pendidikan muhammadiyah.docx
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Dimasa lalu muhammadiyah bekerja untuk kesejahteraan manusia
yang diridhai Allah dalam bingkai kehidupan bangsa Indonesia di tengah
pergaulan bangsa-bangsa di dunia sebagai bahan dasar perwujudan
masyarakat islam yang sebenar-benarnya. Ide kesatuan umat dan kemanusian
Kiai Ahmad Dahlan dan fungsi sosial tarjih seperti tertuang pada pokok
pikiran pemebentukan majelis tarjih, merupakan landasan realisasi program-
program ide-ide kebangsaan Muhammadiyah. Masyarakat islam yang
sebenar-benarnya adalah suatu bentuk kehidupan masyarakat yang warganya
memeluk beragam agama di mana nilai-nilai islam seperti pemahaman
muhammadiyah menjadi dasar kehidupan bersama.
Fokus ijtihad dan tajdid muhammadiyah masa Kiai Ahmad Dahlan
ialah realisasi ajaran ritual islam sebagai fungsi pemecahan permasalahan
kehidupan sosial, ekonomi, budaya ( pendidikan ), dan ilmu pengetahuan
menggunakan management modern. Pemikiran pendidikan yang
dikemukakan K.H. Ahmad Dahlan adalah membawa pembaharuan dalam
bidang pembentukan lembaga pendidikan Islam yang menggabungkan sistem
pendidikan pesantren (sorogan/halaqah) dengan sistem pendidikan Belanda
(sistem klasikal). Diharapkan dengan cara ini seorang tamatan madrasah atau
sekolah umum akan muncul pribadi-pribadi muslim yang utuh.
Perkembangan Muhammadiyah dalam konteks pendidikannya baik
Konsep dan integrasi yang dilakukan muhammadiyah dalam pendidikan akan
kita bahasa dalam makalah ini
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Latar Belakang Lahirnya Pendidikan Muhammadiyah
Pada awal abad ke 20, lembaga-lembaga pendidikan yang terdapat di
Indonesia dikelompokkan menjadi dua kelompok besar sistem pendidikan
yaitu sistem pendidikan tradisional pribumi yang diselenggarakan dalam
pondok-pondok pesantren dengan kurikulum seadanya dan pendidikan
sekuler yang sepenuhnya dikelola oleh pemerintah kolonial yang di dalamnya
tidak ada pelajaran agama. Itulah mengapa pada masa itu, realitas dunia
pendidikan di Indonesia ditandai oleh adanya dualitas sistem pendidikan,
antara pendidikan Islam di pesantren yang memfokuskan pada pengetahuan
agama semata dan pendidikan sekuler di sekolah Belanda yang melahirkan
manusia yang tidak paham agama1dengan ciri–ciri yang sangat menonjolkan
sifat intelektualistik, elistis, diskriminatif, serta sama sekali tidak
memperhatikan dasar–dasar dan asas–asas moral keagamaan2.
Di pondok-pondok Pesantren, seluruh pelajaran yang diberikan
kepada santri adalah pelajaran agama. Proses pendidikan pada sistem ini
diselenggarakan secara tradisional, dan secara pribadi oleh para guru atau
kyai dengan menggunakan metode sorogan (murid secara individual
menghadap kyai satu persatu dengan membawa kitab yang akan dibacanya,
kyai membacakan pelajaran, kemudian menerjemahkan dan menerangkan
maksudnya) dan weton (metode pengajaran secara berkelompok dengan
murid duduk bersimpuh mengelilingi kyai juga duduk bersimpuh dan sang
kyai menerangkan pelajaran dan murid menyimak pada buku masing-masing
atau dalam bahasa Arab disebut metode Halaqah) dalam pengajarannya.
Dengan metode ini aktivitas belajar hanya bersifat pasif, membuat catatan
tanpa pertanyaan, dan membantah terhadap penjelasan sang kyai adalah hal
1 Nurhayati Djamas. 2009. Dinamika Pendidikan Islam di Indonesia Pasca Kemerdekaan. Jakarta: Rajawali Pers. Hlm. 93
2Ahmad Ardaby Darban dan Mustafa Kemal Pasha.Muhammadiyah sebagai gerakan Islam (dalam perspektif Historis dan Ideologis) dalam Repository Universitas Sumatera Utara. 2011. http:// repository.usu.ac.id
2
yang tabu. Selain itu metode ini hanya mementingkan kemampuan daya hafal
dan membaca tanpa pengertian dan memperhitungkan daya nalar3. Adapun
materi pendidikan di lingkungan pesantren merupakan rujukan kitab kuning
yang mengacu langsung pada pemikiran ulama atau mazhab tertentu
Disamping itu, posisi guru atau kyai dalam sistem pendidikan
pesantren tradisional yaitu menjadi penentu dan pengambil kebijakan utama
di lingkungan lembaga pendidikan pesantren di samping perannya sebagai
guru bagi santri, hubungan guru-murid atau kyai-santri di lingkungan
pesantren. Hubungan kyai-santri ditandai oleh loyalitas dan ketaatan total
dalam bentuk sikap tawadhu dan menghindari kualat akibat penyimpangan
dari ketaatan pada kyai.
Dengan sistem pendidikan pondok pesantren yang telah dijabarkan di
atas, pemikiran umat Islam pada masa itu terbelenggu oleh otoritas mazhab
tertentu dan taqlid kepada para ulama sehingga ijtihad tidak dilakukan lagi4.
Berdasarkan uraian di atas, dapat kita lihat bahwa terdapat perbedaan
yang mencolok antara sistem pendidikan yang diterapkan di pondok-pondok
pesantren di Indonesia dengan sekolah pada zaman Kolonial. Sistem
pendidikan pertama menghasilkan pelajar yang minder dan terisolasi dari
kehidupan modern, akan tetapi taat dalam menjalankan perintah agama,
sedangkan sistem pendidikan yang kedua menghasilkan para pelajar yang
dinamis dan kreatif serta penuh percaya diri, akan tetapi tidak tahu tentang
agama, bahkan berpandangan negatif terhadap agama5.
Dengan melihat berbagai macam persoalan yang telah dijabarkan di
atas, kita dapat mengetahui bahwasannya kondisi umat Islam pada masa itu,
terlebih sistem pendidikannya, sudah sangat ketinggalan zaman dan
cenderung menutup diri dari pengaruh dunia luar yang telah mengalami
kemajuan dan modernisasi sehingga tidak mampu menghadapi berbagai
permasalahan yang muncul pada masa itu. Sejalan dengan hal ini, K.H.
3 Fajar Miftahur Rohman.2012.Pendidikan Muhammadiyah. http://solomoncell.wordpresss.com
4 PP Muhammadiyah. http://www. Muhammadiyah.or.id5 Fajar Miftahur Rohman, Op. Cit.
3
Ahmad Dahlan pun mengamati bahwa pada masa itu banyak umat Islam yang
terjerat kebodohan, kemiskinan, jumud (beku) pikirannya dan jiwanya yang
diakibatkan oleh adat istiadat tak masuk akal yang terkadang menjerumus
kepada syirik6.
Bertolak dari realitas seperti itu,menurut K.H. Ahmad Dahlan, upaya
strategis untuk menyelamatkan umat Islam dari pola berpikir yang statis
menuju pada pemikiran yang dinamis adalah melalui pendidikan7. Menurut
KH. Ahmad Dahlan, pendidikan Islam hendaknya diarahkan pada usaha
membentuk manusia muslim yang berbudi pekerti luhur, alim dalam agama,
luas pandangan dan paham masalah ilmu keduniaan, serta bersedia berjuang
untuk kemajuan masyarakatnya (Asmuni Abdurrahman dalam Dadang:
2011).
Berdasarkan paparan dari K.H. Ahmad Dahlan pada paragraf di atas,
tersirat makna dari Beliau bahwasannya salah satu upaya yang tepat untuk
mengatasi berbagai problema yang terjadi pada masa itu adalah melalui
pembaharuan sistem pendidikan. Pembaharuan sistem pendidikan tersebut
dapat dilakukan dengan cara menggabungkan hal-hal positif yang terdapat
pada sistem pendidikan yang ada di pondok pesantren dengan sistem
pendidikan yang ada di sekolah-sekolah pemerintah kolonial. Itulah mengapa
Pada 1 Desember 1911, K.H. Ahmad Dahlan (yang saat itu menjadi anggota
Budi Utomo) mendirikan sekolah pertamanya secara formal yang bernama
Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah (setingkat dengan sekolah dasar
negeri). Sekolah tersebut dibangun di rumah beliau sendiri dengan
menggunakan ruang tamu yang berukuran 2,5 m x 6 m8lengkap dengan meja,
kursi dan papan tulis. Sekolah tersebut dikelola dengan menggunakan metode
dan kurikulum baru yang menggabungkan sistem pesantren dan sistem
pendidikan barat.Di sekolah tersebut diajarkan berbagai ilmu pengetahuan
6 Arya Pambudi. 2008. Perkembangan Perguruan Tinggi Muhammadiyah Di Jakarta (Skripsi Ilmu Budaya).http://lontar.ui.ac.id. hlm. 22.
7 Ahmad Syafi’I Ma’arif.Peta Bumi Intelektualisme Islam di Indonesia dalam Dadang.2011. Pendidikan Islam Modern Periode K.H. Ahmad Dahlan. http:// makalahilmupendidikandanperpustakaan.blogspot.com
8 A. Munir Mulkhan. Pemikiran K. H. Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah-dalam Perspektif Perubahan Sosial dalam Arya Pambudi. Opcit., hlm. 24.
4
umum yang sedang berkembang pada masa itu yaitu pada awal abad ke-20.
Adapun ilmu pengetahuan yang dimaksud yaitu menulis latin, ilmu ukur
hitung, membaca dan ilmu-ilmu lain yang juga diajarkan di sekolah pemeritah
pada masa itu9. Sekolah ini merupakan cikal bakal sistem sekolah modern
Muhammadiyah dengan menggunakan mata pelajaran agama dan umum
(barat) yang dimasukan ke dalam kurikulumnya (Alfian dalam Arya
Pambudi: 2008). Dengan kata lain, dapat dikatakan sekolah ini merupakan
cikal bakal berdirinya lembaga pendidikan Muhammadiyah. Sebab, gagasan
untuk mendirikan Muhammadiyah pun selain untuk dijadikan sebagai wadah
pengembangan ide-ide pembaharuan yang beliau miliki juga untuk
memayungi dan mewadahi sekolah Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah
yang telah beliau dirikan (Haedar Nashir dalam Arya Pambudi: 2008).
Dalam Statuten (anggaran dasar) organisasi Muhammadiyah pada
awal pendiriannya, maksud dan tujuan Muhammadiyah adalah sebagai
berikut (PP Muhammadiyah dalam Arya Pambudi: 2008):
1. Menyebarkan pengajaran agama kanjeng nabi Muhammad s.a.w.
kepada penduduk Bumiputera di dalam residen Yogyakarta.
2. Memajukan hal agama kepada anggota-anggotanya.
Menengok anggaran dasar tersebut tersirat makna bahwa organisasi
Muhammadiyah beridiri adalah sebagai salah satu upaya mentransmisikan
(menyebarkan) pemikiran keislaman dan ideologi Kemuhammadiyahan
secara luas kepada masyarakat melalui lembaga pendidikan Muhammadiyah
sehingga nantinya dapat mencetak ulama atau pelajar yang cerdas, dinamis,
kreatif, taat pada perintah agama, dan mengedepankan tajdid dalam setiap
gerakannya. Hal ini senada dengan apa yang diungkapkan Nurhayati Djamas
yang menyatakan bahwa melalui media pendidikan, Muhammadiyah
menyebarluaskan ideologi pembaharuan agama yang menjadi paham yang
melekat secara inheren di dalam tubuh organisasi ini.
B. Integrasi Pendidikan di Muhammadiyah
9 Arya Pambudi. Op.Cit., hlm. 24
5
Ketika organisasi Muhammadiyah didirikan pada tataran operasional,
tujuan organisasi Muhammadiyah dijabarkan ke dalam tujuan umum
pendidikan Muhammadiyah yang oleh para tokohnya disarikan dari gagasan
pemikiran pendirinya, Ahmad Dahlan, yaitu membentuk manusia muslim
yang baik budi, alim dalam agama, luas pandangannya, alim dalam ilmu-ilmu
dunia (ilmu umum), dan bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakat.
Berdasarkan paparan dari K.H. Ahmad Dahlan pada paragraf di atas,
seperti yang telah dijabarkan sebelumnya, tersirat makna dari Beliau
bahwasannya salah satu upaya yang tepat untuk mengatasi berbagai problema
yang terjadi pada masa itu adalah melalui pembaharuan sistem pendidikan.
Pembaharuan sistem pendidikan tersebut dapat dilakukan dengan cara
menggabungkan hal-hal positif yang terdapat pada sistem pendidikan yang
ada di pondok pesantren dengan sistem pendidikan yang ada di sekolah-
sekolah pemerintah kolonial.
Untuk mencapai tujuan tersebut, sejak awal berdirinya sekolah-
sekolah Muhammadiyah menerapkan kurikulum untuk pengetahuan umum
dan pengetahuan agama (Kurikulum kemuhammadiyahan). Kurikulum
kemuhammadiyahan merupakan kurikulum pokok yang menjadi ciri khas di
seluruh lembaga pendidikan Muhammadiyah. Pemberian mata pelajaran
kemuhammadiyahan diarahkan kepada pembentukan kepribadian
Muhammadiyah yang sekaligus memiliki semangat sebagai pejuang untuk
memajukan agama Islam dan umat muslim sesuai prinsip yang dianut
Muhammadiyah sebagai gerakan Islam, gerakan dakwah dan gerakan tajdid10.
Kurikulum kemuhammadiyahan terdiri dari dua bagian, yaitu pertama
yang menyangkut pengetahuan tentang organisasi Muhammadiyah meliputi
sejarah organisasi Muhammadiyah, anggaran dasar dan anggaran rumah
tangga Muhammadiyah, riwayat hidup para pendiri dan tokoh-tokoh
pemimpin Muhammadiyah, proses pengambilan keputusan di lingkungan
organisasi dan lain-lain. Di samping itu, para siswa juga diajarkan dan
10 Nurhayati Djamas. Op. Cit., hlm. 97
6
dibimbing untuk menjadi kader pemimpin, muballigh, dan penggerak
masyarakat.
Bagian yang kedua dari materi kemuhammadiyahan yaitu materi al-
Islam yang dijabarkan ke dalam mata pelajaran bidang studi agama Islam
dengan bidang kajian akidah, akhlak, ibadah dan muamalah.Materi al-Islam
ini sumber referensinya yaitu Al-Qur’an dan Sunnah Rasul, serta hasil tarjih
yang dikeluarkan Majelis Tarjih Muhammadiyah. Oleh karena adanya
kurikulum kemuhammadiyahan ini, maka di sekolah-sekolah Muhammadiyah
jumlah jam pelajaran untuk mata pelajaran al-Islam dialokasikan sebanyak
tujuh jam pelajaran setiap minggu.
Walaupun terdapat kurikulum Kemuhammadiyahan di seluruh
lembaga pendidikan Muhammadiyah, namun tetap saja kurikulum pemerintah
diterapkan secara penuh oleh lembaga pendidikan ini. Untuk sekolah dasar,
sekolah menengah, dan perguruan tinggi umum berlaku kurikulum yang
ditetapkan oleh Departemen Pendidikan, sedangkan kurikulum pada
madrasah Muhammadiyah mengacu kepada kurikulum madrasah yang
ditetapkan Departemen Agama. Penerapan kurikulum pemerintah dilakukan
selain untuk mendapatkan pengakuan bagi sekolah-sekolah Muhammadiyah
serta agar lulusannya setara dengan sekolah negeri milik pemerintah.
Buku-buku rujukan yang digunakan untuk pelajaran al-Islam di
sekolah-sekolah Muhammadiyah untuk pendidikan dasar dan menengah
dikeluarkan oleh Majelis Pendidikan Muhammadiyah yang terdiri dari
beberapa seri buku al-Islam untuk setiap jenjang pendidikan. Isi buku-buku
al-Islam untuk semua jenjang pendidikan terutama berkaitan dengan dasar
pengetahuan dan pengamalan ajaran Islam yang diperlukan seorang muslim.
Di lingkungan sekolah-sekolah Muhammadiyah tidak didapatkan
pelajaran tasawuf. Untuk pembentukan rohani dan pribadi yang sejalan
dengan tuntunan ajaran Islam diberikan mata pelajaran akhlak. Karena itu,
pemikiran keislaman yang ditransmisikan melalui pendidikan
Muhammadiyah dengan kurikulum kemuhammadiyahan dan al-Islam adalah
7
pemikiran akidah dan fiqih yang terbebaskan dari khurafat dan bid’ah serta
praktik yang tidak sejalan dengan yang dicontohkan Rasulullah11.
C. Pertumbuhan Pendidikan Muhammadiyah
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, pada tanggal 1 Desember
1911, K.H. Ahmad Dahlan mendirikan sekolah pertamanya secara formal
yang bernama Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah dengan
menggabungkan kelebihan model pendidikan barat dengan model pendidikan
pesantren. Di awal perintisan Madrasah tersebut, jumlah muridnya hanya
Sembilan orang itu pun berasal dari keluarga beliau sendiri setengah tahun
kemudian meningkat menjadi 20 orang yang terdiri dari putra dan putri12.
Pada masa awal perintisan sekolah tersebut, banyak kendala baik yang
berasal dari masyarakat sekitar (termasuk santrinya sendiri) dan bahkan dari
keluarganya sendiri yang harus Beliau hadapi.Beliau sering diolok-olok dan
di tuduh telah menyelewengkan ajaran Islam dan dianggap sudah masuk
Kristen.Tidak hanya itu, hubungan perdagangannya dengan famili pun di
boikot.Namun, semua itu dihadapinya dengan kepala dingin dan ketabahan
hati. Beliau menganggap semua itu sebagai suatu hal yang wajar karena
setiap usaha perbaikan selalu ada reaksi negatif disamping juga reaksi positif
(Syaifullah dalam Arya Pambudi: 2008).
Tahun-tahun awal pendirian sekolah Muhamamdiyah (setelah
organisasi ini resmi berdiri pada tanggal 18 November 1912) juga banyak
mengalami kendala misalnya, sulitnya memperoleh guru-guru berkualitas
yang secara tidak langsung membuat sekolah-sekolah Muhammadiyah sulit
bersaing dengan sekolah-sekolah modern lainnya. Namun, berkat kegigihan
dan kerja keras semua pihak yang berkecimpung dalam organisasi ini,
akhirnya pada tanggal 8 Desember 1912 Muhammadiyah membuka pondok
Muhammadiyah, sebuah sekolah dengan masa studi 5 tahun yang mana
sekolah tersebut menawarkan mata pelajaran umum dan keagamaan. Untuk
sekolah ini, Muhammadiyah merekrut sejumlah guru berkualitas untuk
11 Ibid., hlm. 99-10012 Arya Pambudi. Op.Cit., hlm. 24
8
mengajar mata pelajaran sekuler, di mana dua dari guru tersebut adalah guru
dari sekolah Kweekschool yaitu Raden Danuwijoto dan Mas Djojosugito.K.H
Ahmad Dahlan seniri mengajar mata pelajaran keagamaan pada sekolah
tersebut. Bergabungnya Djojosugito dan Sosrosugondo sekitar tahun 1923, di
mana keduanya memiliki jabatan penting dalam organisasi Muhammadiyah
yaitu sebagai sekretaris umum dari Muhammadiyah pusat dan wakil ketua
bagian pendidikan Muhammadiyah, menambah kekuatan baru bagi organisasi
ini yang pada akhrinya Muhammadiyah berhasil membuka sekolah
Kweekschool sendiri sehingga di akhir tahun 1923, di Yogyakarta, sistem
pendidikan modern ini telah dapat membuka13:
1. 4 Sekolah Klas II (Tweede School)
2. 1 Sekolah H.I.S met de Kur’an (Hollandsche Indlandsche School)
3. 1 Sekolah Kweekschool (sekolah calon guru)
Sementara itu, di luar residensi Yogyakarta tepatnya di cabang
Muhammadiyah di Batavia juga berhasil mendirikan sebuah Sekolah H.I.S
met de Kur’an pada akhir tahun 1923, dmeikian halnya dengan cabang
Muhammadiyah di Surabaya. Sementara cabang Muhamamdiyah di Solo
mendirikan sebuah sekolah Kelas II serta memiliki pendidikan yang
menawarkan kursus bahasa Belanda (Alfian dalam Arya Pambudi: 2008).
Selain sistem sekolah modernnya, juga dijalankan sistem sekolah
agama seperti Madrasah Muhammadiyah di Yogyakarta dan sejumlah kursus-
kursus agama singkat yang ditawarkan baik kepada dewasa, muda ataupun
anak-anak yang biasanya dilakukan sore atau malam hari. Pada tahun 1923
ini pun Muhammadiyah memiliki sebuah sekolah bernama Al-Madrasatul
Wuthqa, yaitu sekolah yang berorientasi mengahsilkan kader-kader setia pada
organisasi Muhammadiyah dengan jenjang pendidikan selama enam tahun. Di
dalamnya juga diajarkan ilmu keagamaan yang lebih tinggi tingkatannya,
mata pelajaran umum dan mengani kepemimpinan (Alfian dalam Arya
Pambudi: 2008).
13 PP Muhammadiyah. Siapa Yang Tidak Tahu Muhammadiyah dalam Arya Pambudi.Ibid., hlm. 39-40
9
Sementara itu, Siti Busyro, putri dari K.H Ahmad Dahlan, beserta
beberapa anak gadis laninnya yang merupakan kerabat dari sahabat K.H.
Ahmad Dahlan yaitu Haji Fachruddin, berhasil mendirikan lembaga
pendidikan yang di bawah Aisyiah yaitu Kweekschool untuk wanita yang
kemudian dikenal dengan nama Mu’allimat Muhammadiyah juga sekolah
kader yang diberi nama Wal-Ashri14.
Tabel di bawah ini memperlihatkan pertumbuhan sekolah
Muhammadiyah di pulau Jawa dan Madura sampai tahun 193215:
Jenis Sekolah BaratJawa
Barat
Jawa
Tengah
Jawa
TimurMadura Total
Volksschool
Standaard School
Schakel
H.I.S.
MULO/Normaal
H.I.K.
Kweekschool
8
1
0
7
1
1
88
23
17
32
2
3
2
2
5
10
1
0
0
2
1
1
0
0
98
28
23
50
4
4
18 165 20 4 207
Jenis Sekolah BaratJawa
Barat
Jawa
Tengah
Jawa
TimurMadura Total
Madrasah Dinijah
Madrasah Wusthqa
2
1
59
9
12
1
4
0
77
11
3 68 13 4 88
Jenis Sekolah Lainnya Jawa Jawa Jawa Madura Total
14 Abdul Munir Mulkhan. Pemikiran K. H. Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah-dalam Perspektif Perubahan Sosial dalam Arya Pambudi.Ibid., hlm. 42
15 Alfian.The Political Behaviour of a Muslim Modernist-Organization Under Dutch Colonialism dalam Arya Pambudi. Ibid., hlm. 42
10
Barat Tengah Timur
Aisyiah/Meisje School
Yatimschool (Sekolah
Yatim)
Bustan (Taman
Kanak-Kanak)
Sekolah lainnya
2
0
1
0
6
7
1
4
0
0
0
0
0
0
0
0
8
7
2
4
3 18 0 0 21
Total Keseluruhan 24 251 33 8 316
Adapun perkembangan pendidikan di Minangkabau pada tahun 1927
dan 1932 terlihat pada tabel di bawah ini16:
Jenis Sekolah Barat 1927 1932
Volksschool
Standaard School
H.I.S
0
0
3
2
3
3
3 8
Jenis Sekolah Agama 1927 1932
Madrasah Dinijah
Madrasah Wutha
0
0
30
15
Pada tahun 1931, Muhammadiyah membuka sekolah guru, Hollands
Inlandse Kweekschool (HIK), di Surakarta.Ijazah HIK disetarakan dengan
ijazah sekolah guru Eropa sehingga pemegangnya memiliki peluang untuk
mengambil akte mengajar Eropa baik di Hindia Belanda maupun di
Belanda.Artinya, HIK merupakan sekolah guru tertinggi tingkatannya waktu
16 Alfian.The Political Behaviour of a Muslim Modernist-Organization Under Dutch Colonialism dalam Arya Pambudi. Ibid., hlm. 45
11
itu yang kualitasnya diakui setara dengan kualitas sekolah guru untuk bangsa
Eropa17.
Selanjutnya, penyebaran Muhammadiyah semakin meluas lagi di
seantero Nusantara.Bidang pendidikan menjadi begitu melekat dengan aikon
Muhammadiyah.Meurut Sistem resmi Muhammadiyah, sampai tahun 1957
angka lembaga pendidikan Muhammadiyah tercatat sebanyak 1.559 buah
yangterdiri dari berbagai macam jenis lembaga pendidikan18.
Pada masa sekarang, lembaga pendidikan formal Mehammadiyah
beribu-ribu jumlahnya dan tersebar di seluruh wilayah Indonesia, meliputi
jenjang Taman Kanak-Kanak hingga Perguruan Tinggi, baik berupa lembaga
pendidikan umum di bawah kementrian Pendidikan Nasional maupun
lembaga pendidikan keagamaan di bawah Kementrian Agama.
Tabel 1: Amal Usaha Muhammadiyah Bidang Pendidika Th. 200819
No Jenjang Pendidikan Jumlah
Taman Kanak-kanak 3.973
Sekolah Dasar 940
Madrasah Ibtidaiyyah 1.332
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SMP/MTs) 2.143
SLTA (SMA/MA) 979
SMK 101
Muallimin/Muallimat 13
Sekolah Menengah farmasi 3
Pondok Pesantren 64
Perguruan Tinggi Muhammadiyah20 154
Jumlah 9.708
17 Suyatno, dkk.2010. Revitalisasi Pendidikan Muhammadiyah di tengah Persaingan Nasional dan Global. Jakarta: UHAMKA Press.hlm. 23
18 Jusuf Abdullah Puar.Pendidikan dan Perguruan Muhammadiyah dalam Arya Pambudi.Op. Cit.
19 Direktori PTM 2008/2009: Profil Universitas, Sekolah Tinggi, Politeknik, dan Akedemi Muhammadiyah se Indonesia dalam Suyatno, dkk. Op. Cit., hlm., 62
20 Data Ditlitbang PP sd. Januari 2010 dalam Syatno, dkk. Ibid., hlm., 62
12
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan yang telah dijabarkan sebelumnya, dapat di
simpulkan bahwa latar belakang lahirnya pendidikan Muhammadiyah adalah:
1. Adanya dualisme sistem pendidikan yang memisahkan antara
Ilmu agama (ilmu keakhiratan) dan ilmu pengetahuan umum
(ilmu dunia).
2. Banyak umat Islam yang terjerat kebodohan, kemiskinan, jumud
(beku) pikirannya dan jiwanya yang diakibatkan oleh adat
istiadat tak masuk akal yang terkadang menjerumus kepada
syirik
Adapun pengintegrasian pendidikan di sekolah-sekolah
Muhammadiyah dilakukan dengan cara memasukan kurikulum
kemuhammadiyahan sehingga pada akhirnya nanti para pelajar tidak saja
cerdas dalam ilmu keduniaan saja melainkan juga ilmu akhirat agar tercapai
kehidupan yang bahagia dunia akhirat.
13
DAFTAR PUSTAKA
Djamas, Nurhayati. 2009. Dinamika Pendidikan Islam di Indonesia Pasca
Kemerdekaan. Jakarta: Rajawali Pers.
Suyatno, dkk. 2010. Revitalisasi Pendidikan Muhammadiyah di tengah
Persaingan Nasional dan Global. Jakarta: UHAMKA Press.
Dadang. 2011. Pendidikan Islam Modern Periode K.H. Ahmad Dahlan.
http:// makalahilmupendidikandanperpustakaan.blogspot.com
Pambudi, Arya. 2008. Perkembangan Perguruan Tinggi Muhammadiyah Di
Jakarta (Skripsi Ilmu Budaya).http://lontar.ui.ac.id.
PP Muhammadiyah. http://www.Muhammadiyah.or.id
Repository Universitas Sumatera Utara. 2011. http:// repository.usu.ac.id
Rohman, Fajar Miftahur. 2012. Pendidikan Muhammadiyah.
http://solomoncell.wordpresss.com
14