pengembangan pembelajaran sains anak usia tk
TRANSCRIPT
Pengembangan Pembelajaran SAINS Anak Usia TK-B Melalui Seni Rupa
Usia dini (0-8 thn) merupakan usia yang sangat menentukan, dalam pembentukan karakter dan kepribadian seorang anak. Usia itu sebagai usia penting bagi pengembangan intelegensi permanen dirinya, mereka juga mampu menyerap informasi yang sangat tinggi.
Informasi tentang potensi yang dimiliki anak usia itu, sudah banyak diketengahkan di media massa dan media elektronik lainnya. Bahkan sudah banyak penelitian yang dilakukan untuk membuktikan, pada usia itu memiliki kemampuan intelegensi yang sangat tinggi.
Tetapi kenyataannya, sebagian besar orang tua dan guru tidak memahami akan potensi luar biasa yang dimiliki anak-anak pada usia itu. Keterbatasan pengetahuan dan informasi yang dimiliki orang tua dan guru, menyebabkan potensi yang dimiliki anak tidak berkembang. Selain itu, ada juga guru dan orang tua dari anak usia dini yang tidak tahu bagaimana caranya untuk mengembangkan potensi yang dimiliki oleh anak.
Sebenarnya pengembangan potensi yang dimiliki oleh anak usia TK bisa dilakukan dengan berbagai macam cara dan metode. Cara dan metode tersebut harus bertitik tolak dari sifat dan karakteristik dari anak yang bersifat unik. Selain itu juga harus memperhatikan perkembangan anak yang leliputi: perkembangan fisik dan motorik, perkembangan kognitif, perkembangan sosial emosional, dan perkembangan bahasa.
Bidang-bidang tersebut di atas harus dikembangkan secara menyeluruh (holistik) dan tidak menekankan pada salah satu bidang pengembangan saja. Walaupun nantinya anak akan mengalami perkembangan yang berbeda dari setiap aspek perkembangannya.
Pengembangan potensi yang dimiliki anak termasuk di dalamnya pengembangan kognitif (pengembangn pembelajaran bidang sains) memiliki peranan yang sangat penting dalam membantu meletakkan dasar kemampuan dan pembentukan sumber daya manusia yang diharapkan. Kesadaran akan pentingnya pembekalan sains pada anak akan semakin tinggi apabila menyadari bahwa manusia hidup di dunia yang dinamis, berkembang dan berubah secara terus menerus bahkan makin menuju masa depan, semakin komplek ruang lingkupnya, dan tentunya akan semakin memerlukan sains. Hakekat sains perlu dikaji, diteliti dan
ditekuni. Anak-anak sebagai generasi yang dipersiapkan untuk masa depan yang diduga akan semakin rumit, berat, dan banya problemanya perlu dibekali dengan penguasaan sains yang memadai, tepat, bermakna, dan fungsional. Dengan prediksi masa depan yang demikian, pembekalan sains bagi mereka menjadi mutlak, sehingga sains pada diri mereka muncul sebagai suatu cara untuk mencari kebenaran dalam kehidupan kelak.
Berhasil tidaknya proses dan hasil suatu bidang pengembangan (terutama sains) bagi anak usia TK B dipengaruhi oleh beberapa faktor. Di antara faktor yang fundamental yang turut berpengaruh adalah para pengajar dan pendidik sains. Agar pembekalan sains pada anak berjalan secara optimal, hendanya orang-orang yang terlibat dalam pendidikan sains betul-betul memahami hakekat sains secara benar, memahami hakekat anak secara benar, dan tentu saja model dan media pembelajaran yang benar pula.
Ada dua hal –setidaknya—yang tidak boleh dilupakan dari seorang pendidik anak usia TK. Yang pertama bahwa anak usia TK mempunyai dunianya sendiri yaitu dunia bermain, sehingga pembelajaran sains tidak boleh lepas dari bermain dan permainan. Sedangkan yang kedua adalah seni, bahwa anak usia TK sangat gemar akan seni dengan berbagai macamnya.
Dari uraian di atas mucul permasalahan yang perlu dicari penyelesaiannya; yaitu:
Sains yang bagaimanakah yang bisa diajarkan kepada anak usia TK B?
Bagaimanakan cara mengembangkan pembelajaran sains untuk anak usia TK B dengan metode pendekatan melalui pembelajaran seni?
Dalam makalah ini akan dibahas hakekat sains dalam pendidikan anak usia dini (usia TK B) serta model pengembangan pembelajaran sains melalui seni rupa yang sesuai bagi mer
Hakekat Sains
Pengertian Sains
Sains atau Ilmu Pengetahuan Alam adalah ilmu yang pokok bahasannya adalah alam dengan segala isinya. Hal yang dipelajari dalam sains adalah sebab-akibat, hubungan kausal dari kejadian-kejadian yang terjadi di alam. Menurut Powler (dalam Winataputra 1993), sains adalah ilmu yang sistematis dan dirumuskan dengan mengamati gejala-gejala kebendaan, dan didasarkan terutama atas pengamatan induksi. Carin dan Sund (1993) mendefinisikan sains sebagai pengetahuan yang sistematis atau tersusun secara teratur, berlaku umum, dan berupa kumpulan data hasil observasi dan eksperimen. Aktivitas dalam sains selalu berhubungan dengan percobaan-percobaan yang membutuhkan keterampilan dan kerajinan. Secara sederhana, sains dapat juga didefinisikan sebagai apa yang dilakukan oleh para ahli sains. Dengan demikian, sains bukan hanya kumpulan pengetahuan tentang benda atau makhluk hidup, tetapi menyangkut cara kerja, cara berpikir, dan cara memecahkan masalah. Ilmuwan sains selalu tertarik dan memperhatikan peristiwa alam, selalu ingin mengetahui apa, bagaimana, dan mengapa tentang suatu gejala alam dan hubungan kausalnya.
Dalam sains, terdapat tiga unsur utama, yaitu sikap manusia, proses atau metodologi, dan hasil yang satu sama lain tidak dapat dipisahkan. Sikap manusia yang selalu ingin tahu tentang benda-benda, makhluk hidup, dan hubungan sebab-akibatnya akan menimbulkan permasalahan-permasalahan yang selalu ingin dipecahkan dengan prosedur yang benar.
Prosedur tersebut meliputi metode ilmiah. Metode ilmiah mencakup perumusan hipotesis, perancangan percobaan, evaluasi atau pengukuran, dan akhirnya menghasilkan produk berupa fakta-fakta, prinsip-prinsip, teori, hukum, dan sebagainya.
Proses Pembelajaran
Prinsip proses pembelajaran adalah belajar, sedangkan belajar adalah suatu proses perubahan perilaku individu yang relatif tetap sebagai hasil dari pengalaman. Oleh karena itu, pembelajaran adalah upaya penataan lingkungan yang kondusif sehingga proses belajar dapat tumbuh dan berkembang. Karena pembelajaran bersifat rekayasa perilaku, maka proses pembelajaran terikat dengan tujuan. Dari sudut pandang sosiologis, proses pembelajaran adalah proses penyiapan peserta didik untuk dapat menjalankan kehidupannya di masyarakat. Sekolah adalah suatu sistem sosial yang merupakan miniatur masyarakat luas. Oleh karena itu, proses pembelajaran tidak akan terlepas dari proses sosialisasi, dan apa yang dipelajari di sekolah seharusnya merupakan cerminan keadaan nyata di sekitar peserta didik yang dapat dimanfaatkan atau diimplementasikan dalam masyarakat.
Permasalahan dalam proses belajar mengajar dewasa ini adalah kecenderungan umum bahwa para siswa hanya terbiasa menggunakan sebagian kecil saja dari potensi atau kemampuan berpikirnya. Dikhawatirkan mereka menjadi malas untuk berpikir dan terbiasa malas berpikir mandiri. Kecenderungan ini sama saja dengan proses pemandulan dan sama sekali bukan proses pencerdasan. Para siswa dan juga gurunya masih terbiasa belajar dengan domain kognitif rendah. Oleh karena itu, metode berpikir dalam kegiatan mereka belajarpun belum menyentuh domain afektif dan konatif yang diperlukan. Aspek lain berkenaan dengan konsep diri dan proses pengembangan kemandirian dalam berpikir, bersikap dan berperilaku. Belajar berani berpikir obyektif apalagi berbeda dengan buku dan keterangan guru, berpikir logis atau kritis, dialogis dan argumentatif umumnya masih langka di sekolah-sekolah. Selain itu sistem penilaian secara formatif masih amat terbatas jika dibandingkan dengan penilaian sumatif.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap aktivitas riil di lapangan kegiatan belajar mengajar di sekolah pada umumnya dewasa ini cenderung monoton dan tidak menarik, sehingga beberapa pelajaran ditakuti dan selalu dianggap sulit oleh siswa, misalnya matematika dan sains. Hal ini ditunjukkan oleh adanya korelasi positif dengan perolehan NEM pelajaran tersebut yang selalu menempati urutan terendah. Beberapa penyebabnya adalah pembelajaran di sekolah khususnya, sains lebih menekankan pada aspek kognitif dengan menggunakan hafalan dalam upaya menguasai ilmu pengetahuan, bukan mengembangkan keterampilan berpikir siswa, mengembangkan aktualisasi konsep dengan diimbangi pengalaman konkret dan aktivitas bereksperimen. Pembelajaran sains berlangsung dengan hanya menyangkut substansi, tanpa mengembangkan kemampuan melakukan yang berhubungan dengan proses-proses mental seperti penalaran dan sikap ilmiah (Supangkat 1991). Salah satu penyebab hal ini adalah temuan Slimming (1998) yang menemukan bahwa perilaku mengajar guru di Indonesia cenderung bersifat belajar pasif dengan menggunakan metode ceramah hampir di sebagian besar aktivitas proses belajar mengajarnya di kelas.
Permasalahan ini semestinya menjadi perhatian serius dari Pemerintah yang perlu berupaya keras untuk mencari terobosan-terobosan dalam memecahkannya, baik melalui pengembangan materi pembelajaran baru maupun melalui pemberdayaan metodik-didaktik yang sudah ada. Di samping faktor penunjang lain di luar akademik antara lain penyediaan
buku pelajaran yang bermutu, baik, dan dapat mengembangkan pembelajaran dengan paradigma baru tersebut.
Tujuan kurikulum dengan paradigma yang baru pada prinsipnya adalah tetap conceptual mastery. Tetapi hal tersebut diperoleh dengan pendekatan berbasis kompetensi, dengan tujuan agar sistem pendidikan nasional dapat merespon secara proaktif terhadap perkembangan informasi, ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan tuntutan desentralisasi. Dengan demikian lembaga pendidikan tidak akan kehilangan relevansi program pembelajarannya dengan kepentingan daerah, dan karakteristik peserta didik, serta tetap memiliki fleksibilitas dalam melaksanakan kurikulum yang berdeverensiasi.
Peserta didik dituntut untuk menguasai konsep-konsep dasar yang telah dipilih secara selektif melalui aktivitas pembelajaran yang berorientasi pada aktivitas siswa. Siswa harus mampu mengkonstruksi pengetahuan melalui aktivitas kontekstual yang dikembangkan dalam pembelajaran dimana siswa terlibat langsung dalam pengalaman sehari-hari yang berkaitan dengan materi yang diajarkan dan aktif melakukan eksperimen, melakukan pengolahan data, serta membuat kesimpulan. Dengan demikian, pembelajaran yang dikembangkan di dalam kelas perlu dikaitkan dengan situasi nyata dimana siswa berada, mendorong siswa membuat hubungan antara konsep yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan keseharian siswa di dalam masyarakat. Akhirnya pembelajaran lebih bermakna dan proses belajar lebih penting daripada hasil belajar. Dengan dukungan situasi yang demikian, siswa perlu dikondisikan di dalam situasi pembelajaran di kelas yang memungkinkan siswa mengerti dan memahami makna belajar, manfaat, peran dan status siswa dalam proses pembelajaran tersebut. Jika siswa dapat memahami dan mengerti hal tersebut, maka siswa akan berusaha untuk mencapainya dan memerlukan guru sebagai pembimbing, fasilitator, dan mediator.
Pembelajaran yang ingin dikembangkan berorientasi pada proses bagaimana memperoleh informasi, cara sains dan teknologi bekerja, kebiasaan bekerja ilmiah, dan keterampilan berpikir yang dikaitkan dengan situasi nyata dimana siswa berada dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran tersebut dikembangkan dengan pendekatan kontekstual.
Dalam buku “Pendekatan Kontekstual” yang diterbitkan oleh Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama, sebuah kelas dikatakan menggunakan pendekatan kontekstual, jika menerapkan ketujuh komponen dalam pembelajarannya. Ketujuh komponen tersebut adalah konstruktivisme, bertanya, inquiri, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, dan penilaian yang sebenarnya.
Konstruktivisme merupakan filosofi pendekatan kontekstual yang menyatakan bahwa pengetahuan dibangun oleh siswa, melalui pemecahan masalah dan menemukan sesuatu yang berguna. Proses menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual, pengetahuan, dan keterampilan sehingga siswa diharapkan menemukan sendiri hasilnya. Tahap-tahap siswa menemukan merupakan cara berpikir ilmiah melalui keterampilan proses, di antaranya adalah merumuskan masalah, melakukan observasi, melakukan analisis dan menyajikan hasil serta mengkomunikasikan. Bertanya merupakan strategi utama pembelajaran dengan pendekatan kontekstual, bertanya ini tidak hanya guru terhadap siswa, tetapi juga siswa terhadap guru dan terhadap teman sendiri. Bagi siswa aktivitas bertanya adalah untuk menggali informasi, mengkomunikasikan apa yang telah diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahuinya. Di dalam proses pembelajaran di kelas dengan pendekatan kontekstual, dikondisikan terciptanya
suasana saling belajar, siswa belajar dari guru, dari buku dan sumber informasi lainnya, dari sesama teman, serta guru belajar dari siswa, sehingga di dalam ruang kelas tersebut terjadi masyarakat belajar.
Pemodelan dalam pembelajaran dengan pendekatan kontekstual adalah sesuatu yang dapat ditiru oleh siswa untuk memudahkan, memperlancar, membangkitkan ide dalam proses pembelajaran. Model dapat diperoleh dari guru, siswa, atau dari luar sekolah yang relevan dengan konteks dan materi yang sedang menjadi topik bahasan.
Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari, tentang apa yang sudah dilakukan masa lalu dan merupakan respon terhadap kejadian. Serta aktivitas atau pengetahuan baru yang diterima atau dilakukan. Penilaian yang sebenarnya adalah proses pengumpulan berbagai data yang diperoleh dari kegiatan nyata yang dikerjakan siswa pada saat proses pembelajaran yang dapat memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Jadi, penilaian autentik adalah penilaian terhadap pengetahuan dan performansi yang diperoleh siswa selama aktivitas pembelajaran berlangsung.
Seperti diketahui, sasaran belajar sains adalah membangun gagasan saintifik setelah para siswa berinteraksi dengan lingkungan, peristiwa, dan informasi dari sekitarnya. Pandangan konstruktivisme sebagai filosofi pendidikan sains mutakhir menganggap semua siswa memiliki gagasan atau pengetahuan tentang lingkungan, pengetahuan, fakta akan gejala alam disekitarnya, meskipun hal tersebut kadang terkesan naif dan miskonsepsi. Mereka (para siswa) seringkali mempertahankan gagasan atau pengetahuan naif tersebut secara kokoh, karena gagasan atau pengetahuan itu mengait dengan gagasan atau pengetahuan awal lainnya yang sudah lebih dulu dibangun dalam wujud struktur kognitifnya.
Menurut pandangan ini, kegiatan pembelajaran dimulai dari apa yang diketahui siswa, sehingga pembelajaran tidak dapat dilakukan dengan cara indoktrinasi gagasan atau pengetahuan saintifik supaya siswa mau mengganti dan memodifikasi gagasannya yang non saintifik menjadi gagasan atau pengetahuan yang saintifik. Dengan demikian, arsitek peubah gagasan atau pengetahuan dalam diri siswa adalah siswa sendiri. Sedangkan guru hanya berfungsi sebagai fasilitator, motivator, dan pembimbing yang menyediakan, mempermudah, bahkan kalau bisa mempercepat berlangsungnya proses belajar. Dalam proses konstruksi itu, menurut Von Glaserfeld (Jaskarti, 2002) diperlukan beberapa kemampuan sebagai berikut (1) kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman, (2) kemampuan membandingkan, mengambil keputusan mengenai persamaan dan perbedaan, dan (3) kemampuan untuk lebih menyukai pengalaman yang satu daripada pengalaman yang lain.
Beberapa bentuk kondisi belajar yang sesuai dengan filosofi konstruktivisme adalah diskusi di mana siswa mau mengungkapkan gagasan, pengujian dan penelitian sederhana, demo serta peragaan prosedur ilmiah, juga kegiatan lain yang memberi ruang kepada siswa untuk dapat mempertanyakan, memodifikasi, dan mempertajam gagasannya.
Dalam belajar secara konstruktif, para siswa mempunyai kesempatan untuk menyatakan, menguji, memodifikasi, dan juga meninggalkan ide-ide awal mereka yang sudah ada sebelumnya dan mengadopsi ide-ide baru. Melalui tugas-tugas dalam pelajaran sains yang dikaitkan dengan tingkat perkembangan intelektualnya, para siswa mempunyai kesempatan untuk memahami alam secara aktif dengan membangun pemahaman tentang fenomena alam melalui aktivitas nyata kehidupan sehari-hari
Menurut Carr, dkk (1989) konstruktivisme sebagai sebuah pendekatan dalam proses pembelajaran merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang dapat menjanjikan akan adanya perubahan pada hasil pembelajaran. Pendekatan konstruktivisme lebih menekankan pada siswa sebagai pusat pembelajaran, dan pendekatan seperti ini diharapkan dapat lebih merangsang dan memberi peluang kepada siswa untuk belajar, berpikir inovatif, dan mengembangkan potensinya secara optimal.
Sains dan Proses Pembelajaran
Sains pada dasarnya mencari hubungan kausal antara gejala-gejala alam yang diamati. Oleh karena itu, proses pembelajaran sains seharusnya mengem-bangkan kemampuan bernalar dan berpikir sistematis selain kemampuan deklaratif yang selama ini dikembangkan. Salah satu inovasi sebagai salah satu usaha adalah mencari model-model pembelajaran sains yang memiliki kontribusi terhadap peningkatan mutu pendidikan sains.
Hal ini berarti, belajar sains tidak hanya belajar dalam wujud pengetahuan deklaratif berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, tetapi juga belajar tentang pengetahuan prosedural berupa cara memperoleh informasi, cara sains dan teknologi bekerja, kebiasaan bekerja ilmiah, dan keterampilan berpikir. Belajar sains memfokuskan kegiatan pada penemuan dan pengolahan informasi melalui kegiatan mengamati, mengukur, mengajukan pertanyaan, mengklasifikasi, memecahkan masalah, dan sebagainya.
Pembelajaran sains menekankan pada pemberian pengalaman langsung. Dengan demikian, siswa perlu dibantu untuk mampu mengembangkan sejumlah pengetahuan yang menyangkut kerja ilmiah dan pemahaman konsep serta aplikasinya. Bahan kajian kerja ilmiah adalah :
* mampu menggali pengetahuan melalui penyelidikan/ penelitian,
* mampu mengkomunikasikan pengetahuannya,
* mampu mengembangkan keterampilan berpikir,
* mampu mengembangkan sikap dan nilai ilmiah.
Selanjutnya, bahan kajian sains yang berkaitan dengan pemahaman konsep dan penerapannya adalah:
* memiliki pengetahuan, pemahaman, dan aplikasinya tentang makhluk hidup dan proses kehidupan;
* memiliki pengetahuan, pemahaman, dan aplikasinya tentang materi dan sifatnya;
* memiliki pengetahuan, pemahaman, dan aplikasinya tentang energi dan perubahannya;
* memiliki pengetahuan, pemahaman, dan aplikasinya tentang bumi dan alam semesta; serta
* memiliki pengetahuan, pemahaman, dan aplikasinya tentang hubungan antara sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat.
* Keterampilan proses yang dapat dikembangkan dalam pembelajaran sains, diantaranya adalah keterampilan mengamati dengan seluruh indera, mengajukan hipotesis, menggunakan alat dan bahan secara benar dengan selalu mempertimbangkan keselamatan kerja, mengajukan pertanyaan, menggolongkan, menafsirkan, mengkomunikasikan, hasil temuan secara beragam, menggali dan memilah informasi faktual untuk menguji gagasan atau memecahkan masalah sehari-hari.
Prinsipnya pembelajaran sains, yaitu cara memberi tahu dan cara berbuat, akan membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang mendalam tentang alam sekitarnya dengan mendudukkan siswa sebagai pusat perhatian dalam interaksi aktif dengan teman, lingkungan, dan nara sumber lainnya.
Hakekat Seni Rupa
Pengertian Seni Rupa
Seni rupa adalah cabang seni yang membentuk karya seni dengan media yang bisa ditangkap mata dan dirasakan dengan rabaan. Kesan ini diciptakan dengan mengolah konsep garis, bidang, bentuk, volume, warna, tekstur, dan pencahayaan dengan acuan estetika.
Seni rupa dibedakan ke dalam tiga kategori, yaitu seni rupa murni, kriya, dan desain. Seni rupa murni mengacu kepada karya-karya yang hanya untuk tujuan pemuasan eksresi pribadi, sementara kriya dan desain lebih menitikberatkan fungsi dan kemudahan produksi.
Secara kasar terjemahan seni rupa di dalam Bahasa Inggris adalah fine art. Namun sesuai perkembangan dunia seni modern, istilah fine art menjadi lebih spesifik kepada pengertian seni rupa murni untuk kemudian menggabungkannya dengan desain dan kriya ke dalam bahasan visual arts.
Pendidikan Seni Rupa
Apabila ditelaah lebih lanjut, pendidikan seni pada umumnya dan seni rupa khususnya merupakan sarana yang efektif bagi pendidikan anak usia dini. Pendidikan seni juga dapat menjadi sarana pendidikan afektif untuk menyalurkan emosi dan ekspresi anak. Selain itu, pendidikan seni dapat menjadi pendidikan keterampilan. Jadi secara konseptual, pendidikan seni sangat besar peranannya bagi proses perkembangan anak, terutama di Taman Kanak-Kanak.
Sebagai materi pembelajaran, mata pelajaran Seni perlu di pahami guru, mau dibawa kemana anak didik sehingga tercapai arah yang tepat. Eisner (1972) dan Chapman (1978) mengatakan bahwa, arah atau pendekatan seni baik itu seni rupa, seni seni, seni tari ataupun seni teater, secara umum dapat dipilah menjadi dua pendekatan, yakni seni dalam pendidikan dan pendidikan melalui seni.
Pertama, seni dalam pendidikan. Secara hakiki materi seni penting diberikan kepada anak. Maksudnya adalah, keahlian melukis, menggambar, menyanyi, menari, memainkan seni dan keterampilan lainnya perlu ditanamkan kepada anak dalam rangka pengembangan kesenian dan pelestarian kesenian. Seni dalam pendidikan ini sejalan dengan konsep pendidikan yaitu sebagai proses pembudayaan yang dilakukan dengan upaya mewariskan atau menanamkan nilai-nilai dari generasi tua kepada generasi berikutnya (baca: guru kepada
murid). Oleh sebab itu, seni dalam pendidikan merupakan upaya pendidik seni dan juga lembaga yang menaungi untuk mewariskan, melestarikan, dan mengembangkan berbagai jenis kesenian yang ada baik lokal maupun mancanegara.
Dari uraian di atas, maka seni dalam pendidikan merupakan sebuah program yang mengharapkan siswa pandai dalam bidang seni. Pandai menggambar, pintar menyanyi, terampil dalam menari, pandai memainkan alat seni dan sebagainya. Memang terasa sangat sulit sekali apabila diterapkan pada Taman Kanak-Kanak, karena harus mempertimbangkan kualifikasi guru terhadap bidang seni tertentu, waktu yang cukup, dan sarana- prasarana yang memadai.
Kedua, pendidikan melalui seni. Plato menyatakan bahwa seni seharusnya menjadi dasar pendidikan. Dari pendapat ini bisa dipahami bahwa sesungguhnya seni atau pendidikan seni mempunyai peranan yang sangat penting dalam menunjang pendidikan secara umum.
Konsep pendidikan melalui seni juga dikemukan oleh Dewey bahwa seni seharusnya menjadi alat untuk mencapai tujuan pendidikan dan bukannya untuk kepentingan seni itu sendiri. Maka melalui pendidikan melalui seni tercapai tujuan pendidikan yaitu keseimbangan rasional dan emosional, intelektual dan kesadaran estetis.
Merujuk pada konsep pendidikan melalui seni, maka pelaksanaannya lebih ditekankan pada proses pembelajaran dari pada produk. Dengan penekanan pada proses pembelajaran, maka sasaran belajar pendidikan seni tidak mengharapkan siswa pandai menyanyi, pandai memainkan alat seni, pandai menggambar dan terampil menari. Melainkan sebagai sarana ekspresi, imajinasi dan berkreativitas untuk menumbuhkan keseimbangan rasional dan emosional, intelektual dan kesadaran estetis. Kalau memang ternyata melalui pendidikan seni dapat menghasilkan seorang seniman maka itu merupakan dampak saja.
Dengan penekanan pada proses pembelajaran, maka guru pun dapat melaksanakannya. Kekurangan kemampuan guru dalam hal pendidikan seni dapat ditutup dengan penggunaan berbagai media pembelajaran yang memadai. Seperti yang telah dipaparkan di atas, pendidikan seni khususnya banyak sekali memberikan kontribusi bagi perkembangan dan keseimbangan rasional, emosional, intelektual dan kesadaran estetis.
Pembelajaran Sains Anak Usia TK B Melalui Seni Rupa
Karakteristik Anak Usia TK Kelas B
Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Jean Piaget, seorang psikolog Swiss yang hidup tahun 1896-1980. Teorinya memberikan banyak konsep utama dalam lapangan psikologi perkembangan dan berpengaruh terhadap perkembangan konsep kecerdasan, yang bagi Piaget, berarti kemampuan untuk secara lebih tepat merepresentasikan dunia dan melakukan operasi logis dalam representasi konsep yang berdasar pada kenyataan. Teori ini membahas munculnya dan diperolehnya schemata—skema tentang bagaimana seseorang mempersepsi lingkungannya— dalam tahapan-tahapan perkembangan, saat anak memperoleh cara baru dalam merepresentasikan informasi secara mental. Teori ini digolongkan ke dalam konstruktivisme, yang berarti, tidak seperti teori nativisme (yang menggambarkan perkembangan kognitif sebagai pemunculan pengetahuan dan kemampuan bawaan), teori ini
berpendapat bahwa anak membangun kemampuan kognitifnya melalui tindakan yang termotivasi dengan sendirinya terhadap lingkungan. Untuk pengembangan teori ini, Piaget memperoleh Erasmus Prize. Piaget membagi skema yang digunakan anak untuk memahami dunianya melalui empat periode utama yang berkorelasi dengan dan semakin canggih seiring pertambahan usia:
Periode sensorimotor (usia 0–2 tahun)
Periode praoperasional (usia 2–7 tahun)
Periode operasional konkrit (usia 7–11 tahun)
Periode operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa)
Anak Usia TK B (6 tahun) menurut Jean Piaget berada dalam periode praoperasional. Tahapan ini merupakan tahapan kedua dari empat tahapan. Dengan mengamati urutan permainan, Piaget bisa menunjukkan bahwa setelah akhir usia dua tahun jenis yang secara kualitatif baru dari fungsi psikologis muncul. Pemikiran (Pra)Operasi dalam teori Piaget adalah prosedur melakukan tindakan secara mental terhadap objek-objek. Ciri dari tahapan ini adalah operasi mental yang secara logika tidak memadai. Dalam tahapan ini, anak belajar menggunakan dan merepresentasikan objek dengan gambaran dan kata-kata. Pemikirannya masih bersifat egosentris: anak kesulitan untuk melihat dari sudut pandang orang lain. Anak dapat mengklasifikasikan objek menggunakan satu ciri, seperti mengumpulkan semua benda merah walau bentuknya berbeda-beda atau mengumpulkan semua benda bulat walau warnanya berbeda-beda.
Menurut Piaget, tahapan praoperasional mengikuti tahapan sensorimotor dan muncul antara usia dua sampai enam tahun. Dalam tahapan ini, anak mengembangkan keterampilan berbahasanya. Mereka mulai merepresentasikan benda-benda dengan kata-kata dan gambar. Bagaimanapun, mereka masih menggunakan penalaran intuitif bukan logis. Di permulaan tahapan ini, mereka cenderung egosentris, yaitu, mereka tidak dapat memahami tempatnya di dunia dan bagaimana hal tersebut berhubungan satu sama lain. Mereka kesulitan memahami bagaimana perasaan dari orang di sekitarnya. Tetapi seiring pendewasaan, kemampuan untuk memahami perspektif orang lain semakin baik. Anak memiliki pikiran yang sangat imajinatif di saat ini dan menganggap setiap benda yang tidak hidup pun memiliki perasaan.
Strategi Pengembangan Pembelajaran Sains Melalui Seni Rupa
Banyak Taman Kanak-kanak di Indonesia yang mendekati seni dengan dua cara: pertama dengan mengajarkan seni sebagai bidang pengembangan yang tersendiri dan terbuka bagi siswa. Kedua dengan mengintegrasikan seni ke dalam semua bidang pengembangan sebagai alat belajar mengajar. Seni-seni visual (rupa) menggambar, melukis, mengukir, merancang dan instalasi sering diintegrasikan dalam pembelajaran di Taman Kanak Kanak.
Pendekatan yang kedua di atas, dapat di terapkan dalam bidang pengembangan sains di Taman kanak-Kanak. Akan tetapi tentu saja guru/pendidik di Taman Kanak-Kanak harus memperhatikan tipologi dan gaya karya seni rupa anak, secara umum anak juga mengalami periodisasi atau masa perkembangan menggambar. Bahkan dikatakan bahwa pada masa peka
itulah anak-anak mengalami masa keemasan ekspresi kreatif. Berdasarkan hasil penelitian terhadap karya gambar yang dilakukan oleh para ahli antara lain W. Labert Britain dan Viktor Lowenfeld menunjukkan bahwa setiap anak mengalami masa-masa perkembangan menggambar. Menurut Lowenfeld periodisasi menggambar anak-anak dibedakan menjadi:
* Masa goresan (sekitar usia 2-4 tahun)
* Masa prabagan (sekitar usia 4-7 tahun)
* Masa bagan (sekitar usia 7-9 tahun)
* Masa permulaan realisme (sekitar usia 9-11 tahun)
* Masa realisme semu (sekitar umur 11-13 tahun)
Anak usia TK B adalah termasuk masa prabagan. Masa ini goresan-goresan yang dilakukan oleh anak masih bersifat mendatar, tegak dan melingkar yang selanjutnya berkembang menjadi wujud ungkapan-ungkapan yang dapat dikaitkan dengan wujud objek tertentu, misalnya bentuk bagan manusia yang masih sederhana. Kehadiran gambar manusia yang sering diwujudkan anak-anak memang sangat wajar di mana anak selalu dalam lingkungan yang secara visual manusialah yang sering dilihatnya. Sejak masa ini anak sudah dapat mewujudkan objek gambarnya secara tetap dengan ciri-ciri tertentu, misalnya ini aku, ini ibu, ini ayah, ini kakak, dan sebagainya. Goresan-gorasan yang dibuat sudah mulai terarah sesuai dengan hasratnya untuk memberi bentuk kepada imajinasinya. Masa ini merupakan masa peralihan dari masa menoreng/menggores ke masa bentuk bagan/skematis, sehingga dikenal dengan perkembangan menggambar prabagan.
Masa seperti ini juga terjadi dalam bidang seni rupa yang lain, di mana anak mulai dapat mengungkapkan imajinasinya ke dalam bentuk tertentu.
Dengan demikian dalam pembelajaran sain melalui seni rupa untuk anak TK B, harus memperhatikan periodisasi perkembangan kognitif dan periode perkembangan seni rupa bagi anak. Di mana anak dalam periode praoperasional dari sisi kogitif dan pada masa prabagan dari sisi perkembangan seni. Berangkat dari sinilah pengembangan pembelajaran sains melalui seni mulai disusun dengan memadukan pada semua aspek pengembangan dan mengacu pada tema-tema yang telah dirangcang oleh dewan guru bersama kepala sekolah dalam rangka memberikan pendidikan yang terbaik untuk anak.
Kesimpulan
Dari uraian di atas kiranya dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa sains bagi anak usia TK B hanya yang berkaitan dengan konsep-konsep dasar atau hal-hal yang alamiah yang sudah mereka rasakan sehari-hari dengan mengacu pada menu pembelajaran yang telah ditetapkan oleh lembaga. Cara pengembangan pembelajaran sains untuk anak usia TK B harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak dari sisi kognitif dan dari sisi seni secara bersamaan.
Adapun pendidikan seni rupa berfungsi sebagai upaya pemberian pengetahuan dan pengalaman dasar kegiatan kreatif seni rupa dengan menerapkan konsep seni sebagai alat pembelajaran. Kesesuaian dalam pemberian pengalaman dalam berolah seni rupa bagi anak akan berdampak positif bagi kebermaknaan pendidikan sains yang diperolehnya.
Saran
Perlu kemampuan dan kemauan khusus bagi para pendidik usia dini agar dapat mengemas dan mengembangkan program pembelajaran sains melalui seni rupa.
Selain itu pemerintah melalui perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan untuk calon guru usia dini hendaknya memperhatikan aspek pendidikan seni dan kreativitas. Hal ini penting agar pendidikan untuk usia dini tidak bersifat normatif, kaku, dan kurang menarik.
Daftar Pustaka
Campbell, Linda. Metode Praktis Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences, Jakarta: Instuisi Press, 2006
Fisher, Elaine Flory, Aesthetic Awareness and The Child, Washington: F.E. Peacock Publisher, 1978
Goldberg, Merryl, Art and Learning: An Integreted Aproach Teacing and Learning in Murlticultural and Multilingual Settings, London: Longman, 1997
Lowenfeld, Viktor & Britain, W. Lambert, Creative and Mental Growth, New York: MacMillan Publishing, 1982
Menelusuri Tujuan Pendidikan Seni Rupa di Sekolah, dalam : http://www.depdiknas.go.id/jurnal/40/ , 07 Nopember 2007
Seefeldt, Carol , Teaching Young Children, New Jersey: Prentice-Hall Inc.,1980
Singer, Dorothy G, A Piaget Primer: How a Child Thinks, New York: Penguin Books Ltd., 1996
Sund and Corring, Teaching Science Through Discovery (Sixth Editition), Columbus: Merryl Pub. Company, 1988
PEMBELAJARAN INOVATIF PEMANFAATAN OUTBOND SAINS SEBAGAI SARANA MEWUJUDKAN MEANINGFUL LEARNING
PEMBELAJARAN INOVATIF PEMANFAATAN OUTBOND SAINS SEBAGAI
SARANA MEWUJUDKAN MEANINGFUL LEARNING
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (ipteks) saat ini mengakibatkan
perubahan-perubahan di berbagai bidang kehidupan. Mulyasa (2008: 9) mengemukakan bahwa
pendidikan harus dapat memenuhi tuntutan dan kebutuhan masyarakat, terutama dalam kaitannya
dengan permasalahan-permasalahan perkembangan ipteks. Kesuksesan pendidikan anak Indonesia
merupakan ujung tombak kemajuan bangsa Indonesia untuk dapat bersaing dengan negara lain.
Realita proses pembelajaran di kelas tradisional, siswa kurang didorong untuk mengembangkan
kemampuan berpikir. Proses pembelajaran di dalam kelas didominasi oleh kegiatan belajar yang
hanya mengarahkan siswa untuk menghafal informasi saja, otak siswa dipaksa untuk mengingat dan
menimbun berbagai informasi. Siswa tidak dituntut untuk memahami dan menghubungkan
informasi yang diingatnya itu dengan kehidupan sehari-hari siswa. Pembelajaran dengan
menerapkan pendekatan tersebut kurang mendorong siswa untuk dapat mengembangkan
kemampuan berpikir. Sebagaimana yang diungkapkan Mary (2002: 1) bahwa Thinking outside the
box is sometimes difficult when students and teachers are working within the constraints of a
traditional classroom. Students especially have their outlooks limited by classroom walls because
they often do not yet have a wide perspective on the potential for their actions to have civic
consequences.
Saat ini pembelajaran yang dilakukan masih belum bermakna. Hal ini sebagaimana diungkapkan
Abdurrahman (2007: 100) bahwa selama mengikuti pembelajaran di sekolah siswa jarang
bersentuhan dengan pendidikan nilai yang berorientasi pada pembentukan watak dan kepribadian.
Hal tersebut mengakibatkan pembelajaran kurang bermakna dan juga mengakibatkan siswa kurang
termotivasi untuk mempelajari sains yang ditunjukkan dengan sikap bosan mengikuti proses
pembelajaran sehingga sains kurang berkesan dalam benak mereka (Martin, et al., 2005: 6). Oleh
karena itu, perlu suatu pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan tahap perkembangan
intelektual siswa dan dapat memberikan makna bagi siswa untuk dapat menjadi manusia seutuhnya.
Pembelajaran dengan outbond sains memungkinkan siswa mengalami langsung konsep yang
dipelajari serta mengembangkan penalaran logis dan mengajarkan siswa untuk menguasai nilai-nilai
spiritual, emosional dan intelektual secara optimal. Hal itu dikarenakan materi pembelajaran dapat
dirangkum menjadi kegiatan yang dekat dengan pengalaman siswa dalam kesehariannya sehingga
menjadi bermakna bagi kehidupan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Deskripsi Inovasi
Inovasi pendidikan (education innovation) adalah pembaharuan pendidikan secara parsial berskala
sekolah atau kelas, dengan objek pembaharuan mengenai salah satu komponen pendidikan
(Sukardjo & Das Salirawati, 2008). Santyasa (2005: 5) menambahkan bahwa pembelajaran inovatif
adalah pembelajaran yang lebih bersifat student centered, artinya pembelajaran yang lebih
memberikan peluang kepada siswa untuk mengkontruksi pengetahuan secara mandiri (self directed)
dan dimediasi oleh teman sebaya. Dari pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran inovatif adalah pembaharuan pendidikan yang mengaktifkan siswa untuk
meningkatkan kualitas pendidikan dengan menciptakan pembelajaran student centered.
Menurut Marsaja (2007) keunggulan pembelajaran inovatif adalah: (1) Kualitas hasil belajar yang
dicapai menjadi lebih tinggi; (2) Lingkup hasil belajar menjadi lebih komprehensif; (3) Pembelajaran
inovatif tidak saja menekankan pada hasil belajar kognitif, tetapi juga hasil belajar proses dan sikap.
Konsekuensinya tentu akan memerlukan waktu yang lebih lama karena dilakukan untuk mencapai
banyak hasil belajar. Pembelajaran inovatif dengan metode yang berpusat pada siswa (student
centered learning) juga memiliki keragaman model pembelajaran yang menuntut partisipasi aktif
dari siswa. Metode-metode tersebut diantaranya sebagai berikut
1. Berbagi informasi (information sharing) dengan cara: curah gagasan (brainstorming),
kooperatif, kolaboratif, diskusi kelompok (group discussion),diskusi panel (panel discussion),
simposium, dan seminar
2. Pembelajaran melalui pemecahan masalah (problem solving based learning) dengan cara: studi
kasus, tutorial, dan lokakarya.
3. Belajar dari pengalaman (experience based) dengan cara: simulasi, bermain peran (roleplay),
permainan (game), dan kelompok temu;
Salah satu metode alternatif yang saat ini sedang digemari dan diyakini lebih berhasil dari kegiatan
ceramah adalah pendidikan luar ruang (outbound education), yang sarat dengan permainan yang
menantang, mengandung nilai-nilai pendidikan, dan mendekatkan siswa dengan alam.
B. Landasan Teori
1. Meaningful Learning
Dunia pendidikan saat ini sering lebih menitikberatkan pada bagaimana mengembangkan
kecerdasan kognitif sehingga terjebak pada rasional oriented dan melepaskan orientasi irrasional
maupun metafisik, semacam spiritual, dan konsep diri yang dianggap sebagai penghambat.
Keadaaan yang demikian mengakibatkan pembunuhan karakter yang dimiliki siswa dari sebuah
kesatuan dalam dimensi kediriannya. Menurut Abdurrahman (2007: 74) proses pembelajaran
meliputi keseluruhan unsur baik kognitif, afektif dan psikomotorik. Apabila proses pembelajaran
tidak berjalan secara simultan maka akan terjadi split personality (diri yang terpisah) pada setiap
siswa.
Gejala split personality ini tampak dalam perjalanan dunia pendidikan kita, tak terkecuali pendidikan
sains. Hal ini menjadi tantangan bagi para guru untuk mengupayakan bagaimana melakukan
pembelajaran yang menitikberatkan pada proses penyempurnaan manusia atau memanusiakan
manusia (to be human) dan mengartikan hidup (enoble life). Spiritualisme yang dilaksanakan dalam
pendidikan berorientasi praktik riil seorang guru dan siswa untuk menyempurnakan proses menuju
kematangan hidupnya. Pada akhirnya yang diinginkan adalah dimensi spiritual yang mapan dalam
diri setiap siswa. Siswa tidak hanya mamapu menangkap pesan lahiriah dari apa yang ia pelajari,
namun lebih dari itu siswa juga mampu memproyeksikan pesan esoterik dari setiap teori yang ia
pelajari.
Pendidikan adalah proses interaksi antara siswa dengan dirinya sendiri (konsentris), siswa dan alam
sekitar (horisontal) dan interaksi siswa dengan Allah swt (vertikal), tetapi banyak metode pengajaran
kita yang memisah-misahkan ketiga interaksi tersebut. Oleh karena itu guru hendaknya menyadari
pentingnya pembelajaran yang bermakna dengan menciptakan keseimbangan antara guru, siswa,
dan lingkungan. Hal tersebut dapat diwujudkan dengan memahami dan menerapkan berbagai
metode atau model mengajar semisal CTL, Cooperative learning, Quantum learning, quantum
teaching, accelerated learning dan sebagainya.
Menurut Bartlet pembelajaran lebih bermakna adalah proses pembelajaran yang membangun
makna (input), kemudian prosesnya melalui struktur kognitif sehingga akan berkesan lama dalam
ingatan/memori (terjadi rekonstruksi). Sementara itu, menurut John Dewey, pembelajaran sejati
adalah lebih berdasar pada penjelajahan yang terbimbing dengan pendampingan daripada sekedar
transmisi pengetahuan. Pembelajaran merupakan individual discovery. Hal tersebut senada dengan
pendapat Burton (1962: 25) bahwa “Learning is experience”. Pengalaman merupakan sumber dari
pengetahuan, nilai dan keterampilan. Pendidikan memberikan kesempatan dan pengalaman dalam
proses pencarian informasi, menyelesaikan masalah dan membuat keputusan bagi kehidupannya
sendiri (www.bocahkecil.info/belajar-bersama-alam.html).
Metode belajar inovatif outbond sains dapat menjadi salah satu sarana yang dapat dimanfaatkan
untuk mengembangkan pertumbuhan fisik dan perkembangan mental siswa seutuhnya sehingga
terwujud pembelajaran yang bermakna. Artinya, siswa mampu membangun fisik dan mentalnya
dengan belajar sambil bermain karena melalui permainan outbond sains akan terbangun suasana
yang lepas, bebas, menyenangkan dan atraktif serta memberi makna dalam belajar siswa.
2. Outbond Sains
Alam ini kaya akan pengetahuan. Hal yang tidak dapat siswa pelajari di dalam ruangan, dapat siswa
dapatkan di luar ruangan, sehingga siswa dapat belajar membuat kesimpulan dan menguji apa yang
diterimanya di kelas. Terdapat tiga tahapan yang dapat dilakukan siswa untuk memudahkan
masuknya informasi, yaitu mendengar, menulis atau menggambar lalu melihat dan melakukan
percobaan sendiri. Misalnya, belajar tentang bunga, siswa dapat mengeksplorasi bunga misal
macam-macam warna mahkota bunga, adanya putik dan benang sari, dan sebagainya. Guru
hendaknya dapat mengajak siswa untuk melakukan observasi di lapangan misalnya mengamati,
menyentuh atau meraba dan menganalisa. Sebagai contoh siswa melakukan observasi untuk
mengenal bagian dari tumbuhan, misalnya daun, akar, batang, kelopak, dan sebagainya. Tak hanya
itu, guru juga memaparkan pada siswa masing-masing fungsinya dan bentuknya yang beragam
sehingga siswa belajar mengenal apa yang
ada di alam melalui semua inderanya.
Pembelajaran sains dengan memanfaatkan lingkungan dapat dilakukan dengan cara membawa
lingkungan ke dalam kelas, seperti: menghadirkan nara sumber untuk menyampaikan materi di
dalam kelas. Agar penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar berjalan efektif, maka perlu
dilakukan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi serta tindak lanjutnya. Di samping itu
pemanfaatan lingkungan dapat ditempuh dengan cara melakukan kegiatan dengan membawa siswa
ke lingkungan, seperti survey, karyawisata, berkemah, praktek lapangan dan sebagainya.
Outbond adalah suatu program pembelajaran di alam terbuka yang berdasarkan pada prinsip
experiential learning (belajar melalui pengalaman langsung) yang disajikan dalam bentuk permainan,
simulasi, diskusi dan petualangan sebagai media penyampaian materi. Artinya dalam program
outbond tersebut siswa secara aktif dilibatkan dalam seluruh kegiatan yang dilakukan. Dengan
langsung terlibat pada aktivitas (learning by doing) siswa akan segera mendapat umpan balik tentang
dampak dari kegiatan yang dilakukan, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengembangan
diri setiap siswa dimasa mendatang. Hal tersebut juga dapat diartikan bahwa proses belajar dari
pengalaman (experiental learning) dengan
menggunakan seluruh panca indera (global learning) yang nampaknya rumit, memiliki kekuatan
karena situasinya “memaksa” siswa memberikan respon spontan yang melibatkan fisik, emosi, dan
kecerdasan sehingga secara langsung mereka dapat lebih memahami diri sendiri dan orang lain.
Outbond juga dikenal dengan sebutan media outbond activities. Outbond merupakan salah satu
metode pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru di sekolah. Dengan konsep interaksi antar
siswa dan alam melalui kegiatan simulasi di alam terbuka. Hal tersebut diyakini dapat memberikan
suasana yang kondusif untuk membentuk sikap, cara berfikir serta persepsi yang kreatif dan positif
dari setiap siswa guna membentuk jiwa kepemimpinan, kebersamaan/teamwork, keterbukaan,
toleransi dan kepekaan yang mendalam, yang pada harapannya akan mampu memberikan
semangat, inisiatif, dan pola pemberdayaan baru dalam suatu sekolah.
Melalui simulasi outdoor activities ini, siswa juga akan mampu mengembangkan potensi diri, baik
secara individu (personal development) maupun dalam kelompok (team development) dengan
melakukan interaksi dalam bentuk komunikasi yang efektif, manajemen konflik, kompetisi,
kepemimpinan, manajemen resiko, dan pengambilan keputusan serta inisiatif. Adapun tujuan
outbond menurut Adrianus dan Yufiarti (http://widhoy.multiply.com) tujuan outbond adalah untuk:
a. Mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan diri siswa.
b. Berekspresi sesuai dengan caranya sendiri yang masih dapat diterima lingkungan.
c. Mengetahui dan memahami perasaan, pendapat orang lain dan memahami perbedaan.
d. Membangkitkan semangat dan motivasi untuk terus terlibat dalam kegiatan-kegiatan.
e. Lebih mandiri dan bertindak sesuai dengan keinginan.
f. Lebih empati dan sensitif dengan perasaan orang lain.
g. Mampu berkomunikasi dengan baik
h. Mengetahui cara belajar yang efektif dan kreatif.
i. Memberikan pemahaman terhadap sesuatu tentang pentingnya karakter yang baik.
j. Menanamkan nilai-nilai yang positif sehingga terbentuk karakter siswa melalui berbagai contoh
nyata dalam pengalaman hidup.
k. Membangun kualitas hidup siswa yang berkarakter.
l. Menerapkan dan memberi contoh karakter yang baik kepada lingkungan.
Kegiatan outbond sains merupakan kegiatan belajar sambil bermain atau sebaliknya. Menurut
Vygotsky (Tedjasaputra, 2001: 10) bermain mempunyai peran langsung terhadap perkembangan
kongnisi seorang anak dan berperan penting dalam perkembangan sosial dan emosi anak. Menurut
Heterington dan Parke (Moeslichatoen, 1999: 34), bermain juga berfungsi untuk mempermudah
perkembangan kognitif anak. Belajar sambil bermain akan memungkinkan anak meneliti lingkungan,
mempelajari segala sesuatu dan memecahkan masalah yang dihadapinya. Bermain juga
meningkatkan perkembangan sosial anak serta untuk memahami peran orang lain dan menghayati
peran yang akan diambilnya setelah ia
dewasa kelak.
Dworetzky (Moeslichatoen, 1999: 34) mengemukakan bahwa fungsi bermain dan interaksi dalam
permainan mempunyai peran penting bagi perkembangan kognitif dan sosial siswa. Jadi berdasarkan
pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa manfaat bermain tidak saja dapat
meningkatkan perkembangan kognitif dan sosial, tetapi juga perkembangan bahasa, disiplin,
perkembangan moral, kreativitas, dan perkembangan fisik siswa.
Pendekatan outbond cocok diterapkan karena adanya perbedaan-perbedaan individu dalam kelas.
Pada pendekatan ini, siswa diberi rangsangan untuk menemukan konsep yang akan dipelajari
dengan dibimbing oleh guru.
C. Karakteristik
Prosedur mempersiapkan pembelajaran dengan outbond sains siswa (experiental learning) menurut
Oemar Hamalik (2003: 47)adalah sebagai berikut:
1. Guru merumuskan dengan teliti pengalaman belajar yang direncanakan untuk
memperoleh hasil yang potensial atau memiliki alternatif hasil.
2. Guru berusaha menyajikan pengalaman yang bersifat menantang dan memotivasi.
3. Siswa dapat bekerja secara individual, tetapi lebih sering bekerja dalam kelompok-
kelompok kecil.
4. Para siswa ditempatkan dalam situasi-situasi pemecahan masalah yang nyata.
5. Para siswa secara aktif berperan serta dalam pembentukan pengalaman membuat
keputusan sendiri dan memikul konsekuensi atas keputusan-keputusan tersebut.
Menurut Gordon dan Browne (Moeslichatoen, 1999: 57-58) terdapat beberapa aspek yang perlu
diperhatikan dalam memilih bahan dan peralatan outbond sains yaitu antara lain:
1. Memilih bahan untuk kegiatan bermain yang mengundang perhatian semua siswa, yakni
bahan-bahan yang dapat memuaskan kebutuhan, menarik minat, dan menyentuh perasaan
mereka.
2. Memilih bahan yang multi guna yang dapat memenuhi bemacam tujuan pengembangan
seluruh aspek perkembangan siswa.
3. Memilih bahan yang dapat memperluas kesempatan siswa untuk menggunakannya dengan
bermacam cara.
4. Memilih bahan yang mencerminkan karakteristik tingkat usia kelompok siswa.
5. Memilih bahan harus sesuai dengan filsafat dan napas kurikulum yang dianut.
6. Memilih bahan yang mencerminkan kualitas rancangan dan keterampilan kerja.
7. Memilih bahan dan peralatan yang tahan lama.
8. Memilih bahan-bahan yang dapat dipergunakan secara fleksibel dan serba guna.
9. Memilih bahan yang mudah dirawat dan diperbaiki.
10. Memilih bahan yang mencerminkan peningkatan budaya kelompok.
11. Memilih bahan yang tidak membedakan jenis kelamin dan meniru-niru.
Pembelajaran berdasarkan pengalaman ini menyediakan suatu alternatif pengalaman belajar bagi
siswa yang lebih luas daripada pendekatan yang diarahkan oleh guru kelas. Strategi ini menyediakan
banyak kesempatan belajar secara aktif, personalisasi dan kegiatan-kegiatan belajar yang lainnya
bagi para siswa untuk semua tingkat usia. Pembelajaran dengan outbond ini guru dapat
menginternalisasikan dimensi spiritual ke dalam kegiatan belajar siswa, agar apa yang siswa pelajari
dapat mendekatkan siswa kepada Allah swt (Sang Pencipta).
Adapun hal-hal yang perlu dipersiapkan dalam kegiatan pembelajaran ini adalah:
1) Menentukan bentuk kegiatan yang akan dipakai
Kegiatan outbond ini dapat divariasi sendiri oleh guru. Misalnya: dalam satu materi dapat
dilakukan dengan berbagai bentuk, seperti dalam tema yang lain à lingkungan. Siswa di
pos I à sayangi aku (mempelajari tanaman dan praktek menanan dan merawatnya), pos 2à
opera sampah (siswa memperagakan dalam bentuk drama singkat/spontan dan guru
menjelaskannya), pos 3 à sampah (mengenal sampah dan cara memanfaatkannya, dapat
juga dengan praktek), pos 4 dilanjutkan dengan pemaknaan terhadap bahaya sampah
dalam kehidupan kita, dsb.
2) Menentukan waktu pelaksanaan kegiatan.
Kegiatan outbond ini dapat dilaksanakan dalam pembelajaran atau dapat juga dilaksanakan
di luar jam pelajaran.
3) Menentukan rute perjalanan
Outbond ini dapat dilakukan satu kelas bersama-sama dengan sistem kompetisi dan dapat
juga dilakukan dengan giliran kelompok/rooling, hal tersebut disesuaikan dengan
kemampuan dan jumlah guru. Outbond dapat menggunakan rute di sekitar sekolahan atau
di lingkungan warga sekitar. Pembelajaran ini juga dapat dilakukan hanya dengan
berpindah pos saja.
4) Mempersiapkan peralatan dan bahan yang dibutuhkan di tiap pos.
a. Jika menggunakan sistem kompetisi: semakin banyak kelompok yang dibentuk maka
peralatannya semakin banyak.
b. Jika menggunakan sistem roling: peralatan yang dibutuhkan sedikit.
5) Menentukan dan mempersiapkan petugas pos
Jika dalam bentuk rolling maka diperlukan lebih banyak penjaga pos daripada dengan sistem
kompetisi. Tiap penjaga pos dipersiapkan untuk dapat mengisi pos yang dipegangnya. Untuk
menyamakan persepsi tema yang akan diajarkan maka perlu diadakan briefing.
Setelah semua persiapan selesai maka tahap selanjutnya pelaksanaan kegiatan outbond
1) Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok.
2) Guru menjelaskan tentang benda dan sifatnya:
3) Guru menjelaskan aturan permainan Outbond.
Berikut merupakan contoh implementasi pembelajaran inovatif dengan memanfaatkan outbond
sains dalam rangka meningkatkan meaningful learning.
Roket Balon
Bahan dan alat: balon dengan soal tantangan, selotip, benang kasur yang terjulur hingga garis finish,
sedotan
Cara bermain:
a) Di garis start telah tersedia balon dengan soal tantangan, selotip, benang kasur yang terjulur
hingga garis finish, dan sedotan. Gunakanlah alat-alat ini dengan baik.
b) Bantuan awal: Sedotan dimasukkan ke dalam benang kasur.
c) Diskusikan cara agar balon dan soal dapat diterima oleh teman kalian di seberang (jarak 2-3
meter).
d) Setelah balon diterima, kerjakanlah soal dan serahkan 10 menit kemudian kepada petugas pos.
e) Kerjakan dengan baik semoga kalian termasuk orang-orang yang beruntung.
Kunci: Balon bisa terbang lho....
Lembar pertanyaan yang diletakkan ke dalam balon:
a) Selain terdapat soal, benda apa yang kalian tiupkan ke dalam balon hingga balon
menggelembung?
b) Menurut kalian, bagaimanakah bentuk benda tersebut di dalam balon? Apakah bentuknya
berubah jika udara dimasukkan ke dalam plastik?
c) Dapatkah kalian merasakan udara yang ada di sekitarmu?
d) Dapatkah kalian melihatnya dan dapatkah kalian memegangnya?
e) Apa yang kalian rasakan ketika melepas balon? Dan mengapa balon yang dilepas dapat berlari
dengan kencang?
f) Sebutkan sifat-sifat benda gas dalam permainan ini?
g) Sebutkan manfaat benda gas dalam kehidupan sehari-hari!
Setelah kegiatan outbond, guru bersama siswa membahas kembali apa yang telah dilaksanakan.
Metode yang digunakan yaitu metode diskusi, dimana akan diperoleh pendapat yang berbeda dan
bervariasi antara siswa yang satu dengan yang lainnya. Guru bertugas memfasilitasi dalam
menyisipkan makna (misal pesan moral, sikap dan kerjasama). Misal sebagai contoh dalam kegiatan
ini yaitu: Udara yang ada di dalam balon memberikan tekanan sehingga ketika dilepaskan balon
dapat berlari menuju ke ujung benang yang lain. Udara merupakan benda gas yang mempunyai sifat
bentuknya berubah-ubah sesuai dengan tempatnya, udara dapat memberikan tekanan, udara tidak
terlihat dan tak dapat dipegang namun bisa dirasakan, dan udara ada di mana-mana/ada di sekitar
kita. Semakin banyak udara dalam balon maka balon juga akan tampak besar dan tekanannya juga
besar. Tekanan besar maka larinya semakin cepat artinya dalam kehidupan ini kita harus mengisi
kehidupan kita (seperti balon) dengan menambah wawasan, akhlak yang baik, dan keterampilan-
keterampilan, selain itu kita juga harus memupuk semangat, motivasi dan kemauan yang besar agar
kita akan dapat berlari dengan cepat untuk mencapai cita-cita. Kemudian siswa diarahkan pada
pemanfaatan apa yang sedang dipelajari dengan kehidupan mereka sehingga menjadi orang yang
pandai bersyukur. Sebagai contoh:
Udara dapat dimanfaatkan untuk
a. Mengisi ban kendaraan tanyakan kepada siswa berapa banyak udara yang di masukkan ke
dalam ban kendaraan (sedikit/banyak?) dan dapatkah udara dalam ban-ban tersebut
mengangkat 50 orang? Dan berilah tanggapan pada siswa bahwa: meskipun udara yang kita
berikan pada ban sedikit, akan tetapi udara memberikan tekanan pada ban sehingga ban
menjadi keras dan dapat digunakan kendaraan seperti bus untuk mengangkut 50 orang atau
lebih. (jangan menganggap hal yang sepele, karena hal yang sepele kadang adalah sesuatu
yang besar pengaruhnya bagi kehidupan).
b. Bernafas à tanyakan dari manakah udara yang kita hirup? Bagaimanakah ketika hidungmu
mampet? Bayarkah kita untuk menghirup udara disekitar kita? Hitunglah berapa banyak
tabung gas yang kita perlukan untuk bernafas hingga hari ini? Siapakah yang menciptakan
udara? Dan berikanlah tanggapan pada siswa bahwa: kita dapat bebas bernafas, menghirup
udara sebebas-bebasnya dimanapun kita berada, diberi nikmat kesehatan sehingga dapat
bernafas dengan baik gratis dan jika kita harus bernafas dengan tabung gas maka berapa uang
yang akan dikeluarkan hingga kita hidup sampai hari ini. Ini adalah karunia Allah swt.
Bersyukurlah atas segala nikmat-Nya.
D. Kelebihan
Outbond sains akan menyajikan pembelajaran aktif dan menyenangkan sehingga siswa tidak cepat
jenuh dan bosan dalam proses pembelajaran. Suasana kegiatan outbond sains yang menarik dan
menyenangkan akan mempermudah siswa dalam pemahaman konsep sains, dan dapat
meningkatkan perkembangan psikomotor dan afektif siswa, serta menjadikan pembelajaran akan
lebih bermakna. Selain itu, terdapat keuntungan-keuntungan pembelajaran dengan menggunakan
outbond sains berdasarkan uraian di atas antara lain yaitu.
1. Membuat proses pembelajaran berpusat pada siswa yang menjadikan proses belajar
menyangkut semua aspek yang memungkinkan siswa berkembang sebagai individu yang
dapat berfungsi secara menyeluruh.
2. Memungkinkan siswa membentuk self concept sehingga siswa dapat mengenal dirinya
sendiri lebih baik, yaitu mengenal kelebihan dan kekurangan dirinya.
3. Melatih siswa untuk mengkonstruk konsep dari pengalaman-pengalamannya yang
menyenangkan
4. Mengembangkan bakat-bakat siswa
5. Mencegah siswa belajar hanya pada tingkat verbal saja
6. Belajar secara bermain memberi waktu kepada siswa untuk mengasimilasi dan
mengakomodasi informasi.
E. Kelemahan
Adapun kelemahan dari pembelajaran dengan outbond sains yaitu:
1. Waktu yang digunakan relatif lama.
2. Membutuhkan peralatan dan sumber belajar yang beragam.
3. Tenaga yang dibutuhkan lebih banyak.
4. Ide permainan dan memberi makna pada tiap konsep memerlukan kreativitas dan perhatian
yang lebih dari guru.
F. Solusi
1. Memanfaatkan waktu yang tersedia dengan sebaik-baiknya
2. Memanfaatkan peralatan dan sumber belajar yang ada di lingkungan
3. Memanfatkan tenaga seefektif mungkin
4. Pelatihan bagi guru
G. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa outbond merupakan salah satu metode
yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir, keterampian sosial, life skill, kemampuan
spiritual dan sikap siswa Prinsip “experiential learning“ (belajar melalui pengalaman langsung) pada
kegiatan outdoor ini, siswa akan mampu mengembangkan potensi diri, baik secara individu
(Personal Development) maupun dalam kelompok (Team Development). Melalui outbond, siswa
secara aktif dilibatkan dalam seluruh kegiatan yang dilakukan dan langsung berinteraksi dengan alam
untuk mengenal Allah swt (Sang Pencipta) dan mencintai lingkungan .tempat hidupnya. Banyak
orang yang mengetahui bahwa teknik tersebut dapat mengembangkan potensi siswa dan
memberikan lingkungan belajar yang
kreatif dan menyenangkan, akan tetapi guru jarang memanfaatkan outbond dalam pembeajaran
secara formal. Padahal jika outbond ini dilakukan maka akan diperoeh
kemanfaatan yang luar biasa.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman. (2007). Meaningful learning re-invensi kebermaknaan pembelajaran. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Burton, William H. 1962. The guidance of learning activity. New York: Appleton-Century-Crofts, Inc.
http://widhoy.multiply.com/journal/item.15/definisi_dan manfaat outbond. diakses pada tanggal 6
Januari 2009.
http://marsaja.wordpress.com
I Wayan Santyasa. (2005). Model pembelajaran inovatif dalam implementasi KBK,Makalah Penataran
Guru-Guru SMP, SMA, dan SMK se- Kabupaten Jembrana Juni-Juli 2005. Jembrana: FMIPA IKIP
Negeri Singaraja.
Martin, et.al. (2005). Teaching science for all children: inquiry methods for constructing
understanding-3rd edition. Pearson education. Inc.
Mary, et.al. (2002). Linking universities and k-12 through design of outdoor learning environment.
Paper ini dipubikasikan di J. Chambers (Ed.). (2002).
Selected Papers from the 13 International Conference on College Teaching and Learning, (pp. 65-74)
diakses dari www.glenninstitute.org.pdf pada tanggal 22 Januari 2009.
Moeslichatoen, R. (1999). Metode pengajaran di taman kanak-kanak. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.
Mulyasa. (2008). Implementasi KTSP Kemandirian guru dan kepala sekolah. Jakaerta: Bumi Aksara..
Oemar Hamalik. (2003). Pendekatan baru strategi belajar mengajar berdasarkan CBSA. Bandung:
penerbit Sinar Baru Algesindo Bandung.
Sukardjo&Das Salirawati. Pembelajaran sains (IPA) terpadu yang kreatif dan menyenangkan,
Makalah Seminar Nasional Program Studi Pendidikan Sains Program Pascasarjana UNY, 8 Oktober
2008. Yogyakarta: Program Studi Pendidikan Sains PPs UNY.
Tedjasaputra, Mayke S. (2001). Bermain mainan dan permainan untuk pendidikan usia dini. Jakarta:
Grasindo.
www.bocahkecil.info/belajar-dengan-alam.html
Pendidikan SAINS Untuk Anak Usia Dini
BAB I
PENDAHULUAN
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mengalami kemajuan yang sangat pesat
seiring dengan perubahan zaman. Begitu pula perkembangan ilmu pengetahuan pada dunia
pendidikan menuntut perubahan sistem pendidikan nasional, supaya masyarakat khususnya anak
mampu bersaing dan menyesuaikan diri dengan perubahan dan perkembangan zaman saat ini dan
yang akan datang.
Peningkatan kualitas pada berbagai jenis dan jenjang pendidikan termasuk taman kanak-
kanak dan sekolah dasar merupakan titik berat pembangunan pendidikan pada saat ini dan pada
kurun waktu yang akan datang. Pendidikan anak usia dini adalah upaya pembinaan yang ditujukan
kepada anak sejak lahir sampai usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan
pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar memiliki
kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Pendidikan anak usia dini dilaksanakan melalui
jalur pendidikan formal, non formal atau informal.
Secara spesifik pada Kurikulum 2004 untuk Pendidikan Anak Usia Dini (selanjutnya disingkat
PAUD) dinyatakan tujuan pendidikan anak usia dini pada Taman Kanak-kanak adalah membantu
anak didik mengembangkan berbagai potensi baik psikis dan fisik meliputi moral dan nilai-nilai
agama, sosial, emosional, kognitif, bahasa, fisik/motorik, kemandirian dan seni untuk siap memasuki
pendidikan dasar. Untuk mencapai tujuan tersebut ruang lingkup kurikulum dipadukan dalam dua
bidang pengembangan yaitu bidang pengembangan pembentukan perilaku dan bidang
pengembangan kemampuan dasar.
Bidang pengembangan kemampuan dasar merupakan kegiatan yang dipersiapkan oleh guru
untuk meningkatkan kemampuan dan kreativitas sesuai dengan tahap perkembangan anak,
meliputi : berbahasa, kognitif, fisik / motorik dan seni. Kognitif sendiri adalah mengembangkan
kemampuan berpikir anak untuk dapat mengolah perolehan belajarnya, sehingga dapat menemukan
bermacam-macam alternatif pemecahan masalah, membantu anak untuk mengembangkan
kemampuan logika matematika dan kemampuan sains.
Berdasarkan kurikulum 1994 yang disempurnakan tujuan pengajaran sains di SD adalah
untuk menanamkan dan mengembangkan pengetahuan, ketrampilan, sikap dan nilai ilmiah pada
siswa serta rasa mencintai dan menghargai kebesaran Tuhan Yang Maha Esa. Adapun ketrampilan-
ketrampilan proses yang harus dimiliki siswa diantaranya adalah mengamati, mengklasifikasikan,
menafsirkan hasil pengamatan, melakukan percobaan, menyimpulkan, mengkomunikasikan,
menerapkan perolehan yang semuanya tercermin dalam setiap tujuan pembelajaran umum .
Kenyataan di lapangan menunjukkan dalam proses pembelajaran sains hanya mendengar
ceramah dari guru saja atau membaca buku teks yang dilanjutkan dengan pembahasan secara
verbal hal ini mengakibatkan siswa tidak mempunyai kesempatan untuk menemukan sendiri fakta
dan konsep dan siswa tidak mempunyai kesempatan untuk mengembangkan ketrampilan
memproseskan perolehan. Pembelajaran sains harus melibatkan aspek pengetahuan, afektif dan
psikomotor sehingga pengetahuan untuk memahami konsep diperoleh melalui proses berpikir
dengan memiliki ketrampilan proses dan sikap ilmiah. Pemahaman ini bermanfaat bagi anak untuk
memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari, dan dapat menanggapi secara kritis
perkembangan sains.
Tujuan pengembangan pembelajaran sains untuk anak adalah agar anak memiliki
kemampuan memecahkan masalah yang dihadapinya melalui melalui metode sains proses,
meningkatkan kemampuan sains pada anak , diharapkan anak memiliki sikap ilmiah dan diharapkan
anak lebih berminat untuk menghayati sains. Tetapi kenyataannya di lapangan, anak-anak sekarang
kurang berminat pada sains.
Pembelajaran sains di taman kanak-kanak pada umumnya masih berupa konsep dan hafalan yang
sebatas pada sains produk seperti mengajarkan tentang tata surya: bulan, bintang, dll, bukan
mengajarkan pada sains proses. Hal itu akan membuat anak-anak menjadi takut pada sains . Selain
itu dari hasil wawancara dengan guru di taman kanak-kanak pembelajaran sains yang ada masih
berpusat pada guru sehingga perhatian anak menjadi tidak fokus, karena anak tidak diajak terlibat
langsung dalam proses sains tersebut. Anak-anak harus diajarkan bagaimana merasakan, mengalami,
dan mencoba berbagai fenomena alam. Karena kegiatan yang berhubungan dengan eksperimen ini
akan memacu kreativitas anak. Anak juga akan belajar untuk berani mencoba. Suatu sifat mental
yang kini amat berharga dan langka di dunia orang dewasa.
Selain itu, melakukan eksperimen sains adalah pintu untuk memasuki dunia sains. Kalau
dilakukan di masa kanak-kanak, maka ia akan berpotensi besar untuk menjadi memori masa kecil
yang menyenangkan. Konsekuensi pembelajaran sains melalui hafalan saja atau anak tidak terlibat
langsung pada proses sains menyebabkan anak-anak belum menunjukkan kemampuannya
menguasai kemampuan dasar kognitif khususnya kemampuan sains, seperti yang telah ditetapkan
dalam kurikulum 2004. Indikasi yang paling sering terjadi bahwa murid-murid TK tidak menguasai
kemampuan sains adalah anak tidak dapat berpikir kritis , padahal dengan kemampuan sains dapat
membantu anak menjadi membuat keputusan yang tepat berdasarkan usaha yang cermat,
sistematis, logis dan mempertimbangkan berbagai sudut pandang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sains atau IPA secara harfiah dapat disebut sebagai ilmu tentang alam atau yang
mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam. Sains adalah sistem tentang alam semesta
yang diperoleh melalui pengumpulan data dengan observasi dan eksperimen terkontrol. Sains
adalah produk atau hasil dari proses penyelidikan ilmiah yang dilandasi oleh sikap dan nilai-nilai
tertentu.
Dari sudut bahasa, sains atau Science (Bahasa Inggris), berasal dari bahasa Latin, yaitu dari
kata Scientia artinya pengetahuan. Tetapi pernyataan tersebut terlalu luas dalam penggunaan
sehari-hari, untuk itu perlu dimunculkan kajian etimologi lainnya. Para ahli memandang batasan
etimologi lainnya. Para ahli memandang batasan etimologis tentang sains yaitu dari bahasa Jerman,
hal itu merujuk pada kata Wissenschaft, yang memiliki pengertian pengetahuan yang tersusun atau
terorganisasikan secara sistematis.
Secara konseptual terdapat sejumlah pengertian dan batasan sains yang dikemukakan para
ahli. James Conant yang dikutip oleh Ali Nugraha mendefinisikan sains sebagai suatu deretan konsep
serta skema konseptual yang berhubungan satu sama lain, yang tumbuh sebagai hasil serangkaian
percobaan dan pengamatan serta dapat diamati dan diuji lebih lanjut. Senada dengan Conant,
Ahmadi memberikan pengertian sains sebagai ilmu teoritis yang didasarkan atas pengamatan,
percobaan-percobaan terhadap gejala alam berupa makrokosmos (alam semesta) dan mikrokosmos
(isi alam semesta yang lebih terbatas, khususnya tentang manusia dan sifat-sifatnya), sedangkan
menurut Dodge mengartikan sains sebagai suatu kumpulan pengetahuan yang diperoleh dengan
menggunakan metode-metode yang berdasarkan pada pengamatan dengan penuh ketelitian.
Secara analitis, beberapa ahli mencoba memberikan batasan sains dengan membagi sains
berdasarkan dimensi pengkajiannya. Sumaji menyatakan bahwa secara sempit sains adalah Ilmu
Pengetahuan alam (IPA), terdiri atas physical sciences dan life sciences. Termasuk physical sciences
adalah ilmu-ilmu astronomi, kimia, geologi, minerologi, metereologi dan fisika, sedangkan life
sciences meliputi biologi, zoologi dan fisiologi. Hal yang sama juga dijelaskan oleh Dodge bahwa
sains terdiri dari physical science, ilfe science dan bumi dan sekitarnya. Dimana physical science
terdiri dari objek –objek yang dapat dieksplor , karena anak dapat belajar tentang berat, bentuk,
ukuran, warna dan suhu. Life science menceritakan tentang prosesnya. Anak dapat mempelajari
tentang proses pertumbuhan tanaman dan kehidupan binatang. Sedangkan Ernest Hagel seperti
dikutip oleh Indrawati memandang sains dari tiga aspek ; pertama, dari aspek tujuan, sains adalah
sebagai alat untuk menguasai alam dan untuk memberikan sumbangan kepada kesejahteraan
manusia. Kedua, sains sebagai suatu pengetahuan yang sistematis dan tangguh dalam arti
merupakan suatu kesimpulan yang didapat dari berbagai peristiwa. Ketiga, sains sebagai metode,
yaitu merupakan suatu perangkat aturan untuk memecahkan masalah, untuk mendapatkan atau
mengetahui penyebab dari suatu kejadian, dan untuk mendapatkan hukum-hukum atau teori dari
obyek yang diamati.
Berdasarkan definisi diatas, bahwa sains dapat dipandang sebagai suatu dimensi yang terdiri
suatu proses, maupun produk atau hasil serta sebagai sikap. Apabila pembelajaran sains yang dapat
dikembangkan meliputi tiga substansi mendasar, yaitu pendidikan dan pembelajaran sains berisi
program yang memfasilitasi penguasaan proses sains, penguasaan produk sains serta program yang
memfasilitasi pengembangan-pengembangan sikap sains.
1.Sains sebagai suatu proses adalah cara untuk memperoleh pengetahuan. Gambaran sains
berhubungan erat dengan kegiatan penelusuran gejala dan fakta-fakta alam yang dilakukan melalui
kegiatan laboratorium beserta perangkatnya. Kebenaran sains akan diakui jika penelusurannya
berdasar pada kegiatan pengamatan, hipotesis (dugaan), percobaan-percobaan yang ketat dan
obyektif, meskipun kadang berseberangan dengan nilai yang ada. Jadi, sains menuntut proses yang
dinamis dalam berfikir, pengamatan, eksperimen, menemukan konsep maupun merumuskan
berbagai teori. Rangkaian proses yang dilakukan dalam kegiatan sains tersebut, saat ini dikenal
dengan sebutan metode keilmuan atau metode ilmiah.
2.Sains sebagai produk terdiri atas berbagai fakta, konsep prinsip, hukum dan teori . Fakta
adalah sesuatu yang telah terjadi yang dapat berupa keadaan, sifat atau peristiwa; sedangkan
konsep adalah suatu ide yang merupakan generalisasi dari berbagai peristiwa atau pengalaman
khusus, yang dinyatakan dalam istilah atau simbol tertentu yang dapat diterima. Konsep mengacu
pada benda-benda atau obyek, peristiwa, keadaan, sifat, kondisi, ciri dan atribut yang melekatnya.
Sedangkan teori adalah komposisi yang dihasilkan dari pengembangan sejumlah proposisi
(pernyataan berarti) yang dianggap memiliki keterhubungan secara sistematis dan kebenarannya
sudah teruji secara empirik serta dianggap berlaku secara universal .
3.Sains sebagai suatu sikap, atau dikenal dengan istilah sikap keilmuan, maksudnya berbagai
keyakinan, opini dan nilai-nilai yang harus dipertahankan oleh seorang ilmuan khususnya ketika
mencari atau mengembangkan pengetahuan baru. Diantara sikap tersebut adalah rasa tanggung
jawab yang tinggi, rasa ingin tahu, disiplin, tekun, jujur, dan terbuka terhadap pendapat orang lain.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa sains adalah ilmu pengetahuan yang berkenaan dengan
fakta dan gejala alam yang tersusun secara sistematis yang didapatkan melalui pengamatan dan
eksperimen.
BAB III
PEMBAHASAN
Sebagaimana definisi-definisi sains yang teah dijelaskan pada BAB II ,dapat diktahui bahwa
definisi sains untuk anak usia dini adalah sains yang sasarannya ditujukan pada anak-anak usia
dini,baik pada jenjang Taman Kanak-kanak maupun Sekolah Dasar. Sains,saat ini menjadi hal yang
penting untuk diterapkan atau dikenalkan pada anak-anak usia dini karena sains dapat mengajak
anak untuk berpikir kritis, dengan sains anak tidak begitu saja menerima atau menolak sesuatu.
Mereka mengamati, menganalisis dan mengevaluasi informasi yang ada sebelum menentukan
keputusannya. Dengan melalui percobaan-percobaan sains melalui ketrampilan proses, anak-anak
dapat ditingkatkan kemampuan sainsnya. Dengan media observasi, anak yang mempunyai
kemampuan sains yang tinggi dapat menemukan dan mempertanyakan objek-objek yang
dipahaminya. Anak usia 4-6 tahun dapat dilatih untuk mempunyai kemampuan sains . Anak dapat
mulai diajarkan ketrampilan observasi dasar seperti pengamatan.Lewat cara ini anak dapat diajak
untuk memahami apa itu bunyi, udara, air, cahaya, suhu, tanah serta berbagai kayu dan logam.
Mendidik anak mempunyai kemampuan sains dapat membantu orang tua untuk menghindarkan
anak dari kemungkinan menggunakan informasi yang tidak tepat. Mendidik anak mempunyai
kemampuan sains akan membantu anak untuk secara aktif membangun pertahanan diri terhadap
serangan informasi disekelilingnya
Melatih anak dengan percobaan sains akan membuat anak menjadi berpikir kreatif,
inovatif, dan mandiri, Dimensi lain dari sains juga yang teramat penting adalah dimensi “proses”
yaitu proses mendapatkan sains itu sendiri. Sains diperoleh melalui suatu penelitian dan percobaan
yang disebut dengan metode ilmiah.
Anak usia dini atau usia prasekolah berada dalam masa emas perkembangan otaknya, salah satu
hasil penelitian menyebutkan, kapasitas kecerdasan anak pada usia empat tahun sudah mencapai 50
persen. Kapasitas itu akan meningkat hingga 80 persen pada usia delapan tahun. Ini menunjukkan
pentingnya memberikan rangsangan pada anak usia dini. Mengenalkan sains pada anak bukan
berarti mengenalkan rumus-rumus. Suasana harus dalam keadaan bermain. Mengenalkan sains pada
anak harus sesuai dengan tahapan umur dan perkembangannya.
Hal ini menjadi penting bahwa pembelajaran hendaknya dihubungkan dengan apa yang
telah diketahui anak dan relevan dengan mereka.Mempertimbangkan karakteristik anak yang sejak
dalam kandungan telah siap untuk belajar dan terlahir sebagai peneliti alamiah yang meiliki
dorongan kuat untuk mengadakan eksplorasi dan investigasi, maka implikasi bagi orang dewasa
khususnya guru, haruslah bertindak sebagai fasilitator bagi setiap anak dalam menunjang minat dan
keingintahuan mereka. Memberikan kesempatan, tantangan serta melibatkan anak dalam beragam
kegiatan untuk memperoleh pengalaman langsung yang seluas-luasnya merupakan inti proses sains.
Dan, tidak kalah penting pula bagi pembelajaran sains di tingkat TK, bila dilakukan secara terintegrasi
melaui bermain karena bermain selain menghilangkan stress pada anak juga merupakan cara anak
belajar tentang kehidupan.
Sains yang diperkenalkan kepada anak usia dini, akan mendorong mereka menjadi anak yang
kaya akan inspirasi. Melatih anak dengan eksperimen sains bisa membuat anak bersikap kreatif dan
kaya akan inisiatif. Permainan sains juga bisa menumbuhkan pola berpikir logis pada anak. Mereka
akan terbiasa untuk mengikuti tahap-tahap eksperimen sains. Eksperimen gagal tidak boleh
disembunyikan, gagal harus disampaikan. Disini akan muncul juga sikap sportiftivitas pada
anak.Karena dengan bekal sains, sejak kecil anak-anak akan bisa memecahkan masalahnya sendiri.
Pendidikan sains menekankan pada pemberian pengalaman secara langsung. Dengan demikian, anak
perlu dibantu untuk mengembangkan sejumlah ketrampilan proses sains agar mampu menjelajahi
serta memahami alam sekitarnya.
Dengan memberikan pembelajaran sains sejak usia dini dapat melatih anak dalam
menggunakan pikirannya, kekuatannya, kejujurannya serta teknik-teknik yang dimilikinya dengan
penuh kepercayaan diri, sehingga tugas guru adalah mengembangkan program pembelajaran sains
yang dapat mengeksplorasi dan berorientasi sains secara optimal. Program pembelajaran sains yang
diberikan pada anak usia dini hendaklah telah melalui proses analisa tugas dan kemampuan anak,
atas pertimbangan pilihan dan variasi kegiatan yang diminati dan merangsang anak serta sesuai
dengan aspek yang melekat pada anak sebagai individu yang unik.
Pembelajaran pada anak pra sekolah sebaiknya bersifat terpadu atau terintegrasi yaitu
terintegrasi dengan bidang lain seperti matematika, ataupun aktivitas sosial lainnya. Mengenalkan
sains pada anak berarti membantu anak untuk melakukan percobaan sederhana sehingga dapat
menghubungkan sebab dan akibat suatu perlakuan. Percobaan tersebut juga akan membantu anak
untuk mulai berfikir logis. Mengenalkan sains pada anak prasekolah dapat melalui permainan yang
menyenangkan dengan bahan yang ada disekitar anak. Pengenalan sains pada anak prasekolah lebih
ditekankan pada proses daripada produk. Oleh sebab itu dalam bermain sains anak diajarkan untuk
menggunakan seluruh panca indranya sebaik mungkin, agar dalam proses bermain tersbut anak
dapat menemukan jawaban-jawaban dari suatu kegiatan bermain.
SAINS UNTUK ANAK USIA DINI
Pengertian sains untuk anak usia dini adalah bagaimana memahami sains berdasarkan sudut
pandang anak . Karena jika kita memandang dimensi sains dari kacamata anak, maka akan
berimplikasi pada kekeliruan-kekeliruan dalam menentukan hakikat sains bagi anak usia dini yang
berdampak cukup signifikan terhadap pengembangan pembelajaran sains itu sendiri kepada mereka.
Hal tersebut tentunya secara langsung maupun tidak langsung akan berdampak pula pada proses
dan produknya yaitu anak-anak itu sendiri.
Kehidupan anak tidak dapat lepas dari sains, kreativitas dan aktivitas sosial. Makan, minum,
menggunakan berbagai benda yang ada di rumah seperti radio, TV, dan kalkulator tidak lepas dari
sains dan teknologi. Oleh sebab itu, guru hendaknya dapat menstimulasi anak dengan berbagai
kegiatan yang terkait dengan sains dan teknologi. Untuk itu, seorang guru perlu mempelajari
konsep-konsep keilmuan dan cara pengajarannya. Pengenalan sains untuk anak pra sekolah lebih
ditekankan pada proses daripada produk. Untuk anak prasekolah keterampilan proses sains
hendaknya dilakukan secara sederhana sambil bermain. Kegiatan sains memungkinkan anak
melakukan eksplorasi terhadap berbagai benda, baik benda hidup maupun benda tak hidup yang
ada disekitarnya. Anak belajar menemukan gejala benda dan gejala peristiwa dari benda-benda
tersebut.
Sains juga melatih anak menggunakan lima inderanya untuk mengenal berbagai gejala benda dan
gejala peristiwa. Anak dilatih untuk melihat, meraba, membau, merasakan dan mendengar. Semakin
banyak keterlibatan indera dalam belajar, anak semakin memahami apa yang dipelajari. Anak
memperoleh pengetahuan baru hasil penginderaanya dengan berbagai benda yang ada disekitarnya.
Pengetahuan yang diperolehnya akan berguna sebagai modal berpikir lanjut. Melalui proses sains,
anak dapat melakukan percobaan sederhana. Percobaan tersebut melatih anak menghubungkan
sebab dan akibat dari suatu perlakuan sehingga melatih anak berpikir logis.
Dalam pembelajaran sains, anak juga berlatih menggunakan alat ukur untuk melakukan pengukuran.
Alat ukur tersebut dimulai dari alat ukur nonstandar, seperti jengkal, depa atau kaki. Selanjutnya
anak berlatih menggunakan alat ukur standar. Anak secara bertahap berlatih menggunakan stuan
yang akan memudahkan mereka untuk berfikir secara logis dan rasional. Dengan demikian sains juga
mengembangkan kemampuan intelektual anak.
PENTINGNYA SAINS
Anak pada usia dini sudah dikenalkankan dengan sains, hal ini tentu saja
mempertimbangkan pentingnya sains bagi anak. Di sini ada beberapa hal yang membuktikan
pentingnya pengenalan sains pada anak usia dini.
Leeper ( 1994 ) menyampaikan bahwa :
1. Pengembangan pembelajaran sains ditujukan agar anak memiliki kemampuan memecahkan
masalah yang dihadapinya melalui pengguanaan metode sains, sehingga anak – anak terbantu dan
menjadi terampil dalam menyelesaikan berbagai hal yang dihadapi.
2. Pengembangan pembelajaran sains pada anak usia dini ditujukan agar anak – anak memiliki
sikap ilmiah. Hal ini mendasar misalkan ; tidak cepat – cepat dalam mengmabil keputusan, dapat
melihat segala sesuatu dari berbagai sudut pandang, berhati – hati terhadapa informasi – informasi
yang diterimanya serta bersifat terbuka.
3. Pengembangan pembelajaran sains pada anak usia dini ditujukan agar anak – anak
mendapatkan pengetahuan dan informasi ilmiah.
4. Pengembangan pembelajaran sains pada anak usia dini ditujukan agar anak – nak menjadi lebih
berminat dan tertarik untuk menghayati sains yang berada dan ditemukan di lingkungan dan alam
sekitarnya.
Dari uraian – uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pentingnya sains adalah :
- Membantu pemahaman anak tentang konsep sains dan keterkaitannya dengan kehidupan
sehari – sehari.
- Membantu melekatkan aspek – aspek yang terkait dengan keterampilan proses sains, sehingga
pengetahuan dan gagasan tenatang alam sekitar dalam diri anak menjadi berkembang.
- Membantu menumbuhkan minat pada anak untuk mengenal dan mempelajari benda – benda
serta kejadiandi luar lingkungannya.
- Memfasilitasi dan mengemabngkan sikap ingin tahu, tekun, terbuka, kritis, mawas diri,
bertanggung jawab, bekerja sama, dan mandiri dalam kehidupan.
- Membantu anak agar mampu menerapkan berbagai konsep sains untuk menjelaskan gejala –
gejala alam dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari – hari.
- Membantu anak agar mampu mengguanakan teknologi sederhana yang dapat digunakan untuk
memecahkan masalah yang ditemukan dalam kehidupan sehari – hari.
- Membantu anak untuk dapat mengenal dan memupuk rasa cinta terhadap alam sekitar,
sehingga menyadari kebesaran dan keagungan Tuhan YME.
KEMAMPUAN SAINS ANAK USIA DINI
Pada dasarnya sejak anak usia dini, manusia sudah memiliki kecenderungan dan
kemampuan berpikir kritis. Hal itu dijelaskan oleh Brewer Sebagai mahluk rasional dan pemberi
makna, manusia selalu terdorong untuk memikirkan hal-hal yang ada di sekelilingnya.
Kecenderungan manusia memberi arti pada berbagai hal dan kejadian di sekitarnya merupakan
indikasi dari kemampuan berpikirnya. Kecenderungan ini dapat kita temukan pada seorang anak
yang memandang berbagai benda di sekitarnya dengan penuh rasa ingin tahu.
Kemampuan kognitif anak usia 5 – 6 tahun adalah :
(1) sudah dapat memahami jumlah dan ukuran,
(2) tertarik dengan huruf dan angka. Ada yang sudah mampu menulisnya atau menyalinnya, serta
menghitungnya,
(3) telah mengenal sebagian warna,
(4) mulai mengerti tentang waktu, kapan harus pergi sekolah dan pulang dari sekolah, nama-nama hari
dalam satu minggu,
(5) mengenal bidang dan bergerak sesuai dengan bidang yang dimilikinya,
(6) pada akhir usia 6 tahun, anak sudah mulai mampu membaca, menulis dan berhitung.
Dengan pemahaman terhadap kondisi kognitif anak dan kemampuan belajar yang tinggi yakni rasa
ingin tahu tersebut, Pembelajaran sains yang kondusif akan membuat anak mengenali lebih baik
obyek atau lingkungan yang dipelajarinya. Pembelajaran seperti itu akan membantu anak mengenali
secara langsung berbagai hal. Anak akan mengenal tantangan hidup dan peluang-peluangnya.
Dengan penyediaan pengalaman langsung melalui pembelajaran sains, kekuatan intelektual anak
menjadi terlatih secara simultan dan terus menerus. Dengan sering mengamati, maka ketrampilan
sains anak akan berkembang.
Anak usia taman kanak-kanak telah memiliki kemampuan dasar tentang matematika dan
pengetahuan tentang alam sekitar , yang dikenal dengan pengetahuan alam. Kemampuan dasar
matematika ini dapat dilihat dari kemampuan anak tersebut dalam konsep bilangan, menghitung
pada batas tertentu dan bahkan ada yang telah dapat melakukan operasi hitung secara sederhana.
Perkembangan pengetahuan alam sekitar (sains) pada anak ini, dapat dilihat dari kemampuannya
dalam menyebutkan nama objek yang ada disekitarnya, menjelaskan tentang peristiwa yang terjadi
dan yang akan terjadi, serta hal-hal lainnya.
Maka, dapat disimpulkan bahwa kemampuan sains anak usia dini adalah kegiatan pada anak
usia dini, diantaranya: kemampuan mengamati, mengklasifikasikan, menarik kesimpulan ,
mengkomunikasikan dan mengaplikasikannya berdasarkan pengalaman sains yang diperolehnya.
PEMBELAJARAN SAINS PADA ANAK USIA DINI
Setiap anak berpotensi untuk menjadi seorang saintis, karena anak-anak yang mengadakan
kegiatan sains seringkali dapat melakukannya secara mengejutkan. Tetapi kemampuan anak dalam
penguasaan sains tergantung pada fasilitator dalam hal ini orang tua, guru dan lingkungan.
Pengembangan pembelajaran sains akan menjadi pendidikan yang baik jika kita mampu
mengindividualisasikan sains pada anak secara baik, yaitu menjadi bersifat pribadi, melekat pada
kehidupannya, berkembang sesuai karakteristiknya serta sesuai dengan kesanggupan anak.
Pembelajaran dalam area sains pada awalnya melibatkan pengetahuan fisik dan
pengetahuan logika matematika. Dimana anak-anak menjelajahi sifat-sifat materi, mereka mencapai
pengetahuan dari materi tersebut melalui pengetahuan fisik. Kemudian mereka menciptakan
hubungan antar benda-benda tersebut , seperti pada saat mengelompokkan daun-daun, mereka
pada saat itu belajar logika matematika.
Proses saintifik adalah sebuah siklus dari pembentukan hipotesis, mengumpulkan data,
mengkonfirmasikan atau menolak berbagai hipotesis, membuat generalisasi, kemudian mengulangi
siklus. Ketrampilan dasar yang digunakan dalam proses saintifik mencakup pengamatan,
mengelompokkan dan membandingkan, mengukur, mengkomunikasikan, melakukan eksperimen,
menghubungkan, menyimpulkan dan mengaplikasikan. Karena menyimpulkan dan mengaplikasikan
mensyaratkan berpikir yang lebih abstrak. Setiap ketrampilan ini, pada saat diaplikasikan ke dalam
program sains untuk anak usia dini akan didiskusikan pada bagian berikut. Bagaimanapun harus
benar belajar diingat bahwa semua ketrampilan tersebut penting dalam pembelajaran secara umum.
Semua ketrampilan tersebut bahkan tidak hanya diaplikasikan dalam belajar sains.
Anak-anak harus dapat berpikir dalam tema-tema konkrit operasional sebelum mereka
dapat berpikir tentang berbagai objek yang memiliki berbagai kategori sekaligus. Mayoritas anak-
anak tidak dapat berpikir konkrit pada usia dini. Guru dapat mendorong anak-anak untuk
mengelompokkan berbagai objek dan menjelaskan bagaimana berbagai objek tersebut dapat
dikelompokkan. Anak dapat mengelompokkan berbagai balok berdasarkan bentuk, kelompok benda-
benda tersebut dapat dimasukkan dalam area seni atau macam-macam tombol, daun-daun, biji-
bijian atau koleksi lainnya.
Anak yang duduk di taman kanak-kanak berada dalam fase praoperasional. Suatu fase
perkembangan kognitif yang ditandai dengan berfungsinya kemampuan simbolis, kemampuan
berpikir secara intuitif dan berpusat pada cara pandang anak itu sendiri atau egosentris. Fase ini juga
meletakkan dasar bagi kemampuan matematika dan pengetahuan alam atau sains. Kemampuan
bahasa pada fase ini sudah cukup baik.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa peningkatan kemampuan sains anak usia dini khususnya
TK B meliputi kemampuan untuk mengamati, mengklasifikasi, menarik kesimpulan dan
mengkomunikasikan masalah yang dihadapinya melalui ketrampilan proses, Selain itu juga sikap
rasa ingin tahu juga dapat meningkatkan kemampuan sains anak usia anak TK B. Pembelajaran sains
di TK B tidak hanya diharapkan dapat membantu anak untuk memperoleh sejumlah informasi, ide-
ide, ketrampilan, nilai-nilai dan cara berpikir juga cara mengekspresi dan mengkomunikasikannya.
KETERAMPILAN PROSES
Sains (IPA) hakikatnya terdiri dari dua komponen penting yang satu sama lain saling
menunjang yaitu komponen produk dan komponen proses. Produk sains berupa pengetahuan,
fakta, konsep dan hukum. Sedangkan proses berupa ketrampilan dan sikap yang berhubungan
dengan penyelidikan dan penemuan.
Kata ketrampilan berasal dari kata terampil yang berarti kepandaian melakukan sesuatu
dengan cepat dan benar, seorang yang dapat melakukan sesuatu dengan cepat tetapi tidak benar
tidak dapat dikatakan trampil demikian pula apabila seseorang melakukannya dengan benar tetapi
lambat belum dapat dikatakan trampil. Lebih lanjut dijelaskan bahwa seseorang yang trampil dalam
suatu bidang tidak ragu-ragu melakukan pekerjaan tersebut seakan-akan tidak pernah lagi dipikirkan
bagaimana melaksanakannya, tidak ada lagi kesulitan yang menghambat. Dalam ruang lingkup yang
lebih luas, ketrampilan meliputi kegiatan berupa perbuatan, berpikir, berbicara, melihat,
mendengarkan dan sebagainya sedangkan dalam pengertian yang sempit biasanya ketrampilan lebih
ditujukan berupa perbuatan. Beberapa ahli lain menjelaskan pengertian ketrampilan merupakan
perilaku yang tampak sebagai akibat perbuatan otot yang digerakkan oleh sistem saraf dan disertai
koordinasi yang memadai antara kerja otot dan proses psikologi yang mengatur gerak itu.
Ketrampilan proses ini tidak tumbuh dan bekerja secara otomatis, tetapi perlu dilatih agar
tumbuh dan berkembang baik. Melalui kegiatan-kegiatan sains yang dilakukan, anak akan
menghayati proses ilmiah. Sehingga dapat dikatakan, ketrampilan proses anak akan lebih
berkembang dan terlatih.Guru dapat merencanakan berbagai kegiatan aktif, yang dapat
mengembangkan ketrampilan proses. Hasilnya anak akan lebih mampu menerapkan ketrampilan
proses itu dalam kehidupan serhari-hari. Para ilmuwan dalam menemukan suatu fakta atau teori
tersebut melalui tahapan-tahapan kegiatan tertentu yang disebut proses ilmiah yang menumbuh
kemabangkan sikap ilmih, sehingga terbentuk produk ilmiah yaitu ilmu pengetahuan alam (sains)
yang menjadi dasar dan melahirkan kemajuan-kemajuan teknologi yang bermanfaat bagi
kelangsungan hidup manusia .
Ketrampilan proses bukalah sesuatu yang khusus dalam sains, karena ketrampilan tersebut
merupakan ketrampilan biasa yang lazim dilakuakan para ilmuwan atau orang-orang yang bergelut
dalam sains, demikian juga dalam pembelajaran sains hampir 75% dari pokok bahasan memerlukan
ketrampilan proses, walaupun ada juga pendekatan lain yang menunjang dan saling terkait dengan
pendekatan ini, tetapi semua itu selalu berorientasi pada cara belajar siswa aktif yang
mengembangkan ketrampilan proses suatu perolehan dengan isi, pesan, rancangan dan arah yag
jelas.
Langkah-langkah yang dilakukan para ilmuwan dalam usaha mendapatkan pengetahuan
tentang alam biasa dikenal dengan metode ilmiah. Nuryani menyatakan bahwa ketrampilan-
ketrampilan dasar yang dimiliki ilmuan dalam melakukan kegiatan ilmiah dikenal dengan
ketrampilan proses sains. Harlen mendeskripsikan ketrampilan proses sebagai kegiatan-kegiatan
siswa yang dilakukan dalam belajar untuk mencapai tujuan tertentu, dan seluruh kegiatan menjadi
kesatuan yang tidak terpisah-pisah, misalnya dalam kegiatan penyelidikan mulai dari melakukan
pengamatan, menafsirkan hasil pengamatan dann ketrampilan-ketrampilan selajutnya secara
keseluruhan masing-masing ketrampilan proses yang terlibat menjadi bagian dari keseluruhan
ketrampilan dalam proses penyelidikan tersebut. Menurut Conny Semiawan ketrampilan proses
adalah ketrampilan fisik dan mental yang dimiliki , dikuasai dan diterapkan oleh
ilmuwan.Ketrampilan proses adalah ketrampilan ilmiah yang mencakup ketrampilan kognitif,
ketrampilan psikomotor dan afektif.
Ketrampilan-ketrampilan ini dapat digunakan untuk menemukan dan mengembangkan
konsep serta menanamkan sikap ilmiah.
Aspek-aspek ketrampilan proses meliputi :
1. Observasi, mencakup ketrampilan melibatkan semua alat indra untuk meyatakan sifat yang
dimiliki oleh suatu benda atau objek
2. Menafsirkan hasil pengamatan, melibatkan ketrampilan mencari hubungan antara pengamatan
dengan pernyataan ciri-ciri atau sifat suatu benda atau peristiwa yang mudah diberi arti oleh orang
lain.
3. Mengelompokkan, memerlukan ketrampilan observasi
4. Berkomunikasi, mencatat hasil pengamatan yang relevan dengan penyelidikan.
5. Mengajukan pertanyaan, memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan apa
yang ingin diketahuinya.
6. Menyimpulkan (inferensi), merupakan ketrampilan memberikan penjelasan atau interprestasi
terhadap suatu data yang didasarkan atas pengetahuan dan pengalaman awal.
Pembelajaran sains berbasis ketrampilan proses adalah bentuk pembelajaran yang mengintegrasikan
ketrampilan proses ke dalam rangkaian aktivitas belajar guna mengarahkan siswa pada proses
pengetahuan secara mandiri.
RAMBU-RAMBU KEGIATAN SAINS UNTUK ANAK
Kegiatan pengenalan sains untuk anak prasekolah sebaiknya disesuaikan dengan tingkat
perkembangan anak. Guru/pendidik hendaknya tidak menjejalkan konsep sains kepada anak, tetapi
memberikan kegiatan pembelajaran yang memungkinkan anak menemukan sendiri fakta dan konsep
sederhana tersebut. Teori Experimental Learning dari Carl Rogermengisyaratkan pentingnya
pembelajaran yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan anak. Menurutnya anak secara alamiah
dengan kapasitas dan kemauan untuk belajar. Fungsi pendidik hanyalah memfasilitasi dan
membantu agar anak dapat belajar secara optimal. Menurut Piaget (1972) anak prasekolah usia 4-6
tahun berada pada fase perkembangan pra operasional dan menuju konkret operasional. Untuk itu
kegiatan sains sebaiknya disesuaikan dengan tingkat perkembangan dan karakterstik anak tersebut.
Berikut ini merupakan rambu-rambu yang dapat menjadi acuan dalam pembelajaran sains :
1. Bersifat konkrit
Benda-benda yang digunakan bermain dalam kegiatan pembelajaran adalah benda yang konkrit
(nyata). Pendidik tidak dianjurkan untuk menjejali anak dengan konsep-konsep abstrak. Pendidik
sebaiknya menyediakan berbagai benda dan fasilitas lainnya yang diperlukan agar anak dapat
menemukan sendirri konsep tersebut.
2. Hubungan sebab akibat terlihat secara langsung
Anak usia 5-6 tahun masih sulit menghubungkan sebab akibat yang tidak terlihat secara langsung
karena pikiran mereka yang bersifat transduktif. Anak tidak dapat menghubungkan sebab-akibat
yang tidak terlihat secara langsung. Jika anak melihat peristiwa secara langsung, membuat anak
mampu mengetahui hubungan sebab akibat yang terjadi. Sains kaya akan kegiatan yang melatih
anak menghubungkan sebab akibat.
3. Memungkinkan anak melakukan eksplorasi
Kegiatan sains sebaiknya memungkinkan anak melakukan eksplorasi terhadap berbagai benda yang
ada disekitarnya. Pendidik dapat menghadirkan objek dan fenomena yang menarik ke dalam kelas.
Misalnya guru menghadirkan induk kucing dengan anaknya, atau ulat yang akan menjadi
kepompong. Anak akn merasa senang memperhatikan perilaku dan perubahan yang terjadi terhadap
binatang tersebut. Bermain dengan air, magnet, balon, suara atau bayang-bayang akan membuat
anak sangat senang. Anak juga akan dapat menggunakan hampir semua panca indranya untuk
melakukan eksplorasi atau penyelidikan.
4. Memungkinkan anak menkonstruksi pengetahuan sendiri.
Sains tidak melatih anak untuk mengingat berbagai objek, tetapi melatih anak mengkonstruksi
pengetahuan berdasarkan objek tersebut. Oleh karena itu kegiatan pengenalan sains tidak cukup
dengan memberitahu definisi atau nama-nama objek, tetapi memungkinkan anak berinteraksi
langsung dengan objek dan memperoleh pengetahuan dengan berbagai inderanya dari objek
tersebut. Oleh sebab itu sangat tidak tepat jika memperkenalkan anak berbagai objek melalui
gambar atau model. Anak membutuhkan objek yang sesungguhnya.
5. Memungkinkan anak menjawab persoalan ”apa” dari pada ”mengapa”
Keterbatasan anak menghubungkan sebab akibat menyebabkan anak sulit menjawab pertanyan
”mengapa”. Pertanyaan tersebut harus dijawab dengan logika berfikir sebab akibat. Jika anak
bermain dengan air di pipal lalu anak ditanya ”apa yang akan terjadi jika ujung pipa dinaikkan?”.
Anak dapat menjawab, ”air akan mengalir melalui ujung yang lain yang lebih rendah.” tidak perlu
anak ditanya ”mengapa jika ujung ini dinaikkan, air akan mengali ke ujung yang lebih rendah”? Hal
itu tidak akan dapat dijawab oleh anak. Sering anak menerjemahkan pertanyaan ’mengapa” dengan
”untuk apa”, sehingga pertanyaan mengapa akan dijawab ”agar” atau ”supaya” .
6. Lebih menekankan proses daripada produk
Melakukan kegiatan eksplorasi dengan benda-benda akan sangat menyenangkan bagi anak. Anak
tidak brfikir apa hasilnya. Oleh sebab itu guru tidak perlu menjejali nak dengan berbagai konsep
sains atau mengharuskan anak untuk menghasilkan sesuatu dari kegiatan anak. Biarkan anak secara
alami menemukan berbagai pengertian dari interaksinya bermain dengan berbagai benda. Dengan
kata lain proses lebih penting daripada produk.
7. Memungkinkan anak mengunakan bahasa dan matematika
Pengenalan sains hendaknya terpadu ddengan disiplin ilmu yang lain, seperti bahasa, matematika,
seni dan atau budi pekerti. Melalui sains anak melakukan eksplorasi terhadap objek. Anak dapat
menceritakan hasil eksplorasinya kepada temannya (bahasa). Anak melakukan pengukuran,
menggunakan bilangan, dan membaca angka (matematika). Anak dapat juga menggambarkan objek
yang diamati dan meawarnai gambarnya (seni). Anak juga diajarkan mencintai lingkungan atau
benda disekitarnya (budipekerti).
8. Menyajikan kegiatan yang menarik (the wondwer of science)
Sains menyajikan berbagai percobaan yang menarik seperti sulap. Anak-anak yang masih memiliki
pikiran magis (/imagical reasoning) akan sangat tertarik dengan keajaiban tersebut. Misalnya air susu
dicampur air sabun dan diberi tiga macam pewarna makanan, lalu diaduk. Dengan manmbahkan
sedikit air soda, anak akan melihat air berbuih dan mengeluarkan gelembung seperti mendidih,
menampilkan air warna warni yang menarik
MATERI DAN KEGIATAN SAINS
Ada beberapa materi sains yang sesuai untuk anak prasekolah terutama usia 5-6 tahun.
Pembelajaran topik-topik sains hendaknya lebih bersifat memberikan pengalaman tangan pertama
(first-hand experience) kepada anak, bukan mempelajari konsep saians yang abstrak. Selain itu
pembelajaran sains hendaknya mengembangkan kemampuana observasi, klasifikasi, pengukuran,
mengunakan bilangan dan mengidentifikasi hubungan sebab akibat. Materi tersebut antara lain:
1. Mengenal gerak
Anak sangat senang bermain dengan benda-benda yang dapat bergrak, memutar, menggelinding,
melenting, atau melorot. Ada beberpa kegiatan untuk mengenalkan anak dengan gerakan, antara
lain:
a. Menggelinding dan bentuk benda
Materi ini menyadarkan anak akan sebab-sebab timbulnya gerakan pada benda. Kemiringan
papan, bentuk benda slilidris dan kotak, halus kasarnya permukaan benda ikut mempengaruhi
kecepatan gerakan. Materi ini juga dapat melatih kemampuan observasi.
b. Menggelinding dan ukuran benda
Bermain dengan cara menggelindingkan benda-benda dengan berbagai ukuran akan
membantu siswa untuk mengenal bahwa besar kecil, berat ringannya suatu benda akan
mempengaruhi gerak benda tersebut. Meteri ini juga melatih kemampuan observasi pada anak.
2. Mengenal benda cair
Bermain dengan air merupakan salah satu kesenangan anak. Pendidik dapat mengarahkan
permainan tersebut agar anak dapat memiliki berbagai pengalaman tentang air. Air senantiasa
menyesuaikan bentuknya dengan bentuk wadahnya. Air mengalir dari tempat yang lebih tinggi ke
tempat yng lebih rendah atau dari tempat yang bertekanan tinggi ke tempat yang bertekanan
rendah. Berbagai kegiatan n dengn air, antara lain:
a. Konservasi volume
Kegiatan ini merupakan cara untuk melatih anak memahami isi atau volume benda cair. Anak
Pra operasional belum dapat memahami konservasi volume (Piaget 1972). Oleh karena itu
memperkenalkan anak dengan bejana yang dapat diisi akan membantu anak memahami konservasi
volume. Sambil mengisi botol besar, lalu memindahkan ke botol yang lebih kecil dan sebalaiknya,
anak belajar mengunakan bilangan untuk menghitung banyaknya air yang dimasukkan ke botol
tersebut. Anak juga akan berlatih memahami pengertian lebih banyak dan lebih sedikit. Kegiatan ini
sebaiknya dilakukan di luar kelas. Agar tidak basah, sebaiknya anak diminta memakai rompi plastik.
b. Tenggelam dan terapung
Kegiatan ini dapat dilakukan di kelas atau di luar kelas. Jika di kelas, beri alas plastik dan koran
agar air tidak mmbasahi tempat. Tujuan kegiatan ini adalah agar anak diberi pengalaman bahwa ada
benda yang tenggelam an ada yang terapung. Anak sering mengira benda yang berukuran kecil
terapung dan yang besar tenggelam. Tenggelam atau terapung tidak ditentukan oleh ukuran benda
melainkan oleh berat jenis benda. .
c. Membuat benda terapung
Tujuan kegiatan ini addalah untuk mengenalkan pada anak bahwa benda yang tenggelam dapat
dibuat terapung. Dari kegiatan ini pula anak akan memahami, mengapa perahu yang berat dapat
terapung.
d. Larut dan tidak larut.
Sebagian benda larut ke dalam air dan sebagian lagi tidak. Gula, garam dan warna pada teh larut
dalam air sehingga akan membentuk larutan. Jika larutan dibiarkan, maka akan membentuk
endapan, kecuali jika airnya diuapkan semua. Benda lain tidak larut dalam air, seperti tepung, pasir
dan minyak. Jika benda tersebut dicampur dengan air maka tidak akan membentuk larutan, tetapi
membentuk campuran. Campuran kelihatan tidak homogen dan jika diendapkan, maka akan terlihat
adanya endapan.
e. Air mengalir
Air mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang lebih rendah karena gravitasi bumi. Air dari
tempat yang lebih rendah dapat dialirkan ke tempat yang lebih tingi dengan menambah tekanan,
misalnya dengan pompa air. Anak sangat senang bermain dengan air mengalir dan memperoleh
pengalaman langsung yang kelak akan berguna untuk mempelajari sains.
f. Mengenal sifat berbagai benda cair
Melalui kegiatan ini anak diperkenalkan bahwa benda cair itu bermacam-macam, tidak hanya
air. Benda-benda cair itu juga memiliki sifat yang berbeda.
3. Mengenal timbangan (neraca)
Neraca sangat baik untuk melatih anakmenghubungkan sebab akibat karena hasilnya akan nampak
secara langsung.jika beban di satu lengan timbangan di tambah, maka beban akan turun. Demikian
pula jika beban di geser menjauhi sumbu. Berbagai benda memiliki massa jenis berbeda. Kapas dan
spon memiliki massa jenis yang lebih kecil dibanding besi dan batu, meskipun batu dan besi
ukurannya kecil tetapi akan lebih berat dari kapas atau spon.
4. Bermain gelembung sabun
Anak sangat menyukai bermain dengan gelembung sabun. Dengan menambahkan satu sendok
gliserin pada dua liter air, larutan sabun, akan diperoleeh larutan yang sabun yang menakjubkan
yang dapat digunakan untuk membentuk gelembung raksasa, jendela kaca, atau bentuknya lainnya
dari busa..
5. Mengenal benda-benda lenting
Benda-benda dari karet pada umumnya memuliki kelenturan sehingga mampu melenting jika
dijatuhkan. Demikian pulla benda dari kare yang diisi udara , seperi bola basket, bola voli dan bola
plastik. Anak sangat senang bermin dengan benda-benda tersebut.
6. Mengenal Binatang
Binatang merupakan mahluk yang menarik bagi anak-anak karena mampu merespon rangsang.
Anjing, misalnya mampu mengembalikan bnda-benda yang dilemparkan pemiliknya. Anak kucing
akan mengejar dan menerkam benda-benda yang bergerak. Meskipun masih diperdebatkan dari segi
sanaitasi dan higienisnya, memelihara hewan peliharaan dapat mengembangkan rasa kasih dan
sayang pada anak. Melalui binatang anak akan belajar banyak tentang mahluk tersebut. Oleh karena
itu di nagara-negara maju, kebun binatang dilengkapi dengan pojok sains (sains center) dimana anak
dapat berinteraksi dengan bintang yang jinak dan bersih sambil memperlajarinya. Ada beberapa
keuntungan yang diperoleh anak jika berinteraksi dengan binatang. Pertama, anak belajar mengenal
dan menghargai mahluk hidup, ia belajar bahwa mahluk hidup memerlukan makanan, papan dan
kasih sayang. Kedua, anak belajar untuk menyayangi binatang yang pada akhirnya akan
menumuhkan rasa kasih sayang pada mahluk hidup.
Masih banyak materi yang dapat membantu anak mengenal sains termasuk mengenal tubuh mereka
sendiri. Guru dapat mengembangkan sendiri fenomena-fenomena yang ada dan yang terjadi di
sekitar anak. Termasuk tumbuhan yang ada di sekitar mereka.
MENUMBUHKAN JIWA SAINS ANAK USIA DINI
Terkadang orang tua melupakan satu hal, bahwa anak adalah pribadi yang unik. Anak bukanlah
miniatur orang dewasa. Anak memiliki hak untuk tumbuh, berkembang dan dihargai. Setiap anak
memiliki pengalaman masing – masing, dan pasti pengalaman anak yang satu berbeda dengan anak
yang lain. Setiap anak pasti mendapatkan pengalaman melihat, meraba, merasa, mendengar dan lain
sebagainya, sehingga terjalin suatu hubungan antar sel otak, yang semakin lama semakin
berkembang akan terjadi komunikasi yang lebih banyak, maka kemampuan belajar juga semakin
baik.
Tidak hanya makanan, nutrisi dan gizi, yang mempengaruhi bagaimana perkembangan atau
kelanjutan perkembangan anak kelak, akan tetapi juga ditentukan oleh stimulasi dari lingkungan
yang kondusif akan membuat anak semakin berkembang dan semakin “kaya”. Setiap anak memiliki
bakat tersendiri, salah satunya adalah sains. Sains bisa diberikan pada anak sejak usia 2 tahun.
Karena pada dasarnya setiap anak memiliki jiwa sains.Hal ini terbukti dari jiwa dasar sains anak
seperti :
Senang mengamati
Terkadang kita sering mendapati anak senang mengamati sesuatu, seperti benda dengan berbagai
bentuk, warna yang mencolok atau sesuatu yang bergerak . Misalnya, anak suka mengamati mainan
kicir angin dari kertas yang berwarna-warni.
Senang bertanya
Terkadang sebagai orang tua kita dibuat jengah dengan berbagai pertanyaan anak. Apapun yang
ditemui, anak sering banyak bertanya. Tak jarang orang tua dibuat kewalahan mendapat pertanyaan
“nyleneh” anak. – anaknya. Beberapa orang tua tidak sabar, lalu menjawab seadanya saja.
Memiliki rasa ingin tahu yang besar
Anak pada dasarnya memiliki keingintahuan yang besar. Misalnya, ia ingin tahu kenapa baling –
baling bisa berputar, air bisa mengalir dan sebagainya.
Senang mencoba hal – hal baru
Karena memiliki keingintahuan yang besar, seringkali anak mencoba sesuatu yang baru, bahkan ia
tidak menyadari bahwa “percobaan baru”nya cukup membahayakan keselamatan dirinya.Para orang
tua hendaknya mendampingi anak dan memfasilitasi sifat dasarnya. Selain agar dapat memperluas
wawasan, hal ini juga akan mengembangkan kecerdasan logis matematis , alam dan kreativitas anak
– anak. Kegiatan sains pada anak usia dini pastilah berbeda dengan kegiatan sains orang dewasa.
Kegiatan sains pada anak usia dini sangatlah sederhana, tetapi cukup menstimulasi daya pikir kritis
dan kreativitas anak.
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Anak-anak usia dini berada dalam tahap keemasan perkembangan otaknya.Mereka
mempunyai daya ingat yang lebih tajam dibanding orang dewasa,ini merupakan sebuah momentum
terpenting dalam hidupnya untuk membangun memori-memori berharga dimasa kecil yang akan
diingat dalam waktu yang lama.
Seperti diketahui bahwa setiap anak yang terlahir telah mempuyai jiwa-jiwa sains,untuk
kemudian mengembangkannya adalah tugas dari orang tua,para guru,dan lingkungannya.Pada
dasarnya setiap anak mempunyai rasa ingin tahu yang besar,suka melakukan pengamatan,selalu
ingin mencoba hal-hal yang baru,dan hal-hal lainnya yang kadang tidak disadari oleh para orang
tua.Dengan dasar inilah,orang tua atau guru sebagai fasilitator sekaligus pembimbing sangat
dibutuhkan kehadirannya dalam mendampingi masa keemasan anak ini.
Memperkenalkan sains pada anak sejak dini,merupakan pilihan yang tepat untuk
menumbuhkan berbagai sikap ilmiah yang akan sangat membantunya kelak dalam menyelesaikan
masalah yang dihadapi di masa mendatang,terlebih untuk menghadapi tantangan globalisasi yang
luar biasa saat ini.Secara tidak langsung pembelajaran sains pada anak usia dini akan membentuk
mental anak untuk menjadi pribadi yang tangguh sekaligus siap dalam menghadapi tantangan
globalisasi dengan berbagai kemajuan-kemajuan teknologi yang pesat.
SARAN
Dengan berbagai kemajuan teknologi yang ada saat ini,penerapan atau pengenalan sains untuk anak
usia dini sangat penting,dalam rangka membekali mereka untuk mempersiapkan diri sejak dini
menghadapi tantangan globalisasi,sekaligus mempersiapkan mental mereka sebagai generasi
pengganti yang intelek dan mumpuni untuk merubah wajah zaman kearah yang lebih baik dari saat
ini.
Orang tua maupun guru selain berperan sebagai fasilitator,juga harus menjadi pembimbing sekaligus
pendamping anak dalam pembelajaran sains,oleh karena itu,mereka harus terlebih dahulu
menguasai sains,agar penerapan pembelajaran sains pada anak dapat dilakukan secara maksimal
tanpa harus ada kesalahan penerapan konsep sains.
Komitmen yang kuat disertai kesabaran dalam membimbing anak belajar sains menjadi kunci
keberlangsungan pembelajaran sains pada anak usia dini.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu. 1991. Ilmu Alamiah Dasar. Jakarta: Rineka Cipta.
Carin, Sund. 1989. Teaching Science Throught Discovery. Colombus, Ohio : Charles Merril
Publishing.
Hadis, Fawzia Aswin. Psikologi Perkembangan Anak. Jakarta: Depdiknas- UI.
Nugraha, A. Pengembangan Pembelajaran Sains Pada Anak Usia Dini. JILSI Foundation.
Nugraha, A. Tumbuh dan Belajar Anak Usia Dini. Bogor: KKB-Bakat.
Piaget, J.(1970). The Science of Education and The Psichology of The Child. New York: Grossman.
Suyanto, Slamet. (2005). Pembelajaran untuk Anak TK. Jakarta: Depdiknas