pengaruh pemberian purified diet defisien kalsium … · pengaruh pemberian purified diet defisien...
TRANSCRIPT
i
PENGARUH PEMBERIAN PURIFIED DIET DEFISIEN
KALSIUM YANG DISUPLEMENTASI DENGAN INULIN
TERHADAP NERACAKALSIUM TIKUS PUTIHSpraguedawley
(Rattus norvegicus)
NURHAYU
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
iii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Pemberian
PurifiedDiet Defisien Kalsium yang Disuplementasi dengan Inulin tehadap
NeracaKalsium Tikus PutihSpragueDawley (Rattus Norvegicus)adalah benar
karya saya denganarahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2014
Nurhayu
NIM D24090002
ABSTRAK
NURHAYU. Pengaruh Pemberian Purified Diet Defisien Kalsium yang
Disuplementasi dengan Inulin tehadap NeracaKalsium Tikus
PutihSpraguedawley (Rattus Norvegicus). Dibimbing oleh DEWI APRI ASTUTI
dan SRI SUHARTI.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi neraca kalsium dan efek
suplementasi inulin pada tikus putih (Sparague dawley) yang diberi purified diet defisien
kalsium tanpa atau dengan inulin.Penelitian ini menggunakan 12 ekor tikus putih betina
(Sprague dawley) berumur lebih dari 15 bulan yang dipelihara selama 2 bulan.
Rancangan penelitian menggunakan RAL dengan 3 perlakuan dan 4 ulangan. 1) K
=purified diet kontrol, 2) DK =purified diet defisien kalsium dan 3) I =Purified diet
defisien kalsium yang disuplementasi dengan 2.20% inulin. Setiap pagi sisa diet
ditimbang. Dalam menghitung konsumsi bahan kering dan neraca kalsium, darah dan
feses dikoleksi 5 hari sebelum akhir pemeliharaan. Kalsium plasma dianalisis dengan
menggunakan kit O-C FAST®. Konsentrasi kalsium difeses, tulang femur, hati dan ginjal
dianalisis dengan menggunakan metode pengabuan basah dan dibaca dengan
menggunakan AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa konsumsi bahan kering, pertambahan bobot badan harian, kalsium
di tulang femur, ginjal dan hati tidak berbeda nyata diantara masing-masing perlakuan.
Konsumsi kalsium, kalsium di feses dan kalsium plasma perlakuan kontrol secara
signifikan lebih tinggi (P<0.01) dibandingkan perlakuan purified diet defisien kalsium.
Suplementasi 2.20% inulin pada purified dietdefisien kalsium dapat meningkatkan
penyerapan kalsium dan retensi kalsium di tulang femur sekitar 11.35%.
Kata kunci:inulin, neraca kalsium dan tikus putih(Rattus norvegicus)
ABSTRACT
NURHAYU. The Effect of Purified DietDeficiency Calcium Supplemented with
Inulin on Calcium Balance in White Rats Sprague dawley (Rattus norvegicus).
Supervised by DEWI APRI ASTUTI and SRI SUHARTI.
This study was aimed to evaluate calcium balance and effect of inulin
suplementation on white rats (Sparague dawley) fed purified dietdeficiency calcium with
or without inulin. This study used 12 female white rats (Sprague dawley) aged more than
15 months were maintained over 2 months. The study using Completely Randomized
design with 3 treatments and 4 replications.1) control purified diet, 2)calcium
deficiencypurified diet, and 3) calcium deficiencypurified dietsuplemented with inulin.
Treatment was conducted for 2 months, and every morning feeds residual were weighed.
To evaluate dry matter digestibility and calcium balance, blood and feces was sampled
for five days prior to the end of the experiment. Plasma calcium was analyzed using O-C
FAST®kit. Calcium concentrations in feces, femur bone, liver and kidney were analyzed
using wet ashing method and read using AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer).
The results showed that dry matter intake, daily body weight gain, calcium of femur bone,
kidney and liver were not significantly different among the treatments. Calcium intake,
calcium in the feces and calcium in the plasma of control treatment significantly higher
(P<0.01)than in calcium deficiencypurified diet. Supplementation 2.20% of
inulinoncalciumdeficiencypurified dietable toincrease the calciumabsorbtionandthere is
anincreasingofcalcium retention in bone about 11.35%.
Keywords: inulin, calcium balance, Rattus norvegicus
iii
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Peternakan
pada
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
PENGARUH PEMBERIAN PURIFIED DIET DEFISIEN
KALSIUM YANG DISUPLEMENTASI DENGAN INULIN
TERHADAP NERACAKALSIUM TIKUS PUTIHSpraguedawley
(Rattus norvegicus)
NURHAYU
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
v
Judul Skripsi: Pengaruh Pemberian Purified Diet Defisien Kalsium yang
Disuplementasidengan Inulin Terhadap NeracaKalsium Tikus
PutihSpraguedawley (Rattus Norvegicus)
Nama : Nurhayu
NIM :D24090002
Disetujui oleh
Prof Dr Ir Dewi Apri Astuti, MS
Pembimbing I
DrSri Suharti, Spt.MSi
Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof. Dr Ir Panca Dewi MHKS, MSi
Ketua Departemen
Tanggal Lulus: ( )
vii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala kesempatan, nikmat, dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil
diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan
Juni hingga Desember 2013 ini adalahsuplementasi inulin pada purified diet,
dengan judul Pengaruh Pemberian Purified DietDefisien Kalsium yang
Disuplementasi dengan Inulin terhadap NeracaKalsium Tikus
PutihSpraguedawley (Rattus Norvegicus)
Inulin dipilih sebagai senyawa aktif untuk meningkatkan penyerapan
kalsium dalam penelitian ini karena hasil fermentasinya menyebabkan kondisi
lingkungan saluran cerna menjadi asam yang menyebabkan konsentrasi kelarutan
kalsium dalam tubuh meningkat sehingga terjadi peningkatan penyerapan kalsium.
Selain itu inulin mudah diperoleh dari berbagai jenis tanaman famili Kompositae
dan Graninaemisalnyabawang merah, bawang daun, bawang putih, asparagus,
pisang, gandum dan barley serta dapat diekstraksi dari umbi dahlia. Tikus putih
digunakan sebagai ternak penelitian ini karena mudah dipelihara, masa hidupnya
singkat dan lebih ekonomis dibandingkan dengan ternak lain seperti ayam, sapi
dan lain-lain. Osteoporosis merupakan salah satu penyakit yang diakibatkan
karena kekurangan kalsium. Penggunaan inulin sebagai senyawa aktif yang
mampu meningkatkan penyerapan kalsium digunakan untuk mencegah penyakit
osteoporosis. Ternak usia tua rentan akan penyakit ini oleh karena itu digunakan
inulin untuk mencegahnya.
Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dalam
dunia peternakan dan pendidikan serta dapat dijadikan sebagai acuan literatur.
Amin.
Bogor, Mei2014
Nurhayu
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR GAMBAR ix
DAFTAR LAMPIRAN ix
PENDAHULUAN 1
METODE PENELITIAN 2
Bahan 2
Alat 3
Lokasi dan Waktu 3
Prosedur Percobaan 3
Rancangan dan Analisis Data 5
Peubah yang diamati 6
HASIL DAN PEMBAHASAN 7
Konsumsi Bahan Kering Diet 7
Konsumsi Kalsium 7
Kalsium di Feses 8
Absorbsi Kalsium 8
Kalsium Plasma 9
Pertambahan Bobot Badan harian 11
Kalsium di tulang femur 11
Kalsium Hati 12
Kalsium Ginjal 12
SIMPULAN DAN SARAN 12
Simpulan 12
Saran 13
DAFTAR PUSTAKA 13
LAMPIRAN 15
RIWAYAT HIDUP 17
UCAPAN TERIMAKASIH 17
ix
DAFTAR TABEL
1Komposisi purified diet tikus 2
2Formulasi mineral mix 2
3 Hasil analisis proksimat purified diet penelitian (%BK) 3
4Neraca kasium tikus putih yang diberi pure diet dengan kebutuhan
kalsium standar dan defisien, dengan dan tanpa inulin 7
5 Rataan pertambahan bobot badan harian, kalsium tulang, kalsium hati
dan kalsiumginjal tikus 11
DAFTAR GAMBAR
1 Inulin tipe fruktan dan mekanisme peningkatan penyerapan kalsium 9
2 Fungsi homeoestasis kalsium di dalam tubuh 10
DAFTAR LAMPIRAN
1 ANOVA konsumsi bahan kering diet 15
2 ANOVA konsumsi kalsium 15
3ANOVAkalsium di feses 15
4 ANOVA persentase absorpsi kalsium 15
5 ANOVA kalsium plasma 15
6 ANOVApertambahan bobot badan harian 15
7 ANOVA kalsium tulang femur 15
8 ANOVA kalsium hati 16
9 ANOVA kalsium ginjal 16
1
PENDAHULUAN
Tikus putih (Rattus novergicus) termasuk hewan menyusui (kelas mamalia)
yang mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia karena penggunaannya
sebagai hewan model di laboratorium (Smith dan Mangkoewidjojo 1988). Hewan
model adalah objek hewan yang berperan sebagai imitasi (peniruan) manusia yang
digunakan untuk menyelidiki fenomena biologis atau patobiologis (Hau dan Hoosier
2003). Salah satu cara untuk membuat hewan model defisien kalsium yaitu dengan
mengatur kadar kalsium pada ransumnya. Hewan model yang defisiensi kalsium
merupakan hewan model yang kekurangan kalsium dalam tubuhnya atau secara
fisiologis mengalami penurunan sebanyak 10% dibawah normalnya kadar kalsium
plasma(Sukandar et al. 2008).Kadar kalsium plasma normal berkisar antara 9.2-10.4
mgdl-1
(Sukandar et al. 2008). Defisiensi kalsium akan menyebabkan ketidaknormalan
pada tulang seperti riketsia dan osteoporosis (Gropper et al. 2005).
Inulin merupakan suatu polisakarida yang terdapat pada berbagai tanaman yang
termasuk familiKompositae dan Graninae.Inulin pertama kali diisolasi dari tanaman
Inula helenium. Senyawa ini juga ditemukan dalam umbi tanaman chicory, dandelion
dan artichoke (Roberfroid 2005). Inulin juga dapat diperoleh dari bawang merah,
bawang daun, bawang putih, asparagus, pisang, gandum dan barley (Tungland 2002)
serta dapat diekstraksi dari umbi dahlia (Zaharanti 2005). Menurut Kaur dan
Gupta(2002) salah satu fungsi inulin adalah mengurangi resiko osteoporosis dengan
carameningkatkan absorpsi kalsium di darah. Menurut penelitian Coudrayet al. (2006)
penggunaan inulin pada hewan model tikus putih adalah 3.75% dengan menggunakan
semi purified dietuntuk melihat efektifitas penyerapannya terhadap mineral Zn dan Cu.
Dalam penelitian ini, dosis inulin diturunkan menjadi 2.20% dengan menggunakan
purified dietuntuk melihat efektifitasnya terhadap penyerapan mineral Ca.
Pakan atau ransum dikategorikan normal jika pakan itu telah memenuhi
kebutuhan nutrisi bagi hewan atau ternak yang mengkonsumsi. Kebutuhan kalsium pada
tubuh hewan tikus normal sebesar 0.5% (NRC 1995). Pada kondisi ransum tikus
kekurangankalsium, maka perlu dilakukan suplementasi dengan senyawa yang dapat
meningkatkan penyerapan kalsium. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa
inulin dapat meningkatkan serapan dan deposisi kalsium pada tulang hewan model tikus
putih (Rattus novergicus) (Roberfroid 2005). Lebih lanjut inulin juga dapat menurunkan
pH usus karena produksi SCFA (Short Chain Fatty Acid) meningkat terutama propionat
dan asetat pada tingkat yang lebih rendah serta butirat dan asam laktat pada tingkat yang
lebih tinggi, sehingga kalsium diserap dalam lumen usus.
Dalam penelitian ini digunakan formulapurified diet.Menurut NRC Laboratory
Animals (1995) purified diet adalah pakan yang diformulasikan dari bahan baku pilihan
yang jumlahnya terbatas. Formula tersebut disusun dari bahan-bahan baku yang murni
dan kualitasnya lebih konstan. Bahan baku yang digunakan seperti kasein, kedelai, gula,
pati, minyak sayur, CMC(Carboxymethylcellulose), vitamin, dan garam. Kandungan
nutrien pada purified dietbiasanya tidak bervariasi dan lebih mudah dikontrol dari pada
bahan baku konvensional. Diet ini dapat dibuat secara khususuntuk menghasilkan diet
model yang defisiensi terhadap salah satu nutrien (makro atau mikro).Penelitian ini
bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh suplementasi inulin danneraca kalsium pada
tikus putih (Sparague dawley) yang diberi purified dietdefisien kalsium.
2
METODE
Bahan
Purified Diet
Purified diet yang digunakan terdiri ataskasein, glukosa, pati beras, minyak
jagung, dl-methionin, CMC, vitamin mix, mineral mix, mineral mix tanpa kalsium dan
inulin.Perlakuan diet adalah sebagai berikut; kontrol (K) mengandung 0.60%kalsium,
diet defisien kalsium (DK) mengandung 0.40%kalsium dandiet defisien kalsium yang
disuplementasi inulin (I) mengandung 0.40%kalsium dan 2.20% inulin. Penggunaan
2.20% inulin adalah berdasarkan penelitian Coudray 2006 bahwa dosis penggunaan
inulin adalah 3.75% untuk menganalisis penyerapan Zn dan Cu sedangkan dalam
penelitian ini dosisnya diturunkan menjadi 2.20% untuk analisis penyerapan mineral Ca.
Tabel 1. Komposisi purified diet tikus
Bahan Pakan K (%) DK (%) I (%)
Tepung beras 25.00 25.00 25.00 Kasein 18.00 18.00 16.30 Minyak Jagung 3.50 3.50 3.00
Glukosa 49.00 49.00 49.00 DL-Methionine 0.30 0.30 0.30 CMC (Carboxymethylcellulose) 3.00 3.00 3.00
Mneral (tanpa kalsium)* 0.00 0.50 0.50 Mineral (berkalsium) 0.50 0.00 0.00 Campuran Vitamin 0.50 0.50 0.50
Inulin 0.00 0.00 2.20 Garam 0.20 0.20 0.20
*mineral mix yang disusun khusus
K= purified diet kontrol; DK= purified diet defisien kalsium; I= purified diet defisien kalsium yang
mengandung inulin.
Tabel 2. Komposisi mineral mix
Mineral Mix Kontrol Mineral Mix Defisien Kalsium
Senyawa g Senyawa g
NaCl KH2PO4 MgSO4 CaCO3 FeSO4,7H2O MnSO4.H2O K.I ZnSO4.JH2O CuSO4.5H2O CoCl2.6H2O
0.697000 1.945000 0.287000 1.907000 0.135000 0.020000 0.004000 0.003000 0.002000 0.000115
NaCl KH2PO4 MgSO4 *Tepung Maizena/ filler FeSO4,7H2O MnSO4.H2O K.I ZnSO4.JH2O CuSO4.5H2O CoCl2.6H2O
0.697000 1.945000 0.287000 1.907000 0.135000 0.020000 0.004000 0.003000 0.002000 0.000115
Total 5.000000 5.000000 *tepung maizena: kandungan kalsiumnya 10 mg/100 (Departemen Kesehatan RI 1996)
3
Tabel 3. Hasil analisis proksimat purified dietpenelitian (%BK)
Analisis Nutrien K (%) DK (%) I (%) Bahan kering 76.89 77.31 79.30 Protein Kasar 17.78 17.90 17.01 Serat Kasar 0.44 0.49 0.49 Lemak Kasar 3.11 3.07 2.78 Kalsium 0.60 0.40 0.40 Hasil analisa laboratorium Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong (2013).
K= purified diet kontrol; DK= purified diet defisien kalsium; I= purified diet defisien kalsium yang
mengandung inulin.
Hewan Percobaan
Penelitian ini menggunakan tikus putih (Rattus novergicus) betinagalurSparague
dawley berumur lebih dari 15 bulan dan berjumlah 12 ekor dengan rata-rata bobot badan
awal 250.67 g yang secara random dibagi kedalam 3 perlakuanpurified diet yang
berbeda. Tikus yang digunakan sebagian besar sudah dalam keadaan defisien kalsium
akibat perlakuan sebelumnya dan kemudian dibagi kedalam 3 perlakuan ini secara
random.
Alat
Peralatan perkandangan yang digunakan adalah kandang individu yang terbuat
dari kotak plastik dan diberi alas sekam, tempat minum dan pakan. Timbangan
kapasitas 5000 g, mixer danblender.Analisis kadar kalsium serum menggunakan reagen
kit kalsium O-C FAST® dan spektrofotometer UV-Vis, sedangkan analisis kadar
kalsium pada pakan, tulang dan feses menggunakan atomic absorption
Spectrophotometer (AAS) Shimadzu AA-6300.
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di kandang pemeliharaan tikus, Laboratorium Nutrisi
Ternak Daging dan Kerja, Laboratorium Nutrisi Ternak Perah Departemen Ilmu Nutrisi
dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB dan Laboratorium Mikrobiologi Terapan
Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI Cibinong pada bulan Juni – Desember tahun 2013.
Prosedur Percobaan
Pemeliharaan
Pemeliharaan dilakukan selama 2bulan dengan masa adaptasi terhadap
perlakuan diet baru dilakukan selama 7 hari. Pemberian pakan dilakukan dua kali sehari
yaitu pagi hari pukul 08.00 WIB dan sore hari pukul 15.00 WIB. Pencampuran diet
dilakukan setiap sepuluh hari sekali agar tidak ada bahan yang rusak,sedangkan
pembuatan pasta (diet dengan kandungan 20% air) dilakukan setiap hari sebelum
pemberian diet pagi dan sore hari. Pemberian diet sebanyak15 g e-1
h-1
. Penimbangan
sisa dilakukan setiap hari sebelum pemberian diet pagi, sedangkan pengambilan sampel
4
fesesdan darah dilakukan pada 5 hari sebelum akhir penelitian. Sampel tulang, hati dan
ginjal diperoleh setelah hewan dimatikan.
Perlakuan
Perlakuan pada penelitian ini yaitu:
1. K : purified diet kontrol dengan kandungan kalsium 0.60%
2. DK : purified diet defisien kalsium dengan kandungan kalsium 0.40%
3. I : purified diet defisien kalsium (DK) yang mengandungi inulin 2.20%
Koleksi Sampel
a. Diet
Konsumsi dihitung setiap hari dengan cara menimbang diet yang diberikan
dikurangi sisa diet (g e-1
h-1
).
b. Feses
Total koleksi feses dilakukan pagi hari sebelum waktu pemberian diet selama 5
hari di akhir pemeliharaan.
c. Pengambilan Darah
Pengambilan darah dilakukan pada akhir pemeliharaan dengan menggunakan
metode cardiac punctureatau pengambilan darah langsung di bagian jantung.Darah
diambil kurang lebih 1 ml dan dimasukkan ketabung berheparin sebagai antikoagulan
untuk selanjutnya disentrifuge untuk didapatkan sampel plasma.
d. Tulang, Hati dan Ginjal
Tulang femur dikoleksi setelah hewan dianastesi dan dimatikan dilanjutkan
dengan preparasi organ hati dan ginjal.
Analisis Sampel
a. Purified Diet
Tiga jenis purified diet perlakuan dianalisis proksimat meliputi bahan kering,
protein kasar, lemak kasar, serat kasar dan kalsium mengikuti prosedur standar (AOAC
1995).
b. Feses Pada preparat pengabuan basah, sampel feses dikeringkan di oven 60ºC lalu
ditimbang dan dihaluskan menggunakan mortar. Sebanyak 1 g sampel lalu dimasukkan
kecawan porselin dan dikeringkan dengan oven 105ºC selama ± 24 jam. Sampel
didinginkan dalam eksikatorselama ± 15 menit lalu ditimbang berikut cawan
untukselanjutnya dilakukan pengabuan basah untuk analisis kadar kalsium.
c. Tulang Sampel tulang diberi larutan hydrazinedan didiamkan selama 2 hari untuk
membersihkan dari sisa senyawa organik yang masih menempel kemudian
dilakukanmetode pengabuan basah.
5
d. Hati dan Ginjal
Organ segar dipotong-potong untuk langsung dilakukan metode pengabuan
basah atau wet ashing.
Pengabuan Basah
Sampel purified diet, feses, tulang, hati dan ginjal, ditimbang sebanyak masing-
masing 1 g, kemudian ditambahkan 5 ml HNO3 (p)dan didiamkan selama 1 jam pada
suhu ruang di ruang asam. Sampel dipanaskan diatas hot plate dengan temperatur
rendah selama 4-6 jam (dalam ruang asam), kemudian didiamkan semalam (sampel
ditutup). Sampel tersebut ditambahkan 0.4 ml H2SO4 (p), lalu dipanaskan diatas hot plate
sampai larutan berkurang dan lebih pekat (biasanya ± 1 jam), lalu ditambahkan 2-3 tetes
larutan campuran HClO4 : HNO3 (2:1). Sampel masih tetap diatas hot plate dan
pemanasan terus dilanjutkan sampai terjadi perubahan warna dari coklat menjadi kuning
tua kemudian menjadi kuning muda (± 1 jam). Setelah ada perubahan warna,
pemanasan masih dilanjutkan selama 10-15 menit, kemudian sampel dipindahkan
untukdidinginkan dan ditambahkan 2 ml aquades dan 0.6 ml HCl(p).Sampel dipanaskan
kembali agar larut(±15 menit) lalu dimasukkan dalam labu takar 100 ml. Endapan yang
terbentuk disaring dengan kertas saring kemudian dibaca menggunakan AAS (Atomic
Absorption Spectrophotometer) untuk diketahui konsentrasi kalsiumnya (Taussky dan
Shorr 1953).
Analisis Kalsium Plasma Sampel plasma darah dianalisis menggunakan kit O-C FAST
®, blanko dan
standard sebanyak 10µl dimasukkan ke tabung reaksi, ditambahakan 1000 µl pelarut 1-
calcium, lalu divortex selama 10 detik dan diinkubasi selama 5 menit, lalu ditambahkan
250 µl pelarut kedua yang mengandung ethanolamine dan C-Corrosive
kemudiandivortex kembali selama 10 detik lalu diinkubasi selama 10 menit. Sampel
dibaca absorbansinya menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 570-
580 nm.
RancanganPercobaan dan Analisis Data
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan 3
perlakuan jenis diet dan 4 ulangan. Model matematika dari rancangan percobaan
mengikuti model matematika Steel dan Torrie (1993) sebagai berikut :
Yij = μ + τi + εij
Keterangan:
Yij = Perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
μ = Rataan umum
τi = Pengaruh perlakuan ke-i
εij = Eror (galat) perlakuan ke-i ulangan ke-j
Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA) menurut Steel and
Torrie (1993). Jika memberikan hasil yang berbeda nyata maka dilakukan dengan uji
Duncan untuk melihat perbedaan antar perlakuan.
6
Peubah yang Diamati
Peubah yang diamati adalah konsumsi bahankering, konsumsi kalsium, kadar
kalsium feses, absorbsi kalsium, kadar kalsium plasma, kalsium di tulang,
kalsiumdihati,kalsiumdiginjal dan Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH).
Konsumsi Bahan Kering (BK), dihitung dengan menggunakan rumus:
Konsumsi Kalsium, dihitung dengan menggunakan rumus:
Kadar kalsiumfeses,Preparasi sampel dan analisis menggunakan metode pengabuan
basah (Taussky dan Shorr 1953)kemudian sampel dibacamenggunakan AAS untuk
diketahui konsentrasikalsiumnya. Kadar kalsium di feses dihitung dengan menggunakan
rumus:
Kalsium feses (g e-1
h-1
) = kadar kalsium feses (%) x jumlah feses (g BK)
Kadar kalsium diet, tulang femur, hati dan ginjal,Preparasi sampel dan analisis
menggunakan metode pengabuan basah (Taussky dan Shorr 1953)kemudian sampel
dibacamenggunakan AAS untuk diketahui konsentrasikalsiumnya.
Absorbsi Kalsium, dihitung dengan menggunakan rumus:
Absorpsi kalsium (%) = (∑ konsumsi kalsium −∑kalsium feses yang diekskresikan )
∑ konsumsi kalsium 𝑋 100%
Kalsium Plasma, dihitung dengan menggunakan rumus:
Kalsium plasma (mg dl-1
) =Absorbansi sampel
Absorbansi standar𝑋 𝑘onsentrasi standar
Pertambahan Bobot Badan Harian, dihitung dengan menggunakan rumus:
PBBH (g e-1
h-1
) =Bobot badan akhir −Bobot badan awal
Lama pemeliharaan
Konsumsi BK (ge-1
h-1
) = (Ransum yang diberikan - Sisa ransum ) X [BK]
ransum
Konsumsi Ca (ge-1
h-1
) = Konsumsi BK X [Ca]
ransum
7
HASIL DAN PEMBAHASAN
Konsumsi bahan kering tikus putih yang diberi purified dietdengan kebutuhan
kalsium standar dan defisien, dengan dan tanpa inulin tidak berbeda nyata(Tabel 4).
Tabel 4. Neraca kasium tikus putih yang diberi purified dietdengan kebutuhan kalsium
standar dan defisien, dengan dan tanpa inulin
Peubah Perlakuan
K DK I
Konsumsi As fed (g e-1
h-1
) 10.821 ± 0.432 10.446 ± 2.055 12.538 ± 1.458
Konsumsi bahan kering (g e-1
h-1
) 8.320 ± 0.330
8.080 ± 1.590
9.940 ± 1.160
Konsumsi kalsium (g e-1
h-1
) 0.050 ± 0.001a
0.030 ± 0.006c
0.040 ± 0.005b
Kalsium di feses (g e-1
h-1
) 0.009 ± 0.004A
0.002 ± 0.001B
0.003 ± 0.002B
Absorpsi kalsium (g e-1
h-1
) 0.041 ± 0.005a
0.029 ± 0.007b
0.037 ± 0.006ab
Absorpsi kalsium (%) 82.700 ± 7.330b
92.240 ± 4.580a
92.550 ± 4.790a
Kalsium plasma (mg dl-1
) 12.100 ± 0.90A
9.100 ± 0.600B
8.300 ± 0.800B
K= Purified diet kontrol; DK= Purified diet defisien kalsium; I= Purified diet defisien kalsium yang
mengandung inulin. Superskrip yang berbeda (huruf besar) pada baris yang sama menyatakan berbeda
sangat nyata (P<0.01) dan huruf kecil menunjukkan beda nyata (P<0.05)
Konsumsi Bahan Kering Diet
Konsumsi bahan kering pada masing-masing perlakuan menunjukkan hasil yang
tidak berbeda nyata(Tabel 4). Konsumsi bahan kering diet perlakuan kontrol serta
defisien kalsium tanpa dan dengan suplementasi inulin ± 3.4%-3.5% dari bobot badan.
Ketidakseimbangan nutrien pakan akan mempengaruhi konsumsi (Preston dan Leng,
1984; Wilson dan Kennedy 1996).Menurut NRC Laboratory Animals (1995) konsumsi
harian tikus adalah 15 ge-1
h-1
untuk tikus tua atau afkir. Konsumsi rata-rata semua
perlakuan adalah 10.446 -12.538 ge-1
h-1
as fed atau 8.080 - 9.940ge-1
h-1
BK, angka ini
menunjukan data yang lebih rendah dibandingkan dengan standar NRC.Hal ini terjadi
karena pemberian diet dalam bentuk pasta (kadar air tinggi) sehingga menyebabkan
rendahnya konsumsi bahan kering.Suhu kandang juga mempengaruhi konsumsi, rataan
suhu kandang saat penelitian yaitu adalah 28.5ºC lebih tinggi dari suhu nyaman
sehingga mengakibatkan konsumsi menurun. Menurut Romanovsky etal. (2002) suhu
ideal kandang yaitu 20-26ºC.
Konsumsi Kalsium
Konsumsi kalsium pada perlakuan kontrol nyata lebih tinggi (P<0.05)
dibandingkan perlakuan purified diet yang defisien kalsium baik dengan atau tanpa
suplementasi inulin, namun suplementasi inulin sebesar 2.20% mampu meningkatkan
(P<0.05) konsumsi kalsium pada purified diet yang defisien kalsium (Tabel
4).Konsumsi kalsium pada tikus normal adalah 0.8489 g e-1
h-1
(Aulyani 2013).
8
Konsumsi diet mempengaruhi konsumsi kalsium tikus (Swick 2001), hal ini sejalan
dengan hasil yang didapatkan dalam penelitian ini bahwa konsumsi diet pada perlakuan
diet defisien kalsium yang disuplementasi dengan inulin lebih tinggi
sehinggamemberikan peluang kalsium yang terkonsumsi semakin banyak.
Kalsium di Feses
Kalsium difeses perlakuan kontrol sangat nyata lebih tinggi dibandingkan dengan
perlakuan defisien kalsium baik dengan atau tanpa penambahan inulin (P<0.01),
sementara itu diet defisien kalsium tidak berbeda nyata dengan yang disuplementasi
inulin 2.20% (Tabel 4).Terjadi penyerapan kalsium yang cukup baik pada
perlakuanpurified diet defisien kalsium baik yang disuplementasi dengan inulin maupun
tidak. Menurut Aulyani (2013) kalsium feses pada tikus normal sebesar 0.3157 ge-1
h-1
.
Kalsium feses yang didapatkan berdasarkan hasil penelitian jauh lebih kecil (10-1
kali)
dibandingkan dengan penelitian lain.Hal ini diduga dipengaruhi oleh konsumsi kalsium
yang juga lebih rendah. Konsumsi dietyang mempengaruhi konsumsi
kalsium,berdampak pada jumlah kalsium yang terbuang melalui feses. Menurut Piliang
dan Djojosoebagjo (2006) salah satu faktor yang mempengaruhi penyerapan kalsium
adalah kandungan fosfor dan magnesium dalam ransum serta makanan (Gueguen dan
Pointillart 2000). Rasio konsumsi kalsium fosfor yang dianjurkan agar dapat dimanfatkan
secara optimal adalah 1:1 (Almatsier 2004).Rasio kalsium dan pospor pada dietpenelitian
ini adalah 2:1.
Absorpsi Kalsium
Presentase absorbsi kalsium pada perlakuan purified diet defisien kalsium
dengan dan tanpa suplementasi inulin nyata lebih tinggi jika dibandingkan dengan
perlakuan Kontrol (P<0.05),namun antara purified diet defisien kalsium dan purified
diet defisien kalsium dengan penambahan inulin 2.20%menunjukkan hasil yangtidak
berbeda nyata (Tabel 4). Kondisi rendahnya asupan kalsiumberdampak pada rendahnya
ekskresi kalsium difeses.Menurut Aulyani (2013) absorpsi kalsium pada tikus adalah
63.32%, angka ini lebih rendah dibandingkan dengan hasil yang diperoleh pada
perlakuan ini yaitu 82.7%.Faktor-faktor yang mempengaruhi absorpsi kalsium yaitu
jumlah kalsium yang dikonsumsi, mineral Mg dan vitamin D serta aktivitas fisik
(Almatsier 2004), ratio kalsium dan fosfor serta hormon paratiroid (Guyton dan Hall
2006). Vitamin D meningkatkan absorpsi pada mukosa usus dengan cara merangsang
produksi-protein pengikat kalsium, aktivitas fisik berpengaruh baik terhadap absorpsi
kalsium (Almatsier 2004).Rasio konsumsi kalsium fosfor agar dapat dimanfatkan secara
optimal dianjurkan adalah 1:1 dalam makanan.Konsumsi fosfor yang lebih tinggi dapat
mengahambat absorpsi kalsium karena fosfor dalam suasana basa membentuk kalsium
fosfat yang tidak larut air (Almatsier 2004). Ratio kalsium fosfor pada penelitian ini adalah
2:1.Proses homeostasis kalsium terjadi pada tikus yang diberi diet defisien kalsium
tanpa dan dengan disuplementasi inulin. Pada kondisi defisien kalsium, secara fisiologi
hewan akan melakukan absorbsi nutrien secara optimal sehingga mampu meningkatkan
penyerapan.
9
Inulin tidak dapat dihidrolisis oleh enzim pencernaan, inulin masuk melalui
mulut menuju lambung dan usus halus tanpa mengalami perubahan yang berarti dan
tanpa dimetabolisme (Kaur dan Gupta 2002). Menurut Roberfroid (2005) mekanisme
inulin dalam meningkatkan penyerapan kalsium yaitu melalui fungsi inulin sebagai
prebiotik yang merupakan makanan bagi bakteri bifidobacteria dan lactobacili yang
dapat memproduksi SCFAs (Short Chain Fatty Acidi) yang meliputi propionat, butirat
dan asetat serta asam organik lain seperti laktat. Asam laktat dapat membuat pH usus
menjadi asam, kondisi pH yang asam ini dapat membuat ion kalsium menjadi lebih
mudah larut sehingga mampu meningkatkan penyerapan kalsium. Butirat merupakan
substrat untuk pertumbuhan sel epitel kolon dan poliferasi yang menyebabkan
pembesaran daerah serap usus sehingga absorpsi kalsium meningkat, disamping itu
peningkatan produksi butirat mampu merangsang vitamin D untuk meningkatkan
calbindin. Peningkatan kalbindin berkolerasi positif terhadap penigkatan serapan
kalsium. Mekanisme ini disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Inulin tipe fruktan dan mekanisme peningkatan penyerapan kalsium
(Roberfroid 2005)
Kalsium Plasma
Kalsium plasma pada perlakuan purified diet kontrol sangat nyata lebih tinggi
dibandingkan dengan perlakuan purified diet defisien kalsium dengan dan tanpa
suplementasi inulin (P<0.01).Penambahan inulin sebesar 2.20% pada diet defisien
kalsium belum mampu meningkatkan kalsium diplasma (Tabel 4). Kadar kalsium di
plasma sangat dipengaruhi oleh jumlah serapan. Semakin tinggi serapan kalsium di
organ maka semakin turun kadar kalsium di plasma. Menurut Sukandar et al. (2008)
kadar kalsium normal dalam plasma tikus galur Sprague dawley betina berkisar antara
9.2-10.4 mgdl-1
, sedangkan menurut Ringler dan Dabich (1979) kadar kalsium di
plasma adalah 13 mgdl-1
, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan yang diperoleh pada
penelitian ini.Pada perlakuan defisien kalsium dengan dan tanpa inulin yang
menunjukan ekskresi kalsium yang rendah.Hal ini terjadi karena keja hormon paratiroid
10
yang dalam keadaan tubuh defisien kalsium, merangsang kelenjar paratiroid untuk terus
memproduksi hormonnya. Menurut Mihai dan Farndon (2000) untuk mempertahankan
konsentrasi kalsium darah dalam kisaran normal, sistem homeostasis hormon paratiroid
bekerja pada ginjal untuk meningkatkan reabsorpsi kalsium dan menurunkan absorpsi
fosfat yang ditandai oleh turunnya ekskresi kalsium.
Pada fungsi homeostasis kalsium dalam tubuh, kalsium masuk dan diserap di
dalam usus secara aktif dan pasif. Pada penyerapan aktif ada peranan Vitamin D dalam
hormon kalsitriol untuk membantu penyerapan. Vitamin D merangsang absorpsi kalsium
melalui langkah-langkah kompleks. Vitamin D meningkatkan absorpsi pada mukosa usus
dengan cara merangsang produksi-protein pengikat kalsium. Absorpsi kalsium paling baik
terjadi dalam keadaan asam. Asam klorida yang dikeluarkan lambung membantu absorpsi
kalsium dengan cara menurunkn pH di bagian atas duodenum. Asam amino tertentu
meningkatkan pH saluran cerna, dengan demikian membantu absorpsi (Almatsier 2004).
Kalsium yang diserap akan dibawa kedalam darah. Dalam plasma darah kadar kalsium
akan selalu konstan. Apabila kadar kalsium plasma tinggi, maka kelebihannya akan
dideposisi kedalam tulang dan ginjal dengan bantuan hormon kalsitonin, sedangkan
apabila kadar kalsium plasma menurun, akan mereabsorpsi kalsium yang terdapat pada
tulang dan ginjal dengan bantuan hormon paratiroid dan kalsitriol(Mihai dan Farndon
2000).Hal ini terjadi pada penelitian perlakuan purified diet defisien kalsium dengan
dan tanpa suplementasi inulin yang menunjukan tingginya persentase penyerapan
kalsium di tulang (Tabel 5).Proses metabolisme tersebut secara rinci dapat dilihat pada
Gambar 2.
Gambar 2. Fungsi homeoestasis kalsium di dalam tubuh
(Roberfroid 2005)
Pertambahan bobot badan harian, kalsium di tulang femur, hati dan ginjal yang
diberi purified dietdengan kebutuhan kalsium standar dan defisien, dengan dan tanpa
inulin tidak berbeda nyata(Tabel 5).
11
Tabel 5. Rataan pertambahan bobot badan harian, konsentrasi kalsium tulang, kalsium
hati dan kalsium ginjal tikus
Peubah Perlakuan
K DK I
PBBH (g e-1
h-1
)
0.33 ± 0.43 0.170 ± 0.30 0.46 ± 0.34
Kalsium ditulang femur (%) 14.10 ± 1.30 14.30 ± 0.60 15.70± 1.60
Kalsium hati (ppm) 2.00 ± 0.50
2.60 ± 0.90
2.60 ± 1.80
Kalsium ginjal (ppm) 5.20 ± 3.40
6.10 ± 4.60
4.50 ± 2.30 K=Purifieddiet kontrol; DK= Purifieddiet defisien kalsium; I= Purifieddiet defisien kalsium yang
mengandung inulin
Pertambahan Bobot Badan Harian
Pertambahan bobot badan harian tikus pada perlakuan yang diberi purified diet
dengan kebutuhan kalsium standar dan defisien, dengan dan tanpa suplementasi inulin
menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Pada penelitian ini terlihat bahwa standar
deviasi pada masing-masing pertambahan bobot badan harian perlakuan sangatlah
besar, hal ini mengindikasikan bahwa ada keragaman yang cukup besar. Keragaman ini
dapat diakibatkan oleh gerakan tikus yang sangat aktif pada saat penimbangan sehingga
mempengaruhi bobot badan tikus. Bobot badan tikus yang beragam mengakibatkan
standar deviasi cukup besar. Menurut Sudatri (2011) PBBH tikus pertumbuhan galur
Sprague dawleyusia 1 tahun yaitu (0.83ge-1
h-1
)Semakin bertambahnya usia tikus maka
PBBH akan semakin rendah. Pertambahan bobot badan tikus usia tua tidak setinggi
tikus usia muda. Bobot badan mencerminkan pertumbuhan dan ekspresi hasil
metabolisme yang ditimbun dalam bentuk pertumbuhan massa protein, lemak dan
tulang.
Kalsium Tulang Femur
Kalsium ditulang femur pada perlakuan yang diberi purified diet dengan
kebutuhan kalsium standar dan defisien, dengan dan tanpa suplementasi inulin
menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0.05). Menurut Bogden et al. (1992)
kadar kalsium yang terdapat di tulang femur tikus putih yaitu sebesar 15%. Hasil
penelitian (Tabel 5) menunjukkan peningkatan kalsium ditulang femur pada perlakuan
yang disuplementasi inulin sebesar 11.35% dari kontrol. Tulang berperan dalam fungsi
metabolik dengan menyediakan sumber kalsium untuk memelihara keseimbangan kadar
kalsium dalam darah serta menyediakan beberapa faktor pertumbuhan (growth factor)
seperti Transforming Growth Factor (TGF- ß) yang berperan dalam remodelling
(Dellmann dan Eurell 1998). Pada perlakuan inulin (I) terlihat bahwa kadar kalsium di
tulang femur tikus cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan purified
dietkontrol dan defisien kalsium. Faktor yang mempengaruhi penyerapan kalsium
adalah makanan, pH cairan usus, perbandingan Ca:P, dan vitamin D (Piliang dan
Djojosoebagjo 2006). Kondisi tikus dalam keadaan defisien kalsium, apabila tubuh
mengalami kekurangan kalsium, maka keadaan ini akan merangsang kelenjar paratiroid
untuk lebih aktif memproduksi hormonnya (Mayer danHurst 1978). Peningkatan
12
ekspresi calbindin di usus berkolerasi positif dengan meningkatnya penyerapan kalsium
(Roberfroid 2005).
Kalsium Hati
Kalsium di hati pada perlakuan yang diberi purified diet dengan kebutuhan
kalsium standar dan defisien, dengan dan tanpa suplementasi inulin menunjukkan hasil
yang tidak berbeda nyata (P>0.05).Menurut Parket al. (2007) kadar kalsium di hati tikus
adalah 9.6 ppm.Angka ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan hasil penelitian ini. Hal
ini disebabkan karena konsumsi kalsium jauh lebih rendah dibandingkan penelitian lain
dan hati hanya berperan sebagai tempat untuk aktivasi vitamin D sehingga
menghasilkan hormon yang berperan dalam metabolisme kalsium yaitu kalsitriol.
Menurut Holliday et al. (2000) fungsi hati dalam metabolisme kalsium adalah
mengubah Vitamin D menjadi 25 hidroksikalsiferol,selanjutnya 25 hidrokolekalsiferol
akan diubah lagi menjadi bentuk aktif dari vitamin D yaitu 1.25 hidrokolekalsiferol.
Kalsium Ginjal
Kalsium di ginjal pada perlakuan yang diberi purified diet dengan kebutuhan
kalsium standar dan defisien, dengan dan tanpa suplementasi inulin menunjukkan hasil
yang tidak berbeda nyata (P>0.05).Menurut Park et al. (2007) kadar kalsium diginjal
sebesar 38.7 ppm. Seperti halnya kalsium di hati, jumlah kalsium di ginjal juga jauh
lebih rendah karena konsumsi kalsium yang rendah dan bobot organ terkait juga rendah
(Baron 1995). Ginjal merupakan alat tubuh yang mempunyai kemampuan menyaring
dan menyerap kembali beberapa metabolit termasuk kalsium dari sirkulasi darah dalam
tubuh (Ressang 1984) dan juga merupakan tempat untuk merubah 25hidrokolekalsiferol
menjadi bentuk aktif dari vitamin D yaitu 1.25 hidrokolekalsiferol (hormon yang
berfungsi untuk meningkatkan absorbsi kalsium oleh usus) yang secara spesifik terjadi
di tubulus proksimal ginjal (Holliday et al. 2000). Pada fungsi ginjal yang normal
jumlah kalsium yang diekskresikan ke dalam urin meningkat karena kadar kalsium
serum meningkat.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Suplementasi 2.20% inulin pada purified diet defisien kalsium belum efektif
meningkatkan absorpsi kalsium dan ada peningkatan retensi kalsium ditulang sebesar
11.35%,namun belum mampu meningkatkankalsium di plasma, hati, dan ginjal serta
belum memberikan efek yang nyata terhadappertambahan bobot badan harian.
13
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap tikus putih Rattus norvegicus
dengan diet yang sama dan dosis inulin yang lebih tinggi, serta perlu diaplikasikan
penelitian lanjutanpada hewan model lain seperti unggas petelur dan kambing atau sapi
perah dengan ransum yang disuplementasi inulin.
DAFTAR PUSTAKA
[NRC] National Research Council. 1995. Nutrient Requirements of Laboratory Animals.
Washington. National Academy Pr.
[AOAC] Association of Official Analitycal Chemists. 1995. Official Methods of
Analysis of the Association of Official Analitycal Chemists. AOAC.
Washington DC (US). USA.
Almatsier S. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta(ID): PT Gramedia PustakaUmum.
Aulyani TL. 2013.Pemberian kalsium nano Ca3(PO4)2terhadap efektivitas penyerapan
kalsium tulang hewan model tikus putih Rattus novergicus. [Skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Baron DN. 1995. KapitaSelektaPatologiKlinik. 4th
Ed. Jakarta (ID): EGC Pr.
Bogden JD, Sheldon BG, Sylvia C, Francis WK, Zhengang Y, Suzanne RK,Ching Chu.
1992.Dietary calcium modifies concentrations of lead and other metals and renal
calbindin in rats. J Nutr 122(1):1351-1360.
British Nutrition Foundation. 1989. Calcium. London (BG): British Nutrition
Foundation Pr.
Coudray C, Christine FC, Elyett G, Andrzej M, Yves R. 2006. Dietary inulin intake and
age can affect intestinal absorption of zinc and copper in rats. J Nutr. 136:117-
122.
Dellman HD, Eurell JA. 1998. Text Book of Veterinary Histology. 7th
Ed.Lippincott
Williams & Wilkins. Philadelphia (US): hlm 47-61.
Gropper SS, Smith JL, Groff JL. 2005. Advanced Nutrition and Human Metabolism. 4th
Ed. USA (US): Wadsworth.
Gueguen L, Pointillart A. 2000. The bioavailabillity of dietary calcium. J Am
CollNutr.19(2):119-136
Guyton AC, Hall JE. 2006. Textbook of Medical Physiology. 11th
Ed. Philadelphia(US):
Elsevier Saunders.
Hau J, Hoosier Jr GL. 2003. Handbook of Laboratory Animal Science. 2nd
Ed. Boca
Raton (US): CRC Pr.
Holliday LS, Gluck SL, Slatopolsky E,Brown AJ. 2000. 1,25-Dihydroxy-19-nor-
vitamin D2, a vitamin D analog with reduced bone resorbing activity in vitro.J
Am Soc Nephrol. 11: 1857-1864.
Kaur N, Gupta AK. 2002. Aplications of inulin and oligofructosa in health and nutrition.
J Biosci. 7(2):703-714.
Malole MBM, Pramono CSU. 1989. Penggunaan Hewan-Hewan Percobaan di
Laboratorium. Bogor (ID): Pusat Antar Universitas Bioteknologi, IPB Pr.
14
Mayer GP, Hurst JG. 1978. Sigmoidal relationship between parathyroid hormone
excretion rate and plasma calcium, consentration in calves. J Endoc.
102(4):1036-1042.
Mihai R, Farndon JR. 2000. Parathyroid disease and calcium metabolism. Br J Anaesth.
85:29-43.
Park HS, Jeon BJ, Ahn J, Kwak HS. 2007. Effects of nanocalcium supplemented milk
on bone calcium metabolism in ovariectomized rats. Asian-AustJ Anim
Sci.20(8):1266-1271.
Piliang WG, Djojosoebagio S. 2006. Fisiologi Nutrisi.Volume II. Bogor (ID): IPB Pr.
Preston TR, Leng RA. 1984. Supplementation ofDiet Based Fibrous Residues and by
products. Di dalam: F Sundstoland E Owen, editor.Straw andOther Fibrous by-
Products as Feed.Amsterdam (NL): Elsevier Pr. hlm 373-409.
Ressang AA. 1984. Patologi Khusus Veteriner. 2nd
Ed. Bali (ID): Bali Pr. Ringler DH, Dabich L. 1979. Hematology and Clinical Biochemistry. Di dalam: Baker JH,
Lindsey JR, Weisbroth SH, editor. The Laboratory Rat. Volume I Biology and
Diseases. New york (US) and London (BG): Academic Pr.
Ressang AA. 1984. Patologi Khusus Veteriner. 2nd
Ed. Bali (ID): Bali Pr.
Roberfroid MB. 2005. Inulin-type furctants; Functional Food Ingredients. Boca Raton
(US): CRC Pr.
Romanovsky AA, Ivanov AI, Shimansky YP. 2002. Ambient temperature for
experiments in rats: a new method for determining the zone of thermal neutrality.
J Appl. Physiol. 92:2667-2679.
Smith JW, Mangkoewidjojo S. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan
Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Jakarta (ID): UI Pr.
Steel RGD, Torrie JH.1993. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan
Geometrik. Terjemahan:Bambang Sumantri. Jakarta (ID): PT Garmedia Pustaka.
Sudatri NW. 2011. Pengaruh suplementasi somatotropin terhadapperubahan bobot
badan tikus betina usia enam bulan dan satu tahun.Diacu tanggal 22 April 2014.
Tersedia dari http://scholar.google.co.id/scholar?q=pertambahan +bobot+badan
+tikus+ tua&btnG=&hl=id&as_sdt=0%2C5.pdf.
SukandarEY, Andrajati R, Sigit JI, Adnyana IK, Setiadi AAP, Kusnandar. 2008.
Isofarmakoterapi.Jakarta (ID): PT. ISFI Penerbitan. hlm 723.
Swick RA. 2001. Poultry Management in Warm Climate: in Poultry Management
Forum.Jakarta (ID): ASA Indonesia.
Taussky HH, Shorr E.1953. A micro colorimetric method for the determination of
inorganic phosphorus. J Biol. Chem. 202(2):675-685.
Tungland BC, Meyer. 2002. Nondigestible oligo-and polysaccharides (dietary fiber):
Their physiology and role in human health and food.Comprehensive Reviews in
Food Sci.and Food Safety.3(2):73-91.
Wilson JR, Kennedy PM. 1996. Plant and animal constraints to voluntary feed intake
associated with fibre characteristics and particle break down and passage in rumi
nants. Aust. J Agric. Res. 47: 199-225.
Zaharanti A. 2005. Ekstraksi, karakterisasi, serta kajian potensi prebiotik inulindari
umbi dahlia (Dahlia pinnata). [Skripsi]. Bogor (ID): InstitutPertanian Bogor.
15
Lampiran 1 ANOVA konsumsi bahan kering diet
SK db JK KT F hitung Signifikansi
Perlakuan 2 8.240 4.120 3.107 0.094
Galat 9 11.936 1.326
Total 11 20.176 SK= sumber keragaman, db= derajat bebas, JK= jumlah kuadrat, KT= kuadrat total, sangat berbeda
nyata (P<0.01), berbeda nyata (P<0.05)
Lampiran 2 ANOVA konsumsi kalsium
SK db JK KT F hitung Signifikansi
Perlakuan 2 0.022 0.011 382.2394 0.003
Galat 9 0.0003 2.87778E-05
Total 11 0.022
Lampiran 3 ANOVA kalsium di feses
SK db JK KT F hitung Signifikansi
Perlakuan 2 0.00035 0.00017 31.95918 0.008
Galat 9 0.00005 0.00001
Total 11 0.00040
Lampiran 4 ANOVA persen absorbsi kalsium
SK db JK KT F hitung Signifikansi
Perlakuan 2 248.268 124.134 3.817 0.063
Galat 9 292.679 32.520
Total 11 540.947
Lampiran 5 ANOVA kalsium di plasma
SK db JK KT F hitung Signifikansi
Perlakuan 2 33.185 16.592 28.296 0.000
Galat 9 5.277 0.586
Total 11 38.462
Lampiran 6 ANOVA pertambahan bobot badan harian
SK db JK KT F hitung Signifikansi
Perlakuan 2 0.086 0.043 0.411 0.675
Galat 9 0.904 0.104
Total 11 1.025
Lampiran 7 ANOVA kalsium tulang femur
SK db JK KT F hitung Signifikansi
Perlakuan 2 5.717 2.858 1.857 0.211
Galat 9 13.849 1.539
Total 11 19.422
16
Lampiran 8 ANOVA kalsium di hati
SK db JK KT F hitung Signifikansi
Perlakuan 2 0.918 0.459 0.306 0.743
Galat 9 13.479 1.498
Total 11 14.397
Lampiran 9 ANOVA kalsium di ginjal
SK db JK KT F hitung Signifikansi
Perlakuan 2 5.168 2.587 0.204 0.819
Galat 9 114.250 12.694
Total 11 119.418
17
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Fongkaniwa, Kecamatan Tongkuno,
Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara pada tanggal 22Juni tahun
1991 dan diberi nama Nurhayu. Penulis merupakan anak kedua dari
dua saudara.Bapak bernama La Sajia, SP dan ibu bernama Wa
Damia. Penulis menyelesaikan sekolah dasar pada tahun 2003 di
SDNegeri 2 Fongkaniwa, dilanjutkan sekolah menengah pertama di
SMP Negeri 1 Tongkuno pada tahun 2003-2006 kemudian
melanjutkansekolah menengah atas di SMA Negeri 1 Tongkuno
pada tahun 2006-2009 dan diterima sebagai mahasiswa di Institut
Pertanian Bogor pada bulan Juni melalui jalur USMI.Penulis aktif di Himpunan Profesi
Mahasiswa Nutrisi dan Teknologi Pakan (HIMASITER) pada tahun 2010-2012 sebagai
sekretaris umumdanLDF FAMM AL AN’AM 2010-2011sebagai anggota divisi Syi’ar.
Penulis aktif pada beberapa kepanitiaan diantaranya Paket Ramadhan Istimewa Fakultas
Peternakan (PRISMA D) sebagai anggota divisi konsumsi pada tahun 2011, Pelatihan
Pembuatan PakanTernak (P3T) sebagai anggota. Penulis juga aktif mengikuti
pertandingan seperti tenis meja di Dekan CUP dan meraih juara pertama pada tahun
2012-2013 serta juara kedua di Olimpiade Mahasiswa IPB (OMI) pada cabang olahraga
yang sama pada tahun 2013. Penulis mengikuti magang di BPT Tapos Ciawi pada tahun
2012. Penulis merupakan penerima beasiswa BBM tahun 2009-2010.
.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof.Dr.Ir.Dewi Apri Astuti, MS.
selaku pembimbing utama dan Dr.Sri Suharti, SPt.MSi selaku pembimbing anggota
dengan penuh kesabaran memberi bimbingan dan pengarahan sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan. Terimakasih sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada Kemitraan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian Nasional (KKP3N) yang bersedia mendanai
penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ainia Herminiati,
ST.MSi, bapak Darmawan, ibu Dian dan Zarmeis Sri Mulyati selaku teman satu tim
penelitian atas kerja sama dan bantuannya. Rasa terima kasih yang tak terhingga dan
rasa hormat penulis persembahkan kepada bapak serta ibu tercinta, kakak drh Muhni,
dan keluarga besar yang terus memotivasi, menasehati, dan memberikan doa kepada
penulis. Terimakasih juga kepada teman-teman ‘Nutrisious 46’ Nur Alawiyyah, Yessy
Okviana, Harfina Rais, Ena Nurhaena dan teman-teman lain atas motivasi dan
semangatnya. Terimakasih pula penulis ucapkan kepada Rahman Supri, drh. Natalina
Panjaitan dan drh. Adi Ningrum Kurniasari yang selalu memberi semangat dan
dukungan serta membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada panitia seminar Dilla Mareistia Fassah, SPt.MScserta pembahas
seminar Dr.Ir. Jajat Jachja Fahmi Arif, M.Agryang telah membantu proses pelaksanaan
seminar pada tanggal 23Januari 2014. Rasa terimakasih penulis ucapkan juga kepada
dosen penguji dan panitia sidang pada tanggal 11 April 2014 yatiu Ir. Hotnida CH
Siregar, M.Si dan Dr.Ir. Lilis Khotijah, M.Siserta Dr.Ir. Widya Hermana, M.Si. yang
telah membuka wawasan, memberi saran, dan motivasi kepada penulis.