pengaruh perbandingan mtbe dan minyak babi (v/v) …/pengaruh... · persyaratan mendapatkan gelar...
TRANSCRIPT
PENGARUH PERBANDINGAN MTBE DAN MINYAK BABI (V/V)
TERHADAP WAKTU REAKSI DALAM PEMBUATAN BIODIESEL DARI
MINYAK BABI
Disusun Oleh :
DENNIES AVISHA PILU K
M 0304005
SKRIPSI
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian
persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Sains Kimia
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
Pembimbing I
I.F. Nurcahyo, M
NIP. 19780617 20050
Anggota Tim Penguji :
1. Drs. Mudj
NIP. 19560507 198601 1001
2. M. Widyo Wartono, M
NIP.19701211 200501 2001
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini dibimbing oleh :
Pembimbing I
Nurcahyo, M.Si.
NIP. 19780617 200501 1001
Dipertahankan di depan Tim Penguji Skripsi pada :
Hari : Kamis
Tanggal : 28 januari 2010
Anggota Tim Penguji :
jijino Ph.D.
NIP. 19560507 198601 1001
Widyo Wartono, M.Si
NIP.19701211 200501 2001
Disahkan oleh
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Ketua Jurusan Kimia
Prof. Drs. Sentot Budi Rahardjo, PhD
NIP. 19560507 198601 1001
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini dibimbing oleh :
Pembimbing II
Yuniawan Hidayat, M.Si
NIP. 19790605 200501 1001
Dipertahankan di depan Tim Penguji Skripsi pada :
: Kamis
: 28 januari 2010
1.
2.
Disahkan oleh
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
elas Maret Surakarta
Ketua Jurusan Kimia
Prof. Drs. Sentot Budi Rahardjo, PhD
NIP. 19560507 198601 1001
Si.
NIP. 19790605 200501 1001
iii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “PENGARUH
PERBANDINGAN MTBE DAN MINYAK BABI (V/V) TERHADAP WAKTU
REAKSI DALAM PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK BABI” adalah
benar-benar hasil penelitian sendiri dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan
untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang
pengetahuan saya juga tidak terdapat kerja atau pendapat yang pernah ditulis atau
diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan
disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, Maret 2010
DENNIES AVISHA PILU K
iv
ABSTRAK
Dennies Avisha Pilu Kalbuati, 2010. PENGARUH PERBANDINGAN MTBE DAN MINYAK BABI (V/V) TERHADAP WAKTU REAKSI DALAM PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK BABI. Skripsi. Jurusan Kimia. Fakultas MIPA. Universitas Sebelas Maret
Telah dilakukan penelitian pembuatan biodiesel dari minyak babi
menggunakan kopelarut metil tersier butil eter (MTBE). Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan perbandingan volume MTBE dan minyak babi yang menghasilkan biodiesel dengan kemurnian yang optimum dan mendapatkan waktu reaksi pembuatan optimum. Transesterifikasi dilakukan dengan mereaksikan minyak babi dengan metanol 33 % (v/v) dan katalis NaOH 10 % (b/b) pada temperatur kamar. Reaksi dilakukan dengan memvariasi perbandingan volume kopelarut dan volume minyak babi serta memvariasi waktu reaksi. Variasi perbandingan volume tersebut yaitu 0,5 : 1; 1,0 : 1; 1,5 : 1 dan variasi waktu reaksi 10, 30 dan 50 menit. Hasil reaksi diidentifikasi secara kualitatif dan kuantitatif dengan menggunakan spektrometer 1H NMR, sedangkan identifikasi struktur metil ester dilakukan dengan analisis dari data GC-MS. Analisa hasil transesterifikasi dari spektra 1H-NMR diperoleh kondisi optimum pada perbandingan volume kopelarut dengan minyak 0,5:1. Dengan pelebaran variasi waktu reaksi yaitu 4, 6 dan 8 menit pada kondisi tersebut, didapatkan waktu reaksi optimum kurang dari 4 menit dengan kandungan metil ester lebih dari 99%. Kata kunci: transesterifikasi, kopelarut, MTBE
v
ABSTRACT
Dennies Avisha Pilu Kalbuati, 2010. Thesis. Department of Chemistry. Mathematic and Science Faculty. Sebelas Maret University.
The research about Bio diesel Production from Pig Oil Using Methyl Tertier Butyl Ether (MTBE) co-solvent has been conducted. The aims of this research were to obtain the comparison between MTBE and pig oil volume, which has yield bio diesel with optimum purity and to obtain optimum time of reaction. Transesterification was carried out by reacting pig oil with methanol 33 % (v/v) and NaOH catalyst 10 % (w/w) at room temperature. The reaction was committed by applying variations in co-solvent volume and pig oil volume comparison and also variations in time reaction. These volume comparison variations are 0.5:1; 1.0:1; 1.5:1, and time variations are 10, 30 and 50 minutes. The product were quantitatively and qualitatively identified by using 1H-NMR spectrometer, while the identification of methyl ester was performed by data analysis from GC-MS. Analysis of trans-etherification process from 1H-NMR spectrum showed that optimum condition was reach when the comparison between the volume of co-solvent and pig oil is 0.5 : 1. By broadening the time variations to be 2, 4, 6 and 8 minutes with the comparison between the volume of co-solvent and pig oil is 0,5 : 1, it was resulted an optimum time reaction of 4 minutes with methyl ester content more than 99 %. Keywords: transesterification, co-solvent, MTBE
vi
MOTTO
ü “Dan siapa yang bertawakal kepada Allah, maka Dia akan
mencukupinya”.
(Q.S.Ath-Thalaq: 3)
ü “Permudahlah dan jangan mempersulit, berilah kabar gembira dan
jangan membuat mereka lari.”
(sabda Rosulullah Muhammad SAW, diriwayatkan oleh al-Syaikhani
dari Anas)
ü “Menjadi tua itu pasti, menjadi dewasa itu pilihan”
ü “Bergunalah bagi manusia lain, dengan tidak meminta lebih, tetapi
dengan memberi lebih”
ü “Tiada sesuatu apapun yang instant, semua membutuhkan proses”
ü “Untuk mendapatkan sesuatu yang lebih, maka kita harus melakukan
sesuatu yang lebih”
vii
PERSEMBAHAN
Karya ini kupersembahkan kepada:
v Bapak & Ibu yang tercinta
v Kakak dan adikku Mas Ichas & Dik Edwin
yang kusayang
v My Sweetheart who always love me
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas
segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan
judul “ Pengaruh Perbandingan MTBE dan Minyak Babi (V/V) terhadap Waktu
Reaksi dalam Pembuatan Biodiesel dari Minyak Babi”. Pada kesempatan ini penulis
ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Drs. Sutarno, M.Sc, Ph.D selaku Dekan FMIPA UNS
2. Bapak Prof. Drs. Sentot Budi Raharjo, Ph.D selaku Ketua Jurusan Kimia
FMIPA UNS
3. Bapak I.F. Nurcahyo, M.Si selaku Pembimbing I sekaligus ketua Lab Dasar
Kimia FMIPA UNS
4. Bapak Yuniawan Hidayat, M.Si selaku Pembimbing II
5. Ibu Nestri Handayani, MSi.Apt selaku pembimbing akademis
6. Bapak Dr. rer. Nat. A. Heru Wibowo, MSi selaku Ketua Sub-Lab Kimia
Pusat UNS
7. Ketua Lab Kimia Organik FMIPA UGM Yogyakarta
8. Ketua Lab Kimia Instrumen UPI Bandung
9. Bapak-Ibu dosen Jurusan kimia FMIPA UNS
10. Teman-teman MIPA Kimia UNS angkatan 2004
11. Teman-teman seperjuangan Ade, Anis, Eni, Ida, Andi, Hasan yang selalu
membantu, memberi semangat serta dukungan aku dari awal sampai akhir
12. Muhammad Fayyadl who always beside me when ups and down
13. Temen-temen Kost Mutiara yang selalu ada saat suka dan duka, saat senang
maupun susah.
14. AD 2261 QD yang selalu setia menemani kemanapun aku pergi
15. Semua pihak yang telah membantu terlaksananya penelitian dan skripsi yang
tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu.
Semoga Allah SWT membalas jerih payah dan pengorbanan yang telah
diberikan dengan balasan yang lebih baik. Amin
ix
Penulis menyadari bahwa banyak kekurangan dalam penukisan skripsi ini.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakannya.
Namun demikian, penulis berharap semoga karya ini bermanfaat bagi pembaca.
Surakarta, Maret 2010
Dennies Avisha Pilu K
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN ......................................................................... iii
HALAMAN ABSTRAK................................................................................... iv
HALAMAN ABSTRACT................................................................................ v
HALAMAN MOTTO....................................................................................... vi
HALAMAN PERSEMBAHAN....................................................................... vii
KATA PENGANTAR...................................................................................... viii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... x
DAFTAR TABEL............................................................................................ xii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xiii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1
B. Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah ..................................................................... 3
2. Batasan Masalah .......................................................................... 3
3. Rumusan Masalah ........................................................................ 4
C. Tujuan Penelitian ............................................................................. 4
D. Manfaat Penelitian ........................................................................... 4
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Lemak dan Minyak ..................................................................... 5
2. Biodiesel ...................................................................................... 8
3. MTBE........................................................................................... 11
4. Karakterisasi Biodiesel ................................................................ 14
B. Kerangka Pemikiran ......................................................................... 17
C. Hipotesis........................................................................................... 17
xi
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian ............................................................................ 18
B. Tempat dan Waktu Penelitian .......................................................... 18
C. Alat dan Bahan
1. Alat yang digunakan ................................................................... 18
2. Bahan yang digunakan ................................................................. 19
D. Prosedur Penelitian
1. Pembuatan Biodiesel .................................................................... 20
2. Karakterisasi Biodiesel ................................................................ 21
E. Teknik Pengumpulan Data ............................................................... 21
F. Teknik Analisis Data .. ..................................................................... 22
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Penentuan Asam lemak Bebas ......................................................... 23
B. Transesterifikasi Minyak Babi ......................................................... 23
C. Analisis Hasil Biodiesel Menggunakan 1H NMR ............................ 24
1. Analisa Spektra 1H NMR ............................................................ 24
2. Penentuan Jumlah MTBE optimum ............................................. 27
3. Penentuan waktu reaksi optimum ............................................... 29
D. Analisis Kesalahan Data 1H-NMR.................................................... 30
E. Analisis Hasil Biodiesel Menggunakan GC-MS ............................. 31
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ..................................................................................... 34
B. Saran ................................................................................................ 34
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 35
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Asam-asam lemak jenuh yang terdapat pada tumbuhan dan hewan. ... 7
Tabel 2. Asam-asam lemak tak jenuh yang terdapat pada tumbuhan dan hewan 8
Tabel 3. Sifat Fisika dari Kopelarut ................................................................... 14
Tabel 4. Kandungan Senyawa dalam Biodiesel dengan MTBE (0,5:1) dan
Waktu Reaksi 4 Menit……………………………………………….. 34
Tabel 5. Nilai integrasi untuk masing-masing puncak yang terdapat pada
spektra 1H-NMR biodiesel yang dihasilkan pada volume MTBE 0,5x 43
Tabel 6. Nilai integrasi untuk masing-masing puncak yang terdapat pada
spektra 1H-NMR biodiesel yang dihasilkan pada volume MTBE 1,0x 44
Tabel 7. Nilai integrasi untuk masing-masing puncak yang terdapat pada
spektra 1H-NMR biodiesel yang dihasilkan pada volume MTBE 1,5x 45
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Bentuk trans pada asam elaidat .................................................... 7
Gambar 2. Bentuk cis pada asam oleat ........................................................... 7
Gambar 3. Reaksi esterifikasi dari asam lemak menjadi metil ester .............. 11
Gambar 4. Mekanisme reaksi transesterifikasi dalam katalis basa. ................ 12
Gambar 5. Reaksi pembuatan MTBE ............................................................. 13
Gambar 6. Spektra 1H-NMR minyak babi awal ............................................. 27
Gambar 7. Spektra H-NMR biodiesel dengan MTBE (1,0 : 1) dan waktu
reaksi 30 menit…………………………………………………... 28
Gambar 8. Spektra H-NMR biodiesel dengan MTBE (0,5 : 1) dan waktu
reaksi 10 menit ............................................................................ 29
Gambar 9. Pengaruh jumlah MTBE terhadap kandungan metil ester............. 30
Gambar 10. Pengaruh waktu reaksi terhadap kandungan metil ester................ 32
Gambar 11. Kromatogram GC-MS Ester minyak babi dengan MTBE 0,5 : 1
pada waktu reaksi 4 menit………………………………………. 33
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Perhitungan Bilangan Asam ...................................................... 38
Lampiran 2. Spektra 1H-NMR untuk MTBE 0,5x variasi waktu 10 menit,
30 menit, dan 50 menit ............................................................... 39
Lampiran 3. Spektra 1H-NMR untuk MTBE 1,0x variasi waktu 10 menit,
30 menit, dan 50 menit ............................................................... 40
Lampiran 4. Spektra 1H-NMR untuk MTBE 1,5x variasi waktu 10 menit,
30 menit, dan 50 menit ............................................................... 41
Lampiran 5. Spektra 1H-NMR saat pelebaran variasi waktu pada variasi
MTBE 0,5x.............................................................................. 42
Lampiran 6. Tabel nilai integrasi untuk masing-masing puncak yang terdapat
pada spektra 1H-NMR biodiesel yang dihasilkan pada volume
MTBE 0,5x…………………………………………………….. 43
Lampiran 7. Tabel nilai integrasi untuk masing-masing puncak yang terdapat
pada spektra 1H-NMR biodiesel yang dihasilkan pada volume
MTBE 1,0x…………………………………………………….. 44
Lampiran 8. Tabel nilai integrasi untuk masing-masing puncak yang terdapat
pada spektra 1H-NMR biodiesel yang dihasilkan pada volume
MTBE 1,5x…………………………………………………….. 45
Lampiran 9. Kondisi Alat Gas Spektrometer Massa (GC-MS)………………. 46
Lampiran 10. Hasil Kromatografi Gas Spektrometer Massa (GC-MS) dengan
perbandingan MTBE (0,5 : 1) dan waktu reaksi 4 menit………. 46
Lampiran 11. Fragmentasi senyawa 1 (metil ester dodekanoat)……………… 47
Lampiran 12. Fragmentasi senyawa 2 (metil ester tetradekanoat)…………… 48
Lampiran 13. Fragmentasi senyawa 3 (metil ester 9-heksadekenoat)……….. 49
Lampiran 14. Fragmentasi senyawa 4 (metil ester heksadekanoat)………….. 50
Lampiran 15. Fragmentasi senyawa 6 (metil ester 9-oktadekenoat (z))……..... 51
Lampiran 17. Fragmentasi senyawa 7 (metil ester oktadekanoat)……………. 53
Lampiran 18. Fragmentasi senyawa 8 (metil ester arachidonat)……………… 54
xv
Lampiran 19. Fragmentasi senyawa 9 (metil ester 11-eicosenoat)………….... 55
Lampiran 20. Fragmentasi senyawa 10 (ester 1,2-benzena dikarboksilat)…… 57
xvi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Biodiesel merupakan salah satu bahan bakar alternatif dari bahan mentah
terbarukan (renewable). Biodiesel bisa digunakan dengan mudah karena dapat
bercampur dengan segala komposisi dengan minyak solar. Biodiesel merupakan
bahan bakar mesin diesel yang diperoleh dari minyak nabati atau lemak hewani dan
dapat digunakan pada mesin diesel konvensional meskipun tanpa modifikasi
(Rahayu, 2005). Lemak hewan yang biasa digunakan meliputi lemak babi, lemak
ayam, lemak sapi, dan juga lemak yang berasal dari ikan (Wibisono, 2007).
Pembuatan biodiesel dengan bahan baku lemak hewan belum banyak diteliti,
menurut Winarno (1997) biodiesel hasil konversi trigliserida dari lemak hewan
umumnya mengandung asam lemak berupa asam palmitat sekitar 15-50 % dari
seluruh asam-asam lemak yang ada, sedangkan jenis lainnya sekitar 25 %
diantaranya asam stearat, dimana jenis asam tersebut juga terkandung dalam
biodiesel dari minyak nabati. Hal ini menunjukkan lemak juga berpotensi sebagai
bahan baku pembuatan biodiesel.
Setyono (2005) telah melakukan pembuatan biodiesel dari lemak babi
menggunakan pereaksi metanol dan katalis asam sulfat. Biodiesel yang dihasilkan
berupa cairan berwarna kuning bening yang berbau seperti minyak goreng.
Identifikasi biodiesel dari data Kromatografi Gas-Spektroskopi Massa (GC-MS)
menunjukkan adanya metil ester. Kandungan metil ester yang diperoleh adalah metil
ester palmitat, metil ester 11,12-eikosadinoat, metil ester 11-oktadekanoat, dan metil
ester stearat. Harjanti (2008) telah melakukan hal yang serupa namun menggunakan
katalis basa natrium. Harjanti (2008) dalam penelitiannya juga memvariasi rasio
volume metanol dengan minyak, dan hasilnya pada rasio volume 33 % minyak telah
habis bereaksi. Karakterisasi biodiesel yang dihasilkan memenuhi standar American
Society fot Testing Materials (ASTM) dan Dirjen Migas.
Guru (2008) seorang ilmuwan dari Turki membuat biodiesel dari sisa-sisa
lemak hewan menggunakan dua katalis yakni H2SO4 0,08 (b/b) dan NaOH 0,01 (b/b)
1
xvii
dengan pereaksi metanol. Prosesnya pembuatannya membutuhkan waktu 2 jam.
Reaksi transesterifikasi dapat dikatalisis dengan katalis asam atau basa.
Katalis asam yang sering digunakan adalah asam sulfat dan asam klorida.
Penggunaan katalis asam membutuhkan waktu refluk yang sangat lama (48-96 jam),
perbandingan mol metanol yang dibutuhkan besar (30:1 hingga 150:1). Sedangkan
katalis basa yang sering digunakan adalah kalium hidroksida, natrium hidroksida dan
karbonatnya. Aktivitas katalis basa lebih cepat dibandingkan katalis asam, katalis
asam lebih korosif, sehingga katalis basa lebih disukai dan sering digunakan (Ilgen,
2007).
Minyak dan metanol tidak saling melarutkan secara sempurna, sehingga
dibutuhkan suhu tinggi untuk membentuk metil ester. Metanolisis minyak kedelai
menggunakan katalis basa dua fasa dengan tetrahidrofuran sebagai kopelarut lebih
cepat dari proses dua fasa. Pembuatan biodiesel menggunakan katalis homogen basa
tanpa kopelarut biasanya menggunakan temperatur sekitar 50-60 °C dan waktu reaksi
sekitar 2 jam (waktunya lama) (Angelo, 2005; Foon, 2004; dan Van Garpen, 2004).
Kopelarut digunakan untuk membentuk satu fasa antara metanol yang bersifat polar
dengan trigliserida yang bersifat nonpolar. Eter merupakan pelarut yang bagus untuk
banyak reaksi organik. Eter siklik dengan masa molar kecil saling larut dengan air
dalam banyak perbandingan dan menjadi kosolven yang bagus dalam sistem
metanol/minyak. Tetrahidrofuran merupakan pilihan terbaik untuk eter siklik.
Pada umumnya penggunaan kopelarut meningkatkan kecepatan reaksi dengan
menjadikan minyak larut dalam metanol sehingga meningkatkan kontak yang terjadi
pada reaktan dan reaksi berada pada satu fase (Ilgen, 2007). Beberapa contoh pelarut
yang biasa digunakan merupakan turunan dari senyawa eter yaitu Tetrahidrofuran
(THF), dietil eter, diisopropil eter dan metil tert-butil eter (MTBE). Metil tert-butil
eter (MTBE) biasa digunakan untuk meningkatkan bilangan oktan pada bahan bakar,
selain itu MTBE mudah dipisahkan dan digunakan lagi dengan metanol.
Sebelumnya, Chi (1999) telah berhasil mensintesis metil ester dari minyak kedelai
dan minyak kelapa sawit menggunakan kopelarut MTBE.
Babi merupakan salah satu binatang ternak yang terdapat di Indonesia,
khususnya Indonesia bagian Timur. Kandungan lemak pada babi cukup tinggi,
2
xviii
sehingga perlu dimanfaatkan agar lebih bernilai ekonomis. Peningkatan nilai
ekonomis dapat ditingkatkan dengan cara melakukan konversi trigliserida dari lemak
babi menjadi suatu biodiesel (Winarno, 1997). Dari uraian diatas perlu adanya
penelitian lebih lanjut untuk memanfaatkan minyak babi. Pada penelitian ini akan
meneliti pembuatan biodiesel dari minyak babi dengan pereaksi metanol dan katalis
basa natrium hidroksida dan MTBE sebagai kopelarut. Biodiesel yang dihasilkan
diidentifikasi menggunakan 1H-NMR dan GC-MS
B. Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Biodiesel dibuat melalui reaksi transesterifikasi minyak atau lemak.
Reaksinya dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu, alkohol yang digunakan, jenis
katalis, temperatur reaksi dan waktu reaksi. Kandungan asam lemak yang tinggi
menyebabkan reaksi penyabunan. Minyak babi mempunyai kandungan asam lemak
yang rendah.
Fakta menunjukkan bahwa reaksi transesterifikasi trigliserida menjadi metil
ester dengan katalis NaOH membutuhkan waktu kurang lebih 2 jam dan temperatur
di atas temperatur kamar. Waktu dan suhu reaksi merupakan pertimbangan penting
dalam pembuatan biodiesel. Perlu waktu yang lama dan suhu yang tinggi disebabkan
kelarutan metanol dalam minyak pada suhu kamar tidak besar, sehingga reaksi
lambat pada suhu kamar. Upaya untuk meningkatkan kelarutan metanol dalam
minyak adalah dengan menambahkan kopelarut. Variasi perbandingan volume
kopelarut terhadap minyak babi serta waktu reaksi perlu diteliti.
2. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, maka dibuat batasan masalah
sebagai berikut :
a. Katalis yang digunakan adalah NaOH sejumlah 1 % berat minyak babi.
b. Metanol yang digunakan adalah 33 % dari volume minyak babi.
c. Variasi kondisi dalam pembuatan biodiesel adalah sebagai berikut:
1) Waktu reaksi yaitu 10, 30, dan 50 menit.
3
xix
2) Perbandingan volume MTBE dengan minyak adalah 0,5 : 1; 1,0 : 1; dan 1,5 :
1.
3. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah dan batasan masalah di atas, rumusan
masalah penelitian adalah sebagai berikut :
a. Bagaimana pengaruh perbandingan volume MTBE dan minyak babi terhadap
waktu terbentuknya biodiesel yang dibuat dari minyak babi dengan pereaksi
methanol dan katalis NaOH pada suhu kamar.
b. Bagaimana pengaruh waktu reaksi terhadap kemurnian biodiesel yang dibuat dari
minyak babi dengan pereaksi metanol, katalis NaOH dan kopelarut MTBE pada
suhu kamar.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mendapatkan kondisi perbandingan volume MTBE dan minyak babi yang
menghasilkan biodiesel dengan kemurnian optimum.
2. Mendapatkan waktu reaksi pembuatan biodiesel dari minyak babi dengan
kopelarut MTBE yang optimum.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Meningkatkan pemanfaatan minyak babi sebagai bahan alternatif pada industri
bahan bakar diesel.
2. Memberi informasi tentang penggunaan MTBE sebagai kopelarut dalam
pembuatan biodiesel.
4
xx
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Lemak dan Minyak
Lemak dan minyak adalah salah satu kelompok yang termasuk pada golongan
lipid, yaitu senyawa organik yang terdapat di alam serta tidak larut dalam air, tetapi
larut dalam pelarut organik non-polar, misalnya dietil eter (C2H5OC2H5), kloroform
(CHCl3), benzena dan hidrokarbon lainnya. Lemak dan minyak dapat larut dalam
pelarut tersebut karena mempunyai polaritas yang sama dengan pelarut tersebut
(Herlina, 2002). Lemak dan minyak adalah trigliserida dan triasilgliserol. Trigliserida
banyak diubah menjadi monogliserida dan digliserida, karena baik monogliserida
dan digliserida luas penggunaannya sebagai bahan pengemulsi. Oleh karena itu
trigliserida melalui reaksi transesterifikasi dengan alkohol diubah menjadi
monogliserida dan digliserida dengan bantuan katalis seperti natrium metoksida dan
basa lewis lainnya. Hanya saja proses ini menghasilkan campuran yang terdiri atas
40-80 % monogliserida, 30-40 % digliserida 5-10 % trigliserida, 0,2-9 % asam lemak
bebas dan 4-8 % gliserol (Juliati, 2002).
Lemak hewani mengandung banyak sterol yang disebut kolesterol, sedangkan
lemak nabati mengandung fitosterol dan lebih banyak mengandung asam lemak tak
jenuh sehingga umumnya berbentuk cair. Lemak hewani ada yang berbentuk padat
yang biasanya berasal dari lemak hewan darat seperti lemak susu, lemak sapi, lemak
babi. Lemak hewan laut seperti minyak ikan paus, minyak ikan kod, minyak ikan
herring berbentuk cair dan disebut minyak. Bahan pangan hampir semua banyak
mengandung lemak dan minyak, terutama bahan yang berasal dari hewan (Winarno,
1997).
Asam-asam lemak yang ditemukan di alam, biasanya merupakan asam-asam
monokarboksilat dengan rantai yang tidak bercabang dan mempunyai jumlah atom
karbon genap. Asam-asam lemak yang ditemukan di alam dapat dibagi menjadi dua
golongan, yaitu asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh. Asam-asam lemak
tidak jenuh berbeda dalam jumlah dan posisi ikatan rangkapnya, dan berbeda dengan
5
xxi
asam lemak jenuh dalam bentuk molekul keseluruhannya. Asam lemak tak jenuh
biasanya terdapat dalam bentuk cis karena itu molekul akan bengkok pada ikatan
rangkap, walaupun ada juga asam lemak tidak jenuh dalam bentuk trans (Padley,
1994). Bentuk trans asam elaidat (asam trans-9-oktadekenoat) dapat dilihat pada
Gambar 1.
O
HO
Gambar 1. Bentuk trans pada asam elaidat (asam trans-9-oktadekenoat)
Bentuk cis asam oleat (asam cis-9-oktadekenoat) dapat dilihat pada Gambar 2.
O
OH
Gambar 2. Bentuk cis pada asam oleat (asam cis-9-oktadekenoat)
Asam-asam lemak jenuh yang terdapat pada tumbuhan dan hewan dapat
dilihat pada tabel 1.
Tabel 1.Asam-asam lemak jenuh yang terdapat pada tumbuhan dan hewan.
Nama Sistematis Nama Trivial Shorthand
Etanoat
Butanoat
Heksanoat
Oktanoat
Dekanoat
Dodekanoat
Tetradekanoat
Heksadekanoat
Asetat
Butirat
Kaproat
Kaprilat
Kaprat
Laurat
Miristat
Palmitat
2:0
4:0
6:0
8:0
10:0
12:0
14:0
16:0
6 6
xxii
Oktadekanoat
Eikosanoat
Dokosanoat
Stearat
Arachidat
Behenat
18:0
20:0
22:0
Asam-asam lemak tak jenuh yang terdapat pada tumbuhan dan hewan dapat
dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Asam-asam lemak tak jenuh yang terdapat pada tumbuhan dan hewan
Nama Sistematis Nama Trivial Shorthand
9,12-oktadekadinoat
6,9,12-oktadekatrinoat
9,12,15-oktadekatrinoat
5,8,11,14-eikosatetranoat
5,8,11,14,17-eikosapentanoat
4,7,10,13,16,19-dokosaheksanoat
Linoleat
Gamma-linoleat
Alfa-linoleat
Arachidonat
EPA
DHA
18:2 (n-6)
18:3 (n-6)
18:3 (n-3)
20:4 (n-6)
20:5 (n-3)
22:5 (n-3)
Asam-asam lemak mempunyai jumlah atom C genap dari C2 sampai C30 dan
dalam bentuk bebas atau ester dengan gliserol. Asam lemak jenuh yang banyak
ditemukan dalam hewan maupun tumbuhan adalah asam palmitat, yaitu 15-50 % dari
seluruh asam-asam lemak yang ada. Asam stearat terdapat dalam konsentrasi tinggi
pada lemak biji-bijian tanaman tropis dan dalam lemak cadangan beberapa hewan
darat yaitu 25 % dari asam-asam lemak yang ada (Christie, 1982).
Penggolongan asam lemak lebih jauh lagi dapat dilakukan dengan esterifikasi
yang menghasilkan biodiesel atau etil ester, kemudian diikuti dengan identifikasi.
Identifikasi bisa dilakukan dengan cara kromatografi gas, kromatografi lapis tipis,
atau menggunakan spektrofotometer dengan sinar infra merah. Identifikasi ini dapat
digunakan untuk menentukan jumlah dan jenis asam lemak. Dari penelitian-
penelitian dengan sinar infra merah ini diperoleh bahwa ikatan cis lebih sering
terdapat pada ikatan rangkap dalam asam lemak daripada ikatan trans. Isomer trans
dapat terbentuk dalam keadaan panas hidrogenasi, atau karena katalis lain (Christie,
1998).
7
xxiii
2. Biodiesel
Biodiesel adalah bahan bakar alternatif dari bahan mentah terbaharukan
(renewable) selain bahan bakar diesel dari minyak bumi. Biodiesel dikenal sebagai
produk yang ramah lingkungan, tidak mencemari udara, mudah terbiodegradasi, dan
berasal dari bahan baku yang dapat diperbaharui. Pada umumnya biodiesel disintesis
dari ester asam lemak dengan rantai karbon antara C6-C22. Biodiesel bisa digunakan
dengan mudah karena dapat bercampur dengan segala komposisi dengan minyak
solar, mempunyai sifat-sifat fisik yang mirip dengan solar biasa sehingga dapat
diaplikasikan langsung untuk mesin-mesin diesel yang ada hampir tanpa modifikasi
(Prakoso, 2003).
Dibanding bahan bakar solar, biodiesel memiliki beberapa keunggulan, yaitu:
1. Biodiesel diproduksi dari bahan pertanian, sehingga dapat diperbaharui.
2. Biodiesel memiliki nilai cetane yang tinggi, volatil rendah, dan bebas sulfur.
3. Ramah lingkungan karena tidak ada emisi SOx.
4. Menurunkan keausan ruang piston karena sifat pelumasan bahan bakar yang
bagus (kemampuan untuk melumasi mesin dan sistem bahan bakar).
5. Aman dalam penyimpanan dan transportasi karena tidak mengandung racun.
6. Meningkatkan nilai produk pertanian.
7. Biodegradabel: jauh lebih mudah terurai oleh mikroorganisme dibandingkan
minyak mineral. Pencemaran akibat tumpahnya biodiesel pada tanah dan air
bisa teratasi secara alami (Park, 2008).
Biodiesel tersusun dari berbagai macam ester asam lemak yang dapat
diproduksi dari minyak-minyak tumbuhan seperti minyak sawit (palm oil), minyak
kelapa, minyak jarak pagar, minyak biji kapok randu, dan masih ada lebih dari 30
macam tumbuhan Indonesia yang potensial untuk dijadikan sumber energi bentuk
cair ini (Prakoso, 2003). Selain minyak nabati, biodiesel juga dapat dibuat dari lemak
hewani seperti lemak babi (Harjanti, 2008). Asam lemak penyusun lemak babi dapat
diubah menjadi ester-esternya. Ester ini dapat diperoleh dengan mereaksikan
trigliserida dan alkohol fraksi ringan menggunakan katalis asam atau basa. Reaksi
ini dikenal sebagai reaksi pembuatan biodiesel atau disebut juga reaksi alkoholisis
(Alloysius, 1999). Reaksi tersebut merupakan reaksi pertukaran bagian alkohol dari
8
xxiv
suatu ester yang merupakan reaksi dapat balik (reversible) antara ester dan alkohol
sehingga digunakan alkohol awal secara berlebih.
Menurut Bannon (1998), alkohol dengan jumlah atom sedikit mempunyai
kereaktifan lebih besar daripada alkohol dengan jumlah atom karbon lebih banyak.
Banyaknya asam lemak tak jenuh yang terkandung juga berpengaruh terhadap
kelangsungan proses peruraian oleh alkohol. Adanya ikatan rangkap yang terdapat
pada asam lemak tak jenuh menyebabkan trigliserida lebih mudah teresterkan
daripada asam lemak jenuh. Menurut Hart (1983), reaksi pembuatan biodiesel
berjalan lambat sehingga untuk mempercepat reaksi diperlukan suhu dan katalis baik
berupa asam maupun basa.
Adapun pembuatan biodiesel dari minyak hewani ini menggunakan reaksi
transesterifikasi seperti pembuatan biodiesel pada umumnya dengan pretreatment
untuk menurunkan bilangan asam pada minyak. Biodiesel dapat dibuat dari minyak
dengan proses konversi trigliserida dalam minyak tersebut menjadi metil atau etil
ester dengan proses yang disebut transesterifikasi. Proses transesterifikasi
mereaksikan alkohol dengan minyak untuk memutuskan tiga rantai gugus ester dari
setiap cabang trigliserida. Reaksi ini memerlukan panas dan katalis basa untuk
mencapai derajat konversi tinggi dari minyak hewani menjadi produk yang terdiri
dari biodiesel dan gliserin (Prakoso, 2008).
Tahapan reaksi dalam pembuatan biodiesel adalah sebagai berikut
a. Esterifikasi
Esterifikasi asam lemak bebas pada minyak hewani merupakan langkah
pertama untuk mengurangi adanya asam lemak bebas. Dengan esterifikasi, asam
lemak bebas dikonversi menjadi metil ester. Hasil yang diperoleh setelah esterifikasi
adalah campuran trigliserida dengan metil ester. Esterifikasi asam lemak bebas dan
metanol dapat dilakukan dengan mudah dan cepat menggunakan katalis asam.
Untuk mendorong agar reaksi bisa berlangsung ke konversi yang sempurna
pada temperatur rendah (misalnya paling tinggi 120° C), reaktan metanol harus
ditambahkan dalam jumlah yang sangat berlebih (biasanya lebih besar dari 10 kali
nisbah stoikhiometrik) dan air produk ikutan reaksi harus disingkirkan dari fasa
reaksi, yaitu fasa minyak. Melalui kombinasi-kombinasi yang tepat dari kondisi-
9
xxv
kondisi reaksi dan metode penyingkiran air, konversi sempurna asam-asam lemak ke
ester metilnya dapat dituntaskan dalam waktu 1 sampai beberapa jam. Reaksi
esterifikasi dapat dilihat pada Gambar 3.
RCOOH + CH3OH RCOOCH3 + H2O
Asam lemak metanol metil ester
Gambar 3. Reaksi esterifikasi dari asam lemak menjadi metil ester
Tahap esterifikasi biasanya diikuti dengan tahap transesterfikasi. Namun
sebelum produk hasil esterifikasi diumpankan ke tahap transesterifikasi, air dan
bagian terbesar katalis asam yang dikandungnya harus disingkirkan terlebih dahulu.
b. Transesterifikasi
Minyak yang akan ditransesterifikasi harus memiliki angka asam yang lebih
kecil dari 1. Banyak peneliti yang menyarankan agar kandungan asam lemak bebas
lebih kecil dari 0,5 %. Selain itu, semua bahan yang akan digunakan harus bebas dari
air. Karena air akan bereaksi dengan katalis, sehingga jumlah katalis menjadi
berkurang. Katalis harus terhindar dari kontak dengan udara agar tidak mengalami
reaksi dengan uap air dan karbon dioksida.
Jika asam lemak bebas dalam minyak berlebih, katalis basa alkali
ditambahkan lebih banyak untuk mengimbangi kenaikan keasaman, tetapi cara ini
juga mengakibatkan pembentukan sabun yang menyebabkan viskositas meningkat
atau pembentukan gel yang mengganggu pemisahan alkil ester dan gliserol
(Freedman, 1984). Menurut Shanta (1992), kondisi transesterifikasi dengan katalis
basa harus bebas air, karena keberadaan air dapat menimbulkan terjadinya reaksi
saponifikasi yang menyebabkan kehilangan asam lemak. Kondisi demikian
dimungkinkan terjadi pada sistem reaksi esterifikasi karena air terkandung dalam
minyak maupun alkohol.
Transesterifikasi dengan katalis basa menggunakan katalis logam alkali
alkoksida dari alkohol. Laju reaksi transesterifikasi dengan katalis basa lebih cepat
jika dibandingkan dengan katalis asam. Karena dalam larutan basa, suatu karbonil
dapat diserang langsung oleh nukleofilik tanpa protonasi sebelumnya. Berdasarkan
alasan ini, proses industri sering menggunakan katalis basa (Supandi, 2003). Di
10
xxvi
dalam reaksinya, gugus alkoksida (:OR) berperan sebagai nukleofil. Reaksi
pembentukan ester dalam kondisi basa suatu ester dengan ion alkoksida adalah reaksi
substitusi nukleofilik melalui pembentukan intermediet tetrahedral seperti pada
Gambar 4.
R C
O
OR' OCH3 R C
O
OR'
OCH3
R C
O
OCH3 OR'
NaOH + CH3OH CH3O Na + H2O
OR' + H2O R'OH + OH
+OH Na NaOH
Gambar 4. Mekanisme reaksi transesterifikasi dalam katalis basa
Reaksi transesterifikasi minyak tumbuh-tumbuhan dengan menggunakan
katalis basa dari alkali umumnya dilakukan mendekati titik didih alkoholnya (Hart,
1983). Transesterifikasi berkatalis basa dalam skala besar akan menghasilkan
konversi ester secara optimum pada suhu kamar. Pada saat penambahan katalisator
suhu sistem akan naik karena reaksi bersifat eksotermis. Alkohol yang sering
digunakan adalah metanol, hal ini karena pada umumnya alkohol dengan atom
karbon sedikit mempunyai kereaktifan lebih besar dari pada alkohol dengan atom
karbon lebih banyak. Akan tetapi ada kecenderungan dimana ester yang dihasilkan
mengalami reaksi penyabunan dengan logam alkali dari katalis yang digunakan.
3. Metil Tert-Butil Eter (MTBE)
Metil tert-butil eter juga (MTBE) dikenal dengan nama lain tert-butil metil
eter dan 2-metoksi-2-metil propana. MTBE merupakan senyawa kimia dengan rumus
molekul C5H12O. MTBE memiliki sifat volatil (mudah menguap), mudah terbakar
dan berwarna jernih serta mudah larut dalam air.
MTBE dibuat dengan mereaksikan metanol dengan metil propana. Reaksi ini
ditemukan di Amerika Serikat pada tahun 1994. Reaksi dapat dilihat pada Gambar 5
dibawah ini
11
xxvii
CH3OH + CH3C(CH3)=CH2 (CH3)3C-O-CH3
Gambar 5. Reaksi pembuatan MTBE
MTBE merupakan zat aditif pada bahan bakar yang digunakan sebagai donor
oksigen dan dapat meningkatkan angka oktan. Namun MTBE ditemukan dapat
mudah memberikan polusi dalam jumlah besar dalam air tanah jika terjadi kebocoran
pada tangki bahan bakar karena sifatnya yang mudah larut dalam air. MTBE juga
digunakan dalam kimia organik sebagai pelarut dengan harga yang relatif tidak
mahal jika dibandingkan dengan dietil eter yang memiliki titik didih rendah dan sulit
larut dalam air (Putrajaya, 2008).
Kopelarut dipilih dalam pembuatan biodiesel untuk membuat sistem satu fasa
yang mampu larut baik dengan metanol yang bersifat polar dan trigliserida yang
bersifat nonpolar, dan bersifat inert selama reaksi. Eter merupakan pelarut ideal
untuk banyak reaksi organik. Eter dapat larut dalam rentang senyawa polar dan
nonpolar, dan memiliki titik didih rendah.
Eter merupakan nonhidroksilik dan tidak dapat membentuk ikatan hidrogen
dalam keadaan murninya. Jika ada donor ikatan hidrogen, eter dapat bertindak
sebagai penerima ikatan hidrogen. Senyawa nonpolar cenderung lebih terlarut dalam
eter dibanding alkohol dengan berat molekul rendah sebab eter tidak memiliki
jaringan ikatan hidrogen untuk diputus oleh senyawa nonpolar. Eter juga biasanya
tidak reaktif terhadap basa kuat. Eter siklik dengan berat molekul rendah saling larut
dengan air dalam banyak perbandingan dan menjadikannya sebagi kopelarut dalam
sistem metanol/minyak. Metanol seperti air yang memiliki sifat polar dan hidrofilik,
hal ini juga yang menjadikan eter siklik bagus sebagai kopelarut. Contoh eter siklik
adalah tertahidrofuran (THF) dan 1,4-dioxan. THF lebih dipilih sebab memiliki titik
didihnya dekat dengan tidih metanol dan dapat di ko-destilasi sehingga diperoleh
kembali di akhir reaksi.
Kopelarut asiklik misalnya dietil eter, metal tert-butul eter, dan diisopropil
eter. Dietil eter sangat tidak larut dengan air dalam semua perbandingan, tetapi saling
larut dengan metanol. Dalam eter siklik pasangan elektron bebas lebih mampu untuk
berikatan hidrogen dibanding asiklik. Hal ini menjadi alasan bahwa keruangan gugus
12
xxviii
alkil dalam eter siklik menghalangi pembentukan ikatan hidrogen dengan molekul air
yang memiliki sifat saling larut yang rendah. Tabel 2 menunjukkan sifat fisik dari
kopelarut.
Tabel 3. Sifat Fisika dari Kopelarut
Kopelarut Titik Didih (°C) Berat Molekul
Tertrahidrofuran 67 72
1,4-dioxan 101 88
Dietil eter 35 74
Diisopropil eter 68 102
Metil tert-butil eter 53 88
Pemilihan kopelarut tergantung dari kemampuan, harga, dan kemungkinan
bahaya selama digunakan. Dietil eter sangat umum digunakan sebagai pelarut tetapi
titik didihnya sekitar 10 °C diatas temperatur kamar yang membuat kemungkinan
bahaya saat digunakan. Metil t-butil eter biasa digunakan sabagai peningkat harga
oktan dalam gasolin untuk meningkatkan sifat bahan bakar. MTBE secara sederhana
mampu dan relatif aman. MTBE mudah didestilasi kembali.
Metil tert-butil eter memiliki kecenderungan lebih rendah dalam membentuk
senyawa organik peroksida yang mudah meledak. Pada kondisi keadaan botol yang
terbuka, dietil eter dan THF berada pada level yang berbahaya sebagai senyawa
peroksida jika dibiarkan selama 1 bulan, berbeda dengan MTBE yang relatif aman
meskipun dibiarkan selama 1 tahun. Karena alasan titik didih yang tinggi ini, MTBE
digunakan sebagai pelarut dalam skala industri karena lebih aman jika dibandingkan
dengan dietil eter, THF, atau eter lain yang lebih sulit dan mahal. Walaupun MTBE
biasa digunakan dalam bidang industri, namun penggunaannya sebagai pelarut dalam
bidang pendidikan masih jarang sebagai contoh penggunaan volume MTBE dalam
penelitian lebih sedikit, padahal MTBE bertujuan mengurangi resiko berbahaya
dibanding eter lain, dan juga penggunaan MTBE sebagai pelarut sangat jarang
ditemukan pada literatur prosedur sintetik sebagai pelarut kimia (Fischer, 2005 ).
Pembuatan biodiesel dari minyak kedelai yang dilakukan oleh Chi (1999)
13
xxix
menggunakan kopelarut MTBE terbukti mempercepat reaksi transesterifikasi dengan
hasil 98 % metil ester dalam waktu 8 menit dan pada temperatur kamar.
4. Karakterisasi Biodiesel
a. Kromatografi Gas-Spektroskopi Massa (GC-MS)
Kromatografi adalah salah satu metode pemisahan senyawa untuk
mendapatkan senyawa murni dari senyawa campuran. Pemisahan didasarkan pada
perbedaan distribusi (migrasi) zat dalam dua fasa yang berbeda yaitu fasa diam dan
fasa gerak. Fasa diam biasanya berupa padatan atau cairan yang tertapis (percolated)
pada padatan pendukung (solid support), sedangkan fasa gerak dapat berupa zat cair
atau gas. Perbedaan interaksi senyawa terhadap senyawa lain (zat pada fasa gerak
maupun pada fasa diam) menyebabkan senyawa tersebut berbeda dalam hal
distribusinya dalam fasa gerak maupun dalam fasa diam. Distribusi senyawa
campuran yang terserap dalam fasa diam dan fasa gerak merupakan proses
kesetimbangan.
Kromatografi gas-spektroskopi massa merupakan gabungan dari
kromatografi gas yang menghasilkan pemisahan dari komponen-komponen dalam
campuran dan spektroskopi massa yang merupakan alat untuk mengetahui berat
senyawa dari setiap puncak kromatogram. Pada metode ini komponen-komponen
dalam sampel dipisahkan oleh kromatografi gas dan hasil pemisahan dianalisis oleh
spektroskopi massa. Metode ini digunakan untuk mengidentifikasi sampel campuran
dari beberapa komponen. Puncak-puncak kromatogram memberikan informasi
jumlah komponen yang ada dalam sampel dan spektra dari spektroskopi massa
memberikan kunci-kunci penting dalam proses identifikasi senyawa.
Prinsip dari instrumen ini adalah menguapkan senyawa organik dan
mengionkan uapnya dalam spektroskopi, molekul-molekul organik ditembak dengan
berkas elektron dan diubah menjadi ion-ion bermuatan positif (ion molekul) yang
dapat dipecah menjadi ion-ion yang lebih kecil. Molekul organik mengalami proses
pelepasan satu elektron menghasilkan ion radikal yang mengandung satu elektron
tidak berpasangan. Ion-ion radikal ini akan dipisahkan dalam medan magnet akan
menimbulkan arus ion pada kolektor yang sebanding dengan limpahan relatifnya.
14
xxx
Spektra massa merupakan gambar antara limpahan relatif lawan perbandingan
massa/muatan (m/z) (McLafferty, 1988).
Spektra massa biasanya dibuat dari massa rendah ke massa tinggi. Cara
penyajian yang jelas dari puncak-puncak utama dapat diperoleh dengan membuat
harga massa/muatan (m/z) terhadap kelimpahan relatif. Kelimpahan tersebut disebut
puncak dasar (base peak) dari spektra dan dinyatakan sebagai 100 %. Puncak-puncak
lain mempunyai harga relatif terhadap puncak dasar. Dengan data tersebut dapat
diperkirakan bagaimana struktur molekul awal dari senyawa yang dianalisis
(Cresswell, 1982).
Kromatografi gas-spektroskopi massa ini biasa digunakan untuk analisis
kualitatif senyawa organik yang pada umumnya bersifat dapat diuapkan. Campuran
metil ester hasil transesterifikasi minyak nabati memenuhi kriteria ini sehingga dapat
dianalisis dengan kromatografi gas-spektroskopi massa. Pemisahan yang dihasilkan
dari setiap jenis senyawa yang dianalisis bersifat khas untuk tiap senyawa. Demikian
juga untuk senyawa-senyawa metil ester. Ion-ion pecahan dari metil ester
diakibatkan penataan ulang hidrogen dan pecahan satu ikatan yang dipisahkan dari
gugus C=O.
b. Hidrogen Nuclear Magnetic Resonance (1H-NMR)
Partikel dari atom (elektron-elektron, proton-proton, neutron-neutron) dapat
berputar pada porosnya. Di beberapa atom seperti 12C, perputarannya saling
berpasangan dan berlawanan satu sama lain jadi inti dari atom tidak memiliki spin
pelindung. Akan tetapi di beberapa atom seperti 1H, dan 13C intinya hanya memiliki
sebuah pelindung. Saat inti berada dalam medan magnet, populasi terinisiasi dari
tingkatan energi ditentukan oleh termodinamikanya yang didiskripsikan oleh
distribusi Boltzman.
Sebuah inti dengan spin ½ dalam suatu medan magnet di mana inti ini berada
dalam tingkat energi yang lebih rendah. Inti tersebut akan berputar pada porosnya.
Ketika diberi medan magnet, maka pusat rotasi akan terpresisi mengelilingi medan
magnet. Jika energi magnet diserap oleh inti maka sudut presisi akan berubah dan
menyebabkan perputaran spin berlawanan arah.
15
xxxi
Medan magnet pada inti tidaklah sama dengan medan magnet yang
digunakan, elektron-elektron di sekeliling inti melindunginya dari medan yang ada.
Perbedaan antara medan magnet yang dipakai dengan medan magnet inti disebut
sebagai perisai inti. Medan magnet yang diberikan akan berpengaruh terhadap
pergeseran kimia (chemical shift) karena proton yang memiliki banyak perisai
(shielding) akan semakin sedikit menerima medan magnet yang diberikan. Efek
pergeseran kimia adalah perbedaan frekuensi absorbsi proton akibat perbedaan lokasi
letak atom terikat. Atom C yang semakin terlindung akan mengalami pergeseran
kimia semakin ke kanan atau semakin terperisai sehingga spektra yang terbentuk
akan semakin mendekati tetra metil silan (TMS) yang digunakan sebagai standar.
Puncak spektra 1H-NMR akan mengalami pemecahan dipengaruhi oleh jumlah atom
H tetangga. Jika tidak terdapat atom H maka disebut singlet yang berarti tidak terjadi
pemecahan puncak. Satu atom H disebut duplet dengan pemecahan puncak sebanyak
2 puncak. Demikian juga untuk triplet dan kuartet menunjukkan pemecahan puncak
sebanyak 3 dan 4 (Skoog, 1997).
Untuk mengetahui persentase konversi metil ester yang diperoleh digunakan 1H-NMR. Nilai konversi metil ester (yang dinyatakan sebagai konsentrasi metil
ester) ditentukan dengan rumus:
TAGME
MEME I 9 I 5
I 5 x 100,%C
+=
Keterangan:
CME = konversi metil ester, %
IME = nilai integrasi puncak metil ester, %, dan
ITAG = nilai integrasi puncak triasilgliserol, %.
Faktor 5 dan 9 adalah jumlah proton yang terdapat pada gliseril dalam
molekul trigliserida mempunyai 5 proton dan tiga molekul metil ester yang
dihasilkan dari satu molekul trigliserida mempunyai 9 proton (Knothe, 2000).
16
xxxii
B. Kerangka Pemikiran
Pembuatan biodiesel melibatkan reaksi transesterifikasi. Laju reaksi
transesterifikasi dipengaruhi oleh katalis, temperatur dan kelarutan metanol dalam
minyak. Reaksi transesterifikasi dengan katalis basa seperti KOH dan NaOH
membutuhkan waktu kurang lebih 2 jam dan temperatur diatas suhu kamar (50-60
°C). Laju reaksi dalam reaksi transesterifikasi tersebut cukup lambat, hal tersebut
disebabkan karena kelarutan metanol dalam minyak yang rendah. Laju reaksi dalam
reaksi transesterifikasi sebanding dengan tingkat tumbukan antar molekulnya,
dimana semakin tinggi tingkat tumbukan maka laju raksi akan semakin cepat.
Besarnya tingkat tumbukan ini dipengaruhi oleh energi yang diberikan salah satunya
melalui temperatur reaksi, sehingga dibutuhkan suhu tinggi untuk meningkatkan laju
reaksi.
Alternatif lain agar reaksi dapat berjalan lebih cepat pada suhu kamar adalah
dengan penambahan kopelarut MTBE. Ilgen pada tahun 2007 telah menggunakan
kopelarut dalam pembuatan biodiesel menggunakan minyak nabati untuk
mempercepat reaksi transesterifikasi, sehingga dalam studi ini penggunaan kopelarut
dalam minyak hewani juga diperkirakan dapat meningkatkan kecepatan reaksi.
Penambahan kopelarut ini bertujuan untuk mendekatkan sistem polar dan non polar
antara metanol dengan minyak, sehingga akan membantu kontak reaktan keduanya.
Dengan penambahan kopelarut ini mengakibatkan metanol menjadi mudah larut
dalam minyak sehingga laju reaksi semakin besar dalam waktu yang singkat.
Penggunaan MTBE yang berlebihan besar kemungkinan terjadi solvasi oleh MTBE
terhadap reaktan. Bila ini terjadi akan menurunkan laju reaksi transesterifikasi.
C. Hipotesis
1. Semakin besar perbandingan MTBE terhadap minyak babi (v/v) sebagai
kopelarut dalam reaksi pembuatan biodiesel dari minyak babi dengan pereaksi
metanol dan katalis NaOH sampai batas tertentu, maka reaksi dapat berlangsung
lebih singkat pada temperatur kamar.
17
xxxiii
2. Semakin lama waktu yang digunakan dalam reaksi pembuatan biodiesel dari
minyak babi dengan pereaksi metanol, katalis NaOH dan kopelarut MTBE pada
suhu kamar sampai batas tertentu, maka akan dicapai kemurnian yang optimum.
18
xxxiv
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode
eksperimental laboratorium untuk memperoleh data hasil. Pembuatan biodiesel dari
minyak babi menggunakan katalis basa NaOH dan kopelarut MTBE. Kondisi
optimum diperoleh dengan memvariasi perbandingan volume MTBE dengan minyak
dan waktu reaksi. Biodiesel yang diperoleh selanjutnya dikarakterisasi menggunakan 1H NMR dan GC-MS.
B. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Dasar Kimia yang dilakukan mulai
bulan April sampai September 2009.
C. Alat dan Bahan
1. Alat-alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Hot plate
b. Pengaduk magnet
c. Termometer
d. Seperangkat alat refluks
e. Piknometer 25 ml Duran
f. Peralatan gelas pyrex
g. Neraca analitik sartorius Bp-110
h. Pemanas listrik cole palmer
i. Seperangkat alat titrasi
j. Vacuum rotary evaporator
k. GC-MS Shimadzu QP-5050 A
Spesifikasi alat GC-MS :
18
xxxv
1) Panjang kolom : 30 m
2) Diameter kolom : 0,25 mm
l. Saringan kopi
m. Termometer control
n. Spektrometer H-Nuclear Magnetic Resonanse (1H-NMR) frekuensi 60 MHz
o. Lumpang porselin
p. Penggerus Porselin
q. Tabung reaksi
r. Rak tabung reaksi
s. Penjepit Kayu
t. Water pump
u. Buret mikro
2. Bahan-bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Minyak Babi
b. Akuades
c. Metanol (CH3OH) p.a (E. Merck)
d. MTBE (C5H12O) p.a (E. Merck)
e. Natrium Sulfat Anhidrat (Na2SO4)
f. Asam Sulfat (H2SO4) p.a (E. Merck)
g. Metanol (CH3OH) p.a (E. Merck)
h. NaOH p.a (E. Merck)
i. KOH p.a (E. Merck)
j. Indikator PP
k. Kertas pH universal
l. Gas N2
19
xxxvi
D. Prosedur Penelitian
1. Pembuatan Biodiesel
a. Penyaringan minyak babi
Penyaringan dilakukan untuk menghilangkan partikel berukuran besar atau
pengotor yang ada pada minyak babi. Minyak dipanaskan terlebih dahulu pada suhu
30-35 ºC lalu disaring menggunakan saringan kopi.
b. Penentuan bilangan asam
Sebanyak 1 ml minyak dalam erlenmeyer ditambah 2 tetes indikator
penolftalen, kemudian campuran dititrasi dengan KOH 0,005 N menghasilkan warna
merah jambu.
c. Transesterifikasi minyak babi menggunakan kopelarut MTBE
Transesterifikasi dilakukan dengan mereaksikan minyak, metanol dengan
rasio 33 % volume minyak, dan kopelarut MTBE dengan jumlah yang divariasi.
Reaksi transesterifikasi dilakukan pada suhu kamar dengan variasi waktu reaksi pada
masing-masing variasi jumlah kopelarut MTBE. Metanol direaksikan dahulu dengan
katalis NaOH 1 % untuk membentuk NaOCH3. Setelah semua bahan dimasukkan
dalam labu leher tiga, pengadukan dimulai bersamaan dengan penghitungan waktu
reaksi. Variasi waktu dilakukan sekaligus pada suatu variasi jumlah MTBE.
Pengambilan campuran biodiesel dilakukan sesuai waktu reaksi yang diinginkan.
Segera setelah pengambilan langsung dinetralkan menggunakan H2SO4 0,1 M untuk
menghentikan reaksi. pH campuran dicek menggunakan kertas indikator pH.
d. Pencucian dan pemurnian biodiesel
Hasil transesterifikasi kemudian dibiarkan sebentar sehingga terbentuk dua
lapisan. Lapisan atas merupakan metil ester, sedangkan lapisan bawah campuran
gliserol dan sabun serta air. Bagian atas diambil, dan diasamkan menggunakan
H2SO4 0,1 M sampai diperoleh pH + 5. Selanjutnya dicuci menggunakan air
berulang kali sampai diperoleh lapisan bawah yang jernih. Campuran selanjutnya
ditambahkan Na2SO4 anhidrat untuk menghilangkan air. Biodiesel yang bebas air
kemudian dialiri gas N2 dengan suhu 70 ºC sampai tidak berbau metanol dan MTBE.
Biodiesel yang telah bersih siap untuk dikarakterisasi.
20
xxxvii
2. Karakterisasi Biodiesel
Biodiesel yang diperoleh dilakukan uji karakteristik dengan 1H-NMR dan GC-MS.
E. Teknik Pengumpulan Data
Untuk membuktikan hipotesis penelitian, maka dilakukan penelitian dengan
menentukan variabel bebas:
1. Perbandingan volume MTBE terhadap minyak dengan variasi 0,5:1; 1:1;
dan 1,5:1 yang dilambangkan dengan v/v.
2. Waktu reaksi dengan variasi 10, 30, dan 50 menit yang dilambangkan
dengan t (menit).
Variabel bebas di atas dapat digunakan untuk menentukan variabel terikat yaitu
kadar metil ester yang dilambangkan dengan CME (%). Rumus yang digunakan
adalah:
TAG ME
ME ME I 9 I 5
I 5 x 100(%)C
+=
Keterangan : CME = kadar metil ester (%)
IME = nilai integrasi puncak metil ester
ITAG = nilai integrasi puncak triasilgliserol
Kadar metil ester yang diperoleh merupakan variabel terikat yang dilambangkan
dengan CME(%). Dari data yang diperoleh, dapat dibuat tabel kadar metil ester pada
setiap perbandingan MTBE dan waktu reaksi sebagai berikut.
t
(menit)
0,5 : (v/v) 1,0 : 1 (v/v) 1,5 : 1 (v/v)
ITAG IME CME (%) ITAG IME CME (%) ITAG IME CME (%)
10
30
50
Selanjutnya, dibuat grafik dengan plot kadar metil ester (C) Vs waktu (t).
21
xxxviii
Metode ini digunakan untuk mengetahui perbandingan terbaik untuk volume
MTBE terhadap minyak dan waktu reaksi dalam reaksi transesterifikasi.
Selanjutnya dilakukan uji menggunakan GC-MS untuk mengetahui
pemisahan tiap komponen metil ester dalam biodiesel yang akan dibandingkan
dengan standar. Dari uji ini akan diperoleh kromatogram dari GC dan masing-masing
puncak akan dijelaskan menggunakan MS yang dibandingkan dengan standar
sehingga dapat di tentukan jenis metil ester spesifik dari asam lemaknya.
F. Teknik Analisis Data
Analisis menggunakan metode scatter grafic dilakukan dengan plot kadar
metil ester vs waktu untuk berbagai variasi volume MBTE. Dari grafik tersebut dapat
diketahui kondisi MTBE mana yang paling optimum. Kondisi MTBE yang optimum
dapat ditunjukkan dengan grafik yang mencapai puncak tertinggi dalam waktu paling
singkat. Dengan menganalisis lebih lanjut pada kondisi MTBE optimum, akan
didapatkan waktu reaksi optimum. Waktu reaksi optimum adalah waktu paling
singkat untuk mencapai kadar metil ester maksimum (>99%)
Berdasarkan kromatogran GC dan fragmen MS dari masing-masing senyawa
dapat dibuat tabel untuk mengetahui kemiripan senyawa metil ester dengan standar.
Suatu senyawa dikatakan mirip dengan standar jika memiliki berat molekul yang
sama dan memiki pola fragmen yang mirip serta harga SI (indeks kemiripiran) yang
tinggi. Untuk lebih memperkuat dugaan dapat dilihat base peak pada senyawa metil
ester yang memiliki ciri khas pada m/z = 74. Jika kandungan metil ester pada
senyawa biodiesel tinggi maka dimungkinkan konversi trigliserida dalam minyak
babi menjadi metil ester berlangsung besar. Sehingga semakin besar kandungan metil
ester maka kemurnian biodiesel juga semakin besar.
22
xxxix
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Penentuan Asam lemak Bebas dalam Minyak Babi
Penentuan asam lemak bebas minyak babi dilakukan untuk mengetahui
kandungan asam lemak bebas dalam minyak babi. Jika kandungan asam lemak bebas
terlalu tinggi akan mengakibatkan pembentukan sabun (saponifikasi) dan
menimbulkan masalah pada reaksi pembuatan biodiesel. Prosentase asam lemak
bebas pada minyak babi dihitung dari angka asamnya.
Berdasarkan perhitungan (Lampiran 1) didapatkan bilangan asam minyak
babi sebesar 0,3362 mg KOH/gr. Harga tersebut menunjukkan adanya asam lemak
bebas yang rendah dalam minyak babi. Berdasarkan teori, bilangan asam yang
diperbolehkan dalam sistem katalis basa adalah lebih rendah dari 1 mg KOH/gr
sampel (Freedman, 1984). Karena bilangan asam minyak babi rendah, maka tidak
perlu dilakukan penurunan bilangan asam melalui reaksi esterifikasi.
B. Transesterifikasi Minyak Babi Menggunakan Kopelarut MTBE
Reaksi ini menggunakan katalis NaOH 1 % dari berat minyak dan metanol
dengan dengan rasio 33 % volume minyak, serta penambahan kopelarut MTBE.
Reaksi dilakukan pada suhu kamar dengan variasi kopelarut dan waktu reaksi.
Perbandingan volume kopelarut terhadap volume minyak divariasi 0,5:1; 1:1; dan
1,5:1. Transesterifikasi dengan variasi MTBE dilakukan variasi waktu reaksi 10, 30,
dan 50 menit. NaOH yang ditambahkan pada metanol menyebabkan terbentuknya
basa natrium metoksida yang merupakan katalis basa yang efektif untuk mengubah
trigliserida menjadi campuran biodiesel (Gerpen, et al, 2004). Gugus metoksida
(:OCH3) dari Na-metoksida merupakan nukleofil kuat dan langsung menyerang
karbon karbonil. Reaksi ditandai dengan perubahan warna minyak dari kuning jernih
menjadi kuning agak keruh setelah penambahan katalis natrium metoksida. Selama
reaksi dilakukan pengadukan secara kontinyu untuk mempercepat reaksi.
Reaksi terjadi sampai salah satu reaktan mendekati habis namun untuk reaksi
ini sulit atau lama berhenti. Reaksi transesterifikasi dapat dihentikan dengan
23
xl
penambahan asam. Hasil reaksi transesterifikasi didiamkan sampai terbentuk 2
lapisan.
Pemisahan metil ester yang terbentuk dengan campuran senyawa yang lain
dilakukan dengan penambahan air dan asam sulfat. Fungsi penambahan asam adalah
untuk mencegah terjadinya reaksi ion metoksida dengan air menghasilkan ion
hidroksida. Ion hidroksida merupakan nukleofil lebih kuat daripada ion metoksi,
yang dapat menyebabkan terjadinya reaksi hidrolisis membentuk asam lemak.
Pembentukan asam lemak ditandai dengan terbentuknya warna kuning keruh seperti
susu (Setiyono, 2005).
Setelah didiamkan diperoleh dua lapisan, yaitu lapisan atas yang merupakan
campuran metil ester, dan lapisan bawah yang berupa gliserol. Kedua lapisan ini
dapat dipisahkan berdasar berat jenisnya. Lapisan atas diambil dan dicuci dengan air,
kemudian ditambahkan Na2SO4 anhidrat. Sisa pelarut diuapkan dengan pemberian
gas N2.
Produk utama yang diharapkan dari reaksi pembuatan biodiesel ini adalah
metil ester dan produk samping gliserol. Reaksi transesterifikasi biodiesel pada
minyak babi dengan pereaksi metanol dan kopelarut MTBE menghasilkan cairan
yang berwarna kuning bening dan tidak berbau. Pada saat reaksi transesterifikasi
terlihat terjadinya reaksi saponifikasi, dan juga saat pencucian terjadi emulsi ketika
biodiesel diekstraksi menggunakan akuades. Emulsi tersebut merupakan sabun hasil
reaksi antara trigliserida dengan ion hidroksi yang terdapat dalam sistem reaksi
transesterifikasi. Emulsi yang terjadi berwarna putih dan memerlukan waktu
pemisahan yang lama. Cairan warna kuning bening yang tidak berbau yang
dihasilkan di analisa dengan 1H-NMR dan GC-MS untuk mengetahui senyawa apa
saja yang terdapat dalam biodiesel hasil konversi minyak babi.
C. Analisis Hasil Biodiesel menggunakan 1H-NMR
1. Analisis spektra 1H-NMR
Analisis menggunakan H-NMR bertujuan untuk dapat mengetahui seberapa
besar kemurnian biodiesel yang diperoleh dari hasil reaksi transesterifikasi minyak.
24
xli
Kemurnian ini dilihat dari besarnya prosentase metil ester yang terbentuk. Analisis
ini dilakukan pada semua rasio waktu dan volume MTBE yang digunakan.
Gambar 6 . Spektra 1H-NMR minyak babi awal
Proton di sekitar gugus gliserida ditunjukkan oleh spektra pada daerah 4 – 4,3
ppm, dan proton α-CH2 pada daerah 2,3 ppm. Proton metil ester berada di daerah 3,7
ppm. Berdasar spektra di atas pada minyak babi awal belum terdapat kandungan
metil ester karena tidak didapati puncak spektra didaerah 3,7 ppm.
Spektra yang muncul pada daerah 5 - 6 ppm merupakan proton di sekitar
ikatan rangkap HC=CH pada rantai panjang asam lemak, posisinya berada paling
jauh dari TMS, karena itu gugus ini tidak terlindungi. Kondisi ini disebabkan adanya
elektron phi menyebabkan rapat elekton menjadi kecil sehingga proton ini tidak
terlindungi. Pada daerah 1 – 2 ppm muncul puncak yang lebar dan tinggi, puncak ini
terjadi karena proton-proton pada CH2 asam lemak berada terlalu dekat sehingga
geseran kimia juga menjadi terlalu dekat akibatnya puncak-puncak akan bergabung
25
xlii
menjadi suatu singlet dimana puncak-puncak tengah suatu multiplet makin tinggi
sementara puncak-punvak pinggir akan mengecil ini disebut juga gejala pemiringan
atau learning (Fessenden, 1999).
Spektra 1H-NMR dari biodiesel yang telah dibuat diperoleh dua jenis spektra
yaitu spektra dengan kandungan metil ester kurang dari 100 % dan spektra dengan
kandungan metil ester 100 %. Kandungan metil ester yang kurang dari 100 %
menunjukkan bahwa dalam biodiesel tersebut masih tedapat gliserida sebagaimana
ditunjukkan oleh Gambar 7.
Gambar 7. Spektra H-NMR biodiesel dengan MTBE (1,0 : 1) dan waktu reaksi 30
menit
Dari spektra diatas dapat dilihat bahwa pada daerah 3,7 ppm terdapat puncak
yang menunjukkan keberadaan proton metil ester. Pada gambar di atas, muncul
puncak kecil di daerah 4,3 ppm dan puncak lebih tinggi di daerah sekitar 3,7 ppm,
hal ini menunjukkan konversi metil ester belum sempurna karena masih terdapat
puncak gliserida meskipun luas areanya lebih kecil. Ini berarti biodiesel pada spektra
26
xliii
di atas merupakan biodiesel belum murni. Pembentukan metil ester yang sempurna
akan terjadi jika tidak muncul puncak pada daerah 4 – 4,3 ppm, atau daerah sekitar
proton gliserida seperti ditunjukkan pada Gambar 8.
Gambar 8. Spektra H-NMR biodiesel dengan MTBE (0,5 : 1) dan waktu reaksi 10
menit
Pada Gambar di atas sudah tidak terdapat puncak pada daerah 4 – 4,3 ppm
yang merupakan daerah proton gliserida, sehingga biodiesel yang dihasilkan sudah
murni.
2. Penentuan jumlah MTBE optimum
Pembuatan biodiesel dilakukan pada variasi waktu 10, 30, dan 50 menit pada
setiap variasi volume MTBE 0,5; 1,0; dan 1,5. Berdasarkan spektra hasil uji 1H-
NMR dibuat suatu kurva hubungan waktu dan kandungan metil ester pada setiap
variasi, yang dapat dilihat pada gambar berikut:
27
xliv
Gambar 9. Pengaruh jumlah MTBE terhadap kandungan metil ester
Gambar 9 di atas, memperlihatkan kemurnian biodiesel yang terjadi pada setiap
perbandingan volume MTBE dan berbagai variasi waktu.
Dari gambar 9 dapat dilihat bahwa kemurnian biodiesel yang semuanya
hampir mendekati 100 % terjadi pada volume MTBE 0,5 : 1 (dapat dilihat dengan
grafiknya yang mendatar pada daerah kandungan metil ester 100 %). Dari gambar 9
juga terlihat bahwa waktu untuk menghasilkan biodiesel dengan kemurnian tertinggi
lebih dulu dicapai pada volume MTBE 0,5 : 1 dan semakin lama seiring
bertambahnya volume MTBE. Hal ini berarti biodiesel yang paling optimum
dihasilkan pada volume MTBE 0,5 : 1, sehingga kondisi volume MTBE 0,5 : 1
merupakan kondisi yang paling optimum.
Pada volume MTBE lebih dari 0,5 : 1 yaitu 1,0 : 1 dan 1,5 : 1 didapat
kemurnian biodiesel justru semakin menurun seiring bertambahnya volume MTBE,
hal ini dikarenakan semakin banyak penambahan kopelarut justru reaksi tidak
mencapai optimum, karena penambahan kopelarut yang berlebih akan
mengakibatkan tersolvasinya reaktan, sehingga akan membuat kontak antar reaktan
menjadi berkurang. Akibatnya urutan keoptimuman jumlah MTBE menurun seiring
dengan bertambahnya jumlah MTBE. Urutannya adalah sebagai berikut :
MTBE 0,5 : 1 > MTBE 1,0 : 1 > MTBE 1,5 : 1
28
xlv
Hipotesis pertama mengatakan bahwa semakin banyak MTBE yang
digunakan sampai batas tertentu maka reaksi dapat berlangsung singkat, sehingga
jumlah MTBE 0,5 : 1 merupakan batas tertentu tersebut, setelah dilampaui akan
terjadi penurunan kondisi optimum, karena pada jumlah MTBE yang berlebih
menyebabkan tersolvasinya reaktan pada MTBE yang berlebih. Dapat ditarik
kesimpulan bahwa jumlah MTBE optimum adalah pada perbandingan volume 0,5 :
1.
3. Penentuan Waktu Reaksi Optimum Untuk Kondisi Jumlah MTBE Yang Optimum
Dari pembahasan sebelumnya didapat jumlah MTBE optimum pada
perbandingan volume MTBE dan minyak 0,5 : 1. Pada gambar 9 dapat dilihat bahwa
dengan jumlah MTBE 0,5 : 1 dan waktu reaksi 10 menit sudah didapatkan biodiesel
dengan kemurnian 100 %. Dimungkinkan pada waktu kurang dari 10 menit bisa
didapatkan biodiesel dengan kemurnian 100 %, oleh karena itu dirasa perlu
dilakukan pelebaran variasi waktu pada jumlah MTBE pada perbandingan volume
MTBE dan minyak 0,5 : 1. Variasi waktu yang ditambahkan adalah 4, 6, dan 8
menit. Hasil uji H-NMR untuk variasi volume MTBE 0,5 : 1 dalam berbagai waktu
dapat dilihat dalam gambar 10.
Gambar 10. Pengaruh waktu reaksi terhadap kandungan metil ester
29
xlvi
Gambar 10 menunjukkan bahwa pada waktu reaksi 4 menit kemurnian
biodiesel terjadi adalah 100 %. Setelah waktu reaksi 30 menit (gambar 9), ada yang
mengalami penurunan kadar metil ester. Hal ini dimungkinkan ada reaksi balik dari
dari reaksi transesterifikasi. Reaksi berjalan ke kiri dimana metil ester yang terbentuk
menjadi gliserida kembali. Reaksi yang bolak-balik dipengaruhi oleh kondisi
kesetimbangannya. Berdasarkan teori kesetimbangan jika jumlah mol produk lebih
besar dibanding dengan pereaktan, maka reaksi akan berjalan ke kiri.
Hipotesis kedua menyebutkan bahwa semakin lama waktu yang digunakan
dalam reaksi sampai batas tertentu akan dicapai kemurnian yang optimum, sehingga
waktu reaksi 30 menit adalah batas tertentu tersebut. Apabila dilampaui akan terjadi
penurunan kemurnian biodiesel. Dapat disimpulkan bahwa waktu optimum untuk
MTBE dengan perbandingan volume MTBE dan minyak 0,5 : 1 kurang dari 4 menit.
D. Analisis Kesalahan Data 1H-NMR
Dengan menganggap bahwa metil ester yang terbentuk hanya terkonversi dari
trigliserida, maka kenaikan integrasi metil ester dibanding penurunan integrasi
trigliserida (IC-I⁰B)/(I⁰B-IB) harus sama setiap waktu. Pada tabel 5 (lampiran 6) dapat
dilihat bahwa perbandingan kenaikan integrasi metil ester dengan penurunan
integrasi trigliserida (IC-I⁰B)/(I⁰B-IB) pada setiap waktu, mempunyai tingkat kesalahan
yang cukup besar yaitu 31,8. Analisis lebih lanjut terhadap puncak spektra yang
menunjukkan keberadaan metil ester pada variasi kondisi yang menghasilkan kadar
metil ester 100%, diperoleh nilai standar deviasi dan tingkat kesalahan yang besar
yaitu 33,8, sehingga bisa dikatakan data yang diperoleh kurang valid.
Pada menit ke-50 (lampiran 2) terlihat bahwa puncak yang menunjukkan
keberadaan trigliserida muncul kembali. Dugaan semula adalah reaksi berjalan balik
(reversible) pada menit ini. Apabila reaksi berjalan balik maka seharusnya integrasi
metil ester menurun bersamaan dengan munculnya kembali puncak trigliserida, akan
tetapi integrasi metil ester sedikit meningkat dan bisa dikatakan tetap tetapi dengan
tingkat kesalahan 33,8. Sehingga peristiwa ini tidak bisa dikatakan reaksi balik
(reversibel). Fenomena yang terjadi pada menit ke-50 merupakan anomali, hal ini
merupakan suatu bentuk nyata kesalahan yang dibuat alat spektroskopi 1H-NMR
30
yang digunakan. Bisa dikatakan alat yang digunakan kurang baik untuk analisis.
Bentuk-bentuk kesalahan yang lain dapat dilihat pada nilai integrasi yang tidak stabil
(naik-turun) dari puncak metil ester beberapa spektra yang sama
kadar metil ester 100%. Alat Spektoskopi
sebaiknya mempunyai frekuensi 400MHz, sehingga spektra yang dihasilkan akan
lebih baik.
E.
Identifikasi senyawa biodiesel dari
Identifikasi ini dilakukan untuk membuktikan terbentuknya ester dan mengetahui
jenis ester yang terkandung dalam biodiesel. Analisis ini akan menghasilkan puncak
puncak yang masing
yang diidentifikasi dengan GC
optimum. Hasil analisis dengan GC
menggunakan kopelarut MTBE pada kondisi optimum ditunjukkan pada
Gambar 11. Kromatogram GC
xlvii
yang digunakan. Bisa dikatakan alat yang digunakan kurang baik untuk analisis.
bentuk kesalahan yang lain dapat dilihat pada nilai integrasi yang tidak stabil
turun) dari puncak metil ester beberapa spektra yang sama
til ester 100%. Alat Spektoskopi 1H
sebaiknya mempunyai frekuensi 400MHz, sehingga spektra yang dihasilkan akan
Analisis Hasil Biodiesel Menggunakan Spektroskopi Massa
Identifikasi senyawa biodiesel dari minyak babi dilakukan dengan GC
Identifikasi ini dilakukan untuk membuktikan terbentuknya ester dan mengetahui
jenis ester yang terkandung dalam biodiesel. Analisis ini akan menghasilkan puncak
puncak yang masing-masing akan menunjukkan jenis ester ya
yang diidentifikasi dengan GC-MS adalah biodiesel yang dihasilkan pada kondisi
Hasil analisis dengan GC-MS terhadap biodiesel dari minyak babi
menggunakan kopelarut MTBE pada kondisi optimum ditunjukkan pada
Gambar 11. Kromatogram GC-MS Ester minyak babi dengan MTBE 0,5 : 1 pada
waktu reaksi 4 menit
yang digunakan. Bisa dikatakan alat yang digunakan kurang baik untuk analisis.
bentuk kesalahan yang lain dapat dilihat pada nilai integrasi yang tidak stabil
turun) dari puncak metil ester beberapa spektra yang sama-sama menghasilkan
H-NMR yang digunakan untuk analisis
sebaiknya mempunyai frekuensi 400MHz, sehingga spektra yang dihasilkan akan
Analisis Hasil Biodiesel Menggunakan Spektroskopi Massa
minyak babi dilakukan dengan GC
Identifikasi ini dilakukan untuk membuktikan terbentuknya ester dan mengetahui
jenis ester yang terkandung dalam biodiesel. Analisis ini akan menghasilkan puncak
masing akan menunjukkan jenis ester yang spesifik. Biodiesel
MS adalah biodiesel yang dihasilkan pada kondisi
MS terhadap biodiesel dari minyak babi
menggunakan kopelarut MTBE pada kondisi optimum ditunjukkan pada gambar 8.
MS Ester minyak babi dengan MTBE 0,5 : 1 pada waktu reaksi 4 menit
yang digunakan. Bisa dikatakan alat yang digunakan kurang baik untuk analisis.
bentuk kesalahan yang lain dapat dilihat pada nilai integrasi yang tidak stabil
sama menghasilkan
yang digunakan untuk analisis
sebaiknya mempunyai frekuensi 400MHz, sehingga spektra yang dihasilkan akan
minyak babi dilakukan dengan GC-MS.
Identifikasi ini dilakukan untuk membuktikan terbentuknya ester dan mengetahui
jenis ester yang terkandung dalam biodiesel. Analisis ini akan menghasilkan puncak-
ng spesifik. Biodiesel
MS adalah biodiesel yang dihasilkan pada kondisi
MS terhadap biodiesel dari minyak babi
ambar 8.
MS Ester minyak babi dengan MTBE 0,5 : 1 pada
31
xlviii
Berdasarkan analisis kromatografi gas dengan GC-MS dari biodiesel minyak
babi, dapat diketahui terdapat 17 senyawa utama. Sepuluh senyawa dengan
kandungan tertinggi dianalisa lebih lanjut. Sepuluh senyawa tersebut dapat dilihat
pada Tabel 4.
Tabel 4. Kandungan Senyawa dalam Biodiesel dengan MTBE (0,5:1) dan Waktu Reaksi 4 Menit.
No Nama Senyawa Puncak ke- % senyawa SI
1 Metil Ester Dodekanoat
(Metil Ester Laurat)
3 1,49 96
2 Metil Ester Tetradekanoat
(Metil Ester Miristat)
4 6,87 97
3 Metil Ester 9-Heksadekanoat
(Metil Ester Palmitoleat)
5 7,09 93
4 Metil Ester Heksadekanoat (Metil Ester Palmitat)
6 26,20 96
5 - 8 1,89
6 Metil ester 9-oktadekenoat
(Metil Ester Oleat)
9 33,42 85
7 Metil ester oktadekanoat
(Metil Ester Stearat)
10 12,40 95
8 Metil ester arachidonat 13 0,87 89
9 Metil ester 11-eicosenoat 14 4,75 90
10 Ester 1,2-Benzena dikarboksilat 17 1,31 92
Dari 10 senyawa diatas terdapat 8 senyawa yang benar-benar merupakan
suatu metil ester, yakni Metil ester laurat, Metil ester miristat, Metil palmitoleat,
Metil ester palmitat, Metil ester oleat, Metil ester stearat, Metil ester arachidonat,
Metil ester 11-eicosenoat. Senyawa yang mempunyai luas area terbesar adalah
senyawa nomer 6 (Metil Ester Oleat) yaitu 33,42 %.
Senyawa 5 dikatakan tidak teridentifikasi, karena mempunyai indeks
kemiripan yang kecil yaitu 83. Standar yang ada menunjukkan senyawa 5 adalah
32
xlix
senyawa metil ester triacontanoat dengan berat molekul 466. Apabila menganalisis
suatu sampel dengan GC-MS, senyawa yang muncul pertama adalah senyawa
dengan berat molekul kecil dan senyawa yang muncul terakhir adalah senyawa
dengan berat molekul besar, sehingga tidak mungkin senyawa dengan berat molekul
sangat besar muncul lebih dulu dari senyawa dengan berat molekul lebih kecil. Oleh
karena itu senyawa 5 kemungkinan besar bukan senyawa metil ester triacontanoat.
33
l
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil dan pembahasan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Penggunaan MTBE optimum menghasilkan biodiesel dicapai pada
perbandingan MTBE dan minyak 0,5 : 1 (v/v).
2. Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kondisi optimum reaksi
transesterifikasi dengan perbandingan MTBE dan minyak 0,5 : 1 adalah
kurang dari 4 menit.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dari percobaan yang telah dilakukan, penulis
memberikan saran sebagai berikut:
1. Spektrometer 1H-NMR yang digunakan untuk menganalisis biodiesel
yang dihasilkan sebaiknya mempunyai frekuensi 400 MHz
34
li
DAFTAR PUSTAKA
Allloysius, H.P., 1999, Kimia Organik, Jilid 2, Edisi ketiga, Erlangga, Jakarta Terjemahan : Organic Chemistry, Fessendens, R.J. and Fessendens, J.S., 1986.
Angelo, C., Pinto, Lilian L. N. Guarieiro, Michelle J. C. Rezenda, Nubia M. Ribeiro, Ednildo A. Torres, Wilson A. Lpoes, Pedro A. de P. Pereira and Ailson B. de Andrade, 2005, Biodiesel: An Overview, J. Braz. Chem. Soc., Vol. 16, No. 6B, 1313-1330.
Bannon, Cecil D., Craske, John D., and Norman, Lynette M., 1988, Limitation Ambient Temperature Methods for the Methanolysis of Triacylglycerols, J. Am. Oil. Chem., Vol. 65 (2).
Chi, Lirong., 1999, The Production of Methyl Esters from Vegetable Oil/ Fatty Acid Mixture. Tesis S2, Jurusan Teknik Kimia, Universitas Toronto.
Christie W.W, 1998, Lipid Analysis, Second revised edition, Pergamon Press, Oxford.
Christie W.W, 1982, Advances in Lipid Methodology-One to Four, The Oily Press, Dundee, Scodlandia.
Cresswell, Clifford, J., Runquist, Olaf, A., Campbel, Malcom, M.,1982, Analisis Spektrum Senyawa Organik Edisi ke 2, ITB press, Bandung.
Fessenden and Fessenden, 1991, Kimia Organik Jilid 1 Edisi ke empat, Erlangga, Jakarta.
Fischer, A., Oehm, C., Selle M., Werner P., 2005. Biotic and abiotic transformations of methyl tertiary butyl ether (MTBE). Environ Sci Pollut Res Int., Vol 12 (6), 381.
Foon, Cheng Sit., May, C,Y., Ngan,M,A., and Hock, C,C., 2004, Kinetics Study on Transesterification of Palm Oil, J. Oil Palm Res., Vol.16 (2), 19-29.
Freedman, B., Pride, E.H., and Mounts, t.L., 1984, Variable Affecting the Yields of Fatty Esters from Transesterified Vegetable Oil, JAOCS, Vol.61 (10), 1643-1683.
Guru, M., Artukoglu, B.D., Keskin, A., and Koca, A., 2008, Biodiesel Production from Waste Animal Fat and Improvement by Synthesized Nickel and Magnesium Additive, Energ Convers Manage., Vol.50 (3), 498-502.
35
lii
Harjanti, Tri. B.S, 2008, Pembuatan Biodiesel dari Lemak Babi dengan Pereaksi Metanol dan Katalis Logam Natrium, Skripsi S1, Jurusan Kimia MIPA, UNS, Surakarta.
Hart, H, 1983. Organic Chemistry, Sixth Edition, Haughton Mifflinco, Michigan.
Herlina, Netti, et. al., 2002, Lemak dan Minyak, Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatra Utara, Medan.
Ilgen, O., Dincer, I., Yildiz, M., Alptekin, E., Boz, N., Canakci, M., Akin, A, N, 2007, Investigation of Biodiesel Production from Canola Oil using Mg-Al Hydrotalcite Catalysts, Turk J. Chem., Vol.31, 509-514.
Juliati, Br. et. al., Ester Asam Lemak, Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatra Utara, Medan.
Knothe, G., 2000, Monitoring a Progressing Transesterification Reaction by Fiber- Optic Near Infrared Spectroscopy with Correlation to 1H Nuclear Magnetic Resonance Spectroscopy, J. Am. Oil Chem. Soc.,Vol.77 (9483), 489–493.
McLafferty, 1988, Interpretasi Spektra Massa. Gadjah Mada University, Yogyakarta.
Padley, FB., Gunstone, F.D., and Harwood, J.L., 1994, Occurrence and Characteristic of Oil and Fat. In Lipid Handbook, p.47-223, London.
Park, Y. M., 2008, The Heterogeneous Catalyst System for The Continuous Conversion of Free fatty Acid in Used Vegetable Oil for The Production of Biodiesel, Catal. Today, Vol.13, 238-243.
Prakoso, T., 2003, Potensi Biodiesel Indonesia. Laboratorium Termofluida dan Sistem Utilitas, Departemen Teknik Kimia ITB, Bandung.
Putrajaya, H., 2008, Antara Bensin, Timbal dan Etanol, http://hematbensinsolar.blog.detik.com/2008/09/26/antarabensin-timbal-dan-etanol-2/ diakses 26 Nopember 2009
Rahayu, M., 2005, Teknologi Proses Produksi Biodiesel dalam Prospek Pengembangan Bio-fuel sebagai Substitusi Bahan Bakar Minyak, www.geocities.com/markal_bppt/publish/biofbbm/biraha.pdf
Setiyono, A., 2005, Pembuatan dan Karakterisasi Biodiesel dari Lemak Babi, Skripsi S1, Jurusan Kimia FMIPA Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Shanta, N. C., 1992, Gas Chromatography of Fatty Acid, J. Chromatogr., Vol 624. hal 317.
36
liii
Skoog, D.A., Holler, F.J & Nieman, A.T., 1997, Principle of Instrumental Analysis, Fifth Edition, New York, Hancourt Brace & Company.
Supandi, 2003, Pembuatan Biodiesel Melalui Transesterifikasi Minyak Kelapa Menggunakan Metanol dengan Katalis Natrium Metoksida (NaOCH3), Skripsi S1, Jurusan Kimia MIPA, UNS, Surakarta
Van, Gerpen, J., Shanks, B., Pruszko, R., 2004, Biodiesel Production Technology, National Renewable Energy Laboratory, Collorado.
Wibisono, A., 2007, Conoco Phillips Produksi Biodiesel dari Lemak Babi, Diakses 27 April 2007
http://openx.detik.com/delivery/avw.php?
Winarno F.G, 1997, Kimia Pangan dan Gizi, Gramedia Pustaka, Jakarta.
.
37