pengaruh capital adequacy ratio (car), likuiditas dan
TRANSCRIPT
PENGARUH CAPITAL ADEQUACY RATIO (CAR),
LIKUIDITAS DAN EFISIENSI OPERASIONAL
TERHADAP PROFITABILITAS PERUSAHAAN PERBANKAN
YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK JAKARTA
SKRIPSI
Untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
pada Universitas Negeri Semarang
Oleh
NUR KHASANAH SEBATININGRUM
NIM 3352401045
FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN EKONOMI
2006
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi ini telah disetujui oleh Pembimbing untuk diajukan ke sidang panitia ujian
skripsi pada:
Hari :
Tanggal :
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Drs. Sukirman, M.Si Amir Mahmud, S.Pd, M.Si NIP. 131967646 NIP. 132205936
Mengetahui
Ketua Jurusan Ekonomi
Drs. Kusmuriyanto, M.Si
NIP. 131404309
iii
PENGESAHAN KELULUSAN
Skripsi ini telah dipertahankan di depan Sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas
Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang pada:
Hari : Sabtu
Tanggal : 01 April 2006
Penguji Skripsi
Drs. Agus Wahyudin, M.Si
NIP. 131658236
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Drs. Sukirman, M.Si Amir Mahmud, S.Pd, M.Si NIP. 131967646 NIP. 132205936
Mengetahui
Dekan,
Drs. H. Sunardi, M.M
NIP. 130367998
iv
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini benar-benar hasil karya
saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau
seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini
dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Semarang, Februari 2006
Nur Khasanah Sebatiningrum
NIM. 3352401045
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
Keberhasilan tidak datang dengan sendirinya, tetapi karena doa,
kesabaran, dan usaha yang tekun.
Jangan sia-siakan waktu untuk ragu-ragu dan takut;
laksanakanlah pekerjaan yang ada di depan mata, sebab tugas
saat ini yang dilaksanakan dengan sebaik-baiknya akan menjadi
persiapan terbaik untuk masa-masa yang akan datang.
Anda akan mendapatkan yang terbaik dari orang lain apabila
Anda memberikan yang terbaik dari diri Anda kepada orang lain.
“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan,
sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka
apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah
dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan hanya kepada
Tuhanmulah hendaknya kamu berharap” (QS. Alam Nasyrah,5-8).
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kesanggupannya” (QS. Al Baqoroh,286).
Skripsi ini kupersembahkan untuk :
1. Bapak dan Ibu tercinta, untuk doa dan perhatian serta kasih
sayang yang tulus tanpa mengenal batas dan pamrih.
2. Kakak dan kedua adikku tersayang (Mas Eko, Shaliest dan
Zella).
(semoga aku mampu mewujudkan harapan dan dapat menjadi
kebanggaan kalian. I Love You All.….)
3. Almamaterku.
vi
PRAKATA
Alhamdulillahirobbil’alamin, dengan mengucap syukur ke hadirat Allah
SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pengaruh Capital Adequacy Ratio
(CAR), Likuiditas dan Efisiensi Operasional terhadap Profitabilitas Perusahaan
Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta”.
Maksud dari penyusunan skripsi adalah untuk memenuhi dan melengkapi
salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan pada Program Studi
Manajemen Keuangan S1 Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang.
Dalam menyusun skripsi ini, penulis memperoleh bantuan, bimbingan dan
pengarahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan kerendahan hati, penulis
ucapkan terima kasih kepada:
1. Kedua orang tuaku yang telah memberikan perhatian baik moril maupun
materil, doa, menuntun serta mencurahkan kasih sayangnya selama ini.
2. Mas Eko dan Shaliest, kakak dan adikku yang telah memberikan dukungan.
3. Drs. H. Sunardi, M.M, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas
Negeri Semarang.
4. Drs. Kusmuriyanto, M.Si, Ketua Jurusan Ekonomi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Semarang.
5. Drs. Sukirman, M.Si dan Amir Mahmud, SPd., M.Si selaku dosen
pembimbing skripsi atas pengarahan, bimbingan dan kesabaran dalam
membimbing penulis selama menyelesaikan skripsi ini.
6. Drs. Agus Wahyudin, M.Si selaku dosen penguji skripsi atas pengarahan
dalam merevisi skripsi ini.
7. Seluruh dosen pengajar di Jurusan Ekonomi yang telah memberikan suatu
dasar pemikiran analisis dan pengetahuan yang lebih baik.
8. Teman-teman terdekatku: Pur, May, Deby dan Nuri yang selalu
mendukungku dalam hal dan situasi apapun. Terima kasih sudah menjadi
teman curhatku selama ini.
vii
9. Teman seperjuanganku: Adit, Nana, Ririn, Dani, Novi, Intan, Nita, Pita,
Hindun dan Patmi yang selalu dan saling mendukung serta mendoakan
dalam penyusunan skripsi ini.
10. Teman-teman Manajemen A dan Manajemen Keuangan S1 angkatan 2001
atas kebersamaan dan keceriaannya selama ini.
11. Mas Iwan di Unissula yang rela jadi ‘tempat sampah’ untuk semua cerita
dan curhatku. Tnx for a my being friend and a birthday gift….
12. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyusun skripsi ini baik
langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat penulis sebutkan
namanya satu-persatu.
Akhirnya dengan segala kerendahan hati yang tulus, penulis berharap
skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan pihak-pihak yang
bersangkutan.
Semarang, Februari 2006
Penulis
viii
SARI
Nur Khasanah Sebatiningrum. 2006. Pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR), Likuiditas dan Efisiensi Operasional terhadap Profitabilitas Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Jurusan Ekonomi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang. 100 halaman, 17 tabel, 1 gambar, dan 6 lampiran.
Kata Kunci : CAR, Likuiditas (LDR), Profitabilitas (ROA)
Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan, dengan meningkatkan profitabilitas, maka bank akan mampu menghadapi persaingan atau dapat berkompetisi. Besar profitabilitas dipengaruhi oleh permodalan bank, dalam hal ini kecukupan modal atau CAR. LDR merupakan ukuran likuiditas dan tingkat efisiensi operasional yang dicapai bank dengan indikator BOPO. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar kontribusi tingkat CAR, LDR dan BOPO terhadap besarnya ROA baik secara simultan maupun secara parsial. Populasi dalam penelitian ini adalah 26 bank yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ) dengan aspek yang diteliti yaitu rasio keuangan triwulan tahun 2004. Sampel dalam penelitian diambil dengan purposive sampling, dan dari 26 bank yang memenuhi kriteria sebagai sampel sebanyak 22 bank. Variabel penelitian ada empat yaitu CAR, LDR dan BOPO sebagai variabel bebas dan profitabilitas (ROA) sebagai variabel terikat. Data dikumpulkan dengan teknik dokumentasi dan browsing. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis regresi linier berganda dengan alat bantu program SPSS. Hasil penelitian secara simultan menunjukkan ada pengaruh yang signifikan antara CAR, LDR dan BOPO terhadap ROA. Secara parsial antara besarnya CAR, LDR, dan BOPO akan berpengaruh secara masing-masing terhadap ROA. Dari persamaan regresi berganda dapat diketahui adanya pengaruh besarnya CAR dan LDR yang sifatnya positif dan besar BOPO yang sifatnya negatif. Besar sumbangan yang CAR, LDR dan BOPO terhadap ROA adalah sebesar 55,6% dan sisanya 44,4% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti.
Saran yang dapat diberikan adalah: 1) bagi bank-bank yang terdaftar di BEJ hendaknya dapat meningkatkan nilai CAR misal dengan menambah setoran modal pemilik atau revaluasi aktiva tetap agar kepercayaan masyarakat meningkat sehingga laba yang dihasilkan tinggi, 2) berusaha menjaga nilai LDR pada level yang optimal dengan memperhatikan batas yang ditentukan dan memperhatikan cara penanaman kredit dengan prinsip prudential, 3) menekan biaya operasional dan meningkatkan pendapatan operasional dan 4) untuk penelitian selanjutnya sebaiknya mempertimbangkan ukuran perusahaan, kondisi ekonomi serta menambah jumlah rasio keuangan dan data laporan keuangan.
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL........................................................................................... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING....................................................................... ii
PENGESAHAN KELULUSAN ......................................................................... iii
PERNYATAAAN............................................................................................... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ..................................................................... v
PRAKATA.......................................................................................................... vi
SARI.................................................................................................................... viii
DAFTAR ISI....................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL............................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang Masalah..................................................................... 1
1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah .................................................. 13
1.3 Definisi Operasional Variabel Penelitian......................................... 14
1.4 Tujuan Penelitian ............................................................................. 15
1.5 Manfaat Penelitian ........................................................................... 16
BAB II LANDASAN TEORI ...................................................................... 17
2.1 Rasio Kecukupan Modal atau Capital Adequacy Ratio (CAR) ...... 17
2.1.1 Pengertian ............................................................................... 17
2.1.2 Unsur rasio kecukupan modal atau CAR................................ 19
2.1.3 Pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif ...... 22
2.1.4 Tata cara perhitungan kebutuhan modal minimum (CAR)..... 25
2.1.5 Hal-hal yang dapat mempengaruhi CAR ................................ 27
x
2.2 Likuiditas ................................................................................... 28
2.2.1 Pengertian likuiditas............................................................ 28
2.2.2 Likuiditas wajib minimum .................................................... 30
2.2.3 LDR......................................................................................... 35
2.3 Efisiensi Operasional ....................................................................... 37
2.4 Profitabilitas ..................................................................................... 39
2.5 Kerangka Pikir ................................................................................. 44
2.5.1 Hubungan CAR, likuiditas dan efisiensi operasional
terhadap profitabilitas.............................................................44
2.5.2 Hubungan CAR dengan profitabilitas....................................46
2.5.3 Hubungan likuiditas dengan profitabilitas .............................48
2.5.4 Hubungan efisiensi operasional dengan profitabilitas ...........51
2.6 Hipotesis..........................................................................................53
BAB III METODE PENELITIAN ................................................................54
3.1 Populasi dan Sampel Penelitian ......................................................54
3.2 Variabel Penelitian ..........................................................................55
3.3 Metode Pengumpulan Data .............................................................57
3.4 Metode Analisis Data......................................................................57
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...............................65
4.1 Hasil Penelitian ...............................................................................65
4.1.1 Deskripsi sampel penelitian ...................................................65
4.1.2 Deskripsi variabel penelitian..................................................67
4.1.3 Analisis ekonometri ...............................................................80
4.1.4 Analisis hasil penelitian .........................................................84
4.1.5 Uji hipotesis ...........................................................................85
4.2 Pembahasan................................................................................... 88
4.2.1 Pengaruh CAR, LDR dan BOPO terhadap ROA...................88
4.2.2 Pengaruh CAR terhadap ROA ...............................................91
4.2.3 Pengaruh LDR terhadap ROA ...............................................93
xi
4.2.4 Pengaruh BOPO terhadap ROA.............................................96
BAB V PENUTUP...........................................................................................98
5.1 Kesimpulan .....................................................................................98
5.2 Keterbatasan....................................................................................98
5.3 Saran................................................................................................99
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................101
LAMPIRAN....................................................................................................112
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Rincian bobot risiko untuk semua aktiva neraca bank....................104
Tabel 2.2 Pengelompokan besarnya bobot risiko masing-masing aktiva
administratif ..................................................................................106
Tabel 2.3 Perhitungan bobot risiko aktiva administratif.................................109
Tabel 3.1 Standar pengukuran tingkat CAR .....................................................58
Tabel 3.2 Standar pengukuran tingkat LDR .....................................................59
Tabel 3.3 Standar pengukuran tingkat BOPO...................................................59
Tabel 3.4 Standar pengukuran tingkat ROA.....................................................60
Tabel 4.1 Bank-bank yang terdaftar di BEJ triwulan I-IV tahun 2004.............66
Tabel 4.2 Status Bank-bank Sampel Penelitian ................................................66
Tabel 4.3 ROA perusahaan perbankan yang terdaftar di BEJ tahun 2004........68
Tabel 4.4 CAR perusahaan perbankan yang terdaftar di BEJ tahun 2004........72
Tabel 4.5 LDR perusahaan perbankan yang terdaftar di BEJ tahun 2004 ........75
Tabel 4.6 BOPO perusahaan perbankan yang terdaftar di BEJ tahun 2004 .....78
Tabel 4.7 Collinierity statistics CAR, LDR dan BOPO....................................82
Tabel 4.8 Tampilan output SPSS uji heteroskedastisitas dengan uji glejser.....83
Tabel 4.9 Uji autokorelasi .................................................................................84
Tabel 4.10 Tabel Hasil perhitungan estimasi regresi linier berganda dengan
tiga variabel bebas...........................................................................84
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 4.1 Grafik Normal Probability Plot .........................................................81
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Capital Adequacy Ratio (CAR), Loan to Deposit Ratio (LDR)
dan Biaya Operasional Pendapatan Operasional (BOPO) Perbankan
Periode Triwulan I – IV Tahun 2004 yang Terdaftar di Bursa Efek
Jakarta (BEJ)…………………………………………………… 112
Lampiran 2 Tabel kewajiban penyediaan modal minimum bank115
Lampiran 3 Nilai absolut residual (ut) variabel dependen (ROA)………… 118
Lampiran 4 Tampilan ouput SPSS hasil analisis regresi…………………… 121
Lampiran 5 Tabel distribusi F………………………………………………… 125
Lampiran 6 Tabel Durbin Watson…………………………………………… 126
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945, kesinambungan dan peningkatan pelaksanaan
pembangunan nasional yang berasaskan kekeluargaan, perlu senantiasa dipelihara
dengan baik. Guna mencapai tujuan tersebut, maka pelaksanaan pembangunan
ekonomi harus lebih memperhatikan keserasian, keselarasan dan keseimbangan
unsur-unsur pemerataan pembangunan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas
nasional.
Sarana yang mempunyai peran strategis dalam menyerasikan dan
menyeimbangkan masing-masing unsur dari Trilogi Pembangunan adalah
perbankan. Peran yang strategis tersebut terutama disebabkan oleh fungsi utama
bank sebagai suatu wahana yang dapat menghimpun dan menyalurkan dana
masyarakat secara efektif dan efisien, yang dengan berasaskan demokrasi
ekonomi mendukung pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka
meningkatkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan
ekonomi dan stabilitas nasional, ke arah peningkatan taraf hidup rakyat banyak.
Memperhatikan peranan lembaga perbankan yang demikian strategis dalam
mencapai tujuan pembangunan nasional, maka terhadap lembaga perbankan perlu
senantiasa terdapat pembinaan dan pengawasan yang efektif, dengan didasari oleh
landasan gerak yang kokoh agar lembaga perbankan di Indonesia mampu
2
berfungsi secara efisien, sehat, wajar, dan mampu melindungi secara baik dana
yang dititipkan masyarakat tersebut ke bidang-bidang yang produktif bagi
pencapaian sasaran pembangunan.
Upaya mendukung pelaksanaan kinerja perbankan diperlukan peraturan
yang digunakan sebagai landasan operasionalisasi perbankan, maka dibentuklah
Undang-Undang Republik Indonesia No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan
sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia No.
10 tahun 1998. Secara umum tujuan dari perbankan di Indonesia dijelaskan dalam
pasal 4 Undang-Undang No.10 tahun 1998, yaitu: Perbankan Indonesia bertujuan
menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan
pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional ke arah peningkatan
kesejahteraan rakyat banyak.
Berkaitan dengan pasal tersebut di atas dapat diketahui betapa pentingnya
posisi perbankan dalam peningkatan perekonomian suatu negara. Perbankan
sebagai lembaga penghimpun dan penyalur dana masyarakat (pasal 3) dalam
bentuk penyaluran kredit. Penyaluran kredit ini akan digunakan untuk menambah
modal bagi dunia usaha sehingga dapat menggerakkan sektor riil. Pergerakan
sektor riil yang semakin baik akan berpengaruh terhadap meningkatnya
pendapatan nasional.
Eksistensi perbankan sangat diperlukan dalam suatu negara, untuk itu
perlu diadakan pengawasan pembinaan usaha agar usaha bank dapat berjalan
sesuai dengan yang diharapkan. Tujuan pembinaan dan pengawasan bank menurut
pasal 29 ayat 2 Undang-Undang Republik Indonesia No. 10 tahun 1998, yaitu:
3
Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan
kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas,
solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib
melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian.
Pelaksana fungsi pengawasan bank (otoritas pengawasan bank) di
Indonesia dilakukan oleh bank sentral (Bank Indonesia). Fungsi bank sentral
adalah menjaga kestabilan moneter. Adapun tolok ukurnya adalah kestabilan nilai
mata uang negara yang bersangkutan, kestabilan harga, nilai tukar, dan
pengendalian inflasi. Selain itu, bank sentral juga mengatur dan menjaga
kelancaran sistem pembayaran.
Fungsi otoritas pengawasan bank ditempatkan di bank sentral, sehingga
fungsi pokok bank sentral yaitu: (1) menjaga kestabilan moneter, (2) kelancaran
dan kestabilan sistem pembayaran, serta (3) kesehatan dan kestabilan sistem
perbankan. Ketiga fungsi tersebut terkait satu dengan yang lain, sehingga harus
dikelola secara terpadu. Suatu penelitian internasional menyimpulkan bahwa
efektivitas pelaksanaan kebijakan moneter memerlukan dukungan sistem
perbankan yang sehat. Hal ini menunjukkan adanya kaitan yang erat antara
efektivitas pelaksanaan kebijaksanaan moneter dengan efektivitas pelaksanaan
pengawasan bank (Gandapradja,2004: 7).
Walaupun telah diadakan pengawasan perbankan, kenyataannya masih ada
kinerja bank yang tidak sehat. Seperti kasus Bank Global yang telah masuk dalam
Special Surveillance Unit (SSU). Tanggal 27 Oktober 2004, BI menetapkan Bank
Global dalam status pengawasan khusus. Sebab, rasio kecukupan modal (capital
4
adequacy ratio atau CAR)-nya di bawah standar yang ditetapkan Bank Indonesia
(8%). Percepatan pembekuan Kegiatan Usaha (PKU) Bank Global salah satunya
dipicu oleh kondisi keuangan yang makin memburuk karena bank ini telah
melakukan penempatan dalam surat berharga (obligasi) fiktif dan pemberian
kredit fiktif. Akibatnya, CAR bank ini turun drastis menjadi minus 39%. Bank ini
juga telah melanggar ketentuan giro wajib minimum (GWM) yang ditetapkan BI
(InfoBank,Januari:2005).
Kinerja yang kurang sehat juga terjadi pada Bank Persyarikatan Indonesia
(BPI). Bahkan bank ini telah masuk pada Special Surveillance Unit (SSU). Per
September 2004, CAR-nya hanya sedikit di atas ketentuan BI, yakni, 8,82%. BPI
mencatat total modal Rp 49,26 miliar. Bank ini juga masih terjerat NPL sebesar
23,29%. Kinerja BPI yang terus merosot membuat BI memutuskan memberi
pengawasan khusus kepada bank ini.
Tingkat profitabilitas dan permodalan perbankan pada tahun 2004
dipastikan akan mengalami fluktuasi bahkan akan semakin tertekan. Kondisi
tingkat suku bunga yang cenderung tinggi diperkirakan dapat mempersempit Net
Interest Margin (NIM). Kenaikan Non Performing Loan (NPL) juga akan
memaksa bank untuk membutuhkan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif
(PPAP) secara memadai yang akan berujung pengurangan pendapatan.
Kewaspadaan pada tingkat profitabilitas tetap harus dikedepankan mengingat tren
penurunan laba yang hampir merata di berbagai bank dengan pengecualian seperti
Bank Central Asia (BCA), Bank Danamon dan Lippo Bank. BCA dan Lippo Bank
memang agresif memperbesar rasio kredit terhadap dana pihak ketiga, tetapi
5
masih jauh di bawah rata-rata nasional. Hingga yang paling tajam tingkat
penurunan profitabilitasnya adalah PT. Bank Victoria Internasional.
Penyebabnya beragam, tetapi yang paling pokok tentu saja menipisnya
margin. Perhatikan kinerja Bank Permata. Selisih pendapatan dan beban bunga
bank ini memang meningkat tipis dari 5,7% menjadi 6,1%. Tetapi beban
operasionalnya meningkat cukup signifikan yaitu 15,8%. Akibatnya laba
operasionalnya pun menjadi turun. Bank Mega juga mengalami kemerosotan laba
bersih yang sangat tajam karena merosotnya pendapatan bunga bersih di satu sisi
dan meningkatnya beban operasional di sisi lain.
Tekanan juga datang dari masuknya dana ke bank yang semula
ditempatkan di instrumen investasi seperti reksadana. Gelombang penarikan
(redemption) besar-besaran hingga puluhan triliun rupiah selama tahun ini
menyebabkan meningkatnya simpanan masyarakat di perbankan. Repotnya
sebagian besar ditempatkan di instrumen jangka pendek seperti deposito satu
bulan yang merupakan akibat langsung dari struktur suku bunga deposito
perbankan yang masih mendatar (flat) untuk seluruh jangka waktu sehingga
kurang menarik bagi deposan untuk menempatkan dananya dalam instrumen yang
jangkanya lebih panjang. Tentu saja, tekanan terhadap profitabilitas bank akan
semakin kuat manakala mereka mulai menyerap kenaikan suku bunga menyusul
kenaikan beruntun BI Rate selama September dan Oktober 2005. Tidak mudah
bagi bank memindahkan kenaikan itu ke nasabah karena tekanan daya beli di sisi
konsumen juga semakin kuat. Tekanan itu hanya akan berangsur hilang bila
ekonomi makro mengalami perbaikan sehingga inflasi dapat dikendalikan.
6
Secara umum, sepanjang tahun 2004 perbankan nasional belum
mengalami pertumbuhan yang berarti. Hal ini terutama tampak dari sisi aset dan
dana pihak ketiga (DPK) per Agustus 2004 yang melambat. Meski demikian,
sampai dengan triwulan ketiga 2004, profitabilitas perbankan umumnya naik
akibat perolehan Net interest Margin (NIM) yang tinggi, yang mencerminkan
pendapatan bunga kredit membaik, walau kontribusi pendapatan bunga obligasi
pemerintah masih cukup signifikan bagi bank rekap.
Solusi yang dapat dilakukan oleh bank untuk meningkatkan
profitabilitasnya adalah dengan jalan memperbaiki struktur modalnya,
mengoptimalkan seluruh rasio keuangan melalui peningkatan kinerja, mengelola
kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) yaitu dengan proses rehabilitasi
aset melalui program remedial (loan restructuring, loan rescheduling, loan
reconditioning), dan melakukan efisiensi dalam setiap kegiatan operasionalnya,
serta meningkatkan efektivitas manajemen risiko dan pengendalian internal.
Likuiditas merupakan masalah yang sering dihadapi dunia perbankan
selain masalah CAR. Pengalaman krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak
tahun 1997 berpengaruh terhadap krisis perbankan. Masalah likuiditas disebabkan
karena penarikan dana secara besar-besaran dari sistem perbankan (Bank Runs)
dan cara Pemerintah mengantisipasi krisis yang timbul (hasil riset Bank
Indonesia,2002:32). Sebagai akibatnya, sejumlah bank yang telah mengalami
kesulitan likuiditas telah melanggar ketentuan Giro Wajib Minimum (GWM).
Sejumlah bank lainnya bahkan mengalami saldo negatif pada rekeningnya di
Bank Indonesia. Kondisi ini oleh Bank Indonesia menyediakan bantuan likuiditas
7
yang disebut Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) untuk membantu bank
sehat yang mengalami kesulitan likuiditas.
Kesulitan likuiditas makin parah dengan kebijakan pemerintah menaikkan
suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) (tercatat hingga 70,81% pada tahun
1998). Kebijakan ini jelas memaksa sektor perbankan untuk menaikkan suku
bunganya sehingga banyak kredit yang tidak dapat tertagih.
Selain masalah CAR dan likuiditas yang dialami oleh perbankan di
Indonesia, masalah yang tidak kalah peliknya adalah tentang efisiensi yang
berkaitan dengan kegiatan operasional perbankan. Efisiensi operasional
merupakan masalah yang kompleks dimana setiap perusahan perbankan selalu
berusaha untuk memberikan layanan yang terbaik kepada nasabah, namun pada
saat yang sama bank harus berupaya untuk beroperasi dengan efisien. Pada
industri, kompetisi diantara perbankan bagaimanapun juga dapat menurunkan
tingkat profitabilitas masing-masing bank. Dan apabila tingkat profitabilitas ini
rendah maka akan dapat mengakibatkan bank akan mengalami kerugian yang
cukup berarti dan ini tentunya dapat mengancam kelangsungan hidup usaha
perbankan. Indikator efisiensi operasional yang lazim digunakan adalah BOPO
(rasio biaya operasional dengan pendapatan operasional). Seperti pada kasus Bank
Global, besarnya BOPO yang tercantum dalam laporan keuangan per tahun 2003
berada di atas standar yaitu sebesar 97,65%, (standar BOPO yang ditetapkan BI
sebesar 93,52%), hal ini menunjukkan bahwa Bank Global kurang cerdas dalam
menekan biaya operasional dan meningkatkan pendapatan operasional.
8
Berkaitan dengan penjelasan masalah yang terjadi, yaitu krisis pada dunia
perbankan tahun 1997 dan juga kasus pada Bank Global serta Bank Persyarikatan
Indonesia dapat diketahui betapa sulitnya mengelola bank agar sesuai dengan
yang diharapkan. Permasalahan utama yang ada pada perbankan adalah
pengelolaan aset yang kurang tepat sehingga berpengaruh terhadap likuiditas.
Likuiditas yang baik yang dimiliki oleh bank akan menambah kepercayaan
masyarakat karena bank tersebut mampu memenuhi kewajiban-kewajiban jangka
pendeknya tepat waktu. Untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap bank
tersebut, maka bank harus mempertahankan tingkat likuiditas yang aman sesuai
dengan kebijakan manajemen bank.
Bank juga dituntut untuk dapat menghasilkan laba (profitabilitas) yang
terus meningkat melalui penjualan jasanya. Penjualan kredit akan menyebabkan
aliran kas keluar yang dapat mengurangi cadangan kas yang ada. Semakin besar
kemampuan bank untuk menciptakan kredit, semakin besar kesempatan bank
untuk memperoleh laba tetapi perluasan kredit dapat mengurangi tingkat likuiditas
bank. Hal inilah yang sulit dilakukan oleh para bankir untuk mengelola liquidity
dan profitability yang sejak dahulu menjadi dilema dunia perbankan karena
sifatnya yang selalu bertentangan kepentingan (conflict of interest)
(Sinungan,1993:98).
Bisnis perbankan sebenarnya memperjualbelikan apa yang disebut risk dan
service. Akan tetapi yang barangkali perlu mendapat perhatian adalah terjadinya
trade off antara risk dan service yang seringkali menjadi tidak terkendali
(Wijaya,2000:44-45).
9
Terjadinya trade off antara risk dan service memang sesuatu yang pasti
terjadi dan sulit dihindari. Misalnya suatu bank dalam menghadapi suatu
persaingan berusaha melonggarkan service-nya, agar produk yang ditawarkan
oleh bank tersebut berkesan mudah dijual. Akan tetapi, seringkali tidak disadari
bahwa pada saat service itu dilonggarkan, sejak itu pula tingkat risk bagi bank
menjadi lebih tinggi. Begitu sebaliknya, kalau unsur risk-nya ditingkatkan, service
yang dapat diberikan akan berkurang, sehingga produknya sulit dipasarkan.
Dalam menjalankan fungsinya sebagai financial intermediary yang
mempertemukan surplus unit of fund dengan defisit unit of fund bank juga harus
menjaga rasio kecukupan modalnya atau CAR (Capital Adequacy Ratio) (pasal 29
ayat 2 Undang-Undang Republik Indonesia No. 10 tahun 1998). Modal juga
merupakan aspek yang sangat penting untuk menilai kesehatan bank karena ini
berhubungan dengan solvabilitas bank. Modal digunakan untuk menilai seberapa
besar kemampuan bank untuk menanggung risiko-risiko yang mungkin akan
terjadi. Bank yang mempunyai tingkat risiko yang tinggi akan lebih solvabel.
Begitu juga sebaliknya bank yang mempunyai risiko yang kecil
mengidentifikasikan bank tersebut kurang solvabel.
Tingkat modal yang tinggi akan meningkatkan cadangan kas yang dapat
digunakan untuk memperluas kreditnya, sehingga tingkat solvabilitas yang tinggi
akan membuka peluang yang lebih besar bagi bank untuk meningkatkan
profitabilitas-nya. Sebaliknya bank yang tingkat solvabilitasnya rendah akan
mengurangi kemampuan bank untuk meningkatkan profitabilitas-nya, bahkan
10
dapat mengurangi kepercayaan masyarakat, sehingga akan berpengaruh buruk
terhadap kelangsungan usahanya.
Berkaitan dengan penjelasan tersebut di atas dapat dipahami bahwa masih
ada gap atau permasalahan antara harapan dengan kenyataan. Pemerintah dengan
Undang-Undang Republik Indonesia No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan
sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia No.
10 tahun 1998 mengharapkan bank sebagai lembaga penghimpun dan penyalur
dana masyarakat dalam melakukan kegiatannya harus menggunakan prinsip
kehati-hatian agar kesehatan bank dapat terjaga. Kesehatan ini meliputi ketentuan
kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas,
solvabilitas dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank.
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 31 tentang akuntansi
perbankan pada pasal 2 menyebutkan; bahwa perhatian yang paling utama
terhadap kesehatan bank adalah dengan mengetahui likuiditas dan rentabilitas
serta tingkat risiko relatif yang melekat pada tipe usaha yang dijalankan bank
yang bersangkutan. Kesehatan likuiditas suatu bank didasarkan pada intensitas
pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan pemeliharaan likuiditas minimum
(cash ratio). Kesehatan rentabilitas didasarkan pada posisi laba rugi menurut
pembukuan, sedangkan solvabilitas didasarkan pada perbandingan modal sendiri
dengan kebutuhan modal berdasarkan perhitungan capital adequacy
(Santoso,2000:108).
Perbankan yang tidak sehat secara ekonomi makro negara telah
kehilangan kesempatan untuk membangun perekonomiannya, bahkan negara akan
11
mengalami kerugian yang sangat besar. Demikian pula secara ekonomi mikro,
pemilik, pengurus, karyawan dan pihak-pihak yang terkait yang memerlukan jasa
bank turut rugi. Namun dalam kenyataannya masih ada bank yang kinerjanya
jelek sehingga mengganggu tingkat kesehatannya yang berdampak pada kesulitan
likuiditas, efisiensi operasional-nya dan mengganggu tingkat CAR-nya.
Berdasar pada keterangan dan permasalahan di atas dapat diketahui betapa
pentingnya laba bagi suatu perbankan. Laba bersih merupakan kunci untuk
eksistensi (kesehatan) suatu perbankan. Bank Indonesia selaku bank sentral telah
menetapkan cara menilai kesehatan suatu bank yang disebut dengan CAMEL.
CAMEL ini terdiri dari permodalan (Capital), struktur aktiva (Asset),
Management, profitabilitas (Earning) dan Likuidity.
Penelitian di Indonesia yang menggunakan rasio keuangan umumnya
diarahkan untuk memprediksi perkembangan laba dan kinerja keuangan suatu
perusahaan. Penelitian-penelitian tersebut dilakukan oleh Zainudin (1999), Lo
(2001), Aryati (2002), dan Mabruroh (2004).
Kesimpulan yang didapat dari beberapa penelitian-penelitian tersebut
menunjukkan bahwa hasil analisis menggunakan AMOS menunjukkan bahwa
construct rasio keuangan meliputi capital, assets, earning, dan liquidity signifikan
dalam memprediksi pertumbuhan laba perusahaan perbankan untuk periode satu
tahun ke depan, sedangkan untuk periode dua tahun ke depan ditemukan
kenyataan bahwa rasio keuangan tingkat individual tidak signifikan dalam
memprediksi pertumbuhan laba. Namun demikian, hasil analisis regresi
menunjukkan bahwa tidak terdapat rasio keuangan yang signifikan dalam
12
memprediksi pertumbuhan laba baik untuk periode satu tahun ke depan maupun
untuk periode dua tahun ke depan.
Variabel PBDPHB (rasio pendapatan bunga dalam penyelesaian terhadap
hasil bunga) merupakan variabel yang paling dominan dalam berkorelasi dengan
variabel-variabel dependen yang menggunakan construct profitabilitas. Urutan
besaran pengaruh variabel-variabel independen terhadap variabel dependen LOPO
(profitabilitas) dan ROE (profitabilitas) adalah variabel PBDPHB (kualitas
aktiva), CAR (struktur modal), LDR (likuiditas), dan GWM.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa variabel yang signifikan untuk data
lima tahun sebelum gagal adalah CAR, RORA, ROA, rasio kewajiban bersih call
money terhadap aktiva lancar, dan rasio kredit terhadap dana yang diterima.
Variabel yang lain yaitu NPM dan rasio biaya operasional terhadap pendapatan
operasional ternyata tidak signifikan. Sedangkan untuk data satu tahun sebelum
gagal ternyata variabel yang signifikan adalah rasio biaya operasional terhadap
pendapatan operasional, rasio kewajiban bersih call money terhadap aktiva lancar,
dan rasio kredit terhadap dana yang diterima, ROA, dan RORA. Pengujian
diskriminan menunjukkan variabel ROA dan rasio kredit terhadap dana yang
diterima yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan bank.
Diperoleh kesimpulan bahwa secara parsial kinerja keuangan perusahaan
yang dinyatakan dalam rasio-rasio keuangan yaitu seluruh variabel independen
(CAR, NPL, ROA, ROE, LDR, GWM, BO/BP, dan NIM) setelah dilakukan
pengujian semua variabel positif dan signifikan mempunyai pengaruh terhadap
13
kinerja secara parsial. Sedangkan secara bersama-sama rasio-rasio keuangan
perbankan berpengaruh terhadap kinerja keuangan perbankan.
Dari beberapa hasil penelitian tersebut ternyata terdapat perbedaan hasil.
Adanya perbedaan hasil tersebut mendorong penulis untuk melakukan analisis
lebih lanjut tentang “PENGARUH CAPITAL ADEQUACY RATIO (CAR),
LIKUIDITAS DAN EFISIENSI OPERASIONAL TERHADAP
PROFITABILITAS PERUSAHAAN PERBANKAN YANG TERDAFTAR
DI BURSA EFEK JAKARTA”.
Penelitian ini berusaha untuk meneliti lebih lanjut permasalahan-
permasalahan yang dihadapi oleh dunia perbankan, khususnya permasalahan
kesehatan dan kinerja bank. Melalui penelitian ini diharapkan dapat diperoleh
informasi yang dapat menjawab permasalahan di atas dan dapat diperoleh
gambaran bagaimana cara pemecahan masalah tersebut di atas.
1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka dapat ditarik
permasalahan-permasalahan yang timbul dalam penelitian ini. Adapun pertanyaan
yang timbul adalah:
1. Adakah pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR), likuiditas (LDR), dan
efisiensi operasional (BOPO) secara bersama-sama terhadap profitabilitas?
2. Adakah pengaruh antara Capital Adequacy Ratio (CAR) terhadap
profitabilitas?
3. Adakah pengaruh antara likuiditas (LDR) terhadap profitabilitas?
14
4. Adakah pengaruh antara efisiensi operasional (BOPO) terhadap profitabilitas?
1.3 Definisi Operasional Variabel Penelitian
Berkaitan dengan judul di atas maka untuk menghindari agar
permasalahan yang dibicarakan tidak menyimpang dari tujuan semula dan agar
tidak terjadi kesalahan atau kekeliruan dalam penafsiran, berikut ini ditegaskan
beberapa istilah penting yang digunakan dalam penelitian.
1. Capital Adequacy Ratio, selanjutnya disingkat CAR merupakan tingkat
kecukupan modal, rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan modal
bank. Dalam penelitian ini CAR yang dimaksud adalah CAR pada laporan
perhitungan rasio keuangan bank yang terdaftar di BEJ selama periode
triwulan di tahun 2004.
2. Likuiditas, adalah kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban
keuangan jangka pendek. Dalam penelitian ini, alat analisis likuiditas yang
dimaksud adalah Loan to Deposit Ratio, selanjutnya disingkat LDR. LDR
merupakan rasio perbankan antara jumlah dana yang disalurkan ke masyarakat
(kredit) dengan jumlah dana pihak ketiga. LDR yang dimaksud adalah LDR
pada laporan perhitungan rasio keuangan bank yang terdaftar di BEJ selama
periode triwulan di tahun 2004.
3. Efisiensi operasional, dalam penelitian ini untuk mengukur efisiensi
operasional bank digunakan rasio yang disebut dengan Biaya Operasional dan
Pendapatan Operasional, selanjutnya disingkat BOPO. Semakin efisien
operasional, maka semakin efisien pula dalam penggunaan aktiva untuk
15
menghasilkan keuntungan. BOPO yang dimaksud adalah BOPO yang terdapat
pada laporan perhitungan rasio keuangan bank yang terdaftar di BEJ selama
periode triwulan di tahun 2004.
4. Profitabilitas, merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba
selama periode tertentu. Profitabilitas yang dimaksud yaitu profitabilitas yang
diukur dengan Return On Asset, selanjutnya disingkat ROA adalah rasio untuk
mengetahui kemampuan bank menghasilkan keuntungan secara relatif
dibandingkan dengan nilai total asetnya. ROA dalam penelitian ini adalah
ROA pada laporan perhitungan rasio keuangan bank yang terdaftar di BEJ
selama periode triwulan di tahun 2004.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan dari diadakannya penelitian ini adalah:
1. Untuk menganalisis besarnya pengaruh secara bersama-sama dari tingkat
CAR, likuiditas, dan efisiensi operasional terhadap profitabilitas.
2. Untuk menganalisis besarnya pengaruh tingkat CAR terhadap profitabilitas.
3. Untuk menganalisis besarnya pengaruh tingkat likuiditas terhadap
profitabilitas
4. Untuk menganalisis besarnya pengaruh tingkat efisiensi operasional terhadap
profitabilitas.
16
1.5 Manfaat Penelitian
Dengan diadakannya penelitian ini penulis mempunyai harapan akan
diperolehnya manfaat sebagai berikut:
1. Manfaat teoritis, yaitu (1) untuk mengetahui bagaimana cara menilai kinerja
perbankan yang sehat sebagai tempat berinvestasi yang menguntungkan, dan
(2) bagi civitas akademika, sebagai bahan kajian dalam penelitian sejenis di
masa waktu yang akan datang.
2. Manfaat praktis, yaitu (a) sebagai bahan pertimbangan bagi dunia perbankan
dalam melakukan operasinya selalu menggunakan prinsip kehati-hatian
sehingga kinerjanya akan dianggap sehat oleh Bank Indonesia pada khususnya
dan masyarakat pada umumnya, (b) sebagai bahan pertimbangan bagi calon
investor untuk menilai kelayakannya, sehingga investasi yang dilakukan pada
dunia perbankan memperoleh manfaat yang diinginkan, (c) sebagai bahan
pertimbangan Bank Indonesia sebagai pemegang kendali dalam pengawasan
bank untuk lebih memperketat pengawasannya sehingga kinerja yang tidak
sehat pada bank dapat dihindari, dan (d) sebagai bahan pertimbangan pihak
manajemen untuk berhati-hati dalam menanamkan dana dari nasabah sehingga
mampu memenuhi kebutuhan nasabah.
17
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Rasio kecukupan modal atau CAR
2.1.1 Pengertian
CAR atau sering disebut rasio permodalan merupakan modal dasar yang
harus dipenuhi oleh bank. Modal ini digunakan untuk menjaga kepercayaan
masyarakat terhadap kinerja bank. Hal ini wajar karena bisnis perbankan adalah
bisnis yang berdasarkan kepercayaan. Selain itu adanya berbagai bentuk risiko
yang besar yang mungkin dapat terjadi pada bank. Faktor utama yang cukup
mempengaruhi jumlah modal bank adalah jumlah modal minimum yang
ditentukan oleh penguasa moneter yang biasanya merupakan wewenang bank
sentral. Lembaga ini memiliki tanggung jawab dan menyamakan sistem
perbankan secara keseluruhan dengan menerapkan ketentuan-ketentuan antara lain
ketentuan permodalan, likuiditas wajib dan ketentuan lain yang bersifat prudensial
(Siamat,1993:66). Latumerissa (1999:89) menyatakan bahwa tingkat atau jumlah
modal bank yang memadai (capital adequacy) diperlukan untuk meningkatkan
ketahanan dan efisiensi di era deregulasi saat ini. Jumlah modal yang memadai
memegang peranan penting dalam memberikan rasa aman kepada calon atau para
penitip uang. Namun masih terdapat perbedaan cara dalam menentukan tingkat
permodalan yang sehat.
Pengertian CAR adalah perbandingan antara modal sendiri bank dengan
kebutuhan modal yang tersedia setelah dihitung pertumbuhan risiko (margin risk)
18
dari akibat yang berisiko (Sinungan,1993:157). Menurut Suhardi (2003:143-144),
secara teknis kewajiban penyediaan modal mininum diukur dari persentase
tertentu terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR), sedangkan
pengertian modal meliputi modal inti dan modal pelengkap (masing-masing
seimbang). Pendapat lain diutarakan oleh Siamat, yaitu perhitungan penyediaan
modal minimum (capital adequacy) didasarkan pada Aktiva Tertimbang Menurut
Risiko (ATMR). Yang dimaksud dengan aktiva dalam perhitungan ini mencakup
baik aktiva yang tercantum dalam neraca maupun aktiva yang bersifat
administratif sebagaimana yang tercermin dalam kewajiban yang masih bersifat
kontijen dan atau komitmen yang disediakan oleh bank bagi pihak ketiga.
Terhadap masing-masing jenis aktiva tersebut ditetapkan bobot risiko yang besar
didasarkan pada kadar risiko yang terkandung pada aktiva itu sendiri atau bobot
risiko yang didasarkan pada golongan nasabah, penjaminan atau sifat barang
jaminan (Siamat,1993:48). Sedangkan menurut Susilo (2000:27), bahwa
kecukupan modal merupakan faktor yang sangat penting bagi bank dalam rangka
pengembangan usaha dan menampung risiko kerugian. Bank Indonesia
menetapkan CAR yaitu kewajiban penyediaan modal minimum yang harus selalu
dipertahankan oleh setiap bank sebagai suatu proporsi tertentu dari total Aktiva
Tertimbang Menurut Risiko (ATMR).
Dari berbagai pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa rasio
kecukupan modal minimum yang harus ada pada setiap bank sebagai
pengembangan usaha dan penampung risiko kerugian usaha bank, rasio ini
19
merupakan pembagian dari modal (primary capital dan secondary capital) dengan
total Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR).
Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) adalah nilai total masing-
masing aktiva bank setelah dikalikan dengan masing-masing bobot risiko aktiva
tersebut. Aktiva yang paling tidak berisiko diberi bobot 0% dan aktiva yang
paling berisiko diberi bobot 100%. Dengan demikian ATMR menunjukkan nilai
aktiva berisiko yang memerlukan antisipasi modal dalam jumlah yang cukup
(Susilo,2000:28).
2.1.2 Unsur rasio kecukupan modal atau CAR
Ketentuan pasal 2 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor
26/20/KEP/DIR tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank tanggal 29
Mei 1993, modal bagi bank yang beroperasi di Indonesia diatur sebagai berikut
(Djumhana,2000:220) yaitu (1) modal bagi bank yang didirikan dan berkantor
pusat di Indonesia terdiri dari modal inti (primary capital) dan modal pelengkap
(secondary capital), dan (2) modal bagi bank kantor cabang dari suatu bank yang
berkedudukan di luar negeri terdiri atas dana bersih kantor pusat dan kantor
cabangnya di luar Indonesia (net head office funds).
Modal inti (primary capital) terdiri dari: (1) Modal disetor, yaitu modal
yang telah disetor secara efektif oleh pemiliknya, (2) Agio saham yaitu selisih
lebih setoran modal yang diterima bank sebagai akibat harga saham yang melebihi
nilai nominalnya, (3) Modal sumbangan adalah modal yang diperoleh kembali
20
dari sumbangan saham, termasuk selisih antara nilai yang tercatat dengan harga
jual apabila saham tersebut dijual, (4) Cadangan umum yaitu cadangan yang
dibentuk dari penyisihan laba yang ditahan atau dari laba bersih setelah dikurangi
pajak, dan mendapat persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham atau rapat
anggota sesuai dengan ketentuan pendirian, atau anggaran dasar masing-masing
bank, (5) Cadangan tujuan yaitu bagian laba setelah dikurangi pajak yang
disisihkan untuk tujuan tertentu dan telah mendapat persetujuan Rapat Umum
Pemegang Saham atau rapat anggota, (6) Laba yang ditahan (retained earnings)
yaitu saldo laba bersih setelah dikurangi pajak yang oleh RUPS / rapat anggota
diputuskan untuk tidak dibagikan, (7) Laba tahun lalu yaitu seluruh laba bersih
tahun-tahun lalu setelah diperhitungkan pajak dan belum ditetapkan
penggunaannya oleh Rapat Umum Pemegang Saham, dan (8) Laba tahun berjalan
yaitu laba yang diperoleh dalam tahun buku berjalan (hanya 50%) setelah
dikurangi taksiran pajak. Apabila pada tahun berjalan bank mengalami kerugian,
maka seluruh kerugian tersebut menjadi faktor pengurang dari modal inti.
Total modal nomor (1) hingga (8) di atas harus dikurangi dengan: (1)
goodwill yang ada dalam pembukuan bank, dan (2) kekurangan jumlah penyisihan
penghapusan aktiva produktif dari jumlah yang seharusnya dibentuk sesuai
dengan ketentuan Bank Indonesia (Susilo,2000:28).
Modal pelengkap (secondary capital) terdiri dari: (1) Cadangan revaluasi
aktiva tetap yaitu cadangan yang dibentuk dari selisih penilaian kembali aktiva
tetap yang telah mendapat persetujuan Direktorat Jenderal Pajak, (2) Penyisihan
Penghapusan Aktiva Produktif yaitu cadangan yang dibentuk dengan cara
21
membebani laba rugi tahun berjalan, dengan maksud menampung kerugian yang
mungkin timbul sebagai akibat tidak diterimanya kembali sebagian atau seluruh
aktiva produktif. Penyisihan penghapusan aktiva produktif yang dapat
diperhitungkan sebagai modal pelengkap maksimal 25% dari ATMR, (3) Modal
pinjaman (sebelum disebut modal kuasi) yaitu hutang yang didukung oleh
instrumen atau warkat yang memiliki sifat seperti modal dan mempunyai ciri-ciri
sebagai berikut: (a) tidak dijamin oleh bank yang bersangkutan, dipersamakan
dengan modal dan telah dibayar penuh; (b) tidak dapat dilunasi atau ditarik atas
inisiatif pemilik, tanpa persetujuan Bank Indonesia; (c) mempunyai kedudukan
yang sama dengan modal dalam hal jumlah kerugian bank melebihi laba yang
ditahan dan cadangan-cadangan yang termasuk modal inti, meskipun bank belum
dilikuidasi; dan (d) pembayaran bunga dapat ditangguhkan apabila bank dalam
keadaan rugi atau labanya tidak mendukung untuk membayar bunga tersebut, dan
(4) Pinjaman subordinasi yaitu pinjaman dengan ciri-ciri sebagai berikut: (a) ada
perjanjian tertulis antara bank dengan pemberi pinjaman, (b) mendapat
persetujuan terlebih dahulu dari Bank Indonesia, (c) tidak dijamin oleh bank yang
bersangkutan dan telah dibayar penuh minimal berjangka waktu 5 tahun, (d)
pelunasan sebelum jatuh tempo harus mendapat persetujuan dari Bank Indonesia
dan dengan pelunasan tersebut permodalan bank tetap sehat, dan (e) hak tagihnya
dalam hal terjadi likuidasi berlaku paling akhir dari segala pinjaman yang ada
(kedudukannya sama dengan modal sendiri) (Susilo,2000:28).
Modal bagi bank kantor cabang dari suatu bank yang berkedudukan di luar
negeri terdiri atas dana bersih kantor pusat dan kantor cabangnya di luar Indonesia
22
(net head office funds). Dana bersih tersebut merupakan selisih antara saldo
penanaman kantor pusat dan atau kantor cabangnya di luar Indonesia pada kantor
cabangnya di Indonesia (pasiva) dengan saldo penanaman kantor-kantor
cabangnya di Indonesia pada kantor pusat dan atau kantor-kantor cabangnya di
luar Indonesia (aktiva).
Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) adalah aktiva dan komitmen
bank yang ditimbang dengan suatu faktor risiko tertentu. Terhadap masing-masing
jenis aktiva tersebut kemudian ditetapkan bobot risiko yang terkandung pada
aktiva itu sendiri atau bobot risiko yang didasarkan pada penggolongan nasabah,
penjamin, atau sifat barang jaminan (Tim Editor BI,1999:272).
2.1.3 Pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP)
Alokasi dana yang telah berhasil dihimpun bank dalam berbagai bentuk
aktiva mengandung risiko yang berbeda-beda. Apabila risiko tersebut terjadi maka
nilai likuidasi dari aktiva tersebut bisa menjadi lebih kecil dari nilai bukunya. Di
sisi lain, hal tersebut dapat mengganggu kelancaran dan kemampuan bank untuk
memperoleh penghasilan. Salah satu antisipasi yang dapat dilakukan terhadap
masalah tersebut adalah ‘pembentukan penyisihan terhadap piutang atau kredit tak
tertagih’. Besarnya pembentukan penyisihan tersebut tergantung pada
kolektibilitas atau kualitas dari masing-masing kredit yang diberikan. Berdasarkan
Surat Keputuan Direksi Bank Indonesia Nomor 31/148/KEP/DIR tanggal 12
November 1999 tentang Pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif
(PPAP), bank wajib membentuk PPAP berupa cadangan umum dan cadangan
23
khusus guna menutup risiko kemungkinan kerugian dengan pedoman sebagai
berikut (Susilo,2000:28):
a. Cadangan umum PPAP ditetapkan sekurang-kurangnya sebesar 1% dari
Aktiva Produktif Bank Indonesia dan Surat Utang Pemerintah.
b. Cadangan khusus PPAP ditetapkan sekurang-kurangnya sebesar: (1) 5% dari
aktiva produktif yang digolongkan dalam perhatian khusus, (2) 15% dari
aktiva produktif yang digolongkan kurang lancar setelah dikurangi nilai
agunan, (3) 50% dari aktiva produktif yang digolongkan diragukan setelah
dikurangi nilai agunan, dan (4) 100% dari aktiva produktif yang digolongkan
macet setelah dikurangi nilai agunan.
c. Agunan yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang dalam PPAP terdiri
dari: (1) giro, deposito, tabungan, dan setoran jaminan dalam mata uang
rupiah dan valuta asing yang diblokir disertai dengan surat kuasa pencairan.
Nilai yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang setinggi-tingginya sebesar
100%; (2) sertifikat Bank Indonesia dan Surat Utang Pemerintah. Nilai yang
dapat diperhitungkan sebagai pengurang setinggi-tingginya sebesar 100%; (3)
surat berharga yang aktif diperdagangkan di pasar modal. Surat berharga
dinilai dengan menggunakan nilai pasar yang tercatat di bursa efek pada akhir
bulan. Nilai yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang setinggi-tingginya
sebesar 50%; dan (4) tanah, gedung, tempat tinggal, pesawat udara, dan kapal
laut dengan ukuran diatas 20 meter kubik. Tanah dinilai berdasarkan nilai
pasar, rumah tinggal dinilai berdasarkan nilai pasar dan kalkulasi biaya,
sedangkan gedung, pesawat udara dan kapal laut dinilai berdasarkan nilai
24
pasar, kalkulasi biaya dan kapitalisasi pendapatan. Nilai yang dapat
diperhitungkan sebagai pengurang setinggi-tingginya sebesar: (1) 70% untuk
penilaian yang dilakukan belum melampaui 6 bulan, (2) 50% untuk penilaian
yang dilakukan setelah melampaui 6 bulan tetapi belum melampaui 18 bulan,
(3) 30% untuk penilaian yang dilakukan setelah melampaui 18 bulan tetapi
belum melampaui 30 bulan, dan (4) 0% untuk penilaian yang dilakukan
setelah melampaui 18 bulan.
d. Penilaian agunan wajib dilakukan oleh penilai independen bagi: (1) kredit
yang diberikan lebih dari Rp 1,5 miliar kepada debitur atau group debitur oleh
bank yang memiliki modal setinggi-tingginya Rp 300 miliar; dan (2) kredit
yang diberikan lebih dari Rp 2,5 miliar kepada debitur atau grup debitur oleh
bank yang memiliki modal setinggi- tingginya Rp 300 miliar. Penilaian
agunan dapat dilakukan oleh penilai intern bank bagi kredit dengan jumlah
yang lebih kecil.
e. Bank Indonesia dapat melakukan perhitungan kembali atas nilai agunan
apabila: (1) agunan tidak dilengkapi dengan dokumen hukum yang sah dan
atau pengikatan agunan belum sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku; (2) penilaian tidak sesuai dengan ketentuan; dan (3) agunan
tidak dilindungi Asuransi dengan banker’s clause, yaitu klausula yang
memberikan hak kepada bank untuk menerima uang pertanggungan dalam hal
terjadi pembayaran klaim.
25
f. Bank wajib membuat PPAP sesuai dengan ketentuan berlaku pada Laporan
Keuangan Publikasi dan mengumumkan kembali bila PPAP yang sebelumnya
tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
g. Ketentuan dalam SK ini berlaku juga bagi bank berdasarkan prinsip syariah.
2.1.4 Tata cara perhitungan kebutuhan modal minimum (CAR)
Perhitungan kebutuhan modal minimum bank didasarkan pada Aktiva
Tertimbang Menurut Risiko (ATMR). Yang dimaksud dengan aktiva dalam
perhitungan ini mencakup aktiva yang tercantum dalam neraca maupun aktiva
yang bersifat administratif sebagaimana tercermin pada kewajiban yang masih
bersifat kontijen dan atau komitmen yang disediakan oleh bank bagi pihak ketiga.
ATMR merupakan penjumlahan ATMR aktiva neraca dengan ATMR aktiva
administratif. Terhadap masing-masing jenis aktiva tersebut ditetapkan bobot
risiko yang besarnya didasarkan pada kadar risiko yang terkandung pada aktiva itu
sendiri atau bobot risiko yang didasarkan pada golongan nasabah, penjamin, atau
sifat barang jaminan.
Dengan memperhatikan prinsip-prinsip tersebut di atas, maka rincian
bobot risiko untuk semua aktiva neraca bank, baik dalam rupiah maupun dalam
valuta asing menurut Bank Indonesia adalah seperti yang dinyatakan dalam Tabel
2.1.
Perhitungan bobot risiko untuk aktiva administratif dilakukan melalui 2
tahap:
26
1. Aktiva administratif terlebih dahulu ditetapkan faktor konversinya, yaitu
faktor tertentu yang digunakan untuk mengkonversikan aktiva administratif ke
dalam aktiva neraca yang menjadi padanannya. Besarnya faktor konversi
untuk masing-masing aktiva administratif didasarkan pada tingkat
kemungkinannya untuk menjadi aktiva neraca yang efektif. Rincian faktor
konversi aktiva administratif baik rupiah maupun valuta asing adalah sebagai
berikut: (a) 20% : L/C yang masih berlaku (tidak termasuk Standby L/C), (b)
50% : Jaminan bank yang diterbitkan bukan dalam rangka pemberian kredit
seperti bid bonds, performance bonds dan advance payment bonds, dan (c)
100% : (1) Fasilitas kredit yang belum digunakan; (2) Jaminan (termasuk
standby L/C) dan risk sharing dalam rangka pemberian kredit, serta
endosemen atau aval surat-surat berharga; dan (3) Kewajiban membeli
kembali aktiva bank yang dijual dengan syarat repurchase agreement.
2. Setelah diketahui faktor konversinya maka masing-masing aktiva administratif
tersebut dikonversikan ke dalam aktiva-aktiva neraca padanannya.
Selanjutnya, untuk menghitung bobot risiko aktiva administratif dilakukan
dengan mengalikan faktor konversi dengan bobot risiko aktiva neraca
padanannya. Khusus untuk kontrak berjangka valuta asing dan swap bunga
(interest rate swap) ditetapkan bobot risiko sebesar 4% dari posisi neto per
valuta aktiva dan pasiva administratif valuta asing atau swap bunga tersebut.
Pengelompokan bobot risiko masing-masing aktiva administratif adalah
seperti yang dinyatakan dalam Tabel 2.2.
27
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka perhitungan bobot aktiva
administratif disusun persentasenya berdasarkan bobot konversi, bobot risiko
aktiva neraca, bobot risiko aktiva administratif sebagaimana terdapat dalam Tabel
2.3.
2.1.5 Hal-hal yang dapat mempengaruhi CAR
Dari formula perhitungan CAR di atas, dapat kita tarik kesimpulan bahwa
posisi CAR suatu bank sangat tergantung pada: (a) jenis aktiva serta besarnya
risiko yang melekat padanya, (b) kualitas aktiva atau tingkat kolektibilitasnya, (c)
total aktiva suatu bank. Semakin besar aktiva maka semakin bertambah pula
risikonya, (d) struktur posisi kualitas permodalan bank, dan (e) kemampuan bank
untuk meningkatkan pendapatan dan laba (Widjanarto,2003:165).
Selain itu menurut Widjanarto, posisi CAR dapat ditingkatkan/diperbaiki
antara lain dengan (1) memperkecil komitmen pinjaman yang tidak digunakan, (2)
jumlah atau posisi pinjaman yang diberikan dikurangi atau diperkecil sehingga
risiko semakin berkurang, (3) fasilitas bank garansi yang hanya memperoleh hasil
pendapatan berupa posisi yang relatif kecil namun dengan risiko yang sama
besarnya dengan pinjaman ada baiknya dibatasi, (4) komitmen L/C bagi bank-
bank devisa yang belum benar-benar memperoleh kepastian dalam
penggunaannya atau tidak dapat dimanfaatkan secara efisien sebaiknya juga
dibatasi, (5) penyertaan yang memiliki risiko 100% perlu ditinjau kembali apakah
bermanfaat optimal atau tidak, (6) posisi aktiva tetap dan inventaris diusahakan
agar tidak berlebihan dan sekedar memenuhi kelayakan, dan (7) menambah atau
28
memperbaiki posisi modal dengan cara setoran tunai, go publik, dan pinjaman
subordinasi jangka panjang dari pemegang saham.
2.2 Likuiditas
2.2.1 Pengertian likuiditas
Likuiditas adalah kemampuan bank untuk membayar semua utang jangka
pendeknya dengan alat-alat likuid yang dikuasainya (Hasibuan,2001:92).
Pendapat yang hampir sama juga dikemukakan oleh Dendawijaya (2003:118),
bahwa likuiditas adalah kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban-kewajiban
jangka pendeknya atau kewajiban yang sudah jatuh tempo. Menurut Reed
(1995:109), likuiditas bank umum adalah mutu suatu aset yang dengan mudah
diuangkan dengan sedikit atau tanpa risiko kerugian. Bank dianggap likuid kalau
bank tersebut cukup uang tunai atau aset likuid lainnya, disertai dengan
kemampuan untuk meningkatkan dana dengan cepat dari sumber lain, untuk
memungkinkannya memenuhi kewajiban pembayaran dan komitmen keuangan
pada saatnya. Selain itu, harus ada likuiditas penyangga yang memadai untuk
memenuhi hampir setiap kebutuhan uang tunai secara mendadak.
Sedangkan menurut Burns dalam Siamat (1993:167) menyebutkan bahwa:
Bank liquidity refers to the ability of a bank to raise a certain amount of funds at
a certain cost within a certain amount of time. Likuiditas bank menurut
pengertian ini terdiri tiga unsur yaitu: jumlah dana, biaya dana dan waktu yang
digunakan untuk memenuhi kebutuhan likuiditas bank. Menurut Burns semakin
29
besar jumlah dana yang dapat diperoleh suatu bank dalam waktu tertentu untuk
memenuhi likuiditasnya dan dengan biaya yang telah ditetapkan, maka semakin
likuid bank tersebut. Semakin cepat suatu bank memperoleh sejumlah dana
dengan biaya tertentu, semakin tinggi pula likuiditas bank yang bersangkutan.
Selanjutnya, semakin rendah biaya dana yang diperolehnya tersebut dalam suatu
periode tertentu, semakin likuid pula bank yang bersangkutan. Dan pendapat yang
hampir sama juga diutarakan oleh D. Crosse dan George W. Hempel dalam
Latumerissa (1999:19) adalah kemampuan bank untuk memenuhi kemungkinan
ditariknya deposito/simpanan oleh deposan/penitip. Dengan kata lain, suatu bank
dikatakan likuid apabila bank tersebut dapat memenuhi kewajiban penarikan uang
dari para penitip dana maupun dari para peminjam/debitur. Likuiditas adalah
kesanggupan bank untuk menyediakan alat-alat lancar guna membayar kembali
titipan yang jatuh tempo dan memberikan pinjaman (loan) kepada masyarakat
yang memerlukan dana (Simorangkir,2004:141). Dan menurut Tim Editor BI
(1999:282), likuiditas adalah kemampuan untuk memenuhi kewajiban utang-
utang, dapat membayar kembali semua simpanan nasabah, serta dapat memenuhi
permintaan kredit yang diajukan tanpa penangguhan.
Dari berbagai pendapat tersebut di atas maka pengertian likuiditas adalah
kemampuan suatu bank untuk memenuhi aliran dana keluar dalam waktu yang
tepat. Aliran dana keluar dapat berupa: (a) penarikan oleh para penabung; (b)
penarikan dana oleh para penerima kredit, terutama kredit yang disetujui; dan (c)
dana keluar karena adanya kewajiban bank untuk membayar utang-utangnya yang
telah jatuh tempo. Penarikan dana oleh ketiga unsur di atas bila tidak dapat
30
dipenuhi oleh bank dapat berpengaruh terhadap runtuhnya kepercayaan
masyarakat.
2.2.2 Likuiditas wajib minimum
Likuiditas Wajib Minimum atau Cadangan Wajib Minimum atau
Reserve Requirement adalah sejumlah tertentu alat likuid yang harus tetap berada
di bank untuk memenuhi kebutuhan likuiditas bank tersebut (Susilo,2000:24).
Aturan ini untuk menjamin kemampuan bank memenuhi kebutuhan likuiditas
seperti penarikan dana simpanan nasabah, kewajiban yang telah jatuh tempo, dan
lain-lainnya. Posisi likuiditas wajib minimum tersebut harus dilaporkan kepada
Bank Indonesia. Ketentuan likuiditas wajib minimum dapat dibedakan dalam dua
kategori perhitungan yaitu likuiditas wajib dalam rupiah dan hitungan likuiditas
wajib dalam valuta asing. Paket Kebijakan Oktober 1988 dalam Susilo (2000:25-
26) mengatur perhitungan likuiditas wajib minimum sebagai berikut (1) Likuiditas
wajib dalam rupiah. Perhitungan likuiditas wajib dalam rupiah yaitu rata-rata
harian jumlah alat likuid dalam suatu masa laporan dibanding dengan rata-rata
harian dana pihak ketiga saat dua masa pelaporan sebelumnya.
Alat likuid dalam perhitungan di atas meliputi: (a) kas, yaitu nilai
nominal dari uang kertas, uang logam dan commemorative coin yang dikeluarkan
oleh Bank Indonesia, (b) giro pada Bank Indonesia, yaitu total giro bank yang
bersangkutan pada Bank Indonesia. Dana pihak ketiga dalam perhitungan ini
meliputi kewajiban dalam rupiah kepada pihak ketiga bukan bank, baik kepada
31
penduduk maupun bukan penduduk Indonesia pada dua masa pelaporan
sebelumnya yang terdiri dari (a) giro, (b) deposito berjangka, sertifikat deposito,
dan deposit on call, (c) tabungan, kewajiban jangka pendek (sampai dengan 24
bulan) kepada pihak ketiga bukan bank lainnya, seperti PPh, PBB, hutang jangka
pendek, kewajiban pembelian Surat Berharga Pasar Uang (SPBU) yang dijual
dengan syarat repurchase agreement dengan jangka waktu sampai dengan 15 hari,
dan lain-lain; (2) Likuiditas wajib dalam valuta asing. Perhitungan likuiditas wajib
dalam valuta asing yaitu rata-rata harian jumlah alat likuid dalam suatu masa
laporan dibanding dengan rata-rata harian jumlah dana pihak ketiga saat dua masa
laporan sebelumnya.
Alat likuid dalam perhitungan di atas meliputi (a) kas, yaitu uang kertas
asing dalam kas, tidak termasuk uang logam asing, wesel, cek, dan traveler’s
check, (b) giro pada Bank Indonesia, yaitu saldo simpanan dalam USD milik bank
yang bersangkutan pada Bank Indonesia yang setiap saat dapat ditarik. Dana
pihak ketiga dalam perhitungan di atas dapat meliputi kewajiban kepada
penduduk yang tercatat dalam valuta asing pada posisi dua masa pelaporan
sebelumnya yaitu giro, call money, setoran jaminan, pinjaman yang diterima, dan
kewajiban lainnya.
Likuiditas wajib minimum yang tinggi menyebabkan semakin
terjaminnya pemenuhan kebutuhan likuiditas suatu bank, sehingga bank tersebut
semakin jauh dari kemungkinan masuk dalam kesulitan likuiditas, selain itu
likuiditas wajib minimum yang tinggi mengakibatkan semakin terbatasnya
kemampuan finansial suatu bank untuk melaksanakan kegiatan penyaluran dana
32
(Susilo,2000:26). Bagi perusahaan bank, likuiditas merupakan jantung utama
karena menyangkut kepercayaan. Sekali pemilik uang tidak dapat mengambil
uang yang disimpan di bank yang bersangkutan, masyarakat akan tidak percaya
pada bank tersebut. Apabila ini terdengar penitip dana lainnya, maka penitip dana
ini mungkin sekali menarik dananya dari bank. Jika hal ini terjadi, bank tersebut
dapat mengalami kebangkrutan karena terjadinya rush (penarikan uang dari bank
secara besar-besaran).
Fungsi utama likuiditas bank yaitu (1) menunjukkan dirinya sebagai
tempat yang aman untuk menyimpan uang, (2) memungkinkan bank memenuhi
komitmen pinjaman, (3) untuk menghindari penjualan aktiva yang tidak
menguntungkan, (4) untuk menghindarkan diri dari penyalahgunaan kemudahan
dari penguasa moneter karena meminjam dana likuiditas dari Bank Sentral, dan
(5) memperkecil penilaian risiko ketidakmampuan membayar kewajiban
pembayaran dana (Latumerissa,1999:20).
Manajemen suatu bank harus mampu mengidentifikasi jenis sumber-
sumber likuiditas yang cocok dengan kebutuhan banknya. Secara umum, sumber-
sumber likuiditas bank dapat digambarkan antara lain yaitu (a) asset bank yang
akan segera jatuh tempo, (b) pasar uang. Yaitu salah satu sumber likuiditas tetapi
harus diakui bahwa tidak setiap bank mempunyai kemampuan untuk masuk ke
pasar uang. Hal ini sangat dipengaruhi oleh besarnya suatu bank dan persepsi
pasar atas kepercayaan bank tersebut. Biasanya para investor yang meminjamkan
uang ke bank dalam jumlah besar akan sangat selektif dalam mengevaluasi
tingkat, konsistensi dan perkembangan pendapatan bank, (c) cadangan likuiditas.
33
Khusus bank yang tidak segera memperoleh dana pada saat diperlukan, bank
tersebut perlu mempunyai cadangan likuiditas. Bank tersebut tidak perlu menjual
assetnya dengan harga yang merugi, (d) sumber dana yang sifatnya last resort.
Sumber ini sangat penting untuk berjaga-jaga apabila sumber-sumber yang lain
ternyata tidak mampu menutupi kebutuhan likuiditas yang ada. Salah satu sumber
yang umum digunakan oleh kebanyakan bank adalah line of credit dari bank lain,
(e) sindikasi kredit. Sindikasi kredit digunakan untuk menjalin hubungan dengan
bank-bank lain. Akhirnya pada saat mengalami kesulitan dalam posisi
likuiditasnya (ilikuid), bank tersebut dapat menyindikasi sebagian portofolio
kreditnya kepada bank lain dalam upaya mengatasi masalah tersebut
(Latumerissa,1999:21-22).
Pengelolaan likuiditas suatu bank mencakup penentuan berapa besar alat
likuid yang harus disediakan guna menghadapi penagihan dari nasabah yang
sewaktu-waktu menagihnya. Masalahnya adalah bank selalu menghadapi dilema
antara likuiditas dan keamanan di satu pihak dan keuntungan di pihak lain. Oleh
karena itu perlu dicari pemecahan supaya keuntungan bisa semaksimal mungkin
tanpa mengorbankan likuiditas.
Dalam hal ini menurut Nopirin dalam Sodikin (2002:20), ada dua
pendekatan yang digunakan untuk menanganinya yaitu (1) pengelolaan kekayaan
atau asset management, dan (2) pengelolaan utang/liability management.
Pendekatan pertama yaitu pengelolaan kekayaan atau asset management.
Pada prinsipnya usaha ini berupa alokasi dana untuk memenuhi kebutuhan akan
uang kas dan investasi yang mendatangkan keuntungan atau bunga. Masalahnya
34
adalah konflik antara likuiditas dan profitabilitas. Apabila bank ingin mengejar
keuntungan atau pendapatan tinggi tentu penggunaan dana sebagian besar untuk
investasi atau dipinjamkan, tetapi usaha ini akan membahayakan posisi
likuiditasnya. Sebaliknya apabila dana menumpuk sebagai uang kas, likuiditas
aman tetapi profitabilitas terganggu. Oleh karena itu perlu dicari kombinasi yang
optimal.
Ada dua pendekatan untuk memecahkan masalah ini yaitu: (a)
Pendekatan pool of fund. Ide dasar pendekatan ini adalah bahwa dana yang
tersedia tersebut dikumpulkan menjadi satu pool. Kemudian dialokasikan sesuai
dengan kriteria atau syarat-syarat tertentu ke dalam masing-masing bentuk
kekayaan. (b) Pendekatan the asset allocation. Pendekatan ini berusaha mengatasi
kelemahan dari pendekatan “pool of fund’ dengan cara memperhatikan bahwa
jumlah likuiditas yang diperlukan bank erat hubungannya dengan jenis sumber
dana/likuiditas tersebut. Giro/demand deposit biasanya cadangan minimumnya
serta tingkat perputarannya paling besar bila dibandingkan dengan tabungan atau
deposito berjangka. Oleh karena itu dana yang berasal dari giro ini sebagian besar
dialokasikan untuk cadangan/kas dan hanya sebagian kecil untuk investasi. Model
ini biasanya disertai dengan pembentukan sentra likuiditas-profitabilitas dalam
suatu bank. Artinya suatu sentra yang mengalokasikan dana yang diperoleh dari
berbagai sumber.
Sedangkan pada pendekatan kedua yaitu pengelolaan utang/liability
management, menurut teori ini atas dasar target pertumbuhan kekayaan tertentu
diusahakan sumber dana yang sesuai dengan target tersebut. Jadi sumber dana
35
mudah diperoleh. Dengan demikian bank tidak perlu mempunyai kekayaan jangka
pendek yang keuntungannya kecil. Sebaiknya dialihkan ke dalam bentuk
kekayaan yang mendatangkan keuntungan lebih besar yang biasanya berjangka
waktu panjang.
2.2.3 LDR
LDR adalah suatu pengukuran tradisional yang menunjukkan deposito
berjangka, giro, tabungan, dan lain-lain yang digunakan dalam memenuhi
permohonan pinjaman (loan requests) nasabahnya. Rasio ini menggambarkan
sejauh mana simpanan digunakan untuk pemberian pinjaman. Rasio ini juga dapat
untuk mengukur tingkat likuiditas.
LDR disebut juga rasio kredit terhadap total dana pihak ketiga yang
digunakan untuk mengukur dana pihak ketiga yang disalurkan dalam bentuk
kredit. Penyaluran kredit merupakan kegiatan utama bank, oleh karena itu sumber
pendapatan utama bank berasal dari kegiatan ini. Semakin besarnya penyaluran
dana dalam bentuk kredit relatif bila dibandingkan dengan deposit atau simpanan
masyarakat pada suatu bank membawa konsekuensi semakin besarnya risiko yang
ditanggung oleh bank yang bersangkutan.
LDR menyatakan seberapa jauh kemampuan bank dalam membayar
kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit
yang diberikan sebagai sumber likuiditas. Dengan kata lain, seberapa jauh
pemberian kredit kepada nasabah, kredit dapat mengimbangi kewajiban untuk
segera memenuhi permintaan deposan yang ingin menarik kembali uangnya yang
36
telah digunakan oleh bank untuk memberikan kredit (Dendawijaya,2003:118).
Semakin tinggi rasio tersebut memberikan indikasi semakin rendah kemampuan
likuiditas bank yang bersangkutan. Hal ini disebabkan karena jumlah dana yang
diperlukan untuk membiayai kredit semakin besar.
Rasio yang tinggi menunjukkan bahwa suatu bank meminjamkan seluruh
dananya (loan-up) atau relatif tidak likuid (illiquid). Sebaliknya rasio yang rendah
menunjukkan bank yang likuid dengan kelebihan kapasitas dana yang siap untuk
dipinjamkan. Oleh karena itu, rasio ini juga dapat untuk memberi isyarat apakah
suatu pinjaman masih dapat mengalami ekspansi atau sebaliknya harus dibatasi
(Latumerissa,1999:23).
Dalam pengertian sehari-hari, bahwa akhir-akhir ini yang dilihat pada
indikator LDR umumnya hanya berisi komponen yang sangat sederhana. Sebagai
indikator pinjaman adalah jumlah atau posisi pinjaman yang diberikan,
sebagaimana yang tercantum pada sisi aktiva. Sedangkan sebagai indikator pada
simpanan adalah giro, deposito, tabungan yang maing-masing tercantum pada sisi
pasiva neraca. Kedua komponen tersebut dalam bentuk rupiah. Yang dalam
bentuk valuta asing yang berada di bank-bank devisa belum diperhitungkan.
Rasio ini merupakan teknik yang sangat umum digunakan untuk
mengukur posisi atau kemampuan likuiditas bank. LDR menggambarkan
kemampuan bank membayar kembali penarikan yang dilakukan nasabah deposan
dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya.
Semakin tinggi rasio ini semakin rendah pula kemampuan likuiditas bank
(Simorangkir,2004:147). Ukuran likuiditas ini sangat luas digunakan bank,
37
mengingat kegiatan utama bank adalah penyaluran kredit sementara
pendanaannya berasal dari dana masyarakat atau pihak ketiga lainnya. Rasio ini
merupakan indikator kerawanan maupun kemampuan suatu bank (Siamat,
1993:269).
2.3 Efisiensi operasional
Masalah efisiensi berkaitan dengan masalah pengendalian biaya. Efisiensi
operasional berarti biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan keuntungan lebih
kecil daripada keuntungan yang diperoleh dari penggunaan aktiva tersebut.
Sebuah bank dituntut untuk memperhatikan masalah efisiensi karena
meningkatnya persaingan bisnis dan standar hidup konsumen. Bank yang tidak
mampu memperbaiki tingkat efisiensi usahanya maka akan kehilangan daya saing
baik dalam hal mengerahkan dana masyarakat maupun dalam hal penyaluran dana
tersebut dalam bentuk modal usaha.
Masalah efisiensi dirasakan semakin penting pada saat ini dan masa
mendatang karena adanya permasalahan yang mungkin timbul sebagai akibat
kompetisi usaha yang bertambah ketat, dan meningkatnya mutu kehidupan yang
berakibat pada meningkatnya standar kepuasan konsumen. Bank yang dalam
kegiatan usahanya tidak efisien akan mengakibatkan ketidakmampuan bersaing
dalam mengerahkan dana masyarakat maupun dalam menyalurkan dana tersebut
kepada masyarakat yang membutuhkan sebagai modal usaha. Dengan adanya
efisiensi pada lembaga perbankan terutama efisiensi biaya maka akan diperoleh
tingkat keuntungan yang optimal, penambahan jumlah dana yang disalurkan,
38
biaya lebih kompetitif, peningkatan pelayanan kepada nasabah, keamanan dan
kesehatan perbankan yang meningkat (Kuncoro,2002:569).
Analisis rasio efisiensi operasional menurut Siamat (1993:251-253)
menggunakan perhitungan :
1. Biaya operasional, yaitu semua jenis biaya yang berkaitan langsung dengan
kegiatan usaha bank yaitu biaya bunga, biaya valuta asing lainnya, biaya
tenaga kerja, penyusutan, dan biaya lainnya (premi asuransi/jaminan kredit,
sewa gedung/kantor dan alat-alat lainnya, dan biaya pemeliharaan
gedung/kantor).
2. Pendapatan operasional yaitu semua pendapatan yang merupakan hasil
langsung dari kegiatan usaha bank yang benar-benar telah diterima.
Pendapatan operasional bank tersebut antara lain hasil bunga, provisi dan
komisi, pendapatan valuta asing lainnya, dan pendapatan lainnya (deviden
yang diterima dari saham yang dimiliki).
Indikator untuk menentukan tingkat efisiensi operasional suatu bank
menurut InfoBank (2005:22) meliputi: (1) Net Interest Margin (NIM), adalah
perbandingan antara pendapatan bunga bersih dengan rata-rata aktiva produktif,
dan (2) Rasio biaya operasional dengan pendapatan operasional, yaitu
membandingkan antara biaya operasional yang digunakan untuk kegiatan usaha
bank dengan pendapatan operasional yang diperoleh dari kegiatan usaha bank.
Rasio biaya operasional dan pendapatan operasional adalah perbandingan
antara biaya operasi dengan pendapatan operasi. Rasio biaya operasional
digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam
39
melakukan kegiatan operasinya. Mengingat kegiatan utama bank pada prinsipnya
adalah bertindak sebagai perantara, yaitu menghimpun dan menyalurkan dana
(misal dana masyarakat), maka biaya dan pendapatan operasional bank didasari
oleh biaya bunga dan hasil bunga. Secara teoritis, biaya bunga ditentukan
berdasarkan perhitungan cost of loanable funds (COLF) secara weighted average
cost, sedangkan penghasilan bunga sebagian terbesar diperoleh dari interest
income (pendapatan bunga) dari jasa pemberian kredit kepada masyarakat, seperti
bunga pinjaman, provisi kredit, appraisal fee, supervision fee, commitment fee,
syndication fee, dan lain-lain (Dendawijaya,2003:121).
2.4 Profitabilitas
Profitabilitas atau disebut dengan rentabilitas adalah kemampuan suatu
perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu. Rentabilitas
perusahaan menunjukkan perbandingan antara laba dengan aktiva atau modal
yang menghasilkan laba tersebut (Riyanto,2001:35). Profitabilitas diukur dengan
ROA yang mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh
keuntungan (laba) secara keseluruhan (Dendawijaya,2003:120). ROA adalah rasio
yang digunakan mengukur kemampuan bank menghasilkan keuntungan secara
relatif dibandingkan dengan total asetnya (Santoso,2000:32) atau ukuran untuk
menilai seberapa besar tingkat pengembalian dari asset perusahaan. Dan menurut
Munawir (2001:65), profitabilitas ialah keefektifan operasi serta derajat keuangan
suatu perusahaan.
40
ROA mencoba mengukur efektifitas perusahaan dalam memanfaatkan
seluruh dana, yang sering disebut dengan hasil pengembalian atas investasi
(Return On Investment, ROI). Rasio ini dapat dijadikan sebagai ukuran kesehatan
keuangan. Rasio ini sangat penting, mengingat keuntungan yang memadai
diperlukan untuk mempertahankan arus sumber-sumber modal bank
(Siamat,1993:50). ROA memberikan ukuran yang lebih baik atas profitabilitas
perusahaan karena menunjukkan efektivitas manajemen dalam menggunakan
aktiva untuk memperoleh pendapatan.
Dari berbagai pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa profitabilitas
bank adalah kemampuan bank untuk menghasilkan laba tertentu dengan
menggunakan aktiva yang tertentu pula. Profitabilitas diukur dengan rasio antara
laba bersih dengan total aktiva yang digunakan. Dan dalam penelitian ini
profitabilitas yang akan diukur adalah profitabilitas perbankan yang
mencerminkan tingkat efisiensi usaha perbankan. Biasanya apabila profitabilitas
tinggi akan mencerminkan laba yang tinggi dan ini akan mempengaruhi harga
saham bank tersebut. Semakin besar ROA suatu bank, semakin besar pula tingkat
keuntungan yang dicapai bank tersebut dan semakin baik pula posisi bank dari
segi penggunaan asset (Dendawijaya,2003:120).
Dalam rangka mengukur tingkat kesehatan bank, terdapat perbedaan kecil
antara perhitungan ROA berdasarkan teoritis dan cara perhitungan berdasarkan
ketentuan Bank Indonesia. Secara teoritis, laba yang diperhitungkan adalah laba
setelah pajak, sedangkan dalam sistem CAMEL laba yang diperhitungkan adalah
laba sebelum pajak.
41
Bank Indonesia tidak memberlakukan ketentuan yang ketat terhadap rasio
ini, sepanjang suatu bank tidak mengalami kerugian atau tidak ada tanda-tanda
atau kecenderungan untuk mengalami kerugian di masa yang akan datang, maka
bagi Bank Sentral hal tersebut cukup dapat dipahami (Susilo,2000:32).
Beberapa indikator untuk menentukan profitabilitas menurut Susilo
(2000:32) adalah: (1) ROA, adalah perbandingan antara keuntungan dengan nilai
total asetnya, dan (2) Return On Equity (ROE) adalah perbandingan antara
keuntungan yang diperoleh bank dengan total modal sendiri. Menurut Muljono
dalam Enderayanti (2005:29) perubahan rasio ROA ini dapat dikarenakan sebab
antara lain (1) lebih banyak asset yang digunakan, hingga membuat operating
income dalam skala yang lebih besar, (2) adanya kemampuan manajemen untuk
mengalihkan portofolio / surat berharga ke jenis yang menghasilkan income yang
lebih tinggi, (3) adanya kenaikan tingkat bunga secara umum, dan (4) adanya
pemanfaatan aset-aset yang semula tidak poduktif menjadi aset produktif.
Sedangkan pihak-pihak yang berkepentingan untuk mengetahui tingkat
profitabilitas adalah (a) masyarakat, (b) pemegang saham, (c) perpajakan, (d)
pemerintah, (e) karyawan dan (f) manajemen bank.
Masyarakat berkepentingan untuk mengetahui tingkat profitabilitas bank
karena bank merupakan suatu lembaga keuangan yang dipercayakan masyarakat
untuk menyimpan dananya dan terjamin akan kerahasiaannya. Oleh karena itu,
dalam rangka melindungi kepentingan para peminjam dana di suatu bank, maka
pemerintah melalui Bank Indonesia mewajibkan setiap bank untuk
mengumumkan perhitungan laba ruginya di media cetak. Dengan diumumkannya
42
neraca dan laporan keuangan lainnya di media cetak secara meluas, maka
bonafiditas dari bank-bank yang bersangkutan dapat diketahui dengan mudah,
hingga dengan demikian seorang calon debitur akan memilih bank mana yang
akan membiayai proyeknya. Begitu juga bagi seseorang yang akan melaksanakan
transaksi dengan luar negeri akan dapat memilih bank yang tepat. Dari laba / rugi
yang diumumkan dengan dihubungkan dengan pos-pos neraca (pasiva dan aktiva),
masyarakat umum juga akan mampu membuat perhitungan secara kasar tentang
tingkat efisiensi bank yang bersangkutan dalam melaksanakan kegiatannya.
Untuk kepentingan pemegang saham, sebagian bank-bank di Indonesia
pada saat ini dimiliki oleh kelompok yang terbatas antara lain pemerintah pusat,
pemerintah daerah dan sekelompok individu pengusaha dan setelah itu segelintir
bank yang go public. Sehingga kepentingan para pemilik disini belum dapat
diukur dengan jumlah deviden yang akan ia terima dari saham-saham yang
dimilikinya, tetapi penilaiannya banyak terbatas apakan manajemen yang
mengelola bank-bank tersebut telah sukses atau tidak. Jika dianggap tidak
memuaskan maka ada kemungkinan manajemen yang ada akan segera diganti dan
sebaliknya ini biasanya terjadi pada bank-bank pemerintah. Sedangkan bank-bank
yang sahamnya dimiliki oleh lembaga atau individu swasta tentu penilaiannya
akan lebih ditekankan pada kemampuan manajemen dalam mengembangkan
modalnya untuk memperoleh laba yang rasional dan kemampuan manajemen
bank yang bersangkutan dalam mendukung perkembangan group-group usahanya,
serta pencapaian tujuan-tujuan tertentu yang telah digariskan oleh pimpinan dari
group yang bersangkutan.
43
Tingkat profitabilitas bagi kepentingan perpajakan dimaksudkan agar
dengan mempelajari laporan-laporan keuangan yang telah diumumkan maka
pihak pajak akan dapat lebih mudah menjalankan tugasnya dalam menetapkan
besarnya pajak perseroan bagi bank yang bersangkutan.
Pemerintah juga berkepentingan untuk mengetahui tingkat profitabilitas
bank karena pemerintah menganggap bank sebagai kesatuan usaha yang vital
dengan tugas untuk membantu mengatur kegiatan perekonomian negara pada
umumnya dan kegiatan moneter pada khususnya. Bank-bank terutama bank
pemerintah merupakan alat untuk melaksanakan kebijakan pemerintah di bidang
moneter. Mengingat kedudukannya strategis tidaklah mengherankan apabila Bank
Indonesia merasa perlu mengadakan pengawasan dan pembinaan yang intensif
terhadap bank-bank pemerintah maupun swasta dalam hal penentuan CAR atau
rasio kecukupan modal yang harus dipenuhi oleh setiap bank.
Karyawan juga berkepentingan untuk mengetahui tingkat profitabilitas
suatu bank. Para karyawan tentu sangat berkepentingan untuk mengetahui posisi
dan kondisi keuangan dimana ia bekerja, karena dengan mengetahui
perkembangan keuangan perusahaaan para karyawan juga berkepentingan
terhadap penghasilan yang diterimanya maupun pembagian laba atau bonus yang
akan diterimanya tiap akhir tahun apakah sudah sepadan dengan pengorbanan
yang diberikan kepada bank dimana ia bekerja. Bank sebagai perusahaan jasa
memang selayaknya kesejahteraan karyawan harus mendapatkan perhatian yang
lebih, mengingat para karyawan tersebut merupakan faktor produksi yang utama.
44
Untuk kepentingan manajemen bank sendiri yaitu dalam mengelola bank
yang bersangkutan, para pejabat bank perlu mengatur posisi likuiditasnya. Berapa
besar tingkat likuiditas yang perlu dipertahankan agar tetap bisa beroperasi dan
dapat mempertahankan tingkat profitabilitasnya. Di samping itu, untuk mengatur
semaksimal mungkin pemanfaatan earning asset-nya, serta mengatur apakah
permodalan yang diperlukan telah memadai atau tidak.
2.5 Kerangka Berpikir
2.5.1 Hubungan CAR, likuiditas dan BOPO secara simultan terhadap
profitabilitas
Bila CAR suatu bank rendah, kemampuan bank untuk survive pada saat
mengalami kerugian juga rendah. Modal sendiri cepat habis untuk menutup
kerugian yang dialami, maka kemampuan bank diragukan oleh masyarakat dan
akhirnya kelangsungan usaha bank menjadi terganggu. Penurunan CAR
berpengaruh pada penurunan profitabilitas. Ada 2 (dua) penyebab CAR rendah
yaitu terkikisnya modal perbankan akibat negative spread dan peningkatan aset
yang tidak didukung dengan peningkatan modal. Berdasarkan hal tersebut di atas,
menunjukkan risiko yang dipikul bank semakin bertambah besar karena
rendahnya modal sebagai penyangga risiko yang dapat melindungi nasabah. CAR
yang rendah dapat menyebabkan turunnya kepercayaan nasabah yang pada
akhirnya dapat menurunkan profitabilitas bank.
Berdasarkan riset yang dilakukan Bank Indonesia tentang cost and benefit
kebijakan BLBI pada masa krisis, menyebutkan bahwa adanya peningkatan Non
45
Performing Loans (NPL) yang terjadi pada masa krisis secara langsung
berpengaruh terhadap menurunnya likuiditas bagi sektor perbankan, karena tidak
ada uang masuk baik yang berupa pembayaran pokok ataupun bunga pinjaman
dari kredit-kredit yang macet. (Bank Indonesia, 2002: 52). Sehingga bila hal ini
dibiarkan maka akan berpengaruh terhadap hilangnya kepercayaan masyarakat.
Menekan biaya operasional dan meningkatkan pendapatan operasional
akan berpengaruh juga terhadap profitabilitas bank. Dengan rendahnya biaya yang
dikeluarkan dalam menghasilkan keuntungan yang dicapai perusahaan, maka akan
mengakibatkan tingginya efisiensi operasional bank dan selanjutnya akan
berpengaruh terhadap tingkat profitabilitas yang semakin meningkat pula.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Enderayanti (2005) menyebutkan
bahwa besar CAR dan LDR secara bersama-sama berpengaruh terhadap
profitabilitas bank, dan Natabuana (2004) dalam penelitiannya juga menyebutkan
adanya pengaruh yang signifikan antara CAR, GWM dan BOPO terhadap
profitabilitas secara simultan.
Hubungan keempat variabel tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
CAR ( X1 )
Likuiditas ( X2 )
BOPO ( X3 )
Profitabilitas ( Y )
46
2.5.2 Hubungan CAR dengan profitabilitas
Permasalahan modal adalah berapa modal yang harus disediakan oleh
pemilik sehingga keamanan dana pihak ketiga dapat terjaga? Modal juga
digunakan untuk menambah aktiva yang ada untuk menciptakan profit. Modal
terlalu besar akan dapat mempengaruhi jumlah perolehan laba. Modal yang terlalu
kecil di samping akan membatasi kemampuan ekspansi bank juga akan
mempengaruhi penilaian khususnya para deposan, debitur dan pemegang saham.
Indikator yang digunakan untuk mengukur kecukupan modal suatu bank
adalah CAR. CAR merupakan rasio keuangan untuk mengukur permodalan yang
dimiliki perusahaan (Kasmir,2003:277). CAR mengukur sampai sejauh mana
kemampuan permodalan bank dalam mengantisipasi penurunan aktiva.
Rasio kecukupan modal adalah perbandingan antara modal risiko dengan
aktiva yang mengandung risiko (Sinungan,1993:160). Besarnya CAR akan
digunakan untuk mengukur kemampuan bank menanggung risiko yang mungkin
timbul atas aktiva. Risiko yang digunakan disini sesuai dengan prinsip yang
digunakan BIS (Bank for International Settlement), yaitu risiko aktiva dalam arti
luas. Artinya risiko aktiva ini menyangkut baik aktiva yang tercantum dalam
neraca maupun aktiva yang bersifat administratif sebagaimana tercermin pada
kewajiban yang masih bersifat kontijen dan atau komitmen yang disediakan oleh
bank bagi pihak ketiga. Seperti diketahui risiko dalam arti luas dapat timbul baik
47
dalam bentuk risiko kredit maupun risiko yang terjadi karena fluktuasi harga
surat-surat berharga, dan tingkat bunga serta nilai tukar valuta asing.
Secara teoritis bank yang mempunyai CAR yang tinggi sangatlah baik
karena bank ini mampu menanggung risiko yang mungkin timbul. Adanya modal
yang cukup yang disediakan oleh pemilik sehingga kredit menjadi lebih luas dan
adanya risiko yang kecil sehingga semuanya itu akan berpengaruh positif terhadap
profitabilitas. CAR yang tinggi menunjukkan semakin stabil usaha bank karena
adanya kepercayaan masyarakat yang stabil.
Penetapan CAR sebagai variabel yang mempengaruhi profitabilitas
didasarkan penelitian Werdaningtyas (2002), yaitu CAR berpengaruh positif
terhadap profitabilitas. CAR dihubungkan dengan tingkat risiko bank. Semakin
kecil risiko suatu bank maka semakin besar keuntungan yang diperoleh bank
(Kuncoro,2002:573). Tingginya rasio capital dapat melindungi nasabah, yang
dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap bank sehingga
profitabilitas dapat meningkat. Menurut penelitian yang dilakukan Werdaningtyas
(2002) menyatakan bahwa CAR mempunyai pengaruh yang dominan terhadap
profitabilitas bank, peningkatan asset maupun CAR akan meningkatkan
profitabilitas secara signifikan. Hadi (2003), Natabuana (2004), dan Enderayanti
(2005) berpendapat yang sama dalam penelitiannya, yang menyatakan bahwa
CAR berpengaruh positif terhadap profitabilitas. Sedangkan Hamid (2005)
menyatakan hasil yang kontradiktif, hasil penelitiannya menyatakan bahwa CAR
tidak berpengaruh terhadap profitabilitas.
Hubungan kedua variabel tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
48
Pengaruh
2.5.3 Hubungan likuiditas dengan profitabilitas
Likuiditas adalah besarnya dana yang likuid yang disediakan oleh
manajemen untuk memenuhi penarikan dana para nasabahnya. Dana yang
disediakan ini meliputi penarikan dana tabungan maupun penarikan dana untuk
pencairan kredit yang telah disetujui. Semakin besar dana yang disediakan (aktiva
likuid) membuat bank semakin baik karena mampu memenuhi permintaan
nasabahnya. Selain itu likuiditas yang tinggi akan memaksa manajemen untuk
menanamkan dananya dalam bentuk aktiva likuid, sehingga bank kesulitan untuk
menciptakan kredit baru. Hal ini sangatlah berbahaya karena akan mengurangi
kemampuan bank untuk memperoleh profit.
Pengukuran likuiditas adalah pengukuran yang sifatnya dilematis, karena
di satu sisi usaha bank yang utama adalah memasarkan dan/ atau memutar uang
para nasabahnya untuk mendapatkan keuntungan. Artinya bisnis perbankan harus
memaksimalkan pemasaran uangnya dan sekecil mungkin mencegah uang
”nganggur” (idle money). Di sisi lain, untuk dapat memenuhi kewajibannnya
terhadap para deposan dan debitur yang sewaktu-waktu menarik dananya dari
bank, bank dituntut selalu dalam posisi siap membayar, yang artinya bank harus
mempunyai cadangan uang ”nganggur” yang cukup.
Di kalangan perbankan sejak dahulu timbul pertentangan kepentingan
(conflict of interest) antara liquidity dan profitability. Artinya, bila ingin
mempertahankan posisi likuiditas dengan memperbesar cadangan kas, maka bank
tidak akan memakai seluruh lonable funds yang ada karena sebagian
CAR Profitabilitas
49
dikembalikan lagi dalam bentuk cadangan tunai (cash reserve)
(Sinungan,1993:98). Ini berarti usaha pencapaian rentabilitas (profitability) akan
berkurang.
Kebijaksanaan likuiditas umum sebuah bank sesungguhnya adalah
menentukan berapa jumlah dana yang akan ditahan dalam bentuk uang tunai atau
surat berharga (securities) dan berapa akan ditempatkan sebagai kredit dengan
berbagai tipenya, dengan mengingat informasi tentang sifat deposito-deposito
bank. Ada saling berhubungan antara tipe deposito dengan tipe aktiva yang
diperoleh dari deposito tersebut (American Institute of Banking,1995:90). Sebagai
contoh, perhatikanlah sebuah bank yang para deposannya terutama adalah
perseroan-perseroan dengan saldo deposito yang besar jumlahnya. Bank ini
memang patut memperkirakan fluktuasi yang menyolok dalam saldo depositonya
yang menunjukkan penarikan dan penyetoran mendadak dalam jumlah besar dari
para nasabahnya. Jelaslah pilihan aktiva bank ini dipengaruhi oleh situasi yang
demikian.
Karena uniknya permasalahan likuiditas tersebut, tidak ada perangkat standar
yang dapat dipakai untuk menentukan jumlah likuiditas yang tepat bagi sebuah
bank. Studi mengenai kebutuhan likuiditas akan menunjukkan bahwa banyak
terdapat situasi dan faktor yang berbeda-beda. Semua deposito tidaklah bergerak
ke arah yang sama (American Institute of Banking,1995:90).
Permasalahan likuiditas muncul karena adanya permintaan nasabah untuk
mencairkan dana (tabungan dan pencairan kredit yang telah disetujui) sehingga
bank harus selalu menyiapkan kasnya. Selain itu bank juga dituntut untuk
50
membayar bunga dan biaya-biaya operasinya sehingga dana yang telah diserap
harus disalurkan ke dalam bentuk kredit. Indikator yang digunakan untuk
mengukur likuiditas adalah LDR. LDR merupakan rasio untuk mengukur
komposisi jumlah kredit yang diberikan dibandingkan dengan jumlah dana
masyarakat dan modal sendiri yang digunakan. Rasio LDR juga merupakan
indikator kerawanan dan kemampuan dari suatu bank. Besarnya jumlah kredit
yang diberikan kepada masyarakat akan mempengaruhi besarnya laba yang
nantinya akan diterima oleh bank karena salah satu sumber pendapatan bank
adalah bunga kredit yang disalurkan (Hasibuan,2001:100). LDR dapat
berpengaruh terhadap profitabilitas didasarkan penelitian Philips Bourke dalam
Werdaningtyas (2002) bahwa LDR mempunyai pengaruh positif terhadap
profitabilitas. LDR berkaitan dengan dana bank yang disalurkan untuk
perkreditan, LDR merupakan salah satu ukuran untuk menghitung likuiditas bank.
Jika LDR tidak melebihi batas yang ditentukan maka bank tersebut dalam keadaan
likuid, sehingga akan menimbulkan kepercayaan masyarakat dan dengan
kepercayaan masyarakat tersebut akan dapat meningkatkan profitabilitas.
Sodikin (2002) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa LDR sangat
berpengaruh terhadap profitabilitas, ini ditunjukkan dengan tinggi rendahnya
tingkat LDR akan langsung mempengaruhi tinggi rendahnya profitabilitas, yaitu
LDR yang tinggi dalam hal ini tidak melebihi batas yang ditentukan maka akan
menaikkan profitabilitas yang berasal dari pendapatan bunga kredit. Hal ini akan
menunjukkan pentingnya menjaga tingkat likuiditas dalam meningkatkan
profitabilitas bank.
51
Penelitian yang sama dilakukan oleh Tiene Susanti (2003). Penelitian ini
menghubungkan antara rasio likuiditas, solvablitas dan rentabilitas studi kasus
pada PT. Bank Niaga. Rasio likuiditas bank diukur dengan LDR, untuk tingkat
solvabilitas digunakan rasio CAR, dan untuk tingkat rentabilitas diukur dengan
ROE. Hasil penelitiannya menyebutkan adanya hubungan yang dinamis antara
ketiganya. Sehingga ketiganya berhubungan positif terhadap naik turunnya harga
saham Bank Niaga (www.ekofeum.or.id/artikel.php?cid=23).
Sedangkan Werdaningtyas (2002) dan Enderayanti (2005) menyatakan
hasil yang kontradiktif, hasil penelitiannya menyatakan bahwa LDR berpengaruh
negatif terhadap profitabilitas.
Hubungan kedua variabel tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
Pengaruh
2.5.3 Hubungan efisiensi operasional dengan profitabilitas
Profitabilitas juga berhubungan dengan efisiensi operasional. Hasil akhir
dari aktivitas bank akan menghasilkan biaya dan juga keuntungan operasional.
Kedua hal ini mempengaruhi tingkat efisiensi operasional bank yaitu kemampuan
bank untuk menghasilkan keuntungan dari penggunaan aktivanya. Dengan
tingginya biaya yang dikeluarkan dalam mencapai keuntungan maka akan
menyebabkan rendahnya efisiensi operasional bank dan berdampak pada
menurunnya tingkat profitabilitas.
LDR Profitabilitas
52
Faktor efisiensi operasional diukur dengan menggunakan rasio BOPO,
yaitu kemampuan bank dalam mempertahankan tingkat keuntungannya agar dapat
menutupi biaya-biaya operasionalnya. Semakin efisien operasional, maka semakin
efisien pula dalam penggunaan aktiva untuk menghasilkan keuntungan.
Permasalahan efisiensi adalah seberapa efektif perbankan menggunakan sumber
daya seperti yang telah dianggarkan dan tidak boros dalam melakukan kegiatan
operasinya. Salah satu indikator yang digunakan untuk menentukan tingkat
efisiensi operasional suatu bank adalah biaya operasional dan pendapatan
operasional.
Menurut Siamat (1999), tingkat BOPO yang menurun menunjukkan
semakin tinggi efisiensi operasional yang dicapai perusahaan, hal ini berarti
semakin efisien aktiva bank dalam menghasilkan keuntungan. Penelitian yang
dilakukan Hadi (2003) dan Natabuana (2004), menyatakan bahwa variabel BOPO
mempunyai pengaruh negatif terhadap profitabilitas. Tetapi Hamid (2005)
menyatakan bahwa BOPO berpengaruh terhadap profitabilitas.
Hubungan kedua variabel tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
Pengaruh
2.6 Hipotesis
H1 = CAR, likuiditas, dan efisiensi operasional secara bersama-sama
(simultan) berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas.
H2 = CAR sebagai indikator likuiditas berpengaruh positif signifikan
terhadap profitabilitas
Efisiensi Operasional Profitabilitas
53
H3 = LDR sebagai indikator efisiensi operasional berpengaruh positif
signifikan terhadap profitabilitas
H4 = BOPO sebagai indikator efisiensi operasional berpengaruh negatif
signifikan terhadap profitabilitas
54
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Suharsimi,2002:108).
Dalam penelitian ini populasinya adalah seluruh perusahaan perbankan yang
terdaftar (listed) di Bursa Efek Jakarta (BEJ) sejak triwulan I sampai dengan
triwulan IV (periode Maret, Juni, September dan Desember) tahun 2004 yang
berjumlah 26 bank. Jumlah populasi bank go public tersebut meliputi seluruh
bank yang listing di BEJ. Nama-nama bank tersebut diperoleh dari Indonesian
Capital Market Directory.
Sampel adalah wakil dari populasi yang diteliti. Dalam pengambilan
sampel, teknik yang digunakan adalah teknik pemilihan sampel dengan
pertimbangan (purposive sampling). Syarat / kriteria dalam pengambilan sampel
tersebut adalah:
1. Bank menerbitkan laporan keuangan lengkap selama periode pengamatan.
2. Bank sedang tidak dibekukan kegiatan usahanya atau masuk dalam status
pengawasan khusus.
3. Tidak merger dengan bank lain.
Dari 26 bank yang terdaftar di BEJ diperoleh jumlah sampel terpilih sebanyak 22
bank. Sedangkan sisanya sebanyak 4 bank tidak memenuhi kriteria sampel yang
ditentukan. Penelitian ini mengambil data selama empat periode triwulan di tahun
2004, sehingga jumlah sampel (N) menjadi 88 buah yang diperoleh dari perkalian
jumlah perusahaan sampel dengan jumlah periode pengamatan.
55
3.2 Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah objek penelitian atau sesuatu yang menjadi titik
perhatian. Variabel dibedakan menjadi dua yaitu variabel dependen dan variabel
independen. Variabel dependen (terikat) adalah variabel yang nilainya tergantung
dari nilai variabel lain (Y) dan variabel independen (bebas) adalah variabel yang
nilainya tidak tergantung pada variabel lain (X) (Algifari, 2000:2).
1. CAR sebagai variabel bebas (X1), yaitu rasio kecukupan modal pada bank.
Dalam penelitian ini CAR adalah CAR pada laporan keuangan bank yang
terdaftar di BEJ selama periode triwulan tahun 2004. Data CAR diperoleh dari
laporan perhitungan rasio keuangan yang dipublikasikan melalui internet.
CAR dapat diperoleh dengan cara:
CAR = ATMR
sendirialmod x 100%
(Susilo,2000:28)
2. Likuiditas sebagai variabel bebas (X2), dalam hal ini adalah LDR yaitu
perbandingan antara dana yang dikucurkan ke masyarakat dengan dana yang
tersimpan dalam bank. Dalam penelitian ini LDR pada laporan keuangan bank
yang terdaftar di BEJ selama periode triwulan tahun 2004. Data LDR
diperoleh dari laporan perhitungan rasio keuangan yang dipublikasikan
melalui internet. LDR dapat diperoleh dengan cara:
LDR = ketigapihakdana
kredittotal x 100%
(Siamat,1993:269)
56
3. Efisiensi operasional sebagai variabel bebas (X3), yaitu rasio yang digunakan
untuk mengukur besarnya efisiensi operasional adalah perbandingan antara
biaya operasional dengan pendapatan operasional. Dalam penelitian ini BOPO
pada laporan keuangan bank yang terdaftar di BEJ selama periode triwulan
tahun 2004. Data BOPO diperoleh dari laporan perhitungan rasio keuangan
yang dipublikasikan melalui internet. BOPO dapat diperoleh dengan cara:
BOPO = loperasionapendapatan
loperasionabiaya x 100%
(Dendawijaya,2003:121)
4. ROA sebagai variabel terikat (Y) adalah rasio yang digunakan untuk
mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh profitabilitas dan
managerial efficiency secara overall. Dalam penelitian ini ROA pada laporan
keuangan bank yang terdaftar di BEJ selama periode triwulan tahun 2004.
Data ROA diperoleh dari laporan perhitungan rasio keuangan yang
dipublikasikan melalui internet. ROA dapat diperoleh dengan cara (Tim Editor
BI,1999:280):
ROA = assetstotal
incomenet x 100%
3.3 Metode Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini, penulis
menggunakan beberapa metode pengumpulan data sebagai berikut:
1. Metode dokumentasi
Metode dokumentasi digunakan sebagai dasar menganalisis data. Dalam hal
ini dokumentasinya berupa data informasi keuangan maupun data lain yang
57
mendukung. Dalam penelitian ini metode dokumentasi digunakan untuk
mengungkap perhitungan rasio keuangan dalam hal ini ialah CAR, likuiditas
(LDR), efisiensi operasional (BOPO), dan profitabilitas (ROA).
2. Metode browsing
Metode pengumpulan data yang dilakukan dengan pencarian atau membaca
data-data yang bersumber dari situs Bank Indonesia yang ada di internet.
3.4 Metode Analisis Data
Analisis data adalah cara-cara mengolah data yang telah terkumpul untuk
kemudian dapat memberikan interpretasi. Hasil pengolahan data ini digunakan
untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan. Penelitian ini
menggunakan analisis deskriptif dan analisis statistik untuk mengukur pengaruh
CAR, likuiditas, dan efisiensi operasional terhadap profitabilitas.
1) Analisis deskriptif, yang meliputi:
a. Besarnya CAR dicari dengan membandingkan modal sendiri dengan
Aktiva Tertimbang Menurut Risiko. Perbandingan ini dicari untuk
mengukur kemampuan bank menanggung risiko-risiko yang mungkin
terjadi sehingga kebutuhan nasabah akan terjamin.
Menurut SK DIR BI No. 30/11/KEP/DIR tanggal 30 April 1997 CAR
tidak boleh kurang dari 8%. Dan sebagaimana terdapat dalam Surat
Keputusan Bersama Menteri Keuangan Republik Indonesia dan Gubernur
Bank Indonesia Nomor 53/KMK.017/1999 dan Nomor 31/12/KEP/GBI
tanggal 8 Februari 1999 yang menegaskan pencapaian rasio kewajiban
58
pemenuhan modal minimum sebesar 8% pada akhir tahun 2001.
Keputusan ini mengacu pada keputusan Bank for International Settlement,
sebuah lembaga yang diakui sebagai Bank Sentral Global yang
keputusannya harus diikuti oleh bank di seluruh Indonesia.
Berikut Tabel 3.1 secara rinci ketentuan tingkat CAR dari Bank Indonesia:
Tabel 3.1 Standar Pengukuran Tingkat CAR
Tingkat Predikat
8% ke atas Sehat
6,4% – 7,9% Kurang sehat
Di bawah 6,4% Tidak sehat
Sumber : www.bi.go.id
b. Likuiditas, dapat dicari menggunakan indikator LDR yaitu dengan cara
membandingkan total kredit terhadap dana pihak ketiga. Perbandingan ini
untuk menunjukkan kemampuan likuiditas bank untuk menjadikan
kreditnya sebagai sumber likuiditas. Bank Indonesia mengisyaratkan
tingkat LDR yang baik di bawah 93,75%. Sedangkan secara rinci ukuran
tingkat LDR dari BI tampak pada Tabel 3.2 berikut ini:
Tabel 3.2 Standar Pengukuran Tingkat LDR
Tingkat Predikat
Di bawah 93,75% Sehat
93,76% - 97,5% Cukup sehat
97,6% - 101,25% Kurang sehat
Di atas 101,25% Tidak sehat
Sumber : www.bi.go.id
c. Efisiensi operasional, dapat diukur dengan cara membandingkan antara
biaya operasional dengan pendapatan operasional. Perbandingan ini untuk
59
mengukur efisiensi bank dalam menggunakan seluruh aktiva yang
dimiliki. Bank Indonesia menetapkan standar BOPO sebesar 93,75%.
Ketentuan tingkat BOPO dari Bank Indonesia tampak pada Tabel 3.3
berikut ini:
Tabel 3.3 Standar Pengukuran Tingkat BOPO
Tingkat Predikat
Di bawah 93,52% Sehat
93,52% - 94,72% Cukup sehat
94,72% - 95,92% Kurang sehat
Di atas 95,92% Tidak sehat
Sumber : www.bi.go.id
d. Profitabilitas. Untuk mengukur profitabilitas peneliti menggunakan rumus
ROA, yaitu dengan membandingkan antara laba sebelum pajak dengan
total aset. Perbandingan ini untuk mengukur seberapa besar kemampuan
bank untuk memperoleh laba dengan seluruh aktiva yang digunakan.
Bank Indonesia mengisyaratkan tingkat ROA yang baik di atas 1,22%.
Ketentuan tingkat ROA dari Bank Indonesia tampak pada Tabel 3.4.
Tabel 3.4 Standar Pengukuran Tingkat ROA
Tingkat Predikat
Di atas 1,22% Sehat
0,99% – 1,22% Cukup sehat
0,77% – 0,99% Kurang sehat
Di bawah 0,77% Tidak sehat
Sumber : www.bi.go.id
60
2) Analisis inferensial
Analisis inferensial adalah cara-cara mengolah data yang terkumpul
untuk kemudian dapat memberikan interpretasi. Hasil pengolahan data ini
digunakan untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan. Analisis ini
digunakan untuk menunjukkan hubungan antara variabel bebas (X) dengan
variabel terikat (Y). Rumus regresi linier berganda dicari dengan
persamaan:
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + e
Keterangan :
Y = variabel dependen atau variabel terikat (ROA)
a = konstanta persamaan regresi
b1 , b2 , b3 = koefisien regresi
X1 = variabel independen atau variabel bebas (CAR)
X2 = variabel independen atau variabel bebas (LDR)
X3 = variabel independen atau variabel bebas (BOPO)
Pembuktian hipotesis dilakukan dengan:
1. Uji F atau uji simultan
Uji F, yaitu untuk mengetahui sejauh mana variabel-variabel
independen secara simultan yang digunakan mampu menjelaskan variabel
dependen. Pembuktian dilakukan dengan cara membandingkan nilai kritis
F (Ftabel) dengan nilai Fhitung yang terdapat dalam tabel analysis of variance
SPSS Versi 10. Jika Fhitung lebih besar dari Ftabel maka keputusannya
menolak hipotesis nol (H0) dan menerima hipotesis alternatif (Ha). Arti
61
secara statistik data yang digunakan membuktikan bahwa semua variabel
independen (X1, X2 dan X3) berpengaruh terhadap variabel dependen (Y).
Atau uji F dengan probabilitas value dapat dilihat dari besar
probabilitas value dibandingkan dengan 0,05. Ha akan diterima jika
probabilitas kurang dari 0,05.
2. Uji t atau uji parsial
Uji t digunakan untuk menguji kemaknaan koefisien regresi parsial
(b) masing-masing variabel bebas. Pengambilan keputusan berdasarkan
perbandingan nilai thitung masing-masing koefisien regresi dengan nilai ttabel
(nilai kritis) sesuai dengan tingkat signifikansi yang digunakan. Nilai taraf
signifikansi ttabel sebesar 0,05. Dasar pengambilan keputusan yaitu jika
taraf signifikansi thitung > 0,05 maka menerima Ho dan menolak Ha artinya
variabel CAR, LDR dan BOPO secara parsial tidak berpengaruh terhadap
profitabilitas. Tetapi jika taraf signifikansi thitung < 0,05 maka menerima Ha
dan menolak Ho artinya variabel CAR, LDR, dan BOPO secara parsial
berpengaruh terhadap profitabilitas.
3. Koefisien determinasi (R2)
Dalam uji regresi linier berganda ini dianalisis pula besarnya
koefisien determinasi (R2) keseluruhan. R2 digunakan untuk mengukur
ketepatan yang paling baik dari analisis regresi berganda. Jika R2
mendekati 1 (satu) maka dapat dikatakan semakin kuat model tersebut
dalam menerangkan variasi variabel independen terhadap variabel
62
dependen. Sebaliknya jika R2 mendekati 0 (nol) maka semakin lemah
variasi variabel independen menerangkan variabel dependen.
3) Analisis ekonometri
Analisis ekonometri juga dapat disebut sebagai uji prasyarat dari model
regresi linier berganda yang akan diujikan. Model regresi yang baik harus
menghasilkan estimator linier tidak bias yang terbaik (Best Linear Unbias
Estimator / BLUE) (Algifari,2000:83). Kondisi akan terjadi jika dipenuhi
beberapa asumsi, yang disebut dengan asumsi klasik. Analisis ekonometri yang
digunakan yaitu:
1. Uji normalitas
Tujuan dari uji normalitas adalah untuk menentukan apakah variabel
berdistribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki
distribusi data normal atau mendekati normal. Pengujian normalitas dapat dilihat
dari grafik normal probability plot. Apabila variabel berdistribusi normal, maka
penyebaran plot akan berada di sekitar dan di sepanjang garis 450
(Santoso,2001:253).
2. Uji multikolinieritas
Uji ini bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya
korelasi antar variabel bebas. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi
korelasi di antara variabel bebas. Untuk mendeteksi adanya multikolinieritas dapat
dilakukan dengan mencari besarnya Variance Inflation Factor (VIF) dan nilai
tolerance-nya. Jika nilai VIF kurang dari 10 dan nilai tolerance-nya lebih dari 0,1
maka model regresi bebas dari multikolinieritas.
63
3. Uji heteroskedastisitas
Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi
ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain.
Untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan uji Glejser,
yaitu meregres nilai absolut residual terhadap variabel independen
(Ghozali,2005:108). Jika nilai signifikan hitung lebih besar dari Alpha = 5%,
maka tidak ada masalah heteroskedastisitas. Tetapi jika nilai signifikan hitung
kurang dari Alpha = 5% maka dapat disimpulkan bahwa model regresi terjadi
heteroskedastisitas.
4. Uji autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan
pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Masalah autokorelasi muncul pada
observasi yang menggunakan data runtut waktu (time series) karena “gangguan”
pada seseorang/individu/kelompok cenderung mempengaruhi “gangguan” pada
individu/kelompok yang sama pada periode berikutnya. Pada data cross section
(silang waktu), masalah autokorelasi relatif jarang terjadi karena “gangguan” pada
observasi yang berbeda berasal dari individu/kelompok yang berbeda. Untuk
mendeteksi terjadinya autokorelasi atau tidak dalam suatu model regresi dilakukan
dengan menggunakan uji Durbin Watson (DW). Jika nilai DW lebih besar dari
batas atas (du) dan kurang dari 4 – du, maka dapat disimpulkan bahwa dalam
model regresi tidak terjadi autokorelasi (Ghozali,2005:98).
64
Semua perhitungan untuk menginterpretasikan analisis data inferensial digunakan
program SPSS.
65
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Deskripsi sampel penelitian
Penelitian ini populasinya adalah seluruh perusahaan perbankan yang
terdaftar (listed) di Bursa Efek Jakarta (BEJ) sejak triwulan I sampai dengan
triwulan IV (periode Maret, Juni, September dan Desember) tahun 2004 yang
berjumlah 26 bank. Jumlah populasi bank go public tersebut meliputi seluruh
bank yang listing di BEJ. Nama-nama bank tersebut diperoleh dari Indonesian
Capital Market Directory.
Sampel adalah wakil dari populasi yang diteliti. Dalam pengambilan
sampel, teknik yang digunakan adalah teknik pemilihan sampel dengan
pertimbangan (purposive sampling). Dari 26 bank yang terdaftar di BEJ diperoleh
jumlah sampel terpilih sebanyak 22 bank. Sedangkan sisanya sebanyak 4 bank
tidak memenuhi kriteria sampel yang ditentukan. Nama bank-bank tersebut dapat
dilihat pada Tabel 4.1. Dari Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa bank yang berdiri
antara tahun 1913 sampai tahun 1940 sebanyak satu bank, antara tahun 1941
sampai tahun 1970 sebanyak 12 bank, dan bank yang berdiri antara tahun 1971
sampai tahun 2000 sebanyak 9 bank.
66
Tabel 4.1 Bank-bank yang Terdaftar di BEJ Triwulan I – IV Tahun 2004
No. Nama Bank Tahun Berdiri 1 PT. Bank Arta Niaga Kencana, Tbk 1969 2 PT. Bank Buana Indonesia, Tbk 1956 3 PT. Bank Bumiputera Indonesia, Tbk 1989 4 PT. Bank Central Asia, Tbk 1955 5 PT. Bank Danamon Indonesia, Tbk 1956 6 PT. Bank Eksekutif Internasional, Tbk 1992 7 PT. Bank Internasional Indonesia, Tbk 1959 8 PT. Inter Pacific Bank, Tbk 1992 9 PT. Bank Kesawan, Tbk 1913 10 PT. Lippo Bank, Tbk 1948 11 PT. Bank Mandiri (Persero), Tbk 1999 12 PT. Bank Mayapada Internasional, Tbk 1989 13 PT. Bank Mega, Tbk 1969 14 PT. Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk 1946 15 PT. Bank Niaga, Tbk 1955 16 PT. Bank NISP, Tbk 1941 17 PT. Bank Nusantara Parahyangan, Tbk 1972 18 PT. Pan Indonesia Bank, Tbk 1971 19 PT. Bank Permata, Tbk 2002 20 PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk 1968 21 PT. Bank Swadesi, Tbk 1968 22 PT. Bank Victoria Internasional, Tbk 1992
Sumber: Indonesian Capital Market Directory, 2005
Deskripsi yang dapat digambarkan dari ke 22 bank tersebut
dikelompokkan menurut status perusahaan seperti dalam tabel berikut.
Tabel 4.2 Status Bank-bank Sampel Penelitian
No. Status Bank Jumlah Persentase 1 BUMN 4 18,18%2 PMDN 17 77,27%3 Joint Venture 1 4,55% Jumlah 22 100%
Berdasarkan Tabel 4.2 menunjukkan bahwa status perusahan perbankan
yang tergabung dalam BEJ dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu Badan Usaha
67
Milik Negara (BUMN), Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan joint
venture. Bank yang berstatus BUMN ada empat yaitu PT. Bank Danamon, PT.
Bank Mandiri (Persero), PT. Bank Negara Indonesia dan PT. Bank Rakyat
Indonesia. Bank yang berstatus joint venture hanya ada satu yaitu PT. Bank Inter
Pacific, sedangkan sisanya sebanyak 17 bank berstatus PMDN.
4.1.2 Deskripsi variabel penelitian
Deskripsi variabel penelitian merupakan bagian dari hasil penelitian yang
berguna untuk menggambarkan tingkat variabel bebas dan variabel terikat.
Berikut akan dijelaskan beberapa variabel tersebut.
a. Variabel Y (ROA)
Variabel ini merupakan variabel terikat (Y), artinya variabel yang terikat
sesuai dengan besar kecilnya variabel bebas. ROA merupakan rasio profitabilitas
bank. Rasio ini dicari dengan membandingkan antara laba bersih dalam satu
periode dengan jumlah aktiva yang digunakan. Besarnya ROA merupakan
gambaran kemampuan bank untuk memperoleh laba (pengembalian aset) yang
digunakan dalam operasi perusahaan dengan menggunakan aset yang tersedia.
Semakin baik rasio ini, semakin baik pula kinerja perusahaan, karena bank
mampu mengembalikan aset yang digunakan. Sebaliknya semakin rendah rasio ini
mengindikasikan kinerja perusahaan yang kurang baik, karena bank kurang
mampu mengembalikan aset yang digunakan.
Data ROA diperoleh dari laporan keuangan publikasi triwulanan
perhitungan rasio keuangan 22 bank sejak triwulan I hingga triwulan IV selama
68
tahun 2004. Dan dapat diringkas besarnya ROA yang dicapai oleh masing-masing
objek pada periode TW I, TW II, TW III, dan TW IV yang tampak pada Tabel
4.3.
Tabel 4.3 ROA Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta Tahun 2004
Return On Asset (ROA) % Rata-rata Kriteria No. Nama Bank
Maret Juni Sept. Des. (TW I) (TW II) (TW III) (TW IV) 1 PT. Bank Arta Niaga Kencana, Tbk 1.24 1.23 1.19 1.58 1.31 sehat 2 PT. Bank Buana Indonesia, Tbk 3.15 2.75 2.67 2.66 2.81 sehat 3 PT. Bank Bumiputera Indonesia, Tbk 1.08 1.32 1.43 1.27 1.27 sehat 4 PT. Bank Central Asia, Tbk 3.19 3.11 3.2 3.21 3.18 sehat 5 PT. Bank Danamon Indonesia, Tbk 3.78 4.22 4.47 4.51 4.24 sehat 6 PT. Bank Eksekutif Internasional, Tbk 4.61 2.91 2.57 1.06 2.79 sehat 7 PT. Bank Internasional Indonesia, Tbk 3.17 2.48 2.38 2.35 2.6 sehat 8 PT. Inter Pacific Bank, Tbk 1.66 20.19 14.58 24.61 15.26 sehat 9 PT. Bank Kesawan, Tbk 2.96 1.48 1.37 0.37 1.54 sehat
10 PT. Lippo Bank, Tbk 0.84 0.8 1.2 3.33 1.54 sehat 11 PT. Bank Mandiri (Persero), Tbk 4.13 3.76 3.59 3.19 3.67 sehat 12 PT. Bank Mayapada Internasional, Tbk 1.99 2.48 2.25 2.1 2.2 sehat 13 PT. Bank Mega, Tbk 4.8 3.56 3.25 2.99 3.65 sehat 14 PT. Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk 2.41 2.44 2.43 2.45 2.43 sehat 15 PT. Bank Niaga, Tbk 3.76 3.33 3.04 2.91 3.26 sehat 16 PT. Bank NISP, Tbk 2.19 2.32 2.4 2.5 2.35 sehat 17 PT. Bank Nusantara Parahyangan, Tbk 1.52 1.59 1.63 1.98 1.68 sehat 18 PT. Pan Indonesia Bank, Tbk 3.15 3.38 4.23 5.63 4.1 sehat 19 PT. Bank Permata, Tbk 1.8 2 2.3 2.3 2.1 sehat 20 PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk 5.78 5.32 5.81 5.77 5.67 sehat 21 PT. Bank Swadesi, Tbk 2.55 2.65 2.55 2.34 2.52 sehat 22 PT. Bank Victoria Internasional, Tbk 0.74 0.77 1.09 1.54 1.03 cukup sehat
Rata-rata 2.75 3.37 3.16 3.67 3.24 sehat
Sumber: www.bi.go.id (Data Olahan 2006)
Dari Tabel 4.3 dapat diketahui bahwa rata-rata ROA TW I adalah 2,75%.
Pada periode tersebut bank yang mempunyai tingkat ROA paling tinggi adalah
PT. Bank Rakyat Indonesia yaitu sebesar 5,78% dan yang mempunyai tingkat
ROA paling rendah adalah PT. Bank Victoria Internasional yaitu sebesar 0,74%.
Sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia bahwa standar ROA yang baik di atas
69
1,22%. Merujuk dari ketentuan Bank Indonesia tersebut, maka pada TW I banyak
bank yang nilai ROA-nya di atas ketentuan Bank Indonesia. Sedangkan bank yang
tingkat ROA-nya tidak sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yaitu PT. Lippo
Bank, PT. Bank Bumiputera Indonesia dan PT. Bank Victoria Internasional.
Pada periode TW II rata-rata ROA mengalami kenaikan menjadi 3,37%.
Di TW II bank yang mempunyai ROA paling tinggi adalah PT. Inter Pacific Bank
yaitu sebesar 20,19% dan yang mempunyai tingkat ROA paling rendah adalah PT.
Bank Victoria Internasional yaitu sebesar 0,77%. Pada periode TW II bank yang
tingkat ROA-nya tidak sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia adalah PT. Lippo
Bank dan PT. Bank Victoria Internasional. Dan ada 20 bank yang tingkat ROA-
nya sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia.
Untuk TW III rata-rata ROA mengalami penurunan menjadi 3,16%. Di
TW III bank yang mempunyai ROA paling tinggi adalah PT. Inter Pacific Bank
yaitu sebesar 14,58% dan yang mempunyai tingkat ROA paling rendah adalah PT.
Bank Victoria Internasional yaitu sebesar 1,09%. Pada periode TW III bank yang
tingkat ROA-nya tidak sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia bertambah
menjadi tiga bank yaitu PT. Bank Arta Niaga Kencana, PT. Lippo Bank dan PT.
Bank Victoria Internasional.
Pada TW IV rata-rata ROA meningkat lagi menjadi 3,67%. Di TW IV
bank yang mempunyai ROA paling tinggi adalah PT. Inter Pacific Bank yaitu
sebesar 24,61% dan yang mempunyai tingkat ROA paling rendah adalah PT.
Bank Kesawan yaitu sebesar 0,37%. Pada periode TW IV bank yang tingkat
70
ROA-nya tidak sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia adalah PT. Bank
Kesawan dan PT. Bank Eksekutif Internasional.
Rata-rata ROA 22 bank selama empat periode triwulan di tahun 2004
adalah sebesar 3,24% dengan kriteria sehat. Secara keseluruhan PT. Inter Pacific
Bank merupakan bank yang mempunyai rata-rata tingkat ROA tertinggi yaitu
sebesar 15,26%. Hal ini dikarenakan bank tersebut mampu menghasilkan laba
pada periode TW I, TW II, TW III dan TW IV. Sedangkan PT. Bank Victoria
Internasional merupakan bank yang paling rendah rata-rata tingkat ROA-nya yaitu
sebesar 1,03%. Dari 22 bank tersebut, bank yang mempunyai tingkat ROA di atas
1,22% atau yang sehat berjumlah 21 bank dan cukup sehat 1 bank (lihat tabel 4.3).
Bila kita lihat perkembangan rata-rata besarnya ROA pada periode TW I
sampai dengan TW IV selalu mengalami fluktuasi. Pada TW I rata-rata ROA
sebesar 2,75%. Pada TW II besarnya rata-rata ROA yang dicapai bank naik
menjadi 3,37% dari TW I. Pada TW III dan TW IV ROA yang dicapai selalu
mengalami kenaikan, yaitu masing-masing sebesar 3,16% dan 3,67%.
b. Variabel CAR
CAR merupakan rasio kecukupan modal bank. Besar CAR yang
digunakan dalam penelitian ini dicari dengan membandingkan antara jumlah
modal sendiri dengan Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR)
(Susilo,2000:28). Kecukupan modal merupakan faktor yang sangat penting bagi
bank dalam rangka pengembangan usaha dan menampung risiko kerugian. Bank
Indonesia menetapkan CAR yaitu kewajiban penyediaan modal minimum yang
71
harus selalu dipertahankan oleh setiap bank sebagai suatu proporsi tertentu dari
total ATMR.
Data CAR diperoleh dari laporan keuangan publikasi triwulanan
perhitungan rasio keuangan 22 bank sejak triwulan I hingga triwulan IV selama
tahun 2004. Dan dapat diringkas besarnya CAR yang dicapai oleh masing-masing
objek pada periode TW I, TW II, TW III, dan TW IV yang tampak pada Tabel
4.4.
Tabel 4.4 CAR Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta Tahun 2004
Capital Adequacy Ratio (CAR) % Rata-rata Kriteria No. Nama Bank
Maret Juni Sept. Des. (TW I) (TW II) (TW III) (TW IV) 1 PT. Bank Arta Niaga Kencana, Tbk 22.13 21.08 20.6 20.99 21.2 sehat 2 PT. Bank Buana Indonesia, Tbk 23.12 21.61 23.28 22.12 22.53 sehat 3 PT. Bank Bumiputera Indonesia, Tbk 10.03 9.57 10.01 10.16 9.94 sehat 4 PT. Bank Central Asia, Tbk 30.53 28.65 25.84 23.95 27.24 sehat 5 PT. Bank Danamon Indonesia, Tbk 38.31 33.27 31.87 27 32.61 sehat 6 PT. Bank Eksekutif Internasional, Tbk 11.39 15.12 15.83 14.69 14.26 sehat 7 PT. Bank Internasional Indonesia, Tbk 23.28 21.97 21.53 20.89 21.92 sehat 8 PT. Inter Pacific Bank, Tbk 38.82 111.14 185.28 148.09 120.83 sehat 9 PT. Bank Kesawan, Tbk 16.06 14.83 14.32 12.58 14.45 sehat
10 PT. Lippo Bank, Tbk 18.37 18.26 18.84 20.87 19.08 sehat 11 PT. Bank Mandiri (Persero), Tbk 29.81 27.52 26.56 25.28 27.3 sehat 12 PT. Bank Mayapada Internasional, Tbk 14.51 14.1 16.08 14.43 14.78 sehat 13 PT. Bank Mega, Tbk 16.38 14.11 13.34 13.53 14.34 sehat 14 PT. Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk 19.13 19.88 18.48 17.13 18.67 sehat 15 PT. Bank Niaga, Tbk 13.63 11.61 11.01 10.29 11.63 sehat 16 PT. Bank NISP, Tbk 15.48 14.6 14.37 15.11 14.89 sehat 17 PT. Bank Nusantara Parahyangan, Tbk 14.39 13.76 12.9 12.86 13.48 sehat 18 PT. Pan Indonesia Bank, Tbk 42.84 40.26 39.55 40.19 40.71 sehat 19 PT. Bank Permata, Tbk 12.8 12.3 12 11.4 12.12 sehat 20 PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk 20.99 20.36 19.65 17.89 20.47 sehat 21 PT. Bank Swadesi, Tbk 27.37 26.75 25.61 25.95 26.42 sehat 22 PT. Bank Victoria Internasional, Tbk 12.39 14.7 14.46 14.92 14.12 sehat Rata-rata 21.44 23.88 26.88 24.56 24.19 sehat
Sumber: www.bi.go.id (Data Olahan 2006)
72
Dari Tabel 4.4 dapat diketahui bahwa rata-rata CAR TW I adalah 21,44%.
Pada periode tersebut bank yang mempunyai tingkat CAR tertinggi adalah PT.
Bank Pan Indonesia yaitu sebesar 42,84% dan yang mempunyai tingkat CAR
terendah adalah PT. Bank Bumiputera Indonesia yaitu sebesar 10,03%. Sesuai
dengan ketentuan Bank Indonesia bahwa capital adequacy ratio minimal 8%,
maka dari itu sesuai dengan ketentuan BI pada TW I tidak ada bank yang nilai
CAR-nya di bawah ketentuan Bank Indonesia.
Rata-rata CAR di TW II mengalami kenaikan menjadi 23,88%. Di TW II
bank yang mempunyai CAR paling tinggi adalah PT. Inter Pacific Bank yaitu
sebesar 111,14% dan yang mempunyai tingkat LDR paling rendah adalah PT.
Bank Bumiputera Indonesia yaitu sebesar 9,57%. Pada periode TW II tingkat
CAR pada bank yang go public telah sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia,
karena tidak ada yang kurang dari 8%.
Untuk TW III rata-rata CAR naik menjadi 26,88%. Di TW III bank yang
mempunyai CAR paling tinggi adalah PT. Inter Pacific Bank yaitu sebesar
185,28% dan yang mempunyai tingkat CAR paling rendah adalah PT. Bank
Bumiputera Indonesia yaitu sebesar 10,01%. Pada periode TW III tidak ada bank
yang tingkat CAR-nya tidak sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia.
Pada TW IV rata-rata CAR mengalami penurunan lagi menjadi 24,56%.
Di TW IV bank yang mempunyai CAR paling tinggi adalah PT. Inter Pacific
Bank yaitu sebesar 148,09% dan yang mempunyai tingkat CAR paling rendah
adalah PT. Bank Bumiputera Indonesia yaitu sebesar 10,16%. Pada periode TW
IV semua bank tingkat CAR-nya sudah sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia.
73
Rata-rata CAR 22 bank selama empat periode triwulan di tahun 2004
adalah sebesar 24,19% dengan kriteria sehat. Secara keseluruhan PT. Inter Pacific
Bank merupakan bank yang mempunyai rata-rata tingkat CAR tertinggi yaitu
sebesar 120,83%. Dan PT. Bank Bumiputera Indonesia merupakan bank yang
paling rendah rata-rata tingkat CAR-nya yaitu sebesar 9,94%. Dari rata-rata
tingkat CAR selama empat periode, maka tingkat CAR ke-22 bank tersebut telah
sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yaitu lebih dari 8%.
Bila dilihat dari besarnya rata-rata CAR per periode dari TW I sampai
dengan TW IV selalu mengalami kenaikan kecuali pada TW IV. Pada TW I rata-
rata CAR sebesar 21,44%, TW II sebesar 23,88%, TW III sebesar 26,88% dan
TW IV turum menjadi 24,56%.
c. Variabel LDR
LDR merupakan rasio likuiditas bank. Rasio ini diukur dengan
membandingkan antara total kredit dengan dana pihak ketiga (terdiri dari
tabungan, giro dan deposito). Rasio ini digunakan untuk mengukur sampai
seberapa jauh dana pinjaman yang bersumber dari dana simpanan masyarakat.
Angka rasio yang tinggi menunjukkan bahwa dana pihak ketiga yang ditanamkan
dalam kredit besar. Kredit bukan merupakan aktiva yang likuid, sehingga semakin
tinggi rasio menggambarkan bank kurang likuid dan rasio yang rendah
mengindikasikan bank likuid.
Besarnya rasio LDR mengindikasikan besarnya likuiditas bank karena
bank yang mempunyai tingkat LDR yang tinggi mengindikasikan besarnya dana
masyarakat yang dapat ditarik sewaktu-waktu ditanamkan dalam bentuk kredit
74
besar, memungkinkan bank tidak dapat memenuhi penarikan dana oleh
masyarakat (mengingat kredit bukan merupakan aktiva yang mempunyai
likuiditas tinggi). Hal ini akan berpengaruh terhadap likuiditas bank.
Data LDR diperoleh dari laporan keuangan publikasi triwulanan
perhitungan rasio keuangan 22 bank sejak triwulan I hingga triwulan IV selama
tahun 2004. Dan dapat diringkas besarnya LDR yang dicapai oleh masing-masing
objek pada periode TW I, TW II, TW III, dan TW IV yang tampak pada Tabel
4.5.
Tabel 4.5 LDR Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta Tahun 2004
Loan Deposit Ratio (LDR) % Rata-rata Kriteria No. Nama Bank
Maret Juni Sept. Des. (TW I) (TW II) (TW III) (TW IV) 1 PT. Bank Arta Niaga Kencana, Tbk 70.54 77.81 79.65 71.26 74.81 sehat 2 PT. Bank Buana Indonesia, Tbk 46.62 47.88 54.63 58.55 51.92 sehat 3 PT. Bank Bumiputera Indonesia, Tbk 99.6 101.56 95.89 83.76 95.2 cukup sehat 4 PT. Bank Central Asia, Tbk 25.06 27.05 28.5 30.6 27.8 sehat 5 PT. Bank Danamon Indonesia, Tbk 54.5 63.16 71.93 72.49 65.52 sehat 6 PT. Bank Eksekutif Internasional, Tbk 91.2 84.2 84.59 89.98 87.49 sehat 7 PT. Bank Internasional Indonesia, Tbk 38.87 42.27 42.08 43.62 41.71 sehat 8 PT. Inter Pacific Bank, Tbk 257.15 265.48 269.16 471.21 315.75 tidak sehat 9 PT. Bank Kesawan, Tbk 46.36 47.2 46.25 52.32 48.03 sehat
10 PT. Lippo Bank, Tbk 20.55 20.44 22.15 22.66 21.45 sehat 11 PT. Bank Mandiri (Persero), Tbk 43.32 46.32 49.77 51.84 47.81 sehat 12 PT. Bank Mayapada Internasional, Tbk 79.78 74.71 69.22 73.74 74.36 sehat 13 PT. Bank Mega, Tbk 54.08 49.94 48.21 48.8 50.26 sehat 14 PT. Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk 49.08 50.81 50.49 55.1 51.37 sehat 15 PT. Bank Niaga, Tbk 72.88 78.66 84.36 85.37 80.32 sehat 16 PT. Bank NISP, Tbk 83.84 78.16 78.98 77.34 79.58 sehat 17 PT. Bank Nusantara Parahyangan, Tbk 48.57 48.47 49.45 52.39 49.72 sehat 18 PT. Pan Indonesia Bank, Tbk 72.13 71.13 71.01 72.93 71.8 sehat 19 PT. Bank Permata, Tbk 44.4 48.7 52 57.2 50.57 sehat 20 PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk 65.99 69.02 74.31 75.69 71.25 sehat 21 PT. Bank Swadesi, Tbk 68.3 60.02 62.97 54.11 61.35 sehat 22 PT. Bank Victoria Internasional, Tbk 52.36 35.27 44.11 54.72 46.61 sehat Rata-rata 67.51 67.65 69.53 79.81 71.12 sehat
Sumber: www.bi.go.id (Data Olahan 2006)
75
Dari Tabel 4.5 dapat diketahui bahwa rata-rata LDR TW I adalah 67,51%.
Pada periode tersebut bank yang mempunyai tingkat LDR tertinggi adalah PT.
Inter Pacific Bank yaitu sebesar 257,15% dan yang mempunyai tingkat LDR
terendah adalah PT. Lippo Bank yaitu sebesar 20,55%. Sesuai dengan ketentuan
Bank Indonesia bahwa LDR maksimal 110% dan pada TW I bank yang nilai
LDR-nya di atas ketentuan Bank Indonesia adalah PT. Inter Pacific Bank.
Rata-rata LDR di TW II mengalami kenaikan menjadi 67,65%. Di TW II
bank yang mempunyai LDR paling tinggi adalah PT. Inter Pacific Bank yaitu
sebesar 265,48% dan yang mempunyai tingkat LDR paling rendah adalah PT.
Lippo Bank yaitu sebesar 20,44%. Pada periode TW II bank yang tingkat LDR-
nya tidak sesuai dengan ketentuan BI adalah PT. Inter Pacific Bank.
Untuk TW III rata-rata LDR meningkat lagi menjadi 69,53%. Di TW III
bank yang mempunyai LDR paling tinggi adalah PT. Inter Pacific Bank yaitu
sebesar 269,16% dan yang mempunyai tingkat LDR paling rendah adalah PT.
Lippo Bank yaitu sebesar 22,15%. Pada periode TW III PT. Inter Pacific Bank
masuk kategori tidak sehat tingkat LDR-nya karena jauh di atas batas ketentuan
maksimal BI yaitu sebesar 110%.
Pada TW IV rata-rata LDR meningkat lagi menjadi 79,81%. Di TW IV
bank yang mempunyai LDR paling tinggi adalah PT. Inter Pacific Bank yaitu
sebesar 471,21% dan yang mempunyai tingkat LDR paling rendah adalah PT.
Lippo Bank yaitu sebesar 22,6%. Pada periode TW IV ada 1 bank yang masuk
kriteria tidak sehat yaitu PT. Inter Pacific Bank dan 21 bank berkriteria sehat.
76
Rata-rata LDR 22 bank selama empat periode triwulan di tahun 2004
adalah sebesar 71,12% dengan kriteria sehat. Secara keseluruhan PT. Inter Pacific
Bank merupakan bank yang mempunyai rata-rata tingkat LDR tertinggi yaitu
sebesar 315,75%. Dan PT. Lippo Bank merupakan bank yang paling rendah rata-
rata tingkat LDR-nya yaitu sebesar 21,43%. Dari rata-rata tingkat LDR selama
empat periode dan bank yang mempunyai tingkat LDR sesuai ketentuan BI, maka
ada 1 bank yang tidak sehat, 1 cukup sehat dan 20 bank yang sehat.
Perkembangan LDR per triwulan dari TW I sampai dengan TW IV selalu
mengalami perkembangan. Pada TW I besarnya rata-rata LDR adalah sebesar
67,51%, TW II sebesar 67,65%, TW III sebesar 69,53% dan TW IV sebesar
79,81%.
d. Variabel BOPO Faktor efisiensi operasional diukur dengan menggunakan rasio BOPO,
yaitu kemampuan bank dalam mempertahankan tingkat keuntungannya agar dapat
menutupi biaya-biaya operasionalnya. Semakin efisien operasional, maka semakin
efisien pula dalam penggunaan aktiva untuk menghasilkan keuntungan.
Permasalahan efisiensi adalah seberapa efektif perbankan menggunakan sumber
daya seperti yang telah dianggarkan dan tidak boros dalam melakukan kegiatan
operasinya.
Data BOPO diperoleh dari laporan keuangan publikasi triwulanan
perhitungan rasio keuangan 22 bank sejak triwulan I hingga triwulan IV selama
tahun 2004. Dan dapat diringkas besarnya BOPO yang dicapai oleh masing-
77
masing objek pada periode TW I, TW II, TW III, dan TW IV yang tampak pada
Tabel 4.6.
Tabel 4.6 BOPO Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta Tahun 2004
Biaya dan Pendapatan Operasional (BOPO) % Rata-
rata Kriteria No. Nama Bank Maret Juni Sept. Des.
(TW I) (TW II) (TW III) (TW IV) 1 PT. Bank Arta Niaga Kencana, Tbk 87.54 88.49 89.98 87.89 88.47 sehat 2 PT. Bank Buana Indonesia, Tbk 71.43 74.91 75.18 75.1 74.15 sehat 3 PT. Bank Bumiputera Indonesia, Tbk 89.23 89.02 89.62 91.38 89.81 sehat 4 PT. Bank Central Asia, Tbk 66.84 66.64 65.79 65.73 66.25 sehat 5 PT. Bank Danamon Indonesia, Tbk 60.09 58.33 59.8 52.32 57.63 sehat 6 PT. Bank Eksekutif Internasional, Tbk 76.46 83.68 85.03 81.57 81.68 sehat 7 PT. Bank Internasional Indonesia, Tbk 74.63 79.15 79.68 79.65 78.28 sehat 8 PT. Inter Pacific Bank, Tbk 104.39 98.58 99.78 98.71 100.36 tidak sehat 9 PT. Bank Kesawan, Tbk 76.95 89.28 89.43 98.41 88.52 sehat
10 PT. Lippo Bank, Tbk 92.28 92.44 85.38 81.62 87.93 sehat 11 PT. Bank Mandiri (Persero), Tbk 61.73 62 63.41 66.6 63.43 sehat 12 PT. Bank Mayapada Internasional, Tbk 87.18 79.9 82.55 81.06 82.67 sehat 13 PT. Bank Mega, Tbk 62.22 70.19 72.41 73.51 69.58 sehat 14 PT. Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk 78.02 78.82 78.69 78.63 78.54 sehat 15 PT. Bank Niaga, Tbk 73.1 70.98 74.58 79.41 74.52 sehat 16 PT. Bank NISP, Tbk 79.65 78.72 77.6 76.49 78.11 sehat 17 PT. Bank Nusantara Parahyangan, Tbk 87.42 87.98 86.11 82.37 85.97 sehat 18 PT. Pan Indonesia Bank, Tbk 77.16 73.61 66.93 55.32 68.26 sehat 19 PT. Bank Permata, Tbk 84.3 81.9 85.3 83.1 83.65 sehat 20 PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk 67.75 70.46 67.44 67.03 68.17 sehat 21 PT. Bank Swadesi, Tbk 79.19 72.49 74.59 80.91 76.79 sehat 22 PT. Bank Victoria Internasional, Tbk 95.24 95.48 92.85 89.46 93.26 kurang sehat Rata-rata 78.76 79.23 79.19 78.47 78.91 sehat
Sumber: www.bi.go id (Data Olahan 2006)
Dari Tabel 4.6 dapat diketahui bahwa rata-rata BOPO TW I adalah
78,76%. Pada periode tersebut bank yang mempunyai tingkat BOPO tertinggi
adalah PT. Inter Pacific Bank yaitu sebesar 104,39% dan yang mempunyai tingkat
BOPO terendah adalah PT. Bank Danamon Indonesia yaitu sebesar 60,09%.
78
Sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia bahwa BOPO maksimal adalah 93,52%
dan pada TW I ada dua bank yang nilai BOPO-nya di atas ketentuan BI yaitu PT.
Inter Pacific Bank dan PT. Bank Victoria Internasional.
Rata-rata BOPO di TW II mengalami kenaikan menjadi 79,23%. Di TW II
bank yang mempunyai BOPO paling tinggi adalah PT. Inter Pacific Bank yaitu
sebesar 98,58% dan yang mempunyai tingkat BOPO paling rendah adalah PT.
Bank Danamon Indonesia yaitu sebesar 58,33%. Pada periode TW II bank yang
tingkat BOPO-nya tidak sesuai dengan ketentuan BI adalah PT. Inter Pacific Bank
dan PT. Bank Victoria Internasional.
Untuk TW III rata-rata BOPO mengalami penurunan menjadi 79,19%. Di
TW III bank yang mempunyai BOPO paling tinggi adalah PT. Inter Pacific Bank
yaitu sebesar 99,78% dan yang mempunyai tingkat BOPO paling rendah adalah
PT. Bank Danamon Indonesia yaitu sebesar 59,8%. Pada periode TW III hanya
ada satu bank yang tingkat BOPO-nya tidak sesuai dengan ketentuan Bank
Indonesia yaitu PT. Inter Pacific Bank.
Pada TW IV rata-rata BOPO mengalami penurunan lagi menjadi 78,47%.
Di TW IV bank yang mempunyai BOPO paling tinggi adalah PT. Inter Pacific
Bank yaitu sebesar 98,71% dan yang mempunyai tingkat BOPO paling rendah
adalah PT. Bank Danamon Indonesia yaitu sebesar 52,32%. Pada periode TW IV,
hanya PT. Inter Pacific Bank dan PT. Bank Kesawan yang tingkat BOPO-nya di
atas 93,52% artinya tidak sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia.
Rata-rata BOPO 22 bank selama empat periode triwulan di tahun 2004
adalah sebesar 78,91% dengan kriteria sehat. Secara keseluruhan PT. Inter Pacific
79
Bank merupakan bank yang mempunyai rata-rata tingkat BOPO tertinggi yaitu
sebesar 100,36%. Dan PT. Bank Danamon Indonesia merupakan bank yang paling
rendah rata-rata tingkat BOPO-nya yaitu sebesar 57,63%. Dari rata-rata tingkat
BOPO selama empat periode, ada 20 bank yang mempunyai kriteria sehat, 1 bank
yang berkriteria kurang sehat dan 1 bank dengan kriteria tidak sehat.
Perkembangan BOPO dari TW I sampai TW II selalu berfluktuasi. Pada
TW I besarnya BOPO sebesar 78,76%, TW II sebesar 79,23%, TW III sebesar
79,19% dan TW IV sebesar 78,47%.
4.1.3 Analisis Ekonometri
Sebelum melakukan uji regresi berganda, sebaiknya melakukan analisis
ekonometri terhadap data yang akan diujikan. Untuk mengetahui apakah model
yang dihasilkan memenuhi syarat Best Linear Unbias Estimator / BLUE dalam
menganalisa penelitian ini, maka digunakan uji asumsi klasik.
a) Uji normalitas
Uji normalitas untuk menentukan apakah variabel berdistribusi normal
atau tidak, dapat dilihat dari grafik normal probability plot. Apabila variabel
berdistribusi normal, maka penyebaran plot akan berada di sekitar dan di
sepanjang garis 450.
80
Normal P-P Plot of Regression Standard
Dependent Variable: ROA
Observed Cum Prob
1.00.75.50.250.00
Exp
ecte
d C
um P
rob
1.00
.75
.50
.25
0.00
Gambar 4.1 Grafik Normal Probability Plot
Gambar 4.1 menunjukkan bahwa plot penyebaran data berada di sekitar
dan di sepanjang garis 450, maka dapat dikatakan penyebaran data variabel
berdistribusi normal.
b) Uji multikolinieritas
Uji ini bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya
korelasi antar variabel bebas. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi
korelasi di antara variabel bebas. Untuk mendeteksi adanya multikolinieritas dapat
dilakukan dengan mencari besarnya Variance Inflation Factor (VIF) dan nilai
tolerance-nya. Jika nilai VIF kurang dari 10 dan nilai tolerance-nya lebih dari
0,10 maka model regresi bebas dari multikolinieritas.
81
Tabel 4.7 Colliniearity Statistics CAR, LDR danBOPO
Coefficients a
.373 2.683
.327 3.054
.812 1.232
CARLDRBOPO
Model1
Tolerance VIFCollinearity Statistics
Dependent Variable: ROAa.
Tabel 4.7 terlihat bahwa semua variabel nilai VIF-nya kurang dari 10 dan
nilai tolerance-nya lebih dari 0,10 maka hubungan variabel bebas dalam
penelitian ini rendah (tidak berkorelasi). Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak ada
multikolinieritas dalam model regresi.
c) Uji heteroskedastisitas
Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi
ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain.
Untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan uji Glejser,
yaitu meregresikan nilai absolut residual terhadap variabel bebas
(Ghozali,2005:108). Jika nilai signifikan hitung lebih besar dari Alpha = 5%,
maka tidak ada masalah heteroskedastisitas. Tetapi jika nilai signifikan hitung
kurang dari Alpha = 5% maka dapat disimpulkan bahwa model regresi terjadi
heteroskedastisitas.
82
Tabel 4.8 Tabel tampilan output SPSS uji heteoskedastisitas dengan uji
Glejser
Coefficientsa
2.845 1.997 1.425 .1584.033E-03 .017 .395 .239 .191-9.68E-04 .008 -.022 -.128 .899-3.24E-02 .026 -.137 -1.227 .223
(Constant)CARLDRBOPO
Model1
B Std. Error
UnstandardizedCoefficients
Beta
Standardized
Coefficients
t Sig.
Dependent Variable: UTa.
Tabel 4.8 menunjukkan hasil uji Glejser didapat nilai signifikan hitung
semua variabel lebih besar dari tingkat kepercayaan 5%, maka dapat dikatakan
tidak ada masalah heteroskedastisitas dalam data (model regresi).
d) Uji autokorelasi
Penyimpangan model ini adalah adanya autokorelasi dalam model regresi.
Artinya, adanya korelasi antar anggota sampel yang diurutkan berdasarkan waktu.
Konsekuensi dari adanya autokorelasi dalam suatu regresi adalah varians sampel
tidak dapat menggambarkan varians populasinya.
Untuk mendiagnosis adanya autokorelasi dalam suatu model regresi
dilakukan pengujian terhadap nilai Uji Durbin-Watson (Uji Dw). Berdasarkan
hasil perhitungan didapat nilai DW sebesar 2,231, dengan ketentuan n=88, α=5%,
k=3, Du=1,73, DL=1,59. Atau nilai DW 2,231 lebih besar dari batas atas (du) dan
kurang dari 4 - 1,73 (4-du), sehingga untuk menentukan kriteria sebagai berikut:
83
Tabel 4.9 Uji Autokorelasi
DW KESIMPULAN
Kurang dari 1,59 Ada korelasi
1,59 – 1,73 Tanpa kesimpulan
1,73 - 2,27 Tidak ada autokorelasi
2,27 - 2,41 Tanpa kesimpulan
Lebih dari 2,41 Ada korelasi
Berdasarkan perhitungan uji autokorelasi diperoleh nilai DW sebesar
2,231. Angka tersebut terletak di daerah 1,73 – 2,27 sehingga model regresi yang
digunakan termasuk dalam kategori tidak terjadi autokorelasi.
4.1.4 Analisis hasil penelitian
Uji regresi berganda digunakan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh
antara variabel bebas dengan variabel terikat. Berdasarkan perumusan masalah
dan hipotesis yang telah ditentukan, maka didapat hasil pengolahan data sebagai
berikut:
Tabel 4.10 Hasil Perhitungan Estimasi Regresi Linier Berganda dengan Tiga Variabel Bebas
Variabel Koef. regresi Std. Error t Significance Cor. Partial
(Constant) 7.881 2.381 3.310 .001 CAR 0.086 .020 4.267 .000 .422LDR 0.022 .009 2.430 .017 .256BOPO -0.102 .032 -3.223 .002 -.332
R : 0.746 Std. Error of the Estimate : 2.9011 R Square : 0.556 Durbin Watson : 2.231 Adjusted R Square : 0.541 Fhitung : 35.116 F Tabel (a : 5%) : 2.76 Significance : 0.000
84
Berdasarkan Tabel 4.10 diperoleh persamaan regresi linier berganda sebagai
berikut:
Y = 7,881 + 0,086CAR + 0, 022LDR – 0,102BOPO
Dari persamaan tersebut di atas dapat diinterpretasikan:
a. Koefisien regresi untuk CAR (b1) sebesar 0,086 bertanda positif, hal ini berarti
bahwa setiap perubahan sebesar satu persen pada CAR sementara LDR dan
BOPO diasumsikan tetap, maka besarnya ROA akan mengalami perubahan
sebesar 0,086 dengan arah yang sama.
b. Koefisien regresi untuk LDR (b2) sebesar 0,022 bertanda positif, hal ini berarti
bahwa setiap perubahan sebesar satu persen pada LDR sementara CAR dan
BOPO diasumsikan tetap, maka besarnya ROA akan mengalami perubahan
sebesar 0,022 dengan arah yang sama.
c. Koefisien regresi untuk BOPO (b3) sebesar 0,102 bertanda negatif, hal ini
berarti bahwa setiap perubahan sebesar satu persen pada BOPO sementara
CAR dan LDR diasumsikan tetap, maka besarnya ROA akan mengalami
perubahan sebesar 0,102 dengan arah yang berlawanan.
4.1.5 Uji hipotesis
Dalam rangka pengujian hipotesis yang telah diajukan maka dilakukan uji
hipotesis dengan menggunakan alat uji statistik yaitu uji F dan uji t.
a. Uji simultan (uji F Statistik)
Uji F digunakan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh secara simultan
atau secara bersama-sama variabel bebas terhadap variabel terikat yaitu dengan
85
membandingkan antara Fhitung dengan Ftabel pada tingkat kepercayaan 5%. Apabila
Fhitung > Ftabel maka semua variabel bebas berpengaruh secara bersama-sama
terhadap variabel terikat. Sedangkan uji F dengan probabilitas value dapat dilihat
dari besar probabilitas value dibandingkan 0,05. Ha akan diterima jika
probabilitas < 0,05.
Berdasarkan Tabel 4.5 dapat diinterpretasikan bahwa diperoleh Fhitung
sebesar 35,116 sedangkan Ftabel dengan tingkat signifikansi 5% dan derajat
kebebasan 3 dan 84 diperoleh Ftabel sebesar 2,76. Dalam hal ini Fhitung > Ftabel,
berarti dapat diambil kesimpulan bahwa CAR, LDR dan BOPO secara bersama-
sama dan signifikan berpengaruh terhadap ROA. Selain itu dari tabel ANOVA
dapat dilihat besar probabilitas yaitu 0,000 yang berarti angka ini dibawah angka
0,05. Kesimpulan yang diambil adalah sama yaitu bahwa CAR, LDR, dan BOPO
secara bersama-sama dan signifikan berpengaruh terhadap ROA.
b. Uji parsial (uji t)
Uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel bebas
terhadap variabel terikat yaitu antara CAR terhadap ROA, LDR terhadap ROA
dan BOPO terhadap ROA. Dalam penelitian ini dilakukan pengujian terhadap
koefisien regresi yaitu dengan interpretasi sebagai berikut:
1) Berdasarkan nilai taraf signifikansi thitung X1 (CAR) sebesar 0,000 < 0,05
maka keputusannya adalah menerima Ha dan menolak Ho. Artinya besar
CAR secara parsial berpengaruh signifikan positif terhadap ROA.
86
2) Berdasarkan nilai taraf signifikansi thitung X2 (LDR) sebesar 0,017 < 0,05
maka keputusannya adalah menerima Ha dan menolak Ho. Artinya besar
LDR secara parsial berpengaruh signifikan positif terhadap ROA.
3) Berdasarkan nilai taraf signifikansi thitung X3 (BOPO) sebesar 0,002 < 0,05
maka keputusannya adalah menerima Ha dan menolak Ho. Artinya besar
BOPO secara parsial berpengaruh signifikan negatif terhadap ROA.
c. Koefisien determinasi (R2/R Square)
Untuk mengetahui besarnya persentase variasi dalam variabel terikat yang
dapat dijelaskan oleh variasi dalam variabel bebas, maka dicari nilai R2.
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai R2 sebesar 0,556. Koefisien ini
menunjukkan bahwa 55,6% perubahan yang terjadi pada ROA dapat dijelaskan
oleh variabel CAR, LDR dan ROA, sedangkan sisanya sebesar 44,4% dijelaskan
oleh variabel lain yang tidak diteliti, kemungkinan variabel tersebut adalah ukuran
perusahaan, tingkat inflasi, tingkat suku bunga, pertumbuhan ekonomi dan lain-
lainnya.
Selain dicari nilai R2 seperti di atas, perlu juga diketahui koefisien
parsialnya untuk mengetahui sumbangan masing-masing variabel bebas terhadap
variabel terikat. Dengan mengkuadratkan koefisien korelasi parsial maka
koefisien determinasi parsial variabel CAR, LDR dan BOPO dapat diketahui.
Berdasarkan perhitungan diperoleh r2 untuk CAR, LDR dan BOPO masing-
masing sebesar 17,81%, 6,55% dan 11,02%.
87
4.2 Pembahasan
4.2.1 Pengaruh CAR, LDR dan BOPO terhadap ROA
Dari persamaan yang dihasilkan menunjukkan bahwa koefisien
konstanta 0,7881 yang berarti jika CAR, LDR dan BOPO diasumsikan nol, maka
besarnya ROA adalah sebesar 0,7881.
Hal ini tidak mungkin terjadi karena jika rasio CAR nol
mengindikasikan bahwa bank tidak mempunyai modal. Sedangkan rasio LDR nol
mengindikasikan tidak adanya penanaman aktiva dalam bentuk kredit. Dan BOPO
nol mengindikasikan tidak adanya biaya operasional dan pendapatan operasional
yang dikeluarkan dan dicapai oleh bank. Sedangkan syarat berdirinya bank, bank
harus memiliki modal minimum yang besarnya telah ditetapkan oleh Bank
Indonesia. Bila kondisi yang luar biasa bank dapat berdiri tanpa modal,
penanaman aktiva selain dalam bentuk kredit akan menghasilkan cash flow yang
tidak begitu besar dan memungkinkan bank tidak dapat menutupi biaya yang
dikeluarkan. Sehingga laba akan negatif (rugi). Hal ini mungkin saja terjadi
karena pendapatan bank yang paling besar berasal dari bunga kredit.
Nilai koefisien korelasi sebesar 0,556. Hal ini dapat diartikan bahwa
meningkatnya CAR, LDR dan BOPO akan diikuti meningkatnya ROA. Besarnya
hubungan ditentukan oleh koefisien determinasi r2 sebesar 0,556 atau 55,6% yang
berarti bahwa peningkatan dan penurunan ROA 55,6% dapat dijelaskan oleh
besarnya CAR, LDR dan BOPO yang dimiliki bank. Sisanya 44,4% dipengaruhi
oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini, misal ukuran
88
perusahaan, pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, tingkat suku bunga dan lain-
lain.
Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan dalam bab II. Menurut
Santoso (2000:108), rasio LDR yang tinggi menunjukkan likuiditas yang rendah.
Likuiditas yang rendah akan menyebabkan laba yang tinggi (Sinungan,1993:106).
Modal yang baik memungkinkan bank untuk menciptakan kredit yang lebih besar
pula, sehingga akan meningkatkan laba.
Besar CAR akan mempengaruhi besarnya laba melalui modal. Semakin
besar modal, maka akan semakin memperbesar “alat” untuk menciptakan laba.
Selain itu cara untuk meningkatkan CAR adalah dengan mengurangi aktiva tetap
dan inventaris (Widjanarto,2003:166). Pengurangan aktiva tetap ini akan
mengurangi biaya penyusutan bank dan akan menambah laba bank.
Besar LDR akan berpengaruh terhadap laba melalui penciptaan
kreditnya. LDR yang tinggi mengindikasikan adanya penanaman dana dari pihak
ketiga yang besar ke dalam bentuk kredit. Kredit yang besar akan meningkatkan
laba. Selain itu tingkat LDR yang tinggi mengindikasikan juga adanya dana pihak
ketiga yang diterima bank kecil. Sehingga biaya yang dikeluarkan bank untuk
membayar bunga terhadap nasabah semakin kecil dan akan meningkatkan laba.
Besar BOPO akan berpengaruh terhadap laba melalui biaya operasional
dan pendapatan operasional-nya. Penurunan biaya operasional yang diikuti
dengan kenaikan pendapatan operasional atau dengan asumsi pendapatan
operasional tetap (konstan) maka akan dapat mengakibatkan tingginya efisiensi
89
operasional bank dan selanjutnya akan berpengaruh terhadap meningkatnya
tingkat profitabilitas.
Kontribusi CAR, LDR dan BOPO terhadap kenaikan dan penurunan
laba yang hanya sebesar 55,6% dikarenakan kenaikan dan penurunan laba bank
sangat dipengaruhi oleh jumlah pendapatan dan biaya yang dikeluarkan.
Pendapatan bank dapat ditingkatkan dengan penanaman yang lebih terhadap
aktiva yang memiliki laba besar, seperti penambahan pengucuran kredit dengan
tetap berdasarkan prinsip kehati-hatian dan tetap berdasarkan pada prosedur yang
ada (memperhatikan 5C, meliputi character, capital, capacity, collateral, dan
condition of economy). Hal ini dapat mengurangi risiko kredit.
Cara lain yang dapat meningkatkan laba adalah dengan mengurangi
biaya. Pengeluaran biaya yang kecil dapat dilakukan dengan cara efisiensi kerja.
Diantaranya dengan meminimalkan risiko-risiko kredit, memperbaiki manajemen
investasinya, efisiensi kerja karyawan dan pengurangan aktiva tetap.
Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Tiene
Susanti (2003) dan Natabuana (2004). Hasil penelitian Tiene menyebutkan adanya
pengaruh yang signifikan antara rasio CAR, LDR dan ROE. Hubungan ketiganya
bersifat positif. Tiene juga menyebutkan bahwa ketiga variabel berpengaruh
positif terhadap harga saham. Tetapi penelitian ini hanya bersifat studi kasus pada
PT. Bank Niaga sehingga hasilnya tidak bisa digeneralisasi pada semua bank.
Sedangkan hasil penelitian Natabuana menyebutkan adanya pengaruh
yang signifikan antara CAR, GWM dan BOPO terhadap profitabilitas. Tetapi
90
penelitian ini juga hanya bersifat studi kasus pada PT. Bank Niaga sehingga
hasilnya tidak bisa digeneralisasi pada semua bank.
4.2.2 Pengaruh CAR terhadap ROA
Dari persamaan diketahui besarnya koefisien CAR sebesar 0,086. Hal ini
mengindikasikan adanya hubungan yang positif antara CAR dan ROA.
Dari keterangan di atas dapat diketahui adanya hubungan yang positif
antara variabel CAR dan ROA. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan
dalam bab II. Menurut Santoso (1997:106) rasio CAR yang tinggi menyebabkan
semakin baik posisi modalnya. Modal yang baik akan menambah kepercayaan
masyarakat terhadap bank, dan modal yang besar memungkinkan bank untuk
menciptakan kredit yang lebih besar pula, sehingga akan meningkatkan laba.
Selain itu modal yang besar akan menyebabkan semakin besar “alat pencetak
laba”. Sehingga akan berpengaruh positif terhadap laba. Yang dimaksud “alat
pencetak laba” disini adalah seluruh aktiva yang dapat menghasilkan laba atau
sering disebut sebagai aktiva produktif. Aktiva produktif yang biasa dimiliki bank
selain kredit adalah surat-surat berharga, obligasi dan penyertaan bank dalam
perusahaan lain.
Penambahan modal dapat juga mengurangi rasio ROA, jika dengan
penambahan modal tersebut bank menanamkannya dalam bentuk aktiva yang
kurang produktif atau menanamkan dalam bentuk aktiva produktif tetapi tidak
menggunakan prinsip kehati-hatian (seperti penanaman investasi yang rugi).
Penanaman dalam bentuk aktiva yang kurang produktif tidak akan mendatangkan
91
cash flow secara maksimal. Dengan demikian laba bank akan tetap atau bahkan
turun dan menyebabkan rasio ROA turun.
Besar kontribusi CAR secara parsial terhadap besar kecilnya profitabilitas
adalah sebesar 17,81%. Hubungan CAR terhadap laba melalui besarnya modal.
Modal akan mempengaruhi laba melalui penambahan aktiva yang baik (seperti
dalam bentuk aktiva produktif) akan meningkatkan laba.
Besarnya pengaruh yang diberikan oleh variabel CAR terhadap ROA bank
di BEJ juga dapat disebabkan para nasabah cenderung lebih percaya menitipkan
uangnya pada bank-bank yang memiliki CAR karena para penitip uang tetap dapat
mengambil uangnya saat terjadi kredit macet di tingkat debitur. Pernyataan
tersebut diperkuat oleh Latumerissa (1999:88), yang menyatakan bahwa bank-
bank yang memiliki CAR tinggi tetap dapat mengembalikan dana deposan jika
diminta saat kredit macet dengan menggunakan modal bank. Oleh karena itu,
jumlah modal yang memadai pada suatu bank menjadi pertimbangan bagi deposan
dalam menitipkan uangnya karena para deposan merasa terlindungi.
Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh
Werdaningtyas (2002). Penelitiannya menghasilkan adanya hubungan yang positif
antara CAR dengan ROA. Makin menurunnya CAR semakin rendah profitabilitas
yang diperoleh. Hal tersebut disebabkan terkikisnya modal akibat negative spread
dan peningkatan aset yang tidak diimbangi dengan penambahan modal.
Rendahnya CAR menyebabkan turunnya kepercayaan masyarakat yang pada
akhirnya dapat menurunkan profitabilitas.
92
4.2.3 Pengaruh LDR terhadap ROA
Dari persamaan diketahui besarnya koefisien LDR sebesar 0,022. Hal ini
mengindikasikan adanya hubungan yang positif antara LDR dan ROA.
Dari keterangan di atas dapat diketahui adanya hubungan yang positif
antara variabel LDR dan ROA. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan
dalam bab II, bahwa tingginya rasio LDR menunjukkan rendahnya likuiditas dan
rendahnya likuiditas akan menyebabkan laba meningkat (Dendawijaya,2003:118).
Sebaliknya rendahnya rasio LDR menunjukkan tingginya likuiditas dan
menyebabkan laba menurun.
Tingginya rasio LDR mengindikasikan bahwa dana deposito dari
masyarakat yang tertanam dalam pinjaman semakin besar. Dengan semakin
besarnya penanaman kredit maka dalam kondisi yang normal akan menyebabkan
laba yang meningkat. Laba ini berasal dari penerimaan bunga pinjaman dari kredit
yang disalurkan. Tetapi jika bank mengurangi jumlah kredit yang telah
dikucurkan (mengubah aktiva kredit menjadi aktiva yang kurang produktif), maka
kemampuan bank untuk menghasilkan penghasilan (terutama penghasilan yang
berasal dari bunga pinjaman) akan turun. Penurunan ini akan berakibat
menurunnya ROA.
Tingkat LDR yang tinggi akan menaikkan profitabilitas (ROA). Hal ini
dikarenakan tingginya rasio LDR yang berarti bahwa kredit yang diberikan terlalu
besar dibanding dana yang tersimpan di bank, sehingga likuiditas menjadi rendah.
Dengan demikian terdapat risiko tidak tersedianya aktiva likuid untuk memenuhi
kewajiban segera kepada nasabah karena dana untuk menjamin simpanan para
93
deposan digunakan untuk membiayai kredit. Dengan kondisi demikian akan
mengurangi kepercayaan masyarakat pada bank, yang dapat menyebabkan
ditariknya dana secara besar-besaran oleh para nasabah, sehingga profitabilitas
turun.
Adanya krisis moneter berkepanjangan juga akan berdampak pada dunia
perbankan, dan dampak tersebut terasa sampai tahun pengamatan. Akibat krisis,
tingkat pendapatan masyarakat menurun sehingga banyak terjadi kredit macet.
Akibatnya bagi bank-bank yang memiliki nilai LDR tinggi akan menderita
kerugian lebih besar dibandingkan dengan bank yang memiliki LDR rendah.
Semakin besar nilai kredit dari suatu bank yang mengalami kemacetan, telah
mengakibatkan rendahnya pendapatan bersih dari bank tersebut sehingga laba
mengalami penurunan.
Terjadinya kredit bermasalah juga disebabkan karena (1) nasabah
menyalahgunakan kredit, (2) debitur tidak dapat mengembalikan pinjaman karena
pendapatannya menurun sebagai akibat dari menurunnya kegiatan usaha, (3) dari
pihak bank sendiri terdapat kelemahan dalam pembinaan dan monitoring kredit.
Selain itu juga kelemahan analisis pejabat kredit sejak awal proses pemberian
kredit, sehingga debitur yang diharapkan dapat membayar pinjaman dengan lancar
ternyata sebaliknya. Dengan demikian maka LDR yang tinggi yang seharusnya
dapat menaikkan profitabilitas, karena alasan-alasan tersebut menjadikan
profitabilitas (ROA) cenderung menurun.
Kesalahan dalam pengucuran juga kredit dapat terjadi jika pengucuran
kredit tidak memperhatikan prinsip 5C, pengucuran kredit yang lebih bersifat
94
relasi, pengucuran kredit karena unsur politik, dan pengucuran kredit yang
berdasarkan prinsip “kerja sama” antara manajemen bank dengan debitur dalam
rangka kepentingan pribadi masing-masing. Kesalahan dalam pengucuran kredit
akan mengakibatkan semakin besar risiko-risiko kredit, seperti tertundanya
pembayaran kredit yang telah jatuh tempo dan kredit macet. Adanya risiko-risiko
kredit ini tidak akan menghasilkan cash flow yang berasal dari kredit, sehingga
akan mempengaruhi laba bank sehingga laba bank akan mengalami penurunan.
Besarnya kontribusi LDR secara parsial terhadap besar kecilnya
profitabilitas adalah sebesar 6,55%. Hubungan LDR terhadap laba melalui
besarnya kredit yang disalurkan kepada masyarakat. Besarnya kredit yang
disalurkan akan mempengaruhi besarnya laba yang nantinya akan diterima oleh
bank karena salah satu sumber pendapatan bank adalah bunga dari kredit yang
disalurkan.
Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Sodikin
(2002). Dalam penelitiannya menyebutkan bahwa LDR berpengaruh positif
terhadap profitabilitas, ini ditunjukkan dengan tinggi rendahnya tingkat LDR akan
langsung mempengaruhi tinggi rendahnya profitabilitas, yaitu LDR yang tinggi
dalam hal ini tidak melebihi batas yang ditentukan maka akan menaikkan
profitabilitas yang berasal dari pendapatan bunga kredit. Hal ini akan
menunjukkan pentingnya menjaga tingkat likuiditas dalam meningkatkan
profitabilitas bank.
Tetapi hasil penelitian ini berbeda hasilnya dengan penelitian Enderayanti
(2005). Hasil penelitiannya menyatakan bahwa LDR berpengaruh negatif terhadap
95
profitabilitas. Hal ini terjadi karena semakin besarnya LDR atau semakin besarnya
nilai kredit akan menyebabkan tingginya risiko kredit. Dan apabila kredit yang
disalurkan bermasalah atau mengalami kegagalan (Non Performing Loan/NPL)
maka bank akan mengalami kesulitan untuk mengembalikan dana yang dititipkan
oleh masyarakat yang pada akhirnya akan berdampak pada penurunan laba bersih.
4.2.4 Pengaruh BOPO terhadap ROA
Dari persamaan diketahui besarnya koefisien BOPO sebesar -0,102. Hal
ini mengindikasikan adanya hubungan yang negatif antara BOPO dengan ROA.
Dari keterangan di atas dapat diketahui adanya hubungan yang negatif
antara variabel BOPO dengan ROA. Hal ini sesuai dengan teori yang
dikemukakan dalam bab II, bahwa menurut Siamat (1999), tingkat BOPO yang
menurun menunjukkan semakin tinggi efisiensi operasional yang dicapai
perusahaan, hal ini berarti semakin efisien aktiva bank dalam menghasilkan
keuntungan.
Peningkatan biaya operasional bank yang tidak diikuti dengan peningkatan
pendapatan operasional akan berakibat berkurangnya laba bersih sehingga akan
menurunkan profitabilitas (ROA). Dengan tingginya biaya yang dikeluarkan
dalam menghasilkan keuntungan yang dicapai perusahaan, maka akan
mengakibatkan rendahnya efisiensi operasional bank dan selanjutnya berpengaruh
terhadap tingkat profitabilitas yang semakin menurun. Tetapi jika penurunan
biaya operasional bank diikuti dengan kenaikan pendapatan operasional, maka
96
akan mempengaruhi pula kenaikan ROA. Biaya adalah salah satu faktor yang ikut
menentukan tinggi rendahnya profitabilitas (Simorangkir,2000:155).
Besarnya kontribusi BOPO secara parsial terhadap besar kecilnya
profitabilitas adalah sebesar 11,02%. Hubungan BOPO terhadap laba melalui
biaya operasional dan pendapatan operasional.
Penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Mabruroh
(2004). Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa ada pengaruh yang signifikan
positif antara BOPO dengan ROA. Jadi BOPO dapat dijadikan sebagai
pertimbangan untuk mengukur tingkat profitabilitas.
Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Hamid (2005).
Penelitian Hamid bersifat studi kasus pada PT. Bank Muamalat Indonesia.
Penelitian Hamid menghasilkan adanya pengaruh yang positif antara BOPO
dengan profitabilitas. PT. Bank Muamalat Indonesia mampu menaikkan
produktivitas kerja dengan naiknya laba bruto dari setiap periode dan mampu
mengimbangi dengan efisiensi dalam biaya. Dengan kata lain, antara pendapatan
yang diperoleh dengan pengeluaran lebih besar pendapatan.
98
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan setelah diadakan pengujian hipotesis
terhadap permasalahan yang ada pada skripsi ini, maka dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut:
1. Profitabilitas ke 22 bank di tahun 2004 dalam hal ini indikatornya adalah
ROA selalu berfluktuasi di tiap triwulan. ROA yang naik turun dapat
disebabkan karena meningkatnya kredit bermasalah, penurunan kualitas
kredit yang terjadi pada sektor industri dan tingginya biaya operasional
yang ditanggung oleh bank.
2. Secara simultan diperoleh adanya pengaruh yang signifikan antara
besarnya CAR, LDR dan BOPO terhadap profitabilitas. Sedangkan secara
parsial CAR, LDR dan BOPO berpengaruh signifikan terhadap
profitabilitas, dimana CAR dan LDR berpengaruh positif, sedangkan
BOPO mempunyai pengaruh yang negatif. Sedangkan secara simultan
diperoleh adanya pengaruh yang signifikan antara besarnya CAR, LDR
dan BOPO terhadap profitabilitas.
5.2 Keterbatasan
Penelitian ini telah menghasilkan kesimpulan seperti yang telah disebutkan
di atas, tetapi penelitian ini belum mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
99
1. Penelitian ini tidak mempertimbangkan faktor yang berpengaruh terhadap
kinerja bank. Misalnya ukuran perusahaan, bidang konsentrasi bank, skala
operasi maupun faktor ekonomi lainnya seperti tingkat inflasi, tingkat
bunga, subsidi pemerintah dan sebagainya.
2. Jumlah rasio keuangan yang dimasukkan dalam model sangat sedikit
sehingga akan mempengaruhi estimasi parameter regresi. Beberapa rasio
yang lain belum dapat dimasukkan dalam analisis penelitian, karena
keterbatasan data dan waktu selama penelitian.
5.3 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang menghasilkan adanya pengaruh antara
CAR, LDR dan BOPO terhadap profitabilitas, maka untuk menjalankan suatu
bisnis perbankan agar tetap mendapatkan laba diantaranya dapat digunakan saran
sebagai berikut:
1. Bagi bank-bank yang terdaftar di BEJ hendaknya meningkatkan nilai
CAR. Misal dengan menambah setoran modal pemilik, melakukan
revaluasi aktiva tetap sehingga jumlah modal akan mengalami
peningkatan, atau melakukan penjualan aset yang tidak produktif yang
akan mengurangi ATMR dan berdampak positif terhadap CAR. Dengan
cara-cara tersebut CAR akan meningkat, sehingga profitabilitas bank juga
akan meningkat.
2. Berusaha menjaga nilai LDR pada level yang optimal dengan
memperhatikan batas yang ditentukan. Sehingga akan menaikkan
100
profitabilitas dengan cara penanganan kredit yang bermasalah secara
antisipatif, proaktif dan disiplin. Dengan demikian dapat secara dini
mendeteksi potensi timbulnya kredit bermasalah, misalnya berupa
penyelamatan kredit jika kondisi usaha masih baik. Selain itu kenaikan
rasio LDR melalui peningkatan jumlah kredit yang dicairkan dengan tetap
menggunakan prinsip kehati-hatian dapat dilakukan oleh manajemen
dalam rangka meningkatkan laba bank.
3. Menekan biaya operasional dan meningkatkan pendapatan operasional.
Pengeluaran biaya yang kecil dapat dilakukan dengan cara efisiensi kerja.
Diantaranya dengan meminimalkan risiko-risiko kredit, memperbaiki
manajemen investasinya, efisiensi kerja karyawan dan pengurangan aktiva
tetap.
4. Penelitian berikutnya sebaiknya mempertimbangkan ukuran perusahaan
yang mungkin mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk memperoleh
laba.
5. Faktor ekonomi seperti tingkat inflasi dan besarnya suku bunga sebaiknya
ikut dipertimbangkan dalam memprediksi pertumbuhan laba dengan
menggunakan rasio keuangan.
6. Jumlah rasio keuangan yang dimasukkan dalam model sebaiknya
ditambah dan data laporan keuangan diperbanyak sehingga hasil penelitian
menjadi lebih akurat.
101
DAFTAR PUSTAKA
Algifari. 2000. Analisis Regresi Teori, Kasus dan Solusi. Yogyakarta: BPFE. American Institute of Banking. 1995. Manajemen Bank. Terjemahan A. Hasyim
Ali. Jakarta: Bumi Aksara. Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Praktek. Jakarta: Rineka
Cipta. Aryati, Titik dan Hekinus Manao. 2002. “Rasio Keuangan sebagai Prediktor
Bank Bermasalah di Indonesia”. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia. Volume 5. No. 2. Hal. 137-147.
Bank Indonesia, Hasil Riset Bank Indonesia (Satgas BLBI) dengan HLB Hadori
& Rekan bekerja sama dengan Law Office Soehandjono & Associates Indonesia, International Development Management Advisory Group Canada, dan Grant Thoronto Indonesia. 2002. Studi Ekonomi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia. Jakarta: Bank Indonesia.
Dendawijaya, Lukman. 2003. Manajemen Perbankan. Jakarta: Ghalia Indonesia. Djumhana, Muhamad. 2000. Hukum Perbankan di Indonesia. Bandung: Citra
Aditya Bakti. Enderayanti, Retno. 2005. Pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR) dan Loan
Deposit Ratio (LDR) terhadap Profitabilitas pada Bank yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Skripsi. Semarang: FIS UNNES.
Gandapradja, Permadi. 2004. Dasar dan Prinsip Pengawasan Bank. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama. Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS.
Semarang: FE UNDIP. Hadi, Rahadian. 2003. Analisis Pengaruh Likuiditas, Struktur Modal dan
Efisiensi Operasional terhadap Profitabilitas Bank (Studi Kasus pada PT. Bank NISP, Tbk). Skripsi. Semarang : FE UNDIP.
Hamid, Imam Noor. 2005. Pengaruh Likuiditas, Struktur Modal dan Efisiensi
Operasional terhadap Profitabilitas pada PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Skripsi. Semarang: FIS UNNES.
Hasibuan, Malayu S. P. 2001. Dasar-dasar Perbankan. Jakarta: Bumi Aksara.
102
ICMD. 2004. Indonesian Capital Market Directory. Jakarta: Institute for Economic and Financial Research.
InfoBank. “BI Mesti Lebih Pro-aktif Pasca Pembekuan Bank Global”. Januari
2005. Volume XXVI. No. 310. Hal. 38. Kasmir. 2003. Manajemen Perbankan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Perkasa. Kuncoro, Mudrajad dan Suhardjono. 2002. Manajemen Perbankan Teori dan
Aplikasi. Yogyakarta; BPFE UGM. Latumerissa, Julius R. 1999. Mengenal Aspek-aspek Operasi Bank Umum.
Jakarta: Bumi Aksara. Lo, Eko Widodo. 2001. “Rasio Keuangan untuk Mengukur Asosiasi Likuiditas,
Struktur Modal, dan Kualitas Aktiva dengan Profitabilitas Bank: Analisis Korelasi Kanonikal”. Jurnal Bisnis dan Akuntansi. Volume 3. No.1. Hal. 315-334.
Mabruroh. 2004. “Manfaat dan Pengaruh Rasio Keuangan dalam Analisis
Kinerja Keuangan Perbankan”. BENEFIT. Jurnal Manajemen dan Bisnis. Volume 8. No. 1. Hal. 37-51.
Munawir, Slamet. 2001. Analisa Laporan Keuangan. Yogyakarta: Liberty. Natabuana, 2004. Analisis Pengaruh Likuiditas, Kecukupan Modal dan
Efisiensi Operasional terhadap Profitabilitas Bank (Studi Kasus pada PT. Bank Niaga, Tbk). Skripsi. Semarang: FE UNDIP.
Reed, Edward. W. and Edward. K. Gill. 1995. Bank Umum. Jakarta: Bumi
Aksara. Riyanto, Bambang. 2001. Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan Edisi 4.
Yogyakarta: BPFE. Santoso, Rudy Tri. 2000. Prinsip Dasar Akuntansi Perbankan. Yogyakarta:
Andi Offset. Santoso, Singgih. 2001. SPSS Statistik Parametrik. Jakarta: PT. Elex Media
Komputindo. Siamat, Dahlan. 1993. Manajemen Bank Umum. Jakarta: Intermedia. ----- 1999. Manajemen Lembaga Keuangan. Jakarta: LPFEUI.
103
Simorangkir, O.P. 2000. Pengantar Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank. Jakarta: Aksara Persada.
----- 2004. Pengantar Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Sinungan, Muchdarsyah. 1993. Manajemen Dana Bank. Jakarta: Bumi Aksara. Sodikin, Achmad. 2002. Pengaruh Likuiditas terhadap Profitabilitas pada
Bank-Bank di Bursa Efek Jakarta. Skripsi. Semarang: FIS UNNES. Suhardi, Gunarto. 2003. Usaha Perbankan dalam Perspektif Hukum.
Yogyakarta: Kanisius. Susilo, Sri. Y., Triandaru. Sigit, dan A. Totok Budi Santoso. 2000. Bank dan
Lembaga Keuangan Lain. Jakarta: Salemba Empat. Tim Editor BI. 1999. Sistem Akuntansi Perbankan di Indonesia. Jakarta: Institut
Bankir Indonesia (IBI). Werdaningtyas, Hesti. 2002. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Profitabilitas
Bank Take Over Pramerger di Indonesia. Jurnal Manajemen Indonesia. Desember. Vol. 1. No. 2.
Widjanarto. 2003. Hukum dan Ketentuan Perbankan di Indonesia. Jakarta:
Pustaka Utama Grafiti. Wijaya, Krisna. 2000. Reformasi Perbankan Nasional, Catatan Kolom demi
Kolom / oleh Krisna Wijaya; Penyelaras Bahasa St. Sularto. Jakarta: Kompas
Zainuddin dan Jogiyanto Hartono. 1999. “Manfaat Rasio Keuangan dalam
Memprediksi Pertumbuhan Laba: Suatu Studi Empiris pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta”. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia. Volume 2. No.1. Hal. 66-90.
104
LAMPIRAN 1
Capital Adequacy Ratio (CAR), Loan to Deposit Ratio (LDR) dan Biaya
Operasional Pendapatan Operasional (BOPO) Perbankan Periode Triwulan I – IV Tahun 2004 yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ)
No. Nama Bank Periode CAR (X1)
LDR (X2)
BOPO (X3)
ROA (Y)
1 PT. Bank Arta Niaga Kencana, Tbk TW I 22.13 70.54 87.54 1.24 2 TW II 21.08 77.81 88.49 1.23 3 TW III 20.6 79.65 89.98 1.19 4 TW IV 20.99 71.26 87.89 1.58
5 PT. Bank Buana Indonesia, Tbk TW I 23.12 46.62 71.43 3.15 6 TW II 21.61 47.88 74.91 2.75 7 TW III 23.28 54.63 75.18 2.67 8 TW IV 22.12 58.55 75.1 2.66 9 PT. Bank Bumiputera Indonesia, Tbk TW I 10.03 99.6 89.23 1.08
10 TW II 9.57 101.56 89.02 1.32 11 TW III 10.01 95.89 89.62 1.43 12 TW IV 10.16 83.76 91.38 1.27 13 PT. Bank Central Asia, Tbk TW I 30.53 25.06 66.84 3.19 14 TW II 28.65 27.05 66.64 27.05 15 TW III 25.84 28.5 65.79 3.2 16 TW IV 23.95 30.6 65.73 3.21
17 PT. Bank Danamon Indonesia, Tbk TW I 38.31 54.5 60.09 3.78 18 TW II 33.27 63.16 58.33 4.22 19 TW III 31.87 71.93 59.8 4.47 20 TW IV 27 72.49 52.32 4.51 21 PT. Bank Eksekutif Internasional, Tbk TW I 11.39 91.2 76.46 4.61 22 TW II 15.12 84.2 83.68 2.91 23 TW III 15.83 84.59 85.03 2.57 24 TW IV 14.69 89.98 81.57 1.06 25 PT. Bank Internasional Indonesia, Tbk TW I 23.28 38.87 74.63 3.17 26 TW II 21.97 42.27 79.15 2.48 27 TW III 21.53 42.08 79.68 2.38 28 TW IV 20.89 43.62 79.65 2.35
29 PT. Inter Pacific Bank, Tbk TW I 38.82 257.15 104.39 1.66 30 TW II 111.14 265.48 98.58 20.19 31 TW III 185.28 269.16 99.78 14.58 32 TW IV 148.09 471.21 98.71 24.61 33 PT. Bank Kesawan, Tbk TW I 16.06 46.36 76.95 2.96 34 TW II 14.83 47.2 89.28 1.48 35 TW III 14.32 46.25 89.43 1.37 36 TW IV 12.58 52.32 98.41 0.37 37 PT. Lippo Bank, Tbk TW I 18.37 20.55 92.28 0.84 38 TW II 18.26 20.44 92.44 0.8 39 TW III 18.84 22.15 85.38 1.2 40 TW IV 20.87 22.66 81.62 3.33
105
41 PT. Bank Mandiri (Persero), Tbk TW I 29.81 43.32 61.73 4.13 42 TW II 27.52 46.32 62 3.76 43 TW III 26.56 49.77 63.41 3.59 44 TW IV 25.28 51.84 66.6 3.19
45 PT. Bank Mayapada Internasional, Tbk TW I 14.51 79.78 87.18 1.99 46 TW II 14.1 74.71 79.9 2.48 47 TW III 16.08 69.22 82.55 2.25 48 TW IV 14.43 73.74 81.06 2.1 49 PT. Bank Mega, Tbk TW I 16.38 54.08 62.22 4.8 50 TW II 14.11 49.94 70.19 3.56 51 TW III 13.34 48.21 72.41 3.25 52 TW IV 13.53 48.8 73.51 2.99
53 PT. Bank Negara Indonesia, Tbk TW I 19.13 49.08 78.02 2.41 54 TW II 19.88 50.81 78.82 2.44 55 TW III 18.48 50.49 78.69 2.43 56 TW IV 17.13 55.1 78.63 2.45
57 PT. Bank Niaga, Tbk TW I 13.63 72.88 73.1 3.76 58 TW II 11.61 78.66 70.98 3.33 59 TW III 11.01 84.36 74.58 3.04 60 TW IV 10.29 85.37 79.41 2.91 61 PT. Bank NISP, Tbk TW I 15.48 83.84 79.65 2.19 62 TW II 14.6 78.16 78.72 2.32 63 TW III 14.37 78.98 77.6 2.4 64 TW IV 15.11 77.34 76.49 2.5
65 PT. Bank Nusantara Parahyangan, Tbk TW I 14.39 48.57 87.42 1.52 66 TW II 13.76 48.47 87.89 1.59 67 TW III 12.9 49.45 86.11 1.63 68 TW IV 12.86 52.39 82.37 1.98
69 PT. Pan Indonesia Bank, Tbk TW I 42.84 72.13 77.16 3.15 70 TW II 40.26 71.13 73.61 3.38 70 TW III 39.55 71.01 66.93 4.23 72 TW IV 40.19 72.93 55.32 5.63 73 PT. Bank Permata, Tbk TW I 12.8 44.4 84.3 1.8 74 TW II 12.3 48.7 81.9 2 75 TW III 12 52 85.3 2.3 76 TW IV 11.4 57.2 83.1 2.3
77 PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk TW I 20.99 65.99 67.75 5.78 78 TW II 20.36 69.02 70.46 5.32 79 TW III 19.65 74.31 67.44 5.81 80 TW IV 17.89 75.69 67.03 5.77
81 PT. Bank Swadesi, Tbk TW I 27.37 68.3 79.19 2.55 82 TW II 26.75 60.02 72.49 2.65 83 TW III 25.61 62.97 74.59 2.55 84 TW IV 25.95 54.11 80.91 2.34 85 PT. Bank Victoria Internasional, Tbk TW I 12.39 52.36 95.24 0.74 86 TW II 14.7 35.27 95.48 0.77 87 TW III 14.46 44.11 92.85 1.09 88 TW IV 14.92 54.72 89.46 1.54
106
LAMPIRAN 2
Tabel
Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank
No. Keterangan Nominal
Bobot Risiko
(%) A Aktiva Tertimbang Menurut Risiko
1 Aktiva Neraca (Rupiah dan Valas) ………. 1.1 Kas ………. 0%1.2 Emas dan mata uang emas ………. 0%1.3 Giro pada Bank Indonesia ………. 0%1.4 Tagihan pada bank lain ………. 20%1.5 Surat berharga
a. SBI ………. 0% b. SPBU yang diterbitkan bank sentral ………. 0% SPBU yang diterbitkan pemerintah pusat ………. 0% SPBU bank lain, pemerintah Daerah ………. 0% SPBU pihak swasta lainnya ………. 20% c. Saham dan obligasi Diterbitkan bank lain / perusahaan negara ………. 20% Diterbitkan perusahaan lainnya ………. 20%
1.6 Kredit yang diberikan kepada / dijamin oleh: a. Bank sentral ………. 0% b. Pemerintah pusat ………. 0% c. Bank lain, pemerintah daerah ………. 20% d. Kredit pemilikan rumah ………. 50% e. Pihak-pihak lainnya ………. 100%
1.7 Penyertaan ………. 100%1.8 Aktiva tetap dan inventaris (nilai buku) ………. 100%1.9 Aktiva antar kantor (neto) ………. 100%
1.10 Rupa-rupa aktiva a. Tagihan dalam rangka inkaso ………. 100% b. Lainnya ………. 100%
1.11 Jumlah ATMR aktiva neraca ……….
………….
2 Rekening Administratif (Rupiah dan valas) 2.1 Fasilitas kredit yang belum digunakan
a. Yang disediakan bagi / dijamin oleh: - Bank sentral ………. 0% - Pemerintah pusat ………. 0% - Bank lain, pemerintah daerah ………. 10% - Pihak-pihak lainnya ………. 50% b. Dalam rangka kredit pemilikan rumah ………. 25%
2.2 Jaminan bank a. Dalam rangka L/C atas permintaan: - Bank sentral, pemerintah pusat ………. 0% - Bank lain, pemerintah daerah ………. 20%
107
- Pihak-pihak lainnya ………. 100% b. Bukan kredit, bonds, atas permintaan: - Bank sentral, pemerintah pusat ………. 0% - Bank lain, pemerintah daerah ………. 10% - Pihak-pihak lainnya ………. 50% c. L/C yang masih berlaku, atas permintaan: - Bank sentral, pemerintah pusat ………. 0% - Bank lain, pemerintah daerah ………. 4% - Pihak-pihak lainnya ………. 20%
2.3 Kewajiban membeli kembali aktiva bank ………. 100%2.4 Posisi neto kontrak berjangka valas ………. 4%2.5 Jumlah ATMR rekening administratif ………. ……….
3 Jumlah ATMR (ATMR aktiva neraca + ATMR rekening administratif) ………. ……….
B Modal ……….
1 Modal Inti ………. 1.1 Modal disetor ………. 1.1 Agio saham ………. 1.3 Cadangan umum ………. 1.4 Cadangan tujuan ………. 1.5 Laba ditahan ………. 1.6 Laba tahun lalu (50%) ………. 1.7 Rugi tahun lalu (100%) -/- ………. 1.8 Laba tahun berjalan (50%) ………. 1.9 Rugi tahun berjalan (100%) -/- ……….
1.10 Bagian kekayaan bersih anak perusahaan yang laporan keuangannya dikonsolidasi ……….
1.11 Sub total ………. 1.12 Good will -/- ……….
1.1 Jumlah modal inti ……….
2 Modal Pelengkap
2.1 Cadangan revaluasi aktiva tetap ……………………………..
2.2 Cadangan penghapusan aktiva yang diklasifikasikan (1,25% dari ATMR)
……………………………..
2.3 Modal kuasi ……………………………..
2.4 Pinjaman subordinasi (maksimum 50% dari modal inti) ……………………………..
2.5 Jumlah modal pelengkap ……………………………..
2.6 Jumlah modal pelengkap yang diperhitungkan (maks. 100% dari modal inti)
……………………………..
3 Jumlah modal (modal inti + modal pelengkap) ……………………………..
C Modal Minimum (8% x ATMR) ………………………………
108
D Kelebihan atau Kekurangan Modal (jumlah modal - modal minimum)
………………………………
E Rasio modal (jumlah modal : jumlah ATMR) x 100% ………………………………
Tabel 2.1 Rincian Bobot Risiko untuk Semua Aktiva Neraca Bank
Persentase
Bobot Risiko Pos-pos dalam Neraca Bank
0 %
1. Kas
2. Emas dan mata uang emas
3. Tagihan kepada, atau tagihan yang dijamin oleh, atau surat
berharga yang diterbitkan atau dijamin oleh :
a. Pemerintah Pusat RI
b. Bank Indonesia
c. Bank sentral negara OECD dan non OECD
d. Pemerintah pusat negara OECD dan non- OECD
20 %
1. Tagihan kepada, atau tagihan yang dijamin oleh, atau surat
berharga yang diterbitkan atau dijamin oleh
a. Bank-bank di dalam negeri (termasuk kantor cabang bank
asing)
b. Pemerintah daerah di Indonesia
c. Lembaga non-departemen R.I
d. Bank-bank pembangunan multilateral seperti : ABD, IDB,
IBRD, AFDB, dan EIB
e. Bank-bank di luar negeri
f. Perusahaan milik pemerintah pusat negara OBCD
50%
Tagihan dalam rangka inkaso
t pemilikan rumah (KPR) yang dijamin oleh hipotek pertama
dengan tujuan untuk dihuni Kredit kepada real estate tidak
termasuk dalam kriteria ini
100%
1. Tagihan kepada, atau tagihan yang dijamin oleh, atau surat
berharga yang diterbitkan atau dijamin oleh
a. Perum atau Perjan
109
b. BUMN atau BUMD
c. Perusahaan milik pemerintah pusat negara non-OECD
d. Koperasi
e. Perusahaan Swasta
f. Perorangan
g. Lain-lain
2. Penyertaan yang dikonsolidasikan
3. Aktiva tetap dan inventaris (nilai buku)
4. Rupa – rupa aktiva
5. Antar kantor aktiva (neto)
110
Tabel 2.2 Pengelompokan Bobot Risiko masing-masing Aktiva Administratif
Persentase
Bobot Risiko
Jenis Aktiva Administratif
(dalam Neraca Bank)
0 %
Fasilitas yang disediakan bagi atau dijamin oleh Pemerintah Pusat
Republik Indonesia dan Bank Indonesia serta sentral dan pemerintah
pusat negara OECD dan non-OECD, yang meliputi
1. Fasilitas kredit yang belum digunakan
2. Jaminan (termasuk standby L/C) dan risk sharing dalam rangka
pemberian kredit seperti bid bonds, performance bonds, dan
advance payment bonds
3. Jaminan bank yang diterbitkan bukan dalam rangka pemberian
kredit seperti bid bonds dan advance payment bonds
4. L/C yang masih berlaku (tidak termasuk standby L/C)
4%
1. L/C yang masih berlaku (tidak termasuk standby L/C) dan dibuka
atas permintaan pemerintah daerah dan lembaga negara non
departemen di Indonesia serta bank-bank pembangunan multilateral
dan perusahaan milik pemerintah pusat negara OECD.
2. Posisi neto kontrak berjangka valuta asing dan swap bunga
(exchange rate and interest rate contracts)
10%
an bank yang diterbitkan bukan dalam rangka kredit seperti bid bonds,
performance bonds, dan advance payment bonds dan diterbitkan atas
permintaan pemerintah daerah dan lembaga nondepartemen di
Indonesia serta bank-bank pembangunan multilateral dan perusahaan
milik pemerintah pusat negara OECD
20%
1. Fasilitas yang disediakan bagi atau dijamin oleh bank dalam negeri,
pemerintah daerah dan lembaga nondepartemen di Indonesia serta
bank-bank pembangunan multilateral, dan perusahaan milik
pemerintah pusat negara OECD, yang meliputi:
a. Fasilitas kredit yang belum digunakan
b. Jaminan (termasuk standby L/C dan risk sharing dalam
rangka pemberian kredit serta endosemen atau aval surat-surat
berharga
2. L/C yang masih berlaku (tidak termasuk standby L/C dan dibuka
111
atas permintaan :
a. Perum atau Perjan
b. BUMN atau BUMD
c. Perusahaan milik pemerintah pusat negara non – OECD
d. Koperasi
e. Perusahaan swasta
f. Perorangan
g. Lain-lain
50%
1. Fasilitas kredit yang belum digunakan disediakan dalam rangka
KPR yang dijamin oleh hipotek pertama dengan tujuan untuk
dihuni fasilitas kredit kepada real estate yang belum digunakan
tidak termasuk di dalam kriteria ini dan tergolong dalam bobot
risiko 100%.
2. Jaminan bank yang diterbitkan bukan dalam rangka kredit seperti
bid bonds, performance bonds, dan advance payment bonds yang
diterbitkan atas permintaan
a. Jaminan atau perjan
b. BUMN atau BUMD
c. Perusahaan milik pemerintah pusat negara non-OEECD
d. Koperasi
e. Perusahaan swasta
f. Perorangan
g. Lain – lain
100%
1. Fasilitas yang disediakan bagi atau dijamin oleh Perum, Perjan,
BUMN, BUMD, perusahaan milik pemerintah pusat negara non-
OECD, koperasi, perusahaan swasta perorangan dan lain-lainnya
yang meliputi :
a. Fasilitas kredit yang belum dimanfaatkan
b. Jaminan (termasuk standby L/C dan risk sharing dalam rangka
pemberian kredit
2. Kewajiban membeli kembali aktiva bank yang dijual kepada pihak
lain dengan syarat repurchase agreement
112
Tabel 2.3 Perhitungan Bobot Risiko Aktiva Administratif
No AKTIVA ADMINISTRATIF (off Balance Sheet)
Bobot Konversi
%
Bobot Risiko Aktiva
%
Bobot Risiko Aktiva
% 1.
2.
.
3
Fasilitas kredit yang belum digunakan yang disediakan bagi
atau dijamin dengan surat berharga yang diterbitkan oleh :
a. Pemerintah Pusat RI
b. Bank Indonesia
c. Bank Sentral Negara OECD dan non-OECD
d. Pemerintah Pusat Negara OECD dan non OECD
e. Bank dalam negeri termasuk kantor cabang bank asing
f. Pemerintah Daerah di RI
g. Lembaga non-departemen di RI
h. Bank-bank pembangunan multilateral
i. Perusahaan milik pemerintah pusat negara non-OECD
j. Perum / Perjan
k. BUMN / BUMD
l. Perusahaan milik pemerintah pusat non-OECD
m. Koperasi
n. Perusahaan swasta
o. Perusahaan lain
p. Perorangan
Fasilitas yang belum digunakan dari kredit KPR yang dijamin
oleh hipotek pertama dengan tujuan untuk dihuni
Jaminan (termasuk standby L/C) dan risk sharing dalam
rangka pemberian kredit kepada, serta endosemen surat
berharga yang diterbitkan oleh :
a. Pemerintah Pusat RI
b. Bank Indonesia
c. Bank Sentral Negara OECD dan non-OECD
d. Pemerintah Pusat Negara OECD dan non-OECD
e. Bank dalam negeri termasuk kantor cabang bank asing
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
0
0
0
0
20
20
20
20
20
100
100
100
100
100
100
100
100
0
0
0
0
20
0
0
0
0
20
20
20
20
20
100
100
100
100
100
100
100
100
0
0
0
0
20
113
4.
5.
f. Pemerintah Daerah di RI
g. Lembaga non-departemen di RI
h. Bank-bank Pembangunan multilateral
i. Perusahaan milik pemerintah pusat negara OECD
j. Perum / Perjan
k. BUMN / BUMD
l. Perusahaan milik pemerintah pusat Negara non-OECD
m. Koperasi
n. Perusahaan swasta
o. Perusahaan lain
p. Perorangan
Jaminan bank yang diterbitkan bukan dalam rangka kredit
seperti bid bonds, performance bonds dan advance payment
bonds yang diterbitkan atas permintaan :
a. Pemerintah Pusat RI
b. Bank Indonesia
c. Bank sentral Negara OECD dan non-OECD
d. Pemerintah Pusat Negara OECD dan non-OECD
e. Bank dalam negeri termasuk kantor cabang bank asing
f. Pemerintah daerah di RI
g. Lembaga non-departemen di Indonesia
h. Bank-bank pembangunan multilateral
i. Perusahan milik pemerintah pusat negara OECD
j. Perum / Perjan
k. BUMN / BUMD
l. Perusahaan milik pemerintah non-OECD
m. Koperasi
n. Perusahaan swasta
o. Perusahaan lain
p. Perorangan
L/C yang masih berlaku (tidak termasuk standby L/C) yang di
buka atas permintaan :
a. Pemerintah Pusat RI
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
20
20
20
20
20
100
100
100
100
100
100
100
0
0
0
0
20
20
20
20
20
100
100
100
100
100
100
100
0
20
20
20
20
100
100
100
100
100
100
100
0
0
0
0
10
10
10
20
10
50
50
50
50
50
50
50
0
114
6.
7.
b. Bank Indonesia
c. Bank Sentral Negara OECD dan non – OECD
d. Pemerintah Pusat Negara OECD dan non-OECD
e. Bank dalam negeri termasuk kantor cabang bank asing
f. Pemerintah Daerah di RI
g. Lembaga non-departemen di Indonesia
h. Bank-bank Pembangunan Multilateral
i. Perusahaan milik pemerintah pusat negara OECD
j. Perum / Perjan
k. BUMN / BUMD
l. Perusahaan milik pemerintah pusat negara non-OECD
m. Koperasi
n. Perusahaan swasta
o. Perusahaan lain
p. Perorangan
Kewajiban membeli kembali atas aktiva bank yang dijual
dengan syarat repuchase agreement
Posisi Neto kontrak berjangka valuta asing dan swap bunga
(exchange rate and interest rate contract)
20
20
20
20
20
20
20
20
20
20
20
20
20
100
4
0
0
0
20
20
20
20
100
100
100
100
100
100
100
100
0
0
0
4
4
4
4
20
20
20
20
20
20
100
4