pengembangan kapasitas pemerintah desarepo.apmd.ac.id/626/1/repo tesis wahyu.pdf · 2019. 2....
TRANSCRIPT
i
PENGEMBANGAN KAPASITAS PEMERINTAH DESA
(Studi Kasus di Desa Wirokerten Kecamatan Banguntapan Kabupaten Bantul DIY)
TESIS
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat
Magister padaProgram Studi Ilmu Pemerintahan
Konsentrasi Pemerintahan Desa
diajukan oleh:
WAHYU
16610038
PROGRAM MAGISTER
SEKOLAH TINGGI PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA “APMD”
YOGYAKARTA
2018
i
PENGEMBANGAN KAPASITAS PEMERINTAH DESA
(Studi Kasus di Desa Wirokerten Kecamatan Banguntapan Kabupaten Bantul DIY)
TESIS
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat
Magister padaProgram Studi Ilmu Pemerintahan
Konsentrasi Pemerintahan Desa
diajukan oleh:
WAHYU
16610038
PROGRAM MAGISTER
SEKOLAH TINGGI PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA “APMD”
YOGYAKARTA
2018
i
PENGEMBANGAN KAPASITAS PEMERINTAH DESA
(Studi Kasus di Desa Wirokerten Kecamatan Banguntapan Kabupaten Bantul DIY)
TESIS
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat
Magister padaProgram Studi Ilmu Pemerintahan
Konsentrasi Pemerintahan Desa
diajukan oleh:
WAHYU
16610038
PROGRAM MAGISTER
SEKOLAH TINGGI PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA “APMD”
YOGYAKARTA
2018
ii
HALAMAN PENGESAHAN
TESIS
PENGEMBANGAN KAPASITAS PEMERINTAH DESA
(Studi Kasus di Desa Wirokerten Kecamatan Banguntapan Kabupaten Bantul DIY)
Disusun oleh:
WAHYU16610038
Disahkan Oleh Tim PengujiPada Tanggal6 Juli 2018
Susunan Tim Penguji
Pembimbing (Ketua Tim Penguji) .............................................Dr. E.W. Tri Nugroho
Penguji I .............................................Drs. Suharyanto, MM.
Penguji II .............................................Gregorius Sahdan, S.IP, M.A
Yogyakarta, 6 Juli 2018
MengetahuiDirektur Program MagisterProgram Studi Ilmu Pemerintahan
Dr. R. Widodo Triputro
iii
PERNYATAAN
Yang Bertandatangan di bawah ini, saya :
Nama : Wahyu, S.Kom
Nomor Mahasiswa : 16610038
Bersama ini saya menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa tesis yang berjudul
“Pengembangan Kapasitas Pemerintah Desa(Studi Kasus di Desa Wirokerten Kecamatan
Banguntapan Kabupaten Bantul DIY)” adalah karya saya sendiri. Hal-hal yang bukan
karya saya sendiri dalam tesis ini telah disebutkan dalam teks dan telah tercantum di
daftar pustaka.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya, tanpa adanya tekanan atau
paksaan dari pihak manapun. Apabila dikemudian hari terbukti tidak benar, maka saya
bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya
peroleh dari tesis tersebut.
Yogyakarta, 21Mei 2018
Yang membuat pernyataan
WAHYU
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis Panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat
dan kasih karunia-Nya sehingga tesis ini dapat terselesaikan.
Adapun judul tesis penelitian ini adalah "Pengembangan Kapasitas Pemerintah
Desa(Studi Kasus di Desa Wirokerten Kecamatan Banguntapan Kabupaten Bantul DIY)". Di
dalam menyelesaikan Tesis ini, penulis banyak memperoleh bantuan baik berupa
pengajaran, bimbingan dan arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu Penulis
menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada yang
terhormat para pembimbing: bapak Dr. E.W. Tri Nugroho dan bapak Drs. Suharyanto
MM. Dimana di tengah-tengah kesibukannya masih tetap meluangkan waktunya untuk
memberikan bimbingan, petunjuk, dan mendorong semangat penulis untuk
menyelesaikan penulisan tesis ini.
Perkenankanlah juga, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua
pihak yang terlibat dalam penyelesaian studi ini, kepada:
1. Direktur Program Magister Ilmu Pemerintahan Dr. R. Widodo Triputro, atas
kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan
menyelesaikan pendidikan di Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa
“APMD” Yogyakarta.
2. Dosen Pembimbing(Ketua Tim Penguji) bapak Dr. E.W. Tri Nugroho, dosen
Penguji I bapak Drs. Suharyanto MM dan dosen Penguji II bapak Gregorius
Sahdan, S.IP, M.A yang telah banyak memberikan masukan demi
memperbaiki kesalahan pada penulisan tesis.
3. Dosen Program Magister Ilmu Pemerintahan, yang telah menjadi pengajardi
Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa “APMD” Yogyakarta.
v
4. StafProgram Magister Ilmu Pemerintahan yang telah memberikan fasilitas
dan pelayanan yang baik selama penulis menempuh pendidikan di Sekolah
Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa “APMD” Yogyakarta.
5. Badan Kesatuan Bangsa dan Politik DIY, Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah Kabupaten Bantul dan Pemerintah Desa Wirokerten Kecamatan
Banguntapan Kabupaten Bantul DIY terima kasih banyak atas segala
bantuannya sehingga peneliti bisa menyelesaikan penulisan tesis.
6. Rekan-rekan organisasi saya dan teman-teman angkatan 17, atas masukkan
serta memberikan doa dan semangat kepada penulis dalam penulisan Tesis
ini.
7. Teman-teman kos Gading 14 terima kasih banyak karena telah membantu
memfasilitasi penulis sehingga bisa menyelesaikan tesis ini.
Akhirnya penulis berharap semoga Tesis ini dapat bermanfaat dan permintaan
maaf yang tulus jika seandainya dalam penulisan ini terdapat kekurangan dan
kekeliruan, penulis juga menerima kritik dan saran yang bersifat membangun demi
menyempurnakan penulisan tesis ini.
Yogyakarta, 21 Mei 2018
Penulis,
WAHYU
vi
MOTTO
“Barang Siapa yang mempelajari ilmu pengetahuan yang seharusnya ditunjukan
untuk mencari ridho Allah bahkan hanya untuk mendapatkan kedudukan/kekayaan
duniawi maka ia tidak akan mendapatkan baunya surga nanti pada hari kiamat”
(Riwayat Abu Hurairah radhiallahu anhu)
“Sesungguhnya Allah tidak akan merubah suatu kaum sehingga mereka merubah
keadaan yang ada pada diri mereka sendiri” (QS. Ar Ra’d : 11).
“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah
diusahakannya” (An Najm : 39).
“Jika ada seseorang yang tulus mendoakan dan mengaminkan segala yang ia pinta
tentang usaha mu, maka kerjakanlah semaksimal mungkin dan berusahalah sebaik
mungkin serta berdoalah agar pekerjaan yang engkau lakukan cepat selesai
sehingga yang mendoakan dan mengaminkan mu setiap hari tak menunggu lama
atas kedatanganmu”(W. Numad).
vii
PERSEMBAHAN
Untuk kedua Orang Tua tercinta ayahanda H. Nudin Mad dan Ibunda Narti S.
Yambata yang telah mendidik dengan penuh rasa kasih sayang dan senantiasa memberi
semangat dan dorongan serta doa sehingga penulis dapat menempuh pendidikan dan
menyelesaikan penulisan tesis.
Kepada kakak Harmo, adik Susi dan adik Sriwahyuni Pakayaserta keluarga yang
Penulis sayangi, terimakasih atas Support nya yang selalu memberikan doa dan
semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis.
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................................ii
HALAMAN PERNYATAAN......................................................................................iii
KATA PENGANTAR..................................................................................................iv
HALAMAN MOTTO ..................................................................................................vi
HALAMAN PERSEMBAHAN...................................................................................vii
DAFTAR ISI ................................................................................................................viii
DAFTAR GAMBAR....................................................................................................x
DAFTAR TABEL ........................................................................................................xi
INTISARI .....................................................................................................................xii
ABSTRACT .................................................................................................................xiii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah......................................................................................1B. Fokus Penelitian ..................................................................................................8C. Rumusan Masalah ...............................................................................................8D. Tujuan Penelitian ................................................................................................8E. Kerangka Konseptual ..........................................................................................9
1. Pengembangan Kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) .............................9a. Tujuan Pengembangan Kapasitas ..............................................................17b. Karakteristik Pengembangan Kapasitas ....................................................18c. Dimensi dan Tingkatan Pengembangan Kapasitas....................................20d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengembangan Kapasitas .................24
2. Pemerintah Desa.............................................................................................30F. Metode Penelitian................................................................................................52
1. Jenis Penelitian ...............................................................................................522. Obyek Penelitian ............................................................................................523. Lokasi Penelitian ............................................................................................534. Teknik Pemilihan Subyek Penelitian .............................................................535. Subyek Penelitian ...........................................................................................536. Teknik Pengumpulan Data .............................................................................557. Teknik Analisis Data ......................................................................................57
ix
BAB II GAMBARAN UMUM DESA WIROKERTEN DAN PRFOIL
PEMERINTAH DESA WIROKERTEN .....................................................................59
A. Gambaran Umum Desa Wirokerten....................................................................59
1. Sejarah Singkat Desa Wirokerten...................................................................592. Luas Wilayah Desa Wirokerten .....................................................................603. Jumlah Penduduk Desa Wirokerten ...............................................................604. Kependudukan Menurut Kelompok Umur Desa Wirokerten.........................615. Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Wirokerten ...........................................626. Jenis Pekerjaan Penduduk Desa Wirokerten ..................................................637. Jenis Pemeluk Agama Penduduk Desa Wirokerten .......................................65
B. Pemerintah Desa Wirokerten ..............................................................................661. Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa Wirokerten ................662. Badan Permusyawaratan Desa Wirokerten ....................................................683. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa Wirokerten.................................694. PKK Desa Wirokerten....................................................................................705. POSYANDU Desa Wirokerten ......................................................................726. Karang Taruna Desa Wirokerten....................................................................747. LINMAS Desa Wirokerten ............................................................................758. Ketua RT Desa Wirokerten ............................................................................76
BAB III ANALISIS DATA..........................................................................................79
A. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengembangan Kapasitas ..........................79
B. Peran Kepala Desa dalam Pengembangan Kapsitas Perangkat Desa .................81C. Aneka Pelatihan untuk Pengembangan Kapasitas Perangkat Desa ....................84D. Alokasi Anggaran untuk Pengembangan Kapasitas Tahun 2017 .......................97E. Kendala-Kendala dalam Pengembangan Kapasitas ............................................99BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN......................................................................110
A. Kesimpulan .........................................................................................................110B. Saran....................................................................................................................111
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................112
LAMPIRAN .................................................................................................................114
x
DAFTAR GAMBAR
1. Kewenangan Berdasarkan Asal Usul ....................................................................48
2. Kewenangan Lokal Berskala Desa........................................................................51
3. Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa Wirokerten .......................66
4. Susunan Keanggotaan TP-PKK Desa Wirokerten ................................................71
5. Susunan organisasi LINMAS Desa Wirokerten....................................................75
xi
DAFTAR TABEL
1. Identitas Informan .................................................................................................53
2. Batas Wilayah Desa Wirokerten ...........................................................................60
3. Jumlah Penduduk Desa Wirokerten ......................................................................60
4. Kelompok Umur Penduduk Desa Wirokerten.......................................................61
5. Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Wirokerten ..................................................62
6. Jenis Pekerjaan Penduduk Desa Wirokerten .........................................................64
7. Jumlah Pemeluk Agama Penduduk Desa Wirokerten...........................................65
8. Identitas Pemerintah Desa Wirokerten..................................................................67
9. Susunan Pengurus Kader Posyandu Desa Wirokerten ..........................................72
10. Daftar Nama Ketua RT Desa Wirokerten .............................................................76
11. Aneka Pelatihan Pengembangan Kapasitas...........................................................84
xii
INTISARI
Pengembangan kapasitas pemerintah desa kini menjadi hal yang sangat pentingdemi memberikan kontribusi signifikan bagi efektivitas pelaksanaan undang-undangdesa, untuk mewujudkan desa yang maju, mandiri dansejahtera. Termasuk kemampuandalam pelaksanaan tugas dan fungsi aparatur pemerintahan desa. Sepeti bidangpemerintahan desa, bidang pelaksanaan pembangunan desa, bidang kemasyarakatandesa dan bidang pemberdayaan masyarakat desa.
Rumusan masalah pada penitian ini adalah ingin mengetahui PengembanganKapasitas Pemerintah Desa Wirokerten Kecamatan Banguntapan Kabupaten BantulDaerah Istimewa Yogyakarta. Tujuan penelitian ini adalah Mendeskripsikan PeranLurah Desa dalam Pengembangan Kapasitas Perangkat Desa; Untuk Mengetahui AnekaPelatihan Untuk Peningkatan Kapasitas Perangkat Desa; Untuk Mengetahui AlokasiAnggaran Untuk Pengembangan Kapasitas Perangkat Desa Tahun 2017; Mengetahuikendala-kendala yang dihadapi dalam Pengembangan Kapasitas Pemerintah Desa.
Untuk menentukan subyek penelitiannya di pakai teknik purposiveyang dilakukandengan mengambil orang-orang yang terpilih dan terlibat langsung dalam obyekpenelitian. Dengan demikian diusahakan agar informan tersebut memiliki ciri-ciri yangesensial sehingga dapat dianggap cukup representatif.
Kesimpulan penelitian ini sebagai berikutPertama, Peran Kepala Desa: dalampengembangan Kapasitas Pemerintah Desa Wirokerten belum optimal, hal ini dapatdilihat pada aneka kegiatan yang dianggarkan dalam APBDES untuk pelatihan ataupengembangan kapasitas secara spesifik pada Perangkat Desa khususnya pada paraKepala Dusun/Dukuh tidak besar.Kedua, Aneka Pelatihan Perangkat Desa: Kurangnyapelatihan-pelatihan yang dianggarkan dalam APBDES untuk pengembangan kapasitassecara spesifik pada Perangkat Desa khususnya pada para KepalaDusun/Dukuh.Ketiga,Alokasi Anggaran untuk pengembangan kapasitas:Kurangnyaalokasi anggaran dimasukan dalam APBDES untuk pengembangan kapasitas padaPerangkat Desa khususnya pada para Kepala Dusun/Dukuh sehingga menghambatpengembangan kapasitas Pemerintah Desa. Keempat, Kendala-kendala pengembangankapasitas:kendala yang dihadapi Pemerintah Desa Wirokerten ialah karena faktorsumber daya manusia (SDM) masih rendah karena kurangnya kegiatan-kegiatan yangdianggarkan dalam APBDES sehingga pengembangan kapasitas secara spesifik untukperangkat desa masih kurang dan faktor aturan yang membuat perangkat desa merasakebingungan dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan yang direncanakan.
Kata kunci: Pengembangan Kapasitas, Pemerintahan Desa.
xiii
ABSTRACT
The capacity building of the village apparatus is now very important in order tomake a significant contribution to effectivity in implementing the village laws, to createan advanced, independent and prosperous village. Including the ability to carry out theduties and functions of the village apparatus. As in the field of village’s governmentmanagement, preparation of village development planning, financial management andvillage assets.
The formulation of the problem in this research is to find out the capacity buildingof village’s government in Wirokerten Village at Banguntapan District, Bantul Regency,Special Region of Yogyakarta. The purpose of this research is to know roles of head’sgovernment in Wirokerten village and the development of village apparatus capacity; toknow varieties of training in capacity building for village apparatus; to know thebudget allocation for village apparatus capacity development in 2017; knowing theobstacles faced in capacity building of village government.
To determine the subject of the research, a purposive technique was used by takingthe people who were selected and directly involved in the object of research. Thus, it isendeavored that the informant has essential characteristics so that it can be consideredquite representative.
The conclusions of this research are as follows: First, the Role of head’s Villagegovernment: in developing the capacity of the Wirokerten village government it is notoptimal, this can be seen in various activities budgeted in the APBDES for training orcapacity building specifically on village apparatus especially for the hamlet / hamletleaders not large. Second, various village apparatus training: Lack of training budgetedin the APBDES for specific capacity building on village apparatus, especially forHamlet / Hamlet Heads. Third, Budget allocation for capacity building: Lack of budgetallocation is included in the APBDES for capacity building on village apparatus,especially for the Hamlet / Hamlet Heads, which impedes the development of villagegovernment capacity. Fourth, capacity building constraints: the constraints faced by theWirokerten Village Government is that the human resources (HR) factor is still low dueto the lack of activities budgeted in the APBDES so that capacity building specificallyfor the village apparatus is still lacking and the rule factors that make village apparatusfelt confused in carrying out the planned activities.
Keywords: Capacity Building, Village Governance.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyelenggaraan pemerintahan desa tidak terpisahkan dari
penyelenggaraan otonomi daerah. Pemerintahan desa merupakan unit terdepan
dalam pelayanan kepada masyarakat serta tombak strategis untuk keberhasilan
semua program. Kerena itu, upaya untuk memperkuat desa merupakan sub
sistem dari sistem penyelenggaraan pemerintahan, sehingga desa memiliki
kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya.
Pemerintah Desa dalam melaksanakan tugas pembangunan dan
penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat harus benar-benar
memperhatikan hubungan kemitraan kerja dalam penyelenggaraan
pemerintahaannya. Kemitraan dalam penyelenggaraan pemerintahan berarti
bahwa dalam melaksanakan tugas pembangunan maupun pemberian pelayanan
kepada masyarakat, semua aparatur Pemerintah Desa, baik itu Kepala Desa,
Sekretaris Desa, kepala urusan dan kepala seksi harus benar-benar memahami
kapasitas yang menjadi kewenangan maupun tugasnya masing-masing.
Sehingga dalam melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan desa semua
aparatur pemerintah tersebut dapat bersinergi dan bermitra dengan baik, serta
tepat dalam meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan desa yang
profesional dan akuntabel.
Pemerintah Desa sebagai penyelenggara pemerintahan terdepan dalam
melaksanakan urusan kabupaten/kota yang diserahkan kepada desa diperlukan
2
adanya kapasitas Perangkat Desa yang memadai. Sedangkan penyelenggaraan
pemerintahan desa yang baik sulit untuk terwujud bilamana kapasitas aparatur
desa tidak memadai, tanpa kapasitas yang memadai mereka akan gagal dalam
menjalankan tugas dan fungsi desa. Namun demikian sampai saat ini secara
umum kapasitas Perangkat Desa masih terhitung sangat rendah.
Bidang Pemberdayaan Masyarakat Desa merupakan instansi yang bermitra
dengan Desa sebagai pedoman pemberi petunjuk teknis dalam pengelolaan
atau pelaporan. Lahirnya Undang-undang nomor 6 tahun 2014 tentang Desa
merupakan wujud nyata kehadiran negara dalam memperhatikan dan
memberikan kewenangan terhadap desa. Sebagaimana kita ketahui bahwa
setiap tahun anggaran dana desa semakin meningkat, ini merupakan suatu
kesempatan bagi Pemerintah Desa melaksanakan pembangunan yang
dilengkapi dengan pengelolaan yang terarah sesuai petunjuk teknis yang
berlaku. Undang-undang desa juga memberikan kewenangan yang lebih besar
kepada Desa untuk menyelenggarakan pemerintahan, melaksanakan
pembangunan, melakukan pembinaan kepada kemasyarakatan dan
pemberdayaan masyarakatnya. Posisi desa bergeser dari sekadar wilayah
administrasi di bawah kabupaten menjadi entitas yang berhak untuk mengatur
dan mengurus urusan pemerintahan sendiri berdasarkan prakarsa masyarakat
setempat melalui musyawarah.
Dalam Undang- undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa secara
eksplisit memberikan tugas kepada Pemerintah Desa yaitu penyelenggaraan
3
pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan
pemberdayaan masyarakat.
Selama kurang lebih empat tahun undang-undang desa diberlakukan,
jumlah problem yang terjadi di desa masih sangat besar sehingga menunjukan
bahwa peningkatan kapasitas pemerintahan desa masih menjadi suatu
kebutuhan. Terlebih lagi, pemerintah supradesa secara faktual hingga saat ini
belum memaksimalkan dalam melakukan asistensi dan pendampingan desa
secara efektif. Konsenkuensinya ialah membutuhkan kerja keras dan
sinergisitas berbagai elemen khususnya bidang pemberdayaan masyarakat desa
untuk memberi dukungan dalam pengembangan kapasitas pemerintahan desa
khususnya dalam mengelola kegiatan yang ada di desa.
Dilihat dari aspek-aspek atau bidang yang hendak dibangun di tingkat
pemerintahan terendah tersebut maka salah satu aspek yang terlebih dahulu
perlu dibangun adalalah kapasitas dari aparatur pemerintahan desa dalam
pelaksanaan tugas-tugas administrasi pemerintahan, perencanaan pembangunan
desa serta memperkuat partisipasi masyarakat dan kelembagaannya juga aspek-
aspek lainnya.
Demi terwujudnya pembangunan desa yang efektif dan efisien, tentunya
dibutuhkan perencanaan yang matang. Dengan memperhitungkan segenap
potensi yang dimiliki, tim kerja yang profesional dan pola pelaksanaan
pembangunan yang tepat. Dibutuhkan sumber daya manusia terutama
Perangkat Desa yang profesional. Dari segi pendidikan, pengetahuan dan
keterampilan sesuai tugas yang diemban.
4
Pengembangan kapasitas aparatur desa kini menjadi hal yang sangat
penting demi memberikan kontribusi signifikan bagi efektvitas pelaksanaan
undang-undang desa, untuk mewujudkan desa yang maju, mandiri
dansejahtera. Termasuk kemampuan dalam pelaksanaan tugas dan fungsi
aparatur pemerintahan desa. Sepeti bidang manajemen pemerintahan desa,
penyusunan perancanaan pembangunan desa, pengelolaan keuangan dan aset
desa.
Pemerintah Desa harus mempunyai peranan yang sangat penting terhadap
akselerasi (pelaksanaan implementasi) pada proses pembangunan. Dalam
penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan dan
pemberdayaan masyarakat, akan terlaksana dengan baik bila peran Pemerintah
Desa serta masyarakat dan partisipasinya juga baik. Oleh karena itu peneliti
berpikir kinerja pemerintah daerah dalam meningkatkan kapasitas Pemerintah
Desa sangat penting demi kelancaran pembangunan.
Pengembangan kapasitas dapat diperoleh melalui pelatihan dan pendidikan
yang pernah diikuti Kepala Desa dan aparatur desa. Adapun pelatihan dan
pengembangan kapasitas Pemerintah Desa yang menjadi tujuan utama
beberapa diantaranya yaitu pelatihan keuangan desa, diklat manajemen
pemerintahan desa, pelatihan aparatur desa, pelatihan bimtek kearsipan,
pengembangan ekonomi desa, pelatiahan tata cara perencanaan pembangunan,
pelatihan tata cara pengelolalaan dan pelatihan tata cara penyusunan
administrasi desa mulai dari RPJMDES, RKPDES, APBDES serta LPJ atau
dokumen akhir dan penyusunan regulasi di Desa.
5
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kapasitas aparatur desa dalam
melaksanakan tugasnya, salah satunya ialah tingkat pendidikan. Tingkat
pendidikan yang masih rendah akan mempengaruhi kapasitas dari aparat desa
dalam melaksanakan tugasnya terutama dibidang administrasi. Minimnya
pemahaman dan pengetahuan yang berkaitan dengan perencanaan
pembangunan secara baik dapat mengakibatkan perencanaan pembangunan
desa menjadi tidak optimal. Hal itu terjadi dikarenakan berbagai faktor salah
satunya dikarenakan faktor kemampuan sumber daya manusia aparatur desa.
Kapasitas yang masih rendah merupakan bagian permasalahan yang dijumpai
dilapangan.
Berdasarkan hasil observasi awal penelitian, peneliti melihat kurangnya
kinerja pemerintah daerah dalam merespon program/kegiatan dari Pemerintah
Desa sehingga pemahaman atau pengetahuan Pemerintah Desa tentang
wewenang masih terbatas bahkan tidak diketahui sama sekali. sehingga peran
Pemerintah Desa dalam menyelenggarakan pemerintahan terhitung belum
begitu baik. Dalam pelaksanaan pembangunan, dapat dilihat pula
keterlambatan dalam menyelesaikan program pembangunan. Kita ketahui
bersama bahwa dalam pembangunan desa masih saja terjadi kendala-kendala
yang dihadapi khususnya desa-desa yang selalu mengalami hambatan dari
menyusun regulasi-regulasi serta minimnya pengetahuan untuk melakukan
perencanaan, pelaksanaan serta pelaporan. Dari beberapa uraian yang ada pada
masalah tersebut maka peneliti mengambil judul yaitu “Pengembangan
Kapasitas Pemerintah Desa”.
6
Adapun hasil penelitian lainnya yang membahas tentang peningkatan
kapasitas pemerintah desa telah diulas oleh sejumlah peneliti dalam berbagai
penelitian sebelumnya yang mana beberapa hasil penelitian tersebut
selanjutnya oleh penulis dijadikan sebagai pijakan dalam penulisan tesis ini.
Beberapa penelitian tersebut antara lain sebagai berikut:
1. Penelitian dari Ulima Islami (2016), dari jurusan ilmu pemerintahan
fakultas ilmu sosial dan ilmu politik universitas lampung yang berjudul
Kapasitas Aparatur Desa Dalam Tertib Administrasi Desa (Studi Kasus di
Desa Tiuh Tohou Kecamatan Menggala Kabupaten Tulang Bawang).
Hasil penelitian menyebutkan bahwa Hasil penelitian ini menunujukkan
bahwa pada indikator pemahaman, semua informan menyatakan bahwa
keseluruhan aparatur Desa Tiuh Tohou sudah cukup memahami buku-
buku Administrasi Desa dan tata cara pengisian buku-buku tersebut namun
aparatur Desa belum memiliki kemauan atau malas dalam pengisian buku-
buku Administrasi Desa. Pada indikator keterampilan, sebagian informan
tidak puas dengan keterampilan aparatur Desa Tiuh Tohou karena belum
mampu mengaplikasikan buku-buku administrasi desa dan dinilai masih
tidak teliti dan tangkas dalam pelaksanaan tertib Administrasi Desa
meskipun sudah menjalakankannya sesuai dengan pedoman yang
diberikan oleh Kecamatan Menggala. Pada indikator kemampuan
menunjukan bahwa aparatur Desa belum mampu untuk menyelenggarakan
tertib Administrasi Desa. Hal tersebut dilihat berdasarkan ketidakmauan
aparatur Desa untuk menyusun rencana kegiatan terhadap tertib
7
Administrasi Desa dan belum mampu untuk mempertanggungjawabkan
hasil Administrasi Desa tersebut kepada Pemerintah Kecamatan Menggala.
2. Penelitian dari Asrori (2014), Badan Penelitian dan Pengembangan
Kementrian Dalam Negeri yang berjudul Kapasitas Perangkat Desa
Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Desa Di Kabupaten Kudus. Hasil
survey pendahuluan di Kabupaten Kudus, menunjukkan bahwa keberadaan
pemerintah desa belum dapat berfungsi secara optimal dalam
penyelenggaraan pemerintahan desa. Salah satu faktor belum optimalnya
penyelenggaraan pemerintahan desa disebabkan oleh kapasitas perangkat
desa yang kurang memadai jika dibandingkang dengan beban tugas, luas
wilayah dan ketrampilan yang mereka miliki masih sangat terbatas sebagai
akibat minimnya pembinaan, penataran dan dan diklat teknis untuk
meningkatkan kemampuan perangkat desa. Potret perangkat desa
menunjukkan profesionalisme rendah, kurang kreatif dan inovatif, serta
masih banyak potret negatif lainnya yang intinya menunjukkan bahwa
perangkat desa masih lemah. Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan
untuk mengetahui kapasitas perangkat desa dalam penyelenggaraan
pemerintahan; kendala, dan langkahlangkah yang telah dan akan dilakukan
oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Kudus untuk meningkatkan kapasitas
perangkat desa dalam menyelenggarakan pemerintahan desa. Pemetaan
dibatasi pada 1) peta aspek individu (kemampuan dasar, kemampuan
managemen, kemampuan teknis); 2) peta aspek institusi/kelembagaan; dan
3) peta aspek peralatan.
8
B. Fokus Penelitian
Fokus dalam penelitian adalah bagaimana kinerja pemerintah daerah
dalam peningkatan kapasitas Pemerintah Desa. Selanjutnya yang menjadi
fokus penelitian adalah:
1. Peran Kepala Desa dalam pengembangan kapasitas perangkat Desa?
2. Aneka pelatihan untuk peningkatan kapasitas perangkat Desa?
3. Alokasi anggaran untuk pengembangan kapasitas perangkat Desa Tahun
2017?
4. Kendala dalam pengembangan kapasitas Pemerintah Desa?
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada uraian yang ada pada latar belakang maka rumusan
masalah pada tesis yang berjudul pengembangan kapasitas Pemerintah Desa
yaitu: Bagaimana pengembangan kapasitas Pemerintah Desa Wirokerten
Kecamatan Banguntapan Kabupaten Bantul DIY
D. Tujuan Penelitian
1. Mendeskripsikan Peran Kepala Desa dalam pengembangan kapasitas
Perangkat Desa.
2. Untuk mengetahui aneka pelatihan peningkatan kapasitas Perangkat Desa
3. Untuk mengetahui alokasi anggaran pengembangan kapasitas Perangkat
Desa Tahun 2017
4. Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi dalam pengembangan
kapasitas Pemerintah Desa.
9
E. Kerangka Konseptual
1. Pengembangan Kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM)
Penelusuran definisi pengembangan kapasitas memiliki variasi antar
satu ahli dengan ahli lainnya. Hal ini dikarenakan pengembangan kapasitas
merupakan kajian yang multi dimensi, dapat dilihat dari berbagai sisi.
Secara umum konsep capacity building dapat dimaknai sebagai proses
membangun kapasitas individu, kelompok atau organisasi.
Brown (Rainer Rohdewohld, 2005:11) mendefinisikan Capacity
Building adalah suatu proses yang dapat meningkatkan kemampuan
seseorang, organisasi atau sistem untuk mencapai tujuan yang hendak
dicapai.
Pendapat di atas sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Yap
(Gandara 2008:9) bahwa Capacity Building adalah sebuah proses untuk
meningkatkan individu, group, organisasi, komunitas dan masyarakat
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Dalam definisi Capacity Building di atas terkandung makna suatu
upaya yang berhubungan dengan perbaikan kualitas sumber daya manusia,
upaya untuk mendorong organisasi agar dapat berjalan sesuai dengan
fungsinya, serta upaya untuk menciptakan kondisi lingkungan yang
dibutuhkan oleh organisasi agar dapat berfungsi dengan baik.
Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (2001:5) mendefinisikan
Capacity Building adalah pembangunan atau peningkatan kemampuan
10
(capacity) secara dinamis untuk mencapai kinerja dalam menghasilkan out-
put dan out-come pada kerangka tertentu.
Lebih lanjut African Capacity Building Foundation (Rainer
Rohdewohld, 2005:12) menjelaskan Capacity Building dalam lingkupan
yang lebih luas dan rinci bahwa Capacity Building dapat diartikan sebagai
sebuah proses untuk meningkatkan kemampuan individu, kelompok,
organisasi, komunitas atau masyarakat untuk:
a) Menganalisa lingkungannya.
b) Mengidentifikasi masalah-masalah, kebutuhan-kebutuhan, isu-isu dan
peluang-peluang.
c) Memformulasi strategi-strategi untuk mengatasi masalah-masalah,
isu-isu dan kebutuhan-kebutuhan tersebut, dan memanfaatkan
peluang yang relevan.
d) Merancang sebuah rencana aksi, serta mengumpulkan dan
menggunakannya dengan efektif, dan atas dasar sumber daya yang
berkesinambungan untuk mengimplementasikan, memonitor dan
mengevaluasi rencana aksi tersebut, dan
e) Memanfaatkan umpan balik sebagai pembelajaran.
Selanjutnya bila dikaitkan dengan penjelasan di atas mengenai
pembelajaran, Morrison (2001:4) juga mengemukkan bahwa Capacity
Building dapat dilihat sebagai sebuah proses untuk mempengaruhi, atau
menggerakkan, perubahan di berbagai tingkatan (multi-level) pada individu,
kelompok, organisasi dan sistem yang berusaha memperkuat kemampuan
11
adaptasi diri dan organisasi sehingga mereka dapat merespon perubahan
lingkungan yang terjadi secara terus-menerus.
Berdasarkan pernyataan Morrison di atas terdapat kata kunci definitif
tentang Capacity Building (Pengembangan Kapasitas) menurut Soeprapto
(2006 : 11) yakni:
a. Pengembangan kapasitas bukanlah produk, melainkan sebuah proses.
b. Pengembangan kapasitas adalah proses pembelajaran multi-tingkatan
meliputi individu, grup, organisai dan sistem.
c. Pengembangan kapasitas menghubungkan ide terhadap sikap.
d. Pengembangan kapasitas dapat disebut sebagai actionable learning
dimana pengembangan kapasitas meliputi sejumlah proses-proses
pembelajaran yang saling berkaitan, akumulasi benturan yang
menambah prospek untuk individu dan organisasi agar secara terus
menerus beradaptasi atas perubahan.
Berdasarkan pemaparan mengenai definisi Capacity Building menurut
para ahli di atas, dapat menarik kesimpulan bahwa Capacity Building
(pengembangan kapasitas) secara umum merupakan suatu proses
pembelajaran dalam meningkatkan kemampuan, keterampilan, dan keahlian
yang dimiliki oleh individu, kelompok atau organisasi serta sistem untuk
memperkuat kemampuan diri, kelompok dan organisasi sehingga mampu
mempertahankan diri/profesinya ditengah perubahan yang terjadi secara
terus menerus.
12
Selanjutnya, UNDP dan Canadian International Development Agency
(CIDA) dalam Milen (2006 : 15) memberikan pengertian peningkatan
kapasitas sebagai: proses dimana individu, kelompok, organisasi, institusi,
dan masyarakat meningkatkan kemampuan mereka untuk; (a) menghasilkan
kinerja pelaksanaan tugas pokok dan fungsi (core functions), memecahkan
permasalahan, merumuskan dan mewujudkan pencapaian tujuan yang telah
ditetapkan, dan (b) memahami dan memenuhi kebutuhan pembangunan
dalam konteks yang lebih luas dalam cara yang berkelanjutan.
Keseluruhan definisi di atas, pada dasarnya mengandung kesamaan
dalam tiga aspek sebagai berikut: (a) bahwa pengembangan kapasitas
merupakan suatu proses; (b) bahwa proses tersebut harus dilaksanakan pada
tiga level/tingkatan, yaitu individu, kelompok dan institusi/organisasi; dan
(c) bahwa proses tersebut dimaksudkan untuk menjamin kesinambungan
organisasi melalui pencapaian tujuan dan sasaran organisasi yang
bersangkutan.
Namun Soeprato (2007: 9) tidak condong pada salah satu sisi karena
menurutnya keduanya memiliki karakteristik diskusi yang sama yakni
analisa kapasitas sebagai inisiatif lain untuk meningkatkan kinerja
pemerintahan (government performance).
Dalam konteks pengembangan sumber daya manusia, perhatian
diberikan kepada pengadaan atau penyediaan personel yang profesional dan
teknis. Kegiatan yang dilakukan antara lain pendidikan dan latihan
(training), pemberian gaji/upah, pengaturan kondisi dan lingkungan kerja
13
dan sistim rekruitmen yang tepat. Dalam kaitannya dengan pengembangan
organisasi, pusat perhatian ditujukan kepada sistim manajemen untuk
memperbaiki kinerja dari fungsi-fungsi dan tugas-tugasyang ada dan
pengaturan struktur mikro. Aktivitas yang harus dilakukan adalah menata
sistim insentif, pemanfaatan personel yang ada, kepemimpinan, komunikasi
dan struktur manajerial. Dan berkenaan dengan reformasi kelembagaan,
perlu diberi perhatian terhadap perubahan sistim dan institusiinstitusi yang
ada, serta pengaruh struktur makro.
Sebagaimana diindikasikan, bahwa dimensi-dimensi kapasitas ini
bersifat interaktif dan dinamis. GTZ (Deutsche Gesellschaft fur Technische
Zusammenarbeit) dalam Milen (2006: 22) yang menggambarkan bahwa
dalam proses pengembangan kapasitas terdapat tiga tingkatan (level) yang
harus menjadi fokus analisis dan proses perubahan dalam suatu organisasi.
Ketiga tingkatan itu adalah: (a) tingkatan sistem/kebijakan, (b) tingkatan
organisasi/lembaga, dan (c) tingkatan individu/sumber daya manusia. Ketiga
tingkatan ini saling terkait dan mendukung, sehingga prosesnya harus
dilakukan secara bersama-sama. Pembagian tingkatan ini dilakukan untuk
memastikan bahwa fokus peningkatan kapasitas dalam mencapai sasaran
secara efektif dan menentukan langkah-langkah proses perubahan secara
operasional, sehingga benar-benar mencapai sasaran yang ingin dicapai.
Pada tingkatan sistem, suatu organisasi harus melakukan upaya proses
perbaikan pada sistem, kebijakan dan berbagai aturan yang menjadi dasar
berbagai program, aktivitas dan kegiatan pada organisasi. Dalam
14
mengembangkan kualitas sistem ini, yang menjadi fokus utama adalah
perubahan pada kebijakan dan peraturan yang dianggap menghambat
kinerja optimal organisasi. Pada tingkatan organisasi, upaya peningatan
kapasitas berhubungan dengan menciptakan perangkat struktur, kultur dan
pengelolaan organisasi yang mendukung para pegawai/individu untuk
menunjukkan kinerja terbaiknya. Sebagaimana diketahui bahwa organisasi
terdiri dari dua unsur utama, yaitu unsur perangkat keras (hardware) dan
unsur perangkat lunak (software). Unsur perangkat keras organisasi bisa
meliputi infrastruktur (gedung), struktur organisasi, serta dukungan
anggaran. Sedangkan perangkat lunak organisasi adalah kultur organisasi,
prosedur kerja, dan sumber daya informasi yang dimiliki organisasi.
Sedangkan pada tingkatan individu adalah individu sebagai sumber daya
manusia organisasi yang harus ditingkat kemampuan dan
profesionalismenya baik itu pengetahuan, kompetensi, keterampilan
maupun etika kerja.
Serupa dengan konsep GTZ (Deutsche Gesellschaft fur Technische
Zusammenarbeit), Leavit juga menjelaskan tingkatan pengembangan
kapasitas sebagai berikut: (a) tingkat individu, meliputi: pengetahuan,
keterampilan, kompetensi, dan etika; (b) tingkat kelembagaan, meliputi:
sumber daya, ketatalaksanaan, struktur organisasi, dan sistem pengambilan
keputusan; dan (c) tingkat sistem meliputi: peraturan perundang-undangan
dan kebijakan pendukung.
15
Lebih lanjut, dalam rangka pengembangan kapasitas bahwa
pengembangan kapasitas mencakup: (1) tingkat sistem, menetapkan
kondisi-kondisi kerangka yang memungkinkan dan membatasi (pengatur)
bagi pemerintah daerah, dan dimana berbagai komponen sistem berinteraksi
satu sama lain; (2) tingkat kelembagan (entitas), tingkat badan atau lembaga
teknis, atau lembaga pengantar pelayanan (service delivery) dengan struktur
organisasi tertentu, proses-proses kerja dan budaya kerja; dan (3) tingkat
individu, keterampilan dan kualifikasi individu berupa uraian pekerjaan,
motivasi dan sikap kerja.
Dalam melakukan pengembangan kapasitas individu, tingkatan
kompetensi atau kapasitas individu bisa diukur melalui konsep dari Gross
(Sudrajat, 2005: 54), yang menyatakan bahwa kompetensi yang harus
dimiliki aparatur dalam menjalankan tugas dan fungsi pemerintahan dan
pembangunan adalah sebagai berikut :
1) Knowledge yang meliputi: general knowledge, technical knowledge,
jobs and organisation, administrative concept and methods, dan
selfknowledge.
2) Ability yang meliputi: management, decision making, comunication,
planing, actuating / organizing, evaluating / controling, working with
others, handling conflicts, intuitive thought, comunication, dan
learning.
3) Interest yang meliputi: action orientation, self-confidence,
responsibility, dan normes and ethics.
16
Pemahaman tentang kapasitas di atas dapat dikatakan masih terbatas
pada aspek manusianya saja (human capacity). Pengembangan kemampuan
SDM ini harus menjadi prioritas pertama oleh pemerintah, karena SDM
yang berkualitas prima akan mampu mendorong terbentuknya kemampuan
faktor non-manusia secara optimal. Dengan kata lain, kemampuan suatu
daerah secara komprehensif tidak hanya tercermin dari kapasitas SDM-nya
saja, namun juga kapasitas yang bukan berupa faktor manusia (non-human
capacity), misalnya kemampuan keuangan dan sarana/prasarana atau
infrastruktur.
Baik kapasitas SDM maupun kapasitas non-SDM ini secara bersama-
sama akan membentuk kapasitas internal suatu organisasi. Namun,
walaupun kapasitas internal suatu pemerintah daerah berada pada level yang
tinggi, tidak secara otomatis dikatakan bahwa kinerja pemerintah daerah itu
secara agregat juga tinggi. Disini diperlukan adanya indikator-indikator
eksternal yang dapat menjadi faktor pembanding/penilai/pengukur dari
kapasitas internal tersebut. Hal ini didasari oleh pemikiran bahwa kapasitas
internal yang tinggi merupakan prasyarat untuk menciptakan indikator
kinerja eksternal yang tinggi. Adalah tidak masuk akal bahwa kinerja
eksternal dapat dipacu dengan kemampuan internal yang terbatas.
Dalam hubungan ini, jika kinerja eksternal pada suatu daerah
menunjukkan indikasi yang positif, secara asumtif dapat dijustifikasi bahwa
kemampuan internal daerah itu berada pada level yang baik. Pada
gilirannya, kemampuan internal daerah yang baik ditambah dan/atau
17
dibuktikan dengan positifnya indikator-indikator eksternal, akan membentuk
kemampuan/kapasitas daerah secara menyeluruh atau komprehensif.
Adapun yang dimaksud dengan kinerja eksternal disini adalah segala hasil
capaian diluar struktur kelembagaan pemerintah namun diperoleh karena
adanya aktivitas yang dilakukan pemerintah tersebut. Kinerja ini dapat
berupa peningkatan kesejahteraan masyarakat secara progresif (ditopang
oleh indikator ekonomi makro), kualitas lingkungan sebagai dampak dari
kebijakan, hubungan yang harmonis antara pemerintah dengan warganya
(ditunjukkan oleh tingginya tingkat partisipasi dan legitimasi, serta
rendahnya keluhan masyarakat), dan sebagainya.
a. Tujuan Capacity Building
Menurut Keban (2000:7) bahwa Capacity Building (Pengembangan
Kapasitas) adalah serangkaian strategi yang ditujukan untuk
meningkatkan efisiensi, efektifitas, dan responsifitas dari kinerja.
Lebih lanjut Morrison (2001:23) mengatakan bahwa Capacity
Building (pengembangan kapasitas) adalah pembelajaran, berawal dari
mengalirnya kebutuhan untuk mengalami suatu hal, mengurangi
ketidaktahuan dan ketidakpastian dalam hidup, dan mengembangkan
kemampuan yang dibutuhkan untuk beradaptasi menghadapi
perubahan.
Adapun pendapat ahli di atas, penjelasan tersebut menunjukkan
bahwa tujuan dari Capacity Building (pengembangan kapasitas) dapat
dibagi menjadi 2 bagian yaitu:
18
a. Secara umum diidentikkan pada perwujudan sustainabilitas
(keberlanjutan) suatu sistem.
b. Secara khusus ditujukan untuk mewujudkan kinerja yang lebih baik
dilihat dari aspek : 1) Efisiensi dalam hal waktu (time) dan sumber
daya yang dibutuhkan guna mencapai suatu outcome; 2) Efektivitas
berupa kepantasan usaha yang dilakukan demi hasil yang
diinginkan; 3) Responsivitas yakni bagaimana mensinkronkan
antara kebutuhan dan kemampuan untuk maksud tersebut; 4)
Pembelajaran yang terindikasi pada kinerja individu, grup,
organisasi dan sistem.
b. Karakteristik Capacity Building
Capacity Building (Pengembangan kapasitas) (Gandara, 2008 : 16)
dicirikan dengan hal-hal sebagai berikut : a. Merupakan sebuah proses
yang berkelanjutan; b. Memiliki esensi sebagai sebuah proses internal;
c. Dibangun dari potensi yang telah ada. d. Memiliki nilai intrinsik
tersendiri; e. Mengurus masalah perubahan; f. Menggunakan
pendekatan terintegrasi dan holistik.
Indikator-indikator di atas dapat dimaknai bahwa Capacity
Building merupakan suatu proses yang berlangsung secara
berkelanjutan, bukan berangkat dari pencapaian hasil semata, seperti
yang telah dijelaskan dimuka bahwa Capacity Building adalah proses
pembelajaran akan terus melakukan keberlanjutan untuk tetap dapat
19
bertahan terhadap perubahan lingkungan yang terjadi secara terus
menerus.
Capacity Building bukan proses yang berangkat dari nol atau
ketiadaan, melainkan berawal dari membangun potensi yang sudah ada
untuk kemudian diproses agar lebih meningkat kualitas diri, kelompok,
organisasi serta sistem agar tetap dapat beratahan di tengah lingkungan
yang mengalami perubahan secara terus-menerus.
Capacity Building bukan hanya ditujukkan bagi pencapaian
peningkatan kualitas pada satu komponen atau bagian dari sistem saja,
melainkan diperuntukkan bagi seluruh komponen, bukan bersifat
parsial melainkan holistik, karena Capacity Building bersifat multi
dimensi dan dinamis dimana dicirikan dengan adanya multi aktifitas
serta bersifat pembelajaran untuk semua komponen sistem yang
mengarah pada sumbangsih terwujudnya kinerja bersama (kinerja
kolektif).
Walaupun konsep dasar dari Capacity Building ini adalah proses
pembelajaran, namun Capacity Building pada penerapannya dapat
diukur sesuai dengan tingkat pencapaiannya yang diinginkan, apakah
diperuntukkan dalam jangka waktu yang pendek, menengah atau
panjang. Proses Capacity Building dalam tingkatan yang terkecil
merupakan proses yang berkaitan dengan pembelajaran dalam diri
individu, kemudian pada tingkat kelompok, organisasi dan sistem
dimana faktor-faktor tersebut juga difasilitasi oleh faktor eksternal yang
20
merupakan lingkungan pembelajarannya. Dalam jangka waktu yang
sangat panjang dan terus menerus, maka pengembangan kapasitas
memerlukan aktifitas adaptif untuk meningkatkan kapasitas semua
stakeholdernya.
c. Dimensi dan Tingkatan Capacity Building
Konsep Capacity building secara umum merupakan serangkaian
strategi yang ditujukan untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan
responsivitas dari kinerja individu, kelompok atau organisasi serta
sistem.
Dimensi Capacity Building (Pengembangan Kapasitas) ini juga
diungkapkan oleh beberapa ahli lain,yaitu sebagai berikut :
Sementara itu, UNDP (Riyadi, 2006:13) memfokuskan
Capacity Building pada tiga dimensi yaitu : (1) tenaga kerja (dimensi
sumberdaya manusia), yaitu kualitas SDM dan cara SDM
dimanfaatkan; (2) modal (dimensi phisik) yaitu menyangkut peralatan,
bahan-bahan yang diperlukan, dan gedung; dan (3) teknologi yaitu
organisasi dan gaya manajemen, fungsi perencanaan, pembuatan
keputusan, pengendalian dan evaluasi, serta sistem informasi
manajemen. Dan United Nations memusatkan perhatiannya kepada: (a)
mandat atau struktur legal; (b) struktur kelembagaan; (c) pendekatan
manajerial; (d) kemampuan organisasional dan teknis; (e) kemampuan
fiskal lokal; dan (f) kegiatan-kegiatan program.
21
Lebih lanjut Riyadi (2006:14) mengungkapkan tentang dimensi
Capacity Building bahwa: Semua dimensi peningkatan kemampuan di
atas dikembangkan sebagai strategi untuk mewujudkan nilai-nilai “good
governance”. Pengembangan sumberdaya manusia misalnya, dapat
dilihat sebagai suatu strategi untuk meningkatkan efisiensi dan
efektivitas dan memelihara nilai-nilai moral dan etos kerja.
Pengembangan kelembagaan merupakan strategi penting agar suatu
lembaga pemerintahan mampu: (1) menyusun rencana strategis
ditujukan agar organisasi memiliki visi yang jelas; (2)
memformulasikan kebijakan dengan memperhatikan nilai efisiensi,
efektivitas, transparansi, responsivitas, keadilan, partisipasi, dan
keberlanjutan; (3) mendesain organisasi untuk menjamin efisiensi dan
efektivitas, tingkat desentralisasi dan otonomi yang lebih tepat, dan (4)
melaksanakan tugas-tugas manajerial agar lebih efisien, efektif,
fleksibel, adaptif, dan lebih berkembang. Dan pengembangan jaringan
kerja, misalnya merupakan strategi untuk meningkatkan kemampuan
bekerja sama atau kolaborasi dengan pihak-pihak luar dengan prinsip
saling menguntungkan.
Berdasarkan penjelasannya di atas Riyadi (2006 : 14) menuturkan
lebih lanjut bahwa : Bila dicermati berbagai pendapat di atas maka
“capacity building” sebenarnya berkenaan dengan strategi menata input
dan proses dalam mencapai output dan outcome, dan menata feedback
untuk melakukan perbaikan-perbaikan pada tahap berikutnya. Strategi
22
menata input berkenaan dengan kemampuan lembaga menyediakan
berbagai jenis dan jumlah serta kualitas sumberdaya manusia dan non
manusia agar siap untuk digunakan bila diperlukan. Strategi menata
proses berkaitan dengan kemampuan lembaga merancang, memproses
dan mengembangkan kebijakan, organisasi dan manajemen. Dan
strategi menata feedback berkenaan dengan kemampuan melakukan
perbaikan secara berkesinambungan dengan mempelajari hasil yang
dicapai, kelemahan-kelemahan input dan proses, dan mencoba
melakukan tindakan perbaikan secara nyata setelah melakukan berbagai
penyesuaian dengan lingkungan. Strategi-strategi tersebut harus dinilai
secara cermat tingkat kelayakannya pada bidang-bidang strategis yang
menjadi prioritas utama kegiatan pada saat sekarang.
Berdasarkan pendapat Riyadi di atas jelas bahwasannya
Capacity Building dimaksudkan dapat diselenggarakan dalam seluruh
lini dari mulai komponen yang paling kecil sampai pada komponen
sistem yang pada akhirnya bertujuan untuk menciptakan
pemerintahan yang baik, yang berkualitas. Dan yang menjadi hal
penting bagaimana agar supaya Capacity ini dapat ditata dan
diimplementasikan dalam seluruh lini melihat kompleksitas dimensi
dan tingkatan dari Capacity Building ini. Oleh karena itu masing-
masing tingkatan memiliki perlakuan yang berbeda namun esensinya
sama mengarah pada pencapaian kualitas yang lebih baik lewat
pembelajaran yang terjadi secara terus menerus tanpa ada akhir.
23
Dari uraian di atas dapatlah dikemukakan bahwa capacity building
memiliki dimensi dan tingkatan sebagai berikut :
1. Tingkatan dan dimensi pengembangan kapasitas pada individu
2. Tingkatan dan dimensi pengembangan kapasitas pada organisasi
3. Tingkatan dan dimensi pengembangan kapasitas pada sistem
Berikut mengenai tingkatan dan dimensi pengembangan
kapasitas menurut Riyadi (2006 : 15) adalah :
a. Dimensi dan tingkatan Individu, adalah tingkatan dalam sistem
yang paling kecil, dalam tingkatan ini aktivitas Capacity Building
yang ditekankan adalah pada aspek membelajarkan individu dalam
rangka mendapatkan sumber daya manusia yang berkualitas dalam
ruang lingkup penciptaan peningkatan keterampilan-keterampilan
dalam diri individu, penambahan pengetahuan dan teknologi yang
berkembang saat ini, peningkatan tingkah laku untuk memberikan
tauladan, dan motivasi untuk bekerja lebih baik dalam rangka
melaksanakan tugas dan fungsinya untuk mencapai tujuan
lembaga/oragnisasi yang telah dirancang sebelumnya dengan
berbagai kegiatan-kegiatan misalnya contoh kecil dengan pelatihan,
sistem rekruitmen yang baik, sistem upah dan sebagainya.
b. Tingkatan dan dimensi pengembangan kapasitas pada kelembagaan
atau organisasi terdiri atas sumber daya organisasi, budaya
organisasi, ketatalaksanaan, struktur organisasi atau sistem
pengambilan keputusan dan lainnya.
24
c. Tingkatan dan dimensi pengembangan kapasitas pada sistem
merupakan tingkatan yang paling tinggi dimana seluruh komponen
masuk didalamnya. Tingkatan sistem, seperti kerangka kerja yang
berhubungan dengan pengaturan, kebijakan-kebijakan dan kondisi
dasar yang mendukung pencapaian obyektivitas kebijakan tertentu;
Komponen-komponen tersebut diantaranya seperti kebijakan dan
sumber daya manusia dan lainnya.
d. Faktor-faktor yang mempengaruhi Capacity Building
Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi penyelenggaraan
maupun kesuksesan program pengembangan kapasitas. Namun secara
khusus Soeprapto (2006:20) mengemukakan bahwa faktor-faktor
signifikan yang mempengaruhi pengembangan kapasitas adalah sebagai
berikut :
1) Collective commitments dari seluruh aktor yang terlibat dalam
sebuah organisasi sangat menentukan sejauh mana pengembangan
kapasitas akan dilaksanakan ataupun disukseskan. Komitmen
bersama ini merupakan modal dasar yang harus terus menerus
ditumbuhkembangkan dan dipelihara secara baik oleh karena faktor
ini akan menjadi dasar dari seluruh rancangan kegiatan yang akan
dilakukan oleh sebuah organisasi. Tanpa adanya komitmen baik
dari pimpinan tingkat atas, menengah maupun bawah dan juga staf
yang dimiliki, sangatlah mustahil mengharapkan program
25
pengembangan kapasitas bisa berlangsung apalagi berhasil dengan
baik.
2) Faktor conducive leadership merupakan salah satu hal yang paling
mendasar dalam mempengaruhi inisiasi dan kesuksesan program
pengembangan kapasitas personal dalam kelembagaan sebuah
organisasi. Dalam konteks lingkungan organisasi publik, harus
terus menerus didorong sebuah mekanisme kepemimpinan yang
dinamis sebagaimana yang dilakukan oleh sektor swasta. Hal ini
karena tantangan ke depan yang semakin berat dan juga realitas
keterbatasan sumber daya yang dimiliki sektor publik.
Kepemimpinan kondusif yang memberikan kesempatan luas pada
setiap elemen organisasi dalam menyelenggarakan pengembangan
kapasitas merupakan sebuah modal dasar dalam menentukan
efektivitas kapasitas kelembagaan menuju realisasi tujuan
organisasi yang diinginkan.
3) Reformasi Peraturan: Kontekstualitas politik pemerintahan daerah
di Indonesia serta budaya pegawai pemerintah daerah yang selalu
berlindung pada peraturan yang ada serta lain-lain faktor legal-
formalprosedural merupakan hambatan yang paling serius dalam
kesuksesan program pengembangan kapasitas. Oleh karena itulah,
sebagai sebuah bagian dari implementasi program yang sangat
dipengaruhi oleh faktor kepemimpinan maka reformasi (atau dapat
dibaca penyelenggaran peraturan yang kondusif) merupakan salah
26
satu cara yang perlu dilakukan dalam rangka menyukseskan
program kapasitas ini.
4) Reformasi Kelembagaan: Reformasi peraturan di atas tentunya
merupakan salah satu bagian penting dari reformasi kelembagaan
ini. Reformasi kelembagaan pada intinya menunjuk kepada
pengembangan iklim dan budaya yang kondusif bagi
penyelenggaraan program kapasitas personal dan kelembagaan
menuju pada realisasi tujuan yang ingin dicapai. Reformasi
kelembagaan menunjuk dua aspek penting yaitu struktural dan
kultural. Kedua aspek ini harus dikelola sedemikian rupa dan
menjadi aspek yang penting dan kondusif dalam menopang
program pengembangan kapasitas karena pengembangan kapasitas
harus diawali pada identifikasi kapasitas yang dimiliki maka harus
ada pengakuan dari personal dan lembaga tentang kelemahan dan
kekuatan yang dimiliki dari kapasitas yang tersedia (existing
capacities). Pengakuan ini penting karena kejujuran tentang
kemampuan yang dimiliki merupakan setengah syarat yang harus
dimiliki dalam rangka menyukseskan program pengembangan
kapasitas.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:
a. Komitmen bersama yang berkelanjutan menjadi dasar
terselenggaranya program pengembangan kapasitas personal.
27
b. Kepemimpinan adalah salah satu faktor yang memiliki pengaruh
terhadap penyelenggaraan program pengembangan kapasitas
individu/personal dalam lembaga. Dalam lembaga atau organisasi
pemimpin merupakan orang yang paling memiliki andil besar dalam
upaya membawa bawahannya ke arah kemajuan dalam wujud
penciptaan peningkatan kemampuan guru dan staf atau malah
sebaliknya. Kepemimpinan yang kondusif, Pemimpin yang peka dan
mengetahui kebutuhan akan pengembangan kualitas diri guru dan staf
sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan Capacity Building.
c. Penyelenggaran peraturan yang kondusif yang dapat menciptakan
berkembang dengan baik kegiatan Capacity Building.
d. Sebuah organisasi yang memiliki budaya mutu yang kuat akan
mempermudah terselenggaranya program pengembangan kapasitas
personal ataupun organisasi. Sementara itu sikap mengakui
kelemahan dan kekuatan yang dimiliki oleh personal sebagai anggota
organisasi akan menumbuhkan sikap untuk selalu belajar dari orang
lain dan membelajarkan orang lain.
Semua dimensi pengembangan kapasitas di atas dikembangkan
sebagai strategi untuk mewujudkan nilai-nilai good governance.
Pengembangan sumber daya manusia dapat dilihat sebagai suatu strategi
untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas dan memelihara nilai-nilai
moral dan etos kerja.
28
Pengembangan kelembagaan merupakan strategi penting agar suatu
lembaga pemerintahan mampu:
1. Menyusun rencana strategis ditujukan agar organisasi memiliki visi
yang jelas.
2. Memformulasikan kebijakan dengan memperhatikan nilai efisiensi,
efektivitas, transparansi, responsivitas, keadilan, partisipasi, dan
keberlanjutan.
3. Mendesain organisasi untuk menjamin efisiensi dan efektivitas,
tingkat desentralisasi dan otonomi yang lebih tepat.
4. Melaksanakan tugas-tugas manajerial agar lebih efisien, efektif,
fleksibel, adaptif, dan lebih berkembang. Pengembangan jaringan
kerja, misalnya merupakan strategi untuk meningkatkan kemampuan
bekerjasama atau kolaborasi dengan pihakpihak luar dengan prinsip
saling menguntungkan (menurut Keban, 2010 : 187). Terhadap
gambaran tersebut dikemukakan bahwa pembangunan kapasitas harus
dilaksanakan secara efektif dan berkesinambungan pada tiga aspek
atau tingkatan (menurut Keban, 2004 : 183), yaitu:
a) Tingkatan sistem, seperti kerangka kerja yang berhubungan dengan
pengaturan, kebijakan-kebijakan dan kondisi dasar yang
mendukung pencapaian objektivitas kebijakan tertentu.
b) Tingkatan kelembagaan atau keseluruhan satuan, contoh struktur
organisasi, proses pengambilan keputusan di dalam organisasi,
29
prosedur dan mekanisme pekerjaan, pengaturan sarana dan
prasarana, hubungan dan jaringan organisasi.
c) Tingkatan individual, contohnya keterampilan individu dan
persyaratan, pengetahuan, perilaku, pengelompokan pekerjaan dan
motivasi dari pekerjaan di dalam organisasi. Pembangunan
kapasitas pada tingkatan lembaga dapat dilihat dengan
menggunakan ukuran menurut World Bank (Keban, 2004 : 182),
sebagai berikut :
a. Pengaturan struktur dalam membangun kapasitas Lembaga
Menurut Robbins (dalam Kusdi, 2009 : 175): 1. Restrukturisasi;
2. Memberdayakan budaya kerja tim; 3. The right man in the
right place.
b. Pengelolaan sumberdaya. Menurut Klincher (dalam Teguh,
2009 : 38), yaitu:
1) Sumber Daya Manusia: a. Melakukan pengadaan pegawai
dengan menunjuk pejabat sesuai dengan pengalaman kerja; b.
Program pengembangan pegawai; c. Memberlakukan sistem
reward.
2) Sarana dan prasarana: a. Menyediakan sarana dan prasarana
yang memadai; b. Melakukan penambahan sarana dan
prasarana secara periodic; c. Melakukan pemeliharaan sarana
dan prasarana; d. Menerapkan penggunaan komputer.
30
F. Pemerintah Desa
Menurut Uundang-undang nomor 6 tahun 2014 tentang Desa,
Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Pemerintah Desa adalah Kepala Desa atau yang disebut
dengan nama lain dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara
Pemerintahan Desa.
Sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Tahun 2015 tentang
pedoman Organisasi Pemerintah Desa yang menyebutkan Pemerintah Desa
adalah Lurah Desa yang dibantu oleh Pamong Desa. Berikut penjabarannya:
1. Lurah Desa yang merupakan sebutan lain untuk Kepala Desa adalah
pimpinan pemerintah desa.
2. Pamong Desa yang merupakan sebutan lain Perangkat Desa adalah
pembantu Lurah Desa yang terdiri atas Sekretariat Desa, pelaksana teknis,
dan pelaksana kewilayahan.
3. Sekretariat Desa adalah unsur staf yang membantu tugas-tugas
kesekretariatan dan rumah tangga Desa.
4. Carik Desa merupakan sebutan lain untuk Sekretaris Desa adalah pimpinan
Sekretariat Desa.
5. Staf Desa adalah Pamong Desa yang membantu tugas-tugas administratif di
Sekretariat Desa atau pelaksana teknis.
Pemerintahan Desa merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pejabat publik
dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan suatu organisasi publik.
31
Pemerintahan Desa terdiri dari Pemerintah Desa dan BPD,
sedangkan Pemerintah Desa terdiri dari Kepala Desa dan Perangkat
Desa. Berdasarkan UU Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, penyelenggaraan
Pemerintah Desa berdasarkan asas: a. kepastian hokum; b. Tertib
penyelenggaraan pemerintahan; c. Tertib kepentingan umum; d. Keterbukaan;
e. Proporsionalitas; f. Profesionalitas; g. Akuntabilitas; h. efektivitas dan
efisiensi; i. kearifan local; j. Keberagaman; dan k. partisipatif.
Pemerintah Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 undang-undang
nomor 6 tahun 2014 tentang desa adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan
nama lain dan yang dibantu oleh Perangkat Desa atau yang disebut dengan
nama lain.
1) Kepala Desa bertugas menyelenggarakan Pemerintahan Desa, melaksanakan
Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan
masyarakat Desa.
2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala
Desa berwenang: a. memimpin penyelenggaraan Pemerintahan Desa; b.
mengangkat dan memberhentikan perangkat Desa; c. memegang kekuasaan
pengelolaan Keuangan dan Aset Desa; d. menetapkan Peraturan Desa; e.
menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa; f. membina kehidupan
masyarakat Desa; g. membina ketenteraman dan ketertiban masyarakat
Desa; h. membina dan meningkatkan perekonomian Desa serta
mengintegrasikannya agar mencapai perekonomian skala produktif untuk
sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat Desa; i. mengembangkan sumber
32
pendapatan Desa; j. mengusulkan dan menerima pelimpahan sebagian
kekayaan negara guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa; k.
mengembangkan kehidupan sosial budaya masyarakat Desa; l.
memanfaatkan teknologi tepat guna; m. mengoordinasikan Pembangunan
Desa secara partisipatif; n. mewakili Desa di dalam dan di luar pengadilan
atau menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan dan; o. melaksanakan wewenang lain yang
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala
Desa berhak: a. mengusulkan struktur organisasi dan tata kerja Pemerintah
Desa; b. mengajukan rancangan dan menetapkan Peraturan Desa; c.
menerima penghasilan tetap setiap bulan, tunjangan, dan penerimaan
lainnya yang sah, serta mendapat jaminan kesehatan; d. mendapatkan
pelindungan hukum atas kebijakan yang dilaksanakan dan; e. memberikan
mandat pelaksanaan tugas dan kewajiban lainnya kepada perangkat Desa.
4) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala
Desa berkewajiban: a. Memegang teguh dan mengamalkan Pancasila,
melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika; b. Meningkatkan
kesejahteraan masyarakat Desa; c. Memelihara ketenteraman dan ketertiban
masyarakat Desa; d. Menaati dan menegakkan peraturan perundang-
undangan; e. Melaksanakan kehidupan demokrasi dan berkeadilan gender; f.
33
Melaksanakan prinsip tata Pemerintahan Desa yang akuntabel, transparan,
profesional, efektif dan efisien, bersih, serta bebas dari kolusi, korupsi, dan
nepotisme; g. Menjalin kerja sama dan koordinasi dengan seluruh
pemangku kepentingan di Desa; h. Menyelenggarakan administrasi
Pemerintahan Desa yang baik; i. Mengelola Keuangan dan Aset Desa; j.
Melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Desa; k.
Menyelesaikan perselisihan masyarakat di Desa; l. Mengembangkan
perekonomian masyarakat Desa; m. Membina dan melestarikan nilai sosial
budaya masyarakat Desa; n. Memberdayakan masyarakat dan lembaga
kemasyarakatan di Desa; o. Mengembangkan potensi sumber daya alam dan
melestarikan lingkungan hidup; dan p. Memberikan informasi kepada
masyarakat Desa.
Dalam melaksanakan tugas, kewenangan, hak, dan kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, Kepala Desa wajib:
a. Menyampaikan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa setiap
akhir tahun anggaran kepada Bupati/Walikota;
b. Menyampaikan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa pada akhir
masa jabatan kepada Bupati/Walikota;
c. Memberikan laporan keterangan penyelenggaraan pemerintahan secara
tertulis kepada Badan Permusyawaratan Desa setiap akhir tahun
anggaran; dan
34
d. Memberikan dan/atau menyebarkan informasi penyelenggaraan
pemerintahan secara tertulis kepada masyarakat Desa setiap akhir tahun
anggaran.
Dalam pasal 48 undang-undang nomor 6 tahun 2014 tentang desa,
menyebutkan Perangkat Desa terdiri atas:
1. Kepala Desa
a. Kepala Desa bertugas menyelenggarakan Pemerintahan Desa,
melaksanakan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan
pemberdayaan masyarakat.
b. Untuk melaksanakan tugas Kepala Desa memiliki fungsi sebagai
berikut:
1) Menyelenggarakan Pemerintahan Desa, seperti tata praja
Pemerintahan, penetapan peraturan di desa, pembinaan masalah
pertanahan, pembinaan ketentraman dan ketertiban, melakukan
upaya perlindungan masyarakat, administrasi kependudukan, dan
penataan dan pengelolaan wilayah;
2) Melaksanakan pembangunan sarana prasarana perdesaan;
3) Pembinaan kemasyarakatan, seperti pelaksanaan hak dan kewajiban
masyarakat, partisipasi masyarakat, sosial budaya masyarakat,
keagamaan, dan ketenagakerjaan;
4) Pemberdayaan masyarakat, seperti tugas sosialisasi dan motivasi
masyarakat di bidang budaya, ekonomi, politik, lingkungan hidup,
pemberdayaan keluarga, pemuda, olahraga, dan karang taruna; dan
35
5) Menjaga hubungan kemitraan dengan lembaga masyarakat dan
lembaga lainnya.
2. Sekretariat Desa
a. Sekretaris Desa bertugas membantu Kepala Desa dalam bidang
administrasi pemerintahan.
b. Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Sekretaris Desa memiliki fungsi.
c. Melaksanakan urusan ketatausahaan seperti tata naskah, administrasi
surat menyurat, arsip, dan ekspedisi.
d. Melaksanakan urusan umum seperti penataan administrasi perangkat
desa, penyediaan prasarana Perangkat Desa dan kantor, penyiapan
rapat, pengadministrasian aset, inventarisasi, perjalanan dinas, dan
pelayanan umum;
e. Melaksanakan urusan keuangan seperti pengurusan administrasi
keuangan, administrasi sumber-sumber pendapatan dan pengeluaran,
verifikasi administrasi keuangan, dan administrasi penghasilan
Kepala Desa, Perangkat Desa, BPD, dan Lembaga Kemasyarakatan
Desa; dan
f. Melaksanakan urusan perencanaan seperti menyusun rencana
anggaran pendapatan dan belanja desa, menginventarisir data
pembangunan, monitoring dan evaluasi program, serta penyusunan
laporan.
36
3. Kepala urusan bertugas membantu Sekretaris Desa dalam urusan
pelayanan administrasi pendukung pelaksanaan tugas-tugas
pemerintahan.
Kepala urusan terdiri dari:
a. Kepala urusan tata usaha dan umum mempunyai fungsi
melaksanakan urusan ketatausahaan yaitu: 1). melaksanakan tata
naskah; 2). melaksanakan administrasi surat menyurat; 3).
melaksanakan pengarsipan; 4). melaksanakan ekspedisi; 5).
melaksanakan penataan administrasi perangkat desa; 6). penyediaan
prasarana Perangkat Desa dan kantor; 7). menyiapkan rapat; 8).
melaksanakan pengadministrasian aset; 9). melaksanakan inventaris;
10). melaksanakan perjalanan dinas; dan 11). Melaksanakan
pelayanan umum.
b. Kepala Urusan Keuangan mempunyai fungsi melaksanakan urusan
keuangan yaitu: 1). melaksanakan pengurusan administrasi keuangan;
2). melaksanakan administrasi sumber-sumber pendapatan dan
pengeluaran; 3). membantu verifikasi administrasi keuangan, dan
4). melaksanakan administrasi penghasilan Kepala Desa, Perangkat
Desa, BPD, dan lembaga Kemasyarakatan Desa.
c. Kepala urusan perencanaan mempunyai fungsi mengkoordinasikan
urusan perencanaan yaitu: 1). menyusun rencana anggaran pendapatan
dan belanja desa; 2). menginventarisir data pembangunan; 3).
37
melaksanakan monitoring dan evaluasi program; dan 4). menyusun
laporan.
4. Kepala seksi bertugas membantu Kepala Desa sebagai pelaksana tugas
operasional.
a. Kepala seksi pemerintahan mempunyai fungsi: 1). melaksanakan
manajemen tata praja Pemerintahan; 2). menyusun rancangan regulasi
desa; 3). melaksanakan pembinaan masalah pertanahan, pembinaan
ketentraman dan ketertiban; 4). melaksanakan upaya perlindungan
masyarakat; 5). melaksanakan kegiatana kependudukan
6). melaksanakan penataan dan pengelolaan wilayah; dan
7). melaksanakan pendataan dan pengelolaan Profil Desa.
b. Kepala seksi kesejahteraan mempunyai fungsi:
1) Melaksanakan pembangunan sarana prasarana perdesaan; dan
2) Melaksanakan sosialisasi, motivasi, serta fasilitasi masyarakat di
bidang budaya, ekonomi, politik, pendidikan, kesehatan,
lingkungan hidup, pemberdayaan keluarga, pemuda, olahraga, dan
karang taruna.
c. Kepala seksi pelayanan mempunyai fungsi:
1) Melaksanakan penyuluhan dan motivasi terhadap pelaksanaan hak
dan kewajiban masyarakat;
2) Meningkatkan upaya partisipasi masyarakat; dan
3) Melaksanakan pelestarian nilai sosial budaya masyarakat,
keagamaan, dan ketenagakerjaan.
38
d. Kepala Dusun sebagai unsur satuan tugas kewilayahan bertugas
membantu Kepala Desa dalam pelaksanaan tugas di wilayahnya.
Untuk melaksanakan tugasnya, Kepala Dusun mempunyai fungsi:
1) Melaksanakan pembinaan ketentraman dan ketertiban,
pelaksanaan upaya perlindungan masyarakat, mobilitas
kependudukan, dan penataan dan pengelolaan wilayah;
2) Mengawasi pelaksanaan pembangunan di wilayahnya;
3) Melaksanakan pembinaan kemasyarakatan dalam meningkatkan
kemampuan dan kesadaran masyarakat dalam menjaga
lingkungannya; dan
4) Melakukan upaya-upaya pemberdayaan masyarakat dalam
menunjang kelancaran penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan.
4. Kewenangan Desa
Kewenangan merupakan elemen penting sebagai hak yang dimiliki
oleh sebuah desa untuk dapat mengatur rumah tangganya sendiri. Dari
pemahaman ini jelas bahwa dalam membahas kewenangan tidak hanya
sematamata memperhatikan kekuasaan yang dimiliki oleh penguasa
namun harus juga memperhatikan subjek yang menjalankan dan yang
menerima kekuasaan. Kewenangan harus memperhatikan apakah
kewenangan itu bisa diterima oleh subjek yang menjalankan atau tidak.
Dalam pengelompokannya, kewenangan yang dimiliki desa meliputi:
kewenangan dibidang penyelenggaraan pemerintahan desa, kewenangan di
39
bidang pelaksanaan pembangunan desa, kewenangan di bidang pembinaan
kemasyarakatan desa, dan kewenangan di bidang pemberdayaan
masyarakat desa yang berdasarkan prakarsa masyarakat, atau yang
berdasarkan hak asal usul dan yang berdasarkan adat istiadat desa.
Berikut penjelasannya 4 Bidang Penyelengaraan Kegiatan di Desa
sesuai dengan Peraturan Menteri dalam Negeri nomor 114 tahun 2015:
1. Bidang Penyelenggaraan Pemerintahan Desa sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) undang-undang nomor 6 tahun 2014, antara lain: a).
penetapan dan penegasan batas Desa; b). pendataan Desa; c).
penyusunan tata ruang Desa; d). penyelenggaraan musyawarah Desa;
e). pengelolaan informasi Desa; f). penyelenggaraan perencanaan
Desa; g). penyelenggaraan evaluasi tingkat perkembangan
pemerintahan Desa; h). penyelenggaraan kerjasama antar Desa; i).
pembangunan sarana dan prasarana kantor Desa; dan j). kegiatan
lainnya sesuai kondisi Desa.
2. Bidang Pelaksanaan Pembangunan Desa antara lain:
a. Pembangunan, pemanfaatan dan pemeliharaan infrasruktur dan
lingkungan Desa antara lain: 1). tambatan perahu; 2). jalan
pemukiman; 3). jalan Desa antar permukiman ke wilayah pertanian;
4). pembangkit listrik tenaga mikrohidro; 5). lingkungan
permukiman masyarakat Desa; dan 6). infrastruktur Desa lainnya
sesuai kondisi Desa.
40
b. Pembangunan, pemanfaatan dan pemeliharaan sarana dan prasarana
kesehatan antara lain: 1). air bersih berskala Desa; 2). sanitasi
lingkungan; 3). pelayanan kesehatan Desa seperti posyandu; dan 4).
sarana danprasarana kesehatan lainnya sesuai kondisi Desa.
c. Pembangunan, pemanfaatan dan pemeliharaan sarana dan prasarana
pendidikan dan kebudayaan antara lain: 1). taman bacaan
masyarakat; 2). pendidikan anak usia dini; 3). balai
pelatihan/kegiatan belajar masyarakat; 4). pengembangan dan
pembinaan sanggar seni; dan 5). sarana dan prasarana pendidikan
dan pelatihan lainnya sesuai kondisi Desa.
d. Pengembangan usaha ekonomi produktif serta pembangunan,
pemanfaatan dan pemeliharaan sarana dan prasarana ekonomi antara
lain: 1). pasar Desa; 2). pembentukan dan pengembangan BUM
Desa; 3). penguatan permodalan BUM Desa; 4). pembibitan tanaman
pangan; 5). penggilingan padi; 6). lumbung Desa; 7). pembukaan
lahan pertanian; 8). pengelolaan usaha hutan Desa; 9). kolam ikan
dan pembenihan ikan; 10). kapal penangkap ikan; 11). cold storage
(gudang pendingin); 12). tempat pelelangan ikan; 13). tambak
garam; 14). kandang ternak; 15). instalasi biogas; 16). mesin pakan
ternak; 17). sarana dan prasarana ekonomi lainnya sesuai kondisi
Desa.
e. Pelestarian lingkungan hidup antara lain: 1). penghijauan; 2).
pembuatan terasering; 3). pemeliharaan hutan bakau; 4).
41
perlindungan mata air; 5). pembersihan daerah aliran sungai; 6).
perlindungan terumbu karang; dan 7). kegiatan lainnya sesuai
kondisi Desa.
3. Bidang Pembinaan Kemasyarakatan antara lain: a). pembinaan lembaga
kemasyarakatan; b). penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban; c).
pembinaan kerukunan umat beragama; d). pengadaan sarana dan
prasarana olah raga; e). pembinaan lembaga adat; f). pembinaan
kesenian dan sosial budaya masyarakat; dan g). kegiatan lain sesuai
kondisi Desa.
4. Bidang Pemberdayaan Masyarakat antara lain:
a) Pelatihan usaha ekonomi, pertanian, perikanan dan perdagangan;
b) Pelatihan teknologi tepat guna;
c) Pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan bagi Kepala Desa,
perangkat Desa, dan Badan Pemusyawaratan Desa;
d) Peningkatan kapasitas masyarakat, antara lain: i. kader
pemberdayaan masyarakat Desa; ii. kelompok usaha ekonomi
produktif; iii. kelompok perempuan; iv. kelompok tani; v.
kelompok masyarakat miskin; vi. kelompok nelayan; vii. kelompok
pengrajin; viii. kelompok pemerhati dan perlindungan anak; ix.
kelompok pemuda; dan x. kelompok lain sesuai kondisi Desa.
Dalam Pasal 19 dan 103 UU Desa disebutkan, Desa dan Desa Adat
mempunyai empat kewenangan, meliputi :
42
a) kewenangan berdasarkan hak asal usul. Hal ini bebeda dengan
perundang-undangan sebelumnya yang menyebutkan bahwa urusan
pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul desa.
b) kewenangan lokal berskala Desa dimana desa mempunyai
kewenangan penuh untuk mengatur dan mengurus desanya. Berbeda
dengan perundangundangan sebelumnya yang menyebutkan, urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/ kota yang
diserahkan pengaturannya kepada desa.
c) kewenangan yang ditugaskan oleh pemerintah, pemerintah daerah
provinsi, atau pemerintah daerah kabupaten/kota.
d) kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah
Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dari empat kewenangan tersebut, pada dua kewenangan pertama
yaitu kewenangan asal usul dan kewenangan lokal berskala desa, terdapat
beberapa prinsip penting yang dimiliki desa. Dimana kewenangan yang
dimiliki oleh desa tersebut bukan-lah kewenangan sisa (residu) yang
dilimpahkan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota sebagaimana pernah
diatur dalam UU No. 32 Tahun. 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan
PP No. 72 Tahun. 2005 tentang Pemerintahan Desa. Melainkan, sesuai
dengan asas rekognisi dan subsidiaritas. Dan kedua jenis kewenangan
tersebut diakui dan ditetapkan langsung oleh undangundang dan
dijabarkan oleh peraturan pemerintah.
43
Kewenangan berdasarkan hak asal usul merupakan kewenangan
warisan yang masih hidup dan atas prakarsa Desa atau prakarsa
masyarakat Desa sesuai dengan perkembangan kehidupan masyarakat.
Sedangkan kewenangan lokal berskala Desa merupakan kewenangan
untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat Desa yang telah
dijalankan oleh Desa atau mampu dan efektif dijalankan oleh Desa atau
yang muncul karena perkembangan Desa dan prakasa masyarakat Desa.
Kedua kewenangan ini merupakan harapan menjadikan desa berdaulat,
mandiri, dan berkepribadian.
Dengan kedua kewenangan ini Desa mempunyai hak “mengatur”
dan “mengurus”, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 UU Desa, Desa
maupun Desa Adat mempunyai kewenangan mengeluarkan dan
menjalankan aturan main (peraturan), tentang apa yang boleh dan tidak
boleh dilakukan, sehingga mengikat kepada pihak-pihak yang
berkepentingan, dan menjalankan aturan tersebut. Atau
beRTanggungjawab merencanakan, menganggarkan dan menjalankan
kegiatan pembangunan atau pelayanan, serta menyelesaikan masalah
yang muncul.
a. Kewenangan Desa Berdasarkan Hak Asal Usul
Kewenangan atau Hak Asal Usul dalam Pasal 19 huruf [a] UU
Desa mencakup pengertian ; dimana hak-hak asli masa lalu yang telah
ada sebelum lahir NKRI pada tahun 1945 dan tetap dibawa dan
dijalankan oleh desa setelah lahir NKRI sampai sekarang. Disamping
44
itu, hak-hak asli yang muncul dari prakarsa desa yang bersangkutan
maupun prakarsa masyarakat setempat, sepanjang tidak beRTentangan
dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku. Kewenangan
asal-usul yang diakui oleh negara meliputi : pengelolaan aset
(sumberdaya alam, tanah ulayat, tanah kas Desa) dalam wilayah
yurisdiksi Desa, pembentukan struktur pemerintahan Desa dengan
mengakomodasi susunan asli, menyelesaikan sengketa secara adat dan
melestarikan adat dan budaya setempat.
Kewenangan asal usul Desa sebagaimana dalam Pasal 33 huruf [a]
UU Desa diuraikan Pasal 34 ayat (1) PP No. 43. Tahun 2014, yang
paling sedikit kewenangan tersebut terdiri atas : a). sistem organisasi
masyarakat adat; b). pembinaan kelembagaan masyarakat; c).
pembinaan lembaga dan hukum adat; d). pengelolaan tanah kas Desa;
e). pengembangan peran masyarakat Desa. Dan ruang lingkup
kewenangannya dibeberkan lagi secara rinci dalam Pasal 2
Permendesa PDTT No. 1 Tahun. 2015 tentang Pedoman Kewenangan
Berdasarkan Hak Asal Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa.
Dan untuk kewenangan Desa Adat berdasarkan hak asal usul,
secara khsusus dijelaskan lagi lebih gambang dalam Pasal 103 UU
Desa, yang diantaranya meliputi ; pengaturan dan pelaksanaan
pemerintahan berdasarkan susunan asli, pengaturan dan pengurusan
ulayat atau wilayah adat, dan pelestarian nilai sosial budaya Desa
45
Adat. Yang operasionalnya diperjelas dalam Pasal 3 Permendesa
PDTT No. 1 Tahun. 2015.
Dengan frasa “pengaturan dan pelaksanaan pemerintahan
berdasarkan susunan asli” dalam Pasal 103 UU Desa di atas berarti ,
bahwa negara harus memperhatikan dan menghormati kewenangan-
kewenangan asal-usul yang terkait dengan nomenklatur dan institusi
atau organisasi desa. Misalnya sebutan lokal untuk istilah “desa” yang
di daerah tertentu diistilahkan dengan Pakraman, Kampung,
Gampong, Nagari, Banua, atau Lembang. Juga sebutan untuk istilah
“diskusi” atau “musyawarah” yang di berbagai lokal daerah di
Indonesia ada yang menggunakan istilah Kerapatan di Sumatera
Barat, Kombongan di Toraja, Paruman di Bali, Gawe Rapah di
Lombok, Saniri di Maluku. Maupun beragam sebutan untuk Perangkat
Desa yang di berbadgai daerah mempunyai istilah sendiri-sendiri,
misalnya kewang, pecalang, jogoboyo, kebayan, carik, dan
sebagainya. Istilah-istilah tersebut tidak hanya bermakna nomenklatur,
melainkan bisa mengandung pengetahuan, nilai dan jati diri suatu
masyarakat.
Dan dengan frasa “pengaturan dan pengurusan ulayat atau wilayah
adat” menunjukkan, bahwa negara tidak boleh melakukan campur
tangan atau mengambil alih terhadap tanah-tanah desa sebagai hak
asal usul desa. Walaupun begitu, negara tetap masih bisa melakukan
pembinaan atas pengaturan dan pengelolaan serta memberikan
46
perlindungan (proteksi) untuk menjaga kelestarian dan optimalisasi
pemanfataan. Hal ini karena tidak sedikit desa Adat atau Desa di
Indonesia yang mempunyai tanah desa sebagai aset desa yang dijaga
dan diwariskan secara turun temurun. Tanah desa merupakan hak asal-
usul desa yang paling vital, sebab tanah merupakan aset (kekayaan)
yang menjadi sumber penghidupan dan kehidupan bagi desa dan
masyarakat. Oleh karena itu negara perlu memberikan pengakuan dan
penghormatan (rekognisi) terhadap tanah sebagai hak asal usul desa.
Juga dengan frasa “pelestarian nilai sosial budaya Desa Adat”, desa
bisa dilakukan dengan langkah konservasi dan revitalisasi kearifan
lokal terkemuka yang sudah ada dan mengakar di setiap daerah.
Kearifan lokal mengandung pranata lokal atau sistem norma yang
mengejawantahkan nilai-nilai, asas, struktur, kelembagaan,
mekanisme, dan religi yang tumbuh, berkembang, dan dianut
masyarakat lokal, dalam fungsinya sebagai instrumen untuk menjaga
keteraturan interaksi antar warga masyarakat (social order),
keteraturan hubungan dengan sang pencipta dan roh-roh yang
dipercaya memiliki kekuatan supranatural (spiritual order), atau
menjaga keteraturan perilaku masyarakat dengan alam lingkungan
atau ecological order.
Seperti di Bantaeng, dimana sampai saat ini dilestarikan lembaga
dan kearifan lokal accidong sipangadakkang. Lembaga Ini merupakan
institusi asal-usul tetapi memperoleh isi baru. Desa di Bantaeng
47
menggunakan lembaga itu sebagai forum perencanaan pembangunan
partisipatif yang menjamin keterlibatan perempuan dan kaum miskin.
Kelembagaan accidong sipangadakkang tersebut mendapat legitimasi
dan rekognisi (pengakuan) dengan Perda Kabupaten Bantaeng. Tata
nilai ini memiliki daya dorong yang cukup efektif untuk
mengembangkan serta memperluas ruang partisipasi, peran aktif
kelompok sosial, forum warga, jaringan antar kelompok, sehingga
mampu mendorong partisipasi warga, terlibat dalam proses
pengambilan keputusan baik dalam organisasi warga sendiri maupun
forum musyawarah tingkat desa, kecamatan sampai kabupaten.
Di Lombok Barat juga dilestarikan lembaga lokal bernama gawe
rapah. Lembaga asli ini bukanlah suatu wadah yang diberi mantra dan
guna-guna oleh orang pintar agar menghasilkan keputusan brilian,
melainkan sebagai media berkumpulnya (bermusyawarah) semua
pemangku kepentingan dengan mengedepankan metode revitalisasi
nilai lama dan modern; berupa partisipasi, kesetaraan, pembagian
kewenangan, optimalisasi aset, kebersamaan, kesalingpercayaan
(mutual trust) dan keterbukaan. Prinsip utama dalam tradisi ini yakni
setiap orang mempunyai kebebasan dan kesempatan yang sama untuk
mengungkapkan masalah dan menawarkan solusi atas persoalan yang
dihadapi secara santun dan beretika.
48
Gambar 01. Kewenangan Berdasarkan Asal Usul
b. Kewenangan Lokal Berskala Desa
Kewenangan lokal berskala Desa, sebagaimana Pasal 33 huruf [b]
UU Desa, adalah kewenangan untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat Desa yang telah dijalankan oleh Desa atau
mampu dan efektif dijalankan oleh Desa atau yang muncul karena
perkembangan Desa dan prakasa masyarakat Desa. Kewenangan tersebut
digamblangkan lagi dalam Pasal 34 ayat (2) PP No. 43 Tahun 2014, yang
diantaranya adalah : pengelolaan pasar Desa, pengelolaan jaringan
irigasi, atau pembinaan kesehatan masyarakat dan pengelolaan pos
pelayanan terpadu.
Artinya, kewenangan lokal berskala desa, sebagaimana penjelasan
Pasal 5 Permendesa PDTT No. 1 Tahun 2015, mempunyai kriteria sbb :
1) Kewenangan yang mengutamakan kegiatan pelayanan dan
pemberdayaan masyarakat.
49
2) Kewenangan yang mempunyai lingkup pengaturan dan kegiatan
hanya di dalam wilayah dan masyarakat Desa yang mempunyai
dampak internal Desa.
3) Kewenangan yang berkaitan dengan kebutuhan dan kepentingan
sehari-hari masyarakat Desa.
4) Kegiatan yang telah dijalankan oleh Desa atas dasar prakarsa Desa. e.
Program kegiatan pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah
kabupaten/kota dan pihak ketiga yang telah diserahkan dan dikelola
oleh Desa. f. Kewenangan lokal berskala Desa yang telah diatur dalam
peraturan perundang-undangan tentang pembagian kewenangan
pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota.
Kewenangan lokal berskala desa meliputi beberapa bidang, yaitu :
bidang pemerintahan Desa, bidang pembangunan Desa, bidang
kemasyarakatan Desa, dan bidang pemberdayaan masyarakat Desa.
Kewenangan lokal berskala desa haruslah kewenangan yang muncul
dari prakarsa masyarakat sesuai dengan kemampuan, kebutuhan dan kondisi
lokal desa. Hal itu supaya kewenangan tersebut sejalan dengan kepentingan
masyarakat sehingga akan bisa diterima dan dijalankan. Hanya saja,
kewenangan yang terkait dengan kepentingan masyarakat secara langsung
ini mempunyai cakupan yang relatif kecil dalam lingkup desa. Apalagi
kewenagan yang berkaitan sangat dekat dengan kebutuhan hidup sehari-hari
warga desa kurang mempunyai dampak keluar (eksternalitas) dan kebijakan
makro yang luas.
50
Jenis kewenangan lokal berskala desa ini merupakan turunan dari
konsep subsidiaritas, sehingga masalah atau urusan berskala lokal yang
sangat dekat dengan masyarakat sebaik mungkin diputuskan dan
diselesaikan oleh organisasi lokal (dalam hal ini adalah desa), tanpa harus
ditangani oleh organisasi yang lebih tinggi. Menurut konsep subsidiaritas,
urusan yang terkait dengan kepentingan masyarakat setempat atas prakarsa
desa dan masyarakat setempat, disebut sebagai kewenangan lokal berskala
desa.
Pelaksanaan kewenangan lokal tersebut berkonsekuensi terhadap
masuknya program-program pemerintah ke ranah desa. Pasal 20 UU Desa
menegaskan, bahwa pelaksanaan kewenangan berdasarkan hak asal usul dan
kewenangan lokal berskala Desa (sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19
huruf [a] dan [b] UU Desa) diatur dan diurus oleh Desa. Pasal ini terkait
dengan Pasal 81 ayat (4 dan 5) : “Pembangunan lokal berskala Desa
dilaksanakan sendiri oleh Desa” dan “Pelaksanaan program sektoral yang
masuk ke Desa diinformasikan kepada Pemerintah Desa untuk
diintegrasikan dengan Pembangunan Desa”.
Rangkaian pasal itu menegaskan bahwa kewenangan lokal bukanlah
kewenangan pemerintah supra-desa (termasuk kementerian sektoral)
melainkan menjadi kewenangan desa. karena selama ini hampir setiap
kementerian sektoral memiliki proyek masuk desa yang membawa
perencanaan, birokrasi, pendekatan, bantuan dan membangun kelembagaan
lokal di ranah desa. Ada desa mandiri energi (ESDM), pengembangan usaha
51
agribisnis perdesaan (pertanian), desa siaga (kesehatan) dan yang lainnya.
Dengan UU Desa ini, semua program tersebut adalah kewenangan lokal
berskala desa yang dimandatkan oleh UU Desa untuk diatur dan diurus oleh
desa.
Dengan dimikian, diharapkan bisa mendorong desa untuk berdaulat,
mandiri dan berkepribadian sebagaimana citacita pemerintahan sekarang ini.
Desa berdaulat, merupakan pengejawantahan asas rekognisi dan juga Pasal
5 dalam UU Desa, dimana Desa tidak lagi sub-ordinat kabupaten. Dengan
begitu semua pihak harus menghormati desa. Sementara konsepsi desa
mandiri merupakan penjabaran dari asas kemandirian. Dimana desa
memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Kemandirian
desa ini juga ditopang kewenangan lokal berskala desa.
Gambar 02. Kewenangan Lokal Berskala Desa
52
G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
deskritif kualitatif. Permasalahan yang dikaji oleh peneliti merupakan
masalah yang bersifat sosial dan dinamis. Oleh karena itu, peneliti
memilih menggunakan metode penelitian kualitatif untuk menentukan cara
mencari, mengumpulkanm mengolah dan menganilisis data hasil
penelitian tersebut. Penelitian kualitatif ini dapat digunakan untuk
memahami interaksi sosial , misalnya denga cara wawancara mendalam
sehingga akan ditemukan pola-pola yang jelas.
Penelitian kualitatif menurut Moleong (2007: 186) adalah penelitian
yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami
oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan serta
holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa,
pada suatu konteks khusus yang alamiah. Menurut Bog dan Taylor yang
dikutip oleh Moloeng (2007: 4) mengemukakan bahwa metode kualitatif
sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat
diamati.
2. Obyek Penelitian
Dalam penyusunan tesis ini yang menjadi objek pengamatan peneliti
adalah Pengembangan Kapasitas Pemerintah Desa.
53
3. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Wirokerten Kecamatan
Banguntapan Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta.
4. Teknik Pemilihan Subyek Penelitian
Untuk menentukan subyek penelitiannya di pakai teknik purposive
yang dilakukan dengan mengambil orang-orang yang terpilih dan terlibat
langsung dalam obyek penelitian. Dengan demikian diusahakan agar
informan tersebut memiliki ciri-ciri yang esensial sehingga dapat dianggap
cukup representatif. (Nasution, 2009:98).
5. Subyek Penelitian
Subyek penelitian yaitu orang yang merespon atau menjawab
pertanyaan-pertanyaan peneliti. (Widiyoko, 2012:29). Adapun yang
menjadi sasaran peneliti untuk dijadikan infroman dalam wawancara
terdiri dari sebagai berikut: 16 Orang Pemerintah Desa; 1 Orang Ketua
BPD; dan 1 Orang Ketua LPMD. Berikut identitas informan dapat
dikelompokkan menurut nama, tempat dan tanggal lahir, agama, jenis
kelamin, jabatan/pekerjaan dan pendidikan terkahir:
Tabel I-1Identitas Informan
No Nama TTL Agama L/P Jabatan Pend1. Hj. Rakhmawati
W. SEYogya,16/07/1971
Islam P Kepala Desa StrataSatu (S1)
2. Rini Widiastuti,S.Pd
Bantul,25/06/1991
Islam P Carik Desa StrataSatu (S1)
3. IndrasworoAgung
Bantul,11/12/1982
Islam L KASIPemerintahan
SMA
4. Nur Alamsah Bantul,15/06/1975
Islam L KASIPelayanan
Diploma(DII)
5. Widayanto Bantul,11/02/1982
Islam L KASIKesejahteraan
StrataSatu (S1)
54
No Nama TTL Agama L/P Jabatan Pend6. Komarudin Bantul,
06/03/1986Islam L KAUR
KeuanganStrataSatu (S1)
7. Wahyu Agung P. Bantul,04/11/1991
Islam L KAURPerencanaan
StrataSatu (S1)
8. Kaswati Bantul,03/04/1960
Islam P KAUR TUdan Umum
SMA
9. Triyono Yanto Bantul,10/04/1963
Islam L DukuhBotokenceng
SMA
10. Widodo Bantul,08/10/1954
Islam L DukuhGlondong
SMA
11. Rudi Budianto Bantul,14/10/1991
Islam L DukuhGrojogan
SMA
12. Sunartana Bantul,13/01/1962
Islam L Dukuh KepuhKulon
SMA
13. Maryono Bantul,16/06/1962
Islam L Dukuh KepuhWetan
SMA
14. Zainal Sidiq Bantul,07/06/1994
Islam L DukuhMutihan
SMA
15. Jumadi Bantul,10/10/1969
Islam L DukuhSampangan
SMA
16. Isdarnanto Bantul,24/04/1973
Islam L DukuhWirokerten
SMA
17. Sriwidodo Bantul,25/10/1971
Islam L Ketua LPMD SMA
18. BambangYogasworo
Bantul,25/10/1971
Islam L Ketua BPD StrataSatu (S1)
Deskripsi informan perlu untuk diketahui karena berisi data-data
mengenai informan dalam penelitian ini, sehingga diharapkan melalui
data-data ini dapat memberikan sumbangan kepada peneliti dalam upaya
untuk menjelaskan tentang Pengembangan Kapasitas Pemerintah Desa.
Seperti yang telah disebutkan bahwa pemilihan informan pertama
merupakan hal yang sangat utama sehingga harus dilakukan secara cermat,
karena penelitian ini mengkaji tentang Pengembangan Kapasitas
Pemerintah Desa maka peneliti memutuskan memilih informan yang
paling sesuai dan tepat ialah Kepala Desa karena Kepala Desa sebagai
pemimpin tertinggi di Pemerintahan Desa itu sendiri. Kemudian memilih
Perangkat Desa yang terdiri dari carik desa, kepala seksi, kepala urusan
55
dan dukuh. Dari informan selanjutnya peneliti memilih Ketua BPD karena
diketahui bersama bahwa salah satu tugas dari BPD adalah pengawasan
terhadap pemerintah, kemudian peneliti juga menambahkan Ketua LPMD
sebagai informan karena LPMD juga sangat berperan penting dalam
pemberdayaan dan pembangunan di Desa. Jadi dapat disimpulkan bahwa
subyek penelitian merupakan orang yang bisa memberikan informasi yang
dibutuhkan dalam penelitian.
6. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah merupakan teknik atau cara yang
dilakukan untuk mengumpulkan data. Metode menunjuk suatu cara
sehingga dapat diperlihatkan penggunaannya melalui observasi,
wawancara, dokumentasi dan sebagainya.
a. Observasi/Pengamatan
Observasi merupakan teknik pengumpulan data, dimana peneliti
melakukan pengamatan secara langsung ke objek penelitian untuk
melihat secara langsung daripada objek penelitian tersebut. (Ridwan,
2004: 104).
Observasi dilakukan yaitu untuk pengamatan subjek terhadap objek
yang diteliti, untuk memperoleh data yang dilakukan secara cermat dan
terpisah. Jelas bahwa tujuan observasi adalah untuk memperoleh data
kongkrit secara langsung dilapangan atau tempat penelitian. Hal-hal
yang telah diobservasi di lapangan antara lain:
56
1) Pelaku atau yang menyangkut siapa saja yang terlibat dalam
kegiatan yang diamati untuk memberikan data sesuai dengan
kebutuhan peneliti.
2) Fasilitas data dan berkas yang tersedia di Pemerintah Desa
Wirokerten Kecamatan Banguntapan Kabupaten Bantul.
Penulis menggunakan metode ini dimaksudkan untuk mengamati
dan mencatat secara langsung tentang focus dan obyek penelitian.
b. Wawancara
Menurut Esterberg (dalam Sugiyono. 2013: 321) wawancara
merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide
melalui tanya jawab, sehingga dapat dikontruksikan makna dalam suatu
topik tertentu. Wawancara merupakan “alat pengumpulan data dengan
mempergunakan tanya jawab antara pencari informasi dan sumber
informasi”. Metode ini juga dapat digunakan untuk menguji kebenaran
dan kemantapan suatu data yang diperoleh dengan cara lain, seperti
observasi dan sebagainya. Wawancara dalam penelitian ini ditujukan
kepada 18 orang sampel.
c. Dokumentasi
Menurut Sugiyono (2013:240) dokumen merupakan catatan
peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar
atau karya-karya monumental dari seorang. Pengambilan dokumentasi
merupakan cara untuk membantu mempermudah penilitian dalam
melengkapi data yang diperoleh saat melakukan wawancara.
57
Dokumentasi dalam penelitian ini merujuk pada data-data yang di butuh
peneliti di Pemerintahan Desa Wirokerten yang berbentuk Hardcopy
maupun Softcopy. Dengan metode dokumentasi ini penulis gunakan
untuk memperoleh data tentang pengembangan kapasitas Pemerintah
Desa.
7. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data merupakan tahap yang paling penting dalam
menentukan simpulan penelitian, data-data yang telah berhasil diperoleh
selanjutanya diklasifikasikan untuk kemudian di analisa dan kemudian di
deskripsikan dalam bentuk kata-kata atau kalimat yang dipisahkan
menurut kategori untuk memperoleh kesimpulan. Moloeng (2013:32)
menjelaskan langkah-langkah yang digunakan dalam analisis data
kualitatif secara berurutan:
a. Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan berupa data primer
(wawancara) dan data sekunder (dokumentasi).
b. Menelaah Data
Data-data yang telah terkumpul melalui hasil wawancara, pengamatan,
serta hasil dokumentasi ditelaah dengan seksama.
c. Reduksi Data
Reduksi Data dapat dilakukan dengan menghilangkan beberapa data
yang tidak berhubungan secara langsung dengan bahasan tema yang
58
dikemukakan sehingga hasil penelitian yang disajikan tidak melebar
dan lebih terstruktur serta konstruk penelitian tetap utuh.
d. Mengadakan Pemeriksaan Keabsahan Data dan Penafsiran Data
Selain menggunakan reduksi data, peneliti juga menggunakan teknik
triangualasi sebagai teknik untuk mengecek keabsahan data. Triangulasi
adalah teknik pemeriksaan keabsahan data dengan memanfaatkan
sesuatu yang lain dalam membandingkan hasil observasi dan
wawancara terhadap obyek penelitian (Moloeng, 2013:330). Triagulasi
dalam penelitian ini merujuk pada berbagai teori/pendapat dari tokoh
maupun kaidah yang berlaku secara umum guna memvalidasi data
antara yang diperoleh dilapangan (hasil observasi dan wawancara).
59
BAB II
GAMBARAN UMUM DESA WIROKERTEN
DAN PROFIL PEMERINTAH DESA WIROKERTEN
Pada Bab II dituliskan tentang gambaran umum Desa Wirokerten dan Profil
Pemerintah Desa Wirokerten. Untuk mengetahui secara rinci mengenai perihal
tersebut dapat disimak pada penjelasan dibawah sebagai berikut:
A. Gambaran Umum Desa Wirokerten
Pada gambaran umum ini, peneliti akan menjelaskan tentang sejarah
singkat desa, luas wilayah desa, jumlah penduduk, kelompok umur
penduduk, tingkat pendidikan penduduk, jenis pekerjaan penduduk dan jenis
pemeluk agama penduduk desa Wirokerten. Untuk memperjelas gambaran
umum desa Wirokerten dapat dilihat pada uraian dibawah ini:
1. Sejarah Singkat Desa Wirokerten
Desa Wirokerten dibentuk pada 9 Desember 1949, nama Wirokerten
berasal dari rasa ingin mengenang seorang tokoh yang dianggap oleh
masyarakat sebagai seorang pemberani dan berjuang semata-mata untuk
kejayaan Kerajaan Mataram pada waktu itu. Tokoh tersebut
adalah Tumenggung Wirokerti. Beliau merupakan komandan pasukan
perang Sultan Agung. Sehingga untuk menghormati jasa-jasa
Tumenggung Wirokerti yang pemberani tersebut, maka nama
“Wirokerten” dari asal kata “Wirokerti” dipakai sebagai nama Desa ini
sampai sekarang.
60
2. Luas Wilayah Desa Wirokerten
Desa Wirokerten merupakan salah satu Desa di wilayah Kecamatan
Banguntapan Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta. Desa ini
berdiri cukup lama, tepatnya pada tahun 1949 melalui dasar hukum
pembentukan Instruksi mendagri nomor 23 tahun 1989. Mengenai
wilayahnya Desa Wirokerten memiliki luas 386.1655 ha. Dengan tata
letak batas wilayah dapat dilihat pada tabel dibawah sebagai berikut:
Tabel II-1Batas Wilayah Desa Wirokerten
No Batas Desa/KeKepalaan Kecamatan1.
Sebelah UtaraDesa Banguntapan, DesaSingosaren, Desa Baturetno,KeKepalaan Purbayan
Kotagede
2. Sebelah Selatan Desa Wonokromo, Desa Pleret Pleret3. Sebelah Timur Desa Jambidan, Desa Potorono Piyungan4. Sebelah Barat Desa Tamanan Sewon
Sumber: Monografi Desa Wirokerten. 2018
Desa Wirokerten secara geografi terbagi dalam delapan dusun
meliputi: 1. Dusun Grojogan; 2. Dusun Botokenceng; 3. Dusun
Sampangan; 4. Dusun Wirokerten; 5. Dusun Kepuh Wetan; 6. Dusun
Kepuh Kulon; 7. Dusun Glondong; dan 8. Dusun Mutihan.
3. Jumlah Penduduk Desa Wirokerten
Adapun jumlah penduduk Desa Wirokerten dapat dilihat pada tabel
dibawah ini:
Tabel II-2Jumlah Penduduk Desa Wirokerten
No Statistik Jumlah (Orang)1. Laki-Laki 6.5012. Perempuan 6.485
Jumlah 12.986Sumber: Monografi Desa Wirokerten. 2018
61
Desa Wirokerten mempunyai penduduk sejumlah 12.986 jiwa, terdiri
dari 6.501 jiwa laki-laki dan 6.485 jiwa perempuan serta terbagi dalam
4.149 Kepala Keluarga.
4. Kependudukan Menurut Kelompok Umur Desa Wirokerten
Selanjutnya, apabila dikelompokkan dalam kategori umur
memperlihatkan bahwa penduduk tersebut tergolong dalam umur anak,
muda/dewasa dan tua. Berkaitan dengan kategori umur penduduk secara
rinci dapat disimak pada penjelasan tabel dibawah ini:
Tabel II-3Kelompok Umur Penduduk Desa Wirokerten
No Umur/Tahun Jumlah (Orang)1. 0-15 2.9862. 16-59 9.1613. 60 > 8394. Jumlah 12.986
Sumber: Monografi Desa Wirokerten, 2018
Berdasar data tabel di atas memperlihatkan bahwa penduduk Desa
Wirokerten mayoritas berumur 16-59 tahun dengan jumlah 9.161 jiwa,
selebihnya berumur 0-15 tahun dengan jumlah 2.986 jiwa dan paling
sedikit berumur 60 tahun keatas yang berjumlah 839 jiwa. Kondisi ini
menunjukan bahwa penduduk Desa Wirokerten merupakan kelompok
umur muda/dewasa yang ditunjukkan pada kisaran umur 16-59 tahun,
saat umur tersebut umumnya sedang pada tataran mengenyam
pendidikan dan ataupun angkatan kerja. Sementara kelompok umur anak-
anak yaitu 0-15 tahun berjumlah 2.986 jiwa pada umur tersebut
merupakan masa sekolah. Adapun jumlah penduduk desa paling sedikit
merupakan kategori umur tua 60 tahun keatas, yang berjumlah 839 jiwa.
62
Mayoritas penduduk berusia muda hakikatnya merupakan sumber
daya yang dapat didayagunakan untuk membangun desa setempat. Untuk
mewujudkannya alangkah baiknya pihak Pemerintah Desa memberikan
wahana agar dapat mengembangkan potensi dan sumber daya yang ada.
Hal ini dapat dilaksanakan dengan menjalin relasi ataupun jejaring secara
sinergis dengan lembaga ataupun instansi terkait yang peduli terhadap
permasalahan tersebut.
5. Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Wirokerten
Penduduk desa yang cukup banyak tersebut mempunyai tingkat
pendidikan beragam, berdasar data monografi desa pula diketahui
persebaran tingkat pendidikan formal yang diselesaikan penduduk mulai
dari jenjang taman kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah menengah
pertama, sekolah menengah atas dan perguruan tinggi. Berkaitan dengan
hal tersebut secara rinci dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel II-4Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Wirokerten
No Tingkat Pendidikan Laki-Laki Perempuan Jumlah1. Usia 3-6 tahun yang belum masuk
TK310 260 570
2. Usia 3-6 tahun yang sedang TK/playgroup
494 449 943
3. Usia 7-18 tahun yang sedangsekolah
606 595 1201
4. Usia 18-56 tahun tidak pernahsekolah
455 652 1107
5. Tamat SD/Sederajat 1.266 1.331 2.5976. Tamat SMP/Sederajat 959 874 1.8337. Tamat SMA/Sederajat 1.653 1563 3.2168. Tamat D-1/Sederajat 13 28 419. Tamat D-2/Sederajat 15 46 6110. Tamat D-3/Sederajat 157 185 34211. Tamat S-1/Sederajat 499 462 96112. Tamat S-2/Sederajat 66 36 10213. Tamat S-3/Sederajat 8 4 1214. Jumlah 9.165
Sumber: Monografi Desa Wirokerten, 2018.
63
Penjelasan di atas memperlihatkan bahwa tingkat pendidikan yang
dapat diselesaikan penduduk Desa Wirokerten yaitu mulai dari Usia 3-6
tahun yang belum masuk TK berjumlah 570 orang; Usia 3-6 tahun yang
sedang TK/play group berjumlah 943 orang; Usia 7-18 tahun yang
sedang sekolah 1207 orang; Usia 18-56 tahun tidak pernah sekolah
berjumlah 1107 orang; Tamat SD/Sederajat berjumlah 2597 orang;
Tamat SMP/Sederajat berjumlah 1833 orang; Tamat SMA/Sederajat
berjumlah 3216 orang; Tamat D-1/Sederajat berjumlah 41 orang; Tamat
D-2/Sederajat berjumlah 61 orang; Tamat D-3/Sederajat berjumlah 342
orang; Tamat S-1/Sederajat berjumlah 961 orang; Tamat S-2/Sederajat
berjumlah 102 orang; dan Tamat S-3/Sederajat berjumlah 12 orang.
Sedangkan tingkat pendidikan sekolah dasar, sekolah menengah pertama
dan sekolah menengah atas yang diselesaikan penduduk relatif cukup
banyak dari penduduk desa Wirokerten yang berjumlah 12.986 orang.
6. Jenis Pekerjaan Penduduk Desa Wirokerten
Apabila dilihat dari jenis pekerjaan yang menjadi mata pencaharian
penduduk Desa Wirokerten menunjukkan bervariasi, berkaitan dengan
jenis pekerjaan penduduk desa Wirokerten tersebut dapat dilihat pada
uraian tabel dibawah sebagai berikut:
64
Tabel II-5Jenis Pekerjaan Penduduk Desa Wirokerten
No Jenis Pekerjaan Jumlah (Orang)1. PNS 6392. TNI/Polri 1083. Swasta 9784. Pedagang 1.6345. Petani 5266. Tukang 3597. Buruh Tani 2.5638. Pensiunan 1479. Peternak 11310. Jasa 7711. Pengrajin 25212. Pekerja Seni 1213. Buruh Harian 3.257
Sumber: Monografi Desa Wirokerten, 2018.
Hasil rekapitulasi data yang disajikan dalam tabel di atas
menunjukan bahwa pegawai negeri sipil berjumlah 639 orang,
TNI/POLRI berjumlah 108 orang, swasta berjumlah 978 orang.
Selanjutnya penduduk yang bermata pencaharian sebagai pedagang
berjumlah 1.634 orang, petani berjumlah 526 orang, tukang berjumlah
359 orang, buruh tani berjumlah 2.563 orang, pensiunan berjumlah 147
orang, peternak berjumlah 113 orang, jasa berjumlah 77 orang, pengrajin
sejumlah 252 orang, pekerja seni berjumlah 12 orang. Penduduk yang
bekerja sebagai buruh harian lepas sejumlah 3.257 orang dan penduduk
yang tidak atau belum bekerja sejumlah 1.757 orang. Gambaran tentang
mata pencaharian penduduk setempat, namun yang paling banyak
menonjol mayoritas yang dilakukan sebagai pencaharian buruh harian
lepas.
65
Sementara dipandang dari aspek sosial, penduduk Desa Wirokerten
dalam kegiatan kesehariannya senantiasa memegang teguh pada norma
kemasyarakatan untuk saling tolong menolong, setia kawan dan peduli.
Budaya ini merupakan kearifan lokal dan tetap lestari hingga saat ini.
Oleh karena itu, kegiatan positif yang terkandung dalam kearian lokal
merupakan kekayaan dan tetap dilaksanakan.
7. Jumlah Pemeluk Agama Penduduk Desa Wirokerten
Penduduk Desa Wirokerten merupakan kelompok masyarakat yang
religius, dimana kegiatan-kegiatan keagamaan sangat dominan dalam
kehidupan bermasyarakat. Sebagai contoh diadakannya pengajian secara
rutin dan masih banyak lagi praktik keagamaan yang masih
dipertahankan hingga sekarang. Untuk mengetahui dengan jelas jumlah
pemeluk agama di Desa Wirokerten dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel II-6Jumlah Pemeluk Agama Penduduk Desa Wirokerten
No Agama Laki-Laki Perempuan Jumlah1. Islam 6408 6377 12.7852. Kristen 59 68 1273. Katholik 29 34 634. Hindu 2 3 55. Budha 3 3 66. Jumlah 12.986
Sumber: Monografi Desa Wirokerten. 2018
Jika dilihat dari tabel di atas, menerangkan bahwa jumlah penduduk
desa Wirokerten yang beragama islam berjumlah 12.785 orang;
sedangkan yang beragam kristen berjumlah 127 orang; katholik
berjumlah 63 orang; hindu berjumlah 5 orang dan yang beragam budha
66
berjumlah 6 orang. Dengan total jumlah penduduk desa Wirokerten
sebanyak 12.986 orang.
B. Pemerintah Desa Wirokerten
Desa Wirokerten yang cukup luas tersebut dipimpin oleh seorang
Kepala Desa perempuan yang terpilih sejak tahun 2012 hingga sekarang
tahun 2018. Sebagaimana diketahui bahwa desa yang mempunyai delapan
dusun dan tata letaknya tersebar diwilayah desa dengan luas yang bervariasi
ini mampu di pimpin oleh seorang perempuan.
1. Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa Wirokerten
Adapun susunan organisasi dan tata kerja Pemerintah Desa
Wirokerten dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Lampiran: Peraturan Bupati Bantul Nomor 42 Tahun 2016 tentang
Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa.
Gambar II-1Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa Wirokerten
Sumber: Data Monografi Desa Wirokerten 2018
67
Keterangan:: Garis Komando atau Tanggungjawab: Garis Koordinasi
Dari tabel di atas kita bisa melihat susunan organisasi dan tata kerja
Pemerintah Desa Wirokerten, adapun identitas Pemerintah Desa Wirokerten
dapat dilihat dibawah ini:
Tabel II-7Identitas Pemerintah Desa Wirokerten
No Nama TTL Agama L/P Jabatan Pend1) Hj. Rakhmawati W.
SEYogya,16/07/1971
Islam P Kepala Desa StrataSatu (S1)
2) Rini Widiastuti,S.Pd
Bantul,25/06/1991
Islam P Carik Desa StrataSatu (S1)
3) Indrasworo Agung Bantul,11/12/1982
Islam L KASIPemerintahan
SMA
4) Nur Alamsah Bantul,15/06/1975
Islam L KASIPelayanan
Diploma(DII)
5) Widayanto Bantul,11/02/1982
Islam L KASIKesejahteraan
StrataSatu (S1)
6) Komarudin Bantul,06/03/1986
Islam L KAURKeuangan
StrataSatu (S1)
7) Wahyu Agung P. Bantul,04/11/1991
Islam L KAURPerencanaan
StrataSatu (S1)
8) Kaswati Bantul,03/04/1960
Islam P KAUR TUdan Umum
SMA
9) Triyono Yanto Bantul,10/04/1963
Islam L DukuhBotokenceng
SMA
10) Widodo Bantul,08/10/1954
Islam L DukuhGlondong
SMA
11) Rudi Budianto Bantul,14/10/1991
Islam L DukuhGrojogan
SMA
12) Sunartana Bantul,13/01/1962
Islam L Dukuh KepuhKulon
SMA
13) Maryono Bantul,16/06/1962
Islam L Dukuh KepuhWetan
SMA
14) Zainal Sidiq Bantul,07/06/1994
Islam L DukuhMutihan
SMA
15) Jumadi Bantul,10/10/1969
Islam L DukuhSampangan
SMA
16) Isdarnanto Bantul,24/04/1973
Islam L DukuhWirokerten
SMA
17) Musiyem Bantul,27/03/1966
Islam P Staf StrataSatu (S1)
18) Warsini Bantul,01/06/1961
Islam P Staf SMA
68
No Nama TTL Agama L/P Jabatan Pend19) Drs. Marsimin Gunung,
04/02/1967Islam L Staf Strata
Satu (S1)20) Darmaji Bantul,
10/11/1975Islam L Staf SMA
21) Fitri Puji Isnani Bantul,04/08/1980
Islam P Staf Diploma
Dari keterangan di atas kita bisa melihat secara singkat biografi
Pemerintah Desa Wirokerten, selanjutnya ada susunan pengurus Badan
Permusyawaratan Desa (BPD), LPMD, PKK, POSYANDU, KARANG
TARUNA Desa Wirokerten sebagai berikut:
2. Badan Permusyawaratan Desa Wirokerten
a. Ketua BPD : Bambang Yogasworob. Wakil Ketua : Agus Widodoc. Sekretaris : Marjunid. Bidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan pembinaan
kemasyarakatan:Ketua Bidang : Rita AndrianiAnggota I : Cipto MulyaAnggota II : Bariq Gufran
e. Bidang pembangunan Desa dan pemberdayaan masyarakat Desa:Ketua Bidang : SukadiAnggota I : Dwi EkoAnggota II : Nur Widayati
Adapun tugas dan fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
Wirokerten sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 16
Tahun 2017 Pada Bab IV Fungsi Dan Tugas BPD sebagai berikut:
Bagian Kesatu Fungsi BPD Pasal 32 BPD mempunyai fungsi: 1).
membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala
Desa; 2). menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat Desa; dan
3). melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa.
69
Bagian Kedua Tugas BPD Pasal 33 BPD mempunyai tugas: a).
menggali aspirasi masyarakat; b). menampung aspirasi masyarakat; c).
mengelola aspirasi masyarakat; d). menyalurkan aspirasi masyarakat; e).
menyelenggarakan musyawarah BPD; f). menyelenggarakan
musyawarah Desa; g). membentuk panitia pemilihan Kepala Desa; h).
menyelenggarakan musyawarah Desa khusus untuk pemilihan Kepala
Desa antarwaktu; i). membahas dan menyepakati rancangan Peraturan
Desa bersama Kepala Desa; j). melaksanakan pengawasan terhadap
kinerja Kepala Desa; k). melakukan evaluasi laporan keterangan
penyelenggaraan Pemerintahan Desa; l). menciptakan hubungan kerja
yang harmonis dengan Pemerintah Desa dan lembaga Desa lainnya; dan
m). melaksanakan tugas lain yang diatur dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan.
3. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa Wirokerten
Di Desa Wirokerten juga mempunyai lembaga-lembaga misalnya
seperti LPMD, adapun susunan pengurus LPMD bisa kita lihat dibawah
ini:
a. Ketua LPMD : Sriwidodob. Wakil Ketua : Dwiraharjoc. Bendahara : H. Suyantod. Sekretaris I : Anton Nugrohoe. Sekretaris II : Sulisdiantorof. Seksi Agama : H. Badrudin & Sukadig. Seksi Pendidikan : Huda, S.Pd & Roni, S.Pdh. Seksi Pembangunan : Wagiman & Mudonoi. Seksi HUMAS : Safrudin & Heri Sardono
70
4. PKK Desa Wirokerten
Adapun berbagai kegiatan yang pernah dilakukan oleh PKK Desa
Wirokerten salah satunya ialah:
a) Kader PKK Desa Wirokerten mengikuti pelatihan PMT-P
Pada Selasa 14 Februari 2017 Kader PKK Desa Wirokerten mengikuti
acara Pendampingan PMT-P oleh Kader Kesehatan yang diadakan
oleh dinas kesehatan.bertempat di Kantor Koperasi Adil Bantul ibu
Septi Widiyaningrum mengikuti PMT P yang di adakan oleh DINKES
Bantul. harapan ibu septi acara ini bisa kedepannya di transferkan ke
ibu kader PKK yang lainya sehingga apa yang di dapatkan hari
kemeren bisa bermanfaat untuk yang lainya juga. (Sumber: Website
Resmi Desa Wirokerten)
b) PKK Desa Wirokerten Roadshow Turba ke 8 Padukuhan
Pada tanggal 17 april 2017, Ibu-ibu PKK Desa Wirokerten
melaksanakan kegiaatan Turba ke delapan peDukuhan yang ada di
Desa Wirokerten untuk mengecek laporan administrasi PKK Desa dan
serta sosialisasi kegiatan kegiatn PKK Desa yang di sinkrongkan
dengan PKK Dusun dengan harapan kegiatan ini bisa memberikan
dampak postif agar bisa meberikan info yang baik dan benar tentang
kesehatan serta kesejahteraan masyarakat dengan basis data dari PKK,
angka kelahiran, kematian, ibu hamil , posyandu, posyandu lansia dan
kegiatan lainya. Ibu PKK bersama dengan Pemerintah Desa
71
melakukan kegiatan ini dengan di bantu ibi ibu Dukuh dan kader
kader PKK lainya. (Sumber: Website Resmi Desa Wirokerten)
Berikut susunan PKK Desa Wirokerten yang aktif dalam dalam
berbagai kegiatan, strutural PKK sebagai berikut:
Gambar II-2Susunan Keanggotaan TP-PKK Desa Wirokerten
Sumber: Data Monografi Desa Wirokerten 2018
72
5. POSYANDU Desa Wirokerten
Sesuai dengan Nomor 36 Tahun 2017 Tentang Penetapan
Pendirian Dan Kader Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) Balita Desa
Wirokerten Kecamatan Banguntapan, berikut susunan pengurus
posyandu tersebut:
Tabel II-8Susunan Pengurus Kader Posyandu Desa Wirokerten
No Padukuhan Nama Posyandu Nama Kader Jabatan
1. Grojogan TiRTo Mayang Brevi Sistian Diti KetuaAnik Sudarwati SekretarisEsty Rokhanah BendaharaMurajiati AnggotaPartini Anggota
2. Botokenceng Mekar Sejati Kanthi Sumiasih KetuaMurgiyanti SekretarisMargiyati BendaharaMaryati AnggotaNgadinah Anggota
3 Sampangan Bougenvile Suswanti KetuaSulaikawati SekretarisMugiyanti BendaharaSudati AnggotaAminah Anggota
4 Sampangan Bougenvile 2 Kristanti Pebriani KetuaAstining Hariri SekretarisNurlila Rachim BendaharaMaryati AnggotaRina Anggota
5 Wirokerten Melati Purwanti KetuaKenciati SekretarisHasta W BendaharaNurkhayati AnggotaSumarni Anggota
6KepuhWetan
Surya Timur Dwi Nurhidayati Ketua
Tri Sejati Setya R SekretarisNunung Puji L BendaharaAriyani AnggotaMarfungah Anggota
73
No Padukuhan Nama Posyandu Nama Kader Jabatan
7KepuhWetan
Anggrek Sumarsita Ketua
Sudaryanti SekretarisUmi Fatimah BendaharaWartini AnggotaSri Wahyuni Anggota
8KepuhWetan
Kenanga Umiyatun K Ketua
Liestyawati SekretarisEni Haryati BendaharaErni Arianingsih AnggotaNoviana Indri Anggota
9 Kepuh Kulon Layung Kulon Ismiyarsih KetuaTri Diana Farida SekretarisIriyanti BendaharaWiwin Aryati AnggotaNuryani Anggota
10 GlondongCempakaKuning
Siti Rochjiyati Ketua
Putri NirmalaAshrof
Sekretaris
SeptiWidyaningsih
Bendahara
Hutami Mike AnggotaDevi Istriyani Anggota
11 GlondongAsy SyifaPonpesJamilurrohman
AningMahendrawati
Ketua
Sri Kushartini SekretarisSugihaRTati BendaharaSulastri AnggotaAdilah Anggota
12 Mutihan Seto Timur Umi Kalsum KetuaOcy Herawati K SekretarisEni Sudiyarti BendaharaTri Anggorowati AnggotaSuci Astuti Anggota
13Perum GWIMutihan
Dahlia Sri Nurhayati Ketua
Wulandari SekretarisSupartijah BendaharaRati Yunawati AnggotaCharsiti Anggota
74
No Padukuhan Nama Posyandu Nama Kader Jabatan
14Perum GWIMutihan
Sakura Siti Chomatiah Ketua
Suandika Ratna S SekretarisKayem BendaharaIla Afidayani AnggotaMaspa Siti B Anggota
15Perum GWIMutihan
Anyelir Tri HeRTanti Ketua
Andarini SekretarisNur Bawasti BendaharaRetno Aminingsih AnggotaSri Mujiati Anggota
Sumber: Data Monografi Desa Wirokerten 2018
6. Karang Taruna Desa Wirokerten
Sesuai dengan Lampiran Keputusan Kepala Desa Wirokerten
Nomor 06 Tahun 2015 Tanggal 1 Juli 2015 menetapkan daftar
pengurus karang taruna Desa Wirokerten Kecamatan Banguntapan
Kabupaten Bantul Periode 2015-2018, sebagai berikut:
Pelindung : Rakhmawati W., S.E.Pembina : Muh. Asrori, S.Pd
Widayanto, S.E.
Ketua : Arif BaharKetua I : Taufik NugrohoKetua II : Toni Fitri YuliantoSekretaris I : Anindito Lanang, S.KomSekretaris II : Wahyu Dwi PBendahara I : Tuchi CBendahara II : Alifah
Seksi Kegiatan Belajar Mengajar : Nur LatifahSupriantoOktavia A.S
Seksi Organisasi Ekonomi Budaya : Anan SugiaRToWahyu A.PRio Yuanto
Seksi Pemuda & Olah Raga : Isna Nur FAnisaPrastiwi
75
Seksi HKK : Trisno WKomarudinSepti Y
Seksi Koordinasi Diklat : Nida RahmawatiSiti KholifahHanif Ansia
Seksi Koordinasi UKS : Yanti RahayuHermawanDian Tiwi
Seksi Koordinasi PM : Dewi SintaNur AnisaRima Nur A
Seksi Koordinasi KUBE : EmilaEdwin AnantaMukharom T
7. LINMAS Desa Wirokerten
Adapun Susunan Organisasi Satuan Perlindungan Masyarakat
Desa Wirokerten Kecamatan Banguntapan Kabupaten Bantul, sebagai
berikut:
Gambar II-3Susunan organisasi LINMAS Desa Wirokerten
Sumber: Data Monografi Desa Wirokerten 2018
76
Dari beberapa lembaga kemasyarakatan desa Wirokerten yang
terlampir di atas, Pemerintah Desa Wirokerten juga melakukan
kegiatan yang termuat dalam APBDES pada tahun 2017.
8. Ketua RT Desa Wirokerten
Adapun daftar nama-nama Ketua RT Desa Wirokerten Masa
Bakti 2015-2018 adalah sebagai berikut:
Tabel II-9Daftar Nama Ketua RT Desa Wirokerten
No Desa Pedukuhan Nama RT Nama Ketua RT
1 Wirokerten Grojogan RT 01 Akhiyar
RT 02 Siswanto
RT 03 Slamet riyadi
RT 04 Ahmad dawud
RT 05 Limbang wahyatno
RT 06 Sigitiyana
RT 07 Mukhayat
RT 08 Sulistriyanto
RT 09 Sugeng
Botokenceng RT 01 Supriyono
RT 02 Ahmad slamet
RT 03 Mugiono
RT 04 Rusbiantoro
RT 05 Dwi eko
RT 06 Muh yudi
RT 07 Exwantoro
Sampangan RT 01 Taryono
RT 02Subardiman/siswosubardi
RT 03 Triyono
RT 04 M. Saefudin
RT 05 Suyatin
77
No Desa Pedukuhan Nama RT Nama Ketua RT
Wirokerten Sampangan RT 06 Parijan
RT 07 Tri pantoro
Wirokerten RT 01 Sukoco
RT 02 Subarjo
RT 03 Suwandi
RT 04 Badarudin
RT 05 Suyanto, s.e.
RT 06 Pardiyo
RT 07 Asrozi
Kepuh Wetan RT 01 M. Asrodin
RT 02 Surono
RT 03 Dheni suprapto
RT 04 Sukirno
RT 05 Budi santoso
RT 06 Slamet
RT 07 Sony kerta wijaya
Kepuh Kulon RT 01 Sri widodo
RT 02 Sugiyono
RT 03 Parlan, s.e.
RT 04 Wahyudi
RT 05 Sugeng
RT 06 Wibowo
RT 07 Abdul haris
Glondong RT 01 Bintang satya pamungkas
RT 02 H. Jaiman
RT 03 Anung pradhata
RT 04 Amin pujiono
RT 05 Nuryanto
RT 06 Drs. Sugeng wahono
RT 07 M. Saifudin abadi
RT 08 Cahyo putranto
78
No Desa PeDukuhan Nama RT Nama Ketua RT
Wirokerten Mutihan RT 01 Triyono
RT 02 Supriyana, s.pd
RT 03 Diananta
RT 04 Haryoto
RT 05 Wajarto, s.h.
RT 06 Moch singgih sulistiyono
RT 07 H. Sunarto, spd
RT 08 Drs. Nashruddien
RT 09 Hadi purnomo, drs, mm
RT 10Yusuf khaeruddien, drs.Msi
RT 11 Lestari putro
RT 12 H. KuntaRTo
RT 13 H. Aladi kusanyoto
RT 14 Herry sutoto
RT 15 Edi suryanto
Sumber: Data Monografi Desa Wirokerten 2018