pengaruh terapi kombinasi kurkumin dan vitamin e …repository.ub.ac.id/173/1/rezha erlangga...
TRANSCRIPT
PENGARUH TERAPI KOMBINASI KURKUMIN DAN VITAMIN E
TERHADAP EKSPRESI INTERLEUKIN-1 ALPHA (IL- DAN TUMOR NECROSIS FACTOR ALPHA (TNF-
PADA UTERUS TIKUS (Rattus norvegicus) MODEL CA MAMMAE
HASIL INDUKSI MLD-DMBA
SKRIPSI
Oleh :
REZHA ERLANGGA 105130100111030
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER HEWAN FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
2017
PENGARUH TERAPI KOMBINASI KURKUMIN DAN VITAMIN E TERHADAP EKSPRESI INTERLEUKIN-1 ALPHA (IL-
DAN TUMOR NECROSIS FACTOR ALPHA (TNF- PADA UTERUS TIKUS (Rattus norvegicus)
MODEL CA MAMMAE HASIL INDUKSI
MLD-DMBA
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
Oleh :
REZHA ERLANGGA 105130100111030
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER HEWAN FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
2017
PENGARUH TERAPI KOMBINASI KURKUMIN DAN VITAMIN E TERHADAP EKSPRESI INTERLEUKIN-1 ALPHA (IL- TUMOR NECROSIS
FACTOR ALPHA (TNF- PADA UTERUS TIKUS (Rattus norvegicus) MODEL CA MAMMAE
HASIL INDUKSI MLD-DMBA
Abstrak
Kanker mammae merupakan tumor ganas yang dapat tumbuh di dalam jaringan payudara yang dapat dipicu oleh agen karsinogenik DMBA (Dymethylbenz( ) Anthrasen). Kanker mammae akibat induksi DMBA mempunyai kemungkinan untuk menyebar ke organ lain seperti uterus. ROS akibat kanker mammae akan terbawa aliran darah menuju uterus. Peningkatan ROS dan inflamasi sistemik pada organ reproduksi seperti uterus yang ditandai dengan peningkatan ekspresi IL- -mengetahui efek terapi kombinasi Kurkumin dengan Vitamin E dalam menurunkan ekspresi IL- - -DMBA pada organ uterus. Pembuatan hewan model kanker mammae dilakukan dengan induksi DMBA dosis 10 mg/kg BB dan estrogen dosis 20.000 IU/kg BB. Penelitian ini dibagi dalam 5 kelompok perlakuan yaitu kelompok kontrol negatif (KN), kontrol positif (KP), perlakuan satu (P1) terapi dengan Kurkumin 48mg/kg BB dan Vitamin E 300 IU/ekor, perlakuan dua (P2) dosis 72mg/kg BB dan 200 IU/ekor, dan perlakuan tiga (P3) dosis 108mg/kg BB dan 100 IU/ekor. Ekspresi IL- -uji ANOVA dan jika terdapat perbedaan nyata hasil antar perlakuan, maka dilakukan uji Tukey. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi terapi kurkumin dan vitamin E mampu menurunkan ekspresi IL- dan ekspresi TNF- secara signifikan (p<0,05) dengan dosis terapi 2 (kurkumin 72mg/kg BB + vitamin E 200 IU/ekor) yang paling efektif dalam menurunkan ekspresi IL- sebesar (5,76 ± 0,43%) dan menurunkan ekspresi TNF- sebesar (6,21 ± 0,67%). Kesimpulan dari penelitian ini adalah kombinasi kurkumin dan vitamin E dapat digunakan sebagai terapi kanker mammae
Kata kunci : Kanker Mammae, Uterus, DMBA, IL- -
.
THERAPY EFFECT OF COMBINATION CURCUMIN AND VITAMIN E ON EXPRESSION OF INTERLEUKIN-1 ALPHA (IL- TUMOR NECROSIS
FACTOR ALPHA (TNF- Rattus norvegicus) MAMMARY CANCER MODELS RESULTS INDUCTION OF MLD-DMBA
Abstract
Breast cancer is a malignant tumor that can grow in the breast tissue that can be -induced
mammary cancer have the possibility to spread to other organs such as the uterus. ROS as a result of breast cancer will be carried by the blood flow to the uterus. Increased ROS and systemic inflammation of the reproductive organs such as the uterus characterized by increased expressionIL- -of curcumin combination therapy with Vitamin E in reducing the expression of IL-TNF- -DMBA in the organs of the uterus. Manufacture of animal models of breast cancer conducted by DMBA induced a dose of 10 mg / kg and estrogen dose 20,000 IU / kg. The research was divided into 5 groups: control group a negative (KN), a positive control (KP), the treatment of one (P1) treatment with curcumin 48mg / kg and Vitamin E 300 IU, treatment of two (P2) a dose of 72mg / kg BB and 200 IU, and treatment three (P3) dose of 108mg / kg and 100 IU. Expression IL-TNF- is a real difference between the results of the treatment, then the Tukey test. The results showed that the combination of curcumin and vitamin E therapy is able to reduce the expression of IL- - ond therapeutic dose (curcumin 72mg / kg + vitamin E 200 IU) most effective in decreasing the expression of IL-
-this study is the combination of curcumin and vitamin E can be used as a breast cancer therapy
Keywords : Breast cancer, uterine, DMBA, IL- -
1
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
Pengaruh Terapi Kombinasi Kurkumin Dan Vitamin E Terhadap Ekspresi Interleukin-1 Alpha (IL- Tumor Necrosis Factor Alpha (TNF- Pada Uterus Tikus (Rattus norvegicus) Model Ca
Mammae Hasil Induksi MLD-DMBA
Oleh:Rezha Erlangga
105130100111030
Setelah dipertahankan di depan Majelis Penguji pada tanggal 17 Mei 2017 dandinyatakan memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Sri Murwani, drh.,MP Drh. Dyah Ayu O.A.P.,M.BiotechNIP.19630101 198903 2 001 NIP. 19841026 200812 2 004
Mengetahui,Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya
NIP. 19600903 198802 2 001
2
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Rezha ErlanggaNIM : 105130100111030Program Studi : Kedokteran Hewan. Penulis Skripsi berjudul:
Pengaruh Terapi Kombinasi Kurkumin Dan Vitamin E Terhadap Ekspresi Interleukin-1 Alpha (Il- Tumor Necrosis Factor Alpha (TNF- Pada
Uterus Tikus (Rattus norvegicus) Model Ca Mammae Hasil Induksi MLD-DMBADengan ini menyatakan bahwa:
1. Isi dari skripsi yang saya buat adalah benar-benar karya saya sendiri dan tidak menjiplak karya orang lain, selain nama-nama yang termaktub di isi dan tertulis di daftar pustaka dalam skripsi ini.
2. Apabila dikemudian hari ternyata skripsi yang saya tulis terbukti hasil jiplakan, maka saya akan bersedia menanggung segala resiko yang akan saya terima.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan segala kesadaran.
Malang, Mei 2017Yang menyatakan,
(Rezha Erlangga)NIM.105130100111030
3
PENGARUH TERAPI KOMBINASI KURKUMIN DAN VITAMIN E TERHADAPEKSPRESI INTERLEUKIN-1 ALPHA (IL- TUMOR NECROSIS
FACTOR ALPHA (TNF- PADA UTERUS TIKUS (Rattus norvegicus) MODEL CA MAMMAE
HASIL INDUKSI MLD-DMBA
Abstrak
Kanker mammae merupakan tumor ganas yang dapat tumbuh di dalam jaringan payudara yang dapat dipicu oleh agen karsinogenik DMBA (Dymethylbenz( ) Anthrasen). Kanker mammae akibat induksi DMBA mempunyai kemungkinan untuk menyebar ke organ lain seperti uterus. ROS akibat kanker mammae akan terbawa aliran darah menuju uterus. Peningkatan ROS dan inflamasi sistemik pada organ reproduksi seperti uterus yang ditandai dengan peningkatan ekspresi IL- -mengetahui efek terapi kombinasi Kurkumin dengan Vitamin E dalam menurunkan ekspresi IL- -diinduksi oleh MLD-DMBA pada organ uterus. Pembuatan hewan model kanker mammae dilakukan dengan induksi DMBA dosis 10 mg/kg BB dan estrogen dosis 20.000 IU/kg BB. Penelitian ini dibagi dalam 5 kelompok perlakuan yaitu kelompok kontrol negatif (KN), kontrol positif (KP), perlakuan satu (P1) terapi dengan Kurkumin 48mg/kg BB dan Vitamin E 300 IU/ekor, perlakuan dua (P2) dosis 72mg/kg BB dan 200 IU/ekor, dan perlakuan tiga (P3) dosis 108mg/kg BB dan 100 IU/ekor. Ekspresi IL- -Analisis data dilakukan dengan uji ANOVA dan jika terdapat perbedaan nyata hasil antar perlakuan, maka dilakukan uji Tukey. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi terapi kurkumin dan vitamin E mampu menurunkan ekspresi IL- dan ekspresi TNF- secara signifikan (p<0,05) dengan dosis terapi 2 (kurkumin 72mg/kg BB + vitamin E 200 IU/ekor) yang paling efektif dalam menurunkan ekspresi IL- sebesar (5,76 ± 0,43%) dan menurunkan ekspresi TNF- sebesar (6,21 ± 0,67%). Kesimpulan dari penelitian ini adalah kombinasi kurkumin dan vitamin E dapat digunakan sebagai terapi kanker mammae
Kata kunci : Kanker Mammae, Uterus, DMBA, IL- -
Vitamin E
.
4
THERAPY EFFECT OF COMBINATION CURCUMIN AND VITAMIN E ONEXPRESSION OF INTERLEUKIN-1 ALPHA (IL- TUMOR NECROSIS
FACTOR ALPHA (TNF- N UTERINE RATS (Rattus norvegicus) MAMMARY CANCER MODELS RESULTS INDUCTION OF MLD-DMBA
Abstract
Breast cancer is a malignant tumor that can grow in the breast tissue that
DMBA-induced mammary cancer have the possibility to spread to other organs such as the uterus. ROS as a result of breast cancer will be carried by the blood flow to the uterus. Increased ROS and systemic inflammation of the reproductive organs such as the uterus characterized by increased expressionIL- -The purpose of this study was to determine the effects of curcumin combination therapy with Vitamin E in reducing the expression of IL- -models of breast cancer induced by MLD-DMBA in the organs of the uterus. Manufacture of animal models of breast cancer conducted by DMBA induced a dose of 10 mg / kg and estrogen dose 20,000 IU / kg. The research was divided into 5 groups: control group a negative (KN), a positive control (KP), thetreatment of one (P1) treatment with curcumin 48mg / kg and Vitamin E 300 IU, treatment of two (P2) a dose of 72mg / kg BB and 200 IU, and treatment three (P3) dose of 108mg / kg and 100 IU. Expression IL- -Immunohistochemistry observed. Data were analyzed by ANOVA and if there is a real difference between the results of the treatment, then the Tukey test. The results showed that the combination of curcumin and vitamin E therapy is able to reduce the expression of IL- - significantly (p <0.05) with a second therapeutic dose (curcumin 72mg / kg + vitamin E 200 IU) most effective in decreasing the expression of IL-expression of TNF-combination of curcumin and vitamin E can be used as a breast cancer therapy
Keywords : Breast cancer, uterine, DMBA, IL- -
KATA PENGANTAR
5
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah NYA, seh Pengaruh Terapi Kombinasi Curcumin Dan Vitamin E Terhadap Ekspresi Interleukin-1 Alpha (Il-Tumor Necrosis Factor Alpha (TNF- Pada Uterus Tikus (Rattus Norvegicus)Model Ca Mammae Hasil Induksi MLD-DMBA elesaikan.
Penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Sri Murwani, drh.,MP selaku dosen pembimbing I atas bimbingan,
kesabaran waktu dan juga yang selalu memberikan dukungan.
2. drh. Dyah Ayu Oktavianie, A.P., M.biotech selaku dosen pembimbing II atas
bimbingan, kesabaran waktu dan juga yang selalu memberikan dukungan.
3. drh. Aulia Firmawati, M.Vet selaku dosen penguji I yang telah memberikan
saran dan kritik yang membangun.
4. Drh. Indah Amalia Amri, M.Si selaku dosen pengganti penguji I yang telah
memberikan saran dan kritik yang membangun.
5. selaku Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Brawijaya.
6. Keluarga tercinta Ayah, Ibu , Adik, dan keluarga yang senantiasa memberikan
dorongan, semangat, dan doa yang tiada henti demi keberhasilan penulis.
7. Partner terbaik yang selalu memberikan motivasi Cinantya Dwi Rahmawati
8. Teman-teman Kelas A 2010 yang selalu memberikan semangat dan motivasi
9. Teman-teman geng mammae yang senantiasa berbagi ilmu, memberikan
semangat dan masukan.
Akhir kata, penulis berharap semoga Allah SWT membalas segala
kebaikan yang telah diberikan dan skripsi ini dapat memberikan manfaat.
Malang, Mei 2017
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................... iLEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ........................................................ iiiLEMBAR PERNYATAAN ........................................................................ ivABSTRAK .................................................................................................. v
6
ABSTRACT ................................................................................................ viKATA PENGANTAR................................................................................. viiDAFTAR ISI ............................................................................................... viiiDAFTAR TABEL ....................................................................................... xDAFTAR GAMBAR................................................................................... xiDAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xiiDAFTAR SINGKATAN DAN SIMBOL ................................................... xiiiBAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang................................................................................ 11.2. Rumusan Masalah ........................................................................... 41.3. Batasan Maslah ............................................................................... 41.4. Tujuan Penelitian ............................................................................ 51.5. Manfaat Penelitian .......................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA2.1. Kanker ............................................................................................ 6
2.1.1. Kanker Mammae.................................................................... 62.1.2. Etiologi .................................................................................. 7
2.2. DMBA ........................................................................................... 82.2.1 Struktur dan pengaruh DMBA................................................ 82.2.2 Patomekanisme Induksi DMBA ............................................. 92.2.3 Patomekanisme Kanker Mammae........................................... 122.2.4 Pengaruh Kanker Mammae terhadap Uterus ........................... 13
2.3. Kurkumin........................................................................................ 142.4. Vitamin E........................................................................................ 162.5. Hewan Coba Tikus Putih (Rattus Norvegicus) ................................ 172.6. Pengaruh Induksi DMBA terhadap Hepar ....................................... 18
BAB III KERANGKA KONSEPTUAL3.1. Kerangka Konseptual ...................................................................... 203.2. Hipotesis Penelitian......................................................................... 22
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN4.1. Tempat dan Waktu Penelitian.......................................................... 234.2. Rancangan Penelitian ...................................................................... 234.3. Variabel Penelitian.......................................................................... 244.4. Alat dan Bahan ............................................................................... 254.5. Tahapan Penelitian.......................................................................... 25
4.5.1. Persiapan Hewan Coba........................................................... 254.5.2. Preparasi DMBA.................................................................... 264.5.3. Induksi DMBA ..................................................................... 264.5.4. Induksi Ekstrogen .................................................................. 274.5.5. Pemeriksaan Terbentuknya Ca Mammae................................ 274.5.6. Pelaksanaan terapi kombinasi kurkumin dengan Vit.E ........... 274.5.7. Pembedahan dan Pengambilan Organ..................................... 284.5.8. Pembuatan preparat histopatologi........................................... 284.5.9. Pengamatan ekspresi IL- - ................................... 294.5.10. Analisis Data.......................................................................... 31
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
7
5.1 Hewan Model Kanker Mammae...................................................... 325.2 Pengaruh Pemberian Kombinasi Terapi Kurkumin dan Vitamin E
Terhadap ekspresi IL- Tikus Model Kanker Mammae Hasil Induksi DMBA.............................................................................................. 34
5.3 Pengaruh Pemberian Kombinasi Terapi Kurkumin dan Vitamin Terhadap ekspresi TNF- Uterus Tikus Model Kanker Mammae Hasil Induksi DMBA......................................................................... 39
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN6.1 Kesimpulan..................................................................................... 476.2 Saran............................................................................................... 47
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 48LAMPIRAN ................................................................................................ 55
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman4.1 Tabel Rancangan Penelitian .................................................................. 235.2 Presentase Area Ekspresi IL- ................................. 365.3 Tabel Rata-Rata Presentasi Area Ekspresi TNF- Uterus Tikus Hewan Model Kanker Mammae ....................................................................... 42
8
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman3.1 Bagan Kerangka Konsep ......................................................................... 205.1 Terbentuknya Nodul pada Tikus .............................................................. 335.2 Ekspresi IL- pada Uterus Tikus ............................................................ 355.3 Ekspresi TNF- ........................................................... 40
9
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman1. Kerangka Operasional Penelitian .............................................................. 552. Timeline Penelitian ................................................................................... 563. Perhitungan Dosis DMBA ........................................................................ 574. Perhitungan Dosis Estrogen ..................................................................... 585. Perhitungan Dosis Kurkumin ................................................................... 586. Perhitungan Dosis Vitamin E ................................................................... 597. Pembuatan Pelarut Kurkumin (CMCNA 5%) ........................................... 598. Pembuatan Paraformaldehid (PFA) 4% .................................................... 609. Pembuatan Phospate Buffer Saline (PBS) ................................................ 6010. Pembuatan Larutan DMBA....................................................................... 6011. Pembuatan Larutan Kurkumin................................................................... 6112. Pembuatan Larutan Kombinasi Kurkumin dengan Vitamin E.................... 6113. Pengambilan Organ Uterus Tikus (Rattus norvegicus) .............................. 6114. Pembuatan Preparat ................................................................................. 6215. Pembuatan Preparat Histopatologi ............................................................ 6216. Preparat dengan Teknik Imunohistokimia ................................................ 6217. Pengambilan Sampel Darah dan Isolasi Serum ......................................... 6318. Sertifikat Laik Etik ................................................................................... 6519. Hasil Uji IHK IL- ................................................................................. 6720. Ekspresi TNF- ........................................................................................ 6821. Uji Normalitas Data ................................................................................ 6922. Uji Homogenitas data ............................................................................... 7023. Uji Anova ................................................................................................. 7024. Uji Tukey.................................................................................................. 71
10
DAFTAR LAMBANG DAN ISTILAH
Simbol/Singkatan KeteranganAhr Arilhydrocarbon ReceptorCa CarcinomaCYP CytochromeDAB Diamone BenzidineDCIS Ductal Carcinoma In SituDMBA Dymethyl Bez( )AnthraceneDNA Deoxyribonucleic AcidKN Kontrol NegatifKP Kontrol PositifIHK ImunohistokimiaIU International UnitIL-1 Interleukin-1 AlphaNO Nitrid OxideONOO- PeroksinitricPAH Polisiklik Aromatik HidrocarbonPFA ParaformaldehidPBS Phospat Buffer SalineP53 Protein 53RAL Rancangan Acak LengkapROS Reactive Oksigen SpeciesSA-HRP StrepAvidin-Horseradish PeroxidaseTNF- Tumor Necrosis Factor Alpha
11
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Carcinoma (Ca) mammae atau kanker mammae merupakan salah satu
kejadian kanker yang paling sering terjadi pada hewan betina. Kasus kanker
mammae dapat terjadi pada anjing, kucing, kuda, dan kasus lebih sering terjadi
pada anjing. Peningkatan angka kejadian kanker mammae didasari oleh pengaruh
dari beberapa faktor seperti nutrisi, inbreeding, vaksinasi, dan penggunaan obat-
obatan yang diberikan pada hewan tersebut (Amstrong, 2009). Faktor penyebab
kanker payudara termasuk multifaktorial, yaitu banyak faktor yang terkait satu
dengan yang lain. Beberapa faktor yang diperkirakan mempunyai pengaruh besar
dalam terjadinya kanker adalah riwayat keluarga, hormonal, dan faktor lain yang
bersifat eksogen (Balasubramaniam, 2010).
Penelitian mengenai Ca mammae telah banyak dilakukan untuk
mempelajari lebih lanjut mengenai patomekanisme penyakit tersebut. Pembuatan
hewan model Ca mammae seringkali dilakukan dengan menginduksikan zat-zat
kimia yang bersifat karsinogenik seperti 7,12 dimetylbenz [a] antracene (DMBA),
benz[a]pyrene (BP), 4-nitroquinoline-1-oxide, dan N-nitroso-N-methylure. Zat-
zat tersebut diketahui mampu menginisiasi timbulnya Ca mammae pada hewan
percobaan (Cordeiro and Kaliwal, 2011). Zat karsinogen DMBA merupakan zat
yang paling sering digunakan dalam pembuatan hewan model Ca mammae.
Karena memiliki potensi lebih tinggi dan lebih stabil sebagai zat karsinogen
(Currier, 2005).
1
1
12
Induksi DMBA akan dimetabolisme di dalam tubuh membentuk suatu
metabolit aktif berupa senyawa epoxide dihidrodriol. Senyawa aktif tersebut akan
berikatan dengan DNA dan menimbukan DNA adduct. Hasil metabolisme aktif
DMBA, yang merupakan senyawa karsinogen juga dapat meningkatkan jumlah
ROS (reactive oxygen species) dalam sel premaligna. Peningkatan jumlah ROS
akan mengakibatkan kerusakan jaringan yang ditandai dengan adanya
peningkatan sitokin-sitokin proinflamatori termasuk Interleukin-1 alpha (IL-
dan Tumor Nuclear Factor Alpha (TNF- itokin proinflamatori
tersebut dapat merangsang timbulnya kejadian inflamasi atau peradangan secara
sistemik (Anggarwal et al., 2006).
Faktor hormonal yang mempunyai pengaruh terjadinya kanker adalah
estrogen. Pada uterus dan organ kelamin luar, efek estrogen adalah untuk
memperbesar ukuran organ genitalia tersebut (Guyton, 2006). Jika kadar hormon
estrogen terus menerus tinggi dan di organ tubuh banyak sel-sel reseptor yang
menangkap hormon tersebut, maka sel-sel tersebut bisa berubah perangainya, jadi
tumbuh berlebih, bisa jinak ataupun ganas. Sel reseptor ada di mana-mana dalam
organ tubuh, terutama ada di mammae, uterus, indung telur, mulut rahim dan
organ genitalia lainnya (Elisabet, 2013).
Pemberian DMBA secara peroral diketahui dapat memberikan efek
samping berupa inflamasi pada organ-organ di sekitar mammae, yang terpapar
oleh zat metabolit aktif dari DMBA (Ranita dan Widyarini, 2010). Oleh karena
itu, dalam penelitian ini peneliti mencoba untuk mengetahui pengaruh dari
13
DMBA terhadap organ reproduksi lainnya yaitu uterus, karena uterus merupakan
organ reproduksi yang berperan penting dalam mengatur hormon-hormon
reproduksi dan memiliki keterkaitan erat dengan kanker mammae (Maccio and
Madeddu, 2012).
Pengobatan penyakit kanker umumnya dilakukan dengan operasi, radiasi,
kemoterapi dan obat kanker. Sistem pengobatan dengan kemoterapi dan radiasi
memiliki beberapa kelemahan, antara lain karena sifat toksiknya dapat
menurunkan fungsi fisiologis organ-organ tubuh lainnya (Gunanti dkk, 2009).
Sifat toksik dan antioksidan kimia yang berbahaya bila berlebihan didalam tubuh
maka antioksidan alami bisa digunakan salah satunya adalah kurkumin yang juga
digunakan sebagai salah satu obat penyakit kanker. Kurkumin merupakan bagian
terbesar pigmen kuning yang terdapat dalam rimpang kunyit yang memiliki
berbagai aktivitas biologis seperti antioksidan, antiinflamasi, dan antineoplasma
(Meiyanto, 1999). Selain kurkumin antioksidan yang baik yaitu vitamin E,
vitamin E bekerja sebagai antioksidan karena mudah teroksidasi. Vitamin E
tocopherol yang mempunyai efek sebagai pencegah kerusakan
DNA yang menyebabkan mutasi, penangkal radikal bebas dan antiinflamasi
(Astuti, 1995). Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh zhang (2007) dengan
menggunakan dosis kurkumin sebanyak 100mg/kg BB dan 200mg/kg BB
diberkan secara peroral selama dua minggu membuktikan bahwa kurkumin dapat
meningkatkan apoptosis sel kanker dan vitamin E yang memiliki kandungan
antioksidan dengan dosis 400 IU/ekor dapat menurunkan kadar radikal bebas
(Greenlee et al, 2009).
14
Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh pemberian kombinasi terapi kurkumin dan vitamin E pada
tikus model kanker mammae yang di induksi DMBA dengan melihat ekspresi
TNF- dan IL- .
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah pengaruh pemberian kombinasi terapi kurkumin dan vitamin E
terhadap ekspresi TNF- pada uterus tikus model kanker mammae hasil
induksi DMBA.
2. Apakah pengaruh pemberian kombinasi terapi kurkumin dan vitamin E
terhadap ekspresi IL-1 model kanker mammae hasil
induksi DMBA.
1.3 Batasan Masalah
1. Hewan model yang digunakan pada penelitian ini adalah tikus (Rattus
norvegicus) betina strain sprague- dawley umur 10-12 minggu dengan
berat badan rata- rata 150-200 gram (Cordeiro and Kaliwal, 2011) yang
diperoleh dari Unit Pengembangan Hewan Percobaan (UPHP) UGM
Yogyakarta. Penggunaan hewan coba dalam penelitian ini sudah
mendapatkan persetujuan layak etik oleh Komisi Etik Penelitian
Universitas Brawijaya dengan nomor 189-KEP-UB (Lampiran 18).
2. Pembuatan keadaan kanker mammae dilakukan dengan induksi MLD
DMBA (7,12 dime dengan dosis 10 mg/kg BB
15
yang diinjeksi secara subcutan pada mammae sebanyak 10 kali
(modifikasi Cordeiro dan Kaliwal, 2011). Induksi estrogen dengan dosis
20.000 IU/kg BB secara intramuscular (modifikasi Naciff et al., 2002).
3. Terapi hewan model kanker mammae dilakukan dengan pemberian
kombinasi kurkumin dan vitamin E dengan dosis (P1) : kurkumin
48mg/kg BB + vitamin E 300 IU/ ekor, (P2) : kurkumin 72mg/kg BB +
vitamin E 200 IU/ ekor, (P3) : kurkumin 108mg/kg BB + vitamin E 300
IU/ ekor secara sonde selama 3 minggu (Cordeiro, 2011).
4. Variabel yang diamati pada penelitian ini adalah pengaruh pemberian
kombinasi terapi kurkumin dan vitamin E terahadap produksi TNF-
IL-1 yang diamati dengan metode Imunohistokimia (IHK).
1.4 Tujuan Penelitian
1. Mengetahui pengaruh pemberian kombinasi terapi kurkumin dan vitamin
E terhadap ekspresi TNF- pada uterus tikus model kanker mammae hasil
induksi DMBA.
2. Mengetahui pengaruh pemberian kombinasi terapi kurkumin dan vitamin
E terhadap ekspresi IL-1 model kanker mammae hasil
induksi DMBA.
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai dasar penelitian
dalam pemanfaatan kurkumin dan vitamin E sebagai alternatif obat penyakit
kanker.
16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kanker
Kanker adalah kondisi tidak normal pada sel tubuh yang menjadikan sel
tumbuh dan berkembang cepat diluar kewajaran. Sel yang tumbuh dan
berkembang cepat terkendali (jinak) dinamakan tumor sedang yang tumbuh cepat
tidak terkendali dan ganas dinamakan dengan kanker. Kanker merupakan
kumpulan sel abnormal yang terbentuk oleh sel-sel yang tumbuh secara terus
menerus, tidak terbatas, tidak terkoordinasi dengan jaringan sekitarnya dan tidak
berfungsi fisiologis. Kanker terjadi karena timbul dan berkembang biaknya
jaringan sekitarnya (infiltratif) sambil merusaknya (dekstrutif), dapat menyebar
kebagian lain tubuh, dan umumnya fatal jika dibiarkan (Mardiana, 2004;
Dalimartha, 2004).
2.1.1 Kanker mammae
Kanker mempunyai karakteristik yang berbeda beda. Ada yang tumbuh
secara cepat, ada yang tumbuh tidak terlalu cepat seperti kanker payudara
(Bustan, 1997). Kanker mammae atau payudara adalah penyakit berupa
neoplasma ganas yang berasal dari parenkim, pertumbuhan jaringan mammae
yang abnormal yang tidak mengikuti jaringan disekitarnya tumbuh infiltatrif dan
destruktrif, serta dapat bermetastase (Reksoprodjo, 1995).
Kanker mammae terjadi karena adanya kerusakan pada gen yang mengatur
pertumbuhan dan diferensiasi sehingga sel itu tumbuh dan berkembang biak tanpa
dapat dikendalikan. Hormon berperan penting dalam proses hiperplasia dan
17
neoplasia jaringan mammae. Estrogen adalah stimulator poten pada proliferasi
sel-sel epitel mammae. Reseptor estrogen berada pada sel kanker mamme pada
hewan. Sel-sel kanker ini dapat menyebar melalui aliran darah ke seluruh tubuh
(Tjindarbumi, 2013). Kanker mammae umumnya terjadi pada anjing betina yang
masih bereproduksi dan berumur antara 5 10 tahun. Pernah juga dilaporkan
tumor ditemukan pada anjing betina berumur 2 tahun, namun kasus ini jarang
terjadi (Foster and Nash, 2008).
2.1.2 Etiologi
Kanker kelenjar mammae adalah kanker ganas (malignant) pada kelenjar
mammae (Tilley & Smith, 2004). Kanker umumnya terjadi pada anjing betina
yang masih bereproduksi dan berumur antara 5 10 tahun (Foster & Nash 2008),
namun ± 80 % kasus didiagnosa pada anjing berusia > 7 tahun (Mitsui 2007).
Kanker mammae pada anjing dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu faktor
lingkungan, onkogen, dan tumor suppresor gen (Morrison, 2002). Faktor lain
yang dapat mempengaruhi terjadinya kanker seperti usia, berat badan, dan ras.
Anjing yang mempunyai siklus estrus pertama lebih rentan terkena kanker
mammae. Rata-rata umur anjing yang terkena kanker mammae adalah 10-11
tahun (Schafer et al.,1998).
Kanker mammae merupakan kanker yang menyerang -lobulus pada
jaringan mammae atau kelenjar mammae. Kanker mammae tumbuh dari glandular
epithelium pada kelenjar mammae. Kanker mammae mulai tumbuh dari kelenjar
mammae, saluran susu, jaringan lemak, maupun jaringan ikat pada mammae
(Polton, 2009).
18
2.2 DMBA
2.2.1 Struktur dan Pengaruh DMBA
Senyawa 7,12-dimetilbenz [a] antracene (DMBA) adalah zat kimia yang
termasuk dalam polycyclic aromatic hydrocarbon (PAH) yang dikenal bersifat
mutagenik, teratogenik, karsinogenik, sitotoksik, dan immunosupresif (Budi dan
Widyarini, 2010). Senyawa DMBA berbentuk padat, berwarna kuning kehijau-
hijauan memiliki berat molekul 256.34 g/mol (Gillespie et al., 2012) dan
mempunyai 4 cincin benzene dengan empat macam cincin aromatik yang
berikatan khas sruktur polisiklik aromatic hidrokarbon (PAH) dengan tiga cincin
aromatik dan 2 subtituen logam yang dapat menyebabkan kanker pada manusia
(Jagdeep et al., 2010). Secara alami DMBA dapat ditemukan di alam sebagai hasil
dari proses pembakaran yang tidak sempurna, seperti dalam asap tembakau, asap
pembakaran kayu, asap pembakaran gas, bensin, minyak, batubara atau daging.
Senyawa 7,12- dimetilbenz [a] antracene (DMBA) dapat ditemukan di dalam air,
tanah maupun udara (Budi dan Widyarini, 2010).
Induksi DMBA dapat diberikan melalui makanan atau peroral, inhalasi
maupun kontak kulit dengan cara injeksi. Senyawa 7,12-dimetilbenz [a]
antracene (DMBA) juga dilaporkan sebagai karsinogen poten pada hewan coba,
dengan target utama pada kulit dan glandula mammae (Gillespie et al., 2012).
Paparan DMBA mampu menginduksi produksi dari ROS yang menyebabkan
peroksidasi lemak, kerusakan DNA, dan hilangnya sel yang memiliki sistem
antioksidan. Paparan DMBA juga mampu menyebabkan perubahan patologi
klinik melalui toksisitasnya pada kulit, kelanjar mammae, ginjal, dan hepar
19
sehingga mampu menginduksi kerusakan parenkim hepatocelluler, hingga
menyebabkan lesi pada hepar, tumor, serta kanker. Dosis tinggi DMBA yang
diberikan secara kronik pada hewan coba dapat menyebabkan nekrosis pada
adrenal (Cordeiro, 2011).
Senyawa DMBA diketahui lebih sering digunakan dalam pembuatan
hewan coba kanker karena sifatnya yang mudah stabil dan memiliki potensi yang
lebih tinggi sebagai zat karsinogenik. Senyawa DMBA juga mudah diabsorbsi
melalui kulit, respiratori, dan juga saluran intestinal. Selain itu, DMBA juga
mudah diinduksikan melalui intravena, intraperitonial, ingesti, dan inhalasi.
Sensitifitas DMBA dalam memicu reaksi karsinogenik juga diketahui lebih tinggi
dibandingkan zat-zat kimia lainnya. Senyawa DMBA juga diketahui sebagai zat
karsinogen yang paling berpotensi dalam pembuatan kanker mammae dan kanker
kulit (Cordeiro and Kaliwal, 2011).
2.2.2 Patomekanisme Induksi DMBA
Bahan kimia dapat dimetabolisme oleh enzim-enzim tertentu menjadi
bahan hidrofilik yang mudah diekskresi, tetapi aktivitas dari enzim tersebut juga
dapat menghasilkan produk oksidan reaktif yang dapat menyebabkan lesi atau
mutasi DNA. Lesi serta mutasi DNA yang terjadi dapat menyebabkan aktivasi
onkogen atau inaktivasi gen suppressor sehingga terjadi transformasi sel
(Perhimpunan Onkologi Indonesia, 2010).
Senyawa 7,12-Dimetilbenz [a] antrasen (DMBA) sebagai inisiator
pembentukan kanker mammae memerlukan aktivasi metabolik oleh enzim yang
secara normal ada dalam tubuh, seperti sitokrom p450 dan merupakan bagian dari
20
proses metabolisme xenobiotik. Jalur metabolisme DMBA melalui aktivasi enzim
sitokrom p-450 menjadi intermediate reaktif yang dapat merusak DNA, yaitu
terbentuknya epoksida dehidrodriol dan kation radikal. Epoksida dehidrodiol akan
mengikat gugus amino ekosiklik purin DNA secara kovalen menjadi bentuk
adduct yang stabil, sedangkan kation radikal akan mengikat N7 atau C8 purin
menjadi bentuk adduct tidak stabil yaitu depurinisasi menjadi tempat yang
kehilangan purin pada DNA. Jalur epoksida dehidrodiol inilah yang bertanggung
jawab terhadap inisiasi tumor karsinogenik DMBA dibanding bentuk kation
radikal (Hendris dan Iswahyudi, 2013).
Metabolit DMBA 3,4 diol-1,2 epoxides yang mampu membentuk DNA
adduct merupakan metabolit aktif dari DMBA (Cordeiro, 2011). Metabolit
tersebut menentukan mutasi dalam gen dan dapat mengendalikan siklus sel
sehingga mendorong pembelahan sel kanker. Senyawa epoksida akan berikatan
dengan gugus amino eksosiklik deoksiadenosin (dA) secara kovalen pada DNA.
Interaksi ini dapat menginduksi mutasi pada gen-gen penting sehingga
menyebabkan iniasi kanker. Mutasi somatik disebabkan oleh ultimate carcinogen
yang berikatan dengan DNA (Gillespie, 2012) .
Karsinogen DMBA, disamping sebagai stressor oksidatif yang bersifat
genotoksik, juga imunosupresif. Stres oksidatif yang disebabkan oleh radikal
bebas atau prooksidan intrasel berlebihan bisa terjadi pada sel yang terpapar
metabolit DMBA. Salah satu hasil metabolisme DMBA oleh CYP1 adalah
pembentukan metabolit kation radikal reaktif, sebagai salah satu sumber reaksi
prooksidan. Metabolisme DMBA menjadi metabolit aktif yang bersifat
21
imunosupresan melibatkan enzim CYP1B1 dan mychrosomal epoxide hidrolase
(Gao et al., 2007). Metabolisme DMBA oleh CYP1B1 dan enzim mikrosomal
epoksida hidrolase (MEH) akan menghasilkan DMBA-DE. Metabolit DMBA-DE
disamping bersifat hematotoksik yaitu menekan eritropoesis pada sumsum tulang,
juga bersifat imunosupresif (Budi dan Widyarini, 2010).
Pada kanker, DMBA akan bereaksi dengan sitokrom p-450 untuk
membentuk ikatan kovalen dengan DNA sel yang aktif sehingga menyebabkan
DNA adduct. DMBA akan dioksidasi oleh sikorom p-450 CYP1B1 menjadi
DMBA 3,4 epoksida. Selanjutnya akan diikuti hidrolisis epoksida oleh enzim
MEH menjadi metabolit proximate carcinogen DMBA-3,4-diol. Metabolit ini
kemudian dioksidasi oleh CYP1A1 atau CYP1B1 menjadi metabolit ultimate
carcinogen yaitu DMBA-3,4-diol-1,2-epoksida yang memiliki kemampuan
membentuk DNA adduct (Hendris dan Iswahyudi, 2013). DNA adduct inilah
yang merupakan proses awal munculnya kanker. DNA adduct sendiri merupakan
DNA yang terikat pada suatu senyawa kimia karsinogenik yang menyebabkan
terjadinya kerusakan pada DNA. Ketika DMBA berikatan dengan DNA,
menyebabkan kerusakan yang terjadi pada DNA, dimana replikasi yang tepat dan
sempurna untuk membentuk sel yang sempurna tidak terjadi (Kumari, et al.,
2008). Kegagalan replikasi tersebut, menyebabkan terjadinya mutasi atau proses
mutagenesis dari sel dan tanpa adanya DNA repair yang benar hal ini dapat
memicu inaktivasi dari gen-gen tertentu, salah satunya adalah Tumor Supressor
Gen seperti p53. Gen p53 yang tidak berfungsi secara normal akan mengakibatkan
22
perkembangbiakan dan pembelahan sel tidak terkendali sehingga proliferasi sel
terjadi secara terus menerus dan menimbukan kanker (Syaifudin, 2007).
Kerusakan jaringan yang ditimbulkan oleh DMBA juga diketahui dapat
disebabkan oleh akumulasi senyawa ROS yang memicu respon inflamasi pada
jaringan yang terpapar DMBA. Proses metabolisme DMBA menjadi senyawa
metabolit aktif, diketahui memberikan produk samping berupa ROS yang
diperoleh dari reaksi oksidasi redoks (Flesher and Sydnor, 2014). Senyawa ROS
yang dihasilkan ini, akan memicu produksi sitokin proinflamasi melalui aktivasi
dari NFkB. Senyawa ROS yang ada di mitokondria akan mengaktivasi NFkB di
sitosol yang kemudian akan bertranslokasi di nukleus. NFkB selanjutnya akan
mengikat DNA target dan menstimulus makrofag untuk menghasilkan sitokin
proinflamasi yang akan menyebabkan kerusakan jaringan dan inflamsi pada sel
target (Held, 2010).
2.2.3 Patomekanisme Kanker Mammae
Sel-sel kanker dibentuk dari sel-sel normal dalam suatu proses rumit yang
disebut transformasi, yaitu terdiri dari tahap inisiasi dan promosi. Pada tahap
inisiasi terjadi suatu perubahan dalam bahan genetik sel yang memicu sel menjadi
ganas. Kerusakan DNA merupakan proses awal terjadinya kanker, atau adanya
mutasi gen P53 dan gen ras (Hanhan, 2011). Perubahan dalam bahan genetik sel
ini disebabkan oleh suatu gen yang disebut karsinogen, berupa bahan kimia, virus,
radiasi (penyinaran) atau sinar matahari. Tetapi tidak semua sel memliki kepekaan
yang sama terhadap suatu karsinogen. Kelainan genetik dalam sel lebih rentan
terhadap karsinogen. Menurut Rundle et al., 2000 mengatakan bahwa terjadinya
23
mutasi tersebut umunya disebabkan karena adanya paparan senyawa karsinogen
golongan polisklik aromatik hidrokarbon (PAH), misalnya DMBA. Pada tahap
promosi, suatu sel yang telah mengalami inisiasi akan berubah menjadi ganas.
Sel yang belum melewati tahap inisiasi tidak akan terpengaruh oleh promosi
(Desen, 2008). Mekanisme aktivasi DMBA melibatkan enzim sitokrom P450 dan
atau peroksidase menjadi intermediate reaktif yang dapat merusak DNA yaitu
terbentuknya epoksida dihidrol. DMBA akan diubah oleh enzim fase I, sitokrom
P450 (CYP) menjadi ultimate carcinogen berupa senyawa epoksida elektrofil
yang merupakan metabolit aktifnya. Metabolit epoksida dapat membentuk DNA
adduct dan menyebabkan mutasi yang berakibat membentuk kanker (Welmer et
al., 2000).
Menurut Price and Wilson (2006) mengatakan bahwa pada kanker
mammae terjadi poliferasi keganasan sel epitel yang membatasi duktus atau
lobulus mammae. Pada awalnya hanya terdapat hyperplasia sel dengan
perkembangan sel-sel atipikal. Sel-sel ini kemudian berlanjut menjadi karsinoma
in situ dan menginvasi stroma. Kanker membutuhkan waktu tujuh tahun untuk
tumbuh dari suatu sel menjadi massa yang cukup besar untuk dapat dipalpasi
(kira-kira berdiameter 1cm) pada ukuran itu, sekitar 25 % kanker mammae sudah
mengalami metastasis.
2.2.4 Pengaruh Kanker Mammae terhadap Uterus
Uterus merupakan salah satu organ reproduksi betina yang sensitif
terhadap hormon selain ovarium dan mammae. Pada kondisi kanker mammae,
hormon esterogen dalam kadar yang tinggi juga ikut berpengaruh pada kondisi
24
uterus. DMBA yang digunakan sebagai zat karsinogen juga dapat menghasilkan
radikal bebas (ROS) yang akan ikut ke dalam sirkulasi dan menyebar ke organ
lain, termasuk uterus. ROS yang menempel pada uterus, dapat menyebabkan
inflamasi pada uterus (Closa et al, 2004).
2.3 Kurkumin
Kurkumin adalah senyawa berwarna kuning yang ditemukan dalam
rimpang Curcuma longa (kunyit), biasa ditemukan sebagai kurkuminoid yaitu
campuran antara kurkumin, demetoksikurkumin dan bisdemetoksikurkumin.
Keistimiewaan khasiat dan sifat fisika kimia yang menarik dari senyawa
kurkumin, menjadikannya digunakan sebagai lead compound untuk
pengembangan senyawa obat baru khususnya analgetika dan antiinflamasi
(supardjan dkk, 2012)
Klasifikasi Curcuma sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Curcuma
Spesies : Curcuma longa (Syamsuhidayat dan hutapea, 1991).
Kandungan zat-zat kimia yang terdapat dalam rimpang kunyit adalah zat
warna kurkuminoid yang merupakan suatu senyawa diarilheptanoid 3-4% yang
25
terdiri dari curcumin, dihidrokurkumin, desmetoksikurkumin dan
bisdesmetoksikurkumin. Minyak atsiri 2-5% yang terdiri dari seskuiterpen dan
turunan fenilpropana turmeron (aril-turmeron, alpha turmeron dan beta
turmeron), kurlon kurkumol, atlanton, bisabolen, seskuifellandren, zingiberin, aril
kurkumen, humulen, arabinosa, fruktosa, glukosa, pati, tanin, dammar, dan
mineral (Sudarsono, 1996).
Usaha-usaha pencegahan atau pengobatan kanker menjadi semakin
penting mengingat tingkat kejadiannya yang cukup tinggi. Beberapa usaha
pengobatan kanker telah dilakukan secara intensif meliputi pengobatan fisik,
dengan pembedahan maupun dengan pengobatan dengan senyawa kimia
(kemoterapi). Sampai saat ini obat kanker yang benar-benar efektif belum
ditemukan. Selama dua dekade belakangan ini penelitian tentang kurkumin
sebagai bahan aktif untuk beberapa penyakit telah banyak dilakukan. Di antara
penelitian-penelitian tersebut antara lain melaporkan tentang efek kurkumin
sebagai antioksidan, antikanker, dan antiinflamasi (Arif, 2004).
Aktivitas antioksidan dan penangkap radikal kurkumin terdokumentasi dengan
baik dan mengindikasikan hubungannya sebagai penghambat proses
karsinogenesis kanker. Aktivitasnya sebagai antiinflamasi yaitu sebagai inhibitor
enzim siklooksigenase memiliki kaitan dengan aktivitasnya sebagai antikanker.
Kurkumin juga aktif dalam menghambat proses karsinogenesis pada tahap inisiasi
dan promosi atau progesi. Kurkumin juga memiliki efek memacu proses apoptosis
yaitu suatu proses alami kematian sel dalam rangka mempertahankan integritas sel
26
secara keseluruhan (Meiyanto, 1999). Sebagai antiinflamasi kurkumin telah
menunjukkan penghambatan metabolisme asam arakidonat, silkoogsigenase,
lipooksigenase, sitokin (interleukin dan tumor necrosing factor) menghambat
sintesis prostlagandin dan melepaskan hormon steroid (Kohli et al, 2004).
Penelitian Kuo et al (1996), menyatakan bahwa kurkumin menginduksi kematian
sel yang diperantarai oleh ROS (Reactive Oxygen Species). Berbagai penelitian
membuktikan bahwa kurkumin yang diinjeksikan ke hewan coba tikus yang sudah
diinduksi DMBA terlebih dahulu akan menghambat pertumbuhan sel kanker
(Majeed et al., 1995).
Kurkumin juga mampu menghambat aktivitas tirosin kinase dari protein
p185 (Hong et al., 1999) yaitu suatu protein yang dihasilkan oleh onkogen erb B-
2/neu (atau dikenal sebagai HER-2). Onkogen ini diekspresi secara berlebihan
pada sekitar 30 % kasus kanker mammae (Salmon et al., 1997). Mekanisme
penghambatan ini melalui dua cara, pertama dengan menghambat aktivitas
enzimatik dari protein tersebut dan kedua dengan cara menurunkan kadarnya.
Aktivitas ganda yang ditunjukkan oleh kurkumin tersebut terbukti sangat efektif
untuk mencegah proliferasi sel-sel kanker dan sekaligus mencegah penyebarannya
(Arif, 2004).
2.4 Vitamin E
Vitamin E atau tokoferol merupakan zat yang gizi yang penting karena
vitamin ini mempunyai sifat antioksidan sehinggah zat ini dapat mencegah atau
tocopherol mempunyai biopotensi yang terbesar dan menunjukkan aktivitas
27
biologis vitamin E yang asli. Vitamin E bekerja sebagai antioksidan karena mudah
teroksidasi, dengan demikian dapat melindungi senyawa lain dari oksidasi.
Karena itulah vitamin E merupakan pertahanan utama melawan oksigen perusak,
lipid perosida, dan radikal bebas. Radikal bebas terbentuk dari reaksi kimia yang
berlangsung sangat panjang dalam tubuh sehingga bisa menyerang pertumbuhan
sel, termasuk DNA dan asam lemak tak jenuh. Radikal bebas dapat merusak baik
struktur dan fungsi sel membran sehingga dapat menimbulkan respon karsinogen.
Dengan adanya sifat antioksidan dari vitamin E dapat melindungi dari dari radikal
bebas sehingga mencegah kerusakan DNA yang menyebabkan mutasi (Astuti,
1995).
2.5 Hewan Coba Tikus Putih (Rattus norvegicus)
Tikus yang digunakan sebagai hewan coba dalam penelitian adalah Rattus
norvegicus strain sprague-dawley yang memiliki klasifikasi sebagai berikut
menurut Adiyati (2003) :
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mamalia
Ordo : Rodentia
Subordo : Odontoceti
Familia : Muridae
Genus : Rattus
Spesies : Rattus norvegicus
28
Tikus Rattus norvegicus lebih banyak digunakan sebagai subjek
penelitian genetik. Hal ini dikarenakan sebagian besar genome Rattus norvegicus
telah diurutkan. Selain itu tikus Rattus norvegicus mempunyai banyak
keunggulan, diantaranya : banyak gen tikus relatif mirip dengan manusia,
kemampuan berkembangbiak tikus Rattus norvegicus sangat tinggi, cocok untuk
digunakan dalam eksperimen massal, tikus ini lebih tenang dan cenderung tidak
menggigit, mereka dapat mentolerir untuk berkumpul dalam jumlah yang lebih
besar, tipe badan tikus kecil, mudah dipelihara dan obat yang digunakan pada
tikus cepat termanifestasi (Ekawati, 2007).
2.6 Pengaruh Induksi DMBA terhadap Hepar
Hepar merupakan organ tubuh terbesar yang terletak di rongga
abdomen di bawah diafragma dan merupakan kelenjar terbesar. Darah yang
berada di hepar sebagian besar berasal dari vena porta dan sebagian kecil dari
arteri hepatika. Hepar pada sirkulasi optimal untuk menampung, mengubah,
menimbun metabolit, menetralisir dan mengeluarkan substansi toksik (Juncqueira
et al., 2007).
Proses pembentukan kanker mammae akan berpengaruh pada hepar,
yang diakibatkan oleh zat karsinogenik yang digunakan dalam penelitian yaitu
DMBA dan akibat dari proses pertumbuhan kanker. Sitokrom P450 CYP1A1 atau
CYP1B1 dan mEH di hepar akan memetabolisme DMBA yang masuk menjadi
DMBA 3,4 diol-1,2 epoxida (DMBA-DE) membentuk DNA adduct yang reaktif.
Induksi DMBA akan megakibatkan akumulasi ROS yang disebabkan kerusakan
DNA dan menyebabkan terjadinya stres oksidatif, sehingga memediasi inflamasi
29
dan terjadi kerusakan sel pada hepar (Adhi, 2009). Pada penelitian Nugroho
(2012) menunjukkan histopatologi anatomi hepar yang terpapar DMBA
menggambarkan displasia dan pada gambaran patologi anatomi menunjukkan
gambaran hepatosit dengan inti ganda disertai proliferasi hepatosit yang
meningkat.
30
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Konsep
31
DMBA yang diinduksikan ke tubuh tikus akan berikatan dengan aryl
hydrocarbon reseptor (AhR) di sitoplasma akan menyebabkan aktivasi AhR. AhR
akan membentuk kompleks dengan Nuclear Translocator Protein (ARNT) yang
menginduksi fase pertama enzim detoksifikasi yaitu sitokrom P450. Induksi
estrogen diberikan untuk menaikkan kadar estrogen dalam tubuh tikus, sehingga
terjadi peningkatan kadar estradiol (E2). Estradiol (E2) merupakan ligand reseptor
estrogen dan substrat pada oksidasi Sitokrom P450. Sitokrom P450 mengubah
DMBA menjadi DMBA 3,4 diol-1,2 epoxida (DMBA-DE) sehingga
menyebabkan kerusakan DNA yang menyebabkan adanya kesalahan dalam
pengkodean gen-gen sehingga terjadi inaktivasi tumor suppressor gen (p53).
Akibat dari inaktivasi p53 ini menyebabkan apoptosis sel berkurang, sehingga
memicu terjadinya proliferasi yang terus menerus hingga berkembang membentuk
menjadi kanker.
DNA adduct selain menimbulkan kerusakan DNA juga akan memicu
peningkatan ROS (reactive oxygen species) dalam tubuh. Zat aktif DMBA yang
terdistribusi melalui aliran darah akan menyebabkan adanya peningkatan jumlah
ROS secara sistemik, sehingga menimbulkan kondisi stress oksidatif tidak hanya
terjadi pada mammae, melainkan juga pada organ disekitar mammae, yaitu uterus.
Kondisi stress oksidatif pada uterus memicu makrofag untuk mengaktivasi sitokin
proinflamatori, yaitu IL- - eaksi inflamasi.
Sel kanker yang merupakan sel abnormal, juga akan dikenali sebagai
benda asing yang dapat meningkatkan jumlah ROS dalam tubuh. Senyawa ROS
ini selanjutnya akan mengikuti aliran darah dan menyebabkan kondisi stres
32
oksidatif di dalam tubuh, sehingga memicu makrofag untuk menghasilkan sitokin
proinflamatori seperti IL- -
Jumlah sitokin proinflamatori yang semakin meningkat akan mengakibatkan
reaksi inflamasi sistemik, dan akan semakin meningkatkan ekspresi Kurkumin
dan vitamin E mengandung antioksidan, antiinflamsi, dan anti kanker. Sehingga
pemberian kurkumin dan vitamin E memberikan efek sebagai anti kanker dan
mengikat ROS (Reactive Oxygen Species). Dengan pengikatan ROS maka ROS
akan terjadi penurunan, lalu terjadi penurunan sitokin proinflamasi dan inflamasi
sistemik, penurunan tersebut juga akan mempengaruhi kerusakan pada uterus
yang ditandai dengan perbaikan jaringan uterus yang rusak. Kombinasi kurkumin
dan vitamin E mampu menghambat proses perkembangbiakan sel, sehingga
disebut senyawa antiproliferasi sehingga bisa menyebabkan suplai nutrisi untuk
perkembangan kanker juga menurun pada uterus.
3.2 Hipotesis Penelitian
Terapi kombinasi kurkumin dan vitamin E dapat menurunkan ekspresi IL-
1 - memperbaiki kerusakan jaringan uterus pada tikus (Rattus
norvegicus) model kanker mammae hasil induksi DMBA.
33
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilakukan pada dua laboratorium yaitu laboratorium
Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya dan laboratorium
Biokimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Brawijaya. Penelitian ini dilakukan mulai dari bulan September 2013 hingga
Januari 2014.
4.2 Rancangan Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian ekserimental dengan rancangan Post Test
Only Control Group Design. Rancangan penelitian ini menggunkan Rancangan
Acak Lengkap dengan menggunkan tikus yang diseragamkan yaitu tikus dengan
usia 10-12 minggu dan berat badan 150-200gr. Hewan coba dibagi menjadi lima
kelompok yaitu kelompok kontrol negatif (KN), Kontrol Positif (KP), Perlakuan
Satu (P1), Perlakuan Dua (P2) dan Perlakuan Tiga (P3). Berikut adalah tabel
rancangan penelitian yang digunakan (Tabel 4.3).
Tabel 4.3 Tabel Rancangan Penelitian
Kelompok Keterangan
Kontrol negative Tikus hanya diberi pakan sebanyak 2x sehari dan minum ad libitum tanpa diberikan induksi DMBA
Kontrol positif Induksi DMBA 10 mg/kg BB dan estrogen 20000
IU
Perlakuan 1 Induksi DMBA 10 mg/kg BB dan estrogen 20.000
IU/kg BB. Terapi kurkumin 48 mg/kg BB + vitamin
E 300 IU/ekor
Perlakuan 2 Induksi DMBA dosis 10 mg/kg BB dan estrogen
20.000 IU/kg BB. Terapi kurkumin 72mg/kg BB +
34
vitamin E 200 IU/ekor
Perlakuan 3 Induksi DMBA dosis 10 mg/kg BB dan estrogen
20.000 IU/kg BB. Terapi kurkumin 108mg/kg BB +
Vitamin E 100 IU/ekor
Penentuan jumlah sampel ditentukan berdasarkan rumus (Kusriningrum,
2008).
P(n-
5(n-1) 15
5n-5 15
5n 20
n 4
Berdasarkan perhitungan di atas untuk 5 kelompok diperlukan jumlah
sampel atau ulangan 4 kali dalam setiap kelompok. Sehingga diperlukan 20 ekor
hewan coba.
4.3 Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini adalah :
Variabel bebas : induksi 7,12- (DMBA) dan
estrogen, terapi kurkumin dengan vitamin E
Variabel tergantung : Ekspresi IL- - pada uterus
Variabel kendali : Tikus (Rattus norvegicus) betina umur 10-12 minggu
dengan berat badan 150-200 gram, pakan buras crumble,
minum adlibitum dan kondisi eksperimental.
Keterangan :
P = jumlah kelompok ( terdiri dari dua macam perlakuan)
n = jumlah ulangan yang diperlukan
35
4.4 Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: kandang tikus,
botol minum tikus, glove, masker, mortar, tabung reaksi, baker glass, tabung ukur,
glove latex, botol steril, obyek glass, cover glass, gunting, scapel blade,
timbangan analitik, pinset, mikroskop.
Bahan yang digunakan adalah: tikus putih (Rattus norvegicus) usia 10-12
minggu, 7,12 (DMBA), minyak biji bunga matahari,
normal saline (NS), NaCl fisiologis, alkohol 70%, antibodi primer IL- Anti-
Rabbit IL-1 alpha), antibodi primer TNF- Anti-Rabbit
(Goat Anti Rabbit IgG biotin labeled), Xylol, Etanol 100%, Aquades,
paraformaldehyde (PFA) 4%, Phosphate Buffer Saline (PBS) pH 7.4, PBS-tween,
buffer sitrat pH 6, EDTA pH 8, Hydrogen Perokssida (H2O2), methanol, susu
skim 1%, serbuk kurkumin, pelarut CMCNA 5%, minyak bunga matahari, alkohol
70 %, NaCl Fisiologis, vitamin E, larutan H2O2 3%, normal serum (blocking),
SA-HRP (Strep Avidin Horse Radish Peroxidase), DAB (Diamano Benzidine),
Mayer Hematoxyler, Air, Entellan, Kloroform, dan pakan standar tikus Buras
Crumble (BC).
4.5 Tahapan Penelitian
4.5.1 Penyiapan Hewan Coba
Hewan coba yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih
(Rattus norvegicus) strain Sprague-dawley betina yang berusia kurang lebih 10-12
minggu dengan aklimatisasi selama 1 minggu. Tikus yang digunakan dalam
penelitian ini sebanyak 18 ekor, yang kemudian dibagi dalam 2 kelompok yaitu
36
kelompok kontrol (A) dan kelompok perlakuan (B) dimana masing-masing
kelompok terdiri dari 9 ekor tikus yang ditempatkan dalam 2 buah kandang. Pada
masing-masing kandang, setiap harinya diberi pakan 2x dalam sehari yang berupa
pakan Buras Crumble (BC) dan air minum ad libitum. Selama penelitian
berlangsung tikus ditempatkan pada kandang hewan coba di laboratorium
farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya.
4.5.2 Preparasi DMBA
DMBA ditimbang dengan dosis yang merupakan modifikasi dari Cordeiro
(2011) yaitu 10 mg/kg BB, sesuai dengan perhitungan . Setelah ditimbang,
DMBA dihaluskan di dalam mortar. DMBA kemudian dilarutkan dalam normal
saline (NS) serta minyak biji bunga matahari (MBBM) dengan perbandingan 1:3
(modifikasi Pugalendhi et al., 2011). Proses pelarutan dilakukan dengan
menambahkan secara perlahan-lahan normal saline (NS) dan minyak biji bunga
matahari ke dalam mortar sambil tetap dihaluskan. Selanjutnya, larutan dituang ke
dalam botol steril yang tertutup rapat lalu dihomogenkan dengan cara divortex
hingga benar-benar homogen.
4.5.3 Induksi DMBA
Induksi DMBA dilakukan secara subkutan (SC) pada mammae tikus
dengan dosis sebanyak 10mg/kg BB, yang diberikan sesuai dengan perhitungan
pada lampiran 3. Volume pemberian pada setiap tikus adalah 1ml, dimana 0,5ml
pada mammae kanan dan 0,5ml pada mammae kiri. Induksi diberikan sebanyak
10x dan dilakukan setiap 2 hari sekali (Pugalendhi et al., 2011).
37
4.5.4 Induksi Estrogen
Tikus putih (Sprague-dawley) juga dinduksi dengan estrogen secara
intramuskular (IM) dengan dosis 20.000 IU/kg BB yang merupakan modifikasi
dari Naciff et al (2002). Setiap tikus diinduksi estrogen sebanyak 0,2 ml/ekor
sesuai dengan perhitungan pada lampiran 4. Induksi estrogen diberikan sebanyak
dua kali dalam seminggu dengan interval waktu pemberian setiap 4 hari sekali.
Induksi estrogen diberikan dengan waktu bergantian dengan pemberian induksi
DMBA.
4.5.5 Pemeriksaan Terbentuknya Ca Mammae
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui terbentuknya tumor pada
mammae tikus. Pemeriksaan dilakukan dengan mengamati apakah telah terbentuk
nodul pada mammae tikus. Pengamatan nodul dilakukan setiap minggu hingga
setelah 10x induksi selesai.
4.5.6 Pelaksanaan Terapi Kombinasi Kurkumin dengan Vitamin E
Terapi kombinasi kurkumin dengan vitamin E dilakukan tujuh hari setelah
penginduksian DMBA terakhir. Terapi dilakukan secara peroral dengan dosis
yang berbeda masing masing perlakuan. Kurkumin dan vitamin E dilarutkan
dalam CMCNA 5% dan aquades terlebih dahulu sebelum diterapi ke hewan coba.
Perlakuan satu (P1) terapi kombinasi kurkumin dengan dosis 48mg/kg BB dan
vitamin E dengan dosis 300 IU, perlakuan dua (P2) terapi kombinasi kurkumin
dengan dosis 72mg/kg BB dan vitamin E dengan dosis 200 IU, sedangkan
perlakuan tiga (P3) terapi kombinasi kurkumin dengan dosis 108mg/kg BB pada
lampiran 5 dan vitamin E dengan dosis 100 IU dapat dilihat pada lampiran 6.
38
Terapi dilakukan secara peroral dan diberikan setiap hari selama 21 hari
(Kusriningrum, 2008) .
4.5.7 Pembedahan dan Pengambilan Organ
Hewan coba dieuthanasi dengan cara memasukkan pada wadah berisi
kloroform 10%. Setelah hewan mati, hewan diposisikan rebah terlentang,
kemudian disayat pada bagian abdomen. Setelah organ pada bagian abdomen
terlihat, dilakukan pengambilan organ uterus. Organ yang telah diambil, dicuci
dengan NaCl fisiologis untuk selanjutnya disimpan dan direndam dalam pot berisi
PFA 4% (Cordeiro, 2011).
4.5.8 Pembuatan preparat histopatologi
Tahap pembuatan preparat histopatologi terdiri dari proses fiksasi,
dehidrasi, infiltrasi penjernihan, infiltrasi paraffin, embedding, sectioning,
penempelan di gelas objek, serta pewarnaan.
Proses pembuatan preparat histopat diawali dengan proses fiksasi organ
uterus, yang dilakukan dengan perendaman uterus dalam larutan PFA 4%
kemudian direndam dalam etanol 70% minimal selama 24 jam, dan dilanjutkan
dengan perendaman kedalam etanol 80% selama 2 jam. Organ selanjutnya
direndam dalam etanol etanol 90% dan 95% secara berurutan selama masing-
masing 20 menit dan 25 menit. Proses dilanjutkan dengan merendam organ dalam
etanol absolute selama 3x30 menit dalam botol yang berbeda. Selanjutnya
dilakukan penjernihan dengan cara perendaman dalam xylol, yaitu xylol I selama
2x30 menit dan xylol II selama 30 menit pada suhu 60-63°C. Kemudian,
dilakukan pencelupan pada paraffin cair, lalu dilanjutkan dengan embedding
39
dengan mencelupkan uterus dalam paraffin cair yang telah dituang dalam wadah.
Setelah beberapa saat paraffin akan memadat dan ovarium akan berada dalam
blok paraffin.
Proses embedding dilakukan dengan menggunakan cetakan yang
didalamnya diisi paraffin cair hingga membeku. Setelah membeku, cetakan
tersebut di potong-potong dan ditempelkan pada blok kayu. Blok kayu tersebut
dipasang pada mikrotom dan diatur agar posisinya sejajar dengan posisi pisau.
harus dilakukan trimming karena jaringan yang terpotong masih belum sempurna.
Hasil irisan selanjutnya dipindahkan dengan kuas ke dalam air hangat dengan
suhu 38-40oC untuk meluruskan kerutan halus yang ada. Irisan yang terentang
sempurna diambil dengan gelas obyek. Potongan yang terpilih kemudian
dikeringkan di atas hot plate yang bersuhu 38-40oC hingga kering dan disimpan
pada inkubator dengan suhu 38-40oC selama kurang lebih 24 jam (Muntiha,
2001).
4.5.9 Pengamatan ekspresi IL- -
Dalam penelitian ini, pemeriksaan ekspresi IL- -
dengan menggunakan uji IHK atau Imunohistokimia. Dalam uji ini, preparat
histopat dari organ ovarium dideparafinasi ke dalam xylol I, xylol II, ethanol
absolute I, ethanol absolute II, ethanol bertingkat (90%, 80%, 70%, 30%), dan
aquades selama masing-masing 1 x 5 menit, kemudian dicuci dengan PBS pH 7,4
sebanyak 3x. Selanjutnya preparat diunmusking dalam buffer sitrat pH 6 sebanyak
10mM dan 1mM EDTA pH 8 selama 10-20 menit pada suhu 90 oC kemudian
40
slide dicuci dengan menggunakan aquades. Tahap selanjutnya adalah proses
blocking peroksidase jaringan dengan menggunakan H2O2 3% dalam methanol
selama 10 menit, kemudian dicuci dengan PBS sebanyak 3x. Proses selanjutnya
yaitu blocking slide dengan susu skim 1% dalam PBS-tween selama 30 menit,
kemudian slide dicuci menggunakan PBS sebanyak 3x. Slide selanjutnya diberi
dengan antibodi primer (anti rabbit IL- dan anti rabbit TNF- ) dengan
perbandingan 1:100 dalam susu skim 1% dan PBS-tween. Slide kemudian
disimpan pada suhu 4oC selama kurang lebih 24 jam. Selanjutnya slide dicuci
dengan PBS sebanyak 3x. Proses selanjutnya yaitu penambahan antibodi sekunder
goat anti-rabbit IgG berlabel biotin dengan perbandingan 1:300 dalam PBS yang
dibiarkan selama 1 jam, kemudian slide dicuci dengan PBS sebanyak 3x.
Preparat selanjutnya ditetesi SA-HRP (Strep Avidin Horse Radish
Peroxidase) dengan perbandingan 1:500 dalam PBS dan diinkubasi selama 45
menit pada suhu ruang. Kemudian dicuci kembali dengan PBS pH 7,4 sebanyak
3x, lalu ditetesi dengan DAB (Diamano Benzidine) dan diinkubasi selama 30
menit pada suhu ruang. Slide kemudian dicuci kembali dengan PBS pH 7,4
sebanyak 3x, lalu dilakukan counterstaning slide dengan Mayer Hematoxyler
selama 10 menit. Preparat selanjutnya dicuci dengan air mengalir selama 10
menit, kemudian dibilas dengan aquades dan dikeringkan selama kurang lebih 1
malam. Tahap akhir yaitu proses mounting dengan menggunakan entellan
kemudian ditutup dengan cover glass. Hasil selanjutnya diamati dengan
menggunakan mikroskop dengan perbesaran 400x. Pengamatan ekspresi IL-
dan TNF-
41
software Axio Vision melalui pengamatan 5 bidang pandang kemudian dilakukan
perhitungan rata-rata presentase area. Ekspresi dari IL-
bagian nukleus sedangkan ekspresi dari TNF-
(Susianti, 2010).
4.5.10 Analisa Data
Data perhitungan presentase area produksi IL- - dilakukan
secara statistik kuantitatif dengan uji one way ANOVA untuk mengetahui
perbedaan nyata antar perlakuan, kemudian dilanjutkan dengan uji Tukey Test
untuk membandingkan seluruh pasanganperlakuan dengan taraf kepercayaan 95%
( =0,05) (Kusriningrum, 2008).
42
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hewan Model Kanker Mammae
Hewan model kanker mammae yang telah diinduksi dengan DMBA dosis
10 mg/kg BB selama dua hari sekali sebanyak sepuluh kali secara subcutan (SC)
pada mammae dan induksi estrogen dosis 20.000 IU/kg BB selama empat hari
sekali secara intramuscular (IM) dapat diamati keberhasilannya dengan cara
pemeriksaan nodul pada jaringan sekitar mammae. Pemeriksaan dilakukan dengan
cara palpasi yang dilakukan selama seminggu sekali. Terbentuknya nodul
merupakan tanda bahwa tikus mengalami kanker. Menurut Khasanah (2013),
gejala terjadinya kanker mammae salah satunya adalah munculnya benjolan pada
mammae bermassa keras, dan berbentuk tidak beraturan.
Nodul berupa masa padat di daerah mammae muncul pada hari ke-14
setelah induksi DMBA pertama dan pada hari ke-28 atau satu minggu setelah
induksi terakhir diberikan nodul telah mengeras dan tidak dapat digerakkan
membuktikan bahwa induksi DMBA yang diberikan telah mampu menyebabkan
terbentuknya kanker mammae. Nodul pada kelenjar mammae dapat terbentuk
karena adanya proliferasi sel (Gambar 5.1).
43
Gambar 5.1 (A) Tikus normal, tanpa nodul (B) Tikus yang diinduksi DMBA, terdapat nodul di daerah mammae ( )
Padauleng et al., (2013) menyatakan bahwa induksi DMBA dengan dosis 20
mg/kg BB sebanyak 10 kali secara per oral dengan interval 1 minggu, nodul
pertama muncul pada minggu ke-4 setelah induksi DMBA. Pada penelitian ini
diinduksikan DMBA dosis 10 mg/kg BB sebanyak 10 kali secara SC dengan
interval pemberian dua hari dan menunjukkan pembentukkan nodul yang lebih
cepat yaitu terbentuknya nodul pada hari ke-14. DMBA diinduksikan selama 2
hari sekali agar DMBA tetap stabil dalam darah. Hal ini dikarenakan DMBA akan
tereliminasi sebanyak 90% setelah induksi 48 jam (Kuhl, 2013).
Nodul pada mammae akibat dari induksi DMBA yang diberikan secara SC
lebih cepat terbentuk. Hal ini dikarenakan pemberian secara SC tidak melalui
organ pencernaan, sehingga metabolisme DMBA langsung terjadi di hepar
kemudian dibawa menuju jaringan mammae. Selain itu, pemberian DMBA secara
oral memiliki kekurangan karena target utama DMBA tidak menginduksi organ
mammae , melainkan organ lain dalam saluran pencernaan. Penelitian yang
dilakukan Chu et al., (1965), memperlihatkan bahwa pemberian DMBA secara
A B
44
oral menyebabkan terjadinya perubahan berupa keratinisasi sel epitel skuamus
pada lambung, dan adenokarsinoma pada usus halus. Keratinisasi dan metaplasia
glandula saliva juga ditemukan pada tikus yang diberi DMBA secara oral dengan
dosis berulang (Ziu et al., 1994).
5.2 Pengaruh Terapi Kombinasi Curcumin dan Vitamin E Terhadap Ekspresi Interleukin-1 Alpha (IL- ) pada Uterus Tikus (Rattus norvegicus)
Pengaruh terapi kombinasi curcumin dan vitamin E terhadap ekspresi
Interleukin-1 Alpha (IL- tikus (Rattus norvegicus) diamati dengan
menggunakan metode immunohistokimia (IHK) yang dilanjutkan dengan Uji
Tukey. Ekspresi IL- ditandai dengan warna kecoklatan pada sitoplasma sel
yang muncul karena reaksi antigen dan antibodi saat pewarnaan imunohistokimia.
Antigen IL- yang terdapat pada jaringan uterus berikatan dengan antibodi
primer (anti-rabbit IL- ) yang dilabel dengan antibodi sekunder yaitu antirabbit
IgG biotin labelled. Proses pelabelan dibantu dengan enzim SA-HRP (Strep
Avidin-Horse Radish Peroxidase) kemudian dilakukan penambahan substrat
berupa kromogen DAB (Diamino benzidine) yang akan menghasilkan produk
berwarna. Warna coklat menandakan bahwa jaringan tersebut mengekspresikan
antigen IL- si Interleukin-1 Alpha (IL- ) dapat diamati pada preparat
jaringan uterus dengan metode IHK (Gambar 5.2).
45
Ekspresi IL- hewan model tikus (Rattus norvegicus) (400x). Keterangan A(tikus KN); B (tikus KP);ditandai adanya proliferasi sel kanker; C (P1) adanya perubahan struktur akibat proliferasi sel kanker; D (dosis P2)proliferasi sel mulai berkurang dari KP yang ditandai dengan warna coklat; E (P3) Jumlah sitokin masih banyak pada P3( ) = warna coklat ekspresi IL-
Gambar 5.2
Pada Gambar 5.2 A (KN) ditemukan ekspresi IL- yang terekspresikan
pada sitoplasma endometrium dalam kadar yang sangat rendah pada keadaan
B
E
C
A
D
46
normal. IL- tetap ditemukan pada kondisi normal, karena IL- berfungsi untuk
merangsang fagositosis. Hal tersebut dikarenakan pada kondisi normal, tubuh
tetap menghasilkan ROS dalam kadar rendah sehingga aktivasi NF-
IL- yang diekspresikan juga rendah (Baratawidjaja, 2010). Pada Gambar 5.2 B
(KP) ekspresi IL- mengalami peningkatan dan tampak banyak dibandingkan
dengan Gambar A (KN). Sedangkan pada Gambar 5.2 C, D, E (P1, P2, P3),
intensitas penyebaran warna coklat pada uterus tampak lebih sedikit dibandingkan
dengan kelompok B. Hal ini dikarenakan terjadi penurunan kadar IL- dalam
jaringan uterus setelah tikus diberikan terapi kombinasi curcumin dan vitamin E.
Hasil ekspresi IL- diperoleh dari data kuantitatif dengan perhitungan rata-rata
persentase area dari 5 lapang pandang dengan perbesaran 400x dan hasilnya
dianalisa menggunakan software Axiovision. Persentase area yang
mengekspresikan IL- pada uterus dapat dilihat pada Tabel 5.2.
Tabel 5.2 Persentase Area Ekspresi IL-
Kelompok Rata-rata Ekspresi IL-±SD
Peningkatanterhadap
uterus (%)
Penurunanterhadap
uterus(%)KN 3,16 ± 0,28a - -KP 10,89 ± 0,67d 244,62% -P1 7,93 ± 0,34c - 27,18%P2 5,76 ± 0,43b - 47,10%P3 9,07 ± 0,41c - 16,71%Keterangan : Perbedaan notasi a, b, c, dan d menunjukkan perbedaan yang signifikan (p<0,05) antar kelompok perlakuan.
Hasil uji statistik menggunakan uji ANOVA dan uji lanjutan
menggunakan uji Tukey (p<0,05) secara lengkap dijelaskan pada lampiran 20.
Hasil ANOVA ekspresi IL- pada tikus perlakuan menunjukkan perbedaan yang
47
signifikan antar kelompok perlakuan (p<0,05). Pada Tabel 5.2 diketahui bahwa
kelompok KN menunjukkan ekspresi IL- paling rendah yaitu (3,16 ± 0,28)%
luas area. Hal tersebut dikarenakan tikus KN belum diinduksi dengan DMBA dan
estrogen.
Pada kelompok KP (10,89 ± 0,67)% ekspresi IL- menunjukkan
perbedaan yang signifikan (p<0,05) terhadap kelompok KN, ditandai dengan
peningkatan IL- sebesar 244,62%. Hal tersebut menunjukkan bahwa IL-
diproduksi lebih banyak selama proses karsinogenesis. Zat DMBA yang
diinduksikan secara SC akan didistribusi melalui jaringan kulit yang masuk
melalui pembuluh kapiler dan menuju ke peredaran darah sistemik untuk
selanjutnya dimetabolisme di hepar oleh sitokrom p-450 (Gunawan et al., 2005).
Devasagayam et al., (2004) menyatakan bahwa proses metabolisme suatu
senyawa, mampu menghasilkan produk berupa Reactive Oxygen Species (ROS).
Oleh karena itu, proses metabolisme dari zat DMBA menghasilkan produk
senyawa radikal bebas yaitu ROS yang mudah untuk diikat oleh darah, kemudian
masuk ke dalam aliran darah sistemik, dan menuju ke uterus. ROS yang berada
pada jaringan uterus menyebabkan terjadinya inflamasi sistemik. Peningkatan
ekspresi sitokin proinflamasi pada uterus menunjukkan bahwa induksi DMBA
pada mammae mampu menyebabkan kerusakan pada uterus yang ditandai dengan
adanya inflamasi pada uterus. Inflamasi sistemik yang terjadi pada uterus
menyebabkan terjadinya respon dari sitokin proinflamasi salah satunya adalah IL-
.
48
Pemberian kombinasi terapi curcumin dan vitamin E pada tikus (Rattus
norvegicus) model kanker mammae berdasarkan Tabel 5.2. Pada kelompok P2
(5,76 ± 0,43)% ekspresi IL- yang diberikan terapi curcumin 72 mg dan vitamin
E 200 IU dengan penurunan ekspresi IL- sebesar 47,10% menunjukkan
perbedaan yang signifikan (p<0,05) terhadap kelompok KP dan KN. Dosis
tersebut merupakan dosis terapi terbaik yang seimbang dan tepat. Jurenka (2009)
menyatakan bahwa dosis curcumin yang paling baik digunakan sebagai terapi
adalah 20-80 mg/kg BB. Sementara dosis terapi vitamin E yang paling baik
adalah sebesar 100-400 IU/ekor (Arab dkk., 2000).
Curcumin yang mengandung flavonoid mempunyai struktur yang ideal
sebagai antioksidan yaitu sebagai scavanger radikal dengan adanya senyawa
fenol lebih dari satu yang tersusun oleh gugus aromatik dan gugus OH serta
adanya ikatan rangkap terkonjugasi dimana struktur tersebut dibutuhkan dalam
Terapi curcumin yang diberikan dikombinasi dengan vitamin E yang
-tokoferol sebagai antioksidan bekerja pada membran sel
untuk menangkap radikal bebas dan melindungi senyawa-senyawa yang mudah
teroksidasi (Iswara, 2009). Vitamin E disini berfungsi untuk memperbaiki
membran sel yang telah rusak akibat paparan radikal bebas. Vitamin E merupakan
zat yang penting, karena mempunyai sifat sebagai antioksidan sehingga zat ini
dapat mencegah atau menghambat terjadinya penyakit degeneratif. Vitamin E
larut dalam lemak, tidak dapat disintesa oleh tubuh sehingga harus dikonsumsi
dari makanan dan suplemen. Fungsi lain dari vitamin E dapat menstimulasi respon
49
imunologi (Combs, 1998). Vitamin E mengandung senyawa tocopherol, yang
dapat menghentikan produksi Reactive Oxygen Species (ROS) (Maslachah dkk.,
2008)
5.3 Pengaruh Terapi Kombinasi Curcumin dan Vitamin E Terhadap Ekspresi Tumor Necrosis Factor Alpha (TNF- ) pada Uterus Tikus (Rattus norvegicus)
Seperti halnya pada IL- - tikus Ca.mammae
diamati melalui pewarnaaan imunohistokimia (IHK) dengan adanya warna coklat
pada jaringan. Warna coklat tersebut dihasilkan melalui adanya reaksi dari
substrat yaitu kromagen diamano benzidine (DAB). Pada pewarnaan IHK akan
terjadi ikatan antara antigen protein TNF- ibodi yang spesifik, yaitu
antibodi primer anti rabbit TNF- dan antibodi sekunder Goat anti rabbit Igg
berlabel biotin.. Banyaknya ikatan antara antigen dan antibodi menunjukkan
adanya ekspresi TNF- warna coklat pada sel otot polos
endometrium seperti yang terlihat pada Gambar 5.3.
50
Gambar 5.3 Ekspresi TNF- endometrium (Perbesaran 400x). Ket: (A)= Uterus tikus kelompok kontrol negatif; (B) = Uterus tikus kelompok perlakuan (pasca induksiDMBA 10 mg/kg BB dan estrogen 20.000 IU/kg BB); (C)= Uterus tikus terapi dosis 1; (D)= Uterus tikus terapi dosis 2; (E)= Uterus tikus terapi dosis 3, ( ) = warna coklat ekspresi TNF-
Berdasarkan hasil pengamatan menggunakan metode IHK pada organ
uterus tikus model kanker mammae hasil induksi DMBA terlihat sedikit ekspresi
pada kelompok Kontrol Negatif (KN). Sementara ekpresi TNF- tampak telihat
A B
C D
E
51
lebih banyak pada kelompok Kontrol Positif (KP) dibanding dengan kelompok
Kontrol Negatif (KN). Pada kelompok terapi 1, 2 dan 3 intensitas penyebaran
warna coklat pada organ uterus tampak lebih sedikit dibanding dengan kelompok
Kontrol Positif (KP). Hal ini terjadi karena penurunan kadar TNF- pada organ
uterus setelah tikus diberi terapi kombinasi kurkumin dan vitamin E. Banyaknya
ekspresi TNF- dapat diukur secara kuantitatif melalui pengukuran persentase
area pada uterus tikus yang menunjukkan ekspresi berwarna coklat. Perhitungan
jumlah ekspresi TNF- diukur menggunakan software Axiovision dari rata-rata
persentase area 5 lapang pandang dengan perbesaran 400x. Persentase area
ekspresi TNF- pada uterus tikus ditampilkan pada Tabel 5.3.
5.3 Rata- rata Presentase Area Ekspresi TNF- pada Uterus Tikus Hewan
Model Kanker Mammae
Kelompok Rata-rata Presentase Ekspresi TNF-
±SD (%)
Peningkatan Penurunan
Kontrol Negatif 2,79 ± 0.53a - -Kontrol Positif 13,39 ± 1,34d 379,92% -Terapi 1 9,07 ± 0,51c - 32,26%Terapi 2 6,21 ± 0,67b - 53,62%Terapi 3 10,25 ± 0,71c - 23,45%Keterangan: perbedaan notasi a, b, c, dan d menunjukkan adanya perbedaan yang
signifikan (p<0,05) antar kelompok perlakuan.
Hasil ekspresi TNF- berdasarkan penghitungan rata-rata persentase area
yang ditampilkan pada Tabel 5.3 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan jumlah
rata-rata ekpresi TNF- . Rata-rata ekspresi kelompok Kontrol Positif (KP) lebih
tinggi dibandingkan kelompok Kontrol Negatif (KN) yaitu terjadi peningkatan
presentase sebesar 379,92%. Berdasarkan pada Tabel 5.3 juga menunjukkan
kelompok terapi mampu menurunkan ekspresi TNF- pada uterus secara
52
signifikan. Data yang didapat kemudian dianalisis lebih lanjut menggunakan uji
ANOVA dan uji Tukey (Beda Nyata Jujur) dengan software SPSS. Hasil dari uji
ANOVA memperlihatkan bahwa ekspresi TNF- pada setiap kelompok perlakuan
memiliki beda yang signifikan. Hasil uji statistik menggunakan uji ANOVAdan
uji lanjutan menggunakan uji Tukey (p<0,05) secara lengkap dijelaskan pada
lampiran 21.
Nilai ekspresi TNF- pada kelompok Kontrol Negatif (KN) adalah (2,79 ±
0.53%). Nilai tersebut merupakan nilai standart ekspresi TNF- uterus tikus
normal dan digunakan sebagai acuan untuk menentukan adanya perubahan, baik
peningkatan atau penurunan ekspresi karena pengaruh perlakuan. Ekspresi TNF-
terdapat pada Kontrol Negatif (KN) karena secara normal sitokin terdapat di
dalam tubuh sebagai sistem kekebalan. Sitokin TNF- merupakan protein yang
dihasilkan oleh sitoplasma untuk membantu sistem kekebalan tubuh memicu
respon imun (Baratawidjaya, 2004).
Pada kelompok Kontrol Positif (KP) (13,39 ± 1,34%) menunjukkan
perbedaan yang signifikan (p<0,05) terhadap kelompok Kontrol Negatif (KN)
dengan peningkatan ekspresi sebesar 379,92%. Hasil kenaikan ekspresi ini
membuktikan bahwa induksi DMBA pada mammae mampu mempengaruhi organ
uterus. Dari uji statistika Tukey hasil Kontrol Positif (KP) menunjukkan
perbedaan yang signifikan dengan kelompok Kontrol Negatif (KN). Toksisitas
DMBA terhadap jaringan dipicu oleh hormon estrogen. Induksi DMBA pada
mammae, tidak hanya mempengaruhi organ mammae saja, tetapi juga adanya
kemungkinan mempengaruhi organ lain seperti uterus, karena hormon estrogen
53
selain pada mammae juga terdapat di uterus selain itu DMBA dibawa oleh darah
dan dialirkan ke seluruh tubuh. Pada proses kejadian kanker peningkatan kadar
estrogen terjadi karena dibutuhkan sebagai ligand dan substrat dalam proses
inisiasi kanker. Sitokrom P450 memetabolisme DMBA dengan membentuk
DMBA-3,4-diol-1,2-epoksida yang dapat membentuk DNA adduct sehingga
menyebabkan kerusakan DNA. Selain menyebabkan kerusakan DNA, DMBA-
3,4-diol-1,2-epoksida juga dapat menyebabkan produksi radikal bebas yang
berlebih salah satunya adalah ROS (Reactive Oxygen Species). ROS akan memicu
makrofag menghasilkan sitokin proinflamatori seperti TNF- (Paramita, 2003),
sehingga akan berpengaruh pada peningkatan ekspresi TNF- pada uterus.
Ekspresi TNF- yang terdapat pada uterus merupakan bentuk respon imun
awal dari kerusakan jaringan tubuh yang tidak normal. TNF- merupakan hasil
sekresi dari sitoplasma yang teraktivasi oleh aktivitas makrofag akan merangsang
sel tersebut untuk memperbanyak diri dan menghasilkan sitokin yang lebih aktif
lagi (Campbell, 2004), sehingga menyebabkan peningkatan ekspresi TNF- pada
organ uterus yang kemudian akan berkembang menjadi inflamasi sistemik
ditandai dengan kerusakan pada organ uterus.
Rimpang kunyit merupakan tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai
antioksidan eksogen karena mengandung senyawa kurkumin yang tinggi. Hal ini
sesuai dengan Sharma (2005) yang menunjukkan bahwa kurkumin yang terdapat
dalam rimpang kunyit dapat berperan sebagai antioksidan dan antiinflamasi.
Kurkumin sebagai antioksidan akan menstabilkan radikal bebas yang diproduksi
akibat aktivasi makrofag. Sebagai antiinflamasi, Kurkumin menekan aktivasi dari
54
nuclear factor kappa B(NF-
yang meliputi regulasi inflamasi, proliferasi selular, tranformasi dan
tumorigenesis. Aktivasi NF-
meningkatkan produksi COX-2, sel adhesi dan sitokin pro-inflamasi (Bernd,
2000). Aktivasi NF- ambat induksi
transkripsi dari sitokin proinflamasi, sehingga terjadi penurunan ekspresi dari
TNF- . Kurkumin juga dapat menghambat induksi cyclooxygenase-2(COX-2)
dan lypoxygenase (Sharma, 2005). Kurkumin menghambat secara langsung
aktivitas enzimatik dari COX-2 yang berperan dalam produksi prostaglandin
selama proses inflamasi, nyeri dan respon demam. Jalur lypoxygenase berperan
dalam produksi arachidonic acid yang akan menjadi prostaglandin sebagai
mediator inflamasi.
Kelompok terapi 2 menunjukkan ekspresi TNF- (6,21 ± 0,67%) yang
diberikan terapi kurkumin 72 mg/kg BB dan vitamin E 200 IU/ekor menunjukkan
perbedaan yang signifikan (p<0,05) terhadap kelompok Kontrol Negatif (KN) dan
kelompok Kontrol Positif (KP) dengan penurunan ekspresi TNF- sebesar
53,62%. Terapi dosis 2 merupakan dosis yang paling baik dengan ditunjukkan
dari penurunan ekspresi sebesar 53,62% dan mendekati Kontrol Negatif (KN).
Berdasarkan rata-rata dan penurunan ekspresi TNF- tersebut dapat
diketahui bahwa pemberian terapi kombinasi Kurkumin dan vitamin E mampu
menurunkan ekspresi TNF- pada organ uterus. Pada penelitian yang dilakukan
menunjukkan hasil terapi 2 yang paling efektif dalam menurukan ekspresi TNF-
pada uterus tikus hewan model kanker mammae. Dengan pemberian dosis
55
kurkumin sebesar 72 mg/kg BB dapat menurunkan kanker karena dosis tersebut
merupakan dosis yang paling efektif dibandingkan dosis terapi 1 dan 3. Pernyatan
tersebut sesuai dengan Jurenka (2009), yang menyatakan dosis kurkumin 20 -80
mg/kg BB dapat digunakan sebagai terapi. Penambahan kombinasi terapi
menggunakan vitamin E dosis 200 IU/ekor juga bisa membantu kurkumin dalam
menurunkan kanker dan merupakan dosis yang paling efektif untuk digunakan.
Pernyatan tersebut sesuai dengan Arab dan Barr (2000), vitamin E dengan dosis
100 IU- 400 IU/ekor dapat digunakan sebagai terapi kanker. Dengan pemberian
terapi kombinasi kurkumin dosis 72 mg/kg BB dan vitamin E dosis 200 IU/ekor
dimungkinkan terjadinya penurunan yang signifikan pada ekpresi TNF- uterus
tikus karena pemberian dosis terapi yang seimbang.
Kurkumin mengandung senyawa polifenol yang larut dalam air. Kurkumin
sangat potensial sebagai antioksidan yang diduga disebabkan oleh gugus fenolik
dan 1,3-diketon. Senyawa antioksidan alami polifenolik ini bersifat
multifungsional dan dapat berfungsi sebaga penangkal radikal bebas, pengkelat
logam, menghambat aktivitas enzim oksidatif seperti sitokrom p-450 (Majeed, et
al., 1995). Dalam penelitian ini radikal bebas yang berasal dari metabolit reaktif
DMBA akan diikat oleh senyawa antioksidan dari kurkumin. Kurkumin yang larut
dalam air sehingga hanya bekerja di sitoplasma membuat kerja kurkumin kurang
maksimal sehingga perlu adanya kombinasi dari antioksidan lain yaitu vitamin E.
Vitamin E mengandung tocopherol yang larut dalam lemak sehingga dapat
langsung bekerja di membran sel. Vitamin E yang mudah teroksidasi mampu
melindungi senyawa lain dari oksidasi. Vitamin E sebagai antioksidan yang
56
bersifat nonenzimatik dapat bekerja dengan cara melindungi membran sel dari
oksidasi (Heri, 2007). Maka pada penelitian ini vitamin E berfungsi untuk
membantu kerja kurkumin dalam memperbaiki kerusakan membran sel dan
menangkap radikal bebas penyebab kerusakan. Radikal bebas salah satunya
adalah ROS, dengan pengikatan ROS akan terjadi penurunan pada ROS lalu
menghambat sitokin proinflamasi dan inflamasi sistemik, penurunan tersebut juga
akan mempengaruhi uterus yang ditandai dengan perbaikan jaringan uterus yang
rusak.
57
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Pemberian kombinasi terapi kurkumin dan vitamin E dengan dosis 2
(kurkumin 72 mg/kg BB + vitamin E 200 IU/ekor) menunjukkan
penurunan yang signifikan terhadap ekspresi interleukin-1 Alpha (IL-
pada uterus tikus model kanker mammae hasil induksi DMBA
dibandingkan dengan dosis terapi 1 dan terapi 3.
2. Pemberian kombinasi terapi kurkumin dan vitamin E dengan dosis 2
(kurkumin 72 mg/kg BB + vitamin E 200 IU/ekor) menunjukkan
penurunan yang signifikan terhadap ekspresi Tumor Necrosis Factor
Alpha (TNF- pada uterus tikus model kanker mammae hasil induksi
DMBA dibandingkan dengan dosis terapi 1 dan terapi 3.
6.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pemberian terapi
kombinasi kurkumin dan vitamin E untuk pengobatan penyakit kanker mammae
dan keefektifan terapi kombinasi tersebut untuk mencegah kerusakan pada organ
lain yang mungkin terkena dampak dari penyakit kanker mammae.
58
DAFTAR PUSTAKA
Amstrong, S. 2009. Homeopathic Approach to Cancer in Animal. Homeopathy in Practice. Page 56-59.
Adventus, B.B. dan Endang H.T. 2013. Ekstrak Metanol Daun Kelor Menurunkan Ekspresi BCL-2, Trail-R1, dan Kadar Caspase-3 Jaringan Kolon Tikus yang Diinduksi DMBA. Jurnal Kedokteran Brawijaya Vol. 27, No. 4:201-206.
Andrade, F.H.E., F.C. Figuerioa, P.R.O. Bersano, D.Z. Bissacot, and N.S. Rocha. 2010. Malignat Mammary Tumor in Female Dogs: Enviromental Contaminants. Short Report. Diagnostic Pathology 5:45. School ofVeterinary Medicine and Animal Science, San Paulo State University.
Anggarwal, B.B., S. Shishodia, S.K. Sandur, M.K. Pandey, G. Sethi. 2006. Inflammation and Cancer: How hot is the Link. J Biochemical Pharmacology 72:1605-1621.
Baratawidjaja, K. dan I. Rengganis. Imunologi Dasar. Ed 9. Jakarta: Penerbit FK UI.
Baruch, B.A. 2003. Inflammatory Cell, Cytokin, and Chemokines in Breast Cancer progression: Reciprocal Tumor-Microenvironment Interactions.Breast Cancer Res, 5:31-36 (DOI 10.1186/bcr554).
Chun, R. 2005. Mammary Gland (Breast) Tumors in Dogs and Cats. Textbook of Vetreinary internal Medicine. Ettinger and Feldman.
Cordeiro, M.C and B.B Kaliwal. 2011. Antioxidant Activity of Bark Extract of Bridelia Retusa Spreng on DMBA Induced Mammary Carcinogenesis in Female Sprague Dwley Rats. Journal of Pharmacognosy. ISSN: 0976-884X & E-ISSN: 0976-8858, Vol. Dampa2, Issue 1, 2011, pp-14-20.
Currier, N. 2005. Oncogenic Signaling Pathways Activated in DMBA-Induced Mouse Mammary Tumors. 33: 726. DOI: 10.1080/01926230500352226.
Devine, P.J., S.D. Perreault, and U. Luderer. 2012. Roles of Reactive Oxygen Species and Antioxidant in Ovarian Toxicity. Biol Reprod Journal 86(2):27.
59
Dolores, M, A. Perez, L. Pena, A.I. Nieto, and M. Castano. 1997. Clinical and Pathological Prognostic factors in Canine Mammary Tumors. Ann. 1st.Super. Sanita, vol 33, n. 4, pp. 581-585.
Eritja, N., C. Mirantes, D. Liobet, G. Masip, X. Matias-Gulu, and X.Dolcet. 2011. ER -mediated Represssion of Pro-Inflammatory Cytokine Expression by Glucocorticoids Reveals A Crucial Role for TNF- and IL-1 in Lumen Formation and Maintenance. Journal of Cell Science 125, 1929-1944.
Farida, N. 2007. Tampilan Anak Tikus (Rattus norvegicus) dari Induk yang Diberi Bovine Somatotropin (bST) pada Awal Kebuntingan [Skripsi]. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor.
Flesher, James W. and Katherine L. Sydnor. 2014. Carcinogenecity of Derivates of 7,12-Dimethylbenz(a)Anthracene. Cancer Res, 31:1951-1954.
Germano, G., A. Paola, M. Alberto. 2008. Cytokines as a Key Component of Cancer-Related Inflammation. Cytokines Journal 43:374-379.
Gillespie, C, A. Quarshie, M. Penichet and RR. Gonzalez-Perez. 2012. Potential Role of Leptin Signaling in DMBA-induced Mammary Tumors by Non-Responsive C57BL/6J Mice Fed a High-Fat Diet. J Carcinogene Mutagene 2012, 3:2.
Gunawan, S.G., R. Setiabudi, Nafrialdi, dan Elysabeth. 2005. Farmakologi dan Terapi Ed.5. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.
Held, Paul. 2010. An Introduction to Reactive Oxygen Species. Biotek Review Article, 1-13.
Hernawati, S. 2013. Mekanisme Signaling Transduction Inflamasi Kronis dengan Kanker. Jember: FKG Universitas Jember, Oral Medicine.
Jagdeep, K., M. Sharma, P.D. Sharma, and M.P. Bansal. 2010. Tumor Activity of Lantadenes in DMBA/TPA Induced Skin Tumors in Mice:Expression of Transcription Factors. American Journal of Biomedical Sciences. ISSN: 1937-9080. 2(1), 79-90; doi: 10.5099/aj100100079.
Kang, H.J., Y.B. Hong, H.J. Kim, O.C. Rodrigues, R.G. Nath, E.M. Tilli, C. Albanese, F. Chung, S.H. Kwon, and I. Bae. 2011. Detoxification: A Novel Function of BRCA1 in Tumor Supression. Toxicological Science 122(1), 26-37.
60
Kelly, A. Metcalfe, H.T. Lynch, P. Ghadirian, N. Tung, I.A. Olivotto, W.D. Foulkes, E. Warner, O. Olopade, A. Eisen, B. Weber, J. McLennan, P. Sun, and S.A. Narod. 2005. The Risk of Ovarian Cancer after Breast Cancer in BRCA1 and BRCA2 carriers. J Gynecology Oncology 96: 222-226.
Kirkegaard, T., PhD. 2008. Expression of Tumor Necrosis Factor Converting Enzyme in Endocrine Cancers. Am J Clin Pathol;129:735-743 735. DOI: 10.1309/N6YB6YDVF58YCNHN.
Kuhl, R. 2013. Consideration for Use of Dimethylbenzantracene (DMBA).Madison: Environment, Health, and Safety Department of University of Wisconsin.
Kumari, S., R. P. Rastogi , Kanchan L. Singh, Shailendra P. Singh and Rajeshwar P. Sinha. 2008. DNA Damage: Detection Strategies. EXCLI Journal:7:44-62-ISSN 161-2156
Kwi, H.K., S. Jurkovic, K. Yang, S. Choi, Jin W. Jung, Kwang P. Kim, W. Zhang, and H. Jeong. 2012. Estradiol Induced Cytochrome P450 2B6 Expression at High Concentrations: Implication in Estrogen-Mediated Gene Regulation in Pregnancy. Biochem Pharmacol Journal 84(1): 93-103.
Laumbacher, B., Fellerhoff B., Herzberger B., Wank R. 2006. Do Dogs Harbour Risk Factors for Human Breast Cancer. Medical Hypotheses 67, 21-26.
Lin, WW and Karin M. 2007. A Cytokine-Mediated Link Between Innate Immunity, Inflamasi, and Cancer.Department of Pharmacolgy, College of Medicine, National Taiwan University, Taipe, Republic of China: 1175-1183
Maccio, A., C. Madeddu. 2012. Inflammation and Ovarian Cancer. Ovarian Cancer-Basic Science Perspective. ISBN 978-953-307-812-0. Italy: InTech..
McCarthy, A., P.J. Bair, K.S. Latimer. 2003. Canine Mammary Carcinoma.Department of Pathology, Veterinary Medicine, University of Georgia, Athens, GA 30602-7388.
Morrison, W.B. 2012 Inflammation and Cancer: A Comparative View. J. Vet Intern Med 26:13-31.
61
Murdoch, W.J., D.C. Colgin, and J.A. Ellis. 2014. Role of Tumor Necrosis Factor- in the Ovulatory Mechanism of Ewes. J. Animal. Sci. 75: 1601-1605.
Naciff, J.M., M.L. Jump, S.M. Torontali, G.J. Carr, J.P. Tiesman, G.J. Overmann J. Gary, and G.P. Daston. 2002. -Ethynyl Estradiol, Bisphenol A, and Genistein in the Developing Female Reproductive System of the Rat. Oxfor Journal of Toxicol Science.Vol.68(1):184-99.
Papacleovoulou, G., Hilary O. D. Critchley, Hillier Stephen G., and Mason J. Ian. 2011 pithelial Cells.Jurnal of Endocrinology 211, 273-283.
Perhimpunan Onkologi Indonesia. 2010. Basic Science of Oncology: Ilmu Onkologi Dasar. Jakarta: Badan Penerbit FK UI.
Polton, G. 2009. Mammary Tumours in Dogs. Irish Veterinary Journal Vol. 62 No.1.
Porta, C., L. Paola, R. Monica, G.T. Maria, A. Paola, M. Alberto, and S. Antonio. 2009. Cellular and Molecular Pathway Linking Inflammation and Cancer.J. Immunologi 214:761-777.
Porter, W.P.. 2005. Rats and Mice: Introduction and Use in Research. Cincinnati,Ohio. Laboratory Animaland Science, Marion Merrel Dow Inc.
Pugalendhi, P., S. Manoharan, K. Suresh, and N. Baskaran. 2011. Genistein and Daidzen, In Combination, Protect cellular Integrity During 7,12-Dimethylbenz[A]Anthracene (DMBA) Induced Mammary Carcinogenesis In Sprague-dawley Rats. Afr J Tradit Complement Altern Med. 8(2):91-97.
Raharjo M. 2003. Statistika. Pelatihan Instruktur/ Pengembangan Mutu. Yogyakarta: Depdiknas PPPG Matematika.
Rahayu, Wulan P., A. Anisyah, E. Heny. 2012. Aktivitas Antiproliferatif Jinten Hitam (Nigell sativa) pada Sel Paru Tikus yang Diinduksi 7,12 Dimetilbenz [a] Antraseba (DMBA). Makara, Kesehatan Vol. 16, No.2:51-56.
Ranita, T.B.M. dan S. Widyarini. 2010. Dampak Induksi Karsinogenesis Glandula Mammae dengan 7, 12 dimetilbenz( )antrasen terhadap
62
Gambaran Histopatologis Lambung Tikus Sprague Dawle. Jurnal Veteriner Vol.11 No.1: 17-23.
R. A. Sharma, H. R. McLelland, K. A. Hill, et al., Pharmacodynamic and
pharmacokinetic study of oral Curcuma extract in patients with colorectal
cancer. Clin Cancer. Res 7, 1894 1900 (2005).
Rat Guide. 2000. Breeding, and Responsible Care of Pet Rats. <http://ratguide.com>[Diakses 3 April 2014].
Rider, P., Y. Carmi, O. Guttman, A. Braiman, I. Cohen, E. Voronov, M.R. White, C.A. Dinarello, and R.N Apte. 2011. IL- and IL-Myeloid Cell and Promote Different Stages of Sterile Inflammation.J.Immunol, DOI:10.4049.2202048.
Saha, D and M. Hait. 2012. An Ontological Design: Two Stage Mouse Skin Carcinogenesis Induced by DMBA and Promoted by Croton Oil. Asian J. Res. Pharm. Science. Vol 2:Issue 1, Pg 01-03.
Stanilov, N.S., Z.G. Dobreva, and S.A. Stanilova. 2011. Higher TNF-Alpha Production Detected in Colorectal Cancer Patients Monocytes. Article Medical Biotechnology. Doi:10.5504/50YRTIMB.2011.0020.
Sudiana, IK., 2005. Teknologi ilmu jaringan dan imunohistokimia. Surabaya : Agung Seto.
Supardjan. 2007. Gen Penekan Tumor P53, Kanker, dan Radiasi Pengion. Buletin Alara Vol.8, No.3:119-128.
Vet Cancer Group. 2010. Canine Mammary Gland Tumor. <http://www.VetCancerGroup.com/mammarytumor/canine/pdf> [Diakses 3 Maret 2014]
Waterson, A. and M. Bower. 2004. TNF and Cancer: Good or Bad. Cancer Therapy Vol.2, 131-148.
Wei, Y., J. Wang, Y. Li, P.Fan, G. Liu, N. Zang, M. Conaway, H. Wang, K.S. Korach, W. Bocchinfuso, and R. Santen. 2010. Effect of Estrogen on Breast Cancer Development: Role of Estrogen Receptor Independent Mechanisms . International Journal of Cancer 127, 174-1757.
63
Wibowo, Agung E., Sriningsih, Puspita E. Wuyung, R. Ranasasmita. 2010. The Influence of DMBA (7,12 Dimetthylbenz [a] Antracene) Regimen in the Development of Mammae Carcinogenesis on Sprague Dawley Female Rat. Indonesian Journal of Cancer Chemoprevention l(1):60-66. ISSN: 2088-0197.
Wooster, R and B.L. Weber. 2003. Breast and Ovarian Cancer. N Engl J Med;348:2339 2347.
Yager, J.D and N.E Davidson.2006. Estrogen Carcinogenesis in Breast Cancer.New England Journal of Medicine 354:270-82.
Zatloukal, J., J. Lorenzova, F. Tich, A. Neaas, H. Kecova, P. Kohout. 2005. Breed and Age as Risk Factors for Canine Mammary Tumours. Acta Vet. Brno,74: 103-109.