penetapan awal bulan qamariyah …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21725...bapa...
TRANSCRIPT
1
PENETAPAN AWAL BULAN QAMARIYAH PERSPEKTIF MASYARAKAT DESA WAKAL
(Studi Kasus Desa Wakal, Kec. Lei Hitu, Kab. Maluku Tengah, Ambon)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy.)
oleh:
Husni Seban
106044101402
KONSENTRASI PERADILAN AGAMA
PRODI AHWAL AL-SYAKHSHIYAH
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2011
2
3
4
5
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ...................................................... i
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................ ii
KATA PENGANTAR.......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ....................................... 5
C. Tujuan dan kegunaan penelitian ............................................... 6
D. Studi Kajian Terdahulu ............................................................ 7
E. Metode Penelitian .................................................................... 10
F. Sistematika Penulisan .............................................................. 13
BAB II HISAB RUKYAT
A. Pengertian Hisab Rukyat .......................................................... 15
B. Dasar Hisab dan Rukyat ........................................................... 20
C. Perkembangan Hisab Rukyat di Indonesia ................................ 28
1. Sejarah Hisab Rukyat di Indonesia ....................................... 28
2. Penentuan Awal Bulan Qamariyah ....................................... 31
BAB III PROFIL DAN SETTING LOKASI DESA WAKAL
6
A. Sejarah Singkat Desa Wakal .................................................... 49
B. Letak Geografis Desa Wakal .................................................... 52
C. Struktur Penduduk ................................................................... 54
D. Tokoh-Tokoh Adat Masyarakat Desa Wakal ............................ 55
E. Hubungan Antara Tokoh Adat dengan Pemerintah Desa .......... 57
BAB IV PENETAPAN AWAL BULAN QAMARIYAH DALAM
PERSPEKTIF MASYARAKAT DESA WAKAL
A. Dasar Pijakan Penetapan Awal Bulan Qamariyah ..................... 59
B. Sistem Penetapan Awal Bulan Qamariyah ................................ 60
C. Data-Data Penetapan Awal Bulan Qamariyah Sistem Hisab
Wakal ...................................................................................... 64
D. Implikasi Penetapan Awal Bulan Qamariyah Menurut
Perspektif Masyarakat Desa Wakal .......................................... 69
E. Hubungan Antara Hisab Islam Jawa dengan Hisab Islam
Wakal
1. Sejarah Singkat Almanak Hisab Islam Jawa ......................... 70
2. Masuknya Pengaruh Islam Jawa di Desa Wakal ................... 75
3. Persamaan dan Perbedaan Almanak Hisab Islam Jawa
dengan Hisab Islam Wakal .................................................. 76
F. Analisis Penulis ....................................................................... 77
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................... 89
7
B. Saran-Saran............................................................................... 91
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………92
LAMPIRAN
1. Almanak Hisab Islam Jawa ....................................................................... 95
2. Almanak Hisab Islam Wakal ..................................................................... 96
3. Tabel Jumlah Hari Sewindu Almanak Hisab Jawa ..................................... 97
4. Tabel Jumlah Hari Sewindu Almanak Hisab Wakal .................................. 98
5. Berita Wawancara dengan Bapa Imam H. Duma Supeleti ..........................100
6. Surat Keterangan Selesai Penelitian Pemerintah Desa Wakal .....................104
8
KATA PENGANTAR
Alhamdulillâhirabbil’âlamîn. Seiring dengan rahmat Allah, ma’unah serta
barokah-Nya, skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Kepada
Allah swt. kita memanjatkan pujian, meminta pertolongan, dan memohon
ampunan. Kepada-Nya pula kita meminta perlindungan dari keburukan diri dan
kejahatan amal perbuatan.
Shalawat dan salam teriring mahabbah semoga senantiasa tercurahkan
kepada Rasulullah Muhammad saw., beserta keluarga, sahabat, dan orang-orang
yang mengikuti ajaran beliau hingga hari akhir. Dialah Nabi utusan Allah yang
terakhir dan tiada Nabi setelahnya. Kemuliaannya lebih utama dari pada manusia
dan makhluk lainnya, Dialah manusia pilihan yang paling bertakwa dan paling
taat akan perintah-perintah Allah, Rasul yang sangat mencintai umatnya, ridho
Allah agar bisa hidup berdampingan dengan Rasulullah saw. di surga merupakan
cita-cita para hamba-Nya.
Dalam proses penyusunan skripsi ini, Penulis banyak menemui hambatan
dan cobaan. Namun, Penulis berusaha menghadapi semuanya dengan ikhtiar dan
tawakkal. Penulis sadar dengan sepenuh hati bahwa skripsi ini hanyalah setitik
debu jalanan untuk menitik jalan menuju orang-orang besar. Namun dalam
kapasitas Penulis yang serba dho’if dan dihimpit dengan berbagai keterbatasan,
skripsi ini rasanya sebuah pencapaian monumental yang membuat diri ini serasa
besar, minimal membesarkan perasaan Penulis dan mengobarkan bara semangat
9
untuk memburu pencapaian-pencapaian berikutnya yang dianggap besar oleh
orang-orang besar. Lebih dari itu, skripsi ini merupakan seteguk air dalam rentang
kemarau studi yang Penulis tempuh selama ini.
Penulis juga sadar sepenuhnya bahwa diri ini berutang budi kepada banyak
pihak yang telah berkontribusi langsung maupun tidak langsung dalam penulisan
skripsi ini. Penulis juga ingin menyampaikan ungkapan rasa terima kasih yang
sedalam-dalamnya kepada para pihak yang telah menanamkan jasa baik berupa
bimbingan, arahan serta bantuan yang diberikan sehingga Penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Oleh karena itu, Penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM.,
selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Drs., H. A. Basiq Djalil, SH., MA., selaku Ketua Program
Studi dan Ibu Rosdiana, MA. sebagai Sekretaris Jurusan Program
Studi Ahwal Al-Syakhsyiah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Drs. Sirril Wafa, M.A., selaku Dosen Pembimbing yang telah
berkenan meluangkan waktu, tenaga, pikiran dan kesabarannya untuk
memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan skripsi ini.
4. Bapa Imam Duma Supeleti yang telah membantu proses kelancaran
dalam memperoleh data-data yang diperlukan untuk penelitian ini.
10
5. Sekretaris Desa Wakal serta jajarannya yang telah membantu proses
kelancaran dalam memperoleh data-data yang diperlukan untuk
penelitian ini.
6. Seluruh dosen dan civitas akademika Fakultas Syariah dan Hukum,
terima kasih atas ilmu dan bimbingannya. seluruh Staf Akademik,
Jurusan, Kasubag, Keuangan dan Perpustakaan terima kasih atas
bantuan dalam upaya membantu memperlancar penyelesaian skripsi ini.
7. Aba dan Umi tercinta atas pengorbanan dan cinta kasihnya baik berupa
moril dan materil, serta doa yang tak terhingga sepanjang masa untuk
keberhasilan studi Penulis, segala hormat Penulis persembahkan.
8. Seluruh keluarga besarku, adik-adikku Ridwan Seban, Jihan Seban dan
Ziqli Seban yang senantiasa menjadi dorongan dan motivasi Penulis
tetap semangat dalam menempuh studi di kampus tercinta ini.
9. Bunda yang tercinta, Egrie Alffa Delicta yang selalu memberikan
motivasi kepada Penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini.
10. Teman-teman JASAD XII khususnya, saudara Saiful Mujahid dan
Akromi Mashuri yang menjadi tempat sharing Penulis.
11. Teman-teman Peradilan Agama Angkatan 2006 khususnya, Pipih
Muhafilah yang selalu memotivasi Penulis, Nahraji Zen yang selalu
setia menemani Penulis sewaktu mengulang mata kuliah dan
Mahmudin Al-Firdaus yang selalu senantiasa membantu Penulis.
12. Anak-anak kosan RT Subuh khususnya, Mujahidin teman sekamar
Penulis yang telah banyak membantu Penulis.
11
13. Lahila Band khususnya, Niko Gusriyanda dan Damanhuri yang selalu
menjadi tempat sharing Penulis dan selalu memotivasi Penulis.
Besar harapan bagi Penulis, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi siapa
saja yang memerlukannya dan dapat memberikan khazanah baru dalam dunia
akademik. Sebagai manusia yang dho’if, yang memiliki keterbatasan dan
kekurangan, tentunya skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
dengan tangan terbuka dan kerendahan hati Penulis akan sangat berterima kasih
apabila para pembaca yang budiman memberikan kritik dan saran yang
membangun demi kebaikan dan perbaikan atas karya-karya yang lainnya.
Akhirnya, hanya kepada Allah swt. juga kita memohon agar apa yang telah
kita lakukan menjadi suatu investasi yang sangat berharga dan kelak dapat
membantu kita di yaumil akhir .
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Jakarta, 24 Februari 2011 M21 Rabiul Awwal 1432 H
Penulis
12
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perayaan hari raya Iedhul Fitri 2 tahun belakangan ini kurang
semarak, karena umat Islam Indonesia merayakannya tidak serempak. Umat
Islam dari ormas Muhammadiyah melaksanakannya 1 hari lebih cepat dari
hari raya yang ditetapkan Pemerintah. Walaupun tidak selamanya terjadi
perbedaan, namun masalah klasik ini, senantiasa mencuat dan menjadi
pembicaraan hangat dikala perbedaan itu muncul.1
Perbedaan seringkali muncul dalam kehidupan umat manusia, sejak
pertama kali manusia diciptakan oleh Allah SWT sampai datangnya hari
kiamat. Begitu pula perbedaan untuk menentukan awal bulan Qamariyah,
yang mana di dalamnya banyak ditemukan perbedaan pendapat, sistem atau
cara menentukan awal bulan Qamariyah. Hendaknya, hal ini tidak
membenarkan kepada pihak sendiri dan saling menyalahkan kepada pihak
lain, karena perbedaan pendapat ini tidak lain untuk kembali pada semangat
untuk selalu memurnikan ajaran Allah SWT melalui petunjuk yang
dibenarkan oleh Rasulullah SAW.2
Perbedaan ini bukan saja menyangkut masalah penentuan hari ataupun
tahun semata, tetapi sangat berkaitan dengan masalah ibadah seperti puasa,
haji, hari raya Iedul Fitri dan hari raya Iedul Adha. Kemudian berimplikasi
1 Tono Saksono, Mengkompromikan Rukyat dan Hisab, (Jakarta: Amythas Publicita, 2007), hal. 6-7.
2Ibid.
13
pada syarat-syarat terpenuhinya suatu ibadah maka dari itu penggunaan
metode ataupun cara argumentasi yang dipegang oleh suatu kelompok atau
organisasi. Hal ini didasarkan pada suatu ibadah dilakukan sesuai dengan
pendapat yang dipahami dan kemampuan untuk memahami sebuah perintah
dalam agama.3
Teori dan praktek yang berbeda dalam penentuan awal bulan
Qamariyah tidak hanya terjadi pada umat Islam di tanah air, begitupula di
negara-negara lain yang berpenduduk agama Islam. Bahkan, di Saudi Arabia
yang merupakan tempat dimana agama Islam pertama kali di dakwahkan oleh
Rasulullah terjadi perbedaan penentuan awal bulan Qamariyah. Maka dari itu
tidak heran bilamana perbedaan penentuan awal bulan Qamariyah itu juga
terjadi di Indonesia pemikiran itu tidak lepas dari keberadaan faktor
perkembangan ilmu, budaya, tempat dan sumber daya manusia.
Di Indonesia, secara umum menentukan awal bulan Qamariyah lahir
tiga arus utama mazhab hisab rukyat yaitu, pertama, mazhab rukyat yang
dipresentasikan oleh organisasi kemayarakatan Islam terbesar di Indonesia
Nahdlatul Ulama, kedua, mazhab hisab yang dipelopori oleh Muhammadiyah
dan mazhab Imkan al-Ru’yah yang dimunculkan oleh pemerintah.4
Nahdhatul Ulama sebagai organisasi masyarakat Islam yang berhaluan
ahlussunnah waljamaah berketetapan mencontoh sunnah Rasulullah dan para
sahabatnya dan mengikuti ijtihad para ulama empat mazhab (Hanafi, Maliki,
3 Tono Saksono, Mengkompromikan Rukyat dan Hisab, (Jakarta: Amythas Publicita,
2007), hal. 6-7.4 Ahmad Izzudin, Fiqh Hisab Rukyat: Menyatukan NU & Muhammadiyah dalam
Penentuan Awal Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha, (Jakarta: Erlangga, 2007), h.xvi
14
Syafi’i dan Hambali) dalam hal penentuan awal bulan Qamariyah wajib
menggunakan ru’yatul hilal bilfi’li (melihat hilal secara langsung) atau
istikmal (menyempurnakan bulan Sya’ban 30 hari).5
Muhammadiyah menetapkan hisab wujudul hilal sebagai pegangan
dalam penentuan awal bulan Qamariyah.6 Kendatipun demikian,
Muhammadiyah menyatakan “Apabila ahli hisab menetapkan bahwa
(tanggal) bulan belum tampak, padahal kenyataan ada orang yang melihat
pada malam itu juga, Majlis Tarjih memutuskan bahwa rukyatlah yang
muktabar.7
Pemerintah sendiri memiliki kewenangan (kompetensi) untuk
berusaha menghilangkan perbedaan pendapat. Untuk itu Pemerintah memilih
konsep imkanurrukyat dalam penentuan awal bulan Qamariyah. Konsep ini
memadukan antara mazhab rukyat dan mazhab hisab. Aplikasi imkanurrukyat
yaitu sistem hisab digunakan untuk menghitung kemungkinan hilal (tanggal)
bulan dirukyat. Kemudian jika menurut data hisab imkanurrukyat sudah
dinyatakan mungkin untuk dirukyat, tetapi praktik di lapangan tidak dapat
dirukyat karena mendung atau gangguan cuaca, maka dasar yang digunakan
adalah istikmal.8
Selain ormas Islam besar di atas yang seringkali mengalami
perbedaan, terdapat pula umat Islam dari suku-suku tertentu di pelosok
Indonesia yang menentukan penetapan awal bulan Ramadhan dan Idul Fitri
5 Ibid.6 Wahyu Widiana, Penentuan Awal Bulan Qamariyah, h. 24.7 Ahmad Izzudin, Fiqh Hisab Rukyah, h. 82.8 Ahmad Izzudin, Fiqh Hisab Rukyah, h. 82.
15
tidak mengikuti Pemerintah, seperti aliran Alip Rebo Wage di Purbalingga,
Aliran Gowa Tallo di Sulawesi, masyarakat Desa Wakal di Maluku, dan lain
sebagainya.
Terkait dengan hal tersebut, penulis tertarik untuk melakukan
penelitian pada masyarakat Desa Wakal, Kecamatan Lei Hitu di Maluku,
karena setiap tahun di desa tersebut selalu menjalankan ibadah puasa dan
merayakan Iedul Fitri dan Iedul Adha lebih cepat dari yang ditentukan
Pemerintah. Padahal masyarakat Desa Hitu dan desa-desa di sekitarnya yang
juga merupakan bagian Kecamatan Lei Hitu, Propinsi Maluku, pada
umumnya mengikuti ketetapan Pemerintah.9
Masyarakat Desa Wakal sepenuhnya mempercayakan penetapan awal
bulan Qamariah dan hari raya Iedul Fitri kepada para tokoh-tokoh adat dan
pengurus mesjid desa tersebut. Apa dasar hukum dan bagaimana sistem juga
praktek para tokoh adat dan Bapa Raja dalam menetapkan awal bulan
Qamariyah, menjadi bahasan utama dalam penelitian ini. Adapun judul
penelitian ini adalah: “Penetapan Awal Bulan Qamariyah Perspektif
Masyarakat Desa Wakal” (Studi Kasus Desa Wakal Kecamatan Lei
Hitu, Kabupaten Maluku Tengah, Ambon).
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Banyaknya pemikiran penetapan awal bulan Qamariyah di Indonesia
membuka peluang sebagai objek penelitian. Salah satunya adalah pemikiran
9 Wawancara penulis dengan Bapa Imam Duma Supeleti, Imam Besar Mesjid Nurul Awal
Wakal.
16
yang dilakukan oleh masyarakat Desa Wakal. Untuk itu secara umum
penelitian ini terbatas pada penetapan awal bulan Qamariyah dalam perspektif
masyarakat Desa Wakal. Adapun perinciannya penulis membatasi sebagai
berikut:
a. Masyarakat Desa Wakal adalah masyarakat yang tinggal di Desa
Wakal, Kecamatan Lei Hitu, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku.
b. Penentuan awal bulan yang dimaksud dalam tulisan ini merupakan
awal bulan dalam kalender Islam atau dengan kata lain awal bulan
Qamariyah.
c. Dalam pembahasan penetapan awal bulan Qamariyah dalam tulisan
ini, penulis hanya akan memberikan fokus bahasan mengenai
penetapan awal Ramadhan, Iedul Fitri dan Iedul Adha.
2. Rumusan Masalah
Menurut teori ilmu Falak yang berlaku saat ini perbedaan yang
ditolerir adalah perbedaan satu hari dari yang ditetapkan oleh Pemerintah
dalam pelaksanaan hari raya Iedul Fitri maupun Iedul adha. Sedangkan
kenyataannya masyarakat Desa Wakal dalam merayakan Iedul Fitri dan Iedul
Adha selalu berbeda 2 bahkan sampai 4 hari dari yang ditetapkan oleh
Pemerintah.
Penetapan awal bulan Qamariyah dalam Islam sangat penting
terutama pada bulan Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah. Dimana bulan-bulan
tersebut sangat berkaitan dengan ibadah.
17
Rumusan tersebut di rinci dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:
a. Mengapa selalu terjadi perbedaan antara masyarakat Desa Wakal
dengan Pemerintah dalam menentukan awal-awal Bulan
Qamariyah khususnya bulan Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah?
b. Apa dasar hukum dan metode yang digunakan dalam penentuan
awal-awal bulan Qamariyah khususnya bulan Ramadhan, Syawal
dan Dzulhijjah oleh masyarakat Desa Wakal?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas maka tujuan yang ingin
dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah:
1. Untuk mengetahui profil masyarakat Desa Wakal.
2. Untuk mengetahui sistem yang digunakan masyarakat Desa
Wakal untuk menentukan awal bulan Qamariyah.
3. Untuk mengetahui landasan hukum yang digunakan masyarakat
Desa Wakal untuk menentukan awal bulan Qamariyah.
4. Untuk mengetahui respon masyarakat sekitar mengenai praktek
penetapan awal bulan Qamariyah perspektif masyarakat Desa
Wakal.
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Secara teoritis, sebagai sumbangsih penulis terhadap
pengembangan Ilmu Falak di Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya untuk memperkaya
khazanah kemajemukan metode penentuan awal bulan Qamariyah.
18
2. Secara praktis, memberikan informasi mengenai profil dan sejarah
masyarakat Desa Wakal khususnya yang berkaitan dengan
menentukan awal bulan Qamariyah.
D. Studi Kajian Terdahulu
Adapun fungsi dari studi review yaitu untuk menghindari dari tuduhan
duplikasi dan penjiplakan (plagiat) atau peniruan atas judul yang hampir
sama pada judul-judul skripsi sebelumnya. Dari penelusuran penulis, skripsi
yang membahas tema sejenis yaitu:
“Penentuan Awal Bulan dalam Perspektif NU dan
Muhammadiyah” skripsi yang ditulis oleh Ilmanudin pada tahun 2004. Jenis
penelitian yang digunakan adalah studi lapangan dan didukung dengan studi
perpustakaan (library research). Skripsi ini mengusung permasalahan yang
membahas perbedaan cara menentukan awal bulan menurut NU dan
Muhammadiyah yang melahirkan berbagai perselisihan antar umat Islam.
Dari penelitian tersebut, saudara Ilmanudin mengemukakan solusi berupa
penggunaan suatu teknologi yang dikuatkan oleh kebijakan Pemerintah,
kesadaran ormas tentang pentingnya menjaga keutuhan kesatuan Islam dan
kesadaran hukum masyarakat. Penelitian yang dibuat oleh Ilmanudin jelas
berbeda dengan penelitian yang penulis bahas. Perbedaan tersebut terletak
pada objek penelitian. Objek penelitian yang digunakan oleh penulis adalah
masyarakat Desa Wakal yang tinggal di Desa Wakal, Kecamatan Lei Hitu,
Kabupaten Maluku Tengah, Maluku.
19
“Penentuan Awal Bulan dalam Perspektif Al-Marzukiyah (studi
terhadap kalangan Al-Marzukiyah di Cipinang)” Skripsi yang ditulis oleh
Eka Sartika pada tahun 2006. Skripsi ini meneliti bagaimana Al-Marzukiyah
dalam menentukan awal bulan Qamariyah, landasan yang digunakan,
bagaimana prakteknya dan bagaimana pandangan Al-Marzukiyah melihat
kebijakan Pemerintah dalam menentukan awal bulan Qamariyah.
Penelitiannya menghasilkan bahwa Al-Marzukiyah adalah segolongan
masyarakat yang mengikuti pemahaman dan pemikiran KH. A. Marzuki.
Metode penelitian yang digunakan adalah survei yaitu melakukan wawancara
dengan pendekatan kualitatif. Dalam penelitian tersebut menjelaskan
penetapan awal bulan Al-Marzukiyah berdasarkan peredaran bulan dan bumi
sebenarnya yang tergolong dalam sistem hisab hakiki yang beraliran
imkanurrukyah. Landasan yang dipakai adalah al-Qur’an, hadits dan pendapat
ulama. Salah satunya didasarkan pada pendapat Ibnu Hajjar dalam kitab
Tuhfat Ibn Hajjar bahwa rukyat sangat penting dalam menentukan awal
bulan. Penelitian yang dibuat oleh Eka Sartika jelas berbeda dengan
penelitian yang penulis bahas. Perbedaan tersebut terletak salah satunya pada
objek penelitian. Objek penelitian penulis adalah masyarakat Desa Wakal.
“Problematika Penetapan Hari Raya Idul 1427 H/2006 M antara
PBNU dan PWNU Jawa Timur” Skripsi ini ditulis oleh Nur Said pada
tahun 2007. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif, yang
menekankan kualitas sesuai dengan pemahaman yang deskriptif. Penelitian
ini berupa studi empiris untuk menemukan teori-teori proses terjadinya
20
perbedaan penetapan awal bulan Syawal 1427/2006 antara PBNU dan PWNU
Jawa Timur. Penelitian tersebut fokus membahas konsep penetapan awal
bulan Syawal Idul Fitri PBNU dan PWNU Jawa Timur dan penyebab dari
perbedaan penetapan awal bulan Syawal 1427 H/2006 M Idul Fitri PBNU dan
PWNU JATIM. Penelitian yang dilakukan oleh Nur Said jelas berbeda
dengan penelitian yang penulis bahas. Perbedaan tersebut salah satunya pada
objek penelitian. Objek penelitian penulis adalah masyarakat Desa Wakal,
Kecamatan Lei Hitu, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku.
“Penentuan Awal Bulan Dalam Perspektif ABOGE (Studi
Terhadap Komunitas ABOGE di Purbalingga)” Skripsi ini ditulis oleh
Alfina Rahil Ashidiqi pada tahun 2009. Penelitian ini bersifat kualitatif dan
menyimpulkan bahwa ABOGE berasal dari singkatan Alif Rebo Wage, yang
mempunyai arti tanggal 1 Muharram tahun Alif akan jatuh pada hari Rebo
(Rabu) pasaran Wage. Praktek dari sistem yang digunakan adalah
menggabungkan konsep dari Timur Tengah dan Jawa. Kalender Hijriyah
yang mempresentasikan konsep Timur Tengah dan pasaran sebagai
interpretasi konsep asli Jawa. Dalam prakteknya hisab ABOGE tidak
mengenal kurup. Tahun kabisat dan basithah. Dengan demikian
mengakibatkan perbedaan pada penentuan hari dengan Pemerintah dan
sesama penganut hisab urfi. Penelitian ini berbeda objek penelitian dengan
penelitian yang dibuat oleh penulis yaitu masyarakat yang tinggal di Desa
Wakal.
21
E. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Skripsi ini merupakan jenis penelitian lapangan (metode field
research) yang bersifat penelitian deskriptif. Suatu penelitian yang
dimaksud untuk eksplorasi dan klarifikasi mengenai suatu fenomena atau
kenyataan sosial, dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variabel yang
berkenaan dengan masalah yang diteliti.10
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini
adalah pendekatan studi kasus. Yaitu penulis mengambil masyarakat Desa
Wakal di Maluku sebagai objek studi kasus penelitian.
2. Sumber Data
a. Data Primer
Didapatkan dari hasil wawancara kepada tokoh-tokoh adat
masyarakat Desa Wakal dan data-data atau dokumen yang berkaitan
tentang masyarakat Desa Wakal. Data tersebut dianalisis dengan cara
menguraikan dan menghubungkan dengan masalah yang dikaji.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah seluruh literatur yang berhubungan
dengan Ilmu Falak secara umum atau literatur lain yang dapat
memberikan informasi tambahan pada judul yang diangkat dalam
skripsi ini. Yaitu, buku, majalah, jurnal, artikel dan lain sebagainya.
10 Faisal Sanapiah, Format-Format Penelitian Sosial, Dasar-Dasar dan Aplikasinya,
(Jakarta: PT. Rajawali Pers, 2003), cet. Ke-6, h.20.
22
c. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara:
1) Interview atau wawancara, adalah suatu percakapan dengan
mempunyai tujuan.11Interview yang sering disebut juga
wawancara atau kuesioner lisan, adalah sebuah dialog yang
dilakukan oleh pewancara (interviewer) untuk memperoleh
informasi dari terwawancara (interviewer)12. Dalam hal ini
penulis mengadakan wawancara langsung dengan tokoh-tokoh
masyarakat Desa Wakal. Sebagai objek penelitian penulis,
sekaligus sumber data primer dalam penelitian.
2) Dokumentasi (pengumpulan data melalui studi kepustakaan),
yaitu penelitian kepustakaan dan literatur yang mempunyai
relevansi dengan judul baik tokoh-tokoh masyarakat Desa
Wakal atau dari pihak lain.
d. Analisis Data
Analisis data adalah proses pengecekan dan pengaturan secara
sistematis transkip wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan
lain yang dikumpulkan untuk meningkatkan pemahaman terhadap
bahan-bahan tersebut agar dapat dipresentasikan temuannya kepada
orang lain.13 Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan
11 Imron Arifin, Penelitian Kualitatif dalam Bidang-Bidang Ilmu Sosial dan Keagamaan,
(Malang: Kalimasahada Press,1994), cet. ke-1, h. 63.12 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta: PT.Rineka Cipta,1996),cet. X, h.
144.13 Imron Arifin, Penelitian Kualitatif dalam Bidang-Bidang Sosial dan Keagamaan, h. 72
23
menggunakan “Analisis Kualitatif” yaitu menganalisis dengan cara
menguraikan dan mendeskripsikan tentang profil masyarakat Desa
Wakal dan bagaimana cara masyarakat Desa Wakal dalam
menentukan awal bulan Qamariyah. Dan menghubungkan dengan
hasil interview dari tokoh-tokoh adat masyarakat Desa Wakal.
Sehingga didapatkan suatu kesimpulan yang obyektif logis, konsisten,
dan sistematis sesuai dengan tujuan yang dilakukan data penulis
dalam penelitian ini.
e. Pedoman Penulisan Laporan
Teknik penulisan skripsi ini berpedoman pada “Buku Pedoman
Penulisan Skripsi Tahun 2007” yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah
dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
F. Sistematika Penulisan
Untuk memperoleh gambaran secara global mengenai apa yang akan
dibahas, skripsi ini disusun dengan sistematika sebagai berikut :
BAB PERTAMA Pada bagian pendahuluan yang mencakup latar belakang
masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan
penelitian dan kegunaan penelitian, tinjauan kajian
(review) terdahulu, metode penelitian dan sistematika
penulisan.
BAB KEDUA Menjelaskan konsep objek penelitian yang bersifat
literatur. Yakni mengenai pengertian hisab rukyat, sejarah
24
dan perkembangannya hisab rukyat di Indonesia yang
mencakup aliran-aliran hisab rukyat.
BAB KETIGA Yaitu membahas tentang profil masyarakat Desa Wakal
yang menjelaskan seluk beluk dan sejarah masyarakat
Desa Wakal serta tokoh-tokoh adat masyarakat Desa
Wakal yang berperan dalam penentuan penetapan awal
bulan Qamariyah.
BAB KEEMPAT Membahas mengenai penetapan awal bulan Qamariyah
dalam perspektif masyarakat Desa Wakal. Dalam bab ini
membahas inti dari penelitian yaitu dasar hukum tokoh-
tokoh masyarakat adat Desa Wakal dalam menetapkan
awal bulan Qamariyah. Kemudian membahas mengenai
sistem dan praktek dari penetapan awal bulan Qamariyah
yang dipakai oleh masyarakat Desa Wakal, yang disertai
data-data penetapan awal bulan Qamariyah menurut
sistem masyarakat Desa Wakal, implikasi penetapan awal
bulan Qamariyah terhadap Iedul Fitri dan Iedul Adha.
BAB KELIMA Pada bab penutup ini berisi kesimpulan sebagai jawaban
atas masalah yang dirumuskan, serta saran-saran dan
harapan-harapan bagi lembaga, civitas akademika, serta
masyarakat umum.
25
BAB II
HISAB RUKYAT
A. Pengertian Hisab Rukyat
Secara bahasa, hisab berasal dari bahasa Arab yaitu حسابا - یحسب -حسب
yang mengandung arti “menghitung atau membilang”.14 Jadi hisab adalah
kiraan, perhitungan dan bilangan. Kata ini banyak disebut dalam al-Quran
untuk menjelaskan hari perhitungan (yaumul hisab), hari dimana Allah akan
memperhitungkan dan menimbang semua amal dan dosa manusia dengan adil.
Seluruh kata hisab muncul dalam al-Qur'an berjumlah 37 kali, yang
kesemuanya mengandung arti perhitungan tanpa penggunaan arti yang kabur.15
Secara istilah hisab adalah perhitungan benda-benda langit untuk
mengetahui kedudukannya pada suatu saat yang diinginkan.16 Istilah tersebut
masih umum, karena dalam prakteknya penggunaan hisab berbeda tergantung
pada tujuan penggunaannya. Apakah ditujukan pada kapan waktu sholat atau
menentukan arah kiblat ataupun awal bulan Qamariyah.
Kamus-kamus istilah menyamakan arti ilmu Hisab dengan aritmatic,
yang mempunyai pengertian suatu ilmu pengetahuan yang membahas tentang
14 Louis Ma’luf, AI-Munjid (Mesir: AI-Mathba'ah AI-Kathotlikiyah,1918), cet. XVIII h.
132.
15 Tono Saksono, Mengkompromikan Rukyat dan Hisab, (Jakarta: Amythas Publicita, 2007), h. 120.
16 Maskufa, Cara Mudah Belajar Ilmu Falak, (Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah, 2008), h. 141.
26
perhitungan dalam menentukan awal bulan Qamariyah yang didasarkan pada
peredaran bulan mengelilingi bumi.17
Dalam disiplin Ilmu Falak (astronomi), kata hisab mengandung arti
sebagai ilmu hitung posisi benda-benda langit. Posisi benda langit yang
dimaksud di sini adalah lebih khusus pada posisi matahari dan bulan dilihat
dari pengamat di bumi. Hitungan posisi ini penting dalam kaitannya dengan
syariah khususnya masalah ibadah misalnya: shalat fardu menggunakan posisi
matahari sebagai acuan waktunya, menentukan arah kiblat dengan menghitung
posisi bayangan matahari, menentukan awal bulan hijriyah dengan melihat
posisi bulan dan mengetahui kapan terjadi gerhana dengan menghitung posisi
matahari dan bulan, Ilmu Falak yang mempelajari kaidah-kaidah Ilmu Syariah
tersebut dinamakan Falak Syar'i (Ilmu Falak + Ilmu Syariah = Falak Syar’i).
Nama yang populer di Indonesia adalah Falak saja.
Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan di dunia Islam, hisab
adalah salah satu cabang ilmu pasti yang mempelajari angka dalam bentuk
penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian, dan perakaran.18
Mengenai istilah hisab, Islam juga mengaitkan ilmu menghitung lain
yang dikenal dengan nama “Ilmu Mawaris atau Faraidh”. Ilmu faraidh
termasuk dalam ilmu hisab karena adanya persamaan substansi yaitu secara
17 Departemen Agama, Almanak Hisab Rukyat, (Jakarta: Dirjen Pembinaan Kelembagaan
Agama Islam, 1990), cet. 1 h. 3. Lihat di Departemen Agama, Pedoman Perhitungan Awal Bulan Qamariyah (Jakarta: Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1995), h. 6.
18 Abdul Aziz Dahlan, ed, Ensiklopedi Islam, jilid. 4, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994), h. 117.
27
prinsip kedua ilmu tersebut menggunakan perhitungan-perhitungan dan proses
perumusan secara pasti.19
Umumnya umat Islam di Indonesia mengenal Ilmu Falak sebagai ilmu
hisab semata. Dalam konteks ini, ilmu hisab yang dimaksud adalah Ilmu Falak
yang digunakan umat Islam untuk melaksanakan praktek-praktek ibadah
dengan cara mengetahui dan mempelajari benda-benda langit tentang fisik,
gerak, ukuran dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya.20
Benda langit yang dipergunakan oleh umat Islam untuk kepentingan
hisab adalah matahari, bulan dan bumi. Itupun terbatas pada status posisinya
saja sebagai akibat oleh pergerakan benda-benda langit yang disebut
Astromekanika.21 Dalam perkembangan selanjutnya, ilmu hisab menggunakan
perhitungan modern yang mempunyai tingkat akurasi lebih tinggi dan dapat
dipertanggungjawabkan, ilmu tersebut adalah ilmu ukur bola Sperical
Trigonometri.22 Perkembangan - perkembangan tersebut hanya cenderung
mengarahkan semakin tingginya akurasi atau kecermatan produk perhitungan
19 Ilmanudin, Penentuan Awal Bulan Dalam Perspektif NU dan Muhammadiyah tudi
Komparasi, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2003), h. 11.
20 Eka Sartika, Penentuan Awal Bulan Dalam Perspektif Al-Marzukiyah “Studi Terhadap Kalangan Al-Marzukiyah”, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2006), h. 13. Diambil dari Departemen Agama, Almanak Hisab Rukyat, (Jakarta: Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Cet 1,1990). h. 14.
21 Astromekanika adalah bagian dari ilmu astronomi yang mempelajari gerak dan gaya tarik benda-benda langit dengan menggunakan cara dan teori mekanika. Lihat Departemen Agama, Almanak Hisab Rukyat, h. 375.
22 Departemen Agama, Almanak Hisab Rukyat, h. 15.
28
ilmu hisab.23 Sebagai pendukung yang lain, ilmu hisab juga menggunakan
informasi data yang dikontrol dengan observasi setiap saat.24
Sehingga dapat disimpulkan bahwa istilah hisab seringkali dikaitkan
dalam literatur Ilmu Falak yang berhubungan dengan kedudukan-kedudukan
benda-benda langit khususnya matahari, bulan dan bumi dan perubahan-
perubahannya. Dengan pesatnya pengaruh ilmu pengetahuan, hisab menjadi
lebih berkembang.
Secara bahasa, rukyat berasal dari bahasa Arab yaitu رؤیة-یرى-رأى
yang mempunyai arti melihat secara kasat mata atau dengan menggunakan
akal.25 Arti yang paling umum adalah “melihat dengan mata kepala”.26
Menurut istilah, rukyat adalah melihat hilal pada saat matahari
terbenam tanggal 29 bulan Qamariyah. Kalau hilal berhasil dirukyat maka
sejak matahari terbenam tersebut sudah dihitung bulan baru, kalau tidak maka
malam itu dan keesokan harinya masih merupakan bulan yang berjalan dengan
digenapkan (diistikmalkan) menjadi 30 hari.27
Dalam literatur fiqh, kata rukyat seringkali dipadukan dengan kata hilal
sehingga menjadi rukyatul hilal yang berarti melihat hilal (bulan baru). Rukyat
23 Lajnah Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Pedoman Rukyat dan Hisab
Nahdlatul Ulama, (Jakarta: Lajnah Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, 2006), h. 5.
24 Eka Sartika, Penentuan Awal Bulan Dalam Perspektif AI-Marzukiyah, h.13.
25 Louis Ma’luf, AI-Munjid, h. 243.
26 Farid Ruskanda, 100 Masalah Hisab dan Rukyat Telaah Syariah, Sains, dan Teknologi, (Jakarta: Gema Insani Press, 2005), h. 41.
27 Departemen Agama, Almanak Hisab Rukyat, h. 15.
29
hilal ini berkaitan erat dengan masalah ibadah terutama ibadah puasa.28
Penggunaan hilal diperuntukan menentukan hukum-hukum suatu ibadah dan
tergolong syariat para nabi sebelum Nabi Muhammad SAW.29 Muhammadiyah
memahami rukyat tidak semata-mata melihat secara fisik dengan mata kepala.
Tapi melihat dengan mata pikiran yaitu dengan ilmu pengetahuan.30
Rukyat juga dimaksudkan untuk menentukan awal bulan Ramadhan,
awal bulan Syawal dan juga awal bulan Dzulhijjah. Dua bulan yang pertama
berkaitan dengan ibadah puasa dan bulan ketiga terakhir berkaitan dengan
ibadah haji. Keberhasilan rukyat hilal sangat bergantung pada kondisi ufuk
disebelah barat tempat peninjau, posisi hilal dan kejelian mata.31
Dalam prakteknya, tidak semua orang yang telah menguasai Ilmu
Falak secara teoritis dapat mempraktekan rukyat di lapangan. Dalam
pelaksanaan rukyat dibutuhkan keterampilan dan pengalaman yang banyak.
Sehingga Departemen Agama selalu mengadakan rukyatul hilal setiap akhir
bulan Hijriyah, untuk memperkirakan ketinggian hilal yang terlihat pada tiap
bulan. Dengan demikian dapat menguji kevalidan hisab dalam menghitung
posisi benda langit secara nyata, agar penentuan hari-hari yang berkaitan
dengan ibadah tidak terjadi kesalahan.
B. Dasar Hisab dan Rukyat
28 Abdul Aziz Dahlan, ed , Ensiklopedi Islam, jilid. 4 h. 180.
29 Abu Yusuf AI-Atsary, Pilih Hisab Ru'yah, (Solo: Pustaka Darul Islam, tt), h. 32.
30 Susiknan Azhari, Hisab dan Rukyat Wacana untuk Membangun Kebersamaan di Tengah Perbedaan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007). H. 136.
31 Maskufa, Cara Mudah Belajar Ilmu Falak, h. 142.
30
Secara umum, menentukan awal bulan Qamariyah khususnya pada
bulan-bulan yang terkait dengan ibadah seperti Ramadhan, Syawal dan
Dzulhijjah, terdapat dua metode yaitu metode rukyat dan metode hisab.
Metode rukyat inilah yang pertama kali digunakan oleh umat Islam sejak
masa Nabi Muhammad SAW.32 Namun dengan berkembangnya ilmu
pengetahuan rukyat tidak hanya dilakukan dengan mata telanjang tetapi juga
dengan teleskop.33
Dasar penggunaan hisab dalam menentukan awal bulan adalah:
1. Dijelaskan di dalam QS. Yunus (10): 5 yang berbunyi:
Artinya: “Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan
bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi
perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan
perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu
32 Maskufa, Cara Mudah Belajar Ilmu Falak, h. 143.
33 Abu Yusuf Al-Atsary, Pilih Hisab Ru'yah, h. 29.
31
melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya)
kepada orang-orang yang mengetahui”.
Ayat diatas merangkum kata wa qaddarahu (وقدره ) yang artinya
dan ditetapkan-Nya dan al-hisaba (الحساب ) yang artinya perhitungan
(waktu) dijadikan dasar bahwa posisi, kedudukan dan saat hilal itu, dapat
dihitung. Karena Allah SWT menganjurkan manusia untuk mengetahui
waktu dan mendayagunakan kemampuan intelektualnya sebagai
makhluk cerdas.34
Wahbah Zuhaili, dkk. menyebutkan dalam Ensiklopedi Al-Quran
bahwa kata tempat dalam kalimat “Dan ditetapkannya perjalanan bulan
ditempat-tempatnya” berjumlan dua puluh delapan tempat. Manzilah
adalah jarak tertentu yang dapat ditempuh gerakan bulan dalam sehari
semalam, agar kalian mengetahui waktu. Dengan matahari, dapat
diketahui batasan hari, sedangkan dengan bulan dapat diketahui dengan
bilangan bulan dan tahun.35
Abu Yusuf Al-Atsary mengutip pendapat Syaikh Ibnu Taimiyyah
bahwa kata لتعلموا (supaya kamu mengetahui...) berkaitan dengan kata
وقدره (Dia menetapkan...) bukan kepada جعل (Dia menjadikan...).
Karena sifat matahari yang bersinar dan bulan yang bercahaya tidak
berpengaruh dalam mengetahui hitungan tahun dan hisab. Namun yang
34 Tono Saksono, Mengkompromikan Rukyat dan Hisab, (Jakarta: Amythas Publicita,
2007), h. 122.
35 Wahbah Zuhaili, M. Adnan Salim, M. Rusydi Zein, M. Wahbi Sulaiman, Ensiklopedi Al-Qur’an, (Jakarta: Gema Insani Press, 2007), Cet. 1, h. 208.
32
memberikan pengaruh dalam hal itu adalah perpindahan keduanya dari
satu tempat ke tempat lainnya.36
Ayat diatas menjelaskan tujuan dari penciptaan benda-benda
langit seperti matahari, bulan, dan tempat peredarannya bagi kepentingan
manusia dalam menjalankan kewajibannya khususnya yang bernilai
ibadah maupun muamalah.
2. Didalam QS. Al-Isra’ (17): 12 yang berbunyi:
Artinya: “Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua
tanda, lalu Kami hapuskan tanda malam dan Kami jadikan tanda siang
itu terang, agar kamu mencari kurnia dari Tuhanmu, dan supaya kamu
mengetahui bilangan tahun-tahun dan perhitungan. dan segala sesuatu
telah Kami terangkan dengan jelas”.
36 Abu Yusuf Al-Atsary, Pilih Hisab Rukyat, (Solo: Darul Islam, tth), h.73.
33
Allah menciptakan pergantian malam menjadi siang, siang
menjadi malam dan seterusnya bergantian sebagai tanda-tanda bagi
manusia untuk mengetahui waktu.
3. Dijelaskan juga dalam QS. Al-Baqarah (2): 185 yang berbunyi:
Artinya: “(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan
Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran
sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai
petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). karena itu,
Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan
itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan Barangsiapa sakit
34
atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya
berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang
lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki
kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan
hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan
kepadamu, supaya kamu bersyukur”.
Berdasarkan ayat diatas menjelaskan bahwa penentuan
awal Ramadhan, rukyat menurut para ahli hisab dimaknai sebagai rukyat
bil’ilmi yaitu penggunaan hisab untuk menentukan awal Ramadhan. Hal
ini diperkuat dengan hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori.
4. Dijelaskan dalam Hadits
حد ثنا یحیى بن بكیر قال حد ثنى اللیث عن عقیل عن ابن شھاب قال أخبرنى
صلى سالم بن عبد هللا بن عمر أن عمر رضي هللا عنھما قال سمعت رسول هللا
هللا علیھ وسلم یقول إذا رأیتموه فصوموا وإذا رأیتموه فأفطروا فإن غم علیكم فا
)رواه البخارى(قدروالھ
Artinya: “Bercerita kepada kami Yahya Bin Bukair, ia berkata
menceritakan kepadaku Al-laits dari uqail dari Ibn Syihab berkata Salim
bin Abdullah bin umar telah mengkhabarkan kepadaku bahwa Umar ra.
menyampaikan bahwa ia mendengar Rasulullah SAW bersabda bila
kamu melihal hilal, maka berpuasalah, dan bila kamu melihat hilal maka
35
berbukalah. Bila hilal ilu tertutup awan maka kira-kirakanlah ia”.
(Diriwayatkan oleh Bukhari).37
Pada kalimat فاقدروالھ yang artinya maka kira-kirakanlah pada
hadits diatas, ahli hisab memahaminya dengan terbukanya penggunaan
hisab dalam penentuan waktu selain rukyat.
Nash-nash yang menerangkan penggunaan rukyat sebagai dasar
dalam penetapan awal bulan Qamariyah adalah:
a. Disandarkan pada QS. Al-Baqarah (2): 89 yang berbunyi:
Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit.
Katakanlah: ‘Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi
manusia dan (bagi ibadat) haji; dan bukanlah kebajikan memasuki
rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialah
37 Abi Abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Matan al-Bukhari bi Hasyiyati as-
Sanadi, juz 1 (Beirut:Dar al-Kitab al-Islam, tt), h 325-327. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Muslim dengan jalur periwayatan yang berbeda.
36
kebajikan orang yang bertakwa. dan masuklah ke rumah-rumah itu
dari pintu-pintunya; dan bertakwalah kepada Allah agar kamu
beruntung”.
Secara jelas dan gamblang, ayat diatas mengungkapkan bulan
sabit (hilal) sebagai tanda-tanda bagi manusia untuk mengetahui
hari, bulan, tahun dan kepentingan yang bersifat ibadah.
Oleh karena itu sangat penting dalam mengetahui pergerakan
benda bulan sabit dalam penetapan awal bulan Qamariyah. Sehingga
kita diwajibkan untuk menguasai ilmu Falak.
b. Disandarkan pada Hadits yang berbunyi:
حد ثنا عبد الرحمن بن سالم الجمحى حد ثنا الربیع یعنى ابن مسلم عن
محمد وھو ابن زیاد عن ابى ھریرة رضي هللا عنھ ان النبى صلى هللا
علیھ وسلم قال صو موا لرؤیتھ وافطروا لرؤیتھ فان غمى علیكم فا
)رواه مسلم(كملوا العدد
Artinya: “Berpuasalah kamu karena melihat hilal, dan
berbukalah kamu karena melihat hilal. Bila kamu tertutup oleh
mendung maka sempurnakanlah bilangan”. (Diriwayatkan oleh
Muslim) 38
38 Imam Ibn al-Husain Muslim bin al Hajaj Ibn Muslim al-Qushairi al-Nisaburi, Al
Jami’u al al-Musama Shahih Muslim, juz 3 (Beirut: Dar Al-Jail, Dar Al-Afaq), h. 124.
37
c. Disandarkan pada Hadits yang berbunyi:
حد ثنا یحیى بن یحیى قال قرأت على مالك عن نا فع عن ابن عمر
علیھ وسلم أنھ ذكر رمضان فقال ال رض هللا عن النبى صلى هللا
تصوموا حتى تروا الھالل والتفطروا حتى تروه فإن أغمى علیكم
)رواه مسلم(فاقدروالھ
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Yahya bin
Yahya berkata saya telah membacakan kepada Malik dan Nafi’
dari Ibnu Umar semoga Allah Meridhoi keduanya SAW.,
bahwasanya Nabi SAW telah menuturkan Ramadhan maka Beliau
bersabda: ‘Janganlah kamu berpuasa sebelum kamu melihat hilal
(Ramadhan) dan janganlah kamu berbuka sebelum kamu melihai
hilal (Syawal). Jika tertutup atas kalian maka taqdirkanlah”.
(Diriwayatkan oleh Muslim) 39
Dan masih banyak hadits yang menyebutkan rukyalul hilal
sebagai cara untuk menentukan awal bulan Qamariyah pada masa
Nabi Muhammad SAW. Menurut Susiknan Azhari, jumlah hadits
yang berbicara tentang rukyat sekitar 56 hadits.40 Hal itu didukung
oleh keadaan masyarakat di Madinah yang tidak mahir untuk
berhitung dan menulis. Dan ini diperkuat dalam hadist yang
berbunyi sebagai berikut:
39 Ibn Muslim al-Qushairi al-Nisaburi, Shahih Muslim, h. 122.40 Susiknan Azhari, Hisab dan Rukyat, Wacana untuk Membangun Kebersamaan di
Tengah Perbedaan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 53.
38
إنا : علیھ وسلم قالعن إبن عمر رضى هللا عنھما عن النبى صلى هللا
أمة أمیة النكتب وال نحسب الشھر ھكذا وھكذا و ھكذا یعني تمام ثالثین
)رواه مسلم(
Artinya: “Dari Ibnu Umar ra. Dari Nabi SAW bersabda
kami adalah ummat yang buta huruf (ummi), tidak dapat menulis
dan menghitung. Satu bulan adalah seperti ini, seperti ini, seperti
ini. Ibnu Umar melipat satu jari jempol pada gerakan yang ketiga
(29 hari). Satu bulan adalah seperti ini, seperti ini dan seperti ini
yaitu genap 30 hari”. (Diriwayatkan oleh Imam Muslim).41
C. Perkembangan Hisab Rukyat Indonesia
1. Sejarah Hisab dan Rukyat di Indonesia
Selama pertengahan pertama abad kedua puluh, peringkat kajian
Islam yang paling tinggi termasuk kajian hisab rukyat hanya dapat dicapai
di Mekkah, yang kemudian diganti di Kairo. Karena di sana Islam
berkembang dan banyaknya para alim ulama dan ilmuwan. Banyak orang
yang ingin mengkaji Islam lebih dalam berbondong-bondong datang ke
sana, tidak terkecuali para alim ulama atau ilmuwan Indonesia. Pantaslah
kiranya pemikiran hisab rukyat di Jazirah Arab sangat berpengaruh dalam
pemikiran hisab rukyat di Indonesia. Seperti Muhammad Manshur al-
Batawi yang mengarang kitab Sullamun Nayyirain, ternyata secara historis
41 Muhammad Nashirudin Al-Albani, penerjemah Imror Rosadi, Mukhtashar Shahih
Muslim, jil. 1, (Jakarta: Pustaka Azzam), h. 419.
39
merupakan hasil dari rihlah ilmiyyah yang beliau lakukan selama di
Jazirah Arab. Sumber jadwal yang dipakai berasal dari Ulugh Beik, begitu
pula beberapa kitab hisab rukyat yang berkembang di Indonesia. Dan
banyak kitab di Indonesia merupakan hasil cangkokan kitab karya Ulama
Mesir yakni Al-Mathla’ul Said fi Hisaabil Kawakib ala Rasdi Jadid.42
Sebelum kedatangan agama Islam, di Indonesia telah tumbuh
perhitungan tahun menurut kalender Jawa Hindu atau tahun Saka yang
dimulai pada hari Sabtu, 14 Maret 78 M. Namun sejak tahun 1043 H/1633
M yang ketepatan 1555 tahun Saka, tahun Saka diasimilasikan dengan
Hijriyah, kalau mulanya tahun Saka berdasarkan peredaran matahari, oleh
Sultan Agung diubah menjadi tahun Hijriyah, yakni berdasarkan peredaran
bulan, sedangkan tahunnya tetap meneruskan tahun saka tersebut.43
Sehingga jelas bahwa sejak zaman berkuasanya kerajaan-kerajaan
Islam di Indonesia, umat Islam sudah terlibat dalam pemikiran hisab
rukyat, hal ini ditandai dengan adanya pengunaan kalender Hijriyah
sebagai kalender resmi.
Penanggalan Hijriyah atau penanggalan Islam digunakan di
Indonesia sebagai penanggalan resmi semenjak berkuasanya kerajaan-
kerajaan Islam. Hal ini menunjukan berkembangnya hisab dan rukyah
sebagai metode penentuan awal bulan Qamariyah di Indonesia.
42 Ahmad Izzudin, Fiqih Hisab Rukyah: Menyatukan NU & Muhammadiyah dalam
Penentuan Awal Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha, (Jakarta: Erlangga, 2007), h. 47.
43 Muhammad Wardan, Hisab ‘Urfi dan Hakiki, (Yogyakarta: Siaran, 1957), h. 12.
40
Dengan datangnya penjajahan Belanda penanggalan Masehi mulai
diterapkan dalam kegiatan-kegiatan administrasi pemerintahan dan
dijadikan sebagai penanggalan resmi. Namun umat Islam tetap
mempergunakan penanggalan Hijriyah terutama di daerah-daerah
kerajaan Islam.44 Belanda membiarkan pemakaian dan penanggalan.
Adapun pengaturannya diserahkan kepada para penguasa kerajaan-
kerajaan Islam dalam mengatur hari-hari yang berhubungan dengan
peribadatan, seperti tanggal 1 Ramadhan, 1 Syawal, dan 10 Dzulhijjah.
Sejak abad pertengahan yang didasarkan pada sistem serta tabel
matahari dan bulan yang disusun oleh astronom Sultan Ulugh Beik As-
Samarkand. Ilmu Hisab ini berkembang dan tumbuh subur terutama di
pondok-pondok pesantren di Jawa dan Sumatera. Kitab-kitab ilmu hisab
yang dikembangkan para ahli hisab di Indonesia biasanya mabda’ (epoch)
dan markaznya disesuaikan dengan tempat tinggal pengarangnya. Seperti
Nawawi Muhammad Yunus al-Kadiri dengan karya Risalatul Qamarain
dengan markaz Kediri. Walaupun ada juga yang tetap berpegang pada
kitab asal (kitab induk) seperti al-Mathla’ul Said fi Hisaabil Kawakib ala
Rasydil Jadid karya Syekh Hussain Zaid al-Misra dengan markaz Mesir.
Dan sampai sekarang khazanah (kitab-kitab) hisab di Indonesia dapat
dikatakan relatif banyak apalagi banyak pakar hisab sekarang yang
menerbitkan kitab falak dengan cara menanamkan kitab-kitab yang sudah
lama ada di masyarakat disamping adanya kecanggihan teknologi yang
44 Departemen Agama, Almanak Hisab dan Rukyat, h. 22.
41
dikembangkan oleh para pakar astronomi dalam mengolah data-data
kontemporer berkaitan dengan hisab rukyat.45
Setelah Proklamasi Kemerdekaan, maka berlakulah penanggalan
Masehi di Indonesia. Setelah terbentuknya Departemen Agama pada
tanggal 2 Januari 1946, maka diberikan tugas-tugas pengaturan hari libur,
dan termasuk juga tentang pengaturan tanggal 1 Ramadhan, 1 Syawal, dan
10 Dzulhijjah yang diberlakukan di seluruh Indonesia. Wewenang ini
tercantum dalam Penetapan Pemerintah tahun 1946 No. 2/UM.7
UM.9/UM, dan dipertegas dengan Keputusan Presiden No. 25 tahun 1967
No. 148/1968 dan No. 10 tahun 1971. Dalam prakteknya penetapan hari
libur terkadang belum seragam, sebagai dampak adanya perbedaan
pemahaman antara beberapa pemahaman yang ada dalam wacana hisab
rukyat.46
2. Penentuan Awal Bulan Qamariyah
Secara garis besar Penentuan Awal Bulan Qamariyah di Indonesia
terbagi menjadi dua yaitu rukyat dan hisab.
a. Rukyat
Rukyat adalah menentukan awal bulan dengan membuktikan
keberadan hilal sesaat setelah matahari terbenam pada tanggal 29
bulan Hijriyah. Bila hilal terhalangi oleh awan karena cuaca yang
45 Ahmad Izzudin, Fiqih Hisab Rukyah: Menyatukan NU & Muhammadiyah dalam
Penentuan Awal Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha, (Jakarta: Erlangga, 2007), h. 49.46 Departemen Agama, Almanak Hisab dan Rukyat, h.22.
42
tidak memungkinkan, maka pada bulan tersebut digenapkan menjadi
30 hari (istikmal).47
b. Hisab
Sistem hisab yang dipergunakan dalam menentukan awal
bulan Qamariyah di Indonesia terbagi menjadi dua, yaitu hisab urfi
dan hisab hakiki.
1) Hisab Urfi
Hisab Urfi adalah sistem perhitungan penanggalan
yang didasarkan kepada peredaran rata-rata bulan mengelilingi
bumi dan ditetapkan secara konvensional.48 Hisab urfi yang
berkaitan dengan Qamariyah yang terdapat di Indonesia yaitu:
a) Hisab Hijriyah (Arab)
Lama peredaran satu bulan sinodis49 selalu berubah-
ubah. Sebagai contoh dalam tahun 1978 M. Jarak ijtimak yang
terpendek ialah 29 hari 10 jam 27 menit (Ijtimak Muharam
1398 H ke Shafar) sedang jarak ijtimak yang terpanjang ialah
29 hari 15 jam 11 menit (ijtimak Sya'ban ke Ramadhan). Oleh
karena itu maka Dalam hisab urfi ini lama peredaran sinodis
bulan dirata-ratakan menjadi 29 hari 12 jam 44 menit atau
29,5306 hari. Lama satu tahun yaitu 12 x 29,5306 hari +
47 Kardiman dkk, Garis Tanggal Kalender Islam 1421, (Bogor: BAKOSURTANAL,
2001) h. 6.
48 Departemen Agama, Pedoman Perhitungan Awal Bulan Qamariyah, (Jakarta: Dirjen Pcmbinaan Kelembagaan Agama Islam, 1995), h. 7.
49 Jarak waktu dari satu ijtima’ ke ijtima’ berikutnya.
43
354,3672 hari atau 354 hari 8 jam 48 menit 36 detik atau 354
11/30 hari (dengan mengabaikan 36 detik pertahun). Untuk
menghilangkan pecahan ini maka diadakan kebulatan masa
selama 30 tahun. Jadi lama hari dalam 30 tahun yaitu 30 x 354
11/30 hari = 10631 hari.50
Hisab urfi ini mempunyai prinsip-prinsip sebagai
berikut:
Permulaan perhitungan (1 Muharam tahun 1 H) ditetapkan
pada hari Kamis tanggal 15 Juli 622 M. Ketentuan ini
menurut pendapat Jumhur Ulama ahli hisab, sebab
kedudukan hilal pada hari Rabu petang sewaktu matahari
terbenam sudah mencapai 5°57'.51
Umur bulan Qamariyah adalah 29 dan 30 hari secara
bergantian, kecuali pada bulan Dzulhijjah yang bertepatan
dengan tahun kabisat, umur bulan ditambah 1 hari menjadi
30 hari.52
Jumlah hari dalam satu tahun ditetapkan antara 354 dan 355
hari. Tahun basithah berjumlah 354 hari sedang tahun
50 Muhammad Syakur Chudlori, Perbandingan Tarikh, (Bandung: Institut Agama Islam
Negeri Sunan Gunung Djati, 1990), h. 11.
51 Muhammad Wardan, Hisab 'Urfi dan Hakiki, (Yogyakarta: Siaran, 1957), h. 11. Dalam buku Perbandingan Tarikh, Muhammad Syakur Chudlori mengutip pendapat Muhammad Ma’shum bin Ali dalam Durusul Falakiah III bahwa tanggal 1 Muharam 1 H menurut rukyat jatuh pada hari Jumat, 16 Juli 622 M.
52 Muhammad Syakur Chudlori, Perbandingan Tarikh, h. 12.
44
kabisat berjumlah 355 hari. Kelebihan satu hari dalam tahun
kabisat dimasukkan dalam bulan Dzulhijjah.
Tahun-tahun kabisat terjadi 11 kali dalam siklus 30 tahun
yaitu jatuh pada tahun ke 2,5,7,10,13,16,18,21,24,26 dan
29. Namun sebagian ulama berpendapat bahwa tahun ke 16
bukan tahun kabisat, melainkan tahun ke 15. Pendapat ini
merujuk pada rumus yang dikemas dalam syair berikut:
عن كل خل حبھ فصا نھ . كف الخلیل كفھ دیا نھ
29 26 24 21 18 15 13 10 7 5 2
Pada syair diatas tiap huruf hijaiyah yang bertitik
menunjukan tahun kabisat dan huruf yang tidak bertitik
menunjukan tahun basithah. Sebagai contoh tahun 1420 H
mempunyai bilangan 10 (1420:30= 47 daur sisa 10 tahun),
jadi tahun 1420 H adalah tahun kabisat.
Masa daur (satu siklus) pada tahun Hijriyah terdiri dari 30
tahun yang terdiri dari 11 tahun kabisat (tahun panjang),
dan 19 tahun basithah (tahun pendek).53
b) Hisab Islam ala Jawa54
Hisab ini awalnya hitungan Hindu Jawa atau Saka.
yang berdasarkan pada peredaran matahari.55 Kemudian
53 Muhammad Syakur Chudlori, Perbandingan Tarikh, h. 12.
54 Irfan Anshory, “Mengenal Kalender Hijriyah”, artikel diakses pada 15 Desember 2010 dari http:www.formasibumi.com/2010/05/ mengenal- kalender- hijriyah.html.
55 Muhammad Wardan, Hisab ‘Urfi dan Hakiki, h. 13.
45
dikenal bernama kalender Saka. Kalender ini dipakai nenek
moyang kita sewaktu masih memeluk agama Hindu. Kalender
Saka dimulai tahun 78 Masehi, ketika kota Ujiayini (Malwa di
India sekarang) direbut kaum Saka (Seythia) dibawah
pimpinan Raja Kaniska dari tangan kaum Salavahan.
Tahun baru terjadi pada saat Minasamkranti (matahari
pada rasi Pisces) awal musim semi. Nama-nama bulan adalah
(Caitra, Waisaka, Jyestha, Asadha, Srawana, Bhadrawada,
Aswina (Asuji), Kartika, Margasira, Posya, Magha, Palguna).
Agar kembali sesuai dengan matahari bulan Asadha dan
Srawana diulang secara bergilir setiap tiga tahun dengan nama
Dwitiya Asadha dan Dwitiya Srawana. Satu bulan dibagi dua
bagian: suklapaksa (paro terang, dari konjungsi sampai
purnama) dan kresnapaksa (paro gelap, dari selepas purnama
sampai menjelang konjungsi), masing-masing bagian 15 atau
14 hari (tithi). Jadi, kalender Saka tidak memiliki tanggal 16.
Misalnya, tithi pancami sulakpaksa adalah tanggal lima,
sedangkan tithi pancami kresnapaksa adalah tanggal dua
puluh. Kalender Saka dipakai di Jawa sampai awal abad ke-
17.56
Kesultanan Demak, Banten, dan Mataram
menggunakan kalender Saka dan kalender Hijriah secara
56 Muhammad Wardan, Hisab 'Urfi dan Hakiki, (Yogyakarta: Siaran, 1957), h. 13.
46
bersama-sama. Pada tahun 1633 Masehi (1555 Saka atau 1043
Hijriah), Sultan Agung Ngabdurahman Sayidin Panotogomo
Molana Matarami (1613-1645) dari Mataram menghapuskan
kalender lunisolar Saka dari Pulau Jawa, lalu menciptakan
kalender Jawa yang mengikuti kalender lunar Hijriah. Namun,
bilangan tahun 1555 tetap dilanjutkan. Jadi, 1 Muharram 1043
Hijriah adalah 1 Muharam 1555 Jawa, yang jatuh pada hari
Jum’at Legi tanggal 8 Juli 1633 Masehi. Angka tahun Jawa
selalu berselisih 512 dari angka tahun Hijriah. Keputusan
Sultan Agung ini disetujui dan diikuti oleh Sultan Abdul
Mafakhir Mahmud Abdulkadir (1596-1651) dari Banten.
Dengan demikian kalender Saka tamat riwayatnya di seluruh
Jawa, dan digantikan oleh kalender Jawa yang bercorak
Islam.57
Nama-nama bulan disesuaikan dengan lidah Jawa:
Muharam, Sapar, Rabingulawal, Rabingulakir, Jumadilawal,
Jumadilakir, Rejeb, Saban, Ramadlan, Sawal, Dulkangidah,
Dulkijah. Muharam juga disebut bulan Sura maksudnya adalah
Hari Asyura 10 Muharram. Rabi’ul-Awwal dijuluki bulan
Mulud, yaitu bulan kelahiran Nabi Muhammad SAW. Rabi'ul-
57 Muhammad Wardan, Hisab 'Urfi dan Hakiki, (Yogyakarta: Siaran, 1957), h. 14.
47
Akhir adalah Bakdamulud atau Silihmulud, artinya “sesudah
Mulud”.58
Sya’ban merupakan bulan Ruwah, waktunya
mendoakan arwah keluarga yang telah wafat. dalam rangka
menyambut bulan Pasa (puasa Ramadhan). Dzul-Qa'dah
disebut Hapit atau Sela sebab terletak di antara dua hari raya.
Dzul-Hijjah merupakan bulan Haji atau Besar (Rayagung), saat
berlangsungnya ibadah haji dan Iedul Adha.59
Nama-nama hari dalam bahasa Sansekerta (Raditya,
Soma, Anggara, Budha, Brehaspati, Sukra, Samaiscara) yang
berbau Jahiliyah (penyembahan benda-benda langit) juga
dihapuskan oleh Sultan Agung, lalu diganti dengan nama-nama
hari dalam bahasa Arab yang disesuaikan dcngan lidah Jawa:
Ahad, Senen, Seloso, Rebo, Kemis, Jumuwah, Saptu.60
Tetapi hari-hari pancawara (Pahing, Pon, Wage,
Kaliwuan, Umanis atau Legi) tetap dilestarikan, sebab hal ini
merupakan konsep asli masyarakat Jawa, bukan diambil dari
kalender Saka atau budaya India.
Dalam setiap siklus satu windu (delapan tahun).
Tanggal 1 Muharam (Sura) berturut-turut jatuh pada hari ke-1,
ke-5, ke-3, ke-7, ke-4, ke-2, ke-6 dan ke-3. Itulah sebabnya
tahun-tahun Jawa dalam satu windu dinamai berdasarkan
58 Muhammad Wardan, Hisab 'Urfi dan Hakiki, (Yogyakarta: Siaran, 1957), h. 14.59 Muhammad Wardan, Hisab 'Urfi dan Hakiki, h. 15.60 Muhammad Wardan, Hisab 'Urfi dan Hakiki, h. 15.
48
numerologi huruf Arab: Alif (1), Ha (5), Jim Awwal (3), Zai
(7), Dal (4), Ba (2), Waw (6) dan Jim Akhir (3). Sudah tentu
pengucapannya menurut lidah Jawa: Alip, Ehe, Jimawal, Je,
Dal, Be, Wawu, dan Jimakir. Tahun-tahun Ehe, Dal, dan
Jimakir ditetapkan sebagai kabisat. Jumlah hari dalam satu
windu adalah [354 x 8] + 3 = 2835 hari. Itulah sebabnya
tanggal 1 Muharam tahun Alip dalam setiap 8 tahun selalu
jatuh pada hari dan pasaran yang sama.61
Oleh karena kabisat Jawa tiga dari delapan tahun
(3/8=45/l20), sedangkan kabisat Hijriah 11 dari 30 tahun
(11/30=44/120), maka dalam setiap 15 windu (120 tahun),
yang disebut satu kurup, kalender Jawa harus maju satu hari
maupun pasarannya (pancawara), agar kembali sesuai dengan
kalender Hijriah.62
Awalnya penggabungan hisab Hindu Jawa atau Soko
dengan Hisab Hijriah yaitu pada tahun 1633 M atau tahun
1043 H dan tahun Jawa 1555. Pada waktu itu tanggal 1 Suro
tahun Alip jatuh pada hari Jumat Legi (8 Juli) dan selanjutnya
sejak waktu itu sampai permulaan tahun 1627 atau tahun 1115
H (17 Mei tahun 1703 M) kurup Jamngiah, artinya selama itu
tanggal 1 Suro tahun Alip jatuh pada hari Jumat legi (Awahgi=
Alip mulai Jumuwah Legi), Kemudian sesudah itu diadakan
61 Muhammad Wardan, Hisab 'Urfi dan Hakiki, h. 16.62 Muhammad Wardan, Hisab 'Urfi dan Hakiki, h. 16.
49
pergantian kurup menjadi Kamsiah artinya tanggal 1 Suro
tahun Alip selama 120 tahun lagi jatuh pada hari Kamis
Kliwon (Amiswon= Alip-Kemis Kliwon), berarti pengunduran
satu hari beserta pancawaranya. Kemudian setelah Kamsiah
berjalan 120 tahun, diadakan pergantian kurup lagi, yaitu
diganti menjadi kurup Arbangiah, artinya tanggal 1 Suro tahun
Alip selama 120 tahun jatuh pada hari Rabu Wage, (Aboge=
Alip-Rebo-Wage). Adapun sekarang ini kurupnya sudah
berganti menjadi kurup Tsalasiah artinya tanggal 1 Suro tahun
Alip jatuh pada hari Selasa Pon (Asopon= Alip-Seloso-Pon).63
Pergantian kurup yang terjadi pada Hisab ini
adalah sebagai berikut:
Mulai 1 Suro Alip tahun 1555 atau tahun 1043 H (8 Juli
1633) sampai permulaan tahun 1627 atau 1115 H (17 Mei
1703 M) kurupnya jamngiah legi (Angahgi).
Mulai permulaan tahun 1627 atau 1115 H (17 Mei 1703 M)
sampai permulaan tahun 1747 atau 1235 (20 Oktober 1819
M) kurupnya kamsiah kliwon (Amiswon).
Mulai permulaan tahun 1747 atau 1235 H (20 Oktober
1819 M) sampai permulaan tahun 1867 atau tahun 1355 H
(24 Maret 1936 M) kurupnya arbangiah wage (Aboge).
63 Muhammad Wardan, Hisab 'urfi dan Hakiki, h. 17.
50
Mulai permulaan tahun 1867 atau 1355 H (24 Maret 1936
M) kurupnya tsalasiah pon (Asapon).64
Dan pergantian kurup diatas terlihat bahwa ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan sebagaimana berikut:
Pergantian dari kurup jamngiah ke kurup kamsiah baru
diumumkan pada hari Kamis Kliwon tanggal 11 Desember
1749 M berarti sudah terlambat 46,5 tahun.65
Pergantian dari kurup kamsiah ke kurup arba'iah baru
diumumkan pada hari Jumat Pon tanggal 28 September
tahun 1821 M, oleh Keraton Surakarta, berarti sudah
terlambat 2 tahun, oleh Keraton Ngajogyakarto baru pada
hari Senen Kliwon tanggal 1 Suro tahun 1793 atau 1281 H
(6 Juni 1864).
Pergantian dari kurup arba’iah ke kurup tsalasiah sudah
diumumkan pada tanggal 1 Dulkangidah tahun Wawu 1865
atau 1353 H (5 Februari1933 M).66
Untuk itu hisab urfi digunakan sebatas membuat
kalender yang bersifat jangka panjang. Kalender yang
menentukan awal bulan secara taksiran agar mempermudah
pencarian data dan kepentingan kehidupan pada masa
64 Muhammad Wardan, Hisab 'urfi dan Hakiki, h. 17.65 Muhammad Wardan, Hisab 'urfi dan Hakiki, h. 17.66 Muhammad Wardan, Hisab 'urfi dan Hakiki, h. 17.
51
sekarang. Bukan kalender untuk menentukan waktu yang
berkaitan dengan ibadah.
2) Hisab Hakiki
Hisab hakiki adalah sistem hisab yang didasarkan kepada
peredaran bulan dan bumi yang sebenarnya. Menurut sistem ini
umur tiap bulan tidaklah tetap dan juga tidak beraturan, melainkan
kadang-kadang 2 bulan berturut-turut umurnya 29 hari atau 30 hari,
atau kadang-kadang pula bergantian seperti menurut perhitungan
hisab urfi.67
Nurhayati Zen mengutip pemikiran Ahmad Dahlan bahwa
hari raya akan jatuh pada tanggal 1 Syawal karena munculnya
bulan di arah barat yang berdasarkan hisab. Dengan tanpa harus
memandang hari ataupun dasar penghitungan lain, jika hari itu
menurut perhitungan pada bulan telah tiba pada tanggal 1 Syawal
maka hari raya Iedul fitri harus dirayakan.68
Dalam praktek perhitungannya, sistem ini mempergunakan
data sebenarnya dari gerakan bulan dan bumi serta mempergunakan
kaidah-kaidah ilmu ukur segitiga bola.
Terdapat beberapa aliran dalam menentukan masuknya
bulan baru dengan mempergunakan sistem hisab hakiki ini. Pada
garis besarnya ada dua golongan yaitu yang berpedoman kepada
67 Departemen Agama, Pedoman Perhitungan Awal Bulan Qamariyah, h. 8-13.68 Nurhayati Zen, “Komparasi Pemikiran KH. Ahmad Dahlan dan Hasyim Asy’ari artikel
diakses pada 23 Desember 2010 dari http//ppbi.fiba.blogspot.com/2010/03 /html.
52
ijtimak semata dan yang berpedoman kepada posisi bulan diatas
ufuk pada saat matahari terbenam.
Jika diuraikan lagi, maka akan terdapat 6 golongan, yaitu:69
a) Golongan yang berpedoman kepada ijtimak qablal ghurub
Golongan ini menetapkan, bahwa jika ijtimak terjadi
sebelum matahari terbenam, maka malam dan keesokan
harinya ditetapkan sebagai tanggal 1 bulan yang baru.
Sistem ini sama sekali tidak mempersoalkan rukyat dan
tidak memperhitungkan posisi hilal dan ufuk. Asal sebelum
matahari terbenam sudah terjadi ijtimak. Meskipun hilal masih
dibawah ufuk, maka malam hari itu berarti sudah termasuk
bulan baru.
b) Golongan yang berpedoman kepada ijtimak qablal fajri
Beberapa ahli mensinyalir bahwa timbul suatu
pendapat baru yang menghendaki permulaan bulan Qamariyah
ditentukan oleh kejadian ijtimak sebelum terbit fajar. Maka
malam itu sudah masuk awal bulan baru, walaupun pada saat
matahari terbenam pada malam itu belum terjadi ijtimak.
Nampaknya sampai saat ini di Indonesia belum ada
para ahli yang berpegang kepada ijtimak qablal fajri ini.
Mereka baru mensinyalir adanya pendapat ini yang didasarkan
69 Departemen Agama, Pedoman Perhitungan Awal Bulan Qamariyah, h. 8-13.
53
atas peristiwa-peristiwa yang sering terjadi akibat penentuan
hari raya haji yang dilakukan oleh Pemerintah Saudi Arabia.
c) Golongan yang berpedoman kepada posisi bulan diatas ufuk
hakiki
Menurut golongan ini untuk masuknya tanggal satu
bulan Qamariyah, posisi hilal harus sudah berada diatas ufuk
hakiki. Dimaksud dengan ufuk hakiki adalah bidang datar yang
melalui titik pusat bumi dan tegak lurus pada garis vertikal dari
si peninjau.
Sistem ini tidak memperhitungkan pengaruh tinggi
tempat si peninjau. Dapat disimpulkan sistem ini berpendapat
bahwa jika setelah terjadi ijtihad, maka hilal sudah wujud
diatas ufuk hakiki pada saat terbenam matahari, maka
malamnya sudah dianggap bulan baru, sebaliknya jika pada
saat terbenam matahari hilal masih berada dibawah ufuk
hakiki maka malam itu belum dianggap sebagai bulan baru.
d) Golongan yang berpedoman kepada posisi diatas ufuk hissi
Golongan ini berpendapat, jika pada pada saat matahari
terbenam setelah terjadi ijtimak, hilal sudah wujud diatas ufuk
hissi, maka malam itu sudah termasuk tanggal satu bulan baru.
Dimaksud dengan ufuk hissi adalah bidang datar yang melalui
mata si peninjau dan sejajar dengan ufuk hakiki.
54
Golongan yang berpegang pada ufuk hissi menentukan
ketinggian hilal diukur dari atas permukaan bumi, sedangkan
yang berpegang kepada ufuk hakiki mengukur ketinggian itu
dari titik pusat bumi. Dan nampaknya sistem ini kurang
populer, sehingga banyak para ahli yang mengabaikan
eksistensi sistem ini.
e) Golongan yang berpedoman kepada posisi hilal diatas ufuk
mar’i
Sistem ini pada dasarnya sama seperti sistem hisab
yang berpedoman kepada ufuk hakiki dan hissi, yaitu
memperhitungkan posisi hilal pada saat terbenam matahari
setelah terjadi ijtimak. Hanya saja sistem ini tidak cukup
sampai di sana. Setelah diperoleh nilai ketinggian hilal dari
ufuk hakiki kemudian ditambahkan koreksi-koreksi terhadap
nilai ketinggian itu.
Koreksi-koreksi tersebut adalah:
Kerendahan ufuk
Pengaruh ketinggian tempat si peninjau.
Semakin tinggi kedudukan si peninjau semakin besar
nilai kerendahan ufuk ini, akibatnya semakin rendahlah
ufuk mar’i tersebut.
Refraksi
55
Refraksi adalah perbedaan antara tinggi benda
langit menurut penglihatan dengan tinggi benda langit
menurut penglihatan dengan tinggi yang sebenarnya.
Contohnya: bila sinar cahaya secara miring menembus
lapisan udara yang mengelilingi bumi, cahaya itu
membelok ke bawah. Akibatnya semua benda langit
yang kita awasi terlihat seakan-akan berkedudukan di
langit pada tempat yang lebih tinggi dari yang
sebenarnya.70
Semidiameter (jari-jari)
Yang diperhitungkan oleh sistem ini bukanlah
titik pusat hilal, melainkan piringan atasnya. Oleh
karena itu harus diadakan penambahan senilai
semidiameter terhadap posisi titik pusat hilal.
Parallaks (beda lihat)
Yang diperhitungkan dalam sistem ini adalah
tinggi hilal dari mata si peninjau. Sedang menurut
astronomi dari titik pusat bumi, maka ada perbedaan
tinggi hilal jika dilihat dari mata si peninjau dan dari
titik pusat bumi. Perbedaan ini dikenal dengan istilah
“parallaks” (beda lihat).
70 Sa’adoeddin Djambek, Hisab Awal Bulan, (Jakarta: Tirtamas, 1976), h. 18.
56
f) Golongan yang berpedoman kepada posisi hilal yang mungkin
dapat dirukyat (imkamur rukyat).
Golongan ini mengemukakan bahwa pada saat matahari
terbenam setelah terjadi ijtimak hilal harus mempunyai posisi
sedemikian rupa sehingga memungkinkan untuk dapat dilihat.
Para ahli yang termasuk golongan ini tidak sependapat tentang
berapa ukuran ketinggian hilal yang mungkin dapat dilakukan
rukyat bilfi’li. Ada yang mengatakan 8°, 7°, 6°, 5°, dan lain
sebagainya.
Dari kedua macam sistem hisab diatas, hisab hakiki dianggap lebih
sesuai dengan syara’. Karena dalam prakteknya, hisab hakiki
memperhitungkan kapan hilal akan muncul atau wujud. Hal itu sesuai
dengan hilal sebagai dasar pergantian bulan. Dengan demikian sistem hisab
hakiki adalah sistem yang dipergunakan oleh umat Islam untuk menentukan
awal bulan yang berkaitan dengan pelaksanaan ibadah. Pada
perkembangannya yang terakhir di Indonesia, aliran-aliran hisab rukyat
terbagi menjadi empat aliran yaitu:
1) Rukyatul Hilal
Rukyatul Hilal adalah kriteria penentuan awal bulan Hijriyah
dengan merukyat (mengamati) hilal secara langsung. Apabila hilal
57
(bulan sabit) tidak terlihat (atau gagal terlihat), maka bulan (kalender)
berjalan digenapkan (istikmal) menjadi 30 hari.71
2) Hisab Hakiki Wujudul Hilal
Hisab Hakiki Wujudul Hilal adalah kriteria penentuan awal
bulan (kalender) Hijriyah dengan menggunakan dua prinsip: ijtimak
(konjungsi) telah terjadi sebelum matahari terbenam (ijtima’ qablal
ghurub), dan Bulan terbenam setelah matahari terbenam (moonset after
sunset); maka pada petang hari tersebut dinyatakan sebagai awal
bulan (kalender) Hijriyah, tanpa melihat berapapun sudut ketinggian
(altitude) bulan saat matahari terbenam.72
3) Imkanur Rukyat
Imkanur Rukyat adalah kriteria penentuan awal bulan (kalender)
Hijriyah yang ditetapkan berdasarkan Musyawarah Menteri-menteri
Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura
(MABIMS), dan dipakai secara resmi untuk penentuan awal bulan
Hijriyah pada Kalender Resmi Pemerintah, dengan prinsip awal bulan
(kalender) Hijriyah terjadi jika:
a) Pada saat matahari terbenam, ketinggian (altitude) Bulan di atas
cakrawala minimum 2°, dan sudut elongasi (jarak lengkung) Bulan-
Matahari minimum 3°, atau
71 Wikipedia ensiklopedia bebas, artikel diakses pada 23 Desember 2010 dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Hisabdan_rukyat/Imkanur_Rukyat_MABIMS.72 Wikipedia ensiklopedia bebas, artikel diakses pada 23 Desember 2010 dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Hisabdan_rukyat/Imkanur_Rukyat_MABIMS.
58
b) Pada saat bulan terbenam, usia Bulan minimum 8 jam, dihitung
sejak ijtimak.73
4) Kesatuan Wilayah Hukum
Menurut konsep ini, kriteria penentuan awal bulan (kalender)
Hijriyah yang menganut prinsip bahwa jika satu penduduk negeri melihat
hilal, maka penduduk seluruh negeri berpuasa (dalam arti luas telah
memasuki bulan Hijriyah yang baru) meski yang lain mungkin belum
melihatnya.
Sebagaimana telah disebutkan, bahwa Pemerintah secara resmi
menetapkan awal bulan Qamariyah dengan mempergunakan kriteria
Imkanur rukyat. Kriteria ini diharapkan menyatukan perbedaan kriteria
dalam menentukan awal bulan Qamariyah antar ormas ataupun kelompok
ahli hisab ataupun rukyat di Indonesia. Namun usaha penyatuan kriteria
penentuan awal bulan Qamariyah nampaknya belum terwujud. Sebab tidak
semua ormas dan kelompok ahli hisab ataupun rukyat menerima Imkaanur
Rukyat sebagai kriteria yang dipakai untuk menentukan awal bulan
Qamariyah.74
73 Mutoha,“Hilal Ramadhan”, artikel diakses pada 23 Desember 2010 dari
http://mutoha.BIogspot com/2006/10/hilal-ramadhan.html.74 Departemen Agama, Pedoman Perhitungan Awal Bulan Qamariyah, h. 8-13.
59
BAB III
PROFIL DAN SETTING LOKASI DESA WAKAL
A. Sejarah Singkat Desa Wakal
Kerajaan Tanah Hitu terletak di Pulau Ambon, tepatnya di Kecamatan
Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku, Indonesia. Dinamakan
Kerajaan Tanah Hitu karena letaknya berada di daerah Leihitu. Pada saat
kerajaan tersebut masih eksis, daerahnya bernama Tanah Hitu. Kini, nama
Tanah Hitu sudah tidak ada lagi, yang ada adalah Kecamatan Leihitu yang
kadang biasa disebut dengan Jazirah Leihitu. Di Kecamatan Leihitu terdapat
banyak desa, di antaranya adalah Hitu Lama, Hila, Wakal, Mamala, Morela,
Seith, dan sebagainya. Secara geografis, Pulau Ambon terdiri dari dua wilayah
(jazirah), yaitu Jazirah Leihitu (kadang disebut Lei Hitu) yang mayoritas
penduduknya beragama Islam, sedangkan di bagian selatan disebut Jazirah Lei
Timur yang mayoritas penduduknya beragama Kristen. Secara administratif
pemerintahan Provinsi Maluku, Leihitu masuk dalam Kabupaten Maluku
Tengah, sedangkan Lei Timur masuk ke dalam Kota Ambon.75
Kerajaan ini berdiri sebelum era kolonialisme di Indonesia. Berdirinya
kerajaan ini tidak terlepas dari keberadaan Empat Perdana. Mereka adalah
empat kelompok yang pertama kali menginjakkan kakinya di Tanah Hitu.
Empat Perdana bukan berarti empat orang Perdana, tapi merujuk pada
periodisasi kedatangan para perdana ke Maluku. Sehingga, sebutan empat
75 Kerajaan Tanah Hitu, artikel diakses pada tanggal 28 Januari 2011dari
http://ariee.wordpress.com/2007/12/11/kerajaan-tanah-hitu/
60
tidak menunjuk pada jumlah empat orang, tapi lebih diartikan pada empat
kelompok yang datang pada setiap periode. Empat Perdana juga dikenal
sebagai penyebar ajaran Islam pertama kali di Maluku.76
Empat Perdana tersebut merupakan bangsa Alifuru. Secara historis,
bangsa Alifuru adalah sub ras Melanesia yang pertama kali mendiami Pulau
Seram dan pulau-pulau lainnya di Maluku. Secara etimologis, kata “Alifuru”
artinya adalah “orang yang pertama kali datang”.
Kedatangan Empat Perdana ke Hitu dilakukan secara bertahap
(periodik). Perdana yang datang awal kali ke Tanah Hitu adalah Pattisilang
Binaur. Ia datang dari Gunung Binaya (Seram Barat) ke Nunusaku, yang
kemudian dilajutkan ke Tanah Hitu. Ketika pertama kali singgah di Tanah
Hitu, kelompok ini mendiami Bukit Paunusa. Ia kemudian mendirikan sebuah
negeri bernama Soupele dengan marga Tomu Totohatu. Dengan marga ini,
Pattisilang Binaur kadang juga disebut dengan nama Perdana Totohatu atau
Perdana Jaman Jadi.77
Setelah Pattisilang, perdana pada periode kedua datang secara
berkelompok, yaitu Kiyai Daud dan Kiyai Turi, yang disebut juga Pattikuwa
dan Pattituri, dengan saudara Perempuannya bernama Nyai Mas. Konon,
mereka merupakan anak dari Muhammad Taha Bin Baina Mala bin Baina
Urati Bin Saidina Zainal Abidin Baina Yasirullah Bin Muhammad An Naqib,
yang nasabnya berujung pada Ali bin Abi Thalib dan Fatimah binti Rasulullah
76 Kerajaan Tanah Hitu, artikel diakses pada tanggal 28 Januari 2011dari
http://ariee.wordpress.com/2007/12/11/kerajaan-tanah-hitu/77 Kerajaan Tanah Hitu, artikel diakses pada tanggal 28 Januari 2011dari
http://ariee.wordpress.com/2007/12/11/kerajaan-tanah-hitu/
61
SAW. Ibu mereka merupakan keturunan dari keluarga Raja Mataram Islam
yang tinggal di Kerajaan Tuban. Sejak kecil Pattikawa, Pattituri, dan Nyai
Mas dibesarkan dalam lingkungan keluarga ibunya. Kedatangan mereka ke
Tanah Hitu bermaksud mencari tempat tinggal leluhur ayahnya. Ayah mereka
datang ke Tanah Hitu pada abad ke-X dengan nama Saidina Zainal Abidin
Baina Yasirullah. Disebut Yasirullah karena ia melakukan perjalanan secara
rahasia untuk mencarikan tempat tinggal untuk anak cucunya kelak di
kemudian hari. Maka, dengan kehendak Allah SWT ia singgah di suatu tempat
yang kini bernama Negeri Hitu, tepatnya di Haita Huseka‘a (Labuhan
Huseka‘a). Rombongan kelompok Perdana Pattikawa datang ke tempat
tersebut pada tahun 1440 M. Mereka akhirnya dapat menemukan kuburan
ayahnya yang berada di atas batu karang, bernama Hatu Kursi atau Batu
Kadera, yang jaraknya kira-kira 1 KM dari Negeri Hitu.78
Sejarah kedatangan Perdana Pattikuwa ke Tanah Hitu menyebabkan
dirinya juga disebut dengan istilah Perdana Tanah Hitu atau Perdana Awal.
Arti dari istilah tersebut menunjukkan bahwa ia merupakan orang pertama
yang mendirikan negeri Wapaliti di pesisir pantai, Muara Sungai Wai Paliti,
inilah yang menjadi cikal bakal desa Wakal dengan Pattikuwa sebagai raja
pertamanya 79
Desa Waipaliti kemudian berganti nama menjadi Desa Awal,
penyebabnya adalah karena masyarakat Wakal mengklaim bahwa mereka
78 Kerajaan Tanah Hitu, artikel diakses pada tanggal 28 Januari 2011dari
http://ariee.wordpress.com/2007/12/11/kerajaan-tanah-hitu/79 Kerajaan Tanah Hitu, artikel diakses pada tanggal 28 Januari 2011dari
http://ariee.wordpress.com/2007/12/11/kerajaan-tanah-hitu/
62
adalah masyarakat yang pertama masuk Islam di Maluku. Dampaknya adalah
dalam hal ibadah seperti puasa bulan Ramadhan, Iedul Fitri dan Iedul Adha
masyarakat Desa Wakal selalu lebih “Awal” (cepat) dari masyarakat sekitar.
Perdana yang datang pada periode ketiga bernama Jamilu, yang datang
dari Kerajaan Jailolo. Jamilu datang ke Tanah Hitu pada tahun 1465 M. Ia
mendirikan negeri bernama Laten. Nama negeri tersebut menjadi nama
marganya, yaitu Lating. Jamilu disebut juga Perdana Jamilu atau Perdana
Nustapi dengan gelar Kapitan Hitu I. Nama Nustapi memiliki arti sebagai
seorang pendamai karena ia pernah mendamaikan permusuhan antara Perdana
Tanah Hitu (Pattikawa) dengan Perdana Totohatu.80
Kelompok pendatang terakhir adalah Kie Patti dari Gorom (Pulau
Seram bagian Timur). Ia datang ke Tanah Hitu pada tahun 1468. Ia
mendirikan negeri bernama Olong. Nama negeri tersebut juga sekaligus
menjadi nama marganya. Kie Patti disebut juga Perdana Pattituban, karena ia
pernah diutus ke Tuban untuk memahami sistem pemerintahan di daerah itu
yang nantiya akan dijadikan dasar pemerintahan di Kerajaan Tanah Hitu.81
B. Letak Geografis Desa Wakal
1. Jarak dan Cakupan Wilayah
Jarak Desa Wakal dari instansi-instansi pemerintahan diatasnya :82
a. Kecamatan Leihitu : 7 Km.
80 Kerajaan Tanah Hitu, artikel diakses pada tanggal 28 Januari 2011dari
http://ariee.wordpress.com/2007/12/11/kerajaan-tanah-hitu/
81 Kerajaan Tanah Hitu, artikel diakses pada tanggal 28 Januari 2011dari http://ariee.wordpress.com/2007/12/11/kerajaan-tanah-hitu/
82 Data Profil Desa Wakal tahun 2009 diambil dari kantor pemerintahan Desa Wakal .
63
b. Ibukota Kabupaten Maluku Tengah : 250 Km.
c. Ibu kota Propinsi Ambon : 32 Km.
Cakupan wilayahnya meliputi 9 Dusun Dalam pelaksanaan tugas
pemerintahan Desa Wakal dibantu oleh 9 Kepala Dusun:83
a. Dusun Kampung Baru
b. Dusun Ganemo
c. Dusun Delima
d. Dusun Jambu Manis
e. Dusun Wahatu
f. Dusun Lula
g. Dusun Oli Lama
h. Dusun Waipool
i. Dusun Waringin
2. Luas Wilayah
Luas wilayah Desa Wakal adalah sebesar 853 ha/m² meliputi:84
a. Luas Pemukiman : 40 ha/m²
b. Luas Perkebunan : 800 ha/m²
c. Luas Prasarana Umum : 4 ha/m²
d. Luas Perkantoran : 2 ha/m²
e. Luas Taman : 1 ha/m²
f. Luas Kuburan : 3 ha/m²
83 Data Profil Desa Wakal tahun 2009 diambil dari kantor pemerintahan Desa Wakal .84 Data Profil Desa Wakal tahun 2009 diambil dari kantor pemerintahan Desa Wakal .
64
3. Batas Wilayah
Desa Wakal mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut:85
Sebelah Utara : Laut
Sebelah Selatan : Desa Rumah Tiga
Sebelah Timur : Desa Hitu Mesing
Sebelah Barat : Desa Hila
C. STRUKTUR PENDUDUK
Jumlah Penduduk Desa Wakal hingga November 2009 tercatat
sebanyak 3.288 jiwa, dengan jumlah Kepala Keluarga sebanyak 706 jiwa.
Berikut ini adalah keadaan penduduk Desa Wakal berdasarkan beberapa
klasifikasi tertentu, yaitu :86
1. Klasifikasi Penduduk Menurut Jenis Kelamin
No. Jenis Kelamin Jumlah1. Laki – laki 1.662 jiwa2. Perempuan 1.626 jiwa
Total Penduduk November 2008 3.288 jiwaTabel 3.1
2. Klasifikasi Penduduk Menurut Mata Pencaharian
No. Mata Pencaharian Jumlah1. Petani 502 jiwa2. Pegawai Negeri Sipil (PNS) 130 jiwa3. Wiraswasta 119 jiwa4. Pengemudi 69 jiwa5. Nelayan 21 jiwa6. TNI dan POLRI 16 jiwa
Total 857 jiwaTabel 3.2
85 Data Profil Desa Wakal tahun 2009 diambil dari kantor pemerintahan Desa Wakal .86 Data Profil Desa Wakal tahun 2009 diambil dari kantor pemerintahan Desa Wakal .
65
3. Klasifikasi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
No. Tingkat Pendidikan Jumlah1. Tamat SD/Sederajat 792 jiwa2. Tamat SMP/Sederajat 553 jiwa3. Tamat SMA/Sederajat 712 jiwa4. Tamat D2/Sederajat 63 jiwa5. Tamat D3/Sederajat 50 jiwa6. Tamat S1/Sederajat 58 jiwa7. Tamat S2/Sederajat 3 jiwa
Total 2.231 jiwaTabel 3.3
D. Tokoh-Tokoh Adat Masyarakat Desa Wakal
Dalam pemerintahan desa Wakal pemegang puncak kekuasaan adalah
Bapa Raja baik dalam struktur pemerintahan adat maupun pemerintahan desa
atau negeri. Bapa Raja dipilih oleh masyarakat setelah disetujui oleh tokoh-
tokoh adat masyarakat Desa Wakal.
Dibawah ini adalah silsilah Raja Wakal dari pertama kali desa Wakal
terbentuk:87
1. Raja Pattikuwa dari Rumah (Marga) Waipaliti/Supeleti
2. Raja Halakanea dari Rumah Supeleti
3. Raja Reyhata dari Rumah Supeleti
4. Raja Sedek dari Rumah Pattah
5. Raja Pati Haji dari Rumah Pattah
6. Raja Bangsa Pati dari Rumah Supeleti
7. Raja Ahaja dari Rumah Suneth
8. Raja Ali dari Rumah Suneth
87 Wawancara pribadi dengan H. Duma Supeleti, Imam Besar Mesjid Nurul Awal Wakal,
Wakal 6 Agustus 2010.
66
9. Raja Sayhan dari Rumah Suneth
10. Raja Abdullah dari Rumah Suneth
11. Raja Said dari Rumah Suneth
12. Raja Said dari Rumah Mahu
13. Raja Sayhan dari Rumah Suneth (sampai sekarang…)
Dalam pemerintahan adat selain Bapa Raja sebagai pemegang
kekuasaan tertinggi adalah Imam Mesjid Nurul Awal Wakal yang sering
disebut Bapa Imam atau Tupey. Untuk saat ini pemegang jabatan Bapa Imam
yaitu H. Duma Supeleti yang bertugas untuk memimpin ibadah dan upacara
adat di desa Wakal. Pemilihan Bapa Imam biasanya turun temurun sehingga
sulit untuk orang yang tidak mempunyai nasab dengan Bapa Imam
sebelumnya untuk menjadi Bapa Imam.88
Dalam menjalankan tugasnya Bapa Imam dibantu oleh empat orang
Bapa Khotib yang biasa dipanggil dengan Bapa Tib. Bapa Tib bertugas
sebagai orang yang menyampaikan khotbah saat sholat Jum’at dan sekaligus
sebagai pengurus Mesjid Nurul Awal Wakal. Untuk saat ini jabatan Bapa Tib
dipegang oleh Bapa Tib Ahmad Lewaru, Bapa Tib Dudi Nakul, Bapa Tib
Karim pattah dan Bapa Tib Ali Mahu.89
E. Hubungan Antara Tokoh Adat dengan Pemerintah Desa
Dalam pemerintahan adat Bapa Raja akan memberikan perintah
kepada Tupey yaitu Bapa Imam yang kedudukanya di mesjid. Selanjutnya
88 Wawancara pribadi dengan H. Duma Supeleti, Imam Besar Mesjid Nurul Awal Wakal,
Wakal 6 Agustus 2010.89 Wawancara pribadi dengan H. Duma Supeleti, Imam Besar Mesjid Nurul Awal Wakal,
Wakal 6 Agustus 2010.
67
dari Bapa Imam akan disampaikan ke para soa dan dilanjutkan ke
masyarakat Wakal.
Dalam pemerintahan adat desa Wakal kepala atau ketua adat adalah
Bapa Imam yang kedudukannya di mesjid. Dalam hal pemilihan ketua adat
masih bersifat turun temurun memiliki nasab atau keturunan dari Bapa Imam
sebelumnya.90
Dibawah adalah skema struktur pemerintahan adat desa wakal:
Pemerintahan Adat
Bapa Raja
Tupey (Imam kedudukan di mesjid)
Lahutun-Taneaman-Picasou (wakil raja)
Masyarakat
Sedangkan untuk pemerintahan negeri Bapa Raja akan memberi
perintah kepada para soa. Soa adalah wakil raja yang sejatinya merupakan
perwakilan atau ketua dari masing-masing kelompok tersebut dalam
90 Wawancara pribadi dengan H. Duma Supeleti, Imam Besar Mesjid Nurul Awal Wakal,
Wakal 6 Agustus 2010.
68
pemerintahan adat. Tugas mereka adalah menyampaikan titah atau perintah
raja kepada masing-masing masyarakat kelompoknya.91
Desa Wakal terdiri dari 3 soa, yaitu:92
a. Soa Henel
Soa atau wakil raja dari masyarakat Henel di pimpin oleh kepala
soa Taneaman.
b. Soa Asel
Soa atau wakil raja dari masyarakat Asel dipimpin oleh kepala soa
Lahutun.
c. Soa Ukutelu
Soa Ukutelu atau wakil raja dari masyarakat Ukutelu di pimpin
oleh Kepala soanya yang bernama Picasou.
Dibawah ini merupakan skema dari struktur pemerintahan negeri:93
Pemerintahan Negeri
Bapa Raja
Lahutun-Taneaman-Picasou (wakil raja)
Masyarakat
91 Wawancara pribadi dengan H. Duma Supeleti, Imam Besar Mesjid Nurul Awal Wakal,
Wakal 6 Agustus 2010.92 Wawancara pribadi dengan H. Duma Supeleti, Imam Besar Mesjid Nurul Awal Wakal,
Wakal 6 Agustus 2010.93 Wawancara pribadi dengan H. Duma Supeleti, Imam Besar Mesjid Nurul Awal Wakal,
Wakal 6 Agustus 2010.
69
Dari dua skema diatas dapat dilihat perbedaan struktur dari
pemerintahan adat dan pemerintahan negeri.
70
BAB IV
PENETAPAN AWAL BULAN QAMARIYAH MENURUT
PERSPEKTIF MASYARAKAT DESA WAKAL
A. Dasar Pijakan Penetapan Awal Bulan Qamariyah
Tokoh adat masyarakat desa Wakal dalam menentukan awal bulan
Qamariyah berdasarkan pada QS. Yunus (10) ayat 5:
Artinya: “Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang Mengetahui”
Tokoh adat masyarakat desa Wakal memahami kalimat “Lita’lamuu
‘adada siniina wal hisaaba” mengandung perintah untuk mengetahui
bilangan tahun dan waktu dengan menggunakan sistem hisab. Sistem hisab
yang dimaksud adalah hisab sebagai satu-satunya metode untuk menentukan
awal bulan Qamariyah.94
Dari kerangka pemahaman di atas, tokoh adat desa Wakal memahami
perhitungan hisab Wakal sebagai interpretasi dari surat Yunus ayat 5.
Kerangka pemahaman tersebut lahir dari pendapat bahwa perhitungan waktu
94 Wawancara pribadi dengan H. Duma Supeleti, Imam Besar Mesjid Nurul Awal Wakal, Wakal 6 Agustus 2010.
71
bersifat pasti dan dapat diprediksi sebelumnya, karena perhitungan yang
berubah tidak menunjukkan kevalidan metode penghitungan waktu.
Sedangkan sistem rukyat sangat tergantung pada hilal yang terlihat pada
tanggal 29 bulan Hijriah. Sehingga tokoh adat masyarakat desa Wakal tidak
mengakomodir rukyat sebagai bagian dari sistem penentuan awal bulan
Qamariyah yang digunakan. Karena rukyat tidaklah pasti, tergantung pada
terlihatnya hilal.
B. Sistem Penetapan Awal Bulan Qamariyah
Tokoh adat masyarakat desa Wakal menggunakan sistem hisab Wakal
yang menggunakan almanak dalam penetapan awal bulan Qamariyah.
Almanak yang digunakan masyarakat Wakal tidak ada rujukan atau kitab
yang menjelaskan dan mengatur secara jelas tentang penggunaan almanak
tersebut. Cara penggunaan almanak ini hanya dijelaskan secara lisan.95
Dan almanak tersebut tidak boleh dibicarakan atau diajarkan kepada
orang awam selain Bapa Imam dan penerusnya karena merupakan hal yang
tabu sesuai kepercayaan mereka.
95 Wawancara pribadi dengan H. Duma Supeleti, Imam Besar Mesjid Nurul Awal Wakal,
Wakal 6 Agustus 2010
72
Masyarakat desa Wakal menggunakan almanak di atas sepanjang
masa. Almanak ini menyajikan hari dan tanggal satu tiap bulan Qamariyah
selama delapan tahun atau satu windu. Untuk melihat hari dan tanggal
lainnya, diurutkan dari tanggal 1 bulan Qamariyah tersebut. Setelah delapan
tahun (satu siklus usai), penghitungan akan kembali lagi pada tahun pertama
yaitu tahun Alif dan begitu seterusnya.96
96 Wawancara pribadi dengan H. Duma Supeleti, Imam Besar Mesjid Nurul Awal Wakal,
Wakal 6 Agustus 2010.
73
Untuk mempergunakan tabel almanak, perhatikan langkah-langkah
dibawah ini:97
1. Mencari letak kotak tahun-tahun hisab Wakal pada tabel satu yang berisi
nama-nama tahun Jawa berbentuk huruf-huruf hijaiyyah yang berjumlah 8
yaitu Alip, Ha, Jim Awal, Za, Dal, Ba, Wawu dan Jim akhir.
2. Mencari letak kotak nama-nama bulan Hijriyah. Dalam bulan-bulan
tersebut berjumlah 12 yaitu Muharram, Safar, Rabiul Awal, Rabiul Akhir,
Jumadil Awal, Jumadil Akhir, Rajab, Sya’ban, Ramadhan, Syawal,
Dzulqa’idah dan Dzulhijjah.
3. Mencari kotak yang menghubungkan nama tahun dan bulan Hijriyah.
Dengan cara mengurutkan ke bawah dari tahun yang dicari sampai sejajar
dengan nama bulan yang dicari, bila kotak tersebut menghubungkan nama
tahun dan bulan Hijriyah, maka sudah ditemukan hari dan tanggal 1 bulan
dari tahun yang dicari.
Misalnya, untuk menentukan pada hari apa jatuh tanggal 1 Rabiul
Awwal tahun Zai? Maka, carilah kolom tahun yang diatas tertulis huruf Za (
dan berikan tanda pada kotak tersebut. Lalu, mencari bulan Rabiul Awwal (ز
yang tertulis pada urutan kotak bulan Hijriyah, begitupula berikan tanda pada
kotak tersebut. Setelah itu urutkan dari kotak tahun Zai ke bawah, sampai
sejajar dengan kotak yang bertuliskan Rabiul Awwal. Bila sudah menemukan
kotak yang menghubungkan keduanya, maka kotak yang menunjukkan
tanggal 1 Rabiul Awwal tahun Za telah ditemukan dan jatuh pada hari Ahad.
97 Wawancara pribadi dengan H. Duma Supeleti, Imam Besar Mesjid Nurul Awal Wakal,
Wakal 6 Agustus 2010
74
Tabel dibawah ini mengilustrasikan contoh penemuan tanggal 1 Rabiul
Awwal tahun Za.98
Tabel 4.2
Penentuan Tanggal 1 Rabiul Awwal Tahun Za pada Kalender Hisab
Wakal
◦◦◦◦◦◦◦
ز
ةجمع
سبت
احد باءار جمعت اثنین الولاربیع
Dalam prakteknya penetapan Awal Bulan Qamariyah akan diadakan di
Mesjid Nurul Awal Wakal yang dipimpin oleh Bapa Imam dan dihadiri oleh
tokoh-tokoh adat masyarakat Desa Wakal, kesepakatan yang diambil dalam
rapat tersebut akan diumumkan kepada masyarakat Desa Wakal oleh para Soa
yang merupakan wakil dari Bapa Raja Desa wakal.
Perhitungan hisab Wakal merupakan Kategori hisab urfi’ statis yang
tidak mengindahkan pergerakan benda-benda langit.
Perhitungan hisab Wakal tergolong ilmu cerita yang tidak boleh
dicatat dan merupakan hal yang tabu untuk diceritakan karena merupakan
ilmu keramat.
C. Data-Data Penetapan Awal Bulan Qamariyah Sistem Hisab Wakal
98 Wawancara pribadi dengan H. Duma Supeleti, Imam Besar Mesjid Nurul Awal Wakal,
Wakal 6 Agustus 2010
75
Disini penulis akan menyajikan data-data hasil penetapan sistem hisab
Wakal dan prediksinya, yang disandingkan dengan keputusan Pemerintah
dalam penentuan tanggal 1 Muharram, 1 Ramadhan, 1 Syawal dan 10
Dzulhijjah dari tahun 2005 M/1426 H sampai dengan tahun 2011 M/1432
H.99
Pada tahun 2005 ditemukan data bahwa Pemerintah menetapkan
tanggal 1 Muharram pada hari Jumat tanggal 11 Februari 2005. Sedangkan
masyarakat Desa Wakal menetapkan tanggal 1 Muharram lebih awal 4 hari
pada hari Senin tanggal 7 Februari 2005. Kemudian pada bulan Ramadhan,
keputusan Pemerintah menetapkan 1 Ramadhan pada hari Senin tanggal 3
Oktober 2005. Sedangkan masyarakat Desa Wakal memulai ibadah puasa
lebih cepat 2 hari dari Pemerintah pada hari Sabtu tanggal 1 Oktober 2005.
Dengan demikian, Pemerintah menetapkan 1 Syawal pada hari Kamis tanggal
3 November 2005. Adapun masyarakat desa Wakal menetapkan hari Senin
tanggal 31 Oktober 2005 sebagai tanggal 1 Syawal 1426 H lebih awal 4 hari
dari Pemerintah. Selanjutnya, penetapan tanggal 10 Dzulhijjah 1426 H yang
dilakukan oleh Pemerintah jatuh pada hari Kamis 11 Januari 2005. Berbeda
dengan masyarakat desa Wakal yang menetapkan 10 Dzulhijjah 1426 H lebih
awal 4 hari yaitu pada hari Minggu tanggal 7 Januari 2005.100
Maka dapat disimpulkan dari data tesebut, bahwa penetapan tanggal 1
Muharram, 1 Ramadhan, 1 Syawwal, dan 10 Dzulhijjah tahun 1426 H versi
99 Data hari-hari besar Desa Wakal didapat dari wawancara dengan Bapa Imam Duma
Supeleti dan penelusuran penulis terhadap tokoh-tokoh adat masyarakat Desa Wakal.100Artikel diakses pada tanggal 23 Maret 2011
http://www.tempointeraktif.com/hg/nasiona l/2004/ 11/08/brk,20041108-11,id.html
76
hisab Wakal dengan versi Pemerintah selalu berbeda ada yang 2 hari bahkan
ada yang sampai 4 hari. Sebagaimana tersajikan pada tabel dibawah ini.
Tabel 4.3 Hari Besar Islam Tahun 2005 M/1426 H/ Tahun Dal
No. Tanggal Hisab Wakal Pemerintah
1. 1 Muharram Senin, 7 Februari
2005
Jumat, 11 Februari 2005
2. 1 Ramadhan Sabtu, 1 Oktober
2005
Senin, 3 Oktober 2005
3. 1 Syawal Senin, 31 Oktober
2005
Kamis, 3 November 2005
4. 10 Dzulhijjah Minggu, 7 Januari
2005
Kamis, 11 Januari 2006
Dari data-data tersebut, penentuan tanggal 1 Muharram, 1 Ramadhan,
1 Syawal, dan 10 Dzulhijjah tahun 1426 H masyarakat desa Wakal selalu
lebih awal 2 sampai 4 hari dibandingkan dengan keputusan Pemerintah.
Perbedaan tersebut sangat jauh dan tidak sesuai dengan kaidah Ilmu Falak
saat ini sehingga perbedaan ini menimbulkan kesan yang tidak harmonis
antara masyarakat desa Wakal dengan masyarakat tetangga dan sekitarnya.101
Data-data yang dapat dilacak sepanjang tahun 2006, memperlihatkan
bahwa hari-hari besar Islam meliputi tanggal 1 Muharram, 1 Ramadhan, 1
Syawal dan 10 Dzulhijjah yang ditentukan oleh sistem hisab Wakal selalu
berbeda dengan keputusan Pemerintah. Pelaksanaan hari-hari besar Islam
101 Wawancara pribadi dengan H. Duma Supeleti, Imam Besar Mesjid Nurul Awal
Wakal, Wakal 6 Agustus 2010
77
yang ditentukan oleh masyarakat desa Wakal pada tahun 2006 selalu lebih
cepat dari penetapan hari-hari besar Islam yang ditentukan oleh Pemerintah.
Sebagaimana tertulis pada tabel dibawah.
Tabel 4.4 Hari Besar Islam Tahun 2006 M/1427 H/Tahun Ba
No. Tanggal Hisab Wakal Pemerintah
1. 1 Muharram Sabtu, 28 Januari 2006 Selasa, 31 Januari 2006
2. 1 Ramadhan Kamis, 21 September 2006 Minggu, 24 September 2006
3. 1 Syawal Sabtu, 21 Oktober 2006 Selasa, 24 Oktober 2006
4. 10 Dzulhijjah Jumat, 29 Desember 2006 Minggu, 31 Desember 2006
Pada tahun 2007 M/1428 H ditemukan data-data yang tertulis pada
tabel tidak jauh berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya terjadi perbedaan
penentuan tanggal 1 Muharram, 1 Ramadhan, 1 Syawal, dan 10 Dzulhijjah
antara pemerintah dengan masyarakat Desa Wakal. Sebagaimana tertulis pada
tabel dibawah.102
Tabel 4.5 Hari Besar Islam Tahun 2007 M/1428 H/ Tahun Wawu
No. Tanggal Hisab Wakal Pemerintah
1. 1 Muharram Rabu, 17 Januari 2007 Sabtu, 20 Januari 2007
2. 1 Ramadhan Senin, 10 September
2007
Kamis, 13 September
2007
3. 1 Syawal Rabu, 10 Oktober 2007 Sabtu, 13 Oktober 2007
4. 10 Dzulhijjah Sabtu, 15 Oktober 2007 Kamis, 20 Desember
102 Wawancara pribadi dengan H. Duma Supeleti, Imam Besar Mesjid Nurul Awal
Wakal, Wakal 6 Agustus 2010
78
2007
Seperti pada tahun-tahun sebelumnya pada tahun 2008 M/1428 H
ditemukan terjadi perbedaan penentuan tanggal 1 Muharram, 1 Ramadhan, 1
Syawal, dan 10 Dzulhijjah antara pemerintah dengan masyarakat Desa
Wakal. Sebagaimana tertulis pada tabel dibawah.103
Tabel 4.6 Hari Besar Islam Tahun 2008 M/1429H/ Tahun Jim Akhir
No. Tanggal Hisab Wakal Pemerintah
1. 1 Muharram Minggu, 6 Januari 2008 Kamis, 10 Januari 2008
2. 1 Ramadhan Jumat, 29 Agustus 2008 Senin, 1 September
2008
3. 1 Syawal Minggu, 28 September
2008
Rabu, 1 Oktober 2008
4. 10
Dzulhijjah
Sabtu, 6 Desember 2008 Senin, 8 Desember 2008
103 Artikel diakses pada tanggal 23 Maret 2011, kbriad.blogspot.com/2006/10/lebaran-
tahun-2006-di-uae.html
79
Selanjutnya untuk data tahun 2009 M/1430 H.104 terjadi lagi
perbedaan penentuan tanggal 1 Muharram, 1 Ramadhan, 1 Syawal dan 10
Dzuljjah seperti sebelumnya. Sebagaimana tertulis pada tabel dibawah.105
Tabel 4.7 Hari Besar Islam Tahun 2009 M/1430 H/ Tahun Alif
No. Tanggal Hisab Wakal Pemerintah
1. 1 Muharram Jumat, 26 Desember
2008
Minggu, 28 Desember
2008
2. 1 Ramadhan Rabu, 19 Agustus 2009 Jumat, 21 Agustus 2009
3. 1 Syawal Jumat, 18 September
2009
Minggu, 20 September
2009
4. 10 Dzulhijjah Kamis, 26 November
2009
Jumat, 27 November 2009
Pada tahun 2010 M/1431 H ditemukan terjadi perbedaan penentuan
tanggal 1 Muharram, 1 Ramadhan, 1 Syawal, dan 10 Dzulhijjah antara
pemerintah dengan masyarakat Desa Wakal, bahkan terjadi perbedaan sampai
3 hari. Sebagaimana tertulis pada tabel dibawah.106
Tabel 4.8 Hari Besar Islam Tahun 2010 M/1431 H/ Tahun Ha
No. Tanggal Hisab Wakal Pemerintah
1. 1 Muharram Minggu, 13 Desember Jumat, 18 Desember
104 Artikel diakses pada tanggal 23 Maret 2011, www.depkominfo.go.id/.../menag-
lebaran-kemungkinan-tanggal-20-september-2009/105 Wawancara pribadi dengan H. Duma Supeleti, Imam Besar Mesjid Nurul Awal
Wakal, Wakal 6 Agustus 2010106 Artikel diakses pada tanggal 23 Maret 2011 dari www.poskota.co.id/berita.../10-11-
september-idul-fitri-2010
80
2009 2009
2. 1 Ramadhan Minggu, 8 Agustus 2010 Rabu, 11 Agustus 2010
3. 1 Syawal Selasa, 7 September 2010 Jumat, 10 September
2010
4. 10
Dzulhijjah
Senin, 15 November 2010 Rabu, 17 November
2010
Melihat perbedaan penentuan awal bulan Qamariyah yang dilakukan
oleh masyarakat Desa Wakal dan Pemerintah pada tahun-tahun sebelumnya,
penentuan tanggal 1 Muharram tahun ini 2011 M/1432 H antara masyarakat
Desa Wakal dan Pemerintah masih mengalami perbedaan, masyarakat Desa
Wakal menetapkan hari Minggu 5 Desember 2010, sedangkan Pemerintah
menetapkan hari Selasa tanggal 7 Desember 2010 terlambat 2 hari dari
masyarakat Desa Wakal. Diperkirakan, penentuan 1 Ramadhan 1432 H tidak
jauh berbeda dengan penentuan Ramadhan sebelumnya yang berbeda,
Pemerintah menetapkan hari Minggu tanggal 31 Juli 2011 sedangkan
masyarakat Desa Wakal akan mulai berpuasa dua hari lebih awal yaitu hari
Jumat tanggal 29 Juli 2011 begitupula penetapan 1 Syawal dan 10 dzulhijjah
sebagaimana tabel dibawah.107
Tabel 4.9 Hari Besar Islam Tahun 2011 M/1432 H/ Tahun Jim
Awal
107 Artikel diakses pada tanggal 23 Maret 2011 dari
tanggalanislam.blogspot.com/2011_02_01_ archive.html
81
No. Tanggal Hisab Wakal Pemerintah
1. 1 Muharram Minggu, 5 Desember 2010 Selasa, 7 Desember 2010
2. 1 Ramadhan Jumat, 29 Juli 2011 Minggu, 31 Juli 2011
3. 1 Syawal Minggu, 28 Agustus 2011 Selasa, 30 Agustus 2011 *
4. 10 Dzulhijjah Jumat, 4 November 2011 Minggu, 6 November 2011
Memperhatikan data-data yang diperoleh dari tahun 2005 M/1426 H
sampai tanggal 1 Muharram tahun 2010 M/1432 H dan perkiraan sampai pada
tanggal 10 Dzulhijjah tahun 2011 M/1432 H, penulis menyimpulkan bahwa
selalu terjadi perbedaan dalam penentuan hari-hari besar Islam antara
keputusan Pemerintah dan masyarakat Desa Wakal, Kec. Lei Hitu, Kab.
Maluku Tengah, Maluku. Penulis juga meprediksikan bahwa perbedaan
dalam penentuan tanggal 1 Muharram, 1 Ramadhan, 1 Syawal dan 10
Dzulhijjah antara Pemerintah dan masyarakat Desa Wakal untuk tahun-tahun
selanjutnya akan selalu mengalami perbedaan.
D. Implikasi Penetapan Awal Bulan Qamariyah Menurut Perspektif
Masyarakat Desa Wakal
Berawal dari pemahaman yang berbeda terhadap surat Yunus ayat 5
dan meneruskan sistem hisab turun-temurun yang diwariskan dari leluhur
mereka. Masyarakat Desa Wakal tetap meneruskan sistem dan praktek
penetapan awal bulan Qamariyah meskipun berbeda dengan penetapan
* Pada saat tulisan ini disusun, kepastian jatuhnya hari raya Iedul Fitri 1432 H belum
diputuskan karena masih harus menunggu hasil siding itsbat oleh Menteri Agama yang akan dilaksanakan kemudian.
82
Pemerintah. Sistem hisab masyarakat Desa Wakal sebenarnya merupakan
konsep hisab Jawa yang memadukan konsep penetapan awal bulan
Qamariyah ala Timur Tengah dengan konsep Jawa. Dari data-data yang
diperoleh, menunjukkan sistem hisab Wakal menetapkan waktu-waktu yang
terkait dengan ibadah seperti penetapan tanggal 1 Muharram, 1 Ramadhan, 1
Syawal dan 10 Dzulhijjah berbeda dengan penetapan Pemerintah dan
penganut hisab urfi lainnya. Hal ini mengakibatkan perbedaan pelaksaan
ibadah puasa, sholat tarawih, sholat hari raya Iedul Fitri dan penyembelihan
hewan kurban berbeda satu, dua atau tiga hari lebih cepat dengan Pemerintah
dan masyarakat sekitar. Karena selang perbedaan penetapan hari-hari besar
Islam antara keduanya yang jauh sehingga menimbulkan adanya sisi
ketidakharmonisan antara masyarakat Desa Wakal dengan masyarakat
sekitar. Meskipun adanya ketidakharmonisan dan perbedaan dalam penetapan
hari besar Islam tetapi muncul sifat toleransi beragama antara masyarakat
Desa Wakal dengan masyarakat sekitarnya.
E. Hubungan Antara Hisab Islam Jawa dengan Hisab Islam Wakal
1. Sejarah Singkat Almanak Islam Jawa
Kalender Hijriyah Jawa Kalender Saka dipakai di Jawa sampai
awal abad ke-17. Kesultanan Demak, Banten, dan Mataram
menggunakan kalender Saka dan kalender Hijriyah secara bersama-sama.
Pada tahun 1633 Masehi (1555 Saka atau 1043 Hijriyah), Sultan Agung
Ngabdurahman Sayidin Panotogomo Molana Matarami (1613-1645) dari
Mataram menghapuskan kalender lunisolar Saka dari Pulau Jawa, lalu
83
menciptakan Kalender Jawa yang mengikuti kalender lunar Hijriyah.
Cuma bilangan tahun 1555 tetap dilanjutkan. Jadi 1 Muharram 1043
Hijriyah adalah 1 Muharam 1555 Jawa, yang jatuh pada hari Jum’at Legi
tanggal 8 Juli 1633 Masehi. Angka tahun Jawa selalu berselisih 512 dari
angka tahun Hijriyah. Keputusan Sultan Agung ini disetujui dan diikuti
oleh Sultan Abul-Mafakhir Mahmud Abdulkadir (1596-1651) dari
Banten. Dengan demikian kalender Saka tamat riwayatnya di seluruh
Jawa, dan digantikan oleh kalender Jawa yang sangat bercorak Islam dan
sama sekali tidak lagi berbau Hindu atau budaya India. Nama-nama
bulan disesuaikan dengan lidah Jawa: Muharam, Sapar, Rabingulawal,
Rabingulakir, Jumadilawal, Jumadilakir, Rejeb, Saban, Ramelan, Sawal,
Dulkangidah, Dulkijah. Muharram juga disebut bulan Sura sebab
mengandung Hari Asyura 10 Muharram. Rabi’ul Awwal dijuluki bulan
Mulud, yaitu bulan kelahiran Nabi Muhammad s.a.w. Rabi’ul Akhir
adalah Bakdamulud atau Silihmulud, artinya “sesudah mulud”. Sya’ban
merupakan bulan Ruwah, saat mendoakan arwah keluarga yang telah
wafat, dalam rangka menyambut bulan Pasa (puasa Ramadhan). Dzul-
Qa’dah disebut Hapit atau Sela sebab terletak di antara dua hari raya.
Dzul-Hijjah merupakan bulan Haji atau Besar (Rayagung), saat
berlangsungnya ibadah haji dan Idul Adha. Nama-nama hari dalam
bahasa Sansekerta (Raditya, Soma, Anggara, Budha, Brehaspati, Sukra,
Sanaiscara) yang berbau jahiliyah (penyembahan benda-benda langit)
juga dihapuskan oleh Sultan Agung, lalu diganti dengan nama-nama hari
84
dalam bahasa Arab yang disesuaikan dengan lidah Jawa: Ahad, Senen,
Seloso, Rebo, Kemis, Jumuwah, Saptu. Tetapi hari-hari pancawara
(Pahing, Pon, Wage, Kaliwuan, Umanis atau Legi) tetap dilestarikan,
sebab hal ini merupakan konsep asli masyarakat Jawa, bukan diambil
dari kalender Saka atau budaya India. Dalam setiap siklus satu windu
(delapan tahun), tanggal 1 Muharam (Sura) berturut-turut jatuh pada hari
ke-1, ke-5, ke-3, ke-7, ke-4, ke-2, ke-6 dan ke-3.108
Itulah sebabnya tahun-tahun Jawa dalam satu windu dinamai
berdasarkan numerologi huruf Arab: Alif (1), Ha (5), Jim Awwal (3), Zai
(7), Dal (4), Ba (2), Waw (6) dan Jim Akhir (3). Sudah tentu
pengucapannya menurut lidah Jawa: Alip, Ehe, Jimawal, Je, Dal, Be,
Wawu dan Jimakir. Tahun-tahun Ehe, Dal dan Jimakir ditetapkan sebagai
kabisat. Jumlah hari dalam satu windu adalah (354 x 8) + 3 = 2835 hari.
Itulah sebabnya setiap awal windu (1 Muharam tahun Alip) selalu jatuh
pada hari dan pasaran yang sama. Menarik untuk dicatat bahwa jika umat
Islam di luar Jawa hanya mengenal Senin 12 Rabi’ul-Awwal sebagai hari
dan tanggal kelahiran Nabi Muhammad s.a.w. maka umat Islam di Jawa
menyebutkan saat lahirnya Junjungan kita yang mulia itu secara lebih
komplit: Senin Pon 12 Rabingulawal (Mulud) Tahun Dal. Oleh karena
kabisat Jawa tiga dari delapan tahun (3/8 = 45/120), sedangkan kabisat
Hijriyah 11 dari 30 tahun (11/30 = 44/120), maka dalam setiap 15 windu
108 Hijri Kalender, artikel diakses pada tanggal 12 Januari 2011 dari website
http://malikulalaa.bl ogspot.com/2008/02/almanak.html
85
(120 tahun), yang disebut satu kurup, kalender Jawa harus hilang satu
hari, agar kembali sesuai dengan kalender Hijriyah.109
Kurup pertama berlangsung dari Jum’at Legi 1 Muharam tahun
Alip 1555 Saka/1043 Hijriah/1633 Masehi sampai Kamis Kliwon 30
Dulkijah tahun Jimakir 1674 S/1162 H/1749 M. Di sini 30 Dulkijah
dihilangkan. Dengan demikian Rabu Wage 29 Dulkijah tahun Jimakir
1674 Saka akhir kurup pertama langsung diikuti oleh awal kurup kedua
Kamis Kliwon 1 Muharam tahun Alip 1675 Saka. Jadi, awal windu (1
Muharam tahun Alip) bergeser dari Jum’at Legi menjadi Kamis Kliwon.
Setelah 120 tahun berikutnya, awal windu harus bergeser lagi menjadi
Rabu Wage, kemudian pada gilirannya menjadi Selasa Pon, dan
seterusnya. Setiap kurup (periode 120 tahun) dinamai menurut hari
pertamanya.110
a. Periode pertama tahun 1555-1674 Saka/1043-1162 Hijriah/1633-
1749 Masehi disebut kurup Jamngiah (Awahgi = tahun Alip mulai
Jumuwah Legi)
b. Periode kedua tahun 1675-1794 Saka/1163-1282 Hijriah/1749-1866
Masehi disebut kurup kamsiah (Amiswon = Alip-Kemis-Kliwon)
c. Periode ketiga tahun 1795-1914 Saka/1283-1402 Hijriah/1866-1982
Masehi disebut kurup arbangiah (Aboge = Alip-Rebo-Wage)
109 Hijri Kalender, artikel diakses pada tanggal 12 Januari 2011 dari website
http://malikulalaa.bl ogspot.com/2008/02/almanak.html110 Zubair Umar Al-Jaelani, Khulashat al-Kafiyyah, (Kudus: Menara Kudus, tthn), h. 14.
86
d. Sejak tanggal 1 Muharam tahun Alip 1915 Saka, 1 Muharram 1403
Hijriyah yang bertepatan dengan tanggal 19 Oktober 1982, kita
berada dalam kurup salasiah (Asopon = Alip-Seloso-Pon), yaitu
periode 1915-2034 Saka/1403-1523 Hijriah/1982-2099 Masehi, di
mana setiap tanggal 1 Muharam tahun Alip pasti jatuh pada hari
Selasa Pon.
2. Masuknya Pengaruh Islam Jawa di Desa Wakal
Melihat sejarah terbentuknya Desa Wakal tidak terlepas dari
peran Kiyai Daud atau biasa disebut dengan Perdana Awal yang berasal
dari Jawa. Kiyai Daud ibunya merupakan keturunan dari keluarga Raja
Mataram Islam yang tinggal di Kerajaan Tuban. Sejak kecil Pattikuwa
bersama saudara laki-lakinya Kiyai Turi dan saudara perempuannya Nyai
Mas dibesarkan dalam lingkungan keluarga ibunya. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa almanak yang saat ini dipakai di Desa Wakal
memiliki hubungan atau berasal dari Jawa yang merupakan almanak
Islam pertama dibuat oleh Sultan Agung Ngabdurahman Sayidin
Panotogomo Molana Matarami. Karena mengingat Raja Pattikuwa
memiliki hubungan dengan Kerajaan Mataram Islam dan Pattikuwa
sendiri dibesarkan dilingkungan Kerajaan Mataram Islam.111
Sumber sejarah yang lain adalah ketika Sultan Zainal Abidin
(1486-1500 Masehi) memerintah di Ternate, ia mengambil kesempatan
untuk belajar mengenai agama Islam di Gresik. Disini ia bertemu dengan
111 Wawancara pribadi dengan H. Duma Supeleti, Imam Besar Mesjid Nurul Awal
Wakal, Wakal 6 Agustus 2010
87
kepala daerah Hitu dari Ambon yang beragama Islam, yaitu Pate Putih,
yang datang untuk tujuan yang sama. Antara keduanya diadakan
persetujuan yang berakibat bahwa para sultan Ternate kemudian
mengklaim sebagian dari Pulau Ambon.112
Kerajaan Hitu juga merupakan bandar niaga utama di Maluku
Tengah sekitar awal abad ke-16 bersamaan dengan meluasnya
penanaman cengkih di wilayah itu terutama di Jazirah Hoamoal di Seram
Barat. Perluasan wilayah penanaman cengkih ini ada kaitannya dengan
perluasan kekuasaan Kerajaan Ternate di wilayah Maluku Tengah.
Kedudukan istimewa Kerajaan Hitu disebabkan adanya hubungan dengan
Jepara di Jawa. Hubugan ini oleh Jamilu dan keturunannya yang dikenal
sebagai keluarga Perdana Nusapati. Dalam hikayat Tanah Hitu beberapa
kali diceritakan mengenai pelayaran Jamilu dan sanak keluarganya ke
Jepara untuk mengadakan perdagangan dan pelayaran.113
3. Persamaan dan Perbedaan Almanak Hisab Islam Jawa dengan
Almanak Hisab Wakal
Almanak hisab Islam Jawa dan almanak hisab Islam Wakal
memiliki persamaan seperti:
a) Almanak hisab Wakal hari pertama bulan Muharram tahun Alif sama
dengan hari pertama bulan Muharram tahun Alif almanak hisab
Islam Jawa yang dibuat oleh Sultan Agung yaitu hari Jumat.
112 Dahlan, Abdul Aziz, ed., Ensiklopedi Islam, Jilid 5, (Jakarta: PT Ichtiar Baru van
Hoeve, 1999), h. 99.113 RZ. Leirissa dkk., Ternate Sebagai Bandar Jalur Sutra, (Jakarta: DEPDIKBUD,
1999), h. 16.
88
b) Daur dalam perhitungan lamanya satu windu atau 8 tahun terdiri dari
nama-nama tahun Alif (1), Ha (5), Jim Awal (3), Zai (7), Dal (4), Ba
(2), Wauw (6), dan Jim Akhir (3).
Adapun perbedaan ketentuan Hisab Jawa Islam (Hisab Urfi)
dengan sistem hisab Wakal adalah:
a) Tahun-tahun Ehe, Dal dan Jimakir ditetapkan sebagai kabisat.
Jumlah hari dalam satu windu adalah [354x8]+3=2835 hari. Itulah
sebabnya tanggal 1 Muharram tahun Alip dalam setiap 120 tahun
selalu jatuh pada hari dan pasaran yang sama. Sedangkan sistem
hisab Wakal tidak mengenal tahun kabisat dan tahun basithah.
Dalam almanak Wakal penetapan awal bulan Qamariyah hanya
berpatokan pada almanak yang turun temurun diwariskan kepada
Tupey (Imam Besar Mesjid Nurul Awal Wakal).
b) Berlakunya kurup, yaitu kalender Jawa harus hilang satu hari (maju
satu hari) agar kembali sesuai dengan kalender Hijriah. Pada
kalender Jawa, tahun kabisat ada 3 dari delapan (3/8=45/120),
sedangkan kabisat Hijriah ada 11 dari 30 tahun (11/30=44/120),
maka dalam setiap 15 windu (120 tahun) kalender Jawa lebih satu
hari dari kalender Hijriah. Agar kalender Jawa sesuai dengan
kalender Hijriah maka kalender Jawa harus maju satu hari.
Sedangkan di Wakal tidak menggunakan sistem kurup. Karena tidak
ada kitab atau penjelasan mengenai sistem kurup sebelumnya.
F. Analisis Penulis
89
Dari hasil penelitian penulis kepada masyarakat Desa Wakal,
Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah Provinsi Maluku, yang
didukung dengan data wawancara dengan tokoh adat masyarakat Wakal dan
dari beberapa literatur yang berkaitan, penulis melihat ada beberapa hal yang
perlu ditelaah.
Pertama, Analisis dari segi pemahaman terhadap dasar pijakan penghitungan
hisab Wakal yaitu surat Yunus ayat 5 yang berbunyi:114
Artinya: “Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang Mengetahui.
Tokoh adat masyarakat desa Wakal memahami kalimat “Lita’lamuu
‘adada siniina wal hisaaba” mengandung perintah untuk mengetahui
bilangan tahun dan waktu dengan menggunakan sistem hisab. Sistem hisab
yang dimaksud adalah hisab sebagai satu-satunya metode untuk menentukan
awal bulan Qamariyah.
Dari kerangka pemahaman di atas, tokoh adat desa Wakal memahami
perhitungan hisab Wakal sebagai interpretasi dari surat Yunus ayat 5.
114 Wawancara pribadi dengan H. Duma Supeleti, Imam Besar Mesjid Nurul Awal
Wakal, Wakal 6 Agustus 2010.
90
Kerangka pemahaman tersebut lahir dari pendapat bahwa perhitungan waktu
bersifat pasti dan dapat diprediksi sebelumnya, karena perhitungan yang
berubah tidak menunjukkan kevalidan metode penghitungan waktu.
Sedangkan sistem rukyat sangat tergantung pada hilal yang terlihat pada
tanggal 29 bulan Hijriah. Sehingga tokoh adat masyarakat desa Wakal tidak
mengakomodir rukyat sebagai bagian dari sistem penentuan awal bulan
Qamariyah yang digunakan. Karena rukyat tidaklah pasti, tergantung pada
terlihatnya hilal.
Wahbah Zuhaili dkk., menyebutkan dalam Ensiklopedi Al-Quran
bahwa kata tempat dalam kalimat “Dan ditetapkannya perjalanan bulan
ditempat-tempatnya” berjumlah dua puluh delapan tempat. Manzilah adalah
jarak tertentu yang dapat ditempuh gerakan bulan dalam sehari semalam, agar
kalian mengetahui waktu. Dengan matahari, dapat diketahui batasan hari,
sedangkan bulan dapat diketahui bilangan bulan dan tahun.115
Kemudian dalam tafsiran yang diterbitkan oleh Universitas Islam
Indonesia menyebutkan bahwa Allah SWT menjadikan bulan dan
menjadikannya beredar menjalani garis edar dalam manzilah-manzilahnya
agar manusia mudah mengetahui bilangan tahun, perhitungan waktu,
perhitungan bulan, penentuan hari, jam, detik dan sebagainya. Sehingga,
manusia dapat membuat rencana untuk dirinya, keluarganya, masyarakat,
115 Wahbah Zuhaili dkk., Ensiklopedi Al-Qur’an, (Jakarta: Gema Insani, 2007), Cet.1,
h.208.
91
agamanya, serta rencana-rencana lain yang berhubungan dengan hidup dan
kehidupannya sebagai anggota masyarakat dari hamba Allah.116
Abu Yusuf Al-Ansary mengutip pendapat Syaikh Ibnu Taimiyyah
bahwa firman Allah التعلمو (supaya kamu mengetahui…) berkaitan dengan
firman Allah (Dia menetapkan…) bukan kepada ره وقد (Dia menjadikan…).
Karena sifat matahari yang bersinar dan bulan yang bercahaya tidak
berpengaruh dalam mengetahui hitungan tahun dan hisab. Namun yang
memberikan pengaruh dalam hal itu adalah perpindahan keduanya dari satu
tempat ke tempat lainnya. Disamping itu dalam ayat lain dijelaskan bahwa
penentuan bulan dan tahun tidak dikaitkan dengan matahari.117
Firman Allah SWT dalam Q.S. At-Taubah (9) ayat 36 yang berbunyi:
)٣٦: ٩التوبة(
Artinya: “Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram”. (Q.S. At-Taubah : 36)
Dari beberapa penafsiran diatas, penulis menyimpulkan bahwa
kandungan dari surat Yunus ayat 5 yaitu Allah SWT menciptakan matahari,
bulan dan tempat peredarannya bertujuan agar manusia mengetahui
pergantian waktu yang diakibatkan dari peredaran dan persinggungan
keduanya.
116 Universitas Islam Indonesia, Al-Qur’an dan Tafsirnya (Yogyakarta: Dana Bhakti
Wakaf, 1990) jilid 10, 11, 12, h. 314.117 Abu Yusuf Al-Ansary, Pilih Hisab Rukyat, (Solo: Darul Islam,tth), h. 73.
92
Kedua, Analisis dari segi sejarah masuknya pengaruh Islam Jawa ke
Desa Wakal. Melihat sejarah terbentuknya Desa Wakal tidak terlepas dari
peran Kiyai Daud atau biasa disebut dengan Perdana Awal yang berasal dari
Jawa. Kiyai Daud ibunya merupakan keturunan dari keluarga Raja Mataram
Islam yang tinggal di Kerajaan Tuban. Sejak kecil Pattikuwa bersama saudara
laki-lakinya Kiyai Turi dan saudara perempuannya Nyai Mas dibesarkan
dalam lingkungan keluarga ibunya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
almanak yang saat ini dipakai di Desa Wakal memiliki hubungan atau berasal
dari Jawa yang merupakan almanak Islam pertama dibuat oleh Sultan Agung
Ngabdurahman Sayidin Panotogomo Molana Matarami. Karena mengingat
Raja Pattikuwa memiliki hubungan dengan Kerajaan Mataram Islam dan
Pattikuwa sendiri dibesarkan dilingkungan Kerajaan Mataram Islam.
Sumber sejarah yang lain adalah ketika Sultan Zainal Abidin (1486-
1500 M) memerintah di Ternate, ia mengambil kesempatan untuk belajar
mengenai agama Islam di Gresik. Disini ia bertemu dengan kepala daerah
Hitu dari Ambon yang beragama Islam, yaitu Pate Putih, yang datang untuk
tujuan yang sama. Antara keduanya diadakan persetujuan yang berakibat
bahwa para sultan Ternate kemudian mengklaim sebagian dari Pulau
Ambon.118
Kerajaan Hitu juga merupakan bandar niaga utama di Maluku Tengah
sekitar awal abad ke-16 bersamaan dengan meluasnya penanaman cengkih di
wilayah itu terutama di Jazirah Hoamoal di Seram Barat. Perluasan wilayah
118 Dahlan, Abdul Aziz, ed., Ensiklopedi Islam, Jilid 5, (Jakarta: PT Ichtiar Baru van
Hoeve, 1999), hal. 99.
93
penanaman cengkih ini ada kaitannya dengan perluasan kekuasaan Kerajaan
Ternate di wilayah Maluku Tengah. Kedudukan istimewa Kerajaan Hitu
disebabkan adanya hubungan dengan Jepara di Jawa. Hubugan ini oleh
Jamilu dan keturunannya yang dikenal sebagai keluarga Perdana Nusapati.
Dalam hikayat Tanah Hitu beberapa kali diceritakan mengenai pelayaran
Jamilu dan sanak keluarganya ke Jepara untuk mengadakan perdagangan dan
pelayaran.119
Secara arkeologis bukti-bukti kemapanan Islam dapat ditelusuri di
wilayah bekas Kerajaan Hitu. Dapat dikatakan pada wilayah bagian selatan
kepulauan Maluku, kerajaan Hitu adalah sebuah wilayah dengan keagamaan
dan budaya Islam yang paling kuat dan paling mapan. Daerah ini selama ini
memang dianggap sebagai wilayah kerajaan Islam di Pulau Ambon yang
kekuasaan dan keislamannya sejajar dengan Ternate. Di wilayah ini
ditemukan bekas Masjid Kuno Tujuh Pangkat, yang dibangun diatas bukit
bernama Amahitu. Selain bekas masjid kuno ditemukan juga naskah alquran
kuno dan naskah kuno lainnya, pucuk mustaka masjid kuno, mahkota raja,
kompleks makam raja, penanggalan Islam kuno, timbangan zakat fitrah dan
lain-lain. Dari data arkeologi ini dapat menggambarkan bahwa kerajaan Hitu
merupakan wilayah kerajaan dengan corak budaya Islam yang kuat.120
119 RZ. Leirissa dkk., Ternate Sebagai Bandar Jalur Sutra, Jakarta: DEPDIKBUD, 1999.
hal. 16.
120 Jejak Arkeologi Pengaruh Budaya Islam di Wilayah Maluku dan Maluku Utara oleh Wuri Handoko, artikel ini diakses pada tanggal 28 Januari 2011 dari website http://arkeomaluku.com/
94
Dari penjelasan diatas penulis menyimpulkan bahwa almanak hisab
Islam yang sekarang digunakan di Desa Wakal adalah merupakan produk
atau almanak hisab Islam Jawa yang pertama dibuat oleh Sultan Agung
Ngabdurahman Sayidin Panotogomo Molana Matarami.
Meskipun almanak hisab Islam yang sekarang digunakan di Wakal
sama dengan almanak hisab Islam Jawa yang pertama dibuat oleh Sultan
Agung namun terdapat beberapa kekeliruan penulisan hari awal bulan
sehingga menyebabkan jumlah hari dalam satu bulan kurang dari 29 hari dan
bahkan ada yang lebih dari 30 hari. Beberapa kekeliruan tersebut antara lain:
1. Awal bulan Muharram tahun Ha almanak hisab Islam Wakal jatuh pada
hari Ahad sedangkan pada almanak hisab Islam Jawa jatuh pada hari
Selasa yang mengakibatkan kekeliruan yang fatal pada jumlah hari bulan
Dzulhijjah tahun Alif Wakal hanya 27 hari dari yang seharusnya 29 hari
sehingga mengakibatkan jumlah tahun Alif Wakal hanya menjadi 352 hari
dari yang seharusnya 354 hari. Selain itu juga mengakibatkan jumlah hari
bulan Muharram tahun Ha menjadi 32 hari dari yang seharusnya 30 hari.
2. Awal bulan Rajab tahun Ha almanak hisab Islam Wakal jatuh pada hari
Jumat sedangkan pada almanak hisab Islam Jawa jatuh pada hari Kamis
yang mengakibatkan jumlah hari bulan Jumadil Akhir Tahun Ha menjadi
30 hari dari yang seharusnya 29 hari, dan juga mengakibatkan jumlah hari
bulan Rajab tahun Ha menjadi 29 hari dari yang seharusnya 30 hari.
Sehingga mengakibatkan jumlah hari tahun Ha menjadi 357 hari lebih 2
hari dari yang seharusnya 355 hari tahun Ha almanak hisab Islam Jawa.
95
3. Awal bulan Muharram tahun Zai Wakal jatuh pada hari Jumat berbeda
dengan almanak hisab Islam Jawa yang jatuh pada hari Kamis sehingga
mengakibatkan jumlah hari bulan Dzulhijjah tahun Jim Awal menjadi 30
hari dari yang seharusnya 29 hari. Selain itu juga mengakibatkan jumlah
hari bulan Muharram tahun Zai Wakal menjadi 29 hari dari yang
seharusnya 30 hari.
4. Awal bulan Ramadhan tahun Zai Wakal jatuh pada hari Jumat dari yang
seharusnya jatuh pada hari Selasa sehingga mengakibatkan kesalahan fatal
jumlah bulan Ramadhan tahun Zai yang hanya 27 hari dari yang
seharusnya 30 hari. Selain itu juga mengakibatkan jumlah bulan Sya’ban
tahun Zai menjadi 32 hari dari yang seharusnya 29 hari.
5. Awal bulan Dzulqaidah tahun Zai Wakal jatuh pada hari Senin dari yang
seharusnya jatuh pada hari Jumat sehingga mengakibatkan kesalahan fatal
jumlah hari bulan Syawal tahun Jai menjadi 32 hari dari yang seharusnya
29 hari dan juga mengakibatkan jumlah hari bulan Dzulqaidah Wakal
menjadi 32 hari dari yang seharusnya 30 hari.
6. Awal bulan Dzulhijjah tahun Zai Wakal jatuh pada hari Jumat berbeda dari
almanak hisab Islam Jawa yang jatuh pada hari Ahad sehingga
mengakibatkan jumlah hari bulan Dzulhijjah tahun Zai menjadi 31 hari
dari yang sebenarnya 29 hari. Sehingga mengakibatkan jumlah hari tahun
Zai Wakal menjadi 360 hari jauh berbeda dengan yang seharusnya 354
hari.
96
7. Awal bulan Jumadil Akhir tahun Dal Wakal jatuh pada hari Jumat berbeda
dengan almanak hisab Islam Jawa yang jatuh pada hari Selasa sehingga
mengakibatkan jumlah hari bulan Jumadil Akhir tahun Dal menjadi 33
hari dari yang seharusnya 29 hari dan juga mengakibatkan jumlah hari
bulan Jumadil Awal tahun Dal Wakal menjadi 33 hari dari yang
seharusnya 30 hari. Hal ini mengakibatkan jumlah hari dalam setahun
menjadi 359 hari dari yang seharusnya 355 hari.
8. Awal bulan Dzulhijjah tahun Wawu Wakal jatuh pada hari Rabu
sedangkan almanak hisab Islam Jawa jatuh pada hari Sabtu sehingga
mengakibatkan jumlah hari bulan Dzulqaidah tahun Wawu menjadi 28
hari dari yang seharusnya 30 hari dan juga mengakibatkan jumlah hari
bulan Dzulhijjah tahun Wawu menjadi 32 hari dari yang seharusnya 29
hari. Hal ini mengakibatkan jumlah hari tahun Wawu menjadi 355 hari
dari yang seharusnya 354 hari.
Untuk penjelasan lebih rinci dapat melihat Tabel Almanak Hisab
Islam Jawa, Almanak Hisab Islam Wakal, Jumlah Hari Almanak Hisab Islam
Jawa dan Jumlah Hari Islam Wakal dalam lembar lampiran.
Karena kesalahan tersebut mengakibatkan jumlah hari dalam satu
windu almanak hisab Wakal menjadi 2848 hari. Sedangkan jumlah hari dalam
satu windu almanak hisab Islam Jawa adalah (354 x 8) + 3 = 2835 hari.
Selain masalah penyimpangan almanak hisab Islam Wakal, untuk
saat ini almanak hisab Islam Jawa yang pertama kali dibuat oleh Sultan
Agung sendiri sudah tidak bisa digunakan lagi karena dalam setiap 15 windu
97
(120 tahun), yang disebut satu kurup, almanak Jawa harus maju satu hari,
agar kembali sesuai dengan almanak Hijriah.
Kurup pertama berlangsung dari Jum’at Legi 1 Muharam tahun Alip
1555 Saka/1043 Hijriah/1633 Masehi sampai Kamis Kliwon 30 Dulkijah
tahun Jimakir 1674 S/1162 H/1749 M. Di sini 30 Dulkijah dihilangkan.
Dengan demikian Rabu Wage 29 Dulkijah tahun Jimakir 1674 Saka akhir
kurup pertama langsung diikuti oleh awal kurup kedua Kamis Kliwon 1
Muharam tahun Alip 1675 Saka. Jadi, awal windu (1 Muharam tahun Alip)
bergeser dari Jum’at Legi menjadi Kamis Kliwon. Setelah 120 tahun
berikutnya, awal windu harus bergeser lagi menjadi Rabu Wage, kemudian
pada gilirannya menjadi Selasa Pon, dan seterusnya. Setiap kurup (periode
120 tahun) dinamai menurut hari pertamanya.121
1. Periode pertama tahun 1555-1674 Saka/1043-1162 Hijriah/1633-1749
Masehi disebut kurup Jamngiah (Awahgi = tahun Alip mulai Jumuwah
Legi)
2. Periode kedua tahun 1675-1794 Saka/1163-1282 Hijriah/1749-1866
Masehi disebut kurup kamsiah (Amiswon = Alip-Kemis-Kliwon)
3. Periode ketiga tahun 1795-1914 Saka/1283-1402 Hijriah/1866-1982
Masehi disebut kurup arbangiah (Aboge = Alip-Rebo-Wage)
4. Sejak tanggal 1 Muharam tahun Alip 1915 Saka, 1 Muharram 1403
Hijriyah yang bertepatan dengan tanggal 19 Oktober 1982, kita berada
dalam kurup salasiah (Asopon = Alip-Seloso-Pon), yaitu periode 1915-
121 Zubair Umar Al-Jaelani, Khulashat al-Kafiyyah, Kudus: Menara Kudus, tthn., hal. 14
98
2034 Saka/1403-1523 Hijriah/1982-2099 Masehi, di mana setiap tanggal 1
Muharam tahun Alip pasti jatuh pada hari Selasa Pon.
Karena telah masuk ke dalam kurup Asopon sehingga penggunaan
almanak hisab Islam Jawa kurup pertama tidak bisa digunakan lagi.
Dari penjelasan diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa almanak
hisab yang sekarang digunakan di Desa Wakal telah jauh menyimpang dari
almanak hisab Islam Jawa yang pertama kali dibuat oleh Sultan Agung.
Sehingga tidak bisa dijadikan pedoman dalam penetapan awal bulan
Qamariyah.
Tokoh adat masyarakat Wakal menggunakan hisab Wakal, tidak
terlepas dari taqlid buta kepada para pendahulu mereka yang telah diwariskan
secara turun-temurun kepada Tupey atau Imam Besar Mesjid Nurul Awal
Wakal. Dengan kerangka pemikiran seperti itu, Tokoh adat masyarakat
Wakal tidak mentelaah dan memperbaiki kembali terhadap metode yang
dipakai sejak dulu sampai sekarang. Sehingga hisab Wakal selalu berbeda
dengan Pemerintah dan penganut hisab urfi lainnya.
99
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pemaparan-pemaparan yang telah disampaikan, penulis dapat
menarik kesimpulan bahwa:
1. Dasar pijakan tokoh-tokoh adat masyarakat Desa Wakal dalam
menetapkan awal bulan Qamariyah berdasarkan pada hisab yang
disandarkan pada surat Yunus ayat 5. Mereka berpendapat bahwa ayat
tersebut mengandung perintah untuk menetapkan awal bulan Qamariyah
atau waktu dengan menggunakan hisab semata. Dan hisab yang diyakini
sebagai interpretasi surat Yunus ayat 5 adalah Hisab Wakal.
2. Almanak hisab Wakal bersumber dari almanak hisab Jawa pertama yang
dibuat oleh Sultan Agung Ngabdurahman Sayidin Panotogomo Molana
Matarami dan telah dimodifikasi. Penggunaan almanak tersebut sudah
tidak sesuai dengan jaman sekarang karena almanak hisab Jawa harus
mengalami kurup yaitu maju satu hari setiap 120 tahun dari pertama kali
dibuat. Hisab Wakal dapat dikatakan sebagai hisab ‘urf statis yang
tergolong mathematical calendar yang tidak mengindahkan pergerakan
bintang sehingga bersifat pasti. Karena almanak Wakal telah dimodifikasi
dari almanak Jawa sehingga menimbulkan terjadinya kesalahan seperti,
tidak beraturannya jumlah hari dalam sebulan ada yang kurang dari 29 hari
bahkan ada yang lebih dari 31 hari sehingga jumlah hari dalam setahunnya
100
juga tidak beraturan ada yang 352 hari (tahun Alif) bahkan ada yang 360
hari (tahun Jai) dalam setahun. Hal ini tentunya tidak sesuai dengan kaidah
almanak hisab Jawa yang jumlah harinya dalam sebulan bergantian antara
29 dan30 hari. Dan untuk jumlah hari dalam setahun 354 hari kecuali
untuk tahun kabisat (tahun Ha, Jai, dan tahun Jim Akhir) ditambah satu
hari menjadi 355 hari. Karena kesalahan tersebut penulis dapat
mengatakan bahwa hisab wakal sangat jauh menyimpang dari kaidah ilmu
Falak saat ini. Almanak hisab Wakal masih bisa dipakai untuk kalender
kegiatan sehari-hari selama tidak dipakai dalam hal ibadah seperti
penetapan hari-hari besar Islam.
B. Saran-Saran
1. Kepada Tokoh-Tokoh adat masyarakat Desa Wakal khususnya Bapa Imam
Mesjid Nurul Awal Wakal hendaknya lebih terbuka untuk mendiskusikan
penetapan awal bulan yang diyakini, agar tidak terjadi penyimpangan
dalam penentuan hari-hari besar agama Islam seperti 1 Muharram, 1
Ramadhan, 1 Syawal, dan 10 Dzulhijjah.
2. Kepada Pemerintah khususnya Departemen Agama agar memasukan
pelajaran Ilmu Falak di sekolah tingkat Aliyah di Desa Wakal.
3. Kepada Pemerintah khususnya Departemen Agama Provinsi Ambon
hendaknya mengupayakan pendekatan yang lebih intensif dan lebih
mensosialisasikan mengenai Ilmu Falak kepada masyarakat Desa Wakal
melalui mesjid atau mushola-mushola.
101
4. Kepada Fakultas hendaknya lebih memfalisitasi sarana dan prasarana
praktek Ilmu Falak, seperti mengadakan laboratorium perbintangan guna
meningkatkan pemahaman dan kualitas mahasiswa dalam persoalan Ilmu
Falak.
102
DAFTAR PUSTAKA
--------------------, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Jakarta: Departemen Agama RI. 1987.
---------------------, Ilmu Falak Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains Modern, Jogjakarta: Suara Muhammadiyah, 2007.
--------------------------, Pedoman Penghitungan Awal Bulan Qamariyah, Jakarta: Dirjen Pembinaan Kelembagaan Islam, 1995.
Al-Atsary, Abu Yusuf, Pilih Hisab Ru’yah, Solo: Pustaka Darul Islam.t.th.
Anshory, Irfan “Mengenal Kalender Hijriah” artikel diakses pada 15 Desember 2010 dari http:www.formasibumi.com/2010/05/ mengenal- kalender-hijriyah.html.
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian, Jakarta: PT.Rineka Cipta, 1996, cet. X.
Arifin, Imron, Penelitian Kualitatif dalam Bidang-Bidang Ilmu Sosial dan Keagamaan, Malang: Kalimasahada Press, 1994, cet. ke-1.
Azhari, Susiknan, Hisab dan Rukyat Wacana untuk Membangun Kebersamaan di Tengah Perbedaan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007.
Chudlori, M. Syakhur, Perbandingan Tarikh, Bandung: Institut Agama Islam Negeri Sunan Gunung Djati, 1990.
Dahlan, Abdul Aziz, ed., Ensiklopedi Islam, Jilid 4. Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, 1994.
Departemen Agama, Almanak Hisab Rukyat, Cet. I, Jakarta: Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1990.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1988.
Djambek, Sa’adoeddin, Hisab Awal Bulan, Jakarta: Tirtamas, 1976.
Ilmanudin, Penentuan Awal Bulan Dalam Perspektif NU dan Muhammadiyah suatu Komparasi, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2003.
Izzudin, Ahmad, Fiqih Hisab Rukyah: Menyatukan NU & Muhammadiyah dalam Penentuan Awal Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha, Jakarta: Erlangga, 2007.
103
Jejak Arkeologi Pengaruh Budaya Islam di Wilayah Maluku dan Maluku Utara oleh Wuri Handoko, artikel ini diakses pada tanggal 28 Januari 2011 dariwebsitehttp://arkeomaluku.com/index.php?action=news.detail&id_news=8&judul=JEJAK%20ARKEOLOGI%20PENGARUH%20BUDAYA%20ISLAM%20DI%20WILAYAH%20MALUKU%20%20DAN%20MALUKU%20UTARA
Kardiman dkk., Garis Tanggal Kalender Islam 1421 H, Bogor: BAKOSURTANAL, 2001.
Kerajaan Tanah Hitu, artikel diakses pada tanggal 28 Januari 2011 dari http://ariee.wordpress.com/2007/12/11/kerajaan-tanah-hitu/
Lajnah Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Pedoman Rukyat dan Hisab Nahdlatul Ulama, Jakarta: Lajnah Falakiyah Pengurus Besar Nahdalatul Ulama, 2006.
Ma’luf Louis, Al-Munjid, Mesir: Al-Mathba’ah Al-Katholikiyah, 1918, Cet. Ke-18.
Maskufa, Cara Mudah Belajar Ilmu Falak, Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah, 2008.
Masroeri, Ahmad Ghazalie, Penentuan Awal Bulan Qamariyah Perspektif NU, artikel diakses pada tanggal 15 Desember 2010 dari http: www.nu.or.id.
Rukyatul Hilal Indonesia, “Hisab (Perhitungan Astronomis)”. Artikel diakses pada 25 Januari 2011 dari www.hisab-rukyat.html
Ruskanda, Farid, 100 Masalah Hisab dan Rukyat Telaah Syariah, Sains, dan Teknologi, Jakarta: Gema Insani, 2005.
Saksono, Tono, Mengkompromikan Rukyat dan Hisab, Jakarta: Amythas Publicita, 2007.
Sanapiah, Faisal, Format-Format Penelitian Sosial, Dasar-Dasar dan Aplikasinya, Cet. Ke-6 Jakarta: PT. Rajawali Pers, 2003.
Sartika, Eka, Penentuan Awal Bulan Dalam Perspektif Al-Marzukiyah (Studi Terhadap Kalangan Al-Marzukiyah), Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2006.
Syarifuddin, Amir, Ushul Fiqh, Jakarta: Logos, 2005, jil. 1.
Universitas Islam Indonesia, Al-Quran dan Tafsirnya, Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1990, jilid 10,11,12.
Wardan, Muhammad, Hisab ‘Urfi dan Hakiki, Yogyakarta; Siaran, 1957.
104
Widiana, Wahyu, Penentuan Awal Bulan Qamariyah dan Permasalahannya di Indonesia, Hisab Rukyat dan Perbedaannya, Ed. Choirul Fuad Yusuf dan Bashor A. Hakim, Jakarta: Departemen Agama RI, 2004.
Wikipedia ensiklopedia bebas, artikel diakses pada 25 Januari 2011 dari http://id.wikipedia.org/wiki/hisab_danrukyat/imkanur_Rukyat_MABIMS
Yatim, Badri, Ed., Ensiklopedia Mini Sejarah dan Kebudayaan, Jakarta: Logos, 1996.
Zubair Umar Al-Jaelani, Khulashat al-Kafiyyah, Kudus: Menara Kudus, tthn.
105