pengendalian hayati · 2020. 1. 17. · ujud musuh alami dan makanen sebrgai fektor hayati den...
TRANSCRIPT
JQ.; u _ en a a idd$ •
,, •••. r...-·Nii•'fwf·r·-.a_- . ..... ... . .. . .
PENGENDALIAN HAYATI
KKI
bd~ ·:J3f ~
DISUSlJN OLEH
Dr~ lr. Soeprapto Maogoendibardjo
clan Ir .. Eddy Mahrub Y. Sc.
c •• ,u .... u ,, FACULTY OF AGRICUL TUIE liii-Aif
Gadlall Meda Unlural1f Yonakafl<l - ladone•i•
/· c, 1
lUI PROVEK PENGEMBANBAN KEMAMPUAN TENAGA PEHGAJAI PROYEK PENINGKATAN PENGEMBANGAN PERGURUAN TINGGI
UNIVERSIJAS OADJAH MADA YOGVAKARTA
,113 I 1814
.•
;
l -~
J ~ --~
PENGENDALIAN HAYATI
Oleh
SOEPRAPTO MANGOENDIHARDJO dan
EDDY MAHRUB
•
JURUSAN ILMU HAMA TUMBUHAN ~,AKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA 1983
KATA PENGANTAR
Diktat ini disusun untuk memenuhi kebutuhan para lvia
hasiswa Program s1 Fakulta.~:·~ertdnian.UGM. Penyusunannya agak tergesa-gesa dan dispqnsqri dengari dana suatu Sub Proyek P)?PT-UGM 1983/1984. Oleh karena i tu beberapa bagian dari diktat ini masih banyak kekurangannya~ Namun penu1is percaya bahwa diktat ini dapat .. memba.ntu para mahasiswa dalam mengikuti kuliah Pengenealian Hayati.
Kepada para mahasiswa tetap dianjurkari agar membaca ...
sendiri pustaka terpilih seperti yang terdaftar pada bagi-an belakang dari Panduan Ku1iah.
Pada tahun-tahun mendatang tu1isan ini akan terus disempurnakan sehingga akhirnya dapat dibukukan.
ii
Yogyakarta, 30 Desember 1983
Penulis,
ttd.
Soeprapto MangGendihardjo dan
Eddy Mahrub
PENGANTAR •
DAFTAR IS! • • • • 0
DAFTAR IS!
. . 0 0 • • •
0 0 • 0 • 0
. . . 0 0 0 0 0 •
• 0 • • • • 0 0 •
Ha1aman
i
ii
I • l'ENDAHULU AN • • • • • • • o • • o • • • • • o 1
A. Pengertian tentang pengendalian hayati o • • 1
1. Pengertian sempit. 0 • • • . . . 2. Pengerti an 1uas • • • . • • • • • •
B. Perbedaan antara pengendalian alami dan ha-
yati • • o • • • • • . . . . . . . . . 1. Ekosistem . . . . • • • 0 • • • • 0 • •
2. Kejadian alami dan kegiatan manusia •••
3. Paktor Hayati dalam pengendalian alami
dan hayati • • • • • • • • • • • • • • •
II. SEJ ARAH PENGENDALIA.~ HAY AT!. • . . • 0 0 0
1
2
4
4
5
6
7
A. Secara universal • • • • • • • • • • • • • 7 1. Peri ode awa1 • • . • • • • • • • • • o • 7 2. Periode intensif •• 0 • • •
B. Secara Nasiona1 ••• . . . . . . . . . 0 •
. . 0 0 • •
8
9
III. KEKURANGAN DAN KELEBIHAN PENGENDALIAN HAY AT! • 11
A. Kekurangan 0 • . . 1. Kecepatan us aha
2. Kepastian hasil
3. Ke1ancaran usaha
B. Kelebihan • . . 1. Segi ekonomi • 0
2. Segi ekologi • 3. Segi efikasi . .
. oeooooooooo
• . . 0 0 0 • • • •
• • • 0 0 • • • 0 •
• 0 0 • 0 0 • • • • • •
• • • • 0 • • • • • 0 •
• • • • • • • • 0 • • •
. . . • 0 • 0
• • • 0 • 0 . .
ii
11
11
12
12
13 13 14 15
Ha1aman
IV., PENGEN ALAN MUSUH ALAMI • • • • • . . • • • 0 • 17
A. Peng ert ian • • . • • • • • • . • • o • • • 17 B. Penggo1ongan musuh alami
1. Pemangsa (Predator) • • • • 0
. . . . . . 1.1. Go1ongan binatang menyusui.
• • 0 •
. . . . • 0 0 •
17 17 17
1. 2. Binatang me1ata • • • • • . • • • • 18 1. 3. Burung (Aves) • • • • • . • . . . • 18 1.4. Binatang 1unak •••••••• o • 18 1. 5. serangga • . . . . 0 0 • 0 • 0 • •
2. Parasi t ( oid) • . . . . • 0 • • • • • •
2.1. Penggolongan parasitoid berdasarkan
18
28
urutan menyerangnya ••••• o • • 30 2.2. Penggo1ongan berdasarkan cara penye-
rangannya • • . • . • • • . . • o • 31 2.3. Penggo1ongan berdasarkan posisi ma-
kan pad a at au di da1am inang. • o • 31 2.4. Penggo1ong~ berdasarkan fase tum-
huh inang yang di sera.ng • • • • . • 32· 2.5. Pcnggo1ongan berdas,arkan intensitas
serangan • • . . . • . o • • • • • 39 2.6. Penggo1ongan berdasarkan banyaknya
inar..g yang diserang o • • • • 0 . . 3. Patogen •••. • 0 • • 0 • • • 0 • 0 •
3.1. Bakteri • . • • . . • . 3.2. Cendawan • • • . • • • 3.3. Virus • • . . . • • • . 3.4. Ricketsia • • . . 3.5. Protozoa • . . • . . . 3.6. Nematoda • . . . . • •
4. Musuh alami pada gu1ma • 4.1. Golongan binatang ••.
iii
. • . • . . • . . . • . • 0 . . • •
. . . . . • . . . 0 • . . . . • 0 • • • 0
e o o o o o
40
40 40 42 46 49 50 51
54 54
Halaman
4.2. Golongan tumbuhan • • . • • • • • • 56
V. PENERAPAN PENGENDALL'\N HAY ATI • • . . . . A. Teknik pengendalian hayati • 0 0 0 • 0
1. Introduksi • • . . . . • 0 •
2. Konservasi • . o••••••••
3. Augmentasi • . • oooooooeoooe
B. Kedudukan pengendalian hayati dalam penge-lolaan hama • . • . • o • • • • • • • o • •
1. Pongendalian hayati yang mandiri • • . . 2• Pengendalian hayati sebagai komponen pe
ngelolaan hama • • • • • : • • . • • . •
DAFT AR PUST AKA • • • • • • 0 • 0 • ' 0 0 • • 0 0 •
iv
58
58 58 59 60
60
60
61
63
PENDAHULUAN
Pengendalian hayati yang biasanya dialihbahasakan dari . . istilah Biological Control dapat didefinisikan dengan pe-
ngertian yang sempit dan pengertian yang luas. Dari sisi
lain sering kita menggunakan pula istilah pengendalian hayati klasik dan pengendalian hayati moderen. Apa pula bedanya dengan pengendalian alami perlu diberikan definisi dan penegasan pengertian seperlunya.
A. PENGERTIAN TENTANG PENGENDALIAN HAYATI
Pengendalian hayati sebagai komponen pengelolaan hama yang dapat ditafsirkan dalam berbagai pengertian. Pada mulanya pengertian pengendalian hayati adalah sempit, namun dalam perkembangannya seiring dengan perkembangan pengelolaan hama dan penggunaan berbagai istilah, maka pengerti
annya diperluas. Namun kemudian dengan pengertian yang diperluas bahkan timbul kekaburan, sehingga akhir-akhir ini
orang cenderung kembali pada pengertian semula.
1. Pengertian sempit
Menurut Stern et al. (1959) serta Wilson dan Huffaker --dalam Huffaker dan Mesenger (1976) istilah pengendalian ha-yati (biological control) digunakan pertama kali oleh Smith pada tahun 1919. Pengertiannya ialah penggunaan musuh alami baik yang diintroduksikan maupun yang sudah ada di suatu daerah kemudian dikelola agar potensi penekanan populasi hama sasaran meningkat.
Seperti diketahui di alam ini selalu ada musuh alami yang berujud pemangsa atau predator, parasit (oid) dan penyakit atau patogen yang menyerang hama. Dalam pengertian ini usaha pengendalian hayati hanya terbatas pada usaha
1
pemanfaatan musuh alami itu untuk menekan populasi hama sasaran. Perlu ditekankan di sini bahwa dalam usaha pengenda
lian hayati kita juga membatasi sasaran jenis hama yang akan dikendalikan, yaitu yang menjadi inang musuh alami yang bersangkutan dan memang menjadi sasaran pengendalian.
2. Pcngertian luas
Dalam perkembangannya pengendalian hayati mcngalami perubahan pengertian yang terutama dilakukan oleh pihakpihak yang menginginkan pengendalian hayati lebih dikenal
dan makin banyak yang menerapkannya. Perkembangan pengertian itu terjadi karena perluasan
bidang yang dapat dicakup dalam usaha pengendalian hayati. Beberapa definisi kemudian muncul dengan pengertian yang hampir sama. Salah satu contoh yang dikemukakan oleh Ordish ( 1967) menyebutkan bahwa "Pengendalian hayati'i ialah penggunaan beberapa bentuk kehidupan untuk mengatasi bentuk kehidupan lain yang menimbulkan kerugian (hama). Lebih singkatnya dapat dikatakan bahwa pengendalian hayati adalah
penggunaan 1'biota" untuk melawan 1'biota" (Simmonds, 1970).
Munculnya pengertian itu didasarkan pada istilah '"E.iological control 11 itu sendiri yang diartikan sebagai pengendalian yang didasarkan pada ilmu hayat. Oleh karena itu dalam pengertian luas pengendalian hayati juga mencakup setiap usaha pengendalian hama {juga dalam arti luns) dengan tindakan yang didasari ilmu hayat (biologi).
Sebagai contoh dalam Ilmu Serangga kita mengenal zat kimia yang dihasilkan oleh beberapa jenis serangga yang dinamakan feromon. Zat kimia i tu digunakan scbagni alc~t komunikasi ant~ra sesuatu jenis (spesies) serangg~ yang berlainnn jenis kelaminnya. Kemudian feromon i tu sebag~ti h2.sil penelitian dalam ilmu hayat dipelajari lebih 1anjut da1am ilmu kimiP.n, khususnya biokimia. Akhirnyn znt kimi£1. yang
dikenal sebagai feromon itu dapo.t dibuat secnra sintetik
dan kemudian dimF-'lnfaatkPn untuk mennrik serangga jantEm da
ri jenis yang sama. Dengan penemuPn itu penggunaan feromon
dimasukk~n ke dal::un usnha pengendalifln hayati.
Cont oh lain adalah penggunaan vari et e,s unggul t aha.n
hama, teknik j8ntan mP.ndul yrmg sering disebut juga sebagai
:tgutocidal control;', dan sebngainya.
MemPng di8kui oleh DeBach (1964) bPllwa tidak ada satu
pun definisi tentang pengendalie.n hayati ynng tepat, sebab
istilah pengenda.lian hayati da.pat digunakPn dalPm berbngai
pcngertian. Dale.m kupa.sannya tentang pengertian ini nntara
lain dikat ekan bahwa pengendali en hRyAt i dnpat di t inj au
dari n.spek ekologi atau aspek penerapannya. DRlam kaitannya
dengen aspek ekologi, pengendalian hayati dapat diartiknn
sebagr'ti "kegiatml musuh alemi dala1n mempertahankan kerapat
an populasi j azat lain pada rat a-rat a populasi yang lebih
rendah dari pada populasi apabila musuh alami itu tidok
ada.''. Pengertit:m ini mirip dengt=1n pengertien pengendalian
alP.mi oleh komponen haye.ti di sesuatu da.erah. PengertiPn
yang ditinjau d8xi aspek ekologi itu dapat dikP.tPkan seba
gai pengertien dasar. PerkembPngen pengertian dasar itu me
wujudkan pengertian 18.in yang dikenal dengan istilah 11pe
ngendalian hayati terpakai (applied biological control) a
ye.ng meni tik beratkPn pad?. pengendaliPn hayati t erhndap ha-I
rna. yElng penting. Sebab hama ym1g tidak penting biP.senya se-
cara alnmi telah dikendalikan oleh musuh alaminya.
Dengan kenyataan bahwa perluasen pengertian tentrmg
pengendnlian hayati sering menimbulkan perbedaan pendapat,
terutama dengan makin berkembangnya pengelolaan hrunn pada
umumnya, maka banyak: ahli yeng menginginkan pengertinn pe
ngendalinn hayati dikemba.likan pada pengertiPn yang sempit.
Dalnm pengertian lain yang ada kaitannya dengan pe
ngertian luas itu kironya perlu disebutken bahwa sering ki
ta mengenP.l istilP.h pengendnlion hayati klnsik dan moderen.
Yang digolongkan sebDgai pengendalian h::wnti klasik ialflh
• '
4
usahn pengendalian yrm.g menitik beratk~ pada usahn intro
duksi musuh rtlnmi., sedrm.gkf:ln yrm.g moderen ialeh usFthn pe
ngelolann musuh alami yrmg telB,h Rde, deng:?n teknik augmen-
te.si dan atau konservasi. Sering disebut pula bahwa pengen
dalian hayRti moderen menc?kup penggunaF!n ferornon, serengge,
at au j ant An m8lldul, sehingga pengendalian hayD,ti moderen
disamFlkrm dengan pengendalir:m hayati dalam arti luas.
B. PERBEDAAN ANT ARA PENGENDALIAN AL.AMI DAN HAYATI
1. Ekosistem
Perbedaan utruna terletPk pada adnnyR cr-J.mpur tr-Jngon me_
nusie ntAu tidPk de.lam ekosistem. Dalam setiap kehidupen
kita mengenal bahwa sesuFttu jenis orgenisme e.tP"u je.zad hi
dup dan lingkungannya P-da. kai t mengkai tnya.. Sebngni gambar
an kasar dapRt di tunjukkan gembar berikut:
IKLIM
MUSUH AL.Al'II MAICW' AN/IN P.NG HABIT AT . '---------• .
• • .... . . '
• •
• • •
B KEGii\.T AN M/illUSIA
• • .__ ____ ......
•••• . . ... •
GambF!r 1. Skema gPxis besar ekosistem
5
Pt'l.da gambm- i tu tamp?..k bahwa ft:>kt or iklim berpongeruh
terh~.dap semutt komponen ekosistem. Demikie.n pula m8nusia
karenn d?.ln.m keFl.daen t ert entu jugn mampu mempengPruhi kea
daD.n iklim. Sement~ra itu terlihat adanya pengaruh timbal
balik antAl'A. hamn dengan musuh nlDJni dm1 mRkcml'm atnu inengnya.
2. Kej ndiElll alEUni dRn kegi at ro1 man usia
/Jchir-akhir ini me.sih adn pe.ndAngnn ba.hwa manusi a dan
kegiatflnnya t'idak masuk dalam ekosistem. Nrunun pnndangan
itu jelas mengingk?.ri kenyRtnen bahwa banynk ekosistem
yP.ng telah berubah knrena ulRh atau kegiatan manusia. Ka
dPng-kad.Ftng perubahan i tu mengarah pad a kerusnkan ekosi s
tem.
Kalau diperhf"l.tiken kembeli Gnmbflr 1 himpun&l .A meng
gambarkr:m proses kcj F~dirm 1=1.lruni. De.lam proses i tu perkem
bang8n populast hema terkendali oleh lingkungm yeng ber
ujud musuh alami dan makAnen sebRgai fektor hayati den
iklim serta habitat, khususnya yp.ng berujud tenah dan eir
merupPkan fFtkt or non haygti. Ket ah&lr-m t erhadnp lingkungan
i tu untuk masing-masing j enis hruna berbeda-beda.
Himpunan B merupakan gDmbarnn dari proses pengendnli
e..n haye.t-i, dengnn pengert inn yeng sempi t. Di situ j elas
adanya kegiP..tnn manusirt yr:mg mengelola hrunn dengr-m memanipu
lasikElll musuh alaminya.
Dengrm kata lP.in himpunen A menggembarkan proses pe
ngendalian alami sedangken himpunf-ln B menggambarknn proses
pengendalirun hayati. Dalam pengendaliAn alami di samping
musuh alruni dan makanen sebe.gai fak~e-r pengendali hnyati
masih ada faktor iklim dnn habitat ynng bertindD.k sebagai
fektor pengendnli non hnyati. Sementara itu dalrun pengen
dali An hayati fakt or-fakt or hayati saj a ynng dikeloln. Nn
mun bnik fektor iklim, hnbitnt maupun mrkrnnn juga berpe
ngaruh pada usah·a pengendnliP..n hnynti, karenn ham?.. itu
sendiri selalu dipeng?.ruhi oleh fRktor-fnktor tersebut.
6
3, Faktor hayati dalam pengendalinn alruni dan haye.ti
Dalam kehidupan kebnnyakan hama, faktor iklim dRn ha
.bi t CJ,t yr:mg merupeke.n fakt or non heyeti berpengaruh pada
perkembDnge.n populasi hamn. FE'kt or t ersebut boleh dikat n
tidnk dapat diatur sepenuhnya oleh manusia kecunli pada ke
adaan yang khusus.
Faktor haynti yAng berujud mekanrm dape.t diatur oleh
manusif-1,, ne.mun dalnm kenyBtaannyn pengnturm tersebut juga
sang at t erbat as, khususnya untuk komodi ti dnlrun simpnne.n
den tnnaman semusim. Fektor hayati lain yeng besar pengaruh
nya adelElh musuh P.lami. Baik dP.lam pengendali an alami maupun
hfJ.YPti fakt or hayati yfl.ng berujud musuh alami menipunyai pe
rtman ye.ng besor. Terutemn dalP.m pengendalinn hayati karena
dengnn manipulasi lingkungen dnn penFJngfman khusus potensi
nya dapat ditingkatkPn. Misalnya di beberapa PG. kini telah
dilakuknn pembiakrun massal parasit telur dan parasit ulat
untuk pengende.lian penggerek be.tnng tebu.
II. SEJ ARAH Pm'GENDALI.!'~ HJI.Y/I.TI
Aw~J. sej nrah pengendelinn haynti masih sukar diperki
rP..kan, namun dari informasi yrmg de,pat dikumpulkan diduga,
bernwal di seki tAr Rbad ke 10. Baik secara uni versa1 maupun
nasiona1 sejareh pengendn1iPn hayati menga1runi pasnng drm
surut, terutama e.kibat penemuFln pestisidn dP.n E:lf:l,t-alat pe
ngenda1i.en sert a perhatil?n mPnusia t erhFtdap 1ingkungnn hi
dup.
A. SEC!Jl!~ UNIVERS/l.L
Sej arah pengenda1i an hayati secara uni versa1 t e1ah di
kemukakan o1eh Sweetman (1963), Doutt da1am DeBach (1964),
Ordish (1967) dan Simmonds !! ~· da1am Huffaker dan
Messenger (1976) agak terperinci. Ada beberapa informasi
tertulis dnn tidak tertu1is d2.1run berbe.gai bentuk tenpa
tnngga1 ntau tahun yang pl?,sti. Nmnun dari tu1isen yp,ng da
pat dikumpu1kan dapat diperkiraknn bahwa pengendn1inn haya
ti terhadap sa1nh satu jenis hE~.ma pada tenRI!lan jeruk meng
gunBkan pemangsanya te1ah di1akuknn orang Cinn seki tar te
hun 900 dan 1200 (Liu dalam Sweetman, 1963).
1. Peri ode awal
PerkembPngan usella pengendalian haynti sampai l"lkhir
abe.d ke 17 me,sih t ersendat-sendat. Dari awa1 abad ke 18
sampai pertengahan abad ke 19 bar~ tercatat 15 ka1i intro
duksi. Usaha introduksi musuh n1ami, baik pnrnsit maupun
predator, lebih dikenal sebagai usaha pengenda1irm hnyRti
secara klasik. Usaha itu makin berkembang sete1ah keberha
silen introduksi kumbr:mg buas Rodo1ia cardinalis dari Aus
tralia untuk mengenda1ikan kutu jeruk Icerya purchasi di
Ka1ifornia. Keberhn.silrn yPng spektaku1er i tu tidck1r,h ber-
7
8
j alAn lance:r, sebab sebenarnya usnhn i tu t el8h dilakukM
selarria soperempat abad tanpH hasil dan baru berhnsil sete
lah dilakukan identifikasi kemb8_li t erhadap j eni s kutu yPng
bersrmgkut rm.
Dari awal di1Pkuk:?n11ya usPha. pengendalinn heynti sem
pai sekitPx t?hun 1888 merupnk~n periode permulnen dari
useha pengend8li t=m hPynti. Set eleh keberhasilan yeng spek
tekuler di KRliforniP., usahn pengendr-tlir.m he_ynti mekin ber
kembang.
2. Periode intensif
Periode nntara 1888 sampai 1940 merupRkan periode yang
intensif dale.m pengendnlirn hayati. Selama 1920 - 1930 sa
jn tercntat 28 ke~i introduksi, sednngknn pnda sojak 1930
sampai t 8hun 1940 ada 57 kP.li us aha introduksi.
Kegiatan usRhe pengendaliFm hayati mulai menurun dalam
perang Dunia II. Lebih-lebih setelah ditemukannya suatu in
sektisida yang sangat mujerab yang dikenal dengan nama DDT.
Kemuj araban DDI' t elAh mampu mengalihkan perhnti r.n pr:ra pe
tE~ni dP.n berbng8i. pihok, sehingga usPna pengendP.lian hnyrt
ti IDAkin kurnng mendapat perhatien. Kegir.tan pengondaliPn
h:::wn.ti menurun t erus sP.mpai 8khir dekPde enam puluhan. Te
tapi dengAn terbitnyP. buku yeng borjudul Silent Spring ynng
di tulis oleh Carson (1962), yAng mengungkap hal-h8.l yPrng
negatif akibnt pem?.knian pestisidP., khususnyn timbulnya pen
cemAran terhR.dflp lingkung8n, punahnya berb2ge.i org~_bisme
bukc-m sasaran, mF.lka banyek pihak yrmg mulai sadt=~x akAn dam
pak: negatif pemak~:dan pestisida. Usflna pengendalien h8ynti
mulai mendapat perhati8.n lngi. Lebih-lebih setelah konsep
pengendalinn terpndu dilontnrk:::m oleh stern (1959) dan tu
lisPrn tentm1g hal-hal negrttif yang timbul dalAJn pem:=:tkr-tian
pestisida dibuat oleh Bosch (1980), oreng rnakin sadm- per
lunyn polostnrinn lingkungnn hidup. Kondisi ini to1Pl1 rn<o:;
ningkDtknn kembali minat untuk melakukcm usAhn pengendali rm
9
hnyr.ti. Konsep pengendP.li nn hnm8. seco.rn t erpr.du jugn. makin
di sempurnakan d8Il akhirnyEl menj adi konsep l?engelolnnn hama.
Dalrun konsep t erflkhir ini para ahli pengend2..lirm hnma lebih
mementingkPn upaya penekrmP..n popule.si harna deng8n t et e.p
menjagR. kelestarian lingkungan. DengAn demikian mereke ju
ga menempatkan komponen pengendnlinn kimiawi dalnm urutan
terflkhir. :.rtinya, pemnk'"'i'"'n pestisidr. hendf"knyr. merup'"tk:rn
lrngkr.h t ernkhir r.pr.bilr- CPrn pengend..,li !">n Y~"ng lr-in tid?k
mampu memecRhknn mr.s?.lah hnmr.. ynng dihndr.pi. P~"r? produsen
pestisidr:>. pun kini memperho.tikPn pelestrtrinn lingkungAn,
terbukti dnri setiap uj:i efikA.si pestisidf" yrmg dihRsilkPn
jugP. di t eli t i peng8ruhnyn. t erhadt1.p orgnni erne bukr:m sasro-8!1,
t ermfl.suk musuh-musuh alfl.minya.
B. SEC!..R.:l N ASTON AL
Kegir.t[ln dan perkembangan pengendnliAn hEyP.ti di Indo
nesia tidPk j~J..uh borbeda dengPn kerLdnan di berb2gai negori
lain. Sukar untuk menete.pknn kRpcm sebenP.rnya awal usnhn
pengendP.li:m he.yati di Indonesia.
Deri pustnka yRng df'.pat dihimpun usahe. pengendP.lion
hayati mencepni puncaknyA. di seki t Pr t e.hun 19 30. Seperti
halnya di berbagai negeri, kegint rn yrmg int ensif juga t er
j ndi dnlarn dekade dua puluhfln dan tign. puluhP.n.
SP..mpni dengrm tahun 1950 me.sih ndA. kegiat[)U pengenda
li an he.yati, yP-i tu introduksi parasi t t elur-ula.t Chelonus
sp. padFt. ngengat mayang kelnpe.. Introduksi dilnkukPn oleh
Voss dori Bog or ke Flores drm parEsi t i tu dnpn.t menet ap de
ngan baik. Set ele.h hE~..mpir semuet ahli bang sa BelEmde kernbali
ke negerinya sekitar tn.hun 1956, tidf1k ada lAgi kegie"tan
pengendalian hayetti yang terorganisir sampai nkhir deketde
enarnpuluhan. Awal dekade enampuluhnn merup8kan awal penggu
naan insektisidn. yang intensif dan petrmi mBkin tidrk me
ngenf-11 usnha pengendali8rl haynti. Sementarn iti Pemerintrili
10
Repub1ik Indonesin sendiri be1um memberikon perhatir-m ter
hadnp use.ha ini, sebnb y&lg dihndapi ndR1nh me.sa1ah pe,ngan
yrmg mendesr'!.k dnn setiap U?Jt:thn hrcr-us di1r1kukan dengan cepat.
Itu1ah sebe.bnya mengapa pengende~ian hayati t ·2rdesP.k o1eh
usaha pe~gendn1inn kimiawi.
Baru padn awnl dekede tujuhpu1uhen usaha pengenda1iPn
hgyati, br'.ik t erhadap serPnggP. ham?. mnupun gu1mf1 mu1ai men
dapat perhnti2n kembP1i. Te.hun 1972 terc8tnt sebagr-d awal
usalie.. pembiakan massr-U. parasit telur Trichogl('ainzpa spp. dan
La1nt Jatiroto (:QiatrH§'9Phagt=:t strinta1:l..s) uhtuk pengenda1i
an penggerek batang tebu. Jugn te.hun 1975 te:tcntrrt usPha
introduksi kumbang moncong Neochetina qichhornine dnri Flo
rida ke Bogor untuk pengendalinn eceng gohdok. Usaha ter
ak:hir sebene.rnya te1ah berhasi1 de..1am uji 1npBng, tetapi.
sampai ekhir 1983 kumbang tersebut belum di1epas sedara lu-
as.
Tampaknya usaha pengenda1ian hayati akan makin berkem
bang dengan keputusan da1em Rapat Kerja Direktorat Perlin
dungan Tanamen Perkebunan untuk lebih menggiatken usDha pe
ngenda1ian hayati.
III. KEKURANGAN DAN KELEBIHAN PENGENDALIAN HAY ATI
Setinp usaha, termasuk usaha pengendalian ha~~ selalu memiliki kekurangan dan kelebihan dibnndingkan dengan usnha lain.
A • KEKURANGAN
Kekurangan pada pengendalinn dap~t kita tinjau dari berbRgai segi, yakni
1, Kecepatan usnha
Pengendalian hnyati tidnk dapat diterapkan dalam waktu pendek dan hasilnyapun tidak dapat diharapkan dnlam wnktu yang relatif singkat. Hal i tu ter jadi karenh baik hamrt maupun musuh alaminya sama-sama sebagai makhlUk hidup. Keduanya dipengarUhi oleh kondisi lingkungan yahg sering mengalami perubahnn. Oleh karena itu pengendalian hayati harus menggunakan pendekatan ekologik dan unttik mengetahui
faktor-faktor lingkungnn yang perlu diperhatikan dalam penerapannya, diperlukan penelitian yang cukup lama. Bahkan karena aspek taksonomi juga menjadi hal yang sangat menentukan, maka sering terjadi pula hnmbatan dalam identifikasi musuh alami. Lebih-lebih-kalau harus sampai pada langkah memnntapkan program yang menyangkut berbngai sarana, baik untuk ihtroduksi, augmentasi maupun konservasi, diperlukan
waktu yang lama, Kegiatan musuh alami i tu sendiri dnlmn ponekanan populasi hama memerlukan waktu, sehinggn secnrn. keseluruhan memang memerlukan wak~u yang lama. Pnda umumnya sejak dari penetapan hama snsaran sampai keberhasilan pada tingko.t yang ki ta kehendaki ry..;merlukan waktu 3 - 5 t::Lhun.
11
12
Angka tiga sering dipakai sebagai pegangan dalam penetap0n perlu tidaknya suatu usaha pengendalian hayati diteruskan.
Ada sementarn pihnk yang mengat~kan apabila dalam tiga tahun sesuatu usaha pengendalian hayati tidak memberikan hasil seperti yang diharapkan sebaiknya dihentikan saja.
2. Kepastian hasil
Tentang kepastian hasil Simmonds (1970) mengatakan bahwa hasil pengendalian hayati tidak dapat secara pasti diperhitungkan.
Berbeda dengan pengendalian mekanik atau kimiawi yang
bukan saja volume pekerjaannya dapat dihitung, tetapi juga hasil yang akan dicapai dapat diperhitungkan. Lain halnya
dengan pengendalian hayatip hasil yang akan diperoleh belum dapat dipastikanp namun hanya dapat diperkirakan berdasar faktor-faktor yang mendukungnya.
Misalnya dalam pengendalian hayati penggerek batang tebu dengan parasit telur Tricho~ra~~. Keberhasilan usaha itu dapat diharapkan cukup baik apabila pelepasan dilakukan pada waktu tanaman tebu berumur 1~ - 5 bulan, yang biasanya jatuh sekitar bulan Juni sampai September. Padn periode itu tidak banyak hujan karena pada umumnya di Jawa seharusnya musim kemarau. Tetapi sering terjRdi penyimpangan musim sehingga pernah terjadi sepanjang tahun tidak ada musim kemarau. Akibatnya pias pias yang dipasang sering mengalami gangguan cendawan atau parasit dewasa yang tubuhnya memang
lcecil banyak mendapat gangguan oleh titik-titik air hujan.
3. Perlu penanganan khusus
Kelancaran usaha amat dipeTlukan agar kondisi lingkungan yang cocok bagi kehidupan saranapengendalian hayati yang digunakan dnpnt tersedia. Tanpa dukungan s:-tro.nn untuk kE:tcrsediaan kondisi lingkungan yang cocok bagi perkembangbiakan
13
sarann pengendnlian hayati sulit untuk memperoleh hasil so
perti yang diharapkan.
Ketersediaan sarana perlu pula didukung oleh ketersediaan sarana transportasi. Misalnya untuk introduksi sesuc.tu jenis parasit dan atau predator yang jauh letaknya dari tempat asal atau laboratorium yang menyediakannya, diperlukan alut komunikasi dan trartspbrtasi yang dapat menjamin sampainya musuh alami itu tepat pdda waktunya. Terutama parasit yang bertubuh kecil yang kurang tahan terh8.dap perubahan lingkungan fisik.
Untuk pembiakan massal patogen serangga hama diperlukan sarana laboratorium yang memadai, termasuk pula alat transportasi dalam penyebaran inoculum patogen atau serang
ga yang telah mengandung patogen. Demikian pula untuk pembiakan massal sesuatu sarana pengendalian hayati diperlukan sarana yang cukup dengan kondisi yang mei!lc'1.dai. Hal itu penting untuk diperhatikan agar sasaran yang berujud banyaknya individu yang diproduksi dan yang dilepas dapat dipenuhi. Syarat i tupun diperlukan dalam pengendalian hayati terhndc.p gulma.
B. KELEBIHAN
Pengendalian haynti dalam berbagai segi memiliki kelebihan apabila dibandingkan dengan cara pengendalian lainnya.
1. Segi ekonomi
Untuk keperluan jangka pendek usaha pengendalian hayati tidak menguntungkan. Sebab pada permulaan usaha memang diperlukan biaya yang relatif tinggi. Namun untuk jRngka panjang, terutama apabila sarana pengendalian hayati yang digunakan telah mapan dan berkembang biak dengan baik keberhasilan itu akan berlangsung terus.
14
Simmonds (1970) dan Huffaker ~ al. (1976) menyebutkan
bahwa dalam jangka panjang pengendalian hayati sangat meng
untungkan. Memang gamb~ran nilai keuntungan dari hasil usa
ha pengendalian hayati sulit dibuat seperti hanya sulitnya memastikan hasil. Namun kalau dibandingkan dengnn usaha pengcndalian kimiawi misalnya, untUk memperoleh jcnis pestisidn yang baru sangat mahal, sehingga harga pestisida cendetiung meningkat. Gambaran padn tiwal dekade tujuh puluhan biaya untuk menghasilkan suatu pestisida sekitar Rp 8 mii• yar sedangkan untuk penelitian, penyiapan dan pemasaran m~suh alami hanya sekitar Rp 1 milyar. Gambaran kasar setelah pembiakan massal parasit telur dan lalat Jatiroto berhasil, maka biaya penyediaan kedua parasit itu 3 - 4 kali lebih murah dibanding biaya penyediaan pestisida dan biaya operasional pengendalinn kimiawi. Hal seru.pa juga berlaku dalam pengendalian gulma secara hayati, ys.ng ternyata dapat lebih murah 10 - 40 kali dibanding dengan pengendalian kimiawi. Segi ekonomi itu dibenarkan oleh Simmonds (1970) dan
Harris (1979).
2. Segi ekologi
Di samping dalam jangka panjang cukup murah, pengendalian hayati mempunyai kelebihan dalam hal kecilnya dampak negatif terhadap lingkungan. Boleh dikata penggunaan sarana pengendalian hayati, khususnya terhadap serangga ha~q tidak menimbulkan dampak negatif. Dalam beberapa kasus pernah pula terjadi pengaruh negatif dalam penggunaan predator.
Hal itu misalnya dapat terjadi pada penggunaan predator kutu tanaman yang juga mempunyai musuh alami berujud parasit. Dalam kondisi tertentu pemangsaan kutu itu dapat merugikan karena parasit yang ada dalam tubuh kutu dapat ikut termakan.
Demikian pula penggunaan ikan koan dalam pengendalian
gulmn air dapat menimbulkan kekeruhan perairan akib~t tumbuh-
15
nya tumbuhan plankton karena kotoran yang banynk dihasilkan
oleh ikan itu. Namun dengan pemeliharaan bersama ikan pema
kan plankton dampak negatif tersebut dapat di.'ttasi.
Dari berbagai pengalaman dapat disimpulkan bahwa dampak negatif dari penggunaan sarana pengendalian hayati, baik yang berupa parasit, pemnngsn, patogen serta musuh alami pada gulma hampir tidak pernah tcrjadi. Hal dapat dieegah karen2 scbelum diterapkan, berbagai penelitian dari aspek ekologi telah dilakukan dengan mendalam.
3· Segi efikasi
Efikasi yang bersifat mutlak mernang tidak pernah ada dalam pengendalian hayati. Tetapi berdasar batas kemampuan suatu sarana pengandalian hayati dapat menekan populasi inangnya, penyebarannya dap2t lebih luas. Jangkauan luas areal dalam pengendalian kimiawi dan mekanik hanya terbatas pada areal dan sasaran tertentu. Meskipun telah digunakan pesawat terbang, tetapi sn.sarnn yang tersembunyi yaitu hama-hama yang ada dalarn jr<.ringan atau lokasi yang tidak terjangkau oleh aln.t-rtlat yang nda masih dnpat bertahan.
Dengan menggunakan musuh ale.mi atau saranc. pengendalian hayati pada um.umnya dan yang cocok untuk jonis hm.aa dan
gulma tertentu mampu mcneari sendiri sasaran yang tersembunyi di mrtnapun. Dengan demikinn untuk sasaran atau lokasi yang tidak dapat dicapai dengan earn kimiawi dan mekanik dapat dicapai dengan earn hayati. Untuk kondisi tertentu
efikasi sarana pengendalian hayati lebih besar dibanding
pestisida atau alat pengendali mekanik.
4• Segi efisiensi
Segi ini erat hubungannya dengan segi efikasi. Dalam hal menghadapi sasaran yang sulit dicapai dengan earn kimiawi dan mekanik, pemakaian sarana pengendalian hayati lobih
16
efisien. Buhka:n untuk jangk:t panjang, setelo.h sarnna pengendaliun hayati mapan dan berkembang biak dengan baik,
ulangan pengendalian tidak perlu dilakukan kecuali apabiln terjadi musibah akibat goncangun iklim. Apabila ekosistemnya st~bil, musuh alami yang digunakan ukan bekerja dengan sendirinya sehingga baik dana maupun dayn dapat dimnnfaatkan secara efisien.
IV. PENGENALAN MUSUH ALAlVJI
A. PENGER'!'IAN
lVIusuh alemi inlah orgnnisme hidu:;? yf).ng memflngsa ato.u
menumpRn.g dnlam P.tau pada h8me don dianggr.p sebagai musuh
c1B.ri pada hBma yrmg terdapC~t di Etlmn.
Hal ini berbe(1.n c1engBn compoti tor At au pesning. Secarn
praktis dnpnt dibagi menj ndi tigR golongfln:
1. Prodnt or ( Pemnngsa)
2. Parasitoid
3. PB~t ogon ( PonyP.ki t serrmggn)
4. lVIusuh alruni pnda gulma.
B. PENGGOLONGAN MUSUH ALAMI
1. Pemengsn
PemangsP, yfl.ng dikenal sebrlgni predntor ndalgh binntnng
ynng memrngsa hnme.. Serangga pred."t or umumnya momrmgsa se
mun fase (stadie,) mangsanyP. seperti : telur, larva, nymphn,
pupa• den dewe.sa. PadFl. umumnya predator bortubuh lebih be
sar dari padn mrngsonya, meskipun tic18k selalu demikion.
Tiap individu predator, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
memerlukan lebih dari satu ekor mangsa atau hama. Cara me
makan predator bermacam-macam, tetapi pada umumnya mereka
memangsa dengan car a menggigi t - mengunyah dan mengi sap
cairan tubuh mangsa.
1.1. Golongan binatang menyusui (mamalia)
Jenis ini biasanya bertubuh lebih besar dari mangsa
nya. Misalnya, harimau pemangsa babi hutan, kucing
pemangsa tikus.
·~17
18
1. 2. Binatang meiata (Reptilia)
sebagai cont oh kelompok ini i alah : ular pemangsa ti
kus, ular pemangsa serangga, kat ak pemangsa serangga,
dan sebe.gai:hya.
1. 3. Burung (Aves)
Ada j eni s burung yang khusus ma.kan hama dan yang her
status ganda sebagai predator ata.upun hama.
Cont oh:
Burung Ces Gedang? mempunyai paruh panjang.
Burung la.wet sebagai predator bubuk gaplek dan
Necrobia sp. pada kopra.
Burung yang berstatus ganda misalnya gagak dapat seba
gai predator tikus dan belalang, tetapi juga seba.gai
hama pema.kan buah papaya dan j agung.
Jenis burung yang khas sebagai predator: -prenjak, sri
gunting, srikatan, dan sebagainya.
Burung trotokan, pemangsa serangga pada pohon.
1.4. Binatang lunak (Molusca)
Siput buas dikenal sebagai pemangsa jenis siput yang
lain. Misalnya Gonaxis kibwezien8is dan Euglandina
dilaporkan sebagai pemangsa Achatina (siput Singapu
ra).
1. 5. Serangga
serangga buas pemangsa serEmgga hnma. at au j eni s se
r8.ngga lain.
1.5.1. Bangsa belalang (Orthoptera)
Misalnya Mantidae (belalang sembah). Bentuk
morphologi yang specific dengan k8ki depAn yang
berfungsi untuk menangkap mangsanya.
Ada beberapa marga yang disebut sebagai preda
tor penting, misalnya:
19
- Creoboter sp. Biasanya berwarna hijau dengan beberapa bintik hitam atau kuning. Dilaporkan
menyerang Helopeltis sp. pada teh.
- Otomantis sp. Pada daun-daun teh hampir me
n;Y'erupa.i daun.
- Tenode:t'a diketahui menyerang belalang. Warna coklat agak kelabu, menyerang nympha belalang. Sedangkan Hymenopus lebih menyukai lalat.
- Conocephalus spp. Warna hijau, kekuningan.
~· longipennis DeH. (Tettigonidae) morupakan predator pada telur dan larva penggerek batang padi dan walEmg sangit. Jenis bela.lang ini tidak seperti Tettigonidae yang lain apabila hinggap, tetapi ini suka menyembunyikan diri denga.n kaki belak2ng dan depan menjulur sehingga tidBk nampak.
1.5.2. Dermaptera (bangsa sayap jala) atau cecopet.
Pada mayang kelapa sebagai predator ulat Tira~ den Batachedra (?)
Ada hubungan antara cecopet dengan hama tersebut t eta pi tidak selalu prinsip sebagai predator. Dalam 1 hari ternyata 1 ekor larva tidak
habis, sehingga dianggap kurang effektif. Dengan ulat yang hampir berkepompong bahkan tidak mau memBkan, pada janur yang diserang Brontispa longissima. Alat penangkap mangsanya berupa sapit (sebenarnya merupakan modifikasi dari bagian cauda) dengan melengkingkan tubuhnya sehingga dapat memakan mangsanya.
1.5.3. Bangsa kumbang (Coleoptera) Misalnya: rolggota suku Carabidae, Hestiridae, Staphylinidae, Cleride"e dan Coccinellidae.
20
Ada 5 major prednt or'-,baik fase lP.rva mnupun de-
was a.
- Carabidae:
Contoh : Colpodes rufit?..rsis Chaud d?.n c. saphyrinus Chaud dengan elytra metalik warna
nya. Kedua j enis kumbflng buas i tu diketa.hui
sebAgai prede,t or pad a ul?..t penggulung daun
Palaquium sp. Kumbang buas tersebut juga me
nyerang ulat Caloptilia dan Enarmonia pada
t an?..man t eh.
Chlaenius bimaculatus Dej. dan c. flavigutta
~ Macl., di Jawa dikenal sebagai pemangsa
penggulung dan penggerek daun Le.mpr~sema in
dicata dan Biloba sp. Calleida tenuis Andr.
diketahui le.rvn dan dewasa sebagai predator
penggulung daun teh Caloptilia dan Enarmonia
leucost oma.
- .Q• splendidula F. pada taname.n gembir, menye
rang ulat Margaronia den Dichocrocis.
- Caliosoma sycophanta 1. Seben?..rnya ini spe
cies dari Eropa ye:ng diintrodusikan ke Jawa
dan berh?,sil dipelihara dengan .Araecerus lar
va di Bogor. Predator ini dipergunake..n untuk
memberantas hama ordo Lepidoptera yang mBnye
rang Cinchona dan t anaman hut an lainnya.
- Cicindela spp.,Collyris spp. dan Triconyla
spp., jenis-jenis ini apabila berjalen sangat
c epat • Kumb ang b erwarna hi j au met alik at au
biru, bi asanya diket emukan pad a t anaman yang
membentuk semak dan menyerang serangga lain
yang lalu dan sering diketemukan menyerang
le.rva penggerek cabang kopi.
21
Hestiridae
Contoh : - Plaesius ja.vFinus Er. larva dM down
sa diket ahui sebC'I.gai predator pad a larva peng
gerek batang pisang Cosmopolites sordidus dan
Odoiporus longicollis (Oliv.).
KBrena sedemikian effektifny~,. beberRpn puluh
tahun y~ng lalu pernah diintroduksi dari Jawa
ke Jamaica, Samoa, UgC'I!lde., Australia dan Jepang.
Ada predator yAng sejenis p. javanus yang n8l!la
nya Pachylister chinensis (Gn) predator pada
larva lalat yang bias any a diket emukan pada ko
toran ternak. Juga pernah diketemuk?n menyerang
pada larva Oryctes sp. Pada 1938 dilaporkan
pernah berhasil diintroduksi ke Fiji, Salomen
dan Samoa.
St aphylini di ae
Contoh : Paedderus fuscipes CUrt. KumbAng de
ngan alytra pendek dan bergerak ccpat. Sering
diketemukan pada pertaname.n padi sawah atau
pertanaman padi gogo, dikcnal sebAgai predator
pada penggerek bRt Bng padi baik ngengat maupun
telurnya. Di samping itu juga sebagai predator
pada he.ma wereng padi.
Kumbang berwarna biru met allik, bila menggigi t
menimbulkan rasa ge.t al.
Cleridae
Dahulu dikenal sebagai hama, t et api sekarang
mempunyai fungsi sebC~gai predator penggerek ka
yu, kecuali yang hidup seba~ai hama gudang.
Contoh:- Thaneroclerus buqueti (Lef.). Warna
kumbang, kepompong dan larva merah. Ini biasa
nya terdBpat padn simp8nAn gaplek, kopi, tem
bakau. Di.kenal seba..gai predator .Arneocerus
fasciculatus dan LFI.sioderma serricorne.
22
Dulu diduga seb8gai pemakan gaplek.
Coccinellidae
Ada beberapa marga yang bertind8k sebagai pre
dator, diantPranya Scymnus spp.
- s. apiciflavus Mots. Sebagai pemangsa kutu (Dactvlopiinae) Planococcus citri (Risso), P. lilacinus dan Ferrisia virgata. Juga pada kutu daun kelapa Aspidiotus destructor Sign.
- s. severini Wse. terkenal sebagai predator
kutu daun kelapa ~· destructor dan kurnng penting sebagai predator pada Chrysomphalus fiscus karena mempunyai tudung yang keras.
- s. smithianus Cl. & B. seb8gai pemPngsa Aleurocanthus pad a t anaman j eru.k di Sumatra Timur (Kaban Dj fthe, 1400 m dari permukaan air laut).
- s. fuscatus Boh. pemAngsa ~· destructor di Sume.tra Utara.
- s. rl5epkei De Fl. merupnk8n predator }X3nting pada P. citri di Jawa Timur.
- Nephus luteus (Sic.) pemBngsa A. destructor tetapi tid8k pada ~· rigidus. Diketemukan pada waktu populasi Aspidiotus outbreak di kepulauan Sangihe.
- Rodolia spp : R. cardinalis Muls. MerupBkan species pertf'.ma yang sengat terkenal dipergunakan dalam biological control (pengendalian secara hayati), 1889 yang diintroduksi ke California oleh
Koebele dari Australia untuk memberantas kutu Icerya purchasi. Species yRng serupa tidak berhPsil dikembangkan di Bogor yang pernah diimport dari Jepang oleh van der Goot.
R. rubea Muls. terdapat di Indonesia Timur
dan Sunda (kep. Sunda Besar) pemangsa pada
Ioerya jacobsoni dan juga Aspidiotus sp.
23
- Cryptogenus orbiculus Schonh. predator pada coccids dnn A· destructor.
- Telsimia nitida Chap. predator pada A. ~tructor, seperti ha.lnya Scymnus sp. jarang memangsa A• rigidus. Terdapat di daerah SulEtwesi ut ara den Sangihe.
- Cryptognatha nodiceps Mshl. merupokan predator yang diintroduksi dari America Latin ke Fiji untuk memberantas A· destructor. (1928).
- Chilocorus circumdatus Sch. predator pada A· destructor di Sulawesi Tengah, Sum~tra
dan India.
- c. politus Muls. (C. melanophthalmus) predapada Cocdus viridis yang menyerPng trm?.man
kopi, jeruk dan tersebRr luas dari Burma, Indonesia sampa.i ke Philippines.
- c. nigritus (E). predator pada berbagai jenis kutu di Indonesia, termasuk A. destructor dan c. viridis. Di India dilaporkan sebRgai predator pad a Chrysomphalus sp., Chloropulvina~ sp. dan kutu Aphididae.
- Orcus janthinus Muls. predator pada tungau kopi dan j eruk:, sebagai pem8ngsa Aphis, Aleurocanthus, dan .Q• Viridis.
- Brumoides ( = Brumus) suturali s (F), polyphagous pemangsa pada berbagai jenis coccids. Di Jawa diketemukan pada koloni Planococcus citri.
24
Synonycha grandis Th •. kutu ini t-erdapat banyak
di Indonesia. Warnanya oranye-kemerahan dengan bintik hitam, merupakan predator Aphis sp. pa
da tebu.
- Anisolemnia dilatata F. predator pada white aphids (kutu putih) Astergopteryx pada tanaman palm.
-Harmonia (= Callineda) sedecimnotnta (F), polyphag pada berbagai Aphis spp.
- Lemnia (= Coelophora) bipln.giata (Sw), predator polyphag pada Aphis spp. terdapat di Asia Timur, dari Korea sampai Burma. Pada 1926 predator ini pernah diimport ke Indonesia (Jawa) dari Taiwan untuk memberantas kutu (Ceratova~) pada tebu.
- Q• inaequalis ab. iridea (Thumb.), sebagai
predator Aste;rg9ptep:x sp.(Wooly aphids of coconut) di Jawa.
- Menochilus (= Chilomenes) sexmaculatus (F.), pemangsa Aphis spp., Rhopalosiphum maidis dan Neomaskellia pada tebu, teh dan kopi. Di sa~ ping itu juga memakan Myzuz persicae pada tem
bakau.
- Cocdinella transversalis (= repanda) F., sebagai predator pada Aphis spp. terdapat di Asia tenggara, Australia, New Zealand dan Indonesia. Kumbang berwarna kuning kemerahan dengan spot (bintik-bintik) hitam dan semacam garis hitam pada elytra.
- Q• arcuata F. (= Harmonia octomaculata) predator lJada kutu Jassidae, Aphididae dan Coccide,e.
25
Larva berwarna hitam kecoklatan dengan garis (band) kuning pada abdomen, berukuran 8 mm.
Banyak terdapat di daerah sawah irigasi di Jawa terutama pada waktu populasi wereng sa
ngat tinggi,
Q• arcuata mampu maknn sebanyak 90 ekor Aphis setiap hari terutamc:- apabila dalam keo.daan lc.-par.
- Verania afflicata Muls., Y.• discolor F., dan Y.• lineata Th. polyphagous predator wereng
yang kecil-kecil. Apabila populasi wereng rendnh mereka memakan polen bunga padi, jagung.
1.5.4. Bangsa Lalat (Ordo Diptera)
Contoh: - Lalat buas (Asilidae) predator pada jenis serangga lain. Ada jenis yang
larvanya memangsa larva Adoretus d~n Phyllophaga di Jawa Timur. Diantara species yang telah dilaporkan antara lain, Philodicus javanus (Wied.) dan Ommatius conopsoides Wied.
- Syrphidae (Hover Flies), larva sebagai predator penting pada Aphis sp~.
bersama-sar:.m kumbang Coccinellidae
dan tabUhan . parasit. Misalnya Syrphus spp.
1.5.5. Bangsa ngengat (Lepidoptera) ~ Conobathrc (= Melitene) aphidivora (Meyr), predator pada kutu putih tebu (Ceratovacuna) yang menyerang tebu dan palm. Larva biasanya berwarna hijau atau cokln.t dengan garis kuning di bagian dorsal dan bintik gelap. Predator ini lebih
26
menyukai nympha yang belum membentuk lilin.
Sedangkan ulat dewasa mau juga memangsa kutu
dewasa. Dari penelitian telah diketahui bnhwa
kemamp~an makan berkisar antara 50 - 200 ekor kutu tiap hari. Daur hidup dari telur hingga menjadi dewasa 22 - 23hari (di Bogor). Pada pertumbuhan penuh, ulat dapat mencapai 12 -14 mm. Predator tersebut soring dijumpai pada tanaman kelapa dan menyerang Aphis pada daun kelapa. Pada daun kelapa ulat membentuk kokon dekat lidi. Ku:Ju (ngcngnt) bei'\IIlarna coklat, mirip Corcyra cephalonica. Padn daun tebu mereka membuat semacam lorong dengan benang sutera, akhirnya membentuk kokon dan borkepompong di dalamnya.
,1.5.6. Bangsa Capung (Odonata)
Biasanya bertelur pada bagian atas ganggang air atau tanaman air lain. Berbagai species telah diketahui sebagai predator hama penting. Contoh: kinjeng dom (damselflies) termasuk suku Coenagrionidae, marga Agriocnemis sebagai predator hama wereng padi. Dok erok (dragonflies) dari berbngai suku
(Aeschnidae, Gomphidae) pemangsa serangga lain.
1.5.7. Bangsa Sayap jala (Lacewing, Ordo Neuroptera) Contoh: - Chrysopa sp. (Chrysopidae), Hemerobiidae merupakan predator pada berbagai jenis
kutu tanaman. ~~rva aktif sebagai predator.
- Myrmeleonidae (ant lions), lebih dikenal dengn_n nama 11 undur-undur1
i. Jonis ini dcngnn badan panjang dan sayap sem~it pada fase
27
dewasa dan mempunyai sifat '1nocturn::;;,l".
Myrmele~ frontalis Burm. terdapat di Jawa.
Telur diletakkan pada tanah yang keringp lar
va membentuk rumah atau sarangnyn pada tannh pasir yang kering, guna menangkap mangsanya. Dengan makanan semut yang cukup larva berkembang atau stadia larva 3 - 4 bulan.
1.5.8. Bangsa tawon (Hymenoptera). Predator golongan ini biasanya menimbun ulat di dalam tanah sebagai mangsa dari larvanya. Mereka meletakkan telurnya dalam liang dan bersama ulat tadi lalu liang ditutup dengan tanah. Pernah dilaporkan dari satu induk tamon dapat mengumpulkan 13 ekor ulat untuk makanan larvanya. Contoh:
- Tawon kemitp setelah 4 hari menetas larvany~
tampak lebih besar dari pada ulat yang ditimbun tadi. Ulat tersebut disengat tetapi tidak sampai mati sama sekali drtn tidak busuk, tetap segar untuk beberapa minggu. Jenis lain yang banyak terdapat di daere~ kita antara lain termasuk suku (family) Vespidaep Specidae dan sebagainya.
1.5.9. Bangsa tungau buas Predator ini bertubuh lebih kecil dari mang-sanya. Contoh: - Tungau buas yang menyerang belalangp semutp
sering terdapat beribu-ribu pada bagian ba
wah sayap.
28
- T~gau buns pada kumbang sagu (Rhyncophorus)~
mereka masuk ke dalam kokon kemudian berkem
bang bio..k di dalam. Apabila dibuka, tampak
menyerang bagian yang berlekuk-lekuk (lobih
lunak).
Di Austral if'. P ada kutu yang menyerang k2.ktus ( Opuntia S~)JJ. ) •
Nama kutunya Dactylopius tomentosus Lam. Oleh para peternak kaktus ini dipergunakan sebagai makanan tern2.k di musim ln:.
marau (minum?). Akhirnya didatangkan .Predator kumbang buns Coccinella sp. Akhir-akhir ini orang lebih suka menggunakan insektisida sistemik yang dapat menimbulkan resistensi pada parasit.
Predator dapat diklasifikasikan menjadi dua (2) golongan:
1. Predator yang menyebabkan kematian (fatal predator).
Kelompok ini adalah jenis yang memangsa habis mangsanya.
Contoh: kucing, spider, capung dan sebagainya. 2. Predator yang tidak menyebabkan kematian secara langsung
(!!2!! fatal). Ini dapat dilihat pada binat<?mg yang terserang nyamuk, kutu buas, semut, dan kepinding buas (Cyrtorhinus spp.).
Jenis nyamuk dan kutu soring dikcnnl sobagai ectoparasit,
sedangkan Sweetman ( 1963) mengatalmn sebo..gai predator non fatal.
2. Parasit (Oid)
Adalah serangga yang memarasit serangga lainp khususnya serangga hama. Secara umum dikatakan sebagai serangga (binatang) yang hidup menumpang pada atau di dalam tubuh hama dan menghisap cairan tubuh harna terse but untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya.
29
Parnsit adalah binatang yang memarasit binatang l~in (berbeda ordonya). Misalnya: cacing yang memarasit belnlang 9
nyamuk memarasit binatang dan manusia (penghisap darah). Sedangkan parasitoid yang diserang adalah serangga yang termasuk dalam kelns yang sama.
Parasitism merupakan peristiwa atau process symbiose anta
ra dun individu di mana salah satu diantaranya ~cnumpang
dan makan, binsanya dengan cara mnum dengan cara menyedot
cairan tubuh dari simbion lain yang bersangkutan. Sering disebut parasitasi.
Inang parasitoid dibagi menjadi dua (2) golongan~
1) incmg definitif dan 2) inang intermediate.
Inang definitif !nang yang dipergunakan oleh induk
(fase dewasa) parasit, fase pro. dewasn yang akan memanfaatkannya. Ini ada hubunganny8. dengan faktor pongenal dari parasit ini sendiri. Misalnya: inang yang telah dikenal oleh parasit
dewnsa, yang nnntinya akan d~perguna--. '' .! . ,.. : ; ;
I '
·, ~ / .
Inang intermediate
.. ·
kan oleh sorangga. pra dewasa •. If.ldUk . : ~ ' • ' «' :
Trichogranria memilih te1u~ penggerek pad{' sebag~~ in~n.g' yang s~d~h dike~;"l-
·' ·, ' ! ' ., •. ·,: < ' ,•. '" ;"' '> • • I '
nya. Secara insting mercka bisn menen-' tukan inang yang tepr,t demi kelangsung-
an hid.up ket'Urlinannyn.
· (intermediate ·host)· ~ · inb.ng yang hanya diper~unakan oleh fas.e .. pra-cl~wa~~h
. . 'i .... • t'' . : ~. -'
Dalam hai· ini tersimpul pengertian bahwa kemungkinan induk tak mcngonal secara pasti ~ · 'Adakalanya' parasi t rneletakk~n telur · di ~embari:mg tempat 9 tid~k :tahu seca~a ;asti/persis· letr.'J~ innng bngi lctrvanyn.~
31
Dalam kaitannya dengan hal ini, dikenal beberapa je
nis parasit yang rnasih mau meletakkan telur pada sesuatu
jenis innng meskipun sudah diparasitasi oleh parasit lain.
Bahkan ada tign jenis masih mau. Hal ini ada hubungannyc dengan sifat polyfag yakni jenis yang biasanya menjadi parasit tertier atau kuartener biasanya polyfag, mau menyerang beberapa jenis, inang tidak specifik. Apabila inangnya specifik dikenal sebagai parasit obligat.
2.2. Penggolongan bcrdasarkan cara penyerangannya
2.2.1. Po.rasitoid soliter, dalam satu individu inang hanya terdapat satu ekor parasit yang dapat berkembang secara normal. Contoh: Apanteles artonae pada !• catoxantha
Xanthopimpla sp. pada Erionot2. thrax.
2.2.2. Parasitoid gregarius, beberapa ekor parasit
dapnt berkembang secara normal menjadi dewasa
dalam satu individu inang. Peristiwa tersebut sering keliru dengan multiple parasitism. Dalam hal ini lebih sesuai bila dikatakan super parasitism sebab bcberapa ekor parasit itu berasal dari species yang sama.
2.3. Penggolongan bcrdasarkan posisi makan pada atau di dalam inang.
2.3.1. Ektoparasitoid, parasitoid yang selurill1 daur
hidupnya ada di luar tubuh inang ( dengan menempcl pada tubuh inang).
2.3.2. Endoparasitoid, parasitoid yang berkcmbang
dalam tubuh inang. Dalam hal ini biasanya sebagian besar dari fase hidupnya ada di dalam tu
buh inangnya.
32
Contoh ektoparasitoid: Campsomeris sp. yang
menyerang larva (uret) Exopholis sp., Lepidio
ta stigma. Contoh endoparasitoid: Trichogranma sp. para
sit telur penggerek tebu dan padi. Apanteles sp. pada ulat atau larva lepidoptera.
· Baik pada ektoparasitoid maupun endoparasitoid juga dikennl istilah parasitoid soliter dan parasitoid gregarius.
2.4. Penggolongan berdasarkan fase turabuh inang yang diserang
2.4.1. Parasitoid tclur
Pada umumnya parasit ini menyerang inang dalam status scbagai endoparasitoid~~ • tetapi ada diantaranya yang berstatus sebagai ektoparasit
oid . .terutama pada telur yang diletakk8.n se
cara berkelompok. Diantara jenis-jenis parasitoid telur yang terdapat di Indonesia termasuk dalam anggota suku :
2.4.1.1. Encyrtidae
Merupakan salah satu dari anggota bangsa lebah (tabuhan) yang menyerang telur dari beberapa jenis serangga serta kutu. Tetapi kadang-kadang di-antara anggota rnereka ada yang menyerang serangga berguna, antara lain: - anggota suku Cocdinellidae, Chryso
pidae dan Syrpidae, yang sering diketemukan sebago.i predator. Contoh parasitoid suku Encyrtidac: Anastntus dasyni Ferr. merupakan
33
parasit telur kumbang penggerek lada
Dasynus piperis Chn.
Di srunping i tu juga menyerang t elur
Nezara viridulR dan kepinding Physo
merus grossipes F. PPrasi t ini pernah
dikembang bi fl.kkEm pad a t elur walang
sengit, tetapi tid?.k mau menyerang.
Sub-famili EncyrtinRe
Contoh: - Ooencyrtus malayensis Ferr.
menyerang telur walang sangi t,
D. piperis, Phaenacantha sp., Homoeo
cerus marginellus H.S., Physomerus,
dan Nezera sp.
Leefmflnsia bicolor 1iVat. pf'lre,sit telur
y:::mg penting pade. belalang Sexava.
2.4.1.2. Trichogrammatidae
MerupPkan t abuhnn parasi t yMg tubuh
nya sP.ngat kecil d8Il merupakan endo
parasit pada beberapa jenis telur
penggerek batnng terutama padi dan
tebu. Yang terd2.pat di Indonesifl
T. japonicum Ashrn. rnempunyai daerah
penyebaran yang luas: Asia Tenggara
srunpai kepulauan pasifik. Ukuran
serengga ini antm'a 0, 5 mm. Biasanya
diketemukan pada kelompok telur peng
gerek batang padi Schirpophaga innota
~' c. auripilius, c. suppressalis, c. venosatus (C. sachariphagus).
Di labor at ori urn pFlra.si t t ersebut mudah dikembang biakkan dengFJn telur ngengnt
gabah Sit otrogn cerealela dan 11.gengnt
34
beras Corcyra cephalonicn. Tingkat
pnrRsitasi pada telur Tryporyzn binsa
nya lebih rondah di bandingkcm pe.da to
lur Chilo sp. karena pada Tryporyza
telur-telurnya tertutup rambut-rambut
halus sedDngkr-m padn telur Chilo tidak.
T. minutum Ril. Parasit ini lebih ke
cil kurang dari 0, 5 mm.
Daernh aslinya New World (USA). Ini
tormasuk jenis yeng polyf'ag. Di In-
donesia diketemukan di Sumatra, menye
rnng telur Heliothis pada tr-mamcm tem
bakau.
Dahulu sengaj a p8.rasi t ini did at angkon
de..ri AJnerika dan dikembnng biAkkan un
tuk mengendalikan Heliothis (1911)
oleh perusahaan t embekeu.
T. australicum Gir (dnri Australia?)
untuk mengendalikan hama Chilo sp.
pada padi den tebu. Secara n.lamiah
musuh alami ini menyebar ke Indonesia
hingga Philipina, wal~Apun demikian
pernah pula kit a mengimport.
T. chilotraeae Nag. & Na~., diketemu
kan pada Chilo suppressalis yang mula
mula diket emukan di Indi e dan Malaysia.
Terdapat pula di Indonesia, mungkin
terjadi penyebaran sece.ra nlsminh.
Trichogramma (= Trichogrammatoidea)
nana Zehntn. Pnrasi t ini t ordapat di
Jnwa d:=m Sumatra, borsifat polyffl.g,
35
berukuran ~ 0,5 mm. Sebagni parasit telur penggerek batang tebu dan jenis hama lain seperti Banisia myrtaea, Ci tripesti s sp., Ut ethei sa lotrix, Heliothis asulta, d?n .Artona trisignata.
2.4.1.3. MYmaridae
Parasi t ini ukurannya sangftt kecil. Panj ang tubuh ~ 0, 75 mm. Contoh: - Ane~rus optabilis {Perk) merupakan perasit telur yang penting pa
da hama woreng coklat dan wereng yang
lain. Species ini tersebar di daerah Asi P. Tenggara. Parasi t ini di introduk
siken ke Hawaii dari Australia untuk mengendalikan Perkinsiella saccharicida pada tanF~man tebu. Jenis lain yaitu Eurythmelus sp. sebagei parasit telur Helopeltis sp.
Parasi t-parasi t t ersebut mampu memnrasi t telur yF.Ing ada di dalam j aringan tanaman.
2.4.1.4. Scelionidae
Dari nnggot a parasi t ini yAng dikene.l sebagai parasit telur ialah Gryon nixoni Mas. merupeken parasit telur walang sangit, akan tetapi kurang efisien dibnndingk~ dengan Ooencyrtus. G. nixoni juga dikenal sebagai Hadronotus Flavipes.
36
G. dasyni (nix) parasit pada kepik
mrica (pepper bug) di Bangka den Aceh.
Scelioa javanica Roepke, merupakan parasit telur belalang jati (Valanga). Dexi satu telur hanye. muncul satu parasi t dewasF.t.
Telenornus merupekan parasit telur pada hama penggerek bateng tebu dan padi. Cont oh : - T. (Phanurus) beneficiens (Zehntn.)
parasit telur Chilo sp. pada tebu. - T. rowani Gab.. parasit telur pengge
rek padi.
- T. dignus Gah.. pera.si t t elur pengge
rek padi dan tebu (Chilo spp.). T. dignoides Nix parasit telur T. nivella.
Parasit-parasit tersebut tersebar luas di Indonesia (Jawa den Bnngka) dan Jepang.
- T. javae Gir. sebagai p8rasit tclur H. irava
- T. spodopterae Dodd. sebegai parasit telur SpodopterR. litura.
2.4.2. Paxasit telur - laxva.
Parasi t ini berkembang mulai dalam telur hingga larvn. Contoh, Chelonus sp. parasit pada Batrachedra, meruprtican nnggot n suku Braconidae. Parasi t ini dikenal sebr1gai parasi t penggerek mnyang kelapa,
37
diintroduksikan dari Bogor ke Flores (1950).
Parasit ini dikembang biekkan di laboratorium dengan penggerek umbi kentang Phthorimoea
operculella.
2.4.3. Parasit larva- kepompong
Pada umumnya parasit membentuk kepompong di dalam kepompong inengnya. Biasanye apabila ynng terpexasit ulat, ulat masih depat membuat kepompong, bersamaan itu parasit berkembang menjadi kepompong di d~le~ya. Contoh, Tetrastichus brontispae Ferr. sebngai paxasit larva-pupa. Parasit ini lebih menyukai l~?rva inst ar terakhir ynng 8.ken menj adi kepompong. DalE~,m proses parasi tasi, biasanyg terj adi proses acapsulisasi 11 • Pada waktu melete.kkm1 telur ke dalam tubuh in~?ng maka inPng bereaksi. Ada strain yang tidak mengadakan reeksi, tetapi ada yang beraksi setelah telur tersebut dimasukkan ke tubuh inang, kemudian diliputi kapsul, sehingga larva parasit tidPk.dapat tumbuh terus. Inilah sebe.bnya pengende.liDn Brontispa dengen parasit ini sering tidek berhasil.
2.4.4. Parasit larva
Kelompok parasi t ini memilih inDngnya ulat at au
larva dexi berbagai j eni s hama. Contoh: Apanteles spp. pada ulat PlusiF1. calcites A. erionotae menyerang larva penggulung daun pisnng Erionota thrax •
•
_J8
Lalat Jatiroto memarasit larva penggerek tebu.
Pleurotropis sp. mem?.rasi t larva Promecoteca
cumingi (sebagai ektoparasit).
Apanteles spp. menyerang larvn penggerek bateng
padi.
A. artonae menyer~ng lnrv2 A. ctoxantha.
Br~con lefroyi D. & G. parasit lnrvn Earias
pe.da ke.pas.
Spathius spp. pnrEl.si t pada larva harna dori
b~ngsa kumbang (Coleoptera).
s. pipperis Wilk. merupakan pPrasit pada larva
instar ke 2 dan 3 Lophobaris sp.
s. apicalis (Westw.) perasit pada larva
DiocE~.landra atRu bubuk palm di JRwa.
2.4.5. Paxasit (oid) kepompong
Brachymeria spp. merupakan parasi t kepompong
pad a berbagai j eni s hama. Cont oh :
B. euploene ';vestw. merupRk:an perasi t pada ha
ma-hamn dalam suku Hespiridae (Hidari, Eriono
~), Noctuidae ( Plusia, Pygaera), Limacodidae
( Parasa) dnn Pyralidae ( Pyrausta). Kadang-ka
dang juga diketemukan sebagai hyperparasit pa
da kepompong parasit Charops.
Xanthopimpla spp. sebagai p8.rasi t kepornpong
E. thrax.
Goryphus (= Fislistina) infera (Szep.)
merupekan parasit kepompong .~tona, sebagai ek
topa~asit. Goryphus spp. biasanya bersifat po
lyfegus terhadap kepompong berbP~ni jenis hama
dari bangsa Lepidoptera.
Opius sp. pB.rasi t kepompong lBle.t (misal lftlat
buah).
39
!· epilachnae parasit pada kepompong Epilachna.
Tetrastichus sp. parasit kepompong Papiliomemnon.
Trichospilus pupivora Ferr. polyfag parasit kepompong Tirathaba sp. p8.da pohon kelapa ( di
Jawa).
Pediobius parvulus Ferr. sebagai parasit kepompong Promecotheca curningii, pernah dikumpulkan
(1972), diintroduksikan ke Srilanka.
2.4.6. Parasitoid serangga dewasa
Jenis parasit pada serangga dewasa tidflk banynk dilaporkan. Namun demikie.n ada bebera.pa contoh yang perlu diperhatikan. Contoh: Aphytis (= Aphelinus) chrysomphali (Mere.) parasit Aspidiotus destructor dan Chrysomphalus t erdnpo.t di J awa. Pteroptrix ( = Case a) parapennis Heg. merupakan pnrasit primer den sekunder pada suku Diaspinae hanya diketemukan di Jawa. Comperiella unifasciata Ish. merupakan parasit pada A. rigidus.
Encarsia flavoscutellum Zehntn. sebagai parasit hama kutu putih Ceratovacuna (= Oregma) lanigera ( Zehntn.) yang menyerang tanP.man tebu. Ada species Tachinid ypng dile.porkan sebagei parasi t kumbang dari suku Scarabaeidae ( Anomala, Adoretus, Lcucopholis, dan sebngainya).
2. 5. Penggolongan berdasarkM intensi tns serangan
2.5.1. Parasitoid sederhana adalah pnrasitoid yang menyerrmg pfl.de satu in:::1ng s2.j a.
40
Contoh: Xanthopimpla sp. yang menyerang kepom
pong Erionota thrax.
2.5.2. Parasitoid ganda adalan parasitoid di mana le
bih dari satu species parnsit menyerang secara
bersama. dalRm satu inang, dapa.t berkembang sam
pai dewasa seca~a simu1t~n.
Contoh : Telenomus sp. dan!· japonicum menye
rang te1ur T. incertu1as pada waktu yang sama.
2.6. Penggolongan berdasarkan banyaknya inang yang diserang
2.6.1. Parasitoid monofaga ada1ah parasitoid y8ng me
nyerang hanya satu species innng.
2.6.2. Parasitoid o1igofe.ga ada1r:ili parasitoid ynng me
nyernng beberapa species inang.
2.6.3. Parasitoid polifaga ada.lah parasitoid yang me
nyer~mg banyak species ina.ng.
3. PRtogen
Patogen merupekan go1ongan mikroorganisme atau jazad
renik yang hidup pada atau di dalo.m tubuh hama dan menim
bulkan penyBkit. Kita mengenal beberapa jenis mikroorga·
nisme yang menyebabkBn penyBkit harna khususnya go1ongan
mikroorgPnisme yang banyak kita jumpa.i dan seka1igus seba
gai musuh a1mni hama, ant arfl lain :
3.1. BPkteri
Bakteri dapElt dike1ompokkF1n menurut Varia,si morfo1ogik
dan variasi biokemik.
Adn bebera.pR jenis bakteri yang dnpat menimbu1kan pe
nyaki t yang gej alAnya khas, yai tu penyaki t yang gej ala-
41
nyr:t seperti air susu dikenrtl dcngEm istilah 11milky di ser:tse •. Hal i tu disebabksn sernngga
yrmg mati menunjukkan wRrna putih pada bagi£1n
tubuhnya.
3.1.1. Mula.;.mula dikennl Bapillus popilliae
Dutky den B. lentirnorbus merupak~.m bak
teri susu padn kumbang Jepang, Popillia
japonica Newm.
]• fibourgensis ynng diketemuknn pada
uret Melolontha melolontha.
B. euloomarahae pada Heteronychus
sanct e.e-helenae. BPkt eri-bakt eri terse
but menyerang larva. B8kt eri t ersebut
membentuk spora terutnma dalarn oesophn
gus, kemudien menjalBr pada bAgiPn lain
dan menyebabkan membusuknya sol-sol tu
buh.
3.1.2. Penyekit yang disebabkan oleh bnkteri
yang dapet memb entuk kri st al. Krist al
tersebut berujud kristnl protein bora
cun dnn t er j adi pad e. wak:tu pembentukf!n
spora. Bakteri ini pertama kali diketa
hui pad e. uln.t sut era, dikennl sob?.gni
~· bombyces.
Jenis lain, B. cereus pada larva den
mempunyni innng yAng b:myAk. B. thuri
ngi onsi s pert ama kPli diket ahui pe"da
ulat .Ana.gast a kuehni ella. NFuna bfl.cillus
ini diambil dari nama kota kecil di
Jerman, Thuringia, sek8r~:mg telah dike
tahui borBtus-rP.tus strnin BT dgri ber
macam-mncam ulat. BT dapat diperbEmyak
42
dalEUn pabrik seba.gEd -•Thurisida·' merupakan in
sektisida hnyf-1-ti -.yang isinya spora ]• thuringi
ensis ( BT).
Penyimpe.nan sporg t ersebut harus hati-hrti,
t erut nmP. s ek e.l i su pay a aw et di si mpan d alPlil su
hu kamar kurang dari 20°C. Padr temperntur le
bih tinggi virulensinyn bisn turun. Sinar mata
hari merupakan fflktor utrunn yrmg menyebabknn
kerusaken e.pabile. diaplikasikan di lP-pnngon.
Ini bAnyPk di pergunakan t erut e.ma untuk pongen
dalian ule.t p?.da sayuran dan buah-buahru1. Sam
pe.i sekF.Jreng tidek 8.da dampak negntif. Sek&F~ng
ada B. thuringiensis var. thuringiensis dari
Jerman yeng cukup penting. Untuk pengendalien
maleria, ]• thuringiensis var israeli sudah di
coba di USA. ( Californin). Virulensi BT agek la
bil, e.pabilP dnpr.t diadapt8_siknn di Indonesia
strain t ersebut, mrka dn.pat untuk menggRntikr:m
:om. Kelompok bekt eri lA.in yrmg membentuk spora:
B. entomocidus vnr. subtoxicus diisolasi dnri
AphomiA. gulPris.
]• finisimus deri ulat sutera siberir Dendroli
mus siberius.
3. 2. Cendawrm
Gej aln serang~m oleh cendnw1:1n biasanya busuk kering,
berbeda dengrm gejala serrngnn bnkteri atau virus ynng
umumnya busuk basah.
Ada beberapa kelompok cendgwen yang gejal1:1nyn khas, nntnrn
lain :
Ordo (bPngsa) Entomophoralos, klas Phycomycetes merupAkan
cend8wAn yAng menyerP.ng serF~nega.
43
Dari k-elas ini ada. beberepP ordo yang anggot enya dapat me
nyebabken penyakit.
- Mucorales
- Blast odi e.les
- Citridiales
3.2.1. Klas Phycomycetes (ordo Ehtomophthoraceae)
contoh :
Empusa muscae Cohn. parasitik pada lalat Muscidae,
Syrphidae dPn lalnt lain.
E. grylli (Fres.) menyerang anggota ordo Lepidopte
ra, Orthopt era.
E. plusiae pada larva Noctuidae.
E. planchoniDna dnn E. aphidis Hoff. padn Aphis sp.
Ent omophthore sphaerosperma Fres. pRrasi t pr-tdn
leafhoppers (bengsP wereng) dan sernngga yang lain.
JugFl diketriliui menyernng lnrva Plutella maculipennis.
E. fumosa Speare menyerang kutu jeruk Pseudococcus
citri (Risso) di Florida.
E. aulicae (Reich.) menyernng ngengat Nygmia phe.e
orrhoea (Donov.).
Me.ssospora cicadina Peck. menyerang pada Magicicada
septendecim (L.).
Or do Blast oclR.di ales :
Dari ordo ini ynng penting adal~h anggota suku
Coelomomyceraceae. Keb~::myakan merupekan cendawnn
ysng memerP-sit lPrva nyRmuk di dalrun air (aquatic
insect).
Coelomomyces diketahui menyerang Aedes, Anopheles,
Culex den Psorophora.
Contoh dnri marga Myiopha€us,
44
lVI. ucrainicus diket ahui padP lPrVP. Coo opt ora
drn Dipt era, dan juga pad a kutu t mu=unnn di
Bermuda, Cenada, Inggri s, dAn AmerikP. Sorikat.
).2.2.Kolns Ascomycetes
Yang terkenal ad['.lah dari marga cordyceps he.lil
pir semuanya mempunyai ineng soranggn. Serang
an cendawan Cordyceps mudah dikenal karene,
membontuk spora dan badan buah yBng berwt?:rna
menyolok, adp, yFmg morah, hi tam, hijau at au pu
tih, yeng kolua.r dari tubuh ser::;-,ngga.
Kebanynkan cond8wan ini menyernng fase kepom
pong dan fnso · dewasa, tot npi kadeng-kadcng ju
ga pada fase larva. Condaw8n ini soring dikete
mukan pad a serongga ordo Hemipt ern, Dipt era,
Lepidoptera, Hymenoptera dan Orthoptero,. SalRh
satu jenis yang penting di Indonesia ialah
c. purpuroa diketemuknn pada kopompong ulat api
Setora nitens. uvarnn badan buah (conidia) morah
jambu sampai jingga, banyak diketahui di Jawa
Barat pada perkebunen teh.
Contoh lain, dari kelompok Muscardine.
Musce.rdine dari bahasa Perancis yang P.rtinya
gula, yBng sengat terkenal adale,h cendawan gu
la yang put ih warn any a, Vlfhi t e muscardine pad a
ulat sutera yaitu Beauveria bassiana (Bals.).
Di samping itu kita kenal green muscardine
yang dipergunaknn di Indonesia antara lain
lVIetB.rhizium anisopliae lVIetch. untuk memberantas
uret Oryct es dan t elah dapat dikembm1g biakkan
di labor at ori urn.
Di Indonesia cendawan ini dikembt=mg binkken di
BALITRI Bogor, Disbun Bali, Kalimnntan B8rat,
SurabeyP dan tTawa Tengeh ( Demflk, Bet rmg).
45- ..
Untuk mengenal Metarhizium yang menyerang lar
va Oryctes : Larva mati kaku, busuk kering. Da
ri tubuhnya kelihatan konidi berwarna kelabu,
le..ma-lama menjadi hitam atau hijau kehitaman.
Pengembang biakknn cendawan ini sangfl.t mudah
dan sampai sekarang dipergunakPn serbuk gerga
ji dicampur dengen larva yAng telah mati. BiR
sanya untuk 3 ekor larva yang telah terinfeksi
digunakan untuk mencampur 1 liter serbuk gerga
ji. Peneli tian di STIPER dengan perbandingan
1 - 5 ekor/lt campuran hasilnya paling baik.
Apabila kita perhatikan ternyAta larvA. instar
1 & 2 - tPhan
lArva instar 3 - rentan
karenn inst ar pert ama segere~ menuju de.sar
trapping (lebih dalam), sedrmgksn cendswan ber
kembeng dengen baik pada 10 - 20 em.
ICalnu t oh sudah t erinfesksi (at nu di t empeli)
j runur akr::n segera lepgs. Rupenya larva inst ar
ke 3 lebih Rktif bergeralt: dtm a,pabila dE-,lam 1
(sntu) tempat populasi tinggi, saling menyerang
yang menyebabkBn luke, sehingga memudahkan. pene
trasi cendaw:::m t ersebut dalam tubuh lRrva.
Beauveria bassif!na (Bals.) ynng terdapat pada
ulat sutera sering diketemukan pada lepidopte
ra yang lain khususnya padn penggerek batPng
jagung Ostrinia nubilalis di Eropa dan 2· fur
nacalis di Indonesia, tetnpi biasanya dapat
menyerang seranggA .. dari marg8. yr=mg sama.
Cont oh lain ycmg dikennl sebagai muscardine me
rah yang menyereng Cleonus dan Euxoa spp. cen
dnwrm yr.mg menyer£~ng margn t ersebut adnlah
sorosporella uvella ( K.) LPrva y::mg t ersernng
berwarna mer8h j p,mbu.
3.3. Virus
46
Muscardine merP..h yang banyak diket emukAn pad a larva Coleoptera misalnya, Spicaria menyerang
Xyleborus dan Stephanoderes pada kopi. Nama lengkap cendawan i tu e.dalah Spicaria j avanica
Bally. Cendawan lain yAng menyerAng kedua hama terse
but ia.lah Botrytis st ephro1oderes.
Cendawan la.innya, Acrostalegmus aphidum 0. dan Cladosporium sp. menyerang Aphis. Aspergillus sp. dan Perycystis menyerang tawon. stemphylium sp. pada kutu dari suku Coccidae.
Virus dan riketsia merupe~an orgenisme yang belum jolas st atusnya. Tubuhnye t ersusun semac8m protein yang suke"r ditegasken. Sehubungan dengan penyakit yang ditimbulkan, virus dapat dibegi menjadi dua ( 2) golongen: 1. Polyhedrosis yang terdiri atas Nuclear
polyhedrosis dan Cytoplasmik polyhedrosis.
3.3.1. Nuclear Polyhedrosis Virus (NPV) Infeksinya pada hama dapat membentuk zarah-zarah yang disebut Polyhedron seperti kristal tetapi bentuknya bisa bermacam-macam. Virus ini (NPV) menyerang larva Lepidoptera, virus multiply (memperbnnyak diri) di dalam inti cell dan biasanya merusak jaringan epidermis, jaringan lemak badan, sel darah dan saluran pernafasan (trace a). NPV j arang merusak kelenj Ar ludah dan epithelial cells pada usus.
Cytoplasmik polyhedrosis virus (CPV), menyerang cytoplasma epithelium midgut larva ledoptera.
Partikel CPV tidak tertutup oleh membran, berupa
47
kristal protein. Bentuk CPV bulat (special)
berukurnn 50 - 70 mu. Gejala CPV berbeda dengAn
serangan NPV, perkembangannya amat lamb at. In
feksi CPV melalui alat pencernaan dan juga via
telur.
3.3.2. Granulosis Virus (GV) atau virus granular
Partikel GV berbentuk butiran, berukurPn lebar
36 - 80 mu dan panjong 245 - 411 mu.
Infeksi terutama pada larva Lepidopterap teta
pi dapat pula menyerang lapisnn epidermis dan
salurnn pernafasan dan juga dapat hidup pada
sperma serongga. Virus berkemb£mg (multiply)
di dalam inti dan sel cytoplasma inangnya. Vi
rus gr~=muler di tularkAn melalui alat pencerna
an dan via telur. Virus ini dapat menyerang
lorva den kep mpong serta dewasa bahkt=m telur.
Ini terj~?tdi r::tpf:l.bila serAngga jPntBn mengawini
sernngga betina.
Gej alE!. serangon baru na.mpak padA. fase dewasa.
Virus tidPk solalu menimbulkEin kemntian. Hanya
pada dosis-dosis tertontu dapat mematikan. Bia
sonyn berkisar nntarn 5000 - 50.000 partikel,
bila kurang tidak menyebRbkan kematiF.In. Baik
NPV maupun GV yang sudah dimonfaatknn adalah
Baculovirus Wilky (1971) dan dari golongan
cytoplasmik virus adalah Reovirus. Yang bFmyak
ki ta kennl dan banyak dipergunflkan yn.i tu
Baculovirus (Rhabdion - virus) oryctes. Pada
kondisi tertentu berbontuk partikel inti, da
lam keadaAn lain berubF~ll menj ndi bulat Pt!l kecil
kecil.
Baculovirus diketahui 1966 oleh Huger.
Virus ini mulai diguneken di Samoa bngiBn Barat
dan Pasifik Selnt an t elnh berhnsil dengnn baik
da.lam pengend?.li an Oryct es rhynoceros. Di Indo
nesia dimulai 1975, ketika itu seorang ahli
Dr. Zelani dari Srilanka mengambil Baculovirus
dnri SumaterR Selatan dibnwa ke Sril::mka. Se-
j ak saat i tu dikembangkan di Surabaya, Bali dan
Bogor. Di Balai Penelitian Tanam?n Industri te
lah mencoba melepRskan Baculovirus di Bojonego
ro tetapi belum dilakukan evFtluasi.
Untuk memproduksi virus dapat diporgunakan tek
nik yr:Jng sederhena y?.i tu dengP.n bubuk gergaji
yp,ng sudah agAk lama, kemudinn dicampur deng8Il
emulsi larva Oryctes yang terser~g virus. Un
tuk membuat emulsi i tu digunaknn 10 - 50 ekor
larva yPng sudah mati yang sebelumnya dilumat
kan kemudiAll dicampur dengru1 1 - 2 liter air,
tergantung dari kekeringan serbuk gergaji, un
tuk mencEJmpur serbuk gergaji dipergunnkan kotak
berukuran 6] x 27 x 41 em. Ini dipakai untuk
memelihora larve/kumbFJng dewasa Oryct es. Apabi
la perlu bahan t ersebut dapat di simp an de.lam
freezer supaya tahan lama.
3.3.3. Non Inclusion Virus (NIV)
Non inclusion virus merupakan virus yang tidak
tertutup dalrum badan inklusion. Golongan virus
ini heterogenous (heterogen), tidak banyak di
kenal, dibandingkan jenis lain. Virus ini tidak
mempunyai kri st al protein dan t idAk dap8.t dili
hat dengfl.n mikroskop biasa.
Carn-cnra aplikasi virus:
1. Ada ca.ra-carp ynng dig1.mA.kan untuk menular
knn virus yAkni soc8ra ln.ngsung, kumbRng de
was8 dircndRm di dr:\lam cairPm cmulsi virus.
49
Apnbila untuk rendemPn dipergunRknn 2 ekor larvP. mnti ditPmbahkAn 1 lt nir, khusus un
tuk kumbAng jRntan dirondam selPma 3 monit. Kemudian dipelihPra d.alam tempat kering so
lama~ 24 jam. Setelnh itu dilepaskan.
2. Dapat pulA, digun8kan cara lain, totapi P.{~ak
mahal. Emulsi yang telah dibuat ditunngkan pada onggokan sisa-sisa tc:nrunan kelapa, dengBn haraprun bahan tersebut dipergunakan untuk berbiak Oryctes. Cara ini disamping rnahal sering agak kurp,ng baik, km-enn virus
i tu sondiri kala.u kena cahaya mat ahr~Xi vuru
lensinya menurun. Di somping itu jugn korena belum tentu onggoken sisa-sisa tanaman kelapa itu menarik Oryctes untuk tempat berbiak.
3. Dengan serbuk gergaji yang sudah dicampur dengan larva terinfoksi virus. Cara ini rnahal dan ada kelemahannya. Onggokan yang terdiri dari belahan batang kelapa, di bagian bawah diberikan serbuk yang dicampur dengan Baculovirus. Ini e~ak le bih menjamin karena yang diperlakukan dengan virus serbuknya. Sodang batang kelapa hanya sebagai pelindung mat ahari ( sebagai trapping).
3.4. Ricketsia
Organisme ini sering menimbulkan penyakit pada beberapa jenis serangga yang tormasuk bangsa kumbang (Coleop
tera). Kumbang Jepang, Popillia japonica, Melolonthamelolontha, stethorus (Coccinellidae), lalat Typula dan Oryctes pernah terserang oleh ricketsia. Kematian akibat serangan ricketsia ini lama 1 - 4 bu
lan baru mati dibanding 1 - 2 minggu oleh Metarhizium.
Biasanya ricketsia menyerang scrangga fasc pra -
dewasa.
3.5. Protozoa
50
Orang pertama yang menemukan protozoa pada kelinci adalah Antony van Leuwenhoek. Protozoa yang pertama kali diketemukan sebagai penyakit pada serangga ada
lah 1'pebrine '', diproduksi oleh Nosema bombyces Nag., penyebab penyakit pada ulat sutera. Ada beberapa golongan protozoa, antara lain:
3.5.1. Golongan Flagollat~Mastigophora Contoh : Leptomonas pyrhocoris zot. terdapat pada beberapa jenis kepinding. Meskipun tidak
begitu penting, tetapi dapat pula menimbulkan kematian. Biasanya yang diserang di bBf:~:i_an usus serangga.
3.5.2. Golongan t~oeba
Contoh : Malpighamoeba locusta K. & T. diketahui menyerang beberapa jenis belalang. Species ini diusulkan masuk dalam marga Malameba. Ada yang disebut penyaki t ;'gregarine;' ini merupakan sporozoa yang sering diketemukan pada berbagai jenis serangga b~~sa Coleoptera, Orthoptera, Diptera. Telah dikenal sekitar 30 jenis kelompok gregarine, antara lain : Matesia
dispora Nav. diketahui menyerang ulat Plodia
interpunctella (Hbn.), Ephestia (~~agasta) kuhniella Zell.
3.5.3. Golongan Coccidia (klas Telosporidia)
Infoksi yang ditimbulkan mirip penyakit gregarine. Kobanyakan anggota kolompok Coccidia ini
51
menyerang serangga suku Adeleidae. Ada 12 species yang dikenal menyeran~ Adeleidae juga mau
menyorang seran~~ga lainnya.
3.5.4. Golongan Microsporidia
Cont oh : Nosema bombyces Nag. menyerang ulat sutera. N. apis Zander pada lebah madu. Ada je
nis yang termasuk marga : Glugea, Perezia (P. mesnili Pail.), terutama terdapat pada serangga yang tergolong ordo Diptora dan Lepidoptera. Di Luar Negeri telah dikenal beberapa jenis Microsporidia yang menyerang serangga air/darat.
3. 5. 5. Golongan Ciliata
Ada j enis yang menyerang soranggn, antara lain: Glaucoma pyriformis dan Lambornilla stogomyae, keduanya menyerang larva Aedes scutellaris. Glaucoma sering diketomukan pada lnrva Culiseta anulata terdapat di Inggris. Di Perancis pernah diketemuk~:=~n pada Chironornus plumosus, di Rodesia diketomukan pada Aedes fulgent.
Jenis lain y~:=~ng perlu dikenal, Ophryoglena ter
dapat pada Ephemeridae, Operculariella pada D,ynastidae, Colpoda pada beberapa jenis Hemiptera, Balantidium dan Nycrothcrus menyerang keco8k.
3.6. Nematoda
Ada 2 kelompok cacing parasi t yBi tu: 1. Semi parasi t 2. Oblig?,t parasi t.
3.6.1. Golongan Semiparasit
Contoh : Neoaplectana glaseri St. dan N. carpocapsae.
Biasanya menyerang larva Lepidoptera dan Coleoptera. Misalnya, N. glaseri menyerang kumbang Jepang P. japonica sedangkan N. carpocapsae menyerrong Carpocapsa pomonella (pengganggu pada buah-buahan di America). N. glaseri dapat dibi~kkan pada media buat an ant ara lain, dengan bubur kentang yang difermentasikan.
N. carpocapsae mudah dibiakkan dengan larva c. cephalonica dan kumbang ~nebriodes mauritanicus.
Cara pembiakan Neoaplectana : N. carpocapsae dapat disimpan dal~m
lemari es yang suhunya z 10°c. Cacing yang baru, dapat disimpan sole.ma z 6 bulan meskipun dalam simpanan dalam ke adaan inakt if. Bias any e.. digunBkan aquades untuk menyimprun itu.
1. Dalnm satu t em pat (petri) di be.sahi dengan emulsi nematodR tersebut.
2. Larva ~· cephalonica dilepaskan 3. Dengan me let akkcm makanan bersama
emulsi NeoaplectBna prosesnya lebih cepat karena termakan lnngsung.
4. Dalnm waktu 24 jam sudah tumbuh gejala yekni larva mati lomas.
5. Apabila demiki8n, larva dapat diam
bil dEm dimasukkan dalru11 cawon petri yang bersih. Dalam cawan terse-
53
but ditambah lagi cawan yang lebih kecil, diletekken kain saring, ke
mudian cawan ditutup, dibungkus dengan kertas sehingga menjadi gelap.
6. Setelah 5 hari dibuka dalam aquades tampBk cacing-cacing Neoaplectana. Lalu disedot dengEm pipet untuk disimpan atau dipekai untuk bnhan inokulasi.
Penggunaennyr:t : Dalam praktek omulsi cacing dFtpRt dipergunakan sebagai insektisidg yang dapat disemprotkan pada daun tl'ln81IJ.an yeng tersereng larva Lepidoptera.
3.6.2. Golongan Obligat parasit
Contoh : 1. Agamermis decaudata c.s. & Ch. di
ketahui pada belalang ataupun se
rangga lain misal pada Aphis.
2. Mermis subnigrescens c. diketahui terbatas hanya menyereng belnlEtng saja.
Ca,cing-cacing ini bias any a me let akkan telur di permukaan tenah atau sering meletakkannya pada bagian tanaman, komudian dimakan oleh belalang. Telur
cacing yang tertclan masuk perut belalang dnn tumbuh.
Pada jentik-jentik nyamuk sering diketemukan cacing dari margR Agamermis.
54
4. Musuh alami padH gulma
Di samping musuh alami pad e. bin at Emg hama, khueuenya
seranggp_, lrl t a. mengGha1 nul a. musuh ~l~.mi padn gulmn, baik
gulma dnrat maupun gulma air.
4.1. Golongan binatang
4.1.1. Binatang menyusui
Beberapa jenis binatang menyusui dnpat digolong
kan sobagai pemakrun rumput (grazzing animals)
dan menjadi musuh alami gulma derat atau gulma
air. Cont oh pad a gulma dar at yakni rusa, ki
jmg, kerbau liar, anoa, dan sebAgainya.
Pad a gulma nir yang t elah kit a ket ahui sebagai
musuh alami adalah sa.pi laut (~ cow) a.tau
ikan duyung (Helicor dugong dugong). Ikan du...;
yung yang ada di perair:=m tawar dikenal sebagai
manate.
4.1. 2. Ikan
Golongan ini khusus sebagai rnusuh alami gulma
air. Contoh yang paling banyak disebut ialah
ikan koa.n at au karp or rum put dengan nama ilmi ah
Ctenopharyngodon idella. Negeri asal ikan ini
adalah Siberia, d8n mula-mula di temukan di su
ngai Amur sehingga soring dikenal pula sebagai
white Amur. Ikan itu telah masuk ke Indonesia
lewat Taiwan. Kini sudah dapat dikembang biak
kan denga.n penyuntikan hipofisa. Ikan lain yang
juga pemakan rumput adalah Tilapia musambica (ikan mujair), ikan nila clnn tawes.
55
4.1.3. Binatang llmnk
Ada beberapa jenis binatang 1unak (mo1uscn)
yang mcnjndi rnusun alaml p~da beborapa jGnis gu1ma. Pada umumnya binatang itu menyukai tum
buhan yang berbatang dan berdaun 1unak. lV.tisal
nya siput kecil pemakan daun mikania (M:i.kania spp.), Lymnaea sp. pemakan daun kay8mb8l1g ( Salvinia molest a), dan sebagainya. Say?.ng bahwa siput tersebut pada umumnya tidak khusus inangnya, sehingga sering juga berstatus seba
gai hama. Misalnya bekicot ( Achntina fulicn) di samping sebagai pemakan berbagai tumbuhan
liar dapat pula bertindak sebagai hama pada pada tanaman pepaya, kapok, ubi jalar, ubi kayu dan sebagainya.
4.1.4. Tungau
Banyak jenis tungau yang menjadi hama penting pada berbagai komoditi, tetapi ada pula yang
mempunyai inang yang khas dan dapat digunakan
sebagai sarana pengendalian hayati. Misalnya tungau Orthogalumna tenebrantis telah diguna.kan untuk mengendalikan eceng gondok.
4.1. 5. Serangga
Go1ongan binatang ini paling banyak anggotanya yang menjadi musuh alami pada berbagai jenis gulma, ba.ik dar at maupun gulma air. Beberapa contoh diantaranya adalah:
4.1.5.1. Pada gulma darat. Misa1nya kepinding Te1eonemia scrupu-1osa, Ophiomyia lantanae, Spenarches
56
1antanae, dan sebagainya pada Lantana
camara; Orseo1ie11a javanica yang di
kena1 sebagai ganjur a1ang-a1ang, sudep pada teki yang terdiri atas Bactra venosana dan Athesapeut a cyperi, Aspidomorpha spp. pada ka.ngkungan (Ipomoea
fistu1osa), u1at De1iae sp. pada kem1adea.n (Loranthus sp.) dan 1ain-1ainnya.
4.1.1.4. Pada gulma air Misalnya belalang hijau pada wewehan Monochoria vaginalis dan eceng gondok,
Neochetina spp., Arsema densa, EPiPagis elbiguttalis dan seb~~ainya pada eceng gondok, Psara basalis pada krokot air Alternanthera Ehiloxeroides, Nymphu1a responsalis pada kayambang, IToxxnus hennia pada kayu apu Pistia stratiotes, Haltica spp. pada rubah (Ludwigia -adscendens) dan lombokan (1• hyssopi-folia), Aorus ferrugineus pada wlingen dan sebagainya. Kebanyakan musuh alami yang berujud serangga t ersebut mempunyai ineng yang khas sehingga secara e~an dapat digunakan sebagai sarana pengendalian hayati.
4.2. Golongan tumbuhan
Tumbuhan tingkat tinggi sering dapat menjadi pesaing bagi sesuatu jenis gulma namun statusnya bukan sebagai musuh alami.
57
Tumbuhan yang sering menjadi musuh alami ialah tumbuhan tingkat rendah yang secara umum juga disebut pat ogen. Beberapa jenis patogen pada gulma tidak jauh berbeda dengan pat ogen pada tanaman budidaya. Bahkan kebany2.kan pat ogen gula juga patogen pada tanaman budidaya.
Pada eceng gondok telab ditemukan beberapa jenis jrumur
yang bertindak sebagai musuh alami antara lain Cercospora rodmandii, Myrothecium roridum dan Rhizoctonia solani. Jenis pertama yakni c. rodmandii dikenal sebagai patogen yang inangnya terbatas pada eceng gondok dan sejenisnya. Dewasa ini patogen tersebut telah dapat dikembang biakkan dalam pabrik untuk menghasilkan spora yang kemudian dapat
digunakan sebagai sarana pengendalian hayati.
V. PENERAPAN PENGENDALIAN HAY AT!
Pengendalian hayati dapat diterapkan. dengan berbagai t eknik t erg an tung pad a j eni s hama sasaran dan daerah operasionalnya. Dalam praktek pengendalian hayati dapat dilaku
kan secara tunggal atau dalam integrasi dengan komponen pe
ngendalian lainnya dalam pengelolaan hama.
A. TEKNIK PENGENDALIAN HAYATI
Dalem pengendalian hayati yang sempit, penerapannya dapat dilAkukan dengan 3 teknik yakni :
1. Introduksi
Seperti disebut di muka teknik ini dikenal sebagai pengenda.lian hayati klasik dan lebih banyak didasarkan pada pengalaman. Introduksi merupakan usaha pemasukan, pelepasan dan evaluasi penggunaan sarana pengendalian hayati.
Pada umumnya usaha ini dilakukan dengan memindahkan musuh alami dari suatu daerah ke daerah lain atau dari sua
tu negeri ke negeri lain. Daerah y?ng merupakan sumber musuh alami pada umumnya adalah daerah asal atau daerah distribusi dan daerah yang memerlukan dikenal sebagai daerah sasaran. Di daerah asal kebanyekan hama memiliki kompleks musuh alami yang potensi~.l den yang kurang potensial, namun yang diintroduksikan pada umumnya hanya yang potensial saj a.
Contoh introduksi antara negeri yekni pemasukan kumbang buas Cryptognata nodiceps dari Trinidad dan parasit ulat kobis Diagdema eucerophaga ke Indonesia. Sebaliknya Indonesia Jang merupakan sumber musuh alami tGlah banyak membantu negeri lain dengan mengirim berbagai j enis pemangsa, parasi t dan pat ogen. Di ant aranya adalah kumbang buas
58
59
Plaesius javanus untuk pengendalian penggerek batang pisang
Cosmopolites sordidus ke Queensland, berbagai kumbang buas
untuk pengendalian kutu keln.pa Aspidiotus destructor di
Fiji, lalat Jatiroto ke Mauritius dan Pakistan, dan sebagainya.
Dalam pengendalian gulma Indonesia juga pernah impor musuh alami dari negeri lain, misalnya kutu Dactylopius untuk pengendalian kaktus di Sulawesi Tengah dan kumbeng moncong Neochetina eichhorniae untuk pengendalian eceng gondok.
Kutu tersebut diimpor dari Australia tahun 1935 dan kumbang
moncong dori Florida tahun 1975. Di dalam negeri sendiri pernah dilakukan usaha intro
duksi. Mi. salnya introduksi parasi t Encarsia sp. dan Comperiella unifasciata dari Jawa untuk pengendalian A. desrtuctor di Sulawesi seki tar tahun 1925,, parasi t telur-ulat Chelonus sp. dari Bogor ke Flores untuk pengendalien ngengat mayang kelapa Batrachedra sp. dan sebagainya.
2. Konservasi
Konservasi merupakan usaha pengaweten musuh alami yang telah ada di suatu daerB.h dengan manipulasi lingkungannya. Pada umumnya ~onservasi dilak:ukan dengan memelihara kondisi lingkungan yang baik ba.gi perkembang biakkan musuh
alami, ant ara lain dengan pengaturan pohon pelindung, penyediaan pengairnn y~g baik, penyediaan tumbuhan yang dapat menjadi sumber makanen dexi musuh alami dewasa, mengurangi atau mencegah penggunaan pestisida dan sebagainya.
Contohnya antara lain pemberian pohon pelindung dan pengairan dengan irigasi panca.ran dalam us aha menj aga kelem
baban udara yang cocok untuk pertumbuhan j amur Botrytis stephanoderis untuk pengendalinn bubuk buah kopi Hypotheno~ hampei, penyemprotan lobang-lob?ng perengkap dengan air agar jamur Mettarhizium lebih efektif terhadap larva Oryctes rhinoceros, tidek menggunakRn herbisida di bawah
60
tanamnn kelapa sawi t yang terserang ulet api agar pro-asi t
nya t et ap mend a pat makanrun t ambahan yang cukup dari gulma
di seki t arnya dan sebBgainyn. Pengurang2n dalam penggunnan
insektisida merupekan langkah perlindungan terhadap berba
gai musuh alami pada berbagai hama.
3. Augment asi
Augment asi at au penambe.han populasi musuh alami meru
pakem. use.ha pengendalian hayati dengan proses pembia.kan
massal musuh alaminya. Kadang-kadang musuh alami didateng
kan dari luar daerah tetapi tidak jarang usaha itu dilaku
kan terhadap musuh alami yang telah ada di suatu wilayah.
Di Indonesia usaha ini telah dila.kukan terhadap Che
lonus sp. dengan pembi a.kannya mengguna.kan inang pengganti
yang berupa telur ngengat umbi kentang (g. opperculella).
Usaha ini telah berhasil baik di Flores seki tro- tahun 1950
tetapi kemudian mengale.mi kemunduran namun kini telah di
bina lagi. Juga penggunaan lnlat Jatirot o den parasi t te
lur Trichogramma di berbagai Pabrik Gula merupa.kan Augmen
tasi yeng berhasil sejak tahun 1972.
B. KEDUDUKAN PENGENDALIAN HAYATI DALAM PENGELOLAAN
HAMA
Telah disinggung sedikit di muka bahwa pengendalian
hayati dapat diprakt ekkan baik sebagai car a tunggal maupun
sebagai salah satu komponen dalam pengelolae~ hama.
1. Pengendalian hayati yang mandiri
Pengendalian hayati tidak dapat diterapkan untuk meng
atasi beberapa jenis hama sekaligus. Sebab masing-masing
musuh alami atau sarana pengendalian hayati memiliki hu
bungrm yrmg khas dengnn inangnya. Jareng ada musuh alami
61
yang bersifat polifag meskipun memang ada beberapa jenis,
khususnya yang berujud predator dan patogen, dapat bersifat
polifag. Namun demikian dari kebanyakan musuh alami yang
polifag itu pada umumnya mempunyai preferensi terhadap
inang tertentu. Dari sifat hubungan y&lg khFl.S i tu biasanya sesuatu je-
nis musuh alami memiliki potensi yang beser dalam penekanen populasi. Lebih-lebih apabila suatu hema memiliki beberapa musuh alami yeng menyerang fase tumbuh yang berbeda. Oontoh di alam kita temukan pada Papilio memnon memnon,
ulatnya sebagai pemakan daun jeruk. Telur kupu P. memnon memnon diserang oleh parasit telur anggota marga Oencyrtus sedangkan fase ulat dan kepompong diserang oleh parasit anggota marga Tetrastichus. Kedua jenis parasit itu mempunyai potensi yang besar sehingga keduanya mampu menekan populasi telur, ulat dan kepompong sampai pada tingkatan yang
menyebabkan hama i tu tidak: mempunyai arti ekonomi.
Dalam praktek pengendalien hayati sece.ra tunggal dapat kita lihat dalam penanggulangan masalah hama kelapa Oryctes rhinoceros. Pada larva ditemukan jamur Meterhyzium anisopliae dan juga virus yang dikenal sebagai Baculovirus oryctes atau Rhabdionvirus oryctes. Virus itu bahkan dapat menyerang kepompong dan kumbang dewasa. Penggunaan kedua
jenis musuh alami itu telah berhasil mengendalikan populasi hama tersebut di berbagai negeri antara lain di Fiji, Samoa, Solomon, dan Sri Langka. Di Indonesia usaha tersebut sudah dirintis beberapa tahun yang lalu dan kini mulai menunjukkan hasilnya.
2. Pengendalian hayati sebagai komponen pengelolaan
hama
Pada contoh di atas kita dapat memandang pengendalian hayati itu sebagai komponen pengelolaan hama, khususnya pada komoditi kelapa. Pada tanaman kelapa di samping kumbang
62
badak (0. rhiniceros), masih ada beberapa jenis hama yang
musuh alaminya dapat dikelola sebagai sarana pengendalia.n
hayati. Misalnya ngengat mayang Batrachedra, kumbang janur
Brontispa longissima, kutu daun kelapa Aspidiotus destruc
~ dan iUeurodicus destructor, belalang pedang Sexava spp. dan sebagainya. Hama-hama t ersebut dapat dikendalikan dengan program pengelolaan hama dengan pengendalian hayati sebagai salah satu komponen pengendalian utamanya.
Pendekatan seperti yang terakhir ini sudah menjadi konsep dan dijadikan kebijaksanaan pemerintah dalam perlin
dungan tanaman, terutama untuk tanaman perkebunan. Dengan kondisi ekosistem yang cukup stabil pada Sub sektor perkebunan, pengendalian hayati merupakan komponen pengelolaan hama yang dapat diandalkan.
DAFTAR PUSTAKA
Bosch, R. van den. 1980. The pesticide conspiracy •• ~chor Press. Double day Garden City, New York. 212 hala-man.
Bosch, R. van den and P. s. Messenger. 1973. Biological control. Intext Press, Inc. 180 halaman.
Burges, ·H. D. and N. w. Hussey. 1971. Microbial control of insects and mites. Academic Press. London, 861 halaman.
Carson, R. L. 1962. A fawcett publications, Inc. Greenwich. Conn. 304 halaman.
De Bach, P. (Ed.). 1964. Biological control of insect pests and weeds. Chapmen and Hill, London. 844 halaman.
Harris, P. 1979. Cost of biological control of weeds by insects in Canada. Weed Science 27 ( 2) : 242 - 250.
Huffaker, c. B. and P. s. Messenger. 1976. Theory and practice of biological control. Academic Press. 788 halaman.
Kalshoven, L.G.E. 1981. Revised by Van Der Laan. The pests of crops in Indonesia. P.T. Ichtiar Baru-Van Hoeve Jakarta. 701 halaman.
Metcalf, R. L. and w. H. Luckmann. 1974. Introduction to insect pest management. John Willy & Sons. New York. 587 halaman.
Ordish, G. 1967. Biological methods in crop pest control Constabel, London. 242 halaman.
Rao, V. P., M. A. Ghani, T. Sankaran and K. c. Mathur. 1971. A review of the biological control of insects and other pests in South-East Asia and the Pasific region. Technical Communication No. 6. CIBC Thailand, West Indies. Commonwealth Agricultural Bureaux. England. 149 halaman.
63
.. . ... .... ~. -_..· .. , .. -.. .....,......... .
64
Simmonds, F. J. 1970. Biological control. Sompong Press. Sompong Chaicharoen, Bangkok. 12 halaman.
Stern, V. M., R. F. Smith, R. van den Bosch and K. S. Hagen 1959. The Integrated control concept. Hilgardia 29: 81 - 101.
Sweetman, H. L. 1963. The principles of biological control WA~. C. Brown Co. Dubuque, Iowa. 560 halaman.
. ... ,
, ' ....