pengaruh perendaman gigi post ekstraksi dalam madu terhadap proses pemutihan gigi
TRANSCRIPT
Pengaruh Perendaman Gigi Post Ekstraksi Dalam Madu Terhadap Proses Pemutihan Gigi
Disusun Oleh :
M Effrin J (10610026)
JURUSAN S-1 KEDOKTERAN GIGIINSTITUT ILMU KESEHATAN
BHAKTI WIYATAKEDIRI
2012KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Puji syukur kami berikan kehadirat Allah SWT, karena atas seijinNya kami berhasil
menyelesaikan penyusunan karya tulis ilmiah yang berjudul “Pengaruh Perendaman Gigi Post
Ekstraksi Dalam Madu Terhadap Proses Pemutihan Gigi ” yang merupakan bagian dari
tugas skill lab KTI (Karya Tulis Ilmiah) Kurikulum Berbasis Kompetensi Pendidikan Dokter
Gigi Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri. Tidak lupa kami menghanturkan terima
kasih kepada pihak – pihak yang telah membantu terselesaikannya tulisan ini, antara lain :
1. drg.Bambang Sumarsono yang telah dengan sabar memberikan bimbingan slama
penyusunan tulisan ini.
2. Pihak Institusi yang telah menyediakan segala fasilitas belajar sehingga penyusunan
tulisan ini berjalan lancar.
3. Orang tua kami yang selalu menyertai kami dengan restu dan doanya.
4. Semua pihak yang belum tersebut di sini yang baik secara langsung maupun tidak
langsung telah mendukung terselesaikannya tulisan ini.
Semoga apa yang kami sajikan dalam tulisan ini dapat menjadi tambahan wacana dan
semakin memperluas cakrawala keilmuan khususnya di dunia komunikasi kedokteran .
Kami menyadari bahwa dalam tulisan ini masih banyak cacat dan kekurangan di sana sini
yang mana semua itu tidak terlepas dari kekurangan dan keterbatasan kami. Untuk itu kami
selalu menerima dengan tangan terbuka segala kritik dan saran yang membangun dari para
pembaca.
Terima kasih,
Wassalam’mualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Hormat kami,
Penyusun
Daftar Isi
Halaman Judul..............................................................................................................................
KATA PENGANTAR...................................................................................................................
Daftar isi........................................................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN.............................................................................................................
1.1 Latar belakang..............................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................................
1.3 Tujuan penelitian..........................................................................................................
1.4 Manfaat Penelitian........................................................................................................
1.5 Batasan Penelitian.........................................................................................................
BAB II Tinjauan Pustaka.............................................................................................................
2.1................................................................................................................................................Gigi
2.1.1. Struktur Gigi............................................................................................................
2.1.2. Warna Gigi ...............................................................................................................
2.1.3. Interapretasi warna gigi.............................................................................................
2.1.4. Penyebab perubahan warna gigi ..............................................................................
2.2. Pemutihan Gigi.......................................................................................................................
2.2.1. Material Pemutih.......................................................................................................
2.2.2. Mekanisme Pemutihan Gigi ....................................................................................
2.2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses Pemutihan Gigi ....................................
2.2.5. efek samping dari pemutihan gigi menggunakan bahan-bahan kimia......................
2.2.5. Keuntungan dan Kerugian Bahan Pemutih Gigi Peroksida......................................
2.3. Madu......................................................................................................................................................
2.3.1. Pengertian madu .....................................................................................................
2.3.2. Kandungan kimia madu .........................................................................................
2.3.3. Klasifikasi madu.....................................................................................................
BAB III PEMBAHASAN.............................................................................................................
BAB IV METODE PENELITIAN..............................................................................................
3.1. Rancangan Penelitian ..............................................................................................................
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian...................................................................................................
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian...............................................................................................
3.4. Variabel dan Definisi Operasional...........................................................................................
3.6. Pengolahan dan Analisa Data..................................................................................................
3.7. Kerangka penelitia...................................................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Terlihat lebih cantik dan menarik adalah keinginan semua orang. Karena itulah,
orang berlomba-lomba untuk melakukan berbagai perawatan terhadap berbagai bagian tubuh,
tak terkecuali juga pada gigi. Terutama bagi orang yang membutuhkan penampilan wajah yang
menarik, estetik gigi merupakan kebutuhan utama. Kerapian rangkaian serta warna gigi menjadi
penting artinya.
Warna gigi setiap orang sangat bervariasi tergantung pada ketebalan email, warna
dentin dan pulpa. Namun karena berbagai faktor baik ekstrinsik maupun intrinsik, gigi dapat
mengalami perubahan warna akibat penumpukan noda yang sering disebut juga diskolorisasi
gigi. Adanya diskolorisasi tersebut menimbulkan upaya untuk memutihkan gigi Dalam upaya
memutihkan gigi biasanya digunakan bahan oksidasi atau reduksi berkekuatan tinggi. Bahan
yang sering digunakan adalah hidrogen peroksida (H2O2).
Selama ini hidrogen peroksida yang digunakan adalah yang berasal dari bahan
kimia. Berbicara tentang bahan kimia maka kita juga harus berbicara tentang efek sampingnya,
bahan kimia apabila digunakan untuk gigi yang masih vital tentunya akan memberi efek yang
merugikan yaitu dapat membunuh pertumbuhan jaringan baru dan mengiritasi jaringan sehat
yang ada di sekitar gigi tersebut. Melihat efek samping yang sangat merugikan tersebut maka
peneliti mencoba mencari solusi untuk menekan efek samping yang terlalu merugikan tersebut.
Dalam ilmu gizi dikatakan bahwa hidrogen peroksida juga terdapat pada madu.
kandungan hidrogen peroksida pada madu yaitu 0,003% sama dengan hidrogen peroksida 3%
yang ada di pasaran di ekstrak 1000 kali (Bogdanov,2011) hal ini tentu sangat berguna karena
larutan peroksida yang terdapat dalam madu dapat ditoleransi oleh tubuh sehingga tidak perlu
diencerkan lagi. (Bang et al, 2003; Evans & Flavin, 2008). H2O2 tersebut melalui radikal bebas
reaktif yang dihasilkannya dapat menghancurkan ikatan konjugasi pada molekul-molekul zat
warna pada noda sehingga molekul tersebut menjadi lebih sedikit berpigmen dan menyebabkan
efek pemutihan. Oleh karena itu, maka peneliti ingin mengetahui pengaruh lama perendaman
gigi pada madu terhadap perubahan warna gigi dengan waktu perendaman 24 jam, 36, 72, dan
96 jam.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada pengaruh
lama perendaman gigi pada madu terhadap perubahan warna gigi.
1.3 Tujuan penelitian
Untuk mengetahui pengaruh lama perendaman gigi pada pada madu dengan waktu 24, 36, 48,
72, 96 jam.
2. 4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang didapatkan dari penelitian ini adalah:
1. Sebagai alternatif untuk bahan pemutihan gigi tanpa bahan kimia
2. Untuk lebih mengurangi efek samping yang ditimbulkan dalam upaya pemutihan gigi
2.5 Batasan Penelitian.
Batasan masalah dari penelitian ini adalah:
1. Gigi yang digunakan adalah gigi post ekstraksi
BAB IITinjauan Pustaka
2.1 Gigi
2.1.1. Struktur Gigi
Gigi adalah bagian terkeras yang ada dalam rongga mulut dan digunakan untuk
sistem mastikasi dan lain-lain. Gigi terdiri dari mahkota gigi, akar gigi dan garis servikal
(leher gigi), mahkota klinis ialah bagian dari mahkota yang tidak diliputi epitel lagi dan
menonjol dalam rongga mulut (tidak tetap) sedangkan mahkota anatomis ialah bagian dari
gigi yang diliputi jaringan enamel, akar klinis adalah bagian dari akar gigi yang masih
diliputi jaringan periodonsium (tidak tetap). Baik mahkota klinis maupun akar klinis, besar
dan panjangnya tergantung pada usia penderita dan tidak tetap. Sedangkan akar anatomis
adalah akar yang diliputi jaringan sementum. Baik mahkota dan akar anatomis, besar
maupun panjang tetap. (Itjiningsih, 1991)
1. Dilihat secara makroskopis (menurut letak dari email dan sementum) :
a) Mahkota atau Korona adalah bagian gigi yang dilapisi jaringan enamel atau email
dan normal terletak diluar jaringan gusi atau gingggiva
b) Akar atau Radix adalah bagian gigi yang dilapisi jaringan sementum dan ditopang
oleh tulang alveolar dari maksila dan mandibula. Terdapat akar tunggal dan akar
ganda. Akar tunggal dengan satu apeks, dan akar ganda dan akar ganda dengan
bifurkasi, adalah tempat dimana 2 akar bertemu dan trifurkasi adalah tempat
dimana 3 akar bertemu
c) Garis Servikal atau Semento-enamel junction adalah batas antara jaringan
sementum dan email, yang merupakan pertemuan antara mahkota dan akar gigi
d) Ujung akar atau apeks adalah titik yang terujung dari suatu benda yang runcing
atau yang berbentuk kerucut seperti akar gigi
e) Tepi insisal (insisal edge) adalah suatu tonjolan kecil dan panjang pada bagian
korona dari gigi insisivus yang merupakan sebagian dari permukaan insisivus dan
yang digunakan untuk memotong atau mengiris makanan
f) Tonjolan atau cups adalah tonjolan pada bagian korona gigi kaninus dan gigi
posterior, yang merupakan sebagian dari permukaan oklusal. (Itjiningsih, 1991)
2. Dilihat secara mikroskopis
a) Jaringan Keras adalah jaringan yang mengandung bahan kapur, terdiri dari
jaringan email, jaringan dentin, dan jaringan sementum. Email dan sementum
adalah bagian atau bentuk luar yang melindungi dentin. Dentin merupakan bentuk
pokok dari gigi, pada satu pihak diliputi oleh jaringan email (korona) dan pada
pihak lain diliputi oleh jaringan sementum (akar), merupakan bagian terbesar dari
gigi dan merupakan dinding yang membatasi dan melindungi rongga yang berisi
jaringan pulpa
b) Jaringan Lunak yaitu jaringan pulpa adalah jaringan yang terdapat dalam rongga
pulpa sampai foramen apikal, umumnya mengandung bahan dasar (ground
subtance), bahan perekat, sel saraf yang peka sekali terhadap rangsang mekanis,
termis dan kimia
c) Rongga pulpa terdiri dari Tanduk pulpa, Ruang pulpa, saluran pulpa, dan foramen
apikal. (Itjiningsih, 1991)
2.1.2. Warna Gigi
Warna alami email adalah putih translusens sedangkan dentin berwarna kekuningan.
Struktur poros dan persyarafan gigi akan menembus warna dentin sehingga warna gigi menjadi
lebih gelap sampai kearah kuning kecoklatan. Warna gigi yang tampak juga tergantung dari
jumlah cahaya yang mengenai gigi dan kualitas pantulan cahaya.
( Pratiwi, 2009)
Warna gigi manusia memiliki gradasi warna yang sangat bervariasi. Gigi Caninus terlihat
lebih gelap daripada gigi Incisivus. Secara fisiologis, gigi akan berwarna semakin gelap seiring
dengan bertambahnya usia. Hal ini dikarenakan adanya pembentukkan dentin sekunder,
penumpukan pewarnaan ekstrinsik, penipisan email, dan resesi ginggiva. ( Pratiwi, 2009)
Penilaian warna gigi ini sangat sulit untuk dilakukan. Beberapa alat telah ditemukan
untuk mengukur perubahan warna gigi, diantaranya dengan menggunakan shade guide,
spectrophotometer, dan kamera digital. Alat yang paling sering digunakan adalah menggunakan
shade guide. Kelemahan metode ini diantaranya persepsi warna sangat subjektif dan dipengaruhi
oleh faktor cahaya, pengalaman, usia, serta tingkat kelelahan mata pemeriksa. Metode yang lebih
objektif dan sering dimanfaatkan pada penelitian in vitro adalah spectrophotometer. ( Pratiwi,
2009)
2.1.3. Interapretasi warna gigi
Dalam penelitian ini intepretasi warna gigi dapat diterapkan melalui intepretasi warna
gigi yang dilakukan oleh Sir Issac Newton. Prinsip utamanya adalah mengamati bahwa cahaya
putih yang mengenai prisma akan dibiaskan menjadi suatu pola warna yang disebut spektrum
warna. Pengintepretasi warna gigi digunakan:
1. Hue adalah nama dari warna (merah, orange, kuning, hijau, biru, indigo, ungu). Semua
warna tersebut merupakan penyusun spektrum warna. Pada gigi permanen yang masih
muda, warna hue semua gigi hampir sama di rongga mulut. Variasi warna hue sering
terjadi sesuai dengan bertambahnya umur.
2. Chroma adalah kejenihan atau intensitas warna, yang merupakan kualitas dari hue dan
kebanyakan akan berkurang karena adanya proses pemutihan gigi atau bleaching. Semua
hue menerima reduksi chroma akibat vital dan non vital bleaching.
3. Value adalah hubungan antara gelap atau terang dari warna. Gigi yang berwarna terang
memiliki value tinggi tetapi gigi yang berwarna gelap memiliki value yang rendah. Value
lebih kearah kualitas ketajaman warna (Saputro, 2009)
2.1.4. Penyebab perubahan warna gigi
Penyebab perubahan warna gigi terbagi atas dua faktor, yaitu:
1. Faktor intrinsik
Penyebab perubahan warna gigi berasal dari gigi itu sendiri:
a. Dekomposisi jaringan pulpa atau sisa makanan. Adanya gas yang dihasilkan dari pulpa
nekrosis dapat emmbentuk ion sulfida yang berwarna hitam.
b. Pemakaian antibiotik, misalnya tetrasiklin. Pemakaian obat golongan tetrasiklin selama
proses pertumbuhan gigi dapat menyebabkan perubahan gigi yang permanen.
c. Penyakit metabolik yang berat selama fase pertumbuhan gigi, misalnya alkaptonuria yang
menyebabkan warna coklat.
d. Perdarahan dalam kamar pulpa. Disebabkan karena terjadinya trauma, aplikasi bahan
devitalisasi arsen ataupun eksterpasi pulpa yang masih vital.
e. Medikamentasi saluran akar. Obat teraupetik yang digunakan dalam endodonti dapat
menyebabkan perubahan warna pada gigi, misalnya perak nitrat. Bahan pengisi saluran akar.
Bahan pengisi saluran kar yang dapat mewarnai dentin adalah iodoform dan semen saluran
akar yang mengandung perak atau minyak esensial.
2. Faktor Ekstrinsik
Perubahan warna pada gigi yang berasal dari luar gigi:
a. Kebersihan mulut yang tidak baik. Perubahan warna pada gigi karena kebersihan mulut yang
tidak baik, dapat menyebabkan gigi berwarna hijau, jingga, kuning, atau coklat.
b. Pengaruh makanan dan minuman. Misalnya: kopi, teh, kunyit, dll.
c. Pengaruh kopi dan tembakau menghasilkan warna coklat sampai hitam pada leher gigi.
d. Bahan tambalan logam
Diskolorisasi akibat hipoplasia emaildiskolorisasi akibat amalgamdiskolorisasi akibat tetrasiklin
Diskolorisasi akibat amelogenesis imperfekta diskolorisasi akibat fuorosis
(Rasinta. 2002)
Tabel perubahan warna gigi dan penyebabnya
Penyebab perubahan warna gigi Warna gigi
Faktor dari
luar gigi
Kesehatan mulut jelek, kopi, teh,
makanan, produk tembakau,
Kuning, coklat, hijau, hitam, coklat
sampai hitam, kuning kecoklatan
sampai hitam
Faktr dari
dalam gigi
Obat-obatan selam pertumbuhan
gigi
1. Tetracyline
2. Fluoride
Obat-obatan setelah pertumbuhan
gigi
1. Minocyline
Penyakit/ kondisi selama
pertumbuhan gigi
1. Kondisi kelainan darah
2. Trauma
Perubahan pada pulpa
1. Obliterasi saluran akar
2. Nekrosis pulpa dengan
pendarahan
3. Nekrosis pulpa tanpa
pendarahan
Penyebab lain pada gigi non vital
1. Trauma selama ektipasi
pulpa
2. Sisa jaringan dalam ruang
pulpa
3. Material restorasi gigi
4. Material perawatan saluran
akar
Garis coklat, abu-abu, hitam
Bercak coklat, putih atau garis
Coklat, abu-abu
Merah, coklat, ungu
Biru, hitam, coklat
Kuning
Abu-abu, hitam
Kuning, abu-abu, kecoklatan
Abu-abu, hitam
Coklat, abu-abu, hitam
Coklat, abu-abu, hitam
Abu-abu, hitam
Kombinasi Fliorosis
Proses ketuaan
Putih coklat
Kuning
(Saputro, 2009)
2.2. Pemutihan Gigi
Pemutihan gigi adalah suatu upaya untuk mengembalikan (merestorasi) warna normal
pada gigi akibat adanya diskolorisasi (perubahan warna) baik oleh karena faktor ekstrinsik dan
intrinsik pada gigi dengan cara mengubah warna noda menjadi lebih sedikit berpigmen
menggunakan bahan oksidasi atau reduksi berkekuatan tinggi. (Adiyanto, 2009)
Sekarang ini, pemutihan gigi telah dapat dikerjakan di klinik oleh dokter gigi (in-office
bleaching) menggunakan hidrogen peroksida berkonsentrasi tinggi sekitar 30-35 %5,16 atau
dapat juga dilakukan oleh pasien sendiri (at-home bleaching) dengan menggunakan karbamid
peroksida (10-22%), gel pemutih non peroksida5, atau juga hidrogen peroksida berkonsentrasi
rendah 1,5 % yang terbukti cukup efektif menghilangkan stain ekstrinsik. (Adiyanto, 2009)
2.2.1. Material Pemutih
Material pemutih bisa bertindak sebagai material pengoksidasi (oksidator) atau
agen pereduksi (reduktor). Hampir semua agen pemutih adalah pengoksidasi, dan untuk
ini tersedia cukup banyak preparatnya. Material yang banyak dipakai adalah larutan
Hidrogen Peroksida dengan berbagai kekuatan, natrium perborat, dan karbamid
peroksida. Natrium perborat dan karbamid peroksida adalah zat kimia yang secara
bertahap terdegradasi sehingga melepaskan hidrogen peroksida kadar rendah. Hidrogen
peroksida dan karbamid peroksida hanya diindikasikan bagi pemutihan eksterna
sementara natrium perborat sebagai besar digunakan untuk pemutih interna. Semuanya
terlah terbukti efektif. (Walton, 2008)
a) Hidrogen Peroksida
Hidrogen peroksida (H202) adalah pengoksidasi kuat yang tersedia dalam
berbagai tingkat kekuatan walaupun yang biasa dipakai adalah larutan yang
distabilkan dengan kadar 30 sampai 35 persen (Superoxol, Perhydrol).
Larutan berkadar tinggi ini harus dipakai dengan hati-hati karena tidak stabil,
kehilangan oksigen dengan cepat, dan bisa meledak kalau tidak disimpan
dalam lemari es atau disimpan di tempat gelap. Juga, material ini adalah
material kaustik dan dapat membakar jaringan jika berkontak dengannya.
(Walton, 2008)
b) Natrium Perborat
Material ini dapat diperoleh dalam bentuk bubuk atau dalam berbagai
kombinasi campuran komersial. Jika masih baru, bahan ini mengandung kira-
kira 95 % oksigen. Natrium Perborat stabil bila dalam keadaan kering.
Tetapai jika ada asam, air hangat, atau air, akan berubah menjadi natrium
metaborat, hidrogen peroksida, dan oksigen bentuk nasen. Preparat natrium
perborat yang tersedia adalah monohidrat, trihidrat, dan tetrahidrat. Semua
berbeda dalam kandungan oksigennya, yang menentukan keefektifan
pemutihannya. Preparat natrium perborat yang biasa digunakan adalah yang
bersifat alkali dan PH-nya bergantung pada jumlah H2020 yang dilepaskan
dan Na- metaborat yang tersisa.Natrium Perborat lebih mudah dikontrol dan
lebih aman dari pada larutan hidrogen peroksida pekat. Oleh karena itu,
material ini merupakan material pilihan bagi pemutih interna. (Walton, 2008)
c) Karbamid Peroksida
Karbamid Peroksida, juga dikenal sebagai hidrogen peroksida urea, dapat
diperoleh dalam berbagai konsentrasi antara 3 dan 15%. Preparat komersial
yang terkenal mengandung kira-kira 10% karbamid peroksida dengan Ph
rata-rata 5 sampai 6,5. Biasanya juga mengandung gliserin atau propilen
glikol, natrium stannat, asam fosfat atau asam sitrat, dan aroma. Dalam
beberapa preparat, ditambahkan carbopol, suatu resin yang larut dalam air,
untuk memperlama pelepasan peroksida aktif dan meningkatkan masa
penyimpannanya. Karbamid peroksida 10% akan terurai menjadi urea,
amonia, karbondioksida, dan sekitar 3,5% hidrogen peroksida. Sistem
karbamid peroksida digunakana pada pemutihan eksterna dan dikaitkan
dengan berbagai derajat kerusakan gigi dan jaringan lunak disekitarnya
(biasanya ringan). Material ini dapat mempengaruhi kekuatan ikatan resin
komposit serta penutupan tepinya. Oleh karena itu, material ini harus dipakai
dengan sangat hati-hati, biasanya di bawah pengawasan ketat dokter gigi.
(Walton, 2008)
2.2.2. Mekanisme Pemutihan Gigi
Pemutihan gigi, hydrogen peroksida bercampur dengan seluruh matriks organik dari
enamel dan dentin. Karena bahan-bahan radikal mempunyai elektron yang tidak berpasangan,
bahan-bahan ini sangat elektrofilik dan tidak stabil dan akan menyerang molekul organik
lainnya untuk mencapai kestabilan, menghasilkan radikal yang lainnya. Radikal ini bereaksi
dengan ikatan tak jenuh, berakhir dengan perpecahan konjugasi elektron dan perubahan absorbsi
energi molekul organik pada enamel gigi. Molekul-molekul sederhana memantulkan sedikit
cahaya yang terbentuk, sehingga menghasilkan aksi pemutihan yang sukses. Proses ini terjadi
ketika bahan oksidasi (hydrogen peroksida) bereaksi dengan material organik pada ruangan
diantara senyawa inorganik pada enamel gigi. (Goldstein dkk,1995 )
2.2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses Pemutihan Gigi
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pemutihan gigi :
1. Konsentrasi
Reaksi lebih dapat ditingkatkan dengan meningkatkan konsentrasi bahan pemutih
misalnya hidrogen peroksida.
2. Waktu Reaksi
Secara umum perlakuan bahan kimia untuh proses pemutihan akan lebih reaktif dengan
memperpanjang waktu reaksi.
3. Suhu
Peningkatan suhu menyebabkan terjadinya peningkatan reaksi pemutihan.
4. pH (Derajat Keasaman)
pH mempunyai pengaruh yang sangat vital terhadap semua proses pemutihan dan nilai
pH tergantung pada bahan yang digunakan.
Dalam penelitian ini peniliti menggunakan waktu reaksi sebagai variabel bebas, untuk
mengukur perubahan warna gigi dalam proses pemutihan gigi (Saputro, 2009)
2.2.5. efek samping dari pemutihan gigi menggunakan bahan-bahan kimia
Ada dua efek samping yang paling sering terjadi yaitu gigi sensitif dan iritasi pada
gingiva. Selain itu, sakit tenggorokan, rasa perih pada jaringan rongga mulut dan sakit kepala
merupakan efek samping tetapi jarang dilaporkan.ketika efek samping pada seseorang terjadi
secara kebetulan selama proses pemutihan gigi. Proses ini harus dihentikan. Bagi kebanyakan
orang efek samping yang mereka rasakan tidak terlalu signifikan dibandingkan dengan proses
pemutihannya. Umumnya efek samping ringan pada seseorang yang dapat ditoleransi selama
pemutihan gigi akan menurun dalam beberapa hari setelah mereka menyelesaikan perawatannya.
(yudha dkk, 2005)
2.2.5. Keuntungan dan Kerugian Bahan Pemutih Gigi Peroksida
No Keuntungan Kerugian
1 Jumlah kunjungan relatif singkat Bila digunkan dalam jangka panjang harus berhati-
hati karena bahan tersebut merupakan senyawa
radikal bebas yang berbahaya bagi tubuh
2 Perlengkapan yang diperlukan
sederhana
Peroksida memiliki efek buruk terhadap jaringan
keras gigi (pengikisan) karena bersifat asam dan
menyebabkan sensitivitas
3 Biaya perawatan relatif rendah Menyebkan pelepasan merkuri pada restorasi
amalgam bila digunakan dalam jangka waktu
panjang
4 Bahan pemutih hidrogen
peroksida 30-35% memberikan
hasil pemutihan gigi lebih cerah
Dapat menurunkan kekuatan antara bahan restorasi
dan email
5 Bahan dengan konsentrasi rendah
sedikit mengiritasi gingiva dan
jaringan lunak sekitarnya
Bahan dengan konsentrasi tinggi dapat memberikan
efek buruk pada mukosa sehingga harus berhati-
hati dalam penggunaanny
2.3. Madu
2.3.1. Pengertian madu
Madu adalah cairan manis yang berasal nektar tanaman yang diproses oleh
lebah menjadi madu dan tersimpan dalam sel-sel sarang lebah. Madu merupakan hasil
sekresi lebah, karena madu ditempatkan dalam bagian khusus di perut lebah yang
disebut perut madu yang terpisah dari perut besar. Nektar yang dihisap madu
mengandung 60% air sehingga lebah harus menurunkan menjadi 20% atau lebih
rendah lagi untuk membuat madu. Penurunan kadar air ini melalui proses fisika dan
kimia. Proses fisika penurunan kadar air mulai terjadi saat lebah menjulurkan
lidahnya (proboscis) untuk memindahkan madu dari perut madu ke sarang lebah, di
sarang kadar air terus diturunkan melalui putaran sayap-sayap lebah yang
menyirkulasikan hawa hangat ke dalam sarang lebah. Sedangkan proses kimianya
terjadi di dalam perut lebah dimana enzim invertase mengubah sukrosa (disakarida)
menjadi glukosa dan fruktosa yang keduanya merupakan monosakarida (Anonim,
2006).
Madu merupakan salah satu sumber makanan yang baik. Madu bermanfaat
sebagai makanan kesehatan yang dapat meningkatkan stamina tubuh sebagai energi
seketika. Selain itu madu juga dapat digunakan sebagai pengganti gula atau
suplementasi nutrisi (Anonim, 2008). Produk lebah ini dapat menyembuhkan
berbagai macam penyakit seperti jantung, paru-paru, lambung, sistem pencernaan,
influenza, katarak, luka infeksi, dan masih banyak lagi khasiat dari madu. Winarno,
Kepala Pusat Pengembangan Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor dalam
Intanwidya (2008), menyatakan bahwa gula dan mineral dalam madu berfungsi
sebagai tonikum bagi jantung. Antioksidan madu diyakini mampu mencegah
terjadinya kanker, penyakit jantung, dan penyakit lainnya. Selain itu madu juga dapat
membunuh dan mencegah kuman untuk berkembang sehingga madu dipercaya dapat
menyembuhkan berbagai macam luka seperti luka bakar, luka infeksi, luka setelah
operasi dan lain-lain. Madu juga banyak sekali digunakan dalam dunia kosmetika,
baik dalam bentuk sabun, masker, dan krim pelembut. Madu dapat menjaga
kelembaban kulit dan memberinya nutrisi yang dibutuhkan.
2.3.2. Kandungan kimia madu
Komposisi kimia madu bervariasi tergantung pada sumber tanaman, musim
dan metode produksi. Kondisi penyimpanan juga bisa mempengaruhi komposisi
akhir, dengan peningkatan proporsi disakarida selama waktu penyimpanan
berlangsung. Fruktosa (sekitar 38% w/w) dan glukosa (sekitar 31%) adalah dua gula
utama yang terdapat pada madu secara umum, dengan jumlah sukrosa yang kurang
(sekitar 1%), serta disakarida dan oligosakarida yang lain. Potassium merupakan
mineral utama pada madu. Selain itu mineral yang juga terkandung dalam madu
adalah Ca, P, Fe, Mg, dan Mn. Madu mengandung beberapa vitamin antara lain
vitamin E dan vitamin C serta vitamin B1, B2 dan B6. Madu memiliki keasaman
yang rendah dengan pH sekitar 3,9. Kandungan air madu sekitar 17%, dengan
aktivitas air antara 0,56-0,62. Asam glukonat dan jumlah protein yang kecil serta
asam amino juga terdapat pada madu (White, 1975 dalam Anonim, 1998).
Madu mengandung beberapa senyawa organik, yang telah terindentifikasi
antara lain seperti polyphenol, flavonoid, dan glikosida (Kamaruddin, 1997 dalam
Anonim, 2009). Selain itu, di dalam madu juga terdapat berbagai jenis enzim, antara
lain enzim glukosa oksidase dan enzim invertase yang dapat membantu proses
pengolahan sukrosa untuk diubah menjadi glukosa dan fruktosa yang keduanya
mudah diserap dan dicerna. Begitu pula enzim amilase dan enzim lipase dan minyak
volatil, seperti hidroksi metil furfural. Madu juga mengandung dekstrosa (gula yang
ditemukan dalam tumbuhan), lilin, gen pembiakan, dan asam formik (Hamad, 2007).
2.3.3. Klasifikasi madu
Di Indonesia jenis lebah yang paling banyak digunakan sebagai penghasil
madu adalah lebah lokal (Apis cerana), lebah hutan (Apis dorsata) dan lebah Eropa
(Apis melifera). Ada banyak jenis madu menurut karakteristiknya. Karakteristik madu
dapat dibedakan berdasarkan sumber nektar, letak geografi, dan teknologi
pemprosesannya. Jenis madu berdasarkan sumber nektarnya dapat dibagi menjadi
dua, yaitu monoflora dan poliflora. Madu monoflora merupakan madu yang diperoleh
dari satu tumbuhan utama. Madu ini biasanya dinamakan berdasarkan sumber
nektarnya, seperti madu kelengkeng, madu rambutan dan madu randu. Madu
monoflora mempunyai wangi, warna dan rasa yang spesifik sesuai dengan
sumbernya. Madu monoflora juga disebut madu ternak, karena madu jenis ini pada
umumnya diternakkan. Sedangkan madu poliflora merupakan madu yang berasal dari
nektar beberapa jenis tumbuhan bunga. Lebah cenderung mengambil nektar dari satu
jenis tanaman dan baru mengambil dari tanaman lain bila belum mencukupi. Contoh
dari madu jenis ini adalah madu hutan. Madu hutan adalah madu yang diproduksi
oleh lebah liar. Madu ini berasal dari lebah liar yang bernama Apis dorsata. Sumber
pakan dari lebah ini adalah tumbuh-tumbuhan obat yang banyak tumbuh di dalam
hutan hujan tropis di Indonesia. Madu hutan juga sangat baik untuk kesehatan karena
mengandung antibiotik alami yang diproduksi oleh lebah-lebah liar.
Madu juga bisa dicirikan sesuai dengan letak geografis dimana madu tersebut
diproduksi, seperti madu Timur Jauh, madu Yaman, dan madu Cina. Selain itu, jenis
madu berdasarkan teknologi perolehannya dibedakan menjadi madu peras (diperas
langsung dari sarangnya) dan madu ekstraksi (diperoleh dari proses sentrifugasi)
(Suranto, 2007).
Terdapat beberapa perbedaan antara madu ternak dan madu hutan. Menurut
Anonim ( 2007) perbedaan itu diantaranya adalah :
a. Jenis lebah
Lebah madu hutan dari jenis Apis dorsata sedangkan madu ternak dari jenis Apis
cerana atau Apis melifera. Sehingga jenis sarang yang dihasilkan juga berbeda.
Sarang tersebut menempati jenis tanaman yang berbeda, sehingga nektar yang akan
dihisap oleh lebah juga akan berbeda. Jenis nektar yang berbeda tersebut pada
akhirnya akan memberikan perbedaan rasa dan warna madu yang mereka hasilkan.
b. Perlakuan
Madu hutan didapat dari jenis lebah liar yang sampai saat ini belum bisa
ditangkarkan, sedangkan madu ternak berasal dari madu yang telah ditangkarkan.
c. Kadar air
Karena lebah hutan membuat sarang di tempat terbuka (batang pohon, batu karang),
sehingga sarang lebah hutan lebih terpengaruh oleh perubahan musim dibanding
sarang lebah ternak yang berada di dalam kotak. Kadar air madu hutan sekitar 24%
sedangkan kadar air madu ternak sekitar 21%.
Madu mempunyai banyak keunggulan karena karakteristiknya. Karakteristik
fisis madu menurut Suranto (2007) adalah sebagai berikut :
a. Kekentalan (viskositas)
Madu yang baru diekstrak berbentuk cairan kental. Kekentalannya tergantung dari
komposisi madu, terutama kandungan airnya. Bila suhu madu meningkat, kekentalan
madu akan menurun.
b. Kepadatan (densitas)
Madu memiliki ciri khas yaitu kepadatannya akan mengikuti gaya gravitasi sesuai
berat jenis. Bagian madu yang kaya akan air (densitasnya rendah) akan berada di atas
bagian madu yang lebih padat dan kental. Oleh karena itulah, madu yang disimpan
terlihat memiliki lapisan.
c. Sifat menarik air (higroskopis)
Madu bersifat menyerap air sehingga akan bertambah encer dan akan menyerap
kelembaban udara sekitarnya.
d. Tegangan permukaan (surface tension)
Madu memiliki tegangan permukaan yang rendah sehingga sering digunakan sebagai
campuran kosmetik. Tegangan permukaan madu bervariasi tergantung sumber
nektarnya dan berhubungan dengan kandungan zat koloid. Sifat tegangan permukaan
yang rendah dan kekentalan yang tinggi membuat madu memiliki ciri khas
membentuk busa.
e. Suhu
Madu memiliki sifat lambat menyerap suhu lingkungan yang tergantung dari
komposisi dan derajat pengkristalannya. Dengan sifat yang mampu menghantarkan
panas dan kekentalan yang tinggi menyebabkan madu mudah mengalami overheating
(kelebihan panas) sehingga pengadukan dan pemanasan madu harus dilakukan secara
hati-hati.
f. Warna
Warna madu bervariasi dari transparan hingga tidak berwarna seperti air dan dari
warna terang hingga hitam. Warna dasar madu adalah kuning kecoklatan seperti gula
karamel. Warna madu dipengaruhi oleh sumber nektar, usia madu, dan penyimpanan.
Madu yang berasal dari pengumpulan nektar dengan proses yang cepat akan berwarna
lebih terang daripada yang prosesnya lambat. Warna madu juga ditentukan oleh
subspesies lebah dan kualitas sarang. Adapun bening tidaknya madu ditentukan oleh
partikel yang tercampur, misalnya ada tidaknya pollen. Pada madu yang mengkristal,
akan terjadi perubahan warna madu menjadi lebih terang akibat putihnya kristal
glukosa yang dikandungnya. Dalam dunia industri, warna madu menentukan harga
dan kegunaannya. Misalnya madu yang berwarna gelap lebih sering digunakan untuk
industri, sedangkan madu berwarna terang banyak dipilih sebagai makanan atau
minuman.
g. Aroma
Aroma madu yang khas disebabkan oleh kandungan zat organiknya yang mudah
menguap (volatil). Komposisi zat aromatik dalam madu bisa bervariasi sehingga
wangi madu pun menjadi unik dan spesifik. Aroma madu bersumber dari zat yang
dihasilkan sel kelenjar bunga yang tercampur dalam nektar dan juga proses
fermentasi dari gula, asam amino, dan vitamin selama pematangan madu. Zat
aromatik madu berupa minyak esensial, campuran karbonil (formaldehid, asetaldehid,
propionaldehid, aseton, metil etil keton, dan sebagainya), ikatan alkohol (propanol,
etanol, butanol, isobutanol, pentanol, benzyl alkohol, dan sebagainya), serta ikatan
ester (asam benzoat atau propionat). Aroma madu cenderung tidak menetap karena
zat ini akan menguap seiring waktu terutama bila madu tidak disimpan dengan baik.
h. Rasa
Rasa madu yang khas disebabkan oleh kandungan asam organik dan karbohidratnya,
serta jenis nektarnya. Sebagian besar madu mempunyai rasa manis dan agak asam.
Tingkat kemanisan madu ditentukan oleh rasio karbohidrat yang terkandung dalam
nektar tanaman yang menjadi sumber madu. Rasa madu bisa berubah bila disimpan
pada kondisi yang tidak cocok dan suhu yang tinggi yaitu menjadi kurang enak dan
masam.
i. Sifat mengkristal (kristalisasi)
Madu cenderung mengkristal pada proses penyimpanan di suhu kamar. Banyak orang
berpikir bila madu mengkristal berarti kualitas madu buruk atau sudah ditambahkan
gula. Madu yang mengkristal merupakan akibat dari pembentukan kristal glukosa
monohidrat yang tergantung dari komposisi dan kondisi penyimpanan madu. Makin
rendah kandungan airnya dan makin tinggi kadar glukosanya, makin cepet terjadi
pengkristalan. Selama mengkristal, kandungan air dalam madu tidak terikat dan
mengakibatkan terjadinya fermentasi madu. Menurut Taormina et al. (2001), madu
dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen seperti Escherichia coli, Salmonella
typhimurium, Listeria monocytogenes, Bacillus cereus dan Staphylococcus aureus.
Hal ini terlihat dari zona penghambatan yang dihasilkan oleh madu yang diberikan
pada media yang telah ditanam bakteri-bakteri tersebut. Selain itu, madu juga dapat
menghambat kerusakan daging kalkun kemas yang telah dilakukan oleh Antony et al.
(2006). Dengan menambahkan madu dalam konsentrasi tertentu, potongan daging
kalkun kemas memiliki umur simpan yang lebih lama daripada potongan daging
kalkun kemas tanpa penambahan madu.
Aktivitas antibakteri yang dimiliki madu disebabkan karena beberapa hal, menurut
Molan (1992) dalam Jeffrey (1997) diantaranya adalah sebagai berikut :
j. Efek osmotik
Madu adalah larutan gula yang kental atau super kental. Interaksi yang kuat antara
molekul gula dengan molekul air meninggalkan molekul air yang sangat sedikit yang
tersedia bagi mikroorganisme. Air bebas ini terukur sebagai aktivitas air (aw). Nilai
aw madu adalah sekitar 0,56-0,62. Aktivitas air madu terlalu rendah untuk
mendukung pertumbuhan banyak spesies mikroba.
h. Keasaman
Madu memiliki karakter yang cukup asam (pH 3,2-4,5). Kisaran nilai keasaman
tersebut cukup rendah untuk dijadikan sebagai penghambat bakteri. Ini terjadi pada
madu yang masih kental atau belum diencerkan.
i. Hidrogen peroksida
Aktivitas antibakteri yang lain pada madu adalah hidrogen peroksida yang dihasilkan
secara enzimatis pada madu. Enzim glukosa oksidase dikeluarkan dari kelenjar
hipofaring lebah ke dalam nektar untuk membantu pembentukan madu dari nektar.
Hidrogen peroksida dan keasaman dihasilkan dari reaksi : Glukosa + H2O + O2
asam glukonat + H2O2
j. Faktor fitokimia
Beberapa senyawa fitokimia diduga juga berperan pada aktivitas antibakteri madu.
Beberapa kandungan kimia dengan aktivitas antibakteri telah diidentifikasi pada
madu, antara lain : pinocembrin, terpenes, benzyl alcohol, 3,5-dimethoxy-4-
hydroxybenzoic acid (syringic acid), methyl 3,5 dimethoxy-4-hydroxybenzoate
(methyl syringate), 3,4,5-trimethoxybenzoic acid, 2-hydroxy-3-phenylpropionic
acid, 2-hydroxybenoic acid dan 1,4-dihydroxybenzene. Tetapi jumlah senyawa
fitokimia tersebut dalam madu juga kecil, sehingga pengaruh terhadap aktivitasnya
juga kecil
BAB III
PEMBAHASAN
Ikatan konjugasi antar molekul zat warna
noda diskolorisasi
Upaya pemutihan gigi
Jenis bahan yg digunakan dan waktu atau lama kontak dengan bahan
pemutih
H2O2
madu
Gigi lebih putih
BAB IV
METODE PENELITIAN
3.1. Rancangan Penelitian
Rancanagan penelitian yang digunakan adalah penelitian dengan metode
randomized controlled group design. Dalam penelitian ini waktu perendaman dalam
larutan madu selama beberapa intervel waktu adalah sebagai perlakuannya (treatmen) .
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
a. Lokasi penelitian
Penelitian ini di laksanakan di laboratorium Amazon kediri
b. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan tanggal 15-11-201
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi Penelitian
Populasi penelitian adalah leseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti
(Notoadmodjo, 2005). populasi dalam penelitian ini adalah gigi post ekstraksi
2. Sampel Penelitian
Sampel penelitiannya adalah bagian dari populasi yaitu untuk eksperimen ini
menggunakan 5 buah gigi dalam setiap kelmpok sehingga membutuhkan sekitar 30 gigi
total
3.4. Variabel dan Definisi Operasional
1. Variabel Penelitian
Variabel penelitian ini terdiri dari 2 variabel yaitu variabel dependen dan variabel
independen. Variabel dependen yang digunakan adalah warna gigi pada gigi non vital
dan variabel independennya adalah waktu perendaman dalam madu
3. definisi operasional
a. warna gigi adalah putih translusens sedangkan dentin berwarna kekuningan.
b. cara mengukur warna gigi Beberapa alat telah ditemukan untuk mengukur perubahan
warna gigi, diantaranya dengan menggunakan shade guide, spectrophotometer, dan
kamera digital. Alat yang paling sering digunakan adalah menggunakan shade guide.
c. waktu perendaman Secara umum perlakuan bahan kimia untuh proses pemutihan
akan lebih reaktif dengan memperpanjang waktu reaksi waktu yang digunakan yaitu
dalam waktu 24, 34,48,60,72,84 dan 96 jam sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh intan oktaviana adriyanto
3. Tekhnik Pengambilan Data
Data dalam penelitian ini berupa data primer. Data primer adalah secara langsung diambil
dari obyek penelitian oleh peneliti perorangan maupun organisasi (Riwidikdo, 2008).
Data yang diperoleh dengan melakukan eksperimen dengan melakukan perendaman gigi
pada larutan madu dalam interval waktu 24,36,48,60,72,84 dan 96 jam
3.6. Pengolahan dan Analisa Data
Analisa data dalam penelitian ini menggunakan uji one way anova dengan hipotesa
sebagai berikut
H0 : tidak ada perubahan pada warna gigi pada setiap kelompok yang digunakan
H1 : ada perubahan pada warna gigi setelah perendaman pada interval waktu
Perhitungan ini dilakukan dengan mennggunakan sofftwer spps versi 2.0
3..8. Kerangka penelitia
3.1. Diagram Alur Penelitian
Penentuan waktu
24 jam 36 jam
Penentuan populasi dan sampel
48 jam 60 jam 72 jam 84 jam
Analisa dengan one way anova
kesimpulan
mulai
selesai
DAFTAR PUSTAKA
Bogdanov, S. (2010). Honey in medicine, bee product science, 2(1), 1-23. Diperoleh melalui
www.bee-hexagone.net tanggal 12 januari 2011
__________. (2011). Honey ias a nutrien adn functional food. Bee product science, 3(2), 1-31.
Diperoleh melalui www.bee-hexagone.net tanggal 8 februari 2011
dari Bahan Pemutih Golongan Peroksida. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Evans, J., & Flavin, S. (2008). Honey: A guide for healthcare professionals. British Journal of
Nursing, 17(15), 24-30
goldstein R E, Garber D A. Complete Dental Bleaching. Quintenssence Publhising C. Inc,
1995:25-33
Grossman. 1998. Teknik Bleaching. Jakarta : EGC Penerbit Buku Kedokteran
Molan, P.c. (2001). The potential of honey promote oral wellnwss. Gen Dent, 49(6),24-34
Mottalebnejad, M., Akram, s., Moghadamina., Moulana, Z., &Omidi, S. (2008). The effect of
topical application of pure honey on radiation-induced mocositis: A randomized
clinical trial. The journal of contenporary dental practice, 9(3), 1-12
Pratiwi, septiva asih. 2009. PENGARUH PEMBERIAN JUS BUAH TOMAT (Lycopersicon
esculentum Mill.) TERHADAP PERUBAHAN WARNA GIGI PADA PROSES
PEMUTIHAN GIGI SECARA IN VITRO. Fakultas kedokteran universitas
diponogoro.semarang
Saputro, bayu teguh.2009. PENGARUH KONSENTRASI JUS BUAH TOMAT (Lycopersicon
esculentum Mill) TERHADAP PERUBAHAN WARNA GIGI DALAM PROSES
PEMUTIHAN GIGI SECARA IN VITRO. Semarang: FKG Universitas Diponogoro
sumber ( Martin Dunitz. Bleaching technigues in restorative dentistry. Alih bahasa Linda
Greenwall. Cetakan 1, London,2004 :30 – 44)
Sumber : Johari Fahimah Nur .2010. Mekanisme Pemutihan Gigi Diskolorisasi Ekstrakoronal
Tarigan, Rasinta. 2002. Perawatan Pulpa Gigi (Endodonti). Jakarta: EGC
Walton & Torabinejad. 1996. Bleaching. Jakarta : EGC Penerbit Buku Kedokteran.
Yudha. RD, Irene D, Robert H. Dental Whitening. Dental Lintas Meditama, jakarta 2005: 10-52