pengaruh luas lahan, tenaga kerja, dan pelatihan melalui produksi
TRANSCRIPT
TESIS
PENGARUH LUAS LAHAN, TENAGA KERJA, DANPELATIHAN MELALUI PRODUKSI SEBAGAI
VARIABEL INTERVENING TERHADAP PENDAPATANPETANI ASPARAGUS DI DESA PELAGA KECAMATAN
PETANG KABUPATEN BADUNG
NI NYOMAN TRI ASTARI
PROGRAM PASCASARJANAUNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR2015
i
TESIS
PENGARUH LUAS LAHAN, TENAGA KERJA, DANPELATIHAN MELALUI PRODUKSI SEBAGAI
VARIABEL INTERVENING TERHADAP PENDAPATANPETANI ASPARAGUS DI DESA PELAGA KECAMATAN
PETANG KABUPATEN BADUNG
NI NYOMAN TRI ASTARINIM : 1291462010
PROGRAM MAGISTERPROGRAM STUDI ILMU EKONOMI
PROGRAM PASCASARJANAUNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR2015
ii
PENGARUH LUAS LAHAN, TENAGA KERJA, DANPELATIHAN MELALUI PRODUKSI SEBAGAI
VARIABEL INTERVENING TERHADAP PENDAPATANPETANI ASPARAGUS DI DESA PELAGA KECAMATAN
PETANG KABUPATEN BADUNG
Tesis untuk Memperoleh Gelar MagisterPada Program Studi Ilmu Ekonomi
Program Pascasarjana Universitas Udayana
NI NYOMAN TRI ASTARINIM : 1291462010
PROGRAM MAGISTERPROGRAM STUDI ILMU EKONOMI
PROGRAM PASCASARJANAUNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR2015
iii
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUITANGGAL 10 AGUSTUS 2015
Pembimbing I,
Prof. Dr. N. Djinar Setiawina, SE, MSNIP. 19530730 198303 1 001
Pembimbing II,
Dr. Dra. Ida Ayu Nyoman Saskara, M.SiNIP. 19580219 198601 2 001
Mengetahui,
Ketua Program Magister Ilmu EkonomiProgram PascasarjanaUniversitas Udayana,
Prof. Dr.N Djinar Setiawina,SE,MSNIP. 19530730 198303 1 001
DirekturProgram PascasarjanaUniversitas Udayana,
Prof.Dr.dr. A.A.Raka Sudewi, Sp.S (K)NIP. 19590215 198510 2 001
iv
Tesis ini telah diuji padaTanggal 7 Juli 2015
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana,No: 1917/UN 14.4/HK/2015, Tanggal 29 Juni 2015
Ketua Ketua : Prof. Dr. N. Djinar Setiawina, SE. MS.
Anggota :
1. Dr. Dra. Ida Ayu Nyoman Saskara, MSi.
2. Dr. I Ketut Djayastra, SE, SU.
3. Dr. I Nyoman Mahaendra Yasa, SE, M.Si.,
4. Dr. Ni Nyoman Yuliarmi, SE, M.P.,
v
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Ni Nyoman Tri Astari
NIM : 1291462010
Program Studi : Magister Ilmu Ekonomi Universitas Udayana
Judul Tesis : Pengaruh Luas Lahan, Tenaga Kerja, dan Pelatihan MelaluiProduksi Sebagai Variabel Intervening Terhadap Pendapatan Petani Asparagus diDesa Pelaga Kecamatan Petang Kabupaten Badung
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah tesis ini bebas plagiat.
Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia
menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No. 17 Tahun 2010 dan
Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
Denpasar, 5 Juli 2015
Yang membuat pernyataan
(Ni Nyoman Tri Astari)NIM. 1291462010
vi
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan
Yang Maha Esa, karena atas asung kerta wara nugraha-Nya, tesis yang berjudul ”
Pengaruh Luas Lahan, Tenaga Kerja, dan Pelatihan melalui Produksi sebagai
Variabel Intervening terhadap Pendapatan Petani Asparagus di Desa Pelaga
Kecamatan Petang Kabupaten Badung” dapat diselesaikan.
Pada kesempatan ini, perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. Ketut Suastika,
Sp.PD KEMD., Terimakasih kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas
Udayana Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, Sp.S(K), atas kesempatan yang diberikan
kepada penulis untuk menjadi mahasiswa Program Pasca Sarjana Universitas
Udayana, serta Prof. Dr. I Gusti Bagus Wiksuana, SE, MS., selaku Dekan Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Prof. Dr. N. Djinar Setiawina, SE. MS.,
selaku pembimbing I yang dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan,
semangat, bimbingan, dan saran selama penulisan tesis ini. Terima kasih yang
sebesar-besarnya pula penulis sampaikan kepada Dr. Dra. Ida Ayu Nyoman Saskara,
M.Si sebagai Pembimbing II yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing
dan mengoreksi tulisan serta memberi masukan dan saran yang sangat berarti bagi
penulis dalam penyusunan tesis ini.
Terimakasih sebesar-besarnya pula penulis sampaikan kepada Bapak Dr. I Ketut
Djayastra, SE, SU. Bapak Dr. I Nyoman Mahaendra Yasa, SE, M.Si., dan Ibu Dr. Ni
Nyoman Yuliarmi, SE, M.P., selaku Dosen Penguji Tesis, yang telah banyak
memberikan masukan, saran, sanggahan, serta koreksi bagi kesempurnaan tesis ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak dan Ibu Dosen serta staf
sekretariat MIE yang telah banyak membantu dan memfasilitasi selama proses
perkuliahan.
vii
Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang tulus serta
penghargaan yang sedalam-dalamnya disampaikan kepada kedua Orang Tua, yaitu
Bapak Drs. I Wayan Suryata, SH, Ibu Dra. Ni Ketut Suryatini, Suami I Wayan Tama,
SE, atas dukungan dan doanya serta selalu dapat memberikan semangat pada saat
penulis mengalami kejenuhan hingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan
penulisan tesis ini, terima kasih untuk anak-anak tersayang Satria, Dinda dan Adil
yang telah memberikan semangat, serta kepada rekan-rekan MIE angkatan XXIII
terima kasih atas kebersamaan serta dukungan yang diberikan selama ini semoga
semangat kebersamaan tetap terjaga.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini tidak luput dari segala
keterbatasan, untuk itu perlu kiranya penelitian ini dapat lebih disempurnakan secara
berkelanjutan. Semoga Tuhan memberkati semua pihak yang telah membantu
pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini.
Denpasar, April 2015
Penulis
viii
ABSTRAK
PENGARUH LUAS LAHAN, TENAGA KERJA, DAN PELATIHANMELALUI PRODUKSI SEBAGAI VARIABEL INTERVENING TERHADAPPENDAPATAN PETANI ASPARAGUS DI DESA PELAGA KECAMATAN
PETANG KABUPATEN BADUNG
Pembangunan Pertanian di Indonesia tetap dianggap terpenting dari keseluruhanpembangunan ekonomi, apalagi saat krisis, sektor pertanian ini menjadi penyelamatperekonomian nasional karena justru pertumbuhannya meningkat, sementara sektorlain pertumbuhannya negatif. Di Kabupaten Badung, pertanian merupakan salah satudari ketiga sektor unggulan di samping sektor pariwisata budaya, dan sektor industrikecil dan kerajinan. Komoditas sub sektor pertanian tanaman pangan yang sedangdikembangkan di Kabupaten Badung diantaranya adalah tanaman asparagus yangdiharapkan mampu meningkatkan pendapatan petani. Penelitian ini dilaksanakan diDesa Pelaga Kecamatan Petang Kabupaten Badung.Tujuan Penelitian ini adalah 1) untuk menganalisis pengaruh langsung luas lahan,tenaga kerja, dan pelatihan terhadap pendapatan petani asparagus di Desa PelagaKecamatan Petang Kabupaten Badung. 2) untuk menganalisis pengaruh tidaklangsung luas lahan, tenaga kerja, dan pelatihan melalui produksi terhadappendapatan asparagus di Desa Pelaga Kecamatan Petang Kabupaten Badung.Pengumpulan data dilakukan melalui metode observasi, dokumentasi dan wawancara.Penelitian ini menggunakan 61 sampel dan menganalisis data dengan teknik analisisjalur.Hasil penelitian menunjukan bahwa: 1) luas lahan (X1), dan tenaga kerja (X2) secaralangsung tidak berpengaruh terhadap pendapatan petani asparagus (Y2). Sementarapelatihan (X3) berpengaruh signifikan terhadap pendapatan petani. 2) Melaluiproduksi (Y1) bahwa luas lahan (X1) dan pelatihan (X3) tidak berpengaruh terhadappendapatan petani asparagus (Y2). Karena baik luas lahan maupun pelatihan secaralangsung tidak berpengaruh terhadap produksi, walaupun produksi berpengaruhsignifikan terhadap pendapatan, sehingga dapat dikatakan produksi tidak memediasipengaruh luas lahan maupun pelatihan terhadap pendapatan. 3) Tenaga Kerja (X2)adalah di mediasi oleh produksi dalam pengaruhnya terhadap pendapatan. Hal initerbukti dari pengaruh tenaga kerja yang signifikan terhadap produksi dan jugaproduksi berpengaruh signifikan terhadap pendapatan.
Kata Kunci : luas lahan, tenaga kerja, pelatihan, produksi dan pendapatan petani.
ix
ABSTRACT
EFFECT OF SIZE OF LAND, LABOR, AND TRAINING TO PRODUCTIONAND INCOME ASPARAGUS FARMERS IN THE PELAGA VILLAGE
PETANG DISTRICT OF BADUNG REGENCY.
Agricultural development in Indonesia is still considered the most important of theoverall economic development, especially during the crisis, the agricultural sector hasbecome the savior of the national economy because it increases growth, while othersectors of negative growth. In Badung, agriculture is one of the three leading sectorsin addition to the cultural tourism sector, and small industry and handicraft sectors.Commodity sub-sector of food crops that are being developed in Badung includeasparagus plants are expected to increase farmers' income. The research wasconducted in the Petang District of Badung regency.Purpose of this study is 1) To analyze the direct influence of land, labor, and cost toincome asparagus farmers in the Petang district of Badung regency. 2) To analyze theimpact of indirect land use, labor, and cost to income asparagus in the Petang Districtof Badung regency. Data collected through observation, documentation andinterview. This study using 61 samples and analyze data path analysis techniques.The results showed that: 1) The land (X1), and labor (X2) does not directly effect theincome of farmers asparagus (Y2). While training (X3) of take effect significantly tofarmers' income. 2) Through of production (Y1) that the land area (X1) and training(X3) has not effect on the income of farmers asparagus (Y2). Because the land andtraining do not directly affect the production, although production of a significanteffect on income, so that it can be said production was not mediate the effect of landand training to income. 3) Labor (X2) is mediated by the production in its effect onearnings. This is evident from a significant influence on production and also theproduction of a significant effect on earnings.
Keywords: Area of land, labor, training, production and farmers' income
.
x
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL............................................................................................................. iPRASYARAT GELAR ................................................................................... iiLEMBAR PERSETUJUAN............................................................................. iiiPENETAPAN PANITIA PENGUJI ................................................................ ivSURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT................................................. vUCAPAN TERIMAKASIH............................................................................. viABSTRAK ....................................................................................................... viiiABSTRACT..................................................................................................... ixDAFTAR ISI ................................................................................................... xDAFTAR TABEL ........................................................................................... xiiDAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiiiDAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... xiv
BAB I. PENDAHULUAN............................................................................... 11.1 Latar Belakang ........................................................................................... 11.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 81.3 Tujuan Penelitian ....................................................................................... 81.4 Manfaat Penelitian ..................................................................................... 9
BAB II.KAJIAN PUSTAKA........................................................................... 102.1 Konsep-Konsep dan Definisi ..................................................................... 102.1.1 Pertanian.................................................................................................. 102.1.2 Budidaya Tanaman Asparagus................................................................ 152.1.3 Luas Lahan .............................................................................................. 242.1.4 Tenaga Kerja ........................................................................................... 272.1.5 Pelatihan.................................................................................................. 292.1.6 Produksi .................................................................................................. 322.1.7 Pendapatan .............................................................................................. 332.1.8 Hubungan Luas Lahan dengan Pendapatan ............................................ 352.1.9 Hubungan Tenaga Kerja dengan Pendapatan ......................................... 362.1.10 Hubungan Pelatihan dengan Pendapatan .............................................. 372.2 Teori – Teori yang Digunakan .................................................................. 382.2.1 Teori Produksi......................................................................................... 382.2.2 Fungsi Produksi...................................................................... ................ 392.2.3 Fungsi Produksi Cobb-Douglass……………………………................. 472.2.4 Teori Pendapatan..................................................................................... 482.3 Keaslian Penelitian..................................................................................... 50
xi
BAB III. KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 553.1 Kerangka Berpikir ...................................................................................... 553.2 Kerangka Konsep Penelitian ...................................................................... 573.3 Hipotesis Penelitian.................................................................................... 58
BAB IV. METODE PENELITIAN ................................................................. 594.1 Rancangan Penelitian ................................................................................ 594.2 Lokasi, Ruang Lingkup, dan Waktu Penelitian ......................................... 604.3 Identifikasi Variabel Penelitian.................................................................. 614.4 Definisi Operasional Variabel Penelitian................................................... 624.5 Jenis dan Sumber Data ............................................................................... 634.5.1 Jenis Data ................................................................................................ 634.5.2 Sumber Data ........................................................................................... 634.6 Populasi dan Metode Pengambilan Sampel .............................................. 644.7 Metode Pengumpulan Data ........................................................................ 634.8 Teknik Analisis Data.................................................................................. 654.8.1 Analisis Jalur (Path analysis).................................................................. 654.8.2 Uji Hipotesis ........................................................................................... 70
BAB V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................. 715.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian .......................................................... 715.2 Karakterisistik Responden ......................................................................... 735.3 Analisis Data .............................................................................................. 775.3.1 Analisis Jalur (Path Analisis) ................................................................. 775.3.2 Pemodelan Persamaan Struktural............................................................ 775.3.3 Goodness of Fit Model............................................................................ 785.3.4 Uji Hipotesis ........................................................................................... 795.4 Pembahasan................................................................................................ 825.4.1..........................................................................................................................Hipotesis 1 Pengaruh Luas lahan, Tenaga kerja, dan Pelatihan TerhadapPendapatan ....................................................................................................... 825.4.2 Hipotesis 2 Pengaruh Tidak Langsung Luas lahan, Tenaga kerja, danPelatihan Terhadap Pendapatan Petani Melalui Produksi................................ 84
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN............................................................... 886.1 Simpulan ........................................................................................ 886.2 Saran............................................................................................... 88
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 90LAMPIRAN..................................................................................................... 97
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
1.1 Perkembangan Budidaya Asparagus di Kecamatan Petang Tahun2011s/d 2013 .......................................................................................... 6
1.2
4.1
Distribusi Data Jumlah Produksi Asparagus Tahun 2011 - Tahun2013.........................................................................................................
Distribusi Populasi dan Sampel Penelitian ............................................
7
65
5.1
5.2
5.3
5.4
Mata Pencaharian Penduduk di Kecamatan Petang Tahun 2014 ..........
Karakteristik Petani Responden Menurut Usia ..........…………….......
Karakteristik Petani Responden Menurut Berdasarkan Pendidikan …
Karakteristik Petani Responden Menurut Luas Lahan Garapan ……...
72
73
74
74
5.5
5.6
5.7
5.8
5.9
5.10
Karakteristik Petani Responden Menurut Jumlah Tenaga Kerja ..........
Karakteristik Petani Responden Menurut Produksi ..............................
Karakteristik Petani Responden Menurut Pendapatan Usahatani .........
Nilai (R²) Variabel Endogen........................................................…......
Hasil Uji Hipotesis Pengaruh Langsung Luas Lahan, Tenaga Kerja,dan Pelatihan, Produksi Terhadap Pendapatan Petani Asparagus .……
Hasil Analisis Pengaruh Tidak Langsung Luas Lahan, Tenaga Kerja,dan Pelatihan Terhadap Pendapatan Petani Asparagus melaluiProduksi ................................................................................................
75
76
76
78
79
81
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
2.1
2.2
2.3
2.4
3.1
Kurva Produksi Sama (Isoquant) ..........................................................
Kurva Biaya Sama (Isocost) ..................................................................
Kurva Keseimbangan Produsen ............................................................
Kurva Return to Scale ...........................................................................
Kerangka berpikir………………………...............................................
42
43
45
47
57
3.2 Kerangka Konsep Penelitian…………………………………………. 58
4.1
4.2
Rancangan Penelitian Pengaruh Luas Lahan, Tenaga Kerja danPelatihan Terhadap Pendapatan Petani Asparagus .................................
Diagram Jalur Variabel Penelitian …........................................……….
60
68
5.1 Peta Lokasi Penelitian ............................................................................ 72
5.2 Model dan Output Analisis ................................................................... 77
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Pedoman Wawancara…....................................................................... 97
2. Data Hasil Penelitian ........…………….....................……………….. 98
3. Hasil Analisis Jalur …………….......................................................... 100
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan Pertanian di Indonesia tetap dianggap terpenting dari
keseluruhan pembangunan ekonomi, apalagi semenjak sektor pertanian ini menjadi
penyelamat perekonomian nasional karena justru pertumbuhannya meningkat,
sementara sektor lain pertumbuhannya negatif. Beberapa alasan yang mendasari
pentingnya pertanian di Indonesia : (1) potensi sumberdayanya yang besar dan
beragam, (2) pangsa terhadap pendapatan nasional cukup besar, (3) besarnya
penduduk yang menggantungkan hidupnya pada sektor ini dan (4) menjadi basis
pertumbuhan di pedesaan. Potensi pertanian yang besar namun sebagian besar dari
petani masih banyak yang termasuk golongan petani miskin adalah sangat ironis
terjadi di Indonesia. Hal ini mengindikasikan bahwa pemerintah bukan saja kurang
memberdayakan petani akan tetapi termasuk sektor pertanian secara keseluruhan.
Disisi lain adanya peningkatan investasi dalam pertanian yang dilakukan oleh
investor Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri
(PMDN) yang berorientasi pada pasar ekspor umumnya padat modal dan peranannya
kecil dalam penyerapan tenaga kerja atau lebih banyak menciptakan buruh tani.
Berdasarkan hal tersebut ditambah dengan kenyataan justru kuatnya aksesibilitas
pada investor asing/swasta besar dibandingkan dengan petani kecil dalam
pemanfaatan sumberdaya pertanian di Indonesia, maka dipandang perlu adanya grand
2
strategy pembangunan pertanian melalui pemberdayaan petani kecil. Melalui
konsepsi tersebut, maka diharapkan mampu menumbuhkan sektor pertanian, sehingga
pada gilirannya mampu menjadi sumber pertumbuhan baru bagi perekonomian
Indonesia, khususnya dalam hal pencapaian sasaran : (1) mensejahterakan petani, (2)
menyediakan pangan, (3) sebagai wahana pemerataan pembangunan untuk mengatasi
kesenjangan pendapatan antar masyarakat maupun kesenjangan antar wilayah, (4)
merupakan pasar input bagi pengembangan agroindustri, (5) menghasilkan devisa, (6)
menyediakan lapangan pekerjaan, (7) peningkatan pendapatan nasional, dan (8) tetap
mempertahankan kelestarian sumberdaya (Universitas Brawijaya, 2006).
Pembangunan sektor pertanian pada dasarnya merupakan bagian integral dari
pembangunan ekonomi nasional secara keseluruhan. Namun demikian selama dua
dekade terakhir, sektor pertanian diposisikan hanya sebagai sektor pendukung sektor
lain dan bukan sebagai mesin penggerak pertumbuhan perekonomian nasional. Sektor
pertanian dianggap hanya berorientasi pada peningkatan produksi semata sehingga
tidak tanggap terhadap kondisi dan perubahan pasar serta keragamannya hanya
semata-mata tergantung kepada teknologi dan alam. Salah satu masalah
pembangunan yang kritikal adalah kekurangan kapasitas dan tingkat produksi
terutama di bidang tanaman pangan. Sejak awal 1970-an pembangunan pertanian
tanaman pangan diarahkan kepada pencapaian tingkat swasembada pangan dengan
dukungan berbagai kebijakan pemerintah melalui subsidi (air, bibit, pupuk dan obat-
obatan) di samping subsidi harga dasar (Anugrah dan Ma’mun, 2003).
3
Sejalan dengan perubahan tatanan politik di Indonesia yang mengarah pada era
demokratisasi serta perubahan tatanan dunia yang mengarah pada globalisasi, maka
pembangunan sektor pertanian dimasa datang dihadapkan pada dua tantangan pokok
secara simultan. Tantangan pertama adalah tantangan internal yang berasal dari dalam
negeri, dimana pembangunan pertanian tidak saja dituntut untuk mengatasi masalah-
masalah yang sudah ada, namun dihadapkan pula pada tuntutan demokratisasi yang
terjadi di Indonesia. Sedangkan tantangan kedua adalah tantangan eksternal, dimana
pembangunan sektor pertanian diharapkan mampu untuk mengantisipasi era
globalisasi dunia. Kedua tantangan internal dan eksternal tersebut sulit dihindari
dikarenakan merupakan kesepakatan nasional yang telah dirumuskan sebagai arah
kebijakan pembangunan nasional di Indonesia (Universitas Brawijaya, 2006).
Kedua tantangan tersebut membawa implikasi bahwa agar produk-produk hasil
pertanian mampu bersaing di pasar internasional, maka harus memenuhi persyaratan
pokok (necessary condition), yakni dihasilkan dengan biaya rendah, memberikan
nilai tambah tinggi, mempunyai kualitas tinggi, mempunyai keragaman untuk
berbagai segmen pasar, mampu mensubstitusi produk sejenis yang dihasilkan oleh
negara luar (impor). Dalam rangka menciptakan struktur agribisnis yang tangguh,
maka agribisnis yang terdiri dari subsistem sarana produksi, usaha tani, agroindustri,
dan pemasaran; maka aspek pemasaran dalam era liberalisasi perdagangan haruslah
dipadukan dalam keutuhan sistem. Oleh karena itu efisiensi dalam segala subsistem
harus dilakukan (Universitas Brawijaya, 2006)
4
Menurut Rasahan (dalam Dedu 2003), pembangunan di bidang pertanian
tanaman pangan yang diarahkan untuk mewujudkan pertanian yang maju, efisien dan
tangguh merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Dalam pelaksanaan
pembangunan dirancang suatu proses transformasi sumber daya manusia, modal,
ilmu pengetahuan dan teknologi, serta manajemen modern. Perubahan struktur
pertanian direfleksikan oleh perubahan-perubahannya dalam proses pengelolaan
sumber daya ekonomi yang tidak lagi hanya berorientasi kepada upaya peningkatan
produksi tetapi juga kepada upaya peningkatan pendapatan dan kesejahteraan
masyarakat. Proses transformasi tersebut perlu terus didorong dengan cara
meningkatkan kemampuan petani dan membenahi kekurangannya di semua lini,
sehingga dalam menjalankan usahataninya, petani lebih mandiri, terampil, dinamis,
efisien dan proporsional serta mampu memanfaatkan peluang pasar, dan lingkungan
yang terpelihara dan lestari.
Di Provinsi Bali sektor pertanian merupakan sektor prioritas kedua dalam
pembangunan setelah pariwisata, dan posisinya sangat strategis dalam pemberdayaan
ekonomi rakyat di pedesaan (Propeda Provinsi Bali, 2005). Di Kabupaten Badung,
pertanian merupakan salah satu dari ketiga sektor unggulan di samping sektor
pariwisata budaya, dan sektor industri kecil, serta kerajinan. Sektor ini dikembangkan
selain untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat Badung, juga diarahkan untuk
menunjang kepariwisataan. Untuk meningkatkan daya saing petani dan pelaku usaha
pertanian lainnya perlu lebih ditingkatkan upaya mengembangkan kemampuan
melalui pelatihan, adanya luas lahan yang memadai, tenaga kerja yang cukup, dan
5
terampil, serta biaya yang relatif rendah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
masyarakat khususnya masyarakat pedesaan. Ekonomi pedesaan identik dengan
pembangunan pertanian, hal ini karena sebagian besar pendapatan rumah tangga di
pedesaan berasal dari sektor pertanian. Salah satu pilot project dalam pengembangan
program rintisan agribisnis melalui kelembagaan koperasi dengan pendekatan OVOP
(One Village One Product). Program OVOP di Kabupaten Badung saat ini
berkembang dengan baik beralamat di Desa Pelaga, Kecamatan Petang, Kabupaten
Badung, Provinsi Bali. Adapun produk yang dikembangkan adalah Asparagus dan
sayuran lainnya sebagai pendamping : kailan, lettuce, baby buncis, pare putih, terong
ungu, bunga dan daun kucai, broccoli, dan tomat cerry.
Program OVOP yang dikembangkan membantu petani menanam komoditas
unggulan dengan kualitas super sehingga memiliki nilai jual tinggi. Dengan demikian
terjadi peningkatan kualitas produk pertanian. Hal tersebut dilakukan dengan cara
membimbing para petani mulai dari pembibitan, pembudidayaan, pemberian pupuk,
perawatan, panen, pasca panen dan pemasaran hasil produksi. Apabila potensi
tersebut dimanfaatkan dan dikembangkan secara optimal akan memberikan manfaat
bagi masyarakat di wilayah Desa Pelaga, Kecamatan Petang. Apabila dikembangkan
lebih jauh merupakan salah satu sumber pertumbuhan ekonomi. Sayangnya sebagian
besar wilayah pegunungan yang ada telah mengalami ancaman keberlanjutan yang
sangat serius, sehingga perlu strategi penanganan (Retraubun dan Bengen, 2002).
Pemerintah menempatkan asparagus sebagai salah satu komoditas yang diunggulkan
dalam program revitalisasi sub sektor pertanian. Hal ini menunjukkan bahwa
6
asparagus sebagai komoditas andalan akan mampu meningkatkan ekonomi
khususnya sub sektor pertanian (Hikmayani, 2007). Terpilihnya komoditas asparagus
sebagai komoditas unggulan dilatarbelangi oleh beberapa aspek yaitu budidaya
asparagus bersifat mudah dilakukan, bersifat cepat panen, tidak padat modal,
menyerap tenaga kerja, permintaan tinggi, dan harga yang menguntungkan (Malik
Tangko, 2008)
Perkembangan budidaya asparagus di Kecamatan Petang dari tahun 2011
sampai dengan tahun 2013 cukup pesat. Jumlah petani pada tahun 2011 tercatat 50
orang dan pada tahun 2013 jumlah petani asparagus meningkat menjadi 158 orang.
Hasil produksi asparagus juga mengalami peningkatan yang cukup baik yaitu pada
tahun 2011 mencapai 5.604 kg, pada tahun 2012 sebesar 18.865 kg dan pada tahun
2013 mencapai 36.214 kg atau dapat dikatakan dengan rata-rata peningkatan sebesar
164,30 persen. Data perkembangan budi daya asparagus di Kecamatan Petang seperti
pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1Perkembangan Budidaya Asparagus di Kecamatan Petang Tahun 2011 s/d 2013
TahunJumlah Petani
asparagus(Orang)
Luas Lahan(Ha)
Hasil Produksi(kg)
PerkembanganHasil Produksiasparagus (%)
2011 50 6 5.604 0,002012 68 10,2 18.865 236,632013 158 9,5 36.214 91,96
Rata-rata 92 8,57 20.228 164,30
Sumber : Dinas Koperasi, UKM, Perindag Kabupaten Badung, 2013
7
Data perkembangan budidaya asparagus di Kecamatan Petang secara lengkap
disajikan pada Tabel 1.2.
Tabel 1.2Distribusi Data Jumlah Produksi Asparagus Tahun 2011 - Tahun 2013
Bulan Jumlah Produksi (kg) Pendapatan Petani (Rp)
2011 2012 2013 2011 2012 2013
Jan - 980 2.702 - 51.637.000 96.124.220Feb - 408 1.935 - 24.030.190 73.995.580Maret - 641 1.840 - 34.593.930 74.875.600April - 774 1.976 - 41.425.270 74.875.600Mei 170 776 1.989 13.677.170 43.871.340 79.291.010Juni 264 318 1.569 21.607.315 40.551.980 103.833.320Juli 300 937 3.329 25.767.503 63.870.070 138.351.620Agust 331 1.257 2.130 26.373.520 72.275.700 87.304.590Sept 571 1.397 2.909 35.671.884 83.898.780 113.110.050Okt 928 3.722 4.623 45.007.040 97.167.359 159.233.690Nop 1.426 3.722 4.777 64.611.360 139.125.890 154.208.940Des 1.614 3.933 6.435 72.601.220 151.741.259 207.771.850
Jumlah 5.604 18.865 36.214 305.317.012 844.188.768 1.362.976.070
Sumber: Koperasi Tani Mertanadi, 2013
Tabel 1.2 menunjukkan bahwa pendapatan petani asparagus tahun 2011
mencapai Rp 305.317.012,-, tahun 2012 pendapatan petani asparagus mencapai Rp
844.188.768 dan tahun 2013 pendapatan petani asparagus mencapai Rp
1.362.976.070. Mengetahui tingginya kenaikan pendapatan petani asparagus tahun
2011 – 2013 di Kecamatan Petang Kabupaten Badung, mengundang suatu pertanyaan
apakah kenaikan pendapatan tersebut juga disebabkan oleh kenaikan produksi
marginal tenaga kerja dari usahatani asparagus tersebut. Dari Tabel 1.1 tersebut
8
permasalahan yang mendasar dalam usahatani tersebut karena dari tahun 2012-2013
besarnya produksi marginal tenaga kerja (MPL) menurun dari 736,72 kg menjadi
192,77 kg. Hal ini dipengaruhi oleh variabel-variabel luas lahan, tenaga kerja,
pelatihan atau variabel-variabel lainnya. Hal itulah yang menyebabkan penulis
tertarik melakukan penelitian dengan mengangkat judul Pengaruh luas lahan, tenaga
kerja dan pelatihan melalui produksi sebagai variabel intervening terhadap
pendapatan petani asparagus di Desa Pelaga Kecamatan Petang Kabupaten Badung.
1.2 Rumusan Masalah
Sesuai dengan uraian yang terdapat pada latar belakang, maka rumusan masalah
penelitian ini adalah.
1) Apakah luas lahan, tenaga kerja, dan pelatihan berpengaruh langsung terhadap
pendapatan petani asparagus di Desa Pelaga Kecamatan Petang Kabupaten
Badung?
2) Apakah luas lahan, tenaga kerja dan pelatihan secara tidak langsung melalui
produksi berpengaruh terhadap pendapatan petani asparagus di Desa Pelaga
Kecamatan Petang Kabupaten Badung?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut.
9
1) Untuk menganalisis pengaruh langsung luas lahan, tenaga kerja, dan pelatihan
terhadap pendapatan petani asparagus di Desa Pelaga Kecamatan Petang
Kabupaten Badung.
2) Untuk menganalisis pengaruh tidak langsung luas lahan, tenaga kerja, dan
pelatihan terhadap pendapatan asparagus di Desa Pelaga Kecamatan Petang
Kabupaten Badung.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian dapat dibedakan menjadi dua
yaitu, manfaat secara praktis dan teoritis.
1) Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang
berguna bagi petani asparagus dalam mengelola serta mengembangkan potensi
dari asparagus yang ada di Desa Pelaga Kecamatan Petang.
2) Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai wahana dalam
mengaplikasikan pengetahuan yang diperoleh dalam bangku kuliah, khususnya
yang berkaitan dengan mengimplementasikannya dalam upaya peningkatan
pendapatan petani asparagus.
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Konsep-Konsep dan Definisi
2.1.1 Pertanian
Sektor pertanian khususnya subsektor tanaman pangan memegang peranan
penting sebagai pemasok kebutuhan konsumsi penduduk di Indonesia. Komoditas
tanaman yang agaknya cukup menjanjikan, berdasarkan perkembangan
produksinya adalah buah-buhan dan sayur-sayuran. Produksi kedua tanaman yang
lazim disebut hortikultura ini cukup mantap. Produksi tanaman pangan dapat
ditingkatkan melalui perluasan areal (ekstensifikasi) dan peningkatan
produktivitas (intensifikasi). Tersedianya lahan yang lebih luas dan teknologi
produksi yang mampu menaikkan produktivitas tidak dengan sendirinya akan
mendorong petani untuk lebih proaktif berproduksi, akan tetapi dibutuhkan
adanya rangsangan-rangsangan agar mereka lebih bergairah untuk berproduksi.
Rangsangan dimaksud dapat berupa harga sarana produksi yang terjangkau,
kemudahan mendapatkan sarana produksi, harga jual serta teknologi dan sarana
penanganan pascapanen yang mampu menjaga keawetan produk (Dumairy, 1996).
Walaupun telah diberikan rangsangan, namun pertanian tetap dihadapkan
pada permasalahan. Menurut Agustino dalam (Anugrah dan Ma’mun, 2003),
beberapa permasalahan yang berkaitan dengan pembangunan pertanian, adalah
Pertama terjadinya penyempitan lahan pertanian, penyusutan bidang tanah
garapan, karena di dalamnya banyak diartikan sebagai upaya perubahan lahan
pertanian menuju lahan industri terutama bagi industri berat dan bukan agro-
11
industry, sehingga rasio produktifitas antara sektor pertanian dan industri semakin
kecil. Penurunan rasio tersebut mempunyai arti bahwa kelangkaan lahan dapat
mengakibatkan menurunnya tingkat produktivitas pertanian. Kedua adanya
sentralisasi pertanian melalui kelembagaan yang tidak terurus dengan benar.
Sentralisasi pengembangan pertanian ada baiknya, terutama untuk menyamakan
persepsi pembangunan nasional serta mengkomunikasikan kendala daerah ke
pusat, namun tidak sedikit pula kerugiannya, mengingat kondisi negara Indonesia
sangat heterogen. Ketiga diturunkannya anggaran negara pada sektor pertanian
yang mengakibatkan kredit investasi perbankan pada sektor pertanian menjadi
turun, sekaligus membawa implikasi pada penurunan persentase struktur tenaga
kerja di bidang pertanian. Keempat yaitu terjadinya mobilisasi urbanisasi.
Hipotesis kondisi tersebut adalah bahwa urbanisasi yang berlangsung merupakan
dampak dari menipisnya tingkat harapan berusaha (lapangan pekerjaan) di
pedesaan, selain tingginya tingkat pendapatan rumah tangga industri perkotaan.
Kelima pemerintah terlalu membiarkan adanya praktek impor komoditas dan
perkebunan, ketimbang membenahi kualitas komoditasnya sendiri.
Dalam mencapai keberhasilan usaha tani diperlukan dukungan dan peran
serta berbagai pihak. Oleh karena itu peranan para petani sabagai pelaku usaha
tani, swasta dan pemerintah sangat diperlukan secara proporsional, sungguh-
sungguh dan berkesinambungan sehingga para petani akhirnya mampu mandiri.
Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem
Budidaya Tanaman menyebutkan bahwa petani memiliki kebebasan untuk
menentukan pilihan jenis tanaman dan pembudidayaannya. Untuk hal tersebut
12
petani berkewajiban berperan serta dalam mewujudkan rencana pengembangan
dan produksi budidaya tanaman.
1) Pentingnya Pembangunan Pertanian
Sistem perekonomian di tingkat pusat secara tidak langsung akan
mempengaruhi ekonomi di pedesaan. Perubahan-perubahan yang terjadi di tingkat
pusat turut mempengaruhi perkembangan kesejahteraan masyarakat petani di
pedesaan. Provinsi Bali, sebagai salah satu provinsi di Indonesia yang terkenal
dengan keindahan alam dan budayanya, juga memiliki potensi yang cukup besar
di sektor pertanian. Sebagian besar masyarakat Bali masih menggantungkan
hidupnya pada sektor pertanian. Sektor pertanian di Bali juga memberikan
kontribusi yang cukup besar dalam pertumbuhan perekonomian di Provinsi Bali.
Upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama untuk
meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja dengan memanfaatkan sumber daya
yang ada. (Herdhiansyah, 2012).
2) Kesejahteraan Masyarakat
Kesejahteraan sosial adalah suatu institusi atau bidang kegiatan yang
melibatkan aktivitas terorganisir yang diselenggarakan baik oleh lembaga-
lembaga pemerintah maupun swasta yang bertujuan untuk mencegah, mengatasi
atau memberikan kontribusi terhadap pemecahan masalah sosial, dan
meningkatkan kualitas hidup individu, kelompok dan masyarakat. (Edi Suharto,
2005).
Di Negara Indonesia, konsep kesejahteraan sudah lama dikenal.
Kesejahteraan sosial ini telah ada dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Di
13
dalam UUD 1945, kesejahteraan sosial menjadi judul khusus Bab XIV yang
didalamnya memuat pasal 33 tentang sistem perekonomian dan pasal 34 tentang
kepedulian negara terhadap kelompok lemah (fakir miskin dan anak terlantar)
serta sistem jaminan sosial. Ini berarti, kesejahteraan sosial sebenarnya merupakan
flatform sistem perekonomian dan sistem sosial di Indonesia. (Swasono, 2004).
Jadi kalau mau jujur, sejatinya Negara Indonesia adalah negara yang menganut
paham “Negara Kesejahteraan” dengan model “Negara Kesejahteraan Partisipatif”
yang dalam literatur pekerjaan sosial dikenal dengan istilah pluralisme
kesejahteraan. Model ini menekankan bahwa negara harus tetap ambil bagian
dalam penanganan masalah sosial, meskipun tetap melibatkan masyarakat.
Kesejahteraan sosial juga berarti sebuah sistem yang meliputi program dan
pelayanan yang membantu orang agar dapat memenuhi kebutuhan sosial,
ekonomi, pendidikan dan kesehatan yang sangat mendasar untuk memelihara
masyarakat (Zastrow, 2000). Berdasarkan pengertian di atas, tingkat kesejahteraan
dari individu maupun keluarga dicapai apabila kebutuhan dasarnya telah
terpenuhi. Kebutuhan dasar manusia di setiap negara pada umumnya sama,
perbedaannya hanya terletak pada tingkat pemenuhan kebutuhan tertentu, bukan
pada jenis kebutuhannya. United Nation Development Programme (UNDP)
mengembangkan Human Development Index (HDI) yang dikenal dengan Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) (Todaro, 2000). Di Indonesia sejak Tahun 1980-an
IPM menjadi salah satu indikator pembangunan yang penting. Secara konseptual
IPM adalah indeks komposit yang dihitung sebagai rata-rata dari indeks harapan
hidup, indeks pendidikan (melek huruf dan rata-rata lama sekolah) dan indeks
14
standar hidup layak. IPM juga digunakan sebagai salah satu petunjuk untuk
melihat apakah arah pembangunan yang telah dilaksanakan sesuai dengan yang
ditetapkan. Kesejahteraan adalah merupakan harapan dan tujuan utama
pelaksanaan pembangunan. UUD 1945 merupakan suatu landasan konstitusi
NKRI yang telah meletakan dasar-dasar tata kelola dan kehidupan bernegara,
berawal dari bentuk negara sampai kepada kesejahteraan sosial, sesuai diatur
dalam pasal 28 ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi “Setiap orang berhak untuk
hidup sejahtera lahir bathin, bertempat tinggal, dan mendapatkan hidup yang baik
dan sehat serta berhak memperoleh layanan kesehatan. Secara substansi jelas
bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera, secara fisik dan bathin, kebutuhan
rohaninya terpenuhi, kebebasan berkeyakinan, memperoleh pendidikan atau
psikologinya. Dan yang tidak kalah penting adalah hal untuk mendapat suatu
lingkungan hidup yang baik, sehat bersih, nyaman dan layak. Landasan itulah
sebenarnya yang harus dipegang teguh dan dipedomani oleh pemerintah selaku
penyelenggara pemerintahan dalam melaksanakan pembangunan.
Pemahaman terhadap konsep kesejahteraan menuntut tidak hanya
representasi intensitas agregat, tetapi juga representasi distribusi kesejahteraan
antar kelompok masyarakat atau antar daerah. Representasi distribusi merupakan
hal mutlak dari persoalan mendasar, yaitu keadilan ( BPS, 2011). Keberhasilan
pembangunan ekonomi tidak saja dapat dilihat dari pertumbuhannya tetapi harus
diikuti dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Tanpa menyertakan
peningkatan kesejahteraan akan mengakibatkan kesenjangan dan ketimpangan
kehidupan masyarakat. IPM yang merupakan indeks komposit dari indikator
15
kesehatan, pendidikan, dan ekonomi juga diharapkan dapat mengukur tingkat
keberhasilan pembangunan manusia yang tercermin dari penduduk yang sehat dan
berumur panjang, berpendidikan dan berketrampilan serta mempunyai pendapatan
yang memungkinkan untuk hidup layak. Pengukuran kesejahteraan masyarakat
dengan menggunakan HDI telah dilakukan di Indonesia sejak tahun 1993 (BPS,
2011).
2.1.2 Budidaya Tanaman Asparagus
Sektor pertanian di Indonesia telah mengembangkan berbagai jenis tanaman
untuk kesejahteran masyarakat, diantaranya adalah tanaman asparagus. Tanaman
Asparagus dalam istilah botani disebut Asparagus Officinalis yang termasuk
dalam family liliaceae. Tanaman Asparagus merupakan tanaman sayuran yang
dikonsumsi pada bagian rebungnya. Rebung Asparagus mengandung zat
aspegirine yang berguna untuk memperbaiki pencernaan makanan dan
melancarkan air seni. Selain lezat diolah menjadi beragam masakan, asparagus
juga mempunyai kandungan gizi yang sangat baik. Beragam mineral, kalsium,
potassium, vitamin A, D juga E ada di dalamnya. Sayuran ini juga rendah kalor
dan mengandung serat (dietary fiber) sangat tinggi. Serat dalam asparagus mampu
mengikat zat karsinogen penyebab kanker dan membantu lancarkan proses
pencernaan tubuh. Kandungan asam amino asparagus merangsang ginjal
membuang sisa iuretic dalam tubuh. Zat aktif lain dipercaya meningkatkan
sirkulasi darah dan membantu melepaskan deposit lemak dalam dinding
pembuluh darah. Sangat baik dikonsumsi bagi anda yang berjerawat, penderita
16
eksim, gangguan ginjal dan prostat. Dalam asparagus juga terkandung sifat iuretic
yang mana berkhasiat untuk memperlancar saluran urin sehingga mampu
memperbaiki kinerja ginjal. Asparagus merupakan sumber terbaik asam folat
nabati, sangat rendah kalori, tidak mengandung lemak atau kolesterol, serta
mengandung sangat sedikit natrium. Tumbuhan ini juga merupakan sumber rutin,
suatu senyawa yang dapat memperkuat dinding kapiler.
Budidaya tanaman asparagus tidak berbeda dengan budidaya tanaman lain.
Budidaya yang dilakukan juga tidak sulit untuk dipraktekkan. Langkah dalam
budidaya meliputi persiapan bibit, pengolahan tanah, penanaman, pemeliharaan
dan panen seperti pada tanaman umumnya. Berikut disampaikan langkah-langkah
budidaya asparagus sebagai berikut.
1) Jenis-jenis Asparagus
Jenis-Jenis asparagus berdasarkan warna pada saat pemanenan yaitu.
a. Asparagus putih
Asparagus putih dibudidayakan di dataran tinggi dan tidak banyak
dijumpai di Indonesia. Asparagus putih dipanen dari rebung putih yang
masih berada di dalam tanah.
b. Asparagus hijau
Asparagus hijau dipanen dari rebung yang sudah tersembul dari tanah dan
terkena sinar matahari. Asparagus yang ditanam oleh petani pada
kelompok tani di Desa Pelaga Kecamatan Petang Kabupaten Badung,
adalah Asparagus hijau.
17
2) Syarat tumbuh
Kondisi lingkungan untuk tumbuh asparagus meliputi kondisi cuaca
dan tanah untuk bertanam. Suhu yang paling sesuai untuk membudidayakan
asparagus antara 250 - 300 C, pada suhu rendah pertumbuhannya sangat
lambat dan pada suhu tinggi menyebabkan rebung dan permukaan kulitnya
mengandung banyak serat. Ujung rebung menjadi mudah mekar dan kualitas
rendah. Indonesia merupakan negara tropis sehingga budidaya asparagus di
dataran dapat tumbuh sepanjang tahun. Sedangkan untuk kondisi tanah, harus
dipilih tanah dengan lapisan dalam dan mengandung bahan organik dengan
jenis tanah berpasir yang gembur dan pH berkisar antara 6,0-6,8.
3) Persiapan lahan
Persiapan lahan perlu dilakukan sebelum tahap penanaman
berlangsung, lahan yang akan ditanami asparagus dibajak dalam dan merata.
Lalu dibuat alur dengan kedalaman 30 cm dan lebar alur 40 cm, dengan jarak
antar alur 110 cm. Awal tanam menggunakan pupuk kandang 2-3 ton dengan
luasan lahan 500 m2.
4) Penyemaian
Pembibitan Asparagus dapat dilakukan secara vegetatif dengan kultur
jaringan, anakan yang berasal dari tunas maupun setek, serta secara generatif
dari biji. Dari ke tiga asal bibit tersebut, bibit yang paling baik yang berasal
dari biji (benih). Benih asparagus yang digunakan berasal dari Taiwan. Harga
benih Asparagus hijau mencapai 2,5 juta rupiah untuk setiap 800 gram-nya.
Dalam luasan 500 m2 lahan memerlukan 30gr atau sekitar 1000 biji.
18
Asparagus merupakan tanaman yang ditanam secara tidak langsung
(Indirect seedling) melalui persemaian. Sebelum dilakukan penanaman maka
akan dilakukan pembibitan asparagus. Dalam pembibitan dengan biji terdapat
6 tahap, yaitu.
a) Persemaian
Dalam persemaian, perlu diperhatikan pemilihan lahan persemaian yaitu
lahan yang berdrainase baik, bukan bekas lahan tanaman. Tanaman
asparagus, tanahnya gembur, subur dan berpasir. Bedengan tempat
persemaian dilakukan pengolahan tanah, diberi pupuk dasar dan Furadan
3G untuk menghindari hama. Bedengan dibuat dengan lebar 120 cm,
tinggi 20–25 cm, lebar parit 40 cm dengan kedalaman 40 cm.
b) Perendaman benih
Bibit biasanya akan direndam dengan air bersuhu 270C 1-2 hari dan bibit
yang tidak baik (mengembang) akan dibuang.
c) Semai benih
Penanaman perbaris dilakukan dengan jarak 15x15 cm dengan kedalaman
2,5 cm tiap lubang diisi 1-2 bibit. Pertumbuhan tunas kira-kira
memerlukan waktu 3 bulan. Di atas permukaan tanah ditutup jerami atau
sekam kemudian disiram secukupnya. Pemberian air, pupuk dan
pencegahan hama harus diperhatikan.
d) Perawatan persemaian
Meliputi pencegahan hama dan penyakit dilakukan seawal mungkin.
e) Pemupukan
19
Sewaktu masih dipersemaian setiap 20–30 hari dilakukan pemupukan
susulan urea.
f) Seleksi dan Pencabutan benih
Transplanting atau pemindahan bibit dilakukan setelah 5 – 6 bulan. Hal-
hal yang harus diperhatikan dalam transplanting diantaranya bibit yang
akan dipindahkan adalah bibit yang sehat; bibit yang dicabut harus segera
ditanam; dan sebelum penanaman akar dipotong, disisakan 20 cm, dan
pucuk tanaman dipangkas hingga tinggi tanaman hanya ± 20 cm.
5) Penanaman
Sebelum melakukan penanaman tanah diratakan terlebih dahulu dengan
menggunakan pupuk organik. Penanaman dilakukan dengan memasukan bibit
ke dalam alur yang telah dibuat sedalam 30 cm kemudian ditimbun dengan
tanah. Penanaman biasanya dilakukan pada akhir musim hujan karena akan
mempunyai tingkat hidup yang tinggi. Jarak tanam per alur adalah 150 x 30
cm. Pada luasan 500 m2 terdapat 32 alur, dengan panjang alur 9 m. Sehingga
populasi tanaman yang ada diperkirakan terdapat 928 pada luasan tersebut.
6) Pemeliharaan
Sebelum tanaman dipanen dilakukan pemeliharaan beberapa batang
induk. Saat panen batang induk tersebut dipertahankan, sedang rebung lainnya
dipanen. Hal ini dilakukan agar akar mendapatkan nutrisi yang mencukupi
sehingga produksi di tahun berikutnya dapat meningkat. Budidaya asparagus
harus memperhatikan pemupukan, pembumbungan tanah dan pengairan.
Pemeliharaan tanaman Asparagus meliputi.
20
a. Pembumbunan
Apabila tunas sudah mulai tumbuh, dapat dilakukan pembumbunan. Pada
musim hujan, parit diperdalam. Hal ini karena Asparagus tidak menyukai
genangan.
b. Penjarangan
Penjarangan dilakukan setelah induk tanaman membentuk 8 – 10 batang
dan disisakan 3 – 4 batang saja.
c. Penyiangan
Penyiangan dilakukan untuk menghilangkan rumput-rumput yang dapat
mengganggu pertumbuhan tanaman utama.
d. Pengairan dan drainase
Dilakukan dengan cara menggenangi parit setinggi setengah dari tinggi
parit, ditunggu hingga air meresap sampai atas, kemudian sisa air dibuang.
Irigasi pada musim kemarau dilakukan tiap 1 minggu sekali. Sedangkan
untuk pengairan dilakukan dengan sistem irigasi masuk dari air sungai.
Irigasi dilakukan setiap 1 sampai 2 kali dalam seminggu apabila musim
kemarau.
e. Pemupukan setelah masa tanam
(1) Pupuk Urea : 60-80 kg , diberikan setiap 3 bulan sekali.
(2) Pupuk KCl : 20-30kg, diberikan setiap 2 bulan sekali selama musim
penghujan. Pemakaian pupuk K bisa menguntungkan. Penggunaan
pupuk K dimaksudkan agar tanaman lebih kokoh dan kuat, tidak
mudah roboh dan meningkatkan kualitas rebungnya.
21
(3) Pupuk kandang/ kompos : 500 kg, diberikan setiap 4-5 bulan sekali.
Pemupukan dilakukan dengan cara membuat parit sepanjang barisan
berjarak 20 cm dari tanaman, dalamnya parit 15 cm kemudian pupuk
dicampur dan ditutup dengan tanah.
f. Pengendalian hama dan penyakit
Hama pada tanaman Asparagus adalah ulat grayak, ulat tanah
biasanya menyerang saat terjadi pergantian musim, tetapi serangan hama
pada tanaman asparagus tidak terlalu memiliki pengaruh yang berarti pada
tanaman asparagus. Sedangkan penyakit yang menyerang tanaman
asparagus adalah Eastern flower thrips. Penyakit ini bisa dijumpai pada
masa pertumbuhan terutama pada awal daun baru, khususnya pada saat
kekurangan air di awal musim kemarau. Pada kondisi yang kritis batang
bisa layu dan berwarna kuning.
Pengendalian hama dan penyakit tanaman asparagus adalah untuk
hama dilakukan dengan cara mekanis. Yaitu dengan mengambil secara
langsung ukat yang menyerang tanaman asparagus. Pengendalian penyakit
dilakukan dengaan menggunakan 2,8% Deltamethrin EC yang diencerkan.
7) Panen dan Pasca Panen
Panen biasanya dilakukan pada pagi hari kurang dari jam 9. Rebung
asparagus hijau yang menyembul di pagi hari dipotong dengan pisau, setelah
panen gunakan kain yang basah atau diletakkan di bawah pohon untuk
menghindari sinar matahari. Setelah melakukan grading segera dimasukkan
dalam ruang pendingin kemudian dijual.
22
a. Kriteria panen
Asparagus dapat dipanen rebungnya pada umur 4 – 5 bulan setelah
transplanting. Asparagus hijau yang dipanen adalah setelah muncul diatas
tanah dengan kondisi pucuk yang masih kuncup.
b. Cara panen, interval, frekuensi
Panen dilakukan dengan dua cara, yaitu mencabut dan memangkas atau
memotong batang muda, untuk di aspakusa digunakan cara memotong
batang muda. Cara panen dengan memotong batang muda merupakan cara
yang lebih baik, karena cara tersebut tidak merusak sistem perakaran
tanaman yang dijadikan indukan. Panen dilakukan pada saat pagi hari.
Panen pertama dilakukan pada umur 4 bulan setelah transplanting. Panen
kedua pada umur 5 bulan bisa dilakukan pemanenan dengan interval panen
2 hari sekali, untuk bulan keenam dapat dilakuakan pemanenan setiap hari.
Masa pemetikan hasil dalam satu musim diperkirakan memakan waktu
hingga 3 bulan. Sehingga didapatkan total panen asparagus sebanyak 100-
150 kg. Panen pertama kurang lebih dihasilkan 40 kg, panen kedua
dihasilkan 30 kg dan panen ketiga 60 kg dengan panen setiap hari pada
bulan keenam 2 kg.
c. Pengelolaan Pasca Panen
Untuk pengiriman asparagus, daun bisa dikemas dengan cara mengikat
setiap 5-10 tangkai batang sesuai dengan kelasnya. Ikatan tanaman
disimpan tegak dalam ember berisi air. Tinggi air dalam ember cukup 3
cm. Perendaman tangkai dilakukan untuk mempertahankan kesegaran
23
tanaman. Pada saat dikirim, tanaman dikemas dengan dibungkus kertas
(koran bekas). Pembungkusan kertas bertujuan untuk melindungi tanaman
dari kerusakan sekaligus untuk memudahkan dalam membawa tanaman
karena asparagus berduri.
d. Grading
Kualitas asparagus dibedakan menjadi 3 yaitu Kualitas A, B dan C.
Berikut kriterianya.
Kualitas A : panjang rebung 25 cm, diameter bagian bawah rebung lebih
dari 1 cm, seluruhnya berwarna hijau dan bagian ujungnya
tidak mekar.
Kualitas B : panjang rebung 25 cm, diameter bagian bawah rebung 0,8-1
cm, seluruhnya berwarna hijau dan bagian ujungnya tidak
mekar.
Kualitas C : panjang rebung dibawah 25 cm, diameter bagian bawah
rebung 0,5 - 0,8 cm, bagian ujungnya mekar.
24
2.1.3 Luas Lahan
Lahan merupakan bagian dari bentang alam (landscape) yang mencakup
pengertian lingkungan fisik termasuk iklim, topografi/relief, tanah, hidrologi, dan
bahkan keadaan vegetasi alami (natural vegetation) yang semuanya secara
potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan (FAO, 1976).
Luas lahan dapat diartikan sebagai lahan sawah dan lahan bukan sawah baik
yang digunakan dan tidak digunakan termasuk lahan yang sementara tidak
digunakan atau di usahakan (BPS Provinsi Bali, 2003). Pengertian atau definisi
luas lahan dapat dikelompokkan sebagai berikut.
1) Lahan Sawah adalah lahan pertanian yang berpetak petak dan dibatasi
pematang (galengan atau saluran) untuk menahan atau mengalirkan air yang
biasanya ditanami padi sawah tanpa memandang status tanah. Lahan sawah
digolongkan sebagai berikut.
(1) Lahan sawah irigasi teknis adalah lahan sawah yang memperoleh irigasi
dan irigasi teknis yaitu jaringan irigasi dimana saluran pemberi terpisah
dari saluran pembuang agar penyediaan dan pembagian irigasi dapat
sepenuhnya diatur dengan mudah. Biasanya jaringan semacam ini terdiri
dari saluran induk dan sekunder serta bangunan dipelihara dan di bangun
oleh Dinas Irigasi atau Pemerintah.
(2) Lahan Irigasi Setengah Teknis adalah lahan sawah yang memperoleh
irigasi dari irigasi setengah teknis, dimana dinas irigasi hanya menguasai
bangunan penyadap untuk dapat mengatur dan mengukur pemasukan air
25
yang ada pada jaringan selanjutnya tidak diukur dan dikuasai oleh dinas
irigasi atau pemerintah.
(3) Luas lahan tadah hujan adalah lahan yang irigasinya tergantung pada air
hujan.
(4) Lahan sawah pasang surut adalah lahan sawah yang irigasinya tergantung
pada air sungai yang diperoleh pasang surutnya air laut.
(5) Lahan sawah lebak adalah lahan sawah yang irigasinya berasal dari rawa
lebak.
(6) Lahan sawah polder adalah lahan sawah yang terdapat di delta sungai
yang irigasinya dipengaruhi oleh air sungai tersebut atau rembesan-
rembesan rawa yang biasanya ditanami padi.
(7) Lahan sawah lainnya adalah lahan terkena rembesan rawa yang biasanya
ditanami padi-padian.
(8) Lahan sawah tidak tanam adalah lahan yang selama setahun ditanami
selain padi.
(9) Lahan sawah sementara tidak diusahakan adalah lahan yang tidak
diusahakan, karena alasan misalnya tidak ada tenaga lebih dari setahun
dan kurang dari dua tahun.
2) Bukan Lahan Sawah adalah semua lahan selain lahan sawah yang biasanya
ditanami dengan tanaman palawija atau padi gogo, dapat dikelompokkan
sebagai berikut.
26
(1) Pekarangan atau tanah untuk bangunan dan halaman adalah tanah
halaman sekitar rumah termasuk dipakai untuk bangunan rumah. Diluar
tanah pekarangan disebut tegalan.
(2) Tegal atau kebun adalah tanah kering yang ditanami tanaman musiman
atau tahunan dan letaknya terpisah dengan halaman sekitar rumah serta
pemakaiannya tidak terpisah.
(3) Ladang atau huma adalah tanah yang ditanami tanaman musiman,
pemakaiannya hanya semusim atau dua musim, kemudian di tinggalkan
karena tidak subur lagi.
(4) Pengembalaan atau padang rumput adalah tanah yang dipakai
pengembalaan ternak.
(5) Lahan yang sementara tidak diusahakan adalah tanah yang biasanya tidak
diusahakan tetapi untuk sementara tidak diusahakan.
(6) Tanah hutan rakyat adalah tanah yang ditumbuhi kayu-kayuan termasuk
bambu baik yang tumbuh sendiri maupun yang sengaja ditanami seperti
semak-semak dan pohon-pohonan yang hasil utamanya kayu.
(7) Hutan negara adalah tanah hutan yang berada di bawah pengawasan Dinas
Kehutanan atau Perhutanan.
(8) Perkebunan adalah tanah yang ditanami tanaman perkebunan seperti
vanili, kelapa, kopi, cengkeh, dan lain-lain diusahakan oleh rakyat atau
perusahaan wilayah kecamatan.
(9) Rawa-rawa adalah tanah yang tergenang air yang tidak dipergunakan
untuk sawah.
27
(10)Tambak adalah tanah yang dipergunakan untuk melakukan pemeliharaan
ikan, udang atau binatang air lainnya.
2.1.4 Tenaga Kerja
Tenaga Kerja merupakan penduduk yang berada dalam usia kerja. Menurut
UU No. 13 tahun 2003 Bab I pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa tenaga kerja adalah
setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan
atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.
Secara garis besar penduduk suatu negara dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu
tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Penduduk tergolong tenaga kerja jika
penduduk tersebut telah memasuki usia kerja. Batas usia kerja yang berlaku di
Indonesia adalah berumur 15 tahun – 64 tahun. Menurut pengertian ini, setiap
orang yang mampu bekerja disebut sebagai tenaga kerja. Ada banyak pendapat
mengenai usia dari para tenaga kerja ini, ada yang menyebutkan di atas 17 tahun
ada pula yang menyebutkan diatas 20 tahun, bahkan ada yang menyebutkan di
atas 7 tahun karena anak-anak jalanan sudah termasuk tenaga kerja.
Menurut UU No.14 tahun 1969, tenaga kerja adalah tiap orang yang mampu
melaksanakan pekerjaan, baik di dalam maupun diluar hubungan kerja guna
menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat (pasal 1).
Jadi pengertian tenaga kerja menurut ketentuan ini meliputi tenaga kerja yang
bekerja di dalam maupun di luar hubungan kerja, dengan alat produksi utamanya
dalam proses produksi adalah tenaganya sendiri, baik tenaga fisik maupun pikiran.
28
Menurut Simanjuntak (1990) tenaga kerja (man power) mengandung
pengertian. Pertama, tenaga kerja mengandung pengertian usaha kerja atau jasa
yang dapat diberikan dalam proses produksi. Dalam hal ini tenaga kerja
mencerminkan kualitas usaha yang diberikan oleh seseorang dalam waktu tertentu
untuk menghasilkan barang dan jasa. Kedua, tenaga kerja mencakup orang yang
mampu bekerja untuk memberikan jasa atau usaha kerja tersebut, mampu bekerja
berarti mampu melakukan kegiatan yang mempunyai nilai ekonomis yaitu
kegiatan tersebut menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat.
Menurut Mulyadi Subri (2002), tenaga kerja adalah penduduk dalam usia
kerja (15-64 tahun) yang dapat memproduksi barang dan jasa jika ada permintaan
terhadap mereka dan mereka mau berpartisipasi dalam aktivitas tersebut. Tenaga
kerja terdiri dari angkatan kerja dan bukan angkatan kerja.
Menurut Simanjuntak (1990) angkatan kerja dibedakan dalam 3 golongan
yaitu.
1) Penganggur (open unemployment), yaitu orang yang sama sekali tidak bekerja
dan berusaha mencari pekerjaan.
2) Setengah pengangguran, yaitu jam kerja mereka kurang dimanfaatkan,
sehingga produktivitas kerja dan pendapatan mereka rendah.
Setengah pengangguran dapat dibedakan menjadi dua, yaitu.
a) Setengah pengangguran kentara yakni mereka yang bekerja kurang dari 35
jam seminggu, dan
29
b) Setengah pengangguran tidak kentara (invisible underemployment) yaitu.
mereka yang produktivitas kerja dan pendapatannya rendah
3) Bekerja penuh, dimana dalam prakteknya suatu negara telah mencapai
tingkat penggunaan tenaga kerja penuh bila dalam perekonomian tingkat
penganggurannya kurang dari 4 persen (Sukirno, 1997). Untuk golongan
bukan angkatan kerja merupakan bagian dari penduduk bukan angkatan kerja
yang non aktif secara ekonomi. Mereka terdiri dari yang bersekolah,
mengurus rumah tangga, penerimaan pensiun, mereka yang hidupnya
tergantung pada orang lain karena lanjut usia, cacat, dalam penjara atau sakit
kronis.
2.1.5 Pelatihan
Kata pelatihan berasal dari kata : “latih” yang ditambah dengan awalan ke-,
pe, dan akhiran –an yang artinya telah biasa (Poerwadarminta, 1986). Keadaan
telah biasa diperoleh seseorang setelah melalui proses belajar atau diajar. Latihan
berarti pelajaran untuk membiasakan diri atau memperoleh kecakapan tertentu.
Pelatihan adalah orang - orang yang memberikan pelatihan. Kata pelatihan
diberikan awalan ke- dan akhiran –an. Bermakna pemberian sifat pada kegiatan
pemberian latihan kepada seseorang atau sekelompok orang sehingga memiliki
sejumlah keterampilan/kecakapan yang dibutuhkan. Pelatihan merupakan upaya
untuk mengembangkan sumber daya manusia. Pelatihan juga merupakan bagian
dari proses pendidikan yang tujuannya untuk mengingat kemampuan atau
keterampilan khusus seseorang atau sekelompok orang.
30
Pendidikan dan pelatihan saat ini sudah merupakan suatu keharusan
dilakukan oleh suatu organisasi dan tidak dapat diabaikan, karena hal ini dapat
dipandang sebagai penanaman modal. Pendidikan dan pelatihan yang terencana,
secara teratur akan dapat meningkatkan kemampuan dan keterampilan kerja yang
sekaligus mengarah kepada peningkatan produktivitas kerja. Dalam istilah lain
dapat dikatakan bahwa tingkat penghasilan seseorang meningkat dengan
bertambahnya tingkatan pendidikan dan pelatihan (Tjiptoherijanto, 1989). Oleh
karena itu sangat masuk akal bila pendidikan dan pelatihan harus diperhatikan
secara serius.
Menurut Simamora (2004) bahwa tujuan pemberian pelatihan adalah
sebagai berikut.
1) Memperbaiki kinerja.
2) Memutahirkan keahlian seseorang sejalan dengan kemajuan teknologi.
3) Mengurangi waktu pembelajaran bagi orang baru agar kompeten dalam
bekerja.
4) Membantu dalam memecahkan masalah operasional.
5) Mempersiapkan karyawan untuk promosi.
6) Mengorientasikan karyawan terhadap organisasi.
7) Memenuhi kebutuhan pertumbuhan pribadi.
Dari pendapat di atas, maka dapat diartikan bahwa tujuan pelatihan itu
sebenarnya untuk meningkatkan kecerdasan serta meningkatkan keahlian
seseorang pada masing-masing bidang pekerjaan agar nantinya dapat bekerja
31
secara efektif dan efisien. Jenis pelatihan menurut Simamora (2004), jenis-jenis
pelatihan yang dapat diselenggarakan didalam organisasi adalah sebagai berikut.
1) Pelatihan keahlian, merupakan pelatihan yang sering dijumpai didalam
organisasi. Kriteria penilaian efektivitas pelatihan juga berdasarkan pada
sasaran yang didefinisikan dalam tahap penilaian.
2) Pelatihan ulang, adalah subset pelatihan keahlian. Pelatihan ulang berupaya
memberikan para pegawai keahlian-keahlian yang mereka butuhkan untuk
menghadapi tuntutan kerja yang berubah-ubah.
3) Pelatihan lintas fungsional. Melibatkan pelatihan pegawai untuk melakukan
aktivitas kerja dalam bidang lainnya selain pekerjaan yang ditugaskan.
Adapun beberapa manfaat dari sebuah pelatihan diantaranya, menurut
Simamora (2004) adalah sebagai berikut.
1) Manfaat untuk karyawan
a) Membantu karyawan dalam membuat keputusan dan pemecahan masalah
yang lebih efektif.
b) Membantu mendorong dan mencapai pengembangan diri dan rasa percaya
diri.
c) Membantu karyawan mengatasi stress, tekanan, frustasi dan konflik.
2) Manfaat untuk perusahaan
a) Mengarahkan untuk meningkatkan profitabilitas atau sikap yang lebih
positif terhadap orientasi profit.
b) Membantu karyawan untuk mengetahui tujuan perusahaan.
c) Menciptakan hubungan antara karyawan dan atasan.
32
3) Manfaat dalam hubungan SDM, antar grup dan pelaksanaan kebijakan.
a) Meningkatkan komunikasi antar grup dan individual.
b) Memberikan iklim yang baik untuk belajar, pertumbuhan dan koordinasi.
c) Membuat perusahaan menjadi tempat yang lebih baik untuk bekerja dan
hidup.
2.1.6 Produksi
Produksi dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang menciptakan atau
menambah nilai/guna atau manfaat baru. Guna atau manfaat mengandung
pengertian kemampuan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia.
Jadi produksi meliputi semua aktivitas menciptakan barang dan jasa (Gumbira dan
Harizt, 2001). Dalam percakapan sehari-hari produksi diartikan tindakan
mengkombinasikan faktor-faktor produksi (tenaga kerja, modal, dan lain-lainnya)
oleh perusahaan untuk memproduksi hasil berupa barang-barang dan jasa-jasa.
Dalam arti ekonomi, produksi adalah setiap usaha manusia untuk menciptakan
atau menambah guna suatu barang atau benda untuk memenuhi kebutuhan
manusia. Misalnya : menanam padi, menggiling padi, mengangkut beras,
memperdagangkan, dari menjual makanan. Nah, kegiatan seperti itu disebut
kegiatan produksi (Ismawanto, 2009).
Sesuai dengan pengertian produksi di atas, maka produksi pertanian dapat
dikatakan sebagai suatu usaha pemeliharaan dan penumbuhan komoditi pertanian
untuk memenuhi kebutuhan manusia. Pada proses produksi pertanian terkandung
pengertian bahwa guna atau manfaat suatu barang dapat diperbesar melalui suatu
33
penciptaan guna bentuk yaitu dengan menumbuhkan bibit sampai besar dan
pemeliharaan.
Dalam proses produksi pertanian dibutuhkan bermacam-macam faktor
produksi seperti modal, tanah dan manajemen pertanian. Faktor produksi modal
sering diartikan sebagai uang atau keseluruhan nilai dari sumber-sumber ekonomi
non manusiawi (Mubyarto, 1994). Sering juga modal diartikan sebagai semua
barang dan jasa yang sudah di investasikan dalam bentuk bibit, obat-obatan, alat-
alat pertanian dan lain-lainnya sumbangan faktor produksi tanah dalam proses
produksi pertanian yaitu berupa unsur-unsur hara yang terkandung di dalamnya
yang menentukan tingkat kesuburan suatu jenis tanah. Faktor produksi yang tidak
kalah pentingnya dalam produksi pertanian adalah manejemen pertanian yang
berfungsi mengkoordinir faktor-faktor produksi lainnya agar dapat menghasilkan
output secara efisien (Tohir, 1993).
2.1.7 Pendapatan
Dalam penelitian ini, pendapatan yang digunakan adalah pendapatan rumah
tangga. Selain pendapatan dari kerja, pekerja sering kali mendapatkan pendapatan
lain yang bukan merupakan balas jasa dari kerja, pendapatan bukan dari kerja ini
disebut Nonlabour Income. Pemanfaatan pekerja dapat dilihat dari pendapatan
yang diterima seseorang. Apabila seseorang mempunyai ketrampilan tertentu,
misalnya diperoleh dari pendidikan atau latihan dan bekerja di suatu lapangan
usaha dan dalam lingkungan usaha tertentu, maka diharapkan akan diperoleh
pendapatan sebesar tertentu yang diperoleh dari pekerjaan tersebut. Berdasarkan
hal tersebut diatas maka dapat dikatakan bahwa pendapatan sesorang tergantung
34
pada ketrampilan di bidang tertentu yang dapat diperoleh dari pendidikan, latihan
ketrampilan, dan pengalaman bekerja pada bidang tertentu.
Dalam mengukur kondisi ekonomi seseorang atau ramah tangga, salah satu
konsep pokok yang paling sering digunakan yaitu melalui tingkat pendapatan.
Pendapatan dapat menunjukkan seluruh uang atau seluruh material lainnya yang
dapat dicapai dari penggunaan kekayaan yang diterima oleh seseorang atau rumah
tangga tertentu (Winardi, 1997). Untuk menghitung besar kecilnya pendapatan
dapat dilakukan dengan tiga pendekatan yaitu (Sukirno,2004).
1) Pendekatan produksi (Production Approach), yaitu dengan menghitung
semua nilai produksi barang dan jasa akhir yang dapat dihasilkan dalam
periode tertentu.
2) Pendekatan pendapatan (Income Approach), yaitu dengan menghitung nilai
keseluruhan balas jasa yang dapat di terima oleh pemilik faktor produksi
dalam suatu periode tertentu.
3) Pendekatan pengeluaran (Expenditure Approach), yaitu pendapatan yang
diperoleh dengan menghitung pengeluaran konsumsi masyarakat.
Pada penelitian ini untuk menghitung besar kecilnya pendapatan petani
yaitu menggunakan pendekatan produksi, dimana produksi barang dan jasa yang
dihasilkan disini yaitu menghitung nilai produksi dari hasil panen petani pada
periode tertentu. Semakin tinggi produksi/panen maka pendapatan akan
meningkat. Produksi berpengaruh positif terhadap pendapatan.
35
2.1.8 Hubungan Luas Lahan dengan Pendapatan
Luas penguasaan lahan pertanian merupakan sesuatu yang sangat penting
dalam proses produksi ataupun usaha tani dan usaha pertanian. Dalam usaha tani
misalnya pemilikan atau penguasaan lahan sempit sudah pasti kurang efisien
dibanding lahan yang lebih luas. Semakin sempit lahan usaha, semakin tidak
efisien usaha tani yang dilakukan kecuali usaha tani dijalankan dengan tertib.
Luas pemilikan atau penguasaan berhubungan dengan efisiensi usaha tani.
Penggunaan masukan akan semakin efisien bila luas lahan yang dikuasai semakin
besar.
Adapun yang mempengaruhi pendapatan petani dilihat dari luas lahan yaitu
antara penggarap lahan dan pemilik lahan, penggarap lahan dikenakan sewa atas
lahan yang digarap dan bagi pemilik lahan dikenakan pajak atas kepemilikan
lahannya.
a. sewa lahan
Pendapatan dari lahan oleh karenanya menentukan luas lahan yang akan
ditanami. Pendapatan dari lahan ini, seperti halnya yang diperoleh dari faktor-
faktor lainnya, tergantung pada permintaan relatif akan lahan untuk
memproduksi dan pada penawaran lahan yang tersedia. Akan tetapi, sewa yang
tinggi dapat mengakibatkan lebih luasnya lahan yang disediakan untuk
ditanami, atau untuk berbagi penggunaan lainnya.
Bagi petani yang bukan merupakan pemilik lahan maka semakin luas
lahan yang akan ditanami maka akan menyebabkan sewa terhadap lahan
tersebut semakin tinggi, menyebabkan biaya untuk produksi akan semakin
36
tinggi dan akan berefek pada menurunnya pendapatan. Teori ini diperkuat oleh
(Sicat dan Arndt, 1987) mengatakan karena sedikitnya lahan dan permintaan
rendah berarti sewa lahan tersebut juga rendah tapi permintaan lahan yang
tinggi menyebabkan sewa semakin tinggi.
b. Pajak tanah (lahan) dan pembebanannya.
Gambaran mengenai terbatasnya persediaan lahan menimbulkan gagasan
pemungutan pajak atas lahan. Bila permintaan lahan tinggi karena kualitasnya
yang istimewa, seperti kesuburan yang luar biasa, atau mengandung bahan
tambang yang berharga seperti minyak bumi atau emas, atau berkat
dilakukannya perbaikan oleh pemerintah, lahan itu mempunyai nilai untuk
dipajaki yang tidak dapat dibebankan selain kepada pemiliknya. Begitu juga
halnya dengan pajak tanah (lahan) dan pembebanannya. Pajak lahan dapat
dianggap sebagai salah satu cara mengurangi pendapatan pemilik lahan (Sicat
dan Arndt, 1987).
Hubungan luas lahan dengan pendapatan bahwa semakin luas lahan petani
maka pendapatannya juga akan meningkat. Hubungan antara luas lahan dengan
pendapatan bahwa luas lahan berpengaruh positif terhadap pendapatan /
penghasilan petani. Lahan yang dikelola dengan baik tentunya akan memberikan
hasil yang baik dan menguntungkan bagi petani.
2.1.9 Hubungan Tenaga Kerja dengan Pendapatan
Hubungan tenaga kerja dengan pendapatan bahwa tenaga kerja berpengaruh
positif terhadap pendapatan/penghasilan petani dengan melihat kebutuhan akan
37
tenaga kerja pada lahan tersebut. Tenaga kerja adalah tiap orang yang mampu
melaksanakan pekerjaan baik, didalam maupun diluar hubungan kerja guna
menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Jadi
pengertian tenaga kerja menurut ketentuan ini meliputi tenaga kerja yang bekerja
didalam maupun diluar hubungan kerja, dengan alat produksi utamanya dalam
proses produksi adalah tenaganya sendiri, baik tenaga fisik maupun pikiran. Akan
tetapi penyerapan jumlah tenaga kerja tentunya tidak berlebihan karena akan
meningkatkan pemborosan atau kerugian. Tenaga kerja berperan penting dalam
sebuah perusahaan karena dapat membantu produktivitas perusahaan.
2.1.10 Hubungan Pelatihan dengan Pendapatan
Kuntariningsih, at al. (2013), melakukan penelitian tentang dampak
Pelatihan Petani Terhadap Kinerja Usahatani Kedelai Di Jawa, dengan hasil
bahwa Pelatihan telah menyebabkan keuntungan usahatani meningkat sebesar Rp
693.810. Keadaan ini sesuai dengan yang diharapkan bahwa pelatihan akan
meningkatkan keuntungan melalui peningkatan efisiensi ekonomi proses produksi
kedelai. Temuan ini sesuai dengan teori ekonomi manajerial dari Salvatore
(2007), yang menyatakan bahwa perbaikan manajerial pelaku bisnis akan dapat
memperbaiki keuntungan. Dampak pelatihan juga diperlihatkan oleh Gunawan et
al. (2011), bahwa petani kedelai peserta pelatihan pengelolaan tanaman terpadu
(PTT) menunjukkan keuntungan 40 persen lebih tinggi dibanding petani yang
tidak dilatih.
38
2.2 Teori – Teori yang Digunakan
2.2.1 Teori Produksi
Teori produksi adalah teori yang mempelajari bagaimana cara
mengkombinasikan berbagai penggunaan input pada tingkat teknologi tertentu
untuk menghasilkan sejumlah output tertentu. Sasaran teori produksi adalah untuk
menentukan tingkat produksi yang efisien dengan sumberdaya yang ada
(Sudarman, 1986).
Setiap petani dalam pengelolaan usahataninya bertujuan untuk
meningkatkan produksi atau hasil panennya. Petani dalam menyelenggarakan
usahataninya melaksanakan perhitungan ekonomi dan keuangan. Di dalam
perhitungannya petani akan membandingkan hasil yang diharapkan (output)
dengan biaya yang dikeluarkan (input). Hasil yang diterima petani pada saat
panen disebut produksi dan biaya yang dikeluarkan disebut biaya produksi
(Mubyarto, 1989).
Produksi merupakan konsep yang aktivitasnya dapat diukur melalui rata-
rata output per unit dalam suatu periode. Output ditekankan pada unit-unit kualitas
konstan, sehingga dalam hal ini peningkatan produksi berarti peningkatan rata-
rata output dengan asumsi faktor-faktor produksi yang lain konstan.
Bishop dan Toussaint dalam Ardi dkk (1992), menyatakan bahwa produksi
adalah suatu proses di mana beberapa barang dan jasa yang disebut input diubah
menjadi barang-barang dan jasa lain yang disebut output. Selanjutnya Teken
dalam Ardi dkk (1992), mengemukakan bahwa produksi adalah suatu proses atau
tindakan untuk menciptakan dan menambah dayaguna sumber daya (benda dan
39
jasa) baik kualitas dan kuantitasnya sehingga merupakan suatu komoditi yang
dapat dipasarkan dan berdayaguna untuk masyarakat.
Mubyarto (1989), menyatakan bahwa produksi pertanian adalah hasil yang
diperoleh sebagai akibat bekerjanya beberapa faktor produksi sekaligus yaitu
modal, tenaga kerja dan tanah.
Menurut Prayitno dan Arsyad, (1987) ada empat sumber daya yang
merupakan faktor produksi penting dalam usaha tani yaitu.
a. Tanah meliputi kuantitas (luas) dan kualitas;
b. Tenaga kerja, meliputi kuantitas (jumlah) dan kualitas ;
c. Modal, meliputi modal tetap dan modal kerja untuk pembelian input variable;
d. Ketrampilan manajemen dari petani.
2.2.2 Fungsi produksi
Fungsi produksi adalah hubungan fisik antara variabel yang dijelaskan (Y)
dan variabel yang menjelaskan (X). Variabel yang dijelaskan biasanya berupa
output dan variabel yang menjelaskan biasanya berupa input. Fungsi produksi
dianggap penting, karena beberapa hal antara lain :
1) dengan fungsi produksi, maka peneliti dapat mengetahui hubungan antara
faktor produksi dan produksi secara langsung sehingga hubungan tersebut
dapat lebih mudah dimengerti.
2) dengan fungsi produksi, maka peneliti dapat mengetahui hubungan antara
variabel yang dijelaskan (dependent variable) Y, dan variabel yang
menjelaskan (independent variable) X, serta sekaligus mengetahui hubungan
40
antar variabel penjelas. Secara matematis, hubungan ini dapat dijelaskan
sebagai berikut:
Y = f ( X1, X2 …….. Xi ……Xn ) ………………………… (2.1)
Dengan fungsi produksi seperti tersebut di atas, maka hubungan Y dapat
diketahui dan sekaligus hubungan Xi.Xn dan X lainnya dapat diketahui
(Soekartawi, 2003 ).
Widayat (2001) menjelaskan bahwa proses produksi pada umumnya
membutuhkan berbagai macam faktor produksi seperti tenaga kerja, modal dan
berbagai bahan mentah. Pada setiap proses produksi, faktor-faktor produksi
tersebut digunakan dalam kombinasi tertentu. Misalnya sekarang dari faktor-
faktor produksi yang digunakan itu input x penggunaannya terus ditambah
sedangkan input yang lain tetap, maka fungsi produksi dianggap tunduk pada
suatu hukum yang disebut “The Law of Diminishing Returns”. Hukum ini
mengatakan bahwa “Bila satu macam input penggunaannya terus ditambah sedang
input yang lain penggunaannya tidak berubah maka tambahan output yang
dihasilkan dari setiap tambahan satu unit input yang ditambahkan tadi mula-mula
menaik akan tetapi kemudian menurun”.
Kalau hubungan antara output dan input variabel digambarkan dalam suatu
grafik maka akan didapat suatu kurva yang dinamakan kurva Total Physical
Product disingkat TPP. Kurva TPP didefinisikan sebagai kurva yang
menunjukkan tingkat produksi total (Q) pada berbagai tingkat penggunaan input
variabel dan input lain dianggap tetap, jadi :
TPPx = f(X1, X2, . . . Xn) ................................................. (2.2)
41
Kurva lain dapat diturunkan dari kurva TPP, seperti kurva Marginal Physical
Product yang disingkat MPP dan kurva Average Physical Product disingkat APP.
Kurva Marginal Physical Product (MPP) adalah kurva yang menunjukkan
tambahan TPP karena adanya tambahan penggunaan satu satuan input variabel.
Produksi Jangka Panjang adalah produksi yang semua inputnya dapat
dirubah.
a. Kurva Produksi Sama (Isoquant)
Kurva Isoquant atau isoproduct adalah kurva yang menunjukkan berbagai
kemungkinan kombinasi teknis antara dua input (variabel) yang terbuka bagi
produsen untuk menghasilkan suatu tingkat output tertentu (Boediono, 1997).
Menurut Sukirno (2002), kurva Isoquant atau kurva produksi sama,
menggambarkan gabungan tenaga kerja dan modal yang akan menghasilkan satu
tingkat produksi tertentu. Sedangkan menurut Miller dan Meiners (1997), kurva
Isoquant adalah sebuah kurva dalam ruang input (input space) yang
memperlihatkan semua kemungkinan kombinasi dua macam input yang secara
fisik dapat menghasilkan suatu tingkat output. Isoquant ini ditarik khusus untuk
tingkat output. Setiap titik pada kurva Isoquant tersebut melambangkan kombinasi
faktor produksi modal dan tenaga kerja dalam berbagai variasi yang selalu
menghasilkan output sebanyak Y1. Kurva Produksi Sama (Isoquant) pada
Gambar 2.1.
42
Sumber : Teori Ekonomi Mikro Intermediate, Miller dan Meiners, 1997
Gambar 2.1Kurva Produksi Sama (Isoquant)
Kurva Isoquant mempunyai sifat-sifat yang serupa dengan indifference
curve konsumen, yaitu cembung ke arah origin, menurun dari kiri atas ke kanan
bawah. Kurva yang semakin ke kanan atas, outputnya semakin tinggi.
Selain itu, ada beberapa sifat lain dari Isoquant, yaitu.
(1) Cekung terhadap titik O.
(2) Dua kurva Isoquant tidak saling berpotongan.
(3) Isoquant yang lebih tinggi menggambarkan output yang lebih besar.
(4) Kemiringan (slope) menunjukkan MRTS (Marginal Rate of Technical
Substitution).
b. Garis ongkos sama/ kurva biaya sama (Isocost)
Untuk menghemat biaya produksi dan memaksimalkan keuntungan, perusahaan
harus meminimumkan biaya produksi. Untuk membuat analisis mengenai
peminimuman ongkos produksi diperlukan membuat garis ongkos sama (Isocost).
Garis ini menggambarkan gabungan faktor-faktor produksi yang dapat diperoleh
43
dengan menggunakan sejumlah biaya tertentu. Untuk dapat membuat garis ongkos
sama, data yang diperlukan adalah harga faktor produksi yang digunakan, dan jumlah
uang yang tersedia untuk membeli faktor-faktor produksi tersebut (Sadono Sukirno,
2001). Kurva Biaya Sama (Isocost) pada Gambar 2.2.
Sumber: Teori Ekonomi Mikro Intermediate, Miller dan Meiners, 1997
Gambar 2.2
Kurva Biaya Sama (Isocost)
Menurut Miller dan Meiners (1997), kurva isocost atau garis isocost (isocost
line) adalah sebuah garis yang memuat titik-titik yang melambangkan total biaya
yang konstan.
Unit harga jasa tenaga kerja sebagai Px2 dan unit harga jasa modal sebagai
Px1. Px1 juga disebut nilai implisit per unit modal. Jika TC dibagi dengan tingkat
upah (Px2), akan diperoleh jumlah tenaga kerja maksimum yang dapat dikerahkan
oleh produsen yang bersangkutan dengan anggaran biaya yang tersedia (TC).
Jumlah tenaga kerja maksimum ini dilambangkan dengan X2’. Sedangkan jika TC
44
dibagi dengan harga per unit modal (Px1), maka akan diperoleh jumlah modal
maksimum yang dapat digunakan oleh produsen, yang disimbulkan dengan X1’.
Jika X2’ dan X1’ dihubungkan, terbentuklah sebuah garis dan garis ini yang
dinamakan isocost (X1’, X2’). Kurva isocost ini merupakan tempat kedudukan
titik-titik yang melambangkan kombinasi modal dan tenaga kerja yang bisa dibeli
perusahaan atau produsen berdasarkan anggaran biaya yang tersedia.
c. Keseimbangan Produsen
Ketika melakukan analisis perilaku pasar (permintaan dan penawaran) kita
menggunakan kurva keseimbangan pasar sebagai alat analisis. Demikian pula
ketika melakukan analisis perilaku konsumen, kita menggunakan kurva
keseimbangan konsumen sebagai alat analisis. Serupa dengan konsep di atas,
analisis terhadap perilaku produsen menggunakan kurva keseimbangan produsen
sebagai alat analisis. Tujuan utama dari produsen melakukan aktivitas produksi
pada situasi persaingan yang amat sangat kompetitif di dalam pasar global
sekarang ini, adalah memproduksi sejumlah output tertentu sesuai permintaa pasar
dengan tingkat pengeluaran anggaran yang minimum (Gaspersz, 2005:213).
Kurva keseimbangan produsen (Produsen’s equilibrium curve)
menunjukkan pencapaian kombinasi penggunaan input pada kondisi biaya terkecil
(least cost combination of inputs) untuk memproduksi output dalam jumlah
tertentu. Titik keseimbangan produsen merupakan titik singgung antara kurva
isoquant dan kurva isocost (Gaspersz, 2005:213).
45
Sumber : Gasperzs (2005:115).
Gambar 2.3 Kurva Keseimbangan Produsen
Dari gambar di atas, titik keseimbangan produsen, A, yang merupakan
titik singgung antara kurva isoquant dan kurva isocost. Pada titik singgung A ini
terjadi keseimbangan yang meminimumkan biaya total produksi, dimana slope
dari kurva isoquant (ΔK/ΔL) sama dengan slope dari kurva isocost –(w/r). hal ini
berarti pula pada titik singgung B itu. Tingkat substitusi teknikal marginal
(MRTS) sama dengan rasio dari harga-harga input. Jadi titik keseimbangan
produsen yang meminimumkan biaya total produksi tercapai apabila kondisi
berikut tercapai (Gaspersz, 2005:215):
MPL/W = MPK/R
Dalam produksi jangka panjang (long run production) sering terjadi
perluasan usaha sebagai akibat meningkatnya permintaan pasar terhadap produk
yang dihasilkan oleh perusahaan. Apabila demikian akan terdapat jalur perluasan
(expansion path) yang menunjukkan kurva atau tempat kedudukan titik-titik
keseimbangan produsen sepanjang jalur perluasan produksi dalam jangka panjang.
Titik-titik keseimbangan produsen itu menunjukkan kombinasi input yang
46
meminimumkan biaya untuk setiap tingkat output yang diproduksi dengan asumsi
rasio harga-harga input konstan (Gaspersz, 2005:207)
d. Return to Scale (RTS)
Menurut Soekartawi (2005) terdapat tiga model fungsi produksi Cobb
Douglas atau tiga kemungkinan hasil skala (return to scale). Return to scale
merupakan output meningkat dengan proporsi yang lebih besar dari pada setiap
input yang jumlahnya sebelumnya diperbanyak, output meningkat dengan
proporsi yang sama dan output meningkat dalam proporsi yang lebih kecil.
Masing-masing kasus dapat dijelaskan sebagai berikut :
Hasil Skala Meningkat (Increasing Return To Scale) Merupakan tanbahan
hasil yang meningkat atas skala produksi, kasus di mana output bertambah dengan
proporsi yang lebih besar dari pada input. Contohnya bahwa seorang petani yang
merubah penggunaan semua inputnya sebesar dua kali dari input semula dapat
menghasilkan output lebih dari dua kali dari output semula.
Hasil Skala Konstan (Constant Return To Scale) Merupakan tambahan
hasil yang konstan atas skala produksi, bila semua input naik dalam proporsi yang
tertentu dan output yang diproduksi naik dalam proporsi yang tepat sama, jika
faktor produksi di dua kalikan maka output naik sebesar dua kalinya.
Hasil Skala Menurun (Decreasing Return To Scale) Merupakan tambahan
hasil yang semakin menurun atas skala produksi, kasus di mana output bertambah
dengan proporsi yang lebih kecil dari pada input atau seorang petani yang
47
menggunakan semua inputnya sebesar dua kali dari semula menghasilkan output
yang kurang dari dua kali output semula.
Ketiga skala hasil tersebut sperti pada Gambar 2. 1
Sumber: https://www.google.co.id/webhp?ie=utf-8&oe=utf-8&gws_rd=cr&ei
Gambar 2. 1 Return to scale
2.2.3 Fungsi Produksi Cobb-Douglas
Fungsi produksi Cobb Douglas adalah suatu fungsi atau persamaan yang
melibatkan dua variabel atau lebih. Variabel yang satu disebut dengan variabel
dependent, disisi kiri persamaan (Y) dan yang lain disebut variabel independent,
disisi kanan dari persamaan sebagai variabel (X). Untuk menjelaskan hubungan
antara Y dan X, peneliti memakai metode regresi yang dapat menjelaskan variasi
Y yang dijelaskan oleh variasi dari X.
Menurut Sudarman, (1980) bentuk umum dari fungsi produksi Cobb-Douglas
adalah sebagai berikut: :
Q = b0X1b1X2
b2 ……………………………………….………………. (2.7)
Keterangan :Q = Output (dalam satuan)X1,X2 = Input (dalam satuan)ib0 = Konstantab1, b2 = Koefisien regresi input X1 dan X2
Constant Returns toScale
Increasing Returns toScale
Decreasing Returns toScale
48
Karena penyelesaian fungsi Cobb Douglas pada umunya diubah menjadi
bentuk fungsi linear dalam logaritme, maka peneliti hagmailrus memahami
terlebih dahulu beberapa persyaratan dalam fungsi Cobb-Douglas. Persyaratan ini
antara lain :
a. tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol. Sebab logaritma dari nol adalah
suatu bilangan yang besarnya tidak terhingga (infinite);
b. tidak ada perbedaan teknologi pada setiap pengamatan (non – neutrality
differences, in the respective technology);
c. penjumlahan elastisitas bi (i = 1,2) tersebut menunjukkan tingkat arahan
returns to scale; Misalnya apabila bi = 1 berarti constant return to scale, bila
1 berarti increasing return to scale dan bila 1 berarti decreasing return to
scale.
d. tiap faktor produksi Xi (i = 1,2) tersedia tak terbatas dalam pasar persaingan
sempurna/perfect competition;
e. perbedaan lokasi, yang dipengaruhi oleh factor alam seperti iklim sudah
tercakup pada faktor kesalahan yang ditunjukkan oleh notasi u (Soekartawi,
2003).
2.2.4 Teori Pendapatan
Sofyan Syafri Harahap (2001), mengemukakan bahwa : “Pendapatan adalah
hasil penjualan barang dan jasa yang dibebankan kepada langganan/mereka yang
menerima”. Eldon Hendriksen mengemukakan definisi mengenai pendapatan
sebagai berikut: Konsep dasar pendapatan adalah pendapatan merupakan proses
49
arus, yaitu penciptaan barang dan jasa selama jarak waktu tertentu” Definisi-
definisi diatas memperlihatkan bahwa ada dua konsep tentang pendapatan yaitu
sebagai berikut.
1) Konsep Pendapatan yang memusatkan pada arus masuk (inflow) aktiva
sebagai hasil dari kegiatan operasi perusahaan. Pendekatan ini menganggap
pendapatan sebagai inflow of net asset.
2) Konsep Pendapatan yang memusatkan perhatian kepada penciptaan barang dan
jasa serta penyaluran konsumen atau produsen lainnya, jadi pendekatan ini
menganggap pendapatan sebagai outflow of good and services.
Pendapatan dimaksud adalah penerimaan yang terdiri dari penerimaan
kotor dan penerimaan bersih. Penerimaan kotor adalah penerimaan yang berasal
dari hasil penjualan output yaitu hasil perkalian antara jumlah produk dengan
harga jual pada satu satuan output. Secara matematis hal ini dapat dirumuskan
sebagai berikut.
TR = Q . P …………………………………..………………………. (2.8)
Keterangan : TR = Total penerimaan (satuan mata uang)
Q = Hasil produksi (satuan fisik output)
P = Harga jual produksi (satuan mata uang)
Penerimaan bersih (keuntungan) adalah penerimaan yang berasal dari hasil
penjualan output setelah dikurangi biaya produksi total yang dikeluarkan. Untuk
menghitung pendapatan bersih (keuntungan) dapat dilakukan dengan
menggunakan rumus sebagai berikut (Sudarman, 1984).
(π) = TR – TC …………………………..………………………….(2.9)
50
Keterangan :
(π) = keuntungan (satuan mata uang)
TR = total pendapatan (satuan mata uang)
TC = total biaya (satuan mata uang)
2.3 Keaslian Penelitian
Berdasarkan hasil penelusuran penulis terhadap penelitian ilmiah yang
sudah pernah dibuat, baik dalam bentuk tesis ataupun jurnal dari berbagai
perguruan tinggi yang ada di Indonesia, memang terdapat beberapa penelitian
yang memiliki tingkat kemiripan dengan penelitian ini, namun belum ada yang
menggunakan variabel dan judul yang persis sama. Beberapa penelitian terdahulu
penulis gunakan sebagai bahan perbandingan, demi mencegah adanya plagiarisme
dalam penelitian ini.
Rochmiyanto (2006). tentang ”Analisis Usahatani Padi Organik di
Kabupaten Sragen” dengan menggunakan model analisis fungsi Cobb-Douglas,
diperoleh hasil sebagai berikut : Faktor-faktor produksi luas lahan dan pupuk
berpengaruh secara positif dan nyata terhadap pendapatan petani. Faktor produksi
bibit berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap produksi padi, sedangkan
faktor produksi tenaga kerja tidak signifikan terhadap produksi padi.
Desky Syahroel (2007) dengan judul penelitian “Analisis Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Produksi Padi di Kabupaten Aceh Tenggara”
mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi yaitu
Luas Lahan (X1), Jumlah Pekerja (X3), berpengaruh positif dan signifikan
terhadap produksi padi, sedangkan Pestisida (X5) juga berpengaruh signifikan
tetapi pestisida pengaruhnya negatif. Waktu Kerja (X2), Pupuk (X4) dan Benih
51
(X6) walaupun mempunyai tanda positif tetapi tidak signifikan dalam
memproduksi padi sawah di Kabupaten Aceh Tenggara.
Widowati (2007), melakukan penelitian tentang, ”Analisis Ekonomi
Usahatani Padi Organik Di Kabupaten Sragen”. Berdasarkan hasil estimasi
tersebut terdapat pengaruh yang signifikan dari luas lahan, modal usaha, sistem
tanam terhadap pendapatan usahatani padi. Sedang variabel tenaga kerja, biaya
bibit dan biaya pupuk tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan usaha
tani padi.
Nasution, Rusdiah (2008) dengan judul “Pengaruh Modal Kerja, Luas
Lahan dan Tenaga Kerja Terhadap Pendapatan Usahatani Nenas” mengemukakan
bahwa Modal Kerja (X1), Luas Lahan (X2), dan Tenaga Kerja (X3). Secara
serempak berpengaruh positif terhadap produksi nenas sedangkan secara parsial
Modal Kerja (X1) dan Tenaga Kerja (X2) tidak memberikan pengaruh yang nyata
terhadap produksi nenas sedangkan Luas Lahan (X2) berpengaruh nyata terhadap
produksi nenas.
Tumanggor (2009), melakukan penelitian tentang “Faktor–Faktor yang
Mempengaruhi Produksi Cokelat di Kabupaten Dairi”. Hasil dari penelitian ini
adalah variable luas lahan, waktu jam kerja, pestisida, umur tanaman berpengaruh
positif dan signifikan terhadap produksi cokelat. Sedangkan variable pupuk
berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap produksi cokelat.
Larasati (2012) melakukan penelitian tentang “Efisiensi Alokatif Faktor-
Faktor Produksi dan Pendapatan Petani Padi di Desa Sambirejo Kecamatan
Saradan Kabupaten Madiun”. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa Faktor-
52
faktor produksi yang berpengaruh dalam kegiatan usahatani padi di Desa
Sambirejo, Kecamatan Saradan, Kabupaten Madiun adalah faktor produksi
benih dan tenaga kerja. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan jumlah
penggunaan benih akan berpengaruh lebih besar terhadap produksi padi.
Namun penambahan tenaga kerja akan menurunkan produksi padi. Hasil analisis
efisiensi alokatif penggunaan faktor-faktor produksi usaha tani padi
menunjukkan alokasi penggunaan benih sebesar 1,24 kg/ha dengan hasil
lebih dari 1, sehingga belum efisien secara alokatif. Agar penggunaan benih
usahatani padi efisien, maka perlu dilakukan penambahan alokasi benih
sebesar 59,58 kg/ha. Sedangkan faktor produksi tenaga kerja tidak
dimasukkan ke dalam analisis efisiensi alokatif karena memiliki pengaruh
yang negatif terhadap produksi padi.
Zain, 2012, tentang pengaruh biaya benih, biaya pupuk, biaya pestisida,
biaya tenaga kerja, serta biaya penyusutan alat dan penerimaan secara bersama –
sama berpengaruh nyata terhadap pendapatan yang berdasarkan. Namun
berdasarkan uji t secara parsial atau masing - masing variabel hanya variabel
penerimaan dan biaya tenaga kerja yang berpengaruh secara signifikan terhadap
pandapatan.
Kuntariningsih dan Mariyono (2013), tentang “Dampak Pelatihan Petani
terhadap Kinerja Usahatani Kedelai di Jawa Timur” dengan hasil bahwa pelatihan
telah berdampak positif terhadap produksi dan keuntungan dari usahatani kedelai,
demikian juga tingkat pendidikan dan pengalaman. Petani yang menjalankan
usaha taninya di lahan sewa menunjukkan tingkat produksi dan keuntungan yang
53
lebih rendah. Pada akhirnya, kenaikan pendapatan petani setelah mengikuti
pelatihan diharapkan meningkatkan kesejahteraan keluarga petani.
Limi (2013), melakukan penelitian dengan hasil bahwa faktor produksi luas
lahan, jumlah benih dan jumlah tanggungan keluarga berpengaruh secara
langsung terhadap produksi kacang tanah dan produksi usahatani kacang tanah
berpengaruh langsung terhadap pendapatan petani kacang tanah di Kecamatan
Lembo sedangkan biaya produksi berpengaruh langsung terhadap pendapatan
usaha tani kacang tanah dan bernilai negatif terhadap pendapatan.
Yanutya (2013), dengan kesimpulan bahwa secara parsial terdapat 3
variabel independen yang digunakan tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap
pendapatan petani tebu. Variabel tersebut yaitu luas lahan, biaya tenaga kerja, dan
umur. Sementara itu, terdapat 3 variabel independen lainnya yaitu modal,
pendidikan, dan harga yang berpengaruh positif signifikan pada α = 10% terhadap
pendapatan petani tebu di Kecamatan Jepon Kabupaten Blora.
Harahap, Gintang, dan Asyim, dengan hasil bahwa secara parsial
pencurahan tenaga kerja dan frekuensi mengikuti penyuluhan/pelatihan memiliki
pengaruh nyata terhadap pendapatan petani, sedangkan pendidikan dan lamanya
berusahatani tidak berpengaruh nyata terhadap pendapatan petani padi sawah. Dan
secara serempak (bersama-sama) karakteristik petani (Umur, Luas Lahan, Jumlah
Tanggungan, dan Modal) memiliki pengaruh nyata terhadap pendapatan petani
padisawah (http://download.portalgaruda.org/article.php?article diunduh tanggal
27-3-2015).
54
Phahlevi, dengan temuan adalah: (1) Luas lahan, harga jual padi, dan jumlah
biaya usaha tani berpengaruh signifikan terhadap jumlah produksi (sig = 0,000),
artinya dengan meningkatnya luas lahan, harga jual padi, dan jumlah biaya usaha
tani maka produksi akan meningkat. (2) Luas lahan, harga jual padi dan jumlah
produksi berpengaruh signifikan terhadap pendapatan petani (sig = 0,000), artinya
dengan meningkatnya luas lahan, harga jual padi, biaya usahatani dan jumlah
produksi maka pendapatan petani juga akan meningkat. Namun variabel Biaya
usaha tani tidak berpengaruh terhadap pendapatan petani (http://www.google.
com/url?sa=t&rct=j&q=esrc=s&source= web&cd, diunduh tanggal 27 Maret
2015).
Apabila dibandingkan dengan penelitian sebelumnya, penelitian ini
memiliki beberapa kesamaan antara lain mengenai topik dan permasalahan yang
akan dibahas, metodeloginya, serta beberapa alat analisis yang diangap relevan
untuk digunakan, tetapi yang membedakan adalah mengenai jenis tanaman yang
digunakan yakni asparagus, lokasi dan periode/waktu penelitian. Kesimpulan dari
berbagai hasil penelitian tersebut dapat memberikan masukan dalam penelitian ini
dan secara eksplisit penelitian ini belum pernah dilakukan, meskipun secara
implisit studi kasus ini dapat ditemukan dalam beberapa hasil penelitian
sebelumnya.
55
BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir Penelitian
Kerangka berpikir dalam paparan ini diuraikan cara mengalirkan jalan
pikiran peneliti menurut kerangka teori yang logis atau menurut logika
“construct”. Ini berarti menempatkan masalah yang telah diidentifikasi itu pada
kerangka teoritis dan konsep yang relevan, mampu menangkap, menerangkan dan
menunjukkan perspektif terhadap masalah tersebut . Hal ini ditunjukkan agar
dapat menjawab atau menerangkan masalah yang telah diidentifikasi itu, Tanjung,
(2005) .
Menurut Sutikno (2006), sektor pertanian atau sektor primer merupakan
sektor pertama yang digarap oleh setiap negara dalam melakukan proses
pembangunan ekonomi, sebelum memasuki sektor industri dan jasa. Ada dua
alasan pokok sektor pertanian didahulukan. Pertama sektor pertanian merupakan
sektor basis bagi dua sektor yang lain atau dengan kata lain sektor industri banyak
menggunakan bahan baku dari sektor pertanian. Kedua sektor pertanian
merupakan sektor yang menyediakan produk-produk kebutuhan pokok (bahan
pangan) bagi kelangsungan hidup manusia. Meskipun sektor pertanian sangat
penting bagi kehidupan manusia, namun masih banyak permasalahan yang
dihadapi dalam sektor ini. Salah satu permasalahan klasik adalah masalah pangan.
Masalah pangan ini sudah sejak lama diperingatkan oleh Malthus (1834), dalam
teorinya yang menyatakan bahwa produksi pangan berkembang menurut deret
hitung, sedangkan penduduk yang membutuhkan pangan berkembang berdasarkan
56
pada deret ukur (berlipat). Dengan kata lain, penawaran produksi pangan
pertumbuhannya lebih rendah dibanding permintaan pangan.
Rendahnya supply produk pangan dari waktu ke waktu salah satunya
disebabkan oleh semakin berkurangnya faktor produksi (lahan) pertanian.
Berkurangnya lahan pertanian tersebut telah beralih fungsi menjadi infrastruktur
dan pemukiman penduduk. Besarnya tekanan pertumbuhan penduduk di banyak
negara seperti India, Cina dan Indonesia menuntut sarana dan prasarana yang
lebih banyak membutuhkan lahan, sementara di sisi lain meningkatnya jumlah
penduduk juga menuntut tersedianya produksi pangan yang lebih banyak.
Dalam kondisi yang demikian pemerintah di setiap negara (khususnya yang
berpenduduk banyak) dituntut untuk merumuskan kebijakan yang bisa
meningkatkan produktivitas pertanian terutama untuk mencukupi kebutuhan
pangan (self-sufficiency). Dengan pendayagunaan sumber daya yang optimal,
diharapkan mampu meningkatkan produktivitas pertanian sehingga sumber daya
yang terbatas harus teralokasi seefisien mungkin dan mampu meningkatkan
pendapatan masyarakat.
Penelitian ini dilaksanakan di lokasi budidaya Asparagus yaitu di Desa
Pelaga, yang merupakan Wilayah Kecamatan Petang. Pemilihan lokasi penelitian
ditentukan secara sengaja (purposive) yang didasarkan atas pertimbangan bahwa
di Desa Pelaga Kecamatan Petang merupakan sentra pengembangan budidaya
Asparagus di Kabupaten Badung. Dalam usaha peningkatan pendapatan petani
asparagus dapat dilihat faktor-faktor yang mempengaruhi seperti luas lahan,
tenaga kerja dan pelatihan yang digunakan dalam usaha budidaya asparagus.
57
Melihat berapa luas lahan yang digunakan untuk menanam asparagus,
jumlah tenaga kerja yang digunakan dalam pengembangan usaha budidaya
asparagus, jumlah pelatihan yang dilakukan dalam menjalankan usaha budidaya
asparagus serta pendapatan yang diperoleh dari berusahatani asparagus. Hal
tersebut dapat digambarkan sebagaimana kerangka berpikir dalam Gambar 3.1.
Gambar 3.1Kerangka Berpikir
3.2 Kerangka Konsep Penelitian
Luas lahan, tenaga kerja, dan pelatihan berpengaruh terhadap variabel
mediasi Y1 (produksi petani asparagus) dan berpengaruh juga terhadap variabel
dependent Y2 (Pendapatan). Semua variabel dengan ukurannya masing – masing
dan semua data dalam variabel adalah dalam satu kali panen. Sesuai pokok
Sektor Pertanian
Luas Lahan
Tenaga Kerja
Pelatihan
Produksi(barang)
Pasar Penjualan(harga)
Pendapatan(Rp)
UsahataniAsparagus
58
permasalahan di depan, kerangka pemikiran yang dipergunakan sebagai suatu
pedoman arah analisis selanjutnya adalah seperti Gambar 3.2.
Gambar 3.2Kerangka Konsep Penelitian
3.3 Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian merupakan pernyataan ilmiah yang dilandasi oleh
kajian teoritik dan empiris yang merupakan jawaban sementara terhadap
permasalahan yang dihadapi untuk diuji kebenarannya berdasarkan data empiris
yang akan dikumpulkan. Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1) Luas lahan, tenaga kerja, dan pelatihan secara langsung berpengaruh
signifikan terhadap pendapatan petani asparagus di Desa Pelaga Kecamatan
Petang Kabupaten Badung.
2) Luas lahan, tenaga kerja, dan pelatihan secara tidak langsung melalui
produksi berpengaruh signifikan terhadap pendapatan petani asparagus di
Desa Pelaga Kecamatan Petang Kabupaten Badung.
Luas Lahan(X1)
Tenaga Kerja(X2)
Pelatihan(X3)
PendapatanY2
ProduksiY1
59
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian menurut Umar (2005), adalah suatu rencana kerja
yang terstruktur dan komprensif mengenai hubungan-hubungan antar variabel-
variabel yang disusun sedemikian rupa agar hasil risetnya dapat memberikan
jawaban atas pertanyaan-pertanyaan riset. Rancangan penelitian yang baik
membantu dalam menjaga pelaksanaan penelitian dan hal ini tetap pada jalur
sesuai dengan yang direncanakan. Rancangan penelitian menjelaskan rencana dan
struktur riset yang mengarahkan proses dari hasil penelitian sedapat mungkin
menjadi valid, objektif, efisien dan efektif.
Dalam melakukan penelitian, pertama kali yang dilakukan adalah
menentukan topik penelitian. Dalam penelitian ini topik yang dipilih adalah
mengenai luas lahan, tenaga kerja, dan pelatihan sebagai variabel bebas
(independent variable) jumlah produksi sabagai variabel antara (intervening
variable) dan pendapatan petani asparagus sebagai variabel terikat (dependent
variable).
Tahapan kedua adalah dengan menjabarkan topik tersebut dan menguraikan latar
belakang masalah dan perumusan masalah. Tahap ketiga adalah melakukan kajian
pustaka untuk mengetahui teori – teori yang berhubungan dengan topik penelitian,
selanjutnya dilakukan pengumpulan data pendahuluan yang berhubungan dengan
hal-hal yang akan diteliti. Setelah teori – teori dan data tersedia baru kemudian
menentukan metode penelitian apa yang sebaiknya
60
digunakan. Kemudian dilakukan proses analisis data dan terakhir adalah
menguraikan hasil penelitian dan menarik kesimpulan. Rancangan penelitian
dimaksud adalah seperti pada Gambar 4.1.
LatarBelakang
MasalahPenelitian
TujuanPenelitian
ManfaatPenelitian
Jenis data :Kuantitatif &
Kualitatif
KajianPustaka
DataPenelitian
Sumber data : DataPrimer & Skunder
HipotesisPenelitian
RancanganPenelitian
Teknik samplingdata: random
sampling
VariabelPenelitian
VariabelIndependen:
Luas lahan, tenagakerja dan pelatihan
Variabel DependenProduksi &Pendapatan
HasilKesimpulandan Saran
Pengujiandan
PLS
Pembahasan
Gambar 4.1Rancangan Penelitian Pengaruh Luas lahan, Tenaga kerja, dan Pelatihan terhadapPendapatan Petani Asparagus.
4.2 Lokasi, Ruang Lingkup, dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di lokasi budidaya Asparagus yaitu di Desa
Pelaga, yang merupakan Wilayah Kecamatan Petang Kabupaten Badung.
61
Pemilihan lokasi penelitian ditentukan secara sengaja (purposive) yang didasarkan
atas pertimbangan bahwa: a. Kecamatan Petang sampai saat ini merupakan satu-
satunya sentra pengembangan budidaya Asparagus di Provinsi Bali, b. Asparagus
memiliki nilai komersil tinggi (Ridhawati, 2008), hal ini diharapkan dapat
meningkatkan pendapatan petani.
Waktu penelitian dilakukan selama enam bulan mulai dari persiapan
penelitian, pembuatan usulan/proposal penelitian sampai survei lapangan,
kemudian dilanjutkan tabulasi data, analisis data, sampai penulisan laporan akhir
berupa tesis. Ruang Lingkup Penelitian adalah luas lahan, tenaga kerja, pelatihan,
jumlah produksi petani asparagus dan pendapatan bersih petani asparagus di Desa
Pelaga Kecamatan Petang Kabupaten Badung.
4.3 Identifikasi Variabel Penelitian
Pada dasarnya ada 3 jenis variabel yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu variabel terikat, variabel bebas, dan variabel antara.
1) Variabel terikat merupakan variabel yang nilainya dipengaruhi oleh variasi
variabel bebas. Pada penelitian ini yang menjadi variabel terikatnya adalah
pendapatan petani asparagus di Desa Pelaga Kecamatan Petang Kabupaten
Badung.
2) Variabel bebas merupakan variabel yang akan mempengaruhi nilai variabel
terikat dari variasi atau perubahan yang dialami oleh variabel bebas. Dalam
penelitian ini yang menjadi variabel bebasnya adalah luas lahan, tenaga kerja,
dan pelatihan petani asparagus di Desa Pelaga Kecamatan Petang Kabupaten
Badung.
62
3) Variabel antara yaitu variabel yang memediasi pengaruh variabel bebas
terhadap variabel terikatnya, dan dalam penelitian ini variabel produksi
adalah sebagai variabel yang memediasi pengaruh luas lahan, tenaga kerja,
dan pelatihan terhadap pendapatan petani.
4.4 Definisi Operasional Variabel Penelitian
Pengertian dan batasan – batasan yang dipergunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut.
1) Luas lahan (X1) adalah luas tanah yang dijadikan tempat budidaya asparagus
yang berada di Desa Pelaga Kecamatan Petang, untuk satu periode
penelitian, diukur dengan satuan are.
2) Jumlah tenaga kerja (X2) adalah tenaga kerja yang dilibatkan oleh petani
asparagus untuk satu satuan luas dan satu periode penelitian, diukur dengan
orang.
3) Pelatihan (X3) adalah upaya-upaya peningkatan kemampuan teknis/
keterampilan kepada para petani asparagus dalam rangka mengelola
usahataninya melalui pendidikan dan pelatihan yang dilakukan oleh instansi
terkait. Variabel ini diukur melalui indikator intensitas keikutsertaannya
dalam program pelatihan usahatani asparagus (berapa kali).
4) Jumlah produksi (Y1) adalah banyaknya produksi asparagus yang dapat
dihasilkan oleh setiap petani asparagus dari satu satuan luas dan satu periode
penelitian, diukur dengan satuan kilogram (kg).
63
5) Pendapatan (Y2) adalah seluruh pendapatan yang diterima responden dari
satu satuan luas dan satu periode penelitian, diukur dalam rupiah (Rp).
4.5 Jenis dan Sumber Data
4.5.1 Jenis Data
Data menurut jenisnya terdiri dari.
1) Data kuantitatif yaitu data yang mempunyai satuan hitung. Data kuantitatif
yang digunakan adalah data luas lahan (are), tenaga kerja (orang), pelatihan
(berapa kali), produksi (kg) dan pendapatan petani (Rp) asparagus di Desa
Pelaga Kecamatan Petang Kabupaten Badung.
2) Data kualitatif yaitu datum - datum yang berupa keterangan-keterangan yang
tidak mempunyai satuan hitung, yang digunakan untuk memberikan
penjelasan yang mendukung penelitian. Data kualitatif yang digunakan dalam
penelitian ini antara lain mengenai pelatihan dan pembinaan yang telah
didapatkan oleh petani asparagus.
4.5.2 Sumbe Data
Data menurut sumbernya terdiri dari data primer dan data sekunder. Data
primer yaitu data yang diperoleh langsung dari lokasi penelitian. Data yang
digunakan adalah data primer yang berupa luas lahan, tenaga kerja, pelatihan,
jumlah produksi, dan pendapatan petani asparagus di Desa Pelaga Kecamatan
Petang Kabupaten Badung. Data sekunder didapat dari pihak kedua seperti Dinas
Koperasi, UKM, Perindag Kabupaten Badung.
64
4.6 Populasi dan Metode Pengambilan Sampel
Populasi adalah jumlah keseluruhan dari unit analisis yang akan diduga
(Singarimbun dan Effendi, 1989). Jadi populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh petani asparagus di Desa Pelaga Kecamatan Petang yang berjumlah 158
orang.
Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih secara cermat untuk
mewakili populasi. Sampel ini harus cukup representatif untuk dapat mewakili
populasi, karena analisis penelitian didasarkan pada data sampel, sedangkan
kesimpulannya nanti akan diterapkan pada populasi.
Penentuan sampel menggunakan metode random sampling dengan ukuran
sampel memakai rumus Slovin sebagai berikut (Umar, 1999) :
21 NeNn
Dimana :
n = Jumlah sampelN = Ukuran populasie = Persen Kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel.
Dengan N =158 dan e = 10% dapat dihitung sebagai berikut.
orang61158(0,1)1
158n 2
Hasil perhitungan dengan rumus Slovin dengan e = 10% di dapat sampel sebanyak
61 orang. Sebaran distribusi populasi dan sampel penelitian selengkapnya
disajikan Tabel 4.1.
65
Tabel 4.1Distribusi Populasi dan Sampel Penelitian
No Kelompok Petaniasparagus
JumlahAnggota(orang)
Sample (orang)
1 Br. Bukian 74 292 Br. Belok 11 43 Br. Kiadan 15 64 Br. Nungnung 14 55 Br. Auman 10 46 Br. Pelaga 3 17 Br. Penikit 31 12
Jumlah 158 61Sumber : Hasil Penelitian, 2014 (data diolah)
4.7 Metode Pengumpulan Data
Dalam Pengumpulan data yang diperlukan, digunakan beberapa teknik
pengumpulan data yaitu.
1) Observasi
Observasi ini dilakukan dengan cara mengamati secara langsung kegiatan
yang dilakukan oleh petani asparagus dalam mengolah dan membudidayakan
asparagus di Desa Pelaga Kecamatan Petang Kabupaten Badung.
2) Dokumentasi
Dokumentasi dilakukan dengan cara melihat catatan – catatan yang ada
tentang budidaya asparagus dan cara pengolahan hasil panen asparagus di
Desa Pelaga Kecamatan Petang Kabupaten Badung.
3) Wawancara Mendalam
Wawancara dilakukan dengan melakukan tanya jawab terhadap 61 orang
petani asparagus (responden) serta pada instansi terkait dengan menggunakan
kuisioner terstruktur.
66
4.8 Teknik Analisis Data
4.8.1 Analisis Jalur (path analysis)
Analisis jalur atau analisis lintasan merupakan perluasan dari analisis regresi
linier berganda untuk menaksir hubungan kausalitas antara variabel (model
kausal). Dalam analisis jalur terdapat suatu variabel yang berperan ganda yaitu
sebagai variabel independen pada suatu hubungan namun menjadi variabel
dependen pada suatu hubungan yang lain. Variabel seperti ini sering juga disebut
variabel antara (Suyana Utama, 2007). Kerllinger (2002) menyebutkan bahwa
dengan menggunakan analisis jalur akan dapat dihitung pengaruh langsung dan
tidak langsung antar variabel.
Analisis jalur pertama kali diperkenalkan oleh Sewell Wrigth, seorang ahli
genetika populasi diantara tahun 1918-1921. Analisis jalur dapat digunakan untuk
menganalisis hubungan sebab akibat antara satu variabel dengan variabel lainnya.
Prosedur ini dapat mengestimasi koefisien-koefisien sejumlah persamaan
struktural linier yang mewakili hubungan sebab akibat yang dihipotesiskan.
Berbeda dengan persamaan regresi dimana pengaruh variabel X terhadap variabel
Y hanya berbentuk pengaruh langsung, dalam persamaan struktural linier
pengaruh variabel X terhadap Y dapat berupa pengaruh langsung dan tidak
langsung. Pengaruh tidak langsung dari variabel X terhadap suatu variabel Y
adalah melalui variabel lain yang disebut variabel intervening atau variabel antara.
Dalam penelitian ini variabel produksi (Y1) adalah sebagai variabel antara yang
memediasi pengaruh luas lahan (X1), tenaga kerja (X2), dan pelatihan (X3),
terhadap pendapatan (Y2).
67
Ada beberapa alasan penggunaan analisis jalur yaitu.
a. Hipotesis yang diuji dikembangkan dengan model (kerangka konseptual) yang
semua hubungan bersifat asimetris dan merupakan sistem, serta model dapat
dikategorikan bersifat rekursif.
b. Analisis jalur memberikan metode langsung berkaitan dengan hubungan
ganda secara simultan (model structural) sehingga memberikan efisiensi
analisis statistika.
c. Kemampuannya untuk menguji hubungan secara komprehensif dan
memberikan suatu bentuk transisi analisis explanatory menuju analisis
confirmatory . Bentuk transisi ini berkaitan dengan usaha yang lebih besar
dalam semua lapangan study untuk mengembangkan suatu pandangan masalah
secara lebih sistematis. Upaya seperti itu memerlukan kemampuan untuk
menguji suatu hubungan berantai yang membentuk model yang besar,
seperangkat prinsip dasar, atau suatu teori secara keseluruhan. Hal ini sangat
cocok diselesaikan dengan analisis jalur (path analysis).
Langkah-langkah Analisis Jalur dapat dilihat pada uraian berikut (Suyana
Utama, 2007), yaitu sebagai berikut.
a. Pertama
Langkah pertama di dalam analisis jalur adalah merancang model
berdasarkan konsep dan teori, yaitu:
1) Pengaruh luas lahan, tenaga kerja dan pelatihan terhadap pendapatan
petani asparagus di Desa Pelaga Kecamatan Petang Kabupaten Badung.
68
2) Pengaruh tidak langsung antara luas lahan, tenaga kerja dan pelatihan
melalui produksi terhadap pendapatan rumah tangga petani asparagus di
Desa Pelaga Kecamatan Petang Kabupaten Badung.
Model tersebut juga dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan sebagai berikut:
Y1 = β1 X1 + β2 X2+ β3 X3+ε1 …………………………………..……… (4.1)
Y2 = β4 X1 + β5 X2 + β6 X3 + β7Y1 + ε2…………………………….…… (4.2)
Model tersebut dikembangkan untuk menjawab permasalahan penelitian
serta berbasis teori dan konsep, yang dapat diilustrasikan seperti Gambar 4.2
Gambar 4.2Diagram Jalur Variabel Penelitian
b. Kedua
Langkah kedua dari analisis jalur adalah pemeriksaan terhadap asumsi yang
melandasi. Menurut Sarwono (2007) prinsip-prinsip dasar yang sebaiknya
dipenuhi dalam analisis jalur diantaranya adalah :
1) Dalam model analisis jalur, hubungan antar variabel adalah linier dan aditif.
Tenaga Kerja(X2)
Pelatihan(X3)
PendapatanY2
ProduksiY1
b4b1
e1 e2Luas Lahan(X1)
b2
b3b5
b6
b7
69
2) Hanya model rekursif dapat dipertimbangkan, yaitu hanya sistem aliran
kausal ke satu arah, sedangkan pada model yang mengandung kausal
resiprokal tidak dapat dilakukan analisis jalur.
3) Variabel endogen minimal dalam skala ukur interval.
4) Pengamatan diukur tanpa kesalahan (instrumen pengukuran valid dan
reliabel).
5) Model yang dianalisis dispesifikasikan (diidentifikasi) dengan benar
berdasarkan teori-teori dan konsep-konsep yang relevan.
6) Uji linieritas menggunakan curve fit dan menerapkan prinsip parsiomony,
yaitu bilamana seluruh model non signifikan berarti dapat dikatakan model
berbentuk linier.
c. Ketiga
Langkah ketiga di dalam analisis jalur adalah pendugaan parameter atau
koefisien path. Perhitungan koefisien pada gambar diagram jalur pada uraian
sebelumnya dijelaskan.
1) Untuk anak panah satu arah → digunakan perhitungan regresi variabel yang
distandarkan, secara parsial pada tiap-tiap persamaan. Metode yang
digunakan adalah Ordinary Least Square (OLS), yaitu metode kuadrat
terkecil biasa. Hal ini dapat dilakukan mengingat modelnya rekursif (satu
arah). Dari perhitungan ini diperoleh koefisien jalur pengaruh langsung.
Langkah terakhir di dalam analisis jalur adalah melakukan interpretasi hasil
analisis yaitu menentukan jalur pengaruh yang signifikan dan mengidentifikasi
jalur yang pengaruhnya lebih kuat yaitu dengan membandingkan besarnya
70
koefisien jalur yang terstandar. Program yang digunakan untuk analisis jalur ini
adalah PLS (Partial Least Square).
4.8.2 Uji Hipotesis
Uji hipotesis merupakan pembuktian statistik atas semua yang telah
dihipotesiskan dalam penelitian berdasarkan teori. Pengujian Hipotesis dilakukan
secara bertahap, dimana tahap pertama adalah menguji pengaruh langsung luas
lahan, tenaga kerja, dan pelatihan terhadap pendapatan. Tahap kedua adalah
menguji pengaruh tidak langsung luas lahan, tenaga kerja, dan pelatihan melalui
produksi terhadap pendapatan petani asparagus.
71
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Secara topografi bentangan Kecamatan Petang secara umum letaknya cukup
jauh dari pantai dimana berada pada ketinggian > 700 meter di atas permukaan
laut. Kecamatan Petang yang merupakan salah satu wilayah di Kabupaten Badung
memiliki iklim tropis yang dipengaruhi oleh angin musim dan terdapat musim
kemarau dan hujan. Faktor ketinggian tempat menentukan besarnya curah hujan
sehingga curah hunan tertinggi berada di pegunungan. Desa-desa yang ada
sebagian besar dekat dengan perbukitan akan menunjukkan kontribusi curah hujan
yang tinggi.
Sebagian besar wilayahnya berupa perbukitan, dengan tebing-tebing curam
dan menjadi hulu dari beberapa sungai yang mengalir di Kabupaten Badung.
Penggunaan lahannya hampir 85,4 persen (9.827 ha) dari luas keseluruhan 11.500
ha berupa lahan pertanian dan 15 persen (1.093 ha) diantaranya adalah lahan
persawahan dengan teras-teras disepanjang lereng bukit, sisanya berupa hutan
seluas 1.525 ha, dan permukiman 148 ha.
Berdasarkan mata pencaharian penduduk di Kecamatan Petang dirinci menurut
lapangan usaha yang bertumpu pada sektor pertanian tanaman pangan sebanyak
14.125 jiwa, di bidang perternakan sebanyak 2.372 jiwa, di bidang perkebunan
sebanyak 359 jiwa, di bidang perdagangan sebanyak 806 jiwa, di bidang industri
sebanyak 170 jiwa, di bidang angkutan dan komunikasi sebanyak 182 jiwa, di
bidang bank/lembaga keuangan sebanyak 158 jiwa, di bidang
72
pemerintahan dan jasa sebanyak 366 jiwa. Untuk lebih jelasnya rincian
matapencaharian penduduk di Kecamatan Petang seperti pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1
Mata Pencaharian Penduduk di Kecamatan Petang Tahun 2014
No. Mata Pencaharian Jumlah (Jiwa)
1 di Sektor Pertanian Tanaman Pangan 14.1252 di bidang perternakan 2.3723 di bidang perkebunan 3594 di bidang perdagangan 8065 di bidang industri 1706 di bidang angkutan dan komunikasi 1827 di bidang bank/lembaga keuangan 1588 di bidang pemerintahan 366
Jumlah 18.538Sumber: Kantor Camat Petang, 2015
Di Kecamatan Petang sektor pertanian menghasilkan beberapa jenis
komoditas meliputi : padi sawah, jagung, kacang tanah, ubi-ubian dan sayur-
sayuran.
Gambar 5.1Peta Lokasi Penelitian
73
5.2 Karakterisistik Responden
a. Karakterisistik Responden Menurut Umur
Umur seseorang dapat mencerminkan kemampuan dan kondisi seseorang
secara fisik. Menurut BPS tahun 2012, tingkat umur non produktif berada pada
umur di bawah 15 atau dan di atas 64 tahun. Karakteristik petani sampel dari segi
umur diklasifikasikan berdasarkan rumus sturges yaitu : K = 1+ 3,3 log n
K = 1+ 3,3 log 61
K = 1+3,3 (1,7853)
K =1+5.89
K=6,89 = 7
K = range mulai dari usia terkecil yaitu 15 tahun maka terbentuk klas responden
menurut usia seperti Tabel 5.2.
Tabel 5.2Karakteristik Petani Responden Menurut Usia
No UmurPetani JumlahPetani(tahun) (orang) (%)
1234567
15-2223-2930-3637-4344-5051-5758-64
2681117143
3,289,8413,1118,0327,8722,954,92
Jumlah 61.00 100.0Sumber : Hasil Penelitian, 2014 (data diolah)
Tabel 5.2 menunjukkan responden didominasi oleh usia produktif (30-57
tahun).
74
b. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Menurut Hasibuan (2000), pendidikan adalah suatu indikator yang
mencerminkan kemampuan seseorang untuk dapat menyelesaikan suatu
pekerjaan. Karakteristik petani responden dari segi tingkat pendidikan dapat
dilihat lebih jelas pada Tabel 5.3.
Tabel 5.3Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
No Tingkat pendidikan Jumlah Petani(orang) (%)
1 Tidak sekolah 7 11,52 SD 6 9,83 SMP 11 18,04 SMA 32 52,55 Sarjana 5 8,2
Total 61 100,0Sumber: Hasil Penelitian, 2014 (data diolah)
c. Karakteristik Petani Responden Menurut Luas Lahan Garapan
Luas lahan garapan petani akan mempengaruhi hasil yang didapatkan oleh
petani, tentunya dengan luas lahan yang luas diharapkan mendapat hasil yang
lebih banyak. Rata-rata luas lahan petani responden pada penelitian ini yaitu
seluas 0,133 ha atau13,3 are. Karakteristik luas lahan garapan petani sampel dapat
dilihat pada Tabel 5.4.
Tabel 5.4Karakteristik Petani Responden Menurut Luas Lahan Garapan
No Luas Lahan Garapan Jumlah Petani(hektar) (orang) (%)
1 0.00 sd 0.10 31 50,82 0.11 sd 0.20 25 41,03 0.21 sd 0.30 5 8,2Total 61 100,0
Sumber: Hasil Penelitian, 2014 (data diolah)
75
d. Karakteristik Responden menurut Jumlah Tenaga kerja yang Digunakan
Petani yang menjadi sampel dalam berusahatani asparagus sebagian besar
(33 orang) menggunakan tenaga kerja 1 sampai dengan 2 orang, disusul oleh yang
menggunakan tenaga kerja 3-4 orang (sebanyak 23 orang) dan terakhir sebanyak
5 petani responden menggunakan 5-6 orang tenaga. Karakteristik petani
responden menurut jumlah tenaga kerja dapat dilihat pada Tabel 5.5.
Tabel 5.5Karakteristik Petani Responden menurut Jumlah Tenaga kerja
No Tenaga Kerja Jumlah Petani(orang) (orang) (%)
1 1 – 2 33 54.102 3 – 4 23 37.703 5 – 6 5 8.20
Jumlah 61 100Sumber: Hasil Penelitian, 2014 (data diolah)
e. Karakteristik Responden Menurut Produksi
Masing-masing sebanyak 17 orang petani yang menjadi responden
memperoleh produksi pada kisaran 500-700 kg dan >700-900 kg, disusul oleh 15
orang petani responden dengan perolehan produksi >1000 kg, 12 orang dengan
produksi <500 kg dan tidak ada dari mereka yang memperoleh produksi antara
>900-1000 kg. Karakteristik responden menurut produksi seperti pada Tabel 5.6.
76
Tabel 5. 6Karakteristik Responden Menurut Produksi
No Produksi JumlahPetani(kg) (orang) (%)
1 < 500 12 19.672 500 – 700 17 27.873 700 – 900 17 27.874 > 900 15 24.59
Jumlah 61 100.00Sumber: Hasil Penelitian, 2014 (data diolah)
f. Karakteristik Responden Menurut Pendapatan Usahatani
Petani yang menjadi responden dalam berusahatani asparagus sebagian
besar memperoleh pendapatan berkisar antara 10-15 juta rupiah, disusul oleh 17
orang dengan pendapatan 20 - 25 juta rupiah, 9 orang dengan pendapatan 25-30
juta rupiah, sebanyak 7 orang lebih kecil 10 juta rupiah dan terkhir 5 orang
dengan pendapatan lebih besar 30 juta rupiah. Karakteristik Responden Menurut
Pendapatan seperti pada Tabel 5.7.
Tabel 5.7Karakteristik Responden Menurut Pendapatan Usahatani
No Pendapatan JumlahPetani(Rp. juta) (orang) (%)
1 <10 7 11.482 10-15 20 32.793 15-20 3 4.924 20-25 17 27.875 25-30 9 14.756 >30 5 8.20
Jumlah 61 100Sumber: Hasil Penelitian, 2014 (data diolah)
77
5.3 Analisis Data
5.3.1 Analisis Jalur (Path Analisis)
Penelitian ini menggunakan teknik analisis jalur yang dianalisis dengan
program Partial Least Square (PLS). Berdasarkan analisis data yang dilakukan,
diperoleh hasil sebagai berikut.
5.3.2 Pemodelan Persamaan Struktural
Penelitian ini menggunakan model persamaan struktural dengan pendekatan
Partial Least Square(PLS). Sebelum menganalisis, terlebih dahulu dilakukan uji
atau evaluasi model empiris penelitian. Hasil pengujian atau evaluasi model
empiris penelitian ini seperti pada Gambar 5.2.
Gambar 5.2
Model dan Output Analisis
78
5.3.3 Goodness of Fit Model
Uji Goodness of Fit model struktural pada inner model menggunakan nilai
predictive-relevance (Q2). Nilai R2 tiap-tiap variabel dependen dalam penelitian
ini dapat dilihat pada Tabel 5.8.
Tabel 5.8
Nilai R2 Variabel Endogen
Sumber: Lampiran 3
Nilai predictive-relevance diperoleh dengan rumus:
Q2 = 1 – ( 1 – R12) ( 1 – R2
2 )
Q2 = 1 – (1 – 0,935) (1 – 0,999)
Q2 = 1 – 0,000065
Q2 = 0,999935
Hasil perhitungan diatas memperlihatkan nilai predictive-relevance sebesar
0,999935 (> 0). Hal itu berarti bahwa 99,9935 persen variasi pada variabel
Intention Pendapatan (dependent variabel) dapat dijelaskan oleh variabel-variabel
yang digunakan dalam penelitian. Jadi model dikatakan layak dan memiliki nilai
prediktif yang relevan.
Variabel dependen R-square
Produksi (Y1) 0,935
Pendapatan (Y2) 0,999
79
5.3.4 Uji Hipotesis
1) Uji Hipotesis 1, Pengaruh Langsung Luas lahan, Tenaga kerja, danPelatihan, Produksi Terhadap Pendapatan Petani Asparagus
Hasil pengujian hipotesis dengan model persamaan struktural Partial Least
Square menunjukkan bahwa pada hipotesis pertama hanya pelatihan (X3) yang
secara langsung berpengaruh signifikan terhadap pendapatan dengan sig 0,000 <
dari α (5%) yang digunakan. Sedangkan luas lahan (X1) dan tenaga kerja (X2)
berpengaruh tidak signifikan terhadap pendapatan, dengan sig (0,488) untuk luas
lahan dan 0,082 untuk tenaga kerja. Demikian juga bila dilihat dengan
menggunakan uji t (t-test) pada tiap-tiap jalur pengaruh antara variabel
independen terhadap variabel dependen. Apabila nilai t statistic dari inner model
yang telah dibentuk > 1,96 berarti variabel independen berpengaruh signifikan
terhadap variabel dependen. Hasil uji hipotesis seperti pada Tabel 5.9.
Tabel. 5.9Hasil Uji Hipotesis Pengaruh Langsung Luas lahan, Tenaga kerja, dan
Pelatihan, Produksi Terhadap Pendapatan Petani Asparagus
No VariableEksogenous
VariabelEndogeneus
KoefisienJalur
(Standardize)
T-Statistic
P Value
1 Luas Lahan (X1) Pendapatan (Y2) -0,017 0,694 0,488
2 Tenaga Kerja (X2) Pendapatan (Y2) -0,027 1,741 0,082
3 Pelatihan (X3) Pendapatan (Y2) -0,054 3,755 0,000
4 Luas Lahan (X1) Produksi (Y1) 0,389 1,521 0,129
5 Tenaga Kerja (X2) Produksi (Y1) 0,424 2,081 0,038
6 Pelatihan (X3) Produksi (Y1) 0,183 1,191 0,234
7 Produksi (Y1) Pendapatan (Y2 1,090 44,917 0,000
Sumber: Lampiran 3
80
Bila Dirinci Setiap Variabel adalah Sebagai berikut.
(1) Pengaruh Variabel Luas lahan (X1) Terhadap Pendapatan PetaniAsparagus (Y2)
Tabel 5.9. menunjukkan bahwa luas lahan (X1) dengan koefisien
jalur sebesar -0,017, nilai tstatistik 0,694 < 1,96 dengan nilai p sebesar
0,488>α = 0,05. Hal ini berarti bahwa luas lahan (X1) tidak berpengaruh
terhadap Pendapatan Petani Asparagus (Y2).
(2) Pengaruh Variabel Tenaga kerja (X2) Terhadap Pendapatan PetaniAsparagus (Y2)
Tabel 5.9. menunjukkan bahwa tenaga kerja (X2) dengan koefisien
jalur 0,027 nilai tstatistik 1,741<1,96 dengan nilai p sebesar 0,082>α = 0,05.
Hal ini berarti bahwa tenaga kerja (X2) tidak berpengaruh terhadap
Pendapatan Petani Asparagus (Y2).
(3) Pengaruh Variabel Pelatihan (X3) Terhadap Pendapatan PetaniAsparagus (Y2)
Tabel 5.9 menunjukkan bahwa pelatihan (X3) dengan koefisien jalur
-0,054 nilai tstatistik 3,753>1,96 dengan nilai p sebesar 0,000<α = 0,050. Hal
ini berarti bahwa pelatihan (X3) berpengaruh positif dan signifikan terhadap
Pendapatan Petani Asparagus (Y2)
2) Uji Hipotesis 2 Pengaruh tidak langsung Luas lahan, Tenaga kerja danPelatihan terhadap Pendapatan Petani Asparagus melalui Produksi.
Hasil analisis pengaruh tidak langsung Variabel Independen terhadap
Variabel Dependen melalui variabel pemediasi, seperti pada Tabel 5.10.
81
Tabel 5.10Hasil Analisis Pengaruh Tidak Langsung Luas lahan, Tenaga kerja dan
Pelatihan terhadap Pendapatan Petani Asparagus melalui Produksi
No VariableEksogenous
VariabelEndogeneus
Koefisien Jalur
(Standardize)
T-Statistic
p value
1 Luas Lahan (X1) Pendapatan (Y2) -0,390 1,567 0,118
2 Tenaga Kerja (X2) Pendapatan (Y2) -0,408 2,024 0,045
3 Pelatihan (X3) Pendapatan (Y2) -0,091 0,553 0,581
Sumber: Lampiran 3
(1) Pengaruh Variabel Luas lahan (X1) Terhadap Pendapatan PetaniAsparagus (Y2) melalui Produksi (Y1)
Berdasarkan Tabel 5.9 dan Tabel 5.10 menunjukkan bahwa pengaruh
luas lahan (X1) terhadap produksi (Y1) adalah tidak signifikan sementara
pengaruh produksi (Y1) terhadap pendapatan (Y2) adalah signifikan, sehingga
dapat dikatakan bahwa luas lahan (X1) tidak berpengaruh terhadap Pendapatan
Petani Asparagus (Y2) melalui Produksi (Y1). Atau dengan kata lain bahwa
produksi tidak berperan sebagai mediasi dalam hubungan antara luas lahan
dengan pendapatan.
(2) Pengaruh Variabel Tenaga kerja (X2) Terhadap Pendapatan PetaniAsparagus (Y2) melalui Produksi (Y1)
Pengaruh tenaga kerja (X2) terhadap produksi (Y1) adalah signifikan,
dapat dilihat pada Tabel 5.9 dan 5.10, dan pengaruh produksi (Y1) terhadap
pendapatan (Y2) adalah signifikan. Ini berarti bahwa tenaga kerja (X2)
berpengaruh terhadap Pendapatan Petani Asparagus (Y2) melalui Produksi
82
(Y1). Sehingga dapat dikatakan bahwa produksi memediasi pengaruh tenaga
kerja terhadap pendapatan.
(3) Pengaruh Variabel Pelatihan (X3) Terhadap Pendapatan PetaniAsparagus (Y2) melalui Produksi (Y1)
Pengaruh pelatihan (X3) terhadap produksi pada Tabel 5.9 tidak
signifikan terhadap produksi, sedangkan produksi (Y1) berpengaruh signifikan
terhadap pendapatan (Y2). Hal ini berarti bahwa pelatihan (X3) tidak
berpengaruh signifikan terhadap Pendapatan Petani Asparagus (Y2) melalui
Produksi (Y1). Ini berarti bahwa produksi tidak memediasi pengaruh pelatihan
(X3) terhadap pendapatan.
5.4 Pembahasan
5.4.1 Hipotesis 1 Pengaruh Secara Langung Luas lahan, Tenaga kerja, danPelatihan terhadap Pendapatan
Berdsarkan hasil analisis, bahwa luas lahan dan tenaga kerja secara langung
tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan, hanya pelatihan yang
berpengaruh signifikan. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Prabandari, Sudarma dan Wijayanti, 2013, yaitu berdasarkan
hasil penelitiannya luas lahan berpengaruh terhadap pendapatan pada pertanian
padi. Demikian juga dengan hasil penelitian yang dilakukan Aswar Limi (2013),
bahwa berdasarkan hasil analisis jalur pada faktor-faktor produksi yang digunakan
pada usahatani kacang tanah diketahui bahwa faktor produksi luas lahan, jumlah
benih dan jumlah tanggungan keluarga berpengaruh secara langsung terhadap
pendapatan kacang tanah. Hal ini dapat dikatakan bahwa faktor luas lahan adalah
83
menentukan terhadap pendapatan petani baik petani padi maupun kacang tanah.
Sementara dalam penelitian ini produk asparagus adalah produk yang bisa
dikatakan tidak memerlukan lahan begitu banyak karena pada satu gugus tanaman
bisa dipanen beberapa kali dari rebungnya dalam jangka waktu kurang lebih 10
tahun, sehingga lahan tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan petani
Asparagus. Hal ini terbukti dari data perkembangan luas lahan dan produksi
sebagai ukuran pendapatan yang tidak proporsional, artinya tidak selalu
peningkatan lahan menyebabkan peningkatan terhadap produksi asparagus (Tabel
1.1).
Sementara tenaga kerja secara langung juga tidak berpengaruh signifikan
terhadap pendapatan, dapat dikatakan bahwa hasil penelitian ini tidak mendukung
hasil penelitian yang dilakukan oleh Desky, S. (2007), yang melakukan penelitian
tentang faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi di Kabupaten Aceh
Tenggara. Menyimpulkan bahwa variabel tenaga kerja berpengaruh positif dan
signifikan terhadap produksi padi di Kabupaten Aceh Tenggara. Sedangkan
variabel pestisida, pupuk, waktu kerja dan benih berpengaruh positif namun tidak
signifikan terhadap produksi padi di Kabupaten Aceh Tenggara.
Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh
Kasturi, 2012, dengan hasil penelitian bahwa variabel tenaga kerja tidak
signifikan mempengaruhi produksi padi di Kabupaten Wajo. Pada asparagus
tenaga kerja yang tidak signifikan berpengaruh terhadap pendapatan adalah
indikasi bahwa asparagus adalah tanaman yang tidak memerlukan banyak tenaga
kerja untuk mampu meningkatkan pendapatan namun lebih memerlukan ketelitian
84
dan skill tertentu, karena asparagus bukan merupakan jenis tanaman yang umum
di Bali, sehingga asparagus sampai bisa menjadi produk OVOP satu-satunya di
Petang maupun di Bali.
Pengaruh variabel pelatihan (X3) terhadap pendapatan petani asparagus (Y2)
secara langsung adalah signifikan. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Harahap , Ginting, dan Hasyim, dengan hasil
penelitian menunjukkan bahwa dari hasil estimasi secara parsial pencurahan
tenaga kerja dan frekuensi mengikuti penyuluhan/pelatihan memiliki pengaruh
nyata terhadap pendapatan petani, sedangkan pendidikan dan lamanya
berusahatani tidak terdapat pengaruh nyata terhadap pendapatan petani padi
sawah. Demikian juga dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Thamrin,
Khair dan Ryantika, 2011, dengan hasil penelitian bahwa secara parsial faktor
pendidikan dan luas lahan berpengaruh nyata terhadap pendapatan petani padi
sawah.
5.4.2 Hipotesis 2 Pengaruh tidak langsung Luas lahan, Tenaga kerja, danBiaya Terhadap Pendapatan Petani Asparagus melalui Produksi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa luas lahan (X1) dan pelatihan (X3)
secara tidak langsung tidak berpengaruh terhadap pendapatan lewat produksi. Hal
ini dapat dilihat pada Tabel 5.10 bahwa baik luas lahan maupun pelatihan tidak
signifikan berpengaruh terhadap produksi maupun terhadap pendapatan. Hanya
tenaga kerja yang berpengaruh signifikan terhadap produksi.
Hasil penelitian ini untuk varabel luas lahan tidak mendukung hasil
penelitian yang dilakukan oleh Mafor (2015), Hasil penelitian menunjukkan
85
bahwa faktor-faktor produksi yang berpengaruh secara nyata terhadap produksi
padi di Desa Tompasobaru Dua Kecamatan Tompasobaru adalah luas lahan,
penggunaan pupuk ponska, dan tenaga kerja. Demikian juga halnya dengan
penelitian yang dilakukan oleh Rochmiyanto (2006), dengan judul ”Analisis
Usahatani Padi Organik di Kabupaten Sragen” yang menggunakan model analisis
fungsi Cobb-Douglas, diperoleh hasil sebagai berikut : Faktor-faktor produksi luas
lahan dan pupuk berpengaruh secara positif dan nyata terhadap pendapatan petani.
Faktor produksi bibit berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap produksi
padi, sedangkan faktor produksi tenaga kerja tidak signifikan terhadap produksi
padi.
Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian Yanutya (2013), yang
menunjukan hasil bahwa secara parsial yaitu terdapat 3 variabel independen yang
digunakan tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap pendapatan petani tebu di
Kecamatan Jepon Kabupaten Blora. Variabel tersebut yaitu luas lahan, biaya
tenaga kerja, dan umur. Sementara itu, terdapat 3 variabel independen lainnya
yaitu modal, pendidikan, dan harga yang berpengaruh positif signifikan terhadap
pendapatan petani tebu di Kecamatan Jepon.
Hasil penelitian ini, yang berkenaan dengan varabel tenaga kerja tidak
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rochmiyanto (2006). tentang
”Analisis Usahatani Padi Organik di Kabupaten Sragen” bahwa faktor produksi
tenaga kerja tidak signifikan terhadap produksi padi. Penelitian ini sejalan dengan
hasil penelitian yang dilakukan Limi (2013), yang menunjukkan bahwa
berdasarkan hasil analisis jalur pada faktor-faktor produksi yang digunakan pada
86
usaha tani kacang tanah diketahui bahwa produksi usahatani kacang tanah
berpengaruh terhadap pendapatan petani kacang tanah di Kecamatan Lembo.
Pelatihan secara tidak langsung melalui produksi tidak berpengaruh
signifikan terhadap pendapatan. Sehingga dalam penelitian ini dapat dikatakan
hanya tenaga kerja yang dimediasi signifikan oleh produksi dalam melihat
pengaruhnya terhadap pendapatan. Yang dapat dikatakan bahwa produksi
berpengaruh dalam melihat hubungan antara tenaga kerja dan pendapatan. Hasil
penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Harahap ,
Ginting, dan Hasyim, dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa dari hasil
estimasi secara parsial pencurahan tenaga kerja dan frekuensi mengikuti
penyuluhan/pelatihan memiliki pengaruh nyata terhadap pendapatan petani,
sedangkan pendidikan dan lamanya berusahatani tidak terdapat pengaruh nyata
terhadap pendapatan petani padi sawah. Demikian juga dengan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Thamrin, Khair dan Ryantika, 2011, dengan hasil penelitian
bahwa secara parsial faktor pendidikan dan luas lahan berpengaruh nyata terhadap
pendapatan petani padi sawah.
Hal lainnya berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Darmawan
dkk, (2013), menyebutkan bahwa ternyata yang lebih mempengaruhi produksi
asparagus sebagai ukuran pendapatan adalah faktor lingkungan maupun cuaca
disamping faktor kualitas lahan. Menurut pemaparan petani responden, tanaman
asparagus di Desa Pelaga ini tidak boleh terkena hujan deras secara langsung, hal
tersebut akan mengakibatkan tanaman rusak, baik akibat terkena penyakit maupun
87
tanaman induk yang roboh. Untuk mengatasi hal tersebut maka diperlukan pembuatan
pelindung/tedung/rumah kaca pada saat musim hujan.
88
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan
Berdasarkan hasil pembahasan di atas, maka dapat disampaikan simpulan
sebagai berikut.
1) Secara langsung Luas lahan dan tenaga kerja tidak berpengaruh terhadap
pendapatan petani asparagus. Sementara pelatihan berpengaruh signifikan
terhadap pendapatan petani asparagus
2) Secara tidak langsung yakni melalui produksi, luas lahan dan pelatihan tidak
berpengaruh terhadap pendapatan petani asparagus. Karena luas lahan dan
pelatihan secara langsung tidak berpengaruh terhadap produksi, walaupun
produksi berpengaruh signifikan terhadap pendapatan, sehingga dapat
dikatakan produksi tidak memediasi pengaruh luas lahan maupun pelatihan
terhadap pendapatan petani asparagus.
3) Tenaga kerja adalah di mediasi oleh produksi dalam pengaruhnya terhadap
pendapatan Hal ini terbukti dari pengaruh tenaga kerja yang signifikan
terhadap produksi dan juga produksi berpengaruh signifikan terhadap
pendapatan petani asparagus.
6.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut.
1) Asparagus merupakan usahatani yang sangat menjanjikan dan mampu memberi
keuntungan, namun juga memiliki resiko usahatani yang cukup tinggi, untuk
89
itu para patani agar lebih meningkatkan usahataninya melalui sistem
pendampingan berkelanjutan.
2) Partisipasi pemerintah dan koperasi Mertanadi lebih diintensifkan dalam
menunjang sarana produksi, pemasaran, maupun penyuluhan berusahatani
asparagus yang lebih baik.
90
DAFTAR PUSTAKA
Alma, Buchari 2000. Manajemen Pemasaran. CetEdiakan Ketujuh.Bandung:Alfabeta.
Anugrah, Setiaji Iwan dan Deddy Ma’mun, 2003, “Reorientasi PembangunanPertanian Dalam Perspektif Pembangunan Wilayah dan OtonomiDaerah, Suatu Tinjauan Kritis Untuk mencari Bentuk Perencanaan keDepan” Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol. 2, 29 – 99.
Ardi, M, Abdul Hamid Aras, Syahriadi, dan Yusuf Marsuku, 1992, DampakPembangunan Jaringan Irigasi Terhadap Peningkatan Pendapatan Petanidan Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Di Propinsi SulawesiSelatan, Hasil Penelitian Perguruan Tinggi, Departemen Pendidikan danKebudayaan, 1992, Bogor.
Arsyad L, 1997, “Pengelolaan Faktor-Faktor Produksi Padi Untik MeningkatkanProduksi dan Pendapatan Petani”, BPFE-UGM, Yogyakarta
Arsyad H., dan Tj Vivian K., 1992. Pedoman praktis bercocok tanam anekasayuran (asparagus, kubis, terung). Mahkota. Hal 1-3.
Badan Pusat Statistik. 2013. Badung Dalam Angka. Pemerintah KabupatenBadung.
Badan Pusat Statistik Provinsi Bali 2004, Bali Dalam Angka 2003, Bali.
Boediono, 1997, Ekonomi Makro , Edisi Keempat, Penerbit BPFE UniversitasGajah Mada, Yogyakarta.
Darmawan, I Made Dody . Widyantara, I Wayan. Agung Dewa Gede, KinerjaUsahatani Asparagus di Desa Pelaga, Kecamatan Petang, KabupatenBadung, E-Jurnal Agribisnis dan Agrowisata ISSN: 2301-6523 Vol. 2,No. 4, Oktober 2013
Daryanto, Arief dan Hafizrianda, Yundi. 2010.Model-Model Kuantitatif: UntukPerencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah. PT. Penerbit IPB Press.Bogor.
Dedu, Eduardus, U,T. 2003, “Pengaruh Paket Bantuan Sarana ProduksiPertanian Terhadap Produksi Padi di Kecamatan Kupang TimurKabupaten Kupang”Tesis, Program Pascasarjana UGM (tidakdipublikasikan).
.
91
Desky, Syahroel. 2007, Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padidi Kabupaten Aceh Tenggara, Tesis Magister Ekonomi PembangunanSekolah Pascasarjana Universitas Sumatra Utara, Medan.
Dinas Koperasi, UKM, Perindag Kabupaten Badung, 2013, LaporanOVOPKabupaten Badung, Mangupura
Dumairy, 1996, Perekonomian Indonesia, Penerbit Erlangga, Jakarta
Edi Suharto, Ph.D., 2005Perlindungan Keluarga dan Jaringan Kerja: PerspektifPekerjaan Sosial, 2005
FAO. 1976. A Framework for Land Evaluation, FOA Soil Bull. Soil ResourcesManagement and Conservation Service Land and Water DevelopmentDivision. FAO Soil Bulletin No. 52. FAO-UNO, Rome.
Gaspersz, Vincent,2005. Total Quality Management. PT Gramedia PustakaUtama, Jakarta
Gumbira, E. dan A. Harizt Intan, 2001. Manajemen Agribisnis . Jakarta: PenerbitGhalia Indonesia
Ghozali, Imang. 2006. Aplikasi Analisis Multi Variante dengan program SPSS.Universitas Diponogoro. Semarang.
Gudjarati, Damodar. 1997. Ekonomitrika Dasar. Jakarta. Erlangga.
Herdhiansyah, Dhian. Sutiarso, Lilik. Purwadi, Didik, Taryono. 2012, AnalisisPotensi Wilayah untuk Pengembangan PerkebunanKomoditas Unggulandi Kabupaten Kolaka- Sulawesi Tenggara, Jurnal Teknologi IndustriPertanian 22 (2):106-114 (2012)
Hikmayani, Yayan.2007.Analisis Pemasaran asparagus di Wilayah Potensial diIndonesia. Jurnal Bijak dan Riset Sosek KP.Volume.2 Nomor 2.
Hiramatsu, Marihito, 2008, For The Regional Leader of 21st Century Jepang,Toyo Keizai Shimpho.
Ismawanto. 2009. Ekonomi 1 : Untuk SMA dan MA Kelas X. Pusat Perbukuan,Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. p. 210.
Kasturi, Besse Ani, 2012, Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi ProduksiPadi di Kabupaten Wajo, Skripsi Fakultas Ekonomi UniversitasHasanuddin, Makasar.
92
Kerlinger, F. N. (2002). Asas-asas penelitian behavioral. TerjemahanSimatupang, L.R. New York : Holt Rinehart & Winston.
Kuntariningsih Apri dan Mariyono, Joko, 2013, Dampak Pelatihan petaniterhadap Kinerja Usahatani Kedelai di Jawa Timur, Sosiohumaniora,Volume 15 no. 2 Juli 2013: 139 –150
Larasati, 2012. Efisiensi alokatif faktor-faktor produksi dan pendapatan petanipadi di Desa Sambirejo Kecamatan Saradan Kabupaten Madiun.Universitas Brawijaya. Malang.
Linda, (2012). Analisis Dampak Kredit Mikro Terhadap Perkembangan UsahaMikro Di Kota Semarang. Skripsi S1, Program Sarjana FakultasEkonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro Tahun 2012
Limi, Muhammad Anwar,2013, Analisis Jalur Pengaruh Faktor Produksiterhadap Produksi dan Pendapatan Usahatani Kacang tanah diKecamatan Lembo Kabupaten Konawe Utara, AGRIPLUS, Volume 23Nomor : 02 Mei 2013, pp. 124-132.
Mafor, Klivensi Ilona, 2015, Analisis Faktor Produksi Padi Sawah di DesaTompasobaru Dua Kecamatan Tompasobaru, (http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/cocos/article/viewFile/6777/6301 diunduh tgl 27-3-2015).
Malik Tangko, Abdul.2008.Potensi dan Prospek Serta PermasalahanPengembangan Budidaya asparagus di Provinsi Sulawesi Selatan.MediaAkuakultur Volume 3 Nomor 2.
Miller, R.I., dan R.E. Meiners. 1997. Teori Ekonomi Mikro Intermediate . EdisiKetiga. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta
Mubyarto, 1994, “Pengantar Ekonomi Pertanian”, Penerbit LP3, Jakarta
Mulyadi, Subri. 2002. Ekonomi Sumber Daya Manusia.Jakarta. PT.Raja GrafindoPersada.
Nasution, Rusdiah, 2008. Pengaruh Modal Kerja, Luas Lahan dan Tenaga Kerjaterhadap Pendapatan Usaha Tani Nenas. [Skiripsi]. Medan: UniversitasSumatera Utara.
Phahlevi, Rico , Faktor-faktor yang mempengaruhi Pendapatan petani padisawah di Kota Padang Panjang, http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=28&ved=0CE0QFjAHOBQ&url=http%3A%2F%2Fejournal.unp.ac.id%2Fstudents%2Findex.php%2Fepb%2Farticle%2Fdownload%2F125%2F112&ei=Ops (diunduh tanggal 27 Maret2015)
93
Pemerintahan Kabupaten Badung Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian danPerdagangan,OVOP Project In Badung Bali 2013. Su Tien-Chi. Badung.
Pemerintah Provinsi Bali, 2005, Propeda Provinsi Bali, Denpasar
Pitana, I G. 2005. Subak dalam Pertalian antara Pertanian dan Pariwisata. dalamI Gde Pitana dan I Gede Setiawan A.P. (ed). Revitalisasi Subak dalamMemasuki Era Globalisasi . Andi Offset. Yogyakarta.
Prabandari, Ade Candra, Sudarma, Made. Wijayanti, Putu Udayani, 2013,AnalisisFaktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Padi Sawah pada DaerahTengah dan Hilir Aliran Sungai Ayung,E-Jurnal Agribisnis danAgrowisata ISSN: 2301-6523 Vol. 2, No. 3, Juli 2013. pp.89-98
Prayitno, H dan Lincolin Arsyad, 1987, Petani Desa dan Kemiskinan, PenerbitBPFE Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Program Pascasarjana Universitas Udayana. Buku Pedoman Penulisan UsulanPenelitian, Tesis, dan Disertasi. 2010. Denpasar.
Poerwadarminta, W.J.S., 1986, Kamus Umum Bahasa Indonesia,Balai Pustaka,Jakarta
Retraubun dan Bengen, 2002. Program Perbaikan Ekosistem Pulau-pulau Kecilmelalui Perlibatan Masyarakat di Kepulauan Seribu, DKI Jakarta.Konperensi Nasional III Pengelolaan Sumberdaya Pegunungan danLautan Indonesia di Sanur-Bali 21-24 Mei 2002. PPLH-Unud.DenpasarSarwono, Jonathan. 2012. Path Analisis. Jakarta: ElexmediaComputindo.
Ridhawati, Herliana, 2008, Kelayakan Finansial Investasi Usahatani Asparagus(Asparagus officionalis) Ramah Lingkungan PT Agro Lestari, Bogor.Skripsi Fak Pertanian Institut Pertatanian Bogor
Rochmiyanto, Hartawan Tri (2006), Analisis Usahatani padi Organik diKabupaten Sragen”Skripsi, FE. UNS, Surakarta.
Sarwono, Jonathan. 2007. Analisis Jalur untuk Riset Bisnis dengan SPSS .Yogyakarta: Penerbit ANDI.
Schumpeter J.A. 1934. The Theory of Economic Development.Harvard Univ.Press. New York.
Sicat, Gerardo P. H.W. Arndt. 1987. Ilmu Ekonomi (Untuk Konteks Indonesia).LP3ES. Jakarta
94
Simamora, Henry.2004. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi kedua.Yogyakarta. Bagian penerbit STIE YKPN.
Simanjuntak, Payaman. 1985. Pengantar Ekonomi Sumber DayaManusia.Jakarta.FE Universitas Indonesia.
Simanjuntak, Payaman. 1990. Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia.Jakarta: LPFE-UI.
Singarimbun, M. Dan Effendi, S. 1989. Metode Penelitian Survai. Jakarta.LP3ES.
Sofyan Syafri Harahap, 2001. ”Analitis Kritiss Atas Laporan Keuangan”. CetakanKetiga.PT Rajagrafindo Persada. Jakarta.
Soedarmayanti, 2001. Sumber Daya Manusia dan Produktivasi Kerja.CV.Mandar Maju, Bandung.
Sudarman, Ari 1980, Teori Ekonomi Mikro Jilid I, BPFE, Yogyakarta.
_______, 1984, Teori Ekonomi Mikro Jilid II, BPFE, Yogyakarta.
_______, 1986, Teori Ekonomi Mikro Jilid I, Edisi ke tiga, BPFE, Yogyakarta.
Soekartawi, 2005. Agribisnis Teori dan Aplikasinya, Raja Grafindo Persada : Jakarta
_______, 2003, Teori Ekonomi Produksi, Dengan Pokok Bahasan Analisis FungsiCobb Douglas, Raja Grafindo Persada, Jakarta.
_______, 2002, Analisis Usaha tani, Penerbit UI-Press
Sukirno, Sadono. 1997. Ekonomi Pembangunan dan Masalah DasarKebijaksanaan. Jakarta. LPFE VI.
Sukirno, Sadono. 2002. Teori Mikro Ekonomi. Cetakan Keempat Belas. RajawaliPress: Jakarta
Sukirno, Sadono.2004. Pengantar Teori Makroekonomi. Edisi Ketiga. Jakarta. PTRajagrafindo Persada.
Soeratno dan Arsyad, L..,2003, Metodologi Penelitian untuk Ekonomi danBisnis,Edisi Revisi, UPP AMP YKPN, Yogyakarta.
Suyana Utama, Made. 2007. “Buku ajar Aplikasi Analisis Kuantitatif. Denpasar:Fakultas Ekonomi Universitas Udayana.
95
Swasono, Sri-Edi. (2004). Kebersamaan dan Asasa Kekeluargaan . Jakarta: UNJPress.
Tanjung, H Bahdin Nur, Ardial, 2005, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah(Proposal, Sekripsi, dan Tesis), Penerbit Prenoda Media, Jakarta.
Thamrin, Muhammad. Khair, Hadriman dan Ryantika, Ade, 2011, EvaluasiProgram Penyuluhan Pertanian dan Pengaruh Faktor Sosial Ekonomiterhadap Pendapatan Petani Padi Sawah, Agrium, April 2011 Volume 16No 3, pp.179-190.
Tjiptoherijanto, 1989, Untaian Pengembangan SDM Dalam Era Globalisasi,Jakarta, PT. Gresindo.
Tjiptoherijanto, Prijono; M. Yasin; Bakir Hasan; dan Djunaedi Hadisumarto, (ed).1982. Sumberdaya Manusia, Kesempatan Kerja, dan PembangunanEkonomi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UniversitasIndonesia
Todaro, P.Michael. 2000. Pembangunan Ekonomi Di Dunia Ketiga. Jakarta:Penerbit Erlangga
Tohir, K.A, 1993, Seuntai Pengetahuan tentang Ussaha Tani Indonesia, BinaAksara, Jakarta.
Tumanggor, Doody S., (2009) , Analisis Faktor-faktor yang MempengaruhiProduksi Coklat di Kabupaten Dairi , Tesis Sekolah PascasarjanaUniversitas Sumatra Utara, Medan.
Umar, H. 1999. Metodologi Penelitian. Cetakan Kedua Jakarta. PT.GramediaPustaka Utama.
Umar, Husein, 1997, Metodologi Penelitian, Aplikasi dalam pemasaran, Jakarta,PT. Gramedia Pustaka Utama.
Umar Tirtarahardja dan La Sulo.(1994).Pengantar Pendidikan.Jakarta :Depdikbud
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Jakarta.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1969tentang Ketentuan Pokok Ketenagakerjaan.
Universitas Brawijaya Malang, 2006, Makalah Pembangunan Pertanian,(Omline), (http://www.adobe.com/products/acrobat/messaging/search,html), diakses 4 Pebruari 2007.
96
Widayat, Wahyu, 2001, Matematika Ekonomi, BPFE, Yogyakarta.
Widowati, Endang, 2007. ”Analisis Ekonomi Usahatani Padi Organik DiKabupaten Sragen”, Tesis, MESP UNS, Surakarta
Winardi, 1996, Azas - Azas Marketing, Alumni, Bandung
Yanutya, Pukuh Ariga Tri. 2013 “Analisis Pendapatan Petani Tebu diKecamatanJepon Kabupaten Blora”. Skripsi. Jurusan EkonomiPembangunan. Fakultas Ekonomi.Universitas Negeri Semarang.
Zain, Achmad, 2012, Pengaruh Biaya Produksi dan Penerimaan terhadapPendapatan Petani padi sawah di Loa Gagak Kabupaten KutaiKartanegara,https://agribisnisfpumjurnal.files.wordpress.com/2012/03/jurnal-vol-7-no-1-zaini.pdf(diunduh tanggal 27 – 3 – 2015)
Zastrow, Charles H. (2000), Introduction to Social Work and Social Welfare,Pacific Grove: Brooks/Cole
https://www.google.co.id/webhp?ie=utf-8&oe=utf-8&gws_rd=cr&ei= jZWjVefA
MMia NtOAnPAP#q=Gambar+skala+produksi&start=0 ( diunduh pada
tanggal 14 Juli 2015)
97
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 1PEDOMAN WAWANCARA.
Hari/Tanggal :
Surveyor :
Lokasi :
A. Identitas Responden :
1) Nama Petani :
2) Alamat :
3) Usia :
4) Jenis kelamin :
5) Pendidikan :
6) Jumlah anggota keluarga :
7) Berapa kali mengikuti pelatihan :
B. Daftar Pertanyaan :
a.Berapakah luas lahan garapan Bp. (are)?
b.Berapakah tenaga kerja yang dipergunakan (orang)?
c. Berapakah biaya yang dikeluarkan dalam satu perioda produksi asparagus (Rp)?
d. Berapakahjumlahprodukusahataniasparagus yangdiperolehper luasgarapan(kg)?
e. Berapakahhargahasilproduksi asparagus (Rp/kg)?
f. Berapakahpendapatanusahataniasparagus per luasgarapan (Rp.)?
98
Lampiran 2 Data Hasil Penelitian
No Luas Lahan/X1
TenagaKerja/ X2
Pelatihan/X3
ProduksiAsparagus/ y1
Pendapatan RTPetani/ y2
(are) (or) (kali) (kg) (Rp)1 25 5 4 1.435 37.461.0342 15 3 2 861 22.476.6213 14 3 2 803 20.978.1794 16 4 3 1.148 29.968.8275 30 6 5 1.722 44.953.2416 30 6 5 1.722 44.953.2417 15 3 2 861 22.476.6218 10 2 2 574 14.984.4149 10 2 2 574 14.984.41410 10 2 2 574 14.984.41411 20 4 3 1.148 29.968.82712 10 2 2 574 14.984.41413 15 3 2 861 22.476.62114 10 2 2 574 14.984.41415 8 2 1 459 11.987.53116 9 4 3 1.148 29.968.82717 12 3 2 861 22.476.62118 14 4 3 1.033 26.971.94519 16 4 3 1.148 29.968.82720 10 2 2 574 14.984.41421 20 4 3 1.148 29.968.82722 25 5 4 1.435 37.461.03423 10 2 2 574 14.984.41424 15 5 2 861 22.476.62125 15 3 2 861 22.476.62126 20 6 3 1.148 29.968.82727 5 1 1 287 7.492.20728 5 1 1 287 7.492.20729 10 2 2 574 12.984.41430 10 2 2 574 14.984.41431 21 4 3 1.148 29.968.82732 6 1 1 344 8.990.64833 5 1 1 287 7.492.20734 5 1 1 287 7.492.20735 8 2 1 459 11.987.53136 8 2 1 459 11.987.53137 5 1 1 287 7.492.20738 12 2 2 689 17.981.296
99
39 25 5 4 1.435 37.461.03440 10 2 2 574 14.984.41441 10 2 2 574 14.984.41442 10 2 2 574 14.984.41443 7 1 1 402 10.489.09044 20 4 3 1.148 29.968.82745 20 4 3 1.148 29.968.82746 15 3 2 861 22.476.62147 10 2 2 574 14.984.41448 5 1 1 287 7.492.20749 13 3 2 746 19.479.73850 15 3 2 861 22.476.62151 15 3 2 861 22.476.62152 7 2 1 402 10.342.89053 10 2 1 574 15.200.03654 12 2 2 787 20.925.73655 8 2 1 787 21.865.26356 10 2 1 787 21.658.21357 15 3 3 861 22.240.53958 10 2 2 574 14.984.41459 8 2 1 787 21.865.26360 15 3 2 861 22.938.75961 10 2 2 574 14.984.414
100
Lampiran 3 Hasil Analisis Jalur
101
102
103