pengaruh pelayanan aparatur pajak terhadap kepuasan wajib...
TRANSCRIPT
Pengaruh Kualitas Pelayanan Aparatur Pajak Terhadap Kepuasan Wajib
Pajak dalam Memenuhi Kewajiban Mengisi dan Menyampaikan
SPT PPh 21 Orang Pribadi
(Studi Kasus pada KPP Pratama Bekasi Utara)
Skripsi
:
Oleh
Subki Abdul Qodir
103082029473
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2008 M/1429 H
PENGARUH PELAYANAN APARATUR PAJAK TERHADAP
KEPUASAN WAJIB PAJAK DALAM MEMENUHI KEWAJIBAN
MENGISI DAN MENYAMPAIKAN
SPT PPH 21 ORANG PRIBADI
(Studi Kasus pada KPP Pratama Bekasi Utara)
Skripsi
Ditujukan kepada Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial
untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh:
Subki Abdul Qodir
NIM. 103082029473
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing I Pembimbing II
Prof.Dr. Abdul Hamid, MS Rahmawati, SE., Ak., MM
NIP. 131 474 891 NIP. 150 377 441
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2008 M/1429 H
PENGARUH PELAYANAN APARATUR PAJAK TERHADAP
KEPUASAN WAJIB PAJAK DALAM MEMENUHI KEWAJIBAN
MENGISI DAN MENYAMPAIKAN
SPT PPH 21 ORANG PRIBADI
(Studi Kasus pada KPP Pratama Bekasi Utara)
Skripsi
Ditujukan kepada Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial
untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh:
Subki Abdul Qodir NIM. 103082029473
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing I Pembimbing II
Prof Dr. Abdul Hamid, MS Rahmawati, SE, MM NIP. 131 474 891 NIP. 150 377 441
Penguji Ahli
Rini, SE, AK., M.Si
NIP .150 370 231
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2008 M/1429 H
Hari ini Senin Tanggal 24 Maret 2008 telah dilakukan Ujian Komprehensif atas
nama Subki Abdul Qodir NIM: 103082029473 dengan judul Skripsi
“PENGARUH PELAYANAN APARATUR PAJAK TERHADAP
KEPUASAN WAJIB PAJAK DALAM MEMENUHI KEWAJIBAN
MENGISI DAN MENYAMPAIKAN SPT PPh 21 ORANG PRIBADI” (Studi
Kasus pada KPP Pratama Bekasi Utara). Memperhatikan kemampuan mahasiswa
tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan
Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 24 Maret 2008
Tim Penguji Ujian Komprehensif
Prof. Dr. Abdul Hamid, MS Drs Abdul Hamid Cebba, Ak. MBA
Ketua Sekretaris Hepi Prayudiawan, SE.Ak.MM Penguji Ahli
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Subki Abdul Qodir
Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 22 Juni 1984
Jenis Kelamin : laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Jl. Swadaya Raya Rt 08/Rw 02 Jakasampurna
Bekasi Barat , Kode Pos 17145
No. telepon : 085710279029
e-mail : [email protected]
Pendidikan
1991-1997 SDN Kedaung 01
1997-2000 MTs Asshidiqqiah Batu Ceper Tangerang
2000-2003 SMU Islam Assyafiiyah 02 Pondok Gede Bekasi
2003-2008 Fakultas Ekonomi, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
ABSTRAK
Subki Abdul Qodir. Judul Skripsi “Pengaruh Pelayanan Aparatur Pajak Terhadap Kepuasan Wajib Pajak dalam Memenuhi Kewajiban Mengisi dan Menyampaikan SPT PPh 21 Orang Pribadi (Studi Kasus pada KPP Pratama Bekasi Utara)”. Strata Satu (S1). Jurusan Akuntansi Konsentrasi Perpajakan pada Fakultas Ekonomi Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta 2008 M/1429 H. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah pengaruh pelayanan aparatur pajak terhadap kepuasan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban mengisi dan menyampaikan SPT PPh 21 orang pribadi. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan melalui rumus koefisien korelasi yaitu mengukur keeratan hubungan antara pelayanan dan kepuasan wajib pajak, selain itu peneliti juga menggunakan metode analisis regresi sederhana dalam menguji hipotesis, selain itu peneliti juga menggunakan analisis uji t dan uji f. Data diperoleh dengan menyebarkan kuisioner terhadap 41 Wajib Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak, yang penentuan sampel ditentukan dengan rumus solvin.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa tabel nilai t hitung berdasarkan output SPSS 15 adalah sebesar 6,097. Dalam kasus ini nilai t hitung > t tabel, maka dapat disimpulkan bahwa variabel independen pelayanan aparatur pajak secara individual mempengaruhi secara signifikan merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen kepuasan wajib pajak. Sedangkan uji f menunjukkan bahwa uji f test didapat nilai f hitung sebesar 37,169 dengan probabilitas 0,000. Karena probabilitas jauh lebih kecil dari 0,05 maka model regresi dapat digunakan untuk memprediksi pelayanan aparatur pajak atau dapat dikatakan bahwa kepuasan wajib pajak berpengaruh terhadap pelayanan aparatur pajak. Kata Kunci: Pelayanan, Kepuasan, Wajib Pajak.
ABSTRACT
Subki Abdul Qodir. Title Skripsi " Influence of Performance of Tax Aparatur To Taxpayer Satisfaction in Fulfilling Obligation Fill and Submit the SPT PPH 21 Personal People ( Case Study at KPP Pratama North Bekasi)". Strata One ( S1). Majors of Accountancy of Taxation Concentration at Faculty Of Economics of Social Science State Islam University Syarif Hidayatullah Jakarta 2008 M / 1429 H.
Purpose of this research is to know what will be influence of performance of tax aparatur to taxpayer satisfaction in fulfilling obligation fill and submit the SPT PPh 21 personal people. This research use the descriptive method qualitative through formula of correlation coefficient that is measure the relation of among performance and taxpayer satisfaction, others researcher also use the method analyse the simple regresi in testing hypothesis, others researcher also use the analysis test the t and test the f. Data obtained by propagating kuisioner to 41 Taxpayer at Office of tax performance, what determination sampel determined with the formula solvin. Result of this research is show that value t calculate pursuant to output SPSS 15 equal to 6,097. In this case assess the t calculate > t of tables, inferential hence that independent variable performance of tax aparatur individually influence by signifikan representing indicate which signifikan to variable dependen taxpayer satisfaction. While test f indicate that the test f could by a f value calculate equal to 37,169 by probabilitas 0,000. Because probabilitas much more small from 0,05 hence model the regresi applicable to predicate performance of aparatur Iease or can be said that taxpayer satisfaction have an effect to performance of tax aparatur Keyword: Service, Satisfaction, Taxpayer
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin dengan segala kerendahan hati, puji dan
syukur penulis panjatkan le hadirat Allah SWT. Yang Maha Melihat, Mendengar,
Maha Berkehendak dan. Maha Kuasa telah melimpahkan karunia dan hidayah-
Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga
tercurah kepada Baginda Rasullullah SAW. keluarga dan para sahabatnya yang
telah menjadi jalan bagi umatnya dalam menempuh keselamatan dan kebahagiaan
di dunia dan di akhirat.
Skripsi ini berjudul ““Pengaruh Pelayanan Aparatur Pajak Terhadap
Kepuasan Wajib Pajak dalam Memenuhi Kewajiban Mengisi dan
Menyampaikan SPT PPh 21 Orang Pribadi (Studi Kasus pada KPP
Pratama Bekasi Utara)”.
”. Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat
menempuh gelar Sarjana Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial, Jurusan
Akuntansi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, baik
dalam hal penyusunan, pengalaman, dan kemampuan yang penulis miliki. Oleh
karena itu, saran menuju perbaikan sangat penulis harapkan.
Dalam proses pembuatan skripsi ini, berbagai hambatan dan kesulitan
penulis hadapi, namun berkat rahmat, taufiq dan hidayah Allah SWT. serta
dorongan dan bimbingan dari semua pihak, akhirnya penulisan skripsi ini dapat
terselesaikan dengan lancar. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih
kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini,
diantaranya:
1. Orang Tua tercinta (Bapak dan Ibu). Ibu makasih, limpahan kasih sayangnya,
motivasi moril dan materilnya, jerih payahnya untuk kelangsungan studi
penulis, cucuran air matanya yang menjadi penyejuk hati penulis untuk
senantiasa bangkit berjuang dalam belajar. Dan yang terpenting adalah
do’anya. Semoga alunan do’a dan jerih payah itu menjadi saksi bahwa Ibu
telah berjuang membimbing dan melaksanakan amanah dari Allah SWT.
Untuk Bapak. Bapak makasih juga warisannya. Warisan ilmu yang tak ternilai
oleh apapun, dan motivasinya selama penulis menyelesaikan studi di UIN.
Semoga lelah dan letih dengan bercucuran keringat memperoleh rizki demi
keberlangsungan studi penulis..
2. Bapak Drs. Moh. Faisal Badroen, MBA., selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan
Ilmu Sosial, dan Bapak Prof.Dr. Abdul Hamid, MS., selaku Pembantu Dekan
Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial.
3. Bapak Abdul Hamid Cebba, SE., Ak., MBA., selaku Ketua Jurusan
Akuntansi, dan Bapak Amilin SE., Ak., MSi., selaku Sekretaris Jurusan
Akuntansi.
4. Prof.Dr. Abdul Hamid.,MS., selaku pembimbing satu yang senantiasa
meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, pengarahan, serta saran
selama penyusunan skripsi ini, dan Ibu Rahmawati SE., MM., selaku
pembimbing dua, yang telah memberikan bimbingan dengan penuh pengertian
dan kesabaran.
5. Para Dosen dan Staf Administrasi FEIS yang telah memberikan ilmu dan
pelayanannya.
6. kakakku bang Ipul, makasih atas nasihatnya, Fita, puput, Agung, makasih atas
bantuannya
7. Yopi, Agus ‘jenggot’,Ardial (Al”Quantum”), Eko ganteng, Jauji, Wahid,
Yopi, andri, yuli, enthie, ulfah, laeli, deki, oky, farid dan Syaechu, Nova,
Fauzah, dan sahabat-sahabat di Akuntansi D yang senantiasa menyuntikan
inspirasi dan semangat kepada penulis.
8. Petugas rental alicia, makasih ya atas bantuannya, juga bang budi makasih
atas bantuannya.
Bekasi, Mei 2008
Subki Abdul Qodir
DAFTAR ISI
DAFTAR RIWAYAT HIDUP …………………………………………….. i
ABSTRACT ……………………………………………………………….. ii
ABSTRAK ………………………………………………………………… iii
KATA PENGANTAR …………………………………………………….. iv
DAFTAR ISI ………………………………………………………………. vi
DAFTAR TABEL …………………………………………………………. ix
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………… x
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………… xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian ……………………………… 1
B. Perumusan Masalah ……………………………………. 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ……………………… 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teoritis …………………………………… 9
1. Gambaran Tentang Pelayanan …………………….. 9
2. Pelayanan Pelanggan………………………………... 10
3. Pelayanan Perpajakan……………………………... 11
4. Sistem dan Prosedur ………………………….…... 16
5. Aparatur Pajak …………………………………….. 19
6. Kualitas Pelayanan …………………………………… 21
7. Kepuasan Pelanggan ……………………………… ….. 24
8. Pengertian Pajak ………………………………………. 25
9. Fungsi Pajak …………………………………………… 27
a. Fungsi Penerimaan ………………………………… 27
b. Fungsi Mengatur …………………………………... 28
10. Sistem Self Assestment ………………………. ……... 28
11. Wajib Pajak ……………………………………. 30
12. Surat Pemberitahuan (SPT) …………………………. 31
a. Pengertian dan Fungsi …………………………… 31
b. Fungsi SPT ………………………………………. 32
c. Pengisian, Penyampaian dan Pembetulan SPT …… 33
d. Lampiran SPT ……………………………………. 35
e. Jenis SPT …………………………………………. 35
f. Batas Waktu Penyampaian SPT ………………….. 36
g. Perpanjangan Penyampaian SPT ………………….. 37
h. Sanksi Administrasi dan Sanksi Pidana Sehubungan
Dengan SPT ………………………………………. 38
13. Pajak Penghasilan Pasal 21 ……………………………. 39
a. Pengertian ………………………………………… 39
b. Subjek Pajak Penghasilan Pasal 21 ……………….. 40
c. Pengecualian Subjek Pajak Penghasilan Pasal 21 … 42
d. Objek Pajak Penghasilan Pasal 21 ………………… 43
e. Pengecualian Objek Pajak Penghasilan Pasal 21 ….. 46
B. Kerangka Pemikiran ……………………………………… 47
C. Perumusan Hipotesis ……………………………………... 49
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian ……………………………… 50
B. Metode Pemilihan Data .……………………………… 50
C. Metode Pengumpulan Data …………………………….. 52
D. Metode Analisis ………………………………………... 52
1. Uji Kualitas Data …………………………………….. 53
a. Uji Reliabilitas …………………………………….. 53
b. Uji Validitas ……………………………………….. 53
2. Uji Normalitas ……………………………………….. 54
3. Uji Hipotesis ………………………………………… 55
E. Batasan Operasional Variabel dan Pengukurannya …….. 58
1. Batasan Operasional Variabel ………………………... 58
a. Pelayanan Aparatur Pajak ………………………… 58
b. Kepuasan Wajib Pajak ……………………………. 60
2. Pengukuran Variabel ……………………….………. 61
a. Pengukuran Variabel Pelayanan Aparatur Pajak ….. 62
b. Pengukuran Variabel Kepuasan Wajib Pajak ……… 64
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Kantor Pelayanan Pajak Bekasi Utara ……….. 66
1. Sejarah dan Gambaran Umum KPP …………………. 66
2. Struktur Organisasi KPP Pratama Bekasi …………… 67
B. Gambaran Pelayanan SPT PPh 21 ………………………. 67
C. Profil Responden ………………………………………… 69
D. Uji Kualitas Data ………………………………………… 70
1. Uji Reliabilitas ……………………………………….. 70
2. Uji Validitas ……………………………………….. 73
E. Uji Normalitas ………………………………………….. 73
F. Uji Hipotesis …………………………………………… 74
G. Pembahasan Terhadap Hasil Uji Hipotesis
dan Analisis Pengaruh …………………………………... 78
BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
A. Kesimpulan …………………………………………….. 81
B. Implikasi …………………………………………………. 82
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………… 83
LAMPIRAN ……………………………………………………………….. 85
DAFTAR TABEL
Nomor Keterangan Halaman
3.1. Level Koefisien Korelasi 56
3.2. Skala Likert 61
3.3. Pengukuran Variabel Kenyataan 62
3.4. Pengukuran Variabel Kehandalan 62
3.5. Pengukuran Variabel Ketanggapan 63
3.6. Pengukuran Variabel Jaminan 63
3.7. Pengukuran Variabel Memahami 63
3.8. Pengukuran Variabel Prosedur Tidak Sulit 64
3.9. Pengukuran Variabel Persyaratan Simpel 64
3.10. Pengukuran Variabel Tarif Pajak 65
3.11. Pengukuran Variabel Pengamanan 65
3.12. Pengukuran Variabel Pelayanan yang
sesuai harapan 65
4.1. Statistik Deskriptif 70
4.2. Uji Reliabilitas Pelayanan Pajak 71
4.3. Uji Reliabilitas Kepuasan Pajak 71
4.4. Nilai Skewness dan Kurtosis 74
4.5. Coeficient 75
4.6. Model Summary Kepuasan Wajib Pajak 76
4.7. Uji Signifikan Simultan (Uji Statistuk F) 77
4.8. Evaluasi Kriteria Goodness-of-Fit 77
DAFTAR GAMBAR
Nomor Keterangan Halaman
2.1. Kerangka Pemikiran 47
LAMPIRAN
Lampiran Judul Halaman
Lampiran 1 Kuesioner Penelitian dan Perincian Responden 85
Lampiran 2 Skor Penelitian 90
Lampiran 3 Pengujian-Pengujian 92
Lampiran 4 Sturuktur KPP 108
Lampiran 5 Surat Riset 110
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Negara mempunyai kewajiban untuk memenuhi kepentingan rakyatnya
dengan melaksanakan pembangunan. Untuk melaksanakan pembangunan,
negara membutuhkan dana yang tidak sedikit, dimana kebutuhan dana
pembangunan tersebut setiap tahun semakin meningkat sering dengan
peningkatan jumlah dan kebutuhan masyarakat. Dana yang dibutuhkan untuk
pembangunan dapat bersumber dari penerimaan dalam negeri dan penerimaan
luar negeri. Penerimaan luar negeri yang berasal dari pinjaman ini hanya
sebagai pelengkap dari pembangunan. Sumber penerimaan dalam negeri dapat
diperoleh dari minyak dan gas bumi (migas). Penerimaan non migas berasal
dari penerimaan pajak dan non pajak (Rudi Hartono,1999:14).
Hingga Pelita III dilaksanakan, sumber penerimaan dalam negeri sangat
bertumpu pada satu pilar penerimaan, yaitu penerimaan dari migas. Setelah
tahun 1980 hingga dekade sekarang ini, dimana harga minyak di pasaran
dunia semakin tidak menentu dan cenderung semakin menurun, maka keadaan
yang demikian tersebut sangat berpengaruh pada penerimaan negara. Untuk
itu Pemerintah mengambil kebijaksanaan untuk menyelamatkan penerimaan
negara, terutama dengan menggali penerimaan di luar sektor migas.
Kebijaksanaan yang ditempuh adalah menjadikan penerimaan pajak sebagai
andalan penerimaan negara (Rudi Hartono,1999:14).
Untuk maksud tersebut, maka pemerintah telah mengeluarkan serangkaian
penyempurnaan sistem perpajakan. Dengan dilakukannya perubahan yang
mendasar di bidang perpajakan (national tax reform) sistem pemungutan pajak
yang semula sangat tergantung pada peran aktif pihak perpajakan (official
assessment system) sekarang ini wajib pajak diberikan kepercayaan
sepenuhnya untuk berperan aktif melaksanakan kewajiban perpajakannya
sesuai dengan undang-undang (self assestment system). Sejak diberlakukannya
peraturan perpajakan yang baru tersebut, jumlah penerimaan pajak terus
meningkat. Pada tahun 1984/1985 pajak hanya memberikan kontribusi
penerimaan sekitar 30,1% terhadap total penerimaan dalam negeri, namun
pada tahun-tahun selanjutnya kontribusi pajak semakin meningkat hingga
mencapai 74,74% pada tahun 1997/1998 (Rudi Hartono,1999:14).
Untuk mengemban tugas pencapaian target tersebut, Direktorat Jenderal
Pajak mau tidak mau harus melakukan upaya peningkatan pajak secara
optimal. Peranan fiskus di dalam memberikan pelayanan kepada wajib pajak
sebaik-baiknya sangat diperlukan. Di dalam dunia usaha yang mana
pelanggannya adalah para konsumen, maka di dalam organisasi Direktorat
Jenderal Pajak, para wajib pajak merupakan pelanggan yang harus dijaga
hubungannya dengan baik. Sehingga masyarakat wajib pajak akan memenuhi
kewajiban perpajakannya dengan baik, yang pada akhirnya akan dapat
meningkatkan penerimaan pajak. Wajib pajak dapat menikmati pelayanan
yang baik, jika kebutuhan dan harapannya dapat terpenuhi. Berdasarkan hasil
kepuasan para wajib pajak atas pelayanan aparat pajak, maka pimpinan harus
melakukan koreksi atas kinerja yang ditunjukan selama ini (Syarif Hidayat,
2004:13).
Saat globalisasi tidak dapat dihindarkan lagi dan tuntutan rakyat terhadap
sistem demokrasi sudah sedemikian kuatnya, maka fungsi aparatur pajak
(fiskus) yang menjadi sorotan dan tuntunan masyarakat adalah fungsi
pelayanan (Boediono, 2003:80). Tugas fiskus (aparatur pajak) saat ini tidak
lagi melakukan tugas merampungkan atau menetapkan semua jumlah pajak
yang harus dibayar, melainkan melakukan tugas pembinaan, pelayanan,
pengawasan dan penerapan sanksi perpajakan (Sahrul Alam, 2003:4).
Dalam melaksanakan tugas sebagai publik service, Kantor Pelayanan
Pajak mempunyai pelayanan langsung kepada masyarakat yakni kepada wajib
pajak yang mempunyai kewajiban kepada negara. Oleh karenanya, agar wajib
pajak dapat memenuhi kewajiban perpajakan dengan baik, dituntut adanya
pelayanan yang prima dari KPP beserta fiskusnya agar kepentingan dan
harapan dalam proses kewajiban tersebut dapat berjalan dengan lancar yang
pada gilirannya dapat meningkatkan penerimaan negara melalui pajak (Syarif
Hidayat, 2004:16).
Salah satu pelayanan yang dilakukan fiskus terhadap wajib pajak adalah
dalam hal melayani pengisian dan penyampaian SPT. Mengisi dan
menyampaikan SPT secara benar, lengkap, jelas dan serta menandatangani
dan menyampaikannya ke KPP dengan tepat waktu merupakan kewajiban
setiap wajib pajak sebagaimana tercantum dalam pasal 3 dan 4 Undang-
Undang KUP No. 16 Tahun 2000(Wirawan dan Waluyo, 2004:44).
“Setiap wajib pajak wajib mengambil, mengisi dengan benar, lengkap,
jelas, menandatangani dan menyampaikan Surat Pemberitahuan Pajak (SPT)
ke Direktorat Jenderal Pajak dalam wilayah wajib pajak bertempat tinggal atau
bertempat kedudukan dengan batas waktu penyampaian SPT Masa selambat-
lambatnya 20 hari setelah masa pajak dan SPT Tahunan selambat-lambatnya 3
bulan setelah akhir tahun pajak” (Wirawan dan Waluyo, 2004:45)
Surat Pemberitahuan Pajak ini sangat penting, Surat Pemberitahuan Pajak
berperan sebagai sarana melapor dan mempertanggungjawabkan penghitungan
pajak yang sebenarnya terutang. Selain itu SPT juga berperan sebagai sarana
pelaporan pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri
dan atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam satu tahun
pajak atau bagian tahun pajak. Jika seandainya wajib pajak tersebut tidak
memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan dalam UU sehubungan dengan
SPT akan dikenakan sanksi administrasi dan atau sanksi pidana seperti yang
tercantum dalam pasal 39 ayat 1a Undang-Undang No. 6 Tahun 1983. Surat
Pemberitahuan Pajak (SPT) juga dapat dijadikan sebagai tolok ukur bagi wajib
pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan (Bagiyo Ardananto, 2003:20).
Mengisi dan menyampaikan SPT sebagaimana mestinya merupakan hal
yang mudah, akan tetapi pada faktanya masih banyak wajib pajak yang belum
melakukan hal ini. Dalam hal ini pihak Direktorat Jenderal Pajak khususnya
Kantor Pelayanan Pajak yang menangani wajib pajak secara langsung harus
benar-benar kreatif dan bekerja keras dalam memberikan pelayanan yang
prima agar jumlah wajib pajak yang melakukan kewajiban perpajakan
semakin meningkat.
Penelitian mengenai kualitas pelayanan aparatur perpajakan sudah banyak
dilakukan. Namun, penelitian mengenai kualitas pelayanan pengisian dan
penyampaian SPT jumlahnya amat terbatas. Penelitian ini merupakan replikasi
dari penelitian sebelumnya Rudi Hartono (1998) dan Rahmianto (2003). Rudi
Hartono (1998:22) menganalisis tingkat kepuasan wajib pajak terhadap kinerja
pelayanan Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Tanah Abang. Hasil penelitiannya
menyatakan bahwa tingkat kepuasan wajib pajak terhadap kinerja pelayanan
Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Tanah Abang Tahun Anggaran 1997/1998
adalah sebesar 68,34%. Rahmianto (2003:10) menganalisis pengaruh
pelayanan dan kinerja lembaga terhadap kepuasan wajib pajak kendaraan
bermotor Kantor Bersama Samsat DKI Jakarta. Dalam melakukan analisis
kepuasan wajib pajak, Rahmianto (2003:10) menggunakan variabel seperti;
Prosedur tidak sulit, persyaratan simpel, tarif pajak yang dapat dijangkau,
pengamanan, dan pelayanan yang sesuai harapan. Tingkat peranan kualitas
terhadap pembentukan kepuasan wajib pajak hanya memberikan kontribusi
sebesar 12.67% menggambarkan bahwa pengaruh kualitas pelayanan terhadap
kepuasan wajib pajak relatif rendah.(Rahmianto, 2003:18).
Penelitian ini dilakukan dengan alasan peneliti ingin mengetahui
bagaimana pengaruh pelayanan aparatur pajak terhadap tingkat kepuasan
wajib pajak di KPP Pratama Bekasi Utara, khususnya yang berkaitan dengan
pengisian dan penyampaian SPT PPh 21 Orang Pribadi. Dalam penelitian ini,
menggunakan sampel wajib pajak PPh 21 orang pribadi dengan pertimbangan
jumlah pajak yang dipungut dari PPh 21 jumlahnya signifikan terhadap
pendapatan negara dan wajib pajak PPh 21 orang pribadi bersifat heterogen,
artinya wajib pajak orang pribadi PPh 21 di KPP Pratama Bekasi Utara terdiri
dari berbagai profesi sehingga diharapkan dapat mewakili persepsi dari setiap
profesi.
Tingkat kepuasan pelanggan terhadap pelayanan merupakan faktor yang
penting dalam mengembangkan suatu sistem penyediaan pelayanan yang
tanggap terhadap hubungan pelanggan, meminimalkan biaya dan waktu serta
memaksimalkan dampak pelayanan terhadap populasi sasaran. Dalam rangka
mengembangkan suatu mekanisme pemberian pelayanan yang memenuhi
kebutuhan, keinginan dan harapan pelanggan, diperlukan komitmen pemberi
pelayanan (aparatur perpajakan) (Rudi Hartono,1999:15).
Berdasarkan uraian diatas dan menyadari betapa pentingnya pelayanan
kepada masyarakat, maka penulis mencoba memfokuskan permasalahan pada
masalah pelayanan pengisian dan penyampaian SPT PPh 21 wajib pajak orang
pribadi. Berkaitan dengan hal itu, penulis mengambil judul penelitian:
“Pengaruh Pelayanan Aparatur Pajak Terhadap Kepuasan Wajib Pajak
dalam Memenuhi Kewajiban Mengisi dan Menyampaikan SPT PPh 21
Orang Pribadi (Studi Kasus pada KPP Pratama Bekasi Utara)”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka dapat dikemukakan
penulisan ini adalah: Bagaimanakah pengaruh pelayanan aparatur pajak
terhadap kepuasan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban mengisi dan
menyampaikan SPT PPh 21 Orang Pribadi?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah
pengaruh pelayanan aparatur pajak terhadap kepuasan wajib pajak dalam
memenuhi kewajiban mengisi dan menyampaikan SPT PPh 21 orang pribadi.
D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian diatas, maka manfaat penelitian yang dapat
diperoleh adalah sebagai berikut:
1. Bagi penulis
Menambah pemahaman dan pengetahuan penulis dalam dunia
perpajakan pada umumnya dan mengenai pelayanan perpajakan dalam hal
pengisian dan penyampaian SPT pada khususnya. Mengasah cakrawala
berpikir penulis dalam menganalisis kepuasan wajib pajak terhadap
pelayanan aparatur pajak.
2. Bagi Kantor Pelayanan Pajak
Memberikan masukan kepada Kantor Pelayanan Pajak dalam
memberikan pelayanan prima agar wajib pajak merasa terpuaskan.
Membantu Kantor Pelayanan Pajak dalam mengevaluasi kinerjanya dilihat
dari kepuasan wajib pajak, sehingga dari masa kemasa Kantor Pelayanan
Pajak senantiasa memperbaiki kinerjanya dan jumlah wajib pajak yang
patuh terhadap perundang-undangan pajak senantiasa meningkat dan
jumlah pajak yang masuk ke kas negarapun semakin bertambah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teoritis
1. Gambaran Tentang Pelayanan
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (1995:888) kata pelayanan berarti
kegiatan yang dilakukan oleh pelayan atau suatu usaha untuk membantu
menyiapkan atau mengurusi apa yang diperlukan orang lain. Menurut Liberty
Pandiangan (2005:3) pengertian pelayanan adalah suatu proses pemenuhan
kebutuhan melalui aktivitas orang lain secara langsung. Pengertian tersebut
memberikan pemahaman bahwa suatu kegiatan pelayanan itu memerlukan
sebuah proses manajemen (mengatur dan mengarahkan) dalam rangka
mencapai tujuan organisasi itu sendiri.
Kaitannya dengan pendapat Liberty Pandiangan tersebut, maka pemerintah
sebagai agen pelayanan dalam menyelenggarakan kegiatan pelayanan di KPP
harus bertindak sebagai pelayan masyarakat. Birokrasi pelayanan bukan
diadakan untuk melayani diri sendiri, tetapi untuk melayani masyarakat serta
untuk menciptakan kondisi memungkinkan untuk setiap anggota masyarakat,
mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya demi mencapai tujuan
bersama (Syarif Hidayat,2004:44).
Menurut Murdick dkk., (1990) dalam penelitian Syarif Hidayat (2004:42)
pelayanan didefinisikan sebagai: “Kegiatan ekonomi yang menghasilkan
waktu, tempat, bentuk dan keperluan psikologis. Pelayanan juga dapat
didefinisikan sebagai kontras daripada produk manufaktur”. Pengertian
pelayanan menurut Poerwadarminta (1987) dalam penelitian Sahrul Alam
(2003:40) yang berarti suatu kegiatan menolong, menyediakan segala apa
yang diperlukan orang lain (tamu, pembeli dan sebagainya).
Gasperz (1997) dalam Bagiyo Ardananto (2003:20), pelayanan (jasa)
adalah suatu output yang tidak berbentuk (intangible output), tidak standar,
serta tidak dapat disimpan dalam inventory melainkan langsung dapat
dikonsumsi pada saat produksi. Produk akhir pelayanan sangat tergantung
pada proses interaksi yang terjadi antara pemberi layanan dengan konsumen.
2. Pelayanan Pelanggan
Istilah customer dapat diartikan dengan pelanggan, atau pengguna jasa,
atau wajib pajak dalam hal pelayanan oleh birokrasi perpajakan. Tentang
pelanggan, secara populer dapat digambarkan sebagai berikut (Boediono,
2003:38)
a. Pelanggan adalah orang yang paling penting untuk dilayani dari
kehadirannya. Sebab, pelanggan adalah pihak yang selalu benar (the
customer is always rights).
b. Pelanggan tidak tergantung pada birokrasi, sebaliknya birokrasi tergantung
pada pelanggan. Tanpa adanya pelanggan, birokrasi tidak ada pekerjaan.
c. Pelanggan bukanlah gangguan terhadap tugas birokrasi, melainkan
pelanggan merupakan tujuan pekerjaan birokrasi.
d. Birokrasi yang berorientasi pada pelanggan tidak merasa berjasa dalam hal
melayani pelanggan, sebaliknya justru pelanggan merupakan pihak yang
berjasa karena memberikan kesempatan kepada birokrasi untuk
melayaninya.
e. Tugas birokrasi menangani keinginan pelanggan, sehingga
menguntungkan pelanggan termasuk birokrasi sendiri.
Dengan demikian, yang dimaksud dengan pelanggan adalah sesuatu yang
unik dan wajib mendapatkan perhatian dan kepedulian secara sungguh-
sungguh dalam hal organisasi berorientasi kepada pelanggan, sehingga
mampu bertahan pada era persaingan mutu yang semakin lama semakin marak
(Boediono, 2003:48).
Berdasarkan arti dan pengertian pelanggan sebagaimana diuraikan diatas,
maka yang dimaksud dengan pelayanan pelanggan (customer service) adalah
upaya atau proses yang secara sadar dan terencana dilakukan organisasi atau
badan usaha agar produk/jasanya menang dalam persaingan melalui
pemberian/penyajian pelayanan kepada pelanggan yang mampu memberikan
kepuasan optimal kepada pelanggan dan dilakukannya sebagai integral dari
proses menentukan visi, misi, dan strategi serta sistem yang diterapkan dalam
organisasi (Boediono, 2003:49).
Kepuasan pelanggan berarti efektivitas dari sistem organisasi yang
keberhasilannya dalam memenuhi kebutuhan pelanggan. Dalam pasar yang
penuh dengan persaingan, terdapat dua pilihan mendasar, yaitu:
a. Melalui menekan biaya.
b. Memaksimalkan kepuasan pelanggan.
Dalam hubungan dengan menekan biaya untuk mendapatkan keuntungan
semaksimal mungkin ternyata terbatas pada jangka waktu tertentu dan dalam
jangka waktu pendek, sedangkan pada konsep mencari keuntungan dengan
memuaskan pelanggan dapat berlangsung dalam jangka waktu panjang
(Boediono, 2003) dalam penelitian Siti Sopianti (2007:23).
Walaupun kepuasan pelanggan dapat digunakan sebagai ukuran, namun
untuk mengetahui apakah pelanggan tersebut menjadi puas atau belum, inilah
yang menjadi masalah. Untuk itulah diperlukan suatu standar pelayanan
(Boediono, 2003) dalam penelitian Siti Sopianti (2007:23).
3. Pelayanan Perpajakan
Yang dimaksud dengan pelayanan publik adalah pelayanan yang
dilakukan oleh birokrasi atau lembaga lain yang tidak termasuk badan usaha
swasta, yang tidak berorientasi pada laba (profit). Pelayanan ini, menurut
Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. 81 Tahun
1993 disebut dengan pelayanan umum (Boediono, 2003) dalam penelitian Siti
Sopainti (2007:23).
Pemberian pelayanan oleh aparatur pemerintah kepada masyarakat
sebenarnya merupakan implikasi dari fungsi aparat negara sebagai pelayan
masyarakat. Kedudukan aparatur pemerintah dalam pelayanan umum sangat
strategis karena akan sangat menentukan sejauhmana pemerintah mampu
memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat, yang dengan
demikian akan menentukan sejauhmana negara telah menjalankan perannya
dengan baik sesuai dengan tujuan pembentukannya (Sahrul Alam, 2003:26).
Pelayanan unsur aparatur negara dijabarkan lebih lanjut dalam Surat
Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (MENPAN) No. 81
Tahun 1993 dan kemudian disempurnakan dengan Instruksi Presiden No. 1
Tahun 1995 tentang perbaikan dan peningkatan mutu pelayanan aparatur
pemerintah kepada masyarakat; Disebutkan bahwa pelayanan umum
merupakan segala bentuk kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh instansi
pemerintah di tingkat pusat/daerah dan di lingkungan BUMN/BUMD dalam
bentuk barang dan jasa, baik dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat
maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan perundang-undangan. Ruang
lingkup pelayanan umum yang diberikan oleh aparatur pemerintah meliputi:
melayani, mengayomi, dan menumbuhkan prakarsa serta peran aktif
masyarakat dalam pembayaran (Bagiyo Ardananto, 2003:21).
Thoha (1993) dalam Bagiyo Ardananto (2003:23) mengemukakan bahwa
pelayanan umum adalah mendahulukan kepentingan umum, mempermudah
urusan publik, mempersingkat waktu pelaksanaan urusan publik, dan
memberikan kepuasan terhadap publik. Munir (1991) dalam Bagiyo
Ardananto (2003:24) menyatakan bahwa pelayanan umum adalah kegiatan
yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan landasan faktor
materil melalui sistem, prosedur dan metode tertentu dalam usaha memenuhi
orang lain sesuai haknya.
Barang atau jasa yang diproduksi pemerintah harus memenuhi beberapa
syarat antara lain: (a) dimaksud untuk memuaskan suatu kebutuhan tertentu
dari masyarakat, (b) didasarkan pada standar kualitas tertentu, (c) kualitasnya
sesuai dengan permintaan masyarakat yang memerlukannya, (d) harganya
ditentukan sedemikian rupa sehingga benar-benar terjangkau oleh masyarakat
pemakainya, (e) mudah memperolehnya setiap kali dibutuhkan, (f)
disampaikan dalam bentuk yang sesuai dengan kebutuhan (Bagiyo
Ardananto,2003:26).
Agar pekerjaan yang diberikan pemerintah dapat memenuhi syarat-syarat
tadi, pemerintah harus menyiapkan berbagai perangkat yang dibutuhkan untuk
memberikan pelayanan tersebut. Perangkat tersebut seperti kebijakan publik
mengenai pelayanan, organisasi, personil, dana yang cukup, peralatan yang
memadai dan berbagai perangkat lainnya yang secara interaktif akan
menciptakan sistem pemberian pelayanan yang berkemampuan untuk
menghasilkan layanan berkualitas (Bagiyo Ardananto, 2003:26).
Dari sudut pandang ekonomi, pemerintah sebagai penyedia layanan adalah
produsen yang menginginkan produknya laku terjual. Sementara masyarakat
sebagai penerima layanan bertindak sebagai konsumen yang menginginkan
produk yang dibelinya atau dikonsumsinya adalah produk yang berkualitas.
Namun, karena dalam pelayanan umum pemerintah seringkali bertindak
sebagai produsen yang monopolistik, maka kadang pemerintah mengabaikan
perlunya upaya menjaga kualitas layanan (Bagiyo Ardananto, 2003:22).
Pentingnya menjaga kualitas layanan dalam konteks bisnis diperlukan
untuk menjaga kesetiaan pelanggan. Sementara dalam konteks layanan publik,
seperti pada KPP, adalah menjaga kualitas pelayanan dalam bentuk layanan
yang profesional untuk menjaga kepatuhan wajib pajak. Dalam rangka
menjaga kualitas layanan publik yang diberikan oleh pemerintah, Surat
Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (MENPAN) No. 81
Tahun 1993 menetapkan beberapa azas pelayanan umum sebagai berikut
(Bagiyo Ardananto, 2003:22):
a. Hak dan kewajiban pemberi penerima layanan umum harus jelas dan
diketahui secara pasti oleh masing-masing pihak.
b. Pengaturan setiap bentuk pelayanan umum harus disesuaikan dengan
kondisi kebutuhan dan kemampuan masyarakat untuk membayar.
c. Mutu proses dan hasil pelayanan umum harus diupayakan agar dapat
memberikan keamanan, kenyamanan, kelancaran, dan kepastian hukum
yang dapat di pertanggungjawabkan.
d. Apabila pelayanan umum ternyata harus mahal, maka instansi pemerintah
yang bersangkutan berkewajiban memberi peluang kepada masyarakat
untuk ikut menyelenggarakannya sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Sementara itu, efektivitas pelayanan dapat diukur dengan menggunakan
beberapa kriteria (Bagiyo Ardananto, 2003:24):
a. Tepat, dalam arti apa yang diberikan atau dilakukan benar-benar sesuai
dengan apa yang dibutuhkan.
b. Cepat, dalam arti masyarakat memperoleh apa yang diinginkannya dengan
cepat.
c. Murah, dalam arti masyarakat memperoleh apa yang diinginkannya
dengan biaya murah.
d. Ramah, dalam arti pelayanan atau hubungan antara petugas dan
masyarakat dengan sopan dan berpedoman pada etika profesi.
Menurut Dirjen Pajak dan Depkeu RI, pelayanan prima merupakan nilai
yang strategis bagi Dirjen Pajak sebagai salah satu instansi pemerintah yang
memiliki tugas dan tanggung jawab untuk memberikan pelayanan kepada
masyarakat. Nilai pelayanan prima memberikan landasan yang kuat
pembentukan sikap dan perilaku dalam pelaksanaan tugas pelayanan. Nilai ini
menuntut agar setiap unit kantor dan setiap aparat Dirjen Pajak senantiasa
mampu bersikap dan bertindak memberikan pelayanan kepada masyarakat
dengan kualitas yang terbaik (KPP PMB, 2001) dalam Bagiyo Ardananto
(2003:25). Oleh karena itu, hakikat dari pelayanan umum yang prima adalah
(Boediono, 2003:62):
a. Meningkatkan mutu dan produktivitas pelaksanaan tugas dan fungsi
instansi pemerintah di bidang pelayanan umum.
b. Mendorong upaya mengefektifkan sistem dan tatalaksana pelayanan,
sehingga pelayanan umum dapat diselenggarakan secara lebih
berdayaguna dan berhasilguna (efisien dan efektif).
c. Mendorong tumbuhnya kreativitas, prakarsa, dan peran serta masyarakat
dalam pembangunan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat luas.
Secara sederhana dapat disimpulkan bahwa pelayanan jasa publik yang
prima adalah pelayanan jasa yang dapat memberikan kepuasan kepada
pelanggan dan tetap dalam batas memenuhi standar pelayanan yang dapat
dipertanggungjawabkan (Boediono, 2003:67).
4. Sistem dan Prosedur
Anggota masyarakat wajib pajak diberi kepercayaan untuk dapat
melaksanakan kegotongroyongan nasional melalui sistem menghitung,
memperhitungkan dan membayar sendiri pajak yang terutang (self
assestment), sehingga melalui sistem ini pelaksanaan administrasi perpajakan
diharapkan dapat dilaksanakan dengan lebih rapi, terkendali, sederhana dan
mudah untuk dipahami oleh anggota masyarakat wajib pajak. Self assestment
system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang,
kepercayaan, tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung,
memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang
harus dibayar (Sahrul Alam, 2003:27).
Tujuan utama dari administrasi pajak yang modern adalah untuk
menciptakan kepatuhan pajak secara sukarela (voluntary tax compliance).
Kepatuhan pajak tidak akan ada tanpa adanya administrasi pajak yang efektif.
Administrasi pajak yang efektif adalah administrasi pajak yang mampu
merealisasikan tujuan atau target pajak. Administrasi pajak yang efektif
dipengaruhi oleh prosedur perpajakan yang berlaku seperti tentang bagaimana
menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan kewajiban
perpajakan. Apabila sistem dan prosedur yang berlaku sangat berbelit-belit
dan sulit dipahami maka hal tersebut akan mengurangi tingkat kepuasan
tingkat wajib pajak terhadap pelayanan yang diterimanya, akibatnya wajib
pajak enggan untuk berurusan dengan kantor pajak dan hal ini tentu akan
mempengaruhi tingkat kepatuhan wajib pajak yang bersangkutan.
Ketidakpatuhan wajib pajak akan mengakibatkan tingkat tax gap yang tinggi,
yaitu selisih jumlah pajak yang dibayar oleh wajib pajak dengan jumlah pajak
yang seharusnya dibayar oleh wajib pajak sesuai dengan Undang-Undang
Pajak (Sahrul Alam, 2003:29).
Sistem dan prosedur yang baik adalah yang efektif dan efisien yaitu yang
mampu memfasilitaskan wajib pajak dalam melakukan kewajibannya. Sistem
dan prosedur yang berbelit dan sulit dipahami membuat wajib pajak kesulitan
dalam menerima informasi yang diberikan oleh kantor pajak terutama karena
peraturan pajak seringkali mengalami perubahan atau penyesuaian. Akibat
dari kesulitan menerima informasi tersebut, ketika wajib pajak diminta untuk
mengisi formulir pajak atau surat pemberitahuan, seringkali terjadi kesalahan
dalam melaporkan jumlah penghasilan, jumlah biaya dan dalam membayar
hutang pajak atas negara. Tetapi tidak semua ketidakpatuhan adalah karena
faktor ketidaksengajaan. Banyak wajib pajak yang sengaja memperkecil
penghasilan atau memperbesar biaya, sehingga jumlah hutang pajak atas
negara menjadi kecil (Sahrul Alam, 2003:35).
Sistem pemungutan pajak supaya berhasil, harus memenuhi beberapa
syarat Bird (1992) dalam penelitian Bagiyo Ardananto (2003:38) menyatakan
sebagai berikut:
a. The existence of a predominantly monetary economy, b. A high standar of literacy among tax payer, c. Prevelance of accounting records honestly and reliably maintained, d. A large degree of “voluntary” compliance on the part of tax payer, e. Absence of “wealth groups” with the political power to block tax
measures, f. Honest and efficient administration (the minimal acceptable standard of
which werw said to be higher for income taxes than form any other taxes).
Dari berbagai kriteria yang disebutkan diatas terlihat bahwa faktor
kepatuhan wajib pajak merupakan salah satu unsur yang turut membuat suatu
sistem berjalan dengan baik. Kepatuhan itu juga tidak lepas dari kejujuran dan
efisiensi administrasi baik dari pihak wajib pajak maupun pemerintah.
Bentuk dari informasi dan bantuan yang diberikan oleh kantor pajak
kepada wajib pajak dijelaskan oleh James (1984) dalam penelitian Syarif
Hidayat (2004:46) sebagai berikut:
a. Informasi dan penyuluhan pajak (informing and education the public).
Dalam rangka memberikan informasi dan penyuluhan pajak kepada
masyarakat, instansi pajak (Dirjen Pajak) secara rutin menerbitkan surat
edaran yang menjelaskan tentang perubahan didalam Undang-Undang
Pajak.
Ketidaksengajaan wajib pajak dalam melaporkan penghasilan dan
biaya dan dalam membayar hutang pajak atas negara adalah akibat dari
pemberian informasi dan penyuluhan pajak dari instansi yang masih
kurang.
b. Mentargetkan penyuluhan pajak (targeting education program).
Tujuan dari penyuluhan pajak adalah agar wajib pajak memperoleh
informasi yang akurat dan relevan sehingga bermanfat dan dapat
dimengerti. Sebab, informasi yang banyak mempersulit pemahaman wajib
pajak tentang pajak. Penyuluhan ini terutama ditargetkan pada wajib pajak
yang tingkat kepatuhannya rendah.
c. Formulir pajak (forms and publication)
Tugas kantor instasi pajak adalah untuk menterjemahkan
(mentransformasikan) peraturan perundang-undangan pajak yang
kompleks menjadi formulir pajak yang jelas dan mudah dimengerti.
5. Aparatur Pajak
Aparat pajak adalah orang yang melakukan pelayanan pajak pada wajib
pajak.mengenai aparat pajak, Direktorat Jenderal Pajak menyadari bahwa
aparat pajak belumlah sempurna. Tahap demi tahap diusahakan sebagai upaya
untuk memperbaikinya. Sekarang hal ini sudah mulai menampakkan hasilnya,
baik dalam bidang pelayanan, keramahtamahan, maupun yang menyangkut
bidang kode etik sebagai pegawai negeri dan petugas pajak (Asikin, Noorjaya,
dan Himawati, 1991) dalam penelitian Bagiyo Ardananto (2003:26).
Meskipun demikian, terus diupayakan agar: (a) citra masyarakat terhadap
petugas pajak terus tumbuh dan berkembang semakin baik, (b) pengaturan
wewenang dapat berlangsung terus sehingga asas self assessment dapat
dijalankan secara konsisten, (c) menumbuhkan atau mengembangkan
munculnya pihak ketiga yang independen dan cukup kuat untuk dijadikan
penengah antara aparat pajak dan wajib pajak sehingga peranan aparat pajak
dalam proses interaksi tidak menjadi sangat dominan, dan (d) mengusahakan
semaksimal mungkin agar organisasi perpajakan semakin memenuhi tuntutan
kebutuhan sejalan dengan pelaksanaan pembaruan perpajakan (Bagiyo
Ardananto, 2003:26).
Saat globalisasi tidak dapat dihindarkan lagi dan tuntutan rakyat terhadap
sistem demokrasi sudah sedemikian kuatnya, maka fungsi aparatur pajak
(fiskus) yang menjadi sorotan dan tuntunan masyarakat adalah fungsi
pelayanan (Boediono, 2003:44). Tugas fiskus (aparatur pajak) saat ini tidak
lagi melakukan tugas merampungkan atau menetapkan semua jumlah pajak
yang harus dibayar, melainkan melakukan tugas: pembinaan, pelayanan,
pengawasan dan penerapan sanksi perpajakan (Sahrul Alam, 2003:5).
Namun demikian, pada prinsipnya seluruh aparat perpajakan dapat
melakukan tugas pelayanan perpajakan kepada masyarakat wajib pajak, dan
untuk tertib pelaksanaan pelayanan serta adanya pembagian tugas dan
tanggung jawab yang jelas. Dorongan dari nilai ini harus dapat membentuk
sikap aparat Ditjen Pajak senantiasa mampu meletakan posisi dirinya secara
proporsional sebagai pihak yang harus melayani dan bukan sebaliknya yaitu
sikap sebagai penguasa atau yang dilayani. Menjadi model pelayanan
masyarakat merupakan salah satu cita-cita utama yang ingin dituju dalam visi
Direktorat Jenderal Pajak, yaitu merefleksikan cita-cita untuk menjadi contoh
pelayanan masyarakat bagi unit-unit instansi pemerintah lainnya (Bagiyo
Ardananto, 2003:28).
6. Kualitas Pelayanan
Dari uraian sebelumnya, dalam pelayanan kepada pelanggan terdapat dua
pihak yang mendominasi, yaitu (Boediono, 2003:40):
a. Pihak yang melayani atau organisasi yang memberikan pelayanan, dalam
pelayanan administrasi publik disebut dengan birokrasi.
b. Pihak yang dilayani atau organisasi yang menerima pelayanan atau
pengguna jasa, yang dalam bahasa bisnis disebut pelanggan (customer).
Secara sederhana definisi kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang
berhubungan dengan produk, jasa manusia, proses, dan lingkungan yang
memenuhi atau melebihi harapan pihak yang menginginkannya. Dengan
demikian, yang dikatakan kualitas disini adalah kondisi dinamis yang bisa
menghasilkan:
a. Produk yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan.
b. Jasa yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan.
c. Suatu proses yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan.
d. Lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan.
Atau dengan kata lain, dalam hal produk tersebut tidak memenuhi harapan
pelanggan, berarti kurang berkualitas. Demikian pula dengan jasa dari suatu
instansi, selama tidak memenuhi harapan pelanggan, berarti jasa pelayanannya
tidak berkualitas. Begitu pula dengan proses pelayanan, dalam hal tidak
memenuhi harapan pelanggan, seperti berbelit-belit (tidak sederhana), berarti
kualitas pelayanannya kurang. Arti kualitas tidak hanya memuaskan
pelanggan, tetapi menyenangkan pelanggan, memberikan inovasi kepada
pelanggan, dan membuat pelanggan menjadi kreatif (Zeithaml et. al., (1990)
dalam Syarif Hidayat (2004:36).
Pengukuran tingkat kualitas pelayanan dilakukan melalui penggunaan
instrumen yang tepat yang dapat digunakan untuk lebih memahami mengenai
persepsi dan harapan pelanggan atau wajib pajak (Zeithaml, Parasuraman,
Berry, 1990) dalam Syarif Hidayat (2004:36).
Kualitas pelayanan pelanggan diidentifikasi menggunakan Servqual-
Instrumen lima variabel yang digunakan kepada para pelanggan dalam menilai
suatu kualitas pelayanan pada suatu organisasi swasta maupun pemerintah
berdasarkan persepsi dan harapannya, yaitu sebagai berikut (Zeithaml,
Parasuraman, Berry, 1990) dalam Syarif Hidayat (2004:37):
a. Kenyataan (Tangible): Dimensi ini merupakan berbagai fasilitas yang
dapat dilihat dan digunakan perusahaan dalam upaya memenuhi kepuasan
pelanggan: bangunan gedung/kantor, peralatan komputer yang canggih
yang dimiliki perusahaan.
b. Keandalan (Reliability); Keandalan petugas dalam melayani pelanggan
sesuai dengan yang dijanjikan secara akurat terpercaya seperti dalam
menepati janji, kemampuan dalam memecahkan masalah pelanggan.
c. Ketanggapan (Responsiveness); Dimensi ini dimaksudkan sebagai sikap
tanggap mau mendengarkan dan merespon pelanggan dalam upaya
memuaskan pelanggan atau kemampuan dalam membantu pelanggan dan
menyediakan pelayanan dengan cepat dan tepat serta antusias. Seperti
kemampuan perusahaan untuk memberi informasi dengan cepat, tepat dan
akurat.
d. Jaminan (Assurance); Keahlian dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk
dapat memberikan pelayanan dengan sopan santun, rasa hormat, perhatian,
profesional, kejujuran dari pemberi pelayanan sehingga pelanggan merasa
bebas dari budaya atau resiko/kerugian.
e. Memahami (Empathy); Petugas memberikan kepedulian dan kemudahan
untuk mencapai sarana pelayanan kepada pelanggan, perusahaan mengerti
kemauan dan keinginan pelanggan, dapat mendengar keluhan pelanggan,
kenyamanan dan operasional perusahaan bagi pelanggan, mempelajari
kebutuhan pelanggan sebelum mengambil tindakan apapun.
7. Kepuasan Pelanggan
Kepuasan pelanggan adalah suatu keadaan dimana keinginan, harapan
dan kebutuhan pelanggan terpenuhi. Suatu pelayanan dinilai memuaskan
bila pelayanan tersebut dapat memenuhi kebutuhan dan harapan
pelanggan. Pengukuran kepuasan pelanggan merupakan elemen penting
dalam menyediakan pelayanan yang lebih baik, lebih efisien dan lebih
efektif. Apabila pelanggan merasa tidak puas terhadap suatu pelayanan
yang disediakan, maka pelayanan tersebut dapat dipastikan tidak efektif
dan tidak efisien. Hal ini terutama sangat penting bagi pelayanan publik
(Liberty Pandiangan,2005:6).
Kepuasan pelanggan berarti efektivitas dari sistem organisasi yang
keberhasilannya dalam memenuhi kebutuhan pelanggan. Dalam pasar
yang penuh dengan persaingan, terdapat dua pilihan mendasar, yaitu:
a. Melalui menekan biaya
b. Memaksimalkan kepuasan pelanggan.
Dalam hubungan dengan menekan biaya untuk mendapatkan
keuntungan semaksimal mungkin ternyata terbatas pada jangka waktu
tertentu dan dalam jangka waktu pendek, sedangkan pada konsep mencari
keuntungan dengan memuaskan pelanggan dapat berlangsung dalam
jangka waktu panjang (Boediono, 2003:39).
Rahmianto (2003:10) dalam mengukur tingkat kepuasan wajib pajak
menggunakan variabel seperti; Prosedur tidak sulit, persyaratan simpel,
tarif pajak yang dapat dijangkau, pengamanan, dan pelayanan yang sesuai
harapan.
Tingkat kepuasan pelanggan terhadap pelayanan merupakan faktor
yang penting dalam mengembangkan suatu sistem penyediaan yang
tanggap terhadap kebutuhan pelanggan, meminimalkan biaya dan waktu
serta memaksimalkan dampak pelayanan terhadap populasi sasaran
(Liberty Pandiangan, 2005:7). Walaupun kepuasan pelanggan dapat
digunakan sebagai ukuran, namun untuk mengetahui apakah pelanggan
tersebut menjadi puas atau belum, inilah yang menjadi masalah. Untuk
itulah diperlukan suatu standar pelayanan (Boediono, 2003).
8. Pengertian Pajak
Para ahli memberikan batasan tentang pajak, diantaranya pengertian
pajak yang dikemukakan oleh Adriani (1991) dalam Waluyo (2000:3):
“Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi-kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang
gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan”.
Menurut Undang-Undang No. 16 Tahun 2000 yang telah berubah
menjadi Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 Mengenai Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan:
“Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”
Dalam definisi ini lebih memfokuskan pada fungsi budgetair dari
pajak, sedangkan pajak masih mempunyai fungsi lainnya yaitu fungsi
mengatur. Sedangkan pengertian pajak menurut Soemitro (1992:4) dalam
buku pengantar singkat hukum pajak menyebutkan bahwa: “Pajak adalah
iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat
dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontrapretasi), yang
langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar
pengeluaran umum”.
Deutsche Reichs Abgaben Ordnung (RAO-1919) dalam buku hukum pajak Suandy (2005:25) mengatakan: “Pajak adalah bantuan uang yang secara insidental atau secara periodik (dengan tidak ada kontraprestasinya), yang dipungut oleh badan yang bersifat umum (negara), untuk memperoleh pendapatan dimana terjadi sesuatu Tatbestand (sasaran perpajakan), yang karena undang-undang telah menimbulkan utang pajak”. Soemahamidjaja (1964) dalam penelitian Sahrul Alam (2003:43) mengidentifikasikan pajak sebagai berikut: “Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum”.
Dari penjelasan diatas, ciri-ciri pajak yang tersimpul dalam berbagai
definisi itu adalah:
a. Pajak adalah peralihan kekayaan dari orang/badan ke pemerintah.
b. Pajak dipungut berdasarkan/dengan kekuatan undang-undang serta
aturan pelaksanaannya, sehingga dapat dipaksakan.
c. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya kontraprestasi
langsung secara individual yang diberikan oleh pemerintah.
d. Pajak dipungut oleh negara baik oleh pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah.
e. Pajak diperuntukan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang
bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk
membiayai investasi publik.
f. Pajak dapat digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu dari
pemerintah.
g. Pajak dapat dipungut secara langsung atau tidak langsung.
9. Fungsi Pajak
Sebagaimana telah diketahui ciri-ciri yang melekat pada pengertian
pajak dari berbagai definisi, terlihat adanya dua fungsi pajak yaitu: (Ilyas
dan Waluyo, 2004:8).
a. Fungsi Penerimaan (Budgetair).
Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukan bagi
pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah Contohnya,
dimasukannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri.
b. Fungsi Mengatur (Reguler)
Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan
kebijakan di bidang sosial dan ekonomi. Sebagai contoh, dikenakannya
pajak yang tinggi terhadap minuman keras, sehingga konsumsi
minuman keras dapat ditekan. Demikian pula terhadap barang mewah.
10. Sistem Self Assestment
Sistem self assestment adalah suatu sistem yang memberikan
kepercayaan sepenuhnya untuk memenuhi kewajiban perpajakannya
seperti menghitung, membayar dan melaporkan pajaknya. Keberhasilan
sistem self assestment pada dasarnya sangat tergantung tingkat kesadaran
wajib pajak untuk memenuhi kewajiban perpajaknnya (Ardananto, 2003).
Fiskus nantinya akan memeriksa ketaatan kewajiban perpajakan
tersebut, sebagaimana dinyatakan oleh Mitchelson (1996) dalam Bagiyo
Ardananto (2003:67):
“Self assestment means individuals are assessed on their tax liability. Under this systems (self assestment) tax payers are assessed before (if ever) the tax department examines their taxation return in detail”.
Dari pengertian diatas jelaslah bahwa wajib pajak berkewajiban
menyelesaikan sendiri kewajiban perpajakannya; menghitung, membayar
dan melaporkan pajak terutang, sebelum fiskus memeriksa secara lengkap
kebenaran laporan wajib pajak tersebut. Yang perlu ditekankan bahwa
sistem self assestment bukan berarti bahwa wajib pajak bebas untuk
menentukan besarnya pajak yang terutang, namun wajib pajak tetap terikat
pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. (Bagiyo Ardananto,
2003:67).
Penerapan sistem self assestment di Indonesia dalam sistem perpajakan
di Indonesia dinyatakan dalam penjelasan undang-undang No. 16 Tahun
2000 sebagai berikut (Waluyo: 2000:11):
a. Bahwa pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian
kewajiban dan peran serta wajib pajak untuk secara langsung dan
bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan yang diperlukan
untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional.
b. Tanggung jawab atas kewajiban pelaksanaan pajak sebagai
pencerminan kewajiban di bidang perpajakan berada pada anggota
masyarakat wajib pajak sendiri. Pemerintah dalam hal ini aparat
perpajakan sesuai dengan fungsinya berkewajiban melakukan
pelayanan, pembinaan, penelitian dan pengawasan terhadap
pelaksanaan kewajiban perpajakan wajib pajak berdasarkan ketentuan
yang digariskan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan.
c. Anggota masyarakat wajib pajak diberi kepercayaan untuk dapat
melaksanakan kegotongroyongan nasional melalui sistem menghitung,
memperhitungkan dan membayar sendiri pajak yang terutang (self
assestment), sehingga melalui sistem ini pelaksanaan administrasi
perpajakan diharapkan dapat dilaksanakan lebih rapi, terkendali,
sederhana dan mudah untuk dipahami oleh anggota masyarakat wajib
pajak.
Berdasarkan ketiga prinsip pemungutan pajak tersebut diatas, wajib
pajak diwajibkan menghitung, memperhitungkan dan membayar sendiri
jumlah pajak yang seharusnya terutang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan, sehingga penentuan besarnya pajak yang
terutang berada pada wajib pajak sendiri. Selain daripada itu, wajib pajak
diwajibkan pula melaporkan secara teratur jumlah pajak yang terutang dan
yang telah dibayar sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-
undangan perpajakan. Dengan sistem ini diharapkan pelaksanakan
administrasi perpajakan yang berbelit-belit dan birokrasi rumit akan
dihilangkan (Bagiyo Ardananto, 2003:68).
11. Wajib Pajak
Dalam pasal 01 UU Perpajakan No. 16 Tahun 2000 menyebutkan
bahwa: “Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk
melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungutan pajak atau
pemotongan pajak tertentu” (Waluyo, 2000:3).
Wajib pajak meliputi orang pribadi, warisan yang belum terbagi
sebagai satu kesatuan, badan, dan BUT. Wajib pajak diartikan sebagai
orang yang dituju oleh undang-undang untuk dikenakan pajak. Orang
pribadi sebagai subjek pajak dapat bertempat tinggal/berada di Indonesia
ataupun di luar Indonesia. Yang dimaksud wajib pajak orang pribadi
dalam negeri adalah orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia
atau orang pribadi yang berada lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12
bulan, atau pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan
mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia (Waluyo, 2000:4).
Menurut Waluyo (2000:6) yang dimaksud dengan wajib pajak orang
pribadi luar negeri adalah orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di
Indonesia/berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka
waktu 12 bulan. Wajib pajak dalam negeri dikenakan pajak atas
penghasilan baik yang diterima atau diperoleh dari Indonesia/luar
Indonesia sedangkan subjek pajak luar negeri dikenakan pajak hanya atas
penghasilan yang biasa dari sumber penghasilan di Indonesia (Waluyo,
2000:10).
12. Surat Pemberitahuan (SPT)
a. Pengertian dan Fungsi
Pasal 1 huruf f Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994 menyebutkan bahwa
pengertian Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh wajib
pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak
yang terutang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.
b. Fungsi SPT
Fungsi SPT dapat dilihat dari wajib pajak, pengusaha kena pajak dan
pemotong/pemungut pajak sebagai berikut (Waluyo, 2000:30):
1) Fungsi SPT bagi wajib pajak yaitu (Waluyo, 2000:31):
a) Sarana melapor dan mempertanggungjawabkan penghitungan
pajak yang sebenarnya terutang.
b) Melapor pembayaran atau pelunasan pajak yang telah
dilaksanakan sendiri dan atau melalui pemotongan atau
pemungutan pihak lain dalam satu tahun pajak atau bagian tahun
pajak.
c) Melaporkan pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang
pemotongan atau pemungutan pajak orang pribadi atau badan
lain dalam satu masa pajak, sesuai peraturan perundang-
undangan perpajakan yang berlaku.
2) Fungsi SPT bagi pengusaha kena pajak yaitu (Waluyo, 2000:31):
a) Sarana melapor dan mempertanggungjawabkan penghitungan
jumlah pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang
mewah yang sebenarnya terutang.
b) Melaporkan pengkreditan pajak masukan terhadap pajak
keluaran.
c) Melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak yang telah
dilaksanakan dan atau melalui pihak lain dalam satu masa pajak,
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan yang berlaku.
3) Fungsi SPT bagi pemotong atau pemungut pajak
Fungsi SPT dalam hal ini adalah sebagai sarana melapor dan
mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan
disetor (Waluyo, 2000:31).
c. Pengisian, Penyampaian dan Pembetulan SPT
Wajib pajak harus mengambil sendiri formulir SPT pada Kantor
Pelayanan Pajak setempat dan mengisi formulir SPT dengan benar, jelas,
dan lengkap serta menandatangani sesuai dengan petunjuk yang diberikan.
Pengisian formulir SPT yang tidak benar yang mengakibatkan pajak yang
terutang kurang dibayar, akan dikenakan sanksi perpajakan (Waluyo,
2000:31).
SPT yang telah diisi diserahkan kembali ke Kantor Pelayanan Pajak
yang bersangkutan dalam batas waktu yang ditetapkan, dan meminta bukti
penerimaan SPT. Apabila SPT dikirim melalui PT. Pos Indonesia
(POSINDO) harus dilakukan secara tercatat, dan tanda bukti serta tanggal
pengiriman dianggap sebagai tanda bukti dan tanggal penerimaan
(Waluyo, 2000:32).
Apabila dalam pengisian SPT ternyata terdapat kesalahan, maka wajib
pajak atas kemauan sendiri dapat membetulkan sendiri dengan
menyampaikan pernyataan tertulis dalam jangka waktu dua tahun sesudah
saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak,
atau tahun pajak, dengan syarat (Waluyo, 2000:33):
1) Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan.
Pembetulan SPT tersebut berakibat utang pajak menjadi lebih besar,
maka dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% sebulan
atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak saat
penyampaian SPT berakhir sampai dengan tanggal pembayaran karena
pembetulan SPT.
2) Walaupun telah dilakukan tindakan pemeriksaan tetapi belum
dilakukan tindakan penyidikan. Selanjutnya wajib pajak dengan
kemauan sendiri mengungkapkan ketidakbenaran perbuatan dengan
disertai pelunasan kekurangan pembayaran jumlah pajak yang
sebenarnya terutang beserta sanksi administrasi berupa denda sebesar
dua kali jumlah pajak yang kurang dibayar.
Sekalipun jangka waktu pembetulan SPT telah berakhir, dengan syarat
Direktur Jenderal Pajak belum menerbitkan Surat Ketetapan Pajak, wajib
pajak dengan kesadaran sendiri dapat mengungkapkannya dalam suatu
laporan tersendiri. Tentang ketidakbenaran pengisian SPT atas
pengungkapan wajib pajak berakibat (Waluyo, 2000:34):
1) Pajak-pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar.
2) Rugi berdasarkan ketentuan perpajakan menjadi lebih kecil.
3) Jumlah harta menjadi lebih besar.
4) Jumlah modal menjadi lebih besar.
Pajak yang kurang dibayar yang timbul sebagai akibat pengungkapan
ketidakbenaran pengisian SPT tersebut, beserta sanksi administrasi
berupa kenaikan sebesar 50% (lima puluh persen) dari pajak yang
kurang dibayar, harus dilunasi sebelum laporan disampaikan.
d. Lampiran SPT
Hal yang perlu dilampirkan dalam SPT (Waluyo, 2000:35):
1) Wajib pajak yang melakukan pembukuan, SPT-nya harus
dilampiri/dilengkapi dengan laporan keuangan berupa neraca dan
laporan laba rugi serta keterangan-keterangan lain yang diperlukan
untuk menghitung besarnya penghasilan kena pajak.
2) Wajib pajak yang menggunakan norma perhitungan, dalam SPT-nya
harus dilampiri/dilengkapi peredaran yang terjadi dalam tahun pajak
yang bersangkutan.
e. Jenis SPT
Memperhatikan saat pelaporanya SPT dibedakan menjadi dua
(Waluyo, 2000:36):
1) SPT Masa adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk
melaporkan perhitungan dan atau pembayaran pajak yang terutang
dalam suatu masa pajak atau pada suatu saat.
2) SPT-tahunan adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk
melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak yang terutang dalam
suatu tahun pajak.
f. Batas Waktu Penyampaian SPT
Sesuai pasal 3 ayat 3 UU No. 9 Tahun 1994 tentang KUP bahwa batas
waktu penyampaian SPT diatur (Waluyo, 2000:36):
1) Untuk SPT Masa, selambat-lambatnya dua puluh hari setelah akhir
masa pajak.
2) Untuk SPT Tahunan, selambat-lambatnya tiga bulan setelah akhir
tahun pajak.
Bagi wajib pajak yang melakukan pembukuan SPT Tahunan PPh harus
dilengkapi dengan laporan keuangan berupa neraca dan penghasilan laba
rugi serta keterangan lain yang digunakan sebagai dasar menghitung
penghasilan kena pajak (Waluyo, 2000:37).
Walaupun SPT disampaikan sesuai dengan batas waktu yang
ditetapkan, tetapi SPT tersebut tidak atau tidak sepenuhnya dilampiri
keterangan atau dokumen yang dapat berupa antara lain surat kuasa, surat
keterangan tentang perkawinan dengan pihak harta dan penghasilan,
dokumen yang berkenaan dengan impor/ekspor dan surat setoran pajak,
maka SPT dianggap tidak disampaikan (Waluyo, 2000:37).
g. Perpanjangan Penyampaian SPT
Sekalipun batas penyampaian SPT diatas telah ditetapkan, tetapi wajib
pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT Tahunan
dengan mengajukan surat permohonan perpanjangan batas waktu
penyampaian SPT Tahunan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan
disertai (Waluyo, 2000:38):
1) Alasan-alasan penundaan penyampaian SPT-Tahunan.
2) Surat pernyataan perhitungan sementara pajak yang terhutang dalam
satu tahun pajak.
3) Bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak yang terutang menurut
perhitungan sementara tersebut.
Dalam hal permohonan wajib pajak tersebut disetujui dan ternyata
perhitungan sementara pajak yang terutang kurang dari jumlah pajak yang
sebenarnya terutang maka atas kekurangan pembayaran pajak tersebut
dikenakan bunga sebesar 2% sebulan yang dihitung dari batas waktu yang
selambat-lambatnya kewajiban menyampaikan SPT Tahunan sampai
dengan tanggal pembayaran.
h. Sanksi Administrasi dan Sanksi Pidana Sehubungan dengan SPT
Wajib pajak yang tidak memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan
dalam UU sehubungan dengan SPT dikenakan sanksi administrasi dan
atau sanksi pidana (Waluyo, 2000:39):
1) Wajib pajak yang menyampaikan terlambat SPT dikenakan sanksi
administrasi berupa denda untuk SPT-Masa sebesar Rp. 25.000,00 dan
untuk SPT-Tahunan sebesar Rp. 50.000,00.
2) Pasal 38 UU No. 6 Tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara
perpajakan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 9 Tahun 1994
menyatakan bahwa, apabila wajib pajak tidak menyampaikan SPT
tetapi isinya tidak lengkap atau menyampaikan keterangan yang isinya
tidak benar karena kealpaan wajib pajak sehingga dapat menimbulkan
kerugian pada negara, dipidana dengan pidana kurungan selama-
lamanya satu tahun dan denda setinggi-tingginya dua kali jumlah pajak
yang terutang.
3) Pasal 39 UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 19
Tahun 1994, menyatakan apabila wajib pajak tidak menyampaikan
SPT atau menyampaikan SPT dan atau keterangan yang isinya tidak
benar atau tidak lengkap dengan sengaja sehingga dapat menimbulkan
kerugian pada pendapatan negara, diancam dengan pidana penjara
selama-lamanya 6 tahun dan denda setinggi-tingginya empat kali
jumlah pajak yang terutang.
13. Pajak Penghasilan Pasal 21
a. Pengertian
Menurut Siti Resmi (2007:135) “Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri.”
Undang-undang Pajak penghasilan Nomor. 17 tahun 2000 mengatur
tentang penghasilan yang diperoleh wajib pajak. Berdasarkan pasal 4 ayat
(1) Undang-undang Pajak Penghasilan bahwa penghasilan itu adalah
tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak,
baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat
dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang
bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun (Waluyo, 2000:25).
Pertambahan kemampuan ekonomis, penghasilan yang diterima oleh
wajib pajak ada empat sumber, antara lain (Waluyo, 2000:26):
1) Penghasilan yang diterima atau diperoleh dari pekerjaan berdasarkan
hubungan kerja dan pekerjaan bebas.
2) Penghasilan dari usaha dan kegiatan.
3) Penghasilan dari modal.
4) Penghasilan lain-lain, seperti hadiah, pembebasan utang, dan
sebagainya.
Pajak yang dikenakan atas penghasilan kena perusahaan maksudnya
seseorang yang bergabung dalam perusahaan, pasti mereka akan
mendapatkan penghasilan yang sudah dipotong pajak (Waluyo, 2000:28).
Pajak penghasilan final adalah pajak penghasilan yang bersifat final, yaitu
bahwa setelah pelunasan, kewajiban pajak telah selesai dan penghasilan
yang dikenakan pajak penghasilan final tidak digabungkan dengan jenis
penghasilan lain yang terkena pajak penghasilan yang bersifat tidak final.
Pajak jenis ini dapat dikenakan terhadap jenis penghasilan, transaksi atau
usaha tertentu (Waluyo, 2000:29).
b. Subjek Pajak Penghasilan Pasal 21
Menurut Siti Resmi (2007:138) Subjek PPh Pasal 21 adalah setiap
orang pribadi atau badan yang diwajibkan oleh UU No. 17 Tahun 2000
untuk memotong PPh Pasal 21. Termasuk Subjek PPh Pasal 21 adalah:
1) Pemberi kerja yang terdiri atas orang pribadi dan badan termasuk
Bentuk Usaha Tetap (BUT), baik merupakan pusat maupun cabang,
perwakilan atau unit, yang membayar gaji, upah, honorarium,
tunjangan, dan pembayaran lain dengan apapun, sebagai imbalan
sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang dilakukan oleh pegawai
atau bukan pegawai.
2) Bendaharawan pemerintah termasuk bendaharawan pemerintah pusat,
pemerintah daerah, instansi atau lembaga pemerintah, lembaga-
lembaga negara lainnya dan Kedutaan Besar Republik Indonesia di
luar negeri yang membayarkan gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan
pembayaran lain dengan nama apapun sehubungan dengan pekerjaan,
jabatan, jasa, dan kegiatan.
3) Dana pensiun, badan penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja
(JAMSOSTEK), dan badan-badan lain yang membayar uang pensiun
dan Tabungan Hari Tua (THT) atau Jaminan Hari Tua (JHT).
4) Perusahaan, badan, dan bentuk usaha tetap, yang membayar
honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan
kegiatan, jasa, termasuk jasa tenaga ahli dengan status wajib pajak
dalam negeri yang melakukan pekerjaan bebas dan bertindak untuk
dan atas namanya sendiri, bukan untuk dan atas nama persekutuannya.
5) Perusahaan, badan, dan bentuk usaha tetap, yang membayar
honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan
kegiatan, jasa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status wajib
pajak luar negeri.
6) Yayasan (termasuk yayasan di bidang kesejahteraan, rumah sakit,
pendidikan, kesenian, olahraga, kebudayaan), lembaga kepanitiaan,
asosiasi, perkumpulan, organisasi masa, organisasi sosial politik, dan
organisasi lainnya dalam bentuk apapun dalam segala bidang kegiatan
sebagai pembayar gaji, upah, honorarium, atau imbalan dengan nama
apapun sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang
dilakukan oleh orang pribadi.
7) Perusahaan, badan, dan bentuk usaha tetap, yang membayarkan
honorarium atau imbalan lain kepada peserta pendidikan, pelatihan,
dan permagangan.
c. Pengecualian Subjek Pajak Penghasilan Pasal 21
Menurut Siti Resmi (2007:139) yang tidak termasuk subjek pajak
penghasilan PPh 21 antara lain:
1) Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari
negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka
yang bekerja dan bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat
bukan Warga Negara Indonesia (WNI) dan di Indonesia tidak
menerima atau memperoleh penghasilan di luar jabatan atau
pekerjaannya tersebut serta negara yang bersangkutan memberikan
perlakuan timbal balik.
2) Pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksud
dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 574/KMK.04/2000 tentang
organisasi-organisasi internasional dan pejabat perwakilan organisasi
internasional yang tidak termasuk sebagai subjek pajak penghasilan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan keputusan
Nomor 601/KMK.03/2005, dengan syarat bukan Warga Negara
Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan
lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.
d. Objek Pajak Penghasilan Pasal 21
Menurut Siti Resmi (2007:141) Objek PPh 21 antara lain:
1) Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai atau pemerintah
secara teratur berupa gaji, uang pensiun bulanan, upah, honorarium
(termasuk honorarium anggota dewan komisaris atau anggota dewan
pengawas), premi bulanan, uang lembur, uang sokongan, uang tunggu,
uang ganti rugi, tunjangan istri, tunjangan anak, tunjangan jabatan,
tunjangan khusus, tunjangan transport, tunjangan pajak, tunjangan
iuran pensiun, tunjangan pendidikan anak, beasiswa, premi asuransi
yang dibayar pemberi kerja, dan penghasilan teratur lainnya dengan
nama apapun.
2) Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai, penerima pensiun
atau mantan pegawai secara tidak teratur berupa jasa produksi,
tantiem, tratifikasi, tunjangan cuti, tunjangan hari raya, tunjangan
tahun baru, bonus, premi tahunan, dan penghasilan sejenis lainnya
yang sifatnya tidak tetap.
3) Upah harian, upah mingguan, upah satuan, dan upah borongan yang
diterima atau diperoleh pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas,
serta uang saku harian atau mingguan yang diterima peserta
pendidikan, pelatihan, atau pemegang yang merupakan calon pegawai.
4) Uang tebusan, uang tabungan hari tua atau jaminan hari tua, uang
pesangon, dan pembayaran lain sejenis sehubungan dengan pemutusan
hubungan kerja (PHK).
5) Honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan dengan nama dan
dalam bentuk apapun, komisi, beasiswa, dan pembayaran lain sebagai
imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang
dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri, yang terdiri
atas:
a) Tenaga ahli.
b) Musisi, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang
sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model,
peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis,
dan seniman lainnya.
c) Olahragawan
d) Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan
moderator.
e) Penulis, peneliti, dan penerjemah.
f) Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik, komputer dan
sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi
dan sosial.
g) Agen iklan
h) Pengawas, pengelola proyek, anggota dan pemberian jasa kepada
suatu kepanitiaan, dan peserta sidang atau rapat.
i) Pembawa pesan atau yang menemukan langganan.
j) Peserta perlombaan.
k) Petugas penjaja barang dagangan.
l) Petugas dinas luar asuransi.
m) Peserta pendidikan, pelatihan, dan pemagangan bukan pegawai
atau bukan sebagai calon pegawai.
n) Distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan
kegiatan sejenis lainnya.
6) Gaji, gaji kehormatan, tunjangan-tunjangan lain yang terkait dengan
gaji dan honorarium atau imbalan lain yang bersifat tidak tetap yang
diterima oleh pejabat negara, pegawai negeri sipil serta uang pensiun
dan tunjangan-tunjangan lain yang sifatnya terkait dengan uang
pensiun yang diterima oleh pensiunan termasuk janda atau duda
dan/atau anak-anaknya.
7) Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya dengan nama
apapun yang diberikan oleh bukan wajib pajak selain pemerintah, atau
wajib pajak yang dikenakan PPh yang bersifat final dan yang
dikenakan PPh berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed
profit).
e. Pengecualian Objek Pajak Penghasilan Pasal 21
Menurut Siti Resmi (2007:143) yang tidak termasuk dalam objek PPh
pasal 21 antara lain:
1) Pembayaran asuransi dari perusahaan asuransi kesehatan, asuransi
jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa.
2) Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya dengan nama
apapun yang diberikan oleh pemerintah maupun wajib pajak.
3) Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang
pendiriannya telah di sahkan oleh Menteri Keuangan dan iuran
jaminan hari tua kepada badan penyelenggara jamsostek yang dibayar
oleh pemberi kerja.
4) Kenikmatan berupa pajak yang ditanggung oleh pemberi kerja.
5) Uang tebusan pensiun yang dibayarkan oleh dana pensiun yang
pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan dan tunjangan
hari tua atau jaminan hari tua yang dibayarkan sekaligus oleh Badan
Pennyelenggara Jamsostek, yang jumlah brutonya tidak melebihi Rp.
25.000.000,00.
6) Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan/atau
lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah.
B. Kerangka Pemikiran Gambar 2.1.
Kerangka Pemikiran
Kualitas Pelayanan
1. Kenyataan (Tangible) 2. Kehandalan (Reliability) 3. Ketanggapan
(Responsiveness) 4. Jaminan (Assurance) 5. Memahami (Empathy)
Pengaruh Pelayanan Aparatur Pajak Terhadap Kepuasan
Wajib Pajak dalam Memenuhi Kewajiban Mengisi dan
Menyampaikan SPT PPh 21 Orang Pribadi di
KPP Pratama Bekasi Utara
Kepuasan Wajib Pajak
1. Prosedur Tidak Sulit 2. Persyaratan Simpel 3. Tarif Pajak yang Dapat
Dijangkau 4. Pengamanan 5. Pelayanan yang Sesuai
Harapan Dalam Pengisian dan Penyampaian SPT PPh 21
• Uji Regresi Sederhana • Koefisien Determinasi • Uji Signifikansi Simultan
(Uji Statistik F) • Uji Signifikan Parameter
Individual (Uji Statistik t)
Penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis pengaruh pelayanan
aparatur pajak terhadap kepuasan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban
mengisi dan menyampaikan SPT PPh Pasal 21. Pelayanan pajak diukur
dengan menggunakan lima variabel; Kenyataan, kehandalan, ketanggapan,
jaminan, dan memahami.
Sedangkan kepuasan wajib pajak diukur dengan menggunakan variabel-
variabel seperti; Prosedur tidak sulit, persyaratan simpel, tarif pajak yang
dapat dijangkau, pengamanan, dan pelayanan yang sesuai harapan
(Rahmianto, 2003:10). Adanya permasalahan masih rendahnya tingkat
kepuasan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan, maka perlu
adanya penekanan terhadap unsur-unsur yang dapat meningkatkan kepuasan
wajib pajak.
Pemerintah sebagai agen pelayanan dalam menyelenggarakan kegiatan
pelayanan di KPP harus bertindak sebagai pelayan masyarakat. Birokrasi
pelayanan bukan diadakan untuk melayani diri sendiri, tetapi untuk melayani
masyarakat serta untuk menciptakan kondisi memungkinkan untuk setiap
anggota masyarakat, mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya demi
mencapai tujuan bersama.
Kepuasan pelanggan adalah suatu keadaan dimana keinginan, harapan dan
kebutuhan pelanggan terpenuhi. Suatu pelayanan dinilai memuaskan bila
pelayanan tersebut dapat memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan.
Pengukuran kepuasan pelanggan merupakan elemen penting dalam
menyediakan pelayanan yang lebih baik, lebih efisien dan lebih efektif.
Apabila pelanggan merasa tidak puas terhadap suatu pelayanan yang
disediakan, maka pelayanan tersebut dapat dipastikan tidak efektif dan tidak
efisien. Hal ini terutama sangat penting bagi pelayanan publik (Liberty
Pandiangan, 2005:8).
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kuallitas pelayanan aparatur
pajak dalam melayani wajib pajak sangat penting. Pelayanan yang prima akan
membuat wajib pajak senantiasa terbantu dalam melakukan kewajiban
perpajakannya secara benar. Pelayanan jasa publik yang prima adalah
pelayanan jasa yang dapat memberikan kepuasan kepada pelanggan dan tetap
dalam batas memenuhi standar pelayanan yang dapat dipertanggungjawabkan.
C. Perumusan Hipotesis
Berdasarkan model analisa dan penjelasan diatas, maka dalam penelitian
ini hipotesis yang dapat diajukan adalah:
Ho: Pelayanan aparatur pajak tidak berpengaruh positif secara signifikan
terhadap kepuasan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan.
Ha: Pelayanan aparatur pajak berpengaruh positif secara signifikan terhadap
kepuasan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bekasi.
Penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis pengaruh pelayanan aparatur
pajak (variabel bebas) terhadap kepuasan wajib pajak (variabel terikat), dalam
memenuhi kewajiban mengisi dan menyampaikan SPT PPh 21 orang pribadi,
sehingga penelitian ini dapat disimpulkan sebagai penelitian kausalitas. Dalam
menganalisis kualitas pelayanan aparatur perpajakan, peneliti menggunakan
Servqual-Instrumen lima variabel, metode ini termasuk salah satu cara dimana
responden diminta untuk menilai tingkat harapan mereka terhadap atribut
tertentu dan juga tingkat yang mereka rasakan. Metode ini khusus digunakan
untuk mengukur pelayanan pelanggan atas jasa yang diberikan (Zeithaml,
Parasuraman, Berry, 1990) dalam Syarif Hidayat (2004:57) yang terdiri dari:
Tangible, Reliability, Responsiveness, Assurance, dan Empathy. Kepuasan
wajib pajak diukur menggunakan variabel yang digunakan oleh peneliti
sebelumnya Rahmianto (2003:10) meliputi; Prosedur tidak sulit, persyaratan
simpel, tarif pajak yang dapat dijangkau, pengamanan, pelayanan yang sesuai
harapan.
B. Populasi Penelitian dan Sampel Penelitian
Populasi penelitian ini adalah wajib pajak PPh 21 orang pribadi yang
pernah melakukan kewajiban mengisi dan menyampaikan SPT di Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Bekasi Utara. Peneliti mengambil sampel dari
beberapa wajib pajak orang pribadi untuk mengetahui kepuasan wajib pajak
mengenai pelayanan aparatur perpajakan.
Wajib pajak orang pribadi yang terdaftar di KPP Pratama Bekasi Utara
sebesar 5.505 orang. Dari jumlah tersebut yang merupakan wajib pajak
efektif/aktif sebesar 5.431 orang. Wajib pajak efektif, yaitu wajib pajak yang
mematuhi kewajiban mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan
Tahunan (SPT) dan Surat Setoran Pajak (SSP). Dari jumlah wajib pajak
efektif, sebanyak 743 wajib pajak yang telah melapor pada periode Januari
2008. Untuk menentukan jumlah sampel, digunakan metode Slovin et. al.,
(1999) dalam Untung (2002:42):
n = N = 743 = 41
1 + N (e²) 1 + 743 (0,15²)
n = Sampel
N = Populasi
e = Nilai Kritis/Toleransi Kesalahan (15%)
Berdasarkan rumus Slovin diatas, jumlah sampel ideal yang dapat
digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 41 responden dengan tingkat
toleransi kesalahan sebesar 15%. Sedangkan menurut Singarimbun dan Efendi
(1989) dalam penelitian Bagiyo Ardananto (2003:50), penelitian yang bersifat
korelasi sudah dapat dilaksanakan apabila terdapat jumlah sampel sekurang-
kurangnya 30 (tiga puluh) unit. Atas dasar itulah peneliti mengambil jumlah
sampel sebanyak 41 reponden. Pengambilan sampel dilakukan secara
purposive, artinya pengumpulan data atas dasar strategi kecakapan atau
pertimbangan pribadi semata (Abdul Hamid, 2007:29).
C. Metode Pengumpulan Data
1. Penelitian kepustakaan (library research)
Penelitian kepustakaan merupakan kegiatan pengumpulan data dan
informasi melalui hasil laporan, buku-buku, majalah, surat kabar, internet
dan perundang-undangan beserta peraturan pelaksanaannya yang
berhubungan dengan materi (Andini, 2004:45).
2. Penelitian lapangan (field research)
Penelitian lapangan merupakan penelitian secara langsung pada objek
yang diteliti melalui pemberian kuesioner kepada wajib pajak orang
pribadi PPh 21 yang pernah melakukan kewajiban mengisi dan
menyampaikan SPT di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bekasi.
Kuesioner disusun dalam bentuk tertutup dalam arti bahwa jawaban
terhadap kuesioner telah ditentukan sehingga responden hanya memilih
salah satu dari alternatif jawaban yang tersedia (Andini, 2004:45).
Penelitian ini akan menghasilkan jenis data primer dan data sekunder.
Data primer dikumpulkan dengan bantuan kuesioner, sedangkan data sekunder
dikumpulkan melalui studi dokumenter. Data primer berbentuk data kualitatif
yang selanjutnya diolah menjadi data kuantitatif.
D. Metode Analisis
Metode analisis yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif
kuantitatif. Analisis deskriptif adalah penelitian yang berusaha untuk
menuturkan pemecahan permasalahan berdasarkan data-data dilapangan. Jadi.
analisis deskriptif dilakukan dengan cara menyajikan data, menganalisis, dan
menginterpretasikannya (Narbuku dan Achmadi, 1999) dalam Andini
(2004:50). Dalam melihat pengaruh yang terjadi antara pelayanan aparatur
pajak dengan kepuasan wajib pajak menggunakan analisis regresi sederhana.
Untuk memberikan penjelasan yang lebih detail dengan tingkat keyakinan
yang memadai, peneliti juga melakukan serangkaian pengujian statistik
sebagai berikut:
1. Uji Kualitas Data
a. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas adalah alat untuk mengukur suatu kuesioner yang
merupakan indikator dari variabel atau construct. Suatu kuesioner
dikatakan reliable atau handal jika jawaban seseorang terhadap pernyataan
adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu (Imam Ghozali, 2005:41).
Pengujian reliabilitas dilakukan dengan menghitung besarnya
Cronbach Alpha Coeficcient (α) untuk masing–masing instrumen
kuesioner yang akan diuji. Suatu variabel dikatakan reliable jika
memberikan nilai Cronbach Alpha Coeficcient (α) lebih dari 0.60 (Imam
Ghozali, 2005:41).
b. Uji Validitas
Uji validitas digunakan untuk mengukur valid atau tidaknya suatu
kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner
mampu mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut
(Imam Ghozali, 2005:45).
Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan nilai r hitung dengan
r tabel untuk degree of freedom (df) = n – 2, dalam hal ini n adalah jumlah
sampel. Jika r hitung > r tabel maka pertanyaan dalam kuesioner dikatakan
valid. (Imam Ghozali, 2005:45).
2. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah model
regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Untuk
mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak, dilakukan dengan
menggunakan analisis grafik histogram dan penyebaran data yang terlihat
dalam scatter plots serta normal probability plot (Imam Ghozali, 2005:110).
Grafik histogram membandingkan antara data observasi dengan distribusi
yang mendekati ditribusi normal. Data model regresi yang baik adalah jika
semua variabel berdistribusi normal atau mendekati normal. Normal
probability plot membandingkan distribusi kumulatif dari distribusi normal.
Distribusi normal akan membentuk suatu garis lurus diagonal dan ploting data
residual akan dibandingkan dengan garis diagonal. Jika distribusi data residual
normal, maka garis yang menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti
garis diagonalnya (Imam Ghozali, 2005:110).
Pengujian normalitas dapat juga dilakukan dengan menggunakan uji
statistik, yaitu dengan melihat nilai kurtosis dan skewness dari residual.
Skewness berhubungan dengan simetri distribusi. Skewness variabel (variabel
menceng) adalah variabel yang nilai mean-nya tidak di tengah-tengah
distribusi. Sedangkan kurtosis berhubungan dengan puncak dari suatu
distribusi (Imam Ghozali, 2005:28).
Data yang terdistribusi secara normal mempunyai nilai skewness dan
kurtosis mendekati nol. Jika variabel tidak terdistribusi secara normal
(menceng ke kiri atau menceng ke kanan) maka hasil uji statistik akan
terdegradasi (Imam Ghozali, 2005:28).
Syarat variabel terdistribusi secara normal adalah (Imam Ghozali, 2005:110):
a. Jika variabel terdistribusi secara normal maka nilai skewness dan kurtosis
mendekati nol.
b. Jika garis yang menggambarkan data sesungguhnya dalam normal
probability plot akan mengikuti garis diagonalnya.
c. Grafik histogram menunjukan pola distribusi normal (mendekati nol atau
sama dengan nol).
3. Uji Hipotesis
Ada beberapa teknik pengujian yang dapat dilakukan untuk uji
hipotesis parametris. Adapun teknik pengujian yang cocok untuk suatu
pengujian hipotesis yang bersifat asosiatif (hubungan) adalah dengan
mengukur keeratan hubungannya melalui rumus Koefisien Korelasi
(Suharyadi, 2004:495). Rumusnya adalah sebagai berikut:
r = n (∑xy) - (∑x) (∑y)
√ (n ∑x² - (∑x)² ) (n ∑y² - (∑y)² )
Besar koefisien korelasi dapat dilihat dalam tabel 3.1. sebagai berikut:
Tabel 3.1.
Level Koefisien Korelasi Interval Koefisien Level Koefisien
0.00 – 0.199 Sangat Lemah 0.20 – 0.399 Lemah 0.40 – 0.599 Sedang 0.60 – 0.799 Kuat 0.80 – 1.000 Sangat Kuat
(Sumber: Sugiyono, Metodologi Penelitian Bisnis, Alfabeta, Bandung: 2005:213) Penelitian ini juga menggunakan metode analisis regresi sederhana dalam
menguji hipotesis. Model ini digunakan untuk mengetahui pengaruh
pelayanan aparatur pajak terhadap kepuasan wajib pajak dalam memenuhi
kewajiban mengisi dan menyampaikan SPT PPh 21 OP .
Berikut ini merupakan persamaan regresi dari hipotesis tersebut:
y = a + bx
Keterangan:
y = Kepuasan wajib pajak (variabel terikat).
a = Konstanta (titik potong; besarnya nilai y pada saat x = 0).
b = Koefisien Regresi (slope), yaitu nilai yang menunjukan besarnya
peningkatan (+) atau penurunan (-) yang didasarkan pada hubungan
nilai y.
x = Pelayanan aparatur pajak (variabel bebas).
Secara umum, analisis regresi pada dasarnya adalah suatu studi mengenai
ketergantungan variabel dependen (terikat) dengan satu variabel independen
(variabel penjelas/bebas), dengan tujuan untuk mengestimasi dan/atau
memprediksi rata-rata populasi atau nilai rata-rata variabel dependen
berdasarkan nilai variabel independen yang diketahui (Gujarati, 2003) dalam
Imam Ghozali (2005:81). Hasil analisis regresi adalah berupa koefisien untuk
variabel independen. Koefisien itu diperoleh dengan cara memprediksi nilai
variabel dependen dengan suatu persamaan.
Koefisien regresi dihitung dengan dua tujuan sekaligus: Meminimumkan
penyimpangan antara nilai aktual dan nilai estimasi variabel dependen
berdasarkan data yang ada. Dalam analisis regresi juga menunjukan arah
hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen (Tabachnick,
1996) dalam Imam Ghozali (2005:81).
Ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai aktual dapat diukur
dari Goodness of fit-nya. Secara statistik, setidaknya ini dapat diukur dari nilai
koefisien determinasi dan nilai statistik t untuk analisis regresi sederhana.
Perhitungan statistik disebut signifikan secara statistik apabila nilai uji
statistiknya berada dalam daerah kritis (Imam Ghozali, 2005:83).
a. Koefisien Determinasi (R²)
Analisis ini dilakukan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model
dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi
adalah antara nol dan satu.
1) Nilai R² yang kecil berarti kemampuan variabel independen dalam
menjelaskan variabel dependen amat terbatas.
2) Nilai yang mendekati satu berarti variabel independen memberikan
hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variabel
dependen (Imam Ghozali, 2005:83).
b. Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)
Uji statistik F menunjukan apakah variabel independen (bebas) yang
dimasukan dalam model mempunyai pengaruh terhadap variabel
dependen/terikat (Imam Ghozali, 2005:84).
Kriteria pengambilan keputusan yang digunakan dalam statistik F sebagai
berikut; Bila nilai F lebih besar daripada 4 maka Ho dapat ditolak pada derajat
kepercayaan 5%, dengan kata lain kita menerima hipotesis alternatif, yang
menyatakan bahwa variabel independen mempengaruhi variabel independen
secara signifikan (Imam Ghozali, 2005:84).
c. Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t)
Uji statistik t menunjukan seberapa jauh pengaruh satu variabel
independen secara individual dalam menerangkan variabel-variabel dependen.
Cara melakukan uji t adalah sebagai berikut (Imam Ghazali, 2005:84):
1) Jika t hitung > t tabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima dan sebaliknya,
2) Jika t hitung < t tabel, maka Ho diterima dan Ha ditolak.
E. Batasan Operasional Variabel dan Pengukurannya
1. Batasan Operasional Variabel
a. Pelayanan Aparatur Pajak
Dalam mengukur pelayanan aparatur pajak peneliti menggunakan
Servqual-Instrumen lima variabel (Zeithaml, Parasuraman, Berry,
1990) dalam Syarif Hidayat (2004:58) yang terdiri dari variabel-
variabel sebagai berikut:
1) Tangible (Kenyataan)
Merupakan berbagai fasilitas yang dapat dilihat dan digunakan
perusahaan dalam upaya memenuhi kepuasan pelanggan. Variabel
ini meliputi: Prosedur pelayanan dalam pengisian dan
penyampaian SPT PPh 21 Orang Pribadi, sarana dan prasarana
pendukung (Syarif Hidayat, 2004:58).
2) Reliability (Kehandalan)
Merupakan kehandalan petugas dalam melayani pelanggan
sesuai dengan yang dijanjikan secara akurat terpercaya serta
kehandalan sistem kantor dalam mendukung pelayanan (Syarif
Hidayat, 2004:58).
3) Responsiveness (Ketanggapan)
Variabel ini dimaksudkan sebagai sikap tanggap mau
mendengarkan dan mau merespon pelanggan dalam upaya
memuaskan pelanggan atau kemampuan dalam membantu
pelanggan dan menyediakan pelayanan dengan cepat dan tepat
serta antusias (Syarif Hidayat, 2004:58).
4) Assurance (Jaminan)
Merupakan keahlian dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk
dapat memberikan pelayanan dengan sopan santun, rasa hormat,
profesional, kejujuran dari pemberi pelayanan sehingga pelanggan
merasa bebas dari budaya atau resiko/kerugian (Syarif Hidayat,
2004:58).
5) Empathy (Memahami)
Merupakan kepedulian dan kemudahan untuk mencapai sarana
pelayanan kepada pelanggan serta perusahaan mengerti kemauan
dan keinginan pelanggan (Syarif Hidayat, 2004:58).
b. Kepuasan Wajib Pajak
Dalam mengukur kepuasan wajib pajak peneliti menggunakan
variabel yang digunakan oleh peneliti sebelumnya Rahmianto
(2003:10) meliputi; Prosedur tidak sulit, persyaratan simpel, tarif pajak
yang dapat dijangkau, pengamanan, pelayanan yang sesuai harapan.
1) Prosedur Tidak Sulit
Merupakan urutan-urutan kegiatan yang mudah dimengerti,
dipahami dan dilaksanakan oleh para wajib pajak.
2) Persyaratan Simpel
Merupakan kelengkapan atau dokumen yang diperlukan hares
sederhana dan mudah dipenuhi oleh wajib pajak.
4) Pengamanan
Merupakan usaha dalam menciptakan keamanan dan kenyamanan
para wajib pajak dari gangguan calo.
5) Pelayanan yang Sesuai Harapan
Merupakan pelayanan yang dapat memberikan kepuasan atau
harapan para wajib pajak.
2. Pengukuran Variabel
Pengukuran tingkat pelayanan aparatur pajak dan tingkat kepuasan
wajib pajak dari tiap-tiap variabel dilakukan dengan menggunakan skala
Likert. Nilai terendah menggambarkan suatu jawaban negatif, sedangkan
nilai tertinggi mencerminkan jawaban positif.
Skala Likert merupakan skala interval yang menanyakan responden
untuk melakukan rangking preferensi. Selain itu, mereka juga diminta
untuk memberikan nilai (rate) terhadap preferensi sesuai dengan 5 skala
penilaian sebagai berikut (Imam Ghozali, 2005:5):
Tabel 3.2. Skala Likert
No. Persepsi Harapan Nilai Skor 1. Sangat Tidak Puas Sangat Tidak Penting 1 2. Tidak Puas Tidak Penting 2 3. Cukup Puas Cukup Penting 3 4. Puas Penting 4 5. Sangat Puas Sangat Penting 5
(Sumber: Ghozali, Imam, “Aplikasi Analisis Multivariate dengan program SPSS”, Badan Penerbit UNDIP: Semarang, 2005:5)
Keuntungan penggunaan skala Likert yaitu adanya keragaman skor
sebagai akibat penggunaan skala 1-5. Dengan dimensi mutu tercermin
dalam daftar pertanyaan, memungkinkan responden mengekspresikan
tingkat pendapat mereka dalam persepsinya lebih mendekati kenyataan
sebenarnya (Lissita dan Green, 1997) dalam Amelia Saraswaty (2006:35).
a. Pengukuran Variabel Pelayanan Aparatur pajak
1) Kenyataan
Pengukuran variabel kenyataan diukur dengan menggunakan
instrumen yang digunakan oleh peneliti sebelumnya (Ardananto, 2003;
Alam, 2003; Hidayat, 2004). Pertanyaan yang diajukan kepada
responden sebanyak 4 item menggunakan lima poin skala Likert
dengan perincian sebagai berikut:
Tabel 3.3. Pengukuran Variabel Kenyataan
No. Dimensi Pertanyaan 1. Penampilan fisik kantor 1-2 2. Sarana dan Prasarana Pendukung 3-4
2) Kehandalan
Kehandalan dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan
instrumen yang telah dikembangkan oleh Syarif Hidayat (2004:58).
Kehandalan diukur dengan 3 item pertanyaan menggunakan lima poin
skala Likert dengan perincian sebagai berikut:
Tabel 3.4. Pengukuran Variabel Kehandalan
No. Dimensi Pertanyaan 1. Kemudahan Pelayanan 5-6 2. Pelaksanaan Pelayanan 7
3) Ketanggapan
Ketanggapan diukur menggunakan instrumen yang dikembangkan
oleh Syarif Hidayat (2004:58). Ketanggapan diukur dengan 4
pertanyaan menggunakan lima poin skala Likert dengan perincian
sebagai berikut:
Tabel 3.5. Pengukuran Variabel Ketanggapan
No. Dimensi Pertanyaan 1. Inisiatif 8 dan 11 2. Kreatifitas 9-10
4) Jaminan
Jaminan diukur menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh
Syarif Hidayat (2004:58). Jaminan diukur dengan 4 pertanyaan
menggunakan lima poin skala Likert dengan perincian sebagai berikut:
Tabel 3.6. Pengukuran Variabel Jaminan
No. Dimensi Pertanyaan 1. Perilaku 13-14 2. Kompetensi 12-15
5) Memahami
Memahami diukur menggunakan instrumen yang dikembangkan
oleh Syarif Hidayat (2004:58). Memahami diukur dengan 4 pertanyaan
menggunakan lima poin skala Likert dengan perincian sebagai berikut:
Tabel 3.7. Pengukuran Variabel Memahami
No. Dimensi Pertanyaan 1. Kepedulian 16-17 2. Alokasi Waktu 18-19
b. Pengukuran Variabel Kepuasan Wajib Pajak
1) Prosedur Tidak Sulit
Pengukuran variabel prosedur tidak sulit diukur dengan
menggunakan instrumen yang digunakan oleh peneliti sebelumnya
(Rahmianto, 2003:10). Pertanyaan yang diajukan kepada responden
sebanyak 4 item menggunakan lima poin skala Likert dengan perincian
sebagai berikut:
Tabel 3.8. Pengukuran Variabel Prosedur Tidak Sulit
No. Dimensi Pertanyaan 1. Sistematisasi Kantor 1-3 2. Perhatian Petugas 4
2) Persyaratan Simpel
Persyaratan simpel dalam penelitian ini diukur dengan
menggunakan instrumen yang telah dikembangkan oleh Rahmianto
(2003:10). Persyaratan simpel diukur dengan 4 item pertanyaan
menggunakan lima poin skala Likert dengan perincian sebagai berikut:
Tabel 3.9. Pengukuran Variabel Persyaratan Simpel
No. Dimensi Pertanyaan 1. Kemudahan Pelayanan 5-6 2. Pelaksanaan Pelayanan 7-8
3) Tarif Pajak yang dapat Dijangkau
Tarif pajak yang dapat dijangkau diukur menggunakan instrumen
yang dikembangkan oleh Rahmianto (2003:10). Tarif pajak yang dapat
dijangkau diukur dengan 4 pertanyaan menggunakan lima poin skala
Likert dengan perincian sebagai berikut:
Tabel 3.10. Pengukuran Variabel Tarif Pajak yang dapat Dijangkau
No. Dimensi Pertanyaan 1. Pelayanan Petugas 9-11 2. Kemudahan Pembayaran 12
4) Pengamanan
Pengamanan diukur menggunakan instrumen yang dikembangkan
oleh Rahmianto (2003:10). Pengamanan diukur dengan 3 pertanyaan
menggunakan lima poin skala Likert dengan perincian sebagai berikut:
Tabel 3.11. Pengukuran Variabel Pengamanan
No. Dimensi Pertanyaan 1. Keamanan Fisik 13-14 2. Keamanan Standar 15
5) Pelayanan yang Sesuai Harapan
Pelayanan yang sesuai harapan diukur menggunakan instrumen
yang dikembangkan oleh Rahmianto (2003:10). Pelayanan yang sesuai
harapan diukur dengan 4 pertanyaan menggunakan lima poin skala
Likert dengan perincian sebagai berikut:
Tabel 3.12. Pengukuran Variabel Pelayanan yang Sesuai Harapan
No. Dimensi Pertanyaan 1. Kemudahan pelayanan 17 dan 19 2. Alokasi Waktu 16 dan 18
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Kantor Pelayanan Pajak Bekasi Utara
1. Sejarah dan Gambaran Umum Kantor Pelayanan Pajak Bekasi Utara
Seiring dengan persiapan Penerapan sistem Administrasi Perpajakan
Modern pada Kantor Wilayah DJP Jawa Barat II dan pembentukan KPP
Pratama Bekasi Utara (SE-19/PJ./2007 tanggal 13 April 2007). Untuk
Kota Madya Bekasi saat ini terdiri atas 2 (dua) KPP Pratama, yaitu:
a. KPP Pratama Bekasi Utara, meliputi:
1) Kec. Bekasi Utara
2) Kec. Bekasi Barat
3) Kec. Bekasi Timur
4) Kec. Medan Satria
b. KPP Pratama Bekasi Selatan, meliputi:
1) Kec. Bekasi Selatan
2) Kec. Bantar Gebang
3) Kec. Rawa Lumbu
4) Kec. Jati Asih
5) Kec. Pondek Gede
6) Kec. Jati Sampurna
7) Kec. Mustika Jaya
8) Kec. Pondok Melati
2. Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bekasi Utara
Mengacu kepada Keputusan Menteri Keuangan Nomor:
161/KM.12 005 Tanggal 07 Juni 2005 tugas pokok Kantor Pelayanan
Pajak diantaranya adalah mengkoordinasikan kegiatan pengawasan atas
terwujudnya kepatuhan dari wajib pajak dalam memenuhi kewajiban
perpajakan. Tugas pokok lainnya adalah memberi pelayanan berupa
bimbingan, konsultasi dan monitoring secara langsung kepada wajib pajak.
B. Gambaran Pelayanan SPT PPh 21 di KPP Pratama Bekasi Utara
Strategi berorientasi pelanggan merupakan salah satu strategi yang
membawa sukses pemerintahan dalam mencapai misinya sesuai dengan visi
yang ditetapkan. Administrasi perpajakan pun berkeyakinan demikian, bahwa
memuaskan pelanggan adalah pertahanan paling baik melawan persaingan.
Perusahaan yang berhasil adalah perusahaan yang berhasil menjaga
pelanggannya agar selalu puas. Para pelanggannya akan lebih setia. Mereka
lebih sering membeli. Bahkan mereka rela membayar lebih banyak untuk
membeli produk perusahaan itu. Mereka tetap menjadi pelanggan bila
perusahaan itu sedang mengalami kesulitan (Lele dan Sheth, 1995) dalam
Boediono (2003:35).
Standar pelayanan bagi birokrasi pada umumnya ditentukan dalam
Undang-Undang atau perundang-undangan lainnya. Dalam hal tidak
ditentukan dalam perundang-undangan, bisa dilakukan dengan mengumpulkan
pendapat dari para ahli untuk dianalisis yang nantinya akan menghasilkan
standar pelayanan. Dalam menentukan standar pelayanan, lebih baik melalui
penelitian termasuk penelitian lapangan, atau mendengarkan pendapat
pelanggan (Boediono, 2003:34).
Dalam rangka menjaga kepuasan pelanggan, Dirjen Pajak
mengembangkan strategi pelayanan prima dalam administrasi perpajakan,
yakni sebagai berikut (Boediono, 2003:42):
1. Visi : Menjadikan nyaman dalam administrasi perpajakan.
2. Misi : Menuju pemungutan pajak yang adil dan merata serta
tepat waktu.
3. Nilai-Nilai : Menumbuhkan partisipasi masyarakat, dengan:
a. Saling menghormati
b. Saling percaya
c. Bertanggung jawab
d. Berlaku jujur
e. Kreativitas dan Inovasi
4. Strategi: Mendorong keterbukaan dalam administrasi perpajakan.
Dengan adanya pengaruh lingkungan internal dan eksternal, dimungkinkan
visi, misi, dan nilai-nilai tersebut tidak sevalid sebagaimana ditetapkan
semula. Terjadi banyak penyimpangan dan pergeseran yang dapat mengurangi
kualitas pelayanan perpajakan yang ada.
Dalam melakukan pelayanan SPT kepada wajib pajak, petugas KPP
menggunakan standar pemeriksaan minimal 8 wajib pajak per pemeriksa
selama setahun (sesuai dengan hasil rapat Kanwil DJP Jawa Barat II tanggal
21 Agustus 2007) dan tunggakan pemeriksaan tidak boleh mencapai 30% per
tahun. Adapun jenis pemeriksaan yang dilakukan petugas, antara lain;
Pemeriksaan SPT lebih bayar, pemeriksaan SPT rugi tidak lebih bayar,
pemeriksaan karena wajib pajak tidak memasukan SPT, SPT Tahunan PPh
untuk tahun pajak saat WP melakukan penilaian kembali aktiva tetap yang
telah disetujui Direktorat Jenderal Pajak.
C. Profil Responden
Sebelum memulai analisis data, terlebih dahulu kita harus mengetahui
objek dan sampel yang diteliti. Penelitian ini dilakukan di Kantor Pelayanan
Pajak Pratama Bekasi Utara. Penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis
pengaruh pelayanan aparatur pajak terhadap kepuasan wajib pajak dalam
memenuhi kewajiban mengisi dan menyampaikan SPT PPh 21. Dalam
mengukur pelayanan aparatur pajak peneliti menggunakan Servqual-
Instrumen lima variabel yang terdiri dari: Tangible, Reliability,
Responsiveness, Assurance, dan Empathy. Dalam mengukur kepuasan wajib
pajak peneliti menggunakan variabel Prosedur tidak sulit, persyaratan simpel,
tarif pajak yang dapat dijangkau, pengamanan, dan pelayanan yang sesuai
harapan.
Populasi penelitian ini adalah wajib pajak PPh 21 orang pribadi yang
pernah melakukan kewajiban mengisi dan menyampaikan SPT Masa di
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bekasi Utara. Peneliti mengambil sampel
dari beberapa wajib pajak orang pribadi untuk mengetahui kepuasan wajib
pajak mengenai pelayanan aparatur perpajakan.
Berdasarkan rumus Slovin, jumlah sampel ideal yang dapat digunakan
dalam penelitian ini adalah sebanyak 41 responden dengan tingkat toleransi
kesalahan sebesar 15%. Pengambilan sampel dilakukan secara purposive,
artinya pengumpulan data atas dasar strategi kecakapan atau pertimbangan
semata. (Abdul Hamid, 2007:29).
Tabel 4.1. menggambarkan deskripsi data yang dilihat dari nilai range,
minimum, maximum, sum, mean, variance, skewness, kurtosis dan standar
deviasinya dengan total sampel sebanyak 41 responden.
Tabel 4.1. Statistik Deskriptif
N Sum Mean PELAYANAN KEPUASAN Valid N (listwise)
414141
3435.003183.00
83.780577.6341
Sumber: Pengolahan Data
N Range Minimum Maximum St. Dev. Variance PELAYANAN KEPUASAN Valid/listwise
41 41 41
24.00 36.00
71.00 57.00
95.00 93.00
7.37059 8.89875
54.326 79.188
Sumber: Pengolahan Data
Skewness Kurtosis N Statistic Std. Error Statistic Std. Error
PELAYANAN KEPUASAN Valid/listwise
414141
-202-331
.369
.369-1.211 -.570
.724
.724
Sumber: Pengolahan Data
D. Uji Kualitas Data
1. Uji Reliabilitas
Reliabilitas sebenarnya adalah alat untuk mengukur suatu kuesioner
yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Suatu kuesioner
dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap pernyataan
adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Untuk menentukan
apakah data reliabel atau tidak dipergunakanlah uji reliabilitas Cronbach
Alpha. (Imam Ghozali, 2005:41).
Tabel 4.2. Uji Reliabilitas Pelayanan Pajak
Variabel N of Cases N of Items Cronbach Alpha Kenyataan 41 4 0.759 Kehandalan 41 3 0.760 Ketanggapan 41 4 0.838 Jaminan 41 4 0.739 Memahami 41 4 0.645
Sumber: Pengolahan Data
Dari tabel 4.2. dapat kita lihat uji reliabilitas pelayanan pajak dengan
jumlah responden (N of cases) yaitu sebanyak 41 responden. Pada
variabel kenyataan pengukuran dilakukan melalui 4 item pertanyaan dalam
kuesioner (N of item) dengan nilai Cronbach Alpha sebesar 0.759. Pada
variabel kehandalan pengukuran dilakukan melalui 3 item pertanyaan
dalam kuesioner (N of item) dengan nilai Cronbach Alpha sebesar 0.760.
Pada variabel ketanggapan pengukuran dilakukan melalui 4 item
pertanyaan dalam kuesioner (N of item) dengan nilai Cronbach Alpha
sebesar 0.838. Pada variabel Jaminan pengukuran dilakukan melalui 4
item pertanyaan dalam kuesioner (N of item) dengan nilai Cronbach Alpha
sebesar 0.739. Pada variabel s pengukuran dilakukan melalui 4 item
pertanyaan dalam kuesioner (N of item) dengan nilai Cronbach Alpha
sebesar 0.645.
Tabel 4.3. Uji Reliabilitas Kepuasan Pajak
Variabel N of Cases
N of Items Cronbach Alpha
Prosedur tidak sulit 41 4 0.890 Persyaratan simpel 41 4 0.834 Tarif pajak yang dapat dijangkau
41 4 0.794
Pengamanan 41 3 0.662 Pelayanan yang sesuai harapan
41 4 0.881
Sumber: Pengolahan Data
Dari tabel 4.3. dapat kita lihat uji reliabilitas kepuasan pajak dengan
jumlah responden (N of cases) yaitu sebanyak 41 responden. Pada
variabel prosedur tidak sulit pengukuran dilakukan melalui 4 item
pertanyaan dalam kuesioner (N of item) dengan nilai Cronbach Alpha
sebesar 0.890. Pada variabel persyaratan simpel pengukuran dilakukan
melalui 4 item pertanyaan dalam kuesioner (N of item) dengan nilai
Cronbach Alpha sebesar 0.834. Pada variabel tarif pajak yang dapat
dijangkau pengukuran dilakukan melalui 4 item pertanyaan dalam
kuesioner (N of item) dengan nilai Cronbach Alpha sebesar 0.794. Pada
variabel pengamanan pengukuran dilakukan melalui 3 item pertanyaan
dalam kuesioner (N of item) dengan nilai Cronbach Alpha sebesar 0.662.
Pada variabel Pelayanan yang sesuai harapan pengukuran dilakukan
melalui 4 item pertanyaan dalam kuesioner (N of item) dengan nilai
Cronbach Alpha sebesar 0.881.
Suatu konstruk atau variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai
Cronbach Alpha > 0.60 (Nunnaly, 1967) dalam Imam Ghozali (2005:42).
Dari hasil perhitungan Cronbach Alpha dalam variabel pelayanan pajak
dan variabel kepuasan pajak diatas, menghasilkan nilai Cronbach Alpha >
0.60. Ini berarti bahwa data telah memenuhi kriteria sebagai data yang
reliabel.
2. Uji Validitas
Uji validitas digunakan untuk mengukur valid tidaknya suatu
kuesioner. Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan nilai r hitung
dengan r tabel untuk degree of freedom (df) = n – 2, dalam hal ini n adalah
jumlah sampel. Jika r hitung > r tabel maka pertanyaan dalam kuesioner
dikatakan valid. (Imam Ghozali, 2005:45).
Dalam penelitian ini jumlah sampel (n) = 41 dan besarnya df dapat
dihitung 41 -2 = 39, dengan df = 39 dan alpha = 0,05 didapat r tabel =
0,2605. Berdasarkan uji validitas dalam lampiran 3 semua pertanyaan
dinyatakan valid, dikarenakan semua nilai r hitung > r tabel. Nilai r hitung
dilihat pada bagian Corrected Item Total Correlation dalam uji reliabilitas.
Pertanyaan yang valid tersebut selanjutnya dapat diikutsertakan dalam
analisa berikutnya.
E. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah model data,
variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Untuk
mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak dilakukan dengan
menggunakan analisis grafik dan statistik.
Dengan melihat tampilan grafik histogram, dalam lampiran 3 dapat
disimpulkan bahwa grafik histogram menunjukan pola distribusi normal. Pada
grafik normal plot terlihat titik-titik menyebar disekitar garis diagonal dan
mengikuti arah garis diagonal. Disamping melalui analisis grafik, uji
normalitas dapat juga dilakukan melalui analisis statistik yaitu dengan melihat
nilai skewness dan kurtosisnya. Nilai skewness dan kurtosis berdasarkan
output SPSS dapat dilihat dalam tabel 4.4. berikut ini:
Tabel 4.4. Nilai Skewness dan Kurtosis
Skewness Kurtosis Statistic Std.Error Statistic Std.Error
PELAYANAN -,202 ,369 -1,211 ,724KEPUASAN ,331 ,369 -,570 ,724
(Sumber: Hasil Data)
Hasil tampilan output SPSS 15 dalam tabel 4.4. memberikan nilai
skewness pelayanan dan kepuasan masing-masing adalah -0.201 dan 0.331.
Tipe kemiringan kedua variabel tersebut adalah kemiringan lemah atau kecil.
Nilai kurtosis untuk masing-masing variabel sebesar -1,211 dan -0,570. Data
yang terdistribusi secara normal mempunyai nilai skewness dan kurtosis
mendekati nol (Imam Ghozali, 2005:110), sehingga dapat disimpulkan bahwa
data variabel pelayanan dan kepuasan terdistribusi secara normal.
F. Uji Hipotesis
Berdasarkan model penelitian yang digunakan maka analisis pengaruh
dalam penelitian ini yaitu pengaruh antara pelayanan aparatur pajak terhadap
kepuasan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban mengisi dan
menyampaikan SPT PPh 21. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian
ini adalah analisis regresi linear sederhana dengan model regresi.
y = a + bx
Dimana: y = Kepuasan wajib pajak (variabel dependen/terikat)
x = Pelayanan aparatur pajak (variabel independen/bebas)
a = Konstanta
b = Koefisien Regresi
Disamping melakukan analisis regresi, peneliti juga melakukan pengujian
untuk menentukan koefisien korelasi, koefisien determinan, dan signifikansi
parameter individu.
Tabel 4.5. Coefficientª
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
Model
B Std. Error Beta
t Sig.
1(Constant) Pelayanan
6,975,843
11,634,138
,699 0,600 6,097
,552,000
a. Dependent Variable: Kepuasan (Sumber: Hasil Data)
Berdasarkan tabel 4.5. kita bisa melihat nilai r atau standar koefisien
korelasi antara pelayanan dengan kepuasan adalah 0,699. Hal ini menunjukan
tingkat korelasi antara pelayanan dengan kepuasan adalah kuat (Imam
Ghozali, 2005:87).
Berdasarkan model regresi dalam tabel diatas, variabel independen
pelayanan aparatur pajak, signifikan terhadap variabel dependen kepuasan
wajib pajak. Hal ini dapat dilihat dari probabilitas signifikansinya untuk
pelayanan aparatur pajak sebesar 0,000 (signifikan pada 0,05). Dari sini dapat
disimpulkan bahwa variabel independen pelayanan aparatur pajak
berpengaruh positif secara signifikan terhadap variabel dependen kepuasan
wajib pajak, dengan persamaan matematis:
Kepuasan Wajib Pajak = 6,975 + 0,843 Pelayanan Aparatur Pajak
1. Konstanta sebesar 6,975 menyatakan bahwa jika tidak ada pelayanan
aparatur pajak, maka kepuasan wajib pajak adalah 6,975.
2. Koefisien regresi sebesar 0,843 menyatakan bahwa setiap penambahan
(karena tanda +) 1% pelayanan aparatur pajak akan meningkatkan
kepuasan wajib pajak sebesar 0,843%. Jadi tanda + menyatakan arah
hubungan yang searah, dimana kenaikan atau penurunan variabel
independen (X) akan mengakibatkan kenaikan/penurunan variabel
dependen (Y).
Berdasarkan tabel nilai kritis t untuk df= n-2 dengan level signifikan 5%
adalah sebesar 1,684. Berdasarkan tabel nilai kritis t untuk df= n-2 dengan
level signifikan 5% adalah sebesar 1,684. Nilai t hitung berdasarkan output
SPSS 15 adalah sebesar 6,097. Dalam kasus ini nilai t hitung > t tabel, maka
dapat disimpulkan bahwa variabel independen (pelayanan aparatur pajak)
secara individual mempengaruhi secara signifikan (merupakan penjelas yang
signifikan) terhadap variabel dependen (kepuasan wajib pajak).
Tabel 4.6. Model Summary Kepuasan Wajib Pajak
Model R R Square Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1 ,699ª ,488 ,475 6,44866a. Predictors: (Constant) Pelayanan aparatur pajak b. Dependent Variable: kepuasan wajib pajak
(Sumber: Hasil Data)
Berdasarkan tabel 4.6. besarnya Adjusted R² (koefisien determinan) adalah
0,475. Hal ini menunjukan bahwa 47,5% variabel dependen kepuasan wajib
pajak dapat dijelaskan dari variabel independen pelayanan aparatur pajak.
Sedangkan sisanya (100% - 47,5% = 52,5%) dijelaskan oleh sebab-sebab lain
diluar model.
Standar Error Estimate (SEE) sebesar 6,44866. Makin kecil SEE akan
membuat model regresi semakin tepat dalam memprediksi variabel dependen.
Evaluasi kriteria Goodness-of-Fit dapat dijabarkan dalam tabel berikut:
Tabel 4.7. Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)
Model Sum of Squares
df Mean Square
F Sig.
1Regression Residual
Total
1545,6871621,8253167,512
13940
1545,68741,585
37,169
,000(a)
(Sumber: Hasil Data)
Dari uji ANOVA atau F test didapat nilai F hitung sebesar 37,169 dengan
probabilitas 0,000. Karena probabilitas jauh lebih kecil dari 0,05 maka model
regresi dapat digunakan untuk memprediksi pelayanan aparatur pajak atau dapat
dikatakan bahwa kepuasan wajib pajak berpengaruh terhadap pelayanan aparatur
pajak
Tabel 4.8. Evaluasi Kriteria Goodness-of-Fit
No Goodness-of-Fit Index
Nilai yang
Disyaratkan
Nilai Pada Penelitian Ini Keterangan
1.
Uji Reliabilitas
Cronbach Alpha
> 0,60
PELAYANAN Kenyataan = 0,759 Kehandalan = 0,760 Ketanggapan = 0,838 Jaminan = 0,739 Memahami = 0,645 KEPUASAN Prosedurtidaksulit= 0,890 Persyaratansimpel= 0,834 Tarifpajakdapatdijangkau= 0,794 Pengharapan = 0,662 Pelayanansesuaiharapan = 0,881
Diterima Diterima Diterima Diterima Diterima
Diterima Diterima Diterima
Diterima Diterima
No Goodness-of-Fit Index
Nilai yang
Disyaratkan
Nilai Pada Penelitian Ini Keterangan
2.
Uji Validitas
r hitung > r tabel
0,2605
Semua
pertanyaan valid
3.
Uji Normalitas
Nilai skewness
dan kurtosis
mendekat 0
PEL = -0,202 -1,211
KEP = -0,331 -0,570
Diterima
Diterima
4. Uji Hipotesis a. Koefisien
Korelasi (r)
b. Koefisien Determinasi (r²)
c. Probabilitas Signifikan
d. Uji Statistik F
Nilai Kritis t
0-1
0-1
5% (0,05)
F > 4 t hitung >
t tabel
0,699
47,5%
0%
37,169
6,097
Kuat
Cukup Besar
Signifikan
Diterima Signifikan
G. Pembahasan Terhadap Hasil Uji Hipotesis dan Analisis Pengaruh
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pelayanan aparatur pajak
berpengaruh positif secara signifikan terhadap kepuasan wajib pajak dalam
memenuhi kewajiban mengisi dan menyampaikan SPT PPh 21. Hasil ini
mendukung hasil penelitian Hartono (1998) dan Rahmianto (2003) atau
dengan kata lain pelayanan aparatur pajak yang baik dapat meningkatkan
kepuasan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan.
Pengaruh signifikan antara pelayanan aparatur pajak terhadap kepuasan
wajib pajak mengindikasikan bahwa pelayanan aparatur pajak dapat
memberikan dampak yang signifikan dalam meningkatkan tingkat kepatuhan
wajib pajak (Suryadi 2006:1) Hal ini dikarenakan pelayanan yang bermutu
dari aparatur pajak terhadap wajib pajak dapat membuat wajib pajak akan
merasa nyaman untuk memenuhi kewajibannya di KPP, sehingga wajib pajak
akan merasa terpuaskan dan dengan sendirinya mereka akan mematuhi
kewajiban perpajakannya dengan benar.
Hasil analisis data tersebut menunjukan bahwa pelayanan aparatur pajak
berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan wajib pajak dalam
mememuhi kewajiban perpajakan. Pelayanan yang diharapkan wajib pajak
adalah pelayanan yang cepat, ramah serta adanya kepastian hukum. Hasil
hipotesis adalah:
Ho1: Pelayanan aparatur pajak tidak berpengaruh positif secara signifikan
terhadap kepuasan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan.
Ha1: Pelayanan aparatur pajak berpengaruh positif secara signifikan terhadap
kepuasan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan.
Hipotesis yang menyatakan bahwa pelayanan aparatur pajak berpengaruh
positif secara signifikan terhadap kepuasan wajib pajak dalam memenuhi
kewajiban perpajakan ternyata diterima, karena dari hasil analisis data
diperoleh bahwa nilai koefisien korelasi (r) antara pelayanan aparatur pajak
dengan kepuasan wajib pajak adalah 0,699 (kuat). Berdasarkan koefisien
determinan, sebesar 47,5% variabel dependen kepuasan wajib pajak dapat
signifikan terhadap kepuasan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban
perpajakan. Pelayanan yang diharapkan oleh Wajib Pajak adalah pelayanan
yang cepat, ramah serta adanya kepastian hukum. Secara keseluruhan
berdasarkan hasil uji hipotesis. dijelaskan dari variabel independen pelayanan
aparatur pajak. Nilai probabilitas signifikansi pelayanan aparatur pajak
terhadap kepuasan wajib pajak signifikan terhadap 0,05 yaitu sebesar 0,000.
Nilai uji F sebesar 37,169 dengan probabilitas 0,000. Serta nilai t hitung yang
lebih besar dari t tabel.
Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian sebelumnya Rudi
Hartono (1998) dan Rahmianto (2003). Rudi Hartono (1998:22) menganalisis
tingkat kepuasan wajib pajak terhadap kinerja pelayanan Kantor Pelayanan
Pajak Jakarta Tanah Abang. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa tingkat
kepuasan wajib pajak terhadap kinerja pelayanan Kantor Pelayanan Pajak
Jakarta Tanah Abang Tahun Anggaran 1997/1998 adalah sebesar 68,34%.
Rahmianto (2003:10) menganalisis pengaruh pelayanan dan kinerja lembaga
terhadap kepuasan wajib pajak kendaraan bermotor Kantor Bersama Samsat
DKI Jakarta. Dalam melakukan analisis kepuasan wajib pajak, Rahmianto
(2003:10) menggunakan variabel seperti; Prosedur tidak sulit, persyaratan
simpel, tarif pajak yang dapat dijangkau, pengamanan, dan pelayanan yang
sesuai harapan. Tingkat peranan kualitas terhadap pembentukan kepuasan
wajib pajak hanya memberikan kontribusi sebesar 12.67% menggambarkan
bahwa pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasan wajib pajak relatif
rendah.(Rahmianto, 2003:18).
BAB V
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis dapat disimpulkan bahwa:
Pelayanan aparatur pajak berpengaruh positif secara signifikan terhadap
kepuasan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban mengisi dan
menyampaikan SPT PPh 21. Pelayanan yang bermutu dari aparatur pajak
terhadap wajib pajak dapat membuat wajib pajak akan merasa nyaman
untuk memenuhi kewajibannya di KPP, sehingga wajib pajak akan merasa
terpuaskan dan dengan sendirinya mereka akan mematuhi kewajiban
perpajakannya dengan benar. Uji hipotesis yang mempengaruhi pelayanan
Aparatur Pajak terhadap kepuasan Wajib Pajak dalam Memenuhi
Kewajiban Mengisi dan menyampaikan SPT PPh 21 Orang Pribadi di
KPP Pratama Bekasi Utara adalah:
Uji t: uji ini diukur berdasarkan tabel nilai kritis t untuk df= n-2 dengan
level signifikan 5% adalah sebesar 1,684. Nilai t hitung berdasarkan
output SPSS 15 adalah sebesar 6,097. Dalam kasus ini nilai t hitung > t
tabel, maka dapat disimpulkan bahwa variabel independen (pelayanan
Aparatur Pajak) secara individual mempengaruhi secara signifikan
terhadap variabel dependen (kepuasan Wajib Pajak).
Uji F: pengujian ini menunjukan apakah variabel independen (bebas) yang
dimasukan dalam model mempunyai pengaruh terhadap variabel
dependen/terikat. Uji ANOVA atau F test didapat nilai F hitung
sebesar 37,169 dengan probabilitas 0,000. Karena probabilitas jauh
lebih kecil dari 0,05 maka model regresi dapat digunakan untuk
memprediksi pelayanan aparatur pajak atau dapat dikatakan bahwa
kepuasan wajib pajak berpengaruh terhadap pelayanan aparatur pajak.
Implikasi
1. Pelayanan yang bermutu dari aparatur pajak terhadap wajib pajak dapat
membuat wajib pajak akan merasa nyaman untuk memenuhi
kewajibannya, saran dari penulis untuk Aparatur Pajak di KPP Pratama
Bekasi Utara berdasarkan Wawancara oleh beberapa wajib pajak yang
perlu ditingkatkan adalah:
a. Agar Formulir-formulir yang diberikan kepada wajib pajak lebih
efisien.
b. Pegawai tegas dan tepat dalam penerapan peraturan perpajakan.
DAFTAR PUSTAKA
Alam, Sahrul, “Pengaruh Tingkat Pengetahuan Fiskus Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Memenuhi Kewajiban Perpajakan (Studi Kasus di Kantor Pelayanan Pajak Lubuk Linggau”, Tesis S2 Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003.
Andini, “Analisis Pembiayaan Murabahah pada Perbankan Syariah (Studi Kasus
pada Bank Muamalat Indonesia)”, Skripsi S1 Program Manajemen Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006.
Ardananto, Bagiyo, “Profesionalisme Aparat Pajak Dalam Memberikan
Pelayanan Restitusi PPN dan Pengaruhnya Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak”, Tesis S2 Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003.
Boediono, B., “Pelayanan Prima Perpajakan”, Rineka Cipta: Jakarta, 2003. Ghozali, Imam, “Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS”, Badan
Penerbit UNDIP: Semarang, 2005. Hamid, Abdul, “Panduan Penulisan Skripsi” FE UIN Press: Jakarta, 2007. Hartono, Rudi Ahmad, “Analisis Pengukuran Tingkat Kepuasan Wajib Pajak
Terhadap Kinerja Pelayanan”, Jurnal Kipas, Vol 1. Nomor 13, Oktober 1999.
Hidayat, Syarif , “Pengaruh Pelayanan Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib
Pajak Memenuhi Kewajiban Perpajakan”, Tesis S2 Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jakarta, 2004.
Ilyas, B. Wirawan dan Waluyo, “Perpajakan Indonesia Pembahasan Sesuai
Dengan Ketentuan Pelaksanaan UU Perpajakan”, Salemba Empat: Jakarta, 2004.
Judisseno, A. Rimsky, “Perpajakan, Edisi Revisi”, PT. Gramedia Pustaka:
Jakarta, 2004.
Pandiangan, Liberty, “Puaskah Anda dengan pelayanan pajak,” artikel ini diakses tanggal 20 Desember 2007, dari
http://www.kanwilpajakwpbesar.go.id/berita.php?cmd=detail&id=2005-10-10%2010:47:04
Purwanto, Suharyadi, “Statistika untuk Ekonomi dan Keuangan Modern” , Salemba Empat: Jakarta, 2004
Resmi, Siti, “Perpajakan: Teori dan Kasus”, Salemba Empat: Jakarta, 2007.
Rahmianto, “Analisis Pengaruh Kualitas Pelayanan dan Kinerja Lembaga Terhadap Kepuasan Wajib Pajak Kendaraan Bermotor”, Jurnal Manajemen Publik dan Bisnis, Vol 3, Maret 2003
Salim, Peter, “Kamus Besar Bahasa Indonesia”, Modern English: Jakarta, 1995 Saraswaty, Amelia, “Analisis Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan
Pelanggan (Studi Kasus Pada Pelanggan Carrefour-Lebak Bulus”, Skripsi S1 Program Manajemen Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006.
Soemitro, Rachmat, “Pengantar Singkat Hukum Pajak”, Eresco: Bandung, 1992.
Soemitro, Rachmat, “Asas-Asas dan Dasar Perpajakan”, Jilid 1, Refika Aditama: Bandung, 1998.
Sopianti, Siti, “Analisis Persepsi dan Harapan Wajib Pajak Orang Pribadi
Terhadap Kualitas Pelayanan Permohonan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) di KPP Cibinong (Studi Empiris Mengenai Expectation Gap)”, Skripsi S1 Program Akuntansi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007.
Suandy, Early, “Hukum Pajak”, Salemba Empat: Jakarta, 2005.
Suryadi, “Model Hubungan Kausal Kesadaran, Pelayanan, Kepatuhan Wajib Pajak dan Pengaruhnya Terhadap Kinerja Penerimaan Pajak” , Jurnal Keuangan Publik, Vol. 4, No.1, April 2006
Tjahyono, Achmad dan Muhammad Fakhri Husein, “Perpajakan”, Penerbit UPP
AMP YKPN: Yogyakarta, 2005. Untung, “Analisis Persepsi dan Harapan Wajib Pajak Terhadap Pelayanan
Penyelesaian Resitusi Pajak di Wilayah Jakarta Selatan”, Jurnal Akuntansi Vol. 2, No.1, 2002, PP. 39-48.
Waluyo, “Perubahan UU Perpajakan Era Reformasi”, Salemba Empat: Jakarta,
2000. Waluyo, “Perpajakan Indonesia”, Salemba Empat: Jakarta, 2002.
Bekasi, Januari 2008
Nomor :
Lampiran : Dua ekslemplar
Hal : Pengisian Daftar Pertanyaan
Kepada Yth,
Bapak/Ibu Para Wajib Pajak /
Responden
Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Bekasi
di
Bekasi
Kami salah satu mahasiswa Ekonomi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, Jurusan Akutansi dengan ini mengharapkan partisipasi
Anda untuk berkenaan kiranya mengisi daftar pertanyaan terlampir.
Setelah diisi, jawaban pertanyaan dimaksud akan kami gunakan
bahan/data penulisan skripsi dengan judul: “Pengaruh Pelayanan Aparatur Pajak
Terhadap Kepuasan Wajib Pajak dalam Memenuhi Kewajiban Mengisi dan
Menyampaikan SPT PPh 21 Orang Pribadi”. Oleh karena itu dimohon bantuannya
untuk mengirimkan kembali jawaban pertanyaan tersebut, kepada kami:
Dengan agar dimaklumi, dan atas bantuan dan partisipasinya kami
ucapkan banyak terima kasih.
Hormat kami,
Ttd.
Subki Abdul Qodir
Nim:
103082029473
DAFTAR PERTANYAAN
TINGKAT PELAYANAN KEPADA WAJIB PAJAK
IDENTITAS RESPONDEN
1. Nama Responden :
2. Berapa lama anda sebagai wajib pajak? : Tahun Tahun Tahun
3. Pendidikan ? : SMA S1
S2
4.Tanggungan? : Orang
JAWABAN NO. PERTANYAAN Sangat
tidak penting
Tidak penting
Cukup penting penting
Sangat penting
1 2 3 4 5 I Tangible (Kenyataan) 1. Prosedur pelayanan dalam pengisian dan
penyampaian SPT PPh 21 Orang Pribadi tidak berbelit-belit (tidak rumit)
2. Formulir-formulir berkaitan tentang pengisian dan penyampaian SPT PPh 21 Orang Pribadi mudah didapat/diperoleh
3. Formulir-formulir perpajakan SPT PPh 21 Orang Pribadi mudah digunakan dan diisi
4. Petugas pajak memberikan perhatian terhadap keinginan dan kebutuhan Wajib
Pajak.
II. Reliability (Kehandalan) 5. Petugas pajak memberikan pembinaan
dan penyuluhan secara baik dan teratur kepada Wajib Pajak
6. Kecepatan dalam pemrosesan dan penyampaian (tepat waktu) layanan
7. Kepedulian petugas pajak terhadap kebutuhan Wajib Pajak
8 Penjelasan tentang pengisian dan penyampaian SPT PPh 21 Orang Pribadi
diberikan oleh petugas pajak
III. Responsiveness (Ketanggapan) 9. Pegawai tegas dan tepat dalam penerapan
peraturan perpajakan
10. Kejujuran petugas pajak dalam hal ketetapan dan penetapan peraturan.
JAWABAN NO PERTANYAAN Sangat
tidak penting
Tidak penting
Cukup penting penting
Sangat penting
1 2 3 4 5 11. Pegawai menguasai peraturan perpajakan
dan terampil dalam tugasnya
12. Kemudahan pembayaran pajak dengan sistem MP3 di Bank Penerimaan
Pembayaran.
IV. Pengamanan 13. Keamanan parkir kendaraan Wajib Pajak. 14. Keamanan kantor ketika berada diruang
tunggu TPT.
15. Pengawasan terhadap standar pelayanan yang diberikan kepada Wajib Pajak.
V. Pelayanan yang Sesuai Harapan 16. Penyampaian informasi tentang pelayanan
perpajakan yang benar
17. kemudahan untuk menghubungkan petugas pajak guna mendapatkan
pelayanan perpajakan
18. Waktu yang diberikan dalam memberikan pelayanan kepada Wajib Pajak
19. Penanganan pelayanan perpajakan pada saat Wajib Pajak yang melapor,
khususnya pada saat terakhir lapor
DAFTAR PERTANYAAN
TINGKAT KEPUASAN WAJIB PAJAK
JAWABAN NO. PERTANYAAN Sangat
tidak puas
Tidak puas
Cukup puas Puas
Sangat puas
1 2 3 4 5
I. Prosedur tidak sulit 1. Prosedur pelayanan dalam pengisian dan
penyampaian SPT PPh 21 Orang Pribadi tidak berbelit-belit (tidak rumit)
2. Formulir-formulir berkaitan tentang pengisian dan penyampaian SPT PPh 21 Orang Pribadi mudah didapat/diperoleh
3. Formulir-formulir perpajakan SPT PPh 21 Orang Pribadi mudah digunakan dan diisi
4. Petugas pajak memberikan perhatian terhadap keinginan dan kebutuhan Wajib
Pajak.
II Persyaratan Simpel 5. Petugas pajak memberikan pembinaan
dan penyuluhan secara baik dan teratur kepada Wajib Pajak
6. Kecepatan dalam pemrosesan dan penyampaian (tepat waktu) layanan
7. Kepedulian petugas pajak terhadap kebutuhan Wajib Pajak
8 Penjelasan tentang pengisian dan penyampaian SPT PPh 21 Orang Pribadi
diberikan oleh petugas pajak
III. Pelayanan Dapat dijangkau 9. Pegawai tegas dan tepat dalam penerapan
peraturan perpajakan
10 Kejujuran petugas pajak dalam hal ketetapan dan penetapan peraturan.
11. Pegawai menguasai peraturan perpajakan dan terampil dalam tugasnya.
12. Kemudahan pembayaran pajak dengan sistem MP3 di Bank Penerimaan
Pembayaran.
IV Pengamanan 13. Keamanan parkir kendaraan Wajib Pajak. 14 Keamanan kantor ketika berada diruang
tunggu TPT.
15. Pengawasan terhadap standar pelayanan yang diberikan kepada Wajib Pajak.
V. Pelayanan yang Sesuai Harapan 16. Penyampaian informasi tentang pelayanan
perpajakan yang benar
17. kemudahan untuk menghubungkan
petugas pajak guna mendapatkan pelayanan perpajakan
18. Waktu yang diberikan dalam memberikan pelayanan kepada Wajib Pajak
19. Penanganan pelayanan perpajakan pada saat Wajib Pajak yang melapor,
khususnya pada saat terakhir lapor
No Nama L/P Pddkn Pekerjaan Tnggungnn 1 Susi Herawati P S1 Swasta > 3 Orang 2 Andi Solihin R. L S1 PNS 3 Orang 3 Kosim L S1 Swasta > 3 Orang 4 Lamran L S1 Swasta > 3 Orang 5 Koessartuti H. P S1 Swasta 2 Orang 6 Laurin Febriani P S1 Swasta 1 Orang 7 Asep Asmara L S2 PNS > 3 Orang 8 Wijayanti P S1 Swasta 1 Orang 9 Guntur Haryono L SLTA Swasta 1 Orang 10 Arifuddin L SLTA PNS > 3 Orang 11 Moulinda P SLTA Jasa 2 Orang 12 Eli P S1 Swasta 2 Orang 13 Saipul Rahman L S1 Swasta 2 Orang
14 Sekar Setiawan L S1 Swasta 2 Orang 15 Hartono Ali M. L SLTA Swasta > 3 Orang 16 Hani Herlina P SLTA Swasta 2 Orang 17 Saptono L SLTA Swasta 1 Orang 18 Gindo Arisandy L S1 Swasta 1 Orang 19 Erwin Ginanjar L S1 Swasta 2 Orang 20 Azhari L S1 Swasta 3 Orang 21 Tri Wahono L SLTA Swasta 3 Orang 22 Yoga Bagus L S1 Swasta > 3 Orang 23 Nursam L S1 Swasta > 3 Orang 24 Roy Slamet K. L S1 Swasta 2 Orang 25 Hari Dumirat O. L SLTA Swasta 1 Orang 26 Salbani L S1 Swasta > 3 Orang 27 Anton Iskandar L S1 Swasta 2 Orang 28 Abdul Majid L S1 Swasta > 3 Orang 29 Lilik Hermawan L S2 Swasta 2 Orang 30 Nurcahyo L SLTA Swasta 3 Orang 31 Susanto L S1 Swasta 2 Orang 32 Abdul Gafur L S1 Swasta > 3 Orang 33 Eri L SLTA Swasta > 3 Orang 34 Sulaeman L S1 Swasta 3 Orang 35 Dadam D. L SLTA Swasta 3 Orang 36 Sutikno L S1 Swasta > 3 Orang 37 Suyitna L SLTA Swasta > 3 Orang 38 Effendi L SLTA Wiraswasta > 3 Orang 39 M. Yamin L SMK Swasta 2 Orang 40 Dedeng M. L S1 Swasta 2 Orang 41 Wiwiet Hidayat L S1 Swasta 3 Orang
Daftar Pertanyaan tingkat pelayanan kepada Wajib Pajak 5 5 5 5 4 4 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 4 5 5 5 5 5 3 5 3 3 5 4 5 4 4 4 4 4 4 5 4 5 5 4 5 4 5 4 5 5 4 5 4 5 5 5 5 5 4 5 5 5 3 5 3 4 3 5 5 4 5 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 3 4 5 4 5 4 5 5 5 5 4 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 3 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 3 5 5 5 4 5 5 5 4 5 4 5 5 4 4 5 4 5 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 3 3 3 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 4 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 4 5 4 4 3 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 5 5
5 4 4 5 4 4 5 4 4 4 5 4 4 4 4 4 5 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 4 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 4 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 5 4 5 5 4 4 3 5 4 5 4 3 4 4 3 4 4 3 3 4 3 4 5 3 4 3 5 4 3 4 3 4 4 3 4 4 3 3 4 4 5 5 3 4 3 4 4 5 5 4 5 4 4 4 5 4 4 5 5 5 5 5 4 4 4 4 4 5 5 4 4 5 4 4 5 4 5 4 4 5 5 5 4 4 4 4 4 3 3 5 3 3 3 5 4 3 4 3 4 3 4 3 4 4 4 4 3 3 4 4 4 5 5 4 3 4 4 4 4 4 5 4 4 4 3 3 4 4 4 4 5 5 4 4 4 5 5 4 4 4 4 4 3 4 4 3 3 5 5 4 5 4 4 4 4 5 5 4 5 4 4 5 4 4 5 4 4 5 5 5 4 5 5 4 4 4 4 5 5 4 4 4 5 5 4 4 4 5 5 4 4 4 5 5 5 5 4 5 5 5 5 5 4 4 4 4 4 5 4 4 5 5 5 4 4 5 4 5 5 4 4 4 4 5 4 4 5 4 3 3 5 3 3 4 4 5 3 4 4 4 3 4 3 3 4 5 5 5 4 4 4 4 4 5 3 4 4 4 3 3 4 4 4 3 5 4 5 5 5 4 5 5 5 5 4 4 4 3 3 4 3 4 4 5 4 4 4 4 3 3 4 5 5 3 3 4 3 3 4 3 3 4 5 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 5 4 5 4 4 4 5 5 5 5 5 4 5 4 5 4 4 4 4 5 5 5 5 4 5 5 5 5 5 4 5 5 5 5 4 4 4 5 3 3 3 4 4 4 4 5 5 5 4 4 4 4 5 5 4 5 5 4 5 5 5 4 4 4 5 5 5 3 4 5 4 5 5 5 4 5