pengaruh variasi metode ekstraksi secara … · secara turun temurun oleh masyarakat indonesia...
TRANSCRIPT
PENGARUH VARIASI METODE EKSTRAKSI SECARA
MASERASI DAN DENGAN ALAT SOXHLET TERHADAP
KANDUNGAN KURKUMINOID DAN MINYAK ATSIRI
DALAM EKSTRAK ETANOLIK KUNYIT
(Curcuma domestica Val.)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Farmasi
Oleh :
Joice Sola Gratia Sitepu
NIM : 068114103
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2010
ii
PENGARUH VARIASI METODE EKSTRAKSI SECARA
MASERASI DAN DENGAN ALAT SOXHLET TERHADAP
KANDUNGAN KURKUMINOID DAN MINYAK ATSIRI
DALAM EKSTRAK ETANOLIK KUNYIT
(Curcuma domestica Val.)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Farmasi
Oleh :
Joice Sola Gratia Sitepu
NIM : 068114103
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2010
iii
iv
v
vi
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya ini hanya kupersembahkan untuk:
Yesus Kristus,
Tuhan, dan Juruselamatku.
Papa dan Mama
Bang Icho dan kak Ikka
Daveed
Teman – temanku
Dan teristimewa
Almamaterku, Sanata Dharma
Yogyakarta
“Tuhan, ajari aku untuk selalu berserah kepada-
MU untuk langkah apapun yang kuambil demi
masa depanku, aku percaya ada rencana Tuhan
yang indah bagiku, aku percaya janji-Mu
Tuhan.”
Tetapi buah Roh ialah….
Kasih,
Sukacita,
Damai Sejahtera,
Kesabaran,
Kemurahan,
Kebaikan,
Kesetiaan,
Kelemahlembutan,
Penguasaan diri.
Tidak ada
hukum yang
menentang hal-
hal itu.
( Galatia 5 : 22)
vii
PRAKATA
Terpujilah nama Tuhan kita Yesus Kristus, karena begitu besar Kasih-
Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
”Pengaruh Variasi Metode Ekstraksi Secara Maserasi dan Dengan Alat Soxhlet
Terhadap Kandungan Kurkuminoid dan Minyak Atsiri Dalam Ekstrak Etanolik
Kunyit”.
Pada kesempatan kali ini, penulis mengucapkan terimakasih yang amat
sangat dalam atas bantuan yang diberikan kepada penulis baik bantuan secara
moril maupun materiil kepada :
1. Erna Tri Wulandari M.Si., Apt. selaku Dosen Pembimbing yang dengan sabar
membimbing, memberikan waktu luangnya untuk memberi saran dan kritik
sejak awal penelitian, penyusunan proposal hingga selesainya skripsi ini.
2. Dr. C. J. Soegihardjo, Apt. selaku Dosen Penguji yang telah meluangkan waktu
untuk menguji serta memberi kritik dan saran yang membangun.
3. Lucia Wiwid Wijayanti, M. Si., selaku Dosen Penguji yang telah meluangkan
waktu untuk menguji serta memberi kritik dan saran yang membangun.
4. Prof. Dr. Sudibyo Martono, M. S., Apt yang amat sangat membantu penulis
dalam menggoreskan buah pikiran ke dalam naskah ini, yang telah dengan
sabar menjawab semua pertanyaan penulis mengenai kurkuminoid, dan yang
telah mau mengorbankan waktu di sela –sela kesibukan mengajar. Saya
sungguh berterimakasih untuk kebaikan Bapak.
viii
ix
x
INTISARI
Rimpang tanaman kunyit (Curcuma domestica Val.) telah digunakan
secara turun temurun oleh masyarakat Indonesia sebagai obat tradisional. Senyawa aktif dalam rimpang kunyit yang sering digunakan sebagai obat tradisional adalah kurkuminoid sebagai antiinflamasi dan minyak atsiri berkhasiat mencegah keluarnya asam lambung yang berlebihan.
Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperimental yaitu untuk membandingkan kadar kurkuminoid dan minyak atsiri dalam kunyit yang diperoleh secara maserasi dan dengan alat Soxhlet sehingga penelitian ini dapat membantu produsen obat tradisional yang menggunakan kunyit sebagai bahannya untuk memperoleh senyawa kurkuminoid dan minyak atsiri secara maksimal.
Ekstrak rimpang kunyit diekstraksi dengan dua jenis metode yaitu maserasi dan dengan alat Soxhlet menggunakan penyari etanol, kemudian dikentalkan dengan rotary vacuum evaporator. Kadar kurkuminoid kemudian ditetapkan dengan spektrofotometer visible sedangkan kadar minyak atsiri ditetapkan dengan destilasi Stahl dalam % v/b.
Hasil dari penelitian ini diperoleh kadar kurkuminoid 46,2636% dari metode maserasi, dan 54,7162% dari metode dengan alat Soxhlet, kemudian diperoleh juga kadar minyak atsiri 17,2210% dari metode maserasi, dan 19,3105% dari metode dengan alat Soxhlet. Sehingga diperoleh kesimpulan dari uji T bahwa metode ekstraksi dengan alat Soxhlet adalah metode yang terbaik untuk memperoleh kadar kurkuminoid karena berbeda signifikan dengan metode maserasi, dan untuk minyak atsiri dapat digunakan kedua metode ekstraksi karena tidak berbeda signifikan. Kata kunci : maserasi, alat Soxhlet, kurkuminoid, minyak atsiri, kunyit
xi
ABSTRACT
Rhizome turmeric plant (Curcuma domestica Val.) have been used from generation to generation by Indonesian society as a traditional medicine. Active compounds in the rhizome of turmeric, which is often used as traditional medicine is curcuminoid as anti-inflammatory and essential oils efficacious to prevent the release of excessive stomach acid.
This is a quasi-experimental research to compare the content of curcuminoid in turmeric and essential oils obtained by maceration and with tool of Soxhlet. The aim is to help the producers of traditional medicines to obtain the maximum curcuminoid and essential oils.
The rhizome of turmeric was extracted with two kinds of methods such as maceration and with tool of Soxhlet using ethanol then thickened with a rotary vacuum evaporator. Curcuminoid then determined by visible spectrophotometer and essential oils levels set by distillation Stahl in % v/b.
The results are curcuminoid obtained from the maceration method 46.2636%, and with Soxhlet tool method 54.7162%. The essential oils content obtained from the maceration method is 17.2210% and with Soxhlet tool method is 19.3105%. The t-test result shows that the with Soxhlet tool extraction method is the best method to obtained curcuminoid from turmeric. The essential oils can use both extraction methods.
Key words : maceration, tool of Soxhlet, curcuminoid, essential oil, turmeric
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL .…...………………………………………………...... i
HALAMAN JUDUL ………………………………………………………..... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ……………………………… iii
HALAMAN PENGESAHAN………………………………………………... iv
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI...................................................... v
HALAMAN PERSEMBAHAN……………………………………………… vi
PRAKATA ……………………………………………………………………. vii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA....…………………………………..... ix
INTISARI………………………………………………………....................... x
ABSTRACT………………………………………………………..................... xi
DAFTAR ISI ……………………………………………………….................. xii
DAFTAR TABEL ……………………………………………………….......... xvii
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………. xx
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………….. xxii
DAFTAR SINGKATAN……………………………………………………… xxiv
BAB I. PENDAHULUAN ……………………………………………………. 1
A. Latar Belakang ……………………………………………………....... 1
1. Rumusan masalah ………………………………………………... 6
2. Keaslian penelitian..………………………………………………. 6
3. Manfaat penelitian ….…………………………………………...... 7
B. Tujuan Penelitian .…………………………………………………....... 7
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………….. 8
A. Uraian Kunyit ……………………………………………………......... 8
1. Keterangan botani............................................................................. 8
2. Uraian rimpang kunyit...................................................................... 9
3. Kandungan kimia.............................................................................. 10
4. Khasiat dan kegunaan........................................................................ 10
B. Uraian Kurkuminoid ………………………………………………….. 11
C. Uraian Minyak Atsiri……….…………………………......................... 14
xiii
D. Penyulingan Minyak Atsiri ……………………………………………. 15
1. Penyulingan dengan air…………………………………………… 15
2. Penyulingan dengan air dan uap………………………………….. 16
3. Penyulingan dengan uap………………………………………….. 16
E. Uraian Metode Ekstraksi ……………………………………………… 17
1. Tujuan ekstraksi …………………………………………………. 17
2. Jenis – jenis ekstraksi ……………………………………………. 17
a. Cara dingin…………………………………………………….. 17
b. Cara panas……………………………………………………... 18
3. Uraian maserasi…………………………………………………... 19
4. Uraian dengan alat Soxhlet……………………………………….. 20
5. Cairan penyari……………………………………………………. 22
a. Kriteria cairan penyari………………………………………… 22
b. Etanol………………………………………………………….. 22
F. Uraian Ekstrak ……………………………………………………....... 23
1. Definisi ekstrak …………………………………………………... 23
2. Pengelompokan ekstrak ………………………………………….. 23
3. Ekstrak kunyit…………………………………………………….. 24
G. Penguapan Ekstrak Cair……………………………………………….. 24
H. Uraian Spektrofotometri …..………………………………………….. 25
I. Validasi Metode .……………………………………………………… 26
1. Akurasi…………………………………………………………… 26
2. Presisi…………………………………………………………….. 26
3. Linieritas dan rentang……………………………………………. 27
4. Spesifisitas………………………………………………………... 27
5. Limit of Detection dan Limit of Quantitation..……………….…… 28
J. Keterangan Empiris………………………………………………….... 28
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ……………………..……………... 30
A. Jenis dan Rancangan Penelitian .....………………………………........ 30
1. Jenis penelitian.. …………………………………………...…….. 30
2. Tahapan penelitian ……..………………………………………... 30
xiv
B. Variabel dan Definisi Operasional ……………………………………. 31
1. Klasifikasi variabel…………………………………..……………. 31
a. Variabel bebas…………………………………………………. 31
b. Variabel tergantung……………………………………………. 31
c. Variabel pengacau tidak terkendali.............................................. 31
d. Variabel pengacau terkendali....................................................... 31
2. Definisi operasional………………………………………………. 31
a. Maserasi………………………………………………..………. 31
b. Dengan alat Soxhlet…………………………………………..... 32
c. Ekstrak kunyit maserasi………………………………………... 32
d. Ekstrak kunyit dengan alat Soxhlet..………..…………………. 32
e. Penetapan minyak atsiri……………………………………….. 32
f. Penetapan kadar kurkuminoid dalam ekstrak rimpang kunyit… 32
g. Pengaruh variasi metode ekstraksi……………………..……… 33
C. Bahan atau Materi Penelitian .………………………………………... 33
D. Alat atau Materi Penelitian…………………………………………… 33
E. Jalannya Penelitian ……….…..……………………………………….. 33
1. Identifikasi rimpang kunyit.......…………..……………………… 34
2. Pembuatan simplisia ..............................………………………….. 34
a. Pengumpulan bahan…………………………………………… 34
1) Sortasi basah………………………………………………. 34
2) Pencucian…………………………………………………. 34
3) Perajangan………………………………………………… 35
4) Pengeringan………………………………………………. 35
5) Sortasi kering……………………………………………… 35
6) Pembuatan serbuk simplisia……………………………….. 35
b. Pembuatan ekstrak rimpang kunyit..................……………….. 36
1) Metode maserasi………………………………………….... 36
2) Metode dengan alat Soxhlet……………………………….. 36
c. Pengentalan ekstrak rimpang kunyit.......................................... 37
d. Penetapan kadar minyak atsiri........….………………………... 37
xv
e. Penetapan kadar kurkuminoid yang dihitung dalam persen
kurkumin………………………………………………………..
37
1) Pembuatan larutan stok…………………………………….. 37
2) Pembuatan larutan intermediet…………………………….. 37
3) Penetapan panjang gelombang maksimum (λ maks)……… 37
4) Validasi metode…………………………………………… 38
a) Akurasi………………………………………………… 38
b) Presisi………………………………………………….. 39
c) Linieritas dan rentang………………………………….. 39
d) Spesifisitas……………………………..………………. 39
e) Limit of Detection dan Limit of Quantitation..………… 40
5) Pembuatan kurva baku…………………………………….. 40
6) Penetapan kadar kurkuminoid dalam sampel……………… 41
f. Analisa data……………………..……………………………... 41
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ……….…..………………………… 42
A. Identifikasi Rimpang Kunyit………................……….…..………….... 42
1. Organoleptik………………………………………………………. 42
2. Makroskopis………………………………………………………. 43
3. Mikroskopis……………………………………………………….. 44
B. Pembuatan Simplisia ……….…..……………………………………... 45
1. Pengumpulan rimpang kunyit…………………………………….. 45
2. Sortasi basah ……….…..………………………………………… 45
3. Pencucian rimpang kunyit.……………………………….............. 46
4. Perajangan rimpang kunyit ………………………………………. 46
5. Pengeringan rimpang kunyit .……………………………............. 47
6. Sortasi kering ……….…..………………………………………... 48
7. Pembuatan serbuk ……….…..…………………………………… 48
C. Cara Maserasi ……...…..……………………………………………... 49
D. Cara Dengan Alat Soxhlet…..…………………………………………. 51
E. Pengentalan Ekstrak Rimpang Kunyit.………………………….......... 52
F. Penetapan Kadar Minyak Atsiri..…………….……………………...... 53
xvi
G. Penetapan Kadar Kurkuminoid dengan Spektrofotometri Visible…….. 55
1. Penetapan panjang gelombang maksimum (λ maks)……………… 56
2. Validasi metode…………………………………………………… 56
a. Akurasi……………………………………………...………. 57
b. Presisi……………………………………………….………. 57
c. Linearitas……………………………………………………. 58
d. Spesifisitas………………………………………….……….. 59
e. Limit of Detection dan Limit of Quantitation..……………… 59
3. Pembuatan kurva baku……………………………………………. 60
4. Penetapan kadar kurkuminoid dalam sampel…………………….. 61
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN…..…………………………………. 68
A. Kesimpulan .…..………………………………………………………. 68
B. Saran .…..…………………………………………………………....... 68
DAFTAR PUSTAKA .…..……………………………………………………. 69
LAMPIRAN .…..……………………………………………………………… 75
BIOGRAFI PENULIS .…..…………………………………………………… 101
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel I. Data perbandingan organoleptik rimpang kunyit dan
Materia Medika Indonesia……………................................. 42
Tabel II. Data perbandingan makroskopik rimpang kunyit dan
Materia Medika Indonesia..................................................... 43
Tabel III. Data hasil penetapan kadar minyak atsiri metode ekstraksi
maserasi................................................................................. 55
Tabel IV. Data hasil penetapan kadar minyak atsiri metode ekstraksi
dengan alat Soxhlet............................................................... 55
Tabel V. Hasil rata–rata recovery tiga konsentrasi kurkumin
penentuan akurasi………………………………..................
57
Tabel VI. Hasil rata – rata tiga konsentrasi kurkumin penentuan
koefisien variasi.................................................................... 58
Tabel VII. Data penentuan persamaan kurva baku………..................... 60
Tabel VIII. Data penetapan kadar kurkuminoid ekstrak hasil maserasi. 65
Tabel IX. Data penetapan kadar kurkuminoid ekstrak hasil dengan
alat Soxhlet........................................................................... 66
Tabel X. Data penimbangan ekstrak rimpang kunyit metode
ekstraksi maserasi................................................................. 76
Tabel XI. Data penimbangan ekstrak rimpang kunyit metode
ekstraksi dengan alat Soxhlet............................................... 76
Tabel XII. Data penimbangan bobot serbuk kurkumin standar.............. 78
Tabel XIII. Data simpangan deviasi, recovery, dan koefisien variasi 80
xviii
tiga replikasi kurkumin..........................................................
Tabel XIV. Data Limit of Detection dan Limit Of Quantification
kurkumin…………………………………………………... 81
Tabel XV. Data bobot ekstrak orientasi metode ekstraksi maserasi....... 81
Tabel XVI. Data bobot ekstrak orientasi metode ekstraksi dengan alat
Soxhlet................................................................................... 82
Tabel XVII. Data bobot ekstrak replikasi I metode ekstraksi maserasi... 83
Tabel XVIII. Data bobot ekstrak replikasi II metode ekstraksi maserasi.. 83
Tabel XIX. Data bobot ekstrak replikasi III metode ekstraksi maserasi.. 84
Tabel XX. Data bobot ekstrak replikasi IV metode ekstraksi maserasi.. 84
Tabel XXI. Data bobot ekstrak replikasi V metode ekstraksi maserasi... 85
Tabel XXII. Data bobot ekstrak replikasi I metode ekstraksi dengan lat
Soxhlet.................................................................................. 86
Tabel XXIII. Data bobot ekstrak replikasi II metode ekstraksi dengan
alat Soxhlet............................................................................ 86
Tabel XXIV. Data bobot ekstrak replikasi III metode ekstraksi dengan
alat Soxhlet............................................................................ 87
Tabel XXV. Data bobot ekstrak replikasi IV metode ekstraksi dengan
Alat Soxhlet........................................................................... 87
Tabel XXVI. Data bobot ekstrak replikasi V metode ekstraksi dengan
Alat Soxhlet........................................................................... 88
Tabel XXVII. Analisis hasil minyak atsiri menggunakan statistik t–test.… 89
xix
Tabel XXVIII. Analisis hasil kurkuminoid menggunakan statistik t–test…. 90
xx
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Struktur molekul kurkuminoid………………………….. 12
Gambar 2. Penampang rimpang kunyit dan irisannya……………… 43
Gambar 3. Penampang melintang sampel rimpang kunyit................. 44
Gambar 4. Penampang melintang rimpang kunyit Materia Medika 44
Gambar 5. Grafik kurva baku kurkumin…...…………...................... 61
Gambar 6. Gugus kromofor dan auksokrom senyawa kurkumin…... 62
Gambar 7. Surat jaminan keaslian kurkumin……………………..... 91
Gambar 8. Alat maserasi……………………………………............. 92
Gambar 9. Alat Soxhlet…………………………………………… 92
Gambar 10. Ekstrak hasil maserasi (kanan) dan ekstraksi hasil
sokletasi (kiri)…………………………………………... 92
Gambar 11. Destilasi Stahl…………………………………………... 92
Gambar 12. Larutan standar kurkumin................................................. 93
Gambar 13. Panjang gelombang maksimum kurkumin (λmax 93 )
replikasi 1 kadar 0,1632 mg%..........................................
Gambar 14. Panjang gelombang maksimum kurkumin (λmax
94
)
replikasi 1 kadar 0,2856 mg%.........................................
Gambar 15. Panjang gelombang maksimum kurkumin (λ max.)
replikasi 1 kadar 0,4080 mg%.......................................... 94
Gambar 16. Panjang gelombang maksimum kurkumin (λmax )
replikasi 2 kadar 0,1632 mg%.......................................... 95
Gambar 17. Panjang gelombang maksimum kurkumin (λmax )
xxi
replikasi 2 kadar 0,2856 mg%.......................................... 95
Gambar 18. Panjang gelombang maksimum (λ max.) replikasi 2
kadar 0,4080 mg%............................................................ 96
Gambar 19. Panjang gelombang maksimum (λmax
96
) replikasi 3 kadar
0,1632 mg%......................................................................
Gambar 20. Panjang gelombang maksimum kurkumin (λmax
97
)
replikasi 3 kadar 0,2856 mg%..........................................
Gambar 21. Panjang gelombang maksimum kurkumin (λ max.)
replikasi 3 kadar 0,4080 mg%.......................................... 97
Gambar 22. Absorbansi kurva baku larutan standar kurkumin
replikasi I..….................................................................... 98
Gambar 23. Kurva baku kurkumin replikasi I……………………….. 98
Gambar 24. Absorbansi kurva baku larutan standar kurkumin
replikasi II………………………………………………. 99
Gambar 25. Kurva baku kurkumin replikasi II………………………. 99
Gambar 26. Absorbansi kurva baku larutan standar kurkumin
replikasi III……………………………………………… 100
Gambar 27. Kurva baku replikasi kurkumin III……………………... 100
xxii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Lampiran 2.
Data pengentalan ekstrak rimpang kunyit.................... 76
Data bobot ekstrak hasil maserasi dan ekstrak hasil
dengan alat Soxhlet....................................................... 76
Lampiran 3 Penetapan kadar minyak atsiri...................................... 77
Lampiran 4.
Lampiran 5.
Perhitungan konsentrasi larutan stok, intermediet, dan
kurva baku kurkumin.................................................... 78
Validasi metode dengan menggunakan kurkumin
standar………………………………………………. 79
Lampiran 6.
Lampiran 7.
Orientasi sampel .......................................................... 81
Penetapan kadar kurkuminoid dihitung sebagai
persen kurkumin dalam sampel ekstrak rimpang
kunyit........................................................................... 83
Lampiran 8.
Lampiran 9.
Analisis hasil kadar minyak atsiri dan kurkuminoid
pada sampel …………………………………………. 89
Surat pernyataan jaminan keaslian bahan kurkumin
standar hasil sintesis………………………................. 91
Lampiran 10. Lampiran 11
Alat maserasi dan ekstrak hasil maserasi..................... 92
Alat dengan alat Soxhlet dan ekstrak hasil dengan
Alat Soxhlet.................................................................. 92
Lampiran 12.
Lampiran 13.
Alat pengental ekstrak hasil maserasi dan ekstrak
hasil dengan Alat Soxhlet............................................. 93
Penetapan kadar minyak atsiri dengan Destilasi 93
xxiii
Stahl…………………………………………………..
Lampiran 14. Penetapan panjang gelombang maksimum (λmax
)
pada larutan kurva baku
………………………...………… 93
Lampiran 15. Penetapan absorbansi larutan kurva baku dan grafik
kurva baku tiga replikasi …..………………………... 98
xxiv
DAFTAR SINGKATAN
EHM = Ekstrak Hasil Maserasi
EHS = Ekstrak Hasil dengan alat Soxhlet
EK = Ekstrak Kental
EKM = Ekstrak Kental Maserasi
EKS = Ekstrak Kental Sokletasi
KV = Koefisien Variansi
LOD = Limit of Detection
LOQ = Limit of Quantitation
MA = Minyak Atsiri
MEM = Metode Ekstraksi Maserasi
MES = Metode Ekstaksi Sokletasi
MMI = Materia MEdika Indonesia
RK = Rimpang Kunyit
SD = Simpangan Deviasi
VRE = Vacuum Rotary Evaporator
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara yang kaya akan sumber daya alam,
terutama tanaman obat. Tanaman obat penggunaannya dapat dalam bentuk segar,
tunggal maupun campuran, serta dapat berupa ramuan yang lebih dikenal sebagai
obat tradisional. Berdasarkan pengalaman nenek moyang obat tradisional relatif
aman dikonsumsi manusia. Meskipun demikian pembuktian ilmiah tetap
diperlukan (Suharmiati dan Handayani, 2006).
Undang-undang nomor 23 tahun 1992 menyebutkan bahwa obat
tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan
hewan, bahan mineral atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun-
temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman (Anonim,
1992).
Perkembangan teknologi mengakibatkan industri obat-obatan dan obat
tradisional berkembang pesat. Bahan baku berupa simplisia banyak sekali
diminati oleh industri, salah satunya rimpang kunyit (RK) (Rukmana, 1994).
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum
mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain, berupa bahan
yang telah dikeringkan (Anonim, 2005). Kebutuhan industri terhadap kunyit
tinggi yaitu 1.355 ton/tahun berat segar (Kemala et al ,2000).
2
Berdasarkan hasil survei tahun 2003, kebutuhan RK berdasarkan
jumlahnya yang diserap oleh industri obat tradisional di Jawa Timur menduduki
peringkat pertama dan di Jawa Tengah termasuk lima besar bersama-sama dengan
bahan baku obat lainnya (Kemala et al, 2000).
Kunyit (Curcuma domestica Val.) termasuk salah satu tanaman rempah
dan obat yang sering dimanfaatkan untuk menyembuhkan berbagai penyakit.
Sebagian besar jamu yang beredar di Indonesia, Malaysia, dan beberapa Negara
lain selalu menggunakan kunyit sebagai salah satu bahan baku (Nugroho, 1998).
Kunyit sudah digunakan dalam pengobatan tradisional bagi beberapa
penyakit misalnya antiinflamasi, alergi dan antibakteri. Bagian tanaman kunyit
yang paling banyak digunakan adalah rimpang (Nurfina, 1998). RK juga
berkhasiat untuk mengobati sakit perut, diare, asma, sakit kepala, keputihan, haid
tidak lancar, dan sebagai ekspektoran (Duke, 2008).
RK mengandung senyawa aktif yang berkhasiat sebagai obat yaitu
kurkuminoid (Oomah, 2000) dan minyak atsiri (MA) (Rukmana, 1994). Warna
kuning dari kunyit disebabkan adanya senyawa kurkuminoid yang merupakan
komponen utama tumbuhan kunyit dan memiliki peran penting dalam aktivitas
antiinflamasi (Chattopadhyay, Biswas, Bandyopadhyay Banerjee, 2004; Sumiati
dan Adnyana, 2004). Zat warna kuning tersebut larut dalam alkohol dan asam
asetat glasial, tetapi tidak dapat larut dalam air dan eter (Tarujaya, 1992;
Windholz, 1981). Senyawa ini terdiri dari campuran senyawa-senyawa kurkumin,
desmetoksikurkumin, dan bidesmetoksi kurkumin. Dari ketiga senyawa
kurkuminoid tersebut, kurkumin merupakan komponen terbesar, yaitu sebesar 50-
3
60% dari total kurkuminoid. Kadar total kurkuminoid sering dihitung sebagai
presentase kurkumin (Sumiati et al, 2004).
Kurkuminoid tergolong senyawa fenol yang memiliki dua cincin fenol
simetris dan dihubungkan dengan satu rantai heptadiena (Suwanto, 1983 yang
diacu dalam Sihombing, 2007) sehingga sering dikatakan juga bahwa
kurkuminoid termasuk golongan polifenol (Oomah, 2000).
Kunyit mengandung senyawa minyak atsiri (MA) (6%) yang terdiri dari
sejumlah monoterpen dan keton seskuiterpen, termasuk zingiberen, kurkumen, α-
dan β-turmeron, tumeon, zingiberen, felandren, sabinen, borneol, sineol
(Wikipedia, 2007; Anonim, 1999). MA dari RK berkhasiat untuk mencegah
keluarnya asam lambung yang berlebihan dan mengurangi peristaltik usus yang
terlalu kuat (Tampubolon, 1981). Selain mengandung kurkuminoid seperti yang
telah disebutkan (Sumiati et al, 2004), kunyit juga mengandung protein, fosfor,
kalium, besi dan vitamin C (Soedibjo, 1998).
Sesuai dengan perkembangan zaman, industri obat –obatan dan obat
tradisional maju pesat, sehingga obat tradisional pun telah berhasil membuat
sediaan galenik atau pembuatan ekstrak. Pembuatan sediaan ekstrak dimaksudkan
agar zat berkhasiat yang terdapat di simplisia terdapat dalam bentuk yang
mempunyai kadar yang tinggi dan hal ini memudahkan zat berkhasiat dapat diatur
dosisnya. (Anief, 1997).
Dalam membuat suatu sediaan galenik, diperlukan peningkatan kualitas
ekstrak. Bila kualitas ekstrak meningkat, maka kualitas sediaan obat tradisional
ikut meningkat. Peningkatan kualitas ekstrak dapat dimulai dari metode ekstraksi
4
yang digunakan untuk dapat menghasilkan ekstrak dengan kandungan senyawa
aktif yang maksimal.
Ekstraksi merupakan kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat
larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair
(Anonim, 1986). Metode ekstraksi dibagi menjadi dua jenis, antara lain cara
dingin dan cara panas. Metode ekstraksi yang tergolong cara dingin adalah
maserasi dan perkolasi sedangkan metode ekstraksi yang tergolong cara panas
adalah refluks, dengan alat Soxhlet, digesti, dan infus (Anonim, 2000).
Untuk menunjang peningkatan kualitas ekstrak yang menghasilkan
ekstrak dengan kandungan senyawa aktif secara maksimal, maka pada penelitian
ini dilakukan ekstraksi RK dengan menggunakan metode pembuatan ekstrak RK
secara maserasi dan sokletasi yang akan memberikan hasil yang berbeda, sehingga
dari perbedaan tersebut dapat diketahui metode pembuatan ekstrak yang paling
baik. Senyawa aktif yang diekstraksi dengan kedua metode ekstraksi tersebut
adalah kurkuminoid dan MA sebagai kandungan utama kunyit (Rukmana, 1994).
Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana (Anonim, 1986) bila
dibandingkan dengan metode ekstraksi lainnya. Hal ini dikarenakan cara
pengerjaannya sederhana dan peralatannya mudah diusahakan, sederhana, dan
tidak memerlukan alat khusus (Indraswari, 2008; Runadi, 2007).
Pembuatan ekstrak secara maserasi merupakan proses paling cepat
dimana digunakan untuk simplisia yang sudah halus dan memungkinkan
direndam hingga meresap dan melunakkan susunan sel, sehingga zat –zatnya akan
larut (Ansel, 1985; Voigt, 1971) dan digunakan untuk penyarian simplisia yang
5
mengandung zat aktif yang mudah larut dalam cairan penyari (Anonim, 1986).
Remaserasi merupakan bagian dari maserasi. Remaserasi merupakan pengulangan
penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan
seterusnya (Anonim, 2000).
Pembuatan ekstrak dengan alat Soxhlet digunakan untuk simplisia yang
bertekstur lunak dan tidak tahan pemanasan secara langsung karena suhu
pemanasan dapat diatur (Utami, 2009).
RK termasuk simplisia yang lunak, mudah diserbuk sehingga halus dan
memungkinkan perendaman sehingga metode maserasi cocok untuk
mengekstraksi RK. Kandungan kurkuminoid yang terkandung di dalam RK tidak
tahan pemanasan secara langsung karena akan terurai sehingga metode dengan
alat soxhlet cocok digunakan untuk mengekstraksi RK.
Digunakan metode ekstraksi RK secara maserasi (cara dingin) dan
dengan alat Soxhlet (cara panas) untuk mengetahui metode ektraksi terbaik di
antara kedua metode ekstraksi tersebut dalam mengekstraksi kurkuminoid dan
MA yang terkandung dalam RK setelah kurkuminoid dan MA dari masing-
masing metode ekstraksi ditetapkan kadarnya secara spektrofotometri visible pada
panjang gelombang yang sesuai (Anonim, 1993). Kadar MA dapat ditentukan
dengan membaca jumlah volume MA yang tertampung dalam buret berskala pada
rangkaian alat destilasi air dengan metode destilasi Stahl. Kemudian banyaknya
MA yang telah dibaca dibuat kadarnya dalam % v/b (Anonim, 2004).
Pelarut yang digunakan dalam ekstraksi ini adalah etanol 95%.
Digunakan etanol sebagai pelarut karena etanol merupakan pelarut yang universal
6
yang dapat menarik hampir sebagian besar senyawa kimia yang terkandung di
dalam herba (Runadi, 2007). Pertimbangan lainnya adalah etanol sebagai penyari
karena lebih selektif, kapang dan kuman sulit tumbuh, tidak beracun, netral, dan
panas yang diperlukan untuk pemekatan relatif lebih sedikit (Anonim, 1986), juga
etanol tidak menyebabkan pembengkakan membran sel dan mampu
mengendapkan albumin dan menghambat kerja enzim (Voigt, 1994).
Parameter kadar kurkuminoid yang baik dalam RK adalah 33,9% dan
MA kunyit 3,2% (Anonim, 2004). Berdasarkan hal tersebut diharapkan RK
penelitian ini baik dengan menggunakan metode ekstraksi maserasi (MEM)
maupun metode ekstraksi dengan alat Soxhlet (MES) mengandung kurkuminoid
dan MA sesuai dengan parameter yang baik pada Anonim, 2004.
1. Rumusan masalah
a. Adakah pengaruh metode yaitu maserasi dan dengan alat Soxhlet terhadap
kadar kurkuminoid dalam ekstrak etanolik RK?
b. Adakah pengaruh variasi metode yaitu maserasi dan dengan alat Soxhlet
terhadap kadar MA dalam ekstrak etanolik RK?
2. Keaslian penelitian
Sepanjang kepustakaan yang ditelusuri belum banyak diperoleh
keterangan penelitian tentang pengaruh cara ekstraksi maserasi dan dengan alat
Soxhlet terhadap kandungan kurkuminoid dan MA dalam ekstrak RK.
Penelitian lain yang terkait dengan kunyit: Standarisasi Ekstrak
Rimpang Kunyit (Curcuma domestica Val.) (Lina, 2009) Perbedaan Kadar
Kurkumin Dalam Ekstrak Rimpang Kunyit (Curcuma domestica Val.) Yang
7
Dibuat Secara Maserasi Dan Perkolasi (Kartika Noor Endah, 1998), dan Ekstraksi
Kurkumin Dari Kunyit (Wahyuni, A. Hardjono, dan Paskalina Hariyantiwasi
Yamrewav, 2004).
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmiah bagi
perkembangan ilmu pengetahuan yang menunjang obat tradisional khususnya
dalam bidang pembuatan sediaan galenika untuk produsen obat tradisional dalam
memperoleh kandungan kurkuminoid dan MA yang tinggi.
b. Manfaat praktis
Dari penelitian ini akan diketahui metode ekstraksi RK yang paling
baik dalam memperoleh kandungan kurkuminoid dan MA secara maksimal.
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Dapat dipilih metode ekstraksi untuk mendapatkan ekstrak RK yang
paling baik di antara kedua metode ekstraksi, yaitu maserasi dan dengan alat
soxhlet.
2. Tujuan khusus
Untuk mengetahui adanya pengaruh variasi metode ekstraksi secara
maserasi dan dengan alat Soxhlet terhadap kandungan kurkuminoid dan MA
ekstrak RK dengan pelarut etanol 95%.
24
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Uraian Kunyit
1. Keterangan botani
Kunyit merupakan tanaman obat berupa semak dan bersifat tahunan
(perenial) yang tersebar di seluruh daerah tropis. Tanaman kunyit tumbuh subur
dan liar di sekitar hutan/bekas kebun. Tanaman ini banyak dibudidayakan di Asia
Selatan khususnya di India, Cina Selatan, Taiwan, Indonesia (Jawa), dan Filipina
(Anonim, 2006).
Kunyit merupakan herba yang memiliki terklasifikasi sebagai berikut :
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Classis : Monocotyledonae
Ordo : Zingiberales
Familia : Zingiberaceae
Spesies : Curcuma domestica Valleton
Sinonim : Curcuma longa Linn; Amomum curcuma Jacq; Stissera
curcuma Raevsch; Curcuma domestica Rumph; Curcuma
longa Auct; Amomum Curcuma Murs (Anonim, 2006).
Kunyit memiliki sebutan berbeda dimasing-masing daerah. Beberapa
nama yang digunakan untuk menyebut Kunyit adalah sebagai berikut.
a. Nama Indonesia : Kunyit (Rukmana, 1994).
b. Nama Inggris : Turmeric (Duke, 2008)
9
c. Nama daerah : Kakunye (Sumatera), Kunir (Jawa Tengah), Jange
henda (Kalimantan), Kunyit (Nusa Tenggara), Uinida (Sulawesi), Kurlai
(Maluku), Rame (Irian), Koneng (Sunda) (Anonim, 1985).
2. Uraian rimpang kunyit
RK adalah rimpang Curcuma domestica Valleton (Anonim, 1977).
Pemerian. Bau khas aromatik; rasa agak pahit, agak pedas, lama kelamaan
menimbulkan rasa tebal (Anonim, 1977).
Makroskopik. Kepingan : Ringan, rapuh, warna kuning jingga, kuning
jingga kemerahan sampai kuning jingga kecoklatan; bentuk hampir bundar sampai
bulat panjang, kadang–kadang bercabang; lebar 0,5 cm sampai 3 cm, panjang 2
cm sampai 6 cm, tebal 1 mm sampai 5 mm (Anonim, 1977).
Mikroskopik. Epidermis; Satu lapis sel, pipih berbentuk poligonal,
dinding sel menggabus. Korteks dan silinder pusat: parenkimatik, terdiri dari sel-
sel besar, penuh berisi pati. Butir pati: Tunggal, bentuk lonjong atau bulat telur
dengan satu sisi membulat; Sel sekresi: Banyak tersebar, bentuk bulat atau
lonjong berisi minyak berwarna kuning jingga yang sebagian mendamar dan
berwarna coklat kekuningan. Berkas pembuluh: Kolateral, tersebar tidak beraturan
pada korteks dan pada silinder pusat, berkas pembuluh di bawah endodermis
tersusun dalam lingkaran, kadang-kadang berkas pembuluh dikelilingi sel
parenkim yang tersusun menjari (Anonim, 1977).
10
3. Kandungan kimia
Zat warna curcuminoid suatu senyawa diarylheptanoide 3 – 4% terdiri
dari curcumin, desmetoxycurcumin dan bidesmethoxy-curcumin. MA 2-5% terdiri
dari seskuiterpen dan turunan phenylpropane yang meliputi turmeron, ar-
turmeron, alfa dan beta turmeron, curlon, curcumol, atlanton, turmerol (minyak
turmerin yang menyebabkan aroma dan wangi kunyit), beta-bisabolen, beta –
sesquiterphenalendren, zingiberen, ar-curcumen, humulen, arabinosa, fruktosa,
glukosa, pati, tanin dan damar serta mineral, yaitu Mg, Mn, Fe, Cu, Ca, Na, K, Pb,
Zn, Co, Al, dan Bi (Sudarsono, 1996).
Ada pula literatur yang mengatakan bahwa kunyit mengandung
senyawa MA (6%) yang terdiri dari sejumlah monoterpen dan keton seskuiterpen,
termasuk zingiberen, kurkumen, tumeon, felandren, sabinen, borneol, sineol,
selain yang telah dijelaskan oleh Sudarsono, 1996 (Wikipedia, 2007). Basis warna
kunyit (5%) disebabkan adanya kurkuminoid, 50 – 60% merupakan campuran dari
kurkumin, monodesmetoksikurkumin, dan bisdemetoksikurkumin (Anonim,
1999), kunyit juga mengandung protein, fosfor, kalium, besi, dan vitamin C
(Soedibjo, 1998).
4. Khasiat dan kegunaan
RK berkhasiat untuk mengobati sakit perut, diare, asma, sakit kepala,
keputihan, haid tidak lancar, dan sebagai ekspektoran (Duke, 2008). Selain itu
efek farmakologis lainnya, yaitu melancarkan peredaran darah, mempermudah
persalinan, antiradang (anti-inflammatory), antibakteri, memperlancar
pengeluaran empedu (kolagogum), pelembab (moisturizer), antioksidan, dan dapat
11
meningkatkan aktivitas seksual (Winarto, 2003). Khasiat kunyit lainnya, yaitu
sebagai penawar racun (antidota), penguat lambung dan penambah nafsu makan
(Rukmana, 2004).
B. Uraian Kurkuminoid
Kunyit memiliki senyawa yang berkhasiat obat yang disebut dengan
kurkuminoid. Kurkuminoid adalah senyawa yang memberikan warna kuning pada
kunyit (Chattopadhyay et al, 2004 ; Sumiati et al, 2004; Dandekar dan Kaikar,
2002) oleh sebab itu kurkuminoid (kebanyakan berupa kurkumin) banyak menjadi
pusat peneliti (Dandekar et al, 2002). Kurkuminoid terdiri atas kurkumin
sebanyak 50 – 60%, desmetoksikurkumin, dan bidesmetoksikurkumin (Anonim,
1999). Kurkumin merupakan komponen terbesar dari kurkuminoid sehingga
sering kadar total kurkuminoid dihitung sebagai % kurkumin (Sumiati et al,
2004). Kurkumin murni sangat sulit diperoleh langsung dari RK karena seringkali
tercampur dengan dua turunannya, yaitu demetoksikurkumin dan
bisdemetoksikurkumin (Donatus, 1994).
Kurkumin merupakan senyawa kandungan utama tanaman kunyit
(Curcuma longa L.) terdapat juga dalam tanaman temulawak (Curcuma
xanthorrhiza, Roxb.) dan pada tanaman temugiring (Curcuma heyneana, Val. &
Ziep.) (familia Zingiberaceae) (Tonnesen, 1989; Masuda, Isobe, Jitoe, dan
Nakatani, 1992; Masuda et al, 1993; van der Goot, 1997).
Kurkumin (1,7 – bis(4’hidroksi-3 metoksifenil)-1,6 heptadien, 3, 5-dion
(Jaruga, 1998 ; Pan, 1999) memiliki berat molekul 368, 126 (Tonnesen, &
12
Karlsen, 1983; Wikipedia, 2007). Kurkumin tergolong senyawa diarilheptanoid
dengan rumus molekul C21O6H2
Pertama kali kurkumin ditemukan pada tahun 1815 oleh Vogel dan
Pelletier (van der Goot, 1997). Kristalisasi kurkumin pertama kali dilakukan oleh
Daube pada tahun 1870 dan elusidasi struktur kimia dilakukan pada tahun 1910
oleh Lampe. Sintesis kurkumin pertama kali dilakukan oleh Lampe dan
Milobedzka pada tahun 1913 (Roughly and Whiting, 1973). Struktur kimia
terlihat pada gambar sebagai berikut.
O (Tonnesen et al, 1985).
OCH3
R2R1
O O
H3CO
H
Keterangan :
R1= R2= OCH3
R
Kurkumin
1=H R2= OCH3
R
Demetoksikurkumin
1=R2=
Gambar. I Struktur molekul kurkuminoid (Roughly et al, 1973)
H Bisdemetoksikurkumin
Stabilitas kurkumin sangat dipengaruhi oleh pH lingkungan. Dalam
larutan berair dengan pH basa kurkumin mengalami reaksi hidrolisis dan
degradasi pada gugus metilen aktif pada senyawa tersebut (Tonnesen et al., 1985).
Kurkumin akan terdegradasi pada pH di atas 7,2 (Bermawie, Rahardjo, Wahyuno,
dan Ma’mun, 2005). Instabilitas kurkumin juga dipengaruhi oleh adanya cahaya
13
yang menyebabkan terjadinya degradasi fotokimia senyawa tersebut (van der
Goot, 1997; Supardjan, dan Meiyanto, 2002) dan oleh sinar ultraviolet
(Bermawie, et al., 2005).
Kurkumin larut dalam asam asetat glasial, alkohol, (Windholz, 1981;
Tarujaya, 1992) dan aseton (Joe, Vijaykumar, Lokesh, 2004; Chattopadhyay et al,
2004; Araujo dan Leon, 2001) tetapi tidak dapat larut dalam air, eter (Windholz,
1981; Tarujaya, 1992).
Kurkuminoid mempunyai aktivitas antiinflamasi (Timmerman, 1995;
Kohli, 2005). Kurkuminoid menghambat senyawa eicosanoid seperti
prostaglandin, tromboksan dan prostasiklin dengan cara menghambat aktivitas
enzim cyclooxygenase (COX). Kurkuminoid juga menghambat pembentukan
senyawa leukotrien dengan menghambat aktivitas enzim lipoxygenase (LOX)
(Kohli, 2005). Dari tiga senyawa kurkuminoid, kurkumin mempunyai aktivitas
antiinflamasi yang paling kuat dibandingkan senyawa turunannya (Agnam,
Samhoedi, Timmerman, Venie, Sugiyanto, Goot, 1995; Bermawie, 2006; Hadi,
1985; Majeed, Badmaev, Shivakumar, Rajendran, 1995; Punithavathi,
Venkatesan, Babu, 2000; Siddiqui, Cui, Wu, Dong, Zhou, Hu, Simms, Wang,
2006; Goot, 1997).
Kurkumin merupakan golongan senyawa fenol yang sangat penting
sebagai antioksidan (Majeed et al, 1995; Osawa, Sugiyama, Inayoshi, dan
Kawakishi, 1995) karena memiliki dua cincin fenol simetris dan dihubungkan
dengan satu rantai heptadiena (Suwanto, 1983 yang diacu dalam Sihombing,
2007). Kurkumin memiliki dua gugusan hidroksi atau dua gugusan fenol, maka
14
sering disebut sebagai senyawa polifenol (Madigan, 2005; Oomah, 2000;
Wikipedia, 2007).
Kurkumin yang bercampur dengan kedua turunannya yang juga berwarna
kuning yaitu bisdemetoksikurkumin dan desmetoksikurkumin ditetapkan sebagai
kadar kurkuminoid dengan menggunakan spektrofotometri visible (Anonim, 1977;
Anonim, 1993).
C. Uraian Minyak Atsiri
MA merupakan salah satu hasil proses metabolisme dalam tanaman
(Anonim, 1985). MA adalah zat berbau yang terdapat dalam berbagai bagian
tanaman, karena menguap bila dibiarkan di udara pada suhu kamar, maka disebut
minyak menguap, minyak eteris, atau minyak esensial (Claus, 1959).
MA terdapat pada bagian khusus tanaman, tergantung pada tanaman
tersebut. Pada tumbuhan Zingiberaceae MA terdapat dalam sel –sel rimpang.
Kunyit merupakan salah satu tumbuhan Zingiberaceae sehingga bagian
rimpangnya yang digunakan untuk mengambil MA (Tyler, Brady, Robbers,
1988).
MA atau minyak terbang banyak digunakan dalam industri sebagai bahan
pewangi atau penyedap (flavoring). Selain itu, MA juga banyak digunakan dalam
bidang kesehatan. Beberapa jenis MA dapat digunakan sebagai bahan antiseptik,
analgesik, haemolitik, sedatif, stimulan untuk obat sakit perut, dan bakterisida
(Guenther, 1948). Selain digunakan untuk obat, MA juga digunakan dalam
parfum dan kosmetik, sebagai penyedap rasa makanan (Tyler et al, 1988).
15
Kunyit mengandung MA 2-5% terdiri dari seskuiterpen dan turunan
phenylpropane yang meliputi turmeron, ar-turmeron, alfa dan beta turmeron,
curlon, curcumol, atlanton, turmerol (minyak turmerin yang menyebabkan aroma
dan wangi kunyit), beta-bisabolen, beta – sesquiterphenalendren, zingiberen, ar-
curcumen, humulen, Arabinosa, fruktosa, glukosa, pati, tanin dan damar serta
mineral, yaitu Mg, Mn, Fe, Cu, Ca, Na, K, Pb, Zn, Co, Al, dan Bi (Sudarsono,
1996).
MA kunyit memiliki berat jenis 0,941, rotasi optik pada suhu 20°C
adalah -190.18, indeks bias pada suhu 20°C adalah 1.5025. Warna MA kuning
dan mempunyai bau yang khas dan rasa pedas (Guenther, 1952).
MA dari RK berkhasiat untuk mencegah keluarnya asam lambung yang
berlebihan dan mengurangi peristaltik usus yang terlalu kuat (Tampubolon, 1981).
D. Penyulingan Minyak Atsiri
Sebagian besar MA umumnya diperoleh dengan cara penyulingan.
Penyulingan didefinisikan sebagai pemisahan komponen–komponen suatu
campuran dari dua jenis cairan atau lebih berdasarkan perbedaan tekanan uap dari
masing –masing zat (Guenther, 1948).
Pada industri MA dikenal tiga macam metode penyulingan, yaitu :
1. Penyulingan dengan air
Pada metode ini, bahan yang akan disuling kontak langsung dengan air
mendidih. Bahan tersebut mengapung di atas air atau terendam secara sempurna
tergantung dari bobot jenis dan jumlah bahan yang disulng. Air dipanaskan
16
dengan metode pemanasan yang biasa dilakukan, yaitu dengan panas langsung,
mantel uap, pipa uap melingkar terbuka atau berlubang. Ciri khas dari metode ini
ialah kontak langsung antara bahan dengan air mendidih (Guenther, 1948).
2. Penyulingan dengan air dan uap
Penyulingan ini dilakukan pada material basah ataupun kering yang bisa
rusak karena perebusan. Pada metode penyulingan ini, bahan olah diletakkan di
atas rak –rak atau saringan berlubang. Ketel suling diisi dengan air sampai
permukaan air berada tidak jauh di bawah saringan. Air dapat dipanaskan dengan
berbagai cara yaitu dengan uap jenuh yang basah dan bertekanan rendah. Ciri khas
dari metode ini adalah: 1) uap selalu dalam keadaan basah, jenuh dan tidak terlalu
panas; 2) bahan yang disuling hanya berhubungan dengan uap dan tidak dengan
air panas (Tyler et al, 1988; Guenther, 1948).
3. Penyulingan dengan uap
Penyulingan cara ini tidak memerlukan air, uap air panas yang biasanya
bertekanan lebih dari 1 atmosfer dialirkan melalui suatu pipa uap. Peralatan yang
dipakai tidak berbeda dengan penyulingan dengan air dan uap, hanya diperlukan
alat tambahan untuk memeriksa suhu dan tekanan (Anonim, 1985). Uap yang
digunakan adalah uap jenuh, uap dialirkan melalui pipa uap berlingkar yang
berpori yang terletak di bawah bahan, dan uap bergerak ke atas melalui bahan
yang terletak di atas saringan (Guenther, 1948). Penyulingan ini baik digunakan
untuk membuat MA dari biji, akar, kayu yang umumnya mengandung komponen
minyak yang bertitik didih tinggi (Anonim, 1985).
17
E. Uraian Metode Ekstraksi
1. Tujuan ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair (Anonim,
1986).
Ekstraksi dilakukan untuk menyari zat –zat berkhasiat atau zat –zat aktif
dari bagian tanaman obat, hewan dan beberapa jenis ikan termasuk biota laut.
Zat–zat aktif terdapat di dalam sel, namun sel tanaman dan hewan berbeda
demikian pula ketebalannya, sehingga diperlukan metode ekstraksi dengan pelarut
tertentu dalam mengekstraksinya (Harbone, 1987).
Tujuan ekstraksi bahan alam adalah untuk menarik komponen kimia
yang terdapat pada bahan alam. Ekstraksi ini didasarkan pada prinsip perpindahan
massa komponen zat ke dalam pelarut, dimana perpindahan mulai terjadi pada
lapisan antar muka kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut (Anonim, 1986).
2. Jenis – jenis ekstraksi
Metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut, terdiri dari :
a.
1) Maserasi
Cara dingin.
Maserasi adalah proses pengekstrakkan simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur
kamar. Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah
dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya (Anonim, 2000).
18
2) Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru, yang
umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses terdiri dari tahapan
pengembangan bahan, tahapan maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya
(penetesan/penampungan ekstrak), terus menerus sampai diperoleh perkolat yang
jumlahnya 1-5 kali jumlah bahan.
b.
1) Refluks
Cara panas
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur pada titik
didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan
dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada
residu pertama sampai 3-5 kali sehingga proses ekstraksi sempurna.
2) Dengan alat Soxhlet
Dengan alat Soxhlet adalah ekstraksi yang umumnya dilakukan dengan
alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinyu dengan jumlah pelarut relatif
konstan dengan adanya pendingin balik.
3) Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinyu) pada
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur kamar, secara umum dilakukan pada
temperatur 40-50 C.
19
4) Infus
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 96-98 C
selama waktu 15-20 menit di penangas air, berupa bejana infus tercelup dalam
penangas air mendidih (Anonim, 2000).
3. Uraian maserasi
Istilah maceration berasal dari bahasa latin macerare, yang artinya
“merendam”. Merupakan proses paling tepat dimana obat yang sudah halus
memungkinkan untuk direndam dalam pelarut sampai meresap dan melunakkan
susunan sel, sehingga zat –zat yang mudah larut akan melarut (Ansel, 1985).
Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana dan digunakan untuk
simplisia yang mengandung zat aktif yang mudah larut dalam cairan penyari.
Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari.
Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk kedalam rongga
sel yang mengandung zat aktif. Zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan
konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dan di luar sel, maka larutan yang
pekat didesak keluar. Peristiwa tersebut berlanjut sehingga terjadi keseimbangan
konsentrasi antara larutan di luar dan di dalam sel. Cairan penyari yang digunakan
dapat berupa air, etanol, air-etanol, atau pelarut lain.
Bila cairan penyari yang digunakan adalah air maka untuk mencegah
timbulnya kapang dapat ditambahkan bahan pengawet, yang diberikan pada awal
penyarian (Anonim, 1986). Semakin besar perbandingan cairan pengekstraksi
terhadap simplisia, akan semakin banyak hasil yang diperoleh (Voigt, 1994).
Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan yang
digunakan sederhana, dan mudah diusahakan. Kerugian cara maserasi adalah
20
pengerjaannya lama dan penyariannya kurang sempurna, juga adanya kejenuhan
konsentrasi di dalam larutan penyari, di mana konsentrasi di dalam simplisia dengan
di dalam penyari sama (Dinda, 2008).
Pada penyarian dengan cara maserasi perlu dilakukan pengadukan.
Pengadukan diperlukan untuk meratakan konsentrasi larutan di luar butir serbuk
simplisia, sehingga dengan pengadukan tersebut tetap terjaga adanya derajat
perbedaan konsentrasi yang sekecil-kecilnya antara larutan di dalam dengan di
luar sel. Hasil penyarian dengan cara maserasi perlu dibiarkan selama waktu
tertentu. Waktu tersebut diperlukan untuk mengendapkan zat-zat yang tidak
diperlukan tetapi ikut terlarut dalam cairan penyari seperti penyari malam dan
lain-lain (Anonim, 1986). Cara ekstraksi maserasi ini dilakukan 3 x 24 jam, hal ini
dilakukan supaya senyawa yang terkandung dalam herba tertarik (Runadi, 2007).
4. Uraian dengan alat Soxhlet
Alat Soxhlet adalah suatu suatu alat terbuat dari gelas yang bekerja
secara kontinyu dalam menyari. Pada proses ini sampel yang akan disari
dimasukkan pada alat Soxhlet, lalu setelah dielusi dengan pelarut yang cocok
sedemikian rupa sehingga akan terjadi dua kali sirkulasi dalam waktu 30 menit
(Harborne, 1987).
Adanya pemanasan menyebabkan pelarut ke atas lalu setelah di atas akan
diembunkan oleh pendingin udara menjadi tetesan –tetesan yang akan terkumpul
kembali dan bila melewati batas lubang pipa samping Soxhlet, maka akan terjadi
sirkulasi yang berulang-ulang akan menghasilkan penyarian yang baik (Harborne,
1987).
21
Bahan yang akan diekstraksi diletakkan dalam sebuah kantong ekstrak
(kertas, karton, dan sebagainya) di dalam sebuah alat ekstraksi dari gelas yang
bekerja kontinyu. Wadah gelas yang berisi sampel diletakkan di antara labu suling
dan suatu pendingin aliran balik. Labu tersebut berisi bahan pelarut yang menguap
dan mencapai ke dalam pendingin aliran balik melalui pipa pipet, berkondensasi
di dalamnya, menetes ke atas bahan yang akan diekstraksi dan membawa keluar
bahan yang diekstraksi. Larutan yang terkumpul dalam wadah gelas dan setelah
mencapai tinggi maksimal secara otomatis dipindahkan ke dalam labu dengan
demikian zat yang akan terekstraksi terakumulasi melalui penguapan bahan
pelarut murni berikutnya. Pada cara ini bahan terus diperbaharui artinya
dimasukkan bahan pelarut bebas bahan aktif (Voigt, 1971).
Keuntungan dengan alat Soxhlet adalah membutuhkan pelarut yang
sedikit dan untuk penguapan pelarut biasanya digunakan pemanasan.
Kelemahannya adalah waktu yang dibutuhkan untuk ekstraksi cukup lama sampai
beberapa jam, sehingga kebutuhan energinya tinggi dan dapat berpengaruh negatif
terhadap bahan tumbuhan yang peka suhu (Voigt, 1971).
Menggunakan Soxhlet dengan pemanasan dan pelarut akan dapat
dihemat karena terjadinya sirkulasi pelarut yang selalu membasahi samples.
(Lenny, 2006). Ekstraksi sempurna ditandai bila cairan di sifon tidak berwarna
atau sirkulasi telah mencapai 20-25 kali (Utami, 2009).
22
5. Cairan penyari
a.
Pemilihan cairan penyari harus mempertimbangkan banyak faktor.
Cairan penyari yang baik harus memenuhi kriteria berikut ini: murah dan mudah
diperoleh, stabil secara fisika dan kimia, bereaksi netral, tidak mudah menguap
dan tidak mudah terbakar, selektif yaitu hanya menarik zat yang berkhasiat yang
dikehendaki, tidak mempengaruhi zat yang berkhasiat, dan diperbolehkan oleh
peraturan (Anonim, 1986).
Kriteria cairan penyari
Pelarut yang digunakan dalam ekstraksi harus dipilih berdasarkan
kemampuannya dalam melarutkan kandungan zat aktif yang maksimal dan
seminimal mungkin bagi unsur yang tidak diinginkan (Ansel, 1985).
Cairan penyari yang biasa digunakan adalah air, eter atau campuran
etanol dan air (Anonim, 1979). Air atau etanol menjadi acuan cairan
pengekstraksi, karena banyak bahan tumbuhan larut dengan air atau etanol (Voigt,
1971).
b.
Etanol digunakan sebagai pelarut karena etanol merupakan pelarut yang
universal yang dapat menarik hampir sebagian besar senyawa kimia yang
terkandung di dalam herba (Runadi, 2007). Etanol tidak menyebabkan
pembengkakan membran sel dan memperbaiki stabilitas bahan obat terlarut.
Etanol
Keuntungan lain dari etanol mampu mengendapkan albumin dan menghambat
kerja enzim (Voigt, 1994).
23
Etanol 95% sangat efektif dalam menghasilkan jumlah bahan aktif yang
optimal, di mana bahan pengganggu hanya skala kecil yang turut ke dalam cairan
pengekstraksi, selain itu ekstrak etanol sulit ditumbuhi kapang dan kuman, dan
tidak beracun (Voigt, 1971).
F. Uraian Ekstrak
1. Definisi ekstrak
Ekstrak adalah sediaan yang dapat berupa kering, kental, dan cair
(Anonim, 1979) yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari
simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai
kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang
tersisa diperlakukan sedemikian sehingga memenuhi standar baku yang telah
ditetapkan (Anonim, 2000). Tujuan pembuatan sediaan ekstrak dimaksudkan agar
zat berkhasiat yang terdapat di simplisia terdapat dalam bentuk yang mempunyai
kadar yang tinggi (Anief, 1997).
2. Pengelompokan ekstrak
Ekstrak berdasarkan sifatnya dapat dikelompokkan menjadi : (a) ekstrak
encer (extractum tenue) sediaan ini memiliki konsistensi seperti madu dan dapat
dituang, (b) ekstrak kental (EK) (extractum spissum) sediaan ini liat dalam
keadaan dingin dan tidak dapat dituang. EK mengandung air tidak lebih dari 30%,
24
(c) ekstrak kering (extractum siccum) memiliki konsistensi kering dan mudah
hancur. Melalui penguapan cairan pengekstraksi dan pengeringan sisanya
terbentuk suatu produk, yang mengandung air tidak lebih dari 5%, (d) Ekstrak cair
(extractum fluidum), memiliki konsistensi cair dan mudah dituang (Voigt, 1994).
3. Ekstrak kunyit
EK RK adalah ekstrak yang dibuat dari rimpang tumbuhan Curcuma
domestica Valetton suku Zingiberaceae, mengandung MA tidak kurang dari 3,2%
dan kurkuminoid tidak kurang dari 33,9% (Anonim, 2004).
a. Pemerian :Bentuk: kental; warna: kuning; bau: khas; rasa: agak pahit.
b. Identitas :RK memiliki kandungan kimia berupa: kurkumin,
desmetoksikurkumin, bidesmetoksikurkumin, MA, dan oleoresin.
Senyawa identitas dari RK adalah kurkumin, desmetoksikurkumin, dan
bidesmetoksikurkumin (Anonim, 2004).
G. Penguapan Ekstrak Cair
Penguapan adalah proses terbentuknya uap dari permukaan cairan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penguapan adalah suhu, waktu, cara
penguapan, dan konsentrasi (Anonim, 1986).
Ekstrak cair yang memiliki konsistensi cair dan kandungan pelarutnya
yang masih tinggi dapat diubah menjadi bentuk EK yang konsistensinya liat dan
kandungan air yang lebih rendah dibandingkan dengan ekstrak cair. Proses
pengentalan ini dapat dilakukan melalui penguapan dengan menggunakan alat
vacuum rotary evaporator (VRE) .
25
Pengentalan ekstrak cair menggunakan VRE memungkinkan penguapan
larutan pengekstraksi yang lebih cepat karena adanya tekanan dan suhu yang
diatur tidak terlalu tinggi untuk menjaga stabilitas senyawa (Voigt, 1994). Tujuan
ekstrak dikentalkan adalah mempermudah dalam pengukuran dan penimbangan
(Anonim, 2000).
H. Uraian Spektrofotometri
Prinsip kerja spektrofotometri adalah berdasarkan atas interaksi antara
radiasi elektromagnetik dengan materi. Materi dapat berupa atom, ion, atau
molekul, sedang variasi elektromagnetik merupakan salah satu jenis energi yang
ditransmisikan dalam ruang dengan kecepatan tinggi. Interaksi antara molekul
yang mempunyai gugus kromofor dan radiasi elektromagnetik pada daerah
ultraviolet (200 nm-400 nm) dan sinar tampak (400 nm-800 nm) akan
menghasilkan spektra serapan elektronik, spektra serapan ini dapat digunakan
untuk menganalisis kuantitatif karena jumlah radiasi elektromagnetik yang diserap
ada hubungannya dengan jumlah molekul penyerap (Skoog, 1985).
Penyimpangan hukum Beer mungkin disebabkan oleh perubahan kimia
atau alat. Hukum Beer mungkin tidak cocok disebabkan oleh adanya perubahan
kadar zat yang dilarutkan, karena adanya asosiasi antar molekul zat atau antara
molekul zat dengan molekul pelarut. Penyimpangan lain mungkin disebabkan
oleh sinar polikromatik, lebar cerah atau sinar menyimpang. Larutan yang
mengandung 1 mg zat tiap 100 ml dalam 1 cm sering mempunyai serapan 0,2
sampai 0,8 (Anonim, 1974).
26
Pada pengukuran serapan suatu larutan selalu diperlukan suatu larutan
blanko. Maksud dari larutan blanko adalah untuk mengatur spektrofotometer
hingga pada panjang gelombang yang digunakan mempunyai serapan nol
(Anonim, 1974).
I. Validasi Metode
Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap
parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan
bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita,
2004).
Untuk itu diperlukan suatu pedoman mengenai kesahihan metode
analisis yang didukung oleh parameter – parameter di bawah ini :
1. Akurasi
Akurasi atau kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat
kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Akurasi dinyatakan
sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan (Harmita,
2004).
2. Presisi
Presisi atau keseksamaan adalah ukuran yang menunjukkan derajat
kesesuaian antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual
dari rata –rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel – sampel
yang diambil dari campuran yang homogen (Harmita, 2004). Presisi biasanya
dinyatakan dalam Koefisien Variasi (KV). Suatu metode dapat dinyatakan
27
memiliki presisi yang baik apabila memiliki KV < 2% tetapi kriteria ini fleksibel
tergantung dari kondisi analit yang diperiksa, jumlah sampel dan kondisi
laboratorium (Harmita, 2004).
3. Linieritas dan rentang
Linieritas merupakan kemampuan suatu metode (pada rentang tertentu)
untuk mendapatkan hasil uji yang secara langsung proporsional dengan
konsentrasi (jumlah) analit dalam sampel. Rentang adalah jarak antara level
terbawah dan teratas dari metode analisis yang telah dipakai untuk mendapatkan
presisi, linieritas, dan akurasi yang bisa diterima (Harmita, 2004). Persyaratan
data linearitas yang bisa diterima jika memenuhi nilai koefisien korelasi (r) > 0,99
atau r2
4. Spesifisitas
≥ 0,997 (Pelczar, Roger, and Chan, 1977).
Spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya yang hanya mengukur
zat tertentu saja secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain yang
mungkin ada dalam matriks sampel. Selektivitas metode ditentukan dengan
membandingkan hasil analisis sampel yang mengandung cemaran, hasil urai,
senyawa sejenis, senyawa asing lainnya atau membawa placebo dengan hasil
analisis sampel tanpa penambahan bahan –bahan tadi. Penyimpangan hasil
merupakan selisih dari hasil uji keduanya (Harmita, 2004).
5. Limit Of Detection (LOD) dan Limit Of Quantitation (LOQ)
LOD adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi
dan masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blangko. LOQ
merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi
28
criteria akurasi dan presisi. LOD dan LOQ dapat dihitung secara statistik melalui
garis regresi linier dari kurva kalibrasi. Nilai pengukuran akan sama dengan nilai
b pada persamaan garis linier Y = A + BX, sedangkan simpangan baku blangko
sama dengan simpangan baku residual (Sy/x), sehingga LOD dan LOQ dapat
dihitung menggunakan rumus : LOD = dan LOQ =
(Harmita, 2004).
J. Keterangan Empiris
RK mempunyai kandungan kimia utama yaitu kurkuminoid dan MA
(Rukmana, 2004). Kurkuminoid larut dalam alkohol dan asam asetat glasial, tetapi
tidak dapat larut dalam air dan eter (Windholz, 1981; Tarujaya, 1992).
Maserasi merupakan metode penyarian dengan cara menggojog simplisia
dan pelarutnya lalu merendamnya selama beberapa waktu (Voigt, 1971),
sedangkan dengan alat Soxhlet dilakukan dengan cara mengalirkan cairan penyari
secara kontinyu sehingga pelarut menjadi selalu baru ketika melalui kantong
ekstrak serbuk simplisia (Voigt, 1971).
Dengan alat Soxhlet lebih unggul daripada maserasi. Dalam hal ini
keunggulan yang dapat diperoleh dari MES adalah jumlah pelarut yang jauh lebih
sedikit (Lenny, 2006; Voigt, 1971) dibandingkan dengan jumlah pelarut untuk
maserasi. MEM dengan jumlah pelarut lebih boros mengalami kejenuhan,
sehingga dilakukan penggantian pelarut sebanyak 3 kali, inipun tidak berarti
seluruh komponen kurkuminoid dapat terekstraksi dengan baik (Anonim, 1986)
selain itu kadar kurkuminoid yang diperoleh dengan MES lebih banyak
29
dibandingkan MEM hal ini dikarenakan proses ekstraksi dengan dengan alat
Soxhlet menggunakan pemanasan dan menggunakan pelarut etanol sehingga
kurkuminoid terlarut sempurna (Jacobs, 1944; Lenny, 2006).
Kurkumin murni sulit diperoleh karena sering tercampur dengan
turunannya yaitu bisdemetoksikurkumin dan demetoksikurkumin (Donatus, 1994)
sehingga untuk analisa kuantitatif ditetapkan kadar kurkuminoid dengan
menggunakan spektrofotometri visible (Anonim, 1977; Anonim, 1993). Kurkumin
merupakan komponen terbesar dari kurkuminoid sehingga sering kadar total
kurkuminoid dihitung sebagai % kurkumin (Sumiati et al., 2004).
MA kunyit memiliki berat jenis 0,941, rotasi optik pada suhu 20°C
adalah -190.18, indeks bias pada suhu 20°C adalah 1.5025. Warna MA kuning
dan mempunyai bau yang khas dan rasa pedas (Guenther, 1952). MA ditetapkan
kadarnya dalam % v/b menggunakan destilasi Stahl (Anonim, 2004).
Keterangan empiris yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat
mengetahui perbedaan kandungan kurkuminoid dan MA dalam ekstrak kunyit
dengan variasi metode, yaitu ekstraksi maserasi dan dengan alat Soxhlet.
30
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
1. Jenis penelitian
Penelitian ini merupakan model rancangan quasi eksperimental yaitu
membandingkan kadar kurkuminoid dan MA dalam ekstrak RK dengan variasi
metode secara maserasi dan dengan alat Soxhlet sebagai perlakuan. Penelitian ini
dilakukan di laboratorium Farmakognosi Fitokimia dan Analisis Instrumental
Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Tahapan penelitian
a. Identifikasi RK secara organoleptik, makroskopik, dan mikroskopik
b. Pembuatan Simplisia
c. Pembuatan ekstrak RK
1) Ekstraksi dengan metode maserasi
2) Ekstraksi dengan metode dengan alat Soxhlet
d. Pengentalan ekstrak RK
e. Penetapan kadar MA dalam ekstrak RK
f. Penetapan kadar kurkuminoid dalam ekstrak RK
31
B. Variabel dan Definisi Operasional
1. Klasifikasi variabel
a.
Metode ekstraksi RK, yaitu maserasi dan dengan alat Soxhlet.
Variabel bebas
b.
Kadar kurkuminoid dan MA yang diperoleh dari pengekstrakkan
kunyit secara maserasi dan dengan alat Soxhlet.
Variabel tergantung
c.
Umur RK.
Variabel pengacau tidak terkendali
d.
Sumber pembelian RK. Dalam hal ini sumber pembelian RK
merupakan variabel pengacau namun dapat dikendalikan karena pembelian RK
dilakukan hanya pada satu pedagang di pasar Bringhardjo, sehingga diharapkan
bila tanaman kunyit berasal dari satu daerah memiliki kandungan kurkuminoid
dan MA yang sama. Bila berbeda daerah asal, maka dapat mempengaruhi kadar
kurkuminoid dan MA hal ini dikarenakan adanya perbedaan iklim, suhu tanah,
kandungan tanah, keasaman tanah, jenis tanah, umur tanaman, dan faktor lainnya
yang dapat mempengaruhi kadar zat aktif tanaman kunyit (Mariastuty, 2002).
Variabel pengacau terkendali
2. Definisi operasional
a.
Merupakan metode ekstraksi penggojogan sekaligus perendaman
serbuk RK dengan pelarut etanol 95% sebanyak 1000 ml selama 3 x 24 jam dan
Maserasi
32
setiap 24 jam sekali diganti dengan pelarut etanol 95% sebanyak 1000 ml yang
masih baru.
b.
Merupakan metode ekstraksi berkesinambungan karena pelarut selalu
baru membasahi sampel. Ekstraksi dihentikan apabila warna pelarut dalam tabung
sifon telah bening secara visual.
Dengan alat Soxhlet
c.
Merupakan hasil penyarian serbuk simplisia RK secara maserasi yang
telah dikentalkan dengan alat VRE sampai volum ekstrak cairnya seperlima dari
volum ekstrak cair semula yang dimasukkan.
Ekstrak kunyit maserasi
d.
Merupakan hasil penyarian serbuk simplisia RK dengan alat Soxhlet
yang telah dikentalkan dengan alat VRE sampai volum ekstrak cairnya setengah
dari volum ekstrak cair semula yang dimasukkan.
Ekstrak kunyit dengan alat Soxhlet
e.
Merupakan volume MA yang diperoleh dari masing–masing metode
ekstraksi yakni maserasi dan dengan alat Soxhlet yang dihasilkan dari setiap bobot
penimbangan ekstrak dengan menggunakan destilasi Stahl dan dihitung kadarnya
sebagai % v/b.
Penetapan minyak atsiri
f.
Merupakan jumlah total kurkuminoid yang terukur oleh
spektrofotometer visible yang telah tervalidasi dengan menggunakan kurkumin
baku pada panjang gelombang maksimum 420 nm.
Penetapan kadar kurkuminoid dalam ekstrak rimpang kunyit
33
g.
Merupakan perbedaan secara signifikan kadar kurkuminoid dan MA
antara hasil MEM dan hasil MES setelah dilakukan uji T.
Pengaruh variasi metode ekstraksi
C. Bahan atau Materi Penelitian
1. Bahan utama yang digunakan adalah ekstrak kental RK yang diperoleh dari
hasil ekstraksi RK dengan larutan penyari etanol.
2. Bahan lain yang digunakan antara lain yaitu Aquadest, aseton p.a. (Merck),
asam borat p.a.(Merck), asam oksalat p.a., etanol teknis 95% (Merck), dan
baku kurkumin yang diperoleh dari PPOT, UGM Yogyakarta.
D. Alat atau Materi Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah blender, ayakan,
timbangan analitik, oven, labu berskala, VRE, spektrofotometer UV – Vis SP
3000, pompa vacuum, timbangan, alat-alat gelas, labu alas bulat 1 L, alat Soxhlet,
seperangkat maserator, Corong Buchner, dan kertas saring Whatman No. 4.
E. Jalannya Penelitian
Secara garis besar jalannya penelitian yang dilakukan hingga diperoleh
data berupa kadar kurkuminoid yang dihitung sebagai persen kurkumin dan kadar
minyak astsiri dari ekstrak RK dengan variasi MEM dan dengan alat Soxhlet,
dapat dijelaskan sebagai berikut.
34
1. Identifikasi rimpang kunyit (Anonim, 1977)
Identifikasi dilakukan secara organoleptik, makroskopik, mikroskopik
dengan cara sebagai berikut :
a. Organoleptik : pengawatan warna, bau, dan rasa RK.
b. Makroskopik : pengamatan morfologi RK.
c. Mikroskopik : RK kering direndam dalam air panas sekitar 30 menit, lalu
dibuat irisan melintang dan diamati.
2. Pembuatan simplisia (Anonim, 1985):
a.
RK yang digunakan sebagai bahan utama dibeli dari Pasar Bringharjo,
Yogyakarta sebanyak 10 kg dari satu orang pedagang. RK yang digunakan
sebagai bahan utama karena merupakan bagian tanaman yang paling banyak
digunakan dan di dalamnya banyak mengandung MA dan kurkumin (Nurfina,
1998; Oomah, 2000; Rukmana, 1994).
Pengumpulan bahan
1) Sortasi basah
RK yang telah dibeli sebanyak 10 kg kemudian dipisahkan dari tanah
atau pengotor lainnya yang ikut terbawa.
2) Pencucian
Setelah sortasi basah, dilakukan pencucian dengan menggunakan air
bersih untuk menghilangkan tanah dan pengotor lainnya yang melekat pada RK.
Rimpang yang telah dicuci bersih lalu diangin-anginkan agar kering.
35
3) Perajangan
RK yang telah kering, dirajang dengan pisau stainless steel sehingga diperoleh
irisan tipis dengan ukuran kira-kira 0,5 cm agar rimpang cepat mengering bila
djemur.
4) Pengeringan
Irisan tipis RK tersebut lalu dijemur di bawah sinar matahari dengan
ditutupi kain hitam agar tidak merusak kandungan dalam RK yang bersifat
fotodegradasi, misalnya kurkuminoid. Irisan tipis dijemur dan tidak lupa untuk
dibolak-balik agar pengeringan merata. Pengeringan dihentikan bila irisan RK
kering, yaitu dengan ditandainya irisan RK tersebut mudah dipatahkan. Biasanya
lama pengeringan ini berlangsung 1 hari.
5) Sortasi kering
Irisan RK yang telah kering tersebut dipisahkan dari benda-benda asing
seperti bagian-bagian tanaman asing lainnya yang tidak diinginkan yang masih
tertinggal.
6) Pembuatan serbuk simplisia
Simplisia kunyit yang telah kering diserbuk dengan mesin penyerbuk dan
diayak dengan ayakan 8/14 sehingga didapatkan serbuk yang homogen. Serbuk
kemudian dimasukkan ke dalam wadah yang kedap udara (Anonim, 1985;
Bermawie, 2005).
36
b.
1) Metode maserasi
Pembuatan ekstrak rimpang kunyit
Ditimbang 100 g serbuk kering kunyit dan dimasukkan ke dalam
maserator ditambah 1,0 L etanol 95 %. Ekstraksi dilakukan selama tiga hari,
setiap 24 jam sekali pelarut diganti dengan pelarut yang baru, prosedur per
harinya adalah bahan dalam alat gelas (Erlenmeyer) digojog dengan alat maserasi
yang telah diatur untuk menggojog selama 6 jam, kemudian alat dengan otomatis
berhenti, kemudian bahan didiamkan sampai mencapai waktu 24 jam. Setelah itu
hasil ekstraksi dimasukkan ke dalam wadah dengan cara disaring dengan kain
katun agar serbuk tidak ikut masuk ke dalam wadah tertentu. Setelah tiga kali
penggantian pelarut, hasil ekstraksi yang telah ditampung dalam wadah tertentu
yang berwujud ekstrak cair kemudian dikentalkan dengan VRE untuk
mendapatkan ekstrak kental (EK) kunyit. Replikasi dilakukan sebanyak 5 kali.
2) Metode dengan alat Soxhlet
Ditimbang 100 g serbuk kering kunyit dan dimasukkan ke dalam sifon
kemudian ditambahkan dengan 2 kali sirkulasi etanol 95 % (total pelarut ±544,6
ml per replikasi). Ekstraksi dilakukan sampai semua kandungan kimia simplisia
terekstraksi ditandai dengan jernihnya larutan penyari di dalam tabung sifon,
biasanya larutan penyari dalam tabung sifon menjadi jernih bila telah mengalami
20 – 25 sirkulasi. Replikasi dilakukan sebanyak 5 kali sesuai dengan persyaratan
statistik.
37
c.
Ekstrak cair yang diperoleh dari proses ekstraksi dengan metode maserasi
dan dengan alat Soxhlet dikentalkan dengan menggunakan VRE pada suhu 50
Pengentalan ekstrak rimpang kunyit
0C
dan tekanan 72 mbar, kemudian hasil berupa ekstrak cair, dikentalkan
menggunakan oven pada suhu 400
d.
C.
Ditimbang 2,0 g ekstrak kental rimpang kunyit dan dimasukkan ke dalam
labu alas bulat, kemudian ditambahkan aquadest 200 ml. Labu dipanaskan dengan
penangas, sehingga penyulingan pun berlangsung selama 6 jam. Setelah selesai,
dibiarkan selama tidak kurang dari 15 menit, volume MA pada labu berskala
dicatat. Kadar MA dihitung dalam % v/b.
Penetapan kadar minyak atsiri
e.
1) Pembuatan larutan stok
Penetapan kadar kurkuminoid yang dihitung dalam persen kurkumin
Kurang lebih 20,0 mg kurkumin baku yang ditimbang seksama
dilarutkan dalam aseton dengan menggunakan labu ukur 100,0 ml.
2) Pembuatan larutan intermediet
Larutan stok dengan kadar 20 mg % diambil sebanyak 25 ml dan
dimasukkan ke dalam labu ukur 100,0 ml, kemudian diencerkan dengan aseton
hingga tanda sehingga diperoleh larutan intermediet kurkumin dengan kadar 5 mg
%.
3) Penetapan panjang gelombang maksimum (λ maks)
Larutan intermediet dengan kadar 5 mg % diambil 0,8 ml; 1,4 ml; 2,0ml
dan dimasukkan ke dalam labu 25,0 ml, kemudian diencerkan dengan aseton
38
sampai tanda. Larutan kurkumin dengan konsentrasi 0,1632 mg%, 0,2856 mg %,
dan 0,4080 mg % ini kemudian dibaca serapannya pada panjang gelombang 400
nm sampai 700 nm.
4) Validasi metode
Larutan intermediet dengan kadar 5 mg % diambil 0,8 ml; 1,4 ml; 2,0ml
dengan pipet ukur dan dimasukkan ke dalam labu 25 ml, kemudian diencerkan
dengan aseton sampai tanda. Larutan kurkumin dengan konsentrasi 0,1632 mg%,
0,2856 mg %, dan 0,4080 mg % ini kemudian dibaca serapannya pada panjang
gelombang maksimum, kemudian dihitung kadarnya menggunakan persamaan
kurva baku.
(a) Akurasi
Akurasi atau kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat
kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Akurasi dinyatakan
sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Larutan
kurkumin dengan konsentrasi 0,1632 mg%, 0,2856 mg %, dan 0,4080 mg %
masing – masing konsentrasi dibuat menjadi tiga replikasi. Diukur absorbansinya
dan dihitung kadar kurkuminnya. Masing -masing konsentrasi per replikasi
dihitung persen perolehan kembalinya. Untuk konsentrasi 0,1632 mg% replikasi I,
II, dan III dihitung rata –rata persen recoverynya. Demikian pula untuk 2
konsentrasi lainnya. Setelah semua replikasi per konsentrasi dihitung rata –
ratanya, hitung persen recovery rata –rata untuk tiga konsentrasi. Dari perhitungan
persen recovery rata –rata ini dapat diketahui apakah angka yang didapatkan
39
masuk rentang persen recovery yang dipersyaratkan atau tidak. Bila masuk
persyaratan, maka akurasi metode ini baik.
(b) Presisi
Presisi biasanya dinyatakan dalam Koefisien Variasi (KV) atau
coefficient variation (CV). Presisi menunjukkan keterulangan dan ketertiruan hasil
yang diperoleh. Prosedurnya hampir sama dengan akurasi, yaitu tiga konsentrasi
dengan tiga replikasi, namun dalam presisi yang dihitung adalah Simpangan
Deviasi (SD) masing–masing replikasi dan konsentrasi dibagi dengan harga rata –
rata replikasi per konsentrasi dikalikan dengan 100%. Setelah didapatkan CV
masing –masing konsentrasi, dihitung CV rata-rata untuk seluruh konsentrasi. CV
rata –rata seluruh konsentrasi kemudian dibandingkan dengan persyaratan presisi
yang baik untuk suatu metode. Bila angka presisi masuk dalam persyaratan maka
presisi metode tersebut baik.
(c) Linieritas dan rentang
Linieritas dan rentang didapatkan dari hasil perhitungan regresi linier
antara absorbansi dengan konsentrasi. Dalam hal ini, dihitung 5 konsentrasi yang
telah diukur absorbansinya untuk 1 kali replikasi. Dibuat 5 konsentrasi dengan 3
replikasi. Kemudian masing –masing replikasi dihitung secara regresi linier dan
didapatkan r. Bila nilai suatu r semakin mendekati 1, maka linieritas dan rentang
metode semakin tinggi.
(d) Spesifisitas
Dalam penelitian ini spesifik yang diukur adalah kurkumin karena
kurkumin merupakan pigmen yang tampak warnanya oleh mata sehingga
40
menggunakan spektrofotometri visible karena panjang gelombangnya berada pada
sinar tampak yaitu antara 400 – 700 nm (Skoog, 1985).
(e) LOD dan LOQ
LOD dan LOQ dihitung secara statistik melalui garis regresi linier, dari
kurva kalibrasi.menggunakan rumus: LOD = 3 Syb/x dan LOQ = 10 Syb/x.
Dihitung menggunakan 5 konsentrasi dan masing –masing absorbansinya dengan
perhitungan regresi linier. Kemudian didapatkan persamaan Y = BX + A, dari
absorbansi larutan baku didapatkan absorbansi (Y’), maka Y yang merupakan
absorbansi seharusnya pada konsentrasi baku yang tepat 0,1632 mg% dikurangi
dengan Y’. Hasil pengurangan Y-Y’ kemudian dipangkatkan. Dilakukan untuk 4
konsentrasi lainnya. Kemudian (Y-Y’)2
Sb ( y/x) =
dari berbagai konsentrasi ditotal dan
dilakukan perhitungan Sb (y/x) yang memiliki rumus :
dihitung LOD dengan rumus 3Sb(y/x) dan LOQ dengan rumus 10 Sb(y/x).
5) Pembuatan kurva baku
Larutan intermediet dengan kadar 5 mg % diambil 0,8 ml; 1,0 ml; 1,4 ml;
1,6 ml; 2,0 ml dan dimasukkan ke dalam labu 25,0 ml, kemudian diencerkan
dengan aseton sampai tanda. Larutan kurkumin dengan konsentrasi 0,1632 mg %;
0,2040 mg %; 0,2856 mg %; 0,3264 mg% dan 0,4080 mg%, dibaca serapannya
pada panjang gelombang maksimum lalu gambar kurva hubungan antara
konsentrasi larutan dengan serapan.
41
6) Penetapan kadar kurkuminoid dalam sampel
Kadar kurkuminoid ditetapkan dengan spektrofotometri sinar tampak
pada panjang gelombang maksimum. Ekstrak yang mengandung 50,0 mg
kurkuminoid dimasukkan ke dalam beaker glass, kemudian dilarutkan dengan
aseton. Ekstrak yang telah larut aseton dituang ke dalam labu ukur 50,0 ml
melalui kertas saring, diteruskan dengan penambahan aseton hingga tanda batas.
Diambil 2,0 ml dimasukkan ke dalam labu ukur 10 ml ditambah aseton hingga
tanda. Diambil 1,0 ml dimasukkan dalam labu ukur 25,0 ml dan ditambahkan
aseton hingga tanda. Kemudian dibaca serapannya. Hitung kadar dalam % b/b
dengan perbandingan kurva baku. Dilakukan replikasi sebanyak lima kali.
f.
Statistik yang digunakan untuk membandingkan kurkuminoid dengan
metode maserasi dan metode dengan alat Soxhlet adalah metode analisis two
sample t-test dengan taraf kepercayaan 95%. Analisis two sample T-test
merupakan suatu analisis untuk menguji perbedaan dari data dependent (sampel
tergantung). Rumus dasar two sample T-test adalah sebagai berikut :
Analisa data
Dimana :
t = t-test
x1
x
= rata-rata kadar kurkuminoid dengan metode ektraksi maserasi
2 = rata-rata kadar kurkuminoid dengan metode ektraksi dengan alat Soxhlet
42
1
2
nps =
serasielMetodeMaJumlahSampaserasioidMetodeMdarKurkuVariansiKa min
2
2
nps =
kletasielMetodeSoJumlahSampokletasioidMetodeSdarKurkuVariansiKa min
(De Muth, 1999)
Kriteria uji :
Jika t hitung > t tabel, maka Ho ditolak, dengan kesimpulan ada
perbedaan yang bermakna antar pasangan kelompok percobaan. Jika t hitung <
t tabel, maka Ho diterima, dengan kesimpulan tidak ada perbedaan yang
bermakna antar pasangan kelompok percobaan.
42
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Identifikasi Rimpang Kunyit
Identifikasi dilakukan untuk mengidentifikasi suatu bagian tanaman,
dalam hal ini RK. Apakah RK tersebut setelah diidentifikasi benar- benar
merupakan bagian dari tanaman kunyit. Untuk mengidentifikasinya dilakukan
perbandingan dengan literatur. Literatur yang dipakai adalah Materia Medika
Indonesia (MMI), 1977. Identifikasi dapat dilakukan dengan uji organoleptik,
makroskopis, dan mikroskopis.
1. Organoleptik
Tabel I. Data perbandingan organoleptik RK dan MMI Pengamatan
Organoleptik Kunyit Sampel MMI
Bau Khas aromatis Khas aromatik
Rasa Agak pahit, pedas, lidah terasa tebal
Agak pahit, agak pedas, lama kelamaan
menimbulkan rasa tebal
Warna Kuning jingga- coklat kemerahan
Kuning jingga – coklat kemerahan
Bentuk Bulat pipih, bulat panjang Hampir bulat, bulat panjang
Dari tabel I didapatkan perbandingan antara MMI dengan sampel secara
organoleptik. Dengan melihat tabel tersebut dapat dipastikan rimpang yang
diidentifikasi merupakan rimpang tanaman kunyit karena bau, rasa, warna, dan
43
bentuk rimpang tersebut sudah sesuai dengan karakteristik standar RK secara
organoleptis pada MMI.
2. Makroskopis
Tabel II. Data perbandingan makroskopik RK dan MMI
Jenis Bentuk Warna
Kunyit Sampel
Kepingan bulat, ringan, keras tapi rapuh,
Diameter= 1,5-3 cm, tebal= 1-3 mm
Jingga kecokelatan
MMI
Kepingan hampir bundar sampai bulat panjang, ringan,
rapuh, Diameter= 0,5 - 3 cm,
tebal= 1- 5 mm
Kuning jingga, kuning jingga kemerahan sampai kuning jingga
kecoklatan
Dari tabel II tersebut dapat dipastikan bahwa rimpang yang diidentifikasi
secara makroskopik merupakan RK karena ciri- ciri makroskopisnya, ditinjau dari
bentuk rimpang sampel telah memenuhi kriteria pada RK pada MMI, yaitu bentuk
kepingan bulat, pada MMI disebutkan kepingan hampir bundar sampai bulat
panjang, dan diameter rimpang sampel 1, 5 – 3 cm dengan tebal 1 -3 mm, telah
memenuhi syarat diameter RK pada MMI, yaitu diameter 0,5 – 3 cm, dan tebal 1-
5 mm. Warna rimpang sampel telah sama dengan kriteria warna RK pada MMI.
Gambar II berikut merupakan gambar RK sampel yang dibandingkan dengan
MMI.
Gambar 2. Penampang rimpang kunyit dan irisannya
44
3. Mikroskopis
Gambar 3. Penampang melintang sampel rimpang kunyit
Gambar 4. Penampang melintang rimpang kunyit MMI
Gambar 3 merupakan gambar mikroskopik penampang melintang sampel
RK. Terlihat bahwa epidermis terdiri dari satu lapis sel hal ini telah sesuai dengan
Materia Medika Indonesia pada Gambar 4, yaitu, epidermis; satu lapis sel. Butir
pati yang terlihat berbentuk bulat telur sesuai dengan MMI, yaitu butir pati bentuk
lonjong atau bulat telur. Sel sekresi dikelilingi oleh parenkim korteks. Berkas
45
pembuluh atau berkas pengangkut sama – sama tersebar tidak beraturan pada
parenkim korteks. Hal ini menunjukkan bahwa rimpang yang diidentifikasi secara
mikroskopis dalam penelitian ini adalah benar- benar rimpang kunyit.
B. Pembuatan Simplisia
1. Pengumpulan rimpang kunyit
RK (10 kg) yang digunakan dalam penelitian ini adalah rimpang utuh dan
masih segar yang dibeli dari Pasar Bringhardjo karena Pasar Bringhardjo
termasuk pasar besar yang banyak dikunjungi oleh konsumen. Pembelian
dilakukan hanya kepada satu pedagang saja untuk menyamakan perlakuan.
Pembelian rimpang dilakukan pada musim kemarau (18 Mei 2009) karena pada
musim kemarau kandungan kunyitnya maksimum (Anonim, 2006), diharapkan
kunyit yang telah dibeli pemanenannya dilakukan pada musim kemarau.
Musim kemarau Indonesia terjadi pada bulan April sampai Oktober
(Anonim, 2008) sehingga dapat dipastikan kandungan kunyit yang dipakai pada
penelitian ini memiliki kandungan yang maksimum. Rimpang yang diperoleh
masih banyak terdapat bahan pengotor seperti tanah yang menempel pada
rimpang, kerikil, dan pasir yang menempel pada tanah yang menempel pada
rimpang, oleh karena itu dilakukan sortasi basah terlebih dahulu agar kotoran
yang menempel pada RK dapat dikurangi.
2. Sortasi basah
RK yang telah dikumpulkan selanjutnya dipisahkan dari kotoran–
kotoran yang melekat atau bahan – bahan asing yang dimaksud antara lain tanah,
46
kerikil, pasir, dan sebagainya sebagai langkah awal pengurangan jumlah mikroba.
Mikroba dapat mempercepat pembusukan RK apabila tidak segera dibersihkan.
3. Pencucian rimpang kunyit
Pencucian RK dilakukan setelah sortasi basah dengan air bersih agar
dapat membersihkan RK hasil sortasi basah dengan baik. Air bersih kemudian
ditampung dalam ember, RK hasil sortasi basah dimasukkan ke dalamnya. Sikat
digunakan untuk mempercepat proses pembersihan kunyit.
Setelah semua RK dibersihkan, air yang telah keruh diganti dengan air
bersih, hal ini dilakukan agar didapatkan RK yang bersih. Penggantian air bisa
dilakukan beberapa kali sampai akhirnya air pencucian RK tidak keruh setelah
membilas RK.
RK yang telah bersih kemudian dikeringkan dari air pencucinya dengan
cara diangin–anginkan. Hal ini bertujuan agar rimpang mengering karena dengan
diangin -anginkan dapat mempercepat penguapan air. RK yang kering lebih sulit
ditempeli oleh partikel –partikel asing bila dibandingkan dengan RK yang masih
basah sehingga RK yang kering lebih awet atau lebih sulit membusuk karena
bukan media yang baik untuk pertumbuhan mikroba.
4. Perajangan rimpang kunyit
Rimpang yang telah bersih dan kering tersebut kemudian memasuki
tahapan perajangan. Perajangan RK bertujuan untuk mempermudah proses
pengeringan simplisia. RK dirajang 3 – 5 mm, apabila irisan semakin tipis maka
akan semakin cepat penguapan airnya, sehingga waktu pengeringan semakin
cepat.
47
5. Pengeringan rimpang kunyit
RK yang telah dirajang kemudian dikeringkan. Pengeringan bertujuan
mendapatkan simplisia agar tidak mudah rusak, sehingga dapat disimpan dalam
wadah yang lebih lama. Penurunan mutu atau perusakan simplisia dapat dihambat
dengan pengurangan kadar air dan penghentian reaksi enzimatik. Kandungan air
dalam simplisia pada kadar tertentu dapat merupakan media pertumbuhan kapang
dan jasad renik lainnya.
Pengeringan dalam penelitian ini adalah pengeringan secara tidak
langsung di bawah sinar matahari dengan cara ditutupi dengan kain hitam.
Penutupan dengan kain hitam dimaksudkan untuk mencegah terjadinya
perubahan–perubahan atau dekomposisi kandungan kimia dalam tumbuhan itu
sendiri dan untuk mencegah terjadinya penguapan MA yang berlebihan yang
terkandung dalam RK. Kurkumin mudah terdegradasi oleh sinar ultraviolet, untuk
memberikan hasil simplisia dengan warna yang baik, pengeringan ditutup dengan
kain hitam hasilnya lebih baik (Bermawie et al, 2005). RK yang sedang dijemur
tersebut kemudian dibolak–balik secara berkala, hal ini bertujuan agar pemanasan
merata (Anjariyah, 2003). Pengeringan dihentikan apabila berbunyi gemerisik
ketika diremas atau simplisia mudah dipatahkan. Mudah dipatahkannya simplisia
menunjukkan bahwa simplisia tersebut kandungan airnya kurang dari 10%
(Nurfina, 1998). Hasil penelitian diketahui bahwa reaksi enzimatik tidak
berlangsung bila kadar air dalam simplisia kurang dari 10% (Anonim, 1985).
48
6. Sortasi kering
Setelah proses pengeringan selesai, maka akan dilanjutkan dengan sortasi
kering. Tujuan sortasi kering untuk memisahkan benda – benda asing seperti
kerikil atau batu –batu kecil atau juga bagian dari simplisia selain rimpangnya
yang mungkin terikut ke dalam simplisia RK ketika proses pengeringan.
Sortasi kering penting dilakukan agar nantinya yang terekstrak benar-
benar hanya RK sehingga didapatkan kadar kurkuminoid dan MA yang berasal
dari RK, bukan dari bagian lain tanaman kunyit (Nurfina, 1998; Oomah, 2000;
Rukmana, 1994).
7. Pembuatan serbuk
RK yang telah kering kemudian diserbuk dengan grinder. Tujuan
penyerbukan adalah untuk memperkecil ukuran simplisia, sehingga semakin luas
permukaan akan berkontak dengan larutan penyari, sehingga penyarian dapat
dilakukan dengan optimal.
Selanjutnya serbuk diayak dengan ayakan dengan ukuran 8/14, agar
didapatkan serbuk yang homogen (Anonim, 1977). Ukuran ayakan 8/14
digunakan karena hasil ayakan dengan nomor tersebut merupakan ukuran optimal
butir serbuk kunyit untuk diekstraksi. Bila ukuran serbuk terlalu besar maka akan
sulit diekstraksi oleh pelarut karena semakin sempit luas permukaannya yang
bersentuhan dengan pelarut dan bila ukuran serbuk terlalu halus maka tidak
menguntungkan sebab pelarut akan sulit dipisahkan dari ampas serbuk yang
tersisa (Voigt, 1994).
49
Hasil penyerbukan simplisia RK kemudian dimasukkan ke dalam wadah
tertutup rapat untuk melindungi isi dari masuknya bahan padat dan mencegah
kehilangan bahan selama penanganan dan penyimpanan (Anonim, 1985;
Bermawie et al, 2005).
C. Cara Maserasi
Maserasi ekstrak RK digunakan serbuk simplisia RK dengan cairan
penyari etanol 95% (Anonim, 2004). Digunakan etanol sebagai pelarut karena
etanol merupakan pelarut yang universal yang dapat menarik hampir sebagian
besar senyawa kimia yang terkandung di dalam herba (Runadi, D., 2007) dalam
hal ini kurkuminoid dan MA dalam kunyit.
Pertimbangan lainnya adalah etanol sebagai penyari karena lebih selektif,
kapang dan kuman sulit tumbuh, tidak beracun, netral, dan panas yang diperlukan
untuk pemekatan relatif lebih sedikit (Anonim, 1986), juga etanol tidak
menyebabkan pembengkakan membran sel dan mampu mengendapkan albumin
dan menghambat kerja enzim (Voigt, 1994). Digunakan konsentrasi 95% karena
etanol 95% sangat efektif dalam menghasilkan jumlah bahan aktif yang optimal,
dalam hal ini kurkuminoid dan MA dimana bahan pengganggu hanya skala kecil
yang turut ke dalam cairan pengekstraksi (Voigt, 1971).
Pada penyarian sering dilakukan pengadukan tujuannya untuk meratakan
distribusi cairan penyari sehingga konsentrasi akan tetap terjaga karena adanya
derajat perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan larutan di luar sel
(Anonim, 1986).
50
Dilakukan maserasi dengan alat penggojogan selama 3 x 24 jam
(Anonim, 2004). Dilakukan 5 kali replikasi dengan masing – masing replikasi
sebanyak 100 gram serbuk menggunakan etanol 95% sebanyak 1000 ml untuk 24
jam, karena maserasi membutuhkan waktu 3 x 24 jam, maka total pelarut yang
diperlukan adalah 3000 ml untuk satu kali replikasi. (Anonim, 2004). Penggantian
pelarut dilakukan karena larutan telah menjadi jenuh (Anonim, 1986) ditandai
dengan pekatnya warna cairan ekstrak 24 jam pertama yaitu jingga tua sehingga
dilakukan penggantian pelarut yang baru untuk 24 jam kedua, dan 24 jam ketiga
untuk mengoptimalkan penyarian.
Tiap kali penggantian pelarut dilakukan pemisahan maserat dengan
penyaringan. Hal ini bertujuan agar sisa ampas serbuk RK tidak terikut ke dalam
maserat, sehingga didapatkan maserat yang murni bebas partikel serbuk. Bebas
serbuk karena yang akan kita gunakan pada tahap selanjutnya untuk penetapan
kadar kurkuminoid dan MA adalah ekstraknya bukan serbuknya maka dilakukan
penyaringan.
Penyaringan dilakukan dengan menggunakan kain katun dan hasil
saringan ditampung dalam satu wadah untuk per replikasi. Per replikasi agar
diketahui bobot EKnya setelah dilakukan penguapan dengan VRE. Dari ekstrak
hasil maserasi (EHM) ini diperoleh rata – rata bobotnya untuk 5 replikasi
sebanyak 14,7732 gram. Angka ini didapatkan dari membagi total bobot seluruh
replikasi dengan banyaknya replikasi yang dilakukan. Perhitungan bobot rata –
rata ada pada lampiran.
51
D. Cara Dengan Alat Soxhlet
Cara dengan alat Soxhlet ekstrak RK digunakan serbuk simplisia RK
dengan cairan penyari etanol 95%. 100 gram serbuk RK dimasukkan ke dalam
pembungkus kertas saring kemudian diletakkan ke dalam tabung sifon dan
dialirkan dengan etanol 95% sebanyak dua sirkulasi (Harborne, 1987), cairan
penyari akan tertampung di dalam labu alas bulat. Rata –rata jumlah total cairan
penyari 2 sirkulasi dari 5 replikasi untuk 1 replikasi adalah 544,6 ml.
Metode dengan alat Soxhlet dapat dikatakan lebih hemat dalam hal
jumlah pelarut (Lenny, 2006), hal ini dikarenakan prinsip alat ini yaitu pelarutnya
yang setelah menarik kurkuminoid, menguap karena pemanasan (tanpa ada zat
aktif yang ikut menguap) lalu mengalami kondensasi kemudian menetes kembali
sebagai etanol 95% yang baru dan membasahi kembali kertas saring yang berisi
serbuk RK, begitu seterusnya dan pelarutnya tidak pernah habis (Harborne, 1987;
Voigt, 1995). Suhu yang digunakan adalah 50°C karena dianggap optimal dalam
menguapkan pelarut dan tidak merusak senyawa aktif yang terkandung dalam
simplisia. Proses ekstraksi dihentikan apabila pelarut dalam tabung sifon yang
berisi kertas saring berisi serbuk RK telah bening secara visual, bila telah bening
berarti proses ekstraksi telah menempuh 20 -25 kali sirkulasi (Utami, 2006).
Seperti halnya maserasi, ekstrak hasil dengan alat Soxhlet (EHS)
ditampung dalam suatu wadah yang terpisah. Hal ini dilakukan agar diketahui
masing –masing bobot ekstrak per replikasinya sehingga didapatkan rata–rata EK-
nya yaitu 17,3418 gram. Angka ini didapatkan dari membagi total bobot seluruh
52
replikasi dengan banyaknya replikasi yang dilakukan. Perhitungan bobot rata –
rata ada pada lampiran.
E. Pengentalan Ekstrak Rimpang Kunyit
Ekstrak cair yang telah didapatkan dari kedua jenis metode ekstraksi
yaitu maserasi dan sokletasi diuapkan agar didapatkan EK dengan menggunakan
VRE. Tujuan ekstrak dikentalkan adalah mempermudah dalam pengukuran dan
penimbangan (Anonim, 2000).
Prinsip kerja dari VRE adalah memindahkan pelarut dari sampel dengan
menggunakan sistem evaporasi. Penggunaan VRE bertujuan untuk mempercepat
proses pengentalan, menurunkan tekanan dan menurunkan titik didih komponen
cairan yang dipindahkan sehingga proses pemindahan komponen cairan dapat
terjadi tanpa suhu yang terlalu tinggi (Voigt, 1994).
Hasil evaporasi setelah ± 1,5 jam masih didapatkan ekstrak yang
berbentuk cair namun volumenya jauh lebih sedikit dari volume ekstrak cair awal.
Masih berupa ekstrak cair agar ekstrak lebih mudah dituang dan tidak lengket
pada labu alas bulat VRE.
Ekstrak cair hasil evaporasi kemudian dikentalkan agar mempermudah
dalam pengukuran dan penimbangan (Anonim, 2000) dengan cara diuapkan
dengan oven yang telah diatur suhunya yakni 40°C. selama ± 72 jam. Suhunya
lebih rendah bila dibandingkan dengan pengentalan menggunakan VRE karena
jumlah volume ekstrak cair hasil VRE jauh lebih sedikit bila dibandingkan dengan
volume ekstrak cair sebelum dikentalkan dengan VRE.
53
EK yang dihasilkan oleh masing –masing metode kemudian ditimbang
masing–masing metodenya. Didapatkan ekstrak kental maserasi (EKM) 14,7732
gram dan ekstrak kental dengan alat Soxhlet (EKS) 17,3418 gram. Beda jumlah
bobot EK antara dua metode ekstraksi tersebut adalah, 2,5686 gram.
EKS lebih banyak jumlahnya dibandingkan dengan EKM dikarenakan
prinsip dari metode ekstraksi dengan alat soxhlet yaitu penyarian
berkesinambungan, pelarut etanol yang mengekstraksi RK tertampung di dalam
alas bulat, kemudian dengan pemanasan menguapkan etanol tanpa ada zat aktif
yang terikut menguap dan kemudian mengalami kondensasi menjadi tetesan yang
membasahi sampel RK yang terbungkus oleh kertas saring, sehingga penyarian
pun menjadi lebih efektif bila dibandingkan dengan maserasi.
F. Penetapan Kadar Minyak Atsiri
Penetapan kadar MA dilakukan untuk mengetahui jumlah kandungan
MA yang terkandung dalam ekstrak RK. MA merupakan salah satu komponen
utama dari RK yang mempunyai efek farmakologi selain kurkuminoid (Rukmana,
1994).
Kadar MA ini dihitung dalam persen v/b yang dilakukan dengan cara
destilasi air dengan alat Stahl karena merupakan metode isolasi MA yang paling
sederhana, ekonomis dan mudah dalam pengerjaannya (Anonim, 2004).
Dilakukan selama 6 jam karena merupakan waktu yang optimum untuk
mengisolasi MA. Penggunaan destilasi air dengan alat Stahl selama 6 jam
(Anonim, 1995). Kadar MA didapatkan dari hasil perhitungan dengan rumus di
54
bawah ini, yaitu dengan memasukkan volume MA yang dibaca pada buret
berskala pada rangkaian alat destilasi air kemudian dibagi dengan bobot ekstrak
kunyit yang dipakai untuk mengisolasi MA kemudian dikalikan 100%.
%100)(
)(/% xgramakKunyitBobotEkstr
mlVolumeMAbvMA =
Kadar MA yang didapatkan dari kedua metode ini telah sesuai dengan
standar Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia yaitu tidak kurang dari
3,2% (Anonim, 2004).
MA dari ekstrak RK yang dimaserasi lebih besar kadarnya bila
dibandingkan dengan MA dari ekstrak RK yang di-Soxhlet dikarenakan metode
maserasi tidak menggunakan panas ketika proses ekstraksi, sedangkan dengan alat
Soxhlet mengalami pemanasan yang berkesinambungan ketika proses ekstraksi,
jadi MA pada metode dengan alat Soxhlet lebih banyak yang menguap.
Berikut dapat dilihat hasil perhitungan kadar MA, dapat terlihat
perbandingan antara kadar MA MEM dengan kadar MA MES.
Tabel III. Data hasil penetapan kadar MA MEM Replikasi I Replikasi II Replikasi III Replikasi IV Replikasi V
Ekstrak kunyit (gram) 2,0957 2,0002 2,0111 2,0612 2,1877
Vol. MA (ml) 0,4600 0,3400 0,4200 0,3800 0,4000
Kadar (b
v %) 21,9500 16,9983 20,8841 18,4359 18,2840
Rata-rata (%) 19,3105
SD 2,0376
CV (%) 10,5500
55
Tabel IV. Data hasil penetapan kadar MA MES Replikasi I Replikasi II Replikasi III Replikasi IV Replikasi V
Ekstrak kunyit (gram) 2,0182 2,0398 2,0734 2, 3372 2,0247
Volume MA (gram) 0,3700 0,3500 0,3200 0,3600 0,3600
Kadar (b
v %) 20,3297 17,1585 15,4336 15,4030 17,7804
Rata-rata (%) 17,2210 SD 2,0298 CV (%) 11,7874
Dengan menggunakan uji statistik t-test maka dapat diketahui apakah ada
pengaruh metode ekstraksi dalam pembuatan ekstrak yang mempengaruhi kadar
MA di dalam ekstrak RK.
Didapatkan thitung dari hasil perhitungan menggunakan rumus uji statistik
t –test yaitu dengan derajat kepercayaan 95% yaitu 1,3594, dimana ttabel = (n1+n2)
= -1,859 sampai 1,859, jadi thitung < t tabel
Dari hasil perhitungan statistik dapat diketahui bahwa tidak ada pengaruh
metode ekstraksi dalam pembuatan ekstrak yang mempengaruhi kadar MA di
dalam ekstrak RK.
→ 1,3594 < 1,859 maka Hnull diterima
yaitu kadar MA dari ekstrak RK dengan MEM dan MES tidak berbeda.
G. Penetapan Kadar Kurkuminoid dengan Spektrofotometri Visible
Kurkumin baku yang digunakan pada penelitian ini merupakan kurkumin
hasil sintesis, bukan hasil isolasi dari RK. Kurkuminoid total yang ditetapkan
kadarnya dihitung sebagai persen kurkumin (Sumiati et al, 2004).
56
1. Penetapan panjang gelombang maksimum (λmax
Penetapan panjang gelombang maksimum bertujuan untuk mengetahui
panjang gelombang dari suatu larutan yang mempunyai absorbansi (serapan)
maksimum. Penentuan panjang gelombang maksimum dilakukan dengan
menggunakan tiga konsentrasi larutan 0,1632 mg %, 0,2856 mg %, dan 0,4080
mg %. Dipakai tiga konsentrasi karena tiga konsentrasi ini dianggap dapat
mewakili seluruh konsentrasi yang ada dalam penentuan panjang gelombang
maksimum. Scanning panjang gelombang dilakukan dari 400 nm – 700 nm karena
larutan yang dianalisis berwarna kuning kejingga-jinggaan.
)
Berdasarkan optimasi yang dilakukan diperoleh panjang gelombang
maksimum sebesar 420 nm. Panjang gelombang teoritis kurkuminoid adalah 420
nm (Tonnesen et al, 1983; Anonim, 1993). Berarti hal ini telah sesuai dengan
panjang gelombang teoritisnya. Kuning kejingga-jinggaan rentang panjang
gelombangnya ada pada 400 nm – 435 nm (Day, A. JR. dan Lunderwood A.,
1958).
2. Validasi metode
Metode penetapan kadar yang baik harus memenuhi berbagai kriteria, di
antaranya akurasi, presisi, linieritas dan rentang, spesifisitas, LOD dan LOQ
(Harmita, 2004). Validasi metode digunakan untuk mengetahui apakah metode
yang digunakan telah memenuhi syarat dan dapat memberikan hasil yang valid
dalam penetapan kadar suatu zat dalam sampel. Berikut adalah hasil dari
pengujian metode analisis.
57
a.
Akurasi dimaksudkan untuk mengetahui seberapa dekat antara hasil yang
diukur menggunakan suatu metode analisis dengan hasil yang sebenarnya.
Semakin sedikit selisih antara keduanya maka akurasi metode analisis semakin
baik. Akurasi metode analisis dinyatakan dalam recovery. Akurasi yang baik
dengan kadar 10
Akurasi
-4 - 10-5 % dinyatakan dalam recovery antara 80 - 110% (Harmita,
2004). 10-1 mg% artinya sama dengan 10-4
Tabel V. Hasil rata –rata recovery tiga konsentrasi kurkumin
% b/v. Dari hasil percobaan yang telah
dilakukan didapatkan pengukuran akurasi:
penentuan akurasi Kadar teoritis
(mg %)
Kadar I
(mg %)
Kadar II
(mg %)
Kadar III
(mg %)
Recovery
(% b/v)
0,1632 0,1516 0,1528 0,1764 98,2026
0,2856 0,2634 0,2480 0,2636 90,4528
0,4080 0,3758 0,3728 0,3852 92,6307
Rata-rata recovery 93,7620
Rentang recovery yang diperoleh adalah 90,4528% – 98,2026%. Hasil ini
masuk dalam range 80 – 110% sehingga dapat dikatakan bahwa metode analisis
dalam penetapan kadar kurkumin memenuhi persyaratan akurasi.
b.
Presisi menunjukkan keterulangan dan ketertiruan hasil yang diperoleh.
Presisi suatu metode analisis untuk recovery 80 – 110% dikatakan baik jika nilai
presisi < 5,8% untuk keterulangannya (Harmita, 2004). Dipakai presisi karena
Presisi
58
sampel diukur oleh analis yang sama pada kondisi yang sama dan dalam interval
waktu yang pendek. Semakin kecil KV yang diperoleh maka semakin baik presisi
metode yang digunakan. Berdasarkan pengukuran yang dilakukan diperoleh KV :
Tabel VI. Hasil rata –rata tiga konsentrasi kurkumin penentuan KV C (mg %) KV (%)
0,1632 8,7259
0,2856 3,4643
0,4080 1,7118
Rata – rata KV 4,6340
Hasil ini menunjukkan bahwa metode yang digunakan memiliki presisi
yang baik meskipun ada satu replikasi yang melebihi syarat KV yaitu pada
konsentrasi 1, Namun secara keseluruhan sudah memiliki presisi yang baik untuk
menetapkan kadar kurkumin dengan metode spektrofotometri visible. Hal ini
dapat dilihat dari rata –rata KVnya yaitu 4,6340% berada di bawah 5,8%.
c.
Linearitas menyatakan hubungan korelasi antara kadar dan absorbansi.
Linearitas dinyatakan dari nilai r yang diperoleh dari kurva baku. Semakin baik
nilai r maka linearitas semakin baik, dimana dengan adanya peningkatan kadar
maka akan terjadi peningkatan absorbansi yang proporsional pula. Metode
dikatakan memiliki linearitas yang baik jika r>0,99 atau r
Linearitas
2
≥ 0,997 (Harmita,
2004). Dari hasil yang diperoleh nilai r = 0,9997, jadi metode yang dipakai
memiliki linearitas yang tinggi.
59
d.
Spesifisitas menunjukkan kemampuan suatu metode untuk mengukur
senyawa tertentu saja secara akurat dan presisi dalam sampel yang terdiri dari
banyak senyawa lain.
Spesifisitas
Apabila diperoleh hasil yang lebih kurang sama serta memiliki akurasi
dan presisi yang baik maka metode yang digunakan tersebut dapat dikatakan telah
memenuhi syarat, presisi dari metode tersebut baik. Hal ini bisa membuktikan
bahwa metode penetapan kadar kurkumin memiliki spesifisitas yang tinggi, hal ini
dikarenakan metode spektrofotometri visible ini spesifik dalam mengukur kadar
senyawa yang berwarna, yang memiliki panjang gelombang sinar tampak yaitu
antara 400 - 800 nm (Skoog, 1985).
e.
LOD menunjukkan batas kadar terkecil yang mampu dideteksi oleh
metode analisis. Berdasarkan hasil pengukuran dan perhitungan, LOD yang
diperoleh adalah sebesar 4, 3777 x 10
LOD dan LOQ
-3 mg %. Kadar kurkumin agar masih dapat
terdeteksi oleh metode harus minimal ≥ 4, 3777 x 10-3
LOQ menyatakan batas kadar terkecil yang mampu dikuantifikasi oleh
metode analisis. Berdasarkan hasil pengukuran dan perhitungan nilai LOQ yang
diperoleh 1, 4592 x 10
mg %.
-2 mg %. Maka kadar kurkumin agar masih mampu
dikuantifikasi oleh metode minimal ≥ 1, 4592 x 10 -3
Metode ini valid karena dengan LOD 4, 3777 x 10
mg %.
-2 mg %. masih dapat
dideteksi oleh metode analisis dan dengan LOQ 1, 4592 x 10 -2 mg % masih
mampu dikuantifikasi oleh metode analisis. Sedangkan konsentrasi kurkumin
60
pada kurkumin baku yang paling rendah adalah 0,1516 mg %. Angka ini jauh
lebih besar dari angka LOD dan LOQ yang telah didapat, maka pastilah metode
ini dapat mengkuantifikasi kurkumin baku dengan baik.
3. Pembuatan kurva baku
Seri konsentrasi kurva baku yang digunakan adalah 0,1632 mg %; 0,2040
mg %; 0,2856 mg %, 0,3264 mg % dan 0,4080 mg % karena pada konsentrasi
tersebut nilai absorbansi didapatkan nilai absorbansi yang berkisar antara 0,2 -0,8.
Pada rentang nilai tersebut memberikan linearitas yang tinggi sehingga dengan
adanya penambahan kadar maka akan diikuti oleh kenaikan nilai absorbansi yang
sebanding.
Dari seri konsentrasi baku diperoleh persamaan kurva baku yang dapat
digunakan untuk menghitung kadar kurkumin dalam sampel ekstrak RK. Berikut
adalah hasil yang diperoleh untuk penetapan kurva baku:
Tabel VII. Data penentuan persamaan kurva baku Replikasi I Replikasi II Replikasi III
C (mg %) Absorbansi C(mg %) Absorbansi C (mg %) Absorbansi 0,1632 0,3360 0,1632 0,3220 0,1632 0,2870 0,2040 0,4000 0,2040 0,4010 0,2040 0,3430 0,2856 0,5420 0,2856 0,5350 0,2856 0,5380 0,3264 0,6080 0,3264 0,6010 0,3264 0,6000 0,4080 0,7320 0,4080 0,7400 0,4080 0,7330
A = 0,0704 B =1,6336 R = 0,9996
A = 0,0507 B = 1,6907 R = 0,9997
A = -0,0224 B =1,8836 R = 0,9960
Persamaan kurva baku Y = BX + A:
I. Y = 1,6336X + 0,0704; II. Y = 1,6907X + 0,0507;
III. Y = 1,8836X – 0,0224
61
Persamaan kurva baku dipilih r yang paling mendekati 1 yaitu persamaan
kurva baku replikasi II dengan persamaan Y = 1,6907X + 0,0507dengan nilai r =
0,9997.
Dipilih r yang paling mendekati 1 karena semakin dekat dengan angka 1
maka linieritasnya akan semakin tinggi, garis yang terbentuk akan semakin linier.
Penambahan konsentrasi akan sebanding dengan penambahan absorbansi
sehingga data yang didapatkan lebih valid bila dibandingkan dengan r yang
kurang mendekati angka 1. Berikut gambar kurva bakunya, tampak garisnya
semakin linier. Penambahan nilai absorbansi berbanding lurus sesuai dengan
penambahan konsentrasinya.
Gambar 5. Grafik kurva baku kurkumin
4. Penetapan kadar kurkuminoid dalam sampel
Kadar kurkuminoid total dalam sampel EK RK ditetapkan sebagai persen
kurkumin (Sumiati et al, 2004) yang diukur dengan menggunakan
00,10,20,30,40,50,60,70,8
0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5
ABSO
RB
AN
SI
KONSENTRASI (mg%)
KURVA BAKU
62
spektrofotometer visible pada panjang gelombang optimalnya 420 nm (Tonnesen
et al, 1983; Anonim, 1993).
Digunakan spektrofotometer visible karena alat ini mampu untuk
mendeteksi senyawa yang berwarna, yang berada pada panjang gelombang sinar
tampak yaitu 400 – 800 nm (Skoog, 1985). Kurkuminoid merupakan senyawa
berwarna kuning yang ada pada panjang gelombang 420 nm, sehingga alat ini
mampu untuk mendeteksinya. Spektrofotometer visible setelah dilakukan validasi
metode menunjukkan bahwa penggunaan metode ini dapat menghasilkan data
yang valid. Berikut merupakan gugus kromofor yang bertanggungjawab
memberikan warna kuning sehingga dapat menyerap di panjang gelombang sinar
tampak, dan juga gugus auksokrom yang bertanggungjawab untuk memindahkan
elektron sehingga panjang gelombang bergeser dan menjadi lebih panjang
sehingga warnanya pun tampak dan dapat dideteksi dengan spektrofotometer
visible. Gugus kromofor dan auksokrom tersebut yang mampu menyerap radiasi
elektromagnetik secara maksimum pada panjang gelombang 420 nm.
Gambar 6. Gugus kromofor dan auksokrom senyawa kurkumin
63
Pelarut yang digunakan adalah pelarut yang dapat melarutkan
kurkuminoid dan pelarut harus memiliki panjang gelombang di bawah panjang
gelombang maksimum kurkuminoid agar tidak mengganggu pengukuran
absorbansi kurkuminoid. Pelarut yang digunakan adalah aseton p. a. (pro
analysis) (Joe et a., 2004; Chattopadhyay et al, 2004; Araujo et al, 2001). yang
memiliki panjang gelombang maksimum 330 nm (Willard, 1988), panjang
gelombang ini berada di bawah panjang gelombang kurkuminoid yaitu 420 nm.
Dilakukan penghomogenan ekstrak RK dari semua replikasi dari masing-
masing metode. Hal ini dilakukan untuk menghomogenkan kandungan
kurkuminoid yang mungkin kadarnya berbeda dari replikasi yang satu dengan
replikasi lainnya dalam satu metode dan juga untuk menjamin agar pada saat
pengambilan ekstrak RK, kadar kurkuminoid pada tiap bagiannya sama untuk
setiap metode.
Ekstrak RK dari masing –masing metode kemudian dilakukan penetapan
kadar kurkuminoidnya dengan mengambil cuplikan ekstrak yang mengandung 50
mg. 50 mg kurkuminoid didapatkan dari literatur MMI, karena 50 mg
kurkuminoid dianggap akan memberikan serapan pada range 0,2 -0,8 yang
merupakan range parameter dengan linearitas tinggi.
Namun sebelumnya dilakukan orientasi untuk benar –benar memastikan
bahwa cuplikan 50 mg memang berada pada range 0,2 -0,8 karena bisa saja
hasilnya berbeda dengan apa yang tertulis dalam MMI karena kondisi percobaan
yang berbeda, dan spesifikasi peralatan yang berbeda dengan MMI.
64
Orientasi yang dilakukan mengambil cuplikan EHM sebanyak 102,45 mg
dan menghasilkan absorbansi 0,6370, dan cuplikan EHS sebanyak 148,39 mg dan
menghasilkan absorbansi 1,1160 dengan spektrofotometer visible. Dari orientasi
dapat dipelajari bahwa EHM dengan bobot ekstrak 102,45 mg masih masuk dalam
range 0,2-0,8, sedangkan untuk EHS sebanyak 148,39 telah melewati range yang
ditetapkan. Maka benarlah bahwa dengan bobot ekstrak RK baik dari metode
dengan alat soxhlet maupun maserasi sebanyak 50 mg sudah berada dalam
rentang 0,2- 0,8. Untuk selanjutnya diambil ± 50 mg ekstrak dari setiap replikasi
yang ada pada kedua metode.
Ekstrak RK baik dari hasil maserasi maupun dengan alat Soxhlet
ditimbang ± 50 mg dan dilarutkan dengan aseton sampai batas tanda labu ukur
50,0 ml dan langsung ditutup agar tidak menguap dan tidak ada partikel –partikel
pengotor yang masuk yang dapat mengganggu pengukuran absorbansi
kurkuminoid.
Kemudian 2 ml dimasukkan ke dalam labu ukur 10,0 ml ditambah aseton
hingga tanda. Dari larutan 10 ml, diambil 1 ml dimasukkan ke dalam labu ukur
25,0 ml, ditambahkan aseton hingga tanda. Prosedur diulangi hingga 5 replikasi
untuk masing- masing metode.
Larutan tersebut diukur dengan spektrofotometer visible. Dilakukan 5
replikasi karena dipercayai hasil yang diberikan akan valid. Menurut Anonim,
2005 untuk mendapatkan hasil yang valid, harus dilakukan minimum 9 kali
penentuan yang mencakup 3 macam konsentrasi dan masing –masing konsentrasi
direplikasi sebanyak 3 kali. Atas dasar inilah maka hasil penelitian ini valid
65
karena dilakukan penentuan sebanyak 15 kali mencakup 5 konsentrasi dengan
replikasi 3 kali untuk setiap konsentrasinya.
Hasil pengukuran absorbansi ini lalu digunakan untuk menghitung kadar
kurkuminoid dalam masing –masing sample berdasarkan persamaan kurva baku
yaitu Y = 1,6907X + 0,0507. Dipakai persamaan ini karena persamaan inilah
yang memiliki r yang paling mendekati 1, yaitu 0,9997 yang artinya persamaan
inilah yang memiliki linearitas yang paling tinggi.
Dari hasil perhitungan didapatkan bahwa masing –masing metode
ekstraksi baik maserasi maupun dengan alat Soxhlet telah memberikan hasil yang
sesuai dengan persyaratan yang tercantum dalam Monografi Ekstrak Tumbuhan
Indonesia yaitu sebesar 33, 9%. Perhitungan kadar kurkuminoid terlampir pada
lampiran. Berikut hasil perhitungan kadar kurkuminoid dari kedua metode
ekstraksi.
Tabel VIII. Data penetapan kadar kurkuminoid EHM
Replikasi I
Replikasi II Replikasi III
Repikasi IV
Replikasi V
Bobot ekstrak awal (mg) 55,2200 56,8800 55,9800 58,9800 49,6100
Bobot kurkuminoid dalam ekstrak (mg) 23,3989 25,8251 24,7161 26,4855 24,8640
Kadar kurkumin (%) 42,3740 46,7677 44,1516 41,9059 50,1188
Rata-rata kadar kurkumin (%) 46,2636
SD 2,3565 CV (%) 0,0509
66
Tabel IX. Data penetapan kadar kurkuminoid EHS
Terlihat bahwa kadar kurkuminoid metode ekstraksi dengan alat Soxhlet
hasilnya lebih banyak bila dibandingkan dengan MEM. Uji T mempertegas
perbedaan kadar kurkuminoid di antara kedua metode tersebut.
Hasil statistik dengan uji T diperoleh thitung yaitu -6,3702 dimana ttabel =
(n1+n2) = (-1,859) - 1,859, jadi thitung > t tabel
MES lebih baik daripada MEM. Dalam hal jumlah volume pelarut
misalnya, satu replikasi metode dengan alat Soxhlet hanya membutuhkan ± 544,6
ml, sedangkan maserasi membutuhkan 3000 ml. Menggunakan Soxhlet dengan
pemanasan dan pelarut akan dapat dihemat karena terjadinya sirkulasi pelarut
→ -6,3702 > -1,859 maka Hnull
ditolak, hal ini berarti kadar kurkuminoid dari ekstrak RK dengan MEM dan MES
berbeda signifikan. Dari uji T ini dapat diketahui bahwa ada pengaruh variasi
metode ekstraksi yang terjadi pada proses pembuatan ekstrak RK terhadap kadar
kurkuminoid yang ditetapkan.
Replikasi I Replikasi
II Replikasi
III Repikasi
IV Replikasi
V
Bobot ekstrak awal (mg) 53,74 00 54,0400 56,1700 54,0000 53,2500
Bobot kurkuminoid
dalam ekstrak (mg) 30,4090 30,1872 29,1521 29,3028 25,0118
Kadar kurkumin (%) 56,5854 55,8608 51,8998 54,2645 29,2718
Rata-rata kadar kurkumin (%) 54,7162
SD 1,8031 CV (%) 0,0329
67
yang selalu membasahi sample. (Lenny, 2006) karena kurkuminoid terlarut
sempurna (Jacobs, 1944).
Adanya pemanasan menyebabkan pelarut menguap ke atas dan
mengalami kondensasi sehingga terjadi sirkulasi yang berulang –ulang oleh
pelarut yang selalu baru tanpa ada zat aktif yang terikut ketika proses penguapan,
sehingga akan menghasilkan penyarian yang baik (Harborne, 1987).
Metode dengan alat Soxhlet ini mengekstraksi dengan baik serbuk kunyit
yang terbungkus dalam kertas saring, indikator baik yang dimaksud di sini adalah
bahwa warna pelarut yang telah melewati kertas saring telah menjadi bening
kembali seperti semula, ini artinya pigmen kunyit terekstraksi dengan baik
menggunakan metode ini. Warna kuning larutan hasil ekstraksi dengan alat
Soxhlet lebih pekat bila dibandingkan dengan metode maserasi, ini menunjukkan
kandungan zat aktifnya lebih tinggi bila dibandingkan dengan metode maserasi.
Metode maserasi memberikan hasil yang lebih sedikit merupakan
kekurangan dari metode ekstraksi ini (Anonim, 1986), dikarenakan serbuk RKnya
diekstraksi dengan pelarut yang kemudian jumlah konsentrasi kurkuminoidnya
menjadi sama sehingga larutan menjadi jenuh (Dinda, 2008). Ketika jenuh, maka
pelarut harus diganti dengan pelarut yang baru. Namun penggantian harus dibatasi
karena penggunaan pelarut yang terlalu banyak tidak bersifat ekonomis. Meskipun
telah dilakukan penggantian pelarut untuk ketiga kalinya, kurkuminoid tetap saja
masih belum terekstrasi dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari warna pelarut
masih berwarna kuning yang berarti masih mengandung kurkuminoid, meskipun
telah diganti pelarutnya untuk yang ketiga kalinya.
68
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Dari hasil perhitungan statistik dengan Uji T menunjukkan bahwa kadar
kurkuminoid antara metode ekstraksi maserasi dan dengan alat Soxhlet
berbeda signifikan, maka ada pengaruh variasi metode ekstraksi antara
maserasi dan dengan alat Soxhlet untuk kadar kurkuminoid dalam ekstrak
rimpang kunyit, dalam hal ini metode ekstraksi yang paling baik adalah
dengan alat Soxhlet.
2. Dari hasil perhitungan statistik dengan Uji T menunjukkan bahwa kadar
minyak atsiri antara metode ekstraksi maserasi dan dengan alat Soxhlet tidak
berbeda signifikan. Hal ini menunjukkan tidak ada pengaruh variasi metode
ekstraksi antara maserasi dan dengan alat Soxhlet untuk kadar minyak atsiri
dalam ekstrak rimpang kunyit. Kedua metode ekstraksi baik secara maserasi
maupun secara alat soxhlet sama baiknya dalam mengekstraksi rimpang
kunyit untuk mendapatkan minyak atsiri.
B. Saran
Perlu dilakukannya penelitian lebih lanjut mengenai validasi metode untuk
penetapan kadar minyak atsiri agar didapatkan kadar minyak atsiri yang valid
sebagai studi perbandingan metode penetapan kadar minyak atsiri.
69
DAFTAR PUSTAKA
Agnam, N., Samhoedi, H., Timmerman, H., Venie, U. A., Sugiyanto, Goot, H., 1995, The Relationship Between Structure And Inhibition Of Lipoxygenase Activity of Curcumin Derivatives In International Symposium On Curcumin Pharmacochemistry ISCP, Yogyakarta
Anief, M., 1997, Ilmu Meracik Obat, Cetakan Ke 6, 169, Gajah Mada University
Press, Yogyakarta Anonim, 1974, Ekstra Farmakope Indonesia, 1092-1093, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta Anonim, 1977, Materia Medika Indonesia, Jilid 1, 47 – 49, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta Anonim, 1979, Materia Medika Indonesia, Jilid III, 63, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta Anonim, 1985, Cara Pembuatan Simplisia, 7-15, 105-123, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta Anonim, 1986, Sediaan Galenik, 1, 11- 25, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta Anonim, 1992, Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 1992 tentang
Kesehatan, Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Anonim, 1993, Standard Of Asean Herbal Medicine, Vol. 1, Aksara Buana
Printing, Jakarta Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, edisi IV, 27, 63, 1134, 1158, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta Anonim, 1999, Monograph On Selected Medicinal Plants, Vol. 1, 118, WHO
Library Cataloguing In Publication Data, Genewa Anonim, 2000, Parameter Standar Umum Ekstrak Tanaman Obat, Cetakan
Pertama, 10 -11, 16, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
70
Anonim, 2004, Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia, Volume 1, 51, 54, 122 – 123, Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, Jakarta
Anonim, 2005, The United States Pharmacopeia 28th
revision, 2412- 2413, 2748-2751, 2854- 2855, United States Pharmacopeial Convention Inc., Rockville
Anonim, 2006, KUNYIT, http://www.warintek.ristek.go.id/pertanian/kunyit.pdf, diakses tanggal 17 Juni 2010
Anonim, 2009, Kunyit (Curcuma domestica Val.),
http://apotikhabbatussauda.multiply.com/journal/item/1128/KUNYIT_Curcuma_domestica_Val._
, diakses tanggal 2 Juli 2010
Anjariyah, S., 2003, Pengaruh Cara Ekstraksi (Maserasi Dan Perkolasi) Terhadap Kadar Relatif Glikosida Asiatikosida Pada Ekstrak Pegagan (Centella asiatica L. Urb), Skripsi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta
Ansel, 1985, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi Keempat, diterjemahkan
oleh Farida Ibrahim, 244 -271, 608 – 617, Universitas Indonesia Press, Jakarta
Araujo C. A. C., Leon, L. L., 2001, Biological Activities Of Curcuma longa L,
Mem Inst Oswaldo Cruz, 723-728, http://www.academicjournals.org/AJB/PDF/pdf2008/5Nov/Tajbakhsh%20et%20al.pdf, diakses tanggal 17 Juni 2010
Bermawie, N., Rahardjo, M., Wahyuno, D., Ma’mun, 2005, Status Teknologi Dan
Panen Tanaman Kunyit Dan Temulawak Sebagai Penghasil Kurkumin, 85, 96, Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Bogor
Bermawie, N., 2006, Mengatasi Demam Berdarah Dengan Tanaman Obat, Vol.
28, 6- 8, Warta Penelitian Dan Pengembangan Pertanian, Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Bogor
Chattopadhyay L., Biswas K., Bandyopadhyay U., Banerjee R. K., 2004,
Turmeric And Curcumin : Biological Actions And Medicinal Applications. Curr. Sci., 87, 44 -53, http://www.charakayurveda.com/Article/SPICE%20OF%20LIFE.pdf, ;diakses tanggal 17 Juni 2010
Claus, E., 1959, Pharmacognosy, 6th
Edition, Lea and Febiger, Philadelphia
71
Dandekar, Gaikar, 2002, Microwave Assisted Extraction Of Curcuminoids From Curcuma longa, Separation Science And Technology, 37 (11), 2669 – 2690
Day, A. JR., Lunderwood A., 1958, Quantitative Analysis, 11, Prencite Hall, New
Jersey De Muth, J.E., 1999, Basic Statistics And Pharmaceutical Statistical Applications,
179, Marcel Dekker, Inc., New York Dinda, 2008, Ekstraksi, http://medicafarma.blogspot.com/2008/11/ekstraksi.html,
diakses tanggal 20 Februari 2010 Duke, J. A., 2008, Handbook of Energy, http: www.hortpurdue.edu, diakses
tanggal 17 Juni 2010 Donatus, I. A., 1994, Antaraksi Kurkumin dengan Parasetamol : Kajian Terhadap
Efek Farmakologi dan Toksikologi, Disertasi, Fakultas Farmasi, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta
Endah, K. N., 2002, Perbedaan Kadar Kurkumin Dalam Ekstrak Rimpang Kunyit
(Curcuma domestica Val.) Yang Dibuat Secara Maserasi Dan Perkolasi, Skripsi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta
Kemala, S., Susiarto, Pribadi, E. R., Yuhono, J. T., Yusron, M., Mauludi, L.,
Rahardjo, M., Ferry, Y., Waskito, B., Nurhayati, H., 2000, Studi Serapan Pasokan Dan Pemanfaatan Tanaman Obat di Indonesia. Laporan Teknis Penelitian Bagian Proyek Penelitian Tanaman Rempah Dan Obat APBN Tahun 2004, 2, 143 – 241, Balai Penelitian Tanaman Rempah Dan Obat, Jakarta
Kohli, K., Ali, J., Ansari, M. J., Raheman, Z., 2005, Curcumin : A Natural Anti-
inflammatory Agent, 141 -142, In Indian Journal of Pharmacology, Jamie Hamdard University, New Delhi
Lenny, S., 2006, Isolasi dan Uji Bioaktifitas Kandungan Kimia Utama Puding
Merah dengan Metoda Uji Brine Shrimp, Skripsi, 21, USU Repository, Medan
Madigan, M., 2005, Brock Biology Of Microorganisme, Prentice Hall, London Majeed, M., Badmaev, V., Shivakumar, U., Rajendran, P., 1995, Curcuminoids :
Antioxydant Phytonutrients, 32 – 63, Nutri Science Publisher Inc., Piscataway, New Jersey
72
Masuda, T., Isobe, J., Jitoe, A., Nakatani, N., 1992, Antioxidative Curcuminoids From Rhizomes Of Curcuma Xanthorrhiza, Phytochemistry, 31 (10), 3645 -3647
Masuda, T., Jitoe, A., Isobe, J., Nakatani, N., Yonemari, S., 1993, Antioxidative
And Antiiflammatory Curcumin – Related Phenolics from Rhizomes Of Curcuma domestica, Phytochemistry, 32 (6), 1557 – 1560
Mariastuty, E., 2002, Pengaruh Umur Tanaman Terhadap Kadar, Indeks Bias,
Dan Perbandingan Kadar Relatif Sineol Dan Borneol MA Rimpang Lempuyang Gajah (Zingiber zerumbet (L.) J. E. Smith), 2, Skripsi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta
Nurfina, N. A., 1998, Manfaat Dan Prospek Pengembangan Kunyit, 19 – 21,
Penerbit Trubus Agrawidya, Ungaran Nugroho, N. A., 1998, Manfaat Dan Prospek Pengembangan Kunyit, 1, 4 - 6,
Penerbit Trubus Agrawidya, Yogyakarta Oomah, B. D., 2000, Herbs, Botanicals, And Teas, Technomical, Pennsylvania. Osawa, T., Sugiyama, Y., Inayoshi, M., Kawakishi, S., 1995, Antioxidative
Activity Of Tetrahydrocurcuminoids, Bioscience Biotechnology Biochemistry, 59 (9), 1609 - 1612
Pan, M. H., Huang, T. M., Lin, J. K., 1999, Drug Metabolism Dispos, 27, 486
http://ccrcfarmasiugm.wordpress.com, diakses tanggal 20 Desember 2009
Pelczar, M. J., Roger, D. R., Chan, E. C. S., 1977, Microbiology, Mc Graw-Hill
Book Company, New York, USA Punithavathi, D., Venkatesan, N., Babu, M., 2000, Curcumin Inhibition of
Bleomycin – Induced Pulmonary Fibrosis In Rats, Br. Journal Pharmacology, Vol. 131, 169 -172,
Roughly, P. J., Whiting, D. A., 1973, Experiments In The Biosynthesis of
Curcumin, 2379 – 2388, J. C. S., Perkin Rukmana, R., 1994, Kunyit, Cetakan Ke 6, 9 -18, 25 – 27, Kanisius, Yogyakarta Rukmana, R., 2004, Temu –Temuan, Apotik Hidup Di Pekarangan, Kanisius,
Yogyakarta Runadi, 2007, Isolasi Dan Identifikasi Alkaloid Dari Herba Komfrey (Symphytum
officinale L.), 9, Skripsi, Universitas Padjajaran, Bandung
73
Siddiqui, A. N., Cui, X., Wu, R., Dong, W., Zhou, M., Hu, M., Simms, H. H.,
Wang, P., 2006, The Anti – Inflammatory Effect Of Curcumin In An Experimental Model Of Sepsis Is Medicated By Up Regulation Of Peroxisome Proliferation - Activated Receptor Gamma, International Care Magazine, Vol. 34, 1874- 1882,
Skoog, D., A., 1985, Principles of Instrumental Analysis, 3th edition, 183,
Saundees College Publishing, New York Soedibjo, 1998, Alam Sumber Kesehatan Manfaat dan Kegunaan, 264 – 265,
Balai Pustaka, Jakarta Sudarsono, 1996, Tumbuhan Obat, 56, PPOT, UGM, Yogyakarta Suharmiati, Handayani, (2006), Cara Benar Meracik Obat Tradisional, 10 – 11,
Penerbit Agromedia Pustaka, Jakarta Sumiati T., Adyana I. K., 2004, Kunyit, Si Kuning yang Kaya Manfaat,
http://iirc.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/26968/2/2010mnr.pdf, diakses tanggal 17 Juni 2010
Supardjan, A. M., Meiyanto, E., 2002, Efek Antiproliferatif Pentagamavunon – 0
Terhadap Beberapa Sel Kanker, Laporan Penelitian, Lembaga Penelitian Universitas Gajah Mada, Yogyakarta
Suwanto, A., Fardiaz, S., 1983. Studies On Antibacterial Activities Of Turmeric
Powder (Curcuma domestica Val.), Undergraduate thesis, IPB, Bogor Tampubolon, Oswald T., 1981, Tumbuhan Obat Bagi Pecinta Alam, Bhatara
Karya Aksara, Jakarta Tarujaya, I., 1992, Daya Larut, Zat Warna Kurkuminoid Rimpang Temulawak
(Curcuma Xanthorrhiza Roxb.) terhadap Kalsium Batu Ginjal secara In vitro, Skripsi, 16, Fakultas Farmasi, UGM, Yogyakarta
Timmerman, H., 1995, New Perspective For Antiinflammatory Drugs In
International Symposium On Curcumin Pharmacochemistry (ISCP), Yogyakarta
Tonnesen, H. H., 1989, Studies On Curcumin And Curcuminoids, Catalytic Effect
Of Demethoxy And Bisdemethoxy Curcumin On The Peroxydation Of Linoleic Acid By 15- Lipoxygenase, Internal Journal Pharmacy, Vol. XV, 51, 179-181
74
Tonnesen, H. H., Karlsen, 1983, Curcuminoid and It’s Compounds, Journal Chromatography, Vol. 4, 259 -376
Tyler, V. E., Brady, L. R., Robbers, J. E., 1988, Pharmacognosy 9th Edition, 103
– 110, Lea and Febiger, Philadelphia Utami, Panca Setyawati, 2009, Ekstraksi,
http://pancasetyawatiutami.blogspot.com/2009/11/ekstraksi.html, diakses tanggal 13 Juli 2010
Van der Goot, H., 2002, The Chemistry And Qualitative Structure – Activity
Relationships Of Curcumin In Recent Development In Curcumin Pharmacochemistry, Procedings of The International Symposium on Curcumin Pharmacochemistry, 1995, Edited By Suwijyo Pramono, Aditya Media, Yogyakarta
Voigt, 1971, Buku Pembelajaran Teknologi Farmasi, Edisi Pertama,
diterjemahkan oleh Soendani Noerono, 141-142, 163-164,172-178 Gajah Mada University Press, Yogyakarta
Voigt, 1994, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Edisi 5, 579 – 582, Gajah Mada
University Press, Yogyakarta Wahyuni, A., Hardjono, Paskalina Y., 2004, Ekstraksi Kurkumin Dari Kunyit,
Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Kimia Dan Proses 2004, ISSN: 1411 – 4216, Jurusan Teknik Kimia, Sekolah Tinggi Teknologi Nasional, Yogyakarta
Wikipedia, 2007, Minyak Atsiri,
http://www.id.wikipedia.org/wiki/Minyak_Atsiri, diakses tanggal 17 Juni 2010
Willard, H.H, Merritte, Lynne, Dean, John, and Settle, Frank, 1988, Instrumental
Methods Of Analysis 7th ed, 466- 468, Wadsworth Publ., Belmont, CA. Winarto, W. P., 2003, Khasiat Dan Manfaat Kunyit, 4-5, Agromedia Pustaka,
Jakarta Windholz, M., 1981, The Merck Index : An Encyclopedia of Chemicals and Drug
Tenth Edition, 2681, Merck & Co, Inc., Rhmany, New York.
75
LAMPIRAN
76
Lampiran 1. Data pengentalan ekstrak rimpang kunyit a. Menggunakan VRE
Set point : 100 mbar
Suhu : 500
Δ P % : 50
C
Setpoint : 72 mbar
Δ P : 10 mbar
Waktu : ± 1,5 jam
b. Menggunakan Oven
Suhu : 400
Waktu : 72 jam
C
Lampiran 2. Data bobot ekstrak hasil maserasi dan ekstraksi hasil dengan
alat Soxhlet
Tabel X. Data penimbangan ekstrak RK MEM Ekstrak Kunyit Replikasi
I (gram)
Replikasi II
(gram)
Replikasi III
(gram)
Replikasi IV
(gram)
Replikasi V
(gram) Bobot Wadah+ Label 62,6033 49,0845 48,6689 49,4272 47,1010
Bobot Wadah + ekstrak 77,5270 63,3117 62,9198 64,3503 62,6420
Bobot Ekstrak 14,9237 14,2272 14,2509 14,9231 15,5410
Rata –Rata EK 14,7732 gram
Tabel XI. Data penimbangan ekstrak RK MES Ekstrak Kunyit Replikasi I
(gram) Replikasi
II (gram)
Replikasi III
(gram)
Replikasi IV
(gram)
Replikasi V
(gram) Bobot Wadah + Label 61,6990 62,3300 62,5588 46.3242 49.5739 Bobot wadah + ekstrak 74,7398 83,6978 83,4052 62.5840 64.7683 Bobot ekstrak 13,0408 21,3678 20,8464 16.2598 15.1944 Rata –Rata EK 17,3418 gram
77
Lampiran 3. Penetapan kadar minyak atsiri
a. Kadar MA MEM %100xstilasiakYangDideBobotEkstr
iilDestilasKadarMAHas=
Replikasi I : Kadar MA MEM %9500,21%1000957,246,0
== xg
ml
Replikasi II : Kadar MA MEM %9983,16%1000002,234,0
== xg
ml
Replikasi III : Kadar MA MEM %8841,20%1000111,242,0
== xg
ml
Replikasi IV : Kadar MA MEM %4359,18%1000612,238,0
== xg
ml
Replikasi V : Kadar MA MEM %2840,18%1001877,240,0
== xg
ml
b. Kadar MA MES %100xstilasiakYangDideBobotEkstr
iilDestilasKadarMAHas=
Replikasi I : Kadar MA MES %3297,20%100
0182,237,0
== xg
ml
Replikasi II : Kadar MA MES
%1585,17%1000398,235,0
== xg
ml
Replikasi III : Kadar MA MES %4336,15%1000734,232,0
== xg
ml
Replikasi IV : Kadar MA MES
%4030,15%1003372,236,0
== xg
ml
Replikasi V : Kadar MA MES
%7804,17%1000247,236,0
== xg
ml
78
Lampiran 4. Perhitungan konsentrasi larutan stok, intermediet, dan kurva baku kurkumin a. Pembuatan Larutan Stok
Tabel XII. Data penimbangan bobot serbuk kurkumin standar
Bobot kertas
kosong 0,1846 g
Bobot kertas + zat 0,2050 g
Bobot kertas + sisa 0,1846 g
Zat 0,0204 g
Dilarutkan dengan aseton hingga volumenya 100 ml
Sehingga konsentrasi stok = = 20,4000 mg%
b. Konsentrasi Intermediet (% b/v)
Diambil 25 ml dari larutan stok dan di add hingga 100 ml, sehingga diperoleh
konsentrasi :
C1 . V1 = C2 . V
20,4 mg% . 25 ml = C2
2
C
. 100 ml
2
= 5,1000 mg%
c. Konsentrasi Kurva Baku Sebenarnya (% b/v)
Konsentrasi I C1 . V1 = C2 . V5,1 mg% . 0,8 ml = C
2 2
C . 25 ml
2 = 0, 1632 mg% = 1, 6320 x 10-4
% b/v
Konsentrasi II C1 . V1 = C2 . V5,1 mg% . 1,0 ml = C
2 2
C . 25 ml
2 = 0,2040 mg% = 2,0400 x 10-4
% b/v
79
Konsentrasi III C1 . V1 = C2 . V5,1 mg% . 1,4 ml = C
2 2
C . 25 ml
2 = 0,2856 mg% = 2,856 x 10-4 %
b/v
Konsentrasi IV C1 . V1 = C2 . V5,1 mg% . 1,6 ml = C
2 2
C . 25 ml
2 = 0,3264 mg% = 3,2640 x 10-4
% b/v
Konsentrasi V C1 . V1 = C2 . V5,1 mg% . 2,0 ml = C
2 2
C . 25 ml
2 = 0,4080 mg% = 4,0800 x 10-4
% b/v
Lampiran 5. Validasi metode dengan menggunakan kurkumin standar
a. Akurasi dinyatakan dalam recovery :
Konsentrasi 0,1632 mg %
Replikasi I : %recovery = %8922,92%1000,16320,1516
=x
Replikasi II %recovery = %6274,93%1000,16320,1528
=x
Replikasi III %recovery = %0882,108%1000,16320,1764
=x
SD = 8,5691
Rata-rata = 98,2026%
KV = 8,7259%
Konsentrasi II 0,2856 mg %
Replikasi I : %recovery = %2269,92%1000,28560,2634
=x
Replikasi II %recovery = %8347,86%1000,28560,2480
=x
Replikasi III %recovery = %2969,92%1000,28560,2636
=x
SD = 3,1336
Rata-rata = 90,4528%
KV = 3,4643%
80
Replikasi III 0,4080 mg %
Replikasi I : %recovery = %1078,92%1000,40800,3758
=x
Replikasi II %recovery = %3725,91%1000,40800,3728
=x
Replikasi III %recovery = %4118,94%1000,40800,3852
=x
SD = 1,5857 Rata-rata = 92,6307% KV = 1,7118% Tabel XIII. Data SD, recovery, dan KV tiga replikasi kurkumin
Replikasi Konsentrasi sebenarnya
(mg %) Absorbansi
Konsentrasi terukur (mg%)
SD, Rata –rata Recovery, dan
KV
I II III
0,1632 0,1632 0,1632
0,3070 0,3090 0,3490
1,5160 1,5280 1,7640
SD = 8,5691 Rata-rata = 98,2026%
KV = 8,7259%
I II III
2,8560 2,8560 2,8560
0,4960 0,4700 0,4980
2,6340 2,4800 2,6360
SD = 3,1336 Rata-rata = 90,4528%
KV = 3,4643%
I II III
4,0800 4,0800 4,0800
0, 6860 0,6810 0,7020
3,7580 3,7280 3,8520
SD = 1,5857 Rata-rata = 92,6307%
KV = 1,7118%
Absorbansi pada replikasi I dan II untuk konsentrasi 0,1632 mg% berada di bawah
rentang absorbansi kurva baku replikasi II yaitu antara 0,3220 – 0,7400.
81
b. LOD dan LOQ
Tabel XIV. Data LOD dan LOQ kurkumin C (mg % b/v) Absorbansi y’ y-y’ (y-y’)2
0,1632 0,3220 0,3266 4,6 x 10 2,1160 x 10-3 -5 0,2040 0,4010 0,3956 5,4 x 10 2,9160 x 10-3 -5 0,2856 0,5350 0,5336 1,4 x 10 0,196 x 10-3 -5 0,3264 0,6010 0,6025 1,5 x 10 0,225 x 10-3 -5 0,4080 0,7400 0,7405 0,5 x 10 0,025 x 10-3 -5
Total 5,4780 x 10-5
Y = 1,6907X + 0,0507
Contoh perhitungan y’ :
Y = 1,6907X + 0,0507
Y = 1,6907 (0,1632) + 0,0507
Y = 0,3266
S ( y/x) = = = 2,4671 x 10
-3
LOD = = 4,3777 x 10-3
mg %
LOQ = 1,4592 x 10-2
mg %
Lampiran 6. Orientasi sampel
a. Orientasi Sampel Maserasi
Tabel XV. Data bobot ekstrak orientasi MEM Bobot glass arloji 14433,81 mg Bobot glass arloji + ekstrak 14543,19 mg Bobot glass arloji + sisa ekstrak
14440,74 mg
Zat 102,45 mg
Y = 1,6907x + 0,0507 0,6370 = 1,6907x + 0,0507 x = 0, 3468 mg%
82
C1 . V1 = C2 . VC
2 1
C. 1,0 ml = 0,3468 mg% . 25 ml
2 = 8,6695 mg% = 8,6695 x 10-3 %
b/v
C1 . V1 = C2 . VC
2 1
C. 2,0 ml = 8,6695 mg% . 10 ml
2
= 43,3480 mg%
xmg
mgmg 50
503480,43
=
mgmgx
3480,432500 2
= = 57,6728 mg dilarutkan dalam 50 ml aseton
Kadar kurkumin = %2936,56%10045,102
6728,57=x
mgmg b/b
b. Orientasi Sampel Sokletasi
Tabel XVI. Data bobot ekstrak orientasi MES Bobot glass arloji 14481,02 mg Bobot glass arloji + ekstrak 14629,96 mg Bobot glass arloji + sisa ekstrak
14481,47 mg
Zat 148,39 mg
Y = 1,6907x + 0,0507 1,1160 = 1,6907x + 0,0507 x = 0,6618 mg% C1 . V1 = C2 . VC
2 1
C. 1,0 ml = 0,6618 mg% . 25 ml
2
= 16,5450 mg%
C1 . V1 = C2 . VC
2 1
C. 2,0 ml = 16,5450 mg% . 10 ml
2
xmg
mgmg 50
507250,82
=
= 82,7250 mg%
mgmgx
7250,822500 2
= = 30,2206 mg dilarutkan dalam 50 ml aseton
83
Kadar kurkumin = %3656,20%10039,148
2206,30=x
mgmg b/b
Lampiran 7. Penetapan kadar kurkuminoid dihitung sebagai persen
kurkumin dalam sampel ekstrak RK
a. Data Perhitungan Kadar Kurkuminoid Untuk MEM
1. MASERASI R I
Tabel XVII. Data bobot ekstrak replikasi I MEM Bobot glass arloji 14394,28 mg Bobot glass arloji + ekstrak 14450,66 mg Bobot glass arloji + sisa ekstrak 14395,44 mg Zat 55,22 mg
Y = 1,6907x + 0,0507 0,3590 = 1,6907x + 0,0507 x = 0,1823 mg% C1 . V1 = C2 . VC
2 1
C. 1,0 ml = 0,1823 mg% . 25 ml
2
= 4, 5574 mg%
C1 . V1 = C2 . VC
2 1
C. 2,0 ml = mg% . 10 ml
2
= 22,7868 mg%
Kadar kurkumin = =%10022,55
7868,22 xmg
mg 42, 3740%
2. MASERASI R II
Tabel XVIII. Data bobot ekstrak replikasi II MEM Bobot glass arloji 14513,36 mg Bobot glass arloji + ekstrak 14572,19 mg Bobot glass arloji + sisa ekstrak
14515,31 mg
Zat 56,88 mg Y = 1,6907x + 0,0507 0,4000 = 1,6907x + 0,0507 x = 0,2066 mg%
84
C1 . V1 = C2 . VC
2 1
C. 1,0 ml = 0,2066 mg% . 25 ml
2
= 5,1650 mg%
C1 . V1 = C2 . VC
2 1
C. 2,0 ml = 5,1650 mg% . 10 ml
2
= 25,8251 mg%
3. MASERASI R III
Tabel XIX. Data bobot ekstrak replikasi III MEM Bobot glass arloji 13783,63 mg Bobot glass arloji + ekstrak 13892,05 mg Bobot glass arloji + sisa ekstrak
13836,07 mg
Zat 55,98 mg Y = 1,6907x + 0,0507 0,3850 = 1,6907x + 0,0507 x = 0,1977mg%
C1 . V1 = C2 . VC
2 1
C. 1,0 ml = 0,1977mg% . 25 ml
2
= 4,9432 mg%
C1 . V1 = C2 . VC
2 1
C. 2,0 ml = 4,9432 mg% . 10 ml
2
= 24,7161 mg%
4. MASERASI R IV
Tabel XX. Data bobot ekstrak replikasi IV MEM Bobot glass arloji 13457,31 mg Bobot glass arloji + ekstrak 13537,69 mg Bobot glass arloji + sisa ekstrak
13478,71 mg
Zat 58,98 mg
85
Y = 1,6907x + 0,0507 0, 4090 = 1,6907x + 0,0507 x = 0,2119 mg% C1 . V1 = C2 . VC
2 1
C. 1,0 ml = 0,2119mg% . 25 ml
2C
= 5,2971mg% 1 . V1 = C2 . V
C2
1 C
. 2,0 ml = 5,2971 mg% . 10 ml 2
= 26,4855 mg%
Kadar kurkumin = 9059,41%10098,58
4855,26=x
mgmg %
5. MASERASI R V
Tabel XXI. Data bobot ekstrak replikasi V MEM
Bobot glass arloji 14480,15 mg Bobot glass arloji + ekstrak 14530,02 mg Bobot glass arloji + sisa ekstrak
14480,41 mg
Zat 49,61 mg Y = 1,6907x + 0,0507 0,3870 = 1,6907x + 0,0507 x = 0,1989 mg% C1 . V1 = C2 . VC
2 1
C. 1,0 ml = 0,1989 mg% . 25 ml
2C
= 4,9728 mg% 1 . V1 = C2 . V
C2
1 C
. 2,0 ml = 15,3503 mg% . 10 ml 2
= 24,8640 mg%
86
b. Data Perhitungan Kadar Kurkuminoid Untuk MES
1. Dengan Alat Soxhlet R I
Tabel XXII. Data bobot ekstrak replikasi I MES Bobot glass arloji 13457,73 mg Bobot glass arloji + ekstrak 13530,70 mg Bobot glass arloji + sisa ekstrak
13476,96 mg
Zat 53,74 mg Y = 1,6907x + 0,0507 0,4620 = 1,6907x + 0,0507 x = 0,2433 mg% C1 . V1 = C2 . VC
2 1
C. 1,0 ml = 0,2433 mg% . 25 ml
2
= 6,0818 mg%
C1 . V1 = C2 . VC
2 1
C. 2,0 ml = 6,0818 mg% . 10 ml
2
= 30,4090 mg%
2. Dengan Alat Soxhlet R II
Tabel XXIII. Data bobot ekstrak replikasi II MES Bobot glass arloji 14836,50 mg Bobot glass arloji + ekstrak 14891,12 mg Bobot glass arloji + sisa ekstrak
14837,08 mg
Zat 54,04 mg Y = 1,6907x + 0,0507 0,4590 = 1,6907x + 0,0507 x = 0,2414 mg% C1 . V1 = C2 . VC
2 1
C. 1,0 ml = 0,2414 mg% . 25 ml
2
= 6,0374 mg%
C1 . V1 = C2 . VC
2 1
C. 2,0 ml = 6,0374 mg% . 10 ml
2
= 30,1872 mg%
87
3. Dengan Alat Soxhlet R III
Tabel XXIV. Data bobot ekstrak replikasi III MES Bobot glass arloji 14087,37 mg Bobot glass arloji + ekstrak 14153,12 mg Bobot glass arloji + sisa ekstrak
14096,95 mg
Zat 56,17 mg Y = 1,6907x + 0,0507 0,4450 = 1,6907x + 0,0507 x = 0,2332 mg% C1 . V1 = C2 . VC
2 1
C. 1,0 ml = 0,2332 mg% . 25 ml
2
= 5,8304 mg%
C1 . V1 = C2 . VC
2 1
C. 2,0 ml = 5,8304 mg% . 10 ml
2
= 29,1521 mg%
4. Dengan Alat Soxhlet R IV
Tabel XXV. Data bobot ekstrak replikasi IV MES
Bobot glass arloji 14394,40 mg Bobot glass arloji + ekstrak 14451,55 mg Bobot glass arloji + sisa ekstrak
14397,55 mg
Zat 54,00 mg Y = 1,6907x + 0,0507 0,4470 = 1,6907x + 0,0507 x = 0,2344 mg% C1 . V1 = C2 . VC
2 1
C. 1,0 ml = 0,2344 mg% . 25 ml
2
= 5,8606 mg%
88
C1 . V1 = C2 . VC
2 1
C. 2,0 ml = 5,8606 mg% . 10 ml
2
= 29,3028 mg%
Kadar kurkumin = %2645,54%10000,54
3028,29=x
mgmg
5. Dengan Alat Soxhlet R V
Tabel XXVI. Data bobot ekstrak replikasi V MES
Bobot glass arloji 14919,93 mg Bobot glass arloji + ekstrak 14991,33 mg Bobot glass arloji + sisa ekstrak
14938,08 mg
Zat 53,25 mg Y = 1,6907x + 0,0507 0,4467 = 1,6907x + 0,0507 x = 0,2342 mg% C1 . V1 = C2 . VC
2 1
C. 1,0 ml = 0,2342 mg% . 25 ml
2
= 5,8544 mg%
C1 . V1 = C2 . VC
2 1
C. 2,0 ml = 5,8544 mg% . 10 ml
2
= 29,2718mg%
Kadar kurkumin = 9705,54%10025,53
2718,29=x
mgmg %
89
Lampiran 8. Analisis hasil kadar minyak atsiri dan kurkuminoid pada
sampel
a. Penetapan kadar MA
Tabel XXVII. Analisis hasil MA menggunakan statistik t –test Kadar MA MEM
(%) (x- )2
Kadar MA MES
(%) MEM (x- )2 MES
21,9500 6,9670 20,3297 1,0388
16,9983 5,3463 17,1585 4,6311
20,8841 2,4762 15,4336 15,0304
18,4359 0,7649 15,4030 15,2686
18,2840 1,0537 17,7804 2,3412
1 S= 19,3105 2 A = 4,1520 2 S= 17,2210 2B = 7,6620
Statistik t-test
thitung
BA NBs
NAs
xx22
21
+
− = =
56620,7
51520,4
2210,173105,19
+
− = 3628,2
0895,2 = 1,3594
tabel = (n1+ n2
t
) = -1,859 sampai 1,859
hitung < ttabel → 1,3594 < 1,859 maka Hnull diterima yaitu kadar MA dari ekstrak
RK dengan MEM dan matode ekstrasksi sokletasi tidak berbeda.
90
b. Penetapan kadar kurkuminoid
Tabel XXVIII. Analisis hasil kurkuminoid menggunakan statistik t –test Kadar kurkumin
MEM (%)
(x- )2
(%)
MEM Kadar kurkumin
MES (%)
(x- )2
(%)
MES
45,3740 0,7914 56,5854 3,4939
46,7677 0,2541 55,8608 1,3101
44,1516 4,4605 51,8998 7,9321
41,9059 1,8433 54,2645 0,2040
50,1188 14,8626 54,9705 0,0647
1 S= 46,2636 2 A = 5,5529 2 S= 54,7162 2B = 3,2512
Statistik t-test
thitung
BA NBs
NAs
xx22
21
+
− = =
52512,3
55529,5
7162,542636,46
+
− = 7607,14526,8− = - 6,3702
ttabel = (n1+ n2
t
) = -1,859 sampai 1,859
hitung > ttabel → - 6,3702 < -1,859 maka Hnull ditolak yaitu kadar kurkuminoid
dari ekstrak RK dengan MEM dan MES berbeda.
91
Lampiran 9. Surat pernyataan jaminan keaslian bahan kurkumin standar
hasil sintesis
Gambar 7. Surat jaminan keaslian kurkuminoid
92
Lampiran 10. Alat maserasi dan alat Soxhlet
Gambar 8. Alat maserasi Gambar 9. Alat Soxhlet Lampiran 11. Ekstrak kental hasil maserasi dan ekstrak kental hasil alat Soxhlet
Gambar 10. Ekstraksi hasil maserasi (Kanan) dan Ekstraksi hasil alat Soxhlet (Kiri)
Lampiran 12. Penetapan kadar minyak atsiri dengan Destilasi Stahl
Gambar 11. Destilasi Stahl
93
Lampiran 13. Penetapan panjang gelombang maksimum (λmax
kurva baku kurkumin
) pada larutan
Gambar 12. Larutan standar kurkumin
Gambar 13. Panjang gelombang maksimum kurkumin (λmax
)
replikasi 1 kadar 0,1632 mg %
94
Gambar 14. Panjang gelombang maksimum kurkumin (λmax
) replikasi 1 kadar 0,2856 mg %
Gambar 15. Panjang gelombang maksimum kurkumin (λmax
)
replikasi 1 kadar 0,4080 mg %
95
Gambar 16. Panjang gelombang maksimum kurkumin (λmax
)
replikasi 2 kadar 0,1632 mg %
Gambar 17. Panjang gelombang maksimum kurkumin (λmax
)
replikasi 2 kadar 0,2856 mg %
96
Gambar 18. Panjang gelombang maksimum kurkumin (λmax
)
replikasi 2 kadar 0,4080 mg %
Gambar 19. Panjang gelombang maksimum kurkumin (λmax
)
replikasi 3 kadar 0,1632 mg %
97
Gambar 20. Panjang gelombang maksimum kurkumin(λmax
) replikasi
3 kadar 0,2856 mg %
Gambar 21. Panjang gelombang maksimum kurkumin (λmax
)
replikasi 3 kadar 0,4080 mg %
98
Lampiran 14. Penetapan Absorbansi Larutan Kurva Baku dan Grafik
Kurva Baku Tiga Replikasi
Gambar 22. Absorbansi kurva baku larutan standar kurkumin replikasi I
Gambar 23. Kurva baku kurkumin replikasi I
99
Gambar 24. Absorbansi kurva baku larutan standar kurkumin replikasi II
Gambar 25. Kurva baku kurkumin replikasi II
100
Gambar 26. Absorbansi kurva baku larutan standar kurkumin replikasi III
Gambar 27. Kurva baku kurkumin replikasi III
101
BIOGRAFI PENULIS
Penulis bernama Joice Sola Gratia Sitepu yang akrab dipanggil Joice, merupakan anak kedua dari dua bersaudara, dengan satu kakak Monika Gracella Sitepu, lahir di Jakarta pada tanggal 22 Maret 1989 dari pasangan Bapak Benjamin Sitepu, S. Th dan Dr. Marthaulina Ginting Munthe, MKM. Penulis lulus dari TK Kristen PSKD Kwitang VIII Jakarta pada tahun 1994, kemudian melanjutkan pendidikan ke SD Katolik Pelangi Kendari dan lulus pada tahun 2001, kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke SLTPN 1 Kendari dan lulus pada tahun 2003. Penulis kemudian
melanjutkan pendidikan selanjutnya di SMA Kristen BOPKRI 2 Yogyakarta dan lulus pada tahun 2006. Penulis memutuskan untuk melanjutkan kuliah di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Selama kuliah pernah menjadi panitia Sumpahan Apoteker periode Januari 2007/2008, pernah menjadi asisten dosen Praktikum Farmakognosi Fitokimia 1 pada tahun ajaran 2009/2010, pernah terlibat sebagai panitia dalam acara Pharmacy Performance and Even Cup pada tahun 2008 sebagai Koordinator Seksi Dana Dan Usaha (DDU).