pengaruh stres terhadap daya anti inflamasi kalium … · 2018. 1. 29. · psikofisiologi tubuh...
TRANSCRIPT
-
PENGARUH STRES TERHADAP DAYA ANTI INFLAMASI KALIUM
DIKLOFENAK PADA MENCIT PUTIH BETINA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Diajukan oleh :
Ines Septi Arsiningtyas
NIM : 058114061
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2009
i
-
PENGARUH STRES TERHADAP DAYA ANTI INFLAMASI KALIUM
DIKLOFENAK PADA MENCIT PUTIH BETINA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Diajukan oleh :
Ines Septi Arsiningtyas
NIM : 058114061
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2009
ii
-
iii
-
iv
-
”Jiwa Dunia dihidupi oleh kebahagiaan orang-orang.
Juga oleh ketidakbahagiaan, rasa iri, dan cemburu.
Satu-satunya kewajiban sejati manusia adalah mewujudkan takdirnya.
Semuanya satu adanya…
Dan saat engkau menginginkan sesuatu, seluruh jagat raya bersatu padu untuk membantumu meraihnya “
Paulo Coelho—sang Alkemis
Skripsi ini kupersembahkan untuk :
Tuhan Yesus Gembalaku
Keluargaku tercinta
Koordinator tim sukses hatiku
Almamaterku…
v
-
vi
-
vii
-
PRAKATA
Puji syukur dan terima kasih penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha
Esa, atas karunia-Nya, skripsi yang berjudul: “Pengaruh Stres terhadap Daya Anti-
Inflamasi Kalium Diklofenak pada Mencit Putih Betina” ini telah dapat diselesaikan.
Skripsi ini disusun guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Farmasi. Keberhasilan dalam
penyelesaian skripsi ini tidak lepas berkat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak.
Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Drs. Mulyono, Apt., selaku dosen pembimbing dan dosen penguji, atas
segala bimbingan, bantuan, nasehat dan waktu yang diberikan dalam
menyelesaikan naskah ini
2. Bapak.Yosef Wijoyo, M. Si., Apt. selaku dosen penguji atas segala bantuan dan
bimbingan yang telah diberikan
3. Bapak Ipang Djunarko, S. Si., Apt. selaku dosen penguji atas segala bantuan dan
bimbingan yang telah diberikan.
4. Ibu Rita Suhadi selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
5. Direktur PT. Dexa Medica Palembang yang telah bersedia memberikan
sumbangan bahan serbuk kalium diklofenak.
6. Mas Parjiman, Mas Kayat, Mas Heru atas bantuannya di laboratorium selama ini.
viii
-
7. Mama dan Papa, dan adikku Nita, atas doa dan dorongan semangat.
8. Untuk teman-teman dekatku, Rita, Yuan, Kaka, Hesti, dan Rosye, yang
membantuku menyemangati menyelesaikan naskah ini.
9. Untuk Widi, Dani, Nixon, Rias, dan Inus, teman-teman seperjuangan dalam
bimbingan dan menemani berdiskusi
10. Mas Momon yang bersedia menemani di laboratorium sehingga pengambilan data
dapat terselesaikan.
11. Untuk teman-teman yang tidak henti-hentinya memberikanku semangat Mas
Agung Budyawan, Mas Wawan, Kak Ucok, Tri, komunitas Wiridan Sarikraman,
Kaum Muda Katolik dan MAGiS.
12. Semua teman-teman angkatan 2005, terima kasih atas kebersamaannya.
13. Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang juga telah membantu
selama penyelesaian skripsi ini.
Semoga Tuhan melimpahkan anugerah-Nya, atas segala kebaikan dan jasa
yang telah diberikan.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab
itu, penulis akan menerima dengan senang hati segala masukan, kritikan yang
membangun dan saran demi kemajuan di masa datang.
Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna bagi para
pembaca untuk menambah ilmu pengetahuan dan berperan dalam pengembangan
untuk kemajuan masyarakat.
Penulis
ix
-
INTISARI
Stres dan kesehatan telah terbukti memiliki keterkaitan. Stres berperan dalam modulasi pelepasan hormon kortisol dan katekolamin oleh sistem saraf pusat yang mempengaruhi fungsi sel termasuk produksi mediator inflamasi. Seiring dengan meningkatnya kejadian stres maka akan berpengaruh juga terhadap respon inflamasi di dalam tubuh. Dengan demikian, daya anti-inflamasi suatu obat anti-inflamasi yang terpengaruhi stres tersebut berpengaruh terhadap progresivitas penyembuhan pasien. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh stres terhadap daya anti inflamasi kalium diklofenak.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak pola searah. Metode perlakuan stres menggunakan restraint test dan metode uji daya anti-inflamasi menggunakan metode induksi udema pada kaki hewan uji dengan suspensi karagenin 1%. Dua puluh delapan ekor mencit betina, umur 2-3 bulan, berat badan 20-30 g dibagi dalam 4 kelompok, yaitu kelompok karagenin,kontrol negatif, kontrol positif, kelompok perlakuan masing-masing kelompok terdiri dari 7 ekor mencit. Data yang diperoleh berupa berat udem kaki mencit yang kemudian dilakukan perhitungan daya anti inflamasi menurut metode Langford dkk., distribusi data diketahui dengan uji Kolmogorov-Smirnov, dilanjutkan dengan uji homogenitas. Hasilnya dianalisis dengan metode statistik ANOVA dengan tingkat kepercayaan 95%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa stres tidak menurunkan secara signifikan daya anti-inflamasi kalium diklofenak. Persen (%) daya anti-inflamasi kelompok aquades, diklofenak dengan perlakuan stres, dan diklofenak tanpa stres berturut-turut sebesar 13,27%, 21,14%, dan 33,60%.
Kata kunci : daya anti-inflamasi, stres, kalium diklofenak
x
-
ABSTRACT Stress and health had proven that had an association. Stress had a role in modulated releaasing cortisol and cathecolamine from the central nervous system that affect the cell function include peroduction of inflammation mediator.As increasing stres there is also increasing in releasing the response of inflammatory in the body so there was a need to increase the dose of anti inflammatory drugs. The aim of research was to know the effect of stress to the diclofenac potassium anti-inflammatory effect. The experimental study was conducted according to one way statistic of randomized design. The method used for stress was restraint test and for anti-inflammatory effect of sodium diclofenac was performed by inducing oedema on test animal paw with subplantar injection of 1% carageenan suspension. Twenty eight female mice (with) weighing 20-30 g (2-3 months) consists of 4 groups and each of the groups were consist of 7 mice. The result were data at mice paw’s weight that were used to calculate the percentage of anti-inflammatory effect according to the Langford, et al. then using one sample Kolmogorov-Smirnov test for the distribution and continued with homogeneity test. The result would be analyzed with using One Way ANOVA analysis with 95% significance level. The result showed stress had no decrased the anti-inflammatory effect of diclofenac potassium significantly. The percentage of anti inflammatory effect of aquadest was 13,27%, diclofenac treatment with restraint test was 21,14%, diclofenac treatment without restraint test was 33,60%.
Key words : Anti-inflammatory effect, stress, diclofenac potassium
xi
-
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ........................................................................................... i
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................. iii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................ v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................................................ vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI .............................. vii
PRAKATA .............................................................................................................. viii
INTISARI ............................................................................................................... x
ABSTRACT ............................................................................................................ xi
DAFTAR ISI ........................................................................................................... xii
DAFTAR TABEL .................................................................................................. xv
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. xvii
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xviii
BAB I PENGANTAR ............................................................................................. 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Tujuan .......................................................................................................... 3
xii
-
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA ..................................................................... 4
A. Stres .............................................................................................................. 4
B. Stresor .......................................................................................................... 7
C. Keterkaitan Stres dengan Fisiologi Tubuh ................................................... 9
D. Reaksi Stres .................................................................................................. 10
E. Inflamasi ....................................................................................................... 12
F. Mediator Inflamasi ....................................................................................... 14
G. Obat Anti-Inflamasi ..................................................................................... 18
H. Kalium diklofenak ........................................................................................ 19
I. Metode Perilaku Stres .................................................................................. 20
J. Metode Uji Daya Anti-Inflamasi ................................................................. 21
K. Landasan Teori ............................................................................................. 23
L. Hipotesis........................................................................................................ 24
BAB III METODE PENELITIAN ....................................................................... 25
A. Jenis Rancangan Penelitian .......................................................................... 25
B. Variabel ........................................................................................................ 25
1. Variabel penelitian ................................................................................. 25
2. Variabel pengacau .................................................................................. 25
C. Definisi Operasional .................................................................................... 26
D. Bahan dan Alat yang Digunakan ................................................................. 26
E. Tata Cara Penelitian ..................................................................................... 27
1. Penyiapan hewan uji .............................................................................. 28
xiii
-
2. Penyiapan bahan uji ............................................................................... 28
3. Uji pendahuluan rentang waktu pemotongan kaki setelah injeksi
karagenin ................................................................................................ 29
4. Uji pendahuluan waktu pemberian diklofenak dengan dosis efektif ..... 29
5. Perlakuan hewan uji ............................................................................... 30
6. Perhitungan daya anti inflamasi ............................................................. 32
F. Analisis Hasil ............................................................................................... 32
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 33
A. Uji Pendahuluan ........................................................................................... 33
1. Orientasi waktu pemotongan kaki mencit .............................................. 33
2. Orientasi waktu pemberian larutan kalium diklofenak dengan dosis
terapi ....................................................................................................... 36
B. Hasil Uji Daya Anti-Inflamasi ..................................................................... 39
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 47
A. Kesimpulan .................................................................................................. 47
B. Saran ............................................................................................................. 47
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 48
LAMPIRAN ............................................................................................................. 52
BIOGRAFI PENULIS ............................................................................................. 65
xiv
-
DAFTAR TABEL
Tabel I. Rangkuman hasil ANOVA satu arah dengan taraf kepercayaan 95%
data bobot udema kaki mencit pada uji pendahuluan waktu pemotongan
kaki setelah diinjeksi karagenin 1%
subplantar…………………………………………………………. 34
Tabel II. Hasil rata-rata berat udem setelah injeksisuspensi karagenin 1% secara
sub plantar pada telapak kaki kiri bagian belakang pada rentang waktu
tertentu…………………………………………….. 35
Tabel III. Rangkuman hasil ANOVA satu arah dengan taraf kepercayaan 95%
data bobot udema kaki mencit pada uji pendahuluan waktu pemberian
larutan kalium diklofenak pada dosis
terapi………………………………………………………………. 37
Tabel IV. Data rata-rata berat udem kaki mencit pada uji pendahuluan setelah
pemberian dosis terapi kalium diklofenak pada rentang waktu
tertentu……………………………….…………………… 37
Tabel V. Rangkuman hasil ANOVA satu arah dengan taraf kepercayaan 95%
data berat udema kaki mencit pada uji daya anti-
inflamasi………………………………………………………….. 41
Tabel VI. Data rata-rata berat udem kaki mencit sesuai dengan kelompok
perlakuan………………………………………………………...... 41
Tabel VII. Rangkuman hasil ANOVA satu arah dengan taraf kepercayaan 95% 44
xv
-
data persen (%) daya anti-inflamasi pada setiap masing-masing
kelompok perlakuan…………………………………………………...
Tabel VIII. Rangkuman data persen (%) daya anti-inflamasi antarkelompok dan %
kenaikan daya anti-inflamasi antarkelompok………………………… 44
xvi
-
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Stres sebagai suatu stimulus.......................................................... 4
Gambar 2. Stres sebagai suatu respon............................................................. 6
Gambar 3. Diagram Interaksi karakteristik Stresor dengan Internal Proses
(Kognitif, Respon Fisiologi, dan Perilaku) Menghadapi
Situasi............................................................................................. 8
Gambar 4. Hubungan Stres dengan Sistem Endokrin.............................. ....... 10
Gambar 5. Sindrom Gejala Adaptasi menurut Hans Selye.............................. 11
Gambar 6. Pathogenesis dan gejala peradangan.............................................. 12
Gambar 7. Diagram mediator inflamasi turunan dari fosfolipid dengan aksinya
pada tubuh dan sisi aksi obat anti-inflamasi..................... 17
Gambar 8. Struktur kalium diklofenak............................................................ 20
Gambar 9. Diagram batang rata-rata berat udem setelah injeksi suspensi
karagenin 1% secara sub plantar pada telapak kaki kiri bagian
belakang pada rentang waktu tertentu........................................... 36
Gambar 10. Diagram batang rata-rata berat udem kaki mencit pada uji
pendahuluan setelah pemberian dosis terapi kalium diklofenak pada
rentang waktu tertentu........................................................... 38
Gambar 11. Diagram batang berat udem rata-rata kaki mencit sesuai dengan
kelompok perlakuan....................................................................... 42
Gambar 12. Diagram batang persen (%) daya anti-inflamasi hasil perlakuan kalium
diklofenak.......................................................................... 45
xvii
-
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Certificate of Co-Analysis kalium diklofenak........................... 52
Lampiran 2. Skema kerja uji pendahuluan pemotongan kaki mencit setelah
diinjeksi karagenin 1% 0,05 ml subplantar pada rentang waktu
tertentu....................................................................................... 53
Lampiran 3. Skema kerja uji pendahuluan penetapan waktu pemberian kalium
diklofenak dosis 13 mg/kg BB...................................... 54
Lampiran 4. Skema kerja pada kelompok perlakuan setelah perlakuan stres
beserta kontrol............................................................................ 55
Lampiran 5. Data bobot udema kaki mencit hasil uji pendahuluan setelah
diinjeksi karagenin 1% pada rentang waktu tertentu................. 56
Lampiran 6. Data berat udema kaki mencit hasil uji pendahuluan akibat
pemberian kalium diklofenak 13 mg/kgBB pada rentang waktu
tertentu.......................................................................................... 57
Lampiran 7. Data berat udema kaki mencit dan % daya antiinflamasi hasil uji
daya antiinflamasi pada kelompok kontrol dan perlakuan... 58
Lampiran 8. Data rata-rata berat udem masing-masing kelompok
perlakuan..................................................................................... 59
Lampiran 9. Data perhitungan persen (%) daya anti-inflamasi........................ 60
Lampiran 10. Hasil analisis statistik data orientasi waktu pemotongan kaki setelah
injeksi subplantar karagenin 1%...................................... 61
Lampiran 11. Hasil analisis statistik data orientasi waktu pemberian kalium 62
xviii
-
diklofenak pada dosis 13 mg/kg BB............................................
Lampiran 12. Hasil analisis statistik rata-rata berat udem antara kontrol dengan
perlakuan......................................................................... 63
Lampiran 13. Hasil analisis statistik persen (%) daya anti-inflamasi dengan
kelompok perlakuan...................................................................... 64
xix
-
xx
-
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Stres dan kesehatan memilliki keterkaitan, dimana stres adalah suatu reaksi
psikofisiologi tubuh terhadap jenis-jenis stimulus emosional ataupun fisik yang dapat
mengancam homeostasis (Forsythe, Cory, John, Dean, Harrisios, 2003). Faktor
interferensi intrinsik dan ekstrinsik yang mengganggu keseimbangan fisiologis tubuh
(homeostasis) ini disebut stresor (Levenstein,dkk., 2004). Hubungan antara stres dan
inflamasi ditujukan berdasarkan pada studi manusia yang menunjukkan bahwa stres
emosional mengeksaserbasi gejala gangguan inflamasi (Forsythe, dkk., 2003).
Keterkaitan stres dengan kesehatan adalah stres dapat memodulasi respon
imun melalui aktivasi sumbu Hypothalamic-Pituitary-Adrenal (HPA) dan memicu
sistem saraf pusat untuk melepaskan kortisol dan katekolamin yang mempengaruhi
transportasi sel, proliferasi, dan fungsi termasuk produksi sitokin dan mediator
inflamasi (Forsythe, dkk., 2003) seperti peningkatan interleukin-I beta oleh sel imun
(Suwito, 2004).
Besarnya peranan stres dalam memicu berbagai penyakit tanpa disadari oleh
penderitanya bahkan tak jarang oleh tenaga medis sendiri, berpengaruh pada
progresivitas penyembuhan (Irawan, 2007). Penggunaan obat anti-inflamasi golongan
non-steroid seperti diklofenak banyak digunakan di masyarakat. Produk diklofenak
1
-
2
yang beredar di pasaran antara lain Cataflam®, Eflagen® (kalium diklofenak),
Voltaren®(natrium diklofenak) dan tersedia dalam sediaan tablet, sediaan topikal, dan
tetes mata (Anonim, 2007). Diklofenak banyak digunakan masyarakat dalam kondisi
menderita inflamasi baik pada inflamasi ringan seperti radang gusi, hingga gejala
inflamasi yang berat seperti rheumatoid arthritis. Seiring dengan penggunaan
diklofenak yang banyak di masyarakat dan banyaknya kejadian stres yang ada di
sekitar masyarakat, maka penulis ingin melihat keterkaitan antara stres dengan daya
anti-inflamasi diklofenak, khususnya pada penelitian ini menggunakan kalium
diklofenak. Hal ini disebabkan durasi dan besarnya peningkatan stres maka akan
terdapat perbedaan mekanisme fisiologis yang secara kualitatif dan jelas memberikan
respon inflamasi yang berbeda (Forsythe, dkk., 2003). Seiring dengan meningkatnya
stres maka terjadi pula peningkatan respon inflamasi di dalam tubuh dengan demikian
daya anti-inflamasi suatu obat akan terpengaruh.
1. Perumusan masalah
Dalam penelitian ini akan dilihat apakah stres memiliki pengaruh menurunkan
secara signifikan terhadap daya anti-inflamasi kalium diklofenak.
2. Keaslian penelitian
Sejauh penelusuran pustaka yang dilakukan oleh peneliti, penelitian mengenai
pengaruh stres terhadap daya anti-inflamasi kalium diklofenak pada mencit putih
betina belum pernah dilakukan dan dipublikasikan di Universitas Sanata Dharma.
-
3
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan untuk kemajuan ilmu
pengetahuan khususnya di bidang farmasi.
b. Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis kepada
masyarakat sebagai informasi baru tentang pengaruh stres terhadap daya anti-
inflamasi kalium diklofenak dan menjadi lebih bijak dalam penggunaan kalium
diklofenak
c. Manfaat metodologis
Selain itu metode ini diharapkan menjadi metode alternatif yang dapat
dilakukan untuk membuktikan pengaruh stres terhadap efek anti-inflamasi suatu obat.
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan informasi baru pengaruh stres
terhadap terhadap obat-obat yang memiliki daya anti-inflamasi.
2. Tujuan khusus
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan pengaruh stres terhadap daya
anti-inflamasi kalium diklofenak.
-
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Stres
Stres dapat didefinisikan sebagai ketegangan fisiologis atau psikologis yang
disebabkan oleh rangsangan merugikan fisik, mental atau emosi, internal atau
eksternal, yang cenderung menganggu fungsi organisme dan keinginan alamiah
organisme tersebut untuk menghindar (Dorland, 2000).
Dalam perkembangannya terdapat 3 pendekatan mengenai stres, yaitu :
1. Stres sebagai ’stimulus’
Pendekatan yang pertama menitikberatkan pada lingkungan dan
menggambarkan stres sebagai suatu stimulus (gambar 1).
R
Ketegangan
stres
LINGKUNGAN
stres
stres
stres s S = stimulus
R = respon
Gambar 1. Stres sebagai suatu stimulus
4
-
5
Menurut model ini, seorang individu bertemu secara terus menerus sumber-
sumber stresor yang potensial yang ada di dalam lingkungan. Contoh : kejadian pada
orang-orang yang mempunyai pekerjaan dengan tingkat stres yang tinggi. Orang
demikian akan merasa tegang dan tidak enak. Kejadian atau lingkungan yang
menimbulkan perasaan-perasaan tegang disebut stresor (Smet, 1994).
Oleh Holmes dan Rahe (1967), kemudian disusun social readjustment rating
scale (SRRS) yang meninjau nilai berharga untuk membedakan stresor dan telah
digunakan banyak pada studi mengenai keterkaitan antara stres dan kejadian penyakit
(Marks, Murray, Evans, dan Willig, 2000). Kelemahan model ini ditunjukkan oleh
perbedaan individual, tingkat toleransi seseorang dan harapan-harapannya. Selain itu
tidak ada kriteria yang obyektif yang bisa mengukur situasi yang penuh stres, kecuali
ukuran pengalaman individu, sedangkan lingkungan yang memberi tekanan dapat
berupa lingkungan kerja, seperti : kondisi kerja yang miskin fasilitas, kondisi
pekerjaan yang tidak memuaskan, dll (Smet, 1994).
2. Stres sebagai ’respon’
Pendekatan yang kedua memfokuskan pada reaksi seseorang terhadap stresor
dan menggambarkan stres sebagai suatu respon (Smet, 1994). Teori ini menyangkut
tentang konsekuensi stres terhadap fisiologi, psikologi dan perilaku, dan terkait
dengan perkembangan suatu kejadian penyakit (Marks, dkk., 2000). Skema yang
menjelaskan stres sebagai respon tertera pada gambar 2 :
-
6
LINGKUNGAN
Agen stres
Respon stres
Psikologi
Fisiologi
Tingkah L k Stimulus Respon
Gambar 2. Stres sebagai suatu respon
Dalam konteks ini sering terdapat contoh sebagai berikut : seseorang akan
merasa stres bila suruh pidato di depan suatu pertemuan. Respon yang dialami itu
mengandung dua komponen yaitu :
a. komponen psikologis yang meliputi : perilaku, pola pikir, emosi dan perasaan stres
b. komponen fisiologis, berupa rangsangan-rangsangan fisik yang meningkat seperti :
jantung berdebar-debar, mulut menjadi kering, perut mules, badan berkeringat.
Respon-respon psikologis dan fisiologis terhadap stresor ini disebut juga
strain atau ketegangan (Smet, 1994).
3. Stres sebagai interaksi antara individu dengan lingkungan
Pendekatan ketiga menggambarkan stres sebagai suatu proses yang meliputi
stresor dan strain, dengan menambahkan dimensi hubungan antara individu dengan
lingkungan. Di sini stres bukan hanya suatu stimulus atau sebuah respon saja tetapi
-
7
juga suatu proses dimana seseorang adalah pengantara (agen) yang aktif yang dapat
mempengaruhi stresor melalui strategi-strategi perilaku, kognitif, dan emosional
(Smet, 1994).
Stres terjadi ketika terdapat ketidakcocokan antara ketika merasakan ancaman
dan merasakan kemampuan untuk menghadapinya (Marks, dkk., 2000). Stres
merupakan transaksi antara manusia dengan lingkungannya yang di dalamnya
termasuk penilaian sesorang pada tantangan yang dihadapinya pada situasi tertentu
sebaik-baiknya dengan menggunakan sumber-sumber yang ada untuk menghadapinya
seiring dengan respon secara psikologi dan respon fisiologi pada saat merasakan
tantangan-tantangan tersebut (Bishop, 2004).
B. Stresor
Rangsangan yang dapat memicu stres disebut stresor. Stresor ini bervariasi
menurut intensitas dan durasinya (Morris dan Maisto, 2002). Menurut Selye, stresor
ini kemudian dibedakan menjadi distress (stres yang merugikan) dan eustress (stres
yang positif). Walaupun reaksi stressor terhadap fisik tidaklah jauh berbeda, namun
eustress dianggap menghasilkan kerusakan yang lebih ringan dibandingkan dengan
distress (Bishop, 1994).
Stresor dapat berupa mikrostresor —seperti percekcokan harian, dan
gangguan minor, misal : kemacetan lalu lintas, asisten kerja yang sulit, dan target
akademis— hingga pada stresor yang lebih parah. Pendekatan untuk membedakan
stresor berdasarkan empat klasifikasi yang ada yaitu :
-
8
1. akut, time-limited stresors : misalnya sesorang ada dalam keadaan terancam di
jalan, atau ketika menjalani ujian mengemudi
2. rangkaian stresor (stresor sequences) : misalnya sesorang yang menjual rumah
satu-satunya atau kehilangan rumah satu-satunya
3. kronik, intermitten stresors : misalnya akan menghadapi deadline penulisan jurnal
bagi jurnalis, atau tegangan saraf yang meningkat pada masa pre-menstrual
4. stresor kronik : misalnya seorang dokter yang menghadapi situasi darurat pada
lingkungan yang padat penduduk dan mengekang dirinya (Marks, dkk., 2000)
Gambar 3. Diagram Interaksi karakteristik Stresor dengan Internal Proses (Kognitif,
Respon Fisiologi, dan Perilaku) Menghadapi Situasi (Michael, dan Ronald, 2007)
Efek : - Rasa khawatir - Piker yang sulit
terkendali - Kepercayan diri yang
rendah - Mengharapkan yang
terburuk - Merasakan tidakada
harapan
Karakteristik stresor
Proses internal Intensitas/tingkat keparahan
- Ketegangan otot - Detak jantung
meningkat - Napas pendek - Suseptibilitas
terhadap penyakit meningkat
Perilaku menghadapi
Respon fisiologis - Memicu saraf
simpatik - Hormon stres
Penilaian Kognitif - Tergantung
permintaan (primer) - Dari sumber
(sekunder) - Konsekuensinya - Arti dari konsekuensi
kronisitas
kontrolabilitas
prediktabilitas
durasi Situasi permintaan/ sumber (stresor)
Perilaku self destructive (misal:
- Perilaku yang rigid atau terjadi disorganisasi
- Respon yang irrelevant
-
9
Stres meliputi interaksi yang kompleks antara karakteristik situasi (stresor),
proses penilaian kognitif, respon fisiologi, dan perilaku yang dilakukan untuk
mengahadapi situasi tersebut. Karakteristik stresor yang mempengaruhi respon stres
dapat dilihat pada gambar 3.
C. Keterkaitan Stres dengan Fisiologi Tubuh
Reaksi stres terjadi karena aktivasi sumbu anterior-kelenjar pituitary-sistem
korteks. Stresor akan bekerja pada kontak dengan saraf dan menstimulasi pelepasan
hormone adrenokortikotropik (ACTH) dari kelenjar pituitary dan akan memicu
pelepasan glukokortikoid dari adrenal korteks (Pinel, 2000). Stresor akan
menstimulasi otak untuk melepaskan adrenocorticotropic hormone (ACTH) dari
kelenjar anterior pitutari untuk memicu pelepasan glukortikoid dari adrenal korteks.
Stresor juga mengaktivasi system saraf simpatik, dimana meningkatkan pelepasan
epinefrin dan norepinefrin dari adrenal medulla. Efek stres yang semakin berat
disebabkan karena adanya peningkatan sekresi glukokortikoid. Efek ini meliputi
peningkatan tekanan darah, kerusakan pada jaringan otot, diabetes steroid, infertilitas,
penghambatan pertumbuhan, penghambatan reaksi inflamasi, dan supresi sistem
imun. Penghambatan pada respon inflamasi membuat tubuh semakin sulit untuk
menyembuhkan diri setelah terkena trauma (Forsythe, dkk., 2003).
-
10
Stres
Sistem Syaraf Simpatik
Hipotalamus
Medula Adrenal menghasilkan Epinefrin dan Norepinefrin : - meningkatkan
aktivitas`kardiovaskular - meningkatkan respirasi - meningkatkan perspirasi - membawa darah menuju otot - menstimulasi aktivitas mental - meningkatkan metabolisme - memicu ketegangan otot
Kelenjar Pituitari
Korteks Adrenal menghasilkan kortikosteroid : - meningkatkan pelepasan energi - menekan respon inflamasi - menekan respon imun
Sistem Hypothalmic-pituitary-adrenocortical
Sistem Sympathoacdreno-
Gambar 4. Hubungan Stres dengan Sistem Endokrin (Bishop, 1994)
D. Reaksi Stres
Menurut ahli fisiologi Hans Selye, terdapat tiga tahap reaksi terhadap stres
secara fisik dan psikologi yang disebut general adaptation syndrome (GAS). Seperti
yang terlihat pada gambar 5, tahap pertama (I) adalah reaksi alarm, dimana tubuh
mengenali bahwa harus ada perlawanan fisik dan psikologis terhadap bahaya yang
terjadi (Morris dan Maisto, 2002). Pada tahap ini sistem saraf simpatik diaktifkan,
dan hormon stres (kortisol, epinefrin, dan norepinefrin) dilepaskan dalam jumlah
yang besar (Stephen, dan Joseph, 1997). Tahap kedua (II) adalah pertahanan
-
11
(resistance), selama tahap ini muncul gejala fisik dan rangkaian tanda yang muncul
untuk melawan peningkatan disorganisasi psikologi (Morris dan Maisto, 2002), yang
telah dibawa pada tahap alarm. Apabila stresor ini berlanjut, tubuh akan memulai
pengaturannya pada level sedang tanda-tanda fisiologi. Apabila gagal, maka akan
sampai pada tahap ketiga (III) yaitu muncul mekanisme kelelahan (exhaustion),
dengan adanya tambahan stresor atau kehilangan kemampuan dalam bertahan, tubuh
akan memasuki tahap yang memungkinkan terjadinya bermacam-macam kejadian
penyakit atau bahkan kematian (Stephen, dan Joseph, 1997) yang tidak efektif untuk
mengatasi stres (Morris dan Maisto, 2002).
III
III
Resistensi stres
waktu
Gambar 5. Sindrom Gejala Adaptasi menurut Hans Selye
(Michael, dan Ronald, 2007)
-
12
E. Inflamasi
Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terhadap luka jaringan
yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak, atau zat-zat
mikrobiologik. Inflamasi adalah usaha tubuh untuk menginaktivasi atau merusak
organisme yang menyerang, menghilangkan zat iritan, dan mengatur derajat
perbaikan jaringan (Harvey, Mycek, dan Champe, 2001).
Gejala peradangan dimulai dari adanya noksius atau stimulus yang
menyebabkan terjadinya kerusakan sel. Dari kerusakan sel ini akan terjadi emigrasi
leukosit dan proliferasi sel. Seiring dengan terjadinya kerusakan sel, maka akan
terjadi pembebasan mediator-mediator inflamasi yang menyebabkan terjadinya
eksudasi, perangsangan reseptor nyeri, serta gangguan sirkulasi lokal. Dimana
gangguan sirkulasi lokal akan menyebabkan terjadinya pemerahan dan rasa panas,
dari eksudasi akan menyebabkan pembengkakan yang berpengaruh pada gangguan
fungsi, dan adanya perangsangan pada reseptor nyeri akan menyebabkan juga
gangguan fungsi serta rasa nyeri, Seperti tertera pada gambar 6 di bawah ini :
nyeri pembengkakan
panas pemerahan
Perangsangan reseptor nyeri
eksudasi Gangguan sirkulasi lokal
Gangguan fungsi
Pembebasan bahan mediator
Proliferasi sel
Noksius Kerusakan sel Emigrasi leukosit
Gambar 6. Pathogenesis dan gejala peradangan (Mutshcler, 1986)
-
13
Dalam reaksi ini ikut berperan pembuluh darah, saraf, dan sel tubuh di
tempat jejas. Proses radang memusnahkan, melarutkan atau membatasi agen
penyebab jejas dan merintis jalan untuk pemulihan jaringan yang rusak pada tempat
itu. Untuk mencapai tujuan tersebut, reaksi radang seringkali menimbulkan gejala-
gejala klinik seperti rasa nyeri. Pemulihan ialah proses dimana sel-sel yang hilang
atau rusak diganti dengan sel-sel hidup, kadang-kadang melalui regenerasi oleh sel
parenkim asal, tetapi lebih sering oleh sel fibroblast jaringan ikat yang membentuk
parut.
Radang akut adalah radang yang disebabkan oleh rangsangan yang
berlangsung mendadak (akut) (Sander, 2003). Gejala reaksi radang yang dapat
diamati berupa kemerahan (rubor), panas meningkat (calor), pembengkakan (tumor),
nyeri (dolor), dan gangguan fungsi (functio laesa) (Price dan Wilson, 1995).
Manifestasi lokal dari radang akut, ada tiga macam yaitu :
1. Perubahan hemodinamik
Pertama, didapatkan tekanan hidrostatik yang meningkat dalam pembuluh
darah akibat meningkatnya aliran darah di daerah yang terluka, sehingga cairan
keluar menuju daerah yang bertekanan lebih rendah yaitu interstitial. Kedua,
menurunnya tekanan osmotik dalam tekanan darah, sehingga cairan plasma tertarik
keluar pembuluh darah ke jaringan interstitial.
-
14
2. Perubahan permeabilitas
Perubahan pembuluh darah meningkat, sehingga terjadi banyak kebocoran
pembuluh darah, dan akhirnya plasma protein dengan berat molekul yang besar dapat
menerobos dinding pembuluh darah ke jaringan interstitial.
3. White cell event
Sel-sel leukosit dalam keadaan normal berjalan di tengah-tengah dari
pembuluh darah begitu terdapat keradangan di suatu organ, maka pembuluh darah
sekitar daerah peradangan akan melebar, dan sel-sel radang PMN akan menepi
(margination). Setelah itu, sel-sel radang keluar dari pembuluh darah karena
permeabilitas kapiler yang meningkat (emigration). Sel-sel PMN yang berada di luar
pembuluh darah, dengan sendirinya akan menuju pusat radang karena pengaruh
mediator kimia (prostaglandin, leukotrien, komplemen C5a) disebut kemotaksis. Lalu
sel-sel PMN menggerombol pada pusat radang atau mengelilingi pusat radang dengan
tujuan melokalisir daerah radang (aggregration). Pada akhirnya sel-sel PMN
memakan kuman atau sel-sel mati dan dicernakan oleh enzim katalitik dari lisosom
(phagocytosis) (Sander, 2003).
F. Mediator Inflamasi
Prostaglandin dan senyawa yang berkaitan (tromboksan, leukotrien,
asamhidroperoksieikosatetraenoat/HPETE dan asam hidroksi eikosatetraenoat/HETE)
diproduksi dalam jumlah kecil oleh semua jaringan. Umumnya bekerja lokal pada
jaringan tempat prostaglandin tersebut disintesis, dan cepat dimetabolisme menjadi
-
15
produk inaktif pada tempat kerjanya. Karena itu, prostaglandin tidak bersikulasi
dengan konsentrasi bermakna dalam darah (Harvey, dkk, 2001)
Metabolisme asam arakhidonat berlangsung melalui salah satu dari dua jalur utama,
yaitu sesuai dengan enzim yang mencetuskan reaksi:
1. Jalur siklooksigenase (COX)
Mula-mula dibentuk suatu endoperiksida siklik prostaglandin G2
(PGG2), yang
kemudian dikonversi menjadi prostaglandin H2
(PGH2) oleh peroksidase. PGH
2
sendiri sangat tidak stabil, lalu membentuk prostasiklin (PGI2) dan tromboksan
(TXA2), prostaglandin D
2 (PGD
2), prostaglandin E
2 (PGE
2), prostaglandin F
2 (PGF
2).
Aspirin dan agen antiinflamasi non steroid (AINS) seperti indometasin menghambat
siklooksigenase dan karena itu menghambat sintesis prostaglandin (Robbin dan
Kumar, 1995).
Telah diteliti bahwa ada dua isoenzim siklooksigenase yaitu siklooksigenase-1
(COX-1) dan siklooksigenase-2 (COX-2). Di dalam tubuh COX-1 merupakan bentuk
yang lebih dominan. Enzim COX-1 disebut juga sebagai enzim “constitutive” yang
mengubah PGH2
menjadi beberapa jenis prostaglandin (PGE2, PGI
2) dan tromboksan
(TXA2) yang dibutuhkan dalam fungsi homeostatis. Enzim COX-1 terdapat di
kebanyakan jaringan, antara lain di ginjal dan saluran cerna. Enzim COX-2 dalam
keadaan normal tidak terdapat di jaringan, tetapi dibentuk selama proses peradangan
oleh sel-sel radang dan dalam sel-sel imun, sel endotel pembuluh darah dan fibroblast
-
16
sinovial, sangat mudah diinduksi oleh berbagai mekanisme, akan mengubah PGH2
manjadi PGE2
yang berperan dalam kejadian inflamasi, nyeri dan demam. Oleh
karena itu, COX-2 dikenal sebagai enzim pertahanan. Tapi pada kenyataannya,, baik
COX-1 dan COX-2 adalah isoenzim yang dapat diinduksi. Menurut perkiraan,
penghambatan COX-2 lebih memberikan efek antiinflamasi terhadap obat
antinflamasi non steroid (Lelo, 2002).
2. Jalur lipoksigenase
Jalur ini merupakan jalan lain. Reaksi awal pada jalur ini ialah adanya
tambahan gugus hdroperoksi pada posisi karbon 5-, 12-, 15- yang oleh enzim masing-
masing membentuk lipoksigenase-5, lipoksigenase-12, lipoksigenase-15.
Lipoksigenase-5 merupakan enzim utama neutrofil dan metabolit-metabolit hasil
kerjanya berciri khas. Derivat 5-hidroperoksi asam arakhidonat yang disebut 5-
HPETE, sangat tidak stabil dan direduksi sebagai 5-HETE (yang bekerja kemotaksis
untuk neutrofil) atau diubah menjadi golongan leukotrien. Leukotrien pertama yang
dihasilkan dari 5-HPETE disebut leukotrien A4
(LTA4), kemudian oleh hidrolisis dan
akhirnya menjadi leukotrien E(LTE). Leukotrien Benzim membentuk leukotrien B4
(LTB4) atau leukotrien C
4 (LTC
a) dengan penambahan glutation. Leukotrien C
4
diubah menjadi leukotrien D4
(LTD) merupakan agen kemotaksis kuat dan
menyebabkan agregasi neutrofil. Leukotrien C4
dan LTD4
menyebabkan
-
17
vasokonstriksi, spasmus bronkus dan meningkatkan permeabilitas vaskular (Robbin,
dan Kumar, 1995).
Glukokortikoid (menginduksi annexin 1
Liso-gliseril- fosforilkolin
Dihambat agonis PAF
Arakhidonat
Fosfolipase A2
5-HPETE
LTA4
LTB4
LTC4
LTD4
LTE4
(bronkokonstriktor, meningkatkan permeabilitas
pembuluh darah)
12-HETE (Kemotaksin)
Lipoksin A dan B
12-Lipoksigenase
15-Lipoksigenase
Siklus endoperoksid
siklooksigenase
TXA2(trombotik,
vasokonstriktor)
PGI2( vasodilator, hiperalgesik, stops platelet aggregation)
Induksi penghambatan glukokortikoid
PGF2α (bronkokonstriktor,
kontraksi miometrial)
PGD2 (menghambat
platelet aggregation, vasodilator)
Dihambat NSAID 5-lipooksigenase
PGE2(vasodilator, hiperalgesik)
Dihambat Antagonis
PG
Penghambat 5- lipooksigenase
(contoh : zileutin)
Penghambat TXA2 synthase
Dihambat oleh agonis reseptor
Leukotrien (Contoh : zafirukast,
montelukast)
PAF (vasodilator,
meningkatkan permeabilitas
pembuluh darah, bronkokonstriksi,
kemotaksin)
Dihambat Antagonis
TXA2
Fosfolipid
Gambar 7. Diagram mediator inflamasi turunan dari fosfolipid dengan aksinya pada tubuh dan sisi aksi obat anti-inflamasi (Rang, Dale, Ritter dan Flower, 2007)
Keterangan gambar 7: PG = prostaglandin; PGI
2 = prostasiklin; TX = troboksan; LT = leukotrien; HETE = hydroxyeicosatetraenoic acid;
HPETE = hydroperoxyeicosatetraenoic acid; PAF = platelet-activating factor; NSAIDs = Non-Steroidal Anti-inflammatory Drugs
-
18
Dari gambar 7 dapat dilihat bahwa mediator PGF2α memiliki pengaruh
bronkokonstriktor, kontraksi miometrial, PGD2 menyebabkan penghambatan agregrsi
pletelet dan vasodilator, sedangkan PGI2 dan PGE2 menyebabkan terjadinya
vasodilator dan hiperalgesik. Sedangkan Leukotrien bersifat bronkokonstriktor dan
meningkatkan permeabilitas pembuluh darah (Rang, Dale, Ritter, dan Flower, 2007).
G. Obat Anti-inflamasi
Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat-obat anti inflamasi terbagi dalam
golongan steroid yang terutama bekerja dengan cara menghambat pelepasan
prostaglandin dari sel-sel sumbernya, dan golongan obat anti inflamasi non-steroid
(AINS) yang bekerja melalui mekanisme lain seperti inhibisi siklooksigenase yang
berperan pada biosintesis prostaglandin (Anonim, 2000).
Sediaan AINS memiliki struktur kimia yang heterogen dan berbeda di dalam
farmakodinamiknya. Oleh karena itu berbagai cara telah dilakukan untuk
mengelompokkan AINS, apakah menurut struktur kimianya, tingkat keasaman, atau
ketersediaan awal (pro-drug atau bukan). Meskipun secara umum, sebagai anti-
inflamasi, AINS bekerja dengan menghambat biosintesis prostaglandin, namun
sekarang AINS dikelompokkan menurut selektivitasnya dalam menghambat COX-1
dan COX-2, apakah selektif sebagai penghambat COX-2 atau non-selektif (Lelo,
2002).
-
19
H. Kalium diklofenak
Kalium diklofenak merupakan obat anti inflamasi non-steroid (AINS) poten
dan disertai dengan daya antipiretik dan analgesik. Kalium diklofenak termasuk
dalam derivate asam fenilasetat. Absorpsi obat ini melalui saluran cerna berlangsung
cepat dan lengkap. Walaupun waktu paruh singkat yakni 1-3 jam, diklofenak
diakumulasi di cairan sinovia yang menjelaskan efek terapi di sendi jauh lebih
panjang dari waktu paruh obat tersebut (Wilmana, 1995).
Diklofenak memiliki mekanisme aksi dengan menghambat sintesis
prostaglandin dengan menurunkan aktivitas enzim siklooksigenase sehingga akan
menurunkan pembentukan prekursor prostaglandin (Lacy, Armstrong, Goldman, dan
Lance, 2006). Efek samping yang lazim ialah mual, gastritis, eritema kulit dan sakit
kepala (Wilmana, 1995). Faktor resiko penggunaan kalium diklofenak topical pada
masa kehamilan termasuk dalam golongan B, sedangkan pada sediaan kalium
diklofenak oral, termasuk dalam golongan C (trimester ketiga). Diklofenak dapat
meningkatkan efek/toksisitas digoksin, methotrexate, insulin. Diklofenak juga dapat
menurunkan efek aspirin, golongan thiasid, dan furosemid apabila digunakan dalam
waktu yang sama.
. Secara farmakodinamik, onset Cataflam® (kalium diklofenak) lebih
cepat dibandingkan garam natrium karena dapat larut pada duodenum. Profil
farmakokinetika diklofenak, absorpdi pada sediaan gel topikal sebesar 10%, terikat
pada protein sebesar 99% di albumin, metabolism di hepar dan memilikibeberapa
-
20
metabolit, waktu puncak di serum dicapai dalam waktu satu jam. Dieksresikan di
urine sebesar 65%, dan di feses 35% (Lacy, Armstrong, Goldman, dan Lance, 2006)
Gambar 8. Struktur kalium diklofenak (O'Neil, dan Smith, 2001)
I. Metode Perilaku Stres
1. Restraint Test
Perlakuan stres dilakukan dengan metode restraint test selama 30 menit,
yaitu memasukkan tikus dalam pipa paralon dengan ukuran diameter 31,75 mm dan
panjang 50-100 mm, kemudian kedua ujungnya ditutup dengan kawat kasa dan
diletakkan horizontal sedemikian rupa sehingga stabil dan tidak berubah posisi.
Selama proses perlakuan restraint test, mencit tidak memiliki akses ke makanan dan
minuman (Ghoshal, Wang, Sheridan, dan Jacob, 1998).
2. Forced Swim Stress
Forced Swim Stress diasosiasikan dengan paradigma depresi dan kecemasan
pada hewan uji. Mencit diletakkan pada pipa plastic yang berisi air (25oC) dengan
-
21
ketinggian 15 cm selama 30 menit. Hewan uji kemudian dikeringkan dengan handuk
dan dibiarkan selama 10 menit di dalam kandang (Forsythe, dkk., 2003).
J. Metode Uji Daya Anti-Inflamasi
Terdapat dua golongan uji daya anti-inflamasi, yaitu secara in vivo dan in
vitro. Metode in vivo yang dilakukan untuk uji daya anti-inflamasi antara lain :
1.Uji udema pada telapak kaki tikus
Hewan uji yang digunakan adalah tikus dengan berat badan 120-180 g.
Bahan penginduksi radang yang digunakan adalah karagenin 1% dalam NaCl 0,9%
b/v dengan volume sebesar 0,1 ml untuk tikus dan 0,05 ml untuk mencit; kapsaisin 1-
10µg/kg dalam 105 atau dalam tween 80 atau NaCl 0,9%; dekstrin 6% b/v dalam
gom akasia b/v sebanyak 0,1 ml; dan kaolin yang disuspensikan dalam NaCl 0,9%
atau gom arab 0,9%.
Adapun prosedur dari metode ini sebagai berikut : hewan uji dibagi dalam
beberapa kelompok dimana setiap kelompok terdiri atas 6-8 ekor hewan. Bahan anti
inflamasi diberikan satu jam sebelum bahan peradang diberikan secara oral atau 30
menit sebelumnya jika diberikan secara intraperitoneal. Kemudian penghambatan dari
udema kaki digunakan sebagai ukuran aktivitas anti inflamasi. Udema kaki terbentuk
karena injeksi subplantar bahan peradang kaki kiri belakang. Volume telapak kaki
diukur pada selang waktu 1 sampai lima jam. Pada mencit, pengukuran umumnya
dilakukan dengan mengorbankan mencit lalu memotong kaki pada pergelangannya,
-
22
selanjutnya udema diukur dengan membandingkan volume kaki yang dibengkakkan
dengan kaki yang tidak dibengkakkan.
Selain karagenin, terdapat juga agen penginduksi lainnya anatra lain
kapsaisin, formalin, albumin telur, dan prostglandin E2 (Nwafor, Jacks, Ekanem,
2007).
2. Cotton Pellet Granuloma
Hewan uji yang digunakan berupa tikus betina galur Wistar dengan berat badan
rata-rata 150 g, diinjeksi secara subkutan dengan 25 ml udara, kemudian diinjeksikan 0,5
ml minyak kapas sebagai senyawa kimia yang merangsang pembentukan udema. Hari
kedua setelah pembentukkan kantong, udara dihampakan. Pada hari ketiga, kantong
ditekan secara manual untuk mencegah terjadinya perlekatan. Pada hari keempat,
kantong dibuka dan cairan eksudat disedot lalu volumenya diuku (Vetrchelvan, dan
Jegadeesan, 2002).
. Metode uji daya anti-inflamasi secara in vitro antara lain dengan pengukuran
mediator-mediator inflamasi. Percobaan invitro ini berdasarkan pada kemampuan
suatu obat untuk melepaskan diri dari proses oksidasi fosforilasi, tetapi tidak semua
penghambatan eksudasi fosforilasi adalah antiinflamasi, misalnya 2,4-dinitrofenol.
Metode in vitro yang sering digunakan antara lain dengan cara pengukuran sitokin
antara lain mediator IL-6, IL-9, IL-10, IL-13, dan IFN-γ dengan menggunakan
prosedur ELISA pada cairan bronkoalveolar (Forsthye, dkk., 2003).
Adapun metode yang dilakukan pada penelitian ini mengacu pada konsep metode
Langford, et. al. yang telah dimodifikasi. Perbedaannya dengan metode Langford, et. al.
-
23
adalah pada penggunaan zat peradang serta perlakuan pada kaki bagian belakang, yaitu
menggunakan zat peradang suspensi ragi 5%; dan pada kedua kaki bagian belakang
diberi perlakuan yang sama (kedua kaki bagian belakang disuntik zat peradang, baik
kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol). Pada penelitian ini zat peradang yang
digunakan adalah suspensi karagenin 1%; perlakuan kaki bagian belakang berbeda antara
kaki kiri dan kanan (kaki kiri disuntik suspensi karagenin 1% subplantar, sedangkan kaki
kanan disuntik subplantar tanpa karagenin sebagai kontrol).
Perhitungan besar kecilnya efek/respon antiinflamasi (yang dinyatakan dalam
daya, karena menunjukkan kuantitas) menurut metode Langford dinyatakan sebagai
berikut:
% daya anti inflamasi =
Keterangan :
U = harga rata-rata berat kaki kiri kelompok karagenin (tanpa perlakuan pemberian larutan kalium diklofenak) dikurangi rata-rata berat kaki kanan mencit D = harga rata-rata berat kaki kelompok perlakuan dengan larutan kalium diklofenak dikurangi rata-rata berat kaki kanan mencit
K. Landasan Teori
Dalam kondisi stres terjadi ketegangan baik secara fisiologis maupun
psikologis yang mengganggu fungsi organisme dan berdasarkan penelitian Joko
Suwito, dkk. (2004), terbukti stresor menyebabkan terjadinya peningkatan hormon
yang terkait stres yaitu kortisol serta peningkatan sekresi IL-1 beta sebagai mediator
inflamasi. Besarnya peranan stres ini mempengaruhi progresivitas
-
24
penyembuhanError! Reference source not found.. Namun, pada kondisi stres
terjadi peningkatan kortikosteroid yang dapat mensupresi inflamasi (Bishop, 1994).
L. Hipotesis
Stres menurunkan secara signifikan terhadap daya anti inflamasi kalium
diklofenak yang dinyatakan dengan peningkatan bobot udema kaki yang diradangkan
dengan karagenin 1% secara subplantar.
-
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni. Berdasarkan
cara pengambilan sampel dan jumlah variabel bebas, penelitian ini menggunakan
rancangan acak dengan pola satu arah.
B. Variabel
1. Variabel penelitian
a. variabel bebas : restraint stress
b. variabel tergantung : persentase daya anti inflamasi
2. Variabel pengacau
a. variabel terkendali
1) jenis kelamin mencit : betina
2) umur mencit : 2-3 bulan
3) berat badan mencit : 20-30 g
4) galur mencit : lokal
b. variabel tidak terkendali : kondisi patofisiologis hewan uji, suhu ruangan,
kelembaban, kebisingan
25
-
26
C. Definisi Operasional
a. Stres
Stres merupakan suatu keadaan dimana merasa terancam dengan sesuatu yang
dapat mempengaruhi keadaan psikologis maupun keadaan fisiologisnya.
b. Uji daya anti-inflamasi
Uji daya anti inflamasi adalah uji dengan menggunakan mencit galur lokal
sebagai hewan uji yang diradangkan telapak kaki kirinya, dan diukur bobot
kakinya dengan cara memotong kedua kaki belakang mencit, kemudian ditimbang
dan dibandingkan dengan perlakuan kelompok kontrol negatif karagenin 1%
subplantar.
D. Bahan dan Alat yang Digunakan
1. Bahan
a. Hewan uji : mencit betina, galur lokal, umur: 2-3 bulan, berat badan : 20-30g.
Diperoleh dari : peternakan Sleman Yogyakarta.
b. Zat peradang : karagenin tipe I (Sigma Chemical Co) dari Laboratorium
Farmakologi dan Toksikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
c. Pensuspensi karagenin : NaCl fisiologis 0,9% (Otsuka-NS).
d. Kalium diklofenak yang diperoleh dari PT. Dexa Medica Palembang
e. Pelarut kalium diklofenak : aquadest produksi dari Laboratorium Kimia
Organik Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
-
27
2. Alat yang digunakan
a. Alat-alat gelas merk Pyrek
b. Neraca analitik Mettler Toledo AB 204 (Germany)
c. Spuit injeksi subplantar
d. Spuit injeksi per oral
e. Gunting dan pinset
f. Pipa paralon
E. Tata Cara Penelitian
Metode yang dilakukan pada penelitian ini mengacu pada konsep metode
Langford dkk. yang telah dimodifikasi. Perbedaannya dengan metode Langford dkk
adalah pada penggunaan zat peradang serta perlakuan pada kaki bagian belakang,
yaitu menggunakan zat peradang suspensi ragi 5%; dan pada kedua kaki bagian
belakang diberi perlakuan yang sama (kedua kaki bagian belakang disuntik zat
peradang, baik kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol), sedangkan pada
penelitian ini zat peradang yang digunakan adalah suspensi karagenin 1%; perlakuan
kaki bagian belakang berbeda antara kaki kiri dan kanan (kaki kiri disuntik suspensi
karagenin 1% subplantar, sedangkan kaki kanan disuntik subplantar tanpa karagenin
sebagai kontrol).
-
28
1. Penyiapan hewan uji
Hewan diadaptasikan selama 1 minggu sebelum diberi perlakuan. Mencit
putih betina yang digunakan diberi pakan pelet butiran, air minum. Hewan kemudian
dikelompokkan secara acak.
2. Penyiapan bahan uji
a. Pembuatan larutan karagenin
Dosis karagenin yang digunakan sebesar 25 mg/kg BB berdasarkan
penelitian yang pernah dilakukan oleh Nugroho (2007). Pembuatan larutan
karagenin dengan cara : sebanyak 100 mg karagenin, dilarutkan dalam NaCl
fisiologis (0,90 %) hingga volume 10 ml akan diperoleh larutan karagenin 1%
(b/v) setara dengan dosis 25 mg/kg BB. Volume pemberian adalah 0,05 ml, berat
badan mencit rata-rata 20 gram = 0,02 kg.
Perhitungan dosis karagenin
= kgBBmgkg
mlmgml /2502,0
10/10005,0=
×
b. Penentuan dosis kalium diklofenak
Dosis pemakaian kalium diklofenak pada manusia adalah 50-200 mg,
untuk terapi rheumatoid arthritis digunakan 100-200 mg tid (Anderson, dkk.,
2001) kemudian dikonversikan ke dalam dosis mencit dengan berat 20 g
menggunakan faktor konversi 0,0026.
-
29
Dosis pada manusia 70 kg BB = 100 mg
Konversi ke mencit 20 g BB = 100 mg/70 kg BB × 0,0026
= 0,26 mg/ 20 g BB
= 13 mg/kg BB
3. Uji pendahuluan rentang waktu pemotongan kaki setelah injeksi karagenin
Hewan uji dibagi menjadi 4 kelompok masing-masing kelompok terdiri dari
3 ekor, diberi perlakuan kaki kiri bagian belakang 0,05 ml suspensi karagenin dan
kemudian dikorbankan dengan jangka waktu tertentu yaitu 1, 2, 3, dan 4 jam setelah
penyuntikan suspensi karagenin. Setelah dikurbankan, kedua kaki belakang dipotong
pada sendi torsocural dan ditimbang. Waktu pemotongan kaki ditentukan pada saat
kaki mengalami peningkatan udema yang berarti berdasarkan uji statistik
Kolmogorov-Smirnov untuk mengetahui distribusi normal, yang apabila terdistribusi
normal dilanjutkan dengan uji analisis varian ANOVA dengan tingkat kepercayaan
95%, jika signifikasinya kurang dari
-
30
Kelompok II : 30 menit sebelum diinjeksi karagenin 1%
Kelompok III : 45 menit sebelum diinjeksi karagenin 1%
Kelompok IV : 60 menit sebelum diinjeksi karagenin 1%
Setelah pemberian larutan kalium diklofenak sesuai dengan rentang waktu
yang diinginkan, kemudian dilakukan injeksi suspensi karagenin 1% secara sub
plantar pada telapak kaki kiri bagian belakang mencit. Satu jam setelah injeksi
suspensi karagenin tersebut, kemudian mencit dikorbankan dan kaki mencit dipotong
pada sendi torsocural-nya, kemudian berat udem yang dihasilkan ditimbang. Waktu
pemberian kalium diklofenak ditentukan saat kaki mengalami penurunan udem yang
berarti berdasarkan dari uji statistik yang dilakukan.Untuk mengetahui distribusi
kenormalan data dilakukan dengan uji Kolmogorov-Smirnov, apabila data
terdistribusi normal maka dilanjutkan dengan uji ANOVA dengan tingkat
kepercayaan 95% (signifikasi 0,05). Jika data yang didapat signifikan berbeda
bermakna (
-
31
Kelompok IV : perlakuan stres dan pemberian kalium diklofenak
Kecuali pada kelompok I, pada menit ke-15, kaki kirinya diinjeksi dengan
karagenin 1% secara subplantar sebanyak 0,05 ml. Kaki kanan sebagai kontrol hanya
disuntik dengan spuit injeksi tanpa karagenin. Pada kelompok kontrol tidak
dipejankan kalium diklofenak. Untuk kelompok III diberikan larutan kalium
diklofenak 1 jam sebelum dilakukan injeksi suspensi karagenin 1% pada telapak kaki
kiri bagian belakang secara sub plantar. Pada kelompok IV, perlakuan stres dilakukan
dengan metode restraint test selama 30 menit, yaitu dimasukkan dalam pipa paralon
dengan ukuran diameter 31,75 mm dan panjang 50-100 mm kemudian kedua
ujungnya ditutup dengan kawat kasa dan diletakkan horizontal sedemikian rupa
sehingga stabil dan tidak berubah posisi. Selama proses perlakuan restraint test,
mencit tidak memiliki akses ke makanan dan minuman (Ghoshal, et al., 1998).
Kemudian diberi larutan kalium diklofenak dengan dosis 13 mg/kg BB, dan 30 menit
kemudian telapak kaki kiri bagian belakang diinjeksi suspensi karagenin 1% secara
sub plantar. Satu jam setelah injeksi suspensi karagenin pada telapak kaki kiri bagian
belakang mencit secara subplantar, kemudian mencit dikorbankan dan baik kaki kiri
maupun kanan (sebagai kontrol) dipotong pada sendi torsocural, dan kemudian
ditimbang berat udemnya dan diperbandingkan untuk selanjutnya dilakukan
perhitungan persen (%) daya anti-inflamasi.
-
32
6. Perhitungan daya anti-inflamasi
Persentase daya anti inflamasi dihitung dengan cara
% daya anti inflamasi =
Keterangan : U = harga rata-rata berat kaki kiri kelompok karagenin (tanpa perlakuan pemberian larutan kalium diklofenak) dikurangi rata-rata berat kaki kanan mencit D = harga rata-rata berat kaki kelompok perlakuan dengan larutan kalium diklofenak dikurangi rata-rata berat kaki kanan mencit
F. Analisis Hasil
Data yang diperoleh dari hasil penimbangan bobot kedua kaki belakang
mencit dan dalam bentuk persentase daya anti inflamasi dianalisis dengan metode
Kolmogorov-Smirnov untuk melihat distribusi data dilanjutkan dengan uji
homogenitas. Jika data terdistribusi normal dan homogen, dilanjutkan dengan analisis
varian (ANOVA) satu arah taraf kepercayaan 95%. Analisis dilakukan untuk
mengetahui ada perbedaan pada kelompok perlakuan. Jika diperoleh nilai p0,05 diartikan perbedaan
tersebut tidak bermakna.
-
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Uji Pendahuluan
Uji pendahuluan dilakukan agar metode yang digunakan tepat, dan dapat
terpercaya. Uji pendahuluan ini dilakukan sebelum uji perilaku selanjutnya, dan
mendukung hasil dari uji daya antiinflamasi kalium diklofenak. Uji pendahuluan yang
dilakukan meliputi uji pendahuluan waktu pemotongan kaki mencit, dan rentang
waktu pemberian larutan kalium diklofenak pada dosis terapi. Uji pendahuluan
bertujuan mengefisiensikan dan mengoptimalkan proses pengambilan data untuk
langkah penelitian selanjutnya.
1. Orientasi waktu pemotongan kaki mencit
Uji pendahuluan waktu pemotongan kaki mencit bertujuan mengetahui
waktu optimum pemotongan kaki mencit setelah pemberian injeksi suspensi
karagenin 1% yang dapat menimbulkan udem terbesar. Dari hasil uji pendahuluan ini
dapat diketahui keefektifan daya antiinflamasi kalium diklofenak.
Uji pendahuluan ini dilakukan dengan menginjeksikan suspensi karagenin 1%
sebanyak 0,05 ml secara subplantar pada telapak kaki kiri bagian belakang mencit
dimana kemudian dibandingkan dengan kaki kanan yang tidak diberi injeksi suspensi
karagenin 1% pada selang waktu 1 jam, 2 jam, 3 jam, dan 4 jam.
33
-
34
Untuk mengetahui distribusi data yang diperoleh dari hasil uji pendahuluan
pemotongan kaki ini, maka diuji menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Data ini
dapat dilihat pada lampiran 9, signifikasi yang diperoleh adalah sebesar 0,617 (>0,05)
maka data yang diperoleh dapat dikatakan bahwa distribusi data normal, dilanjutkan
dengan uji homogenitas data, signifikasi yang diperoleh 0,601 (>0,05). Dengan
demikian data yang diperoleh terdistribusi normal dan homogen. sehingga analisis
selanjutnya menggunakan uji ANOVA pola satu arah dengan taraf kepercayaan 95%.
Tabel I. Rangkuman hasil ANOVA satu arah dengan taraf kepercayaan 95% data bobot udema kaki mencit pada uji pendahuluan waktu pemotongan kaki setelah diinjeksi karagenin 1% subplantar
Keterangan Df F Probabilitas (p) Berat udem antarkelompok perlakuan
3 0,887 0,488
Berdasarkan tabel I, dari uji ANOVA diperoleh signifikasinya adalah 0,488
(>0,05), sehingga dapat dikatakan bahwa antara perlakuan 1, 2, 3, dan 4 jam tidaklah
berbeda bermakna. Dengan demikian waktu injeksi karagenin yang dilakukan adalah
1 jam setelah pemberian kalium diklofenak. Karagenin telah dapat menginduksi
inflamasi dalam waktu 1 jam. Hasil yang didapat berbeda dengan penelitian yang
telah dilakukan oleh Nugroho (2007), yaitu karagenin memberikan efek induksi udem
yang signifikan pada jam ketiga setelah injeksi suspensi karagenin 1% secara sub
plantar. Berdasarkan Brooks dan Day (1991), mekanisme induksi karagenin yang
mungkin terjadi terdiri dari 2 fase, fase pertama merupakan pelepasan histamin, 5-HT
-
35
dan kinin yang terjadi pada 1 jam pertama, sementara pada fase kedua terjadi
pelepasan prostaglandin pada jam ke 2-3 sehingga seharusnya pemotongan kaki
mencit dilakukan pada jam ke-3 setelah injeksi suspensi karagenin. Sedangkan pada
penelitian ini didapat pada waktu 1 jam sudah dapat terjadi udem yang tidak berbeda
bermakna dengan kelompok lainnya. Adanya perbedaan ini mungkin disebabkan oleh
faktor pengerjaan (misal : cara pemotongan kaki), dan faktor biologis hewan uji
(kesehatan, iklim), kondisi pada saat pengerjaan di ruangan yang berbeda, antara lain
suhu, kelembaban ruangan.
Tabel II. Hasil rata-rata berat udem setelah injeksi suspensi karagenin 1% secara sub plantar pada telapak kaki kiri bagian belakang pada rentang waktu tertentu
kelompok Mean udema (g) ± SE 1 jam 0,0351±0,0077 2 jam 0,0489±0,0126 3 jam 0,0183±0,0030 4 jam 0,0489±0,0270
Hasil uji pendahuluan waktu pemotongan kaki, didapatkan masing-masing
rata-rata berat udem setelah injeksi suspensi karagenin 1% secara sub plantar
berurutan dari 1, 2, 3 dan 4 jam adalah 0,0351 g, 0,0489 g, 0,0183 g, dan 0,0489 g.
Berdasarkan tabel I, dari uji ANOVA diperoleh signifikasinya adalah 0,488 (>0,05),
sehingga dapat dikatakan bahwa antara perlakuan 1, 2, 3, dan 4 jam tidaklah berbeda
bermakna. Dengan demikian waktu injeksi karagenin yang dilakukan adalah 1 jam
setelah pemberian kalium diklofenak. Hasil rata-rata berat udem kemudian
dirangkum dalam diagram batang, seperti yang tertera pada gambar 9 berikut ini :
-
36
Gambar 9. Diagram batang rata-rata berat udem setelah injeksi suspensi karagenin 1% secara sub plantar pada telapak kaki kiri bagian belakang pada rentang waktu tertentu 2. Orientasi waktu pemberian larutan kalium diklofenak dengan dosis terapi
Uji pendahuluan waktu pemberian larutan kalium diklofenak bertujuan
mengetahui waktu yang tepat dalam pemberian larutan kalium diklofenak pada dosis
terapi sebelum diinjeksi dengan suspensi karagenin 1% secara sub plantar. Waktu
pemberian natrium diklofenak ditentukan saat kaki mengalami penurunan udem yang
berarti.
Uji pendahuluan kalium diklofenak dilakukan dengan memberikan larutan
kalium diklofenak per oral dengan dosis 13 mg/kg BB dengan selang waktu 15, 30,
45, dan 60 menit sebelum injeksi suspensi karagenin 1% sub plantar pada telapak
kaki kiri bagian belakang mencit.
-
37
Tabel III. Rangkuman hasil ANOVA satu arah dengan taraf kepercayaan 95% data bobot udema kaki mencit pada uji pendahuluan waktu pemberian larutan kalium diklofenak pada dosis terapi
Keterangan Df F Probabilitas (p) Berat udem antarkelompok perlakuan
3 0,512 0,685
Untuk mengetahui distribusi data dari uji pendahuluan waktu pemberian
larutan kalium diklofenak yang didapat, maka dilakukan uji Kolmogorov-Smirnov.
didapat nilai signifikasi yang diperoleh sebesar 0,955 (lampiran 10), karena nilai
signifikasi lebih besar dari 0,05 maka data yang diperoleh terdistribusi normal,
dilanjutkan dengan uji homogenitas data didapatkan signifikasi sebesar 0,616 (>0,05)
maak data yang diperoleh homogen. Dengan demikian dilanjutkan dengan uji
ANOVA pola satu arah dengan taraf kepercayaan 95%, dan nilai signifikasi yang
didapat adalah 0,0685. Nilai signifikasi yang didapat lebih besar dari 0,05 maka data
yang didapat tidak berbeda signifikan.
Tabel IV. Data rata-rata berat udem kaki mencit pada ujij pendahuluan setelah pemberian dosis terapi kalium diklofenak pada rentang waktu tertentu
Kelompok Mean udema (g) ± SE 15 menit 0,0279±0,0043 30 menit 0,0178±0,0103 45 menit 0,0229±0,0132 60 menit 0,0254±0,0147
Dari tabel IV, dapat dilihat bahwa pada menit ke-30 dihasilkan berat udem
yang paling kecil ( 0,018 g), dibandingkan dengan perlakuan 15, 45, dan 60 menit.
-
38
Hal ini berarti pada menit ke-30 kalium diklofenak dapat diabsorpsi sehingga dapat
memberikan penurunan berat udem secara maksimal. Dengan demikian dapat diambil
kesimpulan bahwa waktu pemberian larutan kalium diklofenak dengan dosis 13
mg/kg BB dapat diberikan 30 menit sebelum injeksi suspensi karagenin 1% secara
sub plantar. Hasil rata-rata berat udem pada uji pendahuluan waktu pemberian kalium
diklofenak terangkum dalam diagram batang pada gambar 10 di bawah ini:
Gambar 10. Diagram batang rata-rata berat udem kaki mencit pada uji pendahuluan setelah pemberian dosis terapi kalium diklofenak pada rentang waktu tertentu.
-
39
B. Hasil Uji Daya Anti-Inflamasi
Kelompok yang dibandingkan adalah kelompok karagenin 1%, kontrol
negatif (aquadest), kontrol positif (kalium diklofenak), dan kelompok pra perlakuan
stres kemudian diberi kalium diklofenak. Besarnya daya anti-inflamasi dapat dilihat
berdasarkan hasil persen daya anti-inflamasi yang dihitung berdasarkan metode
Langford dkk (1972) dengan modifikasi. Alasan pemilihan metode ini adalah karena
metode ini mempunyai kevalidan yang cukup baik, selain itu juga sederhana, dalam
hal instrumen yang dibutuhkan, proses perlakuan, pengamatan, pengukuran sampai
dengan pengolahan data.
Suspensi karagenin 1% merupakan suatu zat iritan yang digunakan sebagai zat
penginduksi udem. Kemampuan induksi udem ini sering digunakan untuk
memprediksi daya anti-inflamasi suatu obat anti-inflamasi baik dari golongan steroid
maupun non-steroid. Respon udem yang dihasilkan oleh karagenin cukup
menghasilkan respon yang peka, dan tidak menimbulkan kerusakan jaringan pada
kaki mencit setelah diinjeksi secara sub plantar.
Aquades digunakan sebagai kontrol negatif karena merupakan pelarut kalium
diklofenak, dan dilakukan untuk mengetahui apakah pelarut ini memiliki pengaruh
terhadapa aktivitas anti-inflamasi kalium diklofenak atau tidak, juga digunakan
sebagai pembanding daya anti-inflamasi.
-
40
Kalium diklofenak diketahui memiliki kemampuan untuk bekerja efektif
dalam penghambatan kerja enzim siklooksigenase sehingga asam arakidonat tidak
bisa diubah menjadi prostaglandin.
Metode restraint test dipilih untuk memberikan stres terhadap mencit,
sehingga dapat diketahui pengaruh stres terhadap daya anti-inflamasi kalium
diklofenak. Restraint test diasosiasikan dengan pemberian stresor psikososial yang
dapat membuat stres terhadap mencit. Stresor ini dapat berpengaruh pada terjadinya
peningkatan mediator inflamasi. Restraint test merupakan jenis stresor yang akut,
karena diberikan pada waktu tertentu.
Pada uji perlakuan digunakan 28 mencit yang dibagi menjadi empat kelompok
masing-masing terdiri dari 7 ekor mencit. Dosis kalium diklofenak yang digunakan
merupakan dosis terapi yaitu 100mg/70 kgBB (dikonversi ke dosis mencit menjadi 13
mg/kgBB). Namun, dari empat kelompok didapatkan standar error yang sangat
besar, sehingga dilakukan pemilihan data dengan cara mengeluarkan data berat udem
yang tidak termasuk dalam batas atas dan batas bawah penambahan rata-rata berat
udem pada masing-masing kelompok. Pada lampiran 7, dapat dilihat pada masing-
masing kelompok terdapat dua data berat udem yang ditolak, sehingga untuk
perhitungan selanjutnya digunakan jumlah replikasi masing-masing kelompok yang
terdiri dari 5 mencit.
-
41
Tabel V. Rangkuman hasil ANOVA satu arah dengan taraf kepercayaan 95% data berat udema kaki mencit pada uji daya anti-inflamasi
Keterangan Df F Probabilitas (p) Berat udem antarkelompok perlakuan
3 1,876 0,174
Data rata-rata berat udem yang didapat kemudian diuji statistik menggunakan
uji Kolmogorov-Smirnov untuk mengetahui distribusi data yang dihasilkan dan
didapatkan signifikasinya 0,998 (dapat dilihat di lampiran 11) karena lebih besar dari
0,05 maka data yang didapat dikatakan terdistribusi normal dan dari uji homogenitas
signifikasi yang didapat 0,192, berarti data yang diperoleh homogen. Dari hasil ini
kemudian dilakukan uji ANOVA (tabel V) satu arah dengan taraf kepercayaan 95%,
didapatkan signifikasi sebesar 0,174 (>0,05), berarti data rata-rata berat udem tidak
berbeda signifikan. Antara kelompok aquades, kontrol positif, dan kelompok dengan
perlakuan restraint test menghasilkan rata-rata berat udem yang tidak berbeda
bermakna. Pada table VI tertera rata-rata berat udem masing-masing kelompok :
Tabel VI. Data rata-rata berat udem kaki mencit sesuai dengan kelompok perlakuan
Kelompok Mean udema (g) ± SE karagenin 0,0376±0,0024
Kontrol aquades 0,0362±0,0079 diklofenak dengan stres 0,0224±0,0051 diklofenak tanpa stres 0,0343±0,0052
-
42
Rata-rata berat udem yang diperoleh, kemudian dirangkum dalam diagram
batang seperti yang terlihat di gambar 11:
Gambar 11. Diagram batang berat udem rata-rata kaki mencit sesuai dengan kelompok perlakuan
Dari hasil perlakuan menunjukkan bahwa rata-rata berat udem terdapat pada
kelompok kontrol negatif aquades (0,030 g), diikuti kelompok karagenin (0,035 g).
Pada kelompok positif kalium diklofenak tanpa pra perlakuan restraint test, rata-rata
berat udem yang dihasilkan paling kecil (0,023 g), menunjukkan bahwa kalium
dikofenak memiliki daya anti-inflamasi yang tinggi. Sedangkan pada kelompok
dengan pra perlakuan restraint test, rata-rata berat udem yang didapat adalah 0,027 g.
Hal ini menunjukkan berat udem yang lebih kecil dari kelompok karagenin, tapi tidak
-
43
berbeda jauh, dapat dikatakan bahwa kalium diklofenak tersebut memiliki daya anti-
inflamasi namun tidak besar.
Dari hasil rata-rata berat udem ini kemudian dilakukan perhitungan persen
(%) daya anti-inflamasi kelompok kontrol negatif, kontrol positif kalium diklofenak,
dan kelompok dengan pra perlakuan restraint test. Data persen (%) daya anti-
inflamasi diuji secara statistik menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov, nilai
signifikasi yang dihasilkan adalah 0,975 (>0,05) dengan demikian dapat dikatakan
bahwa datanya terdistribusi normal, dilanjutkan dengan uji homogenitas data, dan
didapatkan signifikasinya 0,469 (>0,05) berarti data yang didapat homogen
(lampiran12).
Dilanjutkan dengan uji statistik ANOVA, didapatkan signifikasi 0,172 (>0,05)
berarti data yang didapat tidak berbeda bermakna antarkelompok perlakuan, sehingga
dapat dikatakan bahwa tidak ada perbedaan bermakna antara persen (%) daya anti-
inflamasi kelompok kontrol positif dengan kelompok perlakuan restraint test. Dapat
disimpulkan bahwa stres tidak mempengaruhi daya anti-inflamasi kalium diklofenak.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Santoso (2008), stres terbukti
mempengaruhi daya analgesik petidin. Dapat dikatakan bahwa stres mempengaruhi
rasa nyeri yang dihasilkan. Pada penelitian ini dihasilkan bahwa stres tidak
mempengaruhi daya anti-inflamasi kalium diklofenak, padahal nyeri sebenarnya
merupakan salah satu tanda inflamasi, selain kemerahan (rubor), panas meningkat
(calor), pembengkakan (tumor), nyeri (dolor), dan gangguan fungsi (functio laesa).
Dengan demikian walaupun stres mempengaruhi daya analgesik, namun tidak
-
44
mempengaruhi tanda inflamasi lainnya, dan tidak mempengaruhi daya anti-inflamasi
kalium diklofenak.
Tabel VII. Rangkuman hasil ANOVA satu arah dengan taraf kepercayaan 95% data persen (%) daya anti-inflamasi pada setiap masing-masing kelompok perlakuan
Keterangan Df F Probabilitas (p) Berat udem antarkelompok perlakuan
2 2,045 0,172
Dari tabel VIII, dapat dilihat bahwa kelompok kontrol positif tanpa pra
perlakuan stres memiliki persen (%) daya anti-inflamasi yang paling besar (33,60%),
pada kelompok dengan perlakuan stres didapatkan persen (%) daya anti-inflamasinya
21,14%, sedangkan persen daya anti-inflamasi aquades adalah 13,27%.
Tabel VIII. Rangkuman data persen (%) daya anti-inflamasi antarkelompok dan % kenaikan daya anti-inflamasi antarkelompok
kelompok jumlah replikasi (n) Persen (%) daya anti-inflamasi
± SE % kenaikan
antarkelompok
aquades 5 13,27±11,30 -
diklofenak dengan stres 5 21,14±9,65
59.31
diklofenak tanpa stres 5 33,60±12,75
153,21
Hasil perhitungan persen (%) daya anti-inflamasi antarkelompok dirangkum
dalam diagram batang pada gambar 12, sebagai berikut :
-
45
Gambar 12. Diagram batang persen (%) daya anti-inflamasi hasil perlakuan kalium diklofenak
Pada stresor golongan akut, dapat menyebabkan stres, namun pada waktu
yang singkat respon stres ini membantu tubuh untuk beradaptasi dengan perubahan
dan adaptasi ini dapat membantu hewan untuk merespon stres antara lain untuk
menginhibisi proses inflamasi dan resistensi terhadap infeksi (Pinel, 2000), namun
apabila dalam jangka yang panjang, maka proses ini menjadi maladaptif dan dapat
menyebabkan gangguan pada tubuh manusia, misal memperparah penyakit dan dapat
menurunkan sistem imun tubuh. Dalam penelitian ini stres yang dihasilkan dari
restraint test merupakan stresor golongan akut, sehingga pada hal ini kemungkinan
mencit masih dalam tahap adaptasi menyesuaikan respon tubuh terhadap stresor yang
-
46
ada, sehingga dapat menginhibisi terjadinya inflamasi, dan dengan demikian stres
tidak mempengaruhi daya anti-inflamasi kalium diklofenak.
Dalam tahap akut ini dimungkinkan ada pelepasan glukokortikoid yang cukup
mampu menghambat proses inflamasi. Adanya pelepasan glukokortikoid
menghambat kerja enzim fosfolipase A2 sehingga pembentukan arakhidonat
terhambat dan proses selanjutnya hingga produksi mediator inflamasi tidak terjadi.
Dan cara kerja glukokortikoid dalam penghambatan inflamasi bekerja dengan lambat
karena harus menginduksi annexin terlebih dahulu untuk menghentikan proses
penghentian produksi mediator inflamasi, tidak seperti kalium diklofenak yang
termasuk dalam obat anti-inflamasi golongan non-steroid (AINS), menghambat
enzim siklooksigenase untuk mengubah arakhidonat masuk ke dalam siklus
enderperoksid, yang jalur produksi mediator inflamasinya lebih pendek sehingga
golongan AINS lebih efektif dalam menghambat inflamasi.
Standar error (SE) yang terlalu besar, dapat dimungkinkan karena beberapa
faktor, antara lain, kualitas bahan karagenin yang digunakan, faktor pengerjaan (cara
pemotongan kaki, suhu dan kelembaban ruangan), faktor hewan uji (kesehatan, iklim)
yang tidak dapat dikendalikan. untuk memperkecil SE yang dapat dilakukan adalah
memperbanyak jumlah sampel, mengendalikan kondisi pengerjaan seperti
pengendalian suhu, kelembaban ruangan, mengkondisikan pemeliharaan hewan uji,
baik dari segi makanan, dan minuman.
-
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Stres tidak menurunkan secara signifikan daya anti-inflamasi kalium diklofenak dosis
13 mg/kg BB. Persen (%) daya anti-inflamasi kelompok dengan perlakuan stres
sebesar 21,14%
B. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh stres secara akut
maupun kronis terhadap daya anti-inflamasi kalium diklofenak dengan menggunakan
metode penelitian yang lebih valid.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh stres secara akut
maupun kronis obat anti-inflamasi golongan steroid.
3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh stres baik akut maupun
kronis terhadap daya kerja obat anti-inflamasi golongan non-steroid lainnya dan
golongan obat lainnya.
47
-
48
DAFTAR PUSTAKA Ader, D.N., Suzanne B.J., Shih-Wen, H., and William, R., 1991, Group Size, Cage
Shelf Level, and Emotionality in Non-Obese Diabetic Mice: Impact on Onset and Incidence of IDDM, Psychosomatic Medicine, 53:313-32, USA.
Anderson, P.O., Knoben, J.E., and Troutman, W.G., 2001, Handbook of Clinical
Drug Data, 10th ed., 24, McGraw-Hill, USA. Anonim, 2000, Informatorium Obat Nasional Indonesia, 357, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta.
Anonim, 2007, Informasi Spesialite Obat Indonesia, 237-238, PT. Ikrar
Mandiriabadi, Jakarta Bishop, G.D., 1994, Health Psychology : Integrating Mind and Body, 395-396, Allyn
and Bacon, Boston London Toronto Sydney Tokyo Singapore. Brooks, P.M., and Day, R.O., 1991, Non Steroidal Anti-Inflammatory Drugs
Difference and Similarities. J N Engl Med,; 324:1716-25., dalam Vetrichelvan, T., Jegadeesan, M., 2002, Effect Of Alcoholic Extract Of Achyranthes Bidentata Blume On Acute And Sub Acute Inflammation, Indian Journal of Pharmacology, 34 : 115-118.
Carlson, N,R., 1994, Physiology of Behaviour, 5th ed., Paramount Publishing, USA. Evans, F.J., and Williamson, E.M., 1996, Selection, Preparation and
Pharmacologically Evaluation of Plant Material, 131-137, John Wiley, New York.
DiRosa, M., Giroud, J.P., and Willoughby, D.A., 1971, Studies of The Acute
Inflammatory Response Induced in Rats in Different Sites by Carrageenan and Turpentine. J. Pathol. 104: 15 – 29, dalam Kumar, A., Ilavarasan, R., Jayachandran, T., Deecaraman, M., Kumar, M. R., Aravindan, P., et al., 2008, Anti-Inflammatory Activity of Syzygium cumini Seed, African Journal of Biotechnology, vol. 7: 941-943.
Dorland, W.A., and Newman, 2000, Dorland’s Illustrated Medical Dictionary,
diterjemahkan oleh Huriawati Hartanto, dkk., Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
-
49
Forsythe, P., Cory E., John, R.G., Dean, B., and Harissios, V., 2003, Opposing
Effects of Short- and Long-term Stress on Airway Inflammation: Stress and Allergic Airway Inflammation, AJRCCM Articles in Press, Diterbitkan pada 6 November 2003, Canada.
Harvey, A.R., Mycek, J.M., and Champe, C.D., 1997, Lippicott’s Ilustrated Review:
Pharmacology, diterjemahkan oleh Azwar Agoes, Farmakologi : Ulasan Bergambar, edisi II, 404-406, Penerbit Widya Medika, Jakarta.
Ghoshal, K., Wang, Y., Sheridan, J.F., and Jacob, S.T., 1998, Metallothionein
Induction In Response to Restraint Stress : Transcriptional Control, Adaptation to Stress, and Role of Glucocorticoid, The Journal Of Biological Chemistry Vol. 273, No. 43, Issue of October 23, pp. 27904–27910.
Irawan, E. "Stres dan Reaksi Tubuh." www.waspada.co.id. September 14, 2007.
(diakses September 17, 2008). Keßler, M., 2006, in LAB Mice: Physiological and Behavioral Effects, Dissertation,
Faculty of Biology Ludwig Maximilians University Munich. Lacy, C.F., Armstrong, L.L., Goldman, M.P., and Lance, L.L., 2006, Drug
Information Handbook : A Comprehensive Resources for all Clinicians and Healthcare Professionals, forth edition, 454-456, Lexi-Comp, USA
Langford, F. D., Holmes, P. A., and Emele, J. F., 1972, Objective Method for
Evaluation of Analgetics/Anti-inflammatory Activity, J. Pharm, Sci., 61, 75-77.
Lelo, E.A., 2002, Pertimbangan Baru Dalam Pemilihan Selektivitas Penghambatan
COX-2 Sebagai Antinyeri Dan Antiinflamasi, dalam Pertemuan Ilmiah Tahunan Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran UGM, Yogyakarta.
Levenstein, S., Prantera, C., Varvo, V., Scribano, M.L., Andreoli, A., Luzi, C., et al.,
2000, Stress and Exacerbationin Ulcerative Colitis: a Prospective Study of Patients Enrolled in Remission., Am J Gastroenterol;95:1213–1220.
Marks, D.F., Murray, M., Evans, B. and Willig, C., 2000, Healthy Psychology:
Theory, Research and Practice, 100-115, Sage Publications, British. Michael, P.W., and Ronald, S.E., 2007, Psychology, The Science of Mind and
Behaviour, third edition, 488, McGraw-Hill, USA.
-
50
Morris, C.G., and Maisto, A.A., 2002, Psychology: an Introduction, 11th edition, 479, Prentice Hall, USA.
Mutshcler, E., 1986, Arzneimittelwirkungen, diterjemahkan oleh Widianto, M. B. dan
Ranti, A. S., Dinamika Obat, edisi V,177-197, Penerbit ITB, Bandung. Nwafor, P.A., Jacks, T.W., and Ekanem, A.U., 2007, Analgesik and Anti-
Inflammatory Effects of Methanolic Extract of Pausinystalia macroceras Stem-Bark in Rodents, International Journal of Pharamcology 3 (1): 86-90, Asian Network for Scientific Information.
Nugroho, B.S., 2007, Daya Antiinflamasi Jus Tomat (Solanum lycopersicum L.) pada
Mencit Putih Jantan, Skripsi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. O'Neil, M.J., and Smith, A., 2001, The Merck Index : An Encyclopedia of Chemicals,
Drugs, and Biologicals, 13th ed., 542, Merck Reserach Laboratories Division of Merc & Co,. Inc,. USA.
Peters, E.M.J., Bori, H., Arne, K., Evelin, H., Hannes, B., Armin, B., et al., 2004,
Neurogenic Inflammation in Stress-Induced Termination of Murine Hair Growth Is Promoted by Nerve Growth Factor, American Journal of Pathology, Vol. 165, No. 1.
Pinel, J.P.J., 2000, Biopsychology, 4th ed., 478, A Pearson Education Company, USA. Price, S.A., dan Wilson, L.M., 1995, Pathophsyiology, diterjemahkan oleh Peter
Anugrah, Patofisiologi, edisi IV, buku I, 36-57, EGC Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta.
Rang, H.P., Dale, M.M., Ritter, J.M., and Moore, P.K., 2003, Pharmacology, 5th ed.,
231-237, Bath Press, USA. Robbin, L.S., dan Kumar, V.N., 1995, Basic Pathology I, diterjemahkan oleh Staf
Pengajar Laboratorium Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Buku Ajar Patologi I, edisi 4, 27-33, EGC, Jakarta.
Smet, B., 1994, Psikologi Kesehatan, 107-118, PT Grasindo, Jakarta. Sander, M.A., 2003, Patologi Anatomi, jilid 1, 12-13, UMM Press, Malang. Stephen, D.F., and Joseph H.P., 1997, Psychology, 2nd ed., 347-349, Simon and
Cshuster/A Viacom Company, USA.
-
51
Suwito, J., Putra, S.T., Sudiana, I.K., dan Mu’afiro, A., 2004, Pengaruh Stresor Psikososial Terhadap Peningkatan Kadar Kortisol dan IL-1 Beta Serum Pada Tikus Jantan Galur Wistar, Artocarpus, vol 4: 1, 14-20.
Santoso, W.K., 2008, Pengaruh Stres terhadap Efek Analgesik Petidin pada Mencit
Putih Jantan Galur Swiss Webster, Skripsi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Turner, R.A., 1965, Screening Methods in Pharmacology, 163, Academic Pres