pengaruh transformational leadership style dan spiritual intelligence
TRANSCRIPT
PENGARUH TRANSFORMATIONAL LEADERSHIP STYLE
DAN SPIRITUAL INTELLIGENCE TERHADAP WORK
ENGAGEMENT PADA PERAWAT
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Salah
Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)
Oleh :
Vina Febian
Nim: 1110070000094
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H/2015 M
ii
PENGARUH TRANSFORMATIONAL LEADERSHIP STYLE
DAN SPIRITUAL INTELLIGENCE TERHADAP WORK
ENGAGEMENT PADA PERAWAT
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Salah Satu
Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)
Oleh:
Vina Febian
NIM: 1110070000094
Dibawah Bimbingan
Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag. M.Si
NIP. 19680614 199704 1 001
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H/2015 M
iii
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi berjudul “PENGARUH TRANSFORMATIONAL LEADERSHIP STYLE
DAN SPIRITUAL INTELLIGENCE TERHADAP WORK ENGAGEMENT
PADA PERAWAT” telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada 27 Maret 2015. Skripsi ini
telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana psikologi (S.Psi)
pada Fakultas Psikologi.
Jakarta, 27 Maret 2015
Sidang Munaqasyah
Dekan/ Wakil Dekan/Sekretaris
Ketua Merangkap Anggota
Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag. M.Si Dr. Abd. Rahman Shaleh, M.Psi
NIP. 1968061411997041001 NIP. 197208231999031002
Anggota :
Drs. Akhmad Baidun, M.Si Miftahuddin, M.Si
NIP. 196408142001121001 NIP. 197303172006041001
iv
LEMBAR ORISINALITAS
Saya yang bertandatangan dibawah ini:
Nama : Vina Febian
NIM : 1110070000094
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang perjudul “PENGARUH
TRANSFORMATIONAL LEADERSHIP STYLE DAN SPIRITUAL
INTELLIGENCE TERHADAP WORK ENGAGEMENT PADA PERAWAT”
adalah benar merupakan karya saya sendiri dan tidak melakukan plagiat dalam
penyusunan skripsi ini. Kutipan yang ada dalam penyusunan skripsi ini telah saya
cantumkan sumber kutipannya dalam daftar pustaka. Saya bersedia untuk melakukan
proses yang semestinya sesuai peraturan perundangan yang berlaku jika ternyata
skripsi ini secara prinsip merupakan plagiat atau jiplakan karya orang lain.
Demikian pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan dengan sebenar-benarnya.
Jakarta, 26 Februari 2015
Vina Febian
NIM: 1110070000094
v
MOTTO
“Beribu masalah dalam kehidupan, berjuta makna
yang berada didalamnya untuk memecahkan masalah
tersebut”
Persembahan
Skiripsi ini dipersembahkan untuk orang-orang
tercinta yang selalu menguatkan dengan doa dan
keyakinan: orangtua, keluarga, dan sahabat
vi
ABSTRACT
A) Faculty of Psychology
B) February 2015
C) Vina Febian
D) Effect of Transformational Leadership Style and Spiritual Intelligence to Work
Engagement on Nurses
E) Xiii + 99 pages + attachments
F) This study uses the dimensions of transformational leadership style (vision,
inspirational communication, intellectual stimulation supportive leadership, personal
recognition) and spiritual intelligence (existential critical thinking, personal meaning
production, transcendental awareness, conscious state expansion) as independent
variables.
The population of this research is a hospital nurse Pertamina totaling 569 nurses. The
sample used in this study amounted to 199 nurses were taken with a non-probability
sampling techniques. Measuring instruments used in this study using a Likert scale
models. Measuring instruments used in this research is scale adaptation of Utrecht
Work Engagement Scale (Schaufeli & Bakker, 2003), Transformational Leadership
Style Scale (Rafferty & Griffin, 2004), and The Spiritual Intelligence Self-Report
Inventory (King, 2008). To test the validity of the measurement tool used by
researchers using Confirmatory Factor Analysis (CFA) with LISREL 8.7 software
and to test hypotheses using multiple regression analysis with SPSS 17.0.
Major hypothesis test results showed a significant effect of transformational
leadership style and spiritual intelligence. Minor hypothesis test results indicate that
communication inspirational, existential critical thinking and conscious state
expansion to work engagement. The results also show the proportion of the variance
of work engagement described by all the independent variables was 48.7%, while
51.3% is influenced by other variables outside of this research.
Researchers hope the implications of this research can be reviewed and developed in
subsequent studies, such as by adding other variables related to work engagement that
may have a greater influence on work engagement.
G) Reading material: 23; books: 6 + journal: 14+ dissertation: 1 + website: 3
vi
ABSTRAK
A) Fakultas Psikologi
B) Februari 2015
C) Vina Febian
D) Pengaruh Transformational Leadership Style dan Spiritual Intelligence terhadap
Work Engagement pada Perawat
E) Xiii + 99 halaman + lampiran
F) Penelitian ini menggunakan dimensi transformational leadership style (vision,
inspirational communication, intellectual stimulation supportive leadership,
personal recognition) dan spiritual intelligence (critical existential thinking,
personal meaning production, transcendental awareness, conscious state
expansion) sebagai independent variabel.
Populasi penelitian ini yaitu perawat rumah sakit Pusat Pertamina yang berjumlah
569 perawat. Sampel yang digunakan pada penelitian ini berjumlah 199 perawat
yang diambil dengan teknik non probability sampling. Alat ukur yang digunakan
dalam penelitian ini menggunakan skala model Likert. Alat ukur yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu skala hasil adaptasi Utrecht Work Engagement Scale
(Schaufeli & Bakker, 2003), Transformational Leadership Style Scale (Rafferty
& Griffin, 2004), dan The Spiritual Intelligence Self-Report Inventory (King,
2008). Untuk menguji validitas alat ukur yang digunakan peneliti menggunakan
Confirmatory Factor Analysis (CFA) dengan software LISREL 8.7 dan untuk
menguji hipotesis penelitian menggunakan multiple regression analysis dengan
bantuan software SPSS 17.0.
Hasil uji hipotesis major menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan
transformational leadership style dan spiritual intelligence. Hasil uji hipotesis
minor menunjukkan bahwa inspirational communication, critical existential
thinking, dan conscious state expansion terhadap work engagement. Hasil
penelitian juga menunjukkan proporsi varians dari work engagement yang
dijelaskan oleh seluruh variabel independen adalah 48.7%, sedangkan 51.3%
sisanya dipengaruhi oleh variabel lain di luar penelitian ini.
Peneliti berharap implikasi dari penelitian ini dapat dikaji kembali dan
dikembangkan pada penelitian selanjutnya, diantaraya dengan menambah variabel
lain yang terkait dengan work engagement yang mungkin mempunyai pengaruh
lebih besar terhadap work engagement.
G) Bahan bacaan : 23 ; buku: 6 + jurnal: 14 + desertasi: 1 + website: 3
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat hidayat dan
kasih sayang yang diberikan oleh-Nya sehingga penulis skripsi dengan judul
“Pengauh Transformational Leadership Style dan Spiritual Intelligence terhadap
Work Engagement pada Perawat” ini dapat diselesaikan. Shalawat serta salam
penulis panjatkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW beserta para
keluarga dan sahabat.
Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagi pihak, baik dalam
bentuk bantuan pikiran, tenaga dan waktu dalam menyelesaikan skripsi ini. oleh
karenanya dengan segala kerendahan hati, penulis menyampaikan rasa terima kasih
kepada:
1. Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag, M.Si selaku Dekan Fakultas Psikologi dan juga
sekaligus sebagai Dosen Pembimbing Skripsi atas keikhlasan meluangkan waktu
dan tenaga dalam memberikan bimbingan, arahan serta koreksi kepada penulis
agar penulis mampu menyelesaikan skripsi ini, dorongan dan dukungan yang
diberikan agar penulis terus bersemangat untuk menyelesaikan skripsi ini. Serta
jajarannya yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk belajar dan
mengembangkan keterampilan sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
2. Miftahuddin, M.Si selaku Pembimbing Akademik Kelas C 2010 yang telah
memberikan waktu dan usaha kepada penulis. Terima kasih atas segala masukan,
viii
kritik, nasiha, motivasi dan gurauan yang dilontarkan selama penyelesaian skripsi
ini.
3. Seluruh Dosen dan karyawan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullan Jakarta,
yang telah banyak memberikan pelajaran kepada penulis, memberikan bimbingan
dan ilmu pengetahuan untuk mencapai kesuksesan di masa yang akan datang dan
seluruh Staff bagian Akademik, Umum, Keuangan dan Perpustakaan Fakultas
Psikologi Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak membantu
dalam proses birokrasi dan memberikan kemudahan bagi penulis dalam
pembelajaran selama di kampus.
4. Pihak Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP) Jakarta, terima kasih atas
kesempatan dan izin yang diberikan kepada penulis untuk dapat berpartisipasi
dalam penelitian ini.
5. Dr. Ester, selaku dokter di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP) Jakarta yang
bersedia untuk memberikan bantuan dan dorongan kepada penulis agar penulis
cepat menyelesaikan skripsi ini. Serta suster Tri, terima kasih atas bantuan dan
kemudahan yang diberikan.
6. Kedua orang tua yang penulis cintai, Papa dan Mama untuk doa yang tiada henti,
kasih sayang yang tidak pernah padam, serta mulut yang tidak pernah lelah untuk
menasehati dan memberi semangat. Kakak-kakak yang penulis sayangi, a’Iton,
mba Sri, a’Oky, kak Mega, teteh Sitta, terima kasih atas kasih sayang yang
diberikan, semangat dan keyakinan yang selalu diberikan kepada penulis untuk
ix
terus yakin dapat menyelesaikan penelitian ini. Serta keponakan tersayang
Thalita, yang meberikan senyuman dan tawa di sela-sela penyelesaian skripsi ini.
7. Sahabat tersayang Best10, Belza, Dynia, Inez, Arina, Marsha, Ratna, dan Indah,
terima kasih atas waktu yang diberikan untuk berbagi cerita dan keluh kesah
penulis, memberikan dorongan yang membuat penulis lebih bersemangat lagi
untuk menyelesaikan skripsi ini.
8. Sahabat GG (Mayang, Lisa, Rahma dan Nadiya) 4 tahun kita bersama, saling
mengenal dan memahami satu sama lain. Terima kasih atas kebersamaan kita
selama menjadi mahasiswi Psikologi. When people ask for a definition of “best
friend”? I would say “you, all!”
9. Someone who grow up with, since 2006, Aditya Ivan. Terima kasih untuk
perhatian, dukungan, dan kata-kata positif/negatif yang dapat membangun
motivasi penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini.
10. Teman-teman pejuang skripsi angkatan 2010, Alfi, Furqon, Liya, Urfi, Turfa,
Devi, Rahmatya, Ajeng, Retno, Hilmi, Lailatul, Syifa, Adilla, Nashwa, Amelia,
Mayang, Laily, Dwi, Auliya, dan teman-teman lainnya yang tidak bisa saya
sebutkan satu persatu, terima kasih atas doa dan support-nya, karena kita yakin
tiada usaha yang mengkhianati hasil.
11. Keluarga besar kelas C 2010, yang selalu berjuang bersama untuk mewujudkan
apa yang kita cita-citakan. Kebersamaan kita tidak berhenti sampai disini,
melainkan akan terus bersama. See you on top, guys!
x
12. Semua pihak yang belum bisa disebutkan satu per satu, terima kasih atas segala
doa, bantuan, dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini.
Semoga segala bantuan yang telah diberikan dibalas berlipat ganda oleh Allah SWT.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
segala kritik dan saran yang membangun akan sangat berguna untuk penulisa
selanjutnya bisa dapat karya yang lebih baik lagi. Semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca umunya.
Jakarta, 24 Februari 2015
Penulis
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN ....................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................ iii
LEMBAR ORISINALITAS ....................................................................... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN .............................................................. v
ABSTRAK ................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ................................................................................. vii
DAFTAR ISI ................................................................................................ xi
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xiv
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah .............................................................. 1
1.2 Pembatasan dan PerumusanMasalah........................................... 7
1.2.1 Pembatasan masalah........................................................... 7
1.2.2 Perumusan masalah ............................................................ 8
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................... 10
1.3.1 Tujuan penelitian ................................................................ 10
1.3.2 Manfaat penelitian .............................................................. 10
1.3.2.1 Manfaat teoritis ...................................................... 10
1.3.2.1 Manfaat praktis....................................................... 11
1.4 SistematikaPenulisan .................................................................. 11
BAB 2 LANDASAN TEORITIS
2.1 Work Engagement ....................................................................... 13
2.1.1 Definisi work engagement ................................................. 13
2.1.2 Dimensi work engagement ................................................. 16
2.1.3 Pengukuran work engagement ........................................... 17
2.1.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi work engagement ....... 18
2.2 Transformational Leadership Style ............................................. 23
2.2.1 Definisitans formational leadership style .......................... 23
2.2.2 Dimensitrans formational leadership style ........................ 25
2.2.3 Pengukuran transformational leadership style.... .............. 29
2.3 Spiritual Intelligence ................................................................... 29
2.3.1 Definisi spiritual intelligence ............................................. 29
2.3.2 Dimensi spiritual intelligence ............................................ 31
2.3.3 Pengukuran spiritual intelligence ...................................... 34
2.4 Kerangka Berpikir ....................................................................... 35
2.5 Hipotesis Penelitian ..................................................................... 42
xii
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel ................................. 44
3.1.1 Populasi dan sampel penelitian .......................................... 44
3.1.2 Teknik pengambilan sampel .............................................. 45
3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ............................. 45
3.2.1 Variabel penelitian ............................................................. 45
3.2.2 Definisi operasional variable penelitian ............................. 46
3.3. Pengumpulan Data ..................................................................... 49
3.3.1 Teknik pengumpulan data .................................................. 49
3.3.2 Instrumen pengumpulan data ............................................. 50
3.4 Uji Validitas Konstruk .................................................................. 53
3.4.1 Uji validitas konstruk work engagement ............................ 55
3.4.2 Uji validitas konstruk transformational leadership style ... 57
3.4.3 Uji validitas konstruk spiritual intelligence ....................... 63
3.5 Teknik Pengolahan Data ............................................................. 67
3.6 Prosedur Penelitian...................................................................... 71
BAB 4 HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Subjek Penelitian ....................................................... 73
4.1.1 Gambaran umum subjek penelitian .................................... 73
4.2 Hasil Analisis Deskriptif ............................................................. 75
4.3 Kategorisasi Skor Variabel Penelitian ........................................ 76
4.4 Uji Hipotesis Penelitian............................................................... 78
4.5 Proporsi Varians .......................................................................... 84
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ................................................................................. 87
5.2 Diskusi ........................................................................................ 88
5.3 Saran ............................................................................................ 94
5.3.1 Saran metodologis .............................................................. 95
5.3.2 Saran praktis ....................................................................... 96
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 98
LAMPIRAN
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Blue Print Skala Work Engagement ................................................. 51
Tabel 3.2 Blue Print Skala Transformational Leadership Style ...................... 52
Tabel 3.3 Blue Print Skala Spiritual Intelligence ............................................. 53
Tabel 3.4 Muatan Faktor Work Engagement ................................................... 56
Tabel 3.5 Muatan Faktor Item Vision............................................................... 58
Tabel 3.6 Muatan Faktor Item Inspirational Communication ......................... 59
Tabel 3.7 Muatan Faktor Item Intellectual Stimulation ................................... 60
Tabel 3.8 Muatan Faktor Item Supportive Leadership .................................... 61
Tabel 3.9 Muatan Faktor Item Personal Recognition ...................................... 62
Tabel 3.10 Muatan Faktor Item Critical Existential Thinking ........................... 63
Tabel 3.11 Muatan Faktor Item Personal Meaning Production ........................ 65
Tabel 3.12 Muatan Faktor Item Transcendental Awareness.............................. 66
Tabel 3.13 Muatan Faktor Item Conscious State Expansion ............................. 67
Tabel 4.1 Gambaran Umum Sampel Bedasarkan Jenis Kelamin..................... 73
Tabel 4.2 Gambaran Umum Sampel Bedasarkan Usia .................................... 74
Tabel 4.3 Gambaran Umum Sampel Bedasarkan Masa Kerja ......................... 74
Tabel 4.4 Gambaran Umum Sampel Bedasarkan Status Kerja Perawat .......... 74
Tabel 4.5 Statistik Deskriptif ........................................................................... 75
Tabel 4.6 Pedoman Interpretasi Skor ............................................................... 76
Tabel 4.7 Kategorisasi Skor Variabel .............................................................. 77
Tabel 4.8 Model Summary Analisis Regresi .................................................... 79
Tabel 4.9 Tabel ANOVA Pengaruh Keseluruhan IV terhadap DV ................. 80
Tabel 4.10 Tabel Koefisien Regresi ................................................................... 81
Tabel 4.11 Proporsi Varians untuk masing-masing Independent Variable (IV) 85
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A. Surat Izin Penelitian
Lampiran B. Kuesioner Penelitian
Lampiran C. Gambar Path Diagram
Lampiran D. Syntax & Output CFA
Lampiran E. Output Regresi SPSS
1
BAB 1
PENDAHULUAN
Bab ini membahas mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah dan
pembatasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
1.1 Latar Belakang Masalah
Hubungan psikologis karyawan dengan pekerjaannya telah berperan sangat penting
dalam ekonomi informasi atau layanan pada abad ke-21. Dalam dunia kerja, untuk
bersaing secara efektif, perusahaan tidak hanya harus merekrut karyawan yang dilihat
dari bakat, tetapi juga harus menginspirasi, dan memungkinkan karyawan untuk
menerapkan kemampuan penuh karyawan untuk bekerja. Organisasi modern
membutuhkan karyawan yang secara psikologis terkait pada pekerjaan yang bersedia,
dan mampu untuk mengembangkan diri sepenuhnya dalam peran sebagai karyawan
yang proaktif dan berkomitmen untuk standar kinerja yang berkualitas tinggi.
Organisasi membutuhkan karyawan yang engaged (totalitas) dengan pekerjaannya
(Bakker & Leiter, 2010).
Dibalik pertumbuhan bisnis yang kuat di Indonesia, rupanya karyawan yang
engaged pada pekerjaannya sangatlah rendah. Hal tersebut terungkap dari survei yang
dilakukan oleh Watson, dengan survei yang mengenail Global Workforce Study
(2012), yang diikuti oleh 29 negara termasuk Indonesia. Khususnya di Indonesia,
sekitar dua pertiga karyawan di Indonesia tidak memiliki engagement yangt tinggi
terhadap perusahaanya, dengan menyebutkan sekitar 27% dari karyawan telah
2
merencanakan untuk pindah dalam dua tahun kedepan. Lebih jauh lagi diungkapkan
bahwa 42% dari total responden di Indonesia yang sebanyak 1.005 karyawan
menyatakan bahwa mereka berniat untuk hengkang dari perusahannya sekarang untuk
meningkatkan karirnya di masa depan. Sedangkan karyawan yang memiliki
engagement terhadap perusahannya di mana dia bekerja saat ini jumlahnya hanya
sekitar 36%. Hasil survey ini masih sangat mengecewakan, dari hasil survei dapat
ditarik suatu benang merah bahwa rata-rata kualitas leadership di organisasi saat ini
masih buruk, keseimbangan hidup karyawan antara bekerja dan kehidupan pribadi
atau sering disebut work life balance juga masih buruk (Krisbiyanto, 2012).
Work engagement telah menjadi topik yang banyak dibicarakan dalam
beberapa tahun ini. Schaufeli dan Bakker (2003) menjelaskan bahwa engagement
diasumsikan lawan dari burnout. Karyawan yang engaged dalam pekerjaannya akan
terlihat mampu dalam menangai tuntutan pekerjaan mereka. Dimana engagement
disebut dengan kutub postif yang akan menghasilkan kesejahteraan (Maslach &
Leiter, 1997). Karyawan yang engaged penuh dengan pekerjaannya akan berdampak
pada kepuasan dan komitmen karyawan.
Era globalisasi mendorong perusahaan untuk lebih maju kedepan dalam
menghadapi fase globalisasi, seperti usaha perumahsakitan untuk selalu melakukan
inovasi manajemen, termasuk inovasi di bidang pelayanan keperawatan sebagai
bagian dari pelayanan kesehatan di rumah sakit. Rumah sakit dituntut pula untuk
meningkatkan kualitas yang dapat menjadi ciri khas rumah sakit sebagai pendokrak
daya saingnya. Hal ini dikarenakan semakin banyaknya rumah sakit bermunculan
3
dengan berbagai pelayanan yang dihandalkan sehingga dapat terjadi persaingan antar
rumah sakit, baik rumah sakit pemerintah dan non pemerintah, bahkan rumah sakit
asing atau luar negeri.
Karyawan sama halnya dengan perawat yang memiliki tugas untuk mencapai
tujuan organisasi. Penelitian telah menunjukkan bahwa karyawan yang engaged
terlihat sangat energik, yang bermanfaat mempunyai pengaruh atas peristiwa yang
mempengaruhi kehidupan mereka (Bakker, 2009). Karena sikap dan tingkat aktivitas
positif mereka, karyawan yang totalitas (engaged) membuat umpan balik positif
untuk mereka sendiri, dalam hal apresiasi, pengakuan, dan keberhasilan. Pada
perawat, meskipun mereka merasa lelah setelah seharian bekerja keras, mereka
menggambarkan kelelahan mereka sebagai kondisi yang menyenangkan, karena
terkait dengan prestasi positif. Akhirnya, para perawat yang engaged memiliki hal
lain di luar pekerjaan. Work engagement berbeda dengan pecandu kerja, karyawan
yang engaged tidak bekerja keras karena dorongan batin yang kuat dan tak
tertahankan, tetapi karena pekerjaan mereka adalah sesuatu yang menyenangkan
(Gorgievski, Bakker & Schaufeli dalam Bakker, 2015).
Perawat sebagai aset penting dalam suatu pengelolahan pelayanan rumah sakit
merupakan komponen utama dalam sistem pelayanan kesehatan, karena perawat
merupakan kelompok pekerja yang paling besar dalam sistem pelayanan kesehatan.
Salah satu indikator kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit adalah pelayanan
keperawatan yang berkualitas. Perawat yang engaged pada pekerjaannya sangatlah
penting untuk dibahas.
4
Ada banyak faktor yang mempengaruhi work engagement pada karyawan.
Dalam penelitian ini ingin melihat pengaruh transformational leadership style dan
spiritual intelligence terhadap work engagement. Dari benang merah yang telah
dijelaskan bahwa pemimpin adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi work
engagement. Bakker (2011), menyatakan bahwa job resource adalah salah satu faktor
yang mempengaruh work engagement. Job resource diartikan sebagai sumber daya
kerja, mengacu pada aspek fisik, sosial, atau organisasi dari pekerja. Salah satu
bagian dari sumber daya kerja yang mempengaruhi work engagement adalah
kepemimpinan. Laschinger & Leiter (2006), menyatakan bahwa kepemipinan dalam
keperawatan memainkan peran penting dengan membuat tersedianya infrastruktur
untuk memberdayakan perawat untuk berlatih secara professional dan memberikan
layanan kualitas pada pasien.
Pemimpin merupakan salah satu hal yang paling mungkin untuk memiliki
kontak harian dan memiliki pengaruh atasan dan bawahan. Pemimpin juga bagian
paling penting untuk melakukan diskusi, karena kemampuan pemimpin untuk
mempengaruhi karyawannya untuk tetap termotivasi dan engaged di tempat kerja
(Koppula, 2008). Selain itu, Bakker dan Schaufeli (2008), menjelaskan karyawan
yang memiliki interaksi yang positif dengan pemimpinnya, mereka akan
meningkatkan tingkat engagement pada pekerjaannya. Dalam penelitian gaya
kepemimpinan yang akan dibahas adalah gaya kepemimpinan transformasional.
Kepemimpinan transformasional dapat memotivasi bawahannya untuk mencapai
5
kinerja yang melampaui harapan, dengan mengubah sikap, keyakinan, dan nilai-nilai
bawahannya (Bass, 1985).
Penelitian yang dilakukan pada Hayati et al. (2014), menjelaskan bahwa
kepemimpinan adalah komponen penting dari engagement. Hasil dari regresi
menunjukkan bahwa vatians terbesar dari dimensi work engagement dijelaskan oleh
komponen kepemimpinan transformasional, terutama pada dimensi motivasi
inspirasional. Lebih lanjut dikatakan bahwa kontak harian dalam kepemimpinan
transformasional dapat mempengaruhi work engagement. karyawan menjadi lebih
engaged dengan pekerjaan mereka, ketika atasan mereka mampu meningkatkan
optimisme mereka melalu gaya kepemimpinan transformasional.
Rafferty dan Griffin (2004), memodifikasi dimensi kepemimpinan
transformasional yang berlandaskan teori Bass menjadi 5 dimensi yaitu, visi (yang
kharisma atau pengaruh ideal), komunikasi inspirasional (motivasi inspirasional),
pemimpin suportif (supportive leadership), stimulasi intelektual (tidak diganti), dan
pengakuan pribadi (personal recognition). Smith (2012), salah satu yang
menggunakan teori yang telah dikembangkan oleh Rafferty dan Griffin,
menghasilkan bahwa kepemimpinan transformasional memiliki hubungan langsung
yang signifikan dan positif dengan work engagement.
Faktor lain yang dapat mempengaruh work engagement adalah personal
resource. Hobfoll et al. (dalam Bakker, 2011), menjelaskan personal resource
(sumber daya pribadi) adalah penilaian yang berhubungan positif dengan ketahanan
dan mengacu pada perasaan individu dari kemampuan seseorang. Beberapa peneliti
6
menjelaskan bahwa adanya hubungan antara sumber daya pribadi dengan work
engagement. Kecerdasan spiritual adalah salah satu sumber daya pribadi yang
dimiliki oleh setiap individu. Salah satu personal resource yang dimiliki manusia
adalah kecerdasan spiritual.
Work engagement dan kecerdasan spiritual adalah konsep penting untuk
dipertimbangkan ketika berhadapan dengan perubahan di tempat kerja dan akan
meningkatkan kinerja perawat. Sejak awal peradaban manusia, perawat lebih dari
ilmu kedokteran atau professional kesehatan lainnya yang saling terkait satu dengan
yang lainnya. Perawat sering mempertahankan konsep holism, yaitu keadaan
harmonis antara tubuh, pikiran dan jiwa, dan fungsi dalam bahwa lingkungan akan
selalu berubah (Dosset, 1998). Ada beberapa fakta yang menyiratkan bahwa perawat
akan mengalami depresi dari waktu ke waktu karena kurang bahagia dengan
lingkungannya dan terjadi kelelahan, perawat selalu berjuang untuk tetap
mempertahankan konsep holism, tetapi pada akhirnya perawat yang akan menjadi
pasien dan dirawat di rumah sakit (Chandler Lee, 2005). Telah dijelaskan dalam
organisasi modern yang lebih produktif, perawat telah melaporkan bahwa mereka
merasa terisolasi, devaluasi, dan dieksploitasi, hal tersebut dikarenakan susasana
lingkungan rumah sakit yang terbuka, harapan yang tinggi dari pasien, dan adanya
frekuesi tinggi dengan konflik keluarga interpersonal, perilaku tidak sopan dari pasien
dan keluarganya, maka perawat akan mengalami waktu stres.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Torabi dam Javadi (2013), menyebutkan
bahwa ada hubungan positif antara kecerdasan spiritual dan work engagement pada
7
perawat. Disatu sisi, engagement dapat membangun psikologis yang muncul,
dimaksudkan untuk mengukur berapa banyak seorang engaged dalam pekerjaan
mereka. Pada penelitiannya mereka mendapatkan nilai signifikan yang diperoleh dari
semua variabel spiritual intelligence, sehingga perawat memiliki work engagement
dan kecerdasan spiritual dalam kondisi yang baik.
Engagement adalah contoh dari pendekatan baru untuk psikologi, yang
berasal dari gerakan psikologi positif (Seligman, 1999). Orang spiritual bedasarkan
sifat dasar dan mengetahui siapa dirinya, harus berhubungan dengan sisi spitual dari
diri mereka sendir, jadi tidak mengherankan jika engagement dianggap sebagai proses
mental yang berkaitan dengan kecerdasan spiritual. Perawat yang totalitas (engaged)
pada pekerjaannya dan memiliki kecerdasan spiritual menghasilkan nilai di atas rata-
rata (Torabi & Javadi, 2013).
Bedasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan
penelitian dengan judul: “Pengaruh Transformational Leadership Style dan
Spiritual Intelligence terhadap Work Engagement pada Perawat.”
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah
1.2.1 Pembatasan masalah
Penelitian ini dibatasi hanya mengenai pengaruh dari variabel prediktor yaitu
transformational leadership style dan spiritual intelligence terhadap work
engagement. Adapun batasan variabel-variabel yang diteliti adalah:
8
1. Work engagement dalam penelitian ini adalah totalitas kerja perawat, dilihat dari
tiga aspek: vigor, dedication, dan absorption (Schaufeli dalam Bakker, 2003).
2. Transformational leadership style dalam penelitian ini adalah pemimpin yang
memberikan motivasi kepada pengikutnya untuk mencapai kinerja sesuai dengan
harapan organisasi, yang terdiri dari: vision, inspirational communication,
supportive leadership, intellectual stimulation, dan personal recognition (Bass
dalam Rafferty & Griffin, 2004).
3. Spiritual intelligence dalam penelitian ini adalah kemampuan untuk memberikan
makna spiritual terhadap peristiwa yang terjadi dalam hidupnya, terdiri dari:
critical existential thinking, personal meaning production, transcendental
awareness, dan conscious state expansion (King, 2008).
4. Sampel yang diambil adalah perawat yang bekerja di rumah sakit Pusat Pertamina
Jakarta, dibatasi dengan pada masa kerja ≥ 1 tahun dan perawat dengan status
perawat tetepa dan calon karyawan tetap di rumah sakit Pusat Pertamina Jakarta.
1.2.2 Perumusan masalah
Bedasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka masalah yang
akan diteliti dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah ada pengaruh yang signifikan transformational leadership style dan
spiritual intelligence terhadap work engagement pada perawat?
9
2. Apakah ada pengaruh yang signifikan dimensi vison pada variable
transformational leadership style terhadap work engagement pada perawat?
3. Apakah ada pengaruh yang signifikan dimensi inspirational communication pada
variable transformational leadership style terhadap work engagement pada
perawat?
4. Apakah ada pengaruh yang signifikan dimensi supportive leadership pada
variable transformational leadership style terhadap work engagement pada
perawat?
5. Apakah ada pengaruh yang signifikan dimensi intellectual stimulation pada
variable transformational leadership style terhadap work engagement pada
perawat?
6. Apakah ada pengaruh yang signifikan dimensi personal recognition pada variable
transformational leadership style terhadap work engagement pada perawat?
7. Apakah ada pengaruh yang signifikan dimensi critical existential thinking pada
variable spiritual intelligence terhadap work engagement pada perawat?
8. Apakah ada pengaruh yang signifikan dimensi personal meaning production pada
variable spiritual intelligence terhadap work engagement pada perawat?
9. Apakah ada pengaruh yang signifikan dimensi transcendental awarness pada
variable spiritual intelligence terhadap work engagement pada perawat?
10. Apakah ada pengaruh yang signifikan dimensi conscious state expansion pada
variable spiritual intelligence terhadap work engagement pada perawat?
10
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui ada tidaknya pengaruh yang signifikan transformational leadership
style dan spiritual intelligence terhadap work engagement pada perawat.
2. Mengetahui seberapa besar kontribusi transformational leadership style dan
spiritual intelligence pada perawat.
1.3.2 Manfaat penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan baik aspek teoritis maupun praktis, yaitu:
1.3.2.1 Manfaat teoritis
1 Dapat menambah pengetahuan dan bahan pemikiran tentang konsep dan teori
yang dapat di aplikasikan untuk penelitian selanjutnya, khususnya dalam bidang
psikologi industri dan organisasi mengenai work engagement.
2 Bisa menambah koleksi dan bahan rujukan dalam penelitian psikologi, terutama
dalam bidang Psikologi Industri dan Organisasi.
1.3.2.2 Manfaat Praktis
Secara praktis penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk meningkatkan work
engagement perawat terutama bedasarkan variabel-variabel yang diteliti yaitu,
transformational leadership style dan spiritual intelligence.
11
1.4 Sistematis Penulisan
Sistematika penulisan dalam penelitian ini mengacu pada pedoman penulisan APA
(American Psychology Association) style dan penyusunan dan penulisan skripsi
Fakultas Psikologi UIN Sarif Hidayatullah Jakarta. Penulisan ini dibagi menjadi
beberapa bahasan seperti berikut ini:
BAB 1 Pendahuluan
Bab ini berisi latar belakang masalah, pembatasan istilah, perumusan masalah, tujuan
penelitian dan manfaat penelitian yang dibagi menjadi tujuan teoritis dan tujuan
praktis.
BAB 2 Landasan Teoritis
Bab ini berisi deskripsi teoritik tentang work engagement, fakto-faktor yang
mempengaruhi work engagement, dimensi work engagement, pengukuran work
engagement, definisi kepemimpinan transformasional dan kecerdasan spiritual, faktor
yang mempengaruhi kepemimpinan transformasional dan kecerdasan spiritual,
dimensi kepemimpinan transformasional dan kecerdasan spiritual. Kepemimpinan
transformasional dan kecerdasan spiritual dan terhadap work engagement, kerangka
berfikir dan hipotesis penelitian.
BAB 3 Metode Penenlitian
Bab ini berisi tentang metodologi penelitian, definisi operasional, variable penelitian,
populasi dan metode pengambilan sampel, teknik pengambilan data, uji validitas dan
realibility, instrument, prosedur penelitian dan teknik analisis data.
12
BAB 4 Hasil Penelitian
Bab ini menguraikan hasil penelitian yang telah dilakukan. Pembahasan tersebut
meliputi dua bagian yaitu, analisis deskriptif dan pengujian hipotesis penelitian.
BAB 5 Kesimpulan, Diskusi dan Saran
Bab ini menguraikan kesimpulan, diskusi dan saran dari hasil penelitian.
13
BAB 2
LANDASAN TEORI
Dalam bab ini akan membahas semua teori yang dapat menjelaskan masing-masing
variabel penelitian. Teori yang dibahas pertama adalah teori-teori yang berkaitan
dengan work engagement yang dimulai dengan definisi, aspek, faktor yang
mempengaruhi dan juga pengukuran. Kemudian peneliti membahas mengenai
transformational leadership style dan spiritual intelligence.
2.1 Work Engagement
2.1.1 Definisi work engagement
Khan (1990) adalah pencetus utama teori work engagement mendefinisikan work
engagement adalah:
“harnessing of organization members selves to their work roles: in
engagement, people employee and express themselves physically. Congnitive,
emotionally and mentally during role performances”.
Hal ini yang berarti bahwa engagement menggambarkan tentang totalitas
karyawan sepenuhnya yang secara fisik, kognitif, dan emosional akan engaged
dengan peran kerja karyawan. Engagement berfokus pada energi yang diarahkan oleh
organisasi (dalam Bakker, 2011).
Kanungo (1982), menyatakan bahwa work engagement adalah suatu keadaan
kognitif atau kepercayaan identifikasi psikologis. Work engagement diperkirakan
tergantung pada keduanya yang harus mengutamakan potensi pekerja untuk
14
memenuhi kebutuhan. Dengan demikian, work engagement hasil dari penilaian
kognitif tentang pelunya memuaskan kemampuan pekerja tersebut (dalam May,
Gilson & Harter, 2004).
Definisi yang berbeda dikatakan oleh Schaufeli dan Bakker (2004) tentang
engagement adalah:
“positive, fulfilling work-related state of mind that is characterized by
vigor, dedication, and absorption”
Dapat diartikan bahwa work engagement yaitu keadaan yang berhubungan dengan
pekerjaan yang ditandai oleh semangat (vigor), dedikasi (dedication), dan penyerapan
(absorption). Vigor mengacu pada tingkat energi yang tinggi dan ketahan mental saat
bekerja, sedangkan dedikasi mengacu pada engaged dalam pekerjaan seseorang dan
mengalami rasa penting pada pekerjaannya, antusiasme, dan merasa tertantang.
Penyerapan ditandai dengan berkonsentrasi sepenuhnya dan merasa pekerjaan
tersebut adalah sesuatu yang membuatnya bahagia dan mengasikan, seperti waktu
berlalu dengan cepat pada saat bekerja.
Pennjelasan yang lebih spesifik tentang work engagement menurut Schaufeli
et al. (dalam Bakker 2003). Work engagement adalah keadaan positif, memuaskan,
kondisi pekerjaan yang berhubungan dengan pikiran yang ditandai dengan semangat,
dedikasi, dan penyerapan. Daripada keadaan sesaat dan spesifik, engagement
mengacu pada kondisi afektif dan kognitif secara berkelanjuatan dan luas yang
terfokus pada objek tertentu, peristiwa, pribadi, atau perilaku.
15
Terdapat juga pandangan yang berbeda mengenai engagement yaitu dengan
mengasumsukan engagement sebagai lawan dari burnout. Karyawan yang engaged
memiliki rasa bersemangat dan hubungan yang efektif sebagai pekerjaannya dan
menilai dari kemampuan karyawan mengenai tuntutan kerja. Sedangkan Maslach dan
Leiter (1997), mengasumsikan bahwa engagement dan burnout merupakan kutub
berlawan dari kontinum mengenai work related well-being, dengan burnout yang
mewakili kutub negatif dan enagegement sebagai kutub positif (dalam Schaufeli &
Bakker, 2003).
Selain itu Bakker (2011), membedakan antara work engagement dengan
kepuasan kerja, karena work engagement menggabungkan kesenangan kerja yang
tinggi (dedikasi) dengan ativasi yang tinggi (kekuatan penyerapan), sedangkan
kepuasan kerja biasanya bentuk pasif dari kesejahteraan karyawan.
Selanjutnya Perrin (2003), mendefinisikan engagement yaitu, melibatkan
kedua faktor, emosional dan rasioanl yang berkaitan dengan pekerjaan dan
pengalaman kerja secara keseluruhan. Faktor emsional mengikat untuk kepuasan
pribadi orang, rasa inspirasi dan penegasan yang dapat dari pekerjaan dan menjadi
bagian dari organisasi. Sedangkan faktor rasional sebaliknya, yang umumnya
berhubungan dengan hubungan antara individu dan korporasi yang lebih luas.
Lockwood (2007) dalam Society for Human Resorce Management (SHRM),
mendefinisikan work engagement adalah komitmen karyawan pada organisasi,
seberapa keras dan berapa lama karyawan bekerja untuk komitmen tersebut dan
16
karyawan yang memilki work engagement lebih keras, lebih setia, dan lebih mungkin
bekerja dengan ekstra terhadap organisasinya.
Demikian dengan Federman (2009), menjelaskan bahwa work engagement
adalah tingkat dimana orang berkomitmen untuk organisasi dan berdampak
komitmen yang men dalam yang karyawan lakukan.
Bedasarkan beberapa definisi yang diungkapkan oleh tokoh-tokoh tersebut,
dalam penelitian ini digunakan teori Schaufeli et al. (2001), yang berpendapat bahwa
work engagement merupakan konstruk motivasional yang didefinisikan sebagai
keadaan positif, terpenuhi, yang berhubungan dengan pikiran dalam bekerja
2.1.2 Dimensi work engagement
Work engagement menurut Bakker (2003) diartikan sebagai hal yang positif,
memenuhi dan dalam bekerja memiliki karakerisik yang ditandai dengan vigor
(semangat), dedication (dedikasi) dan absorption (penyerapan). Dimensi tersebut
dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Vigor
Vigor merupakan karakter karyawan yang memiliki energi tinggi, memiliki
kemauan bekerja, tidak mudah lelah dan mampu menghadapi kesulitan. Vigor
mengacu pada perasaan individu bahwa karyawan memiliki kekuatan fisik,
keaktifan kognitif, dan energi emosional, sehingga menjadi suatu keadaan efektif
yang dialami di tempat kerja. Sehingga mengandung arti perasaan gabungan dari
17
keseimbangan energi positif dan kenikmatan atau kepuasan (Bakker & Leiter,
2010).
2. Dedication
Dedication adalah karakter karyawan yang memiliki keterkaitan yang kuat
dengan pekerjaannya, karyawan merasa penting dengan pekerjaannya, antusias,
menginspirasi dan memiliki kebanggaan, serta menyukai tantangan.
3. Absorption
Absorption merupakan karakter karyawan yang menikmati pekerjaannya, merasa
waktu berlalu dengan cepat dan karyawan akan melupakan segalanya yang ada
disekitarnya, adanya perasaan bahagia dan akan terlarut dalam pekerjaannya, serta
karyawan mengalami kesulitan untuk memisahkan diri dari pekerjaan.
2.1.3 Pengukuran work engagement
Utrecht Work Engagement Scale (UWES), skala ini di ciptakan oleh Wilmar
Schaufeli dan Arnold Bakker. Awalnya UWES terdiri dari 24 item, 9 item vigor, 8
item dedication, dan sebagian besar terdiri dari item positif MBI (skala burnout).
Setelah evaluasi psikometri dalam dua sampel karyawan dan mahasisa, 7 item
terdeteksi tidak baik dan karena itu item tersebut dieliminasi sehingga 17 item tetap,
yaitu 6 item vigor, 5 item dedication, dan 6 item penyerapan Dengan demikian
menghasilkan 17 item dari UWES (Schaufeli et al., 2002).
Studi validitas yang telah dilakukan dengan UWES menunjukkan bahwa work
engagement memang berhubungan negative dengan burnout, meskipun bahwa
18
hubungan antara kekuatan dan kelemahan antara dedication dan sinisme agak kurang
kuat dari yang diharapkan. Selain itu engagement dapat dibedakan dari workholisme.
Work engagement meunjukkan sikap yang positif.
Item UWES telah di uji komformiasi keabsaan sama seperi yang diharapkan,
UWES yang terdiri dari 3 aspek yang sangat berkolerasi. Selain itu, pola hubungan
yang diamati antara sampel dari berbagai negara, menegaskan keabsahan lintas
negara dari ketiga aspek tersebut. secara bersamaan hal ini berarti bahwa keterikatan
adalah membangun yang terdiri dari tiga aspek yang terkait erat dengan diukur
dengan skala yang konsisten secara internasional (Schaufeli &Bakker, 2003).
2.1.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi work engagement
Terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi work engagement, ada beberapa hal yang
dapat mempengaruhi work engagement. Beberapa ahli mengemukakan faktor-faktor
yang berbeda, faktor tersebut diantaranya:
1. Pemimpin
Menurut Koppula (2008), pemimpin suatu yang paling mungkin untuk memiliki
kontak harian dan pengaruh antara atasan dengan bawahan, juga yang paling
penting untuk diskusi kepemimpinan karena kemampuan yang pemimpin miliki
untuk mempengaruhi karyawan untuk tetap termotivasi dan terlibat di tempat
kerja (dalam Hayati et al., 2014).
19
2. Kecerdasan Spiritual
Seybold dan Hill (2001), menyatakan engagement dapat menghasilkan hasil yang
positif seperti kesehatan psikologis, kesejahteraan, kepuasan dan fungsi
interpersonal yang positif dan meningkatkan kualitas hidup. Salah satu faktor
yang berkontribusi terhadap hasil yang positif dapat memungkinkan memiliki
orientasi spiritual tentang kehidupan manusia untuk melindungi dari perilaku
yang tidak diinginkan, seperti bertindak dengan cara-cara yang merusak sosial
atau bahkan dapat merusak secara pribadi (dalam Torabi & Javadi, 2013).
Selain itu Bakker (2011), menyatakan bahwa terdapat 2 faktor yang dapat
mempengaruhi work engagement yakni:
1. Job resource
Job resource (sumber daya) diartikan seperti dukungan sosial dari rekan kerja,
umpan balik kinerja, berbagai keterampilan, otonomi, dan kesempatan untuk
mempelajari hal yang positif dengan keterlibatan kerja. Sumber daya pekerjaan
mengacu pada aspek fisik, sosial, atau organisasi dari pekerjaan yang mungkin
akan mengakibatkan a) mengurangi tuntutan pekerjaan dan fisologis yang terkait
dan biaya psikologis, b) fungsional dalam mencapai tujuan kerja, atau c)
mendorong pengembangan diri, belajar, dan perkembangan. Sumber daya kerja
juga dapat memainkan peran motivasi ekstrinsik, karena lingkungan kerja akan
mendorong keinginan untuk mendedikasikan upaya seseorang untuk tugas kerja.
Sumber daya kerja diasumsikan dengan peran waktu motivasi instrinsik karena
20
perkembangan mendorong motivasi karyawan untuk belajar, mengembangkan
diri, dan memacu motivasi.
2. Personal resources
Sumber daya pribadi adalah evaluasi diri yang terkait positif dengan ketahanan
dan mengacu pada perasaan individu dari kemampuan seseorang untuk berhasil
mengendalikan dan berdampak pada lingkungan seseorang (Hobfoll et al., 2003).
Personal resource adalah hal positif untuk memprediksi penetapkan tujuan,
kinerja, motivasi kerja, kepuasan hidup, dan lainnya yang diinginkan. Hal ini
dikarenakan sumber daya individu yang tinggi akan menghasilkan sesuatu yang
lebih positif dan semakin banyak tujuan maka akan tercapai sesuai dengan
harapan individu.
Selain itu, Lockwood (2007) work engagement merupakan konsep yang
kompleks dan dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya adalah:
1. Budaya di tempat kerja
Budaya organisasi ialah suatu organisasi yang memiliki kondisi psikologis kerja
yang penuh makna, memiliki keamanan, serta tersedia berbagai macam sumber
daya yang bisa digunakan, sehingga dapat meningkatkan work engagement pada
karyawan. Diliat itu budaya yang didalamnya memiliki nilai dan misi perusahaan
yang baik, kesejahteraan serta penjaminan kesehatan, kesempatan belajar dan
pengembangan pekerjaannya, imbalan atas pekerjaannya, hingga budaya yang
21
saling menghormati, semua ini juga dapat meningkatkan keterlibatan kerja
karyawan.
2. Komunikasi
Komunikasi merupakan alat manajemen yang penting untuk mendorong
peningkatan work engagement. Strategi komunikasi dapat memberikan dampak
positif terhadap organisasi dengan meningkatkan komunikasi antara atasan dan
bawahan dapat membangun kepercayaan karyawan serta dapat melacak
kekurangan dan mengevaluasi kerja karyawan.
3. Komitmen
Hubungan antar pemimpin dan karyawan merupakan hal penting dalam
meningkatkan work engagement. Karyawan yang percaya terhadap pemimpinnya
memiliki komitmen dan bangga terhadap organisasi. Gaya manajerial menjadi
tolak ukur dalam peningkatan totalitas pada pekerjaannya yang diperlukan oleh
pemimpin untuk menunjukkan komitmen yang kuat, bertanggung jawab,
memiliki kejujuran, serta integeritas, bekerja sama dengan karyawan dalam
pememcahan maslaah dan memiliki gairah untuk sukses dapat meningkatkan
work engagement karyawan.
Federman (2009), menjelaskan bahwa terdapat 2 jenis faktor yang
mengakibatkannya work engagement, faktor tersebut adalah:
22
1. Faktor keterlibatan inti
Faktor keterlibatan pertama adalah faktor inti, Federman mendefinisikan sebagai
faktor primer atau esensial dalam keterlibatan, seperti kebutuhan dasar yang harus
ada bagi karyawan untuk menjadi produktif dalam lingkungan kerja seperti:
Informasi dan pelatihan
Peralatan
Perlengkapan
Kebijakan dan prosedur yang tepat
Kemampuan manajer
Manfaat yang rasional
Imbalan
2. Faktor memperkaya
Faktor memperkaya sangat memotivasi dan menilai jauh lebih untuk mendorong
karyawan, seperti:
Percaya pada apa yang dilakukan karyawan
Percaya bahwa karyawan bekerja untuk organisasi
Merasa bahwa karyawan membuat perubahan
Memiliki rasa percaya
Berpartisipasi dalam budaya yang berpusat pada konsumen
Menikmati lingkungan yang inovatif
Mengalami peluang karir dalam jangka panjang.
23
2.2 Transformational Leadership Style
2.2.1 Definisi transformational leadership style
Bass (1999) mendefinisikan gaya kepemimpinan transformasional adalah pemimpin
yang bergerak mengikuti kepentingan karyawannya dengan kepentingan pribadi
melalui pengaruh ideal (karisma), inspirasi, stimulasi intelektual, atau pertimbangan
individual. Hal ini mengangkat tingkat kematangan karyawan dan cita-cita, serta
kekhawatiran akan prestasi, aktualisasi diri, dan kesejahteraan orang lain, organisasi,
dan masyarakat.
Lebih lanjut, Bass et al. (1999), menjelaskan bahwa kepemimpinan
transformasional adalah pemimpin memberikan motivasi kepada pengikutnya untuk
mencapai kinerja sesuai dengan harapan dengan mengubah sikap, keyakinan dan
nilai-nilai kepatuhan (dalam Rafferty dan Griffin, 2004).
Selain itu, Burns (1978) menggambarkan pemimpin transformasional sebagai
salah satu yang tidak bergerak hanya mengikuti karyawan terhadap hierarki Maslow,
tetapi menggerakkan untuk mengatasi kepentingan diri sendiri, termasuk realisasi diri
sendiri. Lebih lanjut, Williams (1994) menunjukkan bahwa pemimpin
transformasional menampilkan perilaku seseorang lebih seperti altirisme, kesadaran,
dukungan, sopan santun, serta memberiikan karyawan dengan nilai-nilai yang sama
(dalam Bass, 1999).
Burns (1978), menambahkan definiskan kepemimpinan transformasional
sebagi proses yang terjadi ketika satu atau lebih orang terlibat dengan orang lain,
pemimpin dan bawahannya satu sama lain untuk meningkatkan motivasi dan
24
moralitas yang lebih tinggi. Kepemimpinan transformasional memiliki empat
dimensi, yaitu: a) pengaruh ideal, yang berkaitan dengan membangun keyakinan dan
kepercayaan, b) motivasi inspirasional, yang berkaitan dengan memotivasi seluruh
organisasi, c) stimulasi intelektual, yang dapat membangkitkan dan mengubah
kesadaran bawahan atas masalah dan kemampuan karyawan untuk memecahkan
masalah tersebut, d) pertimbangan individu, yang melibatkan menanggapi, kebutuhan
unit spesifik bawahan untuk memastikan individu termasuk dalam proses
transformasional organisasi. Keempat dimensi dapat memungkinkan para pemimpin
untuk berperilaku sebagai teladan yang kuat yang dapat mendorong transformasi
bawahan menjadi individu yang lebih sukses dan produktif (Hay, dalam Taran et al.,
2010).
Moss (2015) juga menjelaskan bahwa kepemimpinan transformasional adalah
pemimpin yang menginspirasi pengikutnya untuk mengejar nilai-nilai bersama dan
nilai-nilai aspirasi yang melampaui kebutuhan yang mementingkan diri sendiri dan
tujuan. Para pemimpin transformasional juga menjalankan dan mengatur emosi,
daripada hanya menerapkan proses rasional, untuk memotivasi orang lain.
Meyer dan Allen (1997), menjelaskan kepemimpinan transformasional sangat
terlihat dan dikenal karena semangat dan energi seorang pemimpin dalam semua
aspek pekerjaannva. Pemimpin menghasikan waktu untuk berkomunikasi dengan
orang lain dan mencari inisiatif yang menambahkan nilai masa depan tim. Pemimpin
transformasional memotivasi dan memberdayakan para bawahannya, sering
25
melampaui tujuan jangka pendek dengan fokus pada tatanan yang lebih tinggi akan
kebutuhan instrinsik (dalam Taran et al., 2010)
Menurut Munandar (2001) kepemimpinan transformasional adalah interaksi
anatara pemimpin dan pengikutnya, manajer dengan bawahannya ditandai oleh
pengaruh pemimpin/manajer untuk mengubah perilaku pengikutnya/bawahannya
menjadi seseorang yang merasa mampu dan bermotivasi tinggi dan berupaya
mencapai prestasi kerja yang tinggi dan bermutu. Pemimpin mengubah bawahannya,
sehingga tujuan kelompok kerjanya dapar dicapai.
Bedasarkan beberapa definisi yang diungkapkan oleh tokoh-tokoh tersebut,
dalam penelitian ini digunakan teori Bass (1999), yang berpendapat bahwa
transformational leadership style adalah pemimpin memberikan motivasi kepada
pengikutnya untuk mencapai kinerja sesuai dengan harapan untuk mengubah sikap,
keyakinan, dan nilai-nilai kepatuhan dalam organisasi.
2.2.2 Dimensi transformational leadership style
Rafferty dan Griffin (2004), mengadopsi pendekatan teoritis yang dilakukan oleh
Podsakoff et al. (1990), juga mengevaluasi subdimensi kepemimpinan
transformasional. Sebagai hasilnya Rafferty dan Griffin memeriksa kembali model
teoritis yang dikembangkan oleh Bass (1985), terdapat 5 subdimensi kepemimpinan
transformasinal yang akan menunjukkan validitas diskriminan dengan hasil satu
dengan yang lainnya. 5 subdimensi tersebut, yaitu:
26
1. Vision
Vision menurut House (1977), yaitu sebagai keadaan ideal yang mewakili nilai
dan ideologis bersama. McClelland (1975), mengemukakan bahwa hasil dari visi
dalam internalisasi yaitu berupa nilai dan tujuan organisasi, yang mendorong
individu untuk mengadopsi perilaku dengan adanya daya tarik dari perilaku itu
sendiri. Dapat disimpulkan bahwa visi adalah gambaran ideal masa depan yang
didasarkan pada nilai-nilai organisasi.
2. Inspirational communication
Downton (1973), mendefinisikan inspirasi sebagai tindakan atau kekuatan
memindahkan kecerdasan atau emosi. Sebaliknya Bass (1985), menyatakan
bahwa para pemimpinan inspirasional menambahkan kualitas afektif terhadap
proses pengaruh melalui penggunaan pembicaraan inspirasi dan daya tarik
emosional. Demikian pula menurut, Yukl (1981), mengemukakan bahwa
inspirasi mengacu pada sejauh mana seorang pemimpin merangsang antusiasme
di antara bawahan untuk kerja kelompok dan mengatakan hal yang membangun
kepercayaan bawahan dalam kemampuan pemimpin untuk melakukan tugas
dengan sukses dan mencapai tujuan kelompok. Rafferty dan Griffin (2004),
menyimpulkan bahwa inspirational communication adalah ekspresi pesan positif
dan menggembirakan tentang organisasi, dan pernyataan yang membangun
motivasi dan kepercayaan diri.
27
3. Supportive leadership
Kepemimpinan suportif adalah aspek kunci dari kepemimpinan yang efektif
(House, 1971). House (1996), mendefinisikan perilaku pemimpin yang
mendukung sebagai perilaku yang diarahkan pada kepuasan bawahan, kebutuhan
dan prefensi, seperti menampilkan kepedulian terhadap bawahan, kesejahteraan
dan menciptakan lingkungan kerja yang ramah dan mendukung secara psikologis.
Rafferty dan Griffin (2004) mendefinisikan supportive leadership adalah
gambaran kekhawatiran para bawahan dan pemimpin memperhitungkan
kebutuhan bawahan tersebut.
4. Intellectual stimulation
Komponen terpenting dalam perkembangan kepemimpinan transformasional
adalah stimulasi intelektual (Lowe et al., 1996). Faktor kepemimpinan ini
mencakup perilaku yang meningkatkan minat bawahan dan kesadaran akan
masalah, dan mengembangkan kemampuan bawahannya untuk berpikir tentang
masalah dengan cara baru (Bass, 1985). Efek stimulasi intelektual terlihat pada
peningkatan kemampuan para bawahan untuk memahami konsep dan
menganalisis masalah dan peningkatan kualitas solusi yang dihasilkan. Faktor
kepemimpinan ini belum menjadi subjek penelitian yang luas, membangun ini
meliputi seperangkat yang lebih fokus dan konsisten dari subdimensi
kepemimpinan transformasional lainnya. Akibatnya definisi stimulasi intelektual
diadopsi oleh Bas (1985), masih dipertahankan. Bedasarkan hasil karya Bass
(1985), mendefinisikan stimulasi intelektual sebagai meningkatkan minat pada
28
karyawan, kesadaran akan masalah, dan meningkatkan kemampuan karyawan
untuk berpikir tentang masalah dengan cara yang baru dengan meningkatkan
kualitas solusi (dalam Rafferty dan Griffin, 2004).
5. Personal recognition
Pada dimensi kelima, Rafferty dan Griffin (2004), mendefinisikan personal
recognition yang berdasarkan pada badan penelitian yang telah menemukan
hubungan yang kuat antara kepemimpinan transaksional dan subdimensi
kepemimpinan transformasional. Bass (1985), mengemukakan bawa pujian untuk
pekerjaan yang dilakukan baik rekomendasi untuk kenaikan gaji dan promsi,
pujian merupakan usaha yang sangat baik yang merupakan contoh perilaku
reward kontigen. Rafferty dan Griffin (2004), pada penelitiannya, mengemukakan
bahwa personal recognition sama halnya dengan aspek reward kontigen yang
konseptual berkaitan dengan kepemimpinan transformational. Personal
recognition terjadi ketika seorang pemimpin menunjukkan bahwa ia menghargai
upaya dan memberikan penghargaan terhadap pencapaian hasil yang konsisten
dengan melalui pujian dan pengakuan dari individu. Maka Rafferty dan Griffin
(2004), mendefinisikan personal recognition yaitu pemberian penghargaan seperti
pujian dan pengakuan dari upaya untuk pencapaian target yang telah ditetapkan
dan pemimpin percaya akan kemampuan karyawan.
29
2.2.3 Pengukuran transformational leadership style
Rafferty dan Griffin (2004), mengembangkan skala ini untuk menilai lima kelompok
perilaku dari kepemimpinan transformasional. Skala ini terdiri dari lima dimensi yang
didasarkan pada teori House (1998) dan Prodsakoff et al. (1990). Analisis faktor
konfirmatori dikonfirmasi dari lima dimensi, yang meliputi visi, komunikasi
inspirasional, stimulasi intelektual, kepemimpinan suportif, dan pengakuan pribadi.
Alpha cronbach untuk subskala berkisar 0.82 – 0.96.
2.3 Spiritual Intelligence
2.3.1 Definisi spiritual intelligence
Noble (2000), menjelaskan kecerdasan spiritual meliputi keterbukaan untuk
pengalaman yang tidak biasa dan beragam dengan berlabel “spiritual”, serta upaya
yang terus-menerus untuk memahami makna dari pengalaman dalam berbagai aspek
kehidupan seseorang dan mengutamakan akan kesadaran (dalam King, 2008).
Sedangkan menurut Wolman (2001), mendefinisikan kecerdasan spiritual
sebagai kapasitas manusia untuk menampilkan tentang makna hidup. Selain itu, untuk
mengalami secara bersamaan hubungan yang seimbang antara individu dan dunia
dimana kita hidup (dalam King, 2008).
Menurut King (2008), mendefinisikan kecerdasan spiritual adalah sekumpulan
kapasitas mental yang berkontribusi terhadap kesadaran, integrasi, dan aplikasi aspek
adaptif, non material, dan transenden keberadaan seseorang yang mengarah kepada
30
hasil seperti refleksi eksistensial yang mendalam, peningkatan makna, pengakuan diri
transenden, dan penguasaan keadaan spiritual.
Selain itu, Vaughan (2002), menjelaskan kecerdasan spiritual berkaitan
dengan kehidupan batin, pikiran, dan jiwa yang berhubungan dengan keberadaan di
dunia. Kecerdasan spiritual menjelaskan kapasitas untuk memahami hal yang
mendalam tentang pertanyaan eksistensial dan tingkat dari kesadaran. Kecerdasan
spiritual juga menunjukkan kesadaran jiwa dasar dari keberasaan atau sebagai
kekuatan dalam hidup yang terus berkembang.
Lebih lanjut, Vaughan (2002), menjelaskan kecerdasan spiritual muncul
sebagai kesadaran yang berkembang menjadi kesadaran yang mendalami materi,
hidup, tubuh pikiran, jiwa dan roh.
Sedangkan Zohar dan Marshall (2000), mejeleaskan bahwa kecerdasan
spiritual (SQ) adalah kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan
makna dan nilai, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam
konteks makna yang luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau
jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain. SQ adalah
landasan yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif. Bahkan, SQ
merupakan kecerdasan tertinggi.
Sedangkan Zohar dan Marshall (2000), mendefinisikan kecerdasan spiritual
adalah kecerdasan yang bertumpu pada bagian dalam diri kita yang berhubungan
dengan kearifan di luar ego, atau jiwa sadar.
31
Lebih lanjut, Zohar dan Marshall (2000), bahwa secara harfiah kecerdasan
spiritual beroperaso dari pusat otak, yaitu dari fungsi-fungsi penyatu otak.
Kecerdasan spiritual mengintegrasi semua kecerdasan kita. Kecerdasan spiritual
menjadikan kita makhluk yang benar-benar utuh secara intelektual, emosi, dan
spiritual.
Bedasarkan beberapa definisi yang diungkapkan oleh tokoh-tokoh tersebut,
dalam penelitian ini digunakan teori King (2008), yang berpendapat bahwa spiritual
intelligence adalah kemampuan untuk memberi makna spiritual terhadap pemikiran,
perilaku, dan mampu menyimbangkan antara kecerdasan intelektual, kecedasan
emosional, dan kecerdasan spiritual secara bersamaan.
2.3.2 Dimensi spiritual intelligence
King dan DeCicco (2009), mengusulkan empat komponen kecerdasan spiritual, yaitu
berpikir kritis eksistensial (critical existential thinking), menghasilkan makna pribadi
(personal meaning production), kesadaran transendental (transcendental awareness),
dan perluasan keadaan sadar (conscious state expansion).
1. Critical existential thinking
Komponen pertama dari kecerdasan spiritual adalah kemampuan untuk secara
memaknai secara kritis mengenai pengalaman yang terjadi, kemudian individu
akan merenungkan kehidupan setelah kematian. Individu merenungkan kekuatan
ang lebih tinggi (Tuhan).
32
Critical existential thinking, dalam deskripsi sederhana mengacu pada
berpikir tentang keberadaan seseorang yang merupakan bagian dari definisi
kecerdasan spiritual. Pemikiran keberadaan secara kritis, gambaran aktif dan
terampil, mengkonsepsikan, menerapkan, menganalisis, mensintesis, dan
mengevaluasi informasi yang dikumpulkan dari atau dihasilkan oleh observasi,
pengalaman, refleksi, penalaran, atau komunikasi. King dan DeCicco
mendefinisikan dimensi kecerdasan spiritual sebagai kemampuan berpikir kritis
tentang masalah keberadaan seperti makna, tujuan, kematian dan lain-lain.
Sedangkan Gardner, menjelaskan pemikiran keberadaan adalah proses terlibat
dengan masalah keberadaan. Oleh karena itu dapat didefinisikan sebagai
keinginan untuk terlibat dengan kepedulian utama dan kapasitas untuk
melaksanakan proses pengambilan makna yang menempatkan diri dalam
kaitannya dengan permasalahan keberadaan seseorang (dalam Tabarsa et al.,
2013).
2. Personal meaning production
Komponen inti kedua didefinisikan sebagai kemampaun untuk membangun
makna pribadi dan tujuan dalam semua pengalaman fisik dan mental, termasuk
untuk membuat dan menguasai tujuan hidup.
Maka King dan DeCicco menyimpulkan personal meaning production adalah
kemampuan untuk membangun makna pribadi dan tujuan dalam semua
pengalaman fisik dan mental, termasuk kemampuan untuk menciptakan dan
menguasai tujuan hidup. Hal ini juga disebut keadaan dimana individu memiliki
33
arah dan tujuan dalam hidup, serta rasa ketertiban dan alasan keberadaan (Tabarsa
et al., 2010).
3. Transcendental awareness
Komponen ketiga dari kecerdasan spiritual yaitu melibatkan kemampuan untuk
melihat dimensi transenden dari diri sendiri, orang lain dan dunia fisik, seperti
nonmaterialism dan keterlikatan. Aspek ini menyajikan kemampuan melampaui
keterbatasan pribadi seseorang yang berhubungan dengan integrasi tujuan
individu dengan yang lebih besar. Selain itu, Tabarsa et al. (2013), kesadaran
transendental juga didefinisikan sebagai kapasitas untuk menerima dimensi diluar
pengertian diri (transcendent self), orang lain, dan dunia fisik (misalnya,
nonmaterialism, yang saling berhubungan) pada waktu normal dan bangun
keadaan kesadaran.
Menurut Zohar (2000) transendensi, adalah pengalaman yang membawa
kita keluar dunia fisik, ke luar pengalaman kita yang biasa, ke luar suka dan duka
kita, ke luar diri kita yang sekarang, ke konteks yang lebih luas.
4. Conscious state expansion
Komponen terakhir dari kecerdasan spiritual adalah kemampuan untuk
memasukan keadaan kesadaran spiritual (kesadaran murni, kesadaran akan alam
semesta, ketuhanan) atas keinginannya sendiri (King dan DeCicco, 2009). Tart
(1975), menabahkan bahwa perluasan keadaan sadar, dapat terjadi bila, selama
keadaan mental yang normal, melibatkan kemampuan untuk mengatasi keadaan
ini dan memasukkan keadaan yang lebih tinggi atau spiritual.
34
King dan DeCicco (dalam Tabarsa et al., 2013), menjelaskan conscious
state expansion melibatkan kemampuan untuk memasukkan keadaan kesadaran
spiritual atas keinginan seseorang. Dia diklasifikasikan keadaan spiritual dalam
tiga jenis kesadaran dengan alam semesta, kesadaran murni dan memasukan
kesadaran. Kesadaran mengacu pada kesadaran urutan seluruh keadaan yang
berjalan disertai rasa keabadian. Keadaan kesadaran yang ia sebut dengan
kesadaran murni, yaitu untuk keadaan batin yang terjaga dengan tidak ada objek
pemikiran atau persepsi. Kesadaran unitive (menyatu) adalah jenis lain, yaitu
pemahaman bahwa semua aspek kehidupan adalah bahan dari kesatuan
keseluruhan.
2.3.3 Pengukuran spiritual intelligence
The Spiritual Intelligence Self-Report Inventory (SISRI). SISRI mengukur kecerdasan
spiritual yang teridiri dari empat aspek, yaitu critical existential thinking (CET),
personal meaning production (PMP), transcendental awareness (TA), dan conscious
state expansion (CSE). Alat ukur ini dibuat oleh David B. King pada tahun 2008.
SISRI terdiri dari 24 item, setelah direvisi sebelumnya. Jumlah semua respon item, 24
item memiliki nilai rata 0-96. Dari masing-masing subskala memiliki nilai rata-rata,
yaitu untuk CET memiliki nilai rata-rata 0 -28, PMP memiliki nilai rata-rata 0-20, TA
memiliki nilai rata-rata 0-28, dan CSE memiliki nilai rata-rata 0-20. Hanya satu item
yang memiliki item unfavourable yaitu, item dari subskala TA pada nomor 6 (King,
35
2008). Dengan menggunaka skala likert yaitu skor 0 yang terendah dan skor 4 yang
tertinggi.
2.4 Kerangka Berpikir
Era globalisasi mendorong perushaan untuk lebih maju kedepan dalam menghadapi
fase globalisasi, seperti usaha perumahsakitan untuk selalu melakukan inovasi-
inovasi manajemen, termasuk inovasi di bidang pelayanan keperawatan sebagai
bagian dari pelayanan kesehatan di rumah sakit. Rumah sakit dituntut pula untuk
meningkatkan kualitas yang dapat menjadi ciri khas rumah sakit sebagai pendongkrak
daya saingnya. Hal ini dikarenakan semakin banyaknya rumah sakit bermunculan
dengan berbagai pelayanan yang dihandalkan sehingga dapat terjadi persaingan antar
rumah sakit, baik rumah sakit pemerintah dan non pemerintah, bahkan rumah sakit
asing atau luar negeri.
Menghadapi persaingan yang semakin berkembang di Indonesia, organisasi
perumahsakitan tidak ingin merugi dalam persaingan, organisasi tidak hanya harus
merekrut perawat yang hanya dilihat dari bakat, tetapi juga harus menginspirasi dan
memungkinkan perawat untuk menerapkan seluruh kemampuannya dalam bekerja.
Selain itu, mereka membutuhkan perawat membutuhkan yang secara psikologis
terkait pada pekerjaannya, yang bersedia dan mampu mengembangkan diri
sepenuhnya dalam perannya sebagai perawat, menjadi lebih proaktif, dan inisiatif,
dan berkomitmen pada standar kerja tinggi. Work engagement menjadi salah satu hal
yang penting untuk diperhatikan oleh organisasi, perawat yang totalitas bekerja (work
36
engagement) akan menguntungkan pihak organisasi, hal ini dikarenakan perawat
yang total dalam bekerja akan bertahan pada organisasi tersebut.
Perawat yang engaged ditandai dengan energi dan semangat yang tinggi saat
bekerja, dapat bertahan dalam menghadapi kesulitan pada saat bekerja, dan perawat
melakukan pekerjaan sebagai suatu yang menyenangkan sehingga lupa waktu pada
saat melakukan pekerjaan. Ketika perawat merasa lelah dengan beban kerja yang
menghadapinya, mereka mengasosiasikan kelelahan mereka sebagai suatu yang
positif.
Banyak faktor yang mempengaruhi work engagement yaitu faktor eksternal
dan internal individu, peneliti berfokus pada dua faktor yaitu, transformational
leadership style dan spiritual intelligence yang mana keduanya mempengaruhi work
engagement pada perawat. Faktor eksternal yang mempengaruhi work engagement
salah satunya adalah transformational leadership style adalah kemampuan pemimpin
untuk memberikan motivasi kepada pengikutnya untuk mencapai kinerja sesuai
dengan harapan dapat mengubah sikap, keyakinan, dan nilai-nilai kepatuhan dalam
organisasi. Terdapat beberapa penelitian yang menjelaskan bahwa pemimpin dengan
gaya kepemimpinan transformasional akan membangun hubungan baik kepada
bawahannya, kemudian dengan begitu totalitas dalam bekerja akan meningkat.
Transformational leadership style memiliki lima dimensi yaitu, vision, inspirational
communication, supportive leadership, intellectual stimulation dan personal
recognition.
37
Variabel vision adalah gambaran ideal masa depan yang didasarkan pada nilai
organisasi. Seorang pemimpin dalam keperawatn diharuskan untuk mampu
menjelaskan tujuan dan menumbuhkan nilai organisasi kepada bawahannya. Hal ini
dikarenakan apabila pemimpin keperawatan telah mampu menjelaskan dan
mendorong perawat untuk bekerja sesuai dengan gambaran masa depan organisasi.
Perawat dan pemimpin keperawatan akan memahami dan bekerja sama untuk
mencapai gambaran masa depan organisasi tersbut, sehingga adanya semangat yang
dikeluarkan antara pemimpin dan bawahan, dengan kata lain perawat akan bekerja
secara total (work engagement).
Selanjutnya variabel inspirational communication, dengan adanya pesan
positif yang dapat membahagiakan, memotivasi, dan kepercayaan diri terhadap
perawat, dengan pemimpin keperawatan bersikap seperti itu sudah pasti para perawat
akan terpacu untuk bekerja secara total (work engagement) dan mengeluarkan energi
yang tinggi pada saat bekerja. Sebaliknya apabila pemimpin mengatakan hal yang
negatif terhadap bawahannya, maka yang terjadi perawat bekerja mengeluarkan
energi rendah dan hilangnya semangat pada saat bekerja, ini termasuk variabel yang
cukup penting untuk dimiliki oleh seorang pemimpin keperawatan.
Variabel supportive leadership, pemimpin keperawatan memperhitungkan
kepuasan dan kebutuhan bawahan seperti, adanya rasa kepedulian, kesejahteraan dan
menciptakan lingkungan kerja yang ramah dan mendukung secara psikologis.
Kepuasan dan kebutuhan bawahan perawat sudah terpenuhi maka secara psikologis
bawahan akan semangat untuk bekerja karena pemimpin mereka dapat memenuhi
38
kekhawatiran akan kebutuhannya. Hal tersebut akan menyebabkan perawat bekerja
secara totalitas.
Variabel intellectual stimulation, pada variabel ini pemimpin keperawatan
dapat meningkatkan kemampuan perawat untuk berpikir tentang menyelesaikan
masalah dengan cara yang baru. Apabila hal tersebut selalu pemimpin terapkan dalam
bekerja, maka ketika ada permasalahan yang menghampiri organisasi ataupun
perawat secara individu, mereka dapat menyelesaikan berbagai permasalahan yang
berbeda dengan cara yang baru. Ketika hal ini sudah diterapkan oleh kepemimpinan
perawat dan perawat menerapkan hal tersebut, maka mereka dapat bertahan dalam
menghadapi kesulitan pada saat bekerja dan mengasosiasikan tekanan kerja dengan
hal yang positif, hal tersebut adalah karakteristik dari perawat yang bekerja secara
totalitas (work engagement).
Variabel yang terakhir dari transformational leadership style adalah personal
recognition. Pemimpin memberikan reward kontigen berupa pujian dan pengakuan,
ketika perawat telah pencapaian target yang telah ditetapkan organisasi. Hal ini
menjadi suatu hal yang cukup penting yang harus pemimpin keperawatan berikan.
Reward kontigen memainkan peran psikologis perawat ketika perawat sudah
melakukan pekerjaan sesuai dengan target yang telah ditentukan dan pemimpin
keperawatan memberikan pujian dan pengakuan atas kerja kerasnya, perawat akan
merasa dihargai dengan kerja keras yang mereka lakukan sehingga perawat menjadi
lebih semangat lagi dalam bekerja dan selalu ingin memberikan totalitasnya pada
pekerjaannya.
39
Selanjutnya faktor internal yang mempengaruhi work engagement adalah
spiritual intelligence. Spiritual intelligence adalah kemampuan untuk memberikan
makna spiritual terhadap pemikiran, perilaku, dan mampu menyeimbangkan antara
kecerdasan intelektual, kecerdasan emosi, dan kecerdasan secara persamaan. Terdapat
penelitian yang menjelaskan bahwa perawat akan rentan terhadap stress, dengan
adanya kecerdasan spiritual sebagai metode untuk terhindar dari stress. Perawat yang
memiliki kecerdasan spiritual, mereka mampu untuk tetap fokus dalam menghadapi
berbagai macam masalah sehingga mereka menganggap masalah tersebut adalah
suatu hal yang biasa dalam kehidupan. Hal tersebut yang membuat perawat akan terus
bersemangat dalam bekerja pada perawat sehingga work engagement akan tercipta
dalam suatu pekerjaan.
Menurut King dan DeCicco (2009), spiritual intelligence memiliki empat
dimensi yaitu, critical existential thinking, personal meaning production,
transcendental awareness, dan conscious state expansion. Pada variabel critical
existential thinking, kemampuan individu untuk meciptakan makna pribadi
bedasarkan pemahaman yang mendalam tentang keberadaan. Pekerjaan akan menjadi
sesuatu yang lebih penting dalam kehidupannya dan salah satu tujuan dalam
hidupnya. Sehingga makna yang tertanam di dalam dirinya mengenai pekerjaan ini
akan menimbulkan semangat dalam bekerja yang akan membuat perawat totalitas
dalam bekerja. Sebaliknya, apabila perawat tidak memaknai pekerjaannya maka
perawat kurang bersemangat dalam bekerja dengan kata lain kurang total dalam
bekerja.
40
Variabel personal meaning production, perawat yang memiliki kemampuan
untuk membangun makna pribadi dan tujuan hidup bedasarkan pengalaman fisik dan
mental. Adanya tujuan sebagai arah dalam memaknai kehidupan perawat mengenai
pekerjaan. Pengalaman fisik dan mental yang telah diperoleh dari pekerjaannya
sebagai perawat akan membangun makna pribadi dalam diri perawat. Bekerja adalah
salah satu tujuan untuk bertahan hidup, dengan mengacu pada tujuan tersebut perawat
akan memiliki energi dan semangat yang tinggi untuk bekerja, artinya perawat akan
selalu bekerja secara totalitas. Sebaliknya, apabila perawat bekerja bukanlah salah
satu dari tujuan hidupnya maka akan menghasilkan energi dan semangat yang rendah
sehingga tidak totalitas dalam bekerja (work engagement).
Selanjutnya variabel transcendental awareness, perawat memiliki kesadaran
untuk menerima dimensi dan memiliki tujuan yang lebih besar (transenden) dari diri,
orang lain, dan dunia fisik. Pada hal ini, pekerjaan sebagai perawat memiliki tujuan
dan tanggung jawab yang besar terhadap sesama manusia dan Tuhan. Ketika hal
tersebut sebagai acuan dalam hidupnya dengan begitu mereka memiliki semangat
untuk bekerja dengan sebaik-baiknya, dengan kata lain perawat akan bekerja secara
totalitas.
Variabel terakhir adalah conscious state expansion, kemampuan untuk
memasukkan keadaan spiritual (keadaan murni, keadaan akan alam semesta, dan ke-
Tuhanan) atas keinginan sendiri. Perawat yang mampu memasukkan ketiga keadaan
tersebut sesuai dengan keinginan sendiri, maka dapat menjaga batin dengan tidak ada
pemikiran dari orang lain, aspek dari kehidupan adalah aspek dari kesatuan, dan
41
percaya akan adanya Tuhan tanpa dipengaruhi oleh orang lain. Apabila perawat telah
memasuki semua kesadaran tersebut maka kecerdasan spiritual bisa bermafaat untuk
kelangsungan hidupnya termasuk pada pekerjaannya, dengan begitu akan lebih fokus
dan semangat dalam bekerja.
Transformational leadership style dan spiritual intelligence sangat diperlukan
untuk membentuk perilaku dan mental perawat dalam bekerja. Transformational
leadership style banyak membantu perawat untuk bekerja secara totalitas. Gaya
kepemimpinan ini sebagai motivasi yang diberikan oleh pemimpinan dengan
memposisikan dirinya sebagai tim bukan sebagai pemimpin pada saat bekerja, hal ini
yang membuat perawat tidak ada batasan antara pemimpin dengan bawahan sehingga
bekerja dengan tidak ada perasaan tertekan. Selain itu, perawat yang memiliki
spiritual intelligence yang baik akan mempengaruhi ketahanan mental perawat.
Perawat rentan terhadap stress karena memiliki tekanan yang tinggi terhadap
pekerjaannya, yang diharuskan selalu berinteraksi dengan pasien dengan berbagai
macam penyakit dan adanya tugas malam pada saat bekerja. Spiritual intelligence
dapat sebagai media agar perawat terhindar dari stress dan tekanan yang datang pada
dirinya pada saat bekerja. Hubungan antara masing-masing independent variable
terhadap dependent variable dapat dijelaskan pada skema 2.1 berikut:
42
Gambar 2.1 Kerangka berpikir penelitian
2.5 Hipotesis Penenlitian
Bedasarkan kerangka berpikir yang sudah dijelaskan di atas, maka dirumuskan
hipotesis penelitian sebagai berikut:
Hipotesis major:
Terdapat pengaruh signifikan antara variable transformational leadership style dan
spiritual intelligence terhadap work engagement pada perawat.
Hipotesis minor:
H1: Terdapat pengaruh signifikan variabel vision terhadap work engagement pada
perawat.
43
H2: Terdapat pengaruh signifikan variabel inspirational communication terhadap
work engagement pada perawat.
H3: Terdapat pengaruh signifikan variabel supportive leadership terhadap work
engagement pada perawat.
H4: Terdapat pengaruh signifikan variabel intellectual stimulation terhadap work
engagement pada perawat.
H5: Terdapat pengaruh signifikan variabel personal recognition terhadap work
engagement pada perawat.
H6: Terdapat pengaruh signifikan variabel critical existential thinking terhadapa
work engagement pada perawat.
H7: Terdapat pengaruh signifikan variabel personal meaning production terhadap
work engagement pada perawat.
H8: Terdapat pengaruh signifikan variabel transcendental awareness terhadap
work engagement pada perawat.
H9: Terdapat pengaruh signifikan variabel conscious state expansion terhadap
work engagement pada perawat.
44
BAB 3
METODE PENELITIAN
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai populasi dan sampel, variabel penelitian,
definisi operasional setiap variabel, instrument pengumpulan data, uji validitas
konstruk dan teknik analisis data.
3.1 Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel
3.1.1 Populasi dan sampel penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah perawat yang bekerja di rumah sakit Pusat
Pertamina (RSPP) Jakarta, khususnya bagian perawat umum di Jl. Kyai Maja No. 43,
Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Pada profile RSPP (http://www.rspp.co.id) staf
perawat kesehatan terlatih yang dimiliki oleh rumah sakit tersebut berjumlah 569
orang. Peneliti mengambil sampel pada tanggal 17 - 23 Desember 2014, dengan
mempertimbangkan pada kenyataan akan besarnya jumlah populasi yang akan diteliti
dan adanya berbagai keterbatasan dalam pelaksaan penelitian, dari 230 kuisioner
yang disebar di tempat penelitian hanya 199 kuisioner yang dikembalikan dan sisnya
31 kuisioner tidak dikembalikan. Hal ini dikarenakan pada saat pengambilan
kuisioner subjek belum mengisi atau lupa mengumpulkan saat pengambilan sehingga
199 kuisioner dan secara keseluruhan dapat digunakan untuk melanjutkan penelitian
ini . Adapun kriteria sampel yang yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
Masa kerja ≥ 1 tahun di Rumah Sakit Pusat Pertamina.
45
Perawat dengan status karyawan tetap dan calon karyawan tetap di Rumah
Sakit Pusat Pertamin di Jakarta.
3.1.2 Teknik pengambilan sampel
Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah non-probability sampling.
Dimana setiap individu dalam populasi tidak memiliki peluang yang sama untuk
terpilih menjadi sampel penelitian karena peneliti memilih sampel bedasarkan
karakteristik yang sudah ditetapkan. Selain itu, beberapa kendala mengapa peneliti
tidak menggunkan teknik non-probability sampling dikarenakan masalah efektivitas
(waktu, jarak, tenaga) dan efisiensi.
3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
3.2.1 Variabel penelitian
Dalam penelitian ini secara keseluruhan memiliki Sembilan variabel yang terdiri dari
Sembilan variabel bebas atau independent variabel (IV) dan satu variabel terikat atau
dependent variabel (DV). Adapun Sembilan variabel (IV) sebagai beriku:
1. Transformational Leadership Style
a. Vision (X1)
b. Inspirational communication (X2)
c. Intellectual stimulation (X3)
d. Supportive leadership (X4)
e. Personal recognition (X5)
46
2. Spiritual Intelligence
a. Critical existential thinking (X6)
b. Personal meaning production (X7)
c. Transcendental awareness (X8)
d. Conscious state expansion (X9)
Sedangkan yang menjadi variabel terikat atau dependent variabel (DV) yaitu
work engagement
3.2.2 Definisi operasional variabel penelitian
Dependent variabel (outcome variable) dalam penelitian ini adalah work engagement
pada perawat, sedangkan variabel lainnya merupakan variabel independent (predictor
variable). Adapun definisi operasional dari variabel-variabel penelitian tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Work engagement
Work engagement adalah konstruk motivasional yang didefinisikan sebagai
keadaan positif, terpenuhi, yang berhubungan dengan pikiran dalam bekerja
(Schaufeli, 2001, dalam Bakker, 2003), diukur dengan skala utrecht work
engagement scale (UWES) dengan 3 dimensi:
a. Vigor adalah energi dan daya tahan yang tinggi, tidak mudah lelah, dan
adanya niat untuk berusaha dalam menghadapi kesulitan.
47
b. Dedication adalah adanya perasaan merasa penting, adanya antusiasme dan
bangga dengan pekerjaannya, serta terinspirasi dan tertantang dengan suatu
pekerjaan.
c. Absorption adalah merasa bahwa waktu berlalu dengan cepat, adanya
perasaan yang bahagia dan mengasyikan dalam melakukan pekerjaan, serta
adanya kesulitan memisahkan diri dengan pekerjaannya.
2. Transformational ladership style
Transformational leadership style adalah pemimpin memberikan motivasi kepada
pengikutnya untuk mencapai kinerja sesuai dengan harapan dapat mengubah
sikap, keyakinan dan nilai-nilai kepatuhan dalam organisasi (Bass, 1999), yang
diukur dengan skala transformational leadership style bedasarkan teori yang
dikembangkan oleh Rafferty dan Griffin dengan 5 dimensi, yaitu:
a. Vision. Yaitu gambaran ideal masa depan yang didasarkan pada nilai-nilai
organisasi.
b. Inspirational communication. Yaitu gambaran pesan positif yang sifat
kegembiraan tentang organisasi dan pernyataan yang membangun motivasi
dan kepercayaan diri.
c. Supportive leadership. Yaitu gambaran kekhawatiran para karyawan dan
pemimpin, dari hal tersebut pemimpin memperhitungkan kebutuhan karyawan
tersebut.
48
d. Intellectual stimulation. Yaitu pemimpin dapat meningkatkan minat
karyawan, dan kesadaran akan masalah, dan meningkatkan kemampuan
karyawan untuk berpikir bagaimana menyelesaikan masalah dengan cara yang
baru.
e. Personal Recognition. Yaitu pemberian penghargaan seperti pujian dan
pengakuan yang berupaya untuk mencapai target yang telah ditetapkan oleh
organisasi.
3. Spiritual intelligence
Spiritual intelligence adalah kemampuan untuk memberikan makna spiritual
terhadap pemikiran, perilaku, dan mampu menyeimbangkan antara kecerdasam
intelektual, kecerdasan emosi, dan kecerdasan spiritual secara bersamaan (King,
2008), yang diukur dengan skala the spiritual intelligence self-report inventory
(SISRI), dengan 4 dimensi, yaitu
a. Critical exixtential thinking. Yaitu kemampuan berpikir kritis tentang masalah
keberadaan seperti makna, tujuan, kematian dan lain-lain.
b. Personal meaning production. Yaitu keadaan dimana individu memiliki arah
dan tujuan dalam hidup.
c. Transcendental awareness. Yaitu kapasitas untuk menerima dimensi diluar
pengertian diri, orang lain, dan dunia fisik (non-material yang saling
berhubungan) pada keadaan sadar.
49
d. Conscious state expansion. Yaitu melibatkan kemampuan untuk memasukaan
keadaan kesadaran spiritual atas keinginan seseorang, dengan
mengklasifikasikan keadaan spiritual dalam 3 jenis yaitu, kesadaran unitive,
yaitu melibatkan aspek kehidupan menjadi kesatuan. Kemudian kesadaran
murni, yaitu, keadaan batin yang terjaga dengan tidak melibatkan objek
pemikiran, dan kesadaran alam semesta yang bersifat keabadian.
3.3 Pengumpulan Data
3.3.1 Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara
membagikan secara langsung skala penelitian kepada responden yang menjadi
sampel penelitian yaitu individu yang berkerja sebagai perawat di rumah sakit Pusat
Pertamina (RSPP). Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala Likert,
yaitu suatu himpunan butir pernyataan sikap yang semuanya dianggap kira-kira sama
dengan “nilai sikap”, subjek merespon tiap butir dengan menggunakan taraf sesuai
(favorable) atau tidak sesuai (unfavorable) terhadapnya. Skor untuk tiap butir yang
terdapat dalam skala kemudian dijumlahkan atau dijumlahkan rata-rata untuk
mendapatkan skor sikap individu (Kerlinger, 1993). Pernyataan (item) dalam skala
model Likert terdiri dari pernyataan positif dan negatif.
Penelitian ini menggunakan instrument berupa skala sikap dimana partisipan
diminta merespon pernyataan dengan memilih pilihan tertentu dalam bentuk check
50
list (√) pada salah satu alternative jawaban. Bobot skor nilai untuk skala work
engagement, transformational leadership style, dan spiritual intelligence yang
berisfat favorable mulai dari rentang 1 sampai 4, yaitu dari sangat tidak sesuai
mendapat kan skor 1 (skala 1) sampai sangat sesuai mendapatkan skor 4 (skala 4),
sedangkan untuk pernyataan yang bersifat unfavorable mulai dari rentang 1 sampai 4,
yaitu dari sangat sesuai mendapatkan skor 1 (skala 1) sampai sangat tidak sesuai
mendapatkan skor 4 (skala 4).
3.3.2 Instrumen pengumpulan data
Instrumen dalam penelitian ini menggunakan tiga instrument penelitian, yaitu
instrument work engagement, transformational leadership style dan spiritual
intelligence. Adapun alat ukur tersebut adalah:
1. Skala work engagement
Work engagement diukur dengan 17 item dimana hasil adaptasi dari skala Utrecht
Work Engagement Scale (UWES) yang sebelumnya sudah beberapa kali direvisi
oleh pembuatnya (diambil dari jurnal Wilmar Schaufeli dan Arnold Bakker tahun
2003 yang berjudul Utrecht Work Engagement Scale Premilinary Manual, vesion
1). Skala ini merupakan inventori yang menggunakan Skala Likert. Skala yang
mengukur work engagement ini terdiri dari 6 item mengukur dimensi vigor, 5
item mengukur dedication, dan 6 item mengukur absorption. Pada skala ini
responden diminta merespon pernyataan dengan memilih satu dari empat pilihan
51
jawaban mulai dari Sangat Sesuai (4), Sesuai (3), Tidak Sesuai (2), Sangat Tidak
Sesuai (1).
Tabel 3.1
Blue print Skala Work Engagement
No. Dimensi Indikator Nomor Jml Pernyataan
Fav Unfav
1 Vigor Energi dan daya tahan yang tinggi 1, 2 2 item Saat bekerja
saya merasa
penuh
energi.
Tidak mudah lelah 3 1 item
Adanya niat untuk berusaha dalam
menghadapi kesulitan
4, 5, 6 3 item
2 Dedication Perawat merasa sangat penting 7 1 item Saya merasa
pekerjaan ini
penuh
dengan
makna
Antusias dan bangga dengan
pekerjaan
8, 10 2 item
Terinspirasi dan tertantang oleh
suatu pekerjaan
9, 11 2 item
3 Absorption Waktu berlalu dengan cepat dan
melupakan segalanya yang ada
disekitarnya
12, 13 2 item Waktu tidak
terasa telah
berlalu
ketika saya
bekerja . Bahagia dan larut dalam
pekerjaannya
14,
15, 16 3 item
Kesulitan memisahkan diri dari
pekerjaan
17 1 item
2. Skala transformational leadership style
Transformational leadership style diukur dengan 30 item dimana 15 item
merupakan hasil adaptasi skala transformational leadership style dengan teori
yang dikembangkan oleh Rafferty dan Griffin (dengan judul jurnal Dimensions of
transformational leadership: Conceptual and empirical extensions tahun 2004),
sedangkan 15 item sisanya merupakan item yang dibuat oleh peneliti. Skala ini
merupakan inventori yang menggunakan Skala Likert. Skala yang mengukur
transformational leadership style ini terdiri dari 6 item mengukur vision, 6 item
mengukur inspirational communication, 6 item mengukur intellectual
stimulation, 6 item mengukur supportive leadership, dan 6 item mengukur
52
personal recognition. Pada skala ini responden diminta merespon pernyataan
dengan memilih satu dari empat pilihan jawaban mulai dari Sangat Sesuai (4),
Sesuai (3), Tidak Sesuai (2), Sangat Tidak Sesuai (1).
Tabel 3.2
Blue print Skala Transformational Leadership Style No. Dimensi Indikator Nomor Jml Pernyataan
Fav Unfav 1 Vision Ekspresi gambaran masa
depan
1, 4 2 item Atasan saya
mempunyai
pemahaman atas
tujuan yang dituju. pemimpin memiliki nilai-
nilai organisasi
2, 5, 6 3 4 item
2 Inspirational
communication
Adanya pesan positif yang
dapat membangun motivasi
7, 8, 10 3 iten Atasan saya
mengatakan hal
positif mengenai
unit kerja Membangun kepercayaan
diri.
9, 11, 12 3 item
3 Intellectual
stimulation
Dapat memecahkan masalah
dengan cara yang baru.
13 1 item Atasan saya
mengedepankan
kemampuan
karyawannya
dalam mencapai
tujuan bersama
Kesadaran akan masalah. 14, 15 2 item
Menganalisis masalah dan
meningkatkan kualitas solusi.
16, 17,
18 3 item
4 Supportive
leadership
Memperhatikan kebutuhan
perawat.
19, 20 2 item Atasan saya
menyadari
perasaan individu
sebelum bertindak. Kekhawatiran akan
kebutuhan perawat.
21 1 item
Menciptakan lingkungan
kerja yang ramah dan
mendukung secara
psikologis.
22, 23,
24 3 item
5 Personal
recognition
Memberi penghargaan
(pujian) untuk mecapai
target.
25, 26,
28, 29 4 item Atasan saya
mengakui
peningkatan
kualitas
karyawannya. Percaya akan kemampuan
karyawan.
27, 30 2 item
3. Skala Spiritual Intelligence
Spiritual intelligence diukur dengan dua puluh empat item dimana item tersebut
merupakan hasil adaptasi skala spiritual intelligence David B. King (2008). Skala
ini merupakan inventori yang menggunakan Skala Likert. Skala yang mengukur
53
spiritual intelligence ini terdiri dari 7 item mengukur critical exsistential thinking,
5 item mengukur personal meaning production, 7 item mengukur transcendental
awareness, dan 5 item mengukur conscious state expansion. Pada skala ini
responden diminta merespon pernyataan dengan memilih satu dari empat pilihan
jawaban mulai dari Sangat Sesuai (4), Sesuai (3), Tidak Sesuai (2), Sangat Tidak
Sesuai (1).
Tabel 3.3
Blue print Skala Spiritual Intelligence No. Dimensi Indikator Nomor Jml Pernyataan
Fav Unfav 1 Critical
Existential
Thinking
Menganalisis pengalaman yang
terjadi
1, 2, 13,
17 4 item Saya
memikirkan
keadaan yang
nyata Merenungkan kehidupan setelah
kematian
5, 9 2 item
Merenungkan kekuatan yang lebih
tinggi (Tuhan).
21 1 item
2 Personal
meaning
production
Memiliki arah tujuan hidup 7, 11,
19 3 item Saya dapat
mendefinisikan
tujuan dalam
kehidupan ini. Memaknai suatu kejadian yang
terjadi
15, 23 2 item
3 Transcendental
awareness
Melibatkan diri sendiri untuk
menerima dimensi dari luar dirinya
2, 14,
18, 22
6 5 item Saya
menyadari
akan aspek non
fisik dalam
kehidupan.
Melibatkan orang lain untuk
menerima dimensi diluar dirinya
10, 20 2 item
4 Conscious state
expansion
Kesadaran akan alam semesta 8 1 item Saya dapat
mengendalikan
diri ketika
memasuki
kesadaran.
kedasaran murni 14, 12 2 item
Kesadaran Unitive 16, 24 2 item
3.4 Uji Validitas Konstruk
Untuk menguji validitas alat ukur dalam penelitian ini, peneliti menggunakan
Confirmatory Factor Analysis (CFA) dengan software Lisrel 8.70 adapun langkah-
54
langkah yang dilakukan untuk mendapat criteria hasil CFA yang baik (Umar, 2012)
yaitu:
1. Dilakukan uji CFA dengan model satu factor dan dilihat Chi-Square yang
dihasilkan. Jika nilai Chi-Square tidak signifikan (p > 0.05) berarti semua item
hanya mengukur satu faktor saja. Namun jika Chi-Square signifikan (p < 0.05),
maka perlu dilakukan modifikasi terhadap model pengukuran yang diuji sesuai
langkah kedua berikut ini.
2. Jika Chi-Square signifikan (p < 0,05), maka dilakukan moodifikasi model
pengukuran dengan cara membebaskan parameter berupa korelasi kesalahan
pengukuran. Ini terjadi ketika suatu item selain mengukur konstruk yang ingin
diukur, item tersebut juga mengukur hal yang lain (mengukur lebih dari satu
konstruk atau multidimensional), jika setelah beberapa kesalah pengukuran
dibebaskan untuk saling berkorelasi dan akirnya diperoleh model yang fit, maka
model terakhir inilah yang akan digunakan pada langkah selanjutnya.
3. Jika telah diperoleh model yang fit, maka dilakukan analisis item dengan melihat
apakah muatan faktor item tersebut signifikan dan mempunyai koefisisen positif.
Untuk melihat signifikan dan mempunyai koefisisen positif. Untuk melihat
signifikan tidaknya item tersebut mengukur faktornya, digunakan t-test terhadap
koefisien muatan faktor item. Jika t > 1.96 (absolut), maka item tersebut
signifikan dan tidak akan di-drop, begitupun sebaliknya.
55
4. Setelah itu dilihat apakah ada item yang muatan faktor negatif. Dalam hal ini, jika
ada pernyataan negatif, maka ketika dilakukan skoring terhadap item, arah
skoringnya diubah menjadi positif. Jika setelah diubah arah skoringnya masih
terdapat item bermuatan negarif, maka item tersebut akan di-drop.
5. Apabila kesalahan pengukurannya berkorelasi terlalu banyak dengan kesalahan
pengukuran pada item lain, maka item seperti ini pun dapat di-drop karena
bersifat multidimensi yang sangat kompleks.
Untuk kemudahan di dalam penafsiran hasil analisis maka penulis
mentransformasikan faktor skor yang diukur dalam skala baku (Z score) menjadi
T score yang memiliki mean = 50 dan standard deviasi (SD) = 10 sehingga tidak
ada respon yang mendapat skor negatif.
Adapun rumus T score adalah
T score = (10 x factor score) + 50
Adapun pengujian analisis CFA seperti ini dilakukan dengan menggunakan
software LISREL 8.7. Uji validitas tiap alat ukur akan dipaparkan pada sub bab
berikut.
3.4.1 Uji validitas konstruk work engagement
Langkah pertama peneliti menganalisis apakah 17 item yang ada bersifat
unidimensional, artinya benar-benar hanya mengukur work engagement pada
perawat. Dari hasil CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit
dengan chi-square = 836.78, df = 119, P-value = 0.0000, RMSEA = 0.175. Oleh
56
karena itu, dilakukan modifikasi terhadap model. Dimana kesalahan pengukuran pada
beberapa item dibebaskan berkolerasi satu sama lainnya. Setelah dilakukan 49 kali
pembebasan item, diperoleh model fit dengan chi-square = 89.21, df = 70, P-value =
0.06054, RMSEA = 0.037. Nilai chi-square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak
signifikan), yang artinya model bersifat satu faktor (unidimensional) dimana seluruh
item mengukur satu faktor saja yaitu work engagement pada perawat.
Selanjutnya dilihat apakah item tersebut mengukur faktor yang hendak diukur
secara signifikan atau tidak. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian hipotesis nihil
tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat
T-Value bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada table berikut.
Tabel 3.4
Muatan Faktor Item work engagement No. Item Lambda Error T-Value Signifikan
1 0.62 0.07 9.1 √
2 0.71 0.07 10.86 √
3 0.68 0.07 10.21 √
4 0.36 0.07 4.89 √
5 0.59 0.07 8.8 √
6 0.68 0.07 10.05 √
7 0.836 0.06 13.73 √
8 0.96 0.06 16.03 √
9 0.92 0.06 15.56 √
10 0.75 0.07 11.4 √
11 0.74 0.06 11.35 √
12 0.78 0.07 11.75 √
13 -0.16 0.07 -2.22 X
14 0.65 0.07 9.24 √
15 0.75 0.07 11.28 √
16 0.31 0.07 4.3 √
17 0.33 0.07 4.55 √
Keterangan : tanda √ = signifikan (t > 1.96). X = tidak signifikan
Dari tabel 3.6, bedasarkan pada muatan faktor (lambda) dan t-value, hanya item 13
yang dikatakan tidak signifikan (t < 1.96) dan tidak valid, sedangkan item yang
57
lainnya dikatakan signifikan (t > 1.96) dan valid. Dengan demikian, hanya item 13
yang akan didrop dan tidak ikut dianalisis dalam perhitungan faktor skor.
3.4.2 Uji validitas konstruk transformational leadership style
1. Vision
Langkah pertama peneliti menganalisis apakah 6 item yang ada bersifat
unidimensional, artinya benar-benar hanya mengukur faktor vision. Dari hasil analisis
CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan chi-square
= 119.94, df = 9, P-value = 0.00000, RMSEA = 0.250. Oleh karena itu, dilakukan
modifikasi terhdap model. Dimana kesalah pengukuran pada beberapa item
dibebaskan berkolerasi satu sama lainnya. Setelah dikakukan 6 kali pembebasan item,
diperoleh model fit dengan chi-square = 1.10, df = 3, P-value = 0.77785, RMSEA =
0.000. Nilai chi-square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya
model bersifat satu faktor (unidimensional) dimana seluruh item mengukur satu
faktor saja yaitu faktor vision.
Selanjutnya dilihat apakah item tersebut mengukur faktor yang hendak diukur
secara signifikan atau tidak. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian hipotesis nihil
tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat T-
Value bagi setiap koefisien muatan faktor pada tabel berikut.
58
Tabel 3.5
Muatan Faktor Item vision No. Item
Lamda Error T-Value Signifikan
1 0.88 0.06 15.66 √
2 0.52 0.09 6.02 √
3 0.54 0.06 8.42 √
4 0.37 0.07 5.58 √
5 0.89 0.06 16.06 √
6 1 0.05 19.78 √
Keterangan : tanda √ = signifikan ( t > 1.96), X = tidak signifikan
Dari tabel 3.5, bedasarkan pada muatan faktor (lambda) dan t-value, setiap item
dikatakan signifikan (t > 1.96) dan valid. Dengan demikian, bobot nilai pada semua
item akan ikut dianalisis dalam penghitungan faktor skor.
2. Inspirational communication
Langkah pertama peneliti menganalisis apakah 6 item yang ada bersifat
unidimensional, artinya benar-benar hanya mengukur faktor inspirational
communication. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor,
ternyata tidak fit, dengan chi-square = 93.77, df = 9, P-value = 0.00000, RMSEA =
0.218. Oleh karena itu, dilakukan modifikasi terhadap model. Dimana kesalahan
pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkolerasi satu sama lainnya. Setelah
dikakukan 6 kali pembebasan item, diperoleh model fit dengan chi-square = 0.73, df
= 3, P-value = 0.86670, RMSEA = 0.000. Nilai chi-square menghasilkan P-value >
0.05 (tidak signifikan), yang artinya model bersifat satu faktor (unidimensional)
dimana seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu fakto inspirational
communication.
59
Selanjutnya dilihat apakah item tersebut mengukur faktor yang hendak diukur
secara signifikan atau tidak. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian hipotesis nihil
tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat
T-Value bagi setiap koefisien muatan faktor pada table berikut.
Tabel 3.6
Muatan Faktor Item Inspirational Communication No. Item
Lambda Error T-Value Signifikan
7 0.87 0.06 14.01 √
8 0.89 0.06 14.48 √
9 0.83 0.07 12.7 √
10 0.87 0.06 14.14 √
11 0.95 0.06 15.76 √
12 0.96 0.06 16.41 √
Keterangan : tanda √ = signifikan ( t > 1.96), X = tidak signifikan
Dari tabel 3.6, bedasarkan pada muatan faktor (lambda) dan T-value, setiap
item dikatakan signifikan (t > 1.96) dan valid. Dengan demikian, bobot nilai pada
semua item akan ikut dianalisis dalam penghitungan faktor skor.
3. Intellectual stimulation
Langkah pertama peneliti menganalisis apakah 6 item yang ada bersifat
unidimensional, artinya benar-benar hanya mengukur faktor intellectual stimulation.
Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit,
dengan chi-square = 281.79, df = 9, P-value = 0.00000, RMSEA = 0.391. Oleh
karena itu, dilakukan modifikasi terhdap model. Dimana kesalahan pengukuran pada
beberapa item dibebaskan berkolerasi satu sama lainnya. Setelah dikakukan 4 kali
pembebasan item, diperoleh model fit dengan chi-square = 7.00, df = 5, P-value =
60
0.22036, RMSEA = 0.045. Nilai chi-square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak
signifikan), yang artinya model bersifat satu faktor (unidimensional) dimana seluruh
item mengukur satu faktor saja yaitu faktor intellectual stimulation.
Selanjutnya dilihat apakah item tersebut mengukur faktor yang hendak diukur
secara signifikan atau tidak. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian hipotesis nihil
tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat
T-Value bagi setiap koefisien muatan faktor pada table berikut.
Tabel 3.7
Muatan Faktor Item Intellectual Stimulation
No. Item Lambda Error T-Value Signifikan
13 0.89 0.06 15.37 √
14 0.91 0.06 16.21 √
15 0.75 0.06 11.99 √
16 0.68 0.07 10.5 √
17 0.69 0.06 10.82 √
18 0.68 0.06 10.53 √
Keterangan : tanda √ = signifikan ( t > 1.96), X = tidak signifikan
Dari tabel 3.7, bedasarkan pada muatan faktor (lambda) dan t-value, setiap
item dikatakan signifikan (t > 1.96) dan valid. Dengan demikian, bobot nilai pada
semua item akan ikut dianalisis dalam penghitungan faktor skor.
4. Supportive leadership
Langkah pertama peneliti menganalisis apakah 6 item yang ada bersifat
unidimensional, artinya benar-benar hanya mengukur faktor supportive leadership.
Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit,
dengan chi-square = 109.17, df = 9, P-value = 0.00000, RMSEA = 0.237. Oleh
karena itu, dilakukan modifikasi terhdap model. Dimana kesalahan pengukuran pada
61
beberapa item dibebaskan berkolerasi satu sama lainnya. Setelah dikakukan 4 kali
pembebasan item, diperoleh model fit dengan chi-square = 3.20, df = 5, P-value =
0.66929, RMSEA = 0.045. Nilai chi-square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak
signifikan), yang artinya model bersifat satu faktor (unidimensional) dimana seluruh
item mengukur satu faktor saja yaitu faktor supportive leadership.
Selanjutnya dilihat apakah item tersebut mengukur faktor yang hendak diukur
secara signifikan atau tidak. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian hipotesis nihil
tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat
T-Value bagi setiap koefisien muatan faktor pada table berikut.
Tabel 3.8
Muatan Faktor Item Supportive Leadership No. Item
Lambda Error T-Value Signifikan
19 0.91 0.06 16.03 √
20 0.82 0.06 14.34 √
21 0.58 0.06 9.25 √
22 0.83 0.06 14.32 √
23 0.87 0.06 15.43 √
24 0.99 0.05 19.1 √
Keterangan : tanda √ = signifikan ( t > 1.96), X = tidak signifikan
Dari tabel 3.8, bedasarkan pada muatan faktor (lambda) dan t-value, setiap
item dikatakan signifikan (t > 1.96) dan valid. Dengan demikian, bobot nilai pada
semua item akan ikut dianalisis dalam penghitungan faktor skor.
5. Personal recognition
Langkah pertama peneliti menganalisis apakah 6 item yang ada bersifat
unidimensional, artinya benar-benar hanya mengukur faktor personal recognition.
Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit,
62
dengan chi-square = 118.62, df = 9, P-value = 0.00000, RMSEA = 0.248. Oleh
karena itu, dilakukan modifikasi terhdap model. Dimana kesalahan pengukuran pada
beberapa item dibebaskan berkolerasi satu sama lainnya. Setelah dikakukan 7 kali
pembebasan item, diperoleh model fit dengan chi-square = 241, df = 2, P-value =
0.29952, RMSEA = 0.032. Nilai chi-square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak
signifikan), yang artinya model bersifat satu faktor (unidimensional) dimana seluruh
item mengukur satu faktor saja yaitu faktor personal recognition.
Selanjutnya dilihat apakah item tersebut mengukur faktor yang hendak diukur
secara signifikan atau tidak. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian hipotesis nihil
tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat
T-Value bagi setiap koefisien muatan faktor pada table berikut.
Tabel 3.9
Muatan Faktor Item Personal Recognition No. Item
Lambda Error T-Value Signifikan
25 0.84 0.07 12.07 √
26 1.05 0.07 15.33 √
27 0.39 0.07 5.49 √
28 0.88 0.07 11.99 √
29 0.62 0.07 8.83 √
30 0.66 0.07 9.51 √
Keterangan : tanda √ = signifikan ( t > 1.96), X = tidak signifikan
Dari tabel 3.9, bedasarkan pada muatan faktor (lambda) dan t-value, setiap
item dikatakan signifikan (t > 1.96) dan valid. Dengan demikian, bobot nilai pada
semua item akan ikut dianalisis dalam penghitungan faktor skor.
63
3.4.3 Uji validitas konstruk spiritual intelligence
1. Critical exsistential thinking
Langkah pertama peneliti menganalisis apakah 7 item yang ada bersifat
unidimensional, artinya benar-benar hanya mengukur factor critical exsistential
thinking. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata
tidak fit, dengan chi-square = 164.09, df = 14, P-value = 0.00000, RMSEA = 0.233.
Oleh karena itu, dilakukan modifikasi terhdap model. Dimana kesalahan pengukuran
pada beberapa item dibebaskan berkolerasi satu sama lainnya. Setelah dikakukan 5
kali pembebasan item, diperoleh model fit dengan chi-square = 12.58, df = 9, P-value
= 0.18268, RMSEA = 0.045. Nilai chi-square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak
signifikan), yang artinya model bersifat satu faktor (unidimensional) dimana seluruh
item mengukur satu faktor saja yaitu factor critical exsistential thinking.
Selanjutnya dilihat apakah item tersebut mengukur faktor yang hendak diukur
secara signifikan atau tidak. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian hipotesis nihil
tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat
T-Value bagi setiap koefisien muatan faktor pada table berikut.
Tabel 3.10
Muatan Faktor Item Citical Exsistential Thinking
No. Item Lambda Error T-Value Signifikan
1 0.72 0.06 11.03 √
3 0.01 0.08 0.1 X
5 0.61 0.07 9.08 √
9 0.87 0.06 14.79 √
13 0.74 0.06 11.73 √
17 0.79 0.06 12.76 √
21 0.69 0.07 10.45 √
Keterangan : tanda √ = signifikan (t > 1.96). X = tidak signifikan
64
Dari table 3.10, bedasarkan pada muatan faktor (lambda) dan t-value, hanya
item 3 yang dikatakan tidak signifika (t < 1.96) dan tidak valid, sedangkan item yang
lainnya dikatakan signifikan (t > 1.96) dan valid. Dengan demikian, hanya item 3
yang akan didrop dan tidak ikut dianalisis dalam perhitungan faktor skor.
2. Personal meaning production
Langkah pertama peneliti menganalisis apakah 7 item yang ada bersifat
unidimensional, artinya benar-benar hanya mengukur factor critical exsistential
thinking. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata
tidak fit, dengan chi-square = 41.77, df = 5, P-value = 0.00000, RMSEA = 0.193.
Oleh karena itu, dilakukan modifikasi terhdap model. Dimana kesalahan pengukuran
pada beberapa item dibebaskan berkolerasi satu sama lainnya. Setelah dikakukan 5
kali pembebasan item, diperoleh model fit dengan chi-square = 0.82, df = 3, P-value
= 0.84528, RMSEA = 0.000. Nilai chi-square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak
signifikan), yang artinya model bersifat satu faktor (unidimensional) dimana seluruh
item mengukur satu faktor saja yaitu factor critical exsistential thinking.
Selanjutnya dilihat apakah item tersebut mengukur faktor yang hendak diukur
secara signifikan atau tidak. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian hipotesis nihil
tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat
T-Value bagi setiap koefisien muatan faktor pada table berikut.
65
Tabel 3.11
Muatan Faktor Item Personal Meaning Production
No. Item Lambda Error P-Value Signifikan
7 0.66 0.06 10.8 √
11 0.88 0.06 13.98 √
15 0.81 0.06 13.93 √
19 1.07 0.05 22.57 √
23 0.71 0.06 11.74 √
Keterangan : tanda √ = signifikan ( t > 1.96), X = tidak signifikan
Dari tabel 3.11, bedasarkan pada muatan faktor (lambda) dan t-value, setiap
item dikatakan signifikan (t > 1.96) dan valid. Dengan demikian, bobot nilai pada
semua item akan ikut dianalisis dalam penghitungan faktor skor.
3. Transcendental awareness
Langkah pertama peneliti menganalisis apakah 7 item yang ada bersifat
unidimensional, artinya benar-benar hanya mengukur factor transcendental
awareness. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor,
ternyata tidak fit, dengan chi-square = 64.35, df = 14, P-value = 0.00000, RMSEA =
0.135. Oleh karena itu, dilakukan modifikasi terhdap model. Dimana kesalahan
pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkolerasi satu sama lainnya. Setelah
dikakukan 6 kali pembebasan item, diperoleh model fit dengan chi-square = 11.12, df
= 8, P-value = 0.19516, RMSEA = 0.044. Nilai chi-square menghasilkan P-value >
0.05 (tidak signifikan), yang artinya model bersifat satu faktor (unidimensional)
dimana seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu factor transcendental
awareness.
Selanjutnya dilihat apakah item tersebut mengukur faktor yang hendak diukur
secara signifikan atau tidak. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian hipotesis nihil
66
tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat
T-Value bagi setiap koefisien muatan faktor pada table berikut.
Tabel 3.12
Muatan Faktor Item Transcendental Awareness No. Item Lambda Error P-Value Signifikan
2 0.16 0.07 2.16 √
6 0.37 0.07 5.06 √
10 0.7 0.06 10.9 √
14 0.7 0.06 10.98 √
18 0.82 0.06 13.67 √
20 0.66 0.07 10.13 √
22 0.94 0.06 16.92 √
Keterangan : tanda √ = signifikan ( t > 1.96), X = tidak signifikan
Dari tabel 3.12, bedasarkan pada muatan faktor (lambda) dan t-value, setiap
item dikatakan signifikan (t > 1.96) dan valid. Dengan demikian, bobot nilai pada
semua item akan ikut dianalisis dalam penghitungan faktor skor.
4. Consious state expansion
Langkah pertama peneliti menganalisis apakah 7 item yang ada bersifat
unidimensional, artinya benar-benar hanya mengukur factor conscious state
expansion. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata
tidak fit, dengan chi-square = 50.86, df = 5, P-value = 0.00000, RMSEA = 0.215.
Oleh karena itu, dilakukan modifikasi terhdap model. Dimana kesalahan pengukuran
pada beberapa item dibebaskan berkolerasi satu sama lainnya. Setelah dikakukan 3
kali pembebasan item, diperoleh model fit dengan chi-square = 0.72, df = 2, P-value
= 0.69716, RMSEA = 0.000. Nilai chi-square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak
signifikan), yang artinya model bersifat satu faktor (unidimensional) dimana seluruh
item mengukur satu faktor saja yaitu factor conscious state expansion.
67
Selanjutnya dilihat apakah item tersebut mengukur faktor yang hendak diukur
secara signifikan atau tidak. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian hipotesis nihil
tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat
T-Value bagi setiap koefisien muatan faktor pada table berikut.
Tabel 3.13
Muatan Faktor Item Conscious State Expansion
No. Item Lambda Error P-Value Signifikan
4 0.78 0.09 9.02 √
8 0.92 0.07 13.51 √
12 0.58 0.07 8.58 √
16 0.72 0.07 10.44 √
24 0.62 0.07 9.25 √
Keterangan : tanda √ = signifikan ( t > 1.96), X = tidak signifikan
Dari tabel 3.13, bedasarkan pada muatan faktor (lambda) dan t-value, setiap
item dikatakan signifikan (t > 1.96) dan valid. Dengan demikian, bobot nilai pada
semua item akan ikut dianalisis dalam penghitungan faktor skor.
3.5 Teknik Pengolahan Data
Untuk menjawab pertanyaan penelitian digunakan teknik analisis regresi berganda
(Multiple Regression Analysis). Teknik analisis berganda ini digunakan untuk
menentukan ketepatan prediksi dan tunjukan untuk mengetahui besarnya pengaruh
dari variable bebas (IV), yaitu transformational leadership style dan spiritual
intelligence terhadap work engagement (DV). Regresi berganda merupakan metode
statistika yang digunakan untuk membentuk model hubungan antara variabel terikat
(dependent, respon; Y) dengan lebih dari satu variabel bebas (independent, prediktor;
X). Dalam penelitian ini, independent variable (IV) sebanyak 9 buah, sedangkan
68
dependent variable (DV) sebanyak 1 buah sehingga sususnan persamaan regresi
penelitian adalah sebagai berikut:
Keterangan:
Y = Work engagement
a = Konstanta intersepsi
b = Koefisien regresi untuk masing-masing X
x1 = Vision
x2 = Inspirational communication
x3 = Intellectual stimulation
x4 = Supportive leadership
x5 = Personal recognition
x6 = Critical existential thinking
x7 = Personal meaning production
x8 = Transcendental awareness
x9 = Conscious state expansion
e = residu
Dari analisis regresi berganda dapat diperoleh niali R, yaitu koefisien korelasi
berganda antara work engagement dengan transformational leadership style dan
spiritual intelligence. Besarnya nilai work engagement disebabkan oleh independent
variabel yang telah ditunjukkan oleh koefisien determinasi berganda atau R2 (R
Square). R2 merupakan proporsi varian work engagement yang telah dijelaskan oleh
transformational leadership style dan spiritual intelligence. Untuk mendapatkan nilai
R2, digunakan rumusan sebagai berikut:
R2 = SSREG / ∑Y2
Y = a + b1 x1 + b2 x2 + b3 x3 + b4 x4 + b5 x5 + b6 x6 + b7 x7 + b8 x8 + b9 x9 + e
69
Dari analisis multiple regression ini dapat diperoleh beberapa informasi, diantaranya:
1. R2 yang menunjukkan proporsi varians (persentase varians) dari variabel work
engagement yang dijelaskan oleh transformational leadership style dan spiritual
intelligence.
2. Uji hipotesis mengenai signifikan atau tidaknya masing-masing koefisien regresi.
Koefisisen yang signifikan menunjukkan dampak yang signifikan dari
independent variable (IV) yang bersangkutan.
3. Persamaan regersi yang ditemukan bisa digunakan untuk membuat prediksi
tentang berapa harga Y jika nilai setiap independentt variable (IV) diketahui.
Kemudian untuk membuktikan apakah regresi transformational leadership style
dan spiritual intelligence terhadap work engagement signifikan, maka digunakan
uji F. Hasil uji F yang dilakukan, dapat dilihat apakah transformational
leadership style dan spiritual intelligence memiliki pengaruh terhadap work
engagement dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
k = jumlah independent variable
N = Jumlah sampel
F = R2 / k
(1-R2) / (N -k-1)
70
Kemudian, hipotesis minor dianalisa melalui penjelassan tentang apakah
terdapat pengaruh signifikan yang diberikan transformational leadership style dan
spiritual intelligence terhadap work engagement dengan melakukan uji koefisien
regresi dari tiap IV dan DV yang dianalisis. Uji tersebut digunakan untuk melihat
apakah pengaruh yang diberikan transformational leadership style dan spiritual
intelligence terhadap work engagement secara dimensional atau parsial.
Uji ini untuk melihat apakah sebuah IV memberikan kontribusi terhadap DV.
Sebelum didapatkan nilai t dari tiap IV, harus didapatkan terlebih dahulu nilai
standard error estimate dari b (koefisien regresi) yang didapatkan melalui akar Msres
dibagi dengan SSx. Setelah didapatkan SSb barulah bisa dilakukan uji t, yaitu hasil
bagi dari b (koefisien regresi) dengan Sb itu sendiri. Uji t akan dilakukan sebanyak
sepuluh kali sesuai dengan variabel yang dianalisis. Uji t yang dilakukan
menggunakan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
b = koefisien regresi
Sb = standard error dari b
Dimana nilai b adalah koefisien regresi dan Sb adalah standard error dari b. Hasil uji t
ini akan diperoleh dari hasil regersi yang akan dilakukan oleh peneliti nantinya.
t = b
Sb
71
3.6 Prosedur Penelitian
Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menentukan judul dan rumusan penelitian, mengumpulkan materi yang
membahas mengenai variabel penelitian, menentukan teori yang akan digunakan.
2. Menentukan alat ukur yang disebarkan kepada responden penelitian, yaitu skala
work engagement, skala transformational leadership style, dan spiritual
intelligence.
3. Mengadaptasi alat ukur baku yang digunakan dalam penelitian, yaitu alat ukur
work engagement UWES-17 yang disusun oleh Schaufeli et al. (2002), untuk alat
ukur transformational leadership style oleh Rafferty dan Griffin (2004),
kemudian peneliti membuat 15 item tambahan dengan acuan teori yang
dikembangkan oleh Rafferty dan Griffin (2004) , dan spiritual intelligence oleh
King (2008).
4. Mengajukan persetujuan kepada pembimbing mengenai alat ukur yang akan
digunakan.
5. Menentukan sampel penelitian yaitu perawat aktif Rumah Sakit Pusat Pertamina
di Jakarta dengan menggunakan teknik non-probability sampling.
6. Meminta kesediaan responden memberikan waktu untuk menjadi partisipan
penelitian dengan menghubungi pihak yang bersangkutan.
72
7. Setelah mendapatkan izin, peneliti melalukan pengambilan data dengan
menyebarkan angket kuesioner kepada responden. Proses pengambilan data
dilakukan sejak tanggal 17 - 23 desember 2014.
8. Setelah responden selesai mengerjakan skala, perawat tersebut mendapatkan
reward sebagai ungkapan terima kasih karena telah berpartisipasi dalam
penelitian.
9. Selanjutnya, setelah data yang dibutuhkan telah didapatkan peneliti memulai
menginput data dan melakukan pengolahan data serta pengujian terhadap data
yang sudah didapatkan. Kemudian, peneliti membuat interpretasi dari hasil
penelitian dan membuat kesimpulan dan saran untuk penelitian selanjutnya.
73
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Dalam bab ini, dipaparkan mengenai gambaran subjek penelitian, hasil analisis
deskriptif, kategorisasi skor variabel penelitian, hasil pengujian hipotesis,
pembahasan hasil pengujian hipotesis dan porposi varians.
4.1 Gambaran Subjek Penelitian
4.1.1 Gambaran umum subjek penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah 199 perawat yang dilakukan oleh perawat di
rumah sakit Pusat Pertamina (RSPP) Jakarta. Selanjutnya akan dijelaskan gambaran
subjek secara umum yang terdiri dari jenis kelamin, usia, masa kerja, dan status kerja
perawat. Hal ini dilakukan untuk mengukur apakah aspek tersebut memberikan
kontribusi terhadap dependent variabel (DV) yang ingin diteliti. Untuk sampel pada
subjek penelitian dapat dilihat dalam tabel 4.1 dibawah ini.
Tabel 4.1
Gambaran Umum Sampel Bedasarkan Jenis Kelamin
Demografis (jenis kelamin) Frekuensi Presentase
Laki-laki 28 14%
Perempuan 171 86%
Total 199 100%
Dari tabel 4.1, didapatkan gambaran umum sampel bedasarkan jenis kelamin terdiri
dari jenis kelamin laki-laki sebanyak 28 perawat (14%) dan perempuan sebanyak 171
perawat (86%).
74
Tabel 4.2
Gambaran Umum Sampel Bedasarkan Usia
Demografis (usia) Frekuensi Presentase
16-18 0 0%
19-40 146 73%
41-60 53 27%
>60 0 0%
Total 199 100%
Bedasarkan pada tabel 4.2, jumlah sampel bedasarkan usianya adalah usia 16-18
tahun sebanyak 0 atau 0%, usia 18-40 tahun sebanyak 146 orang atau 73%, usia 41-
60 tahun sebanyak 53 orang atau 27%, usia >60 tahun sebanyak 0 atau 0%. Peneliti
membedakan jenjang usia partisipan bedasarkan usia perkembangan manusia
menurut Harlock (1980).
Tabel 4.3
Gambaran Umum Sampel Bedasarkan Masa Kerja
Demografis (masa kerja) Frekuensi Presentase
1-17 tahun 43 22%
18-34 156 78%
Total 199 100%
Bedasarkan pada tabel 4.3, dapat dilihat gambaran umum sampel bedasarkan masa
kerja adalah 1-17 tahun sebanyak 43 perawat atau 22% dan 18-34 tahun sebanyak
156 perawat atau 78%.
Tabel 4.4
Gambaran Umum sampel Bedasarkan Status Kerja Perawat
Demografis (status kerja perawat) Frekuensi Presentase
Karyawan tetap 160 80%
Calon karyawan tetap 39 20%
Total 199 100%
75
Untuk gambaran umum sampel bedasarkan status perawat pada pekerjaannya, terdiri
dari 160 perawat (80%) memiliki status menjadi pegawai tetap dan 39 perawat (20%)
memiliki status sebagai calon karyawan tetap.
4.2 Hasil Analisis Deskriptif
Pada hasil analisis deskriptif menjelaskan hasil statistik deskriptif dari variabel dalam
penelitian ini yang berisi nilai mean, standar deviasi (SD), nilai maksimum dan nilai
minimum dari masing-masing variabel. Nilai tersebut disajikan dalam tabel 4.2.
Tabel 4.5
Statistik Deskriptif Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Work_Engagement 199 28.49 75.01 50.0009 9.55858
Vision 199 11.05 75.24 50.0009 9.36648
Inspirational_Communication 199 24.73 76.85 49.9999 9.40916
Intellectual_Stimulation 199 30.98 77.5 49.999 9.1319
Supportive_Leadership 199 28.46 76.29 49.9997 9.26177
Personal_Recognition 199 22 76.28 50.001 9.25501
Critical_Exsistential_Thinking 199 26.84 74.88 49.9994 8.80113
Personal_Meaning_Production 199 27.06 78.43 49.999 9.02931
Trancendental_Awareness 199 26.69 80.67 50.0003 8.82014
Conscious_State_Expansion 199 35.87 80.3 50.0006 8.3453
Valid N (listwise) 199
Bedasarkan tabel 4.5 di atas dapat diketahui pertaman-tama bahwa nilai
minimum work engagement sebesar = 28.49, nilai maksimum = 75.01, mean =
50.0009, dan SD = 9.55858. Kedua variabel vision adalah 11.05 untuk nilai
minimum, nilai maksimum = 75.24, mean = 50.0009, SD = 9.36648. ketiga,
inspirational communication dengan nilai minum = 24.73, niali maksimum = 76.85,
76
mean = 49.9999, SD = 9.40916. Keempat, intellectual stimulation dengan nilai
minimum = 30.98, nilai maksimum = 77.5, mean = 49.999, SD = 9.1319. Kelima,
supportive leadership dengan nilai minimum = 28.46, nilai maksimum = 76.29, mean
= 49.9997, dan SD = 9.26177. Keenam, personal recognition dengan niali minimum
= 22, nilai maksimum = 76.28, mean = 50.0001, dan SD = 9.25501. Ketujuh, critical
exsistential thinking dengan nilai minimum = 26.84, niali maksimum = 74.88, mean =
49.9994, dan SD = 8.80113. Kedelapan, personal meaning production dengan nilai
minimum = 27.06, nilai maksimum = 78.43, mean = 49.999, dan SD = 9.02931.
Kesembilan, transcendental awareness dengan nilai minimum = 26.69, nilai
maksimum = 80.67, mean = 50.0003, dan SD = 8.82014. Kesepuluh, conscious state
expansion dengan nilai minimum = 35.87, niali maksimum = 80.3, mean = 50.0006,
dan SD = 8.3433. Nilai terendah dari tabel di atas adalah variabel personal
recognition sedangkan nilai tertinggi didapat oleh variabel transcendental awareness.
4.3 Kategorisasi Skor Variabel Penelitian
Kategorisasi dalam penelitian ini dibuat menjadi dua kategori, yaitu tinggi dan
rendah. Untuk mendapatkan norma kategorisasi tersebut dengan menggunakan
pedoman sebagai berikut.
Tabel 4.6
Pedoman Interpretasi Skor
Norma Rentang Interpretasi
X ≥ Nilai Mean ≥ 50 Tinggi
X < Nilai Mean < 50 Rendah
77
Setelah kategorisasi tersebut didapatkan, maka akan diperoleh nilai presentase
kategori untuk variabel work engagement, vision, inspirational communication,
intellectual stimulation, supportive leadership, personal recognition, critical
existential thinking, personal meaning production, transcendental awareness, dan
conscious state expansion.
Tabel 4.7
Kategorisasi Skor Variabel
Variable Frekuensi Presentase
Tinggi Rendah Tinggi Rendah
Work engagement 65 134 32.66 67.33
Vigor 35 164 17.59 82.41
Inspirational communication 46 153 23.11 76.89
Intellectual stimulation 36 163 18.1 81.9
Supportive leadership 34 165 17.1 82.9
Personal recognition 37 162 18.6 81.4
Critical existential thinking 80 119 40.2 59.8
Personal meaning production 46 153 23.11 76.89
Transcendental awareness 42 157 21.11 78.89
Conscious state expansion 38 161 19.1 80.9
Bedasarkan data pada tabel 4.7, dapat dilihat bahwa skor yang didapatkan
mendominasi rendah, hanya skor pada variabel work engagement dan critical
existential thinking hal tersebut mungkin dapat terjadi karena seorang perawat yang
diharuskan bekerja dengan ekstra, memiliki beban kerja dan tanggung jawab yang
tinggi dapat memungkin perawat untuk tidak totalitas pada pekerjaannya dan merasa
lelah setelah seharian bekerja keras, tetapi perawat menggambarkan kelelahannya
sebagai keadaan yang menyenangkan karena totalitas pada pekerjaannya. Akhirnya,
perawat yang bekerja sacara totalitas (work engagement) menikmati hal lain di luar
pekerjaannya. Kecerdasan spiritual salah satu faktor yang mempengaruhi totalitas
78
kerja para perawat, dimana kecerdasan spiritual memainkan peran yang positif
dengan memaknai segala sesuatu yang terjadi dan percaya akan adanya Tuhan,
membuat seseorang menjadi pribadi yang positif dalam berperilaku. Sedangkan
vision, inspirational communication, intellectual stimulation, supportive leadership,
personal recognition, personal meaning production, transcendental awareness,
conscious expansion cenderung rendah.
4.4 Uji Hipotesis Penelitian
Selanjutnya dilakukan hipotesis untuk mengetahui pengaruh antara masing-masing
independent variable terhadap dependent variabel dalam penelitian ini. Analisis
dilakukan dengan teknik Multiple Regression. Data yang dianalisis ialah true score
yang diperoleh dari hasil analisis faktor. Alasan digunakannya true score ini adalah
untuk menghindari dampak negatif dari kesalahan pengukuran.
Pada tahap ini dilakukan uji hipotesis dengan teknik analisis regresi berganda
dengan menggunakan software SPSS 17.0. Dalam regersi ada 3 hal yang dilihat, yaitu
melihat besaran R-square untuk mengetahui berapa persen (%) varian dependent
variable yang dijelaskan oleh independent variabel, kedua apakah secara keseluruhan
independent variable berpengaruh secara signifikan terhadap dependent variable,
kemudian terakhir melihat signifikan atau tidaknya koefisien regresi dari masing-
masing independent variabel.
Pengujian hipotesis dilakukan dengan beberapa tahap. Langkah pertama
peneliti melihat besaran R-square untuk mengetahui berapa persen (%) varians
79
dependent variable yang dijelaskan oleh IV. Selanjutnya untuk tabel R-square, dapat
dilihat pada tabel.
Tabel 4.8
Model Summary Analisis Regresi Model Summary
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
1 .698a 0.487 0.463 7.00397
Dari tabel 4.8, dapat kita lihat bahwa perolehan R-square sebesar 0.487 atau
48.7%. Artinya proporsi varians work engagement yang dapat dijelaskan oleh semua
independent variable dalam penelitian ini adalah sebesar 48.7% sedangkan 51.3%
sisanya dipengaruhi oleh variabel lain diluar penelitian ini. Hal ini terjadi karena ada
beberapa faktor lain yang mempengaruhi seseorang berperilaku tertentu. Dalam hal
ini work engagement, tentu terdapat banyak hal yang memprediksi terjadinya totalitas
(engaged-itas) kerja pada perawat selain vision, inspirational communication,
intellectual stimulation, supportive leadership, personal recognition, critical
existential thinking, personal meaning production, transcendental awareness, dan
conscious state expansion yang dipakai. Kondisi kerja dan sumber daya pribadi
seseorang adalah salah satu faktor utama yang menyebabkan work engagement.
Namun, penelitian yang terbaru menunjukkan totalitasjuga akan berubah pada
seseorang dari hari ke hari. Tergantung pada apa yang terjadi pada waktu siang hari,
karyawan menunjukkan tingkat yang lebih tinggi atau lebih rendah dari totalitas kerja
dalam aktivitas karyawan (Bakker, 2011).
80
Selanjutnya dianalisis dampak dari seluruh IV terhadap work engagement atau
keteribatan kerja, adapun hasil uji F dapat dilihat pada tabel 4.6.
Tabel 4.9
ANOVA Pengaruh Keseluruhan IV Terhadap DV
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 8819.043 9 979.894 19.975 .000a
Residual 9271.495 189 49.056
Total 18090.54 198
Bedasarkan pada tabel di atas, diketahui bahwa nilai Sig. pada kolom paling
kanan adalah sebesar 0.000. dengan demikian diketahui bahwa nilai Sig. < 0.05,
maka hipotesis nol (nihil) ditolak. Artinya ada pengaruh yang signifikan dari dimensi
transformational leadership style (vision, inspirational communication, intellectual
stimulation, supportive leadership, dan personal recognition) dan spiritual
intelligence (critical existential thinking, personal meaning production,
transcendental awareness, dan conscious state expansion) terhadap work engagement
pada perawat.
Langkah terakhir adalah melihat koefisien regresi dari tiap independent
variable. Jika nilai t > 1.96 maka koefisien regresi tersebut signifikan yang berarti
bahwa IV tersebut memiliki dampak yang signifikan terhadap work engagement.
Adapun penyajiannya ditampilkan pada tabel 4.10.
81
Tabel 4.10
Koefisien Regresi Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
T Sig. B
Std.
Error Beta
1 (Constant) 5.781 3.922 1.474 0.142
Vision -0.117 0.089 -0.115 -1.314 0.191
Inspirational_Communication 0.391 0.1 0.385 3.898 0.000
Intellectual_Stimulation 0.028 0.091 0.027 0.311 0.756
Supportive_Leadership 0.029 0.094 0.028 0.303 0.762
Personal_Recognition -0.083 0.092 -0.08 -0.894 0.373
Critical_Exsistential_Thinking 0.381 0.092 0.351 4.138 0.000
Personal_Meaning_Production 0.01 0.097 0.009 0.101 0.92
Trancendental_Awareness 0.017 0.095 0.015 0.175 0.861
Conscious_State_Expansion 0.229 0.096 0.2 2.393 0.018
Dari tabel 4.10, untuk melihat signifikan atau tidaknya koefisien regrasi yang
dihasilkan, dengan melihat nilai Sig. pada kolom paling kanan (kolom ke-6), jika Sig.
< 0.05, maka koefisien regresi yang dihasilkan signifikan pengaruh terhadap work
engagement dan sebaliknya. Dari hasil di atas hanya koefisien regresi tiga variabel
yaitu inspirational communication, critical existential thinking, dan conscious state
expansion saja yang signifikan, sedangkan koefisien regresi dari enam variabel
lainnya tidak signifikan. Penjelasan dari nilai koefisien regresi yang diperoleh pada
masing-masing IV adalah sebagai berikut:
1. Variabel Vision
Diperoleh nilai koefisein regresi sebesar -0.115 dengan nilai signifikan sebesar
0.191 (Sig. > 0,05), yang berarti variabel vision tidak memiliki pengaruh
signifikan dengan arah yang negatif terhadap work engagement.
82
2. Variabel Inspirational Communication
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.385 dengan nilai signifikan sebesar
0.000 (Sig. < 0,05), yang berarti variabel inspirational communication memiliki
pengaruh signifikan terhadap work engagement. Nilai koefisien regresi yang
positif menunjukkan arah hubungan yang positif antara inspirational
communication dan work engagement. Dari arah hubungan tersebut dapat
diartikan jika skor inspirational communication seseorang itu tinggi maka skor
work engagement akan tinggi, begitupun sebaliknya.
3. Variabel Intellectual Stimulation
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.027 dengan nilai signifikan sebesar
0.756 (Sig. > 0,05), yang berarti variabel intellectual stimulation tidak memiliki
pengaruh signifikan terhadap work engagement.
4. Variabel Supportive Leadership
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.028 dengan nilai signifikan sebesar
0.762 (Sig. > 0,05), yang berarti variabel supportive leadership tidak memiliki
pengaruh signifikan terhadap work engagement.
5. Variabel Personal Recognition
Diperoleh nilai koefisien regersi sebesar -0.08 dengan nilai signifikan sebesar
0.373 (Sig. > 0,05), yang berarti variabel personal recognition tidak memiliki
pengaruh signifikan dengan arah yang negatif terhadap work engagement.
83
6. Variabel Critical Exsistential Thinking
Diperoleh nilai koefisien regersi sebesar 0.351 dengan nilai signifikan sebesar
0.000 (Sig. < 0,05), yang berarti variabel critical exsistential thinking memiliki
pengaruh signifikan terhadap work engagement. Nilai koefisien regresi yang
positif menunjukkan arah hubungan yang positif antara critical existential
thinking dan work engagement. Dari arah hubungan tersebut dapat diartikan jika
skor critical existential thinking seseorang itu tinggi maka skor work engagement
akan tinggi, begitupun sebaliknya.
7. Variabel Personal Meaning Production
Diperoleh nilai koefisien regersi sebesar 0.009 dengan nilai signifikan sebesar
0.929 (Sig. > 0,05), yang berarti variabel personal maning production tidak
memiliki pengaruh signifikan terhadap work engagement.
8. Variabel Trancendental Awareness
Diperoleh nilai koefisien regersi sebesar 0.015 dengan nilai signifikan sebesar
0.861 (Sig. > 0,05), yang berarti variabel transcendental awareness tidak
memiliki pengaruh signifikan terhadap work engagement.
9. Variabel Conscious State Expansion
Diperoleh nilai koefisien regersi sebesar 0.2 dengan nilai signifikan sebesar 0.018
(Sig. < 0,05), yang berarti variabel conscious state expansion memiliki pengaruh
positif yang signifikan terhadap work engagement. Nilai koefisien regresi yang
positif menunjukkan arah hubungan yang positif antara conscious state expansion
dan employee engagement. Dari arah hubungan tersebut dapat diartikan jika skor
84
conscious state expansion seseorang itu tinggi maka skor work engagement akan
tinggi begitupun sebaliknya.
Dengan demikian dapat disusun persamaan regresi pada work engagement yaitu:
Work Engagement = 5.781 - 0.115 Vision + 0.385 Inspirational
Communication* + 0.027 Intellectual Stimulation + 0.028 Supportive
Leadership - 0.08 Personal Recognition + 0.351 Critical Existential
Thinking* + 0.009 Personal Meaning Production + 0.015 Trancendental
Awareness + 0.2 Conscious State Expansion*.
Keterangan : *signifikan
4.5. Proporsi Varian
Selanjutnya, analisa bagaimana penambahan porposi varians dari masing-masing
independent variable (IV) terhadap work engagement. Pada tabel 4.11 kolom pertama
adalah IV yang dianalisis secara satu per satu, kolom kedua merupakan penambahan
varians DV dari tiap IV yang dianalisis satu per satu, kolom ketiga merupakan nilai
murni varians DV dari tiap IV yang dimasukkan secara satu per satu, kolom keempat
adalah nilai F hitung bagi IV yang bersangkutan, kolom DF adalah derajat bebas bagi
IV yang bersangkutan pula, yang terdiri dari numerator adalah denumerator, kolom F
dengan DF yang telah ditentukan sebelumnya, nilai kolom inilah yang akan
dibandingkan dengan kolom nilai F hitung.
85
Apabila nilai F hitung lebih besar daripada F tabel, maka kolom selanjutnya,
yaitu kolom signifikansi yang akan dituliskan signifikan dan sebaliknya. Besarnya
porposi varians pada work engagement dapat dilihat pada tabel 4.11.
Tabel 4.11
Proposi Varians untuk masing-masing Independent Variable (IV)
Model Summary
Model R
R
Squar
e
Adjusted
R Square
Std. Error of
the Estimate
Change Statistics
R Square
Change F Change df1 df2
Sig. F
Change
1 .390a 0.152 0.148 8.82198 0.152 35.444 1 197 0.000
2 .530b 0.28 0.273 8.1494 0.128 34.859 1 196 0.000
3 .530c 0.281 0.269 8.1699 0 0.018 1 195 0.895
4 .540d 0.292 0.277 8.12698 0.011 3.065 1 194 0.082
5 .541e 0.293 0.274 8.14327 0.001 0.225 1 193 0.636
6 .682f 0.465 0.449 7.09845 0.173 61.997 1 192 0.000
7 .686g 0.47 0.451 7.0851 0.005 1.724 1 191 0.191
8 .687h 0.472 0.45 7.09056 0.002 0.706 1 190 0.402
9 .698i 0.487 0.463 7.00397 0.016 5.727 1 189 0.018
Dari tabel 4.11 informasi yang didapatkan sebagai berikut:
1. Variabel vigor memberikan sumbangan sebesar 15.2% terhadap varians work
engagement. Sumbangan tersebut signifikan dengan F change 35.444, df1 = 1 dan
df2 = 197 dengan Sig. F Change = 0.000 (Sig. < 0.05).
2. Variabel inspirational communication memberikan sumbangan 12.8% terhadap
varians work engagement. Sumbangan tersebut signifikan dengan F Change =
34.859, df1 = 1, df2 = 196 dengan Sig. F Change = 0.000 (Sig. < 0.05).
3. Variabel intellectual stimulation memberikan sumbangan 0% terhadap varians
work engagement. Sumbangan tersebut tidak signifikan dengan F Change =
0.018, df1 = 1, df2 = 195 dengan Sig. F Change = 0.895 (Sig. > 0.05).
86
4. Variabel supportive leadership memberikan sumbangan 1.1% terhadap varians
work engagement. Sumbangan tersebut tidak signifikan dengan F Change =
3.065, df1 = 1, df2 = 194 dengan Sig. F Change = 0.082 (Sig. > 0.05).
5. Variabel personal recognition memberikan sumbangan 0.1% terhadap varians
work engagement. Sumbangan tersebut tidak signifikan dengan F Change =
0.225, df1 = 1, df2 = 193 dengan Sig. F Change = 0.636 (Sig. > 0.05).
6. Variabel critical exixtential thinking memberikan sumbangan 17.3% terhadap
varians work engagement. Sumbangan tersebut signifikan dengan F Change =
61.997, df1 = 1, df2 = 192 dengan Sig. F Change = 0.000 (Sig. < 0.05).
7. Variabel personal meaning production memberikan sumbangan 0.5% terhadap
varians work engagement. Sumbangan tersebut tidak signifikan dengan F Change
= 1.724, df1 = 1, df2 = 191 dengan Sig. F Change = 0.191 (Sig. > 0.05).
8. Variabel transcendental awareness memberikan sumbangan 0.2% terhadap
varians work engagement. Sumbangan tersebut tidak signifikan dengan F Change
= 0.706, df1 = 1, df2 = 190 dengan Sig. F Change = 0.420 (Sig. > 0.05).
9. Variabel conscious state expansion memberikan sumbangan 1.6% terhadap
varians work engagement. Sumbangan tersebut signifikan dengan F Change =
5.727, df1 = 1, df2 =189 dengan Sig. F Change = 0.018 (Sig. < 0.05).
87
BAB 5
KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
Pada bab ini, akan dipaparkan lebih lanjut hasil dari penelitian yang dilakukan. Bab
ini terdiri dari kesimpulan, diskusi, dan saran.
5.1 Kesimpulan
Bedasarkan hasil analisis data pada bab 4, kesimpulan dari penelitian ini adalah
“terdapat pengaruh variabel transformational leadership style (vision, inspirational
communication, intellectual stimulation, supportive leadership, personal recognition)
dan variabel spiritual intelligence (critical existential thinking, personal meaning
production, transcendental awareness, conscious state expansion) terhadapwork
engagement pada perawat”. Hal ini berarti bahwa hipotetsis nihil yang menyatakan
bahwa tidak ada pengaruh yang dari variabel transformational leadership style
(vision, inspirational communication, intellectual stimulation, supportive leadership,
personal recognition) dan variabel spiritual intelligence (critical existential thinking,
personal meaning production, transcendental awareness, conscious state
expansion)terhadap work engagement pada perawat ditolak.
Dilihat dari signifikan tidaknya koefisien regresi dari masing-masing
independent variable, ditemukan bahwa terdapat 3 independent yang menghasilkan
koefisien regresi signifikan, yaitu inspirational communication, critical existential
88
thinking, dan conscious state expansion. Masing-masing variabel tersebut
mempunyai pengaruh terhadap work engagement. Jika dilihat dari signifikan atau
tidaknya proporsi varians sumbangan kontribusi masing-masing independent variabel
dan 4 independent variable yang signifikan memberikan sumbangan dari nilai
terbesar hingga terkecil ialah variabel vision, inspirational communication, critical
existential thinking, dan conscious state expansion.
5.2 Diskusi
Penelitian ini bertujuan untuk lebih memahami individu terkait dengan work
engagement. Bedasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan pada bab 4, akan
dibahasi didiskusi mengenai 9 independent variable yang digunakan dalam penelitian
ini, yaitu vision, inspirational communication, intellectual stimulation, supportive
leadership, personal recognition, critical existential thinking, personal meaning
production, transcendental awareness, dan conscious state expansion terhadap
dependent variable yaitu work engagement pada perawat, dan juga akan dibahas
mengenai penelitian dan literatur terdahulu mengenai 9 independent variable yang
terkait dengan dependent variable tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari
variabel inspirational communication, critical existential thinking, dan conscious
state expansionterhadap work enagement pada perawat. Berbeda dengan variabel
transformational leadership styledi mana terdapat hanya 1 dari 5 dimensi
89
berpengaruh terhadap work engagement, dan untuk variabel spiritual
intelligenceterdapat 2 dari 4 dimensi berpengaruh terhadap work engagement.
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, variabel inspirational
communication, critical existential thinking, dan conscious state expansionmemiliki
pengaruh yang signifikan terhadap work engagement.Bedasarkan koefisien regresi
variabel ketiga variabel yaitu, inspirational communication, critical existential
thinking, dan conscious state expansionmemiliki pengaruh yang signifikan dan
korelasi yang positif. Dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi inspirational
communication yang diberikan oleh pemimpin organisasi maka semakin perawat
bekerja secara totalitas, sedangkan semakin tinggi critical existential thinking dan
conscious state expansionyang dimiliki oleh seorang perawat maka semakin tinggi
pula totalitas kerja seorang perawat pada pekerjaannya.
Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh
Hayati et al. (2014), faktor yang mempengaruhi work engagement salah satunya
adalah inspirational communication.Pada penelitiannya menyebutkan inspirasional
communication adalah motivasi inspirasional, dimana dimensi tersebut memiliki
hubungan signifikan positif terhadap work engagement dan memiliki kontribusi yang
paling besar dibandingkan dimensilainnya.Inspirasional communication memiliki
korelasi positif yang signifikan terhadap work engagement, dimana pada penelitian
Rafferty dan Griffin (2004), hanya menghasilkan hasil yang positif terhadap
kepuasan, komitmen, dan signifikan negatif terhadap intensiturnover. Pada penelitian
90
ini menjawab bahwa skala yang di modifikasi oleh Rafferty dan Griffin (2004),
bahwa transformational leadership style, untuk dimensi inspirasional
communicationdengan work engagement berkelanjutan yang memiliki korelasi
positif. Sehingga individu yang memiliki skor inspirational communication yang
tinggi maka skor work engagement berkelanjutannya akan tinggi.Perilaku yang
pemimpin berikan dengan cara memotivasi dan menginspirasi dengan memberikan
makna untuk pekerjaan para pengikutnya. Dengan begitu para pengikutnya bekerja
dengan semangat, antusiasme dan optimis dalam melakukan tugas yang diberikan
oleh pemimpin. Seorang perawat yang bekerja dengan adanya kepercayaan akan
tanggung jawab dari pemimpin akan terus melakukan pekerjaan dengan sebaik
mungkin, dengan begitu perawat akan totalitas pada pekerjannya (work
engagement)juga cukup tinggi.
Selanjutnya, untuk variabel spiritual intelligence, hasil penelitian ini
mendukung hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Torabi dan Javadi (2004),
critical existential thinking memliki korelasi yang kuat dan positif terhadap work
engagement.Perawat yang mampu untuk berfikir secara kritis mengenai
kebermakanaan akan keberadaan dan tujuan hidup akan semakin terlibat dengan
pekerjaannya. Critical existential thinking dengan work engagement berkelanjutan
yang memiliki korelasi positif. Sehingga individu yang memiliki skor critical
existential thinking yang tinggi maka skor work engagement berkelanjutannya akan
tinggi. Seorang perawat akan berpikir akan kepedulian dan mengambil makna yang
91
menempatkan diri dengan permasalahan keberadaan seseorang. Jadi, perawat merasa
bahwa akanmelakukan pekerjaannya sebagai perawat dapat membantu orang lain
dengan pekerjaannya, mengenai pasien yang harus ditangani dari situlah perawat
memaknai segalanya yang terjadi kepadanya sehingga semakin totalitas pada
pekerjaannya (work engagement).
Kemudian dimensi yang terakhir adalah conscious state expansion yang juga
memiliki pengaruh yang signifikan positif terhadap work engagement. Artinya,
semakin tinggi conscious state expansion dari dalam diri seorang perawat maka
semakin tinggi pula totalitas kerja perawat kepada organisasi, dan begitu juga
sebaliknya.Kemampuan untuk memasuki keadaan kesadaran spiritual atau yang lebih
tinggi.Karena orang dilahirkan dengan kapasitas yang berbeda untuk spiritualitas,
perawat dapat menggabungkan spiritual dengan karir profesioanl dan melihatnya
bukan sebagai pekerjaan tetapi sebagai tugas dari kehidupannya (Baldachino, 2008
dalam Torabi &Javadi, 2013).
Variabel transformational leadership style yang tidak memiliki pengaruh
signifikanpertama adalah vision, dalam penelitian ini visiontidak memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap work engagement. Hal ini sejalandengan hasil penelitian
Rafferty dan Griffin (2004), yang menemukan bahwa gambaran ideal masa depan
yang didasarkan pada nilai-nilai organisasi, tidak selalu memiliki pengaruh positif
terhadap pengikutnya. Hal ini diperjelas dengan peneliti yang dilakukan oleh Zakay
(1998) perilaku pemimpin yang dirancang untuk menghubungkan konsep diri
92
karyawan dengan misi organisasi berhubungan negatif dengan persepsi antara
karyawan dan pemimpin.Hal ini menjelaskan bahwa visi dapat berdampak positif dan
negatif terhadap para perawat (Shamir et al., 1998).
Dimensi kedua yang tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap work
engagement adalah dimensi supportive leadership. Hal ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Rafferty dan Griffin (2004).Adanya gambaran kekhawatiran
para bawahan untuk memenuhi kebutuhan dan tugas pemimpin untuk
memperhitungkan kebutuhan tersebut.House (1996), menyarankan untuk
mempertimbangkan kembali definisi yang ada dari konstruk pertimbangan individu
(individual consideration) pada skala leadership behavior description questioner
(LBDQ) yang saat ini mencangkup supportive leadership.
Selanjutnya dimensi ketiga selanjutnya adalah intellectual stimulation,
dimensi intellectual stimulation tidak berpengaruh sacara signifikan terhadap work
engagement.Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rafferty dan
Griffin (2004).Stimulasi intelektual dapat meningkatkan ambigiusitas dan konflik di
tempat kerja, perawat dapat lebih merasa dihargai ketika didorong untuk secara aktif
bekerja secara totalitas pada perusahaan. Hal ini diperkuat pula dengan hasil
penelitian Hayati et al. (2014), intellectual stimulation memiliki pengaruh signifikan
terhadap work engagement.
93
Kemudian dimensi terakhir dari transformational leadership style adalah
dimensi personal recognition. Dimensi personal recognition tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap work engagement. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Rafferty dan Griffin (2004), karena perawat mengaggap kemampuan
yang individu lebih besar dibandingkan reward yang diberikan oleh pemimpin.
Penghargaan atau reward yang diberikan oleh pemimpin digunakan baik secara lisan
atau imbalan yang bersifat pribadi, ini dapat menyebabkan karyawan menjadi
frustasi, perawatakan berfikir kinerja yang dihasilkan tidak cukup dihargai.
Sedangkan 2 dimensi dari variabel intelligence spiritual yang tidak memliki
pengaruh signifikan terhadap work engagement adalah personal meaning production.
Hasil ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Torabi dan Javadi
(2004), di mana hasil dari penelitian ini terdapat pengaruh yang signifikan antara
personal meaning production dengan work engagement. Ketika seseorang memiliki
keinginan untuk mencapai tujuan dalam hidupnya, maka akan terus berusaha untuk
mencapainya. Inidviduakan menghadapi dan mencari jalan keluar dari masalahnya.
Hal ini membuat perawat terlibat penuh dengan pekerjaanya. Organisasi perumah
sakitan memiliki tujuan dan perawat haruslah mencapai tujuan organisasi, dengan
memiliki perasaan terlibat pada pekerjaan dan memliki personal meaning production
yang tinggi maka tujuan organisasi akan tercapai.
Kemudian dimensi terakhir adalah transcendental awareness yang juga tidak
memiliki pengaruh signifikan terhadap work enagagement. Hasil ini tidak sejalan
94
dengan penelitian yang dilakukan Torabi dan Javadi (2004), di mana hasil dari
penelitian ini terdapat pengaruh yang signifikan antara transcendental awareness
dengan work engagement karenaindividu menggabungkan tujuannya dengan aspek
yang lebih besar seperti kesejahteraan keluarga, masyarakat, umat manusia, dan alam
semesta, dengan menggabungkan aspek semua aspek tersebut dapat menggabungkan
pula pada totalitas kerja pada perawat.
Pada penelitian ini ternayata pengaruh keseluruhan IV (transformational
leadership style dan spiritual intelligence) terhadap DV (work engagement) hanya
48.7%.hal ini membuktikan bahwa masih banyak hal lain di luar penelitian ini yang
ikut mempengaruhi work engagement pada perawat. Yang demikian bisa terjadi
karena dalam penelitian ini hanya 2 independent variable (IV) saja, sehingga variabel
lain yang mungkin ikut berpengaruh tidak ikut diteliti.
5.3 Saran
Pada bagian ini, saran dibagi menjadi dua, yaitu saran metodologi dan saran
praktis.Penulis memberikan saran secara metodologis sebagai bahan pertimbangan
untuk perkembangan penelitian selanjutnya.Selain itu, peneliti juga menguraikan
saran praktis sebagai bahan kesimpulan dan masukan bagi pembaca sehingga dapat
mengambil manfaat dari penelitian ini.
95
5.3.1 Saran metodologis
1. Pada penelian ini, sampel yang digunakan yaitu perawat rumah sakit Pusat
Pertamina di Jakarta. Dengan hasil bahwa variabel yang memiliki mempengaruhi
work engagement secara signifikan yaitu inspirational communication, critical
existential thinking, dan conscious state expansion sedangkan variabel vision,
supportive leadership, intellectual stimulation, personal recognition, personal
meaning production, dan tramscendental awareness tidak memiliki pengaruh ang
signifikan terhadap work engagement pada perawat. Hal ini dimungkinkan karena
faktor populasi dan sampel. Untuk itu pada penelitian selanjutna, populasi dan
sampel diperluas, dengan harapan hasilnya dapat lebih baik.
2. Subjek pada penelitian ini yaitu perawat, disarankan penelitian selanjutnya subjek
penelitian selanjutnya subjek penelitian dapat diperluas dengan melibatkan
pegawai kantor sehingga dimungkinkan akan diperoleh hasil ang lebih maksimal.
3. Gambaran subjek dalam penelitian ini tidak mengukur variabel demografi, seperti
usia, jenis kelamin, lama bekerja, dan status karyawan. Untuk penelitian
selanjutnya sebaiknya variabel demografi diikutsertakan pada pengukuran work
engagement agar gambaran yang diperoleh lebih bervariasi.
4. Variabel yang dipakai dalam penelitian ini yaitu transformational leadership
styledan spiritual intelligence. Untuk penelitian selanjutnya diusahakan
menambahkan variabel lain, karena totalitas kerja (work engagement) memiliki
96
faktor lain yang mempengaruhi seperti budaya di tempat kerja, komunikasi,
komitmen, job crafting, dan dukungan sosial.
5. Literatur dalam penelitian ini cukup terbatas, terutama pada artikel mengenai
pengaruh spiritual intelligence terhadap work engagement. Disarankan untuk
menemukan dan menggunakan artikel spiritual intelligence lebih banyak lagi agar
peneliti selanjutnya dapat lebih baik.
5.3.2 Saran praktis
1. Pada penelitian ini, ditemukan bahwa ada pengaruh dari variabel inspirational
communication, critical existential thinking, dan conscious state expansion
terhadap work engagement pada perawat. Selanjutnya agar dipertimbangkan
kepada pihak perumahsakitan atau perusahaan manapun dalam menumbuhkan
totalitas kerja (work engagement) untuk memperhatikan aspek yang telah
disebutkan sebelumnya.
2. Pada penelitian ini ditemukan bahwa critical existential thinking secara signifikan
mempengaruhi work engagement pada perawat. Diharapkan kepada pihak
perumahansakitan atau perusahan lainnya untuk menumbuhkan pemikiran kritis
mengenai makna dan tujuan dari karyawan tentang perannya sebagai perawat
sehingga terus engaged pada pekerjaannya.
3. Variabel terakhir yaitu caonscious state expansion yang secara signifikan
mempengaruhi work engagement pada perawat. Disaran kepada organisasi untuk
tujuan individu dengan aspek yang lebih luas seperti misalnya kesejahteraan para
97
pekerja, dengan adanya tugas malam dan berurusan dengan berbagai jenis
penyakit yang dapat menghambat manfaat dari kecerdasan spiritual disarankan
untuk memberikan kebebasan pada jam kerja yang fleksibel seperti memilih jam
dan program pelatihan formal dalam bentuk seminar, dengan begitu para perawat
dapat terhindar dari stress.
98
DAFTAR PUSTAKA
Bakker, A.B. (2011). Current directions in psychological science. Association for
Psychological Science, doi 10.1177/0963721 411414534.
Bakker, A.B., Leiter, M.P. (2010). Work engagement: A handbook of essential theory
and research. USA and Canada: Psychology Press.
Bass, M. (1999). Two decades of research and development in transformational
leadership. European Journal of Work and Organizational Psychology, 8 (1),
9-32.
Federman, B. (2009). Employee engagement: A road for creating profits, optimizing
performance, and increasing loyalty. San Fransisco: Jossey Bass.
Hayati, D., Charkhabi, M., & Naami, A. (2014). The relationship between
transformational leadership and work engagement in governmental hospital
nurses: a survey study. A Spinger Open Journal. Retieved from
http://www.springerplus.comcontent/ 3/1/25.
Hurlock, E.B. (1980). Psikologi perkembangan: Suatu pendekatan sepanjang rentang
kehidupan. Erlangga: Jakarta.
Http://www.rspp.co.id. Diunduhpadatanggal 08 januari 2015.
King, D. B. (2008). Rethinking claims of spiritual intelligence: A definition, model,
& measure. Unpublished master’s thesis, Trent University, Peterborough,
ON, Canada.
King, D. B., &DeCicco, T. L. (2009). A viable model and self-report measure of
spiritual intelligence. The International Journal of Transpersonal Studies, 28,
68-85.
King, D.B (2008). SISRI 24: The spiritual intelligence self-report inventory.
Retrieved from http://www.dbking.net/spiritualintelligence/.
King, D.B. (2008). Personal meaning production as a component of spiritual
intelligence. The 5th paper submitted for presentation at biennial international
conference on personal meaning Toronto, Ontario, July 24-27, 2008.
Krisbiyanto, N. (2013). Perjalanan mencari makna engagement bagi organisasi.
Diunduh pada tanggal 20 Desember 2014. Dari
99
http://www.portalhr.com/komunitas/opini/perjalananmencari-maengagement
bagi-organisasi/.
Lockwood, N. (2007). Leveraging employee engagement for competitive advantage
HR. Society for Human Resource Management.
Moss, S. (2010). Transformational leadership. Diundah pada tanggal 18 Februari
2015. Dari http://www.psych-it.com.au/pscylopedia/article.asp.
Munandar, A.S. (2001). Psikologi industri dan organisai. Jakarta: Universitas
Indonesia.
Perrin, T. (2003). Understanding what drives: Employee engagement. Towers Perrin
Talent Report.
Rafferty, A.E, & Griffin, M.A. (2004). Diemensions of transformational leadership:
conceptual and empirical extensions. School of Management, Queensland
University of Technoloyg, 329-354. Retrived from
http://www.sciencedirect.com.
Schaufeli, W.B., & Bakker, A.B. (2003). UWES: Utrecht Work Engagement Scale.
Occupational health psychology: Utrecht University.
Tabarsa, G.A., Bairamzadeh, S., Ghijavand, S., & Tabarsa, E. (2013). The
Explanation of Spiritual Intelligence and Burnout Behavior of Information
Technology Staffs. International Journal of Management Perspective, 1 (4),
33-44.
Taran, L.C.B., Shuck, M.B., Gutierrez, C.C., & Baralt, S. (2010). The role of
leadership sylein employee engagement. Florida Internasional University,
USA.
Torabi, M., &Javadi, S. (2013). Studying the impact of spiritual intelligence on job
engagement. International Journal of Economy, Management and Social
Sciences, 2 (9), 752-756.
Vaughan, F. (2002). What is spiritual intelligence?. Journal of Humanistic
Psychology, 42 (2) 16-33.
Zohar, D., & Marshall, I. (2001). SQ: memanfaatkan kecerdasan spiritual dalam
berpikir integralistik dan holistic untuk memaknai kehidupan. Bandung:
Mizan media utama.
LAMPIRAN
Salam silaturahmi saya ucapkan, semoga anda selalu mendapat perlindungan dari Tuhan
yang Maha Esa sehingga dapat melaksanakan aktivitas sehari-hari dengan baik. Peneliti adalah
Mahasiswi Program Sarjana Strata-1 (S1) Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang sedang mengadakan penelitian untuk skripsi. Peneliti mengharapkan kesediaan Anda untuk
bisa berpartisipasi dalam penelitian ini.
Data diri dari semua jawaban Anda akan diolah secara kelompok, bukan perorangan
juga diperlakukan secara RAHASIA dan hanya untuk KEPENTINGAN PENELITIAN. Atas
perhatian dan bantuannya peneliti ucapkan terimakasih.
Jakarta, Desember 2014
Hormat Peneliti
Vina Febian
PERNYATAAN PERSETUJUAN PARTISIPASI
Dengan ini saya secara sukarela menyatakan bersedia untuk berpartisipasi dalam
penelitian ini: (WAJIB DIISI)
Nama / Inisial :
Usia : tahun
Jenis Kelamin : L / P
Status Karyawan : a. Karyawan tetap b. Calon karyawan tetap
Lama Bekerja : tahun bulan
*Coret yang tidak sesuai
PETUNJUK PENGISIAN
UNTUK MENGISI SKALA I, II, DAN III :
Berikut ini terdapat butir-butir pernyataan, baca dan pahami baik-baik setiap pernyataan. Anda
diminta untuk mengemukakan apakah pernyataan-pertanyataan tersebut sesuai dengan diri Anda,
dengan cara memberi tanda ( √ ) pada salah satu dari empat pilihan yang tersedia, pada kolom
dibagian kanan.
Jika jawaban Anda:
Sangat Tidak Sesuai, beri tanda pada kolom STS.
Tidak Sesuai, beri tanda pada kolom TS.
Sesuai, beri tanda pada kolom S.
Sangat Sesuai, beri tanda pada kolom SS.
Contoh:
Jika jawaban anda Tidak Sesuai.
No. Pernyataan STS TS S SS
1. Saya mampu berbagi waktu dengan baik. √
Tidak ada jawaban yang benar atau salah untuk setiap pernyataan, seluruh jawaban
adalah benar selama itu sesuai dengan diri Anda.
Skala 1
Pernyataan SS S TS STS
Saat bekerja, saya merasa penuh energi.
Saat bekerja, saya merasa kuat dan penuh semangat.
Saat bangun pagi, saya merasa senang untuk pergi kerja.
Saya dapat meneruskan bekerja untuk jangka waktu yang
lama.
Ketahanan mental saya sangat tangguh saat bekerja.
Saat bekerja, saya berusaha, walau terkadang ada hal yang
tidak berjalan dengan baik.
Saya merasa pekerjaan ini penuh dengan makna.
Saya merasa antusias terhadap pekerjaan ini.
Pekerjaan ini dapat memberikan saya inspirasi.
Saya bangga atas pekerjaan ini.
Bagi saya, pekerjaan ini terasa menantang.
Waktu tidak terasa telah berlalu ketika saya bekerja.
Ketika bekerja, saya mengabaikan segala sesuatu yang ada
disekitarnya.
Saya merasa senang ketika bekerja dengan sungguh-sungguh.
Saya merasa pekerjaan ini mengasyikkan.
Saya merasa terlarut saat bekerja.
Sulit bagi saya untuk melepaskan diri dari pekerjaan ini.
Skala 2
Pernyataan SS S TS STS
Atasan saya mempunyai pemahaman atas tujuan yang dituju.
Atasan saya mempunyai mempunyai maksud yang jelas
dimana dia ingin karyawannya berada dalam waktu 5 tahun.
Atasan saya tidak tahu jalannya organisasi.
Atasan saya tidak jarang berdiskusi dengan karyawan lainnya
akan gambaran masa depan organisasi.
Atasan saya berusaha untuk menanamkan nilai-nilai
organisasi pada karyawannya.
Atasan saya menerapkan nilai-nilai organisasi sehari-hari pada
karyawannya.
Atasan saya mengatakan hal-hal yang membuat karyawan
bangga menjadi bagian dari organisasi ini.
Atasan saya mengatakan hal yang positif mengenai unit kerja.
Atasan saya mendorong karyawan untuk merubah pandangan
bahwa lingkungan itu merupakan situasi yang penuh peluang
Atasan saya memotivasi karyawan bahwa pekerjaan ini
sangatlah berharga bagi orang banyak.
Atasan saya memberikan kata-kata yang membuat karyawan
percaya akan kemampuannya dalam pekerjaan ini.
Atasan saya mengedepankan kemampuan karyawannya dalam
mencapai tujuan bersama.
Atasan saya memberikan tantangan untuk memikirkan
masalah-masalah dengan cara yang baru.
Atasan saya memiliki ide yang dapat membuat karyawannya
kembali memikirkan beberapa hal yang tidak pernah
ditanyakan sebelumnya.
Atasan saya menantang karyawannya untuk kembali
memikirkan beberapa asumsi dasar mengenai pekerjaan ini.
Atasan saya meberikan tantangan untuk menganalisis masalah
yang terjadi di organisasi.
Atasan saya mendorong karyawannya untuk menghasilkan
solusi yang berkualitas dari suatu masalah.
Atasan saya melihat kualitas solusi yang dihasilkan karyawan
untuk memecahkan masalah.
Atasan saya menyadari perasaan individu sebelum bertindak.
Atasan saya berkelakuan dengan baik dengan penuh
pertimbangan akan kebutuhan karyawannya.
Atasan saya melihat bahwa ketertarikan karyawan muncul
karena adanya pertimbangan.
Atasan saya peduli akan kesejahteraan psikologis
karyawannya.
Atasan saya secara psikologis mampu menciptakan
lingkungan yang nyaman bagi karyawannya.
Atasan saya mendukung secara psikologis dalam
menyelesaikan tugas-tugas organisasi.
Atasan saya menghargai karyawannya ketika melakukan
pekerjaan yang lebih baik dibandingkan biasanya.
Atasan saya mengakui peningkatan kualitas karyawannya.
Atasan saya memuji secara personal saat ada karyawannya
melakukan pekerjaan yang menonjol.
Atasan saya memberikan pujian apabila karyawannya
menyelesaikan tugas dengan tepat waktu.
Atasan saya tidak sungkan untuk membanggakan
karyawannya apabila bekerja dengan baik didepan karyawan
lainnya.
Atasan saya memberikan kepercayaan dengan melihat
kemampuan yang dimiliki karyawan.
Skala 3
Pernyataan SS S TS STS
Saya memikirkan keadaan yang nyata.
Saya lebih mengenali aspek didalam diri daripada aspek di
luar diri.
Menghabiskan waktu untuk merenungkan alasan dari
keberadaan saya.
Saya dapat memasuki kedalam kondisi kesadaran yang lebih
tinggi.
Saya dapat merenungkan secara mendalam atas apa yang
terjadi setelah kematian.
Sulit bagi saya untuk merasakan hal apapun selain yang
bersifat fisik.
Kemampuan untuk menemukan makna dalam kehidupan,
membuat saya dapat beradaptasi dengan situasi stres.
Saya dapat mengendalikan diri, ketika memasuki kesadaran.
Saya telah memahami akan hal-hal seperti kehidupan,
kematian, kenyataan, dan keberadaan.
Menyadari adanya hubungan yang lebih antara diri saya dan
orang lain.
Saya dapat mendefinisikan tujuan dalam kehidupan ini.
Saya dapat bergerak dengan bebas diantara tingkatan dari
kesadaran.
Saya merenungkan makna dari kejadian dalam kehidupan ini.
Saya dapat mendefinisikan diri sendiri dengan menggunakan
batin, yang merupakan bagian non fisik.
Ketika mengalami kegagalan, saya tetap dapat menemukan
makna didalamnya.
Saya melihat permasalahan secara lebih jelas saat berada di
kondisi dengan penuh kesadaran.
Saya merenungkan hubungan antara manusia dan alam
semesta.
Saya menyadari akan aspek non fisik dalam kehidupan.
Saya dapat membuat keputusan yang berkaitan dengan tujuan
dalam kehidupan.
Saya mengenali kualitas dalam diri orang yang lebih bermakna
daripada kepribadiannya.
Saya telah merenungkan secara mendalam bahwa terdapat
beberapa kekuatan yang lebih tinggi (Tuhan).
Mengenali aspek non fisik dalam kehidupan dapat membantu
saya merasa fokus.
Saya dapat menemukan makna dalam pengalaman sehari-hari
yang terjadi.
Saya telah mengembangkan teknik dengan cara tersendiri
untuk dapat memasuki kondisi kesadaran yang lebih tinggi.
Terimakasih
1. Syntax independent variable transformational leadearship style
Syntax Vision
UJI VALIDITAS VISION DA NI=6 NO=199 MA=PM LA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 PM SY FI=TLS.COR MO NX=6 NK=1 LX=FR TD=SY LK VISION FR TD 5 3 TD 5 2 TD 2 1 TD 6 2 TD 5 4 TD 4 3 PD OU SS TV MI
Syntax inspirational communication
UJI VALIDITAS IC DA NI=6 NO=199 MA=PM LA ITEM7 ITEM8 ITEM9 ITEM10 ITEM11 ITEM12 PM SY FI=IC.COR MO NX=6 NK=1 LX=FR TD=SY LK IC FR TD 3 2 TD 5 3 TD 6 3 TD 4 1 TD 5 2 TD 6 5 PD OU SS TV MI
Syntax supportive leadership
UJI VALIDITAS SL DA NI=6 NO=199 MA=PM LA ITEM19 ITEM20 ITEM21 ITEM22 ITEM23 ITEM24 PM SY FI=SL.COR MO NX=6 NK=1 LX=FR TD=SY LK SL FR TD 6 1 TD 5 4 TD 5 1 TD 3 2 PD OU SS TV MI
Syntax intellectual stimulation
UJI VALIDITAS IS DA NI=6 NO=199 MA=PM LA ITEM13 ITEM14 ITEM15 ITEM16 ITEM17 ITEM18 PM SY FI=IS.COR MO NX=6 NK=1 LX=FR TD=SY LK
IS FR TD 6 5 TD 4 3 TD 4 1 TD 6 1 PD OU SS TV MI
Syntax personal recognition
UJI VALIDITAS PR DA NI=6 NO=199 MA=PM LA ITEM25 ITEM26 ITEM27 ITEM28 ITEM29 ITEM30 PM SY FI=PR.COR MO NX=6 NK=1 LX=FR TD=SY LK PR FR TD 5 3 TD 6 1 TD 6 5 TD 6 3 TD 6 4 TD 4 2 TD 5 1 PD OU SS TV MI
2. Syntax spiritual intelligence
Critical exixtential thinking
UJI VALIDITAS CET DA NI=7 NO=199 MA=PM LA ITEM1 ITEM3 ITEM5 ITEM9 ITEM13 ITEM17 ITEM21 PM SY FI=CET.COR MO NX=7 NK=1 LX=FR TD=SY LK CET FR TD 7 1 TD 3 2 TD 7 5 TD 7 3 TD 3 1 PD OU SS TV MI
Personal meaning production
UJI VALIDITAS PMP DA NI=5 NO=199 MA=PM LA ITEM7 ITEM11 ITEM15 ITEM19 ITEM23 PM SY FI=PMP.COR MO NX=5 NK=1 LX=FR TD=SY LK PMP FR TD 4 2 TD 2 1 PD OU SS TV MI
Transcendental awareness
UJI VALIDITAS TA DA NI=7 NO=199 MA=PM LA ITEM2 ITEM6 ITEM10 ITEM14 ITEM18 ITEM20 ITEM22 PM SY FI=TA.COR MO NX=7 NK=1 LX=FR TD=SY LK TA FR TD 5 2 TD 4 2 TD 4 1 TD 6 2 TD 6 1 TD 2 1 PD OU SS TV MI
Conscious state expansion
UJI VALIDITAS CSE DA NI=5 NO=199 MA=PM LA ITEM4 ITEM8 ITEM12 ITEM16 ITEM24 PM SY FI=CSE.COR MO NX=5 NK=1 LX=FR TD=SY LK CSE FR TD 2 1 TD 4 3 TD 4 1 PD OU SS TV MI
Lampiran
1. Path Diagram Work Engagement
2. Path Diagram Vision
3. Path Diagram Inspirational Communication
4. Path Diagram Intellectual Stimulation
5. Path Diagram Supportive Leadership
6. Path Diagram Personal Recognition
7. Path Diagram Critical Existential Thinking
8. Path Diagram Personal Meaning Production
9. Path Diagram Transcendental Awareness
10. Path Diagram Conscious State Expansion
OUTPUT REGRESI SPSS
GET FILE='C:\Users\user\Desktop\REGRESI\DATA REGRESI.sav'. REGRESSION
/MISSING LISTWISE /STATISTICS COEFF OUTS R ANOVA /CRITERIA=PIN(.05)
POUT(.10) /NOORIGIN /DEPENDENT Employee_Engagement /METHOD=ENTER Vision
Inspirational_Communication Intellectual_Stimulation Supportive_Leadership
Personal_Recognition Critical_Exsi stential_Thinking
Personal_Meaning_Production Trancendental_Awareness
Conscious_State_Expansion.
Regression
Notes
Output Created 07-Jan-2015 12:10:39
Comments
Input Data C:\Users\user\Desktop\REGRESI\DATA REGRESI.sav
Active Dataset DataSet1
Filter <none>
Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in Working Data File 199
Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are treated as missing.
Cases Used Statistics are based on cases with no missing values for any variable used.
Syntax REGRESSION /MISSING LISTWISE /STATISTICS COEFF OUTS R ANOVA /CRITERIA=PIN(.05) POUT(.10) /NOORIGIN /DEPENDENT Work_Engagement /METHOD=ENTER Vision Inspirational_Communication Intellectual_Stimulation Supportive_Leadership Personal_Recognition Critical_Exsistential_Thinking Personal_Meaning_Production Trancendental_Awareness Conscious_State_Expansion.
Resources Processor Time 0:00:00.094
Elapsed Time 0:00:00.100
Memory Required 4492 bytes
Additional Memory Required for Residual Plots
0 bytes
[DataSet1] C:\Users\user\Desktop\REGRESI\DATA REGRESI.sav
Variables Entered/Removed
Model Variables Entered Variables Removed Method
1 Conscious_State_Expansion,
Supportive_Leadership,
Personal_Meaning_Production,
Intellectual_Stimulation, Vision,
Critical_Exsistential_Thinking,
Trancendental_Awareness,
Personal_Recognition,
Inspirational_Communicationa
. Enter
a. All requested variables entered.
Model Summary
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
1 .698a .487 .463 7.00397
a. Predictors: (Constant), Conscious_State_Expansion, Supportive_Leadership, Personal_Meaning_Production,
Intellectual_Stimulation, Vision, Critical_Exsistential_Thinking, Trancendental_Awareness, Personal_Recognition,
Inspirational_Communication
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 8819.043 9 979.894 19.975 .000a
Residual 9271.495 189 49.056
Total 18090.539 198
a. Predictors: (Constant), Conscious_State_Expansion, Supportive_Leadership, Personal_Meaning_Production,
Intellectual_Stimulation, Vision, Critical_Exsistential_Thinking, Trancendental_Awareness, Personal_Recognition,
Inspirational_Communication
b. Dependent Variable: Work_Engagement
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 5.781 3.922 1.474 .142
Vision -.117 .089 -.115 -1.314 .191
Inspirational_Communication .391 .100 .385 3.898 .000
Intellectual_Stimulation .028 .091 .027 .311 .756
Supportive_Leadership .029 .094 .028 .303 .762
Personal_Recognition -.083 .092 -.080 -.894 .373
Critical_Exsistential_Thinking .381 .092 .351 4.138 .000
Personal_Meaning_Production .010 .097 .009 .101 .920
Trancendental_Awareness .017 .095 .015 .175 .861
Conscious_State_Expansion .229 .096 .200 2.393 .018
a. Dependent Variable: Work_Engagement
Output work engagement
DATE: 2/24/2015 TIME: 9:22
L I S R E L 8.70
BY
Karl G. Jöreskog & Dag Sörbom
This program is published exclusively by Scientific Software International, Inc. 7383 N. Lincoln Avenue, Suite 100 Lincolnwood, IL 60712, U.S.A. Phone: (800)247-6113, (847)675-0720, Fax: (847)675-2140 Copyright by Scientific Software International, Inc., 1981-2004 Use of this program is subject to the terms specified in the Universal Copyright Convention. Website: www.ssicentral.com
The following lines were read from file
C:\Users\user\Desktop\HITUNGAN\DV\ENGAGEMENT.LS8:
UJI VALIDITAS ENGAGEMENT DA NI=17 NO=199 MA=PM LA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 ITEM7 ITEM8 ITEM9 ITEM10 ITEM11 ITEM12 ITEM13 ITEM14 ITEM15 ITEM16 ITEM17 PM SY FI=DV.COR MO NX=17 NK=1 LX=FR TD=SY LK ENG FR TD 2 1 TD 7 3 TD 17 16 TD 15 14 TD 14 6 FR TD 14 10 TD 14 9 TD 15 4 TD 12 5 TD 16 6 FR TD 15 8 TD 14 1 TD 8 7 TD 15 3 TD 7 6 TD 11 8 FR TD 13 7 TD 12 7 TD 16 15 TD 17 7 TD 13 11 FR TD 16 12 TD 10 5 TD 6 3 TD 17 10 TD 17 3 TD 17 13 FR TD 16 13 TD 10 9 TD 6 1 TD 13 2 TD 14 2 TD 10 7 FR TD 14 8 TD 15 9 TD 8 6 TD 12 3 TD 4 3 TD 5 1 TD 5 2 FR TD 12 9 TD 12 10 TD 12 8 TD 15 10 TD 14 12 TD 12 2 FR TD 3 2 TD 9 3 TD 15 1 PD OU TV MI SS AD=OF IT=1000
UJI VALIDITAS ENGAGEMENT
Number of Input Variables 17 Number of Y - Variables 0 Number of X - Variables 17 Number of ETA - Variables 0 Number of KSI - Variables 1
Number of Observations 199
W_A_R_N_I_N_G: Matrix to be analyzed is not positive definite, ridge option taken with ridge constant = 0.100
UJI VALIDITAS ENGAGEMENT
Covariance Matrix
ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 -------- -------- -------- -------- -------- -------- ITEM1 1.10 ITEM2 0.91 1.10 ITEM3 0.46 0.59 1.10 ITEM4 0.33 0.37 0.40 1.10 ITEM5 0.61 0.58 0.34 0.32 1.10 ITEM6 0.52 0.48 0.28 0.29 0.49 1.10 ITEM7 0.48 0.55 0.34 0.23 0.55 0.71 ITEM8 0.55 0.64 0.67 0.32 0.54 0.51 ITEM9 0.54 0.62 0.67 0.32 0.52 0.61 ITEM10 0.46 0.57 0.49 0.24 0.39 0.51 ITEM11 0.46 0.56 0.49 0.19 0.48 0.51 ITEM12 0.57 0.55 0.35 0.32 0.67 0.60 ITEM13 -0.17 -0.24 -0.14 -0.12 -0.10 -0.19 ITEM14 0.46 0.43 0.43 0.30 0.54 0.66 ITEM15 0.42 0.53 0.72 0.15 0.49 0.45 ITEM16 0.31 0.32 0.16 0.06 0.21 0.33 ITEM17 0.21 0.25 0.36 0.13 0.12 0.16
Covariance Matrix
ITEM7 ITEM8 ITEM9 ITEM10 ITEM11 ITEM12 -------- -------- -------- -------- -------- -------- ITEM7 1.10 ITEM8 0.90 1.10 ITEM9 0.82 0.91 1.10 ITEM10 0.75 0.71 0.81 1.10 ITEM11 0.65 0.56 0.68 0.52 1.10 ITEM12 0.51 0.59 0.55 0.49 0.59 1.10 ITEM13 -0.26 -0.08 -0.08 -0.26 0.01 -0.11 ITEM14 0.55 0.51 0.51 0.67 0.50 0.66 ITEM15 0.65 0.87 0.83 0.62 0.63 0.57 ITEM16 0.27 0.28 0.28 0.17 0.31 0.38 ITEM17 0.31 0.36 0.31 0.37 0.19 0.27
Covariance Matrix
ITEM13 ITEM14 ITEM15 ITEM16 ITEM17 -------- -------- -------- -------- -------- ITEM13 1.10 ITEM14 -0.25 1.10 ITEM15 -0.04 0.77 1.10 ITEM16 0.25 0.12 0.32 1.10 ITEM17 0.22 0.13 0.25 0.57 1.10
UJI VALIDITAS ENGAGEMENT
Parameter Specifications
LAMBDA-X
ENG -------- ITEM1 1 ITEM2 2 ITEM3 3 ITEM4 4 ITEM5 5 ITEM6 6 ITEM7 7 ITEM8 8 ITEM9 9 ITEM10 10 ITEM11 11 ITEM12 12 ITEM13 13 ITEM14 14 ITEM15 15 ITEM16 16 ITEM17 17
THETA-DELTA
ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 -------- -------- -------- -------- -------- -------- ITEM1 18 ITEM2 19 20 ITEM3 0 21 22 ITEM4 0 0 23 24 ITEM5 25 26 0 0 27 ITEM6 28 0 29 0 0 30 ITEM7 0 0 31 0 0 32 ITEM8 0 0 0 0 0 34 ITEM9 0 0 37 0 0 0 ITEM10 0 0 0 0 39 0 ITEM11 0 0 0 0 0 0 ITEM12 0 45 46 0 47 0 ITEM13 0 53 0 0 0 0 ITEM14 57 58 0 0 0 59 ITEM15 65 0 66 67 0 0 ITEM16 0 0 0 0 0 73 ITEM17 0 0 78 0 0 0
THETA-DELTA
ITEM7 ITEM8 ITEM9 ITEM10 ITEM11 ITEM12 -------- -------- -------- -------- -------- -------- ITEM7 33 ITEM8 35 36 ITEM9 0 0 38 ITEM10 40 0 41 42 ITEM11 0 43 0 0 44
ITEM12 48 49 50 51 0 52 ITEM13 54 0 0 0 55 0 ITEM14 0 60 61 62 0 63 ITEM15 0 68 69 70 0 0 ITEM16 0 0 0 0 0 74 ITEM17 79 0 0 80 0 0
THETA-DELTA
ITEM13 ITEM14 ITEM15 ITEM16 ITEM17 -------- -------- -------- -------- -------- ITEM13 56 ITEM14 0 64 ITEM15 0 71 72 ITEM16 75 0 76 77 ITEM17 81 0 0 82 83
UJI VALIDITAS ENGAGEMENT
Number of Iterations = 52
LISREL Estimates (Maximum Likelihood)
LAMBDA-X
ENG -------- ITEM1 0.62 (0.07) 9.10
ITEM2 0.71 (0.07) 10.86
ITEM3 0.68 (0.07) 10.21
ITEM4 0.36 (0.07) 4.89
ITEM5 0.59 (0.07) 8.80
ITEM6 0.68 (0.07) 10.05
ITEM7 0.86 (0.06)
13.73
ITEM8 0.96 (0.06) 16.03
ITEM9 0.92 (0.06) 15.56
ITEM10 0.75 (0.07) 11.40
ITEM11 0.74 (0.06) 11.35
ITEM12 0.78 (0.07) 11.75
ITEM13 -0.16 (0.07) -2.22
ITEM14 0.65 (0.07) 9.24
ITEM15 0.75 (0.07) 11.28
ITEM16 0.31 (0.07) 4.30
ITEM17 0.33 (0.07) 4.55
PHI
ENG -------- 1.00
THETA-DELTA
ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 -------- -------- -------- -------- -------- --------
ITEM1 0.72 (0.07) 10.17
ITEM2 0.46 0.59 (0.05) (0.06) 8.35 9.95
ITEM3 - - 0.06 0.61 (0.02) (0.06) 2.72 10.05
ITEM4 - - - - 0.08 0.97 (0.04) (0.10) 2.10 9.93
ITEM5 0.24 0.18 - - - - 0.74 (0.05) (0.05) (0.07) 4.93 3.78 10.22
ITEM6 0.08 - - -0.13 - - - - 0.63 (0.03) (0.04) (0.06) 2.83 -3.65 9.81
ITEM7 - - - - -0.23 - - - - 0.12 (0.03) (0.03) -8.04 3.70
ITEM8 - - - - - - - - - - -0.10 (0.03) -3.23
ITEM9 - - - - 0.05 - - - - - - (0.03) 2.07
ITEM10 - - - - - - - - -0.07 - - (0.03) -2.46
ITEM11 - - - - - - - - - - - -
ITEM12 - - -0.07 -0.15 - - 0.14 - - (0.03) (0.04) (0.04) -2.51 -4.20 3.50
ITEM13 - - -0.13 - - - - - - - - (0.03) -3.64
ITEM14 0.00 -0.09 - - - - - - 0.23 (0.03) (0.02) (0.03) 0.12 -4.30 6.70
ITEM15 -0.05 - - 0.21 -0.15 - - - - (0.02) (0.03) (0.02) -2.06 7.41 -5.99
ITEM16 - - - - - - - - - - 0.14 (0.04) 3.50
ITEM17 - - - - 0.16 - - - - - - (0.04) 3.67
THETA-DELTA
ITEM7 ITEM8 ITEM9 ITEM10 ITEM11 ITEM12 -------- -------- -------- -------- -------- -------- ITEM7 0.36 (0.04) 8.34
ITEM8 0.09 0.19 (0.03) (0.04) 2.75 5.41
ITEM9 - - - - 0.24 (0.03) 7.29
ITEM10 0.09 - - 0.11 0.54 (0.02) (0.03) (0.06) 4.62 3.47 9.84
ITEM11 - - -0.18 - - - - 0.56 (0.02) (0.06) -7.70 9.93
ITEM12 -0.17 -0.13 -0.15 -0.09 - - 0.45 (0.03) (0.03) (0.03) (0.04) (0.06) -4.94 -3.99 -4.97 -2.36 7.61
ITEM13 -0.14 - - - - - - 0.14 - - (0.03) (0.05) -4.44 2.75
ITEM14 - - -0.08 -0.08 0.21 - - 0.10 (0.02) (0.03) (0.04) (0.03) -3.10 -2.41 4.83 2.82
ITEM15 - - 0.15 0.13 0.08 - - - - (0.02) (0.03) (0.03) 6.95 4.25 2.43
ITEM16 - - - - - - - - - - 0.11
(0.04) 2.76
ITEM17 0.02 - - - - 0.18 - - - - (0.03) (0.03) 0.69 6.03
THETA-DELTA
ITEM13 ITEM14 ITEM15 ITEM16 ITEM17 -------- -------- -------- -------- -------- ITEM13 1.11 (0.11) 10.27
ITEM14 - - 0.69 (0.07) 10.39
ITEM15 - - 0.34 0.56 (0.04) (0.05) 7.95 11.53
ITEM16 0.27 - - 0.13 0.99 (0.06) (0.02) (0.09) 4.54 5.89 10.52
ITEM17 0.35 - - - - 0.49 1.05 (0.07) (0.07) (0.10) 4.96 7.24 10.51
Squared Multiple Correlations for X - Variables
ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 -------- -------- -------- -------- -------- -------- 0.35 0.46 0.43 0.12 0.32 0.42
Squared Multiple Correlations for X - Variables
ITEM7 ITEM8 ITEM9 ITEM10 ITEM11 ITEM12 -------- -------- -------- -------- -------- -------- 0.67 0.83 0.78 0.51 0.49 0.58
Squared Multiple Correlations for X - Variables
ITEM13 ITEM14 ITEM15 ITEM16 ITEM17 -------- -------- -------- -------- -------- 0.02 0.38 0.50 0.09 0.09
Goodness of Fit Statistics
Degrees of Freedom = 70
Minimum Fit Function Chi-Square = 92.36 (P = 0.038) Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 89.21 (P = 0.061) Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 19.21 90 Percent Confidence Interval for NCP = (0.0 ; 47.57)
Minimum Fit Function Value = 0.47 Population Discrepancy Function Value (F0) = 0.097 90 Percent Confidence Interval for F0 = (0.0 ; 0.24) Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0.037 90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.0 ; 0.059) P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 0.82
Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 1.29 90 Percent Confidence Interval for ECVI = (1.19 ; 1.43) ECVI for Saturated Model = 1.55 ECVI for Independence Model = 25.91
Chi-Square for Independence Model with 136 Degrees of Freedom = 5096.73 Independence AIC = 5130.73 Model AIC = 255.21 Saturated AIC = 306.00 Independence CAIC = 5203.71 Model CAIC = 611.55 Saturated CAIC = 962.88
Normed Fit Index (NFI) = 0.98 Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0.99 Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.51 Comparative Fit Index (CFI) = 1.00 Incremental Fit Index (IFI) = 1.00 Relative Fit Index (RFI) = 0.96
Critical N (CN) = 216.30
Root Mean Square Residual (RMR) = 0.048 Standardized RMR = 0.044 Goodness of Fit Index (GFI) = 0.95 Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.89 Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.43
UJI VALIDITAS ENGAGEMENT
Modification Indices and Expected Change
No Non-Zero Modification Indices for LAMBDA-X
No Non-Zero Modification Indices for PHI
Modification Indices for THETA-DELTA
ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 -------- -------- -------- -------- -------- -------- ITEM1 - - ITEM2 - - - -
ITEM3 0.73 - - - - ITEM4 0.00 1.13 - - - - ITEM5 - - - - 1.40 2.35 - - ITEM6 - - 0.15 - - 0.35 0.17 - - ITEM7 0.00 1.99 - - 2.36 0.60 - - ITEM8 0.06 0.23 0.51 0.00 1.31 - - ITEM9 0.05 0.18 - - 0.10 0.63 0.12 ITEM10 0.19 1.55 0.18 0.47 - - 0.67 ITEM11 0.40 1.55 0.00 0.56 0.09 0.00 ITEM12 0.95 - - - - 0.10 - - 0.77 ITEM13 1.49 - - 1.73 0.03 0.05 0.17 ITEM14 - - - - 0.17 1.67 0.49 - - ITEM15 - - 0.60 - - - - 1.32 1.06 ITEM16 1.07 0.77 0.07 1.12 0.23 - - ITEM17 0.01 0.22 - - 1.07 0.75 0.60
Modification Indices for THETA-DELTA
ITEM7 ITEM8 ITEM9 ITEM10 ITEM11 ITEM12 -------- -------- -------- -------- -------- -------- ITEM7 - - ITEM8 - - - - ITEM9 1.71 0.70 - - ITEM10 - - 0.91 - - - - ITEM11 0.08 - - 1.04 0.00 - - ITEM12 - - - - - - - - 0.78 - - ITEM13 - - 0.02 1.76 1.39 - - 0.82 ITEM14 0.58 - - - - - - 0.00 - - ITEM15 0.01 - - - - - - 0.80 0.61 ITEM16 0.27 1.00 0.05 0.33 1.31 - - ITEM17 - - 1.01 0.00 - - 1.15 0.54
Modification Indices for THETA-DELTA
ITEM13 ITEM14 ITEM15 ITEM16 ITEM17 -------- -------- -------- -------- -------- ITEM13 - - ITEM14 1.34 - - ITEM15 1.09 - - - - ITEM16 - - 0.07 - - - - ITEM17 - - 0.01 0.00 - - - -
Expected Change for THETA-DELTA
ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 -------- -------- -------- -------- -------- -------- ITEM1 - - ITEM2 - - - - ITEM3 0.03 - - - - ITEM4 0.00 0.04 - - - - ITEM5 - - - - -0.04 0.07 - - ITEM6 - - -0.02 - - 0.02 0.01 - - ITEM7 0.00 -0.03 - - -0.04 0.02 - - ITEM8 0.00 0.01 0.03 0.00 -0.02 - - ITEM9 0.00 -0.01 - - 0.01 -0.02 -0.01 ITEM10 -0.01 0.03 -0.02 -0.03 - - 0.03 ITEM11 -0.02 0.04 0.00 -0.03 0.01 0.00
ITEM12 0.04 - - - - -0.01 - - 0.04 ITEM13 -0.06 - - -0.07 -0.01 0.01 -0.02 ITEM14 - - - - -0.02 0.06 0.02 - - ITEM15 - - -0.02 - - - - 0.02 -0.04 ITEM16 0.04 0.03 -0.01 -0.06 -0.02 - - ITEM17 0.00 -0.02 - - 0.06 -0.04 -0.03
Expected Change for THETA-DELTA
ITEM7 ITEM8 ITEM9 ITEM10 ITEM11 ITEM12 -------- -------- -------- -------- -------- -------- ITEM7 - - ITEM8 - - - - ITEM9 0.03 0.02 - - ITEM10 - - -0.03 - - - - ITEM11 0.01 - - -0.03 0.00 - - ITEM12 - - - - - - - - -0.04 - - ITEM13 - - 0.00 0.03 -0.04 - - 0.05 ITEM14 -0.02 - - - - - - 0.00 - - ITEM15 0.00 - - - - - - 0.02 -0.04 ITEM16 0.01 -0.03 -0.01 -0.02 0.05 - - ITEM17 - - 0.03 0.00 - - -0.05 0.04
Expected Change for THETA-DELTA
ITEM13 ITEM14 ITEM15 ITEM16 ITEM17 -------- -------- -------- -------- -------- ITEM13 - - ITEM14 -0.03 - - ITEM15 0.02 - - - - ITEM16 - - -0.01 - - - - ITEM17 - - 0.00 0.00 - - - -
Maximum Modification Index is 2.36 for Element ( 7, 4) of THETA-DELTA
UJI VALIDITAS ENGAGEMENT
Standardized Solution
LAMBDA-X
ENG -------- ITEM1 0.62 ITEM2 0.71 ITEM3 0.68 ITEM4 0.36 ITEM5 0.59 ITEM6 0.68 ITEM7 0.86 ITEM8 0.96 ITEM9 0.92 ITEM10 0.75 ITEM11 0.74 ITEM12 0.78 ITEM13 -0.16 ITEM14 0.65
ITEM15 0.75 ITEM16 0.31 ITEM17 0.33
PHI
ENG -------- 1.00
Time used: 0.296 Seconds