pengaruh pembelajaran dengan pendekatan …
TRANSCRIPT
PENGARUH PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN PENEMUAN
PADA POKOK BAHASAN LENSA TIPIS TERHADAP MINAT,
KEAKTIFAN DAN PRESTASI BELAJAR DI KELAS X
SMA BOPKRI II YOGYAKARTA
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika
Oleh:
Titik Utaminingsih
NIM: 021424023
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2008
iv
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN
� BersusahBersusahBersusahBersusah----susah dahulu bersenangsusah dahulu bersenangsusah dahulu bersenangsusah dahulu bersenang----senang senang senang senang kemudiankemudiankemudiankemudian
� Maju terus pantang mundurMaju terus pantang mundurMaju terus pantang mundurMaju terus pantang mundur
Skripsi ini Kupersembahkan untuk
Keluargaku & saudaraku yang telah memberikan semangat dalam hidupku
Orang- orang yang kusayangi yang membuat hidupku lebih berarti
Pengaruh Pembelajaran dengan Pendekatan Penemuan pada Pokok Bahasan
Lensa Tipis terhadap Minat, Keaktifan dan Prestasi Belajar di Kelas X
SMA Bopkri II Yogyakarta
Oleh: Titik Utaminingsih
NIM: 021424023
ABSTRAK
Penelitian tentang pembelajaran dengan pendekatan penemuan terhadap
prestasi belajar fisika perlu diungkap melalui sebuah penelitian yang dirancang
dan diimplementasikan dalam suatu studi eksperimen untuk dilihat
efektifitasnyaTujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi
mengenai pengaruh pembelajaran dengan pendekatan penemuan pada pokok
bahasan lensa tipis terhadap minat, keaktifan dan prestasi belajar siswa kelas X
SMA Bopkri II Yogyakarta.
Metode Penemuan merupakan komponen dari praktek pendidikan yang
meliputi metode mengajar yang memajukan cara belajar aktif, beroreientasi pada
proses, mengarahkan sendiri, mencari sendiri dan reflektif. Proses pembelajaran
harus dipandang sebagai suatu stimulus atau rangsangan yang dapat menantang
peserta didik untuk merasa terlibat atau berpartisipasi dalam aktivitas
pembelajaran. Peranan guru sebagai fasilitator dan pembimbing atau pemimpin
pengajaran yang demokratis, peserta didik lebih banyak melakukan kegiatan
sendiri atau dalam kelompok memecahkan masalah dengan bimbingan guru.
Dari hasil analisis data tes prestasi, minat dan keaktian siswa, dapat
diketahui bahwa pendekatan metode penemuan (discovery) pada pembelajaran
Fisika mempunyai pengaruh yang berarti terhadap prestasi belajar siswa kelas X
SMA Bopkri II Yogyakarta, yaitu ada peningkatan hasil belajar yang cukup
signifikan pada kelas penelitian, yang memperoleh pembelajaran dengan
pendekatan metode penemuan. Minat belajar siswa di kelas penelitian lebih tinggi
dibanding kelas kontrol, dimana siswa lebih menyukai proses pengajaran, siswa
dapat mencerna materi pelajaran, serta lebih berminat untuk mempelajari bidang
studi Fisika. Selain itu, diperoleh hasil bahwa dengan pendekatan penemuan,
keaktifan siswa dalam belajar di kelas lebih baik, dimana siswa kelas menjadi
lebih aktif dalam mengemukakan pendapat, bertanya pada guru, bertanya pada
siswa lain, berdiskusi dengan siswa lain, pengerjaan tugas/laporan serta dalam
menjawab pertanyaan lisan dari guru.
Titik Utaminingsih
NIM: 021424023
1 semester
The Influence of Learning Method by Discovery Approach on the Major of
Thin Lens towards the X Grade Students’ Interest, Activity and Performance
at SMA Bopkri II Yogyakarta
By: Titik Utaminingsih
Student Number: 021424023
The research of learning method by discovery approach on the physics
major needs to conduct through a research which designed and implemented on an
experimental research to know its effectiveness. This research aims to gain the
information of the influence of learning method by discovery approach on the thin
lens major towards the X grade students’ interest, activity and performance at
SMA Bopkri II Yogyakarta
Discovery Method is one of the educational practice components which
includes the method learning that advances the active, process oriented, self-
direct, self-finding and reflective way of study. A learning process should be
considered as a stimulus or an incentive that challenges the students to have the
feeling of being involved or participated along the learning process. The
domocratic role of teacher as a facilitator and a guide or a learning leader makes
the students involved more to either self-conduct or in group solving problems,
with the guidance of the teacher.
From the data analysis based on performance tests, the result indicates
that discovery approach learning method on the physics major has a significant
influence toward the performance of X grade students of SMA Bopkri II
Yogyakarta, that is, a significat increasing of study performance to the research
class which receive lerning method by discovery approach. The result shows that
the interest of students in the research class is higher compared to the control
class, in which they prefer more to the learning process, they could better
assimilating the subject matters as well as they have a higher interest to learn
physics major. Furthermore, this research results indicate that through discovery
approach, students activity in class is better, in which they become more active to
give their opinions, to propose more questions either to the teacher or to other
students, to have discussions with other students, to fulfill assignments/reports as
well as to answer the oral questions from their teacher.
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan, karena penulis dapat menyelesaikan skripsi
dengan judul ” PENGARUH PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN
PENEMUAN PADA POKOK BAHASAN LENSA TIPIS TERHADAP MINAT,
KEAKTIFAN DAN PRESTASI BELAJAR PADA SISWA KELAS X SMA II
BOPKRI YOGYAKARTA”.
Perjuangan untuk mencapai suatu keberhasilan memang sulit. Namun
dengan kemauan dan keinginan untuk meraih masa depan telah mendorong
penulis untuk tetap berusaha.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu hingga
terselesaikannya skripsi ini, khususnya kepada :
1. Drs.A. Atmadi, M.Si. selaku dosen pembimbing yang nemberikan
dorongan, semangat, saran dan kritikan serta membimbing penulis dalam
penulisan skripsi ini.
2. Kepala sekolah SMA BOPRI II Yogyakarta.
3. Bapak Ornan Hendrawan, selaku guru bidang studi fisika kelas X SMA
BOPKRI II Yogyakarta.
4. Dra. Maslichah Asy’ari, M.Pd. selaku Dosen pembimbing akademik.
5. Semua dosen Pendidikan Fisika Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
6. Bapak dan ibu tercinta untuk doa, dukungan, nasehat dan kasih sayangnya.
7. Mbak wida, mas Didik, mbak yaya dan mas wahyu atas motivasinya.
vii
8. Mas Ali, bapak n ibu’e yang selalu memberi semangat ”Kapan luluse...!!!”
9. Adikku Dinda n Sheva yang manis-manis terima kasih atas canda
tawanya.
10. Sahabat-sahabatku Rahul, Cicik, Heru, Idang, Ceceh, Erna, terima kasih
atas doa, curhatan dan dukungannya selama ini.
11. Teman-temanku seangkatan PFIS 2002, terima kasih atas
persahabatannya.
12. Teman-teman maen dan mas rizky, terima kasih untuk semuanya.
13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah
memberikan dukungan dan doa selama perjalanan studi dan proses
penyusunan skripsi ini.
Akhirnya penulis sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, dan untuk
itu saran dan kritik yang membangun senantiasa diharapkan. Semoga tulisan
yang sederhana ini bermanfaat bagi perkembangan dunia pendidikan.
Yogyakarta........................
Penulis
Titik Utaminingsih
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... iii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ............................................... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ........................................................... v
ABSTRAK ...................................................................................................... vi
ABSTRACT ..................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR .................................................................................... viii
DAFTAR ISI ................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………….... xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1
B. Perumusan Masalah ..................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian ......................................................................... 6
D. Pembatasan Masalah .................................................................... 6
E. Manfaat Penelitian ...................................................................... 6
x
BAB II. LANDASAN TEORI
A. Mata Pelajaran Fisika ................................................................. 8
B. Macam-macam Metode Pembelajaran ........................................ 12
C. Metode Penemuan (Discovery) ................................................... 13
1. Pengertian .............................................................................. 13
2. Pelaksanaan Metode Penemuan ............................................. 15
3. Kelebihan dan Kekurangan .................................................... 18
D. Prestasi Belajar, Minat dan Keaktifan Belajar Siswa .................... 20
1. Prestasi Belajar ........................................................................ 20
2. Minat Siswa.. ........................................................................... 21
3. Keaktifan Siswa ....................................................................... 22
E. Ragam Tes ................................................................................... 23
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ........................................................................... 25
B. Waktu dan Tempat Penelitian ..................................................... 25
C. Subyek Penelitian ........................................................................ 25
D. Prosedur Pengambilan Data ......................................................... 26
E. Instrumen Penelitian .................................................................... 34
F. Analisis Data ............................................................................... 35
a. Teknik Pengumpulan Data ..................................................... 35
b. Metode Analisis Data ............................................................. 35
xi
BAB IV PEMBAHASAN
A. Prestasi Belajar Siswa ................................................................. 46
B. Minat Belajar Siswa ..................................................................... 49
C. Keaktifan Siswa dalam Belajar .................................................... 53
BAB V PENUTUP
A. Keimpulan .................................................................................. 59
B. Saran .......................................................................................... 60
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 61
LAMPIRAN
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Selisih Nilai Pre Tes dan Pos Tes ................................................. 23
Tabel 3.2 Selisih Nilai Pre Tes dan Pos Tes pada Kelas Kontrol dan Kelas
Penelitian
................................................................................................... 54
Tabel 3.3 Variasi Jawaban Angket Minat Siswa .......................................... 55
Tabel 3.4 Kriteria Tingkat Minat Belajar Siswa ........................................... 57
Tabel 3.5 Hasil Klasifikasi Minat Belajar Siswa .......................................... 59
Tabel 3.6 Penilaian Keaktifan Siswa ........................................................... 59
Tabel 3.7 Skor Keaktifan Siswa .................................................................. 6
Tabel 3.8 Kriteria Tingkat Keaktifan Siswa ................................................. 61
Tabel 3.9 Hasil Klasifikasi Keaktifan Siswa ................................................ 61
Tabel 4.1. Selisih nilai pos tes dan pre tes pada kelas kontrol
maupun kelas penelitian ............................................................... 42
Tabel 4.2. Ringkasan Hasil Analisis Tes Prestasi .......................................... 43
Tabel 4.3. Kriteria Minat Siswa terhadap Proses Pembelajaran
Pada Kelas Kontrol dan Kelas Penelitian ..................................... 44
Tabel 4.4. Skor Total Aspek Keaktifan Siswa
Kelas Kontrol dan Kelas Penelitian .............................................. 48
Tabel 4.5. Kriteria Keaktifan Siswa Pada Kelas Kontrol maupun
pada Kelas Penelitian ................................................................... 49
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1. Grafik Nilai Tes Prestasi Belajar Siswa Kelas Kontrol
Skema Model Penelitian ........................................................... 40
Gambar 4.2. Grafik Histogram Nilai Tes Prestasi Belajar Siswa Kelas
Penelitian .................................................................................. 41
Gambar 4.3. Grafik Persentase Jumlah Siswa pada Kategori Minat ............... 45
Gambar 4.4. Grafik Skor Total Aspek Keaktifan Siswa Kelas Kontrol
dan Kelas Penelitian ................................................................. 48
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Minat adalah sebuah hal yang diperlukan untuk menekuni dan dapat berhasil
dalam suatu bidang. Minat dapat ditumbuh-kembangkan melalui beberapa sarana dan
media. Sekolah adalah salah satu tempat yang seringkali dianggap sebagai tempat
yang tepat untuk menemukan dan mengembangkan minat yang ada. Tetapi,
seringkali minat dari para siswa semakin terpendam dan bahkan terhenti justru
karena tidak mendapatkan penyaluran yang proporsional di sekolah. Hal ini bisa
disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal. Kapasitas siswa dalam
menyerap pelajaran atau keengganan untuk terus belajar adalah faktor-faktor
internal, sedangkan proses belajar-mengajar yang tidak kondusif atau metode
pengajaran oleh guru pengampu yang kurang aktif-kreatif merupakan faktor-faktor
eksternal yang dapat menjadi penghambat pengembangan minat siswa terhadap
sebuah mata pelajaran. Karena itulah, guru-guru pengampu perlu mengembangkan
pendekatan dan metode pembelajaran yang kreatif dan inovatif dalam menyampaikan
materi-materi pelajaran untuk dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
Pendekatan dan metode pembelajaran yang kreatif dan inovatif terutama
sangat diperlukan untuk mata pelajaran yang umumnya kurang diminati siswa didik
karena alasan-alasan tertentu. Mata pelajaran fisika misalnya, ”Nyawa” dari fisika
terletak pada teori dan rumus-rumus serta aplikasinya ke dalam soal-soal yang
diberikan. Hal inilah yang seringkali menjadi alasan mengapa fisika masuk ke dalam
2
daftar mata pelajaran yang tidak disukai bahkan menjadi momok bagi kebanyakan
siswa. Kondisi ini dapat memburuk jika cara penyampaian materi oleh guru
pengampunya tidak mendapatkan simpati dan perhatian dari siswa. Dampak dari
kondisi ini adalah siswa menjadi pasif sehingga pada akhirnya dapat menurunkan
prestasi belajar anak didik.
Fakta di lapangan menunjukkan masih banyaknya sistem pembelajaran yang
bersifat tradisional dan konvensional, yaitu pembelajaran yang terpusat pada guru
(teacher centered). Sistem ini tentu saja menghambat siswa untuk belajar secara
aktif-kreatif, terlebih jika diterapkan pada mata pelajaran fisika yang merupakan
bagian dari sains. Fisika dipandang sebagai suatu proses dan sekaligus produk
sehingga dalam pembelajarannya harus mempertimbangkan strategi atau metode
pembelajaran yang efektif dan efesien yaitu salah satunya melalui kegiatan praktik
(Masofa, 2008). Oleh sebab itu, guru hendaknya dapat menyediakan atau
memberikan kegiatan yang melibatkan keaktifan siswa dalam bentuk praktek-praktek
yang dapat merangsang keingintahuan siswa dan membantu mereka
mengekspresikan gagasan-gagasan mereka serta mengkomunikasikan ide ilmiah
mereka, bukan hanya menyampaikan materi-materi secara pasif.
Reorientasi sistem pembelajaran baru yang lebih efektif dapat dilakukan
melalui berbagai macam metode dan pendekatan. Pendekatan dan metode merupakan
dua hal yang sering kita jumpai penggunaannya secara bersamaan dalam sebuah
penelitian atau sistem pembelajaran. Dalam prakteknya, penggunaan kedua kata ini
seringkali saling menggantikan meskipun memiliki pengertian yang berbeda.
Menurut Masofa (2008), pendekatan merupakan teori atau asumsi. Metode adalah
3
pengembangan yang lebih konkret dari teori tersebut, berupa prosedur-prosedur
berdasarkan teori tersebut di dalam berbagai bentuk kegiatan kelas.
Untuk pembelajaran fisika, salah satunya pendekatan yang efektif digunakan
adalah pendekatan penemuan. Masih menurut Masofa (2008), pembelajaran ilmu
sains pada hakekatnya merupakan aktivitas yang berlangsung didalam pikiran orang
yang berkecimpung didalamnya karena adanya rasa ingin tahu dan hasrat untuk
memahami fenomena alam. Dengan pendekatan penemuan (discovery), rasa
keingintahuan siswa dapat tersalurkan karena dalam pembelajaran dengan
pendekatan ini , guru menyajikan permasalahan kepada siswa dan meminta mereka
untuk memecahkan maslah tersebut melalui kegiatan penilitian. Pendekatan ini dapat
menstimulasi siswa untuk lebih bersikap aktif dan kreatif karena pendekatan ini
berorientasi pada proses, yaitu proses untuk menangkap permasalahan yang diajukan
oleh guru, mengamati obyek yang diteliti dalam praktek penelitian, memunculkan
hipotesa, mempresentasikan hasil penelitian mereka, dan mengambil kesimpulan.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pendekatan penemuan adalah suatu
pendekatan dimana dalam proses belajar mengajar, siswa-siswanya diberi
kesempatan untuk menemukan sendiri informasi dan materi-materi bahasan yang
secara tradisional hanya diberitahukan atau diceramahkan saja oleh guru mereka.
Seperti yang telah disampaikan diatas, metode merupakan pengembangan
yang lebih konkret dari sebuah teori (pendekatan), berupa prosedur-prosedur
berdasarkan teori tersebut di dalam berbagai bentuk kegiatan kelas. Dalam kaitannya
dengan pendekatan penemuan, metode konflik kognitif dapat diterapkan sebagai
usaha optimalisasi pembelajaran. Dalam pendekatan penemuan, dimana para siswa
4
diminta menemukan informasi melalui penelitian yang mereka lakukan, akan muncul
konsep-konsep yang tidak selalu sama dari semua siswa. Metode konflik kognitif
adalah serangkaian kegiatan pembelajaran dengan mengkomunikasikan dua atau
lebih rangsangan berupa sesuatu yang berlawanan atau berbeda kepada peserta didik
agar terjadi proses internal yang intensif dalam rangka mencapai keseimbangan ilmu
pengetahuan yang lebih tinggi. Secara spesifik Van den Berg (1991) dalam
penelitiannya menyatakan bahwa metode konfik kognitif dalam pembelajaran fisika
cukup efektif untuk mengatasi miskonsepsi pada siswa dalam rangka membentuk
keseimbangan ilmu yang lebih tinggi.
Berpikir kreatif menurut Lawson (1980) dimaknai sebagi suatu proses kreatif,
yaitu merasakan adanya kesulitan, masalah, kesenjangan informasi, adanya unsur
yang hilang, dan ketidak harmonisan, mendefinisikan masalah secara jelas, membuat
dugaan-dugaan atau merumuskan hipotesis tentang kekurangan-kekurangan, menguji
dugaandugaan tersebut dan kemungkinan perbaikannya, pengujian kembali atau
bahkan mendefinisikan ulang masalah, dan akhirnya mengkomunikasikan hasilnya.
Pemasangan antara pendekatan penemuan dengan metode konflik kognitif sebagai
penciptaan sebuah sistem pembelajaran aktif - kreatif disini cukup jelas terlihat;
pendekatan penemuan mendorong siswa aktif dalam melakukan penelitian untuk
sebuah penemuan dan metode konflik kognitif membantu mereka semakin berpikir
kreatif dalam mencermati, mengolah dan menyatukan konsep-konsep yang berbeda
dengan antara konsep yang mereka temukan dengan konsep-konsep dari siswa
(kelompok) lain untuk kemudian memperoleh kesimpulan yang disepakati secara
bersama.
5
Penerapan sistem pembelajaran dengan menerapkan pendekatan dan metode
yang kreatif dan inovatif diharapkan dapat memicu minat siswa dalam aktivitas
belajar yang tujuan akhirnya adalah untuk meningkatkan prestasi belajar siswa.
Tujuan lain yang dapat dicapai dengan keberhasilan pendekatan dan metode tersebut
adalah terciptanya lingkungan belajar yang kondusif dan berkualitas. Lingkungan
belajar yang kondusif dan berkualitas memberi pengaruh nyata bagi subyek didik
mengembangkan potensi dan intelektualitasnya. Dengan bertolak dari uraian di atas,
maka penelitian tentang pembelajaran dengan pendekatan penemuan terhadap
prestasi belajar fisika perlu diungkap melalui sebuah penelitian yang dirancang dan
diimplementasikan dalam suatu studi eksperimen untuk dilihat efektifitasnya. Hal
inilah yang membuat penulis tertarik untuk mengadakan sebuah penelitian untuk
mengetahui bagaimana pengaruh pembelajaran dengan pendekatan penemuan
(discovery) terhadap minat, keaktifan dan prestasi belajar, khususnya pada siswa
kelas X SMA Bopkri II Yogyakarta, khususnya lagi pada pokok bahasan lensa tipis.
B. Perumusan Masalah
Dari uraian latar belakang diatas, penulis merumuskan permasalahan dalam
penelitian ini sebagai berikut: “Bagaimanakah pengaruh pembelajaran dengan
pendekatan penemuan pada pokok bahasan lensa tipis terhadap minat, keaktifan dan
prestasi belajar siswa kelas X SMA Bopkri II Yogyakarta?”
6
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan dari
penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi mengenai pengaruh pembelajaran
dengan pendekatan penemuan pada pokok bahasan lensa tipis terhadap minat,
keaktifan dan prestasi belajar siswa kelas X SMA Bopkri II Yogyakarta.
D. Pembatasan Masalah
Dalam melakukan penelitian, suatu batasan penelitian perlu ditentukan agar
penelitian lebih terarah pada tujuan penelitian. Adapun batasan dari penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Mengenai pendekatan pembelajaran yang digunakan, yaitu pendekatan
penemuan.
2. Mengenai pokok bahasan pelajaran Fisika yang akan diberikan, yaitu
pokok bahasan Lensa Tipis.
3. Mengenai obyek penelitian, yaitu siswa kelas X di SMA Bopkri II
Yogyakarta
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat praktis
a. Sebagai bahan tertulis dan pertimbangan bagi guru-guru Fisika SMA,
khususnya bagi guru-guru Fisika di SMA Bopkri II Yogyakarta dan
bagi guru-guru FISIKA SMA pada umumnya, dalam menjalankan
proses belajar-mengajar.
7
b. Bagi siswa, model pembelajaran ini diharapkan dapat memotivasi
belajar sains secara umum, aspek fisika secara khusus.
c. Bagi pengembang kurikulum, hasil penelitian ini diharapkan menjadi
masukan dalam pengembangan kurikulum dan model pembelajaran
sains di SMA serta merekomendasikan beberapa faktor pendukung
kepada pihak penentu kebijakan (Departemen Pendidikan Nasional).
d. Memberikan pengalaman penelitian dan sebagai bahan informasi
tertulis kepada mahasiswa, khususnya mahasiswa Program Studi
Pendidikan Fisika Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Manfaat teoritis
a. Bagi peneliti, hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi konsep
dalam upaya mengembangkan metode belajar-mengajar mata pelajaran
Fisika yang optimal.
b. Menjadi bahan kontribusi acuan bagi peneliti lain dalam mengkaji
masalah metode pembelajaran penemuan dari sudut pandang yang
berbeda.
8
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Mata Pelajaran Fisika
Sains berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis,
sehingga sains bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa
fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu
proses penemuan. Pendidikan Sains di sekolah menengah diharapkan dapat
menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta
prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di kehidupan sehari-
hari.
Pendidikan Sains menekankan pada pemberian pengalaman langsung
untuk mengembangkan kompetensi agar siswa mampu menjelajahi dan
memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan Sains diarahkan untuk
“mencari tahu” dan “berbuat” sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh
pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.
Mata pelajaran fisika adalah salah satu mata pelajaran dalam rumpun Sains
yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir analitis induktif dan deduktif
dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan peristiwa alam sekitar, baik
secara kualitatif maupun kuantitatif dengan menggunakan matematika, serta dapat
mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap percaya diri.
Fungsi dan Tujuan mata pelajaran fisika di SMA dan MA adalah sebagai
sarana untuk:
9
1. Menyadari keindahan dan keteraturan alam untuk meningkatkan
keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa;
2. Memupuk sikap ilmiah yang mencakup:
a) jujur dan obyektif terhadap data;
b) terbuka dalam menerima pendapat berdasarkan bukti-bukti tertentu;
c) ulet dan tidak cepat putus asa;
d) kritis terhadap pernyataan ilmiah yaitu tidak mudah percaya tanpa
ada dukungan hasil observasi empiris;
e) dapat bekerjasama dengan orang lain;
3. Memberi pengalaman untuk dapat mengajukan dan menguji hipotesis
melalaui percobaan: merancang dan merakit instrumen percobaan,
mengumpulkan, mengolah, dan menafsirkan data, menyususn laporan,
serta mengkomunikasikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis;
4. Mengembangkan kemampuan berpikir analisis induktif dan deduktif
dengan menggunakan konsep dan prinsip fisika untuk menjelaskan
berbagai peristiwa alam dan menyelesaian masalah baik secara kualitatif
maupun kuantitatif. Pada kelas X perangkat matematika yang mendukung
fisika adalah aljabar. Pada kelas XI selain aljabar penggunaan kalkulus
juga diperkenalkan di beberapa bagian. Di Kelas XII penggunaan kalkulus
diferensial dan integral dilakukan dengan porsi yang lebih banyak lagi;
5. Menguasai pengetahuan, konsep dan prinsip fisika serta mempunyai
keterampilan mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap
percaya diri sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dan
10
sebagai bekal untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih
tinggi;
6. Membentuk sikap positif terhadap fisika dengan menikmati dan
menyadari keindahan keteraturan perilaku alam serta dapat menjelaskan
berbagai peristiwa alam dan keluasan penerapan fisika dalam teknologi.
Materi pokok fisika di SMA dan MA merupakan kelanjutan dari materi
pokok fisika SMP dengan perluasan pada konsep abstrak yang dibahas secara
kuantitatif analitis. Materi pokok tersebut umumnya diperoleh dari berbagai
kegiatan yang menggunakan keterampilan proses dalam lingkup melakukan kerja
ilmiah.
Secara garis besar materi pokok fisika di SMA meliputi:
a. Kelas X
Besaran, pengukuran dan vektor; karakteristik gerak; penerapan hukum
Newton; tata surya; suhu dan kalor; cahaya; hakekat gelombang
elektromagnetik; listrik dinamis. Keseluruhan materi pokok ini
penekanannya pada kecakapan hidup dan sebagai dasar untuk belajar pada
program penjurusan di kelas XI.
b. Kelas XI
Gerak dengan analisis vektor; energi, usaha, dan daya; impuls dan
momentum; momentum sudut dan rotasi benda tegar; fluida; teori kinetik
gas; termodinamika.
11
c. Kelas XII
Gaya listrik dan medan listrik; medan magnet, gaya Lorentz dan induksi
elektromagnetik; gelombang dan bunyi, radiasi benda hitam, teori atom,
relativitas, zat padat/semikonduktor; radioaktivitas; jagat raya.
Pada pembelajaran dengan pokok bahasan lensa tipis, diharapkan siswa dapat:
1. menentukan salah satu besaran pada kasus pembiasan pada permukaan
lengkung bila disajikan data secukupnya;
2. mendefinisikan pengertian lensa dengan benar;
3. membedakan sifat lensa positif dan lensa negatif dengan benar;
4. melukis bayangan benda yang diletakkan pada jarak tertentu di depan
lensa positif;
5. melukis bayangan benda yang diletakkan pada jarak tertentu di depan
lensa negatif;
6. menentukan sifat bayangan suatu benda yang diletakkan pada jarak
tertentu di depan lensa positif dengan metode penomoran ruang; dan
7. menghitung salah satu besaran bekaitan dengan pembiasan pada lensa tipis
bila disajikan data seperlunya
Permukaan sebuah lensa dapat berupa bola, parabola atau silinder. Namun
uraian materi modul ini hanya membicarakan lensa tipis dengan permukaan-
permukaannya merupakan permukaan bola. Lensa dibedakan atas lensa positif
atau lensa cembung (gambar 1.a) dan lensa negatif atau lensa cekung (gambar
1.b).
12
Gambar 1. Model Lensa Tipis
Keterangan:
(a) Lensa positif terdiri dari: 1) lensa bikonveks (cembung ganda); 2) plankonfeks
(cembung-datar); dan 3) cembung-cekung (konfeks-konkaf).
(b) Lensa negatif terdiri dari: 4) bikonkaf (cekung ganda); 5) plan-konkaf
(cembung-datar); dan 6) cekung-cembung (konkaf-konveks).
B. Macam-Macam Metode Pembelajaran
Metodologi mengajar adalah ilmu yang mempelajari cara-cara untuk
melakukan aktivitas yang sistematis dari sebuah lingkungan yang terdiri dari
pendidik dan peserta didik untuk saling berinteraksi dalam melakukan suatu
kegiatan sehingga proses belajar berjalan dengan baik dalam arti tujuan
pengajaran tercapai. Agar tujuan pengajaran tercapai sesuai dengan yang telah
dirumuskan oleh pendidik, maka perlu mengetahui, mempelajari beberapa metode
mengajar, serta dipraktekkan pada saat mengajar. Terdapat beberapa jenis metode
pembelajaran, antara lain:
a. Metode Ceramah (Preaching Method)
b. Metode Diskusi ( Discussion Method )
c. Metode Demontrasi ( Demonstration Method )
13
d. Metode Ceramah Plus
e. Metode Resitasi ( Recitation Method )
f. Metode Percobaan ( Experimental Method )
g. Metode Karya Wisata
h. Metode Perancangan ( Project Method )
i. Metode Discovery
j. Metode Inquiry
C. Metode Penemuan (Discovery)
1. Pengertian Metode Penemuan
Salah satu metode mengajar yang akhir-akhir ini banyak digunakan di
sekolah-sekolah yang sudah maju adalah metode discovery, hal itu disebabkan
karena metode discovery ini: (a) Merupakan suatu cara untuk
mengembangkan cara belajar siswa aktif, (b) Dengan menemukan sendiri,
menyelidiki sendiri, maka hasil yang diperoleh akan setia dan tahan lama
dalam ingatan, tidak akan mudah dilupakan siswa, (c) Pengertian yang
ditemukan sendiri merupakan pengertian yang betul-betul dikuasai dan mudah
digunakan atau ditransfer dalam situasi lain, (d) Dengan menggunakan strategi
penemuan, anak belajar menguasai salah satu metode ilmiah yang akan dapat
dikembangkannya sendiri, (e) dengan metode penemuan ini juga, anak belajar
berfikir analisis dan mencoba memecahkan probela yang dihadapi sendiri,
kebiasaan ini akan ditransfer dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan
demikian diharapkan metode discovery ini lebih dikenal dan digunakan di
dalam berbagai kesempatan proses belajar mengajar yang memungkinkan.
14
Metode Penemuan menurut Suryosubroto (2002:192) diartikan sebagai
suatu prosedur mengajar yang mementingkan pengajaran perseorangan,
manipulasi obyek dan lain-lain, sebelum sampai kepada generalisasi. Metode
Penemuan merupakan komponen dari praktek pendidikan yang meliputi
metode mengajar yang memajukan cara belajar aktif, beroreientasi pada
proses, mengarahkan sendiri, mencari sendiri dan reflektif. Menurut
Encyclopedia of Educational Research, penemuan merupakan suatu strategi
yang unik dapat diberi bentuk oleh guru dalam berbagai cara, termasuk
mengajarkan ketrampilan menyelidiki dan memecahkan masalah sebagai alat
bagi siswa untuk mencapai tujuan pendidikannya. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa metode discovery adalah suatu metode dimana dalam proses
belajar mengajar guru memperkenankan siswa-siswanya menemukan sendiri
informasi yang secara tradisional biasa diberitahukan atau diceramahkan saja.
Suryosubroto (2002:193) mengutip pendapat Sund (1975) bahwa
penemuan adalah proses mental dimana siswa mengasimilasi sesuatu konsep
atau sesuatu prinsip. Proses mental tersebut misalnya mengamati,
menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat
kesimpulan, dan sebagainya.
Metode Penemuan menurut Rohani (2004:39) adalah metode yang
berangkat dari suatu pandangan bahwa peserta didik sebagai subyek di
samping sebagai obyek pembelajaran. Mereka memiliki kemampuan dasar
untuk berkembang secara optimal sesuai dengan kemampuan yang mereka
miliki.
15
Proses pembelajaran harus dipandang sebagai suatu stimulus atau
rangsangan yang dapat menantang peserta didik untuk merasa terlibat atau
berpartisipasi dalam aktivitas pembelajaran. Peranan guru hanyalah sebagai
fasilitator dan pembimbing atau pemimpin pengajaran yang demokratis,
sehingga diharapkan peserta didik lebih banyak melakukan kegiatan sendiri
atau dalam bentuk kelompok memecahkan masalah atas bimbingan guru.
Metode Penemuan menurut Roestiyah (2001:20) adalah metode
mengajar mempergunakan teknik penemuan. Metode Penemuan adalah proses
mental dimana siswa mengasimilasi sesuatu konsep atau sesuatu prinsip.
Proses mental tersebut misalnya mengamati, menggolong-golongkan,
membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan, dan
sebagainya. Dalam teknik ini siswa dibiarkan menemukan sendiri atau
mengalami proses mental itu sendiri, guru hanya membimbing dan
memberikan instruksi.
Pada metode Penemuan, situasi belajar mengajar berpindah dari situasi
teacher dominated learning menjadi situasi student dominated learning.
Dengan pembelajaran menggunakan metode Penemuan, maka cara mengajar
melibatkan siswa dalam proses kegiatan mental melalui tukar pendapat
dengan diskusi, seminar, membaca sendiri dan mencoba sendiri, agar anak
dapat belajar sendiri.
2. Pelaksanaan Metode Penemuan
Langkah-langkah pelaksanaan metode penemuan menurut
Suryosubroto (2002:197) yang mengutip pendapat Gilstrap (1975) adalah: (a)
16
Menilai kebutuhan dan minat siswa, dan menggunakannya sebagai dasar
untuk menentukan tujuan yang berguna dan realities untuk mengajar dengan
penemuan, (b) Seleksi pendahuluan atas dasar kebutuhan dan minat siswa,
prinsip-prinsip, generalisasi, pengertian dalam hubungannya dengan apa yang
akan dipelajarai, (c) Mengatur susunan kelas sedemikian rupa sehingga
memudahkan terlibatnya arus bebas pikiran siswa dalam belajar dengan
penemuan, (d) Berkomunikasi dengan siswa akan membantu menjelaskan
peranan penemuan, (e) menyiapkan suatu situasi yang mengandung masalah
yang minta dipecahkan, (f) Mengecek pengertian siswa tentang maslah yang
digunakan untuk merangsang belajar dengan penemuan, (g) Menambah
berbagai alat peraga untuk kepentingan pelaksanaan penemuan, (h) memberi
kesempatan kepada siswa untuk bergiat mengumpulkan dan bekerja dengan
data, misalnya tiap siswa mempunyai data harga bahan-bahan pokok dan
jumlah orang yang membutuhkan bahan-bahan pokok tersebut, (i)
Mempersilahkan siswa mengumpulkan dan mengatur data sesuai dengan
kecepatannya sendiri, sehingga memperoleh tilikan umum, (j) Memberi
kesempatan kepada siswa melanjutkan pengalaman belajarnya, walaupun
sebagian atas tanggung jawabnya sendiri, (k) memberi jawaban dengan cepat
dan tepat sesuai dengan data dan informasi bila ditanya dan diperlukan siswa
dalam kelangsungan kegiatannya, (l) Memimpin analisisnya sendiri melalui
percakapan dan eksplorasinya sendiri dengan pertanyaan yang mengarahkan
dan mengidentifikasi proses, (m) Mengajarkan ketrampilan untuk belajar
dengan penemuan yang diidentifikasi oleh kebutuhan siswa, misalnya latihan
penyelidikan, (n) Merangsang interaksi siswa dengan siswa, misalnya
17
merundingkan strategi penemuan, mendiskusikan hipotesis dan data yang
terkumpul, (o) Mengajukan pertanyaan tingkat tinggi maupun pertanyaan
tingkat yang sederhana, (p) Bersikap membantu jawaban siswa, ide siswa,
pandanganan dan tafsiran yang berbeda. Bukan menilai secara kritis tetapi
membantu menarik kesimpulan yang benar, (q) Membesarkan siswa untuk
memperkuat pernyataannya dengan alasan dan fakta, (r) Memuji siswa yang
sedang bergiat dalam proses penemuan, misalnya seorang siswa yang bertanya
kepada temannya atau guru tentang berbagai tingkat kesukaran dan siswa-
siswa yang mengidentifikasi hasil dari penyelidikannya sendiri, (s) membantu
siswa menulis atau merumuskan prinsip, aturan ide, generalisasi atau
pengertian yang menjadi pusat dari masalah semula dan yang telah ditemukan
melalui strategi penemuan, (t) Mengecek apakah siswa menggunakan apa
yang telah ditemukannya, misalnya teori atau teknik, dalam situasi berikutnya,
yaitu situasi dimana siswa bebas menentukan pendekatannya.
Sedangkan langkah-langkah menurut Richard Scuhman yang dikutip
oleh Suryosubroto (2002:199) adalah : (a) identifikasi kebutuhan siswa, (b)
Seleksi pendahuluan terhadap prinsip-prinsip, pengertian, konsep dan
generalisasi yang akan dipelajari, (c) Seleksi bahan, dan problema serta tugas-
tugas, (d) Membantu memperjelas problema yang akan dipelajari dan peranan
masing-masing siswa, (e) Mempersiapkan setting kelas dan alat-alat yang
diperlukan, (f) Mencek pemahaman siswa terhadap masalah yang akan
dipecahkan dan tugas-tugas siswa, (g) Memberi kesempatan kepada siswa
untuk melakukan penemuan, (h) Membantu siswa dengan informasi, data, jika
diperlukan oleh siswa, (i) memimpin analisis sendiri dengan pertanyaan yang
18
mengarahkan dan mengidentifikasi proses, (j) Merangsang terjadinya interaksi
antar siswa dengan siswa, (k) memuji dan membesarkan siswa yang bergiat
dalam proses penemuan, (l) Membantu siswa merumuskan prinsip-prinsip dan
generalisasi atas hasil penemuannya.
3. Kelebihan dan Kekurangan Metode Penemuan
Metode Penemuan memiliki kelebihan-kelebihan seperti diungkapkan
oleh Suryosubroto (2002:200) yaitu: (a) Dianggap membantu siswa
mengembangkan atau memperbanyak persediaan dan penguasaan ketrampilan
dan proses kognitif siswa, andaikata siswa itu dilibatkan terus dalam
penemuan terpimpin. Kekuatan dari proses penemuan datang dari usaha untuk
menemukan, jadi seseorang belajar bagaimana belajar itu, (b) Pengetahuan
diperoleh dari strategi ini sangat pribadi sifatnya dan mungkin merupakan
suatu pengetahuan yang sangat kukuh, dalam arti pendalaman dari pengertian
retensi dan transfer, (c) Strategi penemuan membangkitkan gairah pada siswa,
misalnya siswa merasakan jerih payah penyelidikannya, menemukan
keberhasilan dan kadang-kadang kegagalan, (d) metode ini memberi
kesempatan kepada siswa untuk bergerak maju sesuai dengan kemampuannya
sendiri, (e) metode ini menyebabkan siswa mengarahkan sendiri cara
belajarnya sehingga ia lebih merasa terlibat dan bermotivasi sendiri untuk
belajar, paling sedikit pada suatu proyek penemuan khusus, (f) Metode
Penemuan dapat membantu memperkuat pribadi siswa dengan bertambahnya
kepercayaan pada diri sendiri melalui proses-proses penemuan. Dapat
memungkinkan siswa sanggup mengatasi kondisi yang mengecewakan, (g)
19
Strategi ini berpusat pada anak, misalnya memberi kesempatan pada siswa
dan guru berpartisispasi sebagai sesame dalam situasi penemuan yang
jawabannya belum diketahui sebelumnya, (h) Membantu perkembangan siswa
menuju skeptisisme yang sehat untuk menemukan kebenaran akhir dan
mutlak.
Penggunaan metode Penemuan ini guru berusaha untuk meningkatkan
aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar. Sehingga metode Penemuan
menurut Roestiyah (2001:20) memiliki keunggulan sebagai berikut: (a)
Teknik ini mampu membantu siswa untuk mengembangkan, memperbanyak
kesiapan, serta penguasaan ketrampilan dalam proses kognitif/pengenalan
siswa, (b) Siswa memperoleh pengetahuan yang bersifat sangat
pribadi/individual sehingga dapat kokoh atau mendalam tertinggal dalam jiwa
siswa tersebut, (c) Dapat meningkatkan kegairahan belajar para siswa.
Kekurangan-kekurangan metode Penemuan menurut Suryosubroto
(2002:2001) adalah: (a) Dipersyaratkan keharusan adanya persiapan mental
untuk cara belajar ini. Misalnya siswa yang lamban mungkin bingung dalam
usanya mengembangkan pikirannya jika berhadapan dengan hal-hal yang
abstrak, atau menemukan saling ketergantungan antara pengertian dalam suatu
subyek, atau dalam usahanya menyusun suatu hasil penemuan dalam bentuk
tertulis. Siswa yang lebih pandai mungkin akan memonopoli penemuan dan
akan menimbulkan frustasi pada siswa yang lain, (b) Metode ini kurang
berhasil untuk mengajar kelas besar. Misalnya sebagian besar waktu dapat
hilang karena membantu seorang siswa menemukan teori-teori, atau
menemukan bagaimana ejaan dari bentuk kata-kata tertentu. (c) Harapan yang
20
ditumpahkan pada strategi ini mungkin mengecewakan guru dan siswa yang
sudahy biasa dengan perencanaan dan pengajaran secara tradisional, (d)
Mengajar dengan penemuan mungkin akan dipandang sebagai terlalu
mementingkan memperoleh pengertian dan kurang memperhatikan
diperolehnya sikap dan ketrampilan. Sedangkan sikap dan ketrampilan
diperlukan untuk memperoleh pengertian atau sebagai perkembangan
emosional sosial secara keseluruhan, (e) Dalam beberapa ilmu, fasilitas yang
dibutuhkan untuk mencoba ide-ide, mungkin tidak ada, (f) Strategi ini
mungkin tidak akan memberi kesempatan untuk berpikir kreatif, kalau
pengertian-pengertian yang akan ditemukan telah diseleksi terlebih dahulu
oleh guru, demikian pula proses-proses di bawah pembinaannya. Tidak semua
pemecahan masalah menjamin penemuan yang penuh arti.
D. Prestasi Belajar, Minat dan Keaktifan Belajar Siswa
1. Prestasi Belajar
Prestasi merupakan hasil yang dicapai setelah seseorang atau siswa
melakukan kegiatan. Seorang anak dikatakan memiliki prestasi yang tinggi
jika hasil evaluasi yang didapat adalah tinggi, begitu sebaliknya anak dapat
dikatakan memiliki prestasi rendah apabila hasil yang didapat dari evaluasi
rendah (Arikunto, 2001 : 32). Sementara menurut Oemar Hamalik (1982: 28),
prestasi adalah hasil yang diperoleh dari hasil kegiatan belajar, yaitu dari yang
tidak mengerti menjadi mengerti.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995: 45), menuliskan bahwa
prestasi adalah hasil yang telah dicapai dari yang telah dilakukan, dikerjakan,
21
dan sebagainya. Sedangkan pengertian prestasi belajar menurut Tabrani dan
Rusyan (1989: 8), prestasi belajar merupakan tingkat atau besarnya perubahan
tingkah laku yang dapat dicapai dari suatu pengalaman yang mengarah pada
penguasaan pengetahuan, kecakapan dan kebiasaan. Jadi, belajar saja tidak
cukup, harus diiringi dengan pengalaman. Pengalaman lebih mudah untuk
dipahami, untuk mencapai penguasaan dan kecakapan dalam belajar. Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa prestasi belajar matematika merupakan hasil
belajar yang diperoleh siswa setelah mengalami proses belajar Matematika.
2. Minat Siswa
Menurut Tyler (1973) dalam Mustikasari (2007), tujuan sekolah yang
berkaitan dengan minat dapat diterima apabila aktivitas sekolah memberi
konstribusi terhadap pengembangan individu, kompetensi sosial, atau
kepuasan hidup. Tujuan pemelajaran afektif, khususnya minat, harus
memperluas minat siswa belajar hal-hal penting dari berbagai bidang dan
meningkatkan minat siswa belajar pada bidang khusus. Oleh karena itu
disarankan agar tujuan pemelajaran mata pelajaran tertentu memuat tujuan
afektif, misalkan meningkatkan minat membaca buku.
Pada setiap evaluasi pengajaran yang dilakukan, hasil yang diperoleh
ada yang memuaskan dan ada pula yang tidak memuaskan, termasuk dalam
pengajaran fisika pada umumnya. Tentu saja banyak faktor yang berpengaruh,
di antaranya adalah minat belajar siswa terhadap pelajaran yang dimaksud,
pantas untuk dipertanyakan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Abu Ahmadi
dkk, (1998) bahwa bilamana tidak ada minat seseorang terhadap suatu
pelajaran, akan timbul kesulitan dalam belajarnya.
22
3. Keaktifan Siswa
Orientasi pengajaran fisika kita saat ini cenderung sangat prosedural.
Secara gamblang seorang guru menyatakan bahwa selama ini mereka (para
guru fisika) mengajarkan siswa-siswa menghafalkan rumus-rumus atau
prosedur fisika tertentu. Agar pembelajaran bermakna bagi siswa maka
idealnya pembelajaran fisika dimulai dengan masalah-masalah yang realistik.
Kemudian siswa diberi kesempatan menyelesaikan masalah itu dengan
caranya sendiri dengan skema yang dimiliki dalam pikirannya. Artinya siswa
diberi kesempatan melakukan refleksi, interpretasi, dan mencari strateginya
yang sesuai.
Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran haruslah dipahami sebagai
keaktifan melakukan kegiatan belajar yang memuat kegiatan refleksi dan
aktivitas konstruksi. Rekonstruksi terjadi bila siswa dalam aktivitasnya
melakukan refleksi, interpretasi, dan internalisasi. Rekonstruksi itu
dimugkinkan terjadi dengan probabilitas yang lebih besar melalui diskusi,
baik dalam kelompok kecil maupun diskusi kelas atau berbagai bentuk
interaksi dan negosiasi. Guru membimbing mereka untuk menarik kesimpulan
bagi diri masing-masing-masing. Secara perlahan siswa dilatih untuk
melakukan rekonstruksi atau reinvention. (Marpaung, 2001 dalam
Mustikasari, 2007).
23
E. Ragam Tes
Cronbach (dalam Silverius, 1991: 4-5) mendefinisikan tes adalah
suatu prosedur sistematis untuk mengamati dan mencandrakan satu atau lebih
karakteristik seseorang dengan menggunakan skala numerik atau sistem
kategori. Sejalan dengan hal tersebut, Anastasi dan Urbina (1997: 3)
menyatakan bahwa tes psikologis pada dasarnya adalah alat ukur yang
objektif dan dibakukan atas sampel perilaku tertentu.
Berbicara tentang ragam tes, tidak terlepas dari sifat tes itu sendiri,
misalnya: tipe tes, bentuk tes, dan ragam tes. Namun pemberian nama sifat tes
tersebut kadang berbeda dari orang yang berbeda.
Arikunto (2005) menyatakan tes tertulis terdiri dari bentuk tes dan
macam tes. Tes subjektif dan tes objektif merupakan bentuk tes dan tes
benarsalah, tes pilihan ganda, dan tes menjodohkan termasuk macam tes.
Suherman dan Sukjaya (1990: 94) menggolongkan tes subjektif dan
tes objektif sebagai tipe tes; tes benar-salah, tes pilihan ganda, tes
menjodohkan, dan tes melengkapi sebagai bentuk tes. Di samping itu tes
pilihan ganda terbagi lima, yaitu: pilihan ganda biasa, hubungan antar hal,
analisis kasus, asosiasi pilihan ganda, dan membaca diagram yang merupakan
ragam tes.
Umar, dkk (1999: 22) menyatakan bahwa secara umum setiap soal
pilihan ganda terdiri dari pokok soal dan pilihan jawaban (option). Pilihan
jawaban terdiri atas kunci jawaban dan pengecoh (distractor). Kunci jawaban
merupakan jawaban yang benar atau paling benar. Pengecoh merupakan
jawaban yang tidak benar, namun memungkinkan seseorang memilihnya.
24
Ragam tes yang dimaksudkan dalam tulisan ini dibatasi hanya pilihan
ganda biasa dan asosiasi pilihan ganda. Ragam tes pilihan ganda dapat
dipergunakan untuk mengukur kemampuan siswa yang lebih tinggi dan dapat
diskor secara objektif (Safari, 1997: 64).
25
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang akan dilakukan ini bersifat deskriptif analitis yaitu
suatu usaha mengumpulkan, menyusun, menginterpretasikan data yang ada
kemudian menganalisa data tersebut, menggambarkan dan menelaah secara lebih
jelas dari berbagai faktor yang berkaitan dengan keadaan situasi dan fenomena
yang diselidiki. Dalam hal ini penulis mencari fakta dan data untuk mengetahui
bagaimanakah pengaruh pembelajaran dengan pendekatan penemuan pada pokok
bahasan lensa tipis terhadap minat, keaktifan dan prestasi belajar siswa di kelas X
SMA Bopkri II Yogyakarta.
B. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Menengah Atas Bopkri II
Yogyakarta yaitu pada tanggal 21 Juli sampai dengan 23 Agustus 2008.
C. Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah siswa kelas X semester gasal Tahun Ajaran
2007/2008 SMA Bopkri II Yogyakarta. Dua dari lima kelas yang ada dipilih
sebagai sampel, yaitu kelas X.B sebagai kelompok penelitian dan kelas X.A
sebagai kelompok kontrol. Jumlah siswa kelas X.B dan X.A masing-masing
terdiri dari 21 siswa. Seluruh kelas dari kelima kelas tersebut mendapat pelajaran
26
fisika dengan guru yang sama, serta tidak ada kelas unggulan. Oleh karena itu,
kelima kelas mempunyai peluang yang sama atau dikatakan homogen untuk
menjadi sampel penelitian karena tidak ada perlakuan khusus kepada siswa.
D. Prosedur Pengambilan Data
Pengambilan data dilakukan pada masing-masing kelas, yaitu pada kelas
penelitian yang diajarkan dengan pendekatan penemuan, sedangkan kelas kontrol
diajarkan dengan pendekatan metode ceramah. Prosedur pengambilan data
dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui minat, keaktifan dan prestasi belajar
siswa kelas X SMA Bopkri II Yogyakarta. Secara umum, prosedur penelitian ini
mencakup tiga tahapan, yaitu:
a) Pre Tes pada Setiap Kelas
Pada pertemuan awal, siswa pada masing-masing kelas yang diteliti
diberikan pengarahan singkat mengenai pokok bahasan yang akan diajarkan.
Pengarahan tersebut berupa deskripsi mengenai bidang ajar lensa tipis serta
gelombang dan optika. Setelah itu, dilaksanakan tes kemampuan awal siswa
(pre tes) pada masing-masing kelas. Pre tes diberikan dengan soal yang sama
untuk setiap kelas yang diteliti.
b) Pembelajaran pada Setiap Kelas
1) Langkah-langkah Pembelajaran Kelas Penelitian
1. Kegiatan Pendahuluan
Kegiatan pendahuluan pada kelas penelitian ini terdiri dari:
27
a. Menentukan pokok bahasan. Untuk mendukung tercapainya tujuan
dari penelitian yang berkaitan dengan konsep, tingkat kematangan
berpikir subyek didik dan konteks lingkungan, penulis menentukan
sebuah materi pokok. Dalam penelitian ini penulis memilih “Lensa
Tipis” sebagai materi pokok yang akan dipelajari.
b. Menyusun silabus. Dibantu oleh guru pengajar, peneliti menyusun
sebuah rencana pelaksanaan pembelajaran dengan menyusun lembar
kerja siswa dalam bentuk silabus yang berisi standar kompetensi,
materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator, penilaian,
alokasi waktu dan instrumen penelitian berupa alat peraga.
Adapun standar kompetensi dalam penelitian pembelajaran
dengan pendekatan penemuan pada pokok bahasan lensa tipis ini
adalah: 1) Menerapkan prinsip kerja alat-alat optik, dan 2)
Menerapkan konsep dan prinsip gejala gelombang dan optika dalam
menyelesaikan masalah.
2. Kegiatan inti
Dalam tahap ini peneliti melaksanakan langkah-langkah
pembelajaran untuk diterapkan di dalam kelas. Dengan menggunakan
acuan langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan
penemuan menurut Gilstrap (1975) dalam Suryobroto (2002: 197), seperti
yang diuraikan dalam BAB II, kegiatan pembelajaran dalam penelitian ini
dilaksanakan dengan mengikuti prosedur sebagai berikut:
28
a. Memusatkan perhatian siswa
Peneliti yang bertindak sebagai guru menarik dan memusatkan
perhatian siswa dengan memberikan contoh-contoh kejadian dalam
kehidupan sehari-hari yang pernah ditemui atau dialami oleh siswa yang
berkaitan dengan pokok bahasan sesusai dengan yang direncanakan oleh
guru. Pentingnya menghubungkan materi dengan kehidupan sehari-hari
sebagai landasan pengembangan pendekatan pembelajaran ditujukan
untuk: 1) memotivasi belajar siswa; 2) melatih berpikir kritis, kreatif,
analitik; 3) mengembangkan keterampilan proses dan keterampilan sosial
(Sidharta, 2008).
Dengan topik bahasan lensa tipis, guru dapat mengajak siswa untuk
menyebutkan macam-macam dan kegunaan alat optik khususnya lensa
tipis yang pernah ditemui atau digunakan oleh siswa. Penggalian dan
pengingatan kembali fenomena-fenomena yang pernah temui tersebut
merupakan pengalaman belajar singkat yang dapat dijadikan dasar dan
modal untuk memasukkan topik bahasan yang direncanakan.
b. Memunculkan pertanyaan-pertanyaan
Rowe (1970) mengungkapkan hasil penelitiannya bahwa terdapat
korelasi yang tinggi antara rangsangan pertanyaan yang diajukan guru
dengan tanggapan kreatif siswa. Dengan pengalaman dan pengetahuan
dasar yang telah dimiliki oleh siswa, peneliti mencoba menstimulasi
perhatian dan minat siswa dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan
29
permasalahan yang dapat memancing rasa keingintahuan mereka untuk
mengadakan pembelajaran dan penelitian lebih lanjut.
Rangsangan berupa konflik kognitif dapat dimasukkan dalam tahap
ini. Rangsangan konflik kognitif dalam pembelajaran akan sangat
membantu proses asimilasi menjadi lebih efektif dan bermakna dalam
pergulatan intelektualitas siswa. Peneliti mengkomunikasikan dua atau
lebih rangsangan berupa sesuatu yang berlawanan atau berbeda kepada
siswa agar terjadi proses internal yang intensif dalam rangka mencapai
keseimbangan ilmu pengetahuan yang lebih tinggi. Pemetaan masalah
diperlukan untuk melihat permasalahan yang mungkin timbul dari sebuah
konsep serta kemungkinan masalah-masalah lain.
c. Memberikan motivasi
Motivasi dirumuskan sebagai dorongan, baik diakibatkan faktor
dari dalam maupun luar siswa, untuk mencapai tujuan tertentu guna
memenuhi atau memuaskan suatu kebutuhan. Dari kedua tahap di atas,
guru dapat melihat tanggapan siswa terhadap topik bahasan yang akan
dipelajari. Kemudian peneliti memberikan motivasi kepada siswa untuk
mengadakan penyelidikan lebih lanjut mengenai pertanyaan-pertanyaan
dan permasalahan-permasalahan yang muncul dari pembelajaran singkat
diatas. Sebisa mungkin peneliti memberikan motivasi kepada siswa untuk
terlibat aktif dan kreatif untuk mengembangkan kemampuan kognitifnya.
30
d. Pengelolaan kelas
Tahap ini meliputi pembagian kelompok dan pengaturan atau
seting kelas. Siswa pada kelas yang dijadikan sebagai kelompok penelitian
diberi perlakuan pendekatan penemuan dan untuk lebih mengoptimalkan
interaksi kognitif, kelas dibagi dalam beberapa kelompok untuk
melakukan eksperimen.
e. Pendahuluan pembelajaran
Pendahuluan pembelajaan diselenggarakan dengan memberikan
penjelasan skenario pembelajaran, penjelasan tujuan pembelajaran,
pelaksanaan pretes untuk mencari gambaran tentang pemahaman siswa
tentang materi yang akan diajarkan, pembagian lembar kerja siswa sesuai
dengan alur yang ditentukan, pembagian alat peraga dan petunjuk
penggunaannya.
f. Pelaksanaan pembelajaran
Siswa melakukan kegiatan sesuai dengan alur yang ditentukan
dalam lembar kerja siswa Pada tahap pelaksanaan penelitian, pada sub
pokok bahasan lensa tipis, dengan masing-masing kelompoknya, siswa
diminta untuk 1) menganalisis alat-alat optik secara kualitatif dan
kuantitatif, dan 2) menerapkan alat-alat optik dalam kehidupan sehari-
hari. Sedangkan pada sub pokok bahasan gelombang dan optika, siswa
diminta untuk 1) menganalisis sifat-sifat cahaya, dan 2) memformulasikan
besaran-besaran fisika tentang gelombang elektromagnetik secara
kualitatif.
31
Untuk lebih memperlancar pelaksanaannya, sistematika kegiatan
pembelajaran mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
1) Kegiatan penelitian oleh siswa dengan masing-masing
kelompoknya sesuai dengan pokok-pokok bahasan yang telah
ditentukan. Tahap pelaksanaan penelitian ini dilakukan oleh
siswa dan dibimbing oleh guru kelas, sedangkan peneliti
bertindak sebagai observer yang mengamati kegiatan-kegiatan
guru dan siswa selama proses pembelajaran yang sedang
berlangsung. Aktivitas ini memberikan kesempatan kepada
siswa untuk mengumpulkan dan bekerja dengan data serta
merumuskan hasil penelitian kelompok mereka.
2) Mengadakan sesi presentasi yang memberikan kesempatan
kepada masing-masing kelompok untuk menyajikan hasil-hasil
pembelajaran mereka kepada forum kelas.
3) Membuka sesi diskusi kelas untuk membahas perbedaan-
perbedaan konsep dalam hasil atau kesimpulan penemuan yang
dibuat oleh masing-masing kelompok yang mengemuka dari sesi
presentasi.
4) Pemberian konflik kognitif oleh guru kepada siswa. Dari hasil
sesi presentasi dan diskusi, diharapkan dapat muncul perbedaan-
perbedaan konsep atau hasil penelitian dari tiap-tiap kelompok.
Perbedaan-perbedaan tersebut oleh guru kemudian dijadikan
sebagai modal untuk memberikan rangsangan konflik kognitif
32
untuk mengkondisikan kegiatan pembelajaran yang terbuka,
responsif dan mengakomodasi perbedaan individu. Semua siswa,
baik mewakili perseorangan maupun mewakili kelompoknya,
memiliki kesempatan yang sama untuk menyatakan argumen-
argumen serta mengajukan pertanyaan-pertanyaan atas argumen
dari kelompok-kelompok lain.
5) Kemudian guru mengelola konflik kognitif tersebut dengan
menyajikan data pembanding lain berupa informasi, pendapat
maupun teori-teori pendukung. Bersama dengan guru, semua
siswa dalam kelas menarik satu atau beberapa hipotesis dari
hasil diskusi kelas.
6) Menyelenggarakan penelitian kedua dalam level penelitian kelas
(bukan oleh kelompok-kelompok).
g. Observasi Keaktifan Siswa
Selama proses pembelajaran berlangsung, observer mencatat keaktifan
setiap siswa pada aspek Mengemukakan pendapat, Bertanya pada guru,
Bertanya pada siswa/kelompok lain, Berdiskusi dengan siswa/kelompok,
Pengerjaan tugas/laporan, serta Menjawab pertanyaan lisan dari guru.
Penilaian terhadap keaktifan siswa dilakukan dengan memberikan skor.
3. Kegiatan Penutup
Kegiatan penutup adalah kegiatan akhir dari satu proses
pembelajaran yang dilakukan oleh guru dan siswa untuk membuktikan
33
hipotesis, merangkum seluruh rangkaian kegiatan, serta untuk
memberikan evaluasi berupa tanya jawab lisan, latihan soal maupun
pekerjaan rumah
b. Langkah-langkah Pembelajaran Kelas Kontrol
Pada kelas kontrol, langkah-langkah pembelajaran yang
diterapkan adalah pembelajaran biasa dengan metode ceramah, dimana
peneliti sebagai guru lebih dominan dalam proses belajar mengajar.
Berikut prosedur pembelajaran yang diberikan bagi kelas kontrol:
1) Kegiatan Pendahuluan
a. Sebelum melaksanakan proses pengajaran, terlebih dahulu guru
menyusun dan mempersiapkan materi yang akan diajarkan, yaitu
Lensa Tipis.
b. Memberikan pengantar sertam menyampaikan kembali materi
pelajaran yang telah dibahas sebelumnya.
c. Mengajukan atau menawarkan pada siswa jika ingin bertanya
mengenai bahasan sebelumnya.
2) Kegiatan Inti
a. Peneliti berbicara di depan kelas untuk menyampaikan materi bahan
ajar kepada siswa dengan bantuan papan tulis sebagai media untuk
menjelaskan materi.
b. Penjelasan mengenai teori-teori yang ada dengan memberikan sedikit
contoh soal kepada siswa.
34
3) Kegiatan Penutup
Kegiatan penutup adalah kegiatan akhir dari satu proses pembelajaran
yang dilakukan oleh peneliti dan siswa untuk membuktikan hipotesis,
merangkum seluruh rangkaian kegiatan, serta untuk memberikan evaluasi
berupa tanya jawab lisan, latihan soal maupun pekerjaan rumah
c) Pos Tes dan Kuisioner pada Setiap Kelas
Pada kegiatan akhir dari pembelajaran, peneliti merangkum seluruh
rangkaian kegiatan, serta memberikan evaluasi latihan soal (pos tes). Sebagai
akhir dari kegiatan penutup adalah pengisian kuisioner kepada siswa untuk
mengetahui tanggapan siswa atas model pembelajaran yang telah
diselenggarakan.
E. Instrumen Penelitian
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui prestasi belajar fisika bagi
siswa yang diajar melalui pendekatan penemuan (pada kelompok penelitian) dan
prestasi belajar fisika bagi siswa yang diajar melalui pendekatan konvensional
(metode ceramah). Efektivitas pembelajaran dengan penemuan ini dapat diketahui
melaui penilaian dari tiga aspek, yaitu 1) minat, 2) keterlibatan/keaktifan, dan 3)
prestasi siswa. Untuk melakukan penilaian dari tiga aspek tersebut, dibutuhkan
instrumen penelitian. Adapun instrumen yang digunakan dalam penelitian ini
adalah:
35
1. Lembar Tes Tertulis
Lembar tes tertulis berisi 15 butir soal yang bertujuan untuk mengukur
penguasaan konsep lensa tipis, mengukur keterampilan berpikir kreatif dan
keterampilan proses sains, baik sebelum maupun sesudah pembelajaran.
2. Angket
Angket digunakan untuk mengetahui tanggapan siswa mengenai model
pembelajaran yang diimplementasikan, mengetahui pendapat siswa terhadap
pembelajaran sains fisika khususnya pokok bahasan lensa tipis serta pendapat
siswa mengenai keaktifan dan minat mereka.
3. Observasi
Dalam penelitian ini, data observasi diperoleh dengan menggunakan lembar skala
Likert. Lembar observasi berisi hasil pengamatan peneliti mengenai keaktifan
siswa. Selama proses observasi, peneliti dibantu oleh beberapa rekan yang
berpartisipasi melakukan pengamatan dan memberikan penilaian terhadap
keaktifan siswa selama proses belajar mengajar berlangsung.
F. Analisis Data
a. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui:
1. Tes tertulis sebelum pembelajaran (Pre Tes)
2. Tes tertulis setelah pembelajaran (Pos Tes)
3. Angket Siswa
36
4. Hasil observasi
b. Metode Analisis Data
Pada Penelitian ini, data hasil belajar siswa akan dianalisis secara
deskriptif analitis. Sedangkan analisis uji beda (Uji - t), digunakan untuk
menguji keberartian pengaruh perlakuan pendekatan penemuan terhadap
prestasi belajar. Analisis komparasi kualitatif akan digunakan untuk melihat
sejauhmana minat belajar dan keaktifan siswa di kelas.
Untuk mengetahui pengaruh pembelajaran dengan pendekatan
penemuan yang telah dilakukan, penulis melakukan pengujian apakah
terdapat perbedaan minat, keaktifan dan prestasi belajar siswa antara
kelompok kontrol dan kelompok penelitian. Prestasi belajar diukur dari selisih
hasil pos tes dan pre tes, minat siswa diukur dengan menggunakan kuisioner,
sedangkan keaktifan siswa diukur dari hasil observasi.
1. Prestasi Belajar Siswa
a. Hipotesis
Dengan parameter selisih nilai pos tes dan pre tes (∆X)pada
kedua kelompok kelas, maka untuk mengetahui apakah terdapat
perbedaan prestasi belajar diantara kedua kelas, hipotesis pengujian
dapat diberikan sebagai berikut:
Ho : Tidak terdapat perbedaan selisih nilai postes dan pretes
antara kelompok kontrol dan kelompok penelitian
H1 : Terdapat perbedaan selisih nilai postes dan pretes antara
kelompok kontrol dan kelompok penelitian
b. Data
37
Hasil jawaban Pre Tes dan Pos Tes siswa yang sudah
diperoleh, dirangkum seperti pada Tabel 3.1.
38
Tabel 3.1 Selisih Nilai Pre Tes dan Pos Tes
Siswa Nilai Selisih Nilai
Pos tes – Pre tes (∆X) Pre Tes (X1) Pos Tes (X2)
A ... ...
B .. ...
C ... ...
Dari Tabel 3.1, selanjutnya. hasil belajar ini digunakan pula
untuk membandingkan prestasi belajar kelompok penelitian dan
kelompok kontrol.
Tabel 3.2 Selisih Nilai Pre Tes dan Pos Tes
pada Kelas Kontrol dan Kelas Penelitian
Siswa
Selisih Nilai Pre Tes dan Pos Tes (∆X)
pada kelompok:
Kontrol (∆Xk) Penelitian (∆Xp)
A ... ...
B .. ...
C ... ...
c. Pengujian Data
Dari data pada Tabel 3.2, selanjutnya dilakukan analisa
mengenai perbedaan prestasi belajar siswa pada kelas kontrol dengan
kelas penelitian. Statistik uji yang digunakan, yaitu:
thitung = ( )
+
∆−∆
npnkS
XX pk
112
dengan:
S2 =
( ) ( )
( )2
11 22
−+
−+−
npnk
SnpSnkpk
39
( )
k
k
k
k
k
n
n
XX
S
2
2 ∑∑ −
=
( )
p
p
p
p
p
n
n
XX
S
2
2 ∑∑ −
=
kX∆ = rata-rata selisih nilai pos tes dan pre tes kelompok kontrol
pX∆ = rata-rata selisih nilai pos tes dan pre tes kelompok penelitian
nk = jumlah siswa kelompok kontrol
np = jumlah siswa kelompok penelitian
Sk2 = variansi selisih nilai tes siswa kelompok kontrol
Sp2 = variansi selisih nilai tes siswa kelompok penelitian
Pengambilan keputusan yang diberikan yaitu bahwa Ho
diterima jika thitung < ttabel, dan Ho ditolak jika thitung > ttabel, dengan
db=(nk+np-2). Apabila Ho diterima maka tidak terdapat perbedaan
selisih nilai postes dan pretes antara kelompok kontrol dan kelompok
penelitian. Sebaliknya, jika Ho ditolak maka terdapat perbedaan
selisih nilai postes dan pretes antara kelompok kontrol dan kelompok
penelitian.
40
2. Minat Siswa
a. Hipotesis
Untuk menguji apakah terdapat perbedaan minat belajar
diantara kelompok penelitian dan kelompok kontrol, maka hipotesis
yang diajukan adalah sebagai berikut:
Ho : Tidak terdapat perbedaan minat belajar siswa antara
kelompok kontrol dan kelompok penelitian
H1 : Terdapat perbedaan minat belajar siswa antara kelompok
kontrol dan kelompok penelitian
b. Data minat belajar siswa
Untuk jawaban angket mengenai minat belajar siswa bagi
kedua kelompok kelas, setiap alternatif jawaban diberikan skor, yaitu
sangat tidak setuju (skor 1), tidak setuju (skor 2), ragu-ragu (skor 3),
setuju (skor 4), sangat setuju (skor 5). Selanjutnya dapat disajikan
seperti pada Tabel 3.2 berikut ini:
Tabel 3.3 Variasi Jawaban Angket Minat Siswa
Siswa Item Pertanyaan Rata-rata Skor
Jawaban 1 2 ... 8
A
B
C
Skor tanggapan siswa dapat diklasifikasikan berdasarkan
kriteria dan jumlah skala yang telah ditentukan semula dengan
rentangan antar kriteria yang ditentukan dengan cara sebagai berikut:
41
Skor tertinggi = HS (High Score)
Skor terendah = LS (Low Score)
Jumlah skala = 5
Panjang rentangan = (HS-LS)/5
Dengan panjang rentangan (HS-LS)/5 = (5 – 1)/5 = 0,8, rata-
rata skor jawaban reponden pada Tabel 3.3 digolongkan ke dalam 5
kategori ukuran minat siswa sebagai berikut:
Tabel 3.4 Kriteria Tingkat Minat Belajar Siswa
Skor Kriteria Interval
1
2
3
4
5
Sangat Rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat Tinggi
1,00 – 1,8
1,81 – 2,6
2,61 – 3,4
3,41 – 4,2
4,21 – 5,00
Berdasarkan kriteria minat belajar siswa pada Tabel 3.4, maka
skor rata-rata setiap siswa pada kelas kontrol maupun kelas penelitian
dapat dilihat pada Tabel 3.5.
Tabel 3.5 Hasil Klasifikasi Minat Belajar Siswa
Siswa Skor minat belajar
K.Kontrol K.Penelitian
A ... ...
B ... ...
C ... ...
b. Pengujian Data
Pengujian terhadap hipotesis di atas, dilakukan dengan
menggunakan uji Mann Whitney. Uji hipotesis di atas, dilakukan dengan
menggunakan uji Mann Whitney digunakan untuk menguji hipotesis
42
komparatif dua sampel independen bila datanya berbentuk ordinal. Data
yang dianalisis adalah hasil rekapitulasi data kuisioner pada Tabel 3.5,
dimana rata-rata skor minat belajar masing-masing siswa pada setiap kelas
diukur dan digolongkan ke dalam 5 kategori tingkat minat siswa.
Dengan menggunakan statistik uji hipotesis di atas, dilakukan
dengan menggunakan uji Mann Whitney, maka dapat ditentukan
keputusan untuk menolak atau menerima Ho. Statistik Mann-Whitney
ditentukan dengan rumus:
( )∑−
++=
k
kk
pkkR
nnnnU
2
1
kpkpUnnU −=
dimana:
Uk = nilai Mann-Whitney untuk kelas kontrol
Up = nilai Mann-Whitney untuk kelas penelitian
nk = banyaknya sampel kelas kontrol
np = banyaknya sampel kelas penelitian
∑Rk= jumlah ranking data kelas kontrol
Penentuan Uhitung dilakukan dengan mengambil nilai terkecil dari
Uk dan Up. Apabila Uhitung lebih kecil atau sama dengan U tabel, maka
keputusannya adalah menolak Ho dan menerima H1. Dengan
menggunakan perhitungan software SPSS, jika nilai probabilitas (Asymp.
sig.) kurang dari atau sama dengan nilai taraf nyata (α=0,05), maka
keputusannya adalah menolak Ho dan menerima H1.
43
Jika n lebih besar dari 20 (n>20), maka tabel Mann Whitney tidak
dapat dipergunakan. Namun pengujian dilakukan dengan menggunakan
rumus pendekatan distribusi normal:
( )12
1
2
++××
×−
=npnknpnk
npnkU
Z
obs
hitung
Kriteria pengujian:
Jika Z hitung terletak pada interval Z tabel ≤ Z hitung ≤ Z tabel,
maka keputusannya adalah menerima Ho. Sebaliknya, jika -Z hitung < -Z
tabel atau Z hitung > Z tabel, maka keputusannya adalah menolak Ho.
3. Keaktifan Siswa
a. Hipotesis
Pengujian apakah terdapat perbedaan keaktifan siswa antara
kelompok kontrol dan kelompok penelitian dianalisis dari hasil observasi.
Pengajuan hipotesis dapat diberikan sebagai berikut:
Ho : Tidak terdapat perbedaan keaktifan siswa antara kelompok
kontrol dan kelompok penelitian
H1 : Terdapat perbedaan keaktifan siswa antara kelompok kontrol
dan kelompok penelitian
b. Data Keaktifan Siswa
Observasi mengenai keaktifan belajar dilakukan oleh peneliti pada
kedua kelompok kelas. Penilaian keaktifan untuk setiap siswa dilakukan
44
dengan memberi skor, yaitu sangat kurang baik (skor 1), kurang baik (skor
2), cukup (skor 3), baik (skor 4), sangat baik (skor 5). Selanjutnya
penilaian keaktifan dapat disajikan seperti pada Tabel 3.6 berikut ini:
Tabel 3.6 Penilaian Keaktifan Siswa
No. Aspek keaktifan yang diobservasi Skor
Penilaian
1 Mengemukakan pendapat
2 Bertanya pada guru
3 Bertanya pada siswa/kelompok lain
4 Berdiskusi dengan siswa/kelompok
5 Pengerjaan tugas/laporan
6 Menjawab pertanyaan lisan dari guru
Berdasarkan Tabel 3.6, maka dalam satu kelas dapat diukur rata-
rata skor keaktifan untuk setiap siswa (Tabel 3.7) untuk dianalisis lebih
lanjut mengenai perbedaan keaktifan siswa pada kedua kelompok tersebut.
Tabel 3.7 Skor Keaktifan Siswa
Siswa Aspek keaktifan Rata-rata Skor
Keaktifan 1 2 ... 6
A
B
C
Skor keaktifan siswa dapat diklasifikasikan berdasarkan kriteria
dan jumlah skala yang telah ditentukan semula dengan rentangan antar
kriteria yang ditentukan dengan cara seperti pada bagian minat belajar
siswa di atas. Dengan panjang rentangan (HS-LS)/5 = (5 – 1)/5 = 0,8, rata-
rata skor keaktifan siswa pada Tabel 3.7 digolongkan ke dalam 5 kategori
ukuran keaktifan siswa sebagai berikut:
45
Tabel 3.8 Kriteria Tingkat Keaktifan Siswa
Skor Kriteria Interval
1
2
3
4
5
Sangat Tidak Aktif
Kurang Aktif
Cukup
Aktif
Sangat Aktif
1,00 – 1,8
1,81 – 2,6
2,61 – 3,4
3,41 – 4,2
4,21 – 5,00
Berdasarkan kriteria keaktifan siswa pada Tabel 3.8, maka skor
rata-rata setiap siswa pada kelas kontrol maupun kelas penelitian dapat
dilihat pada Tabel 3.9.
Tabel 3.9 Hasil Klasifikasi Keaktifan Siswa
Siswa Skor Keaktifan Siswa
K.Kontrol K.Penelitian
A
B
C
c. Pengujian Data
Sama halnya pada pengujian minat siswa, pengujian terhadap
hipotesis di atas, dilakukan dengan menggunakan uji Mann Whitney. Data
yang dianalisis adalah hasil rekapitulasi data keaktifan pada Tabel 3.9,
dimana rata-rata skor masing-masing siswa pada setiap kelas diukur dan
digolongkan ke dalam 5 kategori tingkat keaktifan siswa. Statistik Mann-
Whitney ditentukan dengan rumus:
( )∑−
++=
k
kk
pkkR
nnnnU
2
1
kpkpUnnU −=
dimana:
Uk = nilai Mann-Whitney untuk kelas kontrol
46
Up = nilai Mann-Whitney untuk kelas penelitian
nk = banyaknya sampel kelas kontrol
np = banyaknya sampel kelas penelitian
∑Rk= jumlah ranking data kelas kontrol
Penentuan Uhitung dilakukan dengan mengambil nilai terkecil dari
Uk dan Up. Apabila Uhitung lebih kecil atau sama dengan U tabel, maka
keputusannya adalah menolak Ho dan menerima H1. Dengan
menggunakan perhitungan software SPSS, jika nilai probabilitas (Asymp.
sig.) kurang dari atau sama dengan nilai taraf nyata (α=0,05), maka
keputusannya adalah menolak Ho dan menerima H1.
Jika n lebih besar dari 20 (n>20), maka tabel Mann Whitney tidak
dapat dipergunakan. Namun pengujian dilakukan dengan menggunakan
rumus pendekatan distribusi normal:
( )12
1
2
++××
×−
=npnknpnk
npnkU
Z
obs
hitung
Kriteria pengujian:
Jika Z hitung terletak pada interval Z tabel ≤ Z hitung ≤ Z tabel,
maka keputusannya adalah menerima Ho. Sebaliknya, jika -Z hitung < -Z
tabel atau Z hitung > Z tabel, maka keputusannya adalah menolak Ho.
42
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Prestasi Belajar
Prestasi belajar merupakan salah satu indikator untuk menilai
kemampuan siswa dalam suatu proses pembelajaran. Dari hasil penelitian
pada siswa kelas X SMA Bopkri II Yogyakarta, dapat diperoleh nilai tes yang
menunjukkan prestasi belajar siswa dari hasil pembelajaran. Sebaran nilai pre
tes dan pos tes dari hasil tes prestasi pada kelas kontrol secara umum dapat
digambarkankan seperti pada Gambar 4.1. Pada grafik tersebut terlihat bahwa
sebagian besar siswa pada kelas kontrol memiliki kenaikan nilai prestasi.
0
1
2
3
4
5
6
7
8
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Siswa Kelas Kontrol
Nil
ai
Te
s B
ela
jar
Sis
wa
Pre Tes
Pos Tes
Gambar 4.1. Grafik Nilai Tes Prestasi Belajar Siswa Kelas Kontrol
43
Untuk distribusi nilai pre tes dan pos tes dari hasil tes prestasi pada
kelas penelitian secara umum dapat digambarkankan seperti pada Gambar 4.2.
Pada grafik tersebut terlihat bahwa sebagian besar siswa pada kelas penelitian
memiliki kenaikan nilai prestasi. Kenaikan nilai tes prestasi pada kelas
penelitian lebih merata pada setiap siswa, selain itu peningkatan yang tajam
juga lebih banyak terdapat pada kelas penelitian dibandingkan dengan kelas
kontrol.
0
1
2
3
4
5
6
7
8
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Siswa Kelas Penelitian
Nila
i T
es
Be
laja
r
Pre Tes
Pos Tes
Gambar 4.2. Grafik Histogram Nilai Tes Prestasi Belajar Siswa Kelas
Penelitian
Hasil tes prestasi yang telah dilakukan oleh siswa pada kelas kontrol
dan kelas penelitian selanjutnya dihitung selisih antara pos tes dan pre tes. Hal
ini dilakukan sebagai langkan dalam menganalisa apakah terdapak perbedaan
pada prestasi belajar antara kedua kelas, yaitu kelas kontrol yang diajarkan
dengan metode biasa (ceramah), serta kelas penelitian yang diajarkan dengan
44
memberikan pendekatan penemuan pada mata pelajaran Fisika dengan materi
lansa tipis. Selisih nilai pos tes dan pre tes pada kedua kelas dapat dilihat
seperti pada Tabel 4.1 berikut.
Tabel 4.1. Selisih nilai pos tes dan pre tes
pada kelas kontrol maupun kelas penelitian
Siswa
Selisih Nilai
Pos Tes dan Pre Tes
Kelas
Kontrol
Kelas
Penelitian
1 0,00 1,00
2 2,30 0,70
3 0,70 1,70
4 0,60 2,00
5 1,30 2,60
6 2,70 1,30
7 1,40 1,00
8 1,00 0,70
9 0,60 1,00
10 1,30 1,60
11 2,30 2,00
12 0,70 2,00
13 0,70 1,60
14 0,60 2,00
15 2,70 3,00
16 1,30 0,30
17 1,60 3,70
18 1.40 3,30
19 0,70 1,60
20 1,00 2,00
21 0,60 2,60
Rata-rata 1,21 1,80
Daru Tabel 4.1. di atas, dapat dilihat bahwa rata-rata selisih nilai pos tes
dan pre tes bagi kelas kontrol dan kelas penelitian, masing-masing adalah 1,21
dan 1,80. Untuk menguji sejauh mana keberartian perlakuan pendekatan
45
penemuan yang diberikan pada kelas penelitian dalam pembelajaran fisika
terhadap prestasi belajar siswa, digunakan uji-t pada taraf signifikan 0,05. Dari
Tabel 4.1 di atas setelah dilakukan pengujian diperoleh t hitung = 2,296 (Tabel
4.2). Harga ini jauh lebih besar dari t tabel (α=0,05; db=40) yaitu 2,021. Selain
nilai t, nilai Sig diperoleh sebesar 0,024 atau lebih kecil dari α=0,050. Dengan
demikian, keputusan yang diambil adalah menolak Ho dan menerima H1,
sehingga dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar siswa pada pelajaran fisika
pokok bahasan lensa tipis di kelas penelitian berbeda dengan kelas kontrol.
Tabel 4.2. Ringkasan Hasil Analisis Tes Prestasi Kelas Jumlah
Siswa
Rata-
rata
Pre Tes
Rata-
rata
Pos Tes
Rata-
rata
Selisih
Thitung Ttabel Sig.
Kontrol
Penelitian
21
21
4,37
4,11
5,90
5,58
1,21
1,80
2,296 2,021 0,027
B. Minat Belajar Siswa
Pada penelitian ini, juga diukur tingkat minat siswa terhadap mata
pelajaran Fisika khususnya pada pokok bahasan lensa tipis. Dalam hal ini,
pengukuran dilakukan berdasarkan hasil kuesioner mengenai minat siswa
dalam proses belajar mengajar baik pada kelas kontrol maupun kelas
penelitian. Hasil pengukuran minat siswa pada kelas kontrol dan kelas
penelitian (Lampiran 2) dapat dikategorikan dalam kriteria minat seperti pada
Tabel 4.3 berikut ini:
46
Tabel 4.3. Kriteria Minat Siswa terhadap Proses Pembelajaran Pada
Kelas Kontrol dan Kelas Penelitian
No. Kriteria Kelas Kontrol Kelas Penelitian
Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase
1 sangat rendah 4 19,05% 0 0,00%
2 rendah 5 23,81% 1 4,76%
3 sedang 9 42,86% 2 9,52%
4 tinggi 3 14,29% 10 47,62%
5 sangat tinggi 0 0,00% 8 38,10%
Jumlah 21 100,00% 21 100,00%
Dari Tabel 4.3. dapat dilihat bahwa pada kelas kontrol, siswa paling
banyak dikategorikan dalam kriteria sedang, yaitu sebanyak (42,86%). Pada
kelas kontrol tidak terdapat siswa yang dikategorikan dalam kriteria sangat
tinggi (0%). Sebaliknya, pada kelas penelitian sebagian besar dikategorikan
dalam kriteria tinggi, yaitu sebanyak 47,62%. Hal ini menunjukkan bahwa
siswa pada kelas kontrol cenderung memiliki minat yang sedang terhadap
pokok bahasan lensa tipis dengan pengajaran biasa (ceramah), sedangkan
pada kelas penelitian dapat dikatakan bahwa siswa lebih mempunyai minat
yang tinggi terhadap pokok bahasan lensa tipis dengan pengajaran melalui
pendekatan metode penemuan.
47
0,00%
5,00%
10,00%
15,00%
20,00%
25,00%
30,00%
35,00%
40,00%
45,00%
50,00%
1 2 3 4 5
Kriteria Minat Siswa
Pers
en
tase J
um
lah
Sis
wa
K.Kontrol
K.Penelitian
Keterangan:
1. Sangat Rendah
2. Rendah
3. Sedang
4. Tinggi
5. Sangat Tinggi
Gambar 4.3. Grafik Persentase Jumlah Siswa pada Kategori Minat
Untuk membuktikan kebenaran bahwa terdapat perbedaan minat
siswa terhadap pokok bahasa lensa tipis pada kelas kontrol dan kelas
penelitian dilakukan pengujian data hasil penelitian dengan menggunakan uji
Mann Whitney.
Tabel 4.4. Hasil Perhitungan Uji Mann Whitney untuk Menguji
Perbedaan Minat Belajar siswa
U hitung U tabel Sig.
44,50 141 0,000
48
Dari hasil pengujian hipotesis (tercantum pada Lampiran 6.) diperoleh
hasil sebagaimana tersaji pada Tabel 4.4., bahwa nilai Mann Whitney adalah
sebesar 44,50 dengan nilai Sig. sebesar 0,000. Oleh karena nilai Utabel =141,
berarti nilai Uhitung < Utabel, sehingga keputusannya adalah menolak Ho.
Dengan cara yang lain, oleh karena nilai sig < (α=0,05), maka diputuskan
untuk menolak Ho, yang berarti bahwa terdapat perbedaan minat belajar siswa
antara kelas kontrol dan kelas penelitian. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa minat belajar siswa kelas penelitian terhadap mata
pelajaran Fisika pada pokok bahasan lensa tipis lebih tinggi dibandingkan
dengan kelas kontrol.
Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa penggunaan metode
penemuan (discovery) dapat membangkitkan minat belajar siswa kelas X
SMU Bopkri II pada pelajaran Fisika dengan pokok bahasan lensa tipis. Bagi
siswa kelas kontrol yang diajarkan dengan metode ceramah biasa tidak
memacu minat siswa terhadap pelajaran ini. Hal ini dikarenakan pada metode
pembelajaran biasa, siswa hanya memperoleh materi dari guru tanpa banyak
berpartisipasi langsung dalam mempelajari konsep dari materi yang diajarkan.
Dengan menggunakan metode penemuan, siswa lebih leluasa untuk mencari
jawaban dari permasalahan yang diajukan oleh guru.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat dikatakan
bahwa melalui pembelajaran dengan metode penemuan, siswa lebih menyukai
49
proses pembelajarannya, siswa merasa lebih mudah dalam mencerna pelajaran
Fisika yang disampaikan, siswa lebih fokus terhadap materi yang diajarkan,
siswa menginginkan pembelajaran Fisika, siswa lebih berminat dalam
mencatat hasil-hasil diskusi/ pembelajaran, siswa lebih rajin mengerjakan
tugas maupun laporan praktikum, siswa lebih menikmati proses pembelajaran,
serta siswa lebih berminat dalam mempelajari bidang studi Fisika.
C. Keaktifan Siswa dalam Belajar
Selain prestasi, indikator keberhasilan sebuah metode pengajaran
dapat dilihat dari tingkat keaktifan siswa yang diamati dan dinilai oleh
pengajar. Keaktifan yang ditunjukkan oleh siswa merupakan bentuk
tanggapan mereka terhadap sesi atau metode pengajaran yang sedang
diterapkan oleh guru didalam kelas. Adapun indikator keaktifan siswa dalam
penelitian ini adalah kuantitas siswa dalam mengemukakan pendapat,
bertanya kepada guru, bertanya kepada sesama siswa lain, berdiskusi dengan
siswa/kelompok lain, pengerjaan tugas atau laporan, dan menjawab
pertanyaan lisan dari guru.
Dari hasil observasi kelas untuk menilai tingkat keaktifan dalam
proses belajar mengajar siswa kelas X SMA Bopkri II Yogyakarta, dapat
disusun tabel skor total untuk setiap aspek yang diteliti. Aspek-aspek yang
digunakan sebagai indikator keaktifan siswa ajar diantaranya adalah 1)
mengemukakan pendapat, 2) Bertanya pada Guru, 3) Bertanya pada siswa
50
lain, 4) Berdiskusi dengan siswa lain, dan 5) Pengerjaan tugas/laporan, 6)
Menjawab pertanyaan lisan dari Guru. Observasi terhadap keaktifan
dilakukan pada kelas kontrol dan kelas penelitian. Hasil skor total pada
masing-masing aspek, dapat dlihat seperti pada Tabel 4.5 berikut ini:
Tabel 4.5. Skor Total Aspek Keaktifan Siswa
Kelas Kontrol dan Kelas Penelitian
No
Aspek Keaktifan
Skor Total
Kelas
Kontrol
Kelas
Peneitian
1 Mengemukakan pendapat 38 68
2 Bertanya pada Guru 50 66
3 Bertanya pada siswa lain 53 75
4 Berdiskusi dengan siswa lain 52 64
5 Pengerjaan tugas/laporan 66 83
6 Menjawab pertanyaan lisan dari Guru 46 84
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
1 2 3 4 5 6
Aspek Keaktifan
Sko
r T
ota
l
Kelas Kontrol
Kelas Penelitian
Keterangan:
1. Mengemukakan pendapat 2. Bertanya pada Guru
3. Bertanya pada siswa lain 4. Berdiskusi dengan siswa lain
5. Pengerjaan tugas/laporan 6. Menjawab pertanyaan lisan dari Guru Gambar 4.4. Grafik Skor Total Aspek Keaktifan Siswa Kelas Kontrol
dan Kelas Penelitian
51
Berdasarkan Tabel 4.5 dan Gambar 4.4. dapat diketahui bahwa siswa
pada kelas kontrol memiliki tingkat keaktifan lebih rendah dibandingkan
siswa pada kelas penelitian. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa siswa
kelas penelitian lebih aktif dibandingkan dengan siswa kelas kontrol.
Persentase siswa yang termasuk dalam kriteria sangat tidak aktif, kurang
aktif, cukup, aktif, sangat aktif dapat dilihat pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6. Kriteria Keaktifan Siswa Pada Kelas Kontrol maupun
pada Kelas Penelitian
No. Kriteria
Kelas Kontrol Kelas Penelitian
Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase
1 sangat tidak aktif 1 4,76% 0 0,00%
2 kurang aktif 14 66,67% 1 4,76%
3 cukup 5 23,81% 7 33,33%
4 aktif 1 4,76% 11 52,38%
5 sangat aktif 0 0,00% 2 9,52%
Jumlah 21 100,00% 21 100,00%
Berdasarkan Tabel 4.6. di atas, dapat dilihat bahwa pada kelas
kontrol, siswa paling banyak dikategorikan dalam kriteria kurang aktif, yaitu
sebanyak (66,67%). Pada kelas kontrol tidak terdapat siswa yang
dikategorikan dalam kriteria sangat tinggi (0%). Sebaliknya, pada kelas
penelitian sebagian besar dikategorikan dalam kriteria aktif, yaitu sebanyak
52,38 %. Hal ini menunjukkan bahwa siswa pada kelas kontrol cenderung
kurang aktif pada pembelajaran pokok bahasan lensa tipis dengan pengajaran
metode biasa (ceramah), sedangkan untuk siswa kelas penelitian dapat
52
dikatakan lebih aktif dalam proses pembelajaran pokok bahasan lensa tipis
melalui pengajaran metode penemuan.
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
1 2 3 4 5
Kriteria Keaktifan
Pers
en
tase J
um
lah
sis
wa
Kontrol
Penelitian
Keterangan:
1. Sangat Tidak Aktif
2. Kurang Aktif
3. Cukup Aktif
4. Aktif
5. Sangat Aktif
Gambar 4.5. Grafik Persentase Jumlah Siswa pada Kategori Keaktifan
Untuk membuktikan kebenaran bahwa terdapat perbedaan keaktifan
siswa kelas kontrol dan kelas penelitian pada pokok bahasan lensa tipis,
dilakukan pengujian data hasil penelitian dengan menggunakan uji Mann
Whitney.
Tabel 4.7. Hasil Perhitungan Uji Mann Whitney untuk Menguji
Perbedaan Keaktifan Siswa
U hitung U tabel Sig.
43,00 141 0,000
53
Dari hasil pengujian hipotesis (tercantum pada Lampiran 7.) diperoleh
hasil seperti yang tersaji pada Tabel 4.7., yaitu bahwa nilai Mann Whitney
hitung (Uhitung) adalah sebesar 43,00 dengan nilai Sig. sebesar 0,000. Oleh
karena nilai Utabel =141, berarti nilai Uhitung < Utabel, sehingga keputusannya
adalah menolak Ho. Dengan cara yang lain, oleh karena nilai sig < (α=0,05),
maka diputuskan untuk menolak Ho, yang berarti bahwa terdapat perbedaan
yang signifikan pada keaktifan siswa antara kelas kontrol dan kelas penelitian.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan metode
penemuan dapat meingkatkan keaktifan siswa kelas X SMA Bopkri II
Yogyakarta dalam proses belajar mengajar, khususnya dalam mata pelajaran
Fisika pada pokok bahasan lensa tipis.
Dari hasil penelitian yang telah dibahas di atas, secara umum dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran dengan metode penemuan (discovery)
mempengaruhi prestasi belajar, minat serta keaktifan siswa kelas X SMA
Bopkri II Yogyakarta dalam kegiatan belajar mengajar, khususnya pada mata
pelajaran Fisika dengan pokok bahasan lensa tipis. Dengan menggunakan
strategi penemuan, siswa belajar menguasai salah satu metode ilmiah yang
akan dapat dikembangkannya sendiri.
Penggunaan metode penemuan menjadikan siswa dapat
mengembangkan, memperbanyak kesiapan, serta penguasaan ketrampilan
dalam proses pengenalan dan kognitif siswa. Hasil ini didukung oleh pendapat
54
Vernon A. Magnesen (1983) dalam DePorter, dkk., (2000) yang menjelaskan
bahwa kita belajar 10% dari apa yang kita baca, 20% dari apa yang kita
dengar, 30% dari apa yang kita lihat, 50% dari apa yang kita lihat dan dengar,
70% dari apa yang kita katakan, 90% dari apa yang kita katakan dan lakukan.
Artinya seseorang bisa menyerap informasi paling banyak pada saat dia
melakukan atau mempraktekkan materi yang telah diterimanya.
59
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat
diperoleh kesimpulan bahwa:
1. Pendekatan metode penemuan (discovery) pada pembelajaran Fisika
mempunyai pengaruh yang berarti terhadap hasil belajar siswa kelas X
SMA Bopkri II Yogyakarta, yaitu ada peningkatan hasil belajar yang
cukup signifikan pada kelas yang memperoleh pembelajaran dengan
pendekatan metode penemuan.
2. Metode penemuan yang diberikan bagi siswa kelas X SMA Bopkri II
Yogyakarta pada pembelajaran fisika mampu meningkatkan minat belajar
siswa di kelas, dimana siswa lebih menyukai proses pengajaran, siswa
dapat mencerna materi pelajaran, serta lebih berminat untuk mempelajari
bidang studi Fisika.
3. Pendekatan metode penemuan pada pembelajaran Fisika di kelas X SMA
Bopkri II Yogyakarta, dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam belajar
di kelas, dimana siswa kelas menjadi lebih aktif dalam mengemukakan
pendapat, bertanya pada guru, bertanya pada siswa lain, berdiskusi
dengan siswa lain, pengerjaan tugas/laporan serta dalam menjawab
pertanyaan lisan dari guru.
60
B. Saran
Dengan segala keterbatasannya, maka dari hasil penelitian ini
dikemukakan saran sebagai berikut :
1. Jumlah sampel perlu ditambah dan perlu dilakukan pada jenjang pendidikan
lainnya.
2. Dari sisi teknis pembelajaran, karena kelas dan norma pembelajaran bersifat
terbuka maka penggunaan pendekatan penemuan harus dilakukan dengan
hati-hati dan cermat, pengelolaan kelas dan waktu harus efisien.
3. Agar proses pembelajaran lebih bermakna dan terkontrol , maka perlu ada
refleksi bersama, baik dengan siswa maupun sesama guru.
4. Pembelajaran dengan pendekatan ini menuntut kreativitas, inovasi dan
semangat guru untuk selalu berpihak pada peningkatan kualitas layanan
pendidikan, untuk itu perlu adanya keberanian dan kerja keras.
54
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu dkk,. 1998. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Arikunto, S. 2001. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
_________ . 2005. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta.
Depdiknas. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
DePorter, Bobbi., Reardon, Mark, Mourie, Sarah Singer. 2000. Quantum
Teaching: Mempraktikkan quantum learning di ruang-ruang kelas.
Bandung: PT. Mizan Pustaka.
Hamalik, O. 1982. Metode Belajar dan Kesulitan Belajar. Bandung: Tarsito.
Mustikasari, 2007. Artikel Pendidikan: Guru Harus Menjadi Model Dalam
Penyampaian Materi. http://mustikasari-
artikelpendidikan.blogspot.com/2007/06/artikel-matematika.html
Roestiyah. 2001. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta
Rohani, Ahmad.2004. Pengelolaan Pengajaran. Edisi Revisi. Jakarta: Rineka
Cipta.
Rowe, B.M. 1970. Wait-time and reward as instructional variabel: Influence on
inquiry and sense and fate control. New York : Columbia University.
Safari, 1997. Evaluasi Pembelajaran. Jakarta. Direktorat Jenderal Pendidikan
Dasar dan Menengah.
Sidharta, Arief. 2000. Model Pembelajaran Asam Basa Berbasis Inkuiri
Laboratorium Sebagai Wahana Pendidikan Sains Siswa SMP.
Silverius, Suke. 1991. Evaluasi Hasil Belajar dan Umpan Balik. Jakarta : PT
Grasindo.
Singgih. SPSS 10. PT. Elex Media Komputindo. Jakarta. 2001.
Suherman dan Sukajaya. 1990. Evaluasi Pendidikan. Bandung: Wijaya Kusumah.
Suryosubroto, B. 2002. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: Penerbit
Rineka Cipta.
55
Tirtarahardja, Umar dan La Sulo. 1999. Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT
Rineka Cipta.
Tabrani dan Rusyan. 1989. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif,
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Umar, H dkk. 1999. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta:
Rineka Cipta.
Urbina dan Anastasi. 1997. Metodologi Penelitian Pendidikan. Yogyakarta: Bumi
Aksara.
Van den Berg, Euwe. 1991. Miskonsepsi Fisika dan Remidiasi. Salatiga: UKSW
LAMPIRAN
Lampiran 1. Data Hasil Penelitian untuk Parameter Prestasi Belajar
Pre Tes Pos Tes Pos Tes - Pre Tes1 5.3 5.3 0.002 5 7.3 2.303 4.6 5.3 0.704 6 6.6 0.605 4.3 5.6 1.306 3.6 6.3 2.707 4.6 6 1.408 2.6 3.6 1.009 2 2.6 0.60
10 5.3 6.6 1.3011 2.3 4.6 2.3012 4.3 5 0.7013 5.3 6 0.7014 6 6.6 0.6015 3.9 6.6 2.7016 4 5.3 1.3017 4 5.6 1.6018 3.3 4.7 1.4019 5.3 6 0.7020 6 7 1.0021 4 4.6 0.60
Rata-rata 1.21
No. SiswaKelas Kontrol (A)Nilai Tes Prestasi
Selisih Nilai
Pre Tes Pos Tes Pos Tes - Pre Tes1 4.6 5.6 1.002 5.3 6 0.703 4.6 6.3 1.704 3.3 5.3 2.005 4 6.6 2.606 4 5.3 1.307 3.6 4.6 1.008 4.6 5.3 0.709 5.3 6.3 1.00
10 4 5.6 1.6011 4.6 6.6 2.0012 3.3 5.3 2.0013 4 5.6 1.6014 5.3 7.3 2.0015 4.3 7.3 3.0016 5.3 5.6 0.3017 2.6 6.3 3.7018 2 5.3 3.3019 4 5.6 1.6020 4.6 6.6 2.0021 3 5.6 2.60
Rata-rata 1.80
Selisih NilaiNilai Tes PrestasiNo. Siswa
Kelas Penelitian (B)
Lampiran 2. Data Hasil Penelitian untuk Parameter Minat Belajar
1 2 3 4 5 6 7 8
1 1 1 2 2 2 2 1 2 1,63 1 SR
2 4 3 4 3 1 3 3 4 3,13 3 S
3 1 3 3 1 2 3 3 3 2,38 2 R
4 4 3 4 3 4 3 3 3 3,38 3 S
5 4 3 5 3 4 3 2 2 3,25 3 S
6 4 4 4 4 4 4 4 4 4,00 4 T
7 1 2 2 1 2 3 1 1 1,63 1 SR
8 1 4 3 2 3 4 2 4 2,88 3 S
9 1 1 1 1 1 3 2 1 1,38 1 SR
10 1 1 3 2 1 4 2 3 2,13 2 R
11 3 2 2 2 2 2 2 2 2,13 2 R
12 1 2 2 1 2 3 1 1 1,63 1 SR
13 3 4 4 3 4 4 3 2 3,38 3 S
14 4 3 5 4 3 4 4 5 4,00 4 T
15 4 4 4 4 4 3 4 4 3,88 4 T
16 1 1 4 2 4 5 1 3 2,63 3 S
17 1 2 3 4 2 3 3 1 2,38 2 R
18 3 4 4 2 3 3 4 3 3,25 3 S
19 4 3 3 4 2 3 4 3 3,25 3 S
20 4 2 2 3 2 2 3 3 2,63 3 S
21 3 2 3 2 3 2 2 2 2,38 2 R
Rata-rataNo. Siswa Pernyataan
Kelas Kontrol (A)
skor Kriteria
1 2 3 4 5 6 7 8
1 4 4 4 4 3 3 4 4 3.75 4 T
2 4 3 5 4 3 3 5 4 3.88 4 T
3 2 3 1 1 3 3 2 4 2.38 2 R
4 4 3 4 4 3 4 4 3 3.63 4 T
5 3 3 4 5 2 2 2 3 3.00 3 S
6 5 4 4 5 3 3 4 4 4.00 4 T
7 5 5 5 5 5 4 4 5 4.75 5 ST
8 4 4 4 4 3 3 5 4 3.88 4 T
9 5 5 5 5 4 3 5 5 4.63 5 ST
10 5 4 4 5 4 4 5 4 4.38 5 ST
11 4 4 4 4 4 4 4 4 4.00 4 T
12 5 4 4 4 4 4 5 5 4.38 5 ST
13 5 4 3 5 3 4 3 5 4.00 4 T
14 5 4 4 5 4 4 5 5 4.50 5 ST
15 5 4 4 4 3 3 4 4 3.88 4 T
16 5 4 4 4 3 3 4 4 3.88 4 T
17 2 2 2 2 3 4 3 3 2.63 3 S
18 4 4 4 4 4 5 4 4 4.13 4 T
19 5 4 4 4 4 4 5 5 4.38 5 ST
20 5 4 4 5 5 4 5 5 4.63 5 ST
21 5 4 4 5 4 4 5 5 4.50 5 ST
Kelas Penelitian (B)
Pertanyaan skor KriteriaRata-rataNo. Siswa
Lampiran 3. Data Hasil Penelitian untuk Parameter Keaktifan Belajar
1 2 3 4 5 6
1 2 2 2 3 4 3 2,67 3 C
2 1 2 2 3 4 2 2,33 2 KA
3 4 3 3 2 2 3 2,83 3 C
4 1 3 4 3 3 2 2,67 3 C
5 1 3 3 3 3 2 2,50 2 KA
6 1 2 2 2 3 1 1,83 2 KA
7 1 2 2 1 3 2 1,83 2 KA
8 1 4 3 2 3 2 2,50 2 KA
9 1 1 1 1 3 3 1,67 1 STA
10 1 1 2 2 2 3 1,83 2 KA
11 3 2 2 2 4 2 2,50 2 KA
12 1 2 2 1 4 3 2,17 2 KA
13 3 2 1 3 4 2 2,50 2 KA
14 4 3 5 4 3 5 4,00 4 A
15 2 2 2 3 2 1 2,00 2 KA
16 1 1 4 2 4 1 2,17 2 KA
17 4 4 3 4 4 1 3,33 3 C
18 1 4 2 2 2 2 2,17 2 KA
19 2 3 3 4 3 2 2,83 3 C
20 2 2 2 3 3 2 2,33 2 KA
21 1 2 3 2 3 2 2,17 2 KA
No. Siswa
Kelas Kontrol (A)
Rata-rata skor KriteriaPernyataan
1 2 3 4 5 6
1 4 4 3 4 4 3 3.67 4 A
2 4 3 2 3 4 5 3.50 4 A
3 2 3 3 3 4 5 3.33 3 C
4 4 3 4 3 4 4 3.67 4 A
5 4 4 4 4 4 4 4.00 4 A
6 4 3 5 3 4 3 3.67 4 A
7 4 4 4 4 4 4 4.00 4 A
8 3 2 2 1 3 5 2.67 3 C
9 3 4 3 2 3 4 3.17 3 C
10 4 4 4 5 5 4 4.33 5 SA
11 3 3 3 2 4 4 3.17 3 C
12 3 2 4 2 4 3 3.00 3 C
13 1 2 2 1 4 3 2.17 2 KA
14 3 4 4 3 4 4 3.67 4 A
15 3 3 5 4 3 5 3.83 4 A
16 3 2 3 2 4 2 2.67 3 C
17 4 4 4 4 4 5 4.17 4 A
18 1 1 4 2 4 5 2.83 3 C
19 4 5 5 4 5 3 4.33 5 SA
20 3 3 4 4 4 5 3.83 4 A
21 4 3 3 4 4 4 3.67 4 A
Jum 68 66 75 64 83 84
No. Siswa
Kelas Penelitian (B)
Rata-rata skor KriteriaPertanyaan
Lampiran 4. Diskripsi Selisih nilai Pos Tes dan Pre Tes Siswa
Frequencies
Statistics
Kelas Kontrol
21
0
1.2143
.74652
.00
2.70
Valid
Missing
N
Mean
Std. Deviation
Minimum
Maximum
Kelas Kontrol
1 4.8 4.8 4.8
4 19.0 19.0 23.8
4 19.0 19.0 42.9
2 9.5 9.5 52.4
3 14.3 14.3 66.7
2 9.5 9.5 76.2
1 4.8 4.8 81.0
2 9.5 9.5 90.5
2 9.5 9.5 100.0
21 100.0 100.0
.00
.60
.70
1.00
1.30
1.40
1.60
2.30
2.70
Total
ValidFrequency Percent Valid Percent
CumulativePercent
Lampiran 4. (Lanjutan)
Frequencies
Statistics
Kelas Penelitian
21
0
1.7952
.88740
.30
3.70
Valid
Missing
N
Mean
Std. Deviation
Minimum
Maximum
Kelas Penelitian
1 4.8 4.8 4.8
2 9.5 9.5 14.3
3 14.3 14.3 28.6
1 4.8 4.8 33.3
3 14.3 14.3 47.6
1 4.8 4.8 52.4
5 23.8 23.8 76.2
2 9.5 9.5 85.7
1 4.8 4.8 90.5
1 4.8 4.8 95.2
1 4.8 4.8 100.0
21 100.0 100.0
.30
.70
1.00
1.30
1.60
1.70
2.00
2.60
3.00
3.30
3.70
Total
ValidFrequency Percent Valid Percent
CumulativePercent
Lampiran 5. Output SPSS Uji T-test untuk Prestasi Belajar Siswa
T-Test
Group Statistics
21 1.7952 .88740 .19365
21 1.2143 .74652 .16290
KELASkelas penelitian
kelas kontrol
Selisih NilaiN Mean Std. Deviation
Std. ErrorMean
Independent Samples Test
.469 .498 2.296 40 .027
2.296 38.861 .027
Equal variancesassumed
Equal variancesnot assumed
Selisih NilaiF Sig.
Levene's Test forEquality of Variances
t df Sig. (2-tailed)
t-test for Equality of Means
Statistik Kelas
Kontrol Kelas
Penelitian
n 21 21
rata2 1.214 1.795
SD 0.747 0.887
S2 0.557 0.787
S2gab 0.672
F hitung 1.413
F tabel 2.124
t hitung 2.296
t tabel 2.021
Pengujian kesamaan ragam:
F = S2 terbesar/S
2 terkecil
= 0,787/0,557
= 1,413
F tabel (0,05;db=20;20) = 2,124
Jadi, F hitung < F tabel yang artinya ragam kedua kelompok kelas adalah sama
Pengujian beda rata-rata:
nknpS
xxt
kp
11+
−=
dimana: p
x = Rata-rata nilai tes prestasi kelas penelitian
k
x = Rata-rata nilai tes prestasi kelas kontrol
Dengan ( ) ( )
2
11 22
2
−+
−+−=
nknp
SnkSnpS
kp
Dari data di atas, dapat dihitung :
( )( ) ( )( )22121
5570207870202
−+
+=
,,S
= 0,672
S = 6720,
= 0,820
Sehingga, t hitung dapat dihitung:
21
1
21
18200
211801
+
−=
,
,,t = 2,296
t tabel (0,05;40) = 2,021
Oleh karena t hitung > t tabel, maka rata-rata selisih nilai pada kedua kelompok kelas
adalah berbeda.
Lampiran 6. Output SPSS Uji Mann-Withney untuk Minat Siswa
Frequencies Kelas Kontrol
Statistics
minat
21
0
Valid
Missing
N
minat
4 19.0 19.0 19.0
5 23.8 23.8 42.9
9 42.9 42.9 85.7
3 14.3 14.3 100.0
21 100.0 100.0
sangat rendah
rendah
sedang
tinggi
Total
ValidFrequency Percent Valid Percent
CumulativePercent
Frequencies Kelas Penelitian
Statistics
minat
21
0
Valid
Missing
N
minat
1 4,8 4,8 4,8
2 9,5 9,5 14,3
10 47,6 47,6 61,9
8 38,1 38,1 100,0
21 100,0 100,0
rendah
sedang
tinggi
sangat tinggi
Total
ValidFrequency Percent Valid Percent
CumulativePercent
Lampiran 6. (lanjutan)
NPar Tests Mann-Whitney Test
Ranks
21 13.12 275.50
21 29.88 627.50
42
KELASkelas kontrol
kelas penelitian
Total
minatN Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsa
44.500
275.500
-4.561
.000
Mann-Whitney U
Wilcoxon W
Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
minat
Grouping Variable: KELASa.
Lampiran 7. Output SPSS Uji Mann-Withney untuk Keaktifan Siswa
Frequencies Kelas Kontrol
Statistics
aktif
21
0
Valid
Missing
N
aktif
1 4.8 4.8 4.8
14 66.7 66.7 71.4
5 23.8 23.8 95.2
1 4.8 4.8 100.0
21 100.0 100.0
sangat tidak aktif
kurang aktif
cukup
aktif
Total
ValidFrequency Percent Valid Percent
CumulativePercent
Frequencies Kelas Penelitian
Statistics
aktif
21
0
Valid
Missing
N
aktif
1 4,8 4,8 4,8
7 33,3 33,3 38,1
11 52,4 52,4 90,5
2 9,5 9,5 100,0
21 100,0 100,0
kurang aktif
cukup
aktif
sangat aktif
Total
ValidFrequency Percent Valid Percent
CumulativePercent
Lampiran 7. (lanjutan)
NPar Tests Mann-Whitney Test
Ranks
21 13.05 274.00
21 29.95 629.00
42
KELASkelas kontrol
kelas penelitian
Total
aktifN Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsa
43.000
274.000
-4.685
.000
Mann-Whitney U
Wilcoxon W
Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
aktif
Grouping Variable: KELASa.
Lampiran 8.
Soal Pos Tes dan Pre Tes
1. Sebuah benda terletak 20 cm didepan lensa cekung. Bila jari-jari lensa itu
30 cm, maka jarak bayangan benda itu....................
a. 10 cm c. 60 cm
b. 12 cm d. 120 cm
2. Bila benda diletakkan diantara titik fokus dan titik pusat lensa cekung,
maka sifat bayangannya.......................
a. maya, tegak, diperbesar c. maya, terbalik, diperbesar
b. maya, tegak, diperkecil d. maya, terbalik, diperkecil
3. Pernyataaan mana yang benar ?
a. cermin cembung bersifat memusatkan sinar
b. lensa cembung bersifat memusatkan sinar
c. cermin cekung bersifat menyebarkan sinar
d. lensa cekung bersifat memusatkan sinar
4. Jarak fokus sebuah lenasa cembung 50 cm. Kekuatan lensanya.............
a. 0,5 dioptri c. 5 dioptri
b. 2 dioptri d. 20 dioptri
5. Alat optik yang menghasilkan bayangan maya tegak diperbesar
adalah..............
a. lup c. kamera
b. mata d. mikroskop
6. Sebuah lensa cembung mempunyai jarak fokus 10 cm. Jarak bayangan
yang terjadi jika benda terhadap lensa berada pada jarak 5 cm,
adalah....................
a. -100 cm c. 100 cm
b. -10 cm d. 10 cm
7. Sebuah lensa cekung mempunyai titik fokus 15 cm. Jari-jari kelengkungan
lensa tersebut adalah..........................
a. 20 cm c. 30 cm
b. 25 cm d. 35 cm
8. Satuan kekuatan lensa adalah.....................
a. Centimeter c. Dioptri
b. Meter d. Inchi
9. Sifat bayangan yang diletakkan diantara titik fokus dan lensa cembung
adalah.............
a. nyata, diperkecil c. maya, diperkecil
b. nyata, diperbesar d. maya, diperbesar
10. Benda yang diletakkan pada ruang II sebuah lensa cekung, sifat
bayangannya adalah.......................
a. nyata c. semu
b. maya d. normal
11. Byangan sebuah benda terlatak 24 cm di depan sebuah lensa cekung, jarak
fokus lensa itu 6 cm. Jarak bendanya.......................
a. 8 cm c. 24 cm
b. 12 cm d. 48 cm
12. Lensa pada alat-alat optik yang fungsinya menyebarkan sinar
dinamakan.........
a. lensa objektif c. lensa negatif
b. lensa okuler d. lensa positif
13. Kekuatan lensa cembung 4 dioptri, jarak fokusnya sebesar..................
a. 20 cm c. 30 cm
b. 25 cm d. 35 cm
14. Sebuah benda yang diletakkan pada jarak 6 cm di depan sebuah lensa
cekung dan bayangan yang terbentuk 30 cm, maka jarak fokusnya
adalah...............
a. 0,2 cm c. 24 cm
b. 5 cm d. 36 cm
15. Sebuah benda terletak 60 cm dari lensa cekung yang fokusnya 180 cm dan
jarak bayangan yang terjadi adalah.....................
a. – 45 cm c. 120 cm
b. - 90 cm d. 240 cm
Lampiran 9.
Angket Hasil Pembelajaran
Mata Pelajaran Fisika Pokok Bahasan “Lensa Tipis”
Nama Siswa:
Kelas:
Pilihlah satu jawaban dengan tanda cek (√) yang mencerminkan pendapat
Anda mengenai pernyataan-pernyataan berikut:
No. Pernyataan Sangat
Setuju Setuju
Ragu-
ragu
Tidak
Setuju
Sangat
Tidak
Setuju
1 Saya menyukai proses
pembelajaran Fisika dengan
metode pembelajaran ini
2 Saya merasa mudah dalam
mencerna pelajaran Fisika
yang disampaikan dengan
metode pembelajaran ini
3 Saya lebih fokus terhadap
materi yang diajarkan
4 Saya menginginkan
pembelajaran Fisika dengan
metode pembelajaran seperti
ini.
5 Saya selalu mencatat hasil-
hasil diskusi/ pembalajaran.
6 Saya selalu rajin mengerjakan
tugas maupun laporan
praktikum
7 Saya lebih enjoy dalam
mengikuti proses
pembelajaran dengan metode
pembelajaran ini
8 Dengan metode pembelajaran
ini, saya lebih berminat dalam
mempelajari bidang studi
Fisika
Lampiran 10. Pedoman Observasi Keaktifan Siswa
Nama Siswa:
Kelas:
No. Aspek keaktifan yang diobservasi
Skor Penilaian
1 2 3 4 5
1 Mengemukakan pendapat
2 Bertanya pada guru
3 Bertanya pada siswa/kelompok lain
4 Berdiskusi dengan siswa/kelompok
5 Pengerjaan tugas/laporan
6 Menjawab pertanyaan lisan dari guru
DESAIN PEMBELAJARAN
Mata Pelajaran : Fisika
Kelas : X
Semester : II
Waktu : 3 JP
Model Pembelajaran Alat Optik
“LENSA TIPIS”
A. Kegiatan Awal
1. Motivasi
Siswa diajak mengaitkan penggunaan alat optik dan fungsinya dalam kehidupan
sehari-hari.
B. Kegiatan Inti
Tujuan
1. Memahami sifat lensa tipis cembung dan cekung.
2. Menentukan jarak fokus lensa cembung dan cekung.
Alat-alat yang diperlukan
1. Lensa positip (cembung)
2. Lensa negatif (cekung)
3. Meja optik dengan perlengkapannya
Teori dasar
Secara umum lensa dibagi menjadi 2 jenis yaitu lensa cembung dan lensa cekung. Pada
lensa cekung cahaya yang sejajar dan dekat dengan sumbu optik (paraksial) dibiaskan
menyebar seakan-akan berasal dari suatu titik fokus maya di belakang lensa, oleh sebab
itu lensa cekung dikatakan bersifat divergen. Sedangkan pada lensa cembung cahaya
paraksial dibiaskan menuju ke titik fokus nyata di depan lensa, sehingga lensa cembung
dikatakan bersifat konvergen. Jarak antara lensa dengan titik fokusnya dinamakan jarak
fokus.
Bila sebuah benda (obyek) ditempatkan sejauh S dari lensa tipis yang mempunyai jarak
fokus f, akan dihasilkan bayangan yang terletak sejauh S’ dari lensa yang memenuhi
persamaan Gauss :
fSS
1
'
11=+
dimana : S = jarak benda (dari pusat lensa).
S’ = jarak bayangan (dari pusat lensa).
f = jarak fokus.
Harga S atau S’ positif bila benda atau bayangannya bersifat nyata dan negatif bila
bersifat maya.
Cara kerja
1. Mencari jarak fokus lensa cembung
(a) Dengan menggunakan persamaan Gauss (1)
Gambar 1. Lensa cembung
Benda, lensa cembung dan layar disusun seperti pada gambar 1. Benda (obyek)
merupakan anak panah iluminasi terang yang dibentuk oleh plat logam dan lampu.
Dengan menggeser-geser layar maka pada posisi tertentu diperoleh bayangan yang nyata
yang terjelas pada layar. Lakukan pengukuran S’ sebanyak 6 kali. Kemudian ulangi
percobaan ini dengan mengubah jarak benda S, sebanyak 6 kali.
(b) Dengan pengukuran langsung
Oleh karena sinar datang yang sejajar sumbu dapat dihasilkan oleh benda yang terletak
tak berhingga jauhnya dari lensa, maka jarak fokus lensa cembung dapat diukur langsung
dengan menggunakan benda yang letaknya jauh sekali dari lensa. Untuk benda jauh ini
bayangan nyatanya terletak pada jarak fokus lensa.
Arahkan lensa pada benda-benda jauh, misalnya awan di langit, ukur jarak bayangan
awan ini yang tertangkap pada layar sebagai jarak fokus yang dicari. Lakukan berulang
sampai 6 kali.
2. Mencari jarak fokus lensa cekung
Untuk mendapatkan bayangan nyata dari lensa cekung harus digunakan benda maya.
Oleh sebab itu percobaan ini memerlukan lensa cembung sebagai lensa pembantu. Mula-
mula disusun system benda-lensa-layar seperti pada gambar 2a dan dicari bayangan nyata
yang dibentuk oleh lensa cembung. Kemudian lensa cekung diletakkan di antara lensa
cembung dan layar sehingga bayangan yang dibentuk oleh lensa cembung menjadi benda
(obyek) maya bagi lensa cekung seperti tampak pada gambar 2b.
Gambar 2. Pengukuran fokus lensa cekung
Kemudian dengan menggeser-geser layar akan didapat bayangan nyata lensa cekung tsb.
Jarak fokus lensa cekung dapat dihitung dari pers. (1) dimana harga S negatif karena
maya. Lakukan percobaan ini sebanyak 6 kali.
Kemudian ulangi percobaan ini dengan mengubah jarak S, sebanyak 6 kali.
Tugas Siswa
a. Apa fungsi lensa cembung pada percobaan lensa cekung ?
b. Bagaimana sifat bayangan lensa cekung jika bendanya nyata ?
c. Apakah yang dimaksud dengan bayangan maya dan bayangan nyata ?
d. Bagaimana menentukan jarak fokus lensa cembung dan cekung ?