMA dapat menyelesaikan
instrument seperti PACS dan FPC; anak yang lebih muda membutuhkan instrument yang
memperkirakan yang sesuai dengan tingkat pemahaman mereka. Dalam beberapa kasus,
pewawancara dapat bertanya kepada anak-anak menggunakan kalimat yang mudah dan
kemudian merekam jawaban mereka pada instrument mengukuran mereka. Pendekatan lainnya
adalah dengan menggunakan protocol buku cerita dimana anak-anak dapat memberitahu apakah
satu karakter memiliki kesamaan dengan dirinya , atau ibu dan ayahnya. Sebagai contoh,
Fitzpatrik et al. (1996) menciptakan “buku gambar berbicara” untuk membantu respon anak-
anak pada tingkat 1, 4, 6, dan 7 terhadap situasi yang didasarkan pada skala FCP yang telah
direvisi. Setelah mendengarkan rekaman radio pada percakapan makan malam dan melihat buku
bergambar, anak-anak akan merespon pertanyaan mengenai komunikasi keluarga mereka
dengan menunjuk pada kotak kartu- kotak yang paling besar jika keluarga “sangat mirip dengan
keluargamu,” kotak yang sedang jika keluarga “sedikit mirip dengan keluargamu” dan kotak
yang paling kecil jika keluarga “sama sekali tidak mirip dengan keluargamu.”
DATA INTERAKSIONAL
Dengan cara sama yang metode self-report cerminkan mengenai keragaman dalam instrumen
dan analiis, studi kuantitatif pada interaksi aktual mencerminkan berbagai macam instrument
coding dan protokol perkiraan. Berbagai macam unit dalam analisis, seperti pertunjukan
nonverbal, pidato, atau episode percakapan, biasanya dilakukan coding dan penghitungan.
Tambahan, observer dan/atau anggota keluarga dapat diminta untuk mengukur perilaku aktual
dalam beberapa kualitas (sebagai contoh, kejelasan pesan atau dukungan) menggunakan skala
Likert. Data yang berasal dari coding interaksi dapat juga digunakan sebagai pengganti atau
penghubung dengan variable lainnya seperti kepuasan keluarga atau penyesuaian sosial anak-
anak yang disampaikan melalui data self-report dari anggota keluarga, guru, atau teman sebaya.
Beberapa system coding interaksi tersedia bagi para peneliti, setiap orang berfokus pada jebis
tertentu dari perilaku percakapan. Sebgai contoh, Verbal Response Mode (VRM) yang
diperkenalkan oleh Stile (1992) didesain untuk melatih para observer untuk melakukan coding
unit verbal kepada satu dari delapan kategori tindak tutur: penyingkapan, perbaikan/kemajuan,
saran, penegasan, pertanyaan, pengakuan, interpretasi, dan cerminan. Ketahanan uji dari
instrument ini untuk penelitian keluarga telah dilakukan dalam beberapa studi, paling baru
melalui studi yang dilakukan oleh Sillars, Koerner, dan Fitzpatrick (2005) menggunakan 50
rangkaian orang tua- anak yang terikat dalam diskusi penyelesaian masalah.
Perilaku nonverbal juga dilakukan coding. Siegel, Friedlander, dan Heatherington (1992)
mengadaptasi the Family Relational Communication Control Coding System (FRCCCS) yang
digunakan untuk coding control gerakan nonverbal dalam percakapan keluarga. FRCCCS
memberikan kontrol gerakan interaksi secara simetris, saling melengkapi, dan tidak kekal dalam
interaksi pernikahan yang termasuk gerakan triadic. Siegel et al. membuat tiga studi natara lain
untuk a). menghasilkan padanan nonverbal dari FRCCCS menggunakan ahli-ahli komunikasi
relasi, sarjana, dan orang dewasa awam, b). menegaskan keujitahanan dan kegunaan dari coding
manual yang menggunakan rekaman radio dan catatan dari interaksi keluarga; dan c).
mempertegas kebenaran dengan juga melakukan coding control gerakan verbal sebagai
perbandingan.
Jacob dan Johnson (2001) revisi mengenai sistem coding Interaksi Perkawinan untuk diskusi
antara anak dan orang tua, keduanya menggunakan isyarat verbal dan nonverbal untuk membagi
pernyataan menjadi tiga kategori utama: positif (setuju, sependapat, pembenaran, humor, senyum
atau tawa, dan bicara), negative (deskripsi masalah, pertanyaan, perintah, dan solusi). Tingkat
dasar per menitnya dapat dihitung dengan membagi jumlah pesan negatife dan positif dengan
jumlah waktu interaksi. Hasil dapat kemudian digunakan untuk menentukan respon positif atau
negative berbeda dengan taksiran dasar.
KEUNTUNGAN
Prinsip-prinsip keuntungan dari analisis interaksi pada peneliti keluarga adalah memungkinkan
perkiraan dari pesan perilaku aktual yang melekat selama percakapan- setidaknya dalam
percakapan yang ditergetkan oleh guru. Perilaku yang kemungkinan tidak dapat dikenali atau
diulang dalam instrumen self-report dapat dikodekan dan dihitung.
Keuntungan kedua adalah analisis dalam interaksi yang sedang berlangsung menyediakan alat
untuk menentukan pola percontohan dan kesatuan dalam tukar menukar pesan selama berbagai
jenis episode. Perkiraan ini memungkinkan para peneliti untuk menentukan, sebagai contoh,
bagaimana orang tua membuat pesan tertentu yang diperuntukkan berbeda pada anak laki-laki
dan perempuan atau bagaimana pesan tertrntu orang tua mendatangkan respon tertentu dari anak.
Data Longitudinal dipergunakan secara khusus dalam menentukan pola kesatuan (contingent).
Reese, Haden, dan Fivush (1996) mengumpulkan data percakapan dari 17 keluarga (pada usia 3-
5 tahun) selama waktu 30 bulan. Berdasarkan pada kemungkinan kondisi, mereka menyimpulkan
bahwa dari waktu ke waktu, ibu, meningkatkan perluasan respon terhadap gambaran anak pada
usia sebelum sekolah.
Keuntungan ketiga dalam mengukur interaksi adalah hal tersebut memberikan para peneliti
kesempatan untuk menjalin pola komunikatif dengan persepsi dari self-report dan respon baik
dari anggota keluarga. Menggunakan teknik pemutaran ulang rekaman (video), anggota keluarga
dapat menelitit dan merespon pada penukaran pesan dalam konteks interaksi. Trees (2000.
2002) menampilkan dua studi dari episode dukungan emosional antara ibu dan anaknya yang
telah dewasa (mahasiswa) sebagaimana mereka mendiskusikan masalah hubungan (tidak
memiliki hubungan dengan ibunya). Dalam kedua studi, partisispan menyelesaikan the Quality
of Relationships Inventory Prior pada diskusi tersebut. Setelah diskusi, anak-anak diperlihatkan
bagian dari rekaman dan diminta untuk menaksir kualitas dari dukungan ibu menggunakan
Skala Persepsi Penerima Dukungan (Recipient Support Perception Scale). Pemberi kode
independen juga menilai kualitas pesan dalam interaksi. Pada Trees (2000), pemberi kode
menilai isyarat dari keterkaitan nonverbal dan sinkronisaasi interaksional. Menurut Trees (2002),
pemberi kode menilai aturan elemen yang yang lebih luas , termasuk pencarian perilaku-
dukungan nonverbal (1 sampai 6; hampir tidak sama sekali menjadi luas), keterkaitan nonverbal
ibu, dan perilaku dukungan verbal ibu (skal poin 0-5).
TANTANGAN
Peneliti yang mengukur interaksi jugga mendapatkan tantangan. Pertama, mereka harus
menemukan tipe dalam interaksi unuk rekaman video, radio, atau observasi. Peneliti tertarik
pada oertanyaan mengenai interaksi rutin yang melambangkan iklim keluarga yang mungkin
digunakan percakapan makan malam. Peneliti tertarik pada tipe tertentu dari interaksi seperti
pemecahan masalah, dukungan sosial, atau konflik menghadapi tantangan tentang bagaimana
memasukkan episode tersebut tanpa mesti kehilangan validitas ekologis. Satu instrumen yang
sering digunakan untuk memperoleh pembicaraan untuk menemukan jalan keluar masalah
antaraorang tua dan anak merupakan wilayah dari Kuesione Perubahan / Area of Change
Questionnaire (ACQ). Secara khusus, orang tua dan/ atau anak remaja diminta untuk memilih
satu topik dari daftar item yang mereka ingin rubah atau yang menampilkan wilayah dari
ketidaksetujuaan (sebagai contoh, waktu yang diluangkan sebaga satu keluarga, tugas sehari-
hari, kritik dan apresiasi, upah, pekerjaan rumah, dan teman). Setelah 10 sampai 15 menit
diskusi, anggota keluarga lainnya memilih topik baru.
Tantangan kedua adalah mengidentifikasi unit analisis. Sebagaimana yang diharapkan
memberikan kompleksitas bahasa, tanda nonverbal, tindak tutur, percakapan, dan pembangunan
makna selama episode interaksi, keputusan peneliti menyangkut perilaku objek yang diteliti,
pemisahan (isolated )merupakan tahap kritis dalam proses penelitian. Setelah unit analisis
dipisahkan, para peneliti harus menentukan bagaimana menggunakan unit ini. Unit interaksi
dapat digunakan sebagai data kategoris dan dihitung. Alternatifnya, unit interaksional (berkisar
dari pernyataan tunggal menuju perubahan bicara yang besar) dapat digolongkan dan kemudian
diukur oleh pemberi kode yang terlatih dalam Skala Likert untuk menaksir bebereapa jenis dari
kualitas pesan (sebagai contoh, perilaku komunikati positif dan negatif). Sebagai satu hal yang
benar bagi setiap keputusan metodologis, keputusan coding diharuskan untuk dapat
menunjukkan keujitahanan dalam aplikasinya, dan validitas dalam konseptualisasinya, dan
berguna untuk mempertemukan tujuan dari investigasi.
DESAIN PENELITIAN KUANTITATIF
Secara umum, desain kuantitatif yang digunakan dalam penelitian komunikasi keluarga
mencerminkan metode tradisional dari ilmu sosial. Perbandingan kelompok digunakan untuk
menentukan bagaimana variabel kepentingan verveda antara kelompok. Asiasi diantara variabel
dan desai korelasi dapat menentun apakah variabel kepentingan secara sistematis berhubungan
dengan satu sama lain.
Perbandingan Kelompok:
DESAI EKSPERIMEN DAN QUASI-EKSPERIMEN
Perbandingan kelompok merupakan desain penelitian penting untuk peneliti kemonukasi
keluarga, memungkinkan mereka untuk menentukan pertenyaan mengenai bagaimana fungsi
komunikasi dalam keluarga sebagai suatu hal yang berdampak pada keadaan lainnya. Pada
desain eksperimen secara keseluruhan, asumsi sebab akibat dapat diuji dikarenakan kendali pada
penjelasan alternatatif tergolong tinggi. Sampel dipilih secara acak dari populasi, variabel
independen secara sistematis dimanipulasi, partisispan ditugaskan secara acak kedalam
kelompok-kelompok, dan kelompok pengendali/ control menentukan dasar untuk memastikan
dampak memiliki hubungan dengan manipulasi tersebut. Desain eksperimen sebenarnya dalam
penelitian komunikasi keluarga sangat langkah dikarenakan sangat sulit untuk mendapatkan
seluruh kriteria untuk desain eksperimen sebenarnya (cummings & cummings, 1995).
Prosedur yang biasanya dibuat adalah untuk menggabungkan manipulasi esperimen sebagai
bagian dari satu studi yang lebih luas. Sebagai contoh, sebagai bagian dari studi dampak
kekerasan dalam televise terhadap respon anak dalam masalah intrpersonal, Kremar (1998)
menggunakan sampel dari perekrutan anak-anak dengan izin orang tua pada tingkat/kelas K
sampai 6 tetapi secara acak menugaskan mereka untuk melihat 3 klip dari Walker, Texas
Ranger, keseluruhan klip menunnjukkan tindakan agresi, tetapi motivasi dan hukuman pelaku
untuk tindakan kekerasan, dimanipulasi. JIka anak-anak ditaya oleh pewawancara apakah
perilaku orang tersebut benar atau salah dan bagaimana yang benar dan salah. Mereka kemudian
menunjukkan buku cerita kecil dengan gambar dan tulisan untuk dapat melihat jika mereka lebih
memilih solusi agresif dan nonagresif untuk masalah interpersonal. Sebagai tambahan, mereka
menyelesaikan versi yang telah dimodifikasi oleh FCP. Regresi digunakan untuk menentukan
apakah respon anak dapat diprediksi melalui kontrol dimensi dalam komunikasi keluarga.
Pada dua studi mengenai dampak konflik perkawinan pada anak, rekaman video dikonstruksikan
untuk menampilkan baik ibu atau ayah yang menginisiasi konflik dan menampilkan satu dari
sepuluh jenis taktik konflik berkisar dari sangat negatif (agresif fisik) sampai normal (diskusi)
menuju sangat positif (kasih sayang). Anak-anak diberitahukan untuk berimajinasi bahwa
pasangan-pasangan tersebut merupakan orangtua mereka dan mereka berada pada ruangan dan
ikut mengobservasi percakapan. Setelah melihat setiap rekaman, mereka diminta oleh
pewawancara untuk merespon seri pertanyaan. Pertanyaan tersebut didesain untuk mengukur
reaksi mereka terhadao konflik yang diobservasi.
Beberapa peneliti melakukan structural equation modeling (SEM) untuk menampilkan hubungan
sebab akibat tanpa harus menggunakan seluruh aspek dari desain eskperimen. SEM
menggambarkan jalur analisis dan memungkinkan peneliti untuk menguji model teoritis
alternative yang menjelaskan hasilnya. Sebagai comtoh, Mann dan Gilliom (2002) menggunakan
SEM dan penjelasan yang dievaluasi untuk mengetahui permasalahan pada orang dewasa
(mahasiswa) sebagai satu respon terhadap konflik keluarga pada masa kanak-kanak. Pada kasus
yang sama, Crokenberg dan Langrock (2001) menggunakan SEM untuk menguji beberapa
kemungkinan penjelasan untuk mengasosiasikan diantara persepsi orangtua yang bercerai
mengenai struktur keluarga, perasaan orangtua mengenai perceraian dan komunikasi orangtua-
anak mengenai perceraian.
Membandingkan dengan desain eksperimen yang benar, desain quasi eksperimen secara umum
memasukkan perbandingan kelompok-kelompok pada beberapa variabel kepentingan, yang
biasanya didapat literatur komunikasi keluarga. Kelompok-kelompok cenderung bertindak secara
alami atau membentuk data self-report. Sample besar dapat digambarkan dari populasi yang utuh
atau bercerai, tetapi anggota dari kelompok ini tidak dapat secara acak tidak bisa menceritakan
kondisi yang sama berturut-turut. Sebagai hasilnya, peneliti menawarkan tuntutan sebab akibat
dengan peringatan. Meskipun praktik komunikasi memang secara statistik berbeda antara
orangtua yang utuh dan bercerai, adalah suatu hal yang mungkin untuk mengetahui apakah
perbedaan macam itu dapat mengakibatkan perceraian atau disebabkan oleh perceraian.
Perbandingan kelompok quasi eksperimen menyediakan informasi berharga mengenai
konsekuensi dari komunikasi keluarga. Secara umum, dua pendekatan memberikan karakter
bagaimana suatu variabel komunikasi digunakan dalam desain quasi eksperimen: komunikasi
sebagai variabel dependent dan komunikasi sebagai variabel independent.
Dalam studi yang menggunakan komunikasi sebagai variabel dependent, keluarga dikategorikan
menurut variabel yang telah ada sebelumnya yang kemungkinan mempengaruhi pola komunikasi
keluarga. Melukiskan suatu karakteristik sebagai variabel independent (contoh, struktur
keluarga), dan kategori yang ada di dalamnya (sebagai contoh, pernikahan pertama, perceraian
yang tidak rujuk, perceraian yang rujuk) yang berlaku sebagai tingkatan.variabel dependent
merupakan self-report dari praktik komunikasi keluarga, yang biasanya ditambah oleh ukuran
kepuasan dalam hubungan, atau perilaku anak-anak, kepercayaan diri, atau penyesuaian sosial.
Sebagai contoh, permasalahan orangtua seperti masalah alkoholik disadari sebagai variabel
exogenous yang memengaruhi komunikasi keluarga dan penyesuaian sosial anak-anak. The
Children of Alcohilics Screening Test (CAST) merupakan 30 item, respon ya/tidak, dalam data
self-report yang memperkirakan kebiasaan alkoholik kepada orangtua seseorang. Anak-anak
yang telah dewasa biasanya dapat melengkapi pengukuran ini dan mengelompokkan kepada
“orangtua alkoholik” atau “orangtua nonalkoholik”.
Pengukuran dependent yang membandingkan antar kelompok bisa memasukkan kompetensi
komunikasi anak-anak (empati, manajemen interaksi, fleksibelitas perilaku, dan kegelisahan
komunikasi) atau menampilkan penjiplakan dan keterampilan sosial (ekspresi emosional,
sensitivitas emosional, ekspresi sosial, dan sensitivitas sosial).
Kemungkinan dapat dikatakan variabel yang biasanya paling independent dalm hal ini
mengalami perubahan dalam struktur dan komposisi keluarga. Studi ini cenderung
merefleksikan, secara implisit atau eksplisit, satu pandangan terhadap keluarga sebagai kesatuan
sistem ekologis. Situasi seperti adopsi anak, perceraian, rujuk, dan lainnya memberikan
perubahan kepada lingkungan keluarga dan memotivasi anggota keluarga untuk menjaga
stabilitas keluarga disamping mendukung perubahan struktur.
Grenwald (1995) membandingkan tiga tipe dari struktur keluarga: keluarga biologis, keluarga tiri
yang terbentuk setelah kematian suami/ayah, dan keluarga tiri yang terbentuk setelah perceraian.
Sebagaimana yang diperkirakan, keluarga tiri terbentuk setelah perceraian menghasilkan
komunikasi yang sangat bermasalah (diukur melalui PACS), khususnya bagi anak remaja
perempuan. Lanz ya Fratte, Rosnati, dan Scabini (1999) membandingkan 3 tipe dari struktur
keluarga Italia: keluarga yang utuh, keluarga yang terpisah, dan keluarga yang diadopsi antar
negara. Sepanjang 3 tipe dari struktur keluarga remaja dalam keluarga yang terpisah mengalami
lebih banyak kesulitak komunikasi (diukur oleh PACS) dengan kedua orangtua yang
dibandingkan dengan tipe keluarga lainnya, sementara remaja adopsi mengalami komunikasi
yang lebih positif dibandingkan dengan orangtua biologis mereka.
Dalam satu studi yang menggambarkan secara eksplisit mengenai teori sebagai satu prediksi,
Afifi dan Schrodi (2003) menggunakan teori manajemen untuk memberikan alasan bahwa dalam
keluarga pasca perceraian, induividu cenderung lebih memlihara ketidaktentuan mereka dengan
cara menghindari beberapa diskusi. Sampel besar pada dua remaja ( usia 12-18) dan remaja yang
telah dewasa dan merupakan mahasiswa (usia 19-22) dikategorikan sebagai anggota dari
pernikahan pertama keluarga yang utuh, keluarga yang bercerai dan rujuk, dan keluarga yang
berceraii dan tidak rujuk. Variabel dependent memasukkan persepsi dari anggota keluarga
(sebagai contoh, emosi, perilaku, dan nilai) dan memperkirakan akurasi perasaan terhadap
anggota keluarga, bagian dari keluarga (sebagai contoh, perasaan terhadap orang tua atau orang
tua angkat mereka ), kedekatan, dan kepuasan.
Akhirnya, meskipun tidak biasa dengan perbandingan terhhadao keluarga utuh dan bercerai
memerapa peneliti beranggapan meningkatnya perubahan pada struktur keluarga ketika keluarga
dibutuhkan dalam – pemeliharaan rumah dari anak-anak mereka yang telah dewasa. Sebagai
contohh, Bethea (2002) menemukan bahwa kepuasan komunikasi terhadap kepedulian pasangan
pada orang tua di rumah mereka lebih rendah dari pasangan yang mirip secara demografi.
Pendekatan kedua dalam desain eksperimen-quasi mengunakan pola komunikasi keluarga
sebagai variabel independen. Berdasrkan pada self-report dari praktek komunikasi yang
diselesaikan oleh orang tua dan/atau anak, jenis komunikasi keluarga dibentuk dan digunakan
sebagai tingkatan untuk varabel independen. Hasil seperti kepuasan relasi, perasaan anak
terhadap diri mereka dan anggota keluarga lainnya atau penyesuaian sosial anak (khususnya di
sekolah) dibandingkan sebagai variabel dependen yang tepat pada jenis-jenis komunikasi
keluarga.
Pendekatan ini mengharuskan metode dua langkah yang ditugaskan pada partisipan terhadap
kelompok. Partisipan pertama harus menyelesaikan instrument yang mengukur pola komunikasi
dalam keluarga. Peneliti kemudian menggunkana statistik yang tepat (khususnya pembelahan
median atau deviasi standar delimeters) untuk menetapkan partisipan (atau keluarga) untuk
kategori yang tepat dalam tipologi.
PACS dan FCP seringkali digunakan dalam menentukan tipe komunikasi keluarga. Fitzpatrik et
al. (1996), sebagai contoh, menemukan perbedaan dampak pada perilaku sosial anak di sekolah
merujuk pada pola komunikasi keluarga yang terjadi di rumah. The Family Environment Scale
(FES) juga digunakan untuk mengidentifikasi jenis keluarga yang didasarkan pada tingkat
konflik dalam rumah. Toomey dan Nelson (2001) menemukan bahwa perilaku masa remaja
terhadap jumlah dari pasangan seksual dibedakan berdasarkan pada klasifikasi konflik pada
keluarga mereka.
DESAIN KORELASI DAN REGRESI
Desain korelasi biasa ditemukan pada penelitian komunikasi keluarga. Meskipun mereka tidak
tepat untuk menguji rangkaian hubungan sebab akibat, mereka menyediakan kesempatan untuk
memperkirakan variasi yang dapat dibagi antara variabel dan, ketika berhubungan dengan
analisis regresi, untuk memperkirakan jumlah dari variasi dalam variabel kriteria yang
dimasukkan ke dalam variabel prediktor. Sama halnya dengan desain perbandingan kelompok,
desain korelasi posisi komunikasi keluarga sebagai satu respon untuk variabel exogenous atau
sebagai bagian yang memengaruhi variabel hasil seperti kepercayaan diri anak, penyesuaian
sosial, atau perilaku di luar rumah. Lebih lanjut lagi, desain korelasi dapat digunakan untuk
memberikan profil detail dari tipe pesan dan interpretasi yang membentuk karakter sistem
komunikasi keluarga. Ketiga format ini diilustrasikan sebagai berikut,
Dalam studi mengenai kemungkinan pengaruh dari norma yang terdapat pada tempat bekerja
orangtua terhadap pola komunikasi keluarga, Ritchie (1997) mengukur norma tempat bekerja
yang dialami oleh orangtua dan pola komunikasi keluarga yang diukur melalui skala FCP yang
telah direvisi. Dia menemukan korelasi kuat antara variabel tersebut.
Pendekatan paling umum yang telah digunakan adalah memposisikan komunikasi keluarga
sebagai bagian kondisi yang memengaruhi perilaku anak terhadap berbagai variasi konteks.
Clark dan Shields (1997) mengumpulkan data dari siswa SMA yang menyelesaikan PACS dan
skala self-report. Mereka menemukan bahwa komunikasi terbuka berhubungan dengan
rendahnya frekuensi dan rendahnya kejahatan serius, khususnya bagi remaja laki-laki. Ennett,
Bauman, Foshee, dan Hicks (2001) menggunakan sample nasional dari pasangan remaja
orangtua yang diwawancara melalui telepon dua kali setahun secara terpisah. Komunikasi
mengenai aturan dan disiplin memprediksi eskalasi penggunaan tembakau dan alkohol. Desain
korelasi memungkinkan penulis untuk melakukan konfirmasi dengan menciptakan hubungan
kurva linear.
Investigasi menggunakan ukuran kuantitatif dari pola interaksi juga mencari kemungkinan
pengaruh perilaku anak di luar rumah. Dua asumsi alternatif mendasari investigasi ini. Pertama,
pada bagian luas dari model komunikasi anak terhadap apa yang mereka temukan di rumah (teori
pembelajaran sosial), pola interaksi keluarga mungkin memengaruhi komunikasi anak dengan
teman sebaya dan orang dewasa lainnya. Kedua, pola interaksi keluarga memengaruhi
kepercayaan diri anak, gaya yang diikuti, dan penyesuaian sosial, pola interaksi keluarga
sebaiknya memiliki efek tidak langsung terhadap komunikasi mereka di luar rumah.
Dalam satu investigasi bagaimana iklim emosional dikomunikasikan pada penyesuaian sekolah
anak dan pengaruhnya di rumah, Boyum dan Parke (1995) merekam percakapan makan malam
dari 50 keluarga yang memiliki anak TK. Obeserver independent memberikan kode dampak
langsung oleh anggota keluarga kepada pasangan tertentu menggunakan kategori pengaruh
Gottmams (1998). Sebagai tambahan, keluarga yang menyelesaikan FEQ hasilnya
mengindikasikan bahwa kedua pola dari dampak observasi yang ditampilkan dan self-report
yang memengaruhi intensitas dan kejelasan yang diprediksi melalui rating sosio matris dari anak-
anak oleh temen sekelas dan gurunya. Meskipun studi mengindikasikan hubungan antara
komunikasi keluarga dan variabel hasil seperti perhatian sarjana yang menemukan bentuk bagian
desain korelasi sebaiknya dicocokkan dengan penelitian longitudinal (Fincham, Grych, dan
Osborne, 1994).
Desain korelasi juga digunakan untuk membentuk profil dari sistem keluarga. Pengukuran self-
report dan pengkodean terhadap percakapan aktual (oleh obeserver terlatih dan/atau anggota
keluarga) dapat dihubungkan dengan pengukuran dari bentuk relevan untuk mengetahui
bagaimana anggota keluarga membentuk praktik komunikasi mereka dan budaya keluarga.
Para peneliti dapat membentuk profil keluarga dalam dua cara. Pertama, mereka dapat
mengumpulkan data dari anggota keluarga menggunakan berbagai ukuran: data self-report,
kodefikasi terlatih untuk interaksi, dan evaluasi anggota pada interaksi yang sama. Sillars et al.
(2005) menggunakan sample dari 50 rangkaian orangtua-remaja. Setiap orang menyelesaikan
ACQ untuk interaksi yang mengindikasikan apa yang orang ingin rubah dan apa yang orang lain
inginkan mereka untuk berubah. Rangkaian tersebut kemudian terkait dalam diskusi pemecahan
masalah. Setelah interaksi, setiap keluarga menampilkan segmen 30 detik. Kode pemikiran
diujikan dengan cara bertanya pada setiap orang mengenai apa yang mereka pikirkan dan apa
yang mereka percaya kedua anggota keluarga lain pikirkan. Anggota keluarga kemudian
menyelesaikan revisi FCP, ukuran dari konsep diri remaja dan lima item skala kepuasan
hubungan. Percakapan kemudian dituliskan dan dikodekan menggunakan sistem pengkodean
mode respon verbal. Hasilnya, diantara pola lainnya, terlihat kecocokan dibandingkan
komunikasi terbuka yang memprediksikan pemahaman orangtua selama interaksi.
Pendekatan kedua untuk membentuk profil dari sistem komunikasi keluarga adalah dengan
menggunakan model hubungan sosial (SRM). Menurut Cook dan Kenny (2004) SRM
menghubungkan komponen spesifik dari hubungan keluarga: pelaku (aktor), target (pasangan),
hubungan dan dampak keluarga (Halaman 361). Fungsi dari hal tersebut adalah untuk membantu
memisahkan hal-hal penting dari dinamika keluarga. Anak yang “bermasalah” sebagai contoh,
hanya dapat menjadi masalah selama interaksi dengan orangtua, atau saudara, atau dengan
seluruh anggota keluarga. Desain Robin memungkinkan perkiraan terhadap setiap anggota
keluarga (aktor dan target), kombinasi dari seluruh kemungkinan dan nilai total untuk seluruh
kombinasi dalam keluarga. Dalam studi menggunakan SRM, Hasiung dan Bagozzi (2003)
menunjukkan pola kompleks dari pengaruh dan persuasif diantara anggota keluarga dalam
keputusan untuk membeli mobil.
Sebagai kesimpulan, metode kuantitatif menjelaskan sejarah panjang dalam penelitian
komunikasi keluarga. Kontrol statistik yang digunakan untuk peneliti memungkinkan hasil
dibentuk oleh keluarga dalam satu sample. Dampak dan alasan atau pola asosiasi membantu
peneliti mengartikulasikan struktur kompleks dan fungsi dari komunikasi, dalam unit keluarga
dan sekitarnya. Metode kuantitatif tidak sesuai untuk seluruh pertanyaan dalam penelitian.
Dalam beberapa kasus, analisis kualitatif lebih tepat.
METODE KUALITATIF
Dibentuk dalam pradigma interpretatif, peneliti kualitatif mempelajari perilaku manusia sebagai
satu jalan, sebagai satu tipe dari tindakan yang memiliki arti dari budaya yang berbeda dan
kelompok sosial dimana orang bersosialisasi. Tujuan dari peneliti interpretatif adalah untuk
memahami apa arti tindakan bagi orang-orang, dimana mereka biasanya lakukan melalui
pengumpulan data nonnumerik, baik tertulis dan oral. Untuk mengerti bagaimana anggota
keluarga memberikan arti dari pengalaman mereka peneliti kualitatif keluarga menggunakan satu
metode percakapan dan analisis naratif, etnografi, autoetnografi, dan wawancara kualitatif.
ANALISIS PERCAKAPAN
Analisis percakapan (CA) merupakan bentuk khusus dari diskursus analisis yang didasarkan
pada studi interaksi antara manusia (Baxter dan Babbie, 2004). Dalam penelitian CA, elemen
verbal dan nonverbal dari percakapan secara tradisonal diabadikan menggunakan audiotape dan
videotape, yang berubah melalui sistem transkripsi notasi yang dikembangkan oleh para peneliti
atau analis percakapan di lapangan (Baxter dan Babbie, 2004). Transkripsi percakapan memiliki
jalur terhadap berbagai interaksi. Sistem notasi menggunakan simbol tertentu, yang
memungkinkan para peneliti untuk memetakan bagian para linguistik percakapan. CA
merupakan metode sistematis dalam penelitian kualitatif (Fitch, 1994). Sebagian besar peneliti
CA menghabiskan waktu menganalisa hanya satu transkripsi atau sekuen percakapan (Baxter
dan Babbie, 2004). Dalam contoh klasik dari CA, Abu-Akel (2002) merekam satu percakapan
makan malam diantara keluarga Amerika-Eropa yang berbahasa Inggris. Analisis
mengidentifikasi bagaimana anggota keluarga memperkenalkan, menyokong, mengganti,
menghentikan, dan mengakhiri topik percakapan. Abu-Akel menemukan bahwa keberhasilan
dan kesalahan dari satu topik berakar pada psikologis dan aturan sosial dalam percakapan.
Dalam bagian dari tujuan penelitian, analis percakapan tertarik pada spektrum luas dari
bagaimana orang mengkonstruksikan aturan sosial sehari-hari dan artinya melalui percakapan.
Analis percakapan menemukan bagaimana kerja bahasa untuk menciptakan struktur interaksi
fungsi, relasi dan komunikasi, dan batasan dalam struktur untuk menciptakan makna (Baxter dan
Babbie ,2004).
STUDI ETNOGRAFIS
Sama halnya dengan CA, metode etnografi dipakai untuk membantu para peneliti untuk mengerti
bahwa orang berkomunikasi satu sama lainnya dalam kehidupan sehari-hari (Carbauh,1995).
Dikonseptualisasikan oleh Phillipsen (1992) sebagai etnografi dalam komunikasi, interaksi
dikenali sebagai satu konstruksi sosial yang melekat dalam budaya dan praktik kebudayaan.
Tujuannya adalah untuk mengobservasi dan menggambarkan pola pengenalan dalam pidato yang
diberikan oleh komuitas. Menurut Phillipsen, percakapan komunitas merupakan wacana
universal dalam satu hal yang diatur dengan baik, pola khusus dari makna dan tindakan (halaman
4). Itu bisa berarti kelompok mana saja dari orang-orang dengan satu pola sosial bahasa yang
digunakan untuk membuat pemaknaan dalam kehidupan sehari-hari mereka. Keluarga dapat
membentuk satu komunitas, Phillipsen berargumen bahwa berbicara merupakan fenomena
penting dari belajar.
Peneliti menggunakan metode etnografi yang secara umum mempelajari komunikasi keluarga
dalam perbedaan budaya keluarga. Hal ini berarti, mempelajari keluarga melalui budaya dari
dalam dan luar Amerika Serikat untuk mengerti lebih banyak budaya secara umum (Diggs dan
Socha, 2004). Sebagai contoh, meskipun komunikasi keluarga bukan merupakan fokus utama,
lporan Phillipsen mengenai komunikasi di Teamsterville menggarisbawahi praktik komunikatif
dalam mendisiplinkan anak-anak. Weider dan Pratt (1990) menggunakan pengumpulan data dari
observasi partisipan Pratt di suku Indian Osage untuk menggambarkan bagaimana Indian
menjadikan diri mereka dikenali sebagai Indian sebenarnya di dalam dan luar budaya mereka.
Melalui praktik penamaan 2 Indian dapat berarti satu sama lain sebagai satu saudara laki-laki
atau perempuan. Setelah melakukan hal tersebut, hubungan yang mengambil cakupan yang sama
dalam hak-hak obligasi yang seseorang miliki dalam satu hubungan antara saudara laki-laki.
METODE AUTOETNOGRAFIS
Penemuan hubungan antara identitas peneliti dan fenomena budaya atau praktik yang dia
observasi membentuk metodologi praktik yang baru: autoetnografi. Autoetnografi merupakan
praktik penelitian yang menghubungkan seseorang dengan budaya, menempatkan diri dalam
konteks sosial (Holt, 2003). Peneliti menggunakan diri mereka sebagai alat untuk meneliti
hubungan komunikatif diantara anggota dari satu kebudayaan (Holt, 2003). Menurut Ellis dan
Bochmer, 2000, autoetnografi secara umum dituliskan oleh orang pertama dan digabungkan dari
berbagai dialog, emosi, dan alam bawah sadar. Autoetnografi memperoleh popularitas
dikarenakan hal tersebut memungkinkan peneliti menjadi reflektif terhadap diri sendiri. Sebagai
tambahan Berger (2001), beragumen bahwa menggunakan metode autoetnografi dapat
membantunya untuk mendapatkan dan memelihara tingkat tinggi dari rapor dengan partisipan
yang diobservasi.