pengaruh sistem proteksi kebakaran terhadap mitigasi bencana pusat perbelanjaan di kota surabaya

Upload: fariz-rifqi-ihsan

Post on 10-Oct-2015

64 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Kebakaran merupakan bencana yang menimbulkan banyak kerugian. Sistem Kebakaran untuk pencegahan/mitigasi bencana seringkali sudah dibuat namun belum memberikan hasil yang maksimal.. Surabaya muncul sebagai kota terbesar kedua setelah Jakarta, dan memiliki pusat perbelanjaan yang cukub besar. Namun pusat perbelanjaan ini masih memiliki permasalahan dalam menghadapi bencana kebakaran. Oleh karena itu dalam penelitian kualitatif deskriptif ini coba dijalskan mengenai faktor penentu terjadinya kebakaran dan upaya yang dilakukan untuk menanggulangi permasalahan kebakaran di Surabaya. Lingkup wilayah studi yang diambil adalah pusat perbelanjaan pada kawasan pusat kota Surabaya.

TRANSCRIPT

  • Pengaruh Sistem Proteksi Kebakaran Terhadap Mitigasi Bencana Pusat Perbelanjaan di Kota Surabaya

    Faris Rifqi Ihsan

    1306345144

    Jurusan Kajian Pengembangan Perkotaan, Fakultas Paska Sarjana, Universitas Indonesia

    Email : [email protected]

    Abstrak

    Kebakaran merupakan bencana yang menimbulkan banyak kerugian. Sistem Kebakaran untuk pencegahan/mitigasi bencana seringkali sudah dibuat namun belum memberikan hasil yang maksimal.. Surabaya muncul sebagai kota terbesar kedua setelah Jakarta, dan memiliki pusat perbelanjaan yang cukub besar. Namun pusat perbelanjaan ini masih memiliki permasalahan dalam menghadapi bencana kebakaran. Oleh karena itu dalam penelitian kualitatif deskriptif ini coba dijalskan mengenai faktor penentu terjadinya kebakaran dan upaya yang dilakukan untuk menanggulangi permasalahan kebakaran di Surabaya. Lingkup wilayah studi yang diambil adalah pusat perbelanjaan pada kawasan pusat kota Surabaya. Kata Kunci : Sistem Kebakaran, Mitigasi Bencana, Pusat Perbelanjaan

    I. Latar Belakang Kebakarana bangunan adalah bencana yang merugikan untuk orang yang terkena dan berdampak pada lingkungan sekitar. Kebakaran juga mengakibatkan kerugian materil dan berpotensi terhadap angka kematian yang tinggi, sehingga memerlukan perhatian akan keselamatan pengguna bangunan serta penduduk sekitar kawasan bangunan. Namun sampai saat ini penanganan terhadap kebakaran di Indonesia masih memiliki berbagai masalah dan kendala sehingga kebakaran seringkali terulang.

    Adanya peningkatan jumlah kejadian kebakaran di wilayah kota Surabaya rata-rata 250 kejadian kebakaran per tahun disebabkan oleh beberapa hal (Perda Surabaya, 2004), yaitu: Rendahnya pemahaman dan kesadaran masyarakat akan bahaya kebakaran, Masih kurangnya kesiapan masyarakat untuk menghadapi dan menanggulangi bahaya kebakaran, Rendahnya sistem proteksi kebakaran yang dimiliki gedung dan bangunan., Sistem penanganan kebakaran belum terwujud dan terintegrasi, yaitu akselerasi kecepatan unit pemadam kebakaran tiba di lokasi bencana dikarenakan

    jauhnya pos PMK dengan lokasi bencana dan kemacetan lalulintas

    Dari sekian banyak masalah pada terjadinya kebakaran, satu yang seringkali terjadi adalah pada bangunan dempet dengan KDB dan KLB yang tinggi. Selain ruko dan kampung, pasar dan pusat perbelanjaan di Kota Surabaya juga menjadi isu mitigasi bencana yang perlu diperhatikan. Perkembangan pusat perbelanjaan dengan fungsi yang semakin kompleks dalam suatu bangunan tertutup (closed malls) dapat menyebabkan meningkatnya potensi bahaya akibat kebakaran. Dengan demikian, pengamanan bahaya kebakaran pada pusat perbelanjaan menjadi hal yang sangat penting. (Magdalena, 2006).

    Keberadaan bangunan pusat perbelanjaan berpengaruh terhadap sektor ekonomi kota. Pusat perbelanjaan pun menjadi bisnis properti karena memiliki nilai investasi yang cukup tinggi, serta banyaknya tenaga kerja yang dapat diserap merupakan efek positif keberadaan pusat perbelanjaan.

    Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan kajian atas sistem proteksi kebakaran terhadap mitigasi banecana di pusat perbelanjaan. Berdasarkan hal

  • tersebut di atas, obyek penelitian ini adalah bangunan pusat perbelanjaan yang memiliki kompleksitas yang tinggi

    II. Gambaran Umum

    Surabaya merupakan kota terbesar kedua di Indonesia setelah Jakarta. Dengan luas wilayah kurang lebih 326,37 km2, Surabaya memiliki daerah yang cukup besar sebagai ibukota Provinsi Jawa Timur. Menurut sensus penduduk tahunn 2010, Kota Surabaya memiliki jumlah penduduk sebanyak 2.765.908 jiwa, dan dengan luas wilayah yang adam maka kepadatan penduduk sebesar 8.304 jiwa/km2 (BPS Kota Surabaya, 2010).

    Secara topografi, sebagian besar (25.919,04 Ha) merupakan dataran rendah dengan ketinggian 3 - 6 meter di atas permukaan laut pada kemiringan kurang dari 3 persen, sebagian lagi pada sebelah barat (12,77 persen) dan sebelah selatan (6,52 persen) merupakan daerah perbukitan landai dengan ketinggian 25 - 50 meter di atas permukaan laut dan pada kemiringan 5 15 persen. Namun tidak semua dataran rendah, di bagian Selatan terdapat 2 bukit landai yaitu di daerah Lidah dan Gayungan ketinggiannya antara 25 - 50 m di atas permukaan laut dan di bagian barat sedikit bergelombang (RPJMD Kota Surabaya 2010-2015). Dan dapat diketahui bahwa hampir seluruh kawasan kota merupakan dataran rendah.

    RTRW Surabaya 2013 menyebutkan bahwa yang menjadi kawasan komersial dan jasa berada pada Unit Pengembangan (UP) VI Tunjungan, yakni kawasan Basuki Rahmat, Embong Malang, Praban, Bubutan, Pahlawan, Pasar Turi, Kapas Krampung, dan Tunjungan. Kawasan perdagangan dan jasa direncakana secara terpadu dengan kawasan sekitarnya dan harus memperhatikan kepentingan semua sektor perdagangan dan jasa termasuk pedagang informal. Dalam kawasan ini setiap pusat perbelanjaan harus memperhatikan kepentingan sekitarnya. salah satu upaya yang dilakukan untuk melakukan aktivitas berdampingan adalah dengan membuat sistem mitigasi bencana kebakaran.

    Dari segi mitigasi bencana kebakaran, Surabaya termasuk memiliki tingkat kebakaran yang cukup tinggi. Hal ini dikarenakan Surabaya termasuk dalam kawasan kota besar di Indonesia. Penanganan kebakaran juga belum mendukung di dalam manajemen perkotaan.

    Dari data yang dihimpun oleh pemerintah daerah kota Surabaya,tingkat kebakaran meningkat dalam beberapa tahun terkahir. Semakin banyaknya

    bangunan tinggi pada pusat perbelanjaan, lahan yang tebatas untuk pusat perbelanjaan, serta lahan parker yang tidak memadai memicu terjadinya kebakaran. Adapun fasilitas mitigasi bencana sperti hidran, jalur evakuasi, alarm sering kali dilupakan oleh pengelola pusat perbelanjaan.

    Adanya peningkatan jumlah kejadian kebakaran di wilayah kota Surabaya rata-rata 250 kejadian kebakaran per tahun disebabkan oleh beberapa hal (Perda Surabaya, 2004), yaitu:

    1. Rendahnya pemahaman dan kesadaran masyarakat akan bahaya kebakaran.

    2. Masih kurangnya kesiapan masyarakat untuk menghadapi dan menanggulangi bahaya kebakaran.

    3. Rendahnya sistem proteksi kebakaran yang dimiliki gedung dan bangunan.

    4. Sistem penanganan kebakaran belum terwujud dan terintegrasi, yaitu akselerasi kecepatan unit pemadam kebakaran tiba di lokasi bencana dikarenakan jauhnya pos PMK dengan lokasi bencana dan kemacetan lalulintas.

    III. Kondisi dan Permasalahan Mitigasi Bencana Kebakaran Pusat Perbelanjaan di Surabaya

    Keberadaan bangunan pusat perbelanjaan berpengaruh terhadap sektor ekonomi kota. Pusat perbelanjaan pun menjadi bisnis properti karena memiliki nilai investasi yang cukup tinggi, serta banyaknya tenaga kerja yang dapat diserap merupakan efek positif keberadaan pusat perbelanjaan.

    Berdasarakan RTRW Kota Surabaya tahun 2013, kota Surabaya diperuntukkan sebagai kota perdagangan dan jasa. Kegiatan perdagangan dan jasa untuk melayani kebutuhan masyarakat kota diperluas. Akibat dari aktivitas ini muncul pembangunan fisik di bidang perbelanjaan. Namun begitu walaupun Surabaya mengedepankan fungsi perdagangan dan jasa, belum ada penanganan pada mitigasi bencana kebakaran.

    Kondisis penanganan bencana kebakaran di Surabaya secara umu perlu ditingkatkan. Ada dua masalah dalam kebakaran sebagai bencana yang bisa dihindari, yakni melihat sebuah kebakaran dalam aspek bahaya dan kebakarana sebagai aspek kerentanan.

    Hasil pendataan kebakaran periode 1984-1988 dan 1989-1993 yang menunjukkan bahwa jumlah

  • kejadian kebakaran bangunan dan kerugian akibat kebakaran yang terjadi semakin meningkat (Suprapto, 2007), yaitu:

    1. Jumlah kebakaran di Indonesia 1984 1988 : 5600 kali.

    2. Jumlah kebakaran di Indonesia 1989 1993 : 8799 kali.

    3. Kerugian materi 1984 1988 : 99,9 miliar. 4. Kerugian materi 1989 1993 : 477 miliar. 5. Kejadian kebakaran terbanyak : rumah tinggal

    (65,8%), pusat perbelanjaan (9,8%), bangunan industri (8,0%), perkantoran (5,6%), pasar (4,8%), hotel (4,6%) dan bangunan lainnya (0,4%).

    6. Penyebab kebakaran: 39,4% melalui listrik, 20% kompor minyak tanah, 9% lampu tempel dan 6,6% lain-lain, namun angka untuk penyebab tak diketahui, 25%.

    7. Response time dinas kebakaran ke lokasi lebih dari 10 menit.

    Sedangkan upaya untuk mencegah kebakaran utama adalah dengan melihat suatu pencegahan sebagai jalan terbaik guna mnegatasi bahaya dan kerentanan sebuah bangunan.

    Menurut Suprapto (2003), beberapa kondisi penanganan kebakaran yang kurang mendukung serta perlu diperbaiki, antara lain:

    1. Sistem proteksi masih bertumpu pada sistem aktif. Sistem proteksi pasif dan manajemen keselamatan kebakaran kurang diperhatikan.

    2. Infrastruktur kota (sumber air, hidran, sistem komunikasi, dll) belum sepenuhnya mendukung.

    3. Belum semua daerah memiliki Perda tentang penanganan kebakaran.

    4. Standar maupun pedoman teknis belum sepenuhnya diterapkan dalam perencanaan dan konstruksi bangunan

    IV. Pembahasan dan Rekomendasi

    4.1 Faktor Penentu dalam Manajemen Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran

    Dalam melihat penyebab kebakaran, perlu melihat sisi pencegahan sebagai upaya pertama dalam mitigasi bencana kebakaran. Ada beberapa hal yang perlu dilakukan, yakni :

    a. Sistem Manajemen Kebakaran Kota Surabaya

    Manajemen kota tak lepas dari satu isnrtumen pencegahan kebakaran di perkotaan. Suatu sistem perkotaan yang dirancang perlu kesiapan kota dalam

    menghadapai setiap kondisi. Sampai saat ini sistem penanggulangan bencana di Surabaya sudah pada tahap yang cukup baik. Di mana tiap unit kerja sudah dibekali dengan pelatihan K3. Unit utama dalam penaggulangan bencana kebakran adalah Pemadam Kebakaran dan dibantu oleh satuan unit lainnya seperti polisi, kesehatan, pamong praja dan lainnya.

    Kota Surabaya telah memiliki pembagian wilayah manajemen kebakaran yang memungkinkan efisiensi dan efektifitas pencegahan bahaya. Namun terkendala pada kondisi fisik jalan dan bangunan untuk menuju akses kebakaran.

    b. Land Use Planning

    Perencanaan mitigasi bencana dengan sistem proteksi kebakaran tidak akan bisa lengkap apabila perencanaan tata guna lahan tidak dierbaiki. Manajemen bangunan dan kawasan dipandu oleh kebijakan pemerintah untuk menentukan peruntukkan tanah. Karena tidak hanya perdagangan dan jasa saja yang melakukan aktivitas keseharian, tetapi peruntukkan lahan yang lain, seperti permukiman, industri, dan lainnya ikut bergerak.

    Bangunan dengan peruntukkan lahan memiliki penanganan khusus dalam mencegah kebakaran terjadi. Oleh sebab itu kawasankawasan tersebut harus direncanakan sedemikian rupa sehingga di dalamnya tersedia fasilitas pemadam kebakaran seperti pos-pos pemadam kebakaran, hidran lingkungan, sumur kebakaran/reservoir air sehingga memudahkan instansi npemadam kebakaran untuk mengakses dan menggunakannya. Demikian pula dengan sarana lainnya termasuk alat komunikasi, sehingga dengan demikian sangat penting untuk membagi kota ke dalam beberapa wilayah untuk memudahkan pengaturan penanggulangan bahaya kebakaran dan penempatan sarana dan prasarananya

    c. Infrastruktur Kebakaran Kota Surabaya

    Guna melihat kesiapan secara fisik di lapangan untuk penanggulangan kebakaran, kota memerlukan dukungan sarana dan prasarana.

    1. Prasarana penanggulangan kebakaran

    Ada beberapam prasaran yang diperlukan untuk mewujudkan sistem proteksi kebakaran. Yaitu pasokan air, transportasi dan aspek prasarana lainnya yang berhubungan.

    a) Pasokan air

  • Secara khusus untuk lingkup kawasan Kota , Surabaya sudah memiliki prasarana penampung dan pemasok air yang memadai untuk dimanfaatkan sebagai sumber air dalam rangka menanggulangi ancaman bahaya kebakaran di kota.

    Namun walau sudah baik, alokasi untuk hidran seringkali tidak terpenuhi dengan baik. Sehingga menyulitkan pemadaman dengan waktu yang cepat.

    b. Sistem Transportasi

    Permasalahan transportasi pada umumnya hampir sama di seleuruh kota besar di Indonesia. akasesibilitas dan hambatan perjalanan muncul sebagai dua faktor utama. Sama halnya dengan penerapan sistem kebakaran, aktivitas pemadaman kebakaran juga menghadapi kendala tersebut. Kawasan perbelanjaan di beberapa tempat di Surabaya sudah memiliki akses yang baik. Seperti Tunjungan, sudah memiliki akses yang baik. Hanya saja terkendala pada lokasi nya yang padat di pusat perkotaan. Ada beberapa masalah utama dalam transportasi guna menanggulangi kebakaran, yakni :

    Belum adanya prasarana jalan khusus bagi kendaraan pemadam kebakaran yang berfungsi khusus untuk mengakses langsung ke lokasi sumber air.

    Lebar jalan di beberapa lokasi yang dianggap rawan belum memadai untuk menjamin kelancaran arus kendaraan pemadam kebakaran ke lokasi kebakaran.

    Kualitas jalan terutama beberapa ruas jalan lingkungan bila ditinjau dari aspek kekuatan konstruksi agar terhindar dari kerusakan ketika dilalui kendaraan pemadam.

    Belum adanya lapisan perkerasan (hard standing) dan akses masuk (access way) bagi jalur masuk mobil pemadam kebakaran pada bangunan-bangunan yang memiliki spesifikasi khusus.

    Kawasan perbelanjaan di beberapa tempat di Surabaya sudah memiliki akses yang baik. Seperti Tunjungan, sudah memiliki akses yang

    c. Alat komunikasi

    Sebagai alat komunikasi yang paling handal untuk dapat segera melaporkan kejadian atau musibah kebakaran kepada pihak yang berwenang saat ini adalah alat komunikasi yang konvensional yakni fasilitas telepon dibawah kendali operasi PT. Telkom. Sehingga dengan demikian tidak tertutup kemungkinan terjadi keterlambatan tindakan akibat komunikasi yang terganggu oleh berbagai kesibukan

    dan frekwensi komunikasi yang padat pada pihak Telkom sendiri.

    d. Bangunan pemadam kebakaran

    Prasarana lain yang juga sangat penting dalam Perencanaan Induk Kebakaran adalah fasilitas bangunan pemadam kebakaran sebagai wadah bagi pihak penyelenggara semua aspek yang berhubungan langsung dengan aktivitas penanggulangan dan pencegahan bahaya kebakaran. Dari bangunan ini pulalah gerakan dan komando penyelenggaraan penanggulangan tersebut dikendalikan oleh personilpersonil yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana pendukung yang belum dimiliki termasuk pos-pos pemadam pada lokasi-lokasi yang rawan terbakar serta penempatan hidrant-hidrant umum di titik penting.

    2. Sarana penanggulangan kebakaran

    Untuk mengendalikan kebakaran deari sisi mtitigasi bencana, tak hanya prasarana yang perlu, namun juga sebuah dukugan untuk media pergerakan dan eksekusi di lapangan. Kendaraan operasional, peralatan teknis menjadi komponen utama dalam penaggualngan bencana. Kelengkaan ini harus dimiliki oleh onstansi atau lembaga yang bernaung di bawah sistem kebakaran seperti Dinas Pemadam Kebakaran.

    a. Kendaraaan Operasional Lapangan

    Kendaraan operasional lpangan diperlukan sebagai media pemadaman dan evakuasi serta media penyelamatan korban pada kondisi darurat.

    b. Peralatan Teknik Operasional

    Peralatan teknik operasional yang tersedia di Surabaya sudah cukup lengkap. Standar yang dipakai juga sudah sesuai SNI dan standar internasional. Peralatan yang dimaksud adalah standar sistem kebakaran seperti peralatan pendobrak, kapak, tangga linggis, selang dan lain sebagainya.

    c. Kelengkapan Perorangan

    kelengkapan perorangan adalah perlengkapan seorang untuk melakukan pencegahan dan pemadaman kebakaran. Perlengkapan ini dipakai oleh petugas pemadam kebakaran yang akan bertugas atau mengahdapi situasi bencana kebakaran.

    3. Aspek Keterlibatan Masyarakat

  • Peran serta masyarakat diperlukan dalam kerjasama baik dalam penanggulangan maupun mitigasi bencana. Karena yang terkena dampak dan menyebabkan kebakaran adalah masyarakat itu sendiri. selain kelalalian petugas atau pemerintah kota, seringkali masyarakat ikut berperan dalam proses terjadinya bencana kebakaran. Misalnya saja hydra dipakai untuk tempat berjualan atau memindahkan alat pemadam kebakaran dari tempatnya.

    Fasilitas umum merupakan tanggung jawab bersamam, bukan hanya terbatas pada petugas pemdama kebakaran, polisi ataupun aparat pemerntah kota saja. Namun semua bersama bah-membahu dalam mencegah dan menanangi kebakaran jika terjadi. Selain itu kebiasaan-kebiasaan atau tradisi yang berlaku dalam kelompok masyarakat (local genius) untuk menunjang penanggulangan bahaya kebakaran menjadi sangat penting untuk dipertahankan, bahkan dikembangkan sebagai potensi lokal. Namun demikian berasarkan interview di lapangan.

    4.2 Pembahasan

    Pembahasan yang dilakukan adalah melihat aspek potensi kebakaran, manajemen penanggulangan bencana, analisa tata guna lahan dan transportasi, dan analisa sumber daya manusia.

    1. Analisis Potensi Kebakaran

    Hasil studi sekunder (dokumen) dan primer (pengamatan) dilihat dari intensitas dan jarak bangunan, material bangunan dam sejarah bangunan, maka kawasan yang dianggap sebagai kawasan yang memiliki potensi kebakaran adalah :

    a. Pasar Blauran

    Pasar Blauran adalah salah satu pasar tua yang sudah ada sejak jaman jaman colonial Belanda. Pasar ini masuk dalam kawasan segitiga Tunjungan. Karena masuk dalam kawasan perdagangan dan jasa utama, maka pasar ini sungguh ramai dikunjungi.

    Ada dua kawasan pada Pasar Baluran, pertama pasar tradisional yang menjual buku dan sepatu dan kedua pasar modern yang dibangun oleh ITC. Kererntanan dan bahaya terdapat pada kedua tempat tersebut. Pasar tradisional lebih memiliki kerentanan bahaya terhadap kebakaran karena dekat dengan permukiman padat tengah kota (kampung tengah kota). Sedangkan pada pasar modern, walau sudah memiliki fasilitas sistem kebakaran akan berbahaya jika memberikan dampak pada pasar tradisional di sekitarnya.

    b. Pasar Grosir Surabaya

    Pasar Grosir Surabaya terletak dekat dengan stasiun Pasar Turi. Sebenarnya asal pasar modern ini adalah dari Pasar Turi lama, namun karena terjadi kebakaran Pasar Turi sedang dalam proses pembangunan kembali.

    Diharapkan dari kejadian kebakaran sebelumnya, Pemerintah Kota Surabaya dapat mempelajari penyebab kebakaran dan tidak mengulanginya lagi. Lokasi dari pasar ini cukup strategis karen dekat dengan akses tol. Akan ada ancaman bahaya dari lalu lintas tinggi ditambahy resiko kecelakaan kereta api.

    c. Pasar Atum

    Pasar atum menjadi ikon perbelanjaan grosir di Surabaya. Terdapat beberapa bangunan dengan nilai sejarah, artinya pada bangunan lama perlu perombakan ulang pada sistem hidran atau akses keluar darurat. Belum lagi bangunan yang berhimpit dan kondisi perbelanjaan yang menggabungkan banguna baru dan bangunan lama.

    Potensi kebakaran dan kerentanan pada pusat perbelanjaan pada Pasar Atum cukup tinggi mengingat kawasan ini sangat dipadati pengunjung setiap hari, terutama di akhir pekan.

    d. Kawasan Siola

    sejarah mengatakan bahwa kawasan perbelanjaan Siola telah ada dari jaman Kolonial Belanda. Gaya bangunan yang neo klasik memperjelas kapan bangunan ini mulai difungsikan.

    Setelah mengalami kemunduran aktivitas pada akhir tahun 1990-an, bangunan ini mulai dipugar dan difungsikan lagi menjadi tempat berbelanja. Lokasinya masih menjadi satu dengan segitiga Tunjungan, sehingga membuat ramai pengunjung. Hal yang perlu diwaspadai, lokasi Siola dekat dengan permukiman dan pasar tradisional. Sistem kebakaran di pasar ini harus diperhitungkan kembali lokasi dan kegunaannya.

    2. Analisis manajemen penanggulangan kebakaran

    Pembagian Wilayah Manajemen Kebakaran (WMK) dan pos pemadama kebakaran adalah salah satu instrument sistem kebakaran.

    Manajemen Pengamanan Kebakaran (Fire Safety Management) merupakan bingkai pengamanan total terhadap bahaya kebakaran. Dalam rangka upaya

  • untuk meningkatkan kulitas pengamanan tersebut maka dalam suatu kota perlu dibentuk Wilayah Manajemen Kebakaran (WMK) yang dibentuk berdasarkan pengelompokan hunian yang memiliki kesamaan kebutuhan proteksi kebakaran dalam batas wilayah tertentu, dilengkapi dengan system alarm dalam rangka pemberitahuan kebakaran yang terintegrasi dalam WMK serta ditentukan oleh waktu tanggap (response time) dari pos pemadam kebakaran terdekat.Berdasarkan hal-hal tersebut maka daerah layanan WMK ditentukan oleh respons time yang tidak boleh lebih dari 15 menit dengan radius daerah layanan tidak lebih dari 7,25 KM setiap WMK.

    Sebaiknya setiap pasar dan pusat perbelanjaan memiliki pos pemadam kebakaran dan WMK yang cukup luas. Setiap WMK dilengkapi pos-pos pemadam kebakaran dengan fasilitas pelengkap pada lokasi-lokasi yang berada dalam radius jangkauan 2,5 km dengan tetap memperhatikan kawasan yang potensial dan rawan terhadap ancaman kebakaran. Pos pemadam kebakaran diperlukann di lokasi tengah antara Siola, Pasar Blauran dan Pusat Grosir Surabaya yang mencangkup segitiga Tunjungan.

    3. Analisis Tata Guna Lahan

    Peruntukkan Lahan pada kawasan pusat perbelanjaan perlu dilakukan penataan maupun pengaturan. Pengaturan kembali bisa dilaksanakan dengan kerjasama masyarakat dan pemerintah. Lahan permukiman dan perdagangan seringkali berdekatan karena perencanaan kota yang terlihat memusat.

    Oleh karena itu di lokasi-lokasi permukiman, perdagangan dan jasa pada pusat kota perlu disediakan prasarana untukmenunjang proteksi terhadap kebakaran berupa hidran lingkungan atau reservoir yang diletakkan di sepanjang jalur akses mobil pemadam sehingga setiap bangunan hunian maupun bangunan lainnya dapat terjangkau oleh pemadam kebakaran.

    Pola pengembangan kota harus diatur kembali agar pusat perbelanjaan tidak terlalu dekat satu sama lain. Atau bahkan coba dijadikan kawasan khusus untuk perbelanjaan. Hal ini coba diatur kembalin dalam RTRW atau RDTRK.

    4. Analisa Peran Serta Masyarakat

    Peran serat masyarakat dan pemerintah perlu terjalin dengan baik. Tak hanya pemerintah tetapi masyarakat juga diharuskan terlibat untuk upaya pencegahan kebakran. Oleh karena itu harus ada undang-undang dan instansi terkait untuk mendukung mitigasi bencana khusus bagi masyarakat.

    Perlu segera dibentuk sebuah institusi / instansi yang khusus menangani masalah kebakaran di wilayah perencanaan yang ada. Lalu segera dilengkapi dengan personal yang kapabel untuk dapat menduduki jabatan sebagai Kepala Kantor, Kepala Satuan dan Komandan Pos. Sebagai tindak lanjut dari pembentukan institusi diatas adalah perlu adanya pembinaan terhadap sumber daya manusia dan mengikutsertakan mereka pada pelatihan-pelatihan yang terkait dengan tugas utama sebagai satuan pemadam kebakaran

    Ada dua komponen dalam sebuah kota yaitu kelompok masyarakat dan Pihak Pemerintah selaku pengambil keputusan dalam setiap aspek kehidupan masyarakatnya. Oleh karena itu peran serta masyarakat tidak dapat diabaikan dalam berbagai hal termasuk persoalan-persoalan yang terkait dengan kebakaran. Masyarakat kota Surabaya secara umum harus terlibat dalam pengambilan keputusan Rencana Induk Kebakaran. Di mana ada 2 pelibatan, yakni :

    Pelibatan secara pasif, dimana masyarakat berperan sebagai kelompok yang mematuhi keputusan

    Pelibatan secara aktif, masyarakat berperan merancang dan melaksanakan upaya-upaya pencegahan kebakaran dalam wilayah Kota

    Peran serta masyarakat juga dapat diakomodir melalui pembentukan SATLAKAR (Satuan Relawan Kebakaran) yang merupakan wadah partisipasi dan rasa tanggung jawab masyarakat dalam rangka mengatasi ancaman bahaya kebakaran dan menjadi bagian dari pelayanan pemadaman kebakaran. Keanggotaan Satlakar direkrut dari organisasi kemasyarakatan seperti Karang Taruna, Pramuka serta organisasi kemasyarakatan lainnya dalam rangka membantu penanggulangan kebakaran.

    5. Analisa Sistem Transportasi Kota

    Untuk melihat aspek transportasi, maka diperlukan pemahaman mengenai jaringan jalan. Jaringan jalan meliputi jaringan jalan primer dan sekunder. Tujuan akhir pemhaman mengenai jaringan jalan ini ialah memahami akses yang akan dipakai bagi sarana pemadam kebakaran di Kota Surabaya.

    Kota Surabaya memiliki jaringan jalan yang cukup baik. Hampir setiap pusat perbelanjaan berada pada jaringan jalan primer. Hal ini dikarenakan pusat perbelanjaan Surabaya berada pada pusat kota dan inti kegiatan perkotaan.

    Sistim sirkulasi dan jaringan jalan dalam kota Surabaya telah menunjang akses kendaraan

  • pemadam. Namun dalam hal kepadatan arus kendaraan yang melintasi jalanutama Surabaya seringkali menjadi kendala jalannya mobil pemadam kebakaran. Permasalahan kepadatan dibebankan lagi oleh keberadaan parker on street pada daerah komersil. Trotoar dan bahu jalan seringkali tertutup aksesnya oleh parkir. Belum lagi pedagang kaki lima yang muncul di jalan dan trotoar memperburuk akses masuk. Hal ini terdapat pada Pusat Grosir Surabaya dan Pasar Atum. Dalam kondisi ini diharapkan adanya jalur khusus atau jalur darurat untuk mobil pemadam kebakaran. Selain itu jalur darurat ini bisa dipakai oleh keadaan darurat lainnya seperti banjir atau perang.

    4.3 Rekomendasi

    Untuk membuat suatu sistem kebakaran yang baik diperlukan paying undang-undang. Paying undang-undang ini memberikan kepastian hukum terhadap sistem yang dirancang serta memberikan keleluasaan instansi terkait dalam membuat rencana sistem kebakaran menjadi handal.

    Oleh karena itu peraturan-peraturan yang berhubungan dengan penaggulangan bahaya kebakaran seperti: UU No. 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung, Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 2005 Tentang Peraturan Pelaksanaan SNI dan standar-standar baku, Kepmenneg PU No. 10/KPTS/2000 Tentang Ketentuan Teknis Pengamanan Terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan, Kepmenneg PU No. 11/KPTS/2000 Tentang Ketentuan Teknis Manajemen Penanggulangan Kebakaran di Perkotaan perlu segera menerbitkan Perda khusus untuk sistem kebakarandi kota Surabaya.

    V. Kesimpulan

    Permasalahan Kebakaran merupakan satu dari sekian banyak isu perkotaan yang perlu diperhatikan. Namun bagaiamana implementasi pencegahan/mitigasi bahaya dan kerentanan kebakaran tergantung pada kondisi di lapangan. Kondisi lapangan ditentukan oleh faktor tertentu yakni :

    Manajemen penanggulangan kebakaran Tata Guna Lahan Peran Serta Masyarakat Sistem Transportasi Kota

    Diperlukan upaya pencegahan kebakaran dengan memperkuat aspek legalitas dan perencanaan khusus mengenai kebakaran di kota Surabaya.

    Daftar Pustaka

    Rusli. 2011. Faktor-Faktor Penentu dalam Analisis Sistem Proteksi Kebakaran Dalam Suatu Kawasan (Studi kasus: Kota Parigi). Jurnal SMARTek, Vol. 9 No. 3. Agustus 2011: 196 - 211

    Tamin, Ofyar (1997), Artikel : Upaya-Upaya Untuk Mengatasi Transportasi Perkotaan, Jakarta : Kedeputian Bidang Pengkajian Kebijakan Teknologi BadanPengkajian dan Penerapan Teknologi

    Munawar, Ahmad (2011). Dasar-Dasar Teknik Transportasi, Jogjakarta: BETA OFFSET

    Suprapto, Angelita Aimee. 2009,Pendekatan Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran Di Lingkungan Permukiman Kumuh Perkotaan. Bulletin Tata Ruang, ISSN 1978-1571, Tim Teknis BKTRN, Jakarta.

    Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Surabaya thn. 2010-2015

    BPS Kota Surabaya, 2010 Raperda RTRW Surabaya 2013