pengaruh big five personality, intensi anti korupsi...
TRANSCRIPT
PENGARUH BIG FIVE PERSONALITY, INTENSI ANTI
KORUPSI DAN IKHLAS TERHADAP PROKRASTINASI
PEGAWAI KELURAHAN
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)
Oleh:
Ulfa Hannani
NIM : 1111070000033
Oleh :
Fauzi
1112070000073
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H / 2017 M
LEMBAR PENGESAIIAN
Skripsi yang berjudul "PENGARUH BIG FIW PERSONALfTY, INTENSIANTI KORUPSI DAN IKHLAS TERIIADAP PROKRASTINASI" telah
diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam SyarifHidayatullah Jakarta pada tanggal 14 Juli 2017. Slaipsi ini telatr diterima sebagai
salah satu syarat memperoleh gelar sarjana psikologi (S.Psi) pada Fakultas
Psikologi.
Jakarta,l4 Juli 2017
Sidang Munaqasyah
Dekan/
Ketua Merangkap Anggota
Dr. Abdul Rahman Shaleh. M.SiNIP.19720823 199903 1 002
Anggota
S. Evaneeline l.Suaidv. M.Si. PsiNIP. 19750127 200710 2 002
Drs, Akhmad Baidun. M.SiNrP. 196408t4 200112 1 001
n\l ,TW/u'I
Liany Luzvinda. M.SiNIP. 19780216200710 2 001
lil
NrP. 196806141
PERNYATAANI
Yang bertanda tangan dibawah ini:NamaNIM
:Favzi:1112070000073
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul PENGARUH BIG FIVEPERSONALITY, INTENSI ANTI KORUPSI DAN IKHLAS TERHADAPPROKRASTINASI PEGAWAI KELURAHAN adalah benar merupakan karyasaya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam penyusunannya. Adapunkutipan yang ada dalam penyusunan karya ini telah saya cantumkan sumberkutipannya dalam skripsi. Saya bersedia melakukan prosos yang semestinyasesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku jika ternyata skripsi inisebagian atau keseluruhan merupakan plagiat dari karya orang lain.
Demikian pemyataan ini dibuat untuk dipergunakan seperlunya.
Fauzi'NIM :1112070000073
t;tl
fIr
IV
v
MOTTO
“Barangsiapa yang menyulitkan
(orang lain) maka Allah akan
mempersulitnya pada hari
kiamat”(HR. Al-Bukhari no 7152)
PERSEMBAHAN
Karya ini saya persembahkan sebagai
sebuah bukti cinta kasih untuk orang tua,
keluarga saya, sahabat saya beserta orang-
orang yang selalu mendukung saya dalam
menyelesaikan karya ini.
vi
ABSTRAK
A) Fakultas Psikologi
B) Juli 2017
C) Fauzi
D) Pengaruh Big Five Personality, Intensi Anti Korupsi dan Ikhlas Terhadap
Prokrastinasi Pegawai Kelurahan di Bogor
E) xiv + 75 Halaman + 29 Lampiran
F) PNS pada hakekatnya adalah sebagai tulang punggung pemerintahan
dalam melaksanakan pembangunan nasional. Prokrastinasi pada pegawai
tentunya dapat mengurangi kinerja sebab pada dasarnya PNS diharapkan
mampu melaksanakan tugas dengan disiplin dan profesional. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh big five personality, intensi anti
korupsi dan ikhlas terhadap prokrastinasi pegawai kelurahan di Bogor.
Hipotesis mayor dalam penelitian ini adalah terdapat pengaruh yang
signifikan big five personality, intensi anti korupsi dan ikhlas terhadap
prokrastinasi pegawai kelurahan di bogor.
Pada penelitian ini sampel berjumlah 155 pegawai dari jumlah
keseluruhan 659 pegawai kelurahan di Bogor yang diambil dengan teknik
non probability sampling. Penulis menggunakan alat ukur baku yang
terdiri dari Tuckman Procrastination Scale (TPS), The Big Five Inventory
(BFI), Intensi Anti Korupsi dan Ikhlas. Uji validitas alat ukur
menggunakan teknik Comfirmatory Factor Analysis (CFA). Analisis data
menggunakan teknik analisis regresi berganda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh yang
siginifikan dimensi conscienstiousness dan neuroticism pada variabel Big
Five Personality terhadap prokrastinasi. Hasil uji hipotesis minor yang
menguji tiga variabel big five, yaitu openness to experience, extraversion
dan agreeableness tidak terdapat pengaruh terhadap prokrastinasi.
Kemudian, hasil uji hipotesis minor yang menguji intensi anti korupsi
tidak terdapat pengaruh terhadap prokrastinasi. Lalu, hasil uji hipotesis
minor yang menguji variabel ikhlas tidak terdapat pengaruh terhadap
prokrastinasi.
Penulis berharap implikasi dari hasil penelitian ini dapat dikaji
kembali dan dikembangkan pada penelitian selanjutnya. Misalnya, dengan
menambah variabel lain yang terkait dengan prokrastinasi kerja yang dapat
dianalisis sebagai IV yang mungkin memiliki pengaruh besar terhadap
prokrastinasi kerja.
G) Bahan bacaan: 32 jurnal, 8 buku, 10 artikel, 8 skripsi.
vii
ABSTRACT
A) Faculty of Psychology
B) July 2017
C) Fauzi
D) The influence of big five personality, anti corruption intention and ikhlas
against procrastination of urban village employees in Bogor
E) XIV + 75 pages + 29 appendix
F) PNS is essentially the backbone of the government in implementing
national development. Procrastination to employees certainly can reduce
performance because basically civil servants are expected to perform tasks
with discipline and professional. This study aims to determine the
influence of big five personality, intentions of anti-corruption and ikhlas to
the procrastination of urban village employees in Bogor. Major hypothesis
in this research is there is significant influence big five personality,
intention of anti corruption and ikhlas to procrastinate urban village
employee in bogor.
In this study the sample was 155 employees from the total 659
urban village employee in Bogor taken with non probability sampling
technique. The author uses a standard measuring instrument consisting of
Tuckman Procrastination Scale (TPS), The Big Five Inventory (BFI), Anti
Corruption Intention and Ikhlas. Test the validity of the measuring
instrument using the technique Comfirmatory Factor Analysis (CFA).
Data analysis using multiple regression analysis technique.
The results showed that there was a significant influence on the
dimensions of conscienstiousness and neuroticism on Big Five Personality
variables on procrastination. The results of a minor hypothesis test that
tested the three big five variables, namely openness to experience,
extraversion and agreeableness no effect on procrastination. Then, the
results of a minor hypothesis testing that examines the intention of anti-
corruption there is no effect on procrastination. Then, the results of a
minor hypothesis test that examines the ikhlas variables there is no effect
on procrastination.
The authors hope the implications of the results of this study can be
reviewed and developed in subsequent research. For example, by adding
another variable related to work procrastination that can be analyzed as IV
that may have a major influence on job procrastination
G) Reference: 32 Journal, 8 books, 10 articles, 8 essay
viii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillahirabbil’alamin puji syukur kehadirat Allah SWT karena
berkat kekuasaan-Nya, rahmat, karunia, dan Anugrah-Nya penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam penulis limpahkan kepada Nabi
besar Muhammad SAW beserta sahabat, keluarga serta pengikutnya hingga akhir
zaman. Allahumma shalli ‘ala saiyidinaa Muhammad wa’ala alisaiyidina
Muhammad.
Skripsi ini bukan hanya hasil karya penulis seorang diri, karena banyak
pihak-pihak yang terlibat dalam penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu, izinkan
penulis untuk mengucapkan rasa terima kasih penulis yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag, M.Si., Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, beserta seluruh wakil dekan dan jajaran dekanat lainnya
yang telah memfasilitasi pendidikan mahasiswa dalam rangka menciptakan
lulusan berkualitas.
2. Ibu Liany Luzvinda, M.Si selaku dosen pembimbing penulis yang dengan
penuh kesabaran telah memberikan waktu, ilmu, semangat, saran, dan kritik
yang membangun sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Terima
kasih atas ilmu yang telah diberikan. Semoga Allah SWT membalas segala
kebaikan.
3. Bapak Dr. Abdurahman Shaleh, M.Si , selaku dosen pembimbing akademik
yang selalu memberi semangat kepada penulis dan selalu menanyakan
perkembangan dari pembuatan skripsi penulis.
4. Seluruh Pegawai Negeri Sipil Kelurahan di Bogor yang telah membantu
meluangkan waktu untuk mengisi kuisioner serta dukungannya kepada
penulis dalam penyusunan skripsi ini hingga terwujud gelar Sarjana
Psikologi, terimakasih.
5. Papah penulis, Papah Zulkifli Djahidin. Terimakasih atas segala doa,
dukungan moral dan materil, kasih sayang yang tulus, pengorbanan dan ilmu
hidup yang telah diberikan.
6. Mamah penulis, Almarhumah Mamah Lilis Suryani. Terimakasih atas
limpahan kasih sayang semasa hidupnya meskipun tak sempat melihat dan
mendampingi penulis, rasa rindu dan sayang adalah sebab penulis ingin terus
menjadi yang terbaik.
7. Adik-adik penulis, Faisal, Fikri dan keluarga besar yang berada di Bogor dan
Padang, terimakasih atas perhatian, kasih sayang, dukungan moril dan materil
yang tiada hentinya diberikan kepada penulis, mudah – mudahan dengan
selesainya skripsi ini menjadi salah satu kado terbaik atas perjuangan kalian
selama ini membesarkan penulis hingga menjadi seperti saat sekarang ini.
8. Sahabat semasa kuliah, anya, dea, yuni, rara, meitha, kresna, sucipto
vanhouten, abay, satrio. Terimakasih untuk semangat, canda tawa, serta doa
dan dukungan kepada penulis.
ix
9. Teman-teman psikologi 2012, khususnya kelas B. Terima kasih atas
kebersamaan, cerita dan pembelajaran selama ini. Semoga kita semua sukses
selalu.
10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terimakasih telah
membantu dalam penyusunan skripsi ini. Semoga segala bantuan, dukungan,
dan do’anya kepada saya, dibalas Allah dengan kebaikan yang berlimpah.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan.
Oleh karena itu, penulis menerima saran dan kritik yang membangun. Semoga
penelitian ini memberi manfaat dan pengetahuan bagi pembaca.
Jakarta, 14 Juli 2017
Penulis
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iii
HALAMAN ORISINALITAS ............................................................................ iv
MOTTO ................................................................................................................ v
ABSTRAK. ........................................................................................................... vi
ABSTRACT .......................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... viii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ x
DAFTAR TABEL. ............................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR. ........................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xiv
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................... 1-11
1.1 Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1
1.2 Batasan dan Rumusan Masalah ........................................................... 9
1.2.1 Batasan masalah ......................................................................... 9
1.2.2 Rumusan masalah ....................................................................... 10
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................................... 11
1.3.1 Tujuan penelitian ........................................................................ 11
1.3.2 Manfaat penelitian ...................................................................... 11
BAB 2 LANDASAN TEORI .............................................................................. 12-36
2.1 Prokrastinasi ......................................................................................... 12
2.1.1 Pengertian prokrastinasi .............................................................. 12
2.1.2 Dimensi prokrastinasi.................................................................. 13
2.1.3 Faktor-faktor prokrastinasi .......................................................... 15
2.1.4 Pengukuran prokrastinasi ............................................................ 17
2.2 Big Five Personality ............................................................................. 18
2.2.1 Pengertian Big Five Personality.................................................. 18
2.2.2 Dimensi Big Five ......................................................................... 20
2.2.3 Pengukuran Big Five. .................................................................. 23
2.3 Intensi Anti Korupsi ............................................................................. 25
2.3.1 Pengertian Intensi Anti Korupsi .................................................. 25
2.3.2 Dimensi Intensi Anti Korupsi ..................................................... 27
2.3.3 Pengukuran Intensi Anti Korupsi ................................................ 28
2.4 Ikhlas .................................................................................................... 29
2.4.1 Pengertian ikhlas ......................................................................... 29
2.4.2 Indikator dan Pengukuran ikhlas ................................................ 31
2.5 Kerangka Berpikir ................................................................................ 32
2.6 Hipotesis Penelitian ............................................................................. 35
xi
BAB 3 METODE PENELITIAN ........................................................................ 37-58 3.1 Populasi dan Sampel Penelitian ........................................................... 37
3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ...................................... 37
3.2.1 Prokrastinasi ............................................................................... 37
3.2.2 Big Five Personality ................................................................... 38
3.2.3 Intensi Anti Korupsi ................................................................... 39
3.2.4 Ikhlas .......................................................................................... 39
3.3 Pengumpulan Data ............................................................................... 39
3.3.1 Teknik Pengumpulan Data .......................................................... 39
3.3.2 Instrumen Pengumpulan Data ..................................................... 40
3.4 Uji Validitas Konstruk ........................................................................ 43
3.4.1 Uji Validitas Prokrastinasi kerja. ............................................... 44
3.4.2 Uji Validitas Big Five Personality ............................................. 46
3.4.4.1 Uji Validitas Openness .................................................... 46
3.4.4.2 Uji Validitas Conscienstiousness .................................... 47
3.4.4.3 Uji Validitas Extraversion ............................................... 48
3.4.4.4 Uji Validitas Agreeableness ............................................ 50
3.4.4.5 Uji Validitas Neuroticism ................................................ 51
3.4.3 Uji Validitas Intensi Anti Korupsi. ............................................ 52
3.4.4 Uji Validitas Ikhlas..................................................................... 53
3.5 Teknik Analisis Data ............................................................................ 54
3.6 Prosedur Penelitian ............................................................................... 56
3.6.1 Persiapan Penelitian ................................................................... 57
3.6.2 Pelaksanaan Penelitian ............................................................... 57
3.6.3 Pengolahan Data ......................................................................... 57
BAB 4 HASIL PENELITIAN. ............................................................................ 59-69
4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian. ................................................... 59
4.2 Analisis Deskriptif. .............................................................................. 59
4.3 Kategorisasi Skor Variabel. ................................................................. 61
4.4 Uji Hipotesis. ....................................................................................... 64
4.4.1 Uji Hipotesis Mayor .................................................................. 64
4.4.2 Uji Hipotesis Minor ................................................................... 65
4.4.3 Analisis Proporsi Varians .......................................................... 67
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN. ............................................ 70-75
5.1 Kesimpulan. ......................................................................................... 70
5.2 Diskusi. ................................................................................................ 70
5.3 Saran. .................................................................................................... 74
5.3.1 Saran Metodologis. ..................................................................... 74
5.3.2 Saran Praktis. .............................................................................. 75
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................76
LAMPIRAN .......................................................................................................... 79
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 The Big Five Factors of Personality .................................................. 23
Tabel 2.2 Blueprint intensi anti korupsi Nihayah et.al (2015) ........................... 27
Tabel 3.1 Nilai skor jawaban model skala likert. ............................................... 39
Tabel 3.2 Blueprint Prokrastinasi Kerja. ............................................................ 40
Tabel 3.3 Blueprint Big Five Personality. ......................................................... 40
Tabel 3.4 Blueprint Intensi Anti Korupsi. .......................................................... 41
Tabel 3.5 Blueprint Ikhlas .................................................................................. 41
Tabel 3.6 Muatan faktor item untuk prokrastinasi kerja. ................................... 44
Tabel 3.7 Muatan faktor item untuk opennes to experience. ............................. 46
Tabel 3.8 Muatan faktor item untuk consciensciousness. .................................. 47
Tabel 3.9 Muatan faktor item untuk extraversion. ............................................. 48
Tabel 3.10 Muatan faktor item untuk agreeableness ........................................... 49
Tabel 3.11 Muatan faktor item untuk nueroticism. .............................................. 50
Tabel 3.12 Muatan faktor item untuk intensi anti korupsi ................................... 52
Tabel 3.13 Muatan faktor item untuk ikhlas. ....................................................... 53
Tabel 4.1 Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin ................................ 59
Tabel 4.2 Deskripsi statistik variabel penelitian. ............................................... 60
Tabel 4.3 Norma skor kategorisasi. ................................................................... 61
Tabel 4.4 Kategorisasi skor variabel. ................................................................. 62
Tabel 4.5 Hasil regresi R-Square. ...................................................................... 64
Tabel 4.6 Hasil regresi Anova ............................................................................65
Tabel 4.7 Hasil koefisien regresi. ....................................................................... 66
Tabel 4.8 Hasil analisis proporsi varians. .......................................................... 68
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Bagan kerangka berpikir .................................................................... 35
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner penelitian ........................................................................ 79
Lampiran 2 Syntax dan Path Diagram ................................................................ 89
Lampiran 3 Output Regresi ................................................................................. 102
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pada era yang modern ini, individu dalam setiap organisasi dituntut untuk bekerja
dengan baik dan mampu memberikan kontribusi yang nyata. Agar organisasi tidak
tertinggal dalam persaingan, peningkatan kualitas sumber daya manusia pun tentu
menjadi syarat wajib yang harus dipenuhi. Setiap organisasi atau instansi pada
dasarnya mengharapkan para pegawainya mampu melaksanakan tugas dengan
efektif, efisien, produktif dan profesional. Tujuannya tak lain agar organisasi
memiliki sumber daya yang berkualitas sehingga dapat menghasilkan pelayanan
yang terbaik, tidak terkecuali organisasi pemerintah (Noviandri, 2013). Dilihat
dari fungsinya sebagai penyelenggara seluruh proses pelaksana pembangunan,
pemerintah dituntut untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat
(Azzaniar, 2009). Meski bukan satu-satunya faktor penentu, tidak dapat
dipungkiri maju mundurnya negeri ini tergantung pada kinerja Pegawai Negeri
Sipil (PNS), mulai dari sistem pemerintahan tertinggi sampai tingkat terendah
(Noviandri, 2013).
PNS bisa dikatakan dasar dari sistem pemerintahan. Musanef (dalam
Novita, 2009) mengungkapkan bahwa keberadaan PNS pada hakekatnya sebagai
tulang punggung pemerintah dalam melaksanakan pembangunan nasional.
Kelancaran penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan nasional
sangat tergantung pada kesempurnaan aparatur Negara khususnya Pegawai Negeri
sebagaimana yang dijelaskan dalam Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999
2
Tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 08 Tahun 1974 Tentang Pokok-
Pokok Kepegawaian bahwa kepegawaian yakni para pegawai yang berkedudukan
sebagai unsur aparatur negara yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada
masyarakat secara professional, jujur, adil, dan merata dalam penyelenggaraan
tugas negara, pemerintahan, dan pembangunan. Pegawai dituntut untuk memiliki
etos kerja dan disiplin waktu yang tinggi dalam rangka melaksanakan tugas
pemerintahan (Noviandri, 2013).
Kelurahan merupakan unit pemerintahan yang paling dekat dengan
masyarakat. Sebagai organisasi yang paling dekat dan berhubungan langsung
dengan masyarakat, kelurahan bisa dikatakan sebagai ujung tombak keberhasilan
pembangunan kota, dimana kelurahan terlibat langsung dalam perencanaan,
pengendalian pembangunan dan pelayanan masyarakat (Somba, 2012). Salah satu
fungsinya yakni melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup
tugasnya (Rumasa, 2014). Beberapa jenis pelayanan yang dibutuhkan oleh
masyarakat dalam hal ini adalah antara lain Kartu Tanda Penduduk, Kartu
Keluarga, Surat Nikah, dan masih banyak lagi. Salah satu misi kelurahan di kota
Bogor yakni mengoptimalkan pelayanan prima kepada masyarakat dalam
mewujudkan segala sesuatunya efektif, efisien dan transparan (kotabogor.go.id).
Misi di atas tentu sangat diharapkan terlaksana dengan baik untuk memberikan
pelayanan yang terbaik kepada masyarakat.
Pada dasarnya pemerintah telah melakukan berbagai upaya agar
menghasilkan pelayanan yang lebih cepat, tepat, tidak diskriminatif dan
transparan, selain itu pemerintah juga menyusun rancangan undang-undang
3
tentang pelayanan publik yang isinya memuat standar pelayanan minimum.
Namun upaya-upaya yang telah ditempuh nampak kurang optimal, banyaknya
keluhan yang datang dari masyarakat tentang kinerja kulurahan terutama
menyangkut masalah yang berhubungan dengan pelayanan. Seringkali masyarakat
yang pernah berhadapan dengan birokrasi di negara ini, umumnya pernah
merasakan lambatnya pelayanan PNS. Menurut Burhanudin (2011) keluhan yang
kerap terjadi misalnya menunda waktu pelayanan yang semestinya diberikan
kepada masyarakat dengan segara, tanpa ada alasan yang jelas dan ketika
dipertanyakan, maka jawaban yang sering ditemui, harus mengikuti prosedur atau
yang lebih anehnya adalah ketiadaan staf atau atasan.
Menurut data dari Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi pada tahun 2012 memperkirakan 40 persen dari 4,7 juta PNS
di Indonesia memiliki kinerja buruk dan akan diminta menjalani pensiun dini
(www.tempo.co). Burhanudin (2011) menyatakan bahwa salah satu bentuk dari
kinerja buruk ialah perilaku menunda-nunda pekerjaan atau dalam ilmu psikologi
disebut prokrastinasi. Menurut Ferrari (1995) prokrastinasi kerja merupakan jenis
penundaan yang dilakukan pada jenis tugas formal yang berhubungan dengan
tugas pekerjaan. Perilaku prokrastinasi yang marak dijumpai antara lain datang
terlambat, pulang lebih awal, membolos, malas bekerja atau menunda-nunda
pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya (Noviandri, 2013). Perilaku di atas
menunjukan bahwa banyak pegawai yang melakukan prokrastinasi dalam bekerja.
Dalam PP Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil
sudah dijelaskan kewajiban PNS yaitu memberikan pelayanan sebaik-baiknya
4
kepada masyarakat. Perilaku prokrastinasi ini tentu membuat kinerja pegawai
menjadi lamban dan memiliki produktifitas yang rendah. Melakukan prokrastinasi
sama halnya membuang banyak waktu dengan percuma. Tugas pekerja menjadi
terbengkalai, bahkan bila diselesaikan hasilnya menjadi tidak maksimal (Ferrari,
1995).
Perilaku prokrastinasi pada diri individu tidak muncul begitu saja, terdapat
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi prokrastinasi. Faktor internal yang
banyak menjadi penyebab prokrastinasi dari beberapa penelitian diantaranya
yakni tipe kepribadian. Ferrari (1995) menyatakan bahwa prokrastinasi sebagai
suatu trait kepribadian, dalam pengertian ini prokrastinasi tidak hanya sebuah
perilaku penundaan saja, akan tetapi prokrastinasi merupakan suatu trait yang
melibatkan komponen perilaku maupun struktur mental lain yang saling terkait
yang dapat diketahui secara langsung maupun tidak langsung.
Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Piers Steel, Thomas
Brothen, Catherine Wambach (2001), menunjukan adanya korelasi antara
kepribadian dengan prokrastinasi. Kepribadian merupakan satu bentuk trait yang
relatif permanen, atau karakteristik yang mengukur konsistensi perilaku
seseorang. Lebih khususnya, kepribadian terdiri dari trait atau watak yang memicu
perbedaan tingkah laku individu, konsistensi tingkah laku sepanjang waktu, dan
konsistensi tingkah laku dalam berbagai situasi (Feist & Feist, 2002)
Sehubungan dengan pengertian di atas, salah satu tipe kepribadian big five
yaitu tipe conscientiousness. Faktor kepribadian tipe conscientiousness pada
individu menunjukkan ciri-ciri yang berkaitan dengan suatu pemahaman yang
5
kuat akan tujuan, kewajiban, dan kelebihan-kelebihan secara umum akan
berprestasi lebih baik daripada individu-individu yang tidak demikian. Sebaliknya
tipe conscientiousness yang dimiliki rendah membuat individu tidak memiliki
tujuan, tidak dapat diandalkan, pemalas, tidak peduli, lemah, lalai, lemah dalam
kemauan, dan suka bersenang-senang, sehingga ada kecenderungan dalam diri
individu melakukan penundaan dalam kerja. Individu dengan kepribadian tipe
conscientiousness dan melakukan penundaan dalam bekerja berdampak pada
kepercayaan diri rendah (Eerde, 2003).
Selain kepribadian, adanya faktor keinginan mendapatkan keuntungan atau
tindak korupsi. Pengalaman penulis dalam proses membuat KTP bisa menjadi
contoh kasus, prosedur pembuatan KTP yang seharusnya hanya berlangsung
beberapa hari, ternyata mendapat penundaan hampir selama 2 bulan dengan alasan
mesin cetaknya rusak. Namun ketika diberi “pelicin”, dalam hitungan menit KTP
telah selesai. Berdasarkan kasus di atas, bisa dilihat bahwa adanya indikasi
terjadinya prokrastinasi karena mengharapkan imbalan atau suap dari masyarakat.
Burhanudin (2011) berpendapat bahwa kasus lambatnya birokrasi kerap kali
terjadi, sehingga sampai hari ini dianggap sesuatu yang wajar dalam masyarakat,
sehingga ketika ada masyarakat yang menghadapi fenomena seperti ini, biasanya
kemudian mencari solusi lain dengan cara memberi “pelicin” untuk mendapatkan
pelayanan yang lebih cepat.
Dalam Pasal 419 KUHP yang dimaksud penerimaan suap PNS yakni
menerima hadiah atau janji padahal diketahuinya bahwa hadiah atau janji itu
diberikan untuk menggerakkannya supaya melakukan atau tidak melakukan
6
sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya. Menurut
Charles Osifo (2012), suap merupakan bagian dari korupsi. Suap dipandang
sebagai upaya ilegal untuk mempengaruhi PNS, otoritas politik / partai, dan
pemegang jabatan publik dan swasta lainnya dalam rangka untuk mendapatkan
beberapa keuntungan.
Menurut Nihayah (2015) intensi anti korupsi yakni merujuk pada intensi
individu untuk menghindari korupsi. Fishbein dan Ajzen dalam (Nihayah, 2015)
mengemukakan bahwa intensi merupakan representasi kognitif dari kesiapan
individu untuk menerapkan perilaku tertentu dan dipandang sebagai anteseden
paling dekat dengan perilaku. Intensi memainkan peran penting dalam
mengarahkan tindakan tertentu yang diinginkan oleh individu. Dalam hal ini
individu yang memiliki intensi atau niat untuk menghindari korupsi yang bisa
mengarahkannya agar tidak merusak perilaku untuk memperkaya dirinya sendiri,
orang lain, atau korporasi, baik secara melawan hukum maupun dengan
menyalahgunakan kewenangan.
Walapun perilaku korupsi dilarang dan ilegal, namun mengacu pada data
Global Corruption Barometer (GCB) tahun 2013 sebanyak 71% responden
mengatakan mengeluarkan “uang pelicin” agar dapat mengakses pelayanan
publik. Empat latar belakang utama pembayaran uang pelicin yakni: 11% sebagai
satu-satunya cara mendapatkan pelayanan; 71% mempercepat pengurusan; 6%
untuk mendapatkan pelayanan lebih murah; dan 13% sebagai hadiah atau ucapan
terima kasih (KPK, 2015). Padahal, sudah banyak peraturan yang melarang PNS
untuk menerima suap atau berbagai hal yang berhubungan dengan korupsi.
7
Tujuannya agar pegawai negeri, pejabat atau penyelenggara negara tidak terbiasa
menerima pemberian yang nantinya dikhawatirkan dapat mendorong melakukan
sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban dan tugasnya.
Setiap pegawai akan menampilkan kinerja yang berbeda-beda tergantung
apa yang memotivasi dan menjadi tujuan pegawai dalam bekerja. Berdasarkan
sudut pandang teori kebutuhan Abraham Maslow, pada diri pegawai yang merasa
kekurangan dalam kehidupannya, besar sekali kemungkinan bahwa motivasi kerja
yang paling besar yakni untuk memenuhi kebutuhan fisiologis, sebab kebutuhan
fisiologis ialah kebutuhan yang paling kuat dan mendesak yang harus dipenuhi
paling utama oleh manusia dalam menjalankan kehidupan kesehariannya
(Iskandar, 2016). Sementara itu, korupsi yang berupa suap atau imbalan bisa
dianggap sebagai reward dari hasil kerja para pegawai. Penelitian dari Febrianti,
Musadieq dan Prasetya (2014) menyatakan bahwa reward berpengaruh signifikan
terhadap kinerja pegawai atau karyawan. Apabila tujuannya demi meraih suatu
keuntungan maka semangat untuk bekerja tidak akan muncul ketika tahu tak akan
mendapatkannya dan terkesan malas-malasan dalam bekerja.
Faktor penyebab prokrastinasi lainnya yakni ikhlas. Ikhlas dimaknai
sebagai bentuk ketulusan dalam melakukan suatu perbuatan kepada orang lain
(Chizanah & Hadjam, 2011). Menanamkan sikap ikhlas dalam hidup dan bekerja
merupakan hal yang harus selalu diupayakan. Bekerja merupakan salah satu
aktivitas mulia dalam mempertahankan kelangsungan hidup manusia. Sikap ikhlas
yang kuat di dalam melaksanakan kerja bisa dinilai sebagai ibadah.
8
Individu yang ikhlas dapat dikatakan sebagai individu yang religius-
spiritual. Individu yang religius, sebagaimana diungkapkan oleh Emmons, Barrett,
dan Schnitker (2008), yakni individu yang prososial karena mudah berempati,
jujur, adil, dan menunjukkan penghargaan pada norma prososial. Individu yang
telah menganut orientasi religius sebagai tujuan hidup, memiliki motif religius
yang kuat dan mencoba menginternalisasi nilai agama ke dalam hidupnya.
Dengan demikian, individu yang memiliki orientasi religius akan menjalankan
perilaku sesuai dengan kepercayaan yang telah diinternalisasi, termasuk
menghindari perilaku yang dianggap bertentangan dengan nilai agama seperti
perilaku menunda pekerjaan yang nantinya akan merugikan orang lain.
Penelitian yang dilakukan Chizanah dan Hadjam (2011) terkait konstruk
ikhlas dengan metode hermeneutika menunjukkan bahwa ikhlas merupakan suatu
kondisi mental yang berkaitan dengan proses berideologi sebagai hamba Tuhan.
Konsep diri sebagai hamba Tuhan merupakan aspek terpenting dalam ikhlas yang
menunjukkan bahwa ikhlas merupakan konstruk yang bernuansa spiritual.
Spiritualitas sendiri memiliki peranan penting dalam pengembangan kesehatan
mental (Chizanah, 2011).
Berdasarkan penjelasan di atas, ikhlas menunjuk pada perilaku yang
cenderung bersifat positif, sementara prokrastinasi seperti yang dijelaskan Tice
dan Baumeister (1997) lebih cenderung bersifat negatif seperti rasa khawatir,
depresi dan kecemasan yang lebih tinggi dibandingkan yang tidak melakukan
prokrastinasi. Tingkat stres yang lebih tinggi dan persepsi kesehatan yang lebih
buruk dimiliki oleh pegawai yang suka menunda pekerjaan. Pendapat Tice &
9
Baumeister juga didukung oleh Steel (2007) yang menyatakan bahwa selain akan
mengurangi kinerja, prokrastinasi juga akan mempengaruhi pula materi dan
psikologis individu.
Oleh karena itu, penulis tertarik untuk meneliti pengaruh dari Big Five
Personality, intensi anti korupsi dan ikhlas terhadap prokrastinasi pegawai
kelurahan di Bogor.
1.2 Batasan dan Perumusan Masalah
1.2.1 Batasan Masalah
Pokok permasalahan yang diteliti yakni pengaruh big five personality, intensi anti
korupsi dan ikhlas terhadap prokrastinasi pegawai kelurahan. Berikut adalah
definisi dari setiap variabel dalam penelitian ini
1. Prokrastinasi adalah penundaan mulai mengerjakan atau menyelesaikan tugas
yang disengaja (Tuckman, 1991).
2. Big Five Personality adalah suatu pendekatan yang digunakan dalam
psikologi untuk melihat kepribadian manusia yang telah dibentuk melalui trait
yang tesusun dalam 5 dimensi, yaitu, opennes to experience,
conscientiousness, extraversion, agreeableness dan neurocitism (John &
Soto, 2009).
3. Intensi anti korupsi adalah intensi individu untuk menghindari korupsi.
Korupsi adalah ketika individu menggunakan wewenang dan jabatan untuk
kepentingan pribadi dan merugikan kepentingan umum (Nihayah, Wahyuni &
Andriani, 2015).
10
4. Ikhlas adalah sikap murni dalam tingkah laku dan perbuatan, semata-mata
demi memperoleh keridhaan Allah, bekerja sebagai bagian dari ibadah, bebas
dari pamrih dan ria serta selalu bersyukur atas nikmat yang diberikan Allah
(Sari, Frinaldi & Syamsir, 2015).
1.2.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini :
1. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan Big Five Personality, intensi anti
korupsi dan ikhlas terhadap prokrastinasi?
2. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan openness to experience pada
variabel Big Five Personality terhadap prokrastinasi?
3. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan conscientiousness pada variabel
Big Five Personality terhadap prokrastinasi?
4. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan extraversion pada variabel Big
Five Personality terhadap prokrastinasi?
5. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan agreeableness pada variabel Big
Five Personality terhadap prokrastinasi?
6. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan neurocitism pada variabel Big Five
Personality terhadap prokrastinasi?
7. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan intensi anti korupsi terhadap
prokrastinasi?
8. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan ikhlas terhadap prokrastinasi?
1.3 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
11
Berdasarkan rumusan masalah yang disebutkan di atas, maka tujuan dari
penelitian ini adalah mengetahui pengaruh Big Five Personality, intensi anti
korupsi dan ikhlas terhadap prokrastinasi kerja pegawai kelurahan di Bogor.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi pengembangan
keilmuan baik dari aspek teoritis maupun praktis, diantaranya:
1. Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan
pengetahuan yang berkaitan dengan permasalahan prokrastinasi, khususnya
bagi psikologi industri dan organisasi agar dapat lebih memahami kondisi
penyebab prokrastinasi di kelurahan.
2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan
untuk dapat mengurangi perilaku menunda-nunda pekerjaan demi memberikan
pelayanan yang optimal kepada masyarakat karena prokrastinasi kerja ini bisa
menyebabkan turunnya kualitas sumber daya manusia.
12
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Prokrastinasi
2.1.1 Pengertian Prokrastinasi
Menurut Ruti Gafni dan Nitza Geri (2010) prokrastinasi adalah penangguhan
tindakan atau tugas ke waktu berikutnya, atau bahkan sampai tak terhingga. Kata
prokrastinasi sendiri berasal dari kata latin procrastinatus: pro yaitu “maju” dan
crastinus yang berarti “besok”. Jadi dari asal katanya prokrastinasi adalah lebih
suka melakukan tugasnya besok. Individu yang melakukan prokratinasi disebut
sebagai prokrastinator. Prokratinasi adalah menunda dengan sengaja kegiatan
yang diinginkan walaupun mengetahui bahwa penundaanya dapat menghasilkan
dampak buruk.
Silver dalam (Ghufron & Rini, 2010) menyatakan, individu yang melakukan
prokrastinasi tidak bermaksud untuk menghindar atau tidak mau tahu dengan
tugas yang dihadapi. Akan tetapi, individu hanya menunda untuk mengerjakannya
sehingga menyita waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas. Penundaan
akan menyebabkan individu gagal menyelesaikan tugasnya tepat waktu.
Menurut Ferrari (1995) prokrastinasi dapat diukur dan diamati dengan ciri-
ciri prokrastinasi meliputi penundaan untuk memulai maupun menyelesaikan
tugas. Selain itu adanya keterlambatan dalam mengerjakan tugas dan kesenjangan
waktu antara rencana dan kinerja actual. Prokrastinator lebih memilih melakukan
aktivitas yang lebih menyenangkan daripada bekerja.
13
Sementara menurut Tuckman (1991) prokrastinasi adalah penundaan mulai
mengerjakan atau menyelesaikan tugas yang disengaja. Prokrastinator sebetulnya
tahu bahwa tugasnya harus diselesaikan, namun individu lebih memilih untuk
menunda pekerjaannya. Individu enggan menyelesaikan atau bahkan memulai
pekerjaannya. Dalam penelitian ini prokrastinasi adalah penundaan mulai
mengerjakan atau menyelesaikan tugas yang disengaja, sebagaimana
dikemukakan oleh Tuckman (1991).
2.1.2. Dimensi prokrastinasi
Ferarri (1995) mempunyai empat dimensi prokrastinasi, yaitu:
1. Perceived time, individu yang cenderung prokrastinasi adalah individu yang
gagal menepati deadline. Pegawai berorientasi pada masa sekarang dan tidak
mempertimbangkan masa mendatang. Prokrastinator tahu bahwa tugas yang
dihadapinya harus segera diselesaikan, tetapi memilih menunda-nunda untuk
mengerjakannya atau menunda menyelesaikannya jika sudah memulai
pekerjaannya tersebut. Hal ini mengakibatkan individu tersebut gagal
memprediksikan waktu yang dibutuhkan untuk mengerjakan tugas.
2. Intention-action. Celah antara keinginan dan tindakan Perbedaan antara
keinginan dengan tindakan senyatanya ini terwujud pada kegagalan pegawai
dalam mengerjakan pekerjaan walaupun pegawai tersebut punya keinginan
untuk mengerjakannya. Ini terkait pula dengan kesenjangan waktu antara
rencana dan kinerja aktual. Prokrastinator mempunyai kesulitan untuk
melakukan sesuatu sesuai dengan batas waktu. Pegawai mungkin telah
merencanakan untuk mulai mengerjakan tugasnya pada waktu yang telah
14
ditentukan sendiri, akan tetapi saat waktunya sudah tiba pegawai tidak juga
melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang telah direncanakan sehingga
menyebabkan keterlambatan atau bahkan kegagalan dalam menyelesaikan
tugas secara memadai.
3. Emotional distress, adanya perasaan cemas saat melakukan prokrastinasi.
Perilaku menunda-nunda akan membawa perasaan tidak nyaman pada
pelakunya, konsekuensi negatif yang ditimbulkan memicu kecemasan dalam
diri pelaku prokrastinasi. Pada mulanya pegawai tenang karena merasa waktu
yang tersedia masih banyak, tanpa terasa waktu sudah hampir habis, ini
menjadikan pegawai merasa cemas karena belum menyelesaikan tugas.
4. Perceived ability, atau keyakinan terhadap kemampuan diri. Walaupun
prokrastinasi tidak berhubungan dengan kemampuan kognitif individu,
namun keragu-raguan terhadap kemampuan diri sendiri dapat menyebabkan
individu melakukan prokrastinasi. Hal ini ditambah dengan rasa takut akan
gagal menyebabkan individu menyalahkan diri sendiri sebagai yang tidak
mampu, untuk menghindari munculnya dua perasaan tersebut maka individu
dapat menghindari tugas di kantor karena takut akan pengalaman kegagalan.
Sedangkan Tuckman (1991) prokrastinasi dapat diukur dengan 3 dimensi
utama. Dimensi tersebut, yaitu :
1. Perceived Time adalah gagal menepati deadline. Individu yang berorientasi
pada masa sekarang dan tidak mempertimbangkan masa mendatang.
Prokrastinator tahu bahwa tugas yang dihadapinya harus segera diselesaikan,
15
tetapi individu lebih memilih menunda-nunda untuk mengerjakan tugas dan
mengulur waktu untuk menyelesaikan tugas.
2. Task Avoidance adalah penghindaran tugas. Individu apabila diberikan tugas
akan selalu menghindari tugas yang dianggap sulit untuk dikerjakan dan tugas
yang dianggap tidak menyenangkan.
3. Blaming Other adalah menyalahkan orang lain. Individu menganggap orang
lain yang menyebabkan suatu pekerjaan menjadi sulit. Individu yang
melakukan prokrastinasi biasanya cenderung akan menyalahkan kejadian
eksternal atau orang lain dan mencari alasan untuk melakukan prokrastinasi.
Pada penelitian ini, penulis akan menggunakan dimensi prokrastinasi dari
Tuckman (1991) yang mencakup Perceived Time (gagal menepati deadline), Task
Avoidance (penghindaran dari tugas), dan Blaming Others (menyalahkan orang
lain) sebagai acuan pada penelitian.
2.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Prokrastinasi
Empat faktor utama yang mendukung perilaku prokrastinasi menurut Piers (2007)
antara lain sebagai berikut:
1. Karakteristik tugas, yang mungkin mengindikasikan penyebab dari
prokrastinasi. Karakteristik tugas terdiri atas waktu pemberian rewards dan
punishment; dan task aversiveness. Waktu pemberian rewards dan
punishment, Samuel Johnson (Piers, 2007) berpendapat bahwa kedekatan
jasmani (temporal proximity) sebagai penyebab alami prokrastinasi.
Prokrastinasi akan menurun ketika tugas semakin dekat (temporal proximity).
Samuel mengatakan, kecemasan yang paling besar saat-saat terakhir
16
menimbulkan kesan yang kuat. Sehingga ketika individu tahu tidak
mengerjakan tugas tepat waktu akan di berikan punishments maka individu
akan lebih cemas dan segera menyelesaikan tugas.
Task aversiveness, maksudnya yaitu mengacu pada tindakan yang tidak
menyenangkan. Ketika sekali berusaha untuk menghindari stimulus yang
tidak menyenangkan dan konsekuensinya semakin situasi menjadi aversif
(tidak menyenangkan), semakin besar individu untuk menjauhi tugas. Banyak
hal yang membuat individu menunda mengerjakan tugas, ketika suatu tugas
dirasa tidak menyenangkan individu cenderung menghindari tugas itu.
2. Perbedaan individual, percobaan untuk menentukan hubungan antara
prokrastinasi dengan perbedaan individual sudah banyak. Para peneliti
membagi perbedaan individual ke dalam lima (5) tipe kepribadian, yaitu:
opennes to experience, conscientiousness, extraversion, agreeableness, dan
neuroticism. Tipe kepribadian conscientiousness merupakan prediktor negatif
terkuat terhadap perilaku prokrastinasi. Komponen impulsiveness dari tipe
kepribadian extraversion juga dipercaya memainkan peran dalam perilaku
prokrastinasi. Dari studi literatur yang dilakukan beberapa peneliti,
disimpulkan bahwa neuroticism adalah sumber utama prokrastinasi. Peneliti
juga berpendapat bahwa individu yang melakukan prokrastinasi pada tugas
karena individu penuh tekanan (aversif) dan individu yang sering merasakan
pengalaman stress akan melakukan prokrastinasi lebih banyak. Piers (2007)
menemukan hasil korelasi yang lemah antara neuroticism dan prokrastinasi.
17
3. Demografi. Munculnya perilaku prokrastinasi di populasi tidak hanya
disebabkan oleh sifat-sifat kepribadian saja. Informasi lain juga dapat diambil
dari tiga moderator demografi yaitu : umur, jenis kelamin dan tahun (lamanya
waktu).
4. Akibat. Untuk tingkat individu yang mementingkan diri sendiri, gagal untuk
mengatur diri sendiri berkaitan dengan keperluannya secara keseluruhan
berkurang, baik dari segi suasana hati dan kinerja (prestasi yang rendah).
Suasana hati individu dapat memburuk sebagai akibat dari munculnya rasa
penyesalan yang dialami individu setelah melakukan prokrastinasi. Dampak
yang muncul jika individu melakukan prokrastinasi yaitu dapat munculnya
kekhawatiran berlebihan terhadap tugasnya. Sedangkan pada kinerja, jika
individu melakukan prokrastinasi maka konsekuensi yang ditampilkan yaitu
kinerja atau prestasi yang rendah.
2.1.4 Pengukuran Prokastinasi Kerja
Tuckman (1991) menyatakan bahwa ketidakmampuan individu untuk tidak
melakukan prokrastinasi dapat menimbulkan berbagai masalah. Didasarkan hal
tersebut Tuckman membuat alat ukur yang dibuat tahun 1991 bernama Tuckman
Procrastination Scale (TPS) untuk menilai tendensi prokrastinasi untuk
menyelesaikan tugas dengan menilai kemampuan kontrol diri dan self regulation
individu dalam penyelesaian tugas yang terdiri dari 35 item.
Pada penelitian ini, penulis menggunakan alat ukur prokrastinasi dari
Tuckman (1991). Alat ukur terdiri dari 35 item yang dibagi menjadi tiga bagian,
18
yaitu 14 item untuk mengukur Perceived Time, 16 item untuk mengukur Task
Avoidance, dan 5 item untuk mengukur blaming others.
2.2 Big-Five Personality
2.2.1 Pengertian Big Five Personality
Laura A. King (2010) yang mendefinisikan kepribadian sebagai suatu pola
pikiran, emosi dan perilaku yang bertahan dan berbeda yang menjelaskan cara
individu beradaptasi dengan dunia. Setiap individu memiliki kecenderungan
perilaku yang dilakukan terus menerus secara konsisten dalam menghadapi suatu
situasi sehingga menjadi ciri khas pribadi individu. Kepribadian dipahami sebagai
individu yang unik dimana setiap individu memiliki sikap dan perilaku yang
berbeda-beda dalam suatu situasi
King dan Pervin, (2005) mendefinisikan kepribadian sebagai karakteristik
individu yang mana perasaan, pikiran, dan tindakannya cenderung menetap.
Kepribadian memiliki sifat menetap, yang artinya jika individu dihadapkan dalam
suatu situasi yang sama akan memunculkan sikap yang sama pula walaupun di
tempat yang berbeda. Setiap individu yang memiliki sifat yang stabil dan relatif
menetap atau berlaku terus menerus secara konsisten dalam menghadapi sesuatu
dan digunakan untuk beradaptasi di lingkungan sehingga akan menjadi ciri khas
individu.
Kemudian, Feist dan Feist (2009) juga mendefinisikan kepribadian sebagai
sebuah pola dari sifat yang relatif menetap dan berkarakteristik unik, dimana
memberikan konsistensi dan individualitas pada perilaku individu. Setiap individu
memiliki karakteristik yang berbeda yang menjadi ciri khas dari individu tersebut.
19
Walaupun individu satu dan lainnya secara umum memiliki sifat yang sama tapi
ada karakteristik yang berbeda dalam situasi yang sama.
Dari definisi kepribadian di atas dapat disimpulkan bahwa kepribadian
adalah sebuah pola pikir, perasaan dan tindakan atau seperangkat sifat
psikologikal yang ada didalam diri individu yang berkarakteristik unik dan relatif
menetap yang dapat mempengaruhi interaksi individu dengan individu lain dalam
beradaptasi dengan lingkungan.
Five Factors Model adalah organisasi trait kepribadian, dan sifat-sifat pada
gilirannya “dimensi perbedaan individu dalam kecenderungan untuk
menunjukkan pola-pola konsisten dari pikiran, perasaan, dan tindakan” (McCrae
& Costa, 1990). Big Five Personality merupakan kepribadian dengan pendekatan
trait yang didukung oleh penelitian mendalam dan menghasilkan bahwa
kepribadian dapat dilihat dalam lima dimensi. Kelima dimensi ini muncul dari
penelitian faktor analisis melalui berbagai tes dan skala kepribadian (Pervin,
Cervone, & John, 2005). Big memiliki arti bahwa setiap faktor menggolongkan
traits yang lebih spesifik dari jumlah yang besar.
Sejarah Big Five Personality berawal dari Friske sebagai orang yang pertama
menemukannya, tetapi belum bisa mengidentifikasi struktur secara tepat,
selanjutnya pada tahun 1961 Tupes dan Christal menguji struktur yang disebut
five factor models yang terdiri dari surgency atau extraversion, agreeableness,
conscientiousness, emotional stability dan culture. Struktur ini kemudian di
replikasi oleh Norman pada tahun 1963 dengan nama Big Five Personality. Big
Five Personality adalah suatu pendekatan yang digunakan dalam psikologi untuk
20
melihat kepribadian yang telah dibentuk dengan menggunakan analisis faktor.
Singkatan OCEAN dalam arti bahwa O = Openness (keterbukaan), C =
Conscientiousness (hati nurani), E = Extroversion (extrovert), A = Agreeableness
(keramahan) dan N = Neuroticism (neurotisme).
Dalam penelitian ini Big Five Personality adalah suatu pendekatan yang
digunakan dalam psikologi untuk melihat kepribadian manusia yang telah
dibentuk melalui trait yang tesusun dalam 5 dimensi, yaitu, openness,
conscientiousness, extraversion, agreeableness dan neurocitism, sebagaimana
dikemukakan oleh John dan Soto (2009).
2.2.2 Dimensi Big Five Personality
Trait merupakan suatu pola tingkah laku yang relatif menetap secara terus
menerus dan konsekuen yang diungkapkan dalam satu deretan keadaan. Trait-trait
dalam 5 dimensi dari Big Five Personality meliputi openness to experience,
conscientiousness, extraversion, agreeableness, dan neuroticism.
1. Openness to Experience
Menurut Feist dan Feist (2010), openness membedakan antara individu yang
memilih keragaman dengan individu yang mempunyai suatu kebutuhan atas akhir
yang sempurna, serta yang nyaman dengan asosiasi individu terhadap hal-hal dan
individu yang tidak asing. Individu yang tinggi openness juga cenderung
mempertanyakan nilai tradisional, sementara individu yang rendah
keterbukaannya cenderung mendukung nilai tradisional dan memelihara gaya
hidup yang konstan. Individu yang tinggi openness biasanya kreatif, imajinatif,
penuh rasa penasaran, terbuka, inovatif dan cenderung memiliki minat seni.
21
Sebaliknya, individu yang rendah keterbukaannya terhadap pengalaman biasanya
konvensional, rendah hati, konservatif, dan tidak terlalu penasaran terhadap
sesuatu. Indikator yang digunakan untuk mengukur dimensi openness to
experience yaitu inovatif dan memiliki minat seni berdasarkan teori yang
digunakan John dan Soto (2009).
2. Conscientiousness
Menurut Feist dan Feist (2010), Conscientiousness mendeskripsikan individu
yang teratur, terkontrol, terorganisasi, ambisius, terfokus pada pencapaian, dan
memiliki disiplin diri. Secara umum, individu yang mempunyai skor
conscientiousness yang tinggi biasanya pekerja keras, berhati-hati, tepat waktu,
teratur, disiplin dan mampu bertahan. Sebaliknya, individu yang mempunyai skor
conscientiousness yang rendah cenderung tidak teratur, ceroboh, pemalas, serta
tidak memiliki tujuan dan lebih mungkin menyerah saat mulai menemui kesulitan
dalam mengerjakan sesuatu. Indikator yang digunakan untuk mengukur dimensi
conscientiousness yaitu teratur dan disiplin berdasarkan teori yang digunakan
John dan Soto (2009).
3. Extraversion
Faktor ini merupakan dimensi yang penting dalam kepribadian. Extraversion
dapat memprediksi banyak tingkah laku sosial. Dalam berinteraksi, dirinya juga
akan lebih banyak memegang kontrol dan keintiman. Menurut Friedman (2006),
individu yang tinggi pada dimensi ini cenderung penuh semangat, antusias,
dominan, ramah, dan asertif. Sebaliknya, individu yang rendah pada dimensi ini
cenderung pemalu, tidak percaya diri, sensitif, dan pendiam. Kemudian,
22
Cloninger (2013) mengemukakan bahwa dalam peergroup juga dianggap sebagai
individu yang ramah, fun-loving, affectionate, dan talkative. Extraversion adalah
faktor kepribadian yang memiliki tipe sociability, cheerfulness dan aktif.
Indikator yang digunakan untuk mengukur extraversion yaitu asertif dan penuh
semangat berdasarkan teori yang digunakan John dan Soto (2009).
4. Agreeableness
Menurut Feist dan Feist (2010), agreeableness sering disebut social adaptability
atau likability yang mengidentifikasikan individu yang ramah, altruisme atau
senang membantu orang lain, memiliki kepribadian yang selalu mengalah,
menghindari konflik, memiliki kecenderungan untuk mengikuti orang lain dan
cenderung tidak keras kepala. Dimensi agreeableness membedakan antara
individu yang berhati lembut dengan yang kejam. Menurut Friedman (2006),
orang yang tinggi pada dimensi agreeableness ini cenderung ramah, kooperatif,
mudah percaya, dan hangat. Individu yang rendah pada dimensi ini cenderung
dingin, konfrontatif dan kejam. Indikator yang digunakan untuk mengukur
agreeableness yaitu altruisme dan tidak keras kepala berdasarkan teori yang
digunakan John dan Soto (2009).
5. Neuroticism
Neuroticism menggambarkan stabilitas emosi dengan cakupan-cakupan perasaan
negatif. Menurut Feist dan Feist (2010), individu yang memiliki skor tinggi
neuroticism cenderung penuh kecemasan, temperamental, mengasihani diri
sendiri, sangat sadar akan dirinya sendiri, emosional, dan rentan terhadap
gangguan yang berhubungan dengan stress. Lalu, individu yang memiliki skor
23
rendah pada neuroticism cenderung tenang, tidak temperamental, puas terhadap
dirinya sendiri, dan tidak emosional. Indikator yang digunakan untuk mengukur
dimensi neuroticism yaitu mudah depresi dan mudah cemas berdasarkan teori
yang digunakan John dan Soto (2009).
Tabel 2.1 The Big Five Factors of Personality
Karakteristik Skor Tinggi Skala Trait Karakteristik Skor Rendah
Ingin tahu, minat luas,
kreatif,original, imajinatif,
untraditional.
Openness to experience (O)
Gambaran keluasan, kedalaman
dan kompleksitas mental individu
dan pengalamannya.
Konvensional, sederhana,
minat sempit, tidak artistik,
tidak analitis.
Teratur, pekerja keras, dapat
diandalkan, disiplin, tepat waktu,
rapi, dan hati-hati.
Conscientiousness (C)
Mendiskripsikan perilaku yang
diarahkan pada tugas; dan tujuan
dan kontrol dorongan secara
sosial.
Tanpa tujuan, tidak dapat
diandalkan, malas, ceroboh,
lalai, mudah menyerah,
hedonistic.
Mudah menyesuaikan diri
denganlingkungan sosial, aktif,
talkative, orientasi kepada
hubungan sesama, optimis, fun-
loving, affectionate.
Extraversion (E)
Mengukur kuantitas dan
intensitas dari interaksi
interpersonal, tingkatan aktifitas,
kebutuhan akan dorongan, dan
kapasitas kesenangan.
Tidak ramah, bersahaja, suka
menyendiri, orientasi kepada
tugas, pendiam, sinis.
Lembut hati, dapat dipercaya,
penolong, pemaaf, penurut.
Agreeableness (A)
Mengukur kualitas dari apa yang
dilakukan dengan orang lain dan
apa yang dilakukan terhadap
orang lain.
Klinis, kasar, curiga, tidak
kooperatif, pendendam,
bengis, manipulatif dan
pemarah.
Cemas, gugup, emosional, merasa
tidak aman, merasa tidak mampu,
mudah panik.
Neuroticism (N)
Menggambarkan stabilitas
emosional dengan cakupan-
cakupan perasaan negatif yang
kuat termasuk kecemasan,
kesedihan, irritability, dan
nervous tension.
Tenang, santai, merasa aman,
puas terhadap dirinya, tidak
emosional, dan tabah.
Sumber: Friedman, 2006
2.2.3 Pengukuran Tipe Kepribadian Big Five
NEO-PI-R adalah sebuah alat ukur yang dikembangkan oleh Costa dan McCrae
dengan menggunakan kuesioner yang dirancang untuk mengukur Big Five
Personality. Alat ini bersifat self-report yang artinya penilaian terhadap
kepribadian yang dilakukan oleh responden itu sendiri dan berisi beberapa
pertanyaan mengenai dimensi kepribadian responden. Menurut De Raad dan
Perugini, NEO-PI-R merupakan revisi dari NEO-PI (neuroticism- extraversion-
24
openness personality Inventory) yang dikembangkan untuk mengukur tiga dari
lima ciri-ciri kepribadian. De Raad dan Perugini juga menambahkan bahwa NEO-
PI-R dibedakan pada masing-masing dari kelima dimensi kepribadian tersebut
dengan mengembangkan enam facet yang sifatnya lebih spesifik (Johnsson,
2009). Setiap facet diukur oleh 8 item, maka NEO-PI-R terdiri dari 240 item.
Kelebihan dari alat ukur NEO-PI-R yaitu sifatnya yang cross cultural sehingga
memudahkan untuk mereplikasi jika terdapat budaya-budaya yang berbeda.
Penerapan NEO-PI-R cukup fleksibel karena dapat digunakan baik dalam
populasi masyarakat, klinis serta dalam psikologi industri dan organisasi
(Johnson, 2009).
The Big Five Inventory (BFI) yang telah dikembangkan oleh Oliver P.
John, pada dasarnya The Big Five Inventory ini adalah perkembangan dari NEO-
PIR. Menurut John dan Soto (2009), BFI meneliti kepribadian pada tingkat yang
lebih spesifik dan membantu menuju pemahaman yang komprehensif tentang
struktur kepribadian. Tes ini terdiri dari 44 item pertanyaan dengan 10 facet skala
pada kelima dimensi kepribadian. Tes ini memberikan skor untuk lima besar
macam-macam kepribadian.
Dari uraian pengukuran di atas dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian
ini untuk mengukur Big Five Personality akan menggunakan alat ukur The Big
Five Inventory (BFI) yang telah dikembangkan oleh John dan Soto (2009) karena
alat ukur tersebut lebih spesifik dalam menjelaskan Big Five Personality dan
sesuai apabila digunakan untuk penelitian ini.
25
2.3 Intensi Anti Korupsi
2.3.1 Pengertian Intensi Anti Korupsi
Menurut Nihayah et.al (2015) intensi anti korupsi adalah intensi individu
untuk menghindari korupsi. Korupsi sendiri adalah ketika individu menggunakan
wewenang dan jabatan untuk kepentingan pribadi dan merugikan kepentingan
umum. Jadi intensi anti korupsi yakni mengindari segala perilaku yang
menggunakan wewenang dan jabatan untuk kepentingan pribadi serta merugikan
orang lain.
Definisi korupsi dari Komisi Pemberantasan Korupsi (2015), korupsi adalah
perilaku yang melibatkan penyalahgunaan jabatan publik atau kekuasaan untuk
keuntungan pribadi. Korupsi secara harfiah adalah kebusukan, keburukan,
kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari
kesucian. Dengan demikian arti kata korupsi adalah sesuatu yang busuk, jahat dan
merusak, berdasarkan kenyataan tersebut perbuatan korupsi menyangkut: sesuatu
yang bersifat amoral, sifat dan keadaan yang busuk, menyangkut jabatan instansi
atau aparatur pemerintah, penyelewengan kekuasaan dalam jabatan karena
pemberian, menyangkut faktor ekonomi dan politik dan penempatan keluarga atau
golongan ke dalam kedinasan di bawah kekuasaan jabatan.
Pengertian korupsi menurut Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia, kata “korupsi” berasal dari bahasa Latin corruptio atau
corruptus. Selanjutnya dikatakan bahwa corruptio berasal dari kata corrumpere,
suatu bahasa Latin yang lebih tua. Dari bahasa Latin tersebut kemudian dikenal
istilah corruption, corrupt (Inggris), corruption (Perancis) dan corruptie/korruptie
26
(Belanda). Arti kata korupsi secara harfiah adalah kebusukan, keburukan,
kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari
kesucian.
Menurut Transparency International korupsi adalah perilaku pejabat publik,
politikus, pegawai negeri, yang secara tidak wajar memperkaya diri atau
memperkaya mereka yang dekat dengan dirinya dengan menyalahgunakan
kekuasaan publik yang dipercayakan (Hernowo, 2008). Jika dilihat definisi
tersebut, ada tiga unsur penting dari pengertian korupsi. Pertama, penyalahgunaan
kekuasaan. Kedua, adanya keuntungan materi atau akses bisnis dari kekuasaan
yang dipercayakan baik sektor publik ataupun sektor swasta. Ketiga,
mementingkan kepentingan pribadi (tidak hanya untuk pribadi orang yang
menyalahgunakan kekuasaan tetapi juga anggota keluarga ataupun teman –
temannya). Seperti yang diketahui bahwa korupsi biasanya perilaku yang
melibatkan penyalahgunaan pejabat publik atau kekuasaan untuk keuntungan
pribadi.
Menurut Nihayah et.al (2015) ada tiga jenis korupsi yakni yang pertama
adalah licik, licik jenis korupsi yang sengaja memberikan suap untuk
mendapatkan keputusan yang menguntungkan bagi si penyuap dan orang yang
disuap. Selanjutnya yang kedua adalah sistem pemalsuan, yakni menggunakan
otoritas individu untuk keuntungan pribadi, berlindung pada legitimasi dan
kekuasaan. Kemudian yang ketiga adalah sistem provokasi, lebih dikenal dengan
istilah korupsi konspirasi atau kolusi, yang memberi peluang bagi mitra untuk
27
mengeksplorasi peluang yang berkaitan dengan perlindungan hukum, peraturan
dan kekuatan yang dapat membawa keuntungan atau kelompok pribadi.
Pada penelitian ini definisi intensi anti korupsi adalah intensi individu untuk
menghindari korupsi. Korupsi adalah ketika individu menggunakan wewenang
dan jabatan untuk kepentingan pribadi dan merugikan kepentingan umum seperti
yang diungkapkan Nihayah et.al (2015).
2.3.2 Dimensi Intensi Anti Korupsi
Menurut penelitian yang dilakukan Nihayah et.al (2015), dimensi intensi anti
korupsi terdiri dari 6 dimensi. Pada penelitian ini, penulis hanya menggunakan 3
dimensi yang sesuai dengan penelitian ini yakni anti-bribe, anti-grativication dan
anti-fraud.
Tabel 2.2 Blueprint Intensi Anti Korupsi Nihayah et.al (2015)
Dimensi Item
Anti-bribe In the line of duty I never expect and will not accept any giving from others
Anti-grativication If someone give me a gift after I finished my job, I will not accept it
Anti-fraud Using office stuff for my personal benefit is something that will decrease my self
dignity
Anti-mark up I never thinking to exaggerate price in office procurement
Anti-black mail I usually giving a gift to others to avoid difficulty
Anti-nepotism Objectivity and profesionality are very important to be implemented in work
1. Anti-Bribery.
Suap dipandang sebagai upaya ilegal untuk mempengaruhi PNS, otoritas politik /
partai, dan pemegang jabatan publik dan swasta lainnya dalam rangka untuk
mendapatkan beberapa kenikmatan atau keuntungan (Charles Osifo, 2012).
Kenikmatan atau keuntungan yang diharapkan antara lain seperti mengharapkan
imbalan dari masyarakat setelah menyelesaikan tugas.
28
2. Anti-gratifikasi.
Dalam Pedoman Pengendalian Gratifikasi konteks Pasal 12B, tujuan dari
gratifikasi yang dianggap suap dari sudut pandang pemberi adalah untuk
mengharapkan keuntungan di masa yang akan datang dengan mengharapkan
pegawai negeri/penyelenggara negara akan melakukan sesuatu yang bertentangan
dengan kewenangannya, demi kepentingan si pemberi tersebut (KPK, 2015). Pada
pasal 12 B tersebut terlihat bahwa gratifikasi adalah awal dari terjadinya tindak
pidana suap. Antara gratifikasi dan suap ada kecenderungan kesamaan dan beda
yang amat tipis. Keduanya punya motif menjadikan jabatan, kekuasaan, dan
wewenang sebagai motif dari pemberian hadiah (gratifikasi). Ketika gratifikasi
adalah awal dari suap, maka suap adalah pemicu dari korupsi (KPK, 2015).
3. Anti-penipuan (Fraud)
Fraud adalah suatu perbuatan melawan atau melanggar hukum yang dilakukan
oleh orang dari dalam atau dari luar organisasi, dengan maksud untuk
memperkaya atau mendapatkan keuntungan diri sendiri, orang lain, atau badan
hukum lain yang secara langsung atau tidak langsung merugikan pihak lain
(Karyono, 2002). Menggunakan fasilitas kantor untuk kepentingan pribadi
merupakan contoh sederhana dari fraud.
2.3.3 Skala Pengukuran Intensi Anti Korupsi
Penelitian Nihayah et.al (2015), skala penelitian intensi anti korupsi terdiri dari 6
dimensi. Pada penelitian ini, penulis hanya menggunakan 3 dimensi yakni anti-
bribe, anti-grativication dan anti-fraud, sementara 3 dimensi lainnya tidak sesuai
dengan penelitian yang akan dilakukan. Penulis mengembangkan alat ukur
29
sebelumnya dikarenakan jumlah item yang terlalu sedikit yakni hanya 3 item yang
kemudian menjadi 6 item.
2.4 Ikhlas
2.4.1 Pengertian Ikhlas
Sari et.al (2015) mengungkapkan ikhlas adalah sikap murni dalam tingkah laku
dan perbuatan, semata-mata demi memperoleh keridhaan Allah, bekerja sebagai
bagian dari ibadah, bebas dari pamrih dan ria serta selalu bersyukur atas nikmat
yang diberikan Allah. Bekerja untuk mencari ridho Allah SWT yakni selalu
bekerja semata-mata karena Allah serta diniatkan untuk mencari ridho Allah.
Selalu berusaha meningkatkan kualitas pekerjaan karena menganggap pekerjan
merupakan ibadah. Bekerja tidak memamerkan status dan kedudukan kepada
orang lain, bebas pamrih dan ria. Bekerja tidak dilakukan karena ingin pujian,
penghargaan dan rasa ingin dihormati. Selalu bersyukur atas nikmat yang
diberikan Allah.
Menurut Goddar dalam (Chizanah & Hadjam, 2011) ikhlas secara umum
dimaknai sebagai sebuah ketulusan dalam memberi pertolongan, kerelaan, dan
penerimaan. Padanan kata dalam bahasa Inggris sincerity, genuine, dan letting go.
Letting go merupakan konsep yang diperkenalkan oleh Corey (2005) yang
merujuk pada proses melepaskan segala bentuk perasaan negatif yang menyertai
suatu peristiwa. Menelisik lebih dalam ke akar katanya, ikhlas berasal dari kata
kholasho (Bahasa Arab) yang berarti murni. Menurut Qalami dalam (Chizanah &
Hadjam, 2011) ikhlas dalam konteks ini dimaknai sebagai niat yang murni
30
semata-mata mengharap penerimaan dari Tuhan dalam melakukan suatu
perbuatan, tanpa menyekutukan Tuhan dengan yang lain.
Penjelasan secara etimologis di atas menyiratkan tiga hal, pertama ikhlas
dimaknai sebagai bentuk ketulusan dalam melakukan suatu perbuatan bagi orang
lain. Perilaku tulus dalam menolong merupakan karakteristik dari perilaku
altruisme. Ini mengindikasikan adanya keterkaitan antara ikhlas dengan altruisme.
Altruisme merupakan bentuk perilaku spesifik dari perilaku yang menguntungkan
orang lain tanpa adanya ekspektasi untuk memperoleh keuntungan pribadi (Crisp
& Turner, 2007 ; dalam Chizanah & Hadjam, 2011).
Kedua, ikhlas dimaknai sebagai bentuk kerelaan, penerimaan atas situasi
yang dihadapi. Hal ini memiliki kemiripan dengan konsep letting go yang
dicetuskan Corey (2005). Letting go merupakan cara untuk melepaskan prilaku
yang mengganggu hubungan sosial individu (Fortunas, 2003), yang berhubungan
dengan proses melepaskan emosi (Bedell, 2002 ; dalam Chizanah & Hadjam,
2011).
Ketiga, ikhlas merupakan suatu kondisi di mana individu yang ikhlas
adalah individu yang telah memiliki satu konsep hidup yang berorientasikan
hanya kepada Tuhan. Dalam kesehariannya, individu tidak dapat dipaksa atau
ditekan oleh pihak atau situasi tertentu. Individu itu juga tidak lagi merasakan
ketergantungan atau kebutuhan yang besar terhadap kebutuhan dasar manusia. Hal
ini sejalan dengan metaneeds Maslow (1954, dalam 1970) yang menyatakan
adanya tingkatan di atas kebutuhan dasar manusia. Individu yang berhasil
mencapai tingkat tertinggi dalam hierarkhi kebutuhan adalah individu yang
31
memiliki aktualisasi diri. Individu ini memiliki beberapa karakteristik penting,
salah satunya adalah otonomi atau selfdirected.
Mujib (2007) menganjurkan bahwa keikhlasan individu seyogyanya
dilihat dari sejauhmana membersihkan tingkah lakunya dari segala campuran
yang mengotorinya, seperti keinginan hawa nafsu dari pujian, sanjungan, harta
benda, dan motif-motif lain yang tidak diridhoi Tuhan. Dengan kata lain
karyawan yang membersihkan diri dari segala perilaku yang dapat mengotori diri
dan imannya untuk menjauhi segala yang tidak dirihoi oleh Allah. Dimana hal
tersebut dapat membantu karyawan dalam melakukan kegiatannya sesuai dengan
ajaran agama dan melakukannya dengan baik dan ikhlas.
Dalam penelitian ini ikhlas adalah sikap murni dalam tingkah laku dan
perbuatan, semata-mata demi memperoleh keridhaan Allah, bekerja sebagai
bagian dari ibadah, bebas dari pamrih dan ria serta selalu bersyukur atas nikmat
yang diberikan Allah, sebagaimana dikemukakan oleh Sari et.al (2015).
2.4.2 Indikator dan Pengukuran Ikhlas
Indikator ikhlas menurut Sari et.al (2015) adalah sikap murni dalam
tingkah laku dan perbuatan, semata-mata demi memperoleh keridhaan Allah,
bekerja sebagai bagian dari ibadah, bebas dari pamrih dan ria serta selalu
bersyukur atas nikmat yang diberikan Allah. Bekerja untuk mencari ridho Allah
SWT yakni selalu bekerja semata-mata karena Allah serta diniatkan untuk
mencari ridho Allah. Selalu berusaha meningkatkan kualitas pekerjaan karena
menganggap pekerjan merupakan ibadah. Bekerja tidak memamerkan status dan
kedudukan kepada orang lain, bebas pamrih dan ria. Bekerja tidak dilakukan
32
karena ingin pujian, penghargaan dan rasa ingin dihormati. Selalu bersyukur atas
nikmat yang diberikan Allah.
Terdapat penelitian mengenai pengaruh pemahaman penilaian agama
Islam yang dilakukan oleh Sari et.al (2015). Penelitian tersebut menggunakan
variabel pemahaman nilai agama yang salah satunya adalah variabel ikhlas.
Penelitian yang dilakukan menggunakan metode kuantitatif. Populasi
penelitiannya adalah PNS yang beragama Islam di Kabupaten Pasaman Barat.
Sampel dari penelitian tersebut berjumlah 370 orang dengan menggunakan teknik
pengumpulan data berupa angket dan istrumen penelitiannya adalah skala Likert.
Penulis memutuskan untuk menggunakan cara yang sama dalam meneliti
variabel ikhlas seperti yang dilakukan oleh Sari et.al (2015) dengan menggunakan
metode item pertanyaan berupa angket dan skala Likert.
2.5 Kerangka Berpikir
Pegawai Negeri Sipil adalah sumber daya yang sangat penting dan sangat
menentukan suksesnya suatu program pemerintahan. PNS juga bisa disebut
sebagai human capital, yang artinya PNS adalah modal terpenting untuk
menghasilkan nilai tambah untuk pemerintahan. Fungsi dan peran karyawan
selalu bertujuan untuk memaksimalkan produktivitas dan efisien melalui cara
kerja yang efektif. Namun apabila banyak PNS yang melakukan prokrastinasi
tentu akan mempengaruhi kinerja dan pekerjaan tidak sesuai dengan waktu yang
telah ditentukan sehingga akan sulit untuk bekerja dengan efektif.
Faktor internal penyebab prokrastinasi antara lain adalah kepribadian.
Penelitian yang dilakukan oleh Piers Steel, Thomas Brothen, Catherine Wambach
33
(2001), menunjukan adanya korelasi antara kepribadian dengan prokrastinasi.
Menurut McCrae (1991), openness to experience adalah dimensi yang luas dan
umum yang terlihat dari kepekaan artistik, kedalaman perasaan, fleksibilitas
perilaku, rasa ingin tahu dan sikap yang tidak konvensional. Pada penelitian Steel,
openness to experience tidak memiliki hubungan langsung dengan prokrastinasi.
Berdasarkan dimensi Conscientiousness, penundaan adalah perwakilan
konseptual dari kesadaran yang rendah dan kegagalan self-regulatory. Akibatnya,
ia harus menunjukkan asosiasi yang kuat dengan variabel-variabel ini. Menururt
Johnson dan Bloom (1995) semua aspek conscientiousness berbanding terbalik
dengan prokrastinasi dan disiplin diri menjadi prediktor terkuat
Sementara itu, extraversion tidak menunjukan hasil yang signifikan
terhadap prokrastinasi sebab keterbukaan biasanya digambarkan dengan
bersosialisasi, optimis, keluar, energik, ekspresif, menarik, dan impulsif (Brand,
1997; Guilford, 1977). Biasanya, impulsif menunjukkan spontanitas dan
kecenderungan untuk bertindak atas keinginan dan kecenderungan. Pada dimensi
agreeableness, menurut literatur klinis (Burka & Yuen, 1983; Knaus, 1979),
pemberontakan, permusuhan, dan disagreeableness dianggap motivasi utama
untuk penundaan. Hal ini menandakan bahwa agreeableness juga tidak
menunjukan hubungan langsung dengan prokrastinasi.
Pada penelitian Steel (2007) menunjukan pengaruh yang siginifikan
neuroticism terhadap prokrastinasi namun dengan presentase yang cukup rendah.
Steel juga berpendapat bahwa jika individu yang mengalami stres akan lebih
rentan melakukan prokrastinasi dalam pekerjaan. Selain stres, ketakutan akan
34
kegagalan, perfeksionisme, kesadaran diri dan kecemasan juga memiliki
hubungan langsung terhadap prokrastinasi. Sementara menurut penelitian Watson
(2011) menunjukan neuroticism adalah kontributor yang kuat menunda pekerjaan.
Merujuk pada penelitian Febrianti (2014), reward (dalam kasus ini adalah
suap dan gratifikasi) berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai. Pegawai
akan menunjukan kinerja sesuai dengan motivasinya, apabila motivasinya semata
untuk mendapatkan reward, maka pegawai tersebut akan memotivasi dirinya
untuk meningkatkan kinerja demi mendapatkan apa yang ia inginkan. Hal ini
menunjukan bahwa adanya indikasi terjadinya prokrastinasi karena perilaku
korupsi.
Ikhlas adalah bentuk ketulusan dalam melakukan suatu perbuatan kepada
orang lain. Apabila dilihat dari perilakunya, prokrastinasi cenderung menunjukan
perilaku yang negatif berbeda dengan ikhlas yang lebih menunjukan perilaku yang
positif. Ikhlas adalah konstruk yang bernuansa spiritual karena individu yang
ikhlas adalah individu yang memiliki satu konsep hidup yang berorientasikan
hanya kepada Tuhan. Spiritualitas sendiri memiliki peranan penting dalam
pengembangan kesehatan mental (Chizanah & Hadjam, 2011). Sari et.al (2015)
mengungkapkan ikhlas adalah sikap murni dalam tingkah laku dan perbuatan,
semata-mata demi memperoleh keridhaan Allah, bekerja sebagai bagian dari
ibadah, bebas dari pamrih dan ria serta selalu bersyukur atas nikmat yang
diberikan Allah. Bekerja untuk mencari ridho Allah SWT yakni selalu bekerja
semata-mata karena Allah serta diniatkan untuk mencari ridho Allah. Selalu
berusaha meningkatkan kualitas pekerjaan karena menganggap pekerjan
35
Intensi Anti Korupsi
merupakan ibadah. Bekerja tidak memamerkan status dan kedudukan kepada
orang lain, bebas pamrih dan ria. Bekerja tidak dilakukan karena ingin pujian,
penghargaan dan rasa ingin dihormati. Selalu bersyukur atas nikmat yang
diberikan Allah. Penelitian ini ingin mencari hubungan antara ikhlas dengan
prokrastinasi, apakah individu yang ikhlas akan memiliki prilaku prokrastinasi
yang tinggi atau justru sebaliknya.
Dengan demikian, kerangka berfikir dalam penelitian ini adalah:
Big Five Personality:
Openness to experience
Conscientiousness
Extraversion
Agreeableness
Neurocitism
Gambar 2.1 Kerangka berfikir
2.5 Hipotesis Penelitian
2.5.1 Hipotesis mayor
Ha : Ada pengaruh yang signifikan Big Five Personality (openness to experience,
Prokrastinasi
Ikhlas
36
conscientiousness, extraversion, agreeableness dan neurocitism), intensi anti
korupsi dan ikhlas terhadap prokrastinasi.
2.5.2 Hipotesis minor
Ha1:Ada pengaruh yang signifikan openness to experience pada variabel Big Five
Personality terhadap prokrastinasi.
Ha2:Ada pengaruh yang signifikan conscientiousness pada variabel Big Five
Personality terhadap prokrastinasi.
Ha3:Ada pengaruh yang signifikan extraversion pada variabel Big Five
Personality terhadap prokrastinasi.
Ha4:Ada pengaruh yang signifikan agreeableness pada variabel Big Five
Personality terhadap prokrastinasi.
Ha5:Ada pengaruh yang signifikan neurocitism pada variabel Big Five Personality
terhadap prokrastinasi.
Ha6:Ada pengaruh yang signifikan intensi anti korupsi terhadap prokrastinasi.
Ha7:Ada pengaruh yang signifikan ikhlas terhadap prokrastinasi.
37
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
Dalam penelitian ini penulis menggunakan populasi pegawai kelurahan di Bogor
dengan jumlah yakni 659 pegawai (kotabogor.go.id per 2016). Sampel pada
penelitian ini berjumlah 155 responden dari jumlah total pengisian kuisioner
sebanyak 165 pegawai, 10 sisanya tidak kembali kepada penulis. Pada penelitian
ini, penulis menggunakan teknik convenience sampling yang merupakan salah
satu teknik nonprobability sampling. Adapun pengumpulan data dilakukan
dengan kuisioner angket kertas.
3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
Variabel penelitian yang akan diteliti, yaitu prokrastinasi kerja, Big Five
Personality (openness to experience, conscientiousness, extraversion,
agreeableness, neuroticism), intensi anti korupsi dan ikhlas. Variabel dependen
(terikat) dalam penelitian ini yaitu prokrastinasi kerja, sedangkan variabel
openness to experiences, conscientiousness, extraversion, agreeableness,
neuroticism, intensi anti korupsi dan ikhlas merupakan variabel independen
(bebas).
Berikut adalah penjelasan dari definisi operasional masing-masing variabel:
3.2.1 Prokrastinasi Kerja
Prokrastinasi adalah penundaan mulai mengerjakan atau menyelesaikan tugas
yang disengaja (Tuckman, 1991). Prokrastinasi dapat diukur dengan 3 dimensi
38
yaitu Perceived Time (gagal menepati deadline), Task Avoidance (penghindaran
dari tugas), dan Blaming Others (menyalahkan orang lain).
1. Perceived Time adalah gagal menepati deadline. Individu yang berorientasi
pada masa sekarang dan tidak mempertimbangkan masa mendatang.
Prokrastinator tahu bahwa tugas yang dihadapinya harus segera diselesaikan,
tetapi pegawai tersebut lebih memilih menunda-nunda untuk mengerjakan
tugas dan mengulur waktu untuk menyelesaikan tugas.
2. Task Avoidance adalah penghindaran tugas. Individu apabila diberikan tugas
akan selalu menghindari tugas yang dianggap sulit untuk dikerjakan dan tugas
yang dianggap tidak menyenangkan.
3. Blaming Others adalah menyalahkan orang lain. Individu menganggap orang
lain yang menyebabkan suatu pekerjaan menjadi sulit. Individu yang
melakukan prokrastinasi biasanya cenderung akan menyalahkan kejadian
eksternal atau orang lain dan mencari alasan untuk melakukan prokrastinasi.
3.2.2 Big Five Personality
Big Five Personality adalah suatu pendekatan yang digunakan dalam psikologi
untuk melihat kepribadian manusia yang telah dibentuk melalui trait yang tesusun
dalam 5 dimensi, yaitu, openness to experience, conscientiousness, extraversion,
agreeableness dan neurocitism (John & Soto, 2009).
1. Opennes to experience adalah gambaran kemampuan individu dalam
memunculkan inovasi ide baru dalam pekerjaannya dan memiliki minat seni
yang mampu menciptakan karya yang baik dalam pekerjaan.
39
2. Conscientiousness adalah mampu bersikap disiplin dalam bekerja dan
kemampuan individu dalam mengorganisir pekerjaan dengan teratur.
3. Extroversion adalah kemampuan individu memiliki semangat yang tinggi dan
asertif.
4. Agreeableness adalah memiliki gambaran kemampuan individu yang
cenderung tidak keras kepala dan altruisme.
5. Neuroticism adalah memiliki kemampuan mengendalikan rasa depresi yang
dialami dan kemampuan individu dalam mengatasi rasa cemas yang muncul
di dalam dirinya.
3.2.3 Intensi Anti Korupsi
Intensi anti korupsi adalah intensi individu untuk menghindari korupsi. Korupsi
adalah ketika individu menggunakan wewenang dan jabatan untuk kepentingan
pribadi dan merugikan kepentingan umum (Nihayah et.al, 2015).
3.2.4 Ikhlas
Ikhlas adalah sikap murni dalam tingkah laku dan perbuatan, semata-mata demi
memperoleh keridhaan Allah, bekerja sebagai bagian dari ibadah, bebas dari
pamrih dan ria serta selalu bersyukur atas nikmat yang diberikan Allah (Sari et.al,
2015).
3.3 Pengumpulan Data
3.3.1 Teknik Pengumpulan Data
Instrumen yang digunakan dibuat dalam bentuk skala Likert yang meiliki empat
pilihan jawaban untuk skala prokrastinasi kerja, Big Five Personality, intensi anti
40
korupsi dan ikhlas yaitu sangat sering (SS), sering (S), jarang (J), dan tidak pernah
(TP).
Satu dari pilihan jawaban yang masing-masing jawaban menunjukkan
kesesuaian pernyataan yang diberikan dengan keadaan yang dirasakan oleh
subjek. Model skala Likert ini terdiri dari pernyataan positif (favorable) dan
pernyataan negatif (unfavorable). Untuk perhitungan skor pada tiap pilihan
jawaban adalah sebagi berikut:
Tabel 3.1 Nilai skor jawaban skala model Likert
Pernyataan Sangat Sering
(SS) Sering (S) Jarang (J) Tidak Pernah (TP)
Favorable 1 2 3 4
Unfavorable 4 3 2 1
3.3.2 Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk
kuesioner dengan menggunakan model likert. Biodata responden yang berisi
pertanyaan mengenai inisial, jenis kelamin dan usia. Adapun skala yang
digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Alat Ukur Prokastinasi Kerja
Prokrastinasi kerja dalam penelitian ini diambil dari teori Tuckman (1991), yaitu
Tuckman Procrastination Scale (TPS). Adapun dimensi yang dapat diukur dan
diamati melalui ciri-ciri sebagai berikut: perceived time (gagal menepati
deadline), task avoidance (penghindaran dari tugas), blaming others
(menyalahkan orang lain). Variabel prokrastinasi kerja diperoleh dengan
menyebarkan alat ukur skala prokrastinasi kerja dari jumlah item 35 butir yang
41
terbagi atas 24 butir pernyataan favorable dan 11 butir pernyataan unfavorable.
Berdasarkan ketiga dimensi di atas, maka dibentuk kerangka skala dalam bentuk
blueprint sebagai berikut :
Tabel 3.2 Blueprint Prokrastinasi Kerja
Dimensi Indikator Item Jumlah
Fav Unfav
Perceived
Time
-Menunda mengerjakan tugas 1,2,3,4,5,6,7
14 -Mengulur waktu dalam
menyelesaikan tugas
8,10,12,14 5,9,11,13
Task
Avoidance
-Menghindari tugas karena
dianggap tidak menyenangkan
15,17,19,21 16,18,20,23
16 -Menganggap suatu pekerjaan
sulit untuk dikerjakan
22,24,25,27,30 26,28,29
Blaming
Others
-Menganggap orang lain yang
menyebabkan suatu pekerjaan
menjadi sulit
31,32,33,34
5
-Mencari alasan lain untuk
melakukan prokrastinasi
35
Total 35
2. Alat Ukur Big Five Personality
Alat ukur Big Five Personality yang digunakan dalam penelitian ini adalah The
Big Five Inventory telah dikembangkan oleh Oliver P. John. Tes ini terdiri dari 44
item pertanyaan dengan 10 facet skala pada kelima dimensi kepribadian
Tabel 3.3 Blueprint Big Five Personality
No. Dimensi Indikator Nomor Item Jumlah
Fav Unfav
1. Openness to
experience
- Inovatif 5,10,15,20,25
30,40,44
35,41 10
- Memiliki minat seni
2. Conscientiousness - Teratur 3,13,28,33,38 8,18,23,43 9
- Disiplin
3. Extraversion - Asertif 1,11,16,26,36 6,21,31 8
- Penuh semangat
4. Agreeableness - Altruisme 7,17,22,32,42 2,12,27,37 9
-Tidak keras kepala
5. Neuroticism - Mudah depresi 4,14,19,29,39 9,24,34 8
- Mudah cemas
Jumlah
44
42
3. Alat Ukur Intensi Anti Korupsi
Peneliti menggunkan alat ukur yang berasal dari penelitian Nihayah et.al (2015)
karena alat ukur ini sesuai dengan penelitian yang akan dilakukan yang
mengamati intensi anti korupsi pada pegawai. Dalam penelitian ini peneliti
mengembangkan alat ukur sebelumnya dikarenakan jumlah item yang terlalu
sedikit yakni hanya 3 item yang kemudian menjadi 6 item.
Table 3.4 Blueprint Intensi Anti Korupsi
No Dimensi Item Jumlah
Fav Unfav
1 Anti Bribery 1, 4
2
2 Anti Gratification 2 6 2
3 Anti Fraud 5 3 2
Total 6
4. Alat Ukur Ikhlas
Skala ini adalah skala yang peneliti adaptasi dari skala ikhlas yang digunakan
dalam penelitian yang dilakukan oleh Sari, Frinaldi, dan Syamsir (2015).
Penelitian Sari menggunakan variabel pemahaman nilai agama yang salah satunya
adalah variabel ikhlas. Teknik pengumpulan data berupa angket dan istrumen
penelitiannya adalah skala Likert.
Table 3.5 Blueprint Ikhlas
No Indikator Item Jumlah
Fav Unfav
1 Bekerja untuk mencari ridho Allah SWT 1,2 2
2 Bekerja sebagai bagian dari ibadah. 3 1
3 Bekerja bebas dari kepentingan pribadi, pamrih
dan ria
4,5 2
4 Bekerja tidak dilakukan karena ingin pujian,
penghargaan dan rasa ingin dihormati
6 7,8 3
5 Selalu bersyukur atas nikmat yang diberikan
Allah
9,1 2
Total 10
43
3.4 Uji Validitas Konstruk
Dalam skripsi ini, penulis menggunakan confirmatory factor analysis (CFA)
dengan bantuan software Lisrel 8.70. Adapun langkah-langkah untuk
mendapatkan kriteria item yang baik pada CFA (Umar, 2013), yaitu :
1. Dilakukan uji CFA dengan model satu faktor dan dilihat Chi-Square yang
dihasilkan. Jika nilai Chi-Square tidak signifikan (P > 0.05) berarti semua item
hanya mengukur satu faktor saja. Namun, jika nilai Chi-Square signifikan (P <
0.05), maka perlu dilakukan modifikasi terhadap model pengukuran yang diuji
sesuai dengan langkah kedua berikut ini.
2. Jika nilai Chi-Square signifikan (P < 0.05), maka dilakukan modifikasi model
pengukuran dengan cara membebaskan parameter berupa korelasi kesalahan
pengukuran. Ini terjadi ketika suatu item mengukur selain konstruk yang ingin
diukur, item tersebut juga mengukur hal yang lain (mengukur lebih dari satu
konstruk/multidimensional). Setelah beberapa kesalahan pengkuran dibebaskan
untuk saling berkorelasi, maka akan diperoleh model yang fit, maka model
terakhir inilah yang akan digunakan pada langkah selanjutnya.
3. Jika telah diperoleh model yang fit, maka dilakukan analisis item dengan
melihat apakah muatan faktor item tersebut signifikan dan mempunyai
koefisien positif.
4. Setelah dilakukan modifikasi terhadap model, maka dilakukan olah data untuk
mendapatkan faktor skornya. Pengolahan data menggunakan SPSS 16.0
44
dengan ketentuan tidak mengikutsertakan skor mentah dari item yang
dieliminasi.
Terdapat kriteria item yang baik pada CFA (Umar, 2013), yaitu :
1. Menguji apakah item signifikan atau tidak mengukur apa yang hendak di ukur,
dengan menggunakan t-test. Melihat signifikan tidaknya item tersebut
mengukur faktornya dengan melihat nilai t bagi koefisien muatan faktor item.
Perbandingannya adalah jika t > 1.96 maka item tersebut tidak akan didrop dan
sebaliknya.
2. Melihat koefisien muatan faktor dari item. Jika item tersebut sudah diskoring
dengan favorable (pada skala model likert 1-5), maka nilai koefisien muatan
faktor harus bermuatan positif, dan sebaliknya. Apabila item favorable, namun
muatan faktor item bernilai negatif, maka item tersebut akan didrop dan
sebaliknya.
3. Terakhir, apabila kesalahan pengukuran item terlalu banyak berkorelasi, maka
item tersebut akan didrop. Sebab, item yang demikian selain mengukur apa
yang hendak diukur, ia juga mengukur hal lain (multidimensi).
3.4.1. Uji Validitas Konstruk Prokrastinasi Kerja
Dalam perhitungan data CFA model satu faktor dari konstruk prokrastinasi kerja
diperoleh skor perhitungan awal Chi-Square = 2375.18 ,df = 560, P-value =
0.00000, skor RMSEA = 0.145 Dari hasil tersebut nilai P-value = 0,00000< 0.05
sehingga dikatakan bahwa model ini belum fit. Selanjutnya, dilakukan modifikasi
terhadap model ini, yaitu dengan membebaskan setiap item untuk berkorelasi.
Setelah melakukan seratus dua belas kali modifikasi, diperoleh nilai Chi-Square =
45
616.01 , df = 448, P-value = 0.0000, skor RMSEA = 0.049, dengan P-value> 0.05
yang artinya, model ini sudah fit. Dengan demikian item-item yang ada pada
konstruk prokrastinasi kerja ini hanya mengukur satu faktor saja, yaitu
prokrastinasi kerja.
Tabel 3.6 Muatan faktor item Prokrastinasi Kerja
No Item Koefisien St. Error T-Value (>1.96) Sig
1 0.66 0.08 8.40
2 0.69 0.08 8.94
3 0.67 0.08 8.64
4 0.64 0.08 8.38
5 0.40 0.08 4.93
6 0.81 0.07 11.31
7 0.81 0.07 11.31
8 0.69 0.08 8.94
9 0.26 0.09 3.08
10 0.19 0.08 2.23
11 -0.27 0.09 -3.11
12 0.33 0.09 3.75
13 0.14 0.09 1.63
14 0.64 0.08 8.33
15 0.68 0.08 8.99
16 -0.19 0.08 -2.28
17 0.36 0.08 4.36
18 -0.33 0.09 -3.79
19 0.64 0.08 8.16
20 0.13 0.08 1.59
21 0.55 0.09 6.24
22 0.36 0.08 4.30
23 0.37 0.08 4.61
24 0.75 0.07 10.08
25 0.75 0.08 9.62
26 0.44 0.08 5.32
27 0.11 0.08 1.31
28 -0.52 0.08 -6.54
29 -0.23 0.09 -2.59
30 0.73 0.07 9.80
31 0.65 0.08 8.33
32 0.58 0.08 7.24
33 0.37 0.08 4.52
34 0.52 0.09 5.99
35 0.35 0.08 4.15
Keterangan: tanda = signifikan (t>1.96), = tidak signifikan
46
Setelah mendapatkan model yang fit, penulis melihat muatan faktor dari
konstruk prokrastinasi kerja dengan melakukan uji hipotesis nihil dari setiap item.
Dalam menentukan nilai koefisien muatan faktor item ini dilakukan dengan
melihat T-value dan melihat muatan positif atau negatif dari data tabel muatan
faktor pada tabel 3.6.
Dari data tabel muatan faktor diperoleh gambaran hasil perhitungan koefisien
dari tiga puluh lima item konstruk prokrastinasi kerja, dapat dilihat bahwa dua
puluh tujuh item memiliki T-value>1.96 dan delapan item memiliki T-value <
1.96. Kemudian pada delapan item yang memiliki nilai T-value<1.96 juga
memiliki koefisien bermuatan negatif yang artinya item 11, item 13, item 16, item
18, item 20, item 27, item 28 dan item 29 harus di-drop pada konstruk
prokrastinasi kerja.
3.4.2. Uji Validitas Konstruk Big-Five Personality
3.4.2.1. Uji Validitas Konstruk Openness to experience
Dalam perhitungan data CFA model satu faktor dari konstruk openness to
experience diperoleh skor perhitungan awal Chi-Square = 339.10, df = 35, P-
value = 0.00000, skor RMSEA = 0.238. Dari hasil tersebut nilai P-value =
0.00000 < 0.05 sehingga dikatakan bahwa model ini belum fit. Selanjutnya,
dilakukan modifikasi terhadap model ini, yaitu dengan membebaskan setiap item
untuk berkorelasi. Setelah melakukan enam belas kali modifikasi, diperoleh nilai
Chi-Square = 25.93, df = 19, P-value = 0.13218, skor RMSEA = 0.049, dengan P-
value> 0.05 yang artinya, model ini sudah fit. Dengan demikian item yang ada
pada konstruk Big Five Personality ini hanya mengukur openness to experience.
47
Setelah mendapatkan model yang fit, penulis melihat muatan faktor dari
konstruk openness to experience dengan melakukan uji hipotesis nihil dari setiap
item. Dalam menentukan nilai koefisien muatan faktor item ini dilakukan dengan
melihat T-value dan melihat muatan positif atau negatif dari data tabel muatan
faktor pada tabel 3. 7
Tabel 3.7 Muatan faktor item openness to experience
No Item Koefisien St. Error T-Value (>1.96) Sig
1 0.32 0.07 4.41
2 0.34 0.07 4.85
3 0.39 0.08 4.61
4 0.65 0.08 8.21
5 0.42 0.08 5.36
6 0.73 0.07 9.74
7 0.07 0.06 1.08
8 0.07 0.08 8.25
9 -0.59 0.07 -8.24
10 1.01 0.08 12.23
Keterangan: tanda = signifikan (t>1.96), = tidak signifikan
Dari data tabel muatan faktor diperoleh gambaran hasil perhitungan
koefisien dari sepuluh item konstruk openness to experience, dapat dilihat bahwa
delapan item memiliki T-value>1.96 dan dua item memiliki T-value < 1.96.
Kemudian dua item yang memiliki nilai T-value<1.96 yang artinya item 7 dan
item 9 harus di drop pada konstruk openness to experience.
3.4.2.2.Uji Validitas Konstruk Conscientiousness
Dalam perhitungan data CFA model satu faktor dari konstruk conscientiousness
diperoleh skor perhitungan awal Chi-Square = 177.85, df = 27, P-value = 0.00000,
skor RMSEA = 0.190. Dari hasil tersebut nilai P-value = 0.00000 < 0.05 sehingga
dikatakan bahwa model ini belum fit. Selanjutnya, dilakukan modifikasi terhadap
model ini, yaitu dengan membebaskan setiap item untuk berkorelasi. Setelah
48
melakukan delapan kali modifikasi, diperoleh nilai Chi-Square = 20.40, df = 19,
P-value = 0.37096, skor RMSEA = 0.022, dengan P-value> 0.05 yang artinya,
model ini sudah fit. Dengan demikian item-item yang ada pada konstruk Big Five
Personality ini hanya mengukur satu faktor saja, yaitu conscientiousness.
Setelah mendapatkan model yang fit, penulis melihat muatan faktor dari
konstruk conscientiousness dengan melakukan uji hipotesis nihil dari setiap item.
Dalam menentukan nilai koefisien muatan faktor item ini dilakukan dengan
melihat T-value dan melihat muatan positif atau negatif dari data tabel muatan
faktor pada tabel 3.8
Tabel 3.8 Muatan faktor item conscientiousness
No Item Koefisien St. Error T-Value (>1.96) Sig
1 0.55 0.08 7.00
2 0.20 0.09 2.32
3 0.44 0.08 5.25
4 0.37 0.08 4.38
5 0.44 0.08 5.33
6 0.84 0.07 11.59
7 0.40 0.08 4.72
8 0.77 0.07 10.39
9 0.46 0.08 5.65
Keterangan: tanda = signifikan (t>1.96), = tidak signifikan
Dari data tabel muatan faktor diperoleh gambaran hasil perhitungan
koefisien dari sembilan konstruk conscientiousness, dapat dilihat bahwa sembilan
item memiliki T-value>1.96 dan nol item memiliki T-value < 1.96. Maka tidak
ada item yang di drop pada kontruk conscientiousness.
3.4.2.3.Uji Validitas Konstruk Extraversion
Dalam perhitungan data CFA model satu faktor dari konstruk extraversion
diperoleh skor perhitungan awal Chi-Square = 139.49, df = 20, P-value =
49
0.00000, skor RMSEA = 0.197. Dari hasil tersebut nilai P-value = 0.00000 < 0.05
sehingga dikatakan bahwa model ini belum fit. Selanjutnya, dilakukan modifikasi
terhadap model ini, yaitu dengan membebaskan setiap item untuk berkorelasi.
Setelah melakukan delapan kali modifikasi, diperoleh nilai Chi-Square = 12.94, df
= 11, P-value = 0.29730, skor RMSEA = 0.034, dengan P-value> 0.05 yang
artinya, model ini sudah fit. Dengan demikian item-item yang ada pada konstruk
Big Five Personality ini hanya mengukur satu faktor saja, yaitu extraversion.
Setelah mendapatkan model yang fit, penulis melihat muatan faktor dari konstruk
extraversion dengan melakukan uji hipotesis nihil dari setiap item. Dalam
menentukan nilai koefisien muatan faktor item ini dilakukan dengan melihat T-
value dan melihat muatan positif atau negatif dari data tabel muatan faktor pada
tabel 3.9
Tabel 3.9 Muatan faktor item extraversion
No Item Koefisien St. Error T-Value (>1.96) Sig
1 0.56 0.07 7.43
2 0.68 0.08 8.61
3 0.72 0.08 9.00
4 0.34 0.08 4.13
5 0.92 0.09 10.68
6 0.45 0.08 5.96
7 0.46 0.08 5.71
8 0.70 0.08 8.75
Keterangan: tanda = signifikan (t>1.96), = tidak signifikan
Dari data tabel muatan faktor diperoleh gambaran hasil perhitungan koefisien dari
delapan item konstruk extraversion, dapat dilihat bahwa delapan item memiliki T-
value>1.96 dan nol item memiliki T-value < 1.96. Maka tidak ada item yang di
drop pada kontruk extraversion.
50
3.4.2.4.Uji Validitas Konstruk Agreeableness
Dalam perhitungan data CFA model satu faktor dari konstruk agreeableness
diperoleh skor perhitungan awal Chi-Square = 176.89, df = 27, P-value =
0.00000, skor RMSEA = 0.190. Dari hasil tersebut nilai P-value = 0.00000 < 0.05
sehingga dikatakan bahwa model ini belum fit. Selanjutnya, dilakukan modifikasi
terhadap model ini, yaitu dengan membebaskan setiap item untuk berkorelasi.
Setelah melakukan delapan kali modifikasi, diperoleh nilai Chi-Square = 14.23, df
= 18, P-value = 0.71411, skor RMSEA = 0.000, dengan P-value> 0.05 yang
artinya, model ini sudah fit. Dengan demikian item-item yang ada pada konstruk
Big Five Personality ini hanya mengukur satu faktor saja, yaitu agreeableness.
Setelah mendapatkan model yang fit, penulis melihat muatan faktor dari
konstruk agreeableness dengan melakukan uji hipotesis nihil dari setiap item.
Dalam menentukan nilai koefisien muatan faktor item ini dilakukan dengan
melihat T-value dan melihat muatan positif atau negatif dari data tabel muatan
faktor pada tabel 3.10
Tabel 3.10 Muatan faktor item agreeableness
No Item Koefisien St. Error T-Value (>1.96) Sig
1 0.26 0.09 2.96
2 0.50 0.07 6.77
3 0.42 0.10 4.01
4 1.04 0.08 12.66
5 0.49 0.08 6.44
6 0.50 0.11 4.66
7 0.27 0.07 3.83
8 0.39 0.07 5.30
9 0.60 0.08 7.90
Keterangan: tanda = signifikan (t>1.96), = tidak signifikan
51
Dari data tabel muatan faktor diperoleh gambaran hasil perhitungan koefisien
dari delapan item konstruk agreeableness, dapat dilihat bahwa sembilan item
memiliki T-value>1.96 dan nol item memiliki T-value < 1.96. Maka tidak ada
item yang di drop pada kontruk extraversion.
3.4.2.5. Uji Validitas Konstruk Neuroticism
Dalam perhitungan data CFA model satu faktor dari konstruk neuroticism
diperoleh skor perhitungan awal Chi-Square = 101.44, df = 20, P-value =
0.00000, skor RMSEA = 0.163. Dari hasil tersebut nilai P-value = 0.00000 < 0.05
sehingga dikatakan bahwa model ini belum fit. Selanjutnya, dilakukan modifikasi
terhadap model ini, yaitu dengan membebaskan setiap item untuk berkorelasi.
Setelah melakukan delapan kali modifikasi, diperoleh nilai Chi-Square = 17.00, df
= 13, P-value = 0.19922, skor RMSEA = 0.045, dengan P-value> 0.05 yang
artinya, model ini sudah fit. Dengan demikian item-item yang ada pada konstruk
Big Five Personality ini hanya mengukur satu faktor saja, yaitu neuroticism.
Tabel 3.11 Muatan faktor item neuroticism
No Item Koefisien St. Error T-Value (>1.96) Sig
1 0.61 0.08 8.00
2 0.45 0.09 4.80
3 0.62 0.08 8.18
4 0.67 0.08 8.88
5 -0.22 0.10 -2.30
6 0.66 0.08 8.26
7 0.54 0.08 6.93
8 0.69 0.08 8.58
Keterangan: tanda = signifikan (t>1.96), = tidak signifikan
Setelah mendapatkan model yang fit, penulis melihat muatan faktor dari
konstruk neuroticism dengan melakukan uji hipotesis nihil dari setiap item. Dalam
menentukan nilai koefisien muatan faktor item ini dilakukan dengan melihat T-
52
value dan melihat muatan positif atau negatif dari data tabel muatan faktor pada
tabel 3.11
Dari data tabel muatan faktor diperoleh gambaran hasil perhitungan koefisien
dari delapan item konstruk neuroticism, dapat dilihat bahwa tujuh item memiliki
T-value>1.96 dan satu item memiliki T-value < 1.96. Kemudian satu yang
memiliki nilai T-value<1.96 juga memiliki koefisien bermuatan negatif yang
artinya item 5 harus di drop pada konstruk neuroticism.
3.4.3. Uji Validitas Konstruk Intensi Anti Korupsi
Dalam perhitungan data CFA model satu faktor dari konstruk intensi anti-korupsi
diperoleh skor perhitungan awal Chi-Square = 84.44, df = 9, P-value = 0.00000,
skor RMSEA = 0.233. Dari hasil tersebut nilai P-value = 0.00000 < 0.05 sehingga
dikatakan bahwa model ini belum fit. Selanjutnya, dilakukan modifikasi terhadap
model ini, yaitu dengan membebaskan setiap item untuk berkorelasi. Setelah
melakukan tiga kali modifikasi, diperoleh nilai Chi-Square = 6.91, df = 6, P-value
= 0.32879, skor RMSEA = 0.031, dengan P-value> 0.05 yang artinya, model ini
sudah fit. Dengan demikian item-item yang ada pada konstruk intensi anti korupsi
ini hanya mengukur satu faktor saja, yaitu intensi anti korupsi.
Setelah mendapatkan model yang fit, penulis melihat muatan faktor dari
konstruk intensi anti korupsi dengan melakukan uji hipotesis nihil dari setiap item.
Dalam menentukan nilai koefisien muatan faktor item ini dilakukan dengan
melihat T-value dan melihat muatan positif atau negatif dari data tabel muatan
faktor pada tabel 3.12
53
Tabel 3.12 Muatan faktor item intensi anti korupsi
No Item Koefisien St. Error T-Value (>1.96) Sig
1 0.41 0.10 4.26
2 0.36 0.09 4.04
3 -0.43 0.10 -4.38
4 0.80 0.16 5.03
5 1.14 0.18 6.40
6 -0.38 0.09 -4.15
Keterangan: tanda = signifikan (t>1.96), = tidak signifikan
Dari data tabel muatan faktor diperoleh gambaran hasil perhitungan koefisien
dari enam item konstruk intensi anti korupsi, dapat dilihat bahwa empat item
memiliki T-value>1.96 dan dua item memiliki T-value < 1.96. Kemudian dua
yang memiliki nilai T-value<1.96 juga memiliki koefisien bermuatan negatif yang
artinya item 3 dan item 6 harus di drop pada konstruk intensi anti korupsi.
3.4.4. Uji Validitas Konstruk Ikhlas
Dalam perhitungan data CFA model satu faktor dari konstruk ikhlas diperoleh
skor perhitungan awal Chi-Square = 380.31, df = 35, P-value = 0.00000, skor
RMSEA = 0.253. Dari hasil tersebut nilai P-value = 0.00000 < 0.05 sehingga
dikatakan bahwa model ini belum fit. Selanjutnya, dilakukan modifikasi terhadap
model ini, yaitu dengan membebaskan setiap item untuk berkorelasi. Setelah
melakukan delapan belas kali modifikasi, diperoleh nilai Chi-Square = 20.47, df =
17, P-value = 0.25091, skor RMSEA = 0.036, dengan P-value> 0.05 yang artinya,
model ini sudah fit. Dengan demikian item-item yang ada pada konstruk ikhlas ini
hanya mengukur satu faktor saja, yaitu ikhlas.
Setelah mendapatkan model yang fit, penulis melihat muatan faktor dari
konstruk ikhlas dengan melakukan uji hipotesis nihil dari setiap item. Dalam
menentukan nilai koefisien muatan faktor item ini dilakukan dengan melihat T-
54
value dan melihat muatan positif atau negatif dari data tabel muatan faktor pada
tabel 3.13
Tabel 3.13 Muatan faktor item ikhlas
No Item Koefisien St. Error T-Value (>1.96) Sig
1 0.71 0.08 8.98
2 0.88 0.07 13.03
3 0.78 0.07 11.09
4 0.37 0.08 4.60
5 0.52 0.12 4.50
6 0.46 0.08 5.97
7 0.36 0.08 4.72
8 0.51 0.08 6.63
9 0.79 0.07 11.20
10 0.47 0.08 6.04
Keterangan: tanda = signifikan (t>1.96), = tidak signifikan
Dari data tabel muatan faktor diperoleh gambaran hasil perhitungan koefisien
dari sepuluh item konstruk ikhlas, kesepuluh item memiliki T-value>1.96. Maka
tidak ada item yang di drop pada kontruk ikhlas.
3.5. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan untuk menganalisis data pada penelitian ini
yaitu analisis regresi berganda (Multiple Regression Analysis). Teknik analisis
regresi berganda ini digunakan untuk menentukan ketepatan prediksi dan
ditujukan untuk mengetahui besarnya pengaruh dari independent variable (IV),
yaitu Big Five Personality, intensi anti korupsi dan ikhlas terhadap dependent
variable (DV) yaitu prokrastinasi kerja.
Teknik regresi berganda merupakan metode statistika yang digunakan
untuk membentuk model hubungan antara variabel terikat (dependent; respon; Y)
55
Y = a + b1x1 + b2x2+ b3x3+ b4x4 + b5x5 + b6x6 + b7x7 + e
dengan lebih dari satu variabel bebas (independent; prediktor; X). Dalam
penelitian ini, IV sebanyak tujuh variabel, sedangkan DV sebanyak satu variabel
sehingga susunan persamaan regresi penelitian adalah:
Jika dituliskan variabelnya, maka:
Y = prokrastinasi kerja
a = intercept (konstan)
b = koefisien regresi untuk masing-masing X
x1 = openness to experience
x2 = counciensness
x3 = extraversion
x4 = agreeableness
x5 =neuroticism
x6 = intensi anti korupsi
x7 = ikhlas
e = residu
Adapun data yang dianalisis dengan persamaan diatas adalah hasil dari
pengukuran yang sudah ditransformasi ke dalam factor score. Dalam hal ini,
factor score adalah faktor yang diukur dengan menggunakan software SPSS
dengan menggunakan item yang valid. Tujuan dari factor score adalah agar
koefisien regresi tidak mengalami atenuasi atau underestimated (koefisien regresi
yang terhitung lebih rendah dari yang seharusnya sehingga tidak signifikan).
Dalam analisis regresi berganda, besarnya proporsi varians kepuasan
penghuni yang dipengaruhi oleh bervariasinya seluruh IV yang bisa diukur
dengan rumus R², dimana:
Adapun jika R² signifikan (P<0.05) maka proporsi varians Y yang dipengaruhi
oleh ketujuh faktor (openness to experience, counciensness, extraversion,
56
agreeableness, neuroticism, intensi anti korupsi dan ikhlas) secara keseluruhan
adalah signifikan.
Jika telah terbukti signifikan, maka peneliti akan menguji variabel mana
dari kesebelas variabel independen tersebut yang signifikan. Dalam hal ini peneliti
menguji signifikan atau tidaknya koefisien regresi (b) dengan t-test. Jika memiliki
skor t > 1.96 maka koefisien regresi variabel tersebut dinyatakan signifikan,
sebaliknya jika t< 1.96 maka variabel tersebut dinyatakan tidak signifikan (dalam
taraf signifikansi 0.05 atau 5%).
Dalam regresi analisis berganda ini dapat diperoleh beberapa informasi, yaitu:
1. R² yang menunjukkan proporsi varians dari variabel dependen yang bisa
dijelaskan oleh variabel independen.
2. Uji hipotesis mengenai signifikan atau tidaknya masing-masing koefisien
regresi. Koefisien yang signifikan menunjukkan dampak yang signifikan dari
variabel independen yang bersangkutan.
3. Persamaan regresi yang ditemukan bisa digunakan untuk membuat prediksi
tentang beberapa nilai Y jika nilai variabel independen diketahui.
Sumbangan varian dari masing-masing aspek variable independen yaitu openness
to experience, counciensness, extraversion, agreeableness, neuroticism, intensi
anti korupsi dan ikhlas dalam memengaruhi prokrastinasi kerja.
3.6. Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu :
57
3.6.1 Persiapan Penelitian
1. Penelitian ini dimulai dengan pengamatan terhadap fenomena dan berita
terkini yang terjadi di masyarakat, kemudian peneliti memilih permasalahan
yang ingin diteliti.
2. Peneliti melakukan studi pendahuluan terhadap fenomena yang ditemukan.
3. Melaporkan hasil studi pendahuluan untuk menentukan variabel dependent
kepada dosen pembimbing.
4. Peneliti melakukan analisis jurnal dengan membuat matriks jurnal, analisis
jurnal dilakukan dengan jurnal yang dikaji dari jurnal yang dimuat di dalam
negeri, dan luar negeri. Kemudian, peneliti melaporkan hasil analisis jurnal
kepada dosen pembimbing untuk menentukan variabel independent.
5. Setelah mendapatkan seluruh variabel yang ingin diteliti, peneliti melakukan
studi pustaka untuk mendapatkan landasan teori yang sesuai dengan variabel
penelitian.
3.6.2 Pelaksanaan penelitian
Dalam tahap ini, penulis menentukan jumlah subjek penelitian, melakukan
pengumpulan data dengan memberikan alat ukur yang telah dipersiapkan kepada
subjek penelitian.
3.6.3 Pengolahan data
1. Peneliti memberikan kode dan melakukan skoring terhadap hasil skala yang
telah diisi oleh subjek penelitian.
2. Menghitung dan membuat tabulasi data yang diperoleh, kemudian membuat
tabel data.
58
3. Melakukan analisis data dengan menggunakan metode statistik.
4. Membuat kesimpulan dan laporan akhir penelitian.
59
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian
Subyek dalam penelitian ini adalah pegawai kelurahan di Bogor yang berjumlah
155 orang. Gambaran umum subjek penelitian digambarkan berdasarkan ciri-ciri
demografi yaitu jenis kelamin.
Tabel 4.1
Gambaran Subjek Penelitian berdasarkan jenis kelamin
Deskripsi Jumlah Presentase
Jenis Kelamin
laki-laki 101 65%
Perempuan 54 35%
Total 155 100%
Berdasarkan tabel 4.1 terlihat bahwa subjek penelitian laki-laki jumlahnya
lebih banyak dari pada perempuan yaitu 101 orang atau 65% sedangkan subjek
penelitian perempuan berjumlah 54 orang atau 35%.
4.2 Analisis Deskriptif
Pada penelitian ini, skor yang digunakan dalam analisis statistik adalah skor yang
dihitung untuk menghindari estimasi bias dari kesalahan pengukuran yang
merupakan hasil proses konversi raw score, skor ini disebut true score. Proses ini
dilakukan untuk memudahkan dalam melakukan perbandingan antara skor hasil
penelitian variabel-variabel yang diteliti.
Dengan demikian, raw score pada setiap variabel harus diletakan pada
skala yang sama. Untuk memperoleh deskripsi statistik, dihitung item-item yang
valid dan positif, sehingga didapatkan faktor skor. Jadi, penghitungan skor faktor
60
ini tidak menunjukan item-item variabel seperti pada umumnya, tetapi dihitung
true score pada tiap skala. Skor faktor yang dianalisis adalah skor faktor yang
bermuatan positif dan signifikan.
T-Score= (skor faktor x 10) + 50
Setelah didapatkan skor faktor yang telah dirubah menjadi true score, nilai
baku inilah yang akan dianalisis dalam uji hipotesis korelasi dan regresi. Hal
tersebut berlaku juga untuk semua variabel pada penelitan ini. Skor tersebut
disajikan dalam tabel 4.2:
Tabel 4.2
Deskripsi statistik variabel penelitian
Descriptive Statistik N Minimum Maximum Mean Std.
Deviation
Prokrastinasi 155 28.28 81.40 50.0000 9.62810
Openness 155 23.54 75.12 50.0000 8.94192
Conscientiousness 155 20.16 78.58 50.0000 8.68611
Extraversion 155 27.46 70.33 50.0000 9.26448
Agreeableness 155 21.71 69.41 50.0000 8.72125
Neuroticism 155 26.21 71.88 50.0000 8.81382
Intensi_AntiKorupsi 155 19.94 69.26 50.0000 9.44875
Ikhlas 155 29.43 72.82 50.0000 8.42919
Valid N (listwise) 155
Dari tabel 4.2 dapat diketahui skor terendah dari prokrastinasi 28.28 dan
skor tertinggi 81.40. Selanjutnya, skor openness to experience terendah 23.54dan
skor tertinggi 75.12. Selanjutnya, skor conscientiousness terendah 20.16 dan skor
tertinggi 78.58. Skor extraversion terendah 27.46 dan skor tertinggi 70.33. Skor
agreeableness terendah 21.71 dan skor tertinggi 69.41. Skor neuroticism terendah
26.21 dan skor tertinggi 71.88. Skor intensi anti korupsi terendah 19.94 dan skor
tertinggi 69.26. Skor ikhlas terendah 29.43 dan skor tertinggi 72.82.
Berdasarkan hasil analisis statistika deskriptif variable penelitian yang telah
dijelaskan diatas, dapat terlihat bahwa yang memiliki sebaran data yang paling
61
besar adalah dimensi conscientiousness, dimana rentangan nilai maksimum dan
minimumnya sebesar 58.42. Hal ini membuktikan bahwa jawaban subjek terhadap
skala dimensi conscientiousness cenderung beragam. Sedangkan, variabel yang
memiliki sebaran data paling kecil adalah dimensi extraversion, dimana rentangan
nilai maksimum dan minimumnya sebesar 42.87. Hal ini membuktikan bahwa
jawaban subjek pada skala dimensi extraversion hampir seragam.
4.3 Kategorisasi Skor Variabel
Kategorisasi skor variabel bertujuan untuk menempatkan subjek kedalam
kelompok yang terpisah berdasarkan skor pada variabel yang diukur apakah
subjek tergolong kelompok dengan skor rendah atau skor tinggi. Pada penelitian
ini, peneliti membagi klasifikasi prokrastinasi, openness to experience,
conscientiousness, extraversion, agreeableness, neuroticism, intensi anti korupsi
dan ikhlas menjadi dua skor, yaitu skor rendah dan tinggi.
Kategorisasi didapat berdasarkan rumus pada tabel 4.3 berikut ini :
Tabel 4.3 Norma Skor Kategorisasi
Rumus Kategorisasi Kategorisasi Rumus
Rendah X<M
Tinggi X>M
Setelah kategori tersebut didapatkan, maka akan diperoleh nilai persentasi
kategori masing-masing variabel penelitian. Masing-masing variabel akan
dikategorikan sebagai rendah dan tinggi.
62
Tabel 4.4
Kategorisasi Skor Variabel
Variabel Frekuensi Persentase
Rendah Tinggi Rendah Tinggi
Prokrastinasi Kerja 76 79 49 51
Openness 81 74 52 48
Conscientiousness 78 77 50 50
Extraversion 67 88 43 57
Agreeableness 68 87 44 56
Neuroticism 82 73 53 47
Intensi Anti Korupsi 70 85 45 55
Ikhlas 62 93 40 60
Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 4.4 dapat dilihat bahwa skor
pada variabel prokrastinasi kerja sebanyak 49% pada kategori rendah dan 51%
pada kategori tinggi. Dengan demikian, hasil dari sebaran variabel prokrastinasi
berada pada kategori tinggi. Kemudian, ditemukan bahwa hanya 52% dari total
responden mengalami openness to experience dalam bekerja yang tergolong
rendah, sementara 48% responden mengalami openness to experience dalam
bekerja yang tergolong tinggi. Dapat disimpulkan bahwa dari keseluruhan
responden yang diteliti, tingkat openness to experience yang paling dominan
berada pada kategori rendah. Sedangkan untuk variabel conscientiousness
ditemukan bahwa 50% dari total responden mengalami conscientiousness dalam
bekerja yang tergolong tinggi, sementara sisanya 50% responden mengalami
conscientiousness dalam bekerja yang tergolong rendah. Dapat disimpulkan
bahwa dari keseluruhan responden yang diteliti, tingkat conscientiousness adalah
seimbang.
Selanjutnya, ditemukan bahwa 43% dari total responden mengalami
extraversion dalam bekerja yang tergolong rendah, sementara 57% responden
63
mengalami extraversion dalam bekerja yang tergolong tinggi. Dapat disimpulkan
bahwa dari keseluruhan responden yang diteliti, tingkat extraversion dalam
bekerja yang paling dominan berada pada kategori tinggi. Variabel berikutnya,
ditemukan bahwa 44% dari total responden mengalami agreeableness dalam
bekerja yang tergolong rendah, sementara 56% responden mengalami
agreeableness dalam bekerja yang tergolong tinggi. Dapat disimpulkan bahwa
dari keseluruhan responden yang diteliti, tingkat agreeableness dalam bekerja
yang paling dominan berada pada kategori tinggi.
Selanjutnya, ditemukan bahwa 53% dari total responden mengalami
neuroticism yang tergolong rendah, sementara 47% responden mengalami
neuroticism yang tergolong tinggi. Dapat disimpulkan bahwa dari keseluruhan
responden yang diteliti, tingkat neuroticism yang paling dominan berada pada
kategori rendah. Variabel berikutnya, ditemukan bahwa 45% dari total responden
intensi anti korupsi dalam bekerja yang tergolong rendah, sementara 55%
responden intensi anti korupsi dalam bekerja yang tergolong tinggi. Dapat
disimpulkan bahwa dari keseluruhan responden yang diteliti, tingkat intensi anti
korupsi dalam bekerja yang paling dominan berada pada kategori tinggi.
Kemudian yang terakhir, ditemukan bahwa 40% dari total responden mengalami
ikhlas dalam bekerja yang tergolong rendah, sementara 60% responden
mengalami ikhlas dalam bekerja yang tergolong tinggi. Dapat disimpulkan bahwa
dari keseluruhan responden yang diteliti, tingkat ikhlas dalam bekerja yang paling
dominan berada pada kategori tinggi
64
4.4 Hasil Uji Hipotesis
4.4.1 Uji hipotesis mayor
Pada tahapan ini peneliti menguji hipotesis dengan teknik analisis regresi
berganda dengan menggunakan software SPSS 20.
Seperti yang sudah disebutkan pada bab 3, dalam regresi ada 3 hal yang
dilihat, yaitu melihat besaran R square untuk mengetahui berapa persen (%)
varians dependent variable yang dijelaskan oleh independent variable, kedua
apakah secara keseluruhan independent variable berpengaruh signifikan terhadap
dependent variable, kemudian terakhir melihat signifikan atau tidaknya koefisien
regresi dari masing-masing independent variable.
Langkah pertama penelitian melihat besaran R square untuk mengetahui
berapa persen (%) varians dependent variable yang dijelaskan oleh independent
variable. Selanjutnya untuk tabel R square dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut:
Tabel 4.5 Hasil regresi R Square
Model Summary
Model R R
Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
Change Statistics
R Square
Change
F Change df1 df2 Sig. F
Change
1 .730a .534 .511 6.72995 .534 24.028 7 147 .000
a.Predictors:(Constant), IKHLAS, EXTRAVERSION, INTENSI_ANTIKORUPSI, OPENNESS, NEUROTICISM,
AGREEABLENESS, CONSCIENSTIOUSNESS
Berdasarkan tabel 4.5, perolehan R square sebesar 0,534 atau 53,4%.
Artinya, proporsi varians dari prokrastinasi kerja yang dijelaskan oleh, openness
to experience, conscientiousness, extraversion, agreeableness, neuroticism,
intensi anti korupsi dan ikhlas adalah sebesar 53,4%, sisanya 46,6% dijelaskan
variabel lain selain dalam penelitian ini.
65
Langkah kedua penelitian menganalisis dampak dari seluruh independent
variable terhadap prokrastinasi kerja. Adapun hasil uji F dapat dilihat pada tabel
4.6 berikut :
Tabel 4.6 Hasil Regresi Anova
ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1
Regression 7617.877 7 1088.268 24.028 .000b
Residual 6657.961 147 45.292
Total 14275.838 154
a. Predictors: (Constant), IKHLAS, EXTRAVERSION, INTENSI_ANTIKORUPSI, OPENNESS,
NEUROTICISM, AGREEABLENESS, CONSCIENSTIOUSNESS
b. Dependent Variable: PROKRASTINASI
Jika dilihat dari kolom ke enam dari kiri (Sig.) pada tabel 4.6 dapat
diketahui bahwa nilai signifikansi lebih kecil (p<0,05). Maka hipotesis nihil yang
menyatakan tidak ada pengaruh yang signifikan seluruh independent variable
terhadap dependent variable ditolak. Artinya, ada pengaruh yang signifikan
openness to experience, conscientiousness, extraversion, agreeableness,
neuroticism, intensi anti korupsi dan ikhlas terhadap prokrastinasi kerja.
4.4.2 Uji hipotesis minor
Uji hipotesis ini merupakan uji hipotesis untuk menjawab hipotesis minor.
Hasilnya dapat dilihat sebagai pada tabel 4.7 berikut :
Berdasarkan pada tabel 4.7, dapat disimpulkan persamaan regresinya sebagai
berikut :
Prokrastinasi kerja = 61.553+ 0.083 openness to experience - 0.530
conscientiousness* + 0.086 extraversion - 0.136
agreeableness + 0.262 neuroticism* + 0.129 intensi anti
korupsi – 0.125 ikhlas
66
Tabel 4.7 Hasil Koefisien Regresi
Coefficientsa
Model Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1
(Constant) 61.553 7.873
7.818 .000
OPENNESS .083 .067 .077 1.236 .218
CONSCIENSTIOUSNESS -.530 .079 -.478 -6.710 .000*
EXTRAVERSION .086 .065 .082 1.321 .189
AGREEABLENESS -.136 .074 -.123 -1.825 .070
NEUROTICISM .262 .074 .240 3.532 .001*
INTENSI_ANTIKORUPSI .129 .066 .113 1.957 .052
IKHLAS -.125 .077 -.122 -1.623 .107
a. Dependent Variable: PROKRASTINASI
Keterangan :Tanda (*) = Variabel Signifikan
Begitu juga dengan hasil uji hipotesis minor dapat dilihat berdasarkan tabel
4.9, dengan rincian sebagai berikut :
1. Variabel openness to experience memiliki nilai koefisien regresi sebesar
0.083 dengan nilai p=0.218 (p>0.05) dengan demikian secara positif variabel
openness to experience memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap
prokrastinasi kerja.
2. Variabel conscientiousness memiliki nilai koefisien regresi sebesar -0.530
dengan nilai p=0,000 (p<0.05) dengan demikian secara negatif variabel
conscientiousness memiliki pengaruh yang signifikan terhadap prokrastinasi
kerja. Arah yang negatif menunjukkan bahwa semakin rendah skor
conscientiousness maka semakin tinggi skor prokrastinasi kerja.
3. Variabel extraversion memiliki nilai koefisien regresi sebesar
0.086 dengan nilai p=0.189 (p>0.05) dengan demikian secara positif variabel
67
extraversion memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap prokrastinasi
kerja.
4. Variabel agreeableness memiliki nilai koefisien regresi sebesar
-0.136 dengan nilai p=0.070 (p>0.05), dengan demikian secara negatif
variabel agreeableness memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap
prokrastinasi kerja.
5. Variabel neuroticism memiliki nilai koefisien regresi sebesar 0.262 dengan
nilai p=0.001 (p<0.05) dengan demikian secara positif variabel neuroticism
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap prokrastinasi kerja. Arah yang
positif menunjukkan bahwa semakin tinggi skor neuroticism maka semakin
tinggi skor prokrastinasi kerja.
6. Variabel intensi anti korupsi memiliki nilai koefisien regresi sebesar 0.129
dengan nilai p=0.052 (p>0.05) dengan demikian secara positif variabel
intensi anti korupsi memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap
prokrastinasi kerja.
7. Variabel ikhlas memiliki nilai koefisien regresi sebesar
-0.125 dengan nilai p=0.107 (p<0.05) dengan demikian secara negatif
variabel ikhlas memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap
prokrastinasi kerja.
4.4.3 Analisis Proporsi Varians
Pengujian pada tahap ini bertujuan untuk melihat signifikan tidaknya penambahan
(incremented) proporsi varian dari tiap independent variable. Independent
68
variable tersebut dianalisis secara satu per satu. Pada tabel 4.8 akan dipaparkan
besarnya proporsi varians pada kesiapan kerja.
Tabel 4.8 Hasil Analisis Proporsi Varians
Model Summary
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error
of the
Estimate
Change Statistics
R Square
Change
F Change df1 df
2
Sig. F
Change
1 .002a .000 -.007 9.65949 .000 .001 1 153 .979
2 .651b .424 .416 7.35675 .424 111.771 1 152 .000*
3 .653c .426 .415 7.36617 .002 .611 1 151 .436
4 .684d .468 .454 7.11709 .042 11.754 1 150 .001*
5 .718e .515 .499 6.81360 .048 14.660 1 149 .000*
6 .725f .525 .506 6.76704 .010 3.057 1 148 .082
7 . 730g .534 .511 6.72995 .008 2.636 1 147 .107
Predictors: (Constant), OPENNESS, CONSCIENSTIOUSNESS, EXTRAVERSION, AGREEABLENESS,
NEUROTICISM, INTENSI_ANTIKORUPSI, IKHLAS
Berdasarkan tabel 4.8 didapatkan informasi sebagai berikut :
1. Variabel openness to experience memberikan sumbangan sebesar 0 %
terhadap varians prokrastinasi kerja. Sumbangan tersebut tidak signifikan
secara statistik karena nilai sig F Change = 0.979 (p < 0,05).
2. Variabel conscientiousness memberikan sumbangan sebesar 42.4% terhadap
varians prokrastinasi kerja. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik
karena nilai sig F Change = 0.000 (p<0,05)
3. Variabel extraversion memberikan sumbangan sebesar 0.2% terhadap varians
prokrastinasi kerja. Sumbangan tersebut tidak signifikan secara statistik
karena nilai sig F Change = 0.436 (p<0,05).
69
4. Variabel agreeableness memberikan sumbangan sebesar 4.2% terhadap
varians prokrastinasi kerja. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik
karena nilai sig F Change = 0.001 (p<0,05).
5. Variabel neuroticism memberikan sumbangan sebesar 4.8% terhadap varians
prokrastinasi kerja. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik karena nilai
sig F Change = 0.000 (p<0,05).
6. Variabel intensi anti korupsi memberikan sumbangan sebesar 1% terhadap
varians prokrastinasi kerja. Sumbangan tersebut tidak signifikan secara
statistik karena nilai sig F Change = 0.082 (p < 0,05).
7. Variabel ikhlas memberikan sumbangan sebesar 0.8% terhadap varians
prokrastinasi kerja. Sumbangan tersebut tidak signifikan secara statistik
karena nilai sig F Change = 0.107 (p < 0,05).
70
BAB 5
KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan uji hipotesis yang telah dipaparkan
sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa secara simultan, variabel big
five personality (openness to experience, conscienstiousness, extraversion,
agreeablenes dan neuroticism), intensi anti korupsi dan ikhlas memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap prokrastinasi. Dengan demikian, hipotesis
mayor diterima. Artinya, terdapat pengaruh yang signifikan Big Five Personality,
intensi anti korupsi dan ikhlas terhadap prokrastinasi.
Berdasarkan kategorisasi skor Big Five Personality dua dimensi memiliki
skor yang tinggi yaitu pada dimensi extraversion dan agreeableness yang artinya
pegawai yang cenderung mudah menyesuaikan diri, aktif, optimis, dapat
dipercaya, penolong dan pemaaf berada pada intensitas yang tinggi. Sedangkan,
jika dilihat dari skor kategorisasi prokrastinasi kerja dapat disimpulkan bahwa
tingkat prokrastinasi kerja pegawai kelurahan di Bogor cenderung tinggi.
Presentase prokrastinasi kerja hampir berimbang yakni sebanyak 49% ada pada
kategori rendah dan 51% ada pada kategori tinggi artinya lebih dari setengah
responden pegawai kelurahan di bogor mengalami prokrastinasi kerja yang tinggi.
5.2 Diskusi
Penelitian ini merupakan sebuah usaha untuk menjawab masalah yang telah
dirumuskan, khususnya untuk melihat prokrastinasi kerja PNS di kelurahan. Hasil
analisis regresi secara keseluruhan pada penelitian mendapatkan bukti bahwa
71
adanya pengaruh dari Big Five Personality, intensi anti korupsi serta ikhlas
terhadap prokrastinasi kerja.
Dalam penelitian ini ditemukan bahwa conscienstiousness secara
signifikan berpengaruh negatif terhadap prokrastinasi kerja. Hasil di atas
menunjukan, semakin tinggi pegawai mengalami conscienstiousness dalam
bekerja maka akan semakin rendah tingkat prokrastinasi kerja, begitupun
sebaliknya. Menurut penelitian Steel (2001), tipe kepribadian conscienstiousness
merupakan prediktor negatif terkuat terhadap perilaku prokrastinasi. Hal ini sesuai
dengan hasil penelitian yang mengatakan bahwa conscienstiousness secara
signifikan berpengaruh negatif terhadap prokrastinasi kerja.
Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian Watson (2001) yang
menyatakan conscienstiousness berpengaruh secara signifikan terhadap
prokrastinasi. Individu yang mempunyai skor rendah conscienstiousness
mempunyai karakteristik yang malas, ceroboh dan mudah menyerah, sehingga
ketika individu mendapatkan kesulitan dalam menyelesaikan tugas, individu lebih
mudah menyerah untuk menyelesaikannya dan lebih memilih menunda
pekerjaannya. Costa, McCrae dan Dye (1991) mengungkapkan bahwa individu
yang rendah dalam aspek-aspek tertentu dari conscienstiousness rentan terhadap
prokrastinasi.
Selanjutnya, berdasarkan hasil penelitian dimensi neuroticism dari variabel
Big Five Personality, memiliki pengaruh yang signifikan dengan arah hubungan
yang positif. Dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi nilai neuroticism individu
dalam melakukan tugas atau pekerjaannya dapat disimpulkan bahwa pegawai
72
tersebut memiliki prokrastinasi yang tinggi pula. Begitupun sebaliknya, semakin
rendah tingkat neuroticism pegawai yang artinya pegawai dapat mengendalikan
tingkat stress, depresi dan sifat-sifat neuroticism lainnya dalam melakukan tugas
atau pekerjaannya dapat disimpulkan pegawai memiliki prokrastinasi yang
rendah.
Berdasarkan studi literatur yang dilakukan beberapa peneliti termasuk
penelitian Steel (2001) dan Watson (2001), disimpulkan bahwa neuoroticism
merupakan salah satu sumber utama dari prokrastinasi. Karakteristik neuoroticism
skor tinggi menurut Friedman (2006) yakni individu yang mudah cemas, depresi
dan merasa tidak mampu. Pegawai yang menderita perasaan rendah diri percaya
bahwa kegagalan untuk tampil sesuai standar menunjukkan ketidakmampuannya
sebagai pribadi. Untuk melindungi harga diri, individu akan cacat sendiri dengan
menunda-nunda untuk memberi alasan eksternal kepada diri sendiri, sebuah `out ',
jika individu gagal menepati deadline (Ferrari, 1991).
Dalam penelitian yang dilakukan juga terdapat variabel-variabel yang tidak
terbukti memiliki pengaruh terhadap prokrastinasi kerja. Variabel pertama yang
tidak memiliki pengaruh yang signifikat yakni openness to experience. Berbagai
penelitian sebelumnya, seperti penelitian Watson (2001) mengenai pengaruh
prokrastinasi dengan big five personality memang tidak menunjukan hubungan
yang signifikan antar variabel prokrastinasi dengan openness to experience. Hal
ini bisa diakibatkan individu yang tinggi openness to experience biasanya kreatif,
terbuka dan inovatif. Pegawai bisa memecahkan masalah pekerjaan karena sifat
73
kreatif dan inovatif membantu pegawai ketika menghadapi kesulitan, sehingga
meminimalisir perilaku menunda-nunda pekerjaan.
Extraversion dan agreeableness dalam penelitian ini juga tidak terdapat
pengaruh yang signifikan terhadap prokrastinasi. Berdasarkan tabel kategorisasi
skor variabel, presentase extraversion pada pegawai sebesar 57%, artinya bahwa
mayoritas pegawai mempunyai skor extraversion yang tinggi. Individu yang
tinggi pada dimensi extraversion cenderung penuh semangat, sehingga individu
akan bekerja dengan semangat hingga menyelesaikan tugas. Sebaliknya, individu
yang rendah pada dimensi extraversion cenderung pemalu dan tidak percaya diri
akan kemampuan yang dimilikinya sehingga akan menghambat individu dalam
menyelesaikan tugas dan lebih memilih menunda pekerjaannya.
Sedangkan dimensi agreeableness tidak signifikan dengan arah hubungan
negatif. Hasil diatas sama dengan hasil penelitian McCrae (1991), Steel (2001)
dan Watson (2001) yang menyatakan tidak ada pengaruh yang signifikan.
Berdasarkan tabel kategorisasi skor variabel, presentase agreeableness pada
pegawai sebesar 56%, artinya mayoritas pegawai mempunyai skor agreeableness
yang tinggi.
Variabel intensi anti korupsi tidak memiliki pengaruh yang signifikan
dengan arah hubungan positif terhadap prokrastinasi kerja. Hasil dari penelitian
ini tidak mendapatkan dukungan dari penelitian sebelumnya karena belum adanya
penelitian sebelumnya yang mengukur hubungan antara niat anti korupsi dengan
prokrastiasi secara langsung. Tidak berpengaruhnya variabel intensi anti korupsi
74
bisa saja diakibatkan karena hanya memiliki 6 item pertanyaan sehingga item
kurang representatif terhadap variabel yang akan diuji.
Sedangkan variabel ikhlas tidak memiliki pengaruh yang signifikan dengan
arah hubungan negatif terhadap prokrastinasi kerja. Sama halnya dengan variabel
intensi anti korupsi, belum adanya penelitian sebelumnya yang mengukur variabel
ikhlas dengan prokrastinasi kerja membuat hasil penelitian ini tidak mendapatkan
masukan dari penelitian sebelumnya. Tidak berpengaruhnya variabel ikhlas bisa
saja diakibatkan karena responden faking good, responden memilih ikhlas karena
tahu akan dinilai sebagai individu yang ikhlas.
5.3 Saran
Berdasarkan pemaparan diatas, terdapat berbagai keterbatasan pada penelitian ini.
Maka untuk perkembangan skripsi selanjutnya peneliti perlu memberikan saran
sebagai pertimbangan dan penyempurnaan penelitian selanjutnya yang terkait
dengan penelitian serupa. Saran tersebut berupa saran teoritis dan saran praktis.
5.3.1 Saran metodologis
Bagi peneliti yang tertarik dan berminat pada permasalahan yang sama,
disarankan untuk :
1. Pada penelitian ini, intensi anti korupsi dan ikhlas tidak berpengaruh secara
signifikan. Oleh karena itu pada penelitian selanjutnya, diharapkan dapat
menambahkan variabel lain selain variabel yang telah diteliti agar lebih luas
dalam gambaran penelitiannya. Seperti variabel motivasi kerja untuk melihat
seberapa besar motivasi kerja dapat memberikan pengaruh pada prokrastinasi
kerja pegawai kelurahan di Bogor.
75
2. Penyebab tidak berpengaruhnya intensi anti korupsi terhadap prokrastinasi
bisa dikarenakan item-item pertanyaan yang kurang valid. Oleh karena itu
pada penelitian intensi anti korupsi dan ikhlas selanjutnya, baiknya memang
dilakukan pengembangan alat ukur penelitian agar lebih bisa
merepresentasikan intensi anti korupsi dan ikhlas yang diinginkan.
5.3.2 Saran praktis
1. Berdasarkan tabel kategorisasi skor variabel, tingkat prokrastinasi pegawai
kelurahan cukup tinggi. Oleh karena itu pegawai harus memiliki tanggung
jawab terhadap tugas-tugasnya.
2. Kedisiplinan berpengaruh negatif terhadap prokrastinasi kerja, oleh karena itu
pegawai sebaiknya meningkatkan kedisiplinan untuk mengurangi
prokrastinasi kerja.
3. Penelitian ini menunjukan bahwa kecemasan berpengaruh positif terhadap
prokrastinasi. Oleh karena itu, pada saat penyeleksian pegawai dibutuhkan tes
psikologi untuk mengetahui tingkat kecemasan calon pegawai. Sehingga
pimpinan bisa menentukan suatu kebijakan dan membuat suasana kerja
menjadi nyaman agar pegawai terhindar dari kecemasan saat bekerja.
76
DAFTAR PUSTAKA
Burhanudin, H. (2011). Penyakit prokrastinasi (menunda pekerjaan). Diunduh
pada tanggal 12 Desember 2016 pukul 13.00 dari
http://www.kompasiana.com
Chaplin, J.P. (2006). Kamus lengkap psikologi. PT Raja Grafindo perseda. Jakarta
Chizanah, L. & Hadjam, M (2011). Validitas Konstruk Ikhlas: Analisis Faktor
Eksploratori terhadap Instrumen Skala Ikhlas. Jurnal Psikologi Universitas
Gadjah Mada, 38, 199-214
Cloninger, Susan. (2013). Theories of personality: understanding persons. New
Jersey: Pearson.
Costa, Paul T. & McCrae, R.R. (1990). Personality disorder and the five factor
model of personality. Journal of Personality Disorder.
Febrianti, S., Musadieq, M.A., & Prasetya, A. (2014). Pengaruh reward dan
punishment terhadap motivasi kerja serta dampaknya terhadap kinerja.
Administrasibisnis.studenjournal.ub.ac.id, 12, 1-9
Feist, Jess dan Feist, Gregory. (2010). Teori kepribadian. Buku 2. Jakarta:
Salemba Humanika
Friedman, H. S., & Schustack, M. W. (2006). Personality: Classic theories and
modern research. Boston: Pearson/Allyn and Bacon.
Ferrari, J. R., Johnson, J. L.,& McCown, W. G. (1995). Procrastination and task
avoidance: Theory, research, and treatment. Springer Science and Business
Media. New York.
Gafni, R & Geri, N. (2010). Time Management: Procrastination Tendency in
Individual and Collaborative Tasks. The Open University of Israel
Ghufron, M. Nur & Rini Risnawita S. (2010). Teori-teori psikologi cetakan I. Ar
Ruzz Media Group. Yogyakarta
Hamzah, A. (2004). KUHP & KUHAP. Jakarta: PT Rineka Cipta
Iskandar (2016). Implementasi teori hirarki kebutuhan abraham maslow terhadap
peningkatan kinerja pustakawan. Journal of UIN Sunan Kalijaga, 4(1), 24-
34.
John, O. Robins, R & Pervin, P. (2008). Handbook of personality: theory and
research. The Guilford Press. New York
Karyono (2002). Fraud auditing. Journal the WinnERS, 3(2), 150-160
77
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, (2012). Pendidikan anti korupsi
untuk perguruan tinggi. Jakarta. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
RI, 1-167
Komisi Pemberantasan Korupsi. (2015). Pengantar gratifikasi. Jakarta: KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi Anti Corruption Learning Center. (2015).
Pedoman Pengendalian Gratifikasi. Jakarta: KPK ACLC
Larsen, R.J., Buss, David M. (2002). Personality psychology: Domain of
knowledge about human nature. New York: McGraw Hill.
Laura, King. (2010). Psikologi umum. Jakarta: Salemba Humanika.
Lembaga Negara Republik Indonesia, (1999). Undang-undang Republik
Indonesia nomor 43 tahun 1999. Jakarta. Lembaga Negara Republik
Indonesia
Lembaga Negara Republik Indonesia (2010). Peraturan pemerintah Republik
Indonesia nomor 53 tahun 2010. Jakarta. Lembaga Negara Republik
Indonesia
Megawati, N.I. (2009). Hubungan antara menejemen diri dengan prokrastinasi
kerja pada pegawai negeri sipil. Skripsi: Fakultas Psikologi Universitas
Muhammadiyah Surakarta
Nihayah, Z., Adriani, Y. & Wahyuni, Z. (2015). The relationship between
religious orientation, moral integrity, personality, organizational climate
and anti corruption intentions in Indonesia. International Journal of Social
Science and Humanity, 5, 1-5.
Noviandri (2013). Hubungan prokrastinasi dengan kinerja tenaga administrasi
(studi korelasional terhadap pegawai negeri sipil di fakultas ilmu
pendidikan UPI). Journal of UPI
Osifo, C. (2012). Combating bribery as an issue of different dimensions.
University of Vaasa, 1-28.
Pervin, L. A., & John, O. P. (2001). Personality: Theory and research (8th ed.).
New York: Wiley.
Pervin, L.A., Cervone, D., John, O.P. (2005). Personality: Theory and research.
Hoboken. NJ: Wiley.
Sari, J., Frinaldi, A., & Syamsir (2015). Pengaruh pemahaman nilai agama islam
terhadap budaya kerja pegawai negeri sipil di kabupaten Pasaman Barat.
Jurnal FIS Universitas Negeri Padang, 14, 196-205.
78
Soto, C.J & John, O.P. (2009). Ten facet scales for the big five inventory:
convergence with NEO PI-R facets, self-peer agreement and discriminant
validity. Journal of Research in Personality. Elsevier Inc
Steel, P. Brothen, T & Wambach, C (2001). Procrastination and personality,
performance, and mood. University of Minnesota. Vol. 30, 95-106.
Steel, P. (2004). The nature of procrastination. Canada: University of Calgary.
Steel, P. (2007). The Nature Of Procrastination : A meta-analytic and theoretical
review of quintessential self-regulatory failure. Psychological Bulletin.
Vol. 133, No.1
Tice, Dianne M & Baumeister, Roy F. (1997). Longitudinal study of
procrastination, performance, stress, and health: The costs and benefits of
dawdling. Vol. 8, 454-458.
Tuckman, B.W. (1990). Measuring procrastination attitudinally and behaviorally.
Paper presented of American Educational Research Association. Boston
79
LAMPIRAN
Lampiran 1
Informed Consent
Kuisioner Penelitian
Kuisioner Penelitian
Assalamualaikum Wr. Wb
Saya Fauzi, Mahasiswa tingkat akhir Fakultas Psikologi UIN Jakarta.
Saya sedang melakukan penelitian untuk menyusun tugas akhir (skripsi)
yang berkaitan dengan prokrastinasi kerja. Berkenaan dengan hal
tersebut, saya meminta kesediaan waktu saudara untuk menjadi
responden dalam penelitian ini.
Segala informasi yang Anda berikan dijamin kerahasiaannya dan hanya
digunakan untuk kepentingan penelitian saja. Dalam menjawab kuisioner
ini, tidak ada jawaban benar atau salah. Anda dimohon untuk mengisi
kuisioner ini sesuai dengan keadaan diri sendiri.
Atas perhatian dan bantuan kesediaan waktunya, saya ucapkan terima
kasih .
Hormat saya,
Peneliti
80
PERNYATAAN KESEDIAAN
NAMA/INISIAL :
USIA :
JENIS KELAMIN : LAKI-LAKI / PEREMPUAN
Saya, yang bertanda tangan dibawah ini, menyatakan bahwa :
1. Bersedia menjadi responden penelitian yang dilakukan oleh Fauzi (Mahasiswa
Fak. Psikologi UIN Jakarta).
2. Saya bersedia memberikan data sesuai dengan keadaan diri sendiri
3. Saya mengharapkan agar data dalam kuisioner ini dijamin kerahasiaannya dan
hanya digunakan untuk kepentingan penelitian
Jakarta, Desember 2016
PETUNJUK PENGISIAN
Kuisioner ini berisi pernyataan, tidak ada jawaban benar atau salah. Sebelum mengisi
pernyataan tersebut, baca dan pahamilah terlebih dahulu, kemudia berikan tanda
checklist (v) pada salah satu dari keempat kolom disamping kanan pernyataan.
Contoh :
Jika jawaban “Sering” yang menggambarkan diri
No Pernyataan Sangat
Sering
Sering Jarang Tidak
Pernah
1 Saya orang yang penuh semangat v
Pernyataan di atas menunjukkan bahwa :
Saya sering menjadi seseorang yang penuh semangat.
81
Skala I (BF)
Baca dan pahamilah baik-baik setiap pernyataan. Bapak/Ibu diminta untuk
mengemukakan apakah pernyataan tersebut menggambarkan diri bapak/ibu,
dengan cara memberi tanda checklist (v) pada salah satu kolom pilihan jawaban
yang tersedia.
No Pernyataan Sangat
Sering
Sering Jarang Tidak
Pernah
1 Saya aktif berbicara
2 Saya suka mencari kesalahan orang lain
3 Saya mengerjakan tugas secara menyeluruh
4 Saya mudah depresi
5 Saya orang yang inovatif
6 Saya orang yang suka menyendiri
7 Saya suka membantu dan tidak
mementingkan diri sendiri
8 Saya cenderung ceroboh
9 Saya mampu menghadapi stress
10 Saya penasaran terhadap banyak hal
11 Saya orang yang penuh semangat
12 Saya bisa untuk tidak perduli dengan orang
lain
13 Saya pekerja yang dapat diandalkan
14 Saya mudah tegang
15 Saya orang yang detail dan kritis terhadap
sesuatu
82
16 Saya orang yang antusias
17 Saya orang yang pemaaf
18 Saya cenderung tidak teratur
19 Saya mudah merasa khawatir
20 Saya memiliki imajinasi yang aktif
21 Saya cenderung pendiam
22 Saya mudah percaya dengan orang lain
23 Saya cenderung pemalas
24 Saya orang yang tidak mudah marah
25 Saya mudah menciptakan ide baru
26 Saya pribadi yang tegas
27 Saya orang yang dingin dan menyendiri
28 Saya tekun mengerjakan tugas sampai
selesai
29 Saya orang yang moody
30 Saya menyukai hal-hal yang memiliki nilai
seni yang tinggi
31 Saya malu mengutarakan pendapat
32 Saya orang yang baik dan perhatian kepada
semua orang
33 Saya melakukan hal-hal secara efisien
34 Saya orang yang tetap tenang pada situasi
yang tegang
35 Saya menyukai pekerjaan yang sifatnya
83
rutin
36 Saya mudah bergaul
37 Saya terkadang kasar kepada banyak orang
38 Saya suka membuat rencana dan
menjalankannya sampai selesai
39 Saya mudah merasa gugup
40 Saya tipe orang yang spontan dan banyak
ide
41 Saya mempunyai minat artistik
42 Saya senang bekerjasama dengan orang lain
43 Saya mudah teralihkan
44 Saya tertarik dalam bidang seni, musik atau
literatur
Skala II (Ikhlas)
Baca dan pahamilah baik-baik setiap pernyataan. Bapak/Ibu diminta untuk
mengemukakan apakah pernyataan tersebut menggambarkan diri bapak/ibu,
dengan cara memberi tanda checklist (v) pada salah satu kolom pilihan jawaban
yang tersedia.
No Pernyataan Sangat
Sering
Sering Jarang Tidak
Pernah
1 Selalu bekerja semata-mata karena Allah
2 Bekerja diniatkan untuk mencari ridha
Allah
3 Saya selalu berusaha meningkatkan kualitas
pekerjaan karena menganggap pekerjan
tersebut merupakan ibadah
84
4 Bekerja tidak memamerkan status dan
kedudukan kepada orang lain
5 Tidak pernah merasa bangga karena telah
berbuat baik ketika bekerja
6 Bekerja tidak pernah memiliki maksud
tersembunyi untuk memperoleh
kepentingan pribadi
7 Selama ini bekerja karena ingin dipuji orang
lain
8 Bekerja karena ingin mendapatkan
penghargaan dan rasa ingin dihormati orang
lain
9 Menganggap pekerjaan merupakan bagian
dari nikmat yang diberikan Allah
10 Selalu bersyukur atas setiap kali
menyelesaikan suatu pekerjaan
Skala III (Intensi Anti Korupsi)
Baca dan pahamilah baik-baik setiap pernyataan. Bapak/Ibu diminta untuk
mengemukakan apakah pernyataan tersebut menggambarkan diri bapak/ibu,
dengan cara memberi tanda checklist (v) pada salah satu kolom pilihan jawaban
yang tersedia.
No Pernyataan Sangat
Sering
Sering Jarang Tidak
Pernah
1 Saya tidak pernah mengharapkan imbalan
dari masyarakat
2 Ketika seseorang memberi sesuatu setelah
saya menyelesaikan tugas, maka saya tidak
akan menerimanya
3 Saya menggunakan peralatan kantor untuk
kepentingan pribadi
85
Skala IV (PK)
Baca dan pahamilah baik-baik setiap pernyataan. Bapak/Ibu diminta untuk
mengemukakan apakah pernyataan tersebut menggambarkan diri bapak/ibu,
dengan cara memberi tanda checklist (v) pada salah satu kolom pilihan jawaban
yang tersedia.
No Pernyataan Sangat
Sering
Sering Jarang Tidak
Pernah
1 Saya menunda menyelesaikan tugas,
meskipun tugas tersebut penting
2 Saya menunda memulai pekerjaan yang
tidak ingin saya lakukan
3 Ketika saya punya batas waktu untuk
menyelesaikan tugas, saya menunggu
sampai menit terakhir
4 Saya ragu-ragu pada saat memulai kegitan
baru
5 Saya menepati janji dengan tepat waktu
6 Saya terus meningkatkan kebiasaan
menunda tugas
7 Saya seorang pembuang waktu yang tidak
dapat diatasi
8 Sekarang saya membuang waktu dan saya
tidak bisa berbuat apa-apa untuk
4 Saya tidak pernah menerima imbalan dari
masyarakat
5 Menggunakan fasilitas/peralatan kantor
untuk kepentingan pribadi adalah hal yang
memalukan untuk saya
6 Saya akan senang menerima pemberian dari
masyarakat
86
mengatasinya
9 Setiap kali saya membuat jadwal kegiatan,
saya dapat menjalankannya
10 Saya berharap bisa menemukan cara mudah
agar dapat memulai mengerjakan tugas
11 Ketika saya mempunya masalah dengan
tugas, biasanya itu kesalahan saya
12 Meskipun saya benci diri saya sendiri jika
saya tidak memulai suatu pekerjaan
13 Saya selalu menyelesaikan pekerjaan yang
penting dengan waktu luang yang saya
miliki
14 Saya terjebak disituasi netral meskipun saya
tahu betapa pentingnya untuk memulai
15 Saya menunda membuat keputusan yang
nampaknya sulit
16 Saya harus mengerjakan tugas, bahkan pada
tugas yang tidak menyenangkan
17 Saya menghindarai melakukan pekerjaan
yang saya anggap mendatangkan hasil yang
buruk
18 Saya meluangkan semua waktu yang
diperlukan bahkan untuk kegiatan yang
membosankan, seperti bekerja
19 Ketika saya lelah degan pekerjaan yang
tidak menyenangkan, saya berhenti
20 Saya percaya bahwa apapun yang terjadi,
seseorang harus tetap berusaha
87
21 Ketika mendapatkan pekerjaan yang saya
anggap kurang penting, saya berhenti
22 Saya percaya bahwa hal yang tidak saya
sukai sebaiknya tidak ada
23 Saya dapat mengatur diri sendiri dalam
melakukan segala aktifitas
24 Bekerja dapat membuat saya bosan
25 Ketika suatu pekerjaan menjadi terlalu sulit
untuk diselesaikan, saya percaya untuk
menunda mengerjakannya
26 Ketika saya selesai dengan pekerjaan, saya
akan memeriksanya kembali
27 Saya mencari cara mudah untuk
menyelesaikan tugas yang sulit
28 Saya kurang dapat memecahkan masalah
29 Meletakkan sesuatu sampai besok bukan
cara saya melakukannya
30 Saya merasa pekerjaan membuat saya ingin
keluar
31 Saya berhasil menemukan alasan untuk
tidak melakukan sesuatu
32 Saya menganggap orang lain lah yang
membuat saya melakukan hal-hal yang tidak
baik dan hal yang sulit menjadi lebih sulit
33 Saya merasa bahwa saya berhak agar orang
lain dapat memperlakukan saya dengan baik
34 Saya percaya bahwa orang lain tidak berhak
untuk memberikan saya batas waktu
88
(deadline)
35 Ketika saya mempunya masalah dengan
tugas, biasanya itu karena kesalahan saya
89
Lampiran 2
Uji Validitas
Prokrastinasi Kerja
Syntax Prokrastinasi Kerja
UJI VALIDITAS PROKRASTINASI DA NI=35 NO=155 MA=PM LA P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19 P20 P21 P22 P23 P24 P25 P26 P27 P28 P29 P30 P31 P32 P33 P34 P35 PM SY FI=P.COR MO NX=35 NK=1 LX=FR TD=SY LK PROKRASTINASI FR LX 1 LX 2 LX 3 LX 4 LX 5 LX 6 LX 7 LX 8 LX 9 FR LX 10 LX 11 LX 12 LX 13 LX 14 LX 15 LX 16 LX 17 FR LX 18 LX 19 LX 20 LX 21 LX 22 LX 23 LX 24 LX 25 FR LX 26 LX 27 LX 28 LX 29 LX 30 LX 31 LX 32 LX 33 FR LX 34 LX 35 FR TD 23 16 TD 27 10 TD 14 13 TD 26 17 TD 35 11 FR TD 2 1 TD 34 2 TD 13 5 TD 17 1 TD 33 22 TD 27 9 FR TD 15 1 TD 19 1 TD 28 23 TD 26 5 TD 5 4 TD 30 24 FR TD 26 20 TD 28 27 TD 23 9 TD 27 23 TD 32 3 TD 34 32 FR TD 29 21 TD 21 19 TD 12 3 TD 20 16 TD 23 20 TD 13 10 FR TD 28 2 TD 14 11 TD 18 14 TD 3 2 TD 33 31 TD 33 12 FR TD 22 12 TD 17 11 TD 21 20 TD 34 20 TD 32 7 TD 29 26 FR TD 30 26 TD 30 15 TD 30 10 TD 25 14 TD 22 17 TD 31 27 FR TD 35 27 TD 33 4 TD 26 25 TD 25 19 TD 20 12 TD 31 14 FR TD 22 13 TD 34 24 TD 34 28 TD 22 9 TD 33 32 TD 25 18 FR TD 25 12 TD 34 33 TD 12 6 TD 34 17 TD 7 1 TD 13 8 FR TD 16 14 TD 34 23 TD 9 3 TD 9 2 TD 27 16 TD 27 20 FR TD 20 10 TD 19 10 TD 10 5 TD 13 12 TD 30 18 TD 18 4 FR TD 34 25 TD 32 21 TD 8 7 TD 13 11 TD 34 13 TD 14 1 FR TD 15 11 TD 25 5 TD 29 14 TD 27 8 TD 29 22 TD 29 12 FR TD 23 11 TD 23 14 TD 21 14 TD 21 11 TD 29 11 TD 16 11 FR TD 34 16 TD 34 10 TD 18 16 TD 21 8 TD 35 23 TD 31 22 FR TD 33 24 TD 27 25 TD 30 28 TD 35 16 TD 21 1 TD 28 21 FR TD 28 11 TD 33 20 TD 21 4 TD 22 5 TD 25 21 PD OU SS TV MI
90
Path Diagram Prokrastinasi Kerja (Belum Fit)
91
Path Diagram Prokrastinasi Kerja (Fit)
92
Openness To Experience
Syntax Openness To Experience
UJI VALIDITAS OPENNESS DA NI=10 NO=155 MA=PM LA O1 O2 O3 O4 O5 O6 O7 O8 O9 O10 PM SY FI=O.COR MO NX=10 NK=1 LX=FR TD=SY LK OPENNESS FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 LX 5 1 FR LX 6 1 LX 7 1 LX 8 1 LX 9 1 LX 10 1 FR TD 8 5 TD 2 1 TD 5 1 TD 10 8 TD 8 6 FR TD 4 2 TD 10 4 TD 10 3 TD 9 6 TD 8 1 FR TD 5 4 TD 5 3 TD 5 2 TD 4 3 TD 7 3 FR TD 7 6 PD OU SS TV MI
Path Diagram Openness To Experience (Belum Fit)
93
Path Diagram Openness to experience (Fit)
Counscienstiousness
UJI VALIDITAS CONSCIENTIOUSNESS DA NI=9 NO=155 MA=PM LA C1 C2 C3 C4 C5 C6 C7 C8 C9 PM SY FI=C.COR MO NX=9 NK=1 LX=FR TD=SY LK CONSCIENTIOUSNESS FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 LX 5 1 FR LX 6 1 LX 7 1 LX 8 1 LX 9 1 FR TD 5 2 TD 4 2 TD 9 2 TD 3 1 TD 8 7 FR TD 9 5 TD 6 2 TD 9 3 PD OU SS TV MI
94
Path Diagram Counscienstiousness (Belum Fit)
Path Diagram Counscienstiousness (Fit)
95
Extraversion
UJI VALIDITAS EXTRAVERSION DA NI=8 NO=155 MA=PM LA E1 E2 E3 E4 E5 E6 E7 E8 PM SY FI=E.COR MO NX=8 NK=1 LX=FR TD=SY LK EXTRAVERSION FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 LX 5 1 FR LX 6 1 LX 7 1 LX 8 1 FR TD 5 2 TD 4 3 TD 5 3 TD 8 4 TD 8 5 FR TD 7 3 TD 7 6 TD 2 1 TD 6 1 PD OU SS TV MI
Path Diagram Extraversion (Belum Fit)
96
Path Diagram Extraversion (Fit)
Agreeableness
UJI VALIDITAS AGREEABLENESS DA NI=9 NO=155 MA=PM LA A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 A9 PM SY FI=A.COR MO NX=9 NK=1 LX=FR TD=SY LK AGREEABLENESS FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 LX 5 1 FR LX 6 1 LX 7 1 LX 8 1 LX 9 1 FR TD 8 1 TD 5 3 TD 7 2 TD 9 7 TD 4 1 FR TD 6 4 TD 6 5 TD 4 3 TD 9 2 PD OU SS TV MI
97
Path Diagram Agreeableness (Belum Fit)
Path Diagram Agreeableness (Fit)
98
Neuroticism
UJI VALIDITAS NEUROTICISM DA NI=8 NO=155 MA=PM LA N1 N2 N3 N4 N5 N6 N7 N8 PM SY FI=N.COR MO NX=8 NK=1 LX=FR TD=SY LK NEUROTICISM FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 LX 5 1 FR LX 6 1 LX 7 1 LX 8 1 FR TD 8 2 TD 6 2 TD 3 1 TD 5 4 TD 8 5 FR TD 7 1 TD 5 2 PD OU SS TV MI
Path Diagram Neuroticism (Belum Fit)
99
Path Diagram Neuroticism (Fit)
Intensi Anti Korupai
UJI VALIDITAS INTENSI ANTI_KORUPSI DA NI=6 NO=155 MA=PM LA AK1 AK2 AK3 AK4 AK5 AK6 PM SY FI=AK.COR MO NX=6 NK=1 LX=FR TD=SY LK ANTI KORUPSI FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 LX 5 1 FR LX 6 1 FR TD 2 1 TD 6 3 TD 5 4 PD OU SS TV MI
100
Path Diagram Intensi Anti Korupsi (Belum Fit)
Path Diagram Intensi Anti Korupsi (Fit)
101
Ikhlas
UJI VALIDITAS IKHLAS DA NI=10 NO=155 MA=PM LA I1 I2 I3 I4 I5 I6 I7 I8 I9 I10 PM SY FI=I.COR MO NX=10 NK=1 LX=FR TD=SY LK IKHLAS FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 LX 5 1 FR LX 6 1 LX 7 1 LX 8 1 LX 9 1 LX 10 1 FR TD 2 1 TD 8 7 TD 6 5 TD 10 9 TD 5 3 FR TD 8 3 TD 5 2 TD 9 1 TD 10 3 TD 9 5 FR TD 5 1 TD 6 4 TD 9 8 TD 10 7 TD 3 1 FR TD 10 4 TD 5 4 TD 4 3 PD OU SS TV MI
Path Diagram Ikhlas (Belum Fit)
102
Path Diagram Ikhlas (Fit)
Lampiran 3
Model Summary
Model R
R
Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
Change Statistics
R Square
Change F Change df1 df2
Sig. F
Change
1 .730a .534 .511 6.72995 .534 24.028 7 147 .000
a. Predictors: (Constant), IKHLAS, EXTRAVERSION, INTENSI_ANTKORUPSI, OPENNESS,
NEUROTICISM, AGREEABLENESS, CONSCIENSTIOUSNESS
103
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 7617.877 7 1088.268 24.028 .000a
Residual 6657.961 147 45.292
Total 14275.838 154
a. Predictors: (Constant), IKHLAS, EXTRAVERSION, INTENSI_ANTIKORUPSI, OPENNESS,
NEUROTICISM, AGREEABLENESS, CONSCIENSTIOUSNESS
b. Dependent Variable: PROKRASTINASI
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 61.553 7.873 7.818 .000
OPENNESS .083 .067 .077 1.236 .218
CONSCIENSTIOUSNESS -.530 .079 -.478 -6.710 .000
EXTRAVERSION .086 .065 .082 1.321 .189
AGREEABLENESS -.136 .074 -.123 -1.825 .070
NEUROTICISM .262 .074 .240 3.532 .001
INTENSI ANTIKORUPSI .129 .066 .113 1.957 .052
IKHLAS -.125 .077 -.122 -1.623 .107
a. Dependent Variable: PROKRASTINASI
104
Model Summary
Model R
R
Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
Change Statistics
R Square
Change F Change df1 df2
Sig. F
Change
1 .002a .000 -.007 9.65949 .000 .001 1 153 .979
2 .651b .424 .416 7.35675 .424 111.771 1 152 .000
3 .653c .426 .415 7.36617 .002 .611 1 151 .436
4 .684d .468 .454 7.11709 .042 11.754 1 150 .001
5 .718e .515 .499 6.81360 .048 14.660 1 149 .000
6 .725f .525 .506 6.76704 .010 3.057 1 148 .082
7 .730g .534 .511 6.72995 .008 2.636 1 147 .107
a. Predictors: (Constant), OPENNESS
b. Predictors: (Constant), OPENNESS, CONSCIENSTIOUSNESS
c. Predictors: (Constant), OPENNESS, CONSCIENSTIOUSNESS, EXTRAVERSION
d. Predictors: (Constant), OPENNESS, CONSCIENSTIOUSNESS, EXTRAVERSION,
AGREEABLENESS
e. Predictors: (Constant), OPENNESS, CONSCIENSTIOUSNESS, EXTRAVERSION,
AGREEABLENESS, NEUROTICISM
f. Predictors: (Constant), OPENNESS, CONSCIENSTIOUSNESS, EXTRAVERSION,
AGREEABLENESS, NEUROTICISM, INTENSI_ANTIKORUPSI
g. Predictors: (Constant), OPENNESS, CONSCIENSTIOUSNESS, EXTRAVERSION,
AGREEABLENESS, NEUROTICISM, INTENSI_ANTIKORUPSI, IKHLAS