pendidikan inklusif smp n 23 padang skripsirepo.stkip-pgri-sumbar.ac.id/id/eprint/1744/4... ·...
TRANSCRIPT
1
PENDIDIKAN INKLUSIF SMP N 23 PADANG
SKRIPSI
Oleh :
NURFAJRI WILMAN
NIP: 09020158
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
STKIP PGRI SUMATERA BARAT
PADANG
2016
2
HALAMAN PERSETUJUAN SKRIPSI
PENDIDIKAN INKLUSIF SMP N 23 PADANG
Nama : Nurfajri Wilman
NIM : 09020158
Program Studi : Pendidikan Sejarah
Institusi : Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP)
PGRI Sumatera Barat
Padang, 29 September 2016
Disetujui Oleh,
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. Ahmad Nurhuda, M. Pd Kaksim, S.Pd.I, M. Pd.
Mengetahui,
Ketua Program Studi
Kaksim, S.Pd.I, M. Pd.
i
3
HALAMAN PENGESAHAN LULUSAN UJIAN SKRIPSI
Dinyatakan Lulus Setelah Dipertahankan di Depan Tim Penguji Skripsi
Program Studi Pendidikan Sejarah STKIP PGRI Sumatera Barat
Dengan Judul :
PENDIDIKAN INKLUSIF SMP N 23 PADANG
Nama : Nurfajri Wilman
NPM : 09020158
Program Studi : Pendidikan Sejarah
Institusi : Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) PGRI
Sumatera Barat
Padang, 13 Agustus 2016
Tim Penguji,
Jabatan Nama Tanda Tangan
Ketua : Kaksim, S.Pd.I, M. Pd. ____________
Sekretaris : Drs. Ahmad Nurhida, M.Pd ____________
Anggota : 1. Liza Husnita, M.Pd ____________
2. Ranti Nazmi, M.Pd ____________
3. Meldawati, M.Pd ____________
Disahkan Oleh,
Ketua Program Studi Sekretaris Program Studi
Kaksim, S.Pd.I, M. Pd Meldawati,M. Pd
Ketua STKIP PGRI Sumatera Barat
DR. Zusmelia, M.Si
ii
4
5
ABSTRAK
Nurfajri Wilman(09020158): Pendidikan Inklusif di SMP Negeri 23 Padang.Skripsi
Program Studi Pendidikan Sejarah. STKIP PGRI Sumbar, 2016.
Penelitian ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan pembelajaran sekolah
inklusif di SMP Negeri 23 Padang. Sasaran dalampenelitian ini adalah Guru
pembimbing Khusus (GPK) dan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di SMPN 23
Padang. Peran guru di sekolah Inklusifsangat menarik dibandingkan guru biasa
karena yang mereka hadapi adalahanak berkebutuhan khusus bukan anak normal
seperti pada umumnya. ABK yang bersekolah di sekolah inklusif memerlukan
seorang guru khusus yang dapat membantu mengatasi hambatan siswa. Program
pendidikan inklusif akan berhasil apabila didukung oleh sumber daya manusia yang
professional, ketersediaan sarana dan prasarana untuk menunjang pembelajaran.
Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan, menjelaskan atau
memaparkanefektivitas program sekolahpenyelenggara pendidikan inklusif di SMP
Negeri 23 Padang. Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah
pendekatanpenelitian deskriptif kualitatif.Data dikumpulkan melaluimetode
observasi, wawancara dan dokumentasi. Keabsahan data dilakukandengan cara
triangulasi data. Data dianalisis dengan cara reduksi data, penyajiandata dan
penarikan kesimpulan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Efektivitas dilihat dari
tenagapendidik belum efektif, ketersediaan GPK dan kerjasama antara guru kelas.
Sehingga guru melakukan beberapa carauntuk mendukung hal tersebut, antara lain
yaitu dengan mengikuti diklat, seminar,dan workshop tentang program pendidikan
inklusif; (2) Penyelenggaraanpendidikan inklusif dilihat dari sarana dan prasarana di
SMP Negeri 23 Padangbelumefektif dalam pemanfaatan sarana dan prasarana. ;(3)
Dilihat dari kurikulum SMP Negeri 23 Padangbelum efektif karena belum
mempunyai kurikulum yang mengacu padaprogram penyelenggaraan pendidikan
inklusif. Pelaksanaannya disesuaikandengan kurikulum reguler, hanya saja
dimodifikasi berdasarkan kemampuansiswa, GPK yang menggunakan Rencana
Pembelajaran Individual (RPI) hanyasatu guru sedangkan yang lainnya masih
menggunakan kurikulum reguler; (4) SMP Negeri 23 Padangsudah
melakukanmonitoring dan evaluasi secara efektif. Sistem dan bentuk evaluasi untuk
anakberkebutuhan khusus hampir sama dengan anak regular, hanya saja
standarnilainya lebih rendah. Monitoring dan evaluasi juga dilakukan untuk semua
wargasekolah dan kondisi sekolah. Guru dan kepala sekolah dimonitoring
dandievaluasi pada saat bekerja. Sedangkan kondisi sekolah dilihat dari
kelengkapansarana dan prasarana, ketersediaan GPK, serta karakteristik peserta didik.
Berdasarkan hasil penelitian, Peneliti mengambil kesimpulan bahwa
perencanaan pembelajaran oleh guru bidang studi di SMP N 23 Padang belum dapat
terlaksana dengan baik, hal ini dikarenakan tidak adanya kurikulum yang mengacu
pada pendidikan Inklusif.
iii
6
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji dan syukur penulis sampaikan
kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pendidikan Inklusif di SMP
Negeri 23 Padang”.
Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan
program S-1 pada Program Studi Pendidikan Sejarah, Ilmu Pengetahuan Sosial di
Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) PGRI Sumatera Barat.
Dalam penulisan skripsi ini penulis mendapat bantuan, bimbingan, dukungan dan
arahan dari berbagai pihak, baik dalam penelitian maupun penulisan, secara materil,
moril, langsung dan tidak langsung. Dalam kesempatan ini penulis dengan tulus hati
menyampaikan rasa penghargaan dan ucapan terimakasih yang tak terhingga kepada :
1. Drs. Ahmad Nurhuda, M.Pd selaku pembimbing I dan Bapak Kaksim, S.Pd.
I,. M. Pdselaku pembimbing II yang telah memberikan kesempatan kepada
penulis untuk membahas masalah ini dan memberikan petunjuk-petunjuk
hingga selesainya skripsi ini.
2. Bapak Kaksim, S.Pd.I, M.Pd selaku ketua Program Studi Pendidikan Sejarah.
3. Ibu DR. Zusmelia, M.Si sebagai Ketua STKIP PGRI Sumbar.
4. Rekan-rekan Angkatan 2009 Program Studi Pendidikan Sejarah, khususnya
sesi C semoga kita mendapatkan ilmu yang bermanfaat dan terus berkarya
iv
7
demi masa depan yang cerah walaupun dalam kesempatan ini teman-teman
telah mendapatkan gelar S.Pd terlebih dahulu.
5. Semua narasumberkhususnya Kepala sekolah SMPN 23 Padang dan GPK.
yang telah bersedia meluangkan waktunya selama penelitian, direktur beserta
Pimpinan dan majelis guru telah memberikan dorongan dan meluangkan
waktunya membantu pengumpulan data selama penelitian serta semua pihak
atas segala masukkannya dalam pembuatan skripsi ini Semoga kemurahan
hati Bapak/Ibu mendapat balasan yang setimpal disisi Allah SWT.
6. Kedua orang tua dan yang selalu memberikan Do’a, motivasi dan inspirasi
agarselesainya skripsi ini.
Sebagai pemula dalam kegiatan penulisan karya ilmiah ini, penulis menyadari
bahwa penulisan ini masih jauh dari kesempurnaan dan tak luput dari segala
kekurangan. Hal ini terjadi karena terdapat keterbatasan: baik keterbatasan waktu,
dana, sumber dan kemampuan penulis sendiri dalam memecahkan masalah dan
menggali informasi sehubung masalah itu serta kelemahan dalam pemakaian bahasa
dan etika penulisan.
Untuk itu kritik dan saran yang membangun dari semua pihak diharapkan
untuk kesempurnaan tulisan ini dimasa yang akan datang. Harapan penulis semoga
skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.
Padang, September 2016
Penulis
v
8
DAFTAR ISI
PERSETUJUAN SKRIPSI .............................................................................. i
PENGESAHAN SKRIPSI ............................................................................... ii
ABSTRAK ....................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... iv
DAFTAR ISI .................................................................................................... vi
DFTAR TABEL ............................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xi
DAFTAR ISTILAH ......................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .............................................................................. 1
B. Batasan Masalah .......................................................................................... 4
C. Rumusan Masalah ........................................................................................ 4
D. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 5
E. Manfaat Penelitian ....................................................................................... 5
BAB IITINJAUAN PUSTAKAN
A. Kerangka Konseptual................................................................................... 6
1. Pengertian Pendidikan Inklusif .............................................................. 6
2. Ruang Lingkup Pendidikan Inklusif ...................................................... 7
3. Sejarah Pendidikan Penyandang Cacat .................................................. 9
4. Tujuan Pendidikan Inklusif .................................................................... 11
5. Landasan Yuridis ................................................................................... 12
6. Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009 ................................................... 13
B. Studi Relevan ............................................................................................... 13
C. Kerangka berfikir ......................................................................................... 15
BAB IIIMETODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ............................................................................................ 17
B. Lokasi Penelitian .......................................................................................... 17
vi
9
C. Informan Penelitian ...................................................................................... 18
D. Teknik Pengumpulan Data ........................................................................... 18
E. Validitas Data ............................................................................................... 20
F. Teknik Analisis Data .................................................................................... 21
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Temuan Penelitian ..................................................................................... 23
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ...................................................... 23
2. Denah Lokasi SMPN 23 Padang ............................................................ 24
3. Sejarah Pendidikan Inklusif di SMPN 23 Padang ................................. 25
4. Sarana dan Prasarana di SMPN 23 Padang ............................................ 27
5. Visi dan Misi .......................................................................................... 29
6. Struktur Organisasi ................................................................................ 30
7. Kurikulum SMPN 23 Padang ............................................................... 32
8. Kegiatan Non Akademis ........................................................................ 34
9. Data Siswa Disabilitas di SMPN 23 Padang .......................................... 35
B. Temuan Khusus .......................................................................................... 37
1. Penerapan Pendidikan Inklusif pada Pembelajaran di SMP Negeri 23
Padang .................................................................................................... 36
a. Latar belakang menerapkan pendidikan inklusif ............................. 37
b. Kurikulum dan metode (setting kelas) ............................................. 38
c. Peran kepala sekolah, guru, dan orang tua ....................................... 40
d. Faktor Pendukung, Penghambat, dan Cara Mengatasi pendidikan
inklusif di SMP Ngeri 23 Padang..................................................... 42
2. Pelaksanaan Pembelajaran .................................................................... 52
3. Respon siswa reguler dalam menerima siswa ABK di SMP Negeri 23 60
4. Tenaga pendidik Guru Pembimbing Khusus (GPK) di SMP 23 N
Padang .................................................................................................... 62
vii
10
a. Profil GPK SMPN 23 Padang ............................................................ 62
b. Tugas Guru Pembimbing Khusus (GPK) ............................................ 66
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ............................................................................................... 79
B. Saran ......................................................................................................... 80
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
viii
11
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Statistik Keadaan Siswa Berkebutuhan KhususSMP Negeri 23 Padang
penyelenggara Pendidikan InklusifTahun 2000-2014 ................................. 35
ix
12
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Gambar 1 kerangka berfikir pembelajaran inklusif SMP Negeri 23 Padang 16
2. Gambar 2 denah lokasi SMP Negeri 23 Padang .......................................... 24
3. Gambar 3 struktur organisasi SMP Negeri 23 Padang .............................. 31
x
13
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Kisi-kisi Panduan Penelitian ....................................................................... 87
2. PanduanWawancara .................................................................................... 88
3. Catatan Wawancara .................................................................................... 89
4. Foto Hasil wawancara dan penelitian .......................................................... 90
5. Gambar ABK dalam proses KBM ............................................................... 91
6. Format Data Pendidik .................................................................................. 92
7. Daftar anak ABK ......................................................................................... 93
8. Biodata siswa ABK...................................................................................... 94
xi
14
DAFTRA ISTILAH
GPK : Guru Pembimbing Khusus
ABK : Anak Berkebutuhan Khusus
RPI : Rencana Pembelajaran Individual
SLB : Sekolah Luar Biasa
PLB : Pendidikan Luar Biasa
TENDIK : Tenaga Pendidik
RKH : Rencana Kegiatan Harian
xii
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan inklusif adalah layanan pendidikan yang mengikut sertakan Anak
Berkebutuhan Khusus belajar bersama anak normal usia sebayanya di kelas reguler.
(Tarmansyah, 2009:3) Pendidikan Inklusif adalah sebuah konsep atau pendekatan
yang berupaya menjangkau semua anak tanpa kecuali. Salah satu sekolah menengah
di kota padang yang menyelenggarakan program pendidikan inklusif adalah SMP N
23 Padang. Secara De Facto pada tahun 2000 SMP 23 Padang telah menerima siswa
inklusi dan belajar dalam kelas reguler. Mereka memiliki hak dan kesempatan yang
sama untuk memperoleh manfaat yang maksimal dalam pendidikan.
Pendidikan Inklusif menggunakan pendekatan yang berbeda dan mencoba
memecahkan kesulitan yang muncul di SMP N 23 Padang. Inklusi dalam pendidikan
merupakan proses peningkatan partisipasi siswa dan mengurangi keterpisahan dari
budaya, kurikulum, dan komunitas sekolah setempat. Sebuah sekolah yang
mempraktekkan pendidikan inklusif merupakan sekolah yang memperhatikan
pengajaran dan pembelajaran, pencapaian, sikap dan kesejahteraan setiap anak.
Pendidikan Inklusif di SMP N 23 Padang harus menerima semua anak tanpa
terkecuali ada perbedaan fisik, inelektual, sosial, emosial, bahasa, atau kondisi lain
termasuk anak penyandang cacat dan anak berbakat, anak jalanan, anak yang bekerja,
anak yang dari etnis budaya, bahasa, minoritas, dan kelompok anak yang tidak
1
2
beruntung dan terpinggirkan. Inilah yang dimaksud dengan one school for all (satu
sekolah untuk semua).
Kehidupan sehari-hari istilah anak berkebutuhan khusus oleh sebagian orang
dianggap sebagai anak berkelainan atau anak penyandang cacat. Anggapan seperti ini
tentu saja tidak tepat, sebab istilah anak berkebutuhan khusus mengandung makna
yang lebih luas yaitu anak yang memiliki hambatan perkembangan dan hambatan
belajar termasuk didalamnya anak penyandang cacat. Mereka yang memerlukan
layanan yang bersifat khusus dalam pendidikan agar hambatan belajarnya dapat
dihilangkan sehingga kebutuhan dapat dipenuhi. Anak berkebutuhan khusus dapat
diartikan sebagai seorang anak yang memerlukan pendidikan yang disesuaikan
dengan hambatan belajar dan kebutuhan masing-masing anak secara individual.
Pendidikan inklusif mengajarkan kecakapan hidup dan gaya hidup sehat. Agar
anak dapat menggunakan informasi yang diperoleh untuk melindungi diri dari
penyakit yang berbahaya. Yang lebih penting dalam lingkungan pendidikan inklusif
tidak ada kekerasan terhadap anak, dan hukuman fisik.(Gallan Berkah Mahesa.
Volume 2 Nomor 3. 2013)
Pendidikan inklusif mendorong guru, anak, keluarga dan masyarakat untuk
membantu pembelajaran anak. Misalnya di kelas anak beserta guru bertanggung-
jawab kepada pembelajaran dan secara aktif berpartisipasi didalamnya. Belajar
berkaitan dengan materi apa yang dibutuhkan dan bermakna dalam kehidupan
masyarakat.
3
Mengembangkan pendidikan inklusif yaitu menciptakan lingkungan yang
ramah dalam pembelajaran. Merupakan cara yang terbaik untuk tercapainya
pendidikan untuk semua, ini salah satu cara yang ditempuh. Hal ini membutuhkan
komitmen, kerja keras, dan keterbukaan untuk banyak belajar banyak hal, dan hal ini
akan membawa kepuasan dengan melihat semua anak belajar.
Semua orang tua pasti menginginkan memiliki anak yang sehat dan tidak
kurang suatu apapun. Akan tetapi sering kali kenyataan tidak sesuai dengan harapan.
Banyak orang tua yang diberi kepercayaan oleh Tuhan untuk merawat dan
membesarkan anak berkebutuhan khusus. Kehadiran anak ini harus diterima tanpa
diskriminasi, dalam lingkungan keluarga dan masyarakat. Termasuk haknya untuk
memperoleh pendidikan yang layak dan berkualitas. Meski „kekhususan‟ yang
dimiliki, pendidikan yang diterima akan berbeda dengan anak lainnya karena
disesuaikan dengan kebutuhan. Tapi, itu bukanlah alasan untuk membuat mereka
dibeda-bedakan untuk memperoleh pendidikan. (Dian Purnama, 2010:129)
Anak berkebutuhan khusus berbeda dengan anak lainnya, maka pendidikan
dan pengajaran disesuaikan dengan kebutuhan mereka. Sebab diperlukan pendidikan
khusus bagi mereka. Terdapat dua pilihan untuk orang tua memilih sekolah bagi anak
berkebutuhan khusus yaitu sekolah luar biasa atau sekolah reguler yang menerapkan
pendidikan inklusif, walaupun kurikulumnya berbeda. Sekolah luar biasa merancang
kurikulumnya sendiri, sedangkan sekolah inklusi menggunakan kurikulum reguler
dan nasional dengan modifikasi.Selain dari hal diatas kendala yang dihadapi
4
olehsekolah inklusi adalah falitas sarana dan prasara serta minimnya tenaga pengajar
yang kompeten dibidang inklusi.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis menilai persoalan sangat menarik
untuk dikaji dan dibahas dalam sebuah kajian ilmiah dan sebuah skripsi. Karena itu
penulis akan mencoba membahas tentang program pendidikan inklusi khususnya kota
Padang, dengan judul: Pendidikan Inklusif SMP N 23 Padang.
B. Batasan dan Rumusan Masalah
Penelitian ini membahas tentang masalah yang berkaitan dengan program
pendidikan inklusif SMP Negeri 23 Padang. Berdasarkan masalah yang penulis temui
di SMP Negeri 23 Padang, penulis perlu menetapkan batasan masalah yang bertempat
di SMP Negeri 23 Padang. SMP Negeri 23 Padang adalah sekolah yang menyediakan
pendidikan istimewa yaitu Program Pendidikan Inklusif untuk Anak Berkebutuhan
Khusus (ABK).
Pada bagian rumusan masalah harus dirumuskan masalah secara lebih tegas.
Bagaimana masalah yang akan dibahas dalam rancangan penelitian, biasanya
dimunculkan dalam bentuk pertanyaan penelitian, yaitu :Bagaimana penyelenggaraan
program pendidikan inklusif di SMP Negeri 23 Padang?
C. Tujuan Penelitan
Tujuan penelitian adalah untuk mendeskripsikan penyelenggaraan program
pendidikan inklusif di SMP 23 Padang.
5
D. Manfaat Penelitan
Manfaat dari penulisan ini adalah
1. Untuk menambah pengetahuan penulis tentang sekolah reguler yang
menyelenggarakan program pendidikan inklusif
2. Menambah koleksi perpustakaan kampus STKIP PGRI SUMBAR tentang
sekolah regular yang menyelenggarakan program pendidikan inklusif.
3. Penelitian ini menambah pengetahuan pembaca tentang sekolah reguler yang
menyelenggarakan program pendidikan inklusif.
4. Menambah pengetahuan bagi masyarakat awam yang tertarik tentang sekolah
reguler yang menyelenggarakan program pendidikan inklusif.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKAN
A. Kerangka Konseptual
1. Pengertian Pendidikan Inklusif
Para ahli pendidikan mengemukakan konsep pendidikan inklusif secara
beragam. Namun, pada dasarnya mempunyai tujuan yang sama. Seperti
dikemukakan oleh Stainback 1990, bahwa sekolah inklusif adalah sekolah yang
menampung semua siswa di kelas yang sama.Sekolah ini menyediakan program
pendidikan yang layak, menantang, tetapi disesuaikan dengan kemampuan dan
kebutuhan individu siswa. Sekolah inklusif juga merupakan tempat anak untuk
dapat diterima. Menjadi bagian kelas tersebut, dan saling membantu bersama
dengan guru dan teman sebayanya, maupun anggota masyarakat. Agar kebutuhan
individu dapat dipenuhi.
Pendidikan inklusif berarti sekolah harus mengakomodasi semua anak tanpa
memandang kondisi fisik, intelektual, sosial-emosional, linguistik atau kondisi
lainnya. Inti pendidikan inklusif adalah hak azasi manusia atas pendidikan. Suatu
konsekuensi logis dari hak ini adalah bahwa semua anak mempunyai hak untuk
menerima pendidikan. Tidak diskriminasikan, dengan dasar kecacatan, etnis,
agama, bahasa, jenis kelamin, kemampuan dan lain-lain.
Staub dan Peck 1995 mengemukakan bahwa pendidikan inklusif adalah
penempatan anak berkelainan ringan, sedang, dan berat secara penuh di kelas. Hal
6
7
ini menunjukkan kelas reguler merupakan tempat belajar yang relevan bagi anak
berkelainan, apapun jenis kelainannya.
Sementara Sapon-Shevin (O‟nell, 1995), mengemukakan bahwa pendidikan
inklusif sebagai sistem layanan pendidikan yang mempersyaratkan agar anak
berkelainan dilayani di sekolah terdekat, di kelas reguler bersama teman seusianya.
(Tarmansyah, 2009 :76)
2. Ruang Lingkup Pendidikan Inklusif
Inklusif merupakan suatu sistem yang holistik menyeluruh menyangkut
semua komunitas masyarakat dan semua unsur yang ada didalamnya. Implementasi
inklusi terjadi di dalam rumah, masyarakat, sekolah, instansi, organisasi dan
disemua adanya kehidupan manusia. Ruang lingkup dalam implementasi inklusi
melibatkan berbagai komponen yang satu sama lain saling mempengaruhi.
a. Landasan Hukum dan Kebijakan
Ideologi suatu negara direfleksikan melalui kebijakan, oleh karena itu satu
payung hukum untuk semua adalah dasar dalam pelaksanaan inklusi :
1) Undang-undang yang disusun harus mengakomodasi kebutuhan setiap orang
2) Undang-undang yang mengatur kelompok individu tertentu akan
menghasilkan segregasi, dengan demikian perlu adanya penjelasan undang-
undang tersebut serta petunjuk pelaksananya, hal ini terpenting untuk
menjamin pemenuhan kebutuhan semua anak, maupun orang dewasa.
8
3) Implementasi undang-undang harus didukung dengan penyediaan alokasi
dana yang memadai.
b. Kurikulum
Pada masa yang lalu, kurikulum dijadikan suatu pedoman yang kaku.
Ditetapkan oleh pemerintah pusat, dan harus diikuti sesuai dengan alokasi waktu
yang telah ditentukan. Sehingga penilaian yang bersifat skala nasional. Tanpa
melihat situasi dan kondisi daerah, pelosok, desa yang gurunya hanya bisa datang
kesekolah dua hari sekali karena masalah transportasi, tidak memperhatikan
kondisi kempampuan anak yang berbeda.Maka perlu analisis kurikulum, untuk
memastikan bahwa kurikulum sesuai dengan kebijakan dan undang-undang,
dalam hal ini dengan adanya otonomi daerah. Beberapa aspek ketika kita
mengkaji kurikulum:
1) Topik rancangan yang akan meningkatkan pendidikan yang sesuai dengan
kebijakan, termasuk mempersiapkan kompetensi anak untuk dapat hidup di
masyarakat dimana anak berada.
2) Memberikan peluang untuk pleksibelitas berdasarkan hasil asesmen.
Monitoring, evaluasi diri yang berkesinambungan. Pertimbangkan yang
diberikan kepada anak yang kondisinya berbeda, keunikan gaya belajar dari
masing – masing individu anak.
9
3. Sejarah Pendidikan Penyandang Cacat
Perubahan pradigma pendidikan yang menyangkut munculnya perubahan
pandangan berkaitan dengan penegakan diagnosis terhadap anak. Diagnosis seperti
yang diberikan dimasa lalu menyebabkan anak diberi label, akibatnya guru
memfokuskan pada keterbatasan yang disebabkan oleh kecacatannya. Dalam hal ini
guru tidak menyadari potensi yang dimiliki oleh individu anak (Dyah. 2008.)
Kebanyakan guru pendidikan anak berkebutuhan khusus kehilangan pemahaman
holistik tentang anak tersebut dan tidak menggunakan pendekatan holistik bagi
pengajarannya.Beberapa ahli yang dikemukan dalam Tarmansyah yaitu:Konteks di
Eropa, Montessori (1870-1952) merupakan tokoh yang sangat berperan dalam
perubahan pandangan filosofis, karena dia berpandangan bahwa perbedaan dalam
kemampuan belajar dan berprilaku itu pada hakekatnya merupakan masalah
pendidikan, bukan masalah medis.
Sejak abad kelima telah ada berbagai kelompok tunanetra yang telah
mampu mencukupi kebutuhan dan pekerjaan internal. Menurut Enerstvedt (1996)
pengetahuan mengenai cara mendidik anak tunarungu berat. Apabila salah satu
indra tidak berfungsi. Girolam Cardano, memperkenalkan pendapat bahwa indra itu
saling menggantikan, sehingga bila indra penglihatan atau pendengaran hilang,
maka indra lain akan berfungsi sebagai dasar bagi aktifitas kognitif dan belajar.
10
Ketika filosof empiris Inggris John Locke (1632-1704) memfokuskan
tentang pentingnnya fungsi Indra untuk belajar dan pemahaman, pandangannya
menjadi titik awal bagi rasa ingin tau filosofi baru.
Charles–Michel de L‟Epee (1712-1789) mendirikan sekolah khusus pertama
bagi tunarungu di Paris pada tahun 1770. Charles-Michel mendasari pengajarannya
pada metode holistik dengan menggunakan bahasa isyarat sebagai komponen
sentral.
Di Kopenhagen, Peter A.Castberg (1779-1823) mendirikan Kembaga
Kerajinan bagi orang tuli-bisu yaitu pada tahun 1807. Peter juga merupakan
penggerak yang berada dibalik Undang – undang Pendidikan bagi tunarungu
Denmark.
Valentin Huay (1745-1822) mendirikan sekolah khusus pertama bagi
tunanetra di Paris pada tahun 1784, dengan bantuan keuangan dari masyarakat
Philanthropic yang baru didirikan. Beberapa sekolah seperti ini dibuka disejumlah
negara Eropa lainnya.
Philippe Pinel (1745-1826) membebaskan mereka dan dia mulai perlakuan,
bukan sekedar memenjarakannya. Sejak saat itu menjadi hal yang sangat penting
untuk mendiagnosa dan mengkategorikan berbagai kondisi, seperti membedakan
antara penyakit jiwa dengan kelainan perkembangan ketunagrihitaan berat.
Jean M. G. Itard (1774-1838) melakukan sebuah upaya yang menjadi
simbol bagi awal pendidikan bagi anak tunagrahita, ketika dia menyelenggarakan
11
program pendidikan bagi anak liar dari Aeyron. Itard menangani seorang anak laki-
laki yang tampaknya telah hidup dihutan tanpa kontak dengan manusia bertahun
tahun.
Ketika Edwar Segun (1812-1880) beberapa tahun kemudian mulai mengajar
seorang anak laki – laki yang tunagrahita dengan bantuan dari Itard dan Esquirol,
Segun menjadi pendiri sebuah sekolah khusus bagi anak tunagrahita.
Mulyati, Y. S. 2009membagi anak tunagrahita kedalam dua kelompok. Dia
merekomendasikan pendidikan khusus bagi mereka yang dipandang sebagai
mampu untuk didik. Sedangkan mereka dipandang tidak mampu untuk didik
dirujuk ke lembaga tertentu untuk mendapat perawatan dan pengasuhan.
Lev Vygotsky (1896-1834) dari Rusia. Kritikannya mengenai asesmen
psikometrik terhadap anak serta fokusnya pada zona perkembangan proximal bagi
setiap individu anak telah memberikan inspirasi bagi banyak inovasi praktis
terhadap kelas sekarang ini.
4. Tujuan Pendidikan Inklusif
Secara umum pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi pribadinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia dan
keterampilan yang diperlukan dirinya.
12
5. Landasan Yuridis
a. Undang-undang
1) UU Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 15
Pendidikan khusus merupakan penyelenggaraan pendidikan untuk peserta
didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar
biasa yang diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan
khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah.
2) UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
Pasal 51 yang menegaskan “anak penyandang cacat fisik dan atau mental
diberikan kesempatan yang sama dan aksesbilitas untuk memperoleh
pendidikan biasa dan pendidikan luar biasa”.
3) UU Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat
a) Bab III Pasal 6 : Setiap penyandang cacat berhak memperoleh
pendidikan pada semua satuan, jalur, jenis, dan jenjang pendidikan.
b) Bab IV Pasal 11 : Setiap penyandang cacat mempunyai kesamaan
kesempatan untuk mendapatkan pendidikan pada satuan, jalur, jenis, dan
jenjang pendidikan sesuan dengan jenis dan derajat kecacatannya.
c) Bab IV Pasal 12 : Setiap lembaga pendidikan memberikan kesempatan
dan perlakuan yang sama kepada penyandang cacat sebagai peserta
peserta didik pada satuan, jalur jenis dan jenjang pendidikan sesuai jenis
dan derajat kecacatan serta kemampuannya.
13
6. Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009
Tentang Pendidikan inklusif bagi peserta didik yang memiliki kelainan dan
memiliki potensi kecerdasan dan atau bakat istimewa.
a. Pasal 3 ayat 1
Setiap peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental dan
sosial atau memiliki potensi kecerdasan dan atau bakat istimewa berhak
mengikuti pendidikan secara inklusif pada satuan pendidikan tertentu sesuai
dengan kebutuhan dan kemampuannya.
b. Pasal 3 ayat 2
Peserta didik yang memiliki kelainan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1
terdiri atas: Tunanetra, Tunarungu, Tunawicara, Tunagrahita, Tunadaksa,
Tunalaras, Berkesulitan belajar, Autis, Memiliki gangguan motorik, Menjadi
korban pengguna penyalahgunaan narkoba, obat terlarang, dan zat adiktif lainnya,
Memiliki kelainan lainnya, Tuna ganda
B. Studi Relevan
Rila Arianti (2009) :Studi Deskriptif Tunanetra yang berjalan dengan
Menggunakan Gerobak (Study Kasusu di Kuranji kecamatan Payakumbuh).Skripsi :
PLB FIB UNP. Penelitian ini berawal dari seorang tunanetra yang dalam kehidupan
sehari-harinya selalu memanfaatkan penggunaan gerobak dalam berjalan, karena
dengan menggunakan gerobak lebuh memudahkan bagi subyek untuk mengetahui
14
posisi dirinya dan mengetahui keberadaannya pada suatu tempat secara aman,
nyaman dan selamat.
Maises Yuliarni (2009) :Upaya meningkatkan kemampuan motorik halus jari
tangan melalui senam jari pada anak Down Sidrom di SLB YPPLB Padang (Singgle
subject research kelas D.IIC). Penelitian ini dilatarbekangi ditemukan adanya anak
down sindrom kelas D.II.C mengalami hambatan motorik halus jari tangannya, yang
mana anak memiliki otot jari tangan yang agak kaku dan tebal, anak megalami
kesulitan dalam hal membuka dan menutup jari tangan, selama ini guru tidak terlalu
memperhatikan kesulitan yang dialami oleh anak sehingga anak tidak mendapatkan
latihan motorik halus jari tangannya.
Taslialtul Fuad (2008): pelaksanaan modifikasi perilaku bagi anak Authisme
di sekolah Luar Biasa Permata Bunda Bukittinggi. Skripsi: Jurusan PLB FIP UNP.
Dari pengamatan peneliti terlihat adanya perilaku anak authisme yang kurang adaptif
seperti marah-marah dan menangis tanpa ada sebabnya, hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa modifikasi prilaku yang dilaksankan guru untuk merobah
perilaku anak authisme melalui beberapa hal yakni prosedur asesmen dan intervensi,
tekhnik yang digunakan seperti modeling, token ekonomi, asertivitas, aversi,
rileksasi, keterappilan social dan pengendalian diri.
15
C. Kerangka Berpikir
Apabila dalam suatu kelas terdapat perubahan pada input siswa, yakni tidak
hanya menampung anak normal tetapi juga Anak Berkebutuhan Khusus, maka
menuntut penyesuaian atau modifikasi mulai dari: (1) kurikulum (bahan ajar), karena
khusus bagi peserta didik berkelainan dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat
istimewa diperlukan persiapan program pendidikan atau pengajaran individual (PPI); (2)
peran serta guru (tenaga kependidikan) untuk menyelenggarakan kegiatan mengajar,
melatih, meneliti, mengembangkan, mengelola, dan atau memberikan pelayanan teknis
dalam bidang pendidikan; (3) sarana-prasarana yang meliputi sarana khusus dan
prasarana khusus disesuaikan dengan masing masing jenis Anak Berkebutuhan Khusus
(4) dana, yang terdiri atas biaya investasi, biaya personal dan terakhir biaya operasi, serta
biaya khusus ; (5) manajemen, pada sekolah inklusi pengelolaannya dilandasi dengan
manajemen mutu total; (6) lingkungan, tidak hanya lingkungan sekolah namun juga
melibatkan masyarakat; (7) peserta didik (siswa), dimana sekolah mampu memberi
kesempatan dan peluang kepada berbagai jenis Anak Berkebutuhan Khusus; (8) serta
proses belajar-mengajar, meliputi perencanaan, pelaksanaan, serta evaluasi kegiatan
belajar mengajar.
Jadi keberhasilan belajar Anak Berkebutuhan Khusus dipengaruhi oleh iklim
belajar dan pergaulan yang kondusif. Suasana kondusif tersebut akan tercapai apabila
kondisi di sekolah menunjukkan kesiapan yang ditentukan dari 8 (delapan) komponen di
atas. Selanjutnya kesiapan sekolah yang diartikan sebagai kondisi kemauan dan
kemampuan untuk mengimplementasikan program layanan inklusi sebagia respon
16
terhadapa upaya memajukan pendidikan di Indonesia dapat dikategorikan dalam tingkat
siap, cukup siap, dan tidak siap. Maka harapan dari terlaksananya proses pembelajaran
yang baik ialah kompetensi lulusan yang bermutu sehingga mencapai kualitas pendidikan
yang bermutu pula. Dapat dilihat pada gamabar :
Gambar. 1
Kerangka Berfikir pembelajaran inklusif SMPN 23 Padan
ABK Sekolah
Reguler
1. Kurikulum
2. Tenaga pendidik
3. Sarana-prasarana
4. Manajemen sekolah
5. Dana inklusi
6. Peserta didik
7. Lingkungan
8. Proses belajar-mengajar
Komponen
Iklim belajar dan
pergaulan yang kondusif
Memperoleh pengalaman
belajar yang bermakna
Kompetensi lulusan yang
bermutu
SISWA
UMUM
Kualitas pendidikan yang
bermutu Inklusi
Tidak siap Cukup siap Siap
Kesiapan
17
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif.
Penelitian deskriptif ini adalah penelitian yang bertujuan mendeskripsikannya atau
menjelaskannya sesuatu hal seperti apa adanya (Arikunto, Suharsimi 2012:60).
Secara teknis, penelitian dengan metode deskriptif ini paling jauh mengkaji pola
hubungan kolerasional antara beberapa variabel.
Metode penelitian dalam penelitian kualitatif cenderung bersifat deskriptif,
naturalistik, dan berhubungan dengan sifat data yang murni kualitatif. Instrumen
pengumpulan data dalam metodologi kualitatif tidak bersifat terstruktur, terfokus, dan
spesifik seperti dalam penelitan kualitatif, tetapi bersifat longgar, fleksibel, dan dapat
berubah sewaktu – waktu tergantung pada kebutuhan. Instrumen atau teknik yang
paling sering digunakan adalah wawancara mendalam, studi dokumentasi, serta
observasi langsung terhadap objek penelitian.
B. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini di SMP Negeri 23 Padang Sumatera Barat, penulis
memilih SMP Negeri 23 Padang adalah sekolah yang menyediakan program
pendidikan inklusif. Keterbukaan dari pihak sekolah terhadap penelitian yang
dilaksanakan sehingga peneliti lebih mudah melaksanakan penelitan.
17
18
C. Informan Penelitian
Mendapatkan keterampilan dan data yang relevan dengan permasalahan yang
akan diteliti, informan penelitiannya adalah kepala sekolah, guru dan siswa SMP 23
Padang, mahasiswa jurusan PLB, serta masyrakat sekitar termasuk orang tua murid.
D. Teknik Pengumpulan Data
Data Penelitian ini dihimpun melalui observasi, wawancara, dan studi
dokumentasi. Sebagaimana dijelaskan sebagai berikut:
1. Observasi
Metode observasi yang dimaksud disini adalah metode riset, bukan metode
pengumpulan data melalui observasi. Disini seorang peneliti bertindak sebagai
seorang pengamat yang netral dan objektif terhadap fenomena yang ditelitinya.
Meskipun suatu saat peneliti ikut berpartisipasi didalam berbagai kegiatan kegiatan
konteks masyarakat yang ditelitinya, peneliti tetap menjaga netralitas dan
objektifitasanya. Di dalam penelitian kualitatif, peneliti yang ikut berpartisipasi ini
disebut Participant Observer.
2. Wawancara
Teknik yang digunakan dalam wawancara ini adalah wawancara bebas,
suasana santai, tidak kaku atau tidak terstruktur yaitu wawancara dengan cara
mengumpulkan informasi atau keterangan dari pertanyaan yang telah dibuat
terlebih dahulu serta pelaksaannya tidaklah harus mengikuti bagian-bagian yang
telah ditentukan sebelumnya, karena peneliti bebas memulai dari mana harus
19
memperoleh keterangan dan data tentang hasil keputusan atau kesepakatan
bersama.
Dalam wawancara berlansung peneliti mencatat hasil wawancara tersebut,
kemudian peneliti menjadikan satu kesatuan yang utuh supaya dapat dianalisa
secara kualitatif. Dalam penelitian di lapangan, peneliti menggunakan alat
penelitian berupa pedoman wawancara berupa rumusan pertanyaan untuk mencari
informasi yang dibutuhkan, catatan harian penelitian yang menulis bahwa setiap
pergi ke lapangan.Adapun pencatatan dan wawancara dilakukan dengan
menggunakan beberapa alat wawancara, yakni berupa catatan lapangan, alat
perekam dan pedoman wawancara.
3. Dokumentasi
Studi dokumentasi ini dilakukan untuk memperkuat data yang telah
didapatkan melalui observasi dan wawancara sebagai sumber data baru yang
mendukung dan berhubungan dengan masalah yang diteliti. Studi dokumen
merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam
penelitian kualitatif. Hasil penelitian akan semakin kredibel apabila didukung oleh
foto-foto atau karya tulis akademik dan seni. Akan tetapi perlu dicermati bahwa
tidak semua dokumen memiliki kredibilitas yang tinggi. Studi dokumentasi yang
dilakukan oleh peneliti adalah dengan mengumpulkan data melalui sumber-sumber
tertulis misalnya dokumen-dokumen resmi, makalah-makalah penelitian dan buku-
buku yang relevan dengan penelitian ini.Studi dokumen resmi yang dilakukan
20
peneliti adalah mengumpulkan data melalui pencatatan atau data-data tertulis
mengenai keadaan SMP Negeri 23 Padang.
E. Validitas Data
Penelitian ini menggunakan trianggulasi, yaitu dengan memberikan
pertanyaan yang sama pada sumber yang berbeda. Menurut Moleong (2010: 330)
trianggulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu
yang lain. Berdasarkan hal tersebut maka teknik yang digunakan dalam penelitian ini
adalah trianggulasi sumber. Trianggulasi sumber menurut Moleong (2010: 330)
maksudnya adalah membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu
informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda.
Triagulasi informan ini dilakukan untuk mengecek kembali hasil penelitian
yang didapatkan, dan untuk mengetahui valid atau tidaknya data yang telah
didapatkan.Jika data yang didapatkan dilapangan belum yakin dengan jawaban
informan, maka peneliti harus melakukan wawancara ulang untuk mengecek kembali
kebenaran informasi yang didapatkan dari informan tersebut. Data yang dianggap
sudah valid apabila dari pertanyaan yang diajukan sudah terdapat jawaban yang lebih
dominan darii berbagai informan. Kemudian dilakukan analisis sehingga dapat
menjawab semua pertanyaan yang disiapkan dalam pedoman wawancara.
21
F. Teknik Analisis Data
Data yang dikumpulkan melalui observasi dan dokumentasi disusun dan
diolah secara sistematis, kemudian disajikan secara deskriptif. Maksudnya data yang
dikumpulkan tidak menggunakan perhitungan secara statistik, namun lebih
menekankan pada penelitian kualitatif yang bertujuan untuk mencapai pengertian dan
mendapatkan informasi yang memadai dari informan. Analisa yang dilakukan dengan
melakukan interpretasi data secara terus menerus dari awal penelitian.
Metode analisis data yang dipakai dalam penelitian kualitatif melalui
beberapa tahap analisa data yaitu:
1. Reduksi Data
Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan membuang
yang tidak perlu. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan
gambaran yang lebih jelas dan mempermudah untuk melakukan pengumpulan data
selanjutnya.
2. Display Data (Penyajian Data)
Setelah data direduksi maka langkah selanjutnya mendisplay data, melalui
penyajian data tersebut maka data terorganisasikan, tersusun dalam pola hubungan
sehingga akan semakin mudah dipahami. Penulis juga melakukan display data
secara sistematik, agar mudah untuk dipahami dan data diklasifikasikan
berdasarkan tema-tema inti sehingga mudah dalam penyajiannya.
22
3. Pengambilan Kesimpulan
Penarikan kesimpulan dan verifikasi, kesimpulan awal yang dikemukakan
masih bersifat sementara dan akan berubah setelah ditemukan bukti-bukti yang kuat
yang mendukung maka kesimpulan bersifat sempurna.
23
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Temuan Penelitian
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
SMP Negeri 23 Padang terletak di daerah ketinggian sebelah Timur Kota
Padang yang jaraknya lebih kurang 20 km dari pusat kota Padang. Akses jalan
menuju ke SMPN 23 Padang, seperti Jln. Kampus UNAND Limau Manis, Jln.
Pasar Badar Buat dan beberapa jalan alternatif lainnya. Secara umum gambaran
lokasi penelitian adalah sebagai berikut :
Nama Sekolah : SMP Negeri 23 Padang
Nomor Statistik Sekolah (NSS) : 201086110023
Nomor Pokok Sekolah Nasional (NPSN): 10303486
Alamat : Jalan Limau Manis
Kecamatan/Kota : P a u h / Padang
E-mail : [email protected]
Nama Kepala Sekolah : Drs. Edy Surya, MM
Akreditasi / Tahun : B / 2007
Kategori Sekolah : Reguler
Tahun didirikan : 1984
Kepemilikan Tanah : Milik Pemerintah
Luas Tanah / Status : 10.000 M2
/SHM
Luas Bangunan : 4116 M2
23
24
25
2. Sejarah Pendidikan Inklusif di SMPN 23 Padang
Sejarah Pendidikan Inklusif di SMPN 23 Padang pada awalnya di rintis oleh
tokoh masyarakat, orang tua siswa, tokoh pendidikan, serta perguruan tinggi pada
tahun 2000, dimana awalnya seorang siswa Anak Berkebutuhan Khusus punya
keinginan yang keras bersekolah di sekolah umum. Sejak tahun 2000 itulah SMPN
23 Padang telah melaksanakan layanan pendidikan dalam seting inklusif tersebut,
dengan menerima siswa berkebutuhan khusus dari lulusan SD Negeri/swasta
Reguler yang berada di dalam maupun luar Kecamatan Pauh, SLB-YPAC, SLB-
YPPLB, SDLB Perwari Padang, dengan penerimaan secara langsung maupun
secara PSB Online, dan siswa pindahan dari SMP Negeri/ swasta di Kota Padang.
(Wawancara dengan Muhammad Isya. Juni 2014).
Keberadaan PLB-UNP dan SLBN 1 Padang, sebagai mitra bimbingan SMP
Negeri 23 Padang akan mampu menyelenggarakan dan mengembangkan
Pendidikan Inklusif pertama di Kota Padang dan bahkan di Provinsi Sumatera
Barat. Atas bimbingan dari bapakDrs. Tarmansyah, SpTh, M,Pd, SNE dan
bapak Drs. Asep Ahmad Sopandi, M.Pd, SNE sebagai tenaga ahli,membuat SMP
Negeri 23 Padang dan beberapa guru Guru PK semakin maju membenahi diri
dalam memberikan layanan pendidikan bagi siswa yang membutuhkan
layanan khusus.(Wawancara dengan Agus Rindo.Juni 2014).
26
Pembinaan dan Pengawasan dari Dinas Pendidikan Propinsi Sumatera Barat
cukup responsif dan memberikan perhatian khusus ke SMPN 23 Padang, dengan di
nota dinaskan 3 orang tenaga guru pembimbing khusus. Direktorat Pembinaan
Sekolah Luar Biasa (PSLB), telah banyak memberikan bantuan, baik berupa
peningkatan kualifikasi guru/kepala, siswa, sarana-prasarana, seperti Gedung
Inklusif Resource Centre, kelengkapan media pembelajaran/alat bantu
belajar, komputer, laptop, alat-alat seni musik dan lain-lain.
Beberapa Kegiatan Seminar, Lokakarya (Workshop) telah banyak diikuti,
baik sebagai peserta maupun sebagai motivator, pemateri maupun sebagai
penyelenggara kegiatan. Sebagai Implementasi Pendidikan Inklusif di SMPN 23
Padang berupaya untuk meningkatkan pelaksanaan yang berorientasi pelayanan
kepada ABK dalam mewujudkan Lingkungan Inklusif Ramah dalam Pembelajaran
(LIRP) dengan berbagai teknik, pendekatan dan sosialisasi kepada warga sekolah.
Penyempurnaan adminstrasi maupun pengelolaan TENDIK, pendanaan,
pembangunan dan Pelayanan menjadi prioritas.Kerja sama, koordinasi,
kemitraan dengan berbagai pihak selalu di tingkatkan seperti Orang tua dan
masyarakat/komite sekolah, Perguruan Tinggi, Dinas Pendidikan Kota Padang,
Dinas Pendidikan Prov.Sumtera Barat, Kementerian Pendidikan dan Kebudyaan
Nasional, Instansi Pemerintah, Psikolog, Tenaga Ahli.Berkat kepercayaan dan
dukungan dari orang tua, masyarakat serta pemerintah membuat SMP Negeri 23
Padang menunjukan kemajuannya dalam penerimaan siswa berkebutuhan khusus
27
dengan bervariasi karakter ketunaan (A, B, C, D, E, F, H, (Gangguan belajar,
lambat belajar,AD/HD). Sampai saat ini sudah mencapai jumlah 79 orang dan
beberapa orang berprestasi melanjutkan pendidikannya di SMK dan SMA negeri
dan swasta di kota Padang, seperti SMK N 4, SMKN 6, SMK N 7, SMKN 8
Padang dan di Universitas Negeri Padang (Arsip SMPN 23 Padang).
Prestasi demi prestasi siswa berkebutuhan khusus SMPN 23 Padang mulai
diukir sejak tahun 2009 hingga sekarang mulai dari tingkat tingkat Kota Padang,
Prov.Sumatera Barat maupun tingkat Nasional, seperti, FLS2N, O2SN, Gebyar PK-
LK dan OSN PK-LK terutama bidang Desain Grafis, Tari Tradisional, Lompat
Jauh, IT(computer), CC MIPA,Olimpiade IPA dan Matematika,Bisnis Plan dan
lain-lain. Dengan komitmen yang tinggi dari warga sekolah, orang tua, lingkungan
dan Pemerintah untuk menjadikan SMPN 23 Padang Sebagai Sekolah
Penyelenggara Program Pendidikan Inklusif di Kota Padang maupun di Provinsi
Sumatera Barat mulai terwujud dan di kenal sampai ke tingkat Nasional.
3. Sarana dan Prasarana di SMPN 23 Padang
Seiring dengan bertambahnya jumlah siswa yang belajar di SMPN 23
Padang, baik itu siswa Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) maupun siswa normal
maka semenjak Tahun 2000 diupayakanlah oleh pihak komitesekolah untuk
pelebaran kelas maupun perlengkapan lainnya, adapun sarana dan prasarana yang
telah ada di SMPN 23 Padang sampai dengan tahun 2014 antara lain :
1. Ruang belajar : 20 lokal
28
2. Labor Komputer : 1 lokal
3. Labor IPA : 1 lokal
4. Aula : 1 ruang
5. Perpustakaan : 1 ruang
6. Ruang Kepala Sekolah : 1 ruang
7. Kantor Tata Usaha : 1 ruang
8. Ruang Majelis Guru : 1 ruang
9. Kantor Kesiswaan : 1 ruang
10. Pos Satpam : 1 ruang
11. Ruang BK : 1 ruang
12. Mushalla : 1 ruang
13. Tempat Parkir : 1 tempat
14. Toilet : 1 tempat
15. Ruang Inklusif untuk ABK (anak berkebutuhan khusus)
16. Lapangan Basket, Badminton, dan Takraw
SMP N 23 Padang berdiri dan berada didalam area tanah seluas 10.000
m2. Diarea itulah seluruh Sarana dan Prasarana dibangun, selain itu
Perpustakaan juga memiliki koleksi lebih kurang 1000 judul buku.Selain itu
untuk anak berkebutuhan khusus sekolah juga menyediakan satu ruangan
khusus untuk mereka pergunakan untuk keperluan sehari-hari.
29
4. Visi dan Misi
Dalam menjalankan kegiatan akademiknya, SMPN 23 Padang mengacu
pada Visi, Misi dan Tujuan sekolah seperti tercantum pada buku pedoman
operasional Tahun Akademik 2013/2014:
a. Visi SMPN 23 Padang adalah :
”Terwujudnya Pendidikan berkarakter, unggul dalam IPTEK dan IMTAQ”.
b. Adapun Misi SMPN 23 Padang adalah :
1) Melaksanakan PBM on time / disiplin
2) Melaksanakan PBM berdasarkan prinsip PAIKEM
3) Mengembangkan Startegi Pembelajaran CTL (Contekstual Teaching and
Learning)
4) Meningkatkan kualitas Iman dan Taqwa melalui kegiatan Muhadarah
secara rutin
5) Meningkatkan daya kreasi seni dan budaya serta IPTEK melalui program
Ekstrakurikuler
6) Menciptakan lingkungan belajar/sekolah bernuansa hijau dan asri.
c. Tujuan SMP Negeri 23 Padang sebagai sekolah penyelenggara pendidikan
Inklusif
SMP Negeri 23 Padang mempunyai beberapa tujuan yang mendukung visi
dan misi sekolah. Tujuan ini dilaksanakan untuk melengkapi program
30
pendidikan di SMP Negeri 23 Padang. Diharapkan dengan tujuan yang jelas
akan mengantarkan anak-anak peserta didik mendapatkan pendidikan yang
tepat.
Tujuan jangka panjang sekolah yaitu mengembangkan potensi anak-anak
Indonesia untuk dapat tumbuh dan berkembang secara optimal, dalam suasana
yang menyenangkan sehingga menjadikan anak kreatif, cerdas dan ceria.
Anak dapat menjadi pribadi yang kuat dan mandiri dalam rangka menghadapi
era globalisasi. Sedangkan untuk tujuan jangka pendek yaitu mengembangkan
kemampuan sosial, emosional, bahasa, fisik motorik (motorik halus dan
motorikkasar), kognitif, imajinasi, seni, nilai (moral/agama) & keterampilan
hidup, melalui aneka program kegiatan unik, olah fisik, permainan tradisional,
oalahraga, menari, desain garfis, serta belajar di alam dalam suasana yang
menyenangkan.
5. Struktur Organisasi
Adapun struktur organisasi SMP Negeri 23 Padang pada tahun 2013 adalah
sebagai berikut :
31
Gambar 2.
Struktur Organisasi SMPN 23 Padang
Sumber : Arsip Tata Usaha SMPN 23 Padang Tahun 2013
32
6. Kurikulum SMPN 23 Padang
Prinsip pelayanan pendidikan meliputi kurikulum dan program yang harus
menyesuaikan dengan kemampuan individu peserta didik. Di sekolah reguler,
peserta didik harus mengikuti kurikulum sekolah. Sekolah hendaknya memberikan
kesempatan untuk menyesuaikan kurikulum dengan peserta didik yang memiliki
berbagai kemampuan, bakat, dan minat yang berbeda-beda. Kurikulum yang ada
mencakup kurikulum nasional dan kurikulum muatan lokal. Kurikulum nasional
merupakan standar nasional yang dikembangkan oleh Departemen Pendidikan
Nasional. Sedangkan kurikulum muatan lokal menerapkan kurikulum yang
disesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan lingkungan, yang disusun oleh Dinas
Pendidikan Propinsi atau Kabupaten atau Kota.(Depdiknas. 2007. Hal 38)
Kurikulum yang digunakan di kelas inklusif adalah kurikulum anak normal
(reguler) yang disesuaikan (dimodifikasi) dengan kemampuan awal dan
karakteristik siswa (Tarmansyah, 2007: 168). Direktorat PLB (Tarmansyah, 2007:
168) menjelaskan bahwa modifikasi kurikulum dapat dilakukan dengan 6 cara,
yaitu: alokasi waktu, isi atau materi, proses belajar mengajar, sarana prasarana,
lingkungan untuk belajar, dan pengelolaan kelas.
Memodifikasi program dan kurikulum diperlukan untuk pemenuhan
kebutuhan anak-anak dengan berbagai keterbatasan begitu juga dengan Kurikulum
yang dipakai di SMPN 23 Padang disesuaikan dengan kebutuhan anak.Berikut
petikan wawancara penulis dengan narasumber Guru Pembimbing Khusus di SMP
Negeri 23 Padangtentang kurikulumnya :
33
“Kurikulum nya tetep, kurikulum KTSP, cuma nanti ada regular itu bagi pelajaran
tertentu regular, misal untuk yang kurikulum olahraga, Agama lalu kesenian itu
kita pakai regular. Kalo untuk lainnya itu kita modif, namanya modifikasi dan PPI
Program Pembelajaran Individual“. (Wawancara dengan Muhammad Isya, Juni
2015)
“Jadi modifikasi kurikulum itu kita tujukan buat anak-anak yang inklusi,
berkebutuhan khusus tadi. Kita assesmen dulu assesmen itu kita gunakan untuk
pertama sejauhmana anak itu mampu dan dapat menyesuaikan dengan pelajaran
di kelasnya. Modifikasi kurukulum itu berlaku per individu. Jadi katakanlah kelas
4 itu siswa autisnya dua, kelas A dan B itu nggak sama modifikasi kurikulumnya
jadi beda-beda kan dilihat kemampuannya anak gimana.” (Wawancara dengan
Muhammad Isya, Juni 2015)
“….. Dari kurikulum tadi kita buat PPI program pembelajaran individual misal
dia belum bisa baca ya itu yang kita terapkan ke anak, tanpa dia bisa membaca
kan jadi dia bisa memahami apa yang kita sampaikan eee akademiknya
kan.“(Wawancara dengan Muhammad Isya, Juni 2015)
Siswa ABK melanjutkan belajar mengenal bentuk geometri. Siswa menulis
bentuk geometri dari bangun yang telah digambarkan oleh guru. Bangun-bangun
tersebut dibentuk seperti mobil yang terdiri dari bangun persegi, persegi panjang,
segitiga dan lingkaran.“ (Wawancara dengan Agus Rindo, Juni 2015)
RA, siswa kelas I yang mengalami ADHD, masih belum lancar dalam membaca
model ulangannya adalah ulangan lisan. Guru yang membuatkan soal ulangan
lisan untuk Ns. “Dia ini masih belum lancar membacanya Pak, jadi ulangannya
pake model lisan nggak tulis” “(Wawancara dengan Agus Rindo, Juni 2015)
Siswa APN didampingi pendampingnya mengerjakan soal ulangan di ruang
belajar bersama. Vvy, siswa kelas I mengerjakan soal ulangannya dalam format
essay, ada kalimat yang harus dilengkapi. APN minta soal yang sama dengan
Vvy, lalu gurupun membuatkan soal yang sama dengan APN. Soal bahasa
Indonesia untuk APN dan Vvy isinya identitas diri dan benda-benda sekitar
mereka” (Wawancara dengan Agus Rindo, Juni 2015)
Berdasarkan keterangan diatas dapat penulis simpulkan bahwasanya
Kurikulum yang digunakan pihak SMPN 23 Padangsama dengan sekolah lain
pada umumnya namun ada modifikasi kurikulum bagi siswa ABK dalam
pelajaran-pelajaran tertentu.
34
7. Kegiatan Non Akademis
Selain mengutamakan kegiatan akademis, SMPN 23 Padang juga
mengedepankan kegiatan non-akademis yang dikenal dengan nama ekstrakurikuler.
Hal ini dapat dilihat dari banyaknya kegiatan ekstrakurikuler yang diselenggarakan
disekolah ini. Adapun kegiatan ekstrakurikuler yang terdapat pada SMPN 23 Padang
adalah sebagai berikut :
a. Kegiatan Rohis
b. PMR
c. Basket
d. Futsal
e. Pencak Silat
f. Paskibra
g. Paduan Suara
h. Pramuka
i. Badminton
j. Drama/Teater, dan
k. Taekwondo
Dari kegiatan ekstrakurikuler diatas umumnya diikuti oleh siswa normal,
namun selain kegiatan diatas untuk ABK terdapat ekstrakurikuler yang menjadi
prioritasnya seperti ; Design Grafis Komputer, Melukis, Lompat Galah, Lompat Jauh,
Tari Tradisional, Wirausaha,Atletik, Bulu Tangkis, IT, Olimpiade IPA, MTK, Cerdas
cermat dan banyak lagi ekstrakurikuler yang biasa diikuti oleh ABK di SMPN 23
Padang.
35
8. Data Siswa Disabilitas di SMPN 23 Padang
Berdasarkan penjelasan padabab sebelumnya dijelaskan bahwa SMPN 23
Padang tidak hanya menerima siswa non-disabilitas saja, melainkan terdapat juga
siswa disabilitas. Dapat dikatakan bahwa hampir setiap tahunnya, SMPN 23 Padang
selalu menerima siswa/siswi yang mengalami berkebutuhan khusus. Meski juga
pernah ditahun tertentu di SMPN 23 Padang ini tidak ada sama sekali siswa yang
disabalitas yang berhasil diterima. Dibawah ini merupakan data siswa SMPN 23
Padang yang mengalami disabalitas dalam hal tunanetra :
Tabel.1
Statistik Keadaan Siswa Berkebutuhan Khusus
SMP Negeri 23 Padang penyelenggara Pendidikan Inklusif
Tahun 2000-2014
NO TP Masuk
JENIS KEKHUSUSAN
JUMLAH
A B C C1 D D1 E F G H
1. 2000/2001 1 1
2. 2001/2002 1 1
3. 2002/2003 2 2
4. 2003/2004 1 1
5. 2004/2005 1 1
6. 2005/2006 1 1 3 5
7. 2006/2007 2 2 4
8. 2007/2008 2 1 1 1 5
36
9. 2008/2009 1 2 14 17
10. 2009/2010 2 2 5 9
11. 2010/2011 1 2 7 10
12. 2011/2012 3 1 1 3 2 10
13. 2012/2013 1 1 2 3 7
14. 2013/2014 1 1 1 2 2 7
15. 2014/2015 3 1 1 1 1 3 10
JUMLAH 2 16 3 9 1 13 1 45 90
Keterangan Istilah:
A Tunanetra D1 Tuna Daksa Ringan
B Tunarungu E Tuna Laras
C Tuna Grahita F Autis
C1 Tuna Grahita Ringan G Tuna Ganda
D Tuna Daksa H Kesulitan Belajar, Lambat
Belajar dan ADHD
Dari table diatas dapat ditarikkesimpulan bahwa pada umumnya setiap tahun
siswa Inklusif yang bersekolah di SMPN 23 Padang terus mengalami kenaikan
jumlahnya, terutama ditahun 2008-2009 dimana terdapat 17 siswa Anak
Berkebutuhan Khusus yang belajar di SMP Negeri 23 Padang,tentunya hal ini
menjadi pekerjaan rumah sendiri bagi SMPN 23 Padang bagaimana melayani Anak
Berkebutuhan Khusus lebih baik lagi kedepannya.
37
B. Temuan Khusus
1. Penerapan Pendidikan Inklusif pada Pembelajaran di SMP Negeri 23
Padang
Pendidikan inklusif yang diterapkan di SMP Negeri 23 Padangmelayani
segala kebutuhan peserta didik tanpa memandang perbedaan agama, budaya,
sosial-ekonomi dan Anak Berkebutuhan Khusus. Semua peserta didik
memperoleh pendidikan yang sama sesuai dengan kebutuhannya.
“Di SMP Negeri 23 Padangpenerapan pendidikan inklusif dapat dilihat dari
berbagai aspek keberanekaragaman, seperi: keberagaman budaya peserta
didik, agama yang dianut pesertadidik, sosial ekonomi dan anak
berkebutuhan khusus ” (Wawancara dengan Agus Rindo, 19 April 2015)
Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala sekolah diperoleh informasi
bahwa penerapan pendidikan inklusif di SMP Negeri 23 Padangdapat dilihat dari
aspek agama yang dianut peserta didik, sosial-ekonomi, dan Anak Berkebutuhan
Khusus yang menjadi peserta didik.
Guru Pembimbing Khusus juga membantu Anak Berkebutuhan Khusus
yang kurang fokus dalam mengerjakan kegiatan. Guru Pembimbing
Khusus sering mengingatkan dan memotivasi Anak Berkebutuhan Khusus
untuk bersosialisasi tidak hanya akademik saja.” (Edy Surya, 19 April
2015)
Hasil observasi berupa catatan pembelajaran di lapangan, diperoleh data bahwa
penerapan pendidikan inklusif di SMP Negeri 23 Padangdapat dilihat dari Anak
Berkebutuhan Khusus yang menjadi peserta didik. Terdapat guru khusus yang
mendampingi setiap kegiatan Anak Berkebutuhan Khusus saat di sekolah. Guru
tersebut adalah Guru Pembimbing Khusus. Guru Pembimbing
38
Khususmendampingi Anak Berkebutuhan Khusus untuk bersosialisasi di
lingkungan sekolah serta membantu Anak Berkebutuhan Khusus dalam
mengerjakan setiap kegiatannya.
Hasil dokumentasi saat pembelajaran sedang berlangsung, diperoleh data
bahwa penerapan pendidikan inklusif di SMP Negeri 23 Padangjuga dapat dilihat
dari terdapatnya Guru Pembimbing Khusus. Dan peserta didik berkebutuhan
khusus di dalam kelas.Berbagai latar belakang peserta didik tidak menjadi suatu
hambatan untuk anak mendapatkan pelayanan pendidikan. Peserta didik tidak
dibeda-bedakan, semua bermain belajar dan di kelas bersama-sama. Penerapan
pendidikan inklusif pada SMP Negeri 23 Padang, yaitu:
a. Latar belakang Menerapkan Pendidikan Inklusif
Pendidikan Inklusif di SMP Negeri 23 Padangdidirikan sekitar Tahun
2000, Pada tahun 2000 sekolah mulai menerima anak berkebutuhan khusus
yang beragam. Sekolah ini mengedepankan pendidikan yang berpihak pada
minat peserta didik. Peserta didik difasilitasi sesuai dengan kebutuhan
mereka.
Karena inklusif menghargai segala perbedaan. Negara ini
membutuhkan orang-orang yang dapat menghargai satu sama lain,
yang tahu tentang keanekaragaman. Membelajarkan anak sejak dini
akan menanamkan sikap saling menghargai dan peka terhadap
sekelilingnya (membantu teman yang membutuhkan bantuan).
(wawancara dengan Muhammad Isya, 19 April 2015)
Hasil wawancara yang telah dilakukan, diperoleh informasi bahwa
yang melatarbelakangi SMP Negeri 23 Padanguntuk menerapkan pendidikan
39
inklusif yaitu karena inklusif menghargai segala perbedaan. Membelajarkan
peserta didik sejak dini sangat bermanfaat dalam kehidupan di masa
mendatang.
Keberagaman menjadi salah satu yang mendasari filosofi SMP Negeri
23 Padangsehingga peserta didik memiliki kesempatan belajar yang sama.
Menurut pihak sekolah, inklusif menghargai segala perbedaan. Dewasa ini
banyak sekali orang yang mempermasalahkan perbedaan. Alangkah indahnya
ketika setiap orang mampu memahami dan menghargai segala
keanekaragaman yang ada. Oleh karena itu, diperlukan pendidikan yang tepat
sejak dini. Dengan adanya pendidikan inklusif, diharapkan anak mampu peka
terhadap sekelilingnya. Peserta didik mampu menghargai segala perbedaan
yang ada. Dari berbagai latar belakang peserta didik yang beragam tersebut
membuat peserta didik akan terbiasa dalam lingkungan yang beranekaragam.
b. Kurikulum dan metode (setting kelas)
Berdasarkan KTSP yang mengacu pada Peraturan Pemerintah
Pendidikan Nasional (Permendiknas) nomor 58. Kurikulum
dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan anak. Untuk penyesuaian
dengan kurikulum 2013 yang sekarang ini digalakkan oleh
pemerintah, karena kurikulum tersebut merupakan tematik sehingga
dalam pendidikan SMP sudah berjalan lama dan tidak berpengaruh
banyak. Penyesuaiannya lebih kepada pendidikan karakter anak.
(wawancara dengan Muhammad Isya, 19 April 2015)
Hasil wawancara yang diperoleh di SMP Negeri 23 Padang kurikulum
yang digunakan adalah kurikulum KTSP yang mengacu pada Permendiknas
nomor 58. Kurikulum dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan anak. Melalui
40
kurikulum tersebut, dikembangkan pembelajaran yang berpihak pada peserta
didik. Pembelajaran diciptakan sesuai kebutuhan peserta didik. Program
pembelajaran dikembangkan melalui bentuk aktivitas yang bervariasi
sehingga peserta didik dapat tumbuh dan berkembang lebih sehat, kreatif,
ceria, dan cerdas.
Metode yang digunakan yaitu metode Inclass.Maksudnya siswa
Inklusif dicampur dengan siswa regular. Dalam penerapannya
menyesuaikan SDM dengan menciptakan pembelajaran yang kreatif
sekaligus menyenangkan agar anak tidak merasa bosan. Selain itu
terdapat delapan area pembelajaran, meliputi: matematika, bahasa, art,
science, manipulative, konstruksi, musik, dan agama.
Kelas disetting sesuai dengan metode yang diterapkan oleh sekolah,
yaitu menggunakan metode yang dirancang sesuai minat anak. Sekali-
kali juga diadakn pembelajaran diruangan khusus untuk Anak
Berkebutuhan Khusus.(wawancara dengan Muhammad Isya, 19 April
2015)
Selain dikelas, tiap hari dibuka area yang berbeda-beda untuk anak.
Dalam penerapannya menyesuaikan dengan minat anak dan Rencana
Kegiatan Harian yang sudah dibuat oleh guru. (wawancara dengan
Muhammad Isya, 19 April 2015)
Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala sekolah dan guru kelas
diperoleh informasi bahwa metode yang digunakan di SMP Negeri 23adalah
metode in class dan area. Setting kelas dirancang sesuai minat peserta didik,
dan setiap haridibuka area yang berbeda-beda menyesuaikan minat peserta
didik serta Rencana Kegiatan Harian(RKH) yang dibuat oleh guru.
Metode pembelajaran yang digunakan di sekolah yaitu metode In class
dan area. Sehingga kelas disetting menggunakan metode area lapangan. Area
tersebut meliputi: matematika, bahasa, art, science, manipulative, konstruksi,
41
musik, dan agama. Sedangkan di dalam kelas yang digunakan yaitu: area
persiapan, area agama dan budaya, area sains, area seni, dan area balok. Area
tersebut disusun dalam ruangan kelas dan dilengkapi dengan media-media
yang mendukung. Media tersebut dapat dijadikan sebagai alat untuk
pembelajaran dan dapat juga untuk media bermain peserta didik. Area dibuat
nyaman agar tercipta suasana yang menyenangkan untuk peserta didik.
Setiap hari guru merancang area yang akan peserta didik kunjungi.
Area tersebut berdasarkan minat peserta didik ketika bermain. Sedangkan
ketika melakukan kegiatan, guru telah merancang area yang akan digunakan
pada RKH.
c. Peran kepala sekolah, guru, dan orang tua
Pendidikan inklusif yang tepat bagi peserta didik, perlu dukungan dari
berbagai pihak. Seluruh warga sekolah harus mampu menciptakan suasana yang
nyaman bagi peserta didik. Peran serta pihak sekolah, menjadi hal yang amat
penting. Kepala sekolah serta guru diharapkan mampu mendidik peserta didik
sesuai dengan visi misi sekolah. Peran yang kepala sekolah dan guru berikan
yaitu dengan menyusun kegiatan selama satu tahun. Program-program tersebut
diharapkan mampu mendidik anak menjadi pribadi yang lebih baik, mandiri, dan
mampu menerima keadaan di sekelilingnya dengan menghargai segala
keanekaragaman.
Dengan menyusun program kegiatan selama satu tahun. Diharapkan hal
ini mampu memfasilitasi peserta didik dalam proses pembelajaran dan
tentunya berperan dalam pendidikan inklusif di SMP Negeri 23 Padang.
42
Program yang rutin yaitu setiap satu kali dalam sebulan rapat komite
dengan kepala sekolah. Dalam rapat ini terdapat pesan-pesan dan saran.
Program parenting setiap dua kali dalam sebulan. Memantau
perkembangan anak dengan orang tua yang saling sharing.(Drs. Edy
Surya, wawancara 19 April 2015)
Berdasarkan hasil wawancara diperoleh informasi bahwa peran kepala
sekolah dan guru yang diberikan yaitu dengan menyusun program kegiatan
sekolah selama satu tahun. Program yang rutin dilakukan yaitu rapat komite
dengan sekolah dan program parenting.
Melalui kegiatan rapat diharapkan dapat menjalin komunikasi yang baik
antara pihak sekolah dengan komite sekolah. Dalam rapat ini dapat pula
dipantauperkembangan anak di sekolah dan dirumah. Serta saling tukar pendapat
dan saran.
Program lain yang dilakukan sebanyak dua kali dalam sebulan yaitu
parenting. Program ini sangat membantu orang tua dalam memahami anaknya.
Serta orang tua mampu memantau perkembangan anaknya di sekolah. Pihak
sekolah memfasilitasi kepada para orang tua untuk sharing mengenai
permasalahan dengan anaknya. Dalam parenting yang paling penting adalah
ketika orang tua mendapatkan pengetahuan yang baru yang tepat bagi pendidikan
anaknya.
Selain dari pihak sekolah, komite sekolah dan orang tua turut serta dalam
membantu terselenggaranya pendidikan yang tepat bagi anak mereka. Peran serta
orang tua dan komite sekolah yakni bekerja sama dalam kegiatan yang
diprogramkan.
43
Orang tua dan komite sekolah aktif bekerja sama dalam terselenggaranya
kegiatan di sekolah. Membuat program workshop dua kali dalam satu
tahun...
Mendukung program sekolah yaitu outing class. Dalam program ini
terdapat tiga orang perwakilan dari komite untuk ikut dalam
pendampingan program. Karena dalam program ini orang tua anak tidak
ikut mendampingi. (Drs. Edy Surya, wawancara 19 April 2015)
Berdasarkan hasil wawancara diperoleh informasi bahwa peran orang tua
dan komite yaitu bekerja sama dalam terselenggaranya kegiatan di sekolah
(workshop) dan mendukung program outing class. Kedua program ini perlu
mendapatkan dukungan dari orang tua dan komite sekolah.
Workshop diselenggarakan sebanyak dua kali dalam satu tahun. Diskusi
yang dilakukan dalam workshop mengenai dunia peserta didik. Selain itu,
komitesekolah diharapkan mampu menjembatani antara pihak sekolah dengan
orang tua anak. Selain workshop, ada pula kegiatan program lainnya yaitu outing
class. Program ini mengajarkan peserta didik untuk mengenal lingkungan luar
tanpa dampingan dari orang tua. Sedangkan dalam program outing class terdapat
3 orang komite sekolah yang ikut serta sebagai perwakilan. Diharapkan dengan
adanya perwakilan dari komite sekolah, pihak orang tua mengetahui kegiatan apa
yang dilakukan oleh anaknya diluar sekolah.
d. Faktor Pendukung, Penghambat, dan Cara Mengatasi pendidikan
inklusif di SMP Ngeri 23 Padang
Di setiap perjalanan dalam mendidik peserta didik selalu terdapat
faktor-faktor yang mendukung dan menghambat. Berbagai masalah juga
sering dihadapi oleh guru dan orang tua. Dalam penerapan pendidikan inklusif
44
di SMP Ngeri 23 Padangterdapat faktor pendukung dan penghambatnya serta
cara mengatasi hambatan tersebut, yaitu:
1) Faktor Pendukung Penerapan Pendidikan Inklusif di SMPN 23
Padang
Sumber Daya Manuasia Setiap tahun diadakan staf gathering.
Memiliki satu visi yang sama. Yaitu setiap anak berhak
mendapatkan pendidikan. Semua bekerja dengan hati (dalam
kondisi apapun mau menerima). (Drs. Edy Surya, wawancara 19
April 2015) Orang tua. Sesama orang tua saling menghargai baik dengan yang
memiliki Anak Berkebutuhan Khusus maupun non Anak
Berkebutuhan Khusus saling care dan tidak komplain satu sama
lain. (Drs. Edy Surya, wawancara 19 April 2015)
Hasil wawancara dengan kepala sekolah diperoleh informasi
bahwa terdapat dua faktor pendukung dalam penerapan pendidikan
inklusif di SMP Ngeri 23 Padangyaitu Sumber Daya Manusia dan orang
tua. Pertama Sumber Daya Manusia,Sumber Daya Manuasia di sekolah
meliputi kepala sekolah, guru, dan karyawan. Seluruh Sumber Daya
Manuasia mampu bekerja sama dan memiliki satu visi dan misi yang akan
diwujudkan. Seluruh Sumber Daya Manusia menyukai dunia anak dan
bekerja dengan hati. Mampu menerima dalam kondisi apapun.
Faktor yang kedua yaitu orang tua. Orang tua peserta didik mampu
menghargai segala kondisi peserta didik yang ada di sekolah. Orang tua
saling care satu sama lain. Tidak membedakan Anak Berkebutuhan
Khusus dengan peserta didik yang lainnya. Orang tua juga mendukung
45
segala program yang telah dirancang oleh sekolah. Hal ini sangat
membantu dalam pelaksanaan pembelajaran yang tepat bagi peserta didik.
2) Faktor Penghambat Penerapan Pendidikan Inklusif SMPN 23
Padang
Proses pembelajaran merupakan hal yang kompleks. Oleh sebab
itu secara umum terdapat hambatan-hambatan baik yang menghambat
pembelajaran tersebut.Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006:239-247)
hambatan dalam pembelajaran sering muncul dari dalam siswa itu sendiri
yang diantaranya adalah sebagai berikut:
a) Sikap Terhadap Belajar
Sikap merupakan kemampuan memberikan penilaian tentang sesuatu,
yang membawa diri sesuai dengan penilaian. Adanya penilaian tentang
sesuatu mengakibatkan terjadinya sikap menerima, menolak, atau
mengabaikan. Misalnya siswa yang tidak lulus ujian matematika
menolak ikut ulangan di kelas lain. Siswa tersebut menolak ikut
karena ujian ulang di kelas lain. Sikap ini merupakan urusan pribadi
siswa. Akibat penerimaan, penolakan kesempatan akan berpengaruh
pada kepribadian.
b) Motivasi Belajar
Motivasi belajar merupakan kekuatan mental yang mendorong
terjadinya proses belajar. Motivasi belajar pada diri siswa dapat
46
menjadi lemah. Lemahnya motivasi, atau tiadanya motivasi belajar
akan melemahkan kegiatan belajar.
c) konsentrasi belajar
Konsentrasi belajar merupakan kemampuan memusatkan perhatian
pada pelajaran pemusatan perhatian tersebut tertuju pada isi bahan
belajar maupun proses memperolehnya. Untuk memperkuat perhatian
pada pelajaran, guru perlu menggunakan bermacam-macam strategi
belajar-mengajar, dan memperhitungkan waktu belajar serta selingan
istirahat.
d) mengolah bahan belajar
Mengolah bahan belajar merupakan kemampuan siswa untuk
menerima isi dan cara perolehan ajaran sehingga menjadi bermakna
bagi siswa. Kemampuan siswa mengolah bahan tersebut menjadi
makin baik, bila siswa berpeluang aktif belajar.
e) menyimpan perolehan hasil belajar
Menyimpan perolehan hasil belajar merupakan kemampuan
menyimpan pesan dan cara perolehan pesan. Kemampuan menyimpan
tersebut dapat berlangsung dalam waktu pendek dan waktu yang lama.
Kemampuan menyimpan dalam waktu pendek berati hasil belajar
cepat dilupakan siswa. Kemampuan menyimpan dalam waktu lama
berati hasil belajar tetap dimiliki siswa.
47
f) menggali hasil belajar yang tersimpan
Menggali hasil belajar yang tersimpan merupakan proses
mengaktifkan pesan yang telah diterima. Dalam hal pesan baru, maka
siswa akan memperkuat pesan dengan cara mempelajari kembali, atau
mengaitkannya dengan bahan lama. Ada kalanya siswa juga
mengalami gangguan dalam menggali pesan atau kesan lama.
Gangguan tersebut bukan hanya bersumber pada pemanggilan atau
pembangkitannya sendiri. Gangguan tersebut dapat bersumber dari
kesukaran penerimaan, pengolahan , dan penyimpanan. Penggalian
hasil yang tersimpan ada hubungannya dengan baik buruknya
penerimaan, pengolahan dan penyimpanan pesan.
g) kemampuan berprestasi atau unjuk hasil belajar
Kemampuan berprestasi atau unjuk hasil belajar merupakan suatu
puncak proses belajar. Pada tahap ini siswa membuktikan keberhasilan
belajar. Pada proses menggali dan berprestasi dapat terjadi gejala lupa,
karena siswa lupa memanggil pesan yang tersimpan.
h) rasa percaya diri siswa
Rasa percaya diri timbul dari keinginan mewujudkan diri bertindak
dan berhasil. Dari segi perkembangan, rasa percaya diri dapat timbul
berkat adanya pengakuan dari lingkungan. Bila rasa tidak percaya diri
sangat kuat, maka diduga siswa akan menjadi takut belajar. Rasa takut
48
belajar tersebut terjalin secara komplementer dengan rasa takut gagal
lagi.
i) intelegensi dan keberhasilan belajar
Intelegensi dianggap sebagai suatu norma umum dalam keberhasilan
belajar. Intelegensi normal bila nilai IQ menunjukan angka 85-115.
Yang menjadi masalah adalah siswa yang memiliki kecakapan di
bawah normal. Dengan perolehan hasil belajar yang rendah, yang
disebabakan oleh intelegensi yang rendah atau kurangnya
kesungguhan belajar, berarti terbentuknya tenaga kerja yang bermutu
rendah . Oleh karena itu pada tempatnya mereka didorong untuk
belajar di bidang-bidang keterampilan sebagai bekal hidup.
Penyediaan kesempatan belajar di luar sekolah, merupakan langkah
bijak untuk mempertinggi taraf kehidupan warga Negara Indonesi
j) kebiasaan belajar
Dalam kegiatan sehari-hari ditemukan adanya kebiasaan belajar yang
kurang baik. Kebiasaan belajar tersebut antara lain adalah belajar di
akhir semester, belajar tidak teratur, menyia-nyiakan kesempatan
belajar dll. Kebiasaankebiasan buruk tersebut dapat ditemukan di
sekolah yang ada di kota besar, kota kecil, dan pelosok tanah air.
49
k) cita-cita siswa
Dalam rangka tugas perkembangan, pada umumnya setiap anak
memiliki suatu cita-cita dalam hidup. Cita-cita merupakan motivasi
intrisik. Tetapi ada kalanya gambaran jelas tentang tokoh teladan bagi
siswa belum ada. Akibatnyasiswa hanya berperilaku ikut-ikutan.
Sebagai ilustrasi, siswa ikut-ikutanberkelahimerokok sebagai tanda
jantan atau berbuat jagoan dengan melanggar aturan.Dengan perilaku
tersebut, siswa beranggapan telah menempuh cita-cita terkenal di
lingkugan siswa kota.
Selain dari factor penghambat diatas, hasil wawancara peneliti
dengan narasumber tentang factor penghambat pembelajarn Inklusif di
SMPN 23 Padang sebagai berikut;
Gedung sekolah yang memiliki anak tangga. Hal ini terbatas
bagi Anak Berkebutuhan Khusus dengan kondisi fisik yang
tidak dapat menjangkau kelas yang berada di lantai atas.(Drs.
Edy Surya, wawancara 19 April 2015)
GPK yang berkompeten. Mencari Guru Pembimbing Khusus
yang cocok dengan Anak Berkebutuhan Khusus mengalami
banyak kesulitan. Untuk gaji Guru Pembimbing Khusus
berasal dari orang tua Anak Berkebutuhan Khusus sehingga
ABK dari keluarga ekonomi yang kurang tidak dapat diterima.
Meningkatkan guru kelas untuk penanganan Anak
Berkebutuhan Khusus. Kurangnya pengetahuan guru kelas
tentang Anak Berkebutuhan Khusus menjadikan kesulitan
tersendiri dalam memberikan pembelajaran (terutama ketika
GPK tidak masuk / sedang cuti).
50
Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan, diperoleh
informasi bahwa terdapat 3 faktor yang menghambat penerapan
pendidikan inklusif di SMP Negeri 23 Padang, yaitu: gedung sekolah,
Guru Pendamping Khusus, dan guru kelas dalam penanganan Anak
Berkebutuhan Khusus.
SMP Ngeri 23 Padangmemiliki bangunan dengan 3 lantai. Hal
ini membuat salah satu penghambat ketika ada Anak Berkebutuhan
Khusus yang tidak mampu menaiki tangga untuk menjangkau lantai
atas. Peserta didik yang lain juga harus berhati-hati dalam menaiki
tangga untuk sampai di ruang yang dituju. Guru Pembimbing Khusus
yang berkompeten sangat sulit dicari. Hal ini dikarenakan pihak
sekolah kesulitan dalam mencari Guru Pembimbing Khusus yang
cocok dengan Anak Berkebutuhan Khusus. Diperlukan adaptasi yang
lama ketika seorang Anak Berkebutuhan Khusus mampu menerima
Guru Pembimbing Khusus. Selain itu, karena Guru Pembimbing
Khusus digaji oleh orang tua Anak Berkebutuhan Khusus sehingga
untuk Anak Berkebutuhan Khusus dari keluarga ekonomi yang kurang
tidak dapat diterima. Faktor yang terakhir yaitu penanganan Anak
Berkebutuhan Khusus oleh guru kelas. Kurangnya pengetahuan guru
kelas dalam mendidik Anak Berkebutuhan Khusus dapat menjadi
penghambat dalam pembelajaran peserta didik. Ketika Guru
51
Pembimbing Khusus tidak masuk karena sakit atau sedangcuti, maka
guru kelas akan mengalami kesulitan. Anak Berkebutuhan Khusus
yang terbiasa dengan Guru Pembimbing Khusus akan kesulitan
beradaptasi dengan guru kelasnya.
3) Cara mengatasi hambatan dalam penerapan pendidikan
inklusif di SMP Ngeri 23 Padang
Untuk mengatasi beberapa hambatan dalam penerapan
pendidikan inklusif di SMP Ngeri 23 Padang, ada beberapa cara yang
dapat dilakukan. Cara-cara ini diharapkan mampu menyelesaikan
hambatan dan memberikan solusi yang tepat dalam penerapan
pendidikan inklusif di SMP Ngeri 23 Padang.
Gedung sekolah. Karena bangunan tidak dapat diubah,
sehingga untuk pemilihan peserta didik lebih selektif. Dipilih
peserta didik yang mampu menjangkau seluruh area gedung
sekolah. (Drs. Edy Surya, wawancara 19 April 2015)
Guru Pembimbing Khusus. Memilih Guru Pembimbing
Khusus dengan lulusan yang berkompeten dalam bidang ABK.
GPK yang senang dengan dunia anak. (Drs. Edy Surya,
wawancara 19 April 2015)
Guru kelas untuk penanganan Anak Berkebutuhan Khusus.
Banyak sharing dengan Guru Pembimbing Khusus. Ikut dalam
seminar dan workshop tentang Anak Berkebutuhan Khusus.
Memperkaya pengetahuan dengan banyak membaca buku.
Serta berlatih teknologi sejalan dengan perkembangan zaman.
(Drs. Edy Surya, wawancara 19 April 2015)
52
Hasil wawancara yang diperoleh untuk mengatasi hambatan
dalam penerapan pendidikan inklusif di SMP Ngeri 23 Padangyaitu
untuk gedung sekolah yang memiliki 3 lantai, karena bangunan
gedung tidak dapat diubah maka pihak sekolah memilih peserta didik
yang mampu menjangkau gedung SMP Ngeri 23 PadangSedangkan
untuk Guru Pembimbing Khusus, pihak sekolah telah berusaha
mencari Guru Pembimbing Khusus yang berkompeten. Guru
Pembimbing Khusus yang lulus di bidang Anak Berkebutuhan Khusus
seperti jurusan psikologi, Pendidikan Luar Biasa, dan PG-PAUD.
Sedangkan untuk guru kelas dalam penanganan Anak Berkebutuhan
Khusus, maka dilakukan sharing. Sharing ini dilakukan guru kelas
dengan Guru Pembimbing Khusus.
Anak Berkebutuhan Khusus yang diterima oleh sekolah yakni
Anak Berkebutuhan Khusus yang mampu secara mandiri menjangkau
ruang-ruang yang terletak di lantai atas. Untuk Guru Pembimbing
Khusus yang telah terpilih dan kompeten dibidangnya, diharapkan
nantinya akan lebih mudah dalam beradaptasi dengan Anak
Berkebutuhan Khusus. Selain itu, pihak sekolah harus memilih Guru
Pembimbing Khusus yang senang dengan dunia peserta didik
sehingga, mampu mendidik dengan hati dan Anak Berkebutuhan
Khusus akan merasa nyaman. Pihak sekolah juga mengikutsertakan
53
guru-guru dalam seminar dan workshop tentang Anak Berkebutuhan
Khusus. Hal ini diharapkan agar guru kelas menjadi lebih kreatif
dalam memperkaya pengetahuan dengan membaca buku dan mencari
informasi terbaru mengenai dunia peserta didik
2. Pelaksanaan Pembelajaran
Pembelajaran Inklusif di SMP Negeri 23 Padangterdapat 5 kegiatan, yaitu:
kegiatan awal (opening), kegiatan inti I, istirahat, kegiatan inti II, kemudian kegiatan
akhir. Kegiatan-kegiatan tersebut menjadi satu rangkaian pembelajaran yang telah
disusun sesuai dengan program sekolah. Guru melaksanakan pembelajaran sesuai
dengan Rencana Kegiatan Harian yang telah dibuat terlebih dahulu.
a. Opening (Kegiatan Awal)
Kegiatan awal yang dilakukan peserta didik dibuat menyenangkan dan
banyak aktivitas fisik. Kegiatan awal tersebut dimulai saat peserta didik datang.
Peserta didik berkumpul bersama di halaman depan sekolah. Peserta
didikberbaris sesuai kelasnya masing-masing. Guru mendampingi peserta didik
tersebut. Peserta didik diajak untuk bermain atau bernyayi sesuai dengan tema
pembelajaran. Setelah menyanyikan lagu atau melakukan permainan, peserta
didik menuju kelas masing-masing. Hal semacam ini tidak dilakukan setiap hari,
hanya disesuaikan dengan materi pembelajaran di jam pertama.
Sampai di kelas peserta didik mempersiapkan peralatan pembelajaran.
Sekali-kali guru memberikan kesempatan kepada peserta didik Inklusif untuk
54
minum terlebih dahulu. Hal ini dilakukan agar Anak Berkebutuhan
Khususmerasa segar kembali di awal pembelajaran. Guru juga mempersilakan
peserta didik bagi yang ingin buang air kecil untuk ke kamar mandi agar saat
pembelajaran ABK bisa mengikuti dengan penuh konsentrasi tanpa harus keluar
kelas.
Setelah Anak Berkebutuhan Khusus siap, Selanjutnya berdoa.Saat
berdoa Anak Berkebutuhan Khusus duduk dikursinya masing-masing. Setiap
hari dijadwalkan 5 peserta didik untuk piket dan Anak Berkebutuhan Khusus
tergabung dengan siswa reguler. Ada kalanya Anak Berkebutuhan Khusus
bertugas untuk memimpin doa sebelum belajardan doa sebelum pulang. Dan
sesekali Anak Berkebutuhan Khususberdoa menggunakan bahasa inggris
bersama-sama. Peserta didik duduk dikursi sambil memejamkan mata.
Sesekali Peserta didik berkumpul di halaman sekolah pukul 07.30 WIB
untuk berbaris kemudian berhitung sesuai kelompoknya. Guru mengajak
peserta didik untuk menyanyi …
Guru menawarkan kepada peserta didik untuk minum terlebih dahulu dan
mempersilakan pada peserta didik yang ingin ke kamar mandi.
…Setiap hari dijadwalkan 5 peserta didik untuk piket, 5 peserta didik
tersebut diberikan pilihan untuk bertugas memimpin berdoa ketika akan
belajar atau akan pulang tidak ketinggalan Anak Berkebutuhan Khusus
pun mendapatkan gilirannya… (wawancara dengan Dra. Lisdawati, 19
April 2015)
Hasil observasi berupa catatan lapangan diperoleh data bahwa
pelaksanaan kegiatan awal (opening) peserta didik diawali dengan berkumpul di
halaman. Setelah masuk kelas dan meletakkan perlengkapan sekolah Guru
55
menawarkan pada peserta didik untuk minum dan ke kamar mandi terlebih
dahulu. Setelah peserta didik siap pelajaranpun dimulai.
Berdasarkan hasil dokumentasi yang dilakukan, diperoleh data bahwa
setiap hari ada 5 peserta didik yang piket untuk memimpin berdoa. Doa ketika
sebelum belajardan sebelum pulang.
Setiap hari Sabtu peserta didik melakukan kegiatan senam di halaman
depan sekolah dan pengembangan diri sesuai dengan bakat dan minat siswa.
Peserta didik berkumpul dan senam bersama. Senam yang pertama guru
memberikan contoh di depan peserta didik sambil senam bersama. Dan senam
yang kedua peserta didik diberi kesempatan untuk ada yang di depan memberi
contoh pada teman-temannya. Senam dilakukan sebanyak 2 kali dengan
gerakan dan lagu yang berbeda. Peserta didik sangat aktif menirukan gerakan
senam. Mereka melakukan dengan senang hati.
b. Kegiatan Inti Pertama
Pada pukul 08.00 memasuki kegiatan inti pertama. Di kegiatan ini
guru menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan peserta didik. Guru sering
mengajak diskusi kepada peserta didik untuk berdiskusi tentang kegiatan-
kegiatan yang akan dilakukan hari ini sesuai dengan pelajarannya.
Berkomunikasi pada peserta didik akan melatih rasa kepercayaan diri pada
peserta didik. Peserta didik akan mengungkapkan pendapat mereka dan
menjawab rasa ingin tahu peserta didik.
56
Guru bertanya kepada peserta didik, “siapa yang tahu tema minggu ini
kita akan belajar apa ya?” Kemudian guru menjelaskan bahwa minggu
ini kita akan belajar kehidupan di desa dan kota … (wawancara dengan
Dra. Lisdawati, 19 April 2015)
Guru menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan hari ini. Kegiatan
pertama yaitu finger painting menggunakan jari telunjuk … Kegiatan
kedua yaitu mengurutkan tinggi gedung dari yang paling tinggi sampai
ke yang paling rendah … Kegiatan ketiga yaitu mengerjakan LKA.
Menghubungkan gambar peserta didik yang berekspresi dengan kata
yang sesuai (senang, sedih, menangis) … (wawancara dengan Dra.
Lisdawati, 19 April 2015)
Hasil observasi berupa catatan lapangan diperoleh data bahwa
pelaksanaan kegiatan inti pertama yaitu dilakukan dengan diskusi tentang
tema minggu ini.
Guru menunjukkan gambar desa dan kota melalui laptop. Di desa
terdapat gambar sungai, gunung, sawah, petani yang menggiring
bebek, petani menanam padi, gubuk / dangau, kebun teh, petani
membajak sawah dengan kerbau, dan pak tani yang sedang menuntun
sepeda. Sedangkan kota terdapat gedung, hotel, kantor, jalan tol, dan
mobil. (wawancara dengan Dra. Lisdawati, 19 April 2015)
Sedangkan hasil dokumentasi diperoleh data bahwa pelaksanaan
kegiatan inti I yaitu dilakukan dengan guru memberikan informasi sesuai
kegiatan yang akan dilakukan oleh peserta didik. Informasi yang akan
diberikan sesuai dengan Rencana Kegiatan Harian dan tema yang telah
ditentukan. Guru dapat memberikan informasi berupa menujukkan gambar,
suara lagu, dan lain sebagainya.
57
Setiap hari kamis, peserta didik berkunjung ke perpustakaan. Peserta
didik diperbolehkan untuk meminjam buku dan membawa buku tersebut
pulang ke rumah. Peserta didik akan menceritakan isi buku yang mereka pilih
di lain hari. Dengan demikian, kegiatan ini akan bermanfaat untuk peserta
didik.
c. Breaktime (Istirahat)
Waktu istirahat dilakukan setelah kegiatan inti I berakhir.
… peserta didik berdoa sebelum makan kemudian menuju ruang
makan untuk mencuci tangan dan makan snack (menu: onde-onde). (wawancara dengan Dra. Lisdawati, 19 April 2015)
Berdasarkan hasil observasi berupa catatan lapangan diperoleh data
bahwa pelaksanaan istirahat (breaktime) dilakukan setelah kegiatan inti I
berakhir. Berdoa sebelum makan dipimpin oleh peserta didik yang piket pada
hari itu.
d. Kegiatan Inti II
Setelah selesai makan, peserta didik kembali ke dalam kelas. Guru
memberi penawaran kepada peserta didik untuk bermain terlebih dahulu
ataulangsung mengerjakan kegiatan. Ketika memilih untuk mengerjakan
kegiatan, peserta didik akan mengerjakan kegiatan yang mereka sukai.
Kegiatan yang dilakukan peserta didik sesuai dengan yang guru berikan pada
kegiatan inti II.
58
Peserta didik yang sudah selesai makan kembali masuk ke dalam
kelas. Guru menawarkan kepada peserta didik untuk langsung
mengerjakan 2 kegiatan hari ini atau akan bermain terlebih dahulu.
Bagi peserta didik yang ingin langsung mengerjakan kegiatan
diperbolehkan memilih kegiatan yang sesuai dengan keinginan atau
minat mereka masing-masing. (Wawancara dengan Siti Rabiyah, 19
April 2015)
Hasil observasi berupa catatan lapangan menunjukkan bahwa
pelaksanaan kegiatan inti II dilakukan setelah peserta didik selesai istirahat
dan kembali ke dalam kelas. Guru memberikan tawaran untuk peserta didik
bermain terlebih dahulu atau langsung mengerjakan kegiatan yang telah
dijelaskan pada kegiatan inti I.
Setiap hari rabu, peserta didik secara bergantian sebanyak 3 peserta
didik untuk bermain dalam pembelajaran komputer. Peserta didik akan
menuju ke ruang komputer yang terletak di lantai 1 yang bersebelahan dengan
perpustakaan. Peserta didik diajarkan untuk mampu menyelesaian kegiatan
yang ada dalam komputer. Setelah selesai, peserta didik akan kembali menuju
kelas masing-masing.
Guru kelas dan Guru Pendamping Khusus tak lupa selalu memotivasi
peserta didik dalam setiap kegiatan yang dilakukan. (Wawancara
dengan Siti Rabiyah, 19 April 2015)
Berdasarkan hasil observasi berupa catatan lapangan diperoleh data
bahwa pelaksanaan kegiatan inti II guru kelas dan Guru Pembimbing Khusus
selalu memotivasi peserta didik dalam setiap kegiatan yang dilakukan. Guru
59
kelas dan Guru Pembimbing Khusus selalu berkolaborasi untuk memantau
perkembangan peserta didik.
Guru Pembimbing Khusus mendampingi 2 Anak Berkebutuhan
Khusus. Dan memberi contoh pada seorang Anak Berkebutuhan
Khusus untuk kegiatan menebalkan gambar, dan tulisan gedung dan
gubuk. GPK juga membantu Anak Berkebutuhan Khusus yang kurang
fokus dalam mengerjakan kegiatan. Guru Pembimbing Khusus sering
mengingatkan dan memotivasi Anak Berkebutuhan Khusus untuk
bersosialisasi tidak hanya akademik saja. (Wawancara dengan Siti
Rabiyah, 19 April 2015)
Dari hasil dokumentasi, diperoleh data bahwa Guru Pembimbing
Khusus selalu mendampingi Anak Berkebutuhan Khusus saat berada di
sekolah. Guru Pembimbing Khusus memberi perhatian yang lebih kepada
Anak Berkebutuhan Khusus. Dengan selalu mendampingi di setiap kegiatan.
Guru Pembimbing Khusus membantu mengarahkan apabila Anak
Berkebutuhan Khusus tidak fokus dan memberikan program individual yang
tepat untuk Anak Berkebutuhan Khusus.
Guru Pembimbing Khusus mendampingi dan memberikan bantuan
berupa treasing (titik-titik), contohnya untuk hitung-menghitung Guru
Pembimbing Khusus akan membantu dengan membuat gambar
kemudian diberi titik-titik. (Wawancara dengan Siti Rabiyah, 19 April
2015)
Hasil wawancara oleh Guru Pembimbing Khusus diperoleh data
bahwa dalam setiap kegiatan yang akan dilakukan oleh Anak Berkebutuhan
Khusus sudah disesuaikan dengan rancangan program individual Anak
Berkebutuhan Khusus. Guru Pembimbing Khusus memberikan bantuan
berupa treasing (titik-titik) kepada Anak Berkebutuhan Khusus
60
e. Kegiatan Akhir
Kegiatan akhir dilakukan ketika waktu sudah menunjukkan waktunya
pulang. Guru tidak lupa mengingatkan untuk merapikan perlengkapan yang
telah dipakai. Peserta didik sudah terbiasa untuk merapikan alat-alat yang
sudah dipakainya. Setelah semua meja, kursi, dan alat tulis kemudian bersiap
untuk pulang.
Guru mereview kegiatan pada hari ini dengan metode bercakap-cakap
kepada peserta didik. Kemudian guru juga akan mempreview kegiatan esok
hari. Hal ini diharapkan peserta didik akan tertarik untuk berangkat ke sekolah
esok hari.
Peserta didik yang sudah mulai selesai mengerjakan kegiatan dan
bermain, dibiasakan oleh guru untuk merapikan semua perlengkapan
(alat tulis, kursi, meja) … Seorang anak yang piket hari ini memimpin
doa sebelum pulang. Peserta didik berdoa pulang bersama-sama.
Guru mereview kegiatan pada hari ini. Kemudian mempreview
kegiatan esok hari. Peserta didik juga diingatkan untuk melakukan
tugas ketika sudah sampai di rumah. Peserta didik berdoa bersama
dipimpin oleh seorang peserta didik yang piket pada hari ini.
(Wawancara dengan Siti Rabiyah, 19 April 2015)
Hasil dokumentasi, diperoleh data bahwa setiap pelaksanaan kegiatan
akhir guru selalu mereview kegiatan pada hari ini. Kemudian mempreview
kegiatan esok hari. Dan peserta didik juga diingatkan untuk melakukan tugas
ketika sudah sampai di rumah.
61
3. Respon siswa reguler dalam menerima siswa Anak Berkebutuhan
Khusus di SMP Negeri 23
Pada mulanya pelaksanaan pendidikan inklusif memang ada sikap
penolakan dari orangtua siswa dan guru reguler dengan keberadaan siswa
inklusif, hal itu karena ketidak pahaman tentang pendidikan inklusif (Wawancara
dengan Agus Rindo, Juni 2015).Ada kekuatiran bahwa anak anak mereka akan
tidak berkembang jika dikumpulkan dengan siswa inklusif.Seperti di sampaikan
Garrett menyatakan salah satu faktor terkuat dalam pembentukan sikap adalah
faktor budaya masyarakat. Budaya, kebiasaan atau tradisi masyarakat yang
mempunyai anak inklusif selama ini adalah ,mengirim siswa inklusif ke Sekolah
Luar Biasa atau pendidikan model Segresi. Hal ini berarti mereka menghendaki
agar siswa inklusif harus disekolahan secara khusus tidak boleh belajar bersama
siswa reguler.Jika dilihat dari teori belajar Thorndike, maka sikap penolakan guru
terhadap paradigma baru atau pendidikan inklusif merupakan sebuah reaksi
ketidaksiapan (Law ofreadiness) yang dipaksakan dalam pembelajaran bersama
Anak Berkebutuhan Khusus yang menuntut pengetahuan dan ketrampilan baru
yang selama ini tidak pernah dilakukan (lawof exercise). Guru reguler yang ada
tidak memiliki pengetahuan tentang bagaimana pendidikan inklusif secara
komprehensif sehingga pemahamannya sangat terbatas. Disamping itu, guru juga
tidak ada pengalaman berinteraksi dengan Anak Berkebutuhan Khusus, tidak
pernah ada pelatihan tentang bagaimana menangani Anak Berkebutuhan Khusus.
Disamping itu sikap dasar guru ini telah dibentuk oleh budaya memberikan label
62
negatif pada Anak Berkebutuhan Khusus. Sikap ini akan mengarahkan atau
melandasi perilaku guru terhadap proses pembelajaran di kelas terutama terhadap
Anak Berkebutuhan Khusus. Faktor internal individu sangat mempengaruhi
pembentukan sikap yang memegang peranan dalam menentukan bagaimana
perilaku seseorang di dalam lingkungannya.
Respon penerimaan siswa reguler terhadap keberadaan siswa inklusif
merupakan keberhasilan sosialisasi pelaksanaan pendidikan inklusif di SMP
negeri 23Padang, karena kegiatan sosialisasi ini dilakukan secara terus menerus,
diawali workshop dan sosialisasi pendidikan inklusif untuk guru dilaksanaan
bersamaan penyusunan perangkat administrasi pembelajaran sebelum dimulainya
tahun ajaran baru, kemudian sosialisasi kepada siswa kelas 7saat Masa Orientasi
Siswa Baru.
Pergaulan antara siswa inklusif dan reguler juga tidak ada kendala,siswa
reguler sudah bisa menerima kehadiran siswa inklusif dalam kehidupan mereka
walaupun kadang hanya didiamkan saja karena mereka tidak paham apa yang
dibicarakan oleh temannya yang inklusif tersebut.Pada beberapa kejadian peneliti
menyaksikan betapa akrabnya hubungan mereka,perilaku yang lucu siswa inklusif
membuat suasana ceria dan meriah,dimana siswa inklusif diminta menyanyi,dan
siswa tersebut menyanyi serta bergaya dengan lucunya. Pemahaman siswa reguler
terhadap adanya siswa inklusif membuat mereka diterima dengan tulus sehingga
63
sejauh ini belum ada laporan catatan kasus gangguan atau pembullyan terhadap
siswa inklusif.
4. Tenaga pendidik Guru Pembimbing Khusus di SMP 23 N Padang
Menurut Yuwono, Joko 2007. dalam Pendidikan Inklusif menjelaskan
bahwa:
”Guru pendamping adalah guru yang memiliki pengetahuan dan
keahlian dalam bidang anak-anak kebutuhan khusus yang membantu
atau bekerjasama dengan guru sekolah regular dalam menciptakan
pembelajaran yang inklusi. Peran guru pendamping dalam membantu
guru reguler dikarenakan keterbatasan pengetahuan dan ketrampilan
guru-guru tersebut”.
Guru pendamping (shadow teacher) selayaknya memberikan segala apa
yang telah menjadi tugas dan kewajibannya, dalam bahasa akademisnya guru
pendamping (shadow teacher) bertindak dan berperan aktif sebagai konsultan.
Oleh karenanya guru pendamping (shadow teacher) selayaknya adalah mereka
yang benar-benar memiliki pengetahuan, keterampilan dan keahlian dalam
membantu anak-anak berkebutuhan khusus (special need children).
a. Profil Guru Pembimbing Khusus SMPN 23 Padang
Guru Pendamping Khusus di SMP Negeri 23 Padang ada 3 orang, namun
mereka cukup profesional dan ahli dibidangnya, Mereka semua sudah memiliki
pengalaman yang cukup dibidang pendidikan inklusif sebelum mengabdikan diri
mendidik siswa siswa inklusif di SMP Negeri 23. Disamping itu mereka sangat
komunikatif kepada warga sekolah dan orang tua siswa. Sehingga selama lebih
kurang 14 tahun berjalannya pendidikan inklusif segala masalah yang terjadi
64
berkaitan dengan siswa inklusif bisa terselesaikan dengan baik. Bahkan para
Guru Pembimbing Khusus cenderung melakukan jemput bola atau menangani
masalah secara preventif agar masalah tidak berkembang menjadi hal yang tidak
diharapkan(Wawancara dengan Bapak Agus Rindo, S.Pd sebagai Koordinator PI
di SMP Negeri 23 Padang)
Disini dijelaskan profil guru pembimbing khusus mulai dari latar belakang
pendidikan, pemahaman mengenai pendidikan khusus, pengalaman menjadi
pendidik serta proses yang menjadikannya sebagai Guru Pembimbing Khusus,
berikut Profil Guru Pembimbing Khusus yang menjadi Subjek penelitian:
1. Guru Pendamping Khusus 1
Pendidikan S. 1 Kependidikan
Usia 47 Tahun
Jenis Kelamin LK
Lama menjadi Guru Pembimbing Khusus 15 Tahun
Lama menjadi pendidik selain Guru
Pembimbing Khusus
3 Tahun
Proses menjadi Guru Pembimbing
Khusus
Direkomendasikan Diknas
Pengetahun tentang ke-PLB-an dari
Riwayat Singkat :
Guru Pembimbing Khusus 1 ini mendampingi peserta didik
berkebutuhan khusus di kelas 3 SMP, selama menjadi Guru Pembimbing
Khusus disekolah ini, Guru Pembimbing Khusus 1 ini bukan hanya membantu
anak dalam aspek akademiknya, melainkan dia juga sering meakukan berupa
treatment mengenai prilaku social yang menyimpang pada anak asuhnya,
65
proses menjadi Guru Pembimbing Khusus adalah dengan cara
direkomendasikan oleh Diknas untuk diperbantukan menjadi Guru
Pendamping Khusus. Selain menjadi Guru Pendamping Khusus, tugas lainnya
di emban AR ini adalah menjadi wakil kepala sekolah dan juga sebagai guru
IPA.
2. Guru Pendamping Khusus 2
Pendidikan S.1 Kependidikan
Usia 49
Jenis Kelamin PR
Lama menjadi Guru Pendamping Khusus 12 Tahun
Lama menjadi pendidik selain Guru
Pendamping Khusus
5 Tahun
Proses menjadi Guru Pendamping
Khusus
Mutasi mengajar
Pengetahun tentang ke-PLB-an dari
Riwayat Singkat :
Gpk 2 ini bertugas dikelas 2, memegang seluruh kelas 2.Dari latar
belakang pendidikan Guru Pendamping Khusus 2 ini tidak berasal dari PLB,
sehingga kadang-kadang mengalami hambatan dalam menjalani tugas
diberikan pihak sekolah.Guru Pendamping Khusus ini telah berada disekolah
ini sekitar 8 tahun, proses dia menjadi Guru Pendamping Khusus hanya
dengandimutasi SK mengajarnya di SMP Negeri 23 Padang. Ketika peneliti
melakukan pengamatan terhadap Guru Pendamping Khusus ini terlihat sangat
kooperatif dalam membantu anak, khusunya dalam hal memperbaiki prilaku
66
adaptifnya dikelas maupun dilingkungan sekolah.LZ ini juga menjabat sebai
wakil kepala sekolah dan mengajar bidang studi Bahasa Indonesia.
3. Guru Pendamping Khusus 3
Pendidikan S1. Kependidikan
Usia 50 Tahun
Jenis Kelamin LK
Lama menjadi Guru Pendamping Khusus 7 Tahun
Lama menjadi pendidik selain Guru
Pendamping Khusus
5 Tahun
Proses menjadi Guru Pendamping Khusus Mutasi guru
Pengetahun tentang ke-PLB-an dari
Riwayat Singkat :
Guru Pendamping Khusus 3 ini merupakan salah satu Guru
Pendamping Khusus yang memiliki waktu jam kerja yang lebih lama
dibandingkan dengan yang lainnya di sekolah ini. Dilingkungan sekolah Guru
Pendamping Khusus 3 ini lebih sering sharing berbagi mengenai cara
menangani Anak Berkebutuhan Khusus. Proses jadi Guru Pendamping
Khusus nya sendiri Guru Pendamping Khusus 3 ini direkrut langsung oleh
pihak sekolah. Karena kebutuhan yang sangat penting yang dihadapi oleh
sekolah tersebut.Dalam kesehariannya dalam mengerjakan tugasnya, Guru
Pendamping Khusus 3 ini memegang semua tingkatan kelas.
67
b. Tugas Guru Pembimbing Khusus di SMP Negeri 23 Padang
1) Menyusun instrumen asesmen pendidikan dengan guru kelas dan
guru mata pelajaran:
Asesmen adalah penilaian yang mengacu pada berbagai Instrumen
yang dapat digunakan untuk memperoleh informasi seperti pengetahuan,
pemahaman, keterampilan, dan tingkah laku anak. Proses pengumpulan
informasi tentang seorang anak yang akan digunakan untuk membuat
pertimbangan dan keputusan yang berhubungan dengan anak.
Penyelenggaraan asesmen khusus bertujuan :
a) Mengetahui jenis dan tingkat Anak Berkebutuhan Khusus.
b) Mengetahui jenis dan tingkat kendala Anak Berkebutuhan Khusus.
c) Mengetahui berbagai potensi yang dimiliki Anak Berkebutuhan
Khusus.
d) Mengetahui berbagai kebutuhan Anak Berkebutuhan Khusus.
e) Mengetahui kemajuan atau hasil pencapaian Anak Berkebutuhan
Khusus dalam proses pelayanan kependidikan khusus.
Tugas menyelenggarakan asesmen dilakukan secara bertahap
meliputi:
a) Asesmen diagnostik, dilaksanakan pada waktu Anak Berkebutuhan
Khusus mulai masuk sekolah atau pada waktu mengalami kesulitan
dalam proses belajar mengajar.
68
b) Asesmen formatif, dilaksanakan bersamaan penyelenggaraan
bimbingan, latihan, pengajaran kompensatif.
c) Asesmen sumatif, dilaksanakan pada tahap akhir penyelenggaraan
pendidikan khusus.
Berikut kutipan wawancara peneliti dengan narasumberBapak
Sofianardi sebagai Guru Pendamping Khusus :
“… Jadi harus bisa membaca kalimat, urutannya kan suku kata, kata,
kalimat lalu paragraf. Bacanya dulu yang kita tangani. Trus nulisnya
ada kendala di motoriknya, lalu kita terapi okupasinya dulu, terapi
okupasi itu yang berkaitan dengan motorik halusnya.(wawancara
dengan Sofianardi. Guru Pendamping Khusus. Juni 2015)
“Asesmennya disini yang standartnya Catulistung, ee kelas satunya
aja kan kalo anak yang mengalami gangguan konsentrasi, ya
maksudnya anak-anak yang slow itu mestinya catulistung dulu dia
bacanya gimana, menulisnya gimana, berhitungnya gimana. Semua
pembelajaran kan intinya di tiga itu, pokoknya tiga pembelajaran itu
intinya disitu. Semua pokok pembelajarannya ya dari catulistung tadi.
“Kalo autis yang hiper, kita assesmen dulu hipernya kenapa,
okupasinya atau karena apanya kita berikan assesmen lalu kita list,
kita analisis lalu kita buat konsepnya. Kalo anak hiper gak bisa diem
ya itu dulu yang kita tangani kita diemkan dulu, kalo belum diem gak
mungkin kita masukkan akademik apalagi lainnya. Jadi anak kita
diemkan dulu duduk diem konsentrasi itu tahapannya.( Wawancara
dengan Lisdawati Zuismar. Guru Pendamping Khusus. Juni 2015)
Tugas menyusun instrumen asesmen pendidikan dilakukan dari awal
masuk tahun ajaran baru, dimana Guru Pendamping Khusus dan guru lain
akan mengasses siswa Anak Berkebutuhan Khusus dalam hal
catulistungnya. Juga jika siswa Anak Berkebutuhan Khusus mengalami
69
hambatan dalam motorik halusnya maka Guru Pendamping Khususakan
melakukan terapi pada siswa tersebut.
2) Membangun sistem koordinasi antara guru, pihak sekolah dengan
orang tua siswa:
Berikut kutipan wawancara peneliti dengan Narasumber :
“Iya kita disini setiap ini, setiap ini ada buku penghubung. Buku
penghubung itu fungsinya supaya orang tua mengetahui apa yang
dilakukan anaknya di sekolah. Selain buku penghubung orang tua juga
mantau trus kitapun juga menyuruh, kita minta sama orangua suruh buat
semacam catatan di rumah aktivitas anak ngapain aja.(Wawancara
dengan Agus Rindo, Guru Pendaming Khusus. Juni 2015)
“Ohh kalo kita rapat paguyuban iu ketika ada program itu kadang
triwulan, tengah semester pertengahan ada rapat dengan paguyuban
khusus inklusi lho yaa, paguyuban inklusi ehh tengah sama kadang-
kadang kita adakan rapat, misalnya membicarakan tentang masalah
dana, pendanaan juga, trus masalah peningkatan pembelajaran seperti
apa. Kita juga pernah yang waktu rapat datangkan narasumber dari luar
yang sudah berpengalaman, memberikan pencerahan, memberikan
arahan yang terbaik itu seperti apa. Dalam hal koordinasi kegiatan luar
kelas, semacam outbond, rekreasi pengenalan sekitar lingkungan kita
juga rapatkan dengan wali murid. Bahkan kita tetep melibatkan wali
murid saat outclass wali murid ya diusahakan bisa ikut”(Wawancara
dengan Agus Rindo, Guru Pendamping Khusus. Juni 2015)
“Ya kita selalu berkoordinasilah sama guru lain karena yang lebih
banyak bersama siswa Anak Berkebutuhan Khusus kan mereka juga.
Kita juga mengadakan diklat mbak sama guru lain atau mendatangkan
narasumber pakar pendidikan inklusi yang lebih berpengalaman biar kita
puya ilmu baru mengenai pendidikan inklusi akhir-akhir ini. Trus ada
juga pengenalan terapi biar guru-guru lain juga bisa melakukan, ya
paling nggak mereka guru-guru bisa menangani lah kalo misal anak-
anak lagi ada apa gitu. (Wawancara dengan Agus Rindo, Guru
Pendamping Khusus. Juni 2015)
“Sama orang tua itu kita punya yang namanya paguyuban inklusi, ya
semacam perkumpulan buat para orang tua yang punya anak Anak
Berkebutuhan Khusus. Kita biasanya ngadain rapat tiga bulan sekali,
70
banyak yang kita bicarakan saat rapat seperti program-program
tambahan yang bakat itu. Trus juga masalah pendanaan buat program
itu, bagaimanapun juga dana itu kan penting buat berjalannya program
itu, trus kita juga sering dapat tambahan misal peralatan pendukung kaya
blender waktu kita bikin cooking class.(Wawancara dengan Agus Rindo,
Guru Pendamping Khusus. Juni 2015)
“Nah dengan orang tua juga gitu kita juga mengaitkan perkembangan
anak dengan orangtua. Kita juga biasa rapat ke kepala sekolah, guru
membicarakan masalah perkembangan ya intinya gitu.(Wawancara
dengan Sofianardi.Guru Pendamping Khusus. Juni 2015 )
“Ohh kalo itu sich orang tua sendiri yang membentuk, orang tua sendiri
cuma biasanya kita ada waktu tertentu, dimana orang tua ngumpul. Itu
biasanya yang kemarin itu tiga bulan sekali sich tapi sekarang kan
sekarang kadang-kadang ada permasalahan yang mendadak itu langsung
apa ya, langsung kita itu yang secara formal ya kalo secara informal ya
kapan saja, kalo istirahat atau apa pulang atau ya setiap saat bisa, cuma
yang secara formal ya itu tadi. (Wawancara dengan Sofianardi. Guru
Pendamping Khusus. Juni 2015 )
“Koordinasi terutama itu ya tentang kurikulum, kurikulum itu kan nanti
disesuaikan lah dengan tingkat kemampuan siswa, kemampuannya.
Modifikasi terutama dalam hal modifikasi kurikulum.(Wawancara
dengan Sofianardi.Guru Pendamping Khusus. Juni 2015 )
Melakukan koordinasi dengan orangtua siswa dapat dilakukan setiap
saat atau saat diadakan rapat paguyuban siswa. Guru juga membuat
buku penghubung yang fungsinya untuk orang tua mengetahui apa yang
dilakukan anaknya di sekolah. Koordinasi juga dapat berupa masukan
tentang program pendidikan inklusi.(Wawancara dengan
Sofianardi.Guru Pendamping Khusus. Juni 2015 )
3) Memberikan bimbingan kepada anak-anak berkebutuhan khusus,
sehingga anak mampu mengatasi hambatan atau kesulitan dalam
belajar:
Berikut kutipan wawancara peneliti dengan Narasumber :
“… waktu pendampingan disitu kadang ketika guru regulernya
menerangkan itu, anaknya lari, itu hambatan dari anaknya, kita ya
ngikuti anak itu, ketika dia jalan kita ngikuti jalan, siap itu baru mau
71
masuk kelas lagi....(Wawancara dengan Agus Rindo, Guru Pendamping
Khusus. Juni 2015)
“Akhirnya kalo kelihatannya anak tantrum udah nggak konsen di kelas
waktu itu dia lagi didampingi sama kita, dengan kita pendampingnya itu
langsung kita ajak ke inklusi, “ayoo kita ke inklusi aja” kita tangani aja.
Trus kita tanya, nggak mungkin anak tantrum nggak ada
permasalahan….(Wawancara dengan Agus Rindo, Guru Pendamping
Khusus. Juni 2015)
“Tapi tergantung anaknya sich dek, kalo si Rang ini dia kalau lagi susah
konsentrasi, aku biasanya ini mengalihkan pembicaraan terhadap hal-hal
yang menyenangkan, ya sekitar 2 menit lah lalu balik lagi ya kita giring
aja ke hal-hal yang mereka sukai. Mereka kan butuh refreshing juga
karena kadang yang membuat konsentrasi mereka turun karena
kejenuhan.(Wawancara dengan Agus Rindo, Guru Pendamping Khusus.
Juni 2015)
Dua subjek Guru Pendamping Khusus memiliki cara yang sama
dalam menghadapi siswa yang sedang tantrum, siswa yang sedang tantrum
biasanya memiliki atau ganjalan masalah sebelum datang ke sekolah dan
bisa juga karena jenuh, sehingga cara yang tepat adalah dengan membuat
mereka senang atau gembira lebih dahulu/ refreshing. Tantrum bisa menjadi
hambatan siswa dalam proses belajar siswa.
4) Memberikan bantuan (sharing pengalaman) kepada guru
kelas/guru mata pelajaran dalam bentuk diskusi agar mereka
pelayanan pendidikan kepada anak-anak berkebutuhan khusus.
Berikut kutipan wawancara peneliti dengan Narasumber :
“Kita juga pernah yang waktu rapat datangkan narasumber dari luar
yang sudah berpengalaman, memberikan pencerahan, memberikan
arahan yang terbaik itu seperti apa” (Wawancara dengan Agus Rindo,
Guru Pendamping Khusus. Juni 2015)
72
“Kita juga mengadakan diklat dek sama guru lain atau mendatangkan
narasumber pakar pendidikan inklusi yang lebih berpengalaman biar kita
puya ilmu baru mengenai pendidikan inklusi akhir-akhir ini. Trus ada
juga pengenalan terapi biar guru-guru lain juga bisa melakukan, ya
paling nggak mereka guru-guru bisa menangani lah.(Wawancara dengan
Agus Rindo, Guru Pendamping Khusus. Juni 2015)
Jadi selain Guru Pendamping Khusus yang ada di sekolah, sesekali
SMP Negeri 23 Padang Juga mendatangkan pakar Inklusif, karena guru
lainpun perlu keterampilan juga dalam hal menangani siswa Anak
Berkebutuhan Khusus yakni dengan cara mendatangkan narasumber/pakar
pendidikan inklusi yang lebih berpengalaman.
5) Memberikan saran dan dukungan pada peserta didik dalam
meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah.
“Ya udah solusinya kita masukkin aja di kelas reguler nanti hasilnya kita
bandingkan antara hasil reguler dan ikut kelas inklusi yang materinya
kita turunkan sedikit.(Wawancara dengan Agus Rindo, Guru
Pendamping Khusus. Juni 2015)
Siswa ABK memiliki ruang full out yang dapat digunakan jika siswa
mengalami hambatan dalam pelajaran tertentu, siswa akan belajar secara
intensif di ruangan tersebut.
73
6) Bersama dengan guru di sekolah, guru pembimbing khusus dapat
merancang kurikulum individual bagi anak berkebutuhan khusus,
kurikulum plus/ kompensatoris.
Kurikulum tambahan ini tidak ada dalam kurikulum standar.
Kurikulum tambahan ini berkaitan dengan kegiatan-kegiatan kompensatoris
yang bersifat membimbing, melatih,dan membenahi anak berkebutuhan
khusus untuk mempersiapkan berintegrasi ke dalam klas bersama-sama
anak awas. Penyelenggaraan kurikulum plus bertujuan mencapai
kesepadanan optimal Anak Berkebutuhan Khusus dengan peserta didik
lain.Kurikulum plus ini terdiri dari dua bagian :
a. Memberikan kesempatan kepada anak berkebutuhan khusus
untuk meningkatkan kemampuan mereka melaksanakan kehidupan
sekolah. Bagian ini meliputi: latihan kedriaan, latihan Orientasi dan
Mobilitas (tunanetra), bina persepsi bunyi dan irama (tunarungu), bina
diri (tunagrahita), bina gerak (tunadaksa), bina pribadi dan sosial
(tunalaras), bina komunikasi (autis), latihan Olah Raga dan
Kesehatan, latihan keterampilan sehari-hari, dan bimbingan
sosialisasi. Bagian pertama dari kurikulum plus ini disebut juga
bimbingan penyesuaian anak berkebutuhan khusus di sekolah.
b. Memberikan kesempatan kepada anak berkebutuhan khusus untuk
mempersiapkan diri mengikuti pelajaran di dalam kelas. Bagian ini
meliputi pengajaran konsep dasar bahasa, baca tulis Braille
(tunanetra), komunikasi total (tunarungu) dan pengajaran konsep dasar
matematika, IPA, dan IPS; serta latihan alat bantu-peraga
khusus. Bagian kedua dari kurikulum plus ini disebut bimbingan
penyesuaian anak berkebutuhan khusus ke dalam kelas.
74
“Dari modifikasi sudah setelah itu kita buat silabus, dan RPP-nya.
Untuk anak-anak yang masih kelas rendah kelas 1, 2 itu biasanya kan
masih belum bisa menyesuaikan, kadang-kadang baca tulisnya masih
belum bisa, itu kita buat PPI, PPI itu semacam program pembelajaran
individual jadi sudah keluar dari koridor kurikulum tadi.(Wawancara
dengan Agus Rindo, Guru Pendamping Khusus. Juni 2015)
“Jadi untuk pembuatan programnya kita melibatkan guru regular, kita
melibatkan orang tua juga. Jadi ee nggak hanya satu pihak yang
berperan, apalagi kalau anak inklusinya anak-anak autis, autis yang
tanda petik dia itu pintar, trus interaksi kurang itu kita semua ini, kita
harus tahu yang ketika di rumah seperti apa, ketika dia di kelas seperti
apa lalu kita kombinasi itu. Misal ohh anak ini, itu dulu yang kita
tangani konsentrasinya yang kita tangani. Jadi semua terlibat di
dalamnya, bukan hanya sekedar modifikasi saja.(Wawancara dengan
Agus Rindo, GPK. Juni 2015)
“… dari kurikulum KTSP itu KD-nya kita turunkan standartnya buat
anak-anak. Setelah kita modifikasi kurikulumnya, guru kan mengajar
sesuai dimana kemampuan anak tersebut. Lalu waktu Ujian Kenaikan
Kelas, ujian kenaikan kelas itu gurunya yang membuat soal bagi anak-
anak.(Wawancara dengan Agus Rindo, Guru Pendamping Khusus.
Juni 2015)
Kurikulum yang digunakan di sekolah ini sama dengan kurikulum
yang dipakai sekolah lain yakni KTSP, namun untuk siswa Anak
Berkebutuhan Khusus mereka menggunakan PPI yaitu semacam program
pembelajaran individual untuk membantu siswa dalam mencapai KKM.
7) Sebagai fasilitator.
“Guru sudah mempersiapkan alat dan bahan yang diperlukan untuk
keterampilan pada hari ini. Bahan-bahan nya antara lain: kertas karton, dan
kain flannel. Sedangkan alat yang akan digunakan: penggaris, gunting, dan
lem” (Wawancara dengan Agus Rindo, Guru Pendamping Khusus. Juni
2015)
Pengelolaan alat bantu/ peraga khusus bagi Anak Berkebutuhan
Khusus bertujuan:
75
a. Menjamin efisiensi optimal penggunaan alat bantu/peraga khusus dan
buku-buku Anak Berkebutuhan Khusus.
b. Membebaskan para Guru Klas / Guru Bidang studi dari tugas
mengelola alat bantu/peraga khusus.
Tugas mengelola alat bantu/peraga khusus dan buku Anak
Berkebutuhan Khusus meliputi:
a. Menyimpan serta merawat alat bantu/peraga khusus dan buku Anak
Berkebutuhan Khusus.
b. Mengatur penggunaan alat bantu/peraga khusus dan buku Anak
Berkebutuhan Khusus.
c. Mengurus pengadaan alat bantu/peraga khusus dan buku Anak
Berkebutuhan Khusus.
d. Mengembalikan alat bantu/peraga khusus dan buku Anak
Berkebutuhan Khusus yang sudah tidak digunakan secara aktif pada
Pusat Material Pendidikan Inklusi Tunanetra.
e. Membuat alat bantu/peraga sederhana.
Guru memberikan fasilitas kepada siswa agar dalam pembelajaran
siswa menjadi lebih memahami materi yang sedang diajarkan.
8) Tugas: Layanan Pembelajaran Khusus
Pengajaran khusus adalah pengajaran yang diberikan kepada Anak
Berkebutuhan Khusus yang di dalam proses belajar mengalami
76
ketidaksesuaian dengan tuntutan kurikulum standar.Penyelenggaraan ini
bertujuan mencapai kesesuaian optimal Anak Berkebutuhan Khusus dengan
tuntutan program pendidikan mereka.Pembelajaran ini dilaksanakan sesuai
dengan kebutuhan meliputi:
a. Pengajaran remedial, diberikan jika Anak Berkebutuhan Khusus di
dalam proses belajar mengajar di klas mengalami ketidakjelasan, salah
pengertian dan atau kesalahan cara mengajar guru,
b. Pengajaran akselerasi, diberikan kepada Anak Berkebutuhan Khusus
yang mengalami kecerdasan istimewa dan berprestasi luar
biasa dalam pelajarannya,
c. Pengajaran pengayaan, diberikan kepada semua Anak Berkebutuhan
Khusus untuk memperkaya pengalaman kongkret sesuai dengan
program pengajaran mereka.
d. Pembelajaran individual dengan program pembelaaran individual
(PPI): dilaksanakan terhadap Anak Berkebutuhan Khusus dengan
kecerdasan di bawah rata-rata dan tidak mampu mengikuti
pembelajaran dengan kurikulum standar.
9) Tugas Kunjungan Rumah
Tugas menyelenggarakan kunjungan rumah adalah pelayanan
kepada orang tua dan anggota keluarga Anak Berkebutuhan Khusus untuk
mengembangkan pengertian dan sikap wajar terhadap
77
ABK. Penyelenggaraan kunjungan rumah bertujuan menyelaraskan,
menyerasikan, dan menyepadankan suasana pendidikan di rumah dan
suasana pendidikan & sekolah, yang tugas-tugasnya meliputi:
a. Bimbingan kepada orangtua dan keluarga Anak Berkebutuhan Khusus.
b. Bimbingan dan latihan-latihan kepada Anak Berkebutuhan Khusus
terhadap hal-hal yang sulit dilaksanakan di sekolah.
10) Tugas Adaptasi Media/ alat Khusus
Adaptasi media misalnya kegiatan mengalihhurufkan dari huruf
Braille ke huruf visual, atau sebaliknya, serta memperbesar ukuran huruf
untuk anak low vision.Penyelenggaraan adaptasi media bertujuan:
a. Menghilangkan kesenjangan komunikasi tertulis/ lesan antara Anak
Berkebutuhan Khusus dengan para Guru Klas / Guru Bidang studi.
b. Melengkapi bahan pelajaran tertulis yang relevan dengan Anak
Berkebutuhan Khusus (tunanetra: dalam huruf Braille dan atau huruf
visual ukuran besar).
11) Tugas Adaptasi Media/ alat Khusus
Adaptasi media misalnya kegiatan mengalihhurufkan dari huruf
Braille ke huruf visual, atau sebaliknya, serta memperbesar ukuran huruf
untuk anak low vision.Penyelenggaraan adaptasi media bertujuan:
a. Menghilangkan kesenjangan komunikasi tertulis/ lesan antara Anak
Berkebutuhan Khusus dengan para Guru Klas / Guru Bidang studi.
78
b. Melengkapi bahan pelajaran tertulis yang relevan dengan Anak
Berkebutuhan Khusus (tunanetra: dalam huruf Braille dan atau huruf
visual ukuran besar).
12) Tugas administrasi khusus
Administrasi khusus adalah segala kegiatan administrasi yang
diperlukan bagi Anak Berkebutuhan Khusus dan yang tidak termasuk ke
dalam administrasi sekolah.Penyelenggaraan administrasi khusus bertujuan:
a. Menjaga kelancaran dan kestabilan administrasi sekolah.
b. Mendukung dan melengkapi tugas-tugas para Guru Pendamping
Khusus dan dan guru kelas/ mata pelajaran/ BP.
Tugas menyelenggarakan administrasi khusus meliputi:
a. Menyusun jadwal tugas seminggu untuk masa pelaksanaan satu
semester/ tahunan, dan mengusahakan pengesahannya kepada Kepala
Sekolah.
b. Menyusun laporan pelaksanaan tugas bulanan dan menyampaikan
kepada Kepala Sekolah serta pihak-pihak lain yang berkepentingan
c. Merekam hasil asesmen dan evaluasi khusus, menyimpan dan
mengatur penggunaan dokumen-dokumen evaluasi khusus,
d. Menyelenggarakan administrasi pelaksanaan kurikulum
plus/ pengajaran kompensatif, kunjungan rumah, pengelolaan alat
79
bantu/peraga khusus, adaptasi media/ alat, serta menyelenggarakan
administrasi pengembangan program.(Prita Indriawati.Volume 1,
Nomor 1 Januari 2013.)
80
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pelaksanaan, hasil dan pembahasan dalam penelitian yang
peneliti lakukan, peneliti mengambil kesimpulan bahwa perencanaan
pembelajaran oleh guru bidang studi di SMP N 23 Padang belum dapat terlaksana
dengan baik.Hal ini terbukti dengan tidak adanya perencanaan pembelajaran yang
dibuat oleh guru bidang studi dalam menghadapi anak berkebutuhan khusus
dengan gangguan pendengaran yang ada di kelasnya.Dalam perencanaan
pembelajarannya disamaratakan saja antara peserta didik yang berkebutuhan
khusus dengan peserta didik yang normal. Sehingga menyebabkan anak
berkebutuhan khusus kurang mampu dalam mengikuti pembelajaran dengan baik,
dan anak berkebutuhan khusus pun menjadi kurang tertarik dengan
pembelajarannya, maka anak berkebutuhan khusus pun tidak konsentrasi dalam
menerima pembelajaran yang diberikan dengan baik.
81
B. Saran
Sehubungan dengan hasil penelitian ini, maka peneliti memberikan beberapa
saran yang dapat peneliti sampaikan berkenaan dengan penelitian ini untuk berbagai
pihak adalah sebagai berikut:
1. Kepada Kepala Sekolah dan Manager Inklusif
Dewasa ini pendidikan inklusif di SMP N 23 Padang merupakan hal yang sangat
diharapkan kehadirannya oleh masyarakat.Maka keberadaan pendidikan inklusif
di SMP N 23 Padang harus semakin ditingkatan kualitasnya.Hal tersebut
menyangkut kurikulum modifikasi inklusif, keprofesian Guru Pendamping
Khusus dan guru reguler serta sarana prasarana pendukungnya juga ruang kelas
untuk pembelajaran Materi Normatif dan adaptif yang representatif,
labotarorium yang aman dan nyaman,serta situasi belajar yang kondusif. Untuk
memantapkan keberadaan SMP N 23 Padang sebagai sekolah inklusif maka ada
beberapa hal yang disarankan antara lain ;
a. Melakukan sosialisasi tentang pendidikan inklusif secara terus menerus,
sehingga semua warga SMP N 23 Padang, mengerti, memahami, menerima,
keberadaan siswa inklusif.
b. Meningkatkan profesionalisme para pelaku pendidikan inklusif, Manajer
inklusif Staf Administarasi, Guru Pendamping Khusus, Guru Reguler dengan
82
cara mengirim untuk mengikuti pelatihan atau workshop tentang pengelolaan
pendidikan inklusif.
c. Memantapkan kurikulum modifikasi untuk pendidikan inklusif dengan
memasukan materi lokal supaya menjadi acuan kurikulum modifikasi untuk
pendidikan inklusif,hal tersebut tentunya dengan melibatkan segala komponen
yang berususan dengan pendidikan inklusif termasuk para pakar pendidikan
inklusif yang ada di kota Padang.
d. Membuat sistem pengelolaan administrasi pendidikan inklusif yang handal di
segala lini,seperti pada pengelolaan keuangan,administrasi pendidik dan
tenaga kependidikan sehingga pelaksanaan pendidikan inklusif bisa berjalan
secara profesional.
e. Membuat memorandum of understanding dengan lembaga lembaga
profesional untuk pengembangan pendidikan inklusif di SMP N 23
Padang,seperti pelaksanaan tes psikologis ; pengukuran kecerdasan ,bakat
minat serta kepribadian bagi siswa siswa inklusif.
2. Kepada Dinas Pendidikan
Karena Dinas Pendidikan kota Padang adalah sebagai stake holder pemegang
kebijakan pendidikan inlusif maka di sarankan ;
a. Menambah sekolah yang menyelenggarakan pendidikan inklusif untuk level
sekolah menengah atas di kota Padang,mengingat jumlah lulusan pendidikan
83
inklusif level SMP semakin banyak dan membutuhkan pendidikan inklusif
level SLTA untuk lanjutannya.
b. Melengkapi sarana dan prasarana penyelenggaraan pendidikan inklusif di
SMP agar kegiatan belajar siswa inklusif bisa berlangsung dengan maksimal.
c. Memberikan pengertian dan pemahaman secara berkelanjutan mengenai
pendidikan inklusif kepada warga sekolah dan masyarakat, melalui sosialisasi
menggunakan berbagai media
d. Memberikan pelatihan management pendidikan inklusif kepada sekolah
penyelenggara inklusif.
e. Mengadakan workshop pengembangan materi pendidikan inklusif kepada
Guru Pendamping Khusus serta guru reguler.
f. Menurunkan kebijakan aturan standarisasi pedoman penyusunan
kurikulum pendidikan inklusif yang di sesuaikan kekhasan program keahlian
masing masing SMP.
g. Menyelenggarakan pendidikan inklusif dengan biaya yang bisa dijangkau
orang siswa inklusif, karena tidak semua orang tua siswa inklusif dari
golongan sosial ekonomi yang mampu.
3. Kepada Guru
a. Diharapkan selalu mengikuti pelatihan dan sosialisasi pendidikan
inklusif yang diselenggarakan sehingga mempunyai pengertian dan
pemahaman tentang pendidikan inklusif
84
b. Menjadi katalisator keberadaan siswa inklusif kepada warga sekolah.
c. Mempelajari psikologi kepribadian siswa inklusif sehingga
mempermudah pendekatan terhadap siswa inklusif.
4. Kepada Orangtua Siswa Inklusif
Anak adalah permata hati,dengan segala keunikan kelebihan dan kekurangannya
adalah hadiah dari Tuhan yang Maha Memberi maka orang tua sebaiknya;
a. Ikhlas menerima kehadiran anak anak inklusif sebagai bagian dari ibadah
kita.
b. Berusaha semaksimal mungkin memberikan pendidikan yang terbaik kepada
anak anak inklusif.
c. Bertanggung jawab mengikuti pendidikan dan perkembangan anak anaknya
yang inklusif.
d. Memupuk serta mengembangkan potensi siswa inklusif dengan melibatkan
siswa sesuai dengan kemampuan siswa.
5. Kepada Peneliti selanjutnya, Pendidikan inklusif semakin berkembang dan
tentunya semakin menarik minat para pakar untuk mengadakan penelitian oleh
karena itu hal hal yang disarankan adalah; a) melakukan penelitian untuk
menyusun model kurikulum pendidikan inklusif di SMP; b) menyusun prosedur
operasional standar pelayanan dan penanganan siswa inklusif saat terjadi
bermasalah di sekolah atau kelas.
85
DAFTAR PUSTAKA
A. Arsip / Dokumen
Profil SMPN 23 Padang 2012/2013
Buku Peraturan Siswa SMPN 23 Padang
Laporan tahunan SMPN 23 Padang ke Diknas Pendidikan 2013
B. Buku-buku
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis. Jakarta :
Rineka Cipta
Budiyanto. Dkk.2010. Modul Pelatihan Pendidikan Inklusif. Kemendiknas
Budiyanto. 2005. Pengantar Pendidikan Inklusif Berbasis Budaya Lokal. Jakarta:
Depdiknas.
Bambang Setiyono. 2000. Terapi Wicara Untuk Praktisi Pendidikan dan Kesehatan.
EEG.Jakarta.
Depdiknas. 2007. Pedoman Khusus Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif No.06
(Pengadaaan dan Pembinaan Tenaga Pendidik). Jakarta:Direktorat
Pembinaan Sekolah Luar Biasa.
Direktorat PSLB. 2004. Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif (Buku
Paket). Jakarta: Direktorat PSLB.
Hurlock, E.B. 2000. Perkembangan Anak Jilid II (Terjemahan dr. Med. Meitasari
Tjandrasa). Jakarta: Erlangga.
Kohlberg, Lawrence. 1995. Tahap-tahap Perkembangan Moral (Terjemahan John de
Santo dan Agus). Yogyakarta: Kanisius.
Moleong, L. J. 2011. Metode Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi). Bandung: Rosda
Karya.
86
Tilaar, H. A. R & Riant Nugroho. 2009. Kebijakan Pendidikan: Pengantar Untuk
Memahami Kebijakan Pendidikan dan Kebijakan Pendidikan sebagai
Kebijakan Publik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan
Inklusif Bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi
Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa. 2009. Jakarta: Depdiknas
Kemendiknas. 2009.Rencana Strategis Kementerian Pendidikan Nasional 2009-
2014. Jakarta: Kemendiknas
Rose R. & Howley M. 2007. The practical guide to: Special Education Needs in
Inclusive Primary Classrooms. Paul Chapman Publishing: London.
Sue Stubbs. 2002. Pendidikan Inklusif.Ketika hanya ada sedikit sumber. Idp norway.
Jurusan Pendidikan Luar Biasa. UPI
Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung:
Alfabeta
Stubbs. 2002. Inklusif Education: Where there are few resource. London: The Atlas
Alliance.
Tarmansyah.1996. Gangguan Komunikasi. Jakarta: Rineka Cipta
Tarmansyah. 2007. Inklusi Pendidikan Untuk Semua. Jakarta: Depdiknas.
C. Skripsi
Rila Arianti 2009 :Studi Deskriptif Tunanetra yang berjalan dengan Menggunakan
Gerobak (Study Kasusu di Kuranji kecamatan Payakumbuh).Skripsi : PLB
FIB UNP.
Maises Yuliarni, 2009 :Upaya meningkatkan kemampuan motorik halus jari tangan
melalui senam jari pada anak Down Sidrom di SLB YPPLB Padang (Singgle
subject research kelas D.IIC).Skripsi. PLB FIB UNP
Taslialtul Fuad2008: pelaksanaan modifikasi perilaku bagi anak Authisme di sekolah
Luar Biasa Permata Bunda Bukittinggi. Skripsi: Jurusan PLB FIP UNP.
87
M. Arief Budiman. 2012. Inklusi Sosial disekolah Inklusi.Skripsi. Fakultas Sospol. UI
D. Internet/ Jurnal
O‟Neill, Geraldine and Tim McMahon. 2005. Student Centered Learning. Diakses
dari http://qa.ubbcluj.ro/ posdrucalitate/despre/training_studenti/
materiale/student_centered_learn.pdf. pada tanggal 16 Maret 2015, jam 19.45
WIB.
Mulyati, Y. S. 2009. Peran dan Fungsi Guru Dalam Meningkatkan Kualitas
Pendidikan. (Online), (file.upi.edu// diakses tanggal 06 Januari 2015)
Dyah. 2008. Pengkajian Pendidikan Inklusif bagi Anak Berkebutuhan Khusus pada
Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. (Online),
(http://eprints.lib.ui.ac.id/11679/pengkajian-pendidikan-inklusif-bagi-anak/
diakses 1 Juli 2015)
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (Amandemen). 2003.
Depdiknas.
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.2003.
Jakarta. Depdiknas
Gallan Berkah Mahesa. Volume 2 Nomor 3. September 2013. Perencanaan
Pembelajaran Oleh Guru Di Smp Negeri 23 Padang Dalam Setting Inklusi.
http://ejournal.unp.ac.id/index.php/jupekhu.
Rima Rizki Anggraini. Volume 1 Nomor. Januari 2013. Persepsi Orangtua Terhadap
Anak Berkebutuhan Khusus (Deskriptif Kuantitatif di SDLB N.20 Nan Balimo
Kota Solok). http://ejournal.unp.ac.id/index.php/jupekhu.
Prita Indriawati.Volume 1, Nomor 1 Januari 2013.Implementasi Kebijakan Tugas
Guru Pembimbing Khusus pada Pendidikan Inklusif di SD Negeri se-
Kecamatan Junrejo Batu. Jurnal Kebijakan dan Pengembangan Pendidikan
88
Lampiran I
KISI-KISI PANDUAN PENELITIAN
PENERAPAN PENDIDIKAN INKLUSIF
DI SMP NEGERI 23 PADANG
No. Varibel Kisi-Kisi Sumber data Metode
Pengumpulan Data
1. Sejarah dan identitas
lembaga
a. Tanggal bediri
b. Visi-Misi
c. Jumlah
anak,guru, dan
karyawan
d. Status sekolah
Kepala sekolah Wawancara
2. Fasilitas lembaga a. Jumlah kelas
b. Halaman
c. APE
d. Kamar mandi
e. Perpustakaan
f. Kantor
g. UKS
Kepala
sekolah,
Karyawan,
Guru
Observasi,
Dokumentasi
3. Penerapan pendidikan
inklusif di SMP
Negeri 23 Padang
a. Peranan GPK di
SMP Negeri 23
Padang
b. Tenaga
pendidik GPK
di SMP Negeri
23 Padang
c. Tugas GPK
d. Profil GPK
Guru,
Manajemen
Observasi,
Wawancara,
Dokumentasi
4. Administrasi a. Kurikulum
b. RKH
c. Perencanaan
pembelajaran
Guru,
Manajemen
Wawancara,
Dokumentasi
5. Faktor-faktor dalam
pendidikan inklusif
a. Faktor
pendukung
b. Faktor
penghambat
Guru,
Manajemen
Observasi,
Wawancara
89
Lampiran 2
PANDUAN WAWANCARA
PENERAPAN PENDIDIKAN INKLUSIF
DI SMP NEGERI 23 PADANG
Hari/Tanggal : Waktu :
Tempat : Sumber :
No. Pertanyaan Deskripsi
1. Bagaimanakah sejarah berdirinya pendidikan Inklusif
di SMP Negeri 23 Padang?
2. Apa visi dan misi SMP Negeri 23 Padang?
3. Berapakah jumlah siswa, guru, dan karyawan di SMP
Negeri 23 Padang?
4. Bagaimana konsep pendidikan inklusif yang
diterapkan di SMP Negeri 23 Padang?
5. Mengapa di SMP Negeri 23 Padangmenerapkan
pendidikan inklusif?
6. Jenis-jenis Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) apa
saja yang ditangani di SMP Negeri 23 Padang?
7. Adakah Guru Pembimbing Khusus (GPK) di SMP
Negeri 23 Padang
8. Bagaimana peran guru dan kepala sekolah dalam
penerapan pendidikan inklusif pada pembelajaran di
SMP Negeri 23 Padang?
9. Bagaimana peran orang tua dan komite sekolah dalam
penerapan pendidikan inklusif pada pembelajaran di
SMP Negeri 23 Padang?
10. Metode apa saja yang digunakan dalam penerapan
pendidikan inklusif pada pembelajaran TK kelompok
A?
11. Sumber belajar apa saja yang digunakan dalam
penerapan pendidikan inklusif pada pembelajaran di
SMP Negeri 23 Padang?
12. Faktor-faktor apa saja yang mendukung penerapan
pendidikan inklusif pada pembelajaran di SMP Negeri
23 Padang?
13. Faktor-faktor apa saja yang menghambat penerapan
pendidikan inklusif di SMP Negeri 23 Padang?
14. Bagaimana cara mengatasi masalah-masalah dalam
penerapan pendidikan inklusif pada pembelajaran
di SMP Negeri 23 Padang
90
Lampiran 4. Foto Hasil wawancara dan penelitian
Gambar 1:
Wawancara dengan Kepala Agus Rindo (GPK),
pada 9 Juni 2015 (Sumber : dokumen pribadi)
Gambar 2:
Wawancara dengan Kepala Agus Rindo (GPK),
pada 9 Juni 2015 (Sumber : dokumen pribadi)
Gambar 3:
Proses belajar Siswa ABK dalam kelas formal, pada
9 Juni 2015. (Sumber : dokumen pribadi)
Gambar 4:
Proses belajar Siswa ABK dalam kelas formal, pada
9 Juni 2015. (Sumber : dokumen pribadi)
91
Lampiran 5. Foto ABK dalam proses KBM
Gambar 5 :
Kantor Anak Berkebutuhan Khusus, pada 9 Juni 2016. (Sumber : dokumen pribadi)
Gambar 6 :
Proses belajar Siswa ABK dalam kelas formal, pada 9 Juni 2015. (Sumber : dokumen pribadi)
Gambar 7:
Proses belajar Siswa ABK dalam kelas formal, pada 9 Juni 2015. (Sumber : dokumen pribadi)