pengambilan keputusan untuk profesi pada siswa
TRANSCRIPT
5/12/2018 Pengambilan Keputusan Untuk Profesi Pada Siswa - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pengambilan-keputusan-untuk-profesi-pada-siswa-55a4d153a5b2b
Pengambilan Keputusan untuk Profesi pada Siswa
Jenjang Pendidikan Menengah
(Survei pada SMA, MA, dan SMK di DKI Jakarta).
Oleh: Hayadin
Abstrak: Penelitian ini dilakukan didorong oleh keprihatinan atas tingginya
jumlah pengangguran terutama pengangguran terpelajar, dan tingginya
permasalahan sosial yang terjadi pada pelajar / siswa usia dan jenjang Pendidikan
Menengah di tanah air. Asumsinya adalah, pelajar yang memiliki keputusan untuk
menggeluti profesi tertentu pada masa depan, tidak akan melakukan hal-hal
negatif yang merusak cita-citanya. Penelitian ini mempertanyakan kemampuan
dan wawasan siswa-siswi Sekolah Menengah Atas, Madrasah Aliyah, dan
Sekolah Menengah Kejuruan dalam hal membuat keputusan tentang profesi dan
pekerjaan. Penelitian dilakukan di Kota Jakarta pada bulan Januari sampai dengan
Maret 2005. Sampel penelitian diperoleh secara oportunistik sebanyak 400 siswa.
Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara dan angket.Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas siswa-siswi Sekolah Menengah
Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), belum memiliki keputusan yang jelas tentang profesi yang akan digelutinya.
Kata Kunci: pengambilan keputusan, penemuan diri, profesi, siswa, Sekolah
Menengah Atas, Madrasah Aliyah, Sekolah Menengah Kejuruan.
1. Pendahuluan
Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) Nomor 20
Tahun 2003; fasal 1, ayat 1 pengertian pendidikan adalah ³usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara´. Pengertian tersebut merupakan ungkapan makna teleologis dari pendidikan yakni menciptakan warga negara yang bertaqwa, berakhlak dan
terampil. Untuk mencapai tujuan tersebut maka diselenggarakan serangkaiankegiatan pembelajaran yang bersifat formal, nonformal maupun informal dengan
berbagai jenjang mulai dari pendidikan usia dini hingga pendidikan tinggi.
Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan
Madrasah Aliyah (MA) merupakan salah satu jenjang pendidikan yang ditempuh
oleh anak Indonesia dalam mengikuti kegiatan pembelajaran secara formal.
Jenjang ini merupakan tahap yang strategis dan kritis bagi perkembangan danmasa depan anak Indonesia. Pada jenjang ini, anak Indonesia berada pada pintu
gerbang untuk memasuki dunia pendidikan tinggi yang merupakan wahana untuk
membentuk integritas profesi yang didambakannya. Pada tahap ini pula, anak
Indonesia bersiap untuk memasuki dunia kerja yang penuh tantangan dan
kompetisi.
Secara psikologis, masa tersebut merupakan masa pematangan kedewasaan. Pada
tahap ini anak mulai mengidentifikasi profesi dan jati dirinya secara utuh. Para
5/12/2018 Pengambilan Keputusan Untuk Profesi Pada Siswa - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pengambilan-keputusan-untuk-profesi-pada-siswa-55a4d153a5b2b
ahli pendidikan seperti Montessory dan Charless Buhler (dalam Sugeng Santosa;
2000), menyatakan bahwa pada usia tersebut seseorang berada pada masa
µpenemuan diri¶. Secara spesifik, Montessory menyebutkan pada usia 12 ± 18
tahun, sementara Charles Buhler menyebutkan pada usia 13 ± 19 tahun. Salah satuaspek µpenemuan diri¶ pada anak yang paling penting pada tahap ini adalah
pekerjaan dan profesi. Secara psikologis mereka mulai mengidentifikasi jenis
pekerjaan dan profesi yang sesuai dengan bakat, minat, dan kecerdasan serta
potensi yang dimilikinya.
Pada sisi lain, secara empirik kita melihat kenyataan para pelajar tersebut
menghadapi berbagai permasalahan yang serius seperti: tawuran, dan
penyalahgunaan obat psikotropika. Selain itu, para pelajar sering pula diberitakan
media melakukan tindakan kekerasan, pergaulan yang tidak teratur, serta banyak
menyia-nyiakan waktu.
Kondisi tersebut melahirkan berbagai implikasi langsung kepada diri para pelajar maupun implikasi tidak langsung kepada lingkungan sosial dan budaya bangsa.
Dampak kepada para pelajar sebagai implikasi dari perilaku tersebut di atas adalahrendahnya prestasi akademik. Sementara dampak kepada lingkungan sosial dan
budaya bangsa dari perilaku pelajar tersebut di atas adalah tingginya angka penggangguran terpelajar (student unemployment) serta rendahnya daya saing
bangsa di tengah ± tengah bangsa lain di dunia.Rendahnya daya saing tersebut (seperti telah dimaklumi publik) dipengaruhi oleh
rendahnya kualitas sumber daya manusia Indonesia. Salah satu indikator
rendahnya kualitas sumber daya manusia Indonesia adalah melalui angka indeks
pembangunan manusia atau Human Development Index (HDI) yang dikeluarkan
oleh UNDP salah satu organisasi pembangunan PBB. Rating list yang dikeluarkan
selalu menempatkan negara Indonesia pada urutan 105 , 104, dan 103. Rating
tersebut berada di bawah rating negara-negara Asean lainnya.Berdasarkan data statistik pada Biro Pusat Statistik (BPS-RI; 2002) jumlah
pengangguran terbuka (open unemployment) di tanah air sebanyak 9.132.104
jiwa. Dari jumlah tersebut, sebanyak 41,2 % (3.763.971 jiwa) adalah tamatan
SLTA (jenjang pendidikan Menengah), Diploma, Akademi dan Universitas atau
µpengangguran terpelajar¶. Di antara jumlah pengangguran terbuka tersebut,
2.651.809 jiwa tergolong Hopeless of Job (merasa tidak yakin mendapatkan
pekerjaan); 436.164 diantaranya adalah tamatan SLTA, Diploma, Akademi, danUniversitas.
Data dan konteks yang diuraikan di atas menunjukkan adanya berbagai persoalandengan siswa pada jenjang Pendidikan Menengah yakni Sekolah Menengah Atas
(SMA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan Madrasah Aliyah (MA) di tanah
air. Persoalan tersebut (jika dikaji lebih lanjut) berkaitan dengan sistem pembelajaran seperti: kurikulum, media, sumber belajar, dan tenaga pengajar;ataupun lingkungan tempat mereka belajar seperti budaya dan iklim sekolah serta
lingkungan makro di mana anak-anak tersebut berada.
Secara umum, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan siswa
pada jenjang Pendidikan Menengah yakni: Sekolah Menengah Atas (SMA),
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan Madrasah Aliyah (MA) dalam
mengambil keputusan tentang profesi. Secara khusus, penelitian ini ingin
5/12/2018 Pengambilan Keputusan Untuk Profesi Pada Siswa - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pengambilan-keputusan-untuk-profesi-pada-siswa-55a4d153a5b2b
mengetahui pilihan (preferensi) siswa setelah tamat pada jenjang Pendidikan
Menengah. Apakah mereka akan langsung bekerja atau melanjutkan ke Jenjang
Pendidikan Tinggi. Apakah mereka telah mempunyai pilihan yang berkaitan
dengan profesi, pekerjaan, Perguruan Tinggi dan Lembaga Kursus yang sesuaidengan pilihan profesinya.
2. Kajian Literatur.
a. Pengertian Pengambilan Keputusan.
Secara sederhana pengambilan keputusan merupakan peristiwa yang senantiasa
terjadi dalam setiap aspek kehidupan manusia. Hal tersebut sebagai konsekuensi
logis dari dinamika perkembangan kehidupan yang senantiasa berubah dan
bersifat sangat kompleks. Dalam konteks ini, proses pengambilan keputusan
merupakan salah satu bentuk respon manusia terhadap lingkungannya. Keputusan
yang diambil oleh manusia akan menjadi awal bagi penentuan kehidupan
selanjutnya. Demikian seterusnya terjalin secara dialektis antara proses
pengambilan keputusan dengan lingkungan kehidupan manusia yang luas dankompleks.
Fred Luthans dan Keith Davis (1996) mengemukakan bahwa µDecision making isalmost universally defined as choosing between alternatives. Artinya, bahwa
secara umum pengertian dari pengambilan keputusan adalah memilih diantara berbagai alternatif. Pengertian ini diperkuat oleh pendapat Garry Deslerr (2001)
bahwa µDecision is a choice made between available alternatives¶. Ditinjau darisudut pandang lain dinyatakan pula bahwa µDecision making is the process of
developing and analyzing alternatives and choosing from among them¶ (Garry
Desler, 2001).
Way K. Hay dan Cecil G. Miskel (1982) menyatakan bahwa pengambilan
keputusan merupakan siklus kegiatan yang melibatkan pemikiran rasional baik secara individu maupun kelompok dalam semua tingkat dan bentuk organisasi.
Pendapat ini menyebutkan pemikiran rasional sebagai hal yang penting.
Pemikiran yang rasional merupakan landasan dalam membuat keputusan, karena
pilihan terhadap berbagai alternatif yang tersedia didasarkan pada pertimbangan
plus-minus, atau manfaat dan konsekwensi yang menyertai setiap pilihan. Setiap
pilihan memiliki konsekwensi. Dan rasionalitas berperan utama dalam
menemukan konsekwensi tersebut sebelum keputusan diimplementasikan.
Dari beberapa pengertian yang disebutkan di atas, terdapat satu kata kunci yang
penting untuk memahami makna pengambilan keputusan yakni memilih (choice).Memilih berarti menentukan satu hal dari beberapa hal yang ada atau tersedia.
Sesuatu yang dipilih ditentukan oleh pertimbangan selera dan rasionalitas individu
(Herbert A. Simon, 1997). Biasanya, selera dan rasionalitas tersebut merujuk padahal-hal yang menyenangkan atau menguntungkan individu dan masyarakat.
b. Pengertian Profesi.
Secara sederhana profesi dapat diartikan sebagai pekerjaan yang didasari oleh
keterampilan dan keahlian (skill and expertise) tertentu. Carter V. Good (1973),
menjelaskan bahwa jenis pekerjaan yang berkualifikasi profesional memiliki ciri-
ciri tertentu, yaitu: memerlukan persiapan atau pendidikan khusus bagi calon
5/12/2018 Pengambilan Keputusan Untuk Profesi Pada Siswa - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pengambilan-keputusan-untuk-profesi-pada-siswa-55a4d153a5b2b
pelakunya, kecakapan profesi berdasarkan standard baku yang ditetapkan oleh
organisasi profesi atau organisasi yang berwenang lainnya, profesi tersebut
mendapatkan pengakuan dari masyarakat dan negara dengan segala civil effectnya
(Carter V. Good, 1973).Ahli profesi di Indonesia seperti dikutip oleh Nyoman Dentes menyusun ciri-ciri
utama profesi, yakni sebagai berikut: (1). Memiliki fungsi atau signifikansi sosial
yang krusial; (2). Tuntutan penguasaan keterampilan sampai pada tingkatan
tertentu; (3). Proses pemilikan keterampilan tersebut berdasarkan penggunaan
metode imiah; (4). Memiliki batang tubuh disiplin ilmu yang jelas, eksplisit dan
sistematis; dan (5). Penguasaan profesi tersebut memerlukan pendidikan pada
jenjang perguruan tinggi (Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 2002).
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut di atas, maka makna terpenting dari
profesi adalah adanya keterampilan sebagai dasar kehidupan yang diperoleh
melalui pendidikan, dan bertujuan untuk menolong masyarakat. Pengertian inimenyiratkan makna bahwa tidak semua pekerjaan dapat dikategorikan sebagai
profesi. Tetapi setiap profesi selalu berbentuk pekerjaan.
c. Urgensi Pengambilan Keputusan Profesi.Berdasarkan uraian sebelumnya tentang profesi, dapat dimengerti bahwa profesi
merupakan salah satu urusan penting dan utama bagi kelangsungan hidup, harkatdan martabat individu. Hal tersebut karena profesi berkaitan dengan pekerjaan,
mata pencaharian, dan penghasilan serta kesejahteraan. Kehidupan seseorangdapat memiliki makna yang berarti hanya dengan profesi yang digeluti. Tanpa
profesi yang dijalani, maka kehidupan seseorang tidak memiliki nilai.
Sebelum suatu profesi dijalani, terlebih dahulu secara personal terjadi proses
pengambilan keputusan, yakni aktivitas berpikir, menelaah dan menimbang
beberapa jenis profesi. Ini adalah proses pengambilan keputusan profesi. Dalamrentang kehidupan individu, ada suatu tahap di mana tahap perkembangan
individu secara sadar mendorongnya untuk memilih profesi, dan/atau pekerjaan.
Tahap ini menurut Anne W. Gormly dan David M. Brodzisky (1993) disebut
dengan tahap decision years; yakni masa pengambilan keputusan. Secara biologis,
ini ada pada rentang usia 18 ± 40 tahun. Masa ini disebut pula dengan fase awal
kedewasaan (early-childhood). Pada fase ini, seseorang mulai memasuki dunia
kerja, profesi, dan karier.
Selanjutnya, Gormly dan Brodzisky (1993) mengkaji kehidupan manusia
berdasarkan µlifespan perspektif¶; yakni suatu pandangan yang meyakini bahwa perkembangan yang terjadi sepanjang usia manusia merupakan hasil dari interaksi
faktor-faktor: fisik, biologis, sosial, historis, budaya dan psikologis. Mereka
membagi tahapan kehidupan manusia terdiri atas: beginning years, exploringyears, learning years, transition years, decision years, reassessment years, goldenyears, dan final years. Setiap tahap adalah kontinuitas dan sekuens dari tahap
sebelumnya.Berdasarkan lifespan perspektif, maka pekerjaan, mata pencaharian dan profesi,
ada dan mulai berkembang pada tahap learning years, transition years, dan
decision years dan seterusnya. Pada tahap learning years, individu mulai
menyadari pentingnya peran dan pekerjaan. Ini ada pada usia 6 ± 12 tahun. Oleh
5/12/2018 Pengambilan Keputusan Untuk Profesi Pada Siswa - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pengambilan-keputusan-untuk-profesi-pada-siswa-55a4d153a5b2b
karena itu, tahap ini dalam perspektif psikologis disebut masa pertengahan anak-
anak (middle-childhood). Selanjutnya setelah learning years adalah tahap transisi
(transition years) pada usia 12 ± 18 tahun. Biasa disebut pula dengan masa
Adolescence. Pada tahap ini orang mulai mengembangkan keterampilan kerja, bekerja paruh waktu, dan mulai mengeksplorasi dan merencanakan karier. Setelah
tahap ini selesai, maka seseorang memasuki tahap decision years.
Berdasarkan uraian diatas, dapat diketahui bahwa jenjang Pendidikan Menengah
atau masa pada Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), dan
Sekolah Menengah Kejuruan(SMK) yang berada pada rentang usia 16 ± 18 tahun
merupakan akhir masa transisi (transition years) dan awal masa pengambilan
keputusan (decision years). Oleh karena itu, pengambilan keputusan profesi pada
masa ini merupakan hal yang penting.
d. Hasil Studi yang Relevan
Dari berbagai referensi, salah satu hasil studi yang relevan dengan peneltian ini
adalah seperti dilakukan oleh Badeni (Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 2002).Studi tersebut meneliti tentang Relevansi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
dengan kebutuhan pasar kerja di Indonesia. Penelitian dilakukan pada enam provinsi di Indonesia dengan jumlah sampel sebesar 720 orang alumni SMK.
Hasilnya menunjukkan bahwa kesesuaian antara jurusan yang diambil ketika bersekolah di SMK dengan bidang pekerjaan setelah tamat, sangat bervariasi.
3. Metodologi
Penelitian dilakukan dengan survei dan bertujuan untuk mengetahui kemampuansiswa pada jenjang Pendidikan Menengah dalam mengambil keputusan tentang
profesi yang akan digeluti. Penelitian ini dilakukan di beberapa Sekolah
Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan MadrasahAliyah (MA) kelas tiga di DKI Jakarta. Penelitian dilakukan pada bulan Januari
sampai dengan Maret 2005. Sampel dipilih secara oportunistik sebanyak 400
siswa. Jumlah tersebut terdiri atas 96 siswa Madrasah Aliyah (MA), 79 siswa
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan sisanya adalah siswa Sekolah
Menengah Atas (SMA). Sementara orang tua siswa (sebagai responden) yang
dijangkau berjumlah 52 orang. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan
teknik wawancara dan angket. Triangulasi dilakukan untuk memperoleh data dan
informasi secara matang. Triangulasi dalam penelitian ini dilakukan dalam bentuk
merecek data yang diperoleh melalui angket dengan informasi melaluiwawancara, baik dari dan kepada murid maupun kepada orang uta dan tenaga
pendidik dan kependidikan di sekolah. Teknik analisis data menggunakan
deskriptif-analitik.Teknik opportunistic sampling digunakan dalam penelitian ini merujuk pada
pendapat Michael Quinn Patton yang menyatakan µOpportunistic samling is
following new leads during field work, taking advantage of the unexpected
flexibility¶ (1990). Artinya, opportunistik sampling adalah mengikuti petunjuk
baru selama di lapangan, mengambil manfaat dari fleksibilitas yang tak terduga.
Dalam penelitian ini, siswa dan mereka yang menjadi sampel dan responden
adalah yang dapat dijangkau oleh peneliti dan sesuai dengan karakteristik sampel
5/12/2018 Pengambilan Keputusan Untuk Profesi Pada Siswa - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pengambilan-keputusan-untuk-profesi-pada-siswa-55a4d153a5b2b
dan tujuan penelitian.
Dengan metode kualitatif seperti tersebut di atas, penelitian ini memiliki beberapa
keterbatasan dan kelemahan. Keterbatasan yang sangat dirasakan oleh peneliti
adalah pada instrumen angket dan teknik sampling yang digunakan.
4. Hasil Penelitian dan Pembahasan.
a. Kemampuan Mengambil Keputusan
Indikator utama yang digunakan untuk mengetahui kemampuan dalam mengambil
keputusan adalah preferansi pekerjaan dan profesi setelah tamat jenjang
Pendidikan Menengah. Berdasarkan data kuisioner, diperoleh gambaran, bahwa:
35,75% siswa kelas tiga SMA/MA/SMK sudah mempunyai pilihan pekerjaan dan
profesi; sementara 64,25% lainnya belum memiliki pilihan profesi dan pekerjaan.
Siswa-siswi yang belum memiliki keputusan untuk profesi tersebut terdiri atas
mereka yang memiliki prestasi akademik yang baik dan ada pula yang prestasi
akademiknya sedang.
Mereka berencana untuk melanjutkan studi ke perguruan tinggi, mengikuti kursusketerampilan, dan sebagian yang lain langsung mencari pekerjaan. Sebanyak 54 %
siswa yang disurvei berencana untuk melanjutkan studi ke perguruan tinggi; 8,9 % berencana untuk mengikuti kursus keterampilan; dan 37,1 % yang lain berencana
untuk melamar / mencari kerja. Meskipun demikian, belum seluruh siswa-siswiyang berencana untuk melanjutkan studi ke perguruan tinggi telah memiliki
keputusan tentang perguruan tinggi dan jurusan atau fakultas yang akan dipilih.Sebanyak 52,3 % siswa-siswi (yang mengembalikan angket) belum memiliki
pilihan perguruan tinggi. Sisanya sudah memiliki pilihan.
Secara detail, data tersebut dapat disajikan dalam Tabel berikut:
Tabel 1. Prosentase hasil pengambilan keputusan siswa pada jenjang Pendidikan
Menengah (SMA/SMK/MA): Nomor. Uraian Prosentase Keterangan.
1.
Sudah punya pilihan profesi 35,75 % N = 316.
Belum punya pilihan profesi 64,25 %
2. Memilih lanjut ke PT. 54 % N = 370.
Memilih mengikuti kursus 8,9 %
Memilih melamar kerja 37,1 %
3. Sudah punya pilihan PT. 47,7 % N = 355
Belum punya pilihan PT. 52,3 %4. Sudah punya pilihan disiplin ilmu / jurusan di PT. 55,7 % N = 327
Belum punya pilihan disiplin ilmu / jurusan di PT. 44,3%
5 Memilih PNS sebagai profesi/pekerjaan pada 5 atau 8 tahun yang akan datang.66,1 % N = 336
Memilih Non-PNS sebagai profesi/pekerjaan pada 5 atau 8 tahun yang akan
datang. 33,9 %
Data tersebut di atas menunjukkan bahwa mayoritas anak sekolah pada jenjang
Pendidikan Menengah yang diteliti belum mempunyai pilihan pekerjaan dan
5/12/2018 Pengambilan Keputusan Untuk Profesi Pada Siswa - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pengambilan-keputusan-untuk-profesi-pada-siswa-55a4d153a5b2b
profesi yang akan digeluti. Ketidakmampuan memilih pekerjaan dan profesi
tersebut disebabkan oleh beberapa hal, antara lain: (1). Kurangnya wawasan dan
pengetahuan anak tentang dunia profesi dan pekerjaan; (2). Rendahnya perhatian
orang tua terhadap pilihan profesi anak, serta (3). Lemahnya perhatian sekolahtempat anak belajar terhadap dunia pekerjaan dan profesi serta karier.
b. Preferensi siswa kelas tiga SMA/MA.
Informasi rendahnya wawasan dan pengetahuan responden tentang profesi dan
pekerjaan, selain dapat dilihat pada Tabel tersebut di atas, juga dapat diketahui
melalui ketidaksesuaian (inkoherensi) antara pilihan pekerjaan dan pilihan disiplin
ilmu yang akan dipilih di Perguruan Tinggi. Pekerjaan yang dipilih (seperti
terlihat pada Tabel 1, nomor 5), menunjukkan mayoritas pada Pegawai Negeri
Sipil (PNS). Sementara itu disiplin ilmu yang dipilih tidak sesuai dengan
karakteristik pekerjaan PNS.
Beberapa orang tua siswa yang ditemui di lokasi penelitian menyatakan bahwamereka tidak mengetahui apa profesi, pekerjaan dan karier yang hendak ditekuni
anaknya. Kebanyakan orang tua yang menjadi responden yakni 71% dari 52 orangtua tidak mengetahui cita-cita anaknya. Mereka adalah orang tua yang memiliki
pengetahuan dan wawasan rendah tentang dunia kerja dan profesi. Disamping itu,tekanan ekonomi yang berat, dan kesibukan mencari nafkah membuat mereka
tidak memiliki waktu untuk berbincang-bincang tentang pekerjaan dan profesianaknya. Beberapa orang tua yang telah berpendidikan telah mengetahui apa
profesi yang akan digeluti oleh anak mereka.
Sekolah tempat anak belajar tidak memberikan wawasan yang cukup tentang
pekerjaan dan profesi. Kebanyakan guru dan Pimpinan Sekolah sangat sibuk
dengan tugas mengajar. Sementara sistem penyelenggaraan layanan Bimbingan
dan Penyuluhan atau Konseling (BP/K) belum tersedia secara maksimal. Fungsi
guru Bimbingan dan Penyuluhan atau Konseling (BP/K) belum berjalan secaramaksimal. Mereka belum mengarahkan siswa-siswinya secara sistematis pada
pengambilan keputusan tentang profesi, pekerjaan dan karier.
6. Kesimpulan dan Saran.
a. Kesimpulan.
Dari uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa:
1. Pada umumnya siswa pada jenjang Pendidikan Menengah (SMA, MA, SMK)
yakni 64,25%, belum mampu mengambil keputusan untuk profesi, pekerjaan dan
karier yang akan digelutinya.2. Pada umumnya siswa pada jenjang Pendidikan Menengah (SMA, MA, SMK)
belum memperoleh wawasan, pengetahuan dan informasi yang cukup untuk
mengambil keputusan tentang profesi, pekerjaan, dan karier.3. Pada umumnya orang tua siswa, pendidik dan tenaga kependidikan pada
jenjang Pendidikan Menengah belum memberikan wawasan, pengetahuan dan
informasi yang relevan tentang dunia pekerjaan dan profesi kepada siswa.c. Saran-saran.
Berdasarkan temuan penelitian seperti tersebut di atas, maka beberapa hal yang
perlu dilakukan adalah:
1. Para pengamat dan ilmuwan sosial perlu merubah titik pandang (point of view)
5/12/2018 Pengambilan Keputusan Untuk Profesi Pada Siswa - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pengambilan-keputusan-untuk-profesi-pada-siswa-55a4d153a5b2b
tentang penyebab pengangguran terutama pengangguran terpelajar (scholar
unemployment). Selama ini pandangan publik terbentuk bahwa pengangguran
merupakan akibat dari kelangkaan kesempatan kerja. Tetapi melalui temuan
penelitian ini, pandangan tersebut tidak semuanya benar. Pengangguran terutama pengangguran terpelajar (scholar unemployment) juga merupakan akibat dari
ketidak-siapan output pendidikan memasuki pasar kerja. Hal tersebut karena
mereka belum mengambil keputusan tentang profesi ketika berada di sekolah.
2. Sekolah terutama pada jenjang Pendidikan Menengah perlu menyediakan
informasi dan wawasan dasar tentang profesi, pekerjaan dan karier kepada
siswanya. Pendidik dan tenaga kependidikan, utamanya Kepala sekolah bersama
guru Bimbingan Penyuluhan dan Konseling perlu memberikan pengetahuan dan
informasi yang relevan tentang pekerjaan, profesi dan karier kepada siswa-
siswinya. Hal ini harus diatur sedemikian rupa agar tidak menggagu proses
belajar-mengajar anak, serta tidak mempengaruhi hasil belajar. Sedapat mungkinini dapat menjadi sumber motivasi dan inspirasi bagi anak untuk memacu
prestasinya dan menyongsong masa depannya yang cerah.3. Orang tua atau wali siswa diharapkan sering melakukan dialog (sharing)
dengan putra-putrinya yang duduk di bangku sekolah jenjang PendidikanMenengah untuk membahas pekerjaan dan profesi yang akan digeluti.
DAFTAR PUSTAKA
Biro Pusat Statistik. 2002. Statistik Indonesia. Jakarta: BPS RI
Depdiknas. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. No. 038, Tahun ke 8, 2002.Jakarta: Balitbang-Diknas
Deslerr, Garry, 2001. Management; Leading People and Organizations in the 21st
Century. New Jersey: Prentice HallGood. V. Carter. 1973. Dictionary of Education. NewYork: McGrow-Hill Inc.
Gormly. W. Anne, and David M. Brodzisky. 1993. Lifespan Human
Development. Florida: H.B.J. Publisher
Hay. K. Way. and Cecil G. Miskel. 1982. Education Administration: Theory,
Research, and Practice. Newyork: Random House Inc.
Luthans, Fred. and Keith, Davis. 1996. Organizational Behavior. New York:
McGrow-Hill
Patton, Michael Quinn. 1990. Qualitative Evaluation and Research Methods.
London: Sage PublicationSantoso, Sugeng. 2000. Problematika Pendidikan. Jakarta: Kreasi Pena Gading
Simon. A. Herbert. 1997. Administrative behavior. New York: The Free Press
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional.