penegakan hukum pidana terhadap …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12185/1/09e01683.pdf ·...
TRANSCRIPT
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
1
PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PENYALAHGUNAAN IZIN KEIMIGRASIAN MENURUT UNDANG-UNDANG RI
NO. 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN
(Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas
Dan Memenuhi Syarat-syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
O
L
E
H
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2 0 0 7
YOYOK ADI SYAHPUTRA
NIM : 030200015
Departemen Hukum Pidana
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar .............................................................................................................. i
Daftar Isi ....................................................................................................................... ii
Abstraksi ......................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang ....................................................................................... 1
B. Perumusan Masalah ............................................................................... 6
C. Tujuan dan Manfaat ............................................................................... 6
D. Keaslian Penulisan ................................................................................. 7
E. Tinjauan Kepustakaan ............................................................................ 8
1. Pengertian Penegakan Hukum ............................................................ 8
2. Pengertian Pidana ............................................................................. 11
3. Pengertian Keimigrasian................................................................... 16
F. Metode Penelitian ................................................................................ 16
G. Sistematika Penulisan .......................................................................... 19
BAB II TINJAUAN UMUM ................................................................................. 21
A. Keimigrasian dalam Sistem Hukum Indonesia ...................................... 21
1. Pengertian Keimigrasian................................................................... 21
2. Fungsi Keimigrasian ........................................................................ 24
3. Ruang Lingkup Keimigrasian ........................................................... 29
B. Jenis-jenis Izin Keimigrasian ................................................................ 35
C. Hukum Keimigrasian Indonesia Dalam Sistem Hukum Nasional .......... 40
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
3
BAB III PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP
PENYALAHGUNAAN IZIN KEIMIGRASIAN ................................... 45
A. Ketentuan Keberadaan Warga Negara Asing (WNA)
di Indonesia Menurut Undang-Undang Republik Indonesia
No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian ............................................. 45
B. Faktor-faktor Penyebab terjadinya Penyalahgunaan
Izin Keimigrasian ................................................................................ 53
C. Upaya Penanggulangan Tidak Pidana Penyalahgunaan
Izin Keimigrasian ................................................................................ 61
D. Peranan Aparatur Penegak Hukum dalam Menanggulangi
Tindak Pidana Penyalahgunaan Izin Keimigrasian ..................... 73
BAB IV KASUS DAN ANALISIS KASUS ............................................................ 91
A. Kasus Posisi ................................................................................................ 92
B. Analisis Kasus ............................................................................................ 99
C.
BAB V PENUTUP .............................................................................................. 104
A. Kesimpulan ........................................................................................ 104
B. Saran.................................................................................................. 106
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
4
ABSTRAKSI
Keimingrasian merupakan salah satu bagian terpenting bagisuatu negara, mengingat tugas dan tanggung jawab yang diembannya sangat menentukan keberadaan dan dan kekuatan negara yang bersangkutan. Seluruh warga negara Indonesia maupun warga negara asing setiap kali keluar-masuk wilayah Indonesia pasti berurusan terlebih dahulu dengan bagian keimigrasian. Tidak jarang persoalan kewarganegaraan suatu negara akan berkembang menjadi persoalam besar akibat kelengahan dari bagian keimigrasian negara tersebut. Kompleksnya masalah dalam tindak pidana penyalahgunaan izin keimigrasian, mulai dari penggunaan visa yang tidak sesuai, masalah minimnya pengetahuan masayrakat, sampai peranan aparat penegak hukum, menjadikan tindak pidana terhadap penyalahgunaan izin keimigrasian sebagai suatu tindakpidana memerlukan penangan khusus. Skripisi yang berjudul “penegakan hukum pidana terhadap penyalahgunaan izin keimigrasian (studi kasus Pengadilan Negeri Medan dengan Putusan No. 2493/Pid. B/2002/PN. Mdn)” mengetangahkan permasalahan tersendiri mengenai pengaturan tindak pidana terhadap penyalahgunaan izin keimigrasian, serta faktor-faktor yang menjadi penyebab dalam tindak pidana penyalahgunaan izin keimigrasianadan upaya-upaya apa saja yang dapat dilakukan sebagai upaya dalam menangani tindak pidana terhadap penyalahgunaan izin keimigrasian. Penulis menggunakan metode penelitian dengan metode hukum normative dan empiris,pada tahap awal penulis terlebih dahulu melakukan penelitian terhadap bahan hukum yang berkaitan dengan tindak pidana penyalahgunaan izin keimigrasian. Tahap selanjutnya penulis melakukan penelitian dengan menggunakan teknik wawancara dan mengumpulkan bahan dari narasumber yaitu dari Kantor Imigrasi Polinia Medan, Kantor Kepolisian Kota Besar Medan dan Sekitarnya (Poltabes), dan Pengadilan Negeri Medan yang bertujuan untuk mengetahui pengaturan tindak pidana penyalahgunaan izin keimigrasian serta mengetahui peranan aparatur penegak hukum dalam menggulangi tindak pidana penyalhgunaan izin keimigrasian. Berdasarkan penelitian tersebut diketahui bahwa pengaturan tindak pidana penyalahgunaan izin keimigrasian dalam hukum positif Indonesia diatur dalam Undang-undang No. 9 tahun 1992 tentang Keimigrasian juga masih berpedoman dengan KUHP. Hukum pidana masih belum berfungsi secara maksimal terhadap kasus penyalahgunaan izin keimigrasian (Putusan No. 2493/Pid. B/2002/PN. Mdn) disebabkan masih kurangnya ketegasan aparatur penegak hukum dalam memberikan hukuman kepda warga negara asing yang melakukan tindak pidana penyalhgunaan izin keimigrasian, dan salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam penegakan hukum dalam tindak pidana penyalahgunaan izin keimigrasian adalah dengan meningkatkan profesionalitas aparatur penegak hukum, dan ketegasan aparatur penegak hukum serta memajukan sarana dan prasarana dalam menunjang penegakan hukum tersebut.
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
5
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau
berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam
lalulintas atau hubungan–hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara. Ditinjau darui sudut subyeknya, penegakan hukum itu dapat dilakukan
oleh subyek yang luas dan dapat pula diartikan sebagai upaya penegakan hukum
itu melibatkan semua subyek hukum dalam setiap hubungan hukum. Siapa saja
yang menjalankan aturan normatif atau melakukan sesuatu atau tidak melakukan
sesuatu dengan mendasarkan diri pada norma aturan hukum yang berlaku, berarti
dia menjalankan atau menegakkan aturan hukum. Dalam arti sempit, dari segi
subyeknya itu, penegakan hukum itu hanya diartikan sebagai upaya aparatur
penegakan hukum tertentu untuk menjamin dan memastikan tegaknya hukum itu,
apabila diperlukan, aparatur penegak hukum itu diperkenankan untuk
menggunakan daya paksa.1
Mengingat demikian banyaknya instansi (struktur kelembagaan) dan
pejabat (kewenangan) yang terkait di bidang penegakan hukum, maka reformasi
penegakan hukum tampaknya memerlukan peninjauan dan penataan kembali
seluruh struktur kekuasaan/kewenangan penegakan hukum. Jadi, “reformasi
1 http://www.solusihukum.com/artikel.php?id=49 yang direkam pada 1 Mar 2007 03:28:22 GMT (“Penegakan Hukum”, 30 Mei 2006)
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
6
penegakan hukum” mengandung di dalamnya “reformasi kekuasaan/kewenangan
di bidang penegakan hukum”.2
Reformasi di bidang penegakan hukum dan struktur hukum, bahkan juga
di bidang perundang-undangan (substansi hukum), berhubungan erat dengan
reformasi di bidang “budaya hukum dan pengetahuan/pendidikan hukum”.
Masalah-masalah yang mendapat sorotan masyarakat luas saat ini (seperti kolusi,
korupsi, mafia peradilan dan bentuk-bentk penyalahgunaan kekuasaan atau
persekongkolan lainnya di bidang prosedur/penegakan hukum), jelas sangat
terkait dengan masalah budaya hukum dan pengetahuan/pendidikan hukum.
3
Hukum keimigrasian merupakan bagian dari sistem hukum yang berlaku
di Indonesia, bahkan merupakan subsistem dari Hukum Administrasi Negara.
Sebagai sebuah subsistem hukum, hukum keimigrasian di Indonesia telah ada
sejak pemerintahan kolonial Belanda
4
2 Barda Nawawi Arief, “Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan”, PT. Citra Aditya Bakti, Semarang, 2001, hal. 3.
3 Ibid, hal. 4 4 M. Iman Santoso, “Persfektif Imigrasi dalam Pembangunan Ekonomi dan Ketahanan
Nasional”, UI Press Jakarta, 2004, hal. 1
. Ketentuan hukum keimigrasian di
Indonesia sejak Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tahun 1945 hingga 1991
secara formal tidak mengalami perkembangan berarti. Dikatakan demikian karena
ketentuan keimigrasian masih tersebar dalam beberapa ketentuan perundang-
undangan dan masih kuat dipengaruhi oleh hukum kolonial. Disamping tidak
seseuai lagi dengan perkembangan kehidupan nasional, sebagian dari ketentuan
tersebut masih merupakan ketentuan bentukan pemerintah kolonial. Disamping
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
7
tidak sesuai lagi dengan perkembangan kehidupan nasional, sebagian dari
ketentuan tersebut masih merupakan bentukan pemerintah kolonial Belanda yang
diserap ke dalam hukum keimigrasian nasional, seperti Toelatingsbesluit
Staatsblad 1916 Nomor 47 (Penetapan Izin Masuk/PIM), diubah dan ditambah
terakhir dengan Staatsblad 1949 Nomor 330, serta Toelatingsordonnantie
Staatsblad 1949 Nomor 33 (Ordonansi Izin Masuk/OIM), yang tentu saja
kehadirannya ditujukan untuk mendukung kepentingan pemerintah kolonial.
Misalnya disebutkan dalam Ordonansi Izin Masuk bahwa orang asing yang telah
diberi izin masuk, sekaligus juga diberi izin menetap. Demikian pula dalam
pengaturan Penetapan Izin Masuk, keberadaan pendatang ilegal dapat menjadi
legal hanya dengan membayar sejumlah denda. Hal tersebut tentu saja merupakan
kemudahan di bidang keimigrasian karena membuka pintu selebar-lebarnya bagi
pendatang dari berbagai negara demi kepentingan politik, ekonomi, dan
pertahanan pemerintah kolonial.5
Secara faktual harus diakui bahwa peningkatan arus lalu-lintas orang,
barang, jasa dari dan ke wilayah Indonesia dapat mendorong dan memacu
. Barulah kemudian, pada tanggal 31 Maret
1992, Undang-undang tentang keimigrasian yang berjiwa nasional dilahirkan.
Undang-undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian (selanjutnya disebut
UU No. 9 Tahun 1992) merupakan unifikasi beberapa ketentuan yang berkaitan
dengan keimigrasian, yang sebelumnya tersebar dalam beberapa ketentuan
perundang-undangan.
5 Ibid. hal. 2
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
8
pertumbuhan ekonomi serta proses modernisasi masyarakat. Peningkatan arus
orang asing ke wilayah RI tentunya akan meningkatkan penerimaan uang yang
dibelanjakan di Indonesia, meningkatnya investasi yang dilakukan, serta
meningkatnya aktivitas perdagangan yang akan meningkatkan penerimaan devisa.
Namun peningkatan arus lalu-lintas barang, jasa, modal, informasi dan
orang juga dapat mengandung pengaruh negative, seperti:
a. Dominasi perekonomian nasional oleh perusahaan transnasional yang
bergabung dengan perusahaan Indonesia (melalui Penanaman Modal
Asing dan/ atau Penanaman Modal Dalam Negeri, pembelian saham
atau kontrak lisensi).
b. Munculnya Transnational Organized Crimes (TOC), mulai dari
perdagangan wanita dan anak-anak, pencucian uang, narkotika, dan
obat terlarang, imigran gelap, sampai ke perbuatan terorisme
internasional.
Dampak negatif ini akan semakin meluas ke pola kehidupan serta tatanan sosial
budaya yang dapat berpengaruh pada aspek pemeliharaan keamanan dan
ketahanan nasional secara makro. Untuk meminimalisasikan dampak negatif yang
timbul akibat mobolitas manusia, baik warga negara Indonesia maupun orang
asing, yang keluar, masuk, dan tinggal di wilayah Indonesia, keimigrasian harus
mempunyai peranan yang semakin besar. Penetapan politik hukum keimigrasian
yang bersifat selektif (selective policy) membuat institusi imigrasi Indonesia
memiliki landasan operasional dalam menolak atau mengizinkan orang asing, baik
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
9
dari segi masuknya, keberadaannya, maupun kegiatannya di Indonesia6
a. Memberikan manfaat bagi kesejahteraan rakyat, bangsa, dan negara Republik
Indonesia;
.
Berdasarkan politik hukum keimigrasian yang bersifat selektif, ditetapkan bahwa
hanya orang asing yang:
b. Tidak membahayakan keamanan dan ketertiban umum; serta
c. Tidak bermusuhan dengan rakyat, bangsa, dan negara Republik Indonesia,
diizinkan masuk dan dibolehkan berada di wilayah Indonesia, serta diberi izin
tinggal sesuai dengan maksud dan tujuan kedatangannya di Indonesia.
Dengan demikian, peran penting aspek keimigrasian dalam tatanan
kehidupan kenegaraan akan dapat terlihat dalam pengaturan keluar-masuk orang
dari dan ke dalam wilayah Indonesia, dan pemberian izin tinggal serta
pengawasan terhadap orang asing selama berada di wilayah Indonesia.
Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan di atas, maka perlulah kiranya
penulis untuk membahas lebih jauh mengenai tindak pidana di bidang
keimigrasian ini khususnya hal-hal yang berkaitan dengan penyalahgunaan izin
keimigrasian, maka dari itu penulis mengambil judul skripsi “Penegakan Hukum
Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-
Undang RI No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian”.
6 Ibid. hal. 4
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
10
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana di uraikan diatas, maka
perlu di rumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Apa saja yang menjadi faktor-faktor penyebab terjadinya tindak pidana
penyalahgunaan izin keimigrasian?
2. Bagaimana upaya penanggulangan tindak pidana penyalahgunaan izin
keimigrasian?
3. Bagaimanakah peranan aparatur penegak hukum dalam penegakan hukum
terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
1. Tujuan Penulisan
Berdasarkan identifikasi permasalahan yang telah penulis utarakan, maka
dapat disimpulkan bahwa tujuan yang ingin dicapai melalui penulisan ini adalah
sebagai berikut :
1) Untuk Mengetahui apa saja yang menjadi faktor-faktor penyebab
terjadinya tindak pidana penyalahgunaan izin keimigrasian.
2) Untuk mengetahui bagaiman upaya penganggulangan tindak pidana
penyalahgunaan izin keimigrasian.
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
11
3) Untuk mengetahui dan meneliti lebih jauh bagaimana peranan aparatur
penegak hukum dalam menanggulangi tindak pidana penyalahgunaan izin
keimigrasian.
2. Manfaat Penulisan
Selain tujuan-tujuan tersbut diatas, penulisan skripsi ini juga diharapkan
bermanfaat untuk berbagai hal diantaranya:
a. Manfaaat teoritis
Pembahasan terhadap masalah-masalah dalam skripsi ini tentu akan
menambah pemahaman kepada semua pihak baik masyarakat pada umumnya
maupun para pihak yang berhubungan dengan dunia hukum pada khususnya.
Skripsi ini juga diharapkan dapat memberikan masukan bagi penyempurnaan
perangkat peraturan perundang-undangan terhadap tindak pidana yang terkait
erat dengan izin keimigrasian ini.
b. Manfaaat praktis
Dengan penulisan skripsi ini diharapkan dapat menjadi pedoman dan bahan
rujukan bagi rekan mahasiswa, masyarakat, praktisi hukum, dan juga aparat
penegak hukum/pemerintah dalam menghadapi atau mengusut tuntas suatu
peristiwa pidana terutama hal-hal yang berkaitan dengan tindakan yang
menyalahgunakan izin keimigrasian.
D. Keaslian Penulisan
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
12
Sepanjang yang telah ditelusuri dan diketahui di lingkungan Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara bahwa penulisan skripsi tentang “Penegakan
Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut
Undang-Undang RI No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian” belum pernah
disajikan sebelumnya baik dalam bentuk tulisan maupun sub pembahasan
permasalahan dalam suatu skripsi. Permasalahan maupun penyajiannya
merupakan hasil dari pemikiran dan ide penulis sendiri. Skripsi juga didasarkan
pada referensi dari buku-buku, informasi dari media cetak dan elektronik serta
fakta yang diperoleh dai data berdasarkan hasil riset yang dilakukan oleh penulis.
Berdasarkan alasan tersebut di atas maka dapat disimpilkan bahwa skripsi adalah
asli.
E. Tinjauan Kepustakaan
1. Pengertian penegakan hukum
Hukum adalah sarana yang di dalamnya terkandung nilai-nilai atau
konsep-konsep tentang keadilan, kebenaran, kemanfaatan sosial dan kandungan
hukum ini bersifat abstrak. Penegakan hukum pada hakekatnya merupakan
penegakan ide-ide atau konsep-konsep yang abstrak itu. Penegakan hukum secara
konkret merupakan berlakunya hukum positif dalam praktek sebagaimana
seharusnya dipatuhi. Oleh karena itu memberikan keadilan dalam suatu perkara
berarti memutuskan perkara dengan menerapkan hukum dan menemukan hukum
secara nyata dalam mempertahankan dan menjamin dipatuhinya hukum materiel
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
13
dengan menggunakan cara prosedural yang ditetapkan oleh hukum formal.
Penegakan hukum merupakan suatu proses yang melibatkan banyak hal. Oleh
karena itu keberhasilan penegakan hukum akan dipengaruhi oleh hal-hal tersebut.
Pada dasarnya ada 5 (lima) faktor yang mempengaruhi penegakan hukum, yaitu :
(1) Faktor hukumnya sendiri;
(2) Faktor penegak hukum, yaitu pihak-pihak yang membentuk maupun yang
menerapkan hukum;
(3) Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum;
(4) Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku dan
diterapkan;
(5) Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan
pada karsa manusia dalam pergaulan hidup.7
Penegakan hukum khususnya hukum pidana apabila dilihat dari suatu
proses kebijakan maka penegakan hukum pada hakekatnya merupakan penegakan
kebijakan melalui beberapa tahap, yaitu :
a. Tahap Formulasi;
b. Tahap Aplikasi;
c. Tahap Eksekusi;
Dapatlah dikatakan bahwa ketiga tahap kebijakan penegakan hukum
pidana tersebut terkandung didalamnya tiga kekuasaan atau kewenangan, yaitu
7 Soerjono Seokanto, “Faktor-faktor yang mempengaruhi Penegakan Hukum”, (Jakarta : Rajawali Press, 1983), hal. 4-5.
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
14
kekuasaan Legislatif pada tahap formulasi, yaitu kekuasaan legeslatif dalam
menetapkan atau merumuskan perbuatan apa yang dapat dipidana dan sanksi apa
yang dapat dikenakan. Pada tahap ini kebijakan legeslatif ditetapkan sistem
pemidanaan, pada hakekatnya sistem pemidanaan itu merupakan sistem
kewenangan atau kekuasaan menjatuhkan pidana. Yang kedua adalah kekuasaan
Yudikatif pada tahap aplikasi dalam menerapkan hukum pidana, dan kekuasaan
Eksekutif pada tahap Eksekusi dalam hal melaksanakan hukum pidana. 8
Penegakan hukum dalam negara dilakukan secara preventif dan represif.
9
8 Barda Nawani Arief, “Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan Hukum dan Pengembangan Hukum Pidana,” (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2005), hal. 30.
9 Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah, “Politik Hukum Pidana”, (Yogyakarta; Pustaka Pelajar, 2005), hal. 111.
Penegakan secara preventif diadakan untuk mencegah agar tidak dilakukan
pelanggaran hukum oleh warga masyarakat dan tugas ini pada umumnya
diberikan pada badan-badan eksekutif dan kepolisian. Walaupun adakalanya
dengan Undang-Undang, dapat ditunjuk pula pengadilan seperti dalam yurisdiksi
volunter, dan Kejaksaan misalnya dengan tugas PAKEM-nya, melakukan
penegakan hukum preventif. Sedangkan penegakan hukum represif dilakukan
apabila usaha preventif telah dilakukan ternyata masih juga terdapat usaha
pelanggaran hukum. Dalam hal ini hukum harus ditegakkan secara represif oleh
alat-alat penegak hukum yang diberi tugas yustisionil. Penegakan hukum represif
pada tingkat operasional didukung dan melalui berbagai lembaga yang secara
organisatoris terpisah satu dengan yang lainnya, namun tetap berada dalam
kerangka penegakan hukum. Pada tahap pertama, penegakan hukum represif
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
15
diawali dari Lembaga Kepolisian, berikutnya Kejaksaan, kemudian diteruskan ke
Lembaga Pengadilan dan berakhir pada Lembaga Pemasyarakatan.
Penegakan hukum yang berkeadilan sarat dengan landasan etis dan moral.
Penegasan ini bukanlah tidak beralasan, selama kurun waktu lebih dari empat
Dasawarsa bangsa ini hidup dalam ketakutan, ketidakpastian hukum dan hidup
dalam intimitas yang tidak sempurna antara sesamanya. Apa yang sesungguhnya
dialami tidak lain adalah pencabikan moral bangsa sebagai akibat dari kegagalan
bangsa ini dalam menata manajemen Pemerintahannya yang berlandaskan hukum.
Penegakan hukum adalah proses yang tidak sederhana, karena di dalamnya
terlibat subjek hukum yang mempersepsikan hukum menurut kepentingan
masing-masing, faktor moral sangat berperan dalam menentukan corak hukum
suatu bangsa. Hukum dibuat tanpa landasan moral dapat dipastikan tujuan hukum
yang berkeadilan tidak mungkin akan terwujud.10
2. Pidana
a) Pengertian pidana
Istilah “hukuman” yang merupakan istilah umum konvensional, dapat
mempunyai arti yang luas dan berubah-ubah karena istilah itu dapat mempunyai
arti dapat berkonotasi dengan bidang yang cukup luas. Istilah tersebut tidak hanya
10 M. Husni, “Moral dan Keadilan Sebagai Landasan Penegakan Hukum Yang Responsif”, (Jurnal Equality : 2006), hal. 1.
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
16
sering digunakan dalam bidang hukum, tetapi juga dalam istilah sehari-hari di
bidang pendidikan, moral, agama dan sebagainya.
Oleh karena “pidana” merupakan istilah yang lebih khusus, maka perlu
ada pembatasan pengertian atau makna sentral yang dapat menunjukkan ciri-ciri
atau sifat-sifat yang khas.
Untuk memberikan gambaran yang lebih luas, berikut ini dikemukakan
beberapa pendapat atau defenisi dari para sarjana sebagai berikut:11
1. Prof. Sudarto, SH :
Yang dimaksud dengan pidana ialah penderitaan yang sengaja diberikan
kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu.
2. Prof. Roeslan Saleh :
Pidana adalah reaksi atas delik, dan ini berwujud suatu nestapa yang
dengan sengaja ditimpakan negara pada pembuat delik.
Dari definisi di atas dapatlah disimpulkan bahwa pidana mengandung
unsur-unsur atau ciri-ciri sebagai berikut :
1) pidana itu pada hakekatnya merupakan suatu pengenaan penderitaan atau
nestapa atau akibat-akibat lain yang tidak menyenangkan;
11 Muladi dan Barda Nawawi Arif, “Teori-teori dan Kebijakan Pidana”, Cetakan Ke-2 (Bandung: Alumni, 1998) hal. 2 – 4.
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
17
2) pidana itu diberikan dengan sengaja oleh orang atau badan yang mempunyai
kekuasaan (oleh yang berwenang);
3) pidana itu dikenakan kepada seseorang yang telah melakukan tindak pidana
menurut undang-undang;
b) Jenis-jenis Pidana
1. Menurut hukum pidana positif (KUHP dan di luar KUHP)
Jenis pidana menurut KUHP, seperti terdapat dalam pasal 10, dibagi dalam
dua jenis12
a. pidana pokok, yaitu :
:
1) pidana mati
2) pidana penjara
3) pidana kurungan
4) pidana denda
5) pidana tutupan (ditambah berdasarkan UU No. 20 tahun 1946)
b. pidana tambahan, yaitu :
1) pencabutan hak-hak tertentu;
2) perampasan barang-barang tertentu;
3) pengumuman putusan hakim.
12 R. Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentar Lengkap Pasal Demi Pasal (Bogor: Politeia, 1988) hal. 34
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
18
Disamping jenis sanksi yang berupa pidana dalam hukum pidana positif
dikenal juga sanksi yang berupa tindakan, misalnya :
a. penempatan di rumah sakit jiwa bagi orang yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan karena jiwanya cacat dalam tubuhnya atau terganggu
karena penyakit (lihat Pasal 44 ayat 2 KUHP);
b. bagi anak yang sebelum umur 16 tahun melakukan tidak pidana, Hakim dapat
mengenakan tindakan berupa (lihat Pasal 45 KUHP);
1) mengembalikan kepada orang tuanya, walinya atau pemelihatanya atau
2) memerintahkan agar anak tersebut diserahkan kepada pemerintah.
Dalam hal yang ke-2, anak tersebut dimasukkan dalam rumah pendidikan
negara yang penyelenggaraannya diatur dalam Peraturan Pendidikan Paksa
(Dwangopvoedingregeling, Stb. 1916 no. 741) yang sekarang telah diganti dengan
Undang-undang No. 12 Tahun 1995 tentang Permasyarakatan.
c. penempatan di tempat kerja Negara (Landswerkinrichting) bagi pengenggur
yang malas bekerja dan tidak mempunyai mata pencaharian, serta
mengganggu ketertiban umum dengan melakukan pengemisan,
bergelandangan atau perbuatan asosial (Stb. 1936 no. 160);
d. tindakan tata-tertib dalam hal tindak pidana ekonomi (Pasal 8 UU No. 7 Drt.
1955) dapat berupa :
1) penempatan perusahaan si terhukukm di bawah pengampuan untuk selama
waktu tertentu (3 tahun untuk kejahatan TPE dan 2 tahun untuk
pelanggaran TPE);
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
19
2) pembayaran uang jaminan selama waktu tertentu;
3) pembayaran sejumlah uang sebagai pencabutan keuntungan menurut
taksiran yang diperoleh dari tindak pidana yang dilakukan;
4) kewajiban mengerjakan apa yang dilakukan tanpa hak, dan melakukan
jasa-jasa untuk memperbaiki akibat-akibat satu sama lain, semua atas
biaya si terhukum sekedar Hakim tidak menentukan lain.
2. Menurut Konsep Rancangan KUHP tahun 1972.
Ketentuan tentang “pidana” dalam konsep terdapat dalam Bab V, mulai
Pasal 43 s.d. Pasal 82.
Pembagian jenis pidanannya sebagai berikut :
a. Pidana pokok:
1) pidana mati
2) pidana permasyarakatan, yang terdiri dari :
a) pidana permasyarakatan istimewa (utuk yang melakukan tindak pidana
karena terdorong oleh maksud yang patut dihormati);
b) pidana permasyarakatan khusus (untuk yang melakukan tindak pidana
karena kebiasaan);
c) pidana permasyarakatan biasa (untuk yang melakukan tindak pidana
karena kesempatan).
3) pidana pembimbingan, yang terdiri dari :
a) pidana pengawasan;
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
20
b) pidana penentuan tempat tinggal;
c) pidana latihan kerja;
d) pidana kerja bakti.
4) pidana perserikatan, yang terdiri dari :
a) pidana perserikatan;
b) penuntutan (sic. : penutupan) usaha sebagian atau seluruhnya;
c) penempatan usaha di bawah pengawasan pemerintah untuk jangka
waktu yang ditentukan oleh Hakim;
d) pembayaran uang jaminan yang jumlahnya ditentukan oleh Hakim;
e) penyitaan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana;
f) perbaikan akibat-akibat dari tindak pidana.
b. Pidana tambahan:
1) pencabutan hak tertentu;
2) penempatan barang tertentu;
3) pengumuman keputusan Hakim;
4) pengenaan kewajiban ganti rugi;
5) pengenaan kewajiban agama;
6) pengenaan kewajiban adat.
3. Pengertian Keimigrasian
Istilah imigrasi berasal dari bahasa Latin migratio yang artinya
perpindahan orang dari suatu tempat atau negara menuju ke tempat negara lain.
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
21
Oxford Dictionary of Law juga memberikan defenisi sebagai berikut:
“Immigration is the act of entering a country other than one’s native
country with the intention of living there permanently”.
Dari defenisi ini dipahami bahwa perpindahan itu mempunyai maksud
yang pasti, yakni untuk tinggal menetap dan mencari nafkah di suatu tempat baru,
Oleh karena itu, orang asing yang bertamasya, atau mengunjungi suatu konferensi
internasional, atau merupakan rombongan misi kesenian atau olahraga, atau juga
menjadi diplomat tidak dapat disebut sebagai seorang imigran.
Sedangkan menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun
1992 dalam pasal 1 butir 1 disebutkan: “Keimigrasian adalah hal ikhwal lalu
lintas orang yang masuk atau keluar wilayah Negara Republik Indonesia dan
pengawasan orang asing di wilayah Negara Republik Indonesia”.13
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Metode Penelitian yang digunakan untuk menjawab persoalan-persoalan
dalam skripsi ini adalah menggunakan metode yuridis – normatif. Penelitian
yuridis – normatif merupakan penelitian yang dilakukan dan ditujukan pada
Peraturan-peraturan tertulis atau bahan-bahan lain, serta menelaah peraturan
perundang-undangan yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini. Untuk
menunjang pembahasan demi pembahasan masalah, penulis melakukan studi
13 Lihat Pasal 1 butir 1 Undang-undang no. 9 tahun 1992 tentang Keimigrasian
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
22
langsung untuk mendapatkan data-data seperti di Kantor Imigrasi Polnia Medan,
Kepolisian Kota Besar (Poltabes) Medan dan sekitarnya, serta di Pengadilan
Negeri Medan.
2. Lokasi penelitian
Dalam hal peneltian yang berkaitan dengan bahan bacaan, dilakukan di
Perpustakaan Univesitas Sumatera Utara maupun yang di-download melalui
internet ataupun situs-situs berkaitan dengan bahan-bahan yang sifatnya skunder
(tulisan, skripsi, tesis, berita dsb.).
Dalam hal penelitian lapangan penulis melakukannya di Kantor Imigrasi
Polnia Medan, Kantor Kepolisian Kota Besar (Poltabes) Medan Sekitarnya, serta
Pengadilan Negeri Medan untuk mendapatkan gambaran ataupun bahan akurat
berkaitan dengan penulisan skripsi ini.
3. Sumber dan pengumpulan data
Data-data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah bersumber
dari :
a. Data Primer yaitu data pokok yang diperoleh atau bersumber dari hasil
penelitian langsung di lapangan14
14 Soerjono Soekamto, “Pengantar Penelitian Hukum”, UI-Press Jakarta, 1984, hal. 12
, responden dari narasumber atau lembaga di
tempat penelitian dilakukan yang berkaitan dengan permasalahan dalam
penulisan skripsi ini. Studi lapangan ini dilakukan melalui wawancara dengan
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
23
menggunakan pedoman wawancara (interview guide) kepada para informan.
Informan yang dipilih adalah mempunyai keterkaitan erat dengan pokok
bahasan pada skripsi ini yaitu:
1) Petugas Keimigrasian Polonia Medan
2) Kepolisian kota Medan
b. Data Skunder yaitu data-data yang diperoleh dari peraturan-peraturan, buku-
buku literatur, artikel ataupun majalah-majalah serta data lain yang diperoleh
melalui internet yang berhubungan dengan permasalahan dalam penulisan
skripsi ini.
4. Metode Pengumpulan Data
Adapun metode pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan
skripsi ini adalah sebagai berikut :
a. Penelitian kepustakaan (Library Research)
Yakni melakukan penelitian dengan berbagai sumber bacaan atau tulisan
seperti: buku, majalah, internet, pendapat sarjana dan bahan-bahan kuliah
lainnya yang berkaitan erat dengan pokok bahasan atau permasalahan dalam
skripsi ini.
b. Penelitian lapangan (Field Research)
Yakni dengan melakukan penelitian langsung ke lapangan baik berupa
wawancara langsung kepada pihak-pihak yang terkait dalam proses
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
24
penyidikan kasus ini serta dengan memperoleh salinan data-data yang lebih
lengkap dan menunjang pembahasan permasalahan yang disusun penulis.
5. Analisis Data
Analisis data yang dilakukan dalam penulisan skripsi ini adalah dengan
cara kualitatif, yaitu jawaban dari responden dan data-data yang diperoleh
dilapangan diedit dan dianalisis sehingga diperoleh data yang dapat menjawab
permasalahan demi permasalahan yang dikemukakan dalam skripsi ini.
G. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah penulisan atau penyajiannya, penulis menjabarkan
materi ataupun isi dari skripsi ini menjadi lima bab dengan sistematika sebagai
berikut :
BAB I : Bab ini memuat latarbelakang, perumusan permasalahan, tujuan dan
manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjaun kepustakaan, metode
penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II : Bab ini menjelaskan tentang tinjauan umum mengenai keimigrasian,
baik itu mengenai keimigrasian dalam sistem hukum Indonesia dan
nasional, dan apa saja yang termasuk dalam jenis-jenis izin
keimigrasian.
BAB III : Bab ini nerupakan bab yang membahas bagaimana penegakan
hukum terhadap tindak pidana penyalahgunaan izin keimigrasian.
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
25
BAB IV : Bab yang membahas Kasus dan Analisis Kasus Putusan
No.2493/Pid. B/2002/PN. Mdn.
BAB V : Kesimpulan dan Saran
Bab ini merupakan bab terakhir, yaitu sebagai bab penutup yang
berisi kesimpulan dan saran-saran mengenai permasalahan yang
telah dibahas.
BAB II
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
26
TINJAUAN UMUM
A. Keimigrasian Dalam Sistem Hukum Indonesia
1) Keimigrasian di Indonesia
Di Indonesia pemeriksaan keimigrasian telah ada sejak zaman penjajahan
Belanda. Pada saat itu, terdapat badan pemerintah kolonial Belanda bernama
Immigratie Dienst yang bertugas menangani masalah keimigrasian untuk seluruh
kawasan Hindia Belanda.
Sejak Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945, namun baru pada
tanggal 26 Januari 1950 Immigratie Dienst ditimbang terimakan dari H. Breekland
kepada Kepala Jawatan Imigrasi dari tangan Pemerintah Belanda ke tangan
Pemerintah Indonesia, tetapi yang lebih penting adalah peralihan tersebut
merupakan titik mula dari era baru dalam politik hukum keimigrasian Indonesia,
yaitu perubahan dari politik hukum keimigrasian yang bersifat terbuka (open door
policy) untuk kepentingan pemerintahan kolonial, menjadi politik hukum
keimigrasian yang bersifat selektif didasarkan pada kepentingan nasional
Indonesia.
Undang-undang No. 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian, dalam pasal 1
menyebutkan:
“Keimigrasian adalah hal-ikwal lalu lintas orang yang masuk atau keluar
wilayah Indonesia dan pengawasan orang asing di wilayah Republik
Indonesia.”
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
27
Dengan menggunakan pendekatan gramatikal (tata bahasa) dan
pendekatan semantik (ilmu tentang arti kata), defenisi keimigrasian dapat kita
jabarkan sebagai berikut:
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata hal diartikan sebagai
keadaan, peristiwa, kejadian (sesuatu yang terjadi). Sementara itu kata ihwal
diartikan hal, perihal. Dengan demikian, hal-ihwal diartikan berbagai-bagai
keadaan, peristiwa, kejadian.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata lalu-lintas diartikan sebagai
hubungan antara suatu tempat dan tempat lain, hilir-mudik, bolak-balik.15
1) Pengaturan tentang berbagai hal mengenai lalu-lintas orang keluar, masuk, dan
tinggal dari dan ke dalam wilayah negara Republik Indonesia.
Dengan demikian, menurut Undang-undang No. 9 tahun 1992 tentang
keimigrasian terdapat dua unsur pengaturan yang penting, yaitu:
2) Pengaturan tentang berbagai hal mengenai pengawasan orang asing di wilayah
Republik Indonesia.16
Unsur pertama, pengaturan lalu-lintas keluar masuk wilayah Indonesia.
Berdasarkan hukum internasional pengaturan hal ini merupakan hak dan
wewenang suatu negara serta merupakan salah satu perwujudan dan kedaulatan
sebagai negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar
15 Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2001 16 Lihat Penjelasan Umum Undang-undang No. 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
28
1945, Undang-undang No. 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian tidak
membedakan antara emigrasi dan imigrasi. Selanjutnya, pengaturan lalu-lintas
keluar-masuk wilayah Indonesia ditetapkan harus melewati Tempat Pemeriksaan
Imigrasi (TPI), yaitu di pelabuhan laut, Bandar udara, atau tempat tertentu atau
daratan lain yang ditetapkan Menteri Kehakiman sebagai tempat masuk atau
keluar wilayah Indonesia (entry point).
Pelanggaran atas ketentuan ini dikategorikan sebagai tindakan memasuki
wilayah negara Indonesia secara tidak sah, artinya setiap tindakan keluar-masuk
wilayah tidak melalui TPI, merupakan tindakan yang dapt dipidana.
Unsur kedua dari pengertian keimigrasian yaitu pengawasan orang asing di
wilayah Indonesia. Dalam rangka ini “pengawasan” adalah keseluruhan proses
kegiatan untuk mengontrol atau mengawasi apakah proses pelaksanaan tugas telah
sesuai dengan rencana atau aturan yang telah ditentukan.17
Pengawasan orang asing meliputi masuk dan keluarnya orang asing ke dan
dari wilayah Indonesia, dan keberadaan serta kegiatan orang asing di wilayah
Maka pengertian pengawasan orang asing adalah seluruh rangkaian
kegiatan yang ditujukan untuk mengontrol apakah keluar-masuknya serta
keberadaan orang asing di Indonesia telah atau tidak sesuai dengan ketentuan
keimigrasian yang berlaku.
17 Iman Santoso, “Persfektif Imigrasi dalam Pembangunan Ekonomi dan Ketahanan Nasional”, UI-Press Jakarta, 2004, hal. 20
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
29
Indonesia. Pengawasan orang asing sebagai suatu rangkaian kegiatan pada
dasarnya telah dimulai dan dilakukan oleh perwakilan RI di luar negeri ketika
menerima permohonan pengajuan visa. Pengawasan selanjutnya dilaksanakan
oleh pejabat imigrasi di Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) ketika pejabat
imigrasi dengan kewenangannya yang otonom memutuskan menolak atau
memberikan izin tinggal yang sesuai dengan visa yang dimilikinya, selanjutnya
pengawasan beralih ke kantor imigrasi yang wilayah kerjanya meliputi tempat
tinggal waraga asing tersebut. Dari keseluruhan prosedur keimigrasin yang
ditetapkan, perlu dipahami bahwa operasionalisasinya dilaksanakan berdasarkan
politik hukum keimigrasian yang bersifat selektif.
1) Fungsi Keimigrasian
Dari uraian mengenai pengertian umum, dapat dinyatakan juga bahwa
pada hakikatnya keimigrasian merupakan:
“suatu rangkaian kegiatan dalam pemberian pelayanan dan penegakan
hukum serta pengamanan terhadap lalu lintas keluar masuknya setiap
orang dari dank e dalam wilayah RI, serta pengawasan terhadap
keberadaan warga negara asing di wilayah Republik Indonesia.”18
Dari pernyataan tersebut, maka secara operasional peran keimigrasian
dapat diterjemahkan ke dalam konsep Trifungsi Imigrasi. Dimana konsep ini
hendak menyatakan bahwa sistem keimigrasian, baiak ditinjau dari budaya hukum
18 Ibid, hal. 21
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
30
keimigrasian, materi hukum (peraturan hukum) keimigrasian, lembaga, organisasi,
aparatur, mekanisme hukum keimigrasian, sarana dan prasarana hukum
keimigrasian, dalam operasionalisasinya harus selau mengandung Trifungsi,
yaitu:
a. Fungsi pelayanan masyarakat
Salah satu fungsi keimigrasian adalah fungsi penyelenggaraan
pemerintahan atau administrasi negara yang mencerminkan aspek pelayanan. Dari
aspek itu, imigrasi dituntut untuk memberi pelayanan prima di bidang
keimigrasian, baik kepada Warga negara Indonesia (WNI) atau Warga Negara
Asing).
Pelayanan bagi Warga Negara Indonesia terdiri dari:
1) Pemberian paspor/ pemberian Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP)/Pas
lalu lintas Batas (PLB), dan
2) Pemberian Tanda bertolak/ masuk
Pelayanan bagi Warga Negara Asing terdiri dari:
1. Pemberian Dokumen Keimigrasian (DOKIM) berupa: Kartu Izin Tinggal
Terbatas Keimigrasian (KITAS), Kartu Izin Tinggal Tetap (KITAP),
Kemudahan Khusus Keimigrasian (DAHSUSKIM).
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
31
2. Perpanjangan izin tinggal meliputi: Visa Kunjungan Wisata (VKM), Visa
Kunjungan Sosial Budaya (VKSB), Visa Kunjungan Usaha (VKU).
3. Perpanjangan DOKIM meliputi KITAS, KITAP, DAHSUSKIM
4. Pemberian Izin Masuk Kembali, Izin Bertolak
5. Pemberian Tanda Bertolak dan Masuk.
b. Fungsi penegakan hukum
Dalam Pelaksanaan tugas keimigrasian, keseluruhan aturan hukum
keimigrasian itu ditegakkan kepada setiap orang yang berada di dalam wilayah
hukum negara Republik Indonesia baik itu Warga Negara Indonesia (WNI) atau
Warga Negara Indonesia (WNA).
Penegakan hukum keimigrasian terhadap Warga Negara Indonesia (WNI),
ditujukan pada permasalahan:
1. Pemalsuan identitas
2. Pertanggungjawaban sponsor
3. Kepemilikan paspor ganda
4. Keterlibatan dalam pelaksanaan aturan keimigrasian
Penegakan hukum kepada Warga Negara Asing (WNA) ditujukan pada
permasalahan:
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
32
1. Pemalsuan identitas Warga Negara Asing (WNA)
2. Pendaftaran orang asing dan pemberian buku pengawasan orang asing
3. Penyalahgunaan izin tinggal
4. Masuk secara ilegal atau berada secara ilegal
5. Pemantauan/razia
6. Kerawanan keimigrasian secara geografis dalam pelintasan.
Secara operasional fungsi penegakan hukum yang dilaksanakan oleh
institusi Imigrasi Indonesia juga mencakup penolakan pemberian izin masuk, izin
bertolak, izin keimigrasian, dan tindakan keimigrasian. Semua itu merupakan
bentuk penegakan hukum yang bersifat administratif. Sementara itu, dalam hal
penegakan hukum yang bersifat proyustisia, yaitu kewenangan penyidikan,
tercakup tugas penyidikan (pemanggilan, penangkapan, penahanan, pemeriksaan,
penggeledahan, pemyitaan), pemberkasan perkara, serta pengajuan berkas perkara
ke penuntut umum.
c. Fungsi keamanan
Imigrasi berfungsi secara penjaga pintu gerbang negara. Dikatakan
demikian karena imigrasi merupakan institusi pertama dan terakhir yang
menyaring kedatangan dan keberangkatan orang asing ke dan dari wilayah
Republik Indonesia. Pelaksanaan fungsi keamanan yang ditujukan kepada Warga
Negara Indonesia dijabarkan melalui tindakan pencegahan ke luar negeri bagi
Warga Negara Indonesia atas permintaan Menteri Keuangan dan Kejasksaan
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
33
Agung. Khusus untuk Warga Negara Indonesia (WNI) tidak dapat dilakukan
pencegahan karena alasan-alasan keimigrasian belaka.
Pelaksanaan fungsi keamanan yang ditujukan kepada Warga Negara
Asing (WNA) adalah:
1. Melakukan seleksi terhadap setiap maksud kedatangan orang asing melalui
pemeriksaan permohonan visa
2. Melakukan kerjasama dengan aparatur keamanan negara lainnya khususnya di
dalam memberikan supervisi perihal penegakan hukum keimigrasian.
3. Melakukan operasi intelijen keimigrasian bagi kepentingan keamanan negara
4. Melaksanakan pencegahan dan penangkalan, yaitu larangan bagi seseorang
untuk meninggalkan wilayah Indonesia dalam jangka waktu tertentu dan/atau
larangan untuk memasuki wilayah Indonesia dalam waktu tertentu.
Dalam melaksanakan kegiatan tersebut, harus diingat bahwa di era
globalisasi aspek hubungan kemanusiaan yang selama ini bersifat nasional
berkembang menjadi bersifat internasional, terutama di bidang perekonomian,
demi peningkatan kesejahteraan. Untuk mengantisipasinya, perlu menata atau
mengubah peraturan perundangan, secara sinergi baik di bidang ekonomi,
industri, perdagangan, transportasi, ketenagakerjaan, maupun peraturan di bidang
lalu-lintas orang dan barang yang dapat memfasilitasi pertumbuhan ekonomi.
Perubahan itu diperlukan guna meningkatkan intensitas hubungan negara
Republik Indonesia dengan dunia Internasional yang mempunyai dampak sangat
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
34
besar pada pelaksanaan fungsi dan tugas keimigrasian serta menghindari adanya
tumpang tindih peraturan.
Di dalam perkembangan Trifungsi Imigrasi dapat dikatakan mengalami
suatu pergeseran bahwa pengertian fungsi keamanan dan penegakan hukum
merupakan satu bagian yang tak terpisahkan karena penerapan penegakan hukum
dibidang keimigrasian berarti sama atau identik dengan menciptakan kondisi
keamanan yang kondusif atau sebaliknya19
Tuntutan perubahan Trifungsi Imigrasi dipertegas oleh pernyataan Prof.
Dr. Yusril Ihza Mahendra selaku Menteri Kehakiman dan Hak Azasi Manusia
Republik Indonesia, yang menyatakan:
. Di dalam rangka memelihara kondisi
keamanan yang kondusif secara otomatis fungsi penegakan hukum keimigrasian
harus dilakasanakan secara terus-menerus dan konsekuen. Sedangkan fungsi baru
yaitu sebagai fasilisator pembagunan ekonomi merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dengan fungsi keimigrasian lainnya. Hal ini terlihat ketika jasa
keimigrasian telah menjadi bagian dari infrastruktur perekomian.
20
“Trifungsi Imigrasi yang merupakan ideologi atau pandangan hidup bagi setiap kebijakan dan pelayanan keimigrasian harus diubah karena tutntutan zaman. Paradigma konsepsi keamanan saat ini mulai bergeser, semula menggunakan pendekatan kewilayahan (territory) yang hanya meliputi keamanan nasional (national security) berubah menjadi pendekatan yang komprehensif selain keamanan nasioanal juga keamanan warga masyarakat (human security) dengan menggunakan pendekatan
19 Ibid, hal. 24 20 Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, dalam sambutan tertulis pada upacara Hari Bhakti
Imigrasi ke-52 tanggal 26 Januari 2002.
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
35
hukum. Mendukung konsepsi tersebut, saya memberi pesan agar insane imigrasi mengubah cara pandang mengenai konsep keamanan yang semula hanya sebagai alat kekuasaan, agar menjadi apratur yang dapat memberikan kepastian hukum, mampu melaksanakan penegakan hukum, dan dapat memberikan perlindungan kepada masyarakat. Bertitik tolak dari berbagai tantangan itu, sudah waktunya kita membuka cakrawala berpikir yang semula hanya dalam cara pandang ke dalam (inward looking) menjadi cara pandang ke luar (outward looking) dan mulai mencoba untuk mengubah paradigma Trifungsi Imigrasi yang pada mulanya sebagai pelayan masyarakat, penegak hukum, dan sekuriti, agar diubah menjadi Trifungsi Imigrasi baru yaitu sebagai pelayan masyarakat, penengak hukum, dan fasilisator pembangunan ekonomi”.
3. Ruang Lingkup Fungsi Keimigrasian
Paradigma lama hanya melihat esensi keimigrasian sebatas hal-ihwal
orang asing, sehingga muncul pendapat seolah-olah masalah keimigrasian sebatas
masalah yang berporos pada atau paling tidak bertalian dengan negara asing.
Sebaliknya, paradigma baru melihat bahwa keimigrasian itu bersifat
multidimensional, baik itu dalam tatanan nasional maupun internasional. Hal ini
lebih disebabkan karena dunia telah menjadi semakin kecil dan bahwa subjek
masalah keimigrasian adalah manusia yang bersifat dinamis. Hal itu dapat
dijelaskan dalam uraian sebagai berikut:
a. Bidang Politik
Ada berbagai pendapat yang menyatakan di mana sebenarnya fungsi
keimigrasian itu berada. Di satu sisi, sebagai bagian dari sistem hukum
administrasi negara, hukum keimigrasian sering disertai dengan sanksi pidana
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
36
yang kadangkala terasa janggal. Di sisi lain, hukum keimigrasian juga mengatur
kewarganegaraan seseorang. Di samping itu hukum keimigrasian mempunyai
kaitan yang sangat erat dengan hubungan internasional. Berbagai pendapat
tersebut ada benarnya karena segalanya bergantung pada cara memandang fungsi
keimigrasian itu. Di Bidang politik sering fungsi keimigrasian ditempatkan pada
hubungan hubungan internasional, disisi lain hak seseorang untuk melintasi batas
negara dan bertempat tinggal di suatu negara dilihat sebagai hak asasi manusia.
Meskipun demikian, kedaulatan negara penerima juga tidak dapat di abaikan.
Berbagai konvensi internasional, seperti United Nations Convention 1951
Concerning of Refugees Status (selanjutnya disebut konvensi PBB Tahun 1951)
menyebutkan hak-hak seorang pengungsi serta kewajiban negara penerima.
Pencari Suaka politik(asylum seekers) akan mendapatkan hak-hak hidupnya dan
perlindungan atas dirinya di negara terakhir ia berada. Itu berarti bahwa ia
mendapatkan suatu perlakuan khusus di bidang keimigrasian. Seorang assign
dapat bertempat tinggal di suatu negara tanpa mengikuti ketentuan umum
mengenai keimigrasian. Pada kesempatan ini sering hukum keimigrasian
digunakan untuk melindungi kepentingan politik suatu negara, seperti yang
menyangkut masalah sentimen ras, agama, serta faktor lain yang berkaitan dengan
komposisi atau struktur kependudukan di dalam suatu negara.
b. Bidang Ekonomi
Di bidang ekonomi tampak jelas sekali keterkaitan fungsi imigrasi dalam
rangka melaksanakan politik perekonomian suatu negara. Hal itu terkait dalam
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
37
kerangka pertumbuhan dan perkembangan perekonomian global yang ditandai
dengan peningkatan arus investasi sehingga menciptakan lapangan kerja,
mengalirkan teknologi baru, dan akan meningkatkan arus manusia ke kawasan
tersebut, atau dengan kata lain, ke mana investasi ditanamke sana pula arus
manusia mengikutinya. Di dalam kaitan ini sangatlah jelas bahwa jasa keimigrsian
di suatu negara merupakan bagaian yang tidak dapat dipisahkan dari kepentingan
ekonominya. Sektor peronomian membutuhkan jas infrastruktur lain, seperti jasa
fasilitas tranportasi , jasa fasilitas komunikasi, jasa fasilitas pengelolaan sumber
daya alam dan manusia serta jasa fasilitas perbankan. Maka, sudah dapat
dipastikan bahwa kini jasa fasilitas keimigrasian merupakan bagian dari
infrastruktur perekonomian.
Pemberian fasilitas jasa keimigrasian, seperti pemberian izin masuk, izin
masuk kembali (re-entry permit), izin masuk beberapa kali perjalanan (multiple
re-entry permit)., serta bermacam-macam izin tinggal (izin singgah, izin
kunjungan, izin tinggal terbatas, izin tinggal tetap) merupakan bagian dari
infrastruktur perekonomian. Begitu pula dengan aspek pengawasan orang asing,
termasuk pembatasan yang diberlakukan terhadap seorang asing untuk meperoleh
izin masuk atau tinggal di suatui negara baik sebagai pencari kerja maupun
investor, yang dimaksudkan untuk merlindungi warga negaranya dari sisi
perekonomian dalam menghadapi persaingan hidup.
Sebagai infrastruktur perekonomian, pembentukan pola-pola keimigrasian
dengan alasan perekonomian dalam memberikan izin masuk dan bertempat
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
38
tinggal bagi warga negara asing ke negaranya, tentu saja memliki persyaratan
yang ketat dan menguntungkan negara tersebut. Begitu pula negara yang termasuk
dalam kategori migrant country. Sebagai contoh, Australia, dengan alasan
perekonomian, mensyaratkan bahwa orang asing yang mengajukan permohonan
untuk masuk dan bertempat tinggal disana harus memiliki rumah dan dana dalam
jumlah tertentu sebagai modal kerja yang ditanam dalam suatu perusahaan.
Kemudian, kinerja perusahaan akan dinilai setiap tahun sebelum pihak imigrasi
Australia memutuskan untuk memberikan izin tinggal tetap bagi orang asing
tersebut.
c. Bidang Sosial Budaya
Pergerakan dan perpindahan manusia sebagai individu atau kelompok
akan mempunyai dampak, baik yang bersifat positif maupun negatif pada individu
atau kelompok penerima. Pengaruh sosial dan budaya terjadi karena ada interaksi
diantara mereka, baik di lingkungan pendatang maupun penerima. Negara
berkepentingan, melalui fungsi keimigrasian, untuk tetap menjaga kondisi sosial
dan budaya yang ada di dalam masyarakat agar pengaruh dari luar tidak merusak
struktur sosial budaya masyarakatnya. Fungsi keimigrasian, melalui kebijakan
yang diberlakukan oleh pemerintah, harus mampu menyaring serta mengatur hal-
hal dimaksud diatas.
Sebagai contoh, terjadinya peningkatan jumlah pengungsi Afghanistan
yang masuk ke Indonesia beberapa waktu yang lalu, sedikit banyak telah
mempengaruhi kondisi sosial dan budaya penduduk Indonesia yang tinggal di
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
39
sekitar tempat penampungan orang Afghanistan tersebut. Berbagai hal dapat
terjadi, misalnya konflik sosial, perkawinan antara pengungsi dan penduduk lokal
yang berdampak pada status kewarganegaraan anak mereka, serta pertikaian
akibat kecemburuan sosial dari suatu kelompok kepada kelompok lain. Sekalipun
tempat penampungan pengungsi tersebut diklelola oleh International
Organization for Migration (IOM), keberadaan dan kegiatan orang-orang
Afghanistan itu terus diawasi imigrasi setempat. Satu kasus pernah diungkap oleh
Direktorat Jendral Imigrasi ketika warga Afghanistan pemegang status pengungsi
tertangkap tangan dalam sebuah operasi pengawasan keimigrasian ketika bekerja
sebagai gigolo atau pria tuna susila.
d. Bidang Keamanan
Permasalahan yang timbul dan berkaitan dengan aspek politis, ekonomis,
sosial, dan budaya pada masyarakat akan sangat berpengaruh pada stabilitas
keamanan negara tersebut. Fungsi keimigrasian yang mengatur serta mengawasi
keberadaan orang di negara tersebut akan memiliki peran yang signifikan. Secara
universal imigrasi dijadikan sebagai penjuru (vocal point). Kebijakan yang salah
atau tidak tepat di dalam menangani masalah ini akan mempunyai dampak yang
sangat besar pada bidang lain. Sebagai contoh, kebijakan keimigrasian untuk
mengatasi kejahatan terorganisasi lintas negara, harus dapat menjangkau juga
bidang lain seperti politik, ekonomi, sosial, dan budaya, baik yang berskala
nasional, regional, maupun internasional. Oleh karena itu, kebijakan keimigrasian
mempunyai keterkaitan substansial yang berdampak beruntun (multiplier effect).
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
40
Contoh lainnya setelah terjadi insiden pemboman di Bali pada tanggal 12
November 2002 tengah malam. Pada esok harinya telah terjadi suatu evakuasi
korban dan eksodus para wisatawan asing meninggalkan Bali secara besar-besaran
ke Australia dengan menggunakan penerbangan pesawat tambahan. Pada saat itu
imigrasi Indonesia telah menetapkan suatu kebijakan dalam keadaan force mayeur
untuk mengizinkan dokumen (paspor kebangsaan) karena kebanyakan dari
mereka telah kehilangan paspor. Namun demikian dari segi keamanan, petugas
imigrasi melakukan pencatatan (fotokopi) dokumen yang ada dan pengambilan
gambar diri (potret) secara langsung bagi mereka yang tidak memiliki dokumen
keimigrasian. Hal ini dimaksud sebagi tindakan antisipatif sekiranya diantara
mereka terdapat pelaku pengeboman yang hendak melarikan diri.
e. Bidang Kependudukan
Demikian pula kependudukan yang merupakan salah satu gatra di dalam
konsep ketahanan nasional. Kependudukan merupakan aset bangsa. Struktur dan
komposisi penduduk negara memiliki hubungan yang sangat erat dengan kondisi
politis, ekonomis, sosial, budaya, serta keamanan nasional. Isu SARA sering
menjadi pemicu stabilitas keamanan yang akan berkaitan erat atau berdampak
pada situasi perekonomian baik perekonomian wilayah maupun nasional. Bahkan,
lebih luas daripada itu, isu SARA dapat berpengaruh pada situasi perekonomian
dan keamanan secara regional ataupun internasional. Di sini tampak secara jelas
bahwa fungsi keimigrasian di berbagai lini kehidupan, walaupun pengaruhnya
tidak begitu signifikan, terlihat keterkaitannya.
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
41
Dibeberapa negara seperti Brunei Darussalam dan Singapura, fungsi
keimigrasian juga disatukan dengan fungsi pelaksanaan registrasi kependudukan.
Di Amerika Serikat, masalah naturalisasi atau pewarganegaraan, dilakukan oleh
pihak imigrasi. Hal ini memang tepat karena sejak kedatangan orang asing pada
saat pertam kali sampai ia mempunyai hak menurut ketentuan yang berlaku untuk
mengajukan perwarganegaraan seluruh catatan keberadaan orang tersebut ada
pada pihak imigrasi.
B. Jenis-Jenis Izin Keimigrasian
Dalam pasal 24 Undang-undang no. 9 tahun 1992 tentang Keimigrasian
disebutkan:21
a. Izin Singgah;
“(1) setiap orang yang berada di wilayah Indonesia wajib memiliki izin keimigrasian. (2) Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), terdiri atas:
b. Izin Kunjungan; c. Izin Tinggal Terbatas; d. Izin Tinggal Tetap.”
a) Izin Singgah
Izin singgah diberikan untuk orang asing yang memerlukan singgah di
wilayah Indonesia guna dapat meneruskan perjalanan ke negara lain atau kembali
ke negara asal. Izin singgah diberikan kepada orang asing pemegang visa singgah
yang telah memperoleh izin masuk dan orang asing pemegang visa singgah saat
kedatangan yang telah memperoleh izin masuk.
21 Lihat pasal 24 Undang-undang no. 9 tahun 1992 tentang keimigrasian.
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
42
Izin singgah diberikan untuk jangka waktu 14 (empat belas) hari terhitung
sejak tanggal diberikan izin masuk dan tidak dapat diperpanjang. Dalam hal
jangka waktu 14 (empatbelas) hari izin singgah terlampaui oarng asing belum
dapat melanjutkan perjalanan karena suatu keadaan memaksa diluar
kemampuannya atau keadaan darurat seperti kerusakan alat angkutm cuaca buruk,
sakit dan lain sebagainya dapat diberikan batas waktu izin untuk tetap singgah
oleh kepala kantor inigrasi dengan setiap kali pemberian 14 (empat belas) hari
sampai paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal diberikan izin
masuk.
Adapun persyaratan untuk memperoleh izin singgah adalah:
1. Memliki surat perjalanan (paspor) yang sah dan masih berlaku minimal 6
(enam) bulan.
2. Memiliki trough ticket atau return ticket yang masih berlaku
3. Tidak termasuk dalam daftar pencegahan/penagkalan
4. Memiliki visa singgah dan telah memperoleh izin masuk.
b) Izin Kunjungan
Izin kunjungan diberikan oleh pejabat imigrasi di tempat pemeriksaan
imigrasi kepada orang asing mancanegara yang dibebaskan keharusan memiliki
visa kunjungan, dan orang asing pemegang visa kunjungan.
Izin kunjungan diberikan dalam rangka:
1. Tugas pemerintahan
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
43
2. Usaha
3. Kegiatan sosial budaya
4. Kepariwisataan
Izin kunjungan diberikan untuk jangka waktu:
1. Izin kunjungan untuk keperluan tugas pemerintahan tugas pemerintahan,
kegiatan sosial budaya atau usaha diberikan selama 60 (enam puluh) hari
terhitung sejak tanggal diberikan izin masuk dan dapat diperpanjang paling
banyak 5 (lima) kali berturut-turut, untuk setiap kali perpanjangan selama 30
(tiga puluh) hari .
2. Izin kunjungan untuk keperluan pariwisata diberikan selama 60 (enam) puluh
hari terhitung sejak tanggal diberikan izin masuk dan tidak dapat
diperpanjang.
3. Izin kunjungan ex visa kunjungan saat kedatangan diberikan selam 30 (tiga
puluh) hari dan tidak dapat diperpanjang
4. Izin kunjungan ex bebas visa kunjungan singkat diberikan selama 60 (enam
puluh) hari terhitung sejak tanggal diberikan izin masuk dan tidak dapat
diperpanjang.
5. Izin kunjungan ex visa kunjungan diplomatik (dinas) diberikan sesuai dengan
visanya.
Pemintaan perpanjangan ijin kunjungan diajukan oleh orang asing
kuasanya atau sponsornya kepada kepala kantor imigrasi yang di wilayah kerjanya
meliput i tempat tinggal pemohon.
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
44
Persayaratan untuk memperoleh izin kunjungan adalah:
1. Memliki surat perjalanan (paspor) yang sah dan masih berlaku minimal 6
(enam) bulan
2. Memiliki through ticket atau return ticket yang masih berlaku
3. Tidak termasuk dalam daftar pencegahan/penangkalan
4. Memiliki visa kunjungan, kecuali yang dibebaskan dari keharusan memiliki
visa dan telah memperoleh izin masuk.
c) Izin Tinggal Terbatas
Izin tinggal terbatas diberikan kepada:
1) Orang asing pemegang izin masuk dengan visa tinggal terbatas
2) Anak yang lahir dan berada di wilayah Indonesia yang berumur di bawah 18
(delapan belas) tahun dan belum kawin dari orang tua pemegang izin tinggal
terbatas.
3) Anak yang lahir dan berada di bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum
kawin dari ibu warga negara Indonesia dan ayahnya tidak memiliki ijin tinggal
terbatas
4) Orang asing yang mendapat alih status izin kunjungan menjadi izin tinggal
terbatas.
Visa tinggal terbatas diberikan kepada mereka yang bermaksud untuk:22
1) Menanamkan modal;
22 Lihat Pasal 1 ayat (2) huruf e Peraturan Pemerintah RI no. 32 tahun 1994 tentang Visa, Izin masuk, dan Izin Keimigrasian.
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
45
2) Bekerja;
3) Malaksanakan tugas sebagai rohaniwan;
4) Mengikuti pendidikan dan latihan atau melakukan penelitian ilmiah;
5) Menggabungkan diri dengan suami dan atau orang tua bagi isteri dan atau
anak sah dari seorang Warga Negara Indonesia;
6) Menggabungkan diri dengan suami dan atau orang tua bagi istri dan anak-anak
sah di bawah umur dari Orang Asing sebagaimana dimaksud dalam huruf e
angka 1, angka 2, angka 3, dan angak 4;
7) Repatriasi.
d) Izin Tinggal Tetap
Izin tingal tetap diberikan kepada orang asing untuk tinggal menetap di
Indonesia. Perpanjangan izin tinggal tetap diajukan paling lama 60 (enam puluh)
hari sebelum izin tinggal tetap berakhir.
Dalam hal izin tinggal tetap berakhir sedangkan keputusan Direktur
jenderal Imigrasi yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal orang asing yang
bersangkutan dapat memberikan perpanjangan sementara izin tinggal tetap paling
lama (90) hari terhitung sejak izin tinggal tetap berakhir.
C. Hukum Keimigrasian Indonesia Dalam Sistem Hukum Nasional
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
46
Dalam ilmu hukum terdapat beberapa ilmu hukum positif sebagai induk,
yaitu ilmu hukum kepidanaan, ilmu hukum keperdataan, ilmu hukum kenegaraan,
dan ilmu hukum internasional23. Sejalan dengan perkembangan zaman, telah
tumbuh pula berbagai cabang ilmu hukum sebagai disiplin hukum baru, seperti
hukum administrasi negara, hukum agrarian, hukum pajak, hukum lingkungan,
hukum ekonomi, dan hukum keimigrasian. Jika dikaitkan dengan ilmu hukum
yang menjadi induknya, hukum keimigrasian adalah bagian dari ilmu hukum
kenegaraan, khususnya merupakan cabang ilmu dari hukum administrasi negara24
23. A. Ridwan Halim , Flora Liman Mangestu, “Persoalan Praktis Filsafat Hukum dalam Himpunan Distingsi”, Jakarta: UKI, 1992, hlm. 22.
24 Iman Santoso, Op. cit, hal. 39
.
Hal itu terlihat dari fungsi keimigrasian yang dilaksanakannya, yaitu fungsi
penyelenggara pemerintahan atau administrasi negara (bestuur) dan pelayanan
masyarakat (publiek dienst), bukan pembentuk undang-undang (wetgever) dan
bukan juga fungsi peradilan (rechtspraak).
Dengan demikian, keimigrasian dapat dilihat dalam persfektif hukum
administrasi negara. Sesungguhnya, masalah keimigrasian justru merupakan
sebagian kebijakan oragan administrasi negara yang melaksanakan kegiatan
pemerintahan (administrasi negara). Kebijakan yang dimaksud adalah gambaran
dari perbuatan hukum pemerintah (overheads handeling). Contoh, kewenangan
imigrasi untuk menangkal dan mencegah orang yang hendak masuk atau keluar
wilayah Indonesia.
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
47
Dalam ilmu pengetahuan hukum dikenal istilah pembidangan hukum, yang
secara khusus terbagi menurut fungsi pengaturannya. Pembidangan hukum
tersebut dalam praktiknya dapat dijabarkan sebagai berikut:25
a. Bidang hukum materil, terdiri atas:
1) Hukum negara yang mencakup: hukum tata negara, dan hukum
administrasi negara
2) Hukum perdata yang mencakup: hukum pribadi, hukum benda, hukum
perjanjian, hukum keluarga, hukum waris, hukum objek immaterial, dan
hukum penyelewengan perdata dan sikap tindak lain
3) Hukum pidana
b. Bidang hukum formil
1) Hukum tata negara formil atau hukum acara tata negara
2) Hukum administrasi negara formil atau hukum acara administrasi negara
3) Hukum perdata formil atau hukum acara perdata
4) Hukum pidana formil atau hukum acara pidana
c. Bidang Hukum Hubungan Antar Tata Hukum (HATAH), khusus mengatur
penyelesaian perkara yang mengandung pertemuan antara dua atau lebih
sistem hukum (HATAH intern dan HATAH ekstern).
Luas lingkup keimigrasian tidak lagi hanya mencakup pengaturan,
pemyelenggaraan keluar-masuk orang dari dan ke dalan wilayah Indonesia, serta
25 Purmadi Purbacaraka, “Penggarapan Disiplin Hukum dan Filsafat Hukum bagi Pendidikan Hukum”, Jakarta: Rajawali, 1987, hal. 15
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
48
pengawasan orang asing yang berada di wilayah Indonesia, tetapi telah bertalian
juga dengan pencegahan orang keluar wilayah Indonesia dan penangkalan orang
masuk wilayah Indonesia demi kepentingan umum, penyidikan atas dugaan
terjadinya tindak pidana keimigrasian, serta pengaturan prosedur keimigrasian dan
mekanisme pemberian izin keimigrasian. Maka, dapat dikatakan bahwa fungsi
keimigrasian merupakan fungsi penyelenggaraan administrasi negara atau
penyelenggaraan administrasi pemerintahan (besturr)26. Oleh karena itu, sebagai
bagian dari penyelenggaraan kekuasaan eksekutif, yaitu fungsi administrasi
negara dan pemerintahan, maka Hukum Keimigrasian dapat dikatakan merupakan
bagian dari bidang hukum administrasi negara27
Berhubung hukum keimigrasian harus mengikuti dan tunduk pada asas-
asas dan kaidah hukum administrasi negara umum (algemene administratiefrecht),
. Hukum administrasi negara
mengatur tata cara menjalankan pemerintahan atau administrasi negara serta
mengatur hubungan antara aparatur administrasi negara dan masyarakat yang
mencakup dua hal pokok. Pertama, mengatur tata cara administrasi negara
(diperkenankan atau diwajibkan) yang mencampuri kehidupan masyarakat, seperti
tata cara bepergian ke luar negeri, pemberian izin masuk ke dalam negeri, dan izin
bertempat tinggal di Indonesia. Kedua, mengatur tata cara melindungi masyarakat
da ri pelanggaran hak warga negara ataupun dari bahaya yang ditimbukan atau
berkaitan dengan orang asing.
26 Iman Santoso, Op.cit, hal. 41 27 Bagir Manan, “Hukum Keimigrasian dalam Sistem Hukum Nasional”, disampaikan
dalam Rapat Kerja Nasional Keimigrasian, Jakarta, 14 Januari 2000, hlm. 7
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
49
terdapat dua asas umum yang harus diterapkan dalam setiap implementasi peran
keimigrasian, yaitu:
1. asas-asas umum penyelengaraan administrasi yang baik (general principles of
good administration) yang mencakup asas persamaan perlakuan, asas dapat
dipercaya, asas kepastian hukum, asas motivasi yang benar, asas larangan
melampaui wewenang, asas tidak sewenang-wenang, asas keseimbangan, dan
asas keterbukaan.
Oleh karena itu setiap tindakan yang bertentangan dengan asas
penyelenggaraan pemerintahan yang baik dapat dijadikan dasar tuntutan bagi
koreksi dan pelaksanaan kewajiban hukum apratur keimigrasian atau ganti rugi
apabila sudah tidak mungkin lagi dipulihkan. Setiap keputusan yang bertentangan
dengan asas penyelenggaraan pemerintahan yang baik dapat dijadikan dasar
tuntutan atau pembatalan, disertai ganti rugi.
2. asas legalitas, yaitu setiap tindakan pejabat administrasi negara dilaksanakan
menurut ukuran hukum yang berlaku mencakup ukuran kewenangan, ukuran
isi tindakan atau isi keputusan, ukuran tata cara melakukan tindakan atau
membuat keputusan, sebab tindakan atau keputusan yang bertentangan dengan
asas legalitas dapat mengakibatkan tindakan atau keputusan yang
bersangkutan batal demi hukum.28
28 Ibid, hal. 9
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
50
Dalam perspektif yang lebih besar lagi, dapat dikatakan bahwa hukum
keimigrasian merupakan bagian dari hukum ekonomi. Dalam perspektif
pembangunan nasional, hukum mempunyai peranan yang penting bagi
keberhasilan pembangunan ekonomi, sebab melalui hukum, selain ditetapkan hak
dan kewajiban, proses, serta kelembagaan dari setiap kegiatan interaksi ekonomi,
juga diberikan kepastian mengenai subjek dan objek hukum dalam setiap kegiatan
ekonomi. Karena semakin banyak peraturan yang mengatur bidang perekonomian
dengan menggunakan kaidah hukum administrasi negara ini, terbentuklah bidang
hukum baru yang disebut hukum ekonomi dalam arti sempit, yang diberi nama
droit economique.
Hal yang membuktikan bahwa kaidah hukum keimigrasian merupakan
bagian dari hukum ekonomi dalam arti sempit adalah ketika kepemilikan hak
orang asing atas satuan rumah susun (apartemen dan kondominium) di Indonesia
hanya diberikan apabila orang asing tersebut adalah pemegang KITAS (Kartu Izin
Tinggal Terbatas). KITAS ini merupakan produk administrasi negara yang berasal
dari kaidah keimigrasian. Demikian pula dengan pemberian izin keimigrasian,
seperti izin kunjungan, izin tinggal terbatas, ataupun tetap, yang dikaitkan dengan
investasi pekerjaan, aktivitas perdagangan, dan pembicaraan traksaksi bisnis.
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
51
BAB III
PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PENYALAHGUNAAN IZIN
KEIMIGRASIAN
A. Ketentuan Keberadaan Warga Negara Asing (WNA) di Indonesia
Menurut Undang-undang RI No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian
1. Visa sebagai izin masuk
Penduduk Indonesia pada hakikatnya terdiri atas dua golongan, yaitu
warga Negara Indonesia (WNI) dan orang asing atau warga negara asing (WNA).
Oleh karena itu, Indonesia merasa perlu untuk mengatur permasalahan orang
asing yang berada di Indonesia.29
Pasal 2 sampai 9 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) mengatur
mengenai batas-batas berlakunya perundang-undangan hokum pidana menurut
29 Koerniatmanto Soetoprawiro, Hukum Kewarganegaraan dan Keimigrasian Indonesia, Gramedia Jakarta, 1996, hal. 74.
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
52
tempat terjadinya perbuatan. Ditinjau dari sudut negara, ada dua kemungkinan
pendirian, yaitu: 30
1. Perundang-undangan hukum pidana berlaku bagi semua perbuatan pidana
yang terjadi dalam wilayah negara, baik dilakukan oleh warga negaranya
sendiri maupun oleh negara asing (asas teritorial).
2. Perundang-undangan hukum pidana berlaku bagi semua perbuatan pidana
yang dilakukan oleh waraga negara, dimana saja, juga diluar wilayah negara
(asas personal atau juga dinamakan prinsip nasional aktif).
Sesuai dengan ketentuan ketentuan Undang-undang RI Nomor 9 tahun
1992 tentang keimigrasian, dalam pasal 6 ayat 1 disebutkan bahwa “setiap orang
asing yang masuk wilayah Indonesia wajib membawa Visa”.31
Menurut Hadi Kiswanto:
Oleh karena itu setiap orang asing yang masuk wilayah Indonesia wajib
memiliki visa, ada beberapa pengertian visa yang dapat dikemukakan, antara lain:
32
Di dalam Buku Petunjuk Keimigrasian Republik Indonesia Bagian I Visa
dan Izin Tinggal disebutkan:
“Visa adalah izin tertulisuntuk masuk ke suatu negara yang tercantum
dalam surat perjalanan”.
33
30 Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2000, hal. 38. 31Lihat Pasal 6 ayat (1) Undang-undang RI No. 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian. 32Hadi Kiswanto, Tugas Pokok dan Fungsi Direktorat Jendral Imigrasi, Departemen
Kehakiman RI, Jakarta, 1983, hal. 10. 33 Direktorat Jendral Imigrasi, Buku Petunjuk Keimigrasian RI Bagian I Visa Izin
Tinggal, Jakarta, 1982, hal. 2.
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
53
“Visa adalah izin tertulis yang ditandatangani oleh pejabat yang
berwenang di dalam papor kebangsaan yang menyatakan bahwa yang
bersangkutan dapat mengadakan perjalanan ke negara yang dituju”.
WJS Poerwadarnita, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
menyebutkan:34
“Visa adalah izin tertulis yang diberikan oleh pejabat yang berwenang pada Perwakilan Republik Indonesia atau di tempat lainnya yang ditetapkan olah Pemerintah Republik Indonesia yang memuat persetujuan bagi orang asing untuk masuk dan melakukan perjalanan ke wilayah Indonesia.”
“Visa adalah izin untuk keluar atau masuk ke sesuatu negara.”
Sedangkan menurut Undang-undang RI No. 9 Tahun 1992 Tentang
Keimigrasian menyebutkan:
35
“Tugas Pokok Direktorat Jendral Imigrasi adalah mengtaur dan mengawasi lalu lintas antar Republik Indonesia dengan negara lain serta menyelenggarakan pengawasan orang asing dalam wilayah negara
Maksud dan tujuan pemberian visa menurut petunjuk Pusdiklat
Departemen Kehakiman Republik Indonesia yaitu untuk dapt mengendalikan serta
mengawasi lalu lintas orang asing yang keluar nasuk (ke dan dari) wilayah
Indonesia. Hal ini sejalan dengan tugas pokok Direktorat Jendaral Imigrasi yang
tertuang dalam keputusan Menteri Kehakiman RI No. M.29. PR. 07.04 Tahun
1981 yang menyatakan sebagai berikut:
34 WJS Poerwadarninta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1986, hal. 142.
35 Lihat Pasal 1 butir 7 Undang-Undang RI No. 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian.
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
54
Republik Indonesia demi menjamin ketertiban, ketentraman, dan keamanan nasional.” 36
Berdasarkan prinsip ini, hanya orang asing yang dapat memberikan
manfaat bagi kesejahteraan rakyat, bangsa dan negara Republik Indonesi serta
tidak membahayakan keamanan dan ketertiban, juga tidak bermusuhan baik
terhadap rakyat, maupun negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD
1945 yang diizinkan masuk ke wilayah Indonesia.
Menurut Undang-undang No. 9 tahun 1992 tentang Keimigrasian Visa ini
diberikan kepada orang asing yang maksud dan tujuan kedatangannya di
Indonesia tidak menimbulkan gangguan terhadap ketertiban dan keamanan
nasional. Hal ini sejalan dengan prinsip yang bersifat “selekrif” (selective policy).
37
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 32 Tahun 1994 tentang Visa,
Izin masuk dan Izin Keimigrasian, ada lima jenis visa:
38
a. Visa Diplomatik, diberikan kepada orang asing pemegang Paspor Diplomatik
yang hendak bepergian ke Indonesia dengan tugas Diplomatik.
b. Visa Dinas, diberikan kepada orang asing pemegang Paspor Dinas yang
hendak bepergian ke Indonesia untuk melaksanakan tugas resmi dari
Pemerintah asing yang bersangkutan atau diutus oleh Organisasi Internasional,
tetapi tugas tersebut tidak bersifat Diplomatik.
36 Pusdiklat Pegawai Departemen Kehakiman, Beberapa Pedoman dan Ketentuan Tentang Imigrasi dan Ketatalaksanaan: Bahan Penataran Administrasi Apratur Kehakiman, Jakarta, 1982, hal. 6.
37 Lihat dalam Penjelasan Umum Undang-undang RI No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian.
38 Lihat Pasal 1-17 PP No. 32 Tahun 1994 tentang Visa, Izin Masuk dan Izin Keimigrasian
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
55
c. Visa Singgah, dapat diberikan kepada orang asing untuk singgah di wilayah
Negara Republik Indonesia untuk meneruskan perjalanan ke negara lain atau
kembali ke negara asal. Visa ini diberikan untuk singgah di wilayah Negara
Indonesia paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal
diberikannya izin masuk di wilayah Negara Republik Indonesia.
d. Visa Kunjungan, dapat diberikan kepada orang asing untuk berkunjung di
wilayah Negara Republik Indonesia paling lama 60 (enam puluh) hari
terhitung sejak tanggal diberikannya Izin Masuk di wilayah Negara Indonesia.
Dalam hal ini orang asing dapat menggunakan Multipel Visa, yaitu visa
Kunjungan untuk beberapa kali melakukan perjalanan dari dan ke wilayah
Negara Republik Indonesia.
e. Visa Tinggal Terbatas, dapat diberikan kepada orang asing untuk tinggal di
wilayah Negara Republik Indonesia paling lama satu tahun terhitung sejak
tanggal diberikannya izin masuk di wilayah Negara Republik Indonesia.
2. Bebas visa kunjungan singkat (BVKS)
Pada dasarnya setiap orang yang akan memasuki suatu negara harus
memiliki visa, tetapi dalam pasal 7 Undang-undang No. 9 tahun 1992 tentang
Keimigrasian dinyatakan:39
39 Lihat Pasal 7 Undang-undang RI No. 9 tahun 1992 tentang Keimigrasian
“dikecualikan dari kewajiban memiliki visa bagi
orang asing yang masuk wilayah Indonesia adalah:
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
56
a. Orang asing warga negara dari negara yang berdasarkan keputusan Presiden
tidak diwajibkan memilki visa
b. Orang asing yang memiliki Ijin masuk kembali
c. Kapten atau Nakoda kapal dan awak yang bertugas pada alat angkut yang
berlabuh dipelabuhan atau mendarat di Bandar Udara di wilayah Indonesia
d. Penumpang transit di Pelabuhan atau Bandar Udara diwilayah Indonesia
sepanjang tidak keluar dari tempat transit yang berada di daerah tempat
Pemeriksaan Imigrasi.
Dalam hal tertentu, terdapat negara-negara yang diberikan kemudahan
kepada orang asing untuk masuk ke suatu negra Indonesia dengan tidak
memerlukan visa, seperti yang disebutkan pada huruf (a) diatas. Biasanya
kemudahan ini diberikan untuk kepentingan negara tersebut yaitu agar orang asing
lebih banyak masuk ke negaranya dan ini akan menghasilkan devisa.40
40 Tim Analisa dan Evakuasi (Antonius Ginting, dkk), “Analisa dan Evaluasi tentang Pengaturan Fasilitas Bebas Visa wisata bagi Orang Asing yang Berkunjung ke Indonesia” (Laporan Penelitian), Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), Jakarta, 1984, hal. 9.
Selain itu juga pemberian kemudahan tersebut juga didasarkan kepada
azas resiprositas yaitu negara yang memberikan kemudahan bebas visa terhadap
waraga asing tertentu, maka waraga negara dari negara tersebut juga mendapatkan
pembebasan visa apabila akan ke negara asing tertentu. Sebagai contoh, warga
negara ASEAN dapat saling masuk ke negara-negara ASEAN lainnya tanpa
terlebih dahulu meminta visa.
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
57
Pemerintah Republik Indonesia dengan peraturan perundang-undangan
berupa Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia No. M.02.01.01 tahun
1993 tentang Bebas Visa Kunjungan Singkat (BVKS), memberikan kemudahan
kepada waraga negara dari +
Kunjungan wisata adalah perjalanan mengunjungi Indonesia untuk
berlibur, menikmati objek-objek wisata dan lain-lain. Kunjungan sosial budaya
adalah kunjungan dalam rangak mengunjungi family, melakukan penelitian dan
kunjungan yang bersifat sosial budaya, sedangkan kunjungan usaha adalah
kunjungan dalam rangaka membina hubungan bisnis, pembicaraan bisnis dan
penjajakan memperluas usaha bisinis di Indonesia. Orang asing yang diberikan
BVKS ini dapat melakukn kegiatan-kegiatan sebagaimana tersebut diatas dengan
catatan dilarang melakukan kegiatan yang sifatnya bekerja.
46 negara dapat masuk ke wilayah Indonesia selama
2 (dua) bulan. Orang asing yang diberi fasilitas BVKS dapat melakukan kegiatan
seperti kunjungan wisata, social budaya dan usaha.
41
Adapun negara-negara penerima BVKS, adalah:
42
1. Amerika Serikat 24. Malaysia
2. Arab Saudi 25. Maldive 3. Argentina 26. Malta 4. Australia 27. Maroko 5. Austria 28. Mesir 6. Belanda 29. Mexico 7. Belgia 30. Monaco 8. Brazil 31. Myanmar 9. Brunai Darussalam 32. Nepai 10. Chili 33. Norwegia
41 Lukman Bratamidjaja, “Aspek Ilmu Perundang-undangan BVKS Bagian I”, Pintu Gerbang No. 44, Direktorat Jendral Imigrasi, Jakarta, 2002, hal. 24-25
42 Berdasarkan Data Kantor Imigrasi Polonia Medan Tahun 2001.
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
58
11. Denmark 34. Prancis 12. Finlandia 35. Philipina 13. Hongkong 36. Selandia Baru 14. Hungaria 37. Spanyol 15. Inggris 38. Singapura 16. Irlandia 39. Swedia 17. Israel 40. Swiss 18. Italia 41. Taiwan 19. Jepang 42. Tanzania 20. Jerman 43. Thailand 21. Kanada 44. Turki 22. Korea Selatan 45. Uni Emirat Arab 23. Luxemburg 46. Yunani
3. Surat perjalanan republik Indonesia (Paspor)
Paspor adalah sebuah dokumen resmi yang dikeluarkan oleh suatu badan
pemerintah yang berwenang untuk bangsanya atau untuk penduduk asing.43
“surat perjalanan adalah dokumen resmi yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang dari suatu negara yang memuat identitas pemegangnya dan berlaku untuk melakukan perjalanan antar negara”.
Sedangkan menurut Undang-undang RI No. 9 tahun 1992 tentang keimigrasian
menyatakan:
44
Paspor berfungsi sebagai surat perjalanan yang digunakan untuk
meninggalkan dan memasuki kembali negara yang bersangkutan, dan memasuki
dan meninggalkan negara lain yang mempunyai hubungan diplomatik dengan
negara yang mengeluarkan paspor tersebut. Orang yang ingin mengunjungi negara
lain harus mengetahui apakah paspornya berlaku untuk negara yang akan dituju
43 R. Felix Hadi Mulyatno dan Endar Sugiarto, Pabean, Imigrasi, dan Karantina, PT. Gramedia Pustaka, Jakarta, 1997, hal. 39.
44 Lihat Pasal 1 angka 3 Undang-undang RI no. 9 tahun 1992 tentang Keimigrasian.
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
59
atau tidak45
Kebangsaan seseorang bisa dilihat pada kartu identitasnya, misalnya
dipaspor atau kartu penduduk. Itu bukan berarti bahwa pemegang paspor dari
negara yang mengeluarkan paspor tersebut adalah warga negaranya. Itu sebabnya
kita dulu mengenal “Dwi Warga Negara”, yang artinya seseorang bias mempunyai
dua warga negara, misalnya Cina dan Indonesia, dan mereka boleh menggunakan
kedua paspor mereka.
. Disamping itu, kita juga harus mengetahui apakah paspor berlaku
untuk negara transit yang akan disinggahi dalam perjalanan menuju ke negara
tujuan atau tidak.
46
Dalam pasal 29 Undang-undang No. 9 tahun 1992 tentang Keimigrasian
disebutkan Surat Perjalanan Republik Indonesia terdiri atas:
47
a. Papor biasa, diberikan kepada warga negara Indonesia yang akan melakukan
perjalanan keluar negeri (keluar wilayah Indonesia) secara normal.
b. Paspor diplomatik, diberikan kepada warga negara Indonesia yang akan
melakukan perjalanan keluar wilayah Indonesia dalam rangka penamatan atau
tugas yang bersifat diplomatik
c. Paspor Haji, diberikan kepada waraga negara Indonesia yang akan melakukan
perjalanan keluar wilayah Indonesia dalam rangka menunaikan inbadah haji.
d. Paspor untuk orang asing, diberikan kepada orang asing yang pada saat
diberlakukannya undang-undang ini telah memliki izin tinggal tetap akan
45 R. Felix Hadi Mulyatno dan Endar Sugiarto, Op. cit, hal. 40. 46 Ibid, hal. 40 47 Lihat Pasal 29 Undang-undang No. 9 tahun 1992 tentang Keimigrasian.
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
60
melakukan perjalanan keluar wilayah Indonesia dan tidak mempunyai surat
perjalanan serta dalam waktu yang dianggap layak tidak dapat memperolehnya
dari negaranya atau negara lain.
e. Surat perjalanan laksana paspor untuk orang asing, dapat diberikan kepada
orang asing yang tidak mempunyai surat perjalanan yang sah dan atas
kehendak sendiri keluar dari wilayah Indonesia sejauh dia tidak terkena
pencegahan, dan dikenakan tindakan pengusiran atau deportasi atau dalam
keadaan tertentu yang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional diberi
izin untuk masuk ke wilayah Indonesia.
f. Surat perjalanan laksana paspor untuk warga negara Indonesia, diberikan
dalam keadaan khusus apabila paspor biasa tidak diberikan.
g. Surat perjalanan laksana paspor dinas, diberikan kepada warga negara
Indonesia dalam keadaan khusus apabila tidak mendapatkan paspor dinas.
h. Paspor dinas, diberikan kepada warga negara Indonesia yang akan melakukan
perjalanan keluar wilayah Indonesia dalam rangka dinas/tugas dari
pemerintah, yang bukan bersifat diplomatik.
Masa berlakunya paspor adalah 5 (lima) tahun. Sedangkan untuk WNI
yang berdomisili di luar negeri masa berlakunya paspor adalah 2 tahun.
B. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Penyalahgunaan Izin Keimigrasian
Warga negara asing (WNA) yang masuk ke Indonesia pada umumnya atau
kota medan khususnya, menggunakan fasilitas BVKS maupun menggunakan visa
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
61
wisata akan mendapat izin kunjungan wisata sesuai dengan izin masuk baik
dengan visa atau bebas visa. Di dalam izin kunjungan tersebut dijelaskan bahwa
izin kunjungan digunakan penggunaannya untuk berwisata, tetapi kenyataannya
ada juga wisatawan yang menyalahgunakannya untuk keperluan lain sebagai
sampingan bahkan ada juga wisatawan yang sama sekali tidak berwisata.
Penyalahgunaan tersebut bisa terjadi karena faktor-faktor ruang lingkup
fasilitas bebas visa yang dinilai terlalu luas, dan pemberian tenggang waktu pada
izin kunjungan wisata yang terlalu lama atau karena faktor petugas imigrasi
sendiri. Hal ini dimannfaatkan oleh warga negara asing untuk menyalahgunakan
izin keimigrasian.48
1. Ruang lingkup fasilitas bebas visa
Menurut Keputusan Menteri Kehakiman No. M.01-12.01.02 tahun 1993
tentang Bebas Visa Kunjungan Singkat (BVKS). Keputusan Menteri Kehakiman
tersebut mengatur pelaksanaan teknis bebas visa, yang meliputi:
a. Kunjungan wisata
b. Kunjungan sosial budaya
c. Kunjungan usaha
Kunjungan wisata adalah perjalanan mengunjungi Indonesia untuk
berlibur, menikmati objek-objek wisata dan lain-lain. Kunjungan sosial budaya
48 Hasil wawancara dengan Pejabat Imigrasi Seksi Wasdakim, Kantor Imigrasi Polonia Medan.
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
62
adalah kunjungan dalam rangak mengunjungi family, melakukan penelitian dan
kunjungan yang bersifat sosial budaya, sedangkan kunjungan usaha adalah
kunjungan dalam rangaka membina hubungan bisnis, pembicaraan bisnis dan
penjajakan memperluas usaha bisnis di Indonesia.49
Keputusan Menteri Kehakiman ini merupakan suatu kebijaksanaan
pemerintah yang memperluas pemberian fasilitas bebas visa jika dibandingkan
dengan ketentuan yang diatur dalam Keputusan Menteri Kehakiman Republik
Indonesia No. M.01-12.01.02 tahun 1983 tentang Pelaksanaan Pembebasan
Keharusan memiliki visa bagi wisatawan asing, yang merupakan fasilitas untk
kunjungan khusus wisata.
50
Namun, masih saja ditemukan penyalahgunaan oleh warga negara asing
(WNA) yang melakukan perjalanan wisata atau yang biasa disebut wisatawan
asing, misalnya bekerja atau berusaha atau bahkan ada yang mengedarkan ganja
atau narkotika. Hal ini yang mendasari diterbitkan Keputusan Menteri Kehakiman
No. M.01-12.01.02 tahun 1983 tentang Bebas Visa Kunjungan Singkat (BVKS).
Keputusan Menteri ini bertujuan memperjelas kepastian dan batasan fasilitas
bebas visa.
Oleh karena itu, tujuan pemberian fasilitas Bebas Visa
Wisata (BVW) sudah diatur secara tegas.
51
Hasil penelitian Timi Evaluasi dan Analisa dari Badan Pembinaan Hukum
Nasional (BPHN) yang dilakukan sejak tahun 1992-1993 disejumlah daerah
49 Lukman Bratamidjaja, Op. cit, hal. 25 50 Tim Analisa dan Evakuasi (Antonius Ginting, dkk), Op. cit, hal. 9 51 Hasil wawancara dengan Pejabat Imigrasi Seksi Wasdakim, Kantor Imigrasi Polonia
Medan
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
63
wisata di Indonesia mengenai Pengaturan Fasilitas Bebas Visa Wisata (BVW)
bagi orang asing yang berkunjung ke Indonesia, menyebutkan adanya pelanggaran
terhadap pemberian fasilitas Bebas Visa Wisata (BVW) yang telah diatur dalam
Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia No. M.01-12.01.02 tahun
1983. Kemudian, setelah ruang lingkup fasilitas bebas visa dalam BVKS diperluas
tetap saja ditemukan pelanggaran yang sama. Olah karena itu, kegagalan ini telah
dimanfaatkan orang asing sebagai salah satu cara masuknya imigran gelap ke
Indonesia.52
2. Tenggang waktu fasilitas bebas visa
Sebagaimana telah diketahui mengenai tenggang waktu pemberian fasilitas
bebas visa untuk wisata telah beberapa kali diatur, yaitu dalam:
Tabel. 1. Masa Tenggang Waktu Pemebrian Fasilitas Bebas Visa
Bentuk Peraturan Tahun Tenggang Waktu
PP No. 26 tahun 1970 tentang Koordinasi Pengawasan Orang Asing yang Berkunjung ke Indonesia SKB Menteri Luar Negeri dan Menteri Kehakiman tentang Peraturan Visa Keputusan Menteri Kehakiman tentang Bebas Visa Wisata (BVW) Keputusan Kehakiman tentang Bebas Visa Kunjungan Singkat (BVKS)
1970
1979
1983
1993
7 (tujuh) hari 30 (tiga puluh) hari + 15 (lima belas) hari 60 (enam puluh ) hari atau 2 (dua) bulan 60 (enam puluh) hari atau 2 (dua) bulan
Sumber: Hasil Investarisasi Peraturan Perundang-undangan Bebas Visa Wisata Tahun 1970-1993
52 I Wayan Tangun Susila, dkk, “Usaha Penaggulangan Tindak Pidana Imigrasi dan Imigrasi Gelap di Kota Madya Denpasar”, Laporan Penelitian, Universitas Udayana dan PDII LIPI (Jakarta), Denpasar, 1993, hal. 23
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
64
Perkembangan tenggang waktu pemberian fasilitas bebas visa bagi
wisatawan dimaksudkan untuk mendukung pertumbuhan kepariwisataan dan
meningkatkan arus wisatawan. Tenggang waktu wisatawan di Indonesia selama 2
(dua) bulan merupakan pendapatan bagi pengelola wisata.
Tetapi tenggang waktu 2 (dua) bulan ini dirasakan terlalu panjang atau
lam. Hal ini dikarenakanjarang sekali wisatawan asing yang berkunjung ke
Indonesia selama 2 (dua) bulan untuk berwisata saja. Lamanya jangka waktu ini
ternyata dapat memberikan peluang bagi wisatawan asing untuk melakukan
pelanggaran dengan berbagai motivasi, seperti disalahgunakan untuk bekerja.
Sedangkan bagi orang asing yang akan bekerja di Indonesia sudah ad
pengaturannya, yaitu mempunyai Izin Tinggal Terbatas dan memiliki Izin Kerja
yang diberikan oleh Menteri Tenaga Kerja.53
Berdasarkan hasil penelitian oleh Tim Evaluasi dan Analisa terhadap
responden yaitu para wisatawan asing tentang waktu pemberian fasilitas bebas
visa adalah sebagai berikut:
54
1. Tenggang waktu pemberian fasilitas bebas visa untuk wisata yang paling ideal
adalah 1 (satu) bulan dan dapat diperpanjang selama 30 (tiga puluh) hari.
Alasan-alasan yang dikemukakan adalah:
53 H. S. Sjarif, Pedoman Penggunaan Tenaga Kerja Asing di Indonesia dan Peraturan-peraturannya, Sinar Grafika, Jakarta, 1996, hal. 6-8.
54 Tim Analisa dan Evakuasi (Antonius Ginting, dkk), Op. cit, hal. 16-17
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
65
a. Kenyataan yang ada menunjukkan bahwa lama masa kunjungan
wisatawan asing ke Indonesia rata-rata antara 3 (tiga) sampai 4 (empat)
minggu saja;
b. Pemberian fasilitas bebas visa selam 1 (satu) bulan dirasakan masih
kurang bagi sebagian besar wisatawan asing, sebab objek wisata di
Indonesia sangat banyak dan menarik;
c. Pemasukan devisa dapat memenuhi target yang diharapakan;
d. Pengawasan terhadap orang asing bisa terkendali.
2. Tenggang waktu pemberian fasilitas bebas visa selama2 (dua) bulan apalagi 3
(tiga) bulan dipandang tidak ideal, sebab:
a. Terlalu lama;
b. Bisa disalahgunakan untuk tujuan lain selain berwisata;
c. Jarang sekali wisatawan asing yang berwisata sampai 3 (tiga) bulan;
d. Pengawasan terhadap orang asing memerlukan perhatian yang lebih
seksama.
C. Petugas Imigrasi
Peranan petugas imigrasi dalam hal pengawasan sangat besar. Tidak dapat
dipungkiri, meskipun ataruan tentang keimigrasian telah baik, harus didukung
oleh mental petugas yang baik pula. Terutama para petugas yang bertugas di
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
66
pintu-pintu masuknya orang asing ke Indonesia, apabila mereka bertindak masa
bodoh, maka orang asing tersebut akan leluasa berkeliaran di Indonesia.55
Hasil pengawasan terhadap orang asing yang berkunjung, khususnya yang
menggunakan fasilitas bebas visa untuk wisata menunjukkan perlu adanya
pemantauan kegiatan-kegiatan yang dilakukan. Hal ini bertujuan untuk
mengetahui secara dini setiap peristiwa yang dapat diduga mengandung unsure-
unsur pelanggaran keimigrasian. Mekanisme pengawasan tersebut adalah sebagai
berikut:
56
1. Tahap pengawasan, yaitu dilakukan mulai pada saat orang asing mengurus
izin masuk ke Indonesia di luar negeri, kemudian saat orang asing tersebut
mendarat di wilayah Republik Indonesia harus juga diperiksa dan ketika orang
asing tersebut berada tinggal di Indonesia.
2. Tekhnik pengawasan, yaitu secara administrarif tentang perizinannya,
wawancara/ilicting untuk mencari mengetahui kebenaran materil terhadap
keberadaan orang asing yang berkunjung, dan diadakan peninjauan ke lokasi.
3. System pelaporan, sebaiknya memiliki satu sistem database diseluruh
Indonesia yang dapat diakses oleh semua petugas imigrasi dimanapun berada,
dan juga membuat daftar terhadap pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan
oleh orang aing yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi
penindakan imigrasi.
55 I Wayan Tangun Susila, dkk, Op. cit, hal. 21 56 Tim Analisa dan Evakuasi (Antonius Ginting, dkk), Op. cit, hal. 25-30
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
67
4. Koordinasi dengan instansi terkait, karena dari segi kauntitas petugas imigrasi
sangat kurang untuk mengawasi keadaan setiap oarng asing dalam segala
kegiatan mereka di Indonesia, maka Menteri Kehakiman sebagai yang
bertanggung jawab dalam pengawasan orang asing dan dalam dalam hal ini
lebih dititik beratkan kepad imigrasi, maka harus melakukan koordinasi
dengan instansi pemerintah lainnya, sepanjang yang menyangkut masalah:57
a. Tenaga kerja; Departemen Kehakiman c. q Direktorat Jenderal Imigrasi
melakukan kerja sama dengan:
1) Departemen Tenaga Kerja
2) Departemen Luar Negeri
3) Badan Koordinasi Penanaman Modal
4) Polri
5) Pemda dan Departemen Tekhnis
b. Tourist; Departemen Kehakiman bekerja sama dengan:
1) Departemen Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi
2) Departemen Luar Negeri
3) Departemen Dalam Negeri
4) Polri
c. Artis Asing; Departemen KEhakiman bekerja sama dengan:
1) Departemen Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi
2) BAKIN (BIN)
57 Ibid, hal. 19-30
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
68
3) Departemen Luar Negeri
4) Departemen Tenaga Kerja
5) Polri
6) Pemda/Departemen Luar Negeri
d. Awak Kapal; Departemen Kehakiman bekerja sama dengan:
1) Departemen Perhubungan
2) Departemen Luar Negeri
3) Departemen Pertanian
4) TNI Angkatan Laut
e. Masalah khusus; misalnya mengenai Cletering house mengenai masalah izin
masuk warga RRC dan lain-lain, Departemen Kehakiman melakukan
koordinasi dengan:
1) BAKN
2) BIN
3) Polri
4) Kejaksaan Agung
5) Departemen Tenaga Kerja
6) Pemda
Meskipun pengawasan terhadap orang asing yang berkunjung ke Indonesia
sudah diatur dan mekanismenya sudah sedemikian rupa, namun dalam
pelaksanaannya masih saja terdapar orang asing yang melakukan pelanggaran atau
penyalahgunaan. Hal ini terjadi karena pengawasan yang kurang efektif dari
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
69
Petugas Imigrasi yang terbatas. Karena itu, sangata penting koordinasi dengan
instansi lain. Karena salah satu faktor penyebab terjadinya penyalahgunaan izin
keimigrasian adalah kurangnya koordinasi petugas keimigrasian dengan instansi
lain.
C. Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Penyalahgunaan Izin
Keimigrasian
Penanggulangan adalah cara mengatasi terjadinya sesuatu tindak pidana
keimigrasian.58
1. Upaya preventif
Usaha penanggulangan terjadinya pelanggaran ketentuan
keimigrasian dibedakan atas dua upuya, yaitu:
Terjadinya tindak pidana keimigrasian tidak terlepas dari masalah
pengawasan orang asing. Pengawasan yang kurang terhadap orang asing yang
masuk ke Indonesia dapat menimbulkan tindakan yang mengarah kepada
kejahatan maupun pelanggaran. Satu diantaranya adalah penyalahgunaan izin
masuk ke Indonesia yaitu izin kunjungan wisata yang pada dasarnya telah
melanggar ketentuan Undang-undang keimigrasian.59
58 I Wayan Tangun Susila, dkk, Op. cit, hal. 28 59 Ibid, hal. 28
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
70
Dalam bagian Penjelasan Umum UU no. 9 tahun 1992 tentang
keimigrasian ditegaskan bahwa terhadap orang asing, pelayanan, dan pengawasan
di bidang keimigrasian dilakukan dengan prinsip yang bersifat “selektif” (selective
policy) .60
Untuk menjamin kemanfaatan orang asing tersebut dan dalam rangka
menunjang tetap terpeliharanya stabilitas dan kepentingannasioanl, kedaulatan
negara, keamanan dan ketertiban umum serta kewaspadaan terhadap dampak
negatif yang timbul akibat perlintasan orang antar negara, keberadaan dan
berdasarkan prinsip ini, hanya orang asing yang diizinkan masuk ke
Indonesia adalah orang asing yang memberikan manfaat bagi kesejahteraan
rakyat, bangsa dan negara Republik Indonesia serta tidak membahayakan
keamanan dan ketertiban, juga tidak bermusuhan baik terhadp rakyat, maupun
terhadp negra Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar
1945.
Dengan demikian orang asing yang ingin masuk dan menetap di wilayah
Indonesia harus dipertimbangkan dari berbagai segi, baik dari segi politik,
ekonomi maupun sosial budaya bangsa dan negara Indonesia. Sikap dan cara
pandang seperti ini merupakan hal yang wajar, terutama bila dikaitkan dengan
pembangunan nasional, kemajuan ilmu dan teknologi, perkembangan kerja sama
regional meupun internasional, dan meningkatnya arus orang asing yang masuk
dan keluar wilayah Indonesia.
60 Arief Rahman Kunjono, “Illegal Migrants dan Sisitem Keimigrasian Indonesia: suatu tinjauan Analisis”, Pintu Gerbang No. 44, Direktorat Jendral Imigrasi, Jakarta, 2002, hal. 27
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
71
kegiatan orang asing di wilayah Indonesia, dipandang perlu melakukan
pengawasan bagi orang asing dan tindakan keimigrasian keimigrasian secara
tepat, cepat, teliti dan terkoordinir tanpa mengabaikan keterbukaan dalam
memberikan pelayanan orang asing. Makna dari pengawasan mempunyai
pengertian yang luas dan mengandung pengertian yang positif. Pengawasan
berarti juga mengadakan pengendalian serta bimbingan penyuluhan yang
ditujukan untuk mengadakan perbaikan yang diikuti dengan pemecahannya.61
Sistem pengawasan keimigrasian adalah suatu sistem pengawasan terhadp
orang asing, sisitam itu meliputi pengamatan dan pemeriksaan segala kegiatannya
mulai dari rencan dan beradanya orang asing di Indonesia sampai dengan
meninggalkan Indonesia (the equality of service and security.)
Dapat dikatakan, proses pengamatan dan penghayatan seluruh kegiatan
dilakukan sesuai dengan peraturan-peraturan, instruksi, dan kebijaksanaanyang
berlaku. Di dalam pengawasan yang penting adalah mengetahui apakah dalam
pelaksanaan tugas-tugas terjadi penyimpangan atau kesalahan. Hal ini secara
preventif agar dilaksanakan sedini mungkin supaya tidak terjadi adanya
pelanggaran-pelanggaran yang bertentangan dengan ketentuan hukum yang
berlaku.
62 Hal ini
ditegaskan Pasal 38 ayat (1), Undang-undang No. 9 tahun 1992, yaitu:63
(1) Pengawasan terhadap orang asing di Indonesia meliputi:
61 I Wayan Tangun Susila, dkk, Loc, cit. 62 Arief Rahman Kunjono, Loc, cit. 63 Lihat pasal 38 ayat (1) Undang-undang RI no. 9 tahun 1992 tentang Keimigrasian.
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
72
a. Masuk dan keluarnya orang asing ke dan dari wilayah Indonesia
b. Keberadaan serta kegiatan orang asing di wilayah Indonesia.
Perihal pengawasan orang asing diatur dalam Undang-undang no. 9 tahun
1992, seperti pada Bab VI tentang pengawasan terhadap orang asing dan tindakan
keimigrasian. Pelaksanaan pengawasan terhadap orang asing yang berada di
wilayah Indonesia dilakukan oleh Menteri Kehakiman dan HAM dengan
koordinasi bersama badan dan instansi yang terkait (Pasal 41 UU No. 9 tahun
1992).
Dalam hal ini diadakan pemantapan mekanisme koordinasi dan operasi
antara instansi yang terkait dalam rangka pengawasan orang asing, instansi-
instansi tersebut akan melakukan tugas dan wewenangnya masing-masing sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Koordinasi dimaksudkan
untuk memaksimalkan daya guna dan hasil guna pengawasan terhadap orang
asing. Tujuan pengawasan tersebut untuk mewujudkan prinsip selective policy
yang dipandang perlu dalam mengawasi orang asing.64
Untuk kelancaran dan ketertiban dalam mengawasi orang asing,
pemerintah telah menyelenggarakan pendaftaran orang asing yang berada di
wilayah Indonesia sehingga dapat dihimpun data mengenai orang asing. Seperti
disebutkan, Direktorat Jendral Imigrasi Departemen Kehakiman dan HAM
64 Koerniatmanto Soetoprawiro, Op. cit, hal. 90-91
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
73
Republik Indonesia mengadakn pendaftaran ulang warga negara assign secara
serentak di seluruh wilayah RI sejak tanggal 10 Agustus-31 Oktober 2001.65
Pada pasal 39 Undang-undang no. 9 tahun 1992 disebutkan bahwa dalam
menyelenggarakan pendaftaran orang asing yang ada di Indonesia berkewajiban
untuk:
Pendaftaran ulang pada tahun 2001 lalu adalah untuk pertama kalinya
sejak Undang-undang no. 9 tahun 1992 berlaku dan akan dilakukan setiap lima
tahun sekaliberdasarkan peraturan keimigrasian yang berlaku.
66
a. Memberikan segala keterangan yang perlu mengenai identitas diri dan /atau
keluarganya, perubahan status sipil dan kewarganegaraan, serta perubahan
alamatnya,
b. Memperlihatkan Surat Perjalanan atau dokumen keimigrasian yang
dimilikinya pada waktu diperlukan dalam angka pengawasan,
c. Mendaftarkan diri jika berada di Indonesia lebih dari Sembilan puluh hari.
Pengumpulan data dengan cara pengawasan orang asing ini dilaksanakan
bagi setiap orang asing yang:
1. Masuk atau keluar wilayah negara Republik Indonesia;
2. Berada di wilayah negara Republik Indonesia;
3. Melakukan kegiatan di wilayah negara Republik Indonesia.
65 Direktorat Jenderal Imigrasi, “Imigrasi Daftar Ulang Warga Negara Asing”, Pintu Gerbang No. 42, Jakarta, 200, hal. 13
66 Lihat pasal 39 Undang-undang no. 9 tahun 1992 tentang Keimigrasian.
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
74
1. 1 Pengawasan orang asing yang masuk atau keluar wilayah RI
Pengawasan orang asing sebelum memasuki wilayah Indonesia
berhubungan dengan konsulat atau kedutaan RI khusus atas imigrasi untuk
melayani dan meneliti secara selektif setiap permohonan visa ke Indonesi, serta
memuttuskan apakah dapat diberikan atau tidak berdasarkan pertimbangan
kepentingan Ipoleksosbudhankamnas. Setiap orang asing yang akan datang atau
masuk ke wilayah Indonesia haruslah memiliki visa yang merupakan izin masuk
ke Indonesia.67
Pengawasan terhadap orang asing sebelum memasuki Indonesia dilakukan
oleh para atase imigrasi pada setiap perwakilan Indonesia di luar negeri pada saat
orang asing bersangkutan mengajukan permohonan unutk mendapatkan visa. Oleh
karena itu sebaliknya setiap atase atau KBRI dsetiap negara terdapat aparatur
imigrasi yang bertugas disana.
68
Tahap akhir pengawasan adalah saat meninggalkan Indonesia. Hal itu
bertujuan untuk mencegah orang asing tersebut meninggalkan Indonesia karena
mereka telah menimbulkan suatu permasalahan selama berada di Indonesia.
69
1. 2 Pengawasan orang asing ketika berada di wilayah negara RI
Pada saat orang asing sedang menuju atau sudah di pelabuhan pendaratan,
baik Bandar udara maupun pelabuhan laut, diadakan pengawasan yang dilakukan
67 I Wayan Tangun Susila, dkk, Op. cit, hal. 29 68 Saleh Wiramiharja, “Langkah-langkah Baru Menunjang Peningkatan Profesionalisme
Keimigrasian”, Pintu Gerbang No. 45, Direktorat Jenderal Imigrasi, Jakarta, 2002, hal. 21 69 I Wayan Tangun Susila, dkk, Op. cit, hal. 31
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
75
ileh petugas imigrasi. Fungsi pengawasan ini sama juga dengan pengawasan
sewaktu hendak mengajukan permohonan mendapatkan visa, yaitu pengawasan
untuk mencegah masuknya orang-orang assign yang akan menimbulkan
permasalahn setelah berada di Indonesia.
1. 3 Pengawasan orang asing yang melakukan kegiatan di wilayah RI
Pengawasan yang dimaksudkan disini merupakan tindak lanjut dari
pengawasan setelah orang asing mendapatkan izin tinggal di Indonesia, baik yang
mendarat melalui udara maupun laut.
Pengawasan terhadap orang asing yang telah mendapatkan izin masuk di
Indonesia dapat dilihat dari dua segi, yaitu:70
a. Dari segi keimigrasian, yaitu mengawasi apakah orang asing tersebut
melakukan kegiatan, dan apakah lamanya tinggal sesuai dengan izin
keimigrasian yang diberikan kepadanya.
b. Dari segi Ipoleksosbudhankamnas, yaitu mengawasi apakah kegiatan yang
dilakukan oleh orang asing tersebut menimbulkan benturan-benturan yang
mengganggu kepentingan ketahanan dan keamanan nasional atau tiadak.
Dengan kegiatan diatas, jelaslah apa yang dimaksud dengan tindakan
preventif ini, yaitu tindakan yang dilakukan dalam usaha untuk mencegah atau
menjaga kemungkinan terjadinya tindak pidana imigrasi dalam hal ini yaitu tindak
70 Ibid, hal. 30
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
76
pidana penyalahgunaan izin keimigrasian. Beberapa usaha preventif sehubungan
dengan hal tersebut antara lain sebagai berikut:71
1. Pejabat pendaftaran dibekali pengetahuan tentang kerahasian/ciri-ciri khusus
dari paspor-paspor negara lain dan dilengkapi dengan alat sinar ultraviolet dan
kaca pembesar maupun dengan teknologi modern;
2. Setiap pelabuhan pendaratan memilki contoh-contoh tanda tangan dari pejabat
konsuler pada perwakilan Republik Indonesia di luar negeri, yang berwenang
menandatangani visa;
3. Meneliti setiap orang asing atau wisatawan yang hendak masuk lewat
wawancara singkat di setiap tempat pemeriksaan imigrasi;
4. Melakukan pengecekan data yang diperoleh dari tempat-tempat wisatawan
menginap, baik hotel, motel, losmen atau tempat kediaman teman.
2. Upaya Represif
Menurut Soedarto yang dimaksud dengan tindakan represif adalah segala
tindakan yang dilakukan aparatur penegak hukum sesudah terjadi kejahatan atau
tindak pidana.72
Dalam kaitannya dengan penggulangan terhadap orang asing yang
menyalagunakan izin keimigrasian dilakukan sesudah terjadinya atau terbukti
71 Ibid, hal. 31-32 72 Soedarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, Alumni, Bandung, 1984, hal. 110
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
77
adanya penyalahgunaan izn keimigrasian. Tindakan ini bisa bersifat yuridis, dan
bisa juga bersifat administrasi.
2. 1. Tindakan yuridis
Dalam pasal 50 undang-undang no. 9 tahun 1992 disebutkan:73
2. 2. Tindakan administrative
“orang asing yang dengan sengaja menyalahgunakan atau melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan pemberian izin keimigrasin yang diberikan kepadanya dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah).” Jadi tindakan yuridis adalah orang asing yang dengan sengaja
menyalahgunakan maksud pemberian izin keimigrasian dan harus dibuktikan di
pengadilan oleh hakim dan kemudian dapat dikenakan sanksi pidana sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Menurut pasal 42 Undang-undang no. 9 tahun 1992 yang mengatur
mengenai tindakan keimigrasian terhadap orang asing di wilayah Indonesia, yaitu:
(1) Tindakan keimigrasian dilakukan terhadap orang asing yang berada di wilayah
Indonesia yang melakukan kegiatan yang berbahaya dan patut akan diduga
berbahaya bagi keamanan dan ketertiban umum, atau tidak menghormati atau
menaati peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Tindakan keimigrasian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa:
73 Lihat pasal 50 Undang-undang no. 9 tahun 1992 tenang keimgrasian
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
78
a. Pembatasan, perubahan atau pembatalan izin keberadaan
b. Larangan untuk berada di suatu atau beberapa tempat tertentu di wilyah
Indonesia
c. Keharusan untuk bertempat tinggal disuatu tempat tertentu di wilayah
Indonesia
d. Pengusiran atau deportasi dari wilayah Indonesia atau penolakan masuk ke
wilayah Indonesia.
Dengan demikian penyalahgunaan izin keimigrasian dapat dilakukan
dengan 4 (empat) alternative seperti disebutkan diatas dengan alasan bahwa orang
asing yang bersangkutan tidak mengindahkan peraturan yang mengatur
keberadaan orang asing di wilayah Republik Indonesia.
Berdasarkan uraian diatas tindakan-tindakan represif yang dapat diambil
adalah pemidanaan, pengusiran (deportasi) dan memasukkan orang asing yang
terlibat ke dalam daftar pencegahan dan penangkalan atau cekal (black list).
a. Pemidanaan
Fungsi pemidanaan adalah sebagai penjeraan, pada RUU keimigrasian
terdapat perubahn dalam hal ancaman sanksi pidana, begitu juga tindak pidana
penyalahgunaan izin keimigrasian yang diberikan kepadanya, yaitu diatur pada
pasal 110, RUU keimigrasian yang berbunyi:74
“Dipidana dengan pidana paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah), orang asing yang dengan sengaja menyalahgunakan atau melakukan kegiatan yang
74 Lihat Pasal 10 RUU Keimigrasian.
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
79
bertentangan dengan maksud dan tujuan pemberian izin tinggal yang diberikan kepadanya.”
b. Pengusiran
Pengusiran atau deportasi (deportation) adalah suatu tindakan sepihak dari
pemerintah berupa tindakan mengeluarkan orang asing dari wilayah Republik
Indonesia karena berbahaya bagi ketentraman, kesusilaan, atau kesejahteraan
umum. Selain itu, bagi orang asing yang masuk serta berada di wilayah Republik
Indonesia dapat juga diusir. Ketentuan mengenai deportasi ini dapat dilihat pada
pasal 42 Undang-undang no. 9 tahun 1992, khususnya pada ayat (2) point d.
Menurut Sri Setianingsih bahwa:75
Sedangkan menurut I Wayan Parthiana, bahwa:
“Deportasi adalah pengusiran orang asing keluar wilayah Indonesia (keluar wilayah suatu negara) dengan alasan bahwa orang asing tersebut wilayahnya tidak dikendaki oleh negara yang bersangkutan.”
76
c. Black list (daftar cekal)
“Hak suatu negara untuk mengusir orang asing yang berada di negaranya dikenal dengan pengusiran atau deportasi explution, pengusiran tersebut semata-mata berdasarkan kepentingan negara itu sendiri. Jadi tidak ada sangkut pautnya dengan negara asal atau negara dari mana dia semula datang.”
Black list adalah istilah yang dipakai dalam bahasa sehari-hari untuk
menggantikan daftar orang-orang yang tidak diperbolehkan meninggalkan
Indonesia dan orang-orang yang tidak diperbolehkan memasuki wilayah
Indonesia. Di dalam keimigrasian daftar ini disebut “daftar pencegahan dan
75 I Wayan Tangun Susila, dkk, Op. cit, hal. 37 76 Ibid
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
80
penangkalan”. Di dalam pasal 1 angka 13 dan 14 Undang-undang no. 9 tahun
1992, disebutkan pengertian dari:
“Pencegahan adalah larangan yang bersifat sementara terhadap orang-
orang tertentu untuk keluar dari wilayah Indonesia berdasarlan alasan tertentu.”
“Penangkalan adalah larangan yang bersifat sementara terhadap orang-
orang tertentu untuk masuk ke wilayah Indonesia berdasarkan alasan tertentu.”
Berdasarkan pasal 17 Undang-undang no. 9 tahun 1992, penangkalan
terhadap orang asing dilakukan karena:
a. Diketahui atau diduga terlibat dengan kegitan sindikasi kejahatan
internasional;
b. Pada saat berada di negaranya sendiri atau di negara lain bersikap bermusuhan
terhadap pemerintah Indonesia atau melakukan perbuatan yang mencemarkan
nama baik bangsa dan negara Indonesia;
c. Diduga melakukan perbuatan yang bertentangan dengan keamanan dan
ketertiban umum, kesusilaan, agama dan adat kebiasaan masyarakat
Indonesia;
d. Atas permintaan suatu negara, orang asing yang berusaha menghindarkan diri
dari ancaman dan pelaksanaan hukuman di suatu negara tersebut karana
melakukan kejahatan yang juga diancam pidana menurut hukum yang berlaku
di Indonesia;
e. Pernah diusir atau dideportasi dari wilayah Indonesia; dan
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
81
f. Alasan-alasanlain yang berkaitan dengan keimigrasian yang diatur lebih lanjut
dengan peraturan pemerintah.
Mengenai pencegahan orang asing untuk memasuki wilayah RI diatur di
dalam pasal 11, 12, 13, dan 14 Undang-undang no. 9 tahun 1992. Di dalam pasal
disebutkan bahwa:
(1) Pencegahan ditetapkan dengan keputusan tertulis.
(2) Keputusan sebagaimana didalam ayat (1) memuat sekurang-kurangnya:
a. Identitas orang yang terkena pencegahan
b. Alasan pencegahan
c. Jangka waktu pencegahan
(3) Keputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan dengan surat
tercatat kepada orang-orang yang terkena pencegahan selambat-lambatnya 7
(tujuh) hari terhitung sejak tanggal penetapan.
Dari uraian di atas dapat ditegaskan bahwa pencegahan ditujukan kepada
orang asing yang masih memiliki masalah di Indonesia, baik masalah politik,
ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan, keimigrasian, pidana, perdata
dan lain sebagainya yang dapat mengganggu dan mengancam stabilitas nasional.
Sedangkan penangkalan ditujukan hanya kepada orang asing yang hendak masuk
ke wilayah Indonesia, orang asing mana pernah terlibat masalah-masalah
sebagaimana disebutkan diatas.
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
82
D. Peranan Aparatur Penegak Hukum dalam Menanggulangi Tindak
Pidana Penyalahgunaan Izin Keimigrasian
Aparatur penegak hukummencakup pengertian mengenai institusi penegak
hukum dan aparat (orangnya) penegak hukum. Dalam arti sempit, aparatur
penegak hukum yang terlibat tegaknya hukum itu, dimulai dari saksi, polisi,
penasehat hukum, jaksa, hakim dan petugas-petugas sipir permastarakatan. Setiap
aparat dan aparatur terkait mencakup pula pihak-pihak yang bersangkutan dengan
tugas atau perannya yaitu terkait dengan kegiatan pelaporan atau pengaduan,
penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pembuktian, penjatuhan,vonis dan
pemberian sanksi, serta upaya permasyarakatan kembali (resosialisasi) terpidana.
Dalam proses bekerjanya aparatur penegak hukum itu, terdapat 3 (tiga)
elemen penting yang mempengaruhi, yaitu:
(1) Institusi penegak hukum beserta berbagai prangkat sarana dan prasarana
pendukung dan mekanisme kerja kelembagaannya;
(2) Budaya kerja yang terkait dengan aparatnya, termasuk mengenai kesejahteraan
aparatnya, dan
(3) Perangkat peraturan yang mendukung baik kinerja kelembagaannya maupun
yang mengatur materi hukum yang dijadikan standar kerja, baik hukum
materilnya maupun hukum acaranya. Upaya penegakan hukum yang
sistematik haruslah memperhatikan ketiga aspek itu secara simultan, sehingga
proses penegakan hukum dan keadilan itu sendiri secara internal dapat
terwujud secara nyata.
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
83
1. Pengawasan keimigrasian
Sesuai dengan undang-undang no. 9 tahun 1992 tentang Keimigrasian,
pelayanan dan pengawasandi bidang keimigrasiandilaksanakan berdasarkan
prinsip-prinsip yang bersifat selektif (selective policy). Berdasarkan prinsip ini
hanya orang asing yang dapat memberikan manfaat bagi kesejahteraan rakyat,
bangsa dan Negara Indonesia serta tidak membahayakan keamanan, ketertiban
serta bermusuhan baik terhadap rakyat maupun Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 yang
diizinkan masuk atau keluar wilayah Indonesia.
Dalam rangka mewujudkan prinsip “selective policy” diperlukan
pengawasan terhadap orang asing. Pengawasan ini tidak hanya pada saat mereka
masuk, tetapi selama mereka berada di Wilayah Indonesia termasuk kegiatan-
kegiatannya. Pengawasan Keimigrasian mencakup penegakan hukum
keimigrasian baik yang bersifat administratif maupun tindak pidana
keimigrasian.77
Dalam mewujudkan kebijaksanaan dimaksud serta mengantisipasi era
globalisasi dan informasi yang semakin meningkat selaras dengan peningkatan
arus lalu lintas orang asing, maka pelaksanaan pengawasan orang asing perlu
diberikan prioritas utama. Pengawasan orang asing dimulai dari pemantauan
77 Direktur Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian, “Petunjuk Pemantauan Operasional Keimigrasian No.: F4-IL. 01. 10-1.1044” tentang Keradaan dan Kegiatan Orang Asing Di Indonesia, 1999, hal. 2.
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
84
terhadap keberadaan dan kegiatannya serta operasi-operasi baik operasi khusus
maupun rutin. Keberhasilan pengawasan orang asing sangat tergantung kepada
berhasil tidaknya pelaksanaan pemantauan dilapangan.78
a. Pemantauan keimigrasian dan operasional keimigrasian
Pemantauan merupakan salah saru cara atau kegiatan/upaya yang
dilakukan untuk mengetahui secara dini setiap peristiwa yang diduga mengandung
unsur-unsur pelanggaran/kejahatan, abaik mengenai keberadaan maupun kegiatan
orang asing.
Pemantauan keimigrasian dapat berupa:79
1) Memantau terhadap setiap peristiwa yang dapat diduga dan atau mengandung
unsur-unsur terjadinya pelanggaran keimigrasian seperti penyalahgunaan izin
tinggal sesuai visa yang bersangkutan.
2) Menginventarisir bahan keterangan berdasarkan modus operandi terjadinya
pelanggaran keimigrasian serta pembinaan teknis tempat-tempat pemeriksaan
keimigrasian.
3) Mengumpulkan bahan keterangan tetnang suatu peristiwa terjadinnya
pelanggaran keimgrasian, pengumpulan dan penilaian bahan keterangan dari
tempat-tempat pemeriksaan keimigrsian.
Operasi adalah suaru kegiatan suatu objek tertentu terhadap yang dibatasi
oleh tempat, waktu serta dana.80
78 Ibid, hal. 2 79 Ibnu Suud, “Manajemen Keimigrasian”, Amarja Press, 2005, hal. 55 80 Direktur Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian, Op. cit. hal. 2
Unutk mengetahui setiap peristiwa yan diduga
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
85
mengandung unsur pelanggaran/kejahatan terhadap ketentuan yang berlaku
dibidangkeimigrasian, dapat diperoleh dari setiap bahan keterangan yang
mempunyai kaitan dengan perbuatan orang asing baik lalu lintas, keberadaan
maupun kegiatannya.
Dalam mencari dan menemukan keterangan yang berkaitan dengan
peristiwa dimaksud agar diupayakan pelaksanaanya disesuaikan dengan jenis dan
macam pelanggaran dalam bidang pembangunan, baik berupa pembangunan
phisik maupun non phisik, dengan memperhatikan hak-hak azasi manusia dan
senantiasa disertai dengan dasar hukum dalam artian dilengkapi dengan sudut
perintah.
Keberhasilan penyelenggaraan, sangat ditenteukan oleh kwalitas dan
kwantitas pelaksanaan dalam menghadapi jenis dan macam pelanggaran kejahatan
seperi halnya bentuk dan sifat pelanggaran politik ataupun pekerja terselubung.
Oleh karena itu, upaya dalam mencari dan menemukan bahan keterangan
perlu perencanaan melalui mekanisme adanya perencanaan yang matang,
organisasi serta pengawasan dan koordinasi dengan memperhatikan situasi dan
kondisi medan, sehingga pengambilan keputusan dapat dilakukan dengan cermat,
tepat, berhasil guna dan berdaya guna.
Upaya/ cara pemantauan dan operasi keimigrasian dapat berupa:81
81 Ibid, hal. 3
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
86
1) Pengamatan dengan panca indera secara teliti, cermat terhadap surat-surat,
benda dan tempat kejadian untuk dapat gambaran yang lebih jelas baik secara
keseluruhan atau lebih rinci.
2) Pembuntutan terhadp objek yang kaitan atau hubungan dengan peristiwa-
peristiwa yang akan, sedang dan atau telah terjadi
3) Penyusupan dalam ruang lingkup peristiwa atau golongan kegiatan peristiwa
yang akan, sedang atau telah terjadinya unsur pelanggaran.
4) Melakukan wawancara dengan pihak-pihak yang mengetahui atau patut
diduga mengetahui terjadinya peristiwa pelanggaran/kejahatan keimigrasian
dengan memperhatikan sumber dan nilai keterangan.
Adapun sasaran pemantauan adalah:82
a. Orang asing
1) Orang asing pemegang izin singgah
2) Orang asing pemegang izin kunjung
Wisata
Sosial budaya
Usaha/beberapa kali perjalanan
3) Orang asing pemegang izin tinggal terbatas
4) Orang asing pemegang izin tinggal tetap
5) Orang asing tanpa izin keimigrasian
6) Orang asing yang over stay
82 Ibid, hal. 5
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
87
7) Orang asing imigran gelap
8) Orang asing yang melakukan kegiatan tidak sesuai dengan izin yang
diberikan.
b. Alat angkut
1) Niaga
2) Non niaga
3) Alat apung
c. Bangunan-bangunan
1) Hotel, wisma, hostel dan sebagainya
2) Kantor-kantor/perusahaan yang mempekerjakan dan menampung tenaga
kerja/orang asing
3) Rumah/asrama tempat orang asing bertempat tinggal
Pelaksanaan pemantauan dilakukan baik secara terbuka maupun secara
tertutup (undercover) dengan tahapan sebagai berikut:83
1. Mendatangi orang/tempat yang telah ditentukan;
2. Melakukan pemerikasaan terhadap orang asing tersebut beserta dokumen yang
dimilikinya selanjutnya dilanjutkan dengan pemeriksaan di lapangan;
3. Menindaklanjuti dari hasil pemeriksaan, apabila ditemukan bukti-bukti
permulaan atau patut diduga telah terjadi pelanggaran/kejahatan keimigrasian;
83 Ibid, hal. 6
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
88
4. Melakukan pemeriksaan terhadap orang asing yang diduga melakukan
pelanggaran/kejahatan yang diutangkan dalam berita Acara Pemeriksaan dan
Berita Acara Pendapat.
b. Kerjasama pengawasan
Untuk mensukseskan tugas pengawasan ini, jajaran Direktorat Jenderal
Imigrasi harus bekerjasama dan berkoordinasi dengan aparat keamanan lainnya
seperti pemerintah daerah, polisi atau aparat yang terkait lainnya. Kerjasama ini
secara fungsi masing-masing tanpa mengganggu dan mencampuri teknis tugas
instansi masing-masing. Pengawasan yang tertuju terhadap kemungkinan
terjadinya pelanggaran, penyalahgunaan perizinan dan pemberian perizinan
keimigrasian serta pengawasan atas imigran gelap.
Lingkup tugas ini meliputi:84
a. Pengawasan
Mendeteksi kemungkinan terjadinya penyalahgunaan perijinan dan
pemberian perijinan keimigrasian serta evaluasi dan laporan.
b. Imigran gelap
Mengawasi masuknya orang asing secara gelap (illegal) ke wilayah
Indonesia yagn tidak didukung oleh dokumen resmi yang sah dan masih berlaku.
Dan orang asing yang karena peraturan perundang-undangan telah dideportasi
keluar Indonesia namun karena sesuatu dan lain hal belum dapat berangkat.
84 Ibnu Suud, Op. cit, hal. 56
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
89
c. Pengawasan perlintasan
Mengawasi lau-lalangnya orang asing maupun warganegara Indonesia
yang melintasi tempat (pos) lintas batas dengan tetangga atas kemungkinan
terjadinya pelanggaran keimigrasian.
d. Pengawasan orang asing
Adanya kerjasama antar instansi terkait dalam pengawasan orang asing di
dalam wadah koordinasi pengawasan orang asing (SIPORA).
Pelaksanaan kerjasama pengawasan ini diupayakan tanpa mengurangi
tugas, fungsi dan wewenang masing-masing instansi dan dilakukan dengan cepat ,
tepat, lengkap terpadu dan aman.
2. Penindakan keimigrasian
a. Penyidikan keimigrasian
Dalam pasal 47 ayat (1) Undang-undang no. 9 tahun 1992 tentang
Keimigrasian disebutkan:85
85 Lihat pasal 47 ayat (1) Undang-undang no. 9 tahun 1992 tentang Keimigrasian
”selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik
Indonesia, juga Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Departemen
yang lingkup tugas dan tangung jawabnya meliputi pembinaan keimigrasian diberi
wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-
undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, untuk melakukan
penyidikan tindak pidana keimigrasian”.
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
90
Di dalam Undang-undang no. 9 tahun 1992 diatas, penyidikan
keimigrasian adalah suatu proses penyidikan yang dilakukan oleh Penyidik
Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia juga PPNS imigrasi terhadap setiap
orang yang melakukan perbuatan sebagai tindak pidana keimigrasian. Dengan
demikian penyidikan hanya dapat dilakukan oleh kedua pejabat yang telah
disebutkan di atas.
Dengan demikian disamping menjalankan tugas sebagai aparat pelayanan
keimigrasian, aparat imigrasi juga bertugas sebagai aparat penegak hukum86.
Dalam pasal 47 ayat (2) disebutkan:87
a. Menerima laporan tentang adanya tindak pidana keimigrasian;
“Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) berwenang:
b. Memanggil, memeriksa, menggeledah, menangkap, menahan sesorang yang
disangka melakukan tindak pidana keimigrasian;
c. Memeriksa dan/atau menyita surat-surat, dokumen-dokumen, Surat
Perjalanan, atau benda-benda yang ada hubungannya dengan tindak pidana
keimigrasian;
d. Memanggil orang untuk didengar keterangannya sebagai saksi;
86 Ramadhan K. H dan Abrar Yusra, “Lintas Sejarah Imigrasi Indonesia”, Dirjen Imigrasi Hukum dan HAM RI, 2005, hal. 152.
87 Lihat pasal 47 ayat (2) Undang-undang No. 9 tahun 1992 tentang Keimigrasian
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
91
e. Melakukan pemeriksaan di tempat-tempat tertentu yagn diduga terdapat surat-
surat, dokumen-dokumen, Surat Perjalanan, atau benda-benda lain yang ada
hubungannya dengan tindak pidana keimigrasian;
f. Mengambil sidik jari dan memotret tersangka.
Wewenang ini sudah sesuai dengan ketetuan dari pasal 7 ayat (2) Undang-
undang no. 8 tahun 1981 (KUHAP) yang menyebutkan bahwa penyidik
sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1) huruf b mempunyai wewenang
sesuai dengan undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing dan
dalam pelaksanaan tugasnya berada di bawah koordinasi dan pengawasan
penyidik tersebut dalam pasal 6 ayat (1) huruf a.
Pejabat Pegawai Negeri Sipil mempunyai wewenang sesuai dengan
undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing dan dalam
pelaksanaan tugasnya berada di bawah tangan koordinasi dan pengawasan
penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.
SK Markas Besar Kepolisian RI No. Pol S. SKep/369/X/1985 yang
menyatakan bahwa kooradinasi adalah suatu bentuk hubungan kerja antara
penyidik Polri dengan Pegawai Negeri Sipil dalam rangka pelaksanaan penyidikan
tindak pidana yang menyangkut bidang tertentu.
Adapun wujud koordinasi dapat berupa:
1. Mengatur dan menerangkan lebih lanjut dalam keputusan instansi bersama.
2. Mengadakan rapat-rapat berkala pada waktu-waktu yang dipandang perlu.
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
92
3. Menunjuk sesorang atau lebih pejabat dari masing-masing
Departemen/instansi yang secara fungsionl dan menangani penyidik Pegawai
Negeri Sipil dengan penghubung
4. Menyelenggarakan pendidikan dan latihan penyidik Pegawai Negeri Sipil
dengan penekanan dibidang pendidikan.
Sedangkan yang dimaksud dengan “pengawasan” adalah proses
pengamatan pelaksanaan penyidikan yang dilakukan dapat dibenarkan secara
materil maupun formal dan berjalan sesuai dengan yang berlaku, adapun wujud
pengawasan ini meliputi:
1. Pengawasan kegiatan penyidik yang sedang dilakukan oleh penyidik Pegawai
Negeri Sipil serta memberikan pengawasan teknis.
2. Pengawasan teknis dalam rangka pembinaan dan peningkatan kemampuan
penyidik Pegawai Negeri Sipil dan memberikan petunjuk bila terdapat
kekurangan-kekurangan untuk disempurnakan.
Keseluruhan ini merupakan penjabaran dari pasal 7 ayat (1) UU No. 8
tahun 1981 (KUHAP) dan juga merupakan bantuan yang dapat diberikan oleh
penyidik sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 6 ayat (1) huruf a KUHAP
kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil seperti yang diatur oleh pasal 47 UU No. 9
tahun 1992.
Proses penyidikan ini dilakukan sebagai Pro Justisia yang akan segera
diajukan ke Pengadilan untuk diadili, dan bertugas melakukan identifikasi
pengumpulan, pemilahan, pengevaluasian tindak pidana pelanggaran dan
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
93
kejahatan keimigrasian yang diatur dalam Undang-undang no. 9 tahun 1992
tentang Keimigrasian.88
b. Sanksi hukum terhadap pelaku tindak pidana penyalahgunaan izin
keimigrasian
Sanksi hukum terhadap pelaku tindak pidana penyalahgunaan izin
keimigrasian dapat dilakukan dengan cara:
1) Pro justitia
Apabila kasus terhadap tindak pidana penyalahgunaan izin keimigrasian
yang ditangani oleh pihak keimigrasian ingin ditempuh dengan cara pro justitia,
maka hal harus dilakukan oleh petuga keimigrasin adalah:
a. Membuat berkas hasil penyelidikan sesuai dengan ketentuan yagn berlaku;
b. Menyampaikan hasil pemberkasan kepada Penuntut Umum melalui polisi;
c. Mengikuti perkembangan persidangan;
d. Bila telah selesai melaksanakan keputusan Pengadilan, koordinasi dengan
Lembaga Pemasyarakatan untuk proses pemulangan.
Tetapi jalan ini jarang sekali ditempuh oleh pihak keimigrasian dalam
kasus penyalahgunaan izin keimigrasian. Hal ini dikarenakan apabila kasus
tersebut diajukan ke pengadilan akan menggunakan upaya hukum mulai dari
banding, kasasi dan jika perlu grasi yang akan digunakan oleh warga negara asing
yang terlibat tindak pidana penyalahgunaan izin keimigrasian, akan sangat
88 Ibnu Suud, Op. cit, hal. 57
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
94
merugikan negara, karena dalam hal ini negara akan mengeluarkan biaya besar
untuk menjalani proses pro justitia tersebut. Ditambah lagi orang asing tersebut
tidak memiliki uang untuk membayar ongkos biaya perkara. Maka akan lebih
efektif apabila dilakukan dengan cara non pro justitia.89
2) Non pro justitia
Menurut pertimbangan polits, ekonomis, serta sosial dan budaya serta
kemananan, maka akan lebih efektif apabila dilakukan tindakan keimigrasian.
Tindakan Keimigrasian adalah tindakan administratif dibidang
keimigrasian yang dilakukan oleh pejabat imigrasi berupa:
1) Pembatasan, perubahan atau pembatalan izin keberdaan;
2) Larangan untuk berada disuatu atau beberapa tempat tertentu di wilayah
Indonesia;
3) Keharusan untuk bertempat tinggal di suatu tempat tertentu di wilayah
Indonesia;
4) Pengusiran atau deportasi dari wilayah Indonesia atau penolakan masuk ke
wilayah Indonesia.
Tindakan keimigrasian dilakukan sebagai sanksi administratif terhadap
orang asing yang melanggar peraturan keimigrasian dan ketentuan-ketentuan
lainnya mengenai orang asing sesuai dengan dimaksud dalam pasal 19 keputusan
Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor: M.02-PW.09.02 tanggal 14
89 Hasil wawancara dengan Pejabat Imigrasi Seksi Wasdakim, Kantor Imigrasi Polonia Medan.
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
95
Maret tahun 1995 tentang Tata Cara Pengawasan, Pengajuan Keberatan Orang
Asing dan Tindakan Keimigrasian.
Tindakan Keimigrasian dapat dilakukan terhadap oaring asing pemegang
izin Keimigrasian atau tanpa izin keimigrasian, mulai saat masuk, berada dan akan
meninggalkan wilayah Indonesia.
Dalam hal terjadi tindak pidana penyalahgunaan izin keimigrasian, maka
berdasarkan data yang diperoleh baik dari kantor kepolisian maupun kantor
imigrasi sangat sedikit yang ditindaklanjuti secara pro justitia. Hal ini bukan
menandakan bahwa kasus tentang penyalahgunaan izin keimigrasian sangat
sedikit, tetapi karena kedua instansi ini lebih banyak melakukan tindakan
keimigrasian yaitu berupa pendeportasian ke negara asal tanpa melalui proses pro
justitia walaupun telah ada pengaturannya dalam Undang-undang no. 9 tahun
1992 tentang Keimigrasian.90
a. Masalah kepraktisan, yaitu penanganan suatu kasus dengan cara
pendeportasian tidak memakan waktu yagn lama atau berlarut-larut, jika
dibandingkan dengan pro justitia. Ancaman hukuman penjara maksimum
Pihak Kepolisian dan Keimigrasian menyebutkan beberapa alasan dan
pertimbangan melakukan tindakan keimigrasian yang berupa pendeportasian yang
oleh pihak keimigrasian (walupun penangkapan dilakuakn oleh pejabat imigrasi),
yaitu:
90 Hasil wawancara dengan Kanit Pengawasan Orang Asing (POA) Poltabes Medan Sekitarnya Pada tanggal 9 Agustus 2007
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
96
hanya lima tahun sehingga hukuman akan selesai jika dikurangi dengan masa
penahanan. Selain itu jenis hukuman yang diancamkan berupa pidana
alternative atau jika didenda belum tentu mereka memiliki uang. Karena itu
yagn dihasilkan tidak sesuai dengan yagn diharapkan.
b. Masalah sumber daya manusia khususnya petugas imigrasi, baik dari segi
kualitas maupun kwntitas yang sangat kurang. Apabila penanganan masalah
ini untuk dilakukan secara pro justitia masih sedikit yang dilengkapi
pengetahuan sebagai PPNS.
c. Masalah anggaran dana yang dialokasikan untuk melakukan tindakan hukum
di kantor Imigrasi sangat terbatas. Hal ini tentu saja menghambat tugas para
pejabat imigrasi atau PPNS dalam penyidikan.
Tetapi apabila masalah penyalahgunaan izin keimigrasian tersebut
menyangkut masalah permpokan bersenjata, peredaran narkoba, terorisme atau
perdangan manusia (trafficking), maka sanksi hukum yang harus dijalankan
adalah dengan cara pro-justitia, hal ini dikarenakan tindakan tersebut sudah sangat
mengancam keamanan negara serta stabilitas nasional.91
91 Hasil wawancara dengan Pejabat Imigrasi Seksi Wasdakim, Kantor Imigrasi Polonia Medan.
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
97
BAB IV
KASUS DAN ANALISIS KASUS
A. Perkara Pidana No. 2493/Pid.B/2002/PN.Mdn
Identitas Terdakwa
Pengadilan Negeri Medan yang meemriksa dan mengadili perkara-perkara
Pidana Biasa/ Singkat/ Cepat telah menyatakan bahwa terdakwa :
1. Nama Lengkap : Dr. K. Mathiya HMBS als Raja
Tempat Lahir : Malaysia
Umur/ Tgl. Lahir : 59 Tahun/ 21 Desember 1943
Jenis Kelamin : Laki-laki
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
98
Kebangsaan : Malaysia
Tempat Tinggal : Jl. Karya Wisata No. 47 Medan
Agama : Hindu
Pekerjaan : Dokter
Pendidikan : Sarjana
2. Nama Lengkap : Dr. Kali Mutu Kumar Marimutu
Tempat Lahir : Kedah Malaysia
Umur/ Tgl. Lahir : 26 Tahun/ 04 Desember 1976
Jenis Kelamin : Laki-laki
Kebangsaan : Malaysia
Tempat Tinggal : Jl. Binjai Km 5,5 Komp. RRI Medan
Agama : Hindu
Pekerjaan : Dokter Homeopati
Pendidikan : Sarjana
Kasus Posisi
Bahwa mereka terdakwa I, Dr. K. Mathiya H.M.B.S alias Raja dan
terdakwa II, Dr. Kalimutu Kumar Marimutu secara bersama-sama atau bertindak
secara sendiri-sendiri pada hari Jumat tanggal 16 Agustus 2002 sekitar pukul
14.30 Wib atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam tahun 2002, bertempat
di Jl. Karya Wisata No. 47 Medan dan di Jl. Binjai Km 5,5 Komp. RRI Medan
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
99
atau setidak-tidaknya disuatu tempat yang masih termasuk daerah hukum
Pengadilan Negeri Medan, orang asing yang dengan sengaja menyalahdunakan
atau melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan maksud pemberian izin
keimigrasian yang diberikan kepadanya, perbuatan mana dilakukan terdakwa-
terdakwa dengan cara sebagai berikut :
Mula-mula terdakwa-terdakwa selaku Warga Negara Malaysia datang
berkunjung ke Indonesia melakukan perjalanan kunjungan praktek yaitu terdakwa
I dengan Visa Sosial Budaya sedangkan terdakwa II menggunakan Pasport
Malaysia dengan Visa Turis selama 2 (dua) bulan, namun ternyata setelah tiba di
Indonesia yaitu kota Medan ternyata terdakwa-terdakwa membuka Klinik
Homeopati di Medan dan bekerja selaku Dokter Homeopati pada klinik tersebut di
kota Medan, sedangkan terdakwa-terdakwa datang ke Indonesia hanya
diperbolehkan untuk wisata namun ternyata terdakwa-terdakwa bekerja maupun
mengajar yang sifatnya mencari keuntungan, sedangkan dalam Pasport terdakwa-
terdakwa menggunakan Visa hanay selama 60 (enam puluh) hari selaku Visa
Turis dan Pelancong namun ternyata terdakwa-terdakwa selaku Dokter pada
Klinik Homeopati di Jl. Karya Wisata No. 47 Medan dan di Jl. Binjai Km 5,5
Komp. RRI Medan telah membuka Klinik Homeopati dengan menerima pasien
yang berobat dan rawat inap kliniknya dengan biaya sekali berkunjung antara Rp.
30.000,- (tiga puluh ribu rupiah) s/d Rp. 50.000,- (lima puluh ribu rupiah) dimana
terdakwa-terdakwa dalam membuka Klinik Homeopati tersebut tidak berubah
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
100
Hukum dan tidak memiliki Izin dari Menteri Kesehatan sesuai dengan persyaratan
mendirikan Klinik/Balai pengobatan yang harus memiliki, yaitu :
- Adanya permohonan yang ditujukan ke Dinas Kesehatan Kota Medan,
- Adanya penanggung jawab klinik,
- Adanya izin/keterangan ketenagakerjaan medis dan Para Medis,
- Keterangan adanya obat-obatan/alat yang dipergunakan,
- Keterangan izin lokasi/ Denah,
- KTP yang berdomisili di Kota Medan, serta
- Izin-izin lainya yang menyangkut tentang usaha dan Bidang Kesehatan.
Sedangkan Izin Rekomendasi dari Dinas Kesehatan Tingkat I Propinsi dan Izin
dari Menteri Kesehatan, dan terdakwa-terdakwa dalam memberikan obat-obatan
kepada para pasien yang datang berobat ke Klinik Homeopati tersebut tidak
memiliki izin untuk memproduksi obat-obatan dan komposisi dari obat-obatan
tidak ada dibuatkan dalam labelnya, selain itu terdakwa-terdakwa juga telah
menerima siswa/ murid sebanyak 20 (dua puluh) orang dengan menerima biaya
pendidikan selama 6 (enam) bulan sebesar Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah
rupiah) persiswa, sedangkan waktu kuliah/belajar pada hari kamis san jumat dari
pukul 19.00 Wib s/d pukul 20.00 Wib, oleh karena terdakwa-terdakwa dalam
membuka Klinik Hemeopati tersebut tidak memiliki Badan Hukum dan tidak
memiliki izin lalu kemudian terdakwa-terdakwapun ditangkap petugas Kepolisian
Poltabes Medan.
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
101
Dalam surat tuntutannya Jaksa Penuntut Umum menguraikan berbagai
tuntutannya sebagai berikut :
1. Menyatakan terdakwa Dr. K. Mathiya HMBS dkk, bersalah melakukan tindak
pidana menyalahgunakan izin sebagaimana diatur dalam Pasal 50 UU RI No.
9 Tahun 1992 dalam dakwaan kesatu.
2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Dr. K. Mathiya HMBS dkk, dengan
pidana denda masing-masing Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah)
subsider 3 (tiga) bulan kurungan dengan perintah terdakwa tetap
ditahan/terdakwa supaya ditahan (jika terdakwa tidak ditahan).
3. Menyatakan barang bukti berupa obat-obatan dirampas untuk dimusnahkan
dan Pasport An. Terdakwa-terdakwa dikembalikan kepada terdakwa-
terdakwa.
4. Menetapkan supaya terpidana dibebani biaya perkara sebesar Rp. 1.000,-
(seribu rupiah).
Putusan Perkara Pidana No. 2493/Pid.B/2002/PN.Mdn
Hakim Pertama yang mengadili perkara ini dalam putusannya memberikan
pertimbangan hukum sebagai berikut :
Bahwa dari keterangan saksi-saksi dan terdakwa dihubungkan dengan
barang bukti yang diajukan di persidangan, majelis telah menemukan adanya
fakta-fakta yuridis sebagai berikut;
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
102
Terdakwa didakwakan Jaksa Penuntut Umum melakukan tindak pidana
yang diatur dan diancam dalam pasal 80 ayat (2) UU RI No. 23 tahun 1992
tentang Kesehatan jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 50 UU RI No. 9
Tahun 1992 tentang Keimigrasian;
Tentang Kesehatan :
1. Unsur-unsur Objektif
a. Barang Siapa
Berdasarkan Fakta-fakta dan keterangan para saksi serta keterangan
terdakwa sendiri didukung alat bukti yang telah disita, sebagai subjek
hukum yang dapat dipertanggung jawabkan perbuatannya adalah
keterangan terdakwa Dr. K. Mathiya H.M.B.S serta Dr. Kali Mutu Kumar
Marimutu
b. Dengan Sengaja
Jelas perbuatan yang dilakukan terdakwa-terdakwa Dr. K.Mathiya
H.M.B.S dan Dr. Kali Mutu Kumar Malimutu dengan sengaja
menghimpun dana untuk kesehatan yang diambil dari para mahasiswa
yang mengikuti pendidikan Homeopati yang dilakukan di Rumah Sakit
Homeopati yang terletak di jalan Binjai Km 5,5 Medan atau di Komp. RRI
Cabang Medan.
c. Menyelenggarakan Kesehatan
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
103
Kedua terdakwa Dr. K. Mathiya H.M.B.S dan Dr. Kalimutu Kumar
Marimutu telah melakukan pengobatan secara alternatif dengan cara
mendirikan klinik serta Rumah Sakit Homeopati tanpa memiliki izinnya,
dan menerima pasien untuk rawat jalan serta rawat nginap bagi setiap
pasien yang berobat kepada terdakwa;
2. Unsur-Unsur Subjektif
a. Tidak berbentuk badan hukum
Klinik serta Rumah Sakit Homeopati Megawati Sukarno Putri didirikan
kedua terdakwa tersebut jelas tidak berbentuk badan hukum karena tidak
mempunyai izinnya, tentang pendirian Klinik serta Rumah Sakit
Homeopati Megawati Sukarno Putri tersebut
b. Tidak memiliki Izin operasional
Klinik serta Rumah Sakit Homeopati Megawati Sukarno Putri tidak
mempunyai izin operasionalnya. Dibuktikan dengan tidak adanya surat-
surat yang sah tentang adanya Klinik serta Rumah Sakit Homeopati
Megawati Sukarno Putri tersebut
Keimigrasian :
1. Unsur-unsur Objektif
a. Orang asing
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
104
Benar keduan terdakwa tersebut yaitu Dr. K. Mathiya H.M.B.S dan Dr.
Kalimutu Kumar Marimutu adalah orang asing atau warga Negara asing
atau warga Negara Malaysia;
b. Dengan Sengaja
Benar kedua terdakwa tersebut yaitu Dr. K. Mathiya H.M.B.S dan Dr.
Kalimutu Kumar Marimutu dengan sengaja datang ke Indonesia telah
menyalahgunakan passport yang ada padanya;
2. Unsur-unsur Subjektif
Melakukan kegiatan tidak sesuai izinnya
Benar kedua terdakwa tersebut melakukan kegiatannya tidak sesuai dengan
izin yang ada dimana ia datang ke Indonesia seharusnya hanya sebagai wisata
saja akan tetapi visa tersebut ia gunakan untuk kepentingan mencari suatu
pekerjaan atau keuntungan.
Meninbang, bahwa oleh karena dakwaan kesatu primair, subsidair kedua
sesuai pasal undang-undang dimaksud pasal 80 ayat (2) Sub Pasal 84 ayat (5) UU
RI No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan dan Pasal 50 UU RI No. 9 Tahun 1992
tentang Keimigrasian, terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut
HUKUM, maka ia terdakwa harus dinyatakan bersalah tentang hal ini, dan oleh
karenanya dijatuhi hukuman;
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
105
Menimbang bahwa oleh karena terdakwa dijatuhi hukuman maka
terdakwa dihukum pula untuk membayar biaya perkara;
Menimbang, bahwa oleh karena terdakwa dihukum maka dipandang perlu
untuk tetap menahannya;
Menimbang, bahwa sebelum menjatuhkan hukuman , maka majelis akan
memperimbangkan hal-hal yang memberatkan maupun yang meringankan
hukumannya terdakwa sebagai berikut:
Hal-hal yang memberatkan :
- Bahwa perbuatan dari terdakwa-terdakwa dapat merugikan pemerintah
republik Indonesia.
Hal-hal yang meringankan :
- Ia terdakwa-terdakwa belum pernah dihukum;
- Memberikan keterangan yang jelas dan terang dipersidangan dan menyatakan
menyesal dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatan itu dikemudian hari
yang akan datang/ tobat dan mempunyai tanggungan istri dan anak yang masih
memerlukan pertanggungjawaban sebagai kepala keluarganya;
Memperhatikan ketentuan pasal 80 ayat (2) sub Pasal 84 ayat (5) UU RI
No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan jo Pasal 50 UU RI No. 9 tahun 1992
tentang Keimigrasian dan ketentuan perundang-undangan yang berhubungan
dengan perkara ini;
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
106
M E N G A D I L I
Menyatakan Terdakwa :
1. Dr. K. MATHIYA H.M.B.S alias RAJA
2. Dr. KALIMUTU KUMAR MARIMUTU
tersebut diatas telah trbukti dengan sah dan meyakinkan bersalah
melakukan kejahatan Menyalahgunakan Izin;
Menghukum Terdakwa-terdakwa dengan hukuman denda sebesar Rp.
7.500.000,- (tujuh juta lima ratus ribu rupiah) dengan ketentuan jika denda
tersebut tidak dibayar harus diganti dengan hukuman kurungan selama 2 (dua)
bulan;
Menghukum terdakwa-terdakwa lagi membayar ongkos perkara sebanyak
Rp. 1.000,- (seribu rupiah)
Menyatakan barang bukti berupa obat-obatan diarmpas untuk
dimusnahkan dan pasport atas nama terdakwa dikembalikan kepada terdakwa;
B. Analisis Putusan
Setelah penulis mempelajari dan membaca pertimbangan hukum putusan
Pengadilan Negeri Medan, maka dapat diketahui bahwasannya telah terjadi suatu
tindak pidana di bidang Imigrasi yakni telah terjadinya penyalahgunaan ijin
keimigrasian yang dilakukan oleh Terdakwa-terdakwa Dr. K. Mathiya H.M.B.S
alias Raja dan Dr. Kalimutu Kumar marimutu keduanya berkebangsaan Malaysia
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
107
yang telah mendirikan usaha atau praktek tanpa memiliki ijin untuk melakukan
hal tersebut.
Oleh karena itu keduanya dikenakan pidana karena telah melanggar
ketentuan undang-undang yang berlaku di indonesia yakni Pasal 80 ayat (2) Sub
Pasal 84 ayat (5) UU RI No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan dan Pasal 50 UU RI
No. 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian, berdasarkan pemeriksaan di persidangan
menunjukkan bahwa Terdakwa-terdakwa telah terbukti secara sah dan
meyakinkan menurut hukum.
Pasal 80 ayat (2) UU RI No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan menyatakan
bahwa :
”Barangsiapa dengan sengaja menghimpun dana dari masyarakat untuk menyelenggaraakan pemeliharaan kesehatan, yang tidak berbentuk badan hukum dan tidak memiliki izin operasional serta tidak melaksanakan ketentuan tentang jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 Ayat (2) dan Ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).”
Dari ketentuan Pasal ini perbuatan terdakwa-terdakwa telah terbukti tidka
memiliki izin operasional dengan demikian secara otomatis tidak melaksanakan
ketentuan jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat sebagai mana yang
dimaksud Pasal 66 yang menyatakan :
Ayat (2) : ” Jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat merupakan cara penyelenggaraan pemeliharaan kesehatan dan pembiayaannya, dikelola secara terpadu untuk tujuan meningkatkan derajat kesehatan, wajib dilaksanakan oleh setiap penyelenggara.”
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
108
Ayat (3) ; ”Penyelenggara jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat harus berbentuk badan hukum dan memiliki izin operasional serta kepesertaannya bersifat aktif.”
Berdasarkan ketentuan tersebut, selain merugikan keuangan negara
dimana dengan adanya izin usaha seharusnya ada pemasukan kas negara baik dari
pajak maupun biaya pengurusan izin pada umumnya. Dan juga bisa saja tidak ada
jaminan kesehatan masyarakat di klinik yang mereka dirikan hal ini seharusnya
menjadi pertimbangan hal yang memberatkan karena dapat dikatakan suatu hal
yang penting jika dikaitkan dengan masalah kesehatan.
Hal mana dinyatakan juga dalam sub Pasal 84 point 5 UU RI No. 23 tahun
1992 tentang kesehatan yang menyatakan Barang siapa :
”Menyelenggarakan sarana kesehatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 Ayat (1) atau tidak memilki izin sebagaimana dimaksud dalam pasal 59 Ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp. 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah).”
Pasal 58 Ayat (1) menyatakan bahwa : ”Sarana kesehatan tertentu yang diselenggarakan masyarakat harus berbentuk badan hukum.”
Pasal 59 Ayat (1) menyatakan bahwa : “Semua penyelenggaraan sarana kesehatan harus memiliki izin.”
Pasal 50 UU RI No. 9 tahun 1992 tentang Keimigrasian menyatakan
bahwa :
“Orang asing yang dengan sengaja menyalahgunakan atau melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan maksud pemberian izin keimigrasian yang diberikan kepadanya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 25.000.000,-“
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
109
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan hukum yang ada yang
ditemukan dari keterangan para saksi dan keterangan para terdakwa telah terbukti
dan meyakinkan melanggar ketentuan pasal-pasal yang dimaksud di atas. Menurut
penulis penentuan pasal-pasal terhadap tindakan para terdakwa telah benar.
Tuntutan yang diajukan Jaksa Penuntut Umum menurut penulis kurang
menekankan kepada unsur pemidanaan terhadap tindakan pelaku demikian juga
vonis majelis hakim, hanya ditekankan pada pengenaan hukuman denda sejumlah
uang. Hal mana menurut penulis tidak memberikan sifat penjeraan terhadap
tindakan semacam ini sedangkan menurut teori telatif (Doeltheorie)92
Hukuman yang dijatuhkan hanya sebatas denda sejumlah uang yang
apabila kita lihat jumlahnya relative tidak memberatkan terdakwa-terdaka (para
pelaku). Bisa saja dilain waktu para pelaku mengulangi perbuatannya dan yang
ditakutkan banyak bermunculan tindakan-tindakan serupa baik itu dibidang
tujuan
hukum pidana salah satunya adalah menjerakan, yang dimaksud dengan
menjerakan disini adalah dengan penjatuhan hukuman, diharapkan si pelaku atau
terpidana menjadi jera dan tidak mengulangi lagi perbuatannya (speciale
preventie) serta masyarakat umum mengetahui bahwa jika melakukan perbuatan
sebagaimana dilakukan terpidana, maka akan mengalami hukuman yang serupa
(generale preventie).
92 Leden Marpaung, “Asas – Teori – Praktik Hukum Pidana “,Sinar Grafika, Jakarta, 2005, hal. 4.
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
110
kesehatan atau bidang lainnya, hal mana akan dapat merugikan keuangan negara,
kesehatan maupun keamanan masyarakat.
Kasus-kasus semacam ini sebenarnya harus mendapat perhatian yang
serius dari apart penegak hukum dengan segala kelengkapannya, namun kadang
kala pelaksanaan dilapangan kebanyakan tidak sejalan dengna peraturan yang ada.
Oleh karena itu sebenarnya yang perlu ditingkatkan adalah pemahaman dan
kesadaran hukum serta tanggung jawab hukum para aparat penegak hukum dalam
menjalankan tugasnya. Hal ini tujuannya adalah tidak lain untuk menciptakan dan
membudayakan adanya sinkronisasi antara peraturan hukum yang ada dengan
pelaksanaan di lapangan, tidak hanya dalam bidang keimigrasian dan kesehatan
saja tetapi juga bidang-bidang lain yang menyangkut kepentingan publik atau
masyarakat luas.
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
111
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian-uraian penulisan skripsi ini, dapat diambil beberapa
kesimpulan yaitu:
1. Faktor penyebab terjadinya penyalahgunaan izin keimigrasian adalah:
a. Ruang lingkup fasilitas bebas visa yang terlalu luas yang mencakup
kegiatan wisata,sosial budaya dan usaha, yang pada awalnya dimaksudkan
untuk mengatur secar tegas fasilitas bebas visa, tetapi setalah pemberian
fasilitas bebas visa dalam BVKS yang lebih luas ruang lingkupnya tetap
ditemukan pelanggaran terhadap fasilitas bebas visa tesebut. Sehingga
maksud dan tujuan dari BVKS sebagai pengganti BVW tidak tercapai,
malah dipergunakan oleh orang asing sebagi salah satu cara masuknya
imigran gelap ke Indonesia.
b. Adanya perkembangan tenggang waktu dalam pemberian fasilitas bebas
visa bagi wisata. Dimana wisatawan tersebut dapat menikmati wisata di
Indonesia dalam kurun waktu 2 (dua) bulan. Tetapi tenggang waktu 2
(dua) bulan ini dirasakan terlalu panjang atau lama, karena fakta di
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
112
lapangan menunjukkan bahwa wisatawan asing yang berkunjung ke
Indonesia pada umumnya dan Medan pad khusunya jarang yang tinggal
sampai 2 (dua) bulan. Panjang atau lamanya jangka waktu ini ternyata
dapat memberikan peluang bagi wisatawan asing untuk melakukan
pelanggaran dengan berbagi motivasi, seperi disalahgunakan untuk
bekerja.
c. Peranan petugas/pejabat/aparatur imigrasi sangat besar. Dan tidak
dipungkiri, bahwa betapapun baiknya aturantntangkeimigrasian, jika para
petugasnya bermental yang kurang baik, maka aturan itu tidak aka nada
artinya. Terutama sekali para petugas yang bertugas di pintu-pintu
masuknya orang asing ke Indonesia, jika mereka bertindak masa bodoh
terhadap orang asing tersebut, maka orang asing yang dapat dengan
leluasanya berkeliaran di Indonesia.
2. Upaya menanggulangi terjadinya suatu tindakan yang melanggar ketentuan
izin keimigrasian dibedakan atas dua cara yaitu:
a. Penanggulangan secara preventif
b. Penanggulangan secara represif
Dalam hal penanggulangan ini sangat erat kaitannya dengan hal
pengawasan baik wisatawan yang masuk atau keluar wilayah Negara Republik
Indonesia, dan melakukan kegiatan di wilayah Negara Republik Indonesia.
Penanggulangan secara preventif adalah tindakan penanggulangan yang dilakukan
dalam usaha untuk mencegah atau menjga kemungkinan yang terjadinya tindak
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
113
pidana imigrasi dalam hal ini yaitu tindak pidana penyalahgunaan izin
keimigrasian. Sedangkan dalam penaggulangan represif ini dapat dilakukan
dengan cara pemidanaan, deportasi maupun black list.
3. Dalam proses penyidikan terhadap tersangka yang melakukan tindak pidana
dibidang keimigrasian, khususnya penyalahgunaan izin keimgrasian, maka
tunduk pada Undang-undang no. 9 tahun 1992 tentang Keimigrasian, yang
juga tidak terlepas dengan ketentuan yang diatur dalam pasal-pasal KUHAP
tentang penyidikan.
4. Dari data yang diperoleh, bahwa sanksi yang dijatuhkan oleh aparatur penegak
hukum dalam kasus tindak pidana penyalahgunaan izin keimigrasian adalah
lebih sering bersifat non pro justitia. Yang dapat berupa tindakan keimigrasian
yang salah satunya pendeportasian. Hal ini dikarenakan mengingat adanya
upaya hukum banding, kasasi, atau grasi yang dimiliki oleh warga negara
asing apabila ditempuh dengan cara pro justitia. Hal ini tentu saja
membuthkan biaya operasional yang cukup tinggi, mengingata dana orasional
dari negara yang sangat terbatas. Karena menurut politis, dan ekonomis cara
tindakan keimigrasian dianggap lebih praktis dan efisien. Kecuali masalah
penyalahgunaan izin tersebut menyangkut masalah peredaran narkoba,
terorisme, dan perdagangan manusia (trafickking), maka jalan pro justitialah
yang harus ditempuh, agar menimbulkan efek jera bagi warga negara asing
yang melakukan tindak pidana di bidang keimigrasian.
B. Saran
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
114
1. Pada saat sekarang ini sedang disusun RUU tentang keimigrasian yang telah
disosialisasikan oleh Tim dari Direktorat Jenrak Imigrasi, dengan adanya
berbagai kritikan dan tanggapan terhadap RUU tersebut, sebaiknya Tim
melakukan koreksi, dan koreksi yang patut untuk diperhatikan yaitu mengenai
tata urutan peraturan-peraturan perundang-undangan tentang keimigrasian,
agar nantinya walaupun telah disahakan menjadi Undang-undang tidak
menambah kerancuan. Karena Undang-undang sebelumnya dianggap masih
belum sempurna, karena masih banyak celah yang memungkinkan untuk
warga negara asing melakukan tindak pidana di bidang keimigrasian.
2. Sebaiknya pemberian fasilitas bebas visa ditinjau ulang kembali dan
dikembalikan kepada latar belakang pemberian fasilitas tersebut, yaitu hanya
unutk wisata. Dan juga pemberian fasilitas tersebut sebaiknya dilakukan
secara reciprocal atau prinsip timabal balik, hal ini juga menunjukkan bahwa
Indonesia bukan hanya mengharapkan faktor ekonomi saja dari keunjungan
wisatwan asing , tetapi juga menunjukkan martabat bangsa. Tenggang waktu
pemeberian fasilitas bebas visa untuk wisata sebaiknya adalah 1 (satu) bulan
dan dapt diperpanjang selam 30 (tiga puluh) hari, hal ini disebabkan karena
penberian fasilitas bebas visa sekarang adalah 2 (dua) bulan dan ini terlalu
lama, sedangkan rata-rata masa kunjungan wisatawan asing ke Indonesia pada
umunya dan kota Medan khususnya adalah 3-4 (tiga sampai empat) minggu
saja. Sehingga hal ini jangan sampai dimanfaatkan untuk melakukan kegiatan
yang lain yang tidak sesuai dengan izin keimigrasiannya.
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
115
3. Penegakan hukum di Indonesia terlihat lemah dan hanya mengandalkan
tindakan pendeportasian, karena itu perlu para petugas/pejabat imigrasi
dilengkapi dengan peningkatan kemampuan sumber daya manusia baik lewat
pendidikan foramal meupun pendidikan latihan mengenai pelayanan dan
pengawasan bagi orang asing atau wisatawan asing yang datang. Dan juga
diadakan penindakan secara hukum bagi petugas/pejabat imigrasi sendiri yang
membantu stsu melakukan tindak pidana keimigrasian. Demikian juga yang
penting adalah diperlengkapinya peralatan dengan kemajuan teknologi seperti
sistem komputerisasi sehingga dapat melayani maupun memantau orang asing
yang ada di wilayah Indonesia.
4. Dalam hal penanggulangan tindak pidana penyalahgunaan izin keimigrasian
khsusnya black list atau cekal hendaknya mencerminkan prinsip-prinsip
negara yang berdasarkan hukum, tidak berdasarkan kekuasaan belaka. Dan
juga dalam mengkoordinasikan tindakan cekal agar dapat dengan cepat
dilaksanakan sebelum orang yang dimaksud melarkan diri, maka peralatn
komunikasi sangat diperlukan dan semua instansi dapat selalu memonitor
setiap orang yang terkena daftar cekal apakah sudah habis waktunya atau
belum.
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
116
DAFTAR PUSTAKA
A. Ridwan Halim , Flora Liman Mangestu, 1992, Persoalan Praktis Filsafat Hukum dalam Himpunan Distingsi, UKI: Jakarta.
Direktorat Jendral Imigrasi, Buku Petunjuk Keimigrasian RI Bagian I Visa Izin Tinggal, Jakarta, 1982.
Hadi Kiswanto, 1983, Tugas Pokok dan Fungsi Direktorat Jendral Imigrasi, Departemen Kehakiman RI, Jakarta.
H. S. Sjarif, 1996, Pedoman Penggunaan Tenaga Kerja Asing di Indonesia dan Peraturan-peraturannya, Sinar Grafika, Jakarta.
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2001
Koerniatmanto, Soetoprawiro, 1996, Hukum Kewarganegaraan dan Keimigrasian Indonesia, Gramedia, Jakarta.
Leden Marpaung, 2005, Asas Teori Praktik Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta.
Muladi & Barda Nawawi Arif, 1998, Teori-teori dan Kebijakan Pidana, Cetakan Ke-2, Alumni, Bandung
Moeljatno, 2000, Asas-asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta.
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
117
Nawani Arief, Barda, 2005, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan Hukum dan Pengembangan Hukum Pidana, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.
, 2001, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan
Penanggulangan Kejahatan, PT. Citra Aditya Bakti, Semarang. Purbacaraka, Purmadi, 1987, Penggarapan Disiplin Hukum dan Filsafat
Hukum bagi Pendidikan Hukum, Rajawali, Jakarta.
Ramadhan K. H dan Abrar Yusra, 2005 “Lintas Sejarah Imigrasi Indonesia”, Dirjen Imigrasi Hukum dan HAM RI, Jakarta..
R. Soesilo, 1988, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentar Lengkap Pasal Demi Pasal , Politeia : Bogor.
R. Felix Hadi Mulyatno dan Endar Sugiarto, 1987, Pabean, Imigrasi, dan Karantina, PT. Gramedia Pustaka, Jakarta.
Santoso Imam, M, 2004, Perspektif Imigrasi dalam Pembangunan Ekonomi dan Ketahanan Nasional, UI Press, Jakarta.
Soedarto, 1984, Kapita Selekta Hukum Pidana, Alumni, Bandung.
Soekamto, Soerjono, 1983, “Faktor-faktor yang mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta : Rajawali Press, Jakarta.
,1984, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta
Suud, Ibnu, 2005, Manajemen Keimigrasian, Amarja Press, Jakarta
Teguh Prasetyo & Abdul Halim Barkatullah, 2005, Politik Hukum Pidana, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Peraturan Perundang-undangan :
KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA.
KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA
PERATURAN PEMERINTAH RI NO. 32 TAHUN 1994 TENTANG VISA, IZIN MASUK, DAN IZIN KEIMIGRASIAN.
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
118
UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN.
Media Cetak dan Elektronik :
http://www.google.com
http://www.solusihukum.com
Arief Rahman Kunjono, “Illegal Migrants dan Sisitem Keimigrasian Indonesia: suatu tinjauan Analisis”, Pintu Gerbang No. 44, Direktorat Jendral Imigrasi, Jakarta, 2002
Direktorat Jenderal Imigrasi, “Imigrasi Daftar Ulang Warga Negara Asing”, Pintu Gerbang No. 42, Jakarta, 2002.
Lukman Bratamidjaja, “Aspek Ilmu Perundang-undangan BVKS Bagian I”, Pintu Gerbang No. 44, Direktorat Jendral Imigrasi, Jakarta, 2002.
Saleh Wiramiharja, “Langkah-langkah Baru Menunjang Peningkatan Profesionalisme Keimigrasian”, Pintu Gerbang No. 45, Direktorat Jenderal Imigrasi, Jakarta, 2002.
Laporan :
Bagir Manan, 2000, Hukum Keimigrasian dalam Sistem Hukum Nasional, disampaikan dalam Rapat Kerja Nasional Keimigrasian, Jakarta, 14 Januari 2000, hlm. 7
Direktur Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian, “Petunjuk Pemantauan Operasional Keimigrasian No.: F4-IL. 01. 10-1.1044” tentang Keradaan dan Kegiatan Orang Asing Di Indonesia, 1999.
I Wayan Tangun Susila, dkk, “Usaha Penanggulangan Tindak Pidana Imigrasi dan Imigrasi Gelap di Kota Madya Denpasar”, Laporan Penelitian, Universitas Udayana dan PDII LIPI (Jakarta), Denpasar, 1993.
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
119
Pusdiklat Pegawai Departemen Kehakiman, Beberapa Pedoman dan Ketentuan Tentang Imigrasi dan Ketatalaksanaan: Bahan Penataran Administrasi Apratur Kehakiman, Jakarta, 1982.
Tim Analisa dan Evakuasi (Antonius Ginting, dkk), “Analisa dan Evaluasi tentang Pengaturan Fasilitas Bebas Visa wisata bagi Orang Asing yang Berkunjung ke Indonesia” (Laporan Penelitian), Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), Jakarta, 1984.