pengamatan penyakit pada perkebunan teh. ipb
TRANSCRIPT
Tugas Paper Hama dan Penyakit Tanaman Tahunan
Pengidentifikasian dan Perhitungan Intensitas Penyakit pada Tanaman Teh
di Perkebunan Teh 63 Gunung Sahari Hijau, Cigudeg-Bogor
Oleh:
1. Ni Nengah Putri Adnyani A34080013
2. Adhika Prasetya A34080087
3. Riska Noviana A34080088
Dosen
Dr. Supramana
Dr. Kikin Hamzah Mutaqin
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Teh adalah minuman paling populer di seluruh dunia setelah air biasa.
Aromanya yang harum serta rasanya yang khas membuat minuman ini banyak
dikonsumsi masyarakat. Di Indonesia, konsumsi teh sebesar 0,8 kilogram per
kapita per tahun masih jauh di bawah negara-negara lain di dunia, padahal Indonesia merupakan negara penghasil teh terbesar nomor lima di dunia.
Kandungan dalam teh salah satunya yaitu tanin, sebuah infusi yang dibuat
dengan cara menyeduh daun, pucuk daun, atau tangkai daun yang dikeringkan
dari tanaman Camellia sinensis dengan air panas. Jenis-jenis teh dibagi menjadi
empat kelompok : teh hitam, teh oolong, teh hijau, dan teh putih. Serta lebih dari
3.000 varitas lainnya. Teh merupakan sumber alami kafein, teofilin dan
antioksidan dengan kadar lemak, karbohidrat atau protein mendekati nol persen.
Teh juga sering dikaitkan dengan kegunaannya untuk kesehatan. Orang juga
sering menghubung-hubungkan teh dengan keseimbangan yin yang. Teh hijau
cenderung yin, teh hitam cenderung yang, sedangkan teh oolong dianggap
seimbang. Teh pu-erh yang berwarna coklat dianggap mengandung energi yang
dan sering dicampur bunga seruni yang memiliki energi yin agar seimbang.
Peranan komoditas teh dalam perekonomian indonesia cukup strategis,
secara nasional, teh menyumbang produk domestik bruto (PDB) sekitar Rp 1.2
trilyun.dan menyumbang devisa bersih sekitar 110 juta dollar AS per tahun.
Indonesia merupakan negara produsen teh terbesar kelima di dunia setelah India,
Cina, Sri langka, dan Kenya. Volume ekspor teh indonesia sebagaian besar (94%) dalam bentuk teh curah (Nimpatupulu 1992).
Hal yang menjadi perhatian dalam produksi teh adalah terkait masalah hama
dan penyakit tumbuhan. Semakin banyak tanaman teh yang terserang hama dan
penyakit, maka akan berimbas pada tatanan produksi. Adapun bahasan yang akan
di tekankan dalam paper ini adalah fokus terhadap penyakit pada tanaman teh,
cara pengendalain penyakit, perhitungan intensitas penyakit, dan teknik budidaya
pada tanaman teh.
Salah satu penyakit yang menjadi permasalahan utama adalah penyakit
cacar teh yang di sebabkan oleh Exobasidium vexan. Terkait pengendalian hama
dan penyakit tanaman teh dapat dilakukan secara fisika-biologi, mekanik, dan
kimiawi. Namun selain permasalahan penyakit tumbuhan tersebut, ada hal lain
yang juga menjadi perhatian khusus dalam peningkatan produksi teh yaitu
budidaya tanaman teh. Jika dari awal sudah diterapkan budidaya yang baik serta
tepat dalam pemeliharaannya, maka hal-hal seperti hama dan penyakit tumbuhan pada teh dapat di atasi dengan segera dan tepat sasaran.
Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan paper ini adalah agar mahasiswa mampu
secara langsung mengetahui dan menganalisis berbagai macam penyakit tanaman
yang terjadi di lapang (perkebunan teh), teknik pengendalian penyakit,
perhitungan derajat keparahan suatu penyakit, serta teknik budidaya tanaman teh.
TINJAUAN PUSTAKA
Sejarah dan asal usul teh
Tanaman teh termasuk genus Camellia yang memiliki sekitar 82 spesies,
terutama tersebar di kawasan Asia Tenggara pada garis lintang 30° sebelah utara
maupun selatan khatulistiwa. Tanaman teh (Camellia sinensis L) berasal dari
wilayah perbatasan negara-negara Cina Selatan (Yunan), Laos Barat Laut,
Muangthai Utara, Burma Timur dan India Timur Laut, yang merupakan vegetasi
hutan daerah peralihan tropis dan subtropis. Tanaman teh pertama kali masuk ke
Indonesia tahun 1684, berupa biji teh dari Jepang yang dibawa oleh orang Jerman
bernama Andreas Cleyer, dan ditanam sebagai tanaman hias di Jakarta. Pada
tahun 1826 tanaman teh berhasil ditanam melengkapi Kebun Raya Bogor, dan
pada tahun 1827 di Kebun Percobaan Cisurupan, Garut, Jawa Barat. Pada tahun
1828 masa pemerintahan Gubernur Van Den Bosh, Teh menjadi salah satu
tanaman yang harus ditanam rakyat melalui politik Tanam Paksa (Culture Stelsel) (Mahfud dkk 1998).
Berhasilnya penanaman percobaan skala besar di Wanayasa (Purwakarta)
dan di Raung (Banyuwangi) membuka jalan bagi Jacobus Isidorus Loudewijk
Levian Jacobson, seorang ahli teh, menaruh landasan bagi usaha perkebunan teh
di Jawa. Teh dari Jawa tercatat pertama kali diterima di Amsterdam tahun 1835.
Teh jenis Assam mulai masuk ke Indonesia (Jawa) dari Sri Lanka (Ceylon) pada
tahun 1877, dan ditanam oleh R.E. Kerkhoven di kebun Gambung, Jawa Barat.
Dengan masuknya teh Assam tersebut ke Indonesia, secara berangsur tanaman teh
China diganti dengan teh Assam, dan sejak itu pula perkebunan teh di Indonesia
berkembang semakin luas. Pada tahun 1910 mulai dibangun perkebunan teh di
daerah Simalungun, Sumatera Utara (Sultoni 1992).
Budidaya atau penanaman teh di Indonesia
Tanaman teh umumnya dapat dipanen secara terus menerus setelah berumur
5 tahun dan apabila dipelihara dengan baik, tanaman ini dapat memberikan hasil
yang cukup baik selama 40 tahun. Pada umumnya, teh tumbuh di daerah tropis
dengan ketinggian antara 200 sampai 2000 meter diatas permukaan laut. Suhu
cuaca antara 14 sampai 25 0C. Ketinggian tanaman dapat mencapai hingga 9
meter untuk Teh Cina dan Teh Jawa, ada yang berkisar antara 12 sampai 20 meter
tingginya untuk tanaman Teh jenis Assamica. Hingga saat ini, di seluruh dunia
terdapat sekitar 1500 jenis teh yang berasal dari 25 negara. Untuk mempermudah
pemetikan daun-daun teh, maka pohon teh selalu dijaga pertumbuhannya, dengan
cara selalu dipangkas sehingga ketinggannya tidak lebih dari 1 meter. Dengan
ketinggian ini, maka sangatlah mudah untuk memetik pucuk-pucuk daun muda
yang baik (Sosro 2011). Jenis tanah yang cocok untuk teh adalah Andosol,
Regosol dan Latosol. Namun teh juga dapat dibudidayakan di tanah Podsolik
(Ultisol), Gley Humik, Litosol dan Aluvia. Teh menyukai tanah dengan lapisan
atas yang tebal, struktur remah, berlempung sampai berdebu, dan gembur. Derajat
keasaman tanah (pH) berkisar antara 4.5 sampai 6.0. Berdasarkan ketinggian
tempat, kebun teh di Indonesia dibagi menjadi 2 daerah yaitu: (1) dataran rendah:
sampai 800 m dpl; (2) dataran sedang: 800 sampai 1.200 m dpl; dan (3) dataran
tinggi: lebih dari 1.200 meter dpl. Perbedaan ketinggian tempat menyebabkan
perbedaan pertumbuhan dan kualitas teh. (Sultoni 1992).
Tanaman teh dapat tumbuh subur di daerah-daerah dengan ketinggian 200
sampai 2.000 m di atas permukaan laut. Di daerah-daerah yang rendah umumnya
tanaman teh kurang dapat memberi hasil yang cukup tinggi. Tanaman teh
menghendaki tanah yang dalam dan mudah menyerap air. Tanaman tidak tahan
terhadap kekeringan serta menuntut curah hujan minimum 1.200 mm yang merata
sepanjang tahun. Faktor iklim yang harus mendapat perhatian yaitu, suhu udara,
curah hujan, sinar matahari serta angin. Suhu udara yang baik yaitu 13 sampai 25
°C diikuti cahaya matahari yang cerah dengan kelembaban relatif pada siang hari
tidak kurang dari 70%. Curah hujan tinggi, merata sepanjang tahun (kppbumn
2011). Pembenihan teh dengan stek merupakan cara yang paling cepat untuk
memenuhi kebutuhan benih dalam jumlah banyak, dengan keyakinan bahwa
sifat keunggulannya sama dengan pohon induknya. Penanaman dimulai dari
proses pembongkaran pohon dan tunggul, pengelolaan tanah dan pembuatan drainase (Dadan 2009).
Pengolahan daun teh sering disebut sebagai "fermentasi" walaupun
sebenarnya penggunaan istilah ini tidak tepat. Pemrosesan teh tidak
menggunakan ragi dan tidak ada etanol yang dihasilkan seperti layaknya
proses fermentasi yang sebenarnya. Pengolahan teh yang tidak benar memang
bisa menyebabkan teh ditumbuhi jamur yang mengakibatkan terjadinya proses
fermentasi. Teh yang sudah mengalami fermentasi dengan jamur harus dibuang, karena mengandung unsur racun dan unsur bersifat karsinogenik.
Pengelompokan teh berdasarkan tingkat oksidasi yang pertama adalah Teh
Putih, teh ini dibuat dari pucuk daun yang tidak mengalami proses oksidasi dan
sewaktu belum dipetik dilindungi dari sinar matahari untuk menghalangi
pembentukan klorofil. Teh putih diproduksi dalam jumlah lebih sedikit
dibandingkan teh jenis lain sehingga harga menjadi lebih mahal. Yang kedua
adalah Teh Hijau, daun teh ini yang dijadikan teh hijau biasanya langsung
diproses setelah dipetik. Setelah daun mengalami oksidasi dalam jumlah minimal,
proses oksidasi dihentikan dengan pemanasan, yang ketiga adalah Teh Oolong,
teh jenis ini mengalami proses oksidasi dihentikan di tengah-tengah antara Teh
Hijau dan Teh Hitam yang biasanya memakan waktu 2 sampai 3 hari. Yang
keempat adalah Teh Merah atau Teh Hitam. Daun teh dibiarkan teroksidasi secara
penuh sekitar 2 minggu hingga 1 bulan. Teh kelima adalah Teh pu-erh, teh ini Teh
pu-erh yang masih "mentah" bisa langsung digunakan untuk dibuat teh atau
disimpan beberapa waktu hingga "matang". Teh pu-erh yang masih "mentah"
kadang-kadang disimpan sampai 30 tahun bahkan 50 tahun agar matang.
Sedangkan teh-teh yang lain adalah Teh Kuning, Kukicha,Genmaicha (Teh Jepang), Teh Melati, dan Teh Bunga.
Teh juga bisa dijadikan obat yaitu sebagai antidotum pada keracunan oleh
logam-logam berat dan alkaloida. Kandungan zat pada daunnya 1% sampai 4%
kofeine, 7% sampai 15% tanin dan sedikit minyak atsiri. Dalam penggunaan
sebagai obat antidotum pada keracunan oleh logam-logam berat dan alkaloida,
petiklah kuncup daun tersebut 2 sampai 3 helai daun dibawahnya, digulung dan
difermentasikan untuk kemudian diberikan pada penderita (Widayat 1989).
Penyakit-penyakit yang terjadi pada teh
Beberapa penyakit yang sering meyerang tanaman teh diantaranya: Cacar
Teh (Exobasidium vexans). Menyerang daun dan ranting muda. Gejala: bintik-
bintik kecil tembus cahaya dengan diameter 0,25 mm, pada stadium lanjut pusat
bercak menjadi coklat dan terlepas sehingga daun bolong atau berlubang.
Pengendalian: mengurangi pohon pelindung, pemangkasan sejajar permukaan
tanah, pemetikan dengan daur pendek (9 hari). Penyakit Busuk daun(
Cylindrocladum scoparium). Gejala: daun induk berbercak coklat dimulai dari
ujung/ketiak daun, daun rontok, setek akan mati. Pengendalian: mencelupkan stek ke dalam fungisida. Jika persemaian terserang semprotkan benomyl 0.2%.
Mati ujung pada bidang petik (Pestalotia tehae), sering menyerang klon
TRI 2024. Gejala: bekas petikan berbercak coklat dan meluas ke bawah dan
mengering, pucuk baru tidak terbentuk. Pengendalian: pemupukan tepat waktu,
pemetikan tidak terlalu berat, fungisida yang mengandung tembaga. Penyakit akar
merah anggur (Ganoderma pseudoferreum). Gejala: tanaman menguning, layu,
mati. Pengendalian: membongkar dan membakar teh yang sakit, menggali selokan
sedalam 60 sampai 100 cm di sekeliling tanaman sehat, fumigasi metil bromida
atau Vapam. Penyakit berikutnya penyakit akar merah bata (Proria
hypolatertia). Di dataran tinggi 1.000 sampai 1.500 meter dpl. Ditularkan melalui
kontak akar, Gejala: sama dengan penyakit akar merah anggur. Pengendalian: sama dengan penyakit akar merah anggur.
Penyakit akar hitam (Rosellinia arcuata) di daerah 1.500 meter dpl dan R.
bunodes di daerah 1.000 meter dpl. Gejala: daun layu, menguning, rontok dan
tanaman mati, terdapat benang hitam di bagian akar, di permukaan kayu akar
terdapat benang putih (R. arcuata) atau hitam (R. bunodes). Pengendalian: sama
dengan penyakit akar umumnya. Selain itu ada, Jamur akar coklat jamur kanker
belah, jamur leher akar, jamur busuk akar , jamur akar hitam. Menyerang akar, pengendaliannya: sama dengan penyakit akar umumnya (Sukarja 1983).
Penyakit cacar daun teh disebabkan oleh cendawan Exobasidium vexans
yang berasal dari Sri Lanka. Kerugian mencapai 30 sampai 50% dari total nilai
Rp 114 .000.000,- pada tahun 1951. Namun data ini memang tidak represantatif.
Untuk saat ini, tapi masih dapat dijadikan pedoman bahwa penyakit ini dapat merugikan pertanaman teh di Indonesia (Sukarja 1983).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Pengamatan di Perkebunan Teh
Pengambilan 15 Tanaman Contoh
Tanaman contoh 1 Tanaman contoh 2
Tanaman 3 Tanaman 4
Tanaman 5 Tanaman 6
Tanaman 7 Tanaman 8
Tanaman 9 Tanaman 10
Tanaman 11 Tanaman 12
Tanaman 13 Tanaman 14
Tanaman 15
Hasil Pengamatan di Laboratorium
Identifikasi Penyakit secara Makroskopis dan Mikroskopis
No. Penyakit Makroskopis Mikroskopis
(mikroskop)
Mikroskopis
(literatur)
1. Karat Daun
Cephaleuros sp.
2. Bercak
Hitam
Meliola sp.
5. Cacar The
Tidak ditemukan Tidak ditemukan
Pembahasan
Hasil Pengamatan di Lapang dan Identifikasi Penyakit di Laboratorium
Terlihat pada tabel perhitungan terdapat 2 penyakit yang terjadi pada
tanaman Teh Hijau varietas 27 ini yaitu Bercak Hitam dan Karat Merah. Kami
mengambil tanaman contoh sebanyak 15 tanaman dan setiap tanaman kami
mengambil 10 daun teh hijau sebagai sample. Dari hasil metode penghitungan
yang kami gunakan bahwa tingkat insidensi penyakit dan severitas penyakit
Bercak Hitam yang terjadi pada teh hijau varietas 27 cukup rendah yaitu rata-rata
keparahan penyakit sebesar 22.52% dan kejadian penyakit sebesar 86.67%. Sama
halnya dengan penyakit Karat Merah yang terjadi pada teh hijau, rata-rata penyakit yang terjadi sebesar 19.78% dan keparahan penyakitnya sebesar 93.33%.
Ini membuktikan bahwa kejadian dan keparahan penyakit yang terjadi
pada teh hijau bukan penyakit yang dominan atau bisa dikatakan sebagai penyakit
minor. Karena penyakit tersebut tidak terlalu berpengaruh pada hasil produksi teh
hijau tersebut, dibuktikan dengan teh hijau tersebut masih bisa melakukan proses
fotosintesis dan masih berproduksi. Memang pada teh hijau ini terjadi penurunan
produksi tiap kali panen tetapi faktor yang sangat mempengaruhi yaitu iklim dan cuaca.
Pada tabel juga ada gambar atau foto mikroskopis dari penyakit Bercak
Hitam dan Karat Merah. Bercak Hitam tersebut memilki nama cendawannya yaitu
Meliola sp. sedangkan Karat Merah merupakan alga Cephaleuros sp.
Pengendalian yang dilakukan di perkebunan teh ini yaitu menggunakan pestisida,
penyemprotan pestisida tidak dilakukan secara rutin melainkan ada waktunya.
Karena jika disemprot pestisida secara terus menerus takutnya akan berdampak
pada kesehatan manusia secara teh hijau ini akan dikonsumsi oleh orang-orang
setiap harinya. Penggunaan pestisida yang jarang menyebabkan tanaman teh hijau
ini rentan terserang hama, yaitu hama trips, ulat grayak, ulat jengkal, dan ulat
penggerek pohon.
Bercak daun alga Cephaleuros virescens berwarna merah jingga muncul
karena adanya hormone hematokrom yang muncul saat kotak spora siap
berproduksi. Gejalanya yaitu muncul bintik orange kecoklatan berbentuk cakram
di permukaan atas daun yang lama-kelamaan melebar dan tampak hangus. Ini
dikarenakan alga memproduksi filament yang menjadi tempat berkembangnya
zoosporangium. Zoosporangium kemudian menghasilkan zoospora yang
menyebar lewat angin, percika air, dan hujan. Zoospora biasanya menginfeksi daun muda, tunas, dan buah.
Penanggulangannya secara mekanis yaitu cabang yang terinfeksi biasanya
ternaungi, pangkas atau hilangkan naungannya. Memperbaiki drainase agar
kelembabannya berkurang. Secara kimiawi dapat menyemprotkan pestisida
berbahan aktif tembaga dan senyawanya. Budidaya yang dapat dilakukan yaitu
mencegah tanaman stress dengan mencukupi kebutuhan air dan pupuk. Pangkas
secara teratur agar sinar matahari mengenai semua bagian tanaman.
Embun jelaga menutupi permukaan atas daun melati (gambar 6). Apabila
patogen tersebut membentuk lapisan merata adalah Capnodium sp., sedang yang
membentuk kelompok-kelompok hitam berbulu adalah Meliola sp. Miselium
cendawan ini hanya terdapat di permukaan daun dan tidak masuk ke dalam
jaringan. Untuk pertumbuhannya cendawan hanya memakan embun madu yang melekat pada daun.
Selaput hitam tipis pada permukaan daun tersebut terbentuk dari hifa yang
menjalin dan menenun. Apabila udara kering selaput dapat lepas dari daun dan
pecah menjadi bagian-bagian kecil yang terhembus angin dan beterbangan
kemana-mana. Cendawan ini berkembang biak pada musim kemarau, sedang pada
musim hujan berkurang, karena embun madunya tidak banyak. Tanaman di bawah
naungan intensitas serangannya cenderung lebih besar.
Hasil Wawancara dengan Pegawai Bagian Penagamat Hama dan Penyakit
Kerugian Nilai Ekonomi yang Ditimbulkan Penyakit Teh
Dari hasil pengamatan di lapangan, Pak Awi dan Ibu Aen sebagai
Pengamat Hama dan Penyakit di Perkebunan Perusahaan Teh 63 Gunung Sahari
Hijau, Cigudeg, Bogor, 19 Maret 2011 yang memiliki luas lahan perkebunan ±125
ha dengan pegawai 200 orang, menyatakan bahwa penyakit teh yang ditimbulkan
oleh bakteri atau cendawan di perkebunan ini sangat sedikit, bahkan hampir tidak
ada. Permasalahan yang menjadi perhatian di perkebunan teh ini adalah hama.
Adapun hama yang menyerang perkebunan teh ini diantaranya: hama Trips, Empoasca, Ulat Grayak, Ulat Jengkal, dan Ulat Penggerek Pohon.
Penyakit mayor dari penyakit teh, yaitu cacar teh oleh Exobasidium
vexans, tidak ditemukan di perkebunan teh ini, hanya penyakit minornya saja
yang ditemukan seperti penyakit bercak hitam (embun jelaga) oleh cendawan
Meliola sp. dan karat merah oleh ganggang Chephaleuros sp. Perkebunan swasta
ini dikelola oleh Ibu Ani sebagai Direktur Perusahaan Teh 63, Gunung Sahari
Hijau, menyatakan bahwa kerugian dari nilai ekonomi yang ditimbulkan oleh
hama atau penyakit teh yang ada di perkebunan ini cukup menguras biaya yang
sudah dikeluarkan untuk produksi, namun tidak dijelaskan secara rinci nilai nominal (%) kerugiannya.
Berkembangnya penyakit yang ada di perkebunan teh ini adalah terkait
cuaca dan suhu yang tidak menentu. Dan lagi kondisi letak geografis di
perkebunan teh ini kurang memadai atau kurang cocok dalam pertumbuhan teh.
Jenis teh yang ditanam pada perkebunan teh ini sangat langka, berbeda dengan
perkebunan teh yang ada di puncak, seperti teh asem dan teh jawa. Jenis teh yang
ditanam adalah teh hijau 27 yang bibit teh ini didapatkan melalui import dari
Taiwan, yang memang produksi teh hijau untuk obat ini juga akan di ekspor
kembali ke pasaran di Taiwan. Kondisi cuaca dan suhu di perkebunan teh ini tidak
boleh terlalu panas atau terlalu dingin. Iklim cuaca yang tidak menentu menjadi
pengaruh besar dalam pertumbuhan teh yang berkolerasi penuh dengan peningkatan hasil produksi.
Terdapat sejumlah kesulitan untuk memonitoring faktor-faktor cuaca
selama berlangsungnya epidemi penyakit tumbuhan. Kesulitan tersebut muncul
dari kebutuhan untuk memonitoring secara terus menerus beberapa faktor yang
berbeda (suhu, kelembaban, kebasahan daun, hujan, angin, dan kabut) pada
tempat-tempat yang berbeda dalam kanopi tumbuhan pada satu lahan atau lebih.
Kerugian nilai ekonomi yang mengakibatkan turunnya hasil produksi
perkebunan teh dan secara otomatis juga menurunkan pendapatan perusahaan,
tidak serta merta menjadikan perusahaan terhenti produksinya, tetapi perusahaan
terus mengembangkan alternatif untuk tetap menstabilkan kondisi perusahaan
dengan penanganan pengendalian dan kultur teknis serta mekanis yang lebih
khusus dalam penanganannya, seperti penggunaan pupuk kandang dengan kotoran
ayam telor dan kotoran sapi yang rutin diberikan, mengurangi kelembaban kebun
dengan mengatur jarak tanam dengan cara memangkas tanaman atau tunas yang
tidak produktif, memangkas daun yang terserang dan memusnahkannya,
mengurangi populasi kutu daun penghasil sekresi sebagai media pertumbuhan
cendawan. Sedangkan kimiawinya dengan pestisida Decis 25 EC dan sebelum aplikasi fungisida, dilakukan pemantauan OPT yang intens.
Penyakit yang Dominan pada Perkebunan Teh yang Diamati
Penyakit yang dominan ditimbulkan pada perkebunan teh ini hanya
penyakit minornya saja, seperti embun jelaga oleh cendawan Meliola sp. dan karat
merah ganggang Chephaleuros sp. Pada penyakit embun jelaga oleh cendawan
Meliola sp. menyerang daun dengan gejala terdapat bercak-bercak hitam di atas
permukaan daun. Miselium cendawan ini hanya terdapat di permukaan daun dan
tidak masuk ke dalam jaringan. Untuk pertumbuhannya cendawan hanya memakan embun madu yang melekat pada daun.
Cendawan Meliola sp. yang memiliki selaput hitam tipis pada permukaan
daun tersebut terbentuk dari hifa yang menjalin dan menenun. Apabila udara
kering, selaput dapat lepas dari daun dan pecah menjadi bagian-bagian kecil yang
terhembus angin dan beterbangan kemana-mana sehingga menebarkan penyakit
ke tanaman yang lain. Cendawan ini berkembang biak pada musim kemarau,
sedang pada musim hujan berkurang, karena embun madunya tidak banyak. Tanaman di bawah naungan, jadi intensitas serangannya cenderung lebih besar.
Dan penyakit teh yang disebabkan oleh ganggang Chephaleuros sp.,
biasa disebut dengan bercak karat merah, gejala penyakit terlihat dari atas
permukaan daun yang tampak bercak-bercak kemerah-merahaan dan berbulu.
Penyakit ini umumnya menyerang daun-daun tua. Bercak daun alga Cephaleuros
sp. berwarna merah jingga timbul karena adanya hormone hematokrom yang
muncul saat kotak spora siap berproduksi. Gejalanya yaitu muncul bintik orange
kecoklatan berbentuk cakram di permukaan atas daun yang lama-kelamaan
melebar dan tampak hangus. Ini karena alga memproduksi filament yang menjadi
tempat berkembangnya zoosporangium. Zoosporangium kemudian menghasilkan
zoospora yang menyebar lewat angin, percikan air, dan hujan. Zoospora biasanya menginfeksi daun muda, tunas, dan buah.
Pengendalian penyakit dilakukan secara mekanis yaitu cabang yang
terinfeksi biasanya ternaungi, pangkas atau hilangkan naungannya. Memperbaiki
drainase agar kelembabannya berkurang. Secara kimiawi dapat menyemprotkan
pestisida berbahan aktif tembaga.
Metode Pengukuran dan Intensitas Kejadian Penyakit serta Tingkat
Keparahannya
Metode pengukuran yang dilakukan untuk deteksi penyakit di perkebunan
teh yang diamati adalah dengan perhitungan pengukuran penyakit, pengambilan
contoh penyakit pada daun, dan pengamatan pada peubah yang terkait dengan
penyakit. Pada perhitungan penyakit, diambil luas lahan sampel ±3m x 3m,
dilanjutkan pengambilan15 tanaman contoh yang berpenyakit, zig-zag acak, perhitungan dilakukan dengan melihat kadar tingkat keparahan (%).
Pengambilan 15 tanaman contoh secara zig-zag dan setiap tanaman
diambil 10 daun yang berpenyakit. Kemudian pengamatan tingkat keparahan
penyakit di ukur dengan melihat digram skor dan skala kerusakan bercak / karat
daun. Dalam pengamatan daun yang terserang penyakit ini ada intensitas penyakit
yang menjadi faktor utama dalam pengukuran tingkat keparahan penyakit itu
sendiri.
Intensitas penyakit meliputi insidensi penyakit dan severitas penyakit.
Insidensi penyakit adalah kejadian penyakit yang dilihat dari proporsi individual
inang atau organ yang terserang penyakit, tanpa memperdulikan seberapa berat
penyakitnya yang dinyatakan dalam perentase (%). Adapun rumus perhitungan
dari Insidensi Penyakit, yaitu Insidensi Penyakit =𝑛
𝑁 x 100%. ( n = jumlah
tanaman yang tergolong ke dalam suatu kategori serangan , N = Jumlah tanaman
yang diamati).
Dan untuk Severitas Penyakit atau Keparahan Penyakit, proporsi
permukaan inang yang terinfeksi terhadap total permukaan inang yang diamati.
Berat penyakit diperkirakan secara visual langsung dari unit contoh, dalam hal ini
yang diambil adalah daun. Perhitungan Severitas Penyakit menggunakan rumus
sebagai berikut: Severitas Penyakit =∑𝑛 𝑥 𝑣
𝑁 𝑥 𝑉 x 100%. (v = skor pada setiap
kategori serangan, V = skor untuk kategori serangan terberat ).
Keparahan atau berat gejala penyakit dinyatakan sebagai presentase luas
gejala terhadap total luas permukaan daun dan dikategorikan dalam skala
kerusakan dengan masing-masing nilai skor sebagai berikut:
Skor Skala Kerusakan
0 Luas gejala 0% (tidak ada gejala)
1 Luas gejala 1-5%
2 Luas gejala 6-10%
3 Luas gejala 11-25%
4 Luas gejala26-40%
5 Luas gejala 41-65%
6 Luas gejala 66-100%
Penyakit Mayor pada Perkebunan Teh
Penyakit Blister blight atau penyakit cacar teh yang disebabkan oleh
cendawan bernama Exobasidium vexans yang merupakan penyakit mayor pada
tanaman teh. Penyakit ini berdampak langsung pada produktivitas pohon teh yang
ditanam karena berkurangnya kuantitas daun teh yang bisa dipanen pada akhirnya.
Biasanya dalam satu hektar lahan bisa menghasilkan panenan sebanyak 3.5 ton
daun teh, misalnya, akibat serangan penyakit cacar teh itu panenan menurun jadi hanya sekitar dua ton saja untuk setiap satu hektar lahan.
Dan dalam literatur yang lain disebutkan pula bahwa penyakit cacar daun
teh yang disebabkan oleh cendawan E. vexans dapat menurunkan produksi pucuk
basah sampai 50 persen karena menyerang daun atau ranting yang masih muda.
Umumnya serangan terjadi pada pucuk peko, daun pertama, kedua dan ketiga.
Gejala awal terlihat bintik-bintik kecil tembus cahaya, kemudian bercak melebar
dengan pusat tidak berwarna dibatasi oleh cincin berwarna hijau, lebih hijau dari
sekelilingnya dan menonjol ke bawah. Pusat bercak menjadi coklat tua akhirnya
mati sehingga terjadi lubang. Penyakit tersebar melalui spora yang terbawa angin, serangga atau manusia.
Perkembangan penyakit dipengaruhi oleh kelembaban udara yang tinggi,
angin, ketinggian lokasi kebun dan sifat tanaman. Banyaknya bulu daun pada
peko dapat mempertinggi ketahanan terhadap penyakit cacar. Kedatangan cacar
daun dapat diramalkan apabila dalam 7 sampai 10 hari berturut-turut turun hujan.
Pengendalian penyakit dilakukan dengan pengaturan naungan agar sinar matahari
dapat masuk ke kebun. Pemangkasan teh di musim kemarau agar tanaman yang
baru dipangkas dapat berkembang karena pada saat ini cacar teh sulit
berkembang. Pengaturan daur petik kurang dari 9 hari dapat mengurangi sumber
penularan baru karena pucuk terserang sudah terpetik. Untuk pencegahan,
sebaiknya ditanam klon teh yang tahan seperti PS 1 dan RB 1.
Penutup
Kesimpulan
Berdasarkan hasil turun lapang yang telah dilakukan di Perkebunan
Perusahaan Teh 63 Gunung Sahari Hijau, Cigudeg, Bogor dapat disimpulkan
bahwa penyakit yang ditemukan yaitu Karat Merah (Cephaleuros sp.) dan Bercak
Hitam (Meliola sp.) bukan merupakan penyakit yang dominan terjadi pada
tanaman teh, melainkan penyakit ini merupakan penyakit minor pada teh yang
juga dapat menyerang pada tanaman perkebunan lainnya. Namun penyakit minor
yang terjadi di perkebunan teh ini tetap menjadi perhatian khusus dalam
pengendaliannya karena potensinya dapat menurunkan daya hasil produksi dari tanaman teh tersebut.
Saran
Adapun saran yang dapat kami berikan yaitu perlu diadakannya
identifikasi lebih lanjut tentang penyakit Karat Merah (Cephaleuros sp.) dan
Bercak Hitam (Meliola sp.) pada teh karena menurut informasi yang kami dapat
dari pegawai bagian hama dan penyakit tumbuhan perkebunan teh tersebut, tidak
terdapat penyakit yang menyerang melainkan hanya terdapat hama saja pada
perkebunan teh tersebut.
Daftar Pustaka
Anona Nimpatupulu (1992). Pengendalian hama, penyakit dan gulma di
perkebunan teh: Pengendalian Hama. Penelitian Perkebunan Gambung,
Bandung, Indonesia.
Dadan Rohdiana. 2009. Teh Mencegah Kanker Perut. Encyclope-Tea [internet].
[diunduh 2011 Mar 26]. Tersedia pada:
http://rumahteh.com/detail.php?judul=Teh%20Mencegah%20Kanker%20Perut.
Mahfud, M.C., E. Korlina, A. Budijono, M, Soleh dan A. Surjadi. 1998. Uji
Aplikasi Komponen PHT untuk mengendalikan penyakit karat daun.
Laporan pengkajian Bagian Proyek Penelitian Tanaman Perkebunan.
Bogor. 1-6.
M.Sultoni Arifin, Dr. dkk. 1992. Petunjuk Kultur Teknis Tanaman Teh. Pusat Penelitian Perkebunan Gambung. Bandung.
Rasjid Sukarja, Ir. 1983. Petunjuk Singkat Pengelolaan Kebun Teh. Badan
Pelaksana Protek Perkebunan Teh Rakyat dan Swasta Nasional. Bandung.
Widayat, Wahyu (1989). Hama dan Penyakit Penting pada Tanaman Teh dan
Cara Pengendaliannya. Balai Penelitian Teh dan Kina, Gambung, Bandung,Indonesia.