penelitian penguatan kompetensi ...file.upi.edu/direktori/fptk/jur._pend._teknik_mesin...sehingga...
TRANSCRIPT
1
LAPORAN PENELITIAN PENELITIAN PENGUATAN KOMPETENSI
OLEH:
Drs. H. R. Aam Hamdani, M.T.
Dr. Ida Hamidah, M.Si
Drs. H. Mumu Komaro, M.T.
Asep Hadian Sasmita, S.Pd., M.Pd.
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK MESIN
JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
Jl. Dr. Setiabudhi No. 229 Bandung 40154
2015
KARAKTERISASI METALURGI MATERIAL PAHAT HSS
MENGGUNAKAN TEKNOLOGI SEM-EDS
KAINTANNYA DENGAN KINERJA PADA PROSES PEMESINAN BUBUT
2
3
Abstrak
Lima keunggulan yang ada pada material yang digunakan sebagai pemotong
adalah 1) mempunyai kekerasan yang baik, 2) keuletan yang dapat menahan beban kejut,
3) ketahan terhadap beban kejut termal, 4) sifat adhesi yang rendah dan 5) mempunyai
daya larut elemen/komponen material pahat yang rendah. Salah satu material pahat yang
banyak digunakan dan memenuhi kreteria tersebut adalah baja kecepatan tinggi (HSS).
Di pasaran dikenal ada istilah HSS asal Jerman (Bohler) dan HSS asal Cina.
Metode penelitian yang digunakan adalah ekperimen murni. Tahap penelitian
terdiri dari dua tahap. Tahap I pengujian pemesinan bubut untuk mengetahui umur
pahat/kinerja berdasarkan kriteria keausan kritis yang ditentukan. Tahap II dilakukan
karakterisasi struktur mikro menggunakan SEM-EDS
Pelaksanaan penelitian tahap I, pertama dilakukan proses pengasahan pahat
sehingga bisa digunakan pada proses pemotongan logam pada proses pembubuttan.
Pengasahan terhadap dua jenis pahat yang diteliti dilakukan dengan geometri pahat yang
sama yaitu Side rake angle ( 12°-18°). Angle of Keenness (60°-68°) dan Side relief angle
(10°-12°). Begitu juga parameter pemesinan diambil dengan kondisi pemesinan yang
sama. Berdasarkan hasil pengujian umur pahat didapat umur pahat asal Jerman 24 menit
dan asal China 8 menit untuk mencapai keausan kritik 0,2 mm. Untuk kedua jenis
material pahat, distribusi kekerasan pada daerah aus pada umumnya mengalami
penurunan harga kekerasan dibanding dengan daerah yang jauh dari keausan. Adanya
penurunan ini karena pengaruh panas akibat proses pemotongan. Material HSS
mengalami penemperan sehingga terjadi penurunan kekerasan. Pada tahap II, dilakukan
uji struktur mikro menggunakan SEM/EDS. Hasil uji SEM, penyebaran distribusi
partikel karbida pada HSS asal Jerman lebih merata dibanding dengan China. Senyawa
karbida yang ada pada material pahat China Cr23C6 dan Fe4Mo2C sertanya adanya
pengotor oksida Al2O3. Sedangkan pada material HSS asal Jerman tidak terlihat adanya
pengotor dan jenis senyawa karbida selain Cr23C6 dan Fe4Mo2C juga terdapat Fe4W2C,
dan VC atau V4C3.
Kata kunci : HSS, keausan kritis, struktur mikro
4
BAB I
PENDAHUUAN
2.1 Latar Belakang Masalah
Proses pengerjaan logam (Metal Working Process) adalah proses induk proses
manufaktur yang dapat dikelaskan menjadi enam kelas yaitu 1) proses pengecoran
(Casting), 2) proses pembentukan (Forming), 3) proses pemesinan (Machining), 4)
Proses pengelasan (Welding), 5) Proses perubahan penyelesaian akhir (Finishing) dan 6)
proses perubahan sifat fisik (Heat treatment). Sedangkan berdasarkan temperatur proses
yang digunakan, proses pengerjaan logam dikelompokkan menjadi Proses pengerjaan
logam padan (Hot working process) dan pengerjaan logam dingin (cold working
process).
Pada proses pembentukan dan pemesinan, umumnya menggunakan material
perkakas (tools material) sebagai alat yang digunakan untuk mengubah bentuk material
menjadi bentuk produk tertentu yang diinginkan. Material perkakas yang digunakan
harus menjamin keberlangsungan proses pemotongan/pembentukan dengan hasil yang
optimum. Material perkakas yang digunakan tentunya material yang mempunyai sifat
yang lebih baik atau lebih unggul dari material benda kerja yang akan dibentuk menjadi
produk tertentu.
Keunggulan tersebut dapat dicapai karena material perkakas/pahat dibuat dengan
memrperhatikan sifat-sifat yang harus dipunyai seperti [1]
➢ Kekerasan ; yang cukup tinggi melebihi kekerasan benda kerja, tidak saja pada
temperatur ruang melainkan juga pada temperatur tinggi pada saat proses
pembentukan geram berlangsung.
➢ Keuletan ; yang cukup besar untuk menahan beban kejut yang terjadi sewaktu
pemesinan dengan penghentian (interupsi) meupun sewaktu memotong benda
kerja yang mengandung partikel.bagian yang keras (hard spot).
➢ Ketahanan beban kejut termal ; diperlukan bila terjadi perubahan temperatur yang
cukup besar secara berkala/periodik.
➢ Sifat adhesi yang rendah; urntuk mengurangi afinitas benda kerja terhadap pahat,
mengurangi laju keuausan.
➢ Daya larut elemen/komponen material pahat yang rendah ; dibutuhkan untuk
memperkecil laju keausan akibat mekanisme difusi.
5
Terdapat banyak jenis material pahat potong yang digunakan pada proses
pembentukan logam seperti material ceramic, cemented ceramic, CBN, HSS, Cast cobalt
dan carbon tool steel. Material yang banyak digunakan karena material tersebut juga
memenuhi kriteria yang dijelaskan di atas adalah material Baja Kecepatan Tinggi (High
Speed Steel/HSS). Material pahat ini mudah didapat di pasaran dengan harga yang cukup
terjangkau dan mudah diasah apabila mengalami proses keausan. Terdapat banyak
pabrikan material pahat jenis ini, sehingga mempunyai ciri yang berbeda, misalnya dari
sisi harga penjualan. Selain itu juga ada perbedaan dari sisi performa jika material pahat
itu digunakan pada proses pemesinan. Perbedaan performa ini terlihat dari umur pahat
yang berbeda antara pabrikan satu dengan lainnya.
Adanya perbedaan performa ini menarik untuk ditelaah secara mikro dengan
melihat karakteritik metalurgi material pahat tersebut dengan menggunakan teknologi
SEM/EDS.
2.2 Tujuan
Struktur mikro material HSS pada umunya berupa dispersi karbida kompleks pada
matriks ferit. Karbida-karbida tersebut berfungsi untuk meningkatkan kekerasan dan
ketahanan aus pada temperatur tinggi pada saat terjadi proses pemesinan. Hal ini karena
karbida merupakan senyawa yang mempunyaiikatan atom primer sehingga sangat sulit
untuk dipisahkan dan eeknya senyawa karbida merupakan fasa yang sangat keras.
Untuk itu beberapa hal yang harus diperhatikan dari HSS adalah karbida karbida
yang menyebabkan material HSS mempunyai kinerja yang baik.
Adapun tujuan selengkapnya dari penelitian ini adalah :
1. Mendapatkan gambaran ketersebaran senyawa karbida dan ukurannya melalui
penggunaan teknologi SEM/EDS.
2. Mendapat gambaran performa/kinerja berbagai jenis material HSS melalui uji
pemesinan dengan kriteria keuasan kritis yang ditentukan.
1.3 Urgensi penelitian
Material pahat pada proses pemesinan merupakan faktor penentu dari kualitas
produk yang direncanakan. Selain parameter pemesinan yang harus dipertimbangkan
oleh seorang operator mesin bubut, maka pemilihan material pahat merupakan hal yang
tidak boleh dibaikan.
6
Material pahat HSS merupakan material pahat yang banyak dipilih dan digunakan
oleh praktisi pemesinan. Hal ini karena selain harganya terjangkau juga pahat HSS
mudah diasah kembali sehingga dapat digunakan kembali selama material pahat tersebut
belum habis.
Dengan diketahuinya karakter metalurgi dan perfoma/kinerja material HSS maka
dapat dipilih jenis HSS mana yang akan digunakan yang mempunyai nilai ekonomis
yang menguntungkan.
1.4 Luaran penelitian
Luaran penelitian yang diharapkan adalah didapatnya gambaran struktur mikro
material pahat HSS ayang dapat dijadikan rujukan untuk pemilihan sebagai pahat potong
yang efisien. Data-data yang didapat akan dijadikan bahan untuk pembuatan artikel
ilmiah yang akan diseminarkan pada seminar tingkat nasional.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum HSS
HSS digunakan pada proses pemesinan pada kecepatan tinggi. Ada juga yang
mengartikan baja ini merupakan baja potong cepat, karena pada saat digunakan, benda
kerja yang dipotong mempunyai kecepatan potong (Cs) yang tinggi. Jenis baja perkakas
ini ditemukan pada tahun 1898 dengan jenis baja paduan tinggi dengan unsur pemadu
Khrom (Cr) dan Tungsten/wolfram (W). Melalui proses penuangan, kemudian diikuti
dengan proses pengerolan, HSS ini dibentuk menjadi batangan atau silinder. Pada proses
kondisi lunak (hasil Spheroidisasi), bahan tersebut dapat diproses secara pemesinan
menjadi bentuk berbagai pahat potong. Setelah proses perlakuan panas (heat treatment)
kekerasannya akan cukup tinggi sehingga dapat digunakan pada pemotongan kecepatan
tinggi (sampai dengan 3 kali kecepatan potong untuk pahat CTS yang dikenal pada saat
itu sekitar 10 m/menit) sehingga dinamakan Baja Kecepatan Tinggi (High Speed Steel)
[1]
Kecepatan yang tinggi tersebut dapat dicapai berkat kekerasan yang relative
tinggi meskipun temperature kerjanya cukup tingggi. Gambar 2.1 a memperlihatkan Hot
Hardness atau kekerasan pada temperatur kerja yang tinggi dari berbagai material pahat.
Sementara pada gambar 2.1b menunjukkan recovery hardness yaitu kekerasan pada
temperatur ruang setelah material yang bersangkutan mengalami temperatur kerja yang
tinggi selama beberapa saat.
Gambar 2.1 a Kekerasan berbagai jenis pahat pada temperatur kerja
(Hot hardness) [1]
8
Gambar 2.1 b Kekerasan pada temperature ruang setelah pahat yang bersangkutan
mengalami temperature kerja yang tinggi selama beberapa saat (recovery hardness) [1]
HSS dengan matriks yang cukup tangguh, dengan karbida kompleks yang keras
menjadikannya material HSS mempunyai sifat-sifat yang cocok untuk digunakan pada
pemotongan logam [2]. Apabila digunakan dan mengalami aus, HSS dapat diasah
sehingga mata potongnya tajam kembali (resharpned). Sifat keuletan yang relatif baik
maka sampai saat ini berbagai jenis HSS masih tetap digunakan.
2.2 Pengaruh Unsur Paduan
Sifat fisik dan mekanik yang baik dari baja kecepatan tinggi, tergantung pada
komposisi kimia HSS tersebut. Hot hardness dan recovery hardness yang cukup tinggi
pada HSS dapat dicapai berkat adanya unsur paduan seperti Cr, Mo, V, W dan Co. Pada
umumnya unsur paduan tersebut mempunyai pengaruh terhadap unsur dasar Fe dan C
sebagai berikut :
a. Khrom (Cr)
Cr merupakan unsur paduan yang penting setelah karbon. Cr membentuk karbida
yang biasanya dengan model carbide M23C6, namun demikian pola karbida yang
dibentuk oleh Cr ini tergantung pada jenis perlakuan panas yang diterapkan. Adanya
paduan Cr ini mampu menaikkan mampu keras (hardenability) dan Hot Hardness.
9
Selain membentuk karbida, Cr juga larut pada matriks. Kelarutan Cr pada matriks Fe
maksimumsebesar 9%.
b. Molibden (Mo)
Mo sangat besar pengaruhnya terhadap mampu keras disbanding dengan unsur
paduan lainnya kecuali dengan Mangan (Mn). Akibat penambahan Mo, dalamnya
pengerasan dari HSS meningkat karena laju pendinginan kritiknya menjadi turun. Mo
dapat meningkatkan ketahanan dan ketangguhan pada temperature tinggi. Mo dapat
membentuk karbida yang cukup keras yang menyebabkan kenaikan temperature
proses pengerasan, dengan demikian Hot Hardness dipertinggi. Selain membentuk
karbida, Mo juga larut sempurna pada matriks Fe sebesar 8%.
c. Vanadium (V)
Vanadium merupakan pembentuk karbida yang kuat. Karbida yang terbentuk sifatnya
sangat stabil, tida mudah terurai pada temperature pengerasan. Dengan demikian
dapat menghambat pertumbuhan butir [2]. Selain itu vanadium meningkatkan
kekerasan pada temperature tinggi.
d. Wolfram (W)
Tunsten atau woflfram dapat membentuk karbida yang sangat keras yang
menyebabkan kenaikan temperature untuk proses pengerasan atau tempering dengan
demikian kekerasan pada temperatur tinggi menjadi naik. Kelarutan unsur paduan
wolfram pada matriks Fe maksimum 8%.
e. Kobal (Co)
Ditambahkan ke dalam HSS untuk menikkan kekerasan pada temperature tinggi dan
keuletan. Besar butir menjadi lebih hals sehingga ujung-ujung yang runcing tetap
terpelihara selama proses perlakuan panas pada temperature tinggi.
2.3 Struktur Mikro HSS
Struktur mikro HSS dalam kondisi anil adalah disperse partikel karbida pada
matriks ferrt. Karbida-karbida kompleks tersebit berfungsi untuk meningkatkan
kekerasan dan ketahanan aus pada temperature tinggi. Karbida-karbida yang ada pada
baja kecepatan tinggi kondisi anil dapat dilihat pada table berikut.
10
Table 2.1 Karbida pada HSS kondisi anil [2]
JENIS PROTOTIF LATTICE UKURAN LATTICE (Å)
M6C Fe4W2C atau Fe4Mo2C FCC 11,07
M23C6 Cr23C6 FCC 10,64
MC VC atau V4C3 FCC 4,15 atau 4,30
Tungsten dan molybdenum lebih banyak membentuk karbida kompleks M6C.
karbida jenis MC seperti VC merupakan karbida yang stabil pada temperature tinggi
sehingga kekerasan dan ketahanan aus pada temperature tinggi meningkat. Karbida
Cr23C6 akan larut pada austenite kira0kira pada temperature 1090o C [2], sehingga pada
kondisi setelah mengalami perlakuan panas (quench dan temper), jenis karbida ini tidak
teramati.
Gambar 2.2 dan 2.3 masing masing memperlihatkan struktur mikro HSS tipe M2
pada kondisi anil dan quench yang dilanjut dengan temper selama 1 jam.
Gambar 2.2 Struktur mikro HSS tipe M2 as received (mill anneal).
Struktur mikro : matrik ferrit dengan karbida [3]
11
Gambar 2.3 Struktur mikro HSS M2, kondisi austenitisasi 1218oC, quench pada
oli, temper 552oC selama 1 jam.
Struktur mikro : partikel karbida pada mariks martensit temper [3]
Karbida-karbida yang ada setelah baja kecepatan tinggi mengalami austenitisasi
dan quench, terlihat pada table 2.2.
Tabel 2.2 Karbida pada HSS kondisi anil dan austenitisasi+quench [2]
KELAS KONDISI KARBIDA (%VOLUME)
M23C6 M6C MC TOTAL
M2 Anil 9 16 3 28
1220o C OQ 0 7,5 1,5 9,0
T2 Anil 9 18,5 1,5 29,0
1290oC OQ 0 10,0 0,5 10,5
Tabel 2.3 Komposisi matriks HSS [2]
KELAS KONDISI C Fe W Mo Cr V
% berat
M2 Anil 0 95,5 0,3 0,7 3,3 0,2
1220o C OQ 0,5 89,0 2,0 3,0 4,6 1,0
T2 Anil 0 95,3 1,5 0,1 3,0 0,2
1290oC OQ 0,5 85,3 8,6 0,2 4,4 1,0
2.4 Scanning Electron Microscope (SEM)
Pada tahun 1920 ditemukan suatu fenomena di mana elektron yang dipercepat
dalam suatu kolom elektromagnet, dalam suasana hampa udara (vakum) berkarakter
seperti cahaya, dengan panjang gelombang yang 100.000 kali lebih kecil dari cahaya.
12
Selanjutnya ditemukan juga bahwa medan listrik dan medan magnet dapat berperan
sebagai lensa dan cermin seperti pada lensa gelas dalam mikroskop cahaya. Kedua
penemuan inilah yang merupakan dasar penciptaan mikroskop elektron.
Elektron memiliki resolusi yang lebih tinggi daripada cahaya. Cahaya hanya
mampu mencapai 200nm sedangkan elektron bisa mencapai resolusi sampai 0,1 – 0,2
nm. Dibawah ini diberikan perbandingan hasil gambar mikroskop cahaya dengan
elektron.
Gambar 2.4 Perbedaan hasil yang menggunakan (kiri) mikroskop optik dan
(kanan) mikroskop elektron [4]
Efek adanya perbedaan panjang gelombang cahaya dan electron ini menyebabkan
hasil gambar yang menggunakan media panjang gelombang yang pendek (electron),
gambar akan jelas dan mempunyai
Disamping itu dengan menggunakan elektron kita juga bisa mendapatkan
beberapa jenis pantulan yang berguna untuk keperluan karakterisasi. Jika elektron
mengenai suatu benda maka akan timbul dua jenis pantulan yaitu pantulan elastis dan
pantulan non elastis seperti pada gambar dibawah ini.
13
Gambar 2.5 Jenis pantulan akibat elektron menumbuk suatu objek [4]
Peralatan utama dari mikroskop elektron (SEM) :
1) Pistol elektron, biasanya berupa filamen yang terbuat dari unsur yang mudah
melepas elektron misal tungsten.
2) Lensa untuk elektron, berupa lensa magnetis karena elektron yang bermuatan
negatif dapat dibelokkan oleh medan magnet.
3) Sistem vakum, karena elektron sangat kecil dan ringan maka jika ada molekul
udara yang lain elektron yang berjalan menuju sasaran akan terpencar oleh
tumbukan sebelum mengenai sasaran sehingga menghilangkan molekul udara
menjadi sangat penting.
Prinsip kerja dari SEM adalah sebagai berikut:
1) Sebuah pistol elektron memproduksi sinar elektron dan dipercepat dengan anoda.
2) Lensa magnetik memfokuskan elektron menuju ke sampel.
3) Sinar elektron yang terfokus memindai (scan) keseluruhan sampel dengan
diarahkan oleh koil pemindai.
4) Ketika elektron mengenai sampel maka sampel akan mengeluarkan elektron baru
yang akan diterima oleh detektor dan dikirim ke monitor (CRT).
Secara lengkap skema SEM dijelaskan oleh gambar dibawah ini:
14
Gambar 2.6 Skema bagian-bagian SEM [4]
Ada beberapa sinyal yang penting yang dihasilkan oleh SEM. Dari pantulan inelastis
didapatkan sinyal elektron sekunder dan karakteristik sinar X sedangkan dari pantulan
elastis didapatkan sinyal backscattered electron. Sinyal -sinyal tersebut dijelaskan pada
gambar dibawah ini.
Gambar 2.7 Ilustrasi berbagai image dari jenis jenis pantulan elektron [4]
Perbedaan gambar dari sinyal elektron sekunder dengan backscattered adalah
sebagai berikut: elektron sekunder menghasilkan topografi dari benda yang dianalisa,
permukaan yang tinggi berwarna lebih cerah dari permukaan rendah. Sedangkan
15
backscattered elektron memberikan perbedaan berat molekul dari atom – atom yang
menyusun permukaan, atom dengan berat molekul tinggi akan berwarna lebih cerah
daripada atom dengan berat molekul rendah.
Mekanisme kontras dari elektron sekunder dijelaskan dengan gambar dibawah
ini. Permukaan yang tinggi akan lebih banyak melepaskan elektron dan menghasilkan
gambar yang lebih cerah dibandingkan permukaan yang rendah atau datar.
Gambar 2.8 Efek kontras pantulan electron [4]
Sedangkan mekasime kontras dari backscattered lectron dijelaskan dengan
gambar dibawah ini yang secara prinsip atom – atom dengan densitas atau berat molekul
lebih besar akan memantulkan lebih banyak lectron sehingga tampak lebih cerah dari
atom berdensitas rendah. Maka teknik ini sangat berguna untuk membedakan jenis atom.
Gambar 2.9 Efek kontras berdasarkan kerapan atom dari specimen [4]
Namun untuk mengenali jenis atom dipermukaan yang mengandung multi atom
para peneliti lebih banyak mengunakan teknik EDS (Energy Dispersive Spectroscopy).
16
Sebagian besar alat SEM dilengkapi dengan kemampuan ini, namun tidak semua SEM
punya fitur ini. EDS dihasilkan dari Sinar X karakteristik, yaitu dengan menembakkan
sinar X pada posisi yang ingin kita ketahui komposisinya. Maka setelah ditembakkan
pada posisi yang diinginkan maka akan muncul puncak – puncak tertentu yang mewakili
suatu unsur yang terkandung. Dengan EDS kita juga bisa membuat elemental mapping
(pemetaan elemen) dengan memberikan warna berbeda – beda dari masing – masing
elemen di permukaan bahan. EDS bisa digunakan untuk menganalisa secara kunatitatif
dari persentase masing – masing elemen. Contoh dari aplikasi EDS digambarkan pada
diagram dibawah ini.
Gambar 2.10 Contoh hasil ilustrasi aplikasi EDS
Aplikasi dari teknik SEM – EDS dirangkum sebagai berikut:
1) Topografi: Menganalisa permukaan dan teksture (kekerasan, reflektivitas dsb)
2) Morfologi: Menganalisa bentuk dan ukuran dari benda sampel.
3) Komposisi: Menganalisa komposisi dari permukaan benda secara kuantitatif dan
kualitatif.
Pada penelitian ini, teknik SEM yang akan dimanfaatkan adalah untuk mengetahui
morfologi dan komposisi dari material pahat HSS. Dari teknik yang digunakan ini, akan
17
diketahui mikro struktur ketersebaran partikel dan ukuran butir karbida dan komposisi
kimia dari paduan yang membentuk material HSS.
2.5 Pengujian proses Pemesinan
Pada proses pemesinan ada tiga variabel yang perlu ditetapkan harganya. Ketiga
variable tersebut sering disebut dengan parameter pemesinan. Ketiga variable tersebut
adalah kecepatan potong/ cutting speed (Cs), kedalaman pemotongan/ deep of cut (a) dan
gerak makan/ feed (f). Sesuai dengan urutan proses yang akan dilakukan, perlu
ditentukan terlebih dahulu jenis mesin perkakas dan pahtnya ( dimana material pahat
disesuaikan dengan material benda kerja, geometri pahat disesuaikan dengan kondisi
pemotongan yang direncanakan). Kecepatan potong ditentukan berdasarkan material
pahat dan material benda kerja yang akan dipotongh. Besar kecepatan potong untuk pahat
HSS dengan material benda kerja baja karbon (baja konstruksi SS55) dengan u = 62
kg/mm2 berikisar antara 18 – 30 m/menit [7]. Rencananya pada pengujian ini akan
diambil besar kecepatan potong sebesar 22 m/menit.
Kedalaman pemotongan maksimum ditentukan berdasarkan panjang mata potong
pahat dan dihtung berdasarkan persamaan amax = 0,7 S Sin r [1]. Pada penelitian ini
panjang. Pada penelitian yang akan dilakukan ini panjang mata potong sebesar 10 mm dan
sudut potong pahat r = 90o, maka kedalaman pemotongan sebesar 2,5 mm.
Supaya proses pemotongan geram berlangsung dengan baik maka ratio kerampingan
geram ditentukan sebagai berikut[1].
Tabel 2.4 Ratio kerampingan geram
Kedalaman potong = b/h = a/(f sin2 r)
a ≤ 2 3 ≤ ≤ 8
a > 2 5 ≤ ≤ 20
Dari tabel di atas ditentukan = 10, maka gerak makan sebesar 0,25 mm/put.
Persamaan/rumus-rumus dari variable pemesinan yang akan digunakan sebagai
berikut.
➢ Kecepatan potong Cs = (.d.n)/1000 (m/menit)
➢ Kecepatan makan Vf = f . n (mm/menit)
➢ Waktu pemotongan tc = Lt / Vf (menit)
18
2.3 Keausan Pahat
Faktor yang mempengaruhi umur pahat yaoti geometri pahat, kondisi
pemotongan (kecepatan potong, gerak pemakan dan dalamnya pemotongan) dan material
benda kerja dan pahat serta cairan pendinginan. Selama proses pemotongan, pahat dapat
mengalami kegagalan/keausan misalnya karena deformasi plastic yang akan mengubaha
geometri pahat [1]. Keausan ini terjadi karena tekanan dan temperature yang tinggi pada
bidang aktif pahat. Kekerasan dan kekuatan material pahat akan turun dengan naiknya
temperature. Jenis keausan dapat terjadi pada bidang geram A dan atau pada bidang
utama A pahat. Keausan pada bidang geram disebut keausan kawah (crater wear) sedang
keausan yang terjadi pada bidang utama disebut keausan tepi (flank wear) seperti terlihat
pada gambar berikut.
Gambar 2.11 Keausan kawah (Crater wear) dan keausan tepi (flank wear) [1]
Keausan tepi dapat diukur dengan menggunakan mikroskop dimana bidang mata
potong diatur sehingga tegak lurus sumbu optic. Dalam hal ini besarnya keausan tepi
dapat diketahui dengan mengukur panjang VB (mm) yaitu jarak antara mata potong
sebelum terjadi keausan (mata potong didekatnya dipakai sebagai referensi) sampai ke
garis rata rata bekas keausan pada bidang utama.[1]. Sementara itu keausan kawah dapat
diukur dengan mudah memakai alat ukur kekasaran permukaan (taalysurf). Galam hal ini
jarum sensor dari alat ukur digeserkan pada bidang geram. Dari grafik profil permukaan
yang diperoleh dapat diukur kedalam yang paling besar yang menyatakan harga KT
(mm).
Batas keausan yang diijinkan bagi suatu jenis ahat yang digunakan untuk
memotong suatu jenis material benda kerja, ditentukan melalui tabel berikut.
19
Tabel 2.5 Batas keausan kritis [1]
Pahat Benda Kerja VB (mm) K*
HSS Beja dan besi tuang 0,3 s.d 0,8 -
Karbida Baja 0,2 s.d 0,6 0,3
Karbida Besi tuang & Non Feoorus 0,4 s.d 0,6 0,3
Keramik Baja & besi tuang 0,3 -
*) K = rasio kawah (crater ratio) = KT/KM
2.4 Hasil penelitian Terdahulu
Menurut Makmur dalam penelitiannya dengan tema analisa pengaruh kecepatan
potong proses pembubutan baja amutit k 460 terhadap umur pahat HSS menjelaskan
bahwa secara teoritis umur pahat untuk kondisi proses pembubutan dengan pahat HSS
dapat diperkirakan dengan persamaan Taylor T =(81,102/V )1/n , untuk kondisi
kecepatan potong (Vc) = 44 m/min umur pahat (T) = 5,80 menit, Vc=32 m/min umur
pahat T = 13,70 menit dan Vc=24 m/min umur pahat T = 29,77 menit. Perbedaan umur
pahat dari hasil pengujian dan teoritis tidak terlalu besar. Semakin tinggi harga Vc,
semakin pendek umur pahat tersebut, atau semakin kecil harga Vc, semakin panjang
umur pahat tersebut.
Sedangkan menurut Sri Nugroho dan Hendrikus Kedo Senoaji dalam
penelitiannya dengan tema karakterisasi pahat bubut high speed steel (HSS) bohler tipe
molibdenum (M2) dan tipe cold work tool steel (A8), menyimpulkan bahwa umur pahat
bohler jenis molybdenum yang paling panjang pada kecepatan potong rendah (Vc =
19,99 m/min) yaitu 102 menit (dial indicator) / 101 menit (pixel), dan umur pahat yang
paling pendek pada kecepatan potong tinggi (Vc = 30,65 m/min) yaitu 43 menit (dial
indicator) / 37,5 menit (pixel). Umur pahat HSS buatan Taiwan yang paling panjang pada
kecepatan potong rendah (Vc = 19,99 m/min) yaitu 83 menit (dial indicator) / 81,5 menit
(pixel), dan umur pahat yang paling pendek pada kecepatan potong tinggi (Vc = 30,65
m/min) yaitu 34 menit (dial indicator) / 27,5 menit (pixel). Penelitian ini menyimpulkan
bahwa pahat bohler jenis molybdenum dengan harga yang lebih mahal tetapi memiliki
umur pahat yang lebih lama dari pahat bohler jenis cold work tool steel.
Hasil penelitian yang dilakukan Purnomo tentang pengaruh perubahan tekanan
dan waktu proses plasma/ ion Nitriding terhadap kekerasan permukaan pahat bubut HSS,
menunjukkan bahwa kekerasan permukaan meningkat sebesar 535,8% dari kekerasan
20
288VHN menjadi 1834 VHN. Harga ini diperoleh melalui plasma/ion nitriding treatment
pada tekanan 1,6 mbar selama 4 jam.
Hasil tesis yang dilakukan oleh R. Aam Hamdani menyebutkan bahwa harga
kekerasan material pahat akan menurun disekitar daerah mata potong, dibanding dengan
kekerasan sebelum aur pada tempat yang sama. Ini terjadi karena disekitar mata potong
yang aus, material pahat mengalami kenaikan temperatur pada proses pemotongan logam
sehingga kekuatan material turun.
2.4 Roadmap Penelitian
Dasar pemilihan material HSS dalam penelitian ini, karenan bahan HSS cukup
unik, banyak digunakan, mudah didapat di pasaran dan mempunyai keunggulan yaitu
mudah diasah kembali apabila mengalami keausan. Sehingga cocok untuk diteliti dan
dikembangkan sehingga material HSS mempunyai karakteristik yang jauh lebih baik.
Peranan bahan HSS sangat menarik untuk diteliti karena dalam penerapannya sangat luas
dalam proses pemesinan. Pada semester ganjil 2012/2013, terdapat seorang mahasiswa
bimbingan penulis yang sedang mengerjakan proyek akhir dengan tema penentuan umur
pahat HSS. Selain itu penelitian ini berpayung pada rodmap penelitian yang sedang
dikembangkan pada kelompok bidang keahlian material teknik di Jurusan Pendidikan
Teknik Mesin FPTK
Raodmap penelitian material HSS yang akan dikembangkan dapat dilihat pada
bagan berikut :
Gambar 2.12 Roadmap penelitian material HSS
Kajian tentang
material HSS
Set up peralatan
Karakterisasi
Pengembangan,
perlakuan dan pengujian
Karakterisasi metalurgi material pahat HSS menggunakan
SEM-EDS dan kaintannya dengan performa pada proses
pemesinan bubut (2014)
Analisis senyawa karbida dan inklusi pada material HSS
dengan metode x-ray diffraction (2015)
Pembuatan Vacuum Arc Remelting (VAR) untuk
meminimalisasi inklusi pada pahat HSS (2016)
21
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang dilakukan menggunakan eksperimen murni yang
dilakukan di laboratorium Material Teknik Jurusan Pendidikan Teknik Mesin FPTK UPI
dan Laboratorium Pusat penelitian Geologi Kelautan (PPGL) Bandung. Keunggulan riset
ini adalah dapat menerangkan secara mendasar tentang morfologi karakteristik material
pahat HSS yang banyak digunakan dalam proses pemesinan.
Metode yang akan digunakan untuk kegiatan eksperimen tersebut, diuraikan
sebagai berikut:
3.2 Analisa awal material HSS
Kegiatan ini menelaah dan menentukan jenis dari berbagai jenis material pahat yang
ada di pasaran. Pemilihan material HSS ditentukan berdasarkan analisa banyaknya
konsumen yang menggunakan jenis material HSS tersebut.
3.2 Pengujian Pemesinan
Pahat HSS yang telah diasah dengan geometri yang telah ditentukan, diuji pada
proses pemesinan bubut sampai mengalami keausan kritis yang ditentukan. Jenis keausan
yang terjadi adalah keausan tepi.
Pada proses uji mesin ini, ujung bebas benda kerja ditumpu oleh senter untuk
menghindari terjadinya defleksi benda kerja pada saat proses pembubutan. Setiap kali
setelah proses pembubutan berlangsung, diteliti mulai terjadianya keausan tepi. Proses
pembubutan dihentikan, diukur besarnya keausan tepi dengan menggunakan mikroskop
dan catat panjang pemotongan dimana pahat mengalami keausan. Pengamatan dan
pencatatan ini berlangsung hingga pahat mengalami keausan samapi batas kritis yang
ditentukan yaitu VB = 0,2 mm.
3.3. Karakterisasi dengan SEM/EDS
Spesimen yang telah dipoles dan dietsa (larutan etsa NITAL 2%) diamati dengan
mikroskop elektron. Tujuan karakterisasi ini adalah untuk melihat morfologi penyeberan
partikel karbida dari sampel material HSS yang diuji serta untuk mengetahui komposisi
kimianya.
3.4 Pengujian kekerasan
Pahat HSS yang telah mencapai keausan kritis, dipotong di sekitar mata potong dan
dibingkai dengan resin, kemudian dipoleh untuk diuji keras. Pemolesan yang diakukan
22
hanya untuk mengkilatkan agar pada saat uji keras mikro, bekas penekanan terlihat
dengan jelas.
Pengujian kekerasan dilakukan di sekitar mata potong pada bidang geram sampai
ke bagiantengah dari bidang geram tersebut, sehingga dapat diketahui distribusi
kekerasan akibat pengaruh panas.
Secara keseluruhan alur penelitian digambar sebagai berikut.
Gambar 3.1. Diagram alir penelitian.
Baja kecepatan Tinggi (HSS)
(Asal Jerman dan China)
Persiapan :
1. Pengasahan pahat
2. Benda kerja
3. Kondisi
pemesinan
Pengujian pemesinan
Karakterisasi dengan SEM/EDS dan uji keras
Analisa dan kesimpulan Hasil penelitian
23
3.3. Hasil yang diharapkan
Luaran hasil penelitian yang diharapkan terkait erat dengan temuan yang
ditargetkan, dan konstribusi mendasar dalam bidang ilmu untuk pemajuan
IPTEK/pembangunan, maka luaran penelitian ini adalah :
a. Didapatnya karakter /sifat metalurgi material HSS yang bisa menjadi rujukan
investigasi penyebab keausan pahat.
b. Didapatnya umur pahat sesuai dengan keausan kritis yang ditentukan
24
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Parameter pemesinan
Parameter-parameter pemesinan dan material benda kerja yang digunakan adalah :
a. Mesin bubut standar EMCO type Maximat V13: 4 KW; 3 Ph; 0,2 A; 50 Hz; D1L
E2 E3 031 buatan Austria.
b. Cutting Speed: 27-30 m/min (untuk bahan Machine Steel) diambil 30 m/min.
Tabel 4.1. Cutting Speed untuk pahat HSS
Material
Turning and Boring
Rough Cut Finish Cut Threading
Ft/min m/min Ft/min m/min Ft/min m/min
Machine
steel 90 27 100 30 35 11
Tool steel 70 21 90 27 30 9
Cast iron 60 18 80 24 25 8
Bronze 90 27 100 30 25 8
Alumunium 200 61 300 93 60 18
(Krar et.al, 2011 hal 371)
c. Spindle Speed: 455 rpm (hasil perhitungan) tersedia di mesin bubut Emco
Maximat V13 spindle speed 440 rpm.
Tabel 4.2. Spindle Speed EMCO Maximat V13
r/min R I R II R III R IV S I S II S III S IV
1 30 50 90 155 260 440 740 1230
2 65 110 190 320 540 900 1500 2500
(Emco Maximat V13)
d. Kedalaman pemotongan (Depth of cut): 1 mm
e. Panjang yang dipotong untuk setiap batang benda uji yang terbuat dari SS55
sebesar (Length) : 400 mm
25
f. Lathe Feed untuk bahan machine steel: 0,07-0,25 mm untuk finishing cut dan
0,25-0,5 mm untuk rough cut. (Krar et.al, 2011 hal 372) ditentukan 0,225 mm
berdasarkan nilai tengah dan ketersediaan di mesin.
g. Pahat bubut HSS Bohler buatan Germany dan buatan China, dengan sudut
α α= Side rake angle ( 12°-18°)
β= Angle of Keenness (60°-68°)
γ= Side relief angle (10°-12°)
(Krar et.al, 2011 hal 214)
β
γ
4.2 Pengujian Umur Pahat
Proses pemesinan untuk mengetahui umur pahat dilakukan dengan cara
penghentian, maksudnya untuk panjang pemotongan tertentu diukur besar krausan tepi
(VB). Pengukuran dilakukan dengan menggunakan alat pembanding ukur pada
mikroskope. Keausan yang terjadi difoto
Gambar 4.1 Keausan tepi pada pahat HSS asal Jerman
26
Gambar 4.2 Keausan tepi pada pahat HSS asal Cina
Data hasil proses pemesinan dapat dilihat pada tabel berikut
1. Pahat bubut HSS ½” Bohler Germany
Tabel 4.3. Keausan Pahat HSS ½” Bohler Germany
No Panjang (mm) Waktu (min) Keausan (mm)
1 400 4 0,05
2 400 4 0,05 - 0,1
3 400 4 0,1
4 400 4 0,1 - 0,15
5 400 4 0,15
6 400 4 0,15 - 0,2
Total 2400 24 0,2
2. Pahat bubut HSS ½” China
Tabel 4.4. Keausan Pahat HSS ½” China
No Panjang (mm) Waktu (min) Keausan (mm)
1 400 4 0,1
2 400 4 0,2
Total 800 8 0,2
Dari perbandingan umur pahat dengan keausan kritis VB = 0,2 mm, umur pahat
HSS asal Jerman lebih lama (tc = 24 menit) dibanding dengan pahat HSS asal Cina (tc =
8 menit). Penyebab perbedaan ini akan dijelaskan dengan cara melihat karakteristik
metalurgi kedua jenis material pahat tersebut dengan menggunakan teknologi SEM/EDS.
27
4.3 Uji kekerasan
Uji kekerasan dilakukan untuk mengetahui terjadinya penurunan kekerasan
setelah pahat itu digunakan. Distribusi kekerasan dari kedua material pahat dapat dilihat
pada gambar berikut ini.
Gambar 4.3 Distribusi kekerasan HSS Jerman
Berdasarkan hasil uji kekerasan terhadap material pahat HSS Jerman, (titik 1, 1,5
dan 2) adalah daerah keausan dan apabila dibandingkan dengan kekerasan yang jauh dari
keausan (titik 8) terjadi penurunan kekerasan. Terjadinya penurunan kekerasan karena di
daerah pemotongan itu material mengalami proses temper yang menyebabkan kekerasan
menjadi turun.
Gambar 4.4 Distribusi Kekerasan HSS China
28
Sama dengan kondisi material HSS Jerman, pada material HSS China juga terjadi
penurunan kekerasan di daerah keausan dibanding dengan di daerah yang jauh dari
keausan pahat. Adanya perbedaan yang cukup besar dari penurusan kekerasan kedua
jenis pahat itu, menyebabkan juga adanya perbedaan umur kedua jenis pahat tersebut.
Selanjutnya adanya perbedaan uur pahat akan dilihat dari aspek struktur mikro
berdasarkan hasil pemeriksanaan dengan SEM.
4.4 Pemeriksaan Dengan SEM
Pemeriksaan dengan SEM bertujuan untuk mengetahui struktur mikro dan
penyebaran partikel karbida yang biasa muncul dari material pahat HSS. Berikut adalah
gambar hasil pemeriksaan dengan SEM.
(a)HSS Cina (b) Jerman
Gambar 4.5 Struktur mikro daerah keausan material pahat HSS
Berdasarkan perbandingan gambar di atas dapat dijelaskan bahwa secara
kualitatif penyebaran butir karbida pada HSS Jerman lebih marata dibanding China dan
besar butir karbida pada HSS Jerman lebih halus. Adanya perbedaan ini menyebabkan
adanya perbedaan umur pahat. Karbida adalah senyawa yang sangat keras dan apabila
penyebarannya merata maka kekerasannya juga akan merata sehingga umur pahat bisa
lebih lama.
Sedangkan apabila ukuran karbidanya halus, maka sesuai dengan teori dari
HallPecht akan menaikkan kekuatan dari material itu, sehingga dalam hal ini HSS asal
Jerman mempunyai umur pahat yang lebih lama. Beberapa gambar secara over all yang
membedakan dari HSS asal Jerman dan China sebagai berikut.
29
Gambar 4.6 Struktur mikro HSS China
Gambar 4.7 Struktur mikro HSS Jerman
30
4.5 Analisa Komposisi Kimia dengan EDS
Tujuan analisis ini adalah untuk mengetahui komposisi kimia yang ada pada
kedua jenis HSS tersebut. Teknik yang digunakan untuk mengetahui komposisi kimia ini
adalag Energy Dispersive Spectroscopy (EDS). Analisi komposisi kimia ini dilakukan di
daerah yang sama yaitu di sekitar terjadinya keausan ahat dan daerah yang jauh keausan.
Berikut adalah gambaran morpologi dan komposisi kimia dari kedua jenis pahat itu.
Gambar 4.8 Analisis Komposisi Kimia HSS asal China di sekitar keausan
31
Gambar 4.9 Analisis Komposisi Kimia HSS asal China di luar daerah keausan
Berdasarkan gambar di atas, dan dengan merujuk kepada referensi tentang pola
pembentukan senyawa akibat suatu unsur dapat diperkirakan bahwa disekitar keausan
ahat dari material HSS asal China terdapat unsur aluminium (Al). Unsur Al ini
memungkinkan terjadinya oksida Al2O3 yang merupakan pengotor yang bersifat
merugikan (dapat menurunkan kekuatan material). Munculnya unsur Al ini dapat diduga
berasal dinding tungku peleburan (refraktori) pada saat pembuatan material HSS tersebut.
Sedangkan adanya unsur Chromium (Cr) dan Molibdenum (Mo) dapat membentuk
senyara karbida yang bisa menaikkan kekuatan material. Pola senyawa karbida dari unsur
Cr yaitu M23C6 dan sesuai dengan tabel 2.1 maka dapat diduga senyawa karbida
32
bentukan dari unsur Cr adalah Cr23C6. Sedangkan pola senyawa karbida dari unsur Mo
adalah M6C dan bentuk senyawa karbidanya yaitu Fe4Mo2C.
Gambar 4.10 Analisis Komposisi Kimia HSS asal Jerman di sekitar keausan
33
Gambar 4.11 Analisis Komposisi Kimia HSS asal Jerman di luar daerah keausan
Berbeda dengan analisis komposisi kimia HSS asal China, pada HSS asal Jerman
selain adanya unsur Chromium (Cr) dan Molibdenum (Mo) juga mengandung unsur lain
seperti Vanadium (V), dan Cobalt (Co). Unsur-unsir tersebut akan membentuk karbida
sesuai dengan pola senyawa karbida pada tabel 2.1.
4.6 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian kinerja pemesinan terhadap umur pahat, dapat
disimpulkan sebagai berikut :
34
a. Umur pahat HSS aal Jerman lebih lama dibanding dengan HSS asal China
untuk parameter pemesinan dan kriteria keausan kritis yang sama.
b. Adanya perbedaan umur tersebut, akibat adanya perbedaan komposisi kimia.
Kedua jenis material HSS mengandung senyawa kabida tetapi berbeda dalam
komposisi.
35
DAFTAR PUSTAKA
[1] Rochim T, 1993, Teori & Teknologi Proses Pemesinan, Proyek HEDS
[2] Wilson R, 1975, Metallurgy And Heat treatment of Tool Steel, Mc Graw Hill Book
Company
[3] ASM, Metal Handbook Vol 7, 1972, Atlas of Microstructure of Industrial Alloy,
American Society for Metal, metals park Ohio.
[4] Goldstein JI and Yakowiz H, P, 1977, Practical Scanning Electron Microscopy,
Plenum Press, New York.
[5] Thelning KE, 1974, Steel and Its heat Trearment, Boforr Handbook, Butter worth,
[6] Mc Gannon, Harrold E, 1964., The Making,Shaping and Treating of Steel, 8th,
United State Steel,
[7] De Garmo E Paul, 1984, Material and processes in Manufacturing, MacMillan
Publishing Company,
[8] Makmur,2010, Analisa Pengaruh Kecepatan Potong Proses Pembubutan Baja
Amutit K 460 Terhadap Umur Pahat HSS, Volume 1, Jurnal Austenit, Nomor 3, April
2010
[9] Sri Nugroho, Hendrikus Kedo Senoaji, 2010, Karakterisasi Pahat Bubut High
Speed Steel (HSS) Boehler Tipe Molibdenum (M2) Dan Tipe Cold Work Tool Steel
(A8), Rotasi, Jurnal Teknik Mesin.
[10] Purnomo, 2010, Pengaruh Perubahan Tekanan Dan Waktu Proses Plasma/
IonNitriding Terhadap Kekerasan Permukaan Pahat Bubut HSS, Proseding Seminar
Nasional UNIMUS 2010.