penerapan good dairy farming practice (gdfp) dan ... · kemitraan lebih tinggi dari pada tingkat...
TRANSCRIPT
PENERAPAN GOOD DAIRY FARMING PRACTICE (GDFP)
DAN PENDAPATAN USAHA TERNAK SAPI PERAH
KEMITRAAN DAN MANDIRI
DI KABUPATEN JEMBER
SKRIPSI
diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat
untuk menyelesaikan Program Studi Agribisnis (S1)
dan mencapai gelar Sarjana Pertanian
Oleh
Siti Aminah
NIM 151510601145
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019
i
PENERAPAN GOOD DAIRY FARMING PRACTICE (GDFP)
DAN PENDAPATAN USAHA TERNAK SAPI PERAH
KEMITRAAN DAN MANDIRI
DI KABUPATEN JEMBER
SKRIPSI
diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat
untuk menyelesaikan Program Studi Agribisnis (S1)
dan mencapai gelar Sarjana Pertanian
Dosen Pembimbing
M. Rondhi, SP., MP., Ph.D.
NIP. 197707062008011012
Oleh
Siti Aminah
NIM 151510601145
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019
ii
PERSEMBAHAN
Puji Syukur wal hamdulillah kepada Allah SWT atas karunia dan
rahmatnya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan pada waktunya. Skripsi ini saya
persembahkan untuk:
1. Kedua orang tuaku, Ayahanda Alm. H Jono dan Ibunda Hj Siti Zulaikha
terimakasih ayah dan ibu atas pengorbananmu dan kasih sayangmu selama ini;
2. Kakakku Yuyun Wahyudi S.Pd, Muhammad Ilyas S.Kep serta keluarga besar
tercinta yang senantiasa memberikan semangat, doa, dan dukungan;
3. Guru-guruku sejak Taman Kanak-Kanak hingga Sekolah Menengah serta
dosen-dosen di perguruan tinggi yang telah dengan penuh kesabaran mendidik
dan memberikan ilmu yang bermanfaat;
4. Teman-teman Universitas Negeri Jember, teman-teman Program Studi
Agribisnis 2015 Fakultas Pertanian Universitas Jember.
5. Almamater yang saya banggakan, Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian
Universitas Jember.
iii
MOTTO
“Hidup ini seperti sepeda. Agar tetap seimbang, kau harus terus bergerak”
(Albert Einstein).
“Jika kau tak suka sesuatu, ubahlah. Jika tak bisa kau ubah, maka ubahlah cara
pandangmu tentangnya”
(Maya Angelou).
“Setiap orang pasti mempunyai mimpi, begitu juga saya, namun bagi saya yang
paling penting adalah bukan seberapa besar mimpi yang kamu punya, tapi adalah
seberapa besar usaha kamu untuk mewujudkan mimpi itu”
(Nazril Irham).
iv
PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Siti Aminah
NIM : 151510601145
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa karya tulis ilmiah yang berjudul
“Penerapan Good Dairy Farming Practice (GDFP) dan Pendapatan Usaha
Ternak Sapi Perah Kemitraan dan Mandiri di Kabupaten Jember” adalah
benar-benar hasil karya sendiri, kecuali kutipan yang sudah saya sebutkan
sumbernya, belum pernah diajukan pada institusi manapun, dan bukan karya
jiplakan. Saya bertanggung jawab atas keabsahan dan kebenaran isinya sesuai
dengan sikap ilmiah yang harus dijunjung tinggi.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya, tanpa ada tekanan
dan paksaan dari pihak manapun serta bersedia mendapat sanksi akademik jika
ternyata dikemudian hari pernyataan ini tidak benar.
Jember, 29 Agustus 2019
Yang menyatakan,
Siti Aminah
NIM. 151510601145
v
SKRIPSI
PENERAPAN GOOD DAIRY FARMING PRACTICE (GDFP)
DAN PENDAPATAN USAHA TERNAK SAPI PERAH
KEMITRAAN DAN MANDIRI
DI KABUPATEN JEMBER
Oleh
Siti Aminah
NIM 151510601145
Pembimbing
Dosen Pembimbing Skripsi : M. Rondhi, SP., MP., Ph.D.
NIP. 197707062008011012
vi
PENGESAHAN
Skripsi berjudul “Penerapan Good Dairy Farming Practice (GDFP) dan
Pendapatan Usaha Ternak Sapi Perah Kemitraan dan Mandiri di
Kabupaten Jember” telah diuji dan disahkan pada:
Hari, tanggal : Kamis, 29 Agustus 2019
Tempat : Ruang Sidang Fakultas Pertanian Universitas Jember
Dosen Pembimbing Skripsi,
M. Rondhi, SP., MP., Ph.D.
NIP 197707062008011012
Dosen Penguji 1, Dosen Penguji 2,
Dr. Luh Putu Suciati, SP., M.Si. Agus Supriono, SP., M.Si.
NIP. 197310151999032002 NIP. 196908111995121001
Mengesahkan
Dekan,
Ir. Sigit Soeparjono, MS., Ph.D.
NIP. 196005061987021001
vii
RINGKASAN
Penerapan Good Dairy Farming Practice (GDFP) dan Pendapatan Usaha
Ternak Sapi Perah Kemitraan dan Mandiri di Kabupaten Jember; Siti
Aminah, 151510601145; Program Studi Agribisnis Jurusan Sosial Ekonomi
Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Jember.
Peternakan sapi perah merupakan salah satu pilar yang turut andil dalam
menopang kebutuhan manusia akan terpenuhinya protein hewani. Produk utama
dari peternakan sapi perah yaitu susu. Susu sapi perah merupakan salah satu bahan
pangan yang sangat penting dalam hal mencukupi kebutuhan gizi masyarakat
karena susu memiliki kandungan gizi yang tinggi. Peningkatan permintaan susu
semakin tinggi seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, akan tetapi
peningkatan permintaan susu kurang diimbangi dengan peningkatan produksi susu
sapi perah dalam negeri sehingga dalam memenuhi kebutuhan susu dalam negeri
masih banyak melakukan impor susu. Dengan adanya permintaan susu yang
tinggi tersebut dapat di lakukan pengembangan usaha peternakan sapi perah di
Kabupaten Jember. Salah satu peternakan sapi perah di Kabupaten Jember yaitu
berada di Desa Kemuning Lor Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember yang
merupakan peternakan mandiri. Peternakan mitra di Kabupaten Jember berada di
Desa Ajung Kecamatan Ajung, Desa Balung Lor Kecamatan Balung dan Desa
Rowotengah Kecamatan Sumberbaru yang merupakan peternak mitra dengan
Koperasi Galur Murni. Kedua usaha peternakan tersebut mengalami permasalahan
yang sama yaitu rendahnya produksi susu sehingga menyebabkan rendahnya
pendapatan yang diterima peternak. Produksi susu dapat ditingkatkan apabila
peternak dapat menerapkan GDFP (Good Dairy Farming Practice) sapi perah
yang baik. GDFP (Good Dairy Farming Practice) adalah suatu standarisasi usaha
peternakan sapi perah yang apabila dilaksanakan dengan baik maka tingkat
keuntungan peternak akan selalu dapat dipertahankan. Oleh karena itu maka perlu
diketahui tingkat penerapan GDFP, pendapatan serta efisiensi penggunaan biaya.
viii
Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui penerapan GDFP peternak
sapi perah kemitraan dan mandiri di Kabupaten Jember dengan menggunakan
analisis deskriptif, (2) mengetahui pendapatan peternak sapi perah kemitraan dan
mandiri Kabupaten Jember dengan menggunakan analisis pendapatan (3)
mengetahui efisiensi penggunaan biaya dengan menggunakan alat analisis R/C
rasio. Penentuan daerah penelitian secara purposive method atau disengaja.
Metode penelitian menggunakan metode deskriptif analitik dengan metode
pengambilan contoh total sampling. Metode pengumpulan data yaitu wawancara
dan observasi. Metode analisis data menggunakan analisis deskriptif untuk
mengetahui penerapan GDFP peternak sapi perah dan analisis analitik untuk
mengetahui pendapatan dan efisiensi penggunaan biaya.
Penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) Tingkat penerapan GDFP peternak
kemitraan lebih tinggi dari pada tingkat penerapan GDFP peternak mandiri. (2)
Kedua usaha peternakan sapi perah baik kemitraan maupun mandiri di Kabupaten
Jember sama-sama menguntungkan. Besarnya pendapatan per ekor sapi perah
peternak kemitraan sebesar Rp 8.895.763/tahun dan pendapatan bersih per ekor
sapi perah peternak mandiri sebesar Rp 11.635.231/tahun, (3) Efisiensi
penggunaan biaya pada usaha ternak sapi perah kemitraan dan mandiri sama-
sama efisien. Nilai efisiensi R/C rasio usaha peternakan sapi perah kemitraan
sebesar 1,25 sedangkan nilai efisiensi R/C rasio usaha peternakan mandiri sebesar
peternak mandiri sebesar 1,18.
ix
SUMMARY
The Implementation of Good Dairy Farming Practice (GDFP) and Income of
Partnership and Independent Dairy Farm Businesses in Jember Regency; Siti Aminah, 151510601145; Study Program of Agribusiness Department of
Agricultural Socio-Economics Faculty of Agriculture University of Jember.
The dairy farm is one of the pillar contributing to sustaining human need
toward the fulfillment of animal protein. The main product of dairy cow farming
is milk. Dairy cow milk is one of the food material which is important in fulfilling
society's nutrition need because milk has a high nutrition content. Increased
demand of milk is higher along with the increasing number of population, but
increased demand of milk is less offset by increased production of local dairy cow
milk so that in fulfilling local milk need is still doing a lot of milk import. With
the existing of milk demand, livestock farming development of dairy cows can be
done in Jember Regency. One of dairy cow farming in Jember Regency is located
in Kemuning Lor Village Arjasa District Jember Regency which is the
independent farm. Partnership farm in Jember Regency is in Ajung Village Ajung
District, Balung Lor Village Balung District and Rowotengah Village Sumberbaru
District which are partnership farm with Galur Murni Cooperative. Both livestock
businesses experience the same problem which is the lows of milk production so
that causes the lows of income received by the farmer. Milk production can
increase if the farmer can apply GDFP (Good Dairy Farming Practice) of good
dairy cows. GDFP (Good Dairy Farming Practice) is standardization of dairy
farm business which is if conducted well then the level of farmer's profit will
always be defended. Therefore, it is necessary to know the level of GDFP
implementation, income and cost use efficiency.
This research aimed to (1) find out GDFP implementation of partnership
and independent dairy farm in Jember Regency by using descriptive analysis, (2)
find out the income of partnership and independent dairy farm in Jember Regency
by using income analysis, (3) find out cost use efficiency by using analysis tool of
R/C ratio. The determination of the research area was by purposive method or
x
intentional. The research method used the analytical-descriptive method with
sample retrieval method of total sampling. Data collection results were interview
and observation. The data analysis method used descriptive analysis to know the
GDFP implementation of the dairy farm and analytical analysis to know the
income and cost use efficiency.
This research showed that: (1) The level of GDFP implementation of
partnership farm was higher than the level of GDFP implementation of the
independent farm. (2) Both livestock businesses of partnership and independent
farm in Jember Regency is mutual. The amount of income per tail of partnership
dairy cows was IDR 8,895,762/year and the net income per tail of independent
dairy cows was IDR 11,635,231/year, (3) The cost use efficiency on partnership
and independent dairy farm businesses was all efficient. The efficiency value of
the R/C ratio of partnership dairy farm business was 1.25 while the efficiency
value of the R/C ratio of the independent dairy farm was 1.18.
xi
PRAKATA
Puji syukur wal hamdulillah penulis hanturkan kepada Allah SWT atas
karunia dan rahmatnya sehingga menyelesaikan karya ilmiah (skripsi) yang
berjudul “Penerapan Good Dairy Farming Practice (GDFP) dan Pendapatan
Usaha Ternak Sapi Perah Kemitraan dan Mandiri di Kabupaten Jember”.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan program sarjana pada
Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Jember.
Penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada semua pihak yang
telah banyak membantu, membimbing serta memberikan sara, ktitik dan
dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis ingin menyampaikan ucapan
terima kasih kepada:
1. Ir.Sigit Soeparjono,MS., Ph.D selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas
Jember;
2. M. Rhondi, S.P., M.P., Ph.D selaku Ketua Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian
atau Program studi Agribisnis Fakultas Pertanian Jember;
3. M. Rhondi, S.P., M.P., Ph.D selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang selalu
memberikan bimbingan, nasihat, pengalaman, saran, serta motivasi selama
penulisan skripsi ini;
4. Dr. Luh Putu Suciati S.P., M.Si selaku Dosen Penguji Utama, serta Agus
Supriono S.P., M.Si., selaku Dosen Penguji Anggota yang telah meluangkan
waktu memberikan bimbingan, nasihat, pengalaman, saran, serta motivasi
selama penulisan skripsi ini;
5. Agus Supriono S.P., M.Si selaku Dosan Pembimbing Akademik yang telah
memberikan bimbingan dan nasehat selama masa studi;
6. Peternak sapi perah yang melakukan kemitraan dengan Koperasi Galur Murni
di Kabupaten Jember dan peternak sapi perah mandiri di Desa Kemuning Lor
Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember yang telah membantu selama pencarian
data penelitian hingga terselesainya skripsi ini.
xii
7. Teman-teman terbaikku Herlina Efendi, Elia Tri Fatonah, Evina Agustini
Suwardi, Riska Umatus Sholeha dan Mbak Dian yang selalu memberikan
dukungan, semangat, kebersamaan, keceriaan dalam berbagi ilmu dan doa
selama menjadi mahasiswa dari awal hingga terselesaikannya skripsi ini.
8. Muhammad Ilyas, S.Kep terima kasih atas bantuan, motivasi, dukungan, doa
dan kesabaran dalam membantu disegala hal untuk menyelesaikan tugas akhir.
9. Seluruh teman-teman Agribisnis Universitas Jember angkatan 2015 atas semua
bantuan dan kebersamaan selama menjadi mahasiswa.
10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah membantu
penulisan selama melaksanakan penelitian.
Penulis menyadari bahwa penyusunan karya ilmiah tertulis ini masih
terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun. Semoga karya ilmiah tertulis ini dapat memberikan manfaat bagi
para pembaca.
Jember, Agustus 2019
Penulis
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................... ii
HALAMAN MOTO ............................................................................................. iii
HALAMAN PERNYATAAN .............................................................................. iv
HALAMAN PEMBIMBING ............................................................................... v
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. vi
RINGKASAN ...................................................................................................... vii
SUMMARY ............................................................................................................ ix
PRAKATA ............................................................................................................ xi
DAFTAR ISI ....................................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xvi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xviii
BAB 1. PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 13
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ..................................................... 14
1.3.1 Tujuan Penelitian .................................................................... 14
1.3.2 Manfaat Penelitian .................................................................. 14
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 15
2.1 Penelitian Terdahulu ...................................................................... 15
2.2 Landasan Teori ............................................................................... 20
2.2.1 Sapi Perah ............................................................................... 20
2.2.2 Ternak Sapi Perah ................................................................... 21
2.2.3 GDFP (Good Dairy Farming Practice) Sapi Perah................ 24
2.2.4 Dampak Penerapan GDFP Sapi Perah .................................... 30
2.2.5 Kemitraan ................................................................................ 31
2.2.6 Kontrak Informal .................................................................... 33
2.2.7 Biaya Produksi ........................................................................ 34
xiv
2.2.7.1 Biaya Implisit dan Biaya Eksplisit ............................. 34
2.2.7.2 Biaya Tetap dan Biaya Variabel ................................. 34
2.2.7.3 Biaya Total ................................................................. 34
2.2.7.4 Biaya Penyusutan ....................................................... 35
2.2.8 Penerimaan .............................................................................. 36
2.2.9 Pendapatan .............................................................................. 36
2.2.10 Efisiensi Penggunaan Biaya .................................................. 38
2.3 Kerangka Pemikiran ...................................................................... 39
2.4 Hipotesis ........................................................................................... 44
BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN ........................................................... 45
3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian ........................................... 45
3.2 Metode Penelitian............................................................................ 45
3.3 Metode Pengambilan Contoh......................................................... 46
3.4 Metode Pengumpulan Data ............................................................ 46
3.5 Metode Analisis Data ...................................................................... 47
3.6 Definisi Operasional........................................................................ 52
BAB 4. GAMBARAN UMUM ........................................................................... 55
4.1 Keadaan Umum Wilayah ............................................................... 55
4.2 Karakteritik Peternakann Sapi Perah di Kabupaten Jember ... 55
4.3 Gambaran Umum Ternak Sapi Perah di Kabupaten Jember ... 56
4.4 Karakteristik Peternak Sapi Perah ............................................... 57
4.4.1 Usia Peternak Sapi Perah ........................................................ 57
4.4.2 Jenis Kelamin Peternak ........................................................... 58
4.4.3 Tingkat Pendidikan Peternak .................................................. 59
4.4.4 Pengalaman Beternak Sapi Perah .......................................... 60
4.4.5 Kepemilikan Ternak ............................................................... 61
BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 63
5.1 Penerapan GDFP Peternak Sapi Perah Kemitraan dan Mandiri
di Kabupaten Jember .................................................................... 63
5.2 Pendapatan Usaha Ternak Sapi Perah Kemitraan dan Mandiri
di Kabupaten Jember ................................................................... 73
xv
5.2.1 Biaya Usaha Ternak Sapi Perah .............................................. 74
5.2.2 Penerimaan Usaha Ternak Sapi Perah .................................... 83
5.2.3 Pendapatan Usaha Ternak Sapi Perah .................................... 84
5.3 Efisiensi Penggunaan Biaya Usaha Ternak Sapi Perah
Kemitraan dan Mandiri di Kabupaten Jember ......................... 86
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 88
6.1 Kesimpulan ...................................................................................... 88
6.2 Saran ................................................................................................ 89
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
KUISIONER
DOKUMENTASI
xvi
DAFTAR TABEL
No Judul Tabel Halaman
1.1 Produksi Susu Segar di Indonesia (ton)……………………....... 2
1.2 Produksi Susu Segar Semua Provinsi di Indonesia 2014-2017
(Ton)…………………………………………………………….
3
1.3 Produksi Susu Sapi Perah Berdasarkan Kabupaten/Kota di
Jawa Timur……………………………………………………
4
1.4 Populasi Ternak Sapi Perah Menurut Kabupaten/Kota di Jawa
Timur Tahun 2014-2017………………………………………..
5
1.5 Populasi Ternak Sapi Perah Menurut Kecamatan di Kabupaten
Jember Tahun 2014-2017………………………………………..
7
1.6 Jumlah Ternak Sapi Perah Menurut Desa di Kecamatan Arjasa
2016……………………………………………………………...
9
1.7 Populasi Ternak Sapi Perah Menurut Desa di Kecamatan
Balung Tahun 2015-2017………………………………………..
11
2.1 Pemberian Pakan Pedet Umur 0 – 4 Bulan…………………… 27
3.1 Biaya Tetap Usaha Ternak Sapi Perah per Tahun…………… 50
3.2 Biaya Variabel Usaha Ternak Sapi Perah per Tahun………… 50
4.1 Karakteristik Peternak Sapi Perah di Kabupaten Jember
Berdasarkan Usia……………………………………………….
58
4.2 Karakteristik Peternak Sapi Perah di Kabupaten Jember
Berdasarkan Jenis Kelamin……………………………………
59
4.3 Karakteristik Peternak Sapi Perah di Kabupaten Jember
Berdasarkan Tingkat Pendidikan……………………………….
59
4.4 Karakteristik Peternak Sapi Perah di Kabupaten Jember
Berdasarkan Pengalaman Beternak……………………………..
60
4.5 Karakteristik Peternak Sapi Perah di Kabupaten Jember
Berdasarkan Kepemilikan Ternak………………………………
61
xvii
5.1 Persentase Aplikasi GDFP Aspek Kesehatan Ternak Pada
Peternak Sapi Perah Kemitraan dan Mandiri di Kabupaten
Jember…………………………………………………………..
63
5.2 Persentase Aplikasi GDFP Aspek Manajemen Pemerahan
Peternak Sapi Perah Kemitraan dan Mandiri di Kabupaten
Jember…………………………………………………………..
65
5.3 Persentase Aplikasi GDFP Aspek Nutrisi (Pakan dan Air)
Peternak Sapi Perah Kemitraan dan Mandiri di Kabupaten
Jember…………………………………………………………..
67
5.4 Persentase Aplikasi GDFP Aspek Kesejahteraan Ternak Sapi
Perah Peternak Kemitraan dan Mandiri di Kabupaten Jember….
69
5.5 Persentase Aplikasi GDFP Aspek Lingkungan Peternak
Kemitraan dan Mandiri di Kabupaten Jember………………...
70
5.6 Persentase Aplikasi GDFP Aspek Manajemen Sosial Ekonomi
Peternak Kemitraan dan Mandiri di Kabupaten Jember………
72
5.7 Total Biaya Tetap Peternak Sapi Perah di Kabupaten Jember
Tahun 2018……………………………………………………
74
5.8 Total Biaya Variabel Peternak Sapi Perah Kemitraan dan
Mandiri di Kabupaten Jember Tahun 2018……………………
79
5.9 Total Penerimaan Susu Peternak Sapi Perah Kemitraan dan
Mandiri di Kabupaten Jember Tahun 2018……………………
83
5.10 Keuntungan Peternak Sapi Perah Kemitraan dan Mandiri di
Kabupaten Jember………………………………………………
85
5.11 Total Biaya, Total Penerimaan dan Pendapatan Bersih per Ekor
Sapi Perah Peternak Mitra dan Peternak Mandiri di Kabupaten
Jember Tahun 2018……………………………………………..
86
5.12 Efisiensi Penggunaan Biaya Peternak Sapi Perah Kemitraan
dan Mandiri di Kabupaten Jember Tahun 2018………………
86
xviii
DAFTAR GAMBAR
No Judul Gambar Halaman
2.1 Kurva Total Biaya Tetap, Total Biaya Variabel dan Biaya
Total……………………………………………………………...
35
2.2 Kurva Total Penerimaan………………………………………… 36
2.3 Kurva Total Revenue, TC dan Pendapatan Bersih……………… 38
2.4 Skema Kerangka Pemikiran…………………………………….. 43
1
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Subsektor peternakan merupakan salah satu dari sektor pertanian.
Peternakan merupakan suatu kegiatan mengembangbiakkan dengan cara
membudidayakan hewan ternak untuk mendapatkan manfaat dan hasil dari
kegiatan tersebut. Subsektor peternakan terbagi menjadi : (a) ternak besar, (b)
ternak kecil dan (c) ternak unggas. Ternak besar terdiri dari: (a) sapi (perah dan
potong), (b) kerbau dan (c) kuda. Ternak kecil terdiri dari: (a) kambing, (b) domba
dan (c) babi. Ternak unggas terdiri dari: (a) ayam, (b) itik, dan (c) burung puyuh
(Subagyo, 2008).
Menurut Otoluwa dkk (2016) menyatakan bahwa subsektor peternakan
memiliki peranan yang cukup strategis utamanya dari kontribusi terhadap: (a)
produk domestik bruto, (b) penyerapan tenaga kerja, (c) memenuhi kebutuhan
protein hewani, (d) penyedia pakan, (e) bahan baku industri serta (f) sebagai
sumber pendapatan bagi masyarakat dipedesaan. Direktur Jenderal Peternakan dan
Kesehatan Hewan (Dirjen PKH) (2018) mengatakan bahwa berdasarkan data,
kontribusi sub sektor peternakan tahun 2017 pada Produk Domestik Bruto (PDB)
nasional adalah sebesar 1,57%.
Menurut Sudono dkk (2008), bahwa komoditas peternakan yang masih
memiliki potensi untuk dikembangkan yaitu sapi. Terdapat dua cara dalam
pengembangan sapi yaitu: (a) sapi perah dan (b) sapi potong. Keunggulan
komoditas sapi perah dibandingkan sapi potong yaitu prospek bisnis sapi perah
lebih menarik dibandingkan sapi potong yaitu pendapatannya harian sedangkan
pendapatan sapi potong masih menunggu sekitar empat bulan. Peternakan sapi
perah merupakan salah satu pilar yang turut andil dalam menopang kebutuhan
manusia akan terpenuhinya protein hewani. Produk utama dari peternakan sapi
perah yaitu susu.
Susu sapi perah merupakan salah satu bahan pangan yang sangat penting
dalam hal mencukupi kebutuhan gizi masyarakat karena susu memiliki kandungan
gizi yang tinggi serta mempunyai kandungan komposisi zat yang lengkap dengan
2
perbandingan gizi yang sempurna sehingga susu sapi perah mempunyai nilai yang
sangat strategis. Peningkatan permintaan susu semakin tinggi seiring dengan
bertambahnya jumlah penduduk, akan tetapi peningkatan permintaan susu kurang
diimbangi dengan peningkatan produksi susu sapi perah dalam negeri sehingga
dalam memenuhi kebutuhan susu dalam negeri masih banyak melakukan impor
susu (Kementerian Pertanian, 2016).
Tabel 1.1 Produksi Susu Segar Indonesia (Ton)
Tahun Produksi Susu Segar Indonesia
(Ton)
Pertumbuhan*
(%)
2013 786.849,00 -
2014 800.749,00 1,77
2015 835.124,60 4,29
2016 912.735,00 9,29
2017 920.093,43 0,81
Rata-Rata 867.175,51 4,04
Sumber: Badan Pusat Statistik (2018)
Keterangan: *Diolah oleh penulis
Tabel 1.1 menunjukkan data jumlah produksi susu segar yang tersebar di
seluruh wilayah Indonesia. Berdasarkan Tabel 1.1, dapat diketahui bahwa
produksi susu segar di Indonesia mulai tahun 2013 hingga 2017 mengalami
peningkatan produksinya. Produksi susu segar di Indonesia mulai tahun 2013
hingga 2017 menunjukkan rata-rata pertumbuhan yang positif atau meningkat
yaitu sebesar 4,04%. Menurut Prayogo (2017), bahwa faktor yang mempengaruhi
produksi susu segar di Indonesia mengalami peningkatan salah satunya yaitu
dengan adanya dukungan dari pemerintah melalui kebijakan regulasi penyediaan
dan peredaran susu sapi. Inti dari kebijakan tersebut yakni mengatur tentang
upaya peningkatan produksi susu segar dalam negeri (SSDN) melalui peningkatan
produktivitas, peningkatan populasi sapi perah dan peningkatan kualitas susu.
Menurut Aak (1995), menyatakan bahwa pengembangan dan peningkatan
produksi susu sapi perah memerlukan dorongan baik dari pihak pemerintah
ataupun dari pihak swasta seperti industri-industri persusuan serta sarana lainnya
yang diperlukan. Dari pihak pemerintah yaitu berupa penyediaan bibit unggul dan
penyebaran petugas-petugas yang dapat memberikan penyuluhan ke berbagai
penjuru untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia.
3
Tabel 1.2 Produksi Susu Segar Semua Provinsi di Indonesia 2014-2017 (Ton)
Provinsi
Produksi Susu Segar 2014-2017
Rata-Rata
Produksi (1)
Rata-Rata
Share (2)
Rata-Rata
Pertumbuhan (3)
(Ton) (%) Ranking (%) Rangking
Aceh 100,01 0,0117 15 -17,256 20
Sumatera Utara 994,16 0,1136 8 22,710 6
Sumatera Barat 1.240,97 0,1429 7 7,991 9
Riau 71,81 0,0084 16 -12,746 21
Jambi 11,33 0,0013 22 1,137 16
Sumatera Selatan 114,63 0,0132 14 7,073 10
Bengkulu 234,34 0,0274 10 -7,269 22
Lampung 547,12 0,0624 9 65,046 2
Kep. Bangka Belitung 132,47 0,0147 13 195,533 1
Kep. Riau 3,01 0,0003 26 39,967 4
Dki Jakarta 5.020,56 0,5808 5 1,995 14
Jawa Barat 280.491,61 32,2912 2 6,722 11
Jawa Tengah 98.402,64 11,3797 3 0,426 18
Di Yogyakarta 6.101,97 0,7054 4 1,470 15
Jawa Timur 472.460,60 54,4887 1 5,460 12
Banten 18,68 0,0022 20 0,672 17
Nusa Tenggara Timur 7,77 0,0008 23 25,800 5
Kalimantan Barat 45,55 0,0052 17 16,764 7
Kalimantan Selatan 170,29 0,0201 11 -25,234 19
Kalimantan Timur 137,82 0,0158 12 11,907 8
Sulawesi Selatan 2.791,80 0,3222 6 5,115 13
Sulawesi Tenggara 27,40 0,0031 19 58,865 3
Keterangan: 1) Dari lampiran A
2) Dari lampiran B
3) Dari lampiran C
Berdasarkan Tabel 1.2 dapat diketahui produksi susu segar semua Provinsi
di Indonesia pada tahun 2014-2017. Pada tabel tersebut menunjukkan bahwa rata-
rata produksi susu tertinggi adalah Provinsi Jawa Timur yaitu sebesar 472.460,60
ton dimana 54,49% kebutuhan susu dalam negeri telah disumbang oleh Provinsi
Jawa Timur. Meskipun pertumbuhan susu di Provinsi Jawa Timur berada pada
posisi ke 12, akan tetapi pertumbuhan susu di Provinsi Jawa Timur lebih tinggi
4
dibandingkan dengan pertumbuhan produksi susu di Indonesia dengan rata-rata
pertumbuhan yakni sebesar 4,04%. Berikut merupakan produksi susu sapi perah
yang terdapat diseluruh wilayah pada Provinsi Jawa Timur.
Tabel 1.3 Produksi Susu Sapi Perah Berdasarkan Kabupaten/Kota di Jawa Timur
Kabupaten/Kota
Produksi Susu Perah 2014-2017
Rata-Rata
Produksi (1)
Rata-Rata
Share (2)
Rata-Rata
Pertumbuhan (3)
(Ton) (%) Ranking (%) Rangking
Pacitan 271.942,75 0,06 26 29,60 6
Ponorogo 3.932.398,00 0,83 13 14,37 11
Trenggalek 8.112.782,25 1,71 10 18,88 9
Tulungagung 49.202.051,00 10,46 3 -0,16 31
Blitar 29.516.547,25 6,24 4 8,78 17
Kediri 17.153.190,50 3,63 6 10,01 12
Malang 135.756.277,50 28,81 2 2,07 24
Lumajang 9.086.660,75 1,92 8 7,50 18
Jember 2.839.545,00 0,60 14 0,95 27
Banyuwangi 1.716.073,00 0,36 15 7,24 19
Bondowoso 49.663,50 0,01 29 -4,78 34
Situbondo 383.428,25 0,08 23 9,02 16
Probolinggo 12.294.439,00 2,61 7 1,89 26
Pasuruan 155.193.761,50 32,76 1 9,68 13
Sidoarjo 7.219.515,75 1,53 11 2,05 25
Mojokerto 4.726.900,25 0,99 12 29,29 7
Jombang 8.971.960,00 1,90 9 2,43 22
Nganjuk 18.590,25 0,00 34 -46,78 38
Madiun 329.563,75 0,07 24 20,31 8
Magetan 401.575,75 0,08 21 48,45 2
Ngawi 75.038,00 0,02 27 30,09 5
Bojonegoro 59.086,50 0,01 28 -1,60 33
Tuban 395.009,25 0,09 20 -36,51 37
Lamongan 46.050,75 0,01 30 31,65 4
Gresik 917.604,00 0,19 17 2,28 23
Bangkalan 33.936,50 0,01 33 47,26 3
Sampang 0,00 0,00 36 0,00 28
Pamekasan 6.913,75 0,00 35 2.076,43 1
Sumenep 0,00 0,00 36 0,00 28
Kota Kediri 385.860,25 0,08 22 -16,85 36
Kota Blitar 554.507,25 0,12 18 5,75 20
Kota Malang 276.669,50 0,06 25 -11,10 35
Kota Probolinggo 414.341,25 0,09 19 9,26 15
Keterangan: Dilanjutkan di Kolom Berikutnya
5
Lanjutan Tabel 1.3 Produksi susu sapi perah berdasarkan Kabupaten/Kota di Jawa
Timur Tahun 2014-2017
Kabupaten/Kota
Produksi Susu Perah 2014-2017
Rata-Rata
Produksi(1) Rata-Rata Share(2)
Rata-Rata
Pertumbuhan(3)
(Ton) (%) Ranking (%) Rangking
Kota Pasuruan 37.634,25 0,01 32 4,90 21
Kota Mojokerto 0,00 0,00 36 0,00 28
Madiun 38.513,75 0,01 31 -1,27 32
Kota Surabaya 961.297,00 0,20 16 9,27 14
Kota Batu 21.033.685,25 4,43 5 15,51 10
Sumber: Badan Pusat Statistik (2017)
Keterangan: 1) Dari lampiran D
2) Dari lampiran E
3) Dari lampiran F
Berdasarkan Tabel 1.3 diketahui bahwa rata-rata produksi susu tertinggi di
Provinsi Jawa Timur adalah Kabupaten Pasuruan dengan rata-rata produksi
sebesar 155.193.761,50 ton. Dalam hal ini, Kabupaten Jember hanya memiliki
rata-rata produksi sebesar 2.839.545 ton dimana Kabupaten Jember hanya mampu
menyumbang 0,6% kebutuhan susu di Provinsi Jawa Timur. Pertumbuhan
produksi susu di Kabupaten Jember juga tidak terlalu baik yaitu sebesar 0.9% dan
berada pada posisi ke-27. Menurut Wirawan (2015) dalam Isnia dkk (2017),
menyatakan bahwa masalah utama pada peternakan sapi perah di Kabupaten
Jember adalah bibit, pakan dan manajemen pemeliharaan. Pemeliharan dan pakan
yang baik nantinya akan meghasilkan produksi susu yang baik dengan didukung
oleh pembibitan yang baik pula. Berikut merupakan sebaran populasi ternak sapi
perah yang ada di Provinsi Jawa Timur.
Tabel 1.4 Populasi Ternak Sapi Perah Menurut Kabupaten/Kota di Jawa Timur
Tahun 2014-2017
Kabupaten/Kota Rata-Rata Populasi
Sapi Perah (1)
Rata-Rata
Share(2)
Rata-Rata
Pertumbuhan (3)
(%) Ranking (%) Rangking
Kabupaten
Pacitan 155 0,06 26 32,89 2
Ponorogo 2.023 0,78 13 13,45 6
Trenggalek 4.877 1,88 8 2,68 19
Tulungangung 24.734 9,52 3 2,32 24
Blitar 14.738 5,67 4 3,62 16
Keterangan: Dilanjutkan di Kolom Berikutnya
6
Lanjutan Tabel 1.4 Populasi Ternak Sapi Perah Menurut Kabupaten/Kota di Jawa
Timur Tahun 2014-2017
Kabupaten/Kota Rata-Rata Populasi
Sapi Perah (1)
Rata-Rata
Share (2)
Rata-Rata
Pertumbuhan (3)
(%) Ranking (%) Rangking
Kediri 9.588 3,69 6 4,04 14
Malang 79.631 30,64 2 3,40 18
Lumajang 4.703 1,81 9 5,73 10
Jember 1.424 0,55 14 3,59 17
Banyuwangi 832 0,32 15 3,81 15
Bondowoso 26 0,01 30 -5,11 33
Situbondo 222 0,09 20 1,34 26
Probolinggo 6.547 2,52 7 2,59 21
Pasuruan 85.652 32,94 1 4,10 13
Sidoarjo 3.513 1,35 11 9,43 8
Mojokerto 2.550 0,98 12 16,44 4
Jombang 4.523 1,74 10 4,99 11
Nganjuk 11 0,00 34 -49,07 38
Madiun 188 0,07 24 5,88 9
Magetan 229 0,09 19 15,39 5
Ngawi 47 0,02 27 -11,40 35
Bojonegoro 32 0,01 28 -6,29 34
Tuban 212 0,08 21 -40,02 37
Lamongan 28 0,01 29 19,12 3
Gresik 462 0,18 17 4,61 12
Bangkalan 20 0,01 33 0,08 28
Sampang 0 0,00 36 0,00 29
Pamekasan 10 0,00 35 10,00 7
Sumenep 0 0,00 37 0,00 30
Kota
Kediri 195 0,08 23 -15,37 36
Blitar 305 0,12 18 2,34 23
Malang 167 0,06 25 168,54 1
Probolinggo 216 0,08 22 0,94 27
Pasuruan 23 0,01 31 2,47 22
Mojokerto 0 0,00 38 0,00 31
Madiun 23 0,01 32 -4,17 32
Surabaya 532 0,20 16 2,03 25
Batu 11.523 4,43 5 2,62 20
Sumber: BPS Provinsi Jawa Timur dalam Angka (2015, 2016, 2017, 2018)
Keterangan: (1) Dari lampiran U1
(2) Dari lampiran U2
(3) Dari lampiran U3
7
Berdasarkan Tabel 1.4 diketahui bahwa Kabupaten Pasuruan memiliki
rata-rata share ternak sapi perah tertinggi di Provinsi Jawa Timur. Rata-rata share
yang dimiliki Kabupaten Pasuruan sebesar 32,94 %. Kabupaten Jember memiliki
rata-rata share populasi ternak sapi perah sebesar 0,55% dengan peringkat ke 14.
Kabupaten Jember juga memiliki rata-rata pertumbuhan populasi ternak yang
kurang bagus yaitu sebesar 3,59% serta menempati rangking ke 17.
Menurut Setyono dan Ulfah (2011), cara pengelolaan usaha ternak sapi
perah dapat dilakukan secara: (a) mandiri dan (b) bermitra. Usaha ternak sapi
perah secara mandiri adalah peternak yang melakukan kegiatan usaha ternaknya
secara mandiri, baik dalam hal mendapatkan modal dan sarana produksi,
pemeliharaan ternak hingga pemasarannya. Peternak mandiri menanggung risiko
sendiri tanpa campur tangan pihak lain dan umumnya modal yang dimiliki tidak
terlalu besar. Usaha ternak sapi perah secara bermitra adalah peternak yang
melakukan kegiatan usaha secara kerjasama dengan perusahaan mitra. Alasan
peternak melakukan kemitraan karena mengalami kesulitan pemasaran, atau ingin
mendapatkan jaminan dalam produksi maupun menjual hasil. Adapun di
Kabupaten Jember, terdapat dua kategori peternakan sapi perah yaitu: (a)
peternakan mandiri dan (b) peternakan bermitra. Berikut merupakan data
persebaran populasi ternak sapi perah di Kabupaten Jember.
Tabel 1.5 Populasi Ternak Sapi Perah Menurut Kecamatan di Kabupaten Jember
Tahun 2014-2017
Kecamatan
Rata-Rata
Populasi Sapi
Perah (1)
Rata-Rata
Share (2)
Rata-Rata
Pertumbuhan (3)
(%) Ranking (%) Rangking
Kencong 0 0,00 19 0,00 13
Gumukmas 165 11,59 3 3,16 8
Puger 32 2,25 12 0,00 14
Wuluhan 6 0,40 18 6,67 5
Ambulu 133 9,38 5 -6,30 30
Tempurejo 27 1,91 14 5,36 6
Silo 31 2,16 13 0,96 10
Mayang 0 0,00 20 0,00 15
Mumbulsari 0 0,00 21 0,00 16
Jenggawah 0 0,00 22 0,00 27
Ajung 16 1,05 15 0,00 18
Keterangan: Dilanjutkan di Kolom Berikutnya
8
Lanjutan Tabel 1.5 Populasi Ternak Sapi Perah Menurut Kecamatan di Kabupaten
Jember Tahun 2014-2017
Kecamatan
Rata-Rata
Populasi Sapi
Perah (1)
Rata-Rata
Share (2)
Rata-Rata
Pertumbuhan (3)
(%) Ranking (%) Rangking
Rambipuji 11 0,73 16 11,11 3
Balung 72 5,05 6 12,41 2
Umbulsari 0 0,00 23 0,00 19
Semboro 0 0,00 24 0,00 20
Jombang 0 0,00 25 0,00 21
Sumberbaru 279 19,50 2 9,75 4
Tanggul 37 2,60 11 3,81 7
Bangsalsari 0 0,00 26 0,00 22
Panti 40 2,80 9 -2,38 28
Sukorambi 52 3,67 7 2,63 9
Arjasa 288 20,31 1 -5,05 29
Pakusari 0 0,00 27 0,00 23
Kalisat 8 0,54 17 -33,33 31
Ledokombo 0 0,00 28 0,00 24
Sumberjambe 0 0,00 29 0,00 25
Sukowono 0 0,00 30 0,00 26
Jelbuk 0 0,00 31 0,00 27
Kaliwates 132 9,43 4 19,55 1
Sumbersari 40 2,78 10 0,85 11
Patrang 42 2,92 8 0,81 12
Sumber: Kabupaten Jember dalam Angka (2015, 2016, 2017, 2018)
Keterangan: (1) Dari Lampiran V1
(2) Dari lampiran V2
(3) Dari lampiran V3
Berdasarkan Tabel 1.5 dapat diketahui bahwa Kecamatan Arjasa
merupakan kecamatan yang memiliki rata-rata share ternak sapi perah tertinggi di
Kabupaten Jember yakni sebesar 20,27% dengan rangking 1. Akan tetapi,
pertumbuhan ternak sapi perah di Kecamatan Arjasa menunjukkan nilai yang
negatif yakni sebesar -5,30% yang menempati rangking ke 29. Peternak di
Kecamatan Arjasa merupakan peternak sapi perah secara mandiri. Usaha ternak
secara mandiri dilakukan oleh peternak sapi perah dengan cara menyediakan
semua sarana produksi secara mandiri sehinga peternak memiliki kebebasan untuk
menjual hasil produknya. Berikut merupakan data sebaran populasi ternak sapi
perah di Kecamatan Arjasa.
9
Tabel 1.6 Jumlah Ternak Sapi Perah Menurut Desa di Kecamatan Arjasa 2016
Desa Sapi Perah Share
Kemuning Lor 358 100,00
Darsono - 00,00
Arjasa - 00,00
Biting - 00,00
Candijati - 00,00
Kamal - 00,00
Sumber: Kecamatan Arjasa dalam Angka (2017)
Berdasarkan Tabel 1.6 diketahui bahwa di Kecamatan Arjasa, usaha ternak
sapi perah hanya di usahakan di Desa Kemuning Lor. Terdapat dua usaha
peternakan sapi di Desa Kemuning Lor yaitu usaha peternakan dairy farm milik
dinas peternakan dan peternakan mandiri milik peternak pribadi. Usaha ternak
mandiri dilakukan oleh peternak sapi perah dengan cara menyediakan semua
sarana produksi secara mandiri, sehingga peternak memiliki kebebasan menjual
hasil produksinya. Jumlah peternak sapi perah mandiri yang berada di Desa
Kemuning Lor sebanyak 6 orang peternak. Alasan peternak sapi perah mandiri di
Desa Kemuning Lor Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember tidak ingin melakukan
kemitraan karena harga susu ditingkat kemitraan tergolong murah. Harga susu di
tingkat peternak kemitraan berkisar antara Rp 4.500 sampai dengan Rp 5.000/liter,
sedangkan jika peternak langsung menjual ke loper harga susu sapi perah yaitu
berkisar antara Rp 6.000 sampai dengan Rp 7.000/liter. Perbedaan harga jual
tersebut akan menyebabkan perbedaan pendapatan yang akan diterima oleh
peternak susu. Resiko yang akan di hadapi peternak mandiri yaitu tidak bisa
memasarkan hasil produksinya ketika permintaan susu rendah, serta peternak
mandiri tidak memiliki jaminan harga ketika harga susu di pasar tidak stabil.
Kecamatan Sumberbaru merupakan kecamatan yang memiliki rata-rata
share ternak sapi perah tertinggi ke dua setelah Kecamatan Arjasa. Rata-rata share
ternak sapi perah di Kecamatan Sumberbaru pada Tabel 1.5 sebesar 19,50%.
Kecamatan Sumberbaru juga memiliki rata-rata pertumbuhan sapi perah yang
cukup baik yakni sebesar 9,75% dengan rangking ke 4. Peternak di Kecamatan
Sumberbaru merupakan peternak sapi perah mitra dengan Koperasi Galur Murni.
Jumlah peternak sapi perah di Kecamatan Sumberbaru yang melakukan kemitraan
dengan Koperasi Galur Murni sebanyak 13 orang peternak. Kemitraan tersebut
10
dilakukan peternak dengan cara menjalin kerjasama atau bermitra dengan
Koperasi Galur Murni, dengan ketentuan peternak diharuskan menjual semua
hasil produksinya kepada Koperasi Galur Murni. Harga susu sapi perah
tergantung dari kualitas susu yang dihasilkan. Harga susu sapi perah pada
Koperasi Galur Murni berkisar mulai dari Rp 4.500/liter hingga Rp 5.000/liter.
Kemitraan yang terjalin antara peternak susu sapi perah dengan Koperasi
Galur Murni berdasarkan sistem kepercayaan, sehingga tidak ada kontrak tertulis
yang mengikat peternak. Dalam kerjasama ini, koperasi hanya sebagai perantara
penyalur bantuan dari pemerintah yang berupa bibit sapi, perlengkapan ternak,
dan juga pakan. Bimbingan teknis yang diberikan koperasi berupa pelatihan yang
diadakan setiap satu tahun dua kali. Pendapatan yang dihasilkan peternak dalam
kemitraan tersebut beragam dikarenakan kualitas susu serta banyaknya produksi
susu yang dihasilkan. Peternak merasa terbantu dengan adanya kemitraan dengan
koperasi, karena peternak mendapatkan harga tetap dan jaminan pasar. Peternak
tidak akan menanggung resiko pasar terkait harga yang tidak stabil serta
permintaan pasar yang tidak menentu.
Peternak sapi perah lainnya di Kabupaten Jember yang melakukan
kemitraan dengan Koperasi Galur Murni yaitu berada di Kecamatan Balung dan
Kecamatan Ajung. Kecamatan Balung jika di lihat pada Tabel 1.5 memiliki rata-
rata share ternak sapi perah yang cukup baik yaitu sebesar 5,05% dan menempati
rangking ke 6. Rata-rata pertumbuhan ternak sapi perah di Kecamatan Balung
sebesar 12,41 dengan rangking ke dua setelah Kecamatan Kaliwates. Peternak
sapi perah di Kecamatan Balung tepatnya di Desa Balung Lor merupakan
peternak sapi perah yang melakukan kemitraan dengan Koperasi Galur Murni
dimana harga susu ditentukan dari kualitas dan kuantitas susu yang di hasilkan.
Jumlah peternak sapi perah di Kecamatan Balung yang melakukan kemitraan
dengan Koperasi Galur Murni sebanyak 7 orang peternak. Berikut merupakan
sebaran populasi ternak di Kecamatan Balung.
11
Tabel 1.7 Populasi Ternak Sapi Perah Menurut Desa di Kecamatan Balung Tahun
2015-2017
Desa
Rata-Rata
Populasi Ternak
Sapi Perah (1)
Rata-Rata
Share (2)
Rata-Rata
Pertumbuhan (3)
(%) Ranking (%) Rangking
Karang Duren 5 7,94 4 -81,82 2
Karang Semanding 4 5,16 5 -50,00 4
Tutul 1 1,41 8 -50,00 5
Balung Kulon 6 12,11 2 59,09 3
Balung Kidul 2 3,29 6 -50,00 6
Balung Lor 27 57,75 1 43,96 1
Gumelar 5 10,46 3 -24,29 8
Curah Lele 1 1,88 7 -50,00 7
Sumber: Kecamatan Balung dalam Angka (2016,2017,2018)
Keterangan: (1) Dari lampiran W2
(2) Dari lampiran W3
Usaha ternak sapi perah di Kecamatan Balung banyak diusahakan di Desa
Balung Lor. Berdasarkan Tabel 1.7 diketahui bahwa Desa Balung Lor memiliki
rata-rata share sebesar 57,75% dengan rangking ke 1. Rata-rata pertumbuhan
ternak di Desa Balung Lor menunjukkan laju nilai positif sebesar 43,96% dan
menempati rangking pertama. Peternak di Desa Balung Lor menjadikan usaha
ternak sapi perah sebagai usaha sampingan dan beberapa diantaranya peternak
menjadikan usaha ternak sapi perah sebagai usaha pokok (utama).
Kecamatan Ajung merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Jember
dimana para peternak sapi perah melakukan kemitraan dengan Koperasi Galur
Murni. Kecamatan Ajung memiliki rata-rata share sebesar 1,05% dan menempati
rangking ke 15. Rata-rata pertumbuhan ternak di Kecamatan Ajung sebesar 0,00%
yang artinya usaha ternak sapi perah tidak banyak di usahakan oleh masyarakat
sekitar. Rata-rata populasi sapi perah di Kecamatan Ajung mulai tahun 2014
hingga tahun 2017 sebanyak 16 ekor sapi perah. Terdapat 2 orang peternak sapi
perah di Kecamatan Ajung yang melakukan kemitraan dengan Koperasi Peternak
Galur Murni.
Secara umum permasalahan yang dihadapi oleh kedua usaha sapi perah
peternak mandiri dan peternak mitra relatif sama, yaitu rendahnya produksi susu
yang dihasilkan. Rendahnya susu yang dihasilkan menyebabkan rendahnya
12
pendapatan peternak. Rata-rata produksi susu peternak sapi perah mandiri di
Kecamatan Arjasa sebesar 8-9 liter. Rata-rata produksi susu sapi perah mitra
peternak Kecamatan Sumberbaru sebesar 8-9 liter. Rata-rata produksi susu sapi
perah mitra peternak Kecamatan Balung sebesar 10-11 liter. Rata-rata produksi
susu sapi perah peternak mitra Kecamatan Ajung sebesar 9-10 liter. Menurut
Ketua Gabungan Koperasi Susu Indonesia (2017), menyatakan bahwa sapi perah
di Indonesia rata-rata menghasilkan susu 13 liter hinga 15 liter per hari.
Usaha ternak sapi perah umumnya membutuhkan biaya yang tinggi
terutama pada saat musim kemarau, karena semakin berkurangnya jumlah
ketersediaan pakan hijauan di lapang. Rata-rata peternak mitra dan peternak
mandiri tidak memiliki lahan khusus untuk di tanami pakan hijauan, sehingga
pada saat musim kemarau rata-rata peternak akan membeli rumput dan sebagian
peternak juga akan mencari pakan hijauan di desa-desa sekitar yang ketersediaan
rumputnya masih banyak. Hal tersebut menyebabkan penambahan biaya produksi
yang harus dikeluarkan oleh peternak, sehingga juga akan berpengaruh terhadap
efisiensi penggunaan biaya usaha ternaknya.
Permasalahan lainnya yang dihadapi kedua usaha peternakan sapi perah
mitra dan mandiri yaitu keterlambatan atau ketidak sesuaian pakan yang diberikan
untuk sapi perah. Keterlambatan atau ketidak sesuaian pemberian pakan misalnya
pada saat musim kemarau. Pada saat musim kemarau peternak akan
memperbanyak minum dan peternak juga akan memperbanyak pemberian pakan
lainnya, seperti pakan katul dan pakan ampas tahu. Pemberian pakan yang tidak
sesuai dengan pemberian pakan pada hari-hari biasa akan menyebabkan
rendahnya produksi susu. Rendahnya produksi susu menyebabkan rendahnya
penerimaan yang diterima peternak, sehingga keuntungan peternak akan rendah.
Menurut Diarmita (2019), solusi untuk mengatasi permasalahan pada
peternakan sapi perah dapat di atasi dengan melakukan suatu perbaikan
manajemen usaha peternakan sapi perah. Manajemen usaha peternakan sapi perah
tersebut yaitu GDFP. GDFP (Good Dairy Farming Practice) adalah suatu
standarisasi usaha peternakan sapi perah yang meliputi segala aktivitas teknis dan
ekonomis dalam pemeliharaan sehari-hari. Aspek-aspek GDFP apabila
13
dilaksanakan dengan baik maka tingkat keuntungan peternak akan selalu dapat
dipertahankan. Dengan menerapkan GDFP yang baik dan benar maka kuantitas
maupun mutu dari susu sapi perah dapat pertahankan, bahkan juga bisa
ditingkatkan sehingga keuntungan peternak sapi perah meningkat.
Mendasarkan kepada pendapatnya Diarmita (2019) tersebut, dapat diambil
suatu pemahaman bahwa keberhasilan dalam usaha peternakan sapi perah erat
kaitannya dengan baik buruknya tata laksana peternakan yang dijalankan oleh
peternak sapi perah. Pentingnya untuk menerapkan aspek-aspek GDFP untuk
mencapai suatu produksi susu yang optimal sehingga keuntungan peternak
meningkat. Berdasarkan fenomena tersebut, maka peneliti tertarik untuk
menganalisis lebih lanjut terkait sejauh mana peternak yang menjalin kemitraan
dan yang mandiri sudah menerapkan aspek-aspek GDFP (Good Dairy Farming
Practice), pendapatan peternak sapi perah yang menjalin kemitraan dan yang
mandiri serta efisiensi dalam pengunaan biaya produksi usaha ternak sapi perah.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka secara khusus
peneliti ingin mengetahui tentang:
1. Seberapa besar penerapan GDFP (Good Dairy Farming Practice) pada
peternak sapi perah mitra Koperasi Galur Murni dan peternak sapi perah
mandiri di Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember?
2. Apakah usaha ternak sapi perah mitra Koperasi Galur Murni dan peternak
sapi perah mandiri di Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember menguntungkan?
3. Apakah penggunaan biaya usaha ternak sapi perah mitra Koperasi Galur
Murni dan peternak sapi perah mandiri di Kecamatan Arjasa Kabupaten
Jember sudah efisien?
14
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui penerapan GDFP (Good Dairy Farming Practice) pada
peternak sapi perah mitra Koperasi Galur Murni dan peternak sapi perah
mandiri di Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember?
2. Untuk mengetahui apakah usaha ternak sapi perah mitra Koperasi Galur
Murni dan peternak sapi perah mandiri di Kecamatan Arjasa Kabupaten
Jember menguntungkan?
3. Untuk mengetahui apakah penggunaan biaya usaha ternak sapi perah mitra
Koperasi Galur Murni dan peternak sapi perah mandiri di Kecamatan Arjasa
Kabupaten Jember sudah efisien?
1.3.2 Manfaat Penelitian
1. Bagi peternak sapi perah dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk
mengusahakan ternak sapi perah sehingga dapat menentukan apakah dengan
ikut kemitraan atau mandiri.
2. Bagi peneliti dapat dijadikan bahan referensi atau informasi untuk penelitian
selanjutnya.
15
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Lestari dkk (2015) melakukan penelitian terkait penerapan GDFP sapi
perah dengan judul “Hubungan Antara Penerapan Good Dairy Farming Practice
dengan Tingkat Pendapatan Peternak pada Peternakan Sapi Perah Rakyat (Suatu
Kasus di Wilayah Kerja KPBS Pangalengan Kabupaten Bandung)”. Metode
penelitian yang digunakan yaitu metode deskriptif. Komponen penerapan GDFP
yang akan di cermati terdiri dari tujuh aspek yaitu: (a) reproduksi, (b) kesehatan
ternak, (c) higien pemerahan (d) nutrisi (pakan dan air), (e) kesejahteraan ternak,
(f) lingkungan dan (g) manajemen sosial ekonomi.
Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa penerapan GDFP pada
peternakan sapi perah di KPBS Pangalengan pada skala usaha I sebesar 62,69%
artinya bahwa peternak sapi perah pada skala usaha I telah mampu menerapkan
GDFP sebanyak 62,69%, skala usaha II sebesar 67,43% artinya bahwa peternak
sapi perah pada skala usaha II telah mampu menerapkan GDFP sebanyak 67,43%,
dan skala usaha III sebesar 73,50% artinya bahwa peternak telah mampu
menerapkan GDFP sebanyak 73,50%. Urutan prioritas penerapan GDFP pada
skala usaha I yaitu: (a) aspek reproduksi, (b) higien pemerahan, (c) kesehatan
ternak, (d) nutrisi (pakan dan air), (e) kesejahteraan ternak, (f) lingkungan, dan (g)
manajemen sosial ekonomi. Urutan prioritas penerapan GDFP pada skala usaha II
dan skala usaha III adalah sama yaitu: (a) aspek reproduksi, (b) higien pemerahan,
(c) kesehatan ternak, (d) nutrisi (pakan dan air), (e) kesejahteraan ternak, (f)
manajemen sosial ekonomi, dan (g) lingkungan.
Peternak sapi perah di KPBS Pangalengan yang tingkat penerapan GDFP
masih di bawah rata-rata sebaiknya harus aktif dan terbuka terhadap perubahan
dan inovasi agar dapat menerapkan GDFP dengan baik dan benar. Pihak koperasi
atau Dinas Peternakan setempat harus aktif memberikan pemahaman dan
informasi perihal penerapan GDFP khususnya aspek kesejahteraan ternak,
lingkungan, dan manajemen sosial ekonomi yang persentase penerapannya GDFP
nya masih rendah.
16
Anggraeni dan Mariana (2016) melakukan penelitian terkait penerapan
GDFP dengan judul “Evaluasi Aspek Teknis Pemeliharaan Sapi Perah Menuju
Good Dairy Farming Practices pada Peternakan Sapi Perah Rakyat Pondok
Ranggon”. Peternakan sapi perah rakyat yang dimaksud yaitu para peternak sapi
perah yang kepemilikan ternaknya sedikit, cara budidaya nya masih tradisional,
serta skala kepemilikan kurang ekonomis. Metode penelitian yang digunakan
yaitu metode deskriptif. Komponen penerapan GDFP yang akan di cermati terdiri
dari lima aspek yaitu: (a) pembibitan dan reproduksi, (b) manajemen pakan dan
air minum, (c) pengelolaan, (d) kandang dan peralatan, (e) kesehatan ternak.
Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa berdasarkan nilai rataan
pelaksanaan Good Dairy Farming Practices (GDFP) pada peternakan sapi perah
rakyat di Kelurahan Pondok Ranggon termasuk kategori cukup baik (2,28) artinya
peternak sapi perah telah mampu menerapkan GDFP termasuk dalam kategori
cukup baik (2,28). Nilai rata rata GDFP tertinggi berada pada aspek pembibitan
dan reproduksi sebesar 3,14 (kategori baik) artinya peternak sapi perah telah
mampu menerapkan aspek pembibitan dan reproduksi termasuk dalam kategori
baik (3,14). Nilai terendah berada pada aspek kesehatan ternak sebesar 1,17
(kategori kurang baik) artinya bahwa peternak hanya mampu menerapkan aspek
kesehatan ternak termasuk dalam kategori kurang baik (1,17).
Peternakan sapi perah rakyat di Kelurahan Pondok Ranggon perlu
melakukan perbaikan tata laksana pemeliharaan. Tata laksana pemeliharaan yang
perlu dilakukan perbaikan terutama pada aspek kesehatan hewan, pencatatan,
manajemen pemeliharaan pedet dan dara serta pengelolaan limbah.
Puspitasari (2008) melakukan penelitian terkait penerapan GDFP dengan
judul “Kajian Penerapan Good Farming Practices dan Good Hygienic Practices
pada KSU Jaya Abadi Kabupaten Blitar Jawa Timur”. Good Farming Practices
adalah pedoman tata cara beternak sapi perah yang baik dan benar, sedangkan
Good Hygienic Practices merupakan tata cara sanitasi yang baik untuk
menghasilkan susu yang menuntut suatu peternakan menerapkan syarat-syarat
cara beternak yang baik sehingga dapat menghasilkan susu yang higien, kaya
nutrisi dan aman untuk dikonsumsi. Aspek-aspek GDFP yang akan di cermati
17
terdiri dari: (a) bangunan dan fasilitas peternakan, (b) manajemen pakan, (c)
sumberdaya manusia, (d) proses pemerahan, dan (e) manajemen peternakan.
Metode penelitian yang digunakan berupa metode deskriptif.
Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa hasil kajian penerapan GFP
dan GHP pada peternakan KSUJA yaitu bahwa aspek bangunan dan fasilitas
peternakan dalam GFP dan GHP masih sangat kurang diterapkan oleh sebagian
besar (37,93%) peternak. Peternak yang kurang menerapkan GFP dan GHP pada
manajemen pakan sebanyak 55,17%. Peternak kurang menerapkan GFP dan GHP
pada aspek SDM sebanyak 51,72%. Hampir setengah dari jumlah peternak kurang
menerapkan GFP dan GHP pada proses pemerahan. Manajemen peternakan yang
dilaksanakan oleh 44,83% peternak masih sangat kurang sesuai dengan syarat
GFP dan GHP. Sebanyak 13,79% peternak KSUJA cukup menerapkan kelima
aspek penting GFP dan GHP, sedangkan sebanyak 82,76% dan 3,45% peternak
masing-masing masih kurang dan sangat kurang menerapkan GFP dan GHP di
peternakannya.
Saran dari penelitian ini sebaiknya diadakan secara rutin penyuluhan dan
pelatihan baik dari KSUJA maupun dari IPS dengan materi yang menyangkut
tentang GFP dan GHP agar peternak mengerti dan menerapkan dengan benar. Jika
mutu susu dari peternak sapi perah dapat ditingkatkan, maka keamanan pangan
masyarakat dapat tercapai.
Saefullah dkk (2012) melakukan penelitian terkait pendapatan peternak
sapi perah dengan judul “Komparasi Biaya dan Pendapatan Usaha Peternakan
Sapi Perah Rakyat Anggota Koperasi Unit Desa (KUD) dan Non Anggota
Koperasi Unit Desa di Kabupaten Banyumas”. Alat analisis yang digunakan
berupa analisis pendapatan. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa rata-rata
penerimaan peternak anggota koperasi sebesar Rp 1.774.845/bulan/ekor,
sedangkan biaya yang dikeluarkan mencapai Rp 1.653.626,25/bulan/ekor,
sehingga pendapatan yang diperoleh peternak anggota koperasi sebesar Rp
121.218,75/bulan/ekor. Rata-rata penerimaan peternak sapi perah non anggota
koperasi sebesar Rp 855.607,14/bulan/ekor, sedangkan biaya yang dikeluarkan
mencapai Rp 845.335,43/bulan/ekor, sehingga pendapatan yang diperoleh
18
peternak sapi perah non anggota koperasi sebesar Rp 10.271,71/bulan/ekor.
Kedua usaha peternakan sapi perah tersebut sama-sama menguntungkan karena
penerimaan lebih besar dari pada biaya yang dikeluarkan peternak sapi perah.
Peternak non anggota koperasi disarankan masuk anggota koperasi karena
lebih menguntungkan dari sisi ekonomis. Selain itu diharapkan peternak mampu
meningkatkan usaha dan menekan biaya yang dikeluarkan sehingga mampu
menghasilkan pendapatan yang lebih besar.
Santosa dkk (2013) melakukan penelitian terkait pendapatan peternak sapi
perah dengan judul “Analisis Potensi Pengembangan Usaha Peternakan Sapi
Perah dengan menggunakan Paradigma Agribisnis di Kecamatan Musuk
Kabupaten Boyolali”. Alat analisis yang digunakan yaitu analisis pendapatan.
Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa nilai rata-rata pendapatan per
peternak di Kabupaten Boyolali sebesar Rp 17.595.689,00/tahun/ekor atau Rp
1.466.307,00/bulan/ekor dapat dikatakan cukup tinggi karena besar pendapatan
perbulan lebih besar dari Upah Minimum Regional (UMR) di Kabupaten Boyolali
sebesar Rp 960.000/bulan.
Aisyah (2014) melakukan penelitian terkait pendapatan peternak sapi
perah dengan judul “Analisis Efisiensi Produksi Usaha Peternakan Sapi Perah di
Kelurahan Pondok Ranggon Kecamatan Cipayung Jakarta Timur”. Hasil
penelitian tersebut menyebutkan bahwa biaya total per hari yang dikeluarkan
peternak sebesar Rp 1.143.103,979/UT sedangkan penerimaan per hari sebesar Rp
1.320.846,875/UT. Pendapatan total yang diterima peternak per hari yaitu sebesar
Rp 177.742,896/UT. Sumber penerimaan usaha peternak per hari terdiri dari
penjualan susu ke koperasi, konsumen, loper dan kelompok tani. Usaha
peternakan sapi perah menguntungkan karena harga jual susu sapi perah yang
cukup besar.
Guna meningkatkan produksi susu di peternakan Pondok Ranggon
sebaiknya peternak meningkatkan pemberian pakan ampas tahu sebagai pakan
tambahan selain hijauan kepada sapi perah. Berdasarkan analisis faktor produksi
pemberian pakan ampas tahu dan pemberian pakan hijauan tersebut berpengaruh
nyata terhadap tingkat produksi susu.
19
Saefullah dkk (2012) melakukan penelitian terkait efisiensi penggunaan
biaya dengan judul “Komparasi Biaya dan Pendapatan Usaha Peternakan Sapi
Perah Rakyat Anggota Koperasi Unit Desa (KUD) dan Non Anggota Koperasi
Unit Desa di Kabupaten Banyumas”. Alat analisis yang digunakan yaitu analisis
R/C rasio. Hasil penelitian tersebut menyebutkan bahwa nilai R/C rasio peternak
anggota koperasi sebesar 1,07 dan nilai R/C rasio peternak anggota non koperasi
sebesar 1,01. Hal tersebut dapat diartikan bahwa setiap pengeluaran sebesar Rp
1.000.000,00 oleh peternak anggota koperasi akan mendapatkan penerimaan
sebesar Rp 1.070.000,00 dan setiap pengeluaran sebesar Rp 100.000.000,00 oleh
peternak anggota non koperasi akan mendapatkan penerimaan sebesar Rp
1.010.000,00.
Usaha peternakan sapi perah anggota koperasi dan non anggota koperasi
sama-sama efisien. Sebaiknya peternak non anggota koperasi disarankan masuk
anggota koperasi karena penggunaan biaya lebih efisien dan dari sisi ekonomi
lebih menguntungkan.
Santosa dkk (2013) melakukan penelitian terkait efisiensi penggunaan
biaya dengan judul “Analisis Potensi Pengembangan Usaha Peternakan Sapi
Perah dengan Menggunakan Paradigma Agribisnis di Kecamatan Musuk
Kabupaten Boyolali”. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa nilai rata-rata
efisiensi ekonomi (R/C Ratio) pada usaha peternakan sapi perah di Kecamatan
Musuk Kabupaten Boyolali adalah 1,28. Hal tersebut dapat diartikan bahwa setiap
pengeluaran Rp. 1.000.000,00 oleh peternak akan mendapatkan penerimaan
sebesar Rp. 1.280.000,00.
Aisyah (2014) dengan judul “Analisis Efisiensi Produksi Usaha
Peternakan Sapi Perah di Kelurahan Pondok Ranggon Kecamatan Cipayung
Jakarta Timur”, dapat disimpulkan bahwa nilai R/C rasio sebesar 1,15 yang
menunjukkan nilai lebih besar dari satu atau secara ekonomi usaha peternakan
sapi perah menguntungkan atau layak dikembangkan. Hal tersebut dapat diartikan
bahwa setiap pengeluaran sebesar Rp 1.000.000,00 oleh peternak akan
mendapatkan penerimaan sebesar Rp 1.150.000,00.
20
Guna mencapai tingkat efisiensi dalam penggunaan input sebaiknya
peternak menambah penggunaan pakan hijauan dan ampas tahu, dan mengurangi
jumlah tenaga kerja. Berdasarkan analisis tingkat efisiensi ketiga input yaitu
menambah pakan hijauan, menambah pakan ampas tahu serta mengurangi jumlah
tenaga kerja belum mencapai titik efisien.
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Sapi Perah
Sapi perah merupakan salah satu hewan ternak yang menghasilkan protein
hewani yang sangat penting untuk pertumbuhan manusia. Air susu sebagai
sumber gizi yang berupa protein hewani sangat besar manfaatnya bagi bayi, bagi
mereka yang sedang dalam proses pertumbuhan, bagi orang dewasa bahkan bagi
orang yang sudah lanjut usia. Keunggulan susu selain kandungan proteinnya yang
cukup tinggi dan zat-zat yang terkandung didalamnya cukup lengkap, rasanya pun
lezat serta mudah dicerna dan harganya relatif murah. Ditinjau dari segi ekosistem
dan ekonomis, sapi perah berperan penting sebagai pengumpul bahan-bahan yang
tidak bermanfaat bagi manusia seperti rumput, limbah dan tumbuh-tumbuhan
sekitar yang tidak bermanfaat (Aak, 1995).
Sapi perah termasuk ternak terpenting dan andalan sebagai sumber daging,
susu, kulit dan tenaga kerja. Sapi mampu menutupi kebutuhan 45-55% daging,
95% susu dan 85% kebutuhan kulit dunia. Susu sapi merupakan minuman alami
yang kaya akan nutrisi. Manfaat susu untuk tubuh manusia yaitu sebagai zat
pembangun terutama pada masa pertumbuhan. Kandungan pada susu terdiri dari
kandungan kalsium, kandungan protein, fosfor, magnesium, vitamin D dan
vitamin A pada susu sapi sangat berperan penting yaitu untuk pembentukan tulang
serta untuk pembentukan gigi. Bangsa sapi mempunyai klasifikasi taksonomi
sebagai berikut (Syarif dan Harianto, 2011):
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Class : Mamalia
Subclass : Theria
21
Infraclass : Eutheria
Ordo : Artiodactyla
Sub-ordo : Ruminantia
Infra-ordo : Pecora
Famili : Bovidae
Genus : Bos (cattle)
Group : Taurinae
Spesies : Bos Taurus (sapi eropa)
Bos indicus (sapi india atau sapi zebu)
Bos sondaicus (banteng atau sapi bali)
2.2.2 Ternak Sapi Perah
Menurut Sutarto (2008), ternak sapi perah adalah ternak sapi yang
menghasilkan susu sebagai produk utamanya, selain menghailkan susu ternak sapi
juga menghasilkan daging sapi. Ternak ini sudah banyak dikenal oleh masyarakat
pedesaan. Budidaya sapi perah sebagai berikut:
1. Pembibitan Sapi Perah
Bibit merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk keberhasilan
peternakan sapi perah. Bibit yang baik, pakan yang baik serta tatalaksana yang
baik akan menghasilkan produksi susu yang tinggi. Hal yang perlu diperhatikan
dalam memilih bibit sapi perah yaitu kesehatan sapi. Sapi perah yang sehat akan
terlihat mata bersinar, bibir basah, nafsu makan sapi perah baik, asal-usul sapi
atau silsilah keturunan sapi dan juga catatan produksi jika sapi perah sudah pernah
berproduksi. Faktor fisik sapi perah yang perlu diperhatikan dalam memilih bibit
yang baik yaitu dengan memperhatikan bentuk luar badan yang memiliki bentuk
badan segitiga, kepala tidak terlalu berat dan terlihat kuat, dahi lebar dan cekung,
kulit tidak kering, dada lebar dan dalam, perut besar dan tidak menggantung,
ambing besar serta puting besar dan panjang yang berbentuk silinder.
22
2. Pembuatan Kandang Sapi Perah
Kandang sapi perah adalah tempat ternak beristirahat dengan nyaman
tanpa kehujanan dan kepanasan karena sinar matahari. Hal yang harus
diperhatikan dalam pembuatan kandang sapi perah yaitu:
a. Kandang dapat memberi kenyamanan pada ternak sapi perah.
b. Kandang dipisah dari rumah tempat tinggal, tidak berdekatan dengan
bangunan umum seperti sekolah, masjid maupun rumah sakit.
c. Kandang terletak dekat dengan sumber air, sumber pakan serta mudah
penganggkutannya yang dapat melancarkan proses pemasaran.
d. Kandang cukup luas dan memungkinkan untuk perluasan pemeliharaan.
e. Kandang memenuhi persyaratan bagi kesehatan sapi, mudah dibersihkan dan
selalu terjaga kebersihannya.
f. Kandang memberikan kemudahan bagi pekerja kandang dalam melakukan
pekerjaannya sehingga menghemat kerja.
g. Pembersihan kandang dilakukan setiap hari dan kotoran tersebut ditempatkan
disuatu tempat agar kotoran terfermentasi dan dapat dijadikan pupuk
kandang. Lantai kandang diusahakan selalu bersih untuk menghindari
munculnya berbagai macam penyakit.
3. Pemberian Pakan Sapi Perah
Ternak sapi perah hendaknya diberi pakan yang baik, baik mutu maupun
jumlahnya dan disesuaikan dengan kebutuhan ternak sapi tersebut. Pakan sapi
perah dibagi menjadi dua macam, yaitu:
a. Pakan kasar (hijauan)
Pada umumnya sapi perah biasa diberi hijauan seperti rumput gajah, rumput
benggala, rumput setaria, daun turi dan daun lamtoro. Pemberian pakan
hijauan sebaiknya diberikan sesudah pemerahan susu agar tidak
mempengaruhi mutu air susu.
b. Pakan penguat (konsentrat)
Konsentrat ini merupakan campuran dari beberapa bahan pakan seperti
bungkil kelapa, bungkil kacang tanah, dedak halus, tepung jagung, garam
dapur dan kapur.
23
c. Makanan tambahan
Makanan tambahan sapi perah biasanya berupa feed supplement vitamin,
mineral dan urea. Air mutlak dibutuhkan dalam usaha peternakan sapi perah.
Hal ini disebabkan susu yang dihasilkan 87% berupa air dan sisanya berupa
bahan kering. Untuk menghasilkan 1 liter susu, sapi perah membutuhkan 3,5-
4 liter air minum. Dalam peternakan sapi perah, air digunakan untuk minum
sapi perah, mandi sapi perah serta membersihkan kandang sapi perah.
4. Perawatan Sapi Perah
Perawatan sapi perah dapat dilakukan dengan cara memandikan ternak dua
kali sehari. Seluruh sapi induk dimandikan setiap hari setelah kandang dibersihkan
dan sebelum pemerahan susu. Tujuan dari pembersihan sapi perah yaitu untuk
menjaga kesehatan sapi perah agar bakteri maupun kuman tidak menginfeksi dan
juga untuk menghindarkan bulu-bulu sapi yang rontok kedalam air susu saat
pemerahan. Kandang harus dibersihkan setiap hari dan kotoran ternak
dikumpulkan disatu tempat untuk dijadikan pupuk kandang. Setelah pembersihan
kandang hendaknya lantai diberi tilam. Tilam umumnya terbuat dari jerami atau
sisa-sisa pakan hijauan. Pembongkaran tilam dilakukan setiap seminggu sekali
yang bertujuan untuk mengurangi bau di dalam kandang sapi perah.
5. Pemerahan Sapi Perah
Pemerahan merupakan kegiatan yang harus mendapatkan perhatian khusus
karena akan mempengaruhi produksi susu, baik kualitas maupun kuantitasnya.
Sebelum diperah, hendaknya daerah disekitar ambing dan lipatan paha
dibersihkan terlebih dahulu untuk mencegah kotoran jatuh kedalam susu. Ambing
di cuci dengan air hangat untuk mengurangi kontaminasi bakteri dan juga untuk
mempermudah keluarnya susu. Sebelum susu ditampung diember pemerahan,
hendaknya susu diperikasa terlebih dahulu dengan cara pancaran susu pertama
ditampung pada cangkir atau wadah yang dasanya berwarna gelap. Susu yang
normal tidak akan dijumpai adanya gumpalan atau warna yang aneh didasar
wadah. Susu dari ambing yang terkena mastitis biasanya ditandai dengan adanya
gumpalan atau perubahan warna kemerahan (darah). Pemerahan susu dapat
dilakukan apabila susu dinyatakan normal, sementara pemerahan pada sapi yang
24
susunya tidak normal dilakukan paling ahir agar tidak menulari puting yang sehat.
Setelah pemerahan selesai, puting dibersihkan dengan air, dikeringkan dan dicelup
atau disemprot dengan cairan desinfektan yang mengandung antiseptik seperti
iodine agar bakteri tidak masuk kedalam ambing melalui lubang puting yang
dapat menyebabkan mastitis (Susilorini dkk.,2008).
6. Panen dan Hasil Panen Sapi Perah
Tujuan utama memelihara sapi perah yaitu untuk mendapatkan produksi
susu. Susu bisa dipanen apabila sapi telah beranak yaitu mulai beranak pertama
kali pada umur 24-30 bulan. Pemerahan dilakukan minimal dua kali per hari
secara manual maupun dengan mesin pemerah. Akan tetapi jika produksi susunya
lebih dari 20 liter/hari, sebaiknya pemerahan dilakukan 3 kali perhari. Sapi perah
dapat berproduksi sampai beranak 5-6 kali (Susilorini dkk., 2008).
2.2.3 GDFP (Good Dairy Farming Practice) Sapi Perah
Good Dairy Farming Practice (GDFP) adalah tata laksana peternakan
sapi perah yang meliputi segala aktivitas teknis dan ekonomis dalam hal
pemeliharaan sehari-hari. Good Dairy Farming Practice memiliki peranan yang
sangat penting karena tidak hanya bertujuan untuk menjalankan usaha sapi perah
dengan baik dan benar sesuai prosedur tetapi juga menjaga agar sapi tetap sehat,
menjamin terciptanya produk susu yang aman dan sehat untuk dikonsumsi, serta
meminimalisir dampak lingkungan. Aspek-aspek Good Dairy Farming Practice
terdiri dari (FAO dan IDF, 2011):
1. Kesehatan ternak
Kesehatan ternak merupakan salah satu aspek yang harus diperhatikan
didalam melaksanakan manajemen pemeliharaan sapi perah, karena sapi perah
yang sehat akan mampu berproduksi secara optimal. Tatalaksana kesehatan ternak
sapi perah terdiri dari:
1.1 Mengunakan ternak yang tahan terhadap penyakit
a. Memilih sapi perah yang sesuai dengan lingkungan setempat yaitu dengan
memilih ternak yang memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan
iklim ekstrem, kualitas pakan, parasit lokal (terutama kutu) dan ketahanan
25
ternak terhadap penyakit endemik (penyakit yang menyerang suatu
kelompok tertentu).
1.2 Mencegah masuknya penyakit ke lokasi peternakan
a. Memastikan dan memilih ternak yang baru di beli bebas dari penyakit
sehingga ternak baru tersebut tidak membawa penyakit dari luar.
1.3 Memiliki manajemen kesehatan yang efektif
a. Memeriksa secara teratur tanda-tanda penyakit pada ternak dan apabila
penyakit ternak tersebut tidak dapat ditangani sendiri maka segera
melaporkan kepada pihak yang sesuai.
2. Manajemen pemerahan
Menurut Aak (1974), manajemen pemerahan terbagi menjadi tiga tahap
yaitu pra pemerahan, pemerahan, dan pasca pemerahan.
2.1 Pra pemerahan. Tahap pra pemerahan meliputi:
a. Menenangkan sapi yaitu dengan memberikan makanan penguat berupa
konsentrat yang diberikan setengah jam sebelum proses pemerahan serta
mencegah adanya kegaduhan disekitarnya.
b. Membersihkan kandang dari semua kotoran dan sisa makanan yang berbau
c. Membersihkan bagian tubuh terutama di daerah lipatan paha sampai
bagian belakang tubuh untuk mencegah kotoran jatuh ke dalam susu.
d. Mengikat ekor sapi dengan tali pada salah satu kaki belakang dengan
tujuan untuk menghindari sapi mengibas-ngibaskan ekor saat pemerahan.
e. Mencuci ambing dengan air hangat yang bersih memakai spon atau sikat
halus, baik pula ditambahkan kolorine 1% pada air. Kemudian ambing
dikeringkan dengan kain bersih dan diraba-raba atau dimassage selama
beberapa saat agar air susu mudah terangsang keluar.
2.2 Pemerahan
Tahap pemerahan adalah saat ambing sapi perah diperah untuk
mengeluarkan susu. Pemerahan awal yaitu sebanyak 3-4 perahan pertama yang
ditampung di strit cup dan diamati kondisi susu apakah normal atau tidak. Jika
normal, maka pemerahan dapat dilanjutkan, sedangkan jika terdapat kelainan
seperti warna susu kemerahan atau menggumpal maka pemerahan tetap
26
dilanjutkan namun tidak untuk dikonsumsi, karena diduga sapi tersebut menderita
penyakit mastitis. Pada tahap ini, terdapat dua metode yang tersedia, yakni
pemerahan menggunakan tangan dan pemerahan menggunakan mesin pemerah.
a. Pemerahan dengan menggunakan tangan
Pemerahan dengan menggunakan tangan dapat dilakukan dengan cara whole
hand (tangan penuh). Cara ini adalah yang terbaik, karena puting tidak akan
menjadi panjang olehnya. Cara ini dilakukan pada puting yang agak panjang
sehingga dapat dipegang dangan penuh tangan. Caranya tangan memegang
puting dengan ibu jari dan telunjuk pada pangkalnya. Tekanan dimulai dari
atas puting diremas dengan ibu jari dan telunjuk, diikuti dengan jari tengah,
jari manis, dan kelingking, sehingga air dalam puting susu terdesak ke bawah
dan memancar ke luar. Setelah air susu itu keluar, seluruh jari dikendorkan
agar rongga puting terisi lagi dengan air susu. Remasan diulangi lagi berkali-
kali. Teknik ini dilakukan dengan cara menggunakan kelima jari. Puting
dipegang antara ibu dari dan keempat jari lainnya, lalu ditekan dengan
keempat jari tadi.
b. Pemerahan dengan menggunakan mesin perah
Langkah-langkah yang harus diperhatikan dalam pemerahan menggunakan
mesin perah diantaranya yaitu:
1) Sapi dan kandang dibersihkan
2) Ambing harus diperhatikan kebersihannya
3) Mesin perah harus disediakan
4) Listrik dinyalakan
5) Mesin penyedot (vacuum cleaner) ditempatkan satu persatu pada bagian
putingnya
6) Ketika pemerahan sedang berjalan, berilah catatan pada setiap tabung yang
sudah terisi susu sesuai dengan nomor sapinya.
7) Setelah pemerahan selesai maka alat-alat dibersihkan dan disimpan
kembali pada tempat yang tersedia.
27
2.3 Pasca pemerahan
Ambing di lap menggunakan kain yang telah dibasahi oleh desinfektan,
kemudian dilap kembali dengan kain yang kering. Setelah itu puting juga
dicelupkan ke dalam cairan desinfektan selama 4 detik untuk menghindari
terjadinya mastitis. Susu hasil pemerahan juga harus segera ditimbang, dicatat
kemudian disaring agar kotoran saat pemerahan tidak masuk ke dalam susu.
3. Nutrisi (pakan dan air)
Menurut Sudono dkk (2008), pakan untuk sapi perah menjadi faktor utama
yang dapat mempengaruhi produksi dan kualitas susu. Pemberian pakan harus
sesuai dengan bobot badan sapi, kadar lemak susu dan produksi susunya, terutama
bagi sapi-sapi yang telah berproduksi.
3.1 Pakan pedet (0 – 4 bulan)
Pakan pedet berumur 0-4 bulan adalah air susu induknya. Pedet dalam
peternakan sapi perah hanya diberi susu induk selama 7 hari pertama yang
dinamakan kolostrum. Kolostrum banyak mengandung kekebalan tubuh, protein
dan mineral sehingga sangat dibutuhkan oleh pedet yang baru lahir. Pemberian
kolostrum paling lambat 0,5 – 1 jam setelah pedet lahir. Jika pemberian kolostrum
terlambat, pedet akan mudah terserang penyakit. Pakan untuk pedet bisa diganti
dengan pengganti susu pedet (calf milk replacer/CMR) yang dibuat pabrik susu
atau pabrik pakan. CMR bisa diberikan kepada pedet setelah berumur 2 minggu.
Calf stater atau pakan pemula yang diberikan kepada pedet adalah pakan penguat
yang berkadar protein protein tinggi. Pakan pemula ini terdiri atas ½ bagian
tepung bungkil kelapa, ¼ bagian tepung kacang tanah dan ¼ bagian tepung
jagung. Hijauan yang diberikan harus kering atau dilayukan agar pedet tidak
kembung atau mencret.
Tabel 2.1 Pemberian Pakan Pedet Umur 0 – 4 Bulan
No Umur Air Susu Pakan Pemula Hijauan Air Minum
1. 0 – 1 minggu Kolostrum 3 – 4 lt - - -
2. 1 – 4 minggu 6 – 8 lt - - -
3. 4 – 8 minggu 4 – 6 lt 0,5 kg 2 – 5 kg ad libitum
4. 8 – 12 minggu 4 – 5 lt 1 kg 2 – 5 kg ad libitum
5. 12-16 minggu 2 – 4 lt 1kg 2 – 5 kg ad libitum
Sumber : Sudono dkk (2008)
28
3.2 Pakan pedet lepas sapih (4 – 8 bulan)
Pada masa ini pedet sudah mampu makan konsentrat dan rumput.
Pemberian pakan dan air kepada pedet lepas sapih, sebaiknya ad libitum atau tidak
terbatas. Patokan pemberian pakan kepada pedet adalah konsentrat 11,5% dan
hijauan 10% dari bobot hidup. Susunan konsentrat untuk pedet lepas sapih terdiri
atas 26% bungkil kelapa, 24% bungkil kedelai, 25% dedak halus dan 25% ampas
tapioka.
3.3 Pakan sapi dara (8 – 14 bulan)
Target bobot badan sapi dara umur 8–14 bulan adalah 200-300 kg. Sebagai
patokan, pemberian pakan berupa rumput 10% dan konsentrat 1-1,5% dari bobot
hidupnya. Contoh konsentrat untuk sapi dara adalah konsentrat yang terdiri atas
55% bungkil kelapa, 40% dedak halus dan 5% ampas tapioka. Setelah masa ini,
sapi dara siap kawin.
3.4 Pakan sapi yang akan beranak
Setelah bunting 7 bulan, sapi harus dikeringkan atau tidak boleh diperah.
Pakan tambahan untuk sapi yang akan beranak berupa telur 5 butir, madu 50 cc
dan gula merah 1 kg biasa diberikan setelah sapi beranak. Pakan tambahan
tersebut dimaksudkan untuk mengganti tenaga yang terkuras saat sapi beranak,
karenanya sapi harus diberi pakan rumput secara ad libitum.
4. Kesejahteraan ternak
Prinsip dasar kesejahteraan ternak, diantaranya (FAO dan IDF, 2011):
4.1 Bebas dari rasa lapar dan haus.
a. Memberikan pakan dan air yang cukup untuk semua ternak setiap hari.
Peternakan sapi perah harus diberi pakan yang cukup, berdasarkan
kebutuhan fisiologis mereka.
b. Melindungi ternak dari tanaman beracun serta dari area yang
terkontaminasi seperti tempat pembuangan kotoran.
c. Tidak memberikan makan sapi perah dengan pakan yang berjamur.
29
4.2 Bebas dari rasa tidak nyaman.
a. Membangun kandang untuk melindungi ternak dari bahaya lingkungan
sekitar. Membangun kandang harus berlokasi di tempat yang tidak
memiliki jalan buntu, jalur curam serta licin.
b. Kandang harus selalu bersih sehingga memberikan kenyamanan pada
ternak.
c. Melindungi ternak dari kondisi cuaca yang buruk seperti cuaca ekstrem,
kekurangan hijauan, perubahan musim dan lainnya yang menyebabkan
stres dingin atau panas.
d. Menyediakan ventilasi yang memadai bagi ternak sapi perah. Semua
kandang ternak harus berventilasi memadai sehingga pasokan udara segar
cukup untuk menghilangkan kelembaban, dan mencegah penumpukan gas
seperti karbon dioksida, amonia, atau gas lumpur.
4.3 Bebas dari rasa sakit, luka, dan penyakit.
a. Melaporkan kepada pihak terkait apabila ternak mengalami cedera atau
penyakit.
b. Menghindari praktik pemerahan yang buruk karena dapat melukai ternak.
Praktek pemerahan yang buruk dapat memengaruhi kesejahteraan dan
produksi ternak. Peralatan pemerahan harus dirawat dengan baik dan
diservis secara teratur.
4.4 Bebas untuk mengekspresikan tingkah laku alamiah.
a. Memiliki ruangan yang cukup untuk memberikan kesempatan bagi ternak
mengekspresikan pola perilaku normal sebagai wujud kenyamanan hidup.
5. Lingkungan
Peternakan sapi perah di Indonesia sebagian besar di kelola oleh
peternakan rakyat yang dalam pemeliharaannya lebih mementingkan produktivitas
ternak dengan mengesampingkan aspek ekologis. Usaha ternak sapi perah yang
baik dicerminkan dengan (FAO dan IDF, 2011):
5.1 Memiliki sistem pengelolaan limbah yang tepat
a. Menggunakan kembali atau mendaur ulang limbah yang berasal dari
peternakan sapi perah seperti kotoran sapi perah.
30
b. Mengelola penyimpanan atau pembuangan kotoran ternak sapi perah untuk
meminimalkan kotoran menyebar terhadap lingkungan sekitar sehingga
tidak menyebabkan pencemaran lingkungan.
6. Manajemen sosial ekonomi
Usaha yang dijalankan harus dapat menghasilkan keuntungan secara
ekonomi juga harus memberikan manfaat untuk kepentingan masyarakat luas.
Menurut FAO dan IDF (2011) social responsible dan economically sustainable
merupakan bagian integral dari GDFP. Prinsip dasar social responsibillity adalah
bahwa sebuah organisasi bisnis memiliki tanggung jawab untuk memberikan
dampak positif pada berbagai kelompok masyarakat. Fokus utama social
responsibillity dalam GDFP terletak pada pekerja. Peningkatan kualitas pekerja
dapat dilakukan melalui metode pelatihan manajemen pelaksanaan peternakan
sapi perah yang baik. Fokus utama social responsibility diantaranya yaitu
implementasi manajemen SDM yang efektif dan bertanggung jawab; serta
menjamin kegiatan di dalam peternakan dilakukan dengan aman dan kompeten.
Economically Sustainable mengandung arti bahwa setiap usaha sapi perah dari
segi ekonomi menguntungkan dan keuntungan tersebut harus meningkat secara
berkesinambungan. Peternak harus mampu menerapkan manajemen keuangan dan
keuntungan dari segi ekonomi harus meningkat secara berkesinambungan.
2.2.4 Dampak Penerapan Good Dairy Farming Practice (GDFP) Sapi Perah
Susu merupakan salah satu bahan pangan yang sangat penting dalam
mencukupi kebutuhan gizi masyarakat, sehingga hal tersebut perlu untuk
dikembangkan mengingat banyaknya kasus gizi buruk dikalangan masyarakat.
Untuk pemulihan kondisi status gizi tersebut, pemberian atau gerakan minum susu
bagi masyarakat merupakan kegiatan yang paling tepat. Produksi susu dalam
negeri belum mampu untuk mencukupi kebutuhan konsumsi susu dalam negeri.
Produksi susu dalam negeri baru bisa memasok tidak lebih dari 21% dari
konsumsi nasional, sisanya 79% berasal dari impor. Tingginya impor susu dari
luar negeri mengakibatkan timbulnya kerugian langsung pada peternakan sapi
perah Indonesia. Tingginya impor susu menyebabkan terkurasnya devisa nasional,
31
hilangnya kesempatan terbaik (opportunityloss) yang berasal dari menganggurnya
atau tidak dimanfaatkannya potensi sumberdaya yang ada untuk pengembangan
agribisnis persususan, serta hilangnya potensi revenue yang seharusnya diperoleh
pemerintah dari pajak apabila agribisnis persusuan dikembangkan secara baik
(Kementerian Pertanian, 2016).
Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan
Kesehatan Hewan menggelar acara “Pemberian Penghargaan Kepada Peternak
Sapi Perah Pemenang Kompetisi Farmer2Farmer Tahun 2019” bertempat di
Gedung Pusat Informasi Kementerian Pertanian pada hari Jum’at, 5 April 2019.
Program F2F tersebut diharapkan dapat membantu memenuhi permintaan susu
sapi nasional di Indonesia. Fokus program tersebut yaitu pada penerapan GDFP
yang konsisten oleh peternak sapi perah di Indonesia. Melalui penerapan GDFP
diharapkan peternak mampu meningkatkan kualitas dan kuantitas produksinya.
Penerapan Good Dairy farming Practices akan menghasilkan produksi susu yang
berkualitas serta menghasilkan ternak sapi perah yang sehat. Sapi perah yang
sehat mampu menghasilkan susu yang banyak, sehingga kesejahteraan petenak
terjamin. Penerapan Good Dairy farming Practices juga dapat memelihara sapi
dalam waktu yang panjang serta tidak mengganggu lingkungan disekitar
peternakan sapi perah.
2.2.5 Kemitraan
Kemitraan adalah kerjasama yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih baik
antara usaha kecil termasuk koperasi dengan usaha menengah atau usaha besar
yang disertai dengan pembinaan dan pengembangan oleh usaha menengah atau
usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling
memperkuat dan saling menguntungkan dalam jangka waktu tertentu dengan
tujuan untuk meraih keuntungan bersama. Kemitraan akan berjalan dengan baik
apabila kerjasama tersebut dapat menguntungkan kedua pihak (Tohar, 2000).
32
Menurut Januar (2006), kemitraan mengandung beberapa unsur pokok.
Unsur-unsur pokok kemitraan terdiri dari:
1. Kerjasama usaha
Hubungan kerjasama yang dilakukan antara pengusaha besar atau
menengah dengan pengusaha kecil mempunyai kedudukan yang setara dengan
hak dan kewajiban timbal balik sehingga dalam menjalankan kemitraan tidak ada
pihak yang dirugikan dan tidak ada yang saling mengeksploitasi satu sama lain
sehingga akan tumbuh rasa saling percaya diantara para pihak dalam
mengembangkan usahanya.
2. Hubungan antara pengusaha besar atau menengah dengan pengusaha kecil
Hubungan kerjasama melalui kemitraan diharapkan pengusaha besar atau
menengah dapat menjalin hubungan kerjasama yang saling menguntungkan
dengan pengusaha kecil sehingga para pengusaha kecil akan lebih berdaya serta
tangguh didalam berusaha demi tercapainya kesejahteraan. Apabila hubungan
kerja sama tersebut telah menguntungkan masing-masing pihak mitra, maka
kemitraan tersebut dapat berjalan dengan baik.
3. Pembinaan dan pengembangan
Hal yang membedakan hubungan kemitraan dengan hubungan dagang
biasa yaitu adanya bentuk pembinaan dari pengusaha besar terhadap pengusaha
kecil atau koperasi yang tidak ditemukan pada hubungan dagang biasa. Bentuk-
bentuk pembinaan dalam kemitraan antara lain pembinaan didalam mengakses
modal yang lebih besar, pembinaan manajemen usaha, pembinaan peningkatan
sumber daya manusia serta pembinaan manajemen produksi.
4. Prinsip saling memerlukan, memperkuat dan menguntungkan
Prinsip saling memerlukan yaitu adanya saling ketergantungan diantara
kedua belah pihak yang bermitra. Saling memperkuat yaitu bagaimana pihak
perusahaan besar dengan pengusaha kecil atau menengah dapat saling mengisi
atau saling memperkuat dari kekurangan masing-masing pihak yang bermitra.
Saling menguntungkan berarti tidak ada pihak yang tereksploitasi dan dirugikan
justru terciptanya rasa saling percaya.
33
2.2.6 Kontrak Informal
Kontrak merupakan suatu kesepakatan anatar dua belah pihak yang
mendefinisikan dan menggambarkan hubungan diantara keduanya, termasuk
tanggung jawab masing-masing pihak dan apabila salah satu pihak melanggar atau
gagal mempertahankan isi dari kesepakatan tersebut maka hukum yang akan
bertindak lebih lanjut (Roberts dan Greene., 2009). Salah satu macam-macam
kontrak yaitu kontrak informal. Kontrak informal adalah kontrak tanpa formalitas
tertentu, termasuk kontrak yang tidak terikat secara hukum tetapi hanya terikat
secara moral dan sangat bergantung pada itikad baik diantara para pihak. Kontrak
informal dapat juga disebut sebagai kemitraan lokal atau kemitraan tradisional.
Model kemitraan tradisional ini dapat juga diartikan sebagai kemitraan yang
bersifat noncontract farming dimana kemitraan yang dijalankan secara tidak
formal dimana aturan-aturan yang ada dalam mejalankan kemitraan tidak
dinyatakan secara tertulis. Kontrak informal dijalankan berdasarkan kepercayaan
masing-masing dari pihak mitra (Marilang, 2017).
Menurut Naja (2006) dalam Pasal 1338 KUH Perdata menyatakan bahwa
itikad baik adalah sikap batin seseorag atau kejujuran didalam melakukan sesuatu
(bukan itikad baik menyangkut pelaksanaannya, melainkan atas itikad baik yang
berhubungan dengan sikap batin/kejujuran). Kerjasama yang terbentuk
berdasarkan kepercayaan dan komitmen antar pihak terjadi karena adanya faktor
ketergantungan sumberdaya. Tingkat ketergantungan sumberdaya merupakan
suatu pertukaran untuk mendapatkan sumberdaya diluar kemampuannya. Adanya
saling ketergantungan dalam kerjasama menyebabkan adanya peningkatan
kepercayaan antara satu sama lain serta menguatkan komitmen. Hubungan
kerjasama tersebut dimana masing-masing pihak membutuhkan sumberdaya dari
yang lain dan dimana kebutuhan yang ada saling timbal balik maka masing-
masing pihak berusaha untuk saling melengkapi sehingga akan terjadi saling
ketergantungan antara satu sama lain.
34
2.2.7 Biaya Produksi
Biaya produksi merupakan keseluruhan biaya yang dikeluarkan oleh
seseorang selama proses produksi berlangsung. Faktor biaya sangat menentukan
kelangsungan proses produksi. Biaya yang meningkat tidak selalu buruk asal
peningkatan biaya tersebut juga diikuti dengan peningkatan jumlah produksi yang
dihasilkan (Soetriono, 2015).
2.2.7.1 Biaya Implisit dan Biaya Eksplisit
Menurut Hoetoro (2018), bahwa biaya terdiri dari biaya eksplisit dan biaya
implisit. Biaya eksplisit adalah biaya yang benar-benar dikeluarkan oleh suatu
pihak yang melakukan suatu proses produksi. Biaya eksplisit misalnya adalah
biaya pembelian bahan baku, upah tenaga kerja, transportasi dll. Biaya eksplisit
mencatat pembayaran aktual yang diberikan kepada para pemasok sumberdaya.
Sedangkan biaya implisit adalah biaya yang secara ekonomis harus ikut
diperhitungkan sebagai biaya produksi meskipun tidak di bayarkan dalam bentuk
uang yang tidak terlihat secara kasat mata, seperti biaya penyusutan.
2.2.7.2 Biaya Tetap dan Biaya Variabel
Berdasarkan jenisnya, biaya dapat dibagi menjadi biaya tetap dan biaya
variabel. Biaya tetap atau fixed cost (FC) adalah biaya yang dalam periode waktu
tertentu jumlahnya tetap dan tidak bergantung pada jumlah produk yang
dihasilkan. Contoh biaya tetap yaitu penyusutan peralatan, sewa gedung atau
penyusutan gedung, pajak perusahaan dll. Biaya variabel atau variabel cost (VC)
adalah biaya yang jumlahnya berubah-ubah sesuai dengan jumlah produk yang
dihasilkan. Pada biaya variabel, semakin banyak jumlah produk yang dihasilkan
maka semakin banyak pula biaya variabel yang dikeluarkan. (Soetriono, 2015).
2.2.7.3 Biaya Total
Menurut Soetriono (2015), bahwa biaya total atau total cost adalah jumlah
seluruh biaya yang dikeluarkan selama proses produksi baik biaya variabel
maupun biaya tetap yang dikeluarkan oleh seseorang untuk menghasilkan
sejumlah produk dalam suatu periode tertentu. Biaya total dapat dirumuskan
sebagai berikut:
35
TC = FC + VC
Keterangan :
TC = biaya total (total cost)
FC = biaya tetap (fixed cost)
VC = biaya variabel (variabel cost)
Berikut kurva mengenai total biaya tetap, total biaya variabel dan biaya
total yang terdapat pada Gambar 2.1 dibawah ini:
Gambar 2.1 Kurva Total Biaya Tetap,Total Biaya Variabel dan Biaya Total (Soetrino, 2015)
Berdasarkan kurva diatas dapat diketahui bahwa kurva FC mendatar
menunjukkan bahwa besarnya biaya tetap tidak bergantung pada jumlah produksi.
Kurva VC membentuk huruf S terbalik, menunjukkan hubungan terbalik antara
tingkat produktivitas dengan besarnya biaya. Kurva TC sejajar dengan VC
menunjukkan bahwa dalam jangka pendek, perubahan biaya total semata-mata
ditunjukkan oleh perubahan biaya variabel.
2.2.7.4 Biaya Penyusutan
Menurut Herry (2014) dalam Sari (2018), penyusutan adalah alokasi
secara periodik dan sistematis dari harga perolehan asset selama periode-periode
berbeda yang memperoleh dari penggunaan asset bersangkutan. Penyusutan
dilakukan sebagai akibat dari masa manfaat dan potensi sumberdaya yang dimiliki
semakin berkurang. Pengurangan nilai sumberdaya tersebut dibebankan sebagai
biaya secara berangsur-angsur atau proporsional sehingga biaya tersebut
mengurangi laba usaha. Biaya penyusutan yang umum digunakan yaitu
Biaya
Kuantitas 0 Y1 Y2
FC
TC
VC
36
penyusutan garis lurus. Metode penyusutan garis lurus dibagi menjadi dua yaitu
menggunakan nilai residu dan tanpa nilai residu.
Penyusutan menggunakan nilai residu (Rp) = nilai beli- nilai sisa
umur ekonomis
Penyusutan tanpa nilai residu (Rp) = Harga beli : umur ekonomis
2.2.8 Penerimaan
Menurut Rosyidi (2009) menyatakan bahwa penerimaan total
didefinisikan sebagai total uang yang harus dibayarkan kepada produsen untuk
suatu produk serta dihitung sebagai perkalian antara harga produk (P) dan
kuantitas produk yang diminta (Q), serta dinotasikan sebagai TR (total revenue).
Dengan demikian perhitungan TR dapat menggunakan rumus sebagai berikut:
TR = P x Q
Keterangan:
TR = Total revenue (total penerimaan)
P = Harga
Q = Kuantitas atau jumlah produk
Berikut kurva penerimaan mengenai total penerimaan yang terdapat pada
gambar 2.2 di bawah ini:
P
TR
Q
Gambar 2.2 Kurva Total Penerimaan
2.2.9 Pendapatan
Menurut Soetriono (2015), pendapatan merupakan selisih antara
penerimaan pertahun dengan total biaya produksi pertahun. Pendapatan petani
akan menjadi lebih besar apabila petani dapat menekan biaya variabel yang
37
dikeluarkan serta di imbangi dengan produksi yang tinggi. Apabila pendapatan
yang diterima petani lebih besar dari pada dari total biaya yang dikeluarkan maka
usaha tersebut layak untuk dikembangkan karena peternak mendapatkan
keuntungan dari hasil kegiatan usaha tersebut.
Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2015) dalam survei pendapatan rumah
tangga usaha pertanian 2013, pendapatan usaha pertanian adalah pendapatan yang
diperoleh dari kegiatan yang menghasilkan produk pertanian dengan tujuan
sebagian atau seluruh hasil produksi dijual/ditukar atas risiko usaha. Usaha
pertanian tersebut meliputi usaha tanaman pangan, hortikultura, perkebunan,
peternakan, perikanan dan dan kehutanan termasuk jasa pertanian. Pendapatan
usaha non pertanian adalah seluruh pendapatan rumah tangga petani yang berasal
dari usaha non pertanian setelah dikurangi dengan pengeluaran selama proses
usaha non pertanian yang ditukar dalam satuan rupiah per tahun (Rp/tahun).
Menurut Soetriono (2015) menyatakan bahwa tingkat pendapatan dapat
diukur dengan menggunakan rumus, yaitu:
π = TR – TC
= P*Q – (TFC+TVC)
Keterangan:
π = Pendapatan
TR = Total penerimaan
P = Harga output
Q = Jumlah produksi
TC = Total biaya
TFC = Total biaya tetap
TVC = Total biaya variabel
Berikut kurva mengenai total biaya tetap, total biaya variable dan biaya
total yang terdapat pada Gambar 2.3 berikut:
38
0
Rp
Kuantitas
a1
b1 c1
a2 b2
c2
Q1 Q2 Q3 Q4 Q5
TC
TR
Gambar 2.3 Kurva Total Revenue, TC dan Pendapatan Bersih (Soetriono, 2015)
Pada Gambar 2.3 diatas, diketahui bahwa tingkat output yang memberikan
laba adalah titik a sampai titik c. Interval titik a sampai titik c dalam teori produksi
disebut sebagai daerah produksi ekonomis. Pendapatan bersih maksimum (∏
maks) akan tercapai jika produksinya sebesar kuantitas (Q) di titik b. Sebaliknya,
jika output dibawah titik a melebihi titik c, maka kegiatan produksi akan
mengalami kerugian karena TR < TC.
2.2.10 Efisiensi Penggunaan Biaya
Analisa untuk menunjukkan efisiensi secara finansial dapat dilakukan
dengan menggunakan rumus R/C rasio. Analisis R/C rasio dapat digunakan untuk
mengetahui tingkat efisiensi biaya produksi, yaitu dengan cara membandingkan
total penerimaan dengan total biaya produksi. Tingginya nilai R/C rasio
dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh serta harga produk yang sangat
berpengaruh terhadap penerimaan yang diperoleh oleh petani. Petani selalu
mempertimbangkan biaya produksi secara proporsional dan efisien, yang
dipengaruhi oleh pengetahuan, keterampilan dalam penguasaan input, teknologi
dan curahan tenaga kerja yang berorientasi pada pencapaian produksi yang
maksimum yang didasarkan pada pertimbangan efisiensi. Analisis R/C rasio
menghasilkan nilai lebih dari satu berarti dalam berbagai skala usaha layak untuk
39
diusahakan atau dengan kata lain usaha tersebut secara ekonomis, efisiensi dan
layak untuk dikembangkan (Soekartawi, 2003).
Menurut Soekartawi (1995), R/C merupakan singkatan dari Return Cost
Ratio, atau lebih sering disebut sebagai perbandingan antara penerimaan dan
biaya. Secara matematik R/C dapat dituliskan sebagai berikut:
a = R/C
R = Py.Y
C= FC+VC
A = ((Py.Y) / (FC+VC))
Keterangan:
R = Penerimaan
C = Biaya
Py = Harga output
Y = Output
FC = Biaya tetap (fixed cost)
VC = Biaya variabel (Variabel cost)
Kriteria pengambilan keputusan:
Jika R/C ≤ 1, maka penggunaan biaya produksi tidak efisien atau tidak layak.
Jika R/C > 1, maka penggunaan biaya produksi efisien atau layak.
2.3 Kerangka Pemikiran
Peternakan sapi perah merupakan salah satu pilar yang turut andil dalam
menopang kebutuhan manusia akan terpenuhinya protein hewani. Produk utama
dari peternakan sapi perah yaitu susu. Terdapat dua kategori peternakan sapi perah
yang ada di Kabupaten Jember yaitu (a) peternakan mandiri dan (b) peternakan
bermitra. Peternakan sapi perah yang ada di Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember
merupakan peternakan secara mandiri dimana peternak menyiapkan semua
kebutuhan usaha ternaknya secara mandiri sedangkan peternakan yang ada di
Kecamatan Ajung Kabupaten Jember, Kecamatan Balung Kabupaten Jember dan
Kecamatan Sumberbaru Kabupaten Jember merupakan peternakan sapi perah
secara mitra dengan Koperasi Peternak Galur Murni.
40
Peternakan sapi perah secara mandiri yang ada di Kabupaten Jember yaitu
berada di di Desa Kemuning Lor Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember yang
berbentuk peternakan rakyat dengan pola usaha mandiri. Peternakan sapi perah
yang menjalin kemitraan di Kabupaten Jember berada di Desa Ajung Kecamatan
Ajung Kabupaten Jember, Desa Balunglor Kecamatan Balung Kabupaten Jember
dan Desa Rowotengah Kecamatan Sumberbaru Kabupaten Jember.
Secara umum permasalahan yang dihadapi oleh kedua usaha peternakan
sapi perah tersebut relatif sama yaitu rendahnya produksi susu yang dihasilkan
peternak sehingga menyebabkan rendahnya pendapatan peternak. Rendahnya
produktivitas sapi perah berpengaruh pada keuntungan yang diperoleh peternak.
Pada saat musim kemarau peternak kesulitan dalam memperoleh pakan hijauan
karena peternak tidak memiliki lahan khusus untuk ditanami hijauan, sehingga
sebagian peternak memilih untuk membeli pakan hijauan dan sebagian peternak
akan mencari rumput di desa-desa sekitar yang ketersediaannya masih banyak.
Keterlambatan atau ketidak sesuaian pakan yang diberikan untuk sapi perah
menyebabkan menurunya produksi susu yang dihasilkan.
Berdasarkan pada permasalahan tersebut maka di tetapkan tiga rumusan
masalah yaitu (a) seberapa besar tingkat penerapan GDFP peternak, (b) besarnya
pendapatan yang diterima peternak serta (c) efisiensi penggunaan biaya oleh
peternak, sehingga tujuan penelitian ini yaitu: (a) ingin mengetahui seberapa besar
tingkat penerapan GDFP yang diterapkan peternak mandiri dan peternak bermitra,
(b) ingin mengetahui besarnya pendapatan yang diterima oleh peternak mandiri
dan peternak bermitra serta (c) ingin mengetahui efisiensi penggunaan biaya
peternak mandiri dan peternak bermitra.
Terkait rumusan masalah yang pertama yaitu tingkat penerapan GDFP
peternak sapi perah dilakukan oleh Lestari dkk (2015). Hasil penelitian tersebut
menunjukkan hasil bahwa tingkat penerapan GDFP oleh peternak sapi perah di
Wilayah Kerja KPBS Pangalengan Kabupaten Bandung cukup baik. Penelitian
selanjutnya terkait penerapan GDFP sapi perah dilakukan oleh Anggraeni dan
Mariana (2016). Dapat diketahui bahwa tingkat penerapan GDFP yang dilakukan
oleh peternak sapi perah di Pondok Ranggon cukup baik. Penelitian terdahulu
41
selanjutnya terkait rumusan masalah pertama yaitu tingkat penerapan GDFP
peternak sapi perah dilakukan oleh Puspitasari (2008). Hasil penelitian tersebut
menyatakan bahwa tingkat penerapan GDFP peternak sapi perah di KSU Jaya
Abadi Kabupaten Blitar Jawa Timur sangat kurang.
Terkait rumusan masalah yang ke dua yaitu pendapatan peternak sapi
perah dilakukan oleh Saefullah dkk (2012). Hasil penelitian menyatakan bahwa
kedua usaha peternakan sapi perah yaitu anggota dan non anggota koperasi di
Kabupaten Banyumas sama-sama menguntungkan. Penelitian terdahulu
selanjutnya oleh Santosa dkk (2013). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Santosa dkk (2013), bahwa usaha ternak sapi perah di Kecamatan Musuk
Kabupaten Boyolali menguntungkan karena penerimaan lebih besar dari pada
biaya. Penelitian selanjutnya terkait rumusan masalah kedua yaitu pendapatan
peternak sapi perah dilakukan oleh Aisyah (2014). Hasil penelitian tersebut
menyatakan bahwa usaha peternakan sapi perah di Kelurahan Pondok Ranggon
Kecamatan Cipayung Jakarta Timur menguntungkan karena harga jual susu sapi
perah yang cukup besar per liternya.
Terkait rumusan masalah yang ke tiga yaitu efisiensi penggunaan biaya
dilakukan oleh Saefullah dkk (2012). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Saefullah dkk (2012), diketahui bahwa nilai R/C rasio peternak anggota koperasi
sebesar 1,07 dan nilai R/C rasio peternak anggota non koperasi sebesar 1,01.
Kedua usaha peternakan sapi perah di Kabupaten Banyumas tersebut sama-sama
efisien. Penelitian terdahulu selanjutnya dilakukan oleh Santosa dkk (2013). Dapat
diketahui bahwa hasil penelitian tersebut menunjukkan nilai rata-rata efisiensi
ekonomi (R/C Ratio) pada usaha peternakan sapi perah di Kecamatan Musuk
Kabupaten Boyolali adalah 1,28. Usaha peternakan sapi perah termasuk dalam
kategori efisien. Penelitian selanjutnya terkait rumusan masalah yang ketiga yaitu
efisiensi penggunaan biaya dilakukan oleh Aisyah (2014). Hasil penelitian Aisyah
(2014), dapat disimpulkan bahwa nilai R/C rasio sebesar 1,15 yang menunjukkan
nilai lebih besar dari satu atau secara ekonomi usaha peternakan sapi perah di
Kelurahan Pondok Ranggon Kecamatan Cipayung Jakarta Timur menguntungkan
atau layak dikembangkan.
42
Untuk menjawab rumusan masalah yang pertama yaitu tingkat penerapan
GDFP menggunakan analisis deskriptif, untuk menjawab rumusan masalah yang
kedua terkait pendapatan peternak maka menggunakan analisis pendapatan dan
untuk menjawab rumusan masalah yang ketiga terkait efisiensi penggunaan biaya
dapat menggunakan analisis R/C rasio. Sehingga Goal dari penelitian ini yaitu
mendorong keberlanjutan penerapan GDFP peternak sapi perah di Kabupaten
Jember.
Berdasarkan perumusan masalah seperti penerapan GDFP (Good Dairy
Farming Practice) yang diterapkan peternak, pendapatan peternak dan efisiensi
dalam penggunaan biaya produksi memiliki keterkaitan diantara ketiga
permasalahan tersebut. Penerapan aspek GDFP yang baik dan sesuai dengan tata
laksana GDFP maka akan menghasilkan produksi susu yang optimal. Produksi
susu yang optimal menyebabkan harga jual tinggi sehingga akan menmpengaruhi
pendapatan yang diterima peternak. Efisiensi dalam penggunaan biaya produksi
perlu dilakukan dan diperihitungkan karena untuk mengetahui apakah penggunaan
biaya telah efisien sehingga usaha tersebut akan menguntungkan dan layak untuk
dikembangkan. Berikut merupakan kerangka pemikiran seperti pada gambar 2.4:
43
Gambar 2.4 Skema Kerangka Pemikiran
Kecamatan Arjasa Kecamatan Ajung
Tingkat penerapan GDFP
peternak sapi perah
Mendorong keberlanjutan penerapan GDFP peternak sapi perah di Kabupaten Jember
Peternakan sapi perah di Kabupaten Jember
1. Rendahnya produksi Susu
2. Biaya usaha ternak tinggi
3. Ketidak sesuaian atau keterlambatan pakan
Analisis deskriptif
Analisis pendapatan
Analisis R/C rasio
Kecamatan Balung Kecamatan Sumberbaru
Kemitraan Mandiri
Desa Ajung Desa Balung Lor Desa Rowotengah Desa Kemuning Lor
Pendapatan usaha
ternak sapi perah
Efisiensi penggunaan biaya
usaha ternak sapi perah
Penelitian terdahulu:
1. Lestari dkk (2015):
penerapan GDFP peternak
sapi perah di Kabupaten
Bandung cukup baik.
Tingkat penerapan GDFP
peternak pada skala 1
sebesar 62,69%, skala II
sebesar 67,43% dan skala
III sebesar 73,50%.
2. Anggraeni dan Mariana
(2016): penerapan GDFP
peternak sapi perah di
Pondok Ranggon cukup
baik. Tingkat penerapan
GDFP peternak sapi perah
sebesar 2,28.
3. Puspitasari (2008):
penerapan GDFP peternak
sapi perah di Kabupaten
Blitar sangat kurang.
Tingkat penerapan GDFP
peternak sapi perah
sebesar 13,79%.
Penelitian terdahulu:
1. Saefullah dkk (2012):
pendapatan peternak sapi
perah rakyat anggota
koperasi unit desa (KUD)
dan non anggota koperasi
unit desa di Kabupaten
Banyumas menguntungkan.
Pendapatan peternak sapi
perah anggota KUD sebesar
Rp 121.218,75/bulan/ekor
dan pendapatan peternak
sapi perah non anggota
KUD sebesar Rp
10.271,71/bulan/ekor.
2. Santosa dkk (2013):
pendapatan peternak sapi
perah di Kabupaten Boyolali
menguntungkan. Pendapatan
peternak sapi perah sebesar
Rp 17.595.689/tahun/ekor.
3. Aisyah (2014): pendapatan
peternak sapi perah di
Kecamatan Cipayung
menguntungkan. Pendapatan
peternak sapi perah sebesar
Rp 1.177.742,896/UT/hari.
Penelitian terdahulu:
1. Saefullah dkk (2013):
penggunaan biaya peternak
sapi perah rakyat anggota
koperasi unit desa (KUD)
dan non anggota koperasi
unit desa di Kabupaten
Banyumas sudah efisien.
Nilai R/C rasio peternak
sapi perah anggota KUD
sebesar 1,07 dan peternak
non anggota KUD sebesar
1,01.
2. Santosa dkk (2013):
penggunaan biaya peternak
sapi perah di Kabupaten
Boyolali sudah efisien.
Nilai R/C rasio peternak
sapi perah tersebut sebesar
1,28.
3. Aisyah (2014): pengunaan
biaya peternak sapi perah
di Kecamatan Cipayung
sudah efisien. Nilai R/C
rasio peternak sapi perah
tersebut sebesar 1,15.
44
2.4 Hipotesis
1. Diduga usaha ternak sapi perah yang dilakukan oleh peternak yang menjalin
kemitraan dengan Koperasi Galur Murni dan Peternak mandiri di Kecamatan
Arjasa Kabupaten Jember sama-sama menguntungkan.
2. Diduga penggunaan biaya usaha ternak sapi perah yang digunakan peternak
yang menjalin kemitraan dengan Koperasi Galur Murni dan peternak mandiri
di Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember sama-sama efisien.
45
BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian
Metode penentuan daerah penelitian menggunakan purposive method.
Menurut Yusuf (2014) menyatakan bahwa metode penentuan daerah penelitian
secara purposive method atau secara sengaja dengan tujuan atau pertimbangan
tertentu. Metode ini memilih secara sengaja dan terencana dengan dasar
pertimbangan bahwa: (a) Kecamatan Sumberbaru merupakan kecamatan yang
memiliki rata-rata share ternak sapi perah tertinggi ke dua setelah Kecamatan
Arjasa, serta melakukan kemitraan dengan Koperasi Galur Murni, (b) Kecamatan
Balung memiliki rata-rata pertumbuhan ternak sapi perah tertinggi ke dua di
Kabupaten Jember, serta melakukan kemitraan dengan Koperasi Galur Murni, (c)
Kecamatan Ajung merupakan salah satu Kecamatan yang ada di Kabupaten
Jember yang memiliki jumlah sapi sedikit yaitu sebanyak 64 ekor pada tahun
2017 serta melakukan kemitraan dengan Koperasi Galur Murni, dan (d)
Kecamatan Arjasa merupakan kecamatan yang memiliki rata-rata share ternak
sapi perah tertinggi di Kabupaten Jember, selain itu Kecamatan Arjasa memiliki
wilayah dataran tinggi yang beriklim sejuk sehingga cocok untuk budidaya sapi
perah. Peternak di Kecamatan Arjasa merupakan peternak sapi perah secara
mandiri.
3.2 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode analitik dan deskriptif.
Menurut Nazir (2005) dalam Hamdi dan Bahruddin (2014) menyatakan bahwa
metode analitik adalah metode yang digunakan untuk menguji hipotesis dan
mengadakan interpretasi terhadap hasil analisa. Metode analitik dalam penelitian
ini digunakan untuk menguji hipotesis kedua dan ketiga mengenai pendapatan
peternak dan efisiensi dalam penggunaan biaya. Sedangkan metode deskriptif
adalah suatu metode penelitian yang ditujukan untuk menggambarkan fenomena-
fenomena yang diteliti. Metode deskriptif bertujuan untuk membuat deskripsi,
gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta, sifat
46
serta hubungan antar fenomena yang akan diteliti. Metode deskriptif dalam
penelitian ini digunakan untuk menggambarkan atau menjelaskan rumusan
masalah yang pertama mengenai tingkat penerapan GDFP peternak sapi perah
kemitraan dan mandiri. Sedangkan
3.3. Metode Pengambilan Contoh
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode sensus. Menurut Sugiyono (2012), menyatakan bahwa metode sensus
adalah teknik penentuan sampel apabila semua anggota populasi digunakan
sebagai sampel. Metode sensus digunakan apabila jumlah populasi relatif kecil,
kurang dari 30 orang. Dalam penelitian ini populasi peternak sapi perah
Kecamatan Sumberbaru mitra Koperasi Galur Murni sebanyak 13 orang peternak
yang semuanya akan di jadikan sampel dalam penelitian ini. Populasi peternak
sapi perah Kecamatan Balung mitra Koperasi Galur Murni sebanyak 7 orang
peternak yang semuanya akan di jadikan sampel dalam penelitian ini. Populasi
peternak sapi perah Kecamatan Ajung mitra Koperasi Galur Murni sebanyak 2
orang peternak yang semuanya akan di jadikan sampel dalam penelitian ini.
Populasi peternak sapi perah Kecamatan Arjasa yang merupakan peternak mandiri
yaitu sebanyak 6 orang peternak yang semuanya akan di jadikan sampel dalam
penelitian ini. Total sampel penelitian ini sebanyak 22 orang peternak sapi perah
mitra Koperasi Galur Murni dan 6 orang peternak sapi perah mandiri di
Kabupaten Jember. Sehingga total peternak sapi perah mitra dan peternak sapi
perah mandiri di Kabupaten Jember yang di jadikan sampel dalam penelitian ini
sebanyak 28 orang peternak.
3.4 Metode Pengumpulan Data
Menurut Sugiyono (2012) menyatakan bahwa metode pengumpulan data
merupakan suatu teknik atau suatu cara yang dapat digunakan peneliti untuk
pengumpulan data. Metode pengumpulan data yang akan digunakan dalam
penelitian ini terdiri dari:
47
1. Wawancara
Wawancara adalah proses interaksi atau komunikasi secara langsung
antara pewawancara dengan responden. Wawancara digunakan apabila peneliti
ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus
diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang
lebih mendalam. Wawancara dilakukan dengan cara tanya jawab secara langsung
dengan pihak terkait. Peneliti akan menggunakan bantuan kuisioner saat
wawancara dengan peternak baik mitra maupun non mitra untuk memudahkan
peneliti dalam proses wawancara. Pengumpulan data kemudian dilakukan dengan
mencatat informasi yang didapatkan dari responden mengenai total biaya, total
penerimaan dan pendapatan. Data tersebut bertujuan untuk memperoleh informasi
pendapatan peternak sapi perah dan efisiensi dalam pengggunaan biaya.
2. Observasi
Observasi merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan
cara mengamati obyek disekitar daerah penelitian. Observasi dapat menjadi salah
satu cara bagi peneliti untuk menggali lebih dalam informasi yang akan
dibutuhkan dalam penelitiannya. Data dan informasi yang dibutuhkan dari
kegiatan observasi yaitu teknologi atau cara yang digunakan peternak sapi perah
didalam mengusahakan ternak sapi perah.
3.5 Metode Analisis Data
3.5.1 Metode Analisis penerapan GDFP (Good Dairy Farming Practice) peternak
Guna mencapai tujuan pertama dalam penelitian ini yaitu seberapa besar
tingkat penerapan GDFP peternak sapi perah yang mengikuti kemitraan dan yang
mandiri di Kabupaten Jember maka digunakan pendekatan metode deskriptif.
Metode deskriptif dilakukan terhadap penerapan GDFP (Good Dairy Farming
Practice) yang digunakan peternak sapi perah kemitraan dan peternak sapi perah
mandiri di Kabupaten Jember. Aspek yang akan di ukur dalam penerapan GDFP
peternak sapi perah terdiri dari aspek kesehatan ternak, aspek manajemen
pemerahan, aspek nutrisi (pakan dan air), aspek kesejahteraan ternak, aspek
lingkungan dan aspek manajemen sosial ekonomi. Indikator aspek kesehatan
48
ternak meliputi: (1) penggunaan ternak sapi perah yang tahan terhadap penyakit,
(2) mencegah masuknya penyakit ke lokasi peternakan, dan (3) memiliki
manajemen kesehatan yang efektif. Indikator aspek manajemen pemerahan terdiri
dari tiga tahapan, yaitu: (1) pra pemerahan, (2) pemerahan, dan (3) pasca
pemerahan. Indikator aspek nutrisi (pakan dan air) meliputi aturan pemberian
pakan pada sapi perah yang berumur: (1) pakan pedet (0-4 bulan), (2) pakan pedet
lepas sapih (4-8 bulan), (3) pakan sapi dara (8-14 bulan), dan (4) pakan sapi yang
akan beranak. Indikator aspek kesejahteraan ternak terdiri dari: (1) ternak bebas
dari rasa lapar dan haus, (2) ternak bebas dari rasa tidak nyaman, (3) ternak bebas
dari rasa sakit, luka dan penyakit, (4) ternak bebas untuk mengekspresikan tingkah
laku alamiah. Indikator aspek lingkungan yaitu memiliki sistem pengelolaan
limbah yang tepat. Indikator aspek manajemen sosial ekonomi terdiri dari: (1)
implementasi manajemen SDM yang efektif dan bertanggung jawab, (2)
menjamin kegiatan di dalam peternakan dilakukan dengan aman, dan (3)
manajemen keuangan. Hasil dari metode deskriptif tersebut akan diketahui
seberapa besar penerapan GDFP yang telah dilakukan oleh peternak baik peternak
yang menjalin kemitraan dan peternak yang mandiri di Kabupaten Jember yang
akan dinyatakan dalam satuan persen.
3.5.2 Metode Analisis Pendapatan
Guna mencapai tujuan dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui apakah
usaha peternakan sapi perah di Kabupaten Jember menguntungkan maka
digunakan pendekatan metode analitik dengan menggunakan analisis pendapatan.
Untuk mengetahui total pendapatan bersih peternak pola kemitraan dan mandiri,
maka harus mengetahui total penerimaan dan total biaya. Berikut merupakan
langkah menghitung pendapatan usaha ternak sapi perah:
a. Analisis total penerimaan
Menurut Londa dkk (2013) menyatakan bahwa penerimaan adalah nilai
rupiah yang diterima oleh peternak dari hasil penjualan susu (liter). Penerimaan
merupakan hasil penjualan susu dikali dengan harga. Penerimaan akan dianalisis
dengan menggunakan rumus (Rosyidi, 2009):
49
TR= P.Q
Keterangan : TR = Total revenue (total penerimaan susu)
P = Harga (Rp/liter)
Q = Kuantitas atau jumlah susu (liter)
Menurut Sulthoni (2008) dalam Londa dkk (2013) menyatakan bahwa
sumber penerimaan terbesar dalam usaha ternak sapi perah adalah penjualan susu.
Penerimaan yang berasal dari penjualan susu dipengaruhi oleh jumlah ternak yang
dimiliki. Semakin banyak ternak yang dimiliki maka produksi susu yang
dihasilkan semakin banyak sehingga dapat berpengaruh terhadap penjualan susu.
Penjualan susu yang semakin banyak akan berpengaruh terhadap penerimaan.
Sumber penerimaan peternak dalam penelitian ini berasal dari penjualan susu.
Hasil analisis total penerimaan peternak sapi perah di Kabupaten Jember yaitu
mengetahui total penerimaan peternak di Kabupaten Jember.
b. Analisis biaya total
Total biaya merupakan seluruh biaya yang dikeluarkan peternak untuk
proses usaha ternaknya termasuk biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap
adalah biaya yang dikeluarkan secara tetap dan jumlahnya tidak bergantung dari
jumlah produksi yang dihasilkan. Biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan
secara berubah-ubah yang besarnya berdasarkan jumlah produksi yang dihasilkan.
Rumus yang digunakan untuk analisis total biaya yaitu (Riyanto (2001) dalam
Londa dkk., (2013)):
TC = TFC + TVC
Keterangan : TC = Total cost (total biaya) (Rp)
TFC = Total fixed cost (total biaya tetap) (Rp)
TVC = Total variabel cost (total biaya variabel ) (Rp)
Perhitungan penyusutan dalam penelitian ini mengunakan metode garis
lurus tanpa nilai residu dengan asumsi peralatan tidak dapat dijual setelah habis
umur ekonomis. Penyusutan menggunakan metode garis lurus dirumuskan
sebagai berikut (Herry (2014) dalam Sari (2018)):
Penyusutan (Rp) = nilai beli : umur ekonomis
50
Tabel 3.1 Biaya Tetap Usaha Ternak Sapi Perah per Tahun
No. Jenis Biaya Tetap
1 Penyusutan kandang
2 Penyusutan milkcan
3 Penyusutan timba
4 Penyusutan selang air
5 Penyusutan sekrop
6 Penyusutan sikat
7 Penyusutan kereta dorong atau argo
8 Penyusutan arit/sabit
9 Penyusutan tampar
10 Penyusutan ternak sapi perah
11 Pajak
Total biaya tetap/tahun
Tabel 3.2 Biaya Variabel Usaha Ternak Sapi Perah per Tahun
No. Jenis Biaya Variabel
1 Pakan hijauan
2 Ampas tahu
3 Konsentrat
4 Kesehatan
5 IB atau Inseminasi Buatan (kawin suntik)
6 Tenaga kerja
7 Transportasi
8 Listrik
Total biaya variabel/tahun
Hasil analisis dari analisis total biaya yaitu akan diketahui jumlah biaya
yang dikeluarkan peternak sapi perah yang terdiri dari biaya tetap dan biaya
variabel. Biaya tetap peternak sapi perah seperti biaya penyusutan kandang,
penyusutan milkcan, penyusutan timba, penyusutan selang air, penyusutan sekrop,
penyusutan sikat, penyusutan kereta dorong/argo, penyusutan arit atau sabit,
penyusutan tampar, pembelian sapi perah, pajak. Biaya variabel peternak sapi
perah seperti pakan hijauan, ampas tahu, konsentrat, kesehatan, IB, tenaga kerja,
listrik dan transportasi.
c. Analisis pendapatan
Hasil uji analisis pendapatan yaitu mengetahui jumlah pendapatan yang
diterima peternak. Pendapatan dapat dianalisis dengan menggunakan pendekatan
Soetriono (2015):
51
π = TR – TC
Keterangan : π = Pendapatan
TR = Total penerimaan (P.Q) (Rp/liter)
P = Harga output susu (Rp/liter)
Q = Jumlah produksi (liter)
TC = Total biaya (TFC + TVC)
TFC = Total biaya tetap (Rp)
TVC = Total biaya variabel (Rp)
3.5.3 Metode Analisis Efisiensi Biaya
Guna menganalisis efisiensi penggunaan biaya peternak maka akan
dilakukan analisis efisiensi biaya. Hasil dari analisis efisiensi biaya akan diketahui
apakah usaha ternak sapi perah yang dilakukan oleh peternak sapi perah telah
efisien dan menguntungkan sehingga usaha ternak tersebut layak untuk
dikembangkan. Berikut merupakan cara menghitung efisiensi penggunaan biaya
(Soekartawi, 1995):
a = R/C
R = Py.Y
C= FC+VC
a = ((Py.Y) / (FC+VC))
Dimana: R = Penerimaan (Rp/liter)
C = Biaya (Rp)
Py = Harga output (susu) (Rp/liter)
Y = Output (susu) (liter)
FC = Biaya tetap (fixed cost) (Rp)
VC = Biaya variabel (Variabel cost) (Rp)
Kriteria pengambilan keputusan:
Jika R/C ≤ 1, maka penggunaan biaya ternak sapi perah tidak efisien/ tidak layak.
Jika R/C > 1, maka penggunaan biaya ternak sapi perah efisien/layak.
52
3.6 Definisi Operasional
1. Pakan sapi perah yaitu jenis pakan yang diberikan peternak terhadap ternak
sapi perah yang terdiri dari pakan kasar (hijauan), pakan konsentrat dan
makanan tambahan.
2. Pakan hijauan yang diberikan kepada ternak sapi perah yaitu pakan hijauan
yang berupa rumput gajah, rumput benggala, rumput setaria, daun turi dan
daun lamtoro. Pakan hijauan dapat diberikan setelah sapi selesai di perah.
3. Pakan konsentrat adalah pakan yang terdiri dari campuran beberapa bahan
pakan seperti bungkil kelapa, bungkil kacang tanah, dedak halus, tepung
jagung, garam dapur dan kapur.
4. Pakan tambahan sapi perah biasanya berupa vitamin, mineral dan urea.
5. Pemerahan adalah suatu tindakan mengeluarkan susu sapi perah dari ambing.
Pemerahan bertujuan untuk menghasilkan susu sapi perah yang maksimal.
6. Tatalaksana kesehatan sapi perah yang baik dan benar dapat dicapai apabila
peternak telah menggunakan ternak yang tahan terhadap penyakit, mencegah
masuknya penyakit ke lokasi peternakan, serta memiliki manajemen
kesehatan yang efektif.
7. Ternak sapi perah dapat dikatakan sejahtera apabila peternak telah
menerapkan semua prinsip dasar kesejahteraan ternak yaitu bebas dari rasa
lapar dan haus, bebas dari rasa tidak nyaman, bebas dari rasa sakit, luka, dan
penyakit serta bebas untuk mengekspresikan tingkah laku alamiah.
8. Lingkungan peternakan sapi perah yang baik dan benar yaitu harus mendaur
ulang atau menggunakan kembali limbah yang berasal dari kotoran ternak
dan harus memiliki tempat pembuangan atau penampungan kotoran sehingga
kotoran ternak tidak mencemari lingkungan sekitar peternakan.
9. Manajemen sosial ekonomi peternakan sapi perah yang baik dan benar yaitu
harus dapat meningkatkan kualitas pekerjanya dengan cara memberikan
pelatihan serta dapat meningkatkan pendapatan secara berkesinambungan.
10. Biaya pakan hijauan adalah biaya variabel yang dikeluarkan peternak untuk
membeli pakan hijauan yaitu rumput gajah yang dinyatakan dalam satuan
Rp/tahun.
53
11. Biaya konsentrat adalah biaya variabel yang dikeluarkan peternak sapi perah
untuk membeli pakan konsentrat sapi perah yang dinyatakan dalam satuan
Rp/tahun/sapi laktasi.
12. Biaya ampas tahu adalah biaya yang dikeluarkan peternak sapi perah untuk
membeli pakan ampas tahu yang dinyatakan dalam satuan Rp/tahun/sapi
laktasi.
13. Tenaga kerja adalah semua pekerja yang memiliki tugas untuk bekerja di
peternakan sapi perah baik itu di lahan maupun di kandang sapi perah.
14. Biaya transportasi peternak mitra adalah biaya variabel yang dikeluarkan
peternak mitra untuk mendatangkan pakan serta menyetor susu ke Koperasi
Peternakan Galur Murni.
15. Biaya transportasi peternak mandiri adalah biaya variabel yang dikeluarkan
peternak mandiri untuk mendatangkan pakan sapi perah.
16. Biaya listrik adalah biaya variabel yang dikeluarkan peternak sapi perah
untuk memandikan sapi perah pagi dan sore serta digunakan untuk
penerangan kandang di malam hari.
17. Biaya plastik susu adalah biaya variabel yang dikeluarkan peternak mandiri
untuk mengemas susu dari hasil pemerahan pagi dan sore yang dikemas
dalam ukuran ½ liter.
18. Biaya IB adalah biaya variabel yang dikeluarkan peternak sapi perah untuk
perkawinan sapi perah dengan cara memasukkan mani ternak jantan (yang
telah dicairkan dan diproses terlebih dahulu) ke dalam saluran alat kelamin
ternak betina dengan menggunakan alat khusus berupa insemination gun.
19. Biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan peternak sapi perah yang
besarannya tidak bergantung pada jumlah produksi yang dihasilkan peternak
sapi perah selama satu tahun.
20. Biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan peternak sapi perah yang
besarnya bergantung pada hasil produksi usaha ternak sapi perah selama satu
tahun.
54
21. Total biaya adalah semua jenis biaya yang dikeluarkan peternak sapi perah
didalam mengusahakan ternak sapi perah baik biaya variabel maupun biaya
tetap selamasatu tahun.
22. Penerimaan adalah nilai uang yang diterima peternak sapi perah dari
penjualan pokok usaha ternak yaitu susu, kotoran ternak (pupuk kandang) dan
penjualan ternak selama satu tahun.
23. Pendapatan bersih usaha ternak sapi perah adalah pendapatan yang
didapatkan dari hasil pengurangan penerimaan dengan biaya pengusahaan
ternak sapi perah selama satu tahun.
24. Efisiensi biaya adalah suatu alat analisis yang digunakan untuk menunjukkan
efisiensi usaha ternak sapi perah secara finansial dan dapat dilakukan dengan
menggunakan rumus R/C rasio.
55
BAB 4. GAMBARAN UMUM
4.1 Keadaan Umum Wilayah
Kabupaten Jember secara astronomis terletak pada 113o30’ – 113o45’
bujur timur dan 8o00’ – 8o30’ lintang selatan. Kabupaten Jember memiliki luas
wilayah kurang lebih 3.293,34 km2. Luas perairan Kabupaten Jember yang
termasuk ZEE (Zona Ekonomi Ekslusif) kurang lebih 8.338,5 km2. Secara
administratif wilayah Kabupaten Jember terbagi menjadi 31 kecamatan terdiri atas
28 kecamatan dengan 226 desa dan 3 kecamatan dengan 22 kelurahan, 1.000
dusun/lingkungan, 4.313 RW dan 15.205 RT. Berikut merupakan batas-batas
geografis daerah Kabupaten Jember:
Sebelah Utara : Kabupaten Probolinggo dan Kabupaten Bondowoso
Sebelah Barat : Kabupaten Lumajang
Sebelah Timur : Kabupaten Banyuwangi
Sebelah Selatan : Laut Indonesia
Kabupaten Jember berada pada ketinggian 0-3.300 meter di atas
permukaan laut. Iklim di Kabupaten Jember termasuk dalam iklim tropis. Angka
temperatur berkisar antara 23oC – 31oC dengan musim kemarau terjadi pada bulan
Mei sampai bulan Agustus dan musim hujan terjadi pada bulan September hingga
bulan Januari. Sedangkan curah hujan cukup banyak, yakni berkisar antara 1.969
mm sampai 3.394 mm. Curah hujan yang cukup akan memberikan ketersediaan
air bagi usaha peternakan sapi perah khususnya untuk keperluan ternak,
kebersihan kandang sapi perah, dan untuk ketersediaan rumput serta pakan
hijauan lainnya.
4.2 Karakteristik Peternakan Sapi Perah di Kabupaten Jember
Sektor peternakan di Kabupaten Jember perlu dikembangkan untuk
memenuhi kebutuhan konsumsi pangan masyarakat yang semakin meningkat
seiring dengan meningkatnya jumlah populasi penduduk. Sapi perah merupakan
salah satu komoditas peternakan yang dapat menghasilkan susu setiap hari oleh
karena itu pendapatan peternak sapi perah harian. Budidaya sapi perah tidaklah
56
sulit, oleh karena itu penduduk di Kabupaten Jember menjadikan usaha ini
sebagai usaha utama dan usaha sampingan. Peternak sapi perah menjadikan
sebagai usaha sampingan dengan alasan bahwa usaha ini dilakukan untuk mengisi
kekosongan waktu dan sebagai tambahan penghasilan sedangkan pekerjaan
utamanya sebagai petani. Peternak yang menjadikan sebagai usaha utama dengan
alasan karena usaha peternakan sapi perah memiliki pendapatan harian yang dapat
mencukupi kebutuhan keluarganya setiap hari.
Sapi perah tidak akan menghasilkan susu secara maksimal jika sapi perah
dibudidayakan pada dataran rendah. Udara panas pada dataran rendah
menyebabkan sapi perah cenderung stress sehingga nafsu makan sapi perah
menurun yang menyebabkan produksi susu tidak maksimal. Sapi perah dapat
diusahakan berproduksi optimal pada dataran rendah tergantung dari peternaknya,
apabila peternak memiliki sifat disiplin, keuletan serta mampu menjaga asupan
nutrisi (pakan dan air), maka sapi perah di dataran rendah juga mampu
berproduksi secara optimal. Lokasi yang ideal untuk peternakan sapi perah yaitu
berada di kawasan dengan ketinggian 500-800 meter diatas permukaan laut.
Ketinggian tersebut sangat ideal karena bersuhu sejuk dan tidak terlalu dingin
dengan kisaran 14oC-19oC. Sapi perah yang dibudidayakan pada ketinggian
kurang dari 500 meter, dengan perlakuan yang sama akan menghasilkan susu
yang lebih rendah 2-3 liter.
4.3 Gambaran Umum Ternak Sapi Perah di Kabupaten Jember
Sapi perah adalah sapi yang dikembangkan secara khusus karena
kemampuannya dalam menghasilkan susu serta juga mampu menghasilkan
daging. Pada umumnya, peternak sapi perah yang ada di Kabupaten Jember
menggunakan ternak sapi perah jenis Fries Holland (FH) dan peranakannya yaitu
hasil persilangan antara FH dengan sapi betina lokal seperti sapi madura dan sapi
jawa. Sapi FH berasal dari Eropa, yaitu Belanda tepatnya di Provinsi Holland
Utara dan Friesian Barat sehinga sapi bangsa ini memilki nama resmi Fries
Holland dan sering di sebut Holstein atau Friesian saja. Sapi FH berukuran besar
dengan totol-totol warna hitam dan putih disekujur tubuhnya. Sapi jantan jenis FH
57
dapat mencapai berat badan 1.000 kg dan berat badan ideal betina 635 kg. Sapi
Fries Holland merupakan jenis sapi perah dengan kemampuan produksi susu
tertinggi dengan kadar lemak yang rendah dibandingkan bangsa sapi perah lain.
Secara umum, peternak sapi perah di Kabupaten akan memilih bakalan
untuk ternak sapi perah yang memiliki karakteristik diantaranya yaitu:
a. Sapi harus sehat, tubuh tidak cacat, kulit mulus serta bebas dari penyakit
b. Mata bening cerah tidak kusam, tidak berair atau tidak terdapat kotoran mata
c. Tidak banyak keluar lender dari hidungnya, napasnya bagus tidak ada tanda-
tanda batuk
d. Kuku-kukunya bagus, bentuknya sempurna, tidak ada gejala bengkak, bila di
raba suhunya tidak terasa panas
e. Tidak ada tanda-tanda mencret disekitar duburnya
4.4 Karakteristik Peternak Sapi Perah
Peternak di dalam mengusahakan ternak sapi perah memiliki karakteristik
yang berbeda-beda yang dapat menggambarkan tingkat kemampuan masing-
masing seorang peternak sapi perah. Beberapa karakteristik peternak sapi perah
yang dikumpulkan dari responden peternak sapi perah antara lain usia peternak,
jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman beternak dan kepemilikan ternak.
Karakteristik tersebut dianggap penting di dalam penelitian ini karena akan
mempengaruhi tatalaksana produksi susu, terutama yang berkaitan dengan teknik
dan sikap di dalam beternak yang baik.
4.4.1 Usia Peternak Sapi Perah
Menurut Hartono (2011), usia peternak sapi perah besar pengaruhnya
terhadap suatu kemampuan didalam bekerja karena peternak banyak melakukan
kegiatan dalam bentuk fisik yang erat kaitannya dengan kegiatan ekonomi. Usia
peternak juga mempengaruhi tingkat adopsi inovasi. Adopsi inovasi pada peternak
sapi perah sangat penting karena dengan adanya inovasi tersebut maka peternak
dapat meningkatkan produktivitas usahanya. Usia produktif adalah usia pada saat
seseorang mampu melaksanakan kegiatan produktif secara efisien sehingga dapat
58
menghasilkan pendapatan. Pada usia produktif, peternak sapi perah dapat berfikir
kedepan dengan mengadopsi inovasi baru sehingga dapat meningkatkan
produktivitas usahanya dan secara fisik peternak tersebut masih mampu
mengembagkan usahanya. Kegiatan produktif adalah suatu kegiatan memproduksi
barang dan jasa dengan tujuan untuk memperoleh pendapatan. Usia produktif
peternak sapi perah berkisar antara 15 tahun hingga 64 tahun dan usia non
produktif peternak sapi perah adalah usia sebelum 15 tahun dan sesudah 64 tahun.
Berikut merupakan data karakteristik umur peternak sapi perah yang menjalankan
kemitraan dan mandiri.
Tabel 4.1 Karakteristik Peternak Sapi Perah di Kabupaten Jember Berdasarkan
Usia Peternak
No Umur
(Tahun)
Jumlah Peternak
Kemitraan
Persentase
(%)
Jumlah Peternak
Mandiri
Persentase
(%)
1 15-29 1 4,55 0 0,00
2 30-45 10 45,45 1 16,67
3 46-64 10 45,45 5 83,33
4 >65 1 4,55 0 0,00
Total 22 100,00 6 100,00
Sumber: Data primer diolah (2019)
Berdasarkan Tabel 4.1 diketahui bahwa peternak dengan rentang usia 30-
64 tahun pada peternak mitra mendominasi dengan jumlah masing-masing 10
orang peternk. Pada peternak mandiri, peternak dengan rentang usia 46-64 tahun
mendominasi dengan jumlah 5 orang peternak mandiri. Sebagian besar peternak
sapi perah termasuk dalam usia produktif sehingga dianggap telah cukup
mempunyai kemampuan untuk mengelola usaha ternak sapi perah.
4.4.2 Jenis Kelamin Peternak
Usaha ternak sapi perah dalam kaitannya untuk menghasilkan susu, tidak
hanya laki-laki yang mendomisili, akan tetapi perempuan mulai berani untuk
menekuni usaha ternak sapi perah dengan latar belakangnya yang berbeda-beda
serta ditunjang dengan keterampilan yang beragam pula. Karakteristik peternak
sapi perah kemitraan dan mandiri di Kabupaten Jember berdasarkan jenis kelamin
dapat di lihat pada tabel berikut.
59
Tabel 4.2 Karakteristik Peternak Sapi Perah di Kabupaten Jember Berdasarkan
Jenis Kelamin
No Jenis
Kelamin
Jumlah Peternak
Kemitraan
Persentase
(%)
Jumlah Peternak
Mandiri
Persentase
(%)
1 Laki-Laki 22 100,00 3 50,00
2 Perempuan 0 0,00 3 50,00
Total 22 100,00 6 100,00
Sumber: Data primer diolah (2019)
Berdasarkan Tabel 4.2 diketahui bahwa peternak sapi perah kemitraan di
Kabupaten Jember didominasi oleh peternak laki-laki dan peternak sapi perah
mandiri yaitu berjenis kelamin perempuan dan laki-laki masing-masing berjumlah
3 orang peternak. Adanya peternak sapi perah mandiri berjenis kelamin
perempuan didasari oleh faktor yang berbeda-beda, diantaranya yaitu meneruskan
usaha yang diwariskan kepada keturunannya dan meneruskan usaha yang
ditinggalkan oleh suaminya yang sudah meninggal.
4.4.3 Tingkat Pendidikan Peternak
Tingkat pendidikan peternak sapi perah dengan cara kemitraan dan
mandiri sangat beragam. Tingkat pendidikan peternak akan berpengaruh terhadap
tingkat penyerapan teknologi maupun ilmu pengetahuan. Peternak rata-rata
memperoleh pendidikan formal. Pendidikan formal yang pernah diperoleh
diharapkan agar peternak lebih terbuka terhadap inovasi baru yang dapat
meningkatkan efisiensi usaha peternakan sapi perah tersebut. Tingkat pendidikan
peternak dalam penelitian ini dibedakan menjadi enam klasifikasi yaitu peternak
yang tidak tamat SD, SD/Sederajat, SMP/Sederajat, SMA/Sederajat dan
Diploma/Sarjana. Tingkat pendidikan peternak dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.3 Karakteristik Peternak Sapi Perah di Kabupaten Jember Berdasarkan
Tingkat Pendidikan
No Tingkat
Pendidikan
Jumlah
Peternak
Kemitraan
Persentase
(%)
Jumlah
Peternak
Mandiri
Persentase
(%)
1 Tidak tamat SD 3 13,64 2 33,33
2 SD/sederajat 7 31,82 1 16,67
3 SMP/sederajat 3 13,64 1 16,67
4 SMA/sederajat 8 36,36 1 16,67
5 Diploma/Sarjana 1 4,55 1 16,67
Total 22 100,00 6 100,00
Sumber: Data primer diolah (2019)
60
Berdasarkan Tabel 4.3 diketahui bahwa peternak sapi perah kemitraan
yang memiliki pendidikan SMA/sederajat mendominasi dengan jumlah 8 orang
peternak. Peternak sapi perah mitra yang memiliki pendidikan diploma/sarjana
memiliki persentase terkecil yaitu sebesar 4,55%. Sedangkan pada peternak
mandiri yang memiliki pendidikan tidak tamat SD mendominasi dengan jumlah 2
orang peternak dengan persentase 33,33%. Umumnya peternak tidak menempuh
pendidikan formal ke jenjang yang lebih tinggi karena terkendalanya biaya
pendidikan.
4.4.4 Pengalaman Beternak Sapi Perah
Pengalaman beternak akan mempengaruhi tingkat pengetahuan maupun
tingkat keterampilan peternak didalam pengelolaan usaha ternaknya. Pengalaman
yang diperoleh oleh peternak merupakan suatu pengetahuan yang sangat berarti
dalam pengembangan usaha ternak sapi perah selanjutnya. Menurut Heriyatno
(2009), semakin lama pengalaman beternak, maka cenderung akan semakin
memudahkan peternak didalam suatu pengambilan keputusan yang berhubungan
dengan teknis pelaksanaan usaha ternak yang dilakukannya. Hal tersebut terjadi
karena pengalaman dijadikan sebagai suatu pedoman dan penyesuaian terhadap
suatu permasalahan yang terkadang dihadapi oleh peternak di masa yang akan
datang. Karakteristik peternak sapi perah berdasarkan pengalaman dapat dilihat
pada tabel sebagai berikut.
Tabel 4.4 Karakteristik Peternak Sapi Perah di Kabupaten Jember Berdasarkan
Pengalaman Beternak
No
Pengalaman
Beternak
(Tahun)
Jumlah
Peternak
Kemitraan
Persentase
(%)
Jumlah
Peternak
Mandiri
Persentase
(%)
1 1-5 7 31,82 1 16,67
2 6-10 10 45,45 1 16,67
3 11-15 4 18,18 1 16,67
4 16-20 0 0,00 1 16,67
5 >20 1 4,55 2 33,33
Total 22 100,00 6 100,00
Sumber: Data primer diolah (2019)
61
Berdasarkan Tabel 4.4 diketahui bahwa peternak sapi perah kemitraan
yang memiliki rentang pengalaman beternak selama 6-10 tahun mendominasi
dengan jumlah 10 orang peternak. Peternak sapi perah mandiri yang memiliki
rentang pengalaman beternak >20 tahun mendominasi dengan jumlah sebanyak 2
orang peternak. Lama beternak bukan merupakan salah satu faktor yang dapat
menentukan keberhasilan usaha ternak sapi perah, akan tetapi masih terdapat
beberapa faktor yang dapat menentukan berhasilnya suatu usaha peternakan sapi
perah seperti usia, tingkat pendidikan peternak, lingkungan dan sebagainya
(Hartono, 2011).
4.4.5 Kepemilikan Ternak
Menurut Ahmad dan Hermiyetti dalam Nurtini dan Anggriani (2014),
bahwa skala ekonomis kepemilikan sapi perah per peternak sebanyak 10-12 ekor.
Komposisi ternak produktif dan ternak non produktif juga merupakan faktor yang
harus diperhatikan di dalam usaha ternak sapi perah. Agar kelangsungan usaha
dan kestabilan produksi ternak terjaga, maka komposisi ternak pada peternakan
sapi perah adalah 85% ternak produktif dan 15% ternak non produktif. Sapi
produktif atau sapi laktasi merupakan faktor penting yang tidak dapat diabaikan
dalam tatalaksana suatu peternakan sapi perah karena ternak produktif yang
menjamin pendapatan peternak karena sapi produktif merupakan sapi perah yang
sedang berada pada masa produktif menghasilkan susu. Berikut merupakan tabel
kepemilikan ternak sapi perah.
Tabel 4.5 Karakteristik Peternak Sapi Perah di Kabupaten Jember Berdasarkan
Kepemilikan Ternak
No
Kepemilikan
Ternak
(Ekor)
Jumlah
Peternak
Kemitraan
Persentase
(%)
Jumlah
Peternak
Mandiri
Persentase
(%)
1 1-12 19 86,36 4 66,67
2 13-24 2 9,09 2 33,33
3 25-36 1 4,55 0 0,00
Total 22 100,00 6 100,00
Sumber: Data primer diolah (2019)
62
Berdasarkan Tabel 4.5 diketahui bahwa jumlah kepemilikan ternak sapi
perah berada pada tiga kelompok besar yaitu 1-12 ekor, 13-24 ekor dan 25-36
ekor. Nilai persentase dengan nilai tertinggi pada peternak mitra berada pada
kelompok kepemilikan ternak 1-12 ekor dengan nilai persentase mencapai 86,36.
Nilai persentase dengan nilai tertinggi pada peternak mandiri berada pada
kelompok kepemilikan ternak 1-12 ekor dengan nilai persentase sebesar 66,67%.
Hal tersebut dapat diartikan bahwa masih banyak peternak yang memiliki
populasi ternak <12 ekor, hal tersebut akan mempengaruhi tingkat pendapatan
yang akan diterima peternak.
63
BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Penerapan GDFP (Good Dairy Farming Practice) Peternak Sapi Perah
Kemitraan dan Mandiri Kabupaten Jember
Good Dairy Farming Practice sapi perah yang dimaksud pada penelitian
ini merupakan tata cara beternak sapi perah yang baik dan diterapkan pada
peternakan sapi perah yang menjalin kemitraan dengan Koperasi Galur Murni dan
peternakan mandiri di Kabupaten Jember. Koperasi Galur Murni memiliki tiga
lokasi penampungan susu yang berada di Kabupaten Jember, ketiga lokasi
tersebut berada di Desa Ajung Kecamatan Ajung, Desa Balung Lor Kecamatan
Balung dan Desa Rowotengah Kecamatan Sumberbaru. Sedangkan peternakan
mandiri di Kabupaten Jember salah satunya berada di Desa Kemuning Lor
Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember. Ruang lingkup penelitian ini hanya dibatasi
pada peternak yang aktif menyetor susu setiap hari nya ke Koperasi Galur Murni
dan peternak yang masih aktif mengusahakan ternak sapi perah di Desa Kemuning
Lor Kecamatan Arjasa. Good dairy farming practice dibagi dalam enam aspek.
Keenam aspek tersebut terdiri dari kesehatan ternak, manajemen pemerahan,
nutrisi, kesejahteraan ternak, lingkungan dan manajemen sosial ekonomi.
1. Aspek Kesehatan Ternak
Manajemen kesehatan ternak pada peternakan sapi perah bertujuan untuk
menjamin susu yang dihasilkan aman dan layak di konsumsi serta mengontrol
penyakit pada ternak sapi perah (Anggraeni dan Mariana, 2016). Ternak yang
sehat mampu memproduksi susu yang optimal. Berikut merupakan tabel
kesehatan ternak.
Tabel 5.1 Persentase Aplikasi GDFP Aspek Kesehatan Ternak pada Peternak Sapi
Perah Kemitraan dan Mandiri di Kabupaten Jember Sub Aspek Kesehatan
Ternak
Peternak
Kemitraan (1)
Persentase
(%)
Peternak
Mandiri (2)
Persentase
(%)
Sapi tahan terhadap cuaca
panas 22 100,00 % 6 100,00 %
Sapi bebas dari penyakit 22 100,00 % 6 100,00 %
Memeriksa ternaknya secara
teratur 22 100,00 % 6 100,00 %
Total Menerapkan 100,00 % 100,00 %
Sumber: Data primer diolah (2019)
Keterangan: (1) Dari lampiran H1 dan (2) Dari lampiran O1
64
Persentase penerapan GDFP sapi perah dari aspek kesehatan ternak pada
peternakan mitra dan peternakan mandiri keduanya sebesar 100%. Peternak
memilih sapi perah yang cocok dan sesuai dengan lingkungan setempat. Jenis sapi
yang digunakan peternak untuk melakukan ternak sapi perah yaitu sapi perah
Friesian Holstein dan peranakannya. Sapi perah FH yang digunakan peternak sapi
perah merupakan sapi perah hasil persilangan antara FH dengan sapi betina lokal
seperti sapi madura dan sapi jawa. Sapi perah FH merupakan sapi perah yang
tingkat produktivitas susu nya tinggi.
Sebelum peternak membeli ternak sapi perah yang baru, peternak akan
memastikan terlebih dahulu apakah ternak sapi perah tersebut sehat serta bebas
penyakit guna mencegah kemungkinan terjadinya penularan penyakit pada ternak
yang lain. Sapi perah yang sehat memiliki ciri-ciri mata terlihat bersinar, bibir
basah, nafsu makan baik, dahi lebar dan cekung, kulit tidak kering, perut besar
dan tidak menggantung, ambing besar serta putting besar dan panjang yang
berbentuk silinder.
Peternak sapi perah mitra dan peternak sapi perah mandiri di Kabupaten
Jember memeriksa ternaknya secara teratur dengan cara peternak setiap hari
mengamati perubahan perilaku pada ternaknya, serta melihat ternak apakah ada
tanda-tanda sakit dan luka di sekujur tubuhnya. Peternak akan menangani sendiri
penyakit pada ternaknya dan apabila penyakit tersebut tidak bisa di tangani sendiri
maka peternak langsung melaporkan pada dokter hewan atau mantri setempat.
2. Aspek Manajemen Pemerahan
Susu sapi perah merupakan suatu produk dari sapi perah yang sangat peka
terhadap cemaran atau kontaminasi baik itu mikroba maupun zat-zat lainnya.
Penanganan susu yang pertama dan yang paling penting ialah pada saat proses
pemerahan yang dilakukan peternak. Manajemen pemerahan sapi perah yang
kurang baik akan menyebabkan menurunnya kualitas susu yang dihasilkan.
Menurunnya kualitas susu yang dihasilkan menyebabkan rendahnya harga jual
susu. Harga jual susu yang rendah akan berpengaruh terhadap pendapatan serta
akan berpengaruh terhadap efisiensi penggunaan biaya oleh peternak sapi perah.
Oleh karena itu manajemen pemerahan yang baik dan benar sangat dibutuhkan
65
oleh peternak sapi perah saat melakukan proses pemerahan susu sapi perah.
Berikut merupakan tabel hasil persentase aplikasi GDFP pada aspek manajemen
pemerahan sapi perah di Kabupaten Jember.
Tabel 5.2 Persentase Aplikasi GDFP Aspek Manajemen Pemerahan Peternak
Sapi Perah Kemitraan dan Mandiri di Kabupaten Jember Sub Aspek Manajemen
Pemerahan
Peternak
Kemitraan(1)
Persentase
(%)
Peternak
Mandiri (2)
Persentase
(%)
Pra pemerahan
1. Memberikan konsentrat 6 22,27 % 0 0,00 %
2. Membersihkan kandang 22 100,00 % 6 100,00 %
3. Memandikan sapi 22 100,00 % 6 100,00 %
4. Mengikat ekor sapi 11 50,00 % 2 33,33 %
5. Mencuci ambing dengan
air hangat 3 13,64 % 0 0,00%
Pemerahan
1. Menggunakan tangan 22 100,00 % 6 100,00 %
2. Menggunakan mesin
perah 0 0,00 % 0 0,00 %
Pasca pemerahan
1. Putting direndam dengan
larutan disinfektan 11 50,00 % 0 0,00 %
Total Menerapkan 52,73 % 36,67 %
Sumber: Data primer diolah (2019)
Keterangan: (1) Dari lampiran H2
(2) Dari lampiran O2
Penerapan GDFP sapi perah pada aspek manajemen pemerahan pada
peternakan kemitraan lebih besar dari pada aspek manajemen pemerahan
peternakan mandiri. Persentase penerapan GDFP aspek manajemen pemerahan
peternak mitra sebesar 52,73 % dan peternak mandiri sebesar 36,67 %. Sebanyak
22,27% peternak mitra memberikan pakan konsentrat sebelum sapi diperah
dengan tujuan untuk menenangkan sapi sebelum di perah serta agar kualitas susu
tidak turun, sedangkan peternak mitra lainnya dan peternak mandiri tidak
menggunakan konsentrat karena harga konsentrat yang cukup mahal. Menurut
Sutardi (1981), bahwa pemberian konsentrat biasanya diberikan sebelum pakan
hijauan, hal tersebut dimaksudkan agar mikrobia rumen telah mendapatkan cukup
energi sehingga dapat berkembangbiak secara optimal dan mikrobia tersebut
mampu mengubah pakan hijauan menggunakan enzim selulase sehingga dapat
mudah diserap oleh tubuh ternak sapi perah.
66
Kegiatan membersihkan kandang dilakukan oleh semua peternak sebelum
pemerahan dilakukan. Setelah membersihkan kandang, peternak langsung
memandikan sapi. Menurut Sudono (1999) dalam Simamora dkk (2015),
menyarankan sebelum sapi di perah bagian badan sapi sekitar lipat paha dan
bagian belakang harus dibersihkan untuk mencegah kotoran yang menempel pada
bagian tersebut jatuh kedalam susu pada waktu sapi di perah. Sebelum pemerahan
dilakukan, sebanyak 50% peternak mitra mengikat ekor sapi dengan tali pada
salah satu kaki belakang dengan tujuan untuk menghindari sapi mengibas-
ngibaskan ekor saat pemerahan, sehingga tidak terjadi kemungkinan kotoran jatuh
ke susu karena kibasan ekor sapi. Sebanyak 33,33% peternak mandiri
mengikatkan ekor sapi ke kaki belakang.
Sebanyak 13,64% peternak mitra mencelupkan ambing dengan
menggunakan air hangat sebelum pemerahan dilakukan. Sedangkan peternak
mandiri tidak menerapkan sub aspek tersebut. Pencucian ambing dengan air
hangat sebelum pemerahan bertujuan untuk menghindari pencemaran bakteri dan
juga merangsang keluarnya susu dari kelenjar susu dengan optimal (Mahardika
dkk., 2016). Peternak mandiri sudah mengetahui bahwa pencucian ambing dengan
air hangat dapat merangsang keluarnya susu dengan optimal, akan tetapi peternak
mandiri tidak menerapkan sub aspek tersebut karena sub aspek tersebut di anggap
lebih ribet dan lebih lama untuk melakukan pemerahan susu.
Peternak mitra dan peternak mandiri di Kabupaten Jember melakukan
pemerahan dengan cara manual atau dengan menggunakan tangan. Peternak
melakukan pemerahan dengan mengunakan tangan karena jumlah sapi yang
dimiliki tidak terlalu banyak sehingga masih bisa diperah menggunakan tangan.
Setelah pemerahan selesai dilakukan, terdapat 11 orang peternak mitra dengan
persentase 50% mencelupkan ambing ke larutan disinfektan. Pencelupan ambing
merupakan suatu perlakuan mencelupkan ambing ke dalam larutan antiseptik
untuk mencegah masuknya bakteri ke dalam ambing serta mencegah terjadinya
penyakit mastitis atau radang ambing yang dapat menurunkan produksi susu.
Bahan alami antiseptik bisa dari bahan alami seperti daun kersen, sirih dan kelor
karena bahan-bahan tersebut mengandung senyawa tannin, flavonoid dan saponin
67
(Kementerian Pertanian, 2017). Peternak mitra tersebut menggunakan antiseptik
dari daun sirih yang ditanam didepan rumah dan pekarangannya. Sedangkan pada
peternak mandiri, tidak ada peternak mandiri yang menerapkan pada sub aspek
tersebut, karena minimnya pengetahuan peternak mandiri tentang kemungkinan
penyakit yang mungkin terjadi melalui ambing, sedangkan pada peternak mitra
memperoleh tambahan pengetahuan melalui sosialisasi Koperasi Galur Murni.
3. Aspek Nutrisi (Pakan dan Air)
Nutrisi (pakan dan air) dalam pemberiannya harus mempertimbangkan
kualitas, kuantitas dan kontinuitas. Kualitas merupakan baik buruknya pengaruh
pakan terhadap ternak, kuantitas menjamin banyak sedikitnya pakan untuk
mencukupi kebutuhan ternak, dan kontinuitas menunjukkan kesinambungan ada
tidaknya pakan untuk ternak. Berikut merupakan persentase aplikasi GDFP
peternakan sapi perah berdasarkan pada aspek nutrisi.
Tabel 5.3 Persentase Aplikasi GDFP Aspek Nutrisi (Pakan dan Air) Peternak Sapi
Perah Kemitraan dan Mandiri di Kabupaten Jember
Sub Aspek Nutrisi Peternak
Kemitraan (1)
Persentase
(%)
Peternak
Mandiri (2)
Persentase
(%)
Umur 0-1 minggu
(Memberikan kolostrum 3-4
liter)
22 100 % 6 100 %
Umur 1-4 minggu
(Memberikan air susu 6-8
liter)
22 100 % 6 100 %
Umur 1-2 bulan
(Memberikann air susu 3-4
liter, pakan pemula 0,5 kg,
hijauan 2-5 kg)
0 0 % 0 0 %
Umur 2-3 bulan (Memberikan
air susu 4-5 liter, pakan
pemula 1 kg, hijauan 2-5 kg)
0 0 % 0 0 %
Umur 3-4 bulan (Memberikan
air susu 2-4 liter, pakan
pemula 1 kg, hijauan 2-5 kg)
0 0 % 0 0 %
Sapi setelah beranak
(Memberikan telur, madu dan
gula merah)
17 72,27 % 2 33,33 %
Total Menerapkan 46,21 % 38,89 %
Sumber: Data primer diolah (2019)
Keterangan: (1) Dari lampiran H3
(2) Dari lampiran O3
68
Semua peternak kemitraan dan semua peternak mandiri memberikan
kolostrum pada sapi yang baru lahir/pedet yang masih berumur 0-1 minggu.
Kolostrum merupakan air susu yang dikeluarkan dari ambing induk sapi perah
yang baru melahirkan. Kolostrum tersebut berwarna kekuning-kuningan serta
lebih kental dari pada air susu normal. Kolostrum tersebut keluar dari induk sapi
laktasi yang baru melahirkan atau hari pertama hingga hari ke tujuh. Kolostrum
banyak mengandung zat kekebalan tubuh, protein dan mineral sehingga sangat
dibutuhkan oleh pedet yang baru lahir (Khotimah dan Farizal, 2013).
Peternak sapi perah kemitraan dan mandiri di Kabupaten Jember tidak
memberikan pakan pemula untuk pedet seperti ½ bagian tepung bungkil kelapa, ¼
bagian tepung kacang tanah dan ¼ bagian tepung jagung. Peternak hanya
mendekatkan pakan hijauan didekat pedet. Pakan yang diberikan peternak
kemitraan berupa pakan hijauan, konsentrat dan ampas tahu, sedangkan peternak
mandiri memberikan pakan berupa pakan hijauan, ampas tahu dan katul. Menurut
Asminaya dkk (2018), bahwa variasi jumlah pakan yang diberikan, kecukupan
pakan serta ketersediaan air akan mempengaruhi produksi susu yang dihasilkan.
Penerapan GDFP pada sub aspek pakan sapi perah setelah beranak,
peternakan mitra dan peternakan mandiri berturut-turut ialah 72,27% dan 33,33%.
Terdapat 17 orang peternak mitra dan terdapat 2 orang peternak mandiri yang
menerapkan aspek tersebut. Tujuan dari pemberian telur, gula merah dan madu
pada sapi perah setelah melahirkan dimaksudkan untuk mengganti tenaga yang
terkuras saat sapi perah beranak, oleh karena itu sapi perah harus diberikan pakan
rumput secara ad libitum atau tidak terbatas banyaknya (Sudono dkk, 2008).
Peternak yang tidak menerapkan sub aspek pakan sapi perah setelah beranak
biasanya menyuntikkan vitamin pada ternaknya pasca melahirkan dan ada juga
peternak yang hanya memberikan telur.
4. Aspek Kesejahteraan Ternak
Aspek kesejahteraan ternak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya
kebutuhan dasar dari suatu ternak (Lestari dkk., 2015). Kesejahteraan ternak juga
berhubungan erat dengan kesehatan ternak yang merupakan bagian dari aspek
GDFP sapi perah. Penerapan aspek kesejahteraan ternak dapat memberikan efek
69
yang positif terhadap produktivitas ternak. Fokus utama aspek kesejahteraan
ternak yaitu bebas dari rasa lapar dan haus, bebas dari rasa tidak nyaman, bebas
dari rasa sakit, luka dan penyakit serta bebas mengekspresikan tingkah laku
alamiah. Berikut merupakan penilaian aspek kesejahteraan ternak pada peternakan
kemitraan dan peternakan mandiri di Kabupaten Jember disajikan pada tabel.
Tabel 5.4 Persentase Aplikasi GDFP Aspek Kesejahteraan Ternak Sapi Perah
Peternak Kemitraan dan Mandiri di Kabupaten Jember
Sub Aspek Kesejahteraan
Ternak
Peternak
Kemitraan(1)
Persentase
(%)
Peternak
Mandiri(2)
Persentase
(%)
Bebas dari rasa lapar dan haus 22 100,00 % 6 100,00 %
Bebas dari rasa tidak nyaman 22 100,00 % 4 67,00 %
Bebas dari rasa sakit, luka dan
penyakit 22 100,00 % 6 100,00 %
Bebas mengekspresikan
tingkah laku alamiah (bebas
bergerak dan berprilaku
normal)
22 100,00 % 4 66,67 %
Total Menerapkan 100,00 % 83,33 %
Sumber: Data primer diolah (2019)
Keterangan: (1) Dari lampiran H4
(2) dari lampiran O4
Persentase penerapan GDFP sapi perah pada aspek kesejahteraan ternak
peternakan kemitraan lebih besar dari pada pada peternakan mandiri. Persentase
penerapan GDFP sapi perah pada aspek kesejahteraan ternak peternakan
kemitraan sebesar 100% sedangkan peternakan mandiri sebesar 83,33%. Data
pada tabel diatas memperlihatkan bahwa penerapan indikator bebas dari rasa
lapar dan haus untuk peternak kemitraan dan peternak mandiri sebesar 100%. Hal
tersebut karena semua peternak di daerah penelitian memberikan air minum
secara ad libitum atau tidak terbatas. Penerapan indikator bebas dari rasa tidak
nyaman peternakan mitra sebesar 100% dan peternakan mandiri sebesar 67%.
Semua peternak mitra menggunakan kandang yang semi terbuka atau tanpa
dinding, dengan demikian ventilasi berjalan dengan baik, temperatur tidak panas
dan sinar matahari masuk ke kandang. Sedangkan pada kandang sapi perah
peternakan mandiri, terdapat 2 orang peternak mandiri yang memiliki kandang
bersebelahan dengan dapur dan kandang tersebut tertutup sehingga ventilasi udara
berjalan tidak baik dan juga sinar matahari tidak masuk ke dalam kandang.
70
Kandang sapi perah yang bersebelahan dengan dapur tersebut dibuat karena
peternak tidak memiliki lahan lagi untuk di buatkan kandang karena modal
peternak terbatas sehingga menyebabkan adanya kandang yang bersebelahan
dengan dapur dan luas kandang yang minimalis.
Penerapan indikator bebas dari sakit, luka dan penyakit peternakan
kemitraan dan peternakan mandiri masing-masing sebesar 100%. Peternak
langsung melaporkan kepada dokter hewan atau mantra jika ternak nya terserang
penyakit, sehingga ternak tersebut langsung di tangani dokter untuk proses
kesembuhannya. Penerapan indikator bebas untuk mengekspresikan tingkah laku
alamiah peternakan mitra sebesar 100% dan peternakan mandiri sebesar 66,67%.
Penerapan indikator bebas untuk mengekspresikan tingkah laku alamiah ternak
pada peternakan kemitraan lebih besar dari pada peternakan mandiri karena
terdapat 2 orang peternak mandiri yang memiliki ruangan atau kandang yang
sempit sehingga kandang tersebut tidak memberikan kesempatan bagi ternak
untuk mengekspresikan pola perilaku normal sebagai wujud kenyamanan hidup.
5. Aspek Lingkungan
Peternakan sapi perah dapat menyebabkan adanya dampak lingkungan
seperti pencemaran lingkungan di sekitar kandang sapi perah dan juga adanya
pencemaran air. Pada umumnya peternak tidak memahami dampak dari adanya
peternakan tersebut terhadap lingkungan sehingga peternak membuang kotoran
ternaknya sembarangan. Kesadaran peternak akan kebersihan lingkungan sekitar
kandang sangat penting untuk meminimalisir adanya dampak terhadap lingkungan
disekitar peternakan sapi perah. Berikut merupakan tabel penerapan GDFP sapi
perah kemitraan dan mandiri di Kabupaten Jember.
Tabel 5.5 Persentase Aplikasi GDFP Aspek Lingkungan Peternak Kemitraan dan
Mandiri di Kabupaten Jember Sub Aspek
Lingkungan
Peternak
Kemitraan(1)
Persentase
(%)
Peternak
Mandiri(2)
Persentase
(%)
Mendaur ulang kotoran ternak 2 9,09 % 0 0,00 %
Memiliki tempat pembuangan
kotoran 7 31,82% 0 0,00 %
Total Menerapkan 20,45 % 0,00 %
Sumber: Data primer diolah (2019)
Keterangan: (1) Dari lampiran H5
(2) Dari lampiran O5
71
Persentase penerapan GDFP pada aspek lingkungan peternakan kemitraan
lebih besar dari pada peternakan mandiri. Hal tersebut karena pada sub aspek
mendaur ulang kotoran, terdapat 2 orang peternak mitra yang menerapkan dengan
persentase sebesar 9,09%. Peternak mitra tersebut mendaur ulang kotoran ternak
menjadi pupuk kandang. Sedangkan pada peternakan mandiri tidak ada peternak
yang mendaur ulang kotoran ternak. Peternak mandiri langsung membuang
kotoran tersebut tanpa adanya pengolahan lebih lanjut sehingga tidak ada
penerimaan tambahan dari usaha peternakan sapi perah.
Penerapan GDFP pada sub aspek memiliki tempat pembuangan kotoran
pada peternakan mitra lebih besar dari pada peternakan mandiri. Penerapan GDFP
pada sub aspek memiliki tempat pembuangan kotoran pada peternakan mitra
sebesar 31,82% sedangkan pada peternakan mandiri sebesar 0,00%. Terdapat 7
orang peternak mitra yang memiliki tempat pembuangan kotor. Peternak mitra
tersebut hanya menumpuk kotoran sapi di belakang kandangnya dan memberikan
pada warga setempat jika ada yang membutuhkan kotoran ternak sapi perah.
Sedangkan pada peternakan mandiri, semua peternak mandiri tidak memiliki
tempat untuk pembuangan kotoran. Biasanya peternak mandiri langsung
membuang kotoran sapi perah ke sungai yang berada di daerah sekitar
kandangnya. Hal tersebut akan berakibat pada pencemaran air sungai disekitar
peternakan sapi perah.
6. Aspek Manajemen Sosial Ekonomi
Aspek manajemen sosial ekonomi pada peternakan sapi perah harus
memberikan manfaat untuk kepentingan masyarakat yang luas serta dapat
menghasilkan keuntungan secara ekonomi yang berkesinambungan bagi para
pelaku usaha. Fokus utama sosial responsibility ialah memberikan dampak positif
bagi para pekerjanya, dan fokus utama economically sustainable yaitu dapat
memberikan keuntungan secara berkesinambungan. Berikut merupakan data
kajian terkait manajemen sosial ekonomi peternakan sapi perah yang mengikuti
kemitraan dan yang mandiri di Kabupaten Jember.
72
Tabel 5.6 Persentase Aplikasi GDFP Aspek Manajemen Sosial Ekonomi Peternak
Kemitraan dan Mandiri di Kabupaten Jember
Sub Aspek Manajemen
Sosial Ekonomi
Peternak
Kemitraan
Persentase
(%)
Peternak
Mandiri
Persentase
(%)
Implementasi manajemen
SDM yang efektif dan
bertanggung jawab
4 18,18 % 2 33,33 %
Menjamin kegiatan di
dalam peternakan
dilakukan dengan aman
22 100,00 % 6 100,00 %
Manajemen keuangan 13 59,09 % 3 50,00 %
Total Menerapkan 59,09 % 61,11 %
Sumber: Data primer diolah (2019)
Keterangan: (1) Dari lampiran H6
(2) Dari lampiran O6
Persentase penerapan GDFP peternakan sapi perah pada aspek manajemen
sosial ekonomi peternakan mitra sebesar 59,09% dan peternakan mandiri sebesar
33,33%. Penerapan GDFP pada sub aspek implementasi manajemen SDM yang
efektif dan bertanggung jawab pada peternak mitra lebih kecil bila di bandingkan
dengan peternak mandiri. Hal tersebut dikarenakan pada peternak mitra mayoritas
peternak tidak memiliki pekerja atau staf dari luar. Hanya terdapat 4 orang
peternak mitra yang memiliki tenaga kerja di luar anggota keluarga. Pekerjaan di
kandang di bantu oleh keluarga (family worker), dengan itu peternak mitra
beranggapan tidak perlu menerapkan social responsible karena pekerja
merupakan anggota keluarga sendiri. Sedangkan pada peternak mandiri, terdapat 2
orang peternak mandiri yang memiliki pekerja (yang bukan pekerja keluarga)
sehingga mereka sangat mementingkan kesejahteraan para pekerja social
responsible.
Persentase penerapan GDFP peternakan sapi perah pada sub aspek
menjamin kegiatan di dalam peternakan dilakukan dengan aman pada peternakan
mitra dan peternakan mandiri sama, yaitu sebesar 100%, karena para pekerja di
kedua usaha peternakan sapi perah tersebut saat bekerja di kandang menggunakan
sepatu boot guna menghindari potensi penyakit yang mungkin akan disebabkan
oleh kotoran disekitar kandang, serta untuk menghindari kemungkinan luka di
kaki akibat benda tajam di sekitar kandang. Resiko pekerja di peternakan sapi
perah yaitu penyakit, baik penyakit yang diakibatkan dari singgungan langsung
73
dengan ternak maupun tidak langsung. Menurut Puslitbangnak (Pusat Penelitian
dan Pengembangan Ternak) dalam Pranamyaditia (2016), penyakit yang dapat
menular dari sapi perah kepada manusia adalah penyakit Anthrax, Rabies,
Toxoplasmosis, Scabies, Influenza dan Brucellosis. Pada pelaksanaan keamanan
pekerja diharapkan akan tercipta tempat kerja yang aman dan sehat sehingga dapat
mengurangi atau terbebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.
Penerapan GDFP pada sub aspek manajemen keuangan pada peternakan
mitra sebesar 59,09% dan peternakan mandiri sebesar 50%. Dalam usaha
peternakan pasti berkaitan dengan keuangan dan memerlukan suatu buku
manajemen keuangan. Isi dari buku manajemen keuangan tersebut berupa seluruh
transaksi keuangan yang dikeluarkan peternak maupun keuangan yang diterima
peternak di dalam menjalankan usaha peternakan sapi perah. Buku manajemen
keuangan tersebut akan memberikan sebuah informasi terkait dengan pemasukan
dan pengeluaran yang dilakukan, sehingga nantinya akan diketahui seberapa besar
pendapatan bersih yang di terima peternak sapi perah.
5.2 Pendapatan Usaha Ternak Sapi Perah Kemitraan dan Mandiri di
Kabupaten Jember
Usaha ternak sapi perah yang menjalankan kemitraan dan yang mandiri di
Kabupaten Jember merupakan salah satu sumber pendapatan bagi peternak sapi
perah. Usaha ternak sapi perah merupakan pilihan usaha yang dinilai cukup tepat
untuk dijalankan karena pendapatannya harian. Pendapatan yang tinggi serta
menguntungkan merupakan hasil ahir yang sangat dinanti dan diharapkan oleh
para peternak karena pendapatan tersebut digunakan peternak untuk memenuhi
semua kebutuhan hidup dan kesejahteraan keluarganya. Pendapatan dari usaha
ternak sapi perah yang tinggi dipengaruhi oleh harga jual susu yang berlaku pada
saat penjualan berlangsung serta banyaknya susu yang dihasilkan. Berikut
merupakan biaya, penerimaan dan pendapatan usaha ternak sapi perah.
74
5.2.1 Biaya Usaha Ternak Sapi Perah
Faktor biaya dalam suatu usaha peternakan merupakan salah satu faktor
yang perlu mendapatkan perhatian bagi setiap pelaku usaha ataupun pelaku
ekonomi, termasuk peternakan sapi perah. Biaya dalam usaha ternak sapi perah
terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap sapi perah terdiri dari biaya
penyusutan kandang, penyusutan alat-alat (milkcan, timba, selang air, sekrop,
sikat, argo, sabit, tampar), penyusutan ternak, dan pajak. Biaya variabel teridiri
dari biaya pakan (hijauan, konsentrat, ampas tahu, katul), kesehatan, IB, tenaga
kerja, plastik susu, listrik dan transportasi. Penggunaan biaya diusahakan
seminimal mungkin agar mendapatkan keuntungan yang maksimal. Berikut
merupakan biaya tetap dan biaya variabel usaha ternak sapi perah yang mengikuti
kemitraan dan yang mandiri di Kabupaten Jember
1. Biaya Tetap Usaha Ternak Sapi Perah
Biaya tetap merupakan biaya yang dalam periode tertentu jumlahnya tetap
dan tidak bergantung pada jumlah produk yang dihasilkan (Soetriono, 2015).
Besarnya komponen masing-masing biaya tetap usaha peternakan sapi perah yang
mengikuti kemitraan dan yang mandiri dapat di lihat pada tabel berikut.
Tabel 5.7 Total Biaya Tetap Peternak Sapi Perah di Kabupaten Jember 2018
Biaya Tetap (TFC) Kemitraan (1) Mandiri (2)
Penyusutan Kandang 18.530.000 4.650.000
Penyusutan Milkcan 3.898.000 270.000
Penyusutan Timba 802.000 162.000
Penyusutan Selang Air 165.500 65.200
Penyusutan Sekrop 596.667 6.667
Penyusutan Sikat 114.333 12.833
Penyusutan Kereta Dorong/Argo 640.000 160.000
Penyusutan Arit/Sabit 587.500 158.750
Penyusutan Tampar 89.940 6.300
Biaya Penyusutan Ternak 55.700.000 23.100.000
Pajak Bangunan untuk Kandang 2.340.000 840.000
Total Biaya Tetap seluruh Peternak 83.463.940 29.431.750
Sumber: Data primer diolah (2019)
Keterangan: (1) Dari lampiran I1-I11
(2) Dari lampian P1-P11
75
a. Biaya Penyusutan Kandang
Berdasarkan Tabel 5.7 dapat diketahui bahwa total biaya penyusutan
semua kandang peternak mitra dan semua kandang peternak mandiri berturut-
turut adalah sebesar Rp 18.530.000/tahun dan Rp 4.650.000/tahun. Besar kecilnya
biaya penyusutan kandang tergantung pada besarnya biaya yang dikeluarkan
untuk membuat kandang. Semakin luas ataupun semakin bagus kandangnya maka
semakin banyak pula biaya yang dikeluarkan untuk membuat kandang.
Perhitungan penyusutan dalam penelitian ini menggunakan metode garis lurus
tanpa nilai residu dengan asumsi peralatan tidak dapat dijual setelah habis umur
ekonomis (Herry (2014) dalam Sari (2018)). Pembuatan kandang sapi perah
berbeda-beda tergantung dari modal yang dimiliki oleh peternak. Jika modal yang
dimiliki peternak sapi perah dinilai cukup untuk membuat kandang yang baik
maka biasanya peternak membuat kandang dengan bahan utama asbes dan beton,
sedangkan jika modal yang dimiliki peternak dinilai kurang biasanya peternak
akan membuat kandang dengan genteng dan bambu sebagai bahan baku
utamanya. Peternak tidak membedakan kandang induk dengan kandang pedet,
sapi induk dan sapi pedet berada pada kandang yang sama hanya saja diberikan
sekat sebagai pembatas antara sapi induk dengan sapi laktasi.
b. Biaya Penyusutan Milkcan
Milkcan merupakan alat berbentuk tabung yang berfungsi khusus sebagai
wadah untuk menampung susu segar yang baru di perah. Penggunaan milkcan
bertujuan untuk melindungi susu agar tidak terkontaminasi oleh mikroba atau
benda asing lainnya seperti debu, kotoran dan lain sebagainya yang bersifat
patogen. Rusaknya susu juga dapat disebabkan oleh milkcan dalam kondisi yang
kurang bersih. Hal ini terjadi karena masih ada sisa-sisa susu yang menempel pada
dinding milkcan, oleh karena itu pencucian milkcan harus dilakukan dengan benar
untuk mencegah terjadinya kerusakan susu. Semua peternak mitra menggunakan
milkcan untuk menjual susu yang baru diperah ke Koperasi Galur Murni agar
kualitas susu dapat terjaga dari benda asing disekitarnya yang dapat
mempengaruhi kualitas susu sehingga akan mempengaruhi harga jual susu ke
Koperasi Galur Murni, sedangkan sebagian peternak mandiri tidak membutuhkan
76
milkcan karena peternak mandiri langsung menjual susu tersebut ke loper yang
langsung mendatangi rumahnya peternak. Berdasarkan Tabel 5.7 dapat diketahui
bahwa total biaya penyusutan milkcan peternak mitra selama satu tahun sebesar
Rp 3.898.000 dan peternak mandiri sebesar Rp 270.000. Besar kecilnya biaya
penyusutan peralatan milkcan dipengaruhi oleh harga dari milkcan yang
digunakan, jumlah milkcan yang dimiliki serta tergantung dari ukuran milkcan.
c. Biaya Penyusutan Timba
Timba yang digunakan peternak sapi perah baik peternak yang mengikuti
kemitraan maupun peternak mandiri merupakan timba yang terbuat dari
aluminium. Harga timba aluminium berbeda-beda tergantung dari ukurannya.
Timba digunakan untuk menampung susu saat pemerahan dilakukan. Timba yang
terbuat dari aluminium berfungsi untuk menjaga kualitas susu agar tidak
tercampur dengan benda asing. Pada peternakan mitra, terdapat 7 orang peternak
mitra yang tidak menggunakan timba aluminium saat pemerahan susu, akan tetapi
para peternak tersebut langsung menggunakan milkcan untuk menampung susu
yang sedang di perah. Peternak tersebut menggunakan milkcan agar susu setelah
selesai di perah langsung di angkut ke Koperasi Galur Murni. Sedangkan peternak
mandiri semuanya menggunakan timba yang terbuat dari aluminium untuk
menampung susu yang sedang di perah, karena sebagian peternak mandiri tidak
memiliki milkcan yang dapat menampung susunya setelah selesai di perah. Total
biaya penyusutan timba yang digunakan peternak mitra selama satu tahun sebesar
Rp 802.000 dan peternak mandiri sebesar Rp 162.000.
d. Selang Air
Selang air digunakan peternak untuk memandikan ternak, membersihkan
kandang dan peralatan setelah selesai digunakan. Total biaya penyusutan selang
air selama satu tahun peternak mitra yaitu sebesar Rp 165.500 dan peternak
mandiri sebesar Rp 65.200. Semua peternak mitra dan peternak mandiri
menggunakan selang untuk memandikan sapi nya.
77
e. Biaya Penyusutan Sekrop
Peralatan sekrop dalam penelitian peternakan sapi perah digunakan untuk
mengambil atau membuang kotoran sapi perah, selain itu sekrop digunakan untuk
membuang limbah padat yang ada di lingkungan sekitar kandang. Peternak sapi
perah juga menggunakan sekrop untuk mengaduk atau mencampur pakan untuk
sapi perah. Berdasarkan Tabel 5.7 dapat diketahui bahwa total biaya penyusutan
peternak sapi perah mitra dalam satu tahun sebesar Rp 596.667 dan peternak
mandiri sebesar Rp 6.667. Terdapat 7 orang peternak mitra yang memiliki sekrop
dan terdapat 1 orang peternak mandiri yang memiliki sekrop. Peternak yang tidak
memiliki sekrop yaitu peternak yang membuang kotoran ternaknya dengan
menyemprotkan air secara langsung menggunakan selang air ke saluran
pembuangan kotoran. Kotoran dari ternak tersebut biasanya langsung dialirkan ke
sungai sebagai tempat pembuangan terakhirnya.
f. Sikat
Sikat merupakan peralatan yang dapat digunakan untuk menggosok badan
ternak pada saat ternak dimandikan. Ternak dimandikan dua kali dalam sehari
yaitu pagi dan sore sebelum sapi di perah. Sikat juga dapat digunakan peternak
untuk menggosok atau membersihkan lantai. Total biaya penyusutan sikat
peternak mitra selama satu tahun yaitu sebesar Rp 114.333 dan peternak mandiri
sebesar Rp 12.833. Rata-rata peternak mitra dan peternak mandiri hanya memiliki
satu hingga dua buah sikat karena yang memandikan ternaknya hanya satu orang.
Harga sikat bervasiasi tergantung dari bagus atau tidaknya bahan.
g. Kereta Dorong/Argo
Kereta dorong/argo merupakan alat yang dapat digunakan untuk
mengangkut pakan, kotoran atau limbah padat (sampah, sisa-sisa rumput dan
limbah lainnya) ke tempat pembuangan. Total biaya penyusutan kereta
dorong/argo peternak mitra dan peternak mandiri selama satu tahun berturut-turut
sebesar Rp 640.000 dan Rp 160.000. terdapat 6 orang peternak mitra yang
memiliki argo/kereta dorong dan terdapat 2 orang peternak mandiri yang memiliki
argo/kereta dorong.
78
h. Arit/Sabit
Arit/sabit digunakan peternak untuk mencari pakan hijauan. Terdapat 1
orang peternak mandiri yang tidak memiliki arit, karena peternak tersebut
memiliki seorang tenaga kerja yang bertugas mencari pakan hijauan untuk
ternaknya. Total biaya penyusutan arit/sabit selama satu tahun peternak mitra
yaitu sebesar Rp 587.500 dan peternak mandiri sebesar Rp 158.750.
i. Tampar
Tampar digunakan peternak untuk mengikat sapi perah. Tampar yang
digunakan sebaiknya tidak terlalu kecil karena akan mudah putus serta dapat
melukai ternak. Semakin banyak jumlah sapi yang dimiliki, maka peternak
semakin banyak membutuhkan tampar. Total biaya penyusutan tampar selama
satu tahun peternak mitra sebesar Rp 89.940 dan peternak mandiri sebesar Rp
6.300 selama satu tahun.
j. Biaya Penyusutan Ternak
Biaya penyusutan ternak dihitung berdasarkan nilai penyusutan untuk
ternak. Total biaya penyusutan ternak selama satu tahun untuk peternak mitra
sebesar Rp 55.700.000 dan peternak mandiri sebesar Rp 23.100.000. Jumlah sapi
perah yang dimiliki peternak mitra lebih banyak dari pada jumlah sapi perah yang
dimiliki peternak mandiri, sehingga biaya yang dikeluarkan peternak mitra lebih
banyak. Jumlah sapi perah yang dimiliki peternak mitra sebanyak 147 ekor dan
jumlah sapi perah yang dimiliki peternak mandiri sebanyak 56 ekor.
k. Pajak
Pajak yang dikeluarkan peternak sapi perah dalam hal ini yaitu pajak bumi
bangunan untuk kandang sapi perah. Total biaya pajak bangunan untuk kandang
yang dikeluarkan oleh peternak mitra selama satu tahun yaitu sebesar Rp
2.340.000 dan peternak mandiri yaitu sebesar Rp 840.000.
2. Biaya Variabel Usaha Ternak Sapi Perah
Biaya variabel atau variabel cost (VC) adalah biaya yang jumlahnya
berubah-ubah sesuai dengan jumlah produk yang dihasilkan. Pada biaya variabel,
semakin banyak jumlah produk yang dihasilkan maka semakin banyak pula biaya
variabel yang dikeluarkan. (Soetriono, 2015).
79
Tabel 5.8 Total Biaya Variabel Peternak Sapi Perah Kemitraan dan Mandiri di
Kabupaten Jember Tahun 2018
Biaya Variabel (TVC) Kemitraan (1) Mandiri (2)
Jumlah Sapi 147 56
Sapi Pedet 41 22
Sapi Dara 10 5
Sapi Jantan 20 2
Sapi Laktasi 76 27
Biaya Pakan Hijauan 294.732.000 126.936.000
Jumlah Pakan Hijauan (Kg/Tahun) 815.040 203.760
Jumlah Pakan Hijauan (Kg/Ekor/Tahun) 7.689 5.993
Biaya Ampas Tahu 164.976.000 132.720.000
Jumlah Ampas Tahu (Kg/Tahun) 360.480 265.440
Jumlah Ampas Tahu (Kg/Ekor/Tahun) 4.743 9.831
Biaya Konsentrat 205.776.000 −
Jumlah Konsentrat (Kg/Tahun) 61.200 −
Jumlah Konsentrat (Kg/Ekor/Tahun) 1.654 −
Biaya Katul (Kg) − 80.676.000
Jumlah Katul (Kg) − 58.320
Jumlah Katul (Kg/Ekor) − 2.160
Kesehatan 1.440.000 350.000
IB 1.670.000 600.000
Tenaga Kerja 82.800.000 30.600.000
Plastik Susu − 7.380.000
Transportasi 72.696.000 18.720.000
Listrik 7.200.000 1.440.000
Total Biaya Variabel seluruh Peternak 831.290.000 399.422.000
Total Biaya (TFC+TVC) seluruh Peternak 914.753.940 428.853.750
Rata-Rata Total Biaya (TFC+TVC) per
Peternak 41.579.725 71.475.625
Biaya per Ekor Sapi Perah 6.222.816 7.658.103
Sumber: Data primer diolah (2019)
Keterangan: (1) Dari lampiran J1-J8
(2) Dari lampiran Q1-Q9
a. Pakan Hijauan Sapi Perah
Pemberian pakan hijauan peternak kemitraan lebih banyak dari pada
pemberian pakan hijauan peternak mandiri. Total pakan hijauan yang dibutuhkan
peternak kemitraan sebanyak 7.689 kg/ekor/tahun sedangkan total pakan hijauan
yangdibutuhkan peternak mandiri sebanyak 5.993 kg/ekor/tahun. Meskipun
jumlah pemberian pakan hijauan peternak mandiri lebih sedikit dari pada peternak
mandiri, akan tetapi jumlah pemberian pakan ampas tahu peternak mandiri lebih
tinggi dari pada peternak mitra. Untuk mencukupi kebutuhan pakan ternaknya,
terdapat sebagian peternak yang mencari pakan hijauannya sendiri dengan tujuan
80
untuk meminimalkan biaya yang dikeluarkan. Peternak yang mencari pakan
hijauan ternaknya sendiri rata-rata yaitu peternak yang memiliki jumlah ternak
sedikit. Selain itu juga terdapat sebagian peternak yang menyuruh orang untuk
mencari kebutuhan pakan ternaknya. Harga pakan hijauan sebesar Rp 500/kg
hingga Rp 650/kg. Perbedaan harga tersebut terjadi sesuai kesepakatan antara
peternak dengan tenaga kerja yang mencari pakan hijauan.
b. Pakan Ampas Tahu Sapi Perah
Pemberian pakan ampas tahu peternak mandiri lebih banyak dari pada
pemberian pakan ampas tahu peternak kemitraan, hal ini karena peternak mandiri
memberikan pakan hijauan lebih sedikit dibandingkan peternak mitra. Total pakan
hijauan yang dibutuhkan peternak mitra untuk mencukupi kebutuhan pakan ampas
tahu sapi perah sebanyak 4.743 kg/ekor/tahun sedangkan peternak mandiri
membutuhkan ampas tahu sebanyak 9.831 kg/ekor/tahun. Harga ampas tahu yaitu
Rp 300 hingga Rp 600 per kilo. Ampas tahu diberikan pada sapi perah yang
menghasilkan susu/sapi laktasi agar produksi susu meningkat.
c. Pakan Konsentrat Sapi Perah
Pakan konsentrat merupakan suatu bahan pakan yang dipergunakan
bersama bahan pakan lain untuk meningkatkan keserasian gizi dari keseluruhan
makanan yang disatukan dan dicampur sebagai pakan pelengkap. Pakan yang
mengandung konsentrat tinggi akan meningkatkan produksi susu sapi perah (Riski
dkk.,2016). Terdapat 6 orang peternak mitra yang menggunakan pakan konsentrat.
Harga pakan konsentrat cukup mahal yaitu sebesar Rp 3.200 hingga Rp 3.800 per
kilo. Kebutuhan konsentrat satu ekor sapi perah peternak mitra selama satu tahun
sebanyak 1.654 kg/ekor. Tidak semua peternak menggunakan pakan konsentrat
dikarenakan harga konsentrat yang cukup mahal. Konsentrat hanya diberikan
kepada sapi yang produksi/menghasilkan susu.
d. Pakan Katul Sapi Perah
Peternak mandiri di Kecamatan Arjasa semuanya menggunakan pakan
katul, sedangkan peternak mitra tidak menggunakan pakan katul untuk usaha
ternaknya. Peternak mandiri membutuhkan katul selama satu tahun sebanyak
2.160 kg/ekor. Katul didapatkan peternak mandiri di selep-selep terdekat. Harga
81
katul mulai dari Rp 1.000 hingga Rp 1.800 per kilo. Katul hanya diberikan kepada
sapi yang produksi/sapi laktasi agar produksi susu yang dihasilkan banyak.
e. Kesehatan
Pemeriksaan kesehatan ternak sapi perah dilakukan oleh dokter hewan dan
mantri/paramedis. Frekuensi pemeriksaan kesehatan hewan dilakukan oleh
sebagian besar peternak secara tidak teratur atau tidak tentu. Bila terdapat ternak
yang sakit, beberapa peternak mengobati sendiri dan sebagian peternak lainnya
mengobati ternaknya oleh dokter hewan. Biaya yang dikeluarkan peternak sapi
perah mitra dan mandiri untuk kesehatan ternaknya selama satu tahun berturut-
turut yaitu sebesar Rp 1.440.000 peternak mitra dan Rp 350.000 peternak mandiri.
f. IB (Inseminasi Buatan)
Metode perkawinan sapi perah yang umum dilakukan oleh peternak dibagi
menjadi dua macam yaitu kawin alam dan Inseminasi Buatan (IB). Inseminasi
Buatan (IB) merupakan suatu cara atau teknik untuk memasukkan mani (sperma
atau semen) yang telah dicairkan dan telah diproses terlebih dahulu yang berasal
dari ternak jantan kedalam saluran alat kelamin betina dengan menggunakan
metode dan alat khusus yang disebut insemination gun. Seluruh peternak mitra
dan peternak mandiri mengawinkan ternaknya dengan cara IB, karena perkawinan
IB dinilai lebih menguntungkan karena praktis, hemat waktu, hemat tenaga, serta
menekan tingkat penyebaran penyakit. Setelah 2-3 bulan dilakukan IB,
selanjutnya dilakukan pemeriksaan kebuntingan. Jika sapi perah tidak
menunjukkan tanda-tanda kebuntingan maka inseminator akan melakukan IB
setelah sapi perah tersebut birahi kembali. Inseminasi dan pemeriksaan
kebuntingan dilakukan oleh dokter hewan atau mantri yang langsung mendatangi
kandang sapi perahnya peternak. Total biaya yang dibutuhkan peternak mitra
untuk IB sebesar Rp 1.670.000/tahun dan total biaya yang dibutuhkan peternak
mandiri untuk IB sebesar Rp 600.000/tahun.
g. Tenaga Kerja
Para peternak mitra dan peternak mandiri rata-rata mengerjakan sendiri
pekerjaan-pekerjaan terkait pemeliharaan sapi. Selain itu ada sebagian peternak
yang dibantu oleh anggota keluarga mereka yang meliputi istri, anak dan saudara-
82
saudaranya. Hanya terdapat 4 orang peternak mitra dan 2 orang peternak mandiri
yang membutuhkan tenaga kerja luar keluarga. Upah yang diberikan oleh peternak
terhadap tenaga kerja luar keluarga dinilai dengan sejumlah nominal uang yang
besarnya tergantung kemampuan setiap unit usaha ternak dalam membayar tenaga
kerja luar keluarga tersebut, serta besarnya upah yang diperoleh tenaga kerja
berdasarkan kesepakatan yang terbentuk antara pekerja dan pemilik usaha ternak.
Upah/gaji tenaga kerja luar keluarga mulai dari Rp 30.000/hari sampai dengan Rp
50.000/hari. Tenaga kerja tersebut ada yang ditempatkan di kandang dan ada juga
yang di lahan. Pada bagian lahan, tugas pekerja tersebut mencari pakan hijauan
untuk mencukupi semua pakan ternak sapi perah, para pekerja lahan tersebut
biasanya berangkat mencari pakan hijauan pagi dan sore hari. Pakan hijauan yang
diperoleh di sore hari diberikan pada ternak di pagi harinya sedangkan pakan
hijauan yang diperoleh pagi akan diberikan pada ternak disore harinya. Sedangkan
pada bagian kandang, tugas pekerja tersebut yaitu membersihkan kandang,
memandikan sapi, memerah susu dan hal-hal lainnya yang berkaitan dengan
kandang. Total biaya tenaga kerja selama satu tahun peternak mitra sebesar Rp
82.800.000 dan peternak mandiri sebesar Rp 30.600.000 per tahun.
h. Plastik Susu
Plastik susu digunakan peternak mandiri untuk mengemas susu dari hasil
pemerahan untuk dijual ke loper. Susu biasanya dikemas dalam ukuran ½ liter.
Banyaknya plastik susu yang dibutuhkan peternak mandiri tergantung dari
banyaknya susu yang dihasilkan. Total biaya plastik susu yang dibutuhkan
peternak mandiri selama satu tahun sebanyak Rp 7.380.000. Peternak sapi perah
kemitraan tidak membutuhkan susu karena peternak kemitraan menjual susu ke
Koperasi Galur Murni.
i. Transportasi
Biaya transportasi peternak mitra merupakan biaya yang dikeluarkan
untuk mendatangkan pakan dan menyetor susu ke Koperasi Galur Murni,
sedangkan biaya transportasi peternak mandiri merupakan biaya yang dikeluarkan
untuk mendatangkan pakan sapi perah. Harga bahan bakar untuk biaya transortasi
di asumsikan sama dengan harga Rp 6.500/liter. Total biaya transprotasi yang
83
dikeluarkan peternak mitra selama satu tahun sebanyak Rp 72.696.000 dan
peternak mandiri sebesar Rp 18.720.000.
j. Listrik
Listrik digunakan peternak untuk memandikan sapi pagi dan sore sebelum
pemerahan dilakukan. Listrik juga digunakan peternak untuk penerangan di
malam hari. Total biaya listrik yang dikeluarkan peternak mitra selama satu tahun
sebesar Rp 7.200.000/tahun dan total biaya yang dikeluarkan peternak mandiri
sebesar Rp 1.440.000/tahun. Perbedaan jumlah pemakaian listrik diakibatkan
karena jumlah ternak yang dimiliki serta luas kandang ternak yang membutuhkan
jumlah lampu yang berbeda untuk penerangan dimalam hari.
5.2.2 Penerimaan Usaha Ternak Sapi Perah
Penerimaan yang diperoleh peternak sapi perah selama satu tahun dapat
dilihat dari banyaknya susu yang dihasilkan setiap harinya. Sumber penerimaan
terbesar peternak sapi perah yaitu susu. Semakin banyak susu yang dihasilkan
maka semakin banyak pula penerimaan peternak. Adapun besarnya penerimaan
yang diperoleh peternak sapi perah yang mengikuti kemitraan dan peternak yang
mandiri di Kabupaten Jember dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5.9 Total Penerimaan Susu Peternak Sapi Perah Kemitraan dan Mandiri di
Kabupaten Jember Tahun 2018
Penerimaan Kemitraan (1) Mandiri (2)
Jumlah Sapi 147 56
Sapi Pedet 41 22
Sapi Dara 10 5
Sapi Jantan 20 2
Sapi Laktasi 76 27
Jumlah Produksi (Ltr) 230,220 75,960
Jumlah Produksi (Ltr/Ekor) 3,029 2,813
Rata-Rata Harga Susu (Rp/Ltr) 4,964 6,667
Total Penerimaan Susu seluruh Peternak 1,142,812,080 506,425,320
Rata-Rata Penerimaan Susu Peternak per
Orang 51,946,004 84,404,220
Rata-Rata Penerimaan Susu per Ekor 15,035,956 18,754,271
Sumber: Data primer diolah (2019)
Keterangan: (1) Dari lampiran L
(2) Dari lampiran S
84
Berdasarkan Tabel 5.9 dapat diketahui bahwa rata-rata total penerimaan
susu peternak (per orang) sapi perah kemitraan lebih rendah dari pada total
penerimaan susu peternak (per orang) sapi perah mandiri. Total penerimaan susu
peternak (per orang) sapi perah kemitraan selama satu tahun sebesar Rp
51.946.004 sedangkan total penerimaan susu peternak (per orang) sapi perah
mandiri selama satu tahun sebesar Rp 84.404.220. Total penerimaan susu peternak
(per orang) sapi perah kemitraan lebih rendah dari pada total penerimaan susu
peternak (per orang) sapi perah mandiri karena harga jual susu pada peternak
mandiri lebih besar dari pada harga jual susu peternak mitra. Rata-rata harga jual
susu pada peternak mandiri sebesar Rp 6.667/liter sedangkan rata-rata harga susu
pada peternak mitra sebesar Rp 4.964/liter. Perbedaan harga jual susu tersebut
menyebabkan perbedaan penerimaan antara peternak kemitraan dan peternak
mandiri. Meskipun penerimaan susu peternak kemitraan lebih rendah dari pada
penerimaan susu peternak mandiri akan tetapi produksi susu sapi perah peternak
kemitraan lebih tinggi dari pada produksi susu sapi perah peternak mandiri.
Jumlah produksi susu (ltr/ekor) peternak kemitraan selama satu tahun sebesar
3.029 liter sedangkan produksi susu (ltr/ekor) pada peternak mandiri selama satu
tahun sebesar Rp 2.813 liter. Produksi susu per ekor sapi perah peternak mitra
lebih tinggi dari pada produksi susu per ekor sapi perah peternak mandiri karena
beberapa orang peternak mitra menggunakan pakan tambahan yiatu pakan
konsentrat. Menurut Riski dkk., (2016) bahwa pakan yang mengandung
konsentrat tinggi akan meningkatkan produksi susu sapi perah.
5.2.3 Pendapatan Usaha Ternak Sapi Perah
Pendapatan bersih yang diterima peternak sapi perah merupakan sebuah
keuntungan bagi peternak didalam menjalankan usaha peternakan sapi perah.
Besarnya keuntungan yang akan di peroleh peternak tergantung dari banyaknya
susu yang dihasilkan serta harga jual dari susu tersebut. Apabila susu yang
dihasilkan banyak serta harga jual tinggi dengan biaya produksi yang dapat
ditekan, maka pendapatan bersih peternak akan semakin meningkat. Pendapatan
85
yang tinggi merupakan tujuan ahir yang ingin di dapatkan oleh semua peternak.
Berikut merupakan tabel pendapatan peternak sapi perah di Kabupaten Jember.
Tabel 5.10 Keuntungan Peternak Sapi Perah Kemitraan dan Mandiri di Kabupaten
Jember Tahun 2018
Keuntungan Peternak Kemitraan Mandiri
TR 51.946.004 84.404.220
TC 41.579.725 71.475.625
Total Keuntungan per Peternak 10.336.279 12.928.595
Sumber: Data primer diolah (2019)
Berdasarkan Tabel 5.10 di atas, dapat diketahui bahwa peternak sapi perah
yang mengikuti kemitraan dan peternak sapi perah yang mandiri di Kabupaten
Jember sama-sama menguntungkan karena penerimaan lebih besar dari pada total
biaya. Sumber penerimaan peternak sapi perah tersebut berasal dari penjualan
susu setiap harinya. Total pendapatan bersih/keuntungan yang diterima oleh
peternak mitra sebesar Rp 10.336.279/orang/tahun dan total pendapatan
bersih/keuntungan peternak mandiri sebesar Rp 12.928.595/orang/tahun.
Alasan peternak sapi perah mengikuti kemitraan meskipun harga susu
lebih murah dibandingkan peternak mandiri, yaitu Rp 4.500/liter hingga Rp
5.000/liter karena peternak mitra tidak akan menanggung resiko terkait
permintaan pasar yang tidak menentu serta harga susu yang tidak stabil. Sebanyak
apa pun produksi susu yang dihasilkan peternak mitra, Koperasi Galur Murni
mampu menampung semua produksinya terutama pada saat permintaan susu
rendah sehinga, peternak mitra tidak khawatir akan pemasaran hasil produksi susu
nya. Peternak mitra juga akan mendapatkan jaminan harga pasar ketika harga susu
tidak stabil. Sedangkan pada peternak mandiri, resiko yang akan di hadapi yaitu
loper tidak mampu menampung susu jika peternak mandiri menghasilkan susu
jauh lebih banyak dibandingkan hari-hari biasanya, sehingga peternak mandiri
tidak bisa mengembangkan usaha peternakan sapi perahnya. Pada saat permintaan
susu rendah, peternak mandiri tidak bisa memasarkan hasil produksinya sehingga
peternak mandiri akan mengalami kerugian karena susu yang dihasilkan hanya
untuk konsumsi pribadi. Selain itu peternak mandiri akan menanggung resiko
terkait harga pasar yang tidak stabil.
86
Tabel 5.11 Total Biaya, Total Penerimaan dan Pendapatan Bersih per Ekor Sapi
Perah Peternak Mitra dan Peternak Mandiri di Kabupaten Jember
Tahun 2018
Kemitraan Mandiri
Rata-Rata Total Penerimaan (Rp/Ekor/Tahun) 15,035,956 18,754,271
Rata-Rata Total Biaya (Rp/Ekor/Tahun) 6,222,816 7,658,103
Pendapatan (Rp/Ekor/Tahun) 8,813,140 11,096,168
Sumber: Data primer diolah (2019)
Pada Tabel 5.11 dapat diketahui bahwa pendapatan per ekor sapi perah
peternak mitra lebih rendah dibandingkan pendapatan per ekor peternak sapi
perah mandiri. Pendapatan per ekor sapi perah peternak mandiri sebesar Rp
8.813.149/ekor/tahun sedangkan pendapatan per ekor sapi perah peternak mandiri
sebesar Rp 11.096.168/ekor/tahun. Pendapatan per ekor sapi perah peternak
mandiri lebih tinggi dari pada pendapatan per ekor sapi perah peternak mitra
disebabkan karena harga jual susu peternak mandiri lebih tinggi dari pada harga
jual susu peternak mitra. Pendapatan per ekor sapi perah peternak mitra dan
peternak mandiri sama-sama menguntungkan karena penerimaan lebih tinggi dari
pada total biaya yang dikeluarkan.
5.3 Efisiensi Penggunaan Biaya Usaha Ternak Sapi Perah Kemitraan dan
Mandiri di Kabupaten Jember
Efisiensi penggunaan biaya usaha peternakan sapi perah baik yang
mengikuti kemitraan maupun yang mandiri dapat dilihat dari besarnya R/C rasio.
Besar kecilnya nilai R/C rasio tergantung dari penerimaan dan biaya yang
dikeluarkan di dalam menjalankan usaha peternakan sapi perah. R/C rasio lebih
besar dari satu maka penggunaan biaya usaha ternak sapi perah tersebut efisien,
sedangkan jika nilai R/C rasio kurang dari satu maka penggunaan biaya usaha
ternak sapi perah tersebut tidak efisien. Besarnya nilai R/C rasio peternak mitra
dan mandiri di Kabupaten Jember dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5.12 Efisiensi Penggunaan Biaya per Peternak Sapi Perah Kemitraan dan
Mandiri di Kabupaten Jember Tahun 2018
Kemitraan Mandiri
TR 51.946.004 84.404.220
TC 41.579.725 71.475.625
Efisiensi R/C 1,25 1,18
Sumber: Data primer diolah (2019)
87
Berdasarkan Tabel 5.12 di atas, dapat diketahui bahwa nilai efisiensi R/C
rasio peternak kemitraan lebih tinggi dari pada nilai efisiensi R/C rasio peternak
mandiri, karena biaya yang digunakan peternak mandiri lebih banyak di
bandingkan penggunaan biaya peternak mitra. Nilai efisiensi R/C rasio peternak
kemitraan sebesar 1,25 dan nilai efisiensi R/C rasio peternak mandiri sebesar 1,18.
Nilai R/C rasio peternak kemitraan sebesar 1,25 dapat diartikan setiap
pengeluaran Rp 1,00 oleh peternak mitra akan mendapatkan penerimaan sebesar
Rp 1,25. Nilai R/c rasio peternak mandiri sebesar 1,18 dapat diartikan setiap
pengeluaran Rp 1,00 oleh peternak mandiri akan mendapatkan penerimaan
sebesar Rp 1,18. Hal tersebut menunjukkan bahwa usaha peternakan sapi perah
peternak kemitraan dan peternak mandiri di Kabupaten Jember sudah efisien
karena hasil perbandingan penerimaan dengan pengeluaran (biaya) lebih besar
dari 1. Soekartawi (1995) menyatakan bahwa nilai R/C rasio > 1 menunjukkan
bahwa penggunaan biaya produksi sudah efisien. Semakin besar nilai R/C rasio
maka akan semakin efisien usaha tersebut. Peternak sapi perah di Kabupaten
Jember sebagian besar sudah mampu mengelola usahanya dengan cara
meminimalkan biaya produksi dan memaksimumkan keuntungan.
88
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Tingkat penerapan GDFP peternak kemitraan cenderung lebih tinggi dari
pada tingkat penerapan GDFP peternak mandiri. Rata-rata tingkat penerapan
GDFP peternak mitra sebesar 62,96% artinya peternak kemitraan telah
mampu menerapkan GDFP sebesar 62,96%. Rata-rata tingkat penerapan
GDFP peternak mandiri sebesar 53,33% artinya peternak mandiri mampu
menerapkan GDFP sebesar 53,33%. Tingkat penerapan GDFP peternak sapi
perah kemitraan pada aspek kesehatan ternak sebesar 100% dan peternak
mandiri sebesar 100%, aspek manajemen pemerahan peternak mitra sebesar
52,73% dan peternak mandiri sebesar 36,67%, aspek nutrisi (pakan dan air)
peternak mitra sebesar 46,21% dan peternak mandiri sebesar 38,89, aspek
kesejahteraan ternak peternak mitra sebesar 100% dan peternak mandiri
sebesar 83,33%, aspek lingkungan peternak mitra sebesar 20,45% dan
peternak mandiri sebesar 0,00%, aspek manajemen sosial ekonomi peternak
mitra sebesar 59,09% dan peternak mandiri sebesar 61,11%.
2. Jenis usaha peternakan sapi perah baik kemitraan maupun mandiri di
Kabupaten Jember sama-sama menguntungkan. Besarnya pendapatan per
ekor sapi perah peternak kemitraan sebesar Rp 8.813.140/tahun dan
pendapatan bersih per ekor sapi perah peternak mandiri sebesar Rp
11.096.168/tahun.
3. Efisiensi penggunaan biaya pada usaha ternak sapi perah kemitraan dan
mandiri sama-sama efisien. Nilai efisiensi R/C rasio usaha peternakan sapi
perah kemitraan sebesar 1,25 artinya setiap pengeluaran Rp 1,00 oleh
peternak mitra akan mendapatkan penerimaan sebesar Rp 1,25. Nilai efisiensi
R/C rasio usaha peternakan mandiri sebesar peternak mandiri sebesar 1,18
artinya setiap pengeluaran Rp 1,00 oleh peternak mandiri akan mendapatkan
penerimaan sebesar Rp 1,18.
89
6.2 Saran
1. Tingkat penerapan GDFP peternak mitra pada aspek manajemen pemerahan
sebesar 52,05% dan peternak mandiri sebesar 36,67%. Untuk meningkatkan
tingkat penerapan aspek manajemen pemerahan, sebaiknya peternak mitra
dan peternak mandiri memberikan pakan konsentrat sebelum pemerahan,
mengikat ekor sapi, mencuci ambing dengan air hangat sebelum pemerahan,
serta mencelupkan puting ke larutan disinfektan sesudah pemerahan.
2. Tingkat penerapan GDFP peternak mitra pada aspek nutrisi (pakan dan air)
sebesar 46,21% dan peternak mandiri sebesar 38,89%. Untuk meningkatkan
tingkat penerapan aspek nutrisi (pakan dan air), sebaiknya peternak mitra dan
peternak mandiri memberikan pakan pemula untuk pedet yang berupa calf
stater serta memberikan telur, madu dan gula merah pasca sapi perah
melahirkan.
3. Tingkat penerapan GDFP peternak mandiri pada aspek kesejahteraan ternak
sebesar 83,33%. Untuk meningkatkan tingkat penerapan aspek kesejahteraan
ternak, sebaiknya peternak mandiri menggunakan kandang yang semi terbuka
atau tanpa dinding serta memiliki kandang yang luas.
4. Tingkat penerapan GDFP pada peternak mitra aspek lingkungan sebesar
20,45% dan peternak mandiri 0,00%. Untuk meningkatkan tingkat penerapan
aspek lingkungan, sebaiknya peternak mitra dan peternak mandiri
memaksimalkan pengolahan kotoran serta memiliki tempat pembuangan
kotoran sapi perah.
5. Tingkat penerapan GDFP pada peternak mitra aspek manajemen sosial
ekonomi sebesar 59,09% dan peternak mandiri sebesar 61,11%. Untuk
meningkatkan tingkat penerapan aspek manajemen sosial ekonomi, sebaiknya
peternak mitra dan peternak mandiri memiliki manajemen keuangan.
90
DAFTAR PUSTAKA
Aak. 1974. Sapi Perah. Yogyakarta: Kanisius.
Aak. 1995. Petunjuk Praktis Beternak Sapi Perah. Yogyakarta: Kanisius.
Asminaya, N. S dan B. P. Purwanto, A. Atabany dan Nurlaha. 2018. Evaluasi
Aspek Teknis Pemeliharaan Sapi Perah Berdasarkan Good Dairy Farming
Practices (GDFP) di Peternakan Rakyat Cibungbulang. Ilmu dan Teknologi
Peternakan Tropis, 5(3):79-87.
Aisyah, N. 2014. Analisis Efisiensi Produksi Usaha Peternakan Sapi Perah di
Kelurahan Pondok Ranggon Kecamatan Cipayung Jakarta Timur. Skripsi.
Fakultas Ekonomi dan Manajemen: Institut Pertanian Bogor.
Anggraeni, A dan E. Mariana. 2016. Evaluasi Aspek Teknis Pemeliharaan Sapi
Perah Menuju Good Dairy Farming Practices pada Peternakan Sapi Perah
Rakyat Pondok Ranggon. Agripet, 16(2): 90-96.
Badan Pusat Statistik. 2018. Produksi Susu Segar menurut Provinsi di Indonesia.
[Serial Online]. https://doi.org/http://bps.go.id [18 Oktober 2018].
Badan Pusat Statistik. 2018. Produksi Susu Segar menurut semua Provinsi di
Indonesia 2013-2017 (Ton). [Serial Online].
https://www.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/1083.
Badan Pusat Statistik. 2018. Produksi Susu Perah menurut Kabupaten/Kota di
Jawa Timur. https://jatim.bps.go.id/statictable/2018/10/18/1306/produksi-
susu-perah-menurut-kabupaten-kota-di-jawa-timur-2010-2017-kg-.html
Badan Pusat Statistik. 2018. Kabupaten Jember dalam Angka 2018. Jember:
Badan Pusat Statistik Kabupaten Jember.
Badan Pusat Statistik. 2018. Kecamatan Arjasa dalam Angka 2018. Jember:
Badan Pusat Statistik Kabupaten Jember.
Badan Pusat Statistik. 2015. Survei Pendapatan Rumahtangga Usaha Pertanian
2013. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
Badan Pusat Statistik. 2015,2016, 2017, 2018. Provinsi Jawa Timur dalam Angka.
Jakarta: Badan Pusat Statistik.
Badan Pusat Statistik. 2018. Kecamatan Balung Dalam Angka. Jember: Badan
Pusat Statistik Kabupaten Jember.
91
Diarmita, I. K. 2019. Pemerintah Dorong Perbaikan Kualitas dan Kuantitas Susu
Nasional. http://ditjennak.pertanian.go.id/pemerintah-dorong-perbaikan-
kualitas-dan-kuantitas-susu-nasional. Kementerian Pertanian. Direktorat
Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Direktur Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH). 2018.
Kontribusi Peternakan terhadap PDB Nasional. [Serial
Online].http://ditjenpkh.pertanian.go.id/search/kontribusi+peternakan+terha
dap+pdb+nasional.
Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur 2019. Populasi Ternak Sapi Perah di
Kabupaten Jember. http://disnak.jatimprov.go.id/web/data/datastatistik/statistikpopulasiternak.
FAO (Food and Agriculture Organization) dan IDF (International Dairy
Federation). 2011. Guide to Good Dairy Farming Practice. Rome: Animal
Production and Health Guidelines.
Hamdi, A. S dan E. Bahruddin. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif Aplikasi
dalam Pendidikan. Yogyakarta: Deepublish.
Hartono, B. 2011. Upaya Peningkatan Ekonomi Rumahtangga Peternak Sapi
Perah. Malang: UB Press.
Heriyatno. 2009. Analisis Pendapatan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Produksi Susu Sapi Perah di Tingkat Peternak (Kasus Anggota Koperasi
Serba Usaha Karya Nugraha Kecamatan Cigugur Kabupaten Kuningan
Provinsi Jawa Barat). Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Hoetoro, A. 2018. Ekonomi Mikro Islam Pendekatan Integratif. Malang: UB
Press.
Isnia, M., Y. Hariyati dan A. Kusmiati. 2017. Analisis Manajemen Rantai Pasok
Susu Sapi Perah pada Koperasi Peternak Galur Murni di Kecamatan
Sumberbaru Kabupaten Jember. JSEP, 10(1): 65-77.
Januar, J. 2006. Kemitraan Agribisnis. Jember: Fakultas Pertanian UNEJ.
Kementerian Pertanian. 2016. Outlook Susu Komoditas Pertanian Subsektor
Peternakan. https://doi.org/http://epublikasi.setjen.pertanian.go.id.
Kementerian pertanian. 2017. Pencelupan Putting Menggunakan Bahan Alami
untuk Mencegah Mastitis Subkinis pada Sapi Perah. Jawa Barat: Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian.
http://jabar.litbang.pertanian.go.id/index.php/info-teknologi/623
pencelupan-putting.
92
Ketua Gabungan Koperasi Susu Indonesia. 2017. Produksi Susu Sapi: Belajar
dari Peternak Belanda.
https://ekonomi.bisnis.com/read/20170404/99/642421/produksi-susu-sapi-
belajar-dari-peternak-belanda.
Khotimah, K dan Farizal. 2013. Kualitas Mikrobiologi Kolostrum Sapi Perah FH
pada Waktu Pemerahan yang berbeda di Peternakan Rakyat. Ilmu Ternak,
13(2): 13-17.
Lestari, N. F., M. Makin dan A. Firman. 2015. Hubungan Antara Penerapan Good
Dairy Farming Practice dengan Tingkat Pendapatan Peternak pada
Peternakan Sapi Perah Rakyat (Suatu Kasus di Wilayah Kerja KPBS
Pangalengan Kabupaten Bandung). Mahasiswa, 4(3): 1-16.
Londa, P. K., P. O. V Waleleng dan R. A. J. Legrans.-A. 2013. Analisis Break
Even Point (BEP) Usaha Ternak Sapi Perah “TAREKAT MSC” Di
Kelurahan Pinaras Kota Tomohon. Zootek, 32(1): 158–166.
Mahardika, H. A., P. Trisunuwati dan P. Surjowardojo. 2016. Pengaruh Suhu Air
Pencucian Ambing dan Teat Dipping terhadap Jumlah Produksi, Kualitas
dan Jumlah Sel Somatik Susu pada Sapi Peranakan Friesian Holstein.
Buletin Peternakan, 40(1): 11-20.
Marilang. 2017. hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian.
Makassar: Indonesia Prime.
Naja, H. R. D. 2006. Seri Keterampilan Merancang Kontrak Bisnis. Jakarta: Citra
Aditya.
Nurtini, S dan M. Anggriani. 2014. Profil Peternakan Sapi Perah Rakyat di
Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada university Press.
Otoluwa, M. A., A. H. S. Salendu., A. K. Rintjap dan M. T. Massie. 2016.
Prospek Pengembangan Usaha Ternak Sapi Potong Di Kecamatan
Bolangitang Timur Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Zootek, 36(1):
191–197.
Pranamyaditia, C. D. 2016. Risiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada
Pekerja Peternakan Sapi di PT X Cabang Kota Kediri. Occupational Safety
and Health. 5(1): 1-10.
Prayogo, C. 2017. Dukung Peternak Sapi, Kementan Terbitkan Regulasi
Penyediaan dan Peredaran Susu.
https://doi.org/https://www.wartaekonomi.co.id/read156021/dukung
peternak sapikementan-terbitkan-regulasi-penyediaan-dan-peredaran-
susu.html. [03 Semptember 2017].
93
Puspitasari, M. A. 2008. Kajian Penerapan Good Farming Practices dan Good
Hygienic Practices pada KSU Jaya Abadi Kabupaten Blitar Jawa Timur.
Skripsi. Fakultas Peternakan: Institut Pertanian Bogor.
Rahmawati, K. 2018. Good Dairy Farming Practice (GDFP) Peternakan Sapi
Perah Daerah Urban dan Peri-Urban Kecamatan Lembang. Skripsi. Fakultas
Peternakan: Institut Pertanian Bogor.
Riski. P., Purwanto dan Atabany. 2016. Produksi dan Kualitas Susu Sapi FH
Laktasi yang diberi Pakan Daun Pelepah Sawit. Ilmu produksi dan teknologi
hasil peternakan, 4(3): 345-349.
Roberts, A. R dan G. J. Greene. 2009. Buku Pintar Pekerja Sosial. Jakarta:
Gunung Mulia.
Rosyidi, S. 2009. Pengantar Teori Ekonomi Pendekatan Kepada Teori Ekonomi
Mikro dan Makro. Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Saefullah, R., S. Marzuki dan M. Handayani. 2012. Komparasi Biaya dan
Pendapatan Usaha Peternakan Sapi Perah Rakyat Anggota Koperasi Unit
Desa (KUD) dan Non Anggota Koperasi Unit Desa di Kabupaten
Banyumas. Animal Agriculture, 1(1): 845-858.
Santosa, S. I., A. Setiadi dan R. Wulandari. 2013. Analisis Potensi Pengembangan
Usaha Peternakan Sapi Perah dengan Menggunakan Paradigma Agribisnis
di Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali. Peternakan, 37(2): 125-135.
Sari, D. I. 2018. Analisis Depresiasi Aktiva Tetap Metode Garis Lurusdan Jumlah
Angka Tahun PT Adira Dinamika. Moneter, V(1): 86-92.
Setyono, D. J dan M. Ulfah. 2011. 7 Jurus Sukses Menjadi Peternak Ayam Ras
Pedaging. Jakarta: Penebar Swadaya.
Simamora, T., A. M. Fuath dan A. A. Atabany. 2015. Evaluasi Aspek Teknis
Peternakan Sapi Perah Rakyat di Kabupaten Karo Sumatera Utara. Ilmu
Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan, 3(1): 52-58.
Soekartawi. 1995. Analisis Usaha Tani. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Soekartawi. 2003. Agribisnis Teori dan Aplikasinya. Jakarta: PT. Raja Grafindo.
Soetriono. 2015. Daya Saing Agribisnis Kopi Robusta. Malang: Surya Pena
Gemilang.
Subagyo, A. 2008. Studi Kelayakan Teori dan Aplikasi.Jakarta: PT Elex Media
Komputindo.
94
Sudono, A., R. F. Rosdiana dan B. S. Setiawan. 2008. Beternak Sapi Perah
Secara Intensif. Jakarta: Agromedia Pustaka.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Susilorini, T. E., M. E. Sawitri. dan Muharlien. 2008. Budidaya 22 Ternak
Potensial. Jakarta: Penebar Swadaya.
Sutardi, T. 1981. Sapi Perah dan Pemberian Makananya. Bogor: Fakultas
Peternakan IPB.
Sutarto, T. N. 2008. Beternak Sapi Perah. Jakarta: PT. Musi Perkasa Utama.
Syarif, E. K dan B. Harianto. 2011. Beternak dan Bisnis Sapi Perah. Jakarta:
PT. Agromedia Pustaka.
Tohar, M. 2000. Membuka Usaha Kecil. Yogyakarta: Kanisius.
Yusuf, A.M. 2014. Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif dan Penelitian
Gabungan. Jakarta: Kencana.
95
LAMPIRAN
Lampiran A. Produksi Susu Segar semua Provinsi di Indonesia 2014-2017
Provinsinsi Tahun Rata-Rata
Produksi 2014 2015 2016 2017
Aceh 140,00 94,30 88,74 77,00 100,01
Sumatera Utara 783,00 776,16 1.014,48 1.403,00 994,16
Sumatera Barat 1.032,00 1.298,63 1.363,23 1.270,00 1.240,97
Riau 81,00 79,38 74,84 52,00 71,81
Jambi 18,00 8,50 6,82 12,00 11,33
Sumatera Selatan 95,00 124,25 127,25 112,00 114,63
Bengkulu 275,00 273,55 183,82 205,00 234,34
Lampung 223,00 678,16 669,33 618,00 547,12
Kep. Bangka Belitung 19,00 83,17 99,70 328,00 132,47
Kep. Riau 0,00 0,01 0,01 12,00 3,01
Dki Jakarta 5.170,00 4.768,68 4.725,56 5.418,00 5.020,56
Jawa Barat 258.999,00 249.946,95 302.559,48 310.461,00 280.491,61
Jawa Tengah 98.494,00 95.512,93 99.996,62 99.607,00 98.402,64
Di Yogyakarta 5.870,00 6.187,32 6.225,57 6.125,00 6.101,97
Jawa Timur 426.254,00 472.212,76 492.460,62 498.915,00 472.460,60
Banten 20,00 17,20 17,52 20,00 18,68
Nusa Tenggara Timur 0,00 0,04 0,04 31,00 7,77
96
Lanjutan Lampiran A. Produksi Susu Segar semua Provinsi di Indonesia 2014-2017
Provinsinsi Tahun Rata-Rata
Produksi 2014 2015 2016 2017
Kalimantan Barat 42,00 34,99 43,20 62,00 45,55
Kalimantan Selatan 281,00 162,10 126,07 112,00 170,29
Kalimantan Timur 118,00 120,87 148,41 164,00 137,82
Sulawesi Selatan 2.635,00 2.727,00 2.752,20 3.053,00 2.791,80
Sulawesi Tenggara 13,00 17,65 27,95 51,00 27,40
Indonesia 800.749,00 835.124,60 912.735,00 920.093,43 867.175,51
Sumber: Badan Pusat Statistik (2018)
97
Lampiran B. Rata-Rata Share Produksi Susu Segar Semua Provinsi di Indonesia Tahun 2014-2017
Provinsi Tahun Rata-Rata Share
2014 2015 2016 2017 % Rangking
Aceh 0,02 0,01 0,01 0,01 0,0117 15
Sumatera Utara 0,10 0,09 0,11 0,15 0,1136 8
Sumatera Barat 0,13 0,16 0,15 0,14 0,1429 7
Riau 0,01 0,01 0,01 0,01 0,0084 16
Jambi 0,00 0,00 0,00 0,00 0,0013 22
Sumatera Selatan 0,01 0,01 0,01 0,01 0,0132 14
Bengkulu 0,03 0,03 0,02 0,02 0,0274 10
Lampung 0,03 0,08 0,07 0,07 0,0624 9
Kep. Bangka Belitung 0,00 0,01 0,01 0,04 0,0147 13
Kep. Riau 0,00 0,00 0,00 0,00 0,0003 26
Dki Jakarta 0,65 0,57 0,52 0,59 0,5808 5
Jawa Barat 32,34 29,93 33,15 33,74 32,2912 2
Jawa Tengah 12,30 11,44 10,96 10,83 11,3797 3
Di Yogyakarta 0,73 0,74 0,68 0,67 0,7054 4
Jawa Timur 53,23 56,54 53,95 54,22 54,4887 1
Banten 0,00 0,00 0,00 0,00 0,0022 20
Nusa Tenggara Timur 0,00 0,00 0,00 0,00 0,0008 23
Kalimantan Barat 0,01 0,00 0,00 0,01 0,0052 17
Kalimantan Selatan 0,04 0,02 0,01 0,01 0,0201 11
98
Lanjutan Lampiran B. Rata-Rata Share Produksi Susu Segar Semua Provinsi di Indonesia Tahun 2014-2017
Provinsi Tahun Rata-Rata Share
2014 2015 2016 2017 % Rangking
Kalimantan Timur 0,01 0,01 0,02 0,02 0,0158 12
Sulawesi Selatan 0,33 0,33 0,30 0,33 0,3222 6
Sulawesi Tenggara 0,00 0,00 0,00 0,01 0,0031 19
Keterangan: Diolah oleh penulis dari lampiran A
99
Lampiran C. Rata-Rata Pertumbuhan Susu Segar Semua Provinsi di Indonesia Tahun 2014-2017
Provinsi Rata-Rata Pertumbuhan
% Rangking 2014-2015 2015-2016 2016-2017
Aceh -32,64 -5,90 -13,23 -17,256 20
Sumatera Utara -0,87 30,71 38,30 22,710 6
Sumatera Barat 25,84 4,97 -6,84 7,991 9
Riau -2,00 -5,72 -30,52 -12,746 21
Jambi -52,78 -19,76 75,95 1,137 16
Sumatera Selatan 30,79 2,41 -11,98 7,073 10
Bengkulu -0,53 -32,80 11,52 -7,269 22
Lampung 204,11 -1,30 -7,67 65,046 2
Kep. Bangka Belitung 337,74 19,87 228,99 195,533 1
Kep. Riau 0,00 0,00 119,900 39,967 4
Dki Jakarta -7,76 -0,90 14,65 1,995 14
Jawa Barat -3,50 21,05 2,61 6,722 11
Jawa Tengah -3,03 4,69 -0,39 0,426 18
Di Yogyakarta 5,41 0,62 -1,62 1,470 15
Jawa Timur 10,78 4,29 1,31 5,460 12
Banten -14,00 1,86 14,16 0,672 17
Nusa Tenggara Timur 0,00 0,00 77,40 25,800 5
Kalimantan Barat -16,69 23,46 43,52 16,764 7
Kalimantan Selatan -42,31 -22,23 -11,16 -25,234 19
100
Lanjutan Lampiran C. Rata-Rata Pertumbuhan Susu Segar Semua Provinsi di Indonesia Tahun 2014-2017
Provinsi Rata-Rata Pertumbuhan
% Rangking 2014-2015 2015-2016 2016-2017
Kalimantan Timur 2,43 22,78 10,50 11,907 8
Sulawesi Selatan 3,49 0,92 10,93 5,115 13
Sulawesi Tenggara 35,77 58,36 82,47 58,865 3
Keterangan: Diolah oleh penulis dari lampiran A
101
Lampiran D. Produksi Susu Perah menurut Kabupaten/Kota di Jawa Timur 2014-2017
Kabupaten/Kota 2014 2015 2016 2017 Rata-Rata
Pacitan 185.881,00 206.985,00 297.045,00 397.860,00 271.942,75
Ponorogo 3.117.194,00 3.706.198,00 4.250.997,00 4.655.203,00 3.932.398,00
Trenggalek 6.566.350,00 9.433.426,00 6.842.185,00 9.609.168,00 8.112.782,25
Tulungagung 49.782.664,00 48.250.871,00 49.264.315,00 49.510.354,00 49.202.051,00
Blitar 26.790.979,00 27.786.722,00 29.175.082,00 34.313.406,00 29.516.547,25
Kediri 17.439.167,00 12.250.705,00 19.069.931,00 19.852.959,00 17.153.190,50
Malang 133.650.102,00 131.088.720,00 136.332.000,00 141.954.288,00 135.756.277,50
Lumajang 7.896.009,00 8.935.491,00 9.741.950,00 9.773.193,00 9.086.660,75
Jember 2.930.387,00 2.612.694,00 2.833.347,00 2.981.752,00 2.839.545,00
Banyuwangi 1.414.308,00 1.827.877,00 1.948.655,00 1.673.452,00 1.716.073,00
Bondowoso 50.250,00 48.817,00 60.533,00 39.054,00 49.663,50
Situbondo 419.555,00 258.881,00 425.686,00 429.591,00 383.428,25
Probolinggo 11.306.387,00 12.909.207,00 13.180.631,00 11.781.531,00 12.294.439,00
Pasuruan 125.512.378,00 164.853.563,00 169.584.921,00 160.824.184,00 155.193.761,50
Sidoarjo 7.355.557,00 6.687.950,00 7.092.156,00 7.742.400,00 7.219.515,75
Mojokerto 2.948.298,00 4.461.888,00 5.256.631,00 6.240.784,00 4.726.900,25
Jombang 8.435.028,00 9.091.706,00 9.320.170,00 9.040.936,00 8.971.960,00
Nganjuk 45.118,00 15.574,00 7.811,00 5.858,00 18.590,25
Madiun 222.972,00 347.578,00 384.679,00 363.026,00 329.563,75
Magetan 190.605,00 386.632,00 460.834,00 568.232,00 401.575,75
Ngawi 50.209,00 109.350,00 66.391,00 74.202,00 75.038,00
Bojonegoro 53.616,00 66.391,00 70.297,00 46.042,00 59.086,50
Tuban 729.339,00 369.058,00 307.851,00 173.789,00 395.009,25
102
Lanjutan Lampiran D. Produksi Susu Perah Menurut Kabupaten/Kota di Jawa Timur 2014-2017
Kabupaten/Kota Tahun
Rata-Rata 2014 2015 2016 2017
Lamongan 25.547,00 44.912,00 66.391,00 47.353,00 46.050,75
Gresik 928.845,00 878.709,00 876.756,00 986.106,00 917.604,00
Bangkalan 16.632,00 41.006,00 39.054,00 39.054,00 33.936,50
Sampang 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Pamekasan 802,00 15.621,00 240,00 10.992,00 6.913,75
Sumenep 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Kota Kediri 440.173,00 449.118,00 433.496,00 220.654,00 385.860,25
Kota Blitar 474.672,00 593.617,00 603.380,00 546.360,00 554.507,25
Kota Malang 344.414,00 309.416,00 220.144,00 232.704,00 276.669,50
Kota Probolinggo 347.498,00 421.780,00 438.905,00 449.182,00 414.341,25
Kota Pasuruan 37.432,00 64.439,00 23.638,00 25.028,00 37.634,25
Kota Mojokerto 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Madiun 56.426,00 30.199,00 26.424,00 41.006,00 38.513,75
Kota Surabaya 759.903,00 1.058.356,00 1.095.457,00 931.472,00 961.297,00
Kota Batu 15.730.198,00 22.397.308,00 22.672.637,00 23.334.598,00 21.033.685,25
Jawa Timur 426.253.896,00 472.212.765,00 492.460.620,00 498.915.773,00 472.460.763,50
Sumber: Badan Pusat Statistik (2018)
103
Lampiran E. Rata-Rata Share Produksi Susu Perah Menurut Kabupaten/Kota di Jawa Timur Tahun 2014-2017
Kabupaten/Kota Share Produksi Susu Perah
Rata-Rata Rangking 2014 2015 2016 2017
Pacitan 0,04 0,04 0,06 0,08 0,06 26
Ponorogo 0,73 0,78 0,86 0,93 0,83 13
Trenggalek 1,54 2,00 1,39 1,93 1,71 10
Tulungagung 11,68 10,22 10,00 9,92 10,46 3
Blitar 6,29 5,88 5,92 6,88 6,24 4
Kediri 4,09 2,59 3,87 3,98 3,63 6
Malang 31,35 27,76 27,68 28,45 28,81 2
Lumajang 1,85 1,89 1,98 1,96 1,92 8
Jember 0,69 0,55 0,58 0,60 0,60 14
Banyuwangi 0,33 0,39 0,40 0,34 0,36 15
Bondowoso 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 29
Situbondo 0,10 0,05 0,09 0,09 0,08 23
Probolinggo 2,65 2,73 2,68 2,36 2,61 7
Pasuruan 29,45 34,91 34,44 32,23 32,76 1
Sidoarjo 1,73 1,42 1,44 1,55 1,53 11
Mojokerto 0,69 0,94 1,07 1,25 0,99 12
Jombang 1,98 1,93 1,89 1,81 1,90 9
Nganjuk 0,01 0,00 0,00 0,00 0,00 34
Madiun 0,05 0,07 0,08 0,07 0,07 24
Magetan 0,04 0,08 0,09 0,11 0,08 21
Ngawi 0,01 002 0,01 0,01 0,02 27
Bojonegoro 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 28
Tuban 0,17 0,08 0,06 0,03 0,09 20
104
Lanjutan Lampiran E. Rata-Rata Share Produksi Susu Perah Menurut Kabupaten/Kota di Jawa Timur Tahun 2014-2017
Kabupaten/Kota Tahun
Rata-Rata Rangking 2014 2015 2016 2017
Lamongan 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 30
Gresik 0,22 0,19 0,18 0,20 0,19 17
Bangkalan 0,00 0,01 0,01 0,01 0,01 33
Sampang 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 36
Pamekasan 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 35
Sumenep 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 36
Kota Kediri 0,10 0,10 0,09 0,04 0,08 22
Kota Blitar 0,11 0,13 0,12 0,11 0,12 18
Kota Malang 0,08 0,07 0,04 0,05 0,06 25
Kota Probolinggo 0,08 0,09 0,09 0,09 0,09 19
Kota Pasuruan 0,01 0,01 0,00 0,01 0,01 32
Kota Mojokerto 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 36
Madiun 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 31
Kota Surabaya 0,18 0,22 0,22 0,19 0,20 16
Kota Batu 3,69 4,74 4,60 4,68 4,43 5
Keterangan: Diolah oleh penulis dari lampiran D
105
Lampiran F. Rata-Rata Pertumbuhan Susu Perah Menurut Kabupaten/Kota di Jawa Timur Tahun 2014-2017
Kabupaten/Kota Pertumbuhan Sapi Perah (%)
Rata-Rata Rangking 2014-2015 2015-2016 2016-2017
Pacitan 11,35 43,51 33,94 29,60 6
Ponorogo 18,90 14,70 9,51 14,37 11
Trenggalek 43,66 -27,47 40,44 18,88 9
Tulungagung -3,08 2,10 0,50 -0,16 31
Blitar 3,72 5,00 17,61 8,78 17
Kediri -29,75 55,66 4,11 10,01 12
Malang -1,92 4,00 4,12 2,07 24
Lumajang 13,16 9,03 0,32 7,50 18
Jember -10,84 8,45 5,24 0,95 27
Banyuwangi 29,24 6,61 -14,12 7,24 19
Bondowoso -2,85 24,00 -35,48 -4,78 34
Situbondo -38,30 64,43 0,92 9,02 16
Probolinggo 14,18 2,10 -10,61 1,89 26
Pasuruan 31,34 2,87 -5,17 9,68 13
Sidoarjo -9,08 6,04 9,17 2,05 25
Mojokerto 51,34 17,81 18,72 29,29 7
Jombang 7,79 2,51 -3,00 2,43 22
Nganjuk -65,48 -49,85 -25,00 -46,78 38
Madiun 55,88 10,67 -5,63 20,31 8
Magetan 102,84 19,19 23,31 48,45 2
Ngawi 117,79 -39,29 11,77 30,09 5
Bojonegoro 23,83 5,88 -34,50 -1,60 33
Tuban -49,40 -16,58 -43,55 -36,51 37
106
Lanjutan Lampiran F. Rata-Rata Pertumbuhan Susu Perah Menurut Kabupaten/Kota di Jawa Timur Tahun 2014-2017
Kabupaten/Kota Tahun
Rata-Rata Rangking 2014-2015 2015-2016 2016-2017
Lamongan 75,80 47,82 -28,68 31,65 4
Gresik -5,40 -0,22 12,47 2,28 23
Bangkalan 146,55 -4,76 0,00 47,26 3
Sampang 0,00 0,00 0,00 0,00 28
Pamekasan 1.847,76 -98,46 4.480,00 2.076,43 1
Sumenep 0,00 0,00 0,00 0,00 28
Kota Kediri 2,03 -3,48 -49,10 -16,85 36
Kota Blitar 25,06 1,64 -9,45 5,75 20
Kota Malang -10,16 -28,85 5,71 -11,10 35
Kota Probolinggo 21,38 4,06 2,34 9,26 15
Kota Pasuruan 72,15 -63,32 5,88 4,90 21
Kota Mojokerto 0,00 0,00 0,00 0,00 28
Madiun -46,48 -12,50 55,18 -1,27 32
Kota Surabaya 39,28 3,51 -14,97 9,27 14
Kota Batu 42,38 1,23 2,92 15,51 10
Keterangan: Diolah oleh penulis dari lampiran D
107
Lampiran G. Identitas Peternak Sapi Perah Kemitraan dengan Koperasi Galur Murni di Kabupaten Jember
No Nama
Usaha yang
di
Jalankan
Jenis
Kelamin
Usia
(Tahun)
Pendidikan
Terakhir
Lama
Usaha
(Tahun)
Jumlah Ternak (Ekor)
Total Sapi
Pedet
Sapi
Dara
Sapi
Jantan
Sapi
Laktasi
1 Saiful Kemitraan Laki-Laki 52 - 23 7 3 6 10 26
2 Junaidi Kemitraan Laki-Laki 43 SD 9 2 3 − 2 7
3 Ahmad Kusyairi Kemitraan Laki-Laki 41 SMK 14 3 − 9 8 20
4 Toli Kemitraan Laki-Laki 45 SMP 8 2 − − 1 3
5 Kasanun Kemitraan Laki-Laki 55 SD 9 2 − − 1 3
6 Halil Kemitraan Laki-Laki 54 - 13 1 − − 2 3
7 Junianto Kemitraan Laki-Laki 41 SMA 13 3 2 1 6 12
8 Yudi Kemitraan Laki-Laki 26 SMA 5 3 − − 1 4
9 Sugeng Kemitraan Laki-Laki 60 SD 5 2 − − 2 4
10 Samini Kemitraan Laki-Laki 72 SMP 11 4 − − 3 7
11 Samli Kemitraan Laki-Laki 50 SD 3 2 − − 2 4
12 Umar Kemitraan Laki-Laki 30 SMP 3 1 − − 2 3
13 Safi'i Kemitraan Laki-Laki 63 SD 8 1 − − 1 2
14 Saniman Kemitraan Laki-Laki 38 SD 8 − 1 − 1 2
15 Sanusi Kemitraan Laki-Laki 49 − 9 1 − − 1 2
16 Boby Kemitraan Laki-Laki 32 S1 Pertanian Unej 8 − − 3 17 20
17 Paidi Kemitraan Laki-Laki 53 SD 8 − 1 − 2 3
18 Masdar Kemitraan Laki-Laki 41 SMA 8 4 − 1 5 10
19 Edy Kemitraan Laki-Laki 41 SMA 5 2 − − 3 5
20 Solihin Kemitraan Laki-Laki 45 SMA 1 1 − − 3 4
21 Aris Kemitraan Laki-Laki 57 SMA 7 − − − 1 1
22 Elyasin Kemitraan Laki-Laki 55 SMA 5 − − − 2 2
Total 41 10 20 76 147
Sumber: Data primer di olah (2019)
108
Lampiran H1 Persentase Aplikasi GDFP Aspek Kesehatan Ternak Peternak Kemitraan di Kabupaten Jember
No Nama Kesehatan Ternak
Sapi Tahan terhadap Cuaca Panas Sapi Bebas Dari Penyakit Memeriksa Ternaknya Secara Teratur
1 Saiful √ √ √
2 Junaidi √ √ √
3 Ahmad Kusyairi √ √ √
4 Toli √ √ √
5 Kasanun √ √ √
6 Halil √ √ √
7 Junianto √ √ √
8 Yudi √ √ √
9 Sugeng √ √ √
10 Samini √ √ √
11 Samli √ √ √
12 Umar √ √ √
13 Safi'i √ √ √
14 Saniman √ √ √
15 Sanusi √ √ √
16 Boby √ √ √
17 Paidi √ √ √
18 Masdar √ √ √
19 Edy √ √ √
20 Solihin √ √ √
21 Aris √ √ √
22 Elyasin √ √ √
Total Menerapkan (%) 100,00% 100,00% 100,00%
Rata-Rata(%) 100,00%
Sumber: Data primer di olah (2019)
109
Lampiran H2 Persentase Aplikasi GDFP Aspek Manajemen Pemerahan Pada Peternak Kemitraan di Kabupaten Jember
No Nama
Manajemen Pemerahan
Pra Pemerahan Pemerahan Pasca
Pemerahan
Memberikan
Konsentrat
Membersih
kan Kandang
Memandikan
Sapi
Mengikat
Ekor Sapi
Mencuci
Ambing
Dengan Air
Hangat
Menggunakan
Tangan
Menggunakan
Mesin Perah
Putting Di
Rendam
Dengan
Larutan
Disinfektan
1 Saiful − √ √ √ − √ − √
2 Junaidi − √ √ √ − √ − −
3 Ahmad Kusyairi √ √ √ √ √ √ − √
4 Toli − √ √ − − √ − −
5 Kasanun − √ √ − − √ − −
6 Halil − √ √ √ − √ − −
7 Junianto − √ √ − − √ − √
8 Yudi − √ √ √ − √ − −
9 Sugeng − √ √ − − √ − −
10 Samini − √ √ √ − √ − −
11 Samli √ √ √ √ √ √ − √
12 Umar − √ √ − √ √ − √
13 Safi'i − √ √ − − √ − √
14 Saniman − √ √ √ − √ − √
15 Sanusi − √ √ − − √ − √
16 Boby √ √ √ − − √ − √
17 Paidi √ √ √ √ − √ − √
18 Masdar √ √ √ − − √ − √
19 Edy √ √ √ − − √ − −
20 Solihin − √ √ − − √ − −
21 Aris − √ √ √ − √ − −
22 Elyasin − √ √ √ − √ − −
110
Lanjutan Lampiran H2 Persentase Aplikasi GDFP Aspek Manajemen Pemerahan Pada Peternak Kemitraan di Kabupaten Jember
No Nama
Manajemen Pemerahan
Pra Pemerahan Pemerahan Pasca
Pemerahan
Memberikan
Konsentrat
Membersih
kan Kandang
Memandikan
Sapi
Mengikat
Ekor Sapi
Mencuci
Ambing
Dengan Air
Hangat
Menggunakan
Tangan
Menggunakan
Mesin Perah
Putting Di
Rendam
Dengan
Larutan
Disinfektan
Total Menerapkan (%) 27,27% 100,00% 100,00% 50,00% 13,64% 100,00% 0,00% 50,00%
Rata-Rata (%) 58,18% 50,00% 50,00%
Jadi 52,73%
Sumber: Data primer di olah (2019)
111
Lanjutan Lampiran H3 Persentase Aplikasi GDFP Aspek Nutrisi (Pakan dan Air) Pada Peternak Kemitraan di Kabupaten Jember
No Nama
Nutrisi (Pakan dan Air)
0-1 Minggu 1-4 Minggu 1-2 Bulan 2-3 Bulan 3-4 Bulan Sapi Setelah
Beranak
Memberikan
Kolustrum 3-4
Liter
Air Susu 6-8
Liter
Air Susu 3-4 Liter,
Pakan Pemula 0,5
kg, Hijauan 2-5 kg
Air Susu 4-5 liter,
Pakan Pemula 1 kg,
Hijauan 2-5 kg
Air Susu 2-4 lt, Pakan
Pemula 1 kg, Hijauan
2-5 kg
Telur 5 Butir,
Madu, Gula
Merah
1 Saiful √ √ − − − √
2 Junaidi √ √ − − − −
3 Ahmad Kusyairi √ √ − − − √
4 Toli √ √ − − − √
5 Kasanun √ √ − − − √
6 Halil √ √ − − − −
7 Junianto √ √ − − − √
8 Yudi √ √ − − − √
9 Sugeng √ √ − − − √
10 Samini √ √ − − − −
11 Samli √ √ − − − √
12 Umar √ √ − − − √
13 Safi'i √ √ − − − √
14 Saniman √ √ − − − √
15 Sanusi √ √ − − − √
16 Boby √ √ − − − √
17 Paidi √ √ − − − √
18 Masdar √ √ − − − √
19 Edy √ √ − − − −
20 Solihin √ √ − − − √
21 Aris √ √ − − − √
22 Elyasin √ √ − − − −
Total Menerapkan (%) 100,00% 100,00% 0,00% 0,00% 0,00% 77,27%
Rata-Rata(%) 46,21%
Sumber: Data primer di olah (2019)
112
Lampiran H4 Persentase Aplikasi GDFP Aspek Kesejahteraan Ternak Pada Peternak Kemitraan di Kabupaten Jember
No Nama
Kesejahteraan Ternak
Bebas Dari Rasa
Lapar dan Haus
Bebas Dari Rasa Tidak
Nyaman
Bebas Dari Rasa
Sakit,Luka dan Penyakit
Bebas Mengekspresikan
Tingkah Laku Alamiah
1 Saiful √ √ √ √
2 Junaidi √ √ √ √
3 Ahmad Kusyairi √ √ √ √
4 Toli √ √ √ √
5 Kasanun √ √ √ √
6 Halil √ √ √ √
7 Junianto √ √ √ √
8 Yudi √ √ √ √
9 Sugeng √ √ √ √
10 Samini √ √ √ √
11 Samli √ √ √ √
12 Umar √ √ √ √
13 Safi'i √ √ √ √
14 Saniman √ √ √ √
15 Sanusi √ √ √ √
16 Boby √ √ √ √
17 Paidi √ √ √ √
18 Masdar √ √ √ √
19 Edy √ √ √ √
20 Solihin √ √ √ √
21 Aris √ √ √ √
22 Elyasin √ √ √ √
Total Menerapkan (%) 100,00% 100,00% 100,00% 100,00%
Rata-Rata(%) 100,00%
Sumber: Data primer di olah (2019)
113
Lampiran H5 Persentase Aplikasi GDFP Aspek Lingkungan Pada Peternak Kemitraan di Kabupaten Jember
No Nama Lingkungan
Mendaur Ulang Kotoran Memiliki Tempat Pembuangan Kotoran
1 Saiful − −
2 Junaidi − −
3 Ahmad Kusyairi − −
4 Toli − √
5 Kasanun − √
6 Halil − −
7 Junianto √ √
8 Yudi − √
9 Sugeng − √
10 Samini − −
11 Samli − −
12 Umar − −
13 Safi'i − −
14 Saniman − −
15 Sanusi − −
16 Boby √ √
17 Paidi − −
18 Masdar − √
19 Edy − −
20 Solihin − −
21 Aris − −
22 Elyasin − −
Total Menerapkan (%) 9,09% 31,82%
Rata-Rata(%) 20,45%
Sumber: Data primer di olah (2019)
114
Lampiran H6 Persentase Aplikasi GDFP Aspek Manajemen Sosial Ekonomi Pada Peternak Kemitraan di Kabupaten Jember
No Nama
Manajemen Sosial Ekonomi
Implementasi Manajemen SDM yang
Efektif dan Bertanggung Jawab
Menjamin di dalam peternakan di
lakukan dengan aman Manajemen Keuangan
1 Saiful √ √ −
2 Junaidi − √ −
3 Ahmad Kusyairi √ √ −
4 Toli − √ √
5 Kasanun − √ √
6 Halil − √ √
7 Junianto − √ −
8 Yudi − √ √
9 Sugeng − √ √
10 Samini − √ −
11 Samli − √ √
12 Umar − √ √
13 Safi'i − √ √
14 Saniman − √ √
15 Sanusi − √ √
16 Boby √ √ √
17 Paidi − √ √
18 Masdar √ √ −
19 Edy − √ √
20 Solihin − √ −
21 Aris − √ −
22 Elyasin − √ −
Total Menerapkan (%) 18,18% 100,00% 59,09%
Rata-Rata(%) 59,09%
Sumber: Data primer di olah (2019)
115
Lampiran I1 Biaya Tetap Penyusutan Kandang Peternak Kemitraan di Kabupaten Jember
No Nama
a b
c d = (axb)/c
Harga Jumlah Umur Pemakaian
(Tahun)
Umur Ekonomis
(Tahun)
Biaya Penyusutan
(Tahun)
1 Saiful 30.000.000 1 3 10 3.000.000
2 Junaidi 10.000.000 1 9 10 1.000.000
3 Ahmad Kusyairi 25.000.000 1 4 10 2.500.000
4 Toli 2.500000 1 8 10 250.000
5 Kasanun 2.500.000 1 9 10 250.000
6 Halil 3.000.000 1 3 10 300.000
7 Junianto 25.000.000 1 3 10 2.500.000
8 Yudi 3.400.000 1 5 10 340.000
9 Sugeng 3.400.000 1 5 10 340.000
10 Samini 7.000.000 1 1 10 700.000
11 Samli 3.500.000 1 3 10 350.000
12 Umar 3.000.000 1 3 10 300.000
13 Safi'i 1.500.000 1 8 10 150.000
14 Saniman 2.500.000 1 8 10 250.000
15 Sanusi 2.000.000 1 9 10 200.000
16 Boby 25.000.000 1 8 10 2.500.000
17 Paidi 3.000.000 1 8 10 300.000
18 Masdar 20.000.000 1 8 10 2.000.000
19 Edy 3.500.000 1 5 10 350.000
20 Solihin 5.000.000 1 1 10 500.000
21 Aris 2.000.000 1 7 10 200.000
22 Elyasin 2.500.000 1 5 10 250.000
Total
18.530.000
Sumber: Data primer di olah (2019)
116
Lampiran I2 Biaya Tetap Penyusutan Milkcan Peternak Kemitraan di Kabupaten Jember
No Nama
a b
c d = (axb)/c
Harga Jumlah Umur Pemakaian
(Tahun)
Umur Ekonomis
(Tahun)
Biaya Penyusutan
Per Tahun
1 Saiful 500.000 7 3 5 700.000
2 Junaidi 150.000 2 4 5 60.000
3 Ahmad Kusyairi 500.000 4 4 5 400.000
4 Toli 400.000 1 3 5 80.000
5 Kasanun 500.000 1 4 5 100.000
6 Halil 500.000 1 3 5 100.000
7 Junianto 500.000 3 3 5 300.000
8 Yudi 400.000 1 1 5 80.000
9 Sugeng 400.000 1 1 5 80.000
10 Samini 500.000 2 1 5 200.000
11 Samli 500.000 1 3 5 100.000
12 Umar 400.000 1 3 5 80.000
13 Safi'i 450.000 1 3 5 90.000
14 Saniman 500.000 1 3 5 100.000
15 Sanusi 500.000 1 4 5 100.000
16 Boby 500.000 6 3 5 600.000
17 Paidi 500.000 1 3 5 100.000
18 Masdar 500.000 2 3 5 200.000
19 Edy 500.000 1 1 5 100.000
20 Solihin 690.000 1 1 5 138.000
21 Aris 500.000 1 2 5 100.000
22 Elyasin 450.000 1 1 5 90.000
Total
3.898.000
Sumber: Data primer di olah (2019)
117
Lampiran I3 Biaya Tetap Penyusutan Timba Peternak Kemitraan di Kabupaten Jember
No Nama
a b
c d = (axb)/c
Harga Jumlah Umur Pemakaian
(Tahun)
Umur Ekonomis
(Tahun)
Biaya Penyusutan
Per Tahun
1 Saiful 180.000 2 3 5 72.000
2 Junaidi 100.000 1 4 5 20.000
3 Ahmad Kusyairi 150.000 1 4 5 30.000
4 Toli − − − − −
5 Kasanun − − − − −
6 Halil − − − − −
7 Junianto 150.000 1 3 5 30.000
8 Yudi 100.000 1 1 5 20.000
9 Sugeng − −
− −
10 Samini 450.000 1 1 5 90.000
11 Samli 300.000 1 3 5 60.000
12 Umar 150.000 1 3 5 30.000
13 Safi'i − − − − −
14 Saniman − − − − −
15 Sanusi − − − − −
16 Boby 300.000 3 3 5 180.000
17 Paidi 300.000 1 3 5 60.000
18 Masdar 300.000 1 3 5 60.000
19 Edy 300.000 1 1 5 60.000
20 Solihin 250.000 1 1 5 50.000
21 Aris 100.000 1 2 5 20.000
22 Elyasin 100.000 1 1 5 20.000
Total
802.000
Sumber: Data primer di olah (2019)
118
Lampiran I4 Biaya Tetap Penyusutan Selang Air Peternak Kemitraan di Kabupaten Jember
No Nama
a b
c d = (axb)/c
Harga Jumlah
(Meter)
Umur Pemakaian
(Tahun)
Umur Ekonomis
(Tahun)
Biaya Penyusutan
Per Tahun
1 Saiful 3.000 27 3 5 16.200
2 Junaidi 5.000 15 4 5 15.000
3 Ahmad Kusyairi 3.000 23 4 5 13.800
4 Toli 3.500 6 3 5 4.200
5 Kasanun 3.000 6 4 5 3.600
6 Halil 3.500 6 3 5 4.200
7 Junianto 3.000 19 3 5 11.400
8 Yudi 3.000 6 1 5 3.600
9 Sugeng 3.000 6 1 5 3.600
10 Samini 5.000 10 1 5 10.000
11 Samli 3.000 6 3 5 3.600
12 Umar 3.500 6 3 5 4.200
13 Safi'i 2.500 6 3 5 3.000
14 Saniman 3.000 6 3 5 3.600
15 Sanusi 2.500 6 4 5 3.000
16 Boby 4.000 23 3 5 18.400
17 Paidi 4.000 15 3 5 12.000
18 Masdar 4.000 18 3 5 14.400
19 Edy 3.500 7 1 5 4.900
20 Solihin 3.000 13 1 5 7.800
21 Aris 2.500 5 2 5 2.500
22 Elyasin 2.500 5 1 5 2.500
Total
165.500
Sumber: Data primer di olah (2019)
119
Lampiran I5 Biaya Tetap Penyusutan Sekrop Peternak Kemitraan di Kabupaten Jember
No Nama
a b
c d = (axb)/c
Harga Jumlah Umur Pemakaian
(Tahun)
Umur Ekonomis
(Tahun)
Biaya Penyusutan
Per Tahun
1 Saiful 60.000 1 2 3 20.000
2 Junaidi 25.000 1 1 3 8.333
3 Ahmad Kusyairi − − − − −
4 Toli − − − − −
5 Kasanun − − − − −
6 Halil − − − − −
7 Junianto 60.000 1 1 3 20.000
8 Yudi − − − − −
9 Sugeng 45.000 1 2 3 15.000
10 Samini − − − − −
11 Samli − − − − −
12 Umar − − − − −
13 Safi'i − − − − −
14 Saniman − − − − −
15 Sanusi − − − − −
16 Boby 400.000 2 1 3 266.667
17 Paidi 400.000 1 1 3 133.333
18 Masdar 400.000 1 1 3 133.333
19 Edy − − − − −
20 Solihin − − − − −
21 Aris − − − − −
22 Elyasin − − − − −
Total
596.667
Sumber: Data primer di olah (2019)
120
Lampiran I6 Biaya Tetap Penyusutan Sikat Peternak Kemitraan di Kabupaten Jember
No Nama
a b
c d = (axb)/c
Harga Jumlah Umur Pemakaian
(Tahun)
Umur Ekonomis
(Tahun)
Biaya Penyusutan
Per Tahun
1 Saiful 21.000 1 2 3 7.000
2 Junaidi 20.000 1 1 3 6.667
3 Ahmad Kusyairi 5.000 4 2 3 6.667
4 Toli 10.000 1 2 3 3.333
5 Kasanun 6.000 1 1 3 2.000
6 Halil 7000 1 1 3 2.333
7 Junianto 10.000 2 2 3 6.667
8 Yudi 6.000 1 1 3 2.000
9 Sugeng 3.000 2 2 3 2.000
10 Samini 7.000 1 1 3 2.333
11 Samli 6.000 1 1 3 2.000
12 Umar 4.000 1 2 3 1.333
13 Safi'i 6.000 1 2 3 2.000
14 Saniman 10.000 1 2 3 3.333
15 Sanusi 9.000 1 1 3 3.000
16 Boby 25.000 3 1 3 25.000
17 Paidi 25.000 1 1 3 8.333
18 Masdar 25.000 2 1 3 16.667
19 Edy 6.000 1 2 3 2.000
20 Solihin 12.000 1 1 3 4.000
21 Aris 9.000 1 1 3 3.000
22 Elyasin 8.000 1 2 3 2.667
Total
114.333
Sumber: Data primer di olah (2019)
121
Lampiran I7 Biaya Tetap Penyusutan Kereta Dorong/Argo Peternak Kemitraan di Kabupaten Jember
No Nama
a b
c d = (axb)/c
Harga Jumlah Umur Pemakaian
(Tahun)
Umur Ekonomis
(Tahun)
Biaya Penyusutan
Per Tahun
1 Saiful 600.000 1 1 5 120.000
2 Junaidi − − − − −
3 Ahmad Kusyairi − − − − −
4 Toli − − − − −
5 Kasanun − − − − −
6 Halil − − − − −
7 Junianto 500.000 1 3 5 100.000
8 Yudi − − − − −
9 Sugeng 400.000 1 3 5 80.000
10 Samini − − − − −
11 Samli − − − − −
12 Umar − − − − −
13 Safi'i − − − − −
14 Saniman 500.000 1 3 5 100.000
15 Sanusi − − − − −
16 Boby 400.000 2 3 5 160.000
17 Paidi − − − − −
18 Masdar 400.000 1 3 5 80.000
19 Edy − − − − −
20 Solihin − − − − −
21 Aris − − − − −
22 Elyasin − − − − −
Total
640.000
Sumber: Data primer di olah (2019)
122
Lampiran I8 Biaya Tetap Penyusutan Arit/Sabit Peternak Kemitraan di Kabupaten Jember
No Nama
a b
c d = (axb)/c
Harga Jumlah Umur Pemakaian
(Tahun)
Umur Ekonomis
(Tahun)
Biaya Penyusutan
Per Tahun
1 Saiful 75.000 1 2 4 18.750
2 Junaidi 50.000 3 1 4 37.500
3 Ahmad Kusyairi 60.000 3 2 4 45.000
4 Toli 60.000 1 3 4 15.000
5 Kasanun 85.000 1 1 4 21.250
6 Halil 60.000 1 1 4 15.000
7 Junianto 65.000 1 1 4 16.250
8 Yudi 50.000 2 3 4 25.000
9 Sugeng 70.000 1 1 4 17.500
10 Samini 60.000 2 2 4 30.000
11 Samli 80.000 1 3 4 20.000
12 Umar 90.000 1 3 4 22.500
13 Safi'i 45.000 1 1 4 11.250
14 Saniman 60.000 1 1 4 15.000
15 Sanusi 60.000 1 2 4 15.000
16 Boby 150.000 3 1 4 112.500
17 Paidi 150.000 1 1 4 37.500
18 Masdar 100.000 1 1 4 25.000
19 Edy 100.000 1 2 4 25.000
20 Solihin 95.000 1 1 4 23.750
21 Aris 80.000 1 3 4 20.000
22 Elyasin 75.000 1 1 4 18.750
Total
587.500
Sumber: Data primer di olah (2019)
123
Lampiran I9 Biaya Tetap Penyusutan Tampar Peternak Kemitraan di Kabupaten Jember
No Nama
a b
c d = (axb)/c
Harga Jumlah
(Meter)
Umur Pemakaian
(Tahun)
Umur Ekonomis
(Tahun)
Biaya Penyusutan
Per Tahun
1 Saiful 1.700 57 6 10 9.690
2 Junaidi 1.500 21 9 10 3.150
3 Ahmad Kusyairi 2.000 51 4 10 10.200
4 Toli 4.000 3 8 10 1.200
5 Kasanun 5.000 3 9 10 1.500
6 Halil 3.000 6 3 10 1.800
7 Junianto 2.500 27 3 10 6.750
8 Yudi 3.000 3 5 10 900
9 Sugeng 2.500 6 5 10 1.500
10 Samini 3.000 9 1 10 2.700
11 Samli 3.000 6 3 10 1.800
12 Umar 3.500 6 3 10 2.100
13 Safi'i 2.500 3 8 10 750
14 Saniman 2.000 6 8 10 1.200
15 Sanusi 4.000 3 9 10 1.200
16 Boby 4.000 60 8 10 24.000
17 Paidi 4.000 9 8 10 3.600
18 Masdar 3.500 24 8 10 8.400
19 Edy 3.000 9 5 10 2.700
20 Solihin 2.500 9 1 10 2.250
21 Aris 2.500 3 7 10 750
22 Elyasin 3.000 6 5 10 1.800
Total
89.940
Sumber: Data primer di olah (2019)
124
Lampiran I10 Biaya Tetap Penyusutan Sapi Perah Kemitraan di Kabupaten Jember
No Nama
a b
c d = (axb)/c
Harga Jumlah Umur Pemakaian
(Tahun)
Umur Ekonomis
(Tahun)
Biaya Penyusutan
(Tahun)
1 Saiful 12.000.000 4 3 10 4.800.000
2 Junaidi 9.000.000 3 9 10 2.700.000
3 Ahmad Kusyairi 14.000.000 4 4 10 5.600.000
4 Toli 10.000.000 1 8 10 1.000.000
5 Kasanun 13.000.000 1 9 10 1.300.000
6 Halil 12.000.000 1 3 10 1.200.000
7 Junianto 14.000.000 1 3 10 1.400.000
8 Yudi 13.000.000 1 5 10 1.300.000
9 Sugeng 10.000.000 2 5 10 2.000.000
10 Samini 10.000.000 2 1 10 2.000.000
11 Samli 12.000.000 2 3 10 2.400.000
12 Umar 13.000.000 2 3 10 2.600.000
13 Safi'i 12.500.000 1 8 10 1.250.000
14 Saniman 12.000.000 1 8 10 1.200.000
15 Sanusi 12.000.000 1 9 10 1.200.000
16 Boby 10.000.000 8 8 10 8.000.000
17 Paidi 12.500.000 2 8 10 2.500.000
18 Masdar 12.000.000 3 8 10 3.600.000
19 Edy 12.000.000 2 5 10 2.400.000
20 Solihin 12.500.000 3 1 10 3.750.000
21 Aris 13.000.000 1 7 10 1.300.000
22 Elyasin 11.000.000 2 5 10 2.200.000
Total
55.700.000
Sumber: Data primer di olah (2019)
125
Lampiran I11 Biaya Tetap Pajak Kemitraan di Kabupaten Jember
No Nama Harga/Bulan Harga/Tahun
1 Saiful 30.000 360.000
2 Junaidi 10.000 120.000
3 Ahmad Kusyairi 20.000 240.000
4 Toli 5.000 60.000
5 Kasanun 5.000 60.000
6 Halil 5.000 60.000
7 Junianto 15.000 180.000
8 Yudi 5.000 60.000
9 Sugeng 5.000 60.000
10 Samini 5.000 60.000
11 Samli 5.000 60.000
12 Umar 5.000 60.000
13 Safi'i 5.000 60.000
14 Saniman 5.000 60.000
15 Sanusi 5.000 60.000
16 Boby 25.000 300.000
17 Paidi 5.000 60.000
18 Masdar 15.000 180.000
19 Edy 5.000 60.000
20 Solihin 5.000 60.000
21 Aris 5.000 60.000
22 Elyasin 5.000 60.000
Total
2.340.000
Sumber: Data primer di olah (2019)
126
Lampiran I12 Total Biaya Tetap Kemitraan di Kabupaten Jember
No Nama TFC
1 Saiful 9.123.640
2 Junaidi 3.970.650
3 Ahmad Kusyairi 8.845.667
4 Toli 1.413.733
5 Kasanun 1.738.350
6 Halil 1.683.333
7 Junianto 4.571.067
8 Yudi 1.831.500
9 Sugeng 2.599.600
10 Samini 3.095.033
11 Samli 2.997.400
12 Umar 3.100.133
13 Safi'i 1.567.000
14 Saniman 1.733.133
15 Sanusi 1.582.200
16 Boby 12.186.567
17 Paidi 3.214.767
18 Masdar 6.317.800
19 Edy 3.004.600
20 Solihin 4.535.800
21 Aris 1.706.250
22 Elyasin 2.645.717
Sumber: Data primer di olah (2019)
127
Lampiran J1 Biaya Variabel Pakan Hijauan Sapi Perah Peternak Kemitraan di Kabupaten Jember
No Nama Jumlah (Kg) Harga (Rp) Total
1 Saiful 109.440 250 27.360.000
2 Junaidi 27.000 650 17.550.000
3 Ahmad Kusyairi 67.320 250 16.830.000
4 Toli 4.320 600 2.592.000
5 Kasanun 6.120 550 3.366.000
6 Halil 10.800 650 7.020.000
7 Junianto 64.800 250 16.200.000
8 Yudi 6.480 600 3.888.000
9 Sugeng 10.800 650 7.020.000
10 Samini 17.280 650 11.232.000
11 Samli 10.800 650 7.020.000
12 Umar 6.480 550 3.564.000
13 Safi'i 7.200 650 4.680.000
14 Saniman 10.800 650 7.020.000
15 Sanusi 5.400 650 3.510.000
16 Boby 216.000 250 54.000.000
17 Paidi 32.400 600 19.440.000
18 Masdar 86.400 250 21.600.000
19 Edy 43.200 550 23.760.000
20 Solihin 32.400 500 16.200.000
21 Aris 10.800 600 6.480.000
22 Elyasin 28.800 500 14.400.000
Jumlah 815.040
294.732.000
Sumber: Data primer di olah (2019)
128
Lampiran J2 Biaya Variabel Pakan Ampas Tahu Sapi Perah Peternak Kemitraan di Kabupaten Jember
No Nama Jumlah (Kg) Harga (Rp) Total
1 Saiful 102.600 600 61.560.000
2 Junaidi 27.000 300 8.100.000
3 Ahmad Kusyairi 73.440 600 44.064.000
4 Toli 5.400 300 1.620.000
5 Kasanun 4.320 300 1.296.000
6 Halil 7.200 500 3.600.000
7 Junianto 36.000 300 10.800.000
8 Yudi 2.400 500 1.200.000
9 Sugeng 18.000 300 5.400.000
10 Samini 23.400 300 7.020.000
11 Samli 18.000 300 5.400.000
12 Umar 2.400 500 1.200.000
13 Safi'i 7.200 300 2.160.000
14 Saniman 5.400 300 1.620.000
15 Sanusi 5.400 300 1.620.000
16 Boby − − −
17 Paidi − − −
18 Masdar − − −
19 Edy − − −
20 Solihin 5.400 600 3.240.000
21 Aris 2.520 300 756.000
22 Elyasin 14.400 300 4.320.000
Jumlah 360.480
164.976.000
Sumber: Data primer di olah (2019)
129
Lampiran J3 Biaya Variabel Pakan Konsentrat Sapi Perah Peternak Kemitraan di Kabupaten Jember
No Nama Jumlah (Kg) Harga (Rp) Total
1 Saiful − − −
2 Junaidi − − −
3 Ahmad Kusyairi 14.400 3.800 54.720.000
4 Toli − − −
5 Kasanun − − −
6 Halil − − −
7 Junianto − − −
8 Yudi − − −
9 Sugeng − − −
10 Samini − − −
11 Samli 4.320 3.500 15.120.000
12 Umar − − −
13 Safi'i − − −
14 Saniman − − −
15 Sanusi − − −
16 Boby 25.200 3.200 80.640.000
17 Paidi 3.600 3.200 11.520.000
18 Masdar 7.200 3.200 23.040.000
19 Edy 6.480 3.200 20.736.000
20 Solihin − − −
21 Aris − − −
22 Elyasin − − −
Jumlah 61.200
205.776.000
Sumber: Data primer di olah (2019)
130
Lampiran J4 Biaya Variabel Kesehatan Sapi Perah Peternak Kemitraan di Kabupaten Jember
No Nama Jumlah (Tahun) Harga (Rp) Total
1 Saiful 4 20.000 80.000
2 Junaidi 1 15.000 15.000
3 Ahmad Kusyairi 2 30.000 60.000
4 Toli 1 35.000 35.000
5 Kasanun 1 25.000 25.000
6 Halil 2 25.000 50.000
7 Junianto 3 30.000 90.000
8 Yudi 2 35.000 70.000
9 Sugeng 1 30.000 30.000
10 Samini 3 35.000 105.000
11 Samli 2 50.000 100.000
12 Umar 2 50.000 100.000
13 Safi'i 1 50.000 50.000
14 Saniman 1 50.000 50.000
15 Sanusi 1 50.000 50.000
16 Boby 5 35.000 175.000
17 Paidi 2 35.000 70.000
18 Masdar 4 30.000 120.000
19 Edy 2 35.000 70.000
20 Solihin 1 30.000 30.000
21 Aris 1 30.000 30.000
22 Elyasin 1 35.000 35.000
Jumlah
1.440.000
Sumber: Data primer di olah (2019)
131
Lampiran J5 Biaya Variabel IB Sapi Perah Peternak Kemitraan di Kabupaten Jember
No Nama Jumlah(Tahun) Harga (Rp) Total
1 Saiful 4 30.000 120.000
2 Junaidi 2 30.000 60.000
3 Ahmad Kusyairi 4 25.000 100.000
4 Toli 1 30.000 30.000
5 Kasanun 1 30.000 30.000
6 Halil 2 35.000 70.000
7 Junianto 3 30.000 90.000
8 Yudi 1 30.000 30.000
9 Sugeng 2 35.000 70.000
10 Samini 3 35.000 105.000
11 Samli 1 40.000 40.000
12 Umar 1 35.000 35.000
13 Safi'i 1 35.000 35.000
14 Saniman 1 30.000 30.000
15 Sanusi 1 35.000 35.000
16 Boby 7 35.000 245.000
17 Paidi 2 40.000 80.000
18 Masdar 4 35.000 140.000
19 Edy 2 50.000 100.000
20 Solihin 3 35.000 105.000
21 Aris 1 40.000 40.000
22 Elyasin 2 40.000 80.000
Jumlah
1.670.000
Sumber: Data primer di olah (2019)
132
Lampiran J6 Biaya Variabel Tenaga Kerja Sapi Perah Peternak Kemitraan di Kabupaten Jember
No Nama Jumlah TK Gaji(Rp/Hari) Gaji (Rp/Tahun)
1 Saiful 1 50.000 18.000.000
2 Junaidi − − −
3 Ahmad Kusyairi 1 30.000 10.800.000
4 Toli − − −
5 Kasanun − − −
6 Halil − − −
7 Junianto − − −
8 Yudi − − −
9 Sugeng − − −
10 Samini − − −
11 Samli − − −
12 Umar − − −
13 Safi'i − − −
14 Saniman − − −
15 Sanusi − − −
16 Boby 2 50.000 36.000.000
17 Paidi − − −
18 Masdar 1 50.000 18.000.000
19 Edy − − −
20 Solihin − − −
21 Aris − − −
22 Elyasin − − −
Jumlah
82.800.000
Sumber: Data primer di olah (2019)
133
Lampiran J7 Biaya Variabel Transportasi Sapi Perah Peternak Kemitraan di Kabupaten Jember
No Nama Jumlah Liter/Bulan Jumlah Liter/Tahun Harga (Rp) Total
1 Saiful 12 144 6.500 936.000
2 Junaidi 8 96 6.500 624.000
3 Ahmad Kusyairi 60 720 6.500 4.680.000
4 Toli 30 360 6.500 2.340.000
5 Kasanun 30 360 6.500 2.340.000
6 Halil 30 360 6.500 2.340.000
7 Junianto 60 720 6.500 4.680.000
8 Yudi 30 360 6.500 2.340.000
9 Sugeng 60 720 6.500 4.680.000
10 Samini 60 720 6.500 4.680.000
11 Samli 60 720 6.500 4.680.000
12 Umar 30 360 6.500 2.340.000
13 Safi'i 4 48 6.500 312.000
14 Saniman 4 48 6.500 312.000
15 Sanusi 4 48 6.500 312.000
16 Boby 90 1,080 6.500 7.020.000
17 Paidi 60 720 6.500 4.680.000
18 Masdar 90 1,080 6.500 7.020.000
19 Edy 30 360 6.500 2.340.000
20 Solihin 60 720 6.500 4.680.000
21 Aris 60 720 6.500 4.680.000
22 Elyasin 60 720 6.500 4.680.000
Jumlah
72.696.000
Sumber: Data primer di olah (2019)
134
Lampiran J8 Biaya Variabel Listrik Sapi Perah Peternak Kemitraan di Kabupaten Jember
No Nama Harga/Bulan Harga/Tahun
1 Saiful 125.000 1.500.000
2 Junaidi 15.000 180.000
3 Ahmad Kusyairi 100.000 1.200.000
4 Toli 10.000 120.000
5 Kasanun 10.000 120.000
6 Halil 10.000 120.000
7 Junianto 50.000 600.000
8 Yudi 10.000 120.000
9 Sugeng 10.000 120.000
10 Samini 35.000 420.000
11 Samli 10.000 120.000
12 Umar 10.000 120.000
13 Safi'i 5.000 60.000
14 Saniman 10.000 120.000
15 Sanusi 10.000 120.000
16 Boby 100.000 1.200.000
17 Paidi 20.000 240.000
18 Masdar 25.000 300.000
19 Edy 15.000 180.000
20 Solihin 10.000 120.000
21 Aris 5.000 60.000
22 Elyasin 5.000 60.000
Jumlah
7.200.000
Sumber: Data primer di olah (2019)
135
Lampiran J9 Total Biaya Variabel Sapi Perah Peternak Kemitraan di Kabupaten Jember
No Nama TVC
1 Saiful 109.556.000
2 Junaidi 26.529.000
3 Ahmad Kusyairi 132.454.000
4 Toli 6.737.000
5 Kasanun 7.177.000
6 Halil 13.200.000
7 Junianto 32.460.000
8 Yudi 7.648.000
9 Sugeng 17.320.000
10 Samini 23.562.000
11 Samli 32.480.000
12 Umar 7.359.000
13 Safi'i 7.297.000
14 Saniman 9.152.000
15 Sanusi 5.647.000
16 Boby 179.280.000
17 Paidi 36.030.000
18 Masdar 70.220.000
19 Edy 47.186.000
20 Solihin 24.375.000
21 Aris 12.046.000
22 Elyasin 23.575.000
Sumber: Data primer di olah (2019)
136
Lampiran K Total Biaya Sapi Perah Peternak Kemitraan di Kabupaten Jember
No Nama TFC(1) TVC(2) TC
1 Saiful 9.123.640 109.556.000 118.679.640
2 Junaidi 3.970.650 26.529.000 30.499.650
3 Ahmad Kusyairi 8.845.667 132.454.000 141.299.667
4 Toli 1.413.733 6.737.000 8.150.733
5 Kasanun 1.738.350 7.177.000 8.915.350
6 Halil 1.683.333 13.200.000 14.883.333
7 Junianto 4.571.067 32.460.000 37.031.067
8 Yudi 1.831.500 7.648.000 9.479.500
9 Sugeng 2.599.600 17.320.000 19.919.600
10 Samini 3.095.033 23.562.000 26.657.033
11 Samli 2.997.400 32.480.000 35.477.400
12 Umar 3.100.133 7.359.000 10.459.133
13 Safi'i 1.567.000 7.297.000 8.864.000
14 Saniman 1.733.133 9.152.000 10.885.133
15 Sanusi 1.582.200 5.647.000 7.229.200
16 Boby 12.186.567 179.280.000 191.466.567
17 Paidi 3.214.767 36.030.000 39.244.767
18 Masdar 6.317.800 70.220.000 76.537.800
19 Edy 3.004.600 47.186.000 50.190.600
20 Solihin 4.535.800 24.375.000 28.910.800
21 Aris 1.706.250 12.046.000 13.752.250
22 Elyasin 2.645.717 23.575.000 26.220.717
Sumber: Data primer di olah (2019)
Keterangan: (1) Dari lampiran I12, (2) Dari Lampiran J9
137
Lampiran L Penerimaan Penjualan Susu Sapi Perah Peternak Kemitraan di Kabupaten Jember
No Nama Liter/Tahun Harga/Liter Total
1 Saiful 30.600 5.000 153.000.000
2 Junaidi 6.120 5.000 30.600.000
3 Ahmad Kusyairi 28.800 5.000 144.000.000
4 Toli 2.880 4.800 13.824.000
5 Kasanun 2.880 4.800 13.824.000
6 Halil 4.680 5.000 23.400.000
7 Junianto 10.800 5.000 54.000.000
8 Yudi 1.980 5.000 9.900.000
9 Sugeng 5.040 5.000 25.200.000
10 Samini 8.640 5.000 43.200.000
11 Samli 8.640 5.000 43.200.000
12 Umar 2.160 5.000 10.800.000
13 Safi'i 2.520 5.000 12.600.000
14 Saniman 2.880 4.800 13.824.000
15 Sanusi 1.800 4.800 8.640.000
16 Boby 48.960 5.000 244.800.000
17 Paidi 8.640 5.000 43.200.000
18 Masdar 21.600 5.000 108.000.000
19 Edy 12.960 5.000 64.800.000
20 Solihin 8.640 5.000 43.200.000
21 Aris 2.880 5.000 14.400.000
22 Elyasin 6.120 5.000 30600.000
Jumlah 230.220
1.149.012.000
Sumber: Data primer di olah (2019)
138
Lampiran M Total Biaya, Total Penerimaan, Keuntungan dan Efisiensi Penggunaan Biaya Sapi Perah Peternak Kemitraan di Kabupaten Jember
No Nama a b c = a-b
Efisiensi R/C TR(1) TC(2) Keuntungan
1 Saiful 153.000.000 118.679.640 34.320.360 1,29
2 Junaidi 30.600.000 30.499.650 100.350 1,00
3 Ahmad Kusyairi 144.000.000 141.299.667 2.700.333 1,02
4 Toli 13.824.000 8.150.733 5.673.267 1,70
5 Kasanun 13.824.000 8.915.350 4.908.650 1,55
6 Halil 23.400.000 14.883.333 8.516.667 1,57
7 Junianto 54.000.000 37.031.067 16.968.933 1,46
8 Yudi 9.900.000 9.479.500 420.500 1,04
9 Sugeng 25.200.000 19.919.600 5.280.400 1,27
10 Samini 43.200.000 26.657.033 16.542.967 1,62
11 Samli 43.200.000 35.477.400 7.722.600 1,22
12 Umar 10.800.000 10.459.133 340.867 1,03
13 Safi'i 12.600.000 8.864.000 3.736.000 1,42
14 Saniman 13.824.000 10.885.133 2.938.867 1,27
15 Sanusi 8.640.000 7.229.200 1.410.800 1,20
16 Boby 244.800.000 191.466.567 53.333.433 1,28
17 Paidi 43.200.000 39.244.767 3.955.233 1,10
18 Masdar 108.000.000 76.537.800 31.462.200 1,41
19 Edy 64.800.000 50.190.600 14.609.400 1,29
20 Solihin 43.200.000 28.910.800 14.289.200 1,49
21 Aris 14.400.000 13.752.250 647.750 1,05
22 Elyasin 30.600.000 26.220.717 4.379.283 1,17
Rata-Rata 52.227.818 41.579.725 10.648.094 1,29
Sumber: Data primer di olah (2019)
Keterangan: (1) Dari lampiran L
(2) Dari Lampiran K
139
Lampiran N Identitas Peternak Sapi Perah Mandiri di Desa Kemuning Lor Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember
No Nama
Usaha
yang di
Jalankan
Jenis
Kelamin
Usia
(Tahun) Pendidikan Terakhir
Lama Usaha
(Tahun)
Jumlah Ternak (Ekor)
Total Sapi
Pedet
Sapi
Dara
Sapi
Jantan
Sapi
Laktasi
1 Nita Mandiri Perempuan 32 D3 Manajemen Informatika 4 5 2 − 6 13
2 Andri Mandiri Laki-Laki 47 SMU 14 5 − − 6 11
3 Sukadi Mandiri Laki-Laki 58 SD 38 5 − 2 7 14
4 B. Sami Mandiri Perempuan 64 − 25 1 − − 1 2
5 B. Hos Mandiri Perempuan 54 SMP 7 1 − − 3 4
6 Abdul Wasit Mandiri Laki-Laki 62 − 19 5 3 − 4 12
Total 22 5 2 27 56
Sumber: Data primer di olah (2019)
140
Lampiran O1 Persentase Aplikasi GDFP Aspek Kesehatan Ternak Peternak Mandiri di Kabupaten Jember
No Nama
Kesehatan Ternak
Sapi Tahan Terhadap
Cuaca Panas
Sapi Bebas
Dari Penyakit
Memeriksa Ternaknya
Secara Teratur
1 Nita √ √ √
2 Andri √ √ √
3 Sukadi √ √ √
4 B. Sami √ √ √
5 B. Hos √ √ √
6 Abdul Wasit √ √ √
Total Menerapkan (%) 100,00% 100,00% 100,00%
Rata-rata (%) 100,00%
Sumber: Data primer di olah (2019)
141
Lampiran O2 Persentase Aplikasi GDFP Aspek Manajemen Pemerahan Peternak Mandiri di Kabupaten Jember
No Nama
Manajemen Pemerahan
Pra Pemerahan Pemerahan
Pasca
Pemerahan
Memberikan
Konsentrat
Membersihkan
Kandang
Memandi
kan Sapi
Mengikat
Ekor Sapi
Mencuci Ambing
Dengan Air
Hangat
Menggunakan
Tangan
Mengguna
kan Mesin
Perah
Putting
Direndam
Dengan
Larutan
Disinfektan
1 Nita − √ √ − − √ − −
2 Andri − √ √ √ − √ − −
3 Sukadi − √ √ − − √ − −
4 B. Sami − √ √ √ − √ − −
5 B. Hos − √ √ − − √ − −
6 Abdul Wasit − √ √ − − √ − −
Total Menerapkan (%) 0,00% 100,00% 100,00% 33,33% 0,00% 100,00% 0,00% 0,00%
Rata-Rata 47,00% 100,00% 0,00% 0,00%
Jadi 36,67%
Sumber: Data primer di olah (2019)
142
Lampiran O3 Persentase Aplikasi GDFP Aspek Nutrisi (Pakan dan Air) Peternak Mandiri di Kabupaten Jember
No Nama
Nutrisi (Pakan dan Air)
0-1 Minggu 1-4 Minggu 1-2 Bulan 2-3 Bulan 3-4 Bulan Sapi Setelah
Beranak
Memberikan
Kolostrum 3-4
Liter
Air Susu 6-8
Liter
Air Susu 3-4 Liter,
Pakan Pemula 0,5
Kg, Hijauan 2-5 Kg
Air Susu 4-5 Liter,
Pakan Pemula 1 Kg,
Hijauan 2-5 Kg
Air Susu 2-4 lt,
Pakan Pemula 1
Kg, Hijauan 2-5
Kg
Telur, Madu,
Gula merah
1 Nita √ √ − − − −
2 Andri √ √ − − − −
3 Sukadi √ √ √ √ √ √
4 B. Sami √ √ − − − −
5 B. Hos √ √ − − − −
6 Abdul Wasit √ √ √ √ √ √
Total Menerapkan(%) 100,00% 100,00% 0,00% 0,00% 0,00% 33,33%
Rata-Rata 38,89%
Sumber: Data primer di olah (2019)
143
Lampiran O4 Persentase Aplikasi GDFP Aspek Kesejahteraan Ternak Peternak Mandiri di Kabupaten Jember
No Nama
Kesejahteraan Ternak
Bebas dari rasa lapar
dan haus
Bebas dari rasa tidak
nyaman
Bebas dari rasa sakit,luka dan
penyakit
Bebas mengekspresikan
tingkah laku alamiah
1 Nita √ √ √ √
2 Andri √ √ √ √
3 Sukadi √ √ √ √
4 B. Sami √ − √ −
5 B. Hos √ − √ −
6 Abdul Wasit √ √ √ √
Total Menerapkan 100,00% 67,00% 100,00% 66,67%
Rata-Rata 83,33%
Sumber: Data primer di olah (2019)
144
Lampiran O5 Persentase Aplikasi GDFP Aspek Lingkungan Peternak Mandiri di Kabupaten Jember
No Nama Lingkungan
Mendaur Ulang Kotoran Memiliki Tempat Pembuangan Kotoran
1 Nita − −
2 Andri − −
3 Sukadi − −
4 B. Sami − −
5 B. Hos − −
6 Abdul Wasit − −
Total Menerapkan(%) 0,00% 0,00%
Rata-Rata 0,00%
Sumber: Data primer di olah (2019)
145
Lampiran O6 Persentase Aplikasi GDFP Aspek Manajemen Sosial Ekonomi Peternak Mandiri di Kabupaten Jember
No Nama
Manajemen Sosial Ekonomi
Implementasi Manajemen SDM yang Efektif
dan Bertanggung Jawab
Kegiatan di Dalam Peternakan
di Lakukan Dengan Aman
Manajemen
Keuangan
1 Nita − √ √
2 Andri √ √ −
3 Sukadi √ √ −
4 B. Sami − √ √
5 B. Hos − √ √
6 Abdul Wasit − √ −
Total Menerapkan (%) 33,33% 100,00% 50,00%
Rata-Rata 61,11%
Sumber: Data primer di olah (2019)
146
Lampiran P1 Biaya Tetap Penyusutan Kandang Sapi Perah Peternak Mandiri di Kabupaten Jember
No Nama
a b
c d = (axb)/c
Harga Jumlah Umur Pemakaian
(Tahun)
Umur Ekonomis
(Tahun)
Biaya Penyusutan
(Tahun)
1 Nita 10.000.000 1 4 10 1.000.000
2 Andri 8.000.000 1 4 10 800.000
3 Sukadi 15.000.000 1 8 10 1.500.000
4 B. Sami 2.500.000 1 5 10 250.000
5 B. Hos 3.000.000 1 7 10 300.000
6 Abdul Wasit 8.000.000 1 9 10 800.000
Total
4.650.000
Sumber: Data primer di olah (2019)
Lampiran P2 Biaya Tetap Penyusutan Milkcan Sapi Perah Peternak Mandiri di Kabupaten Jember
No Nama
a b
c d = (axb)/c
Harga Jumlah Umur Pemakaian
(Tahun)
Umur Ekonomis
(Tahun)
Biaya Penyusutan
(Tahun)
1 Nita 200.000 4 4 5 160.000
2 Andri − − − − −
3 Sukadi 150.000 2 3 5 60.000
4 B. Sami − − − − −
5 B. Hos − − − − −
6 Abdul Wasit 250.000 1 4 5 50.000
Total
270.000
Sumber: Data primer di olah (2019)
147
Lampiran P3 Biaya Tetap Penyusutan Timba Sapi Perah Peternak Mandiri di Kabupaten Jember
No Nama
a b
c d = (axb)/c
Harga Jumlah Umur Pemakaian
(Tahun)
Umur Ekonomis
(Tahun)
Biaya Penyusutan
(Tahun)
1 Nita 100.000 1 4 5 20.000
2 Andri 100.000 3 4 5 60.000
3 Sukadi 120.000 1 3 5 24.000
4 B. Sami 100.000 1 1 5 20.000
5 B. Hos 100.000 1 2 5 20.000
6 Abdul Wasit 90.000 1 4 5 18.000
Total
162.000
Sumber: Data primer di olah (2019)
Lampiran P4 Biaya Tetap Penyusutan Selang Air Sapi Perah Peternak Mandiri di Kabupaten Jember
No Nama
a b
c d = (axb)/c
Harga Jumlah
(Meter)
Umur Pemakaian
(Tahun)
Umur Ekonomis
(Tahun)
Biaya Penyusutan
Per Tahun
1 Nita 6.000 14 4 5 16.800
2 Andri 5.000 9 4 5 9.000
3 Sukadi 6.000 15 3 5 18.000
4 B. Sami 6.000 5 1 5 6.000
5 B. Hos 5.000 5 2 5 5.000
6 Abdul Wasit 4.000 13 4 5 10.400
Total
65.200
Sumber: Data primer di olah (2019)
148
Lampiran P5 Biaya Tetap Penyusutan Sekrop Sapi Perah Peternak Mandiri di Kabupaten Jember
No Nama
a b
c d = (axb)/c
Harga Jumlah Umur Pemakaian
(Tahun)
Umur Ekonomis
(Tahun)
Biaya Penyusutan
Per Tahun
1 Nita − − − − −
2 Andri − − − − −
3 Sukadi − − − − −
4 B. Sami − − − − −
5 B. Hos 20.000 1 1 3 6.667
6 Abdul Wasit − − − − −
Total
6.667
Sumber: Data primer di olah (2019)
Lampiran P6 Biaya Tetap Penyusutan Sikat Sapi Perah Peternak Mandiri di Kabupaten Jember
No Nama
a b
c d = (axb)/c
Harga Jumlah Umur Pemakaian
(Tahun)
Umur Ekonomis
(Tahun)
Biaya Penyusutan
Per Tahun
1 Nita 3.000 2 1 3 2.000
2 Andri 3.000 2 2 3 2.000
3 Sukadi 5.000 3 2 3 5.000
4 B. Sami 2.500 1 1 3 833
5 B. Hos 3.000 1 1 3 1.000
6 Abdul Wasit 3.000 2 1 3 2.000
Total
12.833
Sumber: Data primer di olah (2019)
149
Lampiran P7 Biaya Tetap Penyusutan Kereta Dorong/Argo Sapi Perah Peternak Mandiri di Kabupaten Jember
No Nama
a b
c d = (axb)/c
Harga Jumlah Umur Pemakaian
(Tahun)
Umur Ekonomis
(Tahun)
Biaya Penyusutan
Per Tahun
1 Nita − − − − −
2 Andri 400.000 1 4 5 80.000
3 Sukadi − − − − −
4 B. Sami − − − − −
5 B. Hos 400.000 1 2 5 80.000
6 Abdul Wasit − − − − −
Total
160.000
Sumber: Data primer di olah (2019)
Lampiran P8 Biaya Tetap Penyusutan Arit/Sabit Sapi Perah Peternak Mandiri di Kabupaten Jember
No Nama
a b
c d = (axb)/c
Harga Jumlah Umur Pemakaian
(Tahun)
Umur Ekonomis
(Tahun)
Biaya Penyusutan
(Tahun)
1 Nita 70.000 2 1 4 35.000
2 Andri 65.000 3 2 4 48.750
3 Sukadi 80.000 2 2 4 40.000
4 B. Sami 70.000 1 1 4 17.500
5 B. Hos 70.000 1 3 4 17.500
6 Abdul Wasit − − − − −
Total
158.750
Sumber: Data primer di olah (2019)
150
Lampiran P9 Biaya Tetap Penyusutan Tampar Sapi Perah Peternak Mandiri di Kabupaten Jember
No Nama
a b
c d = (axb)/c
Harga Jumlah
(Meter)
Umur Pemakaian
(Tahun)
Umur Ekonomis
(Tahun)
Biaya Penyusutan
Per Tahun
1 Nita 3.000 24 4 10 7.200
2 Andri 2.500 18 4 10 4.500
3 Sukadi 3.000 27 8 10 8.100
4 B. Sami 2.500 3 5 10 750
5 B. Hos 2.500 9 7 10 2.250
6 Abdul Wasit 3.000 21 9 10 6.300
Total
6.300
Sumber: Data primer di olah (2019)
Lampiran P10 Biaya Tetap Penyusutan Sapi Perah Peternak Mandiri di Kabupaten Jember
No Nama
a b
c d = (axb)/c
Harga Jumlah Umur Pemakaian
(Tahun)
Umur Ekonomis
(Tahun)
Biaya Penyusutan
(Tahun)
1 Nita 11.000.000 6 4 10 6.600.000
2 Andri 13.000.000 3 4 10 3.900.000
3 Sukadi 12.500.000 4 8 10 5.000.000
4 B. Sami 13.000.000 1 5 10 1.300.000
5 B. Hos 13.000.000 3 7 10 3.900.000
6 Abdul Wasit 8.000.000 3 9 10 2.400.000
Total
23.100.000
Sumber: Data primer di olah (2019)
151
Lampiran P11 Biaya Tetap Pajak Bangungan Kandang Peternak Mandiri di Kabupaten Jember
No Nama Total/Bulan Total/Tahun
1 Nita 15.000 180.000
2 Andri 15.000 180.000
3 Sukadi 15.000 180.000
4 B. Sami 5.000 60.000
5 B. Hos 5.000 60.000
6 Abdul Wasit 15.000 180.000
Total 70.000 840.000
Sumber: Data primer di olah (2019)
Lampiran P12 Total Biaya Tetap Sapi Perah Peternak Mandiri di Kabupaten Jember
No Nama TFC
1 Nita 8.021.000
2 Andri 5.084.250
3 Sukadi 6.835.100
4 B. Sami 1.655.083
5 B. Hos 4.392.417
6 Abdul Wasit 3.466.700
Sumber: Data primer di olah (2019)
152
Lampiran Q1 Biaya Variabel Pakan Hijauan Sapi Perah Peternak Mandiri di Kabupaten Jember
No Nama Jumlah(Kg) Harga Total
1 Nita 46.080 650 29.952.000
2 Andri 43.200 650 28.080.000
3 Sukadi 48.600 650 31.590.000
4 B. Sami 6.480 550 3.564.000
5 B. Hos 21.600 600 12.960.000
6 Abdul Wasit 37.800 550 20.790.000
Jumlah 203.760
126.936.000
Sumber: Data primer di olah (2019)
Lampiran Q2 Biaya Variabel Pakan Ampas Tahu Sapi Perah Peternak Mandiri di Kabupaten Jember
No Nama Jumlah (Kg) Harga Total
1 Nita 69.120 500 34.560.000
2 Andri 34.560 500 17.280.000
3 Sukadi 77.760 500 38.880.000
4 B. Sami 4.800 500 2.400.000
5 B. Hos 16.200 500 8.100.000
6 Abdul Wasit 63.000 500 31.500.000
Jumlah 265.440
132.720.000
Sumber: Data primer di olah (2019)
153
Lampiran Q3 Biaya Variabel Pakan Katul Sapi Perah Peternak Mandiri di Kabupaten Jember
No Nama Jumlah (Kg) Harga Total
1 Nita 10.800 1.000 10.800.000
2 Andri 10.800 1.500 16.200.000
3 Sukadi 16.200 1.500 24.300.000
4 B. Sami 3.600 1.800 6.480.000
5 B. Hos 4.320 1.800 7.776.000
6 Abdul Wasit 12.600 1.200 15.120.000
Jumlah 58.320
80.676.000
Sumber: Data primer di olah (2019)
Lampiran Q4 Biaya Variabel Kesehatan Sapi Perah Peternak Mandiri di Kabupaten Jember
No Nama Jumlah(Tahun) Harga Total
1 Nita 2 35.000 70.000
2 Andri 2 30.000 60.000
3 Sukadi 2 40.000 80.000
4 B. Sami 1 30.000 30.000
5 B. Hos 1 30.000 30.000
6 Abdul Wasit 2 40.000 80.000
Jumlah
350.000
Sumber: Data primer di olah (2019)
154
Lampiran Q5 Biaya Variabel IB Sapi Perah Peternak Mandiri di Kabupaten Jember
No Nama Jumlah(Tahun) Harga(Rp) Total
1 Nita 5 30.000 150.000
2 Andri 4 35.000 140.000
3 Sukadi 4 30.000 120.000
4 B. Sami 1 40.000 40.000
5 B. Hos 2 40.000 80.000
6 Abdul Wasit 2 35.000 70.000
Jumlah
600.000
Sumber: Data primer di olah (2019)
Lampiran Q6 Biaya Variabel Tenaga Kerja Sapi Perah Peternak Mandiri di Kabupaten Jember
No Nama Jumlah Tk Gaji/Hari Gaji/Bulan Gaji/Tahun
1 Nita − − − −
2 Andri 1 50.000 1.500.000 18.000.000
3 Sukadi 1 35.000 1.050.000 12.600.000
4 B. Sami − − − −
5 B. Hos − − − −
6 Abdul Wasit − − − −
Jumlah
30.600.000
Sumber: Data primer di olah (2019)
155
Lampiran Q7 Biaya Variabel Plastik Susu Sapi Perah Peternak Mandiri di Kabupaten Jember
No Nama Jumlah (1 iket 100 Biji) Harga Total
1 Nita 360 5.000 1.800.000
2 Andri 360 5.000 1.800.000
3 Sukadi 360 5.000 1.800.000
4 B. Sami 12 5.000 60.000
5 B. Hos 48 5.000 240.000
6 Abdul Wasit 336 5.000 1.680.000
Jumlah
7.380.000
Sumber: Data primer di olah (2019)
Lampiran Q8 Biaya Variabel Transportasi Sapi Perah Peternak Mandiri di Kabupaten Jember
No Nama Liter/Bulan Liter/Tahun Harga Total
1 Nita 30 360 6.500 2.340.000
2 Andri 30 360 6.500 2.340.000
3 Sukadi 60 720 6.500 4.680.000
4 B. Sami 30 360 6.500 2.340.000
5 B. Hos 30 360 6.500 2.340.000
6 Abdul Wasit 60 720 6.500 4.680.000
Jumlah
18.720.000
Sumber: Data primer di olah (2019)
156
Lampiran Q9 Biaya Variabel Listrik Sapi Perah Peternak Mandiri di Kabupaten Jember
No Nama Harga/Bulan Harga/Tahun
1 Nita 25.000 300.000
2 Andri 25.000 300.000
3 Sukadi 30.000 360.000
4 B. Sami 5.000 60.000
5 B. Hos 10.000 120.000
6 Abdul Wasit 25.000 300.000
Jumlah
1.440.000
Sumber: Data primer di olah (2019)
Lampiran Q10 Total Biaya Variabel Sapi Perah Peternak Mandiri di Kabupaten Jember
No Nama TVC
1 Nita 79.972.000
2 Andri 84.200.000
3 Sukadi 114.410.000
4 B. Sami 14.974.000
5 B. Hos 31.646.000
6 Abdul Wasit 74.220.000
Sumber: Data primer di olah (2019)
157
Lampiran R Total Biaya Sapi Perah Peternak Mandiri di Kabupaten Jember
No Nama TFC(1) TVC(2) TC
1 Nita 8.021.000 79.972.000 87.993.000
2 Andri 5.084.250 84.200.000 89.284.250
3 Sukadi 6.835.100 114.410.000 121.245.100
4 B. Sami 1.655.083 14.974.000 16.629.083
5 B. Hos 4.392.417 31.646.000 36.038.417
6 Abdul Wasit 3.466.700 74.220.000 77.686.700
Sumber: Data primer di olah (2019)
Keterangan: (1) Dari lampiran P12
(2) Dari lampiran Q10
Lampiran S Penerimaan Susu Sapi Perah Peternak Mandiri di Kabupaten Jember
No Nama Jumlah/tahun Harga Total
1 Nita 17.280 7.000 120.960.000
2 Andri 16.200 7.000 113.400.000
3 Sukadi 20.160 7.000 141.120.000
4 B. Sami 3.240 6.000 19.440.000
5 B. Hos 7.560 6.000 45.360.000
6 Abdul Wasit 11.520 7.000 80.640.000
Jumlah 75.960
520.920.000
Sumber: Data primer di olah (2019)
158
Lampiran T Total Biaya, Total Penerimaan, Keuntungan dan Efisiensi Penggunaan Biaya Sapi Perah Peternak Mandiri di Kabupaten Jember
No Nama TR(1) TC(2) Keuntungan Efisiensi R/C
1 Nita 120.960.000 87.993.000 32.967.000 1.,37
2 Andri 113.400.000 89.284.250 24.115.750 1,27
3 Sukadi 141.120.000 121.245.100 19.874.900 1,16
4 B. Sami 19.440.000 16.629.083 2.810.917 1,17
5 B. Hos 45.360.000 36.038.417 9.321.583 1,26
6 Abdul Wasit 80.640.000 77.686.700 2.953.300 1,04
Rata-rata 86.820.000 71.479.425 15.340.575 1,21
Sumber: Data Primer di olah (2019)
Keterangan: (1) Dari Lampiran S
(2) Dari Lampiran R
159
Lampiran U1 Populasi Ternak Sapi Perah Menurut Kabupaten/Kota di Jawa Timur Tahun 2014-2017
Kabupaten/Kota Tahun Rata-Rata Populasi Ternak
Sapi Perah 2014 2015 2016 2017
Kabupaten
Pacitan 117 106 147 249 155
Ponorogo 1.634 1.898 2.177 2.384 2.023
Trenggalek 4.566 4.831 5.190 4.921 4.877
Tulungangung 23.663 24.710 25.229 25.335 24.734
Blitar 14.102 14.230 14.941 15.680 14.738
Kediri 9.029 9.390 9.766 10.167 9.588
Malang 75.683 78.029 81.150 83.660 79.631
Lumajang 4.243 4.576 4.989 5.005 4.703
Jember 1.378 1.338 1.451 1.527 1.424
Banyuwangi 807 936 729 857 832
Bondowoso 26 25 31 20 26
Situbondo 213 235 218 220 222
Probolinggo 6.172 6.611 6.750 6.653 6.547
Pasuruan 80.518 84.424 86.847 90.817 85.652
Sidoarjo 3.029 3.425 3.632 3.965 3.513
Mojokerto 2.026 2.285 2.692 3.196 2.550
Jombang 4.033 4.656 4.773 4.630 4.523
Nganjuk 27 9 4 3 11
Madiun 173 178 197 205 188
Magetan 191 198 236 291 229
Ngawi 60 56 34 38 47
Bojonegoro 33 34 36 26 32
160
Lanjutan Lampiran U1 Populasi Ternak Sapi Perah Menurut Kabupaten/Kota di Jawa Timur Tahun 2014-2017
Kabupaten/Kota Tahun Rata-Rata Populasi Ternak
Sapi Perah 2014 2015 2016 2017
Tuban 443 189 127 89 212
Lamongan 21 23 34 34 28
Gresik 443 450 449 505 462
Bangkalan 20 21 20 20 20
Sampang 0 0 0 0 0
Pamekasan 10 8 8 12 10
Sumenep 0 0 0 0 0
Kota
Kediri 216 230 222 113 195
Blitar 293 304 309 314 305
Malang 261 27 187 192 167
Probolinggo 212 216 217 218 216
Pasuruan 22 33 17 18 23
Mojokerto 0 0 0 0 0
Madiun 24 24 21 21 23
Surabaya 498 542 561 526 532
Batu 11.060 11.470 11.611 11.950 11.523
Jawa Timur 245.246 255.717 265.002 273.881 259.962
Sumber: BPS Provinsi Jawa Timur (2015, 2016, 2017, 2018)
161
Tabel U2 Rata-Rata Share Ternak Sapi Perah Menurut Kabupaten/Kota di Jawa Timur Tahun 2014-2017
Kabupaten/Kota Share Ternak Sapi Perah Rata-Rata Share
2014 2015 2016 2017 % Rangking
Kabupaten
Pacitan 0,05 0,04 0,06 0,09 0,06 26
Ponorogo 0,67 0,74 0,82 0,87 0,78 13
Trenggalek 1,86 1,89 1,96 1,80 1,88 8
Tulungangung 9,65 9,66 9,52 9,25 9,52 3
Blitar 5,75 5,56 5,64 5,73 5,67 4
Kediri 3,68 3,67 3,69 3,71 3,69 6
Malang 30,86 30,51 30,62 30,55 30,64 2
Lumajang 1,73 1,79 1,88 1,83 1,81 9
Jember 0,56 0,52 0,55 0,56 0,55 14
Banyuwangi 0,33 0,37 0,28 0,31 0,32 15
Bondowoso 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 30
Situbondo 0,09 0,09 0,08 0,08 0,09 20
Probolinggo 2,52 2,59 2,55 2,43 2,52 7
Pasuruan 32,83 33,01 32,77 33,16 32,94 1
Sidoarjo 1,24 1,34 1,37 1,45 1,35 11
Mojokerto 0,83 0,89 1,02 1,17 0,98 12
Jombang 1,64 1,82 1,80 1,69 1,74 10
Nganjuk 0,01 0,00 0,00 0,00 0,00 34
Madiun 0,07 0,07 0,07 0,07 0,07 24
Magetan 0,08 0,08 0,09 0,11 0,09 19
Ngawi 0,02 0,02 0,01 0,01 0,02 27
Bojonegoro 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 28
162
Lanjutan Tabel U2 Rata-Rata Share Ternak Sapi Perah Menurut Kabupaten/Kota di Jawa Timur Tahun 2014-2017
Kabupaten/Kota Share Ternak Sapi Perah Rata-Rata Share
2014 2015 2016 2017 % Rangking
Tuban 0,18 0,07 0,05 0,03 0,08 21
Lamongan 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 29
Gresik 0,18 0,18 0,17 0,18 0,18 17
Bangkalan 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 33
Sampang 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 36
Pamekasan 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 35
Sumenep 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 37
Kota
Kediri 0,09 0,09 0,08 0,04 0,08 23
Blitar 0,12 0,12 0,12 0,11 0,12 18
Malang 0,11 0,01 0,07 0,07 0,06 25
Probolinggo 0,09 0,08 0,08 0,08 0,08 22
Pasuruan 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 31
Mojokerto 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 38
Madiun 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 32
Surabaya 0,20 0,21 0,21 0,19 0,20 16
Batu 4,51 4,49 4,38 4,36 4,43 5
Keterangan: Diolah oleh penulis dari lampiran U1 (2019)
163
Tabel U3 Rata-Rata Pertumbuhan Ternak Sapi Perah Menurut Kabupaten/Kota di Jawa Timur Tahun 2014-2017
Kabupaten/Kota Pertumbuhan Ternak Sapi Perah Rata-Rata Pertumbuhan
2014-2015 2015-2016 2016-2017 % Rangking
Kabupaten
Pacitan -9,40 38,68 69,39 32,89 2
Ponorogo 16,16 14,70 9,51 13,45 6
Trenggalek 5,80 7,43 -5,18 2,68 19
Tulungangung 4,42 2,10 0,42 2,32 24
Blitar 0,91 5,00 4,95 3,62 16
Kediri 4,00 4,00 4,11 4,04 14
Malang 3,10 4,00 3,09 3,40 18
Lumajang 7,85 9,03 0,32 5,73 10
Jember -2,90 8,45 5,24 3,59 17
Banyuwangi 15,99 -22,12 17,56 3,81 15
Bondowoso -3,85 24,00 -35,48 -5,11 33
Situbondo 10,33 -7,23 0,92 1,34 26
Probolinggo 7,11 2,10 -1,44 2,59 21
Pasuruan 4,85 2,87 4,57 4,10 13
Sidoarjo 13,07 6,04 9,17 9,43 8
Mojokerto 12,78 17,81 18,72 16,44 4
Jombang 15,45 2,51 -3,00 4,99 11
Nganjuk -66,67 -55,56 -25,00 -49,07 38
Madiun 2,89 10,67 4,06 5,88 9
Magetan 3,66 19,19 23,31 15,39 5
Ngawi -6,67 -39,29 11,76 -11,40 35
Bojonegoro 3,03 5,88 -27,78 -6,29 34
164
Lanjutan Tabel U3 Rata-Rata Pertumbuhan Ternak Sapi Perah Menurut Kabupaten/Kota di Jawa Timur Tahun 2014-2017
Kabupaten/Kota Pertumbuhan Ternak Sapi Perah Rata-Rata Pertumbuhan
2014-2015 2015-2016 2016-2017 % Rangking
Tuban -57,34 -32,80 -29,92 -40,02 37
Lamongan 9,52 47,83 0,00 19,12 3
Gresik 1,58 -0,22 12,47 4,61 12
Bangkalan 5,00 -4,76 0,00 0,08 28
Sampang 0,00 0,00 0,00 0,00 29
Pamekasan -20,00 0,00 50,00 10,00 7
Sumenep 0,00 0,00 0,00 0,00 30
Kota
Kediri 6,48 -3,48 -49,10 -15,37 36
Blitar 3,75 1,64 1,62 2,34 23
Malang -89,66 592,59 2,67 168,54 1
Probolinggo 1,89 0,46 0,46 0,94 27
Pasuruan 50,00 -48,48 5,88 2,47 22
Mojokerto 0,00 0,00 0,00 0,00 31
Madiun 0,00 -12,50 0,00 -4,17 32
Surabaya 8,84 3,51 -6,24 2,03 25
Batu 3,71 1,23 2,92 2,62 20
Keterangan: Diolah oleh penulis dari lampiran U1 (2019)
165
Tabel V1 Populasi Ternak Sapi Perah Menurut Kecamatan di Kabupaten Jember Tahun 2014-2017
Kecamatan Tahun Rata-Rata Populasi
Ternak Sapi Perah 2014 2015 2016 2017
Kencong 0 0 0 0 0
Gumukmas 160 152 174 174 165
Puger 32 32 32 32 32
Wuluhan 5 6 6 6 6
Ambulu 156 124 126 126 133
Tempurejo 29 24 24 32 27
Silo 32 27 32 32 31
Mayang 0 0 0 0 0
Mumbulsari 0 0 0 0 0
Jenggawah 0 0 0 0 0
Ajung 0 0 0 64 16
Rambipuji 3 13 13 13 11
Balung 57 71 80 80 72
Umbulsari 0 0 0 0 0
Semboro 0 0 0 0 0
Jombang 0 0 0 0 0
Sumberbaru 243 244 312 315 279
Tanggul 35 35 39 39 37
Bangsalsari 0 0 0 0 0
Panti 42 39 39 39 40
Sukorambi 50 51 54 54 52
Arjasa 320 286 272 273 288
Pakusari 0 0 0 0 0
166
Lanjutan Tabel V1 Populasi Ternak Sapi Perah Menurut Kecamatan di Kabupaten Jember Tahun 2014-2017
Kecamatan Tahun Rata-Rata Populasi
Ternak Sapi Perah 2014 2015 2016 2017
Kalisat 30 0 0 0 8
Ledokombo 0 0 0 0 0
Sumberjambe 0 0 0 0 0
Sukowono 0 0 0 0 0
Jelbuk 0 0 0 0 0
Kaliwates 105 104 166 166 135
Sumbersari 39 39 40 40 40
Patrang 41 41 42 42 42
Jember 1.378 1.338 1.451 1.527 1.424
Sumber: BPS Kabupaten Jember dalam Angka (2015, 2016, 2017, 2018)
167
Tabel V2 Rata-Rata Share Ternak Sapi Perah Menurut Kecamatan di Kabupaten Jember Tahun 2014-2017
Kecamatan Share Ternak Sapi Perah Rata-Rata Share
2014 2015 2016 2017 % Rangking
Kencong 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 19
Gumukmas 11,61 11,36 11,99 11,39 11,59 3
Puger 2,32 2,39 2,21 2,10 2,25 12
Wuluhan 0,36 0,45 0,41 0,39 0,40 18
Ambulu 11,32 9,27 8,68 8,25 9,38 5
Tempurejo 2,10 1,79 1,65 2,10 1,91 14
Silo 2,32 2,02 2,21 2,10 2,16 13
Mayang 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 20
Mumbulsari 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 21
Jenggawah 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 22
Ajung 0,00 0,00 0,00 4,19 1,05 15
Rambipuji 0,22 0,97 0,90 0,85 0,73 16
Balung 4,14 5,31 5,51 5,24 5,05 6
Umbulsari 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 23
Semboro 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 24
Jombang 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 25
Sumberbaru 17,63 18,24 21,50 20,63 19,50 2
Tanggul 2,54 2,62 2,69 2,55 2,60 11
Bangsalsari 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 26
Panti 3,05 2,91 2,69 2,55 2,80 9
Sukorambi 3,63 3,81 3,72 3,54 3,67 7
Arjasa 23,22 21,38 18,75 17,88 20,31 1
Pakusari 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 27
168
Lanjutan Tabel V2 Rata-Rata Share Ternak Sapi Perah Menurut Kecamatan di Kabupaten Jember Tahun 2014-2017
Kecamatan Share Ternak Sapi Perah Rata-Rata Share
2014 2015 2016 2017 % Rangking
Kalisat 2,18 0,00 0,00 0,00 0,54 17
Ledokombo 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 28
Sumberjambe 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 29
Sukowono 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 30
Jelbuk 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 31
Kaliwates 7,62 7,77 11,44 10,87 9,43 4
Sumbersari 2,83 2,91 2,76 2,62 2,78 10
Patrang 2,98 3,06 2,89 2,75 2,92 8
Keterangan: Diolah oleh penulis dari lampiran V1 (2019)
169
Tabel V3 Rata-Rata Pertumbuhan Ternak Sapi Perah Menurut Kecamatan di Kabupaten Jember Tahun 2014-2017
Kecamatan Pertumbuhan Ternak Sapi Perah Rata-Rata Pertumbuhan
2014-2015 2015-2016 2016-2017 % Rangking
Kencong 0,00 0,00 0,00 0,00 13
Gumukmas -5,00 14,47 0,00 3,16 8
Puger 0,00 0,00 0,00 0,00 14
Wuluhan 20,00 0,00 0,00 6,67 5
Ambulu -20,51 1,61 0,00 -6,30 30
Tempurejo -17,24 0,00 33,33 5,36 6
Silo -15,63 18,52 0,00 0,96 10
Mayang 0,00 0,00 0,00 0,00 15
Mumbulsari 0,00 0,00 0,00 0,00 16
Jenggawah 0,00 0,00 0,00 0,00 17
Ajung 0,00 0,00 0,00 0,00 18
Rambipuji 333,33 0,00 0,00 11,11 3
Balung 24,56 12,68 0,00 12,41 2
Umbulsari 0,00 0,00 0,00 0,00 19
Semboro 0,00 0,00 0,00 0,00 20
Jombang 0,00 0,00 0,00 0,00 21
Sumberbaru 0,41 27,87 0,96 9,75 4
Tanggul 0,00 11,43 0,00 3,81 7
Bangsalsari 0,00 0,00 0,00 0,00 22
Panti -7,14 0,00 0,00 -2,38 28
Sukorambi 2,00 5,88 0,00 2,63 9
Arjasa -10,63 -4,90 0,37 -5,05 29
Pakusari 0,00 0,00 0,00 0,00 23
170
Tabel V3 Rata-Rata Pertumbuhan Ternak Sapi Perah Menurut Kecamatan di Kabupaten Jember Tahun 2014-2017
Kecamatan Pertumbuhan Ternak Sapi Perah Rata-Rata Pertumbuhan
2014-2015 2015-2016 2016-2017 % Rangking
Kalisat -100,00 0,00 0,00 -33,33 31
Ledokombo 0,00 0,00 0,00 0,00 24
Sumberjambe 0,00 0,00 0,00 0,00 25
Sukowono 0,00 0,00 0,00 0,00 26
Jelbuk 0,00 0,00 0,00 0,00 27
Kaliwates -0,95 59,62 0,00 19,55 1
Sumbersari 0,00 2,56 0,00 0,85 11
Patrang 0,00 2,44 0,00 0,81 12
Keterangan: Diolah oleh penulis dari lampiran V1 (2019)
171
Tabel W1 Populasi Ternak Sapi Perah Menurut Desa di Kecamatan Balung Tahun 2015-2017
Desa Tahun Rata-Rata Populasi Ternak
Sapi Perah 2015 2016 2017
Karang Duren 11 4 0 5
Karang Semanding 11 0 0 4
Tutul 3 0 0 1
Balung Kulon 11 2 6 6
Balung Kidul 7 0 0 2
Balung Lor 17 37 26 27
Gumelar 7 5 4 5
Curah Lele 4 0 0 1
Kecamatan Balung 71 48 36 52
Sumber: Badan Pusat Statistik Kecamatan Balung dalam Angka (2016, 2017, 2018)
Tabel W2 Rata-Rata Share Ternak Sapi Perah Menurut Desa di Kecamatan Balung Tahun 2015-2017
Desa Share Ternak Sapi Perah Rata-Rata Share
2015 2016 2017 % Rangking
Karang Duren 15,49 8,33 0,00 7,94 4
Karang Semanding 15,49 0,00 0,00 5,16 5
Tutul 4,23 0,00 0,00 1,41 8
Balung Kulon 15,49 4,17 16,67 12,11 2
Balung Kidul 9,86 0,00 0,00 3,29 6
Balung Lor 23,94 77,08 72,22 57,75 1
Gumelar 9,86 10,42 11,11 10,46 3
Curah Lele 5,63 0,00 0,00 1,88 7
Keterangan: Diolah penulis dari lampiran W1 (2019)
172
Tabel W3 Rata-Rata Pertumbuhan Ternak Sapi Perah Menurut Desa di Kecamatan Balung Tahun 2015-2017
Desa Pertumbuhan Ternak Sapi Perah Rata-Rata Pertumbuhan
2015-2016 2016-2017 % Rangking
Karang Duren -63,64 -100 -81,82 2
Karang Semanding -100,00 0 -50,00 4
Tutul -100,00 0 -50,00 5
Balung Kulon -81,82 200 59,09 3
Balung Kidul -100,00 0 -50,00 6
Balung Lor 117,65 -29,73 43,96 1
Gumelar -28,57 -20 -24,29 8
Curah Lele -100,00 0 -50,00 7
Keterangan: Diolah oleh penulis dari lampiran W1
173
UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS PERTANIAN
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
KUISIONER
Judul Penelitian : Penerapan Good Dairy Farming Practice (GDFP) dan
Pendapatan Usaha Ternak Sapi Perah Kemitraan dan
Mandiri di Kabupaten Jember
Lokasi Penelitian : Desa Ajung Kecamatan Ajung
Desa Balung Lor Kecamatan Balung
Desa Rowotengah Kecamatan Sumberbaru
Desa Kemuning Lor Kecamatan Arjasa
Identitas Responden
Nama :
Umur :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Alamat :
Nama Organisasi :
Pewawancara
Nama : Siti Aminah
NIM :151510601145
Tanggal Wawancara :
Responden
( )
174
A. Gambaran Umum Usaha Peternakan Sapi Perah
1. Berapa lama pengalaman di peternakan sapi perah?
Jawab :
2. Berapa jumlah ekor ternak yang Bapak miliki?
Jawab :
3. Bagaimana usaha ternak sapi perah di jalankan?
a. Sendiri
b. Kerjasama (mitra)
4. Apakah selain bekerja sebagai peternak Bapak mempunyai pekerjaan lain?
a. Iya
b. Tidak
5. Berasal dari mana modal usaha Bapak pertama kali di dapatkan?
a. Modal sendiri
b. Pinjaman ke bank
c. Lainnya …..
6. Apakah ada kendala dan hambatan yang Bapak alami dalam berusaha ternak
sapi perha?
a. Iya
b. Tidak
7. Bagaimana cara Bapak mengatasi kendala tersebut?
Jawab :
B. Penerapan GDFP (Good Dairy Farming Practice) Peternak Sapi Perah
Aspek Kesehatan Ternak
1. Apakah Bapak menggunakan sapi perah yang mampu beradaptasi dengan
lingkungan ekstrem (cuaca panas) serta tahan terhadap penyakit?
a. Iya
b. Tidak
Alasan :
2. Apakah Bapak memilih dan memastikan membeli sapi yang bebas dari
penyakit/sapi tersebut sehat fisiknya?
a. Iya
b. Tidak
175
3. Apakah Bapak selalu memeriksa ternaknya secara teratur tanda tanda
penyakit pada ternak dan melaporkan kepada pihak terkait jika ternaknya
tidak dapat ditangani sendiri?
a. Iya
b. Tidak
Alasan :
Aspek Manajemen Pemerahan
1. Apakah Bapak memberikan pakan konsentrat setengah jam sebelum
pemerahan dilakukan?
a. Iya
b. Tidak
Alasan :
2. Apakah Bapak selalu membersihkan kandang dari semua kotoran dan sisa
makanan yang berbau sebelum pemerahan dilakukan?
a. Iya
b. Tidak
Alasan :
3. Apakah Bapak selalu memandikan sapi sebelum pemerahan di lakukan?
a. Iya
b. Tidak
Alasan :
4. Apakah Bapak selalu mengikat ekor sapi dengan tali pada salah satu kaki
belakang sebelum pemerahan dilakukan?
a. Iya, saya mengikat ekor sapi
b. Tidak, saya membiarkan ekor sapi
Alasan:
5. Apakah Bapak selalu mencuci ambing dengan air hangat yang bersih dengan
memakai spon atau sikat halus serta menambahkan klorine 1% pada air?
a. Iya
b. Tidak
Alasan :
176
6. Apakah Bapak melakukan teknik pemijatan pada ambing selama beberapa
detik sebelum pemerahan dilakukan?
a. Iya
b. Tidak
Alasan :
7. Apakah Bapak selalu mengeluarkan 3 – 4 pancaran susu dari masing-masing
putting dan menempatkan di satu wadah untuk perlakuan yang sama terhadap
semua sapi laktasi?
a. Iya
b. Tidak
Alasan :
8. Bagaimana cara Bapak melakukan pemerahan?
a. Menggunakan tangan
b. Menggunakan mesin perah
Alasan :
9. Perlakuan apa yang Bapak diterapkan setelah proses pemerahan selesai?
a. Putting direndam di dalam larutan desinfektan selama 4 detik
b. Tidak memberikan perlakuan apa pun
c. Lainnya ………
Aspek Nutrisi (Pakan dan Air)
1. Pakan apa saja yang Bapak berikan untuk pedet yang berumur 0 – 1 minggu?
a. Hanya memberikan kolostrum 3 – 4 liter
b. Memberikan kolostrum 3 – 4 liter dan pakan hijauan maupun pakan
pemula
c. Lainnya …….
2. Pakan apa saja yang Bapak berikan untuk pedet yang berumur 1 minggu – 1
Bulan?
a. Memberikan air susu sebanyak 6 – 8 liter
b. Memberikan air susu sebanyak 6 – 8 liter dan memberikan pakan pemula
serta pakan hijauan
c. Lainnya …..
177
3. Pakan apa saja yang Bapak berikan untuk pedet yang berumur 1 – 2 Bulan?
a. Memberikan air susu sebanyak 4 – 6 liter, pakan pemula 0,5 kg dan pakan
hijauan 2 – 5 kg
b. Lainnya ……
4. Pakan apa saja yang Bapak berikan untuk pedet yang berumur 2 – 3 Bulan?
a. Memberikan air susu sebanyak 4 – 5 liter, pakan pemula sebanyak 1 kg
dan pakan hijauan sebanyak 2- 5 kg
b. Lainnya ….
5. Pakan apa saja yang Bapak berikan untuk pedet yang berumur 3-4 Bulan?
a. Memberikan air susu sebanyak 2 – 4 liter, pakan pemula sebanyak 1 kg
dan pakan hijauan sebanyak 2 – 5 kg
b. Lainnya …..
6. Pakan seperti apa yang Bapak berikan untuk pedet lepas sapih yaitu berumur
4 – 8 bulan?
a. Memberikan konsentrat 11,5% dan hijauan 10% dari bobot hidupnya
b. Lainnya …..
7. Pakan seperti apa yang Bapak berikan untuk sapi dara yaitu berumur 8 – 14
bulan?
a. Rumput 10% dan konsentrat 1-1,5% dari bobot hidupnya
b. Lainnya ….
8. Apakah Bapak memberikan telur 5 butir, madu 50 cc dan gula merah 1 kg
setelah sapi beranak?
a. Iya
b. Tidak
Alasan :
Aspek Kesejahteraan Ternak
1. Apakah Bapak memberikan pakan dan air yang cukup untuk semua ternak
setiap harinya?
a. Iya
b. Tidak
Alasan :
178
2. Apakah Bapak melindungi ternak dari tanaman yang beracun serta dari area
yang terkontaminasi seperti tempat pembuangan kotoran?
a. Iya
b. Tidak
Alasan :
3. Apakah Bapak memberikan pakan sapi perah dengan pakan yang sudah
berjamur?
a. Iya
b. Tidak
Alasan :
4. Apakah Bapak memiliki kandang yang dapat melindungi ternak dari bahaya
lingkungan?
a. Iya
b. Tidak
5. Apakah Bapak selalu membersihkan kandang setiap hari serta selalu menjaga
kebersihan kandang?
a. Iya
b. Tidak
6. Apakah Bapak selalu melindungi ternak dari perubahan musim yang dapat
menyebabkan panas atau dingin sehingga menyebabkan stress dinin pada
ternak?
a. Iya
b. Tidak
7. Apakah kandang yang Bapak miliki memiliki ventilasi yang memadai?
a. Iya
b. Tidak
8. Apakah Bapak selalu melaporkan kepada pihak terkait apabila ternak
mengalami cedera atau penyakit?
a. Iya
b. Tidak
179
9. Apakah saat pemerahan Bapak pernah menyebabkan ambing luka?
a. Iya
b. Tidak
10. Apakah ruangan kandang yang Bapak miliki sudah memiliki ruangan yang
cukup untuk memberikan ternak mengekspresikan pola perilaku normal nya?
a. Iya
b. Tidak
Aspek Lingkungan
1. Apakah Bapak menggunakan kembali atau mendaur ulang limbah yang
berasal dari peternakan sapi perah?
a. Iya
b. Tidak
2. Apakah Bapak memiliki tempat untuk menampung kotoran ternak sapi perah?
a. Iya
b. Tidak
3. Apakah Bapak selalu mengubur ternak mati, serta membuang bahan kimia
pertanian pada tempat yang tempat yang tepat?
a. Iya
b. Tidak
Aspek Manajemen Sosial Ekonomi
1. Apakah Bapak memiliki tenaga kerja di luar anggota keluarga?
a. Iya
b. Tidak
2. Berapa jumlah tenaga kerja yang Bapak miliki?
Jawab:
3. Apakah para pekerja di peternakan sapi perah Bapak sudah terjamin
keamanannya? Misalkan peternak memakai sepatu boot saat berada di
peternakan sapi perah?
a. Iya
b. Tidak
180
4. Apakah Bapak memiliki buku terkait manajemen keuangan sapi perah?
a. Iya
b. Tidak
5. Apakah keuntungan sapi perah yang Bapak usahakan selalu mengalami
keuntungan secara berkesinambungan?
a. Iya
b. Tidak
181
C. Total Biaya yang di Keluarkan Peternak Sapi Perah
C1. Biaya Penyusutan
No Uraian
a b c d= (axb)/c
Harga
Beli per
satuan
Jumlah Umur
Pemakaian
Umur
Ekonomis
Biaya
Penyusutan
per Tahun
1 Kandang
2 Milkcan
3 Timba
4 Selang air
5 Kipas angin
6 Sekop
7 Sapu lidi
8 Sikat
9 Kereta
dorong
10 Arit/ sabit
11 Cangkul
12 Tali
13 Timbangan
14 Chopper
15
Total keseluruhan
C2. Biaya Tetap
No Uraian Jumlah
(Tahun)
Harga
(Rp/Satuan)
Total
(Tahun)
1 Pajak
2 Pembelian Sapi
Perah
3 Listrik
4
Total Keseluruhan :
182
C3. Biaya Variabel
No Uraian Jumlah
(Bulan)
Jumlah
(Tahun)
Harga
(Rp/Satuan)
Total
(Tahun)
1 Pakan
a. Hijauan
b. Konsentrat
c. Ampas tahu
d.Katul
e.
2 Biaya
Vaksin/Kesehatan
3 IB
4 Tenaga kerja
5 Plastik susu
6 Transportasi
7
8
9
10
11
Total keseluruhan:
Total Biaya = Total biaya tetap + Total biaya variabel
=
D. Total Penerimaan Peternak Sapi Perah
No Uraian Jumlah
(Bulan)
Jumlah
(Tahun)
Harga
(Rp/Satuan)
Total
(Tahun)
1 Penjualan ternak
Pedet (anak)
- Jantan
- Betina
Sapi afkir
- Jantan
- Betina
2 Penjualan kotoran
atau pupuk
3 Penjualan susu
4 Penjualan ……..
5 Penjualan …..
Total Keseluruhan
183
DOKUMENTASI
Gambar 1. Kandang Peternak Kemitraan di Desa Rowotengah Kecamatan
Sumberaru Kabupaten Jember
Gambar 2. Kandang Peternak Mandiri di Desa Kemuning Lor Kecamatan Arjasa
Kabupaten Jember
184
Gambar 3. Milkcan yang digunakan Peternak Kemitraan untuk Menyetor susu ke
Koperasi Galur Murni
Gambar 4. Timba yang digunakan Peternak Mandiri saat Pemerahan Susu di Desa
Kemuning Lor Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember
185
Gambar 5. Proses Wawancara dengan Peternak Kemitraan
Gambar 6. Proses Wawancara dengan Peternak Mandiri