pengaruh perceived risk sensation seeking, dan...
TRANSCRIPT
PENGARUH PERCEIVED RISK, SENSATION SEEKING, DAN
SUBSTANCE USE MOTIVES TERHADAP PERILAKU
MENGONSUMSI GANJA
SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi salah satu persyaratan
memperoleh gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)
OLEH
MUHAMMAD YASSIRULLAH
109070000233
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H / 2015 M
v
ABSTRAK
A) Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
B) September 2015
C) Muhammad Yassirullah
D) XIV + 132 halaman
E) Pengaruh perceived risk, sensation seeking, dan substance use motives
terhadap perilaku mengonsumsi ganja : sebuah studi dengan metode analisis
regresi logistik
F) Undang-Undang No 35 Tahun 2009 tentang narkotika, memasukan ganja
pada jenis narkotika golongan I. Narkotika pada golongan tersebut, hanya
dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak
digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi
mengakibatkan ketergantungan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perceived risk, sensation
seeking (thrill & adventure seeking, experience seeking, boredom
suscepibility, dan disinhibition), dan substance use motives (coping motive,
conformity motive, enhancement motive, expansion motive dan social motive)
terhadap perilaku mengonsumsi ganja. Analisis data yang digunakan adalah
multiple logistic regression analysis pada taraf signifikansi 0,05. Pengambilan
sampel dilakukan dengan non-probability sampling yang melibatkan 302
individu yang tergabung dalam anggota atau simpatisan komunitas Indoganja
dan Legalisasi Ganja Nusantara (LGN), dengan menggunakan kuisioner
online yang disebarkan melalui website, media sosial (seperti facebook &
twitter), dan mailing list komunitas.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan perceived
risk, sensation seeking (thrill & adventure seeking, experience seeking,
boredom suscepibility, dan disinhibition), dan substance use motives (coping
motive, conformity motive, enhancement motive, expansion motive dan social
motive) terhadap perilaku mengonsumsi ganja (Chi-Square = 65,555 p<0,000
df=10). Nilai nagelkerke’s R2sebesar 0,308 menunjukkan bahwa perilaku
mengonsumsi ganja yang dijelaskan oleh seluruh variabel independen adalah
30,8%, sedangkan 79,2% sisanya dipengaruhi oleh variabel lain di luar
penelitian ini. Prediksi terjadinya perilaku mengonsumsi ganja yang
dipengaruhi oleh keseluruhan independen variabel penelitian, sebesar 80,5%
(95,4% untuk yang mengonsumsi ganja, 21,3% untuk yang tidak
mengonsumsi ganja). Hasil uji hipotesis minor menunjukkan hanya variabel
perceived risk yang secara signifikan mempengaruhi perilaku mengonsumsi
ganja (p=0,002), nilai Exp(B) atau odds ratio menunjukan setiap kenaikan
satu unit variabel perceived risk, maka perilaku mengonsumsi ganja akan
turun sebanyak 7,1%.
G) Bahan bacaan: 28 buku + 11 jurnal + 5 skripsi + 11artikel
vi
ABSTRACT
A) Faculty of Psychology, Syarif Hidayatullah State Islamic University, Jakarta
B) September 2015
C) Yassirullah Muhammad
D) XIV + 132 pages
E) The effect of perceived risk, sensation seeking, and substance use motives on
marijuana use behavior : a study with with logistic regression analysis
F) Indonesia’s Law No. 35 of 2009 on Narcotics, classify marijuana as narcotic
class I. Narcotic in this class, may be used for the benefit of the development
of science and technology, forbidden for the benefit of healthcare, and have
high risk potential for drug addiction.
This study aims to determine the effect of perceived risk, sensation seeking (
thrill and adventure seeking, experience seeking, boredom suscepibility, and
disinhibition) and substance use motives (coping motive, conformity motive,
enhancement motive, expansion motive and social motive) on marijuana use
behavior. Data analysis is using multiple logistic regression at significance
level of 0.05. Use non-probability sampling which involved 302 individuals
who joined the members or sympathizers of the community Indoganja and
Legalisasi Ganja Nusantara (LGN), using the online questionnaire that is
disseminated through websites, social media (such as facebook and twitter),
and community mailing list.
The results showed that there was a significant effect of perceived risk,
sensation seeking (thrill & adventure seeking, experience seeking, boredom
suscepibility, and disinhibition), and substance use motives (coping motive,
conformity motive, enhancement motive, expansion motive and social motive)
on marijuana use behavior (Chi-Square = 65,555 p<0,000 df=10).
Nagelkerke’s R2
score is 0,308, which indicated marijuana use behavior
influenced by overall independent research variables are 30,8%, 79,2% was
influenced by other variables outside of this research. Marijuana use
behavior predicted by overall independent research variables are 80,5%
(95,4% for consuming, 21,3% for not consuming). The results showed, only
one minor hypothesis was a significant, only perceived risk variable was a
significant on marijuana use behavior (p=0,002), Exp(B) score or odds ratio
shows each increase of one unit of perceived risk variables, then marijuana
use behavior will decrease 7.1% .
evermenunjukan setiap kenaikan satu unit variabel perceived risk,
makaperilaku mengonsumsi ganja akan turun sebanyak 7,1%.
G) Reading Material : 28 book + 11 journal + 5 thesis + 11 article
vii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
“The purpose of life is to discover your
gifts and the meaning of life
is to give them away”
- Martin Seligman –
“Work like a psychologist, think like a
designer and play like children”
- Muhammad Yassirullah -
“Karya ini aku persembahkan untuk
kedua orang tua terutama untuk
Almarhum Ayahku yang selalu
mendoakan dalam setiap langkah
kehidupanku”
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah
SWT atas segala rahmat, hidayah, dan kasih sayang yang diberikan-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Shalawat serta salam semoga selalu
tercurahkan kepada junjungan kita semua, Rasulullah Muhammad SAW beserta
keluarga dan sahabat-sahabatnya.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis telah melibatkan banyak pihak yang
secara langsung maupun tidak langsung telah memberikan kontribusi nyata bagi
penulis. Banyak sekali pelajaran dan hikmah yang penulis dapatkan baik selama
penyusunan skripsi, maupun selama kuliah di Fakultas Psikologi. Oleh karena itu,
dengan segala ketulusan hati, penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag, M.Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta Bapak Dr. Abdul Rahman
Saleh, M.Si., Bapak Ikhwan Lutfi M.Si., dan Ibu Dra. Diana Mutiah,
M.Si., selaku wakil dekan yang telah memfasilitasi pendidikan
mahasiswa dalam rangka menciptakan lulusan berakhlak dan
berkualitas.
2. Bapak Jahja Umar, Ph.D dan Bapak Baydhowi, M.Si, selaku dosen
pembimbing skripsi yang telah memberikan banyak kritik dan saran
kepada penulis selama masa penyusunan skripsi ini. Terima kasih untuk
seluruh waktu yang berharga dalam membimbing dan memberikan
masukan kepada penulis.
3. Ibu Dr. Yunita Faela Nisa, M.Psi., dan Ibu Dr. Rena Latifa, M.Psi
selaku penguji sidang munaqosah yang telah memberikan masukan
yang baik untuk perkembangan penelitian penulis.
4. Ibu Dra. Zahrotun Nihayah, M.Si., dan Ibu Dr. Fadhilah Suralaga, M.Si
yang telah mendukung penulis layaknya seorang ibu bagi penulis
selama berkuliah di Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Bapak Dr. Achmad Syahid, M.A, selaku dosen pembimbing akademik
dan seluruh dosen serta karyawan Fakultas Psikologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan limpahan ilmu dan
pelajaran tidak ternilai dan banyak membantu penulis.
6. Kedua Orang tua penulis yang tersayang, Bapak Endar Koesnandar
(alm) dan Ibu Nurlaila untuk segala curahan kasih sayang, kesabaran,
dukungan, ridho, dan doa yang tiada henti kepada penulis, tanpa
pengorbanan dan jerih payah kalian, penulis tidak akan dapat
menyelesaikan penelitian ini. Terimakasih tak terhingga untuk kalian.
7. Para responden penelitian dari Komunitas Legalisasi Ganja Nusantara
(LGN) terutama untuk Bang Cipta dan Bang Dira yang telah bersedia
memberikan informasi dan membantu memudahkan penyebaran
kuesioner ini sehingga penulis tidak mengalami kesusahan dalam hal
kolektif data.
ix
8. Seluruh mahasiswa angkatan 2009, khususnya teman seperjuangan di
kelas peminatan psikometri, dan penghuni Exclusive Class. Terima
kasih untuk semua waktu, kenangan, kebersamaan, pelajaran, bantuan
dan dukungan yang tak terhingga hingga akhir. Semoga kita akan
meraih kesuksesan bersama.
9. Seluruh Rekan organisasi yang pernah berjuang bersama penulis di
Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Psikologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta periode 2012-2013, Seluruh Pengurus dan
Delegasi Ikatan Lembaga Mahasiswa Psikologi Indonesia (ILMPI) dari
tahun 2011 sampai 2015, Seluruh Sahabat-Sahabati Pergerakan
Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Komisariat Fakultas Psikologi.
10. Seluruh Rekan Kerja penulis di Komunika Pedia dan Kubik Training
yang selalu memberikan kesempatan dan memfasilitasi untuk
mengembangkan diri dalam dunia profesional.
11. Rekan komunitas pandorasquad yang selalu membakar semangat untuk
berkreatifitas dan berkarya kepada penulis.
12. Semua pihak yang telah ikut berkontribusi terhadap penelitian ini.
Penulis sangat bersyukur dan hanya bisa berdo’a kepada semua pihak yang
telah membantu, semoga mendapatkan ridho dan balasan yang berlipat ganda dari
Allah SWT. Amin.
Jakarta, Oktober 2015
Penulis
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iii
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................. iv
ABSTRAK ..............................................................................................................v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ...................................................................... vii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii
DAFTAR ISI ...........................................................................................................x
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiv
BAB 1 Pendahuluan ..............................................................................................1
1.1 Latar Belakang Masalah ......................................................................1
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah ................................................15
1.2.1 Pembatasan Masalah ...............................................................15
1.2.2 Perumusan Masalah ................................................................15
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ..........................................................16
1.3.1 Tujuan Penelitian ....................................................................16
1.3.2 Manfaat Penelitian ..................................................................16
BAB 2 Landasan Teori ........................................................................................19
2.1 Perilaku Mengonsumsi Ganja .............................................................19
2.1.1 Pengertian Perilaku Mengonsumsi Ganja..................................19
2.1.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Mengonsumsi
Ganja . ......................................................................................29
2.1.3 Indikator Perilaku Mengonsumsi Ganja...................................34
2.1.4 Pengukuran Perilaku Mengonsumsi Ganja ..............................35
2.2. Perceived Risk ....................................................................................35
2.2.1 Definisi Perceived Risk ............................................................35
2.2.2 Indikator Perceived Risk. ..........................................................37
2.2.2 Pengukuran Perceived Risk. .....................................................37
2.3 Sensation Seeking ...............................................................................37
2.3.1 Definisi Sensation Seeking .......................................................37
2.3.2 Dimensi Sensation Seeking ......................................................38
2.3.3 Pengukuran Sensation Seeking .................................................39
2.4 Substance Use Motive ..........................................................................39
2.3.1 Definisi SubstanceUseMotive ..................................................39
2.3.2 Dimensi Substance Use Motive ................................................40
2.3.3 Pengukuran Substance Use Motive ..........................................41
2.5 Kerangka Berpikir ..............................................................................42
2.6 Hipotesis Penelitian ............................................................................46
2.6.1 Hipotesis Mayor .......................................................................46
xi
2.6.2 Hipotesis Minor ........................................................................46
BAB 3 Metode Penelitian ....................................................................................48
3.1 Populasi dan Sampel ............................................................................48
3.2 Variabel Penelitian ...............................................................................48
3.3 Definisi Operasional Variabel ..............................................................49
3.4 Instrumen Pengumpulan Data ..............................................................50
3.5 Uji Validitas Konstruk ........................................................................52
3.5.1 Uji Validitas KonstrukSkala Perceived Risk............................55
3.5.2 Uji Validitas KonstrukSkala Sensation Seeking ......................56
3.5.2.1 Thrill & Adventure Seeking ........................................56
3.5.2.2 Boredom Susceptibility ...............................................58
3.5.2.3 Disinhibition ...............................................................59
3.5.2.4 ExperienceSeeking ......................................................61
3.5.3 Uji Validitas Konstruk Skala Substance Use Motive ...............62
3.5.3.1 Conformity Motive ......................................................62
3.5.3.2 Coping Motive ............................................................64
3.5.3.3 Enhancement Motive ..................................................65
3.5.3.4 Expansion Motive .......................................................67
3.5.3.5 Social Motive ..............................................................68
3.6 Metode Analisis Data .........................................................................70
3.7 Prosedur Pengumpulan Data ..............................................................75
BAB 4 Hasil Penelitian ........................................................................................77
4.1 Gambaran Subjek Penelitian ..............................................................77
4.2 Hasil Analisis Deskriptif ....................................................................77
4.3 Hasil Uji Hipotesis Penelitian.............................................................79
4.4.1 Analisis Regresi Logistik Variabel Penelitian .........................79
4.4.2 Proporsi Varian Masing-Masing Variabel Independen ...........90
BAB 5 Kesimpulan, Diskusi, dan Saran ............................................................93
5.1 Kesimpulan .........................................................................................93
5.2 Diskusi ................................................................................................94
5.3 Saran .................................................................................................102
5.3.1 Saran teoritis...........................................................................102
5.3.2 Saran praktis ...........................................................................104
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................105
LAMPIRAN ........................................................................................................109
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Blue Print Item Perceived Risk ..............................................................51
Tabel 3.2 Blue Print Sensastion Seeking Scale ......................................................52
Tabel 3.3 Blue Print Skala Substance Use Motive .................................................52
Tabel 3.4 Muatan Faktor Perceived Risk ...............................................................56
Tabel 3.5 Muatan Faktor Thrill & Adventure Seeking ...........................................57
Tabel 3.6 Muatan Faktor Boredom Susceptibility ..................................................59
Tabel 3.7 Muatan Faktor Disinhibtion ...................................................................60
Tabel 3.8 Muatan Faktor Experience Seeking........................................................62
Tabel 3.9 Muatan Faktor Conformity Motive .........................................................63
Tabel 3.10 Muatan Faktor Coping Motive .............................................................65
Tabel 3.11 Muatan Faktor Enhancement Motive ...................................................66
Tabel 3.12 Muatan Faktor Expansion Motive ........................................................68
Tabel 3.13 Muatan Faktor Social Motive ...............................................................69
Tabel 4.1 Klasifikasi Dependen Variabel ..............................................................77
Tabel 4.2 Deskriptif Statistik Variabel Penelitian ................................................78
Tabel 4.3 Omnibus Test of Model Coefficients ......................................................79
Tabel 4.4 Model Summary .....................................................................................80
Tabel 4.5 Hosmer & Lemeshow Test .....................................................................80
Tabel 4.6 Classification Table ...............................................................................82
Tabel 4.7 Variables in The Equation .....................................................................82
Tabel 4.8 Descriptive Predicted Probability .........................................................87
Tabel 4.9 Proporsi Varian Masing-Masing Variabel Independen .........................91
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir ..............................................................................45
Gambar 3.1 Path Diagram Perceived Risk ............................................................55
Gambar 3.2 Path Diagram Thrill & Adventure Seeking ........................................57
Gambar 3.3 Path Diagram Boredom Susceptibility ...............................................58
Gambar 3.4 Path Diagram Disinhibition ...............................................................60
Gambar 3.5 Path Diagram Experience Seeking ....................................................61
Gambar 3.6 Path Diagram Conformity Motive......................................................63
Gambar 3.7 Path Diagram Coping Motive ............................................................64
Gambar 3.8 Path Diagram Enhancement Motive ..................................................66
Gambar 3.9 Path Diagram Expansion Motive .......................................................67
Gambar 3.10 Path Diagram Social Motive ............................................................69
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuisoner Penelitian...........................................................................109
Lampiran 2 Contoh Output Analisis Faktor Konfirmatorik .................................116
Lampiran 3 Output SPSS Analisis Regresi Logistik ...........................................121
1
BAB I
PENDAHULUAN
Pada bab ini menjelaskan mengenai latar belakang penelitian,
pembatasan masalah dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian.
1.1 Latar Belakang Masalah
Narkotika berasal dari kata Yunani, yaitu narke yang berarti beku, lumpuh
dan dungu. Orang Amerika menyebutnya narcoticyang berarti sejenis obat-obatan
atau zat lainnya yang mempengaruhi mood atau perilaku, dan dijualsecara ilegal
tidak dipergunakan untuk kepentingan medis. Kemudian kata tersebut diikuti
orang Indonesia dengan kata narkotika (Blum, 1979; dalam Siregar, 2004).
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009
tentang narkotika,narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau
bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan
penurunan atauperubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang
dibedakan ke dalam tiga golongan :(1) Narkotika golongan I adalah narkotika
yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan,
teknologi dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat
tinggi mengakibatkan ketergantungan, narkotika dalam golongan ini dilarang
digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan, yang termasuk dalam
Narkotika golongan I yaitu Opium, kokain, Tanaman ganja dan sebagainya; (2)
Narkotika golongan II adalah narkotika berkhasiat pengobatan digunakan sebagai
2
pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai poteni tinggi mengakibatkan
ketergantungan; (3) Narkotika golongan III adalah narkotika berkhasiat
pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan ketergantungan
(Undang-Undang Republik Indonesia, 2009).
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009
tentang narkotika maka mengonsumsi ganja, merupakan bentuk dari pelanggaran
hukum.Pada pasal 112 ayat 1, dijelaskan bahwa mengonsumsi ganja dapat
diancam pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua
belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 800.000.000,00 (delapan ratus
juta rupiah) dan paling banyak Rp. 8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).
Namun jika, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan termasuk
mengonsumsi ganja yang beratnya melebihi 5 (lima) gram, maka berdasarkan
Pasal 112 ayat (2), ancaman pidananya lebih berat, yaitu pidana penjara seumur
hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua
puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana disebutkan dalam Pasal
112 ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga) (Undang-Undang Republik Indonesia,
2009).
Ganja merupakan narkotika yang banyak digunakan oleh kalangan
pemuda, ganja atau marijuana merupakan bentukherbaldari tanaman ganja, sebuah
produk daritanamancannabis sativa. Senyawaaktif utama
3
dalamkanabisadalahTHC(tetrahydrocannabinol), yang memilikiefekpsikoaktifdan
fisikbila dihisapatau dimakan (Zhang, 2008).
Menurut World Health Organization (WHO), ganja adalah narkotika yang
paling banyak dibudidayakan, diperdagangkan, dan disalahgunakan di
dunia.Penyitaan ganja telah terjadi di hampir setiap negara didunia dan
mencangkup sekitar setengah dari semua penyitaan narkotika diseluruh dunia, dan
sekitar 147 juta orang atau 2,5% dari populasi penduduk, diperkirakan
mengonsumsi ganja setiap tahunnya (Zhang, 2008).
Sedangkan menurut data yang dipublikasikan oleh United Nation Office
on Drugs and Crime (UNODC) pada tahun 2009, berdasarkan data yang berhasil
dihimpun dari 125 – 205 juta responden populasi dunia, yang berusia 15 sampai
dengan 64 tahun, UNODC mengestimasi 2,8% sampai dengan 4,5% responden
telah mengonsumsi ganja pada satu tahun terakhir (United Nation Office on Drugs
and Crime, 2011).
Selanjutnya, data dari UNODC pada tahun 2009 menyatakan
bahwapenyitaan tanaman ganja di Asia Pasifik berkontribusi sebesar 5,5%
terhadap penyitaan yang dilakukan di seluruh dunia. Jumlah ini meningkat dua
kali lipat di tahun-tahun berikutnya. Peningkatan tersebut palng banyak terjadi di
India dan Indonesia (United Nation Office on Drugs and Crime, 2011).
Tanaman ganja juga terus dibudidayakan dan diselundupkan dari
Kamboja, Laos, Indonesia, Myanmar dan Thailand. Informasi dari pihak pabean
menunjukkan bahwa Indonesia dan Thailand juga merupakan penghasil terbesar
dari getah ganja. Di Indonesia, lebih dari 200.000 tumbuhan ganja dimusnahkan
4
oleh pemerintah pada tahun 2004, dan 24 ton narkotika disita pada tahun 2003.
Petugas yang berwenang di Indonesia mengklaim setengah dari produksi lokal
dikonsumsi oleh pengguna dalam negeri, dan setengahnya lagi di ekspor ke
Australia, meskipun hal ini disangkal oleh pemerintah Australia (United Nation
Office on Drugs and Crime, 2006).
Menurut survei yang dilakukan oleh Badan Narkotika Nasional (BNN)
pada tahun 2006, survei tersebut dilakukan padapopulasi dengan rentangan usia
10 sampai 60 tahun yang tinggal di daerah perkotaan maupun pedesaan, dan
penduduk perkotaan yang tinggal dirumah. Ganja merupakan narkotika yang
paling banyak dikonsumsi, hasil survei menunjukkan 85% populasi rumah tangga
pernah mengonsumsi ganja, 24,9 % diantaranya mengonsumsi ganja dalam satu
tahun terakhir. Selain itu, populasiyang tinggal di rumah kontrakan sebesar 83,9%
pernah mengonsumsi ganja, dan 28,6 % mengonsumsi ganja dalam kurun waktu
satu tahun terakhir (Padmohoedojo, 2006).
Berdasarkan pengungkapan Kepolisian Republik Indonesia (POLRI)
menunjukkan bukti bahwa, jumlah kasus narkotika jenis ganja pada tahun 2007
sebanyak 9.123 kasus, sedangkan pada tahun 2008 terjadi penurunan kasus
narkotika sebanyak 8.459 kasus, pada tahun 2009 sejumlah 8.722 kasus, pada
tahun 2010 sebanyak 7.092 kasus, dan pada tahun 2011 terdapat sebanyak 5.909
kasus (Badan Narkotika Nasional, 2012).
Berdasarkan data yang dipublikasikan oleh Direktorat tindak pidana
narkotika, jumlah tersangka tindak pidana narkotika jenis ganja pada tahun 2007-
2011 menduduki posisi paling banyak, sebanyak 56.118 tersangka dari jumlah
5
total 188.545 tersangka. Selanjutnya, pada posisi kedua dan ketiga adalah
tersangka kasus sabu-sabu dan alkohol, masing-masing sebanyak 55.619
tersangka dan 50.530 tersangka. Sedangkan sebanyak 26.208 tersangka jenis
narkotika lainnya seperti ekstasi,hasis, heroin, morfin dan sebagainya.
Berdasarkan data pembagian peran pada tersangka kasus narkotika pada tahun
2007-2011 ditemukan bahwa, tersangka yang berperan sebagai distributor
sebanyak 60,9 % atau 115.357 tersangka, selanjutnya yang berperan sebagai
konsumen sebanyak 38,8% atau 73.537 tersangka, 0,2% berperan sebagai
produsen dan 0,1% berperan untuk kultivasi (Badan Narkotika Nasional, 2012).
Berdasarkan data yang telah peneliti paparkan, tanaman ganja masih
banyak di konsumsi di Indonesia, walaupun tanaman ganja merupakan narkotika
golongan I yang sangat terlarang untuk dikonsumsi oleh individu. Larangan untuk
mengonsumsi ganja sudah diatur oleh Undang-Undang Republik Indonesia nomor
35 tahun 2009 tentang narkotika, karena mempunyai potensi sangat tinggi
mengakibatkan ketergantungan dan dapat menyebabkan efek berbahaya terhadap
kesehatan fisik seseorang.
Mengonsumsi ganja memiliki beberapa efek, efekyang paling akut dari
konsumsi ganja mencakup penurunan proses kognitif dan kinerja psikomotorik.
Efek kognitif meliputi penurunan kemampuan untuk belajar dan mengingat materi
baru, sedangkan efek psikomotorik termasuk koordinasi motorik terganggu dan
terbaginya perhatian (Zhang, 2008).Secara Umum, konsumsi ganja menimbulkan
efek ringan, secara relatif terjadinya kemabukan jangka pendek. Secara spesifik,
ganja dapat memproduksi berbagai pengalaman psikosensori akut termasuk
6
distorsi persepsi (seperti halusinasi), menenangkan, kecemasan, paranoia akut,
inhibisi dan sebagainya. Periode kemabukan tergantung pola penggunaan dan
potensi, tapi cenderung bertahan untuk beberapa jam (Johnson, 2011).
Buktilain menunjukkan bahwa ganja dan cannabinoid lainnya dapat
memproduksi berbagai macam simtom psikotik yang bersifat sementara dan
penurunan fungsi kognitif seperti penurunan sementara pada pembelajaran, short
term memory, working memory, fungsi eksekutif, kemampuan abstraksi,
pengambilan keputusan dan atensi.Bukti lainnya juga menunjukkan bahwa onset
awal dan konsumsi ganja berat bisa meningkatkan bahaya berkembangnya
gangguan psikotik seperti skizofrenia (United Nation Office on Drugs and Crime,
2011).
Perdebatan mengenai baik atauburuknya konsumsi ganja untuk
pengobatan memang sudah lama terjadi. Sejak abad ke-19, efek pengobatan yang
dimiliki oleh ganja pun mulai menjadi perhatian dan mulai dipasarkan oleh
beberapa perusahaan obat untuk menyembuhkan beberapa penyakit, seperti
rematik, encok, kolera, mengurangi depresi dan neurologia (penyakit yang
disertai kejang pada sepanjang urat syaraf) (Kring, Johnson, Davidson & Neale,
2010).
Senyawa didalam tumbuhan ganja yang bernama cannabinoid juga
berperan pada sistem reproduksi, pemulihan stress dan menjaga keseimbangan
homeostatis, meredakan rasa sakit, regulasi aktivitas motorik, serta mengontrol
fase-fase tertentu pada pemrosesan memori dan perlindungan sel saraf. selain itu
cannabinoid berperan juga dalam proses respon imunitas tubuh, bahkan
7
berpengaruh juga dalam sistem kardiovaskuler dan pernapasan dengan mengatur
detak jantung, tekanan darah dan fungsi saluran pernapasan (Narayana, Syarif, &
Marentek, 2011).
Fungsi medis yang dimiliki oleh tanaman ganja tersebut, dijelaskan pada
artikel berjudul The Brains own marijuana oleh Nicol dan Alger (dalam Narayana
et al., 2011), sebagai akibat dari adanya zat endocannabinoid yang diproduksi
oleh otak manusia, dimana zat tersebut berfungsi sama persis dengan
tertahydrocannabinol (THC), zat psikoaktif utama yang dikandung oleh ganja.
Zat endocannabinoid tersebut diketahui berperan dalam hampir semua proses
fisiologis manusia, selain itu, sistem endocannabinoid juga disebut sebagai
pengatur keseimbangan global (homeostatis),pengatur sistem transmisi antarsel
dan saraf, dan aliran energi dalam tubuh manusia (Narayana et al., 2011).
Hasil beberapa penelitian menunjukkan fakta bahwa senyawa cannabinoid
yang hanya dihasilkan oleh tanaman ganja memiliki fungsi yang sama dengan
endocannabinoid yang dihasilkan oleh otak manusia. Oleh karena itu, tidak
mengherankan apabila ganja disebut sebagai tanaman obat yang memiliki fungsi
medis paling banyak dibandingkan tanaman obat lainnya (Ratsch, dalam
Narayana et al., 2011).
Beberapa penelitian juga menemukan bahwa ganja memiliki efek adiktif.
Salah satu penelitiannya adalah sebuah observasi terkontrol yang dilakukan oleh
Compton, Dewey, dan Martin (dalam Kring et al., 2010) yang telah membuktikan
bahwa konsumsi ganja secara terus-menerus akan menghasilkan toleransi
(peningkatan jumlah pemakaian). Kemudian, survey dan studi laboratorium yang
8
dilakukan sepuluh tahun terakhir ini menyatakan bahwa withdrawal symptoms,
seperti gelisah, cemas tegang, nyeri pada perut dan insomnia memang benar
terjadi pada pengguna ganja (Rey et al., dalam Kring et al., 2010).
Sementara itu, ada pula beberapa hasil penelitian yang membantah
argumen tersebut, dan menyatakan bahwa ganja sama sekali tidak mengandung
zat yang mengakibatkan penggunanya menjadi adiksi. Rogers menyatakan bahwa
ganja bukanlah narkotika yang dapat membuat ketergantungan fisik, dimana tidak
ada withdrawal symptoms ketika pengguna narkotika dihentikan. Ketergantungan
secara psikologis memang terjadi, tetapi hanya dengan tipe-tipe tertentu saja
(Rogers, dalam Putri, 2012).
Sedangkan menurut penelitian yang dilakukanCohen, Mannarino, Zhitova,
dan Capone penggunaan narkotika dan alkohol bisa sebagai mekanisme koping
untuk stres yang dialami pada saat masa kanak-kanak. Alkohol dan jenis narkotika
lainnya termasuk ganja bisa menurunkan simtom dari meningkatnya gairah dan
emosi yang tidak menyenangkan dan memproduksi emosi mati rasa atau euforia
(Hersen & Gross, 2008).
Menurut American Psychology Association,Mengonsumsinarkotika
menjadi salah satu klasifikasi gangguan ketergantungannarkotika sebagai
gangguan mental sejak diterbitkannya Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders 1st edition (DSM-I) pada tahun 1952, yang disamakan dengan
gangguan ketergantungan alkohol termasuk dalam subtipe dari patologi sosial.
Kemudian, pada DSM-III mendeskripsikan gangguan ketergantungannarkotika
dihubungkan dengan tujuh narkotika yang berbeda yaitu sedative-hypnotic-
9
anxiolytics, opium, amfetamin, ganja, kokain, phencyclidine (PCP), dan
halusinogen. Pada DSM-IV ketergantungan narkotika secara spesifik sebagai
ketergantungan fisik maupun tidak, hal ini termasuk pada semua jenis narkotika
kecuali halusinogen dan PCP, dimana efek dari sindrom penarikan narkotika
belum diketahui (Stricker & Widiger, 2003).
Pada DSM-IV ketergantungan ganja seperti konsumsi yang kompulsif,
meningkatkan toleransi konsumsi, mengganggu pengaturan, dan konsumsi secara
terus menerus dapat menimbulkan konsekuensi negatif kepada fisik atau
psikologis, DSM-IV juga mendefinisikan penyalahgunaan ganja meliputi
pengulangan perilaku dalam kondisi yang berbahaya, permasalahan hukum yang
berhubungan dengan perilaku mengonsumsi ganja atau secara klinis dapat
mengganggu fungsi sosial, pekerjaan maupun pendidikan (Zhang, 2008).
Pada DSM-IV perilaku mengonsumsi narkotika tidak disebutkan dengan
kata addiction (kecanduan) tapi menyebutkannya dengan mengunakan kata abuse
(penyalahgunaan) atau dependence (ketergantungan), dimana ketika mengunakan
narkotika tersebut secara terus menerus mempunyai konsekusensi negatif
(Henderson, 2000).
UNODC menggolongkan pengguna ganja menjadi tiga golongan. Pertama,
pengguna ganja eksperimental, banyak ditemui pada usia remaja, pengguna ganja
pada golongan ini mengonsumsi ganja dikarenakan adanya dorongan teman
sebaya, biasanya mengonsumsi ganja hanya ingin mencari sensasi dan
pengalaman baru. Kedua, pengguna ganja rekreasi, pada golongan ini banyak
ditemui pada usia dewasa awal, individu menganggap bahwa mengonsumsi ganja
10
merupakan aktivitas santai yang normal, mengonsumsi ganja dengan tujuan untuk
menikmati rasa mabuk yang ditimbulkan, sebagai bentuk relaksasi, menurunkan
rasa bosan, meningkatkan rasa percaya diri, menurunkan kecemasan atau untuk
membuat diri merasa lebih baik. Pengguna ganja rekreasi cenderung
mengonsumsi ganja pada hari libur. Ketiga, pengguna ganja jangka panjang atau
kronik, pengguna ganja yang mengonsumsi ganja dari usia muda dan terus
mengonsumsi ganja sampai umur 30 tahun bahkan lebih. Pengguna ganja kronik,
mengonsumsi ganja merupakan bagian dari rutinitas gaya hidup yang dijalani,
individu pada golongan ini mengonsumsi ganja dengan tujuan sebagai coping
stres, pelarian dari masalah, mengurangi rasa marah dan frustrasi (United Nation
Office on Drugs and Crime, 2011).
Banyak faktor yang menyebabkan seseorang mengonsumsi ganja, seperti :
(1) faktor permasalahan hukum, berhubungan konteks kebudayaan yang sangat
mempengaruhi dalam peraturan hukum yang berlaku pada negara; (2) faktor
pengaruh keluarga, yang berkaitan dengan modeling, sikap dan manajemen dalam
prakteknya; (3) faktor pengaruh teman sebaya, merupakan pengaruh yang sangat
sering dan kuat untuk mempengaruhi perilaku remaja; (4) faktor perilaku,
berkaitan dengan bagian gaya hidup yang menyimpang dan perilakutidak
konvensional; (5) faktor psikologis, berkaitan pikiran dan perasaan (McMurran,
1994).
Penelitian tentang perilakumengonsumsi ganja sudah banyak diteliti oleh
para peneliti sebelumnya, baik menggunakan variabel demografis maupun
variabel psikologis. Peneliti pada penelitian ini menggunakan variabel
11
psikologiyang mempengaruhi perilaku individu dalam mengonsumsi ganja,
berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.
Pada penelitianBachman, Johnston, dan O’Malley(1998) dengan tujuan
ingin mengetahui faktor yang meningkatkan konsumsi ganja dikalangan pelajar.
penelitiandengan analisis multivariat regresi yang diperoleh dari data survei
nasional, menggunakan sampel senior sekolah menengah (kelas 12) dari tahun
1976 melalui 1996 (sekitar n = 61.000) dan kelas 8 dan kelas 10 dari tahun 1991
melalui 1996 (n = 87.911 dan 82.475).
Hasil dari penelitianBachman et al (1998) menemukan bahwa faktor gaya
hidup individual (seperti tingkatan kelas, pembolosan, komitmen religiusitas,
keluar malam untuk rekreasi) secara subtansial berhubungan dengan
perilakumengonsumsiganja tapi tidak menjelaskan perubahankonsumsi ganja dari
perbandingan tahun tersebut. Selain itu, menurunnya perceived risk(dipersepsikan
berisiko) dari berbahayanya menggunakan ganja terhadap kesehatan fisik
seseorang dan disapproval(penolakan mengonsumsi ganja)menyebabkan
meningkatnya konsumsi ganja di kalangan pelajar. Penelitian ini menyimpulkan
bahwa perceived risk dan disapproval sebagai penentu konsumsi ganja (Bachman
et al., 1998).
Danseco, Kingery, dan Coggeshall (1999) meneliti perceived risk tentang
efek berbahaya yang ditimbulkan dari mengonsumsi ganja.Penelitian ini mengulas
penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya sebagai data sekunder. Danseco et
al., (1999) menganalisis data dari penelitian Monitoring The Future Survey tahun
1975 sampai dengan tahun 1997, dan data dari The NationalHousehold Survey on
12
Drug Abuse tahun 1994.Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitiantersebut
diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa perceived risk yang lebih tinggi terdapat
pada individu yang tidak mengonsumsi ganja, dibandingkan dengan individu yang
menggunakan. Danseco et al (1999)menunjukkan bahwa perceived risk bisa
dikonstruk dari empat area (merugikan fisik, ketidaksetujuan orang tua,
ketidaksetujuan teman sebaya, dan perasaan takut ditangkap) dan mempunyai
beberapa karateristik (seperti locus of harm dan taraf konsumsi) (Danseco, et
al.,1999).
Penelitian yang dilakukan oleh Kopstein, Crum, Calentano, dan Martin
(2001) meneliti dua variabel yang terdapat pada sensation seekingyaitu variabel
thrill and adventure seeking dan disinhibitionpada siswa kelas 8 dan kelas 11
yang berhubungan perilaku mengonsumsi rokok dan ganja. Penelitian ini
menggunakan populasi siswa sekolah laki-laki dan perempuan dari kelas 8
(n=1196) dan kelas 11 (n=1369) di daerah Dalware. Penelitian ini membagi dua
kategori perilaku mengonsumsi yaitu pengguna ringan dan pengguna berat,
individu dikategorikan sebagai pengguna ringan jika mengonsumsi ganja satu kali
pada satu bulan terakhir, sedangkan pengguna berat jika mengonsumsi ganja
sebanyak enam kali atau lebih dalam satu bulan terakhir.
Hasil penelitian Kopstein et al (2001) menunjukkan prevalensi
mengonsumsi ganja ringanpada siswa kelas 8 sebanyak 17% untuk siswa laki-laki
dan 13%untuk siswa perempuan, sedangkan siswa kelas 11 sebanyak 32% untuk
siswa laki-laki dan 23% untuk anak perempuan, kemudian prevalensi
mengonsumsi ganja berat pada siswa kelas 8 sebanyak 6% untuk siswa laki-laki
13
dan 5% untuk siswa perempuan, sedangkan siswa kelas 11 sebanyak 18% untuk
anak laki-laki dan 10% untuk anak perempuan. Penelitian ini menemukan bahwa
salah satu variabel sensation seeking yaitu disinhibition secara signifikan
mempengaruhiperilaku mengonsumsi ganja baik dalam kategori ringan maupun
berat, sedangkan variabel thrill and adventure seeking tidak
mempengaruhi(Kopstein et al., 2001).
Untuk mengetahui lebih lanjut perilakumengonsumsi ganja, para peneliti
mengembangkan motif perilaku mengonsumsi ganjamelalui penelitian
sebelumnya yaitu motifdalamperilaku mengonsumsi alkohol dan rokok
(Zvolensky, Marshall, Johnson, Hogan & Bonn-Miller, 2009).
Dalampenelitian lain motif perilaku mengonsumsi
narkotikatermasukperilaku mengonsumsi ganja, disebut dengansubstance use
motives. substanceuse motives dapatdidefinisikan sebagai dorongan-dorongan
yang spesifik dalam diri individu yang membuat individu menggunakan
narkotika.
Penelitian Simon, Correia, dan Carey (2000) dengan membandingkan
hubungan antara substanceuse motivedengan perilaku mengonsumsi narkotika
pada pengguna alkohol dan pengguna ganja. Penelitian ini menggunakan
mahasiswa yang menggunakan narkotika yang telah berpengalaman (n=46),
kategori pengguna narkotika berpengalaman dinilai berdasarkan data diri yang
telah diisi, minimal telah mengonsumsi alkohol dan ganja sebanyak 60 kali
selama seumur hidupnya.
14
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Simon et al (2000) menemukan
bahwa expansion motive paling signifikan berhubungan dengan
perilakumengonsumsi ganja, penelitian ini juga menemukan bahwa social motive
lebih besar mendukung perilaku mengonsumsi alkohol daripada perilaku
mengonsumsi ganja, kemudian untuk expansion motive lebih besar mendukung
perilaku mengonsumsi ganja daripada perilaku mengonsumsi alkohol, sedangkan
untuk enhancement motive, coping motive, dan conformity motive tidak ada
perbedaannya di antara perilaku mengonsumsi alkohol dan ganja (Simon et al.,
2000).
Penelitian yang dilakukan oleh Comeau, Stewart dan Loba (2001) dengan
melihat hubungan antara variabel substance use motivesdalam perilaku
mengonsumsi alkohol, rokok, dan ganja dengan trait anxiety, anxiety sensitivity,
dan sensation seeking. Penelitian ini menggunakan empat variabel substanceuse
motives yaitu variabel coping motive, conformity motive, enhancement motive dan
social motive, sedangkan sampel yang digunakan sebanyak 508 orang dewasa(238
perempuan dan 278 laki-laki).
Hasil penelitianComeau et al (2001)menemukan, coping motivepada
pengguna ganja berhubungan positif dengan variabel anxiety sensitivity dan trait
anxiety, kemudian variabel conformity motivepengguna ganja juga berhubungan
positif dengan variabel anxiety sensitivity, sedangkan untuk variabel enhancement
motivepengguna ganja berhubungan negatif dengan variabel anxiety sensitivity.
Selain itu penelitian ini menemukan bahwa ada pengaruh yang signifikan
15
antaraconformity motive pengguna ganja terhadapanxiety sensitivity, sedangkan
variabel lainnya tidak signifikan mempengaruhi (Comeau et al., 2001).
Penelitian lain yang dilakukkanSimon, Gaher, Correria, Hansen, dan
Christoper (2005) dengan menggunakan sampel 831 mahasiswa (pengguna ganja
n=309 dan pengguna alkohol n=731) dari dua universitas yang berbeda, dengan
analisis multigrup, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor psikologis
yang berhubungan dengan permasalahan terkait dengan perilaku mengonsumsi
ganja dan alkohol. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa coping motive
dan enhancement motive secara signifikan mempengaruhi perilaku mengonsumsi
ganja (Simon et al., 2005).
Berdasarkan fenomena dan penelitian-penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai perilaku
mengonsumsi ganja yang banyak dilakukan oleh masyarakat pada usia remaja dan
dewasa di Indonesia. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
yang berjudul“Pengaruh Perceived Risk, Sensation Seeking, dan Substance Use
Motives, Terhadap PerilakuMengonsumsi Ganja:Sebuah Studi dengan Metode
Analisis Regresi Logistik.”
1.2 Pembatasan dan Perumusaan Masalah
1.2.1 Pembatasan Masalah
Agar ruang lingkup penelitian ini tidak meluas, maka peneliti
membatasi penelitian hanya pada variabel yang diteliti. Peneliti menggunakan
variabel perilakumengonsumsi ganja sebagai dependen variabel dalam penelitian
16
ini, dengan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku mengonsumsi ganja
sebagai independen variabel.
Independen variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah : (1)
perceivedriskmenggunakanteori yang dilakukanpadapenelitian Bachman et al
(1998), yaituperceivedriskterhadapkesehatanfisik;(2)
sensationseekingmenggunakanteori yang dikembangkanoleh Zuckerman (1994)
denganempatdimensi, meliputi thrill&adventureseeking, experienceseeking,
boredomsuscepibility, dan dishinbittion; (3)
substanceusemotivesmenggunakanteori yang dikembangkanoleh Simon et al
(1998) yang meliputiempatdimensi,
yaitucopingmotive,conformitymotive,enhancementmotive, expansionmotive dan
socialmotive.
Adapun pembatasan padaperilaku mengonsumsi ganja yang digunakan
dalam penelitian ini, yaitu perilaku mengonsumsi ganja cara pengasapan atau
dihisap, seperti layaknya orang merokok tembakau.
1.2.2 Perumusan Masalah
1. Apakah ada pengaruh yang signifikan perceived riskterhadap
perilakumengonsumsi ganja ?
2. Apakah ada pengaruh yang signifikan thrill & adventure
seekingterhadap perilakumengonsumsi ganja?
3. Apakah ada pengaruh yang signifikan boredom suscepibilityterhadap
perilakumengonsumsi ganja?
17
4. Apakah ada pengaruh yang signifikan dishinbittion terhadap
perilakumengonsumsi ganja?
5. Apakah ada pengaruh yang signifikan experience seeking terhadap
perilaku mengonsumsi ganja?
6. Apakah ada pengaruh yang signifikan conformity motiveterhadap
perilakumengonsumsi ganja?
7. Apakah ada pengaruh yang signifikan coping motiveterhadap
perilakumengonsumsi ganja?
8. Apakah ada pengaruh yang signifikan enhancement motiveterhadap
perilakumengonsumsi ganja?
9. Apakah ada pengaruh yang signifikan expansion motiveterhadap
perilakumengonsumsi ganja?
10. Apakah ada pengaruh yang signifikan social motiveterhadap
perilakumengonsumsi ganja?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah menjawab pertanyaan penelitian yang telah
peneliti rumuskan, yaitu untuk menguji seberapa besar masing - masing variabel
mempengaruhi perilaku mengonsumsi ganja.
1.3.2 Manfaat Penelitian
1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi
pengembangan teori-teori psikologi, khususnya yang berhubungan
18
dengan psikologi terkait dengan adiksi dan penyalahgunaan narkotika
pada narkotika jenis ganja.
2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan untuk
pihak terkait seperti Kepolisian Republik Indonesia, dan Badan
Narkotika Nasional (BNN) dalam mencegah penggunaan ganja ke arah
yang lebih berat dengan cara yang tepat.
19
BAB II
LANDASAN TEORI
Pada bab ini dijelaskan mengenai teori-teori yang berkaitan dengan
penelitian. Teori tersebut yaitu teori perilakumengonsumsi ganja, teori perceived
risk, teori sensation seeking, dan teori substance use motives, serta kerangka
berfikir dan hipotesis penelitian.
2.1 Perilaku Mengonsumsi Ganja
2.1.1 Pengertian Perilaku Mengonsumsi Ganja
Para ahli psikologi memandang perilaku, semua jenis perilakusebagai
determinasi dari berbagai faktor. Faktor yang meliputinya berupa budaya,
keluarga, kelompok sosial, gaya hidup, lingkungan, keterampilan, pemikiran,
perasaan dan faktor fisik. Berdasarkan faktor-faktor tersebut, akan bisa
menggambarkan pengaruh atau hubungan terhadap penggunaan narkotika.
Bagaimanapun, semua keseluruhan faktor tersebut harus diperhitungkan dalam
suatu pendekatan untuk memahami perilakupenggunaan narkotika.
Teori psikologi membantu untuk memahami proses dari faktor-faktor
tersebut, bagaimana faktor tersebut memberikan pengaruhnya terhadap perilaku
(McMurran, 1994).
Salah satu teori yang dapat digunakan untuk mengetahui perilaku adalah
teori classical conditioning yang didasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ivan
Pavlov. Pavlov meneliti tentang prosespencernaan pada anjing, dan bagian dari
penelitiannya Pavlov mengukur beberapa banyak air liur yang dihasilkan anjing
saat diberi makan. Pavlov menyadari anjing dalam eksperimennya mulai
20
mengeluarkan air liur sesaat setelah mendengar dentingan suara dari ember
makanan.
Dalam eksperimen dengan anjing yang terkenal tersebut, Pavlov
menunjukkan bahwa ketika makanan diberikan pada anjing dengan dibarengi oleh
suara bel, akhirnya walaupunhanya ada suara bel saja akan membuat anjing
berliur. Dalam terminologi classical conditioning, makanan sebagai stimulus yang
tidak terkondisi dan suara bel sebagai stimulus yang terkondisi. Air liur sebagai
respon yang tidak terkondisiuntuk makanan, dan air liur sebagai respon
yangterkondisi untuk bunyi bel (McMurran, 1994).
Berdasarkan teori clasical conditioning, respon yang terkondisi merupakan
hal penting dalamranahperilakumengonsumsinarkotika, yang merupakan sebuah
stimulus spesifik, yang sering dihubungkan dengan penggunaan narkotika, hal
tersebut bisa jadi sebuahkeinginan untuk memuaskan hasrat penggunaan
narkotika. Selain itu respon untuk stimulus yang terkondisi dapat
digeneralisasikan, jika stimulus mirip dengan stimulus awal yang tidak terkondisi
sebelumnya, walaupun tidak identik, kemudian akan memunculkan respon yang
terkondisi. Bagaimanapun, telah terbukti bahwa organisme juga dapat
mendeskriminasi sebuah respon, jika stimulus menjadi sangat berbeda dari
stimulus awal yang tidak terkondisi sebelumnya (McMurran, 1994).
Teori lain yang juga dapat digunakan adalah teori operant conditioning
yang didasarkan penelitianoleh B.F Skinner. Teori operant conditioningtelah
memahami bagaimana perilaku beroperasi terhadap lingkungan untuk
menghasilkan perubahan perilaku diperlukan reinforce (penguat) atau
21
punishment(hukuman).Reinforcement memungkinkan perilaku untuk meningkat,
reinforcement bisa berupa hal yang positif, berupa hadiah secara langsung (seperti
kepuasan fisik, mendapatkan barang yang diinginkan, atau dapat pengakuan dari
teman sebaya), atau bisa bersifat negatif, berupa menghindari atau keluar dari
pengalaman yang tidak menyenangkan (seperti keadaan fisik, psikis, atau sosial
yang tidak menyenangkan). Punishment memungkinkan perilaku menurun,
punishment bisa berupa positif secara langsung aversive (seperti kesakitan fisik,
kehilangan benda atau penolakan sosial), atau bersifat negatif yang berupa
mencegah untuk mendapatkan hasil yang positif (seperti menghilangkan
kesempatan untuk mendapatkan kepuasan fisik, psikologis atau sosial).
Reinforcement maupun punishment didefinisikan sebagai hubungan antar perilaku
dengan konsekuensinya (McMurran, 1994).
Teori perilakuyang lainnya adalah teori social learning, teori ini bisa
dipahami sebagai teori interaksi antara individu, lingkungan, dan perilaku
semuanya berinteraksi dan saling mempengaruhi. Teori ini mengungkapkan
bahwa individu mempunyai kapasitas untuk mengembangkan model kognitif
internal dari pengalaman, hal itu menyajikan panduan untuk pengambilan
keputusan dan tindakan yang akan dilakukan di masa mendatang. Belajar dari
hasil pengamatan adalah aspek yang penting dalam teori ini. Pada teori classical
dan opperant conditioning individu belajar secara langsung melalui pengalaman
pribadi, tapi dalam teori social learning individu belajar dari pengalaman orang
lain, hal ini disebut sebagai modeling. Individu mempunyai kemampuan self-
regulation, informasi dari satu perilaku dibandingkan dengan standar internal
22
terhadap informasi tersebut dan segala bentuk ketimpangan tersebut dibenarkan
olehperilaku yang diubah, standarisasi atau keduanya (McMurran, 1994).Inti dari
teori social learning adalah gagasan dari self-efficacy. self efficacy bisa
didefinisikan sebagai evaluasi seseorang terhadap kompetensi diri untuk
menampilkan sesuatu hal dalam stuasi yang spesifik, hal ini dapat mempengaruhi
seseorang untuk menentukan pilihan yang akan dilakukan, usaha yang akan
diberikan dan daya tahan dalam menghadapi tekanan (Bandura, dalam McMurran,
1994).
Menurut Petraitis, Flay dan Miller (1995), teori social learningdapat
menjelaskan bagaimana seseorang menggunakan narkotika. Ada dua hal yang
menyebabkan seseorang menggunakan narkotika berdasarkan teori ini. Pertama,
mengamati sosok yang menjadi role model menggunakan narkotika, contohnya
mengamati orang tua yang menggunakan alkohol untuk membuat dirinya tenang
atau mengamati teman sebaya menggunakan ganja untuk mempermudah interaksi
sosial. Kedua, mendengar ucapan dari seseorang yang menjadi sosok role
modelsaat membicarakan narkotika yang sering digunakan sehingga membuat
orang terpengaruh untuk menggunakan narkotika tersebut.
Teoriplanned behavior dapat juga digunakan sebagai teori untuk
menjelaskan perilakumengonsumsi narkotika. Teori ini menjelaskan bahwa
intensi dan perilaku merupakan fungsi dari tiga faktor penentu dasar. Faktor
personal merupakan attitude toward behavior atau sikap seseorang terhadap
perilaku. Sikap ini merupakan evaluasi positif atau negatif dari melakukan
perilaku tertentu yang menarik. Faktor kedua dari intensi merupakan persepsi
23
seseorang dari tekanan sosial untuk melakukan atau tidak melakukanperilaku
di bawah pertimbangan. Karena berhubungan dengan normatif yang
dirasakan, faktor ini dinamakan subjective norm atau norma subjektif.
Terakhir, faktor ketiga dari intensi merupakan kemampuan untuk menampilkan
perilaku kepentingan, dinamakan perceived behavioral control. Secara umum,
seseorang cenderung untuk melakukan suatu perilaku ketika mereka
mengevaluasinya secara positif, ketika mereka mengalami tekanan sosial untuk
melakukan itu, dan ketika mereka percaya bahwa mereka mempunyai maksud dan
kesempatan untuk melakukannya (Ajzen, 2005).
Menurut Petraitis et al., (1995)teori planned behavior dapat memprediksi
bagaimana seseorang menggunakan narkotika. Seseorang menggunakan narkotika
setelah : (1) membentuk kesan tentang kerugian dan keuntungan yang di dapat
dengan menggunakan narkotika; (2) mengembangkan sikap positif
terhadapperilakumengonsumsinarkotika; (3) mempercayai seseorang yang telah
memberikan narkotika untuk menggunakan narkotika tersebut, (4) meragukan
kemampuan diri sendiri untuk menolak tekanan menggunakan narkotika; (5)
membentuk keinginan untuk menggunakan narkotika pada masa yang akan datang
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan teori problem behavior sebagai
teori utama untuk menjelaskan perilaku penggunaan ganja. Teoriproblem
behaviordikembangkan oleh Richard Jessor.
Teori problem behavior merupakan teori yang sistematis, multivarian,
berdasarkan konsep kerangka psikososial yang awalnya berasal dari konsep dasar
nilai dan harapan (dalam Rotter 1954, 1985), Teori belajar sosial Bandura dan
24
konsep anomie dari Merton (1957). Menurut Lewin (1951) Premis dasar teori,
semua perilaku merupakan hasil dari interaksi orang dan lingkungan,
mencerminkan "teori medan" perspektif dalam ilmu sosial. (Jessor, 2008)
Menurut Problem Behavior Theory, Perilaku adalah hasil dari interaksi
dalam dan antara tiga sistem yang dinamis, ketiga sistem tersebut adalah
personality system, perceived environment, dan behavior system. Nilai yang
terdapat dalam individu, harapan dan kepercayaan terhadap diri dan sikap
merupakan bagian personality system. Perceived environment system merupakan
gabungan dari dukungan, kontrol, pengaruh dan persetujuan dari orang tua dan
teman. Behavior system memasukan perilaku bermasalah sama seperti perilaku
konvensional (Jessor & Jessor, 1977)
Teori problem behavior adalah kerangka psikososial yang telah
dikembangkan untuk memperhitungkan variasi dari keterlibatan remaja dalam
perilaku bermasalah layaknya seperti perilaku konvensional. Perilaku bermasalah
adalah perilaku yang telah didefinisikan secara sosial sebagai masalah, sebagai
sumber keperihatinan, atau sebagai hal yang tidak diinginkan dalam norma atau
adat istiadat yang berlaku konvensional di masyarakat, dan biasanya
menimbulkan semacam respon kontrol sosial. Contoh dalam remaja memuat
perilaku kenakalan remaja, permasalahan minum-minuman keras, menggunakan
narkotika (seperti ganja, heroin, ekstasi dan sebagainya), melakukan kegiatan
seksual belum pada saatnya. Perilaku konvensional, sebaliknya, memuat hal
seperti kedatangan ke gereja, terlibat dalam aktivitas sekolah, dan perilaku lainnya
25
yang diterima secara sosial, diterima secara norma dan sesuai secara institusional
untuk remaja dan pemuda (Donovan, Jessor, & Costa, 1991).
Menurut Eby, Teori problem behaviormenunjukan bahwa perilaku
berisiko atau berbahaya merupakan hasil dari pengaruh kombinasi tiga (3)
komponen umum dari kehidupan individu yaitu : personality system, perceived
enviroment system, dan behavior system. Masing-masing komponen memiliki
pengaruh yang membuat perilaku berisiko semakin besar kemungkinan terjadi
atau lebih kecil kemungkinan terjadinya. Komponen – komponen ini berinteraksi
dan mengakibatkan kecenderungan untuk terlibat dalam atau tidak terlibat dalam
perilaku berisiko. Aspek yang paling penting dalam teori ini adalah perilaku
merupakan dorongan dalam diri, individu melakukan perbuatan yang berisiko
untuk memenuhi pengembangan kebutuhan tertentu (Speilberg. 2004).
Teori problem behavior menyebutkan bahwa variasi yang terdapat dalam
sistem kepribadian, dan variasi persepsi tentang lingkungan individu dapat
memperhitungkan variasi yang muncul dalam perilaku bermasalah, dan dengan
secara bersama, lebih dapat memperhitungkan terjadinya perilaku dibandingkan
hanya satu hal saja (Lerner, Petersen, Silbereisen & Brooks-Gunn, 2013).
Teori problem behaviormempunyai kerangka psikosiosial yang
mencangkup tiga sistem, masing-masing sistem disusun oleh variabel yang
berperan sebagai pendorong atau sebagai kontrol melawan keterlibatan dalam
perilaku bermasalah. Keseimbangan antara dorongan dan kontrol menentukan
derajat kerawanan untuk perilaku bermasalah dalam setiap tiga sistemnya.
Keseluruhan tingkat kerawanan untuk perilaku bermasalah, menyeluruh di ketiga
26
sistem, merefleksikan derajat psikososial konvensional-tidak konvensional
karakter masing-masing remaja. (Donovan et al., 1991).
Problem Behavior (perilaku bermasalah) atau bisa juga disebut sebagai
perilaku tidak konvensional secara konsisten sesuai dengan profil dari perbedaan
atribut individu. Dalam personality system, perilakutidak-konvensional
merupakan refleksi dari nilai rendah dalam prestasi akademik, nilai tinggi dalam
kemandirian, sikap yang rendah terhadap ketidaktoleransian terhadap kenakalan,
dan religusitas yang rendah. Dalam perceived enviroment system, tidak-
konvensional mengacu pada kurangnya ketidaksesuaian harapan antara orang tua
dan teman, pengaruh teman lebih kuat dibandingkan orang tua dalam
pengambilan keputusan, rendahnya ketidaksetujuan orang tua terhadap perilaku
bermasalah dan kuatnya modeling pada teman dalam keterlibatan pada perilaku
bermasalah. Dalam behavior system, tidak-konvensional mengacu pada besarnya
keterlibatan dalam berbagai macam perilaku bermasalah (seperti penggunaan
narkotika dan perilaku kenakalan) dan rendahnya keterlibatan dalam perilaku
konvensional (seperti aktivitas yang berhubungan dengan sekolah, kinerja
akademis, dan kedatangan ke gereja) (Donovan et al., 1991).
Problem Behavior Theory (PBT) telah sukses tidak hanya dalam
perhitungan terhadap variasi dalam keikutsertaan berbagai perilaku bermasalah
tapi juga dalam memperhitungkan perubahan dari keikutsertaan perilaku tersebut,
sebagai contohnya, dari bukan peminum menjadi peminum, dari peminum
menjadi peminum bermasalah, dari bukan pengguna ganja menjadi pengguna, dan
dari perawan menjadi tidak perawan (Fisher & Lerner, 2005).
27
Menurut teori problem behavior, seseorang yang mengunakan narkotika
merupakan seseorang yang: (1) merasa dirinya kurang akrab dengan orang tuanya,
lebih dekat dengan teman sebaya dan lebih terpengaruh oleh teman dibandingkan
dengan orang tua; (2) mempunyai teman yang menggunakan narkotika dan
memaarkan untuk menggunakan narkotika; (3) mempunyai sikap toleransi dalam
penggunaan narkotika, (4) mempunyai nilai yang rendah dalam pencapaian
akademik dan (5) merasa teralienisasi, pemberontak dan pencari kebebasan dalam
lingkungan konvensional (Petraitis et al., 1995).
Untuk mengetahui tentang perilaku penggunaaan ganja akan lebih baiknya
terlebih dahulu mengetahui hal apa yang dapat diproduksi dari tumbuhan ganja.
Tumbuhan ganja dapat diproduksi menjadi tiga (3) kategori : (1) ganja herbal,
yang berasal dari daun dan bunga; (2) getah ganja, yang berasal dari hasil proses
sekresi dari tumbuhan ganja; (3) minyak ganja (United Nation Office on Drugs
and Crime, 2008).
Konsumsi daun ganja banyak digunakan dengan cara dibakar, dihisap
seperti layaknyamengonsumsirokok, teknik tersebut sering digunakan untuk
mengonsumsi ganja.Teknik tersebut seperti untuk membuat sejenis rokok dengan
menggunakan kertas gulung khusus atau material lain (seperti guntingan kertas
atau daun dari tumbuhan lokal). Teknik lainnya dapat menggunakan pipa untuk
tembakau, pipa air atau bong di mana asap didinginkan melalui ruang berair dan
sebagainya. Konsumsi daun ganja dengan cara tersebut juga sering dicampurkan
dengan tembakau. Selain daun ganja, getah daritumbuhan ganja juga dikonsumsi
28
untuk di makan, biasa digunakan untuk campuran bumbu masakan (United Nation
Office on Drugs and Crime, 2008).
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 35 tahun 2009,
menggunakan ganja merupakan sebuah penyalahgunaan, dikarenakan ganja
merupakan narkotika golongan I yang dilarang digunakan untuk kepentingan
pelayanan kesehatan, hanya dapat digunakan untuk kepentingan pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi, dan untuk reagensia diagnostik (proses
mendeteksi suatu zat/bahan/benda yang digunakan oleh seseorang apakah
termasuk jenis narkotika atau bukan), serta reagensia laboratorium (proses
mendeteksi suatu zat/bahan/benda yang disita atau ditentukan oleh pihak Penyidik
apakah termasuk jenis Narkotika atau buka) dalam jumlah terbatas setelah
mendapatkan persetujuan Menteri atas rekomendasi Kepala Badan Pengawas
Obat dan Makanan. Konsumsi ganja dalam bentuk apapun dianggap sebagai
perilaku melawan hukum (Undang-Undang Republik Indonesia, 2009).
Sedangkan menurut Yatim dan Irwanto (1986),penyalahgunaan narkotika adalah
suatu tindakan yang dilakukan secara sadar untuk menggunakan narkotika
termasuk ganja secara tidak tepat (Siregar, 2004).
Kopstein et al., (2001) menggolongkan pengguna ganja menjadi dua (2)
kriteria. Kriteria pertama yaitu, pengguna berat adalah individu yang merokok
ganja enam (6) kali atau lebih dalam jangka waktu satu (1) bulan terakhir. Kriteria
kedua yaitu, pengguna baru yang didefinisikan sebagai pengguna yang
menggunakan ganja sedikitnya sekali dalam satu (1) bulan terakhir.
29
MenurutDiagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders 5th
(DSM-V), individu dapat di diagnostik mengalami gangguan
perilakumengonsumsi ganja, jika menimbulkan masalah klinis, atau gangguan
dalam hubungan sosial, pekerjaan atau hal penting lainnya,dalam masa konsumsi
selama 12 bulan.(American Psychiatric Assosiaton, 2013).
Berdasarkan teori yang dikemukakan sebelumnya, peneliti menyimpulkan
bahwa perilakumengonsumsi ganja dapat didefinisikan sebagai tindakan
mengonsumsi ganja (baik herbal, getah atau minyak) dalam cara apapun yang
dilakukan secara sadar. Hal tersebut menjadi acuan peneliti untuk melakukan
pengukuran variabel terikat.
2.1.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi PerilakuMengonsumsi Ganja
Berdasarkan studi literatur diketahui bahwa. faktor-faktor yang
mempengaruhi perilakumengonsumsi ganja diantaranya :
1. Faktor Lingkungan
a. Pengaruh teman sebaya.Teori problem behaviormengemukakan
asumsi bahwa kerentanan dalam perilaku bermasalah (seperti
menggunakan ganja) merupakan hasil dari interaksi individu dengan
lingkungan. Inti dari interaksi ini terdapat pada kelekatan antara
keluarga dan teman sebaya. Teori ini berpendapat bahwa individu yang
menggunakan narkotika merupakan seseorang yang mempunyai
hubungan yang tidak akrab dengan orang tua, namun dekat dengan
teman sebaya, dan lebih terpengaruh dengan teman daripada dengan
orang tua (Petraitis et al., 1995).Menurut Kandel (1985) seseorang yang
30
tidak menggunakan ganja lebih senang mempunyai teman dekat dengan
seseorang yang tidak menggunakan ganja juga, dan pengguna ganja
lebih senang mempunyai teman dekat dengan seseorang yang
menggunakan ganja juga. Penelitian lebih lanjut menerangkan bahwa
kesamaan bukan hanya untuk memprediksi dalam pemilihan teman, tapi
juga hubungan pertemanan lebih lanjut. Ketika tidak terjadi kesamaan,
individu akan cenderung memutuskan tali pertemanan atau
memodifikasi perilakunya untuk membangun harmoni. Oleh karena itu,
seleksi dan sosialisasi keduanya mempunyai peran dalam pertemanan
seseorang (McMurran, 1994).
b. Pengaruh role model.berdasarkan teori problem behavior, individu
menggunakan ganja karena sosok seseorang yang menjadi role
modelnya dalam lingkungan sosial dan juga perilakumengonsumsi
ganja yang dilakukan oleh keluarga maupun teman, individu
menggunakan ganja percaya bahwa teman ataupun keluarga
membolehkan individu tersebut untuk menggunakan ganja juga
(Petraitis et al., 1995).
c. Pengaruh keluarga. Faktor dalam keluarga yang mempengaruhi
seseorang menggunakan ganja meliputi toleransi atau diperbolehkannya
menggunakan ganja, peraturan terhadap perilaku yang tidak jelas dalam
keluarga, ketidakkonsistenan antara hadiah dan hukuman, ikatan
keluarga yang lemah dan tingkat konflik keluarga yang tinggi
(McMurran, 1994).
31
d. pengaruh peraturan/hukum. Banyak perilaku yang diatur oleh
peraturan dalam budaya di kehidupan manusia. Semua narkotika diatur
oleh hukum termasuk batasan dalam penggunaan, penjualan dan
penyuplaian barang (McMurran, 1994). Di Indonesia ganja termasuk
pada narkotika golongan I yang berarti sangat ilegal untuk digunakan,
hal ini menjadi sebuah larangan dalam konsumsi ganja, karena jika
seseorang menggunakan ganja akan terjerat dengan masalah hukum
yang berlaku dan akan ditindak sesuai dengan aturan yang berlaku di
Indonesia.
2. Faktor Perilaku
a. Perkembangan perilaku. penelitian jangka panjang menunjukan
bahwa ada indikasi terhadap pengembangan perilakukonsumsi
narkotikayang dimulai dengan kenakalan, berkembang menuju ke
perilakumeminum alkohol dan merokok tembakau, kemudian mulai
merokok ganja, berpindah kepada masalahmengonsumsi alkohol dan
akhirnya menggunakan narkotika berbahaya lainnya. Hal yang perlu
dicermati pada kasus ini adalahurutan perkembangan tersebut tidak
menjadi sebuah perkembangan yang tak terelakan. Newcomb
danBentler (1989) berpendapat bahwa, keterlibatan dalam satu tahap
tidak secara langsung mempengaruhi keterlibatan pada tahap
selanjutnya, bagaimanapun keterlibatan dalam tahap selanjutnya tidak
mungkin tanpa adanya keterlibatan sebelumnya pada tahap sebelumnya
(McMurran, 1994).
32
b. Perilaku tidak konvensional. Elliot et al (1985) menemukan bahwa
kenakalan dan keterlibatan dalam kelompok teman yang nakal, menjadi
bukti dalam penggunaan narkotika. Brook et al., (1989) perilaku tidak
konvensional mempunyai peran penting dalam awal penggunaan
narkotika (seperti ganja) dan sekali menggunakan narkotika kemudian
perilaku tidak konvensional menjadi tidak penting dan penggunaan
narkotika mempunyai pengaruhnya sendiri terhadap perilaku tersebut,
dalam penelitiannya juga menemukan bahwa inisiasi meminum alkohol
terkait dengan perilaku tidak konvensional atauperilaku tidak sesuai,
sedikitnya orientasi untuk bekerja, mempunyai toleransi pada perilaku
menyimpang dan ikut serta dalam perilaku kenakalan (McMurran,
1994).
c. Sensation seeking. Menurut Zuckerman, bahwaindividu yang senang
membangkitkan hasrat akan pengalaman mungkin lebih cenderung
untuk mengonsumsi alkohol dan narotika termasuk ganja, seperti
mengikutsertakan dalam kegiatan yang membahayakan (McMurran,
1994). Hasil penelitian lain menemukan bahwa dimensi dari sensation
seeking, Disinhibitiondiperhitungkan berhubungan dengan perilaku
merokok dan perilakumengonsumsi ganja sedangkan sensasi dan rasa
petualangan tidak signifikan (Kopstein et al., 2001).
3. Faktor Psikologis
a. Kepribadian. BerdasarkanPenelitian Terraciano, Lockenhoff, Crum,
Bienvenu (2008) untuk mengetahui perbedaan kepribadian dalam
33
penggunaan narkotika seperti rokok, ganja, kokain dan heroin serta
individu yang bukan pengguna, menggunakan teori kepribadian Five
Factor Model. Hasil dari penelitian menunjukan bahwa jika
dibandingkan dengan yang tidak merokok, perokok mempunyai skor
rendah dalam tipe kepribadian conscientiousness dan skor yang tinggi
dalam tipe kepribadian neuroticism, serupa pada pengguna kokain atau
heroin terdapat skor yang tinggi dalam tipe kepribadian neuroticism
danskor yang rendah pada tipe kepribadian conscientiousness,
sedangkan pada pengguna ganja terdapat skor yang tinggi dalam tipe
kepribadian oppenness to experince, skor rata-rata pada tipe
kepribadian neuroticism dan skor yang rendah pada tipe kepribadian
agreebleness dan conscientiousness(Terraciano et al., 2008).
b. Persepsi. Penelitian Wibberley dan Price (2000) dengan menggunakan
murid berusia 15 sampai 16 tahun dari 9 sekolah di daerah Menchester,
Inggris. Total keseluruhan berisi 1067 kuisoner tentang perasaan
tentang penggunaan narkotika. Salah satu pertanyaan menanyakan
tentang sebeberapa berbahayanya efek menggunakan berbagai jenis
narkotika pada kesehatan. Ganja di kategorikan sebagai sedikit
berbahaya, sangat sedikit berbahaya atau bahkan tidak berbahaya hanya
67,3% dari responden, sedangkan pada kasus penggunaan
ampetahamine sebanyak 24,8% dan heroin sebanyak 1,3%. Selanjutnya,
85,7% responden telah menggunakan ganja (Jenkins, 2006). Menurut
Penelitian Bachman et al. (1998) menemukan bahwa menurunnya
34
perceived risk(persepsi risiko) seperti anggapan bahwa ganja dapat
berbahaya bagi kesehatan, bisa diperhitungkan sebagai meningkatnya
konsumsi ganja di kalangan pelajar (Bachman et al., 1998)
c. Motif. Individu melakukan segala jenis perilaku berdasarkan motif atau
dorongan baik dari dalam individu maupun dari luar individu. Pada
perilakumengonsumsi ganja, Simon (2000) mengembangkan lima (5)
buah motif berdasarkan penelitian sebelumnya, motif tersebut adalah
social motives, expansion motives, coping motives, enhancement
motives, dan conformity motives. Berdasarkan penelitian Comeau et al.,
(2001) bahwa . hasil penelitian menunjukan ada hubungan yang
signifikan antara coping motive, conformity motive dan enhancement
motive dengan anxiety sensitivity; ada hubungan antara coping motive
dengan trait anxiety; dan hubungan yang tinggi terdapat pada anxiety
sensitivity diprediksi oleh conformity motive pada pengguna ganja
(Comeau et al., 2001).Penelitian lain yang dilakukan oleh Simon et al.
(2005) menunjukan bahwa enhancement motive dan coping motive
secara siginifikan berhubungan dengan permasalahan terkait
perilakumengonsumsi ganja.
2.1.3 Indikator Perilaku Mengonsumsi Ganja
Menurut UNODC (2011) perilaku mengonsumsi ganja adalah tindakan
seseorang menggunakan ganja dengan cara pengasapan atau dihisap. ganja dalam
bentuk herbal (tanaman) atau daun ganja kering yang dilinting dengan kertas
(papir) kemudian dibakar, dan dihisap seperti layaknya orang merokok tembakau.
35
Menurut DSM V dijelaskan bahwa individu yang di diagnostik sebagai
gangguan penyalahgunaan ganja adalah individu yang dalam waktu 6 sampai 12
bulan, efek dari penggunaan ganja dapat menggangu kehidupan sosial dan
psikologis pengguna tersebut (American Psychiatric Assosiaton, 2013).
Sedangkan menurut UNODC pengguna ganja terbagi menjadi kategori, yaitu
pengguna ganja eksperimental, rekreasional maupun kronik (UNODC, 2011).
Dalam penelitian ini, peneliti tidak secara spesifik membatasi prilaku
mengonsumsi ganja sebagai gangguan penyalahgunaan ganja, ataupun
mengkategorikan perilaku mengonsumsi ganja sebagai pengguna eksperimental,
rekreasional atau kronik. Peneliti menyimpulkan bahwa perilaku mengonsumsi
ganja dapat dijelaskan sebagai perilaku seseorang menghisap ganja layaknya
menggunakan rokok, pada waktu satu bulan terakhir.
2.1.4 Pengukuran Perilaku Mengonsumsi Ganja
Dependent variable (DV) pada penelitian ini termasuk variabel kategorik,
hanya memiliki dua kemungkinan jawaban (ya/tidak). Alat ukur yang digunakan
adalah alat ukur yang dibuat sendiri oleh peneliti. Responden diminta untuk
menjawab pertanyaan “apakah anda mengonsumsi ganja pada satu bulan
terakhir?” pilihan jawaban yang diberikan yaitu “ya” dan “tidak”
2.2 Perceived Risk
2.2.1 Definisi Perceived Risk
Persepsi didefinisikan sebagai keseluruhan proses menangkap objek dan
kejadian dalam lingkungan luar, untuk merasakannya, memahaminya,
mengidentifikasikannya dan melabelkannya, dan bersiap untuk beraksi
36
menghadapinya (Levitin, 2002). Persepsi juga di pengaruhi oleh sistem
keyakinan, sikap dan kebutuhan individu (Strickland, 2001). Menurut Roth (1986)
persepsi adalah informasi diperoleh melalui organ sensorik, kemudian
ditransformasikan melalui pengalaman objek, peristiwa, suara, rasa, dan
sebagainya (Eysenck & Keane, 2000).Individu sebelum melakukan perbuatan
yang berisiko, tindakan tersebut sebelumnya di nilai, diproses dan
ditransformasikan kedalam bentuk tindakan (Fischhoff et al., 1981). Proses
penilaian tersebut mendasari pembatasan fisik, hanya sebagai stimulus yang
dirasakan atau kognisi yang bisa di proses, dan beberapa tidak diperlukan faktor
psikologis yang nyata (Trimpop, 1994).
Perceived risk dapat didefinisikan sebagai pertimbangan dan penilaian
seseorang terhadap sesuatu hal yang berbahaya. pengalaman dan keyakinan
individu menjadi pertimbangan (Renn & Rohrmann, 2000). Perceived risk o
didefiniskan sebagai pertimbangaan pribadi, dalam berbagai aspek, hakikatnya
dan keseriusan risikonya, seringkali dibandingkan dengan penilaian para ahli
atau dihitung berdasarkan metode ilmiah dan/atau data-data (Speilberger, 2004).
Sedangkan menurut Danseco et al. (1999) Perceived risk merupakan keyakinan
tentang efek negatif atau berbahayanya penggunaan narkotika terhadap individu.
(Danseco, Kingery, & Coggeshall, 1999).
Peneliti menyimpulkan bahwa perceived risk adalah kepercayaan individu
mengenai efek negatif ataupun efek berbahaya yang dapat ditimbulkan olehi
narkotika terhadap kesehatan fisik diri sendiri.
37
2.2.2 Indikator Perceived Risk
Perceived risk dalam penelitian ini dijelaskan sebagai keyakinan individu
terhadap efek berbahaya yang ditimbulkan dari mengonsumsi ganja terhadap
kesehatan fisik seseorang, mengonsumsi ganja dipercaya dapat menyebabkan
terjadinya gangguan kesehatan pada paru-paru, penurunan kemampuan otak,
bahkan dapat beresiko menyebabkan kematian pada penggunanya
2.2.3 Pengukuran Perceived Risk
Pengukuran perceived risk menggunakan lima (5) pertanyaan yang di
adaptasi dan modifikasi dari penelitian Bachman et al., (1998). Pengukuran
perceived risk pada kesehatan fisik.. Pengukuran perceived risk tersebut dengan
diukur melalui empat (4) pilihan jawaban yaitu : (1)sangat tidak setuju; (2) tidak
setuju; (3) setuju; (4) sangat setuju.
2.3 Sensation Seeking
2.3.1 Definisi Sensation Seeking
Menurut Eby, sensation seeking adalah perilaku yang berhubungan dengan
kebutuhan psikologis seperti rasa ingin tahu dan mengikutsertakan dalam kegiatan
untuk tujuan menstimulasi (Speilberg, 2004). Penelitian tersebut juga
menunjukan bahwa sensation seeking seorang cenderung meningkat ketika saat
berumur 19 tahun dan secara bertahap menurun sepanjang umur kehidupan
(Speilberg, 2004).
Peneliti menggunakan definisi sensastion seeking menurut Zuckerman
(1994).Sensation seeking merupakan trait yang didefinisikan sebagai mencari
sensasi dan pengalaman yang bervariasi, yang baru, rumit dan hebat, kemauan
38
untuk menerima risiko secara fisik, sosial, hukum dan keuangan untuk
mendapatkan pengalaman (Zuckerman, 1994). Aspek risiko sebagai bayaran
untuk hadiah yang diterima karena pengalaman itu sendiri ( Zuckerman, 1994).
2.3.2 Dimensi Sensation Seeking
Zuckerman (1994) membagi sensation seeking menjadi empat (4)
dimensi, yaitu :
1. Thrill & Adventure Seeking.Dimensi ini merupakan bentuk
pengekspresian hasrat untuk ikut serta dalam kegiatan olahraga
ataupun aktifitas fisik yang berisiko lainnya untuk mendapatkan sensasi
yang tidak biasa dari kecepatan ataupun gravitasi seperti terjun parasut,
menyelam atau bermain ski. Karena kebanyakan aktifitas itu tidak
umum, maka item pada dimensi ini diekpresikan sebagai intensi (Saya
Ingin...) dibandingkan melaporkan pengalamanan yang telah terjadi.
Peneliti menyimpulkan bahwa thrill & adventure seeking merupakan
rasa ingin untuk terlibat dalam aktivitas fisik yang melibatkan kecepatan
atau gravitasi yang tidak umum dilakukan.
2. Experience Seeking. Dimensi ini mencakup pencarian sensari baru dan
pengalaman menembus indra dan pikiran, seperti membangkitkan
musik, seni dan travel, dan tidak melalui konformitas sosial, seperti
bergabung dengan kelompok pinggiran dari masyarakat tidak
konvensional (seperti artis, hippie, homosexual). Peneliti menyimpulkan
bahwa experience seeking merupakan rasa suka terhadap gaya hidup
39
yang tidak konvensional dan pencarian terhadap pengalaman yang baru
dan menarik.
3. Boredom Susceptibility. Dimensi ini merespentasikan ketidak-toleran
terhadap pengalaman yang berulang dalam bentuk apapun, seperti
halnya kerja rutinitas, dan orang yang membosankan.
4. Disinhibition. Dimensi ini mendeskrpisikan sensastion seeking melalui
aktifitas sosial seperti pesta, mabuk-mabukan dan berhubungan seksual.
Peneliti menyimpulkan bahwa disinhibition adalah keinginan dan
kesukaan untuk melakukan aktivitas sosial maupun seksual yang bebas
secara terbuka, walaupun kegiatan tersebut berisiko.
2.3.3 Pengukuran Sensation Seeking
Pengukuran sensation seeking dalam penelitian ini menggunakan
Sensation Seeking Scale Form V (SSS-V) yang diadaptasi dan modifikasi dari
penelitian Zuckerman (1994). SSS-Vterdiri dari empat (4) dimensi yaitu Thrill &
Adventure Seeking, Experience Seeking, Disinhibition, dan Boredom
Susceptibility. SSS-V terdiri dari 20 item dengan empat(4) pilihan jawaban yaitu :
(1) sangat tidak setuju; (2) tidak setuju; (3) setuju; (4) sangat setuju.
2.4 Substance Use Motive
2.4.1 Definisi Substance Use Motive
Substance use motives memprediksi bahwa ada perbedaan motif/dorongan
yang mungkin secara teoritis berhubungan dengan berbagai macam tipe masalah
(Johnson, 2010). Motif Kognitif dalam penggunaan narkotika dipercaya
menrespentasikan efek akan dicarinya narkotika. Penelitian motive dapat
40
meningkatkan pemahaman dalam peran fungsional dari penggunaan narkotika
oleh pengguna (Simon et al., 2000).
Menurut Carman (1979) percaya bahwa “efek dorongan personal” untuk
mengonsumsinarkotika mengarahkan pada kebanyakan pengguna yang
bermasalah. Dalam kata lain, orang yang memuaskan diri dengan menggunakan
obat untuk tujuan penyembuhan diri, untuk menghilangkan tekanan psikologis
ataupun menghindari tantangan dibandingkan dengan alasan sosial ( seperti
tekanan teman sebaya, untuk menyesuaikan diri atau rasa malu) akan memeliki
masalah yang lebih besar karena penggunaan narkotika mereka (Sadava, 1987,
dalam Naraya et, al.).
Substance use motive dari penggunaan narkotika menyajikan kerangka
untuk memahami rangkaian dari fungsi emosi dalam hal mengunakan narkotika
dan masalah yang terkait dalam penggunannya (Copper et al., 1995; Cox &
Kelinger, 1988; dalam Simon et al., 2005). Simon mengidentifikasikan bahwa
ada faktor-faktor yang berbeda, dapat direplikasi dan internal konsistensi dari
motif mengonsumsi ganja.
Peneliti menyimpulkan bahwa substance use motive adalah dorongan-
dorongan yang spesifik dalam diri individu yang membuat individu
menggunakan narkotika.
2.4.2 Dimensi Substance Use Motive
Untuk Mengetahui dimensi substance use motive, peneliti menggunakan
teori Simon et al. Simon (1998) yang mengembangkan Marijuana Motives
41
Measure (MMM), berdasarkan substanceuse motiveyang dikembangkan
dariDrinking Motive Measure. Yaitu :
1. Conformity Motive.Individu menggunakan ganja sebagai dikarenakan
dorongan untuk menjadi bagian dari kelompok.
2. Coping Motive.Individu menggunakan ganja sebagai dorongan untuk
meredakan dan/atau menghindari keadaan negatif emosional, seperti
halnya untuk menenangkan, untuk melupakan kegelishan, supaya
merasa lebih percaya diri, dan sebagainya.
3. Enhancement Motive. Individu menggunakan ganja sebagai dorongan
untuk memfaslitasi emosi positif yang ada dalam diri individu, seperti
halnya ganja membuat saya merasa senang, karena ganja
menyenangkan, karena ganja mengasikan, karena menyukai perasaan
saat menggunakan ganja, dan sebagainya.
4. Expansion Motive. Individu menggunakan ganja sebgai bentuk
dorongan untuk memperluas pengalamannya, seperti mencoba hal yang
berbeda, untuk memperluas kesadaran.
5. Social Motive. Individu menggunakan ganja sebagai dorongan
berafiliasi dengan orang lain. Seperti halnya cara untuk merayakan
sesuatu, untuk menjadi orang yang sosialita, karena menggunakan ganja
membuat perkumpulan lebih menyenangkan, dan sebagainya.
2.4.3 Pengukuran Substance Use Motive
Dalam Penelitian ini, peneliti menggunakan Marijuana Motive Measure
(MMM) yang diadaptasi dan dimodifikasi dari penelitian Simon (1998), MMM
42
bertujuan untuk mengetahui dorongan individu menggunakan ganja. MMM terdiri
dari lima (5) dimensi yaitu enhancement motive, conformity motive, expansion
motive, social motive, dan coping motive. MMM terdiri dari 24 item dengan
empat (4) pilihan jawaban yaitu : (1) sangat tidak setuju; (2) tidak setuju; (3)
setuju; (4) sangat setuju.
2.5 Kerangka Berpikir
Perilaku mengonsumsi ganja bisa disebut sebagai perilaku bermasalah
karena perilaku tersebut didefinisikan secara sosial sebagai masalah atau sebagai
hal yang tidak diinginkan dalam norma yang berlaku konvensional di masyarakat,
dan biasanya menimbulkan semacam respon kontrol sosial.
Mengonsumsi ganja juga disebut sebagai perilaku bermasalah dikarenakan
efek dari penggunaan jangka panjang dapat beresiko menurunkan fungsi kognitif
pemakai. Oleh karena itu, mengonsumsi ganja dipersepsikan dapat menimbulkan
resiko yang berbahaya untuk kesehatan fisik penggunanya.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Bachman (1999), menemukan bahwa
perceived risk berpengaruh signifikan secara negatif terhadap perilaku
mengonsumsi ganja pada anak sekolah menengah atas, penelitian ini menyatakan
bahwa menurunnya persepsi risiko tentang bahaya mengonsumsi ganja
menyebabkan terjadinya peningkatan angka konsumsi ganja dari tahun 1976
sampai dengan 1996 pada anak sekolah menengah atas.Selain itu menurut
penelitian yang dilakukan oleh Danseco (1999), perceived risk lebih tinggi
terdapat pada orang yang tidak mengonsumsi ganja. Berdasarkan penelitian
sebelumnya, peneliti berasumsi bahwa perceived risk pada penelitian ini akan
43
signifikan mempengaruhi perilaku mengonsumsi ganja secara negatif, artinya
semakin tinggi perceived risk, semakin rendah perilaku mengonsumsi ganja.
Selanjutnya, menurut Zuckerman (dalam McMurran, 1994) menyebutkan
bahwa individu yang mempunyai sensation seekingyang besar lebih cenderung
untuk mengonsumsi alkohol dan narotika termasuk mengonsumsi ganja. Selain
itu, menurut penelitian yang dilakukan oleh Kopstein (1999) dengan
menggunakan variabel sensation seeking yaitu thrill & adventure seeking dan
disinhibition, menemukan bahwa variabel disinhibition berpengaruh positif
terhadap perilaku mengonsumsi ganja. Penelitian yang dilakukan Kopstein (1999)
mengungkapkan bahwa individu yang mempunyai keinginan dan kesukaan untuk
melakukan aktivitas sosial maupun seksual yang bebas secara terbuka akan
cenderung mengonsumsi ganja, walaupun kegiatan tersebut berisiko. Berdasarkan
penelitian sebelumnya, peneliti berasumsi bahwa sensation seeking (thrill &
adventure, experience seeking, boredom suscepibility, dan disinhibition) pada
penelitian ini akan signifikan mempengaruhi perilaku mengonsumsi ganja secara
positif, artinya semakin tinggi sensation seeking (thrill & adventure, experience
seeking, boredom suscepibility, dan disinhibition), semakin tinggi pula perilaku
mengonsumsi ganja.
Kemudian, Simon (1998) menyatakan bahwa dengan melihat subtance use
motives akan mengetahui faktor yang mendorong perilaku mengonsumsi
ganjapada individivu. Simon et al., (2000) melakukan penelitian dengan
membandingkan subtance use motive pada pengguna ganja dan alkohol, penelitian
ini menemukan bahwa expansion motive secara signifikan berpengaruh lebih
44
besar pada pengguna ganja dibandingkan pada pengguna alkohol, selain itu social
motivesecara signifikan berpengaruh lebih besar pada pengguna alkohol
dibandingkan pada pengguna ganja, sedangkan untuk variabel enhancement
motive, coping motive, dan conformity motive tidak ada perbedaan yang signifikan
antara pengguna ganja maupun alkohol. Selain itu, pada penelitian lain yang
dilakukan oleh Simon et al., (2005) dengan menggunakan dua dimensi dari
subtance use motive, yaitu variabel coping motive dan enhancement motive, hasil
penelitian menunjukan bahwa coping motive dan enhancement motive
berpengaruh signifikan terhadap perilaku mengonsumsi ganja pada mahasiswa.
Berdasarkan penelitian sebelumnya, peneliti berasumsi bahwa substance use
motive (coping motive, conformity motive, enhancement motive,expansion motive
dan social motive) pada penelitian ini akan signifikan mempengaruhi perilaku
mengonsumsi ganja secara positif, artinya semakin tinggi substanceuse motive
(coping motive, conformity motive, enhancement motive,expansion motive dan
social motive), semakin tinggi pula perilaku mengonsumsi ganja.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan sebelumnya, maka peneliti
berasumsi bahwa ada pengaruh yang signifikan antara perceived risk, sensation
seeking (thrill & adventure, experience seeking, boredom suscepibility, dan
disinhibition) dan substanceuse motive (coping motive, conformity motive,
enhancement motive,expansion motive dan social motive) terhadap perilaku
mengonsumsi ganja.Berikut gambaran kerangka berpikir yang peneliti gunakan
dalam peneltian ini :
45
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir
46
2.6 Hipotesis Penelitian
2.6.1 Hipotesis Mayor
Ha: Ada pengaruh yang signifikan antara perceived risk, sensation seeking (thrill
& adventure, experience seeking, boredom suscepibility, dan disinhibition)dan
substance use motive (coping motive, conformity motive, enhancement
motive,expansion motive dan social motive) terhadap perilaku mengonsumsi
ganja.
2.6.2 Hipotesis Minor
Ha1: Ada pengaruh yang signifikan perceived riskterhadap perilaku
mengonsumsi ganja.
Ha2: Ada pengaruh yang signifikan thrill & adventure seeking terhadap perilaku
mengonsumsi ganja.
Ha3: Ada pengaruh yang signifikan boredom suscepibility terhadap perilaku
mengonsumsi ganja.
Ha4: Ada pengaruh yang signifikan disinhibition terhadap perilaku mengonsumsi
ganja.
Ha5: Ada pengaruh yang signifikan experience seeking terhadap perilaku
mengonsumsi ganja.
Ha6: Ada pengaruh yang signifikan conformity motive terhadap perilaku
mengonsumsi ganja.
Ha7: Ada pengaruh yang signifikan coping motive terhadap perilaku mengonsumsi
ganja.
47
Ha8: Ada pengaruh yang signifikan enhancement motive terhadap perilaku
mengonsumsi ganja.
Ha9: Ada pengaruh yang signifikan expansion motive terhadap perilaku
mengonsumsi ganja.
Ha10: Ada pengaruh yang signifikan social motive terhadap perilaku mengonsumsi
ganja.
48
BAB III
METODE PENELITIAN
Pada bab ini dijelaskan tentang populasi dan sampel, variabel penelitian,
definisi operasional, teknik pengambilan sampel, uji validitas, instrumen
penelitian, teknik pengambilan data, dan metode analisis data.
3.1 Populasi dan Sampel
Sampel penelitian ini merupakan individu yang terdaftar sebagai anggota
Lingkar Ganja Nusantara (LGN), maupun simpatisan yang mendukung gerakan
komunitas ini. Populasi dalam penelitian ini merupakan populasi dari komunitas
Lingkar Ganja Nusantara (LGN), peneliti mengasumsikan jumlah populasi
berdasarkan follower akun media sosial twitter komunitas @legalisasiganja, yaitu
sebanyak 63.095 orang. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 302 orang. Teknik
pengambilan sampling yang digunakan yaitu teknik non probability sampling
yang berati peluang terpilihnya sampling tidak diketahui.
3.2 Variabel Penelitian
Pada penelitian ini peneliti menggunakan beberapa variabel, variabel –
variabel tersebut adalah :
1. Perilaku Mengonsumsi Ganja
2. Perceived risk
3. Sensastion seeking meliputi :
a. Thrill & Adventure Seeking
b. Boredom Suscepibility
c. Disinhibition
49
d. Experience Seeking
4. Substance Use Motive meliputi :
a. Coping Motive
b. Conformity Motive
c. Enhancement Motive
d. Expansion Motive
e. Social Motive
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah perilaku mengonsumsi ganja,
variabel ini merupakan variabel kategoris dengan dua pilihan jawaban tidak
menggunakan ganja (0) dan menggunakan ganja (1). Sedangkan Variabel lainnya
merupakan variabel bebas.
3.3 Definisi Operasional Variabel
1. Perilaku mengonsumsi manja adalah tindakan seseorang menggunakan
ganja dengan cara pengasapan atau dihisap. ganja dalam bentuk herbal
(tanaman) atau daun ganja kering yang dilinting dengan kertas (papir)
kemudian dibakar, dan dihisap seperti layaknya orang merokok
tembakau.
2. Perceived risk adalah kepercayaan individu mengenai efek negatif
ataupun efek berbahaya dari mengonsumsi ganja terhadap kesehatan
fisik diri sendiri.
3. Thrill & adventure seeking adalah keinginan untuk terlibat dalam
olahraga outdoor atau aktivitas fisik yang melibatkan kecepatan atau
gravitasi yang tidak umum dilakukan.
50
4. Boredom suscepibility adalah tidak toleransi terhadap rutinitas, monoton
dan tidak melakukan apa-apa atau terhadap orang yang membosankan
5. Disinhibittion adalah keinginan untuk melakukan aktivitas sosial yang
bebas tanpa hambatan.
6. Experience seeking adalah rasa suka terhadap gaya hidup yang tidak
konvensional dan pencarian terhadap pengalaman yang baru dan
menarik.
7. Conformity motive adalah dorongan mengonsumsi ganja dengan
maksud untuk menjadi bagian dari kelompok
8. Coping motive adalah dorongan mengonsumsi ganja supaya dapat
meredakan dan/atau menghindari keadaan emosional yang bersifat
negatif.
9. Enhancement motive adalah dorongan mengonsumsi ganja untuk
memfasilitasi emosi positif yang ditimbulkan oleh konsumsi ganja.
10. Expansion motive adalah dorongan mengonsumsi ganja bertujuan untuk
memperluas pengalamannya, mencoba hal yang berbeda, dan
memperluas kesadaran.
11. Social motive adalah dorongan mengonsumsi ganja dengan tujuan untuk
dapat berafiliasi dengan orang lain.
3.4 Instrumen Pengumpulan Data
Perilaku mengonsumsi ganja diukur dengan mengajukan sebuah
pertanyaan kepada sampel yakni “apakah Anda pernah mengonsumsi ganja pada
satu bulan terakhir?”. Dengan dua (2) pilihan jawaban yaitu : Pilihan satu (1)
51
adalah ya ( mengonsumsi = 1), dilihat dari adanya perilaku yang dilakukan oleh
individu untuk mengonsumsi ganja. Sedangkan, pilihan dua (2) adalah tidak (
tidak mengonsumsi = 0), dilihat dari tidak adanya perilaku yang dilakukan oleh
individu untuk mengonsumsi ganja. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan
kalimat “satu bulan terakhir” dikarenakan peneliti tidak mengukur perbedaan
pengguna ganja seperti yang di kategorikan oleh UNODC dengan tiga kategori,
yaitu pengguna ganja eksperimental, rekreasional maupun kronik. Peneliti hanya
ingin melihat variabel bebas yang paling mempengaruhi prilaku mengonsumsi
ganja secara umum.
Perceived risk diukur dengan menggunakan pertanyaan yang di adaptasi
dan modifikasi dari penelitian Bachman et al., (1998). Pengukuran perceived risk
tersebut menggunakan lima (5) item pernyataan, dan dengan diukur melalui empat
(4) pilihan jawaban yaitu : (1) sangat tidak setuju; (2) tidak setuju; (3) setuju; (4)
sangat setuju. blue print item perceived risk dapat dilihat dari tabel 3.1 berikut ini.
Tabel 3.1
Blue Print Skala Perceived Risk
Variable Favorable Unfavorable Total
Perceived risk 2, 5 1, 3, 4 5
Total 5
Sensation Seeking diukur dengan Sensation Seeking Scale Form V (SSS-
V) yang diadaptasi dan modifikasi. SSS-V terdiri dari empat (4) dimensi yaitu
thrill & adventure seeking, experience seeking, disinhibition, dan boredom
susceptibility. SSS-V terdiri dari 20 item dengan empat (4) pilihan jawaban mulai
dari sangat tidak setuju sampai sangat setuju (Zuckerman, 1994 dalam Chang &
Liu, 2009). Berikut ini disajikan blue print skala sensation seeking :
52
Tabel 3.2
Blue Print Skala Sensation Seeking
Dimension Favorable Unfavorable Total
Thrill & Adventure Seeking 2, 4, 7, 12, 14 5
Experience Seeking 9, 11, 17, 19, 20 5
Boredom Susceptibility 3, 6, 8, 13, 16 5
Disinhibition 1,5, 10, 15, 18 5
Total 20
Substance use motive diukur menggunakan skala baku Marijuana Motive
Measure (MMM) yang diadaptasi dan dimodifikasi. MMM terdiri dari 24 item
dengan empat (4) pilihan jawaban mulai dari sangat tidak setuju sampai sangat
setuju. MMM terdiri dari lima (5) dimensi yaitu conformity motive, coping motive,
enhancement motive, expansion motive, dan social motive (Simons et al., 1998).
blue print skala substance use motive :
Tabel 3.3
Blue Print Skala Substance Use Motive
Dimension Favorable Unfavorable Total
Conformity Motive 2, 8, 12, 19, 20 5
Coping Motive 1, 4, 6, 15, 17 5
Enhancement Motive 7, 10, 13, 18 4
Expansion Motive 9, 21, 22, 23, 24 5
Social Motive 3, 5, 11, 14, 16 5
Total 24
3.5 Uji Validitas Konstruk
Sebelum melakukan analisis data, peneliti melakukan pengujian terhadap
validitas konstruk kelima instrument yang dipakai, yaitu Perceived Risk Scale,
Sensation Seeking Scale Form-V (SSS-V), Marijuana Motive Measure (MMM).
Peneliti melakukan uji validitas konstruk instrument tersebut dengan
menggunakan CFA (confirmatory factor analysis). Adapun logika dari CFA
(Umar, 2011):
53
1. Bahwa ada sebuah konsep atau trait berupa kemampuan yang
didefinisikan secara operasional sehingga dapat disusun pertanyaan atau
pernyataan untuk mengukurnya. Kemampuan ini disebut faktor,
sedangkan pengukuran terhadap faktor ini dilakukan melalui analisis
terhadap respon atas item-itemnya.
2. Diteorikan setiap item hanya mengukur satu faktor saja, begitupun juga
tiap subtes hanya mengukur satu faktor juga. Artinya baik item maupun
subtes bersifat unidimensional.
3. Langkah pertama dalam uji validitas dengan CFA ini yaitu pengujian
hipotesis apakah semua item mengukur satu faktor saja. Dengan data
yang tersedia dapat digunakan untuk mengestimasi matriks korelasi
antar item yang seharusnya diperoleh jika memang unidimensional.
Matriks korelasi ini disebut sigma (∑), kemudian dibandingkan dengan
matriks dari data empiris, yang disebut matriks S. Jika teori tersebut
benar (unidimensional) maka tentunya tidak ada perbedaan antara
matriks ∑ - matriks S atau bisa juga dinyatakan dengan ∑ - S = 0.
4. Pernyataan tersebut dijadikan hipotesis nihil yang kemudian diuji
dengan chi square. Jika hasil chi square tidak signifikan p>0.05, maka
hipotesis nihil tersebut “tidak ditolak”. Artinya teori unidimensionalitas
tersebut dapat diterima bahwa item ataupun subtes instrumen hanya
mengukur satu faktor saja.
5. Jika model unidimensional fit, maka langkah selanjutnya menguji
hipotesis apakah setiap item signifikan atau tidak mengukur apa yang
54
hendak diukur, dengan menggunakan t-test. Jika nilai t-test>1,96 maka
item tersebut signifikan dalam mengukur apa yang hendak diukur, jika
nilai t-test <1,96 maka item tersebut tidak signifikan, item yang
demikian digugurkan. Apabila dari hasil CFA terdapat item yang
koefisien muatan faktornya negatif, maka item tersebut harus
digugurkan. Sebab hal ini tidak sesuai dengan sifat item, yang bersifat
positif (favorable).
6. Setelah diperoleh model fit dihitung skor faktornya. Penggunaan faktor
skor ini bertujuan untuk menghindari hasil penelitian yang bias akibat
dari kesalahan pengukuran. Jadi skor yang dianalisis dalam penelitian
ini bukanlah skor yang diperoleh dari variabel pada umumnya,
melainkan justru true score yang diperoleh dengan memperhitungkan
perbedaan validitas dari setiap item. Namun demikian, untuk
menghindari faktor skor yang bertanda negatif dan positif (Zscore)
maka peneliti mentransformasikan faktor skor tersebut menjadi T skor.
Dengan rumus T skor yaitu (Umar, 2011):
T score = (10 x factor score) + 50 (3.1)
Dalam hal ini T skor akan memiliki mean = 50 dan SD = 10 dan
diharapkan seluruh faktor merupakan bilangan positif yang memiliki
rentangan diperkirakan antara 0 dan 100. Setelah didapat faktor skor
yang telah diubah menjadi T skor, nilai baku inilah yang akan
dianalisis dalam uji hipotesis. Adapun pengujian analisis CFA seperti
55
ini dilakukan dengan bantuan software LISREL 8.7 (Joreskog &
Sorbom, 2004)
3.5.1 Uji Validitas Konstruk Skala Perceived Risk
Peneliti menguji apakah lima (5) item yang ada bersifat unidimensional,
artinya item-item tersebut benar-benar hanya mengukur perceived risk. Dari hasil
awal analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit,
dengan Chi Square = 14.49, df = 5, P-Value = 0.01280, RMSEA = 0.079. Namun
setelah dilakukan modifikasi sebanyak satu (1) kali terhadap model dengan
membebaskan korelasi kesalahan pengukuran di antara item-item yang dianalisis,
maka kemudian diperoleh model fit dengan nilai Chi Square = 7.69, df = 4, P-
Value = 0.10361, RMSEA = 0.055, nilai P-Value > 0.05 (tidak signifikan).
Artinya model satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item
hanya mengukur satu faktor saja yaitu perceived risk. Model fit tersebut
ditunjukkan pada gambar di bawah ini :
Gambar 3.1 Path Diagram Perceived Risk
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam
mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu
perlu digugurkan atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil
56
tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat
t bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut
signifikan dan begitu juga sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item
pengukuran perceived risk disajikan pada tabel berikut ini.
Tabel 3.4
Muatan Faktor Perceived Risk
Item Koefesien Standard Error Nilai t Signifikan
1 0.28 0.06 4.60 V
2 0.62 0.06 10.97 V
3 0.29 0.06 4.71 V
4 0.87 0.05 15.89 V
5 0.78 0.06 14.15 V
Keterangan : tanda V signifikan (t > 1.96) ; X = tidak signifikan
Berdasarkan tabel 3.4 terlihat bahwa dari kelima item yang mengukur
faktor perceived risk karena semua item signifikan (t > 1.96) dan bertanda positif,
artinya berdasarkan hasil pengujian ini tidak ada item yang digugurkan, kemudian
item digunakan dalam mengestimasi skor faktor untuk faktor perceived risk.
3.5.2 Uji Validitas Konstruk Skala Sensation Seeking
3.5.2.1 Thrill & Adventure Seeking
Peneliti menguji apakah lima (5) item yang ada bersifat unidimensional,
artinya item-item tersebut benar-benar hanya mengukur thrill & adventure
seeking. Dari hasil awal analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor,
ternyata tidak fit, dengan Chi Square = 41.94, df = 5, P-Value = 0.0000, RMSEA
= 0.157. Namun setelah dilakukan modifikasi.sebanyak 2 kali terhadap model
dengan membebaskan korelasi kesalahan pengukuran diantara item-item yang
dianalisis, maka kemudian diperoleh model fit dengan nilai Chi Square = 7.51, df
= 3, P-Value = 0.5725, RMSEA = 0.071, nilai P-Value > 0.05 (tidak signifikan).
57
Artinya model satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item
hanya mengukur satu faktor saja yaitu thrill & adventure seeking. Model fit
tersebut ditunjukkan pada gambar di bawah ini :
Gambar 3.2 Path Diagram Thrill & Adventure Seeking
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam
mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu
perlu digugurkan atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil
tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat
t bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut
signifikan dan begitu juga sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item
pengukuran thrill & adventure seeking disajikan pada tabel berikut ini.
Tabel 3.5
Muatan Faktor Thrill & Adventure Seeking
Item Koefesien Standard Error Nilai t Signifikan
2 0.57 0.09 6.71 V
4 0.27 0.08 3.56 V
12 -0.33 0.09 -3.83 X
14 0.52 0.08 7.08 V
7 0.54 0.08 7.23 V
Keterangan : tanda V signifikan (t > 1.96) ; X = tidak signifikan
Berdasarkan tabel 3.5 terlihat bahwa dari kelima item yang mengukur
faktor thrill & adventure seeking, hanya item no 12 yang tidak signifikan (t <
58
1.96) dan bertanda negatif, sedangkan yang item lainnya signifikan. Dengan
demikian, item no 12 akan digugurkan yang berarti item tersebut tidak akan ikut
dianalisis dalam perhitungan faktor skor, sedangkan item lainnya digunakan
dalam mengestimasi skor faktor untuk faktor thrill & adventure seeking.
3.5.2.2 Boredom Susceptibility
Peneliti menguji apakah lima (5) item yang ada bersifat unidimensional,
artinya item-item tersebut benar-benar hanya mengukur boredom susceptibility.
Dari hasil awal analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata
tidak fit, dengan Chi Square = 59.57, df = 5, P-Value = 0.00002, RMSEA = 0.128.
Namun setelah dilakukan modifikasi sebanyak satu (1) kali terhadap model
dengan membebaskan korelasi kesalahan pengukuran diantara item-item yang
dianalisis, maka kemudian diperoleh model fit dengan nilai Chi Square = 5.85, df
= 4, P-Value = 0.21199, RMSEA = 0.039, nilai P-Value > 0.05 (tidak signifikan).
Artinya model satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh Item
hanya mengukur satu faktor saja yaitu boredom susceptibility. Model fit tersebut
ditunjukkan pada gambar di bawah ini :
Gambar 3.3 Path Diagram Boredom Susceptibility
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam
mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu
59
perlu digugurkan atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil
tentang koefisien muatan faktor dari Item. Pengujiannya dilakukan dengan
melihat t bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya Item
tersebut signifikan dan begitu juga sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk
item pengukuran boredom susceptibility disajikan pada tabel berikut ini.
Tabel 3.6
Muatan Faktor Boredom Susceptibility
Item Koefesien Standard Error Nilai t Signifikan
3 0.37 0.07 5.16 V
6 0.58 0.08 7.68 V
8 0.28 0.07 3.84 V
13 0.68 0.08 8.44 V
16 0.38 0.07 5.37 V
Keterangan : tanda V signifikan (t > 1.96) ; X = tidak signifikan
Berdasarkan tabel 3.6 terlihat bahwa dari kelima item yang mengukur
faktor Boredom Susceptibility karena semua item signifikan (t > 1.96) dan
bertanda positif, artinya berdasarkan hasil pengujian ini tidak ada item yang
digugurkan, kemudian item digunakan dalam mengestimasi skor faktor untuk
faktor Boredom Susceptibility.
3.5.2.3 Disinhibition
Peneliti menguji apakah lima (5) item yang ada bersifat unidimensional,
artinya item-item tersebut benar-benar hanya mengukur disinhibition. Dari hasil
awal analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata fit, dengan
Chi Square = 3.02, df = 5, P-Value = 0.69646, RMSEA = 0.000, nilai P-Value >
0.05 (tidak signifikan). Artinya model satu faktor (unidimensional) dapat diterima,
bahwa seluruh Item hanya mengukur satu faktor saja yaitu disinhibition. Model fit
tersebut ditunjukkan pada gambar di bawah ini :
60
Gambar 3.4 Path Diagram Disinhibition
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam
mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu
perlu digugurkan atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil
tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat
nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya Item tersebut
signifikan dan begitu juga sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item
pengukuran disinhibition disajikan pada tabel berikut ini.
Tabel 3.7
Muatan Faktor Disinhibition
Item Koefesien Standard Error Nilai t Signifikan
3 0.51 0.06 8.25 V
6 0.63 0.06 10.56 V
8 0.68 0.06 11.58 V
13 0.77 0.06 13.25 V
16 0.38 0.06 6.04 V
Keterangan : tanda V signifikan (t > 1.96) ; X = tidak signifikan
Berdasarkan tabel 3.7 terlihat bahwa dari kelima item yang mengukur
faktor disinhibition karena semua item signifikan (t > 1.96) dan bertanda positif,
artinya berdasarkan hasil pengujian ini tidak ada item yang digugurkan, kemudian
item digunakan dalam mengestimasi skor faktor untuk faktor disinhibition.
61
3.5.2.4 Experience Seeking
Peneliti menguji apakah lima (5) item yang ada bersifat unidimensional,
artinya item-item tersebut benar-benar hanya mengukur experience seeking. Dari
hasil awal analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak
fit, dengan Chi Square = 19.21, df = 5, P-Value = 0.00176, RMSEA = 0.097.
Namun setelah dilakukan modifikasi sebanyak satu (1) kali terhadap model
dengan membebaskan korelasi kesalahan pengukuran diantara item-item yang
dianalisis, maka kemudian diperoleh model fit dengan nilai Chi Square = 2.30, df
= 4, P-Value = 0.68129, RMSEA = 0.000, nilai P-Value > 0.05 (tidak signifikan).
Artinya model satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh Item
hanya mengukur satu faktor saja yaitu experience seeking. Model fit tersebut
ditunjukkan pada gambar di bawah ini :
Gambar 3.5 Path Diagram Experience Seeking
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam
mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu
perlu digugurkan atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil
tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat
nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut
62
signifikan dan begitu juga sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item
pengukuran experience seeking disajikan pada tabel berikut ini.
Tabel 3.8
Muatan Faktor Experience Seeking
Item Koefesien Standard Error Nilai t Signifikan
9 0.53 0.06 8.32 V
11 0.80 0.07 12.14 V
20 0.39 0.07 5.99 V
17 0.47 0.06 7.24 V
19 0.54 0.07 8.52 V
Keterangan : tanda V signifikan (t > 1.96) ; X = tidak signifikan
Berdasarkan tabel 3.8 terlihat bahwa dari kelima item yang mengukur
faktor experience seeking karena semua item signifikan (t > 1.96) dan bertanda
positif, artinya berdasarkan hasil pengujian ini tidak ada item yang digugurkan,
kemudian item digunakan dalam mengestimasi skor faktor untuk faktor
experience seeking.
3.5.3 Uji Validitas Konstruk Skala Substance Use Motive
3.5.3.1 Conformity Motive
Peneliti menguji apakah lima (5) item yang ada bersifat unidimensional,
artinya item-item tersebut benar-benar hanya mengukur conformity motive. Dari
hasil awal analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak
fit, dengan Chi Square = 70,60, df = 5, P-Value = 0.00000, RMSEA = 0.209.
Namun setelah dilakukan modifikasi sebanyak satu (1) kali terhadap model
dengan membebaskan korelasi kesalahan pengukuran diantara item-item yang
dianalisis, maka kemudian diperoleh model fit dengan nilai Chi Square = 7,05, df
= 4, P-Value = 0.13336, RMSEA = 0.050, nilai P-Value > 0.05 (tidak signifikan).
Artinya model satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item
63
hanya mengukur satu faktor saja yaitu conformity motive. Model fit tersebut
ditunjukkan pada gambar di bawah ini :
Gambar 3.6 Path Diagram Conformity Motive
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam
mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu
perlu digugurkan atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil
tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat
nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut
signifikan dan begitu juga sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item
pengukuran conformity motive disajikan pada tabel berikut ini.
Tabel 3.9
Muatan Faktor Conformity motive
Item Koefesien Standard Error Nilai t Signifikan
2 0.54 0.06 9.53 V
8 0.75 0.05 14.37 V
12 0.78 0.05 15.32 V
19 0.86 0.05 17.65 V
20 0.78 0.05 15.22 V
Keterangan : tanda V signifikan (t > 1.96) ; X = tidak signifikan
Berdasarkan tabel 3.9 terlihat bahwa dari kelima item yang mengukur
faktor Conformity Motive karena semua item signifikan (t > 1.96) dan bertanda
positif, artinya berdasarkan hasil pengujian ini tidak ada item yang digugurkan,
64
kemudian item digunakan dalam mengestimasi skor faktor untuk faktor
conformity motive.
3.5.3.2 Coping Motive
Peneliti menguji apakah lima (5) item yang ada bersifat unidimensional,
artinya item-item tersebut benar-benar hanya mengukur coping motive. Dari hasil
awal analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit,
dengan Chi Square = 17,60, df = 5, P-Value = 0.00349, RMSEA = 0.092. Namun
setelah dilakukan modifikasi sebanyak satu (1) kali terhadap model dengan
membebaskan korelasi kesalahan pengukuran diantara item-item yang dianalisis,
maka kemudian diperoleh model fit dengan nilai Chi Square = 4,70, df = 4, P-
Value = 0.31973, RMSEA = 0.024, nilai P-Value > 0.05 (tidak signifikan).
Artinya model satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item
hanya mengukur satu faktor saja yaitu coping motive. Model fit tersebut
ditunjukkan pada gambar di bawah ini :
Gambar 3.7 Path Diagram Coping Motive
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam
mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu
perlu digugurkan atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil
tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat
65
t bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut
signifikan dan begitu juga sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item
pengukuran coping motive disajikan pada tabel berikut ini.
Tabel 3.10
Muatan Faktor Coping motive
Item Koefesien Standard Error Nilai t Signifikan
1 0.68 0.06 11.91 V
4 0.80 0.05 14.78 V
6 0.82 0.05 15.71 V
15 0.62 0.06 10.95 V
17 0.63 0.06 11.20 V
Keterangan : Tanda V Signifikan (t > 1.96) ; X = Tidak Signifikan
Berdasarkan tabel 3.10 terlihat bahwa dari kelima item yang mengukur
faktor coping motive karena semua item signifikan (t > 1.96) dan bertanda positif,
artinya berdasarkan hasil pengujian ini tidak ada item yang digugurkan, kemudian
item digunakan dalam mengestimasi skor faktor untuk faktor coping motive.
3.5.3.3 Enhancement Motive
Peneliti menguji apakah empat (4) item yang ada bersifat unidimensional,
artinya item-item tersebut benar-benar hanya mengukur enhancement motive. Dari
hasil awal analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak
fit, dengan Chi Square = 16.19, df = 2, P-Value = 0.00031, RMSEA = 0.154.
Namun setelah dilakukan modifikasi sebanyak satu (1) kali terhadap model
dengan membebaskan korelasi kesalahan pengukuran diantara item-item yang
dianalisis, maka kemudian diperoleh model fit dengan nilai Chi Square = 0.40, df
= 1, P-Value = 0.52919, RMSEA = 0.000, nilai P-Value > 0.05 (tidak signifikan).
Artinya model satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh Item
66
hanya mengukur satu faktor saja yaitu enhancement motive. Model fit tersebut
ditunjukkan pada gambar di bawah ini :
Gambar 3.8 Path Diagram Enhancement motive
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam
mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu
perlu digugurkan atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil
tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat
t bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut
signifikan dan begitu juga sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item
pengukuran enhancement motive disajikan pada tabel berikut ini.
Tabel 3.11
Muatan Faktor Enhancement motive
Item Koefesien Standard Error Nilai t Signifikan
7 0.95 0.06 15.57 V
10 0.48 0.06 8.34 V
13 0.76 0.06 13.17 V
18 0.93 0.06 15.18 V
Keterangan : tanda V signifikan (t > 1.96) ; X = tidak signifikan
Berdasarkan tabel 3.11 terlihat bahwa dari keempat item yang mengukur
faktor enhancement motive karena semua item signifikan (t > 1.96) dan bertanda
positif, artinya berdasarkan hasil pengujian ini tidak ada item yang digugurkan,
67
kemudian item digunakan dalam mengestimasi skor faktor untuk faktor
enhancement motive
3.5.3.4 Expansion Motive
Peneliti menguji apakah lima (5) item yang ada bersifat unidimensional,
artinya item-item tersebut benar-benar hanya mengukur expansion motive. Dari
hasil awal analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak
fit, dengan Chi Square = 33.15, df = 5, P-Value = 0.00000, RMSEA = 0.137.
Namun setelah dilakukan modifikasi sebanyak tiga (3) kali terhadap model
dengan membebaskan korelasi kesalahan pengukuran diantara item-item yang
dianalisis, maka kemudian diperoleh model fit dengan nilai Chi Square = 0.34, df
= 2, P-Value = 0.84285, RMSEA = 0.000, nilai P-Value > 0.05 (tidak signifikan).
Artinya model satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh Item
hanya mengukur satu faktor saja yaitu Expansion motive. Model fit tersebut
ditunjukkan pada gambar di bawah ini :
Gambar 3.9 Path Diagram Expansion motive
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam
mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu
perlu digugurkan atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil
tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat
68
nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut
signifikan dan begitu juga sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item
pengukuran expansion motive disajikan pada tabel berikut ini.
Tabel 3.12
Muatan Faktor Expansion motive
Item Koefesien Standard Error Nilai t Signifikan
9 0.86 0.05 18.20 V
21 0.82 0.05 16.61 V
22 0.83 0.05 17.15 V
23 0.88 0.05 18.75 V
24 0.89 0.05 19.34 V
Keterangan : tanda V signifikan (t > 1.96) ; X = tidak signifikan
Berdasarkan tabel 3.12 terlihat bahwa dari kelima item yang mengukur
faktor expansion motive karena semua item signifikan (t > 1.96) dan bertanda
positif, artinya berdasarkan hasil pengujian ini tidak ada item yang digugurkan,
kemudian item digunakan dalam mengestimasi skor faktor untuk faktor expansion
motive..
3.5.3.5 Social Motive
Peneliti menguji apakah lima (5) item yang ada bersifat unidimensional,
artinya item-item tersebut benar-benar hanya mengukur social motive. Dari hasil
awal analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit,
dengan Chi Square = 63.46, df = 5, P-Value = 0.00000, RMSEA = 0.197. Namun
setelah dilakukan modifikasi sebanyak satu (1) kali terhadap model dengan
membebaskan korelasi kesalahan pengukuran diantara item-item yang dianalisis,
maka kemudian diperoleh model fit dengan nilai Chi Square = 4.38, df = 4, P-
Value = 0.35660, RMSEA = 0.018, nilai P-Value > 0.05 (tidak signifikan).
Artinya model satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh Item
69
hanya mengukur satu faktor saja yaitu social motive. Model fit tersebut
ditunjukkan pada gambar di bawah ini :
Gambar 3.10 Path Diagram Social Motive
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam
mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu
perlu digugurkan atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil
tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat
nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut
signifikan dan begitu juga sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item
pengukuran social motive disajikan pada tabel berikut ini.
Tabel 3.13
Muatan Faktor Social motive
Item Koefesien Standard Error Nilai t Signifikan
3 0.89 0.05 18.95 V
5 0.49 0.06 8.69 V
11 0.73 0.05 14.29 V
14 0.93 0.05 20.53 V
16 0.62 0.05 11.54 V
Keterangan : tanda V signifikan (t > 1.96) ; X = tidak signifikan
Berdasarkan tabel 3.13 terlihat bahwa dari kelima item yang mengukur
faktor social Motive karena semua item signifikan (t > 1.96) dan bertanda positif,
70
artinya berdasarkan hasil pengujian ini tidak ada item yang digugurkan, kemudian
item digunakan dalam mengestimasi skor faktor untuk faktor social motive.
3.6 Metode Analisis Data
Pada penelitian psikologi banyak metode analisis data yang dapat
digunakan untuk menganalisis data penelitian. Pada Penelitian ini Variabel
dependennya merupakan variabel kategorik dengan dua pilihan (binary choice)
yaitu tidak mengonsumsi ganja (0) dan mengonsumsi ganja (1), dan memiliki
sepuluh variabel independen yang kontinum. Sehingga metode yang paling tepat
untuk menganalisis data atau menguji hipotesis nihil penelitian ini yaitu
menggunakan teknik analisis regresi logistik.
Regresi Logistik mempunyai manfaat yang sama dengan regresi linier
termasuk untuk menganalisis model multivariat. Regresi Logistik juga dapat
digunakan untuk menganalisis dua tipe variabel bebas, yaitu numeric dan dummy
variabel yang sama seperti pada regresi linier, selain itu regresi logistik juga dapat
digunakan untuk data yang tidak dapat di analisis menggunakan regresi linier
(Sweet & Grace-Martin, 2002).
Hal lain yang membuat peneliti menggunakan analisis regresi logistik,
karena analisis regresi logistik sangatlah efektif untuk mengestimasi kemungkinan
sebuah kejadian atau perilaku terjadi. Hal ini sudah banyak digunakan dalam
berbagai penelitian disiplin ilmu. Dalam penelitian bidang kesehatan, dimana
regresi logistik digunakan untuk mengestimasi kemungkinan seseorang individu
memulihkan diri pasca operasi. Dalam Penelitian Pendidikan, regresi logistik
digunakan untuk mengukur kemungkinan individu akan lulus dari sekolah. Dalam
71
bidang kriminologi, regresi logistik digunakan untuk memahami faktor-faktor
yang mempengaruhi seseorang kriminal untuk mengulangi kejahatannya. Intinya
Regresi logistik dapat digunakan untuk menginterpretasikan satu hubungan
dengan menguji hubungan antara serangkaian variabel dan kemungkinan
terjadinya kejadian atau perilaku (Sweet & Grace-Martin, 2002).
Analisis regresi logistik adalah metode regresi yang menggambarkan
pengaruh beberapa variabel independen kontinum atau kategorik terhadap sebuah
variabel respon dikotomi kategorik (nominal/ordinal) atau biner. Variabel respon
(Y) pada metode regresi logistik dikatakan kategorik/biner karena terdiri atas dua
kategori yaitu 0 (tidak mengonsumsi ganja) dan 1 (mengonsumsi ganja). Analisis
regresi logistik bertujuan untuk memperoleh hubungan antara Xi dan Pi
(probability kejadian yang diakibatkan oleh Xi). Berapapun nilai X bila
disubtitusikan ke dalam fungsi logistik hasilnya akan berkisar antara 0 dan 1.
Penafsiran analisis regresi logistik dalam penelitian ini yaitu dalam bentuk
probability (peluang) atau proporsi. Probability memiliki rentang angka antara 0
dan 1, sedangkan dalam analisis regresi linier penafsiran berdasarkan tinggi
rendah dari nilai skalanya (Agresti, 2007).
Penelitian ini menggunakan regresi logistik, maka penafsiran regresi
logistik terdiri dari empat level, yakni :
1. Logit (satuan dari log odds yang berfungsi mengubah persamaan non
linear menjadi linear. Sama seperti koefisien ß pada regresi linear biasa,
sehingga didapat informasi seberapa besar perubahan pada logit
perilaku menggunakan ganja setiap terjadi kenaikan satu unit pada X).
72
2. Odds (odds yakni perbandingan antara probability kejadian terjadi
dengan kejadian tidak terjadi, sehingga didapat informasi berupa
seberapa besar probability perilaku menggunakan ganja dibanding
probability perilaku tidak menggunakan ganja).
3. Odds ratio (Odds ratio yaitu perbandingan dua kelompok odds,
sehingga didapat informasi berupa seberapa besar odds terjadinya
perilaku menggunakan ganja untuk kelompok pertama dibandingkan
dengan odds perilaku menggunakan ganja pada kelompok kedua).
4. Probability (merupakan seberapa besar kemungkinan kejadian terjadi,
sehingga didapat informasi berupa seberapa besar peluang terjadinya
perilaku menggunakan ganja pada seseorang dengan karakteristik
tertentu).
Penyelesaian dalam perhitungan pada analisis dalam penelitian ini
menggunakan pendekatan persamaan non linear yaitu model logistik dengan
persamaan regresi logistik sebagai berikut (Agresti, 2007):
(3.2)
Dimana Pi adalah probability dari i, i merupakan perilaku mengonsumsi
ganja, e adalah the base of natural logarithms (yaitu matematika konstan 2,718), ß
merupakan koefisien regresi, X merupakan predictor dalam penelitian ini yakni
diantaranya:
X1 = Perceived Risk
X2 = Thrill & Adventure Seeking
X3 = Boredom Suscepibility
73
X4 = Disinhibition
X5 = Experience Seeking
X6 = Coping Motive
X7 = Conformity Motive
X8 = Enhancement Motive
X9 = Expansion Motive
X10 = Social Motive
Penyelesaian persamaan 3.2 yakni dengan cara mengestimasi parameter ß
(parameter yang nilainya belum diketahui). Persamaan 3.2 masih dalam bentuk
nonlinear. Agar persamaan tersebut menjadi linear dan mudah diselesaikan maka
persamaan 3.2 di atas ditransformasikan menjadi persamaan dalam satuan ukuran
logaritma natural dengan cara dijadikan log odds. Satuan dari log odds disebut
logit. Cara merubah persamaan 3.2 menjadi logit, yakni sebagai berikut (Pampel,
2000).
1. Dimulai dengan mentransformasi probability (Pi) kedalam odds
hasilnya adalah odds dari kejadian. Dengan rumus sebagai berikut:
Oddsi =
(3.3a)
Atau
Oddsi= (3.3b)
Dimana Oddsi = Odds dari kejadian i
2. Kemudian diambil logaritma natural dari odds tersebut. Persamaan logit
adalah sebagai berikut:
Logit = Ln (
) (3.4)
74
Dimana Pi = probability kejadian terjadi, Ln = logaritma natural
3. Sehingga didapat persamaan linear dalam satuan logit sebagai berikut :
Li= ß0 + ß1X1 + ß2X2 + ß3X3 + ß...X...+ ßnXn (3.5)
Persamaan 3.5 merupakan persamaan linear dengan satuan logit, dengan
demikian persamaan tersebut dapat diselesaikan, besaran logit tersebut mulai dari
negatif tak hingga (−∞) sampai positif tak hingga (+∞) (Pampel, 2000). Namun
karena dalam satuan logit tidak berkaitan langsung dengan probability maka
interpretasi dari logit sulit dilakukan, oleh sebab itu setelah didapat penyelesaian
persamaan linear hasilnya ditransformasikan kembali kebentuk odds. Artinya
logit hanya untuk memperoleh koefisien ß tapi yang diinterpretasikan adalah
odds. Adapun persamaan odd seperti pada persamaan 3.3a dan 3.3b.
Besaran odds memiliki rentang antara 0 sampai dengan positif tak hingga
(+∞). Jika odds >1 (lebih besar dari 1) maka lebih mungkin untuk suatu kejadian
terjadi sedangkan jika odds antara 0 hingga 0,99 peluang untuk suatu kejadian
tidak terjadi lebih besar (Osborne, 2008).
Setiap odds bisa dibandingkan dengan odds yang lain atau biasa disebut
odds ratio (OR). Semakin rendah odds ratio, semakin rendah peluang kejadian
kelompok pertama terhadap yang kedua. Semakin besar odds ratio, semakin besar
peluang kejadian kelompok pertama terhadap yang kedua. Namun Odds ratio
hanya dapat digunakan jika variabel bebas merupakan variabel kontinum.
Berikut adalah sebuah rumus sederhana yang menjelaskan OR dalam
persentase perubahan odds untuk memudahkan dalam interpretasi (Osborne,
2008):
75
% perubahan = (OR-1) 100 (3.6)
Langkah selanjutnya yaitu menginterpretasi probability sebagaimana yang
telah dituliskan pada persamaan 3.2 sebelumnya. Probability memiliki rentang
antara 0 - 1 dan menunjukkan kemungkinan dari suatu kejadian untuk terjadi atau
tidak terjadi.
Kemudian peneliti juga menguji signifikansi masing-masing variabel.
Signifikansi masing-masing variabel diukur dengan menggunakan Wald test.
Wald test untuk menguji signifikansi dari bobot ß ditemukan dengan cara:
W = (
)
(3.7)
Dimana B = koefisien regresi, SE = Standar Error
Wald test ini sejenis dengan Z test atau T test dalam regresi linier biasa.
Wald test dihitung untuk setiap prediktor dalam model (Osborne, 2008).
Perhitungan analisis model regresi logistik dalam penelitian ini
menggunakan software SPSS. Peneliti menggunakan tingkat keyakinan sebesar
95% atau dengan menggunakan α= 5%. dengan α adalah tingkat signifikansi yang
dipilih (taraf 0,05).
3.7 Prosedur Pengumpulan Data
Peneliti merumuskan masalah yang akan diteliti kemudian mengadakan
studi pustaka untuk melihat masalah tersebut dari sudut pandang teoritis. Setelah
mendapatkan teori – teori secara lengkap kemudian menyiapkan, membuat dan
menyusun alat ukur yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan
menggunakan skala baku. Skala-skala yang digunakan merupakan skala baku
yang sudah di adaptasi dan di modifikasi dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia
76
dan dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan peneliti. Selain itu peneliti juga
membuat kuesioner yang disusun oleh peneliti sendiri.
Pada penelitian ini peneliti menggunakan teknik pengambilan sampel non-
probability sampling. Pengambilan sampel dilakukan pada 26 Agustus 2014
sampai dengan 9 September 2014, menggunakan kuisoner online yang telah di
unggah ke dalam dunia maya, kemudian peneliti menyebarkan kuisoner online
tersebut dengan menggunakan jejaring media sosial yang dimiliki komunitas LGN
seperti twitter, grup facebook, website maupun mailing list. Pengambilan data
menggunakan kuisoner online dilakukan karena peneliti mempunyai keterbatasan
waktu dan biaya, selain itu di Indonesia, ganja merupakan narkotika golongan I,
sehingga akan susah menemui ataupun mencari responden yang mengaku sebagai
pengguna ganja jika bertatap muka secara langsung. Akhirnya, peneliti
mendapatkan sampel sebanyak 302 orang dengan rentang usia 17 tahun sampai
dengan 50 tahun.
77
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Pada bab ini dijelaskan tentang hasil penelitian yang telah dilakukan.
Pembahasan tersebut meliputi tiga bagian yaitu, gambaran subjek penelitian,
analisis deskriptif dan pengujian hipotesis penelitian. .
4.1 Gambaran Subjek Penelitian
Untuk mendapatkan gambaran umum mengenai latar belakang sampel
penelitian maka pada sub bab ini akan disampaikan hal-hal penting terhadap
penafsiran penelitian. Pada tabel 4.1 di bawah ini digambarkan banyaknya sampel
penelitian yang mengonsumsi ganja dan tidak mengonsumsi ganja.
Tabel 4.1
Klasifikasi Dependent Variabel
Subjek Penelitian Fr
ekuensi
Pe
rsentase Mengonsumsi
Ganja
2
41
79.
8% Tidak
Mengonsumsi Ganja
6
1
20,
2% Total 3
02
10
0% Total Responden untuk penelitian ini sebanyak 302 orang sampel
penelitian, 241 orang atau sebanyak 80% dari responden menyatakan
mengonsumsi ganja, sedangkan sisanya sebanyak 61 orang atau 20% tidak
mengonsumsi ganja.
4.2 Hasil Analisis Deskriptif
Pada tabel 4.2 di bawah ini digambarkan hasil deskriptif statistik dari
variabel dalam penelitian ini yang berisi nilai mean, standar deviasi (SD), nilai
maksimum dan minimum dari masing-masing variabel. Nilai tersebut disajikan
dalam tabel deskripsi statistik sebagai berikut.
78
Tabel 4.2
Deskriptif Statistik Variabel Penelitian
Minimum Maksimum Std. Deviation
Perceived Risk 37.21 77.18 8.86684
Thrill & Adventure Seeking 28.73 66.89 7.44014
Boredom Suscepibility 23.22 66.35 7.45666
Disinhibition 36.74 81.33 8.43733
Experience Seeking 27.34 70.62 8.23934
Conformity Motive 38.98 92.66 8.99774
Coping Motive 20.93 63.50 9.03363
Enhancement Motive 16.24 61.00 9.09849
Expansion Motive 18.00 59.89 9.52256
Social Motive 22.46 63.93 9.35519
Berdasarkan pada tabel 4.2, perceived risk mempunyai skor terendah
37,21 dan skor tertinggi 77.18 dengan standar deviasi 8,866. Pada thrill &
adventure seeking mempunyai skor terendah 28,73 dan skor tertinggi 66,89
dengan standar deviasi 7,440. selanjutnya Boredom Suscepibility mempunyai skor
terendah 23,22 dan skor tertinggi 66,35 dengan standar deviasi 7,456. Kemudian
Disinhibition mempunyai skor terendah 36,74 dan skor tertinggi 81,33 dengan
standar deviasi 8,437. Selanjutnya Experience Seeking mempunyai skor terendah
27,34 dan skor tertinggi 70,62 dengan standar deviasi 8,239. Pada Conformity
Motive mempunyai skor terendah 38,98 dan skor tertinggi 92,45 dengan standar
deviasi 8,997. Selanjutnya Coping Motive mempunyai skor terendah 20,93 dan
skor tertinggi 63,50 dengan standar deviasi 9,033. Kemudian Enhancement
Motive mempunyai skor terendah 16,24 dan skor tertinggi 61,00 dengan standar
deviasi 9,098. Selanjutnya Expansion Motive mempunyai skor terendah 18,00 dan
skor tertinggi 59,89 dengan standar deviasi 9,522. Selanjutnya Social Motive
79
mempunyai skor terendah 22,46 dan skor tertinggi 63,93 dengan standar deviasi
9,355.
4.3 Hasil Uji Hipotesis Penelitian
4.3.1 Analisis Regresi Logistik Variabel Penelitian
Pada tahapan ini peneliti menguji hipotesis dengan teknik analisis regresi
logistik berganda dengan bantuan software SPSS 17.0. Dalam regresi logistik ada
tiga hal yang dilihat yaitu, melihat besaran R square untuk mengetahui berapa
persen (%) varian variabel dependen yang dijelaskan oleh variabel
independen, kedua melihat apakah variabel independen berpengaruh signifikan
terhadap variabel dependen, kemudian terakhir melihat pengaruh masing-
masing variabel independen dalam satuan logit, odds, dan probabilitas.
Langkah pertama, peneliti melihat kelayakan model dalam penelitian ini,
fit atau tidaknya keseluruhan independen variabel dalam penelitian ini dapat
diasumsikan secara akurat memprediksi perilaku mengonsumsi ganja. Hal
tersebut dilihat berdasarkan signifikansi dari model Chi-square dalam tabel
Omnibus Test sebagai berikut.
Tabel 4.3
Omnibus Test of Model Coefficients
Chi-square df sig
step 1 Step 65.555 10 .000
Block 65.555 10 .000
Model 65.555 10 .000
Berdasarkan tabel 4.3 dapat dilihat bahwa nilai Chi-square sebesar 65,555
derajat kebebasan sebesar 10 serta signifikansi sebesar 0,000 (p<0,05). Hal ini
80
menunjukkan bahwa model dalam penelitian ini fit dengan data. Artinya, ada
pengaruh yang signifikan antara perceived risk, sensation seeking (thrill &
adventure seeking, experience seeking, boredom suscepibility, dan disinhibition)
dan substance use motive (coping motive, conformity motive, enhancement
motive, expansion motive dan social motive) terhadap perilaku mengonsumsi
ganja.
Kemudian peneliti melihat besaran R square untuk mengetahui berapa
persen (%) varian perilaku mengonsumsi ganja yang dijelaskan oleh seluruh
variabel independen. Hal tersebut menggunakan pendekatan Cox & Snell R
Square dan Nagelkerke R Square. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel Model
Summary sebagai berikut.
Tabel 4.4
Model Summary
step -2 log likelihood Cox & Snell R Square Nagelkerke R Square
1 238.344a .195 .308
a.Estimation terminated at iteration number 6 because parameter estimates
changed by less than ,001.
Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat bahwa perolehan Cox & Snell R Square
sebesar 0,195 atau 19,5%. Hal ini menunjukkan bahwa proporsi varian dari logit
perilaku mengonsumsi ganja yang dipengaruhi oleh seluruh variabel independen
dalam penelitian ini sebesar 19,5% , sedangkan 80,5% sisanya dipengaruhi oleh
variabel lain di luar penelitian ini.
Nilai Nagelkerke R Square lebih reliabel untuk mengukur model dalam
penelitian ini, nilai Nagelkerke R Square normalnya memiliki angka yang lebih
tinggi daripada Cox & Snell R Square. Berdasarkan tabel 4.4 diperoleh nilai
81
Nagelkerke R square sebesar 0,308 atau 30,8%. Artinya proporsi varian dari
logit perilaku mengonsumsi ganja yang dipengaruhi oleh seluruh variabel
independen dalam penelitian ini sebesar 30,8%, sedangkan 69,2% sisanya
dipengaruhi oleh variabel lain di luar penelitian ini.
Selanjutnya, peneliti melihat alternatif dari Chi-square model
menggunakan Hosmer & Lameshow Test, hal ini dimaksudkan untuk melihat
model dalam penelitian ini memiliki fit yang bagus atau tidak secara statistik. Hal
tersebut dapat dilihat berdasarkan signifikansi dari model Chi-square dalam tabel
Hosmer & Lameshow Test sebagai berikut.
Tabel 4.5
Hosmer & Lemeshow Test
step Chi-square df Sig.
1 10.606 8 .225
Berdasarkan tabel 4.5 dapat dilihat bahwa nilai Chi-square sebesar 10,606
derajat kebebasan sebesar 8 serta signifikansi sebesar 0,225 (p>0,05). Hal ini
menunjukkan bahwa model dalam penelitian ini tidak signifikan secara statistik,
namun model yang diteorikan sudah fit dengan data. Artinya, ada pengaruh yang
signifikan antara perceived risk, sensation seeking (thrill & adventure seeking,
experience seeking, boredom suscepibility, dan disinhibition) dan substance use
motive (coping motive, conformity motive, enhancement motive, expansion motive
dan social motive) terhadap perilaku mengonsumsi ganja.
Selanjutnya, selain melihat fit atau tidaknya model secara statistik dari
penelitian ini, peneliti juga melihat proporsi model yang telah diklasifikasi dari
penelitian ini, dengan tujuan untuk melihat seberapa besar model dalam penelitian
ini dapat memprediksi perilaku mengonsumsi atau tidak mengonsumsi ganja
82
secara tepat yang dipengaruhi oleh seluruh independen variabel dalam penelitian
ini. Prediksi terjadi atau tidaknya perilaku mengonsumsi ganja dapat dilihat dari
tabel classification sebagai berikut.
Tabel 4.6
Classification Table
Mengobservasi
Memprediksi
Perilaku
Mengonsumsi Ganja
TIDAK YA Persentase
Benar
Step
1 Perilaku Mengonsumsi
Ganja
TIDAK 13 48 21.3
YA 11 230 95.4
Presentase Keseluruhan 80.5
Berdasarkan tabel 4.6 dapat dilihat bahwa model dalam penelitian ini
dapat memprediksi sebesar 21,3% untuk klasifikasi perilaku tidak mengonsumsi
ganja, dan 95,4% untuk klasifikasi perilaku mengonsumsi ganja. Prediksi model
dalam penelitian secara keseluruhan sebesar 80,5%. Artinya, model dalam
penelitian ini sudah cukup bagus karena bisa memprediksi sebesar 80,5% kondisi
yang terjadi.
Peneliti kemudian melihat koefisien regresi tiap independen variabel
terhadap perilaku mengonsumsi ganja. Adapun penyajiannya ditampilkan pada
tabel 4.7 sebagai berikut.
Tabel 4.7
Variables in The Equation
B S.E Wald df Sig. Exp(B)
95% C.I for
EXP (B)
Lower Upper
Perceived Risk -.074 .024 9.559 1 .002 .929 .886 .973
Thrill & Adventure
Seeking .023 .024 .867 1 .352 1.023 .975 1.073
83
Boredom Suscepibility .002 .024 .009 1 .924 1.002 .956 1.050
Disinhibition -.012 .024 .236 1 .627 .989 .944 1.036
Experience Seeking .015 .025 .352 1 .553 1.015 .967 1.065
Conformity Motive .020 .022 .852 1 .356 1.021 .977 1.066
Coping Motive -.018 .030 .356 1 .551 .983 .927 1.041
Enhancement Motive .038 .031 1.558 1 .212 1.032 .978 1.103
Expansion Motive .034 .024 2.076 1 .150 1.035 .988 1.084
Social Motive .044 .025 3.124 1 .077 1.045 .995 1.098
Constant -1.975 2.753 .521 1 .470 .139
Untuk mengetahui signifikan atau tidaknya koefisien regresi yang
dihasilkan, cukup dengan melihat nilai signifikansi pada kolom. Jika sig < 0,05,
maka koefisien regresi yang dihasilkan signifikan pengaruhnya terhadap perilaku
mengonsumsi ganja dan sebaliknya.
Berdasarkan tabel 4.7 dapat dilihat hanya ada satu variabel yang signifikan
mempengaruhi perilaku mengonsumsi ganja yaitu perceived risk, dimana nilai
signifikansi koefisien regresi sebesar 0,002 (p< 0,05). Sedangkan variabel lainnya
yaitu thrill & adventure seeking, boredom suscepibility, disinhibition, experience
seeking, conformity motive, enhancement motive, expansion motive, dan social
motive tidak signifikan mempengaruhi perilaku mengonsumsi ganja dikarenakan
nilai signifikansi koefisien regresi dari masing-masing variabel > 0,05.
Untuk melakukan analisis regresi logistik penafsiran dilakukan melalui
empat level, yaitu logit, odds dan odds ratio, dan probabilitas. Logit atau log odds
merupakan log dari rasio dua probabilitas. Odds adalah rasio dari dua probabilitas,
sedangkan odds ratio adalah rasio dari dua odds, odds ratio dapat dilihat dari tabel
4.7 pada nilai Exp (B). Odds ratio dapat dijelaskan dalam bentuk persen
perubahan odds ratio (percent change), yaitu nilai perubahan pada odss ratio
dalam persen. Kemudian, probabilitas adalah peluang terjadinya perilaku
dibanding tidak terjadinya perilaku.
84
Nilai B adalah koefisien logistik yang dapat digunakan untuk membuat
persamaan prediktif dalam satuan logit. logit perilaku mengonsumsi ganja yaitu:
Logit = -1,975 – 0,074 perceived risk* + 0,023 thrill & adventure seeking +
0,002 boredom suscepibility – 0,012 disinhibition + 0,015 experience
seeking + 0,020 conformity motive – 0,018 coping motive + 0,038
enhancement motive + 0,034 expansion motive + 0,044 social motive
(4.1)
Dari sepuluh hipotesis minor terdapat satu yang signifikan. Penjelasan dari
nilai logit, odds ratio, confidence interval serta perubahan odds ratio yang
diperoleh pada masing-masing variabel independen adalah sebagai berikut:
1. Variabel perceived risk memiliki nilai koefisien sebesar -0,074 dengan
nilai signifikansi sebesar 0,002 (p<0,05) serta odds ratio sebesar 0,929
dengan nilai confidence interval serendah-rendahnya adalah 0,886 dan
setinggi-tingginya adalah 0,973. Artinya, secara negatif variabel
perceived risk signifikan mempengaruhi perilaku mengonsumi ganja,
hal ini menunjukkan jika mengonsumsi ganja dipersepsikan berbahaya
terhadap kesehatan fisik maka perilaku individu untuk mengonsumsi
ganja akan menurun. Sedangkan persentase perubahan odds rationya
adalah 7,1% (100*[0,929-1]), hal ini dapat pula diinterpretasikan bahwa
setiap kenaikan satu unit variabel perceived risk maka perilaku
seseorang mengonsumsi ganja secara signifikan akan turun sebesarr
7,1%.
85
2. Variabel thrill & adventure seeking memiliki nilai koefisien sebesar
0,023 dengan nilai signifikansi sebesar 0,352 (p>0,05) serta odds ratio
sebesar 1,023 dengan nilai confidence interval serendah-rendahnya
adalah 0,975 dan setinggi-tingginya adalah 1,073, sedangkan
persentase perubahan odds rationya adalah 2,3% (100*[1,023-1]). Nilai
p menunjukkan 0,352 (p>0,05), artinya variabel thrill & adventure
seeking tidak signifikan mempengaruhi perilaku mengonsumsi ganja.
3. Variabel boredom suscepibility memiliki nilai koefisien sebesar 0,002
dengan nilai signifikansi sebesar 0,924 (p>0,05) serta odds ratio sebesar
1,002 dengan nilai confidence interval serendah-rendahnya adalah
0,956 dan setinggi-tingginya adalah 1,050 sedangkan persentase
perubahan odds rationya adalah 0,2% (100*[1,002-1]). Nilai p
menunjukkan 0,924 (p>0,05), artinya variabel boredom suscepibility
tidak signifikan mempengaruhi perilaku mengonsumsi ganja.
4. Variabel disinhibition memiliki nilai koefisien sebesar -0,012 dengan
nilai signifikansi sebesar 0,627 (p>0,05) serta odds ratio sebesar 0,989
dengan nilai confidence interval serendah-rendahnya adalah 0,944 dan
setinggi-tingginya adalah 1,036. Persentase perubahan odds rationya
adalah 1,1% (100*[0,989-1]). Nilai p menunjukkan 0,627 (p>0,05)
artinya variabel disinhibition tidak signifikan mempengaruhi perilaku
mengonsumsi ganja.
5. Variabel experience seeking memiliki nilai koefisien sebesar 0,015
dengan nilai signifikansi sebesar 0,553 (p>0,05) serta odds ratio sebesar
86
1,015 dengan nilai confidence interval serendah-rendahnya adalah
0,967 dan setinggi-tingginya adalah 1,065, sedangkan ersentase
perubahan odds rationya adalah 1,5% (100*[1,015-1]). Nilai p
menunjukkan 0,553 (p>0,05), artinya variabel experience seeking tidak
signifikan mempengaruhi perilaku mengonsumsi ganja.
6. Variabel conformity motives memiliki nilai koefisien sebesar 0,020
dengan nilai signifikansi sebesar 0,356 (p>0,05) serta odds ratio sebesar
1,021 dengan nilai confidence interval serendah-rendahnya adalah
0,977 dan setinggi-tingginya adalah 1,066, sedangkan persentase
perubahan odds rationya adalah 2,1% (100*[1,021-1]). Nilai p
menunjukkan 0,356 (p>0,05), artinya variabel conformity motives
tidak signifikan mempengaruhi perilaku mengonsumsi ganja.
7. Variabel coping motives memiliki nilai koefisien sebesar -0,018 dengan
nilai signifikansi sebesar 0,551 (p>0,05) serta odds ratio sebesar 0,982
dengan nilai confidence interval serendah-rendahnya adalah 0,927 dan
setinggi-tingginya adalah 1,041, sedangkan persentase perubahan odds
rationya adalah 1,8% (100*[0,982-1]). Nilai p menunjukkan 0,551
(p>0,05), artinya variabel coping motives tidak signifikan
mempengaruhi perilaku mengonsumsi ganja.
8. Variabel enhancement motives memiliki nilai koefisien sebesar 0,038
dengan nilai signifikansi sebesar 0,212 (p>0,05) serta odds ratio sebesar
1,039 dengan nilai confidence interval serendah-rendahnya adalah
0,978 dan setinggi-tingginya adalah 1,103, sedangkan persentase
87
perubahan odds rationya adalah 3,9% (100*[1,039-1 Nilai p
menunjukkan 0,212 (p>0,05), artinya variabel enhancement motives
tidak signifikan mempengaruhi perilaku mengonsumsi ganja.
9. Variabel expansion motives memiliki nilai koefisien sebesar 0,034
dengan nilai signifikansi sebesar 0,150 (p>0,05) serta odds ratio sebesar
1,035 dengan nilai confidence interval serendah-rendahnya adalah
0,988 dan setinggi-tingginya adalah 1,084, sedangkan persentase
perubahan odds rationya adalah 3,5% (100*[1,035-1]). Nilai p
menunjukkan 0,034 (p>0,05), artinya variabel expansion motives tidak
signifikan mempengaruhi perilaku mengonsumsi ganja.
10. Variabel social motives memiliki nilai koefisien sebesar 0,044 dengan
nilai signifikansi sebesar 0,077 (p>0,05) serta odds ratio sebesar 1,045
dengan nilai confidence interval serendah-rendahnya adalah 0,995 dan
setinggi-tingginya adalah 1,098, persentase perubahan odds rationya
adalah 4,5% (100*[1,045-1]). Nilai p menunjukkan 0,077 (p>0,05),
artinya variabel social motives tidak signifikan mempengaruhi perilaku
mengonsumsi ganja.
Peneliti juga melihat probabilitas yang dihasilkan dari seluruh independen
variabel dari data penelitian ini menggunakan software SPSS, sehingga dapat
terlihat bahwa kemungkinan terjadinya perilaku mengonsumsi ganja yang
dipengaruhi oleh independen variabel dalam penelitian ini. Hal tersebut dapat
dilihat dari tabel sebagai berikut.
Tabel 4.8
Descriptive Predicted Probability
88
Minimum Maximum Mean Confidence Interval for mean
Lower Upper
.016 .988 .798 .775 .820
Berdasarkan tabel 4.8 dapat dilihat bahwa kemungkinan terjadinya
perilaku mengonsumsi ganja yang dipengaruhi oleh variabel perceived risk,
sensation seeking (thrill & adventure seeking, boredom suscepibility,
disinhibition, dan experience seeking) dan substance use motive (conformity
motive, enhancement motive, expansion motive, dan social motive). Nilai rata-rata
pada tabel 4.8 menunjukkan nilai sebesar 0,798, hal ini menunjukkan bahwa
kemungkinan terjadinya perilaku mengonsumsi ganja yang dipengaruhi oleh
seluruh independen variabel dalam penelitian ini memiliki rata-rata sebesar
79,8%. Sedangkan nilai c confidence interval for mean memiliki nilai batas bawah
serendah-rendahnya 0,775 dan batas atas setinggi-tingginya 0,820, Artinya, jika
dilakukan penelitian berulang kali dengan menggunakan seluruh independen
variabel dalam penelitian ini, maka nilai rata-rata kemungkinan terjadinya
perilaku mengonsumsi ganja yang dipengaruhi oleh seluruh independen variabel
dalam penelitian ini memiliki batas bawah serendah-rendahnya 77,5% dan
setinggi-tingginya 82%.
Peneliti juga memberikan contoh menghitung probabilitas terjadinya
perilaku mengonsumsi ganja jika nilai dari masing-masing independen variabel
yang dimiliki seseorang diketahui. Berikut contoh yang peneliti lakukan untuk
odds seluruh IV, jika seseorang memiliki nilai perceived risk sebesar 77, thrill &
adventure seeking sebesar 66, boredom suscepibility sebesar 66, disinhibition
sebesar 81, experience seeking sebesar 70, conformity motive sebesar 92, coping
89
motive sebesar 63, enhancement motive sebesar 61, expansion motive sebesar 59
dan social motive sebesar 63.
Hal pertama yang harus dilakukan adalah mencari nilai odds dari perilaku
mengonsumsi ganja. Log odds (logit) merupakan persamaan yang linear, namun
karena dalam satuan logit tidak berkaitan langsung dengan probability maka
interpretasi dari logit sulit dilakukan. Untuk itu setelah didapat penyelesaian
persamaan linear hasilnya ditransformasikan ke dalam bentuk odds. Level analisis
selanjutnya yaitu odds. Berikut ini persamaan odds:
Oddsperilaku = (4.1)
Persamaan 4.1 dapat digunakan untuk menghitung nilai odds dari
keseluruhan variabel independen. Berikut ini adalah contoh untuk interpretasi
analisis regresi logistik dalam satuan odds.
Oddsperilakui = (4.2)
Karena persamaan yang terbentuk terlalu panjang maka peneliti
menyingkatnya menjadi seperti pada persamaan (4.2), x adalah -1,975 – 0,074(77)
+ 0,023(66) + 0,002(66) – 0,012(81) + 0,015(70) + 0,020(92) – 0,018(63) +
0,038(61) + 0,034(59) + 0,044(63). Sehingga di dapat Odds = = 6,404
Artinya, individu dengan kriteria yang disebutkan di atas memiliki peluang
5,562 kali untuk mengonsumsi ganja dibandingkan tidak mengonsumsi ganja.
Kemudian jika sudah diketahui nilai odds nya maka kemudian yang
dilakukan adalah mencari probabiilitasnya. Dalam hal ini odds adalah rasio
dari probabilitas, sehingga penafsiran dapat dilakukan dalam level probabilitas.
Penafsiran dalam taraf probabilitas juga memiliki keuntungan di mana hasilnya
90
akan lebih mudah untuk dipahami. Probabilitas dapat menunjukkan peluang
terjadinya perilaku mengonsumsi ganja dibandingkan tidak terjadinya perilaku
mengonsumsi ganja. Persamaan untuk menghitung probabilitas yakni sebagai
berikut:
probalitas perilaku mengonsumsi ganja :
(4.3)
Dari persamaan 4.3, dapat pula digunakan untuk menghitung probabilitas
dari perilaku mengonsumsi ganja dengan catatan independen variabelnya lebih
dari satu atau multiple regression (Agresti, 2007). peneliti dapat menghitung
peluang terjadinya mengonsumsi ganja individu dilihat dari nilai keseluruhan
variabel independen berdasarkan odds yang telah didapat pada persamaan 4.3
maka berikut ini perhitungan probabilitasnya:
probabilitas perilaku mengonsumsi ganja :
Artinya, peluang seseorang yang memiliki nilai perceived risk sebesar 77,
thrill & adventure seeking sebesar 66, boredom suscepibility sebesar 66,
disinhibition sebesar 81, experience seeking sebesar 70, conformity motive sebesar
92, coping motive sebesar 63, enhancement motive sebesar 61, expansion motive
sebesar 59 dan social motive sebesar 63 untuk mengonsumsi ganja sebesar 0,865
atau 86,5%.
4.3.1 Proporsi Varian Masing-Masing Variabel Independen
Langkah terakhir dalam penelitian ini, peneliti melakukan pengujian pada
tahapan ini bertujuan untuk melihat berapa besar sumbangan proporsi varian dari
logit mengonsumsi ganja yang bisa dijelaskan oleh masing-masing variabel
independen yang digunakan dalam penelitian ini, variabel manakah yang
91
memberikan sumbangan paling besar terhadap variabel dependen dilihat dari
besarnya nilai R2 change, semakin besar nilai R
2 change maka semakin
banyak sumbangan yang diberikan terhadap variabel dependen pada penelitian
ini. Hal tersebut seperti yang dapat dilihat pada tabel 4.9 berikut:
Tabel 4.9
Proporsi Varian Masing-Masing Variabel Independen
Independent Variabel Nagelkerke R2 R
2 Change
X1 .220 .220
X12 .224 .004
X123 .230 .006
X1234 .232 .002
X12345 .240 .008
X123456 .243 .003
X1234567 .260 .017
X12345678 .283 .023
X123456789 .295 .012
X12345678910 .308 .013
Keterangan : X1 = Perceived Risk; X2 = Thrill & Adventure Seeking; X3 =
Boredom Suscepibility; X4 = Disinhibition; X5 = Experience Seeking; X6 =
Conformity Motive; X7 = Coping Motive;X8 = Enhancement Motive; X9 =
Expansion Motive; X10 = Social Motive
berdasarkan tabel 4.9 dapat diketahui variabel independen yang
memberikan sumbangan terbesar adalah variabel perceived risk dengan R2
change sebesar 0,220 sedangkan variabel independen yang memberikan
sumbangan terkecil adalah variabel disinhibition dengan R2 change sebesar
0,002. Masing-masing variabel Dalam bentuk persentase dapat disampaikan
sebagai berikut :
1. Variabel perceived risk memberikan sumbangan sebesar 22% dalam
varians logit perilaku mengonsumsi ganja.
92
2. Variabel thrill & adventure seeking memberikan sumbangan sebesar
0,4% dalam varians logit perilaku mengonsumsi ganja.
3. Variabel boredom suscepibility memberikan sumbangan sebesar
0,6% dalam varians logit perilaku mengonsumsi ganja.
4. Variabel disinhibition memberikan sumbangan sebesar 0,2% dalam
varians logit perilaku mengonsumsi ganja.
5. Variabel experience seeking memberikan sumbangan sebesar 0,8%
dalam varians logit perilaku mengonsumsi ganja.
6. Variabel conformity motive memberikan sumbangan sebesar 0,3%
dalam varians logit perilaku mengonsumsi ganja.
7. Variabel coping motive memberikan sumbangan sebesar 1,7% dalam
varians logit perilaku mengonsumsi ganja.
8. Variabel enhancement motive memberikan sumbangan sebesar 2,3%
dalam varians logit perilaku mengonsumsi ganja.
9. Variabel expansion motive memberikan sumbangan sebesar 1,2%
dalam varians logit perilaku mengonsumsi ganja.
10. Variabel social motive memberikan sumbangan sebesar 1,3% dalam
varians logit perilaku mengonsumsi ganja
93
BAB V
KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
Pada bab ini dijelaskan lebih lanjut hasil dari penelitian yang telah
dilakukan. Bab ini terdiri dari kesimpulan, diskusi, dan saran.
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil uji hipotesis penelitian, maka kesimpulan yang dapat
diambil dari penelitian ini adalah ada pengaruh yang signifikan antara
perceived risk, sensation seeking (thrill & adventure seeking, experience seeking,
boredom suscepibility, dan disinhibition) dan substance use motive (coping
motive, conformity motive, enhancement motive, expansion motive dan social
motive) terhadap perilaku mengonsumsi ganja. Sehingga hipotesis mayor pada
penelitian ini dapat diterima.
Dari sepuluh variabel independen yang diduga mempengaruhi perilaku
mengonsumsi ganja ditemukan satu (1) variabel yang signifikan, yaitu variabel
perceived risk saja sedangkan variabel lainnya (thrill & adventure seeking,
experience seeking, boredom suscepibility, disinhibition, coping motive,
conformity motive, enhancement motive, expansion motive dan social motive)
tidak secara signifikan mempengaruhi perilaku mengonsumsi ganja.
Variabel perceived risk memiliki nilai koefisien negatif, artinya variabel
perceived risk signifikan mempengaruhi logit perilaku mengonsumsi ganja, Dapat
pula diinterpretasikan setiap satu unit kenaikan perceived risk maka logit perilaku
mengonsumsi ganja akan turun. Selanjutnya, berdasarkan persentase perubahan
odds ratio dari variabel perceived risk diketahui bahwa setiap kenaikan satu unit
94
perceived risk yang dimiliki individu, maka odds ratio akan naik, oleh karena itu
individu yang memiliki nilai perceived risk yang lebih tinggi mempunyai
kecenderungan lebih kecil sebesar 7,1% untuk mengonsumsi ganja. Variabel
perceived risk juga diketahui memiliki sumbangan varian terhadap logit perilaku
mengonsumsi ganja sebesar 22%.
Peneliti menyimpulkan bahwa, jika semakin tinggi persepsi individu
terhadap efek berbahaya yang dapat ditimbulkan oleh mengonsumsi ganja
terhadap kesehatan fisik, maka semakin rendah pula kecenderungan individu
untuk mengonsumsi ganja.
5.2 Diskusi
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa variabel independen (perceived
risk, thrill & adventure seeking, experience seeking, boredom suscepibility,
disinhibition, coping motive, conformity motive, enhancement motive, expansion
motive dan social motive) dalam penelitian ini dapat memprediksi perilaku
mengonsumsi ganja secara keseluruhan sebesar 80,5% (95,4% untuk memprediksi
yang mengonsumsi ganja, dan 21,3% untuk memprediksi yang tidak
mengonsumsi ganja).
Selain itu, penelitian ini memprediksi kemungkinan terjadinya perilaku
mengonsumsi ganja yang di pengaruhi oleh variabel independen (perceived risk,
thrill & adventure seeking, experience seeking, boredom suscepibility,
disinhibition, coping motive, conformity motive, enhancement motive, expansion
motive dan social motive) ketika variabel-variabel tersebut konstan memiliki nilai
rata-rata sebesar 79,8%.
95
Perilaku mengonsumsi ganja secara signifikan dipengaruhi oleh perceived
risk. Berdasarkan hasil penelitian ini individu yang memiliki perceived risk
mempunyai kecenderungan untuk tidak mengonsumsi ganja. Hal ini senada
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Danseco, et al. (1999), hasil
penelitian tersebut menunjukan bahwa perceived risk yang lebih tinggi terdapat
pada individu yang tidak menggunakan narkotika, dibandingkan dengan individu
yang menggunakan narkotika, begitupula dengan narkotika jenis ganja.
Pemaknaan terhadap pengaruh mengonsumsi ganja pada kesehatan tubuh
membuat individu memutuskan untuk mengonsumsi ganja atau tidak, jika
individu menganggap bahwa mengonsumsi ganja tidak akan berdampak buruk
pada kesehatan, maka individu tersebut cenderung akan mengonsumsi ganja, dan
sebaliknya. Hal ini senada dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Bachman,
et al., (1998), bahwa menurunnya perceived risk tentang efek berbahayanya
menggunakan ganja dapat diperhitungkan sebagai meningkatnya perilaku ganja
di kalangan pelajar.
Menurut peneliti, responden dari penelitian ini memaknai ganja sebagai
jenis narkotika dan obat-obatan yang berbahaya. Menurut United Nation Office on
Drugs and Crime (2011) efek berbahaya yang ditimbulkan jika individu
mengonsumsi ganja, dapat menyebabkan penurunan fungsi kognitif, fungsi
eksekutif, kemampuan abstraksi, pengambilan keputusan dan atensi, bahkan dapat
meningkatkan bahaya berkembangnya gangguan psikotik seperti skizofrenia.
Sedangkan perdebatan mengenai baik atau buruknya konsumsi ganja
sudah lama terjadi. Senyawa di dalam tumbuhan ganja yang bernama cannabinoid
96
juga berperan pada sistem reproduksi, pemulihan stres dan menjaga kesimbangan
homeostatis, reaksi terhadap stimulus rasa sakit, regulasi aktivitas motorik, serta
mengontrol fase-fase tertentu pada pemrosesan memori. perlindungan sel saraf.
selain itu cannabinoid berperan juga dalam proses respon imunitas tubuh, bahkan
berpengaruh juga dalam sistem kardiovaskuler dan pernapasan dengan mengatur
detak jantung, tekanan darah dan fungsi saluran pernapasan (Narayana, et al.,
2011).
Pada penelitian ini, empat (4) variabel dari sensation seeking seperti thrill
& adventure seeking, experience seeking, boredom suscepibility, dan
disinhibition, masing-masing variabel tidak memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap perilaku mengonsumsi ganja. Hasil penelitian ini berbeda dengan
pendapat yang dikemukakan oleh Zuckerman, menurut Zuckerman individu
mempunyai sensation seeking lebih cenderung untuk mengonsumsi alkohol dan
narkotika termasuk mengonsumsi ganja, kegiatan mengonsumsi alkohol dan
mengonsumsi ganja seperti layaknya mengikutsertakan dalam kegiatan yang
membahayakan (dalam McMurran, 1994).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti, menunjukkan bahwa
variabel thrill & adventure seeking, tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
perilaku mengonsumsi ganja. Hal tersebut sesuai dengan penelitian sebelumnya
yang dilakukan oleh Kopstein et al., (2011), menunjukkan bahwa individu yang
memiliki keinginan untuk terlibat dalam olahraga outdoor atau aktivitas fisik yang
melibatkan kecepatan atau gravitasi yang tidak umum dilakukan untuk mencari
sensasi petualangan yang menegangkan, belum tentu mempengaruhi individu
97
mempunyai keinginan untuk mengonsumsi ganja sebagai bentuk pencarian
sensasi yang ingin dirasakan oleh individu tersebut.
Namun pada penelitian yang sama dilakukan oleh Kopstein et al., (2011),
penelitian tersebut mempunyai hasil yang berbeda pada variabel disinhibition,
pada penelitian Kopstein menunjukkan ada pengaruh yang signifikan dari variabel
disinhibition terhadap perilaku mengonsumsi ganja, sedangkan dalam penelitian
ini tidak ada pengaruh yang signifikan. Hal ini mungkin terjadi karena individu
yang mempunyai variabel disinhibition, adalah individu yang mempunyai
keinginan untuk melakukan aktivitas sosial yang bebas tanpa hambatan, hal
tersebut belum tentu mempengaruhi individu untuk mengonsumsi ganja.
Perbedaan hasil penelitian yang dilakukan peneliti dengan penelitian sebelumnya
mungkin disebabkan oleh perbedaan budaya responden penelitian, bentuk dari
aktivitas sosial yang bebas tanpa hambatan di negara penelitian sebelumnya
dengan Indonesia itu berbeda.
Menurut Kopstein et al., (2011), bahwa perilaku mengonsumsi ganja pada
individu yang sudah dewasa menjadi sebuah perilaku yang dianggap normal,
sehingga variabel sensation seeking, lebih tepat digunakan untuk memprediksi
perilaku mengonsumsi ganja pada individu dalam masa perkembangan remaja.
Menurut Donohew et al. menyatakan bahwa individu yang mempunyai
variabel sensation seeking dalam diri, cenderung untuk memilih berteman dengan
individu yang mempunyai tingkat sensation seeking yang sama, karena berteman
dengan individu yang mengonsumsi ganja, sehingga hal tersebut mempengaruhi
individu untuk turut mengonsumsi ganja juga. Pengaruh teman yang
98
menggunakan ganja menjadi variabel moderator dari variabel sensation seeking
terhadap mengonsumsi ganja. Sehingga peneliti berpendapat bahwa tidak adanya
pengaruh yang signifikan variabel sensation seeking (thrill & adventure seeking,
experience seeking, boredom suscepibility, dan disinhibition) terhadap perilaku
mengonsumsi ganja dikarenakan adanya variabel lain yang berperan sebagai
variabel moderator (Roberti, 2004).
Dalam penelitian ini, lima (5) variabel dari substance use motive seperti
coping motive, conformity motive, enhancement motive, expansion motive dan
social motive tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku
mengonsumsi ganja. Hal ini berbeda dengan penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Simon, et al. (2000), pada penelitian tersebut dapat disimpulkan
bahwa ada pengaruh yang signifikan variabel coping motive, conformity motive,
enhancement motive, expansion motive dan social motive terhadap perilaku
mengonsumsi ganja. Perbedaan hasil pada penelitian sangatlah mungkin terjadi
pada setiap penelitian, menurut peneliti bahwa perbedaan ini terjadi karena
responden dalam penelitian ini, tidak memerlukan adanya dorong-dorongan yang
spesifik untuk mempengaruhi individu untuk mengonsumsi ganja.
Pada penelitian ini, muncul asumsi bahwa ada overlapping antara masing-
masing independen variabel yaitu terjadinya overlapping antara variabel sensation
seeking (thrill & adventure seeking, experience seeking, boredom suscepibility,
dan disinhibition) dengan substance use motive (coping motive, conformity
motive, enhancement motive, expansion motive dan social motive). Berdasarkan
teori problem behavior seseorang berperilaku dikarenakan adanya interaksi dalam
99
dan antara tiga sistem yang dinamis, ketiga sistem tersebut adalah personality
system, perceived environment, dan behavior system,berdasarkan teori tersebut
sensation seeking dan substance use motive digolongkan termasuk dalam sistem
kepribadian karena keduanya merupakan needs. Sehingga berdasarkan
penggolongan tersebut muncul asumsi bahwa ada overlapping antara variabel
sensation seeking dan substance use motives, hal tersebut diasumsikan sebagai
penyebab variabel sensation seeking dan substance use motive tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap perilaku mengonsumsi ganja.
Oleh karena itu, peneliti mencoba menganalisis regresi logistik dengan
menggunakan data dari penelitian ini, penelili mencoba melakukkan dua analisis
yang memisahkan variabel sensation seeking (thrill & adventure seeking,
experience seeking, boredom suscepibility, dan disinhibition) dan substance use
motive (coping motive, conformity motive, enhancement motive, expansion motive
dan social motive) ke dalam dua analisis regresi logistik yang berbeda.
Pada analisis pertama, peneliti mencoba melihat pengaruh variabel
perceived risk dan sensation seeking (thrill & adventure seeking, experience
seeking, boredom suscepibility, dan disinhibition) terhadap perilaku mengonsumsi
ganja. Peneliti melihat nilai signifikansi dari omnibus test, didapatkan nilai Chi
squere sebesar 49,991 dengan nilai signifikansi sebesar 0.000 (p<0.05), berarti
model dalam penelitian ini fit, jika model sudah fit maka analisis bisa dilanjutkan,
selanjutnya peneliti melihat signifikansi dari pengaruh variabel perceived risk dan
sensation seeking (thrill & adventure seeking, experience seeking, boredom
suscepibility, dan disinhibition) terhadap perilaku mengonsumsi ganja. Output
100
regresi dengan model ini menunjukan hanya variabel perceived risk yang
signifikan mempengaruhi perilaku mengonsumsi ganja, dengan nilai signifikasi
sebesar 0,000 (p<0,05), sedangkan variabel sensastion seeking (thrill & adventure
seeking, experience seeking, boredom suscepibility, dan disinhibition) tidak
mempengaruhi secara signifikan.
Selanjutnya, pada analisis kedua, peneliti mencoba melihat pengaruh
variabel perceived risk dan substance use motive (coping motive, conformity
motive, enhancement motive, expansion motive dan social motive) terhadap
perilaku mengonsumsi ganja. Peneliti melihat nilai signifikansi dari omnibus test,
didapatkan nilai Chi squere sebesar 63,995 dengan nilai signifikansi sebesar 0.000
(p<0.05), berarti model dalam penelitian ini fit, jika model sudah fit maka analisis
bisa dilanjutkan, selanjutnya peneliti melihat signifikansi dari pengaruh variabel
perceived risk dan substance use motive (coping motive, conformity motive,
enhancement motive, expansion motive dan social motive) terhadap perilaku
mengonsumsi ganja. Hal tersebut dapat dilihat dari tabel di bawah ini. Output
regresi dengan model ini menunjukan hanya variabel perceived risk yang
signifikan mempengaruhi perilaku mengonsumsi ganja, dengan nilai signifikasi
sebesar 0,001 (p<0,05), sedangkan variabel substance use motive (coping motive,
conformity motive, enhancement motive, expansion motive dan social motive)
tidak mempengaruhi secara signifikan.
Berdasarkan kedua analisis yang dilakukan oleh peneliti diatas, dapat
disimpulkan tidak ada overlapping antara variabel sensation seeking dengan
variabel substance use motive yang menyebabkan tidak signifikansinya kedua
101
variabel tersebut mempengaruhi perilaku mengonsumsi ganja. Hal ini senada
dengan McMurran, sensation seeking merupakan bagian dari faktor perilaku
(behavior system) yang mempengaruhi seseorang memakai ganja, bukan sebagai
personality system.
Peneliti menggunakan problem behavior theory yang dikembangkan
Richard Jessor sebagai landasan teori untuk mengetahui perilaku seseorang
mengonsumsi ganja. Menurut teori ini seseorang mengonsumsi ganja merupakan
hasil dari interaksi dalam dan antara sistem kepribadian (personality system),
sistem persepsi terhadap lingkungan (perceived environment system) dan sistem
perilaku (behavior system). Berdasarkan teori problem behavior, peneliti
menggunakan beberapa independen variabel yang ditemukan dalam penelitian
sebelumnya, kemudian menggolongkan ke dalam ketiga sistem dalam teori
problem behavior, yaitu menggolongkan perceived risk sebagai perceived
environment system dalam teori problem behavior, sensation seeking sebagai
behavior system dalam teori problem behavior dan substance use motive sebagai
disebut personality system dalam teori problem behavior.
Peneliti menyadari kelemahan dalam penelitian ini adalah tidak ada
pembatasan dalam kategorisasi pengguna ganja, tidak adanya pembatasan tersebut
diasumsikan sebagai penyebab variabel sensastion seeking (thrill & adventure
seeking, experience seeking, boredom suscepibility, dan disinhibition) dan
substance use motive (coping motive, conformity motive, enhancement motive,
expansion motive dan social motive) tidak berpengaruh secara signifikan.
102
Menurut UNODC (2011) menggolongkan pengguna ganja menjadi tiga
kategori yaitu pengguna ganja eksperimental, pengguna ganja rekreasional dan
pengguna ganja kronik. Ketiga kategori itu mempunyai faktor-faktor yang
berbeda dalam mempengaruhi individu mengonsumsi ganja. UNODC (2011)
menyatakan bahwa pada pengguna ganja eksperimental, individu mengonsumsi
ganja dikarenakan dorongan teman sebaya dan rasa penasaran untuk mendapatkan
sensasi baru yang ditimbulkan karena mengonsumsi ganja, dalam penelitian ini
jika diasumsikan dengan kategori pada pengguna ganja eksperimental, maka
variabel thrill & adventure seeking, experience seeking, dan conformity motive
diasumsikan secara signifikan mempengaruhi perilaku mengonsumsi ganja.
Selanjutnya, menurut UNODC (2011) pada pengguna ganja rekreasional, individu
mengonsumsi ganja diasumsikan dipengaruhi oleh variabel boredom suscepibility,
disinhibition, social motive, expansion motive, dan enhancement motive. Selain
itu, UNODC menyatakan bahwa pada pengguna ganja kronik, variabel coping
motive diasumsikan secara signifikan mempengaruhi perilaku mengonsumsi
ganja.
5.3 Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peneliti menyadari bahwa
masih terdapat banyak kekurangan di dalamnya. Untuk itu, peneliti
memberikan beberapa saran untuk pertimbangan sebagai penyempurnaan
penelitian selanjutnya, baik berupa saran teoritis dan saran praktis.
5.3.1 Saran Teoritis
103
1. Berdasarkan koefisien determinasi, sumbangan efektif dari hasil
penelitian dengan menggunakan variabel perceived risk, thrill &
adventure seeking, experience seeking, boredom suscepibility,
disinhibition, coping motive, conformity motive, enhancement motive,
expansion motive dan social motive terhadap perilaku mengonsumsi
ganja adalah sebesar 30,6%, dan sisanya di pengaruhi oleh variabel
yang lain. Oleh karena itu, untuk penelitian berikutnya disarankan
untuk melihat faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi perilaku
mengonsumsi ganja sehingga mungkin untuk mendapatkan pengaruh
yang lebih besar.
2. Untuk penelitian selanjutnya, peneliti menyarankan adanya
pembatasan pada variabel demografis seperti jenis kelamin, usia,
jenjang pendidikan, status pekerjaan dan sebagainya. Hal tersebut
dapat menjadi variabel kontrol untuk variabel independen dalam
penelitian serupa, dan juga variabel demografis tersebut diharapkan
dapat lebih menggambarkan perilaku mengonsumsi ganja pada kondisi
demografis tertentu.
3. Berdasarkan teori problem behavior theory, peneliti menyarankan
untuk mereplikasi, dan mengadaptasi ketiga system yang dikembang
oleh Richard Jessor, yaitu personality system, perceived environment,
dan behavior system sebagai independen variabel untuk mempredisksi
perilaku mengonsumsi ganja di Indonesia.
104
4. Berdasarkan kategorisasi pengguna ganja menurut UNODC, peneliti
menyarankan untuk penelitian selanjutnya dapat melakukan
pembatasan kategorisasi pengguna ganja pada responden penelitian.
Hal tersebut diharapkan dapat lebih jelas melihat variabel-variabel
dalam penelitian ini yang paling signifikan mempengaruhi perilaku
mengonsumsi ganja pada kategorisasi pengguna ganja yang spesifik.
5.3.2 Saran Praktis
Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa perceived risk berpengaruh
signifikan secara negatif terhadap perilaku mengonsumsi ganja, artinya bahwa
semakin tinggi persepsi seseorang tentang efek berbahaya yang ditimbulkan oleh
mengonsumsi ganja, maka perilaku mengonsumsi ganja akan menurun. Oleh
karena itu, peneliti menyarankan kepada pemerintah khususnya Kepolisian
Republik Indonesia dan Badan Narkotika Nasional untuk lebih gencar
mensosialisikan bahaya yang dapat ditimbulkan oleh mengonsumsi ganja dapat
menyebabkan gangguan terhadap kesehatan fisik walaupun mengonsumsi dengan
dosis yang sedikit saja, dengan hal itu akan dapat menurunkan angka pengguna
ganja di Indonesia.
105
DAFTAR PUSTAKA
American Psychiatric Assosiaton. (2013). Diagnostic and statistical manual of
mental disorders 5th. Arlington : American Psychiatric Publishing
Ajzen, I., & Fishbein, M. (2005). The handbook of attitudes. US: Lawrence
Erlbaum Associates Publishers.
Agresti, A. (2007), An introduction to categorical data analysis (2nd edition).
New Jersey: John Willey & Son Inc.
Bachman, J.G., Johnston, L.D., & O’Malley, P.M. (1998). Explaining recent
increases in students' marijuana use: impacts of perceived risks and
disapproval, 1976 through 1996. American Journal of Public Health, 88(6)
887-892.
Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia. (2012). Data tindak pidana
narkoba di indonesia pada tahun 2007-2011. Diunduh pada tanggal 18
Oktober 2013 dari
http://bnn.go.id/portal/_uploads/post/2012/05/31/20120531153207-
10234.pdf
Baum, A., Revenson, T.A., & Singer, J. (2012). Handbook of health psychology :
Second edition. New York : Taylor & Francis Group.
Chang, L.Y & Liu W. (2009). Sensation seeking and customer perceptions of
thematic entertainment : Evidance from theme motels in Taiwan. Social
Behavior and Personality: an international journal, 37(6), 753-765.
Comeau, N., Stewart, S.H., & Loba, P. (2001). The relations of trait anxiety,
anxiety sensitivity, and sensation seeking to adolescent motivation for
alcohol, cigarette, and marijuana use. Addictive Behaviors, 26(6), 803-825.
Danseco, E.R., Kingery, P.M., & Coggeshall, M.B. (1999). Perceived risk of harm
from marijuana use among youth in the USA. School Psychology
International, 20(1), 39-56.
Donovan, J.E, Jessor. R, & Costa, F.M. (1991). Adolesecent health behavior and
conventionality-unconventionality : an extension of problem behavior
theory. Health Psychology, 10(1), 52-61.
Eysenck, M.W., & Keane. M. (2000). Cognitive psychology a student’s handbook
: Fourth edition. New York : Psychology Press Ltd.
Fauzie, R. (2013). Beberapa faktor psikologis yang mempengaruhi perilaku tidak
memilih (non-voting behavior) pada pemilihan gubernur : Sebuah aplikasi
metode analisis regresi logistik. Skripsi tidak dipublikasikan. Fakultas
Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Fisher, C.B & Lerner, R.M. (2005). Encyclopedia of applied developmental
science Vol. 2. California : SAGE Publications, Inc
106
Hayustiro, C. (2013). Orientasi tujuan dan kepribadian sebagai prediktor perilaku
menyontek : Sebuah studi dengan pendekatan regresi logistik. Skripsi tidak
dipublikasikan. Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Henderson, E.C. (2000). Understanding Addiction. Mississippi : University press
of Mississippi.
Hersen, M. & Gross, A.M. (2008). Handbook of clinical psychology vol. 2
children and adolescents. New Jersey : John Wiley & Son, Inc.
Hosmer, D. W., & Lemeshow. S. (2000). Applied logistic regression :
Second edition. Canada: John Willey & Sons, inc.
Jenkins, R. (2006). Cannabis and young people : Reviewing the evidance. London
: Jessica Kingsley Publishers.
Jessor, R., & Jessor, R., (1977). Problem behavior and psychosocial development.
New York : Academic Press.
Jessor, R (2008). Problem-behavior theory : A brief overview. Diunduh pada
tanggal 14 Januari 2013 dari
http://www.colorado.edu/ibs/jessor/pb_theory.html
Johnson, B.A. (2011). Addiction Medicine: science and practice, Volume 1. New
York : Springer Science+Business Media.
Joreskog, K.G. & Sorbom, D. (2004). Lisrel 8.70. USA: Scientific Software
International. Inc.
Kopstein, A.N., Crum, R.M., Calentano, D.D., & Martin, S.S. (2001). Sensation
seeking needs among 8th and 11th graders : Characteristics associated with
cigarette and marijuana use. Drug and Alcohol Dependence 62(1) : 195-203.
Kring, A.M., Johnson, S.L., Davidson, G.C. & Naele, J.M. (2010). Abnormal
psychology 11th
edittion. New York : John Wiley & sons.
Laroche. M., McDougall, G.H.G., Bergeron, J. & Yang Z. (2004). Exploring how
intangibility affect perceived risk. Journal of Service Research, 6(4), 373-
389.
Lerner, R.M., Petersen, A.C., Seilberesen, R.K., & Brooks-Gunn, J. (2013). The
developmental science of adolescence : History through autobiography.
New York : Psychology Press.
Levitin, D.J. (2002). Foundations of cognitive psychology : Core readings. USA :
Massachusetts Instiute of Technology.
McMurran, M. (1994). The psychology of addiction. London : UK Taylor &
Francis Ltd., Publishers.
Narayana, D., Syarif, I.M., & Marentek, R.C. (2011). Hikayat pohon ganja 12.000
tahun menyuburkan peradaban manusia. Jakarta : PT. Gramedia.
O’Connell, A.A. (2006). Logistic regression models for ordinal response
variables. Logistic Regression. DOI:10.4135/9781412984812.
107
Osborne, J. (2008). Best practices in quantitative methods: 24 binary logistic
regression. Sage research method. doi: 10.4135/9781412995627.
Padmohoedojo, P.G, (2006). National survey of illicit drug use and trafficiking
among household group in indonesia. ASPAC-NGO. Diunduh pada tanggal
25 Desember 2012 dari http://www.aspacngo.org
Pampel, F. C. (2000). Logistic regression: a primer sage quantitative applications
in the social sciences series. Thousand Oaks, CA: Sage Publications.
Petraitis, J., Flay, B.R., & Miller, T.Q. (1995). Reviewing theories of adolescent
substance use :organizing pieces in the puzzle. Psychological Bulletin,
117(1) : 67.
Putri, D.F (2012). Hubungan antara tingkat penggunaan ganja dan aspek-aspek
fungsi psikososial. Skripsi tidak dipublikasikan. Fakultas Psikologi
Universitas Indonesia
Putri, R.S. (2014). Pengaruh tipe kepribadian dan konformitas terhadap keputusan
membeli sepatu wedges pada wanita di daerah Jakarta Selatan. Skripsi tidak
dipublikasikan. Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Renn, O. & Rohrmann, B. (2000). Cross-cultural risk perception : A survey of
empirical studies. Dordrecht : Kluwer Academic Publishers.
Republik Indonesia. (2009). Undang-undang no. 35 tahun 2009 tentang
narkotika. Jakarta
Roberti, J.W. (2004). A review of behavioral and biological correlates of
sensation seeking. Journal of Research in Personality, 8(1), 256–279.
Sadava, S.W. (1987). Drug use and psychological theory. New York : The
Haworth Press, Inc.
Simon, J., Correia. C.J., Carey, K.B., & Borsari, B.E. (1998). Validating a five-
factor marijuana motives measure: relations with use, problems, and alcohol
motives. Journal of Counseling Psychology, 43(3), 265-273.
Simon, J., Correia. C.J., & Carey, K.B., (2000). Brief report : a comparison of
motives for marijuana and alcohol use among experinced user. Addictive
Behavior, 25(1), 156-160.
Simon, J.S., Gaher. M.R., Correria, C.J., Hansen, C.L., & Christoper, M.S.
(2005). An affective-motivational model of marijuana and alcohol among
college student. Psychology of Addictive Behaviors, 19(3), 326-33.
Siregar, M. (2004). Faktor – faktor yang mempengaruhi penyalahgunaan narkotik
pada remaja studi deskriptif di panti sosial pamardi putra “insyaf” medan.
Jurnal Pemberdayaan Komunitas, 3(2), 100-105.
Speilberger, C.D. (2004). The encyclopedia of applied psychology : three volume
set. Elsevier Academic Press.
Stricker, G. & Widiger, T.A (2003). Handbook of psychology vol. 8 clinical
psychology. New Jersey : John Wiley & Son, Inc.
108
Strickland, B.R. (2001). The gale encyclopedia of psychology : Second edition.
USA : Gale Group.
Sweet, S.A & Grace-Martin, K. (2002). Data analysis with spss : A first course in
applied statistics. Huston : Allyn & Bacon
Trimpop, R.M. (1994). The psychology of risk taking behavior. Amsterdam :
Elsevier Science.
Umar, J. (2011). Uji validitas konstuk dengan analisis faktor konfirmatorik.
Bahan ajar tidak dipublikasikan. Fakultas Psikologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
United Nation Office on Drugs and Crime. (2006). Bulletin on narcotics vol.
LVIII, nos. 1 and 2, 2006 : review of the world cannabis situation. New
York : United Nations Publication
United Nation Office on Drugs and Crime. (2011). World drug report 2011. New
York : United Nations Publication
Yuniarti, K. (2013). Prediksi perilaku diet pada remaja akhir melalui analisis
regresi logistik. Skripsi tidak dipublikasikan. Fakultas Psikologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Zhang, Y. (2008). Encyclopedia of global health : Marijuana abuse. SAGE
Publications, Inc. Doi : 10.4153/9781412963855.
Zuckerman, M. (1994). Behavioral expressions and biosocial bases of sensation
seeking. New York : Cambridge University Press.
Zvolensky, M.J., Marshall, E.C., Johnson, K., Hogan, J., Bernstein & Bonn-
Miller, M.O. (2009). Relations between anxiety sensitivity, distress
tolerance, and fear reactivity to bodily sensations to coping and conformity
marijuana use motives among young adult marijuana users. Experimental
and Clinical Psychopharmacology, 17(1), 31.
109
Assallamu’alaikum Wr. Wb.
Selamat Pagi/Siang/Sore
Saya Muhammad Yassirullah, mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, saat ini saya sedang melakukan penelitian untuk
penyusunan tugas akhir kuliah (skripsi), yang bertemakan perilaku psikologi,
sebuah studi dengan metode analisis regresi logistik.
Saya membutuhkan bantuan Anda untuk menjadi responden dalam penelitian ini
dengan cara mengisi angket ini. Jawaban Anda tidak dilihat benar atau salah, dan
kerahasiaan jawaban Anda akan terjamin. Sebelumnya saya berterima kasih atas
kesediaan anda meluangkan waktu untuk mengisi angket penelitian ini.
Jakarta, Agustus 2014
Hormat Saya,
Muhammad Yassirullah
DATA RESPONDEN
Nama (Inisial) : .................................................
Usia : .................................................
Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bersedia untuk berpartisipasi
......................................................
(Tanda Tangan)
110
PETUNJUK PENGISIAN
Berikut ini terdapat sejumlah pernyataan.
Berilah tanda silang (X) pada jawaban yang Anda pilih dari alternatif jawaban
yang tersedia pada tiap-tiap pernyataan. Jawablah dengan jujur dan seksama,
berdasarkan apa yang anda pahami pada setiap pernyataan. Tidak ada jawaban
benar atau salah, seluruh jawaban adalah benar selama itu sesuai dengan diri
Anda. Pastikan anda telah menjawab semua pernyataan yang tersedia.
Contoh Pengerjaan
Jika Anda sangat setuju dengan hal yang terdapat dalam pernyataan di bawah ini,
maka Anda dapat memberi tanda (X) pada kolom SS (sangat setuju).
No PERNYATAAN
Sangat
Tidak
Setuju
Tidak
Setuju Setuju
Sangat
Setuju
1 Saya menyukaai makan makanan bergizi X
= SELAMAT MENGERJAKAN =
KETERANGAN
Pada Penilitian ini yang dimaksud dengan Mengonsumsi Ganja adalah perilaku
menggunakan daun ganja kering dengan cara dilinting dengan kertas (papir)
kemudian dibakar, dan dihisap seperti layaknya orang merokok tembakau.
Skala 1
111
No PERNYATAAN
Sangat
Tidak
Setuju
Tidak
Setuju Setuju
Sangat
Setuju
1
Menurut saya, jika saya mencoba
mengonsumsi ganja sekali saja, tidak
akan membuat kepala saya pusing
2
Saya percaya jika mengonsumsi ganja
akan membuat saya mengidap penyakit
paru-paru
3
Saya tidak percaya bila mengonsumsi
ganja dapat berbahaya terhadap
kesehatan tubuh saya
4
Saya yakin bila mengonsumsi ganja
secara rutin akan membuat saya tetap
sehat
5
Saya yakin bila mengonsumsi ganja
setiap hari akan berdampak buruk
terhadap kinerja otak saya
Skala 2
No PERNYATAAN
Sangat
Tidak
Setuju
Tidak
Setuju Setuju
Sangat
Setuju
1
melakukan hubungan seksual sebelum
menikah merupakan hal yang patut di
coba
2 Saya senang mencoba kegiatan yang
mengasyikkan meskipun berbahaya
3 Menyaksikan foto-foto kegiatan wisata
orang lain sangatlah membosankan
112
4 Saya suka kegiatan memanjat tebing
5 Berpesta sampai pagi adalah hal yang
saya inginkan
6 Saya senang bergaul dengan orang yang
suka mencoba hal-hal baru
7 Agar menarik perhatian orang lain saya
berkendara dengan kecepatan tinggi
8 Menurut saya, menunggu antrian adalah
hal yang menjemuhkan
9 Saya suka pesta yang tamunya bebas
untuk berekspresi
10 Saya ingin mencoba semua jenis
narkotika
11
Saya suka mendapatkan pengalaman
baru dan menegangkan walaupun hal itu
melanggar hukum atau melawan adat
istiadat
12 berselancar di lautan yang berombak
besar tentulah sangat mengasyikkan
13 Saya mudah merasa jenuh jika tidak ada
hal yang saya kerjakan
14 Menurut saya, melakukan kegiatan terjun
parasut merupakan hal yang patut dicoba
15 saya ingin minum minuman beralkohol
yang berkadar alkohol tinggi
16 bekerja di dalam ruangan secara terus
menerus membuat saya jenuh
17 Saya mengekspresikan diri saya dengan
menggunakan pakaian yang eksentrik
18 Saya ingin mengendarai sepeda motor
dengan kecepatan tinggi tanpa hambatan
113
19
Saya senang bergaul dengan orang-orang
yang berpakaian eksentrik dan
berperilaku aneh
20
tidak ada salahnya mencoba kegiatan
yang dianggap oleh orang lain sebagai
perbuatan yang berdosa
Skala 3
No PERNYATAAN
Sangat
Tidak
Setuju
Tidak
Setuju Setuju
Sangat
Setuju
1
Mengonsumsi ganja dapat
menghilangkan rasa kekhawatiran dalam
diri saya
2 Teman saya memaksa saya untuk
mengonsumsi ganja
3 Mengonsumsi ganja dapat lebih
memeriahkan suasana pesta
4 Mengonsumsi ganja dapat
menghilangkan rasa depresi
5
Mengonsumsi ganja dapat membuat
lebih supel dalam bergaul dengan orang
lain
6
Saya mengonsumsi ganja untuk
menghibur diri ketika dalam situasi hati
yang buruk
7 Saya suka perasaan yang ditimbulkan
saat mengonsumsi ganja
8
Mengonsumsi ganja membuat saya tidak
dianggap sebagai anak kecil oleh teman-
teman
114
9 Mengonsumsi ganja dapat membuat
lebih terbuka terhadap pengalaman baru
10 Saya mengonsumsi ganja untuk
membuat saya merasa seperti di surga
11 Mengonsumsi ganja dapat membuat
suasana berkumpul lebih menyenangkan
12
Untuk menyesuaikan diri dengan
kelompok, maka saya mengonsumsi
ganja
13 Mengonsumsi ganja dapat memberikan
ketenangan
14 Mengonsumsi ganja dapat meningkatkan
suasana pesta dan perayaan
15 Mengonsumsi ganja dapat
menumbuhkan rasa percaya diri
16
Saya mengonsumsi ganja untuk
merayakan acara spesial dengan teman-
teman
17 Mengonsumsi ganja dapat melupakan
masalah – masalah yang dihadapi
18 Mengonsumsi ganja dapat membuat
bahagia
19 Saya Mengonsumsi ganja agar disukai
dalam pergaulan
20
Jika tidak mengkonsumsi ganja, maka
saya akan ditinggalkan oleh kelompok
saya
21 Mengonsumsi ganja dapat membuat
mengenal diri sendiri lebih baik
22 Mengonsumsi ganja dapat membantu
menghasilkan ide baru yang kreatif
115
23 Mengonsumsi ganja dapat membantu
memahami hal-hal yang rumit
24 Mengonsumsi ganja dapat memperluas
kesadaran diri sendiri
Skala 4
No PERNYATAAN Tidak Ya
1 Apakah Anda pernah *mengonsumsi ganja
pada satu bulan terakhir?
= TERIMAKASIH =
116
L I S R E L 8.70
BY
Karl G. Jöreskog & Dag Sörbom
This program is published exclusively by Scientific Software International, Inc. 7383 N. Lincoln Avenue, Suite 100 Lincolnwood, IL 60712, U.S.A. Phone: (800)247-6113, (847)675-0720, Fax: (847)675-2140 Copyright by Scientific Software International, Inc., 1981-2004 Use of this program is subject to the terms specified in the Universal Copyright Convention. Website: www.ssicentral.com
The following lines were read from file \\KOMUNIKAPEDIA-P\Users\Public\Achi's\Skripsweet
;)\data\perceived risk\perceived risk.PR2:
UJI VALIDITAS CONSTRUCK PERCEIVED DA NI=5 NO=302 MA=KM LA VAR00001 VAR00002 VAR00003 VAR00004 VAR00005 KM SY FI=RISK.COR SE 1 2 3 4 5/ MO NX=5 NK=1 TD=SY,FI LK PERCEIVED FR TD 1 1 TD 2 2 TD 3 3 TD 4 4 TD 5 5 TD 3 2 FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 LX 5 1 PD OU AD=OFF IT=1000 TV MI SS
UJI VALIDITAS CONSTRUCK PERCEIVED
Number of Input Variables 5 Number of Y - Variables 0 Number of X - Variables 5 Number of ETA - Variables 0 Number of KSI - Variables 1 Number of Observations 302
UJI VALIDITAS CONSTRUCK PERCEIVED
Correlation Matrix
VAR00001 VAR00002 VAR00003 VAR00004 VAR00005 -------- -------- -------- -------- -------- VAR00001 1.00 VAR00002 0.13 1.00 VAR00003 0.19 0.31 1.00
117
VAR00004 0.27 0.54 0.24 1.00 VAR00005 0.19 0.50 0.24 0.68 1.00
UJI VALIDITAS CONSTRUCK PERCEIVED
Parameter Specifications
LAMBDA-X
PERCEIVE -------- VAR00001 1 VAR00002 2 VAR00003 3 VAR00004 4 VAR00005 5
THETA-DELTA
VAR00001 VAR00002 VAR00003 VAR00004 VAR00005 -------- -------- -------- -------- -------- VAR00001 6 VAR00002 0 7 VAR00003 0 8 9 VAR00004 0 0 0 10 VAR00005 0 0 0 0 11
UJI VALIDITAS CONSTRUCK PERCEIVED
Number of Iterations = 6
LISREL Estimates (Maximum Likelihood)
LAMBDA-X
PERCEIVE -------- VAR00001 0.28 (0.06) 4.60 VAR00002 0.62 (0.06) 10.97 VAR00003 0.29 (0.06) 4.71 VAR00004 0.87 (0.05) 15.89
118
VAR00005 0.78 (0.06) 14.15
PHI
PERCEIVE -------- 1.00
THETA-DELTA
VAR00001 VAR00002 VAR00003 VAR00004 VAR00005 -------- -------- -------- -------- -------- VAR00001 0.92 (0.08) 12.07 VAR00002 - - 0.61 (0.06) 10.65 VAR00003 - - 0.13 0.91 (0.05) (0.08) 2.69 12.03 VAR00004 - - - - - - 0.24 (0.06) 4.34 VAR00005 - - - - - - - - 0.39 (0.05) 7.25
Squared Multiple Correlations for X - Variables
VAR00001 VAR00002 VAR00003 VAR00004 VAR00005 -------- -------- -------- -------- -------- 0.08 0.39 0.09 0.76 0.61
Goodness of Fit Statistics
Degrees of Freedom = 4 Minimum Fit Function Chi-Square = 7.91 (P = 0.095) Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 7.69 (P = 0.10) Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 3.69 90 Percent Confidence Interval for NCP = (0.0 ; 15.68) Minimum Fit Function Value = 0.026
119
Population Discrepancy Function Value (F0) = 0.012 90 Percent Confidence Interval for F0 = (0.0 ; 0.052) Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0.055 90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.0 ; 0.11) P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 0.37 Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 0.099 90 Percent Confidence Interval for ECVI = (0.086 ; 0.14) ECVI for Saturated Model = 0.100 ECVI for Independence Model = 1.40 Chi-Square for Independence Model with 10 Degrees of Freedom = 412.16 Independence AIC = 422.16 Model AIC = 29.69 Saturated AIC = 30.00 Independence CAIC = 445.71 Model CAIC = 81.50 Saturated CAIC = 100.66 Normed Fit Index (NFI) = 0.98 Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0.98 Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.39 Comparative Fit Index (CFI) = 0.99 Incremental Fit Index (IFI) = 0.99 Relative Fit Index (RFI) = 0.95 Critical N (CN) = 505.93
Root Mean Square Residual (RMR) = 0.031 Standardized RMR = 0.031 Goodness of Fit Index (GFI) = 0.99 Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.96 Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.26
UJI VALIDITAS CONSTRUCK PERCEIVED
Modification Indices and Expected Change
No Non-Zero Modification Indices for LAMBDA-X
No Non-Zero Modification Indices for PHI
Modification Indices for THETA-DELTA
VAR00001 VAR00002 VAR00003 VAR00004 VAR00005 -------- -------- -------- -------- -------- VAR00001 - - VAR00002 2.21 - - VAR00003 4.84 - - - - VAR00004 1.87 0.00 0.98 - - VAR00005 1.04 0.56 0.13 0.35 - -
Expected Change for THETA-DELTA
120
VAR00001 VAR00002 VAR00003 VAR00004 VAR00005 -------- -------- -------- -------- -------- VAR00001 - - VAR00002 -0.07 - - VAR00003 0.12 - - - - VAR00004 0.06 0.00 -0.05 - - VAR00005 -0.04 0.05 0.02 -0.11 - -
Maximum Modification Index is 4.84 for Element ( 3, 1) of THETA-DELTA
UJI VALIDITAS CONSTRUCK PERCEIVED
Standardized Solution
LAMBDA-X
PERCEIVE -------- VAR00001 0.28 VAR00002 0.62 VAR00003 0.29 VAR00004 0.87 VAR00005 0.78
PHI
PERCEIVE -------- 1.00
Time used: 0.016 Seconds
121
DESCRIPTIVES VARIABLES=PR TAS BS DIS ES CON_M COP_M ENH_M EXP_M SOC_M
/STATISTICS=MEAN STDDEV MIN MAX.
Descriptives
Notes
Output Created 22-Aug-2015 09:36:04
Comments
Input Data D:\Skripsweet ;)\data\DATA REGRESI
LOGISTIK.sav
Active Dataset DataSet1
Filter <none>
Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in Working Data
File
302
Missing Value Handling Definition of Missing User defined missing values are treated
as missing.
Cases Used All non-missing data are used.
Syntax DESCRIPTIVES VARIABLES=PR TAS
BS DIS ES CON_M COP_M ENH_M
EXP_M SOC_M
/STATISTICS=MEAN STDDEV MIN
MAX.
Resources Processor Time 0:00:00.000
Elapsed Time 0:00:00.006
[DataSet1] D:\Skripsweet ;)\data\DATA REGRESI LOGISTIK.sav
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Perceived Risk 302 37.21 77.18 50.0000 8.86684
Thrill & Adventure Seeking
(SS)
302 28.73 66.89 50.0000 7.44014
Boredom Susceptibility (SS) 302 23.22 66.35 50.0000 7.45666
Disinhibtion (SS) 302 36.74 81.33 50.0000 8.43733
Experience Seeking (SS) 302 27.34 70.62 50.0000 8.23934
122
Conformity Motives (SUM) 302 38.98 92.66 50.0000 8.99774
Coping Motives (SUM) 302 20.93 63.50 50.0000 9.03363
Enhancement Motives (SUM) 302 16.24 61.00 50.0000 9.09849
Expansion Motives (SUM) 302 18.00 59.89 50.0000 9.52256
Social Motives (SUM) 302 22.46 63.93 50.0000 9.35519
Valid N (listwise) 302
LOGISTIC REGRESSION VARIABLES DV /METHOD=ENTER PR TAS BS DIS ES
CON_M COP_M ENH_M EXP_M SOC_M /SAVE=PRED /CLASSPLOT
/PRINT=GOODFIT CORR CI(95) /CRITERIA=PIN(0.05) POUT(0.10)
ITERATE(20) CUT(0.5).
Logistic Regression
Notes
Output Created 22-Aug-2015 09:36:53
Comments
Input Data D:\Skripsweet ;)\data\DATA REGRESI
LOGISTIK.sav
Active Dataset DataSet1
Filter <none>
123
Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in Working Data
File
302
Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are treated
as missing
Syntax LOGISTIC REGRESSION VARIABLES
DV
/METHOD=ENTER PR TAS BS DIS
ES CON_M COP_M ENH_M EXP_M
SOC_M
/SAVE=PRED
/CLASSPLOT
/PRINT=GOODFIT CORR CI(95)
/CRITERIA=PIN(0.05) POUT(0.10)
ITERATE(20) CUT(0.5).
Resources Processor Time 0:00:00.031
Elapsed Time 0:00:00.031
Variables Created or Modified PRE_1 Predicted probability
[DataSet1] D:\Skripsweet ;)\data\DATA REGRESI LOGISTIK.sav
Case Processing Summary
Unweighted Casesa N Percent
Selected Cases Included in Analysis 302 100.0
Missing Cases 0 .0
Total 302 100.0
Unselected Cases 0 .0
Total 302 100.0
a. If weight is in effect, see classification table for the total number of
cases.
Dependent Variable
Encoding
124
Original
Value Internal Value
TIDAK 0
YA 1
Block 0: Beginning Block
Classification Tablea,b
Observed
Predicted
Prilaku Mengonsumsi Ganja
TIDAK YA
Percentage
Correct
Step 0 Prilaku Mengonsumsi Ganja TIDAK 0 61 .0
YA 0 241 100.0
Overall Percentage 79.8
a. Constant is included in the model.
b. The cut value is ,500
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Step 0 Constant 1.374 .143 91.889 1 .000 3.951
Variables not in the Equation
Score df Sig.
Step 0 Variables PR 46.693 1 .000
TAS 1.037 1 .308
BS .526 1 .469
DIS .221 1 .639
ES 6.104 1 .013
CON_M 2.393 1 .122
COP_M 29.867 1 .000
ENH_M 42.353 1 .000
125
EXP_M 47.123 1 .000
SOC_M 30.697 1 .000
Overall Statistics 66.709 10 .000
Block 1: Method = Enter
Omnibus Tests of Model Coefficients
Chi-square df Sig.
Step 1 Step 65.555 10 .000
Block 65.555 10 .000
Model 65.555 10 .000
Model Summary
Step -2 Log likelihood
Cox & Snell R
Square
Nagelkerke R
Square
1 238.344a .195 .308
a. Estimation terminated at iteration number 6 because
parameter estimates changed by less than ,001.
Hosmer and Lemeshow Test
Step Chi-square df Sig.
1 10.606 8 .225
Contingency Table for Hosmer and Lemeshow Test
Prilaku Mengonsumsi Ganja =
TIDAK Prilaku Mengonsumsi Ganja = YA
Observed Expected Observed Expected Total
Step 1 1 16 20.452 14 9.548 30
2 15 10.661 15 19.339 30
3 11 7.957 19 22.043 30
4 7 5.985 23 24.015 30
5 4 4.710 26 25.290 30
126
6 3 3.759 27 26.241 30
7 1 2.856 29 27.144 30
8 3 2.202 27 27.798 30
9 1 1.609 29 28.391 30
10 0 .811 32 31.189 32
Classification Tablea
Observed
Predicted
Prilaku Mengonsumsi Ganja
TIDAK YA
Percentage
Correct
Step 1 Prilaku Mengonsumsi Ganja TIDAK 13 48 21.3
YA 11 230 95.4
Overall Percentage 80.5
a. The cut value is ,500
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Step 1a PR -.074 .024 9.559 1 .002 .929
TAS .023 .024 .867 1 .352 1.023
BS .002 .024 .009 1 .924 1.002
DIS -.012 .024 .236 1 .627 .989
ES .015 .025 .352 1 .553 1.015
CON_M .020 .022 .852 1 .356 1.021
COP_M -.018 .030 .356 1 .551 .982
ENH_M .038 .031 1.558 1 .212 1.039
EXP_M .034 .024 2.076 1 .150 1.035
SOC_M .044 .025 3.124 1 .077 1.045
Constant -1.975 2.737 .521 1 .470 .139
a. Variable(s) entered on step 1: PR, TAS, BS, DIS, ES, CON_M, COP_M, ENH_M, EXP_M, SOC_M.
127
Variables in the Equation
95% C.I.for EXP(B)
Lower Upper
Step 1a PR .886 .973
TAS .975 1.073
BS .956 1.050
DIS .944 1.036
ES .967 1.065
CON_M .977 1.066
COP_M .927 1.041
ENH_M .978 1.103
EXP_M .988 1.084
SOC_M .995 1.098
a. Variable(s) entered on step 1: PR, TAS, BS,
DIS, ES, CON_M, COP_M, ENH_M, EXP_M,
SOC_M.
Correlation Matrix
Constant PR TAS BS DIS ES CON_M
Step 1 Constant 1.000 -.550 -.396 -.155 -.078 -.012 -.401
PR -.550 1.000 .026 -.203 -.082 -.063 .052
TAS -.396 .026 1.000 -.054 -.036 -.173 .036
BS -.155 -.203 -.054 1.000 -.066 -.096 .091
DIS -.078 -.082 -.036 -.066 1.000 -.347 -.189
ES -.012 -.063 -.173 -.096 -.347 1.000 -.130
CON_M -.401 .052 .036 .091 -.189 -.130 1.000
COP_M -.037 .100 -.079 -.090 .050 -.084 -.065
ENH_M -.242 .078 .155 -.046 -.039 -.039 .212
EXP_M -.352 .332 -.087 -.035 .066 -.033 .110
SOC_M -.023 -.053 .102 -.092 -.169 -.011 -.143
128
Correlation Matrix
COP_M ENH_M EXP_M SOC_M
Step 1 Constant -.037 -.242 -.352 -.023
PR .100 .078 .332 -.053
TAS -.079 .155 -.087 .102
BS -.090 -.046 -.035 -.092
DIS .050 -.039 .066 -.169
ES -.084 -.039 -.033 -.011
CON_M -.065 .212 .110 -.143
COP_M 1.000 -.489 -.085 -.273
ENH_M -.489 1.000 -.253 -.157
EXP_M -.085 -.253 1.000 -.086
SOC_M -.273 -.157 -.086 1.000
129
Step number: 1
Observed Groups and Predicted Probabilities
20 +
+
|
|
|
Y |
F |
Y Y |
R 15 +
Y YY +
E |
Y YY |
Q |
YYYYY Y |
U |
Y YYYYYY Y |
E 10 +
YYY YYYYYYYYYY +
N |
YYYY YYYYYYYYYY |
C |
Y Y YYYYYYY YYYYYYYYYY |
Y |
Y Y YYYYYYYYYYYYYYYYYYY |
5 +
Y Y YY YY YYYYYYYYYYYYYYYYYYY +
|
YT T YY YYY YYYYYYYYYYYYYYYYYYY |
| T Y Y Y T
Y Y YYYTT TTYTYYYTTYYYTTTYYYYYTYYTYYYYYY |
| TTTTT T TY Y TT Y YY Y YY TTYYY TT T
YYTTTTTTT TTTTTYYTTTYYTTTTTTYYTTYTYTYYYY |
Predicted
---------+---------+---------+---------+---------+---------+------
---+---------+---------+----------
Prob: 0 ,1 ,2 ,3 ,4 ,5
,6 ,7 ,8 ,9 1
Group:
TTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTYYYYYYYYYYYYYYYY
YYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYY
Predicted Probability is of Membership for YA
The Cut Value is ,50
Symbols: T - TIDAK
Y - YA
Each Symbol Represents 1,25 Cases.
130
EXAMINE VARIABLES=PRE_1 /PLOT NONE /STATISTICS DESCRIPTIVES
/CINTERVAL 95 /MISSING LISTWISE /NOTOTAL.
Explore
Notes
Output Created 22-Aug-2015 09:37:56
Comments
Input Data D:\Skripsweet ;)\data\DATA REGRESI
LOGISTIK.sav
Active Dataset DataSet1
Filter <none>
Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in Working Data
File
302
Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values for
dependent variables are treated as
missing.
Cases Used Statistics are based on cases with no
missing values for any dependent
variable or factor used.
Syntax EXAMINE VARIABLES=PRE_1
/PLOT NONE
/STATISTICS DESCRIPTIVES
/CINTERVAL 95
/MISSING LISTWISE
/NOTOTAL.
Resources Processor Time 0:00:00.016
Elapsed Time 0:00:00.008
131
[DataSet1] D:\Skripsweet ;)\data\DATA REGRESI LOGISTIK.sav
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Predicted probability 302 100.0% 0 .0% 302 100.0%
Descriptives
Statistic Std. Error
Predicted probability Mean .7980132 .01128967
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound .7757966
Upper Bound .8202299
5% Trimmed Mean .8230220
Median .8580293
Variance .038
Std. Deviation .19619351
Minimum .01696
Maximum .98806
Range .97109
Interquartile Range .19174
Skewness -2.063 .140
Kurtosis 4.677 .280