pengaruh corporate governance dan pengungkapan sukarela terhadap asimetri informasi ... · 2013. 7....
TRANSCRIPT
-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE DAN
PENGUNGKAPAN SUKARELA TERHADAP ASIMETRI
INFORMASI SELAMA KRISIS FINANSIAL GLOBAL
(Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI)
SKRIPSI
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat untuk
Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi
Universitas Sebelas Maret
Oleh:
FRANSISKA DYAN IRMAYANTI
NIM. F0307012
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE DAN PENGUNGKAPAN SUKARELA TERHADAP ASIMETRI INFORMASI SELAMA KRISIS
FINANSIAL GLOBAL (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI)
FRANSISKA DYAN IRMAYANTI
NIM. F0307012
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh bukti empiris terkait pengaruh
corporate governance dan pengungkapan sukarela tehadap asimetri informasi selama krisis finansial global. Sampel penelitian ini adalah 45 perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2008, sampel dipilih dengan menggunakan purposive sampling.
Metode analisis pada penelitian ini menggunakan analisis regresi linear berganda, yang dibagi menjadi dua tahap regresi. Regresi tahap pertama menguji pengaruh corporate governance yang direpresentasikan dengan kepemilikan manajerial dan komposisi komisaris independen terhadap asimetri informasi. Regresi tahap kedua menguji pengungkapan sukarela yang direpresentasikan oleh indeks pengungkapan sukarela dengan pembobotan terhadap asimetri informasi. Asimetri informasi sebagai variabel dependen direprensentasikan dengan relative ask-bid spread.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa corporate governance yang direpresentasikan dengan komposisi komisaris indenpenden terbukti berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat asimetri informasi, sedangkan kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap tingkat asimetri informasi selama krisis finansial global. Pengungkapan sukarela memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat asimetri informasi, hal ini mengindikasikan peningkatan pengungkapan sukarela yang dilakukan perusahaan mampu menurunkan asimetri informasi selama krisis finansial global. Kata kunci: Corporate governance, kepemilikan manajerial, dewan komisaris
independen, pengungkapan sukarela, asimetri informasi.
-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
INFLUENCE OF CORPORATE GOVERNANCE AND VOLUNTARY DISCLOSURE THROUGH INFORMATION ASYMMETRY DURING THE
GLOBAL CRISIS OF FINANCIAL (Empirical Studies at Manufactoring Companies that Listed in BEI)
FRANSISKA DYAN IRMAYANTI
NIM. F0307012
ABSTRACT
This reserach aims to obtain empirical evidence related influence of corporate governance and voluntary disclosure through information asymmetry during the global crisis of financial. Samples in this research is 45 companies in manufacturing sector listed in Indonesian Stock Excange 2008 that selected with purposive sampling. The method of analysis in this research use multiple regression analysis consist of two step regressions. The first regression examines the influence of is corporate governance which representated by managerial ownership and board of independence commisioner through Information asymmetry. The second regression examines influence of voluntary diclosure which representated by weighted valuntary disclosure index through Information asymmetry. Information asymmetry as dependent variable is representated by relative ask-bid spread. Results indicate that corporate governance which representated by of independence commisioner have a negativly significant effect to Information asymmetry, and managerial ownership have not effect to Information asymmetry during global financial crisis. Voluntary disclosure have a negativly significant effect to Information asymmetry, this is indicate that the rises of voluntary diclosure is able to reduce information asymmetry during global financial crisis.
Keywords: Corporate governance, managerial ownership, board of independence
commisioner, voluntary disclosure, information asymmetry
-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
HALAMAN MOTTO
“Percayalah kepada Tuhan dengan segenap hatimu dan janganlah bersandar
pada pengertiaanmu sendiri”
(Amsal 3:5)
”Kebaikan tidak bernilai selama diucapkan akan tetapi menjadi bernilai
sesudah dikerjakan”
(unknown)
“Jenius adalah 1% inspirasi dan 99% keringat. Tidak ada yang dapat
menggantikan kerja keras. Keberuntungan adalah sesuatu yang terjadi ketika
kesempatan bertemu dengan kesiapan”
(Thomas A. Edison)
“Kita tidak bisa menjadi bijaksana dengan kebijaksanaan orang lain, tapi kita
bisa berpengetahuan dengan pengetahuan orang lain”
(Jonathan Swift)
“Setiap kamu memiliki mimpi, keinginan, atau cita-cita, kamu letakkan di
sini, di depan keningmu... jangan menempel..biarkan dia...
menggantung...menggambang.. 5 cm di depan keningmu, maka dia tidak
akan pernah lepas dari matamu”
(Donny Dhirgantoro, 5 cm)
-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
HALAMAN PERSEMBAHAN
Kupersembahkan karya kecilku ini untuk:
Me, My Self, and I
Allah Bapa
Bapak dan Ibu Tercinta
Mas Hondi-Mba Yeyen dan Mas Nugroho
Keluarga Besar semuanya
Yudha
Sahabat-sahabatku tercinta
Orang-orang yang telah menginspirasi saya
Terima kasih semuanya
-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan skripsi dengan judul “ Pengaruh Corporate Governance dan
Pengungkapan Sukarela terhadap Asimetri Informasi Selama Krisis
Finansial Global (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang
Terdaftar di BEI)”.
Adapun skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam mencapai
Gelar Sarjana Ekonomi pada Program S1 Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi
Universitas Sebelas Maret. Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan selesai
tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak, untuk itu dengan segala kerendahan
dan ketulusan hati penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Bambang Sutopo, M.Com., Ak. selaku Dekan Fakultas
Ekonomi Universitas Sebelas Maret.
2. Bapak Drs. Jaka Winarna, M.Si., Ak. selaku Ketua Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret.
3. Bapak Agus Widodo, SE., M.Si., Ak. selaku dosen pembimbing yang telah
berkenan meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan dalam
penulisan skripsi ini.
-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4. Bapak Dr. Djoko Suhardjanto, M.Com.(Hons), Ph.D., Ak., Bapak Anas
Wibowo, SE., M.Si., Ak., dan Ibu Christiyaningsih Budiwati, SE., M.Si., Ak.
selaku penguji skripsi.
5. Ibu Dra Evi Gantyowati, M.Si. Ak., Bapak Dr. Payamta, M.Si., CPA dan
Bapak Drs. Sri Hanggana, M.Si., Akt. selaku penguji ujian komprehensif.
6. Ibu Dra. Yasmin Umar Assegaf, Ak. selaku pembimbing akademik.
7. Bapak Drs. Hanung Triatmoko. M.Si., Ak. dan Bapak Taufiq Arifin, SE.,
M.Sc., Ak. selaku penguji dan pembimbing magang.
8. Bapak Drs. Eko Arief Sudaryono, M.Si., Ak. dan Ibu Christiyaningsih
Budiwati, SE., M.Si., Ak., yang telah memberikan penulis ilmu dan
kesempatan untuk menjadi asisten dalam mata kuliah yang bapak dan ibu
ampu.
9. Para dosen dan staf pengajar Fakultas Ekonomi, Universitas Sebelas Maret
yang telah memberikan bekal ilmu yang bermanfaat bagi penulis.
10. Bapak dan Ibu tercinta, terima kasih atas kasih sayang, doa, bimbingan,
teladan, dan semangat hingga aku bisa menjadi seperti sekarang, terima kasih
atas keluarga yang selalu hangat dan penuh pengertian (yang membuat
anakmu ini selalu rindu untuk pulang).
11. Mas Hondi-Mba Yeyen dan Mas Nugroho, terimakasih telah menjadi kakak
yang sangat baik, yang selalu siap membantuku kapanpun dan dimanapun,
terimakasih dari adikmu yang manja ini.
-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
12. Yudha Astrottama, seseorang yang selalu setia mendampingiku, menghibur
dan memberi semangat, terimakasih telah menjadi kekasih sekaligus sahabat
dan ‘pembimbing 4’ untukku.
13. Papah Harjito dan Mamah Christiana, terimakasih telah menjadi orang tua
kedua selama di perantauan, terimakah atas doa, kasih sayang, semangat, dan
pengertian selama ini, terimakasih telah menjadi bagian dari hidupku.
14. Keluarga besar tercinta di Cilacap, di Magelang dan di Solo, terimakasih atas
doanya, sungguh menjadi hal yang indah memiliki keluarga besar yang penuh
perhatian dan kasih sayang.
15. Geng Gorengan, Tia, Tina, Putri, Chuwy, Nia, Endah, Ayuz, Adu, Dewi, Dee,
sangat membanggakan bertemu kalian semua, pengalaman tak terlupakan,
belajar bersama, berjuang bersama, saling memberi semangat dan inspirasi,
kalo ga ada kalian ga tau aku jadinya gimana.
16. OP Lovers, Chuwy, Vita, Yogi, mba Elfa, mba Harpit, mba In, mba Ana,
Niponk kalian adalah keluarga baru terindahku disini, makasih banget udah
jadi tetangga yang baik, buat bantuannya selama ini, terutama bantuan buat
refresing otak dikala suntuk dan banyak kerjaan, ayoo sapa yang duluan
nikah, hehe.
17. Teman partnerku, Tina dan Adu, thanks bgt ya jeng jeng buat kerja sama dan
bantuannya. Susah bareng, bingung bareng, ribet bareng, heboh bareng,
makan bareng, tidur bareng, loohh?? Iyalah ampe ga tidur semalaman gara-
gara deadline, jauh2 ujan2 ke Semarang demi ilmu, bener2 pengalaman tak
terlupakan, pokonya kita bertiga emang the best!!!!
-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
18. Temen-temen seperjuangan Erna, Umi, Ve, Anne, Andin, Dela, Dewi Lis,
Novi, Fatania, Nani, Peka, Dedi, Rija, Bimo, Yandi, Septian, Basri, thanks
banget buat bantuannya.
19. Temen-temen KMK yang ga bisa kusebutin satu persatu biar pada ga iri
(hehe), tetap semangat ya kalian semua, kita tetap menjadi satu keluarga,
dimanapun, kapanpun.
20. Anak-anak Cilacap, temen sekampung halaman dan seperjuangan di Solo,
Irla, Anang, Tile, Aar, Sesa, Agung. Ayo kumpul-kumpul maning!!
21. Pak Timin, Pak Man, dan Pak Pur yang selama ini telah membantu saya.
22. Seluruh teman-teman agen 007 yang ga bisa kusebutin satu persatu, menjadi
pengalaman tak terlupakan dan membanggakan bisa menjadi bagian dari agen
007.
23. Sobat-sobatku yang selalu bersedia meluangkan waktu, tenaga, pikiran dan
memberikan semangat dalam penulisan skripsi ini.
24. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu per satu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, untuk itu kritik
dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini
bermanfaat bagi pembaca.
Surakarta, 30 Maret 2011
Penulis
-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL ................................................................................................................ i
ABSTRAK .......................................................................................................... ii
ABSTRACT......................................................................................................... iii
PERSETUJUAN ................................................................................................. iv
PENGESAHAN .................................................................................................. v
MOTTO ............................................................................................................... vi
PERSEMBAHAN ............................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... viii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xvi
BAB I. PENDAHULUAN.................................................................................
A. Latar Belakang ................................................................................
B. Rumusan Masalah............................................................................
C. Tujuan Penelitian.............................................................................
D. ManfaatPenelitian ...........................................................................
E. Sistematika Penulisan......................................................................
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA........................................................................
A. Tinjauan Pustaka….……………………….....................................
1
1
8
9
9
10
12
12
-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
1. Teori Agensi (Agency Theory) .................................................
2. Asimetri Informasi (information Asymmetric) .........................
3. Corporate Governance (Tata Kelola Perusahaan) ...................
4. Kepemilikan Manajerial ( Managerial Ownership)..................
5. Dewan Komisaris Independen...................................................
6. Pengungkapan (Disclosure).......................................................
B. Kaitan Corporate Governance, Pengungkapan Sukarela, dan
Asimetri Informasi.............................................……………....…..
C. Kerangka Pemikiran………………………………………….…....
D. Penelitian Terdahulu dan Pengembangan Hipotesis........................
BAB III. METODE PENELITIAN...........…………………………………......
A. Desain Penelitian..............................................................................
B. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel.....…………..
C. Data dan Metode Pengumpulan Data....…………………………..
D. Devinisi Operasonal dan Pengukuran Variabel……....…………...
E. Metode Analisis Data.......................................................................
BAB IV. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN………………………….
A. Deskripsi Data .................................................................................
B. Pengujian Asumsi Klasik …......……..…………………………....
C. Pengujian Hipotesis ........…..……….…………………………….
D. Pembahasan ...............…………………………………………….
BAB V. PENUTUP...........................................................................................
A. Simpulan.........................................................................................
12
16
19
29
30
32
36
38
40
45
45
48
50
51
57
63
64
70
75
80
83
83
-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
B. Saran ..............................................................................................
C. Keterbatasan Penelitian..................................................................
D. Rekomendasi .................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
84
84
85
-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
DAFTAR TABEL
Tabel III.1 Kelompok Butir Pengungkapan sukarela............................................. 54
Tabel III.2 Devinisi Operasional Variabel ............................................................ 56
Tabel III.3 Nilai Durbin-Watson............................................................................ 60
Tabel IV.1 Hasil Pengambilan Sampel ................................................................. 64
Tabel IV.2 Statistik Deskriptif Variabel Dependen .............................................. 65
Tabel IV.3 Statistik Deskriptif Variabel Independen ............................................ 66
Tabel IV.4 Statistik Deskriptif Variabel Independen ……………….................... 68
Tabel IV.5 Hasil Uji Normalitas ........................................................................... 71
Tabel IV.6 Nilai Tolerance dan VIF Regresi 1 .....................................................72
Tabel IV.7 Nilai Tolerance dan VIF Regresi 2...................................................... 72
Tabel IV.8 Hasil Uji Durbin-Watson Regresi 1.................................................... 73
Tabel IV.9 Hasil Uji Durbin-Watson Regresi 2….……........................................ 73
Tabel IV.10 Hasil Uji Heteroskedastisitas Regresi 1............................................. 74
Tabel IV.11 Hasil Uji Heteroskedastisitas Regresi 2............................................. 74
Tabel IV.12 Hasil Regresi Berganda 1.……........................................................ 75
Tabel IV.13 Hasil Regresi Berganda 2 ..................................................................79
-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
DAFTAR GAMBAR
Gambar II.1 Struktur Board of Director dalam One Tier Syste............................ 26
Gambar II.2 Struktur Board of Commissioner dan Board of Director dalam
Two Tiers System............................................................................. 27
Gambar II.3 Struktur Two Tiers System pada perusahaan publik di Indonesia.....
28
Gambar II.4 Skema Model Penelitian................................................................... 39
Gambar IV.1 Grafik Rerata Indeks Pengungkapan
Setiap Kategori Pengungkapan ....................................................... 69
-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I Item Pengungkapan Sukarela
Lampiran II Penghapusan Item Pengungkapan Sukarela
Lampiran III Daftar Nama Perusahaan dan Variabel
Lampiran IV Statistik Deskriptif
Lampiran V Uji Regresi 1
Lampiran VI Uji Regresi 2
-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
BAB I
PENDAHULUAN
Bab pertama akan menjelaskan mengenai latar belakang dilakukannya
penelitian, rumusan masalah, tujuan, manfaat dan sistematika penulisan dari
penelitian ini.
A. Latar Belakang
Penelitian ini akan memberikan bukti empiris mengenai pengaruh
corporate governance dan pengungkapan sukarela terhadap asimetri informasi
selama krisis finansial global. Corporate governance direpresentasikan dengan
kepemilikan manajerial dan komposisi komisaris independen.
Masalah agensi telah menarik perhatian yang sangat besar dari para
peneliti di bidang akuntansi keuangan (Fuad, 2005). Jensen dan Mecking (1976)
menyatakan bahwa hubungan keagenan sebagai suatu kontrak antara manajer
selaku agen dengan pemilik sebagai prinsipal perusahaan. Agen diberikan
kewenangan dan otoritas oleh prinsipal untuk mengelola perusahaan demi
kepentingan prinsipal. Menurut teori ini hubungan antara manajer dan pemilik
pada hakikat sukar tercipta karena adanya kepentingan yang saling bertentangan
(Arifin, 2005). Pertentangan dan tarik menarik kepentingan antara prinsipal dan
agen dapat menimbulkan permasalahan yang dalam teori agensi dikenal sebagai
asimetri informasi (Haris, 2004).
-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
Asimetri informasi dilatarbelakangi adanya distribusi informasi yang tidak
sama antara prinsipal dan agen. Hal ini sebagai akibat tindakan manajer sebagai
pengelola perusahaan yang banyak mengetahui informasi internal dan prospek
perusahaan, tidak memberikan informasi yang sebenarnya mengenai kondisi
perusahaan kepada pemilik (Ujiyantho dan Pramuka, 2008). Tindakan ini
dilakukan manajer karena manajer cenderung untuk melaporkan sesuatu yang
memaksimalkan untititasnya (Wisnumurti, 2010). Lebih lanjut Arifin (2005)
mengungkapkan bahwa ketergantungan pihak eksternal terutama pemilik pada
angka akuntansi, kecenderungan manajer untuk mencari keuntungan sendiri dan
tingkat asimetri informasi yang tinggi, menyebabkan keinginan besar bagi
manajer untuk memanipulasi kerja yang dilaporkan untuk kepentingan diri
sendiri.
Asimetri informasi yang terjadi antara manajemen dengan pemilik
memberikan kesempatan kepada manajer untuk bertindak oportunistik, yaitu demi
memperoleh keuntungan pribadi (Ujiyantho dan Pramuka, 2008). Salah satu
tindakan oportunistik yang dipicu asimetri informasi adalah manajemen laba.
Praktik manajemen laba yang memunculkan beberapa kasus skandal pelaporan
akuntansi di Indonesia. Contoh kasus yang terjadi pada kasus mark-up laporan
keuangan PT. Kimia Farma Tbk. yang overstated (Arifin, 2005), dan kasus PT.
Lippo Tbk. yang melibatkan pelaporan keuangan yang diawali dengan deteksi
adanya praktik manipulasi (Gideon, 2005). Salah satu penyebab munculnya
kasus-kasus yang dilatarbelakangi asimetri informasi ini adalah lemahnya praktik
corporate governance di Indonesia.
-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
Corporate governance didefinisikan sebagai seperangkat peraturan yang
mengatur hubungan antara pemegang kepentingan intern dan ekstern yang
berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu
sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan (FCGI, 2008). Corporate
governance merupakan suatu bentuk kontrol terhadap masalah agensi yang
memastikan bahwa manajemen bertindak sesuai dengan harapan para pemegang
saham, dan dibentuk untuk menjamin tidak ada pihak yang merasa dirugikan
karena munculnya perbedaan kepentingan antara pemilik dan manajer (Juanda,
2009; Ho dan Wong 2001).
Kanagaretnam (2007) menunjukkan bahwa corporate governance yang
berjalan efektif akan meningkatkan kualitas dan frekuensi informasi yang
diterbitkan manajemen. Perusahaan-perusahaan yang melaksanakan corporate
governance akan memberikan lebih banyak informasi, dalam rangka mengurangi
asimetri informasi (Meilani, 2009). Informasi yang diberikan akan ditunjukkan
dalam tingkat pengungkapan, semakin baik pelaksanaan corporate governance
oleh suatu perusahaan, maka akan semakin banyak informasi yang diungkap
(Khomsiyah, 2003).
Chang et al (2008) menyatakan bahwa asimetri informasi di pasar terjadi
karena satu atau lebih pemilik sebagai investor memiliki informasi privat tentang
nilai perusahaan disaat investor lainnya tidak memiliki, hal ini dapat disebabakan
adanya keputusan ungkapan yang dilakukan manajemen (Komalasari, 2001).
Kualitas pengungkapan yang baik akan menurunkan dorongan investor untuk
-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
mencari informasi privat (Brown dan Hillegeist, 2007), sehingga berimplikasi
pada penurunan tingkat asimetri informasi.
Pengungkapan merupakan bentuk pelaksanaan salah satu prinsip
corporate governance yaitu transparansi dan akuntabilitas (Arifin, 2005). Li
(2009) menjelaskan bahwa perusahaan dituntut untuk melakukan pengungkapan
lebih dari pengungkapan yang ditetapkan dalam bentuk pengungkapan sukarela,
salah satu contohnya adalah pengungkapan aktivitas fundamental yang
memberikan keuntungan jangka panjang. Pengungkapan sukarela bermanfaat
untuk menarik perhatian analis dalam meningkatkan akurasi ekspektasi pasar,
menurunkan ketidaksimetrisan informasi pasar, dan menurunkan keterkejutan
pasar (Na’im dan Rakhaman, 2000; dalam Zubaidah dan Zulfikar, 2005).
Pengungkapan sukarela terbukti memberikan dampak positif yaitu
mengurangi tingkat asimetri informasi (Sutrisno et al, 2009; Chang et al (2008);
dan Sunder, 2002). Pengungkapan sukarela yang tinggi akan memperkecil
kesenjangan informasi antara manajer dan pemilik. Secara teoritis manajemen
berusaha mengurangi asimetri informasi dengan melakukan pengungkapan yang
luas guna mengurangi konflik kepentingan (Sutrisno et al, 2009). Hasil penelitian
tersebut mengindikasikan bahwa pengungkapan merupakan atribut yang penting
dari corporate governance, terutama yang berhubungan dengan transparansi dan
akuntabilitas yang dapat memperkecil asimetri informasi sehingga dapat
mengurangi terjadinya konflik kepentingan (Sutrisno et al, 2009; Arifin, 2005).
Krisis ekonomi global yang terjadi pada tahun 2008 mengakibatkan
kebutuhan pihak eksternal akan informasi mengenai keadaan perusahaan semakin
-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
tinggi (Nurlinda, 2011). Pihak eksternal, seperti pemegang saham, karyawan, dan
stakeholder lainnya membutuhkan informasi lebih terutama selama krisis terjadi,
karena kelompok ini berada dalam kondisi yang paling besar ketidakpastiannya
(Tonor, 2009). Informasi yang diperoleh pihak investor menjadi dasar
pengambilan keputusan investasi pada kondisi ketidakpastian yang besar selama
krisis.
Perusahaan yang memiliki corporate governance yang baik akan
memberikan implikasi tersajinya informasi yang lebih baik di masa krisis
sehingga diharapkan dapat menurunkan tingkat asimetri informasi di pihak
investor. Salah satu penelitian mengenai pengaruh corporate governance terhadap
asimetri informasi dilakukan oleh Kanagaretnam et al (2007). Penelitan tersebut
menggunakan bid-ask spread dan depths yang merupakan representasi dari
penurunan asimetri informasi, sedangkan corporate governance direpresentasikan
oleh komisarisi independen, struktur dewan, dan aktivitas dewan. Hasil pengujian
menunjukkan bahwa corporate governance berpengaruh negatif dan signifikan
terhadap penurunan laba di sekitar pengumuman laba triwulanan.
Di Indonesia, penelitian mengenai pengaruh corporate governance
terhadap asimetri informasi dilakukan oleh Nugroho (2009); Meilani (2009);
Nurlinda (2011); dan Dewi (2011). Nurlinda (2011); Dewi (2011); dan Nugroho
(2009) menemukan bahwa komposisi komisaris independen, frekuensi rapat
dewan komisaris, dan frekuensi rapat dewan direksi berpengaruh terhadap
penurunan asimetri informasi di sekitar pengumuman laba. Lebih lanjut, Dewi
(2011) dalam penelitiannya menemukan adanya perbedaan penurunan asimetri
-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
informasi disekitar pengumuman laba pada periode sebelum dan selama krisis.
Meilani (2009) memaparkan hal yang berbeda, penelitiannya mengungkap bahwa
komposisi komisaris independen tidak terbukti memiliki hubungan negatif
terhadap tingkat asimetri informasi.
Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa guna mengurangi konflik
kepentingan antara prinsipal dan agen dapat dilakukan dengan meningkatkan
kepemilikan manajerial dalam perusahaan. Sukartha (2007) menjelaskan bahwa
kepemilikan manajerial dalam suatu perusahaan akan mendorong penyatuan
kepentingan antara prinsipal dan agen dalam mendorong informasi positif yang
lebih banyak, dan manajer lebih giat untuk memenuhi kepentingan pemegang
saham yang juga adalah dirinya sendiri. Meilani (2009) dalam penelitiannya
menemukan bahwa kepemilikan manajerial terbukti berpengaruh negatif pada
tingkat asimetri informasi di sekitar pengumuman laba.
Brown dan Hillegeist (2007); Chang et al (2008); dan Sunder (2002)
menyatakan asimetri informasi dapat dikurangi dengan pengungkapan sukarela
selain melakukan pengungkapan wajib. Pengungkapan sukarela merupakan atribut
yang penting dalam corporate governance, dan merupakan salah satu alat yang
penting untuk mengatasi masalah keagenan antara manajemen dan pemilik,
karena dipandang sebagai upaya untuk mengurangi asimetri informasi
(Khomsiyah, 2003; Tonor, 2009; Sutrisno et al, 2009).
Achmad (2007) dalam penelitiannya terhadap perusahaan keluarga (family
firm) yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia menemukan bahwa struktur dewan
komisaris dan struktur dewan direksi berpengaruh pada pengungkapan sukarela
-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
yang dilakukan perusahaan. Baek et al (2009) secara spesifik meneliti pengaruh
kepemilikan manajerial tehadap pengungkapan sukarela. Penelitian menemukan
hasil yang berbeda dengan memisahkan level kepemilikan pada kurang dari 5%
dan di atas 5%. Pada level kepemilikan saham dibawah 5%, kepemilikan
manajerial akan berpengaruh negatif pada level pengungkapan sukarela.
Kepemilikan di atas 5% tidak memberikan pengaruh pada pengungkapan sukarela
yang dilakukan perusahaan.
Penelitian ini dilakukan dengan mengembangkan penelitian yang
dilakukan oleh Meliani (2009). Penelitian yang dilakukan Meliani (2009) meneliti
pengaruh corporate governance terhadap tingkat asimetri informasi. Penelitan ini
meneliti perusahaan yang memperoleh peringkat 10 teratas dilakukan IICG 2004-
2007. corporate governance yang diteliti adalah Indeks Corporate Governance,
kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, proporsi komisaris
independen, ukuran komisaris independen. Peneliti tertarik untuk menguji
kembali penelitian ini karena masih banyak aspek-aspek yang belum
dikembangkan dan perbedaan hasil penelitian dengan penelitian lain mengenai
pengaruh corporate governance terhadap asimetri informasi.
Penelitian menambahkan variabel pengungkapan sukarela dan lebih
spesifik pada periode terjadinya krisis finansial global tahun 2008 untuk melihat
pengaruhnya pada setiap variabel. Corporate governance sebagai variabel
independen dalam penelitian ini adalah komposisi komisaris independen dan
kepemilikan manajerial.
-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
Penelitian dilakukan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar pada
Bursa Efek Indonesia di tahun 2008. Perusahaan manufaktur adalah salah satu
sektor riil yang paling banyak di Indonesia, sehingga industri ini pulalah yang
paling banyak terkena dampak krisis (Murwani, 2010). Periode amatan untuk
mengetahui asimetri informasi menggunakan bid-ask spread yang terjadi di dua
hari disekitar pengumuman laba (5 hari amatan) dan mengembangkan item
pengungkapan sukarela dalam penelitian Achmad (2007).
Berdasarkan paparan di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian yang berjudul: ”Pengaruh Corporate Governance dan
Pengungkapan Sukarela terhadap Asimetri Informasi Selama Krisis
Finansial Global”.
B. Masalah Penelitian
Sesuai dengan latar belakang dan judul penelitian, maka yang menjadi
pokok permasalahan adalah:
1. Apakah corporate governance berpengaruh terhadap tingkat asimetri
informasi selama krisis finansial global?
Corporate goernance dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Apakah kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap tingkat asimetri
informasi selama krisis finansial global?
b. Apakah komposisi komisaris independen berpengaruh terhadap tingkat
asimetri informasi selama krisis finansial global?
-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
2. Apakah luas pengungkapan sukarela berpengaruh terhadap tingkat asimetri
informasi selama krisis finansial global?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui apakah corporate governance berpengaruh terhadap tingkat
asimetri informasi selama krisis finansial global.
2. Mengetahui apakah luas pengungkapan sukarela berpengaruh terhadap
tingkat asimetri informasi perusahaan.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat termasuk:
1. Dapat memberikan kontribusi terhadap literatur penelitian akuntansi
khususnya mengenai pengungkapan sukarela dan asimetri informasi serta
corporate governance yaitu kepemilikan manajerial dan komisaris
independen.
2. Bagi investor, dapat membantu memberikan gambaran mengenai kinerja
perusahaan dengan melihat pengungkapan sukarela perusahaan dan
penerapan corporate governance sehingga dapat mengambil keputusan
investasi yang tepat.
3. Bagi perusahaan, dapat membantu memberikan gambaran dan bahan
pertimbangan dalam menentukan keputusan di masa mendatang. Selain itu
dapat memberikan wacana tentang pentingnya pengungkapan sukarela oleh
-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
perusahaan mereka yang didukung dengan penerapan corporate governance,
dalam rangka mengurangi asimetri informasi dan juga untuk mencapai
competitive advantage di dunia bisnis.
4. Bagi akademisi, bisa dijadikan referensi dalam penelitian selanjutnya
disamping sebagai sarana untuk menambah wawasan.
E. Sistematika Penulisan
BAB I : Pendahuluan
Berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II : Tinjauan Pustaka
Bab ini menguraikan tinjauan pustaka yang memuat literatur
terkait dengan topik penelitian; kaitan variabel independen
dengan variabel dependen; kerangka konseptual;
pengembangan hipotesis.
BAB III : Metode Penelitian
Bab ini berisi tentang desain penelitian; populasi, sampel, dan
teknik pengambilan sampel; data dan metode pengumpulan
data; variabel penelitian dan pengukurannya; dan metode
analisis data yang terdiri dari statistik deskriptif dan pengujian
hipotesis.
BAB IV : Analisis dan Pembahasan
Bab ini menguraikan analisis deskriptif data; pengujian
-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
hipotesis dan pembahasan hasil analisis.
BAB V : Penutup
Bab ini membahas kesimpulan mengenai obyek yang diteliti
berdasarkan hasil analisis data, menjelaskan mengenai
keterbatasan penelitian, dan memberikan saran bagi pihak
yang terkait, serta rekomendasi bagi peneliti berikutnya.
-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Setelah membahas pendahuluan di Bab I, Bab II akan menjelaskan
mengenai tinjauan pustaka dan kaitan corporate governance dan pengungkapan
sukarela dengan asimetri informasi, kerangka pemikiran, serta pengembangan
hipotesis dalam penelitian ini.
A. Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka ini menjelaskan literatur yang mendasari komponen
maupun variabel penelitian.
1. Teori Agensi (Agency Theory)
Perspektif hubungan keagenan merupakan dasar yang digunakan untuk
memahami corporate governance dan asimetri informasi. Teori ini membahas
tentang adanya pemisahan antara kepemilikan dan pengendalian perusahaan.
Teori keagenan muncul sekitar tahun 1970an, berawal dari adanya bentuk
korporasi yang memisahkan dengan tegas antara kepemilikan dengan manajemen
perusahaan (Tanor 2009).
Pemisahan ini muncul karena semakin rumit dan besarnya suatu
perusahaan membuat pihak pemilik tidak bisa secara insentif mengelola
perusahaannya, sehingga meminta pihak manajemen untuk mengelola
kelangsungan hidup perusahaan dalam usahanya untuk mendapatkan laba (Tanor
2009). Bodie et al (2006) menjelaskan pemisahan ini bertujuan untuk memberikan
-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
stabilitas pada perusahaan dalam menghadapi terbukanya pasar global, produksi
skala besar, dan meningkatnya ukuran serta kebutuhan modal. Pemisahan ini
dimaksudkan pergantian pemilik yang terjadi tidak berpengaruh pada aktivitas
perusahaan, karena aktivitas perusahaan dikelola oleh manajemen.
Hubungan antara pemilik dan manajemen ini oleh banyak ahli disebut
dengan dengan hubungan keagenan (agency relationship). Jensen dan Meckling
(1976) menyatakan hubungan keagenan muncul ketika satu atau lebih individu
(prinsipal) mempekerjakan individu lain (agen) untuk memberikan suatu jasa dan
kemudian mendelegasikan kekuasaan kepada agen untuk membuat suatu
keputusan atas nama prinsipal tersebut. Menurut Baek et al (2009), sebuah
hubungan keagenan tercipta ketika pemilik memberikan wewenangnya kepada
manajer, hal ini berarti agen adalah seseorang atau lebih yang sudah dipercaya
oleh pemilik untuk mengelola perusahaan dengan tujuan meningkatkan nilai
perusahaan agar kemakmuran pemegang saham terjamin.
Hubungan keagenan ini menjadikan manajer sebagai pengelola perusahaan
lebih banyak mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang
akan datang dibandingkan pemilik (pemegang saham). Oleh karena itu, manajer
sebagai pengelola berkewajiban memberikan informasi mengenai kondisi
perusahaan kepada pemilik (Ujiyantho dan Pramuka, 2008; Khomsiyah, 2003).
Masalah keagenan muncul karena adanya konflik kepentingan antara
pemilik dan agen, hal ini terjadi karena kemungkinan manajemen sebagai agen
tidak selalu berbuat sesuai dengan kepentingan prinsipal. Menurut teori agensi,
hubungan antara manajer dan pemilik pada hakikat sukar tercipta karena adanya
-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
kepentingan yang saling bertentangan (Arifin, 2005). Hal ini sebagai akibat
tindakan manajer sebagai pengelola perusahaan yang banyak mengetahui
informasi internal dan prospek perusahaan, tidak memberikan informasi yang
sebenarnya mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik (Ujiyantho dan
Pramuka, 2008). Tindakan ini dilakukan manajer karena manajer cenderung untuk
melaporkan sesuatu yang memaksimalkan untititasnya (Wisnumurti, 2010).
Situasi ini menimbulkan peluang bagi manajemen untuk untuk melakukan
tindakan oportunistik dan berbuat curang1.
Masalah keagenan ini juga dihadapi para pelaku pasar dalam mekanisme
pasar. Partisipan pasar saling berinteraksi di pasar modal guna mewujudkan
tujuannya, membeli atau menjual sekuritas. Aktivitas yang mereka lakukan
utamanya dipengaruhi oleh informasi yang diterima, baik secara langsung
(laporan publik) maupun tidak langsung misalnya insider trading2 (Komalasari,
2001). Ketika terjadi asimetri informasi, keputusan ungkapan yang dibuat oleh
manajer dapat mempengaruhi harga saham sebab asimetri informasi antara
investor yang lebih terinformasi dan investor kurang terinformasi menimbulkan
biaya transaksi dan mengurangi likuiditas yang diharapkan dalam pasar untuk
saham-saham perusahaan (Komalasari, 2001).
Eisenhardt (1989) dalam Nurlinda (2011) menyatakan bahwa teori agensi
menggunakan tiga asumsi sifat manusia yaitu: (1) manusia pada umumnya
1 Curang (froud) dalam konteks audit keuangan, kecurangan merupakan suatu tindakan yang disengaja dengan itikad tidak baik, dengan melakukan penyajian yang salah atas laporan keuangan atau pegungkapan dan pernyataan yang salah karena ketidaktepatan aktiva (Tunggal, 2007) 2 Insider trading merupakan perdagangan sukuritas yang dilakukan oleh corporate insider. Corporate insider adalah pejabat perusahaan, manajemennya, direksinya atau pemegang saham mayoritasnya yang mempunyai informasi privat (Jogiyanto, 2000).
-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
mementingkan diri sendiri (self interest), (2) manusia memiliki daya pikir terbatas
mengenai persepsi masa mendatang (bounded rationality), dan (3) manusia selalu
menghindari risiko (risk averse). Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia tersebut
manajer sebagai manusia akan bertindak oportunistik, yaitu mengutamakan
kepentingan pribadinya (Haris, 2004).
Sidhartha (2007) menyatakan bahwa fokus dari teori keagenan adalah
pada penentuan kontrak yang paling efisien yang mendasari hubungan antara
prinsipal dan agen dan bagaimana prinsipal merancang suatu kontrak agar dapat
mengakomodasi kepentingan pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak keagenan.
Kontrak yang efisien adalah kontrak yang memenuhi dua faktor, yaitu (1) agen
dan prinsipal memiliki informasi yang simetris artinya baik agen maupun pemilik
memiliki kualitas dan jumlah informasi yang sama sehingga tidak terdapat
informasi tersembunyi yang dapat digunakan untuk keuntungan dirinya sendiri;
(2) risiko yang dipikul agen berkaitan dengan imbal jasanya adalah kecil, yang
berarti bahwa agen mempunyai kepastian yang tinggi mengenai imbalan yang
diterimanya (Sidhartha, 2007).
Konflik keagenan yang terjadi dapat diminimalkan dengan adanya
mekanisme pengawasan yang baik di dalam perusahaan, baik mekanisme
pengawan eksternal maupun internal (Juanda, 2009; Arifin 2005). Namun, dengan
adanya mekanisme pengawasan tersebut, akan menimbulkan biaya tambahan
yang sering disebut dengan biaya keagenan (Nurlinda, 2011). Biaya keagenan
dapat diminimalkan dengan berbagai cara, antara lain: (1) dengan meningkatkan
kepemilikan dari dalam (insider ownership) atau kepemilikan manajerial; (2)
-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
dengan menggunakan kebijakan hutang; (3) dengan cara mengaktifkan monitoring
melalui investor institusional (Juanda, 2009).
2. Asimetri Informasi (Information Asymmetric)
Hubungan keagenan memunculkan terjadinya masalah agensi ketika
terjadi pertentangan dan tarik menarik kepentingan antara prinsipal dan agen
dikenal sebagai asimetri informasi (Arifin, 2005). Kesenjangan informasi antara
manajemen dan pemilik terjadi sebagai akibat tindakan manajer sebagai pihak
yang banyak mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan, tidak
memberikan informasi yang sebenarnya mengenai kondisi perusahaan kepada
pemilik (Ujiyantho dan Pramuka, 2008), dalam rangka memaksimalkan
untititasnya (Wisnumurti, 2010).
Tonor (2009) menyatakan bahwa asimetri informasi merupakan masalah
yang timbul karena adanya hubungan keagenan, dan bermula dari hasrat
manajemen untuk tidak bertindak demi kepentingan terbaik dari prinsipal. Brown
dan Hillegeist (2006) memberikan pemahaman yang berbeda, asimetri informasi
terjadi ketika satu atau beberapa pemilik sebagai investor memiliki informasi
privat tentang perusahaan di sisi lain investor yang kurang terinformasi lainnya
hanya memiliki akses ke informasi publik.
Menurut Scott (2003) terdapat dua macam permasalahan yang timbul
akibat asimetri informasi yang disebabkan kesulitan pemilik untuk memonitor dan
melakukan kontrol tindakan manajemen, yaitu:
-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
1) Adverse selection, yaitu bahwa para manajer serta orang-orang dalam
lainnya biasanya mengetahui lebih banyak tentang keadaan dan prospek
perusahaan dibandingkan investor pihak luar. Fakta yang mungkin dapat
mempengaruhi keputusan yang akan diambil oleh pemegang saham
tersebut tidak disampaikan informasinya kepada pemegang saham.
2) Moral hazard, yaitu bahwa kegiatan yang dilakukan oleh seorang manajer
tidak seluruhnya diketahui oleh pemegang saham maupun pemberi
pinjaman sehingga manajer dapat melakukan tindakan di luar pengetahuan
pemegang saham yang melanggar kontrak dan secara etika atau norma
mungkin tidak layak dilakukan.
Rahardjo (2004) mengungkapkan bahwa asimetri informasi dapat terjadi
dalam dua kondisi ekstrim, yaitu : kesenjangan informasi yang kecil sehingga
tidak mempengaruhi manajemen, atau kesenjangan yang sangat signifikan
sehingga berpengaruh terhadap manajemen dan harga saham. Asimetri informasi
yang tinggi dapat memberikan kesempatan kepada manajer untuk melakukan
tindakan opotunistik yang yang dapat merugikan pemilik (Wisnumurti, 2010).
Tindakan tersebut diantaranya tidak dipublikasikannya kegagalan rencana bisnis
(Rahardjo, 2004); praktik manajemen laba (Wisnumurti, 2010); mark-up laporan
keuangan (Arifin, 2005).
Asimetri informasi sangat terasa pengaruhnya dalam dunia akuntansi
karena produk utama dari akuntansi adalah informasi, yang merupakan komoditas
yang sangat kuat dan penting (Tonor, 2009). Pengungkapan informasi akuntansi
dalam bentuk penerbitan laporan keuangan merupakan salah satu cara untuk
-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
menjembatani kesenjangan informasi yang terjadi (Dewi, 2011), termasuk
didalamnya terdapat pengumuman laba. Kim dan Verrecchia dalam
Kanagaretnam et al (2007) menyatakan bahwa pengumuman laba akan
berpengaruh pada tingkat asimetri informasi karena perusahaan mengungkapkan
informasi mengenai kondisi keuangan perusahaan untuk seluruh pemain di pasar
modal. Adanya kesamaan dalam akses informasi maka diharapkan perbedaan
harga antara permintaan dan penawaran menjadi lebih rendah (Rahardjo, 2004)
sehingga terjadi penurunan asimetri informasi.
Informasi akuntansi yang berkualitas berguna bagi pemilik sebagai
investor untuk menurunkan asimetri informasi. Keputusan ungkapan yang dibuat
oleh manajer dapat mempengaruhi harga saham, ketika asimetri informasi antara
investor yang lebih terinformasi dan investor kurang terinformasi dan
menimbulkan biaya transaksi dan mengurangi likuiditas yang diharapkan dalam
pasar untuk saham-saham perusahaan (Komalasari, 2001). Penurunan asimetri
informasi akan menyebabkan pengurangan dalam biaya transaksi, dimana biaya
transaksi diwakili oleh bid ask spreads (Murni, 2004).
Pada beberapa penelitian, asimetri informasi dapat dilihat berdasarkan bid-
ask spread atau dengan menggunakan bid-ask debt. Spread adalah selisih antara
harga penawaran (jual) terbaik dan harga permintaan (beli) terbaik, jika besaran
spread tersebut dibagi rata-rata harga jual terbaik dan harga beli terbaik, maka
akan diperoleh relative spread (Frensidy, 2009). Penelitian Sutrisno et al (2009)
menggunakan relative bid-ask spread dalam melihat asimetri informasi. Shon dan
Weiss (2009); Nurlinda (2011); dan Dewi (2011) menggunakan bid-ask spread
-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
periode window dan non-window dalam melihat penurunan asimetri infomasi.
Meilani (2009); dan Wisnumurti (2010) menggunakan adjusted bid-ask spread
untuk menilai tingkat asimetri informasi, dimana spread disesuaikan dengan
memperhatikan harga penutupan saham, jumlah transaksi saham, dan variasi
return saham harian. Sedangan Kanagaretnam et al (2007) menggunakan bid-ask
spread dan bid-ask debth dalam merepresentasikan asimetri informasi. Bid-ask
debth adalah jumlah saham yang tersedia pada saat terjadi penawaran (bid)
ditambah jumlah saham yang terdapat pada saat terjadi permintaan (ask).
3. Corporate Governance (Tata Kelola Perusahaan)
Perspektif teori keagenan adalah upaya penciptaan mekanisme kontrak
efisien yang timbul karena adanya konflik kepentingan diantara para stakeholder
(investor, kreditur, regulator, dan manajer). Adanya perbedaan kepentingan antara
kedua belah pihak tersebut melahirkan perlunya corporate governance untuk
menjamin tidak ada pihak yang merasa dirugikan (Juanda, 2009).
Definisi mengenai corporate governance saat ini sangatlah beraneka
ragam. Organization for Economic Cooperation and Development (OECD)
mendefinisikan corporate governance sebagai sekumpulan hubungan antara pihak
direksi perusahaan, komisaris, pemegang saham, dan pihak lain yang memiliki
kepentingan terhadap perusahaan. Corporate governance mensyaratkan adanya
struktur perusahaan, perangkat untuk mencapai tujuan, dan pengawasan atas
kinerja (Tunggal, 2007).
-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI, 2002)
mempergunakan definisi Cadbury Committee untuk mendefinisikan corporate
governance yaitu:
"Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan". The Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG)
mendefinisikan corporate governance sebagai serangkaian mekanisme untuk
mengarahkan dan mengendalikan suatu perusahaan agar operasional perusahaan
berjalan sesuai dengan harapan para pemangku kepentingan (stakeholders).
Sedangkan good corporate governance dalam The Indonesian Institute for
Corporate Governance didefinisikan sebagai proses dan struktur yang diterapkan
dalam menjalankan perusahaan, dengan tujuan utama meningkatkan nilai
pemegang saham dalam jangka panjang, dengan tetap memperhatikan
kepentingan stakeholder yang lain.
Pengertian lain corporate governance menurut Surat Keputusan Menteri
Negara/Kepala Badan Penanaman Modal dan Pembinaan BUMN No.
23/MPM/BUMN/2000 tentang Pengembangan Praktik Corporate Governance
dalam Perusahaan Perseroan (PERSERO), menyatakan bahwa:
“Corporate governance adalah suatu hal yang berkaitan dengan pengambilan keputusan yang efek yang bersumber dari Budaya Perusahaan, Etika, Nilai, Sistem, Proses Bisnis, Kebijakan dan Struktur Organisasi yang bertujuan untuk mendorong dan mendukung: pengembangan perusahaan, pengelolaan sumber daya
-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
dan resiko secara lebih efisien, efektif dan pertanggungjawaban perusahaan kepada pemegang saham dan stakeholders lainnya”. Menurut Ho dan Wong (2001), corporate governance dipandang sebagai
cara yang efektif untuk menggambarkan hak dan tanggung jawab masing-masing
kelompok stakeholder dalam sebuah perusahaan dimana transparansi merupakan
indikator utama standar corporate governance dalam sebuah ekonomi.
Selanjutnya Ho dan Wong (2001) menjelaskan corporate governance merupakan
suatu bentuk kontrol terhadap masalah agen dan memastikan bahwa manajemen
bertindak sesuai dengan harapan para pemegang saham.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, peneliti dapat mengambil
simpulan bahwa corporate governance adalah suatu mekanisme pengendalian
perusahaan berlandaskan peraturan perundangan dan nilai etika, yang ditujukan
untuk mengatur hubungan antara stakeholder dan manajemen dalam rangka
mengurangi konflik kepentingan dan meningkatkan nilai pemegang saham jangka
panjang, guna mencapai maksud dan tujuan perusahaan.
Tunggal (2007) menjelaskan tujuan yang ingin dicapai dari corporate
governance yang baik adalah: (1) tercapainya sasaran yang telah ditetapkan; (2)
aktiva perusahaan dijaga dengan baik; (3) Perusahaan menjalankan praktik-
praktik bisnis yang sehat; (4) Kegiatan-kegiatan perusaaan dilakukan secara
transparan.
Tunggal (2007) dalam bukunya menyebutkan prasyarat dasar yang harus
dipenuhi dalam menerapkan corporate governance yang baik menurut Committee
Basel, mencakup:
-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
a. corporate value, kode perilaku (codes of conduct) dan standar perilaku lainnya yang pantas, dan sistem yang digunakan untuk menjamin kepatuhan;
b. strategi corporate yang disusun dengan baik sehingga mampu mengukur keberhasilan perusahaan secara keseluruhan dan kontribusi tiap-tiap individu;
c. tanggungjawab dan kewenangan pengambilan keputusan yang jelas dari level yang paling rendah hingga tingkat direksi dan komisaris;
d. membangun mekanisme interaksi dan kerjasama antara komisaris, direksi, dan auditor;
e. sistem pengendalian internal yang kuat, termasuk fungsi audit internal dan eksternal, fungsi manajemen risiko yang terpisah dari lini bisnis, serta check dan balance lainnya;
f. monitoring secara khusus atas adanya risiko konflik kepentingan, termasuk hubungan bisnis dengan peminjam yang berafiliasi dengan bank, pemegang saham, direksi, atau pembuat keputusan kunci yang ada dalam perusahaan
g. adanya insentif finansial dan manajerial yang diberikan kepada direksi, manajemen madya, dan pegawai agar bertindak dengan cara yang sesuai appropriate manner) dalam bentuk kompensasi, promosi, dan pengakuan lainnya;
h. informasi yang memadai kepada eksternal perusahaan dan masyarakat.
Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI, 2002)
menyebutkan prinsip-prinsip dasar dalam praktik Corporate Governance antara
lain sebagai berikut:
a. Kewajaran (Fairness)
Secara sederhana kewajaran bisa didefinisikan sebagai perlakuan yang adil
dan setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan
perjanjian serta peraturan perundangan yang berlaku. Fairness juga mencakup
adanya kejelasan hak-hak pemodal, sistem hukum dan penegakan peraturan untuk
melindungi hak-hak investor, khususnya pemegang saham minoritas, dari
berbagai bentuk kecurangan. Bentuk kecurangan ini dapat berupa insider trading
-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
(transaksi yang melibatkan informasi orang dalam), fraud (penipuan), dilusi
saham (nilai perusahaan berkurang), KKN, atau keputusan-keputusan yang dapat
merugikan seperti pembelian kembali saham yang telah dikeluarkan, penerbitan
saham baru, merger, akuisisi, atau pengambil-alihan perusahaan lain.
b. Transparansi (Disclosure and Transparency)
Transparansi bisa diartikan sebagai keterbukaan informasi, baik dalam
proses pengambilan keputusan maupun dalam mengungkapkan informasi material
dan relevan mengenai perusahaan. Dalam mewujudkan transparansi ini sendiri,
perusahaan harus menyediakan informasi yang cukup, akurat, dan tepat waktu
kepada berbagai pihak yang berkepentingan dengan perusahaan tersebut. Setiap
perusahaan diharapkan pula dapat mempublikasikan informasi keuangan serta
informasi lainnya yang material dan berdampak signifikan pada kinerja
perusahaan secara akurat dan tepat waktu. Selain itu, para investor harus dapat
mengakses informasi penting perusahaan secara mudah pada saat diperlukan.
c. Akuntabilitas (Accountability)
Akuntabilitas adalah kejelasan fungsi, struktur, sistem dan
pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan
dilaksanakan secara efektif. Beberapa bentuk implementasi lain dari prinsip
accountability antara lain:
1) praktek audit internal yang efektif;
-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
2) kejelasan fungsi, hak, kewajiban, wewenang, dan tanggung jawab dalam
anggaran dasar perusahaan dan Statement of Corporate Intent (target
pencapaian perusahaan di masa depan).
d. Responsibilitas (Responsibility)
Responsibilitas adalah adanya tanggung jawab pengurus dalam
manajemen, pengawasan manajemen serta pertanggungjawaban kepada
perusahaan dan para pemegang saham. Prinsip ini diwujudkan dengan kesadaran
bahwa tanggung jawab merupakan konsekuensi logis dari adanya wewenang,
menyadari akan adanya tanggung jawab sosial, menghindari penyalahgunaan
wewenang kekuasaan, menjadi profesional, dan menjunjung etika dan memelihara
bisnis yang sehat.
e. Independensi (Independency)
Independensi merupakan suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara
profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh atau tekanan dari pihak
manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. Independensi menekankan bahwa dalam
menjalankan fungsi, tugas, dan tangungjawabnya, dewan komisaris, dewan
direksi, dan manajer atau pihak-pihak yang diberi tugas untuk mengelola dan
menjalankan perusahaan terbebas dari tekanan maupun pengaruh baik dari dalam
maupun luar perusahaan.
Utama (2003) dalam Herawaty (2008) prinsip-prinsip corporate
governance yang diterapkan memberikan manfaat diantaranya: (1) meminimalkan
agency costs dengan mengontrol konflik kepentingan yang mungkin terjadi antara
-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
prinsipal dengan agen; (2) meminimalkan cost of capital dengan menciptakan
sinyal positif kepada para penyedia modal; (3) meningkatkan citra perusahaan; (4)
meningkatkan nilai perusahaan yang dapat dilihat dari cost of capital yang rendah,
dan (5) peningkatan kinerja keuangan dan persepsi stakeholder terhadap masa
depan perusahaan yang lebih baik.
Penilaian mengenai sejauh mana suatu perusahaan telah melaksanakan
corporate governance dalam perusahaannya di Indonesia telah di lakukan oleh
FCGI. FCGI telah mengembangkan suatu alat yang dapat digunakan sebagai
penilaian mandiri apakah corporate governance pada suatu perusahaan telah
berjalan dengan baik atau belum. FCGI menamakan alat tersebut sebagai FCGI
Corporate Governance Self-Assessment Ceklist. Kuesioner tersebut berisi
pembobotan dalam lima bidang yaitu: (1) Hak-hak pemegang saham sebesar 20%;
(2) Kebijakan corporate governance sebesar 15%; (3) praktik-praktik corporate
governance sebesar 30%; (4) Pengungkapan sebesar 20%; dan (5) fungsi audit
sebesar 15%.
Salah satu aspek penting dalam corporate governance adalah board of
directors (dewan pengurus perseroan). Board of directors adalah sekelompok
individual yang dipilih dimana tanggung jawab utamanya adalah bertindak atas
kepentingan pemilik dengan secara formal memonitor dan mengendalikan
eksekutif puncak perusahaan, yang diklasifikasikan menjadi insiders, related
outsides, dan outsiders (Tunggal, 2007).
Menurut FCGI (2002), terdapat 2 sistem yang berkaitan dengan bentuk
dewan dalam perusahaan, yaitu one tier system (sistem satu tingkat) dan two tiers
-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
system (sistem dua tingkat). Sistem satu tingkat dimiliki oleh negara yang
menganut sistem hukum Anglo-Saxon. Perusahaan yang hanya mempunyai satu
dewan direksi yang pada umumnya merupakan kombinasi antara manajer atau
pengurus senior (direktur eksekutif) dan direktur independen yang bekerja dengan
prinsip paruh waktu (non direktur eksekutif), dimana non direktur eksekutif
diangkat karena kebijakan, pengalaman dan relasinya. Negara-negara dengan one
tier system misalnya Amerika Serikat dan Inggris. Berikut ini adalah Struktur
Board of Director dalam One Tier System.
Gambar II.1 Struktur Board of Director dalam One Tier System
(sumber: FCGI, 2002)
Two tiers system dimiliki oleh negara yang menganut sistem hukum
kontinental Eropa. Perusahaan mempunyai 2 badan terpisah yaitu dewan
pengawas (dewan komisaris) dan dewan manajemen (dewan direksi).
Tugas dewan direksi adalah mengelola dan mewakili perusahaan dibawah
pengarahan dan pengawasan dewan komisaris, dalam sistem ini anggota dewan
direksi diangkat dan setiap waktu dapat diganti oleh dewan komisaris. Dewan
direksi juga harus memberikan informasi kepada dewan komisaris dan menjawab
hal-hal yang diajukan oleh dewan komisaris. Tugas dewan komisaris utama
General Meeting of the
Shareholders (GMoS)
Boards of Directors
Executive
Non-
Executive
-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
adalah bertanggung jawab untuk mengawasi tugas-tugas manajemen. Berikut ini
adalah Struktur Board of Commissioner dan Board of Director dalam Two Tiers
System
Gambar II.2
Struktur Board of Commissioner dan Board of Director dalam Two Tiers System (sumber: FCGI, 2002)
Dewan komisaris tidak boleh melibatkan diri dalam tugas-tugas
manajemen dan tidak boleh mewakili perusahaan dalam melakukan transaksi
dengan pihak ketiga. Anggota dewan komisaris diangkat dan diganti dalam Rapat
Umum Pemegang Saham (RUPS). Negara-negara dengan two tiers system adalah
Denmark, Jerman, Belanda dan Jepang serta di Indonesia.
Menurut Arifin (2005), Indonesia menganut two tiers system yang berarti
bahwa komposisi pengurus perseroan terdiri dari fungsi eksekutif yaitu dewan
direksi, dan fungsi pengawasan yaitu dewan komisaris. Penelitian tersebut juga
menyebutkan two tiers system di Indonesia tanpa melibatkan pegawai dalam
supervisiory board (sebagai dewan komisaris), fungsi pengawasan terletak di
General Meeting of The Shareholders (GMoS)
Board of Commissioner (BoC)
Board of Directors (BoD)
-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
dewan komisaris, dan fungsi manajerial pada dewan direksi. Struktur Two Tiers
System pada perusahaan Publik di Indonesia digambarkan sebagai berikut.
Gambar II.3 Struktur Two Tiers System pada perusahaan Publik di Indonesia
(sumber: Arifin, 2005)
Gambar II.3 menunjukkan kedudukan dewan komisaris yang tidak
langsung membawahi dewan direksi, kedudukan dewan komisaris dan dewan
direksi sejajar dan keduanya bertangungjawab terhadap RUPS. Arifin (2005)
mengungkapkan bahwa hal ini terjadi dengan dibelakukannya Undang-Undang
Perseroan Terbatas tahun 1995 yang menyatakan bahwa anggota dewan direksi
diangkat dan diberhentikan oleh RUPS (pasal 80 ayat 1 dan pasal 91 ayat 1),
demikian juga anggota dewan komisaris diangkat dan diberhentikan oleh RUPS
(pasal 95 ayat 1 dan pasal 101 ayat 1). Lebih lanjut Arifin (2005) menjelaskan bila
ditinjau dari perspektif good governance, kedududukan yang sejajar ini dapat
mengakibatkan pelaksanaan fungsi pengendalian (control) berjalan kurang efektif
karena bisa saja dewan komisaris dianggap oleh dewan direksi sebagai partner
kerja, bukan sebagai pengawas kerja dewan direksi.
Dewan Komisaris Dewan Direksi
Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS)
-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
4. Kepemilikan Manajerial (Manajerial Ownership)
Kepemilikan manajerial adalah salah satu struktur dalam corporate
governance, yaitu para pemegang saham yang mempunyai kedudukan di
manajemen perusahaan baik sebagai dewan komisaris atau sebagai direktur
(Widodo, 2005). Kepemilikan manajerial berperan penting dalam penerapan
praktik corporate governance. Salah satu pilihan mekanisme pengawasan internal
untuk menyamakan kepentingan pemegang saham dan manajer adalah kontrak
insentif jangka panjang (Walsh dan Seward, 1990 dalam Rosvita, 2010). Kontrak
insentif ini yaitu dengan memberikan insentif pada manajer apabila nilai
perusahaan atau kemakmuran pemegang saham meningkat, salah satunya dengan
cara memberi kepemilikan saham kepada manajer (Jensen dan Meckling, 1976).
Kepemilikan manajerial perlu ditingkatkan di dalam perusahaan untuk dua
tujuan: (1) untuk menarik dan mempertahankan manajer yang cakap; (2)
mengarahkan tindakan manajer agar mendekati kepentingan pemegang saham,
terutama untuk memaksimalkan harga saham (Ustaraningsih, 2010). Jensen dan
Meckling (1976) dengan hipotesis pemusatan kepentingan (convergence of
interest hypothesis) dalam Sukartha (2008) menyatakan bahwa kepemilikan
manajerial dapat membantu penyatuan kepentingan antara manajer dan pemegang
saham, yang berarti semakin meningkatkan proporsi kepemilikan saham
manajerial maka semakin baik kinerja perusahaan tersebut.
Kepemilikan saham yang rendah menjadikan insentif terhadap
kemungkinan manajemen melakukan tindakan oportunistik akan meningkat
(Ujiyantho dan Bambang, 2007). Kepemilikan manajerial akan membantu
-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
penyatuan kepentingan antara manajer dan pemilik, sehingga manajer ikut
merasakan secara langsung manfaat dari keputusan yang diambil dan ikut pula
menanggung sebagai konsekuensi dari pengambilan keputusan yang salah
(Ujiyantho dan Bambang, 2007).
5. Dewan Komisaris Independen (Board of Independent Commisioner)
Dewan komisaris dalam Komite Nasional Corporate Governance (KNKG,
2006) diartikan sebagai organ perusahaan yang bertugas dan bertanggung jawab
secara kolektif untuk melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada
direksi serta memastikan bahwa perusahaan melaksanakan corporate governance.
Agar pelaksanaan tugas dewan komisaris dapat berjalan secara efektif, perlu
dipenuhi prinsip-prinsip berikut:
a. Komposisi dewan komisaris harus memungkinkan pengambilan keputusan
secara efektif, tepat dan cepat, serta dapat bertindak independen.
b. Anggota dewan komisaris harus profesional, yaitu berintegritas dan
memiliki kemampuan sehingga dapat menjalankan fungsinya dengan baik
termasuk memastikan bahwa direksi telah memperhatikan kepentingan
semua pemangku kepentingan.
c. Fungsi pengawasan dan pemberian nasihat dewan komisaris mencakup
tindakan pencegahan, perbaikan, hingga pada pemberhentian sementara.
d. Komisaris independen anggota dewan komisaris, merupakan pihak yang
tidak terafiliasi dengan pemegang saham pengendali, anggota direksi dan
-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
dewan komisaris lain, dan perusahaan itu sendiri baik dalam bentuk
hubungan bisnis maupun kekeluargaan.
Keberadaan komisaris independen diatur dalam ketentuan Peraturan
Pencatatan Efek Bursa Efek Indonesia Nomor I-A yang berlaku sejak tanggal 1
Juli 2000 tentang Ketentuan Umum Pencatatan Efek Bersifat Ekuitas di Bursa,
sebagaimana diubah dengan Keputusan Direksi PT Bursa Efek Jakarta Nomor :
Kep-339/BEJ/07-2001 tanggal 21 Juli 2001. Perusahaan yang tercatat di BEI
wajib memiliki komisaris independen yang jumlahnya secara proposional
sebanding dengan jumlah saham yang dimiliki oleh bukan pemegang saham
pengendali dengan ketentuan jumlah komisaris independen 30% dari jumlah
seluruh anggota komisaris. Sesuai ketentuan ini, persyaratan menjadi komisaris
independen pada perusahaan yang tercatat di BEI adalah sebagai berikut:
a. Tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan pemegang saham pengendali
perusahaan tercatat yang bersangkutan.
b. Tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan direktur dan/atau komisaris
lainnya perusahaan tercatat yang bersangkutan.
c. Tidak bekerja rangkap sebagai direktur di perusahaan lainnya yang
terafiliasi dengan perusahaan tercatat yang bersangkutan.
d. Memahami peraturan perundang-undangan di pasar modal.
6. Pengungkapan (Disclosure)
Suwardjono (2005) menyatakan bahwa pengungkapan merupakan bagian
integral dari pelaporan keuangan dan langkah akhir dalam proses akuntansi yaitu
-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
penyajian informasi dalam bentuk seperangkat penuh statemen keuangan.
Subiyantoro (1997) dalam Fitria (2006), mendefinisikan pengungkapan dalam arti
luas yaitu:
“pengungkapan berkenaan dengan informasi yang disajikan baik dalam bentuk laporan keuangan maupun media komunikasi pendukung lainnya seperti: catatan kaki, peristiwa setelah tanggal pelaporan, analisis manajemen mengenai operasi pada tahun yang akan datang, peramalan keuangan dan operasi serta laporan keuangan tambahan mengenai segmental disclosure dan informasi lain diluar historiacal cost”. Subekti (2001) dalam Tonor (2009) membagi pengungkapan menjadi tiga
bentuk, yaitu:
1) full disclosure : perusahaan mengungkapkan seluruh informasi yang berkaitan dengan laporan keuangannya yang menggambarkan keadaan perusahaan apa adanya, jenis pengungkapan ini biasanya bersifat detail dan substansional;
2) adequate disclosure : perusahaan melakukan pengungkapan hanya untuk memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh institusi tertentu;
3) fair disclosure : perusahaan melakukan pengungkapan wajar, tidak terlalu detail, tetapi juga tidak terlalu minim. Ada dua jenis pengungkapan dalam hubungannya dengan persyaratan
yang ditetapkan oleh standar dan regulasi.
a. Pengungkapan Wajib (Mandatory Disclousure)
Pengungkapan wajib merupakan pengungkapan yang wajib dikemukakan
oleh perusahaan, khususnya perusahaan publik kepada masyarakat. Peraturan
tentang standar pengungkapan informasi bagi perusahaan yang telah melakukan
penawaran umum dan perusahaan publik antara lain:
-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
1) Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor Kep-06/PM/2000
tentang Perubahan Peraturan Nomor VIII.G.7 tentang Pedoman Penyajian
Laporan Keuangan
2) Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor Kep-134/BL/2006
tentang Kewajiban penyampaian Laporan Tahunan Bagi Emiten atau
Perusahaan Publik.
3) Surat Edaran Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor No.SE-
02/PM/2002 tentang Pedoman Penyajian dan Pengungkapan Laporan
Keuangan oleh Emiten atau Perusahaan Publik-Industri Manufaktur.
b. Pengungkapan Sukarela (Voluntary Disclosure)
Pengungkapan sukarela merupakan pengungkapan butir-butir yang
dilakukan secara sukarela oleh perusahaan tanpa diharuskan oleh peraturan yang
berlaku. Hal ini sesuai dengan PSAK nomor 1 yang menyatakan sebagai berikut:
“ Informasi lain atau informasi tambahan (telaahan keuangan yang menjelaskan karakteristik utama yang mempengaruhi kinerja perusahaan, posisi keuangan perusahaan, kondisi ketidakpastian, laporan mengenai lingkungan hidup, dan laporan nilai tambah) adalah merupakan pengungkapan yang dianjurkan (tidak diharuskan) dan diperlukan dalam rangka memberikan penyajian yang wajar dan relevan dengan kebutuhan pemakai”. Perusahaan akan selalu mempertimbangkan biaya dan manfaat yang
diperolehnya dengan melakukan pengungkapan sukarela (Fitria, 2006). Di sisi
lain perusahaan akan memperoleh manfaat dari pengungkapan sukarela antara lain
meningkatkan kredibilitas perusahaan, membantu investor dalam memahami
strategi bisnis manajemen, menarik perhatian analis dalam meningkatkan akurasi
-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
ekspektasi pasar, menurunkan ketidaksimetrisan informasi pasar, dan menurunkan
kejutan pasar (Na’im dan Rakhaman, 2000; dalam Zubaidah dan Zulfikar, 2005).
Pengungkapan sukarela dimaksudkan memberi informasi tambahan
kepada pemakai laporan keuangan. Alasan pengungkapan sukarela juga erat
dengan keputusan investor dalam hal ini diwakili oleh pasar modal. Pada
umumnya perusahaan akan mengungkapkan seluruh informasi yang diperlukan
untuk mengoptimalkan fungsi pasar modal (Hendriksen dan Brenda, 2001).
Pada umumnya perusahaan enggan melakukan pengungkapan melebihi
peraturan yang ditetapkan, terutama melakukan pengungkapan sukarela. Menurut
Hendriksen dan Brenda (2001), ada beberapa alasan yang menyebabkan
perusahaan enggan melakukan pengungkapan, yaitu sebagai berikut:
1) Pengungkapan akan membantu para pesaing dan merugikan pemegang
saham.
2) Pengungkapan yang lengkap akan memberikan keuntungan kepada
serikat pekerja dalam hal tawar menawar upah.
3) Adanya keraguan terhadap kemampuan investor dalam memahami
kebijakan dan prosedur akuntansi sehingga full disclosure hanya akan
menyesatkan.
4) Tersedianya sumber-sumber informasi lain selain laporan tahunan yang
tersedia dengan biaya yang lebih mahal.
5) Kurangnya pengetahuan tentang kebutuhan investor
Penelitian yang dilakukan oleh Achmad (2008) menggunakan indeks
pengungkapan untuk mengukur tingkat pengungkapan sukarela perusahaan.
-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
indeks pengungkapan ini dibagi dalam dua kelompok, yaitu indeks pengungkapan
tanpa pembobotan dan dengan pembobotan. Kedua jenis indeks pengungkapan
dan item-item pengungkapan dapat dikembangkan sendiri oleh peneliti atau
dikembangkan lembaga tertentu. Penggunaan indeks pengungkapan dengan
pembobotan dilakukan karena setiap item informasi kemungkinan besar memiliki
tingkat kepentingan (important) berbeda bagi pengguna dibandingkan item yang
lain, dan perusahaan mungkin akan terpengaruh untuk melakukan pengungkapan
lebih pada item pengungkapan yang lebih penting (Achmad, 2008).
B. Kaitan Corporate Governance, Pengungkapan Sukarela, dan Asimetri
Informasi
Krisis finansial global yang terjadi di tahun 2008 berdampak luar biasa
tidak hanya pada sektor finansial tetapi juga sektor riil. Krisis perbankan
kemudian menjalar pada nasabah-nasabahnya mereka (mahalnya atau hilangnya
kredit bank), sehingga masalah sektor keuangan langsung menjalar pada sektor
riil (kegiatan konsumsi, produksi, perdagangan, dan investasi). Pasar modal
Indonesia mengalami gejolak luar biasa akibat krisis ini. Krisis finansial global
yang melanda dunia merupakan akumulasi dari ulah korporat yang tidak
mengindahkan rambu-rambu bisnis yang sehat yaitu good corporate governance,
dalam bentuk kurangnya transparansi oleh pihak manajemen terhadap para
stakeholders (Dewi, 2011). Kurangnya transparansi ini menyebabkan munculnya
kesenjangan informasi atau asimetri informasi antara manajemen dan stakeholder.
-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
Selama periode krisis perusahaan dituntut untuk melakukan pengungkapan
lebih dalam rangka memberikan informasi dan mengurangi ketidakpastian
investor atas kondisi perusahaan. Pengungkapan yang dilakukan oleh manajer
harus didukung dengan adanya corporate governance yang baik, untuk menjamin
meratanya distribusi informasi yang relevan dan handal. Pernyataan ini didukung
oleh temuan Khomsiyah (2003) yang menyatakan bahwa semakin baik
implementasi corporate governance, maka semakin banyak pula informasi yang
diungkapkan oleh perusahaan. Hal ini menjadikan corporate governance sebagai
mekanisme yang penting dalam mengurangi asimetri informasi selama krisis
finansial global.
Peran corporate governance secara langsung dapat menurunkan asimetri
informasi. Kanagaretnam et al (2007); dan Meilani (2009) berhasil membuktikan
bahwa corporate governance mempengaruhi informasi asimetri disekitar
pengumuman laba. Karena pada saat melakukan pengumuman laba, corporate
governance diharapkan menjamin keseimbangan distribusi informasi, sehingga
tidak ada informasi private yang terjadi.
Pengungkapan merupakan atribut yang penting dari corporate governance,
terutama yang berhubungan dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas
(Sutrisno et al, 2009; Arifin, 2005). Pengungkapan adalah salah satu cara yang
dilakukan oleh perusahaan untuk mengurangi tingkat asimetri informasi (Brown
dan Hiilegeist, 2006; Khomsiyah, 2003) terutama selama krisis finansial global.
Pengungkapan yang dilakukan perusahaan cenderung merupakan
peraturan wajib yang disyaratkan oleh regulasi. Perusahaan enggan melakukan
-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
pengungkapan sukarela karena mahalnya biaya untuk melakukan pengungkapan
dan ketakutan pesaing akan mengetahui strategi perusahaan (Hendriksen dan
Brenda, 2001). Di sisi lain, Sunder (2002); Li (2009); Chang et al (2008); Baek et
al (2009) menyatakan bahwa asimetri informasi dapat dikurangi dengan adanya
pengungkapan sukarela yang dilakukan perusahaan. Hal ini menunjukkan
semakin luasnya pengungkapan sukarela yang dilakukan mengindikasikan
informasi yang terdistribusi secara merata.
Pengungkapan sukarela yang dilakukan oleh perusahaan dipengaruhi oleh
banyak faktor, baik faktor keuangan dan non keuangan (Zubaidah dan Zulfikar,
2005). Fitria (2006) meneliti bahwa kinerja perusahaan terbukti berpengaruh
positif pada luas pengungkapan sukarela. Munculnya gejolak ekonomi turut
berpengaruh pada kinerja perusahaan publik (Machfoedz (1999); Setiawan dan
Subekti (2005). Penurunan kinerja selama krisis mengindikasikan adanya
penurunan pengungkapan sukarela selama krisis, hal ini didukung dengan
penelitian Jhon dan Weiss (2009).
Disisi lain, corporate governance terbukti mampu secara efektif
meningkatkan pengungkapan sukarela (Achmad, 2007). Sutrisno et al (2009);
Fitria (2006); Zubaidah, Siti, dan Zulfikar (2005) dengan model penelitian yang
berbeda pada perusahaan di Indonesia berhasil membuktikan hipotesis, bahwa
corporate governance mampu meningkatkan pengungkapan sukarela.
C. Kerangka Pemikiran
-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
Kerangka mengenai hubungan antar masing-masing variabel dapat dilihat
dalam gambar di bawah ini:
Gambar II.4
Skema Model Penelitian
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, dapat diketahui bahwa model
penelitian ini terdiri dari dua tahap. Tahap I menjelaskan pengaruh corporate
governance yang direpresentasikan dengan kepemilikan manajerial dan komposisi
komisaris independen. Tahap II menjelaskan pengaruh pengungkapan sukarela
Variabel Independen Variabel Dependen
Corporate governance
1. Kepemilikan Manajerial 2. Komposisi Komisaris
Independen
Pengungkapan Sukarela
Asimetri
Informasi Tahap I
Tahap II Asimetri
Informasi
Variabel Kontrol
1. Ukuran Perusahaan 2. Reputasi Auditor
Variabel Kontrol
2. Ukuran Perusahaan 2. Reputasi Auditor
Variabel Independen Variabel Dependen
-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
terhadap asimetri informasi. Penelitian ini juga menyertakan variabel kontrol yaitu
ukuran perusahaan dan reputasi auditor.
D. Penelitian Terdahulu dan Pengembangan Hipotesis
Untuk membangun hipotesis, penulis menggunakan beberapa acuan dari
penelitian terdahulu yang akan dijelaskan dalam bagian ini.
1. Pengaruh corporate governance terhadap Tingkat Asimetri Informasi
Krisis keuangan Asia pada tahun 1997-1998 dipandang sebagai akibat
lemahnya praktik corporate governance di negara-negara Asia (Arifin, 2005).
Hal ini terulang pada krisis finansial global 2008 yang berawal dari Perancis dan
Amerika Serikat menjalar ke negara-negara lain termasuk Indonesia. Perusahaan-
perusahaan dianggap kurang menerapkan salah satu prinsip corporate governance
yaitu transparansi mengenai kondisi perusahaan.
Krisis yang terjadi menjadikan kebutuhan investor atas informasi semakin
tinggi untuk pengambilan keputusan investasi pada kondisi ketidakpastian yang
tinggi. Corporate governance menjadi mekanisme penting dalam menjamin
terdistribusinya informasi yang relevan dan handal, terutama dalam mengurangi
tingkat asimetri informasi.
Kepemilikan manajerial terbukti berpengaruh negatif pada tingkat asimetri
informasi Meilani (2009). Kekayaan pribadi manajemen yang terkait dengan nilai
perusahaan dalam bentuk saham diharapkan akan membuat manajemen untuk
bertindak demi meningkatkan nilai perusahaan, sehingga mengurangi konfik
keagenan.
-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
Disisi lain, Baek et al (2009) justru menemukan bahwa kepemilikan
manajerial dibawah 5% akan meningkatkan asimetri informasi karena tingkat
kepemilikan ini yang berpengaruh negatif terhadap pengungkapan yang dilakukan
manajer. Perbedaan hasil ini memotivasi peneliti menguji untuk kembali hipotesis
yaitu:
H1a : Kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap tingkat
asimetri informasi selama krisis finansial global
Kanagaretnam et al (2007); Nugroho (2009); Nurlinda (2011) berhasil
membuktikan keberadaan komisaris independen memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap penurunan asimetri informasi di sekitar pengumuman laba.
Perusahaan memandang pentingnya komisaris independen dalam peningkatkan
kualitas informasi yang didapat investor. Semakin banyak anggota komisaris
independen, investor menjadi lebih memiliki kepercayaan atas kualitas informasi
yang didapat.
Meilani (2009) menemukan hasil yang berbeda dalam penelitiannya. Hasil
pengujian menunjukkan bahwa keberadaan dewan komisaris tidak memiliki
pengaruh terhadap pengungkapan sukarela. Perusahaan diduga hanya membentuk
dewan komisaris independen untuk memenuhi ketentuan yang ada, tanpa diikuti
pengawasan terhadap manajemen yang memadai, terutama terkait pengungkapan
informasi keuangan oleh manajemen.
Krisis finansial global memberikan pengaruh yang berbeda terhadap
persepsi keberadaan dewan komisaris independen oleh investor, terutama dalam
hal pengawasan terhadap penyajian dan distribusi informasi yang relevan dan
-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
handal selama krisis. Perbedaan hasil ini dan terjadinya krisis finansial global
memotivasi peneliti menguji untuk kembali hipotesis yaitu:
H2a : Komposisi komisaris independen berpengaruh negatif terhadap
tingkat asimetri informasi selama krisis finansial global
2. Pengaruh Pengungkapan Sukarela terhadap Tingkat Asimetri Informasi
Pengungkapan merupakan salah satu alat yang penting dalam corporate
governance untuk mengatasi masalah keagenan antara manajemen dan pemilik,
karena dipandang sebagai upaya untuk mengurangi asimetri informasi
(Khomsiyah, 2003; Sutrisno et al, 2005); Kanagaretnam et al 2007; Tonor, 2009;
Brown dan Hillegeist, 2007).
Manajer dapat melakukan pengungkapan mengenai informasi perusahaan
dalam bentuk pengungkapan wajib dan pengungkapan sukarela di laporan
tahunan. Pengungkapan yang dilakukan manajemen secara efektif akan
menurunkan tingkat asimetri informasi yang terjadi (khomsiyah, 2003). Chang et
al (2008); dan Sunder (2002) menyatakan asimetri informasi dapat dikurangi
dengan pengungkapan sukarela selain melakukan pengungkapan wajib. Chang et
al (2008) melakukan penelitian pada pengungkapan sukarela yang dilakukan
perusahaan dalam bentuk pengungkapan di website perusahaan terhadap bid-ask
spread. Penelitian tersebut berhasil memberikan bukti empiris bahwa semakin
luas pengungkapan sukarela yang dilakukan perusahaan akan memperkecil
asimetri informasi.
Penelitian serupa dilakukan oleh Sunder (2002) yang melakukan penelitian
pada pengungkapan sukarela yang dilakukan dua jenis perusahaan yaitu
-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
‘restricted firm’ dan ‘open firm’. Asimetri informasi direpresentasikan dengan
bid-ask spread pada periode sebelum dan sesudah penerapan SEC Regulation Fair
Discloure. Hasil penelitian berhasil memberikan bukti empiris pengungkapan
sukarela yang dilakakukan oleh kategori perusahaan ‘open firm’ mampu
menurunkan tingkat asimetri informasi.
Di Indonesia, penelitian mengenai pengaruh luas pengungkapan sukarela
dilakukan oleh Sutrisno et al (2009). Sutrisno et al (2009) meneliti pengaruh luas
pengungkapan sukarela terhadap asimetri informasi yang direpresentasikan
dengan relative bid-ask spread. Hasil yang diperoleh semakin memperkuat
penelitian sebelumnya bahwa luas pengungkapan sukarela yang dilakukan
perusahaan terbuk