penerapan kooperatif tipe stad dengan media vcd untuk mengetahui miskonsepsi pokok bahasan kalor
TRANSCRIPT
PENERAPAN PEMBELAJAR
STAD DENGAN MEDIA VCD UNT
ADANYA MISKONSEPSI F
PADA POKOK BAHASAN P
FAKULTAS MATEMATIKA
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
PROPOSAL SKRIPSI
PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE
DENGAN MEDIA VCD UNTUK MENGETAHUI
ADANYA MISKONSEPSI FISIKA SISWA KELAS X
PADA POKOK BAHASAN PERPINDAHAN KALOR.
Oleh
Ikmalul Hakim
4201406500
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2010
AN KOOPERATIF TIPE
UK MENGETAHUI
ISIKA SISWA KELAS X SMA
ERPINDAHAN KALOR.
DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
1
LEMBAR PENGESAHAN
Proposal yang berjudul " PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF
TIPE STAD DENGAN MEDIA VCD UNTUK MENGETAHUI ADANYA
MISKONSEPSI FISIKA SISWA KELAS X SMA PADA POKOK
BAHASAN PERPINDAHAN KALOR “ telah disahkan pada :
Hari :
Tanggal :
Semarang, Februari 2010
Yang Mengajukan
Ikmalul Hakim
NIM 4201406500
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. Mosik, M.S Drs. Sri Hendratto, M.Pd
NIP. 19580724 198303 1 001 NIP. 19470810 197302 1 001
Mengetahui,
Ketua Jurusan Fisika
Dr. Putut Marwoto, M.Si
NIP 19630821 198803 1 004
2
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
PROPOSAL SKRIPSI
Nama = Ikmalul Hakim
NIM = 4201406500
Prodi. = Pendidikan Fisika
I. JUDUL
PENERAPANPEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD
DENGAN MEDIA VCD UNTUK MENGETAHUI ADANYA
MISKONSEPSI FISIKA SISWA KELAS X SMA PADA POKOK
BAHASAN PERPINDAHAN KALOR.
II. LATAR BELAKANG
Fisika adalah bidang studi yang dianggap sulit, tetapi apa sumber
kesulitan didalam belajar fisika jarang diselidiki. Sering dikatakan bahwa
Fisika sulit karena penggunaan Matematika didalamnya, atau siswa tidak
dapat menghitung, atau Fisika tidak menarik. Penelitian dari dua
kadalwuarsa dan sejarah Fisika memperlihatkan bahwa salah satu sumber
kesulitan utama adalah terjadinya miskonsepsi.
Mungkin sebagian orang berpendapat bahwa kesalahan
pemahaman siswa terhadap suatu konsep fisika adalah sesuatu yang wajar
dan dapat dianggap sebagai kurang berhasilnya proses belajar mengajar.
Sehingga tidak perlu menindaklanjuti hal tersebut. Akan tetapi jika dikaji
lebih jauh permasalahan pendidikan yang mendasar yang berkaitan dengan
salah pemahaman konsep. Satu hal yang perlu dicatat ialah kesalahan
pemahaman konsep oleh siswa ini akan secara konsisten akan
mempengaruhi efektivitas proses belajar selanjutnya daari siswa yang
bersangkutan. Pemahaman yang salah atau yang berbeda dari pemahaman
3
para ahli tidak mudah untuk dilupakan dan diganti dengan pemahaman
baru dan benar dari kacamata masyarakat ilmiah.
Penelitian tentang miskonsepsi dilakukan oleh Jasien dan
Oberem(2002) menemukan bahwa para siswa dan para guru fisika
kesulitan dalam menjelaskan konsep suhu dan kalor.Penelitian mengenai
miskonsepsi suhu dan kalor juga telah dilakukan Ed van den Berg dan
Kristyanto Sidkenu Boko dengan subjek penelitian 137 siswa SMP dan
SMA. Hasil pengujian pilihan ganda, esai, dan wawancara menghasilkan
gambaran yang konsisten mengenai konsepsi siswa. Antara lain mereka
mencampur-adukkan konsep suhu dan kalor dan siswa belum memahami
kesetimbangan termal, kalor jenis dll. Hasil siswa SMP dan siswa SMA
tidak jauh berbeda dan mirip dengan penelitian sejenis diluar negeri.
Menurut Jean Piaget(Masril, 2002) bahwa jika proses asimilasi dan
proses akomodasi dalam individu terjadi, tidak dalam kondisi
keseimbangan mental dapat menimbulkan kesulitan dalam pemahaman
konsep dan bahkan dapat terjadi miskonsepsi. Penyampaian informasi
yang kurang jelas dan kurang lengkap yang diterima oleh siswa dalam
proses belajar diduga sebagai penyebab miskonsepsi. Bahkan pemilihan
strategi pembelajaran yang kurang tepat misalnya pemilihan media
pembelajaran di kelas dapat mengganggu proses berpikir siswa dalam
memahami konsep-konsep fisika yang dipelajari.
Seiring dengan kemajuan teknologi informasi sekarang ini,
pendekatan yang sesuai untuk dikembangkan adalah dengan menyajikan
fisika dalam berbagai media. Media VCD mungkin cocok diterapkan pada
pembelajaran sains karena banyak konsep yang abstrak dalam pembelajarn
sains. Dengan media VCD siswa diharapkan mampu menerangkan
gagasannya setelah melihat secara langsung melalui pengalaman belajar
dengan melihat media pengajaran. Karena melalui media VCDsiswa dapat
melihat fenomena alam tanpa harus pergi kelapangan,sehingga
pengalaman belajar siswa diharapkan bisa lebih kongkret. Banyak hal-hal
positif dari pemanfaatan mediaVCD untuk pengajaran sains. Sekalipun
demikian ada hal penting yang mesti kita antisipasi yakni : munculnya
4
miskonsepsi dan menurunnya motivasi pada praktikum yang
sessungguhnya.
Aldrich,danRogers Yvonne dalam penelitiannya menyebutkan
bahwa kelemahan media VCD dalam pembelajaran sains antara lain
praktikum dilakukan hanya pada keadaan ideal. Di dalam media VCD
animasi dan simulasi hanyalah suatu tiruan dari keadaan yang sebenarnya.
Tiruan ini bagaimanapun juga tidak akan mampu mendekati keadaan yang
sesungguhnya. Keadaan tiruan inilah yang memunculkan miskonsepsi.
Berdasarkan uraian di atas perlu kiranya dikembangkan suatu
tindakan yang dapat mengatasi kesulitan belajar fisika siswa berupa
penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan media VCD untuk
memberikan kesempatan kepada siswa dalam mengemukakan gagasan-
gagasan terhadap pemecahan suatu masalah dalam kelompoknya masing-
masing.
Oleh karena itu, penulis terdorong untuk melakukan penelitian
mengenai “PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE
STADDENGAN MEDIA VCD UNTUK MENGETAHUI ADANYA
MISKONSEPSI FISIKASISWA KELAS X SMA PADA POKOK
BAHASAN PERPINDAHAN KALOR”.
III. RUMUSAN MASALAH PENELITIAN
Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
1. Apakah penerapan pembelajaran kooperatiftipe STAD dengan media
VCD dapat menimbulkan miskonsepsi pada siswa?
2. Apakah ada perbedaaan miskonsepsi fisika siswa yang diberikan
pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan media VCD dan
pembelajaran tanpa menggunakan mediaVCD?
5
IV. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui ada tidaknya miskonsepsi fisika pada siswa sebagai akibat
penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan media VCD.
2. Mengetahui ada tidaknya perbedaaan miskonsepsi fisika siswa yang
diberikan pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan media VCD dan
pembelajaran tanpa menggunakan mediaVCD.
V. MANFAAT PENELITIAN
Manfaat penelitian ini adalah:
1. Pendidik atau calon pendidik: hasil penelitian ini dapat memberikan
gambaran atau informasi tentang miskonsepsi fisika sebagai akibat
penggunaan media VCD pembelajaran sehingga dapat digunakan sebagai
bahan pertimbangan dalam proses belajar mengajar di sekolah sehingga
pemahaman siswa mengenai konsep dan materi fisika dapat ditingkatkan.
2. Lembaga pendidikan: guna memberikan informasi awal dan bahan
referensi untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang kondisi
objektif di lapangan bagi pihak-pihak tertentu yang bermaksud
mengembangkan atau melakukan penelitian serupa di tempat lain.
VI. PENEGASAN ISTILAH
Penegasan istilah dimaksudkan untuk memperoleh pengertian
tentang istilah sehingga tidak menimbulkan interpretasi yang berbeda dari
pembaca. Istilah-istilah yang perlu diberi penegasan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Pembelajaran Kooperatif sebagai salah satu strategi belajar mengajar
adalah suatu cara mengajar dimana siswa dalam kelas dipandang sebagai
kelompok atau dibagi dalam beberapa kelompok.
2. Media VCD (Video Compact Disk) adalah bahan ajar yang merupakan
kombinasi dari dua atau lebih media (audio, teks, grafik, gambar animasi,
dan video) dimana pengoperasiannya perlu alat untuk menayangkan
6
seperti TV, VCD, Komputer, dan proyektor. VCD pembelajaran yang
digunakan peneliti adalah VCD Pesona Fisika.
3. Miskonsepsi Siswa adalah konsepsi siswa terhadap konsep fisika yang
bertentangan dengan konsepsi para pakar fisika. Dalam penelitian ini, yang
dimaksud miskonsepsi fisika siswa ialah miskonsepsi pada pokok bahasan
Perpindahan kalor.
VII. KAJIAN PUSTAKA
A. Belajar dan Pembelajaran
1. Belajar
Menurut Gagne dan Berliner (1983:252) dalam Catharina
(2006:2) belajar didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu
organisme berubah perilakunya akibat suatu pengalaman. Galloway
dalam Toeti Soekamto (1992: 27) mengatakan belajar merupakan
suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan
informasi, emosi dan faktor-faktor lain berdasarkan pengalaman-
pengalaman sebelumnya. Sedangkan Morgan menyebutkan bahwa
suatu kegiatan dikatakan belajar apabila memiliki tiga ciri-ciri
sebagai berikut.
a) belajar adalah perubahan tingkahlaku;
b) perubahan terjadi karena latihan dan pengalaman, bukan karena
pertumbuhan;
c) tersebut harus bersifat permanen dan tetap ada untuk waktu yang
cukup lama.
Dari beberapa pengertian belajar dari beberapa ahli di atas,
dapat disimpulkan pengertian belajar adalah sebagai berikut:
Belajar adalah suatu usaha sadar yang dilakukan oleh individu dalam
perubahan tingkah lakunya baik melalui latihan dan pengalaman yang
menyangkut aspek kognitif, afektif dan psikomotor untuk
memperoleh tujuan tertentu.
7
2. Pembelajaran
Briggs (1992) dalam Sugandi (2006:9) mengartikan instruction
atau pembelajaran ini adalah suatu sistem yang bertujuan untuk
membantu proses belajar siswa, yang berisi serangkaian peristiwa
yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan
mendukung terjadinya proses belajar siswa yang bersifat internal.
B. Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Pembelajaran kooperatif sebagai salah satu strategi belajar mengajar
adalah suatu cara mengajar dimana siswa dalam kelas dipandang sebagai
kelompok atau dibagi dalam beberapa kelompok. Pengajaran kooperatif
(Cooperative Learning) merupakan pendekatan pengajaran yang berfokus
pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam
memaksimalkan kondisi belajar dalam mencapai tujuan belajar. Tujuan
penting dari pengajaran kooperatif adalah untuk mengajarkan kepada
siswa keterampilan kerjasama, (Nurhadi, 2004:112).
Pembelajaran kooperatif baik untuk diterapkan karena selain dapat
mempelajari materi, siswa juga dapat mempelajari keterampilan
kooperatif. Model pembelajaran kooperatif yang diterapkan dalam
penelitian ini adalah STAD (student team achievement division).
Pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division
(STAD) yang dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di
Universitas John Hopkin (dalam Slavin, 1995) merupakan pembelajaran
kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan pembelajaran
kooperatif yang cocok digunakan oleh guru yang baru mulai
menggunakan pembelajaran kooperatif.
Pelaksanaan pembelajaran kooperatif secara singkat dapat dibagi
dalam 6 fase utama yang mencakup kegiatan siswa dan kegiatan guru
selama pelaksanaan pembelajaran kooperatif. Fase utama secara lengkap
dapat dilihat pada Tabel dibawah ini.
8
Tabel.1 Fase utama dalam proses pembelajaran kooperatif
FASE KEGIATAN GURU KEGIATAN SISWA
Fase 1
Menyampaikan
Tujuan dan
memotivasi siswa
Guru menyampaikan tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai
dan memotivasi siswa.
Siswa memperhatikan
penjelasan dari guru
tentang tujuan belajar
yang harus dicapai.
Fase 2
Menyajikan
informasi
Guru menyajikan informasi
kepada siswa baik dengan media.
Siswa memperhatikan
informasi dan
penjelasan dari guru
secara aktif.
Fase 3
Mengorganisasikan
siswa dalam
kelompok-
kelompok belajar
Guru menjelaskan pada siswa
bagaimana caranya membentuk
kelompok belajar dan membantu
setiap kelompok agar melakukan
transisi yang efisien.
Siswa membentuk
kelompok-kelompok
belajar dengan
bantuan dari guru.
Fase 4
Membantu kerja
kelompok dalam
belajar
Guru membimbing kelompok-
kelompok belajar pada saat siswa
mengerjakan tugas.
Siswa mengerjakan
tugas yang diberikan
guru dalam kelompok-
kelompok belajar
yang telah dibentuk.
Fase 5
Evaluasi
Guru mengevaluasi hasil belajar
tentang materi yang telah
dipelajari atau masing-masing
kelompok mempresentasikan
hasil kerjanya.
Siswa menerima hasil
evaluasi belajarnya
atau
mempresentasikan
hasil kerjanya.
Fase 6
Memberikan
penghargaan
Guru mencari cara-cara untuk
menghargai baik upaya maupun
hasil belajar individu dan
kelompok.
Siswa dapat
termotivasi untuk
belajar dengan
adanya penghargaan
dari guru.
(Ibrahim, 2000).
9
Penggunaan model pengajaran kooperatif untuk mengajar mempunyai
tujuan agar siswa mampu bekerjasama dengan teman lain dalam mencapai
tujuan bersama. Adapun keuntungan penggunaan model pengajaran
kooperatif adalah :
1. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggunakan
keterampilan bertanya dan membahas suatu masalah.
2. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih intensif
mengadakan penelitian mengenai suatu masalah.
3. Mengembangkan bakat kepemimpinan dan mengajarkan
keterampilan berdiskusi.
4. Memungkinkan guru untuk lebih memperhatikan sebagai individu
serta kebutuhannya dalam belajar.
5. Siswa lebih aktif bergabung dengan teman mereka dalam pelajaran,
mereka lebih aktif berpartisipasi dalam berdiskusi.
6. Memberikan kesempatan pada siswa untuk mengembangkan rasa
menghargai dan menghormati antar siswa, dimana mereka telah
saling bekerjasama dalam kelompok untuk mencapai tujuan
bersama.
Tetapi disamping adanya keuntungan dalam pembelajaran kooperatif,
pembelajaran kooperatif juga mempunyai kelemahan - kelemahan antara
lain sebagai berikut :
1. Kerja kelompok seringkali hanya melibatkan kepada siswa yang
mampu, sebab mereka cukup memimpin dan mengarahkan kepada
mereka yang kurang mampu.
2. Strategi ini kadang - kadang menuntut pengaturan tempat duduk
yang berbeda beda dan gaya mengajar yang berbeda - beda pula.
3. Keberhasilan strategi kelompok ini tergantung kepada kemampuan
siswa memimpin kelompok atau bekerja sendiri.
10
C. Media Pembelajaran
Belajar adalah proses mengolah nilai yang dikonsumsi setiap anak
didik. Nilai-nilai tidak datang dengan sendirinya, tetapi dapat diambil dari
berbagai sumber. Salah satu sumber belajar yang ikut membantu guru
memperkaya wawasan anak didik adalah media pembelajaran. Peranan
media tidak akan terlihat bila penggunaanya tidak sejalan dengan isi dan
tujuan pengajaran yang telah dirumuskan. Karena itu, tujuan pengajaran
harus dijadikan sebagai acuan dalam menggunakan media.
Manfaat media dalam proses belajar mengajar antara lain :
1) Pembelajaran bisa lebih menarik. Media dapat diasosiasikan sebagai
penarik perhatian dan membuat siswa terjaga dan memperhatikan.
2) Kualitas hasil belajar dapat ditingkatkan bilamana integrasi kata dan
gambar sebagai media .pembelajaran dapat mengkomunikasikan
dengan baik, spesifik dan jelas.
3) Siswa dapat lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab tidak hanya
mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati,
melakukan, mendemonstrasikan, memerankan dan lain-lain
4) Meletakkan dasar-dasar yang kongkret untuk berpikir, oleh karena itu
mengurangi verbalisme. (Arsyad, 2002).
Media pembelajaran dalam pembelajaran sains sebagai alat bantu
belajar dapat memberikan kontribusi positif dalam proses pembelajaran
yang interaktif, efektif dan menumbuhkan rasa ingin tahu siswa terhadap
konsep-konsep sains yang ditunjukkan oleh media tersebut.
D. Media VCD
VCD (Video Compact Disk) adalah bahan ajar yang merupakan
kombinasi dari dua atau lebih media (audio, teks, grafik, gambar animasi,
dan video) dimana pengoperasiannya perlu alat untuk menayangkan
seperti TV, VCD, Komputer, dan proyektor (Majid, 2004:182). Beberapa
persepsi guru dan siswa di dalam pemanfaatan multimedia dalam
pengajaran sains diberikan oleh Barton dalam Pramono (2004:10) di
bawah ini :
11
Manfaat dari visualisasi :
1. Membuat yang tidak terlihat menjadi terlihat
2. Menghadirkan reaksi yang tak nampak di dalam lab
3. Animasi menambah pemahaman
4. Gambar menambah pemahaman suatu konsep abstrak
5. Memungkinkan visualisasi yang terlalu kecil, terlalu cepat, terlalu
lamban atau terlalu berbahaya
Motivasi yang muncul:
1. Menimbulkan antusiasme, ketertarikan, dan keterlibatan
2. Mendorong siswa untuk mendapatkan jawaban atas ketertarikan
mereka
3. Siswa merasakan suasana menyenangkan (fun)
4. Mendorong siswa untuk tetap fokus pada materi
5. Suatu tool pembelajaran untuk menghadirkan ide-ide yang sukar.
Kita lihat bahwa banyak hal-hal positif dari pemanfaatan
multimedia untuk pengajaran sains. Sekalipun demikian ada hal penting
yang mesti kita antisipasi yakni : munculnya miskonsepsi dan
menurunnya motivasi pada praktikum yang sessungguhnya. Di dalam
mediaVCD animasi dan simulasi hanyalah suatu tiruan dari keadaan
yang sebenarnya. Tiruan ini bagaimanapun juga tidak akan mampu
mendekati keadaan yang sesungguhnya. Keadaan tiruan inilah yang
memunculkan miskonsepsi.
E. Konsep, Peta Konsep, Konsepsi Dan Miskonsepsi
1. Konsep
Konsep adalah benda-benda, kejadian-kejadian, situasi-situasi, atau
ciri-ciri yang memiliki ciri-ciri khas dan yang terwakili dalam setiap
budaya oleh suatu tanda atau simbol(Ausubel et al., 1978, hal. 105)
12
Jadi konsep merupakan abstraksi dari ciri-ciri sesuatu yang
mempermudah komunikasi antara manusia dan yang memungkinkan
manusia berfikir (bahasa adalah alat berfikir).
2. Hubungan antara konsep
Setiap konsep tidak berdiri sendiri, melainkan setiap konsep
berhubungan dengan konsep-konsep yang lain. Misalnya, “meja”
berhubungan dengan semua ciri yang diperlukan untuk
memerikannya, misalnya bentuk, jenis bahan, warna, fungsinya (meja
tulis, meja makan), besarnya, dst. Maka setiap konsep dapat
dihubungkan dengan banyak konsep lain dan hanya mempunyai arti
dalam hubungan dengan konsep-konsep lain. Semua konsep bersama
membentuk semacam jaringan pengetahuan didalam kepala manusia.
Semakin lengkap, terpadu, tepat dan kuat hubungan konsep-konsep
dalam kepala seseorang, semakin pandai orang itu.
3. Belajar konsep
Sering para pelajar hanya menghafalkan definisi konsep tanpa
memperhatikan hubungan antara konsep yang satu dengan konsep-
konsep lainnya. Dengan demikian konsep baru tidak masuk jaringan
konsep yang telah ada dalam kepala siswa, tetapi konsepnya berdiri
sendiri tanpa hubungan dengan konsep lainnya. Maka konsep yang
baru tersebut tidak dapat digunakan oleh siswa dan tidak mempunyai
arti, sebab arti konsep berasal dari hubungan dengan konsep-konsep
lain.
4. Peta Konsep
Peta konsep adalah alat peraga untuk memperlihatkan hubungan
antara beberapa konsep. Misalnya, konsep kalor dapat digambarkan
bersama hubungannya dengan konsep-konsep yang lain (Gambar.1).
Hubungan antar konsep dapat dirincikan dalam pernyataan-
pernyataan. Tentu pada tingkat SMA guru harus membatasi jumlah
konsep dan hubungan diantaranya yang diajarkan. Dengan membuat
peta konsep yang lengkap dulu, pengajar dapat memutuskan bagian
mana dari peta yang akan diajarkan dan bagian mana yang terpaksa
13
(sementara) diabaikan. Tentu pengajar yang ingin mengajarkan semua
konsep dan hubungannya sekaligus tidak akan berhasil.
5. Konsepsi
Tafsiaran perorangan terhadap banyak konsep berbeda-beda.
Misalnya penafsiran konsep “ibu” atau “cinta” atau “keadilan”
berbeda untuk setiap orang. Tafsiran konsep oleh setiap orang disebut
konsepsi. Walaupun dalam Fisika kebanyakan konsep memiliki arti
yang jelas, yang sudah disepakati oleh tokoh Fisika, toh konsepsi
siswa/mahasiswa berbeda-beda. Tafsiran siswa (konsepsi siswa)
mengenai konsep kalor berbeda dari tafsiran guru atau buku.
Gambar.1 Contoh Peta Konsep
Suhu
Kalor
Perubahan
wujud zat Perpindahan
Kalor
Konduksi
Konveksi
Radiasi
Transfer
Energi
Pemuaian
Zat padat
Zat cair
Gas
Kalor Laten
Asas Black
Kalor jenis dan
kapasitas kalor
Mencair Membeku Menyublim Menguap Mengembun
14
6. Miskonsepsi
Memang konsepsi siswa selalu berbeda dengan konsepsi fisikawan.
Konsepsi fisikawan pada umumnya akan lebih canggih, lebih
kompleks, lebih rumit, melibatkan lebih banyak hubungan antar
konsep daripada siswa. Kalau konsepsi siswa adalah sama dengan
konsepsi fisikawan yang disederhanakan, konsepsi siswa tidak dapat
disebut salah. Tetapi kalau konsepsi siswa bertentangan dengan
konsepsi para fisikawan dikatakan sebagai miskonsepsi
(misconception). Biasanya miskonsepsi menyangut kesalahan siswa
dalam pemahaman hubungan antar konsep. Misalnya hubungan antara
gaya dan momentum, atau antara arus dan tegangan, atau antara massa
jenis dan massa
7. Prakonsepsi
Dari banyak penelitian (misalnya Osborne, 1982; Minstrell, 1982)
ternyata siswa sudah mempunyai konsepsi mengenai konsep-konsep
Fisika sebelum mereka mengikuti pelajaran Fisika disekolah. Sebelum
siswa mengikuti pelajaran mekanika (benda yang jatuh, benda yang
bergerak, gaya, dst.) dan karena itu mereka sudah mengembangkan
banyak konsepsi (kecepatan, gaya) yang belum tentu sama dengan
konsepsi fisikawan. Konsepsi semacam ini disebut prakonsepsi.
8. Derajat Pemahaman Konsep
Menurut Abraham dan Marek (1992), derajat pemahaman siswa
dapat digolongkan menjadi enam derajat pemahaman, yaitu :
a) Memahami konsep
b) Memahami sebagian tanpa salah konsep
c) Memahami sebagian ada salah konsep
d) Miskonsepsi
e) Tidak memahami
f) Tidak ada respon
Derajat pemahaman pertama dan kedua termasuk kategori
memahami, derajat pemahaman ketiga dan keempat termasuk
15
kategori miskonsepsi, derjat pemahaman kelima dan keenam
termasuk kategori tidak memahami.
Secara lengkap katagori tersebut dapat dilihat pada tabel.2
berikut ini:
DERAJAT PEMAHAMAN KATEGORI
a. Tidak ada respon
1. Memahami sebagian atau kosong
2. Menjawab “Saya tidak tahu”
b. Tidak memahami
1. Mengulang pertanyaan
2. Menjawab tetapi tidak berhubungan
dengan pertanyaan dan tidak jelas
c. Miskonsepsi Menjawab dengan penjelasan tidak logis
d. Memahami sebagian ada
miskonsepsi
Jawaban menunjukkan konsep yang
dikuasai tetapi ada pernyataan dalam
jawaban yang menunjukkan miskonsepsi
e. Memahami sebagian
Jawaban menunjukkan hanya sebagian
konsep yang dikuasai tanpa ada
miskonsepsi
f. Memahami konsep
Jawaban menunjukkan semua konsep
dipahami dengan semua jawaban benar
16
Berdasarkan pengelompokan diatas, maka dapat ditentukan derajat
pemahaman konsep dalam table.3 sebagai berikut.
No. Kategori Derajat Pemahaman Kriteria
1. Tidak memahami • Tidak ada respon
• Tidak memahami
a. Tidak ada jawaban / kosong
b. Menjawab “Saya tidak
tahu”
c. Mengulang pertanyaan
d. Menjawab tetapi tidak
berhubungan dengan
pertanyaan atau tidak jelas
2. Miskonsepsi • Miskonsepsi
• Memahami
sebagian dengan
miskonsepsi
a. Menjawab dengan
penjelasan tidak logis
b. Penjelasan menunjukkan
ada konsep yang dikuasai,
tetapi ada pernyataan dalam
jawaban yang menunjukkan
miskonsepsi
3. Memahami • Memahami
sebagian
• Memahami
konsep
a. Jawaban menunjukkan
hanya sebagian konsep
yang dikuasai tanpa adanya
miskonsepsi
b. Jawaban menunjukkan
konsep dipahami dengan
semua penjelasan benar
17
F. Perpindahan Kalor
1. Pengertian Perpindahan Kalor : Perpindahan energi yang mengalir
dari benda yang lebih panas ke benda yang lebih dingin ketika
kedua benda bersentuhan satu sama lain sampai suhunya sama
dan kesetimbangan termal tercapai.
2. Perpindahan kalor berlangsung melalui tiga cara yaitu konduksi,
konveksi, dan radiasi. masing-masing penjabarannya sebagai
berikut :
a. Konduksi : Perpindahan kalor melalui suatu zat padat, tetapi
bagian-bagian zat itu tidak ikut berpindah. Dalam skala
mikroskopis, konduksi terjadi karena satu partikel bergerak
cepat dan berinteraksi dengan atom-atom dan molekul
tetangga. Dari interaksi ini, maka kalor dapat berpindah dari
satu partikel ke partikel yang lain. Berdasarkan kemampuan
menghantarkan kalor, zat padat dibedakan menjadi 2 yaitu :
i. Konduktor : bahan- bahan yang mudah menghantarkan
kalor.
Contoh : besi, tembaga, alumunium dll.
ii. Isolator : bahan-bahan yang sukar atau tidak dapat
menghantarkan kalor.
Contoh : kayu, batu, kertas, plastik dll.
Pada bahan konduktor, perpindahan kalor terjadi melalui
elektron-elektron bebas dan laju kalor konduksinya dapat
ditentukan dengan menggunakan persamaan ini :
�� = ����
�
Dengan : Q : kalor (J)
t : waktu (s)
k : konduktivitas termal (W/m K)
18
A: luas permukaan (m2)
d : panjang/tebal bahan (m)
∆: perbedaan suhu (K)
b. Konveksi : Perpindahan kalor yang terjadi karena gerakan
fluida yang berbeda massa jenis. Konveksi biasanya dibedakan
menjadi 2 yaitu :
i. Konveksi alamiah : aliran fluida terjadi karena perbedaan
massa jenis.
Contohnya : konveksi gas pada angin laut dan angin darat.
ii. Konveksi paksa : aliran fluida diarahkan secara sengaj
untuk tujuan tertentu dengan menggunakan alat.
Contohnya : mesin pendingin, pengering rambut.
Laju kalor konveksi ketika suatu benda panas memindahkan
kalor ke fluida di sekitarnya dapat ditentukan dengan persamaan
sebagai berikut :
�� = �∆�
Dengan : Q : kalor (J)
t : waktu (s)
h : koefisien konveksi (W/m2 K)
A: luas permukaan (m2)
∆: perbedaan suhu (K)
3. Radiasi : merupakan salah satu mekanisme perpindahan kalor
dalam bentuk gelombang elektromagnetik tanpa melalui zat
perantara. Contohnya : panas matahari dapat mencapai ke bumi
dengan mekanisme radiasi, sehingga mampu melewati ruang
hampa.
Radiasi kalor memenuhi hokum Stefan-Boltzmann, yaitu
energi yang dipancarkan oleh suatu permukaan benda hitam dalam
19
bentuk radiasi kalor tiap satuan waktu (Q/t) sebanding dengan luas
permukaan (A) dan sebanding dengan pangkat empat suhu mutlak
permukaan itu (T4). Hukum Stefan-Boltzmann dapat dinyatakan
dalam persamaan sebagai berikut :
�� = ���
Dengan :� = tetapan Stefan-Boltzmann (5,67 x 10-8
W/m2K
4)
Persamaan di atas hanya berlaku untuk benda hitam
sempurna.Benda hitam sempurna adalah benda yang mampu
menyerap dan memancarkan kalor secara sempurna. Untuk benda
yang bukan benda hitam sempurna, maka berlaku persamaan
berikut :
�� = � ���
Dengan :e : emisivitas (0 ≤ 0 ≤ 1)
Emisivitas adalah ukuran suatu pancaran radiasi kalor suatu benda
dibandingkan dengan benda hitam sempurna. Untuk benda hitam
sempurna e = 0.
G. Kesalahpahaman Perpindahan Kalor
Dalam Pembelajaran fisika, banyak konsepsi siswa tentang konsep
fisika mengalami miskonsepsi. Jika miskonsepsi tersebut tidak mendapat
perhatian dalam pembelajaran, miskonsepsi tersebut semakin resisten, dan
dapat bermuara pada rendahnya kompetensi siswa.
Sejumlah peneliti ( Tiberghien, 1983, 1985; Erickson, 1979, 1980;
Stavy & Berkovitz, 1980; Shayer & Wylam, 1981; Duit, 1986) dalam Ed
van den Berg (1991) telah meneliti konsepsi (dan miskonsepsi) siswa
mengenai suhu dan kalor. Antara lain mereka menemukan konsepsi-
konsepsi berikut:
1. Suhu dan kalor sulit bedakan. Dalam bahasa sehari-hari juga
demikian. Kata panas kadang-kadang berarti suhu, kadang-kadang
berarti energi kalor.
20
2. Kalor masih sering dianggap suatu fluida (materi) seperti pandangan
fisikawan sebelum pertengahan abad ke-19 (istilah seperti kapasitas
kalor, aliran kalor, dsb. Masih mengingatkan kita pada sejarah konsep
kalor). Ada juga siswa yang membedakan antara kalor panas dan kalor
dingin yang masing-masing dianggap dapat mengalir tersendiri.
3. Kalor adalah energi dari benda panas.
4. Suhu adalah ukuran dari campuran kalor panas (heat) dan kalor dingin
(cold). Kalor panas mengalir dari benda panas ke benda dingin
sedangkan arah arus kalor dingin sebaliknya.
5. Suhu sering kali dianggap sebagai variabel ekstensif yang besarnya
berhubungan dengan jumlah materi (massa). Misalnya, jika 1 liter air
dengan suhu 600C dipisahkan dalam dua kali ½ liter, ada siswa yang
berpendapat bahwa suhu masing-masing bagian menjadi 300 C.
VIII. KERANGKA BERFIKIR
Pembelajaran Fisika
Miskonsepsi siswa
Fisika sulit dan
tidak menarik
Tepat
Pemahaman konsep fisika
siswa meningkat
Tidak tepat
Strategi pembelajaran
Pembelajaran Kooperatif tipe STAD
Media VCD
21
IX. HIPOTESIS
Dari rumusan permasalahan dalam penelitian ini yang didukung dengan
teori – teori dalam kajian pustaka, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah.
1. Penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan media VCD dapat
menimbulkan miskonsepsi pada siswa.
2. Ada perbedaaan miskonsepsi fisika siswa yang diberikan pembelajaran
kooperatif tipe STAD dengan media VCD dan pembelajaran tanpa
dengan media VCD.
X. METODE PENELITIAN
A. Subjek Penelitian dan Setting Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya
miskonsepsi fisika pada siswa sebagai akibat penerapan pembelajaran
kooperatif dengan menggunakan media VCDpembelajaran di kelas X
pada suatu SMA di wilayah Magelang pada pokok bahasan perpindahan
kalor.
B. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang
menggunakan rancangan eksperimen Random terhadap Subjek. Dalam
penelitian ini subjek digolongkan dalam 2 kelompok, 1 kelompok
eksperimen diberikan pembelajaran dengan menggunakan media VCD, 1
kelompok kontrol yang tidak diberikan pembelajaran dengan
menggunakan mediaVCD.
Desain penelitian dapat digambarkan sebagai berikut
Group Treatment Tes
Eksperimen R
X1 T
Kontrol X2 T
Sumber : Metodologi penelitian (Arikunto, 2006 : 87)
Keterangan
X1 : Pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan media VCD.
22
X2 : Pembelajaran kooperatif tipe STAD tanpa media VCD.
T : Tes diagnostik
C. Identifikasi Variabel
Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah
Pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan media VCD dan
pembelajaran kooperatif tipe STAD tanpa VCD. Adapun variabel
terikat adalah miskonsepsi siswa.
D. Populasi dan sampel
Penelitian ini menggunakan populasi seluruh siswa kelas X
SMA Negeri 2 Magelang tahun pelajaran 2009/2010 yang terdiri dari 6
kelas.
Sampel dalam penelitian ini diambil, dengan menggunakan
cara cluster random sampling karena dalam penelitian ini sampel
yang diambil adalah individu yang tersedia sebagai unit dalam
populasi (Suryabrata, 1983). Kemudian dari 6 kelas diambil 2 kelas
secara random yang digunakan untuk kelas eksperimen dan kontrol
seperti pada desain penelitian.
E. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah :
1. Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi yaitu metode pengumpulan data dengan
mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan,
transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen, rapat, legger,
agenda dan sebagainya. (Arikunto 2002 : 236). Dalam penelitian ini,
metode dokumentasi dilakukan untuk memperoleh jumlah, nama dan
kelas siswa. Metode dokumentasi ini digunakan untuk mengetahui
nama siswa dan jumlah siswa, serta dokumen lain yang diperlukan
dalam penelitian.
2. Metode tes
Tes yang digunakan untuk mengetahui miskonsepsi siswa
adalah tes diagnostik. Tes diagnostik adalah tes yang digunakan untuk
mengetahui kelemahan-kelemahan siswa sehingga berdasarkan
23
kelemahan-kelemahan tersebut dapat diberikan pemberian perlakuan
yang tepat (Arikunto 2002: 34). Bentuk tes yang digunakan dalam
penelitian ini adalah tes objektif beralasan. Jadi siswa diminta
menjawab soal dengan memilih salah satu dari beberapa pilihan
jawaban kemudian siswa diminta memberi alasan mengapa memilih
jawaban tersebut.
F. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti tidak melakukan uji instrumentasi,
tetapi instrumen dikonsultasikan kepada pembimbing. Hal ini dilakukan
karena jika dilakukan uji instrumentasi memungkinkan terjadinya
miskonsepsi pada objek uji coba sehingga dikhawatirkan instrumen
menjadi tidak valid. Bentuk tes yang digunakan dalam penelitian ini
adalah tes objektif beralasan.
Adapun penskoran untuk tes objektif beralasan adalah sebagai
berikut.
No Jawaban Siswa Skor
1 Jawaban benar, penjelasan menunjukkan bahwa konsep yang
dipahami benar
4
2 Jawaban benar, penjelasan jawaban menunjukkan hanya
sebagian konsep yang dipahami dan tidak menunjukkan
adanya miskonsepsi
3
3 Jawaban benar, namun penjelasan tidak sebagaimana
seharusnya atau terjadi miskonsepsi:
- Jawaban benar dan siswa memiliki miskonsepsi dimana
jawaban siswa tidak menyimpang jauh dari konsep fisika
2
- Jawaban benar dan siswa memiliki miskonsepsi dimana
jawaban siswa menyimpang jauh dari konsep fisika
1
4 a. Jawaban benar tetapi tidak memberikan penjelasan
b. Jawaban maupun penjelasan salah
c. Jawaban maupun penjelasan kosong
d. Jawaban benar, tetapi penjelasan jawaban tidak
berhubungan dengan pertanyaan
0
24
1. Prosedur Eksperimen
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan hipotesis
penelitian, yaitu membuktikan Penerapan pembelajaran kooperatif
tipe STAD dengan media VCD dapat menimbulkan miskonsepsi pada
siswa. Berdasarkan permasalahannya maka teknik pengumpulan data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes. Teknik tes digunakan
untuk mengukur mikonsepsi siswa. Adapun penelitian yang akan
dikontrol adalah :
1. Bahan pelajaran, dikontrol dengan mengambil pokok bahasan
yang sama yaitu perpindahan kalor.
2. Pengajar (Guru), dikontrol dengan pelaksanaan proses belajar
mengajar oleh guru yang sama.
3. Kondisi selama pembelajaran dikontrol dengan menyamakan
kondisi ketika pemberian materi yaitu pemberian materi antara
jam 07.00-13.30 WIB.
Berikut ini disebutkan tahap-tahap eksperimen, seperti tersebut
dibawah ini :
a. Tahap Pra Eksperimen
Pada tahap ini dilakukan untuk mempersiapkan peralatan
serta segala sesuatu yang berhubungan dengan pelaksanaan
eksperimen secara teknis, yaitu studi awal, persiapan soal test yang
akan digunakan dan menyiapkan kelas yang akan dilakukan
eksperimen.
b. Tahap Eksperimen
Tahap kedua ini merupakan tahap dimana dilaksanakan
semua langkah-langkah yang telah disusun dalam penelitian. Tahap
ini dilakukan dalam dua langkah,yaitu :
1) Tahap Perlakuan (eksperimen)
Perlakuan dalam penelitian ini melibatkan tiga unsur yaitu
media, peserta didik dan peneliti.Dalam hal ini peneliti
25
memanipulasi proses belajar mengajar dengan memberikan
perlakuan pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan
menggunakan mediaVCD dalam proses pengajaran fisika pada
kelas yang dilakukan eksperimen yaitu sebanyak 2kali dengan
waktu 45 menit untuk setiap pertemuan untuk masing-masing
analisis.
2) Tahap Tes Akhir
Setelahmemberikan seluruh perlakuan pada kelompok
eksperimen dan mengamati proses belajar mengajar di kelas
kontrol, maka kepada kedua kelas tersebut diberikan tes
diagnostik. Pemberian tes diagnostik ini bertujuan untuk
mengetahui ada tidaknya miskonsepsi fisika siswa kelas
eksperimen dan kelas kontrol.
G. Teknik Analisis Data
Teknik yang digunakan untuk menganalisis data penelitian
meliputi :
a. Uji Pesyaratan Analisis
Analisis tahap awal dilakukan untuk mengetahui apakah kedua
sampel (kelompok eksperimen 1 dan kelompok eksperimen 2) berasal
dari populasi yang sama. Hal ini bisa diketahui dengan adanya varians
dan rata-rata yang dimiliki oleh populasi tidak berbeda secara
signifikan.Pada perhitungan tahap awal terlebih dahulu dilakukan uji
homogenitas populasi, uji normalitas.
1. Uji Homogenitas
Uji homogenitas berfungsi untuk menguji homogen atau
tidaknya data antar kelompok. Rumus yang digunakan menurut
Riduan (2005: 120) adalah sebagai berikut :
� = ������
Keterangan :
F = Koefisien F
��� = Varians yang terbesar
26
��� = Varians yang terkecil
Dengan menggunakan kriteria pengujian sebagai berikut :
Jika Fhitung> Ftabel berarti tidak homogen, dan jika Fhitung< Ftabel
berarti homogen.
2. Uji Normalitas
Uji normalitas untuk mengetahui apakah sebaran dari masing-
masing skor ubahan berdistribusi normal atau tidak. Penggunaan uji
normalitas bertujuan untuk mengetahui teknis analisis statistik yang
akan digunakan pada data akhir. Dihitung dengan menggunakan
rumus Chi-Kuadrat. Rumus :
�� = Σ ��� − ������
�Arikunto 2006 ∶ 290�
Keterangan :
χ2 = Chi-kuadrat
fo = frekuensi yang diperoleh dari sampel
fh = frekuensi yang diharapkan dari sampel sebagai pencerminan
dalam populasi
Jika harga χ2
hitung < χ2
tabel, dengan derajat kebebasan dk=k – 1
dan taraf signifikansi 5%, berarti distribusi data dinyatakan
normal.Jika data berdistribusi normal maka teknik analisis statistik
yang digunakan adalah statistik parametrik dan apabila datanya
berdistribusi tidak normal maka teknik analisis statistik yang
digunakan adalah statistik non parametrik.
b. Teknik Analisis Statistik
Untuk menguji perbedaan kelas eksperimen dengan kelas
kontrol dapat diuji dengan menggunakan Rumus Uji-t. Menurut
Sugiyono (2005: 119), dirumuskan sebagai berikut :
�,�-./ = 012 − 0134523
.2 + 533.3 − 37 8 52
9.2: 8 539.3:
27
Keterangan :
t : Nilai t hitung
;<� : Nilai rata-rata kelompok eksperimen
;<� : Nilai rata-rata kelompok kontrol
=�� : Varian data pada kelompok eksperimen
=�� : Varian data pada kelompok kontrol
=� : Standar Deviasi pada kelompok eksperimen
=� : Standar Deviasi pada kelompok kontrol
>� : Banyaknya suyek pada kelompok eksperimen
>� : Banyaknya subyek pada kelompok kontrol
? : Korelasi antara dua sampel
Harga t yang diperoleh dibandingkan dengan t tabel dengan taraf
signifikansi α=5% dengan dk=n1+n2-2. Jika hargathitung>ttabel, maka
dapat disimpulkan ada perbedaaan miskonsepsi antara kelas kontrol dan
kelas eksperimen yang signifikan.
28
DAFTAR PUSTAKA
Abraham, Grzybowski, Renner, Marek.1992. Understandings and
misunderstandings of eighth graders of five chemistry concepts
found in textbooks.Journal of Research in Science Teaching
Volume 29, 105 – 120.
Aldrich, Frances &Rogers Yvonne.1998. Getting to gript with “interactivity”
: helping teachers asses the educational value of CD-ROMs.
British Journal of Technology Vol 29 No 4 (1998) 321-332.
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta : PT Rineka Cipta.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta :
Bumi Aksara.
Arsyad, A. 2002. Media Pembelajaran, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.
Baser, Mustafa. Effect of Conceptual Change Oriented Instructrion on
Student’ Understanding of Heat and Temperature Concept. Journal
of Maltese Education Research Vol.4 No 1 (2006) 64-79.
Avaliable at
http://www.educ.um.edu.mt/jmer[accessed 13/01/2010]
Chattarina dkk. 2006. Psikologi Belajar. Semarang : Unnes Press.
Euwe van den Berg. 1991. Miskonsepsi Fisika dan Remediasi. Salatiga:
Universitas Kristen Satya Wacana.
Pramono, Gatot.2008. Pemanfaatan Multimedia pembelajaran. Jakarta: Pusat
Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan Departemen
Pendidikan Nasional.
Go@ nen, Selahatin.2008.A Study on Student Teachers’ Misconceptions and
Scientifically Acceptable Conceptions About Mass and Gravity.J
Sci Educ Technol (2008) 17:70–81.
Ibrahim, Muslimin. Fida R. Mohammad nur.Ismono .2000.Pembelajaran
Kooperatif. Surabaya. UNESA university press.
Majid, Abdul. 2006. Perencanaan Pembelajaran. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Masril & Asma, Nur.2002.Pengungkapan Miskonsepsi Siswa Menggunakan
Force Concept Inventory dan Certainty of Response Index. Jurnal
Fisika Himpunan Fisika Indonesia Vol B5 (2002) 0559
Avaliable at http://hfi.fisika.net[accessed 13/01/2010]
29
Nurhadi. 2004. Kurikulum 2004 (Pertanyaan dan Jawaban). Jakarta :
Gramedia.
Prabu, Alexander and Markus, I Made .2006. Efektivitas Penggunaan Media
Software Pesona Fisika dalam Pembelajaran Fisika di SMA Santa
Ursula BSD1. Tangerang: Universitas Pelita Harapan.
Sugandi, Achmad. 2006. Teori Pembelajaran. Semarang : Unnes Press.
Sumarsono, Joko. 2008. Fisika Untuk SMA/MA Kelas X. Jakarta: Pusat
PerbukuanDepartemen Pendidikan Nasional
Sugiyono. 2004. Statistik untuk Penelitian. Bandung : CV Alfabeta.
Suryabrata, S. 1983. Metodeologi Penelitian, Jakarta : Raja Grafido Persada.