penggaraman 1
DESCRIPTION
mTRANSCRIPT
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak dikonsumsi
masyarakat, mudah didapat dan harganya murah. Namun dibalik keunggulan tersebut
ikan juga cepat mengalami proses kemunduran mutu karena kandungan air yang
terkandung di dalam tubuh ikan. Oleh sebab itu perlu dilakukan suatu proses agar
kemunduran mutu pada ikan dapat dihambat, salah satu caranya adalah dengan
pengawetan. Pengawetan ikan bertujuan untuk mengurangi kadar air pada tubuh ikan
sehingga tidak ada kesempatan bagi bakteri untuk berkembang biak. Untuk
mendapatkan hasil awetan yang bermutu tinggi diperlukan perlakuan yang baik selama
proses pengawetan seperti : menjaga kebersihan bahan dan alat yang digunakan,
menggunakan bahan baku ikan yang masih segar, menjaga sanitasi dan higine selama
proses berlangsung. Ada bermacam-macam cara pengawetan ikan, antara lain dengan
cara : penggaraman, pengeringan, pemindangan, pengasapan, peragian, dan
pendinginan ikan. (Esti,2000).
Dari berbagai macam cara pengawetan tersebut cara pengawetan yang paling
umum digunakan oleh masyarakat Indonesia adalah penggaraman. Proses
pengawetan tersebut menggunakan garam sebagai media pengawet, baik berupa
Kristal maupun larutan garam. Selama proses penggaraman, akan terjadi penetrasi
garam. Selama proses penggaraman, akan terjadi penetrasi gram dalam tubuh ikan
dan cairan dari tubuh ikan akan keluar karena perbedaan konsentrasi. Cairan tersebut
dapat dengan cepat melarutkan Kristal garam atau mengencerkan larutan garam.
Bersamaan dengan keluarnya cairan dari dalam tubuh ikan, partikel garam akan
memasuki tubuh ikan. Kemudian kecepatan proses pertukaran garam dan cairan
semakin lambat seiring dengan menurunnya konsentrasi garam dalam tubuh ikan.
Bahkan pertukaran garam dan cairan tersebut berhenti setelah konsentrasinya
seimbang. Proses tersebut mengakibatkan pengentalan cairan tubuh ikan yang masih
tersisa dan penggumpalan protein (denaturasi) serta pengerutan sel-sel tubuh ikan
sehingga dagingnya berubah (Adawyah, 2007).
Pengawetan ikan dengan cara penggaraman sebenarnya terdiri dari dua
proses yaitu pengeringan dan penggaraman. Adapun tujuan dari penggaraman sama
dengan tujuan proses pengawetan atau pengolahan lainya yaitu memperpanjang daya
tahan dan daya simpan ikan. Ikan yang mengalami proses penggaraman dapat menjadi
awet karena garam dapat menghambat atau membunuh bakteri penyebab
pembusukan ikan (Afrianto dan Liviawati, 1989).
Dalam Praktek Kerja Lapang II ini penulis memilih judul Pengasinan Ikan
Kembung karena ikan jenis ini adalah ikan yang paling banyak dan biasanya
dikonsumsi dalam bentuk ikan asin. Ikan kembung juga mempunyai tekstur yang
renyanh jika di olah menjadi ikan asin, selain itu juga ikan asin kembung ini mempunyai
harga yang relative terjangkau dibandingkan ikan asin lainya.
Oleh karena itu dalam kegiatan Praktek Kerja Lapang II ini penulis ingin
mengetahui lebih jauh tentang pengolahan ikan asin dengan melaksanakan Praktek
Kerja Lapang pada unit usaha atau daerah yang melakukan proses pengolahan ikan
asin.
1.2. Maksud dan Tujuan
1.2.1. Maksud
Maksud dari Praktek Kerja Lapang II ini adalah :
1. Mengikuti kegiatan secara langsung dalam proses pengolahan ikan asin kembung.
2. Mempelajari proses pengolahan ikan asin kembung.
3. Memperoleh data taknis dan finansial dalam proses pengolahan ikan asin kembung
pada unit usaha milik Bapak H. Suwarno di desa Brondong Kabupaten Lamongan Jawa
Timur.
1.1.2. Tujuan
Adapun tujuan dari penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang II ini adalah:
1. Memperoleh pengetahuan dan keterampilan tentang proses pengolahan ikan asin
kembung.
2. Mengetahui hasil analisis usaha pengolahan ikan asin kembung pada unit usaha milik
Bapak H. Suwarno di desa Brondong Kabupaten Lamongan Jawa Timur.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Deskripsi Bahan Baku
2.1.1. Biologi Ikan Kembung
Djhuanda (1981). Ikan kembung (Rasterliger branchysoma) termasuk kedalam
kelas Condrichthyes yang memmiliki rahang, tubuh bilateral simetris, muliutnya
terminal, dan memiliki tutup insang, Ikan kembung (Rasterliger branchysoma) juga
memilikiliniea lateralis, rudimeter, finlet, memiliki lubang hidung dua buah (dirhinous),
bersisik dan tidak memiliki sunngut. Ikan kembung (Rasterliger branchysoma) juga
memiliki sirip punggung I,II sirip perut, pectoralis, sirip anal dan sirip ekor bercagak.
Untuk lebih memperjelas ikan kembung lihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Ikan Kembung (Rasterliger branchysoma) ` Sumber : wikipedia
2.1.2. Klasifikasi Ikan Kembung
Menurut Saanin (1984) ikan kembung dapat diklasifikasikan sebagai beriut :
Phylum : Chordata
Ordo : Perciformes
Famili : Scombridae:
Genus : Rastreliger
Spesies : Rastreliger kanagurta
2.1.3. Tingkat Kesegaran Ikan
Ikan segar atau basah merupakan ikan yang belum diawetkan melainkan hanya
menjaga keadaan agar tetap segar yaitu mendinginkannya dengan menggunakan es
(Murniyati dan Sunarman,2000). Mutu ikan dikatakan segar bila cirri-ciri fisiknya masih
sama dengan keadaan ikan yang masih hidup baik segi rupa, baud an tekstur
dagingnya. Mutu dari ikan segar tidak dapat ditingkatkan tetapi hanya dapat
dipertahankan agar tidak terjadi kemunduran mutu (Julianto, 2003). Untuk lebih
jelasnya, cirri-ciri ikan segar dan ikan yang tidak segar atau busuk dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1. Ciri ikan Busuk dan Ikan SegarParameter Ikan Segar Ikan busuk
Mata Pupil hitam menonjol dengan kornea jernih, boa mata cembung cerah
Pupil kelabu tertutup lendir seperti putih susu,bola mata cekung dan keruh
Insang Merah cemerlang atau merah tua Merahcoklat sampai
tanpa lender, tak ada bau menyimpang (off odor)
keabu-abuan, bau menengat, lendir tebal
Tekstur Daging
Elastis jika diletakan tak ada bekas jari, padat atau kompak
Tidak elastic, lunak, jika ditekan maka bekas jari lama hilangnya
KeadaanKulit dan Lendir
Warna sesuai aslinya dan cemerlan, lender permukaan jernih dan transparan, bau segar khas jenisnya
Warna pudar dan memucat, lendir menggupal dan lengket warnanya berubah jadi putih susu
Keadaan Perut dan Sayatan Daging
Perut tidak pecah masih utuh dan warna sayatandaging cemerlang serta jika ikan dibelah daging melekatkuat ada tulang terutama rusuknya
Penuh sobek, warna sayatan daging kurang cemerlang dan ada warna merah sepanjang tulang belakang, jika dibelah daging mudah lepas
Bau Spesifik menurut jenisnya, dan segar seperti bau rumput laut.
Bau menusuk seperti asam asetat dan lama kelamaan berubah menjadi bau busuk yang menusuk hidung
Sumber : Junianto, 2003
2.2. Prinsip Pengolahan dan Pengawetan
Ikan merupakan bahan pangan yang mudah membusuk. Hanya dalam waktu
sekiitar delapan jam sejak ikan ditangkap sehingga perlu adanya usaha agar mutu dan
tingkat kesegaran ikan dapat dipertahankan selama mungkin, salah satu cara untuk
mempertahankan mutu dan kesegaran ikan tersebut dengan metode pengolahan dan
pengawetan. Proses pengawetan dilakukan bertujuan untuk menghambat atau
menghentikan aktifitas enzim dari dalam tubuh ikan serta mikroorganisme yang dapat
menyebabkan terjadinya pembusukan atau kerusakan yang terjadi akibat perubahan
lain yang merugikan (Moeljanto, 1992).
Usaha pengolahan ikan menurut Adawyah (2007) dapat dilakukan dengan
berbagaicara, yaitu : pengolahan menggunakan faktor fisika, bahan pengawet
fermentasi. Dari berbagai cara/metode pengolahan tersebut yang paling laa dan sering
digunakan oleh masyarakat Indonesia adalah dengan menggunakan bahan pengawet
garam dalam proses penggaraman.
2.3. Deskripsi Produk
2.3.1. Pengertian Ikan Asin
Ikan asin merupakam ikan yang diolah menjadi ikan kering yang memiliki rasa
asinmelalui metode penggaaman dan penjemuran. Ikan asin mempunyai kadar air
rendah karena enguapan oleh panas dan penyerapan air oleh garam.berbagai jenis
ikan yang biasa digunakansebagai bahan dasar pembuatan ian asin antara lain ikan
kakap, ikantenggiri,ikan laying, ikan kembung, ikan teri, ikan petek, ikan mujahir dan
ikan bulu ayam (Santoso, 1998).
Pendapat Santoso (1998) juga diperjelas oleh Djarijah (1995) bahwa ikan asin
adalah ikan hasil dari proses penggaraman dan pengeringan. Ikan asin mempunyai
kadar air rendah karena penyerapan oleh garam dan penguapan oleh panas. Rasa
dagingnya asin dan dapat disimpan kurang lebih selama tiga bulan. Menurut Moeljanto
(1992) konsentrasi garam yang digunakan dalam proses penggaraman sekitar 20-30%
dan kadar air yang tersisa pada daging ikan adalah sekitar 15%.
2.3.2. Komposisi Kimia Ikan Asin
Komposisi kimia ikan asin menurut Nio (1992) adalah sebagai berikut :
Tabel 2. Komposisi kimia ikan asin per 100 gramAir 40.0 gr
Protein 42.0 gr
Lemak 1.5 gr
Mineral 6.5 gr
Kalsium 3.5 gr
Fosfor 3 gr
Besi 2.5 mg
Sumber : Nio, 1992
2.3.3. Peranan Garam
Ikan mengandung air sekitar 80% yang menyebabkan pembusukan
berlangsung sangat cepat.Oleh karena usaha pengawetan ikan harus dilakukan
secepat mungkin. Ikan yang akan dilakukan pengawetan hendaknya digarami terlebih
dahulu untuk menghambat aktivitas mikroorganisme dan enzim perusak daging ikan.
Bila garam yang digunakan serta proses pelaksanaanya dilakukan sebaik mungkin
dengan melakukan pengawetan selalu dijaga kebersihannya maka mikroorganisme
perusak akan mati (Irawan, 1995).
Pendapat Irawan (1995) tersebut dipertegas oleh Moeljanto (1992), pada
konsentrasi tertentu garam yang ditaburkan pada tubuh ikan menyebabkan terjadinya
proses osmosis pada sel daging ikan dimana larutan garam yang menempel pada
sekujur tubuh akan menarik air dari dalam tubuh ikan keluar hingga cairan yang tersisa
pada tubuh ikan akan semakin mengental, kadar proteinnya menggumpal serta sel-sel
dagingnya berkerut. Proses osmosis juga terjadi pada sel-sel mikroorganisme sehingga
mengakibatkan terjadinya plasmolisis yaitu berkurangnya kadar air sel bakteri sehingga
bakteri tersebut lama kelamaan akan mati. Selain berperan dalam proses pengawetan
garam juga berfungsi memberi rasa asin dan gurih pada daging ikan asin.
2.3.4. Metode Penggaraman
Metode penggaraman menurut Moeljanto (1992) dapat dilakukan dengan
beberapa cara, antara lain :
1. Metode penggaraman kering (dry salting)
Metode penggaraman menggunakan Kristal garam yang akan dicampurkan
dengan ikan. Pada umumnya, ikan-ikan yang besar dibuang isi perutnya terlebih dahulu
dan bila perlu dibelah agar dagingnya menjadi tipis sehingga lebih mudah ditembus
oleh garam. Pada proses penggaraman, ikan ditempatkan di dalam wadah yang kedap
air,misalnya bak dari kayu atsu dari bata yang disemen. Ikan disusun selapis demi
selapis di dalam wadah diselingi dengan lapisan garam. Jumlah garam yang dipakai
umumnya 10-35% dari berat ikan
2. Metode penggaraman basah (Brine salting)
Penggaraman basah menggunakan larutan garam 30-50% (setiap 100 liter
larutan garam berisi 30-50 kg). ikan dimasukan kedlam larutan itu dan dibieri pemberat
agar sema ikan terendam,tidak ada yang terapung. Ikan direndam dalam jangka waktu
tertentu tergantung pada ukuran dan tebal ikan serta derajat bkeasinan yang diinginkan.
3. Metode Campuran (Kench salting)
Ikan dicampur dengan Kristal garam seperti pada penggaraman kering diatas
lantai atau geladak kapal. Larutan garam yang terbentuk dibiarkanmengalir dan
terbuang.
2.4. Proses Pengolahan Ikan Asin2.4.1. Persiapan alat dan bahan
Persiapan Alat dan Bahan menurut Djarijah (1995) peralatan pembuatan ikan
asin kering adalah :
1. Pisau dapur
2. Bak semen atau bak kayu berlapis plastik kedap air sebagai wadah dalam proses
penggaraman.
3. Penutup bak (wadah) dan pemberat
4. Alat ukur berat (timbangan)
5. Keranjang plastik (trays) atau keranjang bambu
6. Para-para (tempat penjemuran)
Sedangkan garam dan air adalah bahan pembantu atau bahan yang menunjang dalam
proses pembuatan ikan asin.
2.4.2. Pemilihan Bahan Baku
Pemilihan ikan merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas dari
produk akhir. Untuk memperoleh produk akhir yang berkualitas, maka diperlukan bahan
baku yang baik dan segar. Menurut Suseno (2008) ciri – ciri ikan yang baik adalah :
1. Daging elastis
2. Warna cerah
3. Bau ikan segar
3. Sisik masih melekat kuat pada daging
4. Mata menonjol
5. Belum banyak lendir
Ikan yang akan diproses menjadi ikan asin diseleksi menurut jenis, ukuran dan
tingkat kesegarannya. Ikan – ikan kecil dan sedang dikelompokkan dari ikan besar.
Jenis ikan berlemak harus juga dipisahkan dari jenis – jenis ikan lainnya (Djarijah,
1995).
2.4.3. Pembersihan
Menurut Santoso (1998) tahap selanjutnya setelah ikan dipilih adalah:
1. Insang ikan dipotong.
2. Isi perut (jerohan) dibuang. Caranya, satu demi satu ikan – ikan dibelah memanjang
sama besarnya. Kemudian, isi perutnya dikeluarkan, dan diusahakan agar empedu
tidak sampai pecah.
3. Selanjutnya ikan – ikan dikumpulkan, lalu dicuci dengan menggunakan air asin. Setelah
itu, ikan ditampung didalam ember dan dicuci lagi sampai bersih.
2.4.4. Penggaraman
Menurut Afrianto dan Liviawati (1989), ada 3 proses dalam penggaraman, yaitu :
1. Penggaraman Kering
Pada metode ini, menggunakan garam kristal sesuai dengan berat ikan yang
akan di proses.Untuk ikan berukuran besar, banyak garam yang digunakan sekitar 20-
30% dari total berat ikan yang akan di olah. Sedangkan untuk ikan berukuran sedang,
cukup 15-20%. Ikan berukuran kecil hanya 5% saja.
Kemudian garam ditaburkan ke dasar bak. Setelah itu ikan disusun dengan
teratur di atas lapisan garam tadi. Selanjutnya pada lapisan ikan tersebut ditaburkan
kembali garam hingga seluruh permukaan tertutup garam. Lapisan ini merupakan dasar
bagi lapisan ikan berikutnya, demikian seterusnya. Tutup bak dengan sebuah papan
yang telah diberi pemberat agar proses penggaraman berlangsung dengan baik. Pada
umumnya, proses penggaraman berlangsung selama 2-3 hari untuk ikan besar, 1 hari
untuk ikan berukuran sedang, dan 12-24 jam untuk ikan berukuran kecil.
2. Penggaraman Basah
Sebagai media penggaraman digunakan larutan garam dengan konsentrasi
tertentu, tergantung tingkat keasinan yang diinginkan. Ikan yang akan diproses disusun
dalam bak kedap air. Tambahkan larutan garam secukupnya, hingga seluruh ikan
tenggelam seluruhnya.
Tutup seluruh bak dengan papan yang telah diberi pemberat dan biarkan
beberapa saat. Proses penggaraman dalam larutan garam jenuh membutuhkan waktu
sekitar 1 hari penuh.
3. Metode Kench Salting
Karena metode ini tidak menggunakan bak, ikan ditumpuk pada suatu bidang
datar lalu ditaburi garam secukupnya sambil terus diaduk hingga rata dan seluruh tubuh
ikan tertutup oleh garam. Tumpukan ikan tersebut ditutup dengan papan yang telah
diberi pemberat agar cairan di dalam tubuh ikan cepat keluar. Tumpukan ikan dibiarkan
beberapa saat hingga proses penggaram selesai yang ditandai dengan berubahnya
tekstur daging ikan menjadi lebih kencang dan padat.
2.4.5. Pencucian
Menurut Djarijah (1995), setelah proses penggaraman ikan dicuci kembali:
1. Setelah penggaraman selesai, ikan dibongkar dan ditaruh dalam keranjang lalu dicuci
air dengan bersih.
2. Selanjutnya ikan ditiriskan dalam keranjang yang sama sampai air tidak menetes lagi
(bahasa Jawa : tuntas / atus).dan ikan asin ini telah siap dijemur (dikeringkan).
2.4.6. Penjemuran
Ikan yang telah diproses dalam penggaraman serta telah dicuci dan ditiriskan
bisa langsung dijemur di atas para-para. Penjemuran sebaiknya tidak di tempat yang
terkotori oleh debu dan kotoran lain. Pekerjaan penjemuran ini haru dibarengi dengan
pembalikan paling sedikit 2 – 3 kali setiap hari. Sebelum ikan menjadi kering, setiap
sore hari dimasukkan dalam rumah atau tempat lain yang diberi atap agar tidak tersiram
air hujan atau embun. Masalah utama pengeringan dengan penjemuran sangat
tergantung pada intensitas sinar matahari (Djariah,1995)
Menurut Afrianto dan Liviawaty (1989) jika sinar matahari cukup baik, dalam
waktu tiga hari proses pengeringan selesai. Untuk mengetahui apakah ikan sudah
kering atau belum, dapat dilakukan dengan dua cara :
1. Tekanlah jari ke tubuh ikan. Apabila penekanan jari tersebut tidak meninggalkan bekas,
ikan dapat dianggap cukup kering.
2. Cara kedua terutama digunakan untuk ikan-ikan berukuran besar, yaitu dengan
menutupkan bagian tubuh ikan yang dibelah. Apabila tidak patah, maka ikan dapat
dianggap cukup kering.
2.4.7. Pengemasan
Setelah kering, ikan – ikan kemudian disusun secara teratur di dalam peti atau
keranjang yang telah dilapisi kertas. Selanjutnya peti atau keranjang tersebut diletakkan
di dalam ruangan yang sejuk dan kering dengan ventilasi yang baik.Peti atau keranjang
yang berisi ikan asin hendaknya tidak disimpan bersama – sama dengan bahan lain
yang membahayakan kesehatan, seperti pupuk tanaman, racun tikus, minyak tanah
atau zat kimia lain yang dapat membahayakan kesehatan.Jika suhu ruang
penyimpanan dapat diatur hingga berkisar antara 0-50C, daya awet ikan asin dapat
mencapai enam bulan (Afrianto dan Liviawaty, 1989).
2.5. Sanitasi dan Higiene
Menurut Wibowo (1995), selama ini masalah sanitasi dan higiene pengolahan
ikan asin terutama pengolahan tradisional masih jauh dari memuaskan, perhatian
terhadap masalah ini tidak dapat diabaikan begitu saja terutama jika menginginkan
produk yang bermutu baik.
2.5.1 Bangunan dan Peralatan
1. Semua permukaan peralatan yang kontak langsung dengan bahan baku dan produk
harus mudah dibersihkan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kontaminasi
bakteri.
2. Peralatan yang digunakan didesain sedemikian rupa sehingga mencegah kontaminasi
dari luar.
3. Menghindari bentuk bangunan atau peralatan yang berujung runcing atau tajam.
4. Menghindari adanya tempat yang sulit dibersihkan dan dapat menjadi tempat akumulasi
kotoran.
5. Membersihkan ruang dan peralatan dengan larutan pembersih.
6. Membuang limbah pada tempat pembuangan limbah sesuai dengan keadaan
lingkungan sekitar.
2.5.2. Pekerja/Karyawan :
1. Membiasakan diri mencuci peralatan sebelum dan sesudah digunakan setiap kali
proses pengolahan bahan.
2. Membiasakan diri mencuci tangan setiap kali hendak melakukan pengolahan bahan.
3. Menggunakan pakaian, penutup kepala dan masker untuk menghindari kontaminasi
bakteri pada bahan.
2.6. Pemasaran
Beberapa aspek pemasaran yang penting untuk dipelajari antaranya mengenai daerah
pemasaran, permintaan pasar, sifat dan daya serap masing – masing pasar, jumlah
pemasok dan volume pasoknya, jalur distribusi dan sistem pemasaran serta cara
pembayarannya. Sebagai contoh pada pasar tertentu telah terbentuk sistem pemasaran
yang spesifik sehingga tanpa terlibat dalam sistem tersebut sulit untuk menembus
pasar tersebut (Wibowo, 2003).
Dengan pengetahuan tersebut dapat dilakukan perencanaan yang lebih matang,
misalnya jenis ikan asin yang akan dihasilkan yang tentunya akan mempengaruhi cara
pengolahan dan peralatannya, jumlah produksi, bentuk kemasan, cara transportasi
serta sistem dan strategi pemasaran yang dipilih. Juga dapat ditentukan pasar yang
akan ditembus dan strategi yang digunakan.
Jenis-jenis pemasaran dibedakan menjadi 2 yaitu :
1. Pemasaran langsung : merupakan sistem pemasaran yang menggunakan berbagai
media untuk berinteraksi langsung dengan konsumen dan untuk mendapatkan respon
langsung dari konsumen. Dalam pemasaran langsung, komunikasi promosi ditujukan
langsung kepada konsumen dengan tujuan mendapatkan respon langsung dari
konsumen
2. Pemasaran tidak langsung : merupakan suatu sistem pemasaran yang dilakukan
secara tidak langsung. Yang dimaksud disini adalah pembeli dan penjual tidak bertemu
secara langsung biasanya penjualan dengan cara separti ini dilakukan secara online
karena jarak antara penjual dan pembeli yang terlalu jauh.
2.7. Analisa Usaha
2.7.1. Analisis R/C
Menurut Soekartawi (2006) R/C adalah singkatan dari Retrurn Cost Ratio, atau
dikenal sebagai perbandingan (nisbah) antara penerimaan dan biaya. Secara
matematik, hal ini dapat ditulis sebagai berikut :
a = R/C R = Py . Y C = FC + VC a = [(Py . Y)/(FC+VC)]
R = penerima C = biaya Py = harga output Y = output FC = biaya tetap (fixed cost) VC = biaya variable ( variable cost)
2.7.2. Analisa Keuntungan
Menurut Harmaizar (2006) Analisa Keuntungan adalah menganalisa rencana
keuntungan (penetapan keuntungan) dengan menyesuaikan atau menyetel harga dan
volume penjualan yang dapat diserap oleh pasar dengan mempertimbangkan
kebijaksanaan dari pesaing.
Dalam melakukan analisa keuntungan umumnya menggunakan metode analisa
Break Even Point dan analisa Kontribusi Margin.
1. Break Even Point
Analisa Break Even Point atau titik impas atau sering juga disebut titik peluang pokok
adalah suatu metode yang mempelajari hubungan antara biaya , keuntungan, dan
volume penjualan/produksi dan juga dikenal dengan analisa C.P.V (Cost Profit-
Volume) untuk mengetahui tingkat kegiatan minimal yang harus dicapai, dimana pada
tingkat kegiatan minimal yang harus dicapai, dimana pada tingkat tersebut perusahaan
tidak mengalami keuntungan maupun kerugian.
Dalam menganalisa break even point factor factor biaya dibedakan menjadi:
- Biaya semi variable adalah biaya yang ikut berubah dengan pembuatan volume
penjualan atau produksi tetapi tidak secara propisional.
- Biaya variable adalah biaya yang ikut berubah secara prpisional dengan perubahan
volume penjualan atau produksi, contoh: bahan baku utama, bahan penolong, komisi
penjualan dan lain-lain.
- Biaya tetap adalah biaya yang tidak ikut berubah dengan perubahan volume penjualan
atau produksi, contoh: biaya penyusutan, gaji pegawai tetap.
Analisa break even point dapat dihitung dengan
2. Kontribusi Margin
Kontribusi margin adalah selisih antara hasil penjualan dengan biaya variabel. Tujuan
utama dari analisa kontribusi margin adalah menganalisa dalam penentuan keuntungan
maksimum atau kerugian minimum.
Rasio kontribusi margin adalah rasio antara hasil penjualan dikurangi biaya variabel
dengan hasil penjualan.
III. METODOLOGI
3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Praktek Kerja Lapang (PKL) II ini dilaksanakan pada tanggal 22 Oktober 2012
sampai dengan tanggal 02 November 2012 yang bertempat di Desa Brondong
Kabupaten Lamongan Provinsi Jawa Timur.
3.2. Metode PKL
Metode yang digunakan dalam PKL II ini adalah metode survey. Menurut
pendapat Nazir (1991)survey adalah penyelidikan yang dilakukan untuk memperoleh
fakta dari gejala-gejala ada dan mencari keterangan yang factual. Sedangkan untuk
memperoleh keterampilan dalam teknik pengolahan ikan asin digunakan cara magang
dengan berperan aktif pada seetiap tahap dalam alur proses pengasinan.
3.3. Sumber Data dan Jenis Data
3.3.1. Sumber Data
Data yang dibutuhkan oleh penulis adalah data primer dan data skunder. Data
primer menurut Subagyo (1991) adalah data yang diperoleh secara langsung dari
masyarakat melalui wawancara, observasi maupun alat lainya. Sedangkan data
skunder adalahdata yang diperoleh dari atauberasal dari bahankepustakaan dan
digunakan untuk melengkapi data primer.
Data primer diperoleh secara langsung melalui kegiatan wawancara,
observasi,dan magang pada unit usahapengolahan ikan asin, data primer tersebut
berupa alur proses pembuatan ikan asin Kembung, teknik pengadaan bahan baku,
metode penggaraman, daerah pemasaran ikan asin Kembung tersebut.
Sedangkan data sekunder diperoleh dan literatur, laporan ilmiah, maupun dari
berbagai sumber internet yang berhubungan dengan proses pengolahan ikan asin.
3.3.2. Jenis Data
Jenis data dibedakan menjadi 2 yaitu data kualitatif dan data kuantitatif dan data
kuantitatif, menurut Narbuko dan Achmadi (2001) data kuantitatif adalah data yang
diperoleh di lapangan berupa angka, misalnya data berat bahan baku yang diterima
setiap harinya, berapa kapasitas hasil produk tipa siklus produksi. Data kualitatif adalah
data yang bukan berupa angka,misalnya jenis produksi, nama supplier, cara
pengasinan. Data kuantitatif yang akan diambil pada Praktek Kerja Lapang II ini adalah
jumlah bahan baku, jenis bahan baku, mutu bahan baku, asal bahan baku, konsentrasi
garam, jumlah garam. Seangkan data kualitatif yang akan diambil pada Praktek Kerja
Lapang II adalah proses pembuatan ikan asin, daerah pemasaran, sanitasi dan hygine
di unit usaha tersebut,bagaimana penanganan limbah dan layount ruang proses.
3.4. Teknik Pengumpulan Data
Menurut Narbuko dan Ahmadi (2001) beberapa jenis teknik pengumpulan data
yang dapat digunakan dalam Praktek Kerja Lapang (PKL) II ini adalah :
1. Observasi atau pengamatan adalah cara pengumpulan data dengan cara mengamati
dan mencatat ssecara sistematik gejala-gejala yang diamati. Yang dimaksudkan yaitu
mulai dari penerimaan bahan baku sampai menjadi produk akhir.
2. Interview atau wawancara adalah proses Tanya jawab dalam penelitian yang
berlangsung secara lisan dalam dua orang atau lebih, bertatap muka mendengarkan
secara langsung informasi atau keterangan melalui pertanyaaan dari kuisoner dan
bertujuan untuk mendapatkan data yang selengkap-lengkapnya mengenai proses
penggaraman dari pertanyaan yang diajukan.
3. Dokumentasi digunakan untuk pengambilan arsip, gambar, dan lain sebagainya.
Dokumentasi dapat memberikan gambaran tentang lokasi geografi, proses kegiatan
produksi, proses pemasaran, letak kependudukan tata letak dan denah produksi
(Moleong 1991).
4. Partisipasi merupakan teknik pengumpulan data dengan ikut magang seara langsung
ditempat praktek kerja dan mengikuti semua kegiatan yang ada.
3.4. Teknik Pengolahan Analisa Data
Setelah data yang dilakukan perlu dilakukan pengolahan data agar data yang
terkumpul dapat disajikan. Dan menurut Nazir (1991) pengolohan data tersebut dapat
dilakukan dengan:
1. Editing yaitu memeriksa, mengoreksi dan melakukan pengecekan kembali terhadap
data-data yang telah terkumpul. Misalnya data tentang proses pembuatan ikan asin,
tentang metode penggaramanya, tentang sanitasi dan hygiene apakah benar dengan
yang ada pada literature atau data primer.
2. Tabulating yaitu menyajikan data dalam bentuk table sehingga mudah untuk dipahami.
Misalnya pada data jumlah bahan baku yang datang setiap harinya, jumlahnya ikan
asin yang dihasilkan dilakukan tabulating untuk memudahkan pemeriksaan data.
3. Analizing yaitu melakukan satu analisa data sehingga dapat ditarik kesimpulanya.
Misalnya pada data proses pembuatan ikan asin dari tinjauan pustaka dibandingkan
dengan proses pembuatan ikan asin di lapangan.
Pada teknik analisis data kualitatif, analisa yang digunakan adalah analisis deskripsi
yaitu analisa yang menyajikan data sesuai dengan keadaan yang sebenarnya untuk
mempermudah pengambilan keputusan. Sedangkan untuk data kuantitatif, analisis
yang digunakan adalah analisis statistik deskriptif yaitu menyajikan data berupa angka
kemudian diolah lagi dalam bentuk tabel, grafik atau diagram untuk mempermudah
penyajian data.
DAFTAR PUSTAKA
Adawyah, R. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta.Afrianto, E dan Liviawati, E. 1989. Pengawetan dan Pengeringan Olahan Ikan. Kanisius.
Yogyakarta.Djajadiredja,R, Darti,S dan Wartono, H. 1984. Bahan Makanan Protein Ikan. PT. Indra. Jakarta
Djarijah, A.S. 1995. Ikan Asin. Kanisius. Yogyakarta.Esti, A.S. 2000. Ikan Asin Cara Kering. Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendaya Gunaan
dan Pemasaran Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Jakarta.Froese, Ed. R and Daniel P. 2006. http://wapedia.mobi/id/Kembung . Wapedik. JakartaHarmaizar, 2006. Mengenali Potensi Wirausaha.I CV Dian Anugrah Prakasa, Ed,1., Bekasi.
Irawan, A. 1995. Pengawetan Hasil Perikanan. Penerbit Aneka. Solo.Junianto, 2003. Teknik Penanganan Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta.
Moeljanto. 1992. Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. Penebar Swadaya. Jakarta.Moleong, L. 1991. Metode Penelitian Kualitatif. Remjaja Rosdakarya. Bandung.
Murniyati, A. S dan Sunarman. 2000. Pendinginan, Pembekuan, dan Pengawetan Ikan. Kanisius. Yogyakarta
Narbuko, C dan Achmadi. 2001. Metodologi Penelitian. Bumi Aksara. Jakarta.Nazir, M. 1991. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta.Purnawijayanti, A.H. 1999. Sanitasi Higiene dan Keselamatan Kerja Dalam Pengolahan
Makanan. Kanisius. Yogyakarta.Purnawijayanti, H. A. 2001. Sanitasi dan Higiene Keselamatan Kerja Dalam Pengolahan Makanan.
Kanisius Jakarta
Santoso, H.B. 1998. Ikan Asin. Kanisius. Yogyakarta.Soekartawi, 2006. Analisa Usaha Tani. Uniersitas Indonesia. Jakarta.
Subagyo, J. 1991. Metode Penelitian Teori dan Praktek. Bumi Aksara. Jakarta
Lampiran
Tabel diskusi kegiatan pada proses pengolahan Ikan Asin Kembung :
No Kegiatan Teori Praktek Lapang
1 Persiapan alat dan
Bahan.
Peralatanpembuatan ikan asin adalah, pisau dapur,
bak semen atau bak kayu,penutup bak (wadah) dan
pemberat, timbangan, keranjang plastik (tryas) atau
keranjang bambu,para-para, serta bahan seperti
garam dan air. (Djajirah, 1995).
2 Pemilihan Bahan
Baku
Ikan yang akan diproses menjadi ikan asin diseleksi
menurut jenis, ukuran dan tingkat kesegaranya.
Ikan-ikan kecil dan sedang dipisahkan dari ikan
besar. Jenis ikan Berlemak harus juga dipisahkan
dari jenis-jenis ikan lainya (Djajirah,1995).
3 Pembersihan Setelah ikan dipilih kemudian dibersihkan, ada
beberapa proses pembersihan yaitu, insang
dipotong, isi perut dibuang, kemudian ikan
dikumpulkan lalu dicuci dengan menggunakan air
asin. Setelah itu ikan ditampung didalam ember dan
dicuci lagi sampai bersih (Santoso,1998).
4 Penggaraman Ada 3 proses penggaraman yaitu: Penggaraman
kering ialah garam ditaburkan ke dasar bak.
Setelah itu ikan disusun dengan teratur di atas
lapisan garam tadi. Selanjutnya pada lapisan ikan
tersebut ditaburkan kembali garam hingga seluruh
permukaan tertutup garam. Lapisan ini merupakan
dasar bagi lapisan ikan berikutnya, demikian
seterusnya. Tutup bak dengan sebuah papan yang
telah diberi pemberat agar proses penggaraman
berlangsung dengan baik. Penggaraman basah
ialah penggunaan larutan garam dengan
konsentrasi tertentu. Ikan yang diproses disusun
dalam bak kedap air. Tambahkan larutan garam
secukupnya, hingga seluruh ikan tenggelam
seluruhnya. Metode kench salting ialah metode
tidak menggunakan bak, ikan ditumpuk pada satu
bidang datar lalu ditaburi garam secukupnya sambil
terus diaduk hingga rata dan tubuh ikan tertutup
oleh garam. Tumpukan ikan ditutup dengan papan
yang telah diberi pemberat dan didiamkan (Afrianto
dan Liviawati 1989).
5 Pencucian Setelah penggaraman selesai, ikan di bongkar dan
ditaruh dalam keranjang lalu dicuci dengan bersih.
Selanjutnya ikan ditiriskan dalam keranjang yang
sama sampai air tidak menetes lagi (Djarijah 1995).
6 Penjemuran Pekerjaan penjemuran harus dibarengi dengan
pembalikan paling sedikit 2-3 kali setiap hari.
Sebelum ikan menjadi kering, setiap sore hari
dimasukan kedalam rumah atau tempat lain yang
diberi atap agar tidak tersiram air hujan atau embun
( Djarijah, 1995).
7 Pengemasan Setela kering ikan-ikan kemudian disusun didalam
peti atau keranjang yang telah dilapisi kertas.
Selanjutnya peti atau keranjang tersebut diletakan
didalam ruangan yang sejuk dan kering dengan
ventilasi yang baik (Afrianto dan Liviawaty, 1989).
8 Sanitasi dan higiene Selama ini sanitasi dan hygiene pengolahan ikan
asin terutama pengolahan tradisional masih jauh
dari memuaskan. Perhatiaan terhadap masalah ini
tidak dapat diabaian begitu saja terutama jika
mengingunkan produkyang bermutu (Wibowo,
1995).