penentuan konsentrasi optimum inhibitor …perpustakaan.fmipa.unpak.ac.id/file/e-jurnal idham...
TRANSCRIPT
1
PENENTUAN KONSENTRASI OPTIMUM INHIBITOR ORTOFOSFAT (PO43-
)
UNTUK MENGHAMBAT LAJU KOROSI PADA STAGNAN SISTEM AIR PENDINGIN
Idham Ibnu Afakillah *, Sutanto
1, Ardian Prasetya
2
1Program Studi Kimia, FMIPA Universitas Pakuan, Jl. Pakuan PB 452, Bogor, Jawa Barat 16143
2PT. Nalco International Indonesia (Ecolab Indonesia), Jalan Pahlawan, Desa Karangasem Timur, Citeureup,
Kabupaten Bogor, West Java
ABSTRAK
PENENTUAN KONSENTRASI OPTIMUM INHIBITOR ORTOFOSFAT (PO43-
) UNTUK
MENGHAMBAT LAJU KOROSI PADA STAGNAN SISTEM AIR PENDINGIN . Analisis laju korosi pada
PT. Nalco International Indonesia (Ecolab Indonesia), menggunakan metode kehilangan berat. Metode kehilangan
berat memiliki hasil analisis yang optimal. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi optimum inhibitor
ortofosfat dalam menghambat laju korosi yang terjadi pada stagnan sistem air pendingin. Penelitian ini diawali
dengan pembuatan air simulasi untuk meniru kesesuaian kualitas air cooling water pada industri, dilanjutkan dengan
penambahan inhibitor ortofosfat dengan variasi dosis 300 ppm, 400 ppm, 500 ppm, 600 ppm. Selanjutnya plat besi
yang sudah diketahui bobotnya dimasukkan kedalam larutan air simulasi, kemudian didiamkan selama 14 dan 28
hari. Selanjutnya dilakukan pengukuran parameter uji pada setiap 1 hari, 7 hari, 14 hari dan 28 hari. Parameter uji
yang dilakukan meliputi: uji pH, konduktivitas, besi, ortofosfat, dan laju korosi. Hasil Penelitian menunjukkan
bahwa pengukuran dengan metode kehilangan berat memiliki hasil yang optimal, semakin tinggi konsentrasi
ortofosfat yang ditambahkan pada stagnan sistem air pendingin, maka semakin besar pembentukan lapisan pasif
pada permukaan logam sehingga semakin efektif untuk menghambat laju korosi. Berdasarkan nilai laju korosi yang
diperoleh, pencegahan laju korosi yang optimal terjadi pada hari ke 28 dan pada konsentrasi 600 ppm. Dari grafis
yang didapatkan dapat dikatakan bahwa hubungan persamaan konsentrasi ortofosfat terhadap laju korosi
memberikan efek yang baik pada pencegahan laju korosi dengan mengikuti persamaan y = 2,691e-8E-0x. Nilai laju
korosi yang lebih rendah didapat pada konsentrasi 600 ppm dengan menghasilkan nilai laju korosi 1,593 mpy
(miligram per year) sedangkan pada kontrol menghasilkan nilai laju korosi 2,636 mpy.
Kata kunci: Air pendingin, inhibitor ortofosfat, laju korosi.
1. Pendahuluan
Air pendingin merupakan salah satu jenis air yang
diperlukan dalam proses industri. Kualitas air
pendingin akan mempengaruhi integritas komponen
atau struktur reaktor, karena pada dasarnya air
sebagai pendingin akan berhubungan langsung
dengan komponen atau struktur reaktor (Keister,
2
2008). Sistem pendinginan adalah suatu rangkaian
untuk mengatasi terjadinya panas yang berlebihan
(over heating) pada mesin agar mesin bisa bekerja
secara stabil. Pada sistem pendingin ini karena
permukaan logam selalu kontak dengan air maka
korosi di sistem pendingin ini sering dikatakan
sebagai korosi dalam air.
Dalam pembicaraan sehari-hari, korosi dikenal
sebagai karat atau pengerakan yang biasa terjadi pada
hampir semua komponen yang apabila berinteraksi
dengan udara atau cairan yang korosif secara
perlahan tetapi pasti akan mengalami degradasi mutu
bahan. Pada dasarnya, logam yang diperoleh dari
alam berada dalam kedudukan energi yang tinggi,
bersifat temporer, dan akan kembali ke lingkungan
alam sebagai mineral yang energinya lebih rendah.
Proses kembalinya logam inilah yang dikenal
sebagai proses korosi. Korosi merupakan proses alam
yang tidak dapat dihindarkan, namun dengan
teknologi yang berkembang pada saat ini korosi dapat
dikendalikan dengan menghambat laju korosi yang
terjadi sehingga kerugian akibat korosi dapat
berkurang.
Masalah korosi yang terjadi pada sistem
pendingin ini mendapat perhatian serius dari pihak
industri, karena banyak di temukan kerusakan
signifikan yang di timbulkan oleh adanya korosi,
terutama jika media pendingin (air) dalam keadaan
stagnan. Pada kondisi tersebut korosi bisa terjadi
dengan sangat cepat. Dengan adanya kerusakan-
kerusakan ini, sistem pendingin tidak bisa bekerja
secara optimal.
Salah satu metode pengendalian korosi adalah
dengan menambahkan bahan kimia yang berfungsi
sebagai inhibitor. Inhibitor adalah suatu zat kimia
yang apabila ditambahkan dalam jumlah sedikit ke
dalam lingkungan yang korosif akan menurunkan
serangan korosi terhadap logam. Banyak senyawa
kimia yang dapat digunakan sebagai inhibitor korosi,
salah satunya adalah ortofosfat. ortofosfat merupakan
inhibitor anodik yang mengeser kurva-kurva
polarisasi anodik dan bersenyawa dengan ion Ca2+
serta ion Zn2+ untuk membentuk lapisan film
pelindung yang tidak larut dalam air pada permukaan
logam. Penelitian ini akan mempelajari kemampuan
ortofosfat sebagai inhibitor pada stagnan sistem air
pendingin.
2. Teori
Kata korosi berasal dari bahasa latin “corrodere”
yang artinya perusakan logam atau berkarat. Korosi
adalah proses alamiah yang berlangsung dengan
sendirinya secara perlahan-lahan tetapi pasti sehingga
tidak ada bahan material logam yang dapat berfungsi
secara abadi. Dalam jangka waktu tertentu, akan
mengalami kerusakan dan tidak berfungsi lagi,
sehingga yang dapat dikendalikan adalah
mengendalikan proses korosi atau mengurangi
kecepatannya, sehingga umur dari suatu material
logam bertambah panjang (Fontana and Norbert,
1978).
Korosi dapat dikendalikan dengan berbagai cara
antara lain dengan pelapisan (coating), proteksi
anodik maupun katodik, dan dapat pula dicegah
dengan penambahan suatu inhibutor korosi
(Hermawan, 2007).
Faktor utama yang mempangaruhi terjadinya
korosi adalah kondisi air pendingin, tetapi ada
beberapa faktor lain yang mempengaruhi laju korosi,
diantaranya:
1. Faktor gas terlarut
2. Faktor padatan terlarut
3. Faktor temperatur
4. Faktor pH
3
(Dalimunthe dan Indra, 2004).
Korosi yang terjadi pada logam tidak dapat
dihindari, tetapi hanya dapat dicegah dan
dikendalikan sehingga struktur atau komponen
mempunyai masa pakai yang lebih lama. Metode
yang akan dikembangkan saat ini adalah
menambahkan bahan kimia yang berfungsi sebagai
inhibitor (Setiadi, 2007). Inhibitor didefinisikan
sebagai suatu zat yang apabila ditambahkan dalam
jumlah sedikit ke dalam lingkungan yang korosif
akan menurunkan serangan korosi terhadap logam.
Menurut Marcus (2012) Mekaniksme korosi
elektrokimia dapat ditinjau dari potensial standar
(reduksi), dimana suatu logam yang memiliki
potensial reduksi lebih rendah dibandingkan dengan
potensial reduksi sistem memiliki kecenderungan
spontan untuk beroksidasi.
Pada korosi besi, bagian tertentu dari besi tersebut
berlaku sebagai anoda, dimana logam terlarut dan
bergabung bersama larutan, pada daerah anodik
terjadi pelarutan atom-atom besi disertai pelepasan
elektron membentuk ion Fe2+ yang larut dalam air
(mengalami oksidasi).
Fe(s ) → Fe2+(aq) + 2e-
Elektron yang dilepas di anoda mengalir kebagian
lain dari besi tersebut menuju daerah katoda, dimana
oksigen tereduksi.
O2(g) + 4H+ + 4e ↔ 2H2O(g) (larutan asam)
Atau
O2(g) + 2H2O(g) + 4e- ↔ 4OH-(aq) (larutan basa
atau netral)
Ion Fe(II) yang terbentuk pada anoda selanjutnya
teroksidasi membentuk ion Fe(III) yang kemudian
membentuk senyawa oksidasi terhidrasi yaitu karat
besi.
Fe2+(aq) + 2OH-
(aq) → Fe(OH)2(s)
2Fe(OH)2(s) + 2OH-(g) → Fe2O3.3H2O(s)
Reaksi keseluruhan pada korosi besi adalah sebagai
berikut:
4Fe(s) + 3O2(g) + 4H2O(ℓ) → 2Fe2O3.4H2O(s)
Gambar 1. Mekanisme korosi pada logam besi
(Oxtoby, et.al., 2001).
Laju korosi merupakan kecepatan rata-rata
perubahan ketebalan atau berat dari logam yang
mengalami korosi terhadap waktu melalui proses
elektrokimia. Laju korosi dapat diukur dengan
menggunakan metode kehilangan berat. Metode
kehilangan berat adalah menghitung kehilangan berat
yang terjadi antara berat awal dan berat akhir setelah
beberapa waktu pencelupan logam. Metode
kehilangan berat dihitung dengan rumus:
W = (W0 – W1) + T
Dimana :
W = Massa hilang (g)
W0 = Massa awal (g)
W1 = Massa akhir (g)
T = Massa pencelupan (0,002 g)
R = Laju korosi (mpy)
A = Area faktor (1,11 g)
t = Waktu kontak (hari)
(NALCO CHEMICAL COMPANY. 2005)
Dalam sistem pendingin, air yang selalu kontak
dengan logam dapat menimbulkan permasalahan
korosi ketika kondisi air dalam keadaan stagnan. Air
stagnan merupakan air yang tidak mengalir dalam
4
arti terjadinya genangan air yang disebabkan oleh
pompa sirkulasi yang sering menutup. Kelebihan
kapasitas dan konstruksi pipa yang tidak tepat
ataupun saat sistem tidak running menyebabkan air
akan stagnan untuk banyak waktu, pada kondisi ini
korosi akan terjadi lebih cepat (Suban, et.al., 2010).
Senyawa-senyawa posfat merupakan zat aktif
yang ditambahkan kedalam sistem air pendingin
sebagai pencegah dan penghambat korosi. Pada
umumnya senyawa posfat dalam air yaitu dalam
bentuk ortofosfat (PO43-). Oleh karena itu, sebagai
parameter pengendalian korosi pada sistem pendingin
(cooling water) dilakukan dengan penambahan
inhibitor ortofosfat.
Ortofosfat merupakan inhibitor anodik yang
menggeser kurva-kurva polarisasi anodik dan
bersenyawa dengan ion Ca2+ serta ion Zn2+ untuk
membentuk lapisan film pelindung yang tidak larut
dalam air pada permukaan logam.
Secara umum, ortofosfat menunjukkan
kemampuan penghambatan korosi dengan baik
dengan adanya ion-ion logam bivalen seperti ion-ion
kalsium. Ortofosfat memerlukan adanya oksigen
untuk tindakan penghambatan korosi, oksigen terlarut
dalam sistem oksidasi besi untuk membentuk Fe2O3
dan dilanjutkan dalam film oksida diisi oleh besi
fosfat.
Fe2+ + H2PO4- FeH2PO4
+
2FeH2PO4+ 2FePO4 + 4H+ + 2e-
½O2 + 2H+ + 2e- H2O
2FeH2PO4+ + ½O2 2FePO4 + H2O + 2H+
Metode analisis yang digunakan pada penelitian
ini adalah:
Pengukuran pH secara potensiometri
Potensiometri adalah suatu cara analisis
berdasarkan pengukuran beda potensial sel dari suatu
sel elektrokimia. Prinsip pengukuran pH adalah
dengan mengukur keberadaan ion H+ dan ion OH-
yang selalu dalam keseimbangan kimiawi yang
dinamis dengan H2O.
Pengukuran konduktivitas secara konduktometri
Konduktivitas air merupakan kemampuan air
untuk menghantarkan arus listrik. Besarnya
konduktivitas didalam larutan sebanding dengan
kadar zat terlarut yang mengion didalam air baik
mengion secara sempurna atau tidak. Pengukuran
konduktivitas dapat dilakukan dengan metode
konduktometri, Satuan daya hantar listrik adalah mho
atau Siemens (S).
Spektrofotometer UV-Vis
Spektrofotometri adalah metode yang digunakan
untuk mengukur absorbansi suatu contoh sebagai
fungsi panjang gelombang. Prinsip dari metode
spektrofotometri adalah berdasarkan hukum Lambert
- Beer, yang menyatakan bahwa bila suatu cahaya
monokromatis melalui suatu media yang transparan,
maka bertambah turunnya intensitas cahaya yang
dipancarkan sebanding dengan bertambahnya tebal
dan konsentrasi media.
Pada penelitian ini digunakan spektrofotometer
HACH model DR2800 yang memiliki kelebihan
yaitu dapat melakukan secara langsung menganalisis
konsentrasi atau kadar suatu unsur atau senyawa
tanpa menggunakan pereaksi khusus dan tanpa
kalibrasi spektrofotometer.
3. Tata Kerja
3.1 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah HACH DR2800
spektrofotometer, pH meter, konduktiviti meter,
bejana plastik, penyangga, penjepit atau tali, kuvet
DR2800, pipet digital.
Bahan yang digunakan antara lain, air demin
5
produksi, padatan kalsium nitrat (Ca(NO3)2), padatan
natrium klorida (NaCl), padatan natrium sulfat
(Na2SO4), padatan natrium bikarbonat (NaHCO3),
produk 3DT129, produk 3DT190, larutan buffer pH
4, 7, 11, larutan elektrolit standar (KCl) 600 mΩ,
reagent Fe-HL (hidroksilamin - ortofenantrolin), HCl
1:1, reagen XP-2 (asam askorbat), reagen TP-1
(ammonium molibdat), ortofosfat 855,000 ppm, plat
besi (mild steel), larutan etanol 98%.
3.2 Analisis Pengujian
3.2.1 Pengukuran pH
Dikalibrasi pH meter dengan cara meng-onkan
pH meter, ditunggu beberapa saat sampai alat siap
digunakan, kemudian ditekan calibrate, dicelupkan
elektroda pH meter kedalam buffer pH 4 dan setting
dengan menekan tombol panah atas-bawah sampai
pH sesuai dengan larutan buffer kemudian tekan
read, dilakukan hal yang sama dengan buffer 7 dan
11. Setelah dikalibrasi maka pH meter sudah siap
digunakan.
Dicelupkan elektroda pH meter kedalam setiap
bejana berisi air simulasi, ditekan read. ditunggu
pembacaan pH stabil (berbunyi nada tit beberapa
kali). Dicatat angka yang tampil pada layar pH meter.
Pengujian pH dilakukan setiap 24 jam (dihitung dari
mulai pencelupan plat besi).
3.2.2 Pengukuran Konduktivitas
Dikalibrasi konduktiviti meter dengan meng-
onkan konduktiviti meter, ditunggu beberapa saat
sampai alat siap kemudian ditekan calibrate,
dicelupkan elektroda konduktiviti meter kedalam
larutan elektrolit standar (KCl) 600 mΩ, setting
dengan menekan tombol panah atas-bawah sampai
nilai konduktivitas sesuai dengan larutan tersebut
kemudian tekan measure. Setelah dikalibrasi maka
kounduktiviti meter sudah siap digunakan..
Dicelupkan elektroda konduktiviti meter kedalam
setiap masing-masing bejana berisi air simulasi,
ditunggu pembacaan konduktivitas sampai stabil.
dicatat angka yang tampil pada layar konduktiviti
meter. Pengujian konduktivitas dilakukan setiap 24
jam (dihitung dari mulai pencelupan plat besi).
3.2.3 Analisis Besi (Fe)
Dipipet 10 mL air simulasi, dimasukkan kedalam
kuvet DR2800, ditambahkan reagen Fe-HL
(hidroksilamin - ortofenantrolin), dikocok dan
ditunggu ± 3 menit sampai larut. Dibuat larutan
blanko (10 mL air simulasi tanpa reagen).
Dimasukkan kuvet larutan blanko kedalam HACH
DR2800 Spektrofotometer dengan program Fe,
ditekan zero (angka menunjukkan 0) dikeluarkan
kuvet blanko, dilanjutkan dengan kuvet berisi
sampel, ditekan read. Dicatat angka yang terbaca
sebagai ppm Fe. Bila konsentrasi sampel (ppm)
melebihi angka batas pembacaan pada alat, maka
perlu dilakukan pengenceran. Pengujian kadar besi
dilakukan setiap 1 minggu (dihitung dari mulai
pencelupan plat besi).
3.2.4 Analisis Ortofosfat (PO43-
)
Dipipet 25 mL air simulasi, dimasukkan kedalam
kuvet DR2800, ditambahkan reagen TP-1
(ammonium molibdat) 2 mL dan XP-2 (asam
askorbat) 2 mL dikocok dan ditunggu ± 10 menit.
Dibuat blanko dengan 25 mL air simulasi
ditambahkan larutan HCl 1:1 2 mL dan reagen XP-2
(asam askorbat) 2 mL, dikocok dan ditunggu ± 10
menit. Dimasukkan kuvet larutan blanko kedalam
HACH DR2800 Spektrofotometer dengan program
PO43-, ditekan zero (angka menunjukkan 0)
dikeluarkan kuvet blanko, dilanjutkan dengan kuvet
berisi sampel, ditekan read. Dicatat angka yang
terbaca sebagai ppm PO43-. Bila konsentrasi sampel
(ppm) melebihi angka batas pembacaan pada alat,
maka perlu dilakukan pengenceran. Pengujian kadar
6
ortofosfat dilakukan setiap 1 minggu (dihitung dari
mulai pencelupan plat besi).
3.2.4 Pengukuran Laju Korosi Metode
Kehilangan Berat
Diambil plat besi yang sudah terendam selama 14
dan 28 hari dalam bejana berisi air simulasi,
dilakukan pencucian plat besi dengan mencelupkan
plat besi kedalam HCl pekat beberapa saat sampai
lapisan korosi hilang kemudian dicelupkan kedalam
air demin dan dicelupkan kedalam etanol 98%.
Dikeringkan dengan tisu, dilakukan penimbangan
untuk mengetahui berat akhir plat besi, dicatat hasil
penimbangan (g). Faktor koreksi berat plat besi
dibutuhkan ketika pencelupan plat besi dalam HCl
pekat karena dimungkinkan adanya Fe (bukan Fe
terkorosi) yang ikut terlarut.
4. Hasil dan Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan
di PT. Ecoleb International Indonesia, diperoleh hasil
pengukuran dan penetapan berdasarkan parameter uji
yang terdiri dari pH, konduktivitas, besi, ortofosfat,
dan laju korosi.
4.1 pH
Dari data hasil pengukuran pH pada air simulasi
sistem pendingin, dapat dilihat pada gambar 2 berikut
ini:
Gambar 2. Grafik perbandingan nilai pH pada
berbagai konsentrasi ortofosfat.
Nilai batas rekomendasi pH PT. Nalco Indonesia
pada sistem pendingin terletak pada kisaran pH 6 – 8.
Pada gambar 2 memperlihatkan dari hari ke 0 sampai
hari ke 7 nilai pH meningkat, sedangkan dari hari ke
7 sampai ke 28 nilai pH menurun. Perubahan pH
yang terjadi pada air simulasi mencerminkan
terjadinya reaksi ionisasi dan hidrolisis suatu
senyawa dalam air simulasi.
Nilai pH meningkat disebabkan karena pada hari
ke 0 sampai hari ke 7 senyawa ortofosfat mengalami
reaksi ionisasi dengan air. Reaksi ionisasi air akan
menghasilkan ion OH- dan ion tersebut erat kaitannya
dengan kadar keasaman (pH) dari suatu larutan. Jika
konsentrasi ion OH- semakin besar, maka larutan
menjadi semakin basa.
Sedangkan pada hari ke 7 sampai hari ke 28 nilai
pH semakin menurun, hal ini disebabkan karena
tingkat hidrolisis dari senyawa ortofosfat yang
terlarut mulai berkurang akibat penurunan tingkat
kandungan senyawa ortofosfat seiring semakin
lamanya waktu kontak pengujian dan semakin
banyaknya ion hidroksida (OH-) yang tidak
terbebaskan sehingga terjadinya reaksi pelarutan besi
menjadi ion Fe2+ yang larut dalam air. Kemudian ion
Fe2+ akan bereaksi dengan ion hidroksida (OH-).
Reaksi yang terjadi adalah:
Fe(s ) → Fe2+(aq) + 2e-
Fe2+ + 2OH- → Fe(OH)2
4.2 Konduktivitas
Dari data hasil pengukuran konduktivitas pada air
simulasi sistem pendingin, dapat dilihat pada gambar
3 berikut ini: 5
6
7
8
9
0 7 14 21 28
control
300ppm
400ppm
Batas Maks
Batas Min
pH
air
pen
din
gin
Hari
7
Gambar 3. Grafik perbandingan nilai konduktivitas
pada berbagai konsentrasi ortofosfat
Nilai batas rekomendasi konduktivitas PT. Nalco
Indonesia pada sistem pendingin adalah > 4000
μs/cm. Konduktivitas merupakan cerminan dari
banyaknya ion-ion logam penghantar arus listrik
yang terkandung dalam air simulasi. Pada gambar 3
memperlihatkan dari hari ke 0 sampai hari ke 28 nilai
konduktivitas semakin meningkat, hal ini disebabkan
karena adanya pengaruh dari penambahan inhibitor
ortofosfat yang merupakan suatu garam. Semakin
besar konsentrasi ortofosfat yang ditambahkan pada
air simulasi maka nilai konduktivitas semakin
meningkat. Garam dalam larutan akan terurai
menjadi anion dan kation sehingga dalam larutan
tersebut akan terbentuk ion-ion yang kekurangan dan
kelebihan elektron. Ion-ion tersebut menyebabkan
larutan menjadi mudah untuk menghantarkan arus
listrik. Oleh karena itu, nilai konduktivitas pada air
simulasi akan berbanding lurus dengan nilai
konsentrasi garam yang terlarut. Dengan adanya ion-
ion terlarut dalam air simulasi, kelarutan oksigen juga
akan semakin berkurang (Jones, 1992)
Nilai konduktivitas berhubungan erat dengan nilai
Total Dissolved solid (TDS), semakin banyak garam-
garam terlarut yang dapat terionisasi, maka semakin
tinggi pula nilai Total Dissolved Solid (TDS).
4.3 Besi (Fe)
Dari data hasil analisis besi pada air simulasi
sistem pendingin, dapat dilihat pada gambar 4 berikut
ini:
Gambar 4. Grafik perubahan kadar besi pada
berbagai konsentrasi ortofosfat
Berdasarkan gambar 4, dapat diketahui bahwa
semakin tinggi kadar besi yang terlarut dalam air
maka semakin cepat pula terjadinya laju korosi pada
pipa sistem pendingin, sehingga kadar besi yang
terlarut harus ditekan seminimal mungkin untuk
menghindari terjadinya korosi. Penetapan parameter
besi bertujuan sebagai indikator terjadinya korosi
pada sistem pendingin. Pada sampel yang tidak
menggunakan inhibitor ortofosfat (kontrol) kelarutan
besi semakin meningkat karena tidak adanya
penambahan inhibitor untuk membentuk lapisan pasif
pada permukaan logam disertai dengan semakin
rendahnya nilai pH pada larutan mengakibatkan
logam besi semakin larut pada air dan menyebabkan
terjadinya laju korosi yang cukup tinggi. Besi di
dalam air dapat bersifat terlarut sebagai Fe2+ (ferro)
atau Fe3+ (ferri), terlarutnya besi disebabkan adanya
reaksi reduksi oksidasi antara permukaan logam dan
air. Jika terdapat O2 dalam air maka ion Fe2+ akan
teroksidasi dengan cepat menjadi ion Fe3+. Jumlah
besi yang terlarut dapat dikontrol dengan adanya
inhibitor karena adanya pasifasi yang kuat oleh
inhibitor ortofosfat pada permukaan logam yang
tidak larut dalam air. Semakin tinggi konsentrasi
inhibitor yang ditambahkan, maka kandungan besi
yang terlarut dalam air semakin menurun. Pada
permukaan logam besi bertindak sebagai anoda dan
0
1000
2000
3000
4000
5000
0 7 14 21 28
Ko
nd
ukt
ivit
as (μs/cm
)
control
300 ppm
400 ppm
500 ppm
600 ppm
Batas Maks
Hari 0
1
2
3
4
5
6
0 7 14 21 28
Kad
ar B
esi (
pp
m) control
300 ppm
400 ppm
500 ppm
600 ppm
Hari
8
katoda, permukaan logam yang lebih kasar akan
menimbulkan beda potensial dan memiliki
kecenderungan untuk menjadi anoda yang terkorosi.
Permukaan logam yang kasar cenderung mengalami
korosi lebih cepat (Herro, et.al., 1993).
Reaksi yang terjadi adalah:
Anoda : Fe → Fe2+ + 2e–
Katoda : O2 + 2H2O + 4e- ↔ 4OH-(aq)
Fe + ½O2 + H2O → Fe(OH)2
2Fe(OH)2(s) + 2OH-(g) → Fe2O3.3H2O(s)
Oksigen dari udara yang larut dalam air akan
tereduksi, sedangkan air sendiri berfungsi sebagai
media tempat berlangsungnya reaksi redok pada
peristiwa korosi. Semakin banyak jumlah O2 dan H2O
yang mengalami kontak dengan permukaan logam
besi, maka semakin cepat berlangsungnya korosi
pada permukaan logam.
4.4 Ortofosfat (PO43-
)
Dari data hasil analisis ortofosfat pada air simulasi
sistem pendingin, dapat dilihat pada gambar 5 berikut
ini:
Gambar 5. Grafik perubahan kadar ortofosfat pada
berbagai konsentrasi ortofosfat.
Berdasarkan gambar 5, memperlihatkan bahwa
kadar ortofosfat dari hari ke 0 sampai hari ke 28
mengalami penurunan kandungan inhibitor
ortofosfat, hal ini disebabkan karena ortofosfat
semakin membentuk lapisan film pelindung (pasif)
pada permukaan logam yang tidak larut dalam air
serta dapat mencegah pelarutan logam sehingga tidak
terjadi kontak langsung antara logam dengan
lingkungan yang korosif. Selama proses penurunan
kandungan ortofosfat tidak berarti kehilangan daya
penghambatannya, tetapi karena inhibitor ortofosfat
membutuhkan waktu untuk membentuk lapisan film
pelindung secara pasif pada seluruh permukaan
logam, sehingga penghambatan laju korosi dapat
terlihat signifikan pada beberapa minggu pengujian.
Namun terdapat batas maksimum keefektifan
inhibitor yang harus diperhitungkan, karena semakin
lama waktu pengujian maka inhibitor semakin habis
terserang oleh lingkungan yang korosif (Widharto,
1999).
Pengunaan inhibitor dikatakan efektif apabila
dapat melindungi logam dari serangan korosi dan
tidak menyebabkan timbulnya kerak (deposit) pada
permukaan logam (Geiger, et.al., 2012).
Dosis inhibitor yang digunakan harus tepat,
karena suatu inhibitor hanya dapat bekerja efektif
setelah kadarnya mencapai dosis tertentu. Apabila
penambahan inhibitor dalam jumlah yang sedikit ke
dalam lingkungan yang korosif maka tidak akan
mampu bertahan menghadapi serangan ion-ion
agresif dalam media air korosif dan pembentukan
lapisan pasif menjadi tidak merata pada permukaan
logam sehingga memungkinkan terjadinya korosi
yang lebih tinggi karena proses pasifasi belum
tercapai atau fungsi proteksinya menjadi tidak
optimal, maka lapisan film pelindung yang terbentuk
pada permukaan logam tidak bisa melindungi seluruh
permukaan logam. Sedangkan jika konsentrasi
inhibitor ortofosfat berlebihan atau diatas konsentrasi
optimal merupakan pemborosan bahan kimia.
Banyaknya kadar ortofosfat yang ditambahkan
kedalam sistem pendingin bergantung pada kualitas
air yang digunakan, sehingga untuk menjaga agar
kadar inhibitor ortofosfat berada dalam rentang
0
200
400
600
800
0 7 14 21 28
Kad
ar O
rto
fosf
at (
pp
m)
control
300 ppm
400 ppm
500 ppm
600 ppm
Hari
9
standar maka perlu dilakukan pengontrolan pada
setiap proses inhibisi.
Berikut reaksi pembentukan lapisan film
pelindung pada permukaan logam dengan inhibitor
ortofosfat:
Fe2+ + H2PO4- FeH2PO4
+
2FeH2PO4+ 2FePO4 + 4H+ + 2e-
½O2 + 2H+ + 2e- H2O
2FeH2PO4+ + ½O2 2FePO4 + H2O + 2H+
4.5 Laju Korosi Besi (mpy)
Dari data hasil pengukuran laju korosi pada air
simulasi sistem pendingin, dapat dilihat pada gambar
6 berikut ini:
Gambar 6. Grafik laju korosi pada hari ke 14 dan 28
Pengukuran laju korosi dilakukan dengan metode
kehilangan berat yang terjadi pada logam besi antara
berat awal dan berat akhir setelah beberapa waktu
pencelupan. Gambar 6 memperlihatkan pada hari ke
14 diperoleh nilai laju korosi pada kontrol adalah
sebesar 2,925 mpy (miligram per year), pada
konsentrasi 300 ppm sebesar 2,782 mpy, pada
konsentrasi 400 ppm sebesar 2,553 mpy, pada
konsentrasi 500 ppm sebesar 2,354 mpy, dan pada
konsentrasi 600 ppm sebesar 2,116 mpy, nilai laju
korosi pada hari ke 14 masih terlalu tinggi dan tidak
terlalu efektif, hal ini disebabkan karena pada hari ke
14 belum meratanya pembentukan lapisan pasif
ortofosfat pada permukaan logam, sehingga larutnya
logam pada air pendingin masih tinggi. Sedangkan
nilai laju korosi pada hari ke 28 diperoleh nilai laju
korosi pada kontrol adalah sebesar 2,636 mpy, pada
konsentrasi 300 ppm sebesar 2,144 mpy, pada
konsentrasi 400 ppm sebesar 2,005 mpy, pada
konsentrasi 500 ppm sebesar 1,779 mpy, dan pada
konsentrasi 600 ppm sebesar 1,593 mpy, nilai laju
korosi pada hari ke 28 menunjukkan bahwa
penurunan laju korosi semakin efektif karena
cenderung semakin meratanya pembentukan lapisan
pasif pada permukaan logam, sehingga diperoleh
nilai laju korosinya semakin rendah. Nilai laju korosi
yang diperoleh pada simulasi stagnan air pendingin
tersebut dipengaruhi oleh lamanya waktu
perendaman logam serta konsentrasi inhibitor yang
ditambahkan.
Menurut Ashworth (1987), semakin lamanya
waktu perendaman logam berpengaruh pada adsorpsi
inhibitor yang semakin banyak, hal ini akan
menyebabkan terjadinya penurunan laju korosi
sampai pada suatu titik tertentu dimana adsorpsi
sudah mencapai titik jenuh sehingga laju korosi
menjadi cenderung konstan. Berdasarkan nilai laju
korosi yang diperoleh, pencegahan laju korosi yang
optimal terjadi pada hari ke 28 dan pada konsentrasi
600 ppm. Spesimen dengan konsentrasi inhibitor
rendah pada air simulasi akan teradsorpsi dalam
jumlah sedikit pada permukaan logam dalam rentang
waktu yang relatif masih singkat sehingga
menyebabkan laju korosi yang masih cukup tinggi.
Dari hasil laju korosi yang diperoleh pada
berbagai konsentrasi, dapat dibuat suatu persamaan
garis dalam grafik yang dapat digunakan sebagai
prediksi penggunaan konsentrasi inhibitor
(ortofosfat) yang lebih tepat untuk menghambat laju
korosi dalam kondisi air stagnan pada karakteristik
air pendingin.
0
1
2
3
4
Hari ke 14 Hari ke 28
kontrol
300 ppm
400 ppm
500 ppm
600 ppm
Waktu perendaman plat besi
10
Gambar 7. Grafik persamaan konsentrasi ortofosfat
terhadap laju korosi
Perbedaan laju korosi pada setiap konsentrasi
mengartikan bahwa penambahan konsentrasi
inhibitor memberikan efek yang baik pada
pencegahan laju korosi. Semakin tinggi konsentrasi
yang ditambahkan maka semakin besar pembentukan
lapisan pasif pada permukaan logam. Laju korosi
dapat dihubungkan dengan laju pembentukan dan
kestabilan lapisan film pelindung pada permukaan
logam (Ashworth, 1987).
Plat besi (kupon korosi) yang digunakan adalah
jenis mild steel yang termasuk dalam golongan baja
ringan, ketahanan korosi baja ini bergantung pada
unsur-unsur paduannya, dimana komposisi
paduannya hanya berkisar dibawah 10% sehingga
pengaruh ketahanan korosinya menjadi kurang
nampak. Ketahanan korosinya sendiri didapat dari
kandungan silika, zink, kromium.
Korosi yang terjadi pada plat besi yang terendam
dalam air simulasi menghasilkan produk korosi yang
sama namun terjadi perbedaan dan pengurangan
kuantitas laju korosi baik dengan dan tanpa
penambahan inhibitor. Pada kenyataannya inhibitor
ortofosfat memiliki peran dalam memberikan lapisan
film pelindung (lingkungan pasif) pada permukaan
logam yang tidak larut dalam air sehingga
menghalangi terjadinya kontak dan reaksi antara
permukaan logam dan lingkungan yang korosif
(Herro, et.al., 1993).
Air yang bersirkulasi cenderung mengandung
banyak oksigen terlarut karena adanya aerasi,
sedangkan air yang stagnan atau tergenang
cenderung kurang mengandung oksigen terlarut.
Dalam kondisi air stagnan pada sistem pendingin
tidak ada pengaruh apapun dari kecepatan alir (flow)
yang dapat mempengaruhi kecepatan korosi, tetapi
pada kenyataannya kondisi air stagnan pada sistem
pendingin dapat memberikan pengaruh korosi yang
tinggi, karena kondisi air stagnan memiliki waktu
retensi lebih lama antara logam dengan lingkungan
korosif yang akan menyebabkan perairan lebih keruh
karena mengandung lebih banyak oksida besi. Pada
kondisi air stagnan kemungkinan terjadi kondisi
deaerasi sehingga besi hanya berada sebagai Fe2+
yang terlarut dan berpotensi untuk terbentuknya
korosi sumuran.
Korosi logam pada air stagnan dengan kondisi
deaerasi biasanya oksigen terlarut masih tetap
terdeteksi walaupun pada kisaran 8 mg O2/L pada
suhu 25° (C). Dengan konsentrasi oksigen lebih
tinggi sebetulnya terjadi pasifasi pada permukaan
logam namun pasifasi yang terjadi tidak stabil dan
cenderung bersifat porous. Kadar garam-garam yang
terlarut dapat menurunkan tingkat kandungan oksigen
terlarut (Yari, 2015).
Sifat ketahanan korosi merupakan sifat
karakteristik yang sangat penting pada penggunaan
komponen-komponen reaktor termasuk pipa
pendingin. Oleh karenanya perencanaan yang tepat
dalam pemilihan bahan yang sesuai dengan
lingkungan penggunaannya perlu diteliti.
Berdasarkan nilai laju korosinya inhibitor ortofosfat
tergolong inhibitor yang baik karena berada pada
rentang standar PT Nalco Indonesia yang mengacu
pada American testing and Material (ASTM) D
2688-05 yaitu 1 – 3 mpy. Warna pada karat beragam
y = 3,0514e-5E-04x R² = 0,8568
y = 2,6916e-8E-04x R² = 0,9797
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
0 100 200 300 400 500 600
hari ke 14
hari ke 28
Konsentrasi Ortofosfat (ppm)
Laju
ko
rosi
(m
py)
11
mulai dari warna kuning hingga cokelat sampai
hitam, warna ini tergantung pada jumlah molekul
H2O yang terikat pada karat.
5. Kesimpulan dan Saran
Berdasarkan penelitian dapat disimpulkan bahwa
semakin tinggi konsentrasi ortofosfat yang
ditambahkan pada stagnan sistem air pendingin,
maka semakin besar pembentukan lapisan pasif pada
permukaan logam sehingga semakin efektif untuk
menghambat laju korosi. Berdasarkan nilai laju
korosi yang diperoleh, pencegahan laju korosi yang
optimal terjadi pada hari ke 28 dan pada konsentrasi
600 ppm. Dari grafis yang didapatkan dapat
dikatakan bahwa hubungan persamaan konsentrasi
ortofosfat terhadap laju korosi memberikan efek yang
baik pada pencegahan laju korosi dengan mengikuti
persamaan y = 2,691e-8E-0x. Nilai laju korosi yang
lebih rendah didapat pada konsentrasi 600 ppm
dengan menghasilkan nilai laju korosi 1,593 mpy
(miligram per year) sedangkan pada kontrol
menghasilkan nilai laju korosi 2,636 mpy.
Untuk lebih efektif dalam menghambat laju
korosi pada stagnan sistem air pendingin digunakan
inhibitor campuran (katodik dan anodik).
6. Daftar Pustaka
Ashworth, V. 1987. Corrosion-Industrial Problems,
Treatment and Control Techniques, KFAS
Proceedings Series Vol. 2. Toronto: Pergamon Press.
Dalimunthe dan Indra Surya. 2004. Kimia dari
Inhibitor Korosi. Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, Medan.
Fontana,G.Mars and Norbert,D.Greene. 1978.
Corrosion Engineering 2nd, International
Student Edition. Singapore: McGraw-Hill
International Book.Co.
Geiger, Gary and Mel. J. Esmacher, P.E. 2012.
Controlling Corrosion in Cooling Water Systems -
Part 2: Inhibiting and Monitoring Corrosion. New
York: American Institute of Chemical Engineers.
Hermawan, Beni. 22 April 2007. Ekstrak Bahan
Alam Sebagai Alternatif Inhibitor Korosi. Universitas
Indonesia.
Herro, Harvey. M and Robert D. Port. 1993. The
Nalco Guide to Cooling Water System Failure
Analysis.New York: McGraw-Hill Inc.
Jones, D.A. 1992. Principles and Prevention of
Corrosion. New York: Macmillan Publishing
Company.
Keister, Timothy. 2008. Cooling Water Management
Basic Principles and Technology. New York:
ProChemTech International.
Marcus, Philippe. 2012. Corrosion Mechanism In
Theory and Practice, 3rd. New York: CRC
Press-Taylor & Francis Group.
NALCO CHEMICAL COMPANY. 2005. Cooling
Water Technical Manual. United States
Oxtoby, D.W., H.P. Gillis, and N.H. Nachtrieb. 2001.
Prinsip-Prinsip Kimia Modern, Jilid 1, Edisi
Keempat, Alih bahasa Suminar S.Achmadi. Jakarta:
Erlangga.
Setiadi, Tjandra. 2007. Pengolahan dan Penyediaan
Air. Bandung: ITB. .
Suban,M., R.C. Velbarand, and B. Bundara. 2010.
The Impact of Stagnant Water on the Corrosion
12
Processes in A Pipeline. Jurnal. Slovenia: Institute
Of Metal Constructions-Mencingerjeva.
Widharto, Sri. 1999. Karat dan Pencegahannya.
Jakarta: PT. PradnyaParamita
Yari, Mehdi. 2015. An Intro to Pipeline Corrosion in
Seawater. Ontario: University Of Western Ontario.