pengelolaan industri ekstraktif di indonesia : … · jumlah negara yang perekonomiannya ditopang...

25
259 MENGGALI POTENSI PENERIMAAN NEGARA DI TENGAH LESUNYA EKONOMI GLOBAL BAGIAN 3.3 PENGELOLAAN INDUSTRI EKSTRAKTIF DI INDONESIA : KEBIJAKAN FISKAL DAN TANTANGAN KE DEPAN Sofia Arie Damayanty Abstrak Indonesia merupakan salah satu negara yang menggantungkan penerimaan negaranya dari sumber daya alam, minyak dan gas bumi serta mineral lainnya. Karena sifatnya yang tidak terbarukan dan rentan terhadap fluktuasi harga, kebijakan atas industri ekstraktif perlu mendapat perhatian khusus sehingga dapat memberikan manfaat yang optimal dan sustainable bagi perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. Melalui analisis deskriptif berdasarkan teori serta praktik yang berlaku umum, tulisan ini bertujuan untuk mengelaborasi pengelolaan industri ekstraktif di Indonesia, apa saja hambatan yang dihadapi saat ini, serta tantangan di masa depan. Tulisan ini merekomendasikan beberapa hal yang perlu dilakukan oleh Pemerintah untuk menjaga kesinambungan fiskal dan kemanfaatan dari eksploitasi sumber daya alam yang tidak terbarukan, yaitu (i) menjaga konsistensi pelaksanaan kebijakan, (ii) membentuk sovereign wealth fund, serta (iii) mendorong perkembangan diversifikasi ekonomi. Kata Kunci : industri ekstraktif, fiscal regime, resource rich countries, diversifikasi ekonomi I. PENDAHULUAN Kemerosotan harga minyak dunia sejak pertengahan tahun 2014 hingga tulisan ini dibuat pada awal 2016 telah mempengaruhi perekonomian dunia khususnya negara-negara penghasil minyak dan gas (migas). Arab Saudi sebagai negara penghasil minyak terbesar di dunia mengalami defisit anggaran hingga USD 98 miliar pada tahun 2015 karena merosotnya harga minyak, ditambah dengan investasi yang masif di sektor infrastruktur. Selain defisit anggaran, pemutusan hubungan kerja secara besar-besaran khususnya di sektor migas juga dialami oleh negara-negara penghasil migas di dunia. Selain upaya- upaya perbaikan kondisi perekonomian seperti pengurangan subsidi

Upload: others

Post on 04-Nov-2020

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENGELOLAAN INDUSTRI EKSTRAKTIF DI INDONESIA : … · Jumlah negara yang perekonomiannya ditopang oleh komoditas ... terdahulu serta perkembangan praktik pengelolaan SDA yang dilakukan

259MENGGALI POTENSI PENERIMAAN NEGARA DI TENGAH LESUNYA EKONOMI GLOBAL

BAG IA N 3 . 3

PENGELOLAAN INDUSTRI EKSTRAKTIF DI INDONESIA : KEBIJAKAN FISKAL DAN

TANTANGAN KE DEPAN

Sofia Arie Damayanty

Abstrak

Indonesia merupakan salah satu negara yang menggantungkan penerimaan negaranya dari sumber daya alam, minyak dan gas bumi serta mineral lainnya. Karena sifatnya yang tidak terbarukan dan rentan terhadap fluktuasi harga, kebijakan atas industri ekstraktif perlu mendapat perhatian khusus sehingga dapat memberikan manfaat yang optimal dan sustainable bagi perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. Melalui analisis deskriptif berdasarkan teori serta praktik yang berlaku umum, tulisan ini bertujuan untuk mengelaborasi pengelolaan industri ekstraktif di Indonesia, apa saja hambatan yang dihadapi saat ini, serta tantangan di masa depan. Tulisan ini merekomendasikan beberapa hal yang perlu dilakukan oleh Pemerintah untuk menjaga kesinambungan fiskal dan kemanfaatan dari eksploitasi sumber daya alam yang tidak terbarukan, yaitu (i) menjaga konsistensi pelaksanaan kebijakan, (ii) membentuk sovereign wealth fund, serta (iii) mendorong perkembangan diversifikasi ekonomi.

Kata Kunci : industri ekstraktif, fiscal regime, resource rich countries, diversifikasi ekonomi

I. PENDAHULUANKemerosotan harga minyak dunia sejak pertengahan tahun 2014 hingga tulisan ini dibuat pada awal 2016 telah mempengaruhi perekonomian dunia khususnya negara-negara penghasil minyak dan gas (migas). Arab Saudi sebagai negara penghasil minyak terbesar di dunia mengalami defisit anggaran hingga USD 98 miliar pada tahun 2015 karena merosotnya harga minyak, ditambah dengan investasi yang masif di sektor infrastruktur. Selain defisit anggaran, pemutusan hubungan kerja secara besar-besaran khususnya di sektor migas juga dialami oleh negara-negara penghasil migas di dunia. Selain upaya-upaya perbaikan kondisi perekonomian seperti pengurangan subsidi

Page 2: PENGELOLAAN INDUSTRI EKSTRAKTIF DI INDONESIA : … · Jumlah negara yang perekonomiannya ditopang oleh komoditas ... terdahulu serta perkembangan praktik pengelolaan SDA yang dilakukan

PENGELOLAAN INDUSTRI EKSTRAKTIF DI INDONESIA : KEBIJAKAN FISKAL DAN TANTANGAN KE DEPAN260

dan penghematan belanja, sudah waktunya momentum ini digunakan oleh negara-negara yang perekonomiannya tergantung pada sumber daya alam khususnya migas dan mineral lainnya, untuk memikirkan kembali strategi perekonomian mereka agar tidak rentan dan tergantung pada fluktuasi harga komoditas seperti saat ini.

Berdasarkan data International Monetary Fund (IMF), selama periode tahun 2000-2007 rata-rata pendapatan yang dihasilkan dari industri ekstraktif (meliputi pertambangan mineral, minyak dan gas bumi) mencapai sekitar 40 persen dari total pendapatan fiskal yang dihasilkan oleh negara-negara penghasil sumber daya tersebut (Revenue Watch Institute, 2010). Tidak diragukan lagi bahwa pengelolaan sumber daya alam dalam konteks pengamanan penerimaan negara merupakan hal yang penting untuk dicermati.

Jumlah negara yang perekonomiannya ditopang oleh komoditas sumber daya alam (SDA) mengalami peningkatan lebih dari 40% dari hanya sebanyak 58 negara pada tahun 1995, menjadi 81 negara pada tahun 2011, yang sebagian besar terdiri dari low dan middle income countries. Sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 2, pada tahun 2011 negara-negara ini menyumbang sekitar 26% GDP dunia, dengan jumlah penduduk mencakup 49% penduduk dunia (McKinsey Global Institute, 2013). Karena perannya yang signifikan, bagaimana negara-negara kaya SDA ini mengelola perekomiannya menjadi perhatian dunia. McKinsey memperkirakan 540 juta penduduk di resource-driven countries dapat dientaskan dari kemiskinan melalui pembangunan dan pengelolaan sumber daya yang efektif.

Sumber: McKinsey Global Institute, 2013Gambar 1. Perkembangan dan Komposisi Jumlah Resource-Driven

Countries

Page 3: PENGELOLAAN INDUSTRI EKSTRAKTIF DI INDONESIA : … · Jumlah negara yang perekonomiannya ditopang oleh komoditas ... terdahulu serta perkembangan praktik pengelolaan SDA yang dilakukan

261MENGGALI POTENSI PENERIMAAN NEGARA DI TENGAH LESUNYA EKONOMI GLOBAL

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki cukup banyak sumber daya alam baik yang terbarukan (air, kehutanan, perikanan, panas bumi) dan juga yang tidak terbarukan (minyak, gas dan mineral). Oleh karenanya diperlukan pengelolaan yang komprehensif dan bijaksana agar manfaatnya dapat dinikmati secara optimal bagi kesejahteraan masyarakat, kini dan nanti. Indonesia perlu mempertimbangkan kembali apakah kebijakan fiskal terkait pengelolaan industri ektraktif yang berlaku saat ini sudah memadai sehingga mampu memberikan hasil yang optimal bagi kepentingan negara dan juga investor. Tulisan ini bertujuan untuk memberikan gambaran bagaimana rezim fiskal pengelolaan sumber daya alam minyak, gas, dan mineral di Indonesia dan praktik negara-negara lain di dunia, untuk kemudian memberikan rekomendasi bagi pengelolaan industri ekstraktif yang lebih baik.

II. METODOLOGITulisan ini disusun berdasarkan analisis deskriptif kualitatif. Berbagai teori tentang kebijakan fiskal dan makro ekonomi, data penelitian terdahulu serta perkembangan praktik pengelolaan SDA yang dilakukan di berbagai negara dianalisis dan dielaborasi untuk dijadikan benchmark dalam mengevaluasi praktik yang telah dilakukan di Indonesia. Melalui pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif, tulisan ini bertujuan untuk memperoleh gambaran bagaimana praktik pengelolaan industri ekstraktif di Indonesia dibandingkan dengan teori yang ada serta praktik di negara lain terkait perannya, serta merekomendasikan hal-hal yang perlu menjadi perhatian pemerintah agar sumber daya alam tidak terbarukan dapat mendukung pembangunan secara berkelanjutan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

III. LANDASAN TEORINegara-negara yang kaya akan SDA (resource rich countries) atau biasa disebut juga dengan resource-driven country mengalami tantangan tersendiri dalam mentranformasikan kekayaan alam yang mereka miliki menjadi aset yang dapat mendukung pembangunan secara berkelanjutan, sekaligus juga membuat mekanisme yang mampu mengantisipasi volatilitas pendapatan negara yang berasal dari SDA. Oleh karenanya, bahasan mengenai kebijakan fiskal yang memadai

Page 4: PENGELOLAAN INDUSTRI EKSTRAKTIF DI INDONESIA : … · Jumlah negara yang perekonomiannya ditopang oleh komoditas ... terdahulu serta perkembangan praktik pengelolaan SDA yang dilakukan

PENGELOLAAN INDUSTRI EKSTRAKTIF DI INDONESIA : KEBIJAKAN FISKAL DAN TANTANGAN KE DEPAN262

untuk industri ekstraktif menjadi agenda penting dari berbagai negara serta lembaga internasional. Lalu mengapa perlu dibuat aturan khusus terkait rezim fiskal untuk industri ekstraktif? Beberapa alasannya adalah sebagai berikut (IMF, 2012): Industri ini memiliki potensi keuntungan yang sangat besar.

Untuk itu pemerintah perlu memastikan kebijakan yang ada sudah mampu mengakomodir kepentingan negara.

Tingginya uncertainty pada industri ini, bukan hanya terkait volatilitas harga komoditas, tetapi juga terkait faktor kondisi geologis, harga barang input, serta risiko politik.

Adanya asymmetric information, dimana biasanya pihak investor yang melakukan kegiatan eksplorasi dan pembangunan memiliki kualitas informasi yang lebih baik dibandingkan dengan pemerintah terkait aspek teknis dan komersial dari suatu proyek eksploitasi SDA.

Tingginya sunk cost dan lamanya periode produksi Umumnya melibatkan perusahaan-perusahaan multinasional,

sehingga menimbulkan konsekuensi meningkatnya kompleksitas aspek perpajakan dan juga isu sensitif terkait pembagian keuntungan dari eksploitasi SDA tersebut.

Pada banyak kasus juga melibatkan badan usaha milik negara (BUMN), yang berpotensi menurunkan tingkat asymmetric information, namun di sisi lain memiliki potensi inefisiensi baik di sisi operasional maupun pemenuhan kewajiban perpajakan.

Produsen besar umumnya mendominasi kekuatan pasar dunia sehingga mampu mengontrol cadangan dunia. Misalnya, pada sektor pertambangan sebagian besar perdagangan internasional bijih besi didominasi oleh hanya tiga perusahaan; Arab Saudi dianggap memiliki kekuatan dalam menentukan harga minyak dunia.

Sifatnya yang tidak terbarukan (exhaustibility)Walaupun kepemilikan SDA merupakan anugerah bagi suatu negara,

pada kenyataannya data menunjukkan bahwa sebagian besar negara yang porsi ekspor komoditas primernya mendominasi Gross National Product memiliki tren pertumbuhan yang buruk dan ketimpangan yang tinggi, terutama pada kondisi dimana kualitas institusi, penegakan

Page 5: PENGELOLAAN INDUSTRI EKSTRAKTIF DI INDONESIA : … · Jumlah negara yang perekonomiannya ditopang oleh komoditas ... terdahulu serta perkembangan praktik pengelolaan SDA yang dilakukan

263MENGGALI POTENSI PENERIMAAN NEGARA DI TENGAH LESUNYA EKONOMI GLOBAL

hukum, serta tingkat korupsinya buruk. Negara-negara yang kaya SDA juga sangat rentan terhadap perubahan harga komoditas, terutama jika sistem keuangannya belum berkembang dengan baik (Ploeg, 2011). Kondisi ini biasa disebut sebagai resource curse (kutukan sumber daya alam), dimana justru negara-negara yang dikaruniai kekayaan alam melimpah ternyata memiliki kecenderungan untuk berada dalam kondisi perekonomian tidak lebih baik dibandingkan dengan negara-negara yang tidak memiliki SDA.

Namun demikian, Indonesia, bersama dengan Kanada, Norwegia dan Oman termasuk dalam resource-driven economies (atau resource rich countries) dengan pertumbuhan ekonomi yang sustainable setelah oil boom tahun 1970, sebagaimana terlihat pada Gambar 2. Hal ini diyakini karena walaupun negara-negara ini menopang pertumbuhan ekonominya dari sektor SDA, namun mereka senantiasa meningkatkan daya saing dan mengadopsi berbagai kebijakan untuk mendorong produktivitas di sektor ekonomi lainnya. (McKinsey Global Institute, 2013).

Sumber: McKinsey Global Institute, 2013Gambar 2. Pertumbuhan ekonomi beberapa resource-driven

countries pasca oil boom tahun 1970

Page 6: PENGELOLAAN INDUSTRI EKSTRAKTIF DI INDONESIA : … · Jumlah negara yang perekonomiannya ditopang oleh komoditas ... terdahulu serta perkembangan praktik pengelolaan SDA yang dilakukan

PENGELOLAAN INDUSTRI EKSTRAKTIF DI INDONESIA : KEBIJAKAN FISKAL DAN TANTANGAN KE DEPAN264

Pada banyak negara, keinginan untuk menikmati bagian yang memadai dari keuntungan besar yang dihasilkan industri ekstraktif seringkali tidak mencapai hasil yang diharapkan. Beberapa necessary condition yang harus dipenuhi untuk mendapatkan hasil yang optimum atas kerjasama antara pemerintah dan investor pada industri ekstraktif yaitu (i) harus terdapat pemahaman yang baik tentang karakteristik industri ekstraktif dan posisi tawar pemerintah, (ii) harus terdapat kondisi kebijakan fiskal yang koheren antar intansi pemerintah untuk memastikan pengaturan fiskal yang memadai, (iii) harus dipastikan adanya ketersediaan tenaga ahli yang mampu memformulasikan kebijakan fiskal dan memiliki kemampuan negosiasi yang memadai, dan (iv) kapasitas institusi pemerintah yang dapat mengadministrasikan kegiatan industri ekstraktif secara akuntabel dan memastikan pelaksanaan ketentuan perpajakan dan kesepakatan yang tertuang dalam perjanjian kerjasama dapat dijalankan sebagaimana mestinya (Land B. , 2009).

Selain harus menetapkan kebijakan di bidang perpajakan terkait penerimaan negara yang berasal dari industri ekstraktif, resource-driven economies juga harus memperhatikan kebijakan fiskal terkait kondisi makro ekonomi dalam mengantisipasi volatilitas harga komoditi. Secara teori, suatu negara diharapkan mengadopsi kebijakan fiskal yang bersifat countercyclical dalam menyelamatkan kondisi perekonomian. Artinya, saat perekonomian berada dalam kondisi ekspansif, maka kebijakan fiskal kontraktif diharapkan dapat meredamnya. Sebaliknya apabila perekonomian sedang dalam kondisi resesi/kontraktif, maka kebijakan fiskal yang bersifat ekspansif diharapkan dapat mendorong perekonomian untuk bangkit dari keterpurukan.

Pada kenyataannya, kebijakan yang diambil oleh pemerintahan berbagai negara tidak selalu selaras dengan teori yang ada. Indonesia dan beberapa negara ASEAN lainnya yaitu Malaysia, Filipina dan Thailand melakukan kebijakan fiskal yang sifatnya procyclical dalam merespon kondisi perekonomian, berbeda dengan Singapura yang telah mengimplementasikan kebijakan countercyclical (Abdurohman, 2016). Demikian pula studi pada 48 negara pengekspor hasil industri ekstraktif menunjukkan kecenderungan kebijakan fiskal yang sifatnya procyclical bias, terutama melalui instrumen belanja pemerintah.

Page 7: PENGELOLAAN INDUSTRI EKSTRAKTIF DI INDONESIA : … · Jumlah negara yang perekonomiannya ditopang oleh komoditas ... terdahulu serta perkembangan praktik pengelolaan SDA yang dilakukan

265MENGGALI POTENSI PENERIMAAN NEGARA DI TENGAH LESUNYA EKONOMI GLOBAL

Namun demikian, kondisi perekomian yang stabil dalam merespon fluktuasi harga komoditi bukan hanya dihasilkan oleh arah kebijakan fiskal yang memadai, tetapi juga kualitas institusi dan kondisi politik negara tersebut (Elva Bova, 2016). Untuk itu, selain penting untuk memperhatikan kebijakan fiskal yang tepat dalam merespon kondisi perekonomian, resource rich countries perlu melakukan pembenahan institusi agar pengelolaan industri ekstraktif dapat dilakukan secara profesional, transparan dan akuntabel.

Untuk mendorong transparansi dan akuntabilitas kebijakan fiskal pada industri ekstraktif, pada tahun 2002 dibentuk Extractive Industries Transparency Initiative (EITI), suatu organisasi internasional yang melakukan penilaian terhadap tingkat transparansi pengelolaan sumber daya mineral dan migas, berdasarkan standar tertentu yang telah ditetapkan oleh sebuah Dewan yang terdiri dari perwakilan berbagai Negara, perusahaan yang bergerak di industri ekstraktif, lembaga swadaya masyarakat, institutional investors dan organisasi internasional lainnya. Walaupun hadirnya EITI belum mampu menurunkan praktik korupsi dan meningkatkan akuntabilitas pengelolaan industri ekstraktif di negara-negara Sub-Saharan Africa (Maconachie, 2008), namun setidaknya dapat secara efektif mendorong perbaikan institusional yang signifikan di negara-negara tersebut.

IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1. Indonesia termasuk resource rich country?

Terdapat berbagai macam cara untuk mengetahui apakah suatu negara merupakan negara yang kaya akan SDA. Untuk membandingkan kekayaan negara yang satu dengan negara yang lain, maka digunakan satuan R/P ratio (Reserve to Production Ratio) atau total reserve (cadangan) dibagi dengan tingkat produksi per tahun. Hasilnya merupakan jangka waktu yang menunjukkan berapa lama cadangan negara tersebut akan habis diproduksi (Pudyantoro, 2012). Besaran rasio ini tentunya merupakan angka yang dinamis, karena perkembangan teknologi dan investasi memungkinkan adanya penemuan sumber-sumber migas baru dan penambahan kapasitas produksi yang akan mengubah besaran R/P ratio. Perbandingan R/P ratio beberapa negara yang dikenal kaya akan SDA adalah sebagaimana terlihat pada Gambar 3.

Page 8: PENGELOLAAN INDUSTRI EKSTRAKTIF DI INDONESIA : … · Jumlah negara yang perekonomiannya ditopang oleh komoditas ... terdahulu serta perkembangan praktik pengelolaan SDA yang dilakukan

PENGELOLAAN INDUSTRI EKSTRAKTIF DI INDONESIA : KEBIJAKAN FISKAL DAN TANTANGAN KE DEPAN266

Sumber: BP Statistical Review, 2015Gambar 3. Perbandingan R/P Ratio beberapa negara tahun 2014

Selain berdasarkan R/P ratio, beberapa organisasi internasional seperti World Bank, IMF, dan McKinsey mengkategorikan suaru negara sebagai resource rich atau resource driven countries berdasarkan besarnya kontribusi penerimaan negara yang berasal dari SDA dalam perekonomian mereka, dibandingkan dengan total ekspor, total pendapatan negara, atau output nasional (gross domestic product/GDP atau pendapatan domestik bruto/PDB). McKinsey mendefinisikannya sebagai negara dengan sektor minyak, gas dan mineral yang mendominasi perekonomian, dengan kriteria kontribusi ketiga sektor tersebut: (1) mencapai 20% dari total ekspor; (2) menghasilkan lebih dari 20% pendapatan fiskal; atau (3) memiliki resource rent lebih dari 10% dari PDB. Resource rent, yaitu selisih antara total value yang diperoleh sepanjang proyek eksploitasi SDA dibandingkan total biaya yang dikeluarkan selama masa tersebut termasuk kompensasi penggunaan faktor-faktor produksi (Land B. C., 2008). Pada Gambar-4 terlihat bahwa besarnya rasio resource rent yang berasal dari SDA dibandingkan dengan PDB Indonesia mengalami fluktuasi seiring dengan pergerakan harga komoditas, dari yang tertinggi sekitar 37% pada tahun 1979, dan terendah sekitar 6% pada tahun 2014. Berdasarkan rasio ini tidak diragukan bahwa Indonesia termasuk dalam kategori resource rich country.

Page 9: PENGELOLAAN INDUSTRI EKSTRAKTIF DI INDONESIA : … · Jumlah negara yang perekonomiannya ditopang oleh komoditas ... terdahulu serta perkembangan praktik pengelolaan SDA yang dilakukan

267MENGGALI POTENSI PENERIMAAN NEGARA DI TENGAH LESUNYA EKONOMI GLOBAL

Sumber: World Bank, 2015Gambar 4. Rasio Total Natural Resource Rent per GDP Indonesia

Tahun 1970-2014

4.2. Fiscal Regime Pengelolaan Industri EkstraktifPenerapan rezim fiskal suatu negara atas sumber daya alam khususnya yang berasal dari industri ekstraktif haruslah didesain sedemikian rupa sehingga mampu memberikan kontribusi yang optimal bagi negara, namun tetap menarik bagi investor. Banyak negara merasa perlu untuk mereviu kembali penerapan rezim fiskal mereka, dengan tujuan agar mampu merespon terjadinya fluktuasi harga komoditas, menyederhanakan rezim fiskal yang sudah ada, serta bagaimana kebijakan tersebut mampu mengakomodir perkembangan ekonomi dan teknologi terkini seperti misalnya pertambangan laut dalam (deep sea mining) atau eksplorasi dan eksploitasi unconventional oil and gas lainnya (Mullins, 2015).

Secara umum terdapat dua kategori fiscal regime yang digunakan dalam industri ekstraktif:a. Kontraktual: pemerintah merupakan pemilik dari SDA, sedangkan

investor mendapatkan bagi hasil (pada PSC) ataupun fee (pada service contract) sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak.

b. Lisensi/konsesi: hak penguasaan SDA berada pada investor, sedangkan pemerintah mendapatkan imbalan berupa pajak, royalti, ataupun participation interest (PI).

Page 10: PENGELOLAAN INDUSTRI EKSTRAKTIF DI INDONESIA : … · Jumlah negara yang perekonomiannya ditopang oleh komoditas ... terdahulu serta perkembangan praktik pengelolaan SDA yang dilakukan

PENGELOLAAN INDUSTRI EKSTRAKTIF DI INDONESIA : KEBIJAKAN FISKAL DAN TANTANGAN KE DEPAN268

Dalam pelaksanaannya, suatu negara memadukan beberapa skema tersebut dalam mengelola industri ekstraktifnya. Adapun pemilihan skema yang diterapkan pada suatu negara tidak lepas dari kondisi cadangan SDA dan kemampuan permodalan negara tersebut. Bila suatu negara memiliki SDA yang sudah terbukti cadangannya dan memiliki permodalan yang kuat, maka skema service contract lebih menguntungkan karena negara akan mendapatkan seluruh hasil eksploitasi SDA, dan hanya membayar sejumlah fee kepada investor. Sebaliknya apabila suatu negara tidak mempunyai cukup modal untuk melakukan eksploitasi SDA maka skema PSC dapat menjadi pilihan, karena risiko eksploitasi dan permodalan diserahkan kepada investor, dengan pembagian sebagian hasil produksi sesuai kontrak yang disepakati. Selanjutnya untuk mengevaluasi apakah rezim fiskal yang digunakan di suatu negara sudah optimal, maka harus dilakukan penilaian menyeluruh terhadap perekonomian.

Kekayaan alam yang berasal dari migas dan mineral dimiliki oleh banyak negara, baik negara maju (seperti Australia, Kanada, Swedia dan Amerika Serikat), negara berkembang (seperti Indonesia dan Malaysia), maupun negara berpenghasilan rendah (seperti Sudan, Chad, Kamerun, dan negara-negara Sub-Saharan Afrika lainnya). Berkaca dari pebedaan kesejahteraan negara-negara tersebut, terlihat bahwa perbedaan pengelolaan industri kreatif bukan hanya terletak pada kebijakan fiskal yang diterapkan, tetapi juga tak lepas dari kualitas tata kelola (governance) dalam pengelolaan industri ekstraktif. Transparansi dan akuntabilitas pengelolaan pendapatan negara yang bersumber dari sumber daya alam merupakan salah satu kunci sukses dan stabilitas pembangunan dari negara-negara penghasilnya.

4.2.1. Fiscal Regime Industri Ekstraktif di Indonesia

4.2.1.1. Minyak dan Gas Bumi Dalam mengeksploitasi sumber daya migas, Pemerintah Indonesia menggunakan skema production sharing contracts (PSCs). Indonesia sendiri merupakan negara pertama yang mengadaptasi sistem kontrak bagi hasil seperti ini (Likosky, 2009). PSC yang diyakini sebagai gagasan dari Indonesia, saat ini diadopsi oleh hampir semua di Asia seperti India, Malaysia, Vietnam, China, serta beberapa Negara Afrika dan Eropa dengan beberapa penyesuaian. (Pudyantoro, 2016).

Page 11: PENGELOLAAN INDUSTRI EKSTRAKTIF DI INDONESIA : … · Jumlah negara yang perekonomiannya ditopang oleh komoditas ... terdahulu serta perkembangan praktik pengelolaan SDA yang dilakukan

269MENGGALI POTENSI PENERIMAAN NEGARA DI TENGAH LESUNYA EKONOMI GLOBAL

Konsep umum PSC adalah bahwa kontraktor menanggung semua risiko dan biaya pada tahap eksplorasi hingga tahap produksi. Apabila eksplorasi tidak mencapai tahap produksi, maka semua biaya yang timbul tidak diberikan penggantian dari Pemerintah. Sebaliknya, bila mencapai tahap produksi, kontraktor akan menerima penggantian berupa (i) pembagian hasil produksi untuk mengganti biaya yang telah dikeluarkan (cost recovery), (ii) kredit investasi, dan (iii) equity interest atas sisa produksi (Ernst & Young, 2015). Dengan skema PSC Pemerintah dapat membagi risiko eksplorasi, karena tingkat kegagalan dalam menemukan cadangan migas di Indonesia sangat tinggi, yaitu antara 70%-80% (Pudyantoro, 2012). Gambaran umum skema PSC adalah sebagaimana terlihat pada Gambar-5.

Gambar 5. Skema Production Sharing Contract (PSC) pada Industri Hulu Migas di Indonesia

Page 12: PENGELOLAAN INDUSTRI EKSTRAKTIF DI INDONESIA : … · Jumlah negara yang perekonomiannya ditopang oleh komoditas ... terdahulu serta perkembangan praktik pengelolaan SDA yang dilakukan

PENGELOLAAN INDUSTRI EKSTRAKTIF DI INDONESIA : KEBIJAKAN FISKAL DAN TANTANGAN KE DEPAN270

Hal krusial yang banyak menjadi perhatian terkait pelaksanaan PSC adalah terkait dengan penghitungan cost recovery, karena akan menentukan pembagian hasil produksi yang diterima kontraktor migas dan juga negara. Pelaksanaan aturan yang berlaku saat ini yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 20101 dalam perjalanannya mengalami berbagai hambatan. Karena aturan ini hanya berlaku pada kontrak baru, sementara kontrak migas yang ditandatangani sebelum PP ini disahkan masih mengacu pada aturan sebelumnya, hal ini menyebabkan perselisihan mengenai perhitungan cost recovery (Budi, 2011).

Di saat produksi migas Indonesia terus mengalami penurunan karena tidak adanya eksplorasi sumur-sumur baru, Pemerintah perlu mendorong minat investor di bidang hulu migas. Situasi dimana harga minyak sedang berada pada titik terendah seperti saat ini merupakan saa yang tepat untuk melakukan investasi karena biaya yang dibutuhkan untuk memulai eksplorasi juga rendah. Karena fluktuasi harga minyak merupakan siklus yang berulang, diharapkan pada saat harga kembali meningkat investor dan juga Pemerintah dapat menikmati keuntungan yang signifikan. Pada saat tulisan ini dibuat, Pemerintah tengah membahas revisi atas PP 79/2010, yang diharapkan dapat membuat investasi di bidang hulu migas menjadi lebih menarik.

4.2.1.2. Mineral dan BatubaraPada industri pertambangan umum, sejak berlakunya UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara, Indonesia menerapkan sistem pemberian konsesi kepada pengusaha. Sebelumnya era tersebut, kerjasama pengusahaan pertambangan antara pemerintah dan pengusaha dituangkan dalam kontrak berupa Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B). Sebagai kompensasi pemberian hak tersebut, Pemerintah mendapatkan penerimaan negara berupa pajak yang diatur berdasarkan ketentuan perpajakan umum, dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP), dengan jenis dan besaran yang bervariasi untuk berbagai jenis produk pertambangan. Beberapa bentuk kewajiban PNBP SDA non migas untuk pertambangan mineral dan batubara adalah:

1 Mengatur tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi

Page 13: PENGELOLAAN INDUSTRI EKSTRAKTIF DI INDONESIA : … · Jumlah negara yang perekonomiannya ditopang oleh komoditas ... terdahulu serta perkembangan praktik pengelolaan SDA yang dilakukan

271MENGGALI POTENSI PENERIMAAN NEGARA DI TENGAH LESUNYA EKONOMI GLOBAL

a. Iuran tetap (landrent) : yaitu pungutan yang dikenakan kepada pemegang izin usaha pertambangan mineral batubara sebagai imbalan atas kesempatan eksplorasi dan operasi produksi.

Cara penghitungan: Iuran Tetap/Landrent = Tarif x Luas Areab. Iuran eksplorasi dan produksi (royalti) : yaitu pungutan yang

dibebankan atas produk pertambangan kepada pemilik Ijin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi atau IUP Produksi pada saat mineral atau batubara yang tergali terjual.Cara penghitungan: Royalti = Tarif x Volume Penjualan x Harga Jual

c. Penjualan hasil tambang : yaitu pungutan yang dikenakan terhadap pemegang PKP2BCara penghitungan: penjualan hasil tambang = Bagian Pemerintah Pusat (13,5%) – Tarif Royalti

Tabel-1. Tarif Royalti Beberapa Mineral Non Batubara

Sumber: PP Nomor 9 Tahun 2012

Pada Tabel-1 dapat dilihat tarif royalti untuk berbagai jenis komoditi berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2012 tentang Jenis dan Tarif PNBP yang Berlaku pada Kementerian ESDM. Adapun untuk batubara, tarif royalti dibedakan berdasarkan kualitas batubara yang dihasilkan dan juga metode penambangan yang digunakan (Tabel-2).

Tabel-2. Tarif Royalti Batubara

Sumber: PP Nomor 9 Tahun 2012

Page 14: PENGELOLAAN INDUSTRI EKSTRAKTIF DI INDONESIA : … · Jumlah negara yang perekonomiannya ditopang oleh komoditas ... terdahulu serta perkembangan praktik pengelolaan SDA yang dilakukan

PENGELOLAAN INDUSTRI EKSTRAKTIF DI INDONESIA : KEBIJAKAN FISKAL DAN TANTANGAN KE DEPAN272

Karena batubara sangat dibutuhkan terutama sebagai sumber energi primer pembangkit tenaga listrik, maka kebijakan terkait pertambangan batubara, khususnya mengenai tarif royalti menjadi salah satu isu penting. Hasil penelitian Pusat Kebijakan Pendapatan Negara, Badan Kebijakan Fiskal terkait penerimaan negara yang berasal dari royalti batubara menyimpulkan perlu adanya penyesuaian metode penetapan tarif royalti batubara. Selain memperhitungkan kalori, penetapan tarif royalti selayaknya juga memperhitungkan faktor fluktuasi harga serta kompleksitas pertambangan (direpresentasikan oleh variabel stripping ratio2 serta lokasi tambang dengan jetty), dalam rangka menjamin keadilan serta menjaga kelangsungan usaha pertambangan batubara (BKF, 2015).

Selain itu, permasalahan penting yang perlu dibenahi adalah terkait teknis pelaksanaan di lapangan. Lemahnya pengawasan, belum memadainya integrasi sistem informasi, serta kurangnya koordinasi sistem administrasi antara pemerintah pusat dan daerah menyebabkan pelaporan atas produksi tidak dapat dipastikan akurasinya. Hal ini memberikan pelajaran agar ke depan pembuatan kebijakan harus memperhatikan risiko serta mitigasinya, sehingga setiap kebijakan bukan hanya kuat dalam perumusan, tetapi juga dapat efektif untuk dilaksanakan.

4.2.2. Desentralisasi Fiskal dan Perpajakan Industri EkstraktifSkema pembagian penghasilan atas eksploitasi SDA, baik antara pemerintah pusat dan daerah maupun antar wilayah dalam suatu negara kerap kali menjadi isu yang krusial dan berpotensi menimbulkan konflik. Berbagai studi telah membuktikan bahwa di banyak negara dengan kekayaan SDA khususnya mineral serta migas kemudian terjebak dalam konflik dan peperangan sehingga masyarakatnya tetap hidup dalam kemiskinan (McNeish, 2010).

Kebijakan fiskal terkait eksploitasi SDA tentunya harus memperhatikan kelangsungan pembangunan daerah dimana SDA itu berada, baik dari sisi lingkungan hidup, pemberdayaan masyarakat, serta pemerataan pendapatan antara pemerintah pusat dan daerah. Bagaimana suatu negara mengalokasikan penerimaan negara yang bersumber dari SDA tergantung pada kondisi politik dan ekonomi

2 Perbandingan komposisi tanah dan batubara pada tambang batubara

Page 15: PENGELOLAAN INDUSTRI EKSTRAKTIF DI INDONESIA : … · Jumlah negara yang perekonomiannya ditopang oleh komoditas ... terdahulu serta perkembangan praktik pengelolaan SDA yang dilakukan

273MENGGALI POTENSI PENERIMAAN NEGARA DI TENGAH LESUNYA EKONOMI GLOBAL

dari masing-masing negara. Pada praktiknya, saat kebijakan fiskal terkait perimbangan keuangan pusat dan daerah juga dipengaruhi oleh komunitas global, seperti investor asing, institusi multilateral, serta LSM/NGO. Pengambilan kebijakan harus dapat mengakomodir kepentingan negara, investor dan stakeholder terkait, serta pembangunan yang berkesinambungan.

Secara umum, beberapa tipe pengenaan pajak atas sektor pertambangan yang dilakukan oleh negara-negara di dunia adalah sebagaimana terlihat pada Tabel 3. Penentuan ini tentunya bersifat subyektif dan sangat bervariasi, tergantung pada berbagai faktor, seperti tingkat kerumitan dari sistem pemerintahan yang ada (Otto, 2001).

Tabel 3. Tipe Pengenaan Pajak atas Sektor PertambanganBerbagai Negara

Sumber: World Bank, 2015

Di Indonesia, sistem pembagian pendapatan negara (revenue sharing) yang bersumber dari SDA diatur dalam UU Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Struktur revenue sharing ini berbeda untuk setiap jenis SDA (meliputi migas, kehutanan, pertambangan umum,

Page 16: PENGELOLAAN INDUSTRI EKSTRAKTIF DI INDONESIA : … · Jumlah negara yang perekonomiannya ditopang oleh komoditas ... terdahulu serta perkembangan praktik pengelolaan SDA yang dilakukan

PENGELOLAAN INDUSTRI EKSTRAKTIF DI INDONESIA : KEBIJAKAN FISKAL DAN TANTANGAN KE DEPAN274

panas bumi, dan perikanan) dan setiap level pemerintahan. Secara umum, pemerintah daerah memperoleh 80% pendapatan dari SDA, kecuali untuk minyak dan gas bumi. Pendapatan pemerintah daerah ini kemudian didistribusikan kembali antara propinsi, dimana daerah penghasil mendapatkan bagian lebih besar daripada daerah non penghasil. Pembagian tersebut adalah sebagaimana tergambar pada Gambar-6 (Cut Dian Agustina, 2012).

Sumber: Agustina, 2012Gambar 6. Skema Pembagian Pendapatan Negara (Revenue

Sharing) Sumber Daya Alam di Indonesia

Pembahasan tentang skema revenue sharing atas SDA tentunya tidak terlepas dari keseluruhan skema Transfer Daerah di Indonesia. Mempertimbangkan aspek ekonomi politik pengelolaan SDA di Indonesia, Agustina (2012) merekomendasikan beberapa hal yang perlu diperkuat terkait revenue sharing atas SDA untuk menjaga akuntabilitas dan kesatuan NKRI:a. Evaluasi kebijakan assymetric transfers

Kebijakan khusus yang diberikan bagi Aceh dan Papua melalui Dana Otonomi Khusus ternyata belum mampu meningkatkan kualitas pelayanan sosial. Pada tahun 2010, indikator sosial seperti kualitas pelayanan air dan sanitasi, tingkat buta huruf, dan ketersediaan listrik, untuk Aceh dan Papua belum menunjukkan

Page 17: PENGELOLAAN INDUSTRI EKSTRAKTIF DI INDONESIA : … · Jumlah negara yang perekonomiannya ditopang oleh komoditas ... terdahulu serta perkembangan praktik pengelolaan SDA yang dilakukan

275MENGGALI POTENSI PENERIMAAN NEGARA DI TENGAH LESUNYA EKONOMI GLOBAL

perbaikan sejak tahun 2004, dan bahkan berada di bawah rata-rata nasional. Pemerintah perlu memastikan efektivitas mekanisme penyaluran dan penggunaan dana transfer daerah oleh Pemda, agar kesejahteraan masyarakat di daerah-daerah tersebut tersebut tidak lagi tertinggal.

b. Evaluasi skema revenue-sharing Skema yang umum digunakan adalah (i) alokasi pendapatan kepada pemerintah daerah, yang melalui desentralisasi fiskal diharapkan dapat memberikan pelayanan publik lebih baik kepada masyarakat, dan (ii) alokasi langsung kepada masyarakat di daerah penghasil SDA, misalnya melalui petroleum dividend, sebagaimana contoh di Alaska dan Alberta. Alternatif (iii) yang dapat dipertimbangkan adalah gabungan antara kedua skema tersebut dan disertai dengan dukungan pemerintah pusat dalam penyediaan infrastruktur, yang sedikit banyak telah dilakukan oleh Indonesia. Yang perlu diperhatikan adalah perlunya Pemerintah untuk terus mendorong skema performance-based transfer dalam formulasi Dana Alokasi Khusus (mulai APBN tahun 2016 menjadi Dana Transfer Khusus) sehingga selain meningkatkan kinerja Pemerintah Daerah juga mengurangi adanya intervensi.

c. Penguatan lingkungan pendukungAspek penting selain revenue sharing, hal yang juga penting untuk diperkuat adalah terkait (i) isu lingkungan hidup dan kelestarian lingkungan, (ii) mekanisme Pemerintah Pusat dalam melakukan smoothing budget, agar transfer kepada pemerintah daerah tidak terimbas oleh fluktuasi harga komoditi, salah satunya melalui sovereign wealth fund, (iii) peningkatan akuntabilitas dan transparansi pengelolaan pendapatan negara yang berasal dari SDA.

4.3. Tantangan Pengelolaan Industri EkstraktifTerdapat paling tidak 4 (empat) hal yang menjadi tantangan dalam pelaksanaan rezim fiskal pengelolaan industri ekstraktif di berbagai negara di dunia antara lain (Mullins, 2015):a. Memastikan stabilitas dan kredibilitas pelaksanaan kebijakan

Bagi investor kepastian dalam berusaha, termasuk konsistensi pelaksanaan peraturan dan kebijakan, mutlak diperlukan untuk

Page 18: PENGELOLAAN INDUSTRI EKSTRAKTIF DI INDONESIA : … · Jumlah negara yang perekonomiannya ditopang oleh komoditas ... terdahulu serta perkembangan praktik pengelolaan SDA yang dilakukan

PENGELOLAAN INDUSTRI EKSTRAKTIF DI INDONESIA : KEBIJAKAN FISKAL DAN TANTANGAN KE DEPAN276

membuat perencanaan bisnis jangka panjang. Ketidakpastian akan meningkatkan risiko sehingga menurunkan minat investasi yang pada akhirnya menghambat pertumbuhan ekonomi.

b. Aspek perpajakan internasional dan Base Erosion and Profit Shifting (BEPS)Mengingat pelaksana kegiatan eksplorasi dan eksploitasi SDA seringkali melibatkan banyak negara sebagai pemilik kontraktor multinasional, maka isu terkait transfer pricing dan BEPS perlu menjadi perhatian dalam mendesain terms and condition pada kontrak kerjasama di industri ekstraktif.

c. Koordinasi regionalPenetapan rezim fiskal yang diberlakukan di suatu negara akan mempengaruhi kegiatan perdagangan di kawasan.

d. Peranan perusahaan negara dalam pengelolaan industri ekstraktifKarena kontrol pemerintah terhadap pengelolaan SDA seringkali dilakukan oleh perusahaan milik negara, pemerintah harus memberikan equal treatment bagi para pemain yang berada di dalam industri ekstraktif, sehingga dapat tercipta lingkungan usaha yang kondusif. Dari keempat faktor tantangan tersebut, salah satu tantangan

yang perlu dicermati Indonesia dalam pengelolaan industri ekstraktif adalah terkait konsistensi pelaksanaan kebijakan. Dalam berbagai forum diungkapkan bahwa kepastian hukum dan kepastian berusaha di Indonesia seringkali dipertanyakan sehingga membuat investor harus memperhitungkan risiko tersebut dalam setiap keputusan investasi mereka. Salah satu bentuk inkonsistensi pelaksanaan kebijakan adalah persoalan perizinan dan tumpang tindih lahan, pada kasus Churchill contohnya. Churcill Mining Plc sebuah perusahaan tambang multinasional asal London, pada tahun 2006 mengakuisisi 75% saham PT Ridlatama, perusahaan nasional yang memiliki Ijin Usaha Pertambangan (IUP) pada East Kutai Coal Project. Di tengah kerjasama tersebut pada 4 Mei 2010, pemerintah Kutai Timur secara sepihak mencabut ijin eksploitasi IUP yang dimiliki PT Ridlatama. Kasus ini kemudian ditangani oleh International Center for Settlement of Investment Dispute (ICSID) (Sitanggang, 2014). Selain memberikan dampak negatif iklim investasi, Pemerintah juga harus menanggung

Page 19: PENGELOLAAN INDUSTRI EKSTRAKTIF DI INDONESIA : … · Jumlah negara yang perekonomiannya ditopang oleh komoditas ... terdahulu serta perkembangan praktik pengelolaan SDA yang dilakukan

277MENGGALI POTENSI PENERIMAAN NEGARA DI TENGAH LESUNYA EKONOMI GLOBAL

biaya pengacara mencapai ratusan juta USD serta menanti keputusan atas tuntutan ganti rugi yang diajukan sebesar USD 2 miliar.

Kasus lainnya yang juga dianggap mencederai kepastian berusaha pada industri ekstraktif adalah terkait keputusan pembangunan kilang dalam pengembangan lapangan gas Blok Masela yang pada Maret 2016 ditetapkan berada di darat (onshore) setelah sebelumnya pada tahun 2010 (atau 12 tahun setelah kontrak ditandatangani pada November 1998) sudah diputuskan untuk di bangun di laut (offshore). Walaupun keputusan ini tentunya didasari oleh berbagai pertimbangan ilmiah yang matang, tapi tidak dapat dihindari hal ini membentuk opini pasar yang merugikan Indonesia. Di masa yang akan datang hendaknya berbagai kebijakan pemerintah dapat dijaga konsistensi dan kredibilitasnya, karena akan mempengaruhi keputusan investasi para pemilik modal.

4.4. Menjaga Kelangsungan Fiskal Selain beberapa tantangan yang dikemukakan di atas, hal yang juga krusial untuk diperhatikan oleh negara-negara kaya SDA adalah bagaimana semaksimal mungkin memanfaatkan kekayaan sumber daya yang semakin langka untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan. Berkaca dari situasi perekonomian negara-negara penghasil migas dan mineral lainnya yang memburuk seiring dengan menurunnya harga komoditas, maka harus disusun kebijakan yang mampu menjaga kesinambungan fiskal. Beberapa kebijakan yang telah dilakukan berbagai negara untuk menjaga kesinambungan fiskal mereka, antara lain (Davoodi, 2016): Mengimplementasikan kebijakan makro ekonomi yang sifatnya

countercyclical (Norwegia dan Chile) Melakukan pengaturan fiskal (fiscal rule) dan membuat stabilization

fund atau sovereign wealth fund (SWF) untuk mengelola pendapatan yang berasal dari SDA (Botswana, Norwegia)

Melakukan hedging atas harga minyak (Meksiko) Pembentukan institusi handal yang menitikberatkan transparansi

pengelolaan industri ekstraktif (Australia, Selandia Baru dan Kanada)

Melakukan diversifikasi ekonomi dan mendorong tercapainya inclusive growth (Malaysia dan Chile)

Page 20: PENGELOLAAN INDUSTRI EKSTRAKTIF DI INDONESIA : … · Jumlah negara yang perekonomiannya ditopang oleh komoditas ... terdahulu serta perkembangan praktik pengelolaan SDA yang dilakukan

PENGELOLAAN INDUSTRI EKSTRAKTIF DI INDONESIA : KEBIJAKAN FISKAL DAN TANTANGAN KE DEPAN278

Apakah Indonesia telah melakukan salah satu strategi kebijakan tersebut? Terkait transparansi pengelolaan industri ekstraktif, Indonesia telah diakui sebagai compliant country member pada Extractive Industries Transparency Initiative (EITI) pada bulan Oktober 2014. Indonesia merupakan negara ASEAN pertama yang mencapai EITI compliance, setelah bergabung pada tahun 2010. Peningkatan transparansi dalam tata kelola industri ekstraktif melalui penerapan standar EITI diharapkan dapat membuat pendapatan dari industri ekstraktif dapat berkontribusi lebih banyak untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Kebijakan lain yang dapat didorong untuk diterapkan di Indonesia dalam rangka menjaga kesinambungan fiskal adalah pembentukan stabilization fund atau sovereign wealth fund (SWF). Berdasarkan beberapa definisi baku tentang SWF, antara lain menurut IMF dan Deutsche Bank Research, pada intinya SWF merupakan dana abadi yang dimiliki oleh pemerintah yang diinvestasikan secara global dalam berbagai bentuk instrumen keuangan, seperti deposito, obligasi, saham atau instrumen lainnya seperti properti, dengan tujuan mendapatkan bunga, gain atau dividen. Dana pokoknya merupakan dana abadi sehingga tidak boleh diambil sedangkan yang bisa diambil hanya dana yang berasal dari imbal hasil investasi yang dilakukan pemerintah tersebut. Dana pokok yang merupakan dana abadi tersebut bisa berasal dari dana APBN, dari penerimaan seperti penerimaan migas atau dari sumber-sumber penerimaan lainnya yang sah (Munandar, 2015). Tabel-4 menyajikan data SWF dari berbagai negara, mulai dari negara maju seperti Norwegia yang nilai SWFnya sudah mencapai 173% dari GDP, sampai negara kecil seperti Trinidad & Tobago, yang baru membuat SWF pada tahun 2007, dengan nilai mencapai 18% dari GDP.

Page 21: PENGELOLAAN INDUSTRI EKSTRAKTIF DI INDONESIA : … · Jumlah negara yang perekonomiannya ditopang oleh komoditas ... terdahulu serta perkembangan praktik pengelolaan SDA yang dilakukan

279MENGGALI POTENSI PENERIMAAN NEGARA DI TENGAH LESUNYA EKONOMI GLOBAL

Tabel-4. Sovereign Wealth Fund Berbagai Negara, 2014

Sumber: Mullins, 2016

Gagasan pembentukan SWF di Indonesia sudah lama mengemuka, terakhir melalui usulan dibentuknya Petroleum Fund (PF) seiring dengan rencana revisi UU Migas. Beberapa kritik terkait pembentukan PF selain terkait akuntabilitas pengelolaan dana, adalah terkait basis legal formal pembentukannya. Beberapa negara yang menerapkan PF, seperti Norwegia dan Timor Leste punya satu undang-undang tersendiri tentang PF yang secara khusus meletakkan dasar kebijakan soal PF secara jelas dan seksama. Sedangkan di Indonesia PF direncanakan hanya dicantumkan sebagai salah satu pasal dalam revisi UU Migas (Indonesia Review, 2015). Berbagai masukan tersebut selayaknya dapat dipertimbangkan oleh Pemerintah dalam mendesain SWF milik Indonesia, apapun bentuknya, demi kelangsungan fiskal dalam rangka memenuhi kebutuhan generasi masa depan.

Kebijakan lain yang perlu diperkuat oleh Indonesia adalah terkait diversifikasi ekonomi. Rendahnya diversifikasi ekonomi pada resource rich countries meningkatkan kerentanan terhadap kesinambungan pertumbuhan ekonomi dan stabilitas makroekonomi. Diversifikasi ekonomi dapat dilakukan dalam berbagai aspek, meliputi jenis barang dan jasa yang diproduksi atau diekspor, negara tujuan ekspor, tingkat kerumitan (sophistication) dan kualitas barang yang dihasilkan, termasuk diversifikasi keahlian sumber daya manusia.

Page 22: PENGELOLAAN INDUSTRI EKSTRAKTIF DI INDONESIA : … · Jumlah negara yang perekonomiannya ditopang oleh komoditas ... terdahulu serta perkembangan praktik pengelolaan SDA yang dilakukan

PENGELOLAAN INDUSTRI EKSTRAKTIF DI INDONESIA : KEBIJAKAN FISKAL DAN TANTANGAN KE DEPAN280

Pada Gambar-7 terlihat bahwa komposisi ekspor Indonesia dari segi proporsi lebih terdiversifikasi dibandingkan dengan Malaysia, karena proporsi 2 (dua) produk ekspor utama Indonesia hanya mengambil porsi sekitar 44%, sedangkan pada Malaysia porsinya sekitar 68%. Namun dari segi kompleksitas produk, Malaysia lebih unggul dibanding Indonesia. Sekitar 44% ekspor Indonesia masih bergantung pada SDA, baik migas dan mineral (30%) dan produk pertanian (14%), sementara 47% produk ekspor Malaysia adalah mesin dan komponen, yang memiliki nilai tambah serta kompleksitas yang jauh lebih tinggi. Dari gambaran ini terlihat bahwa Malaysia memiliki ketergantungan pada SDA yang lebih rendah dibanding Indonesia, sehingga secara logika dapat diduga bahwa perekonomian Malaysia akan lebih tahan terhadap gejolak harga komoditas.

Indonesia Malaysia

Sumber: The Atlas of Economic ComplexityGambar-7. Perbandingan Komoditi Ekspor Indonesia dan Malaysia,

2014

IMF dalam Davoodi (2016) menyatakan bahwa pelaksanaan diversifikasi ekonomi walaupun dapat mengurangi dampak negatif volatilitas harga komoditas dan menciptakan sustainable growth, di sisi lain juga menimbulkan cost yang tinggi bagi pemerintah. Insentif bagi pengembangan industri pionir, peningkatan inovasi produk melalui R&D, penguatan sumber daya manusia dan entrepreneurship, semuanya memerlukan intervensi dari pemerintah melalui alokasi anggaran yang cukup masif. Untuk itu perlu dilakukan analisis mendalam

Page 23: PENGELOLAAN INDUSTRI EKSTRAKTIF DI INDONESIA : … · Jumlah negara yang perekonomiannya ditopang oleh komoditas ... terdahulu serta perkembangan praktik pengelolaan SDA yang dilakukan

281MENGGALI POTENSI PENERIMAAN NEGARA DI TENGAH LESUNYA EKONOMI GLOBAL

terkait sektor dan industri mana yang akan dikembangkan, dengan mempertimbangkan keunggulan komparatif yang dimiliki.

V. PENUTUPSebagai negara yang memiliki kelimpahan sumber daya migas dan mineral, Indonesia perlu meningkatkan akuntabilitas pengelolaan sumber daya tersebut, sehingga bukan hanya optimal kemanfaatannya bagi demi kepentingan rakyat, tapi juga dapat mendukung pembangunan secara berkesinambungan. Untuk itu pemerintah perlu terus membenahi kebijakan serta pengelolaan industri ekstraktif yang telah ada. Berdasarkan analisis atas kondisi dan situasi Indonesia tulisan ini merekomendaikan beberapa hal yang perlu diperkuat oleh Pemerintah, yaitu:a. Konsistensi pelaksanaan kebijakan

Keputusan yang telah ditetapkan Pemerintah perlu dijaga kredibilitasnya, sehingga meningkatkan kepercayaan investor. Koordinasi baik antar Kementerian/Lembaga termasuk antara Pusat dan Daerah perlu diperkuat, sehingga tidak lagi terjadi tumpang tindih dalam pelaksanaannya.

b. Pembentukan Sovereign Wealth FundAgar hasil SDA yang dieksploitasi saat ini juga dapat dinikmati oleh generasi mendatang, maka Pemerintah perlu membuat SWF, yang dananya disisihkan dari penerimaan SDA. Transparansi dan akuntabilitas pengelolaan SWF harus diutamakan dan disusun dalam peraturan perundangan yang masif sehingga dapat meminimalisir politisasi.

c. Pengembangan diversifikasi ekonomiPemerintah perlu mendorong agar PDB tidak lagi tergantung pada penerimaan SDA. Pengembangan sektor lain seperti industri kreatif, termasuk di dalamnya pariwisata merupakan sektor yang sangat potensial untuk dikembangkan. Indonesia memiliki potensi yang sangat besar, Pemerintah harus dapat menjadi katalisator agar industri dapat berkembang dan memberikan kontribusi yang signifikan bagi perekonomian.

Selain hal-hal tersebut di atas, penguatan institusi serta pelaksanaan tata kelola yang baik tetap harus dijalankan secara konsisten pada

Page 24: PENGELOLAAN INDUSTRI EKSTRAKTIF DI INDONESIA : … · Jumlah negara yang perekonomiannya ditopang oleh komoditas ... terdahulu serta perkembangan praktik pengelolaan SDA yang dilakukan

PENGELOLAAN INDUSTRI EKSTRAKTIF DI INDONESIA : KEBIJAKAN FISKAL DAN TANTANGAN KE DEPAN282

seluruh rantai industri, sehingga sumber daya alam yang kita miliki dapat memberikan manfaat bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. “The efficient management of organizations is key to generating wealth, for the development of a country, for the preservation of natural resources and the enhancement of the human being.” - Vinicius Montgomery.

DAFTAR PUSTAKAAbdurohman, B. P. (2016). Behavior of Fiscal Policy in Indonesia in Response

to Economic Cycles. The Singapore Economic Review.BKF. (2015). Kajian Tarif PNBP Batubara. Jakarta: Tidak dipublikasikan.Budi, C. (2011, September 19). Mengakhiri Polemik Pajak Migas. Diambil

kembali dari Direktorat Jenderal Pajak: http://www.pajak.go.id/content/mengakhiri-polemik-pajak-migas

Cut Dian Agustina, E. A. (2012). Political Economy of Natural Resource revenue sharing in Indonesia. London: Asia Research Center.

Davoodi, H. (2016, May). Economic Diversification and Natural Resource_ Lecture on Macroeconomic Management for Resource Rich Countries Training Program. Washington DC: IMF.

Davoodi, H. (2016, May 23). Introductory Lecture on Macroeconomic Management for Resource Rich Countries Training Program. Washington DC.

Elva Bova, P. M. (2016). Resource Revenue Volatility and Macroeconomic Stability in Resource Rich Countries: The Role of Fiscal Policy. Washington DC: IMF Working Paper.

Ernst & Young. (2015, Juni). Global Oil and Gas Tax Guide.IMF. (2012, August 15). Fiscal Regimes for Extractive Industries: Design and

Implementation. Dipetik June 6, 2016, dari http://www.imf.org/external/np/pp/eng/2012/081512.pdf

IMF. (2012, August 24). Macroeconomic Policy Frameworks for Resource Rich Developing Countries. Diambil kembali dari https://www.imf.org/external/np/pp/eng/2012/082412.pdf

Indonesia Review. (2015, April 23). Diambil kembali dari Menguji Rumusan Petroleum Fund: http://indonesianreview.com/ds-muftie/menguji-rumusan-petroleum-fund

Land, B. (2009). Capturing a Fair Share of Fiscal Benefits in the Extractive Industry. Transnational Corporations Vol. 18 No.1, 157-173.

Land, B. C. (2008). Resource Rent Taxation Theory and Experience. Taxing Natural Resource, New Challenges, New Perspective. International Monetary Fund.

Page 25: PENGELOLAAN INDUSTRI EKSTRAKTIF DI INDONESIA : … · Jumlah negara yang perekonomiannya ditopang oleh komoditas ... terdahulu serta perkembangan praktik pengelolaan SDA yang dilakukan

283MENGGALI POTENSI PENERIMAAN NEGARA DI TENGAH LESUNYA EKONOMI GLOBAL

Likosky, M. (2009). Contracting and Regulatory Issues in the Oil and Gas Metallic Minerals Industries. Transnational Corporations Vol.18 No.1, 1-39.

Maconachie, G. H. (2008). Good Governance and the Extractive Industries in Sub Saharan Africa. Mineral Processing and Extractive Metallurgy Review, 52-100.

McKinsey Global Institute. (2013). Reverse the Curse: Maximizing the Potential of Resource-Driven Economies. McKinsey & Company.

McNeish, J.-A. (2010). Rethinking Resource Conflict. Washington DC: World Bank.

Mullins, P. (2015, Agustus 11). Fiscal Regimes for Extractive Industries_Design and Implementation. Conference on Natural Resource Taxation on the Asia Pacific Region. Jakarta.

Munandar, Y. (2015, September 25). Menciptakan Penerimaan Minyak dan Gas Bumi Indonesia yang Berkelanjutan Melalui Sovereign Wealth Fund. Diambil kembali dari http://www.kemenkeu.go.id/en/node/47167

Otto, J. M. (2001). Fiscal Decentralization and Mining Taxation. World Bank .Ploeg, F. V. (2011). Natural Resource: Curse or Blessing? Journal of Economic

Literature, 366-420.Pudyantoro, A. R. (2012). A to Z Bisnis Hulu Migas. Jakarta: Petromindo.Revenue Watch Institute. (2010). 2010 Revenue Watch Index. Transparency:

Governments and the Oil, Gas and Mining Industries. The Revenue Watch Institute.

Revenue Watch Institute. (2016, Maret). Macroeconomic Management and Natural Resource Management. Short Course of IMF Institute for Capacity Development.

Sitanggang, Y. A. (2014). Upaya Churcill Mining Plc dalam Penyelesaian Sengketa dengan Pemerintah Kutai Timur Terkait Pencabutan Izin PT Ridlatama. eJournal Ilmu Hubungan Internasional Universitas Mulawarman, 935-948.