pengaruh pemberian silase daun singkong dan …digilib.unila.ac.id/57776/18/skripsi tanpa bab...

69
PENGARUH PEMBERIAN SILASE DAUN SINGKONG DAN ONGGOK TERFERMENTASI SERTA MINERAL MIKRO ORGANIK TERHADAP KONSUMSI BAHAN ORGANIK, KECERNAAN PROTEIN KASAR, SERAT KASAR, DAN PERTAMBAHAN BOBOT TUBUH PADA KAMBING PE JANTAN Skripsi Oleh Gusti Yusrina JURUSAN PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2019

Upload: others

Post on 12-Feb-2021

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • PENGARUH PEMBERIAN SILASE DAUN SINGKONG DAN ONGGOKTERFERMENTASI SERTA MINERAL MIKRO ORGANIK TERHADAP

    KONSUMSI BAHAN ORGANIK, KECERNAAN PROTEIN KASAR,SERAT KASAR, DAN PERTAMBAHAN BOBOT TUBUH

    PADA KAMBING PE JANTAN

    Skripsi

    Oleh

    Gusti Yusrina

    JURUSAN PETERNAKANFAKULTAS PERTANIAN

    UNIVERSITAS LAMPUNG2019

  • ABSTRAK

    PENGARUH PEMBERIAN SILASE DAUN SINGKONG DANONGGOK TERFERMENTASI SERTA MINERAL MIKRO ORGANIK

    TERHADAP KONSUMSI BAHAN ORGANIK, KECERNAAN PROTEINKASAR, SERAT KASAR DAN PERTAMBAHAN BOBOT TUBUH

    PADA KAMBING PE JANTAN

    Oleh

    Gusti Yusrina

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian silase daun singkongdan onggok terfermentasi serta mineral mikro organik terhadap konsumsi bahanorganik, kecernaan protein kasar, serat kasar dan pertambahan bobot tubuh padakambing PE jantan. Penelitian ini dilaksanakan pada November—Desember 2018 diPekon Gisting Atas, Blok 18, Kecamatan Gisting, Kabupaten Tanggamus, Lampung.Materi penelitian menggunakan kambing PE jantan berjumlah 12 ekor , pakan,mineral mikro organik (Zn, Cu, Se, dan Cr), dan kandang kambing PE jantanindividual berkapasitas 12 ekor yang dilengkapi tempat pakan. Penelitian inimenggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK). Mengelompok berdasarkan bobotbadan dengan jumlah 3 kelompok dan masing-masing kelompok menggunakan 4ekor kambing dengan rata-rata bobot badan berkisaran 13--24.5 Kg/ekor. Perlakuanyang diberikan meliputi : R0 ( 70% ransum basal + 30% onggok tanpa fermentasi);R1 ( 70% ransum basal + 30% onggok fermentasi); R2 ( 55% ransum basal + 30%onggok fermentasi + 15 % silase daun singkong); R3 ( 55% ransum basal + 30 %onggok fermentasi + 15 % silase daun singkong + mineral mikro organik Zn, Cu, Cr,Se). Data dianalisis dengan analisis of varian dan dilanjutkan dengan uji KontasOrtoghonal pada taraf 5%. Hasil penelitian menunjukan bahwa pengaruh pemberiansilase daun singkong dan onggok terfermentasi serta minerat mikro organik tidakberpengaruh nyata (P>0,05) terhadap konsumsi bahan organik, kecernaan proteinkasar, kecernaan serat kasar, sedangkan terhadap pertambahan bobot tubuhberpengaruh sangat nyata (P

  • ABSTRACT

    THE EFFECT OF SILAGE FERMENTED CASSAVA AND ONGGOKLEAVES AND ORGANIC MICRO MINERALS ON CONSUMPTION OFORGANIC MATTER, DIGESTIBILITY OF CRUDE PROTEIN, GAUZE

    FIBER AND BODY WEIGHT IN MALE PE GOATS

    Oleh

    Gusti Yusrina

    This study aims to determine the effect of silage fermented cassava and onggokleaves and organic micro minerals on consumption of organic matter, digestibility ofcrude protein, gauze fiber, and body weight in male PE goats. This research wasconducted in November-December 2018 in Pekon Gisting Atas, Block 18, GistingDistrict, Tanggamus district, Lampung. The research material used 12 male PEgoats, feed, organic micro minerals (Zn, Cu, Se, and Cr), and individual male PE goatcages with a capacity of 12 tails equipped with feed places. This study used arandomized group design (RBD). Grouping based on body weight with the numberof 3 groups and each group using 4 goats with an average body weight ranging from13 to 24.5 kg / head. The treatment given includes: R0 ( 70% ration basal + 30%onggok without fermentation); R1 ( 70% ration basal + 30% onggok fermentation);R2 ( 55% ration basal + 30% onggok fermentation + 15 % silage of cassava leaves);R3 ( 55% ration basal + 30 % onggok fermentation + 15 % silage of cassava leaves +organic micro minerals Zn, Cu, Cr, Se). Data were analyzed by analysis of variantsand continued with further orthogonal contrast testing at level of 5%. The resultsshowed that the effect of fermenting fermented cassava and onggok leaves as well asorganic micro mineral did not significantly influence (P> 0,05) on organic matterconsumption, protein digestibility and crude crude fiber digestibility, whereas thebody weight has a very significant effect (P

  • PENGARUH PEMBERIAN SILASE DAUN SINGKONG DAN ONGGOKTERFERMENTASI SERTA MINERAL MIKRO ORGANIK TERHADAP

    KONSUMSI BAHAN ORGANIK, KECERNAAN PROTEIN KASAR,SERAT KASAR, DAN PERTAMBAHAN BOBOT TUBUH

    PADA KAMBING PE JANTAN

    Oleh

    Gusti Yusrina

    Skripsi

    Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai GelarSarjana Peternakan

    Pada

    Jurusan PeternakanFakultas Pertanian Universitas Lampung

    JURUSAN PETERNAKANFAKULTAS PERTANIAN

    UNIVERSITAS LAMPUNG2019

  • RIWAYAT HIDUP

    Penulis dilahirkan di Jl. Mawar Sinar Mulya, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung

    Selatan, Provinsi Lampung pada 08 Agustus 1996, sebagai anak kedua dari Bapak

    Karyono (Alm) dan Ibu Sunarti, Adik dari Ansor Rasyid A. Md.

    Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SDN 1 Sidosari, Lampung

    Selatan pada 2008, Sekolah Madrasah Tsanawiyah Negeri 2 Bandar Lampung pada

    2011, dan Sekolah Menengah Atas di SMA N 13 Bandar Lampung pada 2014. Pada

    tahun yang sama, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Peternakan, Fakultas

    Pertanian, Universitas Lampung melalui jalur Penerimaan Mahasiswa Perluasan

    Akses Pendidikan (PMPAP).

    Penulis melaksanakan praktik Umum (PU) pada Juli -- Agustus 2017 di PT. Central

    Avian Pratiwi 3 di Jl. Lintas Sumatra, Desa Kota Agung, Kecamatan Tegineneng,

    Kabupaten Pesawaran dan melaksanakan penelitian pada November -- Desember

    2018 di Koprasi Motivasi Doa Ikhtiar Tawakal (M.D.I.T) Jl. Pekon Gisting Atas,

    Blok 18, Kecamatan Gisting, Kabupaten Tanggamus. Pada januari – Maret 2018,

    penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Pekon Marga Mulya, Kecamatan

    Kelumbayan Barat, Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung.

  • Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi anggota bidang IV ( Dana dan

    Usaha) di himpunan mahasiswa peternakan (HIMAPET), Fakultas Pertanian,

    Universitas Lampung periode 2015/2016.

  • MOTTO

    “Ingat hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tentram(QS. Ar-Rod 13 : 28)”

    “Kebahagian dan kesedihan adalah warna dalam kehidupan yang akanmembuat kita semakin dewasa, apabila kita mampu menerima dan

    menjalaninya dengan penuh keikhlasn dan kesabaran(Ansor Rasyid) “

    “Karunia Allah yang paling lengkap adalah kehidupan yang didasarkanpada ilmu pengetahuan(Ali bin Abi Thalib)”

    “Kecerdasan bukan penentu kesuksesan, tapi kerja keraslah yangmerupakan penentu kesuksesanmu yang sebenarnya

    (Gusti Yusrina)”

  • Alhamdulillah…

    Ku ucapkan syukur atas segala nikmat dan karunia-Nya yang telahmember kenikmatan sehat dan kesempatan hingga sampai

    ketahap ini. Sebagai tanda bakti, hormat, dan rasa terimakasihyang tiada terhingga ku persembahkan karya kecil ini untuk :

    Ayahanda dan Ibunda tercinta, kakakku Ansor Rasyid, seluruhkeluarga besarku, sahabatku, orang-orang yang menyayangiku,

    serta almamater tercinta yang selalu ku banggakan,

    Dan

    yang telah memberikan kasih sayang, cinta, doa dalam langkahkehidupanku serta orang-orang yang luar biasa yang rela berdiri

    disamping, dibelakang, dan didepanku secara nyata.

  • KATA PENGANTAR

    Puji syukur penulis atas kasih sayang dan pertolongan Allah SWT., karena atas

    berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Shalawat

    serta salam penulis hanturkan kepada Rasulullah SAW berserta keluarga dan sahabat

    tercinta.

    Skripsi dengan judul “Pengaruh Pemberian Silase Daun Singkong dan Onggok

    Terfermentasi serta Mineral Mikro Organik terhadap Konsumsi Bahan Organik,

    Kecernaan Protein Kasar, Serat Kasar dan Pertambahan Bobot Tubuh pada Kambing

    PE Jantan” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan di

    Universitas Lampung.

    Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:

    1. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.S.—selaku Dekan Fakultas

    Pertanian – yang telah member izin kepada penulis untuk melakukan penelitian

    dan mengesahkan skripsi ini.

    2. Ibu Sri Suharyati, S.Pt., M.P.—selaku Ketua Jurusan Peternakan – yang telah

    memberikan nasihat, arahan, dan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan

    penulisan skripsi ini.

  • 3. Ibu Dr. Ir. Farida Fathul. M. Sc.--selaku Pembimbing Utama—atas ide

    penelitian, arahan, bimbingan, dan nasihat yang telah diberikan kepada penulis

    selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.

    4. Bapak Agung Kusuma Wijaya, S.Pt., M.P.—selaku Pembimbing Anggota—atas

    kesediaanya untuk meberikan bimbingan,saran dan kritik dalam peoses

    penyusunan skripsi ini.

    5. Bapak Prof.Dr.Ir. Muhtarudin, M.S.—selaku Pembimbing Penguji Utama—atas

    arahan, petunjuk dan saran yang diberikan kepada penulis selama penyusunan

    skripsi ini.

    6. Ibu Dr. Ir. Sulastri, M.P.—selaku Dosen Pembimbing Akademik—yang telah

    memberikan arahan, nasihat, motivasi kepda penulis selama menjadi mahasiswi

    di Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

    7. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas

    Lampung—atas bimbingan dan ilmu yang telah diberikan kepada penulis.

    8. Orang Tuaku tercinta Bapak Karyono (Alm) dan Mama Sunarti—yang telah

    mencurahkan kasih sayang, cinta, doa, perhatian, tenaga, biaya, dan motivasi

    dengan tulus ikhlas kepada penulis.

    9. Kakak Ansor Rasyid dan keluarga besarku—yang telah memberikan keceriaan

    dalam kasih sayang kepada penulis.

    10. Keluarga kesekianku Bude Sutinah, Pakde Sudargo , Mbak Astri Shabrina,dan

    Siti Mahardika—atas semua kasih sayang yang telah diberikan kepada penulis.

  • 11. Mita, Fakhri ,Geo,dan Rahmat—selaku teman seperjuangan selam penelitian—

    yang telah memberikan bantuan, dan motivasi kepada penulis selama

    penyusunan skripsi ini.

    12. Keluarga besar HIMAPET periode 2015--2016—atas kebersamaan membangun

    potensi diri dan berkarya.

    13. Rika Sari, Ramadhanti, David, Pramesella Egi Aden, Abel Ochari, dan Ado—

    sebagai teman Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang telah memberikan motivasi dan

    dukungan dalam penyusan skripsi ini.

    14. Pramita Gisty Restuni, Mahfuhdotul Ulya, Soleh Mustofa, Erika Lucy Aprilia,

    Desy Marisa, Aisyah Yuli Arti, Ficke Rahmawati, Desi Aryani, Rian Nastianyah

    dan seluruh teman-teman angkatan 2014—yang telah memberikan motivasi,

    bantuan, dan kesan yang mendalam kepada penulis selama menjadi mahasiswa.

    15. Almamaterku tercinta Universitas Lampung.

    Bandar Lampung, 14 Januari 2019

    Gusti Yusrina

  • DAFTAR ISI

    Halaman

    LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................... ii

    KATA PENGANTAR ................................................................................ iii

    DAFTAR ISI .............................................................................................. vi

    DAFTAR TABEL ...................................................................................... vii

    DAFTAR GAMBAR ................................................................................. viii

    I. PENDAHULUAN .................................................................................. 1

    1.1. Latar Belakang ............................................................................... 1

    1.2. Tujuan Penelitian .......................................................................... 4

    1.3. Kegunaan Pemikiran ...................................................................... 4

    1.4. Kerangka Pemikiran ................................................................................ 4

    1.5. Hipotesis .................................................................................................. 6

    II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 7

    2.1. Ternak Kambing PE ..................................................................... 7

    2.2. Sistem Pencernaan Ternak Ruminansia ....................................... 8

    2.3. Pakan ............................................................................................. 9

    2.4. Hijauan Pakan Ternak Ruminansia ...............................................

    11

    2.6. Onggok Terfermentasi ................................................................. 13

    2.7. Nutrien Mineral ............................................................................ 16

    2.7.1. Seng (Zn) .......................................................................... 17

    10

    2.5. Daun Singkong .............................................................................

  • 2.7.2. Selenium (Se) ................................................................... 18

    2.7.3. Tembaga (Cu) ................................................................... 18

    2.7.4 Kromium (Cr) ................................................................... 19

    2.8. Kebutuhan Protein Kasar ............................................................ 20

    2.9. Kebutuhan Serat Kasar ................................................................ 21

    2.10. Kecernaan Pada Ternak Ruminansia ........................................... 22

    2.11. Kecernaan Protein ........................................................................ 23

    2.12. Kecernaan Serat Kasar ................................................................. 24

    III. METODE PENELITIAN .................................................................. 26

    3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ..................................................... 26

    3.2.Bahan dan Alat Penelitian ................................................................ 26

    3.2.1. Bahan Penelitian .............................................................. 26

    3.2.2. Alat Penelitian ................................................................. 27

    3.3.Rancangan Penelitian ....................................................................... 27

    3.3.1. Rancangan Perlakuan ...................................................... 27

    3.3.2. Rancangan Percobaan ...................................................... 30

    3.3.3. Rancangan Peubah ........................................................... 31

    3.3.4. Prosedur Penelitian ......................................................... 33

    3.3.4.1.Persiapan Penelitian ............................................. 33

    3.3.4.2. Pembuatan Mineral Mikro Organik .................... 34

    3.3.4.3. Persiapan Ransum ............................................... 36

    3.3.4.4. Kegiatan Penelitian ............................................. 39

    3.3.4.5 Koleksi Feses ...................................................... 39

    3.3.4.6. Analisis Proksimat .............................................. 40

    3.3.4.8. Analisis Data ....................................................... 44

  • ...................................................... 45

    4.2. Pengaruh Ransum Terhadap Kecernaan Protein Kasar

    Pada Kambing PE Jantan ............................................................... 49

    4.3. Pengaruh Ransum Terhadap Kecernaan Serat Kasar

    Pada Kambing PE Jantan ............................................................... 54

    4.4. Pengaruh Ransum Terhadap Pertambahan Bobot Tubuh Pada

    Kambing PE Jantan ........................................................................ 60

    V. KESIMPULAN DAN SARAN ...........................................................

    DAFTAR PUSTAKA

    LAMPIRAN

    66

    66

    5.2. Saran ...............................................................................................

    66

    5.1. Kesimpulan .....................................................................................

    4.1. Jumlah Konsumsi Bahan Organik

    IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................... 45

  • DAFTAR TABEL

    Tabel Halaman

    1. Kandungan zat-zat makanan daun singkong berdasarkan bahan kering ..................................................................................... 13

    2. Komposisi kimia onggok dan onggok terfermentasi ....................... 15

    3. Kandungan nutrisi ransum yang digunakan ..................................... 27

    4. Kandungan nutrisi ransum R0.......................................................... 28

    5. Kandungan nutrisi ransum R1.......................................................... 28

    6. Kandungan nutrisi ransum R2.......................................................... 29

    7. Kandungan nutrisi ransum R3.......................................................... 29

    8. Rata-rata jumlah konsumsi bahan organik (gr/ekor/hari) ............... 45

    9. Rata-rata kecernaan protein kasar pada kambing PE jantan ............ 50

    10. Rata-rata kecernaan serat kasar pada kambing PE jantan ................ 55

    11. Rata-rata pertambahan bobot tubuh pada kambing PE jantan ........ 61

    12. Analisis ragam kecernaan konsumsi bahan organik .........................

    13. Uji lanjut kontras orthogonal konsumsi bahan organik ...................

    14. Analisis ragam kecernaan protein kasar...........................................

    15. Uji lanjut kontras orthogonal kecernaan protein kasar ....................

    16. Analisi ragam kecernaan serat kasar ................................................

    17. Uji lanjut kontras orthogonal kecernaan serat kasar ........................

    18. Analisis anova pertambahan bobot tubuh ........................................

    19. Uji lanjut kontras orthogonal pertambahan bobot tubuh .................

    73

    73

    73

    74

    74

    74

    75

    75

  • DAFTAR GAMBAR

    Gambar Halaman

    1. Tata letak kandang kambing PE jantan .................................................... 30

    2. Skema pembuatan silase daun singkong .................................................. 37

    3. Skema pembuatan onggok fermentasi ...................................................... 38

    4. Rata-rata konsumsi bahan organik ............................................................ 46

    5. Rata-rata kecernaan protein kasar ............................................................. 51

    6. Rata-rata kecernaan serat kasar ................................................................. 56

    8. Kandang kambing PE penelitian

    13. Pemberian pakan pada kambing PE

    7. Rata-rata pertambahan bobot tubuh .......................................................... 62

    .............................................................. 76

    9. Penimbangan bobot tubuh kambing ......................................................... 76

    10. Penimbangan mineral ............................................................................... 77

    11. Mineral mikro organik (Zn, Cu, Cr, Se) ................................................... 77

    12. Pembuatan silase daun singkong .............................................................. 78

    .......................................................... 78

    14. Pengambilan hasil penampungan feses total dalam waktu 24 jam ........... 79

    15. Penjemuran sampel feses .......................................................................... 79

    16. Proses pencucian dengan menggunakan larutan basa NaOH 0.313N ...... 80

    17. Proses penyaringan serat kasar ................................................................. 80

  • 18. Proses destruksi di ruang asam pada analisis prosimat protein kasar

    19. Proses titrasi pada analisis prosimat protein kasar

    ....... 81

    .................................... 81

  • 1

    I. PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Protein hewani merupakan salah satu komponen penyusun tubuh makhluk hidup

    salah satunya manusia. Kesadaran akan pentingnya mengonsumsi protein hewani

    berimbas pada meningkatnya permintaan daging nasional. Hal tersebut terlihat dari

    konsumsi perkapital, 2016 naik hingga 7,03 % dari 3,13 gr (2015) menjadi 3,35 gr.

    maka diperlukan adanya suatu upaya yang nyata dalam meningkatkan kualitas dan

    kuantitas produk-produk hasil peternakan, sehingga masyarakat tercukupi kualitas

    gizi dan jumlahnya.

    Untuk memenuhi protein hewani dapat berasal dari ternak kambing. Salah satu jenis

    kambing yang berpotensi untuk menyokong peningkatan konsumsi protein hewani di

    Indonesia ialah Kambing Peranakan Etawa (PE). Kambing peranakan etawa (PE)

    termasuk ternak ruminansia tipe dwiguna yang memiliki keunggulan dapat

    menghasilkan daging. Kambing PE merupakan hasil persilangan antara Kambing

    Etawa (dari India) dan Kambing Kacang, yang penampilannya mirip Kambing Etawa

    tetapi lebih kecil (Sarwono, 2005).

  • 2

    Potensi kambing PE tidak akan berkembang maksimal untuk menyokong

    peningkatan konsumsi protein hewani di Indonesia tanpa faktor pendukung

    produksinya. Faktor pendukung yang paling penting dalam penunjang produksi

    ternak ialah pakan. Pakan yang dicerna dengan baik oleh ternak jantan mampu

    menyajikan nutrien yang penting untuk hidup pokok, pertumbuhan, dan

    penggemukan.

    Data yang dilansir oleh Direktorat Jedral Peternakan dan Kesehatan Hewan (2016)

    bahwa populasi kambing pada 2015 mencapai 19,012,790 ekor dengan total produksi

    daging 64,950 ton. Pada 2016 terjadi peningkatan baik populasi maupun produksi

    daging kambing namun tidak lebih dari 3% yaitu dengan jumlah populasi dan

    produksi daging masing-masing 19,608,800 ekor dan 66,750 ton. Upaya yang harus

    dilakukan untuk meningkatkan produksi daging adalah dengan mengotimalkan faktor

    lingkungan salah satunya adalah manajemen pakan.

    Ransum ruminansia terdiri dari hijauan dan pakan penguat (konsentrat). Unsur atau

    senyawa kimia dalam ransum kambing yang diberikan harus menunjang kebutuhan

    hidup pokok, pertumbuhan, produksi, dan reproduksi. Senyawa tersebut bagian dari

    bahan pakan yang dapat dicerna, dapat diserap, dan bermanfaat bagi tubuh. Zat

    nutrien adalah zat-zat gizi di dalam bahan pakan yang sangat diperlukan untuk hidup

    ternak meliputi protein, karbohidrat, lemak, mineral, vitamin dan air (Tillman et al.,

    1998). Hijauan merupakan pakan utama kambing yang diguanakan sebagai sumber

    energi untuk menunjang kehidupannya. Hijauan yang diberikan seringkali memiliki

    pembatas dalam penggunaannya yaitu memiliki kandungan serat kasar yang tinggi.

  • 3

    Limbah tanaman singkong dan limbah pengolahan singkong sangat potensial sebagai

    pakan ternak alternatif, karena ketersediaannya banyak dan tidak bersaing dengan

    kebutuhan manusia. Salah satu kendala yang dihadapi limbah singkong adalah nilai

    gizi yang rendah, protein rendah dan serat kasar yang tinggi. Hal ini berdampak pada

    kecernaan menjadi rendah, yang pada akhirnya dapat mengganggu penampilan

    ternak. Untuk meningkatkan manfaat dari limbah tanaman singkong dan limbah

    pengolahan singkong maka dilakukan upaya untuk memperbaiki zat nutrien. Metode

    pengolahan yang biasa digunakan untuk meningkatkan nilai dan kualitas protein

    adalah dengan fermentasi.

    Usaha memperbaiki pemanfaatan pakan ruminansia selain perbaikan kualitas pakan

    prarumen juga harus ditunjang dengan perbaikan yang mendukung bioproses di

    dalam rumen. Muhtarudin (2003) memaparkan bahwa nutrisi yang cukup bagi

    pertumbuhan mikroba rumen mempengaruhi proses pencernaan di dalam rumen.

    Bioproses rumen meliputi kecernaan serta penyerapan bahan pakan yang dimakan

    oleh ternak. Laju pertumbuhan mikroba rumen akan maksimal apabila didukung

    pasokan nutrisi prekursor yang optimum. Suplementasi nutrisi dibutuhkan untuk

    mendukung pertumbuhan mikroba rumen.

    Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan penelitian terkait perngaruh pemberian

    silase daun singkong dan onggok terfermentasi serta mineral mikro organik terhadap

    konsumsi bahar organik, kecernaan protein kasar, serat kasar dan pertambahan bobot

    tubuh pada kambing PE jantan.

  • 4

    1.2 Tujuan Penelitian

    Tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

    1. mengetahui pengaruh pemberian silase daun singkong dan onggok terfermentasi

    serta mineral mikro organik terhadap konsumsi bahan organik, kecernaan protein

    kasar, serat kasar dan pertambahan bobot tubuh pada kambing PE jantan;

    2. mengetahui pengaruh terbaik pemberian silase daun singkong dan onggok

    terfermentasi serta mineral mikro organik terhadap konsumsi bahan organik,

    kecernaan protein kasar, serat kasar, dan pertambahan bobot tubuh pada

    kambing PE jantan.

    1.3 Kegunaan Pemikiran

    Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada peternak tentang

    manfaat penambahan mineral mikro organik dalam ransum silase daun singkong dan

    onggok terfermentasi untuk meningkatkan konsumsi bahan organik, kecernaan

    protein kasar, serat kasar dan pertambahan bobot tubuh pada kambing PE jantan .

    1.4 Kerangka Pemikiran

    Kebutuhan akan protein hewani terus meningkat seiring meningkatnya kesadaran

    masyarakat akan ketercukupan gizi harian. Namun, kebutuhan protein hewani

    khususnya daging kambing belum tercukupi meskipun populasi ternak kambing terus

    mengalami peningkatan. Peningkatan bobot tubuh dipengaruhi oleh kecukupan

  • 5

    nutrisi dan kecernaan bahan pakan tersebut sehingga kambing dapat memanfaatkan

    bahan pakan secara maksimal.

    Onggok telah banyak dimanfaatkan untuk pakan ruminansia. Salah satu kelemahan

    dari onggok sebagai pakan ruminansia adalah kandungan protein yang rendah

    sedangkan serat kasar yang tinggi. Untuk meningkatkan kandungan protein yang

    rendah maka perlu dilakukan pengolahan. Metode pengelolahan yang biasa

    digunakan untuk meningkatkan nilai dan kualitas protein adalah dengan fermentasi.

    Menurut Supriyati, et al., (2003) onggok yang difermentasi memiliki kandungan

    protein kasar yang tinggi, meningkat dari 1,85%, pada onggok yang tanpa fermentasi

    menjadi 14,74 %. Hal ini menunjukkan bahwa proses fermentasi dapat

    meningkatkan kandungan protein kasar onggok. Peningkatan protein dikarenakan

    adanya proses perubahan N (nitrogen) anorganik dalam bentuk urea maupun

    ammonium sulfat (ZA) oleh Aspergillus niger menjadi N organik (protein).

    Menurut Surya, et al., (2017) Pemberian silase daun singkong dan mineral mikro

    organik tidak berpengaruh nyata terhadap kecernaan serat kasar. Hal ini dipengaruhi

    tingginya protein dalam ransum (14,95—17,34%). telah mencukupi kebutuhan energi

    mikroba rumen dalam mencerna serat kasar sehingga mikroba mimiliki kemampuan

    yang sama untuk mencerna. Tingginya protein pada ransum dapat mempengaruhi

    kemampuan mineral untuk berinteraksi dengan mineral lainnya.

    Menurut Vandergrift (1992) Bahwa gabungan antara mineral dengan protein dapat

    mengurangi kemampuan mineral tersebut berinteraksi dengan mineral atau bahan

  • 6

    organik lainya yang menyebabkan berkurangnya peluang untuk diabsorbsi sehingga

    mineral organik ini diserap secara utuh.

    Mineral makro dibutuhkan tubuh dalam jumlah yang relatif besar mencakup Ca, Mg,

    P, Na, K, Cl, dan S, sedangkan mineral mikro dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah

    yang relatif lebih sedikit dibandingkan mineral makro. Mineral mikro mencakup Zn,

    Cu, Fe, Se, Mn, Co dan Cr. Pemberian unsur makro maupun mikro dalam bentuk

    organik dapat meningkatkan ketersediaan, sehingga dapat diserap lebih tinggi dalam

    tubuh ternak (Muhtarudin, et al., 2003).

    Berdasarkan pemikiran diatas, maka diharapkan dengan pemberian silase daun

    singkong dan onggok terfermentasi serta mineral mikro organik dalam ransum akan

    meningkatkankonsumsi bahan organik, kecernaan protein kasar, serat kasar dan

    pertambhan bobot tubuh.

    Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

    1. terdapat pengaruh penambahan silase daun singkong dan onggok terfementasi serta

    mikro organik terhadap konsumsi bahan organik kecernaan protein kasar, serat

    kasar dan pertambhan bobot tubuh pada kambing PE jantan;

    2. terdapat pengaruh terbaik penambahan silase daun singkong dan onggok

    terfermentasi serta mineral mikro organik terhadap konsumsi bahan organik,

    kecernaan protein kasar, serat kasar dan pertambahan bobo tubuh pada kambing

    PE jantan.

    1.5 Hipotesis

  • 7

    II. TINJAUAN PUSTAKA

    Kambing adalah ternak yang pertama kali didomestikasi oleh manusia atau yang

    kedua setelah anjing. Hal ini sering dibuktikan dengan ditemukannya gambar

    kambing pada benda - benda arkhaelog di Asia barat seperti Jericho, Choga Mami

    Jeintun, dan Cayonum pada tahun 6000-7000 SM. Kambing atau sering dikenal

    sebagai ternak ruminansia kecil merupaka ternak herbivora yang sangat popoler di

    kalangan petani indonesia, terutama yang tinggal di pulau jawa. Oleh peternak,

    kambing sudah lama diusahakan sebagai usaha sampingan atau tabungan karena

    pemeliharaan dan pemasaran hasil produksinya relatif mudah. Produksi yang

    dihasilkan dari ternak kambing yaitu, daging, susu, kulit, bulu, dan kotoran sebagai

    pupuk yang sangat bermanfaat ( Susilorini et al., 2008).

    Bangsa utama kambing yang ditemukan di Indonesia adalah kambing kacang dari

    peranakan ettawa (PE). Kambing kasmir, angora dan saanen telah diintroduksi pada

    waktu masa lampau. Namun hanya, kambing ettawa yang dapat beradaptasi dengan

    kondisi dan sistem pertanian Indonesia. Sedangkan kambing kambing yang banyak

    ditemukan di Sulawesi adalah jenis kambing marica yang merupakan variasi lokal

    dari kambing kacang (Sodiq dan Abidin, 2008).

    2.1 Ternak Kambing PE

  • 8

    Kambing memberikan kesehatan dan gizi berjuta-juta penduduk diberbagai negara

    berkembang, terutama mereka yang hidup pada garis kemiskinan. Pemeliharaan

    kambing dapat menyediakan walaupun dalam jumlah kecil tetapi penting artinya,

    kebutuhan akan akan protein hewani yang bernilai biologi tinggi, serta mineral

    esensial dan vitamin asal lemak, yang kesemuanya sangat berarti terutama bagi

    kelompok orang lemah, seperti misalnya wanita hamil, wanita menyusui, serta anak

    kecil (Davendra dan Burns, 1977).

    2.2. Sistem Pencernaan Ternak Ruminansia

    Bagian-bagian sistem pencernaan adalah mulut, parinks, esofagus, perut glandular,

    usus halus, usus besar serta glandula aksesoris yang terdiri dari glandula saliva, hati,

    dan pankreas (Frandson, 2008). Ternak ruminansia memiliki empat bagian perut

    yaitu rumen, reticulum, omasum, dan abomasum. Keempatnya tidak mempunyai

    perbedaan yang nyata ketika ternak dilahirkan hingga ternak ruminansia berkembang,

    tumbuh dan berproduksi walaupun hanya mengkonsumsi jenis makanan sebagian

    besar berbentuk serat kasar (Kartadisastra, 1997).

    Proses utama dari pencernaan adalah secara mekanik, hidrolisis, dan fermentatif.

    Proses mekanik terdiri dari mastikasi atau pengunyahan dalam mulut dan gerakan

    saluran pencernaan yang dihasilkan oleh kontraksi otot sepanjang usus. Proses

    hidrolisis dilakukan oleh enzim pencernaan yang dihasilkan oleh ternak (induk

    semang) yang terjasi di abomasum. Pencernaan secara fermentatif dilakukan oleh

    mikroorganisme rumen (Tillman et al., 1993). Rumen dari hewan ruminansia

  • 9

    merupakan tempat berdiamnya triliun mikroorganisme termasuk protozoa, bakteri,

    dan fungi.

    Mikroorganisme ini mencerna hijauan yang mengandung selulosa dan hemiselulosa,

    konsentrat yang mengandung karbohidrat, lemak, dan protein. Aktivitas

    mikroorganisme dalam mencerna selulosa dan hemiselulosa sangat bermanfaat

    dikarenakan selulosa dan hemiselulosa tidak bisa dicerna secara langsung oleh ternak.

    Mikroorganisme mencerna bahan-bahan kasar terutama menjadi asam asetat,

    propionat, dan butirat yang disebut dengan asam lemak mudah terbang (Volatile Fatty

    Acid/VFA). Sebagian besar VFA diserap melalui dinding rumen ke dalam aliran

    darah. Aksi mikroorganisme di dalam rumen manjadi dasar alasan mengapa

    ruminansia dapat bertahan dengan makanan yang berserat tinggi (Lasely,1981).

    2.3. Pakan

    Pakan Ternak adalah semua bahan pakan yang bisa diberikan dan bermanfaat bagi

    ternak serta tidak menimbulkan pengaruh negatif terhadap tubuh ternak. Pakan yang

    diberikan harus berkualitas tinggi, yaitu mengandung zat-zat yang diperlukan oleh

    tubuh ternak dalam hidupnya seperti air, karbohidrat, lemak, protein. Pakan sendiri

    merupakan komoditi yang sangat penting bagi ternak. Zat- zat nutrisi yang

    terkandung dalam pakan dimanfaatkan oleh ternak untuk memenuhi kebutuhan hidup

    pokok dan produksi ternak itu sendiri. Selain itu, pakan juga merupakan dasar bagi

    kehidupan yang secara terus menerus berhubungan dengan kimiawi tubuh dan

    kesehatan. (Parakkasi, 1991).

  • 10

    Pakan ternak ruminansia pada umumnya terdiri dari hijauan seperti rumput,

    leguminosa, dan konsentrat. Pemberian pakan berupa kombinasi kedua bahan

    tersebut akan memberi peluang terpenuhinya zat-zat gizi dan biaya relatif rendah

    (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Menurut Parakkasi (1991), menyatakan

    semakin banyak bahan makanan yang dapat dicerna melalui saluran pencernaan maka

    kecepatan alirannya menyebabkan lebih banyak ruangan yang tersedia untuk

    penambahan makanan sehingga konsumsi meningkat. Menurut Kartadisastra (1997)

    menyatakan kebutuhan pakan ternak ruminansia dicerminkan oleh kebutuhannya

    terhadap nutrisi. Jumlah nutrisi setiap harinya sangat tergantung kepada jenis ternak,

    umur, fase (pertumbuhan, dewasa, bunting, menyusui), kondisi tubuh (normal, sakit)

    dan lingkungan tempat hidupnya serta berat badannya.

    Dalam pemberianya pakan harus sesuai dengan kebutuhan tubuh ternak tersebut.

    Menurut Setiawan dan Arsa (2005) bahan pakan merupakan bahan makanan ternak

    yang terdiri dari bahan kering dan air yang harus diberikan kepada ternak untuk

    memenuhi kebutuhan hidup pokok dan produksinya.

    2.4. Hijauan Pakan Ternak Ruminansia

    Hijauan pakan merupakan makanan utama bagi ternak ruminansia dan berfungsi

    sebagai sumber nutrisi yaitu protein, energi, vitamin, dan mineral (Murtidjo, 1993).

    Hijauan yang ada di daerah tropis pada umumnya cepat tumbuh, namun kualitasnya

    lebih rendah dari hijauan sub tropis. Oleh karena itu, ternak ruminansia yang

  • 11

    diperuntukkan bagi produksi daging harus memperoleh konsentrat selain pemberian

    hijauan agar tercapai pertumbuhan yang cepat (Siregar, 1994).

    Pilliang (1997) dan Waruwu (2002) menyatakan bahwa ternak ruminansia harus

    mengkonsumsi hijauan sebanyak 10% dari berat badannya setiap hari dan

    konsentratnya sekitar 1,5 -- 2% dari jumlah tersebut termasuk suplementasi vitamin

    dan mineral. Oleh karena itu, hijauan dan sejenisnya terutama dari berbagai spesies

    merupakan sumber energi utama ternak ruminansia. Kebutuhan pakan ruminansia

    dicerminkan oleh kebutuhannya terhadap nutrisi. Jumlah kebutuhan nutrisi setiap

    harinya tergantung pada jenis ternak, umur, fase, kondisi tubuh dan lingkungan

    tempat hidupnya serta bobot badannya.

    2.5. Daun Singkong

    Singkong atau ubi kayu, tergolong dalam famili Euphorbiaceae, genus Manihot

    dengan spesies esculenta Crantz dengan berbagai varietas (Henry, 2007). Bagian

    tanaman yang biasanya dimanfaatkan adalah umbi (akar), batang, dan daunnya.

    Menurut Devendra (1977), produk utama tanaman ini dibagi menjadi tiga bagian

    yaitu daun 6%, batang 44%, dan umbi 50%. Singkong kaya akan karbohidrat yaitu

    sekitar 80%--90% dengan pati sebagai komponen utamanya. Tanaman ini tidak dapat

    langsung dikonsumi ternak dalam bentuk segar tapi selalu dilakukan pengolahan

    seperti pemanasan, perendaman dalam air, dan penghancuran atau beberapa proses

    lainnya untuk mengurangi asam sianida yang bersifat racun yang terkandung dalam

    semua varietas singkong.

  • 12

    Daun singkong merupakan salah satu limbah pertanian yang sering dijadikan bahan

    pakan ternak. Tillman et al., (1998) menyatakan sekitar 1,4 juta ha singkong yang

    ditanam setiap tahunnya dapat menghasilkan 1,4 juta ton tangkai dan daun. Daun

    singkong merupakan limbah hasil pertanian dari hasil panen ubi kayu atau ketela

    pohon (manihot esculenta crantz). Potensi yang diharapkan dari daun singkong

    adalah protein kasarnya yang cukup tinggi, yaitu berkisar antara 18--34 % dari bahan

    kering. Maka dari itu, kandungan protein kasar dari bahan kering daun singkong

    dapat digunakan sebagai bahan suplementasi yang potensial untuk ternak ruminansia

    maupun unggas.

    Kandungan protein kasar pada daun singkong adalah 19,20% akan meningkat bila

    difermentasikan dengan aspergilus niger menjadi 25%. Berdasarkan kandungan

    protein yang terkandung, maka dapat dikatakan bahwa daun singkong memiliki nilai

    gizi yang cukup tinggi dan setara dengan jumlah hijauan tanaman kacang kacangan

    (Surrachman, 1987).

    Daun singkong dapat digunakan sebagai sumber asam amino rantai bercabang

    (branched chain amino acid = BCAA). Sintesis protein oleh mikroba memerlukan

    BCFA (branched chain fatty acid) yang meliputi asam isobutirat, 2 metil butirat dan

    isovalerat. BCFA dalam rumen adalah hasil dekarboksilasi dan deaminasi BCAA

    yaitu valin, isoleusin dan leusin. Menurut Zain (1999), suplementasi BCAA memacu

    pertumbuhan bakteri sehingga kecernaan pakan dan pertumbuhan ternak meningkat.

    Lebih lanjut dijelaskan rasio terbaik BCAA yang digunakan dalam meningkatkan

    kecernaan pakan adalah 0,1% valin, 0,2% isoleusin dan 0,15% leusin. Mikroba

  • 13

    rumen mendegradasi daun singkong menjadi amonia dan amonia tersebut sebagian

    dapat diubah kembali menjadi protein mikroba yang selanjutnya digunakan oleh

    ternak inang (Leng, et al., 1984).

    Menurut Hasanah (2008), pada daun singkong (per 100 g) terkandung vitamin A

    sebesar 11.000 SI, vitamin C 275 mg, vitamin B1 0,12 mg, kalsium sekitar 165 mg,

    kalori 73 kal, fosfor 54 mg, protein 6,8 g, lemak 1,2 g, hidrat arang sebesar 13 g, zat

    besi 2 mg, dan asam amino metionin. Pada bagian buah atau umbi singkong

    memiliki kandungan vitamin B1 sebesar 0,06 mg dan vitamin C sebesar 30 mg, yang

    lebih rendah dibandingkan yang terdapat pada daun. Sedangkan pada kulit batang

    mengandung tanin, enzim peroksidase, glikosida, dan kalsium oksalat yang

    membatasi konsumsinya pada ternak-ternak tertentu.

    Tabel 1. Kandungan zat-zat makanan daun singkong berdasarkan bahan kering

    No Zat Makanan Jumlah (%)

    1.

    2.

    3.

    4.

    5.

    6.

    7.

    Protein kasar

    Lemak kasar

    Serat kasar

    Abu

    BETN

    Ca

    P

    27,97

    8,84

    13,4

    9,97

    39.82

    1,76

    0,44

    Sumber : Askar dan Marlina (1997).

    2.6. Onggok Terfermentasi

    Onggok adalah hasil produk samping pengolahan ubi kayu menjadi tapioka. Dari

    setiap ton ubi kayu bisa menghasilkan 114 kg onggok. Jika setengah dari produksi

    ubi kayu tahun 2000 yang mencapai 15.351.200 ton diolahdan diproses menjadi

  • 14

    tepung tapioka, onggok yg dihasilkan bisa mencapai 828.965 ton. Jumlah tersebut

    sanagat besar untuk dimanfaatkan dan digunakan sebagai bahan baku pakan ternak.

    Onggok memiliki kandungan air cukup tinggi (81-85%), dan bisa menjadi sumber

    pencemaran atau polusi udar atau lingkungan, terutama di wilayah produksi apabila

    tidak ditangani dengan baik.

    Onggok sebenarnya memiliki potensi sangat besar sebagai bahan pakan. Tetapi mutu

    dan nutrisinya yg rendah (protein kasar (PK) sekitar 1,55% dan serat kasar (SK)

    10,44% bahan kering), menjadi pembatas utama pemanfaatan onggok sebagai bahan

    pakan ternak, baik untuk ternak monogastrik seperti ayam dan bebek, maupun ternak

    ruminansia. Seperti sapi, kambing, dan domba. Untuk bisa digunakan sebagai bahan

    pakan ternak, maka mutu dan kualitas onggok perlu ditingkatkan dengan proses

    teknologi fermentasi. (BPS, 1996)

    Fermentasi, salah satu cara pengolahan biologis merupa cara yang paling tepat untuk

    pengolahan onggok mengingat onggok memiliki komposisi zat makanan yaitu,

    karbohidrat cukup tinggi sehingga dapat dimanfaatkan sebagai media yang cocok

    bagi pembuatan bagi pertumbuhan mikroorganisme. Proses fermentasi merupakan

    cara yang paling murah, mudah, praktis, dan aman yang berfungsi sebagai salah satu

    cara pengawetan yang juga akan baik. Pada dasarnya teknologi fermentasi adalah

    upaya manusia untuk mencapai kondisi optimal agar proses fermentasi dapat

    memperoleh hasil yang maksimal. Mikroba yangbanyak digunakan dalam fermentasi

    adalah kapang, khamir, dan bakteri. Fermentasi terjadi kerena adanya aktifitas

  • 15

    mikroba pada substrat organik yang sesuai dan sebagai akibat terjadinya fermentasi

    menyebabkan perubahan sifat kimia karena pemecahan kandungan zat makanan oleh

    enzim yang dihasilkan oleh mikroba. Bahan yang difermentasi biasanya mempunyai

    nilai nutrisi yang lebih tinggi daripada bahan asalnya seperti onggok.

    Tabel 2. Komposisi kimia onggok dan onggok terfermentasi

    No Parameter (%) Onggok Onggok terfermentasi di

    laboratorium

    Onggok fermentasi

    di lapang

    1 Protein Kasar 1.85 18.40 14.74

    2 Abu 2.12 2.60 2.24

    3 Kalsium 0.20 0.28 0.26

    4 Fosfor 0.16 0.24 0.22

    5 Energi 3.095 3.300 3.277

    Sumber: Supriyati et al. (2003)

    Dari hasil analisis kimia diatas, ternyata onggok yang difermentasi memiliki

    kandungan protein kasar yang tinggi, meningkat dari 1,85% pada onggok yang tanpa

    fermentasi menjadi 14,74%. Hal ini menunjukkan bahwa proses fermentasi

    dapatmeningkatkan kandungan protein kasar onggok. Peningkatan protein

    dikarenakan adanya proses perubahan N (nitrogen) anorganik dalam bentuk urea

    maupun amonium sulfat (ZA) oleh Aspergillus niger menjadi N organik (protein).

    Demikian pula kandungan abu, Ca dan P pada produk onggok terfermentasi lebih

    tinggi dari onggoknya, sedang kandungan serat kasar dan lemak untuk kedua ransum

    tidak berbeda nyata. Namun bila dilihat dari nilai energi-nya ternyata perlakuan

  • 16

    onggok terfermentasi dan tanpa fermentasi tidaklah berbeda jauh, yakni 3095 vs 3277

    (kkal/kg) (Tabel 2).

    Phong et al. (2003) melakukan penelitian fermentasi onggok menggunakan

    Aspergillus niger dengan penambahan amonium sulfat melaporkan bahwa terjadi

    peningkatan protein sampai 6% dalam bahan kering dengan penambahan amonium

    sulfat 1%. Penggolahan lainnya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas

    dari onggok adalah dengan cara amoniasi. Amoniasi, salah satu cara pengolahan

    secara kimiawi dengan pemberian urea untuk meningkatkan kadar protein pakan yang

    diamoniasi.

    2.7. Nutrien Mineral

    Mineral adalah bahan kimia anorganik yang berperan aktif dalam reaksi-reaksi yang

    melibatkan enzim-enzim, memiliki fungsi spesifik dan penting bagi kehidupan ternak

    (Churh and Pond, 1988). Pemberian mineral yang baik adalah dengan menambahkan

    unsur yang diketahui kurang dalam bahan makanan. Berdasarkan jumlah

    kebutuhannya, mineral dikelompokkan menjadi 2 golongan, yaitu unsur mineral

    mikro dan makro. Mineral dibutuhkan tubuh dalam jumlah yang relatif besar

    mencakup Ca, Mg, P, Na, K, Cl, dan S, sedangkan mineral mikro dibutuhkan oleh

    tubuh dalam jumlah yang relatif lebih sedikit dibandingkan mineral makro. Mineral

    mikro mencakup Zn, Cu, Fe, Se, Mn, Co dan Cr. Pemberian unsur makro maupun

    mikro dalam bentuk organik dapat meningkatkan ketersediaan, sehingga dapat

  • 17

    diserap lebih tinggi dalam tubuh ternak (Muhtarudin, 2002 dan Muhtarudin et al.,

    2003). Secara umum penggunaan mineral di dalam tubuh berperan dalam

    pembentukan tulang dan gigi yang menyebabkan adanya jaringan keras dan kuat,

    sebagai buffer yang efisien untuk menahan kelebihan keasaman atau kebebasan yang

    terjadi karena makanan-makanan, sebagai aktivator sistem enzim maupun sebagai

    komponen dari sistem suatu enzim (Tillman et al., 1998). Ditambahkan pula oleh

    Underwood (1977), bahwa mineral berperan sebagai pengatur transport zat makanan

    ke sel, mengatur permeabilitas membran sel dan mengatur metabolisme zat makanan.

    2.7.1. Seng (Zn)

    Little (1986), melaporkan bahwa kandungan Zn pada pakan ternak ruminansia di

    Indonesia berkisar antara 20 dan 30 mg/kg bahan kering ransum, nilai ini jauh

    dibawah kebutuhan ternak ruminansia. Ini sesuai dengan rekomendasi NRC (1978),

    bahwa kandungan Zn pakan di Indonesia umumnya rendah dan kadar Zn yang layak

    antara 40 dan 50 mg/kg. Seng (Zn) terdapat pada semua jaringan tubuh, tetapi

    sebagian besar terdapat pada jaringan prostat, hati, ginjal, urat daging, pankreas,

    limpa dan adrenal (Underwood, 1977). Absorpsi seng terutama terjadi dibagian atas

    usus kecil dan yang paling aktif pada duodenum. Menurut Hartati (1998), absorpsi Zn

    yang utama terjadi pada bagian atas usus kecil. Penyerapan Zn dipengaruhi oleh umur

    dan status Zn hewan. Menurut Underwood (1977), absorpsi Zn sangat dipengaruhi

    oleh jumlah dan imbangan mineral lain, kandungan seng dalam pakan dan bentuk

    seng yang diserap. Pemberian mineral Zn dapat meningkatkan penampilan ternak

    (Hartati, 1998) dan memacu pertumbuhan mikroba rumen (Putra, 1998).

  • 18

    2.7.2. Selenium (Se)

    Salah satu unsur mineral mikro yang diperlukan ternak ruminansia adalah selenium

    (Se). Tillman, et al. (1998), menyatakan bahwa pemberian selenium dapat mencegah

    terjadinya distropi otot pada domba dan sapi, sedangkan pada ternak unggas

    pemberian selenium dapat mencegah degenerasi nekrosis dan diatesis eksudatif pada

    anak ayam. Mineral Se diketahui sebagai elemen pelindung enzim glutation

    peroksidase dari kerusakan yang ditimbulkan oleh lipida peroksidase dengan jalan

    merusak peroksida tersebut.

    Menurut Parakkasi (1985), interaksi antara vitamin E dan Se (ROOH) dapat

    menyebabkan rusaknya sel. Dengan adanya Se, lipid hidroperoksida akan dirubah

    menjadi alkohol-alkohol yang sifatnya kurang berbahaya dibandingkan dengan zat-

    zat aslinya, sedangkan vitamin E berperan sebagai antioksidan. Kadar Se dalam

    bahan pakan tidak selalu sama dan masih banyak yang belum diketahui. Hal ini

    berkaitan erat dengan kemampuan spesies suatu tanaman menyerap Se dan kadar Se

    itu sendiri di dalam tanah. Tillman et al,. (1998), menyebutkan tanah dapat

    mengandung 40 mg/kg Se dan tanah yang mencapai 0,5 mg/kg Se dapat dikatakan

    berbahaya. Untuk ransum sapi perah dianjurkan agar mengandung Se 0,3 ppm bahan

    kering ransum (NRC, 1981) dan 40 mg/kg (NRC, 1978) pada makanan kuda.

    2.7.3. Tembaga (Cu)

    Penimbunan tembaga (Cu) pada tubuh ternak terjadi di dalam hati. Pemberian

    makanan ternak mengandung Cu harus lebih berhati-hati karena konsumsi Cu

  • 19

    berlebih dapat memungkinkan terjadinya keracunan. NRC (1978),

    merekomendasikan angka kebutuhan Cu, yaitu 10 mg/kg untuk ternak ruminansia.

    Pada ternak ruminansia Cu kurang baik diabsorpsi karena hanya 1--3% yang

    diabsorpsi oleh tubuh ternak (McDowell, 1992). Keterkaitan antara Cu dengan

    mineral lainnya seperti Molibdenum (Mo) dan Sulfat juga merupakan salah satu

    faktor penyebabnya. Pada penelitian terdahulu menunjukkan bahwa keracunan yang

    disebabkan oleh Mo dapat dikurangi dengan pemberian CuSo4 dalam makanan

    sehingga sulfat dalam makanan dapat mempengaruhi kerja Mo.

    2.7.4. Kromium (Cr)

    Kromium (Cr) untuk pertama kali diketahui sebagai unsur yang esensial pada tahun

    1959. Lebih banyak dibicarakan dalam hubungannya dengan Glucose Tolerance

    Factor (GTF). Cr berperan sebagai Glucose Tolerance Factor 16 (GTF) dan tikus

    kekurangan Cr tidak dapat menggunakan glukosa yang diinjeksikan dalam dosis

    tinggi dibandingkan tikus yang diberi suplemen Cr dalam ransum. Mineral Cr dapat

    meningkatkan pemasukan glukosa ke dalam sel-sel alveolus untuk pembentukan

    laktosa susu. Susu mengandung laktosa (karbohidrat) yang prekursornya perlu

    disediakan dalam jumlah yang cukup. Prekursor laktosa adalah propionate produksi

    fermentasi rumen. Gejala-gejala defisiensi Cr berhubungan dengan GTF. Ternak yang

    kekurangan Cr menunjukkan pertumbuhan yang terhambat degenerasi nekrotil dari

    hati dan penggunaan glukosa yang kurang efisien (Tillman, et al., 1998).

  • 20

    2.8. Kebutuhan Protein Kasar

    Protein adalah senyawa organik kompleks yang mempunyai berat molekul tinggi.

    Ruminansia mendapatkan protein dari 3 sumber, yaitu protein mikrobia rumen,

    protein pakan yang lolos dari perombakan mikrobia rumen dan sebagian kecil dari

    endogenus (Tillman et al., 1989). Tubuh memerlukan protein untuk memperbaiki dan

    menggantikan sel tubuh yang rusak serta untuk produksi. Protein dalam tubuh diubah

    menjadi energi jika diperlukan. Protein dapat diperoleh dari bahanbahan pakan yang

    berasal dari tumbuh-tumbuhan dan yang berasal dari biji-bijian (Sugeng, 1998).

    Protein didalam tubuh ternak ruminansia dapat dibedakan menjadi protein yang dapat

    disintesis dan protein tidak dapat disintesis. Protein yang dibutuhkan oleh ternak

    ruminansia yaitu dalam bentuk potein kasar. Protein kasar adalah jumlah nitrogen

    (N) yang terdapat didalam pakan dikalikan dengan 6,25 (Nx6,25), sedangkan Prdd

    adalah protein pakan yang dicerna dan diserap dalam saluran pencernaan (Siregar,

    1994).

    Menurut Anggorodi (1979) kekurangan protein pada sapi dapat menghambat

    pertumbuhan, sebab fungsi protein adalah untuk memperbaiki jaringan, pertumbuhan

    jaringan baru, metabolisme, sumber energi, pembentukan antibodi, enzim-enzim dan

    hormon. Tujuan umum dalam pemberian pakan semua ternak adalah untuk

    menyediakan jumlah dan kualitas protein yang benar untuk memaksimalkan produksi

    dan meminimalkan biaya pakan.

  • 21

    Ternak memerlukan nitrogen (protein) untuk tumbuh, berkembang dan berproduksi.

    Ternak yang sedang tumbuh dan berkembang memerlukan konsentrasi protein yang

    lebih tinggi dibanding ternak yang sudah mencapai kedewasaan (Kearl, 1982;

    NRC,1996). Dalam usaha peternakan, pemberian protein harus lebih diperhatikan

    mengingat harga protein pakan per unit berat lebih mahal dibanding nutrisi lainnya

    juga tidak semua protein yang dikonsumsi ternak dimanfaatkan secara sempurna.

    2.9. Kebutuhan Serat Kasar

    Ternak ruminansia dapat memanfaatkan sumber karbohidrat berasal dari hijauan yang

    tidak dapat dimanfaatkan ternak nonruminansia. Sumber karbohidrat tersebut,

    menurut Preston dan Leng (1987), berupa selulosa, hemiselulosa dan pektin yang

    berikatan dengan lignin yang ada pada dinding sel tanaman pakan dan berfungsi

    memperkuat struktur sel tanaman. Adanya struktur tersebut dalam tanaman

    menjadikannya sebagai sumber utama serat kasar yang juga dibutuhkan bagi ternak

    ruminansia, yang mana dapat merangsang perkembangan organ rumen ternak dalam

    mencerna pakan agar lebih optimal.

    Serat kasar bagi ruminansia digunakan sebagai sumber energi utama berperan penting

    dalam metabolisme tubuh ternak. Kandungan serat kasar dalam pakan yang

    dikonsumsi ternak akan mampengaruhi produksi VFA (Vollatile Fatty Acid). Asam

    asetat dan propionat merupakan komponen utama VFA hasil fermentasi dalam

    rumen. Kandungan VFA rumen akan berpengaruh pada konsumsi dan kecernaan

    pakan. Kadar serat kasar yang tinggi dalam ransum, mengakibatkan ransum tersebut

  • 22

    sulit dicerna, sebaliknya kadar serat kasar terlalu rendah, menyebabkan gangguan

    pencernaan.

    2.10. Kecernaan Pada Ternak Ruminansia

    Pencernaan pada ternak ruminansia merupakan proses yang kompleks, melibatkan

    interaksi yang dinamis antara makanan, mikroba dan hewan. Pencernaan merupakan

    proses yang multi tahap. Proses pencernaan pada ternak ruminansia terjadi secara

    mekanis di mulut, fermentatif oleh mikroba di rumen, dan hidrolisis oleh enzim

    pencernaan di abomasum dan duodenum hewan induk semang.

    Kecernaan pada ruminansia dapat ditentukan dengan menggunakan ternak secara

    langsung (in vivo). Kecernaan in vivo merupakan suatu cara penentuan kecernaan

    nutrient menggunakan hewan percobaan dengan analisis nutrient pakan dan feses

    (Tillman et al., 1991). Kecernaan pakan ditetapkan berdasarkan jumlah bahan pakan

    yang dimakan dikurangi jumlah tinja (feses) yang dikeluarkan, demikian juga dengan

    nutrien yang tercerna. Penetapan kecernaan secara in vivo dilakukan menggunakan

    metode koleksi total atau total collection yang terdiri dari periode adaptasi kandang

    dan pakan dan periode koleksi data masing-masing selama lima hari. Koleksi data

    meliputi konsumsi selama 24 jam dari pukul 8.00 sampai pukul 8.00 pada hari

    berikutnya (Zakharia, 2012).

    Oleh karena itu sangat penting apabila dapat mengetahui kualitas suatu bahan pakan

    dan daya cerna bahan pakan tersebut dalam alat pencernaan ternak tersebut. Karena

  • 23

    zat- zat makanan yang terdapat dalam pakan akan dicerna menjadi zat makanan yang

    lebih sederhana, karbohidrat menjadi monosakarida, protein menjadi asam

    amino,lemak menjadi asam lemak dan gliserol. Jadi daya cerna suatu bahan pakan

    dapat didefinisikan sebagai bahan pakan yang dikonsumsi oleh seekor ternak dan

    tidak dikeluarkan lagi dalam bentuk feses.

    2.11. Kecernaan Protein

    Pencernaan protein pakan terdiri dari asam-asam amino yang digolongkan menjadi

    asam-asam amino non-esensial dan asam-asam amino esensial. Efisiensi penggunaan

    protein pakan bergantung dari kandungan asam-asam amino esensial dan kadar asam-

    asam amino non esensial yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan

    metaboliknya. Pada ternak ruminansia penggunaan protein pakan lebih kompleks.

    Terdapat pencernaan mikrobial dan sintesa yang berjalan dalam retikulorumen

    sehingga protein yang masuk abomasum dan usus halus adalah suatu campuran pakan

    dan protein jasad renik (mikrobial) (Tillman et al., 1991).

    Protein pada ternak ruminansia akan diubah menjadi peptida, asam amino, dan

    amonia. Didalam rumen protein mengalami hidrolisis menjadi peptide oleh enzim

    proteolisis yang dihasilkan mikroba. Sebagian peptide digunakan untuk membentuk

    protein tubuh mikroba dan sebagian lagi dihidrolisis menjadi asamasam amino. Lebih

    kurang 82 persen mikroba rumen akan merombak asam-asam amino menjadi amonia

    untuk selanjutnya digunakan untuk menyusun protein tubuhnya. Proses deaminasi

    asam-asam amino menjadi amonia lebih cepat dibanding proses proteolisis.

  • 24

    Oleh sebab itu kadar asam-asam amino bebas di dalam rumen selalu rendah

    (Soebarinoto et al., 1991).

    2.12. Kecernaan Serat Kasar

    Serat kasar yang sebagian besar terdiri dari selulosa dan lignin hampir seluruhnya

    tidak dapat dicerna oleh ruminansia. Selulosa dan hemiselulosa adalah komponen

    dalam dinding sel tanaman dan tidak dapat dicerna oleh hewan-hewan monogastrik

    (berperut tunggal), sedangkan hewan-hewan ruminansia karena mempunyai zat-zat

    jasad renik, maka ternak itu mempunyai kemampuan yang lebih untuk mencerna

    selulosa dan hemiselulosa, yaitu secara enzimatik. Lignin bukan termasuk dalam

    golongan hidrat arang, tetapi berada dalam tanaman dan merupakan bagian atau

    kesatuan dalam karbohidrat. Zat ini bersama-sama selulosa membentuk komponen

    yang disebut lingo-selulosa, yang mempunyai koefisien cerna sangat kecil (Santoso,

    1987).

    Penyusunan ransum, selulosa diistilahkan dengan nama serat kasar. Selulosa

    merupakan kelompok organik dalam tumbuh-tumbuhan diduga terdiri dari selulosa.

    Meskipun selulosa dan pati adalah polisakarida yang terdiri dari unit-unit glikogen,

    ternak hanya mempunyai enzim yang dapat menghidrolisa pati, karenanya selulosa

    tidak dapat dicerna sama sekali. Selulosa terdapat terutama di dalam dinding sel dan

    bagian tumbuh-tumbuhan yang berkayu (Anggorodi, 1985). Kecernaan serat suatu

    bahan makanan mempengaruhi kecernaan pakan, baik dari segi jumlah maupun

    komposisi kimia seratnya (Tillman, 1991).

  • 25

    Cuthbertson (1969) menambahkan bahwa serat tidak pernah digunakan seluruhnya

    oleh ruminansia dan sekitar 20-70% dari serat kasar yang dikonsumsi dapat

    ditemukan di dalam feses. Tillman et al., (1989), mengatakan bahwa hewan tidak

    menghasilkan enzim untuk mencerna selulosa dan hemiselulosa, tetapi

    mikroorganisme dalam suatu saluran pencernaan menghasilkan selulase dengan

    hemiselulase yang dapat mencerna selulosa dan hemiselulosa, juga dapat mencerna

    pati dan karbohidrat yang larut dalam air menjadi asam-asam asetat, propionat dan

    butirat.

  • 26

    III. METODE PENELITIAN

    3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

    Penelitian ini dilaksanakan pada November hingga Desember 2018 bertempat di

    Pekon Gisting Atas, Blok 18, Kecamatan Gisting, Kabupaten Tanggamus, Lampung.

    Analisis proksimat kecernaan protein kasar dan serat kasar akan dilaksanakan di

    Politeknik Negeri Lampung.

    3.2. Bahan dan Alat Penelitian

    3.2.1. Bahan Penelitian

    Bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu 12 ekor kambing Peranakan Etawa

    (PE) jantan. Ransum yang digunakan terdiri atas hijauan dan konsentrat. Hijauan

    berupa silase daun singkong dan silase tebon jagung . Konsentrat yang digunakan

    yaitu onggok, dedak halus, molases, dan mineral mikro organik (Zn, Cu, Se, dan Cr-

    Lisinat), serta air sumur.

  • 27

    3.2.2. Alat Penelitian

    Peralatan yang digunakan yaitu kandang kambing PE jantan individual berkapasitas

    12 ekor yang dilengkapi tempat pakan, waring penampung feses, timbangan gantung

    digital,sekop, sapu lidi, ember, kantung plastik, buku tulis, pena, terpal, karung, drum

    plastik,copper, mesin giling, dan besek plastik. Sedangkan peralatan yang digunakan

    untuk analisis proksimat yaitu 1 set peralatan untuk menguji protein kasar dan 1 set

    peralatan untuk menguji kadar serat kasar.

    3.3. Rancangan Penelitian

    3.3.1. Rancangan Perlakuan

    Penelitian ini menggunakan perlakuan yang di berikan yaitu pemberian jenis bahan

    pakan yang berbeda. Kandungan nutrisi bahan pakan yang digunakan sebagai

    ransum basal sebagai berikut:

    Tabel 3. Kandungan nutrisi ransum yang digunakan

    Bahan pakan BK PK SK LK ABU BETN TDN

    Bungkil sawit 92,02 18,37 22,6 15,53 4,65 38,85 79,00

    Onggok tanpa

    fermentasi

    86,80 2,27 8,52 1,28 7,59 79,02 60,74

    Onggok fementasi 88,00 2,62 6,42 7,36 2,51 76,24 86,23

    Silase daun jagung 20,00 13,8 16,28 8,08 18,54 38,90 60,01

    Silase daun

    singkong

    25,89 21,56 14,30 12,87 11,46 36,20 61,80

    Dedak halus 88,82 13,80 16,28 8,08 18,54 38,49 67,90

    Molases 30,23 8,30 - - - - 63,00

    Urea 99,00 288 - - - - -

    Premix 100 - - - 100 - -

    Sumber :Hasil analisis proksimat Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, Jurusan

    Peternakan, Fakultas Pertanian, Unuversitas Lampung. Keterangan : - BK (bahan kering),

    - PK (protein kasar),

    - LK (lemak kasar),

  • 28

    - SK (serat kasar),

    - BETN (bahan ekstrak tanpa nitrogen) dalam bentuk %.

    Tabel 4. Kandungan nutrisi ransum R0

    Kandungan nutrisi berdasrkan bahan kering

    Ransum R0 Imbangan BK ABU LK SK PK BETN

    --------------------------------------%-----------------------------------

    Konsetrat 50 43,40 5,74 3,36 8,12 6,84 25,93

    Onggok tanpa termentasi 30 28,91 2,27 0,38 2,56 0,69 23,7

    Silase daun jagung 20 19,23 3,7 1,61 3,25 2,76 7,69

    Total 100 91,55 11,72 5,36 13,94 10,28 57,32

    Sumber : Hasil analisis proksimat Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, Jurusan

    Peternakan, Fakultas Pertanian, Unuversitas Lampung. Keterangan : - BK (bahan kering),

    - PK (protein kasar),

    - LK (lemak kasar),

    - SK (serat kasar),

    - BETN (bahan ekstrak tanpa nitrogen) dalam bentuk %.

    Tabel 5. Kandungan nutrisi ransum R1

    Kandungan nutrisi berdasrkan bahan kering

    Ransum R1 Imbangan BK ABU LK SK PK BETN

    -----------------------------------------%-------------------------------------

    Konsetrat 45 39,80 5,82 2,61 6,79 5,23 24,52

    Onggok terfementasi 30 28,55 0,75 2,2 1,92 0,79 22,87

    Silase daun jagung 25 24,04 4,63 2,02 4,07 3,45 9,62

    Total 100 92,39 11,21 6,84 12,78 9,47 57,01

    Sumber : Hasil analisis proksimat Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, Jurusan

    Peternakan, Fakultas Pertanian, Unuversitas Lampung. Keterangan : - BK (bahan kering),

    - PK (protein kasar),

    - LK (lemak kasar),

    - SK (serat kasar),

    - BETN (bahan ekstrak tanpa nitrogen) dalam bentuk %.

  • 29

    Tabel 6. Kandungan nutrisi ransum R2

    Kandungan nutrisi berdasrkan bahan kering

    Ransum R2 Imbangan BK ABU LK SK PK BETN

    --------------------------------------%-----------------------------------

    Konsetrat 39 33,87 3,8 3,1 548 5,93 20,69

    Onggok terfermentasi 30 28,55 0,75 2,21 1,93 0,79 22,87

    Silase daun singkong 15 14,27 1,72 1,93 2,15 3,23 5,43

    Silase daun jagung 16 15,38 297 1,29 2,6 2,21 6,16

    Total 100 92,07 9,24 8,54 12,15 12,14 55,15

    Sumber : Hasil analisis proksimat Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, Jurusan

    Peternakan, Fakultas Pertanian, Unuversitas Lampung. Keterangan : - BK (bahan kering),

    - PK (protein kasar),

    - LK (lemak kasar),

    - SK (serat kasar),

    - BETN (bahan ekstrak tanpa nitrogen) dalam bentuk %.

    Tabel 7. Kandungan nutrisi ransum R3

    Kandungan nutrisi berdasrkan bahan kering

    Ransum R3 Imbangan BK ABU LK SK PK BETN

    --------------------------------------%-----------------------------------

    Konsetrat 39 33,87 3,8 3,1 5,48 5,93 20,69

    Onggok terfermentasi 30 28,55 0,75 2,21 1,93 0,79 2287

    Silase daun singkong 15 14,27 1,72 1,93 2,15 3,23 5,43

    Silase daun jagung 16 15,38 2,97 1,29 2,6 2,21 616

    Total 100 92,07 9,24 8,54 12,15 12,14 55,15

    Sumber :Hasil analisis proksimat Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, Jurusan

    Peternakan, Fakultas Pertanian, Unuversitas Lampung. Keterangan : - Mineral mikro organik ( Zn lisinat 40 ppm, Se lisinat 0,01 ppm, Cr lisinat 0,30 ppm,

    Cu lisinat 10 ppm)

    - BK (bahan kering),

    - PK (protein kasar),

    - LK (lemak kasar),

    - SK (serat kasar),

    - BETN (bahan ekstrak tanpa nitrogen) dalam bentuk %,

  • 30

    Perlakuan yang digunakan yaitu pemberian ransum dengan berbagai bahan yang

    berbeda dengan label R0, R1, R2, dan R3. Perlakuan yang diberikan yaitu pemberian

    ransum yang berbeda yaitu :

    R0 : Ransum basal +30% onggok tanpa fermentasi

    R1 : Ransum basal + 30% onggok terfermentasi

    R2 : R1 + 15% silase daun singkong

    R3 : R2 + mineral mikro ( Zn, Cu, Se, Cr)

    3.3.2. Rancangan Percobaan

    Penelitian ini menggunakan metode in vivo dengan teknik penelitian menggunakan

    Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang terdiri dari 4 perlakuan dengan 3 ulangan,

    sehingga kambing yang dibutuhkan yaitu 12 ekor. Kambing dikelompokkan menjadi

    3 kelompok dan masing-masing kelompok terdiri dari 4 ekor kambing PE jantan

    dengan pembagian berdasarkan bobot tubuh, tata letak kambing dan pembagian

    bobotnya sebagai berikut:

    U1R0 U1R1 U1R2 U1R3 U2R0 U2R1 U2R2 U2R3

    Kelompok 1 Kelompok 2

    U3R0 U3R1 U3R2 U3R3

    Kelompok 3

    Gambar 1. Tata letak kandang kambing PE jantan

    Keterangan : U : Ulangan

    R : Perlakuan

  • 31

    Kelompok I : 13,50 – 15,10 kg;

    Kelompok II : 15,15 – 16,95 kg;

    Kelompok III : 17,00 – 24,50 kg.

    3.3.3. Racangan Peubah

    Pengukuran kecernaan dihitung berdasarkan rumus koefisien cerna semu menurut

    Fathul et al., (2013) nilai kecernaan ini lebih dikenal dengan Apparent Digestible

    Coeficient (ADC) atau koefisien kecernaan semu, dengan rumus sebagai berikut:

    ( )

    A. Kecernaan protein kasar

    Kecernaan protein ransum yang diteliti diukur dengan cara menghitung selisih

    protein ransum yang dikonsumsi dengan protein yang keluar bersama feses,

    kemudian dibagi protein ransum yang dikonsumsi, lalu dikali 100%. Rumus

    kecernaan protein kasar sebagai berikut :

    ( )

    ( ) ( ) ( ( ) )

    ( ) ( )

  • 32

    B. Kecernaan serat kasar

    Kecernaan serat kasar ransum yang diteliti diukur dengan cara menghitung selisih

    serat kasar ransum yang dikonsumsi dengan serat kasar yang keluar bersama

    feses, kemudian dibagi serat kasar ransum yang dikonsumsi, lalu dikali 100%.

    Rumus kecernaan serat kasar sebagai berikut :

    ( )

    ( ) ( ) ( ( ) )

    ( ) ( )

    C. Konsumsi bahan organik

    Konsumsi bahan organik di peroleh dengan cara menghitung selisih %BO

    pemeberian dengan %BO sisa pakan yang diberikan selama 24 jam. Nilai konsumsi

    bahan organik dihitung menggunakan rumus:

    Konsumsi bahan organik (g/ekor/hari)

    = (%BO pemberian x BK pemberian) - (%BO sisa x BK sisa)

    D. Pertambahan bobot tubuh harian

    Khaerani Kiramang (2011) pertambahan bobot tubuh diperoleh dari selisih antara

    bobot tubuh akhir dengan bobot tubuh awal.

    Pertambahan bobot tubuh harian=

  • 33

    Keterangan :

    t1 = Waktu awal pengamatan (hari)

    t2 = Waktu akhir pengamatan (hari)

    W1 = Bobot badan awal (kg)

    W2 = Bobot badan akhir (kg)

    3.3.4. Prosedur Perlakuan 3.3.4.1. Persiapan penelitian

    Persiapan penelitian meliputi persiapan kandang penelitian, kambing penelitian, dan

    ransum penelitian. Adapun persiapan kandang dan kambing penelitian sebagai

    berikut :

    1) Membersihkan kandang dan lingkungan kandang;

    2) Menyiapkan peralatan yang akan digunakan dalam penelitian;

    3) Memasang alas tempat pakan dan jaring-jaring pada bagian bawah kandang untuk

    menampung feses;

    4) Memberikan label pada kandang atau kambing yang digunakan;

    5) Melakukan penimbangan bobot tubuh awal kambing dan mencatatnya sebagai data

    dasar untuk pengelompokkan kambing;

    6) Memasukkan kambing dalam kandang individu sesuai dengan rancangan

    percobaan dan tata letak yang telah ditentukan, seperti berikut ini:

    7) Melakukan pemberian obat cacing pada kambing sebelum pemeliharaan.

  • 34

    3.3.4.2. Pembuatan mineral mikro organik

    A. Pembuatan mineral mikro organik Zn Lisinat

    2 Lys (HCL)2 + ZnSo4 Zn(Lys(HCL)2) + SO42-

    1) Menyiapkan peralatan dan bahan;

    2) Menimbang lisin sebanyak 43,82 gr dan memasukkan bahan tersebut ke dalam

    beker ukur;

    3) Menambahkan aquades ke dalam gelas ukur tersebut hingga 100 ml, kemudian

    mengaduknya menggunakan spatula hingga homogen;

    4) Menimbang ZnSO4 sebanyak 16,13 gr dan memasukkan bahan tersebut kedalam

    gelas ukur yang berbeda;

    5) Menambahkan aquades kedalam gelas ukur tersebut hingga 100 ml, kemudian

    mengaduknya menggunakan spatula hingga homogen;

    6) Mencampurkan kedua larutan hingga homogen;

    7) Memasukkan larutan ke dalam botol dan menghomogenkannya kembali, kemudian

    menutup botol dengan rapat.

    B. Pembuatan Mineral Cu Lisinat

    2 Lys (HCL)2 + CuSo4 Cu (Lys(HCL)2) + SO42-

    1) Menyiapkan peralatan dan bahan;

    2) Menimbang lisin sebanyak 43,5 gr dan memasukkan lisin tersebut ke dalam gelas

    ukur;

    3) Menambahkan aquades ke dalam gelas ukur berisi lisin yang telah ditimbang

    hingga 100 ml, kemudian mengaduknya hingga homogen;

  • 35

    4) Menimbang CuSO4 sebanyak 16,00 gr dan memasukkan bahan tersebut ke dalam

    gelas ukur terpisah;

    5) Menambahkan aquades ke dalam gelas ukur tersebut hingga 100 ml, kemudian

    mengaduknya menggunakan spatula hingga homogen;

    6) Mencampurkan kedua larutan hingga homogen;

    7) Memasukkan larutan ke dalam botol dan menghomogenkannya kembali, kemudian

    menutup botol dengan rapat.

    C. Pembuatan Mineral Cr Lisinat

    3 Lys (HCL)2 + CrCl3 . 6 H2O Lys 3Cr + H2O

    1) Menyiapkan alat dan bahan;

    2) Menimbang lisin sebanyak 11,2 gr dan memasukkan bahan tersebut ke dalam gelas

    ukur;

    3) Menambahkan aquades ke dalam gelas ukur tersebut hingga 100 ml, kemudian

    mengaduknya hingga homogen;

    4) Menimbang CrCl36H2O sebanyak 0,5 gr dan memasukkan bahan tersebut ke dalam

    gelas ukur;

    5) Menambahkan aquades ke dalam gelas ukur tersebut hingga 100 ml, kemudian

    mengaduknya menggunakan spatula hingga homogen;

    6) Mencampurkan kedua larutan hingga homogen;

    7) Memasukkan larutan ke dalam botol dan menghomogenkannya kembali, kemudian

    menutup botol dengan rapat.

  • 36

    D. Pembuatan Mineral Se Lisinat

    2 Lys (HCL)2 + NaSeO3 LysSO3 + 2NaCl

    1) Menyiapkan alat dan bahan;

    2) Menimbang lisin sebanyak 0,87 gr dan memasukkan bahan tersebut ke dalam gelas

    ukur;

    3) Menambahkan aquades ke dalam gelas ukur tersebut hingga 100 ml, kemudian

    mengaduknya hingga homogen;

    4) Menimbang NaSeO3 sebanyak 0,63 gr dan memasukkan bahan tersebut kedalam

    gelas ukur;

    5) Menambahkan aquades ke dalam gelas ukur tersebut hingga 100 ml, kemudian

    mengaduknya menggunakan spatula hingga homogen;

    6) Mencampurkan kedua larutan hingga homogen;

    7) Memasukkan larutan ke dalam botol dan menghomogenkan kedua larutan,

    kemudian menutup botol dengan rapat.

    3.3.4.3. Persiapan ransum

    A. Pembuatan silase daun singkong

    Menyiapkan limbah tanaman singkong yang terdiri dari batang dan daun.

    Mengurangi kadar air dengan melayukan hingga kadar airnya 30%. Setelah bahan-

    bahan tersebut siap, masing-masing dari bahan tersebut kemudian

    disemprot/dicampur dengan EM-4. Kemudian disimpan selama 14 hari dengan

    keadaan padat dan anaerob agar didapatkan hasil dari fermentasi yang maksimal

    setelah itu dapat digunakan untuk pakan.

  • 37

    Gambar 2. Skema pembuatan limbah tanaman singkong

    B. Pembuatan onggok fermentasi

    Menyiapkan limbah pengolahan singkong yaitu onggok. Setelah bahan-bahan

    tersebut siap, masing-masing dari bahan tersebut kemudian ditaburkan/dicampur

    dengan ragi (saccaharomyces cerevisiae). Setelah itu disimpan secara anaerob yaitu

    dipadatkan dan ditutup rapat-rapat agar tidak ada udara yang masuk dan didapatkan

    hasil dari fermentasi yang maksimal. Proses fermentasi berlangsung sampai 14 hari

    setelah itu dapat digunakan untuk pakan.

    Batang dan daun singkong

    Chopper

    Mengurangi kadar air dengan

    melayukan

    Semprot dengan EM4

    Dipadatkan, ditutup rapat dan disimpan

    dalam kondisi anaerob selama 14 hari

    Diberikan ke ternak

  • 38

    Gambar 3. Skema pembuatan limbah pengolahan singkong

    C. Pembutan ransum

    1) Membuat formulasi ransum sesuai dengan kebutuhan kambing;

    2) Menyiapkan bahan pakan yang akan dibuat ransum dengan cara menimbang

    semua bahan pakan yang tersedia mulai dari persentase formulasi yang paling

    banyak hingga yang sedikit;

    3) Menghomogenkan semua bahan pakan tersebut;

    4) memberikan perlakuan pada ransum yaitu dengan penambahan daun singkong dan

    onggok terfermentasi serta mineral mikro organik pada masing masing ransum

    perlakuan.

    5) Memasukan masing-masing ransum ke dalam karung;

    6) Memberikan tanda pada masing-masing karung tersebut;

    Onggok Basah (81--85%)

    Dicampurkan ragi

    Dimasukan kedalam tong, ditutup rapat

    dan disimpan dalam kondisi anaerob

    selama 14 hari

    Diberikan ke ternak

  • 39

    7) Menyimpan ransum dalam tempat yang bersih dan terhindar dari gangguan

    (hujan/air);

    8) Menimbang ransum apabila akan diberikan kepada ternak.

    3.3.4.4. Kegiatan penelitian

    Penelitian ini dilaksanakan dalam tiga tahap. Tahap pertama merupakan prelium,

    yaitu kambing percobaan diberi ransum perlakuan yang berlangsung selama 14 hari.

    Tahap kedua yaitu pengambilan data yang dilakukan setelah ternak melalui tahap

    prelium,pengambilan data dilakukan dengan melakukan koleksi feses yang

    berlangsung selama 7 hari. Data yang harus diambil yaitu data jumlah feses, jumlah

    ransum yang dikonsumsi, dan jumlah ransum yang tersisa. Selain itu, sampel ransum

    dan sampel feses selama periode diambil dan akan dilakukan analisis proksimat untuk

    mengetahui banyaknya nutrisi yang tercerna, khususnya protein kasar dan serat kasar.

    Tahap ketiga yaitu tahap pengolahan data hasil analisis proksimat.

    3.3.4.5. Koleksi feses

    Metode koleksi yang digunakan yaitu metode koleksi total dengan mengumpulkan

    feses yang dihasilkan selama 24 jam selama 7 hari. Prosedur yang harus dilakukan

    sebagai berikut:

    1) Menyiapkan wadah penampung feses;

    2) mengumpulkan feses yang dihasilkan kambing dan menimbang feses yang

    dihasilkan selama 24 jam yang dilakukan pada pagi hari pukul 07.00--08.00 WIB

  • 40

    sebelum ternak diberi ransum yang berlangsung selama 7 hari, kemudian

    menimbang dan mencatat bobot feses dihasilkan sebagai bobot segar (BS);

    3) Menghomogenkan feses yang dihasilkan selama 24 jam dalam 7 hari berdasarkan

    jenis perlakuan;

    4) Mengeringkan feses di bawah sinar matahari dan menimbang kembali feses untuk

    mengetahui bobot bahan kering udara (BKU);

    5) Mengambil sampel feses sebanyak 10% BKU/hari, kemudian menghaluskan

    sampel menggunakan blender agar menjadi tepung;

    6) Melakukan analisis proksimat terhadap sampel tepung feses berupa kandungan

    protein kasar dan serat kasarnya.

    3.3.4.6. Analisis proksimat

    Analisis kandungan protein kasar dan serat kasar pada sampel feses maupun pakan

    menggunakan metode analisis proksimat menurut Fathulet al. (2013).

    A. Protein Kasar

    Pengukuran protein kasar dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

    1) Menimbang sample analisa sebanyak 0,5 g dan mencatat bobotnya (A);

    2) Memasukkan sampel ke dalam labu Kjeldahl dan menambahkan 5 ml H2SO4

    pekat;

    3) Menyalakan alat destruksi dan memulai proses destruksi. Mematikan alat

    destruksi apabila sampel berubah menjadi larutaan jernih kehijauan, kemudian

    mendiamkan hingga dingin lalu menambahkan 200 ml air suling;

  • 41

    4) Menyiapkan 25 ml H3BO3 dalam gelas erlenmeyer, kemudian menambahkan 2

    tetes indikator metile red and blue (larutan berubah menjadi biru). Memasukkan

    ujung alat kondensor ke dalam erlenmeyer tersebut dan harus dalam posisi

    terendam;

    5) Menyalakaan alat destilasi dan menambahkan 50 ml NaOH 45% ke dalam

    labuKjeldahl. Mengangkat ujung alat kondensor yang terendam, apabila

    larutantelah menjadi sebanyak 150 ml;

    6) Membilas ujung alat kondensor dengan air suling menggunakan botol semprot,

    dan menyiapkan alat untuk titrasi. Mengisi buret dengan larutan HCl 0,1 N,

    mengamati dan membaca angka pada buret, kemudian mencatatnya (L1);

    7) melakukan titrasi secara perlahan dan menghentikan titrasi apabila larutan

    berubah menjadi warna hijau, mengamati dan membacaangka pada buret, dan

    mencatatnya (L2);

    8) Melakukan langkah di atas tanpa menggunakan sampel sebagai blanko;

    9) Menghitung persentase nitrogen dengan rumus :

    ( ) ( )

    Keterangan:

    N : kandungan nitrogen(%)

    L blanko : volume titran blanko (ml)

    L sampel : volume titran sampel (ml)

    N basa : normalitas NaOH

    N : berat atom N

  • 42

    A : bobot kertas saring (gram)

    10) Menghitung kadar protein dengan rumus:

    KP = NXFp

    Keterangan :

    KP: kadar protein (%)

    N : kandungan nitrogen (%)

    Fp : angka faktor protein

    11) Melakukan analiais secara duplo dan menghitung rata-rata kadar protein sampel.

    B. Serat Kasar

    Pengukuran kadar serat kasar dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:

    1) Memanaskan kertas saring biasa (6x6 cm2) didalam oven 105oC selama6 jam,

    kemudian mendinginkan dengan desikator selama 15 menit dan menimbang dan

    mencatat bobot ketras saring (A);

    2) Menambahkan sampel ke dalam kertas saring sebanyak 0,1 gram, kemudian

    menimbang kertas saring berisi sampel tersebut dan mencatat bobotnya (B);

    3) Menuangkan sampel ke dalam erlenmayer dan menambahkan H2SO4 0,25 N

    sebanyak 200 ml dengan menggunakan gelas ukur, menghubungkan erlenmeyer

    dengan kondensor dan dipanaskan. Memanaskan selama 30 menit terhitung

    sejak awal mendidih;

    4) Menyaring dengan corong kaca beralaskan kain linen, kemudian membilas

    dengan air suling panas menggunakan botol semprot hingga bebas asam.

  • 43

    Melakukan uji kertas lakmus untuk mengetahui bebas asam, kemudian

    memasukkan residu kembali ke dalam erlenmeyer;

    5) Menuangkan 200 ml NaOH 0,313 N, lalu menghubungkan erlenmeyer dengan

    kondensor dan memanaskan selama 30 menit terhitung sejak awal mendidih.

    Menyaring dengan corong kaca yang beralaskan dengan kertas saring whatman

    ashles yang telah diketahuibobotnya (C);

    6) Membilas dengan air suling panas menggunakan botol semprot sampai bebas

    basa. Melakukan uji kertas lakmus untuk mengetahui bebas busa,kemudian bilas

    dengan aseton;

    7) Melipat kertas saringwhatman ashles berisi residu dan memanaskan didalam

    oven 105oC selama6 jam. Mendinginkan dalam desikator selama 15 menit,

    kemudian menimbang dan mencatat bobotnya (D);

    8) Memasukkan residu ke dalam cawan porselen yang telah diketahui bobotnya dan

    mencatat bobotnya (E);

    9) Mengabukan dengan cara memasukkan kedalam tanur 600oC selam 2 jam, lalu

    mematikan tanur danmendiamkan ± sampai warna merah membara pada cawan

    sudah tidak ada.Memasukkan ke dalam desikator, sampai mencapai suhu kamar,

    lalu menimbang dan mencatat bobotnya (F);

    10) Menghitung kadar serat kasar :

    ( ) ( ) ( )

    ( )

    KS : kadar serat kasar (%)

  • 44

    A : bobot kertas saring (gram)

    B : bobot kertas saring berisi sampel (gram)

    C : bobot kertas saring whatman ashless (gram)

    D : bobot kertas saring whatman ashless berisi residu (gram)

    E :bobot cawan porselen berisi residu (gram)

    F :bobot cawan porselen berisi abu (gram)

    16) Melakukan analisis secara duplo, lalu menghitung rata-ratanya.

    3.3.5. Analisis data

    Data yang diperoleh dianalisis dengan Analisis of Varian (ANOVA) apabila dari hasil

    analisis tersebut berpengaruh nyata pada salah satu peubah maka akan di uji lanjut

    dengan Uji kontras orthogonal.

  • 66

    V. KESIMPULAN DAN SARAN

    Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat di simpulkan bahwa :

    1. Pemberian silase daun singkong dan onggok terfementasi serta mineral mikro

    organik tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap konsumsi bahan organik,

    kecernaan protein kasar dan kecernaan serat kasar. Akan tetapi berpengaruh sangat

    nyata (P

  • 67

    DAFTAR PUSTAKA

    A.D. Septian, M. Arifindan E. Rianto. 2015. Pola Pertumbuhan Kambing Jantan Di

    Kabupaten Grobongan. Universitas Diponogoro. Semarang

    Anggorodi, R. 1979. Ilmu Pakan Ternak Umum. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

    1985. Ilmu Makanan Ternak Unggas. Gramedia Pustaka Utama.

    Jakarta

    1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. Penerbit Gramedia. Jakarta.

    Arora, S. P. 1989. Pecernaan Mikroba pada Ruminansia. Gajah Mada University

    Press. Yogyakarta

    Budiman, A., T. Dhalika, B. Ayu Ningsing. 2006. Uji Kecernaan Serat Kasar Dan

    Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (BETN) Dalam Ransum Lengkap Berbasis

    Hijauan Daun Pucuk Tebu (Saccharum Officinarum). JIT. 6(2):132—135

    Chotimah, D. C. 2002. Kecernaan Bahan Kering, Bahan Organic Dan Protein Kasar

    Ransum Yang Mengandung Ampas Kedelai Pada Kelinci Persilangan Lepas

    Sapih. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

    Church, D.C. and W.G.Pond. 1980. Basic Animal Nutrition and Feeding. 3rd ed.

    New York

    1988. Basic Animal Nutrition and Feeding 2nd. Ed.

    Jhon Willey and Sons. New York

    Crampton, E. W. and L. E. Harris.1969.Aplied Animal Nutritioon.2nd

    Edition. W. H.

    Freeman and Co. San Fransisco

    Cuthbertson. 1969. Nutrition of Animals of Agricultural Importance.Pergamon

    Press. New York.

    Devendra, C. 1977. The utilization of palm oil by-products by sheep.Preprint No. 8,

    Malays. Int. Symp. on Palm Oil Processing and Marketing. Kuala Lumpur.

  • 68

    Erwanto. 1995. Optimalisasi System Fermentasi Melalui Suplementasi Sulfur

    Defaunasi, Reduksi Emisimetan, Dan Simulasi Pertumbuhan Mikroba Pada

    Ternak Ruminansia. Disertasi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

    Faverdin P, Baumont R, and IngvartsenKl., 1995.Control and Prediction of Feed

    Intake in Ruminants. In: M. Jounet, E. Grenet, M-H. Farce, M. Theriez, and

    C. Demarquilly (eds), Proceedings of the IVth International Symposium on

    The Nutrion of Herbivores. Recent Development in the Nutrition of

    Herbivores.INRA. Paris. Pp. 95-120

    Frandson, R.D. 2008. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Diterjemahkan oleh

    Universitas Gajah Mada. Yogyakarta

    Hatmono, H danHastoro, I.., 1997.Urea Molases Block Pakan Suplemen Ternak

    Ruminansia. Trubus Agriwijaya. Ungaran.

    Hungate, R.E. 1966. The Rumen and Microbes.Second Edition.Academic Press.

    New York.

    Kartadisastra, H.R. 1997. Penyediaan dan Pengelolaan PakanTernak Ruminansia.

    Kanisius.Yogyakarta.

    Kearl, L.C. 1982. Nutrient Requirements of Ruminants in Developing Countries.

    International Feedstuffs Institute. Utah Agricultural Experiment Station.Utah

    State University. USA.

    Lasley, J.f. 1981. Beef Cattle Production. Englewood Ciffs.New Jersey.

    Little, D.A. 1986.Adawiah, T. Sutardi, T. Toharmat, W. Manalu, Nahrowidan U.H.

    Suplementasis abun mineral dan mineral organic serta kacang kedelai sangria

    pada domba. Media Peternakan, 29(01) : 27-34 .

    Maynard, L.A., J.K. Loosil, H.F. Hintz, and R.G. Warner. 2005. Animal Nutrition.

    7th

    Edition.McGraw-Hill Book Company. New York

    McDowell, L. R. 1992. Mineral in Animal and Human Nutrition. Academic Press,

    London.

    McDonald, P., R.A. Edward, and J.F.O. Greenhalgh. 2002. Animal Nutrition. 6th Ed.

    Longman Scientific & Technical.John Willey & Sons. Inc, New York.

    Muhtarudin, 2002.Pengaruh Amoniasi, Hidrolis Tepung Bulu Ayam, Daun Singkong,

    Dan Campuran Lysin Minyak Lemura Terhadap Pengaruh Pakan Pada

    Ruminasia. Disertai, Program Pasca Sarjana IPB. Bogor

  • 69

    Muhtarudin, Liman, danWidodo. 2003.Penggunaan Seng Organic Dan

    Polyunsaturated Fatty Acid Dalam Upaya Meningkatkan Ketersediaan Seng,

    Pertumbuhan, Serta Kulitas Daging Kambing. Laporan Penelitian Perguruan

    Tinggi. Universitas Lampung.

    Nursasih, E. 2005.Kecernaan Zat Makanan Dan Efisiensi Pakan Pada Kambing

    Peranakan Etawah Yang Mendapat Ransum Dengan Sumber Serat Berbeda.

    Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

    NRC. 1996. Nutrient Requirements of Beef Cattle : 7th revised ed. National

    Academy Press. Washington DC.

    Parakkasi, A.1991. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. Universitas

    Indonesia Press. Jakarta.

    .1999. Ilmu Nutisi dan Makanan Ternak Ruminansia. Universitas Indonesia

    Press. Jakarta.

    Phong, N. V., N. T. Hoa Ly, N. V. Nhacdan D. T. Hang. 2004. Protein enrichement

    of cassava byproduct using Aspergillusniger and feeding the product to pigs.

    Hue Un