pengaruh pelaksanaan full day school...
TRANSCRIPT
PENGARUH PELAKSANAAN FULL DAY SCHOOL
TERHADAP INTERAKSI SOSIAL DAN SOSIALISASI
ANAK DI LINGKUNGAN MASYARAKAT
( STUDI KASUS DI MTS ATTAQWA 10 TERPADU
BEKASI)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah
Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh
Wais Al-Qurni
NIM 1112015000112
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN
SOSIAL
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF
HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019
i
ABSTRAK
Wais Al-Qurni (1112015000112) “Pengaruh Pelaksanaan Full Day School
Terhadap Interaksi Sosial dan Sosialisasi Anak di Lingkungan Masyarakat
(Studi Kasus di Mts Attaqwa 10 Terpadu Bekasi)”.
Penerapan full day school atau sekolah sehari penuh akan membawa
dampak bagi siswa. Terlebih dalam hal bersosialisasi dengan lingkungannya,
karena waktu mereka banyak digunakan untuk belajar di sekolah, sehingga waktu
yang digunakan untuk berinteraksi dengan keluarga dan masyarakat di
lingkungannya menjadi berkurang. Dari keadaan tersebut muncul pertanyaan.
Apakah jumlah waktu belajar yang banyak itu mempengaruhi perkembangan sosial
anak ? Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak full day school terhadap
perkembangan sosial anak di pengaruh pelaksanaan full day school terhadap
interaksi dan sosialisasi anak kelas VIII MTs At-Taqwa 10 Terpadu Bekasi.
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, metode, wawancara,
Observasi dan dokumentasi. Adapun analisis data dalam penelitian ini
menggunakan metode deskriptif kualitatif yang terdiri dari tiga bagian yaitu
pengumpulan data sekaligus reduksi data, penyajian data, dan penarikan
kesimpulan.
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya dampak positif dan dampak
negatif dari pelaksanaan full day school terhadap perkembangan sosial anak.
Dampak positif pelaksanaan full day school terhadap perkembangan sosial anak di
MTs At-Taqwa 10 Terpadu Bekasi adalah: siswa lebih mudah bergabung dalam
bersosialisasi karena hubungan mereka yang lebih intens, baik dengan teman
maupun dengan guru, dengan program-program khusus yang diselenggarakan di
sekolah ternyata juga memberi dampak yang positif terhadap perkembangan sosial
anak. MTs At-Taqwa 10 Terpadu Bekasi juga mempunyai target tugas
perkembangan sosial yang harus dicapai siswa dengan hal tersebut akan
memberikan dampak yang positif karena MTs At-Taqwa 10 Terpadu Bekasi dapat
membimbing dan mengevaluasi perkembangan sosial siswanya lebih terarah,
sehingga dapat mencapai indikator yang telah ditentukan. Dampak negatif
pelaksanaan full day school terhadap perkembangan sosial anak di MTs At-Taqwa
10 Terpadu Bekasi adalah kurangnya waktu siswa berinteraksi dengan keluarga dan
masyarakat di lingkungannya.
Kata Kunci:Pengaruh, Full day, Anak
ABSTRACT
Wais Al-Qurni (1112015000112) "Effects of School Implementation Full Day on
Social Interaction and Socialization of Children in the Community Environment
(Case Study at Mts Attaqwa 10 Integrated Bekasi)".
Full day school or full day school will have an effect on students. Involved
in socializing with the environment, because their time is widely used to study at
school, so that the time spent facilitating with family and community in the
environment is decreasing. From the situation the question arises. Does the large
amount of study time affect children's social development? This study aims to study
the impact of a full-day school on the social development of children in schools in
the implementation of a full-day school implementation of the interaction and
dissemination of class VIII MTs At-Taqwa 10 Integrated Bekasi. This study uses
qualitative descriptive, methods, interviews, observation and documentation. The
data analysis in this study uses a qualitative descriptive method which consists of
three parts, namely collecting data and reducing data, presenting data, and
completing conclusions.
The results of this study show the positive and negative effects of full day
school implementation on children's social development. The positive impact of
full-day school implementation on the social development of children at the
Integrated At-Taqwa 10 MTs in Bekasi is: students are easier to join in socializing
because their relationship is more intense, good with friends and teachers, with
special programs that help in school it also gave a positive contribution to the social
development of children. Integrated At-Taqwa 10 MTs Bekasi also has a social
development task target that must be completed by students. This will provide
positive positives because the Bekasi Integrated At-Taqwa 10 MTs can guide and
develop their students' social development more targeted, accessible to. The
negative impact of a full-day school implementation on the social development of
children in the Integrated MT-At-Taqwa 10 MTs in Bekasi is the shortage of
students' time related to their families and communities in their environment
Keywords: Influence, Full day, Child
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat sehat,
nikmat akal, serta nikmat yang tiada batas sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan baik. Sholawat dan salam tetap tercurahkan kepada junjungan
alam Nabi Muhammad SAW, para keluarganya yang disucikan, dan para sahabat
setianya serta kepada para pengikutnya hingga akhir zaman.
Ucapan terimakasih yang tak terhingga atas bimbingan, pengarahan,
dukungan serta bantuan dari berbagai pihak kepada penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini. Untuk itu penulis sangat berterima kasih kepada yang terhormat:
1. Ayah dan Umi tercinta yang senantiasa merawat, mendidik dan
mencurahkan segala kasih sayang kepada penulis sehingga penulis bisa
melanjutkan study ke peguruan tinggi, semoga Allah SWT membalas
kebaikan mu ayah, dan Allah SWT tempatkan di tempat yang sebaik-
baiknya, untuk umi tercinta terima kasih untuk perjuangan mu membimbing
ananda sehinggs ananda bisa menyesaikan study diperguruan ini. (semoga
Allah SWT jua lah yang hanya dapat membalas segala pengorbanan
mereka)
2. Dr.Sururin,M.Ag. selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.
3. Dr.Iwan Purwanto, M.Pd selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial.
4. Drs.H.Syaripullah, M.Sc selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial.
5. Prof. Dr. Ulfah Fajarini, M.Si selaku Dosen Pembimbing yang mau
meluakan waktu untuk memberikan pengarahan dan motivasi kepada
penulis selama proses bimbingan.
6. Dr. Jakiatin Nisa, M.Pd selaku Dosen Penasehat Akademik.
7. Seluruh dosen dan staff jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial.
8. Kakak-kakak tercinta: Alipiah S.Pd.I beserta Suami, Alpan Muhammad
S.Pd.I beserta Istri, dan adik-adik tercinta yang selalu menghibur: Ade
Safaruddin dan Atik Rhomdoni.
9. Saudara-saudara yang penulis cintai, Bapak: Drs.H.Abdul Somad, MA
beserta Istri, Ibu: Dra. Nurshobah, SPd.I beserta Suami. Serta ncang ncing
yang namanya tidak bisa disebutkan satu persatu. Terimakasih atas
sokongan dari beliau baik bentuk moril maupun materil sehingga penulis
bisa menyelesaikan skripsi ini.
10. Mawaddah Warohmah yang terus memberi semangat, doa dan dukungan
serta namtuan lainya kepada penulis.
11. Teman-teman seperjuangan di Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial(IPS)
angkatan 2012 terutama untuk kelas Sosiologi, semoga sukses selalu.
12. Segenap teman-teman FKMA (Forum komunikasi Mahasiswa Attaqwa)
Jakarta, S.E.V (Sosial Ethnic Voyager), Semoga kita selalu berhubungan
baik dan saling silaturrahmi.
13. Untuk semua orang yang ada dalam kehidupan penulis yang senantiasa
memberikan semangat dan motivasi.
Semoga Allah SWT membalas semua amal kebaikan atas jasanya yang
diberikan kepada penulis. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih
banyak kekurangan karena keterbatasan penulis
Mudah-mudahan skripsi ini mempunyai nilai manfaat dalam memahami
dan memasuki dunia pendidikan di masa yang akan datang. Amin.
Jakarta,16 April, 2019
Penulis
Wais Al-Qurni
NIM .1112015000112
DAFTAR ISI
SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI
ABSTRAK ............................................................................................................. i
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ v
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1
B. Identifikasi Masalah ................................................................... 5
C. Pembatasan Masalah .................................................................. 5
D. Perumusan Masalah ................................................................... 5
E. Tujuan Penelitian ....................................................................... 6
F. Manfaat Penelitin ....................................................................... 6
G. Struktur Organisasi Skripsi ........................................................ 8
BAB II KAJIAN TEORI .............................................................................. 9
A. Full Day School ........................................................................ 9
1. Pengertian Full Day School ................................................ 9
2. Konsep Dasar Full Day School ........................................... 10
3. Tujuan Pelaksanaan Full Day School ................................. 12
4. Kelebihan Full Day School ................................................. 13
5. Kekurangan Full Day School .............................................. 14
B. Interaks Sosial ........................................................................... 15
1. Pengertian Interaksi Sosial .................................................. 15
2. Syarat Terjadinya Interaksi Sosial ...................................... 16
3. Faktor-Faktor Terjadinya Interaksi Sosial .......................... 18
4. Teori Proses Sosial .............................................................. 20
C. Sosialisasi .................................................................................. 25
1. Pengertian Sosialisasi .......................................................... 25
2. Tujuan Sosialisasi ............................................................... 26
3. Media Sosialisasi ................................................................. 26
4. Teori Pengambilan Peran .................................................... 29
D. Penelitian Terdahulu yang Relevan .......................................... 32
BAB III METODE PENELITIAN .............................................................. 34
A. Metode Penelitian...................................................................... 34
B. Loaksi dan Subjek Penelitian .................................................... 36
C. Populasi dan Sampel ................................................................ 36
1. Populasi .............................................................................. 36
2. Sempel ............................................................................... 36
D. Variabel Penelitian .................................................................... 38
E. Instrumen Penelitian.................................................................. 38
1. Instrumen/Alat Pengumpulan Data .................................... 39
2. Proses Pengembangan Instrumen ....................................... 42
F. Prosedur Penelitian.................................................................... 53
G. Analisis Data ............................................................................. 55
1. Analisis Data Kuantitatif .................................................... 55
2. Analisis Data Kualitatif ...................................................... 59
BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN ................................................. 61
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ......................................... 61
1. Profil MTs Attaqwa 10 Terpadu Bekasi ............................ 61
2. Karakteristik Responden .................................................... 61
B. Temuan ..................................................................................... 62
1. Hasil Penelitian Kuantitatif ................................................ 62
2. Analisis Statistika Inferensial ............................................ 99
3. Temuan Hasil Penelitian Kualitatif ................................... 101
C. Pembahasan .............................................................................. 107
BAB V PENUTUP ..................................................................................... 119
A. Kesimpulan .............................................................................. 119
B. Implikasi .................................................................................. 120
C. Saran-Saran .............................................................................. 121
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Skala Likert
Tabel 3.2 Kisi-Kisi Instrumen Penelitian Angket (Sebelum Uji Validitas)
Tabel 3.3 Hasil Uji Validitas Angket Pelaksanaan Full Day School
Tabel 3.4 Keterangan Hasil Uji Validitas Angket Pelaksanaan Full Day
School
Tabel 3.5 Hasil Uji Validitas Angket Interaksi Sosial
Tabel 3.6 Keterangan Hasil Uji Validitas Angket Interaksi Sosial
Tabel 3.7 Hasil Uji Validitas Angket Proses Sosialisasi
Tabel 3.8 Keterangan Hasil Uji Validitas Angket Proses Sosialisasi
Tabel 3.9 Kisi-Kisi Instrumen Penelitian Angket (Sesudah Uji Validitas)
Tabel 3. 10 Kriteria Reliabilitas
Tabel 3.11 Kriteria Penilaian Persentase/skor
Tabel 3.12 Interpretasi Besarnya Koefisien Korelasi
Tabel 4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 4.2 Perhitungan Statistik Kegiatan Pembelajaran Full Day School
Tabel 4.3 Interval Pengkategorian Kegiatan Pembelajaran Full Day School
Tabel 4.4 Kategorisasi Kegiatan Pembelajaran Full Day School
Tabel 4.5 Perhitungan Statistik Kegiatan Keagamaan
Tabel 4.6 Interval Pengkategorian Kegiatan Keagamaan
Tabel 4.7 Kategorisasi Kegiatan Keagamaan
Tabel 4.8 Perhitungan Statistik Kepribadian Siswa
Tabel 4.9 Interval Pengkategorian Kepribadian Siswa
Tabel 4.10 Kategorisasi Kepribadian Siswa
Tabel 4.11 Perhitungan Statistik Kegiatan Ekstrakulikuler
Tabel 4.12 Interval Pengkategorian Kegiatan Ekstrakulikuler
Tabel 4.13 Kategorisasi Kegiatan Ekstrakulikuler
Tabel 4.14 Perhitungan Statistik Tentang Kebiasaan (sikap, pola, dan
tingkah laku siswa)
Tabel 4.15 Interval Pengkategorian Kebiasaan (sikap, pola, dan tingkah laku
siswa)
Tabel 4.16 Kategorisasi Kebiasaan (sikap, pola, dan tingkah laku siswa)
Tabel 4.17 Perhitungan Statistik Tentang Proses Komunikasi
Tabel 4.18 Interval Pengkategorian Proses Komunikasi
Tabel 4.20 Perhitungan Statistik Tentang Intensitas Waktu
Tabel 4.21 Interval Pengkategorian Intensitas Waktu
Tabel 4.22 Kategorisasi Intensitas Waktu
Tabel 4.23 Perhitungan Statistik Tentang Proses Kerjasama
Tabel 4.24 Interval Pengkategorian Proses Kerjasama
Tabel 4.25 Kategorisasi Proses Kerjasama
Tabel 4.26 Perhitungan Statistik Tentang Proses Akomodasi
Tabel 4.27 Interval Pengkategorian Proses Akomodasi
Tabel 4.28 Kategorisasi Proses Akomodasi
Tabel 4.29 Perhitungan Statistik Tentang Proses Asimilasi
Tabel 4.30 Interval Pengkategorian Proses Asimilasi
Tabel 4.31 Kategorisasi Proses Asimilasi
Tabel 4.32 Perhitungan Statistik Tentang Proses Disosiatif
Tabel 4.33 Interval Pengkategorian Proses Disosiatif
Tabel 4.34 Kategorisasi Proses Disosiatif
Tabel 4.35 Perhitungan Statistik Tentang Tahap Persiapan
Tabel 4.36 Interval Pengkategorian Tahap Persiapan
Tabel 4.37 Kategorisasi Tahap Persiapan
Tabel 4.39 Interval Pengkategorian Tahap Meniru
Tabel 4.40 Kategorisasi Tahap Meniru
Tabel 4.41 Perhitungan Statistik Tentang Tahap Persiapan Bertindak
Tabel 4.42 Interval Pengkategorian Tahap Persiapan Bertindak
Tabel 4.43 Kategorisasi Tahap Persiapan Bertindak
Tabel 4.44 Perhitungan Statistik Tentang Tahap Penerimaan Norma
Kolektif
Tabel 4.45 Interval Pengkategorian Tahap Penerimaan Norma Kolektif
Tabel 4.46 Kategorisasi Tahap Penerimaan Norma Kolektif
Tabel 4.47 Hasil Perhitungan Korelasi
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan salah satu faktor utama dalam proses
perkembangan peserta didik. Pendidikan juga sebagai sebuah upaya untuk
mempersiapkan peserta didik agar dapat memainkan peranannya di kehidupan
yang akan datang. Seperti dalam pengertian pendidikan itu sendiri, menurut
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang
menyatakan bahwa, “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif dapat mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, masyarakat, bangsa, dan negara”. Maka dari itu,
pendidikan dipercaya sebagai wadah yang dapat membangun kecerdasan
peserta didik dan dapat membangun kepribadian peserta didik ke arah yang
lebih baik.
Sesuai dengan tujuan pendidikan nasional bahwa tujuan utama pendidikan
yaitu berupaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan
kemampuan peserta didik agar peserta didik dapat memiliki pengetahuan dan
keterampilan serta memiliki kepribadian yang mantap dan bertanggung jawab
dengan diimbangi moral dan akhlak yang terpuji. Oleh karena itu, berbagai
lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia baik pemerintah maupun swasta
berupaya untuk mewujudkan tujuan pendidikan tersebut, yaitu dengan
melakukan perbaikan kualitas pendidikan.
Salah satu perbaikan kualitas pendidikan yaitu dengan adanya sistem
pendidikan full day school. Full day school diyakini dapat memperbaiki
manajemen pendidikan saat ini. Full day dalam Kamus Bahasa Inggris berarti
‘sehari penuh’, sedangkan school yaitu ‘sekolah’. Jadi, full day school memiliki
2
arti yaitu kegiatan sehari penuh di sekolah.Menurut Baharuddin1 menyatakan
bahwa full day school adalah sekolah sepanjang hari atau proses belajar
mengajar yang diberlakukan dari pagi hari sampai sore hari, mulai pukul 06.45-
15.30 WIB, dengan durasi istirahat setiap dua jam sekali.
Salah satu sekolah menengah pertama yang menerapkan sistem full day
school yaitu MTs At-Taqwa 10 Terpadu Bekasi. Sekolah ini menerapkan
kegiatan belajar mengajar secara full day yang dimulai dari pukul 07.00 - 16.00
WIB. Sekolah ini terletak di Kali abang rawa silam, Bekasi. Kegiatan
pembelajaran di MTs At-Taqwa 10 Bekasi menerapkan sistem gabungan antara
Kurikulum Nasional dengan kurikulum keagamaan yang dibuat sendiri oleh
sekolah tersebut yang berarti bahwa selain mengutamakan mata pelajaran
umum juga lebih mengedepankan nilai-nilai keagamaan seperti sholat wajib dan
sunnah, menghafal Al-Qur’an, puasa sunnah, ceramah agama, mabit, dan
diskusi-diskusi serta mengupayakan setiap peserta didiknya agar dapat
mengamalkan Al-Qur’an dan Hadist dalam kehidupan sehari-hari. Dengan
demikian, peserta didik bukan hanya unggul dalam prestasi akademik saja
melainkan juga unggul dalam kecerdasan spiritualnya, dimana setiap peserta
didik dapat mengamalkan nilai-nilai keagamaan dalam kehidupan sehari-
harinya.
Full day school adalah sistem pendidikan yang sengaja dirancang untuk
menjawab tuntutan berbagai kalangan masyarakat, khususnya para orang tua
yang mengkhawatirkan pergaulan sosial zaman sekarang dan lebih memilih
agar anak mereka mempunyai waktu belajar lebih lama.2 Para orang tua juga
lebih menginginkan anak mereka bukan hanya cerdas dalam kemampuan
kognitif saja, akan tetapi juga dituntut agar karakter kecerdasan emosi dan
1 Aryanti, Harnida Gigih. Studi Implementasi Sistem Full Day School Dalam Upaya
Meningkatkan Kualitas Pembelajaran di SMP Muhammadiyah 8 Surakarta
Tahun 2010. (Skripsi). Surakarta : Universitas Sebelas Maret (2011).,. Hal. 24 2 Aryanti, Harnida Gigih. Studi Implementasi Sistem Full Day School Dalam Upaya Meningkatkan
Kualitas Pembelajaran di SMP Muhammadiyah 8 Surakarta Tahun 2010. (Skripsi). Surakarta :
Universitas Sebelas Maret (2011).,. Hal. 37
3
spiritual anak bisa berkembang. Oleh karena itu, full day school dianggap
sebagai pilihan yang tepat bagi orang tua untuk menyekolahkan anaknya agar
anak bukan hanya bisa mengembangkan kemampuan kognitifnya saja tetapi
juga seimbang dengan kecerdasan emosi dan spiritualnya.
Full day school menjadikan peserta didik memiliki keterampilan sosial
yang lebih baik, anak juga menjadi lebih mudah untuk bergabung dan
bersosialisasi dengan teman-teman sekolahnya karena waktu anak sebagian
besar dihabiskan di sekolah. Akan tetapi dengan dimulainya jam sekolah dari
pagi sampai sore hari, maka waktu dan segala kegiatan anak lebih banyak
bahkan hampir sebagian besar dihabiskan di lingkungan sekolah daripada di
lingkungan rumah.
Secara umum, sekolah full day didirikan untuk mengatasi berbagai
permasalahan yang ada di masyarakat. Kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang begitu cepat dapat membawa dampak negatif bagi anak, seperti
program-program yang ditayangkan di televisi serta menjamurnya play station
membuat anak lebih memilih untuk menonton televisi dan bermain play station
daripada harus belajar. Kondisi inilah yang menjadi alasan orang tua untuk
menyekolahkan anaknya ke sekolah full day, dengan harapan agar orang tua
dapat mencegah dan menjauhkan anak dari pergaulanyang negatif tersebut.
Orang tua tidak akan merasa khawatir karena anak akan berada seharian di
sekolah yang artinya sebagian besar waktu anak adalah untuk belajar. Orang tua
juga tidak akan takut anak akan terkena pengaruh negatif karena full day school
pada umumnya identik dengan hal keagamaan jadi anak akan dapat dipastikan
memiliki kecerdasan spiritual yang lebih baik.
Kenyataan yang terjadi di lapangan, tidak sedikit para siswa yang merasa
jenuh setelah melakukan kegiatan belajar selama kurang lebih delapan jam
pelajaran di sekolah, sehingga pada saat siswa pulang dari sekolah mereka
merasa lelah dan memilih untuk beristirahat, sehingga siswa sekolah full day
cenderung tidak memiliki waktu yang banyak untuk mengenal lingkungan
sosialnya secara luas. Mereka juga akan banyak kehilangan waktu bermain dan
4
mengeksplorasi hal-hal lain yang bisa mereka dapati di luar lingkungan
sekolahnya.
Disinilah permasalahannya, anak akan banyak kehilangan waktu di rumah.
Sore hari anak akan pulang dalam keadaan lelah dan langsung beristirahat
sehingga anak cenderung kurang berkomunikasi dengan anggota keluarga
lainnya. Intensitas waktu yang dimiliki anak untuk berkomunikasi dengan
kedua orang tuanya menjadi sangat kurang. Anak menjadi jarang berinteraksi
dengan kedua orang tuanya karena minimalnya waktu yang mereka miliki untuk
quality time bersama. Keterlibatan orang tua dalam proses sosialisasi anak juga
cenderung minim, hal ini dikarenakan keterbatasan waktu yang dimiliki orang
tua untuk memerhatikan perkembangan anaknya. Padahal keluarga khususnya
orang tua merupakan agen yang paling penting pengaruhnya terhadap proses
sosialisasi anak. Anak semestinya harus mendapatkan perhatian dan
keterlibatan langsung dari kedua orang tua pada setiap tahap perkembangannya.
Selain lingkungan keluarga, anak sebenarnya juga tidak bisa lepas dari
lingkungan masyarakat karena anak juga dituntut untuk dapat mempertahankan
diri dan menyesuaikan diri dalam kehidupan bermasyarakat. Akibat dari
terbatasnya waktu anak untuk bisa berkomunikasi dengan orang tuanya
menyebabkan proses sosialisasi anak menjadi terhambat. Jika orang tua tidak
memiliki banyak waktu untuk memerhatikan perkembangan anak, maka orang
tua cenderung kurang mengajarkan proses sosialisasi kepada anaknya. Hal ini
berarti proses sosialisasi anak untuk dapat mengetahui peranannya di
lingkungan masyarakat menjadi terhambat. Anak cenderung menjadi anti sosial
dengan lingkungan masyarakatnya karena seharian waktu anak dihabiskan di
sekolah sehingga anak tidak mempunyai waktu untuk bergaul atau bermain. Hal
inilah yang perlu diperhatikan, bahwa pada dasarnya anak juga perlu untuk
berinteraksi dan bersosialisasi di lingkungan masyarakat agar ia tidak menjadi
anak yang anti sosial dan dapat memerhatikan kehidupan masyarakat di
sekitarnya.
Maka dari itu inilah yang menjadi acuan peneliti untuk mengangkat
masalah yang sama tetapi dengan fokus penelitian yang berbeda. Peneliti
5
mencoba untuk meneliti apakah pelaksanaan full day school memberikan
pengaruh dalam perkembangan interaksi dan sosialisasi anak di lingkungan
masyarakat, dengan judul “PENGARUH PELAKSANAAN FULL DAY
SCHOOL TERHADAP INTERAKSI SOSIAL DAN SOSIALISASI ANAK
DI LINGKUNGAN MASYARAKAT (STUDI KASUS DI MTS
ATTAQWA 10 TERPADU BEKASI)”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis mengidentifikasi
masalah sebagai berikut:
1. Apa manfaat penerapan pelaksanaan full day school di MTs At-Taqwa 10
Terpadu?
2. Bagaimana dampak pelaksanaan full day school di MTs At-Taqwa 10
Terpadu terhadap anak
3. Bagaimana pelaksanaan full day school di MTs At-Taqwa 10 Terpadu?
4. Bagaimana perkembangan interaksi sosial dan proses sosialisasi anak di
lingkungan masyarakat?
5. Bagaimana pengaruh pelaksanaan full day school terhadap interaksi sosial
anak dan sosialisasi anak di lingkungan masyarakat?
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah, penulis ingin membatasi subuah
penelitian ini agar tidak terlalu panjang pembahasaannya. Maka penulis
membatasi bagaimana pelaksanaan full day school di MTs At-Taqwa 10
Terpadu Bekasi mengenai perkembangan interaksi sosial proses sosialisasi
anak di lingkungan masyarakat?
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang masalah di atas, maka penulis
mengajukan rumusan masalah pokok penelitian ini, yaitu: “Bagaimana
pengaruh full day school terhadap interaksi sosial dan sosialisasi anak di
lingkungan masyarakat?”
6
Agar penelitian ini lebih terarah dan terfokus pada pokok permasalahan,
maka masalah pokok tersebut penulis jabarkan dalam beberapa sub-sub
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pelaksanaan full day school di MTs At-Taqwa 10 Terpadu?
2. Bagaimana perkembangan interaksi sosial dan proses sosialisasi anak di
lingkungan masyarakat?
3. Bagaimana pengaruh pelaksanaan full day school terhadap interaksi sosial
anak dan sosialisasi anak di lingkungan masyarakat?
E. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Secara umum, tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah
mendapatkan gambaran dan jawaban mengenai pengaruh pelaksanaan full
day school terhadap interaksi sosial dan sosialisasi anak di lingkungan
masyarakat.
2. Tujuan Khusus
Adapun secara khusus, tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian
ini adalah untuk mengetahui :
a. Agar penulis mengetahui pelaksanaan full day school di MTs At-
Taqwa 10 Terpadu Bekasi.
b. Agar mengetahui Perkembangan interaksi social dan proses
sosialisasi anak di lingkungan masyarakat.
F. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis hasil dari penelitian ini diharapkan memberikan
sumbangan ilmu pengetahuan dalam dunia pendidikan, serta bermanfaat
untuk perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang sosiologi pada
umumnya dan khususnya mengenai interaksi sosial dan sosialiasi yang
terjadi pada siswa full day school di lingkungan masyarakatnya.
2. Manfaat Praktis
7
a. Bagi peneliti, penelitian tentang pengaruh pelaksanaan full day school
terhadap interaksi sosial dan sosialisasi anak di rumah dan masyarakat
dapat menambah wawasan peneliti mengenai perkembangan interaksi
sosial dan sosialisasi anak sehingga dapat memberikan pengalaman,
pengetahuan, dan pembelajaran terutama saat melaksanakan penelitian.
b. Bagi pihak sekolah, penelitian ini berupaya untuk memberikan
informasi kepada pihak sekolah khususnya kepada para guru agar bisa
memberikan masukan dalam mengelola kondisi belajar mengajar
dilihat dari penuhnya jam belajar siswa dengan tetap memperhatikan
aspek-aspek perkembangan interaksi sosial siswa.
c. Bagi pihak keluarga, penelitian ini berupaya untuk memberikan
informasi khususnya kepada orang tua untuk dapat memperhatikan
aspek perkembangan interaksi sosial anak agar anak bisa berinteraksi
dan bersosialisasi dengan baik di lingkungan rumah dan
masyarakatnya.
d. Bagi mahasiswa sosiologi sebagai calon pendidik, penelitian ini
memberikan gambaran dan informasi mengenai kondisi belajar
mengajar di sekolah dan agar diharapkan mahasiswa lulusan sosiologi
dapat menjadi guru yang bisa menanamkan kecerdasan interpersonal
pada anak didiknya sehingga anak tidak menjadi anti sosial di
lingkungan masyarakatnya.
G. Struktur Organisasi Skripsi
Sistematika penulisan dalam penyusunan skripsi ini meliputi lima bab,
yaitu:
BAB I : Pendahuluan. Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang
penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, dan
manfaat penelitian.
BAB II : Tinjauan pustaka. Pada bab ini menguraikan tentang pengertian
full day school, konsep dan sistem pembelajaran full day school,
8
tujuan didirikannya full day school, kelebihan serta kelemahan
full day school, serta tinjauan tentang interaksi sosial meliputi
pengertian, syarat terjadinya interaksi sosial, serta faktor
terjadinya interaksi sosial, dan tinjauan tentang proses sosialisasi,
serta teori-teori yang mendukung penelitian penulis.
BAB III : Metode penelitian. Pada bab ini penulis menjelaskan metode dan
desain penelitian, instrumen penelitian, prosedur penelitian, serta
teknik pengumpulan dan analisis data yang digunakan dalam
penelitian mengenai “Pengaruh Pelaksanaan Full Day School
Terhadap Interaksi Sosial dan Sosialisasi Anak di Lingkungan
Masyarakat”.
BAB IV : Hasil penelitian dalam pembahasan. Dalam bab ini penulis
menganalisis hasil temuan data tentang gambaran umum dari
pengaruh full day school terhadap interaksi dan sosialisasi anak
di lingkungan masyarakat.
BAB V : Simpulan dan saran. Dalam bab ini penulis berusaha mencoba
memberikan simpulan dan saran sebagai penutup dari hasil
penelitian dan permasalahan yang telah diidentifikasi dan dikaji
dalam skripsi.
9
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Full Day School
1. Pengertian Full Day School
Secara etimologis kata full day berasal dari Bahasa Inggris, full
artinya ‘penuh’, day artinya ‘hari’. Maka full day mengandung arti sehari
penuh. Sedangkan school artinya ‘sekolah’. Jadi, full day school berarti
sekolah sehari penuh. Sedangkan secara terminologi menurut Baharuddin3
menyatakan bahwa Full day school adalah kegiatan belajar selama sehari
penuh atau proses belajar mengajar yang diberlakukan dari pagi hari
sampai sore hari mulai pukul 06.45-15.00 WIB. Dengan demikian, sekolah
dapat mengatur jadwal pelajaran dengan leluasa, disesuaikan dengan bobot
mata pelajaran dan ditambah dengan pendalaman materi.
Berdasarkan pengertian tersebut, full day school merupakan
kegiatan belajar yang berlangsung selama sehari penuh di sekolah. Sesuai
dengan sekolah yang akan dijadikan tempat penelitian, MTs At-Taqwa 10
Terpadu Bekasi menerapkan proses pembelajaran ful day school dimulai
dari pukul 07.00-15.00, dimana sekolah dengan leluasa mengatur segala
kegiatan pembelajaran, baik itu jadwal pelajaran sampai kegiatan
ekstrakulikuler, dimana inti dari setiap kegiatan pembelajaran yaitu
mengedepankan nilai-nilai keagamaan.
Sedangkan Hasan4 mendefinisikan full day school sebagai suatu
proses pembelajaran yang berlangsung secara aktif, kreatif, dan
transformatif selama sehari penuh. Dalam pengertian tersebut terdapat dua
kata kunci, yaitu:
a. Proses pembelajaran yang berlangsung secara aktif, kreatif, dan
transformatif.
3 Aryanti, Harnida Gigih. Studi Implementasi Sistem Full Day School Dalam Upaya Meningkatkan
Kualitas Pembelajaran di SMP Muhammadiyah 8 Surakarta Tahun ajaran 2010. (Skripsi).
Surakarta : Universitas Sebelas Maret, 2011. Hal.8 4 Hasan, Nor. Full Day School (Model Alternatif Pembelajaran Bahasa Asing). Jurnal Tadris.
(2006). Hal. 110-111
10
Proses pembelajaran secara aktif, dalam arti
mengoptimalisasikan seluruh potensi dan kemampuan peserta didik
untuk mencapai tujuan pembelajaran secara optimal. Secara kreatif,
yaitu mengoptimalisasikan seluruh sarana dan prasarana untuk
mewujudkan proses pembelajaran yang kondusif untuk
pengembangan potensi siswa. Adapun secara transformatif, proses
pembelajaran full day school dilakukan untuk mengembangkan
seluruh potensi kepribadian siswa dengan lebih seimbang.
b. Proses pembelajaran selama sehari penuh.
Dalam melaksanakan proses pembelajaran yang aktif, kreatif,
dan transformatif dibutuhkan waktu selama sehari penuh atau kurang
lebih selama 8-9 jam pelajaran. Kegiatan pembelajaran sehari penuh
tersebut bukan berarti siswa belajar selama sehari penuh tanpa
istirahat, tetapi juga digabungkan dengan kegiatan permainan yang
menyenangkan sehingga siswa tidak cenderung bosan.
2. Konsep Dasar Full Day School
Full day school menerapkan konsep integrated activity dan
integrated curriculum yang berarti bahwa seluruh aktifitas dan kegiatan
anak yang ada di sekolah dari mulai datang hingga pulang berupa
belajarnya, ibadahnya, serta bermainnya dikemas dalam satu sistem
pendidikan sehingga diharapkan dapat membentuk kepribadian siswa
yang berintelektual tinggi dan dapat memadukan aspek keterampilan dan
pengetahuan dengan sikap yang baik dan islami.”
Integrated activity adalah suatu konsep yang mengintegrasikan
antara seluruh kegiatan di sekolah dengan kegiatan-kegiatan yang
bernuansa islami, yaitu dengan lebih mengedepankan nilai-nilai
keagamaan dalam kegiatan siswa setiap harinya.. Dengan adanya konsep
integrated curriculum, kurikulum umum yang telah ditetapkan oleh
Depdiknas diintegrasikan dengan kurikulum agama yang dibuat sendiri
oleh sekolah full day, yang berarti menjadikan pendidikan umum
diperkaya dengan pendidikan agama dan begitu pula sebaliknya. Begitu
pula dengan MTs At-Taqwa 10 Terpadu Bekasi, mengintegrasikan
11
kurikulum umum dengan kurikulum agama serta mengutamakan nilai-
nilai keteladanan siswa.
Kurikulum full day school bukan hanya menambah waktu belajar
dan memperbanyak materi pelajaran saja tetapi juga diupayakan untuk
dapat melatih kemandirian anak dan meningkatkan kreatifitas anak dalam
ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Konsep full day school di MTs
At-Taqwa 10 Terpadu Bekasi juga memaksimalkan kemampuan dan
perkembangan anak pada setiap aktivitas belajarnya dengan
diinternalisasikannya nilai-nilai keagamaan pada setiap kegiatan belajar
anak.
Titik tekan dalam konsep full day school ini yaitu anak dapat
menjadi siswa yang selalu berprestasi sehingga diharapkan dapat terjadi
perubahan yang positif dalam hasil dan prestasi belajarnya. Menurut
Muhibbin Syah prestasi belajar yang dimaksimalkan dalam full day school
terbagi menjadi tiga macam, yaitu :
a. Prestasi yang bersifat kognitif
Yang termasuk prestasi yang bersifat kognitif yaitu ingatan,
pemahaman, penerapan, pengamatan, analisis, sintesis, dll. Misalnya
seorang siswa dapat menguraikan kembali materi pelajaran yang sudah
dipelajari pada minggu lalu, maka siswa tersebut dapat dikatakan
memiliki prestasi dalam hal kognitifnya.
b. Prestasi yang bersifat afektif
Yang termasuk prestasi yang bersifat afektif yaitu jika anak sudah
bisa bersikap untuk menghargai, serta dapat menerima dan menolak
suatu pernyataan atau permasalahan yang dihadapinya.
c. Prestasi yang bersifat psikomotorik
Yang termasuk prestasi yang bersifat psikomotorik yaitu
kecakapan, eksperimen verbal dan nonverbal, keterampilan bertindak
dan gerak. Misalnya seorang anak menerima pelajaran adab sopan
santun kepada orang tua, maka anak mengaplikasikan pelajaran
tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
12
Dengan demikian, apabila anak sudah dapat memenuhi atau
mencapai ketiga ranah tersebut dapat dikatakan seorang guru telah
berhasil dalam meningkatkan kualitas pembelajarannya karena dalam
konsep full day school menitikberatkan ketiga ranah tersebut.
3. Tujuan Pelaksanaan Full Day School
Pelaksanaan full day school merupakan salah satu alternatif untuk
mengatasi berbagai masalah pendidikan, baik dalam hal prestasi maupun
moral. Fenomena kenakalan remaja yang banyak terjadi sekarang ini yang
sangat mengkhawatirkan para orang tua dan masyarakat merupakan salah
satu bentuk dekadensi moral pada diri anak remaja.
Kemerosotan moral yang terjadi pada diri remaja itulah yang
menjadi alasan utama atau tujuan didirikannya sekolah full day. Kenakalan
remaja yang semakin hari semakin meningkat, dan pergaulan anak yang
semakin bebas menjadi alasan utama orang tua memasukkan anaknya ke
sekolah full day. Full day school dapat membantu orang tua untuk
mengontrol aktivitas dan pergaulan anak.
Tujuan berikutnya dengan adanya sistem full day school yaitu
keterampilan, minat dan bakat siswa dapat lebih mudah terarahkan. Siswa
akan menjadi lebih aktif karena minat dan bakat mereka dapat diatur dan
difasilitasi oleh sekolah, selain itu nilai-nilai positif yang diajarkan di
sekolah contohnya seperti kebiasaan melakukan solat berjama’ah, hafalan
Qur’an, puasa sunnah akan menjadi kebiasaan yang dilakukan oleh siswa
tanpa harus diperintah dan mudah diimplementasikan dalam kehidupan
sehari-hari mereka.
Menurut Suyuthi5 menyatakan bahwa full day school bertujuan
untuk menyeimbangkan antara hablun minAllah dan hablun minannas
yang terukur dalam sikap religius siswa (beraqidah kokoh berakhlaq
5 Suyuthi, Ahmad. Model Pendidikan Full Day School dalam Perpektif Inovasi Pendidikan di
Indonesia. Jurnal Akademika, 2013. hal. 115-116
13
mulia) dalam kehidupan sehari-hari tanpa dibatasi ruang dan waktu, dan
memiliki kemampuan akademis tinggi.
Dengan demikian, full day school bukan hanya bertujuan untuk
meningkatkan kualitas pendidikan saja tetapi bertujuan untuk membentuk
moral dan akhlak siswa serta menanamkan nilai-nilai yang positif. Dengan
pelaksanaan full day school dapat memberikan dasar pendidikan agama
yang kuat terhadap siswa untuk meningkatkan potensi dan kecerdasan
siswa baik dalam hal kognitif maupun spiritualnya.
Begitu pula, tujuan dari didirikannya MTs At-Taqwa 10 Terpadu
Bekasi sebagai sekolah full day dikarenakan banyaknya tuntutan orang tua
yang lebih menginginkan anaknya untuk bersekolah di sekolah full day
yang lebih identik dengan hal keagamaan dibandingkan dengan bersekolah
di sekolah reguler.
4. Kelebihan Full Day School
Dengan adanya full day school produktifitas anak dalam kegiatan
belajarnya akan meningkat, hal ini karena dalam sehari penuh anak akan
lebih banyak belajar daripada bermain. Anak juga akan lebih dekat dengan
gurunya sehingga anak akan lebih menunjukkan sikap yang positif dan
guru bisa lebih mudah untuk mengawasi perkembangan anak. Anak juga
tidak mempunyai waktu luang untuk melakukan penyimpangan-
penyimpangan karena seharian anak berada di lingkungan sekolah yang
selalu dalam pengawasan guru. Beberapa kelebihan lainnya dalam
pelaksanaan full day school antara lain, yaitu:
a. Sistem pendidikan full day school memungkinkan terjadinya
pendidikan utuh. Karena dengan sistem full day school bukan hanya
kemampuan kognitif anak saja yang dapat diarahkan melainkan
kemampuan afektif dan psikomotorik anak juga lebih diarahkan.
b. Sistem full day school juga memungkinkan terwujudnya efektivitas
proses edukasi karena segala proses kegiatan pembelajaran dan
aktivitas anak menjadi lebih terpantau dan mudah diarahkan.
c. Sistem full day school terbukti sebagai lembaga pendidikan yang efektif
dalam mengaplikasikan kemampuan siswa dalam segala hal. Full day
14
school identik dengan pelajaran atau aktivitas keagamaan yang lebih
banyak dibandingkan dengan sekolah-sekolah umum, hal ini
menjadikan siswa bisa memliki banyak kemampuan bukan hanya
dalam sisi kognitif saja tetapi kemampuan lainnya dalam ranah
kegamaan atau moral.
Dengan demikian, full day school dapat dikatakan sangat
memberikan manfaat yang signifikan khususnya bagi perkembangan
kognitif, afektif, dan psikomotorik anak dimana segala kemampuan anak
menjadi lebih terarahkan ditambah lagi dengan pembentukan akidah dan
akhlak anak yang lebih kuat dengan diinternalisasikannya aktivitas-
aktivitas keagamaan pada setiap proses belajar anak.
5. Kekurangan Full Day School
Sistem full day school juga mempunyai beberapa kekurangan
diantaranya, yaitu:
a. Secara sosial emosional, kemampuan atau kesempatan anak dalam
berinteraksi dengan lingkungan rumah dan masyarakat menjadi
berkurang. Hal ini dikarenakan jam sekolah anak dari pagi sampai sore
hari dan ketika anak pulang sekolah anak sudah terlalu lelah sehingga
anak jarang berinteraksi dengan anggota keluarga lainnya.
b. Karena hampir seluruh waktu anak dihabiskan di sekolahnya dan anak
menjadi jarang berinteraksi atau bersosialisasi dengan masyarakat
sekitarnya menjadikan anak anti sosial. Walaupun disekolah anak
bersosialisasi dengan teman-teman dan gurunya tetapi akan berbeda
dengan sosialisasinya ketika berada di lingkungan rumah atau di
masyarakat.
c. Karena full day school menghabiskan waktu anak sehari penuh berada
di sekolah, anak cenderung merasa bosan. Maka dari itu disini sangat
membutuhkan kemampuan dalam merancang model full day school
agar kegiatan belajar tidak membosankan.
Kekurangan atau kelemahan dari full day school inilah yang menjadi
fokus masalah dalam penelitian ini, bahwa selain full day school
memberikan manfaat yang signifikan bagi anak dan juga bagi orang tua,
15
akan tetapi pelaksanaan full day school juga memberikan masalah baru
yaitu dalam proses perkembangan sosial anak. Seperti yang telah
disebutkan bahwa kemampuan interaksi dan sosialisasi anak di lingkungan
masyarakat menjadi terhambat dikarenakan keterbatasan waktu anak
untuk berada di rumah sehingga anak kurang mengenal lingkungan
sosialnya.
B. Interaksi Sosial
1. Pengertian Interaksi Sosial
Interaksi sosial merupakan bentuk pelaksanaan kedudukan manusia
sebagai makhluk sosial. Artinya, manusia dituntut untuk saling
mengadakan hubungan dengan orang lain dalam kehidupannya. Bentuk
hubungan sosial tersebut menjadi bukti bahwa manusia tidak dapat hidup
sendiri dan membutuhkan kebersamaan dengan orang lain. Interaksi sosial
menurut Setiadi dan Kolip adalah “hubungan-hubungan sosial yang
dinamis antara orang perorangan, antara kelompok manusia, maupun
antara orang perorangan dan kelompok manusia”. Adapun pengertian
interaksi sosial tersebut menurut beberapa ahli diantaranya, yaitu:
a. Gillin menyatakan bahwa interaksi sosial merupakan hubungan-
hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara
orang perorangan, antara kelompok, maupun antara individu dengan
kelompok.
b. Kimball Young dan Raymond W. Mack menyatakan bahwa interaksi
sosial merupakan kunci dari semua kehidupan sosial, oleh karena itu
tanpa interaksi sosial tidak akan mungkin ada kehidupan bersama.
c. Hubert Bonner menyatakan bahwa interaksi sosial adalah suatu
hubungan antara dua orang atau lebih individu dimana kelakuan
individu yang satu mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki
kelakuan individu lain, atau sebaliknya. Dalam hal ini Hubert Bonner
menekankan tentang proses hubungan antara dua atau lebih individu
yang berada dalam situasi yang sama yaitu situasi sosial.6
6 Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012.hal. 164
16
Berdasarkan pengertian para ahli, interaksi sosial dapat diartikan
sebagai hubungan-hubungan yang dinamis, dimana hubungan-hubungan
sosial ini berupa hubungan timbal balik antara individu yang satu dengan
individu lainnya, atau antara kelompok yang satu dengan kelompok
lainnya, maupun antar individu dengan kelompok dan masing-masing
individu saling memainkan peranannya.
2. Syarat Terjadinya Interaksi Sosial
Interaksi sosial tidak dapat dapat terjadi tanpa adanya dua syarat,
yaitu kontak sosial dan komunikasi. Kontak sosial merupakan tahap
pertama dari proses terjadinya hubungan sosial, sedangkan komunikasi
merupakan penyampaian suatu informasi dan pemberian tafsiran dan
reaksi terhadap informasi yang disampaikan.
a. Kontak Sosial
Secara etimologi kontak berasal dari bahasa Latin cum atau con
yang artinya “bersama-sama” dan tangere yang artinya “menyentuh”,
jadi kontak artinya bersama-sama menyentuh. Akan tetapi dalam
konteks sosiologi, kontak dikaitkan dengan masyarakat dan sosial.
Kontak sosial terjadi jika seseorang atau sekelompok orang
mengadakan suatu hubungan sosial tanpa harus saling menyentuh
secara fisik, yaitu dengan saling berbicara dengan orang lain secara
langsung ataupun melalui perantara, seperti telepon, radio, surat-
menyurat, dan lain sebagainya. Dengan demikian, kontak sosial adalah
aksi individu atau kelompok dalam bentuk isyarat yang memiliki
makna bagi pelaku, dan penerima aksi tersebut membalasnya dengan
reaksi.7
Berdasarkan dari sifatnya, kontak sosial menurut Nazsir8 dapat
berlangsung dalam tiga bentuk, yaitu:
7 Setiadi, Elly, M. & Kolip, Usman. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Kencana, 2011. hal.73-74
8 Nazsir, Nasrullah. Kajian Lengkap Konsep dan Teori Sosiologi Sebagai Ilmu Sosial. Bandung:
Widya Padjajaran, 2008.hal.-29
17
1) Antara orang perorangan, yaitu apabila anak kecil mempelajari
kebiasaan-kebiasaan dalam keluarganya. Proses ini terjadi melalui
socialization, yaitu suatu proses dimana anggota masyarakat yang
baru mempelajari norma-norma dan nilai-nilai masyarakatnya.
Seperti seorang anak yang mempelajari nilai dan norma yang
diajarkan oleh orang tuanya.
2) Antara orang perorangan dengan suatu kelompok atau sebaliknya.
Kontak sosial ini misalnya adalah apabila seseorang merasakan
bahwa tindakan-tindakannya berlawanan dengan norma-norma
dalam masyarakat.
3) Antara suatu kelompok dengan kelompok lainnya, misalnya dua
kelompok belajar yang berdebat dalam suatu kegiatan
pembelajaran di kelas.
b. Komunikasi
Komunikasi adalah suatu proses penyampaian dan penerimaan
pesan (ide, gagasan) dari satu pihak kepada pihak lain (pengirim kepada
penerima) agar terjadi upaya saling memengaruhi antara keduanya.
Komunikasi dapat dilakukan dengan bahasa atau kata-kata yang dapat
dimengerti kedua pihak (komunikasi verbal). Komunikasi juga dapat
dilakukan dengan gerak-gerik badan atau kode tertentu (komunikasi
nonverbal). Contohnya seperti tersenyum, menganggukkan kepala,
menggelengkan kepala, mengedipkan mata, mengangkat bahu, dan
sebagainya.9
Adapun pengertian komunikasi menurut 10 “proses saling
memberikan tafsiran kepada/dari pihak yang sedang melakukan
hubungan yang kemudian antarpihak tersebut mewujudkan perilaku
sebagai reaksi atas pesan yang disampaikan oleh pihak lain”. Dengan
adanya komunikasi sikap dan perasaan kelompok dapat diketahui oleh
kelompok lain atau orang lain. Hal ini kemudian merupakan bahan
9 Muin, Idianto. Sosiologi untuk SMA/MA Kelas X Kelompok Peminatan Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta:
Erlangga, 2013.hal-55 10 Muin, Idianto, Sosiologi untuk SMA/MA Kelas X Kelompok Peminatan Ilmu-Ilmu Sosial.
Jakarta: Erlangga, 2013. hal-75
18
untuk menentukan reaksi apa yang akan dilakukannya. Dalam
komunikasi kemungkinan sekali terjadi berbagai macam penafsiran
terhadap tingkah laku orang lain, maka dari itu diperlukan adanya
pemahaman makna atas pesan yang disampaikan oleh masing-masing
pihak yang melakukan komunikasi.
Kontak dan komunikasi sangat berperan penting dalam proses
interaksi. Tidak mungkin dapat terjadi interaksi jika tidak ada kontak
dan komunikasi. Setiap individu baik itu masih anak-anak sampai
meninggal dunia pasti mengalami proses interaksi karena proses
tersebut adalah proses yang berlangsung sepanjang hidup. Begitu pula
dengan anak yang bersekolah di sekolah full day, komunikasi dan
interaksi dengan masyarakat sekitar sangat diperlukan agar anak dapat
dicintai, dihargai, dan diakui keberadaannya. Anak tidak mungkin bisa
berkembang dengan sendirinya tanpa bantuan dari lingkungan
sosialnya. Dari proses komunikasi anak dapat memahami keadaan yang
terjadi di sekitarnya sehingga anak peka dan dapat mengenal
lingkungan sosialnya secara luas.
3. Faktor-Faktor Terjadinya Interaksi Sosial
Interaksi sosial adalah suatu proses yang memiliki dasar-dasar atau
faktor yang kuat, sehingga interaksi sosial tersebut dapat berlangsung baik
dan sesuai dengan tujuan. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya interaksi sosial tersebut antara lain, yaitu:
a. Imitasi
Imitasi menurut Gabriel Tade11 adalah “contoh-mencontoh yang
dilakukan individu dari individu lain dalam kehidupan”. Imitasi bisa
diartikan juga sebagai proses meniru tingkah laku individu lain, seperti
perkataan-perkataan orang lain dan penampilan fisik seseorang.
Jadi dari proses imitasi inilah yang menyebabkan setiap individu
memiliki tingkah laku yang sama dalam interaksi sosial. Imitasi bisa
berdampak positif jika yang ditiru adalah hal yang baik, akan tetapi juga
bisa berdampak negatif jika yang ditiru adalah hal yang negatif. Sisi
11 Santoso, Slamet. Teori-Teori Psikologi Sosial. Bandung: PT Refika Aditama, 2010.hal-167
19
positif dari imitasi ini adalah bisa mendorong seseorang untuk
mematuhi kaidah-kaidah yang berlaku di masyarakat. Contohnya,
walaupun anak yang bersekolah full day kurang mengenal lingkungan
masyarakatnya akan tetapi anak bisa bersosialisasi dengan baik dengan
lingkungannya jika orang tua atau keluarganya mengajarkan proses
sosialisasi dengan baik dan anak akan mengikuti apa yang diajarkan
orang tuanya.
b. Sugesti
Menurut Gustave Le Bone12 sugesti berasal dari kata sugepere
yang berarti mempengaruhi. Kemudian arti tersebut berkembang
sehingga sugesti mempunyai arti sebagai suatu proses dimana
seseorang individu memperoleh pandangan, sikap, dan tingkah laku
individu lain tanpa dikritik lebih dahulu.
Berdasarkan pengertian tersebut, sugesti adalah proses pemberian
pengaruh dari satu individu ke individu lain dimana individu atau pihak
yang dipengaruhi menerima dan mengikuti pengaruh tersebut tanpa
berpikir panjang. Contohnya adalah orang tua yang membujuk dan
mempengaruhi anaknya untuk bersekolah di sekolah full day dengan
harapan agar kegiatan dan pergaulan anak dapat lebih terarahkan.
c. Simpati
Menurut Mac Dougall dan Herbert Spencer13 “simpati berasal
dari bahasa Latin syempater yang berarti turut merasakan. Kemudian
pengertian tersebut berkembang dan diartikan sebagai suatu proses
perasaan tertariknya seseorang atau sekelompok orang terhadap orang
lain”. Rasa tertarik tersebut didasari oleh keinginan untuk mengerti
orang lain agar orang lain tersebut juga memahami perasaannya.
Keinginan untuk saling memahami tersebut sebagai dorongan utama
dari proses simpati sehingga terbentuklah keinginan untuk saling
bekerja sama. Peranan simpati cukup nyata dalam hubungan
persahabatan antara dua orang atau lebih.
12 Santoso, Slamet., Teori-Teori Psikologi Sosial. Bandung: PT Refika Aditama, 2010.hal-172
13 Santoso, Slamet. Teori-Teori Psikologi Sosial. Bandung: PT Refika Aditama, 2010.hal.178
20
d. Empati
Empati hampir sama dengan simpati, tetapi empati tidak semata-
mata merupakan perasaan kejiwaan saja. Empati dibarengi dengan
perasaan organisme tubuh yang sangat dalam. Contohnya, jika seorang
anak yang bersosialisasi dengan baik di lingkungan masyarakatnya,
ketika tetangganya mendapat suatu musibah, maka anak akan
berempati dan merasa sedih seolah-olah ia ikut merasakannya.14
e. Motivasi
Motivasi menurut Muin15 adalah rangsangan atau pengaruh yang
dapat diberikan oleh seorang individu kepada individu lain, seorang
individu kepada kelompok, atau kelompok kepada kelompok lain.
Motivasi yang diberikan dapat berupa sikap, perilaku, saran, atau
pertanyaan. Misalnya, ketika seorang siswa diberikan pujian oleh
gurunya karena memenangkan suatu perlombaan, maka pujian tersebut
memotivasi dia untuk belajar lebih giat lagi.
4. Teori Proses Sosial
Proses sosial adalah cara-cara berhubungan antar individu atau antar
kelompok sehingga terjadi hubungan saling mempengaruhi satu sama lain.
Proses sosial tersebut merupakan hal yang mendasari terjadinya interaksi
sosial. Kegiatan manusia dimana seseorang atau sekelompok orang
memberikan aksinya yang kemudian dari pihak lain memberikan reaksi
atau respon, kegiatan itulah yang dinamakan dengan interaksi. Dengan
demikian, bentuk umum proses sosial adalah interaksi sosial karena
interaksi adalah syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas social.16
Dalam interaksi sosial, Gillin dan Gillin membagi proses-proses
sosial menjadi dua, yaitu proses asosiatif dan proses disosiatif. Proses
asosiatif adalah proses yang bersifat positif, yaitu proses yang mendukung
seseorang atau kelompok untuk mencapai suatu tujuan tertentu, sedangkan
14 Muin, Idianto. Sosiologi untuk SMA/MA Kelas X Kelompok Peminatan Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta:
Erlangga, 2013.hal.53 15 Muin, Idianto, Sosiologi untuk SMA/MA Kelas X Kelompok Peminatan Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta:
Erlangga, 2013.hal.54 16 Setiadi, Elly, M. & Kolip, Usman. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Kencana, 2011.hal.62
21
proses disosiatif merupakan proses yang bertentangan dengan seseorang
atau kelompok untuk mencapai tujuan tertentu17
a. Proses Asosiatif
1) Kerja sama
Kerja sama merupakan bentuk interaksi sosial yang pokok dan
sebagai proses yang utama. “Kerja sama merupakan suatu usaha
bersama antara orang perorangan atau kelompok manusia untuk
mencapai tujuan bersama”18.
Charles H. Cooley19 memberikan gambaran tentang kerja
sama dalam kehidupan sosial. Kerja sama timbul jika individu
menyadari bahwa ia mempunyai kepentingan yang sama dan
individu tersebut menyadari untuk memenuhi kepentingannya
melalui kerja sama dengan individu lain.
Dengan demikian, faktor pendorong terjadinya kerja sama
adalah kepentingan bersama. Seperti halnya, antara orang tua dan
guru saling bekerja sama dalam mengembangkan kemampuan dan
kepribadian anak. Ketika anak berada di sekolah guru mengawasi
segala kegiatan anak agar aktivitas yang anak lakukan di sekolah
menjadi lebih terarahkan, sehingga orang tua percaya dan merasa
aman bahwa anak akan terpantau pergaulannya. Begitu juga antara
anak dengan lingkungan masyarakat, saling bekerja sama agar anak
dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan masyarakatnya. Dengan
proses kerjasama tersebut, anak memiliki ruang gerak yang lebih
luas dalam hubungan sosialnya sehingga anak akan peduli dengan
apa yang terjadi di lingkungannya.
2) Akomodasi
Menurut Gillin, akomodasi adalah suatu pengertian yang
digunakan oleh sosiologi untuk menggambarkan suatu proses
hubungan sosial yang sama dengan adaptasi dalam hal biologi.
Maksudnya, akomodasi adalah suatu proses penyesuaian diri
17 Setiadi, Elly, M. & Kolip, Usman Pengantar Sosiologi. Jakarta: Kencana, 2011. hal. 60 & 70 18 Setiadi, Elly, M. & Kolip, Usman Pengantar Sosiologi. Jakarta: Kencana, 2011. hal.60 19 Setiadi, Elly, M. & Kolip, Usman Pengantar Sosiologi. Jakarta: Kencana, 2011.hal.78
22
individu atau kelompok manusia yang semula saling bertentangan
sebagai upaya untuk mengatasi suatu ketegangan. Akomodasi
berarti adanya keseimbangan interaksi sosial kaitannya dengan
norma dan nilai yang ada dalam masyarakat. Akomodasi seringkali
merupakan salah satu cara untuk menyelesaikan pertentangan, baik
itu dengan cara menghargai pihak lawan atau dengan cara paksaan.20
Keterampilan sosial yang baik yang dimiliki oleh anak akan
mempengaruhi cara anak untuk menyelesaikan suatu permasalahan.
Ketika anak pintar bergaul dan bisa bekerja sama dengan masyarakat
sekitarnya, anak akan mengerti bentuk akomodasi yang tepat untuk
mengatasi permasalahan di sekitar lingkungannya. Misal, jika terjadi
pertentangan antara teman sebaya di lingkungannya, ia akan
mengambil jalan tengah yang tepat untuk menyelesaikan
pertentangan tersebut. Ketika terjadi suatu perbedaan atau
ketegangan di lingkungannya, ia akan bersikap peduli dan tidak acuh
pada keadaan yang terjadi di sekitarnya. Maka dari itu, perlu adanya
proses pengenalan nilai dan norma yang baik dan tata cara bergaul
yang baik pula pada diri anak agar anak dapat mengatasi suatu
pertentangan yang terjadi di lingkungan sosialnya dengan tepat dan
bijak.
3) Asimilasi
Asimilasi terjadi setelah melalui tahap kerja sama dan
akomodasi. Asimilasi pada dasarnya merupakan perubahan yang
dilakukan secara suka rela, ditandai dengan upaya untuk mengurangi
perbedaan dalam masyarakat dengan mempererat kesatuan tindakan,
sikap, dan perasaan tujuan bersama. Hasil dari proses asimilasi ini
berupa semakin tipisnya batas perbedaan antara individu dalam
suatu kelompok atau batas antar kelompok.21
20 Muin, Idianto. Sosiologi untuk SMA/MA Kelas X Kelompok Peminatan Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta:
Erlangga, 2013.hal.63 21 Muin, Idianto. Sosiologi untuk SMA/MA Kelas X Kelompok Peminatan Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta:
Erlangga, 2013.hal.68
23
Jika anak memiliki keterampilan sosial yang baik, seperti anak
memiliki sikap toleransi yang tinggi dan memiliki sikap saling
menghargai antar perbedaan setiap individu, maka anak akan
memahami bagaimana cara mengurangi suatu perbedaan yang
terjadi di lingkungannya.
b. Proses Disosiatif
1) Persaingan
Menurut Gillin22 persaingan adalah suatu proses sosial dimana
individu atau kelompok-kelompok manusia saling bersaing atau
saling berlomba untuk mencari keuntungan dengan cara menarik
perhatian publik atau dengan mempertajam prasangka yang telah
ada, tanpa mempergunakan ancaman atau kekerasan. Persaingan
terjadi jika beberapa pihak menginginkan sesuatu yang menjadi
pusat perhatian umum. Contohnya, para siswa yang bersaing untuk
mendapatkan peringkat pertama di kelasnya.
2) Pertikaian
Pertikaian menurut Soekanto23 adalah suatu proses sosial
dimana individu atau kelompok berusaha memenuhi tujuannya
dengan jalan menentang pihak lawan dengan ancaman atau
kekerasan. Pertikaian terjadi karena adanya perbedaan tertentu
dalam masyarakat.
Penyebab terjadinya pertikaian 24 yaitu:
a) Perbedaan antar-individu atau antar-kelompok
b) Perbedaan kebudayaan
c) Perbedaan antar-kepentingan
d) Perubahan sosial
Proses-proses sosial asosiatif dan disosiatif merupakan suatu
bentuk hubungan dari interaksi sosial. Ketika seseorang melakukan
proses sosial didalamnya terjadi interaksi. Proses-proses sosial dapat
22 Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012.hal.83 23 Soekanto, Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012. hal.91 24 Setiadi, Elly, M. & Kolip, Usman. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Kencana, 2011.hal.91
24
terjadi dikarenakan adanya beberapa faktor, yaitu faktor dorongan
karena saling membutuhkan, individu melakukan kerja sama dengan
orang lain karena saling membutuhkan satu sama lainnya. Faktor
lainnya yaitu dorongan untuk berkomunikasi dan bersosialisasi,
segala proses sosial yang individu lakukan dikarenakan individu
tersebut membutuhkan proses komunikasi dengan individu lainnya
dan membutuhkan proses sosialisasi juga sebagai warga masyarakat
agar diakui keberadaannya di lingkungannya. Akan tetapi, segala
proses sosial tersebut dapat menjadi terhambat dikarenakan individu
atau anak jarang berada di rumah atau di lingkungan masyarakat.
Hal ini dikarenakan anak sebagian besar waktunya dihabiskan
untuk belajar di sekolah, sehingga intensitas waktu anak untuk dapat
berinteraksi dengan lingkungannya menjadi berkurang. Padahal
pada kenyataannya bentuk hubungan interaksi yang baik
menyebabkan proses sosial tersebut berjalan dengan baik pula.
Keterampilan anak dalam berinteraksi sosial menentukan
bagaimana bentuk hubungan sosial anak dengan masyarakat. Ketika
seorang anak memiliki hubungan sosial yang baik dengan
lingkungannya, anak dapat memahami segala keadaan yang terjadi
di lingkungannya. Anak dapat bersosialisasi dengan baik dan bekerja
sama dengan masyarakat. Ketika di lingkungan tersebut sedang
mengadakan suatu kegiatan bersama, anak turut andil mengikuti
kegiatan tersebut. Ketika di lingkungannya terjadi suatu
permasalahan atau pertentangan, anak akan peduli dengan masalah
yang sedang terjadi tersebut. Seharusnya, keterbatasan waktu anak
untuk berada di rumah tidak akan menjadi masalah bagi anak untuk
bergaul dengan lingkungan sekitarnya jika anak memiliki kesadaran
untuk mau bersosialisasi dengan lingkungannya.
C. Sosialisasi
1. Pengertian Sosialisasi
Dalam kehidupan masyarakat terdapat nilai-nilai dan norma yang
harus dijalankan oleh setiap individu. Nilai-nilai dan norma sosial tersebut
25
sebagai pedoman agar kehidupan masyarakat berjalan dengan tertib. Akan
tetapi tidak semua masyarakat menjalankan nilai dan norma tersebut, hal
ini dikarenakan ketidaktahuannya karena tidak mendapatkan sosialisasi
mengenai nilai-nilai dan norma tersebut. Maka dari itu, perlu adanya
proses pengenalan nilai-nilai dan norma sosial agar masyarakat
mengetahui tatanan nilai dan norma sosial tersebut. Proses pengenalan
atau proses belajar mengenai nilai-nilai dan norma sosial dinamakan
dengan sosialisasi. Adapun pengertian sosialisasi menurut para ahli, yaitu:
a. Charlotte Buhler25 “sosialisasi adalah proses yang membantu
individu-individu untuk belajar dan menyesuaikan diri terhadap cara
hidup dan cara berpikir kelompoknya agar dia dapat berperan dan
berfungsi dalam kelompoknya”.
b. Horton dan Hunt26 “mendefinisikan sosialisasi sebagai suatu proses
dengan mana seseorang mendarahdagingkan norma-norma kelompok
dimana ia hidup sehingga timbullah diri yang unik”.
c. Soerjono Soekanto27 juga mengemukakan bahwa sosialisasi adalah
proses dimana anggota masyarakat yang baru mempelajari norma dan
nilai-nilai masyarakat dimana ia menjadi anggota.
Berdasarkan pengertian tersebut, sosialisasi bisa diartikan sebagai
bentuk proses mempelajari nilai dan norma-norma yang berlaku di
masyarakat sehingga individu dapat menyesuaikan diri dan dapat
memainkan peranannya dengan baik dalam kehidupan masyarakat.
2. Tujuan Sosialisasi
Menurut Bruce J. Cohen28 sosialisasi memiliki beberapa tujuan, yaitu:
a. Memberikan bekal keterampilan yang dibutuhkan bagi individu untuk
masa kehidupan yang akan datang.
25 Muin, Idianto. Sosiologi untuk SMA/MA Kelas X Kelompok Peminatan Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta:
Erlangga, 2013.hal-115 26 Damsar. Pengantar Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Kencana, 2011.hal.65 27 Setiadi, Elly, M. & Kolip, Usman. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Kencana, 2011.hal.156 28Setiadi, Elly, M. & Kolip, Usman, Pengantar Sosiologi. Jakarta: Kencana, 2011hal.157
26
b. Memberikan bekal kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif
dan mengembangkan kemampuan individu untuk membaca, menulis,
dan berbicara.
c. Mengendalikan fungsi-fungsi organik melalui latihan mawas diri yang
tepat.
d. Membiasakan diri individu dengan nilai dan norma yang ada di
masyarakat.
Berdasarkan tujuan sosialisasi tersebut, sosialisasi berperan sangat
penting pada setiap individu sebagai bekal individu dalam menyesuaikan
diri dengan lingkungannya dan sebagai cara agar individu dapat
berperilaku sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di masyarakat.
3. Media Sosialisasi
Sosialisasi tidak akan berjalan jika tanpa adanya peran media atau
pihak-pihak yang melakukan sosialisasi. Agen sosialisasi inilah yang
berperan dalam membentuk pengetahuan, sikap, dan perilaku agar sesuai
dengan nilai dan norma yang berlaku di masyarakat. Beberapa agen atau
media sosialisasi, yaitu:
a. Keluarga
Keluarga merupakan lembaga yang paling penting pengaruhnya
terhadap proses sosialisasi. Hal ini dikarenakan keluarga merupakan
kelompok paling utama yang mengetahui perkembangan masing-
masing anggotanya. Orang tua juga memiliki peran yang penting
untuk mendidik anak-anaknya, sehingga menimbulkan hubungan
emosional dimana hubungan tersebut sangat memerlukan adanya
proses sosialisasi.29
Peran orang tua selain mendidik anak-anaknya juga
mengajarkan nilai dan norma yang ada di masyarakat sehingga anak
dalam hidup bermasyarakat dapat mengetahui bagaimana cara
bertindak dan berperilaku sesuai dengan nilai dan norma yang
berlaku. Keluarga khususnya orang tua adalah orang pertama yang
29 Setiadi, Elly, M. & Kolip, Usman. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Kencana, 2011.hal.177
27
mengajarkan anak mengenai nilai dan norma yang ada di masyarakat.
Proses internalisasi nilai dan norma antara orang tua dan anak jika
berjalan dengan baik, maka akan baik pula proses sosialisasi anak
dengan lingkungan masyarakatnya, dan begitu juga sebaliknya.
b. Teman Sebaya (Kelompok)
Kelompok teman sebaya merupakan media sosialisasi yang
besar pengaruhnya setelah keluarga, dimana puncak pengaruh teman
sebaya yaitu pada masa remaja. Kelompok sebaya lebih banyak
peranannya dalam membentuk kepribadian seseorang. Sosialisasi
dalam kelompok sebaya dilakukan dengan cara mempelajari pola
interaksi dengan orang-orang yang seumur dengan dirinya.
Ketika mulai memasuki masa remaja awal, anak lebih banyak
berinteraksi dengan teman-teman sebayanya. Anak lebih merasa dekat
dengan teman sebayanya dibandingkan dengan keluarganya, sehingga
anak lebih ingin menceritakan keadaaan yang sedang terjadi pada
dirinya kepada teman sebayanya daripada kepada orang tuanya.
Kebanyakan anak merasa sungkan atau takut untuk menceritakan apa
yang terjadi pada dirinya kepada orang tuanya. Pada tahap awal masa
remaja ini, anak mudah sekali untuk mengikuti pengaruh yang
diberikan dari teman sebayanya. Pengaruh teman sebaya inilah yang
dikhawatirkan berdampak negatif pada perkembangan kepribadian
anak. Maka dari itu, orang tua lebih memilih anak untuk memasukkan
anaknya ke sekolah full day agar anak bisa terhindar dari pengaruh
negatif dari teman sebayanya tersebut.
c. Lembaga Pendidikan Sekolah
“Lembaga pendidikan adalah lembaga yang diciptakan oleh
pemerintah untuk mendidik anak-anak sebagai langkah untuk
mempersiapkan potensi dan kemampuan anak dalam membangun
negara”30 Di dalam lembaga pendidikan sekolah, anak bukan hanya
diajarkan untuk membaca, menulis, dan berhitung, akan tetapi anak
30 Setiadi, Elly, M. & Kolip, Usman. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Kencana, 2011.hal.178
28
juga diajarkan tentang nilai dan norma yang berlaku di sekolah
tersebut. Misalnya, anak diajarkan untuk mempunyai sikap disiplin,
seperti tepat waktu datang ke sekolah, memakai seragam dan atribut
sekolah seperti yang sudah ditentukan.
Sekolah juga mengajarkan anak untuk dapat bersosialisasi
dengan baik dengan orang-orang di sekitarnya. Anak dapat
bersosialisasi dengan baik dengan teman-temannya di sekolah,
dengan gurunya, dan dengan semua masyarakat yang ada di sekolah
tersebut. Akan tetapi, sosialisasi anak di lingkungan sekolah akan
berbeda dengan di lingkungan masyarakat. Hal ini dikarenakan waktu
anak lebih banyak berada di sekolah sehingga anak merasa lebih dekat
dengan teman-temannya di sekolah daripada di rumah apalagi di
lingkungan sekitarnya.
d. Media Massa
Media massa seperti internet, surat kabar, majalah, televisi,
radio, dan lain sebagainya dapat memberikan pengaruh yang besar
dalam menyebarluaskan suatu berita atau informasi. Melalui media
massa tersebut, setiap masyarakat dapat memberikan opininya
terhadap suatu permasalahan yang sedang diberitakan. Penayangan
acara-acara film, tontonan televisi, majalah anak-anak juga sangat
memberikan pengaruh yang besar pada proses pembentukan
kepribadian anak. Seperti contoh, apa yang diajarkan oleh keluarga
bisa jadi bertentangan dengan yang anak dapati lewat media massa.
Misalnya, didalam keluarga anak diajarkan untuk tidak boleh
merokok, tidak boleh menggunakan obat-obatan terlarang, tidak boleh
berkelahi, tetapi mereka bisa mempelajari hal yang dilarang tersebut
melalui media massa atau teman sebaya.
4. Teori Pengambilan Peran
Beberapa sosiolog mengatakan bahwa sosialisasi terkait dengan teori
mengenai peran (role theory) karena dalam proses sosialisasi diajarkan
peran-peran yang harus dijalankan oleh setiap individu.
a. Tahap-Tahap Proses Sosialisasi
29
George Herbert Mead31 mengemukakan bahwa manusia untuk
menjadi sama dengan orang lain harus melalui beberapa tahap-tahap
sosialisasi, yaitu sebagai berikut:
1) Tahap persiapan (prepatory stage)
Pada tahap perkembangan awal ini, anak mempersiapkan diri
untuk mengenal dunia sosialnya. Anak belajar mengambil
perspektif orang lain yang dianggap sesuai dengan dirinya, dan
memperoleh pemahaman tentang dirinya sendiri. Pada tahap ini,
anak mulai meniru kegiatan orang tuanya atau orang di sekitarnya
meskipun tidak sempurna. Misalnya, kata “mama” atau “papa”
yang diajarkan ibu dan ayah kepada anaknya. Kata tersebut
akhirnya dipahami oleh anak sebagai sebutan untuk orang tuanya.
2) Tahap meniru (play stage)
Pada tahap meniru ini, anak akan semakin sempurna
menirukan peran-peran yang dilakukan oleh orang-orang di
sekitarnya. Kemampuan anak untuk mengetahui peran yang
dimainkannya, dan dapat menempatkan diri pada posisi orang lain
sudah mulai terbentuk. Anak mulai menyadari apa yang dilakukan
orang tuanya dan apa yang diharapkan orang tuanya dari dirinya.
Di tahap meniru ini, anak akan mengikuti atau memainkan peran
seperti yang ia lihat, dimana anak akan mempertimbangkan peran
orang lain yang dianggap sesuai dengan kebutuhannya atau yang
sering muncul dalam hidupnya, yang dikenal dengan significant
other.
3) Tahap persiapan bertindak (game stage)
Pada tahap ini, tindakan meniru yang dilakukan anak sudah
mulai berkurang. Anak dapat memainkan perannya sendiri dengan
penuh kesadaran. Kemampuan anak untuk dapat menempatkan diri
pada posisi orang lain pun sudah mulai meningkat. Anak mulai
berinteraksi dengan teman-teman sebayanya di luar rumah. Anak
31 Muin, Idianto. Sosiologi untuk SMA/MA Kelas X Kelompok Peminatan Ilmu-Ilmu Sosial.
Jakarta: Erlangga, 2013.hal.116-118
30
juga sudah mulai mengerti mengenai nilai-nilai dan norma yang
berlaku di lingkungannya.
4) Tahap penerimaan norma kolektif (generalized other)
Pada tahap ini, anak mampu untuk mengontrol perilakunya
sendiri dan sudah dapat menempatkan dirinya dalam lingkungan
masyarakat. Anak dianggap telah dewasa, dimana anak sudah
dapat mengetahui bagaimana ia harus bersikap dan berperilaku.
Anak juga sudah menyadari mengenai pentingnya nilai dan norma
serta kemampuan bekerja sama bukan hanya dengan orang yang
berinteraksi dengannya, tetapi juga dengan orang lain yang baru
atau tidak dikenalnya.
Seperti yang telah dibahas pada sebelumnya, bahwa proses
sosialisasi adalah proses yang terjadi sepanjang hidup, dari mulai
individu lahir sampai meninggal dunia. Proses sosialisasi disebut
juga proses pengambilan peran dikarenakan dalam proses
sosialisasi diajarkan peran-peran yang harus dijalankan oleh
individu. Peran-peran tersebut dijalankan melalui empat tahapan.
Keempat tahapan tersebut mempunyai peranan dan fungsi masing-
masing. Dimulai dari tahap persiapan, tahap dimana anak
mempersiapkan diri untuk mengenal lingkungannya, kemudian
tahap meniru dan tahap persiapan bertindak dimana anak sudah
mengerti mengenai siapa dirinya dan ia mulai berhubungan dengan
orang-orang di sekitarnya selain keluarganya, dan sampai pada
tahap terakhir yaitu tahap penerimaan norma kolektif dimana anak
dianggap telah dewasa dan sudah dapat menempatkan dirinya di
masyarakat secara luas.
Tahapan-tahapan tersebut dapat berjalan dengan baik sesuai
dengan caranya, jika keluarga khususnya orang tua mengajarkan
dengan baik proses sosialisasi tersebut. Pada tahap persiapan dan
tahap meniru, keluarga berperan besar untuk mengajarkan nilai dan
norma yang harus dijalankan oleh anak. Akan tetapi, karena
kesibukan orang tua yang bekerja anak menjadi jarang berinteraksi
31
dengan keluarga khususnya dengan orang tua, sehingga proses
pengenalan nilai dan norma tersebut menjadi terhambat. Ditambah
lagi dengan anak bersekolah di sekolah full day yang
menghabiskan waktu anak untuk berada seharian penuh di sekolah
menyebabkan semakin sedikitnya waktu anak untuk berada di
rumah untuk dapat berinteraksi dengan anggota keluarganya dan
dengan masyarakat sekitarnya.
Selanjutnya, ketika memasuki tahap persiapan bertindak dan
tahap penerimaan norma kolektif, anak cenderung kurang mampu
untuk menempatkan dirinya di lingkungan masyarakat. Hal ini
dikarenakan adanya proses internalisasi nilai dan norma yang
terhambat akibat keterbatasan waktu tersebut. Padahal ketika anak
dapat mengidentifikasi dengan baik peran orang-orang di
sekitarnya, anak akan memahami peran orang-orang tersebut
sampai ia dewasa, sehingga anak akan mengerti dan mengetahui
nilai dan norma yang harus dijalankan serta tingkah laku mana
yang harus dilakukan dan tidak boleh dilakukan. Jadi, jika proses
atau tahapan sosialisasi tersebut berjalan dengan baik tanpa ada
tahapan yang terlewatkan, maka anak dapat menempatkan dirinya
dengan baik pula dan anak dapat mengerti peranannya di
lingkungan masyarakat.
D. Penelitian Terdahulu yang Relevan
1. Full-Day Kindergarten Effects on Later Academic Success
Penelitian pada jurnal internasional ini bertujuan untuk mengetahui
apakah ada perbedaan dalam prestasi akademik siswa bagi TK yang
menerapkan sistem full day yaitu sekolah sehari penuh dengan TK yang
menerapkan program regular atau sekolah setengah hari. Hasil
penelitiannya yaitu bahwa tidak ada pengaruh antara TK full day dengan TK
regular, hal itu dilihat dari standar nilai siswa pada kedua sekolah tersebut,
bahwa setiap anak baik yang bersekolah di TK full day maupun TK regular
dapat menunjukkan prestasinya masing-masing.
32
Hal ini dikarenakan setiap sekolah baik itu full day maupun reguler
mempunyai sistemnya masing-masing untuk mengembangkan prestasi
akademik setai peserta didiknya. Hanya saja sekolah full day lebih
mempunyai kelebihan dibandingkan dengan sekolah regular yaitu kegiatan
anak menjadi lebih bermanfaat karena waktu yang dihabiskan di sekolah
diisi dengan belajar tambahan dan kegiatan yang positif.
2. Studi Implementasi Sistem Full Day School Dalam Upaya Meningkatkan
Kualitas Pembelajaran di SMP Muhammadiyah 8 Surakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana implementasi
sistem full day school dapat meningkatkan kualitas pembelajaran di SMP
Muhammadiyah 8 Surakarta serta hambatan-hambatan apa saja yang
dihadapi oleh sekolah tersebut dalam pelaksaan sistem full day school di
sekolah tersebut. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dimana
teknik pengumpulan datanya menggunakan metode observasi, wawancara,
dan dokumentasi.
Hasil penelitian yang diperoleh bahwa sistem pembelajaran full day
school di SMP Muhammadiyah 8 Surakarta adalah pengintegrasian antara
kurikulum Nasional dengan muatan syariah dimana kegiatan yang
diterapkan di sekolah tersebut antara lain, yaitu meningkatkan kompetensi
peserta didik melalui penyeimbangan IQ, EQ, dan SQ siswa, meningkatkan
kompetensi tenaga pengajar dengan pengembangan kompetensi personal,
pedagogik, professional, dan sosial, juga melibatkan peran orang tua dalam
aktivitas belajar dan ibadah siswa di rumah melalui lembar monitoring, dan
bekerja sama dengan lingkungan sekitar dalam kegiatan pembelajaran yang
melibatkan siswa dalam berinteraksi sosial, seperti solat jum’at bersama,
kerja bakti, dan sebagainya, serta diimbangi dengan sarana dan prasarana
sekolah yang memadai untuk mendukung kelancaran dan keberhasilan
pelaksanaan sistem full day school tersebut.
Adapun hambatan yang terjadi dalam pelaksanaan pembelajaran
sistem full day school yaitu adanya kejenuhan siswa akibat terlalu lamanya
berada di sekolah, sehingga sekolah berupaya untuk mengurangi rasa
kejenuhan siswa dengan melaksanakan kegiatan pembelajaran yang
33
menarik dengan menggunakan model moving class dan outdoor learning
dimana kegiatan pembelajaran tidak hanya dilakukan di dalam kelas
melainkan berada di luar ruangan dan lebih menekankan kepada
pembelajaran yang bersifat menyenangkan.
34
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian campuran
(mixed methods) yang menggabungkan antara penelitian kuantitatif dengan
penelitian kualitatif. Seperti yang dikemukakan oleh Creswell32 bahwa
“penelitian metode campuran merupakan pendekatan penelitian yang
mengkombinasikan atau mengasosiasikan bentuk kualitatif dan bentuk
kuantitatif.” Jadi, mixed methods merupakan metode penelitian yang
menggabungkan penelitian kualitatif dan penelitian kuantitatif sehingga
diharapkan dapat memperoleh hasil penelitian yang lebih baik.
Model yang dipakai dalam metode penelitian campuran ini adalah
metode campuran konkuren/satu waktu (concurrent mixed methods) dengan
strategi triangulasi konkuren. bahwa: Metode campuran konkuren/satu waktu
(concurrent mixed methods) merupakan prosedur-prosedur dimana didalamnya
peneliti mempertemukan atau menyatukan data kuantitatif dan data kualitatif
untuk memperoleh analisis komprehensif atas masalah penelitian.
Dengan demikian, dalam metode ini peneliti mengumpulkan dua jenis
data penelitian pada satu waktu, kemudian menggabungkannya menjadi satu
data hasil keseluruhan. Sedangkan strategi triangulasi konkuren menurut
Creswell33 “merupakan strategi yang paling populer dalam penelitian metode
campuran dimana peneliti mengumpulkan data kuantitatif dan kualitatif dalam
satu waktu.” Jadi, dengan menggunakan strategi triangulasi konkuren dalam
penelitian ini peneliti dapat menghasilkan data yang benar-benar tervalidasi
dan hanya membutuhkan jangka waktu yang relatif sebentar karena data dapat
dikumpulkan sekaligus dalam satu waktu.
Pada dasarnya, pendekatan kualitatif dan pendekatan kuantitatif
mempunyai kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Maka jika kedua
32 Creswell, John.W. Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2013.hal.5 33 Creswell, John.W, Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2013 hal. 320
35
pendekatan ini digabungkan dapat memperoleh hasil yang lebih baik. Seperti
yang dikemukakan oleh Creswell34 “penelitian kualitatif merupakan metode
untuk mengeksplorasi dan memahami makna yang dianggap oleh individu atau
oleh sejumlah orang berasal dari suatu masalah sosial.” Jadi, pendekatan
kualitatif adalah pendekatan yang digunakan oleh peneliti dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang bersifat wawancara kepada para partisipan atau
orang yang terlibat dalam penelitian tersebut, yang kemudian data yang
diperoleh dianalisis sehingga menjadi suatu laporan akhir sebagai hasil
penelitian.
Adapun pendekatan kuantitatif menurut Creswell35 “merupakan metode-
metode untuk menguji teori-teori tertentu dengan cara meneliti hubungan
antarvariabel. Variabel-variabel ini diukur biasanya dengan instrumen-
instrumen penelitian sehingga data yang terdiri dari angka-angka dapat
dianalisis berdasarkan prosedur-prosedur statistik.” Berdasarkan pengertian
tersebut, pendekatan kuantitatif dipakai untuk menguji teori-teori tertentu
dengan cara meneliti hubungan antarvariabel. Pendekatan ini digunakan untuk
melihat pengaruh pelaksanaan full day school terhadap interaksi dan sosialisasi
anak di masyarakat. Sedangkan metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode penelitian studi deskriptif. Metode deskriptif dipilih karena
penelitian bermaksud untuk mendeskripsikan, menganalisis, dan mengambil
suatu generalisasi mengenai pengaruh pelaksanaan full day school terhadap
interaksi dan sosialisasi anak kelas VIII MTs At-Taqwa 10 Terpadu Bekasi.
Penelitian dengan metode deskriptif menurut Silalahi36 “bertujuan untuk
menggambarkan secara tepat mengenai gejala atau ciri-ciri yang berkaitan
dengan suatu populasi tertentu, estimasi atau perkiraan mengenai proporsi
populasi yang mempunyai ciri-ciri tersebut.” Jadi, penelitian dengan metode
deskriptif dilakukan untuk menganalisis dan menyajikan fakta secara akurat
mengenai pelaksanaan full day school di MTs At-Taqwa 10 Terpadu Bekasi
34 Creswell, John.W., Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013. hal. 4 35Creswell, John.W., Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2013. hal. 5 36 Silalahi, Ulber. Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT Refika Aditama, 2012. hal.29
36
dan bagaimana pengaruhnya terhadap perkembangan interaksi dan proses
sosialisasi anak dengan lingkungan sekitarnya.
B. Lokasi dan Subjek Penelitian
Lokasi dalam penelitian ini dilakukan di MTs At-Taqwa ini terletak
di Kali abang kota Bekasi. Peneliti sudah melakukan pengamatan bahwa jam
belajar di MTs At-Taqwa Terpadu 10 Bekasi ini mulai dari 07.00 – 16.00. Hal
ini yang menjadi dukungan bagi peneliti untuk melakukan penelitian melihat
hampir keseharian siswa berada di sekolah. Subjek penelitian dalam penelitian
ini adalah siswa kelas VIII MTs At-Taqwa 10 Terpadu Bekasi.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Menurut Sugiyono37 bahwa “populasi wilayah generalisasi yang
terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kuanitas dan karakteristik
tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian
ditarik kesimpulannya.” Sedangkan menurut Arikunto38 “populasi adalah
keseluruhan subjek penelitian.”
Berdasarkan pernyataan tersebut bahwa yang menjadi populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII di MTs At-Taqwa 10
Terpadu sebanyak 116 siswa
2. Sampel
Sampel menurut Sugiyono39 adalah “bagian dari jumlah dan
karakteristik yang dimiliki oleh populasi.” Sedangkan sampel menurut
Arikunto40 adalah “sebagian atau wakil populasi yang diteliti.” Jadi,
berdasarkan pengertian tersebut sampel penelitian hanya diambil dari
sebagian populasi saja untuk diteliti.
Dalam pengambilan sampel terdapat dua teknik sampling, yaitu
probability sampling dan nonprobability sampling. Pada penelitian ini
37 Sugiyono. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta, 2015.hal.25 38 Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Pendekatan Suatu Praktik. Jakarta: PT Rineka Cipta,
2010. 39 Sugiyono, Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta, 2015,.hal. 62 40 Sugiyono, Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta, 2015, hal. 174
37
menggunakan teknik sampel probability sampling, yang menurut
Sugiyono41 “probability sampling adalah teknik pengambilan sampel
yang memberikan peluang yang sama bagi setiap anggota populasi untuk
dipilih menjadi anggota sampel.” Dalam teknik sampel probability
sampling terdapat beberapa macam cara pengambilan sampel, dimana
yang digunakan dalam penelitian ini yaitu simple random sampling, yaitu
setiap anggota populasi yang ada memiliki peluang yang sama untuk
dipilih sebagai sampel penelitian. Perhitungan sampel dalam penelitian ini
menggunakan rumus:42
n =𝑁
𝑁. 𝑑2 + 1
Keterangan:
n = jumlah sampel
N = jumlah populasi
d = presisi yang ditetapkan (5%)
Dengan menggunakan rumus diatas, didapat jumlah sampel siswa
sebagai berikut:
n =𝑁
𝑁. 𝑑2 + 1
n =116
116. (0,05)2 + 1
n =116
116. 0,0025 + 1
n =116
1,29
n = 89,92 = 90
41 Sugiyono, Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta, 2015, hal.63 42 Riduwan dan Akdon. Rumus dan Data dalam Analisis Statistika. Bandung: Alfabeta, 2010,
hal.249
38
Dari perhitungan diatas, maka ukuran sampel minimal dalam
penelitian ini adalah 90 siswa/responden.
D. Variabel Penelitian
Dalam penelitian kuantitatif terdapat dua macam variabel, yaitu variabel
bebas (variabel independen) dan variabel terikat (variabel dependen). Menurut
Sugiyono43 “variabel bebas atau independen adalah variabel yang
mempengaruhi atau mejadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel
dependen (terikat). Sedangkan variabel terikat atau dependen merupakan
variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel
bebas.”
Dalam penelitian ini peneliti menetapkan pelaksanaan full day school
sebagai variabel bebas (X) dan interaksi sosial (Y1) serta sosialisasi anak
sebagai variabel terikat (Y2). Dengan diuraikan sebagai berikut:
Variabel X: pelaksanaan full day school
Variabel Y1: interaksi sosial anak di masyarakat
Variabel Y2: sosialisasi anak di masyarakat
E. Instrumen Penelitian
Untuk mengetahui pengaruh pelaksanaan full day school terhadap
interaksi sosial dan proses sosialisasi anak di lingkungan masyarakat, maka
peneliti membutuhkan instrumen penelitian agar mendapatkan hasil penelitian
sesuai dengan tujuan yang diharapkan. “Instrumen penelitian menurut
Sugiyono44 digunakan untuk mengukur variabel yang akan diteliti.” Dalam
penelitian ini terdapat dua variabel yaitu pelaksanaan full day school sebagai
variabel bebas (X) dan interaksi sosial (Y1) serta sosialisasi anak sebagai
variabel terikat (Y2).
Karena penelitian ini menggunakan mixed methods maka alat
pengumpulan datanya menggunakan pendekatan kuantitatif dan pendekatan
kualitatif. Untuk pendekatan kuantitatif teknik pengumpulan datanya
menggunakan angket atau kuesioner, sedangkan untuk pendekatan kualitatif
43 Sugiyono. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta, 2015.hal.4 44 Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta, 2012.hal.105
39
alat pengumpulan datanya menggunakan wawancara dan observasi. Dalam
penelitian ini instrumen yang digunakan antara lain, yaitu:
1. Instrumen/Alat Pengumpulan Data
a. Angket atau Kuesioner
Menurut Sugiyono45 “kuesioner merupakan teknik pengumpulan
data yang dilakukan dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan
atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab.” Jadi, angket
atau kuesioner adalah alat pengumpul data yang berisikan pertanyaan-
pertanyaan yang diberikan kepada responden yang menyangkut hal-hal
dalam masalah penelitian guna memperoleh jawaban sebagai hasil dari
sebuah penelitian.
Dalam penelitian ini, peneliti memilih teknik pengumpulan
datanya dengan menggunakan angket atau kuesioner untuk
memudahkan peneliti dalam mengumpulkan informasi dan jawaban
dalam bentuk kuantitatif serta agar dapat memperoleh hasil yang akurat
dan lengkap mengenai perkembangan interaksi dan sosialisasi anak.
Sasaran dalam penyebaran angket ini adalah siswa yang sudah terpilih
menjadi sampel yang dianggap dapat mewakili jawaban dari
keseluruhan objek penelitian.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan angket tertutup yang
jawabannya telah disediakan oleh peneliti sehingga responden hanya
tinggal memilih jawaban yang sesuai dengan pilihan responden. Dalam
penelitian ini, peneliti juga menggunakan skala pengukuran Likert yang
didalamya digunakan untuk mengukur pendapat seseorang terhadap
suatu fenomena sosial. Menurut Riduwan dan Akdon46 bahwa, “skala
Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi
seseorang atau sekelompok tentang kejadian atau gejala sosial,
kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk
menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pernyataan atau
45 Sugiyono. Metode Penelitian Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta,
2009.hal.199 46 Riduwan dan Akdon. Rumus dan Data dalam Analisis Statistika. Bandung: Alfabeta,
2010.hal.16
40
pertanyaan.” Jadi, dengan menggunakan skala Likert peneliti akan
mengukur pendapat siswa tentang pengaruh pelaksanaan full day school
terhadap interaksi dan sosialiasi mereka di lingkungan rumahnya. Skala
Likert yang digunakan adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1
Skala Likert
Alternatif Jawaban Variabel Bobot
Sangat Setuju/Selalu/Sangat Positif 4
Setuju/Sering/Positif 3
Ragu-Ragu/Kadang-Kadang/Netral 2
Sangat Tidak Setuju/Tidak Pernah/Sangat Negatif 1
(Sumber: Sugiyono,47)
b. Wawancara
Sugiyono48 mengemukakan bahwa wawancara digunakan
sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan
studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti,
dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang
lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit/kecil.
Berdasarkan pengertian tersebut, peneliti menggunakan teknik
wawancara untuk mendapatkan informasi yang lebih mendalam
mengenai masalah yang diteliti dengan cara mengajukan beberapa
pertanyaan secara lisan dan langsung dijawab oleh responden secara
lisan pula. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan wawancara
sistematik dimana peneliti menyiapkan pedoman wawancara terlebih
dahulu sebelum melakukan wawancara terhadap responden. Jadi,
peneliti sudah menyiapkan pertanyaan-pertanyaan tertulis yang
47 Sugiyono. Metode Penelitian Kombinasi. Bandung: Alfabeta, 2012.hal.94 48 Sugiyono. Metode Penelitian Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta,
2009.hal.194
41
nantinya akan ditanyakan kepada responden ketika berada di lapangan
agar memudahkan peneliti untuk memperoleh data sesuai dengan yang
diinginkan dan dapat memperkuat data dari pendekatan kuantitatif yang
dilakukan pada sebelumnya.
c. Observasi
Menurut Riduwan49 “observasi yaitu melakukan pengamatan
secara langsung ke objek penelitian untuk melihat dari dekat kegiatan
yang dilakukan”. Berdasarkan pengertian tersebut, observasi berarti
suatu teknik pengumpulan data dalam suatu penelitian dengan cara
melihat dan ikut serta langsung dalam suatu kegiatan yang dilakukan
yang berhubungan dengan masalah penelitian yang sedang diteliti.
Alasan peneliti memilih teknik pengumpulan data dengan
observasi yaitu agar dapat memperoleh data atau informasi dari objek
penelitian yang tidak bisa didapatkan dengan angket dan wawancara.
Dengan observasi, peneliti dapat mengetahui keadaan yang sebenarnya
terjadi di lapangan dan dapat berbaur langsung dengan objek penelitian
sehingga data atau informasi yang didapat lebih jelas dan lebih akurat.
d. Dokumentasi
Teknik pengumpulan data dengan dokumentasi menurut Usman
dan Akbar50 “adalah teknik pengumpulan data yang diperoleh melalui
dokumen-dokumen.” Begitu pula menurut Riduwan51 mengatakan
bahwa “dokumentasi adalah ditujukan untuk memperoleh data
langsung dari tempat penelitian, meliputi buku-buku yang relevan,
peraturan-peraturan, laporan kegiatan, foto-foto, film dokumenter, dan
data penelitian yang relevan.” Jadi, teknik pengumpulan data dengan
dokumentasi adalah teknik pengumpulan data dengan mencari data
langsung di lapangan dimana data yang diperoleh yaitu berupa
dokumen-dokumen atau foto-foto yang mendukung penelitian.
49 Riduwan. Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Peneliti Pemula. Bandung:
Alfabeta, 2012.hal.76 50 Usman dan Akbar. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara, 2009.hal.69 51 Riduwa, Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Peneliti Pemula. Bandung:
Alfabeta, 2012.hal.77
42
Teknik pengumpulan data ini digunakan untuk mendapatkan
data-data seperti dokumen-dokumen yang akan menguatkan penelitian
ini dan foto-foto sebagai bukti otentik dari lapangan. Dengan
dokumentasi, peneliti dapat melengkapi data yang diperoleh dalam
menganalisis tentang pengaruh pelaksanaan full day school terhadap
proses interaksi dan proses sosialiasi anak di lingkungan masyarakat.
2. Proses Pengembangan Instrumen
a. Uji Validitas
Sebuah instrumen bisa dikatakan baik dan layak apabila
memenuhi persyaratan valid dan reliabel. Oleh karena itu sebelum
digunakan instrumen akan diuji coba terlebih dahulu melalui validasi
instrumen supaya instrumen yang digunakan bisa mengukur apa yang
harus diukur. Untuk mengukur validitas dari sebuah instrumen maka
dibutuhkan rumus, rumus yang digunakan oleh peneliti adalah rumus
spearman karena data penelitian ini menggunakan skala ordinal. Rumus
yang digunakan adalah sebagai berikut:
𝑟𝑠 = 16(∑ 𝑑²)
𝑛(𝑛2 − 1)
Dimana: ∑ 𝑑² = ∑[Rx − Ry ]²
𝑟𝑠 = koefisien korelasi
d = beda/selisih ranking x dan y
Rx/y = ranking
N = jumlah responden
Apabila telah diketahui nilai validitas, selanjutnya nilai validitas
𝑟𝑠 dari kedua intrumen dibandingkan dengan nilai 𝑟𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙. Adapun
kaidah keputusan suatu intrumen dinyatakan valid atau tidak, yaitu:
𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 berarti valid, sebaliknya
𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔< 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 berarti tidak valid
43
Jika instrumen itu valid, maka dilihat dari kriteria penafsiran
mengenai indeks korelasinya (r) seperti menurut Riduwan dan Akdon52
diantaranya sebagai berikut:
Antara 0,800 sampai dengan 1,000: sangat tinggi
Antara 0,600 sampai dengan 0,799: tinggi
Antara 0,400 sampai dengan 0,599: cukup tinggi
Antara 0,200 sampai dengan 0,399: rendah
Antara 0,000 sampai dengan 0,199: sangat rendah (tidak valid)
Pengujian validitas dilakukan terhadap 30 item angket
pelaksanaan full day school, 42 item angket interaksi sosial, dan 24 item
angket proses sosialisasi dengan jumlah subjek 60 orang siswa.
Sebelum melakukan penelitian, peneliti harus menetapkan butir-butir
soal yang akan dipakai untuk mengetahui sebuah informasi di lapangan,
butir-butir soal tersebut dibuat berdasarkan indikator yang telah
ditetapkan oleh peneliti dalam kisi-kisi penelitian, adapun kisi-kisi
penelitian yang diuraikan dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 3.2
Kisi-Kisi Instrumen Penelitian Angket (Sebelum Uji Validitas)
Variabel Indikator Sub Indikator Instrumen No Angket
Pelaksanaan
Full Day
School (X)
1. Kegiatan
full day
school
a. Kegiatan
pembelajaran
Angket 1-6
b. Kegiatan
keagamaan
Angket 7-12
c. Kepribadian
siswa
Angket 13-18
d. Ekstrakulikuler Angket 19-24
e. Kebiasaan (sikap,
pola, dan tingkah
laku siswa)
Angket 25-30
52 Riduwan dan Akdon. Rumus dan Data dalam Analisis Statistika. Bandung: Alfabeta,
2010.hal.124
44
Interaksi
Sosial Anak
di Masyarakat
(Y1)
1. Interaksi
sederhana
a. Komunikasi Angket 31-36
b. Intensitas waktu Angket 37-42
2. Proses
asosiatif
a. Kerjasama Angket 43-48
b. Akomodasi Angket 49-54
c. Asimilasi Angket 55-60
3. Proses
disosiatif
a. Persaingan Angket 61-66
b. Pertikaian Angket 67-72
Sosialisasi
Anak di
Masyarakat
(Y2)
1. Proses
sosialisasi
a. Tahap persiapan Angket 73-78
b. Tahap meniru Angket 79-84
c. Tahap persiapan
bertindak
Angket 85-90
d. Tahap
penerimaan
norma kolektif
Angket 91-96
Tabel 3.3
Hasil Uji Validitas Angket Pelaksanaan Full Day School
No Item r hitung r table Keterangan
1. 0.052 0,254 Tidak Valid
2. 0.355 0,254 Valid
3. 0.218 0,254 Tidak Valid
4. 0.357 0,254 Valid
5. 0.421 0,254 Valid
45
6. 0.147 0,254 Tidak Valid
7. 0.216 0,254 Tidak Valid
8. 0.254 0,254 Valid
9. 0.057 0,254 Tidak Valid
10. 0.405 0,254 Valid
11. 0.356 0,254 Valid
12. 0.402 0,254 Valid
13. 0.329 0,254 Valid
14. 0.298 0,254 Valid
15. 0.304 0,254 Valid
16. 0.358 0,254 Valid
17. 0.462 0,254 Valid
18. 0.326 0,254 Valid
19. 0.264 0,254 Valid
20. 0.218 0,254 Tidak Valid
21. 0.262 0,254 Valid
22. 0.386 0,254 Valid
23. 0.298 0,254 Valid
24. 0.232 0,254 Tidak Valid
25. 0.224 0,254 Tidak Valid
26. 0.276 0,254 Valid
46
27. 0.172 0,254 Tidak Valid
28. 0.387 0,254 Valid
29. 0.400 0,254 Valid
30. 0.152 0,254 Tidak Valid
Sumber: Diolah Peneliti 2019
Tabel 3.4
Keterangan Hasil Uji Validitas Angket Pelaksanaan Full Day
School
Keterangan No. Item Jumlah
Valid 2, 4, 5, 8, 10, 11, 12, 13, 14,
15, 16, 17, 18, 19, 21, 22,
23, 26, 28, 29
20
Tidak Valid 1, 3, 6, 7, 9, 20, 24, 25, 27,
30
10
Sumber: Diolah Peneliti 2019
Tabel 3.5
Hasil Uji Validitas Angket Interaksi Sosial
No Item r hitung r tabel Keterangan
31. 0.298 0,254 Valid
32. 0.439 0,254 Valid
33. 0.511 0,254 Valid
34. 0.214 0,254 Tidak Valid
35. 0.197 0,254 Tidak Valid
36. 0.516 0,254 Valid
47
37. -0.061 0,254 Tidak Valid
38. 0.192 0,254 Tidak Valid
39. 0.404 0,254 Valid
40. -0.120 0,254 Tidak Valid
41. 0.154 0,254 Tidak Valid
42. 0.513 0,254 Valid
43. 0.332 0,254 Valid
44. 0.346 0,254 Valid
45. 0.269 0,254 Valid
46. 0.503 0,254 Valid
47. 0.050 0,254 Tidak Valid
48. 0.577 0,254 Valid
49. 0.150 0,254 Tidak Valid
50. 0.411 0,254 Valid
51. 0.224 0,254 Tidak Valid
52. 0.483 0,254 Valid
53. 0.179 0,254 Tidak Valid
54. 0.308 0,254 Valid
55. 0.363 0,254 Valid
56. 0.348 0,254 Valid
57. 0.502 0,254 Valid
48
58. 0.389 0,254 Valid
59. 0.411 0,254 Valid
60. 0.404 0,254 Valid
61. -0.057 0,254 Tidak Valid
62. 0.195 0,254 Tidak Valid
63. 0.421 0,254 Valid
64. 0.391 0,254 Valid
65. 0.588 0,254 Valid
66. 0.115 0,254 Tidak Valid
67. 0.289 0,254 Valid
68. 0.291 0,254 Valid
69. 0.356 0,254 Valid
70. 0.397 0,254 Valid
71. 0.261 0,254 Valid
72. 0.299 0,254 Valid
Sumber: Diolah Peneliti 2019
Tabel 3.6
Keterangan Hasil Uji Validitas Angket Interaksi Sosial
Keterangan No. Item Jumlah
Valid 31, 32, 33, 36, 39, 42, 43,
44, 45, 46, 48, 50, 52, 54,
55, 56, 57, 58, 59, 60, 63,
64, 65, 67, 68, 69, 70, 71, 72
29
49
Tidak Valid 34, 35, 37, 38, 40, 41, 47,
49, 51, 53, 61, 62, 66
13
Sumber: Diolah Peneliti 2019
Tabel 3.7
Hasil Uji Validitas Angket Proses Sosialisasi
No Item r hitung r table Keterangan
73. 0.487 0,254 Valid
74. 0.275 0,254 Valid
75. 0.408 0,254 Valid
76. 0.104 0,254 Tidak Valid
77. -0.032 0,254 Tidak Valid
78. 0.069 0,254 Tidak Valid
79. 0.630 0,254 Valid
80. 0.450 0,254 Valid
81. -0.253 0,254 Tidak Valid
82. 0.311 0,254 Valid
83. 0.112 0,254 Tidak Valid
84. 0.305 0,254 Valid
85. 0.568 0,254 Valid
86. -0.091 0,254 Tidak Valid
87. 0.566 0,254 Valid
88. 0.212 0,254 Tidak Valid
50
89. 0.137 0,254 Tidak Valid
90. 0.073 0,254 Tidak Valid
91. 0.145 0,254 Tidak Valid
92. 0.579 0,254 Valid
93. 0.432 0,254 Valid
94. 0.055 0,254 Tidak Valid
95. 0.379 0,254 Valid
96. 0.285 0,254 Valid
Sumber: Diolah Peneliti 2019
Tabel 3.8
Keterangan Hasil Uji Validitas Angket Proses Sosialisasi
Keterangan No. Item Jumlah
Valid 73, 74, 75, 79, 80, 82, 84,
85, 87, 92, 93, 95, 96
13
Tidak Valid 76, 77, 78, 81, 83, 86, 88,
89, 90, 91, 94
11
Sumber: Diolah Peneliti 2019
Pada saat perhitungan validitas angket yang berjumlah 96 butir
soal, peneliti menemukan 34 butir soal yang tidak valid. Data yang tidak
valid tersebut tidak diikutsertakan dalam analisis data selanjutnya
karena sudah terwakili dengan butir soal lainnya, sehingga hanya
menggunakan 62 butir soal yang valid. Berikut kisi-kisi instrumen
angket setelah uji validitas:
51
Tabel 3.9
Kisi-Kisi Instrumen Penelitian Angket (Sesudah Uji Validitas)
Variabel Indikator Sub Indikator Instrumen No Angket
Pelaksanaan
Full Day
School (X)
1. Kegiatan
full day
school
a. Kegiatan
pembelajaran
Angket 1-3
b. Kegiatan
keagamaan
Angket 4-7
c. Kepribadian siswa Angket 8-13
d. Ekstrakulikuler Angket 14-17
e. Kebiasaan (sikap,
pola, dan tingkah
laku siswa)
Angket 18-20
Interaksi
Sosial Anak di
Masyarakat
(Y1)
1. Interaksi
sederhana
a. Komunikasi Angket 21-24
b. Intensitas waktu Angket 25-26
2. Proses
asosiatif
a. Kerjasama Angket 27-31
b. Akomodasi Angket 32-34
c. Asimilasi Angket 35-40
3. Proses
disosiatif
a. Persaingan Angket 41-43
b. Pertikaian Angket 44-49
Sosialisasi
Anak di
Masyarakat
(Y2)
1. Proses
sosialisasi
a. Tahap persiapan Angket 50-52
b. Tahap meniru Angket 53-56
c. Tahap persiapan
bertindak
Angket 57-58
d. Tahap penerimaan
norma kolektif
Angket 59-62
52
b. Uji Reliabilitas
Menurut Riduwan53 “metode mencari reliabilitas yaitu dengan
menganalisis reliabilitas alat ukur dari satu kali pengukuran”. Rumus
yang digunakan dalam uji reliabilitas ini adalah rumus Alpha54
r11 = (𝑘
𝑘 − 1) . (1 −
𝜎²𝑡
𝜎²𝑡
)
Keterangan:
r11 : Uji reliabilitas instrumen
∑ 𝜎²𝑡 : Jumlah varians skor tiap-tiap item
𝜎²𝑡 : Varians total
k : Jumlah item55
Untuk menyatakan kriteria reliabilitas, besar koefisien reliabilitas
diinterprestasikan sebagai berikut:
Tabel 3. 10
Kriteria Reliabilitas
Angka Keterangan
0,81 - 1,00 Sangat tinggi
0,61 - 0,80 Tinggi
0,41 - 0,60 Sedang
0,21 - 0,40 Rendah
0,00 - 0,20 Sangat rendah
53 Riduwan. Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Peneliti Pemula. Bandung:
Alfabeta, 2012.hal.196 54 Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Pendekatan Suatu Praktik. Jakarta: PT Rineka Cipta,
2012.hal.239 55 Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Pendekatan Suatu Praktik. Jakarta: PT Rineka Cipta,
2010.
hal.239
53
Sumber: Arikunto56
Kuisioner dinyatakan reliabel jika mempunyai nilai koefisien
Alpha yang lebih besar dari 0,6.
Keputusan dengan membandingkan r11 dengan rtabel
Kaidah keputusan: jika t11 > ttabel berarti reliabel
t11 < ttabel berarti tidak reliabel
Berdasarkan perhitungan reliabilitas dengan menggunakan
bantuan program Microsoft Excel, maka diperoleh nilai reliabilitas
0,727 dan angket tersebut memiliki tingkat reliabilitas tinggi.
F. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian merupakan langkah atau tahapan yang dilakukan oleh
peneliti dalam melaksanakan penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti
mengelompokkan kedalam tiga tahapan, yaitu sebagai berikut:
a. Tahap Pra-Penelitian
Pada tahapan ini, peneliti mengidentifikasi isu, masalah, dan
fenomena yang menarik yang sedang terjadi untuk diangkat menjadi
masalah penelitian. Kemudian peneliti merumuskan masalah dan
membuat sejumlah pertanyaan, serta mempertimbangkan manfaat dari
penelitian yang akan dilakukan. Selanjutnya peneliti melakukan studi
pendahuluan ke sekolah yang akan dijadikan tempat penelitian untuk
mencari informasi dan data yang relevan mengenai penelitian, seperti
jumlah siswa untuk menentukan siapa yang akan menjadi subjek
penelitian. Pada tahap ini, peneliti juga menentukan desain penelitian,
populasi, sampel teknik analisis data, dan pengujian intrumen.
b. Tahap Penelitian
Pada tahap ini, peneliti mengumpulkan data yang sesuai untuk
menjawab rumusan masalah yang telah disusun dengan mempersiapkan
instrumen sebagai alat ukur. Pada awal pelaksanaan, peneliti menyebarkan
angket kepada responden kemudian melakukan wawancara kepada
56 Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Pendekatan Suatu Praktik. Jakarta: PT Rineka Cipta,
2010.hal.319
54
beberapa guru dan orang tua, serta melakukan observasi untuk melengkapi
data penelitian.
c. Tahap Pengolahan Data
Tahap ini adalah tahap terakhir dalam melakukan penelitian. Setelah
peneliti mendapatkan data dari penelitian di lapangan, kemudian peneliti
mengolah data, menganalisis, dan mendeskripsikan hasil penelitian.
Setelah mendapatkan hasil penelitian, peneliti memberikan kesimpulan
yang diambil dari hasil penelitian dan memberikan rekomendasi serta sar
Tahapan dalam penelitian ini secara lebih jelas terlihat pada bagan
berikut:
Bagan 3.2: Tahap-Tahap Penelitian
Tahap Pra-Penelitian
Mengidentifikasi Masalah Studi Pendahuluan Merumuskan Masalah
Tahap Penelitian
Menyebarkan Angket Wawancara Observasi Dokumentasi
Tahap Pengolahan Data
Analisis Data
Deskripsi Hasil Penelitian Menarik Kesimpulan
55
G. Analisis Data
Dalam penelitian ini karena menggunakan pendekatan campuran
(mixed methods), maka peneliti menggunakan dua analisis data, yaitu analisis
data kuantitatif dan analisis data kualitatif. Kedua analisis data ini memiliki
fungsi yang berbeda, dimana analisis data kuantitatif untuk mengitung uji
korelasi dari dua variabel sedangkan analisis data kualitatif yaitu untuk
menyusun data secara sistematis yang diperoleh dari hasil wawancara,
observasi, dan dokumentasi di lapangan.
1. Analisis Data Kuantitatif
Menurut oleh Creswell57 analisis data kuantitatif harus disajikan
dalam bentuk langkah-langkah. Langkah-langkah tersebut adalah sebagai
berikut:
Langkah 1 : Sajikan informasi tentang jumlah sampel. Informasi ini bisa
dirancang dalam bentuk tabel yang berisi angka-angka dan
persentase-persentase.
Langkah 2 : Jelaskan metode-metode yang sekiranya dapat mengidentif
ikasi respon bias.
Langkah 3 : Lakukan analisis data secara deskriptif terhadap variabel
bebas dan variabel terikat dalam penelitian.
Langkah 4 : Gunakanlah prosedur statistik untuk proses pengembangan
instrumen.
Langkah 5 : Gunakanlah statistik atau program statistik komputer untuk
menguji rumusan masalah.
Langkah 6 : Langkah terakhir dalam proses analisis data adalah
menyajikan hasil survei dalam bentuk tabel atau gambar,
kemudian menginterpretasikan hasil statistik.
Dalam penelitian kuantitatif, peneliti juga menggunakan analisis
statistik deskriptif. Menurut Sugiyono58 “Statistik deskriptif adalah
statistik yang digunakan untuk menggambarkan atau menganalisis suatu
57 Creswell, John.W. Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2013.hal.226 58 Sugiyono. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta, 2015.hal.21
56
statistik hasil penelitian, tetapi tidak digunakan untuk membuat
kesimpulan yang lebih luas”. Analisis data secara deskriptif disini
menggunakan analisis statistik kuantitatif diantaranya:
a. Perhitungan Persentase
Dengan menggunakan rumus: 59
P = f x 100%
n
Keterangan
P : Besaran persentase
f : Frekuensi jawaban
n : Jumlah total responden
100% : Bilangan konstan
Hasil perhitungan dari rumus tersebut kemudian diselaraskan
dengan kriteria penafsiran nilai prosentase yang telah memiliki
ketetapan sebagai berikut:
Tabel 3.11
Kriteria Penilaian Persentase/skor
Persentase Kriteria
100% Seluruhnya
75% – 95% Sebagian besar
51% - 74% Lebih besar dari setengahnya
50% Setengahnya
25% - 49% Kurang dari setengahnya
1% - 24% Sebagian kecil
0% Tidak ada/tak seorangpun
59 Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta, 2012.hal.95
57
Sumber: Effendi dan Manning60
b. Statistika Inferensial
Statistika inferensial digunakan untuk menjawab permasalahan
ketiga, yaitu seberapa besar pengaruh pelaksanaan full day school
terhadap interaksi sosial dan sosialisasi anak di lingkungan
masyarakat. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan statistika
nonparametric atau statistika yang bebas persyaratan.
1) Uji Korelasi
Dalam penelitian ini karena jenis data yang digunakan yaitu
ordinal, maka teknik korelasinya adalah korelasi Rank Spearman.
Rumus korelasi Rank Spearman yang digunakan menurut Riduwan
dan Akdon61 ialah sebagai berikut:
𝑟𝑠 = 16(∑ 𝑑²)
𝑛(𝑛2 − 1)
Dimana: ∑ 𝑑² = ∑[Rx − Ry ]²
𝑟𝑠 = koefisien korelasi
d = beda/selisih ranking x dan y
Rx/y = ranking
N = jumlah responden
Untuk bisa menentukan besarnya koefisien korelasi, peneliti
melihat pedoman sehingga bisa memberikan interpretasi terhadap
kuat lemahnya suatu hubungan dengan melihat hasil dari
perhitungan korelasi
60 Effendi, Tadjoeddin N. dan Manning, Chris. Urbanisasi, Pengangguran, dan Sektor Informal di
Kota. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1991.hal.77
61 Riduwan dan Akdon. Rumus dan Data dalam Analisis Statistika. Bandung: Alfabeta, 2010.hal.74
58
Tabel 3.12
Interpretasi Besarnya Koefisien Korelasi
Interval Koefisien Tingkat Hubungan
0, 00 – 0, 199 Sangat Rendah
0, 200 – 0, 399 Rendah
0, 400 – 0, 599 Sedang
0, 600 – 0,799 Kuat
0, 800 – 1, 000 Sangat Kuat
Sumber: Sugiyono62
2) Pengujian hipotesis
Setelah diperoleh nilai koefisien korelasi, langkah selanjutnya
adalah uji hipotesis. Adapun hipotesis pada penelitian ini, yaitu:
𝐻0 : 𝜌 = 0, tidak ada pengaruh antara pelaksanaan full day school
terhadap interaksi sosial dan sosialisasi anak di lingkungan
masyarakat
𝐻𝑎 : 𝜌 ≠ 0, ada pengaruh antara pelaksanaan full day school
terhadap interaksi sosial dan sosialisasi anak di lingkungan
masyarakat
Pada penelitian ini, α yang ditetapkan peneliti adalah sebesar
5% atau 0,05, dengan derajat kebebasan n-2. Statistik ujinya 𝑟𝑠 dan
kriteria uji menggunakan tabel nilai kritis untuk uji korelasi rank
spearman. Adapun rumus statistik uji t, yaitu:
𝑡 =𝑟𝑠√𝑛 − 2
√1 − 𝑟𝑠²
Dimana:
t = nilai uji t
62 Sugiyono. Metode Penelitian Kombinasi. Bandung: Alfabeta, 2012.hal.250
59
𝑟𝑠 = koefisien korelasi
N = jumlah responden
Menurut Creswell63 kriteria diterima atau ditolaknya hipotesis
yaitu:
Terima 𝐻0 jika 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 atau sig. > 0,05
Tolak 𝐻0 jika 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔< 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 sig. < 0,05
3) Koefisien Determinasi
Dalam penelitian pasti terdapat variabel dan jika penelitian
itu menggunakan metode kuantitatif yang memiliki lebih dari satu
variabel maka harus menganalisis hubungan antar dua variabel,
dalam menganalisis membutuhkan skala pengukuran, dalam
penelitian ini menggunakan koefisien determinasi. Adapun
perhitungannya adalah dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:64
KD = r² x 100%
Keterangan:
KD : koefisien determinasi
r : koefisien korelasi
100 : bilangan tetap
2. Analisis Data Kualitatif
Miles dan Huberman dalam Sugiyono65 mengemukakan bahwa
aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan
berlangsung secara terus menerus sampai tuntas. Aktivitas dalam analisis
63 Creswell, John.W. Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2013.hal.120 64 Furqon. Statistika Terapan untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta, 2011.hal.100
65 Sugiyono. Metode Penelitian Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta,
2009.hal.337
60
data, yaitu data reduction, data display, dan conclusion
drawing/verification.
a. Data Reduction (reduksi data)
Reduksi data adalah proses analisis yang dilakukan untuk
menajamkan, menggolongkan, mengarahkan hasil penelitian dengan
menfokuskan pada hal-hal yang dianggap penting oleh peneliti,
dengan kata lain reduksi data bertujuan untuk memperoleh
pemahaman-pemahaman terhadap data yang telah terkumpul dari
hasil catatan lapangan dengan cara merangkum mengklasifikasikan
sesuai masalah dan aspek-aspek permasalahan yang diteliti.
Seluruh data yang diperoleh peneliti melalui studi dokumentasi,
observasi dan wawancara diklasifikasikan berdasarkan kategori-
kategori yang relevan dengan permasalahan peneliti yaitu proses
interaksi dan sosialisasi anak di masyarakat. Kategorisasi tersebut
menggunakan teknik koding.
b. Data Display (penyajian data)
Penyajian data (data display) adalah sekumpulan informasi
tersusun yang akan memberikan gambaran penelitian secara
menyeluruh dengan kata lain menyajikan data secara terperinci dan
menyeluruh dengan mencari pola hubungannya.
Penyajian data yang disusun secara singkat, jelas dan
terperinci namun menyeluruh akan memudahkan dalam memahami
gambaran-gambaran terhadap aspek-aspek yang diteliti baik secara
keseluruhan maupun bagian demi bagian. Penyajian data selanjutnya
disajikan dalam bentuk uraian atau laporan sesuai dengan data hasil
penelitian yang diperoleh.
c. Conclusion Drawing Verification
Conclusion drawing verification merupakan upaya untuk
mencari arti, makna, penjelasan yang dilakukan terhadap data-data
yang telah dianalisis dengan mencari hal-hal penting. Kesimpulan ini
disusun dalam bentuk pernyataan singkat dan mudah dengan mengacu
kepada tujuan penelitian.
61
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Profil MTs Attaqwa 10 Terpadu Bekasi
MTs Attaqwa 10 Terpadu Bekasi adalah lembaga pendidikan yang
berdiri sejak tahun 1992 yang terletak di Rawa Silam Kaliabang Tengah
Bekasi, MTs Attaqwa 10 Terpadu Bekasi mengintegrasikan kurikulum
Diknas dengan Al Qur’an dan Hadits, dimana tahfidz Al Qur’an menjadi
basic utama dan menjadikan bahasa Inggris dan bahasa Arab sebagai
budaya. Proses kegiatan belajar mengajar selama lima hari dari pukul 07.00-
16.00 (full day school) dilaksanakan dengan model pembinaan yang
terkontrol (Controlled Guiding Model).
2. Karakteristik Responden
Responden pada penelitian ini berjumlah 90 orang yang merupakan
sampel penelitian. Teknik yang digunakan dalam mengambil sampel adalah
probability sampling yang mengambil beberapa siswa dari masing-masing
kelas berdasarkan jenis kelaminnya, sebagaimana dipaparkan sebagai
berikut:
Tabel 4.1
Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Kelas Jenis
Kelamin Frekuensi Prosentase
8.1 L 22 24,4%
8.2 L 23 25,6%
8.3 P 23 25,6%
8.4 P 22 24,4%
Jumlah 90 100%
Sumber: Diolah Peneliti 2019
62
B. Temuan
1. Hasil Penelitian Kuantitatif
Data penelitian ini merupakan hasil jawaban responden dalam mengisi
angket penelitian yang disebarkan. Pada bagian ini peneliti akan
memaparkan hasil dari penelitian di lapangan mengenai pengaruh
pelaksanaan full day school terhadap interaksi sosial dan sosialisasi anak di
lingkungan masyarakat yang terbagi kedalam beberapa aspek, diantaranya
yaitu:
a. Kegiatan Pembelajaran Full Day School di MTs Attaqwa 10
Terpadu Bekasi
Dibawah ini akan dipaparkan perhitungan statistik mengenai aspek
kegiatan pembelajaran full day school di MTs Attaqwa 10 Terpadu
Bekasi, yang berdasarkan dengan perhitungan statistik uji mean dan
standar deviation dengan menggunakan software SPSS 20. Hasil
perhitungannya sebagai berikut:
Tabel 4.2
Perhitungan Statistik Kegiatan Pembelajaran Full Day School
Descriptive Statistics
Kegiatan Pembelajaran
N Valid 90
Missing 0
Mean 9.83
Median 10.00
Std. Deviation 1.084
Minimum 7
Maximum 12
Sumber: Diolah Peneliti 2019
Dari tabel diatas, diketahui bahwa skor mean yang diperoleh dari
aspek kegiatan pembelajaran adalah sebesar 9,83, standar deviation
sebesar 1,08, nilai maksimum 12, dan nilai minimum 7. Adapun untuk
menentukan kategori baik, cukup baik, dan kurang baik yaitu dengan
menggunakan perhitungan statistik:
Nilai maksimum = 12
Nilai minimum = 7
63
Range 12 – 7 = 5
Interval 5 : 3 = 1,6
Berdasarkan perhitungan statistik tersebut, maka diperoleh hasil
pengkategorian aspek kegiatan pembelajaran full day school dari hasil
keseluruhan jawaban responden, sebagai berikut:
Tabel 4.3
Interval Pengkategorian Kegiatan Pembelajaran Full Day School
Batas Kategori
7 – 8,6 Kurang Baik
8,7 – 10,3 Cukup Baik
10,4 – 12 Baik
Sumber: Diolah Peneliti 2019
Selanjutnya, jawaban responden terhadap aspek kegiatan
pembelajaran full day school diklasifikasikan berdasarkan perhitungan
frekuensi dan prosentase dengan menggunakan SPSS 20 dan hasilnya
dapat dilihat dalam tabel berikut ini:
Tabel 4.4
Kategorisasi Kegiatan Pembelajaran Full Day School
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Baik 29 32.2 32.2 32.2
Cukup Baik 54 60.0 60.0 92.2
Kurang Baik 7 7.8 7.8 100.0
Total 90 100.0 100.0
Sumber: Diolah Peneliti 2019
Jika digambarkan dengan diagram, maka gambaran umum
mengenai kegiatan pembelajaran full day school di MTs Attaqwa 10
Terpadu Bekasi adalah sebagai berikut:
64
Diagram 4.1
Tanggapan Responden Tentang Kegiatan Pembelajaran Full Day
School
Berdasarkan tabel 4.4 dan diagram diatas, bahwa kategorisasi
kegiatan pembelajaran full day school di MTs Attaqwa 10 Terpadu
Bekasi sebanyak 60% atau 54 responden menjawab tingkat kegiatan
pembelajaran di MTs Attaqwa 10 Terpadu Bekasi berjalan dengan cukup
baik, kemudian sebanyak 32% atau 29 responden mengatakan kegiatan
pembelajaran di MTs Attaqwa 10 Terpadu Bekasi berjalan dengan baik,
dan 8% atau sebanyak 7 responden mengatakan kegiatan pembelajaran
di MTs Attaqwa 10 Terpadu Bekasi berjalan dengan kurang baik. Maka
dapat disimpulkan bahwa kegiatan pembelajaran full day school di MTs
Attaqwa 10 Terpadu Bekasi, yaitu berjalan dengan cukup baik.
b. Kegiatan Keagamaan di MTs Attaqwa 10 Terpadu Bekasi (Sholat
Berjama’ah dan Hafalan Qur’an)
Kegiatan keagamaan di MTs Attaqwa 10 Terpadu Bekasi yang
dimaksudkan dalam penelitian ini yaitu mencakup kegiatan sehari-hari
siswa dalam melakukan sholat berjama’ah dan hafalan Qur’an sebagai
basic utama dalam program full day school MTs Attaqwa 10 Terpadu
Bekasi. Berikut hasil perhitungan statistik tentang kegiatan keagamaan
di MTs Attaqwa 10 Terpadu Bekasi:
32%
60%
8%
Baik
Cukup Baik
Kurang Baik
65
Tabel 4.5
Perhitungan Statistik Kegiatan Keagamaan
Descriptive Statistics
Kegiatan Keagamaan
N Valid 90
Missing 0
Mean 12.97
Median 13.00
Std. Deviation 1.719
Minimum 8
Maximum 16
Sumber: Diolah Peneliti 2016
Dari tabel diatas, diketahui bahwa skor mean yang diperoleh dari
aspek kegiatan keagamaan adalah sebesar 12,97, standar deviation
sebesar 1,71, nilai maksimum 16, dan nilai minimum 8. Adapun untuk
menentukan kategori baik, cukup baik, dan kurang baik yaitu dengan
menggunakan perhitungan statistik:
Nilai maksimum = 16
Nilai minimum = 8
Range 16 – 8 = 8
Interval 8 : 3 = 2,6
Berdasarkan perhitungan statistik tersebut, maka diperoleh hasil
pengkategorian aspek kegiatan keagamaan dari hasil keseluruhan
jawaban responden, sebagai berikut:
Tabel 4.6
Interval Pengkategorian Kegiatan Keagamaan
Batas Kategori
8 – 10,6 Kurang Baik
10,7 – 13,3 Cukup Baik
13,4 – 16 Baik
Sumber: Diolah Peneliti 2019
66
Selanjutnya, jawaban responden terhadap aspek kegiatan
keagamaan diklasifikasikan berdasarkan perhitungan frekuensi dan
prosentase dengan menggunakan SPSS 20 dan hasilnya dapat dilihat
dalam tabel berikut ini:
[
Tabel 4.7
Kategorisasi Kegiatan Keagamaan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Baik 15 16.7 16.7 16.7
Cukup Baik 56 62.2 62.2 78.9
Kurang Baik 19 21.1 21.1 100.0
Total 90 100.0 100.0
Sumber: Diolah Peneliti 2019
Jika digambarkan dengan diagram, maka gambaran umum
mengenai kegiatan keagamaan di MTs Attaqwa 10 Terpadu Bekasi
adalah sebagai berikut:
Diagram 4.2
Tanggapan Responden Tentang Kegiatan Keagamaan
Berdasarkan tabel 4.7 dan diagram 4.2, bahwa kategorisasi
kegiatan keagamaan di MTs Attaqwa 10 Terpadu Bekasi sebanyak 62%
atau 56 responden menjawab tingkat kegiatan keagamaan berupa
kegiatan sholat berjama’ah dan hafalan Qur’an di MTs Attaqwa 10
Terpadu Bekasi berjalan dengan cukup baik, kemudian sebanyak 17%
17%
62%
21%Baik
Cukup Baik
Kurang Baik
67
atau 15 responden mengatakan kegiatan keagamaan MTs Attaqwa 10
Terpadu Bekasi berjalan dengan baik, dan 21% atau sebanyak 19
responden mengatakan kegiatan keagamaan di MTs Attaqwa 10 Terpadu
Bekasi berjalan dengan kurang baik. Maka dapat disimpulkan bahwa
kegiatan keagamaan di MTs Attaqwa 10 Terpadu Bekasi berjalan dengan
cukup baik, dimana siswa rajin dan aktif dalam melakukan sholat
berjamaah serta menyetor hafalan Qur’an.
c. Kepribadian Siswa MTs Attaqwa 10 Terpadu Bekasi
Kepribadian siswa yang dimaksudkan dalam penelitian ini yaitu
kepatuhan siswa dalam menaati peraturan sekolah dan perilaku yang
ditunjukkan siswa dalam bergaul dengan teman-temannya. Hasil
perhitungan statistik tentang kepribadian siswa di MTs Attaqwa 10
Terpadu Bekasi adalah sebagai berikut:
Tabel 4.8
Perhitungan Statistik Kepribadian Siswa
Descriptive Statistics
Kepribadian Siswa
N Valid 90
Missing 0
Mean 20.82
Median 21.00
Std. Deviation 1.975
Minimum 16
Maximum 24
Sumber: Diolah Peneliti 2019
Dari tabel diatas, diketahui bahwa skor mean yang diperoleh dari
aspek kepribadian siswa adalah sebesar 20,82, standar deviation sebesar
1,97, nilai maksimum 24, dan nilai minimum 16. Adapun untuk
menentukan kategori baik, cukup baik, dan kurang baik yaitu dengan
menggunakan perhitungan statistik:
Nilai maksimum = 24
Nilai minimum = 16
Range 24 – 16 = 8
Interval 8 : 3 = 2,6
68
Berdasarkan perhitungan statistik tersebut, maka diperoleh hasil
pengkategorian aspek kepribadian siswa dari hasil keseluruhan jawaban
responden, sebagai berikut:
Tabel 4.9
Interval Pengkategorian Kepribadian Siswa
Batas Kategori
16 – 18,6 Kurang Baik
18,7 – 21,3 Cukup Baik
21,4 – 24 Baik
Sumber: Diolah Peneliti 2019
Selanjutnya, jawaban responden terhadap aspek kepribadian siswa
diklasifikasikan berdasarkan perhitungan frekuensi dan prosentase
dengan menggunakan SPSS 20 dan hasilnya dapat dilihat dalam tabel
berikut ini:
Tabel 4.10
Kategorisasi Kepribadian Siswa
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Baik 16 17.8 17.8 17.8
Cukup Baik 61 67.8 67.8 85.6
Kurang Baik 13 14.4 14.4 100.0
Total 90 100.0 100.0
Sumber: Diolah Peneliti 2019
Jika digambarkan dengan diagram, maka gambaran umum
mengenai kepribadian siswa MTs Attaqwa 10 Terpadu Bekasi adalah
sebagai berikut:
69
Diagram 4.3
Tanggapan Responden Tentang Kepribadian Siswa
Berdasarkan tabel 4.10 dan diagram diatas, bahwa kategorisasi
kepribadian siswa MTs Attaqwa 10 Terpadu Bekasi sebanyak 68% atau
61 responden/siswa memiliki kepribadian yang cukup baik, kemudian
sebanyak 18% atau 16 siswa memiliki kepribadian yang baik, dan 14%
atau sebanyak 13 siswa memiliki kepribadian yang kurang baik. Maka
dapat disimpulkan bahwa siswa MTs Attaqwa 10 Terpadu Bekasi
memiliki kepribadian yang cukup baik, dimana siswa dapat mematuhi
peraturan sekolah dan memiliki perilaku yang baik antar sesama siswa.
d. Kegiatan Ekstrakulikuler di MTs Attaqwa 10 Terpadu Bekasi
Hasil perhitungan statistik tentang kegiatan ekstrakulikuler di MTs
Attaqwa 10 Terpadu Bekasi adalah sebagai berikut:
Tabel 4.11
Perhitungan Statistik Kegiatan Ekstrakulikuler
Descriptive Statistics
Kegiatan Ekstrakulikuler
N Valid 90
Missing 0
Mean 13.44
Median 14.00
Std. Deviation 2.034
Minimum 8
Maximum 16
Sumber: Diolah Peneliti 2019
18%
68%
14%
Baik
Cukup Baik
Kurang Baik
70
Dari tabel diatas, diketahui bahwa skor mean yang diperoleh dari
aspek kegiatan ekstrakulikuler adalah sebesar 13,44, standar deviation
sebesar 2,03, nilai maksimum 16, dan nilai minimum 8. Adapun untuk
menentukan kategori baik, cukup baik, dan kurang baik yaitu dengan
menggunakan perhitungan statistik:
Nilai maksimum = 16
Nilai minimum = 8
Range 16 – 8 = 8
Interval 8 : 3 = 2,6
Berdasarkan perhitungan statistik tersebut, maka diperoleh hasil
pengkategorian aspek kegiatan ekstrakulikuler di MTs Attaqwa 10
Terpadu Bekasi dari hasil keseluruhan jawaban responden, sebagai
berikut:
Tabel 4.12
Interval Pengkategorian Kegiatan Ekstrakulikuler
Batas Kategori
8 – 10,6 Kurang Baik
10,7 – 13,3 Cukup Baik
13,4 – 16 Baik
Sumber: Diolah Peneliti 2019
Selanjutnya, jawaban responden terhadap aspek kegiatan
ekstrakulikuler di MTs Attaqwa 10 Terpadu Bekasi diklasifikasikan
berdasarkan perhitungan frekuensi dan prosentase dengan menggunakan
SPSS 20 dan hasilnya dapat dilihat dalam tabel berikut ini:
71
Tabel 4.13
Kategorisasi Kegiatan Ekstrakulikuler
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Baik 16 17.8 17.8 17.8
Cukup Baik 63 70.0 70.0 87.8
Kurang Baik 11 12.2 12.2 100.0
Total 90 100.0 100.0
Sumber: Diolah Peneliti 2019
Jika digambarkan dengan diagram, maka gambaran umum
mengenai kegiatan ekstrakulikuler di MTs Attaqwa 10 Terpadu Bekasi
adalah sebagai berikut:
Diagram 4.4
Tanggapan Responden Tentang Kegiatan Ekstrakulikuler
Berdasarkan tabel 4.13 dan diagram diatas, bahwa kategorisasi
kegiatan ekstrakulikuler di MTs Attaqwa 10 Terpadu Bekasi sebanyak
70% atau 63 responden menjawab tingkat kegiatan ekstrakulikuler di
MTs Attaqwa 10 Terpadu Bekasi berjalan dengan cukup baik, kemudian
sebanyak 18% atau 16 responden mengatakan kegiatan ekstrakulikuler
di MTs Attaqwa 10 Terpadu Bekasi berjalan dengan baik, dan 12% atau
sebanyak 11 responden mengatakan kegiatan ekstrakulikuler di MTs
Attaqwa 10 Terpadu Bekasi berjalan dengan kurang baik. Maka dapat
disimpulkan bahwa kegiatan ekstrakulikuler di MTs Attaqwa 10 Terpadu
Bekasi berjalan dengan cukup baik. Kegiatan ekstrakulikuler di MTs
Attaqwa 10 Terpadu Bekasi dinyatakan dapat memberikan manfaat yang
18%
70%
12%
Baik
Cukup Baik
Kurang Baik
72
baik kepada siswa dengan mengembangkan bakat dan kemampuan yang
dimiliki oleh siswa.
e. Kebiasaan (sikap, pola, dan tingkah laku siswa)
Kebiasaan yang dimaksudkan dalam penelitian ini yaitu seperti
kebiasaan atau sikap dan tingkah laku siswa ketika bertemu dan berbicara
dengan guru, teman, dan dengan anggota sekolah lainnya. Hasil
perhitungan statistik tentang kebiasaan (sikap, pola, dan tingkah laku)
siswa MTs Attaqwa 10 Terpadu Bekasi adalah sebagai berikut:
Tabel 4.14
Perhitungan Statistik Tentang Kebiasaan
(sikap, pola, dan tingkah laku siswa)
Descriptive Statistics
Kebiasaan Siswa
N Valid 90
Missing 0
Mean 10.17
Median 10.00
Std. Deviation 1.416
Minimum 6
Maximum 12
Sumber: Diolah Peneliti 2019
Dari tabel diatas, diketahui bahwa skor mean yang diperoleh dari
aspek kebiasaan siswa adalah sebesar 10,17, standar deviation sebesar
1,41, nilai maksimum 12, dan nilai minimum 6. Adapun untuk
menentukan kategori baik, cukup baik, dan kurang baik yaitu dengan
menggunakan perhitungan statistik:
Nilai maksimum = 12
Nilai minimum = 6
Range 12 – 6 = 6
Interval 6 : 3 = 2
Berdasarkan perhitungan statistik tersebut, maka diperoleh hasil
pengkategorian aspek kebiasaan dan tingkah laku siswa MTs Attaqwa 10
Terpadu Bekasi dari hasil keseluruhan jawaban responden, sebagai
berikut:
73
Tabel 4.15
Interval Pengkategorian Kebiasaan
(sikap, pola, dan tingkah laku siswa)
Batas Kategori
6 – 8 Kurang Baik
9 – 11 Cukup Baik
12 Baik
Sumber: Diolah Peneliti 2019
Selanjutnya, jawaban responden terhadap aspek kebiasaan (sikap,
pola, dan tingkah laku) siswa MTs Attaqwa 10 Terpadu Bekasi
diklasifikasikan berdasarkan perhitungan frekuensi dan prosentase
dengan menggunakan SPSS 20 dan hasilnya dapat dilihat dalam tabel
berikut ini:
Tabel 4.16
Kategorisasi Kebiasaan (sikap, pola, dan tingkah laku siswa)
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Baik 20 22.2 22.2 22.2
Cukup Baik 60 66.7 66.7 88.9
Kurang Baik 10 11.1 11.1 100.0
Total 90 100.0 100.0
Sumber: Diolah Peneliti 2019
Jika digambarkan dengan diagram, maka gambaran umum
mengenai kebiasaan (sikap, pola, dan tingkah laku) siswa MTs Attaqwa
10 Terpadu Bekasi adalah sebagai berikut:
74
Diagram 4.5
Tanggapan Responden Tentang Kebiasaan
(sikap, pola, dan tingkah laku siswa)
Berdasarkan tabel 4.16 dan diagram 4.5, bahwa kategorisasi
kebiasaan (sikap, pola, dan tingkah laku) siswa MTs Attaqwa 10 Terpadu
Bekasi sebanyak 67% atau 60 responden/siswa memiliki kebiasaan,
sikap, dan tingkah laku yang cukup baik, kemudian sebanyak 22% atau
20 siswa memiliki kebiasaan, sikap, dan tingkah laku yang baik, dan 11%
atau sebanyak 10 siswa memiliki kebiasaan, sikap, dan tingkah laku yang
kurang baik. Maka dapat disimpulkan bahwa siswa MTs Attaqwa 10
Terpadu Bekasi memiliki kebiasaan, sikap, dan tingkah laku yang cukup
baik. Kebiasaan yang cukup baik itu ditunjukkan dengan sikap dan
tingkah laku keseharian siswa di sekolah seperti ketepatan waktu datang
ke sekolah, menaati nasihat guru, bersalaman ketika berpapasan dengan
guru, tidak bertengkar dengan siswa lainnya, dan sikap-sikap positif
lainnya.
f. Interaksi Sosial
1) Komunikasi
Salah satu syarat terjadinya interaksi sosial yaitu harus ada
komunikasi antara dua pihak, yaitu komunikasi antara anak dengan
orang tua, anak dengan anggota keluarga lainnya, dan komunikasi
antara anak dengan masyarakat sekitarnya. Hasil perhitungan statistik
tentang proses komunikasi antara anak dengan orang tua, keluarga,
dan masyarakat adalah sebagai berikut:
22%
67%
11%
Baik
Cukup Baik
Kurang Baik
75
Tabel 4.17
Perhitungan Statistik Tentang Proses Komunikasi
Descriptive Statistics
Komunikasi
N Valid 90
Missing 0
Mean 13.38
Median 14.00
Std. Deviation 2.042
Minimum 7
Maximum 16
Sumber: Diolah Peneliti 2019
Dari tabel diatas, diketahui bahwa skor mean yang diperoleh
dari aspek proses komunikasi antara anak dengan orang tua, keluarga,
dan masyarakat adalah sebesar 13,38, standar deviation sebesar 2,04,
nilai maksimum 16, dan nilai minimum 7. Adapun untuk menentukan
kategori baik, cukup baik, dan kurang baik yaitu dengan
menggunakan perhitungan statistik:
Nilai maksimum = 16
Nilai minimum = 7
Range 16 – 7 = 9
Interval 9 : 3 = 3
Berdasarkan perhitungan statistik tersebut, maka diperoleh hasil
pengkategorian aspek proses komunikasi antara anak dengan orang
tua, keluarga, dan masyarakat dari hasil keseluruhan jawaban
responden, sebagai berikut:
Tabel 4.18
Interval Pengkategorian Proses Komunikasi
Batas Kategori
7 – 10 Kurang Baik
11 – 14 Cukup Baik
15 – 16 Baik
Sumber: Diolah Peneliti 2019
76
Selanjutnya, jawaban responden terhadap aspek proses
komunikasi antara anak dengan orang tua, keluarga, dan masyarakat
diklasifikasikan berdasarkan perhitungan frekuensi dan prosentase
dengan menggunakan SPSS 20 dan hasilnya dapat dilihat dalam tabel
berikut ini:
Tabel 4.19
Kategorisasi Proses Komunikasi
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Baik 14 15.6 15.6 15.6
Cukup Baik 60 66.7 66.7 82.2
Kurang Baik 16 17.8 17.8 100.0
Total 90 100.0 100.0
Sumber: Diolah Peneliti 2019
Jika digambarkan dengan diagram, maka gambaran umum
mengenai proses komunikasi antara anak dengan orang tua, keluarga,
dan masyarakat adalah sebagai berikut:
Diagram 4.6
Tanggapan Responden Tentang Proses Komunikasi
Berdasarkan tabel 4.19 dan diagram diatas, bahwa kategorisasi
mengenai proses komunikasi antara anak dengan orang tua, keluarga,
dan masyarakat sebanyak 67% atau 60 responden/siswa menjawab
proses komunikasi antara anak dengan orang tua, keluarga, dan
masyarakat berjalan dengan cukup baik, kemudian sebanyak 15% atau
15%
67%
18%
Baik
Cukup Baik
Kurang Baik
77
14 responden mengatakan proses komunikasi antara anak dengan
orang tua, keluarga, dan masyarakat berjalan dengan baik, dan 18%
atau sebanyak 16 responden mengatakan proses komunikasi antara
anak dengan orang tua, keluarga, dan masyarakat berjalan dengan
kurang baik. Maka dapat disimpulkan bahwa komunikasi yang terjadi
antara anak dengan orang tua, keluarga, teman sebaya, dan
masyarakat sekitarnya berjalan dengan cukup baik.
2) Intensitas Waktu
Hasil perhitungan statistik tentang intensitas waktu yang
dimiliki anak untuk berinteraksi dengan keluarga dan masyarakat
adalah sebagai berikut:
Tabel 4.20
Perhitungan Statistik Tentang Intensitas Waktu
Descriptive Statistics
Intensitas Waktu
N Valid 90
Missing 0
Mean 5.94
Median 6.00
Std. Deviation 1.310
Minimum 2
Maximum 8
Sumber: Diolah Peneliti 2019
Dari tabel diatas, diketahui bahwa skor mean yang diperoleh
dari aspek intensitas waktu anak adalah sebesar 5,94, standar
deviation sebesar 1,31, nilai maksimum 8, dan nilai minimum 2.
Adapun untuk menentukan kategori baik, cukup baik, dan kurang baik
yaitu dengan menggunakan perhitungan statistik:
Nilai maksimum = 8
Nilai minimum = 2
Range 8 – 2 = 6
Interval 6 : 3 = 2
78
Berdasarkan perhitungan statistik tersebut, maka diperoleh hasil
pengkategorian aspek intensitas waktu dari hasil keseluruhan jawaban
responden, sebagai berikut:
Tabel 4.21
Interval Pengkategorian Intensitas Waktu
Batas Kategori
2 – 4 Kurang Baik
5 – 7 Cukup Baik
8 Baik
Sumber: Diolah Peneliti 2019
Selanjutnya, jawaban responden terhadap aspek intensitas
waktu yang dimilki anak untuk berinteraksi dengan keluarga dan
masyarakat diklasifikasikan berdasarkan perhitungan frekuensi dan
prosentase dengan menggunakan SPSS 20 dan hasilnya dapat dilihat
dalam tabel berikut ini:
Tabel 4.22
Kategorisasi Intensitas Waktu
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Baik 8 8.9 8.9 8.9
Cukup Baik 71 78.9 78.9 87.8
Kurang Baik 11 12.2 12.2 100.0
Total 90 100.0 100.0
Sumber: Diolah Peneliti 2019
Jika digambarkan dengan diagram, maka gambaran umum
mengenai intensitas waktu yang dimilki anak untuk berinteraksi
dengan keluarga dan masyarakat adalah sebagai berikut:
79
Diagram 4.7
Tanggapan Responden Tentang Intensitas Waktu
Berdasarkan tabel 4.22 dan diagram diatas, bahwa kategorisasi
mengenai intensitas waktu sebanyak 79% atau 71 responden/siswa
menjawab anak memiliki intensitas waktu yang cukup baik untuk
berinteraksi dengan keluarga dan masyarakat, kemudian sebanyak 9%
atau 8 responden mengatakan anak memiliki intensitas waktu yang
baik untuk berinteraksi dengan keluarga dan masyarakat, dan 12%
atau sebanyak 11 responden mengatakan anak memiliki intensitas
waktu yang kurang baik untuk berinteraksi dengan keluarga dan
masyarakat. Maka dapat disimpulkan bahwa anak memiliki intensitas
waktu yang cukup baik untuk berinteraksi dengan keluarga dan
masyarakat.
g. Proses Asosiatif
1) Kerjasama
Hasil perhitungan statistik tentang proses kerjasama sebagai
bagian dari prses interaksi antara anak dengan keluarga, teman, dan
masyarakat adalah sebagai berikut:
9%
79%
12%
Baik
Cukup Baik
Kurang Baik
80
Tabel 4.23
Perhitungan Statistik Tentang Proses Kerjasama
Descriptive Statistics
Kerjasama
N Valid 90
Missing 0
Mean 14.21
Median 14.00
Std. Deviation 2.206
Minimum 8
Maximum 20
Sumber: Diolah Peneliti 2019
Dari tabel diatas, diketahui bahwa skor mean yang diperoleh
dari aspek kerjasama adalah sebesar 14,21, standar deviation sebesar
2,20, nilai maksimum 20, dan nilai minimum 8. Adapun untuk
menentukan kategori baik, cukup baik, dan kurang baik yaitu dengan
menggunakan perhitungan statistik:
Nilai maksimum = 20
Nilai minimum = 8
Range 20 – 8 = 12
Interval 12 : 3 = 4
Berdasarkan perhitungan statistik tersebut, maka diperoleh hasil
pengkategorian aspek proses kerjasama dari hasil keseluruhan
jawaban responden, sebagai berikut:
Tabel 4.24
Interval Pengkategorian Proses Kerjasama
Batas Kategori
8 – 12 Kurang Baik
13 – 17 Cukup Baik
18 – 20 Baik
Sumber: Diolah Peneliti 2019
81
Selanjutnya, jawaban responden terhadap aspek kerjasama
diklasifikasikan berdasarkan perhitungan frekuensi dan prosentase
dengan menggunakan SPSS 20 dan hasilnya dapat dilihat dalam tabel
berikut ini:
Tabel 4.25
Kategorisasi Proses Kerjasama
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Baik 15 16.7 16.7 16.7
Cukup Baik 56 62.2 62.2 78.9
Kurang Baik 19 21.1 21.1 100.0
Total 90 100.0 100.0
Sumber: Diolah Peneliti 2019
Jika digambarkan dengan diagram, maka gambaran umum
mengenai proses kerjasama adalah sebagai berikut:
Diagram 4.8
Tanggapan Responden Tentang Proses Kerjasama
Berdasarkan tabel 4.25 dan diagram diatas, bahwa kategorisasi
mengenai proses kerjasama sebanyak 62% atau 56 responden/siswa
menjawab proses kerjasama yang terjadi antara anak dengan keluarga,
teman sebaya, dan masyarakat berjalan dengan cukup baik, kemudian
sebanyak 17% atau 15 responden mengatakan proses kerjasama yang
terjadi antara anak dengan keluarga, teman sebaya, dan masyarakat
berjalan dengan baik, dan 21% atau sebanyak 19 responden
17%
62%
21%Baik
Cukup Baik
Kurang Baik
82
mengatakan proses kerjasama yang terjadi antara anak dengan
keluarga, teman sebaya, dan masyarakat berjalan dengan kurang baik.
Maka dapat disimpulkan bahwa proses kerjasama yang terjadi antara
anak dengan keluarga, teman sebaya, dan masyarakat berjalan dengan
cukup baik. Anak memiliki nilai solidaritas yang cukup baik ketika ia
bergaul dengan teman sebayanya maupun dengan tetangga sekitarnya.
2) Akomodasi
Hasil perhitungan statistik tentang proses akomodasi adalah
sebagai berikut:
Tabel 4.26
Perhitungan Statistik Tentang Proses Akomodasi
Descriptive Statistics
Akomodasi
N Valid 90
Missing 0
Mean 9.92
Median 10.00
Std. Deviation 1.501
Minimum 3
Maximum 12
Sumber: Diolah Peneliti 2019
Dari tabel diatas, diketahui bahwa skor mean yang diperoleh
dari aspek akomodasi adalah sebesar 9,92, standar deviation sebesar
1,50, nilai maksimum 12, dan nilai minimum 3. Adapun untuk
menentukan kategori baik, cukup baik, dan kurang baik yaitu dengan
menggunakan perhitungan statistik:
Nilai maksimum = 12
Nilai minimum = 3
Range 12 – 3 = 9
Interval 9 : 3 = 3
Berdasarkan perhitungan statistik tersebut, maka diperoleh hasil
pengkategorian aspek proses akomodasi dari hasil keseluruhan
jawaban responden, sebagai berikut:
83
Tabel 4.27
Interval Pengkategorian Proses Akomodasi
Batas Kategori
3 – 7 Kurang Baik
8 – 11 Cukup Baik
12 Baik
Sumber: Diolah Peneliti 2019
Selanjutnya, jawaban responden terhadap aspek akomodasi
diklasifikasikan berdasarkan perhitungan frekuensi dan prosentase
dengan menggunakan SPSS 20 dan hasilnya dapat dilihat dalam tabel
berikut ini:
Tabel 4.28
Kategorisasi Proses Akomodasi
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Baik 11 12.2 12.2 12.2
Cukup Baik 64 71.1 71.1 83.3
Kurang Baik 15 16.7 16.7 100.0
Total 90 100.0 100.0
Sumber: Diolah Peneliti 2019
Jika digambarkan dengan diagram, maka gambaran umum
mengenai proses akomodasi adalah sebagai berikut:
12%
71%
17%
Baik
Cukup Baik
Kurang Baik
84
Diagram 4.9
Tanggapan Responden Tentang Proses Akomodasi
Berdasarkan tabel 4.28 dan diagram 4.9, bahwa kategorisasi
mengenai proses akomodasi sebanyak 71% atau 64 responden
menjawab proses akomodasi yang terjadi antara anak dengan
keluarga, teman sebaya, dan masyarakat berjalan dengan cukup baik,
kemudian sebanyak 12% atau 11 responden mengatakan proses
akomodasi yang terjadi antara anak dengan keluarga, teman sebaya,
dan masyarakat berjalan dengan baik, dan 17% atau sebanyak 15
responden mengatakan proses akomodasi yang terjadi antara anak
dengan keluarga, teman sebaya, dan masyarakat berjalan dengan
kurang baik. Maka dapat disimpulkan bahwa proses akomodasi yang
terjadi antara anak dengan keluarga, teman sebaya, dan masyarakat
berjalan dengan cukup baik. Anak memiliki perilaku yang baik seperti
bersedia untuk mengalah, mengakui kesalahan, dan tidak egois.
3) Asimilasi
Hasil perhitungan statistik tentang proses asimilasi adalah
sebagai berikut:
Tabel 4.29
Perhitungan Statistik Tentang Proses Asimilasi
Descriptive Statistics
Asimilasi
N Valid 90
Missing 0
Mean 19.40
Median 19.50
Std. Deviation 2.503
Minimum 15
Maximum 24
Sumber: Diolah Peneliti 2019
Dari tabel diatas, diketahui bahwa skor mean yang diperoleh
dari aspek asimilasi adalah sebesar 19,40, standar deviation sebesar
2,50, nilai maksimum 24, dan nilai minimum 15. Adapun untuk
85
menentukan kategori baik, cukup baik, dan kurang baik yaitu dengan
menggunakan perhitungan statistik:
Nilai maksimum = 24
Nilai minimum = 15
Range 24 – 15= 9
Interval 9 : 3 = 3
Berdasarkan perhitungan statistik tersebut, maka diperoleh hasil
pengkategorian aspek proses asimilasi dari hasil keseluruhan jawaban
responden, sebagai berikut:
Tabel 4.30
Interval Pengkategorian Proses Asimilasi
Batas Kategori
15 – 18 Kurang Baik
19 – 22 Cukup Baik
23 – 24 Baik
Sumber: Diolah Peneliti 2019
Selanjutnya, jawaban responden terhadap aspek asimilasi
diklasifikasikan berdasarkan perhitungan frekuensi dan prosentase
dengan menggunakan SPSS 20 dan hasilnya dapat dilihat dalam tabel
berikut ini:
Tabel 4.31
Kategorisasi Proses Asimilasi
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Baik 23 25.6 25.6 25.6
Cukup Baik 54 60.0 60.0 85.6
Kurang Baik 13 14.4 14.4 100.0
Total 90 100.0 100.0
Sumber: Diolah Peneliti 2019
Jika digambarkan dengan diagram, maka gambaran umum
mengenai proses asimilasi adalah sebagai berikut:
86
Diagram 4.10
Tanggapan Responden Tentang Proses Asimilasi
Berdasarkan tabel 4.31 dan diagram diatas, bahwa kategorisasi
mengenai proses asimilasi sebanyak 60% atau 54 responden
menjawab proses asimilasi yang terjadi antara anak dengan keluarga,
teman sebaya, dan masyarakat berjalan dengan cukup baik, kemudian
sebanyak 26% atau 23 responden mengatakan proses asimilasi yang
terjadi antara anak dengan keluarga, teman sebaya, dan masyarakat
berjalan dengan baik, dan 14% atau sebanyak 13 responden
mengatakan proses asimilasi yang terjadi antara anak dengan
keluarga, teman sebaya, dan masyarakat berjalan dengan kurang baik.
Maka dapat disimpulkan bahwa proses asimilasi yang terjadi antara
anak dengan keluarga, teman sebaya, dan masyarakat berjalan dengan
cukup baik. Anak memiliki rasa saling menghargai yang cukup baik
serta sikap saling tolong menolong antar anak dengan teman-
temannya dan juga dengan keluarganya.
h. Proses Disosiatif
Dalam proses disosiatif, terdapat bentuk proses sosial persaingan
dan pertikian. Persaingan yang dimaksudkan disini adalah persaingan
yang positif seperti persaingan dalam perlombaan, sedangkan pertikaian
lebih dimaksudkan kepada bagaimana sikap anak dalam menghadapi
sebuah pertikaian dengan teman-temannya. Hasil perhitungan statistik
tentang proses disosiatif yang meliputi aspek persaingan dan pertikaian
adalah sebagai berikut:
26%
60%
14%
Baik
Cukup Baik
Kurang Baik
87
Tabel 4.32
Perhitungan Statistik Tentang Proses Disosiatif
Descriptive Statistics
Proses Disosiatif
N Valid 90
Missing 0
Mean 29.14
Median 29.00
Std. Deviation 3.096
Minimum 22
Maximum 36
Sumber: Diolah Peneliti 2019
Dari tabel diatas, diketahui bahwa skor mean yang diperoleh dari
aspek proses disosiatif adalah sebesar 29,14, standar deviation sebesar
3,09, nilai maksimum 36, dan nilai minimum 22. Adapun untuk
menentukan kategori baik, cukup baik, dan kurang baik yaitu dengan
menggunakan perhitungan statistik:
Nilai maksimum = 36
Nilai minimum = 22
Range 36 – 22 = 14
Interval 14 : 3 = 4,6
Berdasarkan perhitungan statistik tersebut, maka diperoleh hasil
pengkategorian proses disosiatif dari hasil keseluruhan jawaban
responden, sebagai berikut:
Tabel 4.33
Interval Pengkategorian Proses Disosiatif
Batas Kategori
22 – 26,6 Kurang Baik
26,7 – 31,3 Cukup Baik
31,4 – 36 Baik
Sumber: Diolah Peneliti 2019
88
Selanjutnya, jawaban responden terhadap aspek proses disosiatif
diklasifikasikan berdasarkan perhitungan frekuensi dan prosentase
dengan menggunakan SPSS 20 dan hasilnya dapat dilihat dalam tabel
berikut ini:
Tabel 4.34
Kategorisasi Proses Disosiatif
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid
Baik 15 16.7 16.7 16.7
Cukup Baik 54 60.0 60.0 76.7
Kurang Baik 21 23.3 23.3 100.0
Total 90 100.0 100.0
Sumber: Diolah Peneliti 2019
Jika digambarkan dengan diagram, maka gambaran umum
mengenai proses disosiatif yang meliputi aspek persaingan dan
pertikaian adalah sebagai berikut:
Diagram 4.11
Tanggapan Responden Tentang Proses Disosiatif
Berdasarkan tabel 4.34 dan diagram 4.11, bahwa kategorisasi
mengenai proses disosiatif yang meliputi aspek persaingan dan
pertikaian sebanyak 60% atau 54 responden menjawab proses disosiatif
yang terjadi antara anak dengan keluarga, teman sebaya, dan masyarakat
berjalan dengan cukup baik, kemudian sebanyak 17% atau 15 responden
mengatakan proses disosiatif yang terjadi antara anak dengan keluarga,
teman sebaya, dan masyarakat berjalan dengan baik, dan 23% atau
17%
60%
23%Baik
Cukup Baik
Kurang Baik
89
sebanyak 21 responden mengatakan proses disosiatif yang terjadi antara
anak dengan keluarga, teman sebaya, dan masyarakat berjalan dengan
kurang baik. Maka dapat disimpulkan bahwa proses disosiatif yang
meliputi aspek persaingan dan pertikaian yang terjadi antara anak dengan
keluarga, teman sebaya, dan masyarakat berjalan dengan cukup baik.
Anak memiliki sikap yang baik ketika ia bersaing dengan teman-
temannya, seperti menerima kekalahan dalam suatu perlombaan. Ketika
menghadapi suatu pertikaian anak pun lebih memilih untuk mengalah
daripada harus berkelahi dengan temannya.
i. Proses/Tahapan Sosialisasi
1) Tahap Persiapan
Tahap persiapan disini yaitu mencakup bagaimana keterlibatan
orang tua dalam mengajarkan nilai dan norma kepada anak sebagai
bekal awal yang harus dimiliki anak untuk dapat bersosialisasi dengan
orang-orang disekitarnya. Hasil perhitungan statistik tentang tahap
persiapan dalam proses sosialisasi adalah sebagai berikut:
Tabel 4.35
Perhitungan Statistik Tentang Tahap Persiapan
Descriptive Statistics
Tahap Persiapan
N Valid 90
Missing 0
Mean 9.94
Median 10.00
Std. Deviation 1.678
Minimum 6
Maximum 12
Sumber: Diolah Peneliti 2019
Dari tabel diatas, diketahui bahwa skor mean yang diperoleh
dari aspek tahap persiapan adalah sebesar 9,94, standar deviation
sebesar 1,67, nilai maksimum 12, dan nilai minimum 6. Adapun untuk
menentukan kategori baik, cukup baik, dan kurang baik yaitu dengan
menggunakan perhitungan statistik:
90
Nilai maksimum = 12
Nilai minimum = 6
Range 12 – 6 = 6
Interval 6 : 3 = 2
Berdasarkan perhitungan statistik tersebut, maka diperoleh hasil
pengkategorian tahap persiapan dari hasil keseluruhan jawaban
responden, sebagai berikut:
Tabel 4.36
Interval Pengkategorian Tahap Persiapan
Batas Kategori
6 – 8 Kurang Baik
9 – 11 Cukup Baik
12 Baik
Sumber: Diolah Peneliti 2019
Selanjutnya, jawaban responden terhadap aspek tahap persiapan
diklasifikasikan berdasarkan perhitungan frekuensi dan prosentase
dengan menggunakan SPSS 20 dan hasilnya dapat dilihat dalam tabel
berikut ini:
Tabel 4.37
Kategorisasi Tahap Persiapan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Baik 20 22.2 22.2 22.2
Cukup Baik 51 56.7 56.7 78.9
Kurang Baik 19 21.1 21.1 100.0
Total 90 100.0 100.0
Sumber: Diolah Peneliti 2019
Jika digambarkan dengan diagram, maka gambaran umum
mengenai tahap persiapan dalam proses sosialisasi adalah sebagai
berikut:
91
Diagram 4.12
Tanggapan Responden Tentang Tahap Persiapan
Berdasarkan tabel 4.37 dan diagram 4.12, bahwa kategorisasi
mengenai tahap persiapan dalam proses sosialisasi sebanyak 57% atau
51 responden menjawab tahap persiapan pada anak terjadi dengan
cukup baik, kemudian sebanyak 22% atau 20 responden mengatakan
tahap persiapan pada anak terjadi dengan baik, dan 21% atau sebanyak
19 responden mengatakan tahap persiapan pada anak terjadi dengan
kurang baik. Maka dapat disimpulkan bahwa tahap persiapan pada
anak dalam proses sosialisasi terjadi dengan cukup baik, dimana orang
tua sudah mengajarkan nilai dan norma sejak dini sehingga anak
sudah mengerti mengenai sikap apa yang harus ia lakukan ketika ia
berinteraksi dengan orang-orang di sekitarnya.
2) Tahap Meniru
Hasil perhitungan statistik tentang tahap meniru dalam proses
sosialisasi adalah sebagai berikut:
Tabel 4.38
Perhitungan Statistik Tentang Tahap Meniru
Descriptive Statistics
Tahap Meniru
N Valid 90
Missing 0
Mean 13.24
Median 14.00
Std. Deviation 1.757
Minimum 9
22%
57%
21%Baik
Cukup Baik
Kurang Baik
92
Maximum 16
Sumber: Diolah Peneliti 2019
Dari tabel diatas, diketahui bahwa skor mean yang diperoleh
dari aspek tahap meniru adalah sebesar 13,24, standar deviation
sebesar 1,75, nilai maksimum 16, dan nilai minimum 9. Adapun untuk
menentukan kategori baik, cukup baik, dan kurang baik yaitu dengan
menggunakan perhitungan statistik:
Nilai maksimum = 16
Nilai minimum = 9
Range 16 – 9 = 7
Interval 7 : 3 = 2,3
Berdasarkan perhitungan statistik tersebut, maka diperoleh hasil
pengkategorian tahap meniru dari hasil keseluruhan jawaban
responden, sebagai berikut:
Tabel 4.39
Interval Pengkategorian Tahap Meniru
Batas Kategori
9 – 11,3 Kurang Baik
11,4 – 13,7 Cukup Baik
13,8 – 16 Baik
Sumber: Diolah Peneliti 2019
Selanjutnya, jawaban responden terhadap aspek tahap meniru
diklasifikasikan berdasarkan perhitungan frekuensi dan prosentase
dengan menggunakan SPSS 20 dan hasilnya dapat dilihat dalam tabel
berikut ini:
93
Tabel 4.40
Kategorisasi Tahap Meniru
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Baik 23 25.6 25.6 25.6
Cukup Baik 51 56.7 56.7 82.2
Kurang baik 16 17.8 17.8 100.0
Total 90 100.0 100.0
Sumber: Diolah Peneliti 2019
Jika digambarkan dengan diagram, maka gambaran umum
mengenai tahap meniru dalam proses sosialisasi adalah sebagai
berikut:
Diagram 4.13
Tanggapan Responden Tentang Tahap Meniru
Berdasarkan tabel 4.40 dan diagram diatas, bahwa kategorisasi
mengenai tahap meniru dalam proses sosialisasi sebanyak 57% atau
51 responden menjawab tahap meniru pada anak terjadi dengan cukup
baik, kemudian sebanyak 25% atau 23 responden mengatakan tahap
meniru pada anak terjadi dengan baik, dan 18% atau sebanyak 16
responden mengatakan tahap meniru pada anak terjadi dengan kurang
baik. Maka dapat disimpulkan bahwa tahap meniru pada anak dalam
proses sosialisasi terjadi dengan cukup baik, dimana anak mudah
sekali untuk meniru perbuatan atau perkataan yang sering ia lihat dan
ia dengar dari lingkungannya, termasuk dari anggota keluarganya dan
teman-teman sebayanya.
25%
57%
18%
Baik
Cukup Baik
Kurang Baik
94
3) Tahap Persiapan Bertindak
Hasil perhitungan statistik tentang tahap persiapan bertindak
dalam proses sosialisasi adalah sebagai berikut:
Tabel 4.41
Perhitungan Statistik Tentang Tahap Persiapan Bertindak
Descriptive Statistics
Tahap Persiapan Bertindak
N Valid 90
Missing 0
Mean 6.60
Median 7.00
Std. Deviation 1.421
Minimum 3
Maximum 8
Sumber: Diolah Peneliti 2019
Dari tabel diatas, diketahui bahwa skor mean yang diperoleh
dari aspek tahap persiapan bertindak adalah sebesar 6,60, standar
deviation sebesar 1,42, nilai maksimum 8, dan nilai minimum 3.
Adapun untuk menentukan kategori baik, cukup baik, dan kurang baik
yaitu dengan menggunakan perhitungan statistik:
Nilai maksimum = 8
Nilai minimum = 3
Range 8 – 3 = 5
Interval 5 : 3 = 1,6
Berdasarkan perhitungan statistik tersebut, maka diperoleh hasil
pengkategorian tahap persiapan bertindak dari hasil keseluruhan
jawaban responden, sebagai berikut:
Tabel 4.42
Interval Pengkategorian Tahap Persiapan Bertindak
Batas Kategori
3 – 4,6 Kurang Baik
4,7 – 6,3 Cukup Baik
95
6,4 – 8 Baik
Sumber: Diolah Peneliti 2019
Selanjutnya, jawaban responden terhadap aspek tahap persiapan
bertindak diklasifikasikan berdasarkan perhitungan frekuensi dan
prosentase dengan menggunakan SPSS 20 dan hasilnya dapat dilihat
dalam tabel berikut ini:
Tabel 4.43
Kategorisasi Tahap Persiapan Bertindak
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Cukup Baik 69 76.7 76.7 76.7
Kurang Baik 21 23.3 23.3 100.0
Total 90 100.0 100.0
Sumber: Diolah Peneliti 2019
Jika digambarkan dengan diagram, maka gambaran umum
mengenai tahap persiapan bertindak dalam proses sosialisasi adalah
sebagai berikut:
Diagram 4.14
Tanggapan Responden Tentang Tahap Persiapan Bertindak
Berdasarkan tabel 4.43 dan diagram diatas, bahwa kategorisasi
mengenai tahap persiapan bertindak dalam proses sosialisasi sebanyak
77%
23%
Cukup Baik
Kurang Baik
96
77% atau 69 responden menjawab tahap persiapan bertindak pada
anak terjadi dengan cukup baik, dan 23% atau sebanyak 21 responden
mengatakan tahap persiapan bertindak pada anak terjadi dengan
kurang baik. Maka dapat disimpulkan bahwa tahap persiapan
bertindak pada anak dalam proses sosialisasi terjadi dengan cukup
baik. Di usia MTs, anak sudah dapat bersosialisasi dengan orang-
orang disekitarnya bahkan dapat bekerja sama dengan baik dengan
orang yang baru dikenalnya.
4) Tahap Penerimaan Norma Kolektif
Hasil perhitungan statistik tentang tahap penerimaan norma
kolektif dalam proses sosialisasi adalah sebagai berikut:
Tabel 4.44
Perhitungan Statistik Tentang Tahap Penerimaan Norma Kolektif
Descriptive Statistics
Tahap Penerimaan Norma Kolektif
N Valid 90
Missing 0
Mean 12.48
Median 13.00
Std. Deviation 2.001
Minimum 8
Maximum 16
Sumber: Diolah Peneliti 2019
Dari tabel diatas, diketahui bahwa skor mean yang diperoleh
dari aspek tahap penerimaan norma kolektif adalah sebesar 12,48,
standar deviation sebesar 2, nilai maksimum 16, dan nilai minimum
8. Adapun untuk menentukan kategori baik, cukup baik, dan kurang
baik yaitu dengan menggunakan perhitungan statistik:
Nilai maksimum = 16
Nilai minimum = 8
Range 16 – 8 = 8
Interval 8 : 3 = 2,6
97
Berdasarkan perhitungan statistik tersebut, maka diperoleh hasil
pengkategorian tahap penerimaan norma kolektif dari hasil
keseluruhan jawaban responden, sebagai berikut:
Tabel 4.45
Interval Pengkategorian Tahap Penerimaan Norma Kolektif
Batas Kategori
8 – 10,6 Kurang Baik
10,7 – 13,3 Cukup Baik
13,4 – 16 Baik
Sumber: Diolah Peneliti 2019
Selanjutnya, jawaban responden terhadap aspek tahap
penerimaan norma kolektif diklasifikasikan berdasarkan perhitungan
frekuensi dan prosentase dengan menggunakan SPSS 20 dan hasilnya
dapat dilihat dalam tabel berikut ini:
Tabel 4.46
Kategorisasi Tahap Penerimaan Norma Kolektif
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Baik 17 18.9 18.9 18.9
Cukup Baik 53 58.9 58.9 77.8
Kurang Baik 20 22.2 22.2 100.0
Total 90 100.0 100.0
Sumber: Diolah Peneliti 2019
Jika digambarkan dengan diagram, maka gambaran umum
mengenai tahap penerimaan norma kolektif dalam proses sosialisasi
adalah sebagai berikut:
98
Diagram 4.15
Tanggapan Responden Tentang Tahap Penerimaan Norma Kolektif
Berdasarkan tabel 4.46 dan diagram diatas, bahwa kategorisasi
mengenai tahap penerimaan norma kolektif dalam proses sosialisasi
sebanyak 59% atau 53 responden menjawab tahap penerimaan norma
kolektif pada anak terjadi dengan cukup baik, kemudian sebanyak
19% atau 17 responden mengatakan tahap penerimaan norma kolektif
pada anak terjadi dengan baik, dan 22% atau sebanyak 20 responden
mengatakan tahap penerimaan norma kolektif pada anak terjadi
dengan kurang baik. Maka dapat disimpulkan bahwa tahap
penerimaan norma kolektif pada anak dalam proses sosialisasi terjadi
dengan cukup baik. Anak dapat memberikan kontribusi yang baik
kepada lingkungan masyarakatnya, seperti memahami aturan-aturan
yang ada di lingkungannya, aktif mengikuti kegiatan yang diadakan
di lingkungannya, serta dapat bergaul dengan baik dengan orang-
orang yang lebih tua darinya.
2. Analisis Statistika Inferensial
a. Analisis Korelasi
Analisis korelasi dilakukan untuk mencari seberapa kuat
hubungan antara variabel (X) dengan variabel (Y). Dalam hal ini akan
dicari keeratan hubungan yang terjadi antara pelaksanaan full day
school terhadap interaksi sosial dan sosialisasi anak di lingkungan
19%
59%
22%Baik
Cukup Baik
Kurang Baik
99
masyarakat, berdasarkan perhitungan SPSS 20 maka diperoleh hasil
sebagai berikut:
Tabel 4.47
Hasil Perhitungan Korelasi
Correlations
Full Day
School
Interaksi Sosial Proses
Sosialisasi
Full Day School
Pearson Correlation 1 .670** .468**
Sig. (2-tailed) .000 .000
N 90 90 90
Interaksi Sosial
Pearson Correlation .670** 1 .630**
Sig. (2-tailed) .000 .000
N 90 90 90
Proses Sosialisasi
Pearson Correlation .468** .630** 1
Sig. (2-tailed) .000 .000
N 90 90 90
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Berdasarakan tabel diatas, dapat dilihat bahwa perolehan nilai
koefisien korelasi antara pelaksanaan full day school dengan interaksi
sosial adalah sebesar 0,670. Berdasarkan pedoman pemberian
interpretasi terhadap koefisien korelasi, termasuk dalam kategori
korelasi kuat, sedangkan nilai yang diperoleh adalah positif. Kemudian
perolehan nilai koefisien korelasi antara pelaksanaan full day school
dengan proses sosialisasi adalah sebesar 0,468, yang berarti termasuk
dalam kategori sedang dan nilai yang diperoleh adalah positif. Hal ini
menunjukkan bahwa hubungan yang terjadi antar variabel adalah
searah, dimana semakin tinggi tingkat pelaksanaan full day school maka
akan semakin tinggi pula tingkat interaksi sosial dan proses sosialisasi
anak di MTs Attaqwa 10 Terpadu Bekasi.
b. Uji Hipotesis
Setelah diperoleh nilai koefisien korelasi, langkah berikutnya
yaitu uji hipotesis.
H0 : 𝜌 = 0, tidak ada pengaruh antara pelaksanaan full day school
terhadap interaksi sosial dan sosialisasi anak di lingkungan masyarakat
100
H𝑎 : 𝜌 ≠ 0, ada pengaruh antara pelaksanaan full day school terhadap
interaksi sosial dan sosialisasi anak di lingkungan masyarakat
Pada penelitian ini, α yang ditetapkan peneliti adalah sebesar 5%
atau 0,05. Dasar pengambilan keputusan dalam uji korelasi spearman
adalah:
Terima 𝐻0 jika 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 atau sig. > 0,05
Tolak 𝐻0 jika 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔< 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 sig. < 0,05
Dari tabel 4.47 diperoleh nilai Sig. (2-tailed) 0,00, berarti
didapatkan p<0,05, maka hipotesis nol (H0) ditolak dan H𝑎 diterima,
yang artinya ada pengaruh antara pelaksanaan full day school terhadap
interaksi sosial dan sosialisasi anak di lingkungan masyarakat.
c. Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi merupakan suatu nilai yang menyatakan
besar pengaruh dari variabel independen (pelaksanaan full day school)
terhadap variabel dependen Y1 (interaksi sosial) dan Y2 (proses
sosialisasi). Koefisien determinasi merupakan nilai kuadrat dari
korelasi jika dihitung secara manual maka akan diperoleh hasil sebagai
berikut:
KD (Y1) = r² x 100%
= 0,670² x 100%
= 44,89%
= 45%
Berdasarkan perhitungan koefisien determinasi pada variabel Y1
bahwa pelaksanaan full day school memberikan pengaruh sebesar 45%
terhadap proses interaksi sosial anak di lingkungan masyarakat.
KD (Y2) = r² x 100%
= 0,468² x 100%
= 21,9%
= 22%
Adapun pada variabel Y2, hasil koefisien determinasi yang
diperoleh sebesar 22%. Artinya, pelaksanaan full day school
101
memberikan pengaruh sebesar 22% terhadap proses sosialisasi anak di
lingkungan masyarakat.
3. Temuan Hasil Penelitian Kualitatif
Penelitian kualitatif ini dilakukan untuk mengecek kebenaran dan
memperdalam hasil penelitian kuantitatif. Dalam pengumpulan data
kualitatif ini peneliti menggunakan teknik pengumpulan data dengan cara
wawancara sekaligus observasi di lapangan, dan diperkuat dengan studi
dokumentasi. Penelitian ini dilakukan dengan empat orang informan yang
terdiri dari Wakil Kepala Sekolah dan guru mata pelajaran, serta dua orang
tua wali murid.
a. Pelaksanaan Full Day School di MTs Attaqwa 10 Terpadu Bekasi
MTs Attaqwa 10 Terpadu Bekasi merupakan pendidikan jenjang
sekolah menengah pertama yang menerapkan sistem pembelajaran full
day school. Melalui program full day school, waktu pembelajaran
berlangsung lebih lama dibandingkan dengan sekolah reguler, yaitu
antara 8-9 jam. Kegiatan di MTs Attaqwa 10 Terpadu Bekasi dengan
sistem pembelajarannya yang full day school juga tidak hanya terfokus
pada pendidikan akademis saja melainkan mengintegrasikan kurikulum
nasional dengan kurikulum keagamaan.
Kurikulum yang diterapkan di MTs Attaqwa 10 Terpadu Bekasi
pada semester awal menggunakan kurikulum 2013 dan di semester
akhir kembali ke kurikulum KTSP sebagai kurikulum umumnya,
dimana dalam penerapan kurikulum di sekolah full day mengacu pada
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional dan PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan, dimana penyusunannya dilaksanakan secara mandiri
dengan menggunakan model pembinaan yang terkontrol (Controlled
Guiding Model).
Pelaksanaan kegiatan pembelajaran dengan program full day
school di MTs Attaqwa 10 Terpadu Bekasi diatur langsung oleh pihak
yayasan, sementara Kepala Sekolah dan guru-guru lainnya bertanggung
102
jawab penuh dalam penerapan full day school. Jadi, para guru selain
diberikan keleluasaan untuk mengatur materi pelajaran, guru juga harus
bisa menginternalisasikan nilai-nilai keislaman dalam setiap kegiatan
pembelajaran yang dilakukan di sekolah, yaitu dengan mengaitkan
materi dengan ayat-ayat Qur’an dalam kehidupan sehari-hari.
Proses belajar mengajar di MTs Attaqwa 10 Terpadu Bekasi
dimulai dari pukul 07.00 dengan melakukan sholat dhuha terlebih
dahulu, kemudian pukul 07.15-10.00 memulai pelajaran dengan
membaca doa, pukul 10.00 -10.30 istirahat pertama, pukul 10.30-12.00
dilanjutkan dengan pelajaran efektif, 12.00-13.00 istirahat kedua, sholat
zuhur berjamaah, dan makan siang, pukul 13.00-15.30 pelajaran efektif,
15.30 sholat asar berjamaah kemudian pulang.
Proses belajar mengajar akan semakin baik jika ditunjang dengan
sarana dan prasarana pendidikan yang memadai. Dalam hal sarana
prasarana, di MTs Attaqwa 10 Terpadu Bekasi setiap tahun selalu
berupaya melengkapi berbagai fasilitas penunjang pembelajaran.
Fasilitas penunjang pembelajaran dengan sistem full day school yang
telah tersedia antara lain adalah perpustakaan, laboratorium komputer,
ruangan kelas yang ber-AC, perangkat pembelajaran audio visual,
lapangan olahraga, laboratorium IPA, UKS, masjid, aula serbaguna,
serta free WIFI hotspot.
Kegiatan-kegiatan yang ada di MTs Attaqwa 10 Terpadu Bekasi
bukan hanya merupakan kegiatan belajar di dalam kelas saja, juga
terdapat kegiatan di luar kelas seperti out bound, camping, rihlah, dan
mengunjungi tempat-tempat edukatif tertentu yang bertujuan untuk
memberikan pengetahuan dan praktek secara langsung kepada siswa.
Pembelajaran di luar kelas ini dilakukan agar siswa tidak merasa bosan
jika selalu melaksanakan kegiatan pembelajaran di lingkungan sekolah.
Dengan adanya kegiatan di luar kelas ini pula diharapkan siswa mampu
mengembangkan sikap bekerja sama, tolong menolong, dan dapat
berkoordinasi yang baik dengan sesama siswa. Selain itu juga terdapat
kegiatan ekstrakulikuler dengan tujuan untuk mengembangkan minat
103
dan bakat serta kemampuan siswa seperti English Club, Fun Science,
Drumband, Futsal, Silat, dan Nasyid.
Kejenuhan dan keletihan siswa ketika proses kegiatan belajar
berlangsung adalah hambatan yang paling umum terjadi dalam program
full day school. Kegiatan belajar yang berlangsung dari pagi sampai
sore hari membuat siswa merasa lelah sehingga menjadi tidak semangat
untuk mengikuti kegiatan pembelajaran yang umumnya kegiatan di
siang hari pada jam 12.00 keatas, siswa merasa mengantuk, bosan, dan
sebagainya sehingga daya konsentrasi siswa menjadi berkurang.
Kejenuhan siswa ini terlihat ketika mereka mulai malas untuk merespon
materi pelajaran. Maka dari itu, upaya atau cara yang bisa digunakan
untuk mengatasi kejenuhan siswa ini yaitu dengan membuat metode
dan strategi belajar yang unik serta inovatif sehingga mampu membuat
siswa tertarik dan antusias kembali dalam mengikuti kegiatan
pembelajaran yang sedang berlangsung.
b. Pengaruh Pelaksanaan Full Day School Terhadap Interaksi Sosial
Anak di Lingkungan Masyarakat
Interaksi sosial merupakan suatu hal yang pokok pada setiap
kehidupan manusia. Begitu pula dengan interaksi anak yang pada
penelitian ini terfokus pada anak-anak usia SMP/MTs yaitu yang
berusia sekitar 12-14 tahun, dimana anak sudah memasuki masa remaja
awal dan telah memahami tentang proses interaksi dan sosialisasi yang
ia lakukan setiap harinnya. Proses interaksi dan proses sosialisasi anak
di lingkungan masyarakat yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu
bagaimana anak tetap dapat berinteraksi dan bersosialisasi dengan
lingkungan masyakatnya walaupun hampir sebagian waktu anak lebih
banyak dihabiskan di sekolah daripada di rumah. Ketika anak berada di
sekolah anak pasti bersosialisasi dengan teman-temannya, dengan
gurunya, dan dengan anggota sekolah lainnya. Begitu pula ketika anak
berada di rumah, anak seharusnya juga melakukan interaksi dan
sosialisasi dengan anggota keluarganya dan dengan tetangga ataupun
temen disekitar lingkungan rumahnya. Terjadinya proses interaksi
104
antara anak dengan lingkungan keluarganya atau dengan lingkungan
masyarakatnya yaitu dengan melakukan penyesuaian terlebih dahulu.
Jika anak lebih banyak menghabiskan waktunya di sekolah, bagaimana
anak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan rumahnya.
Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan dengan salah
satu informan yang anak laki-lakinya bersekolah di sekolah full day
bahwa interaksi yang terjadi antara anak dengan orang tuanya, anak
dengan anggota keluarga seperti dengan kakak-kakanya berjalan
dengan cukup baik. Meskipun anak memiliki sedikit waktu untuk
berada di rumah karena hampir sebagian waktu anak dihabiskan di
sekolah, anak tetap dekat dengan anggota keluarganya. Hubungan
antara anak dengan orang tua dan dengan kakak-kakaknya juga
dikatakan cukup baik. Ketika malam hari sambil mengerjakan
pekerjaan rumah (PR), anak tetap bisa berkomunikasi dengan anggota
keluarganya dan bercerita kegiatan yang ia lakukan selama di sekolah.
Begitu pula dengan lingkungan sekitarnya, anak bisa
memanfaatkan waktunya untuk tetap mengenal teman-teman dan
tetangga disekitarnya dan tetap bergaul serta bermain dengan teman-
teman dirumahnya. Setelah pulang sekolah ketika sore hari anak suka
bermain sepak bola dengan teman-teman rumahnya. Ketika hari libur
pun anak terkadang suka bermain dengan teman-teman rumahnya.
Akan tetapi berbeda halnya dengan wawancara yang dilakukan
kepada informan yang kedua, yang memiliki anak perempuan yang juga
bersekolah di sekolah full day. Informan mengatakan bahwa setelah
pulang sekolah anaknya lebih memilih untuk beristirahat di rumah
daripada bermain dengan teman-teman rumahnya. Walaupun interaksi
antara anak dengan keluarga dan dengan orang-orang di sekitarnya
berjalan dengan cukup baik, tetapi anak merasa lebih dekat jika bermain
dan bergaul dengan temaan-teman sekolahnya dibandingkan dengan
teman-teman rumahnya.
Berdasarkan hasil wawancara dari kedua informan tersebut
mengenai perkembangan interaksi anak dengan lingkungan sekitarnya,
105
bahwa terdapat perbedaan proses interaksi antara anak laki-laki dan
perempuan, dimana anak laki-laki dapat lebih mudah berbaur dan
berkomunikasi dengan teman-teman dan orang-orang di sekitar
rumahnya, sedangkan anak perempuan lebih memilih untuk berdiam
diri di rumah daripada bergaul dengan orang-orang disekitarnya.
c. Pengaruh Pelaksanaan Full Day School Terhadap Proses
Sosialisasi Anak di Lingkungan Masyarakat
Dalam perkembangan sosialisasi anak dengan lingkungan
sekitarnya, khususnya dengan keluarga dan tetangga-tetangga
sekitarnya, berdasarkan hasil wawancara dengan kedua informan
bahwa sejak kecil orang tua selalu mengajarkan nilai-nilai dan norma
yang baik kepada anak. Anak sudah diajarkan untuk selalu berbuat baik
dan bersikap ramah dengan orang-orang disekitarnya. Sejak kecil anak
sudah dikenalkan dengan orang-orang terdekat di lingkungannya, dan
dari sebelum anak memasuki sekolah full day anak sudah mengenal dan
melakukan komunikasi yang baik dengan teman-teman dan tetangga di
sekitar rumahnya.
Proses sosialisasi yang anak lakukan dengan orang-orang
disekitarnya pun berjalan dengan cukup baik. Anak menyerap dengan
baik apa yang diajarkan oleh orang tuanya mengenai nilai-nilai, norma,
sikap, dan perilaku yang harus ia aplikasikan kepada orang-orang
disekitarnya. Walaupun pergaulan anak dengan teman-teman
sebayanya juga ikut mempengaruhi, tetapi anak bisa memilah-milih
perilaku dan sikap yang bagaimana yang harus ia tiru atau tidak. Anak
pun dapat memahami bagaimana pergaulan yang baik yang harus ia
ikuti dan dapat menjauhkan diri dari pergaulan yang negatif.
Hubungan anak dengan orang-orang disekitarnya pun dapat
dikatakan berjalan dengan cukup baik. anak bukan hanya bersosialisasi
dengan teman-teman sebayanya saja, juga dengan orang-orang yang
lebih tua darinya. Contohnya, ketika di lingkungan rumah diadakan
kerja bakti bersama anak turut ikut membantu kegiatan tersebut dan
106
tidak sungkan untuk berbaur dengan orang-orang yang lebih dewasa
darinya.
Dengan demikian, anak sudah melakukan penyesuaian yang baik
dengan masyarakat disekitarnya, anak mudah berbaur dengan teman-
temannya, bersikap ramah dan bertegur sapa dengan tetangga
disekitarnya, mematuhi peraturan yang berlaku, serta suka mengikuti
kegiatan sosial yang diadakan di lingkungan rumah sebagai bentuk
partisipasi dan kepedulian di lingkungannya. Akan tetapi, jika
terkadang aktivitas sekolah anak cukup padat ditambah dengan
kegiatan ekstrakulikuler yang harus anak ikuti sepulang sekolah
sehingga ia pulang sekolah sampai terlalu sore, anak suka merasa dan
mengeluh kelelahan sehingga ia lebih memilih untuk beristirahat lebih
cepat.
Proses sosialisasi yang setiap anak lakukan dengan orang-orang
disekitarnya memang dapat dikatakan berbeda-beda tergantung
bagaimana kondisi di lingkungannya. Lingkungan rumah atau
lingkungan masyarakat yang aktif dapat mendukung perkembangan
proses sosialisasi anak yang aktif dan baik, akan tetapi lingkungan
masyarakat yang pasif akan mendukung proses sosialisasi anak yang
pasif pula. Maka dari itu, dari wawancara spontan yang peneliti lakukan
beberapa anak ada yang mengakui bahwa ia kurang mengenal orang-
orang/tetangga di sekitar rumahnya dikarenakan tidak pernah keluar
rumah dan tidak pernah bersosialisasi dengan orang-orang di
lingkungannya.
C. Pembahasan
1. Pelaksanaan Full Day School di MTs Attaqwa 10 Terpadu Bekasi
Full day school menurut Baharuddin66 adalah kegiatan belajar
selama sehari penuh atau proses belajar mengajar yang diberlakukan dari
pagi hari sampai sore hari mulai pukul 06.45-15.00 WIB. Dengan
66 Aryanti, Harnida Gigih. Studi Implementasi Sistem Full Day School Dalam Upaya Meningkatkan
Kualitas Pembelajaran di SMP Muhammadiyah 8 Surakarta Tahun 2010. (Skripsi). Universitas
Sebelas Maret, Surakarta. 2011. Hal. 8
107
demikian, sekolah dapat mengatur jadwal pelajaran dengan leluasa,
disesuaikan dengan bobot mata pelajaran dan ditambah dengan
pendalaman materi.” Berdasarkan pengertian tersebut, MTs Attaqwa 10
Terpadu Bekasi adalah sekolah menengah pertama yang menerapkan
sistem full day school dimulai dari pukul 07.00-16.00, dimana sekolah
dengan leluasa mengatur segala kegiatan pembelajaran, baik itu jadwal
pelajaran sampai kegiatan ekstrakulikuler.
Program atau mata pelajaran unggulan di MTs Attaqwa 10 Terpadu
Bekasi adalah program Tahfidz Qur’an, dimana program Tahfidz Qur’an
ini dijadikan sebagai salah satu syarat kelulusan di MTs Attaqwa 10
Terpadu Bekasi, yang mana setiap siswanya diwajibkan untuk menghafal
Qur’an dan menyetorkan hafalannya kepada guru yang bersangkutan.
Program Tahfidz Qur’an ini sebagai bekal bagi setiap siswa bahwa selain
harus bisa membaca Al-Qur’an siswa juga harus mampu menghafal dan
memahami serta mengamalkan Al-Qur’an dalam kehidupan sehari-
harinya.
Salah satu program yang diterapkan di MTs Attaqwa 10 Terpadu
Bekasi ini adalah penerapan 1821, dimana 1821 ini adalah suatu program
sekolah yang dilakukan dengan membutuhkan kerjasama dengan orang tua
siswa dimana pada pukul 18.00 – 21.00 siswa/anak dipantau oleh orang
tua untuk belajar dan tidak boleh menonton televisi serta bermain gadget.
Nantinya setiap wali kelas akan menelpon ke rumah masing-masing
siswanya untuk menanyakan apakah program 1821 tersebut dapat
terealisasi dengan baik.
Maka dari itu menurut informan bahwa dalam pelaksanaan full day
school bukan hanya pihak sekolah saja yang dibebankan tetapi juga sangat
dibutuhkan sekali kerjasama dan partisipasi antara pihak sekolah, guru,
orang tua, serta lingkungan dalam mengawasi aktivitas belajar dan
keseharian anak. Pendidikan yang diperoleh di sekolah akan kurang
berhasil jika tanpa partisipasi dan dukungan dari orang tua serta
lingkungan anak.
108
Adapun hambatan yang terjadi dari pelaksanaan full day school di
MTs Attaqwa 10 Terpadu Bekasi yaitu terdapat perbedaan kemampuan
pada setiap peserta didik, dimana tidak seluruh peserta didik dapat
menguasai kedua bidang, yaitu bidang akademik dan bidang keagamaan.
Ada peserta didik yang hanya menguasai bidang akademik saja, dan ada
peserta didik yang hanya menguasai bidang keagamaan saja.
Hal ini menyebabkan kesulitan bagi para guru untuk
menyeimbangkan kedua bidang tersebut. Perbedaan kemampuan ini juga
menjadi kesulitan bagi siswa untuk dapat mencapai dan menguasai kedua
bidang tersebut sehingga terdapat beberapa siswa yang hasil belajarnya
kurang memenuhi target.
Upaya yang dilakukan dalam mengatasi perbedaan kemampuan
setiap peserta didik yaitu dengan memberikan bimbingan belajar tambahan
bagi siswa yang terlihat kurang maksimal di bidang akademik dan
memberikan mentoring khusus bagi siswa yang terlihat lemah atau kurang
mampu di bidang keagamaan, khususnya hafalan Qur’an dengan
didampingi oleh guru pembimbing. Dengan demikian diharapkan secara
perlahan setiap siswa dapat menguasai segala bidang, yaitu bidang
akademik maupun bidang keagamaan sehingga dapat memperoleh hasil
belajar yang maksimal.
Berdasarkan perhitungan statistik, aspek kegiatan pembelajaran full
day school memperoleh persentase sebesar 60%, yang artinya sebanyak 54
dari 90 responden/siswa menyatakan bahwa kegiatan pembelajaran full
day school di MTs Attaqwa 10 Terpadu Bekasi berjalan dengan cukup
baik. Kemudian dalam pelaksanaan full day school juga terdapat aspek
kegiatan keagamaan yang didalamnya meliputi aktivitas-aktivitas
keagamaan yang dilakukan siswa ketika di sekolah seperti sholat
berjama’ah dan hafalan Qur’an. Berdasarkan persentase, tingkat kegiatan
keagamaan di MTs Attaqwa 10 Terpadu Bekasi yaitu sebesar 62%, yang
artinya kegiatan keagamaan di MTs Attaqwa 10 Terpadu Bekasi berjalan
dengan cukup baik, dimana siswa rajin dan aktif dalam melakukan sholat
berjama’ah serta menyetor hafalan Qur’an.
109
Aspek berikutnya yaitu tingkat kepribadian siswa MTs Attaqwa 10
Terpadu Bekasi. Kepribadian siswa yang dimaksudkan dalam penelitian
ini yaitu kepatuhan siswa dalam menaati peraturan sekolah dan perilaku
yang ditunjukkan siswa dalam bergaul dengan teman-temannya.
Berdasarkan perhitungan statatistik, sebesar 68% atau sebanyak 61 dari 90
siswa memiliki kepribadian yang cukup baik, dimana siswa dapat
mematuhi peraturan sekolah dan memiliki perilaku yang baik antar sesama
siswa. Selanjutnya pada aspek kegiatan ekstrakulikuler, sebesar 70% atau
63 dari 90 siswa menjawab tingkat kegiatan ekstrakulikuler di MTs
Attaqwa 10 Terpadu Bekasi berjalan dengan cukup baik. Kegiatan
ekstrakulikuler MTs Attaqwa 10 Terpadu Bekasi dinyatakan dapat
memberikan manfaat yang baik kepada siswa dengan mengembangkan
bakat dan kemampuan yang dimiliki oleh siswa.
Adapun aspek dari kegiatan full day school yang terakhir yaitu
mengenai kebiasaan siswa. Kebiasaan yang dimaksudkan dalam penelitian
ini yaitu seperti kebiasaan atau sikap dan tingkah laku siswa ketika
bertemu dan berbicara dengan guru, teman, dan dengan anggota sekolah
lainnya.
Berdasarkan persentase yang diperoleh bahwa sebesar 67% atau
sebanyak 60 responden/siswa memiliki kebiasaan, sikap, dan tingkah laku
yang cukup baik. Kebiasaan yang cukup baik itu ditunjukkan dengan sikap
dan tingkah laku keseharian siswa di sekolah seperti ketepatan waktu
datang ke sekolah, menaati nasihat guru, bersalaman ketika berpapasan
dengan guru, tidak bertengkar dengan siswa lainnya, dan sikap-sikap
positif lainnya.
2. Pengaruh Pelaksanaan Full Day School Terhadap Interaksi Sosial
Anak di Lingkungan Masyarakat
Kegiatan full day school yang melibatkan anak harus berada di
sekolah di sebagian besar waktunya dapat memberikan dampak yang
positif dan dampak negatif kepada diri anak. Pertama, alasan orang tua
mengapa menyekolahkan anaknya ke sekolah full day yaitu karena orang
tua merasa lebih aman anaknya berada di sekolah sehari penuh dengan
110
kegiatan belajar yang lebih terpantau, orang tua tidak perlu merasa
khawatir mengenai aktivitas dan pergaulan sehari-hari anaknya. Akan
tetapi, full day school juga memberikan dampak negatif terhadap
perkembangan sosial anak, khususnya anak perempuan, yang berdasarkan
hasil penelitian bahwa walaupun proses interaksi antara anak dengan
masyarakat disekitarnya dapat dikatakan cukup baik tetapi kemampuan
atau kesempatan anak dalam berinteraksi dengan lingkungan rumah dan
masyarakat menjadi berkurang. Anak mengalami kesulitan dalam
menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya. Hal ini dikarenakan jam
sekolah anak dari pagi sampai sore hari dan ketika anak pulang sekolah
anak sudah terlalu lelah sehingga anak jarang berinteraksi dengan orang-
orang disekitarnya.
Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa pelaksanaan full
day school juga memberikan pengaruh terhadap proses interaksi anak,
dimana lebih besar pengaruhnya kepada anak perempuan dibandingkan
kepada anak laki-laki. Jika siswa/anak laki-laki mengatakan bahwa ia
masih tetap bisa dan suka bermain dengan teman-teman rumahnya ketika
pulang sekolah dan di hari libur, berbeda halnya dengan siswa/anak
perempuan, mereka lebih memilih untuk berada di rumah sepulang
sekolah daripada harus bermain dengan teman-temannya.
Berdasarkan hasil wawancara dengan orang tua, bahwa
perkembangan interaksi sosial anak baik buruknya tergantung bagaimana
dengan kondisi fisik anak dan tergantung dari bagaimana cara orang tua
mengajarkan anak untuk dapat berinteraksi dengan baik dengan orang-
orang disekitarnya. Jika anak sedang merasa lelah karena kegiatan
sekolahnya, anak pun akan memilih untuk beristirahat, akan tetapi jika ia
sedang mempunyai waktu untuk bermain dengan teman-teman rumahnya,
maka ia akan memilih untuk bermain dan bergaul dengan teman-temannya
daripada harus berdiam diri di rumah.
Jika anak bisa memanfaatkan waktunya dan peduli dengan orang-
orang disekitarnya, anak tetap dapat berinteraksi dengan baik, bahkan jika
anak mempunyai kepekaan sosial yang tinggi dengan orang-orang
111
disekitarnya, dengan orang yang belum ia kenal pun anak tetap dapat
berinteraksi atau berkomunikasi yang baik kepada orang tersebut. Akan
tetapi, jika orang tua juga tidak peduli dan tidak ikut berpartisipasi dengan
perkembangan sosial anak ditambah kondisi lingkungan anak yang pasif
maka perkembangan sosial anak pun menjadi terhambat.
Interaksi sosial yang anak lakukan di sekolah dapat dipastikan
berjalan dengan sangat baik karena anak lebih banyak menghabiskan
waktunya sehari penuh berada di sekolah daripada di rumah. Anak merasa
lebih dekat dengan teman-teman sekolahnya daripada dengan teman
rumahnya. Hal ini terbukti dari hasil wawancara spontan yang dilakukan
oleh peneliti dengan beberapa siswa perempuan bahwa walaupun anak
tidak mengalami kesulitan untuk bergaul di rumahnya tetapi anak
mengakui ia lebih senang jika bergaul dengan teman-teman sekolahnya
daripada dengan teman rumahnya, bahkan terdapat beberapa anak yang
mengakui jika ia tidak mempunyai teman dirumahnya.
Dengan demikian, bahwa walaupun di sekolah anak bersosialisasi
dengan teman-teman dan gurunya tetapi akan berbeda dengan
sosialisasinya ketika berada di lingkungan rumah atau di masyarakat.
Syarat dari terjadinya interaksi sosial itu sendiri yaitu adanya kontak dan
komunikasi dari dua arah. Ketika anak berkomunikasi dengan orang-orang
disekitarnya, anak akan dapat dikenal dan diakui keberadaannya oleh
lingkungannya. Dengan berkomunikasi pula, anak menjadi lebih peka
dengan keadaan disekitarnya.
Akan tetapi, dengan sedikit kesempatan waktu yang anak miliki
untuk dapat berkomunikasi dengan orang-orang di lingkungan rumahnya,
menjadikan anak tidak peka dan kurang dikenal oleh orang-orang
disekitarnya sehingga terdapat beberapa anak yang mengakui bahwa ia
tidak mempunyai teman dirumahnya. Berdasarkan hasil pengolahan data,
dapat diketahui bahwa proses komunikasi antara anak dengan orang tua,
keluarga, dan masyarakat terjadi sebesar 67%.
Dengan demikian dapat diketahui bahwa anak tetap berkomunikasi
dan berinteraksi dengan orang tua, keluarga, dan orang-orang disekitarnya.
112
Selanjutnya, selain proses komunikasi aspek lain yang harus diperhatikan
yaitu adanya intensitas waktu yang anak miliki untuk dapat berkomunikasi
dengan keluarga dan orang-orang disekitarnya. Berdasarkan pengolahan
data, dapat diketahui bahwa sebesar 79% anak memiliki intensitas waktu
yang cukup baik untuk berinteraksi dengan keluarga dan masyarakat.
Dasar dari terjadinya interaksi sosial yaitu adanya proses sosial
bahwa “proses sosial adalah cara-cara berhubungan antar individu atau
antar kelompok sehingga terjadi hubungan saling mempengaruhi satu
sama lain”. Proses sosial itu sendiri terbagi kedalam dua proses, yaitu
proses asosiatif dan proses disosiatif. Proses asosiatif adalah proses yang
mendukung seseorang atau kelompok untuk mencapai suatu tujuan
tertentu, seperti kerjasama, akomodasi, dan asimilasi. Dalam proses
kerjasama yang terjadi antara anak dengan keluarga, teman sebaya, dan
masyarakat, persentase yang diperoleh yaitu sebesar 62%. Dengan
demikian, dapat diketahui bahwa anak memiliki sikap kerjasama dan nilai
solidaritas yang cukup baik yang ia tunjukkan dengan teman-temannya.
Anak suka melakukan belajar kelompok dengan teman-temannya serta
anak bisa berkoordinasi yang baik dengan teman kelompoknya.
Proses akomodasi dikenal sebagai suatu proses penyesuaian diri
yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok sebagai upaya untuk
mengatasi suatu ketegangan. Akomodasi juga berarti adanya
keseimbangan interaksi sosial yang berkaitan dengan norma dan nilai yang
ada dalam masyarakat. Bentuk akomodasi yang bisa anak lakukan ketika
berinteraksi dengan orang-orang disekitarnya yaitu anak mudah berbaur
dan dapat bekerja sama dengan baik dengan orang-orang disekitarnya.
Berdasarkan hasil pengolahan data, dapat diketahui bahwa
persentase proses akomodasi yang terjadi antara anak dengan keluarga,
teman sebaya, dan masyarakat yaitu sebesar 71%. Artinya, anak memiliki
keterampilan sosial yang cukup baik dalam bergaul seperti mau mengalah
dan tidak egois. Ketika anak melakukan kesalahan ia tidak akan sungkan
untuk mengakui kesalahan tersebut dan berusaha untuk memperbaikinya.
113
Selain proses akomodasi yang berjalan dengan cukup baik dalam
perkembangan interaksi sosial anak, juga terdapat proses asimilasi yang
terjadi setelah melalui tahap kerja sama dan akomodasi, yaitu dalam proses
asimilasi anak akan memiliki sikap toleransi yang tinggi dan memiliki
sikap saling menghargai antarperbedaan setiap individu serta memiliki
tingkat kepedulian yang tinggi terhadap orang-orang yang berada
disekitarnya. Persentase untuk proses asimilasi itu sendiri yaitu sebesar
60%, hal ini berarti dapat diketahui bahwa anak memiliki tingkat
kepedulian, rasa saling menghargai, serta sikap saling tolong menolong
yang cukup baik antara anak dengan teman-temannya, keluarganya, dan
juga dengan tetangga sekitarnya.
Selanjutnya, dalam teori proses sosial selain proses asosiatif juga
terdapat proses disosiatif. Proses disosiatif adalah proses yang
bertentangan dengan seseorang atau kelompok untuk mencapai tujuan
tertentu (Muin, 2013, hlm. 70). Dalam proses disosiatif terdapat dua
bentuk yaitu persaingan dan pertikaian. Persaingan dan pertikaian yang
dimaksudkan dalam penelitian ini yaitu bagaimana sikap anak dalam
menghadapi persaingan atau pertikaian dengan orang-orang sekitarnya
khususnya dengan teman-temannya. Adapun sikap yang anak tunjukkan
ketika ia menghadapi suatu persaingan atau pertentangan berdasarkan
hasil pengolahan data yaitu berada dalam persentase sebesar 60%.
Dengan demikian, dapat diketahui bahwa anak memiliki sikap yang
cukup baik ketika ia bersaing dengan teman-temannya, seperti bersikap
sportif dan tidak berbuat curang serta menerima kekalahan dalam suatu
perlombaan. Ketika menghadapi suatu permasalahan dengan orang-orang
disekitarnya anak mudah untuk mengambil jalan tengah dan lebih memilih
perdamaian daripada harus terjadi keributan.
3. Pengaruh Pelaksanaan Full Day School Terhadap Proses Sosialisasi
Anak di Lingkungan Masyarakat
Proses sosialisasi adalah proses pengenalan nilai-nilai dan norma
yang berlaku di masyarakat sehingga seseorang dapat menyesuaikan diri
dan dapat memainkan peranannya dengan baik dalam kehidupan
114
masyarakat. Sama halnya dengan interaksi sosial, proses sosialisasi adalah
suatu proses yang berlangsung seumur hidup. Proses sosialisasi berperan
sangat penting pada setiap individu sebagai bekal individu dalam
menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan sebagai cara agar individu
dapat berperilaku sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di
masyarakat. Begitu pula dengan anak-anak yang bersekolah di sekolah full
day, mereka harus melakukan sosialisasi dengan lingkungan sekitarnya
sebagai bekal mereka dalam menyesuaikan diri dan agar dapat diterima
serta diakui keberadaannya oleh masyarakat disekitarnya.
Agen sosialisasi yang paling utama yang yang berperan penting
dalam membentuk pengetahuan, sikap, dan perilaku agar sesuai dengan
nilai dan norma yang berlaku di masyarakat adalah keluarga, khususnya
yaitu orang tua. Seorang anak pertama-tama mempelajari nilai, norma,
sikap, dan perilaku dari orang tuanya. Kemampuan sosialisasi yang anak
miliki dipengaruhi oleh sebagian besar dari faktor lingkungannya,
terutama oleh keluarga jika anak mendapatkan stimulasi, penerimaan, dan
kehangatan dari orang tua dan saudara kandungnya maka akan
berpengaruh positif bagi perkembangan sosial anak. Jika lingkungan
rumah secara keseluruhan dapat mengembangkan sikap sosial yang baik,
maka kemungkinan besar akan mempengaruhi anak dalam kemampuan
sosialisasinya baik dalam keluarga maupun di masyarakat. Jika proses
internalisasi nilai dan norma antara orang tua dan anak berjalan dengan
baik, maka akan baik pula proses sosialisasi anak dengan lingkungan
masyarakatnya, dan begitu juga sebaliknya.
Berdasarkan hasil wawancara, informan mengatakan bahwa sejak
anak kecil ia telah mengajarkan dan membentuk sikap serta perilaku anak
yang sesuai dengan nilai dan norma sehingga anak termasuk anak yang
patuh dan menaati aturan serta menjalankan nilai dan norma yang berlaku
di masyarakat. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa walaupun anak
lebih banyak menghabiskan waktunya di sekolah daripada di lingkungan
rumah, anak sudah memahami betul mengenai bagaimana peranannya di
lingkungan masyarakat dan dapat menyesuaikan diri dengan baik dengan
115
orang-orang di sekitarnya walaupun kurang mudah berbaur dengan
masyarakat sekitarnya dikarenakan keterbatasan waktu yang anak miliki
untuk bersosialisasi dengan masyarakat di sekitarnya.
Agen sosialisasi kedua yang juga paling penting peranannya untuk
menginternalisasikan nilai-nilai dan norma kepada anak yaitu teman
sebaya. Pergaulan anak dengan teman-teman sebayanya yang diakui oleh
informan sebagai orang tua bahwasanya sangat memengaruhi
perkembangan sosial dan pembentukan kepribadian anak. Anak mudah
sekali untuk mengikuti pengaruh yang diberikan dari teman sebayanya.
Pengaruh teman sebaya inilah yang dikhawatirkan berdampak negatif pada
perkembangan kepribadian anak. Maka dari itu, orang tua lebih memilih
anak untuk memasukkan anaknya ke sekolah full day agar anak bisa
terhindar dari pengaruh negatif dari lingkungan dan teman sebayanya
tersebut. Informan pun mengatakan bahwa dengan anaknya bersekolah di
sekolah full day, rasa khawatir mengenai pergaulan anak menjadi lebih
berkurang.
Sama halnya dengan proses interaksi sosial, proses sosialisasi pada
anak pun tergantung bagaimana dengan lingkungan anak. Jika lingkungan
dan orang-orang terdekat dapat mendukung anak untuk tetap bersosialisasi
dengan baik, seperti orang tua yang mudah berbaur dengan tetangga-
tetangga disekitarnya, maka anak pun akan mengikuti apa yang orang
tuanya lakukan, karena dalam tahap-tahap sosialisasi terdapat tahap
meniru yang dimana anak akan meniru apa yang dilakukan oleh orang-
orang terdekatnya khususnya orang tua. Akan tetapi, jika orang tua
termasuk orang tua yang pasif dan kurang bergaul, maka anak pun akan
segan untuk bergaul dengan orang-orang di lingkungannya. Proses
sosialisasi merupakan proses yang sangat penting bagi anak, karena
dengan bersosialisasi anak akan diakui keberadaannya dan diterima oleh
orang-orang disekitarnya.
Dalam teori pengambilan peran yang berkaitan dengan proses
sosisalisasi, bahwa manusia untuk menjadi sama dengan orang lain harus
melalui beberapa tahap-tahap sosialisasi, yang pertama yaitu tahap
116
persiapan. Dalam tahap persiapan ini anak mempersiapkan diri untuk
mengenal lingkungannya. Anak belajar mengambil perspektif orang lain
yang dianggap sesuai dengan dirinya.
Dalam tahap ini, keluarga khususnya orang tua berperan besar untuk
mengajarkan nilai dan norma yang harus dijalankan oleh anak.
Berdasarkan pengolahan data, dapat diketahui bahwa sebesar 57% tahap
persiapan ini berjalan dengan cukup baik pada diri anak. Dengan
demikian, dapat diketahui bahwa orang tua sudah mengajarkan kepada
anak dari sejak kecil mengenai nilai-nilai, norma, sikap, serta perilaku
yang harus anak aplikasikan di kehidupan sehari-harinya.
Tahapan yang kedua dari tahap-tahap sosialisasi ini yaitu tahap
meniru. Pada tahap meniru ini anak akan mengikuti atau memainkan peran
seperti yang ia lihat. Anak akan menirukan peran-peran yang dilakukan
oleh orang-orang di sekitarnya. Jika agen sosialisasi yang seperti keluarga,
teman sebaya, lingkungan sekitar memainkan perannya dengan baik, maka
anak akan mengikuti atau memainkan peran dengan baik pula seperti apa
yang ia lihat.
Begitu juga sebaliknya, jika agen sosialisasi tersebut memainkan
perannya dengan buruk, maka peran yang ditiru anak akan buruk pula.
Dalam penelitian ini, persentase yang diperoleh dalam tahap meniru yaitu
sebesar 57%, yang berarti tahap meniru pada anak dalam proses sosialisasi
terjadi dengan cukup baik, dimana anak mudah sekali untuk meniru
perbuatan atau perkataan yang sering ia lihat dan ia dengar dari
lingkungannya, termasuk dari anggota keluarganya dan teman-teman
sebayanya.
Tahapan sosialisasi berikutnya yaitu tahap persiapan bertindak. Pada
tahap ini, anak dapat memainkan perannya sendiri dengan penuh
kesadaran. Anak sudah mengerti mengenai pentingnya nilai dan norma
dan memahami siapa dirinya serta bagaimana perannya di lingkungan
masyarakat. Berdasarkan pengolahan data dapat diketahui bahwa sebesar
77% tahap persiapan bertindak pada anak terjadi dengan cukup baik.
117
Dengan demikian, dapat diketahui bahwa anak sudah dapat
bersosialisasi dengan orang-orang disekitarnya bahkan dapat bekerja sama
dengan baik dengan orang yang baru dikenalnya sehingga anak tumbuh
menjadi anak yang tahu dan patuh pada aturan yang berlaku di
lingkungannya.
Tahapan terakhir dalam proses sosialisasi yaitu tahap penerimaan
norma kolektif. Pada tahap ini, anak mampu untuk mengontrol perilakunya
sendiri dan sudah dapat menempatkan dirinya dalam lingkungan
masyarakat. Anak sudah dapat mengetahui bagaimana ia harus bersikap
dan berperilaku. Anak juga sudah mengerti bagaimana ia harus memiliki
kemampuan bekerja sama bukan hanya dengan orang yang berinteraksi
dengannya, tetapi juga dengan orang lain yang baru atau tidak dikenalnya.
Pada tahap penerimaan norma kolektif ini persentase yang diperoleh
sebesar 59%, yang artinya bahwa tahap penerimaan norma kolektif pada
anak dalam proses sosialisasi terjadi dengan cukup baik. Anak dapat
memberikan kontribusi yang baik kepada lingkungan masyarakatnya,
seperti memahami aturan-aturan yang ada di lingkungannya, aktif
mengikuti kegiatan yang diadakan di lingkungannya, serta dapat bergaul
dengan baik dengan orang-orang disekitarnya bahkan dengan orang yang
lebih tua darinya.
118
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah dilakukan penelitian dan pengolahan data kemudian
menganalisisnya mengenai proses interaksi dan sosialisasi anak di lingkungan
masyarakat pada anak yang bersekolah di sekolah full day di MTs Attaqwa 10
Terpadu Bekasi, maka diperoleh simpulan penelitian sebagai berikut:
1. Kesimpulan Umum
Berdasarkan hasil uji pengaruh bahwa pelaksanaan full day school
memberikan pengaruh terhadap proses interaksi dan sosialisasi anak di
lingkungan masyarakat, dimana anak tetap berinteraksi dan bersosialisasi
dengan keluarga dan orang-orang disekitarnya walaupun dalam intensitas
waktu yang minim.
2. Kesimpulan Khusus
a. MTs Attaqwa 10 Terpadu Bekasi Utara merupakan pendidikan
jenjang sekolah menengah pertama yang menerapkan sistem
pembelajaran full day school. Kegiatan di MTs Attaqwa 10 Terpadu
Bekasi Utara tidak hanya terfokus pada pendidikan akademis saja
melainkan mengintegrasikan kurikulum nasional dengan muatan
keislaman, yaitu dengan menerapkan 50% Kurikulum Nasional dan
50% Kurikulum Agama yang didukung dengan program life skill dan
ICT (Informatic Computer and Technology).
b. Perkembangan interaksi sosial anak dengan lingkungan masyarakat
khususnya dengan keluarga, teman-teman sebaya, serta tetangga
sekitarnya berada pada kategori cukup baik, dimana anak tetap bisa
berinteraksi dengan keluarga dan lingkungan masyarakatnya
walaupun dalam intensitas waktu yang minim.
c. Perkembangan proses sosialisasi anak dengan lingkungan masyarakat
berada pada kategori cukup baik. Kemampuan bersosialisasi anak
tergantung dengan bagaimana kondisi lingkungan anak terdapat 22%
responden.
119
d. Pelaksanaan full day school memberikan pengaruh sebesar 45%
terhadap proses interaksi sosial anak di lingkungan masyarakat,
dimana lebih besar pengaruhnya kepada anak perempuan
dibandingkan kepada anak laki-laki. Anak laki-laki dapat lebih mudah
berbaur dan berkomunikasi dengan teman-teman dan orang-orang di
sekitar rumahnya, sedangkan anak perempuan lebih memilih untuk
berdiam diri di rumah daripada bergaul dengan orang-orang
disekitarnya.
e. Secara psikologis full day school memberikan rasa nyamanpada orang
tua, karena melakukan kegiatan di sekolah terdapat sebesar 22% di
mana proses sosialisasi anak di lingkungan masyarakat, dimana
keterbatasan waktu anak untuk berada di rumah dan kondisi
lingkungan anak mempengaruhi kemampuan bersosialisasi anak
dengan orang-orang di lingkungannya.
B. Implikasi
Berdasarkan hasil penelitian mengenai proses interaksi dan sosialisasi
anak di lingkungan masyarakat pada anak yang bersekolah di sekolah full day
di MTs Attaqwa 10 Terpadu Bekasi, maka implikasi dari penelitian ini adalah:
1. Perkembangan sosial anak harus diperhatikan dalam menunjang
keberhasilan anak tersebut, salah satunya yaitu perkembangan interaksi
dan sosialisasi anak yang sangat dekat kaitannya dengan kehidupan di
masyarakat sehingga dengan pendidikan yang pelaksanaannya full day
school bisa memberi sumbangan terhadap kematangan sosial anak yang
nantinya bisa membantu anak dalam menghadapi kehidupan sosial yang lebih
luas dan kompleks.
2. Program-program sekolah juga diharapkan tidak selalu mementingkan
perkembangan kognitif anak saja tetapi juga harus memperhatikan
perkembangan anak dari sisi interaksi sosial dan proses sosialisasinya.
120
C. Saran-saran
Berdasarkan simpulan dan implikasi yang telah dipaparkan diatas,
penulis memberikan saran-saran kepada beberapa pihak, diantaranya:
1. Pihak Sekolah
Bagi pihak sekolah diharapkan mempunyai andil dalam
mempengaruhi perkembangan sosial anak, khususnya dalam hal interaksi
dan sosialisasi anak agar anak bukan hanya cakap berinteraksi di sekolah
saja tetapi juga cakap dalam berinteraksi dan bersosialisasi di lingkungan
masyarakat.
2. Para Pendidik
Bagi para pendidik diharapkan dapat mengarahkan perkembangan
sosial anak, salah satunya yaitu dengan memberikan tugas kepada anak
yang melibatkan orang-orang disekitarnya. Pendidik juga harus mampu
menerapkan metode-metode pembelajaran yang inovatif dan variatif agar
dapat mengurangi kejenuhan para siswa.
3. Orang Tua
Orang tua diharapkan dapat mengawasi setiap perilaku dan sikap
anak di rumah. Pengawasan dan bimbingan di rumah sangat berpengaruh
dalam perkembangan sosial anak sehingga akhlak anak tetap terjaga dan
terbimbing terutama pengaruh negatif yang akan mempengaruhi anak. Orang
tua sebagai orang yang paling mengetahui dan mengerti tentang keadaan anak
juga harus sadar untuk mengajarkan dan menginteralisasikan nilai dan norma
kepada anak dan tetap memberikan dukungan kepada anak dalam hal
kemampuan sosialisasi anak sehingga ketika anak tumbuh dewasa anak sudah
memiliki kemampuan sosialisasi yang baik.
4. Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu referensi
untuk mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh pelaksanaan
full day school terhadap perkembangan sosial anak, bahkan peneliti
selanjutnya juga diharapkan dapat mengadakan penelitian tentang
perbandingan interaksi sosial dan proses sosialisasi antara anak perempuan
dan anak laki-laki yang bersekolah di full day school.
121
5. Mahasiswa Sosiologi
Bagi mahasiswa sosiologi sebagai calon pendidik, diharapkan
mahasiswa lulusan sosiologi dapat menjadi guru yang bisa menanamkan
kecerdasan interpersonal pada anak didiknya sehingga anak tidak menjadi
anak yang anti sosial di lingkungan masyarakatnya.
122
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Pendekatan Suatu Praktik. Jakarta: PT
Rineka Cipta, 2010.
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Pendekatan Suatu Praktik. Jakarta: PT
Rineka Cipta, 2012.
Damsar. Pengantar Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Kencana, 2011.
Desmita. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2012.
Creswell, John.W. Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013.
Effendi, Tadjoeddin N. dan Manning, Chris. Urbanisasi, Pengangguran, dan
Sektor Informal di Kota. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1991.
Furqon. Statistika Terapan untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta, 2011.
Hurlock, Elizabeth B. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang
Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga, 1980.
Muin, Idianto. Sosiologi untuk SMA/MA Kelas X Kelompok Peminatan Ilmu-Ilmu
Sosial. Jakarta: Erlangga, 2013.
Nata, Abuddin. Perspektif Islam Tentang Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana,
2009.
Nazsir, Nasrullah. Kajian Lengkap Konsep dan Teori Sosiologi Sebagai Ilmu
Sosial. Bandung: Widya Padjajaran, 2008.
Nurihsan, Juntika, & Agustin, Mubiar. Dinamika Perkembangan Anak dan Remaja:
Tinjauan Psikologi, Pendidikan, dan Bimbingan. Bandung: PT Refika
Aditama, 2013.
Riduwan dan Akdon. Rumus dan Data dalam Analisis Statistika. Bandung:
Alfabeta, 2010.
Riduwan. Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Peneliti Pemula.
Bandung: Alfabeta, 2012.
Santoso, Slamet. Teori-Teori Psikologi Sosial. Bandung: PT Refika Aditama, 2010.
Setiadi, Elly, M. & Kolip, Usman. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Kencana, 2011.
Silalahi, Ulber. Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT Refika Aditama, 2012.
123
Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2012.
Sugiyono. Metode Penelitian Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D.
Bandung: Alfabeta, 2009.
Sugiyono. Metode Penelitian Kombinasi. Bandung: Alfabeta, 2012.
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung:
Alfabeta, 2012.
Sugiyono. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta, 2015.
Sunarto, Kamanto. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia, 2004
Usman dan Akbar. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara, 2009.
Jurnal dan Skripsi
Aryanti, Harnida Gigih. Studi Implementasi Sistem Full Day School Dalam Upaya
Meningkatkan Kualitas Pembelajaran di SMP Muhammadiyah 8 Surakarta
Tahun 2010. (Skripsi). Universitas Sebelas Maret, Surakarta. 2011.
Rizka, Syahrul. Implementasi Pendidikan Agama Islam di Full Day School SMA
Negeri 5 Malang. (Skripsi). Universitas Islam Negeri Maulana Malik
Ibrahim, Malang, 2010.
Astuti, Marfiah. Implementasi Program Fullday School Sebagai Usaha Mendorong
Perkembangan Sosial Peserta Didik TK Unggulan Al-Ya’lu Kota Malang.
Jurnal Kebijakan dan Pengembangan Pendidikan, 2013.
Hasan, Nor. Full Day School (Model Alternatif Pembelajaran Bahasa Asing).
Jurnal Tadris,, 2006.
Milligan, Charles. Full-Day Kindergarten Effects on Later Academic Success.
Middle Tennessee State University, Educational Leadership. Jurnal
Internasional, 2012.
Suyuthi, Ahmad. Model Pendidikan Full Day School dalam Perpektif Inovasi
Pendidikan di Indonesia. Jurnal Akademika, 2013.
124
LAMPIRAN
125
1. LAMPIRAN SURAT-SURAT
1.1 Surat Bimbingan Skripsi
126
1.2 Surat Permohonan Izin Penelitian
127
1.3 Surat Pernyataan Penelitian
128
2. LAMPIRAN ANGKET
129
130
131
132
133
134
135
136
137
138
139
BIODATA PENULIS
Wais Al-Qurni, lahir di
Bekasi 3 Mei 1994, putra dari Bapak
Alm Muhajir dan Ibu Wahidah yang
beralamat tinggal di Desa Bahagia,
Babelan, Bekasi, Jawa Barat. Putra
ketiga dari 5 bersaudara ini telah
menempuh Pendidikan Madrasah
At-Taqwa (2000-2006), Kemudian
penulis melanjutkan ke Madrasah
Tsanawiyah Bekasi (2007-2009),
selanjutnya meneruskan pendidikan
di Madrasah Madrasah Aliyah At-
Taqwa (2009-2012) dan Setelah lulus
Madrasah Aliyah, penulis melanjutkan pedidikan di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Jurusan Pendidikan Ilmu Pegetahuan
Sosial konsentrasi Sosiologi angkatan 2012 melalui jalur Mandiri.
Skripsi yang berjudul “Pengaruh Pelaksanaan Full Day School Terhadap
Proses Sosialisasi Anak di Lingkungan Masyarakat” ini di bawah bimbingan
Prof. Dr. Ulfah Fajarini, M.Si sebagai Dosen Pembimbing