penerapan acara pemeriksaan cepat dalam …
TRANSCRIPT
1
PENELITIAN
PENERAPAN ACARA PEMERIKSAAN CEPAT
DALAM PERSIDANGAN TINDAK PIDANA DI
PENGADILAN NEGERI DENPASAR
OLEH
I KETUT SUDJANA SH MH
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2018
ii
ii
PENELITIAN
PENERAPAN ACARA PEMERIKSAAN CEPAT
DALAM PERSIDANGAN TINDAK PIDANA DI
PENGADILAN NEGERI DENPASAR
I KETUT SUDJANA SH MH
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2018
iii
iii
PENELITIAN
PENERAPAN ACARA PEMERIKSAAN CEPAT
DALAM PERSIDANGAN TINDAK PIDANA DI
PENGADILAN NEGERI DENPASAR
OLEH
I KETUT SUUDJANA SH MH
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2018
iv
iv
KATA PENGANTAR
Om Swastyastu,
Dengan doa dan pji syukur kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa,
Tuhan Yang Maha Esa, karena atas Asng Kertha Wara Nugraha-Nya penulisan
penelitian ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya, sehingga judul yang
dipilih dalam penelitian ini adalah “PENERAPAN ACARA PEMERIKSAAN
CEPAT DALAM PERSIDANGAN TINDAK PIDANA DI PENGADILAN
NEGERI DENPASAR”.
Keberhasilan penyusunan penelitian ini, tidak terlepas dari bimbingan dan
bantuan moril maupun materiil oleh semua pihak.
Peneliti
v
v
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................................... i
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1 Latar belakang masalah ............................................................... 1
1.2 Rumusan masalah ....................................................................... 5
1.3 Ruang lingkup masalah ............................................................... 5
1.4 Landasan Teoritis ........................................................................ 10
1.5 Metode Penelitian ....................................................................... 20
1.8.1 Jenis penelitian ................................................................... 20
1.8.2 Jenis pendekatan ................................................................ 20
1.8.3 Sifat penelitian .................................................................... 20
1.8.4 Data dan sumber data ......................................................... 21
1.8.5 Teknik pengumpulan data .................................................. 22
1.8.6 Teknik Penentuan Sampel Penelitian ................................. 23
1.8.7 Pengolahan dan Analisis Data ............................................ 24
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI ACARA PEMERIKSAAN
CEPAT ............................................................................................... 25
2.1 Acara Pemeriksaan Penyelesaian Perkara Tindak Pidana ........... 25
2.2 Tindak Pidana .............................................................................. 31
2.2.1 Pengertian Tindak Pidana ................................................... 31
2.2.2 Tindak Pidana Ringan ........................................................ 33
2.2.2.1 Pengertian Tindak Pidana Ringan.......................... 33
2.2.2.2 Jenis-jenis Tindak Pidana Ringan ......................... 34
vi
vi
2.2.3 Tindak Pidana Pelanggaran Lalu Lintas Jalan .................... 36
2.2.3.1 Pengertian Tindak Pidana Pelanggaran Lalu
LintasJalan .............................................................. 36
2.2.3.2 Jenis-jenis Tindak Pidana Pelanggaran Lalu
Lintas Jalan ............................................................. 38
BAB III PENERAPAN ACARA PEMERIKSAAN CEPAT DALAM
PERSIDANGAN TINDAK PIDANA DI PENGADILAN
NEGERIDENPASAR ....................................................................... 46
3.1 Proses Pemeriksaan Acara Cepat dalam Persidangan Tindak
Pidana Ringan di Pengadilan Negeri Denpasar ........................... 46
3.2 Proses Pemeriksaan Acara Cepat dalam Persidangan Tindak
Pidana Pelanggaran Lalu Lintas Jalan di Pengadilan Negeri
Denpasar ...................................................................................... 51
3.3 Klasifikasi Jumlah Perkara .......................................................... 55
3.3.1 Tindak Pidana Ringan ........................................................ 55
3.3.2 Tindak Pidana Pelanggaran Lalu Lintas Jalan ................... 57
BAB IV HAMBATAN DALAM PENERAPAN ACARA PEMERIKSAAN
CEPAT DALAM PERSIDANGAN TINDAK PIDANA DI
PENGADILAN NEGERI DENPASAR .......................................... 53
4.1 Hambatan dalam Penerapan Acara Pemeriksaan Cepat di
Pengadilan Negeri Denpasar ........................................................ 59
4.2 Upaya dalam Menanggulangi Hambatan dalam Penerapan
Acara Pemeriksaan Cepat di Pengadilan Negeri Denpasar .......... 61
BAB V PENUTUP ......................................................................................... 63
vii
vii
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 66
DAFTAR INFORMAN
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Hal ini sesuai dengan pernyataan Muhammad Zainal Abidin, menyatakan
“manusia adalah makhluk sosial yang mana manusia hidup membutuhkan
interaksi tehadap manusia lainnya (zoon politicon). Dengan demikian
menimbulkan kesadaran diri bahwa kehidupan dalam masyarakat berpedoman
pada suatu aturan yang diatur oleh sebagian besar warganya ditaati”.1
Kehidupan bermasyarakat tentu tidak selamanya berjalan baik. Seperti
yang ditulis oleh Soedjono Dirdjosisworo dalam bukunya yang berjudul
Pengantar Ilmu Hukum, mengemukakan bahwa “adanya kepentingan-kepentingan
yang mengikat golongan maupun perseorangan yang senantiasa bertentangan satu
sama lain menyebabkan perlu adanya hukum. Sebagaimana pergaulan hidup
manusia tumbuh dan berkembang, sedemikian pula tumbuh dan berkembang
jugalah hukum itu”.2
Dasarnya manusia ingin kepentingannya didahulukan diatas kepentingan
manusia lainnya. Hal ini senantiasa menumbulkan adanya persaingan, pertikaian,
konflik dan kejahatan sehingga masalah tersebut diperlukan perwasitan melalui
hukum khususnya hukum pidana. Ini berarti bahwa hukum merupakan suatu
1Muhammad Zainal Abidin dan I Wayan Edy Kurniawan, 2013, Catatan Mahasiswa
Pidana, Indie Publishing, Depok, h. 1. 2Soedjono Dirdjosisworo, 2013, Pengantar Ilmu Hukum, PT RajaGrafindo Persada,
Jakarta, h.32.
2
tatanan atau sistem yang mengatur seluruh aspek kehidupan yang memiliki
keterkaitan erat satu sama lain.
Dalam pembagian hukum konvensional, hukum pidana termasuk bidang
hukum publik. Artinya, hukum pidana mengatur hubungan antara warga dengan
negara, dan menitik beratkan pada kepentingan umum atau kepentingan publik.
“Segala sesuatu yang dianggap melanggar hukum pidana maka akan dituntut
dimuka pengadilan dikenakan sanksi sesuai dengan hukum yang berlaku”.3
Induk dari peraturan hukum pidana Indonesia adalah Kitab Undang-
undang Hukum Pidana yang biasa disingkat KUHP. Tindak pidana adalah
perbuatan yang dilakukan dianggap melanggar aturan hukum yang mana larangan
tersebut disertai ancaman yang berupa sanksi pidana. Tindak pidana dapat
dilakukan oleh seseorang atau kelompok yang menyebabkan kerugian bagi orang
lain. Tindak pidana timbul dikarenakan beberapa faktor diantaranya adalah
adanya keinginan, kesempatan dan kebutuhan ekonomi yang mendesak. Pertama
yang dimaksud dengan faktor keinginan adalah sesuatu kemauan yang besar untuk
sebuah tambahan atas kebutuhan yang diharapkan dapat dipenuhi sehingga
seseorang tersebut merasa lebih puas. Misalnya ketika seseorang melihat dan
menginginkan barang mewah milik orang lain namun tidak memiliki kemampuan
untuk membelinya. Adapun yang dimaksud dengan faktor kesempatan disini
adalah suatu situasi yang memungkinkan dan menciptakan peluang yang dapat
mendukung terjadinya kejahatan. Dan yang terakhir adalah faktor kebutuhan
ekonomi yang mendesak dimana semakin meningkatnya kebutuhan hidup maka
3Muhammad Zainal Abidin dan I Wayan Edy Kurniawan, Loc.Cit.
3
pemenuhan tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara, baik dengan cara yang
benar atau cara yang salah. Namun ketika seseorang memilih cara yang salah
maka melakukan tindak pidana baik itu merupakan tindak pidana ringan mau
tindak pidana berat dianggap benar.
Penegakan hukum (law enforcement) merupakan penerapan suatu undang-
undang dengan maksud untuk menjaga keseimbangann antara hukum dan etika.
Penegakan hukum sebagai bentuk konkret penerapan hukum sangat
mempengaruhi secara nyata perasaan hukum, keputusan hukum, manfaat hukum,
kebutuhan atau keadilan hukum secara individual atau sosial. Penegakan hukum
tidak dari aturan hukum, pelaku hukum, dan lingkungan tempat terjadinya proses
penegakan hukum, maka dalam hal ini hukum berlaku bagi semua warga
Negara.4Dengan demikian penegakan hukum dapat dilakukan oleh lembaga
peradilan melalui suatu proses tertentu guna mencari keadilan yang diberikan
kepada pencari keadilan.
Dalam menyelesaikan perkara pidana dapat melalui pengadilan dengan
bermacam-macam jenis. Proses pemeriksaannya ada yang diacarakan sebagai
pemeriksaan biasa, pemeriksaan singkat, pemeriksaan cepat sesuai dengan
KUHAP. Bahwa dalam Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman juga telah diatur dalam Pasal 2 ayat (4), pemeriksaan
perkara haruslah dilaksanakan dengan asas sederhana, cepat dan biaya ringan atau
yang dikenal dengan asas Trilogi Peradilan. Dengan harapan agar proses beracara
di pengadilan tidak berbelit-belit dan mudah dipahami guna menghilangkan
4Mutiara Hirdes Delani, 2011, “Tinjauan Yuridis Penerapan Acara Pemeriksaan Cepat
Dalam Persidangan Tindak Pidana Ringan Di Pengadilan Negeri Boyolali (Studi Kasus Putusan
No. 08/TPR/2010/PN BI)”, Skripsi Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret, Surakarta, H. 1.
4
ketakutan dan keengganan masyarakat untuk mencari keadilan dan menjamin
kepastian hukum.
Suatu peradilan dikatakan bersifat cepat dapat dijumpai dalam KUHAP jo
SEMA No 18 Tahun 1983 yang menyatakan sifat “cepat” itu menghendaki agar
perkara tidak sampai tertunggak. Artinya harus dilaksanakan dengan
memperhitungkan efisiensi waktu agar seseorang yang mencari keadilan
mendapatkan kepastian sesegera mungkin.
Pemeriksaan cepat diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana meliputi acara pemeriksaan tindak pidana ringan dan acara pemerikaan
perkara pelanggaran lalu lintas jalan. Acara Pemeriksaan Cepat biasanya
digunakan dalam mengadili tindak pidana ringan atau yang biasa disebut Tipiring.
Pasal 205 KUHAP menyebutkan bahwa “yang diperiksa menurut acara
pemeriksaan tindak pidana ringan ialah perkara yang diancam dengan pidana
penjara atau kurungan paling lama tiga bulan dan atau denda sebanyak-banyaknya
tujuh ribu lima ratus rupiah dan penghinaan ringan kecuali yang ditentukan dalam
Paragraf 2 Bagian ini”. Khusus untuk delik tipiring, pengadilan mengadili dengan
hakim tunggal pada tingkat pertama dan terakhir, kecuali dalam hal dijatuhkan
pidana perampasan kemerdekaan terdakwa dapat meminta banding seperti yang
tercantum dalam Pasal 205 ayat (3).5
Penelitian ini menggunakan studi putusan hakim terhadap kasus-kasus
dengan pemeriksaan cepat. Dengan cepatnya proses dalam penyelesaian perkara,
selain dapat memberikan kepastian terhadap orang yang bersangkutan juga
5C. Djisman Samosir, tanpa tahun terbit, Hukum Acara Pidana, Nuansa Aulia, Bandung,
h. 124.
5
melahirkan stigma positif masyarakat bahwa beracara di pengadilan tidaklah
rumit dan akan melahirkan sebuah penghormatan tersendiri kepada institusi
pengadilan dan aparatur negara yang terkait.
Maka berdasarkan dari uraian penjelasan latar belakang masalah tersebut
diatas, penulis ingin membahas lebih lanjut tentang acara pemeriksaan tindak
pidana menjadi judul usulan penelitian yaitu “PENERAPAN ACARA
PEMERIKSAAN CEPAT DALAM PERSIDANGAN TINDAK PIDANA ”
1.2 Rumusan Masalah
Sehubungan dengan judul usulan penelitian ini, maka terdapat 2 (dua)
rumusan masalah yang dapat penulis kemukakan sebagai berikut :
1. Penerapan acara pemeriksaan cepat dalam persidangan tindak pidana
di Pengadilan Negeri Denpasar ?
2. Apa hambatan yang dialami dalam penerapan acara pemeriksaan cepat
di Pengadilan Negeri Denpasar ?
1.3 Ruang Lingkup Masalah
Sesuai dengan latar belakang serta untuk menghindari adanya
penyimpangan dalam uraian masalah dalam usulan penelitian ini maka ditentukan
ruang lingkup permasalahan yang dianalisa. Dalam hal ini yang ingin dibahas
adalah terpusat pada Penerapan Acara Pemeriksaan Cepat Oleh Hakim Dalam
Persidangan Tindak Pidana di Pengadilan Negeri Denpasar serta Hambatan Yang
Dialami dalam Penerapan Acara Pemeriksaan Cepat Oleh Hakim di Pengadilan
Negeri Denpasar.
6
1.6 Landasan Teoritis
Landasan teoritis meliputi filosofi, teori hukum, asas-asas hukum, norma,
konsep-konsep hukum, dan doktrin yang dipakai landasan untuk membahas
permasalahan penelitian. Sebagai landasan yang dimaksud untuk mewujudkan
kebenaran ilmu hukum yang bersifat konsesus. Identifikasi landasan teoritis
tersebut tidak boleh bertentangan satu sama lain.6
1. Asas dalam Hukum Acara Pidana yang Relevan dengan Acara Pemeriksaan
Cepat
Asas-asas hukum acara pidana merupakan hal yang penting dalam
pelaksanaan jalannya sistem peradilan pidana di Indonesia karena mekanisme
pengawasan dan evaluasi dapat berjalan sesuai dengan peraturan yang ada. Di
dalam Hukum Acara Pidana terdapat beberapa asas-asas yang mengacu tentang
pelaksanaan Hukum Acara Pidana, sebagai berikut :
a. Asas Praduga Tidak Bersalah (Presumption of Innocence);
b. Asas adanya perlakuan sama terhadap diri setiap orang dimuka
hukum/hakim dengan tanpa perlakuan yang berbeda;
c. Asas adanya penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan
harus berdasarkan perintah tertulis dari pejabat yang diberi oleh undang-
undang dan hanya menurut cara yang diatur oleh undang-undang;
6Buku Pedoman Pendidikan Fakultas Hukum Universitas Udayana, 2013, h. 75
7
d. Asas kepada seorang yang ditangkap, ditahan dan dituntut atau diadili
tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang dan atau karena
kekeliruan baik mengenai orangnya atau penerapan hukum;
e. Asas Trilogi Peradilan dilakukan dengan cepat, sederhana dan biaya
ringan;
f. Pengadilan memeriksa perkara pidana dengan adanya kehadiran
terdakwa;
g. Asas Oportunitas dan Dominus Litisdilakukan oleh Jaksa/Penuntut
Umum;
h. Asas pemeriksaan sidang pengadilan dilakukan secara terbuka untuk
umum kecuali dalam hal-hal tertentu yang ditentukan undang-undang
dan ancaman batal demi hukum apabila tidak dilakukan secara demikian;
i. Asas bahwa setiap orang yang tersangkut perkara pidana wajib
memperoleh bantuan hukum dan didampingi oleh penasihat hukum dari
tingkat penyidikan sampai peradilan;
j. Asas pemeriksaan hakim di sidang pengadilan secara langsung dan lisan
dalam bahasa indonesia yang dimengerti para saksi dan terdakwa;
k. Asas pelaksanan putusan pengadilan oleh Jaksa/Penuntut Umum dan
pengawasan dan pengamatan pelaksanan putusan pengadilan dalam
perkara pidana oleh Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan.
Berdasarkan asas-asas tersebut, Asas dari hukum acara pidana yang relevan
dengan penelitian ini yaitu Asas Trilogi Peradilan dilakukan dengan cepat,
sederhana dan biaya ringan. Tiga unsur tersebut harus ditegakkan pada semua
8
tingkat pemeriksaan dan sangat menyangkut pada sikap mental aparat penegak
hukum.
Sederhana, artinya dalam penanganan suatu perkara harus cepat dan tepat.
Sederhana dapat dilihat pada acara pemeriksaan cepat.7Makin sedikit dan
sederahana formalitas yang diwajibkan dan diperlukan dalam beracara di muka
pengadilan, maka akan semakin baik. Terlalu formalitas yang sukar dipahami
akan kurang menjamin kepastian hukum, sehingga tidak mustahil menimbulkan
keengganan dan ketakutan masyarakat pencari keadilan (justitiabelen) untuk
berperkara didepan pengadilan.8Esensi sederhana ini tercermin dalam hal
tertangkap tangan, pemeriksaan praperadilan, penggabungan pemeriksaan, perkara
pidana dengan tuntutan ganti rugi.
Cepat menurut tahapan yang diatur dalam KUHAP, yang antara lain
tampak lama maksimum sesuai dengan batas masa penahanan.9 Beberapa
ketentuan dalam pasal-pasal KUHAP memuat kata atau kalimat yang
mencerminkan proses penyelesaian perkara dilaksanakan dengan cepat yaitu kata
“segera”, “secepatnya” dan sebagainya. “Cepatnya proses pemeriksaan perkara
akan meninggikan penghormatan masyarakat kepada institusi peradilan. Hukum
berserta segenap aparatnya akan mempunyai wibawa. Masyarakat akan semakin
percaya kepada peradilan. Sebaliknya, lambatnya proses pemeriksaan perkara
akan merosotkan kewibawaan hukum dan pengadilan dimata masyarakat”.10
7Kuliah Hukum, 2016, URL : http://kuliahhukum.com/asas-umum-dan-asas-khusus-
dalam-hukum-acara-pidana/, diakses pada tanggal 20 Februari 2018. 8Mutiara Hirdes Delani, Op.Cit., h. 41. 9Nikolas Simanjuntak, 2009, Acara Pidana Indonesia dalam Sirkus Hukum, Ghalia
Indonesia, tanpa tempat terbit, h. 112. 10Mutiara Hirdes Delani, loc.cit.
9
“Biaya ringan, suatu peradilan dikatakan murah jika masyarakat mampu
membayar biaya perkara di semua tingkat pengadilan. Bagaimanapun juga, hak
atas keadilan menjadi milik semua orang, baik kaya maupun miskin. Bagi mereka
yang berkualifikasi sebagai warga negara miskin tetap berhak memperoleh
keadilan dari institusi peradilan manakala dirugikan orang lain. Apabila mereka
tidak mampu membayar, peraturan perundang-undangan telah memberikan hak
berperkara secara prodeo (gratis) atas biaya negara”.11 Dapat kita lihat pada Surat
Edaran Mahkamah Agung No. KMA/155/X/1881 tanggal 19 Oktober 1981 yaitu
minimal Rp. 500,00 dan maksimum Rp. 10.000,00. Biaya ringan bagi
tersangka/terdakwa karena pada akhirnya semua biaya nyata penanganan perkara
akan menjadi beban negara. Lazimnya, terdakwa yang sudah dihukum pidana
biasa, sudah tidak punya uang lagi atau memang tidak mau lagi membayar karena
sudah harus dipidana penjara (dalam praktiknya, biaya itu memang ditanggung
sendiri oleh jaksa yang menuntutnya). Dalam perkara pidana, bukan besarnya
fisik uang yang mau dibebankankan sebagai hukuman, tetapi keterbuktian besar
kecilnya kesalahan.12
2. Teori Efektivitas Hukum
Teori efektifitas hukum sebagai landasan kerangka fikir untuk mengkaji
permasalahan hukum yang berkaitan dengan Penerapan Acara Pemeriksaan Cepat
Dalam Persidangan Tindak Pidana Di Pengadilan Negeri Denpasar.Menurut R.
Seidman berbicara efektivitas hukummaka kita pertama-tama harus dapat
mengukur sejauh mana aturan hukum itu ditaati atau tidak ditaati. Jika suatu
11Ibid. 12Nikolas Simanjuntak,loc.cit.
10
aturan hukum ditaati oleh sebagian besar target yang menjadi sasaran ketaatannya
maka akan dikatakan aturan hukum yang bersangkutan adalah efektif.13
Efektivitas hukum berarti bahwa orang benar-benar berbuat sesuai dengan norma-
norma hukum sebagaimana mereka harus berbuat, bahwa norma-norma itu benar-
benar diterapkan dan dipatuhi.14
Derajat dari efektivitas hukum menurut Soerjono Soekanto, ditentukan
oleh taraf kepatuhan masyarakat terhadap hukum, termasuk para penegak
hukumnya, sehingga dikenal asumsi bahwa, taraf kepatuhan yang tinggi adalah
indikator suatu berfungsinya suatu sistem hukum. Dan berfungsinya hukum
merupakan pertanda hukum tersebut mencapai tujuan hukum yaitu berusaha untuk
mempertahankan dan melindungi masyrakat dalam pergaulan hidup.15 Menurut
Soerjono Soekanto, “faktor – faktor yang berpengaruh dalam penegakan hukum
antara lain :
1. Faktor Kaidah Hukum. Hukum berfungsi untuk keadilan, kepastian dan
kemanfaatan. Dalam praktik penyelenggaraan hukum di lapangan terjadi
pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan. Kepastian hukum sifatnya
konkret berwujud nyata, sedangkan keadilan bersifat abstrak sehingga ketika
seorang hakim memutuskan suatu perkara dengan penerapan undang-undang
saja maka nilai keadilan itu tidak tercapai sepenuhnya. Maka ketika terdapat
permasalahan mengenai hukum setidaknya keadilan menjadi prioritas utama.
Karena hukum tidaklah semata-mata dilihat dari sudut hukum tertulis saja,
masih banyak aturan-aturan yang hidup dalam masyarakat yang mampu
mengatur kehidupan masyarakat.
2. Faktor Penegak Hukum. Faktor ini meliputi pihak-pihak yang membentuk
maupun menerapkan hukum atau law enforcement. Bagian-bagian law
enforcement itu adalah aparatur penegak hukum yang mampu memberikan
kepastian, keadilan dan kemanfaatan hukum secara proposional. Ada tiga
elemen penting yang mempengaruhi mekanisme bekerjanya aparat dan
13Salim H. S. dan Erlis Septiana Urbani, 2013, Penerapan Teori Hukum pada Teks dan
Desertasi, Edisi Pertama, Ctk Kesatu, Rajawali Press, Jakarta, h. 375. 14Zainuddin Ali, 2006, Sosiologi Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, h. 62. 15Soerjono Soekanto, 1985, Efektivitas Hukum dan Peranan Saksi, Remaja Karya,
Bandung, h. 7.
11
aparatur penegak hukum, antara lain : (1) institusi penegak hukum beserta
berbagai perangkat sarana dan prasarana pendukung dan mekanisme kerja
kelembagaannya; (2) budaya kerja yang terkait dengan aparatnya, termasuk
mengenai kesejahteraan aparatnya; dan (3) perangkat peraturan yang
mendukung baik kineerja kelembagaannya maupun yang mengatur materi
hukum yang dijadikan standar kerja, baik hukum materilnya maupun hukum
acaranya.
3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung pnegakan hukum. Fasilitas
pendukung secara sederhana dapat dirumuskan sebagai sarana untuk mencapai
tujuan. Ruang lingkupnya terutama adalah sarana fisik yang berfungsi sebagai
faktor pendukung. Fasilitas pendukung mencakup tenaga kerja manusia yang
berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai,
keuangan yang cukup dan sebagainya.
4. Faktor masyarakat. Penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan
untuk mencapai kedamaian didalam masyarakat. Masyarakat mempunyai
pendapat-pendapat tertentu mengenai hukum.
5. Faktor kebudayaan. Faktor kebudayaan sebenarnya bersatu padu dengan faktor
masyarakat sengaja dibedakan, karena didalam pembahasannya diketengahkan
masalah sistem nilai-nilai yang menjadi inti dari kebudayaan spiritual atau non
material. Hal ini dibedakan sebab sebagaimana suatu sistem atau subsistem
dari sistem kemasyarakatan, maka hukum mencakup struktur, substansi dan
kebudayaan”.16
Pandangan lain tentang efektivitas hukum oleh Clerence J Dias
menyatakan bahwa :
“An effective legal sytem may be describe as one in which there exists a
high degree of congruence between legal rule and human conduct. Thus
and effective kegal sytem will be characterized by minimal disparyti
between the formal legal system and the operative legal system is secured
by :
1. The intelligibility of it legal system.
2. High level public knowlege of the conten of the legal rules.
3. Efficient and effective mobilization of legal rules:
a. A commited administration and.
b. Citizen involvement and participation in the mobilization process.
4. Dispute sattelment mechanisms that are both easily accessible to the
public and effective in their resolution of disputes and.
5. A widely shere perception by individuals of the effectiveness of the
legal rules and institutions”.17
16Karya Tulis Ilmiah, http://karyatulisilmiah.com/faktor-faktor-yang-mempengaruhi-
penegakan-hukum/, diakses pada tanggal 24 Januari 2018. 17Clerence J.Dias, 1975,Research on Legal Service And Poverty: its Relevance to the
Design ofLegal Service Program in Developing Countries, Wash. U.L. Q 147, h. 150.
12
Diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia pandangan tersebut dapat
diartikan sebuah sistim hukum yang efektif dapat digambarkan sebagai sistim di
mana terdapat tingkat kesesuaian yang tinggi antara aturan hukum dan perilaku
manusia. Dengan demikian dan sistim hukum yang efektif akan dicirikan oleh
kesenjangan minimal antara sistem hukum formal dan sistem hukum operatif
dijamin dengan :
1. Intelijen sistem hukumnya.
2. Pengetahuan umum tingkat tinggi tentang aturan hukum.
3. Mobilisasi aturan hukum yang efisien dan efektif :
a. Sebuah administrasi yang berkomitmen dan
b. Keterlibatan warga dan partisipasi dalam proses mobilisasi
4. Mekanisme sengketa pertentangan yang mudah diakses oleh publik dan
efektif dalam penyelesaian sengketa dan
5. Persepsi luas yang dilakukan oleh individu atas efektivitas aturan dan
institusi hukum.
Berdasarkan penjelasan diatas maka “studi efektivitas hukum merupakan
suatu kegiatan yang memperlihatkan suatu strategi perumusan masalah yang
bersifat umum, yaitu suatu perbandingan antara realitas hukum dan ideal hukum,
secara khusus terlihat jenjang antara hukum dalam tindakan (law in action )
dengan hukum dalam teori (law in theory) atau dengan kata lain kegiatan ini akan
memperlihatkan kaitannya antara law in the book dan law in action”.18
3. Teori Bekerjanya Hukum
18Soleman B. Taneko, 1993, Pokok-Pokok Studi Hukum dalam Masyarakat, Rajawali
Press, Jakarta, h.47-48.
13
Prinsipnya teori ini tidak jauh berbeda dengan teori efektifitas hukum.
Namun pada teori ini lebih bertumpu pada fungsinya hukum, berada dalam
keadaan seimbang. Artinya hukum akan dapat bekerja dengan baik dan efektif
dalam masyarakat yang diaturnya. Teori Seidman ini dapat dipakai untuk
mengkaji peraturan hukum yang dibuat oleh para elite negara, dan apakah
bekerjanya hukum berfungsi sebagaimana mestinya dan efektif berlakunya dalam
masyarakat, atau justru sebaliknya tidak efektif bekerjanya. Bahwa tidak semua
aturan yang berlaku pada suatu masyarakat tertentu dapat ditransper dan berlaku
dengan baik pada masyarakat lain karena adanya perbedaan sistem nilai yang
dianut oleh masyarakat bersangkutan. Bahwa basis bekerjanya hukum adalah
masyarakat, maka hukum akan dipengaruhi oleh faktor-faktor atau kekuatan sosial
mulai dari tahap pembuatan sampai dengan pemberlakuan. Kekuatan sosial akan
berusaha masuk dalam setiap proses legislasi secara efektif dan efesien. Peraturan
dikeluarkan diharapkan sesuai dengan keinginan, tetapi efek dari perturan tersebut
tergantung dari kekuatan sosial seperti budaya hukumnya baik, maka hukum akan
bekerja dengan baik pula, tetapi sebaliknya apabila kekuatannya berkurang atau
tidak ada maka hukum tidak akan bisa berjalan. Karena masyarakat sebagai basis
bekerjanya hukum.19
Dalam teori tersebut, Satjipto Rahardjomemaparkan bahwa terdapat
tigakomponen utama pendukung bekerjanya hukum dalam masyarakat. “Ketiga
komponen tersebut meliputi: 1) Lembaga Pembuat Peraturan; 2) Lembaga
Penerap Peraturan; 3) Pemegang Peran. Dan dari ketiga komponen dasar tersebut,
19Aiyul, 2017, “Teori Robert B Seidman”, Scribd.com, URL :
https://www.scribd.com/document/367243808/Teori-Robert-B-Seidman, diakses tanggal 25 Juli
2018.
14
Robert B. Seidman mengajukan beberapa dalil, sebagaimana dikutip
SatjiptoRahardjo, sebagai berikut:
1. Lembaga Pembuat Peraturan : Bagaimana seorang pemegang peran itu
akan bertindak sebagai suatu respon terhadap peraturan-peraturan yang
ditujukan kepadanya. Sanksi-sanksi, aktivitas dari lembaga-lembaga
pelaksana, serta keseluruhan kompleks kekuatan sosial, politik, dan lain-
lain mengenai dirinya.
2. Lembaga Penerapan Peraturan : Bagaimana lembaga-lembaga pelaksana
itu akan bertindak sebagai respon terhadap peraturan hukum yang
ditujukan kepada mereka, sanksi-sanksinya keseluruhan kompleks
kekuatan-kekuatan sosial, politik, dan lain-lain yang mengenai diri
mereka, serta umpan-umpan balik yang datang dari para pemegang peran.
3. Pemegang Peran : Bagaimana para pembuat undang-undang itu akan
bertindak merupakan fungsi peraturan-peraturan yang mengatur tingkah
laku mereka, sanksi-sanksinya keseluruhan kompleks kekuatan-kekuatan
sosial, politik, ideologis, dan lain-lain yang mengenai diri mereka, serta
umpan-umpan balik yang datang dari para pemegang peran serta
birokrasi”.20
Ketiga komponen ini mendukung berjalannya sistem hukum di suatu
negara dan hal yang sangat penting untuk menilai berfungsinya hukum atau
bekerjanya hukum dalam masyarakat. Hukum diharapkan dapat berfungsi
optimal, dan bekerja dengan baik dalam masyarakat, serta harus diperhatikan
secara sungguh-sungguh.
1.7 Metode Penelitian
1.8.1 Jenis Penelitian
Adapun jenis penelitian yang digunakan adalah yuridis empiris atau
tatsachenwissenschaft merupakan suatu ilmu kenyataan hukum yang terdiri dari
penelitian terhadap efektifitas hukum serta penegakan hukum dalam masyarakat.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hukum itu berfungsi dalam masyarakat
20Satjipto Rahardjo, 1980, Hukum dan Masyarakat, Alumni, Bandung, hal.28.
15
yaitu kaidah hukum/peraturan itu sendiri, petugas/aparat penegak hukum,
sarana/fasilitas yang dipergunakan oleh penegak hukum serta kesadaran
masyarakat.21 Dalam penelitian ini, penulis menjelaskan penerapan suatu norma
dalam kasus yang terjadi di Pengadilan Negeri Denpasar.
1.8.2 Jenis Pendekatan
Jenis Pendekatan yang dipergunakan dalam melakukan penelitian ini
adalah pendekatan fakta (The Fact Approach) yaitu pendekatan ini dilakukan
berdasarkan fakta-fakta yang terjadi dalam masyarakat mengenai penerapan acara
pemeriksaan cepat dalam persidangan tindak pidana. Pendekatan perundang-
undangan (The State Approach) yaitu pendekatan ini dilakukan dengan menelaah
semua oeraturan perundang-undangan yang bersangkutan dengan permasalahan
(isu hukum) yang sedang dihadapi. Dan pendekatan kasus (The Case Approach)
yaitu Pendekatan ini dilakukan dengan melakukan telaah pada kasus-kasus yang
berkaitan dengan isu hukum yang dihadapi. Kasus-kasus yang ditelaah merupakan
kasus yang telah memperoleh putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap. Hal
pokok yang dikaji pada setiap putusan tersebut adalah pertimbangan hakim untuk
sampai pada suatu keputusan sehingga dapat digunakan sebagai argumentasi
dalam memecahkan isu hukum yang dihadapi.
1.8.3 Sifat Penelitian
Dalam penulisan penelitian ini menggunakan sifat penelitian Deskriptif.
Penelitian deskriptif menurut Soerjono Soekanto adalah suatu penelitian yang
dimaksud untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia,
21Zainudin Ali, 2009, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, h. 31.
16
keadaan, gejala-gejala, lainnya. Maksudnya adalah terutama mempertegas
hipotesa-hipotesa, agar dapat membantu memperkuat teori-teori lama, atau
didalam kerangka penyusunan teori baru.
1.8.4 Data dan Sumber Data
Sumber data yang digunakandalampenulisan penelitian ini terdiri dari
bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, sebagaiberikut :
1. Data Primer yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber pertama
dilapangan yaitu informan untuk menggali informasi melalui wawancara
dengan Hakim Pengadilan Negeri Denpasar yang berkompeten dibidang acara
pemeriksaan cepat dalam persidangan tindak pidana.
2. Data sekunder yaitu data yang diperoleh bersumber dari penelitian kepustakaan
yang tidak diperoleh secara langsung dari sumber pertamanya, melainkan
bersumber dari data-data yang telah terdokumentasi dalam bentuk bahan-bahan
hukum dan karya tulis ilmiah hukum yang berkaitan dengan Penerapan
pemeriksaan acara cepat dalam tindak pidana. Adapun data sekunder yang
penulis gunakan dalam penelitian ini, antara lain :
a. Bahan hukum primer yaitu bahan – bahan hukum yang mengikat terdiri dari
instrumen hukum nasional, terdiri dari :
1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
2. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
3. Undang-undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan.
17
b. Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penelitian ini yaitu bahan
hukum yang memberikan penjelasan dan menunjang bahan hukum perimer
antara lain pendapat para pakar hukum, karya tulis hukum terdahulu dan
buku-buku hukum sebagai referensi.
c. Bahan hukum tersier yang digunakan berupa kamus hukum dan Kamus
Besar Bahasa Indonesia Nasional yang berrada di internet.
1.8.5 Teknik Pengumpulan Data
Data bagi suatu penelitian merupakan bahan yang akan digunakan untuk
menjawab permasalahan penelitian. Dengan demikian permaslahan dalam
penelitian dapat dipecahkan. Dalam penelitiaan ini pengumpulan data yang
digunakan yaitu dengan teknik observasi, dimana pengamatan secara langsung,
dan menggunakan teknik wawancara (interview) yaitu sebagai suatu proses tanya
jawab lisan dengan informan terkait untuk memperoleh data.
Wawancara adalah proses tanya jawab dalam penelitian yang berlangsung
secara lisan dalam mana dua orang atau lebih bertatap muka mendengarkan secara
langsung informasi-informasi atau keterangan-keterangan.22 Wawancara
dilakukan secara bebas terbuka dengan alat berupa daftar pertanyaan yang telah
disiapkan sebagai pedoman wawancara sesuai dengan permasalahan tanpa
menutup kemungkinan muncul pertanyaan-pertanyaan lain secara spontan
ditengah wawancara yang sedang berlangsung.
Teknik observasi langsung adalah teknik pengumpulan data dimana
peneliti mengadakan pengamatan secara langsung tanpa alat terhadap gejala-
22Choild Narbuko dan Abu Achmadi, 2001, Metodelogi Penelitian, Bumi Aksara, Jakarta,
h.81.
18
gejala subyek yang diselidiki dimana pengamatan dilakukan dalam situasi yang
sebenarnya.23
1.8.6 Teknik Penentuan Sampel Penelitian
Teknik penentuan sampel penelitian yang digunakan adalah Teknik
Purposive Sampling. Dimana penarikan sampel dilakukan berdasarkan tujuan
tertentu yaitu sampel dipilih atau ditentukan sendiri oleh peneliti, yang mana
penunjukan dan pemilihan sampel didasarkan pertimbangan bahwa sampel telah
memenuhi kriteria dan sifat-sifat atau karakteristik tertentu yang merupakan ciri
utamanya populasi.24
1.8.7 Pengolahan dan Analisis Data
Setelah data terkumpul baik data lapangan (data primer) maupun data
kepustakaan (data sekunder) akan diolah secara kuantitatif, dimana teknik
pengolahan ini digunakan dengan cara memilih data dengan kualitasnya untuk
dapat menjawab permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini. Setelah melalui
proses pengolahan data, kemudian data tersebut dianalisis dan disajikan secara
deskriptif analisis, yaitu suatu cara analisa data yang digunakan dengan menyusun
secara sistematis hingga memperoleh suatu kesimpulan yang ilmiah.
23Buku Pedoman Pendidikan Fakultas Hukum Universitas Udayana, 2013, h.82. 24Ibid. h.87.
24
BAB II
TINJAUAN UMU ACARA PEMERIKSAAN CEPAT
2.1 Acara Pemeriksaan Penyelesaian Perkara Tindak Pidana
Acara pemeriksaan perkara pidana di pengadilan terdapat 3 jenis, yaitu
Acara Pemeriksaan Biasa, Acara Pemeriksaan Singkat, dan Acara Pemeriksaan
Cepat.
“Acara pemeriksaan biasa diatur dalam Pasal 152 Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana sampai Pasal 182 Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana. Apabila Pasal 152 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana sampai
Pasal 182 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana kita perhatikan isinya,
dapat dikemukakan beberapa hal, yaitu :
a. Surat pelimpahan perkara dari jaksa penuntut ke pengadilan;
b. Penetapan hari sidang dan hakim memerintahkan kepada penuntut
umum untuk memanggil terdakwa dan saksi untuk datang ke
pengadilan;
c. Pemeriksaan perkara dilakukan secara lisan dalam bahasa
Indonesia yang dimengerti terdakwa dan saksi;
d. Pemeriksaan terbuka untuk umum kecuali dalam perkara yang
menyangkut kesusilaan,atau terdakwanya anak-anak;
e. Terdakwa atau penasihat hukum dapat mengajukan keberatan
terhadap kewenangan mengadili dari hakim dan surat dakwaan dari
Jaksa Penuntut Umum yang tidak memenuhi syarat sebagaimana
diatur dalam Pasal 143 Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana;
f. Hakim dilarang menunjukan sikap atau mengeluarkan pernyataan
disidang tentang keyakinan mengenai salah atau tidaknya terdakwa
kecuali pada saat membacakan putusan;
g. Yang pertama-tama dengan keterangannya adalah korban yang
menjadi saksi, baru kemudian saksi-saksi lain dan ahli jika ada dan
terakhir adalah terdakwa;
h. Hakim memberikan kesempatan pada terdakwa dan penasihat
hukum atau Jaksa Penuntut Umum untuk bertanya pada saksi;
i. Pertanyaan yang bersifat menjerat tidak boleh diajukan baik
kepada terdakwa maupun kepada saksi;
25
j. Mengatur mengenai siapa-siapa yang dapat didengarkan
keterangannya sebagai saksi dan siapa-siapa yang dapat
mengundurkan diri sebagai saksi;
k. Orang-orang yang pekerjaannya menyimpan rahasia dapat
meminta dibebaskan untuk memberikan keterangan sebagai saksi;
l. Seseorang yang boleh dipaksa untuk memberikan keterangan tanpa
sumpah;
m. Apabila terdakwa atau saksi dalam keadaan bisu atau tuli dan tidak
dapat menulis, maka hakim menunjuk penerjemah;
n. Ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lain wajib
memberikan keterangan apabila diminta kepolisian, kejaksaan atau
pengadilan”.25
Acara pemeriksaan singkat diatur pada BAB XVI, Bagian Kelima, Pasal
203-204 KUHAP. Dahulu Acara Pemeriksaan Singkat ini disebut perkara sumir
yang pembuktiannya mudah dan sifatnya sederhana.26 Pada dasarnya pengertian
tentang “acara pemeriksaan singkat” dapat disimpulkan dari Pasal 203 ayat (1)
KUHAP sebagai berikut :“yang diperiksa menurut acara pemeriksaan singkat
ialah perkara kejahatan atau pelanggaran yang tidak termasuk ketentuan Pasal 205
dan menurut penuntut umum pembuktian serta penerapan hukumnya mudah dan
sifatnya sederhana”.
Berdasarkan rumusan diatas, Acara Pemeriksaan Singkat adalah
pemeriksaan perkara yang oleh penuntut umum pembuktian dan penerapan
hukum mudah dan sifatnya sederhana serta bukan tindak pidana ringan atau
perkara pelanggaran lalu lintas jalan. Kata mudah dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia yang dikeluarkan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan tercantum
artinya :
25C. Djisman Samosir, Loc.Cit.
26Leden Marpaung, 2010, Proses Penanganan Perkara Pidana (Di Kejaksaan &
Pengadilan Negeri Upaya Hukum & Eksekusi), Ed. 2 Cet 1, Sinar Grafika, Jakarta, h. 70.
26
“Tidak memerlukan banyak tenaga atau pikiran dalam mengerjakan: tidak sukar,
tidak berat, gampang”. Dengan demikian, pembuktian dan penerapan hukum
gampang, tidak sukar, tidak memerlukan banyak pikiran dalam mengerjakannya.
Terdapat pengertian “sifatnya sederhana”, perlu pengamatan tentang arti kata
“sederhana” yakni bersahaja, tidak banyak seluk-beluk kesulitan.27Adapun
perbedaan perkara yang diperiksa dengan acara biasa dengan perkara yang
diperiksa dengan acara pemeriksaan singkat adalah sebagai berikut :
- Hakim dapat memerintahkan kepada penuntut umum agar perkara yang
diperiksa dalam acara pemeriksaan singkat diajukan kesidang
pengadilan dengan acara pemeriksaan biasa.
- Dalam acara pemeriksaan biasa, putusan dibuat secara khusus
sedangkan dalam acara pemeriksaan singkat putusan tidak dibuat
secara khusus, tetapi dicatat dalam berita acara sidang.
- Dalam acara pemeriksaan biasa terdakwa mendapatkan putusan
pengadilan, sedangkan dalam acara pemeriksaan singkat hakim
memberikan surat yang memuat amar putusan tersebut, dan surat
tersebut mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan putusan
pengadilan dalam acara biasa.28
27Ibid, h. 71. 28C. Djisman Samosir, 2013, Segenggam Tentang Hukum Acara Pidana, Cet. I, Nuansa
Aulia, Bandung, h. 117-126.
27
Acara pemeriksaan Cepat diatur dalam Bab XVI Bagian Keenam
KUHAP yang terdiri atas 2 paragraf, yakni :
1. Paragraf 1 berisi tentang Acara Pemeriksaan Tindak Pidana Ringan, terdiri
dari Pasal 205, Pasal 206, Pasal 207, Pasal 208, Pasal 209, dan Pasal 210
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
Pasal 205
(1) “Yang diperiksa menurut acara pemeriksaan tindak pidana ringan ialah
perkara yang diancam dengan pidana penjara atau kurungan paling lama
3 bulan dan/atau denda sebanyak-banyaknya tujuh ribu lima ratus rupiah
dan penghinaan ringan kecuali yang ditentukan dalam paragraf 2 bagian
ini.”
(2) “Dalam perkara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), penyidik atas
kuasa penuntut umum, dalam waktu tiga hari sejak berita acara
pemeriksaan selesai dibuat, menghadapkan terdakwa beserta barang
bukti, saksi, ahli dana tau juru bahasa ke sidang pengadilan.”
(3) “Dalam acara pemeriksaan tindak pidana ringan penyidik dalam waktu
tiga hari sejak berita acara pemeriksaan sebagai mana dimaksud dalam
ayat (1), pengadilan mengadili dengan hakim tunggal pada tingkat
pertama dan terakhir, kecuali dalam hal dijatuhkan pidana perampasan
kemerdekaan terdakwa dapat meminta banding”.
Pasal 206
“Pengadilan menetapkan hari tertentu dalam tujuh hari untuk mengadili
perkara dengan acara pemeriksaan tindak pidana ringan.”
Pasal 207
(1) “a. Penyidik memberitahukan secara tertulis kepada terdakwa tentang
hari, tanggal, jam dan tempat ia harus menghadap sidang pengadilan dan
hal tersebut dicatat dengan baik oleh penyidik, selanjutnya catatan
bersama berkas dikirim ke pengadilan., b. Perkara dengan acara
pemeriksaan tindak pidana ringan yang diterima harus segera
disidangkan pada hari sidang itu juga.”
(2) “a. Hakim yang bersangkutan memerintahkan panitera mencatat dalam
buku register semua perkara yang diterimanya., b. Dalam buku register
dimuat nama lengkap, tempat tanggal lahir, umur atau tanggal lahir, jenis
kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan terdakwa
serta apa yang didakwakan kepadanya.”
Pasal 208
28
“Saksi dalam acara pemeriksaan tindak pidana ringan tidak mengucapkan
sumpah atau janji kecuali hakim menganggap perlu.”
Pasal 209
(1) “Putusan dicatat oleh hakim dalam daftar catatan perkara dan
selanjutnya oleh panitera dicatat dalam buku register serta ditanda
tangani oleh hakim yang bersangkutan dan panitera.”
(2) “Berita acara pemeriksaan sidang tidak dibuat kecuali jika dalam
pemeriksaan tersebut ternyata ada hal yang tidak sesuai dengan berita
acara pemeriksaan yang dibuat oleh penyidik.”
Pasal 210
“Ketentuan dalam Bagian Kesatu, Bagian Kedua dan Bagian Ketiga Bab ini
tetap berlaku sepanjang peraturan itu tidak bertentangan dengan paragraf
ini. Paragraf 2 Acara Pemeriksaan Perkara Pelanggaran Lalu Lintas Jalan.”
2. Paragraf 2 berisi tentang Acara Pemeriksaan Perkara Pelanggaran Lalu
Lintas Jalan. Terdiri dari Pasal 211, Pasal 212, Pasal 213, Pasal 214, Pasal
215, dan Pasal 216 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
Pasal 211
“Yang diperiksa menurut acara pemeriksaan pada Paragraf ini ialah perkara
pelanggaran tertentu terhadap perundang-undanngan lalu lintas jalan.”
Pasal 212
“Untuk perkara pelanggaran lalu lintas jalan tidak diperlukan berita acara
pemeriksaan, oleh karena itu catatan sebagaimana dimaksud dalam pasal
207 ayat (1) huruf a segera diserahkan kepada pengadilan selambat-
lambatnya pada kesempatan hari sidanng pertama berikutnya.”
Pasal 213
“Terdakwa dapat menunjuk seorang dengan surat untuk mewakilinya di
sidang.”
29
Pasal 214
(1) “Jika terdakwa atau wakilnya tidak hadir sidang, pemeriksaan perkara
dilanjutkan.”
(2) “Dalam hal putusan diucapkan diluar hadirnya terdakwa, surat amar
putusan segera disampaikan kepada terpidana.”
(3) “Bukti bahwa surat amar putusan telah disampaikan oleh penyidik
kepada terpidana, diserahkan kepada panitera untuk dicatat dalam buku
register.”
(4) “Dalam hal putusan dijatuhkan diluar hadirnya terdakwa dan putusan itu
berupa pidana perampasan kemerdekaan, terdakwa dapat mengajukan
perlawanan.”
(5) “Dalam waktu tujuh hari sesudah putusan diberitahukan secara sah
kepada terdakwa ia dapat mengajukan perlawanan kepada pengadilan
yang menjatuhkan putusan itu.”
(6) “Dengan perlawanan itu putusan diluar hadirnya terdakwa menjadi
gugur.”
(7) “Setelah panitera memberitahukan kepada penyidik tentang perlawanan
itu hakim menetapkan hari sidang untuk memeriksa kembali perkara.”
(8) “Jika putusan setelah diajukannya perlawanan tetap berupa pidana
sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), terhadap putusan tersebut
terdakwa dapat pengajukan banding.”
Pasal 215
“Pengembalian benda sitaan dilakukan tanpa syarat kepada yang berhak,
segera setelah putusan dijatuhkan jika terpidana telah memenuhi isi amar
putusan.”
Pasal 216
“Ketentuan dalam Pasal 210 tetap berlaku sepanjang peraturan itu tidak
bertentangan dengan paragraf ini.”
2.2.Tindak Pidana
2.2.1 Pengertian Tindak Pidana
Tindak pidana terjemahan dari “strafbaar feit”, di dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana tidak terdapat penjelasan mengenai apa yang sebenarnya
dimaksud dengan strafbaar feit itu sendiri. Biasanya tindak pidana disinonimkan
dengan delik, yang berasal dari bahasa latin yakni kata delictum. Dalam Kamus
30
Besar Bahasa Indonesia tercantum sebagai berikut : “ Delik adalah perbuatan yang
dapat dikenakan hukuman karena merupakan pelanggaran terhadap undang-
undang tindak pidana”. Berdasarkan rumusan yang ada maka delik/strafbaar feit
memuat beberapa unsur :
1. Suatu perbuatan manusia.
2. Perbuatan itu dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang.
3. Perbuatan itu dilakukan oleh seseorang yang mana perbuatan tersebut dapat
dipertanggungjawabkan.29
Pemberian definisi tentang hukum atau pengertian dalam ilmu-ilmu
sosialnya pastilah terdapat perbedaan-perbedaan pendapat, maka dalam pemberian
pengertian terhadap definisi tindak pidana juga terdapat bermacam-macam
pendapat yang diberikan oleh para sarjana. Mengenai hal ini beberapa pendapat
yang antara lain:
Menurut Simons, strafbaarfeit yaitu kelakuan yang diancam dengan
pidana yang bersifat melawan hukum yang berhubungan dengan kesalahan dan
kelakuan oleh orang-orang yang mampu bertanggungjawab”.30
Van Hammel, mengatakan strafbaarfeit yaitu kelakuan orang yang
dirumuskan dalam wet yang bersifat melawan hukum yang patut dipidana dan
dilakukan dengan kesalahan.31
Moeljatno mendefinisikan perbuatan pidana sebagai perbuatan yang
dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai sanksi yang berupa
29Teguh Prasetyo, 2010, Hukum Pidana, Rajawali Pers, Jakarta, h. 47. 30Wiryono Projodikoro, 1986, Azas- azas Hukum Pidana di Indonesia, PT. Eresco,
Bandung, h. 56.
31Ibid, h. 54.
31
pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut, laranngan
ditujukan kepada perbuatan (suatu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh
kelakuan orang), sedangkan ancaman pidana ditujukan kepada orang yang
menimbulkan kejadian itu.32
Istilah Tindak Pidana dapat diartikan sebagai gerak gerik tingkah laku
dan gerak gerik jasmani seseorang. Hal-hal tersebut terdapat juga seseorang untuk
tidak berbuat, akan tetapi dengan tidak berbuatnya seseorang, seseorang telah
melakukan tindak pidana. Mengenai kewajiban untuk berbuat tetapi seseorang
tidak berbuat, yang di dalam undang-undang menentukan pada Pasal 164 KUHP
yang mengharuskan seseorang untuk melapor kepada pihak berwajib apabila
timbul kejahatan, ternyata tidak dilaporkan maka seseorang tersebut dapat
dikenakan sanksi. Secara khusus pengertian tindak pidana adalah perbuatan yang
oleh aturan hukum dilarang dan diancam dengan pidana, dimana pengertian
perbuatan disini selain perbuatan bersifat aktif (melakukan sesuatu yang
sebenarnya dilarang oleh hukum) juga perbuatan yang bersifat pasif (tidak berbuat
sesuatu yang sebenarnya diharuskan oleh hukum).33
2.2.2. Tindak Pidana Ringan
2.2.2.1 Pengertian Tindak Pidana Ringan
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau dikenal dengan KUHP
memuat dua bentuk peristiwa pidana yaitu berupa kejahatan dan pelaggaran.
terhadap kejahatan terbagi menjadi dua bentuk yaitu kejahatan biasa dan
kejahatan ringan atau yang lebih dikenal dengan istilah tindak pidana ringan.
32Moeljatno, 1986, Asas-asas Hukum Pidana, Bina Aksara, Jakarta, (selanjutnya
disingkat Moeljatno II), h. 54. 33Ibid.
32
Definisi mengenai tindak pidana ringan akan sulit ditemukan dalam KUHP,
namun definisi tersebut dapat dipahami dalam rumusan Pasal 205 ayat (1)
KUHAP yang menyebutkan bahwa :
“Yang diperiksa menurut acara pemeriksaan tindak pidana ringan adalah
perkara yang diancam dengan pidana penjara atau kurungan paling lama
tiga bulan dan atau denda sebanyak-banyaknya tujuh ribu lima ratus rupiah
dan penghinaan ringan kecuali yang ditentukan dalam paragraf 2 bagian
ini”.
Adapun dasar hukum pemeriksaan tindak pidana ringan yaitu :
a. Dasar hukum diatur dalam Bab Keenam Paragraf 1 Pasal 205-210
KUHAP;
b. Bagian Kesatu (Panggilan dan Dakwaan), Bagian Kedua (memutus
sengketa wewenang mengadili), dan Bagian Ketiga (acara pemeriksaan
biasa) Bab XVI sepanjang tidak bertentangan dengan paragraf 1 diatas.
c. Pasal-pasal dalam KUHP yang memuat ancaman pidana penjara atau
kurungan paling lama 3 (tiga) bulan dan atau denda sebanyak-
banyaknya Rp. 7500 (tujuh ribu lima ratus rupiah), Pasal 205 Ayat (1)
KUHP;
d. Peraturan daerah atau peraturan perundang-undangan lainnya yang
termasuk wewenang tipiring berdasarkan KUHP jo SEMA No. 18
Tahun 1983: sifat “cepat” itu menghendaki agar perkara tidak sampai
tertunggak, disamping itu situasi serta kondisi masyarakat belum
memungkinkan apabila untuk semua perkara tipiring terdakwa
33
diwajibkan hadir pada waktu putusan diucapkan, maka perkara-perkara
cepat (baik tipiring maupun lalu lintas) dapat diputus diluar hadirnya
terdakwa (verstek) dan “Pasal 214 KUHAP” berlaku untuk semua
perkara yang diperiksa dengan Acara Cepat.
2.2.2.2 Jenis-jenis Tindak Pidana Ringan
Adapun beberapa Pasal dalam KUHP yang berisi tentang macam-macam
tindak pidana ringan yaitu diantaranya :
1. Pasal 302 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan Ringan terhadap
Hewan;
2. Pasal 315 KUHP tentang Penghinaan Ringan;
3. Pasal 352 ayat (2) KUHP tentang Penganiayaan Ringan;
4. Pasal 364 KUHP tentang Pencurian Ringan;
5. Pasal 373 KUHP tentang Penggelapan Ringan;
6. Pasal 379 KUHP tentang Penipuan Ringan;
7. Pasal 384 KUHP tentang Penipuan dalam Penjualan;
8. Pasal 407 ayat (1) KUHP tentang Perusakan Barang;
9. Pasal 482 KUHP tentang Penadahan Ringan.
Selain diatur didalam KUHP, tindak pidana ringan juga terdapat diluar
KUHP. Adapun beberapa tindak pidana ringan yang diatur dalam Peraturan
Daerah baik Peraturan Daerah Provinsi Bali maupun Peraturan Daerah Kota
Denpasar yaitu diantaranya :
1. Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 8 tahun 2000 tentang Batas Usia
Kendaraan.
34
2. Peraturan Daerah Provinsi Bali No.5 Tahun 2016 tentang
Pramuwisata.
3. Peraturan Daerah Kota Denpasar No. 2 Tahun 2000 perubahan atas
Peraturan Daerah Kota Denpasar No. 7 Tahun 1993 tentang
Pemberantasan Pelacuran di Kota Denpasar.
4. Peraturan Daerah Kota Denpasar No. 1 Tahun 2015 tentang
Ketertiban Umum Kota Denpasar mengenai pembuangan sampah
sembarangan.
5. Peraturan Daerah Kota Denpasar No. 1 Tahun 2015 tentang
Ketertiban Umum Kota Denpasar mengenai pembuangan limbah
sembarangan.
6. Peraturan Daerah Kota Denpasar No. 17 Tahun 2011 tentang
Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol.
7. Peraturan Daerah Kota Denpasar No. 7 Tahun 2013 tentang
Kawasan Tanpa Rokok.
8. Peraturan Daerah Kota Denpasar No. 2 Tahun 2015 tentang
Pedagang Kaki Lima.
9. Peraturan Daerah Kota Denpasar No. 6 Tahun 1996 tentang Sistem
Informasi Manajemen Kependudukan (SIMDUK).
10. Peraturan Daerah Kota Denpasar No. 5 Tahun 2015 tentang
Bangunan Gedung.
35
2.2.3 Tindak Pidana Pelanggaran Lalu Lintas Jalan
2.2.3.1 Pengertian Tindak Pidana Pelanggaran Lalu Lintas Jalan
Pengertian lalu lintas angkutan jalan di dalam Undang-Undang Nomor
22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dirumuskan tentang
pengertian lalu lintas angkutan jalan secara sendiri-sendiri yakni sebagai berikut :
Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan :
“Lalu lintas dan Angkutan Jalan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri
atas Lalu Lintas, Angkutan Jalan, jaringan Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan, Prasana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, kendaraan, Pengemudi,
Pengguna Jalan, serta pengelolanya”.
Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan :
“Lalu Lintas adalah gerak Kendaraan dan orang di ruang Lalu Lintas
Jalan”.
Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan :
“Angkutan adalah perpindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke
tempat lain dengan menggunakan Kendaraan di Ruang Lalu Lintas Jalan”.
Berdasarkan rumusan Pasal 1 ayat (1), (2) dan (3) tersebut di atas dapat
disimpulkan bahwa lalu lintas angkutan jalan adalah gerak pindah orang atau
barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan dan
36
sarana jalan yang diperuntukkan bagi umum. Kendaraan yang dimaksud adalah
meliputi baik kendaraan bermotor maupun kendaraan tidak bermotor.
Dalam pengertian umum yang diatur Pasal 1 UU No. 22 Tahun 2009
tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan tidak ditemukan adanya pengertian secara
limitative tentang apa yang dimaksud dengan pelanggaran lalu lintas. Menurut
Awaloedin bahwa pelanggaran lalu lintas adalah perbuatan atau tindakan
seseorang yang bertentangan dengan peraturan perundang undangan lalu lintas
jalan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 33
ayat (1) huruf a dan b34. Definisi pelanggaran lalu lintas yang dikemukakan oleh
Awaloedin tersebut ternyata masih menggunakan rujukan atau dasar perundang-
undangan yang lama yakni UU No 14 Tahun 1992 yang telah diganti dengan UU
No. 22 Tahun 2009, akan tetapi hal tersebut dapat dijadikan suatu masukan
berharga dalam membahas tentang pengertian pelanggaran lalu lintas.
KUHP tidak dijelaskan mengenai arti pelanggaran. Pelanggaran dapat
dibedakan dengan kejahatan melalui sanksi yang diberikan. Sanksi bagi pelaku
pelanggaran umumnya lebih ringan dari pelaku kejahatan. “pelanggaran” adalah
delik undang-undang (wetsdelicten) yaitu perbuatan yang sifat melawan
hukumnya baru dapat diketahui setelah ada undang-undang yang mengaturnya.35
Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam hal
pelanggaran lalu lintas yang dimaksud dengan melanggar adalah melewati atau
melalui dengan tidak sah, menubruk, menabrak, menyalahi, melawan. Jadi dapat
34Naning Rondlon, 1983, Menggairahkan Kesadaran Hukum Masyarakat dan Disiplin
Penegak Hukum dan Lalu Lintas, Bina Ilmu, Jakarta, h. 19. 35Rusli Effendy dan Ny. Poppy Andi Lolo, 1989, Asas-asas Hukum Pidana, Umithohs
Press, Ujung Pandang, h.74.
37
disimpulkan bahwa definisi pelanggaran yaitu pelanggaran lalu lintas adalah suatu
perbuatan atau perkara melewati, melalui dengan tidak sah, menabrak, menyalahi,
melawan, yang berhubungan dengan arus bolak-balik, hilir mudik atau perjalanan
dijalan, perhubungan antara satu tempat dengan tempat yang lain dengan
menggunakan kendaraan bermotor.
2.2.3.2 Jenis-jenis Tindak Pidana Pelanggaran Lalu Lintas Jalan
Jenis-jenis pelanggaran lalu lintas dalam Undang-Undang No. 22 Tahun
2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diklasifikasikan menjadi tiga bagian
yaitu :
1. Klasifikasi pelanggaran ringan yaitu:
- Pasal 275 Ayat (1)melakukan perbuatan yang mengakibatkan kerusakan
dan/atau gangguan fungsi Jalan
- Pasal 276mengemudikan Kendaraan Bermotor Umum dalam trayek tidak
singgah di Terminal,
- Pasal 278mengemudikan Kendaraan Bermotor beroda empat atau lebih
di Jalan yang tidak dilengkapi dengan perlengkapan berupa ban
cadangan, segitiga pengaman, dongkrak, pembuka roda, dan peralatan
pertolongan pertama pada kecelakaan,
- Pasal 279mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang dipasangi
perlengkapan yang dapat mengganggu keselamatan berlalu lintas,
- Pasal 280mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang tidak
dipasangi Tanda Nomor Kendaraan Bermotor yang ditetapkan oleh
Kepolisian Negara Republik Indonesia,
38
- Pasal 281 mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang tidak
memiliki Surat Izin Mengemudi,
- Pasal 282Setiap Pengguna Jalan yang tidak mematuhi perintah yang
diberikan oleh petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia,
- Pasal 284mengemudikan Kendaraan Bermotor dengan tidak
mengutamakan keselamatan Pejalan Kaki atau pesepeda,
- Pasal 285 Ayat (1) mengemudikan Sepeda Motor di Jalan yang tidak
memenuhi persyaratan teknis dan layak jalan yang meliputi kaca spion,
klakson, lampu utama, lampu rem, lampu penunjuk arah, alat pemantul
cahaya, alat pengukur kecepatan, knalpot, dan kedalaman alur ban dan
Ayat (2)mengemudikan Kendaraan Bermotor beroda empat atau lebih di
Jalan yang tidak memenuhi persyaratan teknis yang meliputi kaca spion,
klakson, lampu utama, lampu mundur, lampu tanda batas dimensi badan
kendaraan, lampu gandengan, lampu rem, lampu penunjuk arah, alat
pemantul cahaya, alat pengukur kecepatan, kedalaman alur ban, kaca
depan, spakbor, bumper, penggandengan, penempelan, atau penghapus
kaca,
- Pasal 286mengemudikan Kendaraan Bermotor beroda empat atau lebih
di Jalan yang tidak memenuhi persyaratan laik jalan,
- Pasal 287 Ayat (1) mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang
melanggar aturan perintah atau larangan yang dinyatakan dengan Rambu
Lalu Lintas dan Ayat (2) mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan
39
yang melanggar aturan perintah atau larangan yang dinyatakan dengan
Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas,
- Pasal 288 Ayat (1) mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang
tidak dilengkapi dengan Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor atau
Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor yang ditetapkan oleh Kepolisian
Negara Republik Indonesia, Ayat (2) mengemudikan Kendaraan
Bermotor di Jalan yang tidak dapat menunjukkan Surat Izin Mengemudi
dan Ayat (3)mengemudikan mobil penumpang umum, mobil bus, mobil
barang, kereta gandengan, dan kereta tempelan yang tidak dilengkapi
dengan surat keterangan uji berkala dan tanda lulus uji berkala,
- Pasal 289mengemudikan Kendaraan Bermotor atau Penumpang yang
duduk di samping Pengemudi yang tidak mengenakan sabuk
keselamatan,
- Pasal 290mengemudikan dan menumpang Kendaraan Bermotor selain
Sepeda Motor yang tidak dilengkapi dengan rumah-rumah dan tidak
mengenakan sabuk keselamatan dan mengenakan helm,
- Pasal 291 Ayat (1) mengemudikan Sepeda Motor tidak mengenakan
helm standar nasional Indonesia dan Ayat (2)mengemudikan Sepeda
Motor yang membiarkan penumpangnya tidak mengenakan helm,
- Pasal 292 mengemudikan Sepeda Motor tanpa kereta samping yang
mengangkut Penumpang lebih dari 1 (satu) orang,
- Pasal 293 Ayat (1) mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan tanpa
menyalakan lampu utama pada malam hari dan kondisi tertentu dan Ayat
40
(2) mengemudikan Sepeda Motor di Jalan tanpa menyalakan lampu
utama pada siang hari,
- Pasal 294mengemudikan Kendaraan Bermotor yang akan membelok atau
berbalik arah, tanpa memberikan isyarat dengan lampu penunjuk arah
atau isyarat tangan,
- Pasal 295 mengemudikan Kendaraan Bermotor yang akan berpindah
lajur atau bergerak ke samping tanpa memberikan isyarat,
- Pasal 298 mengemudikan Kendaraan Bermotor yang tidak memasang
segitiga pengaman, lampu isyarat peringatan bahaya, atau isyarat lain
pada saat berhenti atau Parkir dalam keadaan darurat,
- Pasal 299mengendarai Kendaraan Tidak Bermotor yang dengan sengaja
berpegang pada Kendaraan Bermotor untuk ditarik, menarik benda-benda
yang dapat membahayakan Pengguna Jalan lain, dan/atau menggunakan
jalur jalan kendaraan,
- Pasal 300 (huruf a. tidak menggunakan lajur yang telah ditentukan, huruf
b.tidak memberhentikan kendaraannya selama menaikkan dan/atau
menurunkan Penumpang, huruf c.tidak menutup pintu kendaraan selama
Kendaraan berjalan),
- Pasal 301mengemudikan Kendaraan Bermotor angkutan barang yang
tidak menggunakan jaringan jalan sesuai dengan kelas jalan yang
ditentukan,
- Pasal 302mengemudikan Kendaraan Bermotor Umum angkutan orang
yang tidak berhenti selain di tempat yang telah ditentukan, mengetem,
41
menurunkan penumpang selain di tempat pemberhentian, atau melewati
jaringan jalan selain yang ditentukan dalam izin trayek,
- Pasal 303mengemudikan mobil barang untuk mengangkut orang kecuali
dengan alasan,
- Pasal 304 mengemudikan Kendaraan angkutan orang dengan tujuan
tertentu yang menaikkan atau menurunkan Penumpang lain di sepanjang
perjalanan atau menggunakan Kendaraan angkutan tidak sesuai dengan
angkutan untuk keperluan lain,
- Pasal 305mengemudikan Kendaraan Bermotor yang mengangkut barang
khusus yang tidak memenuhi ketentuan tentang persyaratan
keselamatan, pemberian tanda barang, Parkir, bongkar dan muat, waktu
operasi dan rekomendasi dari instansi terkait,
- Pasal 306mengemudikan kendaraan angkutan barang yang tidak
dilengkapi surat muatan dokumen perjalanan,
- Pasal 307mengemudikan Kendaraan Bermotor Angkutan Umum Barang
yang tidak mematuhi ketentuan mengenai tata cara pemuatan, daya
angkut, dimensi kendaraan,
- Pasal 308 (huruf a. tidak memiliki izin menyelenggarakan angkutan
orang dalam trayek,huruf b. tidak memiliki izin menyelenggarakan
angkutan orang tidak dalam trayek,huruf c.tidak memiliki izin
menyelenggarakan angkutan barang khusus dan alat berat, huruf
d.menyimpang dari izin yang ditentukan) Undang-Undang No. 22 Tahun
2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
42
2. Klasifikasi pelanggaran sedang yaitu:
- Pasal 283 mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan secara tidak
wajar dan melakukan kegiatan lain atau dipengaruhi oleh suatu keadaan
yang mengakibatkan gangguan konsentrasi dalam mengemudi di Jalan,
- Pasal 296mengemudikan Kendaraan Bermotor pada perlintasan antara
kereta api dan Jalan yang tidak berhenti ketika sinyal sudah berbunyi,
palang pintu kereta api sudah mulai ditutup, dan/atau ada isyarat lain,
- Pasal 297mengemudikan Kendaraan Bermotor berbalapan di Jalan,
- Pasal 309tidak mengasuransikan tanggung jawabnya untuk penggantian
kerugian yang diderita oleh Penumpang, pengirim barang, atau pihak
ketiga,
- Pasal 313 tidak mengasuransikan awak Kendaraan dan penumpangnya
3. Klasifikasi jenis pelanggaran berat yaitu:
- Pasal 273 (Ayat (1) penyelenggara Jalan yang tidak dengan segera dan
patut memperbaiki Jalan yang rusak yang mengakibatkan Kecelakaan
Lalu Lintas, Ayat (2)Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) mengakibatkan luka berat, dan Ayat (3)Dalam hal perbuatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang lain
meninggal dunia),
- Pasal 274melakukan perbuatan yang mengakibatkan kerusakan dan/atau
gangguan fungsi Jalan,
43
- Pasal 275 Ayat (2)merusak Rambu Lalu Lintas, Marka Jalan, Alat
Pemberi Isyarat Lalu Lintas, fasilitas Pejalan Kaki, dan alat pengaman
Pengguna Jalan sehingga tidak berfungsi,
- Pasal 310 (Ayat (1)mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena
kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan kerusakan
Kendaraan, Ayat (2)mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena
kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka
ringan dan kerusakan Kendaraan dan/atau barang, Ayat
(3)mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya
mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka berat, Ayat
(4)Dalam hal kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang
mengakibatkan orang lain meninggal dunia),
- Pasal 311 (Ayat (1)dengan sengaja mengemudikan Kendaraan Bermotor
dengan cara atau keadaan yang membahayakan bagi nyawa atau barang,
Ayat (2)Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan kerusakan Kendaraan
dan/atau barang, Ayat (3)Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka
ringan dan kerusakan Kendaraan dan/atau barang, Ayat (4)Dalam hal
perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan
Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka berat, Ayat (5)Dalam hal
perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) mengakibatkan orang
lain meninggal dunia),
44
- Pasal 312 mengemudikan Kendaraan Bermotor yang terlibat Kecelakaan
Lalu Lintas dan dengan sengaja tidak menghentikan kendaraannya, tidak
memberikan pertolongan, atau tidak melaporkan Kecelakaan Lalu Lintas
kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia.
45
BAB III
PENERAPAN PEMERIKSAAN ACARA CEPAT DALAM
PERSIDANGAN TINDAK PIDANA DI PENGADILAN NEGERI
DENPASAR
3.1 Proses Pemeriksaan Acara Cepat dalam Persidangan Tindak Pidana
Ringan di Pengadilan Negeri Denpasar
Istilah yang digunakan dalam menyebut perkara tindak pidana pada saat
menggunakan HIR ialah perkara rol atau rol van strafzaken. Sebelum
diberlakukannya KUHAP, yang berwenang memeriksa dan mengadili para pelaku
jenis perkara rol tersebut ialah Landgeracht (Pengadilan Kepolisian). Lembaga
peradilan yang disebut Landgeracht tersebut dengan Undang-Undang Darurat
tanggal 13 Januari 1951, Lembaran Negara Tahun 1951, dan wewenang untuk
mengadili perkara-perkara rol tersebut diserahkan kepada Pengadilan Negeri36
hingga saat ini. Secara formal perkara tindak pidana ringan diperiksa dengan acara
pemeriksaaan cepat.
Pemeriksaan cepat dibagi dua menurut KUHAP. Yang pertama acara
pemeriksaan Tindak Pidana Ringan dan yang kedua Acara Pemeriksaan Perkara
Pelanggaran Lalu Lintas Jalan. Yang pertama termasuk delik yang diancam
pidana penjara atau kurungan paling lama tiga bulan dan atau denda sebanyak-
banyaknya tujuh ribu lima ratus rupiah dan penghinaan ringan. Yang kedua
termasuk perkara pelanggaran tertentu terhadap peraturan perundang-undangan
36Lamintang dan Theo Lamintang, 2010, Pembahasan KUHAP, menurut Ilmu
Pengetahuan & Yurisprudensi, Cet 2, Sinar Grafika, Jakarta, h. 462-463.
46
lalu lintas jalan.37 Pada saat ini dalam praktiknya mengenai hal penjatuhan sanksi
denda pemeriksaan acara cepat khususnya untuk tindak pidana ringan berpedoman
pada Peraturan Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2012 Tentang Penyesuaian Batas
Tindak Pidana Ringan Dan Jumlah Denda Dalam KUHP. Dimana berlakunya
PERMA No. 2 Tahun 2012 ini mengubah jumlah maksimum hukuman denda
yang diancamkan didalam KUHP menjadi sebesar Rp. 2.500.000,00,- terkecuali
untuk Pasal 303 ayat (1) dan ayat (2), 303 bis ayat (1) dan ayat (2),
dilipatgandakan menjadi 1.000 (seribu kali).
Khusus untuk proses pemeriksaan acara cepat dalam persidangan tindak
pidana ringan telah dijelaskan secara lebih rinci oleh Ni Made Purnami sebagai
Hakim Pengadilan Negeri Denpasar menyatakan :
1. Pemeriksaan Perkara Tindak Pidana Ringan
- Penyidik mengajukan berkas perkara ke ruang Bagian Pidana
Pengadilan Negeri Denpasar. Yang bertindak sebagai Penyidik dalam
hal ini yaitu Kepolisian maupun Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol
PP);
- Pengadilan Negeri Denpasar telah menentukan bahwa dalam 7 (tujuh)
hari dalam seminggu ditetapkan setiap hari Rabu untuk mengadili
perkara dengan acara pemeriksaan tindak pidana ringan;
- Hari tersebut kemudian diberitahukan kepada penyidik agar penyidik
dapat mempersiapkan pelimpahan berkas perkara tindak pidana ringan.
37Andi Hamzah, 1984, Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia, Yudhistira, Jakarta, h.
224.
47
Kemudian penyidik akan memberitahu jadwal sidang kepada terdakwa
secara tertulis;
- Terhadap perkara tersebut panitera bertugas mencatatkannya dalam
register yang berisikan identitas diri terdakwa dan dakwaan apa yang
dikenakan padanya;
- Pengadilan Negeri Denpasar memberikan waktu 2 sampai 3 hari untuk
melengkapi berkas yang diperlukan untuk persidangan;
- Setelah seluruh berkas menunjukkan bahwa tindak pidana tersebut
dapat diperiksa dengan acara pemeriksaan tindak pidana ringan, hakim
yang bertugas memerintahkan panitera untuk mencatat dalam buku
register;
- Pemeriksaan perkara tidak lagi dibuatkan Berita Acara Pemeriksaan
(selanjutnya disebut BAP), karena BAP yang dibuat oleh penyidik
sekaligus dianggap dan dijadikan BAP pengadilan.
- Penyidik bertugas menghadapkan terdakwa, saksi, barang bukti dan
juru bahasa jika diperlukan saat persidangan.
- Terhadap perkara tersebut panitera bertugas mencatatkannya dalam
register yang berisikan identitas diri terdakwa dan dakwaan apa yang
dikenakan padanya;
- Pengadilan Negeri Denpasar memberikan waktu 2 sampai 3 hari untuk
melengkapi berkas yang diperlukan untuk persidangan;
- Setelah seluruh berkas menunjukkan bahwa tindak pidana tersebut
dapat diperiksa dengan acara pemeriksaan tindak pidana ringan, hakim
48
yang bertugas memerintahkan panitera untuk mencatat dalam buku
register;
- Pemeriksaan perkara tidak lagi dibuatkan Berita Acara Pemeriksaan
(selanjutnya disebut BAP), karena BAP yang dibuat oleh penyidik
sekaligus dianggap dan dijadikan BAP pengadilan.
- Penyidik bertugas menghadapkan terdakwa, saksi, barang bukti dan
juru bahasa jika diperlukan saat persidangan.
2. Sidang Perkara Tindak Pidana Ringan
- Persidangangan perkara tindak pidana ringan hanya dengan satu orang
hakim atau biasa disebut dengan hakim tunggal;
- Hakim menyatakan sidang dibuka dan terbuka untuk umum;
- Hakim memanggil terdakwa kemudian memeriksa kebenaran
identitasnya;
- Hakim kemudian menjelaskan perbuatan pidada yang didakwakan
kepadanya dan pasal-pasal yang telah dilanggarnya sesuai dengan
bunyi surat pelimpahan perkara penyidik;
- Hakim lalu menanyakan kepada terdakwa apakah terdakwa keberatan
atau tidak atas dakwaan tersebut. Jika ada, hakim akan
mempertimbangan keberatan tersebut berdasarkan bukti yang ada,
maka keberatan terdakwa ditolak dan sidang dilanjutkan dengan
pembuktian;
- Hakim mengarahkan terdakwa berpindah tempat duduk, kemudian
dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi-saksi. Saksi dapat disumpah
49
baik sebelum maupun setelah memberikan keterangan jika oleh hakim
dianggap perlu;
- Hakim memperlihatkan barang bukti kepada saksi dan terdakwa;
- Setelah seluruhnnya dilakukan pemeriksaan kemudian hakim
memberitahukan terdakwa tentang ancaman pidana yang didakwakan
padanya;
3. Putusan Perkara Tindak Pidana Ringan
- Mengingat perkara tindak pidana ringan menggunakan acara
pemeriksaan cepat maka putusan perkara tindak pidana ringan
dijatuhkan pada hari dan tanggal yang sama kapan sidang tersebut
digelar;
- Hakim mentoleransi kemungkinan terjadinya penundaan penjatuhan
putusan apabila adanya permohonan dari terdakwa;
- Sebelum membacakan putusan, hakim berkewajiban memberikan
kesempatan pada terdakwa untuk mengajukan pembelaan atau memang
keinginan diri sendiri dari pada terdakwa tersebut;
- Hakim kemudian menjatuhan putusan kepadanya. Apabila terbukti
bersalah maka dalam putusan berbunyi “terbukti sah dan meyakinkan
bersalah melakukan tindak pidana”. Jika dijatuhkan denda maka
diputusan tersebut dicantumkan subsider atau pidana pengganti apabila
denda tidak dibayarkan dengan pidana kurungan.
50
- Putusan dalam pemeriksaan perkara tindak pidana ringan biasanya
hanya berupa catatan yang berisi amar-putusan yang disiapkan oleh
penyidik;
- Catatan tersebut ditandatangani oleh hakim, kemudian dicatat dalam
buku register. Pencatatan dalam buku register juga ditandatangani oleh
hakim dan panitera sidang. (Wawancara pada tanggal 16 April 2018).
3.2 Proses Pemeriksaan Acara Cepat dalam Persidangan Tindak Pidana
Pelanggaran Lalu Lintas Jalan di Pengadilan Negeri Denpasar
Berlandaskan pada prinsip atau asas penyelenggaraan peradilan yaitu
asas sederhana, cepat dan biaya ringan dan memberikan keadilan secara
menyeluruh untuk masyarakat maka Mahkamah Agung RI pada tanggal 9
Desember 2016 menetapkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 12
Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyelesaian Perkara Pelanggaran Lalu Lintas,
yang kemudian diundangkan pada tanggal 16 Desember 2016. Pasal 2 PERMA
Nomor 12 Tahun 2016 mengatur bahwa perkara pelanggaran lalu lintas yang
diputus oleh Pengadilan Menurut Peraturan Mahkamah Agung ini adalah
pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 316 ayat (1), tidak termasuk di
dalamnya pelanggaran dalam Pasal 274 ayat (1) dan 92), Pasal 275 ayat (1), Pasal
309, dan Pasal 313 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan. Pembaharuan tata cara penyelesaian perkara pelanggaran lalu
lintas dianggap penting demi tercapainya upaya meningkatkan fungsi pelayanan
publik, dimana Penyelesaian Perkara Pelanggaran Lalu Lintas tersebut
51
penyelesaian pelanggaran yang dilakukan oleh pengadilan negeri yang meliputi
tahapan sebelum, pada saat dan setelah proses persidangan.
Menurut Ni Made Purnami sebagai Hakim Pengadilan Negeri Denpasar
berdasarkan hasil wawancara pada tanggal 16 April 2018, Pengadilan Negeri
Denpasar menetapkan penyelenggaraan sidang perkara pelanggaran lalu lintas 1
(satu) kali dalam 1 (satu) minggu yaitu setiap hari Rabu. Pengadilan Negeri
Denpasar memutus perkara pelanggaran lalu lintas pada hari yang sama sesuai
dalam Pasal 3 Perma No. 12 Tahun 2016. Pengadilan Negeri Denpasar dapat
memutus perkara walaupun tanpa hadirnya pelanggar, ini sesuai dengan Pasal 4
Perma No. 12 Tahun 2016.
Ni Made Purnami menjelaskan secara rinci mengenai Proses Pemeriksaan
Acara Cepat dalam Persidangan Tindak Pidana Pelanggaran Lalu Lintas Jalan,
yaitu sebagai berikut:
1. Pemeriksaan Perkara Pelanggaran Lalu Lintas Jalan
- Penyidik mengajukan berkas perkara ke ruang Bagian Pidana
Pengadilan Negeri Denpasar. Yang bertindak sebagai Penyidik dalam
hal ini yaitu Kepolisian;
- Berkas tersebut terdiri dari Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) atau
Kartu Tanda Penduduk (KTP) pelanggar, Surat Izin Mengemudi (SIM),
Surat pengantar dan daftar perkara pelanggaran lalu lintas mencakup
paling sedikit daftar pelanggar, jenis pelanggaran, barang bukti, waktu
dan tempat penindakan pelanggaran, catatan khusus mengenai
pelanggaran, dan nama serta kesatuan penyidik yang melakukan
52
penindakan pelanggaran. Pengadilan Negeri Denpasar telah
menentukan bahwa dalam 7 (tujuh) hari dalam seminggu ditetapkan
setiap hari Rabu untuk mengadili perkara pelanggaran lalu lintas jalan;
- Penunjukan Hakim. Panitera Muda Pidana melalui Panitera Pengganti
menyampaikan formulir penetapan Hakim kepada Ketua Pengadilan
paling lama 2 (dua) hari sebelum pelaksanaan sidang baik secara
manual maupun elektronik melalui aplikasi Sistem Informasi
Penelusuran Perkara (SIPP).
- Panitera Muda Pidana menyerahkan berkas pelanggaran lalu lintas
kepada Panitera Pengganti untuk dikeluarkan penetapan / putusan
denda oleh Hakim.
2. Sidang Perkara Pelanggaran Lalu Lintas Jalan
- Persidangangan perkara tindak pidana ringan hanya dengan satu orang
hakim atau biasa disebut dengan hakim tunggal;
- Hakim menyatakan sidang dibuka dan terbuka untuk umum;
- Hakim mengeluarkan penetapan / putusan berisi besaran denda yang
diucapkan pada hari sidang yang ditentukan pada pukul 08:00 waktu
setempat;
- Penetapan / putusan denda diumumkan melalui laman resmi dan papan
pengumuman Pengadilan Negeri Denpasar pada hari yang sama.
- Hakim memutus semua perkara dengan hadir atau tanpa hadirnya
pelanggar.
53
3. Putusan Perkara Pelanggaran Lalu Lintas Jalan
- Terdapat 2 (dua) tahapan setelah persidangan yaitu pelaksaan
Penetapan/Putusan dan Pembayaran Denda dan Pengambilan Barang
Bukti;
- Pelaksanaan putusan dalam perkara pelanggaran lalu lintas dilakukan
oleh Jaksa sesuai dengan Pasal 9 Perma No. 12 Tahun 2016. Pelanggar
membayar denda secara tunai atau elektronik ke rekening Kejaksaan;
- Pelanggar mengambil barang bukti kepada Jaksa selaku eksekutor di
kantor Kejaksaan Negeri Denpasar dengan menunjukkan bukti
pembayaran denda sesuai Pasal 10 Perma No. 12 Tahun 2016;
- Panitera Pengganti memasukkan data pelanggaran yang telah diputus
Hakim ke dalam SIPP dan setelah itu menyerahkan berkas kepada
Petugas Register;
- Data pelanggaran yang telah diputus paling sedikit memuat nama
pelanggar, pasal pelanggaran, tanggal putusan, besaran denda yang
dijatuhkan, barang bukti, biaya perkara, catatan pelanggaran, dan status
kehadiran pelanggar;
- Petugas mengunggah data pelanggaran sebagaimana dimaksud ke
laman resmi Pengadilan pada hari yang sama dengan persidangan;
- Panitera menyerahkan berkas pelanggaran yang telah diputus kepada
Jaksa pada hari yang sama dengan persidangan;
- Panitera menyusun laporan rekapitulasi hasil sidang secara berkala
yang ditandatangani oleh Ketua Pengadilan Negeri Denpasar.
54
Kemudian mengunggah laporan rekapitulasi hasil sidang sebagaimana
dimaksud ke laman resmi Pengadilan Negeri Denpasar. (Wawancara
tanggal 16 April 2018).
Berdasarkan penjabaran pada Sub Bab 3.1 mengenai proses pemeriksaan
acara cepat dalam persidangan tindak pidana ringan di Pengadilan Negeri
Denpasar dan Sub Bab 3.2 ini mengenai proses pemeriksaan acara cepat dalam
persidangan tindak pidana pelanggaran lalu lintas jalan di Pengadilan Negeri
Denpasar, apabila dikaitkan dengan Asas Trilogi Peradilan yaitu sederhana, cepat,
dan biaya ringan maka proses pemeriksaan khususnya pemeriksaan cepat yang
dilakukan Pengadilan Negeri Denpasar dalam menyelesaikan perkara tindak
pidana telah mencerminkan dan memenuhi Asas Trilogi Peradilan. Terbukti
dengan tidak adanya penundaan agenda sidang dan diselesaikan hanya dalam satu
hari, dengan Hakim tunggal dan pelimpahan perkara tindak pidana dilakukan
Penyidik tanpa melalui aparat Penuntut Umum. Dengan demikian para pencari
keadilan akan sangat terbantu dan merasa tidak terbebani dengan proses
dipengadilan yang berbelit-belit dengan waktu yang relatif lama dan
membutuhkan biaya yang besar.
3.3 Klasifikasi Jumlah Perkara
3.3.1 Tindak Pidana Ringan
Beradasarkan berkas kasus yang masuk dan jumlah kasus Tidak Pidana
Ringan yang diputus menggunakan Acara Pemeriksaan Cepat sepanjang Tahun
55
2017 periode 1 Januari – 29 Desember 2017 dan sepanjang tahun 2018 periode 1
Januari – 4 Mei 2018 di Pengadilan Negeri Denpasar, yaitu sebagai berikut:
TABEL 1
JUMLAH TINDAK PIDANA RINGAN YANG MASUK DAN DIPUTUS
DI PENGADILAN NEGERI DENPASAR TAHUN 2017 DAN 2018
NO JENIS
TINDAK PIDANA RINGAN
JUMLAH KASUS MASUK
DAN DIPUTUS
2017
1 Januari
s/d
29 Desember
2018
1 Januari
s/d
4 Mei
1 Pencurian Ringan 29 12
2 Penganiayaan Ringan 15 4
3 Penghinaan Ringan 1 0
4 Penipuan Ringan 0 1
5 Wanita Tuna Susila/Prostitusi 296 107
6 Sampah 74 5
7 Membuang Limbah Ke Sungai 55 16
8 Penjualan Minuman Keras
(MIRAS) 102 34
9 Kawasan Tanpa Rokok (KTR) 48 9
10 Pedagang Kaki Lima (PKL) 14 12
11 Pramuwisata 40 0
12 Sistem Informasi Manajemen
Kependudukan (SIMDUK) 39 14
13 Izin Mendirikan Bangunan (IMB) 0 3
14 Batas Kendaraan 21 12
JUMLAH 734 229
56
Data yang tertera pada tabel diatas memuat jumlah perkara tindak pidana
ringan yang masuk dan diputus di Pengadilan Negeri Denpasar pada tahun 2017
sebanyak 734 perkara dan pada tahun 2018 sebanyak 229 perkara. Jadi dari
tanggal 1 Januari 2017 sampai 4 Mei 2018 terhitung sebanyak 963 perkara.
Perkara-perkara tersebut merupakan pelanggaran KUHP dan Peraturan Daerah
(Perda) baik Perda Provinsi Bali maupun Perda Kabupaten/Kota.
3.3.2 Tindak Pidana Pelanggaran Lalu Lintas Jalan
Beradasarkan berkas kasus yang masuk dan jumlah kasus Pelanggaran
Lalu Lintas Jalan yang diputus menggunakan Acara Pemeriksaan Cepat baik
kendaraan kendaraan motor dan mobil, sepanjang Tahun 2017 periode 1 Januari –
29 Desember 2017 dan sepanjang tahun 2018 periode 1 Januari – 4 Mei 2018 di
Pengadilan Negeri Denpasar, yaitu sebagai berikut :
TABEL 2
JUMLAH PELANGGARAN LALU LINTAS (TILANG) YANG MASUK
DI PENGADILAN NEGERI DENPASAR TAHUN 2017 DAN 2018
NO PELANGGARAN
LALU LINTAS JALAN
JUMLAH KASUS
MASUK DAN DIPUTUS
2017
1 Januari
s/d
29 Desember
2018
1 Januari
s/d
4 Mei
1
TILANG
Kendaraan Roda Empat (Mobil)
10.690 3.411
57
2
TILANG
Kendaraan Roda Dua (Motor)
32.461 6.460
JUMLAH 43.151 9.871
Data yang tertera pada tabel diatas memuat jumlah perkara pelanggaran
lalu lintas jalan yang masuk dan diputus di Pengadilan Negeri Denpasar terhitung
dari tanggal 1 Januari 2017 sampai 4 Mei 2018 sebanyak 53.022 perkara, dengan
jumlah pelanggaran tilang kendaraan roda empat (mobil) pada tahun 2017
sebanyak 10.690 dan jumlah pelanggaran tilang kendaraan roda dua (motor) tahun
2017 sebanyak 32.461. Kemudian pada tahun 2018 jumlah pelanggaran tilang
kendaraan roda empat (mobil) sebanyak 3.411 dan jumlah pelanggaran tilang
kendaraan roda dua (motor) sebanyak 6.460. Perkara-perkara tersebut merupakan
pelanggaran atas Undang-undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan
Angkutan Jalan. Pelimpahan perkara tersebut diperoleh dari Polresta Denpasar.
58
BAB IV
HAMBATAN DALAM PENERAPAN ACARA PEMERIKSAAN CEPAT
DALAM PERSIDANGAN TINDAK PIDANA DI PENGADILAN
NEGERI DENPASAR
4.1 Hambatan dalam Penerapan Acara Pemeriksaan Cepatdi Pengadilan
Negeri Denpasar
Suatu peradilan dikatakan cepat jika dilaksanakan sesegera mungkin.
Cepat artinya proses peradilan dilaksanakan dengan memperhatikan efisiensi
waktu. Kecepatan dalam proses peradilan tidak hanya tertuju pada pemeriksaan
dimuka sidang tetapi juga dalam penandatanganan putusan oleh hakim dan
pelaksanaan eksekusi putusan tersebut.38 Kondisi tersebut diatas memang
sebagian komitmen dari pengadilan untuk menyelesaikan perkara-perkara tindak
pidana ringan dan tindak pidana pelanggaran lalu lintas jalan untuk diselesaikan
dengan pemeriksaan cepat yang dilakukan pengadilan negeri sehingga tidak ada
perkara yang tertunggak.39
Tindak Pidana Ringan adalah suatu tindak pidana yang diancam dengan
pidana penjara atau kurungan paling lama tiga bulan. Proses penyelesaian perkara
tindak pidana ringan mencakup 4 (empat) hal yaitu pemeriksaan, penyidikan,
penyelidikan dan proses persidangan tindak pidana ringan digunakan proses
pemeriksaan acara cepat yang putus oleh hakim tunggal di Pengadilan Negeri
Denpasar dan disertai dengan penyidik tanpa adanya Jaksa Penuntut Umum.
38Sudikno Mertokusumo, 1988, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta, h.
25. 39Mutiara Hirdes Delani, Op.Cit., h. 67.
59
Tindak pidana pelanggaran lalu lintas jalan adalah suatu perbuatan atau
tindakan yang dilakukan seseorang yang mengemudi kendaraan umum atau
kendaraan bermotor juga pejalan kaki yang bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan lalu lintas yang berlaku.40
Ni Made Purnami selaku Hakim Pengadilan Negeri Denpasar
menjelaskan bahwa walaupun dikenal efisien dalam menyelesaikan perkara tindak
pidana, proses pemeriksaan acara cepat tentunya tidak terlepas dari hambatan-
hambatan yang dialami oleh beberapa pihak terkait dalam sistem administratif
perkara-perkara yang masuk di Pengadilan Negeri Denpasar, diantaranya :
1. Tertundanya pelaksanaan jadwal sidang tindak pidana ringan
dikarenakan tidak dipenuhinya surat panggilan yang diberikan
kepada terdakwa sehingga proses penyelesaian kasus tindak pidana
ringan memerlukan waktu lebih dari satu hari.
2. Tidak tepatnya pengkualifikasian jenis perkara yang masuk ke Sub
Bagian Kepaniteraan Pidana Pengadilan Negeri Denpasar, dimana
Sub Bagian Kepaniteraan Pidana bahwa tindak pidana yang masuk
merupakan tindak pidana ringan dengan menggunakan acara
pemeriksaan cepat, sedangkan ketika berkas perkara diserahkan
kepada hakim, hakim menolak dengan alasan bahwa perkara
tersebut tidak dapat di kualifikasikan ke tindak pidana ringan
sehingga harus diperiksa dengan acara pemeriksaan biasa.
40Ratri Pahayu, 2018, Pelanggaran Tindak Pidana Lalu Lintas, URL :
https://www.slideshare.net, diakses tanggal 20 Juli 2018, pukul 12.38
60
3. Pelimpahan berkas bukti pelanggaran oleh penyidik terkadang tidak
bersamaan dengan barang bukti.
4. Banyak terdakwa yang belum mengetahui tentang prosedur
penyelesaian perkara tindak pidana ringan dan pelanggaran lalu
lintas jalan.
Berdasarkan hasil wawancara tersebut maka dapat dilihat bahwa dalam
praktiknya terdapat beberapa hambatan yang dihadapi sehingga proses dalam
penerapan acara pemeriksaan cepat dalam persidangan tindak pidana di
Pengadilan Negeri Denpasar membutuhkan waktu yang lebih lama, sedangkan
mengingat asas maka acara pemeriksaan dapat dikatakan cepat apabila
dilaksanaka dengan waktu sesegera mungkin atau pada hari yang sama setelah
berkas diterima. (Wawancara pada tanggal 16 April 2018).
4.2 Upaya dalam Menanggulangi Hambatan dalam Penerapan Acara
Pemeriksaan Cepat di Pengadilan Negeri Denpasar
Dalam proses pemeriksaan tindak pidana ringan yang disidangkan tidak
selamanya berjalan lancar sesuai dengan yang diharapkan. Terkadang dalam
pelaksanaannya terdapat hambatan-hambatan yang ditemui. Berbagai hambatan
yang ditemui dalam pemeriksaan acara cepat menyebabkan terhalangnya
pelaksanaan persidangan secara cepat dan tepat. Untuk itu diperlukan berbagai
upaya untuk menanggulangi hambatan-hambatan yang dihadapi tersebut. Upaya
yang dapat dilakukan untuk menanggulangi beberapa hambatan dalam penerapan
acara pemeriksaan cepat di Pengadilan Negeri Denpasar, diantaranya :
61
1. Pemanggilan kepada terdakwa tindak pidana ringan merupakan
tanggungjawab penuh dari Penyidik baik dilakukan secara lisan maupun
tertulis. Namun jika terjadinya hambatan berupa tertundanya pelaksanaan
sidang dengan alasan terdakwa yang berhalangan hadir sesuai hari sidang
yang telah ditentukan maka ini merupakan kelalaian dari penyidik. Ini
berarti penyidik tidak memenuhi asas pemanggilan secara patut terhadap
terdakwa tindak pidana ringan dengan tidak memastikan kembali terdakwa
dapat atau tidaknya hadir dalam persidangan. Sehingga upaya yang
dilakukan oleh Pengadilan Negeri Denpasar yaitu menjadwalkan kembali
sidang selanjutnya dengan memastikan terdakwa hadir dalam persidangan
tersebut.
2. Mengenai tidak tepatnya pengkualifikasian jenis perkara, pertama-tama
harus diketahui bahwa alur pemberkasan dalam perkara tindak pidana
ringan adalah sebagai berikut : pertama polisi melimpahkan berkas perkara
ke Panmud Pidana, kemudian petugas membuat surat penetapan
penunjukan hakim dan panitera pengganti, setelah itu wakil panitera
meneliti berkas perkara yang selanjutnya diajukan kepada Ketua PN untuk
menunjuk dan menandatangani penetapan penunjukan hakim sebelum
akhirnya dilimpahkan kembali ke Panitera dan diberikan kepada majelis
hakim dan panitera pengganti untuk persiapan sidang. Apabila terdapat
kekeliruan terhadap pengkualifikasian jenis perkara maka kekeliruan
tersebut terdapat pada Wakil Panitera. Sebab pada tahap inilah wakil
panitera memiliki tanggung jawab penuh untuk meneliti berkas perkara
62
belum atau sudahnya isi berkas tersebut mengacu pada kualifikasi yang
sesuai dengan unsur-unsur tindak pidana yang dilakukan sebelum diajukan
kepada Ketua PN. Apabila terdapat tidak tepatnya pengkualifikasian jenis
perkara hingga ditangan majelis hakim maka dalam hal ini upaya yang
dilakukan yaitu hakim mengembalikan berkas perkara tersebut ke Sub
Bagian Kepaniteraan Pidana untuk di crosscheck dan di perbaiki.
Pengembalian berkas perkara tersebut dibuatkan berita acara.
3. Dalam hal terjadinyapelimpahan berkas bukti pelanggaran oleh penyidik
terkadang tidak bersamaan dengan barang bukti, maka upaya yang
dilakukan adalah dengan memberikan perpanjangan waktu selama 2-3 hari
kepada penyidik untuk melengkapi kekurangan keperluan berkas perkara.
4. Terhadap terdakwa atau saksi-saksi yang dipanggil pada hari sidang yang
telah ditentukan namun tidak hadir maka harus dipanggil kembali secara
patut sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut khususnya bagi terdakwa tindak
pidana ringan.
Berdasarkan penjabaran pada Sub Bab 4.1 mengenai hambatan dalam
penerapan acara pemeriksaan cepatdi Pengadilan Negeri Denpasarmaka dapat
dilihat bahwa hambatan yang dihadapi lebih kepada sistem administratif perkara-
perkara yang masuk di Pengadilan Negeri Denpasar sehingga upaya dalam
menanggulangi hambatan tersebut dilakukan pula pada sistem administratif
dengan lebih teliti pada setiap tahapan saatperkara-perkara tersebut masuk di
Pengadilan Negeri Denpasar sebagaimana yang telah dijabarkan pada dan Sub
Bab 4.2 ini.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan atas permasalahan diatas, dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut :
1. Penerapan acara pemeriksaan cepat dalam persidangan tindak pidana ringan
dan pelanggaran lalu lintas pada dasarnya memiliki tahap yang sama mulai
dari proses pemeriksaan, proses persidangan, dan proses putusan perkara
tindak pidana ringan dan tindak pidana pelanggaran lalu lintas jalan. Adapun
jumlah perkara yang masuk dan diputus menggunakan acara pemeriksaan
cepat di Pengadilan Negeri Denpasar untuk tindak pidana ringan dari tanggal
1 Januari 2017 sampai 4 Mei 2018 terhitung sebanyak 963 perkara dan
jumlah perkara pelanggaran lalu lintas jalan terhitung dari tanggal 1 Januari
2017 sampai 4 Mei 2018 sebanyak 53.022 perkara.
2. Adapun hambatan dalam penerapan acara pemeriksaan cepat dalam
persidangan tindak pidana di pengadilan negeri denpasar diantaranya
lambatnya pelaksanaan jadwal sidang akibat terdakwa tidak memenuhi surat
panggilan yang diberikan, tidak tepatnya pengkualifikasian jenis perkara yang
masuk ke Sub Bagian Kepaniteraan Pidana Pengadilan Negeri Denpasar,
pelimpahan berkas barang bukti pelanggaran oleh penyidik terkadang tidak
bersamaan dengan barang bukti, banyak terdakwa yang belum mengetahui
tentang prosedur penyelesaian perkara tindak pidana ringan dan pelanggaran
lalu lintas jalan. Sehingga upaya yang dilakukan Pengadilan Negeri Denpasar
64
dalam menanggulangi hambatan tersebut dengan cara memberikan
perpanjangan waktu selama 2-3 hari kepada penyidik untuk melengkapi
kekurangan keperluan berkas perkara, hakim melakukan pengembalian
berkas perkara yang tidak tepat dalam pengkualifikasian jenis perkara kepada
Sub Bagian Kepaniteraan Pidana, melakukan penundaan jadwal sidang bagi
terdakwa yang berhalangan hadir pada hari yang telah ditentukan
sebelumnya, Pengadilan Negeri Denpasar melakukan pemanggilan kembali
kepada terdwakwa tindak pidana ringan maupun saksi-saksi yang tidak hadir
secara patut.
DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU
Abidin, Muhammad Zainal dan I Wayan Edy Kurniawan, 2013, Catatan
Mahasiswa Pidana, Indie Publishing, Depok.
Ali, Zainuddin, 2006, Sosiologi Hukum, Sinar Grafika, Jakarta.
____________, 2009, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta.
Dias, Clerence, J., 1975, Research on Legal Service And Poverty: its Relevance to
the Design ofLegal Service Program in Developing Countries, Wash. U.L.
Q 147.
Dirdjosisworo, Soedjono, 2013, Pengantar Ilmu Hukum, PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta.
Effendy, Rusli dan Ny. Poppy Andi Lolo, 1989, Asas-asas Hukum Pidana,
Umithohs Press, Ujung Pandang.
Gunarto, Marcus Priyo, 2011, Kriminalisasi dan Penalisasi dalam Rangka
Fungsionalisasi Perda dan Retribusi, Program Doktor Ilmu Hukum
Universitas Diponogoro Semarang, dikutip dari Salim H. S. dan Erlis
Septiana Nurbani.
Hamzah, Andi, 1984, Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia, Yudhistira,
Jakarta.
Kansil, Cst, 2002, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai
Pustaka, Jakarta.
Kusnardi, Moh. dan Harmaily Ibrahim, 1988, Hukum Tata Negara Indonesia,
Sinar Bakti, Jakarta.
Lamintang, Theo, 2010, Pembahasan KUHAP, menurut Ilmu Pengetahuan &
Yurisprudensi, Cet 2, Sinar Grafika, Jakarta.
Marpaung, Leden, 2010, Proses Penanganan Perkara Pidana (Di Kejaksaan &
Pengadilan Negeri Upaya Hukum & Eksekusi), Ed. 2 Cet 1, Sinar Grafika,
Jakarta.
Peter Mahmud, Marzuki, 2009, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media
Group, Jakarta.
Mertokusumo,Sudikno, 1988, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty,
Yogyakarta.
Narbuko,Choild dan Abu Achmadi, 2001, Metodelogi Penelitian, Bumi Aksara,
Jakarta.
Prasetyo, Teguh, 2010, Hukum Pidana, Rajawali Pers, Jakarta.
Projodikoro, Wiryono, 1986, Azas- azas Hukum Pidana di Indonesia, PT. Eresco,
Bandung.
Rahardjo, Satjipto, 1980, Hukum dan Masyarakat, Alumni, Bandung.
Rondlon, Naning, 1983, Menggairahkan Kesadaran Hukum Masyarakat dan
Disiplin Penegak Hukum dan Lalu Lintas, Bina Ilmu, Jakarta.
Salim dan Erlis Septiana Urbani, H.S., 2013, Penerapan Teori Hukum pada Teks
dan Desertasi, Edisi Pertama, Ctk Kesatu, Rajawali Press, Jakarta.
Samosir, C. Djisman, 2013, Hukum Acara Pidana, Cet. I, Nuansa Aulia,
Bandung.
Simanjuntak, Nikolas, 2009, Acara Pidana Indonesia dalam Sirkus Hukum,
Ghalia Indonesia, tanpa tempat terbit.
Soekanto, Soerjono, 1985, Efektivitas Hukum dan Peranan Saksi, Remaja Karya,
Bandung.
Taneko, Soleman B., 1993, Pokok-Pokok Studi Hukum dalam Masyarakat,
Rajawali Press, Jakarta.
Utrecht, 1962, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Ichtiar, Jakarta.
B. PERATURAN PERUNDANG – UNDANGAN
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3258.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5025.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan
Kehakiman, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5076.
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Penyeseaian Batas
Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP.
C. INTERNET
Aiyul, 2017, “Teori Robert B Seidman”, Scribd.com, URL :
https://www.scribd.com/document/367243808/Teori-Robert-B-Seidman,
diakses tanggal 25 Juli 2018.
Karya Tulis Ilmiah, 2016, “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan
Hukum”, URL : http://karyatulisilmiah.com/faktor-faktor-yang-
mempengaruhi-penegakan-hukum/, diakses pada tanggal 24 Januari 2018.
Kuliah Hukum, 2016, “Asas Umum Dan Asas Khusus Dalam Hukum Acara
Pidana”, URL : http://kuliahhukum.com/asas-umum-dan-asas-khusus-
dalam-hukum-acara-pidana/, diakses pada tanggal 20 Februari 2018.
Ratri Pahayu, 2018, “Pelanggaran Tindak Pidana Lalu Lintas”, URL :
https://www.slideshare.net, diakses tanggal 20 Juli 2018.
DAFTAR INFORMAN
1. Nama : Ni Made Purnami, S.H., M.H.
Jabatan : Hakim Pengadilan Negeri Denpasar
NIP : 197202291996032002
Alamat Kantor : Jl. P.B. Sudirman No. 1 Denpasar, Bali, Indonesia
2. Nama : Made Manis
Jabatan : Staf Kepaniteraan Pidana
NIP : 197708102012121003
Alamat Kantor : Jl. P.B. Sudirman No. 1 Denpasar, Bali, Indonesia
PENERAPAN ACARA PEMERIKSAAN CEPAT DALAM PERSIDANGAN
TINDAK PIDANA DI PENGADILAN NEGERI DENPASAR
Oleh :
Ni Luh Mahisa Mahardini
I Gede Artha
I Ketut Sudjana
Bagian Hukum Peradilan, Fakultas Hukum Universitas Udayana
Abstrak
Dalam menyelesaikan perkara pidana dapat melalui pengadilan dengan
bermacam-macam jenis. Proses pemeriksaannya ada yang diacarakan sebagai
pemeriksaan biasa, pemeriksaan singkat, pemeriksaan cepat sesuai dengan
KUHAP. Suatu pemeriksaan dikatakan bersifat cepat dapat dijumpai dalam
KUHAP jo SEMA No 18 Tahun 1983 yang menyatakan sifat “cepat” itu
menghendaki agar perkara tidak sampai tertunggak. Artinya harus dilaksanakan
dengan memperhitungkan efisiensi waktu agar seseorang yang mencari keadilan
mendapatkan kepastian sesegera mungkin. Mengenai pemeriksaan cepat diatur di
dalam KUHAP meliputi acara pemeriksaan tindak pidana ringan dan acara
pemerikaan perkara pelanggaran lalu lintas jalan. Adapun permasalahan yang
diangkat dalam penelitian ini sebagai berikut yaitu penerapan acara pemeriksaan
cepat dalam persidangan tindak pidana di Pengadilan Negeri Denpasar serta
hambatan yang dialami dalam penerapan acara pemeriksaan cepat di Pengadilan
Negeri.
Dalam penulisan ini menggunakan penelitian hukum yuridis empiris atau
tatsachenwissenschaft merupakan suatu ilmu kenyataan hukum yang terdiri dari
penelitian terhadap efektifitas hukum serta penegakan hukum dalam masyarakat.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hukum itu berfungsi dalam masyarakat
yaitu kaidah hukum/peraturan itu sendiri, petugas/aparat penegak hukum,
sarana/fasilitas yang dipergunakan oleh penegak hukum serta kesadaran
masyarakat. Dalam penelitian ini, penulis menjelaskan penerapan suatu norma
dalam kasus yang terjadi di Pengadilan Negeri Denpasar.
Ditemukannya hambatan dalam penerapan acara pemeriksaan cepat dalam
persidangan tindak pidana diatur didalam Bab XVI Bagian Keenam KUHAP di
Pengadilan Negeri Denpasar terletak pada sistem administratif perkara-perkara
yang masuk diantaranya lambatnya pelaksanaan jadwal sidang akibat terdakwa
tidak memenuhi surat panggilan yang diberikan, tidak tepatnya pengkualifikasian
jenis perkara yang masuk ke Sub Bagian Kepaniteraan Pidana Pengadilan Negeri
Denpasar, pelimpahan berkas barang bukti pelanggaran oleh penyidik terkadang
tidak bersamaan dengan barang bukti, banyak terdakwa yang belum mengetahui
tentang prosedur penyelesaian perkara tindak pidana ringan dan pelanggaran lalu
lintas jalan. Sehingga upaya dalam menanggulangi hambatan tersebut dilakukan
pula pada sistem administratif dengan lebih teliti pada setiap tahapan saat perkara-
perkara tersebut masuk di Pengadilan Negeri Denpasar.
Kata Kunci : Penerapan pemeriksaan cepat, tindak pidana, Pengadilan
Negeri Denpasar.
Abstract
In resolving criminal cases can be through a court of various kinds. There
is a check-up process as a normal examination, a brief examination, a quick
check in accordance with the Criminal Procedure Code. An examination is said to
be fast and can be found in KUHAP jo SEMA No. 18 of 1983 which states that the
"fast" nature requires that the case is not delayed. This means that it must be
carried out by taking into account the efficiency of time. Regarding the rapid
examination regulated in the Criminal Procedure Code, it covers the event of a
minor criminal offense and the examination of cases of road traffic violations. The
problems raised in this study are as follows, namely the application of a rapid
examination program in the trial of criminal acts in the Denpasar District Court
and the obstacles experienced in the application of a quick examination program
at the District Court.
In this paper, using the tatsachenwissenschaft juridical law research is a
legal reality which consists of research on the effectiveness of law and law
enforcement in society. In this study, the author explains the application of a norm
in cases that occur in the Denpasar District Court.
The discovery of obstacles in the application of a rapid examination
program in the criminal proceedings set out in Chapter XVI of the Sixth Part of
the Criminal Procedure Code in the Denpasar District Court lies in the
administrative system of cases which include the slow implementation of the trial
schedule due to the defendant not fulfilling the summons given, the accuracy of
the type of case who entered the Registrar's Office of the Criminal Court of the
Denpasar District Court, the delegation of evidence of violations by the
investigator sometimes did not coincide with the evidence, many of the defendants
did not know about the procedure for resolving minor criminal cases and road
traffic violations. So that the efforts in overcoming these obstacles are also
carried out in the administrative system more thoroughly at each stage when these
cases enter the Denpasar District Court.
Keywords: Implementation of rapid inspection, criminal offense, Denpasar
District Court
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Induk dari peraturan hukum pidana Indonesia adalah Kitab Undang-
undang Hukum Pidana yang biasa disingkat KUHP. Tindak pidana adalah
perbuatan yang dilakukan dianggap melanggar aturan hukum yang mana larangan
tersebut disertai ancaman yang berupa sanksi pidana. Tindak pidana dapat
dilakukan oleh seseorang atau kelompok yang menyebabkan kerugian bagi orang
lain. Tindak pidana timbul dikarenakan beberapa faktor diantaranya adalah
adanya keinginan, kesempatan dan kebutuhan ekonomi yang mendesak.
Dalam menyelesaikan perkara pidana dapat melalui pengadilan dengan
bermacam-macam jenis. Proses pemeriksaannya ada yang diacarakan sebagai
pemeriksaan biasa, pemeriksaan singkat, pemeriksaan cepat dan acara
pemeriksaan perkara pelanggaran lalu lintas sesuai dengan KUHAP. Bahwa
dalam Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
juga telah diatur dalam Pasal 2 ayat (4), pemeriksaan perkara haruslah
dilaksanakan dengan asas sederhana, cepat dan biaya ringan atau yang dikenal
dengan asas Trilogi Peradilan. Dengan harapan agar proses beracara di pengadilan
tidak berbelit-belit dan mudah dipahami guna menghilangkan ketakutan dan
keengganan masyarakat untuk mencari keadilan dan menjamin kepastian hukum.
Mengenai pemeriksaan cepat diatur di dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana meliputi acara pemeriksaan tindak pidana ringan dan acara
pemerikaan perkara pelanggaran lalu lintas jalan. Acara Pemeriksaan Cepat
biasanya digunakan dalam mengadili tindak pidana ringan atau yang biasa disebut
Tipiring. Pasal 205 KUHAP menyebutkan bahwa “yang diperiksa menurut acara
pemeriksaan tindak pidana ringan ialah perkara yang diancam dengan pidana
penjara atau kurungan paling lama tiga bulan dan atau denda sebanyak-banyaknya
tujuh ribu lima ratus rupiah dan penghinaan ringan kecuali yang ditentukan dalam
Paragraf 2 Bagian ini”. Khusus untuk delik tipiring, pengadilan mengadili dengan
hakim tunggal pada tingkat pertama dan terakhir, kecuali dalam hal dijatuhkan
pidana perampasan kemerdekaan terdakwa dapat meminta banding seperti yang
tercantum dalam Pasal 205 ayat (3).41
Penelitian ini menggunakan studi putusan hakim terhadap kasus-kasus
dengan pemeriksaan cepat. Dengan cepatnya proses dalam penyelesaian perkara,
selain dapat memberikan kepastian terhadap orang yang bersangkutan juga
melahirkan stigma positif masyarakat bahwa beracara di pengadilan tidaklah
rumit dan akan melahirkan sebuah penghormatan tersendiri kepada institusi
pengadilan dan aparatur negara yang terkait.
Maka berdasarkan dari uraian penjelasan latar belakang masalah tersebut
diatas, penulis ingin membahas lebih lanjut tentang acara pemeriksaan tindak
pidana menjadi judul usulan penelitian yaitu “PENERAPAN ACARA
PEMERIKSAAN CEPAT DALAM PERSIDANGAN TINDAK PIDANA DI
PENGADILAN NEGERI DENPASAR”.
1.2 Permasalahan
Adapun permaslahan yang dibahas yakni Bagaimana penerapan acara
pemeriksaan cepat dalam persidangan tindak pidana di Pengadilan Negeri
Denpasar dan apa hambatan yang dialami dalam penerapan acara pemeriksaan
cepat di Pengadilan Negeri Denpasar Apa hambatan yang dialami dalam
penerapan acara pemeriksaan cepat di Pengadilan Negeri Denpasar.
1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan ini adalah Untuk mengetahui dan menganalisis
penerapan acara pemeriksaan cepat dalam persidangan tindak pidana di
Pengadilan Negeri Denpasar serta Untuk mengetahui dan menganalisis hambatan
yang dialami dalam penerapan acara pemeriksaan cepat di Pengadilan Negeri
Denpasar.
41C. Djisman Samosir, tanpa tahun terbit, Hukum Acara Pidana, Nuansa Aulia, Bandung,
h. 124.
II. ISI MAKALAH
2.1 Metode
Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah atau skripsi
ini adalah secara yuridis empiris atau tatsachenwissenschaft merupakan suatu
ilmu kenyataan hukum yang terdiri dari penelitian terhadap efektifitas hukum
serta penegakan hukum dalam masyarakat.
2.2 Hasil dan Analisis
2.2.1 Penerapan Acara Pemeriksaan Cepat Dalam Persidangan Tindak
Pidana Di Pengadilan Negeri Denpasar
Istilah yang digunakan dalam menyebut perkara tindak pidana pada saat
menggunakan HIR ialah perkara rol atau rol van strafzaken. Sebelum
diberlakukannya KUHAP, yang berwenang memeriksa dan mengadili para pelaku
jenis perkara rol tersebut ialah Landgeracht (Pengadilan Kepolisian). Lembaga
peradilan yang disebut Landgerachttersebut dengan Undang-Undang Darurat
tanggal 13 Januari 1951, Lembaran Negara Tahun 1951, dan wewenang untuk
mengadili perkara-perkara rol tersebut diserahkan kepada Pengadilan Negeri42.
Pemeriksaan cepat dibagi dua menurut KUHAP. Yang pertama acara
pemeriksaan Tindak Pidana Ringan dan yang kedua Acara Pemeriksaan Perkara
Pelanggaran Lalu Lintas Jalan.Yang pertama termasuk delik yang diancam pidana
penjara atau kurungan paling lama tiga bulan dan atau denda sebanyak-banyaknya
tujuh ribu lima ratus rupiah dan penghinaan ringan. Yang kedua termasuk perkara
pelanggaran tertentu terhadap peraturan perundang-undangan lalu lintas jalan.43
Pada saat ini dalam praktiknya mengenai hal penjatuhan sanksi denda
pemeriksaan acara cepat khususnya untuk tindak pidana ringan berpedoman pada
Peraturan Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2012 Tentang Penyesuaian Batas
Tindak Pidana Ringan Dan Jumlah Denda Dalam KUHP. Dimana berlakunya
42 Theo Lamintang, 2010, Pembahasan KUHAP, menurut Ilmu Pengetahuan &
Yurisprudensi, Cet 2, Sinar Grafika, Jakarta, h. 462-463. 43Andi Hamzah, 1984, Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia, Yudhistira, Jakarta, h.
224.
PERMA No. 2 Tahun 2012 ini mengubah jumlah maksimum hukuman denda
yang diancamkan didalam KUHP menjadi sebesar Rp. 2.500.000,00,- terkecuali
untuk Pasal 303 ayat (1) dan ayat (2), 303 bis ayat (1) dan ayat (2),
dilipatgandakan menjadi 1.000 (seribu kali).
Berdasarkan hasil wawancara dengan Ni Made Purnami sebagai Hakim
Pengadilan Negeri Denpasar menyatakan untuk seluruh proses penyelesaian
perkara tindak pidana ringan dan tindak pidana pelanggaran lalu lintas jalan
dilakukan dengan menggunakan acara pemeriksaan cepat mulai dari proses
pemeriksaan perkara, tahap persidangan dilaksanakan dalam satu hari hingga
tahap penjatuhan putusan perkara tindak pidana ringan oleh hakim dilakukan pada
hari yang sama. Adapun dalam proses persidangan tindak pidana ringan apabila
terdakwa tidak hadir maka persidangan tidak akan dilaksanakan dan ditetapkan
kembali jadwal sidang selanjutnya, berbeda halnya dengan proses persidangan
tindak pidana pelanggaran lalu lintas, apabila terdakwa tidak hadir maka proses
persidangan tetap dilanjutkan dengan terdakwa yang hadir pada hari sidang yang
telah ditentukan.
Adapun klasifikasi jumlah perkara yang masuk dan jumlah kasus Tidak
Pidana Ringan yang diputus menggunakan Acara Pemeriksaan Cepat sepanjang
tahun 2017 periode 1 Januari – 29 Desember 2017 dan sepanjang tahun 2018
periode 1 Januari – 4 Mei 2018 di Pengadilan Negeri Denpasar, yaitu Pencurian
ringanpada tahun 2017 sebanyak 29 perkara dan pada tahun 2018 sebanyak 12
perkara, Penganiayaan Ringan pada tahun 2017 sebanyak 15 perkara dan pada
tahun 2018 sebanyak 4 perkara, Penghinaan Ringan pada tahun 2017 sebanyak 1
perkara dan tidak ada perkara masuk pada tahun 2018, Penipuan Ringan tidak ada
perkara masuk pada tahun 2017 dan 1 perkara pada tahun 2018, Wanita Tuna
Susila/Prostitusipada tahun 2017 sebanyak 296 perkara dan 107 perkara pada
tahun 2018, Membuang Sampah Sembarangan pada tahun 74 sebanyak 5 perkara
dan 107 perkara pada tahun 2018, Membuang Limbah Ke Sungaisebanyak 55
perkara pada tahun 2017 dan 16 perkara pada tahun 2018,Penjualan Minuman
Keras (MIRAS)pada tahun 2017 sebanyak 102 perkara dan 34 perkara pada tahun
2018, Kawasan Tanpa Rokok (KTR) pada tahun 2017 sebanyak 48 perkara dan 9
perkara pada tahun 2018,Pedagang Kaki Lima (PKL)pada tahun 2017 sebanyak
14 perkara dan 12 perkara pada tahun 2018,Pramuwisata pada tahun 2017
sebanyak 40 perkara dan tidak ada perkara masuk pada tahun 2018,Sistem
Informasi Manajemen Kependudukan (SIMDUK) pada tahun 2017 sebanyak 39
perkara dan 14 perkara pada tahun 2018, Izin Mendirikan Bangunan (IMB)tidak
ada perkara masuk pada tahun 2017 dan 3 perkara pada tahun 2018, Batas
Kendaraan pada tahun 2017 sebanyak 21 perkara dan 12 perkara pada tahun 2018.
Data-data diatas memuat jumlah perkara tindak pidana ringan yang masuk
dan diputus di Pengadilan Negeri Denpasar pada tahun 2017 sebanyak 734
perkara dan pada tahun 2018 sebanyak 229 perkara. Jadi dari tanggal 1 Januari
2017 sampai 4 Mei 2018 terhitung sebanyak 963 perkara. Perkara-perkara
tersebut merupakan pelanggaran KUHP dan Peraturan Daerah (Perda) baik Perda
Provinsi Bali maupun Perda Kabupaten/Kota.
Beradasarkan berkas kasus yang masuk dan jumlah kasus Pelanggaran
Lalu Lintas Jalan yang diputus menggunakan Acara Pemeriksaan Cepat baik
kendaraan kendaraan motor dan mobil, sepanjang Tahun 2017 periode 1 Januari –
29 Desember 2017 dan sepanjang tahun 2018 periode 1 Januari – 4 Mei 2018 di
Pengadilan Negeri Denpasar, yaitu tilang kendaraan roda empat (mobil) pada
tahun 2017 sebanyak 10.690 perkara dan 3.411 perkara pada tahun 2018, tilang
kendaraan roda dua (motor) pada tahun 2017 sebanyak 32.461 perkara dan 6.460
perkara pada tahun 2018.
Data-data yang tertera pada tabel diatas memuat jumlah perkara
pelanggaran lalu lintas jalan yang masuk dan diputus di Pengadilan Negeri
Denpasar terhitung dari tanggal 1 Januari 2017 sampai 4 Mei 2018 sebanyak
53.022 perkara, dengan jumlah pelanggaran tilang kendaraan roda empat (mobil)
pada tahun 2017 sebanyak 10.690 dan jumlah pelanggaran tilang kendaraan roda
dua (motor) tahun 2017 sebanyak 32.461. Kemudian pada tahun 2018 jumlah
pelanggaran tilang kendaraan roda empat (mobil) sebanyak 3.411 dan jumlah
pelanggaran tilang kendaraan roda dua (motor) sebanyak 6.460. Perkara-perkara
tersebut merupakan pelanggaran atas Undang-undang No. 22 Tahun 2009 Tentang
Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan. Pelimpahan perkara tersebut diperoleh dari
Polresta Denpasar.
2.2.2 Hambatan dalam Penerapan Acara Pemeriksaan Cepatdi Pengadilan
Negeri Denpasar
Ni Made Purnami selaku Hakim Pengadilan Negeri Denpasar
menjelaskanadapun hambatan dalam penerapan acara pemeriksaan cepat dalam
persidangan tindak pidana di pengadilan negeri denpasar diantaranya lambatnya
pelaksanaan jadwal sidang akibat terdakwa tidak memenuhi surat panggilan yang
diberikan, tidak tepatnya pengkualifikasian jenis perkara yang masuk ke Sub
Bagian Kepaniteraan Pidana Pengadilan Negeri Denpasar, pelimpahan berkas
barang bukti pelanggaran oleh penyidik terkadang tidak bersamaan dengan barang
bukti, banyak terdakwa yang belum mengetahui tentang prosedur penyelesaian
perkara tindak pidana ringan dan pelanggaran lalu lintas jalan. Sehingga upaya
yang dilakukan Pengadilan Negeri Denpasar dalam menanggulangi hambatan
tersebut dengan cara memberikan perpanjangan waktu selama 2-3 hari kepada
penyidik untuk melengkapi kekurangan keperluan berkas perkara, hakim
melakukan pengembalian berkas perkara yang tidak tepat dalam pengkualifikasian
jenis perkara kepada Sub Bagian Kepaniteraan Pidana, melakukan penundaan
jadwal sidang bagi terdakwa yang berhalangan hadir pada hari yang telah
ditentukan sebelumnya, Pengadilan Negeri Denpasar melakukan pemanggilan
kembali kepada terdwakwa tindak pidana ringan maupun saksi-saksi yang tidak
hadir secara patut.
III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Terkait dengan penerapan acara pemeriksaan cepat dalam persidangan tindak
pidana diatur didalam Bab XVI Bagian Keenam KUHAP yang terdiri atas 2
paragraf, yakni paragraf 1 berisi tentang acara pemeriksaan tindak pidana
ringan dan yang kedua Acara Pemeriksaan Perkara Pelanggaran Lalu Lintas
Jalan. jumlah perkara tindak pidana ringan yang masuk dan diputus di
Pengadilan Negeri Denpasar pada tahun 2017 sebanyak 734 perkara dan pada
tahun 2018 sebanyak 229 perkara. Jadi dari tanggal 1 Januari 2017 sampai 4
Mei 2018 secara menyeluruh terhitung sebanyak 963 perkara dan jumlah
perkara pelanggaran lalu lintas jalan yang masuk dan diputus di Pengadilan
Negeri Denpasar secara menyeluruh terhitung dari tanggal 1 Januari 2017
sampai 4 Mei 2018 sebanyak 53.022 perkara.
2. Adapun mengenai hambatan dalam penerapan acara pemeriksaan cepatdi
Pengadilan Negeri Denpasar maka dapat dilihat bahwa hambatan yang
dihadapi lebih kepada sistem administratif perkara-perkara yang masuk di
Pengadilan Negeri Denpasar sehingga upaya dalam menanggulangi hambatan
tersebut dilakukan pula pada sistem administratif dengan lebih teliti pada setiap
tahapan saat perkara-perkara tersebut masuk di Pengadilan Negeri Denpasar.
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku
Hamzah, Andi, 1984, Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia, Yudhistira,
Jakarta.
Lamintang,Theo, 2010, Pembahasan KUHAP, menurut Ilmu Pengetahuan &
Yurisprudensi, Cet 2, Sinar Grafika, Jakarta.
Samosir, C. Djisman, tanpa tahun terbit, Hukum Acara Pidana, Nuansa Aulia,
Bandung.
Perundang-undangan
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor
76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3258.
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Penyeseaian Batas
Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP.