pengertian delik adatjhfgu

10

Upload: atika-mayasari

Post on 09-Nov-2015

24 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

tfytuyi

TRANSCRIPT

HUKUM ADAT DELIK

Pengertian Delik AdatDelik adat merupakan tindakan melanggar hukum. Tapi tidak semua pelanggaran hukum merupakan perbuatan pidana (delik). Perbuatan yang dapat dipidana hanyalah pelanggaran hukum yang diancam dengan suatu pidana oleh Undang-Undang.Soerojo Wignjodipoero berpendapat delik adalah suatu tindakan yang melanggar perasaan keadilan dan kepatutan yang hidup dalam masyarakat, sehingga menyebabkan terganggunya ketentraman serta keseimbangan masyarakat guna memulihkan kembali, maka terjadi reaksi-reaksi adat. Jadi, hukum delik adat adalah keseluruhan hukum tidak tertulis yang menentukan adanya perbuatan-perbuatan pelanggaran adat beserta segala upaya untuk memulihkan kembali keadaan keseimbangan yang terganggu oleh perbuatan tersebut.

Sifat Pelanggaran Delik AdatAlam pikiran masyarakat itu mempertautkan antara yang nyata dan tidak nyata, antara alam fana dan alam baka, antara kekuasaan manusia dan kekuasaan gaib, antara hukum manusia dan hukum Tuhan. Oleh karena itu maka pada umumnya masyarakat adat tidak banyak yang dapat berpikir rasionalistis atau liberalistis sebagaimana cara berpikir orang barat atau orang Indonesia yang cara berpikirnya sudah terlalu maju atau kebarat-baratan dengan menyampingkan kepribadian Indonesia.Menurut Hilman Hadikusuma, alam pikiran tradisional yang tercermin dalam sifat-sifat hukum pidana adalah sebagai berikut:1. Menyeluru Dan MenyatukanKetentuan-ketentuan dalam hukum pidana adat bersifat menyeluruh dan meyatukan, oleh karena latar belakang yang menjiwai bersifat kosmis, dimana yang satu dianggap bertautan dengan yang lain, maka yang satu tidak dapat dipisah-pisahkan dengan yang lain. Hukum pidana adat tidak membedakan antara pelanggaran yang bersifat pidana, dengan pelanggaran yang bersifat perdata. Semuanya akan diperiksa dan diadili oleh hakim adat sebagai satu kesatuan perkara yang pertimbangannya bersifat menyeluruh berdasarkan segala faktor yang mempengaruhinya.2. Ketentuan Yang TerbukaOleh karena manusia tidak akan mampu meramalkan masa yang akan datang, maka ketentuan hukum pidana adat tidak bersifat pasti, sifat ketentuaannya bersifat terbuka untuk semua peristiwa yang mungkin terjadi. Yang penting dijadikan ukuran adalah rasa keadilan masyarakat. Dalam menyelesaikan peristiwa akan selalu terbuka dan selalu dapat menerima segala sesuatu yang baru, karenanya akan selalu tumbuh ketentuan-ketentuan yang baru.3. Membeda-Bedakan PermasalahanApabila terjadi peristiwa pelanggaran maka dilihat bukan semata-mata perbuatan dan akibatnya, tetapi juga apa yang menjadi latar belakang dan siapa pelakunya. Dengan alam pemikiran demikian, maka dalam cara mencari penyelesaian dan melakukan tindakan hukum terhadap suatu peristiwa menjadi berbeda-beda.4. Peradilan Dengan PermintaanUntuk memeriksa dan menyelesaikan perkara pelanggaran, sebagian besar didasarkan pada adanya permintaan atau pengaduan, adanya gugatan atau tuntutan dari pihak yang dirugikan atau diperlakukan tidak adil kecuali dalam hal yang langsung merugikan dan menggangu keseimbangan masyarakat yang tidak dapat diselesaikan dalam batas wewenang kekerabatan.5. Tindakan Reaksi Atau KoreksiDalam hal melakukan tindakan reaksi atau koreksi dalam menyelesaikan peristiwa yang mengganggu keseimbangan masyarakat, petugas hukum tidak saja dapat bertindak terhadap pelakunya, tetapi juga terhadap keluarga atau kerabat pelaku itu, atau mungkin diperlukan mebebankan kewajiban untuk mengembalikan keseimbangan.6. Tidak Prae-ExistenteHukum pidana adat tidak menganut sistem pra existente regel, artinya tidak menganut asa legalitas dalam arti perbuatan pidana dalam hukum pidana adat tidak ditentukan terlebih dahulu sebagai suatu tindak pidana dalam suatu perundang-undangan tertulis, tetapi ditentukan begitu ada perbuatan yang mengganggu keseimbangan dalam masyarakat.

Lahirnya Delik Adata. Tata-Tertib Adat DilanggarTata-tertib adat adalah ketentuan-ketentuan adat yang bersifat tradisionil yang harus ditaati oleh setiap orang dalam pergaulan hidup bermasyarakat. Seperti ketentuan yang ada didalamnya yang bersifat adat sesungguhnya adat, adat istiadat, adat nan diadatkan dan adat nan teradat. Dan apabila ketentuan-ketentuan adat tersebut ada yang dilanggar, maka akan berakibat timbulnya reaksi dan koreksi dari petugas hukum adat dan masyarakat.Hukum adat tidak mengenal system hukum yang statis, maka hukum pidana adat pun tidak statis. Ketentuan hukum adat dapat timbul, berganti dan berkembang dengan ketentuan yang baru. Contoh pelanggaran aturan dusun di Sumatera Selatan yang sekarang diabaikan, misalnya Simbur Tjahaja jika halaman rumah tidak dibersihkan dengan sepatutnya maka yang empunya Rumah dihukum denda sampai 6 ringgitDelik adat terjadi tidak selalu karena petugas hukum adat melanggar ketentuan adat yang dipertahankan, tetapi bias saja terjadi karena yang bersangkutan sendiri merasa dirugikan. Dengan demikian delik adat akan selalu timbul apabila masyarakat adat dan warga adatnya merasa diperlakukan tidak adil baik oleh sesama warga adat maupun oleh pihak luar.b. Keseimbangan Masyarakat TergangguKeseimbangan kehidupan masyarakat dapat terganggu apabila peristiwa yang terjadi bertentangan dengan rasa keadilan dan kesadaran hukum masyarakat menurut waktu tempat dan keadaanya. Contoh terjadinya pelanggaran adat yang mengganggu keseimbangan kerabat sebuay (seketurunan) atau Senuwou (serumah tangga), menurut hukum adat Lampung atau di Sumatra selatan misalnya sebagaimana ketentuan berikut: Apabila ada kerabat yang menurunkan martabatnya, karena anak gadisnya bersuamikan lelaki pembantunya atau pembantu orang lain, maka orang tua si Gadis dihukum denda 3 x 12 rial dan 3 ekor kerbau yang senilai harganya. (KRN. 145). Dengan Demikian bukan saja perbuatan menghina pemuka adat yang hidup merupakan perbuaatan yang menganggu keseimbangan melainkan juga perbuatan menghina Poyang asala keturunan yang sudah dikeramatkan merupakan perbuatan yang mengganggu keseimbangan masyarakat.

Sistem Hukum Delik AdatA. Sistem TerbukaSistem pelanggaran yang dianut hukum pidana adat adalah terbuka tidak seperti hukum pidana barat yang bersifat tertutup yang terikat pada suatu ketentuan yang terdapat pada pasal 1 KUHPidana karena apa yang dilarang atau dibolehkan menurut hukum adat itu akan selalu diukur dengan mata rantai lapangan hidup seluruhnya. Apabila terjadi peristiwa yang mengganggu keseimbangan kehidupan masyarakat adat maka itu dikategorikan sebagai pelanggaran. Apabila terjadi pelanggaran maka para petugas hukum (jika diminta) akan berusaha mengembalikan keseimbangan itu dengan mencari jalan penyelesaiannya, setelah kesepakatan dapat dicapai barulah dilihat pada norma-norma hukum adat yang ada atau menentukan hukum yang baru untuk memenuhi kesepakatan guna penyelesaian.B. Perbuatan SalahPada perbuatan salah, system hukum delik adat tidak melihat perbuatan itu karena sengaja (dolus) atau kelalaian (culpa), melainkan dari akibat yang ditimbulkan oleh perbuatan tersebut. Apakah karena akibat itu diperlukan koreksi yang berat atau yang ringan, apakah perlu dibebankan pada yang membuat saja tau juga pada keluarga, kerabat dan masyarakat adatnya atau juga kepada kedua belah pihak baik yang berbuat salah atau juga yang terkena akibatnya.Hukum delik adat hanya mengenal delik yang bertentangan dengan kepentingan masyarakat setempat dan atau bertentangan dengan kepentingan pribadi seseorang. Begitu pula delik adat yang memerlukan adanya pembuktian, tetapi ada juga yang tidak memerlukan pembuktian sama sekali karena sudah dianggap umum mengetahuinya atau dikarenakan hukum sudah terkena akibat perbuatanya. Menurut hukum delik adat selain kesalahan dapat dibebankan kepada orang lain, begitu juga orang lain dapat pula menanggung perbuatan salah.C. Pertanggungjawaban KesalahanDalam hukum pidana adat tidak membedakan pada pelakunya, baik itu waras atau gila. Tetapi hukum pidana adat menitik beratkan pada akibatnya oleh karena itu pihak yang dirugikan dapat menuntut ganti rugi atau penyelesain akibat perbuatan pelakunya walaupun pada orang gila ganti ruginya dapat berlaku lebih ringan daripada perbuatan salah yang dilakukan orang sehat.Pertanggung jawaban kesalahan yang dilakukan oleh pelakunya dinilai menurut ukuran kedudukan pelaku itu didalam masyarakat, makin tinggi martabat seseorang didalam masyarakat akan makin berat pula hukuman yang harus diterimanya. Ukuran penilaian martabat ini sangat berpengaruh dikalangan yang susunan martabatnya bertingkat seperti di Bali, Bugis, Lampung, dsb.D. Menghakimi SendiriMenurut hukum pidana adat perorangan, keluarga atau kerabat yang menderita kerugian sebagai akibat kesalahan seseorang, dapat bertindak sendiri menyelesaikan dan menentukan hukuman ganti kerugian dan lain-lain terhadap pelaku yang telah berbuat salah tanpa menunggu keputusan petugas hukum adat. Selain hak menghakimi sendiri oleh pihak penderita, apabila perbuatan salah itu mengenai hak kebendaaan maka pihak yang terkena berhak menuntut nilai ganti kerugian berdasarkan ukuran nilai bendanya. Barang biasa akan lebih ringan nilai tuntutan ganti ruginya dari barang yang bersifa magis dan religious seperti alat kelengkapan adat, pusaka warisan.dll.E. Membantu dan atau mencoba berbuat salahMenurut hukum pidana adat, suatu perbuatan itu serangkaian yang menyeluruh dan siapa saja dan segala sesuatu bagaimanapun sifat dan bentuk perbuatan itu, segala sesuatunya yang dianggap kesalahan yang harus diselesaikan apakah dengan hukuman atau ampunan, jika dihukum maka semua dihukum, jika diampuni maka semua diampuni, tidak boleh dipisah-pisahkan masalahnya, jika tidak demikian maka masalahnya dianggap belum selesai. Begitu pula pada perbuatan percobaan melakukan kesalahan, apapun bentuk dan sifat percobaan yang telah dilakukan untuk berbuat salah maka tidak dapat dihukum, kecuali usaha percobaan itu mengganggu keseimbangan hukum masyarakat.F. Kesalahan ResidivDalam hukum pidana adat semua perbuatan salah yang telah dilakukan maka akan diperhitungkan dan dinilai keseluruhannya, untuk dapat di pertimbangkan apakah masih bisa dimaafkan dan diampuni perbuatannya ataukan perlu diambil tindakan lebih jauh. Penyelesaian oleh petugas hukum dapat saja diserahkan kepada keluarga atau kerabat yang bersangkutan untuk diambil tindakan seperlunya atau jika kerabat bersangkutan menyerahkanya pada petugas hukum maka pelaku residiv itu disingkirkan sama sekali dari pergaulan masyarakat. G. Berat Ringan HukumanDidalam peradilan adat yang pelaksanaannya selalu didasarkan pada asaz kekeluargaan, kedamaian, kerukunan, dan rasa keadilan, maka hakim adat bebas menyelesaikan suatu kasus pidana adat dengan memperhatikan suasana dan kesadaran masyarakat setempat. Adakalanya menurut hukum adat itu kesalahan besar diselesaikan dengan hukuman ringan, ada kalanya juga kesalahan kecil diselesaikan dengan hukuman yang berat. Permintaan maaf, permohonan ampun dan mengakui kesalahan dapat menjadi alasan hakim adat untuk meringankan atau membebaskan si bersalah dari hukuman dan mengganti hukuman itu dengan pendidikan budi pekerti keagamaan.H. Hak Mendapat PerlindunganMenurut hukum adat yang berlaku dibeberapa daerah terdapat ketentuan bahwa seseorang yang bersalah dapat dilindungi dari ancaman hukuman dari suatu pihak apabila ia datang meminta perlindungan kepada kepala adat, penghulu agama atau raja.

Jenis-Jenis Delik Dalam Hukum Adata. Delik yang paling berat, adalah segala pelanggaran yang memperkosa perimbangan antara dunia lahir dan dunia gaib serta segala pelanggaran yang memperkosa susunan masyarakat.b. Delik terhadap diri sendiri, kepala adat juga masyarakat seluruhnya, karena kepala adat merupakan penjelmaan masyarakat.c. Delik yang menyangkut perbuatan sihir atau tenung.d. Segala perbutan dan kekuatan yang menggangu batin masyarakat, dan mencemarkan suasana batin masyarakat.e. Delik yang merusak dasar susunan masyarakat, misalnyaincest.f. Delik yang menentang kepentingan umum masyarakat dan menentang kepentingan hukum suatu golongan famili.g. Delik yang melanggar kehormatan famili serta melanggar kepentingan hukum seorang sebagai suami.h. Delik mengenai badan seseorang misalnya melukai.Dari paparan di atas,beberapa jenis delik dapat digolongkan menjadi delik yang berat dan segala pelanggaran yang memperkosa dasar susunan masyarakat. Delik yang termasukkriteria yang berat ini adalah segala pelanggaran yang menganggu keseimbangan antara dunia lahir dan dunia ghaib.Delik yang termasuk pelanggaran memperkosa dasar susunan masyarakat diantaranya seperti pengkhianatan, pembakaran kampung, hamil tanpa nikah, melahirkan gadis, zina, pembunuhan, penganiayaan, pencurian dan lain sebagainya.

Ruang Lingkup Hukum Adat DelikPeraturan UU tahun 1918 hukum delik adat berlaku di wilayah masing-masing: Tahun 1918 berlaku KUHP, unifikasi hakim pidana berdasar Pasal 1 KUHP (asas legalitas), Nullum delictum noela poena sine praevia lege poenali. Konsekuensinya: Pengadilan Negeri (Landraad) tidak dapat lagi mengadili delik-delik adat.Tahun 1951 berdasar Pasal 5 ayat (3) UU Darurat No.1 Tahun 1951 terdapat pengakuan kembali bahwa hukum yang hidup (hukum adat) dapat menjadi sumber hukum pidana tertulis (KUHP) selama tidak ada padanan/kesamaan pengaturan dalam KUHP.Dalam pasal 1 ayat (3) RUU KUHP, menyatakan bahwa asas legalitas tidak boleh ditafsirkan sebagaimana mengurai berlakunya hukum yang hidup yang menentukan bahwa adat setempat seseorang patut dipidana bilamana perbuatan itu tdk ada persamaan dalam peraturan perundang-undangan. Dengan kata lain RUU KUHP, tidak bersifat mutlak atau bersifat terbuka.Adat atau sebuah kebiasaan yang menjadi kebudayaan yang telah mendarah daging pada sebuah masyarakat, akan sulit untuk merubahnya. Karena dalam kaidah Ushul Fiqih Kebiasaan itu menjadi Hukum, dengan kata lain adat yang ada dalam suatu golongan menjadi hukum dalam kehidupannya sehari-hari yang mana akan sangat sulit untuk merubahnya ke arah adat yang lain. Seperti seorang Muslimah yang sudah baligh (dewasa) membuka jilbabnya dengan tanpa alasan yang jelas, dalam islam itu adalah suatu perbuatan delik yang kotor.

Petugas Hukum Untuk Perkara AdatMenurut Undang-Undang Darurat No. 1/1951 yang mempertahankan ketentuan-ketentuan dalam Ordonansi tanggal 9 Maret 1935 Staatblad No. 102 tahun 1955, Statblad No. 102/1945 maka hakim perdamaian desa diakui berwenang memeriksa segala perkara adat, termasuk juga perkara delik adat.Didalam kenyataan sekarang ini, hakim perdamaian desa biasanya memeriksa delik adat yang tidak juga sekaligus delik menurut KUH Pidana. Delik-delik adat yang juga merupakan delik menurut KUH Pidana, rakyat desa lambat laun telah menerima dan menganggap sebagai suatu yang wajar bila yang bersalah itu diadili serta dijatuhi hukuman oleh hakim pengadilan Negeri dengan pidana yang ditentukan oleh KUH Pidana.