pengaruh politik dinasti dan desentralisasi fiskal...
TRANSCRIPT
i
PENGARUH POLITIK DINASTI DAN DESENTRALISASI FISKAL
TERHADAP AKUNTABILITAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH
DAERAH DENGAN KINERJA PEMERINTAH DAERAH SEBAGAI
PEMODERASI
Skripsi
Diajukan Sebagai Syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Disusun Oleh:
Nurfatin Salma Rufaidah
NIM. 11140820000107
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H/2018 M
ii
PENGARUH POLITIK DINASTI DAN DESENTRALISASI FISKAL
TERHADAP AKUNTABILITAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH
DAERAH DENGAN KINERJA PEMERINTAH DAERAH SEBAGAI
PEMODERASI
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Disusun Oleh:
Nurfatin Salma Rufaidah
NIM. 11140820000107
Di Bawah Bimbingan:
Pembimbing I
Reskino, SE., M.Si., Ak., CA
NIP. 19740928 200801 2 004
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H/2018 M
iii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF
Hari ini, Kamis, 5 April 2018 telah dilakukan Ujian Komprehensif atas
mahasiswa/i:
1. Nama : Nurfatin Salma Rufaidah
2. NIM : 11140820000107
3. Jurusan : Akuntansi
4. Judul Skripsi : Pengaruh Politik Dinasti dan Desentralisasi Fiskal
Terhadap Akuntabilitas Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah Dengan Kinerja Pemerintah
Daerah sebagai Pemoderasi
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang
bersangkutan selama proses Ujian Komprehensif, maka diputuskan bahwa
mahasiswi tersebut di atas dinyatakan LULUS dan diberi kesempatan untuk
melanjutkan ke tahap Ujian Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 5 April 2018
1. Yessi Fitri, SE., M.Si., Ak., CA
NIP. 19760924 200604 2 002
( ____________________ )
Penguji I
2. Ismawati Haribowo, SE., M.Si
NIP. 19800909 201411 2 003
( ____________________ )
Penguji II
iv
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI
Hari ini Kamis, 7 Juni 2018 telah dilaksanakan ujian skripsi atas mahasiswa/i:
1. Nama : Nurfatin Salma Rufaidah
2. NIM : 11140820000107
3. Jurusan : Akuntansi
4. Judul Skripsi : Pengaruh Politik Dinasti dan Desentralisasi Fiskal
TerhadapAkuntabilitas Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah Dengan Kinerja Pemerintah
Daerah Sebagai Pemoderasi
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang
bersangkutan selama proses ujian skripsi, maka diputuskan bahwa mahasiswa
tersebut di atas dinyatakan lulus dan skripsi ini diterima sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 7 Juni 2018
Hepi Prayudiawan, SE., Ak., MM., CA (____________________)
NIP. 19720516 200901 1 006 Ketua
Fitri Yani Jalil, SE., M.Sc. (____________________)
NIDN. 2004068701 Penguji Ahli
Reskino, SE., M.Si., Ak., CA (____________________)
NIP. 19740928 200801 2 004 Pembimbing
v
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Nurfatin Salma Rufaidah
Nomor Induk Mahasiswa : 11140820000107
Fakultas : Ekonomi dan Bisnis
Jurusan : Akuntansi
Dengan ini menyatakan bahwa dalam penulisan skripsi ini, saya:
1. Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan
dan mempertanggungjawabkan
2. Tidak melakukan plagiat terhadap naskah orang lain
3. Tidak menggunakan karya ilmiah orang lain tanpa menyebutkan
sumber asli atau tanpa menyebut pemilik karya
4. Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggung jawab atas
karya ini
Jika di kemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya dan telah
melalui pembuktian yang dapat di pertanggungjawabkan, ternyata memang
ditemukan bukti bahwa saya telah melanggar pernyataan di atas, maka saya siap
untuk dikenai sanksi berdasarkan aturan yang berlaku di Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.
Jakarta, 13 Mei 2018
Nurfatin Salma Rufaidah
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
1. Nama Lengkap : Nurfatin Salma Rufaidah
2. Tempat, Tanggal Lahir : Tangerang, 19 April 1996
3. Alamat : Jl. H. Sanan RT 002/ RW 002
No.33Benda Baru Pamulang –
Tangerang Selatan
4. Telepon : 087867193663
5. Email : [email protected]
II. PENDIDIKAN
1. TK Mutiara Pertiwi Tahun 2001-2002
2. SD Negeri Pamulang 1 Tahun 2002-2008
3. SMP Negeri 17 Tangerang Selatan 2008-2011
4. SMA Negeri 6 Tangerang Selatan Tahun 2011 - 2014
5. S1 Akuntansi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2014-2018
III. PENGALAMAN ORGANISASI
1. Bendahara Yayasan Yatim Saleh Ridwan
2. Anggota Himpunan Mahasiswa Jurusan Akuntansi
3. Anggota Dewan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan
Bisnis
4. Sekretaris Umum Himpunan Mahasiswa Jurusan Akuntansi
5. Bendahara KKN SIAGA 86
IV. KEPANITIAAN
1. Kesekretariatan Musyawarah Perwakilan Mahasiswa Universitas
(MPMU) DEMA UIN Jakarta 2015
2. Divisi Logistik KPPS Fakultas Ekonomi dan Bisnis 2015
3. Ketua Seminar Pasar Modal DEMA FEB 2016
4. Wakil Ketua OPAK Fakultas Ekonomi dan Bisnis 2016
5. Steering Commitee Humas Youth Economic Summit DEMA FEB
2016
6. Divisi Verifikasi KPU UIN Jakarta 2016
vii
V. LATAR BELAKANG KELUARGA
1. Ayah : Drs. H. Sahrudin
2. Tempat, Tanggal Lahir : Rabakodo, 1 Juni 1963
3. Ibu : Hj. Sri Suarti
4. Tempat, Tanggal Lahir : Tangerang, 9 Juni 1973
5. Alamat : Jl. H. Sanan RT 002 RW 002 No.33
6. Anak ke dari : 2 dari 3 bersaudara
viii
THE IMPACT OF POLITIC DYNASTY AND FISCAL
DECENTRALIZATION ON THE FINANCIAL REPORTING
ACCOUNTABILITY OF LOCAL GOVERNMENT WITH PERFORMANCE
OF LOCAL GOVERNMENT AS MODERATING
ABSTRACT
The purpose of this research is to get empirical evidencethe impact of politic
dynasty and fiscal decentralization on the financial reporting accountability of
local government with performance of local government as moderating. This
research modifies previous research by adding fiscal decentralization variable
and financial performance of local government variable as moderating.The
sampling method in this research using purposive sampling. This research using a
sampel of 234 local government in 2013-2015. Analysis technique used for
hypotheses testing is ordinal logistic regression. Data Research of politic dynasty
and performance obtained from Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kementrian
Dalam Negeri, data of fiscal decentralizationj obtained from Direktorat Jenderal
Perimbangan Keuangan and data of financial reporting accountability obtained
from Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). The result show politic dynasty and
dependence on the central government have influence on financial reporting
accountability of local government, but independence of local government does
not significant effect on financial reporting accountability of local government.
While the performance of local government as moderating not has influence on
the relationship between politic dynasty, indpendence of local government and
dependence on the central government with financial reporting accountability on
local government.
Keyword: politic dynasty,fiscal decentralization, accountability, performance of
local government
ix
PENGARUH POLITIK DINASTI DAN DESENTRALISASI FISKAL
TERHADAP AKUNTABILITAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH
DAERAH DENGAN KINERJA PEMERINTAH DAERAH SEBAGAI
PEMODERASI
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pengaruh politik dinasti dan
desentralisasi fiskal terhadap akuntabilitas laporan keuangan pemerintah daerah
dengan kinerja pemerintah daerah sebagai pemoderasi.Penelitian ini memodifikasi
penelitian sebelumnya dengan menambahkan variabel desentralisasi fiskal dan
variabel kinerja keuangan pemerintah daerah sebagai moderasi.Metode
pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan purposive
sampling.penelitian ini menggunakan sampel dari 234 pemerintah daerah di
Indonesia pada periode 2013-2014. Metode analisis yang digunakan untuk
pengujian hipotesis adalah analisis regresi logistik ordinal. Data penelitian
mengenai politik dinasti dan kinerja pemerintah daerah diperoleh dari Direktorat
Jenderal Otonomi Daerah Kementrian Dalam Negeri, data mengenai desentralisasi
fiskal diperoleh dari Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan dan data
mengenai akuntabilitas laporan keuangan pemerintah daerah diperoleh dari opini
audit Badan Pemeriksa Keuangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa politik
dinasti dan ketergantungan pada pemerintah pusat berpengaruh terhadap
akuntabilitas laporan keuangan pemerintah daerah, sedangkan kemandirian daerah
tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap akuntabilitas laporan keuangan
pemerintah daerah. Sementara kinerja pemerintah daerah tidak dapat memoderasi
hubungan politik dinasti, kemandirian daerah dan ketergantungan pada
pemerintah pusat terhadap akuntabilitas laporan keuangan pemerintah daerah.
Kata kunci: politik dinasti, desentralisasi fiskal, akutabilitas, kinerja pemerintah
daerah
x
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillahirabilalamin, segala puji bagi Allah SWT yang telah
memberikan nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Pegaruh Politik Dinasti dan Desentralisasi Fiskal terhadap
Akuntabilitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah dengan Kinerja Pemerintah
Daerah sebagai Pemoderasi”. Shalawat serta salam senantiasa penulis hanturkan
kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, yang telah membimbing kita dari
zaman jahiliyah menju zaman kebenaran.
Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Ekonomi di
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari
sepenuhnya bahwa terdapat banyak pihak yang telah membantu dalam proses
penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis
menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Bapak Drs. H. Sahrudin dan Ibu Hj. Sri Suarti Selaku orang tua penulis,
yang telah membesarkan dan mendidik ananda sejak kecil serta selalu
memberikan dukungan moril maupun materil. skripsi ini ananda berikan
sebagai hadiah dan ucapan terimakasih kepada mama dan papa yang selalu
berjuang dan mendoakan ananda hingga menjadi seorang sarjana. Semoga
ananda senantian bisa membuat kalian bangga dan bahagia.
2. Bunaiya Nawal Salwa Putri selaku kakak dan Nurnabilah Musfirah selaku
adik yang telah memberikan dukungan serta doa kepada penulis.
3. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA, selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
4. Bapak Dr. M. Arief Mufraini, Lc., M.Si. selaku Dekan Fakultas Ekonomi
dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Ibu Yessi Fitri, SE., M.Si., Ak., CA. selaku Ketua Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
xi
6. Bapak Hepi Prayudiawan, SE., Ak., MM. selaku Sekretaris Jurusan
Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Ibu Reskino, SE., M.Si., Ak., CA. selaku dosen pembimbing skripsi yang
telah meluangkan waktu untuk membantu, mengarahkan dan selalu
memberikan motivasi kepada penulis selama penyusunan hingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini.
8. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan
berbagi pengalaman selama penulis menjalani studi, semoga menjadi ilmu
yang bermanfaat dan menjadi amal kebaikan bagi kita semua.
9. Seluruh Staf Tata Usaha serta karyawan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu
dalam mengurus segala kebutuhan administrasi dan lain-lain.
10. Ibu Nur Wachida Yulianti, SE., M.S.Ak selaku dosen pengampu mata
kuliah lab statistik yang telah membantu dan memberikan arahan selama
penulis melakukan pengolahan data pada penelitian ini.
11. Hamdy Farhan yang selalu memberikan bantuan serta semangat kepada
penulis dalam penyusunan skripsi ini.
12. Teman-teman CIS, Mahhal, Najah, Liana, Fifi dan Mutia. Terimakasi telah
menjadi sahabat yang selalu menemani sejak awal perkuliahan hingga
berjuang bersama menyelesaikan studi.
13. Shinta, Intan, Tsizy yang selalu berbagi keceriaan dan menjadi penghibur
dikala jenuh selama menjalani perkuliahan.
14. Sahabati-sahabati KOMFEIS, Dwi, Andi, Nadiyah, Zuhra, Vivi, Reza
yang telah banyak memberikan pengalaman dan doa kepada penulis.
15. Sahabati Tika dan Sahabat Handiko yang telah membantu penulis selama
mengolah data dan menjadi teman berbagi serta teman seperjuangan
menyelesaikan skripsi ini.
16. Zavita Mufariza teman satu bimbingan yang telah membantu dan menjadi
teman berbagi selama penyusunan skripsi ini.
xii
17. Teman-teman LADIES yang sudah berjuang bersama sejak SMA dan
saling memberikan dukungan satu sama lain hingga saat ini.
18. Natasha, Okta, Ajeng dan Ika yang selalu memotivasi penulis untuk
menyelesaikan skripsi ini.
19. Bapak Hafidz dan Bapak Angga selaku staf di Dirjen Otda Kemendagri
yang telah membantu penulis memperoleh data untuk penelitian ini.
20. Keluarga besar HMJ Akuntansi, terimakasih atas kesempatan yang
diberikan kepada penulis untuk mendapatkan pembelajaran, pengalaman,
serta keluarga baru selama menjadi mahasiswa jurusan akuntansi.
21. Teman-teman akuntansi C dan akuntansi 2014, terimakasih telah menjadi
bagian dari perjalanan penulis selama studi di Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
22. Sahabat sahabati KOMFEIS 2014, terimakasih sudah memberikan
pengalaman dan pembelajaran kepada penulis selama menjalani
perkuliahan.
23. Teman-teman KKN SIAGA 86, terimakasih untuk pengalaman dan
pembelajaran singkat yang sangat berharga bagi penulis.
24. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu
saya, memberikan dukungan, semangat dan mendoakan saya.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat
banyak kekuarangan yang disebabkan oleh masih terbatasnya pengetahuan
serta pengalaman yang dimiliki oleh penulis.Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak
untuk penyempurnaan skripsi ini. Besar harapan penulis bahwa dengan adanya
skripsi ini dapat memberikan manfaat dan menambah wawasan serta
pengetahuan bagi penulis pada khususnya dan bagi pihak lain pada umumnya.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Jakarta, 13 Mei 2018
Nurfatin Salma Rufaidah
xiii
DAFTAR ISI
COVER
COVER DALAM ................................................................................................... i
LAMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ................................................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF...................................iii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ................................................... iv
LEMBAR KEASLIAN KARYA ILMIAH ......................................................... v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................................ vi
ABSTRACT ......................................................................................................... viii
ABSTRAK ............................................................................................................ ix
KATA PENGANTAR ........................................................................................... x
DAFTAR ISI ....................................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xvi
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xvii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xviii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
A. Latar Belakang......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................. 18
C. Tujuan Penelitian ................................................................................... 19
D. Manfaat Penelitian ................................................................................. 19
BAB IITINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 21
A. Tinjauan Literatur .................................................................................. 21
1. Teori Keagenan (Agency Theory) ................................................ 21
2. Politik Dinasti ............................................................................... 24
3. Desentralisasi Fiskal ..................................................................... 27
a. Kemandirian Daerah ........................................................... 30
xiv
b. Ketergantungan pada Pemerintah Pusat ............................. 32
4. Akuntabilitas Pelaporan Keuangan .............................................. 34
5. Kinerja Pemerintah Daerah .......................................................... 41
6. Hasil Peneliti Terdahulu ............................................................... 44
7. Pengembangan Hipotesis ............................................................. 56
8. Kerangka Pemikiran ..................................................................... 70
BAB IIIMETODE PENELITIAN ..................................................................... 71
A. Ruang Lingkup Penelitian ................................................................... 71
B. Metode Penentuan Sampel ................................................................... 71
C. Metode Pengumpulan Data .................................................................. 73
D. Metode Analisis Data ........................................................................... 74
1. Regresi Logistik Ordinal ............................................................. 76
2. Tahapan Pengujian ...................................................................... 77
a. Statistik Deskriptif ............................................................. 77
b. Uji Kelayakan Model (Overall Model Fit) ........................ 78
c. Uji Kelayakan Model Regresi ........................................... 79
d. Uji Koefisien Determinasi ................................................. 80
e. Uji Parallel Lines ............................................................... 80
f. Uji Hipotesis ...................................................................... 81
E. Operasionalisasi Variabel ......................................................................... 82
1. Variabel Independen ...................................................................... 82
a. Politik Dinasti .................................................................... 82
b. Desentralisasi Fiskal .......................................................... 84
1) Tingkat Kemandirian Daerah ........................................ 84
2) Ketergantungan pada Pemerintah Pusat ........................ 86
2. Variabel Dependen ........................................................................ 87
3. Variabel Moderasi ......................................................................... 89
xv
BAB IVANALISIS DAN PEMBAHASAN ...................................................... 93
A. Gambaran Umum Objek Penelitian .......................................................... 93
B. Hasil Uji Analisis Data Penelitian ............................................................. 98
1. Hasil Uji Statistik Deskriptif ......................................................... 99
2. Hasil Analisis dan Pembahasan ................................................... 107
a. Hasil Uji Kelayakan Model ............................................. 107
b. Hasil Uji Kelayakan Model Regresi ................................ 109
c. Hasil Uji Koefisien Determinasi ...................................... 111
d. Hasil Uji Parallel Lines .................................................... 113
e. Hasil Uji Hipotesis ........................................................... 115
BAB VPENUTUP .............................................................................................. 143
A. Kesimpulan .............................................................................................. 143
B. Implikasi .................................................................................................. 144
C. Keterbatasan ............................................................................................ 147
D. Saran ........................................................................................................ 148
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 149
LAMPIRAN - LAMPIRAN ............................................................................. 155
xvi
DAFTAR TABEL
1.1Hubungan Kekerabatan Kepala Daerah danWakil Kepala Daerah ..................4
1.2Kasus Kecurangan Pemerintah Daerah .............................................................8
2.1Hasil Penelitian sebelumnya ............................................................................45
3.1Operasionalisasi Variabe .................................................................................93
4.1Tahapan Seleksi Sampel dengan Kriteria ........................................................98
4.2Statistik Deskripti.............................................................................................99
4.3Skala Interval Derajat Desentralisasi Fiskal ..................................................102
4.4Model Fitting Information(Hasil Uji Variabel Independen) .........................107
4.5Model Fitting Information(Hasil Uji Moderasi).............................................108
4.6Goodness of Fit(Hasil Uji Variabel Independen)...........................................109
4.7Goodness of Fit(Hasil Uji Moderasi)..............................................................110
4.8Pseudo R-Square(Hasil Uji Variabel Independen) ........................................111
4.9Pseudo R Square(Hasil Uji Moderasi) ...........................................................112
4.10Test of Parallel Lines(Hasil Uji Variabel Independen) ...............................114
4.11Test of Parallel Lines(Hasil Uji Moderasi) ..................................................115
4.12Parameter Estimates(Hasil Uji Variabel Independen) ................................ 117
4.13Parameter Estimates(Hasil Uji Moderasi) ...................................................118
xvii
DAFTAR GAMBAR
1. Kerangka Pemikiran ................................................................................. 70
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Surat Penelitian ....................................................................................... 156
2. Registrasi Kunjungan Kementrian Dalam Negeri................................... 157
3. Data Pemerintah Daerah yang Terindikasi Politik Dinasti ..................... 158
4. Hasil Tabulasi Data ................................................................................. 162
5. Hasil Output SPSS .................................................................................. 168
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perubahan sistem pemerintahan dari sistem sentralisasi menjadi
sistem desentralisasi memberikan harapan yang besar bagi bangsa
Indonesia agar perubahan tersebut dapat menciptakan kesejahteraan untuk
seluruh lapisan masyarakat (Anggraini dan Riharjo, 2017). Sistem
desentralisasi di Indonesia mulai diberlakukan sejak dikeluarkannya
Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 dan Undang-undang Nomor 25
tahun 1999 yang disempurnakan menjadi Undang-undang Nomor 32 tahun
2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang Undang Nomor 33 tahun
2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan
Daerah.
Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal pada dasarnya merupakan
instrumen yang digunakan dalam penyelenggaraan pembangunan negara
agar kesejahteraan masyarakat dapat tercapai dengan mudah.Namun,
Moisiu (2013) menyatakan bahwa ada beberapa pemerintahan di berbagai
negara justru melakukan tindakan korupsi paska implementasi
desentralisasi fiskal. Di Indonesia, desentralisasi fiskal justru
meningkatkan kecendrungan korupsi di daerah (Rinaldi, et al, 2007).
Temuan senada juga disampaikan oleh (Liu, 2008) bahwa efek negatif
desentralisasi fiskal adalah justru meningkatkan korupsi, bukan
menghasilkan perbaikan kualitas pelayanan publik. Hal
2
inimengindikasikan adanya kesenjangan praktikal (practical gap) atau
anomaldari tujuan diberlakukannya otonomi pemerintahan.Pemberian
wewenang otonomi daerah menyebabkan adanya perubahan mendasar
terhadap hubungan antara pusat dan daerah khususnya dalam bidang
administrasi maupun pola hubungan antara pemerintah pusat dan daerah
(Sidik, 2002).
Menurut Syahrudin (2006), kemampuan dan kapasitas yang
dimiliki setiap daerah berbeda-beda dari segi keuangan, infrastruktur, dan
sumberdaya manusianya, sehingga implementasi otonomi daerah
menimbulkan berbagai permasalahan. Sejak otonomi digelar di Indonesia,
yang kemudian diikuti pemilihan daerah yang digelar langsung, ada
kecenderungan bermunculan dinasti politik (Anggraini dan Riharjo, 2017).
Pemilihan kepala daerah langsung menjadi salah satu penyebab
munculnya masalah politik dinasti (Nuritomo dan Rossieta, 2014). Politik
dinasti mempersulit munculnya calon alternatif bagi rakyat, karena politik
dinasti memiliki kesempatan yang lebih besar untuk memenangkan
pemilihan umum, sehingga menyababkan rendahnya kualitas calon kepala
daerah dan dapat mempengaruhi pengelolaan dana publik serta
mempengaruhi akuntabilitas pelaporan keuangan daerah(Querubin, 2015).
Kurangnya birokrat yang terlatih dan lemahnya administrasi di tingkat
daerah juga dapat menjadi penyebab terjadinya korupsi. Ketika derajat
desentralisasi fiskal semakin tinggi, maka pemerintah daerah dan
3
DPRDsemakin leluasa dalam megontrol dan mengelola keuangannya
sendiri, sehingga risiko terjadinya korupsi semakin kuat.
Politik dinasti ini mulai terlihat di Era Reformasi yang dikenal
lebih demokratis. Seharusnya dalam pemerintahan yang demokratis,
rakyat mempunyai peluang yang lebih besar untuk terlibat dalam proses
politik dan diberi kebebasan untuk memilih wakilnya. Wakil yang
dimaksud adalah kepala daerah yang dalam hal ini adalah Walikota atau
Bupati. Namun dengan adanya Politik dinasti, membuat peluang yang
dimiliki oleh rakyat untuk terlibat di dalam proses politik sangat kecil. Hal
ini disebabkan karena pemimpin-pemimpin yang mempunyai hubungan
keluarga (Amelia, 2015).
Menurut Haryanto (2016), penyebab munculnya risiko terjadinya
kontrol penuh oleh elit lokal, salah satunya adalah pelaksanaan
desentralisasi dan otonomi daerah. Di Indonesia, banyak elit lokal yang
membangun politik dinasti di daerah dengan memanfaatkan mekanisme
yang sah dalam demokrasi yang terdesentralisasi, yaitu melalui pemilihan
umum kepala daerah (Halim, 2014). Pemilihan kepala daerah langsung
menjadi salah satu penyebab munculnya masalah politik dinasti. Para
politisi dinasti mewarisi jabatan publik yang sama dari anggota keluarga
mereka yang memegang sebelumnya(Asako et al, 2012).
Nuritomo dan Rossieta (2014) menyatakan bahwa, praktik politik
dinasti di Indonesia semakin jelas dan terpapar dari barat Indonesia sampai
Indonesia bagian timur. Dari data Kementerian Dalam Negeri, ada 57
4
kepala daerah yang terindikasi membangun politik dinasti. Dari 57 kepala
daerah tersebut, hanya 17 diantaranya yang kalah dalam
pilkada.Selebihnya, mereka menjadi pemenang menggantikan kekuasaan
keluarganya (Hasibuan, 2013).Menurut Dirjen Otonomi Daerah
Kementrian Dalam Negeri yang dikutip oleh Ruslan Tambak (2017) dalam
Kantor Berita Politik RMOL.CO, Ada 58 kandidat terindikasi politik
dinasti di pilkada 2017.
Tabel 1.1
Tabel Hubungan Kekerabatan Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah
No
Nama Kepala
Daerah / Wakil
Kepala Daerah
Jabatan Hubungan
Kekerabatan Periode
1. Drs. H.
Sjachroedin ZP,SH
Gubernur
Lampung
Ayah dari Bupati
Lampung Selatan
2003-2014
2.
H. Rycko Menoza,
SZP, SE., SH.,
MBA.
Bupati
Lampung
Selatan
Anak dari
Gubernur
Lampung
2010-2015
3.
Handitya Narapati Wakil
Bupati
Pringsewu
Anak mantan
Bupati Pringsewu
2011-2016
4.
Drs. Sinyo Harry
Sarundajang
Gubernur
Sulawesi
Utara
Ayah dari Wakil
Bupati Minahasa
2005-2010
dan 2010-
2015
5. Ivan S.J.
Sarundajang
Wakil
Bupati
Minahasa
Anak Gubernur
Sulawesi Utara
2013-2018
6.
Harley Alfredo
Benfica
Manngindaan
Wakil
Walikota
Manado
Anak mantan
Gubernur
Sulawesi Utara
2010-2015
8. Hj. Ratu Atut
Chosiyah
Gubernur
Banten
Kakak wakil
Bupati Serang
dan Walikota
Serang, Kakak
ipar Walikota
Tangsel, Anak
tiri Wakil Bupati
Pandeglang
2007-2014
Bersambung ke halaman berikutnya
5
Tabel 1.1 (Lanjutan)
No
Nama Kepala
Daerah / Wakil
Kepala Daerah
Jabatan Hubungan
Kekerabatan Periode
9. Hj. Heryani Wakil
Bupati
Pandeglang
Ibu tiri Gubernur
Banten
2011-2016
10. Hj. Airin Rachmi
Diani, SH., MH.
Walikota
Tangerang
Selatan
Adik ipar
Gubernur Banten
2011-2016
dan 2016-
2021
11. Hj. Ratu Tatu
Chasanah, SE.
Wakil
Bupati
Serang
(2010-
2015)
Adik kandung
Gubernur Banten
2010-2015
12. Tubagus Haerul
Jaman
Walikota
Serang
Adik tiri
Gubernur Banten
2008-2011
dan 2013-
2018
13. Ahmed Zaki
Iskandar
Bupati
Tangerang
Anak mantan
Bupati Tangerang
Ismet Iskandar
2013-2018
14. H. Syahrul Yasin
Limpo, SH., M.Si
Gubernur
Sulawesi
Selatan
Kakak kandung
Bupati Gowa
2008-2018
15. Ir. H. Andi Idris
Syukur MS
Bupati
Barru
Anak mantan
Bupati Barru
2010-2016
16. H. Ichsan Yasin
Limpo, SH., MH.
Bupati
Gowa
Adik Gubernur
Sulawesi Selatan
2005-2015
17. Adelheid Sosang,
SP., MH
Wakil
Bupati
Tana
Toraja
Istri mantan
Bupati Tana
Toraja
2010-2015
18. M.H. Natsir
Ibrahim
Wakil
Bupati
Takalar
Anak mantan
Bupati Takalar
2012-2017
19. Drs. Bachrum
Harahap
Bupati
Padang
Lawas
Utara
Ayah Walikota
Padang
Sidempuan
2013-2018
20. Andar Amin
Harahap, S.STP.,
M.Si
Walikota
Padang
Sidempuan
Anak Bupati
Padang Lawas
Utara
2013-2018
Bersambung ke halaman berikutnya
6
Tabel 1.1 (Lanjutan)
No.
Nama Kepala
Daerah / Wakil
Kepala Daerah
Jabatan Hubungan
Kekerabatan Periode
21. Zumi Zola Zulkifli,
STP, MA
Bupati
Tanjung
Jabung Timur
(2011-2015)
Gubernur
Jambi (2016-
2021)
Anak mantan
Gubernur Jambi
2011-
2015
22. Novirzah, SE Wakil
Wallikota
Pagar Alam
Anak mantan
Walikota Pagar
Alam Djazuli
Kuris
2013-
2028
23. Hj. Neneng
Hasanah Yasin
Bupati Bekasi Menantu mantan
Bupati Bekasi
2012-
2017
24. Anna Sophanah Bupati
Indramayu
Istri mantan
Bupati Indramayu
2010-
2015
25. Hj. Ati Suharti, SE Walikota
Cimahi
Istri mantan
Walikota Cimahi
2012-
2017
26. Dadang M. Naser,
SH., S.Ip
Bupati
Bandung
Menantu mantan
Bupati Bandung
Obar Sobama
2010-
2015
dan
2016-
2021
27. Dr. Hj. Widya
Kandi Susanti,
MM.
Bupati Kendal Istri mantan
Bupati Kendal
2010-
2015
28. Sri Hartini Wakil Bupati
Klaten (2010-
2015)
Bupati Klaten
(2021)
Istri mantan
Bupati Kendal
2010-
2015
29. Sri Suryawidati Bupati Bantul Istri mantan
Bupati Bantul
2010-
2015
30. Hj. Puput
Tantriana Sari, SE
Bupati
Porbolinggo
Istri mantan
Bupati
Probolinggo
2013-
2018
31. Dr. Hj. Haryanti
Sutrisno
Bupati Kediri Istri mantan
Bupati Kediri
2010-
2015
dan
2016-
2021
Bersambung ke halaman berikutnya
7
Tabel 1.1 (Lanjutan)
No.
Nama Kepala
Daerah / Wakil
Kepala Daerah
Jabatan Hubungan
Kekerabatan Periode
32. Mohammad
Makmun Ibnu
Fuad
Bupati
Bangkalan
Anak mantan
Bupati Bangkalan
2013-
2018
33. K.H.M. Zainul
Majdi, MA
Gubernur
NTB
Adik kandung
Wakil Bupati
Lombok Timur
2008-
2013
dan
2013-
2018
34. H.M. Syamsul
Luthfi, SE
Wakil Bupati
Lombok
Timur
Kakak kandung
Gubernur NTB
35. H. Qurais dan H.
Abidin H. A.
Rahman H.
Abidin, SE
Walikota
Bima dan
Wakil
Walikota
Bima
Walikota dan
Wakil Walikota
merupakan kakak
beradik
2013-
2018
36. H. Supian Hadi,
S.Ikom
Bupati Kota
Waringin
Timur
Menantu Bupati
Seruyan
2010-
2015
dan
2016-
2021
37. Rita Widyasari,
S.Sos., MM
Bupati Kutai
Kartanegara
Anak mantan
Bupati Kutai
Kartanegara
2010-
2015
dan
2016-
2021
38. Tausikal Abua, SH Bupati
Maluku
Tengah
Kakak mantan
Bupati Maluku
2012-
2016
39. Ni Putu Eka
Wiryastuti
Bupati
Tabanan
Anak mantan
Bupati Tabanan
Nyoman Adi
Wiryatama
2010-
2015
dan
2015-
2020
Sumber: Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kementrian Dalam Negeri
Diungkapakan oleh Rakhmat Nur Hakim (2017) dalam
KOMPAS.combahwa politik dinasti jadi hambatan untuk menghasilkan
kepala daerah berkualitas. Selain itu, kasus korupsi di Klaten dan Banten
8
dianggap contoh sempurna politik dinasti menurut peneliti divisi korupsi
politik Indonesian Corruption Watch (ICW) Almas Sjafrina yang
diungkapkan pada KOMPAS.com olehAmbaranie Nadia Kemala
Movanita. Mantan ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Antasari Azhar
dalam diskusi pilkada di Padepokan Kebangsaan Karang Tumaritis pada
11 Februari 2017, mengatakan bahwa politik dinasti indentik dengan
korupsi. Karena itu, dalam perspektif hukum di negara ini, politik dinasti
sudah tidak tepat lagi dan jika sebuah masyarakat ingin hidup sejahtera,
politik dinasti harus dihindari. Hal tersebut diungkapkan oleh L Gora
Kunjana (2017) pada BERITASATU.com.
Tabel 1.2
Tabel Kasus Kecurangan Pemerintah Daerah
Kasus
Status
Politik
Dinasti
Kronologis Sumber
Kasus
korupsi
pengadaan
alat
kesehatan di
Rumah Sakit
Rujukan
Provinsi
Banten
Terindikasi Hj. Ratu Atut
Chosiyah selaku
Gubernur Banten
bekerjasama dengan
adiknya yaitu Tubagus
Chairi Wardana untuk
menggelapkan
sejumlah uang dari
APBD yang
dialokasikan untuk
pengadaan alat
kesehatan RS Rujukan
Banten. Kerugian
akibat kecurangan ini
sebesar Rp 79,79
miliar.
https://www.mer
deka.com/peristi
wa/fakta-
mengejutkan-
cara-atut-dan-
wawan-korupsi-
di-banten.html
Bersambung ke halaman berikutnya
9
Tabel 1.2 (Lanjutan)
Kasus
Status
Politik
Dinasti
Kronologis Sumber
Kasus Suap
dan
Pencucian
Uang oleh
mantan
Bupati
Bangkalan
Terindikasi Fuad Amir Imran
yang merupakan
mantan Bupati
Bangkalan dan juga
ayah dari Bupati
Bangkalan Moh.
Makmun Ibnu Fuad
menerima suap dari
PT MKS sebesar Rp
18,05 miliar terkait
permintaan
penyaluran gas alam
ke Gili Timur. Selain
itu Fuad melakukan
pencucian uang
dengan mengalihkan
beberapa hartanya
menjadi atas nama
istri dan anaknya.
https://nasional.
kompas.com/rea
d/2018/03/02/07
292391/6-
dinasti-politik-
dalam-pusaran-
korupsi-suami-
istri-hingga-
anak-
orangtua?page=
all
Kasus
gratifikasi
Gubernur
Jambi
Terindikasi Zumi Zola selaku
Gubernur Jambi yang
juga merupakan anak
dari mantan Gubernur
Jambi diduga
menerima gratifikasi
sebesar Rp 6 miliar
dari sejumlah proyek
di Provinsi Jambi.
Kasus yang menjerat
Zumi Zola ini
merupakan
pengembangan dari
kasus suap
pengesahan APBD
2018.
https://www.kap
anlagi.com/sho
wbiz/selebriti/zu
mi-zola-ditahan-
kpk-setelah-jadi-
tersangka-
korupsi-rp-6-
miliar-
41157c.html
Bersambung ke halaman berikutnya
10
Tabel 1.2 (Lanjutan)
Kasus
Status
Politik
Dinasti
Kronologis Sumber
Kasus
gratifikasi
yang
dilakukan
oleh Rita
Widyasari
selaku Bupati
Kutai
Kartanegara
dan
penyalahguna
an dana oleh
ayahnya
Syaukani
Hasan
mantan
Bupati Kutai
Kartanegara
Terindikasi Rita Widyasari selaku
Bupati Kutai
Kartanegara yang juga
merupakan anak dari
Syaukani Hasan
mantan Bupati Kutai
Kartanegara menerima
suap sebesar Rp 6
miliar atas pemberian
operasi untuk
keperluan inti dan
plasma perkebunan
kelapa sawit kepada
PT Sawit Golden
Prima dan
menyamarkan
gratifikasi sebesar Rp
436 miliar. Selain
Rita, ayahnya yang
pernah menjabat
sebagai Bupati Kutai
Kartanegara juga
tersandung kasus
penyalahgunaan dana
perangsang pungutan
sumber daya alam
(migas), dana studi
kelayakan Bandara
Kutai, dana
pembangunan
Bandara Kutai, dan
penyalahgunaan dana
pos anggaran
kesejahteraan
masyarakat sebesar
Rp 93,204 miliar
https://nasional.
kompas.com/rea
d/2018/03/02/07
292391/6-
dinasti-politik-
dalam-pusaran-
korupsi-suami-
istri-hingga-
anak-
orangtua?page=
all
Bersambung ke halaman berikutnya
11
Tabel 1.2 (Lanjutan)
Kasus Status
Politik
Dinasti
Kronologis Sumber
Kasus jual
beli jabatan
di Klaten
Terindikasi Sri Hartini menerima
suap terkait promosi
jabatan dalam
pengisian susunan
organisasi dan tata
kerja organisasi
perangkat daerah.
Menurut KPK, kasus
korupsi ini dampak
dari politik dinasti.
Pada periode 2000-
2005, Haryanto dan
Sunarna berpasangan
menjadi Bupati dan
Wakil Bupati Klaten.
Kemudian pada
periode selanjutnya,
yaitu 2005-2015,
Haryanto lengser dan
digantikan Sunarna
sebagai bupati.
Sedangkan wakil
Sunarna adalah Sri
Hartini, yang
merupakan istri
Haryanto. Kembali
berselang ke periode
berikutnya, yaitu
2016-2021, gantian
Sunarna yang lengser
dan Sri Hartini
menjadi bupati.
Wakilnya adalah Sri
Mulyani, yang
merupakan istri
Sunarna.
www.bbc.com/i
ndonesia/indone
sia/-38484498
Bersambung ke halaman berikutnya
12
Tabel 1.2 (Lanjutan)
Kasus Status
Politik
Dinasti
Kronologis Sumber
Kasus Suap
Pasar Atas
oleh
Walikota
Cimahi
Terindikasi Tiswara Dhanu Barata
dan Hendriza Soleh
Gunadi pemilik
perusahaan pemegang
tender proyek
pembangunan tahap II
Pasar Atas menyuap
Walikota Cimahi Atty
Suharti beserta
suaminya Itoch
Tochija yang
merupakan mantan
Walikota Cimahi
sebesar Rp 500 juta.
Penyuapan dilakukan
agar kedua pengusaha
tersebut menjadi
perusahaan pelaksana
pembangunan Pasar
Atas. Kedua
pengusaha sudah
melakukan kerjasama
sejak Itoch menjabat.
https://nasional.t
empo.co/read/87
1818/korupsi-
pasar-cimahi-
dua-penyuap-
wali-kota-
divonis-25-
tahun-bui
Sumber: Data Kementrian Dalam Negeri dan media online
Berdasarkan penjabaran kasus diatas, dapat dilihat bahwa tujuan
desentralisasi fiskal memang tidak semulus yang direncanakan.Banyak
dampak yang terjadi di luar perencanaan.Diantaranya yaitu munculnya elit
lokal yang ingin menguasai suatu daerah dengan membangun politik
dinasti (Anggraini dan Riharjo, 2017).Pemilihan yang dilakukan secara
langsung oleh rakyat yang diharapkan memajukan daerah tidak
sepenuhnya berhasil. Politik patrimonial yang kuat dalam politik telah
menempatkan lembaga-lembaga demokrasi dalam posisi yang rapuh(Choi,
13
2009).Selain itu, desentralisasi juga menimbulkan terjadinya pergeseran
korupsi ke tingkat daerah (Moisiu, 2013).
Fenomena politik dinasti terjadi di berbagai negara dalam lingkup
eksekutif dan legislatif di tingkat lokal maupun nasional, seperti di Filipina
(Mendoza, 2012), Argentina (Rossi, 2009), Amerika Serikat (Dal Bo &
Snyder, 2009), dan Jepang (Asako et al., 2012). Maraknya politik dinasti
dianggap sebagai ancaman bagi proses demokratisasi dan pembangunan
ekonomi dalam jangka waktu yang panjang (Querubin, 2015).
MenurutMendoza (2012), politik dinasti dapat melemahkan kompetisi
politik, mengurangi akuntabilitas laporan keungan pemerintah daerah,
membuat kekuasaan politik menjadi terpusat, dan melanggengkan
hubungan patron-klien dalam politik tradisional. Menguatnya politik
dinasti dapat menyebabkan potensi korupsi yang dilakukan para anggota
keluarga dinasti yang berkuasa di daerah semakin besar (Hasibuan, 2013).
Melihat semakin luasnya praktik politik dinasti di berbagai daerah
di Indonesia, pemerintah pusat berupaya mengendalikan politik dinasti
melalui revisi perundang-undangan tentang Pemerintah Daerah dan
Pemilihan Kepala Daerah. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang
“Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014
tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-
Undang” yang mengatur Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota di
Indonesia membatasi praktik politik dinasti. Pasal 7 huruf r menyatakan
14
bahwa syarat menjadi Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon
Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil
Walikota adalah “tidak memiliki konflik kepentingan dengan petahana”.
Namun, pada 8 Juli 2015, Mahkamah Konstitusi membatalkan
pasal tersebut melalui putusan perkara nomor 33/PUU-XIII/2015 karena
aturan larangan seorang calon kepala daerah yang berkonflik kepentingan
dengan pertahanan itu bertentangan dengan konstitusi. Namun dalam
sidang putusan perkara nomor 33/PUU-XIII/2015, Mahkamah Konstitusi
(MK) menganulir larangan seorang calon kepala daerah berkonflik
kepentingan dengan petahana (Kepala Daerah yang sedang menjabat),
yang dicantumkan dalam UU Nomor 8 Tahun 2015. Peraturan tersebut
pun batal sebelum sempat diterapkan oleh Komisi Pemilihan Umum
(KPU) dalam Pilkada serentak tahun 2015 (Sumber: CNN Indonesia,
2015).
Sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban dalam
penyelenggaraan pemerintahan yang diatur dalam UU Nomor 17 Tahun
2003 tentang Keuangan Negara dan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, pemerintah melakukan upaya demi mewujudkan
transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan pemerintah, baik
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, yaitu dengan menyampaikan
laporan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan. Pemerintah daerah
harus mengelola dan melaporkan keuangannya secara akuntabel dan
transparan.Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (LPPD) memuat
15
informasi tentang seluruh pelaksanaan tugas pemerintah baik urusan
desentralisasi, tugas pembantuan maupun tugas umum pemerintahan (PP
No.3 tahun 2007).
LPPD harus disusun dengan prinsip akuntabilitas dan transparansi
sehingga dapat dijadikan sebagai mekanisme evaluasi tata kelola
pemerintahan (PP No.3 tahun 2007).Akuntabilitas diharapkan mampu
mengubah kondisi pemerintahan yang masih kurang menjadi lebih baik
dalam memberikan pelayanan publik dan pemerintahan yang korupsi
menjadi suatu tatanan pemerintahan yang demokratis. Dengan
penyelenggaraan pemerintahan yang akuntabel akan mendapat dukungan
dari publik. Karena akuntabilitas dapat menjadi cerminan komitmen
pemerintah dalam melayani publik. Hal tersebut akan mampu membangun
kepercayaan masyarakat atas apa yang diselenggarakan, direncanakan, dan
dilaksanakan oleh program yang berorientasi kepada publik (Anggraini
dan Riharjo, 2017).
Politik desentralisasi telah membawa perubahan yang cukup besar
bagi daerah dalam proses pengelolaan kekuasaan. Politik desentralisasi
telah memberikan porsi kekuasaan yang besar terhadap daerah.
Implikasinya adalah kelompok elit politik lokal lebih memiliki akses
dalam mengontrol sumber daya kekuasaan, dan lebih banyak terlibat
dalam proses politik. Pandangan negatif terhadap politik dinasti yang
mulai bermunculan setelah otonomi daerah memerlukan kajian empiris
yang dapat membuktikan bahwa kebijakan mengenai desentralisasi fiskal
16
yang memicu lahirnya politik dinasti memang benar membawa dampak
negatif terhadap akuntabilitas dan perkembangan pemerintah
daerah.Namun penelitian tentang hubungan antara politik dinasti dengan
akuntabilitas dan kinerja keuangan pemerintah daerah masih sangat jarang
dilakukan.
Penelitian politik dinasti dari aspek keuangan negara di Indonesia
pertama kali dilakukan oleh Nuritomo & Rossieta (2014).Dalam penelitian
yang dilakukan oleh Nuritomo dan Rossieta (2014), menjelaskan tentang
pengaruh politik dinasti terhadap akuntabilitas keuangan dan kinerja
keuangan pemerintah daerah di Indonesia dengan melibatkan daerah
dinasti dan daerah non dinasti selama tahun 2011 dan 2012.Dalam
penelitian tersebut, ditemukan bahwa politik dinasti berpengaruh negatif
terhadap akuntabilitas keuangan pemda. Selain itu, desentralisasi fiskal
yang diharapkan mampu memberikan dampak positif bagi
penyelenggaraan pemerintahan dalam meningkatkan kinerja dan kualitas
pelayanan pubik, pada kenyataannya juga menimbulkan dampak negatif
terhadap pengelolaan keuangan daerah sehingga akuntabilitas di instansi
pemerintah daerah perlu diperkuat dan mengkaji aspek apa yang diduga
akan berpengaruh terhadap akuntabilitas laporan keuangan pemerintah
daerah.
Banyaknya kasus terkait politik dinasti dan permasalahan yang
muncul sejak diberlakukannya desentralisasi fiskal serta adanya pro dan
kontra mengenai politik dinasti yang mulai muncul di era desentralisasi
17
fiskal, membuat peneliti ingin melakukan kajian empiris untuk mengetahui
dampak dari politik dinasti dan desentralisasi fiskal terhadap pengelolaan
keuangan pemerintah daerah.Selain itu, pada penelitian-penelitian
sebelumnya menunjukkan hasil yang berbeda, sehingga peneliti tertarik
melakukan penelitian ini untuk menambah bukti empiris terkait pengaruh
politik dinasti dan desentralisasi fiskal terhadap pengelolaan keuangan
pemerintah daerah.
Penelitian mengenai politik dinasti dan akuntabilitas laporan
keuangan daerah telah dilakukan sebelumnya oleh Nuritomo dan Rossieta
(2014) dengan judul “Politik Dinasti, Akuntabilitas Dan Kinerja
Keuangan”.Penelitian ini merupakan replikasi dan modifikasi dari
penelitian sebelumnya. Pada penelitian kali ini, peneliti menambah
variabel desentralisasi fiskal dan kinerja pemerintah daerah sebagai
moderasi.
Penelitian ini dimaksudkan untuk menambah bukti empiris dalam
kajian mengenai desentralisasi fiskal dan politik dinasti di Indonesia
khususnya dalam aspek keuangan negara.Peneliti berharap penelitian ini
dapat menjadi masukan bagi pemerintah daerah dan dapat menjadi
referensi bagi pemerintah itu sendiri maupun bagi peneliti selanjutnya.
Berdasarkan hal-hal yang telah dijabarkan di atas, maka peneliti
melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Politik Dinasti dan
Desentralisasi Fiskal Terhadap Akuntabilitas Laporan
18
KeuanganPemerintah Daerah dengan Kinerja Pemerintah Daerah
Sebagai Pemoderasi”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan permasalahan
yang hendak diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah politik dinasti berpengaruh terhadap akuntabilitas pelaporan
keuangan pemerintah daerah?
2. Apakah desentralisasi fiskal yang diukur dengan kemandirian daerah
berpengaruh terhadap akuntabilitas laporan keuangan pemerintah
daerah?
3. Apakah desentralisasi fiskal yang diukur dengan tingkat
ketergangungan terhadap pemerintah pusat berpengaruh terhadap
akuntabilitas laporan keuangan pemerintah daerah?
4. Apakah kinerja pemerintah daerah dapat memoderasi hubungan politik
dinasti dengan akuntabilitas laporan keuangan pemerintah daerah?
5. Apakah kinerja pemerintah daerah dapat memoderasi hubungan
kemandirian daerah dengan dengan akuntabilitas laporan keuangan
pemerintah daerah?
6. Apakah kinerja pemerintah daerah dapat memoderasi hubungan tingkat
ketergantungan terhadap pemerintah pusat dengan akuntabilitas
laporan keuangann pemerintah daerah?
19
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk
menemukan bukti empiris atas hal-hal sebagai berikut:
1. Pengaruh politik dinasti terhadap akuntabilitas pelaporan keuangan
pemerintah daerah.
2. Pengaruh kemandirian daerah terhadap akuntabilitas pelaporan
keuangan pemerintah daerah.
3. Pengaruh tingkat ketergantungan terhadap pemerintah pusat dengan
akuntabilitas laporan keuangan pemerintah daerah.
4. Efek moderasi dari kinerja pemerintah daerah atas hubungan politik
dinasti dengan akuntabilitas laporan keuangan pemerintah daerah.
5. Efek moderasi dari kinerja pemerintah daerah atas hubungan
kemandirian daerah dengan akuntabilitas laporan keuangan pemerintah
daerah.
6. Efek moderasi dari kinerja pemerintah daerah atas hubungan tingkat
ketergantungan pemerintah pusat dengan akuntabilitas laporan
keuangan pemerintah daerah
D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah, penelitian ini memiliki manfaat
sebagai berikut:
1. Kontribusi Teoritis
Penelitian ini dapat dijadikan tambahan literatur yang bermanfaat
untuk menambah pemahaman atas politik dinasti, desentralisasi fiskal,
20
kinerja pemerintah daerah dan akuntabilitas pelaporan keuangan
pemerintah di Indonesia.Selain itu, penelitian ini juga dapat menjadi
referensi bagi peneliti selanjutnya agar dapat mengembangkan lebih
lanjut penelitian ini.
2. Kontribusi Praktis
a. Pihak Pemerintah
Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
masukan dan bahan pertimbangan mengenai kinerja penyelenggara
pemerintah daerah agar dapat meningkatkan kinerja pemerintahan
daerahnya.Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi
tambahan informasi bagi pemerintah untuk melakukan kajian atas
peraturan tentang pemerintah daerah di Indonesia dalam upaya
meningkatkan kualitas kepala daerah dan membangun akuntabilitas
yang lebih baik bagi keuangan pemerintah daerah di Indonesia.
b. Pihak masyarakat
Penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi bagi para
masyarakat untuk mengetahui tingkat kinerja pemerintah daerah
dan akuntabilitas pelaporan keuangan pemerintah sehingga dapat
digunakan sebagai alat pengawasan mengenai kinerja pemerintah
daerah.Selain itu, penelitian ini juga dapat dijadikan pertimbangan
bagi masyarakat untuk lebih cermat dalam memilih calon
pemimpin daerah.
21
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Literatur
1. Teori Keagenan (Agency Theory)
Teori keagenan adalah hubungan antara dua belah pihak atau
lebih, dimana satu pihak (agent) bertindak dengan persetujuan pihak
lain (principal) (Anggraini dan Riharjo, 2017). Jensen dan Meckling
(1976) menjelaskan bahwa teorikeagenan adalah hubungan yang
mucul ketika ada kontrak antaraprinsipal dan agen,yaitu antara dua
atau lebih individu, kelompokatau organisasi.Teori keagenan bertujuan
untuk meningkatkan kemampuan individu (baik principal maupun
agent) dalam mengevaluasi lingkungan dimana keputusan harus
diambil (The belief revision role), dan mengevaluasi hasil dari
keputusan yang telah diambil untuk mempermudah pengalokasian
hasil antara prinsipal dan agen sesuai dengan kontrak kerja (The
performance evaluation role) (Anggraini dan Riharjo, 2017).
Dalam hubungan antara principal dan agent, terdapat kondisi
ketidakseimbangan informasi (asymmetrical information) yang
disebabkan oleh posisi agen yang memiliki informasi lebih banyak
dibandingkan dengan principal (Irmawati dan Pratolo, 2015). Adanya
asimetri tersebut akan mendorong agent untuk menyembunyikan
beberapa informasi yang tidak diketahui principal. Dalam kondisi
asimetri, agent dapat mempengaruhi angka-angka akuntansi yang
22
disajikan dalam laporan keuangan.Untuk meminimalisasi masalah
keagenan yang muncul akibat perbedaan kepentingan ini maka
dibuatlah kontrak antara prinsipal dan agen (Anggraini dan Riharjo,
2017).
Salah satu penyebab munculnya masalah keagenan yaitu ketika
individu mempunyai preferensi untuk memaksimalkan kepentingan
pribadi yang kemungkinan besar berlawanan dengan kepentingan
individu lain (Nuritomo dan Rossieta, 2014). Dalam teori keagenan,
terdapat tiga asumsi sifat dasar manusia yaitu: (1) Manusia pada
umumnya mementingkan diri sendiri (self interest), (2) Manusia
memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang
(bounded rationality), (3) manusia selalu menghindari risiko (risk
adverse). Asumsi sifat dasar manusia tersebut menyebabkan informasi
yang dihasilkan seseorang untuk orang lain selalu dipertanyakan
reliabilitasnya dan dapat dipercaya tidaknya informasi yang
disampaikan (Irmawati dan Pratolo, 2015).
Dalam pemerintahan juga dapat terjadi masalah
keagenan.Masalah keagenan dalam pemerintahan terjadi ketika adanya
kontrak antara pemerintah dengan rakyat.Dimana pemerintah sebagai
agen dan rakyat sebagai prinsipal (Irmawati dan Pratolo, 2015).Dalam
tatanan pemerintahan dan demokrasi, Masyarakat adalah prinsipal,
politisi (legislatif) adalah agen mereka.Politisi (legislatif) adalah
prinsipal, birokrat/pemerintah adalah agen mereka.Pejabat
23
pemerintahan adalah prinsipal, pegawai pemerintahan adalah agen
mereka. Keseluruhan politik tersusun dari alur hubungan prinsipal-
agen, dari masyarakat hingga level terendah pemerintahan.
UU No 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah sebagai
rujukan kontrak formal antara rakyat dan pemerintah.UU tersebut
menyatakan secara tegas bahwa bupati dan walikota dipilih oleh rakyat
dan bertanggungjawab atas perencanaan, pelaksanaan dan
pertanggungjawaban program pemerintah.Mekanisme pemilihan
menunjukkan bahwa terdapat pelimpahan wewenang dari rakyat
kepada kepala daerah. Proses ini menunjukkan adanya hubungan
keagenan antara rakyat dan kepala daerah, kepala daerah berperan
sebagai agen dan rakyat merupakan prinsipal dalam rerangka
hubungan keagenan. DPRD yang dipilih oleh rakyat menjadi
perwakilan rakyat, seperti halnya dewan komisaris yang dipilih oleh
para pemegang saham untuk mewakili mereka (UU No 32 tahun
2004).
Salah satu langkah utama yang dapat dilakukan dalam upaya
meminimalisir biaya keagenan yaitu dengan melakukan pemilihan
agen yang tepat dan berkompeten. Proses pemilihan agen bersifat
demokratis sesuai dengan amanat UU Nomor 32 Tahun 2004 yang
diharapkan dapat meningkatkan kinerja agen dalam meningkatkan
kesejahteraan prinsipal masih menyisakan masalah, salah satunya
adalah masalah politik dinasti (Nuritomo dan Rossieta, 2014).
24
Politik dinasti adalah salah satu masalah yang timbul sejak
diberlakukannya desentralisasi fiskal.Desentralisasi fiskal merupakan
pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah
daerah. Hal tersebut menciptakan peluang bagi pemerintah daerah
untuk memiliki akses yang lebih besar terkait pelaksanaan
pemerintahannya dalam mengeloladana publik, sehingga ada
kemungkinan pemerintah daerah sebagai agent memiliki akses untuk
melakukan kecurangan dan menyembunyikan beberapa informasi
kepada masyarakat selaku pricipal.
2. Politik Dinasti
Dalam dunia politik modern, politik dinasti dikenal sebagai elit
politik yang didasarkan pada pertalian darah atau perkawinan sehingga
sebagian pengamat politik menyebutnya sebagai oligarki politik
(Anggraini dan Riharjo, 2017). Politik dinasti dapat diartikan sebagai
perpindahan maupun perluasaan kekuasaan dalam level eksekutif
seperti kepala daerah yang dilakukan dalam suatu keluarga, baik
keluarga sedarah maupun semenda (Nuritomo dan Rossieta, 2014).
Secara sederhana, politik dinasti diartikan sebagai sebagian kecil
keluarga yang mendominasi kekuasaan (Querubin, 2015). Asako et al.
(2012)menyatakan bahwa politik dinasti yaitu mereka yang mewarisi
jabatan publik yang samadari anggota keluarga mereka yang
memegangnya sebelum mereka. Menurut Mendoza et al. (2012),
Dinasti politik adalah struktur politik di mana anggota keluarga yang
25
sama menempati posisi terpilih baik secara berurutan untuk posisi
yang sama, atau secara bersamaan di berbagai posisi.
Politik dinasti tidak sekadar terkait dominasi kekuasaan oleh
seorang aktor politik yang mewariskan dan mereproduksi
kekuasaannya kepada keluarganya, tetapi juga terkait bagaimana
konstruksi sosial masyarakat didesain dalam sebuah relasi sosial yang
berkeadilan dan lebih humanis.Dalam hal ini, politik dinasti tidak
hanya dipahami dalam perspektif politik, tetapi juga menjadi masalah
sosiologis dalam realitas masyarakat.Kekuasaan hanyalah sebagai
pintu masuk bagaimana alat-alat kekuasaan ekonomi politik dikuasai
oleh keluarga aktor tersebut.Justru yang menjadi masalah akut adalah
kekuasaan tersebut tidak mampu membawa perubahan sosial ekonomi
kepada masyarakat banyak.Kekuasaan hanyalah menjadi tameng bagi
keluarganya untuk menguasai hajat hidup orang banyak dan dilakukan
hanya untuk memakmurkan kekuasaan ekonomi politik lingkaran
keluarganya. Menurut Sulfiana (2014), dampak dari Politik Dinasti ini
antara lain adalah:
1. Perilaku korupsi dan nepotisme di daerah
2. Perencanaan pembangunan daerah buruk
3. Dampak buruk bagi akuntabilitas birokrasi dan pemerintahan
4. Politik dinasti di era otonomi daerah
Politik dinasti ini mulai terlihat di Era Reformasi yang dikenal
lebih demokratis. Seharusnya dalam pemerintahan yang demokratis,
26
rakyat mempunyai peluang yang lebih besar untuk terlibat dalam
proses politik dan diberi kebebasan untuk memilih wakilnya. Wakil
yang dimaksud adalah kepala daerah yang dalam hal ini adalah
Walikota atau Bupati. Namun dengan adanya Politik dinasti, membuat
peluang yang dimiliki oleh rakyat untuk terlibat di dalam proses
politik sangat kecil. Hal ini disebabkan karena pemimpin-pemimpin
yang mempunyai hubungan keluarga (Amelia, 2015).
Yurisdiksi dinasti politik dicirikan oleh standar hidup yang
lebih rendah, perkembangan manusia yang lebih rendah, tingkat
kekurangan yang lebih tinggi dan ketidaksetaraan (Mendoza et al.,
2012). Menurut Nuritomo dan Rossieta (2014), faktor yang
mempengaruhi keberhasilan politisi dinasti dalam mempertahankan
dan memperluas basis kekuasaan mereka yaitu, nama keluarga.
Menurut (Querubin, 2015), politisi dinasti memiliki kesempatan yang
lebih besar untuk memenangkan pemilihan umum. Pemilihan kepala
daerah langsung juga menjadi salah satu sebab munculnya masalah
politik dinasti (Irmawati dan Pratolo, 2015).Dinasti politik dianggap
memiliki dampak negatif terhadap sosio-ekonomi
pemerintahan.Demokrasi seharusnya menjamin kesetaraan dalam
partisipasi politik, namun keberadaan dinasti politik telah
mempengaruhi legitimasi demokrasi (Braganca et al, 2015).
Politik dinasti tidak hanya terjadi di Indonesia.Filipina
mengalami politik dinasti sejak negara itu lahir. Nama-nama seperti
27
Macapagal, Aguilar, Cojuangco, Aquino, Magsaysay, dan puluhan
keluarga lain mendominasi politik Filipina selama puluhan tahun. Di
Thailand dinasti politk tumbuh dengan subur, seperti misalnya
keluarga Vejjajiva dan keluarga Shinawatra.Keduanya menguasai
poltiik Thai selama dua dekade belakangan ini.Di Amerika juga ada
beberapa keluarga yang punya pengaruh kuat di dalam politik
nasionalnya. Keluarga Bush, Kennedy, Rockefeller, dan lain
sebagainya itu terkenal memiliki pengaruh yang besar dalam politik.
Sistem boleh berganti.Tapi keluarga-keluarga ini tetap punya
pengaruh (Sakinah, et al, 2012).
3. Desentralisasi Fiskal
Desentralisasi didefinisikan sebagai proses devolusi politik dan
pengambilan keputusan dari pusat pemerintah ke tingkat lokal (Moisiu,
2014).Desentralisasi fiskal ialah penyerahan atau pelimpahan
wewenang pemerintah dalam membawa konsekuensi anggaranyang
diperlukan untuk melaksanakankewenangan tersebut, sehinggaada
keseimbangan antara kewenanganatau urusan dan tanggung jawab
yangdiserahkan kepada daerah dengan sumberpendanaannya (Aswar,
2013). Menurut (Rondinelli et al., 1989), desentralisasi adalah transfer
tanggungjawab untuk perencanaan, manajemen, meningkatan sumber
daya, alokasi dan fungsi lain dari pemerintah pusat kepada pemerintah
yang berada di tingkat bawahnya. Dalam Undang-Undang nomor 23
tahun 2014 tentang pemerintahan daerah dalam pasal 1 ayat 8
28
dijelaskan bahwa desentralisasi adalah penyerahan urusan
pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom
berdasarkan asas otonomi.
Desentralisasi pemerintahan lokal merupakan proses yang
sangat penting bagi perkembangan demokrasi sebuah negara. Namun
pengalihan kekuasaan ke tingkat lokal ini membuat proses penting di
dalamnya sulit untuk direalisasikan. Sedangkan reformasi
desentralisasi fiskal terbentang hampir di seluruh negara demokrasi di
dunia, terutama di negara-negara berkembang dan di negara-negara
yang berasal dari transformasi politik yang mendalam (Moisiu, 2014).
Menurut (Faguet, 2014), desentralisasi adalah salah satu reformasi
terpenting dari generasi masa lalu, baik dalam hal dampaknya terhadap
negara dan implikasinya bagi kualitas pemerintahan. Otonomi daerah
dan desentralisasi fiskal pada dasarnya merupakan instrumen yang
digunakan dalam penyelenggaraan pembangunan negara dan tujuan
bernegara itu sendiri.Instrumen ini digunakan agar pencapaian tujuan
bernegara, yaitu kesejahteraan masyarakat dapat tercapai dengan
mudah (Mudhofar dan Tahar, 2016). Adanya kebijakan desentralisasi
fiskal diharapkan akan mempengaruhu pertumbuhan ekonomi yang
lebih cepat dan lebih besar dibandingkan secara natural karena
kebijakan desentralisasi fiskal bertujuan mengefisiensi sektor publik
(Apriesa, 2013).
29
Salah satu prinsip desentralisasi fiskal yaitu money folow
functions, dimana pemerintah daerah mendapat kewenangan dan
kepercayaan dalam melaksanakan fungsi pelayanan dan pembangunan
di daerahnya. Pemerintah pusat menyerahkan dan memberi
kewenangan kepada daerah untuk mengelola sumber- sumber
penerimaan secara optimal agar mampu membiayai penyelenggaraan
pemerintahan daerahnya dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.
Selain itu, pemerintah pusat juga memberikan dana transfer yang dapat
dikelola daerah dalam pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan
daerah. Hal tersebut dilakukan untuk mengatasi ketimpangan fiskal
dengan pemerintah pusat dan antar pemerintah daerah lainnya. Dalam
pelaksanaan desentralisasi fiskal, daerah dituntut dapat
mengoptimalkan kemampuannya dalam menggali potensi
pendapatannya untuk meminimilaisir ketergantungan Pemerintah
Daerah kepada Pemerintah Pusat melalui dana transfer tersebut
(Irmawati dan Pratolo, 2015).
Desentralisasi fiskal merupakan komponen inti dari
desentralisasi karena untuk menjalankan kewenangan yang telah
ditransfer diperlukan sumber pembiayaan yang memadai (Moisiu,
2013).Desentralisasi fiskal juga harus didukung dengan mekanisme
Good Government Governance khususnya dalam konteks
pemerintahan atau tata kelola penyelenggaraan pemerintahan yang
baik.Beberapa tujuan utama penerapan Good Governance dalam sektor
30
pemerintahan adalah meningkatkan akuntabilitas, partisipasi,
transparansi dan kinerja publik dalam urusan pemerintahan.Dengan
adanya desentralisasi fiskal ini terdapat pemisahan yang jelas dan tegas
dalam urusan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah.
Desentralisasi fiskal secara umum mempengaruhi kemungkinan daerah
memiliki akuntabilitas pelaporan keuangan yang tinggi, khususnya jika
dilihat dari aspek kemandirian daerah dan ketergantungan terhadap
pemerintah pusat (Fontanella dan Rossieta, 2014).
a. Kemandirian Daerah
Halim (2001) menjelaskan ciri utama sebuah daerah telah
melaksanakandesentralisasi secara baik adalah daerah tersebut
memiliki kemampuan dan kewenanganuntuk menggali sumber
keuangan, mengelola dan menggunakannya untuk membiayai
penyelenggaraan pemerintahan dan mengurangi ketergantungan
pada pemerintah pusat.Salah satu tujuan utama dari desentralisasi
fiskal adalah terciptanya kemandirian daerah.Pemerintah daerah
diharapkan mampu mengali sumber-sumber keuangan lokal,
khususnya melalui Pendapatan Asli Daerah (PAD) (Sidik, 2002).
Kemandirian daerah yaitu suatu kemampuan pemerintah
daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan,
pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah
membayar pajak dan retribusi sebagai sumber keuangan yang
diperlukan daerah (Halim dan Kusufi, 2012).Dalam penciptaan
31
kemandirian daerah, pemerintah daerah harus beradaptasi dan
berupaya meningkatkan mutu pelayanan publik dan perbaikan
dalam berbagai sektor yang berpotensi untuk di kembangkan
menjadi sumber PAD.Tuntutan untuk mengubah struktur belanja
menjadi semakin kuat, khususnya pada daerah – daerah yang
mengalami kapasitas fiskal rendah (Halim, 2001).
Kemandirian daerah ditunjukkan oleh besar kecilnya
Pendapatan Asli Daerah (PAD) dibandingkan dengan total
pendapatan (Mudhofar dan Tahar, 2016). Menurut Suparmoko
(2002) untuk mengukur desentralisasi fiskal dapat digunakan rasio
antara PAD dengan total pendapatan daerah. Harus diakui bahwa
derajat desentralisasi fiskal daerah di Indonesia masih rendah,
artinya daerah belum mampu untuk membiayai pengeluaran
rutinnya.Oleh karena itu otonomi daerah dapat terwujud apabila
disertai dengan otonomi keuangan yang efektif dan daerah
mempunyai kemampuan menggali sumber-sumber PAD.Dimana
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan pendapatan daerah
yang bersumber dari daerah itu sendiri. Pendapatan yang termasuk
Pendapatan Asli Daerah (PAD) yaitu pajak daerah, retribusi
daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan
lain-lain pendapatan asli daerah yang sah (Deddi et al., 2007).
PAD merupakan salah satu sumber pembelanjaan daerah, jika PAD
meningkat maka dana yang dimiliki oleh pemerintah daerah akan
32
lebih tinggi dan tingkat kemandirian daerah akan meningkat pula,
sehingga pemerintah daerah akan berinsisiatif untuk lebih
menggali potensi-potensi daerah.
b. Ketergantungan pada Pemerintah Pusat
Ketergantungan pada pemerintah pusat adalah suatu kondiri
dimana pemerintah daerah yang telah diberikan hak otonomi untuk
mengelola sumber daya keuagan daerahnya sendiri nyatanya masih
banyak yang bergantung pada dana transfer yang diberikan oleh
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Salah satu masalah
yang timbul sejak diberlakukannya otonomi daerah dan
desentralisasi fiskal yaitu bagaimana daerah dapat mengatasi
ketergantunganterhadap pemerintah pusat dalam hak
ketergantungan fiskal untuk kebutuhan segalakegiatan
pembangunan daerah (Kuncoro, 2004).Keberhasilan otonomi
daerah tidak terlepas dari kemampuan dalam bidang keuangan
yang merupakan salah satuindikator penting dalam menghadapi
otonomi daerah.Dalam hal ini pemerintahdaerah dituntut untuk
menjalankan roda pemerintahan secara efektif dan efisien
untukmendorong peran serta masyarakat dalam pembangunan,
serta meningkatkankesejahteraan dengan meningkatkan
pemerataan dan keadilan.
Pada umumnya APBD (Anggaran Pendapatan dan
BelanjaDaerah) suatu daerah didominasi oleh sumbangan
33
pemerintah pusat dan sumbangan-sumbanganlain, yang diatur
dengan peraturan perundang-undangan, yaitu sekitar75% dari total
penerimaan daerah. Hal ini menyebabkan daerahmasih tergantung
kepada pemerintah pusat, sehingga kemampuan daerah
untukmengembangkan potensi yang mereka miliki menjadi sangat
terbatas.RendahnyaPAD suatu daerah bukanlah disebabkan oleh
karena secara struktural daerah memangmiskin atau tidak memiliki
sumber-sumber keuangan yang potensial, tetapi lebihbanyak
disebabkan oleh kebijakan pemerintah pusat.Selama ini sumber-
sumberkeuangan yang potensial dikuasai oleh pusat (Yani, 2002).
Untuk melihat ketergantungan fiskal pemerintah daerah
dapat dilakukan dengan mengukur kinerja/kemampuan keuangan
pemerintah daerah dan mengukur kesiapan pemerintah daerah
dalam menghadapi otonomi daerah khususnya dibidang keuangan,
dapat diukur dari seberapa jauh kemampuan pembiayaan bila
didanai sepenuhnya oleh Pendapatan Asli Daerah dan Bagi
Hasil.Mengukur kinerja/kemampuan keuangan pemerintah daerah
dapat dilakukan dengan menggunakan indikator Derajat
Desentralisasi Fiskal (Musgrave & Musgrave, 1980).
Makin tinggi ketergantungan pada pemerintah pusat, maka
makin kecil kemungkinan daerah tersebut memiliki akuntabilitas
pelaporan keuangan yang tinggi dalam bentuk opini audit yang
baik. Desentralisasi fiskal secara umum mempengaruhi
34
kemungkinan daerah memiliki akuntabilitas pelaporan keuangan
yang tinggi, khususnya jika dilihat dari aspek kemandirian daerah
(Fontanella dan Rossieta, 2014).
Mudhofar dan Tahar (2016), mengukur ketergantungan
pada pemerintah pusat dengan jumlah Dana Alokasi Umum (DAU)
ditambah Dana Alokasi Khusus (DAK) dibagi dengan total
pendapatan daerah. Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang
bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan
tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk
mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi. Sedangkan Dana Alokasi Khusus (DAK) merupakan
dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan
pada daerah tertentu untuk membantu mendanai kegiatan khusus
yang merupakan urusan daerah dan merupakan bagian dari
program yang menjadi prioritas nasional.
4. Akuntabilitas Pelaporan Keuangan
a. Akuntabilitas
Istilah akuntabilitas dapat dimaknai sebagai kewajiban
untuk menyampaikan pertanggungjawaban atau untuk menjawab,
menerangkan kinerja, dan tindakan seseorang atau badan hukkum
atau pimpinan kepada pihak yang memiliki hak untuk meminta
pertanggungjawaban (Bastian, 2010). Menurut Halim (2007),
akuntabilitas adalah pertanggungjawaban yang dilakukan oleh
35
seseorang atau lembaga atas segala tindakannya yang memberi
wewenang. Akuntabilitas dapat diartikan sebagai kewajiban-
kewajiban dari individu-individu atau penguasa yang dipercayakan
untuk mengelola sumber daya publik dan yang bersangkutan
dengannya untuk dapat menjawab hal-hal yang menyangkut
pertanggungjawabannya sebagai instrumen untuk kegiatan control
terutama dalam pencapaian hasil pada pelayanan publik (Irmawati
dan Pratolo, 2015).
Para pengambil keputusan di pemerintah, sektor swasta dan
organisasi-organisasi masyarakat bertanggung jawab, baik kepada
masyarakat maupun kepada lembaga-lembaga yang
berkepentingan (Andrianto, 2007).Pada organisasi publik,
pertanggungjawaban dilakukan kepada masyarakat dan Dewan
Pengampu di LSM atau yayasan.Sedangkan dalam akuntansi sektor
swasta, pertanggungjawaban dilakukan kepada pemegang saham
oleh pengelola organisasi bisnis (Bastian, 2010).
b. Akuntabilitas Publik
Dalam konteks organisasi pemerintahan sering ada istilah
akuntabilitas publik.Akuntabilitas publik adalah pemberian
informasi atas aktivitas dan kinerja keuangan pemerintah kepada
pihak-pihak yang berkepentingan.Pemerintah pusat maupun daerah
harus mampu menjadi subjek yang memberikan informasi dalam
memenuhi hak publik (Sudarsana, 2013).Dalam organisasi sektor
36
publik, akuntabilitas merupakan pertanggungjawaban atas tindakan
dan keputusan pihak pelaksana (eksekutif) kepada perwakilan
rakyat (legislatif) serta masyarakat (Bastian, 2010). Mardiasmo
(2002) mengemukakan bahwa akuntabilitas publik adalah
kewajiban pemegang amanah (agent) untuk memberikan
pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan dan
mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi
tanggungjawab pemberi amanah (principal) yang memberikan hak
dan kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban tersebut.
Dalam good governance, akuntabilitas publik merupakan
elemen terpenting dan merupakan tantangan utama yang dihadapi
pemerintah dan pegawai negeri.Akuntabilitas berada dalam ilmu
sosial yang menyangkut berbagai cabang ilmu sosial lainnya
seperti ekonomi, administrasi, politik, perilaku dan budaya.Selain
itu, akuntabilitas juga sangat sangat terkait dengan sikap dan
semangat pertanggungjawaban seseorang (Manurung, 2012).
Akuntabilitas sektor publik memiliki peran yang sangat
vital dalam memberikan informasi dan pegungkapan atas aktifitas
dan kinerja keuangan pemerintah daerah demi terciptanya
transparansi dan akuntabilitas publik (Permana,
2015).Pemberlakuan undang-undang otonomi daerah harus dapat
meningkatkan daya inovatif dari pemerintah daerah untuk
memberikan laporan pertanggungjawaban mengenai pengelolaan
37
keuangan daerah dari segi afisiensi dan efektivitas kepada DPRD
maupun masyarakat luas.Terwujudnya akuntabilitas merupakan
tujuan utama dari reformasi sektor publik.Tuntutan akuntabilitas
publik mengharuskan lembaga-lembaga sektor publik untuk lebih
menekankan pada pertanggungjawaban horizontal bukan hanya
pertanggungjawaban vertikal.Tuntutan yang kemudian muncul
adalah perlunya dibuat laporan keuangan eksternal yang dapat
menggambarkan kinerja lembaga sektor publik.
Undang-Undang nomer 17 tahun 2003 tentang keuangan
negara menyatakan bahwa akuntabilitas merupakan salah satu
unsur penting dalam mendukung terwujudnya good governance di
Indonesia. Fokus utama akuntablitas adalah untuk pelaporan yang
akurat dan tepat waktu tentang penggunaan dana publik. Tujuan
utama dari akuntabilitas laporan keuangan yaitu untuk memastikan
bahwa dana publik telah digunakan untuk tujuan-tujuan yang telah
ditetapkan secara efisien dan efektif.
Semakin luasnya sistem pemerintahan yang berbasis
otonomi daerah di Indonesia menyebabkan munculnya tuntutan
akuntabilitas terhadap penyelanggaraan pemerintahan.Menanggapi
hal tersebut, pemerintah Indonesia telah melakukan usaha dengan
membuat peraturan-peraturan yang mendukung terselenggarannya
akuntabilitas bagi pemerintah daerah. Peraturan-peraturan itu
diantaranya adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun
38
2005 tentang standar akuntansi pemerintahan, yang bagi
masyarakat akuntansi PP ini dianggap sebagai tonggak sejarah
karena sebelumnya sektor pemerintahan belum mempunyai standar
akuntansi sejak Indonesia merdeka. Pemerintah juga menetapkan
PP Nomor 58 Tahun 2005 tentang pengelolaan keuangan daerah
yang merupakan pengganti PP No. 105 Tahun 2000 tentang
pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah, dan PP
Nomor 8 Tahun 2006 tentang pelaporan keuangan dan kinerja
instansi pemerintah. Berbagai peraturan perundang-undangan itu
diharapkan mampu meningkatkan akuntabilitas publik yang
menjadi kebutuhan dalam pelaksanaan otonomi daerah (Setiawan,
2012).
Untuk mengetahui akuntabilitas laporan keuangan
pemerintah daerah, maka perlu dilakukan pemeriksaan terhadap
laporan keuangan pemerintah daerah oleh lembaga atau instansi
yang berwenang.Akuntabilitas pemerintah daerah diperiksa oleh
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. Hasil dari
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) yang telah
diperiksa oleh BPK RI dituangkan dalam Laporan Hasil
Pemeriksaan (LHP). Hasil pemeriksaan tersebut menggambarkan
tingkat akuntabilitas LKPD secara keseluruhan dan dirangkum
dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS).BPK RI
mengeluarkan IHPS setiap semester atau 1 tahun dua kali. Hasil
39
pemeriksaan keuangan BPK RI atas LKPD disajikan dalam tiga
kategori yaitu opini, sistem pengendalian intern (SPI), dan
kepatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan (BPK RI,
2009).
c. Jenis Akuntabilitas
Mardiasmo (2002), menyebutkan ada dua macam
akuntabilitas, yaitu:
1. Akuntabilitas Vertikal
Akuntabilitas vertikal adalah pertanggungjawaban atas
pengelolaan dana ats otoritas yang lebih tinggi misalnya,
pertanggungjawaban dinas terhadap pemerintah daerah dan
pertanggungjawaban pemerintah daerah terhadap pemerintah
pusat.
2. Akuntabilitas Horizontal
Akuntabilitas horizontal adalah pertanggungjawaban
kepada masyarakat luas secara langsung maupun melalui
lembaga perwakilan rakyat.
Menurut Ellwood yang dikutip oleh Mardiasmo (2002),
menyatakan bahwa terdapat empat dimensi akuntabilitas yang
harus dipenuhi oleh organisasi sektor publik, yaitu :
1. Akuntabilitas Kejujuran dan Akuntabilitas Hukum
Akuntabilitas kejujuran terkait dengan penghindaran
penyalahgunaan jabatan sedangkan akuntabilitas hukum terkait
40
dengan jaminan adanya kepatuhan terhadap hukum dan
peraturan lain yang disyaratkan dalam penggunaan sumber
dana publik.
2. Akuntabilitas Proses
Terkait dengan apakah prosedur yang digunakan dalam
melaksanakan tugas sudah cukup dalam hal kecukupan sistem
informasi akuntansi, sistem informasi manajemen dan prosedur
administrasi. Dalam prosedur akuntabilitas proses
termanifestasi melalui pemberian pelayanan publik yang cepat,
responsif dan murah biaya. Pengawasan dan pemeriksaaan
dalam prosedur akuntabilitas proses ini dapat dilakukan
dengan cara memeriksa ada tidaknya mark up dan pungutan-
pungutan lain diluar yang ditetapkan serta sumber-sumber
inefisiensi dan pemborosan yang menyebabkan mahalnya
pelayanan publik dan kelambanan dalam pelayanan.
3. Akuntabilitas Program
Terkait dengan pertimbangan apakah tujuan yang telah
ditetapkan dapat dicapai atau tidak dan apakah telah
dipertimbangkan alternatif program yang memberikan hasil
yang optimal dengan biaya yang minimal.
41
4. Akuntabilitas Kebijakan
Terkait dengan pertanggungjawaban pemerintah,
baik pusat maupaun daerah atas kebijakan-kebijakan yang
diambil pemerintah terhadap DPR/DPRD dan masyarakat luas.
5. Kinerja Pemerintah Daerah
Kinerja merupakan prestasi yang dicapai dan diperoleh
organisasi dalam periode tertentu (Bastian, 2006).Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 8 Tahun 2006 tentang pelaporan keuangan
dan kinerja instansi pemerintah menyebutkan bahwa kinerja adalah
suatu keluaran atau hasil dari kegiatan atau program yang hendak atau
telah dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan
kuantitas dan kualitas terukur. Secara umum, kinerja merupakan
prestasi yang dicapai olehorganisasi dalam periode tertentu. Dalam
mengukur keberhasilan/kegagalan suatuorganisasi, semestinya tidak
hanya dilakukan pada input (masukan) program, tetapi jugapada
keluaran manfaat dari program tersebut (Nuritomo dan Rossieta,
2014). Menurut Anggraini dan Riharjo (2017), Kinerja adalah sebuah
konsep yang kompleks dan dapat dilihat dari berbagai sudut pandang
yang berbeda.
Pengukuran kinerja dalam pemerintah daerah sangat penting,
dan pengukuran kinerja pemerintah dengan pengukuran kinerja pada
sektor swasta juga berbeda. Menurut Sumarjo (2010), pengukuran
kinerja pada pemerintah daerah dilakukan untuk memperoleh
42
informasi yang dapat meningkatkan kualitas pengambilan keputusan
sehingga akan meningkatkan pelayanan yang diberikan kepada
masyarakat. Evaluasi perlu dilakukan dalam tata kelolan pemerintah di
Indonesia, untuk menilai kinerja penyelenggaraan pemerintahan
daerah dalam upaya peningkatan kinerja untuk mendukung pencapaian
tujuan penyelenggaran otonomi daerah berdasarkan prinsip-prinsip tata
kelola yang baik. Namun demikian, pengukuran kinerja pada sektor
publik dapat dilihat dari sejauh mana indikator pengukuran kinerja
relevan dan berguna dalam pengambilan keputusan organisasi sektor
publik untuk berbagai tujuan yang lebih luas, seperti perencanaan dan
pengendalian, pembelajaran, akuntabilitas dan evaluasi, termasuk
pelaporan indikatornya. Sementara itu, penentuan target indikator
kinerja dan analisis terhadap varians target dengan realisasi indikator
kinerja juga menjadi elemen utama manajemen kinerja pada sektor
publik. Anggraini dan Riharjo (2017), menyatakan bahwa pengukuran
kinerja sektor publik berbeda dengan pengukuran kinerja sektor
swasta, karena pengukuran kinerja sektor publik memiliki lebih
banyak dampak dan faktor eksternalnya, karena sampai kepada
outcome dari suatu kebijakan terhadap kelompok sasaran tertentu.
Pemerintah daerah sebagai pihak yang diserahi tugas
menjalankan roda pemerintahan, pembangunan, dan layanan sosial
masyarakat wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban
keuangan daerahnya untuk dinilai apakah pemerintah daerah berhasil
43
menjalankan tugasnya dengan baik atau tidak (Permana,
2015).Semakin baik kinerja penyelenggaraan Pemda, maka semakin
tinggi kemungkinan daerah tersebut memiliki akuntabilitas pelaporan
keuangan yang tinggi dalam bentuk opini audit yang baik (Fontanella
dan Rossieta, 2014).
Untuk mengetahui capaian kegiatan, pemerintah harus
melakukan evaluasi penyelenggaraan pemerintah (tata kelola) karena
proses evaluasi merupakan proses pengawasan secara berkelanjutan
dan pelaporan capaian kegiatan. Evaluasi kinerja penting dilakukan
karena dapat meningkatkan efisiensi, efektifitas, penghematan dan
produktifitas pada organisasi sektor publik. Selain itu, akuntabilitas
dapat terwujud salah satunya dengan cara melakukan pelaporan kinerja
melalui laporan keuangan (Mahmudi, 2007). Menurut Mardiasmo
(2009), pengukuran kinerja sektor publik dilakukan untuk memenuhi
tiga maksud, yang pertama yaitu untuk membantu pemerintah agar
fokus pada tujuan dan sasaran program unit kerja sehingga dapat
memperbaiki kinerja pemerintah daerah. Kedua, yaitu untuk
membantu pemerintah dalam pemberian pengalokasian sumber daya
dan pembuat keputusan.Ketiga, yaitu untuk mewujudkan
pertanggungjawaban publik dan memperbaiki komunikasi
kelembagaan.
Permendagri No.73/2009 yang menyebutkan bahwa salah satu
evaluasi kinerja yang dilakukan Pemerintah terhadap Pemda berupa
44
evaluasi kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah (EKPPD) yang
menggunakan LPPD sebagai sumber informasi utama. EKPPD adalah
suatu proses pengumpulan dan analisis data secara sistematis terhadap
kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah dengan menggunakan
system pengukuran kinerja. Sistem pengukuran kinerja adalah sistem
yang digunakan untuk mengukur, menilai dan membandingkan secara
sistematis dan berkesinambungan atas kinerja penyelenggaraan
pemerintahan daerah (Sudarsana, 2013).
6. Hasil Peneliti Terdahulu
Adapun hasil sebelumnya dari penelitian-penelitian terdahulu
mengenai topik yang berkaitan dengan penelitian ini dapat dilihat
dalam tabel 2.1
45
Tabel 2.1
Hasil Penelitian sebelumnya
No Peneliti/Judul/
Sumber Metodologi Penelitian
Variabel Penelitian Hasil Penelitian
X1 X2 Y Z
1. Nuritomo dan Hilda
Rossieta (2014)
“Politik Dinasti,
Akuntabilitas, dan
Kinerja Keuangan
Pemerintah Daerah
di Indonesia” SNA
17 Mataram,
Lombok, Universitas
Mataram 24-27
September 2014
Jenis penelitian:
kuantitatif
Sumber data: Laporan
Keuangan Pemerintah
Daerah dan Laporan
Hasil Pemeriksaan
Badan Pemeriksa
Keuangan Republik
Indonesia (BPK RI)
dan surat kabar maupun
media online
Sampel: 112 sampel
Tahun data: 2011 dan
2012
Metode analisis:
Regresi
Variable lainnya: -
x x x 1. Politik dinasti berpengaruh negatif
terhadap akuntabilitas laporan keuangan
pemerintah daerah.
2. Politik dinasti tidak berpengaruh
terhadap kinerja keuangan pemerintah
daerah.
3. Akuntabilitas publik yang diproksikan
oleh sistem pengendalian intern dapat
meminimalisasi dampak negatif politik
dinasti terhadap kinerja keuangan
pemerintah daerah.
4. Hubungan negatif antara praktik politik
dinasti terhadap kinerja keuangan yang
diproksikan oleh pertumbuhan PAD
hanya terjadi pada daerah yang
memiliki sistem pengendalian intern
yang buruk.
5. Pada ukuran kinerja lainnya seperti
desentralisasi fiskal dan kemandirian
daerah, akuntabilitas tidak berpengaruh
signifikan
Bersambung ke halaman berikutnya
46
Tabel 2.1 (Lanjutan)
No Peneliti/Judul/
Sumber Metodologi Penelitian
Variabel Penelitian Hasil Penelitian
X1 X2 Y Z
2. Febriana Diah
Irmawati dan Suryo
Pratolo (2015)
“Pengaruh Kinerja
Keuangan, Politik
Dinasti, dan Kinerja
Pemerintah Daerah
Terhadap
Akuntabilitas
Pelaporan Keuangan
Pemerintah Daerah
di Indonesia Tahun
2012-2013”
repository.umy.ac.id
Jenis penelitian:
kuantitatif
Sumber data: Laporan
Keuangan Pemerintah
Daerah tahun anggaran
2012-2013 yang telah
diaudit dan
dipublikasikan oleh
Badan Pemeriksa
Keuangan Republik
Indonesia (BPK RI),
data EKPPD dari
kemendagri, dan juga
opini audit yang
dikeluarkan oleh Badan
Pemeriksa Keuangan
Republik Indonesia
(BPK RI).
Sampel: 114 sampel
Tahun data: 2012 -
2013
Metode analisis: regresi
Variable lainnya: -
x x 1. Desentralisasi fiskal tidak berpengaruh
signifikan terhadap akuntabilitas
pelaporan keuangan pemerintah daerah.
2. Ketergantungan pada pemerintah pusat
memiliki pengaruh negatif signifikan
terhadap akuntabilitas pelaporan
keuangan pemerintah daerah.
3. Kinerja pemerintah daerah memiliki
pengaruh positif signifikan terhadap
akuntabilitas pelaporan keuangan
pemerintah daerah.
4. Variabel politik dinasi tidak memiliki
pengaruh signifikan terhadap pelaporan
keuangan pemerintah daerah.
Bersambung ke halaman berikutnya
47
Tabel 2.1 (Lanjutan)
No Peneliti/Judul/
Sumber Metodologi Penelitian
Variabel Penelitian Hasil Penelitian
X1 X2 Y Z
3. Nikma Ragil
Anggraini,Ikhsaan
Budi Riharjo (2017)
“Pengaruh Politik
Dinasti Terhadap
Akuntabilitas
Pemerintahan
Dengan
Pengendalian Intern
Sebagai Variabel
Pemoderasi” Jurnal
Ilmu dan Riset
Akuntansi, Volume
6, Nomor 6, Juni
2017. ISSN: 2460-
0585
Jenis penelitian:
kuantitatif
Sumber data: laporan
keuangan pemerintah
daerah dan hasil audit
BPK
Sampel: 8
kabupaten/kota
Tahun data: 2008-2012
Metode analisis: regresi
Variable lainnya:
Pengendalian Internal
sebagai pemoderasi
x x 1. Politik dinasti berpengaruh terhadap
akuntabilitas pemerintah daerah dan
kinerja keuangan pemerintah daerah.
2. Politik dinasti berpengaruh negatif
terhadap akuntabilitas publik.
3. Pengendalian intern sebagai variabel
pemoderasi dapat meminimalisir
dampak negatif praktik politik dinasti
terhadap kinerja keuangan pemerintah
daerah.
Bersambung ke halaman berikutnya
48
Tabel 2.1 (Lanjutan)
No Peneliti/Judul/
Sumber Metodologi Penelitian
Variabel Penelitian Hasil Penelitian
X1 X2 Y Z
4. Vinda Eryyana dan
Hendri Setyawan
“Determinan
Akuntabilitas
Pelaporan
Keuangan
Pemerintah
Daerah” Jurnal
Akuntansi
Indonesia, Vol. 5
No. 1 Januari 2016,
Hal. 1-14
Jenis penelitian:
kuantitatif
Sumber data: Laporan
Anggaran dan Realisasi
Pendapatan Daerah dan
laporan hasil
pemeriksaan BPK
Sampel: 105
Tahun data: 2011-2013
Metode analisis:
analisis regresi logistik
ordinal
Variabel lainnya:-
x x 1. Kemandirian daerah memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap akuntabilitas
pelaporan keuangan Pemda.
2. Ketergantungan daerah tidak memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap
akuntabilitas pelaporan keuangan
Pemda.
3. Rasio efektivitas daerah memiliki
pengaruh negatif terhadap akuntabilitas
pelaporan keuangan Pemda.
4. Variabel belanja modal memiliki
pengaruh positif yang signifikan
terhadap akuntabilitas pelaporan
keuangan Pemda.
5. Variabel status daerah memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap
akuntabilitas pelaporan keuangan
Pemda namun dengan arah negatif.
Bersambung ke halaman berikutnya
49
Tabel 2.1 (Lanjutan)
No Peneliti/Judul/
Sumber Metodologi Penelitian
Variabel Penelitian Hasil Penelitian
X1 X2 Y Z
5. Amy Fontanella,
Hilda Rossieta
(2014) “Pengaruh
Desentralisasi Fiskal
dan Kinerja
Terhadap
Akuntabilitas
Pelaporan Keuangan
Pemerintah Daerah
di Indonesia”
journals.ums.ac.id
Jenis penelitian:
kuantitatif
Sumber data: opini
audit Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) dan
laporan keuangan
pemerintah daerah di
Indonesia
Sampel: 846 sampel
Tahun data: 2011-2012
Metode analisis: regresi
Variable lainnya: -
x x 1. kemandiriandaerah berpengaruh positif
terhadap akuntabilitas pelaporan
keuangan pemerintah daerah.
2. Ketergantungan pada Pemerintah Pusat
berpengaruh negatif terhadap
akuntabilitas
3. Kinerja berpengaruh positif terhadap
akuntabilitas pelaporan keuangan
pemerintah daerah.
4. Kinerja penyelenggaraan pemerintah
daerah memperlemah pengaruh negatif
tingkat Ketergantungan pada
Pemerintah Pusat terhadap
Akuntabilitas pelaporan keuangan
dalam bentuk opini audit yang baik.
Bersambung ke halaman berikutnya
50
Tabel 2.1 (Lanjutan)
No Peneliti/Judul/
Sumber Metodologi Penelitian
Variabel Penelitian Hasil Penelitian
X1 X2 Y Z
6. Kurniatul Mudhofar
dan Afrizal Tahar
(2016) “Pengaruh
Desentralisasi Fiskal
dan Kinerja
Terhadap
Akuntabilitas
Pelaporan Keuangan
Pemerintah Daerah
di Indonesia: Efek
Moderasi dari
Kinerja” Jurnal
Akuntansi dan
Investasi , Vol.17
No.2, Hal:176-185,
Juli 2016
Jenis penelitian:
kuantitatif
Sumber data: Data
Realisasi Anggaran
Pemda yang tersedia di
website Kemendagri
Sampel: 30
Tahun data: 2012-2013
Metode analisis:
analisis regresi logistik
ordinal
Variabel lainnya:-
x x x 1. Kemadirian daerah dan kinerja
berpangaruh terhadap akuntabilitas
pelaporan keuangan Pemda.
2. Ketergantungan pada pemerintah pusat
tidak berpengaruh terhadap
akuntabilitas pelaporan keuangan
Pemda.
3. Efektivitas tidak berpengaruh terhadap
akuntabilitas pelaporan keuangan
Pemda.
4. Kinerja pemerintah daerah berpengaruh
positif terhadap akuntabilitas laporan
keuangan pemerintah daerah.
5. Kinerja sebagai pemoderasi hanya
berpengaruh atas hubu-ngan
ketergantungan pada pemerintah pusat
terhadap akuntabilitas pelaporan
keuangan Pemda dan tidak berpengaruh
pada hubungan kemandirian daerah
terhadap akuntabilitas pelaporan
keuangan Pemda.
Bersambung ke halaman berikutnya
51
Tabel 2.1 (Lanjutan)
No Peneliti/Judul/
Sumber Metodologi Penelitian
Variabel Penelitian Hasil Penelitian
X1 X2 Y Z
7. Daniel T.H.
Manurung (2012)
“Pengaruh
Desentralisasi
Fiskal, Akuntabilitas
dan Sistem
Pengendalian
Manajemen
Terhadap Kinerja
Satuan Kerja
Perangkat Daerah
Kota Palangkaraya”
Jurnal Ilmiah
Akuntansi dan
Humanika JINAH.
Vol. 2. No. 1
Jenis penelitian:
kuantitatif
Sumber data: kuisioner
kepala SKPD di
Palangkaraya
Sampel: 35 kepala
SKPD di Palangkaraya
Tahun data: 2012
Metode analisis: regresi
linier berganda dengan
PLS
Variable lainnya: -
x 1. Desentralisasi fiskal berpengaruh
terhadap kinerja Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD)
2. Akuntabilitas berpengaruh terhadap
kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD)
3. Sistem pengendalian manajemen
berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kinerja Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD)
Bersambung ke halaman berikutnya
52
Tabel 2.1 (Lanjutan)
No Peneliti/Judul/
Sumber Metodologi Penelitian
Variabel Penelitian Hasil Penelitian
X1 X2 Y Z
8. Ronald U. Mendoza,
Edsel L. Beja Jr,
Victor S. Venida dan
David B. Yap (2015)
“Inequality in
Democracy:
Insightsfrom an
Empirical Analysis
of PoliticalDynasties
in the 15th
PhilippineCongress”
Philippine Political
Science Journal,
33:2, 132-145, 30
Mei 2015
Jenis penelitian:
kuantitatif
Sumber data: data
kongres Republik
Filipina, data indikator
untuk standar hidup,
kemiskinan dan
ketidaksetaraan tingkat
kabupaten, dan daftar
partai
Sampel: 229 anggota
kongres
Tahun data: 2001,
2004, 2007, 2010
Metode analisis:
Regresi
Variabel lainnya:-
x 1. 70% legislator dari dinasti politik
2. Para politisi dinasti memiliki kekayaan
yang lebih tinggi dan memenangkan
pemilihan
3. Yuridiksi dinasti politik dicirikan oleh
standar hidup yang lebih rendah,
perkembangan manusia yang lebih
rendah, tingkat kekurangan yang lebih
tinggi dan ketidaksetaraan.
Bersambung ke halaman berikutnya
53
Tabel 2.1 (Lanjutan)
No Peneliti/Judul/
Sumber Metodologi Penelitian
Variabel Penelitian Hasil Penelitian
X1 X2 Y Z
9. Yasushi Asako,
Takeshi Iida,
Tetsuya
Matsubayashi,
Michiko Ueda
(2012) “Dynastic
Politicians: Theory
and Evidence from
Japan” Waseda
University
Organization for
Japan-US Studies
Working Paper
No.201201,
2012.04.11
Jenis penelitian:
kuantitatif
Sumber data: data
politisi di Jepang
Sampel: 969 sampel
Tahun data: 1997 dan
2007
Metode analisis: regresi
Variabel lainnya:-
x 1. politisi dinasti menikmati keuntungan
legislatif dan elektoral dari pada rekan-
rekan non-dinasti.
2. kandidat dinasti memiliki probabilitas
untuk menang yang lebih tinggi dan
mendapat suara terbanyak dibandingkan
kandidat non-dinasti.
3. daerah yang diwakili oleh legislator
dinasti menerima distribusi yang lebih
besar dari pada daerah yang diwakili
oleh legislator non-dinasti, namun
peningkatan transfer tidak meningkat
kinerja ekonomi di daerah tersebut.
Bersambung ke halaman berikutnya
54
Tabel 2.1 (Lanjutan)
No Peneliti/Judul/
Sumber Metodologi Penelitian
Variabel Penelitian Hasil Penelitian
X1 X2 Y Z
10. Arthur Braganca,
Claudio Ferraz dan
Juan Rioz (2015)
“Political Dynasties
and the Quality of
Government”
Stanford University,
Agustus 2015
Jenis penelitian:
kuantitatif
Sumber data: data
kinerja pemerintah
daerah dan data calon
kepala daerah
Sampel: 15.000 calon
walikota di setiap
pemilihan kota di lebih
dari 5.300 kotamadya.
Tahun data: 2005-2008
dan 2009-2012
Metode analisis: regresi
diskontinuitas
Variabel lainnya:-
x 1. politisi dinasti menghabiskan lebih
banyak sumber daya, khususnya
investasi di bidang infrastruktur
perkotaan, kesehatan dan sanitasi.
Namun, tidak ditemukan perbaikan
ekonomi pertumbuhan dan perubahan
kualitas pelayanan publik.
Bersambung ke halaman berikutnya
55
Tabel 2.1 (Lanjutan)
No Peneliti/Judul/Sum
ber Metodologi Penelitian
Variabel Penelitian Hasil Penelitian
X1 X2 Y Z
11 Aleksander Moisiu
(2014)
“Decentralization
and The Increased
Autonomy in Local
Governments”
Procedia - Social and
Behavioral Sciences
109 ( 2014 ) 459 –
463
Jenis Penelitian:
Kualitatif
Sumber data: data
pemerintah daerah di
Albania
Sampel: pemerintah
daerah Albania
Tahun data: 2013
Metode analisis:
analisis deskripsi
Variabel lainnya: -
x 1. desentralisasi fiskal di Albania adalah
salah satu reformasi paling penting
untuk demokratisasi negara.
2. Otonomi membawa tanggung jawab,
yang berarti bahwa unit pemerintah
lokal memutuskan untuk menanggung
biaya bagi warga, dan harus
bertanggung jawab atas kualitas dan
kuantitas layanan yang ditawarkan.
3. Untuk mencapai kinerja dalam
pelaksanaan reformasi, program
pemerintah harus fokus pada
implementasi kelembagaan yang
berlaku yang dapat menciptakan
kerangka akuntabilitas yang sehat untuk
pelayanan publik
4. reformasi desentralisasi Fiskal harus
dipandu oleh prinsip bahwa "keuangan
harus mengikuti tanggung jawab".
Sumber: Data di olah dari berbagai referensi
56
4. Pengembangan Hipotesis
1. Pengaruh Politik Dinasti Terhadap Akuntabilitas Pelaporan
Keuangan Daerah
Penelitian yang dilakukan oleh Asako et al., (2012)
menyatakan bahwa politik dinasti berpotensi menghambat
pembangunan ekonomi dan melemahkan daya saing
pemilu.Mereka menemukan bahwa daerah-daerah di bawah
kendali politisi dinasti kurang efektif dalam membawa
pembangunan ekonomi kepada masyarakat, meskipun mereka
menerima alokasi anggaran yang lebih dari pemerintah
pusat.Sedangkan Mendoza et.al (2012) menemukan bahwa
prevalensi politik dinasti tidak selalu berkorelasi dengan
kemiskinan yang tinggi, standar hidup yang rendah atau
pembangunan manusia.
Keberadaan politik dinasti juga mempersulit munculnya
calon alternatif bagi rakyat karena politisi dinasti memiliki
kesempatan yang lebih baik untuk memenangkan pemilihan umum
(Querubin, 2015). Daerah yang menjalankan praktik politik dinasti
cenderung untuk memiliki akuntabilitas atas laporan keuangan
pemerintah daerah yang lebih rendah dibandingkan daerah yang
tidak melakukan praktik ini, sehingga terdapat korelasi negatif
terhadap daerah yang melakukan politik dinasti, karena
dimungkinkan akan memiliki opini atas laporan keuangan yang
57
lebih buruk dibandingkan daerah yang tidak melakukan praktik ini
(Nuritomo dan Rossieta, 2014). Hal tersebut menyebabkan
rendahnya kualitas dari calon kepala dareah sehingga dapat
mempengaruhi pengelolaan dana publik, bagaimana menghasilkan
pembangunan ekonomi dan mempengaruhi akuntabilitas pelaporan
keuangan daerah. Menurut Nuritomo dan Rossieta (2014), daerah
yang menjalankan praktik politik dinasti cenderung memiliki
akuntabilitas laporan keuangan yang lebih rendah dibandingkan
daerah yang tidak melakukan praktik politik dinasti, sehingga
terdapat korelasi negatif terhadap daerah yang melakukan politik
dinasti.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Anggraini dan Riharjo
(2017), menyatakan bahwa politik dinasti berpengaruh negatif
terhadap akuntabilitas laporan keuangan pemerintah dearah.Hal
tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nuritomo
dan Rossieta (2014), penelitain tersebut menunjukkan bahwa
terdapat pengaruh negatif politik dinasti terhadap akuntabilitas
laporan keuangan pemerintah.Namun bertentangan dengan
penelitian Irmawati dan Pratolo (2015), yang menyatakan bahwa
politik dinasti tidak berpengaruh signifikan terhadap akuntabilitas
laporan keuangan pemerintah daerah. Berdasarkan uraian diatas
maka disusun hipotesis:
58
H1: Politik dinasti berpengaruh terhadap akuntabilitas laporan
keuangan pemerintah daerah.
2. Pegaruh Desentralisasi Fiskal yang Diukur dengan
Kemandirian Daerah Terhadap Akuntabilitas Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah
Pelaksanaan otonomi daerah yang diikuti dengan transfer
kekuasaan dan wewenang pengelolaan beberapa urusan pemerintah
pusat ke daerah mengharuskan reformasi pengelolaan pemerintah
pada berbagai aspek termasuk pengelolaan keuangan daerah
(Carnegie, 2005). Otonomi daerah juga diharapkan bisa menjadi
jembatan bagi pemerintah daerah untuk mendorong efisiensi
ekonomi, efisiensi pelayanan publik sehingga mampu mendorong
pertumbuhan ekonomi daerah serta meningkatkan kesejahteraan
penduduk lokal melalui berbagai efek multiplier dari desentralisasi
yang diharapkan bisa terwujud (Khusaini, 2006).Pemerintah daerah
dituntut untuk meningkatkan akuntabilitas pengelolaan dan
pelaporan keuangan pemerintahnya.Idealnya desentralisasi fiskal
dapat meningkatkan efisiensi, efektifitas, transparansi dan
akuntabilitas pengelolaan keuangan pemerintah.Namun pada
beberapa negara justru ditemukan tingkat korupsi yang semakin
tinggi pasca implementasi desentralisasi fiskal (Moisiu, 2013).
Halim (2001) menjelaskan ciri utama sebuah daerah telah
melaksanakan desentralisasi secara baik adalah daerah tersebut
59
memiliki kemampuan dan kewenangan untuk menggali sumber
keuangan, mengelola dan menggunakannya untuk membiayai
penyelenggaraan pemerintahan dan mengurangi ketergantungan
pada pemerintah pusat.Idealnya dengan desentralisasi fiskal yang
dilengkapi dengan seperangkat aturan pengelolaan dan
pemeriksaan keuangan daerah yang memadai maka kemandirian
pendanaan daerah melalui desentralisasi fiskal dapat meningkatkan
kualitas pengelolaan dan pelaporan keuangan pemerintah daerah.
Semakin tinggi tingkat kemandirian daerah maka akan
semakin besar kemungkinan daerah tersebut memiliki akuntabilitas
pelaporan keuangan yang tinggi dalam bentuk opini audit yang
baik. Pemerintah daerah yang memiliki tingkat kemandirian tinggi
dinilai dapat membiayai kegiatan belanja dan operasional secara
mandiri, sehingga akan memberikan pertanggungjawaban,
menyajikan, melaporkan, dan mengungkapkan segala aktivitas dan
kegiatan yang terkait dengan penerimaan dan penggunaan uang
publik (Mudhofar dan Tahar, 2016).
Namun, kemandirian pendanaan melalui desentralisasi
fiskal dapat jugaberdampak negatif terhadap akuntabilitas
keuangan pemerintah daerah (Fontanella dan Rossieta,
2014).Secara umum daerah-daerah di Indonesia masih tidak
mandiri dalam hal keuangannya. Terdapat beberapa daerah yang
memiliki tingkat kemandirian dan desentralisasi fiskal yang tinggi,
60
akan tetapi sumber pendanaan yang ada adalah melalui dana bagi
hasil sumber daya alam yang besar (Nuritomo dan Rossieta, 2014).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Fontanella dan
Rossieta (2014) menunjukkan bahwa desentralisasi fiskal yang
diproksikan oleh kemandirian daerah berpengaruh positif terhadap
akuntabilitas laporan keuangan pemerintah daerah.Hal tersebut
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mudhofar dan Tahar
(2016) yang juga menyatakan bahwa kemandirian daerah
berpengaruh positif terhadap akuntabilitas laporan keuangan
pemerintah daerah.Namun bertentangan dengan penelitian yan
dilakukan oleh Nuritomo dan Rossieta (2014), yang mengatakan
bahwa desentralisasi fiskal dan kemandirian daerah tidak
mempengaruhi akuntabilitas laporan keuangan pemerintah
daerah.Hal ini juga dikemukakan pada penelitian yang dilakukan
oleh Irmawati dan Pratolo (2015) yang menyatakan bahwa
desentralisasi fiskal yang diproksikan oleh kemandirian daerah
tidak berpengaruh signifikan terhadap akuntabilitas laporan
keuangan pemerintah daerah. Berdasarkan uraian diatas, maka
disusun hipotesis:
H2: Kemandirian daerah berpengaruh terhadap akuntabilitas
laporan keuangan pemerintah daerah.
61
3. Pegaruh Desentralisasi Fiskal yang Diukur dengan
Ketergantungan Pada Pemerintah Pusat Terhadap
Akuntabilitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
Otonomi daerah merupakan isu strategis konsep
pembangunan ekonomi berbasis desentralisasi di Indonesia.Tujuan
yang paling penting dan kebijakan otonomi daerah ini adalah untuk
memberi wewenang yang lebih luas kepada pemerintah daerah
terutama dalam mengatur pembangunan daerahnya sendiri.Secara
umum daerah-daerah di Indonesia masih tidak mandiri dalam hal
keuangannya. Terdapat beberapa daerah yang memiliki tingkat
kemandirian dan desentralisasi fiskal yang tinggi, akan tetapi
sumber pendanaan yang ada adalah melalui dana bagi hasil sumber
daya alam yang besar (Nuritomo dan Rossieta, 2014).
Permasalahan yang sering terjadi terkait dengan
diberlakukannya otonomi daerah dan desentralisasi adalah
bagaimana daerah dapat mengatasi ketergantungan terhadap
pemerintah pusat dalam hak ketergantungan fiskal untuk
kebutuhan segala kegiatan pembangunan daerah (Kuncoro,
2004).Menurut Mudhofar dan Tahar (2016), masih banyak
pemeintah daerah yang dianggap belum mandiri atau tidak mampu
membiayai kegiatan belanja maupun operasionalnya. Hal ini dapat
ditemui dari banyaknya jumlah pemerintah daerah yang sebagaian
besar pendapatan daerah berasal dari dana transfer pemerintah
62
pusat. Hal tersebut berkaitan dengan kurangnya kemampuan dan
kewenangan daerah dalam menggali sumber-sumber pendapatan
untuk mengurangi tingkat ketergantungan pada pemerintah pusat.
Ketergantungan pada pusat akan menyebabkan upaya
pemerintah daerah menjadi menurun. Dana pusat yang besar
berkorelasi negatif dengan peningkatan PAD, hal ini menunjukan
bahwa pemerintah daerah yang mendapatkan dana pusat yang
besar cenderung akan lebih “malas” dalam memperoleh pendanaan
dari PAD (Nuritomo da Rossieta, 2014).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Irmawati dan Pratolo
(2015), menunjukkan bahwa ketergantungan pada pemerintah
pusat memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap akuntabilitas
laporan keuangan pemerintah daerah.Begitu juga yang di
kemukakan dalam penelitian Fontanella dan Rossieta (2014)
bahwa ketergantungan pada pemerintah pusat berpengaruh negatif
terhadap akuntabilitas laporan keuangan pemerintah
daerah.Namun, hal tersebut bertentangan dengan penelitian
Mudhofar dan Tahar (2016) yang menyatakan bahwa
ketergantungan pada pemerintah pusat tidak berpengaruh terhadap
akuntabilitas laporan keuanga pemerintah daerah.
H3: Ketergantungan pada pemerintah pusat berpengaruh terhadap
akuntabilitas laporan keuangan pemeritah daerah.
63
4. Pengaruh Kinerja Pemerintah Daerah dalam Memoderasi
Hubungan Politik Dinasti Terhadap Akuntabilitas Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah
Keberadaan politik dinasti juga mempersulit munculnya
calon alternatif bagi rakyat karena politisi dinasti memiliki
kesempatan yang lebih baik untuk memenangkan pemilihan umum
(Querubin, 2015). Hal tersebut menyebabkan rendahnya kualitas
dari calon kepala daerah sehingga dapat mempengaruhi
pengelolaan dana publik. Mahmudi (2007), menyatakan bahwa
akuntabilitas dapat terwujud salah satunya dengan cara melakukan
pelaporan kinerja melalui laporan keuangan.
Daerah yang menjalankan praktik politik dinasti cenderung
untuk memiliki akuntabilitas atas laporan keuangan pemerintah
daerah yang lebih rendah dibandingkan daerah yang tidak
melakukan praktik politik dinasti (Fontanella dan Rossieta,
2014).Politik dinasti yang menurunkan jabatan maupun
memperluas kekuasaan eksekutif kepada keluarga dapat
menyebabkan penurunan kinerja dan menghambat pembangunan
ekonomi (Asako et al, 2012).
Penelitian yang dilakukan oleh Fontanella dan Rossietaa
(2014) menyatakan bahwa ditemukan pengaruh kinerja
64
penyelenggara pemerintah daerah terkait dengan politik dinasti
yang berjalan saat ini.Hal tersebut dimungkinkan daerah tersebut
memiliki akuntabilitas pelaporan keuangan yang rendah. Itu berarti
ketika kinerja pemerintah daerah yang terindikasi politik dinasti
buruk dan pemerintah daerah tersebut memiliki akuntabilitas
laporan keuangan yang buruk, makan kinerja tersebut akan
memperkuat pengaruh negatif atas hubungan politik dinasti
terhadap akuntabilitas laporan keuangan pemerintah daerah. Begitu
juga sebaliknya, jika kinerja pemerintah daerah yang teridikasi
politik dinasti baik, maka kinerja tersebut akan memperlemah
pengaruh negatif dari politik dinasti terhadap akuntabilitas laporan
keuangan pemerintah daerah.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nuritimo dan Rossieta
(2014), menemukan adanya pengaruh negatif antara politik dinasti
dengan akkuntabilitas laporan keuangan pemerintah daerah.Hal
tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Anngraini
dan Riharjo (2017) yang juga menyatakan bahwa politik dinasti
berpengaruh negatif terhadap akuntabilitas publik.Namun hal
tersebut bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Irmawati dan Pratolo (2015) yang menyatakan bahwa politik
dinasti tidak berpengaruh terhadap akuntabilitas laporan keuangan
pemerintah daerah.
65
Disisi lain, penelitian yang dilakukan oleh Irmawati dan
Pratolo (2015) menyatakan bahwa kinerja pemerintah daerah
berpengaruh positif terhadap akuntabilitas laporan keuangan
pemerintah daerah. Hal tersebut sejalan degan penelitian yang
dilakukan oleh Mudhofar dan Tahar (2016) yang juga mengtakan
bahwa kinerja pemerintah daerah berpengaruh terhadap
akutabilitas laporan keuangan pemerintah daerah. Berdasarkan
uraian di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H4: Kinerja pemerintah daerah dapat memoderasi hubungan politik
dinasti dengan akuntabilitas laporan keuangan pemerintah daerah.
5. Pengaruh Kinerja Pemerintah Daerah dalam Memoderasi
Hubungan Kemandirian Daerah Terhadap Akuntabilitas
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
Tingkat kemandirian daerah yang ditunjukkan melalui rasio
Pendaapatan Asli Daerah (PAD) terhadap total pendapatan
menggambarkan kemampuan daerah untuk menghasilkan
pendapatan sendiri, tidak bergantung pada pemerintah pusat
(Fontanella dan Rossieta, 2014). Kemandirian yang tinggi dan
rendahnya ketergantungan pada pemerintah pusat jika didukung
dengan implementasi prinsip tata kelola pemerintahan yang baik
akan meningkatkan kualitas layanan publik (Adi, 2006).
Desentralisasi Fiskal secara umum mempengaruhi
kemungkinan daerah memiliki akuntabilitas pelaporan keuangan
66
yang tinggi, khususnya jika dilihat dari aspek kemandirian daerah
(Fontanella dan Rossieta, 2014).Menurut Mudhofar dan Tahar
(2016), kinerja dinilai dapat memperkuat keinginan untuk
menunjukkan akuntabilitas yang lebih baik ketika suatu Pemda
mendapatkan kemandirian dari pemerintah pusat. Mahmudi (2007)
juga menyatakan bahwa akuntabilitas dapat terwujud salah satunya
dengan cara melakukan pelaporan kinerja melalui laporan
keuangan.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Fontanella dan
Rossieta (2014), menemukan adanya pengaruh positif antara
kemandirian daerah terhadap akuntabilitas laporan keuangan
pemerintah daerah.Begitu juga yang diungkapkan oleh Mudhofar
dan Tahar (2016) yang menyatakan bahwa kemandirian daerah
berpengaruh positif terhadap akuntabilitas laporan keuangan
pemerintah daerah.Namun bertentangan dengan penelitian yan
dilakukan oleh Nuritomo dan Rossieta (2014) serta penelitian
Irmawati dan Pratolo (2015), yang mengatakan bahwa
desentralisasi fiskal dan kemandirian daerah tidak mempengaruhi
akuntabilitas laporan keuangan pemerintah daerah.
Disisi lain, penelitian yang dilakukan oleh Irmawati dan
Pratolo (2015) menyatakan bahwa kinerja pemerintah daerah
berpengaruh positif terhadap akuntabilitas laporan keuangan
pemerintah daerah. Hal tersebut sejalan degan penelitian yang
67
dilakukan oleh Mudhofar dan Tahar (2016) yang juga mengatakan
bahwa kinerja pemerintah daerah berpengaruh terhadap
akuntabilitas laporan keuangan pemerintah daerah. Menurut
Mudhofar dan Tahar (2016) kinerja dinilai dapat memperkuat
keinginan untuk menunjukkan akuntabilitas yang lebih baik ketika
suatu pemerintah daerah mendapatkan kemandirian dari
pemerintah pusat.Hal tersebut menunjukkan bahwa ketika suatu
daerah otonom memiliki kemandirian daerah yang tinggi, maka
akan mencermikan kinerja pemerintah yang baik dan akan
meningkatkan akuntabilitas publik daerah tersebut. Namun hal
tersebut tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Fontanella dan Rossieta (2015) yang menyatakan bahwa kinerja
tidak memoderasi hubungan antara kemandirian daerah dengan
akuntabilitas laporan keuangan pemerintah daerah Berdasarkan
uraian di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H5: Kinerja pemerintah daerah dapat memoderasi hubungan
kemandirian daerah dengan akuntabilitas laporan keuangan
pemerintah daerah.
68
6. PengaruhKinerja Pemerintah Daerah dalam
MemoderasiHubungan Ketergantungan Pada Pemerintah
Pusat Terhadap Akuntabilitas Laporan Keuangan Pemerintah
Daerah
Salah satu ciri utama daerah mampu melaksanakan
otonominya dapat dilihat dari kemampuan keuangan daerah untuk
membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerahnya.Kondisi ini
adalah cerminan dari tingkat ketergantungan pada pemerintah
pusat. Semakin kecil proporsi pendapatan daerah yang bersumber
dari transfer pemerintah pusat, atau semakin besar PAD suatu
daerah, maka hal itu akan berdampak pada kelancaran
memobilisasi dari dana penyelenggaraan Pemda (Ariansyah et al.,
2004).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Irmawati dan Pratolo
(2015) menyatakan bahwa ketergantungan pada pemerintah pusat
berpengaruh negatif terhadap akuntabilitas laporan keuangan
pemerintah daerah. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh
Fontanella dan Rossieta (2014) juga menemukan adanya pengaruh
negatif antara ketergantungan pemerintah pusat dengan
akuntabilitas laporan keuangan pemerintah daerah, serta adanya
pengaruh positif antara kinerja pemerintah daerah dengan
akuntabilitas laporan keuangan pemerintah daerah.
69
Menurut Adi (2006), Kemandirian yang tinggi dan
rendahnya ketergantungan pada pemerintah pusat jika didukung
dengan implementasi prinsip tata kelola pemerintahan yang baik
akan meningkatkan kualitas layanan publik. Hal tersebut ketika
suatu daerah memilik ketergantungan terhadap pemerintah pusat
yang tinggi namun kinerja pemerintah daerah tersebut baik, maka
akan baik pula akuntabilitas laporan keuangan pemerintah
daerahnya. Dengan kata lain, kinerja pemerintah daerah dapat
memperlemah hubungan negatif antara ketergantungan pada
pemerintah pusat dengan akuntabilitas laporan keuangan
pemerintah daerah. Hal tersebut sejalan dengen penelitian yang
dilakukan oleh Fontanella dan Rossieta (2014) serta Mudhofar dan
Tahar (2016) yang menemukan adanya pengaruh kinerja
pemerintah daerah dalam memoderasi hubungan antara
ketergantungan pemerintah pusat dengan akuntabilitas laporan
keuangan pemerintah daerah.
H6: Kinerja pemerintah daerah dapat memoderasi hubungan
ketergantungan pada pemerintah pusat dengan akuntabilitas
laporan keuangan pemerintah daerah.
70
5. Kerangka Pemikiran
Desentralisasi fiskal
diharapkan dapat memberikan
kesejahteraan kepada seluruh
lapisan masyarakat dengan
melimpahkan wewenang serta
tanggung jawab dari
pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah dalam
mengelola sumber
pendanaannya.
Desentralisasi fiskal
menyebabkan lahirnya poitik
dinasti yang dianggap sebagai
gerbang bagi pemerintah daerah
untuk melakukan
penyelewengan dana yang
diberikan kepada pemerintaha
deerah sehingga berdampak
terhadap akuntabilitas LKPD.
Basis Teori: Teori keagenan
PENGARUH POLITIK DINASTI DAN DESENTRALISASI FISKAL
TERHADAP AKUNTABILITAS PELAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH
DAERAH DI INDONESIA DENGAN KINERJA PEMERINTAH DAERAH
SEBAGAI PEMODERASI
GAP
Metode analisis: Analisis regresi logistik ordinal
Kesimpulan dan Saran
Kinerja
Pemerintah
Daerah
Desentralisasi Fiskal:
1. Kemandirian
Daerah
2. Ketergantungan
pada Pemerintah
Pusat
Akuntabilitas
Laporan
Keuangan
Pemerintah
Daerah
Politik Dinasti
71
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan hubungan
kausalitas.Penelitian kuantitatif merupakan penelitian yang menggunakan
data yang dinyatakan dalam ukuran angka untuk mendeskripsikan suatu
fenomena yang sudah dirinci ke dalam variabel secara kuantitatif.Data
kuanitatif membutuhkan perhitungan statistik.Data kuantitatif diukur
dengan menggunakan skala pengukuran data yang dapat berupa skala
ordinal, interval atau rasio (Soentoro, 2015).Menurut Sugiyono (2012),
hubungan kausal adalah hubungan yang bersifat sebab akibat dengan
melibatkan variabel independen (mempengaruhi) dan variabel dependen
(dipengaruhi).
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pengaruh politik dinasti
dan desentralisasi fiskal sebagai variabel independen, akuntabilitas
pelaporan keuangan pemerintah daerah sebagai variabel dependen, serta
kinerja pemerintah daerah sebagai variabel pemoderasi.Populasi untuk
penelitian ini adalah pemerintah daerah yang berada di Indonesia.
B. Metode Penentuan Sampel
Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah pemerintah
daerah yang berada di Indonesia dengan tahun pelaporan 2013 sampai
2015.Metode pemilihan sampel yang digunakan adalah metode purposive
sampling yaitu pemilihan sampel dengan tujuan tertentu sesuai dengan
72
kriteria-kriteria yang diinginkan peneliti. Menurut Soentoro (2015),
purposive sampling merupakan metode pengambilan sampel dimana tidak
semua elemen populasi dapat digunakan sebagai sampel, karena sampel
yang dipilih harus memenuhi kriteria-kriteria tertantu. Adapun kriteria-
kriteria tersebut yaitu:
1. Sampel merupakan pemerintah daerah yang terindikasi politik
dinasti berdasarkan data Direktorat Jenderal Otonomi Daerah
Kementrian Dalam Negeri tahun 2013-2015.
2. Pemerintah daerah yang laporan anggarannya terdapat di
website Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan tahun
2013-2015.
3. Pemerintah daerah yang laporan keuangannya telah diuadit
oleh BPK RI tahun 2013-2015.
4. Pemerintah daerah yang masuk dalam data Keputusan
Kemendagri Tentang Penetapan Peringkat dan Status Kinerja
Pemerintah Daerah tahun 2013-2015.
5. Sampel pembanding merupakan pemerintah daerah yang tidak
terindikasi politik dinasti dan berada dalam satu wilayah
dengan daerah yang terindikasi politik dinasti serta memenuhi
kriteria 2, 3 dan 4.
Sampel pembanding dalam penelitian digunakan sebagai kontrol
terhadap sampel kasus.Pada penelitian ini sampel pembanding yang
digunakan adalah 1:1, yaitu jumlah sampel pembanding sama dengan
73
jumlah sampel kasus. Pengambilan sampel pembanding dalam penelitian
ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Nuritomo dan Rossieta
(2014), dimana pada penelitian tersebut dijaelaskan bahwa sampel
pembanding (matched sample) digunakan karena jumlah sampel yang
tidak terlalu besar dibandingkan total populasiyang tidak melakukan
politik dinasti (hanya 6% dari total daerah otonom di Indonesia).Sampel
pembanding diambil dengan mempertimbangkan ukuran dan letak
geografisdaerah.
C. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah
pengumpulan data sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh
dari buku-buku, jurnal, dan sumber bacaan lain yang memiliki relevansi
dengan objek yang diteliti. Menurut Soentoro (2015), data sekunder
merupakan data yang tidak diukur secara langsung oleh peneliti dari objek
yang diteliti, tetapi peneliti menggunakan data dari hasil penelitian orang
lain atau dari suatu institusi dimana data tersebut sudah dipublikasikan.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan data dari berbagai
sumber.Data politik dinasti didapatkan dari Direktorat Jenderal Otonomi
Daerah Kementrian Dalam Negeri.Data desentralisasi fiskal bersumber
dari data ringkasan anggaran yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal
Perimbangan Keuangan Kementrian Keuangan.Data kinerja pemerintah
daerah bersumber dari Skor Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah (EKPPD) yang dikeluarkan oleh Kementerian
74
Dalam Negeri (Kemendagri).Data Akuntabilitas Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah didapatkan dari hasil audit BPK RI yang dituangkan
dalam Iktisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS).
D. Metode Analisis Data
Metode analisis data adalah metode yang digunakan untuk
menganalisis data dalam rangka memecahkan masalah atau menguji
hipotesis.Metode analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah
metode analisis regresi logistik ordinal. Penelitian ini memiliki 6 hipotesis
yang akan dianalisis dengan dua model persamaan. Model persamaan
pertama digunakan untuk menguji H1, H2 dan H3.Sedangkan model
persamaan kedua digunakan untuk menguji H4, H5 dan H6.
Model persamaan pertama:
H1: Pengaruh politik dinasti terhadap akuntabilitas laporan keuangan
pemeritah daerah
H2: Pengaruh desentralisasi fiskal yang diukur dengan kemandirian daerah
terhadap akuntabilitas laporan keungan pemerintah daerah
H3: Pengaruh desentralisasi fiskal yang diukur dengan ketergantungan
pada pemerintah pusat terhadap akuntabilitas laporan keungan pemerintah
daerah
AK= α0 + α1PD + α2KD + α3KPP + e
Keterangan:
AK= Akuntabilitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
PD= Politik Dinasti
75
KD= Kemandirian Daerah
KPP= Ketergantungan pada Pemerintah Pusat
e= eror
Model persamaan kedua:
H4: Pengaruh kinerja pemerintah daerah dalam memoderasi hubungan
politik dinasti terhadap akuntabilitas laporan keuangan pemerintah daerah
H5: Pengaruh kinerja pemerintah daerah dalam memoderasi hubungan
kemandirian daerah terhadap akuntabilitas laporan keuangan pemerintah
daerah
H6: pengaruh kinerja pemerintah daerah dalam memoderasi hubungan
ketergantungan pada pemerintah pusat terhadap akuntabilitas laporan
keuangan pemerintah daerah
AK= α0 + α1PD + α2KD + α3KPP + α4KPD + α5PD*KPD +
α6KD*KPD +α7KPP*KPD + e
Keterangan:
AK= Akuntabilitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
PD= Politik Dinasti
KD= Kemandirian Daerah
KPP= Ketergantungan pada Pemerintah Pusat
KPD= Kinerja Pemerintah Daerah
e= Eror
Untuk meguji H4, H5 dan H6, peneliti menggunakan uji interaksi
atau disebut dengan Moderated Regression Analysis. Variabel perkalian
76
antara politik dinasti (PD) dengan kinerja pemerintah daerah (KP)
merupakan variabel moderasi, karena menggambarkan pengaruh moderasi
variabel kinerja pemerintah daerah (KP) terhadap hubungan politik dinasti
(PD) dengan akuntabilitas laporan keuangan pemerintah dearah (AK),
kemudian pengaruh moderasi variabel kinerja pemerintah daerah (KP)
terhadap hubungan kemandirian daerah (KD) dengan akuntabilitas laporan
keuangan pemerintah daerah (AK) dan pengaruh moderasi variabel kinerja
pemerintah daerah (KP) terhadap hubungan ketergantungan pada
pemerintah pusat (KPP) dengan akuntabilitas laporan keuangan
pemerintah daerah (AK).
1. Regresi Logistik Ordinal
Analisis regresi logistik merupakan metode statistik yang
menggambarkan hubungan antara variabel terikat (Y) dengan lebih
dari satu variabel bebas (X) dimana variabel terikat lebih dari dua
kategori dan skala pengukurannya bersifat tingkatan (Hosmer dan
Lemeshow, 2000). Regresi logistik ordinal merupakan alat analisis
yang digunakan untuk menganalis data apabila variabel terikat
memiliki skala ordinal.Menurut Ghazali (2013), skala ordinal adalah
skala yang mengukur variabel ke dalam kelompok berdasarkan
ranking.Regresi logistik ordinal mempunyai beberapa teknik
perhitungan yang mana pada SPSS disebut dengan istilah option link.
Jenis tersebut antara lain:
77
a. Logit dengan persamaan: f(x) = log(x/(1-x)). Jenis ini digunakan
pada sebagian besar distribusi data. Maka aplikasi SPSS secara
default atau bawaan aslinya menggunakan option link jenis Logit
ini.
b. Negative Log-log dengan persamaan f(x) = -log(-log(x)). Jenis ini
digunakan apabila data mempunyai kecenderungan bernilai rendah.
c. Complementary Log-log dengan persamaan f(x) = log(-log(1-x)).
Jenis ini digunakan apabila data mempunyai kecenderungan
bernilai tinggi.
d. Cauchit (Inverse Cauchy) dengan persamaan f(x) = tan(Phi(x-0,5)).
Jenis ini digunakan apabila variabel latent mempunyai nilai yang
ekstrim.
e. Probit dengan persamaan f(x) = O-1 (x) dengan O-1 adalah fungsi
inverse distribusi kumulatif standar normal. Jenis ini digunakan
apabila variabel latent terdistribusi secara normal.
Semua jenis atau option link di atas tentulah dipilih dengan
menyesuaikan distribusi data yang ada.
2. Tahapan Pengujian
a. Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi
suatu data yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi,
varian, maksimum, minimum, sum, range, kurtosis dan skewness
(kemencengan distribusi) (Ghazali, 2013).Dalam penelitian ini,
78
statistik deskriptif hanya menggambarkan nilai rata-rata (mean),
maksimum, minimum, sum dan standar deviasi. Dimana mean
digunakan untuk memperkirakan besar rata-rata populasi yang
diperkirakan dari sampel. Standar deviasi digunakan untuk dispersi
rata-rata dari sampel.Maksimum digunakan untuk melihat nilai
tertinggi dari sampel.Minimum digunakan untuk mengetahui nilai
terendah dari sampel.Hal ini perlu dilakukan untuk melihat
gambaran keseluruhan dari sampel yang memenuhi syarat menjadi
sampel penelitian.
b. Uji Kelayakan Model (Overall Model Fit)
Pengujian kelayakan model dalam analisis regresi logistik
ordinal menggunakan tabel Model Fitting Information.Pengujian
dilakukan dengan membandingkan nilai antara -2 Log Likelihood
pada awal sebelum memasukkan variabel independen ke dalam
model (Intercept only) dengan -2 Log Likelihood akhir setelah
memasukkan variabel independen ke dalam model (Final).Selisih
penurunan antara nilai -2 Log Likelihood awal dengan nilai -2 Log
Likelihood akhir ditunjukkan oleh nilai Chi-square. Apabila
terdapat penurunan nilai -2 Log Likelihood, maka hal tersebut
menunjukkan model yang dihipotesiskan fit dengan data.
Hipotesis untuk menilai model fit adalah sebagai berikut:
H0 = Model yang dihipotesiskan fit dengan data
Ha = Model yang dihipotesiskan tidak fit dengan data
79
Dari hipotesis tersebut maka kita tidak akan menolak hipotesis nol
agar supaya model fit dengan data. Statistik yang digunakan
berdasarkan pada fungsi likelihood.Likelihood L dari model adalah
probabilitas bahwa model yang dihipotesiskan menggambarkan
data input. Umtuk menguji hipotesis nol dan alternatif, L
ditransformasikan menjadi -2LogL.Output SPSS memberikan dua
nilai -2LogL yaitu satu untuk model yang hanya memasukkan
konstanta dan yang kedua untuk model dengan konstanta dan
variabel bebas (Ghazali, 2013).
c. Uji Kelayakan Model Regresi
Kelayakan model regresi dalam analisis regresi logistik
ordinal dinilai dengan menggunakan Goodness of Fit Test.
Goodness of Fit Test menguji hipotesis nol bahwa data empiris
cocok atau sesuai dengan model (tidak ada perbedaan antara model
dengan data sehingga model dapat dikatakan fit). Jika nilai
Goodness of Fit Test statistik sama dengan kurang dari 0,05, maka
hipotesis nol ditolak yang berarti ada perbedaan signifikan antara
model dengan nilai observasinya sehingga Goodness of Fit model
tidak baik karena model tidak dapat meprediksi nilai observasinya.
Jika nilai statistik Goodness of Fit lebih besar dari 0,05, maka
hipotesis nol tidak dapat ditolak dan berarti model mampu
memprediksi nilai observasinya atau dapat dikatakan model dapat
diterima karena cocok dengan data observasinya (Ghazali, 2013).
80
d. Uji Koefisien Determinasi
Uji koefisien determinasi adalah pengujian untuk melihat
seberapa besar kemampuan semua variabel independen dalam
menjelaskan varians dari variabel dependennya.Uji koefisien
determinasi pada analisis regresi logistik ditunjukkan oleh tabel
Pseudo R-Square yang berisi Cox and Snell, Nagelkerke dan
McFadden.Cox and Snell’s R Square merupakan ukuran yang
mencoba meniru ukuran R2 pada multiple regresion yang
didasarkan pada teknik estimasi likelihood dengan nilai minimum
kurang dari satu. Nagelkerke’s RSquare merupakan modifikasi dari
koefisien Cox and Snell untuk memastikan nilainya bervariasi dari
nol sampai satu. Hal ini dilakukan dengan cara membagi nilai Cox
and Snell 𝑅2 dengan nilai maksimumnya. Nilai Nagelkerke’s 𝑅2
dapat diinterpretsikan seperti nilai R2 pada multiple regression.
Nilai McFadden 𝑅2 didasarkan pada log likelihood kernels untuk
model dengan intersep saja dan model yang diestimasi secara
penuh (Ghazali, 2016).
e. Uji Parallel Lines
Uji parallel lines menilai apakah asumsi bahwa semua
kategori memiliki parameter yang sama atau tidak. Nilai yang
diinginkan adalah tidak signifikan yaitu p>0,05. Hasil uji parallel
lines yang menunjukkan p<0,05 berarti model tidak cocok. Ketidak
cocokan model ini dapat disebabkan karena salah dalam memilih
81
link function atau kesalahan dalam membuat peringkat
kategori.Untuk itu dapat dilakukan pemodelan kembali dengan
memilih link function lain (Ghazali, 2016).
Penelitian ini menggunakan link functionnegative log-log
dimana link function jenis ini digunakan pada data yang nilainya
relatif rendah.link function ini dipilih karena sebagian besar data
pada penelitian ini bernilai rendah dan hasil yang ditunjukkan
paling cocok dibandingkan dengan link function lain.
f. Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis merupakan proses pembuatan
keputusan yang menggunakan estimasi statistik sampel terhadap
parameter populasinya, karena pengujian hipotesis sebagai salah
satu tujuan utama penelitian (Indriantoro dan Supomo, 2010).
Tingkat signifikan yang digunakan adalah 0,05 atau 5% karena
dinilai cukup untuk mewakili hubungan variabel-variabel yang
diteliti dan merupakan tingkat signifikasi yang umum digunakan
dalam suatu penelitian.
Pada regresi logistik ordinal, uji hipotesis menggunakan
parameter estimates. Estimasi parameter dari model dapat dilihat
pada output parameter estimate. Output parameter estimates
menunjukkan nilai koefisien regresi dan tingkat signifikannya.
Koefisien regresi dari tiap variabel yang diuji menunjukkan bentuk
82
hubungan antar variabel. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai wald
dengan nilai signifikansinya.
pengujian hipotesis pada penelitian ini merupakan uji dua
sisi yang dilakukan dengan cara membandingkan antara tingkat
signifikansi (sig) dengan nilai kesalahan (α) = 5%. Apabila sig < α,
maka dapat dikatakan variabel bebas berpengaruh signifikan
terhadap variabel terikat.Sedangkan jika sig > α, maka dapat
dikatakan bahwa variabel bebas tidak berpengaruh signifikan
terhadap variabel terikat.
E. Operasionalisasi Variabel
1. Variabel Independen
a. Politik Dinasti
Politik dinasti dalam dunia politik modern dikenal sebagai elit
politik yang berbasiskan pertalian darah atau perkawinan sehingga
sebagian pengamat politik menyebutnya sebagai oligarki politik.politik
dinasti dapat diartikan sebagai perpindahan maupun perluasaan
kekuasaan dalam level eksekutif (kepala daerah) yang dilakukan dalam
suatu keluarga (baik sedarah maupun semenda) (Nuritomo dan
Rossieta, 2014).
Asako et al. (2010) mendefinisikan politik dinasti sebagai
mereka yang mewarisi jabatan publik yang sama dari anggota keluarga
mereka yang memegangnya sebelum mereka. Politik dinasti secara
sederhana dapat diartikan sejumlah kecil keluarga mendominasi
83
distribusi kekuasaan (Querubin, 2015).Berdasarkan hal itu, maka pada
penelitian ini daerah yang dinyatakan terindikasi politik dinasti adalah
kepala daerah yang mewarisi jabatannya kepada keluarganya dan
memperluas kekuasaannya.
Variabel politik dinasti diukur dengan menggunakan variabel
dummy, nilai 1 jika daerah tersebut terindikasi menjalankan politik
dinasti pada kepala daerah atau wakil kepala daerah dan nilai 0 untuk
daerah yang tidak menjalankan praktik politik dinasti. Variabel dummy
merupakan proksi yang digunakan jika variabel independen berskala
non-metrik atau kategori. Cara pemberian kode dummy umumnya
menggunnakan kategori yang dinyatakan dengan angka 1 dan 0.
Kelompok yang diberi nilai dummy 0 (nol) disebut excluded group,
sedangkan kelompok yang diberi nilai dummy 1 (satu) disebut included
group.
Penelitian-penelitian sebelumnya yang menggunakan proksi
dummy untuk mengukur variabel politik dinasti yaitu penelitian yang
dilakukan oleh Nuritomo dan Rossieta (2014), penelitian Irmawati dan
Pratolo (2015), serta penelitain Anggraini dan Riharjo (2016).
Penelitian ini mengacu pada ketiga penelitian tersebut, sehingga
pengukuran variabel politik dinasti menggunakan proksi yang sama
dengan penelitian sebelumnya.
84
b. Desentralisasi Fiskal
Desentralisasi fiskal secara umum mempengaruhi
kemungkinan daerah memiliki akuntabilitas pelaporan keuangan
yang tinggi, khususnya jika dilihat dari aspek kemandirian daerah
dan ketergantungan terhadap pemerintah pusat (Fontanella dan
Rossieta, 2014).Halim (2001) menjelaskan ciri utama sebuah daerah
telah melaksanakandesentralisasi secara baik adalah daerah tersebut
memiliki kemampuan dan kewenanganuntuk menggali sumber
keuangan, mengelola dan menggunakannya untuk membiayai
penyelenggaraan pemerintahan dan mengurangi ketergantungan
pada pemerintah pusat.
Penelitian-penelitian sebelumnya yang menggunakan proksi
tingkat kemandirian daerah dan ketergangtungan pada pemerintah
pusat untuk mengukur derajat desentralisasi fiskal adalah penelitian
yang dilakukan oleh Fontanella dan Rossieta (2014) dan penelitian
yang dilakukan oleh Mudhofar dan Tahar (2016).Berdasarkan hal
tersebut, maka pada penelitian ini desentralisasi fiskal diukur
menggunakan dua proksi yaitu tingkat kemandirian daerah dan
tingkat ketergantungan pada pemerintah pusat.
1) Tingkat Kemandirian Daerah
Kemandirian daerah yaitu suatu kemampuan pemerintah
daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan,
pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah
85
membayar pajak dan retribusi sebagai sumber keuangan yang
diperlukan daerah (Halim dan Kusufi, 2012).Menurut Mahmudi
(2010), Derajat desentralisasi dihitung berdasarkan
perbandingan antar jumlah Pendapatan Asli Daerah dengan total
penerimaan daerah. Rasio ini menunjukkan derajat kontribusi
PAD terhadap total penerimaan daerah. Semakin tinggi
kontribusi PAD maka semakin tinggi kemampuan pemerintah
daerah dalam menyelenggarakan desentralisasi.
Penelitian-penelitian sebelumnya yang menggunakan
rumus Pendapatan Asli Daerah (PAD) dibandingkan dengan
total pendapatan daerah untuk mengukur kemandirian daerah
yaitu penelitian yang dilakukan oleh Fontanella dan Rossieta
(2014) dan penelitian yang dilakukan oleh Mudhofar dan Tahar
(2016). Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini mengukur
tingkat kemandirian daerah dengan rumus sebagai berikut:
Tingkat Kemandirian Daerah =Pendapatan Asli Daerah
Total Pendapatan Daerah
Rumus tersebut digunakan karena PAD merupakan
pendapatan daerah yang bersumber dari daerah itu sendiri.
Pendapatan yang termasuk Pendapatan Asli Daerah (PAD) yaitu
pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan
daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah
yang sah (Deddi et al., 2007). Salah satu tujuan utama dari
desentralisasi fiskal adalah terciptanya kemandirian
86
daerah.Pemerintah daerah diharapkan mampu mengali sumber-
sumber keuangan lokal, khususnya melalui Pendapatan Asli
Daerah (PAD) (Sidik, 2002).Ketika suatu daerah dapat menggali
sumber pendapatannya secara maksimal dan mampu membiayai
sendiri kegiatan penyelenggaraan pemerintahannya, maka
daerah tersebut bisa dikatakan sudah mandiri.
2) Ketergantungan pada Pemerintah Pusat
Ketergantungan pada pemerintah pusat adalah suatu
kondisi dimana pemerintah daerah yang telah diberikan hak
otonomi untuk mengelola sumber daya keuangan daerahnya
sendiri nyatanya masih banyak yang bergantung pada dana
transfer yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah. Rasio ketergantungan keuangan daerah
dihitung dengan cara membandingkan jumlah pendapatan
transfer yang diterima oleh penerimaan daerah dengan total
penerimaan daerah. Semakin tinggi rasio ini maka semakin
besar tingkat ketergantungan pemerintah daerah terhadap
pemerintah pusat (Nurhayati, 2015).
Penelitian yang dilakukan oleh Fontanella dan Rossieta
(2014) menggunakan rumus perbandingan DAU dan DAK
dengan total pendapatan untuk menghitung tingkat
ketergantungan pada pemerintah pusat. Begitu pula penelitian
yang dilakukakan oleh Mudhofar dan Tahar (2016). Pada
87
penelitian ini, rumus perhitungan tingkat ketergantungan pada
pemerintah pusat mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh
Fontanella dan Rossieta (2014), penelitian Irmawati dan Pratolo
(2015), serta penelitian yang dilakukan oleh Mudhofar dan
Tahar (2016) dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Ketergantungan pada Pemerintah Pusat =DAU + DAK
Total Pendapatan
Keterangan:
DAU= Dana Alokasi Umum
DAK= Dana Alokasi Khusus
Rumus tersebut digunakan karena untuk mengetahui
seberapa besar suatu daerah bergantung pada pemerintah pusat,
dapat dilihat dari seberapa besar pendapatan yang diperoleh dari
transfer pemerintah pusat dibandingkan dengan total pendapatan
yang diperoleh pemerintah daerah.
2. Variabel Dependen
Variabel dependen pada penelitian ini adalah akuntabilitas
laporan keuangan pemerintah daerah.Akuntabilitas adalah
pertanggungjawaban yang dilakukan oleh seseorang atau lembaga atas
segala tindakannya yang memberi wewenang.Akuntabilitas dapat
diartikan sebagai kewajiban-kewajiban dari individu-individu atau
penguasa yang dipercayakan untuk mengelola sumber daya publik dan
yang bersangkutan dengannya untuk dapat menjawab hal-hal yang
menyangkut pertanggungjawabannya sebagai instrumen untuk
88
kegiatan control terutama dalam pencapaian hasil pada pelayanan
publik (Irmawati dan Pratolo, 2015).
Undang-Undang nomer 17 tahun 2003 tentang keuangan
negara menyatakan bahwa akuntabilitas merupakan salah satu unsur
penting dalam mendukung terwujudnya good governance di Indonesia.
Fokus utama akuntablitas adalah untuk pelaporan yang akurat dan
tepat waktu tentang penggunaan dana publik.Untuk mengetahui
akuntabilitas laporan keuangan pemerintah daerah, maka perlu
dilakukan pemeriksaan terhadap laporan keuangan pemerintah daerah
oleh lembaga atau instansi yang berwenang.Akuntabilitas pemerintah
daerah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia.
Hasil dari Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) yang telah
diperiksa oleh BPK RI dan dituangkan dalam Laporan Hasil
Pemeriksaan (LHP). Hasil pemeriksaan tersebut menggambarkan
tingkat akuntabilitas LKPD secara keseluruhan dan dirangkum dalam
Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) (BPK RI, 2009).
Berdasarkan penelitian Nuritomo dan Rossieta (2014),
penelitian Fontanella dan Rossieta (2014), penelitian Irmawati dan
Pratolo (2015), penelitian Mudhofar dan Tahar (2016) serta penelitian
Anggraini dan Riharjo (2017), akuntabilitas diukur menggunakan opini
audit yang dikeluarkan oleh BPK RI. Maka dari itu, pada penelitian ini
variable akuntabilitas menggunakan proksi opini audit yang
dikeluarkan oleh BPK, diukur menggunakan skala ordinal dari paling
89
rendah sampai tinggi yaitu 1 = Tidak menyatakan pendapat (TMP) , 2
= Tidak Wajar (TW) , 3 = Wajar Dengan Pengecualian (WDP) , 4 =
Wajar Tanpa Pengecualian Dengan Paragraf Penjelas ( WTP-DPP) , 5
= Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Opini auditi dipilih sebagai alat ukut akuntabilitas LKPD
karena opini audit BPK RI merupakan pernyataan profesional
pemeriksa mengenai kewajaran informasi keuangan yang disajikan
dalam laporan keuangan yang didasarkan pada empat kriteria yakni
kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan, kecukupan
pengungkapan (adequate disclosures), kepatuhan terhadap peraturan
perundang-undangan, dan efektivitas sistem pengendalian intern.
3. Variabel Moderasi
Variabel moderasi pada penelitian ini adalah kinerja
pemerintah daerah.Kinerja merupakan prestasi yang dicapai dan
diperoleh organisasi dalam periode tertentu (Bastian, 2006). Salah satu
mekanisme evaluasi implementasi tata kelola pemerintahan di
Indonesia adalah melalui Evaluasi Penyelenggaran Pemerintah Daerah
(EPPD) sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 6
tahun 2008 tentang pedoman evaluasi penyelenggaraan EPPD meliputi
Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (EKPPD),
Evaluasi Kemampuan Penyelenggaraan Otonomi Daerah (EKPOD),
dan Evaluasi Daerah Otonom Baru (EDOB).
90
EPPD dilakukan dengan menggunakan sumber utama LPPD
yang memuat informasi tentang penyelenggaraan pemerintah daerah
selama satu tahun anggaran (PP Nomor 6 Tahun 2008). Variable ini
diukur menggunakan skor Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan
Pemerintah Daerah ( skor EKPPD). EKPPD adalah suatu proses
pengumpulan dan analisis data secara sistematis terhadap kinerja
penyelenggaraan pemerintahan daerah dengan menggunakan system
pengukuran kinerja.Dalam pasal 18 dan pasal 19 Peraturan Pemerintah
Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggara
Pemerintahan, disebutkan bahwa aspek penilaian dalam memberikan
skor EKPPD adalah sebagai berikut:
1. Aspek penilaian EKPPD pada tataran pengambilan keputusan
daerah (pasal 18)
a. ketentraman dan ketertiban umum daerah
b. keselarasan dan efektivitas hubungan antara pemerintahan
daerah dan Pemerintah serta antarpemerintahan daerah dalam
rangka pengembangan otonomi daerah
c. keselarasan antara kebijakan pemerintahan daerah dengan
kebijakan pemerintah
d. efektivitas hubungan antara pemerintah daerah dan DPRD
e. efektivitas proses pengambilan keputusan oleh DPRD beserta
tindak lanjut pelaksanaan keputusan
91
f. efektivitas proses pengambilan keputusan oleh kepala daerah
beserta tindak lanjut pelaksanaan keputusan
g. ketaatan pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan daerah
pada peraturan perundang-undangan
h. intensitas dan efektivitas proses konsultasi publik antara
pemerintah daerah dengan masyarakat atas penetapan
kebijakan publik yang strategis dan relevan untuk daerah
i. transparansi dalam pemanfaatan alokasi, pencairan dan
penyerapan DAU, DAK, dan Bagi Hasil
j. intensitas, efektivitas, dan transparansi pemungutan sumber-
sumber pendapatan asli daerah dan pinjaman/obligasi daerah
k. efektivitas perencanaan, penyusunan, pelaksanaan tata usaha,
pertanggung jawaban, dan pengawasan APBD
l. pengelolaan potensi daerah
m. terobosan/inovasi baru dalam penyelenggaraan pemerintahan
daerah.
2. Aspek penilaian EKPPD pada tataran pelaksanaan kebijakan
daerah (pasal 19)
a. kebijakan teknis penyelenggaraan urusan pemerintahan;
b. ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan;
c. tingkat capaian SPM
d. penataan kelembagaan daerah
e. pengelolaan kepegawaian daerah
92
f. perencanaan pembangunan daerah
g. pengelolaan keuangan daerah
h. pengelolaan barang milik daerah
i. pemberian fasilitasi terhadap partisipasi masyarakat
Penentuan tingkat kinerja pemerintah daerah dalam
memberikan skor EKPPD dilakukan dengan membandingkan kinerja
pemerintah daerah satu dengan daerah yang lainnya. Peringkat kinerja
ditetapkan dengan pengelompokan kinerja penyelenggaraan
pemerintahan daerah dalam kelompok berprestasi sangat tinggi (ST)
untuk skor ≥3, berprestasi tinggi (T) untuk skor ≥2, berprestasi sedang
(S) untuk skor ≥1, dan berprestasi rendah (R) untuk skor <1.
Penelitian yang menggunakan skor EKPPD dalam mengukur
kinerja pemerintah daerah yaitu penelitian yang dilakukan oleh
Nuritomo dan Rossieta (2014), penelitian Fontanella dan Rossieta
(2014), penelitian Irmawati dan Pratolo (2015), serta penelitian
Mudhofar dan Tahar (2016). Berdasarkan hal tersebut, pada penelitian
ini skor EKPPD dipilih untuk mengukur variabel kinerja pemerintah
daerah.
93
Tabel 3.1
Tabel Operasionalisasi Variabel
Variabel Indikator Skala Referensi
Politik
Dinasti
Terindikasi = 1
Tidak Terindikasi = 0 Dummy
Nuritomo
dan
Rossieta
(2014)
Desentralisasi
Fiskal
1. Kemandirian Daerah = Pendapatan Asli Daerah
Total Pendapatan
2. Ketergantungan Pada
Pemerintah Pusat = DAU + DAK
Total Pendapatan
Rasio
Fontanella
dan
Rossieta
(2014)
Akuntabilitas Opini Audit:
WTP = 5
WTP DPP = 4
WDP = 3
TW = 2
TMP = 1
Ordinal
Mudhofar
dan Tahar
(2016)
Kinerja
Pemda
Skor EKPPD
Interval
Mudhofar
dan Tahar
(2016)
95
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif.Penelitian kuantitatif
merupakan penelitian yang menggunakan data yang dinyatakan dalam
ukuran angka untuk mendeskripsikan suatu fenomena yang sudah dirinci
ke dalam variabel secara kuantitatif, membutuhkan perhitungan statistik
dan diukur dengan menggunakan skala pengukuran data yang dapat berupa
skala ordinal, interval atau rasio (Soentoro, 2015).
Penelitian ini menggunakan hubungan kausal. Menurut Sugiyono
(2012), hubungan kausal adalah hubungan yang bersifat sebab akibat. Jadi,
ada variabel independen (mempengaruhi) dan variabel dependen
(dipengaruhi).Penelitian dengan hubungan kausal digunakan untuk
mengetahui hubungan sebab akibat dari variabel-variabel yang diteliti
untuk menjawab pertanyaan peneliti.Tujuan penelitian ini adalah untuk
menganalisa pengaruh politik dinasti dan desentralisasi fiskal sebagai
variabel independen terhadap akuntabilitas pelaporan keuangan
pemerintah daerah sebagai variabel dependen serta kinerja pemerintah
daerah sebagai variabel pemoderasi.
Populasi dalam penelitian ini adalah pemerintah daerah di
Indonesia yang menjabat pada periode 2013-2015. Menurut data dari
Kementrian Dalam Negeri, tercatat ada 38 kepala daerah yang menjabat
pada periode 2013-2015 terindikasi politik dinasti. Daerah yang dikatakan
96
terindikasi politik dinasti pada penelitian ini adalah pemerintah daerah
yang mewarisi jabatan publik yang sama dari anggota keluarga mereka
yang menjabat sebelum mereka (Asako et al, 2012) dan mereka yang
melakukan perluasan kekuasaan di tingkat eksekutif yang dilakukan suatu
keluarga (Nuritomo dan Rossieta, 2014). Hal tersebut berdasarkan data
yang diperoleh dari Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kementrian
Dalam Negeri yang sudah dijabarkan pada Tabel 3.1.
Penelitian ini menggunakan data tahun 2013 sampai dengan tahun
2015.Periode tersebut dipilih karena dianggap sebagai periode dimana
politik dinasti mulai bermunculan dan data pemerintah daerah yang
dipublikasi oleh Kementrian Dalam Negeri hanya terbatas sampai periode
2015.Data Politik Dinasti diperoleh dari data Direktorat Jenderal Otonomi
Daerah Kementrian Dalam Negeri. Variabel politik dinasti ini diukur
menggunakan variabel dummy dimana nilai 1 untuk daerah yang
terindikasi politik dinasti dan nilai 0 untuk daerah yang tidak terindikasi
poitik dinasti.
Data desentralisasi fiskal yang digunakan adalah data ringkasan
keuangan daerah yang diperoleh dari website Direktorat Jenderal
Perimbangan Keuangan Kementrian Keuangan yang diakses pada
www.djpk.kemenkeu.go.id.Sampel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah pemerintah daerah yang terindikasi politik dinasti beserta
pembanding yaitu daerah yang tidak terindikasi politik dinasti.Sehingga
data desentralisasi fiskal yang digunakan adalah daerah daerah yang
97
terindikasi politik dinasti dan daerah pembanding yang tidak terindikasi
politik dinasti.Desentralisasi fiskal dalam penelitian ini diukur
menggunakan dua proksi, yaitu kemandirian daerah dan ketergantungan
pada pemerintah pusat. Dimana kemandirian daerah merupakan
perbandingan dari Penghasilan Asli Daerah (PAD) dengan total
pendapatan daerah. Sedangkan ketergantungan pada pemerintah pusat
merupakan perhitungan Dana Alokasi Umum (DAU) ditambah dengan
Dana Alokasi Khusus (DAK) dibagi dengan total pendapatan daerah.
Data yang digunakan untuk variabel moderasi kinerja pemerintah
daerah dalam penelitian ini adalah data skor Evaluasi Kinerja Pelaksana
Pemerintah Daerah (EKPPD) yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal
Otonomi Daerah Kementrian Dalam Negeri dan dipublikasikan melalui
website yang di akses pada www.otda.kemendagri.go.id.
Variabel dependen pada penelitian ini yaitu akuntabilitas laporan
keuangan pemerintah daerah. Variable ini diukur menggunakan proksi
opini audit yang dikeluarkan oleh BPK, diukur menggunakan skala ordinal
dari paling rendah sampai tinggi yaitu 1 = Tidak menyatakan pendapat
(TMP) , 2 = Tidak Wajar (TW) , 3 = Wajar Dengan Pengecualian (WDP) ,
4 = Wajar Tanpa Pengecualian Dengan Paragraf Penjelas ( WTP-DPP) , 5
= Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Data untuk variabel dependen
akuntabilitas laporan keuangan pemerintah daerah bersumber dari opini
audit yang dikeluarkan oleh BPK RI dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan
Semester (IHPS) dan dipublikasikan pada www.bpk.go.id.
98
Sampel pada penelitian ini dipilih berasarkan purposive sampling,
yaitu sampel dipilih berdasarkan kriteria-kriteria tertentu.Kriteria-kriteria
tersebut dijelaskan dalam tabel 4.1 yang tertera dibawah ini.
Tabel 4.1
Tahapan Seleksi Sampel dengan Kriteria
Proses Pengambilan Sampel Jumlah Pemerintah Daerah
2013 2014 2015
Jumlah Pemerintah Daerah di Indonesia 542 542 542
Jumlah Pemerintah Daerah yang
Diaudit BPK 542 542 542
Jumlah Pemerintah Daerah yang
Tercatat dalam Ringkasan APBD DJPK 542 542 542
Jumlah Pemerintah Daerah yang tercatat
dalam Keputusan Kemendagri 507 521 524
Jumlah Pemerintah Daerah yang
Terindikasi 38 38 36
Jumlah Pemerintah Daerah Pembanding 38 38 36
Jumlah Sampel Pemerintah Daerah 76 76 72
Jumlah Tahun Pengamatan 3
Jumlah Sampel Pengamatan 224
Sumber: Data Diolah
Jumlah daerah otonom di Indonesia adalah 542 yang terdiri dari 34
Provinsi, 415 Kabupaten, dan 93 Kota. Dari jumlah daerah otonom
tersebut, terdapat 38 daerah terindikasi politik dinasti pada tahun 2013, 38
daerah terindikasi politik dinasti pada tahun 2014, dan 36 daerah
terindikasi politik dinasti pada tahun 2015. Sehingga pemerintah daerah
yang dijadikan sampel pengamatan berjumlah 224, yang terdiri dari 112
pemerintah daerah yang terindikasi politik dinasti dan 112 pemerintah
daerah yang tidak terindikasi politik dinasti.
B. Hasil Uji Analisis Data Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan model
regresi logistik ordinal.Alasan menggunakan alat analisis tersebut karena
99
variabel terikat merupakan data dengan skala ordinal.Skala ordinal
merupakan skala pengukuran yang digunakan untuk membedakan data
yang mengandung unsur peringkat (ranking).Regresi logistik ordinal itu
sendiri merupakan salah satu bagian dari analisis regresi logistik.
1. Hasil Uji Statistik Deskriptif
Berdasarkan hasil uji statistik deskriptif diperoleh sebanyak
224 data observasi yang berasal dari data pemerintah daerah yang
terindikasi politik dinasti yang berjumlah 112 dan pemerintah daerah
yang menjadi pembanding berjumlah 112. Pada tahun 2013 berjumlah
38 beserta pembandingnya yaitu daerah yang tidak terindikasi politik
dinasti dengan jumlah yang sama, data pemerintah daerah yang
terindikasi politik dinasti pada tahun 2014 berjumlah 38 beserta
pembandingnya dengan jumlah yang sama, dan data pemerintah yang
terindikasi politik dinasti pada tahun 2015 berjumlah 36 beserta
pembandingnya dengan jumlah yang sama.
Tabel 4.2
Tabel Statistik Deskriptif
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean
Std.
Deviation
PD 224 ,0000 1,0000 ,500000 ,5011198
KD 224 ,0203 ,6797 ,144506 ,1354020
KPP 224 ,0000 1,0731 ,599367 ,1974431
KPD 224 ,0000 3,5018 2,757205 ,6003502
AK 224 1,0000 5,0000 4,138393 1,0432568
Valid N
(listwise)
224
Sumber: Outpus SPSS
100
Berdasarkan Tabel 4.2 hasil analisis dengan menggunakan
statistik deskriptif dijelaskan sebagai berikut:
a. Hasil Analisis Deskriptif Variabel Politik Dinasti (PD)
Hasil analisis deskriptif terhadap variabel politik dinasti
menunjukkan nilai minimum sebesar 0 dan nilai maksimum
sebesar 1 dengan mean sebesar 0,5 dan standar deviasi sebesar
0,5011198. Nilai mean sebesar 0,5 menunjukkan bahwa jumlah
sampel pemerintah daerah yang terindikasi politik dinasti tidak
lebih banyak dari pada jumlah pemerintah daerah yang tidak
terindikasi politik dinasti. hal tersebut dikarenakan dalam
penelitian ini menggunakan sampel pembanding yang jumlahnya
sama dengan jumlah sampel daerah yang terindikasi politik dinasti.
Dimana daerah yang terindikasi politik dinasti berjumlah 112 dan
menggunakan daerah pembanding yang tidak terindikasi politik
dinasti dengan jumlah yanng sama yaitu 112 pemerintah daerah.
Pada penelitian ini, variabel politik dinasti memiliki nilai
standar deviasi yang lebih besar dari pada nilai rata-rata (mean).
Hal tersebut karena variabel politik dinasti menggunakan proksi
dummy yang merupakan skala nominal. Menurut Ghazali (2013),
nilai rata-rata dan standar deviasi tidak tepat digunakan sebagai
alat analisis kualitas data, karena kode angka yang digunakan
dalam skala nominal hanya berfungsi sebagai label kategorikal
semata tanpa nilai intrinsik dan tidak memiliki arti apa-apa.
101
b. Hasil Analisis Deskriptif Variabel Kemandirian Daerah (KD)
Hasil dari analisis deskriptif variabel kemandirian daerah
menunjukkan nilai minimum sebesar 0,0203 dan nilai maksimum
sebesar 0,6797 dengan rata-rata (mean) 0,144506 dan standar
deviasi sebesar 0,1354020. Nilai minimum tersebut menunjukkan
tingkat kemandirian daerah Kabupaten Way Kanan pada tahun
2013 dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp
15.908.500.000 dan total pendapatan sebesar Rp 783.407.434.960
sehingga memiliki nilai kemandirian daerah paling rendah yaitu
sebesar 0,0203. Nilai maksimum menujukkan tingkat kemandirian
daerah Provinsi Banten tahun 2014 dengan Pendapatan Asli
Daerah (PAD) sebesar Rp 4.675.126.000.000 dan total pendapatan
sebesar Rp 6.878.071.982.000 sehingga memiliki nilai kemandirian
daerah paling tinggi yaitu sebesar 0,6797. Nilai rata-rata (mean)
sebesar 0,144506 menunjukkan rata-rata tingkat kemandirian
pemerintah daerah yang menjadi sampel penelitian sebesar
14%.Berdasarkan skala interval derajat desentralisasi fiskal yang
dikemukakan oleh Tim Fisipol UGM, persentase kemandirian
daerah sebesar 14% berarti kemampuan keuangan daerah dikatakan
kurang.
102
Tabel 4.3
Tabel Skala Interval Derajat Desentralisasi Fiskal
Persentase Kemampuan Keuangan
Daerah
0,00 - 10,00 Sangat Kurang
10,01 – 20,00 Kurang
20,01 – 30,00 Cukup
30,01 – 40,00 Sedang
40,01 – 50,00 Baik
>50 Sangat Baik
Sumber: Tim Litbag Depdagri Fisipol UGM
Persentase rata-rata tingkat kemandirian daerah
menunjukkan nilai yang cukup rendah, sehingga dapat dikatakan
bahwa banyak daerah yang masih belum mandiri dalam hal
mengelola sumber dayanya menjadi sumber pendapatan daerah,
artinya daerah belum mampu untuk membiayai pengeluaran
rutinnya.Masih banyak pemerintah daerah yang dianggap belum
mandiri atau tidak mampu membiayai kegiatan belanja maupun
operasionalnya. Hal ini dapat ditemui dari banyaknya jumlah
pemerintah daerah yang sebagaian besar pendapatan daerah berasal
dari dana transfer pemerintah pusat. Hal tersebut berkaitan dengan
kurangnya kemampuan dan kewenangan daerah dalam menggali
sumber-sumber pendapatan untuk mengurangi tingkat
ketergantungan pada pemerintah pusat.Selain itu, sumber-sumber
pendanaan yang potensial masih dikuasai oleh pusat.
Hasil analisis deskriptif variabel kemandirian daerah
menunjukkan nilai rata-rata (mean) lebih besar dari nilai standar
deviasi.Hal ini menunjukkan bahwa kualitas data dari variabel
103
kemandirian daerah cukup baik, karena nilai rata-rata yang lebih
besar dari nilai standar deviasinya menunjukkan standar error dari
variabel tersebut kecil.
c. Hasil Analisis Deskriptif Variabel Ketergantungan pada
Pemerintah Pusat (KPP)
Hasil analisis deskriptif dari variabel ketergantungan pada
pemerintah pusat menunjukkan nilai minimum sebesar 0,0000 dan
nilai maksimum sebesar 1,0731 dengan nilai rata-rata (mean)
sebesar 0,599367dan standar deviasi sebesar 0,1974431. Nilai
minimum menunjukkan tingkat ketergantungan pada pemerintah
pusat Kabupaten Kutai Kartanegara tahun 2015. Nilai 0 disini
karena dalam data ringkasan anggaran pemerintah daerah yang
dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan tidak
menyajikan jumlah Dana Alokasi Umum (DAU) dan jumlah Dana
Alokasi Khusus (DAK) Kabupaten Kutai Kartanegara pada tahun
2015, sehingga hasil perhitungan rasio tingkat ketergantungan pada
pemerintah pusatnya sebesar 0. Nilai maksimum menunjukkan
tingkat ketergantungan pada pemerintah pusat Kota Banjar tahun
2015 dengan Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp
677.982.845.000, Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar Rp
622.780.000 dan total pendapatan sebesar Rp 632.403.535.018
sehingga memiliki tingkat ketergantungan pada pemerintah pusat
paling tinggi dengan nilai sebesar 1,0731. Nilai rata-rata (mean)
104
sebesar 0,599367menunjukkan bahwa rata-rata tingkat
ketergatungan pada pemerintah pusat daerah yang menjadi sampel
penelitian adalah sebesar 59,9%.
Persentase tersebut menunjukkan nilai yang cukup tinggi,
sehingga dapat dikatakan bahwa banyak daerah yang masih
bergantung pada dana transfer yang diberikan oleh pemerintah
pusat. Hal tersebut berkaitan dengan kurangnya kemampuan dan
kewenangan daerah dalam menggali sumber-sumber pendapatan
untuk mengurangi tingkat ketergantungan pada pemerintah pusat.
Selain itu, sumber-sumber pendanaan yang potensial masih
dikuasai oleh pusat, sehingga daerah masih sangat bergantung pada
dana yang diberikan oleh pemerintah pusat.
Hasil analisis deskriptif variabel ketergantungan pada
pemerintah pusat menunjukkan nilai rata-rata (mean) lebih besar
dari nilai standar deviasi.Hal ini menunjukkan bahwa kualitas data
dari variabel ketergantungan pada pemerintah pusat cukup baik,
karena nilai rata-rata yang lebih besar dari nilai standar deviasinya
menunjukkan standar error dari variabel tersebut kecil.
d. Hasil Analisis Deskriptif Variabel Kinerja Pemerintah Daerah
(KPD)
Hasil analisis deskriptif variabel kinerja pemerintah daerah
menujukkan nilai minimum sebesar 0 dan nilai maksimum sebesar
3,5018 dengan nilai rata-rata (mean) sebesar 2,757205 dan standar
105
deviasi sebesar 0,6003502. Nilai minimum tersebut menunjukkan
daerah yang tidak mendapatkan skor EKPPD dari Kementrian
Dalam Negeri karena kepala daerahnya menjadi tersangka kasus
tindak pidana korupsi sehingga statusnya dalam skor EKPPD
adalah N/A (Not Available) dan pada penelitian ini diberikan skor
0. Daerah-daerah yang diberikan nilai 0 yaitu Kabupaten
Pringsewu tahun 2013, Kota Tangerang Selatan tahun 2013,
Kabupaten Barru tahun 2015 dan Kota Cimahi tahun 2015. Nilai
maksimum menunjukkan skor kinerja pada Kabupaten Padang
Lawas Utara tahun 2015. Nilai rata-rata (mean) sebesar 2,757205
menunjukkan nilai yang cukup tinggi sehingga dapat dikatakan
bahwa daerah yang menjadi sampel penelitian ini memiliki kinerja
yang cukup baik.
Hasil analisis deskriptif variabel kinerja pemerintah daerah
menunjukkan nilai rata-rata (mean) lebih besar dari nilai standar
deviasi.Hal ini menunjukkan bahwa kualitas data dari variabel
kinerja pemerintah daerah cukup baik, karena nilai rata-rata yang
lebih besar dari nilai standar deviasinya menunjukkan standar error
dari variabel tersebut kecil.
106
e. Hasil Analisis Deskriptif Variabel Akuntabilitas Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah (AK)
Hasil analisis deskriptif dari variabel akuntabilitas laporan
keuangan pemerintah daerah menunjukkan nilai minimum sebesar
1 dan nilai maksimum sebesar 5 dengan nilai rata-rata (mean)
sebesar 4,138393 dan standar deviasi sebesar 1,0432568. Nilai
minimum menunjukkan daerah yang memiliki opini audit Tidak
Wajar (TW) dan di berikan skor 1. Nilai maksimum menunjukkan
daerah yang memiliki opini audit Wajar Tanpa Pengecualian
(WTP) dengan skor 5. Nilai rata-rata (mean) sebesar 4,138393
menunjukkan bahwa rata-rata pemerintah daerah memiliki opini
audit yang baik ari BPK RI yaitu pada rata-rata 4. Nilai tersebut
menunjukkan nilai yang cukup tinggi, sehingga dapat dikatakan
bahwa banyak daerah yang mendapatkan opini yang baik dari BPK
RI.
Hasil analisis deskriptif variabel akuntabilitas laporan
keuangan pemerintah daerah menunjukkan nilai rata-rata (mean)
lebih besar dari nilai standar deviasi.Hal ini menunjukkan bahwa
kualitas data dari variabel ketergantungan pada pemerintah pusat
cukup baik, karena nilai rata-rata yang lebih besar dari nilai standar
deviasinya menunjukkan standar error dari variabel tersebut kecil.
107
2. Hasil Analisis dan Pembahasan
1. Hasil Uji Kelayakan Model (Overall Model Fit)
Pengujian keseluruhan model dilakukan dengan
membandingkan nilai antara -2 Log Likelihood awal dengan -2 Log
Likelihood akhir. Dimana nilai -2 Log Likelihood awal
menggambarkan nilai sebelum memasukkan variabel independen,
sedangkan nilai -2 Log Likelihood akhir menunjukkan nilai setelah
memasukkan variabel independen. Selisih antara nilai -2 Log
Likelihood awal dengan nilai -2 Log Likelihood akhir merupakan
nilai Chi-Square. Hipotesis untuk menilai model fit adalah:
𝐻0: Model yang dihipotesiskan fit dengan data
𝐻𝑎: Model yang dihipotesiskan tidak fit dengan data
Berdasarkan hipotesis ini maka 晜0 harus diterima dan 𝐻𝑎 harus
ditolak agar model fit dengan data.
Tabel 4.4
Tabel Model Fitting Information
(Hasil Uji Variabel Independen)
Model Fitting Information
Model -2 Log Likelihood Chi-Square df Sig.
Intercept Only 496,771
Final 431,085 65,685 3 ,000
Link function: Negative Log-log.
Sumber: Output SPSS
Berdasarkan hasil pengolahan SPSS, pada tabel 4.4
menunjukkan bahwa pengujian variabel independen memiliki nilai
-2 Log Likelihood awal sebesar 496,771 yang ditunjukkan oleh
nilai intercept only dan nilai -2 Log Likelihood akhir sebesar
108
431,085 yang ditunjukkan oleh nilai final. Selisih dari nilai -2 Log
Likelihood awal dengan nilai -2 Log Likelihood akhir sebesar
65,685 yang ditunjukkan oleh nilai Chi-Square dengan signifikansi
0,000. Nilai -2 Log Likelihood awal menunjukkan nilai model
tanpa memasukkan variabel independen dan nilail -2 Log
Likelihood akhir menunjukka nilai model dengan memasukkan
variabel independen. Dari hasil tersebut dapat diartikan bahwa
model dengan variabel independen lebih baik dibandingkan hanya
model dengan intercept saja dan model dapat dikatakan fit.
Tabel 4.5
Tabel Model Fitting Information
(Hasil Uji Moderasi)
Model Fitting Information
Model -2 Log Likelihood Chi-Square df Sig.
Intercept Only 496,771
Final 412,796 83,975 7 ,000
Link function: Negative Log-log.
Sumber: Output SPSS
Hasil uji moderasi pada tabel 4.5 menunjukkan nilai -2 Log
Likelihood awal sebesar 496,771 yang ditunjukkan oleh nilai
intercept only dan nilai -2 Log Likelihood akhir sebesar 412,796
yang ditunjukkan oleh nilai final. Selisih dari nilai -2 Log
Likelihood awal dengan nilai -2 Log Likelihood akhir sebesar
83,975 yang ditunjukkan oleh nilai Chi-Square dengan signifikansi
0,000. Nilai -2 Log Likelihood awal menunjukkan nilai model
tanpa memasukkan variabel independen dan nilail -2 Log
Likelihood akhir menunjukkan nilai model dengan memasukkan
109
variabel independen.Dari hasil tersebut dapat diartikan bahwa
model dengan variabel independen lebih baik dibandingkan hanya
model dengan intercept saja dan model dapat dikatakan fit.
2. Hasil Uji Kelayakan Model Regresi
Kelayakan model regresi dengan data dinilai dengan
Goodness of Fit Test. Goodness of Fit Test menguji hipotesis nol
bahwa data empiris cocok atau sesuai dengan model (tidak ada
perbedaan antara model dengan data sehingga model dapat
dikatakan fit). Jika nilai Goodness of Fit Test statistik sama dengan
kurang dari 0,05, maka hipotesis nol ditolak yang berarti ada
perbedaan signifikan antara model dengan nilai observasinya
sehingga Goodness of Fit model tidak baik karena model tidak
dapat meprediksi nilai observasinya. Jika nilai statistik Goodness
of Fit lebih besar dari 0,05, maka hipotesis nol tidak dapat ditolak
dan berarti model mampu memprediksi nilai observasinya atau
dapat dikatakan model dapat diterima karena cocok dengan data
observasinya (Ghazali, 2016).
Tabel 4.6
Tabel Goodness of Fit
(Hasil Uji Variabel Independen)
Goodness-of-Fit
Chi-Square df Sig.
Pearson 681,616 889 1,000
Deviance 431,085 889 1,000
Link function: Negative Log-log.
Sumber: Output SPSS
110
Berdasarkan uji Goodness of Fit variabel independen yang
ditunjukkan pada tabel 4.6, diketahui bahwa nilai Chi-square
Pearson sebesar 681,616 dengan signifikansi 1,000 (>0,05) dan
nilai Chi-square Deviance sebesar 431,085 dengan signifikansi
1,000 (>0,05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa nilai signifikansi
lebih besar dari pada alfa (0,05), sehingga hipotesis nol tidak dapat
ditolak. Jika hipotesis nol tidak dapat ditolak, maka berarti model
mampu memprediksi nilai observasinya atau dapat dikatakan
model dapat diterima karena cocok dengan data observasinya
sehingga model ini dapat digunakan untuk analisis selanjutnya.
Table 4.7
Tabel Goodness of Fit
(Hasil Uji Moderasi)
Goodness-of-Fit
Chi-Square df Sig.
Pearson 619,091 885 1,000
Deviance 412,796 885 1,000
Link function: Negative Log-log.
Sumber: Output SPSS
Berdasarkan hasil uji Goodness of Fit moderasi yang
ditunjukkan pada tabel 4.7, diketahui bahwa nilai Chi-square
pearson sebesar 619,091 dengan signifikansi 1,000 (>0,05) dan
nilai Chi-square deviance sebesar 412,796 dengan signifikansi
1,000 (>0,05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa nilai signifikansi
lebih besar dari pada alfa (0,05), sehingga hipotesis nol tidak dapat
ditolak. Jika hipotesis nol tidak dapat ditolak, maka berarti model
mampu memprediksi nilai observasinya atau dapat dikatakan
111
model dapat diterima karena cocok dengan data observasinya
sehingga model ini dapat digunakan untuk analisis selanjutnya.
3. Hasil Uji Koefisien Determinasi
Uji koefisien determinasi pada analisis regresi logistik
ditunjukkan oleh tabel Pseudo R-Square yang berisi Cox and Snell,
Nagelkerke dan McFadden. Cox and Snell’s R Square merupakan
ukuran yang mencoba meniru ukuran R2 pada multiple regresion
yang didasarkan pada teknik estimasi likelihood dengan nilai
minimum kurang dari satu. Nagelkerke’s R Square merupakan
modifikasi dari koefisien Cox and Snell untuk memastikan nilainya
bervariasi dari nol sampai satu. Hal ini dilakukan dengan cara
membagi nilai Cox and Snell R2 dengan nilai maksimumnya. Nilai
Nagelkerke’s R2 dapat diinterpretsikan seperti nilai R2
pada
multiple regression. Nilai McFadden R2 didasarkan pada log
likelihood kernels untuk model dengan intersep saja dan model
yang diestimasi secara penuh (Ghazali, 2016).
Tabel 4.8
Tabel Pseudo R-Square
(Hasil Uji Variabel Independen)
Pseudo R-Square
Cox and Snell ,254
Nagelkerke ,285
McFadden ,132
Link function: Negative Log-log.
Sumber: Output SPSS
Berdasarkan hasil uji koefisien determinasi variabel
independen yang ditunjukkan pada tabel 4.8, nilai McFadden
112
sebesar 0,132 yang berarti bahwa variabilitas variabel dependen
yang dapat dijelaskan oleh variabel independen dalam penelitian
ini adalah sebesar 13,2% atau dapat dikatakan bahwa variasi
Akuntabilitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah yang dapat
dijelaskan oleh variasi variabel independen dalam penelitian ini
(politik dinasti, kemandirian daerah dan ketergantungan pada
pemerintah pusat) adalah sebesar 13,2%, sedangkan 86,8%
dijelaskan oleh variabel lain diluar model.
Tabel 4.9
Tabel Pseudo R Square
(Hasil Uji Moderasi)
Pseudo R-Square
Cox and Snell ,313
Nagelkerke ,351
McFadden ,169
Link function: Negative Log-log.
Sumber: Output SPSS
Berdasarkan hasil uji koefisien determinasi moderasi yang
ditunjukkan pada tabel 4.9, nilai McFadden sebesar 0,169 yang
berarti bahwa variabilitas variabel dependen yang dapat dijelaskan
oleh variabel independen yang telah di moderasi dalam penelitian
ini adalah sebesar 16,9% atau dapat dikatakan bahwa variasi
Akuntabilitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah yang dapat
dijelaskan oleh variasi variabel independen yang telah dimoderasi
dalam penelitian ini (politik dinasti yang dimoderasi kinerja,
kemandirian daerah yang dimoderasi kinerja, dan ketergantungan
pada pemerintah pusat yang dimoderasi kinerja) adalah sebesar
113
16,9%, sedangkan 83,1% dijelaskan oleh variabel lain diluar
model.
4. Hasil Uji Parallel Lines
Uji parallel lines menilai apakah asumsi bahwa semua
kategori memiliki parameter yang sama atau tidak. Nilai yang
diinginkan adalah tidak signifikan yaitu p>0,05. Hasil uji parallel
lines yang menunjukkan p<0,05 berarti model tidak cocok. Ketidak
cocokan model ini dapat disebabkan karena salah dalam memilih
link function atau kesalahan dalam membuat peringkat
kategori.Untuk itu dapat dilakukan pemodelan kembali dengan
memilih link function lain (Ghazali, 2016). Pada analisis regresi
logistik odinal, terdapat beberapa link function, diantaranya ada
logit yang digunakan untuk sebagian besar data, cauchit untuk data
yang memiliki angka ekstrim, negative log-log untuk data yang
nilainya relatif rendah, complementary log-log untuk data yang
nilainya relatif tinggi, dan probit untuk data normal.
Penelitian ini menggunakan link functionnegative log-log
dimana link function jenis ini digunakan untuk jenis data yang
memiliki nilia relatif rendah.Link function ini dipilih dalam
penelitian ini karena data dalam penelitian ini cenderung bernilai
rendah. Dengan menggunakan link function negative log-log, hasil
yang ditunjukkan lebih baik dibandingkan dengan link function lain
114
sehingga link function tersebut dianggap paling cocok dengan
model.
Tabel 4.10
Tabel Test of Parallel Lines
(Hasil Uji Variabel Independen)
Test of Parallel Linesa
Model -2 Log Likelihood Chi-Square df Sig.
Null Hypothesis 431,085
General 424,392b 6,693
c 9 ,669
The null hypothesis states that the location parameters (slope
coefficients) are the same across response categories.
a. Link function: Negative Log-log.
b. The log-likelihood value cannot be further increased after
maximum number of step-halving.
c. The Chi-Square statistic is computed based on the log-likelihood
value of the last iteration of the general model. Validity of the test
is uncertain.
Sumber: Output SPSS
Berdasarkan hasil uji parallel lines variabel independen
yang ditunjukkan pada tabel 4.10 menunjukkan nilai -2 Log
LikelihoodNull Hypothesis sebesar 431,085 dan -2 Log Likelihood
General sebesar 424,392 dengan nilai Chi-square sebesar 6,693
dan signifikansi 0,669 (>0,05). Dari nilai signifikan tersebut dapat
diartikan bahwa model sudah sesuai karena nilai signifikan lebih
besar dari alfa (0,05) sehingga H0 tidak dapat ditolak.
115
Tabel 4.11
Tabel Test of Parallel Lines
(Hasil Uji Moderasi)
Test of Parallel Linesa
Model -2 Log Likelihood Chi-Square df Sig.
Null Hypothesis 412,796
General 382,418b 30,378
c 21 ,085
The null hypothesis states that the location parameters (slope
coefficients) are the same across response categories.
a. Link function: Negative Log-log.
b. The log-likelihood value cannot be further increased after
maximum number of step-halving.
c. The Chi-Square statistic is computed based on the log-likelihood
value of the last iteration of the general model. Validity of the test
is uncertain.
Sumber: Output SPSS
Berdasarkan hasil uji parallel lines moderasi yang
ditunjukkan pada tabel 4.11 menunjukkan nilai -2 Log Likelihood
Null Hypothesis sebesar 412,796 dan -2 Log Likelihood General
sebesar 382,418 dengan nilai Chi-square sebesar 30,378 dan
signifikansi 0,085 (>0,05). Dari nilai signifikan tersebut dapat
diartikan bahwa model sudah sesuai karena nilai signifikan lebih
besar dari alfa (0,05) sehingga H0 tidak dapat ditolak.
5. Hasil Uji Hipotesis
Pada regresi logistik ordinal, uji hipotesis menggunakan
parameter estimates. Estimasi parameter dari model dapat dilihat
pada output parameter estimate. Output parameter estimates
menunjukkan nilai koefisien regresi dan tingkat signifikannya.
Koefisien regresi dari tiap variabel yang diuji menunjukkan bentuk
116
hubungan antar variabel. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai wald
dengan nilai signifikansinya.
pengujian hipotesis pada penelitian ini merupakan uji dua
sisi yang dilakukan dengan cara membandingkan antara tingkat
signifikansi (sig) dengan nilai kesalahan (α) = 5%. Apabila sig < α,
maka dapat dikatakan variabel bebas berpengaruh signifikan
terhadap variabel terikat.Sedangkan jika sig > α, maka dapat
dikatakan bahwa variabel bebas tidak berpengaruh signifikan
terhadap variabel terikat.
Hasil pengujian hipotesis dalam penelitian ini adalah untuk
menguji variabel independen politik dinasti, kemandirian daerah
dan ketergantungan pada pemerintah pusat terhadap akuntabilitas
laporan keuangan pemerintah daerah dengan memakai variabel
moderasi kinerja pemeritah daerah menggunakan analisis regresi
logistik ordinal.
Penelitian ini memiliki 6 hipotesis yang akan dianalisis
dengan dua model persamaan. Model persamaan pertama
digunakan untuk menguji H1, H2 dan H3. Sedangkan model
persamaan kedua digunakan untuk menguji H4, H5 dan H6. Untuk
meguji H4, H5 dan H6, peneliti menggunakan uji interaksi atau
disebut dengan Moderated Regression Analysis.
1. Dari hasil pengujian hipotesis pada penelitian ini, menghasilkan
dua model regresi.Model pertama untuk pengujian variabel
117
independen terhadap variabel dependen seperti yang
ditunjukkan oleh tabel 4.11.model kedua untuk pengujian
variabel moderasi seperti yang ditunjukkan oleh tabel 4.12.
Berikut adalah model regresi yang dihasilkan:
1. Model persamaan pertama (Tabel 4.12)
AK= α0 + α1PD + α2KD + α3KPP + e
2. Model persamaan kedua (Tabel 4.13)
AK= α0 + α1PD + α2KD + α3KPP + α4KPD + α5PD*KPD +
α6KD*KPD +α7KPP*KPD + e
Tabel 4.12
Tabel Parameter Estimates
(Hasil Uji Variabel Independen)
Parameter Estimates
Estimate
Std.
Error Wald df Sig.
95% Confidence
Interval
Lower
Bound
Upper
Bound
Threshold [AK = 1] -3,264 ,492 43,929 1 ,000 -4,229 -2,299
[AK = 2] -3,161 ,489 41,787 1 ,000 -4,119 -2,202
[AK = 3] -1,641 ,445 13,582 1 ,000 -2,514 -,768
[AK = 4] -1,166 ,442 6,977 1 ,008 -2,031 -,301
Location PD -1,337 ,180 54,950 1 ,000 -1,690 -,983
KD -,907 ,799 1,287 1 ,257 -2,474 ,660
KPP -1,164 ,559 4,336 1 ,037 -2,259 -,068
Link function: Negative Log-log.
Sumber: Output SPSS
118
Tabel 4.13
Tabel Parameter Estimates
(Hasil Uji Moderasi)
Parameter Estimates
Estimat
e
Std.
Error Wald df Sig.
95% Confidence
Interval
Lower
Bound
Upper
Bound
Threshold [AK = 1] 4,326 3,905 1,227 1 ,268 -3,328 11,979
[AK = 2] 4,437 3,905 1,291 1 ,256 -3,217 12,091
[AK = 3] 6,046 3,912 2,388 1 ,122 -1,622 13,714
[AK = 4] 6,570 3,916 2,815 1 ,093 -1,105 14,245
Location PD ,325 ,882 ,136 1 ,712 -1,404 2,055
KD -,252 6,477 ,002 1 ,969 -12,945 12,442
KPP 6,602 4,556 2,099 1 ,147 -2,328 15,531
KPD 2,628 1,323 3,945 1 ,047 ,035 5,222
PD * KPD -,595 ,311 3,643 1 ,056 -1,205 ,016
KD * KPD ,138 2,277 ,004 1 ,952 -4,325 4,601
KPP * KPD -2,662 1,538 2,994 1 ,084 -5,677 ,353
Link function: Negative Log-log.
Sumber: Output SPSS
Berdasarkan hasil pengujian regresi logistik sebagaimana
telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, interpretasi hasil
disajikan dalam enam bagian.Bagian pertama menjelaskan
pengaruh politik dinasti (PD) terhadap akuntabilitas laporan
keuangan pemerintah daerah (AK).Bagian kedua menjelaskan
pengaruh kemandirian daerah (KD) terhadap akuntabilitas laporan
keuangan pemerintah daerah (AK).Bagian ketiga menjelaskan
pengaruh ketergantungan pada pemerintah pusat (KPP) terhadap
akuntabilitas laporan keuangan pemerintah daerah (AK).Bagian
keempat menjelaskan pengaruh kinerja pemerintah daerah (KPD)
sebagai pemoderasi antara politik dinasti (PD) dengan akuntabilitas
119
laporan keuangan pemerintah daerah (AK).Bagian kelima
menjelaskan pengaruh kinerja pemerintah daerah (KPD) sebagai
pemoderasi antara kemandirian daerah (KD) dengan akuntabilitas
laporan keuangan pemerintah daerah (AK).Bagian keenam
menjelaskan pengaruh kinerja pemerintah daerah (KPD) sebagai
pemoderasi antara ketergantunngan pada pemerintah pusat (KPP)
dengan akuntabilitas laporan keuangan pemerintah daerah (AK).
a. Pengaruh Politik Dinasti (PD) Terhadap Akuntabilitas
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
Hasil pengujian satatistik menggunakan SPPS
menunjukkan bahwa politik dinasti memiliki nilai estimate
sebesar -1,337 dengan signifikansi 0,000 yang berarti lebih
kecil dari α=0,05. Nilai alfa dibawah 0,05 menunjukkan bahwa
politik dinasti berpengaruh terhadap akuntabilitas laporan
keuangan pemerintah daerah. Dari hasil tersebut, maka
hipotesis pertama (H1) berhasil didukung.
Berdasarkan hasil penilitian ini, ditemukan adanya
pengaruh politik dinasti terhadap akuntabilitas laporan
keuangan pemerintah daerah.Hal ini terjadi karena beberapa
alasan. Yang pertama, keberadaan politik dinasti mempersulit
munculnya calon alternatif bagi rakyat, karena politik dinasti
memiliki kesempatan yang lebih besar untuk memenangkan
pemilihan umum, sehingga menyababkan rendahnya kualitas
120
calon kepala daerah dan dapat mempengaruhi pengeloaan dana
publik serta mempengaruhi akuntabilitas pelaporan keuangan
daerah (Querubin, 2015).
Menurut Mendoza et al., (2012), politik dinasti dapat
melemahkan kompetisi politik, mengurangi akuntabilitas
laporan keungan pemerintah daerah, membuat kekuasaan
politik menjadi terpusat, dan melanggengkan hubungan patron-
klien dalam politik tradisional. Menguatnya politik dinasti
dapat menyebabkan potensi korupsi yang dilakukan para
anggota keluarga dinasti yang berkuasa di daerah semakin besar
(Hasibuan, 2013).Politik desentralisasi telah memberikan porsi
kekuasaan yang besar terhadap daerah. Implikasinya adalah
kelompok elit politik lokal lebih memiliki akses dalam
mengontrol sumber daya kekuasaan, dan lebih banyak terlibat
dalam proses politik.
Calon kepala daerah yang kurang berkualitas
disebabkan karena para calon politik dinasti terpilih bukan
karena kualitas tetapi karena popularitas. Orang-orang yang
berasal dari politik dinasti akan lebih dikenal karena adanya
anggota keluarga yang menjabat terlebih dahulu. Kaderisasi di
dalam partai pun hanya mementingkan mahar politik dan
mempertimbangkan tingkat populeritas serta mementingkan
perolehan suara saat pemilu, bukan kualitas, visi dan misi yang
121
diusung oleh calon kepala daerah tersebut.Hal ini terjadi karena
di Indonesia sendiri sangat sulit maju sebagai calon
independen, sehingga sulit juga bagi rakyat memunculkan calon
alternatif yang memang bukan dari kalangan politik
dinasti.Karena di dalam partai itu sendiri, kekuasaan sudah
didominnasi oleh elit lokal yang memiliki hubungan
kekerabatan. Dalam sebuah partai, orang-orang yang menguasai
pendanaan partai akan memiliki akses untuk menempati
struktur elite. Modal mereka merupakan pusat
ketergantungan.Akhirnya orang-orang itu pulalah yang
kemudian memiliki hak istimewa menentukan
rekrutmen.Sehingga kaderisasi di internal partai jadi tidak
berjalan dan tidak demokratis.
Macetnya kaderisasi di dalam partai menyebabkan
kualitas calon-calon kepala daerah yang diusung oleh partai
memiliki kualitas yang rendah. Ketika seorang kepala daerah
memiliki kualitas yang rendah dalam mengelola dana publik,
maka akan berdampak pada kualitas laporan keuangan daerah
yang disajikan. Kualitas laporan keuangan sangat berpengaruh
pada akuntabilitas, dengan kualitas laporan keuangan yang baik
akan memberikan dedikasi terhadap akuntabilitas atau
pertanggungjawaban atas laporan keuangan yang dibuat
(Setyowati, 2016).
122
Yang kedua, yaitu mahalnya biaya pilkada sehingga
hanya orang-orang dari kalangan tertentu lah yang bisa
mencalonkan diri menjadi kepala daerah.kebanyakan calon dari
politik dinasti memiliki sokongan dana yang besar karena
mereka berasal dari keluarga yang memiliki akses terhadap
keuangan daerah dan memiliki wewenang dalam mengelola
keuangan daerah. Banyak pemerintah daerah dari kalangan
politik dinasti melakukan penyelewengan dana APBD ataupun
melakukan tindak pidana korupsi dengan berbagai cara.
Beberapa kasus korupsi yang terjadi di daerah sebagaimana
yang telah dijabarkan pada tabel 1.1.
Yang ketiga, para kepala daerah yang berasal dari
politik dinasti juga bukan berorientasi kepada pelayanan publik,
melainkan berorientasi pada materi dan melanggengkan
kekuasaan.Hal tersebut diungkapkan oleh Titi Anggraini selaku
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi
yang dikutip oleh KumparanNEWS 19 Januari 2018. Ketika
kepala daerah hanya berorientasi pada materi dan ingin
melanggengkan kekuasaan, maka kepala daerah akan
melakukan berbagai cara untuk dapat melebarkan
kekuasaannya dan mendapatkan materi berlimpah. Salah satu
caranya yaitu menyalahgunakan APBD karena kepala daerah
yang menjabat memiliki akses terhadap sumber keuangan
123
daerahnya dan memiliki kewenangan untuk mengontrol
keuangan daerahnya.
Hal-hal tersebut membuat akuntabilitas laporan
keuangan pemerintah daerah tidak akuntabel dan BPK tidak
akan memberikan opini audit yang baik ketika menemukan
kejanggalan dalam laporan keuangan pemerintah daerah. Hal
tersebut terbukti dalam data pada penelitian ini yang
menunjukkan bahwa daerah yang terindikasi politik dinasti
memiliki akuntabilitas laporan keuangan daerah yang kurang
baik dalam bentuk opini audit.Data tersebut dijabarkan pada
lampiran 4.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Nuritomo dan Rossieta (2014) yang menyatakan
bahwa terdapat pengaruh negatif politik dinasti terhadap
akuntabilitas laporan keuangan pemerintah.Dalam penelitian
tersebut ditemukan bahwa daerah yang menjalankan praktik
politik dinasticenderung untuk memiliki akuntabilitas atas
laporan keuangan pemerintah daerah yanglebih rendah
dibandingkan daerah yang tidak melakukan praktik politik
dinasti.Hal tersebut juga didukung oleh penelitian Anggraini
dan Riharjo (2017) yang menemukan adanya pengaruh negatif
politik dinasti terhadap akuntabilitas laporan keuangan
pemerintah daerah.
124
b. Pengaruh Kemandirian Daerah (KD) Terhadap
Akuntabilitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (AK)
Hasil pengujian statistik dengan meggunakan SPSS
menunjukkan variabel desentralisasi fiskal yang diproksikan
dengan kemandirian daerah memiliki nilai estimate sebesar -
907 dan nilai signifikansi sebesar 0,257 yang berarti lebih besar
dari α=0,05. Nilai alfa di atas 0,05 menujukkan bahwa
kemandirian daerah (KD) tidak memiliki pengaruh
yangsignifikan terhadap akuntabilitas laporan keuangan
pemerintah daerah (AK). Dari hasil tersebut, maka hipotesis
kedua (H2) tidak terdukung.
Penelitian ini menemukann hasil bahwa kemandirian
daerah tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
akuntabilitas laporan keuangan pemerintah daerah. Hal ini
disebabkan karena pemerintah daerah belum mampu menggali
sumber-sumber pendapatan daerahnya secara maksimal.
Halim (2001) menjelaskan ciri utama sebuah daerah
telah melaksanakan desentralisasi secara baik adalah daerah
tersebut memiliki kemampuan dan kewenangan untuk menggali
sumber keuangan, mengelola dan menggunakannya untuk
membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan mengurangi
ketergantungan pada pemerintah pusat. Semakin tinggi tingkat
kemandirian daerah maka akan semakin besar kemungkinan
125
daerah tersebut memiliki akuntabilitas pelaporan keuangan
yang tinggi dalam bentuk opini audit yang baik. Pemerintah
daerah yang memiliki tingkat kemandirian tinggi dinilai dapat
membiayai kegiatan belanja dan operasional secara mandiri,
sehingga akan memberikan pertanggungjawaban, menyajikan,
melaporkan, dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan
yang terkait dengan penerimaan dan penggunaan uang publik
(Mudhofar dan Tahar, 2016).
Pada kenyataannya masih banyak daerah yang belum
madiri dalam hal keuangannya dan masih bergantung pada
dana transfer yang diberikan oleh pemerintah pusat. Hal ini
karena sumber-sumber penghasilan yang potensial dikuasai
oleh pusat, seperti yang dijelaskan dalam UUD 1945, pasal 33
menyatakan bahwa tanah, air dan segalah sesuatu yang secara
signifikan mempengaruhi kehidupan rakyat dikendalikan oleh
pemerintah pusat. Akibatnya sumber penerimaan yang startegis
seperti pajak penghasilan dan pajak pertambahan nilai
meskipun terletak di wilayah pemerintah daerah, menjadi
sumber pendapatan bagi pemerintah pusat.Sedangkan
pemerintah daerah hanya mengelolah sumber pendapatan yang
nonstrategis seperti pajak hotel, pajak reklame, dan pajak
restoran.
126
Namun ketersediaan sarana prasarana di daerah yang
dapat menjadi kontribusi pendapatan asli daerah dari obyek
pajak daerah dan retribusi daerah misalnya hotel dan restoran
dan pusat–pusat perbelanjaan masih relatif terbatas. Ini
merupakan fenomena yang terjadi dihampir seluruh daerah
kabupaten dan kota. Sedangkan sumber pendapatan asli daerah
sebagian besar diperoleh dari obyek pajak dan retribusi.Kondisi
ini mengakibatkan sulitnya pemerintah daerah menggali sumber
pendapatan asli daerahnya sehinnga berdampak terhadap
rendahnya kemandirian keuangan pemerintah daerah.
Selain itu, ada beberapa daerah yang memiliki tingkat
kemandirian daerah tinggi, namun masih kurang dalam
mengelola sumber daya keuangannya sehingga mendapatkan
opini audit yang buruk. Contohnya adalah provinsi Banten
tahun 2014 yang pada penelitian ini memiliki tingkat
kemandirian daerah yang paling tinggi dengan Pendapatan Asli
Daerah (PAD) sebesar Rp 4.675.126.000.000 dan total
pendapatan sebesar Rp 6.878.071.982.000 sehingga tingkat
kemandirian daerah sebesar 0,68, namun memiliki opini
Disclaimer of Opinion dengan skor 1 bahkan kepala daerahnya
terjerat kasus korupsi sejak masih menjabat sebagai kepala
daerah seperti yang dijabarkan pada tabel 1.2. Hal tersebut
dikemukakan oleh Moisiu (2013) yang mengatakan bahwa
127
desentralisasi fiskal justru memindahkan korupsi dari pusat ke
daerah.
Korupsi di daerah bisa terjadi karena pemerintah daerah
memiliki wewenang untuk mengendalikan keuangan
daerahnya.Dalam hal ini, Pendapatan Asli Daerah yang
merupakan ukuran kemandirian daerah merupakann sumber
keuangan yang rawan untuk disalahgunakan karena PAD
merupakan penghasilan yang dikelola dan diawasi langsung
oleh pemerintah daerah.
Sedangkan daerah yang memiliki tingkat kemandirian
daerah paling rendah pada penelitian ini justru mendapatkan
opini audit wajar tanpa pengecualian (WTP) dengan skor 5,
yaitu Kabupaten Way Kanan tahun 2013 dengan Pendapatan
Asli Daerah (PAD) sebesar Rp 15.908.500.000 dan total
pendapatan sebesar Rp 783.407.434.960 sehingga tingkat
kemandirian daerah sebesar 0,02.
Hal tersebut menunjukkan bahwa ketika suatu daerah
memiliki tingkat kemandirian yang tinggi namun tidak
mengelola sumber pendapatannya dengan baik, maka tidak
menjamin daerah tersebut memiliki akuntabilitas yang baik,
sedangkan pemerintah daerah yang memiliki kemandirian
daerah rendah namum mengelola sumber pendapatan dan
sumber daya keuangannya dengan baik, maka tidak menjamin
128
daerah tersebut akan memiliki akuntabilitas yang buruk.
sehingga tingkat kemandirian daerah bukan tolak ukur yang
pasti suatu daerah memiliki akuntabilitas laporan keuangan
yang baik.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Nuritomo dan Rossieta (2014), yang
mengatakan bahwa desentralisasi fiskal dan kemandirian daerah
tidak mempengaruhi akuntabilitas laporan keuangan
pemerintah daerah.Hasil tersebut juga dikemukakan pada
penelitian yang dilakukan oleh Irmawati dan Pratolo (2015)
yang menyatakan bahwa desentralisasi fiskal yang diproksikan
oleh kemandirian daerah tidak berpengaruh signifikan terhadap
akuntabilitas laporan keuangan pemerintah daerah.
c. Pengaruh Ketergantungan pada Pemerintah Pusat (KPP)
Terhadap Akuntabilitas Laporan Keuangan Pemerintah
Daerah (AK).
Hasil pengujian satatistik menggunakan SPPS
menunjukkan bahwa ketergantungan pada pemerintah pusat
memiliki nilai estimate sebesar -1,164 dengan signifikansi
0,037 yang berarti lebih kecil dari α=0,05. Nilai alfa dibawah
0,05 menunjukkan bahwa ketergantungan pada pemerintah
pusat berpengaruh terhadap akuntabilitas laporan keuangan
129
pemerintah daerah. Dari hasil tersebut, maka hipotesis ketiga
(H3) berhasil didukung.
Berdasarkan hasil penelitian ini, ditemukan bahwa
ketergantungan pada pemerintah pusat berpengaruh terhadap
akuntabilitas laporan keuangan pemerintah daerah. Hal ini
disebabkan karena kebijakan pemerintah pusat yang
memberikan jaminan dana transfer yang besar kepada
pemerintah daerah sehingga banyak pemerintah daerah yang
bergantung pada dana transfer dari pemerintah pusat dan tidak
mengoptimalkan sumber pendanaan yang bisa dihasilkan dari
daerahnya. Menurut menteri keuangan Sri Mulyani yang
dikutip dalam Garudanews.id pada 27 Maret 2018, pemberian
anggaran dari pusat kepada daerah memanglah hal yang wajar
dan terjadi di banyak negara, namun bila pemberiannya
berlebihan dan membuat ketergantungan pada akhirnya akan
membuat kondisi perekonomian daerah tidak bergerak positif.
Pemberian dana transfer dari pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah dimaksudkan untuk mengatasi ketimpangan
fiskal, pemerataan pendapatan di daerah,meningkatkan kualitas
dan mengurangi ketimpangan layanan publik daerah. Namun
dengan adanya dana transfer dari pemerintah pusat, pemerintah
daerah justru bergantung pada pemerintah pusat terkait
pendapatannnya. Ketergantungan pada pusat akan
130
menyebabkan upaya pemerintah daerah menjadi menurun.
Dana pusat yang besar berkorelasi negatif dengan peningkatan
PAD. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah daerah yag
mendapatkan dana pusat yang besar cenderung akan lebih
malas dalam memperoleh pendanaan dari PAD (Nuritomo dan
Rossieta, 2014).
Berdasarkan data pada penelitian ini, tingkat rata-rata
kemandirian daerah yang menjadi sampel penelitian hanya
sebesar 14%. Angka tersebut masih terbilang kecil
dibandingkan dengan rata-rata ketergantungan pada pemerintah
pusat yang mencapai 60,5%. Sementara salah satu tujuan di
berlakukannya desentralisasi fiskal adalah untuk memberikan
wewenang kepada pemerintah daerah agar lebih
mengefektifkan pengelolaan sumber daya keuangann serta
kualitas pelayanan kepada masyarakat.
Kuncoro (2004) menjelaskan beberapa hal yang dapat
menghambat keberhasilan pemerintah daerah melaksanakan
otonomi, yaitu dominannya transfer dan pusat, kurang
berperannya perusahaan daerah sebagai sumber pendapatan asli
daerah, tingginya derajat sentralisasi dalam bidang perpajakan,
pajak daerah yang cukup beragam hanya sedikit yang bisa
diandalkan sebagai sumber penerimaan daerah, kelemahan
dalam pemberian subsidi dari pemerintah pusat kepada
131
pemerintah daerah.Menrutut Fontanella dan Rossieta (2014),
semakin tinggi ketergantungan pada pemerintah pusat, maka
semakin kecil kemungkinan daerah tersebut memiliki
akuntabilitas pelaporan keuangan yang tinggi dalam bentuk
opini audit yang baik.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Irmawati dan Pratolo (2015) serta penelitian
Fontanella dan Rossieta (2014) yang menunjukkan bahwa
ketergantungan pada pemerintah pusat memiliki pengaruh
negatif signifikan terhadap akuntabilitas laporan keuangan
pemerintah daerah.
d. Pengaruh Kinerja Pemerintah Daerah (KPD) Dalam
Memoderasi Hubungan Politik Dinasti (PD) Terhadap
Akuntabilitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (AK)
Hasil pengujian satatistik menggunakan SPPS
menunjukkan bahwa interaksi antara politik dinasti (PD)
dengan kinerja pemerintah daerah (KPD) memiliki nilai
estimate sebesar -0,595 dengan signifikansi 0,056 yang berarti
lebih besar dari α=0,05. Nilai alfa yang lebih besar dari 0,05
menunjukkan bahwa kinerja pemerintah daerah tidak dapat
memoderasi pengaruh politik dinasti terhadap akuntabilitas
132
laporan keuangan pemerintah daerah. Dari hasil tersebut, maka
hipotesis keempat (H4) tidak terdukung.
Berdasarkan hasil penelitian ini, menunjukkan bahwa
kinerja tidak memoderasi hubungan politik dinasti terhadap
akuntabilitas laporan keuangan pemerintah daerah.Penelitian
yang dilakukan oleh Fontanella dan Rossietaa (2014)
menyatakan bahwa ditemukan pengaruh kinerja penyelenggara
pemerintah daerah terkait dengan politik dinasti yang berjalan
saat ini.Hal tersebut dimungkinkan daerah tersebut memiliki
akuntabilitas pelaporan keuangan yang rendah. Itu berarti
ketika kinerja pemerintah daerah yang terindikasi politik dinasti
buruk dan pemerintah daerah tersebut memiliki akuntabilitas
laporan keuangan yang buruk, makan kinerja tersebut akan
memperkuat pengaruh negatif atas hubungan politik dinasti
terhadap akuntabilitas laporan keuangan pemerintah daerah.
Begitu juga sebaliknya, jika kinerja pemerintah daerah yang
teridikasi politik dinasti baik, maka kinerja tersebut akan
memperlemah pengaruh negatif dari politik dinasti terhadap
akuntabilitas laporan keuangan pemerintah daerah.
Namun pada kenyataannya banyak daerah yang
terindikasi politik dinasti dan mendapatkan skor EKPPD yang
lebih tinggi dibandingkan dengan daerah yang tidak
terindiakasi politik dinasti namun tetap memiliki akuntabilitas
133
yang buruk dalam bentuk opini audit. Daerah yang
mendapatkan skor EKPPD yang tinggi belum tentu
mendapatkan opini audit yang baik juga dari BPK. Contohnya
Kabupaten Gowa yang terindikasi politik dinasti mendapatkan
skor EKPPD tinggi yaitu sebesar 3,1369 namun mendapatkan
opini audit WDP dengan skor 3. Sedangnkan Kabupaten
Balangan yang tidak terindikasi politik dinasti mendapatkan
skor EKPPD lebih kecil yaitu sebesar 2,6528 namun
mendapatkan opini audit lebih baik yaitu WTP dengan skor 5.
Kemudian Provinsi Sulawesi Utara yang terindikasi politik
dinasti dan memiliki kinerja yang rendah yang ditunjukkan
dalam bentuk skor EKPPD sebesar 2,1151, namun tetap
memiliki akuntabilitas yang baik dalam bentuk opini audit
WTP.Hal tersebut karena ketika daerah yang terindikasi politik
dinasti memiliki akuntabilitas yang buruk, belum tentu daerah
tersebut memiliki kinerja pemerintah yang buruk dan ketika
daerah tersebut memiliki kinerja pemerintah yang buruk, belum
tentu memiliki akuntabilitas yang buruk juga.
Dari data tersebut, menunjukkan bahwa kinerja tidak
dapat memperlemah pengaruh negatif politik dinasti terhadap
akuntabilitas laporan keuangan pemerintah daerah, karena
daerah yang terindikasi politik dinasti dan memiliki kinerja
yang baik dalam bentuk skor EKPPD tinggi nyatanya tetap
134
memiliki akuntabilitas yang buruk.Namun tidak dapat juga
memperkuat hubungan negatif politik dinasti terhadap
akuntabilitas laporan keuangan pemerintah daerah, karena pada
kenyataannya beberapa daerah yang terindikasi politik dinasti
dan memiliki kinerja yang rendah dalam bentuk skor EKPPD
tetap bisa memiliki akuntabilitas yang baik dalam bentuk opini
audit.Sehingga dapat dikatakan bahwa kinerja pemerintah
daerah tidak dapat memoderasi hubungan antara politik dinasti
terhadap akuntabilitas laporan keuangan pemerintah daerah.
Hasil penelitian sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Nuritomo dan Rossieta (2014) yang menyatakan
bahwa politik dinasti tidak berpengaruh signifikan terhadap
kinerja pemerintah daerah.Walaupun menurut Fontanella dan
Rossieta (2014) kinerja pemerintah daerah berkorelasi positif
terhadap akuntabilitas laporan keuangan pemerintah daerah,
namun politik dinasti tidak mempengaruhi kinerja pemerintah
daerah karena masih besarnya kontribusi pemerintah pusat pada
daerah.Ketika pemerintah pusat memiliki kontribusi yang besar
terhadap daerah, maka daerah tidak sepenuhnya dikendalikan
oleh pemerintah daerah sehingga keberadaan politik dinasti di
daerah tidak terlalu berpengaruh terhadap kinerja pemerintah
daerah.
135
e. Pengaruh Kinerja Pemerintah Daerah (KPD) Dalam
Memoderasi Hubungan Kemandirian Daerah (KD)
Terhadap Akuntabilitas Laporan Keuangan Pemerintah
Daerah (AK)
Hasil pengujian satatistik menggunakan SPPS
menunjukkan bahwa kemandirian daerah memiliki nilai
estimate sebesar 0,138 dengan signifikansi 0,952 yang berarti
lebih besar dari α=0,05. Nilai signifikan lebih dari 0,05
menunjukkan bahwa kinerja pemerintah daerah tidakdapat
moderasi hubungan kemandirian daerah (KD) terhadap
akuntabilitas laporan keuangan pemerintah daerah (AK). Dari
hasil tersebut, maka hipotesis kelima (H5) tidak terdukung.
Berdasarkan hasil penelitian ini, ditemukan bahwa
kinerjatidak dapat memoderasi hubungan kemandirian daerah
terhadap akuntabilitas laporan keuangan pemerintah daerah.
Hal ini disebabkan karena suatu daerah yang diberikan
kewenangan untuk mengelola sumber keuangannya sendiri,
terkadang malah menyalahgunakan kewenangan tersebut dan
cenderung melakukan penyelewengan terhadap sumber
pendapatannya.Sehingga kinerja pemerintah daerah tidak dapat
tercapai dengan maksimal.
Kemandirian daerah yang seharusnya dapat
memperkuat keinginan pemerintah daerah untuk menunjukka
136
kinerja yang baik agar tercapainya akuntabilitas publik, pada
kenyataannya banyak pemerintah daerah yang memiliki
kemandirian daerah berupa PAD (Pendapatan Asli Daerah)
yang tinggi, justru membuat peluang para pemerintah daerah
untuk melakukan kecurangan.
Dalam teori keangenan, dijelaskan bahwa hubungan
antara agent dan principal dapat menyebabkan
ketidakseimbangan informasi, karena agent memiliki akses
untuk mengetahui informasi lebih banyak dibandingkan dengan
principal, sehingga mendorong agent untuk menyembunyikan
beberapa informasi kepada principal(Irmawati dan Pratolo).
Ketidakseimbangan informasi juga terjadi dalam hubungan
antara pemerintah dan masyarakat.Pemerintah selaku agent
yang memiliki akses informasi yang lebih besar terhadap
APBD, terkadang menyembunyikan informasi terkait angka-
angka dalam laporan keuangan pemerintah daerah yang
sebenarnya.
Hal tersebut dilakukan untuk memaksimalkan
kepentingan pribadi yang berlawanan dengan kepentingan
individu lain. Segaimana dijelaskan dalam teori keagenan,
bahwa salah satu asumsi sifat dasar manusia yaitu
mementingkan diri sendiri (Nuritomo dan Rossieta, 2014).
137
Dalam penelitian ini, ditemukan bahwa daerah yang
memiliki tingkat kemandirian tinggi dengan kinerja yang baik
dalam bentuk skor EKPPD yang tinggi, memiliki akuntabilitas
laporan keuangan yang buruk. Hal tersebut terjadi pada
provinsi Banten yang memiliki tingkat kemandirian daerah
sebesar 62% dan skor EKPPD sebesar 2,1358.
Berdasarkan skala interval derajat desentralisasi fiskal
dari Tim Litbang Depdagri Fisipol UGM yang dijabarkan pada
tabel 4.3, tingkat kemandirian daerah lebih dari 50%
menunjukkan kemampuan keuangan daerah yang sangat
baik.Selain itu, menurut keputusan Kemendagri tentang
penetapan peringkat dan status kinerja pemerintah daerah, skor
EKPPD yang diperoleh provinsi Banten dikategorikan sebagai
peringkat yang tinggi. Namun ternyata provinsi Banten
memiliki akuntabilitas laporan keuangan yang buruk dalam
bentuk opini audit Disclaimer of Opinion.
Seperti yang dijabarkan pada tabel 1.2, provinsi Banten
merupakan salah satu daerah yang kepala daerahnya melakukan
tindak pidana korupsi dengan menggelapka sejumlah dana
APBD. Hal tersebut membuktikan pernyataan yang
dikemukakan oleh Moisiu (2013) yang mengatakan bahwa
desentralisasi fiskal justru memindahkan korupsi dari pusat ke
daerah.Sedangkan Kabupaten Bolaang Mangondow Timur
138
yang memiliki tingkat kemandirian daerah yang rendah yaitu
2% dan kinerja yang rendah dengan skor EKPPD 1,1330,
memiliki akuntabilitas laporan keuangan yang baik dalam
bentuk opini audit Wajar Tanpa Pengecualian.
Berdasarkan penjabaran diatas, dapat dinyatakan bahwa
kinerja pemerintah daerah tidak dapat memoderasi hubungan
kemandirian daerah terhadap akuntabilitas laporan keuangan,
karena ketika suatu daerah memiliki kemandirian daerah yang
tinggi dengan kinerja yang baik, tidak menjamin daerah
tersebut akan memiliki akuntabilitas laporan keuangan yang
baik dalam bentuk opini audit. Hal tersebut menunjukkan
bahwa kinerja yang baik belum tentu dapat memberikan
dampak positif terhadap hubungan kemandirian daerah
terhadap akuntabilitas laporan keuangan pemerintah daerah.
Begitupun sebaliknya, daerah yang memiliki tingkat
kemandirian yang buruk dengan kinerja yang kurang baik, tidak
menutup kemungkinan daerah tersebut memiliki akuntabilitas
laporan keuangan yang baik.Hal tersebut menunjukkan bahwa
kinerja yang buruk belum tentu memiliki dampak yang negatif
terhadap hubungan kemandirian daerah terhadap akuntabilitas
laporan keuangan pemerintah daerah.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Mudhofar dan Tahar (2016) yang menyatakan
139
bahwa kinerja pemerintah daerah tidak memoderasi hubungan
kemandirian daerah terhadap akuntabilitas laporan keuangan
pemerintah daerah.Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh
Fontanella dan Rossieta (2014), juga menyatakan bahwa kinerja
pemerintah daerah tidak dapat memoderasi hubungan
kemandirian daerah terhadap akuntabilitas laporan keuangan
pemerintah daerah.
140
f. Pengaruh Kinerja Pemerintah Daerah Dalam Memoderasi
Hubungan Ketergantungan Pada Pemerintah Pusat
Terhadap Akuntabilitas Laporan Keuangan Pemerintah
Daerah
Hasil pengujian satatistik menggunakan SPPS
menunjukkan bahwa interaksi antara ketergantunngan pada
pemerintah pusat (KPP) dengan kinerja pemerintah daerah
(KPD) memiliki nilai estimate sebesar -2,662 dengan
signifikansi 0,084 yang berarti lebih besar dari α=0,05. Nilai
alfa yang lebih besar dari 0,05 menunjukkan bahwa kinerja
pemerintah daerah tidak dapat memoderasi pengaruh antara
ketergantungan pada pemerintah pusat dengan akuntabilitas
laporan keuangan pemerintah daerah. Dari hasil tersebut, maka
hipotesis keempat (H6) tidak terdukung.
Pada penelitian ini menemukan bahwa kinerja tidak
dapat memoderasi hubungan antara ketergantungan pada
pemerintah pusat terhadap akuntabilitas laporan keuangan
pemerintah daerah.Hal tersebut karena ketergantungan
pemerintah pusat lebih dominan dari pada kinerja pemerintah
daerah yang disebabkan oleh tingkat ketergantungan
pemerintah pusat masih lebih tinggi dibandingkan dengan
tingkat kemandirian daerah. Artinya ketika suatu pemerinntah
daerah memiliki tingkat ketergantungan pada pemerintah pusat
141
yang tinggi dan kinerja yang baik dalam bentuk skor EKPPD
yang tinggi tidak akan mempengaruhi akuntabilitas laporan
keuangan daerah nya.
Seperti yang terjadi di Kabupaten Tana Toraja yang
memiliki tingkat ketergantungan pada pemerintah pusat tinggi
sebesar 0,75 dan memiliki skor EKKPD yang tinggi sebesar
3,0988 namun mendapatkan opini audit wajar dengan
pengecualian (WDP) dengan skor 3. Sedangkan Kabupaten
paser dengan tingkat ketergantungan pada pemerintah pusat
sebesar 0,18 dan skor EKPPD sebesar 2,7180 namun memiliki
opini audit WTP DPP yang skornya lebih tinggi yaitu 4.
Berdasarkan data tersebut, dapat dikatakan bahwa
kinerja tidak dapat memperlemah hubungan negatif
ketergantungan pada pemerinntah pusat terhadap akuntabilitas
laporan keuangan daerah, karenadaerah yang memiliki tingkat
ketergantungan pemerintah yang tinggi namun memiliki kinerja
yang baik dalam bentuk skor EKPPD yang tinggi, pada
kenyataannya tetap memiliki kemungkinan memiliki
akuntabilitas yang rendah dalam bentuk opini audit.
Hasil penelitian ini bertentangan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Mudhofar dan Tahar (2016) serta penelitian
Fontanella dan Rossieta (2015), yang menyatakan bahwa
kinerja dapat memoderasi hubungan ketergantungan pada
142
pemerintah pusat terhadap akuntabilitas laporan keuangan
pemerintah daerah.Hal ini bisa disebabkan karena bedanya
sampel penelitian yang digunakan pada penelitian ini. Pada
penelitian sebelumnya, sampel yang digunakan adalah seluruh
kabupaten dan kota di Indonesia, sedangkan pada penelitian ini
memasukkan pemerintah provinsi dan hanya daerah-daerah
yang terindikasi politik dinasti yang dijadikan sampel dengan
daerah pembanding yang jumlahnya sama.
143
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penelitian ini membahas tentang pengaruh politik dinasti dan
desentralisasi fiskal terhadap akuntabilitas laporan keuangan pemerintah
daerah dengan kinerja pemerintah daerah sebagai pemoderasi. Analisis
dilakukan menggunakan analisis regresi logistik ordinal dengan program
SPSS. Penelitian ini menggunakan 224 sampel pemerintah daerah di
Indonesia periode 2013 sampai 2015 yang terdiri dari 112 daerah yang
terindikasi politik dinasti dan 112 daerah yang tidak terindikasi politik
dinasti sebagai pembanding. Berdasarkan hasil pengujian yang telah
dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Politik dinasti berpengaruh terhadap akuntabilitas laporan keuangan
pemerintah daerah. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Nuritomo dan Rossieta (2014).
2. Kemandirian daerah tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
akuntabilitas laporan keuangan pemerintah daerah. Hasil penelitian ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nuritomo dan Rossieta
(2014) serta penelitian yang dilakukan oleh Irmawati dan Pratolo
(2015).
3. Ketergantungan pada pemerintah pusat berpengaruh terhadap
akuntabilitas laporan keuangan pemerintah daerah. Hasil penelitian ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Irmawati dan
144
Pratolo(2015) serta penelitian yang dilakukan oleh Fontanella dan
Rossieta (2014).
4. Kinerja pemerintah daerah tidak dapat memoderasi hubungan politik
dinasti terhadap akuntabilitas laporan keuangan pemerintah daerah.
5. Kinerja pemerintah daerah tidak dapat memoderasi hubungan
kemandirian daerah terhadap akuntabilitas laporan keuangan
pemerintah daerah. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Fontanella dan Rossieta (2014) serta penelitian yang
dilakukan oleh Mudhofar dan Tahar (2016).
6. Kinerja pemerintah daerah tidak dapat memoderasi hubungan
ketergantungan pada pemerintah pusat terhadap akuntabilitas laporan
keuangan pemerintah daerah. Hasil penelitian ini bertentangan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Mudhofar dan Tahar (2016).
B. Implikasi
Penelitian ini memiliki implikasi yang diharapkan dapat
memberikan manfaat kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Implikasi
dari penelitian ini adalah:
1. Bagi Ilmu Pendidikan
Penelitian ini diharapkan dapat menambah bahan referensi
bagi peneliti selanjutnya, dan menambah pemahaman mengenai politik
dinasti, desentralisasi fiskal, akuntabilitas laporan keuangan
pemerintah daerah dan kinerja pemerintah daerah. Selain itu, hasil
penelitian ini diharapkan dapat memperkuat temuan untuk penelitian
145
yang akan datang serta memberikan perbandingan dalam melakukan
penelitian yang terkait dengan pengaruh politik dinasti dan
desentralisasi fiskal terhadap akuntabilitas laporan keuangan
pemerintah daerah dengan kinerja pemerintah daerah sebagai
moderasi.
2. Bagi Masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi
masyarakat untuk mengetahui tingkat kinerja pemerintah daerah dan
akuntabilitas pelaporan keuangan pemerintah sehingga dapat
digunakan sebagai alat pengawasan mengenai kinerja pemerintah
daerah. Hasil penelitian ini menemukan bahwa politik dinasti
berpengaruh negatif terhadap akuntabilitas laporan keuangan
pemerintah daerah, maka dari itu hasil penelitian ini dapat dijadikan
bahan pertimbangan bagi masyarakat dalam memilih kepala daerah..
3. Bagi Pemerintah
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan
bahan pertimbangan mengenai kinerja penyelenggara pemerintah
daerah agar dapat meningkatkan kinerja pemerintahan
daerahnya.Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi
tambahan informasi bagi pemerintah untuk melakukan kajian atas
peraturan tentang pemerintah daerah di Indonesia serta dalam upaya
membangun akuntabilitas yang lebih baik bagi keuangan pemerintah
daerah di Indonesia.
146
Hasil penelitian ini menemukan pengaruh politik dinasti dan
ketergantugan pada pemerintah pusat terhadap akuntabilitas laporan
keuangan pemerintah daerah.Maka dari itu, hasil penelitian ini
diharapkan dapat memberikan masukan kepada pemerintah daerah
dalam meningkatkan kemandirian daerah serta kinerja pemerintah
daerahnya. Selain itu hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi
bahan masukan bagi pemerintah untuk mengkaji peraturan pemerintah
mengenai kepala daerah agar mampu meminimalisir dampak negatif
dari politik dinasti dan dapat menghasilkan kepala daerah yang
berkualitas sehingga akan berdampak pula pada meningkatnya
akuntabilitas publik.
4. Bagi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
Dalam melaksanakan tugas sebagai pemeriksa laporan
keuangan pemerintah, sebaiknya BPK terus mengkaji faktor-faktor
internal maupun eksternal yang akan mempengaruhi opini audit yang
dikeluarkan oleh BPK. Selain itu, BPK juga harus tetap independen
dan objektif dalam memberikan opini atas laporan keuangan
pemerintah sehingga tidak menyebabkan asimetri informasi bagi
pengguna laporan audit.
147
C. Keterbatasan
Peneliti mennyadari bahwa penelitian ini masih banyak memiliki
kekurangan dan keterbatasan, seperti:
1. Data yang digunakan hanya sampai tahun 2015 dikarenakan data yang
tersedia mengenai politik dinasti dan kinerja pemerintah daerah pada
Kementrian Dalam Negeri hanya sampai tahun 2015 dan belum di
update.
2. Hanya sebagian pemerintah daerah di Indonesia saja yang dijadikan
sampel penelitian berdasarkan kriteria yang telah ditentukan. Hal
tersebut karena daerah yang terindikasi politik dinasti hanya sedikit
dan penelitian ini mengacu pada penelitian Nuritomo dan Rossieta
(2014) yang menggunakan daerah pembanding dengan jumlah yang
sama seperti jumlah daerah yang terindikasi politik dinasti.
3. Hasil uji koefisen determinasi yang ditunjukkan oleh nilai McFadden
menunjukkan nilai yang masih rendah yaitu 13,2% untuk pengujian
variabel independen dan 16,9% untuk pengujian dengan moderasi. Hal
tersebut menunjukkan bahwa masih banyak variabel-variabel lain yang
dapat mempengaruhi akuntabilitas laporan keuangan pemerintah
daerah, namun variabel independen yang digunakan dalam penelitian
ini hanya politik dinasti dan desentralisasi fiskal.
4. Variabel desentralisasi fiskal hanya diukur menggunakan dua proksi
yaitu tingkat kemandirian daerah dan ketergantungan pada pemerintah
pusat.
148
D. Saran
Penelitian mengenai politik dinasti dan desentralisasi fiskal
terhadap akuntabilitas laporan keuangan pemerintah daerah dengan kinerja
pemerintah daerah sebagai pemoderasi di masa yang akan datang
diharapkan dapat menyajikan hasil penelitian yang lebih berkualitas
dengan mempertimbangkan saran berikut:
1. Menambah periode penelitian menjadi 5 tahun untuk melihat tren
penelitian yang ada dan mengunakan data terbaru agar dapat
mengembangkan lebih lanjut penelitian ini.
2. Menggunakan seluruh populasi untuk dijadikan sampel agar informasi
yang diperoleh lebih valid dan lebih menggambarkan keadaan seluruh
pemerintah daerah di Indonesia.
3. Menambah variabel-varaibel yang berkaitan dengan akuntabilitas
laporan keuangan pemerinntah daerah seperti pengendalian internal
dan kinerja keuangan.
4. Menambah proksi untuk variabel desentralisasi fiskal seperti proksi
efektivitas.
149
DAFTAR PUSTAKA
Adi, Priyo Hari. 2006. Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi, Belanja
Pembangunan dan Pendapatan Asli Daerah. Proceddding Simposium
Nasional Akuntansi IX, Padang.
Amelia, M. P. 2015. Membangun Politik dinasti melalui Penguatan Jejaring
Kekuasaan pada Walikota Probolinggo.Jurnal Politik Muda. Vol.
4(3).Hal.319-327.
Andrianto, Nico. 2007. Transparansi dan Akuntabilitas Publik Melalui e-
Government. Malang: Bayumedia Publishing.
Anggraini, Nikma Ragil dan Ikhsan Budi Riharjo.2017. Pengaruh Politik Dinasti
terhadap Akuntabilitas Pemerintah dengan Pengendalian Internal sebagai
Variabel Pemoderasi.Jurnal Ilmu dan Riset Akuntansi Vol. 6.No. 6.
Apriesa, Lintantia Fajar dan Miyasto.2013. Pengaruh Desentralisasi Fiskal
Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah dan Ketimpangan Pendapatan
(Studi Kasus : Kabupaten/Kota Di Jawa Tengah. Diponegoro Journal Of
Economics Vol. 2. No. 1.Hal.1.
Ariansyah, A. et al.,.2014. Tingkat Ketergantungan Fiskal dan Hubungannya
dengan Pertumbuhan Ekonomi di Kota Jambi. Jurnal Perspektif
Pembiayaan dan Pembangunan Daerah.Vol. 1 (3).
Arsyad, Jawade Hafidz. 2013. Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum
Administrasi Negara). Jakarta Timur: Sinar Grafika.
Asako, Y., T.Iida, T.Matsubayashi and M.Ueda.2012. Dynastic Legislators:
Theory And Evidence From Japan. Working Papers.Waseda University
Organization for Japan-US Studies.
Aswar, Khoirul dan Lidya Primta Surbakti.2013. Pengaruh Desentralisasi Fiskal
terhadap Pendapatan Asli Daerah dan Belanja Publik Kabupaten/Kota di
Indonesia. Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitektur&
Teknik Sipil). Vol. 5.
Bastian, Indra.2006. Sistem Akuntansi Sektor Publik. Edisi 2, Jakarta: Salemba
Empat.
Bastian, Indra.2010. Akuntansi Sektor Publik. Edisi 3, Jakarta: Erlangga.
Braganca, Arthur, Claudio Ferraz and Juan Rios.2015. Political Dynasties and the
Quality of Government. Working Paper Stanford University.
Carnegie dan West.2005. Making Accounting Accountable in the Public Sector.
Critical Perspective onAccounting.Vol.16. pp. 905-928.
150
Choi, Nankyung. 2009. Democracy And Patrimonial Politics In Local Indonesia.
Indonesia.Vol. 88.Pp. 131-164.
Deddi, Nordiawan, Iswahyudi Sondo Putra dan Maulidah Rahmawati. 2007.
Akuntansi Pemerinntahan. Salemba Empat: Jakarta.
Faguet, Jean Paul. 2014. Decentralizations and Governance. World
Development.Vol. 55. pp. 2-13.
Garudanews.id. 2018.Menkeu Sebut Ketergantungan Pemda Terhadap Dana
Transfer Daerah Masih Tinggi.Diakses tanggal 4 Juni 2018 pukul 2.13
pada http://garudanews.id/menkeu-sebut-ketergantungan-pemda-terhadap-
dana-transfer-daerah-masih-tinggi/
Ghozali, I. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS
19.Cetakan kelima.Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Hakim, Nur Rakhmat.2017. Politik Dinasti Jadi Hambatan Untuk Menghasilkan
Kepala Daerah Berkualitas. KOMPAS.COM. Diakses tanggal 06 Oktober
2017 pukul 21.29 pada
https://nasional.kompas.com/read/2017/01/03/15405111/politik.dinasti.jad
i.hambatan.hasilkan.kepala.daerah.berkualitas
Halim, Abdul. 2001. Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: UPP AMP
YKPN.
Halim, Abdul. 2014. Akuntansi Keuangan Daerah. Jakarta: Salemba Empat.
Halim, Abdul dan Kusufi.2012. Akuntansi Sektor Publik: Akuntansi Keuangan
Daerah. Jakarta: Salemba Empat.
Haryanto. 2016. Masa Depan Politik Desentralisasi di Indonesia: Sebuah Studi
Awal. Jurnal Ilmiah Pemerintahan. Vol. 9.No. 2.Hal.111-124.
Hasibuan, Umar Syadat. 2013. Ambang Batas Dinasti Politik. Opini Kompas.
Diakses tanggal 06 Oktober 2017 pukul 20:15 WIB pada
https://nasional.kompas.com/read/2013/04/11/09394434/Ambang.Batas.Di
nasti.Politik
Hidayat, Anwar. 2017. Penjelasan Regresi Ordinal Secara Lengkap.Diakses
tanggal 29 April 2018 pukul 1:54 WIB pada
https://www.statistikian.com/2017/05/penjelasan-regresi-ordinal-
lengkap.html
Hosmer, D.W., & Lemeshow, S. 2000. Applied Logistic Regression. New York:
Wiley.
151
Indriantoro, N. dan B. Supomo.2010. Metodologi Penelitian Bisnis untuk
Akuntansi dan Manajemen.Yogyakarta: Penerbit BPFE.
Irmawati, Febriana Diah dan Suryo Pratolo.2015. Pengaruh Kinerja Keuangan,
Politik Dinasti, dan Kinerja Pemerintah Daerah Terhadap Akuntabilitas
Pelaporan Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia Tahun 2012 –
2013.
Jensen and Meckling. 1976. The Theory of The Firm: Manajerial Behaviour,
Agency Cost and Ownership Structure. Journal of Finance and Economics.
3: 305-360.
Kementerian Dalam Negeri RI. 2013. Laporan Hasil Evaluasi Pemeringkatan
KinerjaPenyelenggaraan Pemerintahan Daerah Provinsi, Kabupaten, dan
Kota Berdasarkan LPPD Tahun 2011 Tingkat Nasional.
Kementerian Dalam Negeri RI. 2014. Laporan Hasil Evaluasi Pemeringkatan
KinerjaPenyelenggaraan Pemerintahan Daerah Provinsi, Kabupaten, dan
Kota Berdasarkan LPPD Tahun 2012 Tingkat Nasional.
Kementerian Dalam Negeri RI. 2015. Laporan Hasil Evaluasi Pemeringkatan
KinerjaPenyelenggaraan Pemerintahan Daerah Provinsi, Kabupaten, dan
Kota Berdasarkan LPPD Tahun 2012 Tingkat Nasional.
Khusaini, Mohammad. 2006. Ekonomi Publik: Desentralisasi Fiskal dan
Pembangunan Daerah. Malang: BPFE Unibraw.
Kuncoro, Mudrajad. 2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah, Reformasi
Perencanaan, Strategi dan Peluang. Jakarta: Erlangga.
Liu, Chih hung. 2007. What Type of Fiscal Decentralization System has better
Performance.School of Public Policy.
Mahmudi.2007. Manajemen Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta: UPP STIM
YKPN.
Mandell, Lee M. 1997. Performance Measurements and Management Tools in
North Carolina Local Goverment. Public Administration Quarterly:
Spring. Vol. 21.pp. 96.
Mardiasmo.2009. Akuntansi Sektor Publik. Andy Yogyakarta: Offset.
Mardiasmo.2002. Ekonomi Dan Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta:
Andy Offset.
Mendoza, RU, E Beja, V Venida, and D Yap.2012. An Empirical Analysis of
Political Dynasties in the 15th
Philippine Congress. Asian Institute of
Management Policy Center Research Paper.
152
Musgrave, Richard A. & Peggy B. Musgrave.1980. Public Finance in theory and
Practice. Tokyo: McGraw Hill International Book Company.
Moisiu.2014. Decentralization and the Increased Autonomy in Local
Governments. Procedia - Social and Behavioral Sciences 109. 459 – 463.
Mudhofar, Kurniatul dan Afrizal Tahar.2016. Pengaruh Desentralisasi Fiskal dan
Kinerja Terhadap Akuntabilitas Pelaporan Keuangan Pemerintah Daerah
di Indonesia: Efek Moderasi dari Kinerja. Jurnal Akuntansi dan
Investasi.Vol.17. No. 2. pp:176-185.
Nurhayati.2015. Analisis Rasio Keuangan Untuk Mengukur Kinerja Pemerintah
Daerah Kabupaten Rokan Hulu.Jurnal Ilmiah Cano Ekonomos.Vol. 4 No.
1.
Nuritomo, Hilda Rossieta. 2014. Politik Dinasti, Akuntabilitas, Dan Kinerja
Keuangan Pemerintah Daerah Di Indonesia. Simposium XVII Lombok.
Pemerintah Republik Indonesia. 2007. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun
2007 Tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Kepada
Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah
Kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Informasi Laporan
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Masyarakat.
Pemerintah Republik Indonesia.2008. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun
2008 tentang Pedoman Evaluasi penyelenggaraan Pemerintah Daerah.
Permana, Imam Arif. 2015. Pengaruh Partisipasi Publik dan Akuntabilitas
Terhadap Kinerja Keuangan Daerah (Studi Empiris Pada SKPD di
Kabupaten Pesisir Selatan).
Prasetyo, Pius S, dkk. 2013. Korupsi dan Integritas dalam Ragam Perspektif.
Jakarta Selatan: PSIA UIN Jakarta.
Querrubin, P. 2015. Family and Politics: Dynastic Persistence in the Philippines.
Working Paper.Massachusetts Institute of Technology.
Republik Indonesia.2003. Undang Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara. Jakarta: Republik Indonesia.
Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintahan Daerah.
Republik Indonesia.2008. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintahan Daerah. Jakarta: Republik Indonesia.
153
Rinaldi, Taufik, Marini Purnomo dan Dewi Damayanti. 2007. Memerangi
Korupsi di Indonesia yang Terdesentralisasi : Studi Kasus Penangana
Korupsi Pemerintahan Daerah, Bank Dunia L Justice for the poor Project.
Rondinelli, D. A. 1986. Overview of Decentralization in Developing Countries.
North Calorina: Research Triangle Institute.
Rondinelli, D. A., McCullough, J. S., & Johnson, R. W. 1989. Analysing
Decentralization Policies in Developing Countries: a Political Economy
Framework. Development and Change. 20(1). 57–87.
Sawir, A. 2005.Analisis kinerja Keuangan dan Perencanaan Keuangan
Perusaahaan (5th ed). Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Setiawan, Wahyu. 2012. Pengaruh Akuntabilitas laporan Keuangan pemerintah
daerah (LKPD) terhadap tingkat koropsi Pemerintah daerah di Indonesia.
Skripsi Universitas Diponogoro.
Styowati et al. 2016.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah Kota Semarang.Kinerja.Vol. 20.No.
2.Hal.179-191.
Sidik.2002. Perimbangan Keuangan Pusat Dan Daerah Sebagai Pelaksanaan
Desentralisasi Fiskal.Makalah Seminar Kebijakan Otonomi
Daerah.Yogyakarta.
Sudarsana, Hafid Susila. 2013. Pengaruh Karakteristik Pemerintah Daerah dan
Temuan Audit BPK Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah.Skripsi Jurusan
Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Diponogoro.
Sugiyono.2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Sumarjo, H. 2010. Pengaruh Karakterisitik Pemerintah Daerah Terhadap Kinerja
Keuangan PemerintaH Daerah (Studi Empiris pada Pemerintah Daerah
Kabupaten/ Kota di Indonesia. Skripsi Universitas Sebelas Maret.
Surakarta.
Sulfiana.2014. Pengaruh Politik Dinasti di Daerah Terhadap
Perekonomian.Diakses pada 06 september 2017 pukul 19.48 WIB
padahttp://keepcopying.blogspot.co.id/2014/07/pengaruh-politik-dinasti-
di-daerah.html
Sumarjo, Hendro. 2010. Pengaruh Karakterisitik Pemerintah Daerah Terhadap
Kinerja Keuangan PemerintaH Daerah (Studi Empiris pada Pemerintah
Daerah Kabupaten/ Kota di Indonesia).
154
Soentoro, Ali Idris. 2015. CaraMudah Belajar Metodologi Penelitian dengan
Aplikasi Statistika.Depok: PT. Taramedia Bakti Persada.
Suparmoko.2002. Ekonomi Publik Untuk Keuangan dan Pembangunan Daerah.
Edisi Pertama. Yogyakarta: Andi.
Syahruddin.2006. Desentralisasi Fiskal: Perlu Penyempurnaan Kebijakan dan
Implementasi Yang Konsisten. Skripsi, Universitas Andalas.
Vergne, Clémence. 2009. Democracy, Elections And Allocation Of Public
Expenditures In Developing Countries.European Journal of Political
Economy.Vol. 25.
Yani, Ahmad. 2002. Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan
Daerah.Jakarta: Grafindo.
155
LAMPIRAN - LAMPIRAN
156
Lampiran 1 : Surat Penelitian
157
Lampiran 2 : Registrasi Kunjungan Kementrian Dalam Negeri
158
Lampiran 3 : Data Pemerintah Daerah yang Terindikasi Politik Dinasti
NO NAMA JABATAN HUBUNGAN KERABAT MASA JABATAN
PROVINSI LAMPUNG
1. Drs. Hi. SJACHROEDIN
ZP, SH
Gubernur Lampung Ayah dari Bupati Lampung
Selatan
2003-2008 dan 2009-
2014
2. H. RYCKO MENOZA,
SZP, SE, SH, MBA.
Bupati Lampung Selatan Anak dari Gubernur Lampung 2010-2015
3. HANDITYA
NARAPATI
Wakil Bupati Pringsewu Anak Mantan Bupati
Pringsewu
2011-2016
PROVINSI BANTEN
4. Hj. ATUT CHOSIYAH
Gubernur Banten - Kakak Kandung Wakil
Bupati Serang
- Kakak Tiri Walikota Serang.
- Kakak Ipar Walikota Tangsel
- Anak Tiri Wabup Pandeglang
2007-2014
5. Hj. HERYANI Wakil Bupati Pandeglang Ibu Tiri dari Gubernur Banten 2011-2016
6. Hj. AIRIN RACHMI
DIANY, SH, MH
Walikota Tangerang
Selatan
Adik Ipar Gubernur Banten 20011-2016 dan 2016-
2021
7. Hj. RATU TATU
CHASANAH, SE
Wakil Bupati Serang
(2010-2015)
Bupati Serang (2016-
2021)
Adik Kandung Gubernur
Banten
2010-2015
8. TUBAGUS HAERUL
JAMAN
Walikota Serang Adik Tiri Gubernur Banten 2008-2011 dan 2013-
2018
9. AHMED ZAKI
ISKANDAR
Bupati Tangerang
Terpilih
Anak Mantan Bupati
Tangerang
2013-2018
Bersambung ke halaman berikutnya
159
Lampiran 3 (Lanjutan)
NO NAMA JABATAN HUBUNGAN KERABAT MASA JABATAN
PROVINSI SULAWESI SELATAN
10. H. SYAHRUL YASIN
LIMPO, SH, M.Si
Gubernur Sulawesi
Selatan
Kakak kandung dari Bupati
Gowa
2008-2018
11. Ir. H. ANDI IDRIS
SYUKUR, MS
Bupati Barru Anak Mantan Bupati Barru 2010-2016
12. H. ICHSAN YASIN
LIMPO, SH, MH
Bupati Gowa Adik Gubernur Sulawesi
Selatan
2005-2015
13. ADELHEID SOSANG,
SP, MH
Wakil Bupati Tana
Toraja
Istri Mantan Bupati Tana
Toraja
2010-2015
14. H. M. NATSIR
IBRAHIM, SE
Wakil Bupati Takalar Anak Mantan Bupati Takalar 2012-2017
PROVINSI SULAWESI UTARA
15. Drs. SINYO HARRY
SARUNDAJANG
Gubernur Sulawesi Utara - Ayah dari Wkl Bupati
Minahasa
- Ayah dari Anggota DPR RI
2005-2010 dan 2010-
2015
16. IVAN S.J.
SARUNDAJANG
Wakil Bupati Minahasa Anak Gubernur Sulawesi Utara 2013-2018
17. HARLEY ALFREDO
BENFICA M. SE, M.SM
Wakil Walikota Manado Anak mantan Gubernur Sulut 2010-2015
PROVINSI SUMATERA UTARA
18. Drs. BACHRUM
HARAHAP
Bupati Padang Lawas
Utara
Orang tua Kandung dari
Walikota Padang Sidempuan
2013-2018
19. ANDAR AMIN
HARAHAP, S.STP, M.Si
Walikota Padang
Sidempuan
Anak Bupati Padang Lawas
Utara
2013-2018
Bersambung ke halaman berikutnya
160
Lampiran 3 (Lanjutan)
NO NAMA JABATAN HUBUNGAN KERABAT MASA JABATAN
PROVINSI JAMBI
20. ZUMI ZOLA
ZULKIFLI, STP, MA
Bupati Tanjung Jabung
Timur (2011-2015)
Gubernur Jambi (2016-
2021)
Anak Mantan Gubernur Jambi 2011-2015
PROVINSI SUMATERA SELATAN
21. NOVIRZAH SE Wakil Walikota Pagar
Alam
Anak Mantan Walikota Pagar
Alam Djazuli Kuris
2013-2018
PROVINSI JAWA BARAT
22. Hj. NENENG
HASANAH YASIN
Bupati Bekasi Mantu Mantan Bupati Bekasi 2012-2017
23. ANNA SOPHANAH Bupati Indramayu Istri Mantan Bupati Indramayu 2010-2015
24. HJ. ATI SUHARTI SE Walikota Cimahi Istri Mantan Walikota Cimahi 2012-2017
25. DADANG M. NASER
S.H., S.IP
Bupati Bandung Menantu Mantan Bupati
Bandung Obar Sobama
2010-2015 dan 2016-
2021
PROVINSI JAWA TENGAH
26. dr. Hj. WIDYA KANDI
SUSANTI, MM
Bupati Kendal Istri Mantan Bupati Kendal 2010-2015
27. SRI HARTINI Wakil Bupati Klaten
(2010-2015)
Bupati Klaten (2016-
2021)
Istri Mantan Bupati Klaten 2010-2015
PROVINSI D.I. YOGYAKARTA
28. SRI SURYAWIDATI Bupati Bantul Istri Mantan Bupati Bantul 2010-2015
Bersambung ke halaman berikutnya
161
Lampiran 3 (Lanjutan)
NO NAMA JABATAN HUBUNGAN KERABAT MASA JABATAN
PROVINSI JAWA TIMUR
29. Hj. PUPUT
TANTRIANA SARI, SE
Bupati Probolinggo Istri Mantan Bupati
Probolinggo
2013-2018
30. dr. Hj. HARYANTI
SUTRISNO
Bupati Kediri Istri Mantan Bupati Kediri 2010-2015 dan 2016-
2021
31. M. MAKMUN IBNU
FUAD
Bupati Bangkalan Anak Mantan Bupati
Bangkalan
2013-2018
PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
32. K.H. M. ZAINUL
MAJDI, MA
Gubernur NTB Adik Kandung Wakil Bupati
Lombok Timur
2008-2013 dan 2013-
2018
33. H. M. SYAMSUL LUTHFI,
SE
Wakil Bupati Lombok
Timur
Kakak Kandung Gubernur
NTB
34. H. QURAIS H. ABIDIN
H. A. RAHMAN
Walikota Bima
Wakil Walikota Bima
Walikota dan Wakil Walikota
merupakan kakak beradik
2013-2018
PROVINSI KALIMANTAN TENGAH
35. H.SUPIAN HADI, S.Ikom Bupati Kota Waringin
Timur
Menantu Bupati Seruyan 2010-2015 & 2016-
2021
PROVINSI KALIMANTAN TIMUR
36. RITA WIDYASARI Bupati Kutai Kertanegara Anak Mantan Bupati Kukar 2010-2015 &2016-2021
PROVINSI MALUKU
37. TUASIKAL ABUA, SH Bupati Maluku Tengah Kakak Mantan Bupati Maluku
Tengah
2012-2016
PROVINSI BALI
38. NI PUTU EKA W Bupati Tabanan Anak Mantan Bupati Tabanan 2010-2015&2015-2020
Sumber: Direktorat Jendral Otonomi Daerah Kementrian Dalam Negeri
162
Lampiran 4 : Hasil Tabulasi Data
Pemerintah Daerah Terindikasi Politik Dinasti Tahun 2013
NO NAMA DAERAH PD KD KPP KPD AK
1. Provinsi Lampung 1 0,4950 0,2541 2,4001 3
2. Kabupaten Lampung Selatan 1 0,0654 0,7479 2,1699 3
3. Kabupaten Pringsewu 1 0,0321 0,7156 0 3
4. Provinsi Banten 1 0,6257 0,1104 2,1358 1
5. Kabupaten Pendeglang 1 0,0541 0,8567 3,0228 3
6. Kota Tangerang Selatan 1 0,3014 0,3333 0 3
7. Kabupaten Serang 1 0,1669 0,6130 2,7143 4
8. Kota Serang 1 0,0699 0,7429 1,4354 3
9. Kabupaten Tangerang 1 0,2438 0,4783 2,8562 3
10. Provinsi Sulawesi Selatan 1 0,5152 0,2298 2,6905 4
11. Kabupaten Barru 1 0,0460 0,7702 2,9757 4
12. Kabupaten Gowa 1 0,0801 0,7402 3,1369 5
13. Kabupaten Tana Toraja 1 0,0496 0,7646 3,1229 3
14. Kabupaten Takalar 1 0,0497 0,7798 2,5203 1
15. Provinsi Sulawesi Utara 1 0,3393 0,4907 2,1284 3
16. Kabupaten Minahasa 1 0,0361 0,7884 1,0907 3
17. Kota Manado 1 0,1817 0,6991 2,7001 3
18. Kabupaten Padang Lawas Utara 1 0,0226 0,6181 2,4531 3
19. Kota Padang Sidempuan 1 0,0633 0,6952 2,4619 3
20. Kabupaten Tanjung Jabung Timur 1 0,0331 0,5280 2,0245 4
21. Kota Pagar Alam 1 0,0452 0,6023 2,3532 3
22. Kabupaten Bekasi 1 0,3309 0,3924 2,9759 3
23. Kabupaten Indramayu 1 0,0717 0,5995 2,6530 1
24. Kota Cimahi 1 0,1662 0,5520 3,1095 5
25. Kabupaten Bandung 1 0,1370 0,7032 2,8770 1
26. Kabupaten Kendal 1 0,0809 0,6386 2,7940 3
27. Kabupaten Klaten 1 0,0530 0,7205 2,7472 3
28. Kabupaten Bantul 1 0,1271 0,6743 3,2464 4
29. Kabupaten Probolinggo 1 0,0658 0,6925 2,6413 4
30. Kabupaten Kediri 1 0,0786 0,7023 3,0005 3
31. Kabupaten Bangkalan 1 0,0660 0,7003 3,2287 5
32. Provinsi Nusa Tenggara Barat 1 0,3219 0,3678 2,5953 5
33. Kabupaten Lombok Timur 1 0,0649 0,7214 1,8220 3
34. Kota Bima 1 0,0326 0,7902 2,5671 3
35. Kabupaten Kota Waringin Timur 1 0,0984 0,9420 2,1423 3
36. Kabupaten Kutai Kartanegara 1 0,0490 0,0444 3,2289 4
37. Kabupaten Maluku Tengah 1 0,0263 0,8529 2,1643 3
38. Kabupaten Tabanan 1 0,1646 0,6410 2,4978 3
163
Pemerintah Daerah Pembanding Tahun 2013
NO NAMA DAERAH PD KD KPP KPD AK
1. Provinsi Bengkulu 0 0,2998 0,5382 2,1177 5
2. Provinsi Kepulauan Riau 0 0,2784 0,2310 2,7587 5
3. Provinsi D.I Yogyakarta 0 0,4434 0,3773 2,7669 5
4. Provinsi Kalimantan Timur 0 0,4453 0,0055 2,6718 3
5. Provinsi Gorontalo 0 0,1837 0,6697 2,5310 5
6. Kabupaten Pakpak Barat 0 0,0243 0,8518 3,0249 5
7. Kabupaten Tapanuli Selatan 0 0,0772 0,6879 2,2791 3
8. Kabupaten Batang Hari 0 0,0498 0,6779 2,5986 4
9. Kota Lubuklinggau 0 0,0585 0,6326 2,9772 5
10. Kabupaten Lampung Barat 0 0,0338 0,7668 2,9010 5
11. Kabupaten Way Kanan 0 0,0203 0,7686 2,2575 5
12. Kabupaten Ciamis 0 0,0563 0,8713 2,9276 5
13. Kabupaten Kuningan 0 0,0678 0,6594 1,7979 3
14. Kabupaten Majalengka 0 0,0724 0,6185 2,8356 5
15. Kabupaten Tasikmalaya 0 0,0461 0,8718 1,9283 3
16. Kota Banjar 0 0,1070 0,6539 2,9535 5
17. Kota Depok 0 0,2955 0,4991 3,0926 5
18. Kabupaten Banjarnegara 0 0,0644 0,7008 3,0109 5
19. Kabupaten Boyolali 0 0,1053 0,6867 3,0193 5
20. Kabupaten Sleman 0 0,1787 0,5643 3,2581 5
21. Kabupaten Banyuwangi 0 0,0922 0,7013 3,0364 5
22. Kabupaten Jombang 0 0,1130 0,7683 3,1934 4
23. Kabupaten Pacitan 0 0,0602 0,7361 3,1020 4
24. Kabupaten Lebak 0 0,0888 0,7332 2,1869 3
25. Kota Cilegon 0 0,2227 0,4995 2,4881 4
26. Kota Tangerang 0 0,2467 0,3754 2,8789 5
27. Kabupaten Gianyar 0 0,2145 0,5884 2,7986 3
28. Kabupaten Lombok Tengah 0 0,0641 0,8014 27.999 5
29. Kota Mataram 0 0,1109 0,6588 2,6507 3
30. Kabupaten Balangan 0 0,0416 0,4373 2,6528 5
31. Kabupaten Paser 0 0,0315 0,1839 2,7180 4
32. Kabupaten Bolaang
Mangondow Timur
0 0,0302 0,8767 0,9628 4
33. Kota Bitung 0 0,0708 0,8060 13.804 5
34. Kabupaten Bulukumba 0 0,0443 0,7794 3,0028 5
35. Kabupaten Luwu Utara 0 0,0599 0,7729 3,1072 4
36. Kabupaten Pangkajene 0 0,0951 0,7434 2,2635 5
37. Kabupaten Pinrang 0 0,0435 0,7915 3,2557 4
38. Kabupaten Buru 0 0,0483 0,7821 2,0143 3
164
Pemerintah Daerah Terindikasi Politik Dinasti Tahun 2014
NO NAMA DAERAH PD KD KPP KPD AK
1. Provinsi Lampung 1 0,4665 0,2756 2,4223 4
2. Kabupaten Lampung Selatan 1 0,0765 0,7473 2,8662 3
3. Kabupaten Pringsewu 1 0,0425 0,7080 2,7964 3
4. Provinsi Banten 1 0,6797 0,1083 2,5301 1
5. Kabupaten Pandeglang 1 0,0761 0,8265 3,0600 1
6. Kota Tangerang Selatan 1 0,4105 0,3029 2,7107 3
7. Kabupaten Serang 1 0,2324 0,6522 2,7745 4
8. Kota Serang 1 0,0852 0,7417 2,5519 3
9. Kabupaten Tangerang 1 0,3558 0,4086 2,5141 3
10. Provinsi Sulawesi Selatan 1 0,5554 0,2293 2,8422 4
11. Kabupaten Barru 1 0,0494 0,7578 3,0754 4
12. Kabupaten Gowa 1 0,0929 0,7178 3,1474 5
13. Kabupaten Tana Toraja 1 0,0505 0,7545 3,0988 3
14. Kabupaten Takalar 1 0,0553 0,7798 2,9307 3
15. Provinsi Sulawesi Utara 1 0,4055 0,5506 2,1151 5
16. Kabupaten Minahasa 1 0,0436 0,7394 2,7814 4
17. Kota Manado 1 0,1856 0,5816 1,5058 4
18. Kabupaten Padang Lawas Utara 1 0,0433 0,8298 1,3977 3
19. Kota Padang Sidempuan 1 0,0721 0,8644 2,4061 3
20. Kab. Tanjung Jabung Timur 1 0,0323 0,5267 2,6005 3
21. Kota Pagar Alam 1 0,0507 0,5810 2,6133 5
22. Kabupaten Bekasi 1 0,3633 0,3865 3,1379 5
23. Kabupaten Indramayu 1 0,1058 0,6003 2,9421 3
24. Kota Cimahi 1 0,1759 0,5529 3,0759 5
25. Kabupaten Bandung 1 0,1565 0,6273 3,1679 3
26. Kabupaten Kendal 1 0,1068 0,6290 2,5420 3
27. Kabupaten Klaten 1 0,0562 0,6770 2,7628 3
28. Kabupaten Bantul 1 0,1571 0,5984 3,372 4
29. Kabupaten Probolinggo 1 0,0847 0,6615 3,3130 4
30. Kabupaten Kediri 1 0,1030 0,6574 3,1734 3
31. Kabupaten Bangkalan 1 0,0713 0,6730 2,9276 3
32. Provinsi Nusa Tenggara Barat 1 0,3997 0,3615 2,7782 5
33. Kabupaten Lombok Timur 1 0,0726 0,7087 2,9223 3
34. Kota Bima 1 0,0381 0,7739 2,8716 3
35. Kab. Kota Waringin Timur 1 0,0950 0,6870 1,6874 5
36. Kabupaten Kutai Kartanegara 1 0,0696 0,0381 3,1842 5
37. Kabupaten Maluku Tengah 1 0,0317 0,8210 2,5170 3
38. Kabupaten Tabanan 1 0,1689 0,6171 3,0712 5
165
Pemerintah Daerah Pembanding Tahun 2014
NO NAMA DAERAH PD KD KPP KPD AK
1. Provinsi Bengkulu 0 0,2952 0,5589 2,1732 5
2. Provinsi Kepulauan Riau 0 0,2949 0,2490 2,8212 5
3. Provinsi D.I Yogyakarta 0 0,3980 0,3023 2,7990 5
4. Provinsi Kalimantan Timur 0 0,4551 0,0048 2,9055 5
5. Provinsi Gorontalo 0 0,2280 0,6456 2,5846 5
6. Kabupaten Pakpak Barat 0 0,0232 0,8288 3,0492 5
7. Kabupaten Tapanuli Selatan 0 0,0873 0,7197 2,3408 5
8. Kabupaten Batang Hari 0 0,0559 0,5844 2,5605 3
9. Kota Lubuklinggau 0 0,0549 0,4877 2,9331 5
10. Kabupaten Lampung Barat 0 0,0425 0,7769 3,2169 5
11. Kabupaten Way Kanan 0 0,0351 0,7438 2,6527 5
12. Kabupaten Ciamis 0 0,0958 0,8293 3,2177 5
13. Kabupaten Kuningan 0 0,0993 0,8250 3,0981 5
14. Kabupaten Majalengka 0 0,0770 0,5845 3,1105 5
15. Kabupaten Tasikmalaya 0 0,0534 0,8869 3,0847 5
16. Kota Banjar 0 0,1275 0,7338 3,0679 5
17. Kota Depok 0 0,3169 0,4757 3,0902 5
18. Kabupaten Banjarnegara 0 0,0803 0,6880 3,1403 5
19. Kabupaten Boyolali 0 0,1156 0,6527 3,2026 5
20. Kabupaten Sleman 0 0,2051 0,5352 3,2406 5
21. Kabupaten Banyuwangi 0 0,1008 0,6364 3,2682 4
22. Kabupaten Jombang 0 0,1250 0,6405 3,1687 4
23. Kabupaten Pacitan 0 0,0627 0,7013 3,2909 5
24. Kabupaten Lebak 0 0,1412 0,6585 2,7042 3
25. Kota Cilegon 0 0,3096 0,4206 2,8655 4
26. Kota Tangerang 0 0,3821 0,3272 2,9220 4
27. Kabupaten Gianyar 0 0,2628 0,5653 3,1557 5
28. Kabupaten Lombok Tengah 0 0,0838 0,7304 3,0166 5
29. Kota Mataram 0 0,1247 0,6419 2,8285 5
30. Kabupaten Balangan 0 0,0389 0,4450 2,7391 5
31. Kabupaten Paser 0 0,0439 0,1573 3,0094 5
32. Ka. Bolaang Mangondow Timur 0 0,0397 0,8737 1,9431 4
33. Kota Bitung 0 0,0838 0,7666 1,2995 5
34. Kabupaten Bulukumba 0 0,0513 0,7135 3,2720 4
35. Kabupaten Luwu Utara 0 0,0573 0,7738 3,2946 4
36. Kabupaten Pangkajene 0 0,0988 0,6730 2,2618 5
37. Kabupaten Pinrang 0 0,0576 0,7434 3,4194 4
38. Kabupaten Buru 0 0,0289 0,8434 2,5519 3
166
Pemerintah Daerah Terindikasi Politik Dinasti Tahun 2015
NO NAMA DAERAH PD KD KPP KPD AK
1. Kabupaten Lampung Selatan 1 0,0839 0,6552 2,8666 3
2. Kabupaten Pringsewu 1 0,0564 0,6763 2,3036 5
3. Kabupaten Pandeglang 1 0,0683 0,6463 3,1570 3
4. Kota Tangerang Selatan 1 0,4149 0,2733 3,0338 5
5. Kabupaten Serang 1 0,2249 0,4838 3,0253 5
6. Kota Serang 1 0,0844 0,6339 2,7345 3
7. Kabupaten Tangerang 1 0,3875 0,3494 3,0140 5
8. Provinsi Sulawesi Selatan 1 0,5480 0,2039 2,8971 5
9. Kabupaten Barru 1 0,0597 0,7021 0 2
10. Kabupaten Gowa 1 0,0983 0,6524 3,2738 5
11. Kabupaten Tana Toraja 1 0,0858 0,7191 3,2307 2
12. Kabupaten Takalar 1 0,1079 0,6791 2,9815 3
13. Provinsi Sulawesi Utara 1 0,4021 0,4277 2,4855 5
14. Kabupaten Minahasa 1 0,0636 0,6984 3,1292 5
15. Kota Manado 1 0,1915 0,5610 2,5564 5
16. Kabupaten Padang Lawas Utara 1 0,0388 0,7233 3,5018 3
17. Kota Padang Sidempuan 1 0,0739 0,6977 2,3864 3
18. Kab. Tanjung Jabung Timur 1 0,0303 0,4494 2,7357 3
19. Kota Pagar Alam 1 0,0515 0,5878 2,6741 5
20. Kabupaten Bekasi 1 0,3383 0,3207 3,2832 5
21. Kabupaten Indramayu 1 0,1153 0,5339 3,2066 5
22. Kota Cimahi 1 0,1882 0,5313 0 5
23. Kabupaten Bandung 1 0,1568 0,2732 3,2492 3
24. Kabupaten Kendal 1 0,1085 0,5998 3,0828 3
25. Kabupaten Klaten 1 0,0798 0,6227 3,1658 5
26. Kabupaten Bantul 1 0,1682 0,5406 3,4447 5
27. Kabupaten Probolinggo 1 0,0927 0,5708 3,4397 5
28. Kabupaten Kediri 1 0,1282 0,5778 3,1531 3
29. Kabupaten Bangkalan 1 0,0756 0,6147 3,0605 3
30. Provinsi Nusa Tenggara Barat 1 0,4135 0,3679 2,9079 5
31. Kabupaten Lombok Timur 1 0,1120 0,5986 3,0830 3
32. Kota Bima 1 0,0435 0,7349 3,0266 5
33. Kab. Kota Waringin Timur 1 0,1015 0,6312 2,6444 5
34. Kabupaten Kutai Kartanegara 1 0,0603 - 3,3001 5
35. Kabupaten Maluku Tengah 1 0,0409 0,7830 2,8556 5
36. Kabupaten Tabanan 1 0,1735 0,5561 3,0978 5
167
Pemerintah Daerah Pembanding Tahun 2015
NO NAMA DAERAH PD KD KPP KPD AK
1. Provinsi D.I Yogyakarta 0 0,4244 0,2802 2,8707 5
2. Provinsi Kalimantan Timur 0 0,6497 0,0077 3,1469 5
3. Provinsi Gorontalo 0 0,2241 0,6379 2,8438 5
4. Kabupaten Pakpak Barat 0 0,0328 0,8624 2,9754 3
5. Kabupaten Tapanuli Selatan 0 0,0962 0,6593 2,8378 5
6. Kabupaten Batang Hari 0 0,0705 0,5386 2,9464 5
7. Kota Lubuklinggau 0 0,0678 0,4988 3,0670 5
8. Kabupaten Lampung Barat 0 0,0457 0,7079 3,2147 5
9. Kabupaten Way Kanan 0 0,0358 0,7342 2,8224 5
10. Kabupaten Ciamis 0 0,0843 0,6196 3,3164 5
11. Kabupaten Kuningan 0 0,1022 0,5857 3,4301 5
12. Kabupaten Majalengka 0 0,1155 0,5135 3,3508 5
13. Kabupaten Tasikmalaya 0 0,0693 0,6438 3,3411 5
14. Kota Banjar 0 0,1631 1,0731 3,2809 5
15. Kota Depok 0 0,3098 0,4067 3,2908 5
16. Kabupaten Banjarnegara 0 0,0917 0,6261 3,2023 5
17. Kabupaten Boyolali 0 0,1238 0,5784 3,4142 5
18. Kabupaten Sleman 0 0,2575 0,4559 3,2900 5
19. Kabupaten Banyuwangi 0 0,1040 0,5598 3,4551 5
20. Kabupaten Jombang 0 0,1353 0,5628 3,2965 5
21. Kabupaten Pacitan 0 0,0727 0,6309 3,3435 5
22. Kabupaten Lebak 0 0,1181 0,5559 2,9504 5
23. Kota Cilegon 0 0,3325 0,3867 3,0586 5
24. Kota Tangerang 0 0,4160 0,2920 2,5518 5
25. Kabupaten Gianyar 0 0,2766 0,4790 3,2660 5
26. Kabupaten Lombok Tengah 0 0,0876 0,6505 3,0894 5
27. Kota Mataram 0 0,1761 0,5818 2,9642 5
28. Kabupaten Balangan 0 0,0528 0,4518 2,8471 5
29. Kabupaten Paser 0 0,0393 0,1174 2,9646 5
30. Kabupaten Bolaang
Mangondow Timur
0 0,0296 0,8392 1,1330 5
31. Kota Bitung 0 0,1155 0,7232 1,9745 5
32. Kabupaten Bulukumba 0 0,0901 0,6445 3,4205 5
33. Kabupaten Luwu Utara 0 0,0767 0,6786 3,1915 5
34. Kabupaten Pangkajene dan
Kepulauan
0 0,1121 0,6565 2,6965 5
35. Kabupaten Pinrang 0 0,0860 0,6916 3,4552 5
36. Kabupaten Buru 0 0,0263 0,8072 2,9539 5
Sumber: Data diolah dengan Ms.Excel
168
Lampiran 5 : Hasil Output SPSS
A. Hasil Uji Statistik Deskriptif
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
PD 224 ,0000 1,0000 ,500000 ,5011198
KD 224 ,0203 ,6797 ,144506 ,1354020
KPP 224 ,0000 1,0731 ,599367 ,1974431
KPD 224 ,0000 3,5018 2,757205 ,6003502
AK 224 1,0000 5,0000 4,138393 1,0432568
Valid N
(listwise)
224
Sumber: Outpus SPSS
B. Hasil Analisis Regresi Logistik Ordinal
1. Overall Model Fit
(Hasil Uji Variabel Independen)
Model Fitting Information
Model -2 Log Likelihood Chi-Square df Sig.
Intercept Only 496,771
Final 431,085 65,685 3 ,000
Link function: Negative Log-log.
Sumber: Output SPSS
(Hasil Uji Moderasi)
Model Fitting Information
Model -2 Log Likelihood Chi-Square df Sig.
Intercept Only 496,771
Final 412,796 83,975 7 ,000
Link function: Negative Log-log.
Sumber: Output SPSS
2. Goodness of Fit
(Hasil Uji Variabel Independen)
Goodness-of-Fit
Chi-Square df Sig.
Pearson 681,616 889 1,000
Deviance 431,085 889 1,000
Link function: Negative Log-log.
Sumber: Output SPSS
169
(Hasil Uji Moderasi)
Goodness-of-Fit
Chi-Square df Sig.
Pearson 619,091 885 1,000
Deviance 412,796 885 1,000
Link function: Negative Log-log.
Sumber: Output SPSS
3. Koefisien Determinasi
(Hasil Uji Variabel Independen)
Pseudo R-Square
Cox and Snell ,254
Nagelkerke ,285
McFadden ,132
Link function: Negative Log-log.
Sumber: Output SPSS
(Hasil Uji Moderasi)
Pseudo R-Square
Cox and Snell ,313
Nagelkerke ,351
McFadden ,169
Link function: Negative Log-log.
Sumber: Output SPSS
4. Test of Parallel Lines
(Hasil Uji Variabel Independen)
Test of Parallel Linesa
Model -2 Log Likelihood Chi-Square df Sig.
Null Hypothesis 431,085
General 424,392b 6,693
c 9 ,669
The null hypothesis states that the location parameters (slope
coefficients) are the same across response categories.
a. Link function: Negative Log-log.
b. The log-likelihood value cannot be further increased after
maximum number of step-halving.
170
c. The Chi-Square statistic is computed based on the log-likelihood
value of the last iteration of the general model. Validity of the test is
uncertain.
Sumber: Output SPSS
(Hasil Uji Moderasi)
Test of Parallel Linesa
Model -2 Log Likelihood Chi-Square df Sig.
Null Hypothesis 412,796
General 382,418b 30,378
c 21 ,085
The null hypothesis states that the location parameters (slope
coefficients) are the same across response categories.
a. Link function: Negative Log-log.
b. The log-likelihood value cannot be further increased after
maximum number of step-halving.
c. The Chi-Square statistic is computed based on the log-likelihood
value of the last iteration of the general model. Validity of the test is
uncertain.
Sumber: Output SPSS
5. Hasil Uji Hipotesis
(Hasil Uji Variabel Independen)
Parameter Estimates
Estimate
Std.
Error Wald df Sig.
95% Confidence
Interval
Lower
Bound
Upper
Bound
Threshold [AK = 1] -3,264 ,492 43,929 1 ,000 -4,229 -2,299
[AK = 2] -3,161 ,489 41,787 1 ,000 -4,119 -2,202
[AK = 3] -1,641 ,445 13,582 1 ,000 -2,514 -,768
[AK = 4] -1,166 ,442 6,977 1 ,008 -2,031 -,301
Location PD -1,337 ,180 54,950 1 ,000 -1,690 -,983
KD -,907 ,799 1,287 1 ,257 -2,474 ,660
KPP -1,164 ,559 4,336 1 ,037 -2,259 -,068
Link function: Negative Log-log.
Sumber: Output SPSS
171
(Hasil Uji Moderasi)
Parameter Estimates
Estimat
e
Std.
Error Wald df Sig.
95% Confidence
Interval
Lower
Bound
Upper
Bound
Threshold [AK = 1] 4,326 3,905 1,227 1 ,268 -3,328 11,979
[AK = 2] 4,437 3,905 1,291 1 ,256 -3,217 12,091
[AK = 3] 6,046 3,912 2,388 1 ,122 -1,622 13,714
[AK = 4] 6,570 3,916 2,815 1 ,093 -1,105 14,245
Location PD ,325 ,882 ,136 1 ,712 -1,404 2,055
KD -,252 6,477 ,002 1 ,969 -12,945 12,442
KPP 6,602 4,556 2,099 1 ,147 -2,328 15,531
KPD 2,628 1,323 3,945 1 ,047 ,035 5,222
PD * KPD -,595 ,311 3,643 1 ,056 -1,205 ,016
KD * KPD ,138 2,277 ,004 1 ,952 -4,325 4,601
KPP * KPD -2,662 1,538 2,994 1 ,084 -5,677 ,353
Link function: Negative Log-log.
Sumber: Output SPSS