pengertian mujahadah

Upload: khoirulhu

Post on 10-Oct-2015

85 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Pengertian Mujahadah

TRANSCRIPT

"Pengertian Mujahadah"

"Pengertian Mujahadah"

1. Pengertian secara umum

Tarif (definisi) mujahadah menurut arti bahasa, syari, dan istilah ahli hakikat sebagaimana dimuat dalam kitab Jamiul Ushul Fil-Auliya(1), hal 221 :

, . : , :

Arti mujahadah menurut bahasa adalah perang, menurut aturan syara adalah perang melawan musuh-musuh Allah Azza wa Jalla, dan menurut istilah ahli hakikat adalah memerangi nafsu amarah bis-suu (2) dan memberi beban kepadanya untuk melakukan sesuatu yang berat baginya yang sesuai dengan aturan syara (agama). Sebagian Ulama mengatakan : "Mujahadah adalah tidak menuruti kehendak nafsu, dan ada lagi yang mengatakan: Mujahadah adalah menahan nafsu dari kesenangannya.

Di dalam Wahidiyah yang dimaksud Mujahadah adalah ber-sungguh-sungguh memerangi dan menundukkan hawa nafsu (nafsu ammarah bis-suu) untuk diarahkan kepada kesadaran FAFIRRUU ILALLOOH WAROSUULIHI,

2. Pengertian secara khusus

MUJAHADAH WAHIDIYAH adalah pengamalan Sholawat Wahidiyah atau bagian dari padanya menurut adab, cara dan tuntunan yang dibimbingkan oleh Muallif Sholawat Wahidiyah sebagai penghormatan kepada Rosululloh dan sekaligus merupakan doa permohonan kepada Allah , bagi diri pribadi dan keluarga, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal dunia, bagi bangsa dan negara, bagi para pemimpin mereka di segala bidang, bagi ummat masyarakat jamial alamin, dan seluruh makhluq ciptaan Allah .

3. Dasar-dasar Mujahadah dan Keuntungannya

a. Firman Allah Taala QS. 5 - Al Maaidah : 35 :

(5- -35)

Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya dan berjihadlah pada jalan-NYA agar supaya kamu sekalian mendapat keberuntungan.

b. Firman Allah Taala : QS. 29 Al Ankabut: 69

( 29- : 69 )

Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik. Q.S. 29 Al-Ankabut : 69.

b. Firman Allah Subhannahu wa Ta'ala :

(22 : 78 )

Dan berjihadlah (bersungguh-sungguhlah) kamu menuju pada Allah dengan sebenar-benarnya jihad .. (QS.22 Al-Hajji 78 )

c. Hadits Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam :

, : ) ( 2 373) .

Kita baru kembali dari perang kecil akan menghadapi perang besar. Para Shahabat bertanya : YA Rosulullah gerangan apakah perang besar itu ? Rosulullah menjawab: Perang melawan Nafsu.

d. Hadits Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam :

" ".

Orang yang berjihad (bermujahadah) adalah orang yang memerangi nafsunya dalam (pendekatan dirinya kepada) Allah, (HR At-Tirmidzi, At-Thabrani, Ibnu Hibban dan Al-Hakim, dari Fadlolah bin Ubaid).

e. Hujjatul-Islam Imam Ghozali dalam Ihyanya menyebutkan :

. ( , : 39)

Mujahadah adalah kunci (pintu) hidayah, tidak ada kunci hidayah selain mujahadah.

f. Sering didawuhkan oleh Muallif Wahidiyah :

Barang siapa tidak bermujahadah dia tidak akan bisa mencapai musyahadah (Shuhud / sadar kepada Allah)

Wallahu a'lam^_^

NB - Keterangan: (1) Jamiul-Ushul Fil-Auliya oleh Asy-Syekh Dhiyauddin Ahmad Mushtofa Al-Kamsyakhonawy An-Naqsyabandy.Penerbit : Al-Haromain Singapura-Jedah-Indonesia

(2) Nafsu yang senantiasa memerintah / mengajak perbuatan buruk / jahat.

MUHASABAH secara sedehana bisa dipahami sama dengan intropeksi, yaitu seseorang bertanya kepada dirinya sendiri tentang perbuatan yang dia lakukan agar jiwa menjadi tenang, dan memastikan secara gamblang apakah perbuatan yang dilakukan dalam kehidupannya sesuai dengan perintah-perintah Allah Taala.

Demikianlah yang dilakukan oleh para sahabat Nabi. Mereka tidak pernah menutup malam harinya kecuali telah melakukan muhasabah. Bahkan seorang Abu Bakar mampu menghisab dirinya sendiri sedemikian rupa.

Menjelang akhir wafatnya, Abu Bakar memanggil putrinya Aisyah radhiyallahu anha. Abu Bakar berkata, Sesungguhnya semenjak kita menangani urusan kaum Muslimin, tidak pernah makan (dari dinar dan dirham mereka). Yang kita makan adalah makanan yang keras dan sudah rusak. (HR. Ahmad).

Demikianlah Abu Bakar menghisab dirinya sendiri. Bahkan sahabat utama Nabi itu tidak memperkenankan Aisyah mengambil apa yang dimiliki Abu Bakar. Semuanya diminta untuk diserahkan kepada Umar bin Khaththab. Tentu, langkah Abu Bakar ini sagat berat. Tetapi tatkala muhasabah telah menjadi gaya hidup maka tidak ada yang lebih penting selain menyucikan diri demi ridha Ilahi.

Abu Bakar dan sahabat Nabi yang lainnya benar-benar serius menghisab dirinya. Hal tersebut tidak lain karena hadits Nabi yang berbunyi; Kedua kaki seorang hamba tidak akan bergeser pada hari kiamat sehingga ditanya tentang empat perkara: tentang umurnya, untuk apa dihabiskannya, tentang masa mudanya, digunakan untuk apa, tentang hartanya, dari mana diperoleh dan kemana dihabiskan, dan tentang ilmunya, apa yang dilakukan dengan ilmunya itu. (HR. Tirmidzi).

Jadi, sebagai apa pun dan di masa apa pun seorang Muslim wajib melakukan muhasabah.

Sebelum hari perhitungan benar-benar kita hadapi. Pantas jika Umar bin Khaththab sering mengingatkan umat Islam untuk selalu melakukan muhasabah diri. Hasibu qobla an tuhasabu, artinya hitunglah diri kalian sebelum datang hari perhitungan.

Dalam pandangan Hasan Al-Bashri muhasabah akan meringankan hisab di hari akhir. Sebab Allah tidak pernah melewatkan satu perbuatan pun melainkan telah tercatat di sisi-Nya.

Allah mengumpulkan (mencatat) amal perbuatan itu, padahal mereka telah melupakannya. (QS. Al-Mujadilah: 6).

Jadi tidak sepatutnya jika seorang Muslim melewati hari-harinya tanpa melakukan muhasabah diri. Karena hanya dengan muhasabah itulah hati kita terjaga dari kelalaian, mulut terhindar dari mengucapkan keburukan dan perbuatan kita akan terpelihara dari segala maksiat dan kemunkaran.

Waktu MuhasabahDengan demikian muhasabah berarti perlu kita lakukan setiap hari. Mengenai waktunya, Ibnu Qayyim berkata, Muhasabah itu dilakukan sebelum melakukan perbuatan dan setelah melakukan perbuatan. Demikian beliau terangkan dalam kitabnya Mukhtashar Minhajul Qashidin.Muhasabah sebelum melakukan perbuatan seorang Muslim berhenti pada awal keinginan dan kehendaknya serta tidak bersegera melakukan perbuatan sampai jelas statusnya. Setidaknya ada tiga pertanyaan yang harus dijawab.

Pertama, apakah perbuatan yang diiginkan mampu dilakukan atau tidak. Kedua, apakah perbuatan itu sesuai syariat. Ketiga, apakah perbuatan itu akan dilakukan ikhlas karena Allah.

Sementara itu, untuk muhasabah setelah melakukan perbuatan dapat dicek melalui apakah perbuatannya sesuai syariat dan apakah dilakukan ikhlas karena Allah. Meurut Ibnu Qayyim muhasabah setelah melakukan perbuatan ini ada tiga macam.

Pertama, muhasabah atas ketaatan yang diabaikan. Kedua, muhasabah atas setiap perbuatan yang apabila ditinggalkan lebih baik daripada dilakukan. Ketiga, muhasabah atas perbuatan yang mubah yang tidak dilakukannya.

Lebih jauh Ibnu Qudamah berkata, Seyogyanya bagi seorang Muslim itu menyisihkan waktunya pada pagi hari dan sore hari untuk muhasabah diri. Dan ia menghitungnya sebagaimana para pedagang dengan rekan-rekannya menghitung keuntungan dan kerugian transaksi mereka setiap akhir penjualan.

Keuntungan Melakukan MuhasabahDengan gemar,rutin dan terus-menerus melakukan Muhasabah diri maka kita akan memperoleh banyak manfaat atau keuntungan.

Pertama, mendorong diri sendiri semakin antusias dan konsisten melakukan amal-amal sholeh, sehinnga lahir kesadaran dan harapan akan kepada Allah hingga lahir kekhusyukan dalam setiap ibadah.

Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyuk kepada Kami.(QS. Al-Anbiya: 90).

Kedua, tidak akan pernah lupa apalagi memandang salah karunia dan nikmat-nikat Allah yang telah dianugerahkan. Dengan kata lain akan memantik rasa syukur yang mendalam atas segala karunia Allah Taala.

Ketiga, akan terhindar dari melakukan ghibah, fitnah dan namimah yang akan berakibat pada hangusnya pahala dari amalan sholeh yang disusun selama hidup. Sebab, orang yang bicaranya buruk adalah orang yang pasti tidak pernah me-muhasabah dirinya sendiri, sehingga berlaku kata pepatah: Semut di seberang jauh kelihatan sedangkan gajah di depan mata tidak terlihat.

Dengan demikian merugilah Muslim yang menghabiskan umurnya tanpa muhasabah, sehingga keras hatinya dan buruk perangainya. Padahal, hanya dengan muhasabah semata, iman seorang Muslim akan terpelihara dan takwa menjadi nyata. Mumpung belum berpisah jauh dengan Ramadhan, yuk kita bangun budaya muhasabah diri sendiri