pengembangan infrastruktur propinsi maritim (ternate) pak wamen
TRANSCRIPT
“PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PEKERJAAN UMUM DI PROPINSI MARITIM”
Disampaikan Wakil Menteri Pekerjaan Umum
Pada Forum Komunikasi Mahasiswa Teknik Sipil Indonesia Wilayah XIV
Di Universitas Khairun Ternate, 3 November 2010
Yang Terhormat Rektor Universitas Khairun, Senat, Segenap Civitas Akademika Teknik Sipil Indonesia Wilayah XIV dan Hadirin Sekalian.
Assalaamu'alaikum Warrahmatullaahi Wabarakaatuh, Salam Sejahtera bagi kita semua.
Seraya memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha
Kuasa, saya menyambut gembira menyampaikan kuliah umum
“pembangunan infrastruktur di propinsi maritim” yang wilayahnya
dominan kepulauan”.
Propinsi maritim secara sederhana dapat diartikan sebagai propinsi
yang memiliki gugusan pulau-pulau kecil yang menyebar dan
wilayah laut lebih luas daripada daratannya seperti di Propinsi
Maluku Utara. Sesuai dengan pengertian tersebut propinsi maritim
di Kawasan Timur Indonesia antara lain Maluku, Maluku Utara,
Nusa Tenggara Timur, dan Nusa Tenggara Barat, serta di Kawasan
1
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUMREPUBLIK INDONESIA
Barat Indonesia yaitu Kepulauan Bangka Belitung dan Kepulauan
Riau. Namun dikaitkan pertimbangan komposisi wilayah yang
dicirikan atas keberadaan gugusan pulau-pulau kecil dapat pula
dikategorikan sebagai propinsi maritim antara lain Sulut, Gorontalo,
Sulsel, Sulteng, dan Sultra.
Hadirin Yang terhormat,
Infrastruktur Pekerjaan Umum yang merupakan bangunan fisik
untuk kepentingan umum, kesejahteraan dan keselamatan umum
sebagai prasyarat agar berbagai aktivitas sosial ekonomi
masyarakat dapat berlangsung secara berkelanjutan memiliki
keterkaitan yang sangat kuat dengan pertumbuhan ekonomi suatu
wilayah maupun terhadap kondisi sosial budaya kehidupan
masyarakat. Hal tersebut dapat ditunjukkan dengan indikasi bahwa
wilayah yang memiliki kelengkapan sistem infrastruktur yang
berfungsi lebih baik dibandingkan dengan wilayah lainnya,
mempunyai pertumbuhan ekonomi dan tingkat kesejahteraan
sosial serta kehidupan budaya yang lebih baik pula. Ketersediaan
infrastruktur yang memfasilitasi interaksi sosial ekonomi wilayah
dan daerah yang memberi rasa aman masyarakat dengan
pencapaian ketahanan pangan, mengentaskan kemiskinan
maupun meningkatkan kesehatan lingkungan, menumbuhkan
rasa kesatuan dan persatuan bangsa.
Pembangunan merupakan proses perubahan terus menerus dari
kondisi kurang baik menjadi lebih baik, sehingga terjadi
keseimbangan lingkungan baru. Dengan demikian pembangunan
infrastruktur pekerjaan umum perlu selalu dikaitkan dengan daya
dukung lingkungan baru tersebut, agar lingkungan sebagai ruang
hidup manusia tidak terdegradasi sebagai akibat daya dukung
2
lingkungan yang terlampaui sehinga menyebabkan bencana antara
lain banjir, longsor, penurunan kualitas air dan udara, maupun
pengurangan sumberdaya air. Oleh karena itu pembangunan
infrastruktur pekerjaan umum di wilayah maritim perlu
mengintegrasikan aspek sosial, ekonomi dan lingkungan hidup
sebagai pilar pembangunan berkelanjutan.
Agar infrastruktur dapat berfungsi efisien dan efektif diperlukan
pendekatan pembangunan yang bersifat kewilayahan. Dengan
pendekatan ini pengembangan infrastruktur di propinsi maritim
perlu diintegrasikan secara spasial antara sistem infrastruktur
nasional, sub-sistem regional, dan dalam konteks keterkaitan
perkotaan dan perdesaan di setiap sektor, diantaranya transportasi
dan komunikasi, konstruksi dan infrastruktur kebutuhan dasar
seperti listrik, gas, dan air bersih. Sektor publik berperan dalam
menetapkan kebijakan dan program, sektor swasta dalam bentuk
partisipasinya dalam penyelenggaraan industri dan jasa pelayanan
infrastruktur, serta masyarakat sendiri dalam partisipasinya pada
setiap proses pembangunan. Dengan demikian, pengembangan
infrastruktur di propinsi maritim diharapkan akan dapat mendorong
percepatan peningkatan pertumbuhan ekonomi secara
berkelanjutan dengan sekaligus mewujudkan kesejahteraan sosial
dan kenyamanan lingkungan.
Dalam pengembangan sistem infrastruktur nasional, dengan
kondisi geografi Indonesia sebagai negara kepulauan yang dihuni
238 juta (sensus 2010) penduduk dan tersebar tidak merata,
kebutuhan artikulasi masyarakatnya perlu diakomodasi dalam
sistem infrastruktur yang tepat bagi masing-masing tingkat
perkembangan maupun potensi yang dimiliki. Di samping itu,
3
kondisi geografi Indonesia yang merupakan negara kepulauan
terdiri dari 5 pulau besar, dan ribuan pulau kecil, serta memiliki
ketersediaan sumberdaya alam yang tidak merata pula,
memerlukan pendekatan pembangunan infrastruktur yang berbasis
kondisi tingkat perkembangan di setiap wilayah. Pada skala
nasional, pendekatan tersebut membagi wilayah nasional ke dalam
3 kategori, yaitu pengembangan infrastruktur di kawasan telah
berkembang, kawasan berkembang, dan kawasan pengembangan
baru.
Kawasan Telah Berkembang meliputi Pulau Jawa dan Pulau
Sumatera yang relatif telah jauh berkembang kegiatan ekonominya
dengan dukungan ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia) Barat
(Selat Sunda – Laut Natuna) dan bahkan dapat dipandang sebagai
satu kesatuan wilayah ekonomi. Sebagai ilustrasi, kesatuan antara
Pulau Jawa dan Pulau Sumatera ini memerlukan sistem transportasi
terpadu untuk mendukung pesatnya perluasan kawasan industri
terutama di Sumatera Bagian Selatan maupun pengembangan
infrastruktur di wilayah maritim Kepulauan Riau dan Bangka
Belitung untuk menarik potensi ekonomi yang ada dengan sumber
dana pembangunan infrastruktur sebagian diharapkan dari swasta,
karena telah menarik sebagai bidang investasi.
Infrastruktur di Kawasan Mulai Berkembang, meliputi Pulau
Kalimantan dan Pulau Sulawesi, dengan didukung ALKI Tengah
(Selat Lombok - Selat Makasar). Pertumbuhan ekonomi dicirikan
oleh kegiatan-kegiatan baru yang mulai berkembang. Sebagai
ilustrasi, sistem infrastruktur transportasi seperti di wilayah
maritim perlu terus dikembangkan antara lain melalui jalan lintas
Sulawesi beserta outlet-outlet pelabuhan Samudera dan Nusantara,
4
terutama pelabuhan Makassar dengan pendanaan infrastruktur
dari swasta mulai dapat dikembangkan.
Infrastruktur di Kawasan Pengembangan Baru, yang meliputi
kepulauan Maluku, Papua, dan seluruh Nusa Tenggara Timur,
dengan didukung oleh ALKI Timur (Laut Arafuru – Laut Banda – Laut
Maluku). Sebagai ilustrasi, pemanfaatan sumber daya alam
terutama lahan pertanian dan potensi kelautan memerlukan
pengembangan sistem transportasi terpadu (laut, darat, dan udara)
dengan pendanaan infrastruktur mengandalkan terutama
kemampuan Pemerintah Pusat maupun Daerah.
Hadirin Yang terhormat,
Pembangunan infrastruktur di propinsi yang dominan kepulauan
menghadapi berbagai tantangan seiring semakin efektifnya
globalisasi dan dengan semakin terbukanya perdagangan barang
dan jasa dan semakin efektifnya otonomi daerah. Terkait dengan
pengembangan infrastruktur fisik, dihadapi tantangan terutama
disparitas pembangunan antar wilayah dan belum memadainya
infrastruktur fisik yang ada dalam memenuhi kebutuhan
menggerakkan potensi wilayah. Dijumpai pula keterbatasan
infrastruktur permukiman baik di perkotaan dan perdesaan serta
kondisi perumahan yang belum memadai.
Selain itu sebagai akibat pemanasan global, wilayah maritim
mengalami dampak yang serius yaitu, kenaikan muka air laut (sea
level rise). Secara umum kenaikan muka air laut akan
mengakibatkan dampak sebagai berikut: (a) meningkatnya
frekuensi dan intensitas banjir dikarenakan “backwash effect “
akibat efek pembendungan dari kenaikan muka air laut, (b)
perubahan arus laut dan meluasnya kerusakan mangrove, (c)
5
meluasnya intrusi air laut, (d) ancaman terhadap kegiatan sosial-
ekonomi masyarakat pesisir, dan (e) berkurangnya luas daratan
atau hilangnya pulau-pulau kecil.
Namun, propinsi maritim memiliki potensi sebagai prime mover
pengembangan wilayah nasional pada kawasannya masing masing
laut yang besar antara lain berbagai jenis ikan, termasuk ikan hias,
terumbu karang, mutiara, rumput laut, maupun pertambangan.
Dengan berbagai keunggulan komparatif dan kompetitif yang
dimiliki, propinsi maritim mempunyai potensi besar. Untuk
mengoptimalkan nilai manfaat sumberdaya bagi pengembangan
wilayah pada propinsi tersebut secara berkelanjutan, diperlukan
infrastruktur Pekerjaan Umum untuk mendukung pengelolaan
wilayah maritim yang bukan hanya berbasis darat namun lebih
fokus pada basis kelautan.
Adapun arah pengembangan infrastruktur mendukung
pembangunan propinsi maritim pada pokoknya sebagai berikut:
Kesatu, Pada tahun 2007 telah diundangkan UU/26/2007 tentang Penataan ruang dan PP 26/2008 tentang Pelaksanaan Penataaan Ruang. Dalam rangka mendukung pembangunan propinsi maritim yang berkelanjutan, diperlukan penataan ruang sebagai acuan spasial yang memanfaatkan semua potensi yang ada terutama potensi kelautan. Untuk itu Rencana Tata Ruang Propinsi Maritim perlu dimutakhirkan sebagai landasan integrasi rencana dan sinkronisasi program lintas sektor maupun lintas kawasan yang berbasis kelautan. Penataan ruang propinsi maritim tersebut merupakan komitmen bersama antara pemerintah daerah yang legal untuk diacu. Dalam waktu dekat ini yang mendesak untuk segera dilakukan adalah menyelesaikan RTRW provinsi, kabupaten/kota berbasis UU Penataan Ruang No.26/2007 yang untuk selanjutnya ditetapkan menjadi peraturan daerah. Dari 33 provinsi, 398 kabupaten dan 93 kota, RTRW yang telah di-Perda-
6
kan 6 Provinsi, 9 kabupaten dan 3 kota. Penyelesaian dan penetapan RTRW provinsi/kabupaten/kota tersebut sangat mendesak untuk segera dapat diselesaikan. RTRW tersebut perlu perhatian garis sepadan laut untuk mitigasi bencana. Peristiwa bencana telah mengakibatkan hilangnya ribuan korban jiwa, sehingga melumpuhkan basis ekonomi lokal serta mendegradasi kualitas lingkungan hidup seperti yang baru terjadi di Wasior-Papua, dan sebelumnya di NAD, Yogjakarta dan beberapa tempat lainnya. Meluasnya intrusi air laut selain diakibatkan oleh terjadinya kenaikan muka air laut juga dipicu oleh terjadinya land subsidence akibat penghisapan air tanah secara berlebihan. Sebagai contoh, diperkirakan pada periode antara 2050 hingga 2070, maka intrusi air laut akan mencakup 50% dari luas wilayah Jakarta Utara. Luas hutan mangrove di Indonesia terus mengalami penurunan dari 5.209.543 ha (1982) menurun menjadi 3.235.700 ha (1987) dan menurun lagi hingga 2.496.185 ha (1993). Dalam kurun waktu 10 tahun (1982-1993), telah terjadi penurunan hutan mangrove 50% dari total luasan semula. Apabila keberadaan mangrove tidak dapat dipertahankan lagi, maka : abrasi pantai akan kerap terjadi karena tidak adanya penahan gelombang, pencemaran dari sungai ke laut akan meningkat karena tidak adanya filter polutan, dan zona budidaya aquaculture pun akan terancam dengan sendirinya.
Kedua, sistem kota yang terstruktur akan memberikan dukungan
kepada efisiensi perkembangan wilayah dan menurunkan biaya
produksi dan distribusi produk-produk daerah serta memperkecil
perbedaan harga produk di tempat produksi terhadap konsumen
akhir. Untuk itu perlu dikembangkan sistem kota terutama kota-
kota pantai sebagai pusat pelayanan jasa distribusi khususnya
industri kemaritiman. Agar sistem kota dapat berfungsi optimal
maka perlu dukungan sistem transportasi multi moda primer
(wilayah) yang menghubungkan pusat-pusat kegiatan ekonomi
dengan outlet dan daerah pemasaran yang sesuai dengan
hirarkinya dan transportasi multi moda sekunder di perkotaan dan
7
perdesaan serta infrastruktur permukiman dan perumahan.
Dengan demikian, pengembangan jaringan jalan dapat terpadu
dengan pengembangan outlet-outlet seperti di kawasan
pengembangan baru untuk pelabuhan laut utama Ambon (Maluku),
Ternate (Maluku Utara), maupun Pelabuhan Utama Tenau dan Ende
(NTT).
Ketiga, dalam rangka meningkatkan industri jasa di propinsi
maritim antara lain perlu dikembangkan potensi-potensi kawasan
obyek wisata, taman laut dan ecotourism secara optimal. Untuk itu
diperlukan dukungan infrastruktur air bersih, jalan, telekomunikasi
dan fasilitas umum yang memadai di daerah-daerah wisata
tersebut. Disamping itu, perlu disediakan akses yang tinggi
terhadap kawasan-kawasan wisata tersebut melalui terutama
jaringan jalan, angkutan laut maupun angkutan udara dari
pelabuhan, bandara, terminal dan kota-kota terdekat menuju
kawasan-kawasan pariwisata tersebut.
Keempat, untuk meningkatkan keunggulan kompetitif, maka
pengembangan potensi wilayah perlu juga terfokus pada sektor-
sektor unggulan antara lain perikanan dan pertambangan. Proses
nilai tambah perlu terus ditingkatkan dengan mengembangkan
industri maupun jasa berbagai produk unggulan tersebut. Untuk
pengembangan berbagai sektor unggulan tersebut diperlukan
infrastruktur di kawasan produksi maupun pada agropolitan yang
berbasis kelautan, seperti: air baku, jalan, terminal, tempat
pelelangan ikan (TPI), pasar, serta jaringan irigasi termasuk irigasi
pantai. Dengan demikian konsumen akhir diharapkan dapat
memperoleh reliabilitas dan kualitas produk yang tinggi serta
harga yang bersaing. Selain itu, dalam rangka pengembangan
kawasan dengan potensi ekonomi maritim, prioritas pembangunan
8
pada kawasan andalan laut antara lain pada Kawasan Laut Sawu
dan Kawasan Laut Sumba. Tingkat kerusakan biofisik lingkungan
wilayah pesisir sangat mengkhawatirkan. Adapun faktor-faktor
yang turut mempengaruhi kerusakan biofisik wilayah maritim
adalah:
1) Overeksploitasi sumberdaya hayati laut akibat penangkapan ikan yang melampaui potensi (overfishing), pencemaran dan degradasi fisik hutan mangrove dan terumbu karang sebagai sumber makanan biota laut tropis
2) Pencemaran akibat kegiatan industri, rumah tangga dan pertanian di darat (land-based pollution sources) maupun akibat kegiatan dilaut (marine-based pollution sources) termasuk perhubungan laut dan kapal pengangkut minyak dan kegiatan pertambangan dan energi lepas pantai.
3) Bencana alam seperti tsunami, banjir, erosi, dan badai
4) Konflik pemanfaatan ruang seperti antara pertanian dan kegiatan di daerah hulu lainnya, aquakultur, perikanan laut, permukiman. Konflik pemanfaatan ruang disebabkan terutama karena tidak adanya aturan yang jelas tentang penataan ruang dan alokasi sumberdaya yang terdapat di kawasan pesisir dan lautan.
5) Walaupun telah menjadi common interests, proses pelibatan masyarakat sebagai subyek utama dalam pengelolaan wilayah pesisir masih belum menemukan bentuk terbaiknya. Persepsi yang berbeda mengenai hak dan kewajiban dari masyarakat seringkali menghadirkan konflik antar kepentingan yang sulit dicarikan solusinya, meningkatkan transaction cost, dan cenderung merugikan kepentingan publik. Hal lainnya adalah menyangkut tatacara penyampaian aspirasi agar berbagai kepentingan seluruh stakeholders dapat terakomodasi secara adil, efektif, dan seimbang. Pelibatan masyarakat perlu dikembangkan berdasarkan konsensus yang disepakati bersama serta dilakukan dengan memperhatikan karakteristik sosial-budaya setempat (local unique).
9
Kelima, dalam rangka pengembangan kawasan strategis maka
pengembangan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu
(KAPET) seperti Bima, Bitung, dan Pare-pare, perlu dipercepat
sebagai unit pengembang ekonomi yang dijalankan secara
profesional, berorientasi bisnis dengan berbagai promosi investasi
dan disediakan berbagai kemudahan seperti perpajakan untuk
memacu minat investasi. Demikian pula rencana pengembangan
KEK (Kawasan Ekonomi Khusus).
Keenam, dalam rangka memanfaatkan peluang posisi geografis
Propinsi Maritim di KTI yang diapit oleh ALKI Tengah dan ALKI
Timur, perlu dimanfaatkan berbagai Kerjasama Ekonomi Sub
Regional (KESR), seperti Brunei, Indonesia, Malaysia, Philipine –
East Asean Growth Area (BIMP-EAGA) maupun Australia – Indonesia
Development Area (AIDA). Untuk wilayah Bangka Belitung dan
Kepulauan Riau perlu memanfaatkan keberadaan ALKI barat,
pengembangan kawasan perbatasan dengan ASEAN, maupun jalan
lintas Timur Sumatera dan dengan peningkatan kerjasama
ekonomi sub regional (KESR). Dengan demikian, orientasi
percepatan pembangunan ekonomi agar tidak hanya inward
looking namun semakin meningkatkan orientasi kepada outward
looking seiring semakin efektifnya globalisasi seperti AFTA.
Ketujuh, dalam percepatan pengembangan ekonomi wilayah
maritim diperlukan investasi infrastruktur dengan jumlah yang
siginifikan. Untuk itu diperlukan adanya mobilisasi pendanaan
bersama yang integratif dari Pusat, Propinsi dan Kabupaten/Kota.
Disamping itu perlu dicari alternatif sumber dana seperti
penerbitan surat-surat berharga pemerintah, penerapan prinsip
users pay principle pada sektor-sektor yang memungkinkan, dan
10
pembentukan dana khusus infrastruktur (Bank Infrastruktur).
Mengingat pentingnya infrastruktur dalam percepatan
pembangunan ekonomi, kiranya sektor riil ini perlu mendapat porsi
pendanaan signifikan terhadap anggaran pembangunan secara
keseluruhan. Keterbatasan kemampuan finansial pemerintah
dalam pembiayaan infrastruktur perlu didukung dengan berbagai
upaya mobilisasi dana swasta dan masyarakat melalui kemitraan
antara pemerintah dengan swasta maupun antara pemerintah
dengan masyarakat.
Kedelapan, dalam konteks menjawab tantangan pengentasan
kemiskinan yang masih cukup banyak dijumpai di wilayah maritim
khususnya di pulau-pulau kecil dan terpencil, diperlukan dukungan
peningkatan akses infrastruktur lingkungan yaitu jalan dan air
bersih serta melalui pemberdayaan ekonomi dan masyarakat
(TRIDAYA).
Hadirin yang terhormat,
Sebelum mengakhiri sambutan ini, dalam era yang menuntut
peningkatan daya saing bangsa ini, kita harus mampu
menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, baik menguasai
dalam arti memanfaatkan secara efektif dan efisien maupun
menguasai dalam arti mengembangkan dan merumuskan iptek –
iptek baru sebagai karya bangsa kita, serta menerapkan etika
agar apa yang dihasilkan benar-benar dapat meningkatkan
martabat bangsa.
Kebutuhan teknologi dimasa yang akan datang selalu muncul
karena masyarakat akan selalu menuntut lebih efisiensi. Efisiensi
yang sudah ada pada saat ini masih akan dipandang kurang pada
masa yang akan datang, apalagi menghadapi tatanan globalisasi
yang semakin efektif dewasa ini. Dengan demikian, teknologi dan
11
aplikasinya yang akan meningktatkan efisiensi, akan selalu
dituntut, dan itu jelas akan semakin lebih canggih dari teknologi
yang sudah ada. Ini kemudian akan menjadi tantangan dan
harapan bagi wisudawan-wisudawan hari ini.
Menyikapi tantangan dan tuntutan akan kehadiran tenaga ahli di
masa yang akan datang, sangat diharapkan bahwa Lembaga
Pendidikan seperti Universitas Khairun, dapat menghasilkan
tenaga-tenaga ahli yang dibutuhkan dalam proses pembangunan
seperti diuraikan dimuka. Setelah lulus dari proses pendidikan,
diharapkan masih terus belajar menggeluti aplikasi bidang ke
ilmuannya sedemikian sehingga dalam waktu tidak terlalu lama
akan terbentuk tenaga ahli yang akan menjadi pelaksana
kelanjutan pembangunan di Negara ini.
Inilah peluang bagi tenaga ahli teknik sipil yang pada saat ini
sedang berbahagia setelah melewatkan perjuangannya untuk
dapat memenuhi kriteria kelulusan sebagai sarjana. Untuk itu
peran perguruan tinggi sangat penting dalam melakukan penelitian
dan terlibat dalam industri yang sifatnya memberi percontohan
dan inovatif guna mendorong peningkatan kandungan teknologi
berbagai produk infrastruktur. Upaya ini sebagai respon semakin
efektifnya globalisasi dengan iklim laissez-faire (pasar bebas)
yang semakin mengontrol kita agar dapat menghasilkan produk
yang kinerjanya berdasarkan kualitas produk, kemurahan harga,
ketepatan waktu distribusi dan berbagai parameter ekonomi lain
dengan ciri daya saing. Penelitian menunjukan keterkaitan kuat
antara teknologi dan pertumbuhan ekonomi Sesuai paradikma
tekno-ekonomi bahwa teknologi merupakan penggerak
pertumbuhan ekonomi.
Pembangunan di Indonesia kiranya akan semakin ditingkatkan
dalam upaya mewujudkan kesejahteraan seluruh masyarakat
Indonesia, dan untuk itu dibutuhkan teknologi yang mendukung
pembangunan agar pembangunan dapat terwujud dengan baik
12
oleh ahli-ahli Indonesia yang menjadi pelaksana pembangunan di
Negaranya sendiri.
Untuk itu dibutuhkan tenaga-tenaga ahli yang masih segar dan
bersemangat yang diharapkan agar meneruskan pelaksanaan
pembangunan di Indonesia. Kami percaya bahwa dengan adanya
forum komunikasi mahasiswa teknik Sipil perannya akan semakin
meningkat dalam pengembangan Iptek dan sebagai penyedia
tenaga-tenaga ahli yang berkualitas tersebut diantaranya para
wisudawan yang baru dilantik ini. Kami mengucapkan selamat
atas kesuksesannya.
Sekian dan Terima Kasih,
Mengakhiri ceramah ini, perlu ditekankan bahwa untuk
mempercepat pembangunan wilayah maritim, diperlukan
pendekatan pembangunan berbasis kelautan. Untuk itu, saya
menaruh harapan kiranya pertemuan ini akan terus ditindaklanjuti
sehingga dapat dituangkan rencana pengembangannya untuk
diimplementasi secara menerus. Dengan demikian, kontribusi
wilayah maritim pada pembangunan nasional semakin meningkat.
Sekian dan Terima Kasih.
Wassalaamu’alaikum Warrahmatullahi
Wabarakaatuh
Wakil Menteri Pekerjaan Umum
Dr. A. Hermanto Dardak
13