pengaruh pembelajaran berbasis stem terhadap …digilib.unila.ac.id/54726/3/skripsi tanpa bab...
TRANSCRIPT
PENGARUH PEMBELAJARAN BERBASIS STEM TERHADAP
HIGHER ORDER THINKING SKILL (HOTS) DITINJAU
DARI SELF-EFFICACY SISWA
(Skripsi)
Oleh
ISMALUDDIN
PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
Ismaluddin
ii
ABSTRAK
PENGARUH PEMBELAJARAN BERBASIS STEM TERHADAP
HIGHER ORDER THINKING SKILL (HOTS) DITINJAU
DARI SELF-EFFICACY SISWA
Oleh
ISMALUDDIN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh pembelajaran berbasis
STEM terhadap HOTS dan perbedaan HOTS berdasarkan kategori self-efficacy siswa.
Penelitian ini dilaksanakan di SMAN 13 Bandar Lampung dengan menggunakan dua
kelas sampel yang dijadikan sebagai kelas eksperimen (Pembelajaran STEM) dan kelas
kontrol (Pembelajaran DI). Pada penelitian ini, data HOTS diperoleh melalui tes
sementara data self-efficacy siswa diperoleh melalui instrumen skala self-efficacy yang
diberikan kepada siswa pada akhir pembelajaran. Setelah lulus uji normalitas dan
homogenitas, data HOTS kemudian dianalisis melalui uji Two-Way ANOVA. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran berbasis STEM berpengaruh signifikan
terhadap HOTS dan terdapat berbedaan HOTS berdasarkan kategori self-efficacy siswa.
Besar pengaruh pembelajaran berbasis STEM terhadap HOTS dapat dilihat dari
perbedaan rata-rata HOTS antara kelas ekperimen dan kelas kontrol yakni sebesar
69,70 dan 58,70. Kemudian perbedaan HOTS antara siswa dalam kategori self-efficacy
Ismaluddin
iii
tinggi dan self-efficacy rendah dapat dilihat dari rata-rata HOTS yakni siswa pada
kategori self-efficacy tinggi memperoleh nilai HOTS sebesar 68,35 sementara siswa
dalam kategori self-efficacy rendah memperoleh nilai HOTS sebesar 52,36.
PENGARUH PEMBELAJARAN BERBASIS STEM TERHADAP
HIGHER ORDER THINKING SKILL (HOTS) DITINJAU
DARI SELF-EFFICACY SISWA
Oleh
ISMALUDDIN
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA PENDIDIKAN
Pada
Program Studi Pendidikan Fisika
Jurusan Pendidikan Matematika Ilmu Pengetahuan Alam
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
RIWAYAT HIDUP
Nama lengkap Penulis, Ismaluddin. Penulis dilahirkan di Kotaagung pada tanggal
24 April 1994, sebagai anak kelima dari lima bersaudara dari pasangan Bapak
Khalilik dan Ibu Siti Munajah.
Penulis memulai jenjang pendidikan dasar di SD Negeri 1 Kotaagung dan
diselesaikan tahun 2009. Penulis melanjutkan pendidikan di MTs Negeri
Kotaagung dan diselesaikan pada tahun 2011, serta SMA Negeri 1 Kotaagung dan
diselesaikan pada tahun 2013.
Tahun 2013 penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Pendidikan
Fisika, Jurusan Pendidikan MIPA, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi
Negeri (SBMPTN). Awal tahun 2015, sebagai mahasiswi program studi
pendidikan fisika, penulis melaksakan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) di
Bandung-Jakarta-Pangandaran. Kemudian pada pertengahan tahun 2016, selama
40 hari, penulis melakukan Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SMA
Binakarya Rumbia sekaligus Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Bina Karya
Utama, Kecamatan Putra Rumbia, Kabupaten Lampung Tengah.
MOTTO
“Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah”
(Q.S. Az-Zumar: 53)
“… Barang siapa diantara kalian yang melihat kemungkaran, hendaklah dia
merubahnya dengan tangannya. Apabila tidak mampu maka hendaknya dengan
lisannya. Dan apabila tidak mampu lagi maka dengan hatinya, sesungguhnya
itulah selemah-lemah iman”
(HR. Muslim)
“Hidup itu memilih dan bertangung jawab”
(Ismaluddin)
PERSEMBAHAN
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang selalu memberikan limpahan rahmat dan
karunia-Nya dan sholawat beserta salam kepada Nabi Muhammad SAW, penulis
mempersembahkan karya tulis ini sebagai tanda bakti dan kasih cinta yang tulus
dan mendalam kepada:
1. Ayah dan Ibu tersayang, Abah Khalilik dan Emak Siti Munajah yang telah
membesarkanku, membimbing dengan kasih sayang yang tulus dan
mengajarkan banyak hal baik serta senantiasa mendoakan yang terbaik untuk
diriku.
2. Kakakku tersayang, Teh Kholiyah, S.Pd., yang senantiasa memberikan kasih
sayang kepadaku sedari kecil, mengajarkan kemandirian, memberikan
dukungan dan semangat untuk tidak putus asa dalam menjalani kehidupan.
Semoga semua yang Teteh berikan menjadikanku pribadi yang istiqomah dan
senantiasa selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT.
3. Seluruh keluarga dan saudaraku Kang Zaenal Arifin, Kang Khoirun Nafis,
S.Kom., dan Kang Edi Efendi, S.Pd. yang telah memberikan dukungan dan
doa untuk keberhasilanku.
4. Almamater tercinta Universitas Lampung.
SANWACANA
Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan ridho-
Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Pembelajaran
Berbasis STEM terhadap Higher Order Thinking Skill (HOTS) ditinjau dari Self-
Efficacy Siswa”. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Patuan Raja, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
2. Bapak Dr. Caswita, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan MIPA.
3. Bapak Dr. I Wayan Distrik, M.Si., selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Fisika sekaligus Pembimbing I atas bimbingan, arahan, dan motivasi kepada
penulis dalam proses penyusunan skripsi.
4. Bapak Ismu Wahyudi, S.Pd., M.PFis., selaku Pembimbing Akademik
sekaligus Pembimbing II yang banyak memberikan masukan, kritik yang
positif dan motivasi kepada penulis dalam proses penyusunan skripsi.
5. Bapak Drs. Nengah Maharta, M.Si., selaku Pembahas atas kesediaan dan
keikhlasannya memberikan bimbingan, saran, dan kritik kepada penulis dalam
proses penyusunan skripsi.
6. Bapak dan Ibu Dosen serta Staff Program Studi Pendidikan Fisika dan
Jurusan Pendidikan MIPA FKIP Universitas Lampung.
xii
7. Ibu Dra. Hj. Rospardewi, MM., selaku Kepala SMAN 13 Bandar Lampung
beserta jajaran yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian di
sekolah.
8. Bapak Muhammad Arif, S.Pd., S.Kom., selaku Guru mata pelajaran fisika
SMAN 13 Bandar Lampung yang telah memberikan izin kepada penulis untuk
melaksanakan penelitian dan memberikan berbagai pengetahuan dalam
mengajar menjadi seorang guru yang baik.
9. Siswa-siswi kelas X dan XI SMAN 13 Bandar Lampung atas bantuan dan
kerjasamanya selama penelitian berlangsung. Semoga kalian kelak sukses dan
menjadi orang yang bermanfaat bagi Agama, Bangsa dan Negara.
10. Teman-teman Pendidikan Fisika 2013. Terima kasih atas kebersamaan yang
terbangun dan telah bersedia menjadi keluarga terbaik selama ini. Kenangan,
pengalaman, dan kebahagiaan yang tak terlupakan bersama kalian. Semoga
ilmu yang kita peroleh bermanfaat dan menjadikan kita semakin dekat kepada
Allah SWT.
11. Teman-teman KKN-KT (SMA Binakarya Rumbia dan Desa Bina Karya
Utama Kec. Putra Rumbia Kab. Lampung Tengah) yang senantiasa
memberikan semangat, saling menguatkan satu sama lain dan tidak putus asa
menghadapi berbagai permasalahan sosial. Semoga apa yang kita dapat dari
pengalaman lapangan dijadikan pelajaran hidup ketika terjun di masyarakat.
12. Teman seperjuangan skripsi Adella Emrisena, Dwi Putra Seto Dharma, Riky
Ardiansyah, Nova Hartika Sari, Oki Sukmawa, Kartika Nurcahyati, dan Yuni
Sartika yang senantiasa memberikan dukungan dan ide-ide terbaik dalam
penyelesaian skripsi.
xiii
13. Kepada semua pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini.
Penulis berdoa semoga semua amal dan bantuan yang diberikan mendapat pahala
serta balasan dari Allah SWT dan semoga skripsi ini bermanfaat. Aamiin.
Bandar Lampung, November 2018
Penulis,
Ismaluddin
xiv
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ....................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. v
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. vi
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian .......................................................................... 6
D. Manfaat Penelitian ........................................................................ 6
E. Ruang Lingkup Penelitian ............................................................. 7
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teoritis.......................................................................... 8
1. Science, Technology, Engineering, and Mathematics
(STEM) .................................................................................... 8
2. Direct Instruction ................................................................... 13
3. Higher Order Thinking Skill (HOTS) ..................................... 15
4. Self-efficacy ............................................................................ 20
B. Kerangka Pikir .............................................................................. 25
C. Anggapan Dasar ........................................................................... 28
D. Hipotesis Penelitian ...................................................................... 28
III. METODE PENELITIAN
A. Populasi dan Sampel Penelitian ................................................... 29
B. Desain Penelitian .......................................................................... 29
C. Variabel Penelitian ....................................................................... 30
D. Instrumen Penelitian .................................................................... 30
1. Instrumen Tes HOTS .............................................................. 30
2. Instrumen skala Self-efficacy ................................................. 31
E. Analisis Instrumen Penelitian ...................................................... 33
1. Validitas ................................................................................. 33
2. Reliabilitas ............................................................................. 34
3. Tingkat Kesukaran ................................................................. 35
4. Daya Pembeda ....................................................................... 36
F. Teknik Pengumpulan Data ........................................................... 36
xv
1. Data HOTS ............................................................................. 36
2. Data Self-efficacy Siswa ......................................................... 38
G. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis ............................ 39
1. Uji Prasyarat ........................................................................... 39
2. Uji Hipotesis .......................................................................... 40
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ............................................................................. 42
1. Hasil Uji Validitas, Reliabilitas, Tingkat Kesuakaran dan
Daya Pembeda Instrumen HOTS ............................................. 42
a. Hasil Uji Validitas Instrumen HOTS ............................... 42
b. Hasil Uji Reliabilitas Instrumen HOTS ............................. 43
c. Hasil Uji Tingkat Kesukaran Instrumen HOTS ................ 43
d. Hasil Uji Daya Pembeda Instrumen HOTS ........................ 44
2. Penyajian Data Hasil Penelitian .............................................. 44
a. Data HOTS ........................................................................ 44
b. Data Self-efficacy Siswa .................................................... 44
3. Hasil Uji Prasyarat .................................................................. 45
a. Hasil Uji Normalitas ......................................................... 45
b. Hasil Uji Homogenitas ...................................................... 46
4. Hasil Analisis dan Pengujian Hipotesis Penelitian ................. 47
a. Pengaruh Pembelajaran Berbasis STEM Terhadap
HOTS ................................................................................. 47
b. Perbedaan HOTS Berdasarkan Kategori Self-efficacy
Siswa ................................................................................. 48
B. Pembahasan .................................................................................... 49
1. Pengaruh Pembelajaran Berbasis STEM terhadap HOTS ........ 49
2. .......................................................................................... Perbeda
an HOTS berdasarkan Kategori Self-efficacy Siswa ...................... 53
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ................................................................................... 56
B. Saran .............................................................................................. 57
DAFTAR PUSTAKA
xvi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Mata Pelajaran STEM yang Saling Terkait ................................ 8
Tabel 2. Definisi Literasi STEM .............................................................. 9
Tabel 3. Fase Pembelajaran Langsung (Direct Instruction) .................... 14
Tabel 4. Indikator Kemampuan Berpikir Kritis ....................................... 17
Tabel 5. Control Group Posttest Only Design ......................................... 30
Tabel 6. Kisi-kisi Instrumen HOTS .......................................................... 31
Tabel 7. Kisi-kisi Instrumen Skala Self-efficacy Siswa ............................ 31
Tabel 8. Ketentuan Koefisien Korelasi .................................................... 33
Tabel 9. Ketentuan Koefisien Reabilitas Instrumen ................................ 35
Tabel 10. Ketentuan Tingkat Kesukaran Instrumen .................................. 35
Tabel 11. Klasifikasi Daya Pembeda Instrumen ........................................ 36
Tabel 12. Kriteria Penilaian Instrumen HOTS ........................................... 37
Tabel 13. Skala Penilaian HOTS ............................................................... 38
Tabel 14. Kategori Self-efficacy ................................................................. 39
Tabel 15. Hasil Uji Validitas Instrumen .................................................... 43
Tabel 16. Hasil Uji Reabilitas Instrumen .................................................. 43
Tabel 17. Hasil Uji Tingkat Kesukaran Instrumen ..................................... 43
Tabel 18. Hasil Uji Daya Pembeda Instrumen .......................................... 44
Tabel 19. Data HOTS ................................................................................. 44
Tabel 20. Data Self-efficacy Siswa ............................................................ 45
Tabel 21. Hasil Uji Normalitas ................................................................... 46
Tabel 22. Hasil Uji Homogenitas .............................................................. 46
Tabel 23. Hasil Uji Two Way Anova Pengaruh Pembelajaran Berbasis
STEM terhadap HOTS ................................................................ 47
Tabel 24. Rata-rata HOTS ......................................................................... 47
Tabel 25. Hasil Uji Two-Way ANOVA Perbedaan HOTS berdasarkan
Kategori Self-efficacy Siswa ...................................................... 48
Tabel 26. Rata-rata HOTS berdasarkan Kategori Self-efficacy Siswa ....... 49
xvii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Pendekatan Silo (terpisah) dalam Pendidikan STEM ............. 11
Gambar 2. Pendekatan Tertanam (embedded) dalam Pendidikan
STEM .................................................................................... 12
Gambar 3. Pendekatan Terpadu (terintegrasi) dalam Pendidikan
STEM .................................................................................... 13
Gambar 4. Kerangka Pikir Penelitian ..................................................... 25
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1 Silabus ................................................................................................. 64
2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Pada Kelas Eksperimen .. 67
3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Pada Kelas Kontrol ....... 101
4 Kisi-kisi Instrumen Uji HOTS ............................................................ 128
5 Rubrik Penilaian Instrumen Uji HOTS .............................................. 135
6 Instrumen Uji HOTS .......................................................................... 147
7 Rekapitulasi Data Instrumen Uji HOTS .............................................. 151
8 Hasil Uji Validitas, Reliabilitas, Tingkat Kesukaran, dan Daya
Pembeda Instrumen Uji HOTS ............................................................ 152
9 Kisi-kisi Instrumen HOTS ................................................................... 154
10 Rubrik Penilaian Instrumen HOTS...................................................... 159
11 Instrumen HOTS ................................................................................. 167
12 Instrumen Skala Self-Efficacy ............................................................. 170
13 Rekapitulasi Data HOTS dan Self-Efficacy ........................................ 176
14 Hasil Uji Normalitas .......................................................................... 179
15 Hasil Uji Homogenitas ....................................................................... 180
16 Hasil Uji Two-Way ANOVA ............................................................... 181
17 Surat Keterangan Penelitian dari Sekolah .......................................... 183
18 LKPD Pembelajaran ........................................................................... 185
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kurikulum adalah perangkat mata pelajaran dan program pendidikan yang
diberikan suatu lembaga penyelenggaran pendidikan yang berisi rancangan
pelajaran yang akan diberikan kepada peserta didik dalam satu periode
jenjang pendidikan. Penyusunan perangkat mata pelajaran ini disesuaikan
dengan keadaan dan kemampuan setiap jenjang pendidikan dan kebutuhan
lapangan kerja. Menurut UU No 20 Tahun 2003, kurikulum adalah
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan
pembelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki tujuan pendidikan nasional
yakni mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup
sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif,
dan efektif serta mampu berkontribusi dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, bernegara dan peradaban dunia. Tujuan pendidikan nasional
tersebut termakna dalam suatu kurikulum pendidikan Indonesia pada saat ini,
yakni kurikulum 2013 edisi revisi.
2
Tujuan pendidikan nasional pendidikan Indonesia dalam kurikulum 2013
edisi revisi dijabarkan melalui standar kompetensi lulusan, standar proses,
standar penilaian yang dikembangkan ke dalam perangkat pembelajaran
seperti silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Pada
pelaksanaan pembelajaran menggunakan kurikulum 2013 edisi revisi,
pengembagan RPP harus mencakup 4 hal, yakni pendidikan penguatan
karakter (PPK), Literasi, 4C, dan Higher Order Thinking Skill (HOTS).
PPK merupakan suatu kegiatan yang mencerminkan pendidikan yang
berkarakter dengan harapan dapat memperkuat karakter peserta didik yang
religius, nasionalis, mandiri, gotong royong, dan integritas dalam satuan
pendidikan, keluarga, serta masyarakat.
Kemudian dalam literasi, peserta didik melalui perorangan maupun secara
bersama-sama dapat mengakses, memahami dan menggunakan sesuatu
melalui aktivitas membaca, menulis, melihat, menyimak dan berbicara.
Literasi lebih dari sekadar membaca dan menulis, namun mencakup
keterampilan berpikir menggunakan sumber-sumber pengetahuan dalam
bentuk cetak, visual, digital, dan auditori.
Kemudian 4C (Communication, Collaboration, Critical Thinking and
Problem Solving, dan Creativity and Innovation) merupakan keterampilan
softskill yang sangat dibutuhkan dalam persaingan global. Melalui
penguasaan 4C menjadikan peserta didik terampil dalam berkomunikasi dan
bekerjasama dalam menemukan solusi permasalahan dan dapat menghasilkan
suatu temuan yang bermanfaat.
3
Sementara HOTS adalah suatu kegiatan yang menanamkan siswa untuk
berpikir kompleks (menganalisis, mengevaluasi dan mencipta) dalam
memahami suatu fakta ilmiah, menganalisis informasi yang diperoleh,
mengambil keputusan dalam menentukan solusi dari suatu permasalahan
pembelajaran.
Berdasarkan penelitian pendahuluan yang telah dilakukan, saat proses
pembelajaran guru hanya menjelaskan, bertanya, dan memberi tugas atau
perintah sementara aktifitas siswa pada proses pembelajaran adalah
memperhatikan penjelasan atau demonstrasi materi pelajaran yang
disampaikan guru serta mencatat hal-hal yang sekiranya penting. Proses
pembelajaran yang dilaksanakan cenderung lebih kepada suasana belajar
dengan komunikasi satu arah dan guru dianggap sebagai satu-satunya sumber
belajar. Hal ini tidak sesuai dengan ketentuan rencana pelaksanaan
pembelajaran dalam kurikulum 2013 edisi revisi dan akan berdampak pada
ketidaktercapaian tujuan nasional pendidikan Indonesia.
Permendikbud No. 65 Tahun 2013 menyatakan bahwa proses pembelajaran
pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif,
menyenangkan, menantang dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi
aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan
kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta
psikologis peserta didik. Oleh karena itu, diperlukan strategi pembelajaran
yang dapat membimbing peserta didik untuk menguasai keempat hal tersebut
yakni dengan pembelajaran integratif STEM. Pembelajaran integratif STEM
4
memuat kegiatan untuk mengembangkan keterampilan siswa, sehingga siswa
terlatih mandiri, kreatif dan berpikir kritis untuk menemukan solusi
permasalahan pembelajaran termasuk pada pemahaman dan pengembangan
ilmu pengetahuan terapan dalam kehidupan sehari-hari.
STEM (Science, Technology, Engeneering and Mathematics) merupakan
pendekatan baru dalam perkembangan dunia pendidikan yang
mengintegrasikan lebih dari satu disiplin ilmu. Pembelajaran STEM tidak
hanya berarti penguatan pendidikan praktis bidang STEM secara terpisah,
tetapi mengembangkan pendekatan pendidikan yang mengintegrasikan ilmu
pengetahuan, teknologi, teknik dan matematika, dengan berfokus pada
pendidikan.
California Departement of Education (2015) menyatakan bahwa dalam
penerapannya pendidikan STEM meliputi kegiatan yang menghadirkan proses
berpikir kritis, analisis, dan kolaborasi dengan mengintegrasikan proses dan
konsep dalam konteks dunia nyata dari ilmu pengetahuan, teknologi, teknik
dan matematika. Morrison (2006) menambahkan bahwa siswa yang belajar
dengan menggunakan pendekatan STEM diharapkan memiliki kekuatan untuk
melakukan investigasi dalam memecahkan suatu masalah, mengenali
penemuan yang sesuai kebutuhan dan kreatifitas dalam mendesain dan
menetapkan solusinya.
Salah satu faktor penting yang perlu diperhatikan dalam proses pembelajaran
adalah keadaan siswa, dalam hal ini adalah keyakinan diri (Self-efficacy)
siswa. Self-efficacy siswa berkaitan dengan keyakinan diri untuk mampu
5
memecahkan masalah dan menyelesaikan berbagai rangkaian tugas disertai
rasa yakin terhadap usaha-usaha yang dilakukan. Self-efficacy dalam beberapa
hasil studi menunjukkan adanya hubungan dengan prestasi akademik di siswa
(Kreitner dkk. dalam Pudjiastuti, 2012). Siswa yang memiliki Self-efficacy
rendah untuk belajar mungkin menghindari tugas, sedang siswa yang menilai
keyakinan dirinya tinggi lebih mungkin berpartisipasi. Ketika siswa mampu
menghubungkan kesuksesan dengan kemampuan mereka sendiri, maka self-
efficacy mereka meningkat. Sedangkan ketika mereka merasa bahwa mereka
tidak mampu menyelesaikan suatu tugas belajar maka siswa tidak termotivasi
untuk bekerja (belajar) lebih keras.
Self-efficacy siswa sering kali kurang diperhatikan, padahal self-efficacy siswa
memiliki interaksi dengan proses pembelajaran. Pembelajaran berbasis STEM
dapat dijadikan sebagai solusi untuk membantu siswa memahami materi
pembelajaran, memberikan motivasi belajar untuk meningkatkan self-efficacy
dan memperoleh hasil belajar yang lebih baik. Berdasarkan pemaparan
tersebut penelitian dilakukan untuk menguji bagaimana pengaruh penerapan
pembelajaran berbasis STEM terhadap Higher Order Thinking Skill (HOTS)
ditinjau dari Self-efficacy siswa.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka yang menjadi permasalahan dalam
penelitian ini adalah:
1. Bagaimana pengaruh pembelajaran STEM terhadap Higher Order
Thingking Skill (HOTS)?
6
2. Bagaimana Higher Order Thingking Skill (HOTS) pada siswa yang
memiliki Self-efficacy tinggi dan siswa yang memiliki Self-efficacy
rendah?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengaruh pembelajaran berbasis STEM terhadap
Higher Order Thinking Skill (HOTS).
2. Untuk mengetahui Higher Order Thingking Skill (HOTS) pada siswa yang
memiliki Self-efficacy tinggi dan siswa yang memiliki Self-efficacy rendah.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Bagi guru
Memberikan alternatif pembelajaran yang interaktif, inspiratif,
menyenangkan dan menantang, sehingga memotivasi siswa untuk
berpartisipasi aktif, berpikir kritis, kreatif dan mandiri dalam
pembelajaran.
2. Bagi siswa
Siswa memperoleh pengalaman belajar secara langsung mengembangkan
kreatifitas dan kemandirian serta melatih siswa untuk berpikir kritis dan
logis menyelesaikan permasalahan dalam pembelajaran. Sehingga dapat
mendukung terciptanya lulusan yang berkualitas, memiliki kepercayaan
diri yang tinggi dan siap dihadapkan pada persaingan dunia global.
7
E. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pengaruh yang dimaksud dalam penelitian ini adalah akibat yang
ditimbulkan dari pembelajaran berbasis STEM terhadap HOTS yang
ditinjau dari self-efficacy siswa. Untuk menegaskan bahwa HOTS
merupakan akibat dari perlakuan maka penelitian dilakukan pada dua
kelas yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol.
2. Pembelajaran yang digunakan pada penelitian ini adalah pembelajaran
berbasis STEM yang diterapkan pada kelas eksperimen, sedangkan pada
kelas kontrol menggunakan pembelajaran DI.
3. HOTS yang digunakan pada penelitian ini adalah kemampuan berpikir
kritis yang merujuk pada taksonomi Bloom yang telah direvisi, yakni
pada ranah menganalisis (C4), mengevaluasi (C5), dan mencipta (C6).
4. Self-efficacy yang dimaksud dalam penelitian ini mengacu pada tiga
dimensi, yakni dimensi magnitude, dimensi kekuatan (strength), dimensi
generalisasi (generality). Self-efficacy siswa pada penelitian ini
menggunakan instrumen skala self-efficacy yang mengadaptasi dari
Yusnaini (2016).
5. Obyek penelitian ini adalah siswa kelas X SMAN 13 Bandar Lampung
semester genap 2017/2018.
6. Kompetensi dasar yang digunakan adalah KD 3.11 dan 4.11 pada materi
getaran harmonis sederhana SMA Kelas X Semester Genap Kurikulum
2013.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teoritis
1. Science, Technology, Engineering and Mathematics (STEM)
STEM merupakan suatu pendekatan interdisipliner dengan
mengintegrasikan empat disiplin ilmu yakni ilmu pengetahuan, teknologi,
rekayasa dan matematika yang diterapkan dalam konteks dunia nyata.
Revee (2013) menjelaskan bahwa Pendidikan STEM sebagai pendekatan
interdisiplin yang menuntut siswa untuk memiliki pengetahuan dan
keterampilan pada bidang ilmu pengetahuan, teknologi, rekayasa dan
matematika.
STEM yang merupakan singkatan dari ilmu pengetahuan, teknologi, teknik
dan matematika namun masing-masing kategori ini dapat mencakup
instruksi dalam beberapa bidang studi yang diuraikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Mata Pelajaran STEM yang Saling Terkait
Kategori STEM Mata Pelajaran
(1) (2)
Sains (Science) Biologi, Kimia, Fisika, Sains
Teknologi (Technology)
Komputer/SiSTEM Informasi,
Pengembangan
Web/Perangkat Lunak
Teknik (Engineering) Teknik Komputer; Teknik
9
(1) (2)
Listrik; Teknik Kimia, Teknik
Mesin, Teknik Sipil
Matematika (Mathematic) Matematika, Statistk-Kalkulus
(Asmuniv, 2015)
Selain mengembangkan konten pengetahuan di bidang sains, teknologi,
teknik dan matematika, pendekatan STEM juga berupaya untuk
menumbuhkan keterampilan seperti penyelidikan ilmiah dan kemampuan
memecahkan masalah untuk membangun masyarakat yang sadar
pentingnya literasi STEM. Literasi STEM mengacu pada kemampuan
individu untuk menerapkan pemahaman tentang bagaimana ketatnya
persaingan bekerja di dunia nyata yang membutuhkan empat domain yang
saling terkait dijelaskan pada Tabel 2.
Tabel 2. Definisi Literasi STEM
Bidang studi STEM Literasi STEM
(1) (2)
Science (Sains)
Literasi Ilmiah : Kemampuan
dalam menggunakan
pengetahuan ilmiah dan proses
untuk memahami dunia alam.
Technology (Teknologi)
Literasi Teknologi :
Pengetahuan bagaimana
menggunakan teknologi baru,
memahami bagaimana
teknologi dikembangkan dan
penerapannya dalam
masyarakat.
Engineering (Teknik)
Literasi Desain : Pemahaman
tentang bagaimana teknologi
dapat dikembangkan melalui
proses desain menggunakan
tema pembelajaran berbasis
proyek.
Mathematic
(Matematika)
Literasi Matematika :
Kemampuan dalam
menganalisis,
10
(1) (2)
mengkomunikasikan ide secara
efektif merumuskan,
memecahkan, dan menafsirkan
solusi untuk masalah
matematika dalam
penerapannya.
(Asmuniv, 2015)
Integrasi multidisiplin menuntut siswa untuk menghubungkan komponen
dari berbagai mata pelajaran yang diajarkan di kelas yang berbeda pada
waktu yang berbeda, sedangkan integrasi interdisipliner (STEM) dapat
dimulai dengan masalah dunia nyata (Wang et al., 2011). Sanders et al.,
(2011) menambahkan bahwa pengintegrasian pendidikan STEM dalam
pengajaran dan pembelajaran boleh dijalankan pada semua tingkatan
pendidikan, mulai dari sekolah dasar sampai universitas, karena aspek
pelaksanaan STEM seperti kecerdasan, kreatifitas, dan kemampuan desain
tidak tergantung kepada usia.
Terdapat tiga metode pendekatan pembelajaran dalam pendidikan STEM
dan perbedaan antara masing-masing metode terletak pada tingkat konten
STEM yang dapat diterapkan. Tiga metode pendekatan pendidikan STEM
yang sering digunakan adalah metode pendekatan ″silo″ (terpisah),
″tertanam″ (embeded) dan pendekatan ″terpadu″ (terintegrasi).
1. Metode pendekatan silo (terpisah) untuk pendidikan STEM mengacu
pada instruksi terisolasi, yakni masing-masing setiap mata pelajaran
STEM diajarkan secara terpisah atau individu (Dugger, 2010). Studi
terkonsentrasi masing-masing individu memungkinkan siswa untuk
11
mendapatkan lebih mendalam pemahaman tentang isi dari masing-
masing mata pelajaran; pendekatan silo dicirikan oleh pembelajaran
yang didorong oleh guru. Siswa disediakan sedikit kesempatan untuk
“belajar dengan berbuat”, bahkan mereka diajarkan apa yang harus
mereka tahu (Morrison, 2006). Tujuan pendekatan silo adalah
meningkatkan pengetahuan yang menghasilkan penilaian.
Gambar 1. Pendekatan Silo (terpisah) dalam pendidikan STEM.
Pendekatan Silo dalam pendidikan STEM menyatakan bahwa setiap
lingkaran mewakili masing-masing disiplin STEM yang diajarkan
secara terpisah. (Winarni, dkk. 2016)
2. Metode Pendekatan Tertanam (Embeded) lebih menekankan untuk
mempertahankan integritas materi pelajaran, bukan fokus pada
interdisiplin mata pelajaran. Pendekatan tertanam meningkatkan
pembelajaran dengan cara menghubungkan materi utama dengan
materi lain yang tidak diutamakan atau materi yang tertanam. Tetapi
bidang yang tidak diutamakan tersebut dirancang untuk tidak evaluasi
atau dinilai.
Mathematics
Science Technology &
Engineering
12
Gambar 2. Pendekatan Tertanam (Embedded) dalam Pendidikan
STEM. Materi Bidang Teknologi dan Teknik serta
Matematika Tertanam dalam Materi Sains. (Winarni, dkk.
2016)
3. Metode Pendekatan STEM Terpadu (Terintegrasi) bertujuan untuk
menghapus dinding pemisah antara masing-masing bidang STEM dan
untuk mengajar siswa sebagai salah satu subjek (Breiner et al, 2012).
Pendekatan terintegrasi berbeda dengan pendekatan tertanam dalam
hal standar evaluasi dan menilai atau tujuan dari masing-masing daerah
kurikulum yang telah dimasukkan dalam pelajaran (Sanders, 2009).
Gambar 3. Pendekatan Terpadu (terintegrasi) dalam Pendidikan STEM.
Pada pendekatan STEM Terpadu (terintegrasi), materi STEM diajarkan
seolah-olah sebagai satu subyek. Integrasi dapat dilakukan dengan
Technology &
Engineering
Mathematics
Science
Mathematics
Science
Technology &
Engineering
13
minimal dua disiplin ilmu, tetapi tidak berbatas pada dua disiplin ilmu.
Garis menunjukkan berbagai pilihan pada integrasi yang dapat dicapai.
(Winarni, dkk. 2016)
California Departement of Education (2015) menyatakan bahwa dalam
penerapannya pendidikan STEM meliputi kegiatan yang menghadirkan
proses berpikir kritis, analisis, dan kolaborasi dengan mengintegrasikan
proses dan konsep dalam konteks dunia nyata dari ilmu pengetahuan,
teknologi, teknik dan matematika. Khoiriyah (2018) menyatakan bahwa
pembelajaran integratif STEM yang diterapkan dalam pembelajaran
berbasis masalah dapat melatihkan siswa untuk berpikir kritis dan inovatif
(Sari, 2017) dalam memecahkan permasalahan pembelajaran sehingga
dapat meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa.
2. Direct Instruction (DI)
Direct Instruction (Pembelajaran Langsung) merupakan suatu pendekatan
mengajar yang dapat membantu siswa dalam mempelajari keterampilan
dasar dan memperoleh informasi yang dapat diajarkan selangkah demi
selangkah (Setiawan, dkk., 2010: 8). Pembelajaran Direct Instruction
adalah pembelajaran yang berorientasikan kepada guru, yakni guru
memegang peran yang sangat dominan dan materi yang disampaikan
secara terstruktur (Sanjaya & Wina, 2004: 105).
Pembelajaran Direct Instruction bertujuan untuk memudahkan guru dalam
menyampaikan materi yang diajarkan, sehingga ilmu dan informasi yang
14
disampaikan mudah dipahami oleh siswa. Dengan demikian hasil belajar
siswa akan lebih meningkat sesuai dengan tujuan pembelajaran di
harapkan. Menurut Sudibyo (2004: 28) pengembangan pembelajaran
Direct Instruction dimaksudkan untuk mengefesienkan materi ajar agar
sesuai dengan waktu yang diberikan dalam suatu periode tertentu. Dengan
pembelajaran tersebut cakupan materi ajar yang disampaikan lebih luas di
bandingkan dengan pembelajaran lainnnya. Direct Instruction dapat
diterapkan dalam pembelajaran melalui lima fase yang dijabarkan pada
Tabel 3.
Tabel 3. Fase Pembelajaran Langsung (Direct Instruction)
Fase Per an Gur u
Fase 1
Menyampaikan tujuan
dan mempersiapkan
siswa
Menjelaskan tujuan pembelajaran,
informasi latar belakang pelajaran,
pentingnya pelajaran, mempersiapkan
siswa untuk belajar.
Fase 2
Presentasi dan
demonstrasi
Demonstrasi dan penyajian
informasi dengan benar, bertahap.
Fase 3
Membimbing
pelatihan
Merencanakan dan memberi bimbingan
pelatihan awal.
Fase 4
Mengecek
pemahaman dan
memberikan umpan balik
Mengecek apakah siswa telah berhasil
melakukan tugas dengan baik,
memberi umpan balik.
Fase 5
Memberikan
kesempatan untuk
pelatihan lanjutan
dan penerapan
Mempersiapkan kesempatan
melakukan pelatihan lanjutan,
dengan perhatian khusus pada
penerapan kepada situasi lebih
kompleks.
(Setiawan, dkk., 2010: 8)
15
Beberapa kelebihan dan kekurangan pembelajaran Direct Instruction
menurut Kardi & Nur dalam Trianto (2007: 40-41)
1. Guru dapat mengendalikan isi materi dan urutan informasi yang
diterima oleh siswa sehingga dapat mempertahankan fokus
mengenai apa yang harus dicapai oleh siswa.
2. Dapat menjadi cara untuk menyampaikan informasi yang banyak
dalam waktu yang relatif singkat yang dapat diakses secara setara
oleh seluruh siswa.
3. Model pembelajaran langsung bergantung pada kemampuan
refleksi guru dapat terus-menerus mengevaluasi dan
memperbaikinya.
Sementara beberapa kelemahan Direct Instruction yaitu:
1. Dalam pembelajaran langsung sulit untuk mengatasi perbedaan
dalam hal kemampuan, pengetahuan awal, tingkat pembelajaran
dan pemahaman, gaya belajar, atau ketertarikan siswa.
2. Siswa memiliki sedikit kesempatan untuk terlibat secara aktif, sulit
bagi siswa untuk mengembangkan keterampilan sosial dan
interpersonal mereka.
3. Model pembelajaran langsung melibatkan banyak komunikasi satu
arah, guru sulit untuk mendapatkan umpan balik mengenai
pemahaman siswa.
3. Higher Order Thinking Skills (HOTS)
Kemampuan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking skill) adalah
kemampuan dalam memahami dan menemukan solusi terhadap suatu
permasalahan dengan cara yang bervariasi (berbeda) dengan yang biasanya
(divergen) dari sudut pandang berbeda sesuai kemampuan setiap siswa (Fitriani
& Windayana, 2015). HOTS merupakan keterampilan lebih dari sekadar
mengingat, memahami dan mengaplikasikan pengetahuan (Rosnawati, 2009)
siswa juga ditantang untuk menafsirkan, menganalisis atau memanipulasi
informasi (Newmann dalam Winarni, dkk. 2016) yang memungkinkan siswa
dapat menemukan solusi dari permasalahan pembelajaran bahkan dunia nyata
(Ramos et al, 2013).
16
Zoller dalam Winarni (2016) mengatakan bahwa pengembangan HOTS siswa
dapat berpengaruh mempermudah proses transisi pengetahuan dan meningkatkan
tanggung jawab. Melalui HOTS, siswa dapat menerapkan informasi baru atau
pengetahuan sebelumnya dan memanipulasi informasi untuk menjangkau
kemungkinan jawaban dalam situasi baru (Heong et al, 2011). HOTS juga dapat
mendorong siswa untuk berpikir secara mendalam tentang materi pelajaran serta
mampu menstimulus pengembangan kemampuan berpikir tingkat tinggi pada
siswa (Barnett & Francis, 2012).
Tujuan utama HOTS adalah bagaimana meningkatkan kemampuan berpikir
peserta didik pada level yang lebih tinggi, terutama yang berkaitan dengan
kemampuan untuk berpikir secara kritis dalam menerima berbagai jenis
informasi, berpikir kreatif dalam memecahkan suatu masalah menggunakan
pengetahuan yang dimiliki serta membuat keputusan dalam situasi-situasi yang
kompleks (Saputra, 2016: 91-92).
Melalui pengembangan kemampuan berpikir kritis dalam HOTS, siswa mampu
memahami tentang bagaimana siswa dapat mengetahui gagasan yang muncul,
menyadari ketika membutuhkan pengetahuan yang baru, serta mampu
menentukan langkah-langkah yang akan digunakan untuk menyelesaikan suatu
permasalahan, sehingga dapat dengan mudah untuk mengumpulkan dan
mempelajari pengetahuan tersebut. Kemampuan berpikir kritis yang biasa
dilatihkan pada siswa akan menumbuhkan sikap percaya diri untuk
menyelesaikan permasalahan dan menuntun ke solusi yang diharapkan
(Rahayuni, 2016)
17
HOTS untuk kemampuan berpikir kritis dapat diwujudkan melalui integrasi
dalam proses maupun asesmen pembelajaran (Sudarmin, 2012) yang
dikembangkan melalui masing-masing indikator kemampuan tersebut.
Ennis dalam Saprudin & Retnadi (2016) mengatakan bahwa kemampuan
berpikir kritis dapat dikembangkan menjadi indikator dan sub-indikator
yang dijabarkan pada Tabel 4.
Tabel 4. Indikator Kemampuan Berpikir Kritis
Kelompok
Indikator
Indikator Berpikir
Kritis
Sub-Indikator
Berpikir Kritis
(1) (2) (3)
1. Memberikan
penjelasan
sederhana
1. Memfokuskan
pertanyaan
a. Mengidentifikasi atau
merumuskan
pertanyaan
b. Mengidentifikasi atau
merumuskan kriteria-
kriteria untuk
mempertimbangkan
jawaban yang
mungkin
c. Menjaga kondisi
pikiran
2. Menganalisis
argumen
a. Mengidentifikasi
kesimpulan
b. Mengidentifikasi
alasan yang
dinyatakan
c. Mengidentifikasi
alasan yang tidak
dinyatakan
d. Mengidenfikasi
kerelevanan dan
ketidakrelevanan
e. Mencari persamaan
dan perbedaan
f. Mencari struktur
argumen
g. Merangkum
3. Bertanya dan
menjawab
a. Mengapa?
b. Apa intinya?, apa
18
(1) (2) (3)
pertanyaan
klarifikasi dan
pertanyaan yang
menantang
artinya?
c. Apa contohnya?, apa
yang bukan
contohnya?
d. Bagaimana
menererapkannya
dalam kasus tersebut?
e. Perbedaan apa yang
menyebabkannya?
Akankah Anda
menyatakan lebih dari
itu?
2. Membangun
keterampilan
dasar
4. Mempertimbangk
an kredibilitas
suatu sumber
a. Ahli
b. Tidak adanya konflik
interest
c. Kesepakan antar
sumber
d. Reputasi
e. Menggunakan
prosedur yang baku
f. Mengetahui resiko
terhadap reputasi
g. Kemampuan memberi
alasan
h. Kebiasaan berhati-
hati
5. Mengobservasi
dan
mempertimbangk
an hasil observasi
a. Ikut terlibat dalam
menyimpulkan
b. Dilaporkan oleh
pengamat sendiri
c. Mencatat hal-hal yang
diinginkan
d. Penguataan dan
kemungkinan
penguaatan
e. Kondisi akses yang
baik
f. Penggunaan ternologi
yang kompeten
3. Menyimpulkan 6. Membuat deduksi
dan
mempertimbangk
an hasil deduksi
a. Kelompok yang logis
b. Kondisi yang logis
c. Interprestasi
pernyataan
7. Membuat dan
induksi dan
mempertimbangk
an induksi
a. Membuat generalisasi
b. Membuat kesimpulan
dan hipotesis
c. Kriteria berdasarkan
19
(1) (2) (3)
asumsi
8. Membuat dan
mempertimbangk
an nilai keputusan
a. Latar belakang fakta
b. Konsekuensi
c. Penerapan prinsip
d. Memikikirkan
alternatif
e. Menyeimbangkan,
memberatkan, dan
memutuskan
4. Membuat
penjelasan
lebih lanjut
9. Mendefinisikan
istilah,
mempertimbangk
an definisi
a. Bentuk: sinonim,
klasifikasi, rentang,
eksptesi yang sama,
operasional, contoh
dan bukan contoh
b. Strategi definisi
(tindakan,
mengidentifikasi
persamaan)
c. Konten (isi)
10. Mengidentifikasi
asumsi
a. Penalaran secara
implisit
b. Asusmsi yang
diperlukan,
rekonstruksi argumen
5. Mengatur
strategi dan
taktik
11. Memutuskan
suatu tindakan
a. Mendefinisikan suatu
masalah
b. Menyeleksi kriteria
untuk membuat solusi
c. Merumuskan
alternatif yang
memungkinkan
d. Memutuskan hal-hal
secara tentatif
e. Mereview
f. Memonitor
implementasi
12. Berinteraksi
dengan orang
lain.
a. Mengembangkan dan
menanggapi konsep
yang keliru
b. Strategi logis
c. Strategi retorika
d. Mempresentasikan
sebuah pendapat
secara lisan dan
tulisan
Ennis dalam Saprudin & Retnadi (2016)
20
Revisi taksonomi bloom yang dilakukan oleh Anderson dan Krathwohl
lebih berfokus pada bagaimana domain kognitif lebih hidup dan aplikatif
bagi pendidik dan praktik pembelajaran yang diharapkan dapat membantu
pendidik dalam mengolah dan merumuskan tujuan pembelajaran dan
strategi penilaian yang efisien. Ketiga konsep yang menjadi dasar HOTS
merujuk pada aktivitas menganalisis, mengevaluasi, mencipta pengetahuan
yang disesuaikan dengan konseptual, prosedural dan metakognitif (Nur,
2018).
Krathwohl (2002) menyatakan bahwa indikator untuk mengukur HOTS
meliputi menganalisis (C4) yaitu kemampuan memisahkan konsep ke
dalam beberapa komponen dan menghubungkan satu sama lain untuk
memperoleh pemahaman atas konsep secara utuh, mengevaluasi (C5) yaitu
kemampuan menetapkan derajat sesuatu berdasarkan norma, kriteria atau
patokan tertentu dan mencipta (C6) yaitu kemampuan memadukan unsur-
unsur menjadi sesuatu bentuk baru yang utuh dan luas atau membuat
sesuatu yang orisinil.
4. Self-efficacy
Self-efficacy adalah hasil dari proses kongnitif berupa keputusan,
keyakinan atau pengharapan tentang individu memperkirakan kemampuan
dirinya dalam melaksanakan tugas atau tindakan tertentu yang diperlukan
untuk mencapai hasil yang diinginkan (Bandura dalam Ghufron &
Risnawita, 2010: 75).
21
Menurut Zimerman dalam Armita, dkk. (2016), self-efficacy adalah
keyakinan diri untuk mampu memecahkan masalah dan menyelesaikan
berbagai rangkaian tugas disertai rasa yakin terhadap usaha-usaha yang
dilakukan. Self-efficacy merupakan suatu tingkat (kadar) yang
menunjukkan perasaan seseorang untuk mampu dalam menyelesaikan
tugas dengan berhasil seperti memecahkan masalah dalam permasalahan
ilmu pengetahuan. Keyakinan diri yang dimiliki oleh seseorang akan
memberikan usaha dalam melaksanakan.
Self-efficacy memengaruhi pilihan aktivitas siswa. Siswa dengan Self-
efficacy rendah pada pembelajaran dapat menghindari banyak tugas
belajar, khususnya yang menantang. Sedangkan siswa dengan Self-efficacy
tinggi menghadapi tugas belajar tersebut dengan keinginan besar. Siswa
dengan Self-efficacy tinggi lebih tekun berusaha pada tugas belajar
dibandingkan siswa dengan Self-efficacy rendah (Santrock, 2011: 117).
Self-efficacy pada tiap individu akan berbeda antara satu individu dengan
yang lainnya berdasarkan tiga dimensi, yakni dimensi tingkat (level),
dimensi kekuatan (strength) dan dimensi generalisasi (generality)
(Bandura dalam Ghufron, 2010: 81).
a. Dimensi tingkat (Level)
Dimensi ini berkaitan dengan derajat kesulitan tugas ketika individu
merasa mampu untuk melakukannya. Apabila individu dihadapkan
pada tugas-tugas yang disusun menurut tingkat kesulitannya, maka
Self-efficacy individu mungkin akan terbatas pada tugas-tugas yang
22
mudah, sedang, atau bahkan meliputi tugas-tugas yang paling sulit,
sesuai dengan batas kemampuan yang dirasakan untuk memenuhi
tuntutan prilaku yang dibutuhkan pada masing-masing tingkat.
Dimensi ini memiliki implikasi terhadap pemilihan tingkah laku yang
akan dicoba atau dihindari. Individu akan mencoba tingkah laku yang
dirasa mampu dilakukannya dan menghindari tingkah laku yang berasa
di luar batas kemampuan yang dirasakannya.
b. Dimensi kekuatan (Strength)
Dimensi ini berkaitan dengan tingkat kekuatan dari keyakinan atau
pengharapan individu mengenai kemampuannya. Pengharapan yang
lemah mudah digoyangkan olah pengalaman-pengalaman yang tidak
mendukung. Sebaliknya, pengharapan yang mantap mendorong
individu tetap bertahan dalam usahanya. Meskipun mungkin
ditemukan pengalaman yang kurang menunjang. Dimensi ini biasanya
berkaitan langsung dengan dimensi level, yaitu makin tinggi taraf
kesulitan tugas, makin lemah keyakinan yang dirasakan untuk
menyelesaikannya.
c. Dimensi generalisasi (Generality)
Dimensi ini berkaitan dengan luas bidang tingkah laku yang mana
individu merasa yakin akan kemampuannya. Individu dapat merasa
yakin terhadap kemampuan dirinya. Apakah terbatas pada suatu
aktivitas dan situasi tertentu atau pada serangkaian aktivitas dan situasi
yang bervariasi.
23
Menurut Feist (2011: 213-216), self-efficacy merupakan suatu hal yang
didapatkan, dapat ditingkatkan, atau berkuran melalui salah satu atau
kombinasi dari empat sumber yaitu:
a. Pengalaman menguasai sesuatu
Sumber yang paling berpengaruh dari self-efficacy adalah pengalaman
menguasai sesuatu (mastery experiences), yaitu sumber ekspektasi
self-efficacy yang penting karena berdasar pengalaman yang dialami
secara langsung. Secara umum performa masa lalu yang berhasil akan
meningkatkan ekspektasi mengenai kemampuan, sedangkan kegagalan
akan cenderung menurunkan self-efficacy.
b. Modeling sosial
Sumber kedua dari self-efficacy adalah modeling sosial, yaitu vicarious
experiences, yaitu mengamati perilaku dan pengalaman orang lain
sebagai proses belajar individu. Self-efficacy meningkat saat kita
mengobservasi pencapaian orang lain yang mempunyai kompetensi
yang setara, namun akan berkurang saat kita melihat rekan sebaya kita
gagal. Saat orang lain tersebut berbeda dari kita, modeling sosial akan
mempunyai efek yang sedikit dalam self-efficacy kita.
c. Persuasi sosial
Dampak dari sumber ini cukup terbatas, tetapi di bawah kondisi yang
tepat, persuasi dari orang lain dapat meningkatkan atau menurunkan
self-efficacy. Meningkatkan self-efficacy melalui persuasi sosial, dapat
menjadi efektif hannya bila kegiatan yang ingin didukung untuk
24
dicoba berada dalam jangkauan perilaku seseorang. Sebanyak apapun
persuasi verbal dari orang lain tidak dapat mengubah penilaian
seseorang mengenai kemampuan dirinya untuk berlari 100 meter
dalam waktu di bawah 8 detik.
d. Kondisi fisik dan emosional
Emosi yang kuat biasanya akan mengurangi peforma, saat
seseorangmengalami ketakutan yang kuat, kecemasan , atau tingkat
stres yang tinngi, kemungkinan akan mempunyai ekpektasi efficacy
yang rendah. Walaupun begitu , dalam beberapa kondisi, jika
rangsangan emosional tidak terlalu intens, maka dapat diasosiasikan
dengan peningkatan performa.
Self-efficacy dalam beberapa hasil studi menunjukkan adanya hubungan
dengan prestasi akademik di siswa (Kreitner dkk. dalam Pudjiastuti, 2012).
Siswa yang memiliki self-efficacy rendah untuk belajar mungkin
menghindari tugas, sedang siswa yang menilai keyakinan dirinya tinggi
lebih mungkin berpartisipasi. Ketika siswa mengamati kesuksesan dan
menghubungkan kesuksesan dengan kemampuan mereka sendiri, self-
efficacy mereka meningkat. Sedangkan ketika mereka percaya bahwa
mereka kurang mampu, dan mereka merasa tidak dapat mencapai
kemampuan mereka sendiri, mungkin tidak temotivasi untuk bekerja
(belajar) lebih keras.
25
B. Kerangka Pikir
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang dilakukan untuk
mengetahui pengaruh pembelajaran berbasis STEM terhadap HOTS ditinjau
dari self-efficacy siswa. Pada penelitian ini terdapat tiga variabel yaitu variabel
bebas, variabel terikat dan variabel moderator. Variabel bebas dalam
penelitian ini adalah pendekatan pembelajaran (STEM pada kelas eksperimen
dan DI pada kelas kontrol) dan variabel terikatnya HOTS, sedangkan variabel
modetornya adalah self-efficacy siswa. Hubungan antara variabel selanjutnya
diperjelas dalam suatu kerangka pikir penelitian yang disajikan pada Gambar
4.
Gambar 4. Kerangka Pikir Penelitian
HOTS sangat dibutuhkan dalam pembelajaran fisika karena dapat
meningkatkan kemampuan berpikir peserta didik pada level yang lebih
tinggi, terutama yang berkaitan dengan kemampuan berpikir kritis dalam
memecahkan suatu masalah. Melalui pengembangan kemampuan berpikir
kritis dalam HOTS, siswa mampu memahami berbagai gagasan yang muncul
Dibandingkan Self-efficacy
siswa
Pembelajaran STEM Higher Order Thinking Skill
(HOTS)
Pembelajaran DI Higher Order Thinking Skill
(HOTS)
26
dan mampu menentukan langkah-langkah yang akan digunakan untuk
menyelesaikan suatu permasalahan.
Fakta menunjukkan bahwa dalam proses pembelajaran di kelas, pembelajaran
yang diterapkan masih berorientasi pada penyelesaian tugas yang dirancang
oleh guru dengan pembelajaran langsung (Direct Instruction). Proses
pembelajaran yang diterapkan lebih kepada suasana belajar dengan
komunikasi satu arah (teacher centered) dan aktifitas guru yang lebih
dominan menyebabkan terabaikannya kesempatan siswa untuk terlibat aktif
dalam pembelajaran. Kemudian pada proses pembelajaran melalui
demonstrasi pembelajaran yang dilakukan oleh guru menyebabkan siswa
kurang mengetahui keautentikan tugas yang diberikan sehingga tidak
melatihkan kemampuan berpikir kritis siswa yang selanjutnya menyebabkan
rendahknya HOTS siswa.
Kemampuan berpikir kritis siswa perlu dikembangkan dalam proses
pembelajaran fisika dengan menggunakan strategi pembelajaran yang tepat,
salah satunya melalui pendekatan pembelajaran yang menuntun keaktifan
siswa dalam proses pembelajaran yakni pembelajaran berbasis STEM. Pada
pembelajaran STEM siswa secara aktif dan mandiri dalam menganalisis
masalah pembelajaran dengan menggunakan disiplin ilmu terkait materi
pembelajaran sehingga memudahkan siswa untuk memunculkan ide dan
konsep yang dapat dijadikan sebagai solusi dari permasalahan yang dihadapi.
Melalui literasi ilmu pengetahuan dalam STEM, siswa dapat memahami
bagaimana suatu peristiwa alam terjadi. Kemudian melalui literasi teknologi
27
dan teknik memahami bagaimana peristiwa tersebut dapat dikembangkan dan
dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan melalui literasi
matematika mendukung bagaimana perumusan dalam proses pembelajaran
dan manupulasi ilmu terapannya. Pembelajaran STEM yang dihadirkan dalam
proses pembelajaran dapat membuat siswa belajar secara aktif dan melatih
siswa untuk berpikir kritis dalam menemukan solusi dari permasalahan yang
dihadapi sehingga dapat meningkatkan HOTS siswa.
Kemudian agar proses pembelajaran menjadi optimal, penerapan
pembelajaran STEM dalam meningkatkan HOTS dapat didukung dengan
memperhatikan keadaan karakter siswa, yakni self-efficacy siswa. Self-efficacy
siswa dapat mempengaruhi pola aktifitas dalam proses pembelajaran STEM.
Siswa yang memiliki self-efficacy tinggi akan berusaha untuk mampu
menyelesaikan tugas belajar dalam pembelajaran STEM termasuk saat
dihadapkan pada kegiatan yang memacu kemampuan berpikir kirits sehingga
memperoleh HOTS yang tinggi. Sedangkan siswa yang memiliki self-efficacy
rendah, penerapan pembelajaran STEM dapat membantu siswa dalam
menghadapi tugas belajar dan menuntun siswa untuk ikut dalam kegiatan
berpikir kritis sehingga dapat meningkatkan HOTS.
Berdasarkan uraian tersebut, penelitian akan membandingkan HOTS siswa
antara penerapan pembelajaran STEM dan pembelajaran DI. Diduga bahwa
siswa yang memiliki self-efficacy tinggi memperoleh HOTS yang lebih baik
pada kelas yang diterapkan pembelajaran STEM dibandingkan dengan kelas
yang diterapkan pembelajaran DI. Kemudian siswa yang memiliki self-
28
efficacy rendah akan termotivasi dan ikut aktif dalam kegiatan berpikir krtitis
dalam pembelajaran STEM sehingga memperoleh HOTS yang lebih baik
dibandingkan dengan kelas yang diterapkan pembelajaran DI.
C. Anggapan Dasar
Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka pikir pada Gambar 4, anggapan
dasar penelitian ini yaitu:
1. Kedua kelas sampel memiliki kemampuan awal relatif sama.
2. Kedua kelas sampel mendapat materi pembelajaran yang sama.
3. Faktor lain di luar penelitian diabaikan.
D. Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang dapat diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pembelajaran berbasis STEM mempengaruhi HOTS siswa.
2. HOTS berbeda pada siswa dalam kategori self-efficacy tinggi dan self-
efficacy rendah.
III. METODE PENELITIAN
A. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi penelitian ini yaitu siswa kelas X SMAN 13 Bandar Lampung pada
semester genap tahun pelajaran 2017/2018. Penelitian ini dilakukan dengan
pemberian perlakuan pembelajaran dari peneliti pada dua kelas yaitu kelas
eksperimen dan kelas kontrol. Penelitian pada dua kelas ini dilakukan secara
sengaja untuk kelas yang siswanya memiliki kemampuan awal relatif sama,
oleh karena itu pengambilan sample pada penelitian ini menggunakan teknik
Purposive Sampling. Pengambilan sampel dilakukan pada siswa kelas X
MIPA SMAN 13 Bandar Lampung yang terdiri dari 3 kelas sehingga akan
diambil 2 kelas sebagai sampel.
B. Desain Penelitian
Desain eksperimen pada penelitian ini menggunakan bentuk Quasi
Experimental Design dengan tipe Control Group Posttest Only yang
digunakan untuk meneliti pada dua kelas yang menjadi sampel penelitian
yakni kelas eksperimen yang diberikan perlakukan dan kelas kontrol yang
tidak diberi perlakuan. Secara diagram desain penelitian ini digambarkan pada
Tabel 5.
30
Tabel 5. Control Group Posttest Only Design
KE X Ox
KK C Oc
(Sugiyono, 2011: 796)
Keterangan
KE : Kelas Eksperimen
KK : Kelas Kontrol
X : Penerapan Pembelajaran STEM
C : Penerapan Pembelajaran DI
Ox : Posttest pada Kelas Eksperimen
Oc : Posttest pada Kelas Kontrol
C. Variabel Penelitian
Penelitian ini terdapat tiga variabel, yaitu variabel bebas, variabel terikat dan
variabel moderator. Variabel bebas pada penelitian ini adalah pendekatan
pembelajaran STEM, sedangkan variabel terikatnya adalah HOTS dan variabel
moderatornya adalah Self-efficacy siswa.
D. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Instrumen tes HOTS
Instrumen tes HOTS dikembangkan pada indikator kemampuan berpikir
kritis. Merujuk pada Taksonomi Bloom yang telah direvisi oleh Anderson
dan Krathworl (2002), maka instrumen tes HOTS dikembangkan pada
ranah menganalisis (C4), Mengevaluasi (C5), dan Mencipta (C6).
Instrumen HOTS dikembangkan dalam bentuk essay dengan kisi-kisi
instrumen HOTS pada Tabel 6.
31
Tabel 6. Kisi-kisi Instrumen HOTS
Indikator HOTS Level
Kognitif Nomor Soal
Memberikan penjelasan sederhana dengan
menjawab pertanyaan klarifikasi.
C4 1
Memberikan penjelasan sederhana dengan
memfokuskan pertanyaan
C4 2
Menyimpulkan dengan membuat dan
mempertimbangkan nilai keputusan
C5 3
Menyimpulkan dengan membuat deduksi
dan mempertimbangkan deduksi
C6 4
Membangun keterampilan dasar dengan
mempertimbangkan kredibilitas suatu
sumber
C6 5
Mengatur strategi dan taktik dalam
memutuskan suatu tindakan
C6 6
Membuat penjelasan lebih lanjut dengan
mengidentifikasi asumsi
C6 7
Ennis dalam Saprudin & Retnadi (2016)
2. Instrumen Skala Self-efficacy
Instrumen skala Self-efficacy yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
skala Self-efficacy yang diadaptasi dari Yusnaini (2016) dengan nilai
reliabilitas 0,89 (tinggi) pada 25 butir valid. Instrumen skala self-efficacy
dikembangkan berdasarkan dimensi magnitude, dimensi strength, dan
dimensi generally. Kisi-kisi instrumen skala self-efficacy dapat dilihat
pada Tabel 7.
Tabel 7. Kisi-kisi Instrumen Skala Self-efficacy
No Dimensi Indikator Nomor
butir
Jumlah
butir
(1) (2) (3) (4) (5)
1 Kemampuan
menentukan
tingkat kesulitan
pertanyaan
1. Merasa
berminat dalam
menjawab
pertanyaan
1,2,4,8 4
32
(1) (2) (3) (4) (5)
/ permasalahan
yang dihadapi
/ permasalahan
yang dihadapi.
2. Merasa optimis
dalam
menjawab
pertanyaan
/permasalahan
yang dihadapi
3,5,7,9
4
3. Merasa yakin
dapat
menjawab
pertanyaan
/permasalahan
yang dihadapi
10,11,12 3
2 Dimensi strength
berhubungan
dengan
keyakinan
terhadap
kemampuan
dalam mengatasi
masalah atau
kesulitan yang
muncul akibat
pertanyaan
/permasalahan
yang dihadapi
1. Memngkatkan
upaya untuk
menyelesaikan
permasalahan
yang dihadapi
6,13,15,21 4
2. Berkomitmen
untuk
menyelesaikan
pertanyaan
/permasalahan
yang dihadapi
14,16,18 3
3 Dimensi
generally
menunjukan
keyakinan dan
kemampuan
dalam
menggeneralisasi
kan tugas dan
pertanyaan
/permasalahan
yang dihadapi
1. Menyikapi
situasi dan
kondisi yang
beragam
dengan cara
yang positif
17,19,20 3
2. Berpedoman
pada
pengalaman
belajar
sebelumnya
22,23,24,25
4
Jumlah total 25
Diadaptasi dari Yusnani (2016)
33
E. Analisis Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian diuji melalui beberapa tahapan,
yakni uji validitas, reliabilitas, dan tingkat kesukarannya. Berikut uraian
mengenai uji instrumen yang digunakan:
1. Validitas
Validitas digunakan untuk menunjukkan kevalitan atau kesahihan suatu
instrumen yang akan digunakan dalam penelitian. Penentuan tingkat
validitas butir soal menggunakan korelasi product moment Pearson
dengan mengkorelasikan antara skor yang didapat siswa pada suatu butir
soal dengan skor total yang didapat. Rumus yang digunakan:
��� = � ∑ �� − ∑ ��∑ ��� � ∑ �� − ∑ ���� � ∑ �� − ∑ ����
Keterangan:
��� = koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y
N = banyaknya peserta tes
X = nilai hasil uji coba
Y = nilai total hasil uji coba
Interpretasi besarnya koefisian kolerasi dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Kriteria Koefisien Korelasi
Koefisien Korelasi Kriteria Validitas
0,81 - 1,00 Sangat Tinggi
0,61 - 0,80 Tinggi
0,41 - 0,60 Cukup
0,21 - 0,40 Rendah
0,00 - 0,20 Sangat Rendah
(Arikunto, 2010: 213)
34
2. Reliabilitas
Reliabilitas merupakan ukuran yang menyatakan tingkat keajegan atau
kekonsistenan suatu instrumen tes. Tingkat reliabilitas soal dapat diukur
dengan menggunakan perhitungan Alpha Cronbach. Rumus yang
digunakan dinyatakan dengan:
��� = � �� − 1� �1 − ∑ ���
��� �
Rumus untuk mencari varians skor tiap item adalah:
��� = ∑ �� − ∑ �����
Rumus untuk mencari varians total adalah:
��� = ∑ �� − ∑ �����
Keterangan:
n = banyaknya butir soal
X = Skor tiap butir
Y = Skor total ��� = jumlah varians skor tiap item ��� = varians skor total
(Arikunto, 2010: 239)
Menurut Sayuti dalam Sujianto (2009: 97), Instrumen tes dinyatakan
reliabel jika mempunyai nilai koefisien alpha, maka digunakan ukuran
kemantapan alpha yang diinterprestasikan pada Tabel 9.
35
Tabel 9. Ketentuan Koefisien Reabilitas Instrumen
Nilai Alpha Cronbach’s Kategori Reabilitas
0,81 - 1,00 sangat tinggi
0,61 - 0,80 tinggi
0,41 - 0,60 sedang
0,21 - 0,40 rendah
0,00 - 0,20 sangat rendah
Sayuti dalam Sujianto (2009: 97)
3. Tingkat kesukaran
Tingkat kesukaran soal adalah pengukuran seberapa besar derajat
kesukaran suatu soal. Jika suatu soal memiliki tingkat kesukaran seimbang
maka dapat dikatakan bahwa soal tersebut baik (Arikunto, 2013: 222).
Tingkat kesukaran (TK) pada masing-masing butir soal dihitung dengan
menggunakan rumus:
�� = ��+ � � !"#�
Keterangan:
TK = Tingkat kesukaran �� = Jumlah skor kelompok atas � = Jumlah skor kelompok bawah
n = Jumlah siswa kelompok atas dan kelompok bawah
maks = skor maksimal soal yang bersangkutan
Interpretasi nilai tingkat kesukaran dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Ketentuan Tingkat Kesukaran Instrumen
Indeks Tingkat Kesukaran Kriteria Tingkat Kesukaran
0,00 - 0,30 Sukar
0,31 - 0,70 Sedang
0,71 - 1,00 Mudah
Arikunto (2013: 223)
36
4. Daya Pembeda
Uji daya beda bertujuan untuk membedakan siswa kedalam kelompok
tinggi atau rendah. Apabila instumen tes diberikan kepada siswa yang
memiliki prestasi belajar yang baik hasilnya baik dan sebaliknya jika
diberikan kepada anak yang memiliki prestasi belajar yang rendah
hasilnya tidak baik. Oleh karena itu, instrument dengan daya pembeda
yang baik mampu memberikan gambaran hasil yang sesuai dengan
kemampuan siswa (Suryawati, 2012).
Daya pembeda soal uraian dianalisis dengan rumus sebagai berikut:
$% = &'"� #'()!*)# "+"� − &'"� #'()!*)# ,"-"ℎ�#)� !"#�/!"( �)"(
Hasil perhitungan daya pembeda diinterpretasi berdasarkan klasifikasi
yang tertera pada Tabel 11.
Tabel 11. Klasifikasi Daya Pembeda Instrumen
Indeks Daya Pembeda Kategori
(-1,00) – (-0,01) Buruk Sekali
0,00 – 0,20 Buruk
0,21 - 0,40 Cukup
0,41 - 0,70 Baik
0,71 – 1,00 Baik Sekali
Arikunto (2013: 228)
F. Teknik Pengumpulan Data
1. Data HOTS
Data HOTS siswa dikumpulkan melalui lima butir soal essay yang
dikembangkan berdasarkan indikator HOTS. Instrumen ini diberikan pada
37
akhir pembelajaran untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kriteria
penilaian yang digunakan untuk menilai HOTS siswa dimuatkan dalam
Tabel 12.
Tabel 12. Kriteria Penilaian Instrumen HOTS
Indikator HOTS Level
Kognitif
Nomor
Soal
Bobot
Nilai
Memberikan penjelasan sederhana
dengan menjawab pertanyaan
klarifikasi.
C4 1 10
Memberikan penjelasan sederhana
dengan memfokuskan pertanyaan
C4 2 10
Menyimpulkan dengan membuat
dan mempertimbangkan nilai
keputusan
C5 3 10
Menyimpulkan dengan membuat
deduksi dan mempertimbangkan
deduksi
C5 4 20
Membangun keterampilan dasar
dengan mempertimbangkan
kredibilitas suatu sumber
C6 5 20
Mengatur strategi dan taktik dalam
memutuskan suatu tindakan
C6 6 20
Membuat penjelasan lebih lanjut
dengan mengidentifikasi asumsi
C6 7 10
Ennis dalam Saprudin & Retnadi (2016)
Berdasarkan kriteria penilaian Instrumen HOTS pada Tabel 12, maka skor
akhir yang diperoleh siswa adalah sebagai berikut.
�#)� 01�� = 23!("ℎ �#)� +/"* ,3+/��#)� +)+"( 4 100
Setelah diperoleh skor akhir, maka skor dapat dikategorikan kedalam
beberapa skala penilaian HOTS pada Tabel 13.
38
Tabel 13. Skala Penilaian HOTS
Skala Interpretasi
0 - 30 Sangat Rendah
31 - 50 Rendah
51 - 70 Sedang
71 - 90 Tinggi
91 - 100 Sangat Tinggi
Shidiq, A. S., dkk. (2014)
2. Data Self-efficacy Siswa
Instrumen skala Self-efficacy yang digunakan dalam penelitian ini untuk
memperoleh data Self-efficacy tinggi dan Self-efficacy rendah siswa. Data
Self-efficacy siswa diperoleh melalui penyebaran skala Self-efficacy pada
akhir pembelajaran pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Pada instrumen skala self-efficacy terdapat rentang skala empat poin, yaitu
“SS” (sangat setuju), “S” (setuju), “TS” (tidak setuju), “STS” (sangat tidak
setuju). Dari 25 item tersebut, terdapat 10 item unfavorable dan 15 item
favorable. Hasil skor respon tersebut dihitung dengan proporsi item yang
telah ditentukan sebagai berikut: SS = 4, S = 3, TS = 2, STS = 1 untuk
semua item favorable, sedangkan untuk item unfavorable skoring
dilakukan sebaliknya.
Skor yang diperoleh siswa kemudian dijumlahkan dengan rumus sebagai
berikut.
�'(6 − '66/7"78 �/�-" = 23!("ℎ �#)� +/"* ,3+/��#)� +)+"( 4 100
Skor akhir self-efficacy siswa yang telah dijumlahkan kemudian
dikategorikan berdasarkan Tabel 14.
39
Tabel 14. Kategori Self-efficacy
Skor Kategori
51-100 self-efficacy tinggi
1-50 self-efficacy rendah
Yunianti, dkk. (2016)
G. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis
Data yang diperoleh dari penelitian ini adalah data kuantitatif dengan tipe
skala. Proses analisis data penelitian dilakukan dengan menggunakan aplikasi
pengolah data SPSS 21.0 dengan uraian sebagai berikut.
1. Uji Prasyarat
Uji prasyarat yang dimaksud adalah uji normalitas dan uji homogenitas.
Data posttest HOTS pada masing-masing kelas diuji normalitasnya dengan
menggunakan uji kolmogorov smirnov atau menggunakan uji t dengan nilai
probabilitas 9 sebesar 0,05.
Hipotesis uji normalitasnya adalah sebagai berikut.
H0 : data berdistribusi normal
H1 : data tidak berdistribusi tidak normal
Kriteria uji normalitas:
Jika nilai asymp sig. ≥ 0,05 maka H1 ditolak dan H0 diterima, sehingga
dapat dinyatakan bahwa data berdistribusi normal.
Data HOTS pada masing-masing kelas selanjutnya diuji homogenitasnya
dengan menggunakan uji Homogenitas Levene atau uji F dengan nilai
probabilitas 9 sebesar 0,05.
40
Hipotesis uji homogenitasnya adalah sebagai berikut:
H0 : Data HOTS siswa memiliki varians homogen
H1 : Data HOTS siswa memiliki varian tidak homogen
Kriteria uji homogenitas:
Jika asymp sig. > 0,05 atau nilai FHitung ≤ FTabel maka H1 ditolak dan H0
diterima sehingga dapat dinyatakan bahwa kedua data adalah homogen.
2. Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji Two-Way ANOVA.
Hipotesis statistik dalam uji ini adalah sebagai berikut:
Hipotesis Pertama
H0 : Pembelajaran berbasis STEM tidak mempengaruhi HOTS
H1 : Pembelajaran berbasis STEM mempengaruhi HOTS
Kriteria uji yang digunakan adalah jika nilai asymp sig ≤ 0,05, maka H0
ditolak dan H1 diterima, artinya pembelajaran berbasis STEM
mempengaruhi HOTS.
Hipotesis Kedua
H0 : tidak terdapat perbedaan HOTS pada siswa dalam kategori self-
efficacy tinggi dan self-efficacy rendah.
H1 : terdapat perbedaan HOTS pada siswa dalam kategori self-efficacy
tinggi dan self-efficacy rendah.
41
Kriteria uji yang digunakan adalah jika nilai asymp sig ≤ 0,05, H0 ditolak
dan H1 terima, artinya terdapat perbedaan HOTS pada siswa dalam
kategori self-efficacy tinggi dan self-efficacy rendah.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan data hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Pembelajaran berbasis STEM berpengaruh signifikan terhadap HOTS
dengan besar pengaruhnya dapat dilihat melalui perbedaan rata-rata HOTS
pada kelas yang diterapkan pembelajaran STEM dan DI, berturut-turut
yaitu 69,70 dan 58,70.
2. Terdapat perbedaan HOTS signifikan pada siswa dalam kategori self-
efficacy tinggi dan self-efficacy rendah. Perbedaan HOTS ditunjukkan
melalui rata-rata HOTS pada siswa dalam kategori self-efficacy tinggi dan
rendah, berturut-turut yakni 68,35 dan 52,36.
B. Saran
Berdasarkan simpulan dari hasil penelitian, maka peneliti mengemukakan
beberapa saran sebagai berikut:
1. Menerapkan pembelajaran dengan mengikutsertakan siswa secara langsung
pada suatu kegaitan berpikir kompleks dapat meningkatkan kemampuan
berpikir kritis siswa dalam menemukan solusi dari permasalahan
pembelajaran. Penerapan pendekatan pembelajaran yang tepat akan
57
mempengaruhi kemampuan siswa sehingga akan mempengaruhi hasil
belajar siswa siswa.
2. Keadaan self-efficacy siswa penting untuk diperhatikan karena self-efficacy
siswa akan mempengaruhi pola aktifitas belajar siswa yang secara langsung
dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Penerapan pembelajaran yang
tepat secara tidak langsung akan mempengaruhi keadaan self-efficacy siswa
dan berdampak pada perolehan hasil belajar siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Amanda, N. W. Y., Subagia, I. W., & Tika, I. N. (2014). Pengaruh Model
Pembelajaran Berbasis Proyek terhadap Hasil Belajar IPA Ditinjau dari
Self-Efficacy Siswa. E-journal Program Pascasarjana Universitas
Pendidikan Ganesha Program Studi IPA. Vol. 4(1). (Online). Diakses
pada 3 November 2017.
Arikunto, S. (2010). Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara.
(2013). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Bumi
Aksara.
Armita, U. Y. & M. Marsigit. (2016). Keefektifan PBL Setting STAD dan TGT
ditinjau dari Prestasi, Berpikir Kritis, dan Self-Efficacy. Jurnal Pendidikan
Matematika dan Sains. Vol 4(1), 1-11. (Online). Diakses pada 3
November 2017.
Asmuniv. (2015). Pendekatan Terpadu Pendidikan STEM Upaya Mempersiapkan
Sumber Daya Manusia Indonesia Yang Memiliki Pengetahuan
Interdisipliner Dalam Menyosong Kebutuhan Bidang Karir Pekerjaan
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). (Online). Diakses dari
http://www.vedcmalang.com/pppptkboemlg/index.php/menuutama/listrik-
electro/1507-asv9, pada 14 Maret 2018.
Barnett, J. E. & Francis, A. L. (2012). Using Higher Order Thinking Question to
Foster Critical Thinking: A Classroom Study. Educational Psychology: An
International Journal of Experimental Educational Psychology Vol 32(2),
201-211. Diakses dari http://www.tandfonline.com/loi/cedp20, pada 23
April 2018.
Basito, M. D., Arthur, R., & Daryati. (2018). Hubungan Efikasi Diri Terhadap
Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa SMK Program Keahlian
Teknik Bangunan Pada Mata Pelajaran Mekanika Teknik. Jurnal
Pendidikan Teknik Sipil. Vol 7 (1), 1-13. (Online). Diakses dari
http://journal.unj.ac.id/unj/index.php/jpensil, pada 2 Agustus 2018.
Breiner, J. M., Johnson, C. C., Harkness, S. S., & Koehler, C. M. (2012). What Is
STEM? A discussion about conceptions of STEM in education and
partnerships. School Science and Mathematics. Vol 11(1), 3-11. (Online).
Diakses pada 14 Maret 2018.
60
California Departement of Education. (2015). Science, Technology, Engineering,
and Mathematics. (Online). Diakses dari
http://www.cde.ca.gov/pd/ca/sc/stemintrod.asp, pada 14 Maret 2018.
Capraro, R. M., Capraro, M. M., Morgan, J. R., & Slough, S. W. (2013). STEM
Project Based Learning: An Integrated Science, Technology, Engineering,
and Mathematics (STEM) Approach. STEM Project-Based Learning an
Integrated Science, Technology, Engineering, and Mathematics (STEM)
Approach. (Online). Diakses dari http://doi.org/10.1007/978-94-6209-143-
6, pada 2 Agustus 2018
Ceylan, S. & Ozdilek, Z. (2015). Improving a Sample Lesson Plan for Secondary
Science Courses within the STEM Education. Procedia - Social and
Behavioral Sciences. Vol 1(177), 223–228. (Online). Diakses pada 2
Agustus 2018.
Depdiknas. (2008). Panduan Pengembangan Bahan Ajar. Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional. Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar
dan Menengah. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas.
Dugger, William E. Jr. (2010). Evolution of STEM in the United States.
International Technology and Engineering Education Association.
(Online). Diakses dari
http://citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/download?doi=10.1.1.476.5804&rep=
rep1&type=pdf, pada 14 Maret 2018.
Feist, J. & Gregory, J. (2011). Teori Kepribadian. Jakarta: Salemba Humanika.
Fitriani, N. & Windayana, H. (2015). Pengaruh HOTS melalui Model SPPKB
pada Pembelajaran Matematika terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif
Siswa. Jurnal PGSD Kampus Cibiru. Vol 3 (2). (Online). Diakses pada 2
Agustus 2018.
Ghufron, M. N. & Rini, R. S. (2010). Teori-teori Psicologi. Yogjakarta: AR-Ruzz
Media.
Jatisunda, M. G. (2017). Hubungan Self-Efficacy Siswa SMP dengan Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematis. Jurnal THEOREMS (The Original
Research of Mathematics). Vol 1 (2), 24-30. (Online). Diakses pada 2
Agustus 2018.
Handayani, F. (2013). Hubungan Self-Efficacy dengan Prestasi Belajar Siswa
Akselerasi. Jurnal Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri
Surabaya. Vol 1(2), 200-213. (Online). Diakses pada 2 Agustus 2018.
Heong, Y. M., Othman, W. D., Md Yunos, J., Kiong, T. T., Hassan, R., &
Mohamad, M. M. (2011). The Level of Marzano Higher Order Thinking
Skills Among Technical Education Students. International Journal of
61
Social and Humanity. Vol 1(2), 121-125. (Online). Diakses pada 23 April
2018.
Jack, R. F. & Norman, E. W. (1993). How to Design and Evaluate Research in
Education. McGraw Hill Publishing Coy.
Khoiriyah, N. (2018). Implementasi Pendekatan Pembelajaran STEM untuk
Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMA pada Materi
Gelombang Bunyi. Jurnal UAD. (Online): Diakses pada 1 Oktober 2018.
Krathwohl, D. R. (2002). A revision of Bloom's taxonomy: An overview. Theory
into practice. Vol 41(4), 212-218. (Online). Diakses pada 23 April 2018.
Morrison, J. S. (2006). TIES STEM Education Monograph Series: Atributes of
STEM Education. Baltimore, MD: TIES. (Online). Diakses dari
http://www.psea.org. pada pada tanggal 14 Maret 2018.
Nur, H. D. (2018). HOTS (High Order Thinking Skills) dan kaitannya dengan
Kemampuan Literasi Matematika. UNS Semarang. Prisma, Prosiding
Seminar Nasional Matematika. Vol 1(1), 170-176. (Online). Diakses pada
13 Mei 2018.
Pudjiastuti, E. (2012). Hubungan “Self Efficacy” dengan Perilaku Mencontek
Mahasiswa Psikologi. Jurnal MIMBAR. Vol 28(1), 103-112. (Online).
Diakses pada 3 November 2017.
Rahayuni, G. (2016). Hubungan Keterampilan Berpikir Kritis dan Literasi Sains
pada Pembelajaran IPA Terpadu dengan Model PBM dan STM. Jurnal
Penelitian dan Pembelajaran IPA. Vol 2(2), 131-146. (Online). Diakses
pada 1 Oktober 2018.
Ramos, J. L. S., Dolipas, B. B., & Villamor, B. B. 2(013). Higher Order Thinking
Skills and Academic Performance in Physics of College Students: A
Regression Analysis. International Journal of Innovative Interdisciplinary
Research. Vol (4), 48-60. (Online). Diakses pada 23 April 2018.
Reeve, E. M. & Avery, Z. K. (2013). Developing Effective STEM Professional
Development Program. Journal of Technology Education. Vol 25(1), 55-
69. (Online). Diakses pada 14 Maret 2018.
Rosnawati. (2009). Enam Tahapan Aktivitas dalam Pembelajaran Matematika
untuk Mendayagunakan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa. UNY.
Yogyakarta. Prosiding Seminar Nasional Matematika, FMIPA UNY.
(Online). Diakses pada 23 April 2018.
Sanders, M. (2009). STEM, STEM Education, STEMmania. The Technology
Teacher. Vol 68(4), 20-26. (Online). Diakses pada 14 Maret 2018.
62
Sanders, M., Hyuksoo. K., Kyungsuk, P., & Hyonyong, L. (2011). Integrative
STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics) Education:
Contemporary Trends and Issues. Secondary Education.Vol 59(1), 729-
762. (Online). Diakses pada 14 Maret 2018.
Sanjaya & Wina. 2004. Landasan Teori Dalam Pengembangan Model
Pengajaran Kompetensi. Jakarta : Gramedia Grafika
Santrock, J. W. (2011). Psikologi Pendidikan: Educational Psychology. Jakarta:
Selemba Humanika.
Saprudin & Retnadi, W. R. H. (2016). Makalah High Order Thinking (HOT)
Program Pascasarjana UPI. Bandung. Univeristas Pendidikan Indonesia
(Online). Diakses dari http://sanguilmu.com/bahas-tuntas-higher-order-
thinking-skills-hots-dan-penalaran/ pada 13 Mei 2018.
Saputra, H. (2016). Pengembangan Mutu Pendidikan Menuju Era Global:
Penguatan Mutu Pembelajaran dengan Penerapan HOTS (High Order
Thinking Skills). Bandung: SMILE’s Publishing.
Sari, R. H. (2017). Pengaruh Impelemntasi Pembelajaran STEM Terhadap
Presepsi, Sikap dan Kreatifitas Siswa. Prosiding Seminar Nasional MIPA
III. Vol 1(1), 416-420. (Online). Diakses pada 2 Agustus 2018.
Setiawan, W., Fitrajaya, E., & Mardiyanti, T. 2010. Penerapan Model Pengajaran
Langsung (Direct Intruction) untuk meningkatkan Pemahaman Belajar
Siswa dalam Pembelajaran Perangkat lunak (RPL). Jurnal Pendidikan
Teknologi Informasi dan Komunikasi (PTIK). Vol 3(1), 7-10. (Online).
Diakses pada 18 Oktober 2018.
Shidiq, A. S., Masykuri, M., & Susanti, V. H. E. (2014). Pengembangan
Instrumen Penilaian Two-tier Multiple Choice untuk Mengukur
Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi (Higher Order Thinking Skills)
pada Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan untuk Siswa SMA/MA
Kelas XI, Jurnal Pendidikan Kimia. Vol 3(4), 83-92. (Online). Diakses
pada 2 Agustus 2018.
Sudarmin. (2012). Meningkatkan Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi
Mahasiswa Melalui Pembelajaran Kimia Terintegrasi Kemampuan
Generik Sains. Varia Pendidikan. Vol 24(1), 97-103. (Online). Diakses
pada 23 April 2018.
Sudibyo. 2004. Landasan Teori Dalam Pengembangan Model Pengajaran
Jakarta: Depdiknas.
Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta.
63
Sujianto, A. E. (2009). Aplikasi Statistik dengan SPSS 17.0. Jakarta: Prestasi
Pustaka.
Tseng, K. H., Chang, C. C., Lou, S. J., & Chen, W. P. (2013). Attitudes towards
science, technology, engineering and mathematics (STEM) in a project-
based learning (PjBL) environment. International Journal of Technology
and Design Education. Vol 23(1), 87–102. (Online). Diakses dari
http://doi.org/10.1007/s10798- 011-9160 pada 2 Agustus 2018
Wahyuni, D. E. & Arief, A. (2015). Implementasi Pembelajaran Scientific
Approach dengan Soal Higher Order Thinking Skills Pada Materi Alat-
Alat Optik Kelas X di SMA Nahdlatul Ulama 1 Gresik. Jurnal Inovasi
Pendidikan Fisika (JIPF). Vol 4(3), 32-37. (Online). Diakses pada 14
Maret 2018.
Wang, H., Moore, T. J., Roehrig, G. H., & Park, M. (2011). STEM Integration:
Teacher Perceptions and Practice. Journal of Pre-Collage Engineering
Education Research. Vol 1(2), 1-13. (Online). Diakses pada 14 Maret
2018.
Winarni, J., Zubaidah, S. & Koes, H. S. (2016). STEM: APA, MENGAPA, DAN
BAGAIMANA. Prosiding Semnas Pendidikan IPA Pascasarjana UM.
Vol 1(1), 976-984. (Online). Diakses pada 14 Maret 2018.
Yunianti, E., Jaeng, M., & Mustamin. (2016). Pengaruh Model Pembelajaran dan
self-efficacy Terhadap hasil belajar Matematika siswa SMA Negeri 1
Parigi. E-Jurnal Mitra Sains. Vol 4 (1), 8-19. (Online). Diakses pada 3
November 2017.
Yusnaini, H. (2016). Penerapan Model Discovery Learning terhadap kemampuan
persentasi matematis dan Self-Efficacy siswa. Bandar Lampung:
Universitas Lampung. Skripsi.