pengelolaan farmasi

32
http://galerymakalah.blogspot.co.id/search/label/MAKALAH%20TIK BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayanan farmasi rumah sakit merupakan salah satu kegiatan di rumah sakit yang menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu. Hal tersebut diperjelas dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit, yang menyebutkan bahwa pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu, Salah satu upaya kesehatan yang dilakukan pemerintah adalah dengan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan rumah sakit yang antara lain dapat dicapai dengan penggunaan obat-obatan yang rasional dan berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu dan terjangkau bagi semua lapisan masyarakat (Siregar, 2004). Biaya yang diserap untuk penggunaan obat merupakan komponen terbesar dari pengeluaran rumahsakit. Dibanyak Negara berkembang belanja obat di rumah sakit dadat menyerap sekitar 40-50% dari biaya keseluruhan rumah sakit. Belanja perbekalan farmasi yang demikian besar tentunay harus dikelola dengan efektif dan efisien, hal ini perlu dilakukan mengingat dana

Upload: pangihutan-smart

Post on 07-Jul-2016

28 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

PENGELOLAAN FARMASI

TRANSCRIPT

Page 1: PENGELOLAAN FARMASI

http://galerymakalah.blogspot.co.id/search/label/MAKALAH%20TIK

BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Pelayanan farmasi rumah sakit merupakan salah satu kegiatan di rumah  sakit yang

menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu. Hal tersebut  diperjelas dalam Keputusan

Menteri Kesehatan Nomor :  1333/Menkes/SK/XII/1999  tentang   Standar Pelayanan 

Rumah  Sakit,  yang  menyebutkan bahwa pelayanan farmasi rumah sakit  adalah  bagian 

yang  tidak  terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang  berorientasi

kepada  pelayanan  pasien,  penyediaan  obat  yang  bermutu,

Salah  satu  upaya  kesehatan  yang  dilakukan  pemerintah  adalah  dengan

meningkatkan  mutu  pelayanan  kesehatan  rumah  sakit  yang  antara  lain  dapat dicapai 

dengan  penggunaan obat-obatan yang rasional  dan berorientasi  kepada pelayanan  pasien, 

penyediaan  obat  yang  bermutu  dan  terjangkau  bagi  semua lapisan masyarakat (Siregar,

2004).

Biaya yang diserap untuk penggunaan obat merupakan komponen terbesar dari

pengeluaran rumahsakit. Dibanyak Negara berkembang belanja obat di rumah sakit dadat

menyerap sekitar 40-50% dari biaya keseluruhan rumah sakit. Belanja perbekalan farmasi

yang demikian besar tentunay harus dikelola dengan efektif dan efisien, hal ini perlu

dilakukan mengingat dana kebutuhan obat di rumah sakit tidak selalu sesuai dengan

kebutuhan.

Kondisi diatas tentunya harus disikapi dengan baik-baik. Saat ini pada tataran global telah

dirintis prongram Good Governance In Pharmaceutical Sector atau lebih di kenal dengan tata

kelola obat yang baik si Sektor Farmasi. Indonesia termasuk salah satu Negara yang

berpartisipasi dalam program ini bersama 19 negara lainnya. Pemikiran tentang perlunya

tatkelola obat yang baik disektor farmasi berkembang mengingat banyaknya praktek illegal di

lingkungan kefarmasian mulai dari clinical trial, riser dan pengadaan , registrasi, pendaftaran,

paten, produksi, penetapan harga, pengadaan, seleksi, distribusi dan trasportasi. Bentuk

intransparansi dibidang farmasi antara lain : pemalsuan data keamanan dan enyufikasi,

penyuapan, kolosi, donasi, promo yang tidak etis maupun tekanan dari berbagai pihak yang

berkepentingan dengan obat.

Page 2: PENGELOLAAN FARMASI

Instalasi farmasi rumah sakit (IFRS) adalah bagian dari rumah sakit yang bertugas

menyelenggarakan, mengkooadinasikan, mengatur dan mengawasi seluruh kegiatan

pelayanan farmasi serta melaksanaan pembinaan teknis kefarmasian di rumah sakit,

sedangkan Komite Farmasi dan Terapi adalah bagian yang bertanggung jawab tentang

penyusunan formularium rumah sakit dapat sesuai dengan aturan yang berlaku, maka

diperlukam tenaga professional dibidang tersebut. Untuk menyiapkan tenaga professional

tersebut diperlukan berbagai masukan diantaranya adalah tersedianya pedoman yang tepat

digunakan dalam pengelolaan perbekalan farmasi di rumah IFRS.

Mengingat  pentingnya  pelayanan  farmasi  di  rumah  sakit,  maka  calon

apoteker  perlu  memahami  dan  mengenal  peranan  apoteker  di  rumah  sakit, khususnya

Instalasi Farmasi. Hal ini penting sebagai bekal bagi lulusan Program  Pendidikan  Profesi 

Apoteker  apabila  bekerja  di  rumah  sakit.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1         Pengelolaan Perbekalan Farmasi Rumah Sakit

Kesehatan merupakan hak asasi manusia. Setiap orang mempunyai hak untuk hidup layak,

baik menyangkut kesehatan pribadi maupun  keluarganya termasuk di dalamnya mendapat

makanan, pakaian, dan  pelayanan  kesehatan  serta  pelayanan sosial lain yang diperlukan.

Upaya kesehatan bertujuan untuk memelihara dan  meningkatkan  kesehatan dan tempat

yang digunakan untuk menyelenggarakannya disebut sarana  kesehatan. Sarana  kesehatan

berfungsi untuk  melakukan  upaya  kesehatan  dasar atau upaya kesehatan rujukan dan/atau

upaya kesehatan penunjang. Selain itu, sarana kesehatan dapat juga dipergunakan untuk

kepentingan pendidikan dan pelatihan serta penelitian, pengembangan  ilmu  pengetahuan 

dan teknologi di bidang kesehatan. Salah satu sarana kesehatan yang menyelenggarakan

upaya kesehatan adalah rumah sakit (Sheina,2010).

   Pengelolaan sediaan farmasi dan alat kesehatan adalah suatu proses yang merupakan siklus

kegiatan yang dimulai dari perencanaan, pengadaan/produksi, penerimaan, pendistribusian,

pengawasan, pemeliharaan, penghapusan, pemantauan, administrasi, pelaporan, dan evaluasi

yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan. Tujuan pengelolaan sediaan farmasi dan alat

kesehatan yaitu agar tersedianya sediaan farmasi dan alat kesehatan yang bermutu dalam

Page 3: PENGELOLAAN FARMASI

jumlah dan pada saat yang tepat sesuai spesifikasi dan fungsi yang ditetapkan oleh panitia

farmasi dan terapi secara berdaya guna dan berhasil guna (Quick,1997).

     Pengelolaan obat oleh Instalasi Farmasi Rumah  Sakit  (IFRS)  mempunyai  peran

penting dalam  pelaksanaan  pelayanan  kesehatan  di  rumah  sakit,  oleh  karena  itu

pengelolaan  obat  yang  kurang  efisien  pada  tahap  penyimpanan  akan berpengaruh

terhadap peran rumah sakit secara keseluruhan (Sheina,2010).

2.2         Perencanaan dan seleksi

2.2.1        Anggaran obat

Menurut Gomes, anggaran merupakan dokumen yang berusaha untuk mendamaikan

prioritas-prioritas program dengan sumber-sumber pendapatan yang diproyeksikan. Anggaran

menggabungkan suatu pengumuman dari aktivitas organisasi atau tujuan untuk suatu jangka

waktu yang ditentukan dengan informasi mengenai dana yang dibutuhkan untuk aktivitas

tersebut atau untuk mencapai tujuan tersebut.

Menurut Mulyadi, anggaran merupakan suatu rencana kerja yang dinyatakan secara

kuantitatif yang diukur dalam satuan moneter standar dan satuan ukuran yang lain yang

mencakup jangka waktu satu tahun.

Menurut Supriyono, penganggaran merupakan perencanaan keuangan perusahaan yang

dipakai sebagai dasar pengendalian (pengawasan) keuangan perusahaan untuk periode yang

akan datang (Anonim,2012).

Jadi, anggaran obat adalah suatu perencanaan yang disusun berdasarkan kebutuhan obat yang

akan diadakan dalam suatu instalasi farmasi (Anonim,2012).

2.2.2        Sistem perencanaan

Perencanaan merupakan proses kegiatan dalam pemeliharaan jenis, jumlah dan harga

sediaan farmasi dan alat kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran dalam rangka

pengadaan untuk menghindari kekosongan obat dengan metode yang dapat

dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar pelaksanaan yang telah ditentukan. Perencanaan

berpedoman pada DOEN (Daftar Obat Esensial Nasional), formularium RS, standart terapi

RS, data catatan medik, anggaran yang tersedia, penetapan prioritas, siklus penyakit, sisa

persediaan, data pemakaian periode yang lalu dan rencana pengembangan (Quick,1997).

Tujuan perencanaan perbekalan farmasi adalah untuk menetapkan jenis dan jumlah

perbekalan farmasi sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah

sakit.

Page 4: PENGELOLAAN FARMASI

2.2.3 Metode perencanaan

Ada tiga jenis metode perencanaan yaitu konsumsi, epidemiologi, dan kombinasi

keduanya yang disesuaikan dengan anggaran setempat. Perencanaan dengan metode

konsumsi dilakukan berdasarkan data penggunaan obat diwaktu yang lalu, sedangkan metode

epidemiologi dilakukan berdasarkan data tingkat kejadian penyakit dan standart pengobatan

untuk penyakit tersebut. Data penggunaan obat waktu yang lalu untuk metode konsumsi

harus akurat. Metode konsumsi ini dapat menyebabkan penggunaan obat yang kurang

rasional akan terus terjadi berbeda dengan halnya metode epidemiologi yaitu mengambil

asumsi bahwa pengobatan disesuaikan dengan penyakit yang ada atau terjadi pada saat

tertentu (Siregar,2004).

Perencanaan pengadaan sediaan farmasi dan alat kesehatan mempertimbangkan dana yang

tersedia. Untuk mencapai efisiensi dalam penyusunan daftar kebutuhan obat digunakan

gabungan dua cara analisis, yaitu analisis VEN dan ABC (Paretto). Analisis VEN

mengelompokan obat berdasarkan tingkat kegawatdaruratan untuk pengobatan pasien.

Pembagian VEN adalah sebagai berikut :

a.       Kategori V adalah obat vital dengan jumlah sedikit tetapi harus selalu disediakan untuk

menyelamatkan jiwa pasien

b.      (life-saving drug), misalnya insulin, heparin, adrenalin, atropin sulfat, albumin dan obat-obat

pelayanan kesehatan standar, misalnya serum antibisa ular.

c.       Kategori E adalah obat esensial yang umum digunakan dalam pelayanan kesehatan

masyarakat, misalnya obat jantung, obat hipertensi, obat diabetes.

d.      Kategori N adalah obat non-esensial yang boleh disediakan atau boleh tidak disediakan

karena tidak membahayakan nyawa bila tidak tersedia, misalnya food suplement  dan vitamin

(Quick,1997).

Analisis ABC/Paretto mengelompokkan obat berdasarkan volume and value of consumption

obat, yaitu sebagai berikut:

a.       Kelompok A adalah obat yang berharga mahal dan sering ditulis dengan resep dokter,

menyerap dana sebesar ± 80% dari total dana dengan jumlah item ± 20% dari total item obat

yang ada.

b.      Kelompok B adalah obat yang dibutuhkan dalam banyak kasus dan sering keluar, menyerap

dana sebesar ± 15% dari total dana dengan jumlah item ± 60% total item obat yang ada.

Page 5: PENGELOLAAN FARMASI

c.       Kelompok C adalah kelompok obat yang hanya sebagai suplemen saja. Menyerap dana

sebesar ± 5% dari total dana dengan jumlah item ± 20% total item obat yang ada

(Quick,1997).

2.3         Pengadaan

Pengadaan merupakan kegiatan untuk merelisasikan kebutuhan yang telah

direncanakan dan disetujui, melalui:

1.     Pembelian

2.     Produksi atau pembuatan sediaan farmasi

3.     Sumbangan/drooping atau hibah

Pembelian dengan penawaran yang kompetitif( tender) merupakan suatu metode

penting untuk mencapau keseimbangan yang tepat antara mutu dan harga, apabila ada dua

atau lebih pemasok, apoteker harus mendasarkan pada criteria berikut :

mutu produk, reputasi produsen, harga, berbagai syarat, ketepatan waktu pengiriman, mutu

pelayanan pemasok, dapat dipercaya, kebijakan tentang barang yang dikembalikan, dan

pengemasan.

Tujuan pengadaaan :

Mendapatkan perbekalan farmasi dengan harga yang layak, dengan mutu yang baik,

pengiriman barang terjamin  dan tepat waktu, proses berjalan lancer, dan tidak memerlukan

tenaga serta waktu berlebihan.

1.        Pembelian

Pembelian adalah rengakain proses pengadaan unutuk mendapatkan perbekalan farmasi.

Hal ini sesuai dengan peraturan presiden RI no 94 tahun 2007 tentang pengendalian dan

pengawasan atas pengadaan dan penyaluran bahan obat, obat spesifik dan alat kesehatan yang

berfungsi sebagai obat dan peraturan presiden RI no 95 tahun 2007 tentang perubahan

ketujuh atas keputusan presiden no 80 tahun 2003 tentang pedoman pelaksanaan pengadaan

barang atau jasa pemerintah.

Ada 4 metode pada proses pembelian :

Page 6: PENGELOLAAN FARMASI

a.    Tender terbuka, berlaku untuk semua rekanan yang terdaftar, dan sesuai dengan criteria yang

telah ditentukan.

b.    Tender terbatas, sering disebutkan lelang tertutup. Hanya dilakukan pada rekanan tertentu

yang sudah terdaftar dan memiliki riwayat yang baik

c.    Pembelian dengan tawar-menawar, dilakukan bila item tidak penting, tidak banyak, dan

biasanya dilakukan pendekatan langsung untuk item tertentu

d.   Pembelian langsung, pembeli jumlah kecil, perlu segera tersedia.  Harga tertentu, relative

agak lebih mahal.

2.        Produksi

Produksi perbekalan farmasi di rumah sakit merupakan kegiatan membuat, merubah

bentuk, dan pengemasan kembali sediaan farmasi steril atau non-steril untuk memenuhi

kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit.

          Kriteria perbekalan farmasi yang di prosuksi :

a.         Sediaan farmasi dengan formula khusus

b.        Sediaan farmasi dengan mutu sesuai standar dengan harga lebih murah

c.         Sediaan farmasi yang memerlukan pengemasan kembali

d.        Sediaan farmasi yang tidak tersedia di pasaran

e.         Sedian farmasi untuk penelitian

f.         Sediaan nutrisi parenteral

g.        Rekonstotusi sediaan perbekalan farmasi sitostasika

h.        Sediaan farmasi yang harus selalu di buat baru

3.        Sumbangan /hibah/droping

Pada prinsipn pengelolaan perbekalan farmasi dari hibah/ sumbangan, mengikuti kaidah

umum pengelolaan perbekalan farmasi regular. Perbekalan farmasi yang tersisa dapat dipakai

untuk menunjang pelayanan kesehatan disaat situasi normal. (Depkes RI,2008)

2.4  Penerimaan

Penerimaan adalah kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang telah diadakan

sesuai aturan kefarmasian, melalui pembelian langsung, tender, konsinyasi atau sumbangan.

Penerimaan perbekalan farmasi harus dulakukan oleh petugas yang bertanggung jawab.

Petugas yang dilibatkan dalam penerimaan harus terlatih baik dalam tanggung jawab dan

Page 7: PENGELOLAAN FARMASI

tugas mereka, serta harus mengerti sifat penting dari perbekalan farmasi. Dalam tim

penerimaan harus ada tenaga farmasi.

Tujuan penerimaan adalah untuk menjamin perbekalan farmasi yang diterima sesuai

kontrak baik spesifikasi mutu, jumlah maupun waktu kedatangan

Perbekalan farmasi yang di terima harus sesuai dengan spesifikasi kontrak yang telah

ditetapkan. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam penerimaan :

1.      Harus mempunyai Material, Safety, Data, Sheet(MSDS), untuk bahan berbahaya.

2.      Khusus untuk alat kesehatan harus mempunyai serticate of origin.

3.      Sertifikat analisa produk (Depkes RI,2008)

2.5         Penyimpanan

Gudang merupakan tempat penyimpanan sementara sediaan farmasi dan alat kesehatan

sebelum didistribusikan. Fungsi gudang adalah mempertahankan kondisi sediaan farmasi dan

alat kesehatan yang disimpan agar tetap stabil sampai ke tangan pasien (Siregar,2004).

Tujuan penyimpanan adalah :

a.       Memelihara mutu sediaan farmasi

b.      Menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab

c.       Menjaga ketersediaan

d.      Memudahkan pencarian dan pengawasan (Depkes RI,2008)

Penumpukan stok barang yang kadaluwarsa dan rusak dapat dihindari dengan pengaturan

sistem penyimpanan seperti fisrt expired fisrt out (FEFO) dan fisrt in fisrt out (FIFO). Sistem

FEFO adalah dimana obat yang memiliki waktu kadaluwarsa lebih pendek keluar terlebih

dahulu, sedangkan dalam sistem FIFO obat yang pertama kali masuk adalah obat yang

pertama kali keluar (Quick,1997).

Obat-obatan sebaiknya disimpan sesuai dengan syarat kondisi penyimpanan masing-

masing obat. Kondisi penyimpanan yang dimaksud antara lain adalah temperatur/suhu sekitar

20-250C, kelembaban dan atau paparan cahaya. Tempat penyimpanan yang digunakan dapat

berupa ruang atau gedung yang terpisah, lemari, lemari terkunci, lemari es, freezer, atau

ruangan sejuk. Tempat penyimpanan tergantung pada sifat atau karakteristik masing-masing

obat (Siregar,2004).

Pengaturan obat digudang dapat dikelompokkan dengan 7 cara yaitu berdasarkan :

1)      Kelompok farmakologi/terapeutik

2)      Indikasi klinik

3)      Kelompok alphabetis

Page 8: PENGELOLAAN FARMASI

4)      Tingkat penggunaan

5)      Bentuk sediaan

6)      Random bin

7)      Kode barang.

Selain disimpan dalam tempertur yang sesuai, barang-barang sebaiknya disimpan dalam

keadaan yang mudah terambil dan tetap terlindung dari kerusakan (Siregar,2004).

Permenkes 28/MENKES/PER/I/1978 tentang penyimpanan narkotika disebutkan bahwa

RS harus memiliki tempat khusus untuk menyimpan narkotika, dimana tempat tersebut harus

seluruhnya terbuat dari kayu atau bahan lain yang kuat, selain itu tempat penyimpanan

narkotika tersebut harus mempunyai kunci yang kuat dan tempat penyimpanan terbagi

menjadi 2 bagian masing-masing dengan kunci yang berlainan.

2.6. Distribusi

2.6.1        Distribusi rawat inap

Distribusi sediaan farmasi dan alat kesehatan merupakan salah satu tugas utama pelayanan

farmasi dirumah sakit. Distribusi memegang peranan penting dalam penyerahan sediaan

farmasi dan alat kesehatan yang diperlukan ke unit-unit disetiap bagian farmasi rumah sakit

termasuk kepada pasien. Hal terpenting yang harus diperhatikan adalah berkembangnya suatu

proses yang menjamin pemberian sediaan farmasi dan alat kesehatan yang benar dan tepat

kepada pasien, sesuai dengan yang tertulis pada resep atau kartu obat atau Kartu Instruksi

Obat (KIO) serta dilengkapi dengan informasi yang cukup (Quick,1997).

Tujuan pendistribusian : tersedianya perbekalan farmasi diunit-unit pelayanan secara tepat

waktu tepat jenis dan jumlah (Depkes RI,2008)

Farmasi rawat inap menjalankan kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk

memenuhi kebutuhan pasien rawat inap di RS, yang diselenggarakan secara sentralisasi dan

atau desentralisasi dengan sistem persediaan lengkap diruangan, sistem resep perorangan,

sistem unit dosis dan sistem kombinasi oleh satelit farmasi.

Ada tiga macam sistem pendistribusian rawat inap, yaitu:

a)      Sistem persediaan lengkap (Floor stock system), meliputi semua persediaan obat dan alat

kesehatan yang dibutuhkan diruangan. Pelayanan dalam sistem persediaan ruangan salah satu

adalah penyediaan emergency kit (kotak obat darurat) yang digunakan untuk keperluan gawat

darurat (Siregar,2004).

b)      Resep perorangan (individual prescribing) merupakan cara distribusi obat dan alat kesehatan

berdasarkan permintaan dalam resep atau kartu obat pasien rawat inap. Sistem ini memiliki

Page 9: PENGELOLAAN FARMASI

keuntungan berupa adanya pengkajian resep pasien oleh apoteker adanya kesempatan

interaksi profesional penggunaan obat lebih terkendali dan mempermudah penagihan biaya

obat pada pasien. Keterbatasannya adalah adanya kemungkinan keterlambatan obat untuk

dapat sampai kepada pasien (siregar dan amalia, 2004).

c)      sistem unit dose dispensing (UDD) didefinisikan sebagai obat yang disiapkan dan diberikan

kepada pasien dalam unit dosis tunggal yang berisi obat untuk sekali minum. Konsep UDD

bukan merupakan inovasi baru dalam farmasi dan pengobatan. Unit dose dispensing

merupakan tanggung jawab farmasi yang tidak dapat berjalan disituasi institusi rumah sakit

tanpa kerja sama dengan perawat dan staf kesehatan yang lain. Keuntungan UDD antara lain

penderita hanya membayar obat yang digunakanya saja,mengurangi kesalahan

pengobatan,memperbesar komunikasi antara apoteker-dokter perawat,serta apoteker dapat

melakukan pengkajian penggunaan obat. Keterbatasannya adalah jumlah tenaga farmasi yang

dibutuhkan lebih tinggi (Siregar dan Amalia,2004).

Kelebihan sistem UDD dibandingkan dengan sistem yang lain diantaranya adalah:

a)      Pasien mendapat pelayanan farmasi yang lebih baik selama 24 jam sehari dan hanya

membayar untuk obat-obatan yang digunakan saja,

b)      Semua obat yang dibutuhkan dibagian perawatan disiapkan oleh farmasi sehingga perawat

mempunyai lebih banyak waktu merawat pasien,

c)      Memberikan kesempatan farmasis menginterpretasikan dan memeriksa kopi pesanan resep,

bagi perawat mengurangi kemungkinana kesalahan obat,

d)     Meniadakan duplikasi pesanan obat dan kertas kerja yang berlebihan dibagian perawat dan

farmasi,

e)      Menghemat ruang-ruang di pos perawatan,

f)       Meniadakan kemungkinan terjadi pencurian dan pemborosan obat,

g)      Mengurangi kemungkinan kesalahan obat dan juga membantu menarik kembali kemasan

pada saat obat itu ditarik dari peredaran karena kemasan dosis unit masing-masing diberi

label,

h)      Farmasis dapat mengunjungi pos perwatan untuk menjalankan tugasnya yang diperluas

(Siregar,2004).

2.6.2        Disribusi rawat jalan

Pedoman pelayanan farmasi untuk pasien rawat jalan (ambulatory) di RS mencakup:

persyaratan manajemen, persyaratan fasilitas dan peralatan, persyaratan pengelohan order

atau resep obat, dan pedoman operasional lainnya (siregar dan amalia, 2003).

Page 10: PENGELOLAAN FARMASI

Pelayanan farmasi untuk penderita ambulatory harus dipimpin oleh seorang apoteker

yang memenuhi syarat secara hukum dan kompeten secara professional (Anonim,2012).

Sistem distribusi obat yang digunakan untuk pasien rawat jalan adalah sistem resep

perorangan yaitu cara distribusi obat pada pasien secara individual berdasarkan resep dokter.

Pasien harus diberikan informasi mengenai obat karena pasien sendiri yang akan bertanggung

jawab atas pemakaian obat tanpa adanya pengawasan dari tenaga kesehatan. Apoteker juga

harus bertindak sebagai konsultan obat bagi pasien yang melakukan swamedikasi (Siregar

dan Amalia, 2003).

2.7          Pengendalian

Pengendalian persedian adalah suatu kegiatan untuk memastikan tercapainya sasaran

yang diinginkan sesuai dengan strategi dan program yang telah ditetapkan sehingga tidak

terjadi kelebihan dan kekurangan/ kekosongan obat di unit-unit pelayanan.

Tujuan pengendalian : agar tidak terjadi kelbihan dan kekosongan perbekalan farmasi di

unit-unit pelayanan (Depkes RI,2008)

Kegiatan pengendalian mencakup :

a.       Memperkirakan/menghitung pemakaian rata-rata periode tertentu. Jumlah stok ini disebut

stok kerja.

b.      Menentukan stok optimum adalah stok obat yang diserahkan kepada unit pelayanan agar

tidak mengalami kekurangan/ kekosongan.

c.       Menentukan waktu tunggu (lead time) adalah waktu yang diperlukan dari mulai pemesanan

sampai obat diterima (Depkes RI,2008)

Pengendalian obat di RS terdiri atas:

a.       Sistem satu pintu,

b.      Penandaan pada wadah perbekalan farmasi yang didistribusikan,

c.       Pengembalian wadah bekas,

d.      Penggunaan kartu kendali,

e.       Menghitung dosis obat,

f.       Menghitung biaya perbekalan farmasi yang dikeluarkan dan membandingkan dengan unit

cost yang diterima (Anonim,2012)

2.8              Penghapusan/ Pemusnahan

Penghapusan merupakan kegiatan penyelesaian terhadap perbekalan farmasi yang tidak

terpakai karena kadaluwarsa, rusak, mutu tidak memenuhi standar dengan cara membuat

Page 11: PENGELOLAAN FARMASI

usulan penghapusan perbekalan farmasi kepada pihak terkait sesuai dengan prosedur yang

berlaku.

Tujuan penghapusan adalah untuk menjamin perbekalan farmasi yang sudah tidak

memenuhi syarat dikelola sesuai dengan standar yang berlaku. Adanya penghapusan akan

mengurangi beban penyimpanan maupun mengurangi risiko terjadi penggunaan obat yang

sub standar (Depkes RI,2008)

Prosedur Tetap Pemusnahan Sediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan

a.       Melaksanakan inventarisasi terhadap sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan yang akan

dimusnahkan,

b.      Menyiapkan adminstrasi (berupa laporan dan berita acara pemusnahan),

c.       Mengkoordinasikan jadwal, metode dan tempat pemusnahan kepada pihak terkait,

d.      Menyiapkan tempat pemusnahan,

e.       Melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan bentuk sediaan,

f.       Membuat laporan pemusnahan obat dan perbekalan kesehatan, sekurang-kurangnya memuat:

1)      Waktu dan tempat pelaksanaan pemusnahan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan,

2)      Nama dan jumlah sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan,

3)      Nama apoteker pelaksana pemusnahan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan,

4)      Nama saksi dalam pelaksanaan pemusnahan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan,

5)      Laporan pemusnahan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan ditandatangani oleh apoteker

dan saksi dalam pelaksanaan pemusnahan.

Pemusnahan Narkotika diatur dalam pasal 60 dan 61 UU No.22 Tahun 1997, yaitu:

Pasal 60:

a)      Diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku dan atau tidak dapat

digunakan dalam proses produksi,

b)      Kadarluarsa,

c)      Tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan atau untuk

pengembangan ilmu pengetahuan, atau

d)     Berkaitan dengan tindak pidana.

Pasal 61:

1)      Pemusnahan Narkotika sebagaimana dimaksud dalam pasal 60 huruf a, b dan c dilaksanakan

oleh pemerintah, orang atau badan yang bertanggung jawab atas produksi dan atau peredaran

narkotika, sarana kesehatan tertentu, serta lembaga ilmu pengetahuan tertentu dengan

disaksikan oleh pejabat yang ditunjuk Menkes,

Page 12: PENGELOLAAN FARMASI

2)      Pemusnahan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilakukan dengan pembuatan berita acara

yang sekurang-kurangnya memuat:

a)      Nama, jenis, sifat dan jumlah,

b)      Keterangan tempat, jam, hari, tanggal, bulan dan tahun dilakukan pemusnahan,

c)      Tanda tangan dan identitas lengkap pelaksana dan pejabat yang menyaksikan pemusnahan.

Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika,

Pasal 75:

Dalam rangka melakukan penyidikan, penyidik BNN berwenang: 

a)      Melakukan penyelidikan atas kebenaran laporan serta keterangan tentang adanya

penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika,

b)      Memeriksa orang atau korporasi yang diduga melakukan penyalahgunaan dan peredaran

gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika,

c)      Memanggil orang untuk didengar keterangannya sebagai saksi,

d)     Memeriksa tanda pengenal diri tersangka, menyuruh berhenti orang yang diduga melakukan

penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika serta,

e)      Memeriksa, menggeledah, dan menyita barang bukti tindak pidana dalam penyalahgunaan

dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika,

f)       Memeriksa surat dan/atau dokumen lain tentang penyalahgunaan dan peredaran gelap

Narkotika dan Prekursor Narkotika,

g)      Menangkap dan menahan orang yang diduga melakukan penyalahgunaan dan peredaran

gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika,

h)      Melakukan interdiksi terhadap peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika di seluruh

wilayah juridiksi nasional,

i)        Melakukan penyadapan yang terkait dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika

dan Prekursor Narkotika setelah terdapat bukti awal yang cukup,

j)        Melakukan teknik penyidikan pembelian terselubung dan penyerahan di bawah pengawasan,

k)      Memusnahkan Narkotika dan Prekursor Narkotika;

l)        Melakukan tes urine, tes darah, tes rambut, tes asam dioksiribonukleat (DNA), dan/atau tes

bagian tubuh lainnya,

m)    Mengambil sidik jari dan memotret tersangka,

n)       Melakukan pemindaian terhadap orang, barang, binatang, dan tanaman,

Page 13: PENGELOLAAN FARMASI

o)       Membuka dan memeriksa setiap barang kiriman melalui pos dan alat-alat perhubungan

lainnya yang diduga mempunyai hubungan dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap

Narkotika dan Prekursor Narkotika,

p)      Melakukan penyegelan terhadap Narkotika dan Prekursor Narkotika yang disita,

q)      Melakukan uji laboratorium terhadap sampel dan barang bukti Narkotika dan Prekursor

Narkotika,

r)       Meminta bantuan tenaga ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan tugas penyidikan

penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika, dan

s)       Menghentikan penyidikan apabila tidak cukup bukti adanya dugaan penyalahgunaan dan

peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika.

Pasal 91

1)      Kepala kejaksaan negeri setempat setelah menerima pemberitahuan tentang penyitaan barang

Narkotika dan Prekursor Narkotika dari penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia atau

penyidik BNN, dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari wajib menetapkan status barang sitaan

Narkotika dan Prekursor Narkotika tersebut untuk kepentingan pembuktian perkara,

kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, kepentingan pendidikan dan

pelatihan, dan/atau dimusnahkan. 

2)      Barang sitaan Narkotika dan Prekursor Narkotika yang berada dalam penyimpanan dan

pengamanan penyidik yang telah ditetapkan untuk dimusnahkan, wajib dimusnahkan dalam

waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak menerima penetapan pemusnahan dari kepala

kejaksaan negeri setempat. 

3)      Penyidik wajib membuat berita acara pemusnahan dalam waktu paling lama 1 x 24 (satu kali

dua puluh empat) jam sejak pemusnahan tersebut dilakukan dan menyerahkan berita acara

tersebut kepada penyidik BNN atau penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia setempat

dan tembusan berita acaranya disampaikan kepada kepala kejaksaan negeri setempat, ketua

pengadilan negeri setempat, Menteri, dan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan.

4)      Dalam keadaan tertentu, batas waktu pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

dapat diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu yang sama.

5)      Pemusnahan barang sitaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan berdasarkan

ketentuan Pasal 75 huruf k.

6)       Barang sitaan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi diserahkan

kepada Menteri dan untuk kepentingan pendidikan dan pelatihan diserahkan kepada Kepala

BNN dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam waktu paling lama 5 (lima)

hari terhitung sejak menerima penetapan dari kepala kejaksaan negeri setempat.

Page 14: PENGELOLAAN FARMASI

7)      Kepala BNN dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud

pada ayat (6) menyampaikan laporan kepada Menteri mengenai penggunaan barang sitaan

untuk kepentingan pendidikan dan pelatihan.

2.9              Pencatatan dan Pelaporan

2.9.1        Pencatatan

Pencatatan merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk memonitor transaksi

perbekalan farmasi yang keluar dan masuk di lingkungan IFRS. Adanya pencatatan akan

memudahkan petugas untuk melakukan penelusuran bila terjadi adanya mutu obat yang sub

standar dan harus ditarik dari peredaran. Pencatatan dapat dilakukan dengan menggunakan

bentuk digital maupun manual. Kartu yang umum digunakan untuk melakukan pencatatan

adalah Kartu Stok dan Kartu Stok Induk (Anonim,2012).

Fungsi:

1)      Kartu stok digunakan untuk mencatat mutasi perbekalan farmasi (penerimaan, pengeluaran,

hilang, rusak, atau kadaluwarsa),

2)      Tiap lembar kartu stok hanya diperuntukkan mencatat data mutasi 1(satu) jenis perbekalan

farmasi yang berasal dari 1 (satu) sumber anggaran,

3)      Data pada kartu stok digunakan untuk menyusun laporan, perencanaan pengadaan distribusi

dan sebagai pembanding terhadap keadaan fisik perbekalan farmasi dalam tempat

penyimpanan (Depkes RI,2008)

Hal-hal yang harus diperhatikan:

1)      Kartu stok diletakkan bersamaan/berdekatan dengan perbekalan farmasi bersangkutan,

2)      Pencatatan dilakukan secara rutin dari hari ke hari,

3)      Setiap terjadi mutasi perbekalan farmasi (penerimaan, pengeluaran, hilang,

rusak/kadaluwarsa) langsung dicatat di dalam kartu stok,

4)      Penerimaan dan pengeluaran dijumlahkan pada setiap akhir bulan (Depkes RI,2008)

Informasi yang didapat:

1)      Jumlah perbekalan farmasi yang tersedia (sisa stok),

2)      Jumlah perbekalan farmasi yang diterima,

3)      Jumlah perbekalan farmasi yang keluar,

4)      Jumlah perbekalan farmasi yang hilang/ rusak/ kadaluwarsa,

5)      Jangka waktu kekosongan perbekalan farmasi.

Page 15: PENGELOLAAN FARMASI

Manfaat informasi yang didapat:

1)      Untuk mengetahui dengan cepat jumlah persediaan perbekalan farmasi,

2)      Penyusunan laporan,

3)      Perencanaan pengadaan dan distribusi,

4)      Pengendalian persediaan,

5)      Untuk pertanggungjawaban bagi petugas penyimpanan dan pendistribusian,

6)      Sebagai alat bantu kontrol bagi Kepala IFRS.

Hal-hal yang harus Diperhatikan

1)      Petugas pencatatan dan evaluasi, mencatat segala penerimaan dan pengeluaran perbekalan

farmasi di Kartu Stok Induk.

2)      Kartu Stok Induk adalah :

a)      Sebagai pencerminan perbekalan farmasi yang ada di gudang,

b)      Alat bantu bagi petugas untuk pengeluaran perbekalan farmasi,

c)      Alat bantu dalam menentukan kebutuhan.

3)       Bagian judul pada kartu induk persediaan perbekalan farmasi diisi dengan :

a)      Nama perbekalan farmasi tersebut,

b)      Sumber/asal perbekalan farmasi,

c)      Jumlah persediaan minimum yang harus ada dalam persediaan, dihitung sebesar waktu

tunggu,

d)     Jumlah persediaan maksimum yang harus ada dalam persediaan=sebesar stok kerja+waktu

tunggu+ stok pengaman.

4)       Kolom-kolom pada Kartu Stok Induk persediaan perbekalan farmasi diisi dengan:

a)      Tanggal diterima atau dikeluarkan perbekalan farmasi,

b)      Nomor dan tanda bukti misalnya nomor faktur dan lain-lain,

c)      Dari siapa diterima perbekalan farmasi atau kepada siapa dikirim,

d)     Jumlah perbekalan farmasi yang diterima berdasarkan sumber anggaran,

e)      Jumlah perbekalan farmasi yang dikeluarkan,

f)       Sisa stok perbekalan farmasi dalam persediaan,

g)      Keterangan yang dianggap perlu, misalnya tanggal dan tahun kadaluwarsa, nomor batch dan

lain-lain.

2.9.2        Pelaporan

Pelaporan adalah kumpulan catatan dan pendataan kegiatan administrasi perbekalan

farmasi, tenaga dan perlengkapan kesehatan yang disajikan kepada pihak yang berkepentingan.

Tujuan:

Page 16: PENGELOLAAN FARMASI

a)      Tersedianya data yang akurat sebagai bahan evaluasi,

b)      Tersedianya informasi yang akurat,

c)      Tersedianya arsip yang memudahkan penelusuran surat dan laporan,

d)     Mendapat data yang lengkap untuk membuat perencanaan (Depkes RI,2008)

Jenis laporan yang sebaiknya dibuat oleh IFRS meliputi:

No Jenis Laporan Kegunaan Ket.

1. Keuangan (laporan

yang telah dikeluarkan

oleh IFRS)

Untuk keperluan audit,

wajib dibuat

2. Mutasi perbekalan

farmasi

Untuk keperluan

perencanaan, wajib dibuat

3. Penulisan resep generik

dan non generik

Untuk keperluan

pengadaan, wajib dibuat

4. Narkotika dan

Psikotropika

Untuk audit POM dan

keperluan perencanaan,

wajib dibuat

5. Stok opname Untuk keperluan audit dan

perencanaan, wajib dibuat

6. Pendistribusian, berupa

jumlah dan rupiah

Untuk keperluan audit dan

perencanaan, wajib dibuat

7. Penggunaan obat

program

Untuk keperluan audit dan

perencanaan, wajib dibuat

8. Pemakaian perbekalan

farmasi

Jaminan Kesehatan bagi

Masyarakat Miskin Untuk

keperluan audit dan

perencanaan, wajib dibuat

9. Jumlah resep Untuk keperluan

perencanaan

10. Kepatuhan terhadap

formularium

Untuk keperluan

perencanaan, informasikan

untuk KFT

Page 17: PENGELOLAAN FARMASI

11. Penggunaan obat

terbesar

Untuk keperluan

perencanaan, informasikan

untuk KFT

12. Penggunaan antibiotik Untuk keperluan

perencanaan, informasikan

untuk KFT

13. Kinerja Untuk audit

2.10          Monitoring dan Evaluasi

Salah satu upaya untuk terus mempertahankan mutu pengelolaan perbekalan farmasi dirumah

sakit adalah dengan melakukan kegiatan monitoring dan evaluasi. Kegiatan ini juga

bermanfaat sebagai masukan guna penyusunan perencanaandan pengambilan keputsan.

Pelaksanaan evaluasi dapat dilakukan secara periodic dan berjenjang. Keberhasilan evaluasi

ditentukan oleh supervisor maupun alat yang digunakan (Depkes RI,2008)

2.10.1          Monitoring

Monitoring adalah proses rutin pengumpulan data dan pengukuran kemajuan atas

objektif program/memantau perubahan yang fokus pada proses masuk dan keluar.

1)       Monitoring melibatkan perhitungan atas apa yang kita lakukan

2)       Monitoring melibatkan pengamatan atas kualitas dari layanan yang kita berikan (Depkes

RI,2008)

2.10.2    Evaluasi

Evaluasi adalah penggunaan metode penelitian sosial secara sistematis menginvestigasi

efektifitas program dan menilai kontribusi program terhadap perubahan (Goal/objektif) dan

menilai kebutuhan perbaikan, kelanjutan atau perluasan program (rekomendasi)

1)      Evaluasi memerlukan desain studi/penelitian,

2)      Evaluasi terkadang membutuhkan kelompok kontrol atau kelompok pembanding,

3)      Evaluasi melibatkan pengukuran seiring dengan berjalannya waktu,

4)      Evaluasi melibatkan studi/penelitian khusus.

Kaitan antara Monitoring dan Evaluasi adalah evaluasi memerlukan hasil dari monitoring

dan digunakan untuk kontribusi program (Anonim, 2012).

Page 18: PENGELOLAAN FARMASI

Monitoring bersifat spesifik program, sedangkan Evaluasi tidak hanya dipengaruhi oleh

program itu sendiri, melainkan variabel-variabel dari luar. Tujuan dari Evaluasi adalah

evalausi efektifitas dan cost effectiveness.

Tujuan : meningkankan produktivitas para pengelola perbekalan farmasi di rumah sakit

agar dapat ditingkatkan secara optimum (Depkes RI,2008)

2.11               Pelayanan farmasi klinik

Pelayan farmasi klinik adalah pendekatan profesional yang bertangggung jawab dalam

menjamin penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan sesuai indikasi, efektif, aman dan

terjangkau oleh pasien melalui penerapan pengetahuan, keahlian, keterampilan dan prilaku

tenaga farmasi  serta bekerja sama dengan profesi kesehatan yang lain. Tujuan pelayanan

farmasi klinik adalah:

2)      Memberikan pelayanan farmasi yang dapat menjamin efektivitas, keamanan dan efisiensi

penggunaan obat,

3)      Meningkatkan kerjasama dengan pasien dan profesi kesehatan lain yang terkait dalam

pelayanan farmasi,

4)      Meningkatkan mutu dan memperluas cakupan pelayanan farmasi di rumah sakit,

5)      Melaksanakan kebijakan obat dirumah sakit dalam rangka meningkatkan penggunaan obat

secara rasional (Anonim.2012).

Karakteristik pelayanan farmasi klinik di rumah sakit adalah :

1)      Berorientasi kepada pasien,

2)      Terlibat langsung di ruang perawatan di rumah sakit (bangsal),

3)      Bersifat pasif, dengan melakukan intervensi setelah pengobatan dimulai dan memberi

informasi bila diperlukan,

4)      Bersifat aktif, dengan memberi  masukkan kepada dokter sebelum pengobatan dimulai, atau

menerbitkan buletin informasi obat atau pengobatan,

5)      Bertanggungjawab atas semua saran atau tindakan yang dilakukan,

6)      Menjadi mitra dan pendamping dokter.

Sistem pelayanan kesehatan  pada konteks farmasi klinik, farmasi adalah ahli pengobatan

dalam terapi. Mereka bertugas melakukan evalusi pengobatan dan memberikan rekomendasi

pengobatan, baik kepada pasien maupun tenaga kesehatan lain. Farmasis merupakan sumber

utama informasi ilmiah terkait dengan penggunaan obat yang aman, tepat dan cost effective.

Kegiatan pelayanan farmasi klinik meliputi:

Page 19: PENGELOLAAN FARMASI

b)      Pengkajian resep, yaitu merupakan kegiatan dalam pelayanan kefarmasian yang dimulai dari

seleksi persyaratan administrasi, persyaratan farmasi dan persyaratan klinis baik untuk pasien

rawat inap maupun rawat jalan,

c)      Dispensing, yaitu merupakan kegiatan pelayanan yang dimulai dari tahap validasi,

interprestasi, menyiapkan/meracik obat, memberikan label/tiket, penyerahan obat dengan

memberikan informasi obat yang memadai disertai sistem dokumentasi. Dispensing

dibedakan berdasarkan atas sifat sediaan, yaitu dispensing sediaan farmasi khusus (nutrisi

parental dan pencampuran obat steril) dan dispensing  sediaan farmasi berbahaya

(penanganan obat kanker secara aseptis),

d)     Pemantauan dan pelaporan efek samping obat, yaitu merupakan pemantauan setiap respon

terhadap obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang

digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi,

e)      Pelayanan informasi obat (PIO), yaitu kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh tenaga

farmasi untuk memberikan informasi secara akurat, tidak bias dan terkini kepada perawat,

profesi kesehatan lainnya dan pasien.

Tujuan dari PIO adalah:

1)      Menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien atau keluarganya dan tenaga kesehatan

dilingkungan rumah sakit,

2)      Menyediakan inforamasi untuk kebijakan yang berhubungan dengan obat yang ditetapkan

PFT,

3)       Meningkatkan profesionalisme tenaga farmasi,

4)      Menunjang pengolahan dan terapi obat yang rasional dan berorientasi pada pasien,

5)      Konseling,adalah suatu proses sistematik untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah

pasien yang berkaitan dengan pengambilan dan penggunaan obat pasien rawat jalan dan

rawat inap,

6)      Pemantauan kadar obat dalam darah, yaitu melakukan pemeriksaan kadar beberapa obat

tertentu atas permintaan dokter yang merawat karena indeks terapi yang sempit,

7)      Ronde/visite pasien, yaitu kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap bersama tim dokter dan

tenaga kesehatan lainnya. Hal ini bertujuan: pemilihan obat, menerapkan secara langsung

pengetahuan farmakologi terapik, menilai kemajuan pasien, bekerja sama dengan tenaga

kesehatan lain,

8)      Pengkajian penggunaan obat, yaitu program evaluasi penggunaan obat yang terstruktur dan

berkesinambungan untuk menjamin obat-obatan yang digunakan sesuai indikasi, efektif,

aman dan terjangkau oleh pasien (Anonim,2001).

Page 20: PENGELOLAAN FARMASI

BAB III

PENUTUP

3.1         Kesimpulan

Pengelolaan sediaan farmasi dan alat kesehatan adalah suatu proses yang merupakan siklus

kegiatan yang dimulai dari perencanaan, pengadaan/produksi, penerimaan, pendistribusian,

pengawasan, pemeliharaan, penghapusan, pemantauan, administrasi, pelaporan, dan evaluasi

yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan. Tujuan pengelolaan sediaan farmasi dan alat

kesehatan yaitu agar tersedianya sediaan farmasi dan alat kesehatan yang bermutu dalam

jumlah dan pada saat yang tepat sesuai spesifikasi dan fungsi yang ditetapkan oleh panitia

farmasi dan terapi secara berdaya guna dan berhasil guna.

Untuk menyiapkan tenaga professional tersebut diperlukan berbagai masukan diantaranya

adalah tersedianya pedoman yang tepat digunakan dalam pengelolaan perbekalan farmasi di

rumah IFRS.Mengingat  pentingnya  pelayanan  farmasi  di  rumah  sakit,  maka  calon

apoteker  perlu  memahami  dan  mengenal  peranan  apoteker  di  rumah  sakit, khususnya

Instalasi Farmasi. Hal ini penting sebagai bekal bagi lulusan Program  Pendidikan  Profesi 

Apoteker  apabila  bekerja  di  rumah  sakit.