pengembangan lembar kerja siswa sekolah dasar …
TRANSCRIPT
1
PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA SEKOLAH DASAR
MENGGUNAKAN PENDEKATAN SAINTIFIK
Penulis:
Dr. Ahmad Calam, MA.,
Fatmawati, S.Pd., M.Pd.,
Ilham Nazaruddin, S.Pd., M.Pd.
Maswatul Hasanah, S.Kom., S.Pd.
BUDAPEST INTERNATIONAL RESEARCH AND CRITICS UNIVERSITY (BIRCU-PUBLISHING)
2
PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA SEKOLAH DASAR
MENGGUNAKAN PENDEKATAN SAINTIFIK
Penulis:
Dr. Ahmad Calam, MA.,
Fatmawati, S.Pd., M.Pd.,
Ilham Nazaruddin, S.Pd., M.Pd.
Maswatul Hasanah, S.Kom., S.Pd.
ISBN :
9786236893159
Layout dan Design Cover :
Anna Anastasya Amaliah
Editor :
M. Ridwan
Penerbit:
Budapest International Research and Critics University (BIRCU-Publishing)
Redaksi : Komplek Jasari Muslim Jl. Perjuangan, Bandar Klippa, Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara 20371, Indonesia. Deli Serdang.
Cetakan pertama : 2021
Hak cipta dilindungi oleh undang-undang. Dilarang memperbanyak karya tulis ini
dalam bentuk apapun tanpa ijin penerbit
3
KATA PENGANTAR
Dengan Nama Allah SWT Yang Maha Pengasih dan lagi Maha
Penyayang. Penulis bersyukur atas pertolongan Nya buku ini dapat
diselesaikan sesuai dengan rencana. Buku ini merupakan karya ilmiah
penulis berdasarkan hasil penelitian yang cukup singkat. Obsesi
menghadirkan guru yang benar-benar profesional dan pimpinan yang
benar-benar bijak untuk mendongkrak kinerja sekolah dasar sudah menjadi
penomena universal. Era sekarang, bahkan jauh sebelumnya telah muncul
simpulan umum, bahwa tanpa kehadiran seorang pemimpin dengan
kapasitas pemimpin yang hebat, khususnya pada sekolah dasar swasta,
untuk mewujudkan misi dan mencapai guru profesional secara kompetitif
akan lebih banyak menjelma sebagai mimpi ketimbang realitas. Kesadaran
untuk merekrut guru baru yang sudah berpengalaman, sepertinya sulit
bagi sekolah dasar swasta terlebih yang berada di daerah, disamping tarif
finansial yang tinggi juga menyangkut ketersediaan guru yang
berpengalaman untuk pindah pangkalan data. Bahkan di beberapa sekolah
dasar calon guru yang memiliki kualifikasi Sarjana Pendidikan Guru
Sekolah Dasar (S1 PGSD) saja sangat langka, harus menyekolahkan guru
yang sudah S1 dengan kurun waktu 2-3 tahun kedepan baru akan ada
ketersediaan guru yang notabenenya guru baru yang belum
berpengalaman dalam hal Pendidikan dasar. SD IT Qurrota A’yun yang
dijadikan dasar pengambilan data dalam penulisan buku ini banyak
4
memberi peluang bagi semua guru untuk mengembangkan profesinya
bukan hanya dalam bidang pengajaran melainkan juga bidang pengadaan
lembar kerja siswa (LKS) sebagai implementasi dari guru sebagai pendidik.
Penulis berterimakasih kepada semua teman dan sejawat di STMIK
Triguna Dharma dan STKIP Amal Bakti, teman-teman guru di SD IT
Qurrota A’yun yang telah memberikan inspirasi dari penulisan buku ini.
Penulis berharap semoga buku ini dapat sedikit memberikan
manfaat bagi para praktisi pendidikan dan para guru khususnya guru
sekolah dasar dalam perkembangan ilmu pengetahuan khususnya bidang
kajian pendidikan dasar serta dapat dijadikan sebagai rujukan bagi peneliti
atau penulis ilmiah lainnya.
Akhir kata penulis berbesar hati apabila para pembaca sudi
memberikan kritik, saran dan masukan dalam rangka penyempurnaan
buku ini.
Medan, 17 Juni 2021
Penulis
5
DAFTAR ISI
HALAMAN COVER ............................................................................................................ i KATA PENGANTAR ........................................................................................................ ii DAFTAR ISI ........................................................................................................................ iii BAB I BABAK SEJARAH
1.1 Latar Filosofis .............................................................................................................. 1
1.2 Problematika yang Muncul .................................................................................... 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA
1.2 Lembar Kerja Siswa ................................................................................................... 11 2.1 Ciri-ciri LKS .............................................................................................................. 12 2.2 Urgensi dan Manfaat LKS .......................................................................................... 12
2.4 Kelebihan dan Kelemahan Media LKS ........................................................................ 14 2.5 Jenis-jenis Lembar Kerja Siswa………………………………………………… 17 2.6 Langkah-langkah Penyusunan Lembar Kerja Siswa ........................................ 18 2.7 Langkah-langkah Penyusunan Lembar Kerja Siswa ........................................ 22
BAB III KURIKULUM SD 2013 3.1 PengertianKurikulum 2013 .................................................................................... 24 3.2 Karakteristik Kurikulum 2013 ............................................................................... 32 3.3 Elemen Perubahan Kurikulum 2013 .......................................................................... 34
3.4 Kurikulum dalam pandangan Islam ................................................................... 38 BAB IV PRINSIP PENGEMBANGAN
4.1 Analisis Kebutuhan ................................................................................................. 59 4.2 Hasil Penelitian ........................................................................................................ 61 4.3 Pembahasan Hasil Penelitian ................................................................................ 61 4.4 Deskripsi Produk Awal .......................................................................................... 63 4.5 Data Hasil Validasi Guru Pelaksana Kurikulum SD 2013 .............................. 63
BAB V KAJIAN PRODUK AKHIR DAN PEMBAHASAN 5.1 Kajian Produk Akhir .............................................................................................. 78 5.2 Pembahasan Produk Akhir ........................................................................................ 86
BAB VI DISKURSUS PENGEMBANGAN LKS MENGGUNAKAN PENDEKATAN SAINTIFIK
6.1 Problematika dan Solusi ....................................................................................... 86 6.2 Pengembangan SDM ................................................................................................ 86
BAB VII BABAK AKHIR 7.1 Simpulan ................................................................................................................... 96 7.2 Saran ……………………………………………………………………………. 97
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 99 BIOGRAFI PENULIS ....................................................................................................... 100
6
BAB I
BABAK SEJARAH
A. Latar Filosofis
Pembahasan mengenai pendidikan yang merupakan merupakan
hak setiap warga negara tidak sebatas pada proses pembelajaran,
melainkan pada media pembelajaran, salah satunya adalah pengembangan
LKS (Lembar Kerja Siswa). Secara umum tentang Pendidikan tertuang
dalam UUD 1945 Pasal 31 ayat (1) yang berbunyi “Tiap-tiap warga negara
berhak untuk mendapatkan pendidikan”. Oleh sebab itu, negara tanpa
henti-hentinya selalu berusaha untuk melakukan berbagai pembaharuan di
berbagai bidang pendidikan. Salah satunya dengan adanya perubahan
kurikulum yang mengikuti perubahan zaman. Perubahan kurikulum yang
baru saja terjadi yaitu perubahan Kurikulum 2006 ke Kurikulum 2013.
Mulai tahun pelajaran 2013/2014, secara serempak pemerintah telah
memberlakukan Kurikulum 2013 sebagai pengganti Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan. Kurikulum 2013 adalah kurikulum yang melaksanakan
pembelajaran tematik terpadu dengan menggunakan pendekatan saintifik.
Pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah proses
pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa sehingga siswa secara aktif
mengkonstruksi konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan mengamati
(mengidentifikasi atau menemukan masalah), merumuskan masalah,
7
mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan
berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan, dan
mengkomunikasikan konsep, hukum, atau prinsip yang “ditemukan”
(Daryanto. 2014:51).
Penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran melibatkan
keterampilan proses seperti mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan
mengomunikasikan.
Dalam melaksanakan proses-proses tersebut, bantuan guru sangat
diperlukan. Akan tetapi, bantuan guru tersebut harus semakin berkurang
dengan semakin bertambah dewasanya siswa atau semakin tingginya
kelas. Salah satu bantuan yang dapat diberikan guru adalah memberikan
Lembar Kerja Siswa atau yang biasa disingkat LKS.
Tim Penyusun Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama Dirjen
Pendidikan Dasar dan Menengah Depdiknas (2004:23) menjelaskan bahwa
Lembar Kerja Siswa merupakan lembaran-lembaran yang berisi tugas yang
harus dikerjakan siswa. Dalam menyiapkan Lembar Kerja Siswa, ada syarat
yang mesti dipenuhi oleh guru. Prastowo (2014:296) menjelaskan, syarat
yang harus dipenuhi guru yaitu harus cermat dan memiliki pengetahuan
serta keterampilan yang memadai, karena sebuah lembar kerja harus
memenuhi paling tidak kriteria yang berkaitan dengan tercapai atau tidak
sebuah kompetensi dasar harus dikuasai oleh siswa.
Berdasarkan hasil wawancara survei kebutuhan guru terkait
penggunaan Lembar Kerja Siswa pada tanggal 09 Februari pukul 10.20 WIB
8
di ruang kelas II, SDS IT Qurrata A’yun Deli Tua dengan Ibu M.H, guru
sering menggunakan media LKS dalam proses belajar mengajar karena
media LKS sendiri merupakan bukti kerja nyata yang harus diselesaikan
peserta didik dan merupakan sarana peserta didik dalam memahami
materi suatu pelajaran yang dipelajari peserta didik. LKS juga merupakan
alat ukur keberhasilan peserta didik. Selain sudah menggunakan media
LKS, guru M.H juga sudah cukup paham terkait komponen-komponen apa
saja yang harus ada dalam media LKS yang menggunakan pendekatan
saintifik.
Menurut guru M.H, mengajar menggunakan media LKS memiliki
beberapa keunggulan dan kelemahan. Keunggulannya seperti terciptanya
suasana belajar yang menyenangkan sehingga dapat menarik minat belajar
peserta didik, peserta didik antusias dengan melihat isi dari media LKS,
memberikan motivasi belajar kepada peserta didik sehingga berdampak
pada pencapaian hasil belajar yang optimal, penggunaan media LKS juga
dirasa efektif dan efisien sehingga peserta didik tidak mudah jenuh, dan
praktis.
Kelemahan media LKS sendiri menurut guru M.H adalah guru tidak
kreatif artinya dengan adanya LKS yang sering diperjualbelikan oleh
penerbit guru menjadi manja, walaupun LKS yang sering diperjualbelikan
adalah LKS yang dibuat oleh guru kelas juga, tetapi membuat guru-guru
lain menjadi tidak kreatif; Guru tidak inovatif, artinya pada LKS-LKS yang
sering diperjualbelikan hanya mementingkan aspek kognitif tanpa
9
memperhatikan aspek afektif dan psiokomotorik; LKS komersil merupakan
pengrobotisasian generasi, serta LKS komersil merupakan malpraktek
karena merupakan komersialisasi pendidikan; Nilai guru atau
keprofesionalan guru menurun, seolah-olah guru hanya mendapat gaji dan
tidak bekerja karena adanya LKS yang dapat dibeli; Guru tidak
menghiraukan kompetensi yang akan diperoleh siswa dari pelajaran yang
diajarkan kadang-kadang LKS yang diperjualbelikan keluar jalur, artinya
tidak berpegang pada silabus.
Dari hasil wawancara, guru M.H sudah terampil dalam membuat
media LKS dengan menggunakan pendekatan saintifik tetapi LKS-nya
masih sederhana. Guru M.R biasa membuat media LKS untuk keperluan
pada saat ulangan harian dan ujian akhir semester. Dalam membuat media
LKS yang sederhana ini juga guru M.R sudah mencoba membuat media
LKS sesuai tuntutan kurikulum Sekolah Dasar 2013 yang mengemas materi
pelajaran secara tematik terintegratif dan menggunakan pendekatan
saintifik. Bukan itu saja, guru M.R juga sudah paham terkait komponen-
komponen apa saja yang harus ada dalam media LKS yang menggunakan
pendekatan saintifik, meskipun tidak semua komponen 5M (mengamati,
menanya, menalar, mencoba, dan mengkomunikasikan) ada dalam LKS
tetapi diterapkan secara langsung pada saat proses belajar mengajar.
Dari hasil wawancara guru M.H mengatakan bahwa ada beberapa
karakteristik media LKS yang baik dengan mengacu pada pendekatan
saintifik diantaranya adalah LKS memiliki soal-soal yang harus dikerjakan
10
siswa, merupakan bahan ajar cetak, judul singkat, struktur kognitifnya
jelas, bahasa yang digunakan mudah dipahami, kalimatnya jelas dan tidak
terlalu panjang, serta kalimatnya menguji pemahaman siswa. Oleh karena
adanya tuntutan membuat media LKS sesuai dengan karakteristik yang
baik, guru M.R terkadang mendapatkan kesulitan dalam menyusun dan
mengembangkan LKS menggunakan pendekatan saintifik, yaitu mengenai
waktu dan sumber daya manusia yang berhubungan dengan pengetahuan
tentang teknologi informasi. Oleh karenanya, usaha yang diterapkan guru
M.Y menghadapi kesulitan tersebut adalah dengan bekerja sama dengan
teman guru. Selain bekerja sama dengan teman guru, guru M.H juga
berharap akan adanya guru-guru lain yang sekiranya mampu membuat
media LKS yang lebih baik sesuai tuntutan Kurikulum 2013.
1.2 Problematika yang Muncul
Untuk lebih terarah kajian ini, maka perlu dikemukakan sesuatu yang
menjadi problematika masalahnya ialah; Bagaimana mengembangkan Lembar
Kerja Siswa (LKS) menggunakan pendekatan saintifik dan Bagaimana kualitas
Lembar Kerja Siswa (LKS) menggunakan pendekatan saintifik untuk siswa ?
11
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Lembar Kerja Siswa
Lembar Kerja Siswa (LKS) merupakan salah satu jenis alat bantu
pembelajaran.Secara umum LKS merupakan perangkat pembelajaran sebagai
pelengkap sarana pendukung pelaksanaan encana Pelaksanaan Pembelajaran.
Lembar kerjasiswa berupa lembaran kertas yang berupa informasi
maupunsoal-soal pertanyaan) yang harus dijawab oleh peserta didik.
LKS ini sangat baik digunakanuntuk menggalakkan keterlibatan peserta
didik dalam belajar baik dipergunakandalam penerapan metode terbimbing ata
u untuk memberikan latihan pe ngembangan.
Dalam proses pembelajaran matematika, LKS bertujuan untuk mene mukan
konsep atau prinsip dan aplikasi konsep atau prinsip.
LKS merupakan stimulus atau bimbingan guru dalam pembelajaran yang akan
disajikan secara tertulis sehingga dalam penulisannya perlu memperhatikan
kriteriamedia grafis sebagai media #isual untuk menarik perhatian peserta didik. Paling
tidak LKS sebagai media kartu. Sedangkan isi pesan LKS harus memperhatikan unsur-
unsur penulisan media grafis hirarki materi dan pemilihan pertanyaan-pertanyaan
sebagai stimulus yang efisien dan efektif. (Hidayah, 2020:13).
Mel al ui LKS gu ru menyuruh siswa untuk menjawab soal-soal
yang telah tersedia setelah menaikkanmateri pokok tertentu. baik secara
personal maupun kelompok.
12
2.2 Ciri -ciri LKS
Adapun ciri-ciri LKS adalah sebagi berikut;
- LKS hanya terdiri dari beberapa halaman
- Tidak sampai seratus halaman
- LKS dicetak sebagai bahan ajar yang spesifik untuk dipergunakan oleh satuan
tingkat pendidikan tertentu.
Di dalamnya terdiri uraian singkat tentang pokok bahasan secara
umum rangkuman pokok bahasan, puluhan soal-soal pilihan ganda dan soal-
soal isian.
2.3 Urgensi dan Manfaat LKS
Secara konseptual LKS merupakan media pembelajaran untuk melatih
daya ingatsiswa terhadap pelajaran pelajaran yang telah didapat di
dalam kelas. LKS juga dapat dikatakan sebagai aplikasi teori bank soal
yang sebelumnya bank soal merupakan suatu cara untuk melatih
k e c e r d a s a n s i s w a .
G u r u m e n g u m p u l k a n s o a l s e b a n y a k - banyaknya dan
diberikan terhadap siswa agar dijawab dengan benar. Selain itu juga LKS
dapat digunakan untuk mengetahui hasil belajar berkala
y a n g s t a t u s n y a t i d a k f o r m a l . G u r u d a p a t m e n g g u n a k a n
L K S u n t u k m e n g e t a h u i pengetahuan siswa terhadap materi pelajaran
yang telah disampaikan.
Adapun menurut (Soekamto, 2014); LKS berfungsi di antaranya sebagai
berikut;
13
- Menyusun materi sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
- Menyusun langkah langkah belajar untuk memudahkan proses belajar siswa.
- Memberikan tugas belajar siswa secara terpadu.
- Men ur ut A kh ya r d an G u stadi n LKS da pat ber fu n gsi se ba g ai
a la t ba ntu belajar siswa.
1. Sebagai dokumen berharga bagi guru untuk mengetahui tugas murid
yang bersangkutan.
Tujuan penggunaan LKS dalam proses belajar mengajar adalah sebagai
berikut;
- Me m ber i pe n geta h uan s i ka p da n ket era mpi l an ya n g per l u
d i mi l iki o le h pe ser t a didik.
- Mengecek tingkat pemahaman peserta didik terhadap materi yang
telah disajikan.
- Mengembangkan dan menerapkan materi pelajaran yang sulit
disampaikan secaralisan.Manfaat yang diperoleh dengan penggunaan LKS
dalam proses pembelajaran adalahsebagai berikut,
- Mengaktifkan peserta didik dalam proses pembelajaran.
- Membantu peserta didik dalam mengembangkan konsep.
- Me l a t i h p e s e r t a d i d i k d a l a m m e n e m u k a n d a n m e n g e m
b a n g k a n k e t e r a m p i l a n proses.
2 . S e b a g a i p e d o m a n g u r u d a n p e s e r t a d i d i k d a l a m
m e l a k s a n a k a n p r o s e s pembelajaran.
3 . M e m b a n t u p e s e r t a d i d i k m e m p e r o l e h c a t a t a n t e n t a n g
14
m a t e r i y a n g d i p e l a j a r i melalui kegiatan belajar.
4 . M e m b a n t u p e s e r t a d i d i k u n t u k m e n a m b a h i n f o r m a
s i t e n t a n g k o n s e p y a n g dipelajari melalui kegiatan belajar secara
sistematis (Suyitno, 2019).
2..4 Kelebihan dan Kelemahan Media LKS
1. Kelebihan
D a r i a spe k p en g gu na an meru p a ka n media ya n g pal in g m
u da hda pa t d i pe l a j ar i d i ma na sa ja da n k a pan sa j a t an pa ha ru s
m en g g una k an a l a t khusus.
Dari aspek pengajaran dibandingkan media pembelajaran jenis lain bisa
d i ka ta ka n l ebi h un g g ul . Kar en a mer u pa ka n medi a y an g b aik da
la m me ng em ba n gk an kem am pu a n s i sw a u ntu k b e la jar t e ntan g
f a kta d an m a m p u m e n g g a l i p r i n s i p - p r i n s i p u m u m
d a n a b s t r a k d e n g a n menggunakan argumentasi yang realistis.
D a r i a s p e k k u a l i t a s p e n y a m p a i a n p e s a n p e m b
e l a j a r a n m a m p u memaparkan kata-kata, angka-angka, notasi,
gambar dua dimensi serta diagram dengan proses yang sangat cepat.
Dari aspek ekonomi secara ekonomis lebih murah dibandingkan
dengan media pembelajaran yang lainnya.
2. Kelemahan media LKS
- T ida k m am p u mem pre se ntas i ka n G era k an , pem a par an m ate r i
Be r s i fa t linier, tidak mampu mempresentasikan kejadian secara berurutan,
- S u l i t m e m b e r i k a n b i m b i n g a n k e p a d a p e m b a c a n y a y a n g
15
m e n g a l a m i kesulitan memahmi bagian-bagian tertentu,
- S ul i t mem ber i k an u mp an bal ik un tu k pe r ta ny aa n y an g d ia ju
k a n y an g m e m i l i k i b a n y a k k e m u n g k i n a n j a w a b a n
a t a u p e r t a n y a a n y a n g membutuhkan jawaban yang kompleks
dan mendalam,
- Tid a k men g a kom oda si s i swa de n ga n ke ma mp ua n b aca ter ba t
a s ka ren a media ini ditulis pada tingkat baca tertentu,
- Memerlukan pengetahuan prasyarat agar siswa dapat memahami
materiy a n g d i j e l a s k a n . S i s w a y a n g t i d a k m e m e n u h i a s u
m s i p e n g e t a h u a n prasyarat ini akan mengalami kesulitan dalam
memahami, cenderung digunakan sebagai hafalan.
- Ada sebagaian guru yang menuntut s i s w a n y a
u n t u k m e n g h a f a l d a t a , f a k t a d a n a n g k a , t u n t u t a n i n i
a k a n membatasi penggunaan hanya untuk alat menghafal.
- Kadangkala memuat terlalu banyak terminologi dan istilah sehingga
dapatmenyebabkan beban kognitif yang besar kepada siswa,
- P r e s e n t a s i s a t u a r a h k a r e n a b a h a n a j a r i n i t i d a k i n t e r a
k t i f s e h i n g g a cendrung digunakan dengan pasif tanpa pemahaman yang
memadai.
Belawati (2013: 322) menjelaskan LKS bukan merupakan “Lembar
Kegiatan Siswa”, akan tetapi LKS merupakan “Lembar Kerja Siswa”.
Belawati juga menjelaskan bahwa LKS merupakan materi ajar yang sudah
dikemas sedemikian rupa sehingga siswa diharapkan dapat mempelajari
16
materi ajar tersebut secara mandiri. Trianto (2010: 212) mengatakan lembar
kegiatan siswa (student worksheet) ialah lembaran yang berisi pedoman bagi
siswa untuk melakukan kegiatan yang sudah diprogramkan. Depdikbud
(dalam Trianto 2010: 212) juga menjelaskan lembar kerja yang digunakan
sebagai alat untuk mengaktifkan siswa dalam kegiatan pembelajaran.
Kegiatan dalam lembar kegiatan siswa dapat berupa pengamatan,
eksperimen, dan pengajuan pertanyaan. Maka dari itu, dapat dikatakan
lembar kegiatan ini sangat erat kaitannya dengan model pembelajaran yang
digunakan dalam kegiatan pembelajaran.
Majid (2011: 176) mengatakan bahwa lembar kegiatan siswa (student
work sheet)adalah lembaran-lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan
oleh peserta didik. Dalam lembaran ini, dipaparkan mengenai tugas-tugas
yang harus diselesaikan oleh siswa. Pendapat yang serupa juga
disampaikan oleh Prastowo (2014: 269) mengatakan Lembar Kerja Siswa
merupakan suatu bahan ajar cetak yang berupa lembaran-lembaran kertas
yang berisi materi, ringkasan, dan petunjuk pelaksaaan tugas pembelajaran,
sudah dikemas sedemikian rupa sehingga siswa dapat mempelajari materi
tersebut secara mandiri. Di dalam LKS siswa akan mendapat materi secara
yang kemudian dilengkapi dengan soal latihan yang berkaitan dengan
materi yang telah diberikan.
Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, dapat disimpulkan
bahwa Lembar Kerja Siswa (LKS) adalah bahan ajar cetak yang berisi
ringkasan materi, tugas, dan petunjuk pelaksanaan tugas pembelajaran
17
yang harus dikerjakan siswa yang dikemas sedemikian rupa sehingga siswa
dapat belajar secara mandiri.
2.5 Jenis-jenis Lembar Kerja Siswa
Prastowo (2014:272) mengemukakan beberapa jenis-jenis LKS yang
pada umumnya digunakan oleh siswa dalam pembelajaran. LKS ini dibuat
dengan memperhatikan apa yang (harus) dilakukan oleh siswa, meliputi:
melakukan, mengamati dan menganalisis. Biasanya guru merumuskan
langkah-langkah yang harus dilakukan siswa kemudian meminta siswa
untuk mengamati fenomena hasil kegiatannya, serta memberikan
pertanyaan analisis yang membantu siswa mengaitkan fenomena yang
diamati dengan konsep yang akan dibangun oleh siswa, terutama yang
sering terjadi dalam lingkungan masyarakat. Dengan demikian dapat
dilihat jenis LKS sebagai berikut;
a. LKS yang Aplikatif-Integratif (membantu siswa menerapkan dan
mengintegrasikan berbagai konsep yang telah ditemukan) LKS ini,
dapat berupa lanjutan dari LKS yang penenemuan. Prinsipnya, setelah
siswa mampu menemukan suatu konsep, ia dapat menerapkannya
dalam kehidupan sehari-hari.
b. LKS yang berfungsi sebagai penuntun belajar. LKS penuntun berisi
pertanyaan atau isian yang jawabannya ada di dalam buku. Siswa
dapat mengerjakan LKS tersebut jika ia membaca buku, sehingga
fungsi utama LKS ini ialah membantu siswa mencari, menghafal, dan
memahami materi pembelajaran yang terdapat di dalam buku. LKS ini
18
cocok digunakan untuk keperluan remedial.
c. LKS yang penguatan (berfungsi sebagai penguatan). LKS ini diberikan
kepada siswa setelah ia selesai mempelajari suatu topik tertentu. Topik
ini dikemas di dalam LKS yang menekankan dan mengarahkan kepeda
pendalaman dan penerapan materi yang terdsapat dalam buku ajar.
LKS dapat digunakan sebagai pengayaan.
d. LKS yang praktikum (berfungsi sebagai petunjuk praktikum) Petunjuk
praktikum dapat dijadikan satu dengan LKS. Maka dalam LKS petujuk
praktikum ini merupakan salah satu konten dalam LKS.
Berdasarkan penjelasan tentang berbagai jenis LKS di atas, jenis LKS
yang akan dikembangkan dalam penelitian ini adalah LKS jenis penemuan
dan aplikatif-integratif. Dalam LKS ini memuat tentang apa yang harus
dilakukan oleh siswa (kegiatan 5M), sehingga melalui kegiatan-kegiatan
yang ada dalam LKS siswa mampu menerapkan berbagai konsep yang
siswa temukan dalam kehidupannya sehari-hari.
2.6 Langkah-langkah Penyusunan Lembar Kerja Siswa
Agar penyusunan LKS dapat terukur dalam evaluasi
pembelajaran, diperlukan Langkah-langkah dalam penyusunan. Prastowo
(2014:274) mengatakan LKS yang inovatif dan kreatif akan menciptakan
proses pembelajaran menjadi lebih menyenangkan.
Berikut bagan dan langkah-langkah penyusunan LKS, mulai dari
analisis kurikulum hingga struktur bahan ajar
.
19
Bagan 1. Langkah-langkah Penyusunan LKS
a. Lakukanlah analisis kurikulum tematik. Melakukan analisis kurikulum
tematik merupakan langkah pertama dalam penyusunan LKS. Langkah
ini dimaksudkan untuk menentukan materi pokok dan pengalaman
belajar manakah yang membutuhkan bahan ajar yang berbentuk LKS.
Analisis Kurikulum Tematik
Menyusun Peta Kebutuhan LKS
Menentukan Judul LKS
Menulis LKS
Memetakan KD dan Indikator
antar-Mata Pelajaran
Menentukan Tema Sentral dan
Pokok Bahasan
Menentukan Alat Penilaian
Menyusun Materi
Memperhatikan Struktur Bahan Ajar
20
b. Menyusun peta kebutuhan LKS. Memahami Peta sangat diperlukan
untuk mengetahui materi apa saja yang harus ditulis dalam LKS.
c. Selain itu, peta ini dapat digunakan untuk melihat urutan materi,
sehingga dapat menentukan mana yang lebih prioritaskan.
• Menentukan judul LKS
Judul LKS tematik ditentukan atas dasar tema sentral dan pokok
bahasannya yang diperoleh dari hasil pemetaan kompetensi dasar,
materi pokok atau pengalaman belajar antarmata pelajaran di SD/MI.
Jika judul telah ditentukan, maka langkah selanjutnya yaitu
melalukan penulisan.
• Penulisan LKS
Dalam menulis LKS, tahap-tahap yang harus dilakukan adalah
sebagai berikut: pertama, merumuskan indikator dan/atau pengalam
belajar antar mata pelajaran dari temasentral yang telah disepakati.
Kedua, menentukan alat penilaian. Penilaian yang akan dilakukan
adalah pada proses kerja dan hasil kerja. Ketiga, menyusun materi.
Untuk penyusunan materi LKS, ada beberapa hal yang harus
diperhatikan, yaitu:
• Materi LKS sangat tergantung pada kompetensi dasar yang akan
dicapainya. Materi LKS berupa informasi pendukung, yaitu
gambaran umum atau ruang lingkup substansi yang akan dipelajari.
• Materi dapat diambil dari berbagai sumber, seperti: buku, majalah,
internet, dan jurnal hasil penelitian.
21
• Supaya pemahaman siswa terhadap materi lebih kuat maka dapat saja
di dalam LKS kita tunjukkan yang digunakan agar siswa dapat
membacanya lebih jauh tentang materi tersebut.
• Tugas-tugas harus ditulis secara jelas guna mengurangi pertanyaan
dari siswa mengenai hal-hal yang seharusnya siswa dapat
melakukannya.
Keempat, perhatikan struktur LKS. Langkah terakhir dalam
penyusunan LKS, yaitu menyusun materi berdasarkan Struktur LKS. Inilah
syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam menulis LKS, jika langkah-
langkah ini, tidak dilakukan dengan benar, maka LKS yang dibuat tidak
akan efektif.
Prastowo (2014:280) menyatakan dalam mengembangkan LKS, ada
empat langkah yang perlu ditempuh, yaitu: pertama, penentuan tujuan
pembelajaran; kedua, pengumpulan materi; ketiga, penyusunan
elemen/unsur-unsur; dan keempat, pemeriksaan dan penyempurnaan.
1) Tentukanlah tujuan pembelajaran yang akan di-breakdown ke dalam
LKS.
Dalam langkah ini, kita harus menentukan desain menurut tujuan
pembelajaran. Hal yang harus diperhatikan dalam mendesain LKS
adalah ukuran LKS, kepadatan halaman, penomoran halaman, dan
kejelasan.
2) Pengumpulan materi
Pada langkah ini, hal penting yang dilakukan yaitu menentukan
22
materi dan tugas yang akan dimasukan dalam LKS. Materi dapat
dikembangkan oleh guru atau dapat menggunakan materi yang
sudah ada, materi juga dapat diberi ilustrasi atau bagan yang dapat
memperjelas materi yang diberikan.
3) Menyusun elemen atau unsur-unsur LKS
Pada bagian ini, guru dapat mengintegrasikan desain (hasil dari
langkah pertama) dan tugas (sebagai hasil dari langkah kedua.
4) Pemeriksaan dan penyempurnaan
Pada langkah ini, sebelum LKS diberikan kepada siswa, guru harus
melakukan pengecekan kembali terhadap LKS yang telah
dikembangkan. Hal-hal yang harus diperhatikan yaitu pertama
kesesuaian dengan tujuan pembelajaran yang berangkat dari
kompetensi dasar. Kedua, kesesuaian materi dengan tujuan
pembelajaran. Ketiga, kesesuaian elemen atau unsur dengan tujuan
pembelajaran. Keempat, kejelasan penyampaian. LKS yang telah
dikembangkan segera dilakukan evaluasi. Caranya yaitu dengan
meminta komentar siswa setelah mengguanakan LKS tersebut.
Masukan dari para siswa ini digunakan untuk menyempurnakan
LKS.
2.7 Keunggulan dan Kelemahan Lembar Kerja Siswa
Lismawati (2010) mengatakan Lembar Kerja Siswa memiliki
beberapa keunggulan dan kelemahan sebagai berikut:
• Keunggulan Lembar Kerja Siswa
23
• Dapat dipelajari di mana saja dan kapan saja tanpa harus menggunakan
alat khusus.
• Dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk belajar tentang fakta
dan mempu menggali prinsip – prinsip umum dan abstrak dengan
menggunakan argumentasi realistis.
• Dapat memaparkan kata-kata, angka-angka, notasi musik, gambar dua
dimensi, serta diagram dengan proses yang sangat cepat.
• Secara ekonomis, lebih hemat dibanding dengan media pembelajaran yang
lainnya.
• Kelemaham Lembar Kerja Siswa
• Sulit memberikan bimbingan kepada pembacanya yang mengalami
kesulitan memahami bagian-bagian tertentu.
• Sulit memberikan umpan balik untuk pertanyaan yang diajukan.
• Memiliki banyak kemungkinan jawaban atau pertanyaan yang
membutuhkan jawaban kompleks dan mendalam.
• Memerlukan pengetahuan prasyarat agar siswa dapat memahami materi
yang dijelaskan. Siswa yang tidak memenuhi asumsi pengetahuan
prasyarat ini akan mengalami kesulitan dalam memahami.
24
BAB III
KURIKULUM SD 2013
3.1 Kurikulum 2013
Dilihat dari sisi sejarah, istilah kurikulum (curriculum) adalah
suatu istilah yang berasal dari bahasa Yunani. Pada awalnya istilah ini
digunakan untuk dunia olah raga, yaitu berupa jarak yang harus ditempuh
oleh seorang pelari. Pada masa Yunani dahulu istilah kurikulum
digunakan untuk menunjukkan tahapan-tahapan yang dilalui atau
ditempuh oleh seorang pelari dalam perlombaan lari estafet yang dikenal
dalam dunia atletik. Dalam proses lebih lanjut istilah ini ternyata
mengalami perkembangan, sehingga penggunaan istilah ini meluas dan
merambah kedunia pendidikan (Hamalik, 2010). Kurikulum 2013 menjadi
penyempurnaan kurikulum Tingkat Satuan pendidikan tahun 2006. UU
No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang mengatakan
bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatankegiatan pembelajaran untuk
mencapai tujuan pendidikan tertentu. Kurikulum sebagai rencana
digunakan sebagai pedoman dalam pelaksanaan proses belajar mengajar
oleh guru. Kurikulum sebagai pengaturan tujuan, isi, dan cara
pelaksanaanya digunakan sebagai upaya pencapaian tujuan pendidikan
nasional. Perubahan kurikulum 2013 berwujud pada : a) kompetensi
25
lulusan, b) isi, c) proses, dan d) penilaian. Perubahan kurikulum 2013 pada
kompetensi lulusan sesuai dengan Permendikbud No 20 Tahun 2016
tentang Standar Kelulusaan Pendidikan Dasar dan Menengah digunakan
sebagai acuan utama pengembangan standar isi, standar proses, standar
sarana dan prasarana, standar penilaian dan standar pengelolaan.
Perubahan kurikulum 2013 pada isi sesuai dengan Permendikbud No 21
Tahun 2016 tentang Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah memuat
tentang : a) tingkat kompetensi dan kompetensi inti sesuai dengan jenjang
dan jenis pendidikan tertentu, b) kompetensi inti meliputi sikap spiritual,
sikap sosial, pengetahuan dan keterampilan, c) ruang lingkup materi yang
spesifik untuk setiap mata pelajaran dirumuskan berdasarkan Tingkat
Kompetensi dan Kompetensi Inti untuk mencapai kompetensi lulusan
minimal pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Perubahan kurikulum
2013 pada proses sesuai dengan Permendikbud No 22 Tahun 2016 tentang
Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah berisi kriteria mengenai
pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan dan pendidikan
menengah untuk mencapai kompetensi lulusan. Perubahan kurikulum
2013 pada penilaian sesuai dengan Permendikbud No 23 Tahun 2016
tentang Standar Penilaian Pendidikan Dasar dan Menengah berisi
mengenai lingkup, tujuan, manfaat, prinsip, mekanisme, prosedur, dan
instrumen 10 penilaian hasil belajar peserta didik yang digunakan sebagai
dasar penilaian hasil belajar peserta didik pada pendidikan dasar dan
pendidikan menengah. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa
26
kurikulum 2013 adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
tujuan, isi dan bahan pelajaran yang digunakan sebagai pedoman dalam
kegiatan pembelajaran. b. Tujuan Kurikulum 2013 Kurikulum 2013
bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki
kemampuan sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif,
kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, bernegara dan peradaban dunia (Kemendikbud
2013). Dengan demikian dapat di tarik kesimpulan bahwa, kurikulum 2013
bertujuan dapat membentuk dan meningkatkan sumber daya manusia
sebagai model pembangunan bangsa dan negara Indonesia serta
meningkatkan persaingan yang sehat antar satuan pendidikan tentang
kualitas pendidikan yang akan dicapai. Karena sekolah diberikan
keleluasaan untuk mengembangkan Kurikulum 2013 sesuai kondisi satuan
pendidikan, kebutuhan peserta didik dan potensi daerah. c. Karakteristik
Kurikulum 2013 Setiap kurikulum memiliki karakteristik masing-masing,
demikian halnya Kurikulum 2013 yang dirancang oleh pemerintah.
Adapun 11 kurikulum 2013 dirancang dengan karakteristik sebagai berikut
(Kemendikbud, 2013) : 1) mengembangkan keseimbangan antara
pengembangan sikap spiritual dan sosial, rasa ingin tahu, kreativitas, kerja
sama dengan kemampuan intelektual dan psikomotorik; 2) sekolah
merupakan bagian dari masyarakat yang memberikan pengalaman belajar
terencana dimana peserta didik menerapkan apa yang dipelajari di sekolah
ke masyarakat dan memanfaatkan masyarakat sebagai sumber belajar; 3)
27
mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan serta
menerapkannya dalam berbagai situasi di sekolah dan masyarakat; 4)
memberi waktu yang cukup leluasa untuk mengembangkan berbagai
sikap, pengetahuan, dan keterampilan; 5) kompetensi dinyatakan dalam
bentuk kompetensi inti kelas yang dirinci lebih lanjut dalam kompetensi
dasar matapelajaran; 6) kompetensi inti kelas menjadi unsur
pengorganisasi (organizing elements) kompetensi dasar, dimana semua
kompetensi dasar dan proses pembelajaran dikembangkan untuk mencapai
kompetensi yang dinyatakan dalam kompetensi inti; 7) kompetensi dasar
dikembangkan didasarkan pada prinsip akumulatif, saling memperkuat
(reinforced) dan memperkaya (enriched) antar matapelajaran dan jenjang
pendidikan (organisasi horizontal dan vertikal). Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa karakteristik dari kurikulum 2013 ini lebih
menekankan pada pengembangan sikap, pengetahuan, dan keterampilan
peserta didik serta menerapkannya dalam berbagai situasi di sekolah dan
masyarakat. Sehingga dapat menciptakan sumber daya manusia yang
dapat mengahadapi persoalan-persoalan yang menimpa bangsa ini. 12 d.
Kurikulum 2013 Revisi Terjadinya perkembangan pendidikan di Indonesia
merupakan tuntutan yang mau tidak mau tetap dilakukan, berkembangnya
kesadaran semua pihak tentang pendidikan di Indonesia, tentu melahirkan
banyak hal positif, termasuk dengan berlakunya kembali kurikulum 2013
secara nasional atau seluruh Indonesia mulai tahun ajaran 2016/2017.
Kurikulum 2013 yang diberlakukan secara nasional pada tahun ajaran atau
28
TA 2016/2017 bukanlah kurikulum 2013 lalu, melainkan kurikulum 2013
yang telah direvisi oleh Kemendikbud. Kurikulum 2013 yang lalu dinilai
memberatkan kini telah diervisi oleh Kemendikbud sehingga diharapkan
tidak lagi memberatkan dan setiap sekolah dapat menerapkan kurikulum
2013 revisi pada TA 2016/2017. Perubahan atau direvisinya kurikulum
2013 tidak merubah namanya, ada beberapa poin perubahan atau revisi
kurikulum 2013 termasuk dalam aspek penilaian yaitu: 1. Nama Kurikulum
tidak berubah menjadi Kurikulum Nasional tetapi menggunakan nama
Kurikulum 2013 Edisi Revisi yang berlaku secara Nasional 2.
Penyederhanaan aspek penilaian siswa oleh guru Pada kurikulum 2013
yang baru, penilaian aspek sosial dan keagamaan siswa hanya dilakukan
oleh guru PPKn dan guru pendidikan agama atau budi pekerti. 13 3. Tidak
adanya pembatasan pada proses berpikir siswa Kurikulum 2013 yang baru
semua jenjang pendidikan baik SD, SMP dan SMA dapat belajar tahap
memahami sampai mencipta. Sehingga anak SD pun boleh mencipta
walaupun kadar ciptaannya atau produknya sesuai dengan usianya, hal ini
untuk membiasakan anak berpikir ilmiah sejak SD. 4. Penerapan teori
jenjang 5M Pada kurikulum 2013 yang baru ini, guru dituntut untuk
menerapkan teori yang ada di dalam pembelajarannya, sehingga guru tidak
sekedar berteori saja. Namun dapat mempraktekannya. Adapun teori
jenjang tersebut adalah mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis,
mencipta. 5. Struktur mata pelajaran dan lama belajar di sekolah tidak
diubah. 6. Menggunakan metode pembelajaran aktif Metode pembelajaran
29
aktif adalah metode yang membuat siswa menjadi pemeran utama dalam
setiap proses pembelajaran, guru hanya berperan sebagai fasilitator saja. 7.
Meningkatkan hubungan Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD)
8. Penilaian sikap KI 1 & KI 2 sudah ditiadakan disetiap mata pelajaran
hanya agama dan PPKn namun Kompetensi Inti (KI) 14 tetap dicantumkan
dalam penulisan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). 9. Skala
penilaian menjadi 1-100. Penilaian sikap diberikan dalam bentuk predikat
dan deskripsi. 10. Remidial diberikan untuk yang kurang, namun
sebelumnya siswa diberikan pembelajaran ulang. Nilai Remidi inilah yang
dicantumkan dalam hasil ( Kurniasih & Sani, 2016). Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa kurikulum 2013 revisi merupakan perbaikan dari
kurikulum sebelumnya, dengan sejalan perekembangan zaman yang
menuntut perubahan kurikulum terjadi. Perubahan kurikulum 2013 tidak
mengubah namanya, terdapat 10 perubahan yang menjadi poin dalam
kurikulum 2013 revisi, termasuk perubahan dalam pelaksanaan penilaian.
e. Konsep dan Strategi Penilaian Kurikulum 2013 Revisi Penilaian
merupakan salah satu bagian dari pembelajaran yang dimaksudkan untuk
mengukur kemampuan peserta didik dalam mengikuti proses
pembelajaran. Menurut Permendikbud No. 23 tentang standar penilaian
pendidikan, penilaian hasil belajar peserta didik pada jenjang pendidikan
dasar dan menengah didasarkan pada prinsip-prinsip antara lain: (1) sahih
berarti penilaian diambil dari data yang mencerminkan kemampuan yang
diukur. (2) objektif berarti penilaian berbasis pada standar dan tidak
30
dipengaruhi faktor 15 subjektivitas penilai. (3) adil berarti penilaian tidak
menguntungkan atau merugikan peserta didik karena berkebutuhan
khusus serta perbedaan latar belakang agama, suku, budaya, adat, istiadat,
status sosial, ekonomi dan gender. (4) terpadu berarti penilaian merupakan
salah satu komponen yang tidak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran.
(5) terbuka berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar
pengambilan keputusan dapat diketahui oleh pihak yang berkepentingan.
(6) menyeluruh dan berkesinambungan, berarti penilaian mencakup semua
aspek kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik penilaian yang
sesuai, untuk memantau dan menilai perkembangan kemampuan peserta
didik. (7) sistematis berarti penilaian dilakukan secara berencana dan
bertahap dengan mengikuti langkah-langkah baku. (8) beracuan kriteria
berarti penilaian didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi yang
ditetapkan. (9) akuntabel berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan,
baik dari segimekanisme, prosedur, teknik, maupun hasilnya. Kurikulum
2013 revisi terdapat tiga ranah yang dinilai yaitu penilaian sikap dan
perilaku (attitude and behavior pembiasaan dan pembudayaan),
pengetahuan dan keterampilan. Proses penilaian lebih sederhana, mudah
untuk dilakukan bagi guru dan tetap mengutamakan prinsip dan kaidah
penilaian. Penilaian yang dilakukan tidak hanya penilaian atas
pembelajaran (assessment of learning), melainkan juga penilaian untuk
pembelajaran (assessment for learning) dan penilaian sebagai pembelajaran
(assement as learning).
31
UU No. 20 tahun 2013 tentang Sistem Pendidikan Nasional
menyebutkan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Berdasarkan pengertian
tersebut, ada dua dimensi kurikulum, yang pertama adalah rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran, sedangkan yang
kedua adalah cara yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran.
Kurikulum 2013 memenuhi kedua dimensi tersebut (UU No. 20 Tahun
2003).
Majid (2014: 1) mengemukakan bahwa Kurikulum 2013 merupakan
kurikulum berbasis kompetensi dengan memperkuat proses pembelajaran
dan penilaian autentik untuk mencapai kompetensi sikap, pengetahuan,
dan keterampilan. Fadlillah (2014: 16) menjelaskan kurikulum 2013 adalah
sebuah kurikulum yang dikembangkan untuk meningkatkan dan
menyeimbangkan kemampuan soft skills dan hard skills yang berupa sikap,
keterampilan, dan pengetahuan. Dalam konteks ini, Kurikulum 2013
berusaha untuk lebih menanamkan nilai-nilai yang tercermin pada sikap
dapat berbanding lurus dengan keterampilan yang diperoleh peserta didik
melalui pengetahuan di bangku sekolah.
Dalam penjelasan UU No. 20 Tahun 2003, bagian umum: antara lain
ditegaskan bahwa salah satu strategi pembangunan pendidikan nasional
adalah pengembangan dan pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi.
32
Kurikulum 2013 adalah pengembangan dari kurikulum yang ada
sebelumnya, yakni Kurikulum Berbasis Kompetensi yang dirilis pada
tahun 2004 maupun Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan tahun 2006.
Orientasi Kurikulum 2013 adalah terjadinya peningkatan dan
keseimbangan antara kompetensi sikap (attitude), keterampilan (skill), dan
pengetahuan (knowledge). Sejalan dengan UU No.20 Tahun 2003 Pasal 35:
kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang
mencakup sikap, pengetahuan, keterampilan sesuai dengan standar
nasional yang telah disepakati.
3.2 Karakteristik Kurikulum 2013
Permendikbud No. 67 Tahun 2013 tentang Kurikulum SD
mengemukakan Kurikulum 2013 dirancang dengan karakteristik sebagai
berikut:
a. Mengembangkan keseimbangan antara pengembangan sikap spiritual
dan sosial, rasa ingin tahu, kreativitas, kerja sama dengan kemampuan
intelektual dan psikomotorik.
b. Sekolah merupakan bagian dari masyarakat yang memberikan
pengalaman belajar terencana dimana peserta didik menerapkan apa
yang dipelajari di sekolah ke masyarakat dan memanfaatkan masyarakat
sebagai sumber belajar
c. Mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan serta
menerapkannya dalam berbagai situasi di sekolah dan masyarakat.
d. Memberi waktu yang cukup leluasa untuk mengembangkan berbagai
33
sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
e. Kompetensi dinyatakan dalam bentuk kompetensi inti kelas yang dirinci
lebih lanjut dalam kompetensi dasar mata pelajaran.
f. Kompetensi inti kelas menjadi unsur pengorganisasian kompetensi
dasar, dimana semua kompetensi dasar dan proses pembelajaran
dikembangkan untuk mencapai kompetensi yang dinyatakan dalam
kompetensi inti.
g. Kompetensi dasar yang dikembangkan didasarkan pada prinsip
akumulatif, saling memperkuat dan memperkaya antar mata pelajaran
dan jejaring pendidikan.
Fadlillah mengungkapkan terdapat karakteristik yang menjadi ciri
khas pembeda Kurikulum 2013 dengan kurikulum-kurikulum yang telah
ada selama ini di Indonesia. Karakteristik Kurikulum 2013 adalah sebagai
berikut;
1) Pendekatan Pembelajaran
Pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran Kurikulum 2013
pendekatan scientific dan tematik-integratif. Pendekatan scientific ialah
pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran tersebut dilakukan
melalui proses pembelajaran ilmiah.
Proses pembelajaran menggunakan pendekatan scientific meliputi
kegiatan mengamati, menanya, mencoba, menalar, dan
mengkomunikasikan. Pendekatan tematik- integratif dimaksudkan bahwa
dalam pembelajaran tersebut dibuat per tema dengan mengacu
34
karakteristik peserta didik dan dilaksanakan secara integrasi antara tema
satu dengan yang lain maupun antara mata pelajaran satu dengan mata
pelajaran yang lain.
2) Kompetensi Lulusan
Kompetensi lulusan berhubungan dengan kompetensi sikap,
pengetahuan, dan keterampilan. Jika pada KTSP yang diutamakan adalah
kemampuan pengetahuan (kognitif), pada Kurikulum 2013 yang
diprioritaskan adalah kemampuan sikap (afektif). Penentuan kompetensi
pada Kurikulum 2013 mengacu pada teori tentang taksonomi tujuan
pendidikan. Berdasarkan teori taksonomi tersebut capaian pembelajaran
dapat dikelompokkan dalam tiga ranah, yakni ranah kognitif, afektif, dan
psikomotorik.
3) Penilaian
Pada Kurikulum 2013 proses penilaian pembelajaran menggunakan
pendekatan penilaian otentik (authentic assesment). Penilaian otentik ialah
penilaian secara utuh, meliputi kesiapan peserta didik, proses, dan hasil
belajar. Penilaian otentik dapat lebih mudah membantu para guru dalam
mengetahui pencapaian kompetensi peserta didik yang meliputi sikap,
pengetahuan, dan keterampilan.
3.3 Elemen Perubahan Kurikulum 2013
Menurut Majid (2014: 41) ada 6 aspek kesenjangan kurikulum, yaitu:
kompetensi lulusan; materi pembelajaran; proses pembelajaran; penilaian;
pendidik dan tenaga administrasi; dan pengelolaan kurikulum. Untuk
35
lebih jelasnya Majid menguraikan keenam kesenjangan tersebut di bawah
tabel ini;
Tabel 1. Kesenjangan Kurikulum
Kondisi Saat Ini Kondisi Ideal
No Kompetensi Lulusan
1. Belum sepenuhnya menekankan Pendidikan yang karakter.
Berkarakter mulia
2. Belum menghasilkan keterampilan sesuai kebutuhan
Keterampilan yang relevan
3. Pengetahuan-pengetahuan lepas. Pengetahuan terkait.
No Materi Pembelajaran
1. Belum relevan dengan kompetensi yang dibutuhkan
Relevan dengan kompetensi yang dibutuhkan.
2. Beban belajra terlalu berat Materi esensial
3. Terlalu luas, kurang mendalam Sesuai dengan tingkat perkembangan anak.
No Proses Pembelajaran
1. Berpusat pada guru (teacher centered learning)
Berpusat pada peserta didik (student centered active learning)
2. Sifat pembelajaran yang berorientasi pada buku teks.
Sifat pembelajaran yang kontekstual.
3. Buku teks hanya memuat materi bahasan.
Buku teks memuat materi dan proses pembelajaran, sistem penilaian serta kompetensi
No Penilaian
1. Menekankan aspek kognitif. Menekankan aspek kognitif, afektif, psikomotorik secara proporsional
2. Test menjadi cara penilaian yang dominan.
Penilaian test dan portofolio saling melengkapi.
No Pendidik dan Tenaga Administrasi
1. Memenuhi kompetensi profesi saja.
Memenuhi kompetensi profesi, pedagogi, sosial, dan personal.
2. Fokus pada ukuran kinerja PTK. Motivasi mengajar.
No Pengelolaan Kurikulum
36
1. Satuan pendidikan mempunyai kebebasan dalam pengelolaan kurikulum
Pemerintah Pusat dan Daerah memiliki kendali kualitas dalam pelaksanaan kurikulum di tingkat satuan pendidikan.
2. Masih terdapat kecenderungan satuan pendidikan menyususn kurikulum tanpa mempertimbangkan kondisi satuan pendidikan, kebutuhan peserta didik, dan potensi daerah.
Satuan pendidikan mampu menyusun kurikulum dengan mempertimbangkan kondisi satuan pendidikan, kebutuhan peserta didik, dan potensi daerah.
3. Pemerintah hanya menyiapkan sampai standar isi mata pelajaran.
Pemerintah menyiapkan semua komponen kurikulum sampai buku teks dan pedoman.
Dari kesenjangan-kesenjangan di atas, Majid mengungkapkan ada
empat komponen elemen perubahan kurikulum yaitu standar kompetensi
lulusan, standar isi, standar proses, dan standar penilaian. Lebih lanjut
Majid (2014: 42) menguraikan elemen-elemen perubahan dalam Kurikulum
2013 sebagai berikut:
h. Komponen Lulusan
Adanya peningkatan dan keseimbangan soft skills dan hard skills yang
meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan.
i. Kedudukan Mata Pelajaran
Kompetensi yang semula diturunkan dari mata pelajaran berubah
menjadi mata pelajaran berubah menjadi mata pelajaran dikembangkan
dari kompetensi.
j. Pendekatan Isi
Pada jenjang SD kompetensi dikembangkan melalui Tematik Integratif
dalam semua mata pelajaran.
37
k. Struktur Kurikulum
Pada jenjang SD struktur kurikulum bersifat holistik dan integratif
berfokus pada alam, sosial, dan budaya. Pembelajaran dilaksanakan
dengan pendekatan sains. Jumlah mata pelajaran dari 10 menjadi 6.
Jumlah jam bertambah 4 JP/minggu akibat perubahan pendekatan
pembelajaran.
l. Proses Pembelajaran
Standar proses yang semula terfokus pada eksplorasi, elaborasi, dan
konfirmasi dilengkapi dengan mengamati, menanya, mengolah,
menalar, menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta. Belajar tidak hanya
terjadi di ruang kelas, tetapi juga di lingkungan sekolah dan masyarakat.
Guru bukan satu-satunya sumber belajar. Sikap tidak diajarkan secara
verbal, tetapi melalui contoh dan teladan. Tingkat SD proses
pembelajaran dilaksanakan secara tematik dan terpadu.
m. Penilaian Hasil Belajar
Pada semua jenjang pendidikan penilaiannya berbasis kompetensi.
Pergeseran dari penilaian melalui tes menuju penilaian otentik. Penilaian
tidak hanya pada level KD, tetapi kompetensi inti dan SKL. Mendorong
pemanfaatan portofolio yang dibuat siswa sebagai instrument.
n. Ekstrakurikuler
Pada jenjang SD ekstrakurikuler yang diwajibkan adalah pramuka.
Ekstrakurikuler lainnya juga dapat dilaksanakan seperti UKS, PMR, dan
Bahasa Inggris serta Komputer.
38
3.4 Kurikulum dalam pandangan Islam
Dalam pendidikan Islam terdapat suatu sistem yang menentukan
generasi-generasi yang akan meneruskan sepak terjang umat Islam yang
akan datang. Sistem tersebut merupakan salah satu komponen terpenting
dalam dunia pendidikan khususnya pendidikan Islam sebab komponen
tersebut berjalan seiring tujuan yang akan dijapai dalam pelaksanaan
pendidikan. Yaitu kurikulum yang menjadi salah satu penentu
keberhasilan pendidikan dan terlepas dari itu kurikulum merupakan
sistem yang mengantisipasi kebutuhan masyarakat yang berorientasi pada
masa depan.
Melihat fenomena tersebut, di mana kurikulum sejalan dengan
tujuan pendidikan bahkan sebagai aplikasi dari tujuan pendidikan itu
sendiri. Sehingga kemana arah dan tujuan pendidikan melaju maka
kurikulkum akan mengikuti dan menyelaraskan tujuan tersebut dengan
kebutuhan-kebutuhan yang diinginkan masyarakat dan menjadi
penyeimbang diantara dunia pendidikan islam dengan masyarakat.
Adapun hal tersebut dikarenakan tujuan pendidikan haruslah
menyesuaikan dengan kebutuhan dan tentunya merujuk pada budaya dan
latar belakang suatu Negara dimana pendidiakn itu berada, karena tujuan
pendidikan tidak bisa lepas dari pola hidup dan budaya negara tersebut
baik secara teoritis maupun praktis.
Adapun keberadaan kurikulum dalam perspektif pendidikan islam
memiliki bebarapa kandungan yang sangat urgen, sehingga perlu dikaji
39
dan dikembangkan baik secara teoritis maupun praktis. Akan tetapi
sebelum membahas mengenai kurikulum tersebut alangkah baiknya kita
mengupas terlebih dahulu makna kurikulum secara epistemology maupun
pengertiannya dalam pendidikan Islam juga mengenai beberapa hal yang
berkaitan dengan perspektif kurikulum dalam perspektif Pendidikan
Islam.
Kurikulum dikenal pertama kali dalam dunia olah raga pada tahun
1856, yakni suatu alat yang membawa seseorang dari “star” sampai “finis”.
Namun dalam perkembangannya kurikulum dipergunakan oleh praktisi
pendidikan dalam bidang pendidikan kira-kira tahun 1955 yang ketika itu
berarti sejumlah mata pelajaran di sekolah atau mata kuliah di perguruan
tinggi yang ditempuh untuk mencapai suatu ijazah atau pengakuan. Juga
berarti keseluruhan pelajaran yang disajikan oleh suatu lembaga
pendidikan.
Adapun kurikulum di Indonesia baru dikenal kira-kira tahun lima
puluhan, yang dipopulerkan oleh praktisi pendidikan yang mendapat
pendidikan dari Amerika Serikat. Sebelumnya penggunaan istilah tersebut
lazim mengunakan istilah “rencana pendidikan”.
Berkat hasil pemikiran yang banyak dicetuskan oleh praktisi-
praktisi pendidikan mengenai kurikulum, maka pengertian kurikulum itu
sendiri ikut mengalami perkembangan, sehingga dapat meliputi hal-hal
yang tidak direncanakan, namun turut mengubah kelakuan anak didik.
40
Secara epistemologi kurikulum dalam pendidikan dikenal dengan
rencana pembelajaran. Kurikulum adalah sesuatu yang direncanakan
sebagai peganagan guna mencapai tujuan pendidikan, atau sebagai suatu
rencana yang memberikan pedoman atau pegangan dalam proses kegiatan
belajar-mengajar. Apa yang direncanakan biasanya bersifat idea, suatu cita-
cita tentang manusia atau warga negara yang dibentuk.
Menurut pandangan umum, kurikulum merupakan kumpulan mata
pelajaran yang harus disampaikan atau dipelajari oleh siswa. Anggapan ini
telah ada sejak zaman Yunani Kuno, dalam lingkungan atau hubungan
tertentu pandangan ini masih dipakai sampai sekarang, yaitu sebagai “…a
racecourse of subject matters to be mastered” (Robert S. Zais, 1976; 7). Banyak
orang tua dan bahkan para guru yang apabila ditanya mengenai kurikulum
akan memberikan jawaban sekitar bidang studi atau mata pelajaran. Lebih
khusus lagi diartikan sebagai halnya isi pelajaran. Pendapat-pendapat yang
muncul selanjutnya telah beralih dari penekanan pada isi menjadi lebih
menekankan pada pengalaman belajar. Seperti definisi Doll yang lebih
menekankan pengalaman siswa, menunjukkan adanya perubahan-
perubahan dari isi kepada proses, tetapi juga menunjukkan adanya
perubahan lingkup dari konsep yang sangat sempit kepada yang lebih luas.
J. Galen dan William M. Alexander mengemukakan arti kurikulum
sebagai berikut “The Curriculum is the sum total of school’s efforts to influence
learning whether in the classroom, on the playground, or out af school.” Jadi
menerut mereka adalah segala usaha sekolah untuk mempengaruhi anak
41
belajar, apakah dalam ruang belajar, di halaman sekolah atau di luar
sekolah termasuk dari bagian kuikulum, yang meliputi juga apa yang
disebut kegiatan ekstra-kurikuler.
Seperti halnya Saylor dan Alexsander, Harold B. Albertycs dalam
bukunya Reorganizing the High-School Curriculum (1965). Kurikulum tidak
hanya terbatas pada mata pelajaran, akan tetapi juga meliputi kegiatan-
kegiatan lain, di dalam dan di luar kelas, yang berada dibawah tanggung
jawab sekolah.
Dari definisi yang telah dikemukakan di atas, tidak semua praktisi
pendidikan dan ahli kurikulum menganut pendidrian yan begitu
luas. Hilda Taba berpendapat bahwa definisi yang terlampau luas
mengaburkan pengertian kurikulum sehingga menghalangi pemikiran dan
pengolahan yang tajam tentang kurikulum. Oleh karena itu Taba memilih
posisi yang tidak terlampau luas dan tidak pula terlampau sempit, sebab
definisi yan terlampau sempit tidak lagi diterima oleh sekolah modern. Dia
menambakan, bahwa pada hakikatnya tiap kurikulum merupakan suatu
cara untuk mempersiapkan anak agar berpartisipasi sebagai anggota yang
produktif dalam masyarakatnya.
Sedangkan menurut pandangan modern, kurikulum lebih dari
sekedar rencana pelajaran atau bidang studi, kurikulum dalam pandangan
modern adalah semua yang secara nyata terjadi dalam proses dalam
pendidikan yang terjadi di sekolah. Pandangan ini bertolak dari sesuatu
yang actual, yang nyata, yaitu yang aktual terjadi di sekolah dalam proses
42
belajar. Lebih tegasnya lagi menurut pendidikan modern bahwa semua
pengalaman belajar ialah kurikulum.
Melalui penjelasan diatas kita memiliki beberapa teori mengenai
kurikulum, yang memberikan makna yang fungsional terhadap
serangkaian hal yang mencakup kurikulum itu sendiri. Adapun dari
definisi yang telah ada kurikulum membentuk suatu konsep yang
menyatakan kurikulum sebagai substansi, sebagai system, dan sebagai
bidang studi;
1. Kosep kurikulum sebagai substansi, yaitu sebagai suatu rencana
kegiatan belajar bagi murid-murid di sekolah, atau sebagai suatu
perangkat tujuan yang ingin dicapai.
2. Konsep kurikulum sebagai suatu system, yaitu system kurikulum.
System kurikulum merupakan bagian dari system pengolahan,
system pendidikan, bahkan system masyarakat. Hasil dari system
kurikulum adalah tersusunnya suatu kurikulum, dan fungsi dari
system kurikulum adalah bagaimana memalihara kurikulum agar
tetap berjalan secara dinamis.
3. Konsep kurikulum sebagai suatu bisang studi, yaitu bidang studi
kurikulum. Kurikulum dalam bidang studi bertujuan
mengembangkan ilmu tentang kurikulum dan sistem kurikulum.
Melalui studi kepustakaan dan berbagai kegiatan openelitian dan
percobaan, diharapkan menemukan hal-hal baru yang dapat
memperkaya dan memperkuat bidang studi kurikulum.
43
Lain dari pada itu, Ahmad Tafsir dalam bukunya Ilmu Pendidikan
Dalam Perspektif Pendidikan Islam (Tafsir, 2007: 54) menegaskan bila tujuan
hidup kita ternyata banyak melenceng dalam pencapaiannya, maka kita
harus segera merevisi kurikulum yang kita tempuh tersebut. Dalam
pengertian ini, kurikulum adalah alat atau jalan untuk mencapai tujuan
pendidikan, yang juga merupakan tujuan hidup kita.
Berdasarkan uraiaan diatas dapat diketahui bahwa suatu kurikulum
mengandung atau terdiri atas komponen-komponen. Dimana setiap
komponen tersebut sebenarnya saling berkaitan, bahkan masing-masing
merupakan bagian integral dari kurikulum tersebut.
Kurikulum pendidikan Islam berbeda-beda isinya menurut kondisi
dan situasi perkembangan agama Islam, karena kaum muslimin berada di
dalam lingkungan dan negeri yang berbeda-beda pula. Namun demikian,
mereka tetap sepakat menjadikan kitab suci Alquransebagai sumber pokok
ilmu-ilmu agana dan ilmu umum.
Dalam kaitannya dengan kurikulum tersebut, Ibnu Khaldun
menjelaskan mengenai kesepakatan Negara-negara Islam terhadap tujuan
pendidikan, yakni Alqurantetap sebagai pedomannya, ia menyatakan
“Sesungguhnya tujuan pendidikan yang bersumberkan Alquranadalah
untuk mencapai tujuan pembentukan akidah/keimanan yang mendalam
dan menumbuhkan dasar-dasar akhlak al-karimah melalui jalan agama yang
diturunkan untuk mendidik jiwa manusia serta menegakkan akhlak yang
membangkitkan kepada perbuatan yang baik.
44
Alquran dan hadist bukanlah buku sains, buku filsafat, atau buku
mistik, melainkan berisi pokok-pokok ajaran. Maka dari pada itu, jika kita
mencari teori kurikulum di dalamnya, maka kita tidak akan mendapatkan
apa-apa. Berdasarkan Alqurandan hadist tersebut, para praktisi
pendidikan muslim menyusun wawasan mereka tentang kurikulum.
Namun agaknya hingga saat ini para praktisi pendidikan Islam belum
menulis teori kuriklulum secara rinci dan sistematik sebagaimana yang
telah dilakukan oleh penulis Barat. Akan tetapi, sekali lagi hal tersebut
bukan berarti para ahli Muslim tersebut tidak memilii wawasan sama sekali
mengenai kurikulum. Dikatakan demikian karena jelas ketika nereka
menyusun program pendidiakan untuk sekolah yang mereka dirikan, kita
dapati susunan mata pelajaran serta kegiatan yang mengambarkan
wawasan mereka tentang kurikulum.
Dalam pendidikan Islam itusndirir terdapat dua macam kurikulum
yaitu, kurikulum khusus untuk pengajaran permulaan (dasar) dan
kurikulum untuk pengajaran tingkat tinggi:
1. Kurikulum Ibtidai (Tingkat Dasar)
Secara umum telah diperkenalkan di seluruh Negara Islam bahwa
ajaran Alquran dan Hadits Nabi merupakan dua materi pelajaran pokok,
namun di Negara-negara Islam tersebut tentunya tidak harus sama dalam
memprogramkan kedua meteri pokok tersenut kedalam kurikulum, sebab
disesuaikan dengan kondisi dan dituasi masing-masing Negara, yang pada
45
umumnya berbeda mahdzhab dan sudut pandang mengenai kurikulum
tersebut.
Mengenai penyebutan nama kurikulum ibtidai (tingkat dasar)
berdasarkan atas dimulainya pendidikan anak yang sdang tumbuh,
kemudian berprosws pada tingkat murabahah (usia dimana anak telah
mampu berfikir). Pendidikan ini telah mencakup pada pendidikan kanak-
kanak dan murabahah.
2. Kurikulum Tingkat Atas
Kurikulum tingkat atas ini berisi ilmu pengetahuan yang benyak
jenisnya untuk dikembangkan dan didalami secara khusus. Dalam hal ini
Ibnu Khaldun membagi jenis-jenis ilmu pengetahuan menjadi dua jenis
ilmu yang dijadikan bahan penlajaran.
a. Ilmu pengetahuan yang mengandung nilai instrinstik (mengandung nilai
aslinya). Ilmu-ilmu ini terdiri dari ilmu fiqih, tafsir, hadits, ilmu kalam,
ilmu ketauhidan, dan ilmu agama yang lainnya.
b. Ilmu pengetahuan yang tidak bersifat instrinstik (ekstrinstik; yang nilainya
tergantung dari luar). Yaitu ilmu-ilmu yang berfungsi sebagai alat untuk
mendalami ilmu-ilmu tersebut diatas seperti bahasa arab, ilmu hitung,
dan ilmu mantiq (logika).
Dalam hal ini para ahli pendidikan berpendapat bahwa memperluas
pengajaran ilmu-ilmu tingkat pertama sampai pas pengananlisaan
problem-problemnya, merupakan kewajiban mutlak bagi mereka agar
ilmu-ilmu tersebut benar-benar berfuntsi dikalangan masyarakat luas.
46
Hal di atas berdasarkan sejarah dimulai ketika beberapa orang
masuk Islam, Nabi Muhammad menyediakan rumah al-Arqam bin Abi al-
Arqam sebagai tempat pengajaran. Ini merupakan tempat pendidikan
pertama dalam Islam. Di sana Nabi mengajarkan pokok-pokok ajaran
agama Islam, membacakan wahyu, dan sembahyang (ketika itu belum lima
waktu). Selain itu Nabi jugamengajarkan ajaran agama Islam dirumahnya
sendiri. Jadi, dari uraian sejarah tersebut dapat kita garis bawahi bahwa
kurikulum pendidikan yang diberikan Nabi selama di Mekkah ialah
Alquran. Namun demikian, konsep kurikulum pendidikan Nabi pada masa
itu hingga berakhirnya periode Mekkah belum komprehensif. Maka
hendaknya kita melihat setelah itu yakni periode Madinah dan seterusnya,
dimana setelah Nabi dan para sahabat hijrah ke Madinah, usaha Nabi ialah
mendirikan majid. Hal ini sangat penting karena masjid ini tidak hanya
digunakan sebagai tempat shalat, tetapi juga sebagai tempat pendidikan.
Dari pengajaran yang diterapkan Nabi dan para sahabat,
menghasilkan atu kesimpulan bahwa apa yang telah diajarkan menjurus
pada pendidikan akhlak, hal tersebut sebagaimana hadits Nabi “innama
bu’itstu li utammima makarimal akhlak”, yakni untuk menyempurnakan
akhlak. Adapun pendidikan akhlak adalah pusat yang di sekelilingnya
berputar program dan kurikulum pendidikan Islam.
Yang dimaksud akhlak disini ialah bahwa manusia berkelakuan
dalam kehidupannya sesuai dengan kemanusiaannya, yaitu kedudukan
mulia yang diberikan Allah kepadanya melebihi makhluk-makhluk yang
47
lain, dan oleh karenanya ia diangkat sebagai khalifah. Daripada itu
makailmu adalah jalan kearah pendidikan akhlak dan untuk sampai
kepada khlifah tersebut. Dengan syarat bukanlah ilmu yang bersifat
teoritis, tetapi ilmu yang bersifat praktis yang harus diterjemahkan
kedalam kenyataan yang hidup yang menerapkan ketinggian akhlak bagi
individu, perpadu dan interdependen bagi kumpulan, kemajuan
peradaban yang continue.
Disiplin ilmu yang banyak tersebut tidaklah sama kategorinya
dalam pandangan Islam, sebab Islam sendiri memiliki kategori tersendiri
untuk memilah dan menentukannya. Kategori pertamaadalah ilmu-ilmu
yang berkaitan dengan Alqurandan hadits. Disiplin-disiplin ini sering
disebut sebagai ilmu religious atau ilmu agama atau ilmu tradisuional,
akan tetapi penamaan tersebut kurang tepat, lebih tepatnya mengunakan
istilah ilmu-ilmu esensial. Penamaan tersebut karena menjelaskan bahwa
ilmu-ilmu tersebut mengandung nilai-nilai esensial dalam
Islam. kedua adalah pengetahuan yang mempelajari manusia, baik sebagai
individu maupun sebagai anggota masyarakat. Yang termasuk disini
adalah ilmu-ilmu jiwa, sosiologi, sejarah dan sebagainya. Ketigaialah ilmu-
ilmu mengenai benda atau alam, yaitu biologi, astronomi, ilmu bumi dan
lain-lain.
Sejarah pendidikan Islam yang panjang itu menunjukkan bahwa
keseimbangan antara ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu dunia terdapat pada
zaman-zaman kekuatan dan kegemilangan Islam. Keseimbangan ini
48
tidaklah hilangan kecuali pada zaman kelemahan. Jadi dengan adanya
keseimbangan antara ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu dunia dalam
kurikulum pendidikan dalam Islam, maka ada pemusatan atau spesialisasi
pada sebagian ilmu sesuai dengan periode perkembangan, sesuai dengan
tingkat pendidikan, sesuai dengan spesialisasi sempit pada tingkat
pendidikan tinggi, di masjid-masjid dan di rumah-rumah.
Secara umum, kurikulum pendidikan dalam Islam
bersifat fungsional, tujuannya mengeluarkan dan membentuk menusia
muslim, mengenal agama dan Tuhannya, berakhlak Alquran, tetapi juga
mengeluarkan manusia yang mengenal kehidupan, danggup menikmati
kehidupan yang mulia, dalam masyarakat bebas dan mulia, sanggup
member dan membina masyarakat dan mendorong dan mengembangkan
kehidupannya, berdasarkan pekerjaan tertentu yang dikuasainya.
Itulah kurikulum pendidikan formal dalam Islam yang sekaligus
mewakili garis-garis besar kurikulum pendidiakn non-formal, yang
biasanya lebih berpengaruh, lebih dinamis, dan lebih penting dari lembaga-
lembaga pendidikan formal.
Melalui penjelasan diatas, bahwa yang mendasari tujuan pendidikan
Islam dari segala tingkat dan jenis berintikan akhlakul karimah dan
keimanan, maka seluruh mata pelajaran dan kegiatan belajar haruslah
bertolah dari dan menuju keimanan kepada Allah swt. Dengan begitu maka
kesatuan pengalaman siswa akan terbentuk, dan kesatuan pengalam itu
dikendalikan oleh otoritas dan kekuasaan Allah swt. Jadi, inti kurikulum
49
adalah kehendak Allah. Sehingga kesatuan pengetahuan dan pengalaman
akan berpusat pada Allah, pengaturanb kehidupan akan sesuai dengan
kehendak Allah. Dalam keadaan seperti itu, manusia akan mampu
menempati posisinbya sebagai kholifah Allah swt yang memiliki otoritas
tak terbatas dalam mengatur alam ini.
Kerangka kurikulum pendidikan Islam diatas merupakan kerangka
kurikulum yang umum, dapat dijadikan dan hendaknya menjadi acuan
oleh orang-orang Islam sendiri dalam mendesain kurikulum di sekolah, di
rumah, dan di masyarkat. Kerangka tersebut sebagai mana diterangkan
diatas yakni meliputi tujuan, isi kurikulum (materi), metode, dan evaluasi.
Jika di sekolah, kursus tertentu, dan kegiatan-kegian pembelajaran
yang lainnya tidak diterapkan konsep komprehensif secara seimbang
dalam prosentasi, tetapi biasanya menekankan pada hal-hal tertentu. Maka
perumusan pada lembaga-lembaga pendidikan Islam hendaknya
berdasarkan tujuan pada penguasaan ilmu-ilmu agama, dengan tidak
melalaikan ilmu-ilmu yang lain. Begitu juga mengenai unsure-unsur dasar
manusia hendaknya terpenuhi semua, baik dari segi jasmani, rohani dan
akal.
50
BAB IV
PENDEKATAN SAINTIFIK
4.1 Pengertian Pendekatan Saintifik
Sani (2014: 50) menjelaskan bahwa pendekatan saintifik berkaitan
erat dengan metode saintifik. Metode saintifik (ilmiah) pada umumnya
melibatkan kegiatan pengamatan atau observasi yang dibutuhkan untuk
perumusan hipotesis atau mengumpulkan data. Abidin (2014:127)
menjelaskan bahwa model saintifik pada dasarnya adalah model
pembelajaran yang dilandasi pendekatan ilmiah dalam pembelajaran
yang diorientasikan guna membina kemampuan siswa memecahkan
masalah melalui serangkaian aktifitas inkuiri yang menuntut kemampuan
berpikir kritis, berpikir kreatif, dan berkomunikasi dalam upaya
meningkatkan pemahaman siswa.
Menurut Fadlillah (2014: 175) pendekatan scientific ialah
pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran melalui proses ilmiah,
sehingga apa yang dipelajari dan dipeoleh siswa dilakukan dengan indera
dan akal pikiran sendiri sehingga mereka mengalami secara langsung
dalam proses mendapatkan ilmu pengetahuan. Labih lanjut Fadlillah
mengungkapkan bahwa pendekatan scientific ialah pendekatan
pembelajaran yang dilakukan melalui proses mengamati, menanya,
mencoba, manalar, dan mengkomunikasikan. Menurut Sudarwan (dalam
Majid, 2014: 96) pendekatan scientific bercirikan penonjolan dimensi
51
pengamatan, penalaran, penemuan, pengabsahan, dan penjelasan tentang
suatu kebenaran. Proses pembelajaran disebut ilmiah jika memenuhi
kriteria sebagai berikut:
4.1.1 Substansi atau materi pembelajaran berbasis pada fakta atau
fenomenal yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran
tertentu; bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda, atau
dongeng semata.
4.1.2 Penjelasan guru, respon peserta didik, dan interaksi edukatif
guru-peserta didik terbebas dari prasangka yang serta merta,
pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur
berpikir logis.
4.1.3 Mendorong dan menginspirasi peserta didik berpikir secara
kritis, analisis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami,
memecahkan masalah, dan mengaplikasikan substansi atau
materi pembelajaran.
4.1.4 Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu berpikir
hipotesis dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu
sama lain dari substansi atau materi pembelajaran.
4.1.5 Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu
memahami, menerapkan dan mengembangkan pola berpikir
yang rasional dan objektif dalam merespon substansi atau materi
pembelajaran.
4.1.6 Berbasis pada konsep, teori, fakta empiris yang dapat
52
dipertanggungjawabkan.
4.17 Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas,
namun menarik sistem penyajiannya.
4.2 Karakteristik Pembelajaran Menggunakan Pendekatan Saintifik
Hosnan (2014: 36) mengatakan bahwa pembelajaran dengan
metode saintifik memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Berpusat pada siswa.
b. Melibatkan keterampilan proses sains dalam mengonstruksi konsep,
hukum atau prinsip.
c. Melibatkan proses-proses kognitif yang potensial dalam merangsang
perkembangan intelek, khususnya keterampilan berpikir tingkat tinggi
siswa.
d. Dapat mengembangkan karakter siswa.
Manurut Majid (2014: 70) proses pembelajaran disebut ilmiah jika
memenuhi kriteria sebagai berikut:
1) Substansi atau materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena
yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu; bukan
sebatas kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata.
2) Penjelasan guru, respon peserta didik, dan interaksi edukatif guru-
peserta didik terbebas dari prasangka yang serta merta, pemikiran
subyektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis.
3) Mendorong dan menginspirasi peserta didik berpikir secara kritis,
analitis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, dan
53
memecahkan masalah, dan mengaplikasikan substansi atau materi
pembelajaran.
4) Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu berpikir hipotetik
dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari
substansi atau materi pembelajaran.
5) Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu memahami,
menerapkan, dan mengembangkan pola pikir yang rasional dan obyektif
dalam merespon substansi atau materi pembelajaran.
6) Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat
dipertanggungjawabkan.
7) Tujuan pembelajaran dirumuskan secarasederhana dan jelas, namun
menarik sistem penyajiannya.
Hosnan (2014: 36) menjelaskan bahwa tujuan pembelajaran dengan
pendekatan saintifik didasarkan pada keunggulan pendekatan tersebut.
Menurut Hosnan (2014:36), beberapa tujuan pembelajaran dengan
pendekatan saintifik adalah sebagai berikut:
a. Untuk meningkatkan kemampuan intelek dan kemampuan
berpikir tingkat tinggi siswa.
b. Untuk membentuk kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu
masalah secara sistematik.
c. Terciptanya kondisi pembelajaran dimana siswa merasa bahwa
belajar itu merupakan suatu kebutuhan.
d. Diperolehnya hasil belajar yang tinggi.
54
e. Untuk melatih siswa dalam mengomunikasikan ide-ide,
khususnya dalam menulis artikel ilmiah.
f. Untuk mengembangkan karakter siswa.
2.5 Pengembangan Pendekatan Saintifik
Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern
dalam pembelajaran, yaitu pendekatan ilmiah (Majid, 2014: 75). Dalam
kegiatan pembelajaran pendekatan scientific menurut Fadlillah dapat
dilakukan dengan cara sebagai berikut.
Tabel 2. Kegiatan Pembelajaran Pendekatan Scientific.
Kegiatan Aktivitas Pembelajaran
Mengamati (observing)
Melihat, mengamati, membaca, mendengar, menyimak (tanpa dan dengan alat)
Menanya (questioning)
• Mengajukan pertanyaan dari yang faktual sampai ke yang bersifat hipotesis.
• Diawali dengan bimbingan guru sampai dengan mandiri (menjadi suatu kebiasaan)
Mencoba (ezperimenting)
• Menentukan data yang diperlukan dari pertanyaan yang diajukan.
• Menentukan sumber data (benda, dokumen, buku, eksperimen) Mengumpulkan data
Menalar (associating)
• Menganalisis data dalam bentuk membuat kategori, menentukan hubungan data/kategori.
• Menyimpulkan dari hasil analisis data.
• Dimulai dari unstructured-uni structure-multi structure- complicated structure.
Mengkomunikasikan (communicating)
• Menyampaikan hasil konseptualisasi.
• Dalam bentuk lisan, tulisan, diagram, bagan, gambar, atau media lainnya.
55
Dewasa ini, pendidikan Indonesia menganut pendekatan saintifik mulai
dari pendidikan dasar hingga perguruan tinggi. Sungguhpun demikian,
elaborasi pendekatan saintifik tampak kentara pada kurikulum 2013 dan
kurikulum merdeka belajar yang tengah digodok oleh pemerintah.
Secara sederhana, kata “saintifik” merupakan pengetahuan yang
direkonstruksi dari pengalaman empiris dan dapat dipertanggungjawabkan
secara ilmiah. Atau berlandaskan ilmu pengetahuan, tidak asbun (asal bunyi)
bahkan opini tak berdasar. Nah, fakta menunjukkan jauh sebelum
menggemanya istilah “ilmiah atau saintifik” sekarang ini, pendidikan Islam
telah menjadi milestone (tonggak sejarah) dan role model bagi peradaban Barat
yang tengah diselimuti kabut hitam kala itu. Hal ini terbukti dalam sumber
Islam yaitu firman Allah swt Q.S. al-Isra : 36.
“Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui.
Karena pendengaran, penglihatan dan hati nurani, semua itu akan
diminta pertanggungjawabannya” (Q.S. al-Isra [17]: 36)
Para ulama ahli takwil terjadi ikhtilaf (berbeda pendapat) terkait
menafsirkan ayat di atas apakah lafadz la taqfu bermakna qaul, hal atau
mengharuskan menimba ilmu dulu. Sebut saja, al-Tabary dalam tafsirnya, ia
mengemukakan perbedaan tersebut di antaranya, sebagian ulama
memaknainya sama dengan redaksi ayat di atas (wa la taqfu ma laisa laka bihi
‘ilm). Sebagian yang lain mengartikan, “Jangan berujar jika kamu tidak melihat
atau tidak mendengarnya, sungguh Allah swt memberkati orang yang
demikian”
56
Masih menurut al-Tabary, ulama mutaakhirin justru memaknainya
dengan la tarama (jangan membuang). Artinya, jangan membuang tenaga
kalian secara sia-sia tanpa didasari dengan ilmu.
Senafas dengan al-Tabary, Al-Zamakhsyari dalam Tafsir Kasyaf-nya,
menafsiri redaksi “la taqfu” dengan la tattabi’u (jangan mengikuti). Jangan
mengikuti jejaknya, yaitu janganlah kalian mengikuti perkataan atau
perbuatan seseorang yang tidak berlandaskan ilmu atau pengetahuan. Seperti
halnya seorang salik yang tidak tahu arah sehingga tersesat jalannya karena
mengikuti seorang mursyid yang rusak agamanya (la ya’lamu shihhatihi min
fasadihi).
Sedangkan al-Razi dalam Tafsir al-Kabir menyitir pernyataan Qatadah,
“jangan katakan kamu telah mendengar sebelum kamu mendengar, jangan
katakan kamu telah melihat sebelum kamu melihat, dan jangan katakan kamu
telah mengetahui sebelum kamu mengetahuinya”. Tidak jauh berbeda, Al-
Qurthuby mem-warning kepada kita agar tidak gumun (takjub) terhadap
seseorang sehingga taklid buta alias membabi buta mengikutinya tanpa
mengetahui track record-nya atau bahkan justru ia menyesatkan.
Ayat di atas menyiratkan akan pentingnya pendekatan saintifik dalam
pendidikan Islam. Dari beberapa penafsiran di atas menunjukkan betapa
pentingnya untuk tidak berargumen sebelum kita mengetahui duduk
permasalahannya. Sebelum membahas lebih jauh, sedikit kami ulas definisi
saintifik.
57
Kata “saintifik” berasal dari bahasa Latin, scientia yang berarti
pengetahuan. Sedangkan dalam dictionary.cambridge.org, scientific diartikan
dengan relating to science or using ythe organized methods of science (berkaitan
dengan sains atau menggunakan metode kerangka berpikir sains yang
terstruktur). Tidak jauh berbeda, merriam-webster.com mengartikan scientific
dengan conducted in the manner of science or according to results of investigation by
science : practicing or using thorough or systematic methods (berbasis pengetahuan
atau penyelidikan mendalam; menggunakan langkah-langkah yang ilmiah).
Berpijak dari definisi di atas, maka tak heran jika pendidikan Islam
sebagai mercusuar akademik sudah seharusnya menggunakan pendekatan
saintifik di segala lini. Kalau sedikit menengok ke belakang, di awal-awal
sejarah sains dalam Islam, aktualisasi konsep saintifik terejawantahkan dalam
dua hal, yaitu obersvasi dan eksperimen.
Sebagaimana catatan Muammad Dizer dalam Observatories and
Astronomical Instruments mengatakan bahwa warisan intelektual Islam
ditunjukkan oleh sejumlah institusi sentral untuk pengembangan sains seperti
rumah sakit, sekolah atau universitas (madrasah), perpustakaan umum, dan
observatorium.
Yang disebutkan terakhir merupakan institusi yang merepresentasikan
tradisi riset saintifik tingkat tinggi – atau dalam terminologi modern dikenal
istilah High Order Thinking Skill (HOTS) – berdasarkan pada observasi yang
terstruktur, sistematis dan masif dan penuh kalkulasi yang matang. Tidak
dapat dipungkiri, Dizer juga menggambarkan semua bidang kajian dilahap
58
habis oleh ilmuwan muslim. Tidak diragukan lagi, Islam dengan segala
kemajuannya telah menyinari peradaban Barat dan dunia di era kita saat ini.
Maka, untuk memperkuat pendekatan saintifik, ada beberapa hal yang
harus diterapkan dan tentu merujuk pada keterangan di atas, yaitu tematik
terpadu (tematik antar mata pelajaran) dan tematik dalam suatu pelajaran.
Kedua hal ini dapat dielaborasi dengan menggunakan metode pembelajaran
berbasis penelitian, discovery atau inquiry learning (pembelajaran
berbasis inquiry), dan problem based learning (pembelajaran berbasis masalah).
Dengan demikian, pendekatan saintifik sangat penting guna
menghasilkan peserta didik dan manusia Indonesia yang kreatif, kontekstual,
dan berakhlakul karimah baik individu maupun kolektif sehingga mampu
membawa bangsa Indonesia menuju Indonesia Emas selamanya.
59
BAB V
PRINSIP PENGEMBANGAN
5.1 Analisis Kebutuhan
Langkah awal dalam melakukan penelitian pengembangan Lembar
Kerja Siswa (LKS) adalah melakukan analisis kebutuhan. Analisis
kebutuhan dilakukan oleh peneliti berdasarkan langkah-langkah
pengembangan LKS yang telah diurainkan di Bab III. Peneliti melakukan
analisis kebutuhan dengan cara melakukan wawancara. Wawancara
dilakukan di SDIT Qurrota A’yun dengan narasumber M.H. pada tanggal
28 Mei 2021, pukul 10.20 WIB. Wawancara ini bertujuan untuk mengetahui
dan mengidentifikasi apakah permasalahan yang terjadi di lapangan sesuai
dengan fakta yang terjadi. Permasalahan yang dimaksud berkaitan dengan
pemahaman guru mengenai Kurikulum 2013 dan ketersediaan LKS
menggunakan pendekatan saintifik. Hasil wawancara tersebut dapat
dijadikan sebagai acuan dalam pengembangan Lembar Kerja Siswa
menggunakan pendekatan saintifik mengacu kurikulum 2013.
4.2 Hasil Penelitian
Peneliti melakukan wawancara kepada guru Kelas II SDIT Qurrota
A’yun pada tanggal 28 Mei 2021. Wawancara tersebut berpedoman pada
10 butir pertanyaan untuk melakukan survei kebutuhan Lembar Kerja
Siswa menggunakan pendekatan saintifik sesuai dengan Kurikulum 2013.
60
Berikut data hasil wawancara dengan guru kelas II SDIT Qurrota A’yun,
yang dijelaskan setipa butir-Butir pertanyaan pertama yaitu apakah guru
sering menggunakan media LKS ketika mengajar. Guru memberikan
jawaban bahwa, guru jelas sering menggunakan media LKS dalam proses
belajar. Hal demikian dikarenakan LKS merupakan bukti nyata kerja siswa
dan LKS sebagai sarana siswa dalam mendalami materi suatu pelajaran
yang dipelajari siswa.
Butir pertanyaan kedua yaitu tentang keunggulan dan kelemahan
mengajar menggunakan media LKS. Guru menjelaskan bahwa beberapa
keunggulan mengajar menggunakan LKS adalah dapat menciptakan
suasana belajar yang menyenangkan, menarik minat siswa, siswa sangat
antusias, memberikan motivasi pada siswa untuk belajar dengan baik dan
semangat, lebih praktis, efektif, efesien, siswa tidak mudah jenuh, dan
berdampak pada pencapaian prestasi belajar siswa yang optimal.
Guru juga menjelaskan kelemahan mengajar menggunakan LKS,
diantaranya adalah guru tidak kreatif atau guru menjadi manja, guru tidak
inovatif atau guru menjadi malas, LKS merupakan robotisasi generasi,
terjadi komersiliasi pendidikan, nilai keprofesionalan guru menjadi
menurun, guru tidak menghiraukan kompetensi yang akan diperoleh siswa
yang diajarkan, dan terkadang LKS yang diperjualbelikan menyimpang
dari jalur.
Butir pertanyaan ketiga yaitu keterampilan guru dalam membuat
LKS. Guru menjelaskan bahwa bila membuat LKS untuk Rencana
61
Pelaksanaan Pembelajaran atau untuk UAS sudah cukup terampil, tetapi
untuk membuat LKS yang dikomersilkan guru belum bisa.
Butir pertanyaan keempat yaitu apakah guru sudah menerapkan
media LKS yang sesuai tuntutan Kurikulum Sekolah Dasar 2013 yang
mengemas materi pelajaran secara tematik terintegratif dan pendekatan
pembelajaran saintifik. Guru mengatakan bahwa guru sudah coba
menerapkan LKS sesuai tuntutan Kurikulum SD 2013, tetapi menerapkan
LKS yang paling sederhana pada RPP dan pada saat ulangan harian.
Butir pertanyaan kelima yaitu sejauh mana pemahaman guru
tentang komponen-komponen yang harus ada di dalam LKS yang
menggunakan pendekatan saintifik. Guru menjelaskan sejauh yang ia
paham bahwa LKS yang menggunakan pendekatan saintifik harus
mengacu pada santifik 5M (mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan
mengkomunikasikan).
Butir pertanyaan keenam yaitu apa kesulitan yang dihadapi guru
dalam menyusun dan mengembangkan LKS menggunakan Pendekatan
Saintifik dalam Kurikulum 2013. Guru menjelaskan bahwa kesulitan yang
sering dihadapi adalah ketersediaan waktu dan sumber daya yang dimiliki
guru. Sumber daya yang dimaksudkan adalah terkait pengetahuan dan
keterampilan guru dalam menggunakan teknologi (komputer) untuk
menyusun dan mengembangkan LKS.
Butir pertanyaan ketujuh yaitu tentang usaha atau cara guru
mengatasi kesulitan-kesulitan dalam menyusun dan mengembangkan LKS
62
yang menggunakan Pendekatan Saintifik sesuai Kurikulum 2013. Guru
menjelaskan bahwa untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang ditemui,
guru bekerja sama dengan guru lain untuk menyusun LKS. Contoh bentuk
kerjasama yang dilakukan guru adalah bila guru kelas A menyusun LKS
untuk pembelajaran 1-3 maka guru kelas B menyusun LKS untuk
pembelajaran 4-6. Dalam menyusun LKS, guru menyesuaikan dengan
tahapan berpikir siswa.
Butir pertanyaan kedelapan yaitu pendapat guru tentang
karakteristik LKS yang baik yang dibutuhkan guru. guru memaparkan
bahwa karakteristik LKS yang baik adalah (1) LKS memilik soal-soal yang
harus dikerjakan siswa dan kegiatan-kegiatan seperti percobaan atau terjun
ke lapangan yang harus siswa lakukan, (2) memaparkan bahan ajar, (3)
materi yang disajikan merupakan rangkuman yang tidak terlalu luas
pembahasannya tetapi sudah mencakup apa yang akan dikerjakan atau
dilakukan siswa, dan (4) memiliki komponen- komponen seperti kata
pengantar, pendahuluan, daftar isi, dan lain- lain.
Butir pertanyaan kesembilan yaitu apakah guru membutuhkan
contoh LKS yang sesuai dengan tuntutan Kurikulum 2013. Guru
menjelaskan bahwa guru sangat membutuhkan contoh LKS yang sesuai
dengan tuntutan Kurikulum 2013.
Butir pertanyaan kesepuluh yaitu saran apa yang guru berikan
terkait dengan penyusunan dan pengembangan LKS menggunakan
pendekatan saintifik mengacu pada Kurikulum 2013. Guru menjelaskan
63
bahwa bila akan menyusun LKS maka LKS yang disusun harus
disederhanakan dan disesuaikan dengan keadaan sekolah, susunan isi LKS
harus mencakup komponen kognitif, motorik, dan afektif, serta mencari
sumber-sumber referensi untuk penyempurnaan penyusunan LKS.
4.3 Pembahasan Hasil Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil wawancara yang telah diuraikan di atas, peneliti
dapat menarik kesimpulan bahwa dalam proses pembelajaran guru telah
sering menggunakan media LKS dan cukup terampil dalam membuat LKS
meskipun hanya menyusun LKS yang sederhana. Guru juga sudah
mencoba menerapkan media LKS sesuai tuntutan Kurikulum SD 2013 yang
mengemas materi pelajaran secara tematik terintegratif dan pendekatan
saintifik. Pemahaman guru tentang komponen-komponen yang harus ada
dalam LKS yang menggunakan pendekatan saintifik pun sudah cukup baik.
Kesulitan yang dihadapi guru dalam penyusunan dan
pengembangan LKS menggunakan pendekatan saintifik dalam Kurikulum
2013 adalah berkaitan dengan ketersediaan waktu dan sumber daya
manusia yang dimiliki guru. Adapun usaha yang dilakukan guru untuk
mengatasi kesulitan tersebut yaitu bekerja sama dengan guru lain. Hal ini
membuktikan bahwa guru masih sangat membutuhkan contoh-contoh LKS
yang menggunakan pendekatan saintifik mengacu Kurikulum 2013.
4.4 Deskripsi Produk Awal
Peneliti melakukan beberapa langkah dalam proses pengembangan
Lembar Kerja Siswa. Langkah awal yang dilakukan peneliti dalam
64
penelitian pengembangan ini adalah memilih tema dan subtema, kemudian
menentukan Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD). Peneliti
selanjutnya menentukan indikator dan tujuan pembelajaran yang ingin
dicapai. Setelah menentukan indikator dan subtema, peneliti membuat
silabus kemudian menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Tematik
Harian (RPPTH). RPPTH disusun mengacu Kurikulum SD 2013 yang di
dalamnya terdapat langkah-langkah kegiatan yang dilakukan oleh siswa.
Setelah menyusun RPPTH, peneliti menyusun Lembar Kerja Siswa
(LKS) yang menggunakan pendekatan saintifik pada setiap pembelajaran.
Dalam LKS terdapat kegiatan-kegiatan yang dilakukan siswa baik secara
individu maupun kelompok. LKS juga memuat refleksi yang akan diisi oleh
siswa.
Lembar Kerja Siswa (LKS) merupakan lembar kerja yang memuat
hal-hal yang akan dilakukan siswa baik secara individu maupun kelompok.
LKS juga merupakan bukti nyata kerja siswa. Peneliti menyusun dan
mengembangkan LKS secara sistematis dengan menggunakan pendekatan
saintifik. Karena disusun menggunakan pendekatan saintifik, maka di
dalam LKS terdapat kegiatan-kegiatan scientific seperti kegiatan mengamati,
menanya, menalar, mencoba, dan mengkomunikasikan. Dalam LKS
terdapat beberapa unsur, yaitu (1) identitas sekolah yang meliputi satuan
pendidikan, pertemuan ke berapa, kelas/semester, mata pelajaran terkait,
tema/subtema, dan alokasi waktu; (2) petunjuk umum; (3) tujuan
pembelajaran dari setiap indikator; (4) kegiatan pembelajarn yang terdiri
65
dari kegiatan mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan
mengkomunikasikan yang dilengkapi dengan tugas dan langkah-langkah
kerja; dan (5) refleksi. Selain memuat kelima unsur di atas, dalam LKS juga
terdapat bagian/tempat siswa mencantumkan nama serta hari/tanggal
siswa mengerjakan LKS tersebut.
Lembar Kerja Siswa dibuat untuk enam pembelajaran. Pembelajaran
satu dan dua memuat empat mata pelajaran terkait dan pembelajaran tiga
sampai enam memuat tiga mata pelajaran terkait. Alokasi waktu untuk
setiap pembelajaran adalah 5x35 menit. LKS juga memuat petunjuk umum
yang harus diperhatikan siswa sebelum menggunakan LKS yaitu (1) siswa
menuliskan nama di bagian kiri atas LKS, (2) siswa melakukan kegiatan-
kegiatan belajar yang ada di LKS, (3) siswa mengerjakan LKS dengan benar
dan tepat, dan (4) siswa mengisi setiap pertanyaan dengan tulisan yang rapi.
Hal terakhir yang dilakukan siswa adalah menjawab refleksi yang tersedia
di akhir LKS pada setiap pembelajaran. Lembar Kerja Siswa (LKS)
menggunakan pendekatan saintifik ini memiliki kelebihan yaitu desain
dibuat secara terperinci namun sederhana sehingga memudahkan siswa
dan guru untuk memahami dan menggunakan dalam proses belajar.
Tampilan LKS disusun indah dan menarik agar manarik minat siswa
menggunakan lembar kerja tersebut.
4.5 Data Hasil Validasi Guru SD Pelaksana Kurikulum SD 2013
Guru yang menjadi validator produk Lembar Kerja Siswa ini
adalah guru kelas II SDIT Qurrota A’yun, yakni M.H. Validasi yang
66
dilakukan oleh A.C dilakukan pada tanggal 28 Mei 2021, sedangkan
Bapak M. R. pada tanggal 29 Mei2021. Aspek yang dinilai dari produk
LKS adalah (1) kelengkapan unsur-unsur LKS, (2) rumusan
petunjuk/instruksi LKS, (3) rumusan kegiatan pembelajaran, (4) kegiatan
pembelajaran pada LKS, (5) bahasa yang digunakan pada LKS, (6)
tampilan LKS, (7) LKS memberikan pertanyaan mengapa dan bagaimana,
(8) LKS memancing siswa untuk bertanya, (9) LKS memfasilitasi siswa
untuk mengamati/mengikuti, (10) LKS memfasilitasi siswa untuk
mencoba/mempraktikkan, (11) LKS memfasilitasi siswa untuk
menganalisis, (12) LKS memberikan pertanyaan kepad siswa untuk
menalar, (13) LKS memfasilitasi siswa untuk berkomunikasi, (14) LKS
menyajikan pembelajaran yang memuat komponen karakteristik terpadu,
(15) LKS menyajikan pembelajaran yang bernuansa aktif dan
menyenangkan, dan (16) tersedia beberapa pertanyaan untuk refleksi.
Berdasarkan hasil validasi oleh Ibu M.H. produk LKS ini
memperoleh skor rata-rata 3,44 dengan kategori “Baik”. Lembar Kerja
Siswa dinyatakan layak digunakan/diuji coba dengan revisi sesuai saran.
Guru memberikan komentar yang berisi masukan dan saran perbaikan
pada beberapa aspek, diantaranya adalah pada aspek (2) rumusan
petunjuk /instruksi pada LKS, (3) rumusan kegiatan pembelajaran dalam
LKS, (4) kegiatan pembelajaran pada LKS, (5) bahasa yang digunakan
pada LKS, (6) tampilan LKS, (7) LKS memberikan pertanyaan mengapa
dan bagaimana, (8) LKS memancing siswa untuk bertanya, (9) LKS
67
memfasilitasi siswa untuk mengamati/mengikuti, (10) LKS memfasilitasi
siswa untuk mencoba/mempraktikkan, (11) LKS memfasilitasi siswa
untuk menganalisis, (12) LKS memberikan pertanyaan kepad siswa untuk
menalar, (13) LKS memfasilitasi siswa untuk berkomunikasi, (14) LKS
menyajikan pembelajaran yang memuat komponen karakteristik terpadu,
dan (15) LKS menyajikan pembelajaran yang bernuansa aktif dan
menyenangkan.
Pada aspek 2, guru memberikan komentar untuk
menyederhanakan dan menyesuaikan rumusan petunjuk/instruksi pada
LKS supaya mudah dipahami siswa. Pada aspek 3 guru memberikan
komentar bahwa rumusan kegiatan pembelajaran dalam LKS harus
disederhanakan dan disesuaikan supaya mudah dipahami oleh siswa.
Pada aspek 4 sampai 15 guru memberikan komentar sama yaitu setiap
aspek ditingkatkan lagi dan sesuaikan dengan indikatornya.
Ibu M.H juga memberikan komentar umum dan saran perbaikan
yaitu, secara umum penyusunan LKS sudah cukup baik, namun yang
perlu diperhatikan adalah formulasi kalimat mohon lebih
disederhanakan, ukuran huruf harus disesuaikan dengan tingkat usia
siswa. Berdasarkan hasil validasi oleh Ibu M.H. produk LKS ini
memperoleh skor rata-rata 3,93 dengan kategori “Baik”. Lembar Kerja
Siswa dinyatakan layak digunakan/diuji coba dengan revisi sesuai saran.
Ibu M.H memberikan komentar umum dan saran perbaikan yaitu sumber
sebaiknya ditulis dari buku apa dan halaman berapa.
68
Produk yang telah divalidasi oleh guru kelas II direvisi sesuai
dengan komentar dan saran yang diberikan. Komentar-komentar tersebut
serta revisi akan dijabarkan dalam tabel berikut:
Tabel 9. Komentar Guru Kelas II SD dan Revisi
No aspek
Aspek yang dinilai
Komentar Revisi
1
Rumusan petunjuk/instruksi LKS sederhana sehingga mudah dipahami.
Sederhanakan dan sesuaikan supaya mudah dipahami siswa.
Menyederhanakan dan menyesuaikan rumusan petunjuk/instruksi LKS supaya mudah dimengerti siswa.
2
Rumusan kegiatan pembelajarn dalam LKS singkat dan sederhana sehingga mudah dipahami siswa.
Sederhanakan dan sesuaikan supaya mudah dipahami siswa.
Menyederhanakan dan menyesuaikan rumusan kegiatan pembelajaran dalam LKS supaya mudah dimengerti siswa.
3
Kegiatan pembelajaran pada LKS kemungkinkan tercapainya indikator/ tujuan pembelajaran.
Tingkatkan lagi dan sesuaikan dengan indikatornya.
Meningkatkan dan menyesuaikan kegiatan pembelajaran pada LKS dengan indikatornya.
4
Bahasa yang digunakan pada LKS sesuai dengantingkat perkembangan siswa.
Tingkatkan lagi dan sesuaikan dengan indikatornya.
Meningkatkan dan menyesuaikan bahasa yang digunakan pada LKS dengan tingkat perkembangan siswa.
5
Tampilan LKS indah dan menarik.
Tingkatkan lagi dan sesuaikan dengan indikatornya.
Meningkatkan dan menyesuaikan tampilan LKS dengan indikatornya.
6
LKS memberikan pertanyaan mengapadan bagaimana.
Tingkatkan lagi dan sesuaikan dengan indikatornya.
Meningkatkan dan menyesuaikan pertanyaan mengapa dan bagaimana dengan indikatornya.
7
LKS memancing siswa untuk bertanya.
Tingkatkan lagi dan sesuaikan dengan indikatornya.
Meningkatkan dan menyesuaikan isi LKS yang memancing siswa untuk bertanya dengan indikatornya.
69
8
LKS memfasilitasi siswa untuk mengamati/ mengindera.
Tingkatkan lagi dan sesuaikan dengan indikatornya.
Meningkatkan dan menyesuaikan fasilitas siswa untuk mengamati/ mengindera dengan indikatornya.
9
LKS memfasilitasi siswa untuk mencoba/ mempraktikkan.
Tingkatkan lagi dan sesuaikan dengan indikatornya.
Meningkatkan dan menyesuaikan fasilitas siswa untuk mencoba/ mempraktikan dengan indikatornya.
10
LKS memfasilitasi siswa untuk menganalisis.
Tingkatkan lagi dan sesuaikan dengan indikatornya.
Meningkatkan dan menyesuaikan fasilitas siswa untuk mengamati/ mengindera dengan indikatornya.
11
LKS memberikan pertanyaan kepada siswa untuk menalar (proses berpikir logis dan sistematis).
Tingkatkan lagi dan sesuaikan dengan indikatornya.
Meningkatkan dan menyesuaikan pertanyaan-pertanyaan logis yang dijawab siswa dengan indikatornya.
12
LKS memfasilitasi siswa untuk berkomunikasi.
Tingkatkan lagi dan sesuaikan dengan indikatornya.
Meningkatkan dan menyesuaikan fasilitas siswa untuk berkomunikasi dengan indikatornya.
13
LKS menyajikan pembelajaran yang memuat komponen karakteristik terpadu.
Tingkatkan lagi dan Sesuaikan dengan indikatornya.
Meningkatkan dan menyesuaikan menyajian pembelajaran yang memuat karakteristik terpadu dengan indikatornya.
14
LKS menyajikan pembelajaran yang bernuansa aktif dan menyenangkan.
Tingkatkan lagi dan sesuaikan dengan indikatornya.
Meningkatkan dan menyesuaikan penyajian pembelajaran yang bernuansa aktif dan menyenangkan dengan indikatornya.
Berdasarkan komentar dan saran dari pakar Kurikulum 2013 dan
guru kelas II SDIT Qurrota A’yun tersebut, peneliti kembali melakukan
70
revisi terhadap Lembar Kerja Siswa agar semakin baik dan layak untuk
digunakan sebagai sumber belajar bagi siswa kelas II SD, khususnya bagi
sekolah yang menerapkan Kurikulum 2013. Di Era sekarang ini dimana
proses belajar mengajar dilakukan secara during, maka LKS sangat
diperlukan, agar siswa dapat mengerjakan Latihan-latihan setiap mata
pelajaran.
71
BAB V
KAJIAN PRODUK AKHIR DAN PEMBAHASAN
Produk akhir diperoleh dari saran perbaikan yang diberikan oleh
dua orang pakar Kurikulum 2013 dan dua orang guru kelas II SD. Produk
awal yang dikembangkan oleh peneliti direvisi sehingga menghasilkan
produk akhir yang lebih baik dan layak dari pada produk awal. Produk
akhir yang dihasilkan dikemas dalam bentuk Lembar Kerja Siswa
menggunakan pendekatan saintifik mengacu Kurikulum SD 2013 pada
subtema Bermain di Rumah Teman untuk siswa kelas II SD.
6.1 Kajian Produk Akhir
Lembar Kerja Siswa (LKS) setelah direvisi terdapat beberapa
perubahan berdasarkan komentar dan saran perbaikan dari pakar
Kurikulum 2013 dan guru kelas II SD. Beberapa perubahan tersebut
diantaranya adalah memperbaiki penomoran kegiatan belajar, misalnya
pada produk awal kegiatan belajar 1 (satu) terdiri dari beberapa kegiatan
seperti kegiatan mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan
mengkomunikasikan. Setelah direvisi kegiatan belajar 1 hanya terdiri dari
kegiatan mengamati, kegiatan belajar 2 adalah menalar, begitu seterusnya
hingga kegiatan belajar selesai. Pada aspek rumusan petunjuk/instruksi
LKS dibuat lebih sederhana dan disesuaikan dengan tingkat
perkembangan siswa, misalnya pada instruksi “Jawablah pertanyaan-
pertanyaan berikut dengan cermat” diubah menjadi “Jawablah
72
pertanyaan berikut dengan cermat”. Pada aspek rumusan kegiatan
pembelajaran dalam LKS dibuat lebih singkat dan sederhana agar siswa
lebih paham. Pada aspek bahasa yang digunakan dalam LKS, peneliti
memperbaiki penggunaan EYD dan beberapa kalimat yang belum baik.
Pada aspek tampilan LKS, peneliti menambahkan beberapa gambar-
gambar manarik dari internet.
Pada aspek LKS memberikan pertanyaan mengapa dan
bagaimana, peneliti menambahkan beberapa pertanyaan yang dapat
memancing siswa untuk mencari tahu jawabannya. Pada aspek LKS
memfasilitasi siswa untuk dapat melakukan kegiatan saintifik, peneliti
menambahkan beberapa gambar terkait yang memicu rasa ingin tahu
siswa. Pada aspek LKS menyajikan pembelajaran yang memuat
komponen karakteristik terpadu, peneliti membuat agar komponen
karakteristik terpadu dengan cara mengaitkan muatan pelajaran terkait
melalui gambar atau lagu. Pada aspek LKS menyajikan pembelajaran
yang bernuansa aktif dan menyenangkan, peneliti menambahkan
beberapa permainan pada LKS, misalnya menyusun kata acak. Hal lain
yang perlu ditambahkan peneliti sesuai saran validator yaitu
mencantumkan sumber belajar pada LKS.
6.2 Pembahasan Produk Akhir
Berdasarkan hasil validasi oleh dua pakar Kurikulum 2013 dan dua
orang guru kelas II SD, diperoleh hasil bahwa Lembar Kerja Siswa (LKS)
masuk dalam kategori “Baik” dengan skor rerata yaitu “3,81”.
73
Hasil tersebut akan dipaparkan pada tabel berikut.
Tabel 10. Rekapitulasi Validasi Pakar Kurikulum SD
2013 dan Guru SD Kelas II
No. Validasi Perangkat Pembelajaran
Skor Kategori
1. Pakar Kurikulum 2013 3,87 Baik
2. Pakar Kurikulum 2013 4,00 Baik
3. Guru SD Kelas II (A) 3,44 Baik
4. Guru SD Kelas II (B) 3,93 Baik
Jumlah 15,24
Rerata (Jumlah total: Responden) 3,81
Kategori Baik
Hasil validasi tersebut berpedoman pada sebelas aspek, yaitu (1)
kelengkapan unsur-unsur LKS meliputi (a) identitas LKS yang terdiri dari
satuan pendidikan, pertemuan keberapa, kelas/semester, mata pelajaran
terkait, tema/subtema; (b) petunjuk umum, (c) tujuan pembelajaran; (d)
kegiatan pembelajaran yang terdiri dari kegiatan mengamati, menanya,
menalar, mencoba, dan mengkomunikasikan yang dilengkapi dengan
tugas dan langkah-langkah kerja; dan (e) refleksi, (2) rumusan
petunjuk/instruksi LKS sederhana, sehingga mudah dipahami, (3)
rumusan kegiatan pembelajaran dalam LKS singkat dan sederhana,
sehingga mudah dipahami siswa, (4) kegiatan pembelajaran pada LKS
74
memungkinkan tercapainya indikator/tujuan pembelajaran, (5) bahasa
yang digunakan pada LKS sesuai dengan tingkat perkembangan siswa,
(6) tampilan LKS indah dan menarik, (7) LKS memberikan pertanyaan
mengapa dan bagaimana, (8) LKS memancing siswa untuk bertanya, (9)
LKS memfasilitasi siswa untuk mengamati/mengindera, (10) LKS
memfasilitasi siswa untuk mencoba/mempraktikkan, (11) LKS
memfasilitasi siswa untuk menganalisis, (12) LKS memberikan
pertanyaan kepada siswa untuk menalar (proses berpikir logis dan
sistematis), (13) LKS memfasilitasi siswa untuk berkomunikasi, (14) LKS
menyajikan pembelajaran yang memuat komponen karakteristik terpadu,
(15) LKS menyajikan pembelajaran yang bernuansa aktif dan
menyenangkan, (16) tersedia beberapa pertanyaan untuk refleksi.
Pada validasi produk, kedua pakar Kurikulum 2013 memberikan
skor masing-masing yaitu 3,87 dengan kategori “Baik” oleh pakar A dan
skor 4,00 dengan kategori “Baik” oleh pakar B. Guru kelas II (A)
memberikan skor 3,44 dengan kategori “baik dan guru kelas II (B)
memberikan skor (3,93) dengan kategori “Baik”. Dari keseluruhan
validasi tersebut didapatkan rerata skor 3,81 dengan kategori “Baik”.
Dengan demikian, produk yang dikembangkan dapat dikatakan memiliki
kualitas yang baik dan layak digunkan sebagai Lembar Kerja Siswa
menggunakan pendekatan saintifik mengacu Kurikulum 2013.
Sedangkan al-Razi dalam Tafsir al-Kabir menyitir pernyataan Qatadah,
“jangan katakan kamu telah mendengar sebelum kamu mendengar, jangan
75
katakan kamu telah melihat sebelum kamu melihat, dan jangan katakan kamu
telah mengetahui sebelum kamu mengetahuinya”. Tidak jauh berbeda, Al-
Qurthuby mem-warning kepada kita agar tidak gumun (takjub) terhadap
seseorang sehingga taklid buta alias membabi buta mengikutinya tanpa
mengetahui track record-nya atau bahkan justru ia menyesatkan.
Ayat di atas menyiratkan akan pentingnya pendekatan saintifik dalam
pendidikan Islam. Dari beberapa penafsiran di atas menunjukkan betapa
pentingnya untuk tidak berargumen sebelum kita mengetahui duduk
permasalahannya. Sebelum membahas lebih jauh, sedikit kami ulas definisi
saintifik.
Kata “saintifik” berasal dari bahasa Latin, scientia yang berarti
pengetahuan. Sedangkan dalam dictionary.cambridge.org, scientific diartikan
dengan relating to science or using ythe organized methods of science (berkaitan
dengan sains atau menggunakan metode kerangka berpikir sains yang
terstruktur). Tidak jauh berbeda, merriam-webster.com mengartikan scientific
dengan conducted in the manner of science or according to results of investigation by
science : practicing or using thorough or systematic methods (berbasis pengetahuan
atau penyelidikan mendalam; menggunakan langkah-langkah yang ilmiah).
Berpijak dari definisi di atas, maka tak heran jika pendidikan Islam
sebagai mercusuar akademik sudah seharusnya menggunakan pendekatan
saintifik di segala lini. Kalau sedikit menengok ke belakang, di awal-awal
sejarah sains dalam Islam, aktualisasi konsep saintifik terejawantahkan dalam
dua hal, yaitu obersvasi dan eksperimen.
76
Sebagaimana catatan Muammad Dizer dalam Observatories and
Astronomical Instruments mengatakan bahwa warisan intelektual Islam
ditunjukkan oleh sejumlah institusi sentral untuk pengembangan sains seperti
rumah sakit, sekolah atau universitas (madrasah), perpustakaan umum, dan
observatorium.
Yang disebutkan terakhir merupakan institusi yang merepresentasikan
tradisi riset saintifik tingkat tinggi atau dalam terminologi modern dikenal
istilah High Order Thinking Skill (HOTS) berdasarkan pada observasi yang
terstruktur, sistematis dan masif dan penuh kalkulasi yang matang. Tidak
dapat dipungkiri, Dizer juga menggambarkan semua bidang kajian dilahap
habis oleh ilmuwan muslim. Tidak diragukan lagi, Islam dengan segala
kemajuannya telah menyinari peradaban Barat dan dunia di era kita saat ini.
Maka, untuk memperkuat pendekatan saintifik, ada beberapa hal yang
harus diterapkan dan tentu merujuk pada keterangan di atas, yaitu tematik
terpadu (tematik antar mata pelajaran) dan tematik dalam suatu pelajaran.
Kedua hal ini dapat dielaborasi dengan menggunakan metode pembelajaran
berbasis penelitian, discovery/inquirylearning (pembelajaran berbasis inquiry),
dan problem based learning (pembelajaran berbasis masalah).
Dengan demikian, pendekatan saintifik sangat penting guna
menghasilkan peserta didik dan manusia Indonesia yang kreatif, kontekstual,
dan berakhlakul karimah baik individu maupun kolektif sehingga mampu
membawa bangsa Indonesia menuju Indonesia Emas selamanya.
77
Sedangkan al-Razi dalam Tafsir al-Kabir menyitir pernyataan Qatadah, “jangan
katakan kamu telah mendengar sebelum kamu mendengar, jangan katakan kamu
telah melihat sebelum kamu melihat, dan jangan katakan kamu telah mengetahui
sebelum kamu mengetahuinya”. Tidak jauh berbeda, Al-Qurthuby mem-
warning kepada kita agar tidak gumun (takjub) terhadap seseorang sehingga taklid
buta alias membabi buta mengikutinya tanpa mengetahui track record-nya atau
bahkan justru ia menyesatkan.
Ayat di atas menyiratkan akan pentingnya pendekatan saintifik dalam
pendidikan Islam. Dari beberapa penafsiran di atas menunjukkan betapa pentingnya
untuk tidak berargumen sebelum kita mengetahui duduk permasalahannya. Sebelum
membahas lebih jauh, sedikit kami ulas definisi saintifik.
78
BAB VI
DISKURSUS PENGEMBANGAN LKS MENGGUNAKAN
PENDEKATAN SAINTIFIK
6.1 Problematika dan Solusi
Pada bagian ini diuraikan berbagai kendala yang dialami guru
ketika menerapkan pendekatan saintifik. Uraian tidak hanya fokus pada
materi aqidah akhlaq semata, namun juga kendala yang dialami guru
pada materi lain seperti Alquran, hadith, fiqih, ataupun sejarah
kebudayaan Islam. Untuk memudahkan, pembahasan dipilah kedalam
masing-masing jenjang, dimulai dari jenjang SD, SMP dan SMA.
Pelaksanaan pendekatan saintifik di SD tidak seperti yang diharapkan
dalam Permendikbud Nomor 81A tahun 2013 tentang Implementasi
Kurikulum 2013. Hanya ada beberapa langkah yang teraplikasikan secara
maksimal pada mata pelajaran PAI. Langkah mengamati sebagaimana
Pemendikbud Nomor 103 tahun 2014 berisi kegiatan siswa membaca,
mendengar, menyimak, melihat, menonton tayangan video dilakukan
dengan atau tanpa alat, tidak bisa berjalan dengan maksimal. Siswa SD
kelas 1 merupakan siswa yang paling tidak kondusif bila kegiatan
mengamati ini dilaksanakan. Contoh, saat guru memutarkan video
tentang ciptaan Allah di alam semesta, mereka lebih asyik dengan
aktivitasnya sendiri. Pada tingkat kelas yang lebih tinggi (kelas 4),
79
kegiatan mengamati berjalan lebih kondusif. Siswa mau memperhatikan
perintah guru agar melakukan kegiatan pengamatan. Namun, tanpa
terpikirkan sebelumnya saat pembelajaran materi aqidah (meyakini
keberadaan malaikat-malaikat Allah), guru 13 Noeng Muhadjir,
Metodologi Penelitian Kualitatif (Edisi IX), (Yogyakarta: Rake Sarasin,
2014), 30. Tasyri’ Vol. 22, Nomor 2, Oktober 2015 144 kebingungan
mengaplikasikan langkah ini, sebab malaikat merupakan materi yang
abstrak. Kegiatan mengamati pada aspek lain seperti Alquranhadith juga
tidak bisa berlangsung dengan maksimal. Misalnya, pada kelas 5 juga
masih banyak siswa yang hanya mampu membaca dan menulis latin,
sedangkan huruf hijaiyah mereka baru mengenal. Jadi, ketika guru
mengintruksikan siswa untuk mengaji atau membaca hadith, sebagian
siswa hanya terpaku diam. Ini terjadi dan diakui oleh 2 orang guru yang
ikut terlibat dalam penelitian ini. Kegiatan menanya menjadi sepi
peminat. Banyak siswa yang tidak tertarik mengajukan pertanyaan.
Diakui oleh guru, hanya sesekali siswa yang memiliki rasa ingin tahu
tinggi, aktif menanya permasalahan fiqih dengan ruang lingkup
pertanyaan yang sederhana, misalnya, ritual ibadah keseharian seperti
wudhu’, gerakan atau bacaan shalat. Sayangnya pertanyaan tersebut
dilontarkan siswa dengan gesture tertutup. Hal ini menunjukkan body
language yang tidak percaya diri. Dalam kegiatan mengumpulkan
informasi, serangkaian kegiatan mengumpulkan informasi hanya
kegiatan berdiskusi dan meniru gerak yang dapat berjalan dengan baik di
80
lapangan. Kegiatan berdiskusi teraplikasikan pada semua aspek, namun
siswa cenderung gaduh dan tidak terfokus. Sedangkan kegiatan meniru
gerak teraplikasikan pada aspek fiqih, seperti materi tata cara besuci.
Dalam kegiatan mengasosiasi, bagi siswa SD merupakan kegiatan tersulit
karena siswa hanya memiliki bekal pengetahuan faktual. Sedangkan
dalam mengasosiasi perlu tahap berpikir lebih dari menganalisis. Artinya,
dengan bekal pengetahuan faktual saja masih terlalu dini siswa
melakukan kegiatan asosiasi. Contoh, pada aspek Alquran dan Hadith,
siswa merasa kesulitan mengasosiasikan isi kandungan Alquran dengan
fenomena kehidupan sehari-hari. Apalagi bagi siswa yang baru saja dapat
membaca Alquran. Sementara itu, pada kegiatan mengomunikasikan ide,
kebanyakan siswa melaporkan hasil pengalaman belajar mereka melalui
presentasi. Diakui oleh Muslih & Zawawi (2014) bahwa kebanyakan siswa
SD melakukan presentasi menggunakan tutur bahasa yang lugu, bahkan
masih tidak tertata, dengan gesture tertutup menunjukkan rasa tidak
percaya diri. Seperti halnya pelaksanaan pendekatan saintifik pada
jenjang SD, pada jenjang SMP dan SMA pendekatan saintifik tidak bisa
berjalan dengan sempurna. Dari kelima langkah pendekatan saintifik,
mengamati Tasyri’ Vol. 22, Nomor 2, Oktober 2015 145 merupakan
langkah yang seringkali menjadi hambatan. Tidak hanya pada materi
aqidah akhlak, namun juga berlaku pada semua aspek pelajaran. Kegiatan
mengamati pada aspek aqidah menjadi kendala yang dominan.
Karakteristik aspek aqidah berbeda dengan aspek yang lain seperti
81
sejarah kebudayaan Islam, Alquran, Hadith dan fiqih. Aspek aqidah
memuat konsep pengetahuan yang berhubungan dengan kepercayaan
dan karakternya adalah abstrak (tidak bisa diindera). Karakter ini bertolak
belakang dengan muatan kegiatan mengamati yang lebih didominasi
domain panca indera. Tentu saja sulit untuk mengaplikasikan kegiatan
mengamati pada aspek aqidah. Kendala aspek sejarah terletak pada
sarana yang kurang mendukung. Kegiatan mengamati seolah
mewajibkan guru untuk memberikan tayangan video. Seperti yang terjadi
pada aspek sejarah kebudayaan Islam. Diakui oleh Mujib & Fadli (2014),
saat materi sejarah Islam di Eropa, guru ingin menayangkan video yang
bertajuk sejarah kebudayaan Islam di Eropa sehinga di kelas harus
tersedia LCD projector. Temuan di lapangan belum tentu setiap sekolah
memiliki LCD di tiap ruang kelas. Kalaupun ada, belum tentu pihak
sekolah mengijinkan. Kendala yang sama di bidang teknis juga ditemukan
pada aspek fiqih. Kekurangan bahan literatur fiqih menyebabkan
kegiatan mengamati tidak berlangsung dengan maksimal. Pada kasus lain
sarana literatur sudah terpenuhi, namun siswa tidak memahami substansi
buku yang mereka baca. Selanjutnya pada aspek Alquranhadith kendala
terdapat pada intern siswa. Siswa yang belum lancar baca Alquranmereka
tidak mampu memahami isi kandungan. Setelah mereka diinstruksikan
untuk melakukan kegiatan mengamati, mereka menuruti. Namun ketika
guru menanya apa substansi yang dibaca, siswa hanya terdiam tidak
mampu menjawab. Kegiatan menanya juga menjadi kendala yang
82
dominan pada semua aspek mata pelajaran. Kegiatan ini juga kurang
menarik siswa, karena setiap kali guru menginstruksikan siswa untuk
menanya hampir tidak ada yang bertanya. Permasalahan yang dirasakan
pada kegiatan ini adalah siswa tidak memiliki interest untuk mengajukan
pertanyaan, sehingga guru perlu berulang-ulang memberikan motivasi
agar siswa mau bertanya. Berbeda dengan kegiatan menanya, kendala
yang dihadapi di lapangan cenderung bukan pada internal siswa.
Kendala yang dihadapi pada kegiatan ini berada pada guru.
Mengeksplorasi dilakukan dengan Tasyri’ Vol. 22, Nomor 2, Oktober 2015
146 membaca sumber tambahan selain buku. Ketika siswa diinstruksikan
untuk mengeksplorasi bacaan, mereka melakukan dengan optimal.
Namun, seringkali bila siswa menemukan pengetahuan yang baru atau
hal yang tidak dimengerti mereka bertanya pada guru. Sayangnya
pengetahuan guru terbatas, tidak semua hal diketahui guru. Temuan ini
kerap terjadi, terutama aspek fiqih. Karakteristik aspek fiqih yang penuh
dengan khilafiyah mengerdilkan wawasan guru, sehingga guru tidak
mampu menjawab pertanyaan siswa dengan maksimal. Pada kegiatan
mengasosiasi, temuan yang terjadi di lapangan hampir mirip dengan
temuan pada kegiatan mengeksplorasi. Pada materi sejarah kebudayaan
Islam, siswa bahkan bertanya balik pada guru mengenai keterkaitan
materi sejarah yang mereka pelajari dengan realitas dalam kehidupan.
Dampaknya terhadap guru yang kurang memiliki wawasan luas dan
kurang memiliki keterampilan sintesis, tentu saja tidak akan mampu
83
menjawab pertanyaan dengan efisien. Kendala yang serupa juga terjadi
pada aspek fiqih. Siswa melakukan kegiatan asosiasi dengan optimal,
bahkan dapat mencantumkan pendapat khilafiyah. Permasalahan ini
terletak pada guru, tidak mampu menghimpun dan membuat konklusi
dari khilafiyah. Kegiatan terakhir adalah mengomunikasikan. Seperti
halnya yang ditemukan di jenjang SD, sekolah menengah, kendala
terdapat pada intern siswa. Mereka mengalami kesulitan
mengomunikasikan secara verbal dan kurang percaya diri. Namun,
temuan semacam ini hanya terjadi pada siswa yang memiliki motivasi
belajar rendah. 2. Hasil Pengembangan Penelitian ini tidak sebatas
mengungkap kendala-kendala penerapan pendekatan saintifik di
lapangan. Lebih dari itu, penelitian ini memberikan arahan
pengembangan RPP agar sesuai dengan konteks pelajaran PAI. Hasil
identifikasi melalui teknik Delphi dan FGD, diperoleh beberapa simpulan
yang dituangkan dalam beberapa tahap. Pada tahap identifikasi masalah,
dipetakan permasalahan sebagai berikut: a) Tidak semua mekanisme
berpikir dalam pendekatan saintifik kompatibel dengan pendidikan
Islam. Salah satu yang menjadi permasalahan adalah intuisi yang tidak
bisa diaplikasikan dalam pendekatan saintifik padahal pendidikan Islam
memerlukan intuisi sebagai sumber pendidikan Islam; b) Tidak semua
langkah pendekatan saintifik relevan dengan pendidikan Islam. Tasyri’
Vol. 22, Nomor 2, Oktober 2015. Langkah mengamati menjadi perdebatan
bila diaplikasikan untuk semua mata pelajaran pada aspek aqidah. Oleh
84
karena itu diperlukan modifikasi langkah pendekatan saintifik agar
relevan untuk semua mata pelajaran. Kemudian forum FGD juga
menyepakati bahwa aqidah sebagai aspek yang dikembangkan dalam
RPP. Dengan teridentifikasinya dua permasalahan tersebut, selanjutnya
menjadi pertimbangan dalam menyusun langkah pengembangan. Forum
FGD juga memberikan tawaran untuk menjawab kerucut permasalahan
tersebut. Tawaran yang pertama mengenai mekanisme berpikir. Khusus
untuk mata pelajaran PAI, intuisi diakui menjadi jalan untuk berpikir
ilmiah. Karena, dalam perspektif pendidikan Islam percaya pada intuisi
merupakan bagian dari pengetahuan yang menjadi prinsip. Al-Syaibany
menyebut bahwa intuisi sebagai pengetahuan yang diperoleh melalui
ilham, atau melalui kashyf dan hal ini maklum diterima karena agama
Islam sebagai wahyu dari Allah.14 Tawaran kedua adalah modifikasi
langkah pendekatan saintifik. Dari kelima langkah pendekatan saintifik
ada satu langkah yang diperdebatkan bila diterapkan dalam PAI yakni
mengamati, terutama bila diaplikasikan pada aspek aqidah. Sedangkan
keempat langkah yang lain dinilai tidak perlu diperdebatkan, karena
kendalanya hanya berupa hal teknis. Sementara itu, masalah aqidah tidak
bisa ditawar lagi dan tidak boleh memiliki pemahaman yang bias. Tahap
kedua pengembangan RPP. Teknik Delphi sangat mendukung proses
pada tahap pengembangan RPP. Melihat corat-coret dari draft yang telah
disebar sebelum FGD kepada peserta menunjukkan mereka benar-benar
siap memberikan kritik, dan saran terhadap draft. Nawal & Priyasih
85
(2014) aktif memberikan kritik sambil sesekali membaca coretan dari
draft. Berdasarkan kritik dan saran dari peserta FGD, untuk
mengembangkan RPP tercakup lima hal, di antaranya: tujuan
pembelajaran, materi pembelajaran, metode pembelajaran, sumber
belajar, dan penilaian. Tujuan pembelajaran dirumuskan berdasarkan
Kompetensi Dasar. Langkah awal untuk mengembangkan tujuan
pembelajaran adalah memilih salah satu Kompetensi Dasar kemudian
menyusun indikator yang relevan dengan Kompetensi Dasar setelah itu
menyusun tujuan pembelajaran. Kata yang digunakan untuk menyusun
tujuan pembelajaran adalah kata kerja operasional. Kata kerja tersebut
menunjukkan “harus”. Omar Mohammad al-Toumy al-Syaibany,
Falsafah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 2015. Tasyri’ Vol. 22,
Nomor 2, Oktober 2015 148 dapat diamati dan diukur, mencakup sikap
(sikap spiritual, sikap sosial), pengetahuan (kognitif) dan keterampilan
(psikomotor).
Kendala di lapangan yang seringkali ditemui dalam pelaksanaan
pendekatan saintifik pada semua mata pelajaran berupa kendala prosedur
dan prinsip. Kendala prosedur sering terjadi pada kegiatan mengamati.
Guru salah mengartikan kegiatan mengamati dengan tayangan visual.
Padahal dalam kegiatan mengamati bisa berupa menyentuh atau
menyimak. Apalagi untuk materi aqidah yang bersifat abstrak. Kendala
prinsip sering dijumpai pada kegiatan mengeksplorasi. Seringkali guru
merasa kewalahan untuk mewadahi aspirasi yang beragam pada kegiatan
86
ini. Selanjutnya untuk merancang pendekatan saintifik agar relevan
dengan mata pelajaran melalui dua prosedur. Pertama, domain empiris
bukan aspek utama namun hanya menjadi aspek penunjang. Hal ini
dikarenakan aspek aqidah memiliki objek pengetahuan suprarasional.
Karakteristik suprarasional tidak bisa diselidiki secara empiris atau
menggunakan sumber pengetahuan panca indera saja. Sumber
pengetahuan intuisi digunakan untuk memahami fakta-fakta yang ghaib
dan tujuannya agar menambah keimanan kepada Allah. Kedua, untuk
membuat desain RPP operasional langkah ini dapat dilakukan dengan
cara memodifikasi langkah mengamati objek yang empiris menjadi
mengamati gejala fenomenologis. Selain mengalihkan pada gejala
fenomenologis, langkah mengamati berisi kegiatan mengamati ayat-ayat
yang berkaitan dengan malaikat, menyimak pengalaman spiritual atau
penjelasan ‘ulama’ terkait dengan malaikat. (Kusaeri dan Rangga
Sa’adillah, 2015)
6.2 Pengembangan SDM
Manajemen sumber daya manusia ialah suatu proses menangani berbagai
masalah pada ruang lingkup; pegawai, buruh, manajer dan tenaga kerja lainnya
untuk dapat menunjang aktivitas organisasi atau perusahaan demi mencapai
tujuan yang telah ditentukan. Bagian atau unit yang biasanya mengurusi SDM
ialah departemen sumber daya manusia atau dalam bahasa inggris disebut HRD
atau Human Resource Department. Manajemen Sumber Daya Manusia juga
menyangkut desain sistem perencanaan, penyusunan Pegawai, pengembangan
87
Pegawai, pengelolaan karier, evaluasi kinerja, kompensasi Pegawai dan hubungan
ketenagakerjaan yang baik. Manajemen Sumber Daya Manusia melibatkan semua
keputusan dan praktik manajemen yang memengaruhi secara langsung sumber
daya manusianya. Menurut Edwin B Flippo: “Personnel Manajement is the
Planning, Organizing, Direkting, and Controlling, of the Procurement,
Development, Competition, Integration, Maintenance, and Sparation, of Human
Resources, of The end that Individual, Organizational, and Societal Objektivies
are Accomplished”, hal senada dijelaskan oleh Wahyudi, dalam Sulita;
“Manajemen Sumber Daya Manusia merupakan perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan, dan pengawasan dari pada pengembangan, pemberian balas jasa,
pengintegrasian, pemeliharaan dan pemisahan sumber daya manusia ke suatu titik
akhir dimana tujuan perorangan, organisasi dan masyarakat” (Sulita, 2012).
Berikut ini ialah pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM)
menurut para ahli yang dikutif oleh :
1. Menurut Melayu SP. Hasibuan; MSDM ialah ilmu dan seni mengatur hubungan
dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien membantu terwujudnya
tujuan perusahaan, Pegawai dan masyarakat.
2. Menurut Henry Simamora; MSDM sebagai pendayagunaan, pengembangan,
penilaian, pemberian balasan jasa dan pengelolaan terhadap individu anggota
organisasi atau kelompok bekerja. MSDM juga menyangkut desain dan
implementasi sistem perencanaan, penyusunan personalia, pengembangan
Pegawai, pengeloaan karir, evaluasi kerja, kompensasi Pegawai dan
hubungan perburuhan yang mulus.
3. Menurut Achmad S. Rucky; MSDM ialah penerapan secara tepat dan efektif
dalam proses akusis, pendayagunaan, pengembangan dan pemeliharaan
88
personil yang dimiliki sebuah organisasi secara efektifuntuk mencapai tingkat
pendayagunaan sumber daya manusia yang optimal oleh organisasi tersebut
dalam mencapai tujuannya.
4. Menurut Mutiara S. Panggabean; MSDM ialah proses yang terdiri dari
perencanaan, pengorganisasian, pimpinan danpengendalian kegiatan-
kegiatan yang berkaitan dengan analisis pekerjaan, evaluasi
pekerjaan,pengadaan, pengembngan, kompensasi, promosi dan pemutusan
hubungan kerja guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sumber Daya
Manusia Berkualitas Mengubah Visi Menjadi Realitas: Pendekatan Mikro
Praktis untuk Memperoleh dan Mengembangkan Sumber Daya Manusia
Berkualitas dalam Organisasi.
Dari definisi di atas, menurut Mutiara S. Panggabaean bahwa, kegiatan di
bidang sumberdaya manusia dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu dari sisi
pekerjaan dan dari sisi pekerja. Dari sisi pekerjaan terdiri dari analisis dan evaluasi
pekerjaan. Sedangkan dari sisi pekerja meliputi kegiatan pengadaan tenaga kerja,
penilaian prestasi kerja, pelatihan dan pengembangan, promosi, kompensasi dan
pemutusan hubungan kerja. Dengan definisi di atas yang dikemukakan oleh para
ahli tersebut menunjukan demikian pentingnya manajemen sumber daya manusia
di dalam mencapai tujuan perusahaan, Pegawai dan masyarakat. Unsur
manajemen (tool of management), biasa dikenal Market/marketing, pasar
Terminologi manajemen kerapkali dipandang sebagai ilmu dan sebagai
strategi. Manajemen dikatakan sebagai ilmu oleh karena dipandang sebagai suatu
bidang pengetahuan yang secara sistematik berusaha memahami mengapa dan
bagaimana mencapai sasaran melalui cara-cara dengan mengatur orang lain dalam
menjalankan tugas. Sedangkan sebagai strategi, karena manejemen dilandasi oleh
89
keahlian khusus untuk mencapai suatu prestasi pimpinan dan para profesional
yang dituntun oleh suatu kode etik. Tugas pengorganisasian dan staf termasuk
perencanaan, rekrutmen, seleksi, pelatihan, pengembangan karier, pembuatan
rincian tugas (job description) dan kebutuhan tugas (job requirement), penetapan
otorisasi, menentukan organigram, menentukan hubungan lini dan hubungan staf,
menentukan rentang kendali (span of control), membuat penilaian tugas dan
jenjang tugas (job evaluation dan job establishment), merencanakan kaderisasi
dan sebagainya, ketiga, Pelaksanaan atau Penggerakan, Tugas penggerakan
(actuating) ialah tugas menggerakkan seluruh manusia yang bekerja dalam suatu
sekolah agar masing-masing bekerja sesuai yang telah ditugaskan dengan
semangat dan kemampuan maksimal. Ini merupakan tantangan yang sangat besar
bagi fungsi manajemen karena menyangkut manusia, yang mempunyai
keyakinan, harapan, sifat, tingkah laku, emosi, kepuasan, pengembangan dan akal
budi serta menyangkut hubungan antar pribadi. Oleh karena itu, banyak yang
mengatakan bahwa fungsi penggerakan ialah fungsi yang paling penting serta
paling sulit dalam keseluruhan fungsi manajemen. Fungsi penggerakan berada
pada semua tingkat, lokasi dan bagian institusi. Kemudian, fungsi penggerakan
meliputi; memberikan motivasi, memimpin, menggerakkan, mengevaluasi kinerja
individu, memberikan imbal jasa, mengembangkan para manajer dan sebagainya.
Alat yang seringkali digunakan untuk membantu memahami kebutuhan manusia
ialah hierarki kebutuhan yang dikembangkan oleh Maslow dalam buku
Manajemen Strategi. Hierarki mengenali lima tingkat (kadang-kadang dibagi
menjadi enam) kebutuhan dasar manusia, dari yang paling rendah sampai yang
paling tinggi, ialah sebagai berikut; 1. Kebutuhan fisiologis (physiological need)
seperti lapar dan haus ialah kebutuhan yang paling dasar bagi kebutuhan manusia
90
dan harus dipenuhi terlebih dahulu sebelum semua kebutuhan lainnya dipenuhi,
2. Kebutuhan keamanan (safety need), Keamanan ialah tingkat kebutuhan kedua,
yaitu berupa pakaian, tempat perlindungan atau rumah tempat tinggal dan
lingkungan yang menjamin keamanan seperti pekerjaan tetap, pensiun dan
asuransi, 3. Kebutuhan afeksi (affection need), Termasuk dalam kebutuhan tingkat
tiga ialah pengakuan termasuk dalam lingkungan tertentu, bukan hanya
lingkungan keluarga, tetapi juga lingkungan sosial lainnya seperti tempat kerja, 4.
Kebutuhan penghargaan (esteem need), Kebutuhan penghargaan berbentuk
kebutuhan penghargaan diri, rasa keberhasilan dan pengakuan dari orang lain.
Kebutuhan akan status merupakan dorongan utama untuk mencapai keberhasilan
lebih lanjut. 5. Kebutuhan aktualisasi diri (self-actualization need), Tingkat
tertinggi kebutuhan manusia ialah rasa pemenuhan diri, yaitu sumbangan
optimalnya pada sesama manusia, suatu realisasi penuh atas potensi diri manusia.
Agar proses manajemen dapat dilaksanakan dengan efektif dan efisien,dengan
memberdayakan potensi yang ada di sekolah, maka diperlukan kegiatan
manajemen kepemimpinan. Yaitu keseluruhan proses penyelenggaraan kegiatan
institusi yang bertujuan agar seluruh kegiatan terlaksana secara efektif dan efisien.
Sebagai sebuah proses manajemen, harus terbangun dari seluruh pentahapan
secara komprehensif, mulai dari perencanaan, pengorganisasian,
pengkoordinasian, pelaksanaan, sampai pada evaluasi/ pengendalian atau tindak
lanjut; yang merupakan pilar-pilar dari manajemen pendidikan. Dalam kajian ini,
mainstream-nya ialah bagaimana manajemen kepemimpinan kepala sekolah
dijadikan wahana penerapan prinsip-prinsip pendidikan Islam.
Pengembangan sumber daya manusia perspektif Islam, ditekankan
pada paradigma spiritual sebagai dasar filosofis, bukan paradigma
91
kapitalisme dan sekularisme. Perbedaan paradigma ini tentu
menghasilkan banyak perbedaan sudut pandang. Prinsip pengembangan
sumber daya manusia versi barat sangat dikontrol oleh buku-buku teks
yang telah ada dan hasil karya manusia, namun dalam agama Islam, buku
teks utama atau sumber primer ialah Alquran dan Hadist. Nabi
Muhammad ditempatkan sebagai seorang “the ultimate role model.” Hal ini
juga disadari oleh para sarjana bidang pengembangan sumber daya
manusia dan dikenal dalam sebuah teori ternama “social learning theory.”
Jadi tidak ada salahnya ketika nabi Muhammad ditempatkan sebagai
model atau teladan dalam pengembangan sumber daya manusia. Tidak
hanya datang dari hasil pemodelan perilaku nabi Muhammad, prinsip
pengembangan sumber daya manusia dalam Islam juga datang dari
makna lima rukun Islam. Lima rukun Islam mengajarkan sebuah
hubungan yang menghapus hierarki atau kelas-kelas sosial dalam
interaksi antar individu. Sholat memperkuat hubungan manusia dengan
Tuhan, begitu juga puasa wajib mengajarkan manusia untuk sabar, dan
peka terhadap apa yang dirasakan oleh orang yang ada di sekitarnya,
zakat mengakarkan manusia untuk mengalokasikan pendapatan kepada
yang membutuhkan sehingga akan tercipta sebuah kesejahteraan sosial,
dan haji mengajarkan kesetaraan status di hadapan Allah. Ini seharusnya
yang menjadi fokus pendidikan para calon guru dan tenaga administrasi
sebelum terjun di pendidikan. Maka sangat diperlukan pemahaman
tentang ajaran agama Islam sehingga tidak hanya dilaksanakan dengan
92
tujuan menggugugrkan kewajiban. Ajaran normatif Islam tentang hal ini
terbukti saat seorang yang bernama Frederic Harberg yang mengkritik
hierarki kebutuhan Maslow. Inti dari studi ini ialah, kebutuhan dasar
manusia sebenarnya bukan pada kebutuhan fisiologis, namun kebutuhan
aktualisasi diri seperti rasa ingin dihargai dan dihormati. Ketika faktor-
faktor dasar seperti kebijakan administrasi, hubungan antara rekan kerja,
atau gaji maka bisa dipastikan akan timbul ketidakpuasan, namun jika
semua itu tersedia secara detail, tidak ada jaminan akan menghasilkan
kepuasan pada diri pekerja. Jika seseorang sebagai pimpinan pada suatu
sekolah, sudahkah memuji, mengakui hasil kerja bawahan, atau hanya
lebih fokus memikirkan kebutuhan dasar menurut Maslow dengan terus
memikirkan kenaikan gaji, menyediakan fasilitas, dan lain-lain. jika itu
masih menjadi paradigma dan perilaku, hentikan karena itu tidak menjadi
jaminan motivasi, atau produktivitas kerja. Akui hasil kerja orang lain,
maka akan merasa teraktualkan. Dunia dan budayanya telah berubah, ada
tren baru, bahwa manusia telah tergerak dengan semangat ingin melihat
dunia ini lebih baik ialah bukti bahwa piramida kebutuhan manusia versi
maslow harus dibalik, dan penganutnya harus menggeser paradigma
tersebut. jauh sebelum Maslow, Islam melalui ajaran universal-nya telah
memberikan petunjuk bagaimana memperlakukan manusia.
Pengembangan sumber daya manusia semestinya tidak berfokus pada
pelatihan, peningkatan kesejahteraan, atau jaminan kerja, namun
membudayakan perilaku sebagaimana perilaku sesama manusia.
93
Manusia bukan robot, manusia memiliki spirit yang membuat dia hidup,
membuat ia bernilai, dan membuat ia selalu mencari makna dan memiliki
tujuan hidup. Bagian yang sangat penting dari Manajemen Sumber Daya
Manusia dalam lembaga pendidikan ialah perencanaan sumber daya
manusia. Perencanaan merupakan fungsi organisasi yang sangat
fudamental sifatnya bagi organisasi, hal ini disebabkan karena
perencananaan SDM merupakan bagian yang integral dari perenncanaan
jangka panjang. Perencanaan SDM yang baik dan benar akan
menghasilkan SDM yang berkualitas sehingga mampu mengelola
organisasinya dengan baik. Konsep perencanaan ini dalam Islam terdapat
dalam Alquran dalam surat ini Allah memerintahkan umatnya untuk
memperhatikan dan menganalisis (Altandur) setiap perbuatannya untuk
hari esok yakni untuk menghadapi hari kiamat. Perencanaan Sumber
Daya Manusia dibuat dengan niat yang baik karena segala amal
perbuatan tergantung niatnya. Perencanaan SDM dalam perspektif Islam
dirancang berdasarkan konsep pembelajaran dan hasil musyawah orang
yang berkompeten, cermat dan luas pandangannya, sangat visioner untuk
menentukan langkah terbaik atas persoalan yang dihadapi. Orientasi
Perencanaan SDM dalam perspektif Islam selain untuk kehidupan dunia
tapi juga berorientasi pada kehidupan akhirat. Konsep tawakal menjadi
bagian yang Allah ajarkan dalam perencanaan SDM Islam. Dengan
menghayati tawakal ini maka muncul sikap ikhlas bagi SDM di lembaga
pendidikan Islam sehingga semua aktivitas SDM dalam lembaga
94
pendidikan Islam ini dimaknai menjadi ibadah kepada Allah. Selai itu
perencanaan SDM harus memperhatikan budaya organisasi, pola kerja
dan ciri khas lemaga pendidikan tersebut. Prinsip- prinsip yang penulis
sarankan untuk yang dapat dijadian dasar dalam perencanaan SDM di
lembaga pendidikan yaitu bahwa Allah Maha Membuat rencana, rencana
Allah sangat teguh, merujuk pada petunjuk Allah dalam membuat
perencanaan, perencanaan dibuat dengan teliti, perencanaan disertai
dengan tawakal, hasil perencanaan dipetik kemudian hari, perencanaan
yang dibuat ialah perencanaan yang baik, perencanaan berdasarkan
konsep pembelajaran dan hasil musyawarah orang yang berkompeten,
cermat, luas pandangannya dan orientasi perencanaan untuk kehidupan
dunia dan akhirat. QS. Alhasr ayat 18: “Wahai orang-orang yang beriman!
Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan
apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah
kepada Allah. Sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu
kerjakan”. Preposisi yang dapat diambil dari pembahasan di atas ialah:
Jika adanya dukungan, baik internal yang meliputi dukungan alokasi
dana, pengelolaan pengelolaan dan akuntabilitas, sarana dan prasarana,
perpustakaan, keberlanjutan dan pemanfaatan sarana dan prasarana,
adanya laboratorium dan perpustakaan serta jaringan komputer.
Disamping adanya dukungan internal ada juga dukungan eksternal
berupa: Dukungan Hubungan kerjasama dan kemitraan penelitian
dengan lembaga dalam dan luar negeri, Dukungan Kerjasama dengan
95
instansi yang relevan, Dukungan adanya Monitoring dan evaluasi
pelaksanaan kerjasama dan Dukungan adanya hasil kerjasama yang
saling menguntungkan, maka kepuasan sivitas akademika akan tercermin
dari Mutu Sekolah. Dalam pengembangan sistem pendidikan menengah
tidak ada sosok senior yang memiliki akhir dalam menentukan karena
sekolah merupakan jaringan organisasi. Organisasi yang berkolaborasi
tidak memiliki wewenang formal atas satu sama lain dan memiliki tata
kelola, budaya, dan tekanan yang berbeda. Hal ini memerlukan tingkat
yang lebih tinggi dari kecerdasan politik pimpinan sekolah, sebagamana
ditulis oleh Manraj, et al: System development there is no senior figure who has
the ultimate say because it is a network of organizations. The collaborating
organizations have no formal authority over each other and have different
governance, cultures, and pressures. This requires a higher degree of political
intelligence. Manraj, dkk (2019) menjelaskan bahwa Pengembangan sistem
tidak ada sosok senior yang memiliki tertinggi mengatakan karena
merupakan jaringan organisasi. Organisasi yang berkolaborasi tidak
memiliki wewenang formal atas satu sama lain dan memiliki tata kelola,
budaya, dan tekanan yang berbeda. Hal ini memerlukan tingkat yang
lebih tinggi dari kecerdasan politik, dalam International Journal of HRD
Practice, Policy and Research, vol. 4, h. 7.
96
BAB VII
BABAK AKHIR
7.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Pengembangan Lembar Kerja Siswa menggunakan pendekatan
saintifik ini dikembangkan dengan prosedur penelitian dan
pengembangan dari hasil modifikasi antara prosedur penelitian
R&D menurut Borg dan Gall dengan prosedur menurut Sugiyono.
Dalam penelitian ini, peneliti hanya membatasi pada 5 langkah
prosedur pengembangan saja karena keterbatasan waktu
penelitian. Adapun langkah-langkah tersebut mencakup (1)
potensi dan masalah, (2) pengumpulan data, (3) pengembangan
produk (LKS), (4) validasi produk, dan (5) revisi produk hasil
validasi hingga menghasilkan produk final berupa Lembar Kerja
Siswa (LKS) Menggunakan Pendekatan Saintifik pada Subtema
Bermain di Rumah Teman untuk Siswa Kelas II Sekolah Dasar.
a) Kualitas Hasil validasi pengembangan Lembar Kerja Siswa
menggunakan pendekatan saintifik menunjukkan bahwa hasil
validasi oleh dua orang pakar Kurikulum 2013, hasil validasi
oleh dua orang guru kelas II SD dan hasil validasi oleh dua
97
orang pakar Kurikulum 2013. Hal tersebut menunjukkan
bahwa kualitas Lembar Kerja Siswa menggunakan Pendekatan
Saintifik adalah “Baik”.
7.2 Saran
Saran untuk peneliti selanjutnya yang akan mengembangkan
produk Lembar Kerja Siswa menggunakan pendekatan saintifik untuk
siswa SD mengacu Kurikulum SD 2013 adalah sebagai berikut:
1. Wawancara sebaiknya dilakukan kepada beberapa guru kelas
yang telah melaksanakan Kurikulum 2013.
2. Prosedur penelitian sebaiknya tidak terbatas pada lima langkah
tetapi dilaksanakan sampai pada langkah kesepuluh (tahap uji
coba) agar produk yang dikembangkan lebih terjamin kualitasnya.
98
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Yunus. (2014). Desain Sistem Pembelajaran Dalam Konteks Kurikulum 2013. Bandung: PT Refika Aditama.
Apriana, Sherly. (2012). Pengembangan Lembar Kerja Siswa Berbasis PMRI pada Pokok Bahasan Segiempat di Kelas VII SMP Palembang. Palembang: Universitas Sriwijaya Palembang. (Skripsi yang diterbitkan)
Belawati, Tian. (2013). Pengembangan Bahan Ajar. Jakarta: Rajawali Pers.
Daryanto. (2014). Pendekatan Pembelajaran Saintifik Kurikulum 2013.
Yogyakarta: Gava Media. Fadlillah. (2014). Implementasi Kurikulum 2013: Dalam Pembelajaran
SD/MI, SMP/MTs, & SMA/MA. Yogyakarta: AR-RUZZ Media.
Hosnan. (2014). Pendekatan Saintifik dan Kontekstual dalam Pembelajaran Abad 21: Kunci Sukses Implementasi Kurikulum 2013. Bandung: Ghalia Indonesia.
Kurniasih, Imas dan Berlin Sani. (2014). Implementasi Kurikulum 2013: Konsep & Penerapan. Surabaya: Kata Pena.
Kurniasih, Imas dan Berlin Sani. (2014). Panduan Membuat Bahan Ajar: Buku Teks Pembelajaran Sesuai dengan Kurikulum 2013. Surabaya: Kata Pena.
Kusaeri& Rangga Sa’adillah. (2015). Evaluasi Penerapan Pendekatan Saintifik Pada Pelajaran Pendidikan Agama Islam. Jurnal Tasyri’, Tasyri’ Vol. 22, Nomor 2, Oktober 2015.
Lismawati. (2010). Penyusunan Perangkat Pembelajaran. Yogyakarta: Insan Madani.
Majid, Abdul. (2014). Implementasi Kurikulum 2013: Kajian Teoritis dan Praktis.
Bandung: Interes Media. Majid, Abdul dan Chaerul Rochman (2014). Pendekatan Ilmiah: Dalam
Implementasi Kurikulum 2013. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset.
Mustofa, Muhammad. (2013). Pengembangan Lembar Kerja Siswa Berbasis Observasi pada Taman Sekolah sebagai Sumber Belajar Sains di SD N 1 Tinjomoyo. Semarang: Universitas Negeri Semarang (Skripsi yang diterbitkan)
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 67 Tahun 2013 Tentang Kompetensi Dasar dan Struktur Kurikulum SD-MI.
99
Prastowo, Andi. (2015). Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Tematik Terpadu: Implementasi Kurikulum 2013 untuk SD/MI. Jakarta: Prenadamedia Group.
Prastowo, Andi. (2014). Pengembangan Bahan Ajar Tematik: Tinjauan Teoritis dan Praktik. Jakarta: Prenadamedia Group.
Sani, Ridwan Abdullah. (2014). Pembelajaran Saintifik untuk Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta: Bumi Aksara.
Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sukmadinata, Nana Syaodih. (2010). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Rosdakarya.
Trianto. (2010). Mengembangkan Model Pembelajaran Tematik. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.
Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2013 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Yusefdi. (2014). Pengembangan LKS Matematika dengan Model Pembelajaran Kreatif dan Produktif pada Materi Ruang Tiga Dimensi Kelas X SMAN 6 Bengkulu. Bengkulu: Universitas Bengkulu. (Skripsi yang diterbitkan)
Wiyani, Novan Ardy. (2014). Desain Pembelajaran Pendidikan: Tata Rancang Pembelajaran Menuju Pencapaian Kompetensi. Yogyakarta: AR-RUZZ Media.
100
BIOGRAFI PENULIS UTAMA
Data Pribadi:
Nama : Dr. Ahmad Calam, S.Ag., MA. T T L : Subang, 10 Oktober 1972 Alamat : Jl. SM. Raja km. 12.5 Bangun Sari Indah no. 20A Tanjung
Morawa Deli Serdang Sumatera Utara Pendidikan: S1 Universitas Muhammadiyah Bengkulu, lulus tahun 1999, S2 Universitas Muhammadiyah Malang, lulus tahun 2002, S3 Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, lulus tahun 2020.
Publikasi Karya Ilmiah:
Pengabdian: 1. Pengembangan Website STKIP Amal Bakti, terbit tahun 2021, 2. Upaya Meningkatkan Partisipasi dan Minat Masyarakat
Terhadap Koperasi Syariah BMT At-Tin di Namorambe, terbit tahun 2021.
Buku:
1. Tafsir Tarbawi, terbit tahun 2016, 2. Implementasi Kebijakan Pengembangan Dosen, terbit tahun
2020, 3. Pengembangan Lembar Kerja Siswa Sekolah Dasar
menggunakan Pendekatan Saintifik, terbit tahun 2021.
Karya Penelitian:
Peran pesantren dalam mengembangkan kesadaran kemajemukan agama: studi kasus di pesantren Aisyiyah, Kelurahan Sei Rengas Permata terbit tahun 2007,
Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan Dalam Bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara terbit tahun 2008,
Penerapan Data Mining untuk Mengolah Data Penempatan Buku di Perpustakaan SMK TI PAB 7 Lubuk Pakam dengan Metode Association Rule terbit tahun 2011,
Pengaruh kepemimpinan transformasional dan motivasi kerja terhadap kinerja karyawan PT. PLN (Persero) Cabang Binjai Wilayah Sumatera Utara terbit tahun 2012,
101
Kawin Lari (Nangkih) Pada Masyarakat Karo Dalam Hubungannya Dengan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 terbit tahun 2013,
Peningkatan Hasil Belajar Ilmu Komputer siswa Dengan Menggunakan Metode Terbimbing Pada Pokok Bahasan Pembuatan Jaringan dengan ClearOS di SMK PAB 7 Lubuk Pakam terbit tahun 2013, Inteligensia Islam Sebagai Sebuah Kelas Sosial Baru terbit tahun 2015,
Penerapan Algoritma Apriori dalam Memprediksi Persediaan Buku pada Perpustakaan SMA Dwi Tunggal Tanjung Morawa terbit tahun 2016
Merumuskan Visi dan Misi Lembaga Pendidikan, terbit tahun 2016,
Transportation Routes with Fastest Determination Algorithm Prim in Department of Transportation, terbit tahun 2017, Sistem Pakar Untuk Mendeteksi Bibit Durian Unggul Pada Pembenihan Bangun Sari Indah Sumatera Utara terbit tahun 2018,
Sistem Cerdas Pemanggang Jagung Semi Otomatis Berbasis Mikrokontroler Menggunakan Metode PWM (Pulse Width Modulation) terbit tahun 2019,
Sistem Pendukung Keputusan Untuk Menentukan Pemasangan Lokasi Strategis Wifi.Id Pada Telkom (Studi Kasus Pada Pemsangan Wifi.Id Di Beberapa Lokasi Medan Menggunakan Metode Oreste Terbit tahun 2020,
The Implementation of Lecturers’ Development Wisdom On Private University, terbit tahun 2020,
Lecture Management in the War against Terrorism: Perspectives of Religious and Cultural Anthropology, terbit tahun 2020,
Maksimalisasi Pemanfaatan Sarana Prasarana dalam Proses Pembelajaran PAI di SD PAB Kabupaten Deli Serdang, terbit tahun 2021,
Reformulasi Visi, Misi dan Tujuan Sekolah, terbit tahun 2021, Implementasi Certainty Factor Untuk Diagnosa Penyakit Psoriasis terbit tahun 2021.