pendidikan inklusif bagi anak berkebutuhan khusus di
TRANSCRIPT
27
MAKALAH PENDAMPING
PENDIDIKAN INKLUSIF BAGI ANAK
BERKEBUTUHAN KHUSUS
DI KALIMANTAN UTARA
Nazwa Manurung
Universitas Borneo Tarakan
ABSTRAK
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 pada pasal 32 dan
Permendiknas nomor 70 tahun 2009 yaitu dengan memberikan peluang dan
kesempatan kepada anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh pendidikan
disekolah reguler mulai dari Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama dan
Sekolah Menengah Atas/Kejuruan. Maka terbentuklah pendidikan inklusif, yaitu
pendidikan yang diberikan kepada peserta didik yang memiliki kelainan, memiliki
potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Juga anak tidak mampu belajar karena
sesuatu hal antara lain cacat, autis, keterbelakangan mental, anak gelandangan,
dan memiliki bakat serta potensi lainnya. Pendidikan inklusif adalah sistem
layanan pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus di sekolah reguler. Sekolah
reguler yang menerapakan pendidikan inklusif yang disebut sekolah inklusif,
tersebar diseluruh Indonesia. Akan tetapi masih ada beberapa daerah yang belum
memiliki sekolah inklusif, salah satunya adalah Propinsi Kalimantan Utara.
Kata Kunci : Pendidikan Inklusif dan Anak Berkebutuhan Khusus
PENDAHULUAN
Pendidikan inklusif pendidikan yang dirancang dan disesuaikan dengan
kebutuhan semua peserta didik, baik peserta didik yang normal maupun peserta
didik berkebutuhan khusus. Masing-masing dari mereka memperoleh layanan
pendidikan yang sama tanpa dibeda-bedakan satu sama lain. Hal ini sesuai dengan
Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 dan Undang-Undang Nomor 20
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dapat disimpulkan bahwa negara
memberikan jaminan sepenuhnya kepada anak berkebutuhan khusus untuk
memperoleh layanan pendidikan yang bermutu. Konsep pendidikan inklusif
bertujuan untuk memasukkan anak-anak penyandang cacat ke dalam kelas reguler
dimana guru harus menggunakan berbagai pendekatan pengajaran, bekerja secara
kolaboratif, dan menggunakan berbagai metode penilaian (Rouse, 2007).
28
Hal ini menunjukkan bahwa anak berkebutuhan khusus berhak pula
memperoleh kesempatan yang sama dengan anak lainnya (reguler) dalam
pendidikan. Selama ini, layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus di
Indonesia disediakan melalui tiga macam lembaga pendidikan yaitu, Sekolah Luar
Biasa (SLB), Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), dan Pendidikan Terpadu.
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional memberikan warna lain dalam penyediaan pendidikan bagi
anak berkebutuhan khusus. Pada penjelasan pasal 15 tentang pendidikan khusus
disebutkan bahwa pendidikan khusus merupakan pendidikan untuk peserta didik
yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang
diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada
tingkat pendidikan dasar dan menengah. Secara lebih operasional, hal ini
diperkuat dengan peraturan pemerintah tentang Pendidikan Khusus dan
Pendidikan Layanan Khusus. Dengan demikian pelayanan pendidikan bagi Anak
Berkebutuhan Khusus (ABK) tidak lagi hanya di SLB tetapi terbuka di setiap
satuan dan jenjang pendidikan baik sekolah luar biasa maupun sekolah
reguler/umum.
Anak berkebutuhan khusus (children with special needs) adalah anak
dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa
selalu menunjukkan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Anak
Berkebutuhan Khusus (ABK) merupakan anak yang mengalami
kelainan/penyimpangan fisik, mental, maupun karakteristik perilaku sosial. Anak
Berkebutuhan Khusus (ABK) disebut juga dengan anak yang memiliki
ketidakmampuan (difabel) merupakan kependekan dari Diference Ability (Effendi,
2008). Peserta didik berkebutuhan khusus adalah seseorang yang secara signifikan
mengalami kelainan atau penyimpangan (fisik, mental, intelektual, sosial, dan
emosional) dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya dibandingkan
dengan orang lain yang seusia, sehingga memerlukan pelayanan pendidikan
khusus.
Sekolah luar biasa (SLB) adalah satu-satunya sarana yang diperoleh oleh
anak berkebutuhan khusus di Kalimantan Utara terkhusus Kota Tarakan. Hal ini
29
dikarenakan sampai dengan saat ini belum ada sekolah inklusif di Kalimantan
Utara pada umumnya dan di Kota Tarakan pada khususnya. Menurut pusat data
dan statistik Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, hingga saat ini hanya
terdapat 4 SLB dan tidak terdapat sekolah inklusif di Propinsi Kalimantan Utara.
Tidak adanya sekolah inklusif bukan berarti bahwa di sekolah-sekolah regular di
Kalimantan Utara tidak terdapat anak berkebutuhan khusus. Anak berkebutuhan
khusus cukup banyak yang bersekolah di sekolah-sekolah regular mulai dari
jenjang yang paling awal yaitu PAUD sampai jenjang SMA. Namun belum dapat
dikatakan sekolah inklusif jika hanya sekedar terdapat anak berkebutuhan khusus
didalamnya. Karena untuk menjadi sekolah inklusif, sekolah regular harus
memenuhi beberapa syarat terlebih dahulu.
Syarat yang harus dipenuhi sekolah regular untuk menjadi sekolah
inklusif adalah menyediakan sistem layanan pendidikan yang disesuaikan dengan
kebutuhan baik bagi peserta didik normal maupun peserta didik berkebutuhan
khusus melalui penyesuaian kurikulum, strategi/metode pembelajaran, penilaian,
dan penyiapan sarana prasarananya. Sehingga peserta didik berkebutuhan khusus
mendapatkan layanan sesuai dengan potensinya dan peserta didik normal
mendapatkan layanan untuk mengembangkan potensinya sesuai kapasitas yang
dimilikinya, sehingga peserta didik berkebutuhan khusus maupun peserta didik
normal secara bersama-sama mengembangkan potensi sesuai dengan kapasitasnya
masing-masing. Dengan demikian, layanan pendidikan yang diselenggarakan
menggabungkan layanan pendidikan reguler dan khusus dalam satu sistem
persekolahan.
PEMBAHASAN
Sekolah inklusi, oleh para pengelola pendidikan, masih dipandang
dengan setengah hati. Sedikit sekali lembaga pendidikan yang bersedia
mengimplementasikan program pendidikan inklusi dengan berbagai alasan.
Padahal, pemerintah telah memasukkan sekolah inklusi ke dalam sistem
perundang-undangan. Kebijakan tentang sekolah inklusi merupakan konsekuensi
lanjut dari kebijakan global Education for All yang telah dicanangkan UNESCO
30
pada tahun 1990. Dengan adanya pendidikan inklusi, memberikan kesempatan
yang seluas-luasnya kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan fisik,
emosional, mental, dan sosial atau memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat
istimewa untuk memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan
dan kemampuannya. Konsep sekolah inklusi tidak lagi membeda-bedakan kondisi
peserta didik; baik yang berkenaan dengan kondisi fisik, intelektualitas, sosial,
emosional, linguistik, etnisitas, agama, jender, kecakapan ataupun yang lainya.
Konsepnya, pelayanan pendidikan untuk semua manusia. Filsafat dan nilai
pendidikan humanis menjadi pilar utama dalam penyelenggaraan pendidikan.
Terbentuknya sekolah inklusif juga didasarkan pada kenyataan semakin
berkurangnya toleransi didalam masyarakat. Terjadinya berbagai macam konflik,
seperti tawuran, penyerangan terhadap kelompok lain hingga pengrusakan tempat
ibadah, sebagai akibat dari lunturnya nilai-nilai toleransi untuk tetap saling
menghargai perbedaan. Pada aspek pendidikan, perbedaan anak dalam hal
tampilan fisik, komunikasi, kemampuan, sikap, perilaku menjadikan mereka
sangat rentan diskriminasi. Anak berkebutuhan khusus diperlakukan tidak adil
oleh sistem pendidikan. Misalnya pendidikan bagi anak yang berkebutuhan
khusus (ABK) harus bersekolah di sekolah khusus (Sekolah Luar Biasa/SLB).
Pentingnya ada sekolah inklusif selain SLB untuk dapat mengurangi
diskriminasi dan memperkuat toleransi diantara peserta didik. Dengan
menyatukan ke dalam ruang kelas yang sama, akan memberikan pengertian
kepada peserta didik bahwa dalam kehidupan akan ditemuai banyak sekali
perbedaan. Perbedaan-perbedaan itu hendaknya tidak dijadikan sebagai hambatan,
melainkan sebuah kenyataan yang harus dihadapi dan dihormati. Itulah realitas
kehidupan yang harus dialami bersama. Kondisi dan situasi pembelajaran yang
majemuk ini dapat menjadi media pendidikan karakter yang sangat efektif bagi
semua peserta didik. Rasa empati, simpati, peduli, serta kesadaran diri akan
muncul dalam setting pembelajaran model ini.
Kebanyakan sekolah regular di Kalimantan Utara memiliki anak
berkebutuhan khusus didalamnya, akan tetapi dikarenakan tidak memiliki sarana
dan prasarana untuk dapat mendidik anak berkebutuhan khusus, terlebih lagi
31
pendidiknya sendiri tidak memiliki kompetensi yang memadai untuk dapat
mengenali apalagi memberikan pendidikan pada anak berkebutuhan khusus
tersebut sehingga sekolah regular tersebut tidak dapat dikatakan sekolah inklusif.
Hal ini mengakibatkan anak berkebutuhan khusus yang ada di sekolah regular
tidak dapat mengembangkan potensinya. Menurut Kantavong (2017) keberhasilan
penerapan pendidikan inklusif bergantung pada keberadaan sistem pendukung,
yang meliputi pelatihan guru, sumber daya untuk sekolah, dukungan sosial, dan
partisipasi masyarakat, di antaranya dengan mengembangkan hubungan
kolaboratif di antara staf dan dengan orang tua, serta hubungan kolaboratif dengan
organisasi yang terlibat dalam masyarakat.
Kompetensi yang dimiliki guru di Kalimantan Utara baik dari jenjang
PAUD sampai SMA masih sangat kurang untuk dapat mengidentifikasi maupun
menerapkan metode pembelajaran yang sesuai untuk anak berkebutuhan khusus.
Walaupun semua guru pernah mendapatkan Mata Kuliah Anak Berkebutuhan
Khusus semasa mereka kuliah, tetapi hal tersebut belum dapat membuat para guru
bisa dengan baik berinteraksi dengan peserta didik berkebutuhan khusus. Para
guru yang disekolahnya terdapat anak berkebutuhan khusus biasanya hanya dapat
memberikan pelajaran dan penilaian sesuai dengan standar yang sudah ada tanpa
mempertimbangkan potensi dan kemampuan anak berkebutuhan khusus yang ada
di sekolahnya.
Bukan hanya para pendidik, peserta didik yang ‘normal’ juga biasanya
bukan bertoleransi tapi malah menjadikan anak berkebutuhan khusus sebagai
sasaran bulli. Karenanya sangat penting untuk menjadikan sekolah-sekolah
regular menjadi sekolah inklusif karena anak berkelainan/berkebutuhan
pendidikan khusus akan lebih berprestasi jika mereka belajar bersama dengan
anak-anak pada umumnya di sekolah inklusif, dan tidak ada label bagi anak
berkelainan/berkebutuhan pendidikan khusus sebagai anak cacat yang tidak
mampu melakukan kegiatan belajar; tetapi mereka juga diakui keberadaan dan
prestasinya (Ishartiwi, 2010).
Ketiadaan sekolah inklusif di Kalimantan Utara membuat anak
berkebutuhan khusus yang bersekolah di sekolah regular tidak begitu dapat
32
mengembangkan potensi yang mereka miliki, malah sebaliknya mereka cenderung
menunjukkan kemunduran karena kesulitan mengejar teman-temannya yang lain
ditambah dengan perlakuan yang berbeda dari teman dan gurunya. Dukungan
orang tua juga merupakah hal penting bagi anak berkebutuhan khusus yang
bersekolah di sekolah regular. Orang tua merasa anaknya ‘normal’ sehingga tetap
memaksakan anaknya bersekolah di sekolah regular. Sekolah reguler dengan
orientasi inklusif merupakan cara yang efektif untuk memerangi diskriminasi,
menciptakan masyarakat terbuka, membangun suatu masyarakat yang inklusif,
dan mencapai pendidikan untuk semua. Lebih dari itu sekolah inklusi memberikan
pendidikan yang efektif kepada mayoritas peserta didik untuk meningkatkan
efisiensi sehingga menekan biaya untuk keseluruhan sistem pendidikan (Kadir,
2015).
KESIMPULAN
Anak berkebutuhan khusus yang semakin bertambah dari tahun ke tahun
membuat penyelenggara pendidikan berpikir keras agar dapat memenuhi
kebutuhan pendidikan anak berkebutuhan khusus tersebut. Lembaga yang
biasanya menampung anak berkebutuhan khusus seperti SLB, SDLB atau
Pendidikan terpadu sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan pendidikan semua
anak berkebutuhan khusus sekarang ini. Sehingga dibentuklah sekolah inklusif
sebagai salah satu solusi untuk memenuhi kebutuhan pendidikan bagi anak
berkebutuhan khusus.
Sekolah inklusif adalah sekolah reguler dengan orientasi inklusif, yaitu
cara yang efektif untuk memerangi diskriminasi, menciptakan masyarakat
terbuka, membangun suatu masyarakat yang inklusif, dan mencapai pendidikan
untuk semua. Sekolah inklusif adalah sekolah yang menyediakan sistem layanan
pendidikan yang disesuaikan dengan kebutuhan baik bagi peserta didik normal
maupun peserta didik berkebutuhan khusus melalui penyesuaian kurikulum,
strategi/metode pembelajaran, penilaian, dan penyiapan sarana prasarananya.
Sehingga peserta didik berkebutuhan khusus mendapatkan layanan sesuai dengan
potensinya dan peserta didik normal mendapatkan layanan untuk mengembangkan
33
potensinya sesuai kapasitas yang dimilikinya, sehingga peserta didik
berkebutuhan khusus maupun peserta didik normal secara bersama-sama
mengembangkan potensi sesuai dengan kapasitasnya masing-masing. Dengan
demikian, layanan pendidikan yang diselenggarakan menggabungkan layanan
pendidikan reguler dan khusus dalam satu sistem persekolahan.
Di Indonesia sudah diterapkan sekolah inklusif di beberapa kota dan
daerah, akan tetapi masih ada kota atau daerah yang belum memiliki sekolah
inklusif, salah satunya adalah Propinsi Kalimantan Utara. Propinsi Kalimantan
Utara hanya memiliki Sekolah Luar Biasa (SLB) sebagai tempat pemenuhan
kebutuhan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Padahal di lapangan
jumlah anak berkebutuhan khusus di Propinsi Kalimantan Utara sudah cukup
banyak dan tidak semuanya bersekolah di SLB. Banyak anak berkebutuhan
khusus bersekolah di sekolah regular dari PAUD hingga SMA. Propinsi
Kalimanta Utara sangat membutuhkan sekolah-sekolah yang berorientasi inklusif
agar dapar memenuhi kebutuhan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus.
DAFTAR PUSTAKA
Amka. (2017). Implementasi Pendidikan Karakter Inklusi Bagi Anak
Berkebutuhan Khusus Di Sekolah Reguler. Madrosatuna: Journal of
Islamic Elementary School Vol. 1 (1).
Ishartiwi. (2010). Implementasi Pendidikan Inklusif Bagi Anak Berkebutuhan
Khusus Dalam Sistem Persekolahan Nasional. JPK Vol 6 No.2 Mei 2010.
Jurusan Pendidikan Luar Biasa FIP Universitas Negeri Yogyakarta.
Kadir, A. (2015). Penyelenggaraan Sekolah Inklusi Di Indonesia. Jurnal
Pendidikan Agama Islam Volume 03, Nomor 01.
Kantavong, P. (2017). Understanding inclusive education practices in schools
under local government jurisdiction: a study of Khon Kaen Municipality in
Thailand. International Journal of Inclusive Education, DOI:
10.1080/13603116.2017.1412509.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2016). Gambaran Sekolah Inklusif Di
Indonesia Tinjauan Sekolah Menengah Pertama. Pusat Data Dan Statistik
Pendidikan Dan Kebudayaan: Jakarta.
Purnomo, E. (2016). Kebutuhan Guru Sekolah Dasar Inklusi Dalam
Meningkatkan Kompetensi Melalui Media Video. Kwangsan, Vol. 4 No. 2.
34
Rahim, A. (2016). Pendidikan Inklusif Sebagai Strategi Dalam Mewujudkan
Pendidikan Untuk Semua. Trihayu: Jurnal Pendidikan Ke-SD-an, Vol. 3,
Nomor 1.
Saputra, A. (2016). Kebijakan Pemerintah Terhadap Pendidikan Inklusif. Golden
Age Jurnal Ilmiah Tumbuh Kembang Anak Usia Dini Vol 1 No.3.