pengakhiran kehamilan
TRANSCRIPT
PENGAKHIRAN KEHAMILAN
Metode yang sering digunakan untuk mengakhiri suatu persalinan secara umum dibagi menjadi
tiga metode, yaitu kelahiran per vaginam normal, kelahiran pervaginam operatif, dan kelahiran
per abdominal (seksio caesar).
a. Persalinan normal
Suatu persalinan dapat dikatakan normal apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1) Persalinan dimulai spontan
2) Berisiko rendah pada awal & selama kehamilan
3) Bayi lahir spontan dgn letak belakang kepala
4) Usia kehamilan 37 – 42 mg
5) Setelah persalinan ibu dan bayi dalam keadaan baik
b. Persalinan per vaginam operatif
1) Indikasi
a) Ibu
1. Obstetrik :
a. Eklampsi/Preeklampsi
b. Lingkaran Retraksi Patologis
c. Perdarahan hebat
d. Oedema jalan lahir
e. Infeksi intrauterin
f. Ibu kelelahan
2. Non obstetrik :
a. Penyakit jantung dan paru
b. Infeksi intrapartum
b) Anak
1. Bunyi jantung anak jelek
2. Tali pusat menumbung
3. Keluarnya mekoneum pada letak kepala
4. Keluarnya mekoneum pada letak sungsang dengan bokong masih tinggi
c) Profilaksis
1. Panggul sempit :
a. Panggul sempit absolut
b. Panggul sempit relatif ( kegagalan partus percobaan)
2. Partus lama :
a. Tidak ada kemajuan dalam pembukaan
b. Tidak ada kemajuan dalam pengeluaran :
i. Kepala belum sampai H III : 2 jam setelah pembukaan lengkap
ii. Anak belum lahir 2 jam setelah dipimpin mengejan
iii. Letak sungsang belum lahir dalam 2 jam setelah pembukaan lengkap
disebut juga
2) Kriteria
a) Ibu :
1. Analgesia yang adekuat
2. Persetujuan lisan dan atau tulisan
3. Posisi litotomi
4. Kandung kemih dikosongkan
5. Pelvimetri klinis yang adekuat
b) Janin :
1. Presentasi vertex
2. Masuk ke panggil secara vertex (yaitu diameter biparietal kepal janin telah
melewati pintu atas panggul)
3. Stase (yaitu titik tulang pemandu kepala janin relatif terhadap spina ischiadica ≥
+2/+5 cm)
4. Posisi, sikap kepala janin serta keberadaan kaput atau molase diketahui
c) Uteroplasenta
1. Serviks telah sepenuhnya membuka
2. Ketuban pecah
3. Tidak terjadi plasenta previa
d) Kriteria lain :
1. Operator yang berpengalaman
2. Kemampuan untuk melakukan kelahiran caesar darurat jika diperlukan
3) Jenis :
a) Anak hidup
1. Ekstraksi Forceps
a. Syarat :
a.1. Pembukaan lengkap
a.2. Ketuban pecah
a.3. Ukuran terbesar kepala sudah melewati pintu atas panggul
a.4. Kepala harus dapat dipegang oleh forceps
a.5. Anak hidup
a.6. Panggul tidak boleh sempit
b. Komplikasi :
b.1. Ibu :
1) Luka/Robekan :
i. Robekan pada cervix, dinding vagina dan perineum
ii. Kerusakan panggul : Symphysiolisis, fraktur os coccygis
iii. Kerusakan pd syaraf : n.Peroneus
2) Perdarahan
i. Atonia uteri
ii. Anak lahir terlalu cepat
iii. Kelemahan his (indikasi Forceps)
3) Infeksi
b.2. Anak :
1) Luka :
i. Luka, oedem, atau hematom
ii. Tekanan pada N.Facialis, plexus cervicalis
2) Kerusakan dalam oleh tekanan forceps
i. Perdarahan dalam tengkorak
ii. Fraktur dasar tengkorak
iii. Impresi fraktur
2. Ekstraksi vakum
a. Prinsip : memasang cup pada caput yang ditimbulkan akibat tekanan negatif
vakum.
b. Keuntungan :
b.1. Cup dapat dipasang waktu kepala msh agak tinggi
b.2. Cup dapat di pasang pada belakang kepala, samping atau dahi
b.3. Tarikan tidak terlalu berat, cup lepas bila tarikan berat
b.4. VE dapat dipergunakan untuk memutar kepala dan mengadakan fleksi
kepala
c. Kerugian: Tidak dapat dipakai apabila indikasinya untuk melahirkan anak
dengan cepat (gawat janin).
d. Ketentuan
d.1. Cup tidak boleh dipasang pada ubun2 besar
d.2. Cup dengan tekanan negatif tidak boleh terpasang lebih dari ½ jam
d.3. Penarikan waktu ekstraksi hanya dilakukan pd waktu his dan ibu
mengedan
d.4. Cup tidak boleh dipasang pada muka
d.5. Tidak boleh dilakukan pada bayi prematur
d.6. Penurunan tekanan harus berangsur-angsur
d.7. Bila kepala masih agak tinggi dipasang cup besar
e. Bahaya vakum
Ibu : Robekan bibir cervix atau vagina
Anak : perdarahan dalam otak
3. Versi
a. Versi luar
a.1. Untuk mengubah letak sungsang menjadi kepala serta letak lintang
menjadi memanjang
a.2. Waktu
Trimester ketiga set kehamilan 28 minggu
1) Dalam persalinan :
i Ketuban belum pecah
ii Pembukaan < 3 – 4 cm
iii Gemelli dengan janin kedua letak lintang, versi luar dilakukan
pada pembukaan lengkap
iv Bagian terendah anak masih bisa dibebaskan
a.3. Apabila setelah dilakukan versi,bunyi jantung janin buruk, maka harus
dikembalikan ke letak semula.
a.4. Versi luar dikatakan gagal apabila :
i Dinding perut tegang
ii Tali pusat pendek
iii Kelainan rahim : uterus bicornis, subseptus, mioma uteri
a.5. Bahaya versi luar : Solutio placentae, ruptura uteri dan letak defleksi
a.6. Kontraindikasi :
i. Tensi tinggi mudah terjadi solutio placentae
ii. Bekas SC atau bekas luka enukkleasi mioma uteri
iii. Panggul sempit absolut
iv. Gemelli
v. Hidramnion
vi. Perdarahan antepartum
vii. Hidrosephalus
viii.BJJ buruk
b. Versi Braxton Hicks
b.1. Tamponade dengan bokong pada plasenta previa, karena seksio Caesar
tidak mungkin diilakukan.
b.2. Syarat : pembukaan harus dapat dilalui 2 jari (3-4 cm)
c. Versi ekstraksi
Sudah jarang dilakukan. Dilakukan pada anak II gemelli dengan letak lintang.
c.1. Indikasi :
1) Letak lintang
2) Letak kepala dengan tali pusat menumbung.
c.2. Syarat :
1) Pembukaan lengkap
2) Ketuban sudah pecah
3) Air ketuban baru keluar
4) Bagian depan masih dapat didorong keatas
5) Harus dengan narkose ether
c.3. Kontra indikasi :
1) SBR teregang
2) Air ketuban sudah lama keluar
3) Parut rahim
b) Anak mati (Embriotomi)
Embriotomi ialah suatu cara pembedahan dengan jalan melukai atau merusak janin
sehingga memungkinkan janin dilahirkan pervaginam. Pada umumnya embriotomi
dilakukan pada janin yang sudah meninggal, akan tetapi, kadang-kadang walaupun
sangat jarang kita terpaksa menyelenggarakannya pada janin yang masih hidup,
misalnya pada hidrosefalus. Tindakan-tindakan ini untuk sebagian besar merupakan
tindakan darurat. (Wiknjosastro, 2006)
1. Indikasi
Semua indikasi hanyalah untuk kepentingan ibu, kecuali pada kleidotomi karena
janin sudah mati.
a. Bila ada ancaman keselamatan ibu:
a.1 Pre-eklampsi dan eklampsi
a.2 Ancaman robekan rahim
a.3 Perdarahan yang banyak
a.4 Adanya tanda-tanda infeksi
a.5 Partus lama dan ibu sangat lemah
b. Ibu terlalu lemah dan tidak boleh mengejan:
b.1. Anemia berat (gravis)
b.2. Penyakit jantung (dekompensasi cordis)
b.3. Penyakit paru-paru berat, dan sebagainya
c. Pada keadaan dimana partus spontan tidak mungkin dilakukan:
c.1. Letak lintang
c.2. Disproporsi sefalo-pelvik
c.3. Presentasi muka dan dahi
c.4. Presentasi tulang ubun-ubun posterior
d. Pada janin hidup dengan kelainan:
d.1. Hidrosefalus, anensefalus, dan monstrum
d.2. Hidrops fetalis
d.3. Distosia bahu
2. Kontraindikasi
a. Janin hidup, kecuali pada janin hidup dengan kelainan-kelainan seperti yang
telah disebutkan diatas
b. Kesempitan panggul absolute (conjugate vera kurang dari 6 cm)
3. Jenis
a. Kraniotomi
Kraniotomi dilakukan dengan membuat lubang pada kepala janin; sesudah itu
kepala janin dipegang dengan kranioklast Braun dan ditarik ke bawah
mengikuti arah sumbu panggul; dengan keluarnya otak dari lubang yang telah
dibuat, kepala mengecil dan dapat dilahirkan. Tindakan ini dilakukan pada
janin yang sudah meninggal (kecuali pada hidrosefalus), dan dengan janin
dalam presentasi kepala, walupun pada presentasi sungsang dengan kepala
tidak bisa lahir, tindakan dapat dilakukan pula. (Wiknjosastro, 2006)
Indikasi :
Tindakan ini dilakukan pada :
a.1 Hidrosefalus
a.2 Janin dalam presentasi-kepala, apabila persalinan oleh suatu sebab
(kesempitan panggul, kelainan presentasi kepala janin, kelainan his)
berlangsung lama, janin sudah meninggal dan tidak tampak kemajuan
a.3 Janin dalam presentasi sungsang, apabila kepala janin tidak dapat lahir
dengan cara biasa, dan janin telah meninggal.
b. Dekapitasi
Dekapitasi dilakukan pada persalinan yang macet pada letak lintang dan janin
sudah meninggal. Dengan tindakan ini leher janin dipotong, sehingga badan
terpisah dari kepala.
Tehnik
Pada letak lintang dengan leher janin teraba dari bawah, leher dipegang
diantara ibu jari dan jari telunjuk penolong. Dengan penderita berbaring dalam
letak litotomi, pada letak lintang dengan kepala di kanan, tangan kiri penolong
dimasukkan ke dalam vagina dan memegang leher janin antara ibu jari dan
jari telunjuk (pada kepala kiri, yang dimasukkan ialah tangan kanan).
Dibawah perlindungan dan mengikuti tangan dalam, alat pengait Braun
dimasukkan ke dalam vagina dan setelah sampai ke telapak tangan penolong,
ujungnya dikaitkan pada leher janin. Dengan tetap dilindungi oleh tangan
dalam, alat pengait diputar ke jurusan yang sesuai dengan letaknya kepala
untuk mematahkan tulang vertebra leher. Selanjutnya putaran dilanjutkan
untuk memutuskan jaringan lunak. Karena pemutusan leher seperti diatas
mengandung bahaya ruptura uteri apabila ada regangan segmen bawah uterus,
maka hal itu dapat dilakukan dengan cara lain. Setelah alat pengait Braun
dipasang pada leher janin, dimasukkan spekulum belakang dan depan ke
dalam vagina dan leher janin oleh alat pengait ditarik ke bawah; dibawah
pengawasan mata, leher sedikit demi sedikit dipotong dengan gunting panjang
dan kuat (gunting Siebold), termasuk pemotongan tulang vertebra leher.
Sesudah badan terpisah dari kepala, badan dikeluarkan dengan menarik salah
satu lengan yang sudah menumbung atau yang diturunkan dahulu. Kepala
janin dilahirkan dengan memasukkan jari telunjuk penolong ke dalam mulut
janin dan kemusian dengan kerjasama antara tangan diluar dan jari tersebut
kepala dapat dilahirkan. Dapat pula setelah dipasang spekulum dalam vagina,
pinggir-pinggir leher janin yang terputus dipegang dengan beberapa alat
Museux, dan kepala ditarik keluar. Sesudah janin lahir dilakukan
pemeriksaan, apakah tidak ada luka pada jalan lahir. (Wiknjosastro, 2006)
c. Eviserasi
Eviserasi ialah tindakan untuk mengeluarkan isi perut dan dada janin yang
sudah meninggal. Tindakan ini dilakukan pada letak lintang, apabila leher
janin tidak dapat dipegang dari bawah, atau pada monstrum yang karena
besarnya perut atau dada tidak dapat lahir. Pada letak lintang isi perut dan
dada dikeluarkan, supaya leher bias turun dan dipegang untuk dilakukan
dekapitasi; apabila itu tidak dapat dilaksanakan, tulang-belakang dipunggung
bias ditarik kebawah untuk kemudian dipatahkan (spondilotomi).
Setelah spekulum belakang dan depan dipasang di dalam vagina, di bawah
pengawasan mata, perut atau dada janin dibuka dan dari lubang tersebut isi
kedua ruangan dikeluarkan. Dengan jalan ini monstrum dengan perut besar
dapat dilahirkan. Pada letak lintang sesudah eviserasi, lengan dapat diturunkan
dan dengan tarikan padanya leher dapat ditarik ke bawah untuk kemudian
dilakukan dekapitasi. Apabila leher tidak dapat diturunkan, tulang belakang
dipunggung janin dipotong dengan gunting Siebold, dan dengan
menggunakan alat-alat Museux janin dapat dilahirkan secara konduplikasio
korpore. (Wiknjosastro, 2006)
d. Kleidotomi
Tindakan ini dilakukan setelah janin pada presentasi kepala dilahirkan, akan
tetapi dialami kesulitan untuk melahirkan bahu karena terlalu lebar. Setelah
janin meninggal, tidak ada keberatan untuk melakukan kleidotomi (memotong
klavikula) pada satu atau kedua klavikula. Dibawah perlindungan spekulum
dan tangan kiri penolong dalam vagina, klavikula dan jika perlu klavikula
belakang digunting, dan selanjutnya kelahiran anak dengan berkurangnya
lebar bahu tidak mengalami kesulitan. Apabila tindakan dilakukan dengan
hati-hati, tidak akan timbul luka pada jalan lahir. (Wiknjosastro, 2006)
e. Spondilotomi
Spondilotomi dikerjakan pada letak lintang, bila kepala sangat tinggi sehingga
sukar dilakukan dekapitasi. Salah satu tangan penolong masuk ke dalam jalan
lahir, kemudian pada vagina dipasang speculum. Dengan gunting Siebold dan
dengan lindungan tangan yang didalam, ruas-ruas tulang belakang langsung
dipotong, sehingga ruas-ruas tulang belakang terputus. Pemotongan bagian
perut janin dilanjutkan dengan memakai gunting Siebold, sehingga seluruh
badan janin terpisah dua. Bagian bawah badan janin dilahirkan lebih dulu,
dengan menarik kedua kaki, kemudian baru bagian tubuh atas janin.
(Wiknjosastro, 2006)
f. Pungsi
Pungsi trans-vaginal dikerjakan pada pembukaan lebih dari 4 cm. Didalam
vagina dipasang spekulum, kulit kepala dijepit dengan cunam Willet atau
cunam Muzeaux. Suatu jarum pungsi spinal dengan ukuran 16 atau 18 yang
disambung pada alat suntik ditusukkan pada kepala janin, sedapat mungkin
pada sutura atau ubun-ubun. Setelah kepala janin tertusuk, dilakukan aspirasi
sedikit untuk membuktikan benar tidaknya cairan otak yang keluar. Kemudian
alat suntik dilepas dari jarum pungsi sehingga cairan otak mengalir keluar.
Dengan keluarnya cairan otak, kepala janin akan mengecil dan dapat
dilahirkan pervaginam. Untuk mempercepat lahirnya kepala, dapat juga
kepala janin dilahirkan dengan traksi Muzeaux pada kulit kepalanya.
(Wiknjosastro, 2006)
c. Persalinan per abdominal (Seksio Caesar)
1) Indikasi :
a) Ibu
1. Absolut :
a. Induksi persalinan yang gagal
b. Proses persalinan tidak maju
c. Disproporsi sefalopelvik
2. Relatif :
a. Bedah caesar elektif berulang
b. Penyakit ibu (pre eklamsia berat, penyakit jantung, diabetes mellitus, kanker
serviks)
(Errol, 2009)
b) Uteroplasenta
1. Absolut :
a. Bedah uterus sebelumnya (caesar klasik)
b. Riwayat ruptur uterus
c. Obstruksi jalan lahir
d. Plasenta previa, abruptio plasenta berukuran besar
2. Relatif :
a. Riwayat bedah uterus sebelumnya (miomektomi dengan ketebalan penuh)
b. Presentasi tali pusat saat persalinan
(Errol, 2009)
c) Janin
1. Absolut :
a. Gawat janin atau hasil pemeriksaan janin yang tidak meyakinkan
b. Prolaps tali pusat
c. Malpresentasi janin (posisi melintang)
2. Relatif :
a. Malpresentasi janin (sungsang, presentasi alis, presentasi gabungan)
b. Makrosomia
c. Kelainan janin (hidrosefalus)
(Errol, 2009)
2) Klasifikasi
a) Sectio Caesarea transperitonalis yaitu insisi pada segmen bawah rahim dengan cara
melintang, memanjang, dan insisi ini paling sering digunakan.
1. Sectio Caesarea klasik atau corporal dengan insisi memanjang pada korpus uteri
kira-kira sepanjang 10 cm dengan ujung bawah di atas batas plika vesicouterina.
Insisi ini hanya dilakukan apabila terdapat halangan untuk melkukan sectio
caesaria transperitonealis profunda, misalnya perlekatan uterus pada dinding
abdomen karena sectio caesaria terdahulu atau resiko perdarahan segmen bawah
rahim meningkat yang berhubungan dengan letaknya placenta pada placenta
previa. Akan tetapi, resiko komplikasi peritonitis dan ruptur uteri akan meningkat
jauh lebih besar. Sehingga, sesudah dilakukan pembedahan jenis ini, sebaiknya
dilakukan sterilisasi atau histerektomi.
2. Sectio Caesarae ismika atau profunda atau low cervikal dengan insisi pada
segmen bawah rahim kira-kira 10 cm. Jenis tersebut merupakan pembedahan
yang paling banyak dilakukan dengan insisi di segmen bawah uterus. Keunggulan
pembedahan ini adalah perdarahan luka insisi tidak terlalu banyak. Bahaya
peritonitis tidak besar. Parut pada uterus umumnya kuat sehingga bahaya ruptur
uteri di kemudian hari tidak besar karena dalam masa nifas segmen bawah uterus
tidak seberapa banyak mengalami kontraksi seperti korpus uteri sehingga luka
dapat sembuh lebih sempurna.
b) Sectio Caesarea ekstraperitonealis, yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis
dengan demikian tidak membuka kavum abdominalis. Akan tetapi, jenis pembedahan
ini sudah jarang dilakukan, karena tekniknya yang cukup sulit. (Wiknjosastro, 2006)
REFERNSI :
Errol N, John S. 2009. At A Glance: Obstetri dan Ginekologi Edisi 2. Jakarta : Erlangga.
Wiknjosastro, Hanifa. 2006. Ilmu Kebidanan Edisi Ketiga. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.