pendidikan karakter untuk memperkecil virus kkn

39
1 PENDIDIKAN KARAKTER UNTUK MEMPERKECIL VIRUS KKN Sehat Sultoni Dalimunthe, M.A. A. Pendahuluan Korupsi di Indonesia menjadi hal yang serius, sehingga pemerintah, ikhlas atau tidak mendirikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). KPK dari namanya sepertinya mengerikan dan sekaligus menjanjikan. Mengerikan karena namanya pemberantasan, seakan-akan pasukan super power dalam segala bidang termasuk dalam bidang integritas moralnya yang tulus untuk benar-benar memberantas. Pemberantasan boleh jadi kata yang utopis, sehingga tidak mungkin terwujud zero corruption, jika memang korupsi itu bagian dari system hidup yang diciptakan oleh Allah. Ada yang baik, ada yang jahat. Ada yang memperbaiki bangsa, ada juga yang merusak bangsa, termasuk para koruptor. Naudzubillah, kita termasuk di dalamnya atau kita kandidat yang berminat untuk korupsi. Untuk itu jugalah judul makalah ini ditulis “…memperkecil virus korupsi”, karena teori itu lebih logis dan mudah dipertanggung jawabkan. KPK saja jika ditanya, kapan korupsi bisa diberantas, saya yakin mereka tidak berani menjawabnya. Makalah dipresentasikan di Seminar Nasional Peranan Ulama dan Cendekiawan Muslim dalam Memberantas KKN di Gunung Tua, Selasa 17 Septermber 2013

Upload: thehaer

Post on 01-Dec-2014

679 views

Category:

Education


2 download

DESCRIPTION

 

TRANSCRIPT

Page 1: Pendidikan karakter untuk memperkecil virus kkn

1

PENDIDIKAN KARAKTER UNTUK MEMPERKECIL VIRUS KKN

Sehat Sultoni Dalimunthe, M.A.

A. Pendahuluan

Korupsi di Indonesia menjadi hal yang serius, sehingga pemerintah, ikhlas

atau tidak mendirikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). KPK dari namanya

sepertinya mengerikan dan sekaligus menjanjikan. Mengerikan karena namanya

pemberantasan, seakan-akan pasukan super power dalam segala bidang termasuk

dalam bidang integritas moralnya yang tulus untuk benar-benar memberantas.

Pemberantasan boleh jadi kata yang utopis, sehingga tidak mungkin terwujud zero

corruption, jika memang korupsi itu bagian dari system hidup yang diciptakan

oleh Allah. Ada yang baik, ada yang jahat. Ada yang memperbaiki bangsa, ada

juga yang merusak bangsa, termasuk para koruptor. Naudzubillah, kita termasuk

di dalamnya atau kita kandidat yang berminat untuk korupsi. Untuk itu jugalah

judul makalah ini ditulis “…memperkecil virus korupsi”, karena teori itu lebih

logis dan mudah dipertanggung jawabkan. KPK saja jika ditanya, kapan korupsi

bisa diberantas, saya yakin mereka tidak berani menjawabnya.

Pada saat menggulingkan singgasana Soeharto, masing-masing kita

berteriak untuk menyelesaikan korupsi. Ternyata, banyak juga orang yang

berkomentar pasca Soeharto, korupsi malah semakin meraja lela. Walaupun

dalam banyak data korupsi, tempatnya saja yang berpindah. Kepala daerah,

banyak yang terlibat korupsi, demikian juga para pejabat dan pengusaha. Dalam

hal urusan ibadah juga orang berani korupsi. Dalam kekesalan dan kesedihan

bangsa, sebagian tokoh berkomentar. Prof. Dr. Mahfud M.D. mengatakan sudah

habis rumus dan jurus untuk memberantas korupsi yang diberlakukan di

Indonesia, tetapi tetap saja korupsi tidak terberantas. Prof. Dr. Syafi’i Ma’arif

mengatakan urat malu para koruptor itu sudah putus, sehingga dalam keadaan

terpida pun mereka kelihatan tidak malu.

Makalah dipresentasikan di Seminar Nasional Peranan Ulama dan Cendekiawan Muslim dalam Memberantas KKN di Gunung Tua, Selasa 17 Septermber 2013

Page 2: Pendidikan karakter untuk memperkecil virus kkn

2

Belum selesai tugas KPK, dengan agresif panitia seminar ini

mewacanakan kerja baru, yaitu memberantas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme

(KKN). Jadi pemerintah, diberi “PR” oleh panitia ini untuk membentuk “Komisi

Pemberantasan Kolusi” dan “Komisi Pemberantasan Nepotisme”. Klasifikasi

tindak pidana korupsi yang dikeluarkan PBB mencakup kolusi dan nepotisme.

Sementara menurut UU NO.31/1999 jo UU No.20/2001 tentang tindak pidana

korupsi, hemat penulis, nepotisme tidak termasuk di dalamnya, tetapi kolusi

termasuk di dalamnya. Kita berharap, seminar ini memang lahir dari niat baik.

Dalam filsafat etika, tidak cukup niat baik, tetapi harus dilanjutkan kerja yang

baik pula. Kemudian diakhiri dengan akibat yang baik dari pekerjaan itu. Perlu

kita sama-sama mewaspadai para pelaku KKN yang punya niat buruk, tetapi

caranya kelihatannya baik (mangakal akali).

Sebagai bangsa, kita memiliki tanggung jawab bersama dalam

memperkecil virus KKN ini. Boleh jadi kita yang di ruangan ini belum semua

setuju KKN itu diberantas. Karena boleh saja saat ini ada di antara kita yang

diuntungkan dengan KKN, tentu ada juga yang dirugikan dengan KKN. Tapi

nurani kita yang jujur sama menilai KKN itu tidak baik. Walaupun orang masih

bisa berdebat panjang makna dari kolusi dan nepotisme. Tapi KKN dalam makna

negative itu nurani kita menyetujui untuk diberantas, walaupun akal tidak,

setidaknya akal saya mengatakan hampir mustahil memberantasnya. Yang

mungkin kita lakukan adalah memperkecil, sekecil mungkin.

Dimana posisi atau keikutsertaan para ulama dan cendekiawan dalam hal

memperkecil virus korupsi di Negara ini? hal inilah yang akan dibicarakan dalam

makalah ini. Perspektif yang digunakan sesuai dengan permintaan panitia teori

social, budaya, dan agama.

B. Istilah: Ulama dan Cendekiawan.

1. Ulama

Ulama menjadi kata yang tidak asing dalam bahasa Indonesia yang berasal

dari bahasa Arab. Ulama yang asalnya jamak dari ‘alim (orang yang berilmu). Di

Page 3: Pendidikan karakter untuk memperkecil virus kkn

3

dalam al-Qur’an ada dua bentuk jamak dari ‘alim, yaitu ulama dan ‘alimun, tetapi

istilah ulama inilah yang berhubungan dengan kepakaran ilmu.

Walaupun istilah ulama itu telah ma’lum bagi kita, apalagi bagi kalangan

ulama, tetapi kata tekstual dari ulama, hanya disebutkan dua kali di dalam al-

Qur’an. Pertama dalam Q.S. al-Syu’ara/26: 197 dan Q.S. Fatir/35: 28.

�يل� ائ ر� �س� إ �ي �ن ب �م�اء ع�ل �م�ه� �ع�ل ي ن� أ �ة� آي �ه�م� ل �ن �ك ي �م� و�ل

� أ

Artinya, “Dan apakah tidak cukup menjadi bukti bagi mereka, bahwa para

ulama Bani Israel mengetahuinya?”

�اد�ه� ب ع� م�ن� �ه� الل ى �خ�ش� ي �م�ا �ن إ �ك� �ذ�ل ك �ه� �و�ان ل� أ �ل�ف/ ت م�خ� � �ع�ام ن

� و�األ� و�الد�و�اب4 �اس� الن و�م�ن�

غ�ف�ور/ ع�ز�يز/ �ه� الل ��ن إ �م�اء �ع�ل ال

Artinya, “Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang

melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan

jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya,

hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha perkasa lagi Maha Pengampun.”

Kata ulama dalam Surah al-Syu’ara menyebutkan kata ulama bani Israil.

Dalam tafsir Ibn Katsir disebutkan bahwa ulama bani Israil itu adalah orang yang

memiliki pengetahuan Taurat, dimana mereka mengetahui ciri-ciri kerasulan

Muhammad Saw. Mereka itu adalah orang jujur. Ulama disini mencakup ilmu dan

akhlak. Sementara kata ulama di dalam kitab-kitab hadits menurut penelusuran

Ensiklopedi Maktabah Syamilah disebutkan 31.091 kali dalam 1375 kitab.

Kata ulama dalam Surah Fatir ditafsirkan oleh Ibn Katsir dengan orang

yang berilmu dan berakhlak. Ilmunya tidak saja untuk diomongkan saja, tetapi

untuk diamalkan. Dengan ilmunya, ulama itu semakin tunduk kepada Allah.

Kata , عمل, و عالم adalah satu علم akar kata, huruf-huruf itu juga ada

dalam .علماء Untuk itu, ulama menurut Prof. Dr. Komaruddin Hidayat adalah

orang yang berilmu dan lebih khusus memiliki ilmu yang tinggi (pakar),

berwawasan universal, dan mengamalkan ilmunya. Karena ia mengamalkan ilmu,

untuk itu ia berakhlak mulia.

Jamak alim, alimun dan alamin disebutkan 4 kali di dalam al-Qur’an (al-

Q.S. Yusuf: 44, al-Ankabut: 43, al-Anbiya: 51 dan 81). Kata tersebut tidaklah

menunjukkan kekhususan pengetahuan. Namun al-Asfahani Mufradat fi Gharib

Page 4: Pendidikan karakter untuk memperkecil virus kkn

4

al-Qur’an menyebutkan kata “’ilm” adalah mengetahui sesuatu dengan

meyakinkan, tetapi tidak ditujukan untuk bidang ilmu tertentu.

2. Cedekiawan

Cendekiawan dalam bahasa Inggrisnya intellectual. Intelektual

berhubungan dengan dunia akademis. Untuk itu intelektual dan cendekiawan

haruslah lahir dari sarjana. Ulama juga adalah orang yang memiliki ilmu yang

tinggi, tetapi bedanya ulama tidak dengan sendirinya harus sarjana.

Karena cendekiawan itu adalah intelektual, maka ia tentulah orang yang

berilmu secara akademik. Karel A. Steenbrink menyebutkan bahwa dalam

bukunya Pesantren Madrasah dan Sekolah bahwa disebut seseorang yang intelek

mereka yang berpendidikan Barat atau memiliki ilmu profane atau lazim disebut

pengetahuan umum, untuk membedakannya dengan pengetahuan agama. Kira-

kira cendekiawan atau intelektual itu mereka para sarjana dari “ilmu-ilmu umum”,

seperti Sarjana Ekonomi, Sarjana Politik, Sarjana Matematika, dan sebagainya.

Tetapi sekarang ini sarjana di bidang “ilmu-ilmu agama” juga banyak disebut

dengan intelektual atau cendekiawan. Tidak semua sarjana disebut orang sebagai

intelektual atau cendekiawan, tetapi mereka yang memiliki kedalaman ilmu lah

yang disebut dengan kaum intelektual. Dawam Rahardjo menyebutkan contoh

intelektual atau cendekiawan itu seperti Prof. Dr. Quraish Shihab. Sepertinya

mereka kaum cendekiawan pada ghalibnya orang-orang berpendidikan tinggi,

tidak sekedar pendidikan S1 dan S2, tetapi yang berpendidikan S3.

Intelektual atau cendekiawan kata Prof. Dr. Hasan Asari selain memiliki

ilmu yang mumpuni juga mereka haruslah orang yang mengurusi masyarakat.

Untuk itulah ia mengatakan bahwa ulama dan intelektual atau cendekiawan itu

sama. Sama-sama berilmu yang mumpuni dan sama-sama mengurusi masyarakat.

Adapun ilmuan, hanya mengurusi ilmu, tetapi tidak mengurusi masyarakat.

Para ahli yang membedakan ulama dan intelektual, ulama mereka yang

ahli di bidang agama, sementara intelektual mereka yang hali di bidang umum.

Untuk menyempurnakan keilmuan dan harapan ideal, mereka menyebut ulama

intelek. Prof. Abu Bakar Aceh menyebut ulama intelek itu seperti H. Agus Salim

dan Muhammad Natsir. Dari istilah baru itu juga Wahid Hasyim menyebut istilah

Page 5: Pendidikan karakter untuk memperkecil virus kkn

5

“Kyai Intelek”. Ulama intelek ini juga sering disebutkan oleh K.H. Imam

Zarkasyi. Lebih kurang maknanya ahli ilmu agama dan umum. Baik ulama dan

intelektual adalah sama-sama mengurusi masyarakat. Untuk itu baik ulama

maupun intelektual atau cendekiawan mesti memiliki massa. Mereka bisa

memiliki massa karena mereka memiliki force of knowledge dan force of moral.

Menurut penulis baik ulama maupun cendekiawan mereka yang memiliki

ilmu yang tinggi, dalam bahasa Gontor “berpengetahuan luas” (‘ilm). Karena

mereka berpengetahuan luas dengan sendirinya mereka juga berwawasan

universal (‘alam). Terakhir mereka juga adalah orang-orang bermoral. Untuk itu,

idelanya yang mengurusi masyarakat ini adalah orang-orang bermoral (‘amal).

C. Dimana Ulama dan Cendekiawan Berada

Untuk mengidentifikasi siapa ulama dan cendekiawan bisa dilihat dari

tugasnya. Menurut Prof. Dr. Azyumardi Azra tugas ulama itu adalah transfer of

knowledge dan transfer of moral (penyampai ilmu dan moral). Profesi penyampai

ilmu yang tidak diragukan adalah mereka para guru, dosen, pelatih, widya swara,

peneliti, penceramah, dan para penulis yang dipublikasikan baik dalam lingkup

kecil maupun besar (termasuk disini penulis skenario film dan pencipta lagu).

Mereka yang menyampaikan ilmu itu baik dengan lisan ataupun dengan tulisan.

Para ulama sang ril peran dan pengaruhnya di masyarakat. Karena ulama

ini memiliki pengaruh di masyarakat lah, maka para penguasa sering mendekati

mereka untuk mendapkan dukungan rakyat. Tidak jarang juga ulama ini ditarik

berpartisipasi aktif dalam politik, demi mendongkrak dukungan rakyat. Tentu

ulama ada yang tergoda dengan politik, ada juga yang tidak. Menurut Prof. Dr.

Said Agil Siraj, semestinya ada ulama yang menjaga gawang di masyarakat, tidak

semua hijrah ke politik.

Ulama adalah gelar pemberian masyarakat. Menurut Munawir Sadjali

tahun 1990-an ulama itu “makhluk langka”. Kelangkaan yang pertama di bidang

penguasaan ilmu agama (perpengetahuan luas). Kelangkaan yang kedua,

persoalan moral (berbudi tinggi). Bahkan kata Dawam Rahardjo, ada orang yang

tidak diragukan ketinggian ilmunya seperti Prof. Dr. Quraish Shihab dan Prof

Page 6: Pendidikan karakter untuk memperkecil virus kkn

6

Emeritus. Dr. Mukti Ali, dan mungkin juga dalam makna ini Prof. Emeritus. Dr.

Nurcholish Madjid tidak disebut masyarakat dengan Kyai atau ulama. Mereka itu

hanya disebut cendekiawan saja. Jika seseorang disebut ulama, maka bisa

ditanyakan masyarakat mana yang menggelarnya ulama. Berdasarkan kriteria

ulama di atas, ada gak yang memenuhi syarat disebut ulama di Paluta ini? Jika ada

yang memenuhi syarat, sudahkan masyarakat menyebutnya ulama?

Lain halnya dengan cedekiawan, sesungguhnya kita bisa menyebutkan

seseorang itu cendekiawan, jika memenuhi syarat keluasan ilmu dan

pengabdiannya di masyarakat. Dilihat dari tugasnya, dosen sah disebut

cendekiawan, karena ia memiliki 3 tugas pokok, yaitu manjalankan tugas

pendidikan dan pengajaran, penelitian, dan pengabdian masyarakat. Guru juga

dengan kualifikasi minimal S1, berdasarkan UURI No. 20 tahun 2003, pasal 39

bisa berpotensi disebut cendekiawan. Sementara profesi yang berhubungan

dengan transfer of knowledge memiliki keterikatan dengan mengurusi masyarakat

pun berhak disebut dengan cendekiawan.

D. Korupsi: Apa, Siapa, dan Kenapa?

Sebagaimana dikutip Muhaimain dalam Nuansa Baru Pendidikan Islam,

PBB mengkalsifikasikan tindak pidana korupsi 10 macam, yaitu: suap (bribery),

penggelapan (embezzlement), pemalsuan (fraud), pemerasan (extortion),

penyalahgunaan wewenang (abuse of discretion), bisnis orang dalam (insider

trading), pemberian komisi (illegal commission), pilih kasih (favoritism),

nepotisme (nepotism), dan sumbangan illegal(illegal contributions).

Melihat 10 klasifikasi tindak pidana korupsi di atas, maka yang berpeluang

besar melakukan korupsi dalam hal suap, tentu orang berduit, kita katakanlah

orang kaya. Walaupun orang yang tidak kaya juga terkadang berutang untuk

menyuap. Untuk masuk sekolah saja sudah ada yang menyuap, apalagi mau jadi

PNS. Jadi bisa disebut the money tends to corrupt (“kekayaan berpotensi untuk

korupsi”). Jika ada orang menyuap untuk tujuan baik, tetapi cara itu tetap tidak

baik. Antara niat dan tujuan harus harmonis.

Page 7: Pendidikan karakter untuk memperkecil virus kkn

7

Penggelapan berpeluang dilakukan oleh orang yang diberi amanah. Jika

ditafsirkan amanah itu sangat luas bukan. Anak adalah amanah, jika mereka tidak

disekolahkan bisa juga “penggelapan: pembodohan”. Tendensi dari penggelapan

versi PBB sepertinya berhubungan dengan barang atau nominal uang. Kepala

Dinas diberi mobil dinas, eh dijual, itu penggelapan. Ada juga kawan minjam

mobil, pulang-pulang dibilang mobilnya dicuri, padahal dijual, itu juga

penggelapan. Amanah jika dijaga, ia menuju surga, jika tidak ia menuju neraka.

Pemalsuan berpotensi dilakukan oleh orang yang berilmu. Ada orang yang

ahli meniru tanda tangan orang lain, ia berpotensi melakukan pemalsuan. Pada

ahli komputer, banyak berpotensi memalsukan, termasuk memalsukan ijazah.

Singkatnya pemalsu itu adalah orang berilmu. Bahkan lebih provokatif, Prof.

Emeritus Dr. Ahmad Tafsir menyebut orang yang pandai berbohong adalah orang

pintar. Ilmu jika dimanfaatkan, ia menuju surga, jika diselewengkan, ia menuju

neraka.

Pemerasan berpotensi dilakukan oleh yang memiliki kekuatan (power).

Preman yang memiliki keberanian ekstra berpotensi untuk memeras. Atasan

berptensi melakukan pemerasan terhadap bawahannya. Pernah penulis dengar

dulu seorang camat sekolah dinas, ia bercerita dengan bangga memeras kepala-

kepala desanya. Polisi dan tentara yang memiliki senjata api resmi berpotensi juga

untuk melakukan pemerasan. Power jika dimanfaatkan, ia menuju surga, jika

disalahgunakan, ia menuju neraka.

Penyalahgunaan wewenang berpotensi orang yang diberi amanah dan

tanggung jawab. Ada adagium yang dikemukakan oleh politisi Itali kelahiran

1834, “absolutely power tends to corrupt but absolute power corrupts absolutely

Artinya: Sungguh “kekuasaan itu cenderung melahirkan korupsi, tapi kekuasaan

yang absolute itu benar-benar korupsi.” Kekuasaan di tangan orang beriman dan

professional akan mensejahterakan rakyat, jika tidak “maka tunggulah kehancuran

itu”.

Bisnis orang dalam (insider trading), pemberian komisi (illegal

commission), pilih kasih (favoritism), nepotisme (nepotism), dan sumbangan

illegal(illegal contributions), pada umumnya berhubungan dengan kekuasaan

Page 8: Pendidikan karakter untuk memperkecil virus kkn

8

dalam makna yang luas. Semakin besar kekuasannya, maka semakin besar

potensinya untuk melakukan tindak pidana korupsi tersebut.

Siapa saja bisa saja korupsi. Ada kalanya orang tidak korupsi karena tidak

ada posisinya untuk korupsi. Sungguh hebat orang-orang yang punya peluang

korupsi, tetapi mereka tidak melakukannya.

Dalam konteks korupsi “kelas kakap” yang ditangani KPK yang sering

kita dengar dan tonton mereka para Bupati, Wali Kota, Gubernur, Menteri,

Anggota DPR/DPRD, Penegak Hukum Polisi, Jaksa, dan Hakim, Pejabat-Pejabat

Negara lainnya, dan juga pengusaha. Jika analisa korupsi berada kekuasaan dan

“berkolaborasi” dengan “uang”. Dus, sasaran dakwah anti korupsi itu pada

pengusaha dan orang kaya.

Kenapa orang korupsi? jawabannya sangat beragama. Secara empiric ini

perlu diteliti langsung kepada para koruptor. Kenadalanya, mereka yang terpidana

korupsi saja jarang mengakui bahwa mereka koruptor. Mungkin contoh yang

mengakui dan bahkan melaporkannya adalah Agus Condro. Ia mengaku

menerima sogokan dalam pemilihan Deputi Gubernur Bank. Patut diduga,

dorongan utama seseorang korupsi adalah hegemoni budaya benda المال وتحبون

جما ) Kenikmatan dunia ini menggiurkan dan menipu .((حبا الغرور .( متاع

Daya dorong lainnya adalah budaya. Korupsi dianggap hal yang biasa dan

dianggap kebiasaan. Jangan-jangan kalau para penguasa jujur, mereka itu

kebanyak korupsi daripada tidak. Penulis pernah melontarkan teori, “pada

dasarkan para pemimpin itu korupsi kecuali ia bisa membuktikkan bahwa ia tidak

korupsi”. Inilah di dalam istilah hukum yang diusulkan “pembuktian terbalik”.

Selama ini system hukum kita masih menganut “praduga tidak bersalah”. Coba

pikirkan, system kita rubah menjadi “praduga bersalah untuk para pemimpin”

(min ain iktasabta wa madza ‘amilta bihi: dari mana kamu dapat, dan untuk apa

kamu pergunakan).

Korupsi sebagai budaya harus kita tolak teorinya, karena budaya sesuatu

yang baik, sementara korupsi sesuatu yang buruk. Namun jika dikatakan korupsi

sudah membudaya bagi sebagian orang ini boleh jadi benar.

Page 9: Pendidikan karakter untuk memperkecil virus kkn

9

Ada sebagian orang, termasuk Menteri Dalam Negeri, melihat korupsi

terjadi karena ongkos politik yang mahal (tuntutan politik). Modal untuk menjadi

Bupati, Wali Kota, Gebernur, dan apalagi Presiden itu terlalu mahal. Untuk itulah

system politik kita diperbaharui kata Prof. Dr. Yusril Ihya Mahendra. Untuk

menggerakkan partai politik perlu biaya, maka didiga kuat korupsi juga dilakukan

oleh para politisi untuk menghidupi partainya. Itulah kenapa setiap KPK

mengungkap korupsi, sering kali dihubungkan dengan partai politik.

Sebagian orang seperti Yusril sangat yakin bahwa system yang baik bisa

mengatasi korupsi. Tentu system yang baik tidaklah mengatasi semua masalah

korupsi, karena yang membuat system itu manusia, manusia selalu berkreasi.

Menghindari pemotongan dana bantuan ke guru-guru contohnya, maka

pemerintah mentransfer langsung ke rekening yang bersangkutan. Tapi, setelah

masuk rekening orang-orang yang merasa berjasa, tetap bisa minta setoran. Jika

tidak diberikan, esok-lusa urusannya bisa dipersulit.

Korupsi juga bisa lahir dari sifat turunan yang buruk, setidaknya itu

menurut teori nativisme dan hereditas. Teori emperisisme melihat lingkungan

yang mempengaruhi sifat buruk itu. Untuk mencetak lingkungan yang baik itu,

pendidikan diyakini sangat tangguh melakukannya. Kita membutuhkan lembaga

pendidikan yang professional mencetak orang-orang yang jujur, orang-orang yang

ikhlas, orang-orang yang rajin, orang-orang yang kreatif. Sepertinya mencetak

orang pintar saat ini tidaklah terlalu susah, tetapi mencetak kecerdasan emosial

dan bahkan spiritual itu nampaknya masih susah. Kita perlu simpati melihat

lembaga pendidikan yang menekankan pendidikan emosional dan spiritual.

Contohnya, mengambil uang orang lain walaupun Rp. 1.000, bisa dipecat dari

sekolah. Itu dilakukan secara konsisten oleh Pondok Modern Gontor. Menyontek

pada waktu ujian bisa diskorsing selam satu tahun, itu juga dilakukan oleh Pondok

Modern Gontor. Contoh-contoh yang baik itu perlu dikemukakan ke publik agar

bisa dicontoh. Contoh tersebut, bagian kecil dari yang penulis alami, mungkin

masih ada lagi institusi pendidikan lain yang menerapkan standard moral yang

tinggi, layak untuk kita kemukakan ke publik.

Page 10: Pendidikan karakter untuk memperkecil virus kkn

10

E. Bagaimana Memperkecil Virus KKN?

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa secara umum ada dua tugas

pokok baik ulama dan cendekiawan, yaitu transfer of knowledge dan transfer of

moral. dalam tulisan ini, mari kita bicarakan apa itu moral atau karakter yang

dalam bahasa Islam lebih pupuler dengan akhlak dan bagaimana metode

mengajarkannya. Mencetak manusia berkarakter diyakini salah satu solusi untuk

memperkecil virus KKN.

Mengatasi korupsi sepertinya kerja kolektif yang tidak bisa diserahkan

kepada KPK saja. KPK melakukan upaya hukum, sementara masih ada upaya

lain, seperti politik, budaya, pendidikan, ekonomi, social, agama, dan sebagainya.

Kali ini akan kita lihat dari upaya sosial, budaya, dan agama yang diperankan oleh

ulama dan cendekiawan. Ketiga perspektif ini akan diintegrasikan dari satu

nomenklatur pendidikan berjudul Pendidikan Karakter dalam Memperkecil Virus

KKN.

Karakter ada yang menyamakannya dengan akhlak, kepribadian, watak

bawaan, dan juga sifat khusus. Karakter dan akhlak sama-sama sifat yang baik

yang dilakukan secara terus menerus. Pengertian terus menerus menurut penulis

tidak selalu baik, tapi pluktuatif, hanya saja kecenderungannya konsisten yang

memiliki peluang kecil untuk ”melanggar kontinuitas yang baik” itu. Kemudian

ada yang berpendapat bahwa karakter itu ada yang baik dan ada yang buruk

seperti halnya akhlak ada yang mengklasifikasikannya pada baik dan buruk.

Penulis berpendapat bahwa karakter dan akhlak perlu dibedakan

setidaknya dalam perspektif epistemologi dan aksiologi. Secara epistemologis,

akhlak itu harus bersumber atau memiliki landasan dari al-Qur’an dan hadits (bi

al-naqli) dimana ukuran kebaikannya adalah wahyu, sementara karakter bi al-

ra’yi, dimana ukuran kebaikannya adalah akal dan batin. Secara aksiologis,

karakter dihubungkan dengan dorongan batin saja, sementara akhlak dihubungkan

dengan dorongan keikhlasan yang ada hubungannya dengan Allah Swt. Dalam

batasan ontologis, penulis cenderung menganggap kedua hal tersebut sama.

Kemudian, penulis berpendapat karakter itu bagian dari akhlak. Artinya ketika

seseorang dikatakan berakhlak, dengan sendirinya, ia juga berkarakter. Tetapi

Page 11: Pendidikan karakter untuk memperkecil virus kkn

11

orang yang berkarakter tidak berarti berakhlak. Kemudian, penulis berpendapat

karakter dan akhlak dalam makna positif, jadi tidak ada akhlak baik dan buruk

demikian juga tidak ada karakter baik dan buruk. Penulis juga setuju

menggunakan klasifikasi karakter yang kuat dan lemah dalam pengertian positif.

Sama halnya dengan kualitas akhlak dari level yang rendah sampai yang tinggi

dalam makna yang positif.

Pendidikan Karakter menurut Sunaryo bagaikan pekerjaan mengukir,

memberikan sentuhan agar barang tersebut memiliki nilai lebih. Itulah sebabnya

terkadang ukiran itu sendiri lebih bernilai dari barang yang diukir. Dalam karakter

itu ada nilai inti yang berasal dari budaya. Lebih lanjut Sunaryo mengatakan,

karakter bangsa mesti dibentuk dari budaya bangsa itu sendiri.

Pendidikan moral atau pendidikan karakter merupakan proses

berkelanjutan yang tidak pernah berakhir (never ending process). Karena itu,

pendidikan karakter merupakan pendidikan sepanjang hayat. Sudah selayaknyalah

pendidikan karakter ini mendapat sentuhan sejak dini, yang diupayakan serentak

oleh rumah tangga, sekolah, dan masyarakat, bahkan media massa.

Konfigurasi karakter ditetapkan berdasarkan empat proses psikososial,

yaitu olah pikir, olah hati, olah raga, dan olah rasa/karsa. Olah pikir terdiri

dari cerdas, kritis, kreatif, inovatif, ingin tahu, berpikir terbuka, produktif,

berorientasi iptek, dan reflektif. Olah hati terdiri dari jujur, beriman, bertakwa,

amanah, adil, bertanggung jawab, berempati, berani mengambil resiki, rela

berkorban, dan berjiwa patriotik. Olah raga terdiri dari tangguh, bersih, sehat,

disiplin, sportif, andal, berdaya tahan, bersahabat, kooperatif, kompetetif, dan

ceria. Sementara olah rasa terdiri dari perduli, ramah, sopan, santun, sapi, nyaman,

saling menghargai, toleran, suka menolong, gotong royong, nasionalis,

kosmopolit, mengutamakan kepentingan umum, banggu menggunakan bahasa dan

produk Indonesia, dinamis, kerja keras, beretos kerja, dan gigih. Secara singkat,

pemerintah menyebutkan pendidikan karakter bertema Jurdastangli (jujur, cerdas,

tangguh, dan perduli).

Menurut al-Ghazali untuk mencapai karakater itu semua hendaknya

menggunakan metode berikut: metode tauladan (qudwah), memberi perumpamaan

Page 12: Pendidikan karakter untuk memperkecil virus kkn

12

(dharb al-mitsāl ), cerita ((al-qashas), kebiasaan (‘ādah), kesegeraan dalam

berbuat (al-mumārasah wa al-‘amal), diskusi dan bercakap-cakap (al-

munāqasyah wa al-hiwār), saran dan nasehat (al-‘izhah wa al-nuṣḥ), dan terakhir

reward dan punishment (al-tsawāb wa al-’iqāb)

Keteladanan

Ada tiga generasi terbaik menurut sebuah hadits, yaitu zaman Rasulullah,

zaman sahabat, dan zaman tabi’in dan kemudian zaman itu disebut dengan zaman

salaf. Mereka yang mengikuti perilaku rasul yang mulia itu disebut golongan al-

salaf al-shalih. Secara tekstual di dalam al-Qur’an disebutkan bahwa Nabi

Muhammad Saw. sebagai tauladan umat.

�ه� الل �ر� و�ذ�ك خ�ر� اآل� �و�م� �ي و�ال �ه� الل ج�و �ر� ي �ان� ك 4م�ن ل �ة/ ن ح�س� و�ة/ س�� أ �ه� الل س�ول� ر� ف�ي �م� �ك ل �ان� ك �ق�د� ل

ا �ير� �ث ك

Artinya, ”Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan

yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan

(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (Q.S. al-Ahzab/33:21)

Selain Nabi Muhammad dilegitimasi sebagai tauladan umat, Nabi Ibrahim

a.s. juga mendapat posisi yang sama.

اء �ر� ب �ا �ن إ �ق�و�م�ه�م� ل �وا ق�ال �ذ� إ م�ع�ه� �ذ�ين� و�ال اه�يم� �ر� �ب إ ف�ي �ة/ ن ح�س� و�ة/ س�� أ �م� �ك ل �ت� �ان ك ق�د�

�د�ا �ب أ �غ�ض�اء �ب و�ال �ع�د�او�ة� ال �م� �ك �ن �ي و�ب �ا �ن �ن �ي ب �د�ا و�ب �م� �ك ب �ا ن �ف�ر� ك �ه� الل د�ون� م�ن �د�ون� �ع�ب ت و�م�م�ا �م� م�نك

م�ن �ه� الل م�ن� ل�ك� م�ل�ك�� أ و�م�ا �ك� ل �ن �غ�ف�ر� ت س�

� أل� �يه� �ب أل� اه�يم� �ر� �ب إ ق�و�ل� ��ال إ و�ح�د�ه� �ه� �الل ب �وا �ؤ�م�ن ت �ى ح�ت

�م�ص�ير� ال �ك� �ي �ل و�إ �ا �ن �ب ن� أ �ك� �ي �ل و�إ �ا �ن �ل �و�ك ت �ك� �ي ع�ل �ا �ن ب �ر Rي�ء ش�

Artinya, ”Sesungguhnya telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: "Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran) mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja. Kecuali perkataan Ibrahim kepada bapaknya: "Sesungguhnya aku akan memohonkan ampunan bagi kamu dan aku tiada dapat menolak sesuatu pun dari kamu (siksaan) Allah". (Ibrahim berkata): "Ya Tuhan kami, hanya kepada Engkaulah kami bertawakal dan hanya kepada Engkaulah kami bertobat dan hanya kepada Engkaulah kami kembali, (Q.S. al-Mumtahah/60: 4)

Dua manusia terbaik yang disebutkan di atas, dalam syariat Islam

diabadikan dalam do’a pada tahiyat akhir setiap shalat. ”alluhumma shalli ’ala

Page 13: Pendidikan karakter untuk memperkecil virus kkn

13

Muhammad wa ’ala ali Muhammad, kama shallaita ’ala Ibrahim wa ’ala ali

Ibrahim, wa barik ’ala Muhammad wa ’ala ali Muhammad kama barakta ’ala

Ibrahim wa ’ala ali Ibrahim: Ya Allah beri keselamatan bagi Muhammad dan

keluarganya sebagaimana Engkau memberi keselamatan bagi Ibrahim dan

keluarganya dan berilah berkah bagi Muhammad dan keluarganya, sebagaimana

Engkau berkahi Ibrahim dan keluarganya).

Kita diperintahkan untuk mengikuti Allah, Rasul, dan juga ”uli al-amri”

(Q.S. al-Nisa/4: 59). Rasul manusia pilihan Allah tentu tanpa pandang bulu

sebagai tauladan ummat, tetapi ”uli al-amri”, tidaklah semua dapat dijadikan

tauladan. Idealnya ”uli al-amri” itu adalah tauladan umat. Raja Namrut, Raja

Abraham, dan Raja Fir’aun di antara contoh yang bisa dikatagorikan ”uli al-amri”

yang tidak boleh dijadikan tauladan umat.

Selain itu, orang tua juga idealnya adalah tauladan umat. Untuk itu,

sebagai anak kita diperintahkan untuk berbuat baik kepada mereka (Q.S.

al-Isra/17: 23). Seandainya mereka itu mengajak kita kepada kemusyrikan, kita

tidak boleh mengikutinya, tetapi tetap harus memperlakukan mereka secara baik

(Q.S. Luqman/31: 15). Tidaklah semua orang tua bisa dijadikan sebagai tauladan,

di antara contohnya bapaknya Nabi Ibrahim seorang yang paganis dan istri Nabi

Luth juga seorang yang inkar terhadap kebenaran Allah.

Ada pepatah mengatakan, ”Guru kencing berdiri, murid kencing berlari”.

Artinya, guru idealnya sebagai tauladan umat. Di zaman modern ini menurut Syed

Sajjad Husain dan Syed Ali Ashraf hanya dipandang sebagai petugas negara atau

swasta yang mendapat gaji tanpa memiliki tanggung jawab moral, padahal mereka

itu semestinya tauladan yang harus ditiru. Dalam pengalaman penulis, guru

tauladan itu susah dicari di zaman hegemoni terhadap budaya benda sekarang ini.

Masih sering ditemukan para guru termasuk dalam makna ini dosen yang bukan

”penutur ilmu” yang baik. Di antara ”penutur ilmu” yang baik itu tidak jarang

ditemukan mereka bukan pelaku yang baik terhadap ilmu mereka. Dalam

pengertian ini jugalah barangkali yang disinyalir oleh al-Qur’an ”kabur maqtan”.

Di atas kertas, di depan kelas, di atas mimbar atau podium, di dalam forum ilmiah

Page 14: Pendidikan karakter untuk memperkecil virus kkn

14

mereka itu sepertinya ”calon penghuni surga potensial”. Realitasnya, tidak jarang

di antara mereka itu sekedar ”aktor” yang memerankan skenario profesinya.

Keteladanan berarti kesediaan setiap orang untuk menjadi contoh dari

sebuah perilaku. Perlihatkanlah kebaikan itu bukan sekedar kata-kata. Mulai dari

hal yang sepele, seperti mengambil air minum untuk teman Anda sebagai bukti

keperdulian Anda terhadapnya.

Memberi Contoh

Metode qudwah itu adalah sebagai contoh, sementara dharb al-mitsal

adalah memberi contoh dalam mengajarkan karakter itu. Disinilah kita perlu

contoh-contoh empirik. Rasulullah Saw. dan khulafa al-Rasyidin di dalam Islam

adalah contoh terbaik dari segala hal. Tapi kita juga harus tahu bahwa kata

Quraish Shihab, tidak semua boleh dicontoh dari Rasulullah Saw., contoh tidak

boleh mengikuti beliau dalam hal memiliki istri lebih dari empat. Bukan untuk

dicontoh Rasulullah Saw. disusui oleh orang lain, jika sang ibu masih bisa

menyusui. Bukanlah contoh tauladan untuk menikahi wanita yang lebih tua,

seperti beliau menikahi Khadijah diumur 40 tahun sementara beliau berumur 25

tahun.

Sangat tidak salah kita memberikan contoh dari Rasulullah Saw. dan

Khulafa al-Rasyidin maupun para sahabat ataupun tabi’in yang tergolong dalam

salah al-shaleh. Itu contoh yang jauh, hendaknya para penutur, pelatih, pengajar,

dan pendidik karakter dapat memberi contoh terdekat. Sangat lebih baik menurut

penulis memberi contoh orang yang masih hidup dan yang lebih dekat dengan

orang yang diceramahi. Sering orang menggunakan, ”Lihatlah Bapakmu, ia

sungguh rajin bermasyarakat”, ”contohlah abangmu rajin belajar”. Untuk itu, kita

memerlukan ”guru kehidupan”. Kita membutuhkan contoh manusia yang

termawan, contoh manusia yang ramah, contoh manusia yang rajin belajar, contoh

manusia yang sopan, contoh manusia yang patriot, contoh manusia yang senang

menolong orang lain, contoh manusia yang toleran terhadap perbedaan, contoh

manusia yang setia dalam berkawan, dan contoh-contoh guru kehidupan lainnya.

Jika mereka itu adalah ada di sekitar kita, maka dengan mudah kita memberi

contoh kepada subyek didik kita.

Page 15: Pendidikan karakter untuk memperkecil virus kkn

15

Penulis berikan contoh dari olah rasa dalam hal toleransi dari dua mantan

murid Profesor Emeritus Mahmud Yunus, yaitu K.H. Imam Zarkasyi dan Ali

Hasyim yang ditulis dalam buku K.H. Imam Zarkasyi di Mata Umat.

K.H. Imam Zarkasyi, pendiri Pondok Modern Gontor dan Ali Hasyim,

mantan Gubernur Aceh tahun 1957-1964 sering diundang oleh MUI pusat dalam

Rakernas atau Munas. Mungkin karena kedua tokoh ini pernah berteman lama di

Padang, maka mereka sering ditempatkan panitia dalam satu kamar di sebuah

hotel. Dalam kamar hotel ber-AC, kedua tokoh ini pernah menginap bersama

dalam acara Rakernas MUI. K.H. Imam Zarkasyi punya penyakit tidak tahan

dengan suhu dingin, sedangkan Ali Hasyim, punya penyakit tidak tahan dengan

suhu panas.

Apa yang terjadi, K.H. Imam Zarkasyi minta AC dihidupkan, sementara ia

bisa tidur dengan berselimut tebal. Ali Hasyim minta AC dimatikan, ia bisa tidur

dengan menggunakan piyam, untuk mengurangi rasa panas. Permohonan untuk

mengalah K.H. Imam Zarkasyi dikabulkan, mungkin alasannya karena beliau

lebih tua dari Ali Hasyimi 4 tahun. Kedua tokoh ini tidur dalam kamar full AC.

Begitu K.H. Imam Zarkasyi tertidur pulas, AC dimatikan oleh Ali Hasyimi. Di

tengah malam, K.H. Imam Zarkasyi terbangun mungkin karena ingin ke kamar

mandi, beliau melihat AC mati, ia hidupkan kembali. Begitu K.H. Imam Zarkasyi

tidur pulas kembali, Ali Hasyim mematikan AC lagi. Begitu berulang berkali-kali

sampai pagi menurut penuturan Ali Hasyimi. Sungguh mereka memerankan

dengan baik sikap tolerans dan mengalah untuk kebahagiaan kawan. Malu kita

yang sering memerankan sikap ingin menang sendiri, tanpa perduli saudara kita

menderita.

1. Cerita

Metode cerita disini diupayakan berupa fakta bukan fiksi. Kisah nyata akan

memiliki nilai ilmiah selain nilai edukatifnya. Kemudian, jika berupa fiksi, maka

kita sebaiknya menyampaikan bahwa ini hanya ilustrasi dan media untuk

menyampaikan kebaikan dan bukan yang sesungguhnya. Pada metode ini banyak

diperankan oleh media elektronik berupa film dan sinetron. Gaya hidup anak-anak

sangat mudah dipengaruhi oleh tontonan-tontonan. Prof. Dr. Sofyan Siregar

Page 16: Pendidikan karakter untuk memperkecil virus kkn

16

menyebutkan pentingnya umat Islam memiliki media internasional untuk

mengimbangi media yang Barat. Media bisa menyajikan kebenaran sekaligus

menyajikan keburukan. Sekarang ini, metode ceramah para da’i sudah mulai

mengadopsi metode ceramah. Sebelum ia ceramah, ia tampilkan tayangan-

tayangan agar menarik dilihat dan mudah diingat.

Karena peran media itu sangat besar, maka metode kisah melalui cerita

lewat ceramah perlu di up grade dengan visualisasi yang menarik. Jadi menguasai

komputer sekarang ini bisa jadi naik status ”hukumnya” menjadi fard kifayah.

Otak menangkap enam hal, yaitu apa yang dilihat, apa yang didengar, apa

yang dikecap, apa yang disentuh, apa yang dicium, dan apa yang dilakukan.

Confucius mengatakan, ”What I hear, I forget. What I see, I remember. What I do,

I understand”. Dengan nada yang hampir sama, Mel Siberman mengatakan, ”Apa

yang saya dengar, saya lupa. Apa yang saya dengar dan lihat, saya ingat sedikit.

Apa yang saya dengar, saya lihat, dan saya tanyakan atau diskusikan dengan

beberapa orang, saya mulai paham. Apa yang saya dengar, lihat, diskusikan, dan

lakukan, saya memperoleh pengetahuan dan keterampilan. Apa yang saya ajarkan

pada orang lain, saya kuasai.

Teori simulasi praktek di atas mengajarkan bahwa membangun karakter

membutuhkan teori dan praktek. Kita lebih mudah memahami hal-hal yang sudah

dipraktekkan. Pengetahuan yang berasal dari pengalaman boleh jadi setara dengan

apa yang disebut dengan haqqu al-yaqin. Pengetahuan yang berasal dari

penglihatan boleh jadi setara dengan ’ain al-yaqin. Sementara pengetahuan yang

berasal dari pendengaran boleh jadi setara dengan ’ilm al-yaqin. Mengajarkan

yang sudah diamalkan lebih mudah dikuasai oleh otak.

Kebiasaan

Metode kebiasaan ini lebih tepat disebut dengan pembiasaan. The custom

makes something easy (kebiasaan membuat sesuatu menjadi mudah). Terkadang

orang mengatakan, kenapa seseorang malam melaksanakan shalat, padahal berapa

menit kah dibutuhkan untuk melaksanakan shalat? Bukan persoalan waktu, tetapi

persoalan kebiasaan. Kebiasaan itu membuat sesuatu ringan. Kita patut iri melihat

orang yang sudah terbiasa shalat berjama’ah lima waktu. Terbiasa puasa senin-

Page 17: Pendidikan karakter untuk memperkecil virus kkn

17

kamis seperti yang dilakukan oleh B.J. Habibie atau puasa Nabi Daud, seperti

yang dilakukan oleh Amien Rais. Kita juga patut iri melihat ada orang yang sudah

terbiasa setiap datangnya hari Qur’an, ia minimal berkurban 1 ekor kambing. Kita

patut belajar kepada orang yang sudah terbiasa dengan senang hati mau menolong

orang.

Ada kisah seorang ustadz dikisahkan sangat dermawan. Jika ada orang

kesusahan meminta bantuan materil darinya, maka jarang orang itu pulang dengan

tangan kosong. Jika seseorang meminjam (utang) uang, ia tidak pernah bertanya

kapan dipulangkan. Tetapi jika seseorang berjanji, ia tidak tepati, maka

dikemudian hari datang kembali meminta pertolongan, maka ustadz tidak akan

membantunya lagi. Sungguh pantas kita iri melihat orang kaya yang ringan

membatu kesusahan orang lain. Itu semua menjadi ringan dilakukan karena

kebiasaan. Proses membiasakannya itu memang membutuhkan latihan yang ada

kalanya lama. Mohon maaf, penulis dulu sering ditegor oleh saudara sendiri agar

minum dengan tangan kiri. Saya malu dan memulai untuk membiasakan jika

minum dengan tangan kanan. Sepertinya ada 3 bulan baru berhasil. Orang Jepang

saja mendidik anak TK untuk membuang sampah ke tempat yang disediakan

membutuhkan waktu 6 bulan.

Ada yang mirip dengan metode ini, yaitu Repeat power adalah mengulang

kata, kalimat, atau sifat atau niali positif yang ingin dibangun. Para pemimpin

muda Jepang, biasanya detraining di Kuil-Kuil Shinto. Para instruktur

mewajibkan mereka mengucapkan kata, “Saya Juara” seratus kali dalam sehari.

Hasilnya dirasakan hebat, sehingga Jepang memiliki perusahan-perusahan hebat

dan besar di tingkat dunia.

Ibadah shalat adalah bagian dari repeat power. Mari kita menghitung kata

“allahu akbar dalam shalat yang empat rakaat. Takbiratul ihram, do’a iftitah bagi

yang membaca, takbir ruku’, takbir sujud, takbir duduk antara dua sujud, takbir

sujud, takbir I’tidal untuk rakaat kedua (7x). Rakaat kedua: takbir ruku’, takbir

sujud, takbir duduk antara dua sujud, takbir sujud, takbir tahiyat awal, takbir

I’tidal untuk rakaat kedua (6x).Rakaat ketiga: Rakaat kedua: takbir ruku’, takbir

sujud, takbir duduk antara dua sujud, takbir sujud, takbir I’tidal untuk rakaat

Page 18: Pendidikan karakter untuk memperkecil virus kkn

18

keempat (5x). Rakaat keempat: Rakaat kedua: takbir ruku’, takbir sujud, takbir

duduk antara dua sujud, takbir sujud, takbir tahiyat akhir (5x). 7+6+5+5 = 23.

Setelah habis shalat bagi yang mengamalkan dzikir takbir 33 kali, maka satu

shalat yang empat rakaat, menyebutkan 56 kali Allahu Akbar. 3 kali shalat empat

rakaat dalam sehari berarti 3x56 = 168 kali. Shalat yang tiga rakaat, Rakaat

pertama 7 x, rakaat kedua 6 x, rakaat ketiga 5, jumlah 18 kali ditambah 33 dzikir

takbir, maka 51 kali. Shalat dua rakaat: rakaat pertama 7 kali. Rakaat kedua 5 kali,

jumlah 12 kali, ditambah 33 dzikir takbir, maka 45 kali. Dengan demikian, repeat

power takbir dalam shalat wajib berpotensi 168 + 51 + 45 = 264 kali mengulang

Allahu Akbar.

Melihat “teori Jepang itu”, para calon pemimpin dan pejabat-pejabat tinggi

yang berpotensi korupsi, cocok ditraining di Mesjid-Mesjid bukan di Hotel-Hotel

selama sebulan. I’tikaf di Mesjid selama sebulan, beribadah sebanyak-banyaknya,

mengucapkan kata, “Saya Jujur” 500 kali sehari dan “Saya Tidak Korupsi” 500

kali sehari. Mungkin hal seperti ini perlu direkomendasikan ke KPK.

Bersegera dalam Berbuat Baik

Niat baik harus disegerakan, kalau niat buruk jangan dilakukan. Manusia ini

punya musuh yang nyata, yaitu syaitan. Syaitan akan memutarbalikkan kebenaran.

Jika kita punya niat baik, maka ia akan berusaha meyakinkan kita bahwa itu buruk

dan sebaliknya.

Tه� و�الل � و�ف�ض�ال �ه� م4ن ة� م�غ�ف�ر� �م �ع�د�ك ي Tه� و�الل اء �ف�ح�ش� �ال ب �م ك م�ر�� �أ و�ي �ف�ق�ر� ال �م� �ع�د�ك ي �ط�ان� ي � الش

�يم/ ع�ل ع/ و�اس�

Artinya, ”Setan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan

menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjanjikan untukmu

ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi

Maha Mengetahui.” (Q.S. al-Baqarah/2: 268)

Diskusi dan Tukar Pikiran

Adakalanya orang mau melakukan kebaikan itu jika dalam pertimbangan

akalnya hal tersebut baik. Untuk itu banyak pesantren yang mengajarkan

”Mantiq” sabagai alat sarana berpikir logis.

Page 19: Pendidikan karakter untuk memperkecil virus kkn

19

Coba lihat cara berpikir yang keliru ini. ”Berapa umurmu?”, ”umurku 15

tahun”. ”Berapa tinggi badanmu?”. ”Tinggi badanku 150 cm”. Lantas penanya

berkesimpulan, pada umur 30 tahun, berarti tinggi badanmu 300 cm dan umur 45

tahun 450 cm. Wah, keliru abis.

Ada logika awam yang pernah dicerikana oleh Prof. Dr. Nur Fadil Lubis

dalam ”Berpikir Sistemik”. Datang seorang petugas pajak, menagih pajak

bangunan anggota masyarakat. Anggota masyarakat itu balik bertanya, ”kamu

siapa dan dari mana?”. Petugas pajak menjawab, ”Saya petugas pajak, dan berasal

dari Jawa”. Anggota masyarakat ini orang Medan dan kasusnya pun di Medan, ia

balik berkomentar, ”Kenapa saya yang bayar pajak, mestinya bapak dong, orang

pendatang yang bayar pajak sama kami”. Petugas pajak, menerangkan, ”Bu setiap

warga negara berkewajiban membayar pajak!”. Ibu itu akhirnya berkomentar,

”Kalau begitu keluar aja saya dari warga negara”.

Nasehat dan Saran

Metode ini biasanya diperankan orang yang memiliki hubungan hirarki

struktural. Orang tua mendidik anak dengan nasehat dan saran. Guru mendidik

murid dan siswa dengan nasehat dan saran. Atasan memberi nasehat dan saran

pada bawahannya, dan sebagainya.

Kesan penulis khatib dan penceramah sering terlibat dalam urusan nasehat

dan saran. Hal yang perlu diperhatikan jangan memberi nasehat dan saran, jika

kita sendiri belum melakukannya. Itu melangkar kode etik ”kabura maqtan”.

�ون� �ف�ع�ل ت ال� م�ا �ون� �ق�ول ت �م� ل �وا �م�ن آ �ذ�ين� ال Yه�ا ي� أ �ا ي

�ون� �ف�ع�ل ت ال� م�ا �وا �ق�ول ت ن� أ �ه� الل ع�ند� �ا م�ق�ت �ر� �ب ك

Artinya, ”Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa

yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu

mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan.” (Q.S. al-Shaff/61: 2-3)

Baca lagi Q.S. al-Baqarah/2: 44, tidak boleh menyuruh orang lain berbuat

baik, sementara kita tidak melakukannya. Dalam pandangan penulis, jika terpaksa

atau dianggap perlu mengatakan kebaikan itu sementara kita belum

melakukannya, katakan posisi kita yang belum mengerjakannya, ajak jamaah

untuk berusaha sama-sama melakukannya.

Page 20: Pendidikan karakter untuk memperkecil virus kkn

20

Metode Reward dan Punishmen

Reward berarti hadiah baik fisik maupun non fisik. Punishment berarti

hukuman. Metode ini sering dipakai dalam pendidikan sekolah. Dalam rumah

tangga juga sering dipakai, walaupun porsi hukuman lebih sering digunakan.

Metode reward dengan memberi penghargaan terhadap kebaikan yang

dilakukan seseorang apalagi anak umur sekolah perlu dikembangkan. Mari kita

bayangkan jika kita menginginkan murid SD dan SMP di Gunung Tua ini rajin

menjalankan ibadah shalat 5 lima waktu berjamaah. Barang siapa yang menjadi

anak yang paling banyak dan paling baik shalat jamaahnya 5 waktu dari Januari

2014 sampai Januari 2017, maka akan diberikan hadiah 1 mobil Avanza. Bagi

orang kaya membelikan Avanza, kecil!, apalagi hadiahnya dikumpul gotong

royong. Saudaraku, boleh dicoba. Boleh jadi dari metode ia sudah banyak anak

yang terbiasa shalat jamaah, sehingga tanpa hadiah pun mereka tetapi menjaga

shalat jamaah.

Menghargai tidaklah selamanya dengan materi bisa juga dengan kata-kata

yang baik, berupa pujian. Orang ingin dipuji, walaupun cara memujinya harus

dibedakan menurut tingkat umurnya. Jangan samakan memuji anak TK dengan

memuji mahasiswa. Bagaimana juga kalau kita sepakat membuat hukuman, siapa

yang korupsi, maka semua hartanya disita dan pelakunya dihukum mati. Hukum

itu pendekatan Yahudi. Lihat saja Allah menurunkan wahyu Taurat kepada

Yahudi dari 10 ajarannya, 9 itu adalah larangan. Orang-orang yang keras kepala,

bandel pendekatan hukum itu tepat, tetapi jangan hukumannya ringan-ringan.

Jangan-jangan orang yang tidak setuju dengan hukuman mati buat koruptor itu,

karena ia sedang atau berencana untuk korupsi atau setidaknya ia berpotensi untuk

korupsi ataupun saudaranya kemungkinan banyak terlibat korupsi.

Selain metode pendidikan karakter yang dikemukakan oleh al-Ghazali ada

juga disebut Muwakif Saleh dengan metode Ikon dan Afirmasi. Membangun

kesepakatan nilai keunggulan.

Metode Ikon dan Afirmasi

Metode ikon dan afirmasi merupakan metode menempel atau

menggantungkan kalimat-kalimat singkat dan mudah dihapal yang dianggap

Page 21: Pendidikan karakter untuk memperkecil virus kkn

21

positif. Tulisan tersebut dapat menggugah semangat sesuai dengan tujuan yang

menempel atau menggantungnya. Fuad Jabali dan Jamhari dalam semangat

berkarya mengutip kalimat Gustave Von Grunebaum yang mengatakan, ”Don’t be

afraid of publishing your work, just because, you think that people will critize

you: Jangan takut menerbitkan karyamu, hanya karena kamu kira bahwa ada

orang yang akan mengkritikmu” Kalimat itu diduga kuat dapat memperkecil

ketakutan para kreator untuk dikritik dan juga memperkuat keberanian untuk

berkarya. Semangat berkarya itu barangkali tidak kalah hebatnya berpengaruh

besar pada seseorang ketika membaca jargon berijtihat, ”al-mujtahidu idza

ijtihada faashaba falahu ajrani wa idza akhtha falahu ajrun wahid: orang

berijtihad, jika benar mendapat pahala dua, jika salah, maka mendapat pahala

satu”. Tidak kalah provokatifnya kalimat Ahmad Tafsir dalam berkarya, ia

menulis, ”tulislah yang salah, agar muncul yang benar”.

Membangun karakter dengan cara menempel atau menggantung ini sering

digunakan dalam pendidikan, di antaranya oleh Pondok Modern Gontor. Jika

Anda mengunjunginya, maka Anda akan banyak menemukan kalimat-kalimat

bijak menempel di dinding sebelah atas bangunan, baik di ruang pertemuan, di

asrama, maupun di jalan-jalan lingkungan pondok. Begitu menjelang tahun ajaran

baru, pada masa proses seleksi ujian masuk Pondok Modern Gontor, calon santri

menemukan tulis yang digantungkan dengan ukuran besar, ”Ke Gontor Apa Yang

Kamu Cari”. Pemerintah dan parpol tidak juga ketinggalan menggunakan metode

ini, hanya saja diduga kurang tulus. Contohnya, ”Orang baik, taat pajak”, pegawai

pajak, asik mengkorupsikan pajak. ”Katakan tidak untuk korupsi”, yang

mengkampenyekan terlibat korupsi. Slogan-slogan yang baik di permerintahan

sekarang ini hemat penulis cenderung verbalistik.

Membangun kesepakatan nilai keunggulan

Baik secara pribadi maupun secara kelembagaan bisa dibuat suatu

komitmen untuk membangun nilai-nilai positif dan menjadikannya menjadi

budaya sikap atau budaya kerja dan ditampilkan menjadi karakter bersama yang

disepakati secara bersama juga. Komitmen itu dijadikan yel-yel maupun lagu

wajib.

Page 22: Pendidikan karakter untuk memperkecil virus kkn

22

Renungilah lagu Indonesia Raya yang idealnya dapat menambah kecintaan

kita terhadap Indonesia, memupuk persatuan, dan membangkitkan semangat

merdeka. Sumpah pemuda, hendaknya dapat mempersatukan kita dengan satu

tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa. Dua contoh tersebut merupakan komitmen

nilai keunggulan untuk membangun karakter bangsa.

F. Penutup

Penulis sependapat dengan Prof. Dr (HC). Malik Fadjar bahwa berbicara

teori telah bergudang-gudang ditulis banyak orang. Tulisan dalam teori ini

tidaklah sama sekali baru, hanya saja obyeknya yang berbeda. Kita membaca

banyak teori mengatasi korupsi untuk tidak mengatakan memberantas korupsi,

kemudian kita sesuaikan dengan kelayakannya untuk kepentingan teknis. “Lain

lubuk lain ikan” mungkin perlu dipertimbang.

Persoalan manusia itu adalah kompleks sekali. Membicarakan manusia

tidak bisa menggunakan teori “hitam putih”. “Ia hari ini bisa jadi bukan ia besok

bahkan tidak jarang ia jam ini berbeda dengan ia satu jam ke depan”. Korupsi

sepertinya sudah “mendarah daging” di Negara kita ini, untuk itulah ada yang

menyebut “teori benang kusut”, entah darimana dimulai untuk memperbaikinya.

Teori ini tentu terkesan pesismis. Ada juga yang menyebut, “teori potong

kompas”, memberhentikan segera semua “generasi koruptor”. Teori ini termasuk

agresif. Ada juga yang menyebut teori, “top down”, perbaikan dimulai dari atas

kemudian yang bawah akan mudah diperbaiki. Teori ini bisanya cocok dalam

militer. Sebaliknya, ada juga yang mengemukakan “bottom up”, perbaikan dari

grass root menuju pucuk pimpinan. Teori ini memperhatikan proses panjang. Ada

juga teori yang solutif dan sederhana, teori “ibda’ binafsik”, memulai dari apa

yang bisa kita lakukan.

Dalam pandangan penulis, semua teori itu bagus-bagus dan banyak yang

bisa dipraktekkan, hanya saja penulis meragukan kemauan banyak orang. Masih

banyak orang menikmati “sistem KKN”. Contoh kecil, dulu pernah penulis

mengalami mengurus perpanjangan SIM tanpa ada calo dan pungutan liar, ada

Page 23: Pendidikan karakter untuk memperkecil virus kkn

23

juga yang berkomentar, jadi repot dan lambat. Katanya kalau dengan calo,

sebentar selesai dan repot.

Ulama dan cendekiawan adalah punya kekuatan ilmu dan moral. Melalui

kekuatan itulah mestinya mereka berperan. Apalagi ulama dan cendekiawan ini

memiliki double peran. Ulama yang hakim atau hakim yang ulama, cendekiawan

yang jaksa atau jaksa yang cendekiawan, ulama yang polisi atau polisi yang ulama

bisa berperan sebagai kekuatan ilmu, moral, dan hukum. Kalau saja ada 10 ulama

dan cendekiawan yang diakui kekuatan ilmu dan moralnya di Paluta ini, kalau

mau pemilihan kepada Daerah dan presiden gak repot, tinggal kita tanya aja

mereka sepuluh. Aman kan? itu kalau benar-benar ada setingkat kualitas ilmu dan

kesalahan para tabi’in saja. Naudzu billah kalau ada ulama dan cendekiawan bisa

diperalat politik, sehingga muncul sebutan. Ini ulama partai A. Ini cendekiawan

partai B. Sehingga kalau kita minta fatwa, ia menggunakan prinsip politik, “right

or wrong is my party: ‘benar atau salah, pilihlah partai saya’”

Apapun yang terjadi kita harus punya harapan terhadap Paluta ini. Baik-

buruknya Paluta ini adalah kampung kita. Mari kita bahu membahu dalam berbuat

baik. Sekecil apapun kontribusi kita, akan berguna untuk masa depan Paluta.

Sepertinya waktu setahun itu terasa sangat cepat. Tahun demi tahun, kita semakin

dengan jadwal kematian yang misterius, jika kematian datang, maka kesempatan

berbuat baik telah berakhir fa istabiqu al-khairat. Allahu ‘alam bi al-shawab.

Page 24: Pendidikan karakter untuk memperkecil virus kkn

24

DAFTAR BACAAN

Budhy Munawar Rachman (Ed.). Kontekstualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah.

Jakarta: Paramadina, 1995.

Daradjat, Zakiah. Membina Nilai-Nilai Moral di Indonesia. cet. IV. Jakarta: Bulan Bintang, 1977.

Dawam Rahardjo, Intelektual Intelegensia dan Perilaku Politik Bangsa. Bandung:

Mizan, 1996.cet. 3.

Hussain, S.S. & S.A. Ashraf. Crisis in Muslim Education. Jeddah:King Abdul Aziz Universiti, 1979.

Ibn Katsir, Tafsir Ibn Katsir

Lickona, Thomas. Educating for Character: Mendidik Untuk Membentuk Karakter. Terjemahan Juma Abdu Wamaungo. Jakarta: Bumi Aksar, 2012.

Muhaimin, Nuansa Baru Pendidikan Islam. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006.

Muhammad Musthafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi

Saleh, Akh. Muwafik. Membangun Karakter dengan Hati Nurani. Jakarta: Erlangga,2012.

Steenbrink, Karel A. Pesantren Madrasah Sekolah. Jakarta: LP3ES, 1986. Cet. 2.

Tafsir, Ahmad (Ed.). Epismologi Untuk Ilmu Pendidikan Islam. Bandung: IAIN SGD Bandung, 1995.

TIM. K.H. Imam Zarkasyi di Mata Umat. Gontor: Gontor Press, 1996.UURI No. 20 Tahun 2003

Wardun, Vol. 65, sya’ban 1433.Zuchdi, Damiyati, dkk. Model Pendidikan Karakter. Yogyakarta: MP, 2013,