pendekatan psikoanalisis
TRANSCRIPT
PENDEKATAN PSIKOANALISA
Di Susun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah praktikum konseling
individual
Dosen Pengampu : Abdul Chamid
Disusun Oleh :
Fikri Nur Muqaffa ( 1113500030 )
PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PANCA SAKTI TEGAL
2015
i
KATA PENGANTAR
الرحيم الرحمن الله بسم
Assalamu’alaikum.Wr. Wb
Alhamdulillah dengan mengucapkan puji syukur ke hadirat Allah SWT yang
telah melimpahkan taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul Pendekatan Psikoanalisa. Shalawat serta salam senantiasa
tercurah keharibaan junjungan kita nabi besar Muhammad SAW yang membawa kita
dari alam jahiliyah menuju alam yang terang benderang.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada dosen
pembimbing mata kuliah Praktikum Konseling Individual yang telah memberi
kepercayaan kepada penulis untuk menyelesaikan makalah ini, juga terima kasih
kepada semua pihak yang terlibat dalam proses pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak kesalahan dan
kekurangan yang mana tak terlepas dari kekurangan penulis sendiri yang masih perlu
banyak belajar. Untuk itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis
harapkan demi perbaikan makalah ini ke depan.
Wassalamu’alaikum. Wr. Wb.
Tegal, Mei 2015
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i
KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A. Tujuan............................................................................................ 1
B. Pengambilan Sumber..................................................................... 2
C. Tokoh dan Riwayat Konseling...................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................. 6
A.Konsep Dasar.................................................................................. 6
B. Asumsi Perilaku Bermasalah.......................................................... 22
C. Tujuan Konseling ........................................................................... 25
D.Peran Konseling ............................................................................. 29
E. Teknik Konseling............................................................................ 34
F. Naskah Dialog Pelaksanaan Konseling.............................................40
BAB III PENUTUP .......................................................................................... 47
A. Kesimpulan.................................................................................... 47
B. Saran ............................................................................................. 48
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 49
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah “Praktikum Konseling Individu” pada Program Studi Bimbingan dan
Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Pancasakti Tegal.
Adapun tujuan lain dari penulisan makalah ini adalah agar para calon konselor
dapat memahami tugasnya sebagai konselor dan dapat mampu mengaplikasikan tugas
– tugas konselor dalam lingkungan kerja konselor. Adapun tujuan makalah ini secara
garis besar adalah :
Memberikan pengertian dan pemahaman mengenai teknik – teknik konseling
psikoanalisa yang meliputi pengertian psikoanalisa dan lingkup psikoanalisa.
Menghapus atau menghilangkan tingkah laku maldaptif ( masalah ) untuk
digantikan dengan tingkah laku baru adaptif yang diinginkan konseli.
Agar konselor dapat bekerjasama dengan konseli agar mampu menetapkan
tujuan-tujuan yang hendak dicapai oleh konselor.
Agar konselor mampu menerapkan teknik konseling yang baik sehingga
mampu memahami konseli dan dapat memberikan penyelesaian yang baik
terhadap masalah yang dihadapi konseli.
iv
Agar konseli dapat memahami langkah – langkah yang dipilih konselor untuk
penyelesaian masalah yang dihadapinya.
B. Pengambilan Sumber
http://ibnusuny.blogspot.com/2010/06/pendekatan-psikoanalisis-dalam.html
http://rasyaamalia.blogspot.com/2013/05/pendekatan-konseling-psikoanalisa-pa.html
http://agusnoffitasepti.blogspot.com/2012/04/teori-psikoanalisa.html
http://hifasmadasolusi.blogspot.com/2012/11/pendekatan-psikoanalisis_27.html
http://paul-arjanto.blogspot.com/2011/06/teori-dan-pendekatan-konseling.html
http://chabib-agung.blogspot.com/
http://juergenkollink.blogspot.com/2013/04/psikoanalisa-freud-teknik-dalam.html
http://13nixa3asti2.blogspot.com/2012/08/psychoanalysis-counseling.html
http://080222.blogspot.com/2013/05/makalah-pendekatan-psikoanalisa.html
http://dwiamaliamulyani.blogspot.com/2013/05/makalah-psikoanalisa.html
http://modelkonseling.blogspot.com/2013/09/konseling-psikoanalisa.html
http://putriroshe2010b.blogspot.com/2012/05/teori-konseling-psikoanalisa.html
http://my-lieza.blogspot.com/2014/09/konseling-psikoanalisis-klasik.html
v
C. Tokoh Pendekatan Psikoanalisa
1. Sigmund Freud ( 1856 – 1939 )
Sepanjang masa hidupnya, Freud adalah seorang yang produktif. Meskipun ia
dianggap sosok yang kontroversial dan banyak tokoh yang berseberangan dengan
dirinya, Freud tetap diakui sebagai salah seorang intelektual besar. Pengaruhnya
bertahan hingga saat ini, dan tidak hanya pada bidang psikologi, bahkan meluas ke
bidang – bidang lain. Karyanya, Studies in Histeria ( 1875 ) menandai berdirinya
aliran psikoanalisa, berisi ide – ide dan diskusi tentang teknik terapi yang dilakukan
oleh Freud.
Freud berkebangsaan Austria, lahir 6 Mei 1856 di Pribor, Austria, lalu
bersama keluarganya pindah ke Wina dan terus tinggal di kota itu. Ia berasal dari
keluarga miskin, ayahnya adalah pedagang bahan wol yang tidak terlalu sukses. Sejak
kecil Freud sudah menunjukkan kecerdasan yang luar biasa. Ia belajar kedokteran dan
memilih spesialisasi di bidang neurologis. Dalam prakteknya sebagai ahli syaraf
inilah Freud banyak mengembangkan ide dan teorinya mengenai teknik terapi
psikoanalisa.
Ada dua orang yang berpengaruh besar bagi pemikiran Freud, yaitu Breuer,
seorang psikiater terkenal di Wina dan Charcot, dokter syaraf terkenal di Perancis.
Bersama – sama dengan Breuer, Freud menangani pasien – pasien dengan gangguan
histeria yang menjadi bahan bagi tulisannya, Studies in Histeria. Dari Charcot ia
vi
banyak belajar mengenai teknik hipnosis dalam menangani pasien histeria karena
Charcot mengembangkan teknik hipnosis. Kelak Freud meninggalkan teknik hipnosis
ini karena sulit diterapkan dan mengembangkan teknik menggali ketidaksadaran
lewat kesadaran, seperti free association. Dengan mengembangkan teknik ini Freud
lebih percaya bahwa hal – hal di ketidaksadaran bukan dilupakan ( seperti teori
Charcot ), tetapi direpres ( ditekan ke dalam ketidaksadaran agar tidak muncul ).
Pada dekade awal abad 20, psikoanalisa semakin populer dan tulisan – tulisan
Freud semakin berpengaruh. Ia juga memiliki banyak pengikut atau murid yang
terkenal, antara lain Adler dan Jung. Mulai terbentuk forum – forum diskusi rutin
antar ahli psikoanalisa dimana mereka dapat mendiskusikan konsep – konsep
psikoanalisa. Pada tahun 1909, Freud diundang oleh G. Stanley Hall untuk berpidato
di Clark Uni, salah satu uni besar di AS, dan dengan demikian Freud juga sudah
diakui di AS. Pada tahun 1910 International Psychoanalysis Association terbentuk
dan Jung menjadi ketua pertamanya. Para kolega Freud memprotes hal ini dan
membela Freud untuk menjadi ketuanya. Hubungan Jung dan Freud akhirnya
terganggu. Freud meninggalkan Austria pada saat Hitler semakin berkuasa dan
posisinya sebagai intelektual Yahudi memberinya berbagai kesulitan. Melalui usaha
Ernest Jones, seorang Inggris dan dubes Inggris di Austria, pada tahun 1938 Freud
keluar dari Austria dan berimigrasi ke Inggris hingga akhir hayatnya di 1939.
Sumbangan Freud
vii
Sebagai orang pertama yang menyentuk konsep – konsep psikologi seperti
peran ketidaksadaran (unconsciousness), anxiety, motivasi, pendekatan teori
perkembangan untuk menjelaskan struktur kepribadian. Posisinya yang kukuh
sebagai seorang deterministik sekaligus menunjukkan hukum-hukum perilaku,
artinya perilaku manusia dapat diramalkan. Freud juga mengkaji produk – produk
budaya dari kacamata psikoanalisa, seperti puisi, drama, lukisan, dan lain – lain. Oleh
karenanya ia memberi sumbangan juga pada analisis karya seni.
Kritik terhadap Freud
Metode studinya yang dianggap kurang reliabel, sulit diuji secara sistematis
dan sangat subyektif, Konstruk – konstruk teorinya juga sulit diuji secara ilmiah
sehingga diragukan keilmiahannya. Beberapa konsepnya bahkan dianggap fiksi,
seperti Oedipus complex. Bagi aliran behaviorist, yang dilakukan Freud adalah
mempelajari intervening variable.
viii
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Dasar
Psikoanalisa merupakan suatu sistem psikologi. Sebagai suatu sistem
psikologi, psikoanalisa merupakan sistem yang paling lengkap yang tersedia.
Psikoanalisa mengandaikan pengalaman individu baik dimasa kini maupun dimasa
lampau, baik situasi individunya maupun situasi sosialnya. Psikoanalisa pada
hakikatnya merupakan sebuah teori kepribadian.
Menurut Freud mengenai kepribadian dapat diikhtisar menjadi tiga yaitu
rangka sruktur kepribadian, dinamika kepribadian, dan perkembangan kepribadian.
1. Rangka Struktur
a) Struktur mental
Struktur mental terdiri atas tiga tingkat kesadaran, yaitu :
Kesadaran
Kesadaran, menunjuk pada apa yang sedang kita persepsi ( rasakan, pikirkan
dan amati ). Atau dengan kata lain kesadadran itu merupakan suatu komponen
superego yang berisikan perilaku – perilaku yang mendapatkan hukuman.
ix
Misalnya, ketika kita merasakan adanya sensasi kontraksi dalam perut kita,
kita mengatakan,” wah saya lapar nih !” jadi apa yang kita rasakan itu merupakan
bentuk kesadaran kita.
Ambang Sadar
Ambang sadar, berisikan ingatan-ingatan tentang peristiwa – peristiwa masa
lampau yang siap masuk ke dalam kesadaran sewaktu – waktu diperlukan. Misalnya
jika seseorang bertanya kepada kita tentang nomer telepon rumah atau telepon seluler
kita, hanya demgan sedikit upaya kita akan segera mampu untuk mengingat dan
kemudian menjawab pertanyaan tersebut. Itu karena ingatan kita tentang nomer
telepon kita berada diambang sadar.
Ketidaksadaran
Ketidaksadaran, ditampilkan sebagai suatu gudang dan imej-imej yang tak
dapat diterima ( ditolak oleh norma atau kode moral tertentu ), peristiwa masa
lampau, impuls – impuls dan keinginan – keinginan yang tidak kita sadari. Atau
dengan kata lain ketidaksadaran itu merupakan aspek psikis ( mental ) yang
menyimpan dorongan – dorongan yang tidak terpenuhi dan menjadi kompleks
terdesak.
x
b) Struktur Kepribadian
Menurut pandangan psikoanalisa, stuktur kepribadian terdiri dari tiga sistem
yaitu : Id ( Das Es ) sebagai aspek biologis, Ego ( Das Ich ) sebagai aspek psikologis
dan Super Ego ( Das Ueber Ich ) sebagai aspek sosiologis. Ketiganya merupakan
nama bagi proses – proses psikologis yang merupakan fungsi – fungsi kepribadian.
Oleh karena itu, struktur kepribadian manusia tersusun secara struktural,
dimana terdapat subsistem yang berinteraksi secara dinamis, yaitu id, ego, dan
superego.
Id ( Das Es )
Aspek ini adalah aspek biologis dan merupakan sistem original didalam
kepribadian, dari aspek ini kedua aspek yang lain tumbuh. Id disebut juga realitas
psikis yang sebenar-benarnya dan merupakan tempat bersemayamnya naluri-naluri.
Oleh karena itu, id merupakan dunia batin atau subyektif manusia, dan tidak
mempunyai hubungan langsung dengan dunia obyektif ( dunia luar ). Id bersifat tidak
logis, amoral dan didorong oleh satu kepentingan yaitu memuaskan kebutuhan-
kebutuhan naluriah sesuai dengan asas kesenangan.
Oleh karena itu, pedoman dalam berfungsinya id ialah menghindarkan diri
dari ketidakenakan dan mengejar keenakan. Untuk menghilangkan ketidakenakan dan
mencapai kesenangan itu, id mempunyai dua cara (alat proses), yaitu:
xi
Reflex dan reaksi-reaksi otomatis, seperti: bersin, berkedip, dan sebagainya.
Proses primer, seperti: orang lapar membayangkan makanan.
Akan tetapi cara “ada” itu tidak memenuhi kebutuhan ( orang lapar tidak akan
menjadi kenyang dengan membayangkan makanan ), maka perlulah adanya sistem
lain yang menghubungkan pribadi dengan dunia obyektif yaitu ego ( das ich ).
Ego ( Das Ich )
Aspek ini adalah aspek psikologis dari pada kepribadian dan timbul karena
kebutuhan organisme untuk berhubungan secara baik dengan dunia kenyataan
( realitas ). Letak perbedaan antara id dan ego, yaitu id hanya mengenal dunia
subyekyif ( dunia batin ) sedangkan ego dapat membedakan sesuatu yang ada
didalam batin dan sesuatu yang ada di dunia luar ( dunia obyektif atau realitas ).
Dapat dikatakan, bahwa ego sebagai eksekutif dari kepribadian yang memerintah,
mengendalikan dan mengatur atau sebagai “polisi lalu lintas” bagi id, super ego dan
dunia eksternal. Di dalam berfungsinya ego berpegang pada “prinsip kenyataan” atau
“prinsip realitas” dan bereaksi dengan proses sekunder dengan cara memutuskan
suatu rencana atau mentestnya dengan sesuatu tindakan. Proses sekunder, misalnya:
orang lapar merencanakan dimana dia dapat makan, lalu pergi ketempat tersebut
untuk mengetahui apakah rencana tersebut berhasil atau tidak.
xii
Dengan demikian, ego berlaku realistis dan berfikir logis serta memutuskan
rencana-rencana tindakan bagi pemuasan kebutuhan – kebutuhan. Jadi yang menjadi
peran utama ego ialah menjadi perantara antara kebutuhan – kebutuhan instinktif
dengan keadaan lingkungan demi kepentingan adanya organisme.
Super Ego ( Das Ueber Ich )
Aspek ini adalah aspek sosiologis sebagai cabang moral atau hukum dari
kepribadian, yang merupakan wakil dari nilai – nilai tradisional serta cita – cita
masyarakat sebagaimana ditafsikan orang tua kepada anak – anaknya yang
dimasukan ( diajarkan ) dengan berbagai perintah dan larangan.
Super ego lebih merupakan kesempurnaan dari pada kesenangan, karena itu
super ego dianggap sebagai aspek moral kepribadiaan. Fungsinya yang pokok ialah
menentukan apakah sesuatu benar atau salah, pantas atau tidak, susila atau tidak dan
dengan demikian pribadi dapat bertindak sesuai dengan moral masyarakat.
Adapun fungsi pokok super ego dapat dilihat dalam hubungan dengan ketiga
aspek kepribadian itu, yaitu:
Marintangi impuls - impuls id, terutama impuls – impuls seksual dan
agresif yang pernyataannya sangat ditentang oleh masyarakat.
Mendorong ego untuk lebih mengejar hal – hal yang moralitis dari
pada yang realistis.
Mengejar kesempurnaan.
xiii
Jadi super ego ( das ueber ich ) itu cenderung untuk menentang baik ego ( das
ich ) maupun id ( das es ) dan membuat dunia menurut konsepsi yang ideal.
2. Dinamika Kepribadian
Freud sangat terpengaruh oleh filsafat determinisme dan positivisme abad ke
–19 dan menganggap organisme manusia sebagai suatu energi yang kompleks. Energi
yang di peroleh dari makanan ( energi fisik ). Berdasarkan hukum penyimpangan
( conservation of energi ) energi tidak dapat hilang, tetapi dapat berpindah-pindah
dari satu tempat ketempat yang lain. Energi fisik dapat berubah menjadi energi psikis.
Jembatan antar energi tubuh dengan kepribadian ialah id beserta insting – instingnya.
a. Insting
Insting menurut Freud sebagai sumber perangsang somatis yang
dibawa sejak lahir. Suatu insting merupakan sejumlah energi psikis, kumpulan
dari semua insting – insting merupakan keseluruhan dari pada energi psikis
yang digunakan oleh kepribadian. Sumber insting yaitu kondisi jasmani yang
menjadi kebutuhan, tujuan insting ialah menghilangkan rangsangan kerjasama
sehingga ketidakenakan yang timbul karena adanya tegangan yang disebabkan
oleh meningkatnya energi dapat ditiadakan, obyek insting ialah segala
aktivitas yang menyebabkan tercapainya kebutuhan, sedangkan pendorong
atau penggerak insting yaitu kekuatan insting itu yang tergantung kepada
intensitas ( besar – kecilnya ) kebutuhan.
xiv
Sumber dan tujuan insting tetap selama hidup, sedangkan objek serta
cara – cara yang dipakai orang untuk memenuhi kebutuhannya selalu berubah
– ubah. Hal ini disebabkan karena energi psikis dapat dipindah – pindahkan.
Pemindahan energi dari satu obyek ke obyek yang lain adalah sifat yang
sangat penting bagi kepribadian. Salah satu masalah yang banyak dibicarakan
oleh para ahli ialah jumlah dan macam – macam insting.
Walaupun demikian, Freud menerima bahwa bermacam – macam
insting dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu :
Insting – insting hidup
Fungsi insting – insting hidup ialah melayani maksud
individu untuk tetap hidup dan memperpanjang ras. Bentuk
utama dari insting ini ialah insting makan, minum, dan seksual.
Insting – insting mati
Insting mati disebut juga insting merusak ( destruktif ).
Insting – insting ini fungsinya kurang jelas jika dibandingkan
dengan insting – insting hidup, karena tidak begitu dikenal.
Suatu derivative insting – insting mati yang terpenting adalah
dorongan agresif. Sifat agresif yaitu pengrusakan diri yang
diubah dengan obyek substitusi. Insting – insting hidup dan
xv
insting – insting mati dapat saling bercampur, saling
menetralkan.
b. Distribusi dan Penggunaan Energi Psikis
Dinamika kepribadian terdiri dari cara bagaimana energi psikis itu
didistribusikan serta digunakan oleh id, ego, dan super ego. Oleh karena
sejumlah atau banyaknya energi itu terbatas maka akan terjadi semacam
persainggan diantara ketiga aspek itu didalam mengunakan energi tersebut,
kalau sesuatu aspek banyak menggunakan energi ( menjadi kuat ), maka
kedua aspek yang lain harus ( dengan sendirinya ) menjadi lemah.
Pada mulanya id yang memiliki semua energi dan mempergunakannya
untuk gejala – gejala refleks dan pemenuhan keinginan. Cara penggunaan
energi ini disebut pemilihan obyek secara instingtif ( instinctual object
cathexis ) energi pada id sangat mudah berpindah – pindah sehubungan karena
id tidak dapat membedakan obyek yang sesuai atau tidak, sehingga id tidak
dapat memuaskan atau meredakan ketegangan. Sedangkan ego selalu berhasil
dalam menemukan alat yang memuaskan, maka energi tersebut dipergunakan
oleh ego dan lambat laun ego memonopoli hampir semua energi. Energi ini
dipergunakan ego juga untuk menekan id agar tidak terlalu implusif, bila id
terlalu berbahaya ego mengunakan suatu mekanisme pertahanan diri.
xvi
c. Kecemasan atau Ketakutan
Dinamika kepribadian dapat kita lihat sebahagian besar dikuasai oleh
keharusan untuk memuaskan kebutuhan dengan cara berhubungan dengan
obyek – obyek yang ada didunia luar.
Dalam menghadapi obyek tersebut individu tidak selamanya dengan
mudah dan berhasil, tetapi selalu menemui ancaman berupa hal – hal yang
tidak menyenangkan atau menyakitkan, maka individu merasa cemas.
Biasanya reaksi individu terhadap ancaman ketidaksenangan dan pengrusakan
yang belum dapat diatasinya ialah menjadi cemas.
Freud mengemukakan adanya tiga macam kecemasan yaitu kecemasan
realistis yang bersumber pada ego, kecemasan neurotis yang sumbernya pada
id, dan kecemasan moral yang bersumber dari super ego. Kecemasan realistis
yang paling pokok, yaitu takut terhadap bahaya-bahaya yang datang dari luar
individu, dan kedua kecemasan yang lain berasal dari kecemasan realistis ini.
Kecemasan neurotis adalah kecemasan yang timbul apabila instink tidak
terkendalikan, sehingga ego akan dihukum. Kecemasan moral adalah
kecemasan terhadap hati nurani sendiri.
xvii
Kecemasan berfungsi melindungi individu dari bahaya, dan
merupakan isyarat bagi ego segera melakukan tindakan. Apabila ego tidak
dapat menguasai kecemasan dengan cara yang rasional, maka ego akan
menghadapinya dengan jalan yang tidak realistis.
3. Perkembangan kepribadian
Freud berpendapat, bahwa kepribadian pada dasarnya telah terbentuk pada
akhir tahun kelima, dan perkembangan selanjutnya sebagian besar hanya merupakan
penghalusan struktur dasar itu. Kepribadian itu berkembang dalam hubumgan dengan
empat sumber tegangan pokok yaitu proses pertumbuhan fisiologis, prustasi, konflik
dan ancaman.
Metode – metode atau cara yang dipergunakan oleh individu untuk mrngatasi
prustasi, konflik, serta kecemasan, yaitu sebagai berikut :
a) Identifikasi
Identifikasi yaitu metode yang dipergunakan orang dalam
menghadapi orang lain dan membuatnya menjadi bagian dari pada
keprubadiannya.
xviii
b) Pemindahan objek
Apabila objek pilihan sesuatu instink yang asli tidak dapat dicapai
karena rintangan ( anti cathexis ) baik dari dalam maupun dari luar.
Adapun arah pemindahan objek ditentukan oleh dua faktor yaitu :
Kemiripan objek pengganti terhadap objek aslinya.
Sanksi – sanksi dan larangan – larangan masyarakat.
c) Mekanisme pertahanan ego
Karena tekanan kecemasan ataupun ketakutan yang betlebihan,
maka ego terkadang mengambil cara yang ekstrem untuk menghilangkan
atau mereduksikan tegangan atau disebut mekanisme pertahanan. Bentuk
– bentuk pokok mekanisme pertahanan itu adalah :
Denial / Penyangkalan
Penyangkalan adalah pertahanan melawan kecemasan dengan
menutup mata terhadap kenyataan yang mengancam. Individu
mempunyai kecenderungan untuk menolak sejumlah aspek kenyataan
yang terlalu menyakitkan untuk diterima.
xix
Proyeksi
Proyeksi adalah mengalamatkan sifat – sifat tertentu yang tidak
bisa diterima oleh ego kepada orang lain. Dengan proyeksi, individu akan
menyalahkan orang lain atas kesalahan yang dibuatnya sendiri, dan
menyangkal bahwa dia memiliki dorongan negatif.
Fiksasi
Fiksasi yaitu terpaku atau tetap pada tahap – tahap perkembangan
yang lebih awal karena individu memiliki kecemasan untuk mengambil
langkah ke tahap berikutnya. Anak yang memakai mekanisme pertahanan
fiksasi biasanya mempunyai hambatan dalam perkembangan dan menjadi
tidak mandiri
Regresi
Regresi yaitu melangkah mundur ke tahap perkembangan
sebelumnya dimana tuntutan-tuntutannya tidak terlalu besar.
Rasionalisasi
Rasionalisasi adalah menciptakan alasan-alasan yang “baik” untuk
menghindarkan ego dari cedera, memalsukan diri sehingga kenyataan
yang mengecewakan menjadi tidak begitu menyakitkan.
xx
Sublimasi
Sublimasi yaitu menggunakan jalan keluar yang lebih tinggi atau
lebih dapat diterima secara sosial, mekanisme pertahanan sublimasi ini
lebih bersifat positif karena individu mencari jalan lain bagi
pengungkapan perasaan agresinya dengan cara yang lebih bermanfaat.
Displacement
Displacement adalah mengarahkan energi kepada obyek atau
orang lain ketika obyek asal tidak terjangkau.
Represi
Represi adalah melupakan peristiwa traumatis yang bisa
membangkitkan kecemasan, dengan menekannya ke alam bawah sadar
sehingga tidak lagi menjadi hal – hal yang menyakitkan. Represi
merupakan salah satu konsep Freud yang paling penting, karena
merupakan dasar bagi sebagian besar pertahanan ego yang digunakan
individu.
xxi
Formasi Reaksi
Formasi reaksi adalah melakukan tindakan yang berlawanan
dengan hasrat – hasrat tak sadar. Ketika perasaan-perasaan yang lebih
dalam menimbulkan ancaman, maka individu berusaha menampilkan
tingkah laku yang berlawanan untuk menyangkal perasaan-perasaan
negatifnya.
4. Periode Perkembangan Psikoseksual
Menurut Freud, perkembangan kepribadian – sehat dan tidak sehat – sangat
berhubungan dengan cara-cara yag digunakan oleh individu dalam melewati fase-fase
perkembangan pada enam tahun pertama kehidupannya. Tahapan perkembangan ini
disebut tahapan psikoseksual karena memperesentasikan suatu kebutuhan ( dan
pemuasan ) seksual yang menonjol pada stiap tahapan perkembangan.
Hambatan yang terjadi pada proses pemenuhan kebutuhan seksual pada setiap
tahapan – tahapan disebut fiksasi berpotensi menyebabkan gangguan perilaku pada
waktu dewasa.
Freud berpendapat bahwa tahapan perkembangan individu yang terpenting
terjadi pada 5 tahun pertama kehidupannya, dan periode perkembangan psikoseksual
pada masa ini merupakan landasan bagi perkembangan kepribadian individu
selanjutnya,
xxii
Tahapan – tahapan perkembangan psikoseksual :
Tahap oral ( 0 – 1 tahun )
Kontak pertama yag dilakuka oleh bayi setelah kelahirannya adalah
melalui mulut ( oral ). Kepuasan seksual ( kesenangan ) pada saat ini
diperoleh melalui mulut, yakni melalui berbagai aktivitas mulut seperti
makan, minum, dan menghisap atau menggigit. Fiksasi pada tahap ini
menyebabkan orang mengembangkan kepribadian oral, yakni menjadi orang
yang tergantung dan lebih senang untuk bertindak pasif dan menerima
bantuan dari orang lain.
Tugas perkembangan utama fase oral adalah memperoleh rasa
percaya, baik kepada diri sendiri, dan orang lain. Cinta adalah perlindungan
terbaik terhadap ketakutan dan ketidakamanan. Anak – anak yang dicintai
tidak akan banyak menemui kesulitan dalam menerima dirinya, sebaliknya
anak-anak yang merasa tidak diinginkan, tidak diterima, dan tidak dicintai
cenderung mengalami kesulitan dalam menerima dirinya sendiri, dan belajar
untuk tidak mempercayai orang lain, serta memandang dunia sebagai tempat
yang mengancam. Efek penolakan pada fase oral akan membentuk anak
menjadi pribadi yang penakut, tidak aman, haus akan perhatian, iri, agresif,
benci, dan kesepian.
xxiii
Tahap anal ( 1 – 3 tahun )
Interaksi melalui fungsi pembuangan isi perut ( anal ) dan memperoleh
kesenangan melalui aktivitas – aktivitas pembuangan. Pada fase anal anak
banyak berhadapan dengan tuntutan – tuntutan orangtua, terutama yang
berhubungan dengan toilet training, dimana anak memperoleh pengalaman
pertama dalam hal kedisiplinan. Fiksasi pada tahapan ini menyebabkan anak
mengembangkan kepribadian anal, yakni menjadi orang yang sangat
menekankan kepatuhan, konformitas, keteraturan, menjadi kikir, dan suka
melawan atau memberontak. Tugas perkembangan pada fase ini adalah anak
harus belajar mandiri, dan belajar mengakui dan menangani perasaan –
perasaan negatif. Banyak sikap terhadap fungsi tubuh sendiri yang dipelajari
anak dari orangtuanya. Selama fase anal anak akan mengalami perasaan-
perasaan negatif seperti benci, hasrat merusak, marah, dan sebagainya, namun
mereka harus belajar bahwa perasaan-perasaan tersebut bisa diterima. Hal
penting lain yang harus dipelajari anak adalah bahwa mereka memiliki
kekuatan, kemandirian, dan otonomi.
Tahap palis (3 – 5 tahun )
Pada fase ini anak laki – laki dan perempuan senang menyentuh
( mengeksploitasi ) organ kelaminnya untuk memperoleh kesenangan sambil
melakukan fantasi – fantasi seksual. Anak laki – laki mengembangkan fantasi
xxiv
seksual dengan ibunya disebut oedipus complex dan anak perempuan
mengembangkan fantasi seksual dengan ayahnya disebut electra complex.
Jika konflik oedipal ini tak terpecahkan, anak laki – laki aka
berkembang menjadi homoseksual atau heteroseksual sedangka anak
perempuan akan menjadi wanita genit penggoda pria atau lesbian.. Fase
Phalic juga merupakan periode perkembangan hati nurani, dimana anak
belajar mengenai standar – standar moral. Selama fase ini anak perlu belajar
menerima perasaan seksualnya sebagai hal yang alamiah dan belajar
memandang tubuhnya sendiri secara sehat. Mereka membutuhkan contoh
yang memadai bagi identifikasi peran seksual, untuk mengetahui apa yang
benar dan salah, serta apa yang maskulin dan feminin, sehingga mereka
memperoleh perspektif yang benar tentang peran mereka sebagai anak laki –
laki atau anak perempuan.
Tahap laten ( 6 – 12 tahun )
Pada tahap ini anak laki-laki dan anak perempuan menekankan semua
isu – isu oedipal dan kehilangan minat seksualnya. Sebaliknya, mereka mulai
melibatkan dirinya ke dalam kelompok bermain yang terdiri atas anak-anak
lain dari jenis kelamin yang sama, baik kelompok yang kelompok yang
bersifat full male atau full female. Namun berkurangnya perhatian pada
xxv
masalah seksual itu bersifat laten dan masih akan terus memberikan pengaruh
pada tahap perkembangan kepribadian berikutnya.
Tahap genital ( 12 tahun keatas )
Fase genital dimulai pada usia 12 tahun, yaitu pada masa remaja awal
dan berlanjut terus sepanjang hidup. Pada fase ini energi seksual anak mulai
terarah kepada lawan jenis bukan lagi pada kepuasan diri melalui masturbasi,
dan anak mulai mengenal cinta kepada lawan jenis.
Ketika memasuki masa pubertas anak-anak mulai tertarik satu sama
lain dengan lawan jenisnya dan menjadi manusia yang lebih matang. Mereka
saling mengembangkan afeksi ( hubungan ) dan minat – minat seksual, cinta,
dan bentuk – bentuk keterikatan yang lain.
B. Asumsi Perilaku Bermasalah
Menurut teori ini individu yang menyimpang atau bermasalah adalah jika
terdapat dinamika yang tidak efektif antara Id, Ego dan Superego, dimungkinkan Ego
selalu mengikuti dorongan – dorongannya dan mengabaikan tuntutan moral atau Ego
selalu mempertahankan kata hatinya tanpa menyalurkan keinginan atau kebutuhan
dan juga proses belajar yang tidak benar pada masa kanak – kanak.
xxvi
Mekanisme pertahanan diri merupakan jalan pintas individu mengatasi
kecemasannya. Mekanisme pertahanan diri ini bukan jalan penyelesaian yang tepat
terhadap masalah yang dihadapi. Mekanisme pertahanan diri boleh dilakukan oleh
individu, tetapi jika telah menjadi kecenderungan individu setiap mengalami masalah
atau kegagalan memenuhi keinginannya dan selalu puas dengan cara ini maka akan
menjadi dan merupakan perilaku yang salah dalam penyesuaian diri yang dalam
jangka panjang dapat membentuk perilaku abnormal.
Dalam psikoanalisa klasik ada dua faktor yang menyebabkan perilaku
bermasalah, yaitu (1) dinamika yang tidak efektif antara id, superego, dan ego, dan
(2) diperoleh melalui proses belajar sejak kecil. Dinamika yang tidak efektif antara id,
ego, dan superego ditandai oleh ketidakmampuan ego mengendalikan keinginan-
keinginan dan tuntutan moral. Ketidakmampuan pengendalian ini dimungkinkan
dalam bentuk ego selalu mengikuti dorongan – dorongannya dan mengabaikan
tuntutan moral, atau sebaliknya ego selalu mempertahankan kata hatinya tanpa
menyalurkan keinginan atau kebutuhan.ketidakseimbangan ini menimbulkan perilaku
yang salah.
Sedangkan yang kedua bahwa sepanjang hidup individu pada dasarnya terjadi
proses dinamika id, ego, dan superego. Dalam pandangan Freud, pengalaman masa
kanak – kanak sangat mempengaruhi pola kehidupan hingga dewasa. Jika sejak masa
kanak – kanak selalu menekan ( represi ) pengalaman – pengalamannya dan
dimasukkan ke dalam alam bawah sadar maka pada suatu saat pengalaman itu akan
xxvii
dimunculkan ke alam sadar. Saat itulah penyesuaian yang salah dapat muncul pada
individu.
Jika individu dapat menyalurkan keinginan – keinginannya secara wajar, yaitu
yang masih berada dalam pengendalian ego yang rasional dan sesuai dengan
realitasnya, maka gangguan tidak terjadi, anak akan menjadi sehat.
Pribadi Sehat dan Bermasalah
Pribadi Sehat
Kepribadian yang sehat menurut Freud adalah jika individu bergerak
menurut pola perkembangan yang ilmiah, mampu belajar dalam mengatasi
tekanan dan kecemasan, memiliki kesehatan mental yang baik. Kepribadian
yang sehat memiliki mekanisme pertahanan yang baik. Maksudnya pribadi
yang bisa mengorganisir struktur kepribadiannya dengan baik dan bisa
menyelaraskan antara id, ego, dan superegonya. Dalam hal ini individu tidak
mengalami pengalaman frustasi yang berlebihan dan Ego bertindak secara
rasional dalam mengambil tindakan – tindakan untuk mengatasi tekanan dan
kecemasan yang muncul.
xxviii
Pribadi Bermasalah
Kepribadian yang bermasalah memiliki mekanisme pertahanan yang
buruk. Pribadi yang bermasalah adalah pribadi yang tidak bisa mengorganisir
struktur kepribadiannya dengan baik dan tidak bisa menyelaraskan antara id,
ego, dan superegonya, dimungkinkan Ego selalu mengikuti dorongan –
dorongannya dan mengabaikan tuntutan moral atau Ego selalu
mempertahankan kata hatinya tanpa menyalurkan keinginan atau kebutuhan
atau Ego bisa saja membiarkan dorongan – dorongan atau menekan perasaan
– perasaan seksual dengan melakukan tindakan yang irasional dalam
menghadapi kecemasan dan juga proses belajar yang tidak benar pada masa
kanak – kanak.
C. Tujuan Konseling
Sesuai dengan asumsi – asumsi dasar tentang sifat dasar manusia yang
dipegang, konseling pendekatan psikoanalisa bertujuan untuk membantu konseli agar
mampu mengoptimalkan fungsi ego dengan cara mencapai keseimbangan psikologis.
Keseimbangan psikologis ini dicapai dengan cara meniadakan kecemasan atau
menangani konflik – konflik intrapsikis
xxix
Tujuan konseling pendekatan psikoanalisa adalah untuk membentuk kembali
struktur kepribadian konseli dengan jalan mengembalikan hal yang tidak disadari
menjadi sadar kembali. Proses konseling dititik beratkan pada usaha konselor agar
konseli dapat menghayati, memahami dan mengenal pengalaman-pengalaman masa
kecilnya terutama antara umur 2 – 5 tahun. Pengalaman – pengalaman tersebut ditata,
didiskusikan, dianalisis, dan ditafsirkan dengan tujuan agar kepribadian konseli dapat
direkontruksi kembali.
Jadi penekanan konseling adalah pada aspek afektif sebagai pokok pangkal
munculnya ketidaksadaran manusia. Sudah barang tentu tilikan kognitif tetap
diperhatikan, akan tetapi tidak sepenting aspek afektif.
Menurut Corey (2005), tujuan konseling psikoanalisa adalah untuk
membentuk kembali struktur karakter individu, dengan cara merekonstruksi,
membahas, menganalisa, dan menafsirkan kembali pengalaman – pengalaman masa
lampau, yang terjadi di masa kanak – kanak. Membantu konseli untuk membentuk
kembali struktur karakternya dengan menjadikan hal – hal yang tidak disadari
menjadi disadari oleh konseli. Secara spesifik, membawa konseli dari dorongan –
dorongan yang ditekan ( ketidaksadaran ) yang mengakibatkan kecemasan kearah
perkembangan kesadaran intelektual, menghidupkan kembali masa lalu konseli
dengan menembus konflik yang ditekan, memberikan kesempatan kepada konseli
untuk menghadapi situasi yang selama ini ia gagal mengatasinya.
xxx
Menurut Lubis ( 2010 ), tujuan khusus psikoanalisa adalah membentuk
kembali struktur kepribadian individu melalui pengungkapan hal – hal yang tidak
disadari. Untuk itu konseli akan dibawa mundur kepada pengalaman masa kank –
kanaknya yang kemudian pengalaman tersebut akan dianalisis dan ditafsirkan
sehingga terjadilah rekkonstruksi kepribadian pada diri konseli.
Menurut Alwisol ( 2006 : 42 ) tujuan konseling psikoanalisa bukan semata –
mata untuk menghilangkan sindrom yang tidak dikehendaki, tetapi bertujuan
memperkuat ego sehingga mampu mengontrol implus insting, dan memperbesar
kapasitas individu untuk mencintai dan berkarya. Konseli belajar bagaimana
mensublimasikan implus agresi dan implus seksual, belajar bagaimana mengarahkan
keinginan dan bukan malah diarahkan oleh keinginan.
Menurut Baker ( 1985 ) mengemukakan lima tujuan khusus konseling
psikoanalisa, yakni membantu individu agar mampu untuk :
Meningkatkan kesadaran dan kontrol ego terhadap impuls – impuls dan
berbagai bentuk dorongan naluriah yang tidak rasional.
Memperkaya sifat dan macam mekanisme pertahanan ego sehingga lebih
efektif, lebih matang, dan lebih dapat diterima.
Mengembangkan perspektif yang lebih berlandaskan pada assesmen realitas
yang jelas dan akurat dan yang mendorong penyesuaian.
Mengembangkan kemampuan untuk membentuk hubungan yang akrab dan
sehat dengan cara yang menghargai hak – hak pribadi dan orang lain.
xxxi
Menurunkan sifat perfeksionis ( mengejar kesempurnaan ), rigid ( kaku ), dan
punitive (menghukum ).
Menurut Prayitno, ( 1998: 44 ) tujuan dari konseling psikoanalisisa adalah:
Membawa konseli kepada kesadaran dorongan – dorongan yang ditekan
ketidaksadaran yang mengakibatkan kecemasan.
Dalam hal ini, menurut Rochman Natawidjaya ( dalam Taufik, 2009 :
36 ) menjelaskan bahwa tujuan dari konseling itu adalah usaha menata
kembali struktur watak dan kepribadian konseli. Dalam mencapai tujuan
tersebut, jalan yang ditempuh adalah dengan cara membuat konflik – konflik
yang tidak disadari menjadi disadari dan dengan menguji serta menjajaki
materi yang bersifat intrapsikis
Memberikan kesempatan kepada konseli menghadapi situasi yang selama ini
ia gagal mengatasinya.
Dalam hal ini konselor membantu konseli menghidupkan kembali
pengalaman – pengalaman masa kanak – kanak dini dengan menembus
konflik – konflik yang direpresi ( Taufik, 2009 : 37 ). Setelah pengungkapan
materi yang tidak disadari dan mengganggu itu, kemudian konselor berusaha
merasionalkan kesan – kesan itu, sehingga konseli menyadari bahwa kesan
yang dibawanya tersebut tidaklah sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
xxxii
Secara spesifik tujuan psikoanalisa yaitu :
Pada dasarnya konselor menyadarkan konseli dari ketidaksadaran menuju ke
kesadaran atas dorongan – dorongan yang menyebabkan perilaku bermasalah.
Menolong individu mendapatkan pengertian yang terus menerus dari pada
mekanisme penyesuaian diri mereka sendiri.
Membawa konseli dari dorongan – dorongan yang ditekan ( ketidaksadaran )
yang mengakibatkan kecemasan kearah perkembangan kesadaran intelektual.
Menghidupkan kembali masa lalu konseli dengan menembus konflik yang
direpres.
Membentuk kembali struktur kepribadian klien dengan jalan mengembalikan
hal – hal yang tak disadari menjadi sadar kembali, dengan menitikberatkan
pada pemahaman dan pengenalan pengalaman – pengalaman masa kanak –
kanak, terutama usia 2 - 5 tahun, untuk ditata, disikusikan, dianalisis dan
ditafsirkan sehingga kepribadian konseli bisa direkonstruksi lagi.
Memperkuat agar ego lebih riel dalam bertindak, serta mampu berkembang
sesuai dengan potensi – potensi yang dimiliki dan dapat beradaptasi dengan
lingkungan dengan lebih baik.
Memberikan kesempatan kepada konseli untuk menghadapi situasi yang
selama ini ia gagal mengatasinya.
D. Peran Konseling
xxxiii
Peran Konselor
Peran utama konselor dalam konseling ini adalah membantu konseli dalam
mencapai kesadaran diri, ketulusan hati, dan hubungan pribadi yang lebih
efektif dalam menghadapi kecemasan melalui cara – cara yang realistis,
serta dalam rangka memperoleh kembali kendali atas tingkah lakunya
yang impulsif dan irasional.
Konselor membangun hubungan kerja sama dengan konseli dan kemudian
melakukan serangkaian kegiatan mendengarkan dan menafsirkan.
Konselor memberikan perhatian kepada resistensi konseli untuk
mempercepat proses penyadaran hal – hal yang tersimpan dalam
ketidaksadaran. Sementara konseli berbicara, konselor berperan
mendengarkan dengan penuh perhatian, menganalisis dan
menginterpretasikan ungkapan – ungkapan konseli, kemudian
memberikan tafsiran – tafsiran terhadap informasi konseli, selain itu
konselor juga harus peka terhadap isyarat – isyarat non verbal darikonseli.
Konselor memberikan penjelasan tentang makna proses kepada konseli
sehingga konseli mencapai pemahaman terhadap masalahnya sendiri,
mengalami peningkatan kesadaran atas cara – cara berubah, sehingga
konseli mampu mendaptakan kendali yang lebih rasional atas hidupnya
sendiri.
xxxiv
Karakteristik konselor dalam psikoanalisa adalah membiarkan dirinya anonim
serta hanya berbagi sedikit saja perasaan dan pengalaman pribadinya kepada konseli.
Peran utama konselor dalam konseling ini adalah membantu konseli dalam mencapai
kesadaran diri, ketulusan hati, dan hubungan pribadi yang lebih efektif dalam
menghadapi kecemasan melalui cara-cara yang realistis, serta dalam rangka
memperoleh kembali kendali atas tingkah lakunya yang impulsif dan irasional.
Konselor membangun hubungan kerja sama dengan konseli dan kemudian
melakukan serangkaian kegiatan mendengarkan dan menafsirkan. Konselor juga
memberikan perhatian kepada resistensi konseli untuk mempercepat proses
penyadaran hal – hal yang tersimpan dalam ketidaksadaran. Sementara konseli
berbicara, konselor berperan mendengarkan dan kemudian memberikan tafsiran –
tafsiran terhadap informasi konseli, konselor juga harus peka terhadap isyarat –
isyarat non verbal dari konseli. Salah satu fungsi utama konselor adalah mengajarkan
proses arti proses kepada konseli agar mendapatkan pemahaman terhadap masalahnya
sendiri, mengalami peningkatan kesadaran atas cara-cara berubah, sehingga konseli
mampu mendaptakan kendali yang lebih rasional atas hidupnya sendiri.
Fungsi Konselor :
Berusaha membantu konseli dalam mencapai kesadaran diri, kejujuran,
keefektifan dalam melakukan hubungan personal.
Menangani kecemasan secara realistis.
Memperoleh kendali atas tingkah laku yang implisit dan irasional.
xxxv
Mendorong pemindahan perasaan.
Peran Konseli
Konseli harus bersedia terlibat dalam proses konseling secara intensif, dan
melakukan asosiasi bebas dengan mengatakan segala sesuatu yang terlintas dalam
pikirannya, karena produksi verbal konseli merupakan esensi dari kegiatan konseling
psikoanalisa. Pada kasus – kasus tertentu konseli diminta secara khusus untuk tidak
mengubah gaya hidupnya selama proses konseling.
Dalam pelaksanaan konseling psikoanalisa, konseli menelusuri apa yang tepat
dan tidak tepat pada tingkah lakunya dan mengarahkan diri untuk membangun
tingkah laku baru.
Pengalaman Konseli dalam Konseling
Bersedia melibatkan diri kedalam proses konseling yang intesif dan
berjangka panjang.
Mengambangkan hubungan dengan konselor.
Mengalami krisis treatment.
Memperoleh pemahaman atas masa lampau konseli yang tidak disadari.
Mengembangkan resistensi – resistensi untuk belajar lebih baik tentang
diri sendiri.
Mengembangkan suatu hubungan traferansi yang tersingkap.
Memperdalam proses konseling.
xxxvi
Menangani resistensi – resistensi dan masalah yang terungkap.
Mengakhiri proses konseling.
Hubungan Konselor Dengan Konseli
Dalam konseling psikoanalisa terdapat tiga bagian hubungan konselor dengan
konseli, yaitu aliansi, transferensi, dan kontratransferensi :
Aliansi
Aliansi yaitu sikap konseli kepada konselor yang relatif rasional,
realistik, dan tidak neurosis ( merupakan prakondisi untuk terwujudnya
keberhasilan konseling ).
Transferensi
Transferensi yaitu pengalihan segenap pengalaman konseli di masa
lalunya terhadap orang – orang yang menguasainya, yang ditujukan
kepada konselor dan merupakan bagian dari hubungan yang sangat
penting untuk dianalisis kemudian membantu konseli untuk mencapai
pemahaman tentang bagaimana dirinya telah salah dalam menerima,
menginterpretasikan, dan merespon pengalamannya pada saat ini dalam
kaitannya dengan masa lalunya.
xxxvii
Kontratransferensi
Kontratransferensi yaitu kondisi dimana konselor mengembangkan
pandangan – pandangan yang tidak selaras dan berasal dari konflik –
konfliknya sendiri. Kontratransferensi bisa terdiri dari perasaan tidak suka,
atau justru keterikatan atau keterlibatan yang berlebihan, kondisi ini dapat
menghambat kemajuan proses konseling karena konselor akan lebih
terfokus pada masalahnya sendiri.
Konselor harus menyadari perasaaannya terhadap konseli dan
mencegah pengaruhnya yang bisa merusak. Konselor diharapkan untuk
bersikap relatif obyektif dalam menerima kemarahan, cinta, bujukan,
kritik, dan emosi – emosi kuat lainnya dari konseli.
Proses Konseling
Secara sisitematis proses konseling yang dikemukakan dalam urutan fase –
fase konseling dapat diikuti sebagai berikut :
Membina hubungan konseling yang terjadi pada tahap awal konseling.
Tahap krisis bagi konseli yaitu kesukaran dalam mengemukakan masalahnya,
dan melakukan tranferensi.
Tilikan terhadap masa lalu konseli terutama pada masa kanak – kanak .
Pengembangan resistensi untuk pemahaman diri.
xxxviii
Pengembangan hubungan transferensi klien dengan konselor.
Melanjiutkan lagi hal – hal yang resistensi.
Menutup wawancara konseling.
E. Teknik Konseling
Psikoanalisis disamping sebagai teori kepribadian, dapat pula berfungsi
sebagai teknik analisa kepribadian. Untuk dapat menerangkan suatu gejala
psikoneurose misalnya, agar dapat diusahakan penyembuhan terhadap penderita yang
bersangkutan maka perlu di analisa terlebih dahulu kepribadian penderita yang
bersangkutan.
Dalam analisa ini umumnya dipergunakan 2 cara pendekatan, yaitu pertama-
pertama melihat dinamika dari dorongan – dorongan primitif ( khususnya libido ).
Teknik – teknik yang dipergunakan dalam menganalisa kepribadian
selanjutnya dipergunakan juga sekaligus sebagai teknik psikoterapi karena pada
prinsipnya psikoanalisis mengakui bahwa kalau faktor penyebab yang tersembunyi
didalam ketidaksadaran sudah bisa diketahui dan dibawah ke kesadaran maka
penderita dengan sendirinya akan sembuh. Sebagai seorang murid Charcot, Freud
masih berpedirian sama dengan Charcot, yaitu bahwa penyakit biasanya
( psikoneurose ) umumnya dapat disembuhkan setelah faktor penyebab dalam faktor
ketidaksadaran dapat diketahui.
xxxix
Teknik – teknik dalam psikoanalisis digunakan untuk meningkatkan
kesadaran mendapatkan tilikan intelektual ke dalam perilaku konseli dan memahami
makna gejala-gejala yang nampak. Ada lima teknik dasar dalam psikoanalisis, yaitu
sebagai berikut :
Asosiasi Bebas
Teknik pokok dalam konseling psikoanalisis adalah asosiasi bebas.
Konselor memerintahkan konseli untuk menjernihkan pikirannya dari
pemikiran sehari – hari dan sebanyak mungkin untuk mengatakan apa yang
muncul dalam kesadarannya.
Cara yang khas adalah dengan mempersilahkan konseli berbaring di
atas balai – balai sementara terapis duduk di belakangnya, sehingga tidak
mengalihkan perhatian konseli pada saat-saat asosiasinya mengalir dengan
bebas.
Asosiasi bebas merupakan suatu metode pemanggilan kembali
pengalaman – pengalaman masa lampau dan pelepasan emosi – emosi yang
berkaitandengan situasi traumatis masa lalu, yang kemudian dikenal dengan
katarsis. Katarsis hanya menghasilkan perbedaan sementara atas pengalaman
– pengalaman menyakitkan pada konseli, tetapi tidak memainkan peran
utama dalam proses treatment.
xl
Interpretasi
Interpretasi adalah prosedur dasar yang digunakan dalam analisis
asosiasi bebas, analisis mimpi, analisis resistensi, dan analisis transparansi.
Fungsi interpretasi adalah membiarkan ego untuk mencerna materi baru dan
mempercepat proses menyadarkan hal – hal yang tersembunyi. Interpretasi
mengarahkan tilikan dan hal – hal yang tidak disadari konseli.
Hal yang penting bahwa interpretasi harus dilakukan pada waktu –
waktu yang tepat karena kalau tidak konseli dapat menolaknya. Ada tiga hal
yang harus diperhatikan dalam interprestasi sebagai teknik konseling.
Pertama, interpretasi hendaknya disajikan pada saat gejala yang
diinterpretasikan berhubungan erat dengan hal – hal yang disadari konseli.
Kedua, interpretasi hendaknya selalu dimulai dari permukaan dan baru
menuju ke hal – hal yang dalam yang dapat dialami oleh situasi emosional
konseli. Ketiga, menetapkan resistensi atau pertahanan sebelum
menginterpretasikan emosi atau konflik.
Analisis Mimpi
Analisis mimpi merupakan prosedur yang penting untuk membentuk
hal-hal yang tidak disadari dan membantu konseli untuk memperoleh tilikan
kepada masalah – masalah yang belum terpecahkan. Selama tidur, pertahanan
xli
– pertahanan melemah, sehingga perasaan-perasaan yang direpres akan
muncul ke permukaan, meski dalam bentuk lain. Freud memandang bahwa
mimpi merupakan "jalan istimewa menuju ketidaksadaran", karena melalui
mimpi tersebut hasrat – hasrat, kebutuhan – kebutuhan, dan ketakutan tak
sadar dapat diungkapkan. Beberapa motivasi sangat tidak dapat diterima oleh
seseorang, sehingga akhimya diungkapkan dalam bentuk yang disamarkan
atau disimbolkan dalam bentuk yang berbeda.
Mimpi memiliki dua taraf, yaitu isi laten dan isimanifes. Isi laten
terdiri atas motif – motif yang disamarkan, tersembunyi, simbolik, dan tidak
disadari. Karena begitu menyakitkan dan mengancam, maka dorongan-
dorongan seksual dan perilaku agresif tak sadar ( yang merupakan isi laten )
ditransformasikan ke dalam isi manifes yang lebih dapat diterima, yaitu
impian yang tampil pada si pemimpi sebagaimana adanya. Sementara tugas
konselor adalah mengungkap makna – makna yang disamarkan dengan
mempelajari simbol-simbol yang terdapat dalam isi manifes. Di dalam proses
konseling, konselor juga dapat meminta konseli untuk mengasosiasikan secara
bebas sejumlah aspek isi manifes impian untuk mengungkap makna – makna
yang terselubung.
xlii
Analisis dan Interpretasi Resistensi
Resistensi adalah sesuatu yang melawan kelangsungan proses
konseling dan mencegah konseli mengemukakan bahan yang tidak disadari.
Selama asosiasi bebas dan analisis mimpi, konseli dapat menunjukkan
ketidaksediaan untuk menghubungkan pikiran, perasaan, dan
pengalaman tertentu. Freud memandang bahwa resistensi dianggap sebagai
dinamika tak sadar yang digunakan oleh konseli sebagai pertahanan terhadap
kecemasan yang tidak bisa dibiarkan, yang akan meningkat jika konseli
menjadi sadar atas dorongan atau perasaan yang direpres tersebut.
Interpretasi konselor ditujukan kepada bantuan konseli untuk
menyadari alasan timbulnya resistensi. Konselor meminta perhatian konseli
dan menafsirkan resistensi yang paling nampak untuk memperkecil
kemungkinan penolakan konseli terhadap interpretasi. Dalam proses
konseling, resistensi bukanlah sesuatu yang harus diatasi, karena
merupakan perwujudan dari pertahanan konseli yang biasanya dilakukan
sehari – hari. Resistensi ini dapat dilihat sebagai sarana untuk bertahan konseli
terhadap kecemasan, meski sebenamya menghambat kemampuannya untuk
menghadapi hidup yang lebih memuaskan.
xliii
Analisis dan Interpretasi Transferensi
Resistensi dan transferensi merupakan dua hal inti dalam konseling
psikonalisis. Transferensi dalam keadaan normal adalah pemindahan emosi
dari satu objek ke objek lainnya, atau secara lebih khusus pemindahan emosi
dari orangtua kepada konseli. Transferensi mengejawantah ketika dalam
proses konseling ketika “urusan yang tidak selesai” (unfinished business)
masa lalu konseli dengan orang – orang yang dianggap
berpengaruh menyebabkan konseli mendistorsi dan bereaksi terhadap
konselor sebagaimana dia berekasi terhadap ayah atau ibunya.
Dalam hubungannya dengan konselor, konseli mengalami
kembali perasaan menolak dan membenci sebagaimana yang dulu dirasakan
kepada orangtuanya. Tugas konselor adalah membangkitkan neurosis
transferensi konseli dengan kenetralan, objektivitas, keanoniman, dan
kepasifan yang elative. Dengan cara ini, maka diharapkan konseli dapat
menghidupkan kembali masa lampaunya dalam proses konseling dan
memungkinkan konseli mampu memperoleh pemahaman atas sifat-sifat dari
fiksasi – fiksasi, konflik – konflik atau deprivasi – deprivasinya, serta
mengatakan kepada konseli suatu pemahaman mengenai pengaruh masa lalu
terhadap kehidupannya saat ini.
xliv
F. Skenario Pelaksanaan Konseling
Dialog Konseling :
Konseli : ( Mengetuk pintu ). ”Assalamu’alaikum”.
Konselor :”Wa’alaikum salam warahmatullahi wa Barokatuh”. Mari silakan
masuk.
( Menghampiri Konseli, menjabat tangan Konseli dan membawanya
memasuki ruangan ). Silahkan duduk… Senang sekali hari ini bisa
bertemu dengan kamu. Bagaimana kabarnya? (Attending, refleksi
perasaan)
Konseli : ”Ya, Pak....”. Saya baik – baik saja. Ada apa pak, saya dipanggil ke
sini?
Konselor : “Ada sesuatu yang ingin bapak bicarakan dengan kamu, bapak
memperoleh informasi dari salah satu guru kalau kamu mempunyai
masalah dengan absensi, kalau boleh bapak tahu apa yang
menyebabkan kamu tidak masuk sekolah, maukah kamu
menceritakannya pada bapak?” ( Refleksi Perasaan )
Konseli : “Baik pak”.
Konselor : “Saya senang kalau kamu mau menceritakannya, terimakasih kalau
kamu bersedia bercerita kepada bapak.”
xlv
Konseli : “Begini pak, saya merasa saya mengalami kebosanan berada di
sekolah ini dan saya merasa belum menemukan teman yang benar –
benar cocok dengan saya di sekolah ini”. ( Personalizing )
Konselor : “Lalu” ( Pertanyaan terbuka )
Konseli : “Selain itu saya juga memiliki masalah dengan guru IPA saya pak,
saya merasa kesal dengan guru IPA tersebut yang bernama Bu Lorita
saya merasa diperlakukan dengan tidak baik dia sering menghina saya
dan selalu membawa – bawa nama orang tua saya jika menghina, jika
dikelas bu lorita selalu bilang pada anak – anak kalau saya anak yang
tidak baik, suka membuat onar, dan bodoh”.
Konselor : “Ooh terus?”. ( Respon minimal )
Konseli : “Ya selain menghina saya dengan omongan yang membuat saya
tidak nyaman Bu Lorita juga sering mengatakan kalau anak nakal itu
bagaimana orang tuanya kalau orang tuanya benar anaknya juga tidak
akan nakal. Saya tidak suka kalau Bu Lorita membawa – bawa nama
orang tua saya apalagi di depan kelas pada saat belajar. Makanya saya
sering tidak masuk pada saat mata pelajarannya Bu Lorita karena saya
kesal sering dihina – hina sama dia”.
Konselor : “Memangnya kenapa kaui merasa bosan dan tidak nyaman berada di
sekolah?” ( Pertanyaan Terbuka )
xlvi
Konseli : ”Saya merasa bosan dan tidak nyaman di sekolah selain karena saya
kesal dengan Bu Lorita, saya juga merasa tidak mempunyai kecocokan
dengan teman – teman yang ada di sekolah, saya merasa lebih cocok
dengan teman – teman lama saya sewaktu di SD”.
Konselor : ”Apakah teman – teman yang sering membolos bersama kamu
berbeda sekolah?” ( Pertanyaan terbuka )
Konseli : ”Iya pak teman – teman saya yang lain berbeda SMP dengan saya,
kami biasanya membolos dan nongkrong suatu tepat, kami berkumpul
dan menghabiskan waktu sekolah disana”.
Konselor : ”Mengapa kamu tidak merasa memiliki kecocokan dengan teman –
teman di sekolah, memangnya kamu tidak memiliki teman dekat di
sekolah?” ( Eksplorasi )
Konseli : ”Saya merasa tidak nyaman saja pak, ada pak saya memiliki teman
dekat namanya ridwan, saya juga kalau bolos bareng dengan dia”.
Konselor : ”Lalu apa saja yang kamu lakukan jika membolos dengan teman –
teman kamu?”
Konseli : ”Saya dan teman – teman hanya mengobrol dan bercanda-canda
saja”.
xlvii
Konselor : ”Oh...ya, tentang Bu Lorita apakah kamu tau mengapa Bu Lorita
sering berkata sepert itu sama kamu, apa yang menyebabkan Bu Lorita
bersikap seperti itu?” ( Eksplorasi )
Konseli : ”Mungkin karena saya di kelas suka membuat onar dan bodoh, Bu
Lorita itu hanya memperhatikan anak – anak yang pintar saja bu di
kelas. Padahal saya sudah berusaha untuk meminta maaf pada Bu
Lorita kalau saya memiliki kesalahan tapi Bu Lorita malah mencuekan
saya dan tidak menghiraukan maaf saya, itu membuat saya menjadi
tambah kesal sama Bu Lorita, mungkin memang Bu Lorita tidak
menyukai saya pak”.
Konselor : ”Ya mungkin saja Bu Lorita bersikap seperti terhadap kamu karena
sikap kamu yang membuat bu Lorita jengkel. Saya mengerti perasaan
kamu” ( Respon perasaan )
Konseli : ”Iya pak.... tapi kan saya sudah berusaha untuk meminta maaf pada
Bu Lorita dan sudah merubah sikap saya pada saat mata pelajaran dia
tapi tetap saja Bu Lorita masih suka menghina saya. Setiap orang juga
kan bisa berubah sepertinya Bu Lorita tidak percaya kalau saya ingin
berubah”.
xlviii
Konselor : Apakah ada hal lain yang membuat Bu Lorita seperti itu dan hal lain
yang membuat kamu tidak betah di sekolah? ( Eksplorasi
pengalaman )
Konseli : ”Saya rasa tidak ada pak, Ya pak... saya merasa teman – teman yang
lain pada takut sama saya dan tidak ada yang berani kepada saya”.
Konselor : ”Apakah dengan tidak masuk pelajaran Bu Lorita itu tidak merugikan
kamu dan tidak membuat kamu tertinggal pelajaran?
Konseli : ”Iya pak... Itu sangat merugikan bagi saya”.
Konselor : ”Mengapa mereka takut pada kamu?”
Konseli : ”Mungkin karena saya pernah menonjok teman sekelas saya karena
kesal pak”.
Konselor : ”Mengapa kamu seperti itu?”
Konseli : ”Karena saya kesal pak.”
Konselor : ”Sekarang menurut kamu apakah semua perbuatan kamu itu benar?”
Konseli : ”Tidak pak”
Konselor : ”Apakah dengan membolos dapat menguntungkan kamu dan
membuat menjadi lebih baik.” ( Konfrontasi )
Konseli : ”Tidak pak”
xlix
Konselor : ”Saya ingin kamu menjadi lebih baik dan dapat merubah semua sikap
kamu, jika kma bersikap baik maka pandangan teman – teman dan bu
Lorita akan baik juga sama kamu. Kamu mau kan merubah sikap
kamu, ini semua buat kamu kalau kamu melakukan hal – hal yang
merugikan dampaknya juga kan tidak baik buat diri kamu sendiri.
Saya senang jika orang – orang berpandangan positif tentang kamu,
kamu pasti senang kan jika kamu dianngap anak yang baik oleh teman
– teman dan bu lorita. Dan apakah kmau juga tidak mau menjadi
contoh bagi teman – teman kamu yang lainnya dan membawanya
untuk berubah”
Konseli : ”Saya mengerti bu, dan saya juga ingin berubah?” ( Initiating )
Konselor : ”Bagus sekali jika kmau ingin berubah, saya ingin melihat kamu
menjadi anak yang berhasil dan dapat dibanggakan oleh orang tua
kamu. Bagaimana dengan Bu Lorita, apakah kamu akan terus seperti
itu?”
Konseli : ”Kalau Bu Lorita, Saya juga tidak tahu harus bagaimana?”
Konselor : ”Ya memang ya kamu setiap orang itu mempunyai karakteristiknya
masing – masing, nah...kamu kan sudah meminta maaf sama Bu
Lorita, saya ingin kamu memahami kalau Bu Lorita dengan
karakteristiknya yang seperti itu dan memahami sikap Bu Lorita, saya
l
tidak mau kalau kmau tertinggal mata pelajaran IPA hanya karena
Lorita, sekarang kmau mencoba membuktikan pada Bu Lorita kalau
kmau juga bisa menjadi lebih baik. Bagaimana? Nah... sekarang apa
yang ingin kmau lakukan?” ( Initiating )
Konseli : ”Ya pak, saya ingin mencoba untuk berubah, tapi saya bingung jika
ada teman saya yang mengajak membolos lagi?”
Konselor : ”kamu harus mmepunyai sikap yang asertif, kamu harus bisa berkata
tidak jika kamu ingin berubah kamu harus memiliki komitmen yang
kuat untuk berubah, semua tergantung pada diri kamu sendiri jika
kamu mempunyai keinginan yang besar untuk berubah, saya yakin
pasti kamu bisa untuk berubah”.
Konseli : ”Baik pak, kalau begitu saya akan mencoba untuk dapat berubah dan
berusaha untuk menjadi lebih baik. Saya juga ingin menjadi orang
yang bisa dibanggakan orang tua dan diapndang baik oleh orang –
orang”.
Konselor : ”Ya bagus... Saya senang sekali mendengarnya jika kamu mau
berusaha untuk berubah. Apakah ada yang ingin kamu bicarakan lagi?
Konseli : Saya kira seperti sudah cukup pak”.
li
Konselor : ”Baiklah jika tidak ada yang ingin di bicarakan lagi, cukup diskusi
kita hari. Terimakasih kamu sudah percaya kepada saya untuk
menceritakan masalah kamu”. ( Closing )
Konseli : ”Sama – sama pak”.
\
lii
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Psikoanalisa adalah pengetahuan psikologi yang menekankan pada dinamika,
faktor – faktor psikis yang menetukan perilaku manusia, serta pentingnya pengalaman
– pengalaman masa kanak – kanak dalam membentuk kepribadian masa dewasa,
psikoanalisa merupakan teknik yang khusus menyelidiki aktivitas ketidaksadaran
( bawah sadar ) dan psikoanalisa adalah metode interpretasi dan penyembuhan
gangguan mental.
Menurut pandangan psikoanalisa, stuktur kepribadian terdiri dari tiga sistem
yaitu: id, ego, dan superego. Ketiganya adalah nama bagi proses-proses psikologis
yang merupakan fungsi-fungsi kepribadian. Id adalah komponen biologis, Ego adalah
komponen psikologis, sedangkan Superego merupakan komponen sosial.
Teknik – teknik dalam psikoanalisa digunakan untuk meningkatkan kesadaran
mendapatkan tilikan intelektual ke dalam prilaku konseli, dan memahami gejala –
gejala yang nampak dari konseli. Ada lima teknik dasar dalam teori psikoanalisa
yaitu, Asosiasi Bebas, Interpretasi, Anilisis Mimpi, Analisis Resistensi, dan Analisis
Transferensi.
liii
B. Saran
Sebaiknya jangan terlalu menekankan pengalaman pada masa kanak – kanak
karena seolah – olah tanggung jawab konseli berkurang.
Sebaiknya pandangan jangan terlalu deterministic karena dinilai terlalu
merendahkan martabat kemanusiaan.
Sebaiknya dalam konseling jangan terlalu meminimalkan sifat rasionalitas.
liv
DAFTAR PUSTAKA
Pujosuwarno Sayekti, 1993, Berbagai Pendekatan Dalam Konseling, Yogyakarta :
Menara Mas Offseta
http://ibnusuny.blogspot.com/2010/06/pendekatan-psikoanalisis-dalam.html
http://rasyaamalia.blogspot.com/2013/05/pendekatan-konseling-psikoanalisa-pa.html
http://agusnoffitasepti.blogspot.com/2012/04/teori-psikoanalisa.html
http://hifasmadasolusi.blogspot.com/2012/11/pendekatan-psikoanalisis_27.html
http://paul-arjanto.blogspot.com/2011/06/teori-dan-pendekatan-konseling.html
http://chabib-agung.blogspot.com/
http://juergenkollink.blogspot.com/2013/04/psikoanalisa-freud-teknik-dalam.html
http://13nixa3asti2.blogspot.com/2012/08/psychoanalysis-counseling.html
http://080222.blogspot.com/2013/05/makalah-pendekatan-psikoanalisa.html
http://dwiamaliamulyani.blogspot.com/2013/05/makalah-psikoanalisa.html
http://modelkonseling.blogspot.com/2013/09/konseling-psikoanalisa.html
http://putriroshe2010b.blogspot.com/2012/05/teori-konseling-psikoanalisa.html
http://my-lieza.blogspot.com/2014/09/konseling-psikoanalisis-klasik.html
lv