penerapan model kooperatif tipe group investigation
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user i
PENERAPAN MODEL KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION
UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGIDENTIFIKASI
SIFAT-SIFAT BAYANGAN CERMIN PADA SISWA KELAS V
SD NEGERI I WALENG KECAMATAN GIRIMARTO
KABUPATEN WONOGIRI TAHUN AJARAN 2011/2012
SKRIPSI
Oleh:
FAJAR SETYAWATI
K7108140
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
Juli 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user ii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini
Nama : Fajar Setyawati
NIM : K7108140
Jurusan/Program Studi : Ilmu Pendidikan/PGSD
menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “PENERAPAN MODEL
KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION (GI) UNTUK
MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGIDENTIFIKASI SIFAT-SIFAT
BAYANGAN CERMIN PADA SISWA KELAS V SD NEGERI I WALENG
KECAMATAN GIRIMARTO KABUPATEN WONOGIRI TAHUN
AJARAN 2011/2012” ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri. Selain
itu, sumber informasi yang dikutip dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
Apabila pada kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil
jiplakan, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan saya.
Surakarta, Juli 2012
Yang membuat pernyataan
Fajar Setyawati
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user iii
PENERAPAN MODEL KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION
UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGIDENTIFIKASI
SIFAT-SIFAT BAYANGAN CERMIN PADA SISWA KELAS V
SD NEGERI I WALENG KECAMATAN GIRIMARTO
KABUPATEN WONOGIRI TAHUN AJARAN 2011/2012
Oleh:
FAJAR SETYAWATI
K7108140
Skripsi
Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan mendapatkan gelar
Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Jurusan Ilmu Pendidikan
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
Juli 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user iv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user v
Disahkan oleh
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret
a.n Dekan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user vi
ABSTRAK
Fajar Setyawati. K7108140. PENERAPAN MODEL KOOPERATIF TIPE
GROUP INVESTIGATION (GI) UNTUK MENINGKATKAN
KEMAMPUAN MENGIDENTIFIKASI SIFAT-SIFAT BAYANGAN
CERMIN PADA SISWA KELAS V SD NEGERI I WALENG
KECAMATAN GIRIMARTO KABUPATEN WONOGIRI TAHUN
AJARAN 2011/2012. Skripsi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2012.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan model Group
Investigation (GI) dalam pembelajaran dan untuk meningkatkan kemampuan
mengidentifikasi sifat-sifat bayangan cermin melalui penerapan model kooperatif
tipe Group Investigation (GI) pada siswa kelas V SD Negeri I Waleng Kecamatan
Girimarto Kabupaten Wonogiri Tahun Ajaran 2011/2012.
Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa kelas V SD Negeri
I Waleng Kecamatan Girimarto Kabupaten Wonogiri Tahun Ajaran 2011/2012.
Jumlah siswa yang diteliti adalah 29 siswa, terdiri dari 14 siswa laki-laki dan 15
siswa perempuan. Objek penelitian adalah kemampuan mengidentifikasi sifat-sifat
bayangan cermin sebagai variabel terikat dan penerapan model Group
Investigation (GI) sebagai variabel bebas. Bentuk penelitian ini adalah Penelitian
Tindakan Kelas (PTK) yang dilaksanakan selama dua siklus. Tiap siklus terdiri
dari empat tahap, yaitu perencanaan, pelaksanaan/tindakan, observasi, dan
refleksi. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, tes,
dokumentasi, dan wawancara. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis
data kualitatif yang dilakukan secara interaktif. Validitas data yang digunakan
adalah trianggulasi data, trianggulasi metode, dan trianggulasi teori.
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa nilai rata-rata siswa pada
kondisi awal adalah 57,56 dengat persentase ketuntasan klasikal sebesar 31,03%.
Pada siklus I, nilai rata-rata siswa meningkat menjadi 71,17 dengan persentase
ketuntasan klasikal sebesar 62,07%. Selanjutnya pada siklus II, nilai rata-rata
siswa meningkat lagi menjadi 76,24 dengan persentase ketuntasan klasikal sebesar
89,66%.
Simpulan penelitian ini adalah penerapan model kooperatif tipe Group
Investigation (GI) dapat meningkatkan kemampuan mengidentifikasi sifat-sifat
bayangan cermin pada siswa kelas V SD Negeri I Waleng Kecamatan Girimarto
Kabupaten Wonogiri Tahun Ajaran 2011/2012. Oleh karena itu, model kooperatif
tipe Group Investigation (GI) dapat digunakan sebagai salah satu alternatif model
pembelajaran yang dapat diterapkan guru untuk meningkatkan kemampuan
mengidentifikasi sifat-sifat bayangan cermin pada siswa Sekolah Dasar.
Kata kunci: model Group Investigation (GI), kemampuan mengidentifikasi sifat-
sifat bayangan cermin
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user vii
ABSTRACT
Fajar Setyawati. K7108140. APPLICATION OF COOPERATIVE MODEL
OF GROUP INVESTIGATION (GI) IN ATTEMPTS OF IMPROVING
SKILL OF IDENTIFYING NATURE OF MIRROR REFLECTIONS
AMONG 5TH
GRADE STUDENTS OF SD NEGERI I WALENG OF
KECAMATAN GIRIMARTO, WONOGIRI REGENCY OF 2011/2012
ACADEMIC YEAR. Minithesis. Surakarta: Teacher Training and Education
Faculty of Sebelas Maret University of Surakarta. 2012
Purpose of the research is to know application of Group Investigation (GI)
model in learning and to improve skill of identifying nature of mirror reflections
by using the cooperative model of Group Investigation (GI) type among 5th
grade
students of SD Negeri I Waleng of Kecamatan Girimarto, Wonogiri Regency of
2011/2012 academic year.
Subject of the research is 5th
grade students of SD Negeri I Waleng of
Kecamatan Girimarto, Wonogiri Regency of 2011/2011 academic year. Amount
of the school’s students are 29 individuals consisting of 14 male and 15 female
students. Object of the research is skill of identifying nature of mirror reflections
as a dependent variabel and application of Group Investigation (GI) model as
independent variable. The research is a Classroom Action Research (CAR)
performed in two cycles. Each cycle consists of four stages, there are planning,
implementation/action, observation, and reflection. Data is collected by using
observation, test, documentation, and interview techniques. Data of the research is
analyzed by using qualitative data analysis that is performed interactively. Data
validity is examined by using data triangulation, method triangulation, and theory
triangulation.
Based on the research, it is known that average grade of students before
action implementation was 57.56 and percentage of classical completeness was
31.03%. In cycle I, the average grade increased to 71.17 and percentage of
classical completeness was 62.07%. Then, the average grade increased further in
cycle II, namely, 76.24% with percentage of classical completeness was 89.66%.
Conclusion of the research is application of cooperative model of Group
Investigation (GI) type is able to improve skill of the 5th
grade students of SD
Negeri I Waleng in identifying nature of mirror reflections. Therefore, cooperative
model of Group Investigation (GI) type is useful to use as a learning model
alternative that can be applied by teacher in attempt of improving skill of
identifying nature of mirror reflections among students of elementary school.
Key words: Group Investigation (GI) model, skill of identifying the nature of
mirror reflection
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user viii
MOTTO
# Orang besar bukan orang yang otaknya sempurna tetapi orang yang mengambil
sebaik-baiknya dari otak yang tidak sempurna (Nabi Muhammad SAW) #
# Pendidikan merupakan perlengkapan paling baik untuk hari tua (Aristoteles) #
# Orang-orang yang sukses telah belajar membuat diri mereka melakukan hal
yang harus dikerjakan ketika hal itu memang harus dikerjakan, entah mereka
menyukainya atau tidak (Aldus Huxley) #
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user ix
PERSEMBAHAN
Teriring syukurku pada Tuhan Yang Maha Esa, kupersembahkan karya ini untuk:
Ayah dan Ibuku (Bapak Siswanto dan Ibu Karmiyati)
Yang tiada hentinya mendoakan, memberikan kasih sayang dan motivasi,
serta selalu memberikan segala yang terbaik dalam hal materiil dan moril
Susan Timur, Agus Ariyanto, Dinia Ika, Yuyun Rima , Mintikawati
Terima kasih karena kalian senantiasa mendorong langkahku dengan
perhatian dan semangat
Keluarga besar Che_Community ‘08 serta teman-teman PGSD FKIP
UNS angkatan 2008 untuk kebersamaan yang tak terlupakan
Keluarga besar SD Negeri I Waleng Girimarto Wonogiri
Terima kasih atas bantuan dan bimbingan selama melaksanakan
penelitian
FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta, almamaterku yang selalu
kubanggakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user x
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan berkah,
rahmat, dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan
judul “Penerapan Model Kooperatif Tipe Group Investigation (GI) Untuk
Meningkatkan Kemampuan Mengidentifikasi Sifat-sifat Bayangan Cermin Pada
Siswa Kelas V SD Negeri I Waleng Kecamatan Girimarto Kabupaten Wonogiri
Tahun Ajaran 2011/2012”.
Penulisan skripsi ini diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh
gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi PGSD Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Dalam menyusun skripsi ini, tentunya penulis tidak lepas dari bantuan dan
kerjasama berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
2. Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan.
3. Ketua Program Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Jurusan Ilmu Pendidikan,
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
4. Drs. Ngadino Y, M.Pd. selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan
bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi.
5. Idam Ragil WA, S.Pd, M.Si. selaku Dosen Pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi.
6. Kepala SD Negeri I Waleng Kecamatan Girimarto Kabupaten Wonogiri yang
telah memberikan kesempatan dan tempat guna pengambilan data dalam
penelitian.
7. Sukiya, S.Pd. selaku Guru Kelas V SD Negeri I Waleng Kecamatan
Girimarto Kabupaten Wonogiri yang telah membantu penulis selama
penelitian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xi
8. Para siswa Kelas V SD Negeri I Waleng Kecamatan Girimarto Kabupaten
Wonogiri yang telah bersedia untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan
penelitian ini.
9. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak
mungking disebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena
keterbatasan penulis. Meskipun demikian, penulis berharap semoga skripsi ini
bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya.
Surakarta, Juli 2012
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................ ii
HALAMAN PENGAJUAN ........................................................................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN....................................................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ v
HALAMAN ABSTRAK ................................................................................ vi
HALAMAN MOTTO .................................................................................... viii
HALAMAN PERSEMBAHAN..................................................................... ix
KATA PENGANTAR .................................................................................... x
DAFTAR ISI ................................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xv
DAFTAR TABEL........................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xvii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................. 7
C. Tujuan Penelitian ................................................................................... 7
D. Manfaat Penelitian................................................................................. 7
BAB II LANDASAN TEORI ........................................................................ 10
A. Tinjauan Pustaka .................................................................................. 10
1. Hakikat Kemampuan Mengidentifikasi Sifat-sifat Bayangan
Cermin pada Pembelajaran IPA .................................................... 10
a. Pengertian Kemampuan Mengidentifikasi .................................. 10
b. Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam ........................................... 11
c. Prinsip-prinsip Pembelajaran IPA Sekolah Dasar ...................... 12
d. Tujuan Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar ............................... 16
e. Manfaat Pembelajaran IPA ......................................................... 19
f. Evaluasi Proses dan Hasil Belajar IPA ....................................... 22
xii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
g. Materi tentang Sifat-sifat Bayangan Cermin pada
Pembelajaran IPA ...................................................................... 24
h. Pembelajaran IPA tentang Sifat-sifat Bayangan Cermin
di Kelas V ................................................................................... 26
2. Hakikat Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group
Investigation (GI). ........................................................................... 27
a. Pengertian Model Pembelajaran ................................................. 27
b. Pengertian Model Kooperatif ...................................................... 28
c. Karakteristik dan Prinsip-prinsip Model Pembelajaran
Kooperatif .................................................................................. 29
d. Perbedaan Model Pembelajaran Kooperatif dengan
Model Pembelajaran Konvesional ............................................. 31
e. Pengertian Model Group Investigation (GI) ............................... 33
f. Ciri Pokok Model Group Investigation (GI) .............................. 35
g. Keadaan yang Mendukung Penerapan Model Group
Investigation (GI) ........................................................................ 36
h. Langkah-langkah Pelaksanaan Model Group
Investigation (GI) ........................................................................ 37
i. Kelebihan Model Group Investigation (GI) ............................... 39
j. Penerapan Model Group Investigation (GI) dalam Materi
Sifat-sifat Bayangan Cermin ....................................................... 40
B. Penelitian yang Relevan ....................................................................... 42
C. Kerangka Berpikir ................................................................................ 43
D. Hipotesis Tindakan ............................................................................... 44
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................. 45
A. Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................. 45
B. Subjek dan Objek Penelitian ................................................................ 45
C. Bentuk Penelitian ................................................................................. 46
D. Sumber Data ......................................................................................... 47
E. Teknik Pengumpulan Data ................................................................... 47
F. Validitas Data ....................................................................................... 49
xiii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
G. Analisis Data ........................................................................................ 50
H. Indikator Kinerja .................................................................................. 52
I. Prosedur Penelitian ............................................................................... 52
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ........................... 57
A. Deskripsi Lokasi Penelitian .................................................................. 57
1. Letak Geografis SD Negeri I Waleng.............................................. 57
2. Keadaan Personil SD Negeri I Waleng ........................................... 57
3. Keadaan Sarana dan Prasarana SD Negeri I Waleng ...................... 58
B. Deskripsi Pratindakan .......................................................................... 59
C. Deskripsi Hasil Tindakan Tiap Siklus .................................................. 61
1. Tindakan Siklus I ............................................................................. 61
a. Tahap Perencanaan ..................................................................... 61
b. Tahap Pelaksanaan/Tindakan ..................................................... 62
c. Tahap Observasi ......................................................................... 66
d. Tahap Refleksi ............................................................................ 72
2. Tindakan Siklus II ........................................................................... 76
a. Tahap Perencanaan ..................................................................... 76
b. Tahap Pelaksanaan/Tindakan ..................................................... 77
c. Tahap Observasi ......................................................................... 81
d. Tahap Refleksi ............................................................................ 87
D. Perbandingan Hasil Tindakan Antarsiklus ........................................... 90
E. pembahasan .......................................................................................... 99
SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN ................................................... 103
A. Simpulan .............................................................................................. 103
B. Implikasi ............................................................................................... 104
C. Saran ..................................................................................................... 105
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 107
LAMPIRAN .................................................................................................... 109
xiv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1. Skema Pembelajaran Sifat-sifat Bayangan Cermin dengan Model
Group Investigation (GI) ................................................................ 40
2.2. Skema Kerangka Berpikir .............................................................. 44
3.1. Komponen dalam Analisis Data (Interaktive Model) .................... 51
3.2. Siklus Penelitian Tindakan Kelas ................................................... 53
4.1. Grafik Nilai Tes Kemampuan Mengidentifikasi Sifat-sifat
Bayangan Cermin Sebelum Tindakan ............................................ 61
4.2. Grafik Persentase Observasi Aktivitas Siswa pada Siklus I........... 69
4.3. Grafik Nilai Tes Kemampuan Mengidentifikasi Sifat-sifat
Bayangan Cermin oleh Siswa pada Siklus I ................................... 73
4.4. Grafik Persentase Observasi Aktivitas Siswa pada Siklus II ......... 85
4.5. Grafik Hasil Tes Kemampuan Mengidentifikasi Sifat-sifat
Bayangan Cermin oleh Siswa pada Siklus II ................................. 89
4.6. Grafik Perbandingan Persentase Hasil Observasi Aktivitas Siswa
pada Siklus I dan Siklus II .............................................................. 92
4.7. Grafik Perbandingan Persentase Ketuntasan Klasikal
Kemampuan Mengidentifikasi Sifat-sifat Bayangan Cermin oleh
Siswa Sebelum Tindakan dan Siklus I ........................................... 94
4.8. Grafik Perbandingan Persentase Ketuntasan Klasikal
Kemampuan Mengidentifikasi Sifat-sifat Bayangan Cermin oleh
Siswa pada Siklus I dan Siklus II ................................................... 96
4.9. Perbandingan Hasil Tes Belajar Kemampuan Mengidentifikasi
Sifat-sifat Bayangan Cermin oleh Siswa Sebelum Tindakan,
Siklus I, dan Siklus II ..................................................................... 98
xv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1. Perbedaan Model Pembelajaran Kooperatif dengan Model
Pembelajaran Konvensional ........................................................... 32
4.1. Distribusi Frekuensi Hasil Tes Kemampuan Mengidentifikasi
Sifat-sifat Bayangan Cermin oleh Siswa Sebelum Tindakan ......... 60
4.2. Data Persentase Observasi Aktivitas Siswa pada Siklus I ............. 68
4.3. Distribusi Frekuensi Nilai Kemampuan Mengidentifikasi Sifat-
sifat Bayangan Cermin oleh Siswa pada Siklus I ........................... 72
4.4. Data Persentase Observasi Aktivitas Siswa pada Siklus II ............ 84
4.5. Distribusi Frekuensi Hasil Tes Kemampuan Mengidentifikasi
Sifat-sifat Bayangan Cermin oleh Siswa pada Siklus II................. 88
4.6. Perbandingan Hasil Observasi Aktivitas Siswa pada Siklus I dan
Siklus II .......................................................................................... 91
4.7. Perbandingan Ketuntasan Klasikal Kemampuan
Mengidentifikasi Sifat-sifat Bayangan Cermin oleh Siswa
Sebelum Tindakan dan Siklus I ...................................................... 93
4.8. Perbandingan Ketuntasan Klasikal Kemampuan
Mengidentifikasi Sifat-sifat Bayangan Cermin oleh Siswa pada
Siklus I dan Siklus II ...................................................................... 95
4.9. Perbandingan Hasil Tes Belajar Siswa Tentang Kemampuan
Mengidentifikasi Sifat-sifat Bayangan Cermin oleh Siswa
Sebelum Tindakan, Siklus I, dan Siklus II ..................................... 97
4.10. Hasil Penelitian Kemampuan Mengidentifikasi Sifat-sifat
Bayangan Cermin Melalui Model Kooperatif Tipe Group
Investigation (GI) pada Siswa Kelas V SD Negeri I Waleng
Tahun Ajaran 2011/2012 ................................................................ 99
xvi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1 Rincian Waktu Pelaksanaan Penelitian ....................................... 110
2 Pedoman Observasi Awal Peneliti Terhadap Pembelajaran
yang Dilaksanakan oleh Guru Kelas V ....................................... 111
3 Hasil Observasi Awal Peneliti Terhadap Pembelajaran yang
Dilaksanakan oleh Guru Kelas V ................................................ 112
4 Pedoman Wawancara Guru Sebelum Diterapkan Model Group
Investigation (GI) ........................................................................ 113
5 Hasil Wawancara Guru Sebelum Diterapkan Model Group
Investigation (GI) ........................................................................ 114
6 Pedoman Wawancara Guru Setelah Diterapkan Model Group
Investigation (GI) ........................................................................ 116
7 Hasil Wawancara Guru Setelah Diterapkan Model Group
Investigation (GI) ........................................................................ 117
8 Daftar Nilai Ulangan Akhir Semester II Siswa Kelas V SD
Negeri I Waleng Kec. Girimarto Kab. Wonogiri Tahun Ajaran
2009/2010 ................................................................................... 119
9 Daftar Nilai Ulangan Akhir Semester II Siswa Kelas V SD
Negeri I Waleng Kec. Girimarto Kab. Wonogiri Tahun Ajaran
2010/2011 ................................................................................... 120
10 Daftar Nilai Ulangan Akhir Semester I Siswa Kelas V SD
Negeri I Waleng Kec. Girimarto Kab. Wonogiri Tahun Ajaran
2011/2012 ................................................................................... 121
11 Daftar Nilai Tes Awal Kemampuan Mengidentifikasi Sifat-
sifat Bayangan Cermin Siswa Sebelum Tindakan ...................... 122
12 Daftar Nilai Tes Kemampuan Mengidentifikasi Sifat-sifat
Bayangan Cermin Siswa pada Siklus I ....................................... 123
13 Daftar Nilai Tes Kemampuan Mengidentifikasi Sifat-sifat
Bayangan Cermin Siswa pada Siklus II ...................................... 124
xvii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14 Daftar Nilai Sebelum Tindakan, Siklus I, dan Siklus II ............. 125
15 Silabus Siklus I ........................................................................... 126
16 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus I ................... 128
17 Silabus Siklus II .......................................................................... 159
18 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus II .................. 160
19 Pedoman Observasi Aktivitas Siswa .......................................... 188
20 Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus I Pertemuan I ............... 189
21 Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus I Pertemuan II .............. 190
22 Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus II Pertemuan I .............. 191
23 Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus II Pertemuan II ............ 192
24 Penjelasan Pedoman Observasi Guru kepada Peneliti Lembar
Penilaian Pelaksanaan Pembelajaran .......................................... 193
25 Pedoman Observasi Guru kepada Peneliti Lembar Penilaian
Pelaksanaan Pembelajaran .......................................................... 201
26 Hasil Observasi Guru kepada Peneliti Penilaian Pelaksanaan
Pembelajaran Siklus I ................................................................. 203
27 Hasil Observasi Guru kepada Peneliti Penilaian Pelaksanaan
Pembelajaran Siklus II ................................................................ 205
28 Data Pegawai SD Negeri I Waleng Kec. Girimarto Kab.
Wonogiri ..................................................................................... 207
29 Data Siswa SD Negeri I Waleng Kec. Girimarto Kab.
Wonogiri Bulan April 2012 ........................................................ 208
30 Lembar Jawaban Tes Evaluasi Siswa ......................................... 209
31 Foto Pelaksanaan Penelitian ....................................................... 214
32 Surat Keterangan Penelitian ........................................................ 224
xviii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
10
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang selalu
dijumpai pada berbagai jenjang pendidikan, salah satunya di jenjang Sekolah
Dasar. Sukardjo, dkk menyebutkan bahwa “Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah
ilmu yang mempelajari alam dengan segala isinya, atau secara sederhana
merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis tentang
gejala alam” (2005: 1). IPA menjadi salah satu mata pelajaran yang wajib diikuti
oleh semua siswa. Dengan adanya pembelajaran IPA diharapkan dapat
membangkitkan minat dan rasa ingin tahu siswa secara alamiah agar dapat
meningkatkan kecerdasan dan pemahamannya tentang alam dan seisinya. Siswa
juga diharapkan dapat memahami konsep-konsep pada mata pelajaran IPA. Mata
pelajaran IPA memiliki materi yang sangat luas. Keluasan materi tersebut
membuat sebagian besar siswa Sekolah Dasar kesulitan untuk menguasainya. Hal
ini didukung pula oleh adanya proses pembalajaran IPA yang terjadi di Sekolah
Dasar cenderung bersifat teoritik saja. Padahal seorang guru dapat dikatakan
profesional jika dalam melaksanakan pembelajarannya dapat menerapkan
pembelajaran yang inovatif dan memberikan pembelajaran yang bermakna bagi
siswa.
Berdasarkan observasi awal yang dilakukan oleh peneliti di SD Negeri I
Waleng Kecamatan Girimarto Kabupaten Wonogiri dapat diketahui bahwa proses
pembelajaran IPA yang terjadi di kelas hanya mengajak siswa untuk menghafal
konsep dan kurang mampu menggunakan konsep tersebut untuk menyelesaikan
masalah dalam kehidupan nyata yang berkaitan dengan konsep yang dimiliki.
Guru lebih sering menggunakan metode ceramah sebagai pilihan utama dalam
menyampaikan materi pembelajaran, sehingga sering mengabaikan pengetahuan
awal yang dimiliki siswa. Guru juga belum menggunakan media pembelajaran
yang bervariasi sehingga kurang menarik perhatian siswa saat mengikuti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
pembelajaran. Pada proses pembelajaran, siswa dihadapkan pada sesuatu yang
abstrak (hanya dibayangkan) tanpa mengalami atau melihat langsung. Padahal
pembelajaran yang sesungguhnya tidak hanya sekedar menghafal konsep atau
materi saja, tetapi juga memberikan pembelajaran yang bermakna bagi siswa.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan guru kelas V SD
Negeri I Waleng Kecamatan Girimarto Kabupaten Wonogiri, diketahui bahwa
proses pembelajaran IPA pada tahun-tahun sebelumnya menyatakan bahwa siswa
masih kurang mampu memahami materi pada pembelajaran IPA. Selain
berdasarkan wawancara, rendahnya kemampuan memahami materi pada
pembelajaran IPA oleh siswa juga terlihat pada bukti arsip hasil belajar dari tahun
ke tahun. Dalam data arsip hasil belajar yang terdokumentasi, nilai Ulangan Akhir
Semester (UAS) mata pelajaran IPA mulai tahun ajaran 2009/2010 semester II,
2010/2011 semester II, dan 2011/2012 semester I memberikan gambaran awal
kurangnya kemampuan memahami materi pada pembelajaran IPA. Pada tahun
ajaran 2009/2010 semester II, nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) IPA
kelas V adalah ≥ 63. Dari 26 siswa hanya 12 siswa (46,15%) yang nilainya
mencapai KKM dan 14 siswa (53,85%) lainnya belum mencapai KKM. Data nilai
Ulangan Akhir Semester (UAS) pada tahun ajaran 2009/2010 semester II dapat
dilihat pada lampiran 8 halaman 119. Pada tahun ajaran 2010/2011 semester II,
nilai KKM IPA kelas V adalah ≥ 69. Dari 24 siswa hanya 12 siswa (50%) yang
nilainya mencapai KKM dan 12 siswa (50%) lainnya belum mencapai KKM. Data
nilai Ulangan Akhir Semester (UAS) pada tahun ajaran 2010/2011 semester II
dapat dilihat pada lampiran 9 halaman 120. Sedangkan pada tahun ajaran
2011/2012 semester I, nilai KKM IPA kelas V ≥ 69. Dari 29 siswa hanya 10 siswa
(34,48%) yang nilainya mencapai KKM dan 19 siswa (65,52%) lainnya belum
mencapai KKM. Data nilai Ulangan Akhir Semester (UAS) pada tahun ajaran
2011/2012 semester I dapat dilihat pada lampiran 10 halaman 121.
Guru kelas V SD Negeri I Waleng juga menyatakan bahwa salah satu materi
pembelajaran IPA yang kurang dipahami siswa adalah sifat-sifat bayangan
cermin. Hal itu dibuktikan dengan tes pra siklus tentang materi sifat-sifat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
bayangan cermin yang dilaksanakan pada hari Sabtu, 10 Maret 2012. Tes pra
siklus tersebut menunjukkan data dengan nilai KKM ≥ 69, dapat diketahui bahwa
dari 29 siswa hanya 9 siswa (31,03%) yang nilainya mencapai KKM dan 20 siswa
(68,97%) lainnya belum mencapai KKM. Data nilai tes pra siklus dapat dilihat
pada lampiran 11 halaman 122.
Masalah pembelajaran yang ditunjukkan berdasarkan hasil observasi,
wawancara, dan tes awal yang terjadi di SD Negeri I Waleng Kecamatan
Girimarto Kabupaten Wonogiri di atas memerlukan suatu upaya pemecahan.
Karena materi pembelajaran IPA yang diberikan guru di jenjang pendidikan dasar
ini pasti akan berkaitan dengan materi pembelajaran IPA di jenjang pendidikan
yang lebih tinggi. Demikian juga materi tentang sifat-sifat bayangan pada cermin
yang merupakan materi pembelajaran IPA sebagai dasar pengetahuan di jenjang
pendidikan Sekolah Dasar yang nantinya akan dipelajari kembali pada jenjang
pendidikan berikutnya. Apabila siswa pada jenjang Sekolah Dasar saja kurang
menguasai materi sifat-sifat bayangan cermin ini, maka dikhawatirkan siswa akan
mengalami kesulitan saat mengikuti proses pembelajaran IPA yang berkaitan
dengan materi ini pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Dari hasil observasi dan wawancara diperoleh hasil bahwa adanya siswa
yang kurang mampu mengidentifikasi sifat-sifat bayangan cermin seperti yang
dipaparkan di atas disebabkan oleh tiga faktor utama yang dapat dilihat pada
lampiran 3 dan 5 halaman 112 dan 114. Faktor penyebab yang pertama adalah
pada saat pembelajaran IPA tentang sifat-sifat bayangan cermin, ternyata guru
masih menerapkan model pembelajaran yang bersifat konvensional. Pemilihan
model pembelajaran akan mempengaruhi hasil belajar siswa. Model pembelajaran
konvensional tersebut masih didominasi dengan penggunaan metode ceramah. Hal
ini mengakibatkan siswa menjadi mudah merasa jenuh dan kurang aktif dalam
mengikuti proses pembelajaran.
Hasil observasi juga menunjukkan bahwa faktor penyebab yang kedua
adanya siswa yang kurang mampu mengidentifikasi sifat-sifat bayangan cermin
adalah kurangnya perhatian siswa saat mengikuti pembelajaran. Penerapan model
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
pembelajaran konvensional menjadikan siswa kurang antusias untuk mengikuti
kegiatan belajar mengajar. Siswa lebih suka bermain sendiri dan berbicara dengan
teman sebangkunya. Kurangnya perhatian siswa pada saat pembelajaran
mengakibatkan siswa mengalami kesulitan dalam menerima dan mengikuti
pembelajaran, sehingga nilai mereka yang berkaitan dengan materi sifat-sifat
bayangan cermin menjadi rendah.
Berdasarkan hasil observasi juga diketahui faktor penyebab yang ketiga
adanya siswa yang kurang mampu mengidentifikasi sifat-sifat bayangan cermin
adalah variasi penggunaan media pembelajaran masih kurang. Pada saat
pembelajaran sifat-sifat bayangan cermin, guru hanya menggunakan media visual
dua dimensi atau gambar tentang macam-macam cermin yang terdapat dalam
sumber belajar, yaitu buku paket IPA kelas V Sekolah Dasar. Dengan kondisi
yang demikian, menyebabkan siswa belum mengalami kebermaknaan proses
pembelajaran IPA khusunya materi sifat-sifat bayangan pada cermin.
Pembelajaran semacam itu artinya masih menekankan pada produk IPA saja.
Padahal, pembelajaran IPA hendaknya mengandung tiga hal, yaitu proses,
prosedur, dan produk.
Dalam mengajarkan materi sifat-sifat bayangan cermin ini sebenarnya guru
sudah menggunakan media pembelajaran, tetapi hanya menggunakan media visual
dua dimensi yang terdapat dalam sumber belajar yang ada di kelas V SD Negeri I
Waleng. Selain itu, dalam menjelaskan materi tentang sifat-sifat bayangan cermin
guru juga sudah melakukan beberapa percobaan untuk mengidentifikasi sifat-sifat
bayangan pada cermin, namun percobaan ini hanya dilakukan oleh guru di depan
kelas tanpa adanya partisipasi langsung dari siswa. Siswa hanya diminta untuk
memperhatikan dan mengamati percobaan yang didemonstrasikan oleh guru.
Upaya yang telah dilakukan guru belum optimal, karena siswa belum mengalami
kebermaknaan dalam belajar. Pembelajaran yang telah dilakukan guru masih
bersifat teacher centered learning, sehingga menjadikan siswa menjadi kurang
aktif dalam mengikuti proses belajar mengajar. Padahal menurut Trianto, salah
satu perubahan paradigma pembelajaran adalah orientasi pembelajaran yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
semula berpusat pada guru (teacher centered learning) beralih berpusat pada
murid (student centered learning) (2007: 2).
Sebagai guru yang profesional hendaknya mampu memilih model
pembelajaran yang sesuai dengan sifat materi pembelajaran yang akan
disampaikan kepada siswa. Menurut Sugiyanto dalam pemilihan model
pembelajaran guru perlu mempertimbangkan beberapa hal, yaitu 1) tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai, 2) sifat bahan/materi ajar, 3) kondisi siswa, dan
4) ketersediaan sarana-prasarana belajar (2009: 3).
Salah satu alternatif pemecahannya yaitu dengan menerapkan strategi
pembelajaran yang tidak mengharuskan siswa menghafal fakta-fakta, tetapi
strategi yang dapat membuat pembelajaran yang lebih bermakna. Siswa perlu
mengerti makna belajar beserta manfaatnya sehingga mereka bisa menempatkan
diri sebagai manusia yang membutuhkan suatu bekal untuk hidupnya. Mereka
mempelajari apa yang bermanfaat bagi dirinya dan berupaya menggapainya
dengan guru sebagai pengarah dan pembimbingnya. Oleh karena itu, diperlukan
suatu strategi pembelajaran yang tepat yaitu dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI).
Menurut Isjoni dalam model pembelajaran kooperatif tipe Group
Investigation (GI), siswa memilih sub topik yang ingin mereka pelajari dan topik
yang biasanya telah ditentukan guru, selanjutnya siswa dan guru merencanakan
tujuan, langkah-langkah belajar berdasarkan sub topik dan materi yang dipilih
(2010: 58-59). Model Group Investigation (GI) merupakan strategi yang
dikembangkan dengan tujuan agar pembelajaran berjalan lebih produktif dan
bermakna, tanpa harus mengubah kurikulum dan tatanan yang ada. Dengan
menerapkan model ini, mendorong siswa lebih tertarik dalam mengikuti proses
pembelajaran karena siswa bebas memilih sub topik materi yang ingin mereka
pelajari. Guru berperan sebagai fasilitator bukan sebagai sumber ilmu
pengetahuan satu-satunya dalam pembelajaran. Guru memberikan fasilitas kepada
siswa berupa strategi dan media pembelajaran yang dapat membantu siswa untuk
menemukan pengetahuan dan mengembangkan keterampilan baru sesuai dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
pengetahuan yang mereka miliki. Berdasarkan konsep ini diharapkan proses
pembelajaran menjadi lebih bermakna bagi siswa. Tugas guru dalam
pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) adalah membantu siswa
dalam mencapai tujuan belajar yang ingin dicapainya. Maksudnya, guru lebih
berhubungan dengan strategi daripada memberi informasi. Guru hanya mengelola
kelas sebagai sebuah tim yang saling bekerja sama untuk menemukan suatu yang
baru bagi siswa. Proses belajar mengajar lebih cenderung pada student centered
learning daripada teacher centered learning.
Pendapat Killen menyatakan bahwa model Group Investigation (GI)
memiliki lima ciri pokok, yaitu 1) siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil
dan memiliki independensi terhadap guru, 2) kegiatan-kegiatan siswa terfokus
pada upaya menjawab pertanyaan-pertanyaan yang telah dirumuskan, 3) kegiatan
belajar siswa selalu mempersyaratkan siswa untuk mengumpulkan data,
menganalisisnya, dan mencapai beberapa kesimpulan, 4) siswa akan
menggunakan pendekatan yang beragam dalam belajar, dan 5) hasil dari
penelitian siswa dipertukarkan di antara seluruh siswa dalam kelas (Aunurrahman,
2010: 152-15).
Dengan berbagai alasan yang telah diuraikan di atas, maka penerapan model
Group Investigation (GI) pada mata pelajaran IPA khususnya materi cahaya dan
sifat-sifat bayangan cermin dinilai sangat sesuai untuk mengatasi permasalahan
pembelajaran yang terjadi pada siswa kelas V SD Negeri I Waleng Kecamatan
Girimarto Kabupaten Wonogiri dibandingkan dengan penerapan model lainnya.
Siswa dapat memilih sub topik yang ingin dipelajari, kemudian diajak melakukan
percobaan untuk mengidentifikasi sifat-sifat bayangan cermin.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan
Penelitian Tindakan Kelas yang diberi judul “Penerapan Model Kooperatif Tipe
Group Investigation (GI) Untuk Meningkatkan Kemampuan
Mengidentifikasi Sifat-Sifat Bayangan Cermin Pada Siswa Kelas V SD
Negeri I Waleng Kecamatan Girimarto Kabupaten Wonogiri Tahun Ajaran
2011/2012”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Apakah penerapan Model Kooperatif Tipe Group Investigation (GI) dapat
meningkatkan kemampuan mengidentifikasi sifat-sifat bayangan cermin pada
siswa kelas V SD Negeri I Waleng Kecamatan Girimarto Kabupaten Wonogiri
Tahun Ajaran 2011/2012?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum:
Untuk mengetahui penerapan model Group Investigation (GI) dalam
pembelajaran.
2. Tujuan Khusus:
Untuk meningkatkan kemampuan mengidentifikasi sifat-sifat bayangan
cermin pada siswa kelas V SD Negeri I Waleng Kecamatan Girimarto
Kabupaten Wonogiri Tahun Ajaran 2011/2012 melalui penerapan model
kooperatif tipe Group Investigation (GI).
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Adapun beberapa manfaat dari penelitian ini secara teoritis yaitu
sebagai berikut:
a. Agar penelitian ini dapat memperkaya khasanah keilmuan mengenai
pembelajaran IPA, khususnya dalam mengidentifikasi sifat-sifat
bayangan cermin di Sekolah Dasar.
b. Agar kesulitan yang dialami siswa pada pembelajaran IPA, khususnya
dalam mengidentifikasi sifat-sifat bayangan cermin dapat diatasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
2. Manfaat Praktis
Selain manfaat teoritis dalam penelitian ini terdapat juga manfaat
praktis, yaitu sebagai berikut:
a. Bagi Siswa.
1) Meningkatkan kemampuan mengidentifikasi sifat-sifat bayangan
cermin melalui penerapan model Group Investigation (GI), sehingga
hasil belajarnya dapat meningkat.
2) Menumbuhkan minat siswa dalam mengikuti pembelajaran IPA.
3) Memberikan pengalaman belajar yang menarik dan berkesan pada
siswa.
b. Bagi Guru
1) Terbiasa menyiapkan perlengkapan mengajar.
2) Mendapatkan strategi pembelajaran yang tepat dalam mengajarkan
pembelajaran IPA, khususnya kemampuan mengidentifikasi sifat-
sifat bayangan cermin.
3) Meningkatkan kinerja guru.
c. Bagi Sekolah
1) Menumbuhkan budaya meneliti di SD Negeri I Waleng Kecamatan
Girimarto Kabupaten Wonogiri yang dilakukan oleh siapapun.
2) Meningkatkan mutu pendidikan khususnya mata pelajaran IPA.
3) Mendorong guru lain untuk aktif melaksanakan pembelajaran yang
inovatif.
d. Bagi Peneliti
1) Mengembangkan wawasan mengenai penggunaan pendekatan yang
tepat dalam proses pembelajaran.
2) Untuk mengukur seberapa besar prestasi yang dicapai siswa dalam
pembelajaran IPA, khususnya kemampuan mengidentifikasi sifat-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
sifat bayangan cermin dengan menerapkan model pembelajaran
Group Investigation (GI).
3) Memperoleh bukti bahwa dengan menerapkan model pembelajaran
Group Investigation (GI) dalam pembelajaran IPA mampu
meningkatkan kemampuan mengidentifikasi sifat-sifat bayangan
cermin pada siswa kelas V SD Negeri I Waleng Kecamatan
Girimarto Kabupaten Wonogiri Tahun Ajaran 2011/2012.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
10
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Hakikat Kemampuan Mengidentifikasi Sifat-sifat Bayangan Cermin
pada Pembelajaran IPA
a. Pengertian Kemampuan Mengidentifikasi
Istilah kemampuan memiliki pengertian yang sangat beragam. Ada
beberapa ahli yang mengemukakan pengertian kemampuan. Desmita
menyebutkan bahwa “Ability (kemampuan, kecakapan) adalah suatu
istilah umum yang berkenaan dengan potensi untuk menguasai suatu
keterampilan” (2008: 257). Dengan memiliki suatu kemampuan, maka
seseorang akan berusaha untuk menjadi terampil dalam melakukan
sesuatu. Sunarto dan Hartono juga mengungkapkan pengertian
kemampuan. Menurut mereka, ”kemampuan adalah daya untuk
melakukan suatu tindakan sebagai hasil dari pembawaan dan latihan”
(2008: 120). Oleh sebab itu, kemampuan dapat diperoleh dari
pembawaan maupun latihan-latihan yang telah dilakukan oleh seseorang.
Seorang pakar menyatakan dua kategori dari ability (kemampuan,
kecakapan) sebagai berikut:
Pertama, kemampuan (kecakapan) nyata atau aktual (actual ability),
yang menunjukkan kepada aspek kecakapan yang segera dapat
didemonstrasikan dan diuji sekarang juga karena merupakan hasil
atau belajar yang bersangkutan dengan cara, bahan, dan dalam hal
tertentu yang telah dijalaninya. Kedua, kecakapan potensial
(potential ability), yang menunjukkan kepada aspek kecakapan yang
masih terkandung dalam diri yang bersangkutan yang diperolehnya
secara herediter (pembawaan kelahirannya), yang mungkin dapat
merupakan: a) abilitas dasar umum (general intelligence) dan b)
abilitas dasar khusus dalam bidang tertentu (bakat) (Makmun, 2009:
54).
Istilah mengidentifikasi berasal dari kata identifikasi yang memiliki
beberapa pengertian. Ada beberapa ahli yang mengungkapkan pengetian
dari identifikasi. Hawadi menyatakan, “identifikasi adalah suatu prosedur
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
yang dipilih dan yang cocok dengan ciri-ciri yang akan dicari dan selaras
dengan program yang mau dikembangkan” (2002: 107). Selain itu,
Hansen dan Linden menyatakan bahwa “dalam identifikasi, maka proses
identifikasi yang dipilih haruslah berdasarkan tujuan yang ingin dicapai”
(2002: 107).
Dalam melakukan identifikasi terdapat beberapa prinsip identifikasi
sebagai berikut:
Prinsip pertama, metode identifikasi haruslah dipilih konsisten
dengan definisi. Prinsip kedua, prosedur identifikasi haruslah
bervariasi. Prinsip ketiga, prosedur untuk identifikasi harus baku dan
konsisten. Prinsip keempat, jika ada keterbatasan dalam lingkungan,
maka kita harus mempertimbangkan apa yang dapat dilakukan dalam
lingkungan tertentu (Hawadi, 2002: 108).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa kemampuan mengidentifikasi adalah potensi yang dimiliki oleh
seseorang yang merupakan bawaan sejak lahir atau merupakan hasil dari
latihan atau praktik dan digunakan untuk mengerjakan sesuatu dalam
wujud tindakan mencari dan mengenal ciri-ciri individu atau benda untuk
menentukan atau menetapkan identitas (orang, benda, dan sebagainya).
Dalam penelitian ini meneliti tentang kemampuan mengidentifikasi sifat-
sifat bayangan cermin yang merupakan pokok bahasan dari mata
pelajaran IPA kelas V Sekolah Dasar.
b. Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan salah satu mata
pelajaran yang di ajarkan di sekolah-sekolah. Ada beberapa ahli yang
menyatakan pengertian dari IPA itu sebagai suatu mata pelajaran di
sekolah. Sukardjo, dkk menyebutkan, “Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
adalah ilmu yang mempelajari alam dengan segala isinya, atau secara
sederhana merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara
sistematis tentang gejala alam” (2005: 1). Gejala alam tersebut dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
dipisahkan menjadi gejala alam fisik (fisika) dan gejala alam hayati
(biologi).
Sutrisno, Kresnadi, dan Kartono juga mengemukakan pengertian
IPA. Menurut mereka, “IPA merupakan usaha manusia dalam memahami
alam semesta melalui pengamatan yang tepat (correct) pada sasaran,
serta menggunakan prosedur yang benar (true), dan dijelaskan dengan
penalaran yang sahih (valid) sehingga dihasilkan kesimpulan yang betul
(truth)” (2007: 1-19). Jadi, IPA mengandung tiga hal: proses (usaha
manusia memahami alam semesta), prosedur (pengamatan yang tepat dan
prosedurnya benar), dan produk (kesimpulannya betul). Sedangkan
menurut Trianto menyatakan bahwa “IPA adalah suatu kumpulan teori
yang sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada gejala-gejala
alam, lahir dan berkembang melalui metode ilmiah seperti observasi dan
eksperimen, serta menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka,
jujur, dan sebagainya” (2010: 136-137).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa
IPA merupakan suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang cara
mencari tahu tentang alam dan seisinya secara sistematis melalui
berbagai metode ilmiah, serta menuntut adanya sikap ilmiah dan
keterampilan proses pada diri siswa.
c. Prinsip-prinsip Pembelajaran IPA Sekolah Dasar
Pembelajaran IPA yang diberikan di Sekolah Dasar mengacu pada
beberapa prinsip utama pembelajaran IPA itu sendiri. Iskandar
mengemukakan sembilan prinsip sebagai pedoman agar siswa menjadi
termotivasi dalam belajar IPA sebagai berikut:
1) Prinsip kebermaknaan
2) Prinsip prasarat
3) Prinsip modeling
4) Prinsip Menarik
5) Prinsip partisipasi dan keterlibatan
6) Prinsip penarikan bimbingan secara langsung
7) Prinsip penyebaran jadwal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
8) Prinsip konsekuen dan kondisi yang menyenangkan
9) Prinsip komunikais terbuka (2001: 87-88)
Prinsip pembelajaran IPA yang pertama, prinsip kebermaknaan.
Dalam pembelajaran IPA harus mengacu pada prinsip kebermaknaan ini,
sehingga dengan adanya prinsip kebermaknaan siswa menjadi
termotivasi untuk belajar jika siswa merasakan bahwa hal-hal yang
dipelajari bermakna baginya.
Prinsip pembelajaran IPA yang kedua, prinsip prasarat. Dengan
adanya prinsip prasarat pada pembelajaran IPA, siswa akan termotivasi
untuk belajar apabila siswa sebelumnya telah memiliki bekal
pengetahuan, sehingga bekal pengetahuan itu dapat dikaitkan dengan hal-
hal yang akan dipelajari pada kemudian hari.
Prinsip pembelajaran IPA yang ketiga, prinsip modeling. Dalam
pembelajaran IPA sangat penting sekali adanya modeling. Prinsip
modeling ini mengacu pada siswa yang termotivasi untuk belajar dan
menunjukkan sikap seperti yang telah dilakukan oleh guru sebagai
pembawa pesan dalam kegiatan belajar mengajar. Guru merupakan
model bagi siswa untuk dijadikan tokoh panutan.
Prinsip pembelajaran IPA yang keempat, prinsip menarik.
Pembelajaran IPA yang dilaksanakan di Sekolah Dasar hendaknya
menarik perhatian siswa, sehingga siswa menjadi termotivasi untuk mau
belajar. Semakin menarik penyajian pembelajaran IPA tersebut, maka
akan semakin tinggi motivasi siswa untuk belajar.
Prinsip pembelajaran IPA yang kelima, prinsip partisipasi dan
keterlibatan. Pembelajaran IPA yang dilaksanakan di Sekolah Dasar
harus menuntut partisipasi siswa dalam setiap kegiatan yang dilakukan
dalam pembelajaran. Selain itu, juga harus menuntut keterlibatan secara
aktif oleh siswa dalam kegiatan belajar mengajar yang berlangsung.
Prinsip pembelajaran IPA yang keenam, prinsip penarikan
bimbingan secara langsung. Dalam proses pembelajaran, guru memang
harus memberikan bimbingan, namun bimbingan yang diberikan oleh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
guru kepada siswa itu hendaknya berangsur-angsur ditarik kembali.
Dengan penarikan bimbingan secara berangsur-angsur tersebut
diharapkan siswa dapat merasakan kemajuan dalam belajarnya dan
adanya pertambahan kemampuan dalam diri siswa itu sendiri.
Prinsip pembelajaran IPA yang ketujuh, prinsip penyebaran jadwal.
Pelaksanaan pembelajaran IPA di Sekolah Dasar harus dijadwalkan
antara tenggang waktu yang tidak terlalu pendek ataupun tidak terlalu
panjang. Siswa menjadi termotivasi untuk belajar apabila program-
program praktik dan latihan dilaksanakan berdasarkan jadwal yang
sistematis.
Prinsip pembelajaran IPA yang kedelapan, prinsip konsekuen dan
kondisi yang menyenangkan. Siswa akan termotivasi untuk belajar IPA
apabila guru konsekuen dengan peraturan-peraturan yang telah
diberikannya, khususnya yang berhubungan dengan disiplin kelas. Selain
itu, siswa juga akan lebih termotivasi apabila guru mampu memberikan
suasana pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa.
Prinsip pembelajaran IPA yang kesembilan, prinsip komunikasi
terbuka. Dalam penyampaian materi pembelajaran IPA hendaknya pesan
dan harapan yang akan disampaikan pada siswa terstruktur dengan baik
dan komunikatif, sehingga dapat memotivasi siswa untuk belajar lebih
giat lagi.
Sutrisno, dkk juga mengemukakan lima prinsip utama dalam
pembelajaran IPA di Sekolah Dasar. Lima prinsip utama tersebut
merupakan lima pernyataan tentang kebenaran dalam pembelajaran IPA
yang dijadikan anutan untuk melaksanakan pembelajaran IPA sebagai
berikut:
1) Pemahaman kita tentang dunia sekitar kita dimulai melalui
pengalaman, baik secara inderawi maupun noninderawi
2) Pengetahuan yang diperoleh tidak pernah terlihat secara langsung,
sehingga perlu diungkap selama proses pembelajaran
3) Pengetahuan pengalaman siswa pada umumnya kurang konsisten
dengan pengetahuan para ilmuwan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
4) Dalam setiap pengetahuan mengandung fakta, data, konsep,
lambang, dan relasi dengan konsep yang lain
5) IPA terdiri dari produk, proses, dan prosedur (2007: 5-5 – 5-7)
Prinsip pertama, pemahaman kita tentang dunia sekitar kita dimulai
melalui pengalaman, baik secara inderawi maupun noninderawi. Setiap
siswa berhak mendapatkan kesempatan untuk memperoleh pengalaman
dalam belajar. Pengalaman dalam belajar itu dapat diperoleh siswa
dengan cara berpartisipasi aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran yang
dilakukan.
Prinsip kedua, pengetahuan yang diperoleh tidak pernah terlihat
secara langsung, sehingga perlu diungkap selama proses pembelajaran.
Pengetahuan siswa yang diperoleh melalui pengalaman perlu diungkap
pada awal kegiatan pembelajaran. Dengan demikian, pengalaman yang
dimiliki siswa sebelumnya dapat dikaitkan dengan materi pembelajaran
yang akan dipelajari oleh siswa.
Prinsip ketiga, pengetahuan pengalaman siswa pada umumnya
kurang konsisten dengan pengetahuan para ilmuwan. Pengetahuan
pengalaman yang demikian itu disebut miskonsepsi. Miskonsepsi berarti
perbedaan pemahaman pengetahuan tentang konsep yang dimiliki siswa
dengan konsep yang benar sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki para
ilmuwan. Guru perlu merancang pembelajaran yang efektif, sehingga
tidak terjadi miskonsepsi.
Prinsip keempat, dalam setiap pengetahuan mengandung fakta,
data, konsep, lambang, dan relasi dengan konsep yang lain. Dari setiap
pengetahuan yang diberikan kepada siswa mengandung banyak pesan
pembelajaran. Siswa harus mampu mengelompokkan setiap pengetahuan
yang diperolehnya ke dalam fakta, data, konsep, lambang, dan hubungan
dengan konsep yang lain. Dengan demikian, pengetahuan yang diperoleh
siswa itu dapat bermanfaat bagi kehidupan.
Prinsip kelima, IPA terdiri atas produk, proses, dan prosedur.
Dengan perkembangan IPA yang sangat pesat, maka akan lebih baik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
apabila pembelajaran IPA tidak hanya ditekankan pada produk IPA saja,
melainkan siswa dibekali dengan keterampilan menemukan pengetahuan,
yaitu proses dan prosedur IPA. Proses menyangkut aktivitasnya,
sedangkan prosedur menyangkut metode ilmiah yang digunakan dalam
kegiatan penelitian.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa IPA
memiliki beberapa prinsip utama. Setiap prinsip dalam pembelajaran IPA
dapat menimbulkan motivasi pada diri siswa untuk mau belajar tentang
alam semesta dan sekitarnya.
d. Tujuan Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar
Materi IPA yang disajikan di Sekolah Dasar dimaksudkan untuk
mencapai tujuan pembelajaran IPA di Sekolah Dasar. Secara umum,
menurut Sapriati, dkk ada tujuh tujuan pembelajaran IPA di Sekolah
Dasar sebagai berikut:
1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-
Nya
2) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA
yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari
3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran
tentang adanya hubungan saling mempengaruhi antara IPA,
lingkungan, teknologi, dan masyarakat
4) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam
sekitar, memecahkan masalah, dan membuat kesimpulan
5) Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara,
menjaga, dan melestarikan lingkungan alam
6) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala
keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan
7) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA
sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs (2009:
8.24)
Tujuan pertama, memperoleh keyakinan terhadap kebesaran
Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan
keteraturan alam ciptaan-Nya. Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar dapat
memberikan keyakinan pada siswa terhadap kebesaran Tuhan Yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
Maha Esa yang telah menciptakan alam semesta dan seisinya, sehingga
dapat menimbulkan sikap yang religius pada diri siswa.
Tujuan kedua, mengembangkan pengetahuan dan pemahaman
konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari. melalui pembelajaran IPA, siswa dapat
mengembangkan pengetahuan yang diperolehnya, baik berdasarkan
pengalaman maupun hasil dari kegiatan pembelajaran di sekolah. Siswa
juga dapat memanfaatkan pengetahuan yang dimiliki tersebut dalam
memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.
Tujuan ketiga, mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan
kesadaran tentang adanya hubungan saling mempengaruhi antara IPA,
lingkungan, teknologi, dan masyarakat. Rasa ingin tahu yang tinggi,
sikap positif, dan kesadaran yang dimiliki oleh siswa dapat menentukan
perkembangan kepribadian siswa. Dengan kepribadian yang baik, maka
siswa dapat menjadi manusia sosial yang baik juga.
Tujuan keempat, mengembangkan keterampilan proses untuk
menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah, dan membuat
kesimpulan. Pengetahuan yang diperoleh siswa melalui pembelajaran
IPA dapat mengembangkan keterampilan proses pada diri siswa itu
sendiri, sehingga siswa mampu memecahkan masalah yang ditemui
dalam kehidupan sehari-hari, serta mampu membuat kesimpulan yang
tepat.
Tujuan kelima, meningkatkan kesadaran untuk berperan serta
dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan alam. Melalui
pembelajaran IPA yang dimulai dari pendidikan dasar dapat
menumbuhkan rasa cinta siswa terhadap lingkungannya, sehingga siswa
menjadi termotivasi untuk senantiasa memelihara, menjaga, dan
melestarikan lingkungan alam.
Tujuan keenam, meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam
dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan. Melalui
pembelajaran IPA, siswa akan mengetahui hal-hal buruk yang akan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
terjadi pada alam jika manusia tidak hati-hati dalam bersikap. Dengan
demikian, diharapkan siswa memiliki kesadaran untuk menghargai alam
demi kelangsungan hidup makhluk hidup yang merupakan ciptaan Tuhan
Yang Maha Esa.
Tujuan ketujuh, memperoleh bekal pengetahuan, konsep, dan
keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke
SMP/MTs. Mata pelajaran IPA diajarkan pada semua jenjang
pendidikan. Dengan mengajarkan IPA di Sekolah Dasar, maka dapat
memberikan pengetahuan-pengetahuan dasar IPA bagi siswa, sehingga
dapat dijadikan bekal pengetahuan pada jenjang pendidikan berikutnya.
Laksmi juga mengemukakan lima tujuan diselenggarakannya
pembelajaran IPA di Sekolah Dasar sebagai berikut:
1) Memberikan pengetahuan kepada siswa tentang dunia tempat hidup
dan bagaimana bersikap
2) Menanamkan sikap hidup ilmiah
3) Memberikan keterampilan untuk melakukan pengamatan
4) Mendidik siswa untuk mengenal, mengetahui cara kerja, serta
menghargai para ilmuwan penemunya
5) Menggunakan dan menerapkan metode ilmiah dalam memecahkan
permasalahan (Trianto, 2010: 142)
Tujuan pertama, memberikan pengetahuan kepada siswa tentang
dunia tempat hidup dan bagaimana bersikap. Pada intinya, pembelajaran
IPA yang diberikan di Sekolah Dasar bertujuan agar siswa memperoleh
pengetahuan tentang dunia tempat mereka hidup dan mengajarkan
bagaimana hendaknya manusia bersikap dalam menjaga dan melestarikan
lingkungan alam.
Tujuan kedua, menanamkan sikap hidup ilmiah. Melalui
pembelajaran IPA, siswa dapat mempelajari sikap hidup ilmiah. Sikap
hidup ilmiah tersebut dapat dijadikan bekal pengetahuan dalam
kehidupan sehari-hari.
Tujuan ketiga, memberikan keterampilan untuk melakukan
pengamatan. Dalam pembelajaran IPA, siswa diajarkan tentang
keterampilan proses yang salah satunya adalah keterampilan melakukan
pengamatan. Apabila siswa terampil dalam melakukan pengamatan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
maka siswa dapat mengidentifikasi masalah yang terjadi dalam
kehidupan untuk selanjutnya dipecahkan dan dibuat kesimpulan.
Tujuan keempat, mendidik siswa untuk mengenal, mengetahui cara
kerja, serta menghargai para ilmuwan penemunya. Pembelajaran IPA
menghasilkan banyak sekali temuan-temuan, baik dalam pengetahuan
maupun teknologi. Dengan diberikannya pembelajaran IPA di Sekolah
Dasar diharapkan dapat mengembangkan sikap selalu menghargai para
ilmuwan-ilmuwan terdahulu dan bahkan memotivasi siswa agar bisa
menjadi seperti para ilmuwan yang mampu menemukan pengetahuan-
pengetahuan yang baru.
Tujuan kelima, menggunakan dan menerapkan metode ilmiah
dalam memecahkan permasalahan. Pengetahuan yang diperoleh siswa
melalui pembelajaran IPA di Sekolah Dasar memberikan pengetahuan
bagaimana menerapkan metode-metode ilmiah dalam memecahkan
permasalahan yang dijumpainya dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan uraian di atas, pembelajaran IPA yang dilaksanakan di
sekolah-sekolah memiliki tujuan utama yaitu untuk mengembangkan
pengetahuan dan pemahaman tentang alam semesta, mengembangkan
keterampilan proses, serta untuk meningkatkan kesadaran untuk
menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan
Tuhan Yang Maha Esa.
e. Manfaat Pembelajaran IPA
Selain memiliki tujuan, pembelajaran IPA juga memberikan
manfaat. Iskandar mengemukakan tiga manfaat yang diperoleh dari
dilaksanakannya pembelajaran IPA sebagai berikut:
1) IPA berfaedah bagi suatu bangsa, karena kesejahteraan materiil suatu
bangsa bergantung sekali pada kemampuan bangsa itu dalam bidang
IPA
2) IPA memberikan kesempatan latihan berpikir kritis
3) IPA merupakan bagian dari kebudayaan bangsa (2001: 17-19)
Manfaat pertama, IPA berfaedah bagi suatu bangsa, karena
kesejahteraan materiil suatu bangsa bergantung sekali pada kemampuan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
bangsa itu dalam bidang IPA. IPA merupakan dasar teknologi dan
teknologi sering disebut-disebut sebagai tulang punggung pembangunan.
Suatu teknologi tidak akan berkembang pesat bila tidak didasari
pengetahuan dasar yang memadai. Pengetahuan dasar untuk teknologi
adalah IPA.
Manfaat kedua, IPA memberikan kesempatan latihan berpikir
kritis. Melalui pembelajaran IPA dapat membiasakan siswa untuk
berpikir kritis dalam menemukan suatu konsep atau fakta baru
berdasarkan suatu metode tertentu, misalnya memalui percobaan.
Manfaat ketiga, IPA merupakan bagian dari kebudayaan bangsa.
Pada era globalisasi seperti sekarang ini, kehidupan manusia semakin
lama semakin banyak dipengaruhi oleh hasil-hasil IPA. Kebutuhan hidup
yang berhubungan dengan teknologi merupakan hasil-hasil dari IPA itu
sendiri.
Pendapat lain juga mengemukakan bahwa ada beberapa manfaat
pembelajaran IPA yang di sekolah-sekolah. Menurut Trianto ada enam
manfaat pembelajaran IPA sebagai berikut:
1) Memberikan kesadaran akan keindahan dan keteraturan alam untuk
meningkatkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
2) Memberikan pengetahuan
3) Siswa memiliki keterampilan dan kemampuan untuk menangani
peralatan, memecahkan masalah, dan melakukan observasi
4) Siswa memiliki sikap ilmiah
5) Memiliki kebiasaan mengembangkan kemampuan berpikir analitis
induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip sains
untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam
6) Memberikan sikap apresiatif terhadap sains (2010: 143)
Manfaat pertama, memberikan kesadaran akan keindahan dan
keteraturan alam untuk meningkatkan keyakinan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa. Melalui pembelajaran IPA, kita dapat mengetahui betapa
indahnya alam sekitar kita dengan segala keteraturannya. Hal ini sangat
bermanfaat bagi kehidupan kita, karena dengan mengetahui hal tersebut
dapat menumbuhkan rasa cinta terhadap kelestarian lingkungan dan
dapat meningkatkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
Manfaat kedua, memberikan pengetahuan. Pengetahuan yang
dimaksud adalah pengetahuan tentang dasar dari prinsip dan konsep,
fakta yang ada di alam, hubungan saling ketergantungan, dan hubungan
antara sains dan teknologi. Semakin banyak kita mempelajari tentang
IPA, maka akan semakin banyak pengetahuan yang akan kita peroleh.
Manfaat ketiga, siswa memiliki keterampilan dan kemampuan
untuk menangani peralatan, memecahkan masalah, dan melakukan
observasi. Setiap materi pembelajaran IPA yang kita pelajari dapat
mengembangkan keterampilan dan kemampuan siswa dalam mencari
pemecahan setiap masalah yang muncul dalam kehidupan sehari-hari.
Manfaat keempat, siswa memiliki sikap ilmiah. Banyak sekali
sikap-sikap ilmiah yang hendak dimiliki oleh seseorang, diantaranya
skeptis, kritis, sensitif, objektif, jujur, terbuka, benar, dan dapat bekerja
sama. Dengan memiliki sikap-sikap ilmiah tersebut, maka dapat
mengembangkan kepribadian yang baik bagi siswa.
Manfaat kelima, memiliki kebiasaan mengembangkan kemampuan
berpikir analitis induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan
prinsip sains untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam. Melalui
pembelajaran IPA memberikan manfaat kepada siswa agar selalu berpikir
analitis induktif dan deduktif, sehingga dapat membantu siswa dalam
membuat suatu keputusan berkenaan dengan pemecahan masalah yang
ditemui dalam kehidupan.
Manfaat keenam, memberikan sikap apresiatif terhadap sains.
Semakin kita menyadari keindahan keteraturan alam dan penerapannya
dalam teknologi, maka kita akan semakin mencintai alam semesta
sebagai salah satu ciptaan Tuhan yang sangat luar biasa.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa IPA
memiliki manfaat yang sangat banyak sekali. Dengan adanya manfaat-
manfaat tersebut bagi kehidupan, maka sangat penting sekali untuk
diselenggarakannya pembelajaran IPA di sekolah-sekolah. IPA tidak
hanya mengajarkan fakta-fakta saja, tetapi juga mengajarkan metode-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
metode memecahkan masalah yang baik, menganjurkan sikap yang baik,
melatih kemampuan, mengambil keputusan, melatih kerja sama dalam
kelompok, dan melatih menghargai pendapat orang lain.
f. Evaluasi Proses dan Hasil Belajar IPA
Sapriati, dkk menyatakan bahwa dalam Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP), disebutkan bahwa penialian (evaluasi) bertujuan
untuk mengetahui kemajuan belajar siswa, untuk keperluan perbaikan
dan peningkatan kegiatan belajar siswa, dan untuk memperoleh umpan
balik bagi perbaikan pelaksanaan kegaiatan belajar mengajar (2009: 7.3).
Penilaian (evaluasi) pembelajaran dibedakan menjadi dua, yaitu
evaluasi proses dan evaluasi hasil. Aspek yang harus dikembangkan
dalam pembelajaran IPA, sebagaimana tercantum dalam Tujuan
Pendidikan IPA di Sekolah Dasar meliputi tiga ranah, yaitu 1) ranah
kognitif (ranah proses berpikir), 2) ranah afektif (ranah sikap hidup), dan
3) ranah psikomotor (ranah keterampilan fisik).
Evaluasi proses dalam pembelajaran IPA bermaksud untuk
mendapatkan informasi sejauhmana siswa dapat menguasai apa yang
dipelajari, baik mengenai materi pembelajaran, nilai, dan sikap yang
tersirat dalam materi itu, serta kemampuan menggunakan berbagai
keterampilannya untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan
konsep IPA yang telah dipelajari tersebut. Dengan evaluasi proses, guru
akan mengetahui kualitas pembelajaran sehingga dengan hasil evaluasi
proses dapat menentukan sikap guru, apakah proses pembelajaran
berikutnya guru harus mengulang materi yang sama atau sudah bisa
mengajarkan materi yang baru.
Evaluasi proses akan mempengaruhi evaluasi hasil. Jika proses
dalam pembelajaran dinyatakan belum baik, maka harus dilakukan upaya
perbaikan agar nanti hasil belajar yang dicapai akan baik pula. Namun,
dalam penelitian ini yang digunakan untuk mengetahui keberhasilan
penelitian dalam ranah kognitif menggunakan evaluasi hasil saja.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
Sedangkan untuk mengetahui keberhasilan pada ranah afektif dan ranah
psikomotor hanya dilakukan dengan evaluasi proses saja.
Alat evaluasi yang digunakan untuk melakukan evaluasi proses dan
evaluasi hasil yaitu:
1) Alat evaluasi untuk mengukur ranah kognitif
Ranah kognitif dapat ditentukan dengan menggunakan tes,
baik bentuk objektif maupaun bentuk uraian (esai). Dalam
kemampuan mengidentifikasi sifat-sifat bayangan cermin ini,
peneliti akan melakukan evaluasi proses ranah kognitif dengan
memberikan lembar kerja kelompok yang berisi perintah tentang
percobaan yang harus dilakukan setiap kelompok, kemudian mereka
wajib menjawab beberapa soal yang ada. Untuk mengetahui evaluasi
hasil pada akhir pembelajaran, siswa akan diminta untuk
mengerjakan lembar soal evaluasi yang dikerjakan secara individu.
2) Alat evaluasi untuk mengukur ranah afektif
Ranah afektif berhubungan dengan sikap yang dimiliki
seseorang. Selama proses pembelajaran berlangsung, latihan tentang
ranah afektif harus terus dilakukan. Untuk mengetahui keberhasilan
pada ranah afektif, maka guru perlu menentukan alat evaluasi untuk
mengamati sikap setiap siswa. Dalam proses pembelajaran sifat-sifat
bayangan cermin, peneliti mengamati sikap siswa, baik dalam
melakukan kegiatan kerja kelompok maupun kegiatan belajar
lainnya. Sikap yang diamati meliputi ketepatan waktu dalam
mengerjakan soal evaluasi, kerjasama dalam kelompok, dan
kemandirian dalam mengerjakan soal evaluasi. Sikap tersebut
diamati oleh peneliti dan dicatat pada pedoman observasi aktivitas
siswa.
3) Alat evaluasi untuk mengukur ranah psikomotor
Ranah psikomotor melatih siswa untuk terampil menggunakan
panca indranya dalam pembelajaran IPA. Dalam pembelajaran sifat-
sifat bayangan cermin dilakukan berbagai percobaan yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
mengaktifkan setiap siswa dalam pembelajaran secara berkelompok.
Oleh karena itu, keaktifan setiap siswa dalam melaksanakan kegiatan
juga diamati oleh peneliti. Hasil pengamatan tersebut dicatat dalam
pedoman observasi aktivitas siswa.
g. Materi tentang Sifat-sifat Bayangan Cermin pada Pembelajaran IPA
Cahaya sangat penting dalam kehidupan kita. Setiap hari kita selalu
menggunakan cahaya. Pada siang hari kita dapat melihat berbagai benda.
Pada malam hari dengan bantuan cahaya lampu, kita dapat membaca,
menulis, dan beraktivitas lain.
Untuk dapat melihat benda, diperlukan alat indra, yaitu mata.
Benda terlihat oleh mata karena benda tersebut memantulkan cahaya ke
mata kita. Tanpa cahaya, mata kita tidak akan melihat apapun. Cahaya
yang cukup sangat baik untuk penglihatan. Cahaya yang terlalu terang
dan kurang terang membuat mata tidak sehat.
Ada benda yang memancarkan cahaya sendiri dan ada pula yang
hanya memantulkan cahaya dari benda lain. Widodo mengemukakan
bahwa “benda yang dapat memancarkan cahaya sendiri disebut sumber
cahaya” (2004: 82). Contoh sumber cahaya adalah lampu, nyala lilin,
matahari, bintang, dan kunang-kunang. Tinjauan pokok bahasan ini
bersumber dari buku paket IPA kelas V Sekolah Dasar.
1) Cahaya dan Sifatnya
Sumardi, Syulasmi, dan Rumanta menyebutkan bahwa “cahaya
merupakan energi yang berbentuk gelombang dan dapat membantu
kita untuk melihat” (2008: 10.3). Sedangkan Rositawaty dan
Muharam menyatakan bahwa cahaya memiliki sifat, yaitu: 1) cahaya
merambat lurus, 2) cahaya dapat menembus benda bening, 3) cahaya
dapat dipantulkan, 4) cahaya dapat dibiaskan, dan 5) cahaya dapat
diuraikan (2008: 100-104).
2) Pemantulan Cahaya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
Kita dapat melihat benda di sekitar kita karena pantulan cahaya
yang jatuh pada benda tersebut ke mata kita. Ketika kita belajar di
bawah cahaya lampu, kita dapat melihat buku karena berkas cahaya
lampu dipantulkan buku ke mata kita. Seoran pakar secara rinci
merumuskan dua macam pemantulan sebagai berikut:
Pertama, pemantulan teratur yang terjadi apabila cahaya
mengenai permukaan benda yang rata, licin, dan mengkilap.
Salah satu benda yang dapat memantulkan cahaya secara teratur
adalah cermin. Pada pemantulan teratur sinar pantul memiliki
arah yang teratur. Kedua, pemantulan baur yang terjadi apabila
cahaya mengenai permukaan benda yang kasar atau tidak rata
dan sinar pantul arahnya tidak beraturan atau berhamburan ke
segala arah (Azmiyawati, 2008: 112).
3) Cermin
a) Cermin Datar
Azmiyawati menyatakan bahwa “cermin datar yaitu cermin
yang permukaan bidang pantulnya datar dan tidak melengkung”
(2008: 112-113). Cermin datar biasa digunakan untuk
bercermin. Azmiyawati juga menyebutkan sifat-sifat bayangan
pada cermin datar, yaitu:
1. Ukuran (besar dan tinggi) dan jarak bbayangan sama
dengan ukuran benda
2. Kenampakan bayangan berlawanan dengan benda
3. Bayangan tegak seperti bendanya
4. Bayangan bersifat semu atau maya (2008: 113).
b) Cermin Cembung
Menurut Azmiyawati, “cermin cembung adalah cermin yang
permukaan bidang pantulnya melengkung ke arah luar” (2008:
113). Cermin cembung ini biasa digunakan untuk spion pada
kendaraan bermotor. Azmiyawati juga menyebutkan sifat-sifat
bayangan pada cermin cembung, yaitu:
(1) Ukuran bayangan lebih kecil dari ukuran benda
(2) Bayangan tegak seperti bendanya
(3) Bayangan bersifat semu atau maya (2008: 113).
c) Cermin Cekung
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
Azmiyawati menyatakan bahwa “cermin cekung adalah cermin
yang permukaan bidang pantulnya melengkung ke arah dalam”
(2008: 114). Cermin cekung biasa digunakan sebagai reflektor
pada lampu mobil dan lampu senter. Azmiyawati juga
menyebutkan sifat-sifat bayangan cermin cekung yaitu:
(1) Jika benda dekat dengan cermin cekung, bayangan benda
bersifat tegak, lebih besar, dan semu atau maya.
(2) Jika benda jauh dari cermin cekung, bayangan benda
bersifat nyata dan terbalik (2008: 114).
h. Pembelajaran IPA tentang Sifat-sifat Bayangan Cermin pada Kelas
V Sekolah Dasar
Menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), IPA di
Sekolah Dasar diberikan secara mata pelajaran sejak kelas IV sampai
kelas VI, sedangkan kelas I sampai kelas III diberikan secara tematik
dengan mata pelajaran lain. Materi IPA kelas V Sekolah Dasar yang
dipakai dalam penelitian ini adalah Cahaya, khususnya tentang sifat-sifat
bayangan pada cermin. Dalam silabus kelas V materi ini terdapat pada:
Standar Kompetensi
6. Menerapkan sifat-sifat cahaya melalui kegiatan membuat suatuu
karya/model.
Kompetensi Dasar
6.1.Mendeskripsikan sifat-sifat cahaya.
Indikator
6.1.1. Mendeskripsikan sifat cahaya yang mengenai cermin.
6.1.2. Menulis laporan hasil diskusi tentang sifat cahaya yang mengenai
cermin.
6.1.3. Mempresentasikan hasil diskusi tentang sifat cahaya yang
mengenai cermin.
6.1.4. Mengumpulkan data hasil diskusi tentang sifat cahaya yang
mengenai cermin.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
6.1.5. Mengidentifikasi sifat-sifat bayangan pada cermin.
6.1.6. Menulis laporan hasil diskusi tentang sifat-sifat bayangan pada
cermin.
6.1.7. Mempresentasikan hasil diskusi tentang sifat-sifat bayangan pada
cermin.
6.1.8. Mengumpulkan data hasil diskusi tentang sifat-sifat bayangan
pada cermin.
2. Hakikat Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation (GI)
a. Pengertian Model Pembelajaran
TIM PGSD menyatakan “Model pembelajaran adalah suatu pola
instruksional yang memberikan proses spesifikasi dan penciptaan situasi
lingkungan tertentu yang mengakibatkan para siswa berinteraksi,
sehingga terjadi perubahan khusus pada tingkah laku mereka” (2007: 24).
Dengan kata lain, penciptaan suatu situasi lingkungan yang
memungkinkan terjadinya proses belajar yang kondusif, sehingga tujuan
pembelajaran dapat tercapai dengan maksimal.
Menurut Joyce, “model pembelajaran adalah suatu perencanaan
atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan
pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk
menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya
buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan lain-lain” (Trianto, 2007: 5).
Sedangkan Winataputra mengemukakan bahwa “model pembelajaran
adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis
dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan
belajar terntenu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang
pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan
aktivitas pembelajaran” (Sugiyanto, 2009: 3).
Komalasari menyatakan bahwa “model pembelajaran merupakan
salah satu bagian dari keseluruhan sistem berlajar yang tidak dapat
dipisahkan dari sistem lainnya” (2010: 57). Model pembelajaran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir
yang disajikan secara kas oleh guru.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran merupakan bagian dari keseluruhan sistem berlajar yang
tidak dapat dipisahkan dari sistem lainnya. Model pembelajaran
berhubungan dengan perencanaan yang disusun secara sistematis untuk
menyampaikan materi pembelajaran tententu dalam pelaksanaan aktivitas
pembelajaran di sekolah.
b. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif
Pengertian model pembelajaran kooperatif sangat beragam. Ada
beberapa ahli yang mengungkapkan pengertian model pembelajaran
kooperatif. Sugiyanto menyatakan, “model pembelajaran kooperatif
adalah suatu model pembelajaran yang secara sadar dan sengaja
mengembangkan interaksi yang silih asuh untuk menghindari
ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat menimbulkan
permusuhan, sebagai latihan hidup di masyarakat” (2009: 40). Dengan
menerapkan model kooperatif dalam pembelajaran dapat melatih siswa
saling bekerja sama dalam kelompok untuk menyelesaikan permasalahan
dalam belajar.
Model pembelajaran kooperatif/kelompok adalah rangkaian
kegiatan berlajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok
tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan.
Menurut Sanjaya ada empat unsur penting dalam model pembelajaran
kooperatif, yaitu: 1) adanya peserta dalam kelompok, 2) adanya aturan
kelompok, 3) adanya upaya belajar setiap anggota kelompok, dan 4)
adanya tujuan yang harus dicapai (2009: 241).
Menurut Isjoni, “Cooperative Learning adalah suatu model
pembelajaran yang saat ini banyak digunakan untuk mewujudkan
kegiatan belajar mengajar yang berpusat pada siswa (student centered),
terutama untuk mengatasi permasalahan yang ditemukan guru dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
mengaktifkan siswa, yang tidak dapat bekerja sama dengan orang lain,
siswa yang agresif, dan tidak peduli pada yang lain” (2010: 16).
Rusman menyatakan bahwa “pembelajaran kooperatif (cooperative
learning) merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan
bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang
anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur
kelompok yang bersifat heterogen” (2010: 202-203). Pada hakikatnya
cooperative learning sama dengan kerja kelompok.
Slavin menyebutkan bahwa “cooperative learning merupakan
model pembelajaran yang telah dikenal sejak lama, di mana pada saat itu
guru mendorong para siswa untuk melakukan kerja sama dalam kegiatan-
kegiatan tertentu seperti diskusi atau pengajaran oleh teman sebaya (peer
teaching)” (Isjoni, 2010: 17).
Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
model pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran yang
menuntut adanya kerja sama dalam suatu kelompok, sehingga tujuan
pembelajaran yang telah dirumuskan dapat tercapai.
c. Karakteristik dan Prinsip-prinsip Model Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif yang diterapkan dalam
pembelajaran memiliki karakteristik yang membedakan dengan model
pembelajaran lainnya. Menurut Sanjaya, model pembelajaran kooperatif
memiliki empat karakteristik sebagai berikut:
1) Pembelajaran secara tim
2) Didasarkan pada manajemen kooperatif
3) Kemauan untuk bekerja sama
4) Keterampilan bekerja sama (2009: 244-246)
Pertama, pembelajaran secara tim. Penerapan model pembelajaran
kooperatif dalam kegiatan belajar mengajar, guru membagi siswa
menjadi kelompok-kelompok kecil untuk berdiskusi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
Kedua, didasarkan pada manajemen kooperatif. Manajemen
kooperatif mempunyai empat fungsi pokok, yaitu 1) fungsi perencanaan,
2) fungsi organisasi, 3) fungsi pelaksanaan, dan 4) fungsi kontrol.
Penerapan model pembelajaran kooperatif harus sesuai dengan fungsi
manajemen dalam kooperatif itu sendiri.
Ketiga, kemauan untuk bekerja sama. Keberhasilan pembelajaran
kooperatif ditentukan oleh kebersamaan secara kelompok. Oleh sebab
itu, prinsip bekerja sama perlu ditekankan dalam proses pembelajaran
kooperatif.
Keempat, keterampilan bekerja sama. Kemauan untuk bekerja
sama dengan orang lain itu kemudian dipraktikan melalui aktivitas dan
kegiatan yang tergambarkan dalam keterampilan bekerja sama. Dengan
demikian, siswa perlu didorong untuk mau dan sanggup berinteraksi dan
berkomunikasi dengan anggota lain.
Selain memiliki karakteristik, model pembelajaran kooperatif juga
memiliki prinsip-prinsip dasar. Sanjaya mengemukakan empat prinsip
dasar pembelajaran kooperatif sebagai berikut:
1) Prinsip ketergantungan positif (positive interdependence)
2) Tanggung jawab perseorangan (individual accountability)
3) interaksi tatap muka (face to face promotion interaction)
4) partisipasi dan komunikasi (participation communication)
(2009: 246-247)
Prinsip pertama, prinsip ketergantungan positif (positive
interdependence). Dalam pembelajaran kooperatif, keberhasilan suatu
penyelesaian tugas sangat tergantung kepada usaha yang dilakukan oleh
setiap anggota kelompoknya. Oleh sebab itu, perlu disadari oleh setiap
anggota kelompok bahwa keberhasilan penyelesaian tugas kelompok
akan ditentukan oleh kinerja masing-masing anggota.
Prinsip kedua, tanggung jawab perseorangan (individual
accountability). Karena keberhasilan kelompok tergantung pada setiap
anggotanya, maka setiap anggota kelompok harus memiliki tanggung
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
jawab sesuai dengan tugasnya. Setiap anggota harus memberikan yang
terbaik untuk keberhasilan kelompoknya.
Prinsip ketiga, interaksi tatap muka (face to face promotion
interaction). Pembelajaran kooperatif memberikan kesempatan yang luas
kepada setiap anggota kelompok untuk bertatap muka saling memberikan
informasi dan saling membelajarkan. Interaksi tatap muka akan
memberikan pengalaman yang berharga kepada setiap anggota kelompok
untuk bekerja sama, menghargai setiap perbedaan, memanfaatkan
kelebihan masing-masing anggota, dan mengisi kekurangan masing-
masing anggota.
Prinsip keempat, partisipasi dan komunikasi (participation
communication). Pembelajaran kooperatif dapat melatih siswa mampu
berpartisipasi aktif dan berkomunikasi. Kemampuan ini sangat penting
sebagai bekal mereka dalam kehidupan di masyarakat kelak.
d. Perbedaan Model Pembelajaran Kooperatif dengan Model
Pembelajaran Konvensional
Dalam pembelajaran konvensional juga dikenal adanya belajar
kelompok, meskipun demikian, ada sejumlah perbedaan esensial antara
kelompok belajar koorepatif dengan kelompok belajar konvensional.
Sugiyanto memaparkan delapan perbedaan antara kelompok belajar
koorepatif dengan kelompok belajar konvensional. Perbedaan tersebut
dijabarkan dalam tabel 2.1.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
Tabel 2.1. Perbedaan Model Pembelajaran Kooperatif dengan Model
Pembelajaran Konvensional
No. Kelompok Belajar
Kooperatif
Kelompok Belajar
Konvensional
1. Adanya saling ketergantungan
positif, saling membantu, dan
saling memberikan motivasi,
sehingga ada interaksi
promotif.
Guru sering membiarkan adanya
siswa yang mendominasi
kelompok atau menggantungkan
diri pada kelompok.
2. Adanya akuntabilitas
individual yang mengukur
penguasaan materi
pembelajaran tiap anggota
kelompok. Kelompok diberi
umpan balik tentang hasil
belajar para anggotanya,
sehingga dapat saling
mengetahui siapa yang
memerlukan bantuan dan siapa
yang dapat memberikan
bantuan.
Akuntabilitas individual sering
diabaikan, sehingga tugas-tugas
sering diborong oleh salah
seorang anggota kelompok,
sedangkan anggota kelompok
lainnya hanya enak-enak saja di
atas keberhasilan temannya
yang dianggap sebagai
“pemborong”.
3. Kelompok belajar bersifat
heterogen, baik dalam
kemampuan akademik, jenis
kelamin, ras, etnik, dan
sebagainya, sehingga dapat
saling mengetahui siapa yang
memerlukan bantuan dan siapa
yang dapat memberikan
bantuan.
Kelompok belajar biasanya
bersifat homogen.
4. Ketua kelompok dipilih secara
demokratis atau bergilir untuk
memberikan pengalaman
memimpin bagi para anggota
kelompok.
Ketua kelompok sering
ditentukan oleh guru atau
kelompok dibiarkan untuk
memilih ketuanya dengan cara
masing-masing.
5. Keterampilan sosial yang
diperlukan dalam kerja gotong
royong seperti kepemimpinan,
kemampuan berkomunikasi,
mempercayai orang lain, dan
mengelola konflik secara
langsung diajarkan.
Keterampilan sosial sering tidak
diajarkan secara langsung.
6. Pada saat belajar kooperatif
sedang berlangsung, guru terus
melakukan pemantauan
Pemantauan melalui observasi
dan intervensi sering dilakukan
oleh guru pada saat belajar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
melalui observasi dan
melakukan intervensi jika
terjadi masalah dalam
kerjasama antaranggota
kelompok.
kelompok sedang berlangsung.
7. Guru memperhatikan secara
langsung proses kelompok
yang terjadi dalam kelompok-
kelompok belajar.
Guru sering tidak
memperhatikan proses
kelompok yang terjadi dalam
kelompok-kelompok belajar.
8. Penekanan tidak hanya pada
penyelesaian tugas, tetapi juga
hubungan interpersonal
(hubungan antarpribadi yang
saling menghargai).
Penekanan sering hanya pada
penyelesaian tugas.
Sumber: (Sugiyanto, 2009: 42-43)
e. Pengertian Model Group Investigation (GI)
Asia-Pacific Forum on Science Learning and Teaching dalam
jurnal internasional menyatakan pendapat tentang Group Investigation
(GI) sebagai berikut:
Group Investigation seems compatible with the constructivist
paradigm in that it establishes a situation in which students interact
with an information rich environment while working collaboratively
with others in a cooperative climate to investigate a problem, plan
and make presentations, and evaluate their projects (Asia-Pacific
Forum on Science Learning and Teaching, 2004).
Kutipan jurnal tersebut mengandung arti bahwa sebenarnya model
Group Investigation (GI) itu hampir sama dengan paradigma
konstruktivisme. Dalam kegiatan pembelajaran, siswa membangun
pengetahuannya sendiri melalui kerjasama dengan siswa lain. Dalam
melakukan diskusi, setiap kelompok membuat perencanaan untuk
menyelidiki suatu masalah yang dihadapi, kemudian membuat suatu
laporan untuk dipresentasikan. Setelah hasil diskusi dipresentasikan,
kemudian akan dievaluasi. Setiap kelompok akan dinilai.
Trianto menyebutkan “Group Investigation (GI) merupakan model
pembelajaran kooperatif yang paling kompleks” (2007: 59). Model ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
dikembangkan pertama kali oleh Thelan, kemudian perkembangannya
diperluas dan dipertajam oleh Sharan. Berbeda dengan STAD dan
Jigsaw, pada model Group Investigation (GI) ini siswa terlibat dalam
perencanaan, baik topik yang dipelajari dan bagaimana jalannya
penyelidikan mereka. Dengan model ini perlu mengajarkan siswa
keterampilan komunikasi dan proses kelompok yang baik.
Sedangkan Sugiyanto menyatakan “Group Investigation (GI)
adalah salah satu model pembelajaran kooperatif yang melibatkan siswa
sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik dan sub topik maupun
cara untuk mempelajarinya melalui investigasi” (2009: 46-47). Model ini
menuntut siswa memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi
maupun keterampilan proses memiliki kelompok (group process skills).
Para guru yang menggunakan model Group Investigation (GI) ini
umumnya membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang
beranggotakan 4-5 siswa dengan karakteristik heterogen
Turkish Science Education dalam jurnal internasional menyatakan
pendapatnya tentang Group Investigation (GI) sebagai berikut:
Group investigation is a cooperative learning method and has as its
hallmark students working in small groups, actively constructing
their knowledge, with the outcome of the enhancement of student
learning and of student satisfaction (Turkish Science Education,
2010).
Kutipan jurnal tersebut mengandung arti bahwa model Group
Investigation (GI) merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif,
dimana siswa bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil. Setiap
siswa dalam masing-masing kelompok harus berusaha aktif membangun
pengetahuannya sendiri, sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa
dan menimbulkan kepuasan bagi diri siswa.
Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
Group Investigation (GI) adalah model pembelajaran yang sangat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
kompleks dan menuntut keterlibatan siswa secara aktif mulai dari
perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan hasil belajar serta menuntut
siswa memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun
keterampilan proses memiliki kelompok.
f. Ciri Pokok Model Group Investigation (GI)
Killen memaparkan lima ciri pokok model Group Investigation
(GI) sebagai pendekatan pembelajaran sebagai berikut:
1) Para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil dan memiliki
independensi terhadap guru
2) Kegiatan-kegiatan siswa terfokus pada upaya menjawab pertanyaan-
pertanyaan yang telah dirumuskan
3) Kegiatan belajar siswa akan selalu mempersyaratkan mereka untuk
mengumpulkan sejumlah data, menganalisisnya, dan mencapai
beberapa kesimpulan
4) Siswa akan menggunakan pendekatan yang beragam di dalam
belajar
5) hasil-hasil penelitian siswa dipertukarkan di antara seluruh siswa
(Aunurrahman, 2010: 153)
Ciri pokok pertama, para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok
kecil dan memiliki independensi terhadap guru. Dalam penerapan model
Group Investigation (GI), siswa dalam kelas dibagi ke dalam kelompok-
kelompok kecil. Setiap kelompok bekerja secara mandiri dengan
bimbingan guru.
Ciri pokok kedua, kegiatan-kegiatan siswa terfokus pada upaya
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang telah dirumuskan. Setiap
kelompok wajib berdiskusi untuk melakukan penyelidikan mengenai
masalah yang telah diberikan oleh guru. Selanjutnya menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang dirumuskan sebelumnya.
Ciri pokok ketiga, kegiatan belajar siswa akan selalu
mempersyaratkan mereka untuk mengumpulkan sejumlah data,
menganalisisnya, dan mencapai beberapa kesimpulan. Pada saat
berdiskusi, setiap kelompok harus mengumpulkan berbagai data yang
berhubungan dengan masalah yang dipelajari. Setelah data terkumpul,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
data harus dianalisis untuk menjawab pertanyaan yang telah dirumuskan,
kemudian setiap kelompok membuat laporan, yaitu kesimpulan hasil
diskusi yang telah dilakukan.
Ciri pokok keempat, siswa akan menggunakan pendekatan yang
beragam di dalam belajar. Dalam Group Investigation (GI), kelompok
bebas memilih subtopik yang akan dipelajari, kemudian dari setiap
kelompok membuat perencanaan kooperatif sesuai dengan subtopik yang
telah dipilih. Setiap kelompok memiliki kebebasan memilih pendekatan
yang sesuai dengan subtopik yang telah dipilih.
Ciri pokok kelima, hasil-hasil penelitian siswa dipertukarkan di
antara seluruh siswa. Setelah setiap kelompok selesai melakukan diskusi
dan membuat laporan hasil diskusi, setiap kelompok diwajibkan untuk
mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas. Dengan demikian,
kelompok akan mengetahui hasil diskusi kelompok lainnya.
g. Keadaan yang Mendukung Penerapan Model Group Investigation
(GI)
Seorang guru dapat menggunakan model Group Investigation (GI)
di dalam proses pembelajaran dengan beberapa keadaan yang dapat
mendukung penerapan model Group Investigation (GI) itu sendiri.
Aunurrahman mengemukakan enam keadaan yang dapat mendukung
penerapan model Group Investigation (GI), diantaranya:
1) Bilamana guru bermaksud agar siswa-siswa mencapai studi yang
mendalam tentang isi atau materi, yang tidak dapat dipahami secara
memadai dari sajian-sajian informasi yang terpusat pada guru,
2) Bilamana guru bermaksud mendorong siswa untuk lebih skeptis
tentang ide-ide yang disajikan dari fakta-fakta yang mereka
dapatkan,
3) Bilamana guru bermaksud meningkatkan minat siswa terhadap suatu
topik dan memotivasi mereka membicarakan berbagai persoalan di
luar kelas,
4) Bilamana guru bermaksud membantu siswa memahami tindakan-
tindakan pencegahan yang diperlukan atas interpretasi informasi
yang berasal dari penelitian-penelitian orang lain yang mungkin
dapat mengarah pada pemahaman yang kurang positif,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
5) Bilamana guru bermaksud mengembangkan keterampilan-
keterampilan penelitian, yang selanjutnya dapat mereka pergunakan
di dalam situasi belajar yang lain, dan
6) Bilamana guru menginginkan peningkatan dan perluasan
kemampuan siswa (Aunurrahman, 2010: 152).
h. Langkah-langkah Pelaksanaan Model Group Investigation (GI)
Pelaksanaan model Group Investigation (GI) dari beberapa
langkah. Sugiyanto menyatakan bahwa ada enam langkah dalam
pelaksanaan model Group Investigation (GI) sebagai berikut:
1) Seleksi topik
2) Merencanakan kerjasama
3) Implementasi
4) Analisis dan sintesis
5) Penyajian hasil akhir
6) Evaluasi selanjutnya (2009: 47-48)
Langkah pertama, seleksi topik. Para siswa memilih subtopik dari
topik yang telah diberikan oleh guru. Para siswa diorganisasikan menjadi
kelompok-kelompok yang berorientasi pada tugas (task oriented group)
yang beranggotakan 2 sampai 6 siswa.
Langkah kedua, merencanakan kerjasama. Setiap kelompok dengan
bimbingan guru membuat berbagai prosedur belajar yang sesuai dengan
subtopik yang telah dipilih sebelumnya. Prosedur belajar yang dimaksud
adalah pendekatan ataupun metode yang akan dipilih untuk
melaksanakan investigasi dalam kelompok itu sendiri.
Langkah ketiga, implementasi. Dalam tahap ini, setiap kelompok
melaksanakan rencana yang telah dirumuskan pada langkah sebelumnya.
Pembelajaran harus melibatkan berbagai aktivitas dan keterampilan
dengan variasi yang luas dan mendorong para siswa untuk menggunakan
berbagai sumber, baik yang terdapat di dalam maupun luar sekolah.
Langkah keempat, analisis dan sintesis. Setelah melaksanakan apa
yang telah direncanakan, setiap kelompok menganalisis dan mensintesis
berbagai informasi yang diperoleh dan merencanakan peringkasan dalam
suatu penyajian yang menarik di depan kelas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
Langkah kelima, penyajian hasil akhir. Semua kelompok
menyajikan presentasi yang menarik dari subtopik yang telah dipelajari
agar semua siswa terlibat dan mencapai perspektif yang luas mengenai
subtopik tersebut. Presentasi kelompok dikoordinasi oleh guru.
Langkah keenam, evaluasi selanjutnya. Guru beserta siswa
melakukan evaluasi mengenai kontribusi setiap kelompok terhadap
pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi dapat mencakup tiap
siswa secara individual atau kelompok atau keduanya.
Pendapat lain juga menyatakan langkah-langkah penerapan model
Group Investigation (GI). Menurut Isjoni, langkah-langkah penerapan
model Group Investigation (GI) adalah sebagai berikut:
1) Siswa memilih subtopik yang ingin mereka pelajari dan topik
biasanya telah ditentukan guru
2) Siswa dan guru merencanakan tujuan dan langkah-langkah belajar
berdasarkan subtopik dan materi yang dipilih
3) Siswa mulai belajar dengan berbagai sumber belajar baik di dalam
atau pun di luar sekolah
4) Setelah proses pelaksanaan belajar selesai, siswa menganalisis,
menyimpulkan, dan membuat kesimpulan untuk mempresentasikan
hasil belajar mereka di depan kelas (2010: 59)
Dari kedua pendapat mengenai langkah-langkah penerapan model
Group Investigation (GI) tersebut di atas memiliki kesamaan. Pada
intinya, langkah-langkah pelaksanaan dalam penerapan model Group
Investigation (GI) adalah sebagai berikut:
1) Siswa diberi kesempatan untuk memilih subtopik yang akan
dipelajari
2) Siswa kemudian membuat perencanaan kegiatan yang akan
dilakukan selama proses pembelajaran
3) Siswa mengumpulkan dan menganalisis data
4) Siswa mempresentasikan hasil kerja kelompoknya di depan kelas
Namun dalam penelitian ini, penerapan model Group Investigation
(GI) mengacu pada pendapat Sugiyanto saja karena langkah-langkah
penerapan model Group Investigation (GI) lebih kompleks. Pada akhir
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
kegiatan pembelajaran, setelah siswa mempresentasikan hasil diskusinya
di depan kelas, ada evaluasi selanjutnya yang diberikan guru kepada
setiap kelompok yang dapat memberikan motivasi kepada setiap
kelompok agar lebih meningkatkan prestasinya terutama dalam kegiatan
kerja kelompok. Tujuan dari evaluasi selanjutnya adalah untuk
mendapatkan informasi tentang sejauhmana siswa dapat menguasai apa
yang dipelajarinya, baik mengenai materi pembelajaran, nilai, dan sikap
yang tersirat dalam materi itu, serta kemampuan menggunakan berbagai
keterampilannya untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan
konsep IPA yang telah dipelajari tersebut.
i. Kelebihan Model Group Investigation (GI)
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan kelebihan
model Group Investigation (GI) kaitannya dengan pembelajaran sifat-
sifat bayangan cermin, sebagai berikut:
1) Mampu menciptakan cara belajar siswa lebih aktif.
Pada pembelajaran sifat-sifat bayangan cermin siswa akan dibagi
menjadi beberapa kelompok untuk melakukan percobaan dan diskusi
kelompok untuk mengidentifikasi sifat-sifat bayangan pada cermin.
2) Dapat menumbuhkan minat dan kreativitas siswa, baik secara
perorangan maupun kelompok.
Ketika proses belajar mengajar langsung, guru memberikan
kebebasan setiap siswa dalam kelompok untuk memilih subtopik
bahasan sesuai minat, sehingga dapat mengembangkan daya
kreativitas siswa.
3) Membantu terjadinya pembagian tanggung jawab ketika siswa
mengikuti pembelajaran dan berorientasi menuju pembentukan
manusia sosial.
Dengan penerapan model Group Investigation (GI) dalam
pembelajaran sifat-sifat bayangan cermin ini, siswa akan
berkelompok untuk membahas suatu subtopik tertentu sehingga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
memungkinkan adanya kerjasama antaranggota kelompok sesuai
dengan tanggung jawab masing-masing siswa.
j. Penerapan Model Group Investigation (GI) dalam Materi Sifat-sifat
Bayangan Cermin
Skema pembelajaran materi sifat-sifat bayangan cermin yang
melibatkan siswa secara aktif selama proses pembelajaran dengan
penerapan model Group Investigation (GI) dalam penelitian ini dapat
divisualisasikan ke dalam gambar 2.1, yaitu sebagai berikut:
Gambar 2.1. Skema Pembelajaran Sifat-sifat Bayangan Cermin dengan
Model GI
1. Siswa memilih subtopik dari topik yang ditentukan
guru
2. Pembentukan kelompok yang terdiri dari 4-6 siswa
Seleksi Topik
1. Siswa dan guru merencanakan langkah kerja
untuk kelompok
2. Siswa melakukan diskusi kelompok
1. Siswa melaksanakan langkah kerja yang telah
direncanakan
2. Guru mengawasi perkembangan kelompok dan
menawarkan bantuan bila diperlukan
Siswa mengolah informasi yang diperoleh dari
berbagai sumber dan membuat laporan untuk
dipresentasikan
Setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusi di
depan kelas dengan dikoordinasi oleh guru.
Guru dan siswa mengevaluasi tiap kontribusi
kelompok terhadap kerja kelas sebagai suatu
keseluruhan dengan menggunakan penilaian
individual maupun kelompok
Merencanakan
Kerja sama
Implementasi
Analisis dan
Sintesis
Penyajian
Hasil Akhir
Evaluasi
Selanjutnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
Berdasarkan skema pada gambar 2.1, proses pembelajaran sifat-
sifat bayangan cermin dengan penerapan model Group Investigation (GI)
yang akan dilaksanakan dalam penelitian ini:
1) Pendahuluan, yaitu memberi apersepsi dengan menggali
pengetahuan siswa dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan
dengan materi sifat-sifat bayangan cermin. Pemilihan subtopik oleh
siswa dari topik bahasan yang telah ditentukan oleh guru, kemudian
siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok yang terdiri dari 4-6
siswa bersifat heterogen. Pembentukan kelompok yang bersifat
heterogen diharapkan dapat mempermudah siswa dalam
memecahkan masalah, karena antaranggota kelompok dapat saling
melengkapi satu sama lain.
2) Setiap kelompok membuat perencanaan langkah kerja kelompok
sesuai dengan subtopik yang akan dipelajari dan berorientasi pada
tujuan pembelajaran yang akan dicapai.
3) Siswa melakukan diskusi dengan kelompoknya dengan menerapkan
langkah kerja yang telah direncanakan sebelumnya, yaitu dengan
melakukan percobaan dan mencari informasi dari berbagai sumber
belajar yang ada. Pada saat diskusi berlangsung, guru melakukan
pengawasan secara ketat terhadap perkembangan setiap kelompok.
4) Siswa menganalisis data dan informasi yang diperoleh selama
disksusi berlangsung, kemudian membuat laporan untuk
dipresentasikan.
5) Setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusi dengan
dikoordinasi oleh guru.
6) Siswa dan guru melakukan evaluasi. Dalam hal ini siswa melakukan
evaluasi terhadap kinerja kelompoknya dan guru memberikan
evaluasi secara individu berdasarkan hasil pengamatan terhadap
keaktifan setiap siswa selama mengikuti kegiatan diskusi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
B. Penelitian Yang Relevan
Ernawati (2011) dalam skripsinya yang berjudul “Peningkatan Prestasi
Belajar IPA Materi Tata Surya melalui Model Group Investigation Berbantuan TI
Pada Siswa Kelas VI SD Negeri Bangunreja 02 Tahun Pelajaran 2010/2011” yang
menyimpulkan bahwa penerapan model Group Investigation dapa meningkatkan
prestasi belajar IPA materi tata surya pada siswa kelas VI SD Negeri Bangunreja
02 tahun pelajaran 2010/2011. Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian yang
menunjukkan peningkatan pada siklus I sebesar 12,74% dan siklus II sebesar
23,70%. Penelitian Ernawati memiliki satu variabel yang sama dengan penelitian
yang akan dilakukan, yaitu variabel bebasnya adalah Model Group Investigation.
Sedangkan perbedaannya adalah pada variabel terikat yaitu Prestasi Belajar IPA
Materi Tata Surya, karena dalam penelitian ini variabel terikatnya adalah
Kemampuan Mengidentifikasi Sifat-sifat Bayangan Cermin. Sedangkan pada
penelitian ini menunjukkan peningkatan pada siklus I sebesar 31,04% dan pada
siklus II sebesar 27,59%.
Tyas Herwinda (2010) dalam skripsinya yang berjudul “Penggunaan
Metode Group Investigation (GI) untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa dalam
Menyelesaikan Soal Cerita Pokok Bahasan Perbandingan Pada Siswa Kelas V SD
Negeri Panularan No. 06 Laweyan Surakarta” yang menyimpulkan bahwa
pembelajaran matematika melalui penerapan metode Group Investigation (GI)
efektif meningkatkan kemampuan siswa menyelesaikan soal cerita perbandingan
pada siswa kelas V SD Negeri Panularan No. 06 Laweyan Surakarta. Hal ini dapat
dibuktikan dengan hasil penelitian yang menunukkan bahwa pada siklus I
ketuntasan klasikal mencapai 56% dan pada siklus II ketuntasan klasikal
mencapai 76%. Penelitian Tyas Herwinda memiliki satu variabel yang sama
dengan penelitian yang akan dilakukan, yaitu variabel bebasnya adalah Model
Group Investigation. Sedangkan perbedaannya adalah pada variabel terikat yaitu
Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Pokok Bahasan Perbandingan, karena
dalam penelitian ini variabel terikatnya adalah Kemampuan Mengidentifikasi
Sifat-sifat Bayangan Cermin. Sedangkan pada penelitian ini menunjukkan bahwa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
pada siklus I ketuntasan klasikal mencapai 62,07% dan pada siklus II ketuntasan
klasikal mencapai 89,66%.
C. Kerangka Berpikir
Pada kondisi awal dapat diketahui bahwa umumnya siswa kelas V SD
Negeri I Waleng Kecamatan Girimarto Kabupaten Wonogiri mengalami kesulitan
dalam mengidentifikasi sifat-sifat bayangan cermin. Hal ini disebabkan oleh
beberapa faktor, diantaranya karena pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru
masih bersifat konvensional. Guru masih cenderung menggunakan metode
ceramah dalam menyampaikan materi dan membuat siswa merasa cepat bosan.
Selain itu, guru belum menggunakan media yang bervariasi yang dapat
mendukung penyampaian materi sifat-sifat bayangan cermin. Pembelajaran yang
demikian menjadikan siswa kurang antusias dalam mengikuti pembelajaran sifat-
sifat bayangan cermin.
Pembelajaran dilaksanakan dengan menerapkan model Group Investigasi
(GI). Dengan menerapkan model Group Investigasi (GI), pembelajaran menjadi
lebih menyenangkan, karena kegiatan belajar mengajar terfokus pada pelibatan
siswa secara aktif dan kreatif dalam proses pemerolehan hasil belajar. Model ini
menuntut siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi
maupun memiliki kekompakan dalam kerja kelompok. Dalam pembelajaran IPA,
model ini sangat cocok untuk diterapkan. Dalam pelaksanaannya siswa dibagi
menjadi enam kelompok dan melakukan percobaan tentang pemantulan cahaya
dan sifat-sifat bayangan cermin.
Melalui penerapan model Group Investigasi (GI), maka kemampuan
mengidentifikasi sifat-sifat bayangan cermin pada siswa kelas V SD Negeri I
Waleng Kecamatan Girimarto Kabupaten Wonogiri dapat ditingkatkan. Skema
kerangka berpikir dalam penelitian ini digambarkan secara sistematis ke dalam
gambar 2.2, yaitu sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
Gambar 2.2. Skema Kerangka Berpikir
D. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir tersebut di atas, maka
hipotesis tindakan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: penerapan model
kooperatif tipe Group Investigasi (GI) diduga dapat meningkatkan kemampuan
mengidentifikasi sifat-sifat bayangan cermin pada siswa kelas V SD Negeri I
Waleng Kecamatan Girimarto Kabupaten Wonogiri Tahun Ajaran 2011/2012.
Kondisi
Awal
Tindakan
Kondisi
Akhir
Guru belum
menerapkan model
Group Investigasi
(GI)
Kemampuan mengidentifikasi
sifat-sifat bayangan cermin
siswa rendah
Guru menerapkan
model Group
Investigasi (GI) pada
pembelajaran sifat-
sifat bayangan cermin
Siklus I
Siswa dibagi menjadi 6
kelompok dan melakukan
percobaan tentang pemantulan
cahaya dan sifat-sifat bayangan
cermin. Hasil diskusi
dipresentasikan di depan kelas.
Siklus II
Siswa dibagi menjadi 6
kelompok dan melakukan
percobaan tentang sifat-sifat
bayangan cermin. Hasil diskusi
dipresentasikan di depan kelas.
Melalui penerapan model Group Investigasi (GI)
dapat meningkatkan kemampuan mengidentifikasi
sifat-sifat bayangan cermin pada siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
10
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kelas V SD Negeri I Waleng dengan
jumlah siswa pada kelas V tahun ajaran 2011/2012 yaitu 29 siswa yang terdiri
dari 14 siswa laki-laki dan 15 siswa perempuan. Alasan pemilihan sekolah ini
sebagai lokasi penelitian didasarkan pada beberapa pertimbangan, yaitu: 1)
lokasi sekolah dekat dengan rumah peneliti, sehingga dapat menghemat
waktu dan biaya, 2) peneliti ingin meningkatkan kemampuan
mengidentifikasi sifat-sifat bayangan cermin dengan menerapkan model
Group Investigation (GI), 3) memudahkan kerjasama antara peneliti, pihak
sekolah, dan objek yang diteliti, dan 4) pada sekolah ini belum pernah
dilakukan penelitian sejenis.
2. Waktu Penelitian
Penelitian telah dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran
2011/2012 selama lima bulan, mulai dari bulan Februari sampai Juni 2012.
Rincian waktu pelakasanaan penelitian dapat dilihat pada lampiran 1 halaman
110.
B. Subjek dan Objek Penelitian
1. Subjek Penelitian
Arikunto menyatakan subjek penelitian merupakan subjek yang dituju
untuk diteliti oleh peneliti (2006: 145). Dalam penelitian ini, peneliti
mengambil subjek penelitian yaitu guru dan siswa kelas V SD Negeri I
Waleng Kecamatan Girimarto Kabupaten Wonogiri Tahun Ajaran 2011/2012.
Siswa yang dijadikan subjek penelitian adalah siswa kelas V yang berjumlah
29 siswa terdiri dari 14 laki-laki dan 15 perempuan.
45
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
2. Objek Penelitian
Arikunto menyebutkan objek penelitian harus merupakan sesuatu yang
aktif dan dapat dikenai aktivitas (2006: 102). Objek dalam penelitian ini
adalah penerapan model kooperatif Group Investigasi (GI) untuk
meningkatkan kemampuan mengidentifikasi sifat-sifat bayangan cermin.
Dengan demikian, dapat diketahui bahwa variabel penelitiannya adalah
penerapan model kooperatif Group Investigasi (GI) sebagai independent
variable (X) dan kemampuan mengidentifikasi sifat-sifat bayangan cermin
sebagai dependent variable (Y). Menurut Arikunto Independent variable (X)
adalah variabel bebas atau variabel yang mempengaruhi, sedangkan
dependent variable (Y) adalah variabel terikat atau variabel yang dipengaruhi
(2006: 119).
Berdasarkan kajian teori yang dipaparkan pada bab II, model Group
Investigasi (GI) adalah model pembelajaran yang sangat kompleks dan
menuntut keterlibatan siswa secara aktif mulai dari perencanaan, pelaksanaan,
dan pelaporan hasil belajar serta menuntut siswa memiliki kemampuan yang
baik dalam berkomunikasi maupun keterampilan proses memiliki kelompok.
Sedangkan kemampuan mengidentifikasi sifat-sifat bayangan cermin adalah
potensi yang dimiliki oleh seseorang yang merupakan bawaan sejak lahir atau
merupakan hasil dari latihan atau praktik dan digunakan untuk mengerjakan
sesuatu dalam wujud tindakan mencari dan mengenal sifat-sifat bayangan
pada cermin.
C. Bentuk Penelitian
Penelitian ini berbentuk Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Suhardjono
menyebutkan bahwa PTK adalah penelitian tindakan (action research) yang
dilakukan dengan tujuan memperbaiki mutu praktik pembelajaran di kelasnya
(2009: 58). Penelitian Tindakan Kelas ini menggunakan model siklus. Setiap
siklus terdiri dari empat tahap, yaitu perencanaan, pelaksanaan/tindakan,
observasi, dan refleksi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
D. Sumber Data
Penelitian ini menggunakan berbagai sumber data atau subjek dari mana
data dapat diperoleh (Arikunto, 2006: 129). Dalam penelitian ini, sumber data
dibedakan menjadi dua yaitu:
1. Sumber data pokok (primer), yaitu:
a) Siswa kelas V SD Negeri I Waleng sebagai subjek penelitian
b) Guru sebagai informan, terutama guru kelas V yang lebih mengenal seluk
beluk siswanya dan mengetahui bagaimana perkembangan prestasi anak
didiknya
c) Pihak lain yang berhubungan, orang tua yang dimintai informasi tentang
siswa
2. Sumber data sekunder, antara lain :
a) Arsip atau dokumen
Pengumpulan data tertulis, misalnya daftar nilai siswa
b) Tes hasil belajar
Siswa akan dites atau diuji kemampuannya oleh guru. Tes dilaksanakan
sebelum dan setelah pelaksanaan tindakan kelas. Tes digunakan sebagai
alat pembanding prestasi belajar siswa dan untuk mengetahui
kemampuan mengidentifikasi sifat-sifat bayangan cermin pada siswa
meningkat atau tidak.
c) Lembar Observasi
Observasi digunakan untuk mengamati aktivitas siswa dalam proses
pembelajaran yang berkaitan dengan kemampuan mengidentifikasi sifat-
sifat bayangan cermin pada pembelajaran IPA.
E. Teknik Pengumpulan Data
Sesuai dengan Penelitian Tindakan Kelas dan sumber data yang
dimanfaatkan, maka teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian
ini melalui:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
1. Observasi
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan observasi,
yang merupakan kegiatan pemusatan perhatian terhadap suatu objek dengan
menggunakan seluruh alat indera (Arikunto, 2006: 156). Observasi yang
dilakukan dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyebab
kurangnya kemampuan mengidentifikasi sifat-sifat bayangan cermin pada
pembelajaran IPA siswa kelas V SD Negeri I Waleng Kecamatan Girimarto
Kabupaten Wonogiri. Observasi ini dilakukan pada saat proses belajar
mengajar pada mata pelajaran IPA, hal ini dilakukan untuk mengetahui
penyebab kurangnya kemampuan mengidentifikasi sifat-sifat bayangan
cermin pada mata pelajaran IPA yang berakibat rendahnya prestasi siswa
dalam mata pelajaran IPA. Sumber ini dibatasi pada segala sesuatu di luar diri
siswa.
2. Tes
Untuk mengetahui adanya peningkatan kemampuan mengidentifikasi
sifat-sifat bayangan cermin pada pembelajaran IPA dalam penelitian ini
digunakan tes yang berupa serentetan pertanyaan atau latihan, serta alat lain
yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi,
kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok (Arikunto,
2006: 150). Bentuk tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes tertulis
yang dilaksanakan pada setiap akhir pelaksanaan tindakan. Tes yang
digunakan berupa tugas atau soal yang harus dikerjakan oleh siswa secara
individu. Tes diberikan pada siswa kelas V SD Negeri I Waleng Kecamatan
Girimarto Kabupaten Wonogiri.
3. Dokumentasi
Pengumpulan data dalam penelitian ini juga menggunakan teknik
dokumentasi, dimana peneliti menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-
buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan harian,
dan sebagainya (Arikunto, 2006: 158). Dalam penelitian ini dokumentasi
digunakan untuk memperoleh data-data antara lain daftar nama siswa,
kurikulum, foto atau rekaman kegiatan pembelajaran IPA, dan daftar nilai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
harian dan nilai UAS siswa kelas V SD Negeri I Waleng dalam pembelajaran
IPA.
4. Wawancara
Wawancara atau interview dilakukan oleh pewawancara untuk
memperoleh informasi dari terwawancara (Arikunto, 2006: 155). Dalam
penelitian ini dilakukan wawancara dengan guru. Wawancara dilakukan
dengan tujuan untuk memperoleh informasi dari guru mengenai penyebab
rendahnya kemampuan mengidentifikasi sifat-sifat bayangan cermin dan
untuk mengetahui tingkat kemampuan mengidentifikasi sifat-sifat bayangan
cermin pada siswa kelas V SD Negeri I Waleng Kecamatan Girimarto
Kabupaten Wonogiri sebelum dan setelah diterapkan model Group
Investigation (GI).
F. Validitas Data
Suatu informasi yang akan dijadikan data penelitian perlu diperiksa
validitasnya, sehingga data tersebut dapat dipertanggungjawabkan dan dapat
dijadikan sebagai dasar yang kuat dalam menarik kesimpulan. Untuk menguji
validitas data dalam penelitian ini digunakan trianggulasi yang merupakan teknik
yang didasari pola pikir fenomenologi yang bersifat multi perspektif. Artinya,
untuk menarik simpulan yang mantap diperlukan tidak hanya satu cara pandang,
melainkan bisa dipertimbangkan beragam fenomena yang muncul, dan
selanjutnya dapat ditarik simpulan yang lebih mantap dan lebih bisa diterima
kebenarannya (Slamet dan Suwarto, 2007: 54). Trianggulasi yang digunakan
dalam penelitian ini adalah triangulasi data, triangulasi metode, dan trianggulasi
teori.
1. Triangulasi Data
Triangulasi data sering juga disebut trianggulasi sumber. Cara ini
mengarahkan peneliti agar di dalam mengumpulkan data, peneliti wajib
menggunakan beragam sumber data yang tersedia (Slamet dan Suwarto,
2007: 54). Artinya data yang sama atau sejenis akan lebih mantap
kebenarannya bila digali dari beberapa sumber data yang berbeda. Data yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
dikumpulkan adalah data hasil wawancara dengan guru, hasil observasi
terhadap siswa dan guru, dan daftar nilai siswa kelas V SD Negeri I Waleng
Kecamatan Girimarto Kabupaten Wonogiri pada siklus I dan siklus II.
2. Triangulasi Metode
Triangulasi metode mengarahkan seorang peneliti untuk
mengumpulkan data sejenis tetapi dengan menggunakan metode
pengumpulan data yang berbeda (Slamet dan Suwarto, 2007: 54). Dalam
triangulasi metode ini yang ditekankan adalah penggunaan metode
pengumpulan data yang berbeda pada data yang sama untuk menguji
keabsahan informasinya.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode observasi kemudian
dilakukan wawancara yang mendalam dengan guru kelas V SD Negeri I
Waleng Kecamatan Girimarto Kabupaten Wonogiri dan hasilnya diuji dengan
pengumpulan data sejenis dengan menggunakan metode dokumentasi pada
pelaku kegiatan. Data yang diperoleh melalui beberapa teknik pengumpulan
data yang berbeda tersebut hasilnya dibandingkan dan dapat ditarik
kesimpulan data yang lebih kuat validitasnya.
3. Trianggulasi Teori
Trianggulasi teori ini dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan
perspektif lebih dari satu teori dalam membahas permasalahan yang dikaji
(Slamet dan Suwarto, 2007: 55). Artinya dari beberapa perspektif teori
tersebut akan diperoleh pandangan yang lebih lengkap, tidak hanya sepihak,
sehingga bisa dianalisis dan ditarik simpulan yang lebih utuh dan
menyeluruh. Dalam penelitian ini menggunakan berbagai teori dari beberapa
ahli untuk membentuk suatu pengetahuan yang menyeluruh.
G. Analisis Data
Menurut Miles dan Huberman mengemukakan bahwa aktivitas dalam
analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus
menerus sampai tuntas (Sugiyono, 2008: 91). Aktivitas dalam analisis data, yaitu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
data collection, data reduction, data display, dan conclusions: drawing/verifying.
Model interaktif dalam analisis data ditunjukkan pada gambar 3.1 berikut:
Gambar 3.1. Komponen dalam Analisis Data (Interaktive Model)
Sumber: Sugiyono (2008:91)
Berdasarkan model interaktif di atas, aktivitas analisis data dalam penelitian
ini dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Data Collection atau Pengumpulan Data
Pengumpulan data dengan pelaksanaan pembelajaran untuk
meningkatkan kemampuan mengidentifikasi sifat-sifat bayangan cermin pada
pembelajaran IPA.
2. Data Reduction atau Reduksi Data
Reduksi data adalah suatu proses pemilihan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstrakan dan informasi data yang telah muncul dari
beberapa catatan tertulis yang diperoleh di lapangan. Reduksi data merupakan
bentuk analisis yang menajamkan, membuang yang tidak perlu,
mengarahkan, menggolongkan, dan mengorganisasi data sehingga diperoleh
suatu kesimpulan.
Data
Collection
Data
Reduction
Conclusions:
Drawing/Verifying
Data
Display
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
3. Data Display atau Penyajian Data
Penyajian data adalah sekumpulan informasi yang telah tersusun dan
memberikan kemungkinan adanya penarikan suatu kesimpulan dan
pengambilan tindakan. Penyajian data tersebut dengan menggabungkan
berbagai informasi yang telah didapat selama kejadian berlangsung.
4. Verifying atau Penarikan Kesimpulan
Penarikan kesimpulan merupakan suatu proses peninjauan kembali
pada benar tidaknya data yang diperoleh dalam pelaksanaan penelitian.
H. Indikator Kinerja
Indikator kinerja merupakan rumusan kinerja yang akan dijadikan acuan
dalam menentukan keberhasilan atau keefektifan penelitian (Suwandi, 2011: 66).
Pada penelitian ini, indikator yang menjadi pedoman keberhasilan adalah
meningkatnya kemampuan mengidentifikasi sifat-sifat bayangan cermin pada
siswa kelas V SD Negeri I Waleng Kecamatan Girimarto Kabupaten Wonogiri
tahun ajaran 2011/2012 melalui penerapan model Group Investigation (GI).
Penelitian akan diakhiri setelah 80% siswa telah memenuhi KKM IPA pada kelas
V SD Negeri I Waleng Kecamatan Girimarto Kabupaten Wonogiri yaitu ≥ 69,00.
Sesuai penghitungan berarti paling sedikit 24 siswa dari 29 siswa telah mencapai
KKM. Apabila batas KKM sudah tercapai berarti siklus dapat dihentikan dan
penelitian dikatakan telah memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh peneliti.
I. Prosedur Penelitian
Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas atau Classroom Action
Research yang mengacu pada teori Kurt Lewin. Kurt Lewin mengemukakan
bahwa Penelitian Tindakan Kelas merupakan serangkaian langkah yang
membentuk spiral (Slamet dan Suwarto, 2007: 65). Pelaksanaan penelitian
meliputi empat tahapan yang saling terkait dan berkesinambungan, dimana tahap-
tahap tersebut membentuk satu siklus dan dapat dilanjutkan ke siklus berikutnya
dengan tahapan yang sama berdasarkan hasil yang dicapai pada siklus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
sebelumnya. Adapun tahapan-tahapan dalam Penelitian Tindakan Kelas ini tertera
pada gambar 3.2, yaitu sebagai berikut:
SIKLUS I SIKLUS II
Gambar 3.2. Siklus Penelitian Tindakan Kelas
Sumber: Slamet dan Suwarto (2007: 65)
Adapun prosedur Penelitian Tindakan Kelas secara rinci diuraikan sebagai
berikut:
1. Rancangan Siklus I
a. Tahap Perencanaan
Kegiatan yang dilakukan dalam tahap perencanaan sebagai berikut:
1) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan
menerapkan model Group Investigation (GI) yang digunakan
dalam tindakan.
2) Menyiapkan berbagai media yang akan digunakan dalam
pembelajaran sifat-sifat bayangan cermin.
3) Menyiapkan perangkat pengambilan data (instrumen penelitian),
yaitu lembar kerja siswa, lembar soal evaluasi individu, dan
pedoman pengamatan (observasi) terhadap aktivitas siswa dan
guru.
Planing
Reflectin
g
Acting
Observing
Dan
seterusnya Planing
Reflectin
g
Acting
Observing
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
b. Tahap Pelaksanaan
Tahap ini dilakukan dengan mengadakan pembelajaran tentang
sifat-sifat bayangan cermin sesuai dengan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) yang telah dibuat sebelumnya oleh peneliti. Siklus I
dilaksanakan dalam dua kali pertemuan dan masing-masing pertemuan
selama 3 x 35 menit. Pada pertemuan pertama siswa dibentuk menjadi 6
kelompok dimana setiap kelompok akan melaksanakan percobaan untuk
mengetahui peristiwa pemantulan secara teratur dan baur. Pada
pertemuan kedua, setiap kelompok diminta untuk memilih subtopik dari
topik yang telah ditentukan guru (memilih salah satu jenis cermin dari
tiga macam cermin yang akan dipelajari), kemudian melakukan
percobaan untuk mengidentifikasi sifat-sifat bayangan cermin. Sebelum
pelaksanaan diskusi, setiap kelompok wajib memperhatikan petunjuk
dari guru, kemudian di akhir pembelajaran setiap kelompok wajib
melaporkan hasil diskusinya di depan kelas. Pada akhir pembelajaran,
setiap siswa diberi soal evaluasi individu untuk dikerjakan secara
mandiri.
c. Tahap Observasi
Peneliti bertugas sebagai guru mengamati hasil jawaban soal
evaluasi individu setiap siswa kemudian dinilai, mengamati aktivitas
siswa kemudian mengisi pedoman observasi aktivitas siswa. Sedangkan
guru kelas V SD Negeri I Waleng Kecamatan Girimarto Kabupaten
Wonogiri sebagai kolaborator yang melakukan observasi terhadap
peneliti, baik observasi terhadap RPP maupun observasi terhadap
pelaksanaan pembelajaran.
d. Tahap Refleksi
Pada tahap ini dilakukan analisis terhadap pelaksanaan proses
pembelajaran dan hasil tes kemampuan siswa untuk mengidentifikasi
sifat-sifat bayangan cermin. Dari data rata-rata nilai tes kemampuan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
mengidentifikasi sifat-sifat bayangan cermin siswa pada siklus I
diketahui bahwa siswa yang tuntas sebanyak 18 siswa (62,07%). Hal
tersebut belum mencapai indikator kinerja, yaitu 80%. Oleh karena itu,
dianalisis permasalahan yang ada pada siklus I, kemudian diperbaiki
pada siklus II.
2. Rancangan Siklus II
a. Tahap Perencanaan
1) Identifikasi masalah pada siklus I dan penetapan alternatif
pemecahan masalah.
2) Penyusunan rencana pembelajaran dengan penerapan model Group
Investigation (GI).
3) Menyiapkan berbagai media yang akan digunakan dalam
pembelajaran sifat-sifat bayangan cermin.
4) Menyiapkan perangkat pengambilan data (instrumen penelitian)
yaitu lembar kerja siswa, lembar soal evaluasi individu, dan lembar
pengamatan (observasi) untuk peneliti yang berperan sebagai guru
dan untuk siswa.
b. Tahap Pelaksanaan/Tindakan
Tahap ini dilakukan dengan mengadakan pembelajaran tentang
sifat-sifat bayangan cermin sesuai dengan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) yang telah disusun sebelumnya oleh peneliti. Seperti
halnya siklus I, siklus II juga dilaksanakan dalam dua kali pertemuan dan
masing-masing pertemuan 3 x 35 menit. Proses pembelajaran yang
dilaksanakan dalam siklus II akan berbeda dengan proses pembelajaran
yang ada di siklus I. Pada siklus II akan dilakukan upaya perbaikan
terhadap kesulitan yang ditemukan dalam siklus I. Pada pertemuan
pertama, siswa dibagi menjadi enam kelompok, setiap kelompok
melakukan percobaan tentang sifat-sifat bayangan cermin dan setiap
kelompok mendiskusikan 3 jenis cermin. Pada pertemuan kedua, setiap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
kelompok tidak melakukan percobaan melainkan mengisi lembar kerja
siswa. Lembar kerja siswa itu diisi dengan cara memilih salah satu jenis
cermin yang pernah dipelajari, kemudian menuliskan tujuan percobaan,
alat dan bahan yang dibutuhkan, langkah kegiatan, dan hal yang diamati.
Sebelum pelaksanaan diskusi, setiap kelompok wajib memperhatikan
petunjuk dari guru, kemudian di akhir pembelajaran setiap kelompok
wajib melaporkan hasil diskusinya di depan kelas. Pada akhir
pembelajaran, setiap siswa diberi soal evaluasi individu untuk dikerjakan
secara mandiri.
c. Tahap Observasi
Peneliti berperan sebagai guru mengamati hasil jawaban tes
evaluasi individu setiap siswa kemudian dinilai, hasil pengamatan
aktivitas siswa untuk dicatat pada pedoman observasi aktivitas siswa.
Sedangkan guru kelas V SD Negeri I Waleng Kecamatan Girimarto
Kabupaten Wonogiri sebagai kolabolator melakukan observasi terhadap
peneliti, baik observasi terhadap RPP maupun observasi terhadap
pelaksanaan pembelajaran.
d. Tahap Refleksi
Hasil analisis data dari siklus II ini digunakan sebagai acuan untuk
menentukan tingkat ketercapaian tujuan penelitian yang dilakukan oleh
peneliti dalam meningkatkan kemampuan mengidentifikasi sifat-sifat
bayangan cermin siswa kelas V SD Negeri I Waleng Kecamatan
Girimarto Kabupaten Wonogiri. Dari data yang dikumpulkan diketahui
bahwa siswa yang tuntas sudah lebih dari indikator kinerja yang telah
ditetapkan, yaitu 26 siswa (89,66%). Berdasarkan hal tersebut, maka
penelitian diakhiri pada siklus II.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
10
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian
1. Letak Geografis SD Negeri I Waleng
Secara geografis SD Negeri I Waleng Kecamatan Girimarto Kabupaten
Wonogiri terletak di Dukuh Tambakan, Desa Waleng, Kecamatan Girimarto,
Kabupaten Wonogiri. Letak SD Negeri I Waleng cukup strategis karena
terletak di tengah Dukuh Tambakan. Sekolah ini berdiri pada tahun 1949
dengan Nomor Statistik Sekolah (NSS) 101031224008.
Letak geografis SD Negeri I Waleng Kecamatan Girimarto Wonogiri
memang tidak terletak tepat di jantung kota Wonogiri. Meskipun demikian,
sarana komunikasi dan transportasi juga mudah karena letaknya di pinggir
jalan. Jarak antara Sekolah Dasar dengan Kantor Kecamatan dan Kantor Unit
Pelaksanaan Teknis Kecamatan Girimarto kurang lebih sekitar 6 km. Dengan
jarak yang tidak terlalu jauh dengan Kantor Kecamatan dapat memudahkan
apabila ada urusan dinas.
Dukuh Tambakan mempunyai penduduk yang banyak, sehingga
meskipun letak Sekolah Dasar di desa, tetapi jumlah siswanya cukup banyak.
Masyarakatnya pun aktif dalam mendukung program-program yang diadakan
oleh pihak sekolah, hal itu membuat kegiatan di sekolah dan masyarakat
dapat berjalan dengan baik dan lancar.
2. Keadaan Personil SD Negeri I Waleng
Berdasarkan arsip sekolah, yaitu data pegawai sekolah dan observasi
yang dilakukan oleh peneliti, diketahui bahwa SD Negeri I Waleng pada
tahun ajaran 2011/2012 dipimpin oleh seorang Kepala Sekolah dan memiliki
tujuh orang guru yang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS), dua tenaga
pengajar yang masih Wiyata Bhakti (WB), satu tenaga perpustakaan, dan satu
orang penjaga sekolah yang juga telah berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Data ini dapat dilihat pada lampiran 28 halaman 207.
57
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
Berdasarkan arsip sekolah, dapat diketahui jumlah siswa di SD Negeri I
Waleng tahun ajaran 2011/2012 sebanyak 149 siswa. Siswa terbagi dalam
enam kelas, mulai dari kelas I sampai kelas VI. Siswa kelas I sebanyak 31
siswa. Siswa kelas II sebanyak 18 siswa. Kelas III sebanyak 25 siswa. Kelas
IV sebanyak 22 siswa. Kelas V sebanyak 29 siswa dan siswa kelas VI
sebanyak 24 siswa. Data ini dapat dilihat pada lampiran 29 halaman 208.
3. Keadaan Sarana dan Prasarana SD Negeri I Waleng
Berdasarkan arsip inventaris sekolah, dapat diketahui bahwa bangunan
gedung SD Negeri I Waleng terdiri atas enam kelas, dua kantin sekolah, satu
ruang guru dan kepala sekolah, ruang perpustakaan, ruang komputer untuk
kegiatan administrasi sekolah, tiga kamar mandi/WC, satu ruang gudang,
tempat parkir siswa dan guru, dan satu ruang UKS. Selain ruang-ruang
tersebut di SD Negeri I Waleng juga memiliki halaman yang sangat luas dan
biasanya digunakan untuk pembelajaran Penjaskes. Sarana dan prasarana
sekolah masih terawat dan kebersihannya juga terjaga. Keadaan kelas dan
berbagai ruangan masih tertata rapi. Setiap kegiatan belajar mengajar
berakhir, penjaga sekolah selalu mengunci setiap ruangan dan memastikan
tingkat keamanan setiap ruangan.
Kelas V SD Negeri I Waleng yang merupakan tempat penelitian,
memiliki keadaan sarana dan prasarana yang masih bagus. Di dalam kelas
terdapat satu meja guru beserta kursinya, 15 meja siswa dengan 15 kursi
panjang. Di depan kelas terdapat dua papan tulis (white board dan black
board) dengan spidol, kapur, dan penghapus. Di atas papan tulis terdapat
pajangan seperangkat gambar presiden, wakil presiden, dan lambang Negara.
Di dinding sekeliling kelas juga terdapat gambar-gambar yang berhubungan
dengan materi pembelajaran. Terdapat satu buah almari di dekat meja guru.
Di dalam kelas juga terdapat jam dinding, sehingga dapat mengontrol waktu
selama pembelajaran dan cermin agar siswa dapat mengecek kerapian diri.
Papan struktur organisasi kelas, papan jadwal pelajaran, papan piket, dan
papan absensi juga tertempel rapi di dinding. Di bagian pojok kelas juga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
tersedia alat kebersihan yang digunakan siswa setiap pagi untuk
membersihkan kelas agar nyaman digunakan saat proses pembelajaran, serta
terdapat tempat sampah organik dan non-organik yang berada di depan kelas.
B. Deskripsi Pratindakan
Pada tahun ajaran 2011/2012 jumlah siswa kelas V SD Negeri I Waleng
Kecamatan Girimarto Kabupaten Wonogiri sebanyak 29 siswa, terdiri atas 14
siswa laki-laki dan 15 siswa perempuan. Sebelum pelaksanaan tindakan, peneliti
melakukan observasi dengan tujuan untuk mengetahui keadaan nyata yang ada di
kelas V SD Negeri I Waleng. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru kelas V
SD Negeri I Waleng, diketahui bahwa siswa mengalami kesulitan dalam
memahami materi pembelajaran IPA, khususnya dalam mengidentifikasi sifat-
sifat bayangan cermin. Terdapat tiga faktor yang menyebabkan siswa kurang
mampu mengidentifikasi sifat-sifat bayangan cermin, yaitu pada saat kegiatan
belajar mengajar berlangsung guru menggunakan model yang masih didominasi
dengan metode ceramah, kurangnya perhatian siswa saat mengikuti pembelajaran,
dan media pendukung yang digunakan guru saat pembelajaran kurang bervariasi.
Rendahnya kemampuan siswa dalam mengidentifikasi sifat-sifat bayangan
cermin sangat dipengaruhi oleh proses belajar mengajar yang dilaksanakan guru.
Berdasarkan pengamatan peneliti, guru belum melibatkan siswa secara aktif
dalam pembelajaran. Guru sudah melakukan percobaan tentang sifat-sifat
bayangan cermin, namun hanya didemonstrasikan di depan kelas saja dan siswa
tidak melakukan percobaan secara langsung. Dengan demikian, pembelajaran
menjadi kurang bermakna bagi siswa.
Kesulitan siswa dalam mengidentifikasi sifat-sifat bayangan cermin tersebut
ditunjukkan melalui tes awal yang telah dilaksanakan oleh peneliti pada hari
Sabtu, 10 Maret 2012. Berdasarkan tes pra siklus dengan nilai Kriteria Ketuntasan
Minimal (KKM) ≥ 69, diketahui dari 29 siswa hanya 9 siswa (31,03%) yang
nilainya mencapai KKM dan 20 siswa (68,97%) lainnya belum mencapai KKM.
Nilai tes pra siklus setiap siswa ini dapat dilihat pada lampiran 11 halaman 122.
Agar lebih jelas lagi, kondisi awal hasil tes kemampuan mengidentifikasi sifat-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
sifat bayangan cermin sebelum tindakan dapat dilihat pada tabel 4.1 dan gambar
4.1.
Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Hasil Tes Kemampuan Mengidentifikasi Sifat-
sifat Bayangan Cermin oleh Siswa Sebelum Tindakan
No. Interval
Nilai
Frekuensi
(fi)
Nilai Tengah
(xi) fixi
Persentase
(%) Keterangan
1. 20-31 4 25,5 102 13,79% Tidak Tuntas
2. 32-43 3 37,5 112,5 10,35% Tidak Tuntas
3. 44-55 7 49,5 346,5 24,13% Tidak Tuntas
4. 56-67 6 61,5 369 20,69% Tidak Tuntas
5. 68-79 3 72,5 217,5 10,35% Tuntas
6. 80-91 6 85,5 513 20,69% Tuntas
Jumlah 29 1660,5 100%
Nilai Rata-rata Kelas = 1660,5 : 29 = 57,56
Ketuntasan Klasikal = 9 : 29 x 100% = 31,03%
Berdasarkan tabel 4.1 diketahui ketuntasan klasikal sebelum tindakan hanya
sebesar 31,03% dan nilai rata-rata kelasnya sebesar 57,56. Data tabel 4.1 tersebut
dapat disajikan dalam bentuk grafik pada gambar 4.1.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
Gambar 4.1. Grafik Nilai Tes Kemampuan Mengidentifikasi Sifat-sifat
Bayangan Cermin Sebelum Tindakan
C. Deskripsi Hasil Tindakan Tiap Siklus
1. Tindakan Siklus I
Tindakan siklus I dilaksanakan sebanyak dua kali pertemuan dalam satu
minggu. Siklus I tepatnya dilaksanakan pada tangga 9 dan 10 April 2012.
Setiap pertemuan terdiri dari tiga jam pelajaran (3 x 35 menit). Ada beberapa
tahapan yang dilakukan pada siklus I, yaitu sebagai berikut:
a. Tahap Perencanaan
Berdasarkan tes awal yang dilakukan pada siswa kelas V, diketahui
bahwa nilai siswa tentang kemampuan mengidentifikasi sifat-sifat
bayangan cermin sebelum tindakan masih rendah. Dari 29 siswa kelas V,
0
4
3
7
6
3
6
0
1
2
3
4
5
6
7
8
20-31 32-43 44-55 56-67 68-79 80-91
FR
EK
UE
NS
I
INTERVAL NILAI
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
hanya 9 siswa (31,03%) yang nilainya mencapai KKM dan 20 siswa
(68,97%) lainnya belum mencapai KKM. Dengan kenyataan yang
demikian, peneliti melakukan koordinasi dengan guru kelas V untuk
membahas alternatif cara untuk meningkatkan kemampuan
mengidentifikasi sifat-sifat bayangan cermin pada siswa kelas V SD
Negeri I Waleng Kecamatan Girimarto Kabupaten Wonogiri tahun ajaran
2011/2012. Peneliti akhirnya menerapkan model Group Investigation
(GI) dalam proses pembelajaran sifat-sifat bayangan cermin pada siswa
kelas V SD Negeri I Waleng.
Berdasarkan pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
tentang materi sifat-sifat bayangan cermin, peneliti merencanakan
langkah-langkah pembelajaran dengan menerapkan model Group
Investigation (GI) sebagai berikut:
1) Memilih Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, dan Indikator
yang sesuai dengan silabus IPA kelas V semester II. Silabus dapat
dilihat pada lampiran 15 halaman 126.
2) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) berdasarkan
indikator yang telah dibuat. RPP disusun dengan dua kali pertemuan
dan setiap pertemuan terdiri dari tiga jam pelajaran, serta
dilaksanakan dalam waktu satu minggu. Mengenai susunan RPP dan
langkah-langkah pembelajaran dengan menerapkan model Group
Investigation (GI) dapat dilihat pada lampiran 16 halaman 128.
3) Menyiapkan berbagai media pembelajaran yang akan digunakan
dalam pembelajaran. Media tersebut meliputi senter, cermin datar,
cermin cekung, cermin cembung, dan alat tulis.
4) Menyiapkan perangkat pengambilan data (instrumen penelitian).
Instrumen penelitian meliputi pedoman observasi aktivitas siswa dan
peneliti yang berperan sebagai guru, Lembar Kerja Siswa (LKS), dan
lembar soal evaluasi individu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
b. Tahap Pelaksanaan/Tindakan
Pada tahap ini, peneliti yang berperan sebagai guru melaksanakan
proses pembelajaran dengan menerapkan model Group Investigation (GI)
sesuai dengan RPP yang telah disusun pada tahap sebelumnya dan dapat
dilihat pada lampiran 16 halaman 128. Siklus I dilaksanakan dalam dua
kali pertemuan dengan penjelasan sebagai berikut:
1) Pertemuan I
Pertemuan pertama dilaksanakan pada hari Senin, 9 April 2012
dalam waktu 3 x 35 menit dengan materi tentang pemantulan cahaya.
Guru memasuki kelas V dan mengawali kegiatan pembelajaran
dengan berdoa, absensi siswa, dan membuka pelajaran dengan
salam. Pada kegiatan awal pembelajaran, guru menanyakan kepada
siswa mengapa kita dapat melihat dengan jelas isi laci meja pada
siang hari sebagai bentuk apersepsi pada siswa. Guru meminta
masing-masing siswa mengamati laci mejanya sebagai kegiatan
orientasi pembelajaran. Guru juga menjelaskan tujuan pembelajaran
pada siswa agar menimbulkan rasa ingin tahu siswa.
Kegiatan pembelajaran dilanjutkan pada kegiatan inti tahap
eksplorasi. Guru melakukan tanya jawab tentang penyebab kita dapat
melihat isi ruangan yang gelap pada siang hari. Siswa diminta
mencari informasi dari berbagai sumber yang ada di dalam kelas.
Siswa diminta untuk memilih subtopik materi yang akan dipelajari
pada hari itu, yaitu dari sifat-sifat cahaya akan dibahas tentang
pemantulan cahaya (seleksi topik). Siswa menyimak pemaparan guru
tentang materi yang akan dipelajari.
Kegiatan inti selanjutnya adalah tahap elaborasi. Siswa kelas V
dibagi menjadi enam kelompok yang terdiri dari empat sampai lima
siswa. Setiap kelompok mendapatkan Lembar Kerja Siswa (LKS)
yang berisi tentang petunjuk percobaan dan beberapa pertanyaan
yang harus dijawab. Siswa menyimak penjelasan guru tentang hal-
hal yang harus dilakukan (merencanakan kerja sama). Selanjutnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
siswa melakukan percobaan tentang pemantulan cahaya
(implementasi). Setiap kelompok diwajibkan mengumpulkan data
hasil percobaan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
terdapat pada LKS (analisis dan sintesis). Setelah selesai melakukan
percobaan, setiap kelompok membuat laporan hasil diskusi.
Kegiatan inti yang terakhir adalah tahap konfirmasi. Setiap
kelompok wajib mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas
secara bergantian dengan kelompok lain (penyajian hasil akhir).
Setiap kelompok akan dinilai sesuai dengan hasil diskusi yang
dilaporkan, kelompok terbaik akan mendapat bintang prestasi
(evaluasi selanjutnya). Selanjutnya, guru membimbing siswa untuk
menyimpulkan kegiatan pembelajaran secara bersama-sama. Guru
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menanyakan hal-hal
yang belum dipahami. Jika sudah mengerti semua, maka kegiatan
dilanjutkan pada kegiatan akhir.
Pada kegiatan akhir, siswa diberi soal evaluasi individu yang
harus dikerjakan secara mandiri. Soal evaluasi individu ini
digunakan untuk mengukur sejauh mana pengetahuan yang telah
diterima siswa dalam pembelajaran. Siswa yang telah selesai,
mengumpulkan jawabannya pada guru untuk dikoreksi. Guru
mengajak siswa secara bersama-sama untuk membahas soal tersebut.
Guru memberikan motivasi kepada siswa agar tetap semangat dalam
belajar, sehingga mendapat nilai yang maksimal. Pelajaran diakhiri
oleh guru dengan mengucapkan salam penutup.
2) Pertemuan II
Pertemuan kedua dilaksanakan pada hari Selasa, 10 April 2012
dalam waktu 3 x 35 menit dengan materi tentang sifat-sifat bayangan
cermin. Guru memasuki kelas V dan mengawali kegiatan
pembelajaran dengan berdoa, absensi siswa, dan membuka pelajaran
dengan salam. Pada kegiatan awal pembelajaran, guru menanyakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
kepada siswa, siapa yang pernah bercermin sebagai bentuk apersepsi
pada siswa. Guru menunjukkan gambar seseorang yang sedang
bercermin sebagai kegiatan orientasi pembelajaran. Guru juga
menjelaskan tujuan pembelajaran pada siswa agar menimbulkan rasa
ingin tahu siswa.
Kegiatan pembelajaran dilanjutkan pada kegiatan inti tahap
eksplorasi. Guru melakukan tanya jawab tentang hal yang
menyebabkan terbentuknya bayangan pada cermin. Siswa diminta
mencari informasi dari berbagai sumber yang ada di dalam kelas.
Siswa diminta untuk memilih subtopik materi yang akan dipelajari
pada hari itu, satu kelompok akan mendikusikan satu jenis cermin
(seleksi topik). Siswa menyimak pemaparan guru tentang materi
yang akan dipelajari.
Kegiatan inti selanjutnya adalah tahap elaborasi. Siswa kelas V
dibagi menjadi enam kelompok yang terdiri dari empat sampai lima
siswa. Setiap kelompok mendapatkan Lembar Kerja Siswa (LKS)
yang berisi tentang petunjuk percobaan dan beberapa pertanyaan
yang harus dijawab. Siswa menyimak penjelasan guru tentang hal-
hal yang harus dilakukan (merencanakan kerja sama). Selanjutnya
siswa melakukan percobaan tentang sifat-sifat bayangan cermin yang
telah dipilih (implementasi). Setiap kelompok diwajibkan
mengumpulkan data hasil percobaan untuk menjawab pertanyaan-
pertanyaan yang terdapat pada LKS (analisis dan sintesis). Setelah
selesai melakukan percobaan, setiap kelompok membuat laporan
hasil diskusi.
Kegiatan inti yang terakhir adalah tahap konfirmasi. Setiap
kelompok wajib mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas
secara bergantian dengan kelompok lain (penyajian hasil akhir).
Setiap kelompok akan dinilai sesuai dengan hasil diskusi yang
dilaporkan, kelompok terbaik akan mendapat bintang prestasi
(evaluasi selanjutnya). Selanjutnya, guru membimbing siswa untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
menyimpulkan kegiatan pembelajaran secara bersama-sama. Guru
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menanyakan hal-hal
yang belum dipahami. Jika sudah mengerti semua, maka kegiatan
dilanjutkan pada kegiatan akhir.
Pada kegiatan akhir, siswa diberi soal evaluasi individu yang
harus dikerjakan secara mandiri. Soal evaluasi individu ini
digunakan untuk mengukur sejauh mana pengetahuan yang telah
diterima siswa dalam pembelajaran. Siswa yang telah selesai,
mengumpulkan jawabannya pada guru untuk dikoreksi. Guru
mengajak siswa secara bersama-sama untuk membahas soal tersebut.
Guru memberikan motivasi kepada siswa agar tetap semangat dalam
belajar, sehingga mendapat nilai yang maksimal. Pelajaran diakhiri
oleh guru dengan mengucapkan salam penutup.
c. Tahap Observasi
Pada tahap ini dilakukan pengamatan oleh guru terhadap
pelaksanaan pembelajaran dengan menerapkan model Group
Investigation (GI). Pengamatan dilaksanakan sesuai dengan tujuan
penelitian, yaitu untuk meningkatkan kemampuan mengidentifikasi sifat-
sifat bayangan cermin pada siswa kelas V SD Negeri I Waleng
Kecamatan Girimarto Kabupaten Wonogiri tahun ajaran 2011/2012.
Hasil observasi terhadap guru yang berperan sebagai guru pada siklus I
dapat dilihat pada lampiran 26 halaman 203. Dari data observasi pada
siklus I selama dua kali pertemuan diperoleh hasil sebagai berikut:
1) Hasil Observasi Terhadap Peneliti yang Berperan sebagai Guru
Pengamatan yang dilakukan terhadap peneliti yang berperan sebagai
guru adalah mengenai pelaksanaan pembelajaran yang mencakup
hal-hal sebagai berikut:
a) Kemampuan guru dalam melaksanakan kegiatan pra
pembelajaran sudah cukup baik. Sebelum memulai
pembelajaran, guru mempersiapkan ruang kelas, alat, dan media
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
pembelajaran dengan baik. Namun guru masih kurang dalam
memeriksa kesiapan siswa untuk mengikuti pembelajaran.
b) Kemampuan guru dalam memberikan apersepsi pada siswa dan
menyampaikan tujuan pembelajaran sudah baik. Guru
memberikan pertanyaan-pertanyaan dan menunjukkan gambar.
Namun guru masih mengalami kesulitan dalam mengkondisikan
kelas.
c) Kemampuan guru dalam menyampaikan materi ajar sudah baik.
Hal itu ditunjukkan dengan guru sudah menguasai materi ajar
yang akan disampaikan. Namun guru masih kurang dalam
mengaitkan materi pembelajaran dengan pengetahuan lain yang
relevan.
d) Guru melaksanakan pembelajaran sesuai dengan tujuan yang
ingin dicapai dengan baik. Pembelajaran dari kegiatan awal
sampai kegiatan akhir juga dilaksanakan secara runtut dan baik,
namun keterampilan guru dalam menguasai kelas masih perlu
ditingkatkan karena masih ada siswa yang ramai sendiri ketika
guru memberikan penjelasan tentang materi.
e) Guru sudah menggunakan media pembelajaran yang efektif dan
efisien. Kemampuan guru untuk melibatkan siswa secara aktif
dalam pengunaan media juga sudah cukup baik, namun pada
akhir pembelajaran guru masih kurang mampu memberikan
pesan atau motivasi yang menarik bagi siswa.
f) Pada pertemuan kedua, guru telah menumbuhkan partisipasi
aktif siswa dalam pembelajaran. Namun, guru masih mengalami
kesulitan dalam mengkondisikan siswa yang kelompoknya telah
selesai mengerjakan tugas yang diberikan guru.
g) Kemampuan guru dalam memantau kemajuan proses belajar
siswa sudah baik. Guru memberikan nilai bagi kinerja setiap
kelompok, serta mengamati aktivitas setiap siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
h) Kemampuan guru dalam berkomunikasi dengan siswa, baik
secara lisan maupun tulisan sudah cukup baik. Guru
menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh siswa. Namun,
terkadang dalam menyampaikan pesan guru kurang
memperhatikan keadaan siswa, sehingga pesan tidak
tersampaikan dengan baik.
i) Kemampuan guru dalam menyimpulkan proses pembelajaran
dengan melibatkan siswa sudah baik. Namun, ketika
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menanyakan hal-
hal yang belum dipahami waktu yang diberikan kurang.
2) Hasil Observasi Terhadap Siswa
Hasil pengamatan terhadap aktivitas siswa pada siklus I dapat
dilihat pada lampiran 20 dan 21 pada halaman 189 dan 190. Pada
siklus I, secara keseluruhan aktivitas siswa saat pembelajaran IPA
tentang sifat-sifat bayangan cermin sudah baik. Persentase observasi
aktivitas siswa pada siklus I dapat dilihat pada tabel 4.2 dan gambar
4.2.
Tabel 4.2. Data Persentase Observasi Aktivitas Siswa pada Siklus I
No. Aspek yang
Dinilai
Pertemuan I Pertemuan II Rata-rata
Siklus I
Siswa
(orang) %
Siswa
(orang) %
Siswa
(orang) %
1. Keaktifan
siswa dalam
proses
pembelajaran
23 79,31% 25 86,21% 24 82,76%
2. Kekompakan
dalam diskusi
kelompok
18 62,07% 20 68,97% 19 65,52%
3. Kemandirian
mengerjakan
soal evaluasi
individu
21 72,41% 22 75,86% 22 75,86%
4. Ketepatan
waktu 22 75,86% 22 75,86%
22
75,86%
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
Dari data pada tabel 4.2 di atas, dapat diketahui bahwa tingkat
persentase aktivitas siswa selama siklus I. Kemudian agar lebih jelas
lagi, data tersebut dapat disajikan dalam bentuk grafik. Grafik
tentang persentase observasi aktivitas siswa pada siklus I dapat
dilihat pada gambar 4.2.
Gambar 4.2. Grafik Persentase Observasi Aktivitas Siswa pada
Siklus I
83%
66%
76% 76%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
Keaktifan
Siswa
Kekompakan
Kelompok
Kemandirian
Siswa
Ketepatan
Waktu
PE
RS
EN
TA
SE
ASPEK YANG DINILAI
Keaktifan
Siswa
Kekompakan
Kelompok
Kemandirian
Siswa
Ketepatan
Waktu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
Hasil observasi aktivitas siswa pada siklus I dapat dilihat pada
lampiran 20 dan 21 pada halaman 189 dan 190. Dari data pada tabel
4.2 dan gambar 4.2 di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
a) Secara keseluruhan keaktifan siswa saat pembelajaran pada
siklus I sudah cukup baik. Dari 29 siswa kelas V, ada 24 siswa
(82,76%) yang aktif dalam pembelajaran dan 5 siswa (17,25%)
lainnya masih kurang aktif dalam mengikuti kegiatan
pembelajaran. Hal tersebut dapat lebih dirinci lagi dalam tiap
pertemuan. Pada peremuan I, dari 29 siswa terdapat 23 siswa
(79,31%) yang aktif dalam pembelajaran dan 6 siswa (20,69%)
lainnya masih kurang aktif dalam mengikuti kegiatan
pembelajaran. Sedangkan pada pertemuan II, dari 29 siswa
terdapat 25 siswa (86,21%) yang aktif dalam pembelajaran dan
4 siswa (13,79%) lainnya masih kurang aktif dalam mengikuti
kegiatan pembelajaran.
b) Kekompakan dalam diskusi kelompok secara keseluruhan sudah
cukup baik. Sebagian besar siswa sudah kompak dalam
berdiskusi dengan kelompoknya. Dari 29 siswa kelas V, ada 19
siswa (65,52%) yang sudah memiliki kekompakan saat
berdiskusi dengan kelompoknya dan 10 siswa (34,48%) lainnya
belum memiliki kekompakan saat berdiskusi dengan
kelompoknya. Hal tersebut dapat lebih dirinci lagi dalam tiap
pertemuan. Pada pertemuan I, dari 29 siswa terdapat 18 siswa
(62,07%) yang sudah memiliki kekompakan saat berdiskusi
dengan kelompoknya dan 11 siswa (37,93%) lainnya belum
memiliki kekompakan saat berdiskusi dengan kelompoknya.
Sedangkan pada pertemuan II, dari 29 siswa terdapat 20 siswa
(68,97%) yang sudah memiliki kekompakan saat berdiskusi
dengan kelompoknya dan 9 siswa (31,03%) lainnya belum
memiliki kekompakan saat berdiskusi dengan kelompoknya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
c) Kemandirian siswa dalam mengerjakan soal evaluasi individu
secara keseluruhan sudah baik, meskipun masih ada beberapa
siswa yang kurang percaya diri dalam mengerjakan soal dan
masih sering bertanya kepada guru. Dari 29 siswa kelas V, ada
22 siswa (75,86%) yang sudah mengerjakan soal evaluasi
individu secara mandiri dan 7 siswa (24,14%) lainnya masih
belum mengerjakan soal evaluasi secara mandiri. Hal tersebut
dapat lebih dirinci lagi dalam tiap pertemuan. Pada pertemuan I,
dari 29 siswa terdapat 21 siswa (72,41%) yang sudah
mengerjakan soal evaluasi individu secara mandiri dan 8 siswa
(27,59%) lainnya masih belum mengerjakan soal evaluasi secara
mandiri. Sedangkan pada pertemuan II, dari 29 siswa terdapat
22 siswa (75,86%) yang sudah mengerjakan soal evaluasi
individu secara mandiri dan 7 siswa (24,14%) lainnya masih
belum mengerjakan soal evaluasi secara mandiri.
d) Secara keseluruhan ketepatan waktu siswa dalam mengerjakan
soal evaluasi individu pada siklus I sudah cukup baik. Dari 29
siswa kelas V, 22 siswa (75,86%) yang sudah tepat waktu dan 7
siswa (24,14%) lainnya belum tepat waktu. Hal tersebut dapat
lebih dirinci lagi dalam tiap pertemuan. Pada pertemuan I, dari
29 siswa terdapat 22 siswa (75,86%) yang sudah tepat waktu
dan 7 siswa (24,14%) lainnya belum tepat waktu. Pada
pertemuan II juga terdapat kesamaan dengan pertemuan I, yaitu
dari 29 siswa terdapat 22 siswa (75,86%) yang sudah tepat
waktu dan 7 siswa (24,14%) lainnya belum tepat waktu.
e) Berdasarkan nilai tes kemampuan mengidentifikasi sifat-sifat
bayangan cermin pada siswa yang dilaksanakan pada setiap
akhir pembelajaran, diketahui bahwa dari 29 siswa, ada 18 siswa
(62,07%) yang nilainya telah mencapai KKM, yaitu ≥ 69.
Sedangkan 17 siswa (37,93%) lainnya belum mencapai nilai
KKM. Daftar nilai tes kemampuan mengidentifikasi sifat-sifat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
bayangan cermin siswa pada siklus I ini dapat dilihat pada
lampiran 12 halaman 123.
d. Tahap Refleksi
Tindakan siklus I menghasilkan data dari hasil observasi, penilaian
proses, dan penilaian hasil tes kemampuan mengidentifikasi sifat-sifat
bayangan cermin pada siswa kelas V SD Negeri I Waleng, kemudian
dianalisis dan direfleksi sebagai langkah pengambilan tindakan untuk
siklus berikutnya.
Nilai tes kemampuan mengidentifikasi sifat-sifat bayangan cermin
siswa pada siklus I mengalami kenaikan dibandingkan dengan nilai tes
awal siswa sebelum tindakan. Sebelum tindakan, dari 29 siswa dengan
nilai KKM ≥ 69, hanya 9 siswa (31,03%) yang nilainya mencapai KKM
dan 20 siswa (68,97%) lainnya belum mencapai KKM. Nilai terendah
pada tes sebelum tindakan adalah 20 dan nilai tertingginya 90. Pada
siklus I diketahui bahwa dari 29 siswa dengan nilai KKM yang sama, ada
18 siswa (62,07%) yang nilainya mencapai KKM dan 11 siswa (37,93%)
lainnya belum mencapai KKM. Nilai terendah pada siklus I adalah 19
dan nilai tertingginya 92. Hasil perolehan nilai tes kemampuan
mengidentifikasi sifat-sifat bayangan cermin siswa pada siklus I dapat
dilihat pada tabel 4.3 dan gambar 4.3.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Nilai Kemampuan Mengidentifikasi
Sifat-sifat Bayangan Cermin oleh Siswa pada Siklus I
No. Interval
Nilai
Frekuensi
(fi)
Nilai Tengah
(xi) fixi
Persentase
(%) Keterangan
1. 19-31 1 25 25 3,45% Tidak Tuntas
2. 32-44 0 38 0 0% Tidak Tuntas
3. 45-57 5 51 255 17,24% Tidak Tuntas
4. 58-70 6 64 384 20,69% 1 Tuntas
5 Tidak Tuntas
5. 71-83 10 77 770 34,48% Tuntas
6. 84-96 7 90 630 24,14% Tuntas
Jumlah 29 2064 100%
Nilai Rata-rata Kelas = 2064 : 29 = 71,17
Ketuntasan Klasikal = 18 : 29 x 100% = 62,07%
Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui jumlah siswa yang tuntas
pada kondisi awal sebanyak 9 siswa dan meningkat pada siklus I menjadi
sebanyak 18 siswa. Ketuntasan klasikal pada siklus I meningkat dari
31,03% menjadi sebesar 62,07%. Nilai rata-rata kelas pun meningkat dari
57,56 menjadi 71,17. Data pada tabel 4.3 dapat disajikan dalam bentuk
grafik pada gambar 4.3.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
Gambar 4.3. Grafik Nilai Tes Kemampuan Mengidentifikasi Sifat-sifat
Bayangan Cermin oleh Siswa pada Siklus I.
Berdasarkan data observasi yang diperoleh dari siklus I ditemukan
kekurangan-kekurangan yang harus diperbaiki oleh guru, yaitu:
1) Bagi Guru
a) Penerapan model Group Investigation (GI) dalam pembelajaran
sifat-sifat bayangan pada cermin pada pertemuan I dan
pertemuan II, baik dalam perencanaan maupun pelaksanaannya
belum maksimal. Dalam pemilihan subtopik yang akan
dipelajari, guru masih mendominasi. Maksudnya, setiap
kelompok yang memilih satu jenis cermin itu masih belum
memilih secara mandiri tetapi dengan bimbingan dari guru.
b) Guru kurang mampu menguasai kelas dengan baik, hal ini
terbukti dengan adanya siswa yang ramai sendiri ketika
1 0
5
6
10
7
0
2
4
6
8
10
12
19-31 32-44 45-57 58-70 71-83 84-96
FR
EK
UE
NS
I
INTERVAL NILAI
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
berdiskusi dengan kelompoknya. Kerjasama antarkelompok juga
masih kurang.
c) Guru kurang mampu memberikan pesan yang menarik dan
motivasi, serta penguatan/penghargaan pada siswa yang
mengakibatkan siswa kurang antusias saat mengikuti
pembelajaran.
2) Bagi Siswa
a) Pada siklus I, dari 29 siswa diketahui ada 24 siswa (82,76%)
sudah aktif dalam mengikuti pembelajaran dan 5 siswa (17,24%)
lainnya masih kurang aktif dalam mengikuti pembelajaran. Hal
itu berdasarkan rata-rata observasi tiap pertemuan. Pada
pertemuan I, ada 23 siswa (79,31%) sudah aktif dalam
mengikuti pembelajaran dan 6 siswa (20,69%) lainnya masih
kurang aktif dalam mengikuti pembelajaran. Pada pertemuan II,
ada 25 siswa (86,21%) sudah aktif dalam mengikuti
pembelajaran dan 4 siswa (13,79%) lainnya masih kurang aktif
dalam mengikuti pembelajaran.
b) Pada siklus I, dari 29 siswa diketahui 19 siswa (65,52%) yang
sudah memiliki kekompakan dalam berdiskusi dan 10 siswa
(34,48%) lainnya kurang kompak dalam berdiskusi. Hal itu
berdasarkan rata-rata observasi tiap pertemuan. Pada pertemuan
I, ada 18 siswa (62,07%) yang sudah memiliki kekompakan
dalam berdiskusi dan 11 siswa (37,93%) lainnya kurang kompak
dalam berdiskusi. Pada pertemuan II, ada 20 siswa (68,97%)
yang sudah memiliki kekompakan dalam berdiskusi dan 9 siswa
(31,03%) lainnya kurang kompak dalam berdiskusi.
c) Pada siklus I, dari 29 siswa diketahui 22 siswa (75,86%) yang
sudah mandiri dalam mengerjakan soal evaluasi individu dan 7
siswa (24,14%) lainnya belum mengerjakan soal evaluasi
individu secara mandiri. Hal itu berdasarkan rata-rata observasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
tiap pertemuan. Pada pertemuan I, ada 21 siswa (72,41%) yang
sudah mandiri dalam mengerjakan soal evaluasi individu dan 8
siswa (27,59%) lainnya belum mengerjakan soal evaluasi
individu secara mandiri. Pada pertemuan II, ada 22 siswa
(75,86%) yang sudah mandiri dalam mengerjakan soal evaluasi
individu dan 7 siswa (24,14%) lainnya belum mengerjakan soal
evaluasi individu secara mandiri.
d) Pada siklus I, dari 29 siswa diketahui 22 siswa (75,86%) yang
sudah tepat waktu dan 7 siswa (24,14%) lainnya belum tepat
waktu. Hal itu berdasarkan rata-rata observasi tiap pertemuan.
Pada pertemuan I, ada 22 siswa (75,86%) yang sudah tepat
waktu dan 7 siswa (24,14%) lainnya belum tepat waktu. Pada
pertemuan II juga terdapat kesamaan dengan pertemuan I, yaitu
ada 22 siswa (75,86%) yang sudah tepat waktu dan 7 siswa
(24,14%) lainnya belum tepat waktu.
e) Ketuntasan klasikal pada siklus I belum mencapai target 80%.
Siswa yang tuntas hanya 18 siswa (62,07%). Siswa yang belum
tuntas sebanyak 11 siswa (37,93%).
Berdasarkan permasalahan-permasalahan tersebut di atas, peneliti
mencari alternatif pemecahan masalah sebagai berikut:
1) Guru perlu merencanakan pembelajaran yang menyenangkan,
sehingga siswa tidak merasa jenuh.
2) Dalam penerapan model Group Investigation (GI) pada tahap seleksi
subtopik materi yang akan dipelajari, guru hendaknya memberikan
kebebasan penuh kepada siswa untuk memilihnya sendiri.
3) Sebelum memulai pembelajaran, guru membuat perjanjian dengan
siswa dengan hukuman yang akan diberikan pada siswa yang ramai,
sehingga guru dapat menguasai kelas dengan baik.
4) Guru memberikan motivasi kepada siswa tentang penghargaan yang
akan didapatkan bagi kelompok yang nilai hasil diskusinya paling
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
baik, sehingga setiap siswa dalam kelompok akan berlomba untuk
mengikuti pembelajaran dengan baik. Dengan adanya penghargaan
untuk siswa, dapat meningkatkan keaktifan siswa saat pembelajaran,
kekompakan siswa dalam diskusi kelompok, kemandirian siswa
dalam mengerjakan soal evaluasi individu, serta meningkatkan
ketepatan waktu dalam mengerjakan soal evaluasi.
2. Tindakan Siklus II
Tindakan siklus II dilaksanakan sebanyak dua kali pertemuan dalam
satu minggu, tepatnya dilaksanakan pada tanggal 20 dan 21 April 2012.
Setiap pertemuan terdiri dari tiga jam pelajaran (3 x 35 menit). Ada beberapa
tahapan yang dilakukan pada siklus II, yaitu sebagai berikut:
a. Tahap Perencanaan
Berdasarkan hasil analisis dan refleksi pada siklus I, diketahui
bahwa kemampuan mengidentifikasi sifat-sifat bayangan cermin pada
siswa sudah meningkat. Meskipun demikian, peneliti masih ingin
melaksanakan tindakan siklus II karena peningkatan pada siklus I masih
belum mencapai target yang ditetapkan oleh peneliti dan agar lebih yakin
bahwa model Group Investigation (GI) memang dapat meningkatkan
kemampuan mengidentifikasi sifat-sifat bayangan cermin pada siswa
kelas V SD Negeri I Waleng Kecamatan Girimarto Kabupaten Wonogiri
tahuan ajaran 2011/2012. Oleh karena itu, kegiatan Penelitian Tindakan
Kelas (PTK) ini dilanjutkan ke siklus II dengan harapan pada siklus II
dapat memperbaiki kelemahan-kelemahan pada siklus I, sehingga tujuan
meningkatkan kemampuan mengidentifikasi sifati-sifat bayangan cermin
pada siswa melalui penerapan model Group Investigation (GI) akan lebih
maksimal.
Untuk mengatasi kekurangan pada siklus I, maka peneliti
menyusun tahap perencanaan yang meliputi kegiatan:
1) Identifikasi masalah pada siklus I dan menetapkan alternatif
pemecahan masalah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
2) Menentukan Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, dan Indikator
yang sesuai dengan materi sifat-sifat bayangan cermin silabus IPA
kelas V. Silabus dapat dilihat pada lampiran 17 halaman 159.
3) Penyusunan RPP yang sesuai dengan Standar Kompetensi,
Kompetensi Dasar, dan Indikator dengan menerapkan model Group
Investigation (GI). RRP dapat dilihat pada lampiran 18 halaman 160.
4) Menyiapkan media pembelajaran yang akan digunakan dalam
pembelajaran. Media itu meliputi cermin datar, cermin cekung, dan
cermin cembung.
5) Menyiapkan perangkat pengambilan data (instrumen penelitian),
yaitu Lembar Kerja Siswa (LKS), lembar soal evaluasi individu,
pedoman observasi terhadap peneliti yang berperan sebagai guru,
dan pedoman observasi aktivitas siswa.
b. Tahap Pelaksanaan/Tindakan
Pada tahap ini guru melaksanakan proses pembelajaran dengan
menerapkan model Group Investigation (GI) sesuai pada RPP yang telah
disusun pada tahap sebelumnya dan dapat dilihat pada lampiran 18
halaman 160. Siklus II dilaksanakan selama dua kali pertemuan, sebagai
berikut:
1) Pertemuan I
Pertemuan pertama dilaksanakan pada hari Jum’at, 20 April
2012 selama tiga jam pelajaran (3 x 35 menit) dengan materi
pembelajaran tentang sifat-sifat bayangan cermin. Guru mengawali
pembelajaran dengan berdoa, mengucapkan salam, memeriksa
kehadiran siswa (absensi), serta mengkondisikan kelas dan kesiapan
siswa mengikuti pembelajaran.
Pada kegiatan awal, guru menanyakan tentang jenis cermin
yang biasa digunakan untuk bercermin sebagai kegiatan apersepsi.
Guru mengajak siswa menyanyikan lagu “Sifat Bayangan Cermin”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
sebagai kegiatan orientasi pembelajaran. Guru juga menjelaskan
tujuan pembelajaran yang akan dicapai kepada siswa.
Proses pembelajaran dilanjutkan dengan kegiatan inti tahap
eksplorasi. Guru melakukan tanya jawab dengan siswa tentang jenis-
jenis cermin yang terdapat pada lagu yang telah dinyanyikan
sebelumnya. Siswa diminta mencari informasi dari berbagai sumber
yang ada di dalam kelas. Siswa diminta untuk memilih subtopik
materi yang akan dipelajari pada hari itu, yaitu dari sifat-sifat
bayangan cermin (seleksi topik). Guru memaparkan penjelasan
tentang materi yang akan dipelajari pada pertemuan itu dan siswa
menyimaknya.
Proses pembelajaran dilanjutkan dengan kegiatan inti tahap
elaborasi dengan membagi siswa menjadi enam kelompok yang
terdiri dari empat sampai lima orang. Setiap kelompok diberikan
Lembar Kerja Siswa (LKS) yang berisi perintah percobaan dan
beberapa pertanyaan berkaitan dengan percobaan yang dilakukan.
Siswa menyimak penjelasan guru tentang hal-hal yang harus
dilakukan (merencanakan kerja sama). Selanjutnya siswa melakukan
percobaan tentang sifat-sifat bayangan cermin (implementasi), setiap
kelompok membahas tiga jenis cermin. Setiap kelompok diwajibkan
mengumpulkan data hasil percobaan untuk menjawab pertanyaan-
pertanyaan yang terdapat pada LKS (analisis dan sintesis). Setelah
selesai melakukan percobaan, setiap kelompok membuat laporan
hasil diskusi.
Kegiatan inti yang terakhir adalah tahap konfirmasi. Setiap
kelompok wajib mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas
secara bergantian dengan kelompok lain (penyajian hasil akhir).
Setiap kelompok akan dinilai sesuai dengan hasil diskusi yang
dilaporkan, kelompok terbaik akan mendapat bintang prestasi
(evaluasi selanjutnya). Selanjutnya, guru membimbing siswa untuk
menyimpulkan kegiatan pembelajaran secara bersama-sama. Guru
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menanyakan hal-hal
yang belum dipahami. Jika sudah mengerti semua, maka kegiatan
dilanjutkan pada kegiatan akhir.
Pada kegiatan akhir, siswa diberi soal evaluasi individu yang
harus dikerjakan secara mandiri. Soal evaluasi individu ini
digunakan untuk mengukur sejauh mana pengetahuan yang telah
diterima siswa dalam pembelajaran. Siswa yang telah selesai,
mengumpulkan jawabannya pada guru untuk dikoreksi. Guru
mengajak siswa secara bersama-sama untuk membahas soal tersebut.
Guru memberikan motivasi kepada siswa agar tetap semangat dalam
belajar, sehingga mendapat nilai yang maksimal. Pelajaran diakhiri
oleh guru dengan mengucapkan salam penutup.
2) Pertemuan II
Pertemuan kedua dilaksanakan pada hari Sabtu, 21 April 2012
selama tiga jam pelajaran (3 x 35 menit) dengan materi pembelajaran
tentang sifat-sifat bayangan cermin. Guru mengawali pembelajaran
dengan berdoa, mengucapkan salam, memeriksa kehadiran siswa
(absensi), serta mengkondisikan kelas dan kesiapan siswa mengikuti
pembelajaran.
Pada kegiatan awal, guru menanyakan tentang percobaan yang
telah dilakukan pada pertemuan sebelumnya sebagai kegiatan
apersepsi. Guru mengajak siswa menyanyikan lagu “Sifat Bayangan
Cermin” sebagai kegiatan orientasi pembelajaran. Guru juga
menjelaskan tujuan pembelajaran yang akan dicapai kepada siswa.
Proses pembelajaran dilanjutkan dengan kegiatan inti tahap
eksplorasi. Guru melakukan tanya jawab dengan siswa mengenai
sifat-sifat bayangan dari tiga jenis cermin. Siswa menyebutkan sifat-
sifat bayangan dari cermin datar, cermin cekung, dan cermin
cembung. Siswa menyimak penjelasan guru tentang sifat-sifat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
bayangan cermin dan kegiatan yang akan dilakukan pada pertemuan
hari itu.
Proses pembelajaran dilanjutkan dengan kegiatan inti tahap
eksplorasi. Guru membagi siswa menjadi enam kelompok yang
terdiri dari empat sampai lima orang. Setiap kelompok mendapat
kebebasan untuk memilih salah satu jenis cermin yang akan
dipelajari (seleksi topik). Setiap kelompok mendapatkan Lembar
Kerja Siswa (LKS) yang berisi petunjuk pengerjaan dan beberapa
pertanyaan yang harus diisi. Siswa menyimak penjelasan dari guru
tentang LKS yang diberikan (merencanakan kerja sama). Siswa
diminta mendiskusikan satu jenis cermin (implementasi). Setiap
kelompok diwajibkan mengumpulkan data berdasarkan hasil
percobaan yang telah dilakukan pada pertemuan sebelumnya sesuai
dengan jenis cermin yang telah dipilih. Data yang telah terkumpul,
kemudian digunakan untuk menjawab pertanyaan yang ada pada
LKS (analisis dan sintesis). Pertanyaan dalam LKS mencakup tujuan
dari percobaan yang dilakukan tentang jenis cermin yang dipilih, alat
dan bahan yang dibutuhkan, langkah-langkah percobaan yang harus
dilakukan, dan hal-hal yang diamati selama percobaan dilakukan.
Kegiatan inti yang terakhir adalah tahap konfirmasi. Setiap
kelompok wajib mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas
secara bergantian dengan kelompok lain (penyajian hasil akhir).
Setiap kelompok akan dinilai sesuai dengan hasil diskusi yang
dilaporkan, kelompok terbaik akan mendapat bintang prestasi
(evaluasi selanjutnya). Selanjutnya, guru membimbing siswa untuk
menyimpulkan kegiatan pembelajaran secara bersama-sama. Guru
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menanyakan hal-hal
yang belum dipahami. Jika sudah mengerti semua, maka kegiatan
dilanjutkan pada kegiatan akhir.
Pada kegiatan akhir, siswa diberi soal evaluasi individu yang
harus dikerjakan secara mandiri. Soal evaluasi individu ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
digunakan untuk mengukur sejauh mana pengetahuan yang telah
diterima siswa dalam pembelajaran. Siswa yang telah selesai,
mengumpulkan jawabannya pada guru untuk dikoreksi. Guru
mengajak siswa secara bersama-sama untuk membahas soal tersebut.
Guru memberikan motivasi kepada siswa agar tetap semangat dalam
belajar, sehingga mendapat nilai yang maksimal. Pelajaran diakhiri
oleh guru dengan mengucapkan salam penutup.
c. Tahap Observasi
Pada tahap ini dilakukan pengamatan oleh peneliti terhadap
pelaksanaan pembelajaran yang telah dilaksanakan pada siklus II dengan
menerapkan model Group Investigation (GI). Peneliti pada tahap ini juga
mengajak guru kelas V untuk mengamati pelaksanaan pembelajaran,
pengamatan untuk mengetahui aktivitas siswa dalam proses
pembelajaran, serta kinerja peneliti dalam mengajar. Selain itu, peneliti
juga meminta bantuan dari teman kuliah untuk merekam proses
pembelajaran serta dokumentasi dengan menggunakan kamera
digital.dari data observasi pada siklus II yang dilaksanakan selama dua
kali pertemuan diperoleh hasil observasi sebagai berikut:
1) Hasil Observasi Terhadap Peneliti yang Berperan sebagai Guru
Hasil observasi terhadap peneliti yang berperan sebagai guru
pada siklus II dapat dilihat pada lampiran 27 halaman 205.
Pengamatan yang dilakukan terhadap peneliti yang berperan sebagai
guru adalah mengenai pelaksanaan pembelajaran yang mencakup
hal-hal sebagai berikut:
a) Kemampuan guru dalam melaksanakan kegiatan pra
pembelajaran sudah cukup baik. Sebelum memulai
pembelajaran, guru telah mempersiapkan ruang kelas, alat dan
media pembelajaran dengan baik. Guru juga sudah memeriksa
kesiapan siswa untuk mengikuti pembelajaran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
b) Kemampuan guru dalam memberikan apersepsi, orientasi, dan
menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai sangat
baik. Guru memberikan pertanyaan-pertanyaan sebagai kegiatan
apersepsi, serta mengajak siswa menyanyikan lagu yang
berkaitan dengan materi pembelajaran sebagai kegiatan
orientasi.
c) Kemampuan guru dalam menyampaikan materi ajar sangan
baik. Guru menguasai materi ajar yang akan disampaikan. Guru
juga telah mengaitkan materi ajar dengan pengetahuan lain dan
kehidupan nyata siswa.
d) Guru sudah melaksanakan pembelajaran yang sesuai dengan
tujuan yang akan dicapai. Pembelajaran dari kegiatan pra
pembelajaran, kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir
dilaksanakan secara runtut dan sistematis. Keterampilan guru
dalam menguasai kelas sudah baik, serta guru telah mampu
mengaktifkan siswa dalam mengikuti pembelajaran.
e) Guru telah menggunakan media pembelajaran yang efektif dan
efisien. Guru juga telah melibatkan siswa secara aktif dalam
penggunaan media pembelajaran.
f) Guru menumbuhkan partisipasi aktif siswa dengan baik selama
proses pembelajaran berlangsung. Kemampuan guru
membangun hubungan yang baik antarindividu dalam diskusi
kelompoknya sangat baik. Kekompakan dari setiap kelompok
semakin tinggi. Guru juga telah bersikap terbuka terhadap
respon siswa serta telah menumbuhkan motivasi siswa untuk
mengikuti pembelajaran.
g) Kemampuan guru dalam memantau kemajuan belajar siswa
sangat baik. Guru memberikan nilai bagi kinerja setiap
kelompok serta mengamati aktivitas setiap siswa.
h) Kemampuan guru berkomunikasi dengan siswa, baik secara
lisan maupun tulisan sudah baik. Guru menggunakan bahasa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
yang mudah dipahami oleh siswa. Guru juga sudah
menyampaikan pesan atau motivasi dengan gaya yang sesuai.
i) Kemampuan guru dalam menyimpulkan proses pembelajaran
(refleksi) dengan melibatkan siswa sudah baik. Guru juga telah
membimbing siswa untuk mengerjakan soal evaluasi secara
individu.
2) Hasil Observasi Terhadap Siswa
Hasil pengamatan pada aktivitas siswa pada siklus II dapat
dilihat pada lampiran 22 dan 23 pada halaman 191 dan 192. Pada
siklus II, secara keseluruhan aktivitas siswa saat mengikuti
pembelajaran IPA materi sifat-sifat bayangan cermin sudah sangat
baik. Persentase observasi aktivitas siswa pada siklus II ini dapat
dilihat pada tabel 4.4 dan gambar 4.4.
Tabel 4.4. Data Persentase Observasi Aktivitas Siswa pada Siklus II
No. Aspek yang
Dinilai
Pertemuan I Pertemuan II Rata-rata
Siklus II
Siswa
(orang) %
Siswa
(orang) %
Siswa
(orang) %
1. Keaktifan
siswa dalam
proses
pembelajaran
26 89,66% 29 100% 28 96,55%
2. Kekompakan
dalam diskusi
kelompok
27 82,21% 29 100% 27 93,10%
3. Kemandirian
mengerjakan
soal evaluasi
individu
23 79,31% 24 82,76% 24 82,76%
4. Ketepatan
waktu 24 82,76% 29 100% 27 93,10%
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
Dari data pada tabel 4.4 di atas dapat diketahui bahwa tingkat
persentase aktivitas siswa pada siklus II. Kemudian untuk lebih
jelasnya lagi, data tersebut dapat disajikan dalam bentuk grafik.
Grafik tentang data persentase observasi aktivitas siswa pada siklus
II tersebut dapat dilihat pada gambar 4.4.
Gambar 4.4. Grafik Persentase Observasi Aktivitas Siswa pada
Siklus II
Hasil observasi aktivitas siswa pada siklus II dapat dilihat pada
lampiran 22 dan 23 halaman 191 dan 192. Dari data pada tabel 4.4
dan gambar 4.4 di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
97%
93%
83%
93%
75%
80%
85%
90%
95%
100%
Keaktifan
Siswa
Kekompakan
Kelompok
Kemandirian
Siswa
Ketepatan
Waktu
PE
RS
EN
TA
SE
ASPEK YANG DINILAI
Keaktifan
Siswa
Kekompakan
Kelompok
Kemandirian
Siswa
Ketepatan
Waktu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
a) Secara keseluruhan keaktifan siswa saat pembelajaran pada
siklus II sudah cukup baik. Dari 29 siswa kelas V, ada 28 siswa
(96,55%) yang aktif dalam pembelajaran dan 1 siswa (3,45%)
lainnya masih kurang aktif dalam mengikuti kegiatan
pembelajaran. Hal tersebut dapat lebih dirinci lagi dalam tiap
pertemuan. Pada peremuan I, dari 29 siswa terdapat 26 siswa
(89,66%) yang aktif dalam pembelajaran dan 3 siswa (10,34%)
lainnya masih kurang aktif dalam mengikuti kegiatan
pembelajaran. Sedangkan pada pertemuan II semua siswa, yaitu
29 siswa (100%) sudah aktif dalam.
b) Kekompakan dalam diskusi kelompok secara keseluruhan sudah
cukup baik. Sebagian besar siswa sudah kompak dalam
berdiskusi dengan kelompoknya. Dari 29 siswa kelas V, ada 27
siswa (93,10%) yang sudah memiliki kekompakan saat
berdiskusi dengan kelompoknya dan 2 siswa (6,90%) lainnya
belum memiliki kekompakan saat berdiskusi dengan
kelompoknya. Hal tersebut dapat lebih dirinci lagi dalam tiap
pertemuan. Pada pertemuan I, dari 29 siswa terdapat 25 siswa
(82,21%) yang sudah memiliki kekompakan saat berdiskusi
dengan kelompoknya dan 4 siswa (17,79%) lainnya belum
memiliki kekompakan saat berdiskusi dengan kelompoknya.
Sedangkan pada pertemuan II semua siswa yaitu 29 siswa
(100%) sudah memiliki kekompakan saat berdiskusi dengan
kelompoknya.
c) Kemandirian siswa dalam mengerjakan soal evaluasi individu
secara keseluruhan sudah baik, meskipun masih ada beberapa
siswa yang kurang percaya diri dalam mengerjakan soal dan
masih sering bertanya kepada guru. Dari 29 siswa kelas V, ada
24 siswa (82,76%) yang sudah mengerjakan soal evaluasi
individu secara mandiri dan 5 siswa (17,24%) lainnya masih
belum mengerjakan soal evaluasi secara mandiri. Hal tersebut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
dapat lebih dirinci lagi dalam tiap pertemuan. Pada pertemuan I,
dari 29 siswa terdapat 23 siswa (79,31%) yang sudah
mengerjakan soal evaluasi individu secara mandiri dan 6 siswa
(20,69%) lainnya masih belum mengerjakan soal evaluasi secara
mandiri. Sedangkan pada pertemuan II, dari 29 siswa terdapat
24 siswa (82,76%) yang sudah mengerjakan soal evaluasi
individu secara mandiri dan 5 siswa (17,24%) lainnya masih
belum mengerjakan soal evaluasi secara mandiri.
d) Secara keseluruhan ketepatan waktu siswa dalam mengerjakan
soal evaluasi individu pada siklus I sudah cukup baik. Dari 29
siswa kelas V, 27 siswa (93,10%) yang sudah tepat waktu dan 2
siswa (6,90%) lainnya belum tepat waktu. Hal tersebut dapat
lebih dirinci lagi dalam tiap pertemuan. Pada pertemuan I, dari
29 siswa terdapat 24 siswa (82,76%) yang sudah tepat waktu
dan 5 siswa (17,24%) lainnya belum tepat waktu. Sedangkan
pada pertemuan II semua siswa, yaitu 29 siswa (100%) tepat
waktu.
e) Berdasarkan nilai tes kemampuan mengidentifikasi sifat-sifat
bayangan cermin pada siswa yang dilaksanakan pada setiap
akhir pembelajaran, diketahui bahwa dari 29 siswa, ada 26 siswa
(89,66%) yang nilainya telah mencapai KKM, yaitu ≥ 69.
Sedangkan 3 siswa (10,34%) lainnya belum mencapai nilai
KKM. Daftar nilai tes kemampuan mengidentifikasi sifat-sifat
bayangan cermin siswa pada siklus II ini dapat dilihat pada
lampiran 13 halaman 124.
d. Tahap Refleksi
Berdasarkan hasil observasi, penilaian proses, dan penilaian akhir
kemampuan mengidentifikasi sifat-sifat bayangan cermin pada siswa,
peneliti menyimpulkan bahwa siklus II telah mencapai target penelitian
yang telah ditetapkan, yaitu ketuntasan klasikal sebesar 80% siswa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
nilainya mencapai KKM ≥ 69. Ketuntasan awal hanya 31,03%, kemudian
meningkat pada siklus I menjadi 62,07%, dan pada siklus II mencapai
89,66%. Agar lebih jelas, maka hasil tes kemampuan mengidentifikasi
sifat-sifat bayangan cermin pada siklus II dapat dilihat pada tabel 4.5 dan
gambar 4.5.
Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Hasil Tes Kemampuan Mengidentifikasi
Sifat-sifat Bayangan Cermin oleh Siswa pada Siklus II
No. Interval
Nilai
Frekuensi
(fi)
Nilai Tengah
(xi) fixi
Persentase
(%) Keterangan
1. 28-38 1 33 33 3,45% Tidak Tuntas
2. 39-49 0 44 0 0% Tidak Tuntas
3. 50-60 2 55 110 6,90% Tidak Tuntas
4. 61-71 3 66 198 10,34% Tuntas
5. 72-82 14 77 1078 48,28% Tuntas
6. 83-93 9 88 792 31,03% Tuntas
Jumlah 29 2211 100
Nilai Rata-rata Kelas = 2211 : 29 = 76,24
Ketuntasan Klasikal = 26 : 29 x 100% = 89,66%
Dari tabel 4.5 diketahui ketuntasan klasikal tentang kemampuan
mengidentifikasi sifat-sifat bayangan cermin pada siswa kelas V SD
Negeri I Waleng Kecamatan Girimarto Kabupaten Wonogiri tahun ajaran
2011/2012 pada siklus II lebih meningkat dibanding dengan siklus I.
Pada siklus I ketuntasan klasikal sebesar 62,07%, kemudian meningkat
pada siklus II menjadi sebesar 89,66%. Nilai rata-rata klasikalnya juga
meningkat dari 71,17 menjadi 76,24. Data pada tabel 4.5 di atas dapat
dijelaskan dengan menggunakan grafik. Grafik tentang tes kemampuan
mengidentifikasi sifat-sifat bayangan cermin pada siklus II tersebut dapat
disajikan pada gambar 4.5.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
Gambar 4.5. Grafik Hasil Tes Kemampuan Mengidentifikasi Sifat-
sifat Bayangan Cermin oleh Siswa pada Siklus II
Berdasarkan hasil penelitian pada siklus II, diketahui bahwa nilai
rata-rata kelas tentang kemampuan mengidentifikasi sifat-sifat bayangan
cermin pada siswa dengan menerapkan model Group Investigation (GI)
sudah melebihi nilai KKM ≥ 69. Nilai ketuntasan klasikalnya juga sudan
mencapai target penelitian, yaitu 89,66% siswa mencapai nilai KKM.
Aktivitas siswa juga telah meningkat dibandingkan dengan aktivitasi
siswa pada siklus I. Bertolak dari hasil penelitian pada siklus II ini, maka
penelitian telah berhasil dan dianggap cukup. Oleh karena itu, penelitian
ini diakhiri pada siklus II.
Dengan menganalisis semua data yang diperoleh selama penelitian,
diketahui bahwa ada 3 siswa (10,34%) belum tuntas. Ketiga siswa
tersebut selama proses pembelajaran tergolong siswa yang sering
berbicara sendiri, siswa yang kurang aktif, serta siswa yang memiliki
0
1 0 2
3
14
9
0
2
4
6
8
10
12
14
16
28-38 39-49 50-60 61-71 72-82 83-93
PE
RS
EN
TA
SE
INTERVAL NILAI
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
keterlambatan dalam belajar. Sikap yang ada pada diri masing-masing
siswa tersebut mengakibatkan nilai tes yang diperoleh belum mencapai
KKM, sehingga kemampuan mengidentifikasi sifat-sifat bayangan pada
siswa tersebut juga masih rendah. Untuk selanjutnya rendahnya
kemampuan mengidentifikasi sifat-sifat bayangan pada ketiga siswa
tersebut diharapkan dapat ditingkatkan oleh peneliti lainnya yang
melakukan penelitian yang sama dengan penelitian ini.
D. Perbandingan Hasil Tindakan Antarsiklus
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh dari pengolahan data yang
ada, dinyatakan bahwa pembelajaran IPA dengan menerapkan model Group
Investigation (GI) dapat meningkatkan kemampuan mengidentifikasi sifat-sifat
bayangan cermin pada siswa kelas V SD Negeri I Waleng Kecamatan Girimarto
Kabupaten Wonogiri Tahun Ajaran 2011/2012. Hal itu dapat dilihat dari data hasil
observasi terhadap aktivitas siswa dan juga dari data hasil tes kemampuan
mengidentifikasi sifat-sifat bayangan cermin. Hasil observasi aktivitas siswa
menunjukkan peningkatan pada siklus I dan siklus II sebagai berikut:
1. Pada siklus I, diketahui ada 24 siswa (82,76%) sudah aktif saat pembelajaran.
19 siswa (65,52%) yang sudah memiliki kekompakan saat berdiskusi dengan
kelompoknya, 22 siswa (75,86%) sudah mandiri dalam mengerjakan soal
evaluasi individu, serta 22 siswa (75,86%) sudah tepat waktu dalam
mengerjakan soal evaluasi individu.
2. Pada siklus II, diketahui ada 28 siswa (96,55%) sudah aktif saat
pembelajaran. 27 siswa (93,10%) yang sudah memiliki kekompakan saat
berdiskusi dengan kelompoknya, 24 siswa (82,76%) sudah mandiri dalam
mengerjakan soal evaluasi individu, serta 27 siswa (93,10%) sudah tepat
waktu dalam mengerjakan soal evaluasi individu.
Hasil observasi aktivitas siswa terbukti mengalami peningkatan.
Perbandingan hasil observasi aktivitas siswa kelas V SD Negeri I Waleng
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
Kecamatan Girimarto Kabupaten Wonogiri tahun ajaran2011/2012 pada siklus I
dan siklus II dapat dilihat pada tabel 4.6 dan gambar 4.6.
Tabel 4.6. Perbandingan Hasil Observasi Aktivitas Siswa pada Siklus I dan Siklus
II
No. Aspek yang Dinilai
Siklus I Siklus II
Siswa
(orang) %
Siswa
(orang) %
1. Keaktifan siswa dalam proses
pembelajaran 24 82,76% 28 96,55%
2. Kekompakan dalam diskusi
kelompok 19 65,52% 27 93,10%
3. Kemandirian mengerjakan soal
evaluasi individu 22 75,86% 24 82,76%
4. Ketepatan waktu 22 75,86% 27 93,10%
Tabel 4.6 tersebut menunjukkan perbandingan persentase hasil observasi
aktivitas siswa pada siklus I dan siklus II. Dari tabel 4.6 di atas, dapat dibuat
grafik perbandingan tentang persentase hasil observasi aktivitas siswa pada siklus
I dan siklus II. Grafik tersebut disajikan pada gambar 4.6.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
Gambar 4.6. Grafik Perbandingan Persentase Hasil Observasi Aktivitas Siswa
pada Siklus I dan Siklus II
Data hasil tes kemampuan mengidentifikasi sifat-sifat bayangan cermin
pada siswa kelas V SD Negeri I Waleng Kecamatan Girimarto Kabupaten
Wonogiri Tahuan Ajaran 2011/2012 juga menunjukkan peningkatan sebagai
berikut:
1. Pada data awal sebelum tindakan diketahui nilai terendah tes kemampuan
mengidentifikasi sifat-sifat bayangan cermin yang diperoleh siswa adalah 20
dan nilai tertingginya 90. Sedangkan nilai rata-rata kelas adalah 57,56.
2. Pada siklus I nilai terendah tes kemampuan mengidentifikasi sifat-sifat
bayangan cermin yang diperoleh siswa adalah 19 dan nilai tertingginya 92.
Sedangkan nilai rata-rata kelas adalah 71,17.
83%
66%
76% 76%
97% 93%
83%
93%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
Keaktifan
Siswa
Kekompakan
Kelompok
Kemandirian
Siswa
Ketepatan
Waktu
PE
RS
EN
TA
SE
ASPEK YANG DINILAI
Siklus I
Siklus II
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
3. Pada siklus II diketahui nilai terendah tes kemampuan mengidentifikasi sifat-
sifat bayangan cermin yang diperoleh siswa adalah 28 dan nilai tertingginya
88,5. Sedangkan nilai rata-rata kelas adalah 76,24.
Hasil tes belajar siswa tentang kemampuan mengidentifikasi sifat-sifat
bayangan cermin yang diperoleh siswa terbukti mengalami peningkatan.
Perbandingan hasil tes belajar siswa kelas V SD Negeri I Waleng Kecamatan
Girimarto Kabupaten Wonogiri tahun ajaran 2011/2012 sebelum tindakan dan
setelah tindakan siklus I, dapat dilihat pada tabel 4.7 dan gambar 4.7.
Tabel 4.7. Perbandingan Ketuntasan Klasikal Kemampuan Mengidentifikasi
Sifat-sifat Bayangan Cermin oleh Siswa Sebelum Tindakan dan Siklus
I
Keterangan Data Awal Persentase
(%) Siklus I
Persentase
(%)
Jumlah siswa tuntas 9 siswa 31,03% 18 siswa 62,07%
Jumlah siswa tidak tuntas 20 siswa 68,97% 11 siswa 37,93%
Rata-rata kelas 57,56 100% 71,17 100%
Tabel 4.7 di atas menunjukkan perbandingan persentase data ketuntasan
klasikal sebelum tindakan dan sesudah tindakan siklus I. Dari tabel di atas, dapat
juga dibuat grafik perbandingan tentang persentase ketuntasan klasikal hasil tes
kemampuan mengidentifikasi sifat-sifat bayangan cermin siswa sebelum tindakan
dan setelah tindakan siklus I. grafik tersebut disajikan pada gambar 4.7.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
Gambar 4.7. Grafik Perbandingan Persentase Ketuntasan Klasikal Kemampuan
Mengidentifikasi Sifat-sifat Bayangan Cermin oleh Siswa Sebelum
Tindakan dan Siklus I
Berdasarkan grafik 4.7 di atas diketahui bahwa ada peningkatan persentase
ketuntasan klasikal pada siklus I. Pada data awal hanya 9 siswa (31,03%) yang
nilainya sudah mencapai KKM. Kemudian pada siklus I meningkat menjadi 18
siswa (62,07%) yang nilainya sudah mencapai KKM.
Peningkatan ketuntasan klasikal juga terjadi pada siklus pada siklus II.
Perbandingan persentase ketuntasan klasikal siklus I dan siklus II dapat dilihat
pada tabel 4.8 dan gambar 4.8.
31%
62%
69%
38%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
Data Awal Siklus I
PE
RS
EN
TA
SE
Jumlah siswa tuntas Jumlah siswa tidak tuntas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
Tabel 4.8. Perbandingan Ketuntasan Klasikal Kemampuan Mengidentifikasi
Sifat-sifat Bayangan Cermin oleh Siswa pada Siklus I dan Siklus II
Keterangan Siklus I Persentase
(%) Siklus II
Persentase
(%)
Jumlah siswa tuntas 18 siswa 62,07% 26 siswa 89,66%
Jumlah siswa tidak tuntas 11 siswa 37,93% 3 siswa 10,34%
Rata-rata kelas 71,17 100% 76,24 100%
Berdasarkan tabel 4.8 di atas, dapat diketahui adanya peningkatan
ketuntasan klasikal dari siklus I dan siklus II. Pada siklus I, ketuntasan klasikalnya
62,07% dan pada siklus II meningkat menjadi 89,66%. Data pada tabel 4.8
tersebut dapat dibuat grafik perbandingan persentase ketuntasan klasikal
kemampuan mengidentifikasi sifat-sifat bayangan cermin oleh siswa pada siklus I
dan siklus II. Grafik tersebut dapat dilihat pada gambar 4.8.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
Gambar 4.8. Grafik Perbandingan Persentase Ketuntasan Klasikal Kemampuan
Mengidentifikasi Sifat-sifat Bayangan Cermin oleh Siswa pada
Siklus I dan Siklus II
Berdasarkan grafik di atas, diketahui bahwa ada peningkatan persentase
ketuntasan klasikal pada siklus II. Pada siklus I, diketahui ada 18 siswa (62,07%)
yang nilainya sudah mencapai KKM. Sedangkan pada siklus II jumlah siswa yang
tuntas mengalami peningkatan menjadi 26 siswa (89,66%) yang nilainya sudah
mencapai KKM.
Berdasarkan data awal, siklus I, dan siklus II juga dapat dilihat
perbandingan nilai terendah, nilai tertinggi, rata-rata nilai kelas, dan ketuntasan
klasikal. Hal itu dapat dijelaskan pada tabel 4.9 dan gambar 4.9.
62%
89%
38%
11%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Siklus I Siklus II
PE
RS
EN
TA
SE
Jumlah siswa tuntas Jumlah siswa tidak tuntas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
Tabel 4.9. Perbandingan Hasil Tes Belajar Siswa Tentang Kemampuan
Mengidentifikasi Sifat-sifat Bayangan Cermin oleh Siswa Sebelum
Tindakan, Siklus I, dan Siklus II
Keterangan Data Awal Siklus I Siklus II
Nilai Terendah 20 19 28
Nilai Tertinggi 90 92 88,5
Rata-rata Nilai Kelas 57,56 71,17 76,24
Ketuntasan Klasikal (%) 31,03% 62,07% 89,66%
Berdasarkan tabel 4.9 diketahui bahwa nilai terendah, nilai tertinggi, rata-
rata nilai kelas, dan ketuntasan klasikal meningkat mulai dari data awal, siklus I,
dan siklus II. Tabel 4.9 tersebut dapat disajikan dalam bentuk grafik. Grafik
perbandingan hasil tes belajar tentang kemampuan mengidentifikasi sifat-sifat
bayangan cermin siswa sebelum tindakan, siklus I, dan siklus II dapat disajikan
pada gambar 4.9.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
Gambar 4.9. Perbandingan Hasil Tes Belajar Kemampuan Mengidentifikasi
Sifat-sifat Bayangan Cermin oleh Siswa Sebelum Tindakan, Siklus
I, dan Siklus II
Dari tabel 4.9 dan gambar 4.9 di atas terbukti bahwa kemampuan
mengidentifikasi sifat-sifat bayangan cermin oleh siswa mengalami peningkatan
yang cukup signifikan. Hal itu terlihat dari peningkatan rata-rata nilai kelas dan
ketuntasan klasikal yang mengalami peningkatan mulai dari sebelum tindakan
meningkat pada siklus I dan lebih meningkat lagi pada siklus II. Selain itu,
aktivitas siswa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar juga mengalami
peningkatan.
20
90
57,56
31,03
19
92
71,17
62,07
28
88,5
76,24
89,66
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Nilai
Terendah
Nilai
Tertinggi
Rata-rata
Nilai Kelas
Ketuntasan
Klasikal (%)
NIL
AI
Data Awal Siklus I Siklus II
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99
E. Pembahasan
Setelah melihat hasil penelitian yang disajikan dalam perbandingan
antarsiklus dapat diketahui bahwa kemampuan mengidentifikasi sifat-sifat
bayangan cermin pada siswa kelas V SD Negeri I Waleng Girimarto Wonogiri
tahun ajaran 2011/2012 mengalami peningkatan. Hal ini dibuktikan dengan
adanya peningkatan dari kondisi awal ke siklus I dan siklus II. Pada kondisi awal,
kemampuan mengidentifikasi sifat-sifat bayangan cermin menunjukkan hasil yang
rendah (tabel 4.9). Dari 29 siswa dengan nilai KKM ≥ 69, hanya 9 siswa (31,03%)
yang sudah tuntas. Rata-rata nilai kelasnya sebesar 57,56.
Berdasarkan hasil pelaksanaan siklus I dan siklus II dapat dinyatakan bahwa
terjadi peningkatan kemampuan mengidentifikasi sifat-sifat bayangan cermin
melalui model Kooperatif tipe Group Investigation (GI). Hal tersebut dapat dilihat
pada rekapitulasi data pada tabel 4.10 sebagai berikut:
Tabel 4.10. Hasil Penelitian Kemampuan Mengidentifikasi Sifat-sifat
Bayangan
Cermin Melalui Model Kooperatif Tipe Group Investigation (GI)
Pada
Siswa Kelas V SD Negeri I Waleng Tahun Ajaran 2011/2012
No. Aspek yang Diteliti
Hasil Penelitian
Pra
Siklus Siklus I Siklus II
1. Hasil kemampuan
mengidentifikasi sifat-sifat
bayangan cermin
a. Nilai Terendah
b. Nilai Tertinggi
c. Rata-rata Nilai Kelas
d. Ketuntasan Klasikal
20
90
57,56
9 siswa
(31,03%)
19
92
71,17
18 siswa
(62,07%)
28
88,5
76,24
26 siswa
(89,66%)
2. Hasil observasi aktivitas
siswa
a. Keaktifan Siswa
b. Kekompakan
Kelompok
c. Kemandirian Siswa
d. Keterpatan Waktu
-
-
-
-
24 siswa (82,76%)
19 siswa (65,52%)
22 siswa (75,86%)
22 siswa (75,86%)
28 siswa (96,55%)
27 siswa (93,10%)
24 siswa (82,76%)
27 siswa (93,10%)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
100
Berdasarkan tabel 4.10 maka dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Nilai terendah siswa mengalami peningkatan yaitu pada pra siklus sebesar 20,
pada siklus I sebesar 19, dan pada siklus II sebesar 28.
2. Nilai tertinggi siswa mengalami peningkatan yaitu pada pra siklus sebesar 90,
pada siklus I sebesar 92, dan pada siklus II sebesar 88,5.
3. Pada data awal (pra siklus) rata-rata nilai kelas yang diperoleh siswa adalah
57,56, pada siklus I menjadi 71,17, dan meningkat lagi pada siklus II menjadi
76,24. Selain rata-rata nilai kelas, ketuntasan klasikal juga mengalami
peningkatan yaitu pada kondisi awal sebanyak 9 siswa (31,03%), kemudian
pada siklus I sebanyak 18 siswa (62,07%), dan meningkat lagi pada siklus
dua sebanyak 26 siswa (89,66%). Namun, ada 3 siswa (10,34%) yang belum
tuntas. Dari ketiga siswa yang tidak tuntas tersebut, diketahui 1 siswa
merupakan Anak Berkebutuhan Khusus dan 2 siswa lainnya merupakan siswa
yang kurang memperhatikan pembelajaran yang disampaikan oleh guru
karena lebih suka ramai sendiri.
4. Aktivitas siswa dalam pembelajaran pada setiap siklus meningkat. Hal ini
dapat dilihat dari jumlah siswa yang mengalami peningkatan yaitu pada siklus
I siswa yang aktif dalam pembelajaran sebanyak 24 siswa (82,76%) dan pada
siklus II meningkat menjadi sebanyak 28 siswa (96,55%). Berarti aspek
keaktifan siswa, terjadi peningkatan sebanyak 4 siswa (13,79%). Siswa yang
kompak dalam diskusi pada siklus I sebanyak 19 siswa (65,52%) dan pada
siklus II meningkat menjadi sebanyak 27 siswa (93,10%). Berarti dalam
aspek kekompakan kelompok, terjadi peningkatan sebanyak 8 siswa
(27,59%). Siswa yang mandiri dalam mengerjakan soal evaluasi individu
pada siklus I sebanyak 22 siswa (75,86%) dan pada siklus II meningkat
menjadi sebanyak 24 siswa (82,76%). Berarti dalam aspek kemandirian
siswa, terjadi peningkatan sebanyak 2 siswa (6,89%). Siswa yang tepat waktu
dalam mengerjakan soal evaluasi individu pada siklus I sebanyak 22 siswa
(75,86%) dan pada siklus II meningkat menjadi sebanyak 27 siswa (93,10%).
Berarti dalam aspek ketepatan waktu siswa, terjadi peningkatan sebanyak 5
siswa (17,24%).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
101
Berdasarkan uraian di atas terbukti bahwa penerapan model Group
Investigation (GI) dapat meningkatkan kemampuan mengidentifikasi sifat-sifat
bayangan cermin pada siswa kelas V SD Negeri I Waleng Kecamatan Girimarto
Kabupaten Wonogiri tahun ajaran 2011/2012. Hal itu dipengaruhi oleh langkah-
langkah penerapan model Group Investigation (GI), yaitu seleksi topik,
merencanakan kerja sama, implementasi, analisis dan sintesis, penyajian hasil
akhir, dan evaluasi selanjutnya. Dengan menerapkan keenam langkah tersebut
dalam pembelajaran, maka siswa akan lebih antusias untuk mengikuti
pembelajaran karena adanya tahap seleksi topik yang memungkinkan siswa bebas
memilih materi yang disukainya untuk selanjutnya dipelajari bersama
kelompoknya. Selain itu, materi sifat-sifat bayangan cermin tidak lagi diberikan
guru dengan cara menghafal atau teoritis saja tetapi diiberikan melalui praktik
langsung (percobaan). Melalui praktik langsung (percobaan), siswa dilatih
memecahkan berbagai permasalahan secara berkelompok.
Langkah-langkah penerapan model Group Investigation (GI) sesuai dengan
pendapat Sugiyanto (2009: 47-48) diterapkan dalam proses pembelajaran sifat-
sifat bayangan cermin dengan penjelasan sebagai berikut:
1. Seleksi topik terlihat ketika guru meminta siswa memilih salah satu topik
bahasan yang akan dipelajari, seperti memilih materi pemantulan cahaya dari
beberapa sifat cahaya dan memilih cermin datar dari tiga jenis cermin pada
kegiatan inti tahap eksplorasi pada pembelajaran siklus I dan siklus II.
2. Merencanakan kerja sama terlihat ketika siswa saling berdiskusi dengan
bimbingan guru mengenai kegiatan-kegiatan apa saja yang harus dilakukan
selama diskusi kelompok berlangsung.
3. Implementasi terlihat ketika setiap kelompok mulai melakukan langkah-
langkah percobaan yang telah direncanakan pada tahap sebelumnya yang
sesuai dengan Lembar Kerja Siswa (LKS) dari masing-masing kelompok.
4. Analisis dan sintesis terlihat ketika setiap kelompok mulai mengumpulkan
data hasil percobaan, kemudian dianalisis untuk menjawab pertanyaan-
pertanyaan yang terdapat pada LKS. Selanjutnya setiap kelompok membuat
laporan hasil diskusi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
102
5. Penyajian hasil akhir terlihat ketika semua kelompok telah selesai melakukan
diskusi, setiap kelompok diminta untuk membacakan hasil diskusinya di
depan kelas secara bergantian dengan kelompok lain.
6. Evaluasi selanjutnya terlihat ketika semua kelompok telah selesai
membacakan hasil diskusinya di depan kelas, guru memberikan penilaian
kepada hasil kerja dari setiap kelompok dengan memberikan bintang prestasi.
Hasil wawancara dengan guru kelas V SD Negeri I Waleng Kecamatan
Girimarto Kabupaten Wonogiri juga membuktikan bahwa penerapan model
Group Investigation (GI) dapat meningkatkan kemampuan mengidentifikasi sifat-
sifat bayangan cermin. Menurut guru kelas V SD Negeri I Waleng, pembelajaran
menjadi lebih aktif dan menyenangkan karena semua siswa dapat berpartisipasi
secara aktif selama proses pembelajaran melalui kegiatan percobaan dan diskusi
kelompok. Hal itu membuat siswa menjadi lebih mudah menerima pengetahuan
tentang sifat-sifat bayangan cermin. Pada prinsipnya, model Group Investigation
(GI) diterapkan dalam pembelajaran untuk memudahkan siswa dalam
mengidentifikasi sifat-sifat bayangan cermin tanpa harus menghafal teorinya.
Siswa hanya perlu aktif mengikuti setiap kegiatan pembelajaran melalui
percobaan-percobaan berdasarkan bimbingan guru. Hasil wawancara guru setelah
diterapkan model Group Investigation (GI) dapat dilihat pada lampiran 7 halaman
117.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
103
10
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. SIMPULAN
Berdasarkan hasil Penelitian Tindakan Kelas yang telah dilaksanakan dalam
dua siklus dapat disimpulkan bahwa model Group Investigation (GI) dapat
meningkatkan kemampuan mengidentifikasi sifat-sifat bayangan cermin pada
siswa kelas V SD Negeri I Waleng Kecamatan Girimarto Kabupaten Wonogiri
tahun ajaran 2011/2012. Bukti tersebut dapat dilihat pada hasil observasi aktivitas
siswa dan data nilai kemampuan mengidentifikasi sifat-sifat bayangan cermin
siswa yang menunjukkan peningkatan pada tiap siklus.
Data hasil observasi aktivitas siswa menunjukkan peningkatan. Hal itu
ditunjukkan berdasarkan rata-rata hasil observasi pada tiap pertemuan diketahui
bahwa aktivitas siswa pada siklus II lebih meningkat dibandingan siklus I. Pada
siklus I, persentase keaktifan siswa sebesar 82,76%, kekompakan dalam
kelompok sebesar 65,52%, kemandirian siswa mengerjakan soal evaluasi individu
sebesar 75,86%, dan ketepatan siswa dalam mengerjakan soal evaluasi individu
sebesar 75,86%. Pada siklus II, persentase keaktifan siswa sebesar 96,55%,
kekompakan dalam kelompok sebesar 93,10%, kemandirian siswa mengerjakan
soal evaluasi individu sebesar 82,76%, dan ketepatan siswa dalam mengerjakan
soal evaluasi individu sebesar 93,10%.
Data nilai tes kemampuan mengidentifikasi sifat-sifat bayangan cermin
siswa dengan nilai KKM ≥ 69 juga menunjukkan peningkatan. Hal itu
ditunjukkan berdasarkan data awal sebelum tindakan rata-rata nilai kelas siswa
hanya 57,56 dengan ketuntasan klasikal sebesar 31,03%. Kemudian pada siklus I,
rata-rata nilai kelas siswa meningkat menjadi 71,17 dengan ketuntasan klasikal
menjadi 62,07%. Pada siklus II, rata-rata nilai kelas meningkat lagi menjadi 76,24
dengan ketuntasan klasikal sebesar 89,66%. Sehingga hipotesis yang berbunyi
“penerapan model kooperatif tipe Group Investigasi (GI) diduga dapat
meningkatkan kemampuan mengidentifikasi sifat-sifat bayangan cermin pada
103
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
104
siswa kelas V SD Negeri I Waleng Kecamatan Girimarto Kabupaten Wonogiri
Tahun Ajaran 2011/2012” terbukti.
B. IMPLIKASI
Penerapan model Group Investigation (GI) terbukti dapat meningkatkan
kemampuan mengidentifikasi sifat-sifat bayangan cermin pada siswa kelas V SD
Negeri I Waleng Kecamatan Girimarto Kabupaten Wonogiri tahun ajaran
2011/2012. Model Group Investigation (GI) merupakan salah satu model
pembelajaran inovatif yang dapat diterapkan oleh setiap guru kelas dalam proses
pembelajaran. Model ini dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam mengikuti
kegiatan belajar mengajar. Pembelajaran menjadi menyenangkan karena dengan
menerapkan model Group Investigation (GI) dapat memberikan kebebasan
kepada siswa untuk memilih topik materi yang disukainya untuk dipelajari.
Pembelajaran dengan menerapkan model Group Investigation (GI) juga
mengajarkan pada siswa untuk membangun hubungan baik di kelas karena dalam
penerapannya diharuskan ada diskusi kelompok yang menuntut siswa mampu
berkomunikasi dengan baik dan bekerjasama dengan siswa lainnya. Siswa
diarahkan untuk mampu belajar secara berkelompok untuk menemukan dan
membangun pengetahuannya sendiri. Guru hanya berperan sebagai fasilitator dan
motivator saja. Pembelajaran yang demikian tersebut berdampak baik pada
kualitas proses dan kualitas hasil belajar siswa.
Berdasarkan uraian di atas, maka implikasi dari penelitian ini adalah model
Group Investigation (GI) dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan acuan
bagi guru dalam melaksanakan proses pembelajaran IPA, khususnya untuk
meningkatkan kemampuan mengidentifikasi sifat-sifat bayangan cermin pada
siswa kelas V Sekolah Dasar dan tidak menutup kemungkinan bahwa model
Group Investigation (GI) dapat diterapkan dalam pembelajaran-pembelajaran
lainnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
105
C. SARAN
Berkaitan dengan simpulan dan implikasi di atas, maka peneliti dapat
memberikan saran-saran yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangkan, yaitu
sebagai berikut:
1. Bagi Sekolah
Sekolah sebaiknya selalu mengadakan pelatihan-pelatihan bagi guru
untuk dapat menerapkan berbagai model pembelajaran yang inovatif,
khususnya model Group Investigation (GI) agar dapat meningkatkan kualitas
kinerja guru dalam proses pembelajaran. Peningkatan kualitas kinerja guru
tersebut nantinya akan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Sekolah sebaiknya juga mengusahakan tersedianya kelengkapan yang
mendukung proses pembelajaran, seperti buku-buku sebagai sumber belajar
materi sifat-sifat bayangan cermin, serta alat peraga/media pembelajaran
berupa lampu senter (baterai) dan tiga jenis cermin. Dengan demikian, guru
dapat dengan mudah menerapkan model Group Investigation (GI).
2. Bagi Guru
Guru sebaiknya selalu berupaya menerapkan model Group
Investigation (GI) sebagai tindak lanjut dari penelitian yang telah
dilaksanakan pada pembelajaran IPA materi sifat-sifat bayangan cermin.
Guru juga harus mempersiapkan secara cermat perangkat pendukung
pembelajaran dan fasilitas belajar yang dibutuhkan seperti menyiapkan media
pembelajaran berupa tiga jenis cermin dan senter. Persiapan yang matang
tentang hal tersebut akan mempengaruhi efektifitas dan efisiensi
pembelajaran sifat-sifat bayangan cermin. Selain itu, guru juga perlu
memahami karakteristik, kepribadian, serta kemampuan siswa dalam proses
pembelajaran.
3. Bagi Siswa
Siswa harus lebih meningkatkan keaktifan dalam mengikuti setiap
kegiatan pembelajaran, seperti aktif bertanya, menjawab pertanyaan yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
106
diberikan guru, serta aktif dalam kegiatan disksusi dan percobaan untuk
mengidentifikasi sifat-sifat bayangan cermin. Siswa juga harus mau
bekerjasama dengan siswa lain, terutama saat berdiskusi kelompok.
Kemandirian siswa dan ketepatan waktu dalam mengerjakan soal evaluasi
individu juga perlu ditingkatkan lagi. Dengan meningkatkan aktivitas dalam
proses pembelajaran yang menerapkan model Group Investigation (GI), maka
siswa akan mampu meningkatkan kemampuan mengidentifikasi sifat-sifat
bayangan cermin.
4. Bagi Peneliti Lain
Peneliti lain dapat mengkaji permasalahan yang sama secara lebih
cermat, baik dalam hal pengkajian teori-teori berkaitan dengan model Group
Investigation (GI) maupun hal-hal lain yang menjadi kekurangan dalam
penelitian agar diperoleh hasil penelitian yang lebih baik lagi. Peneliti lain
juga dapat melanjutkan penelitian ini berkaitan dengan masih adanya tiga
siswa yang belum tuntas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
107
10
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta.
Asia-Pacific Forum on Science Learning and Teaching. (2004).
(http://www.ied.edu.hk/apslft/download/v5_issues1_files/tsoimf.pdf)
diunduh tanggal 21 Maret 2012.
Aunurrahman. (2010). Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Azmiyawati, C., Omegawati, W. H., & Kusumawati, R. (2008). IPA Salingtemas:
untuk Kelas V SD/MI. Jakarta: Pusat Perbukuan Depdiknas.
Desmita. (2008). Psikologi Perkembangan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Ernawati. (2011). Peningkatan Prestasi Belajar IPA Materi Tata Surya Melalui
Model Group Investigation Berbantuan TI Pada Siswa Kelas VI SD
Negeri Bangunreja 02 Tahun Pelajaran 2010/2011. Surakarta.
Hansen & Linden. (2002). (http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/
30600/4/Chapter%2011.pdf) diunduh tanggal 21 Maren 2012.
Hawadi. (2002). (http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30600/4/
Chapter%2011.pdf) diunduh tanggal 21 Maren 2012.
Herwinda, T. (2010). Penggunaan Metode Group Investigation (GI) untuk
Meningkatkan Kemampuan Siswa dalam Menyelesaikan Soal Cerita
Pokok Bahasan Perbandingan pada Siswa Kelas V SD Negeri Panularan
No. 06 Laweyan Surakarta. Surakarta.
Isjoni. (2010). Cooperative Learning. Bandung: Alfabeta.
Iskandar, S. M. (2001). Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam. Bandung: Maulana.
Komalasari, K. (2010). Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi.
Bandung: Refika Aditama
Makmun, A. S. (2009). Psikologi Kependidikan Perangkat Sistem Pengajaran
Modul. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Rositawaty, S. & Muharam, A. (2008). Senang Belajar Ilmu Pengetahuan Alam:
untuk Kelas V SD/MI. Jakarta: Pusat Perbukuan Depdiknas.
Rusman. (2010). Model-model Pembelajaran. Bandung: Rajawali Press.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
108
Sajidan. (2012). Pedoman Penulisan Skripsi. Surakarta: UNS Press.
Sanjaya, W. (2009). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Sapriati, A., Hartinawati, Sulaiman, M., Budiastra, K., Rockiyah, I., Rumanta, M.
et al. (2009). Pembelajaran IPA di SD. Jakarta: Universitas Terbuka.
Slamet & Suwarto. (2007). Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kualitatif.
Surakarta: UNS Press.
Sugiyanto. (2009). Model-model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: Panitia
Sertifikasi Guru Rayon 13 FKIP UNS
Sugiyono. (2008). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Suhardjono. (2009). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.
Sukardjo, Subelo, M., Suwarni, Wahyuni, N. S., Purnomo, D., Aisyah, S. et al.
(2005). Ilmu Kealaman Dasar. Surakarta: UNS Press.
Sumardi, Y., Syulasmi, A., & Rumanta, M. (2008). Konsep Dasar IPA di SD.
Jakarta: Universitas Terbuka.
Sunarto & Hartono, A. (2008). Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Rineka
Cipta.
Sutrisno, L., Kresnadi, H., & Kartono. (2007). Pengembangan Pembelajaran IPA
SD. Jakarta: Depdiknas.
Suwandi, S. (2011). Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Surakarta: Yuma Pustaka.
Tim PGSD. (2007). Strategi Belajar Mengajar. Surakarta: PGSD FKIP UNS.
Trianto. (2007). Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi
Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka.
________. (2010). Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Bumi Aksara.
Turkish Science Education. (2010). (http://www.tused.org/internet/tused/archive/
v7/i2/text/tusedv7i2s3.pdf) diunduh tanggal 21 Maret 2012.
Widodo, Prabandari, E., Subroto, Kamari, Aryanti, & Sunarti. (2004). Alamku
Sains 5. Jakarta: Bumi Aksara.