penggunaan antibiotika selama rawat inap di rsup … · iii persetujuan skripsi evaluasi drug...
TRANSCRIPT
i
EVALUASI DRUG THERAPY PROBLEMS
PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA SELAMA RAWAT INAP
DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA
Kajian Terhadap Kasus Operasi Hernia Inguinal pada Pasien Geriatri
Periode Februari 2006 - Oktober 2008
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Yosephin Dyah Susilo Pratiwi
NIM : 058114113
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2009
ii
EVALUASI DRUG THERAPY PROBLEMS
PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA SELAMA RAWAT INAP
DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA
Kajian Terhadap Kasus Operasi Hernia Inguinal pada Pasien Geriatri
Periode Februari 2006 - Oktober 2008
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Yosephin Dyah Susilo Pratiwi
NIM : 058114113
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2009
iii
Persetujuan Skripsi
EVALUASI DRUG THERAPY PROBLEMS
PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA SELAMA RAWAT INAP
DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA
Kajian Terhadap Kasus Operasi Hernia Inguinal pada Pasien Geriatri
Periode Februari 2006 - Oktober 2008
Oleh :
Yosephin Dyah Susilo Pratiwi
NIM : 058114113
Skripsi ini telah disetujui oleh :
Pembimbing I
dr. Fenty, M.Kes., Sp.PK tanggal 3 Juli 2009
Pembimbing II
M. Wisnu Donowati, M.Si., Apt. tanggal 3 Juli 2009
iv
Pengesahan Skripsi Berjudul
EVALUASI DRUG THERAPY PROBLEMS PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA SELAMA RAWAT INAP
DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA Kajian Terhadap Kasus Operasi Hernia Inguinal pada Pasien Geriatri
Periode Februari 2006 - Oktober 2008
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Ketika aku merasa lelah dan tak berdaya dari usaha yang sepertinya
sia-sia, Tuhan tahu betapa keras aku telah berusaha............
Ketika segala sesuatu berjalan lancar dan aku memiliki tujuan untuk
digenapi, maka Tuhan telah memanggilku dengan namaku.
Terpujilah TUHAN, gunung batuku, yang mengajar tanganku untuk bertempur, dan jari-jariku untuk berperang.
(Mazmur 144 : 1)
Segala perkara dapat kutanggung di dalam dia yang memberi kekuatan kepadaku.
(Filipi 4:13)
Karena itu dengan penuh keyakinan, aku menyerahkan
segala kekuatiranku kepada-Nya karena DIA memelihara
aku & tak pernah membiarkanku berjalan sendirian..........
Kupersembahkan karyaku yang sederhana ini untuk :
Yesus Kristus yang menjadi kekuatan & harapanku dalam segala hal,
Bunda Maria yang selalu menyertai dan memberkati setiap langkahku,
Bapak dan ibuku tersayang, yang tak pernah berhenti memberikan
semangat, dukungan, nasehat, kasih, perhatian, dan doanya,
Those who I cherish deeply in my heart,
RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta & my future patients,
All my lovely friends & Almamaterku
vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama : Yosephin Dyah Susilo Pratiwi Nomor Mahasiswa : 058114113
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul : EVALUASI DRUG THERAPY PROBLEMS PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA SELAMA RAWAT INAP DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA Kajian Terhadap Kasus Operasi Hernia Inguinal pada Pasien Geriatri Periode Februari 2006 - Oktober 2008 beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal 11 Agustus 2009 Yang Menyatakan
Yosephin Dyah Susilo Pratiwi
vii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, atas
segala berkat dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Evaluasi Drug Therapy Problems Penggunaan Antibiotika Selama
Rawat Inap di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Kajian Terhadap Kasus Operasi
Hernia Inguinal pada Pasien Geriatri Periode Februari 2006 - Oktober 2008”
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana farmasi pada program
studi Ilmu Farmasi, Jurusan Farmasi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan semangat, motivasi, dorongan, kritik dan saran sampai
terselesaikannya skripsi ini, terutama kepada :
1. Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta.
2. Ibu Maria Dwi Budi Jumpowati, S.Si. selaku Dosen Pembimbing Akademik
atas arahan, saran, dan bimbingannya selama ini.
3. dr. Fenty, MKes, Sp.PK. selaku dosen pembimbing I yang telah meluangkan
waktu serta memberikan bimbingan, saran, masukan, kritik dan motivasi
kepada penulis dalam proses penyusunan skripsi ini.
4. Maria Wisnu Donowati, M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing II yang telah
meluangkan waktu serta memberikan bimbingan, saran, masukan, kritik dan
motivasi kepada penulis dalam proses penyusunan skripsi ini.
viii
5. Yosef Wijoyo, M.Si.,Apt. selaku dosen penguji atas segala arahan, kritik,
saran, masukan, serta waktunya.
6. Ipang Djunarko, S.Si., Apt. selaku dosen penguji atas segala arahan, kritik,
saran, masukan, serta waktunya.
7. Dra. Sri Kadarinah Apt. atas waktu, bimbingan, arahan, masukan, dan
bantuannya selama penelitian di RSUP Dr. Sardjito.
8. Para dosen di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang
telah memberikan bekal kepada penulis untuk praktik kefarmasiannya kelak.
9. Staff Rekam Medis RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta (dr. Endang, Ibu Ndari,
Bapak Mardi), serta Ibu Mami, terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya
selama penulis melakukan penelitian.
10. Staff SMF Bedah (Mas Santo, Mbak Erli), staff bagian Sanitasi, dan Instalasi
Farmasi terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya selama penulis
melakukan penelitian.
11. Bapak Ibuku tercinta, terima kasih untuk semua doa, cinta, perhatian,
motivasi, dan dukungannya. Terima kasih telah membuat hidupku sangat
bahagia, berwarna, dan penuh inspirasi.
12. Pakde Praba dan Suster Agatha, terimakasih atas dukungan dan doanya, juga
Mbak Winda, Mas Tatuk, Mas Toro, Tata yang selalu membantuku dan
mengisi hari-hariku.
13. Mas Anton yang telah mengajarkanku untuk selalu percaya diri, juga Mas
Boni, Mbak Tina dan Indah terima kasih untuk dukungannya agar cepat
menyelesaikan skripsiku dan cepat ujian.
ix
14. Sahabat-sahabatku Aline, Flora, Denky, Suster Bernadeta, Dina, Cori, Fanny.
Terima kasih untuk kebersamaannya selama ini dan terima kasih sudah
menerimaku apa adanya.
15. Sahabatku di SMA Cintami, Eka, Tyas terima kasih untuk doa dan
dukungannya ya, terimakasih atas persahabatan yang indah hingga saat ini.
16. Teman-teman seperjuanganku selama pengambilan data di ICM, Melda, Lina
Chen, Deta, Sinta, Tika, Lia, Sella, mbak Tysom, dr.Ita, dan para teman
sejawat yang lain, terima kasih untuk kebersamaan dan kerjasamanya selama
mengambil data.
17. Teman-teman FKK 2005 Roni, Tara, Maya, Pipit, Donald, Stelli, Wisely,
Bustan, Bamby, Tami, Nolen, dan semua teman - temanku di farmasi yang
lain terutama kelas C angkatan 2005 yang tidak dapat disebutkan satu -
persatu, terimakasih untuk kebersamaan, kerjasama dan semua proses yang
kita lalui selama ini.
18. Teman-teman Komunitas Organis KoBar, Lian, Finza, Ajeng, Yulius, Bonny,
Ivan, Henny dll, teman-teman PSF Veronica dan teman-teman kelompok
koor yang lain di mana saja, terimakasih untuk kebersamaan, kerjasama,
inspirasi dan hari-hari yang berwarna di dalam musik.
19. Teman-teman KKNku, terimakasih atas kebersamaan & kerjasama yang telah
kita lalui bersama, mari kita berjuang bersama untuk lulus bersama.
20. Semua orang yang membuat hidupku lebih bersemangat dan menjadi
berwarna, terima kasih telah membuat hidupku lebih indah dan menarik
setiap harinya.
x
Penulis menyadari bahwa banyak kekurangan dalam penulisan skripsi
ini, sehingga saran, masukan, serta kritik yang membangun sangat penulis
harapkan. Semoga karya tulis yang sederhana ini dapat memberikan manfaat bagi
para pembaca serta bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Yogyakarta, Mei 2009
Penulis
xi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, Mei 2009
Penulis
Yosephin Dyah Susilo Pratiwi
xii
INTISARI
Pemberian antibiotik yang tidak tepat merupakan salah satu faktor risiko surgical site infection. Antibiotika profilaksis diberikan untuk mencegah terjadinya infeksi, sedangkan antibiotika terapi diberikan kepada pasien yang sudah mengalami infeksi. Tujuan penelitian ini untuk mengevaluasi penggunaan antibiotika pada operasi Hernia Inguinal pasien geriatri selama rawat inap di RSUP Dr. Sardjito periode Februari 2006 - Oktober 2008.
Penelitian ini merupakan penelitian noneksperimental, dengan rancangan deskriptif evaluatif yang bersifat retrospektif. Tahap penelitian meliputi perencanaan, analisis situasi, pengumpulan data, dan evaluasi, dengan instrumen penelitian berupa lembar rekam medis pasien. Data diambil dan dianalisis berdasarkan penyakit penyerta, jenis hernia inguinal, golongan antibiotik, jenis antibiotik, dan analisis Drug Therapy Problems (DTPs) penggunaan antibiotik selama rawat inap.
Hasil yang diperoleh adalah 36 kasus. Persentase berdasarkan penyakit penyerta, yaitu (5,56%) kasus dengan penyakit penyerta hipertensi, (2,78%) kasus dengan CHF, dan (2,78%) kasus dengan batu buli. Jenis hernia inguinal, yaitu (83,33%) kasus dengan jenis hernia inguinal indirek dan (16,67%) kasus dengan jenis hernia inguinal direk. Penggunaan antibiotik terbanyak adalah seftriakson, yaitu (88,89%) penggunaan pada profilaksis bedah, (22,22%) penggunaan pada terapi sebelum operasi, dan (86,11%) penggunaan pada terapi postoperasi. Identifikasi DTPs penggunaan antibiotik diperoleh 3 kasus, yang terdiri dari 6 kasus dosis terlalu rendah (16,67%), 1 kasus efek obat merugikan (2,78%), dan 2 kasus dosis terlalu tinggi (5,56%). Outcome terapi pasien, lama tinggal terbanyak pada lama perawatan 6 – 10 hari (58,33%), keadaan pasien keluar rumah sakit sebanyak 35 kasus keluar rumah sakit dengan keadaan sembuh / membaik.
Kata kunci : antibiotika profilaksis, antibiotika terapi, hernia inguinal, geriatri,
Drug Therapy Problems
xiii
ABSTRACT
Unappropriately administered antibiotic is one of risk factor for surgical site infection. Antibiotic prophylaxis is given to prevent infection, while antibiotic therapy is given to the patient who has been experienced infection. The aims of this research is to evaluate the using of the antibiotic in geriatric patients case inguinal hernia surgery during opname at RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta period Februari 2006 - Oktober 2008.
This research is a nonexperimental research, and done with the evaluative descriptive design and the data were obtained by retrospective method. The steps of this research is planning, analize of the situation, data collecting, and evaluation, with medical record of the research instrument. The data being taken and analized were based on illness inverted, type of inguinal hernia, antibiotic classification, type of antibiotic, and the analize of the Drug Therapy Problems (DTPs) about the using of antibiotic during opname.
The results of this research was 36 cases. Percentage of the illness inverted, was (5,56%) case with hipertensy, (2,78%) case with CHF, and (2,78%) case with kidney stone. Type of inguinal hernia, (83,33%) case with indirect inguinal hernia and (16,67%) case with direct inguinal hernia. The most of antibiotic used was ceftriaxone, that was (88,89%) used for prophylaxis in surgery, (22,22%) used for therapy before surgery, and (86,11%) used for therapy after surgery. Identifying DTPs of using the antibiotic yielded 3 cases, consist of 6 case dosage too low (16,67%), 1 case adverse drug reaction (2,78%), and 2 case dosage too high (5,56%). Outcome therapy patient, the most length of stay was 6 – 10 day (58,33%), patient condition out from hospital was 35 case with recover / fine condition. Key words : antibiotic prophylaxis, antibiotic therapy, inguinal hernia, geriatric,
Drug Therapy Problems
xiv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................. v
PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ..................................... vi
PRAKATA .................................................................................................. vii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ..................................................... xi
INTISARI .................................................................................................... xii
ABSTRACT .................................................................................................. xiii
DAFTAR ISI ............................................................................................... xiv
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xix
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xxiii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xxiv
BAB I. PENGANTAR .............................................................................. 1
A. Latar Belakang ............................................................................. 1
1. Perumusan masalah .................................................................. 3
2. Keaslian penelitian ................................................................... 4
3. Manfaat penelitian .................................................................... 5
a) Manfaat teoritis ................................................................... 5
b) Manfaat praktis ................................................................... 5
B. Tujuan Penelitian ......................................................................... 5
1. Tujuan umum ........................................................................... 5
xv
2. Tujuan khusus .......................................................................... 5
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA........................................................ 7
A. Hernia Inguinal............................................................................. 7
1. Definisi ..................................................................................... 7
2. Jenis-jenis hernia inguinal ........................................................ 8
3. Komplikasi hernia inguinal ...................................................... 9
4. Penatalaksanaan hernia inguinal .............................................. 9
B. Infeksi ........................................................................................... 10
1. Definisi Infeksi ......................................................................... 10
2. Surgical Site Infection .............................................................. 11
a) Definisi .............................................................................. 11
b) Faktor risiko surgical site infection .................................. 12
c) Penatalaksanaan surgical site infection ............................. 13
3. Sel darah putih ......................................................................... 13
C. Antibiotika ................................................................................... 14
1. Definisi ..................................................................................... 14
2. Prinsip penggunaan antibiotik .................................................. 14
3. Antibiotik profilaksis ............................................................... 15
3.1.Jenis - jenis antibiotik profilaksis ...................................... 15
3.2.Waktu dan dosis pemberian ............................................... 16
4. Antibiotik terapetik .................................................................. 16
D. Geriatri ......................................................................................... 17
1. Definisi ..................................................................................... 17
xvi
2. Perubahan farmakokinetik ....................................................... 17
3. Prinsip pengobatan pada geriatri .............................................. 18
4. Penggunaan antibiotik pada geriatri ......................................... 19
E. Drug Therapy Problems ............................................................... 20
1. Definisi drug therapy problems ............................................... 20
2. Pengelompokan dan penyebab drug therapy problems ........... 20
F. Keterangan Empiris ...................................................................... 22
BAB III. METODE PENELITIAN ............................................................ 23
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ................................................... 23
B. Definisi Operasional .................................................................... 23
C. Subyek Penelitian ......................................................................... 25
D. Bahan Penelitian........................................................................... 25
E. Lokasi Penelitian .......................................................................... 25
F. Tata Cara Penelitian ..................................................................... 26
1. Perencanaan ............................................................................. 26
2. Analisis situasi ......................................................................... 26
3. Pengumpulan data .................................................................... 26
4. Tahap penyelesaian data .......................................................... 27
a) Pengolahan data ................................................................ 27
b) Evaluasi data ..................................................................... 27
G. Kesulitan Penelitian ..................................................................... 29
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................... 31
A. Karakteristik Kasus Operasi Hernia Inguinal .............................. 32
xvii
1. Berdasarkan adanya penyakit penyerta .................................... 32
2. Berdasarkan jenis hernia inguinal ............................................ 33
B. Profil Penggunaan Obat ............................................................... 35
1. Obat antiinfeksi ........................................................................ 36
2. Anestesi .................................................................................... 36
3. Analgesik / Antiinflamasi ....................................................... 37
4. Obat sistem kardiovaskuler ...................................................... 37
5. Obat saluran cerna .................................................................... 37
6. Infus / cairan elektrolit ............................................................ 38
7. Obat saluran pernapasan ......................................................... 38
8. Vitamin ..................................................................................... 38
9. Obat neurotropik, nootropik & antiparkinson .......................... 38
10. Obat otot skelet dan sendi ....................................................... 39
C. Profil Penggunaan Antibiotik ....................................................... 39
1. Golongan dan jenis antibiotik ................................................. 39
2. Indikasi dan pilihan terapi antibiotik....................................... 42
3. Cara pemberian antibiotik ...................................................... 44
4. Waktu pemberian antibiotik .................................................... 44
D. Drug Therapy Problems (DTPs) .................................................. 45
1. Dosis terlalu rendah ................................................................ 47
2. Efek obat merugikan ............................................................... 48
3. Dosis terlalu tinggi .................................................................. 49
E. Outcome Terapi ............................................................................ 49
xviii
1. Lama tinggal (length of stay) .................................................. 50
2. Keadaan pasien keluar............................................................. 50
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................... 52
A. Kesimpulan .................................................................................. 52
B. Saran ............................................................................................. 54
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 55
LAMPIRAN ................................................................................................ 58
BIOGRAFI PENULIS ................................................................................ 117
xix
DAFTAR TABEL
Tabel I Kuman Penginfeksi yang Umumnya Muncul pada Kulit / Jaringan Lunak................................ 10 Tabel II Faktor resiko Surgical Site Infection ………...……........ 12 Tabel III Klasifikasi Luka Operasi …...........................…….......... 12 Tabel IV Identifikasi Drug Therapy Problems .............................. 21 Tabel V Profil Penggunaan Obat Selama Rawat Inap di RSUP Dr. Sardjito Periode Februari 2006 - Oktober 2008......... 36 Tabel VI Golongan dan Jenis Antibiotik Profilaksis Kasus
Operasi Hernia Inguinal pada Pasien Geriatri di RSUP Dr. Sardjito Periode Februari 2006-Oktober 2008........... 39
Tabel VII Golongan dan Jenis Antibiotik Terapi yang Diberikan Sebelum Operasi pada pada Pasien Geriatri Kasus Hernia Inguinal di RSUP Dr. Sardjito Periode Februari 2006 - Oktober 2008............................. 40 Tabel VIII Golongan dan Jenis Antibiotik Terapi yang Diberikan Postoperasi pada Pasien Geriatri Kasus Operasi
Hernia Inguinal di RSUP Dr. Sardjito Periode Februari 2006 - Oktober 2008............................. 41
Tabel IX Waktu Pemberian Antibiotik Profilaksis Kasus Operasi Hernia Inguinal pada Pasien Geriatri di RSUP Dr. Sardjito periode Februari 2006 - Oktober 2008............................. 45
Tabel X Jenis DTPs Penggunaan Antibiotik Pasien Geriatri Selama Rawat Inap di RSUP Dr. Sardjito
Periode Februari 2006 - Oktober 2008..............................46 Tabel XI Kasus DTPs Dosis Terlalu Rendah pada Penggunaan
Antibiotik Selama Rawat Inap Kasus Operasi Hernia Inguinal Pasien Geriatri di RSUP Dr. Sardjito periode Februari 2006 - Oktober 2008 ............................47
Tabel XII Kasus DTPs Efek Obat Merugikan pada Penggunaan Antibiotik Selama Rawat Inap Kasus Operasi Hernia Inguinal Pasien Geriatri di RSUP Dr. Sardjito Periode Februari 2006 - Oktober 2008............... 48
Tabel XIII Kasus DTPs Dosis Terlalu Tinggi pada Penggunaan Antibiotik Selama Rawat Inap Kasus Operasi Hernia Inguinal Pasien Geriatri di RSUP Dr. Sardjito Periode Februari 2006 - Oktober 2008............................. 49 Tabel XIV Kajian DTPs Kasus 1 Operasi Hernia Inguinal pada pasien Geriatri di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Periode Februari 2006-Oktober 2008................................ 58
xx
Tabel XV Kajian DTPs Kasus 2 Operasi Hernia Inguinal pada pasien Geriatri di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Periode Februari 2006-Oktober 2008................................ 59 Tabel XVI Kajian DTPs Kasus 3 Operasi Hernia Inguinal pada pasien Geriatri di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Periode Februari 2006-Oktober 2008................................ 60 Tabel XVII Kajian DTPs Kasus 4 Operasi Hernia Inguinal pada pasien Geriatri di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Periode Februari 2006-Oktober 2008................................ 61 Tabel XVIII Kajian DTPs Kasus 5 Operasi Hernia Inguinal pada pasien Geriatri di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Periode Februari 2006-Oktober 2008................................ 62 Tabel XIX Kajian DTPs Kasus 6 Operasi Hernia Inguinal pada pasien Geriatri di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Periode Februari 2006-Oktober 2008................................ 63 Tabel XX Kajian DTPs Kasus 7 Operasi Hernia Inguinal pada pasien Geriatri di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Periode Februari 2006-Oktober 2008................................ 64 Tabel XXI Kajian DTPs Kasus 8 Operasi Hernia Inguinal pada pasien Geriatri di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Periode Februari 2006-Oktober 2008................................ 65 Tabel XXII Kajian DTPs Kasus 9 Operasi Hernia Inguinal pada pasien Geriatri di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Periode Februari 2006-Oktober 2008................................ 66 Tabel XXIII Kajian DTPs Kasus 10 Operasi Hernia Inguinal pada pasien Geriatri di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Periode Februari 2006-Oktober 2008................................ 67 Tabel XXIV Kajian DTPs Kasus 11 Operasi Hernia Inguinal pada pasien Geriatri di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Periode Februari 2006-Oktober 2008................................ 68 Tabel XXV Kajian DTPs Kasus 12 Operasi Hernia Inguinal pada pasien Geriatri di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Periode Februari 2006-Oktober 2008................................ 69 Tabel XXVI Kajian DTPs Kasus 13 Operasi Hernia Inguinal pada pasien Geriatri di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Periode Februari 2006-Oktober 2008................................ 70 Tabel XXVII Kajian DTPs Kasus 14 Operasi Hernia Inguinal pada pasien Geriatri di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Periode Februari 2006-Oktober 2008................................ 71
xxi
Tabel XXVIII Kajian DTPs Kasus 15 Operasi Hernia Inguinal pada pasien Geriatri di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Periode Februari 2006-Oktober 2008................................ 72 Tabel XXIX Kajian DTPs Kasus 16 Operasi Hernia Inguinal pada pasien Geriatri di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Periode Februari 2006-Oktober 2008................................ 73 Tabel XXX Kajian DTPs Kasus 17 Operasi Hernia Inguinal pada pasien Geriatri di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Periode Februari 2006-Oktober 2008................................ 74 Tabel XXXI Kajian DTPs Kasus 18 Operasi Hernia Inguinal pada pasien Geriatri di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Periode Februari 2006-Oktober 2008................................ 75 Tabel XXXII Kajian DTPs Kasus 19 Operasi Hernia Inguinal pada pasien Geriatri di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Periode Februari 2006-Oktober 2008................................ 76 Tabel XXXIII Kajian DTPs Kasus 20 Operasi Hernia Inguinal pada pasien Geriatri di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Periode Februari 2006-Oktober 2008................................ 77 Tabel XXXIV Kajian DTPs Kasus 21 Operasi Hernia Inguinal pada pasien Geriatri di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Periode Februari 2006-Oktober 2008................................ 78 Tabel XXXV Kajian DTPs Kasus 22 Operasi Hernia Inguinal pada pasien Geriatri di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Periode Februari 2006-Oktober 2008................................ 79 Tabel XXXVI Kajian DTPs Kasus 23 Operasi Hernia Inguinal pada pasien Geriatri di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Periode Februari 2006-Oktober 2008................................ 80 Tabel XXXVII Kajian DTPs Kasus 24 Operasi Hernia Inguinal pada pasien Geriatri di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Periode Februari 2006-Oktober 2008................................ 81 Tabel XXXVIII Kajian DTPs Kasus 25 Operasi Hernia Inguinal pada pasien Geriatri di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Periode Februari 2006-Oktober 2008................................ 82 Tabel XXXIX Kajian DTPs Kasus 26 Operasi Hernia Inguinal pada pasien Geriatri di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Periode Februari 2006-Oktober 2008................................ 83 Tabel XL Kajian DTPs Kasus 27 Operasi Hernia Inguinal pada pasien Geriatri di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Periode Februari 2006-Oktober 2008................................ 84
xxii
Tabel XLI Kajian DTPs Kasus 28 Operasi Hernia Inguinal pada pasien Geriatri di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Periode Februari 2006-Oktober 2008................................ 85 Tabel XLII Kajian DTPs Kasus 29 Operasi Hernia Inguinal pada pasien Geriatri di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Periode Februari 2006-Oktober 2008................................ 86 Tabel XLIII Kajian DTPs Kasus 30 Operasi Hernia Inguinal pada pasien Geriatri di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Periode Februari 2006-Oktober 2008................................ 87 Tabel XLIV Kajian DTPs Kasus 31 Operasi Hernia Inguinal pada pasien Geriatri di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Periode Februari 2006-Oktober 2008................................ 88 Tabel XLV Kajian DTPs Kasus 32 Operasi Hernia Inguinal pada pasien Geriatri di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Periode Februari 2006-Oktober 2008................................ 89 Tabel XLVI Kajian DTPs Kasus 33 Operasi Hernia Inguinal pada pasien Geriatri di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Periode Februari 2006-Oktober 2008................................ 90 Tabel XLVII Kajian DTPs Kasus 34 Operasi Hernia Inguinal pada pasien Geriatri di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Periode Februari 2006-Oktober 2008................................ 91 Tabel XLVIII Kajian DTPs Kasus 35 Operasi Hernia Inguinal pada pasien Geriatri di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Periode Februari 2006-Oktober 2008................................ 92 Tabel XLIX Kajian DTPs Kasus 36 Operasi Hernia Inguinal pada pasien Geriatri di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Periode Februari 2006-Oktober 2008................................ 93
xxiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Hernia Inguinal.................................................................... 7
Gambar 2 Jenis Hernia Inguinal........................................................... 9
Gambar 3 Klasifikasi Surgical Site Infection........................................ 11
Gambar 4 Kasus Operasi Hernia Inguinal pada Pasien Geriatri
Berdasarkan Adanya Penyakit Penyerta di RSUP Dr. Sardjito
Periode Februari 2006 – Oktober 2008............................... 33
Gambar 5 Kasus Operasi Hernia Inguinal pada Pasien Geriatri
Berdasarkan Jenis Hernia Inguinal di RSUP Dr. Sardjito
Periode Februari 2006 – Oktober 2008............................... 34
Gambar 6 Kasus Operasi Hernia Inguinal pada Pasien Geriatri
Berdasarkan Sifat Benjolan Hernia Inguinal di RSUP Dr. Sardjito
Periode Februari 2006 – Oktober 2008............................... 35
Gambar 7 Lama Perawatan (Length of Stay) Pasien Geriatri yang
Menjalani Operasi Hernia Inguinal di RSUP Dr. Sardjito
Periode Februari 2006 – Oktober 2008 .............................. 50
Gambar 8 Keadaan Pasien Keluar Rumah Sakit.................................. 51
xxiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Analisis SOAP ..................................................................... 58
Lampiran 2 Golongan Obat yang Digunakan Pasien Selama
Rawat Inap .......................................................................... 94
Lampiran 3 Data Kultur Kuman di Ruang Operasi ................................ 98
Lampiran 4 Standar Pelayanan Medis Bedah Digestif ........................... 101
Lampiran 5 Daftar Istilah Medis ............................................................ 106
Lampiran 6 Izin Pengambilan Data di ICM ........................................... 108
Lampiran 7 Lembar Pernyataan Peneliti ................................................ 109
Lampiran 8 Persetujuan Penelitian di Instalasi Farmasi ......................... 110
Lampiran 9 Persetujuan Penelitian di Instalasi Sanitasi ......................... 111
Lampiran 10 Persetujuan Penelitian di SMF Bedah ................................ 112
Lampiran 11 Surat Pengantar Penelitian di Instalasi Farmasi .................. 113
Lampiran 12 Surat Pengantar Penelitian di Instalasi Sanitasi .................. 114
Lampiran 13 Surat Pengantar Penelitian di SMF Bedah .......................... 115
Lampiran 14 Surat Keterangan Selesai Penelitian.................................... 116
1
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Berdasarkan Pusat Statistik Kesehatan Nasional Amerika diketahui
bahwa surgical site infection (SSI) terjadi pada 3% - 6% pasien dan memperlama
waktu tinggal di rumah sakit. Surgical site infection merupakan kasus ketiga
terbanyak (14%-16%) yang menyebabkan infeksi nosokomial pada pasien di
rumah sakit, dan menempati urutan pertama (40%) yang menyebabkan infeksi
nosokomial pada pasien operasi (Di Piro, 2005). Hasil studi deskriptif Suwarni di
semua rumah sakit di Yogyakarta tahun 1999 menunjukkan bahwa proporsi
kejadian infeksi nosokomial berkisar antara 0,0% hingga 12,06%, dengan rata-rata
keseluruhan 4,26% (Suwarni, 2001). Faktor risiko terjadinya surgical site
infection dapat dipengaruhi dari segi pasien, segi proses bedah, dan
mikroorganisme di tempat operasi. Usia lanjut merupakan salah satu faktor risiko
surgical site infection dari segi pasien (Schwartz, 2005). Pada usia lanjut
pertahanan tubuh menurun, lebih mudah terjadi infeksi sehingga diperlukan
penggunaan antibiotik (Wattimena, 1991).
Antibiotik profilaksis menjadi standar pertimbangan untuk semua
prosedur bedah kecuali bedah bersih, seperti elektif, nontraumatik, tidak disertai
inflamasi akut, dan tidak memasuki saluran pernafasan, saluran pencernaan, atau
traktus urinarius. Nilai infeksi luka sesudah operasi pada prosedur bersih kurang
lebih 2% (Lawrence, Stephen, Maxine, 2002).
2
Operasi hernia inguinal merupakan operasi elektif yang termasuk dalam
prosedur bersih (kelas I) dimana tidak memerlukan penggunaan antibiotik
profilaksis, kecuali apabila terdapat pemasangan alat perlengkapan prostetik
(misalnya mesh atau klep). Karena adanya akibat yang serius dari luka infeksi
setelah bedah bersih dimana material prostetik ditanamkan ke dalam jaringan,
pasien yang menjalani prosedur tersebut dapat menerima dosis tunggal antibiotik
preoperatif (Schwartz, 2005). Perkembangan luka infeksi sesudah operasi
merupakan kejadian yang biasa terjadi dan memiliki peranan penting sebagai
penyebab morbiditas dan memperlama waktu tinggal di rumah sakit (Lawrence
dkk, 2002). Pasien yang sudah mengalami infeksi, membutuhkan pemberian
antibiotik berdasarkan hasil kultur atau berdasarkan organisme yang paling
mungkin berperan pada terjadinya infeksi sementara menunggu hasil kultur
(Grace dan Borley, 2006).
Pemilihan antibiotik ditentukan oleh keadaan klinis pasien, kuman -
kuman yang berperan, dan sifat antibiotik. Penggunaan antibiotik yang tidak tepat
akan mengakibatkan pesatnya pertumbuhan kuman yang resisten, efek samping
yang potensial berbahaya bagi pasien, dan beban biaya bagi pasien (Noer, 1996).
Penilaian segi manfaat dan risiko pada pasien geriatri harus selalu
dipertimbangkan sebelum pemberian suatu obat, oleh karena berbagai perubahan
fisiologis yang terjadi pada usia lanjut, gangguan mekanisme homeostatis dan
keadaan umum lemah, sering terjadi perubahan farmakodinamik, farmakokinetik
obat, sehingga memudahkan pasien mengalami efek samping obat (Suyono,
2001).
3
Evaluasi penggunaan antibiotik pada kasus operasi bersih pasien geriatri
perlu dilakukan, mengacu pada kriteria Drug Therapy Problems antara lain
adanya terapi obat tanpa indikasi, indikasi penyakit yang tidak diberikan terapi,
ketidakefektifan pemilihan obat, dosis yang kurang, terjadinya adverse drug
reaction, dan dosis yang berlebih (Cipolle, Strand, dan Morley, 2004). Adapun
pemilihan RSUP Dr. Sardjito sebagai tempat penelitian dikarenakan perannya
sebagai rumah sakit umum pendidikan kelas A dan rumah sakit rujukan bagi DI
Yogyakarta dan Jawa Tengah bagian Selatan, selain itu pelayanan pasien geriatri
menjadi salah satu pelayanan unggulan di RSUP Dr. Sardjito (Anonim, 2009a).
1. Perumusan masalah
Masalah yang dapat dirumuskan mengenai evaluasi drug therapy
problems penggunaan antibiotika pada operasi hernia inguinal pasien geriatri
selama rawat inap di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta periode Februari 2006-
Oktober 2008 adalah :
a. Bagaimana karakteristik pasien geriatri yang menjalani operasi Hernia
Inguinal di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode Februari 2006-
Oktober 2008, yang meliputi ada tidaknya penyakit penyerta, jenis dan
sifat hernia inguinal ?
b. Bagaimana pola penggunaan antibiotika selama rawat inap pada pasien
geriatri yang menjalani operasi Hernia Inguinal di RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta periode Februari 2006-Oktober 2008, yang meliputi :
1) profil penggunaan antibiotik profilaksis?
4
2) jenis dan golongan antibiotik terbanyak yang digunakan oleh pasien
selama rawat inap?
c. Bagaimana kajian Drug Therapy Problems pada pengunaan antibiotika
selama rawat inap pasien geriatri yang menjalani operasi Hernia Inguinal
di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode Februari 2006-Oktober 2008,
yang meliputi :
1) apakah ada terapi obat tanpa indikasi?
2) apakah perlu terapi tambahan?
3) adakah pemakaian obat yang tidak efektif?
4) apakah dosis yang diterima pasien kurang?
5) apakah terjadi adverse drug reaction?
6) apakah dosis yang diterima pasien berlebih?
d. Bagaimanakah outcome terapi pasien geriatri yang menjalani operasi
hernia inguinal di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode Februari 2006
– Oktober 2008?
2. Keaslian penelitian
Berdasarkan penelusuran penulis, penelitian mengenai penggunaan
antibiotik pada operasi hernia inguinal sudah pernah dilakukan oleh peneliti lain
dengan judul “Studi Penggunaan Antibiotik pada Pasien Bedah Hernia Inguinal
Penelitian pada Bagian Bedah RSU Dr.Soetomo Surabaya” (Chodijayanti, 2007).
Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh Chodijayanti berbeda dalam hal
subjek, lokasi, dan analisis penelitian.
5
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
kerasionalan penggunaan antibiotik selama rawat inap pada kasus hernia
inguinal khususnya bagi pasien geriatri di RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta.
b. Manfaat praktis
Penelitian ini dapat digunakan sebagai evaluasi dan bahan masukan
dalam hal penggunaan antibiotik pada prosedur pembedahan terutama
bagi pasien geriatri pada kasus hernia inguinal di RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta.
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui profil penggunaan antibiotika selama rawat inap pada
pasien geriatri yang menjalani operasi hernia inguinal di RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta periode Februari 2006-Oktober 2008.
2. Tujuan khusus
Adapun tujuan khususnya yaitu :
a. Untuk mengetahui karakteristik pasien geriatri yang menjalani operasi
Hernia Inguinal di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode Februari 2006-
Oktober 2008, yang meliputi ada tidaknya penyakit penyerta, jenis dan
sifat hernia inguinal.
6
b. Untuk mengetahui pola penggunaan antibiotika selama rawat inap pada
pasien geriatri yang menjalani operasi Hernia Inguinal di RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta periode Februari 2006-Oktober 2008, yang meliputi
profil penggunaan antibiotik profilaksis serta jenis dan golongan
antibiotik terbanyak yang digunakan oleh pasien selama rawat inap.
c. Mengetahui kajian Drug Therapy Problems penggunaan antibiotika
selama rawat inap pada pasien geriatri yang menjalani operasi Hernia
Inguinal di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode Februari 2006-
Oktober 2008, yang meliputi :
1) adanya terapi obat tanpa indikasi
2) adanya indikasi penyakit yang tidak diberikan terapi
3) adanya pemakaian obat yang tidak efektif
4) adanya dosis yang kurang
5) terjadinya adverse drug reaction
6) adanya dosis yang berlebih.
d. Mengetahui outcome terapi pasien geriatri yang menjalani operasi hernia
inguinal di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode Februari 2006 –
Oktober 2008.
7
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Hernia Inguinal
1. Definisi
Hernia inguinal merupakan penonjolan viskus dari posisi normalnya
melalui suatu celah/area yang lemah pada cincin inguinal dan dapat menurun
sampai ke dalam scrotum (Crowley, 2001). Semua hernia terjadi melalui celah
lemah atau kelemahan yang potensial pada dinding abdomen yang didukung oleh
adanya peningkatan tekanan intraabdomen yang berulang atau berkelanjutan.
Peningkatan tekanan intraabdomen disebabkan oleh beberapa faktor seperti batuk
kronis, konstipasi, obstruksi leher vesika atau uretral, parturisi, muntah,
penggunaan otot berlebihan, keganasan abdomen dan ascites (Marijata, 2006).
Gambar 1. Hernia Inguinal (Anonim, 2009 a)
8
2. Jenis-jenis hernia inguinal
Hernia inguinal dibedakan menjadi 3 jenis umum, yaitu :
a. Indirek
Hernia inguinal indirek biasanya bersifat kongenital (Marijata, 2006).
Jenis hernia ini dapat dimasukkan dengan tekanan oleh jari-jari di sekitar cincin
inguinalis interna, seperti leher yang sempit dan banyak terjadi pada pria usia
muda, sebanyak 3% pertahun kasus ini terjadi dengan komplikasi (Grace dan
Borley, 2006).
b. Direk
Biasanya merupakan penonjolan difus dari bagian medial dinding
posterior kanalis inguinal, medial dari arteri epigastrika inferior, dan di belakang,
atas serta bawah korda. Hernia inguinal direk bersifat didapat (acquired) kecuali
pada jenis yang jarang dimana terdapat ofisium sirkular yang kaku dan kecil pada
conjoint tendon (Marijata, 2006). Hernia inguinalis direk biasanya memiliki leher
yang lebar, sulit dimasukkan dengan penekanan jari-jari tangan dan lebih sering
pada pria usia tua, sebanyak 0,3% kasus pertahun mengalami strangulasi (Grace
dan Borley, 2006).
c. Indirek dan Direk
Hernia inguinalis jenis ini disebut juga ganda, hernia pantalon atau hernia
saddle bag. Hernia ini terdiri dari dua kantong yang melintasi vasa epigastrika
inferior (Marijata, 2006). Sedangkan sifat benjolan pada hernia inguinal
dibedakan menjadi reponible dimana sifat benjolan keluar masuk, dan irreponible
yaitu sifat benjolan menetap (Anonim, 2005).
9
Gambar 2. Jenis Hernia Inguinal (Anonim, 2009 b)
3. Komplikasi hernia inguinal
Komplikasi pada hernia inguinal dapat berupa inkarserasi, obstruksi, atau
strangulasi usus. Obstruksi usus di dalam kantung mempunyai gambaran klinik
seperti obstruksi usus halus atau usus besar lainnya. Strangulasi merupakan risiko
obstruksi usus, tetapi obstruksi tidak selalu timbul (Schrock, 1993).
4. Penatalaksanaan hernia inguinal
Perbaikan dengan bedah biasanya dilakukan pada pasien-pasien dengan
hernia yang berisiko komplikasi, hernia dengan adanya gejala-gejala obstruksi
sebelumnya, dan hernia dengan risiko komplikasi yang rendah namun dengan
gejala yang mengganggu gaya hidup (Grace dan Borley, 2006).
Untuk hernia reponibilis dan irreponibilis dilakukan operasi elektif
sedangkan untuk hernia inkarserata dan strangulata dilakukan operasi darurat.
Pengobatan untuk herniotomi elektif, yaitu simtomatis untuk rasa nyeri dapat
digunakan asam mefenamat 3x500 mg per hari untuk 3 hari atau antalgin 3x500
mg. Untuk herniotomi darurat apabila belum terjadi perforasi dapat digunakan
10
Ampicillin 3x1 gram per hari untuk 5 hari, apabila sudah terjadi perforasi dapat
digunakan ampicillin 3x1 gram, gentamisin 2x80 mg, flagyl suppositoria 3x500
mg, pengobatan selama 5 hari (Anonim, 1999).
Antibiotik profilaksis yang direkomendasikan pada operasi hernia adalah
sefazolin dan hanya direkomendasikan pada risiko yang tinggi, yaitu pasien
dengan faktor risiko infeksi luka seperti pasien lanjut usia, diabetes, atau multiple
medical comorbidities. Dosis dewasa untuk pemberian secara i.v adalah 1-2 g
(Lawrence dkk, 2002). Pemberian antibiotika sebagai penatalaksanaan terapi
pasca bedah, ditujukan kepada pasien umur tua, DM, pengguna corticosteroid atau
sitostatika, immunocompromised, dan hernia strangulata (Anonim, 2007).
B. Infeksi
1. Definisi infeksi
Infeksi merupakan proses pada waktu organisme berupa bakteri, virus,
dan jamur masuk ke dalam tubuh atau jaringan, yang mampu menyebabkan
munculnya penyakit serta dapat menyebabkan trauma atau kerusakan (Grace dan
Borley, 2006).
Tabel I. Kuman Penginfeksi yang Umumnya Muncul pada Kulit / Jaringan Lunak (McEvoy, 2005).
Tempat / Tipe Infeksi
Kuman penginfeksi
Selulitis Streptococcus kelompok A, Staphylococcus aureus
Pada kateter intravena Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis Luka operasi Staphylococcus aureus, gram-negatif yang
berbentuk batang Ulkus diabetes Staphylococcus aureus, gram-negatif aerobic yang berbentuk
batang, anaerob Furuncle Staphylococcus aureus
11
2. Surgical Site Infection
a. Definisi
Surgical Site Infection merupakan infeksi yang dapat terjadi pada
jaringan, organ, atau tempat pembedahan selama pelaksanaan prosedur yang
invasif dalam proses pembedahan (Schwartz, 2005), contoh infeksi spesifik yang
diakibatkan oleh pembedahan adalah selulitis, tetanus, dan gangren gas,
sedangkan infeksi pascaoperasi dapat berupa infeksi luka, infeksi intra-abdomen,
abses intra-abdomen, infeksi pernafasan, infeksi saluran kemih, infeksi jalur
sentral intravena, dan enterokolitis pseudomembranosa (Grace dan Borley, 2006).
Gambar 3. Klasifikasi Surgical Site Infection (Di Piro, 2005)
12
b. Faktor Risiko Surgical Site Infection
Faktor resiko terjadinya surgical site infection dapat dipengaruhi dari
segi pasien, segi proses bedah, dan mikroorganisme di tempat operasi. Hal
tersebut dikelompokkan dalam tabel di bawah ini :
Tabel II. Faktor resiko surgical site infection (Schwartz, 2005)
Segi pasien Segi proses bedah Mikroorganisme • Usia lanjut • Imunosupresi • Obesitas • Penyakit diabetes • Proses inflamasi kronis • Malnutrisi • Peripheral vascular
disease • Anemia • Radiasi • Penyakit kulit kronis • Sudah terjadi infeksi
terlebih dahulu (carrier stage)
• Lamanya tinggal saat preoperasi
• Durasi pembersihan bedah
• Persiapan preoperatif • Pencukuran daerah
operasi • Lama bedah • Antibiotik profilaksis • Ventilasi ruang operasi • Sterilisasi alat-alat bedah • Pemasangan implan
prosthetic • Drainase bedah • Tehnik bedah • Hipoksia, hipotermia
• Kolonisasi dengan mikroorganisme resisten
• Sekresi toksin • Organisme
penyebab infeksi nosokomial
Klasifikasi bedah dapat dikelompokkan menjadi bedah bersih, bedah
terkontaminasi bersih, bedah terkontaminasi, dan bedah kotor.
Tabel III. Klasifikasi Luka Operasi (Grace dan Borley, 2006)
Klasifikasi luka operasi
Definisi Contoh Insidensi infeksi
luka (%) Bersih Tidak ada kontaminasi
dari GI, GU, atau RT Tiroidektomi, operasi elektif hernia
1-5
Terkontaminasi bersih
Kontaminasi minimal dari GI, GU, atau RT
Kolesistektomi, TURP, pneumonektomi
7-10
Terkontaminasi Kontaminasi signifikan dari GI, GU, atau RT
Pembedahan elektif kolon, apendisitis yang meradang
15-20
Kotor Terdapat infeksi Perforasi usus, apendisitis perforasi, amputasi yang terinfeksi
30-40
13
c. Penatalaksanaan Surgical Site Infection
Pencegahan yang dilakukan sebelum terjadi infeksi dapat berupa:
1) operasi dilakukan sesingkat mungkin,
2) kulit pasien dibersihkan dengan antiseptik, sedangkan dokter bedah dan
perawat hendaknya menggunakan teknik yang aseptis,
3) dilakukan filtrasi / penyaringan terhadap udara pada kamar operasi,
4) personil yang terlibat dalam pembedahan menggunakan Alat
Perlindungan Diri (APD),
5) pemberian antibiotik profilaksis (Grace dan Borley, 2006).
Hal-hal yang dilakukan apabila sudah terjadi infeksi:
1) penegakan diagnosis bakteri penginfeksi dengan kultur spesimen yang
tepat,
2) pemberian antibiotik berdasarkan kultur (terapi absolut / definitif) dan
berdasar organisme yang paling mungkin menginfeksi (terapi empirik),
3) drainase untuk mengeluarkan kumpulan cairan yang terinfeksi
(Grace dan Borley, 2006).
3. Sel darah putih
Pertahanan tubuh melawan infeksi adalah peranan utama dari leukosit
atau sel darah putih. Batas normal jumlah sel darah putih berkisar dari 4000
sampai 10.000/mm3. Lima jenis sel darah putih yang sudah diidentifikasikan
dalam darah perifer adalah netrofil (55% dari total), eosinofil (1% sampai 2%),
basofil (0,5% sampai 1%), monosit 6%, limfosit 36% (Price dan Wilson, 1995).
14
Sel darah putih yang berperan dalam pertahanan terhadap infeksi bakteri
adalah neutrofil. Nilai normal neutrofil berkisar antara 2,0 – 7,5 x 109
/L.
Neutrofilia atau peningkatan jumlah neutrofil dapat disebabkan oleh infeksi
bakteri akut, peradangan, nekrosis jaringan akut, peradangan akut, dan leukemia.
Sedangkan neutropenia atau penurunan jumlah neutrofil dapat disebabkan oleh
infeksi virus, reaksi obat, dan penyakit darah (Rubenstein, Wayne, Bradley,
2007).
C. Antibiotika
1. Definisi
Antibiotika adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba terutama
fungi, yang dapat menghambat atau membasmi mikroba jenis lain (Ganiswara,
1995). Berdasarkan spektrumnya antibiotik dapat dibedakan menjadi antibiotik
berspektrum sempit (narrow spectrum) dan antibiotik berspektrum luas (broad
spectrum). Antibiotik berspektrum sempit hanya mampu menghambat atau
membunuh segolongan jenis bakteri, yaitu Gram positif atau Gram negatif.
Sedangkan antibiotik berspektrum luas dapat menghambat atau membunuh
bakteri dari golongan Gram positif maupun Gram negatif (Pratiwi, 2008).
2. Prinsip penggunaan antibiotik
Pemilihan antibiotik hendaknya didasarkan atas pertimbangan beberapa
faktor, yaitu spektrum antibiotik, efektivitas, sifat-sifat farmakokinetik, keamanan,
pengalaman klinik sebelumnya, kemungkinan terjadinya resistensi kuman, super
infeksi dan harga yang terjangkau. Arti penting dari pertimbangan faktor-faktor
15
ini tergantung dari derajat penyakit dan tujuan pemberian antibiotik, untuk
profilaksis atau terapi (Anonim, 1992).
3. Antibiotik profilaksis
Antibiotik profilaksis merupakan antibiotik yang digunakan secara luas
dalam prosedur pembedahan dan bertujuan untuk mengurangi prevalensi
terjadinya infeksi akibat luka sesudah pembedahan (Gugliemo, 2005).
Prinsip penggunaan antibiotik profilaksis:
a. pemilihan antibiotik efektif untuk mengatasi tipe kontaminasi
b. penggunaan antibiotik hanya digunakan pada risiko infeksi
c. pemberian antibiotik harus sesuai dosis dan waktu pemberian
d. dosis dihentikan sebelum terjadi risiko efek samping lebih besar dibanding
keuntungannya (Doherty dan Way, 2006).
3.1. Jenis-jenis antibiotik profilaksis
Sefazolin, sefotaksim, seftriakson, dan sefuroksim digunakan sebagai
perioperatif untuk mengurangi kejadian infeksi pada pasien dengan bedah yang
mengenai saluran pencernaan atau saluran kencing, bedah kandungan, bedah
kardiovaskular, bedah noncardiac thoracic atau prosthetic arthoplasty (McEvoy,
2005). Antibiotik profilaksis yang direkomendasikan pada operasi hernia adalah
sefazolin dan hanya direkomendasikan pada risiko yang tinggi, yaitu pasien
dengan faktor risiko infeksi luka seperti pasien lanjut usia, diabetes, atau multiple
medical comorbidities (Lawrence dkk, 2002).
16
3.2. Waktu dan dosis pemberian
Pemberian antibiotik profilaksis dosis tunggal secara intravena diberikan
tidak lebih dari 30 menit sebelum mulai bedah agar konsentrasi dalam jaringan
adekuat sampai proses bedah selesai. Jika bedah berlangsung lama (lebih dari 4
jam), banyak kehilangan darah, atau antibiotik yang digunakan memiliki waktu
paruh yang pendek (misal cefoxitine), maka diberikan dosis tambahan antibiotik
profilaksis 1 atau lebih selama proses bedah setiap 4-8 jam selama durasi bedah
(McEvoy, 2005).
Antibiotik diberikan bersamaan dengan anestesi sebelum operasi dimulai.
Pemberian antibiotik yang terlalu awal dapat menyebabkan konsentrasi obat
dalam darah pada akhir operasi berada di bawah MIC. Sedangkan pemberian
terlambat akan menyebabkan pasien tidak terlindung secara optimal pada waktu
dimulainya operasi (Di Piro et al, 2005).
4. Antibiotik terapetik
Pemberian antibiotik terapetik dilakukan atas dasar penggunaannya
secara empirik atau terarah pada kuman penyebab yang diketemukannya.
Penggunaan antibiotik secara empirik adalah pemberian antibiotik pada kasus
infeksi yang belum diketahui jenis kumannya. Antibiotik diberikan berdasar data
epidemioligik kuman yang ada. Penggunaan antibiotik secara terarah adalah
pemberian antibiotik pada kasus infeksi yang sudah diketahui jenis kumannya.
Antibiotik yang dipilih, hendaklah yang paling efektif, paling aman dan dengan
spektrum yang sempit. Cara pemberian dapat secara parenteral, oral atau topikal.
17
Dalam memilih cara pemberiannya hendaknya dipertimbangkan berdasar tempat
infeksi dan berat infeksi (Anonim, 1992).
D. Geriatri
1. Definisi
Geriatri merupakan kelompok usia 65 tahun atau di atasnya, dimana telah
terjadi penurunan fungsi organ tubuh yang akan berpengaruh terhadap proses
farmakokinetik di dalam tubuh yaitu absorpsi, distribusi, metabolisme, dan
eliminasi (Di Piro, 2005).
2. Perubahan farmakokinetik
Umumnya tidak terjadi gangguan besar absorpsi pada orang lanjut usia.
Walaupun demikian, akibat berkurangnya motilitas lambung, laju absorpsi dapat
berkurang (Mutschler, 1991). Dalam hal distribusi obat perlu diperhatikan suatu
obat tergolong yang lebih larut dalam air atau lemak. Karena berkurangnya cairan
tubuh maka obat-obat yang larut air akan berada dalam konsentrasi lebih tinggi,
sedangkan waktu paruh obat-obat larut dalam lemak akan memanjang karena
lemak tubuh bertambah pada usia lanjut. Sebagai akibatnya maka dosis dan
frekuensi pemberian obat perlu disesuaikan. Dalam hal metabolisme obat perlu
diperhitungkan kondisi pasien yang mempunyai gangguan fungsi hati atau
gangguan fungsi ginjal. Gangguan fungsi hati terutama harus diperhitungkan pada
obat-obat yang dimetabolisme di hati. Obat golongan tersebut mengalami proses
oksidatif di hati, yang pada orang usia lanjut aktivitasnya menurun. Proses
oksidasi menghasilkan senyawa kurang atau tidak aktif. Oleh sebab itu efek
18
samping maupun toksisitas obat-obat tersebut di atas lebih mudah timbul pada
orang usia lanjut. Pada ekskresi obat perlu diperhitungkan fungsi ginjal, yang
pada usia lanjut umumnya sudah menurun. Oleh karena itu dianjurkan pada
pemberian obat, terutama yang diberi dalam jangka panjang harus selalu
memperhitungkan fungsi ginjal pasien (Suyono, 2001).
Contoh obat-obat yang potensial terakumulasi akibat penurunan fungsi
ginjal ialah digoksin, gentamisin, klorpropamid, litium, prokainamid, tetrasiklin,
trimetoprim, sulfametoksazol, dan penisilin (Suyono, 2001).
3. Prinsip pengobatan pada geriatri
Prinsip pengobatan pada geriatri adalah selalu mengutamakan
pengobatan nonfarmakologis apabila memungkinkan, karena dengan cara akan
mengurangi pemakaian obat. Apabila diperlukan maka dapat diberikan obat atau
obat-obatan dengan berbagai kaidah umum, agar pasien terhindar dari efek
samping atau kejadian yang tidak diharapkan. Kaidah umum tersebut meliputi :
a. Alasan pemberian obat yang kuat
Tidak semua penyakit memerlukan obat, sehingga apabila tidak perlu obat
atau tanpa alasan yang kuat, sebaiknya tidak diberikan obat.
b. Perlu anamnesis mengenai kebiasaan pasien
Perlu diketahui mengenai riwayat pengobatan sebelumnya, riwayat merokok,
minum alkohol, atau kafein, yang kesemuanya dapat mempengaruhi obat-
obatan.
19
c. Mengetahui farmakologi obat yang akan diberikan
Sebaiknya memberikan obat yang telah diketahui indikasi, kontraindikasi dan
efek sampingnya secara pasti.
d. Mulai dengan dosis kecil
Pemberian obat pada usia lanjut dimulai dengan dosis kecil. Dosis yang
dianjurkan sering terlalu tinggi untuk usia lanjut. Dalam hal ini harus selalu
diperhitungkan fungsi ginjal pasien.
e. Cara pemberian obat sesederhana mungkin
Hal ini untuk mendapat kepatuhan minum obat, sehari sekali sangat ideal, dan
sebaiknya tidak diberikan dalam dosis terlalu sering atau dengan instruksi
yang sulit dimengerti.
f. Evaluasi secara berkala
Secara teratur apabila pasien mendapat obat-obat dalam jangka panjang,
dievaluasi kembali, apabila tidak diperlukan lagi maka pengobatan tidak
diteruskan. Obat-obat dengan rentang terapeutik sempit perlu diukur kadarnya
dalam serum secara berkala, misalnya warfarin, fenitoin, teofilin, digoksin,
dan aminoglikosida.
g. Tidak melakukan pengobatan yang berlebihan (overtreatment)
Menghindari pengobatan yang mencapai dosis toksik untuk mendapat efek
inotropik yang diinginkan (Suyono, 2001).
4. Penggunaan antibiotik pada geriatri
Perjalanan penyakit pada pasien usia lanjut pada umumnya lebih parah
dan lebih sering terjadi komplikasi, karena dengan meningkatnya usia, terjadi
20
perubahan-perubahan fisiologik dan patologik (Wattimena, 1991). Proses penuaan
dan malnutrisi yang terjadi pada usia lanjut mengakibatkan defisiensi sistim imun
(Sudoyo, 2006). Karena pertahanan tubuh yang menurun, lebih mudah terjadi
infeksi sehingga diperlukan penggunaan antibiotik (Wattimena, 1991).
Tidak terdapat penyesuaian dosis antibiotik khusus pada pasien geriatri,
pengaturan dosis diperlukan apabila pasien mengalami gangguan fungsi ginjal dan
gangguan hepar yang umum terjadi pada usia lanjut (Ahronheim, 1992).
E. Drug Therapy Problems (DTP)
1. Definisi Drug Therapy Problems
Drug Therapy Problems yaitu kejadian yang tidak diinginkan yang
dialami oleh pasien pada waktu menjalani terapi pengobatan dan dapat
mengganggu outcome yang diharapkan dan dapat juga merugikan pasien. Drug
Therapy Problems sering dialami pada waktu penggunaan obat dalam praktek
klinis yang dapat berakibat pada ketidakrasionalan penggunaan obat (Cipolle,
Strand, Moley, 2004).
2. Pengelompokan dan penyebab Drug Therapy Problems
Permasalahan yang sering muncul dapat dikelompokkan menjadi 7 drug
therapy problems yang berkaitan dengan indikasi, efektivitas, keamanan, dan
kepatuhan (Cipolle, Strand, Moley, 2004). Ketujuh Drug Therapy Problems
tersebut adalah:
21
Tabel IV. Identifikasi Drug Therapy Problems (Cipolle, Strand, Moley, 2004)
Jenis Drug Therapy Problems
Penyebab Drug Therapy Problems
Terapi tanpa indikasi (unnecessary drug therapy)
Terapi yang diperoleh tidak sesuai, menggunakan terapi polifarmasi, kondisi yang seharusnya mendapat terapi non farmakologi, terapi efek samping yang dapat diganti dengan penggantian pengobatan lainnya.
Memerlukan terapi tambahan (needs additional drug therapy)
Munculnya kondisi kronis yang membutuhkan terapi, memerlukan terapi pencegahan untuk mengurangi risiko munculnya kondisi medis yang baru, tambahan terapi obat kombinasi untuk memperoleh efek tambahan.
Pemilihan obat yang kurang efektif (ineffective drug)
Obat yang digunakan tidak efektif dengan kondisi medis yang dihadapi, kondisi medis yang sukar untuk sembuh dengan pengobatan saat itu, bentuk sediaan kurang tepat, obat yang digunakan tidak sesuai dengan indikasi.
Dosis terlalu rendah (dosage too low)
Dosis terlalu rendah untuk dapat memberikan respon, jarak pemberian obat dalam frekuensi yang jarang untuk memberikan respon, interaksi obat mengurangi jumlah obat yang tersedia dalam bentuk aktif, durasi terapi obat terlalu pendek untuk menghasilkan respon.
Efek obat merugikan (adverse drug reaction)
Obat menimbulkan efek yang tidak diinginkan tetapi tidak ada hubungannya dengan dosis, obat yang aman memiliki faktor risiko, interaksi obat menyebabkan reaksi yang tidak diharapkan tetapi tidak ada hubungannya dengan dosis, aturan dosis telah diberikan atau diubah terlalu cepat, obat yang menyebabakan alergi, obat yang memiliki kontraindikasi yang merupakan faktor risiko.
Dosis terlalu tinggi (dosage too high)
Dosis yang diberikan terlalu tinggi, frekuensi pemberian obat terlalu pendek, durasi terapi pengobatan terlalu panjang, interaksi obat dapat menghasilkan reaksi toksik, obat diberikan terlalu cepat.
Ketidakpatuhan pasien (noncompliance)
Pasien tidak memahami perintah, pasien lebih suka tidak menggunakan obat, pasien lupa untuk menggunakan obat, obat terlalu mahal untuk pasien, pasien tidak dapat menelan obat atau menggunakan obat sendiri secara tepat, obat yang digunakan tidak cocok untuk pasien.
22
F. Keterangan Empiris
Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi penggunaan antibiotika
selama rawat inap pada operasi hernia inguinal pasien geriatri, yang terkait
dengan Drug Therapy Problems yaitu merupakan masalah-masalah yang dapat
timbul selama pasien diberi terapi, yaitu adanya terapi obat tanpa indikasi, adanya
indikasi penyakit yang tidak diberikan terapi, ketidakefektifan pemilihan obat,
dosis yang kurang, terjadinya adverse drug reaction dan dosis yang berlebih.
23
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian mengenai Evaluasi Drug Therapy Problems Penggunaan
Antibiotika Selama Rawat Inap di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Kajian
Terhadap Kasus Operasi Hernia Inguinal pada Pasien Geriatri Periode Februari
2006-Oktober 2008 merupakan penelitian noneksperimental, dengan rancangan
deskriptif evaluatif yang bersifat retrospektif. Penelitian ini merupakan penelitian
nonekperimental karena tidak ada perlakuan pada subjek uji. Rancangan
penelitian deskriptif evaluatif karena penelitian ini hanya bertujuan melakukan
eksplorasi deskriptif terhadap fenomena yang terjadi dan dilakukan evaluasi data
yang diperoleh berdasarkan studi pustaka dan standar yang berlaku di rumah sakit.
Penelitian ini bersifat retrospektif karena data yang digunakan diambil dengan
melakukan penelusuran terhadap dokumen terdahulu yang berupa rekam medis
pasien dan peneliti tidak mengikuti subjek penelitian.
B. Definisi Operasional
1. Hernia Inguinal adalah penonjolan viskus dari posisi normalnya melalui suatu
celah/area yang lemah pada cincin inguinal dan dapat menurun sampai ke
dalam scrotum.
24
2. Pasien Hernia Inguinal geriatri adalah pasien dengan usia ≥ 65 tahun,
terdiagnosis hernia inguinal dan belum komplikasi, baik diagnosis utama
maupun diagnosis lain, serta telah menjalani operasi di RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta periode Februari 2006-Oktober 2008.
3. Antibiotik selama rawat inap dalam penelitian ini adalah antibiotik yang
diberikan pada pasien selama rawat inap, meliputi : antibiotik profilaksis
yang diberikan 2 jam dari sebelum pembedahan sampai 24 jam setelah
pembedahan dan antibiotik terapi yang bersifat empirik, penggunaanya
bertujuan mencegah surgical site infection dan tidak berdasarkan hasil kultur
kuman yang spesifik dari pasien.
4. Drug Therapy Problems adalah suatu permasalahan atau kejadian yang tidak
diharapkan dan kemungkinan dialami pasien selama proses terapi akibat obat,
sehingga mengganggu tujuan terapi yang diinginkan, dalam penelitian ini
kriterianya mengacu terhadap golongan, jenis, dosis, dan jangka waktu
pemberian antibiotik. Evaluasi Drug Therapy Problems penggunaan
antibiotik dalam penelitian ini adalah evaluasi yang meliputi : terapi obat
tanpa indikasi (unnecessary drug therapy), perlu terapi tambahan (needs
additional drug therapy), ketidakefektifan pemilihan obat (ineffective drug),
dosis yang terlalu rendah (dosage too low), efek samping obat yang
merugikan (adverse drug reaction), dan dosis yang berlebih (dosage too
high).
5. Lembar rekam medis adalah catatan pengobatan dan perawatan pasien yang
memuat data mengenai karakteristik pasien meliputi identitas, diagnosis,
25
anamnesis, pemeriksaan jasmani, hasil laboratorium, daftar pemberian obat,
rencana pengelolaan dan catatan perkembangan, rekam catatan keperawatan
serta ringkasan pemeriksaan pada kasus operasi Hernia Inguinal pasien
geriatri yang dirawat di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode Februari
2006-Oktober 2008.
C. Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah pasien geriatri yang menjalani operasi
hernia inguinal, memperoleh terapi antibiotik, dan rawat inap di RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta pada periode Februari 2006-Oktober 2008. Jumlah kasus
dalam penelitian ini sebanyak 36 kasus.
D. Bahan Penelitian
Bahan penelitian yang digunakan adalah lembar rekam medis pasien
geriatri yang menjalani operasi hernia inguinal di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
periode Februari 2006-Oktober 2008, Standar Pelayanan Medis Bedah Digestif
(kasus hernia inguinal), dan data kultur kuman di ruang operasi hernia tahun
2006-2008.
E. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Instalasi Catatan Medis, Bagian Sanitasi
Kultur Kuman, dan SMF Bedah Digestif RSUP Dr.Sardjito Jalan Kesehatan No. 1
Sekip Yogyakarta.
26
F. Tata Cara Penelitian
Jalannya penelitian meliputi empat tahap yaitu, tahap perencanaan,
analisis situasi, pengumpulan data, dan tahap penyelesaian data.
1. Perencanaan
Dimulai dengan penentuan dan analisis masalah yang akan dijadikan
bahan penelitian, kemudian mengurus proses perijinan dan melakukan survei data
rekam medis pada kasus operasi hernia inguinal di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
periode tahun 2006 - 2008.
2. Analisis situasi
Pada tahap ini dilakukan pengelompokan materi yang akan dibahas dan
evaluasi yang akan dilakukan dalam penelitian, sehingga didapatkan kriteria-
kriteria data yang harus diambil. Selanjutnya dilakukan penelusuran data di
Instalasi Catatan Medis RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta dan didapatkan data print
out mengenai jumlah pasien, nomor rekam medis, usia, jenis kelamin, alamat,
lama perawatan, unit perawatan, diagnosis utama, diagnosis lain ataupun
komplikasi yang dialami pasien. Dari keseluruhan data print out pasien yang
menjalani operasi hernia inguinal tahun 2006-2008 yang didapatkan, dipilih hanya
data pasien geriatri untuk pengambilan data.
3. Pengumpulan data
Data rekam medis yang didapatkan dari hasil penelusuran seluruh data
pasien geriatri sebanyak 36 kasus, selanjutnya data masing-masing kasus ditulis
ke dalam lembar pencatatan. Data yang dikumpulkan meliputi identititas,
diagnosis, anamnesis, pemeriksaan jasmani, hasil laboratorium, daftar pemberian
27
obat, lama pasien menjalani perawatan, rencana pengelolaan dan catatan
perkembangan, rekam catatan keperawatan dan ringkasan pemeriksaan.
4. Tahap penyelesaian data
a. Pengolahan data
Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel atau gambar kemudian
dideskripsikan. Gambar berisi mengenai karakteristik pasien yang
meliputi penyakit penyerta, jenis hernia inguinal, sifat benjolan hernia,
lama tinggal di rumah sakit, dan keadaan pasien keluar rumah sakit.
Sedangkan tabel data berisi profil penggunaan obat pasien selama rawat
inap, pola pemberian antibiotik selama rawat inap yang menampilkan
kerasionalan terapi antibiotik, dan kajian mengenai Drug Therapy
Problems yang dijabarkan menggunakan metode SOAP (Subjective,
Objective, Assessment, Plan). Pada analisa kerasionalan pada penelitian
ini parameter Drug Therapy Problems yang digunakan hanya sebesar 6
parameter tanpa mengikutsertakan kepatuhan pasien, hal ini disebabkan
karena adanya keterbatasan dalam penelitian sehingga hanya mampu
mengamati keenam parameter lainnya yang termasuk dalam kategori
Drug Therapy Problems.
b. Evaluasi data
Kerasionalan terapi pemberian antibiotik selama rawat inap yang
digunakan pada analisa kasus berdasarkan pustaka acuan Informatorium
Obat Nasional Indonesia 2000 dan MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi
Edisi 7 2007/2008, AHFS Drug Information Handbook, dan data kultur
28
kuman di ruang operasi hernia. Pembahasan Drug Therapy Problems
dalam analisis dalam penelitan ini menggunakan pustaka Drug
Information Handbook 11th edition, Informasi Spesialite Obat Indonesia
volume 43-2007, Informatorium Obat Nasional Indonesia 2000, MIMS
Indonesia Petunjuk Konsultasi edisi 7 2007/2008, Pedoman Penggunaan
Antibiotik Nasional Edisi 1 1992, Standar Pelayanan Medis Bedah
Digestif tahun 2007, dan Standar Pelayanan Medis RSUP Dr.Sardjito
Yogyakarta edisi 2 cetakan I tahun 1999 jilid 1. Evaluasi yang dilakukan
secara kasus per kasus.
Untuk tata cara analisa hasil dilakukan sebagai berikut :
a. Karakteristik pasien
1) Persentase adanya penyakit penyerta dikelompokkan menjadi kasus pada
pasien dengan penyakit penyerta dan tanpa penyakit penyerta, dihitung
dengan cara membagi antara jumlah kasus pada tiap kelompok dengan
jumlah keseluruhan kasus kemudian dikalikan 100%.
2) Persentase terjadinya jenis hernia inguinal dikelompokkan menjadi jenis
hernia inguinal direk dan indirek, dihitung dengan cara membagi antara
jumlah kasus pada tiap kelompok dengan jumlah keseluruhan kasus
kemudian dikalikan 100%.
b. Profil penggunaan antibiotik yang meliputi golongan dan jenis antibiotik
yang digunakan, waktu dan cara pemberian antibiotik.
c. Kajian Drug Therapy Problems dijabarkan dengan metode SOAP. Pada
bagian Subjective dijabarkan mengenai jenis kelamin, usia, diagnosis,
29
keluhan utama, perjalanan penyakit, kondisi umum, dan keadaan pulang
pasien. Bagian Objective digambarkan dengan tabel mengenai data
laboratorium maupun tanda vital yang dilengkapi dengan pemberian terapi
selama perawatan. Sedangkan Drug Therapy Problems akan dijabarkan pada
Assessment yang kemudian akan dipecahkan melalui Plan.
d. Kajian Drug Therapy Problems kemudian dirangkum, yaitu dengan
mengelompokkan kasus yang terjadi pada keenam parameter Drug Therapy
Problems beserta jenis obat dan zat aktifnya disertai penilaian dan
rekomendasi terhadap terjadinya Drug Therapy Problems.
G. Kesulitan Penelitian
Penulis menemui beberapa kesulitan dalam penelitian ini, antara lain
penggunaan istilah medis yang tidak lazim digunakan sulit dimengerti oleh
penulis. Kesulitan tersebut dapat diatasi dengan bertanya kepada dokter
pembimbing medis, dosen pembimbing skripsi, dosen farmasi Sanata Dharma
maupun rekan sejawat yang bersama penulis juga sedang meneliti di Instalasi
Catatan Medis RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Penulis juga mengalami kesulitan
pada saat melakukan analisis hasil dan evaluasi data karena terdapat tulisan yang
tidak jelas pada lembar rekam medis mengenai perawatan yang diterima pasien,
pemberian obat dan tulisan nama jenis obat yang diterima pasien, serta data pasien
yang tidak lengkap pada lembar rekam medis, seperti diagnosis pasien, waktu
pemberian obat, jenis dan dosis obat, data laboratorium yang tidak selalu ditulis
dalam rekam medis, dan hasil kultur kuman dari pasien yang dapat menjadi salah
30
satu pedoman penggunaan antibiotik. Kesulitan lainnya yang juga merupakan
keterbatasan dalam penelitian ini yaitu keterbatasan waktu dalam pengambilan
data karena harus menyesuaikan dengan jam buka dan jam tutup rumah sakit,
tidak dapat melakukan analisis DTPs ketidakpatuhan pasien karena penelitian
dilakukan secara retrospektif, tidak dapat melakukan analisis DTPs terapi tanpa
indikasi dan pemilihan obat yang kurang efektif karena penelitian ini tidak disertai
data uji sensitivitas antibiotik yang terkait dengan resistensi kuman di RSUP Dr.
Sardjito, dalam Standar Pelayanan Medis Bedah Digestif juga tidak dicantumkan
golongan, jenis, dan dosis antibiotik yang lazim digunakan dalam operasi hernia
inguinal pasien geriatri.
31
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian mengenai Evaluasi Drug Therapy Problems Penggunaan
Antibiotika Selama Rawat Inap di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Kajian Terhadap
Kasus Operasi Hernia Inguinal pada Pasien Geriatri Periode Februari 2006 - Oktober
2008 dilakukan dengan menelusuri kasus pasien geriatri rawat inap yang terdiagnosis
hernia inguinal dan menjalani operasi, baik dalam diagnosis utama maupun diagnosis
lain. Hasil data print out pasien geriatri yang telah dikelompokkan, didapatkan 93
kasus, namun dalam analisis yang dilakukan oleh penulis hanya digunakan data
lembar rekam medis sebanyak 36 kasus dengan menghitung banyaknya kasus rawat
inap yang terjadi dalam periode 2006-2008 dan data yang dapat dianalisis.
Pengurangan jumlah kasus yang diteliti dalam penelitian ini disebabkan karena
diagnosa salah, data yang tidak lengkap, tahun tidak masuk dalam range (2006-2008),
dan sebagian tidak ditemukan rekam medisnya. Kasus hernia inguinal pada pasien
geriatri dalam penelitian ini yang tergolong dalam diagnosis utama sebanyak 34
kasus sedangkan yang tergolong dalam diagnosis lain sebanyak 2 kasus.
Hasil penelitian mengenai Evaluasi Drug Therapy Problems Penggunaan
Antibiotika Selama Rawat Inap di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Kajian Terhadap
Kasus Operasi Hernia Inguinal pada Pasien Geriatri Periode Februari 2006 - Oktober
2008 dibagi menjadi 5 bagian yaitu karakteristik kasus operasi hernia inguinal, profil
32
penggunaan obat selama pasien dirawat inap, profil penggunaan antibiotik, kajian
Drug Therapy Problems (DTPs), dan outcome terapi.
Karakteristik kasus operasi hernia inguinal meliputi penyakit penyerta, dan
jenis hernia inguinal. Profil penggunaan obat selama pasien dirawat inap meliputi
semua golongan obat yang diberikan kepada pasien selama dirawat inap. Profil
penggunaan antibiotik dibagi menjadi golongan dan jenis antibiotik, indikasi dan
pilihan terapi antibiotik, cara pemberian antibiotik, dan waktu pemberian antibiotik.
Kajian parameter Drug Therapy Problems (DTPs) dijabarkan melalui metode SOAP
pada lampiran, kemudian permasalahan yang didapatkan dibahas berdasarkan
kategori DTPs yang terjadi pada masing-masing kasus. Sedangkan outcome terapi
meliputi lama tinggal dan keadaan pasien keluar.
A. Karakteristik Kasus Operasi Hernia Inguinal
1. Berdasarkan adanya penyakit penyerta
Penyakit penyerta berpengaruh terhadap penatalaksanaan operasi yang akan
dilakukan, terutama pada pasien geriatri yang telah mengalami penurunan fungsi
organ tubuh. Keadaan pasien harus terkontrol selama proses operasi, tekanan darah,
pernapasan dan denyut jantung harus dipastikan normal sebelum dilakukan operasi.
Dari 36 kasus, sebanyak 4 kasus dengan penyakit penyerta dan 32 kasus tanpa
penyakit penyerta. Penyakit penyerta yang diderita pasien geriatri dalam kasus ini
adalah 2 kasus hipertensi, 1 kasus CHF dan 1 kasus batu buli.
33
Gambar 4. Kasus Operasi Hernia Inguinal pada Pasien Geriatri Berdasarkan Adanya Penyakit Penyerta di RSUP Dr. Sardjito
Periode Februari 2006 - Oktober 2008
Pada pasien dengan hipertensi dilakukan cek tekanan darah setiap 4 jam
selama perawatan sebelum operasi, pada pasien dengan CHF dilakukan pemeriksaan
dengan EKG. Hal ini untuk menjaga kondisi pasien tetap baik saat dilakukan operasi.
Pada pasien dengan batu buli (batu ginjal) perlu dilakukan pemeriksaan terhadap
keparahan penyakitnya, karena batu ginjal yang sudah parah memungkinkan pasien
mengalami infeksi pada saluran urin yang memerlukan penanganan antibiotik
tambahan untuk mencegah timbulnya infeksi yang baru saat dilakukan operasi.
2. Berdasarkan jenis hernia inguinal
Jenis hernia inguinal dibedakan menjadi direk, indirek, dan hernia ganda
yang merupakan gabungan dari jenis direk dan indirek. Hernia inguinalis direk di
dalam rekam medis RSUP Dr. Sardjito diistilahkan dengan Hernia Inguinalis
88,89%
5,56%2,78% 2,78%
1234
tanpa penyakit penyertahipertensiCHFbatu buli
34
Medialis (HIM), sedangkan hernia inguinalis indirek diistilahkan dengan Hernia
Inguinalis Lateralis (HIL).
Gambar 5. Kasus Operasi Hernia Inguinal pada Pasien Geriatri Berdasarkan Jenis Hernia Inguinal di RSUP Dr. Sardjito Periode
Februari 2006 - Oktober 2008
HIM biasanya terjadi pada usia tua, sedangkan HIL dapat terjadi pada semua
usia, akan tetapi pada penelitian ini jumlah pasien geriatri yang mengalami hernia
inguinal jenis indirek lebih banyak ditemukan. Sifat benjolan pada hernia inguinal
dibedakan menjadi reponible dimana sifat benjolan keluar masuk, dan irreponible
yaitu sifat benjolan menetap. Jumlah kasus dengan sifat benjolan hernia reponible
lebih banyak ditemukan.
83,33%
16,67%
1
2
Indirek (HIL)
Direk (HIM)
35
Gambar 6. Kasus Operasi Hernia Inguinal pada Pasien Geriatri Berdasarkan Sifat Benjolan Hernia Inguinal di RSUP Dr. Sardjito Periode
Februari 2006 - Oktober 2008
Jenis hernia inguinalis indirek dengan sifat benjolan reponible sebagai kasus
terbanyak pasien geriatri yang menjalani operasi, dapat dikarenakan jenis hernia
tersebut telah mengganggu gaya hidup pasien dan menimbulkan ketidaknyamanan.
B. Profil Penggunaan Obat
Profil penggunaan obat pasien geriatri yang menjalani operasi hernia
inguinal selama dirawat inap disajikan pada tabel di bawah ini.
91,67%
8,33%
1
2
Reponible
Irreponible
36
Tabel V. Profil Penggunaan Obat Selama Rawat Inap di RSUP Dr. Sardjito Periode Februari 2006 - Oktober 2008
No. Golongan obat Jumlah kasus (n=36)
Persentase (%)
1. Obat antiinfeksi 36 100 2. Anestesi 36 100 3. Analgesik/antiinflamasi 18 50 4. Obat sistem kardiovaskuler 15 41,67 5. Obat saluran cerna 9 25 6. Infus / cairan elektrolit 5 13,89 7. Obat saluran pernafasan 4 11,11 8. Vitamin 4 11,11 9. Obat neurotonik & nootropik 1 2,78 10. Obat antiparkinson 1 2,78 11. Otot skelet dan sendi 1 2,78
1. Obat antiinfeksi
Obat antiinfeksi dapat berupa antibiotika maupun antivirus yang diberikan
kepada pasien selama dirawat inap, dikarenakan infeksi yang mungkin telah terjadi
pada pasien sebelum masuk rumah sakit, atau saat pasien mulai dirawat inap.
2. Anestesi
Pemberian anestesi pada pasien dilakukan saat proses bedah dengan tujuan
menghilangkan kesadaran pasien selama pembedahan agar pasien tidak merasakan
sakit. Anestesi yang diberikan harus dapat menginduksi kesadaran dan dapat
mempertahankan anestesi sampai proses bedah selesai. Untuk itu, keadaan pasien
perlu diperhatikan pada pemberian anestesi. Dalam penelitian ini digunakan anestesi
spinal.
37
3. Analgesik / Antiinflamasi
Nyeri yang dirasakan pasien setelah operasi disebabkan oleh kerusakan
jaringan karena rangsangan mekanis saat dilakukan operasi yang dapat
mengakibatkan pelepasan mediator nyeri dan obat analgesik digunakan untuk
mengurangi nyeri. Obat analgesik yang paling banyak digunakan adalah remopain.
4. Obat sistem kardiovaskuler
Pasien geriatri dengan penyakit penyerta yang berhubungan dengan sistem
kardiovaskular contohnya hipertensi dan CHF memerlukan tindakan yang tepat dalam
perawatan. Pemeriksaan tekanan darah dilakukan setiap 4 jam dalam sehari pada
pasien dengan hipertensi yang tidak stabil. Pada pasien dengan penyakit penyerta
CHF dan hipertensi pemakaian obat-obat seperti antikoagulan, inhibitor monoamin
oksidase, dan diuretik harus dihentikan saat praoperatif (Cameron, 1997).
5. Obat saluran cerna
Gangguan saluran cerna yang dialami pasien yang menjalani perawatan di
rumah sakit dapat berupa penyakit yang sudah diderita pasien sebelumnya, atau
karena gangguan pada saat perawatan di rumah sakit. Perawatan pasien dengan
gangguan pencernaan perlu diperhatikan untuk kenyamanan pasien pada waktu
perawatan di rumah sakit, terutama pada pasien geriatri yang sering mengalami
konstipasi, mual, dan tukak lambung. Obat yang paling banyak digunakan yaitu
ranitidin (golongan antagonis reseptor H2) yang mempunyai mekanisme mengurangi
asam lambung (Anonim, 2000). Antiemetik yang digunakan untuk mual dan muntah
38
pada pasien yang menjalani bedah yaitu metoklopramide. Obat pencahar yang
digunakan untuk mengatasi konstipasi yaitu Laxadine.
6. Infus/cairan elektrolit
Ketersediaaan cairan dan elektrolit diperlukan pada pasien yang menjalani
perawatan di rumah sakit. Infus yang mengandung elektrolit-elektrolit (Natrium,
Kalium, Klorida) dan cairan diberikan untuk menjaga keseimbangan cairan dan
elektrolit karena pada pasien yang menjalani perawatan di rumah sakit tidak cukup
memenuhi kebutuhan asupan secara per oral.
7. Obat saluran pernapasan
Obat saluran napas digunakan untuk pasien yang mengalami gangguan pada
pernapasan, supaya tidak mengganggu proses operasi yang dapat menyebabkan
hipoksia atau kekurangan oksigen.
8. Vitamin
Pemberian vitamin sangat penting untuk pasien yang menjalani perawatan di
rumah sakit untuk menjaga kondisi tubuh pasien agar tidak menurun. Terutama
karena kondisi pasien geriatri yang lebih rentan terkena penyakit.
9. Obat neurotropik, nootropik & antiparkinson
Obat neurotropik digunakan oleh pasien yang mempunyai gangguan pada
sistem saraf, dan obat antiparkinson digunakan oleh pasien yang memiliki gejala atau
menderita penyakit parkinson, yang dapat terjadi pada usia lanjut.
39
10. Otot skelet dan sendi
Pada penelitian ini digunakan golongan obat untuk pelemas otot
nondepolarisasi yang bekerja dengan menghambat transmisi sambungan di otot dan
saraf, sehingga dapat diperoleh relaksasi otot yang akan memudahkan dalam
pembedahan.
C. Profil Penggunaan Antibiotik
Profil penggunaan antibiotik dalam penelitian ini dibagi menjadi golongan
dan jenis antibiotik, indikasi dan pilihan terapi antibiotik, cara pemberian, dan waktu
pemberian antibiotik.
1. Golongan dan jenis antibiotik
Golongan dan jenis antibiotik dalam penelitian ini dibagi menjadi golongan
dan jenis antibiotik profilaksis, golongan dan jenis antibiotik terapi yang diberikan
sebelum operasi, dan antibiotik terapi yang diberikan postoperasi. Antibiotik terapi
yang diberikan sebelum operasi dan postoperasi merupakan antibiotik terapi yang
bersifat empirik, yaitu antibiotik yang diberikan ketika belum ditemukan kultur
kuman yang spesifik.
Tabel VI.Golongan dan Jenis Antibiotik Profilaksis Kasus Operasi Hernia Inguinal pada Pasien Geriatri di RSUP Dr. Sardjito
Periode Februari 2006 - Oktober 2008 No Golongan obat Jenis obat Jumlah kasus Persentase (%) 1. Sefalosporin
Generasi III seftriakson 32 88,89%
seftazidim 1 2,78%
2. Kuinolon siprofloksasin 3 8,33%
40
Antibiotik profilaksis yang diberikan paling banyak yaitu seftriakson
(golongan sefalosporin generasi III). Golongan dan jenis antibiotik profilaksis yang
digunakan dapat mengacu pada kultur kuman yang ditemukan di ruang operasi
maupun kuman yang biasanya menyebabkan infeksi setelah operasi. Pada hasil kultur
kuman tahun 2006, di ruang operasi hernia (bedah digestif) yang terletak di OK 2
Lantai IV GBST, dideteksi adanya bakteri Bacillus spp dan Aerococcus pada
spesimen udara (data kultur dapat dilihat pada lampiran). Kedua jenis bakteri tersebut
merupakan bakteri gram positif. Karena pada tahun 2007-2008 tidak dilakukan kultur
pada OK 2 Lantai IV GBST, maka golongan dan jenis antibiotik profilaksis yang
digunakan dapat mengacu pada data kultur tahun 2006.
Tabel VII. Golongan dan Jenis Antibiotik Terapi yang Diberikan Sebelum Operasi pada Pasien Geriatri Kasus Operasi Hernia Inguinal di RSUP
Dr. Sardjito Periode Februari 2006 - Oktober 2008 No Golongan obat Jenis obat No. kasus Jumlah kasus
(n=36) Persentase
(%) 1. Sefalosporin
Generasi III seftriakson 8,9,10,12,15,
17,21,26 8 22,22
2. Makrolid azithromisin 8 1 2,78 3. Kuinolon siprofloksasin 20 1 2,78
Pada 10 kasus di atas, terdapat pemberian antibiotik ketika pasien sudah
mulai dirawat inap dan belum menjalani operasi. Antibiotik ini diberikan ketika pada
pasien terdapat data laboratorium yang menunjukkan kenaikan angka WBC maupun
netrofil. Kedua hal ini memang bukan penanda terjadinya infeksi yang spesifik,
karena terjadinya inflamasi juga mengakibatkan kenaikan angka WBC dan netrofil
(Di Piro et al, 2005). Akan tetapi usia geriatri rentan terkena infeksi, sehingga dapat
41
diberikan terapi antibiotik empirik untuk meminimalkan risiko infeksi nosokomial
saat pasien sudah lama rawat inap dan belum menjalani operasi.
Tabel VIII. Golongan dan Jenis Antibiotik Terapi yang Diberikan Postoperasi pada Pasien Geriatri Kasus Operasi Hernia Inguinal di RSUP Dr. Sardjito
Periode Februari 2006 - Oktober 2008 No Golongan obat Jenis obat No. kasus Jumlah kasus
(n=36) Persentase
(%) 1. Sefalosporin
Generasi III seftriakson 2,3,4,6,7,8,10,11,
12,13,14,15,16,17, 18,19,20,21,24,25, 26,27,28,29,30,31,
32,33,34,35,36
31 86,11
sefiksim 1,3,5,23,24,27,29 7 19,44
sefoperazon 6 1 2,78
seftazidim 22 1 2,78 2. Kuinolon siprofloksasin 1,2,5,6,7,10,12,
14,20,23,30,31,34 13 36,11
3. Sefalosporin Generasi I
sefadroksil 8,9,17,28,34,35 6 16,67
4. Penisillin amoksisilin 21,25 2 5,56 5. Makrolid azithromisin 8 1 2,78
spiramisin 25 1 2,78 6. Kombinasi
antibakterial kotrimoksazol 36 1 2,78
Pada Standar Pelayanan Medis Bedah Digestif di RSUP Dr. Sardjito
dicantumkan penatalaksanaan setelah operasi hernia yaitu :
1. Pemberian analgetika.
Penanganan pasca bedah :
2. Pemberian antibiotika pada penderita :
a. Umur tua
b. DM
c. Pengguna corticosteroid atau sitostatika
42
d. Immunocompromised
e. Hernia strangulata
Berdasarkan Standar Pelayanan Medis ini, maka pada pasien geriatri diberikan
antibiotik sesudah operasi. Hal ini dikarenakan usia lanjut merupakan salah satu
faktor risiko surgical site infection. Golongan dan jenis antibiotik yang diberikan,
disesuaikan dengan data kuman di ruang operasi hernia dan kuman yang biasanya
menyebabkan infeksi di rumah sakit, sehingga digunakan antibiotika terapi yang
bersifat empirik.
2. Indikasi dan pilihan terapi antibiotik
Pemberian antibiotik profilaksis diindikasikan pada operasi yang mempunyai
resiko infeksi tinggi, karena tujuan pemberian antibiotik profilaksis untuk
mengurangi kejadian infeksi. Indikasi dan pemilihan terapi antibiotik profilaksis
tergantung dari tipe prosedur operasi, mikrobia patogen yang paling banyak terdapat
di ruang operasi, profil keamanan dan kemanjuran dari agen antimikrobia, dan
harganya. Penggunaan antibiotik profilaksis yang tidak tepat dapat menginduksi
resistensi antibiotik, tidak tepat dalam hal ini berupa penggunaan antimikrobia
spektrum luas ketika diperlukan agen spektrum sempit, memperpanjang durasi
profilaksis tanpa rekomendasi dari pedoman yang baku, dan penggunaan antibiotik
yang mahal ketika terdapat agen yang ekuivalen lebih murah tersedia.
Operasi hernia inguinal termasuk kategori operasi bersih, dimana tidak ada
kontaminasi dari traktus respiratorius, traktus gastro intestinal, atau traktus urinarius,
insidensi infeksinya 1-5 %, dan umumnya tidak terdapat pemasangan alat implant,
43
sehingga tidak memerlukan pemberian antibiotik profilaksis. Dalam Standar
Pelayanan Medis Bedah Digestif RSUP Dr.Sardjito juga tidak dicantumkan
keterangan penggunaan antibiotik profilaksis pada operasi hernia, akan tetapi salah
satu faktor terjadinya surgical site infections adalah usia yang lanjut dan dari hasil
kultur bakteri di ruang operasi hernia tahun 2006 dideteksi adanya Bacillus spp dan
Aerococcus, sehingga diperlukan pertimbangan khusus penggunaan antibiotik
profilaksis pada pasien geriatri. Pada beberapa kasus terdapat penggunaan kateter dan
infus saat pasien mulai rawat inap, hal ini memungkinkan terjadinya infeksi.
Pada 36 kasus dalam penelitian ini, antibiotik profilaksis yang paling banyak
digunakan adalah sefalosporin generasi III yaitu sebanyak 88,89% dan sisanya
sebanyak 8,33% menggunakan siprofloksasin. Apabila ditinjau dari jenis kuman di
ruang operasi hernia, yaitu Bacillus spp dan Aerococcus maka penggunaan antibiotik
sefalosporin generasi I sebenarnya sudah cukup efektif dan harganya lebih murah
dibandingkan sefalosporin generasi III, sehingga dalam hal ini terjadi pemborosan
penggunaan antibiotik. Akan tetapi pemilihan terapi antibiotik ini juga harus
didukung dengan adanya data kuman yang resisten, dalam penelitian ini tidak
didapatkan data tersebut sehingga tidak dapat dikatakan bahwa penggunaan
sefalosporin generasi III kurang efektif. Dapat dimungkinkan penggunaan
sefalosporin generasi III di RSUP Dr. Sardjito dilakukan karena bakteri sudah
resisten Sefalosporin generasi I.
Pada Standar Pelayanan Medis Bedah Digestif RSUP Dr.Sardjito
dicantumkan penatalaksanaan setelah operasi hernia pada usia lanjut salah satunya
44
adalah pemberian antibiotik. Akan tetapi dalam SPM tersebut tidak dicantumkan
jenis, golongan, dan dosis antibiotik yang digunakan, sehingga terdapat keterbatasan
dalam evaluasi pemilihan dan penggunaan antibiotik postoperasi pada penelitian ini.
Karena kondisi pada setiap pasien berbeda-beda, tidak terdapat data kultur kuman
pada pasien, dan tidak terdapat data kuman yang resisten dalam penelitian ini maka
tidak dapat dilakukan pemilihan antibiotik yang paling efektif untuk kasus ini.
3. Cara pemberian antibiotik
Pada penelitian ini cara pemberian antibotik profilaksis pada semua pasien
secara parenteral. Sebanyak 2 kasus secara infus (i.v. drip) dan 34 kasus secara i.v.
bolus. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori bahwa pemberian antibiotik profilaksis
melalui rute parenteral. Cara pemberian antibiotik terapi sesudah operasi dan sebelum
operasi dapat dilakukan secara oral maupun parenteral (i.v. bolus, i.v. drip), hal ini
disesuaikan dengan kondisi pasien.
4. Waktu pemberian antibiotik
Waktu pemberian antibiotik profilaksis sangat penting diperhatikan karena
berhubungan dengan kadar antibiotik dalam darah. Pemberian antibiotik yang terlalu
awal dapat menyebabkan konsentrasi obat di dalam darah pada akhir operasi berada
di bawah MIC, sehingga tujuan pemberian antibiotik profilaksis untuk mencegah
terjadinya infeksi tidak terpenuhi (Di Piro et al, 2005).
45
Tabel IX. Waktu Pemberian Antibiotik Profilaksis Kasus Operasi Hernia Inguinal pada Pasien Geriatri di RSUP Dr. Sardjito
Periode Februari 2006 - Oktober 2008 No. Waktu pemberian Jumlah kasus
(n=36) Persentase (%)
1. Kurang dari 30 menit - - 2. 30-60 menit 2 5,56 3. 60 menit-2 jam 2 5,56 4. Lebih dari 2 jam 15 41,67 5. *Tidak diketahui 17 47,22
Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa pemberian antibiotik profilaksis
pada kasus operasi hernia inguinal pasien geriatri paling banyak diberikan lebih dari 2
jam. Hal ini tidak sesuai teori bahwa pemberian antibiotik profilaksis dosis tunggal
secara intravena tidak lebih dari 30 menit atau antara 30 menit - 2 jam untuk
memperoleh kadar yang adekuat dalam darah hingga proses bedah selesai (Di Piro et
al, 2005). Kecuali bedah yang dilakukan berlangsung lama (lebih dari 3 jam) maka
diperlukan dosis kedua antibiotik profilaksis. Pada penelitian ini lama operasi rata-
rata berlangsung kurang dari 3 jam sehingga tidak diperlukan pemberian antibiotik
dosis kedua. Sebanyak 17 kasus tidak diketahui waktu pemberian antibiotik
profilkasisnya, sehingga tidak dapat dilakukan evaluasi ketepatan waktu pemberian
antibiotik. Hal ini merupakan salah satu kelemahan dalam penelitian ini karena data
rekam medis tidak selalu lengkap.
D. Drug Therapy Problems (DTPs)
Identifikasi Drug Therapy Problems (DTPs) dilakukan dengan mengevaluasi
permasalahan yang berkaitan dengan penggunaan antibiotik selama rawat inap pada
46
pasien geriatri yang menjalani operasi hernia inguinal di RSUP Dr.Sardjito
Yogyakarta periode Februari 2006 - Oktober 2008. Permasalahan yang muncul ialah
pemilihan antibiotik, waktu pemberian antibiotik, ketepatan dosis, dan indikasi
penggunaan antibiotik. Dari 36 kasus operasi hernia inguinal pasien geriatri di RSUP
Dr. Sardjito Yogyakarta periode Februari 2006 - Oktober 2008 diperoleh 3 kasus
DTPs yaitu kasus dosis terlalu rendah, efek obat merugikan, dan dosis terlalu tinggi.
Drug Therapy Problems yang diperoleh yaitu 6 kasus dosis terlalu rendah, 1 kasus
efek obat merugikan, dan 2 kasus dosis terlalu tinggi. Dalam penelitian ini tidak dapat
dilakukan analisis DTPs terapi tanpa indikasi dan pemilihan obat yang kurang efektif
karena penelitian ini tidak disertai data uji sensitivitas antibiotik yang terkait dengan
resistensi kuman di RSUP Dr. Sardjito dan dalam Standar Pelayanan Medis Bedah
Digestif tidak dicantumkan golongan, jenis, dan dosis antibiotik yang lazim
digunakan dalam operasi hernia inguinal pasien geriatri, sehingga pada 27 kasus yang
lain tidak dapat diketahui ada tidaknya kejadian DTPs.
Tabel X. Jenis DTPs Penggunaan Antibiotik Pasien Geriatri Selama Rawat Inap di RSUP Dr. Sardjito Periode Februari 2006 - Oktober 2008
No. Jenis DTPs Nomor kasus (n=36)
Jumlah kasus Persentase (%)
1. Dosis terlalu rendah (dosage too low)
1,8,11,17,18, 36
6 16,67
2. Efek obat merugikan (adverse drug reaction)
25 1 2,78
3. Dosis terlalu tinggi (dosage too high)
1, 35 2 5,56
47
1. Dosis terlalu rendah
Evaluasi DTPs dosis terlalu rendah karena kadar antibiotik pada jaringan
kurang mencukupi kebutuhan saat operasi berlangsung. Ada beberapa hal yang
menyebabkan kadar antibiotik rendah yaitu bentuk sediaan, waktu penggunaan
antibiotik profilaksis, waktu optimum antibiotik profilaksis, dosis pemberian
antibiotik profilaksis, dan lama operasi. Pada penelitian ini terdapat 6 kasus dosis
terlalu rendah karena waktu pemberian antibiotik profilaksis terlalu awal. Pemberian
antibiotik profilaksis yang ideal yaitu ≤ 2 jam sebelum operasi dan tergantung dari
T½ eliminasi antibiotik tersebut. Selain itu, lama operasi juga dapat mempengaruhi
kadar antibiotik, jika operasinya berlangsung lama (lebih dari 3 jam) dapat diberikan
antibiotik profilaksis dosis kedua untuk menjaga kadar antibiotik dalam darah tetap
adekuat.
Tabel XI. Kasus DTPs Dosis Terlalu Rendah pada Penggunaan Antibiotik Selama Rawat Inap Kasus Operasi Hernia Inguinal Pasien Geriatri di RSUP
Dr. Sardjito Periode Februari 2006 - Oktober 2008 Jenis
Antibiotik No kasus Penilaian Rekomendasi
Seftriakson 36 Pemberian Seftriakson untuk profilaksis pembedahan jangka waktunya terlalu lama.
T ½ Seftriakson 5-9 jam sehingga maksimal jangka waktu pemberian antibiotik profilaksis 9 jam dari mulai diberikan hingga pasien selesai operasi
Broadced® 8 (Seftriakson) Terfacef® 11,17,18 (Seftriakson)
Siprofloksasin 1 Jangka waktu pemberian Siprofloksasin untuk profilaksis pembedahan terlalu lama
T½ Siprofloksasin 3-5 jam sehingga maksimal jangka waktu pemberian antibiotik profilaksis 5 jam dari mulai diberikan hingga pasien selesai operasi
48
2. Efek obat merugikan
Salah satu bentuk efek obat yang merugikan adalah adanya interaksi obat
menyebabkan reaksi yang tidak diharapkan tetapi tidak ada hubungannya dengan
dosis obat. Sehingga dalam terapi pasien geriatri perlu diperhatikan obat-obat yang
dipakai pasien yang memungkinkan terjadinya interaksi dengan antibiotik. Pemilihan
antibiotik selain melihat efektifitas terapi dan dosisnya juga perlu melihat adanya
potensial interaksi antara antibiotik dengan obat selain antibiotik yang digunakan oleh
pasien saat itu.
Tabel XII. Kasus DTPs Efek Obat Merugikan pada Penggunaan Antibiotik Selama Rawat Inap Kasus Operasi Hernia Inguinal Pasien Geriatri di RSUP
Dr. Sardjito Periode Februari 2006 - Oktober 2008 Jenis Antibiotik No kasus Penilaian Rekomendasi Clavamox® 25 (Amoksisilin klavulanat) dan Allopurinol
Pada tanggal 3 diberikan Clavamox® (Amoksisilin klavulanat) dan Allopurinol, pemberian kedua obat ini potensial meningkatkan adverse effect dari Clavamox®
Apabila pasien menggunakan terapi Alllopurinol dan Clavamox
berupa ruam-ruam (Amoksisilin rash).
® maka sebaiknya pemberiannya tidak bersamaan dan diberi jeda waktu 2 jam untuk menghindari terjadinya interaksi obat.
Efek obat yang merugikan dalam kasus ini adalah adanya potensial interaksi
antara Amoxicillin dan Allopurinol apabila obat tersebut diberikan bersamaan (Lacy,
Armstrong, Goldman, Lance, 2003). Untuk mencegah interaksi obat pada pasien yang
menggunakan terapi Allopurinol, maka disarankan pemberian Clavamox® setelah jeda
49
waktu 2 jam untuk menghindari interaksi obat yang dapat menimbulkan efek
merugikan.
3. Dosis terlalu tinggi
Dosis terlalu tinggi yang ditemukan pada kasus ini, yaitu pada pemberian
antibiotik sesudah operasi. Pemberian dosis pada pasien geriatri perlu
dipertimbangkan secara khusus karena pada usia lanjut terjadi penurunan fungsi
absorbsi, distribusi, dan eliminasi. Hal ini dapat berpengaruh terhadap kadar obat
dalam darah dan risiko terjadinya toksisitas obat.
Tabel XIII. Kasus DTPs Dosis Terlalu Tinggi pada Penggunaan Antibiotik Selama Rawat Inap Kasus Operasi Hernia Inguinal Pasien Geriatri di RSUP
Dr. Sardjito Periode Februari 2006 - Oktober 2008 Jenis Antibiotik No kasus Penilaian Rekomendasi Siprofloksasin 1
Pada pemberian terapi antibiotik postoperasi, dosis untuk injeksi Siprofloksasin sehari 2x500 mg melebihi dosis maksimum.
Dosis maksimal untuk injeksi Siprofloksasin dalam sehari adalah 2x400 mg (Anonim, 2000).
Qcef® 35 (sefadroksil)
Pada pemberian terapi antibiotik postoperasi, dosis Qcef®
Dosis maksimal untuk sefadroksil per oral 1-2 g / hr (Lacy, Armstrong, Goldman, Lance, 2003).
(sefadroksil) per oral melebihi dosis maksimum per hari.
E. Outcome Terapi
Outcome terapi dapat diketahui dari lama tinggal (length of stay) dan
keadaan pasien saat keluar dari rumah sakit.
50
1. Lama tinggal (length of stay)
Rata-rata pasien menjalani perawatan di rumah sakit yaitu 6-10 hari. Gambar
berikut ini menyajikan lama perawatan (length of stay) pasien geriatri yang menjalani
operasi hernia inguinal.
Gambar 7. Lama Perawatan (length of stay) Pasien Geriatri yang Menjalani Operasi Hernia Inguinal di RSUP Dr. Sardjito
Periode Februari 2006 - Oktober 2008
Lama tinggal di rumah sakit merupakan salah satu faktor risiko terjadinya
infeksi nosokomial setelah pasien menjalani operasi. Semakin lama pasien dirawat
maka semakin besar risiko terjadinya infeksi nosokomial.
2. Keadaan pasien keluar
Keadaan pasien keluar rumah sakit merupakan keadaan pasien yang dapat
berupa keadaan membaik/sembuh, keluar atas permintaan sendiri, rawat jalan,
keadaan semakin parah, atau meninggal. Sebanyak 35 kasus keluar rumah sakit
22,22%
58,33%
13,89%
2,78% 2,78%
1
2
3
4
5
1-5 hari
6-10 hari
11-15 hari
16-20 hari
> 20 hari
51
dengan keadaan senbuh / membaik, dan 1 kasus tidak ada keterangan membaik atau
sembuh. Sedangkan keadaan lain seperti pasien pulang atas permintaan sendiri, rawat
jalan, keadaan memburuk, dan pasien meninggal dunia tidak ditemukan dalam
penelitian ini. Gambar berikut ini menyajikan keadaan pasien keluar rumah sakit
setelah menjalani operasi hernia inguinal.
Gambar 8. Keadaan Pasien Keluar Rumah Sakit
97,22%
2,78%
1
2
3
sembuh/membaik
tidak ada keterangan membaik atau sembuh
52
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari penelitian mengenai “Evaluasi Drug Therapy Problems Penggunaan
Antibiotika Selama Rawat Inap di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Kajian
Terhadap Kasus Operasi Hernia Inguinal pada Pasien Geriatri Periode Februari
2006 - Oktober 2008” dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Karakteristik pasien geriatri yang menjalani operasi hernia inguinal, yaitu:
a. berdasarkan adanya penyakit penyerta : 88,89% kasus tanpa penyakit
penyerta, 5,56% kasus dengan hipertensi, 2,78% kasus dengan CHF, dan
2,78% kasus dengan batu buli,
b. berdasarkan jenis hernia inguinal : 83,33% kasus dengan jenis hernia
inguinal indirek; 16,67% kasus dengan jenis hernia inguinal direk;
91,67% kasus dengan sifat hernia reponible; dan 8,33% kasus dengan
sifat hernia irreponible.
2. Pola penggunaan antibiotika selama rawat inap pada pasien geriatri yang
menjalani operasi Hernia Inguinal di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode
Februari 2006-Oktober 2008, yang meliputi :
a. profil penggunaan antibiotik profilaksis pada kasus operasi hernia
inguinal pasien geriatri di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode
Februari 2006-Oktober 2008, yaitu cara pemberian antibiotik profilaksis,
sebanyak 2 kasus secara i.v. drip dan 34 kasus secara i.v. bolus. Waktu
53
pemberian antibiotik profilaksis, sebanyak 5,56% kasus dengan waktu 30
- 60 menit; 5,56% kasus dengan waktu 60 menit - 2 jam; dan 41,67%
kasus dengan waktu lebih dari 2 jam.
b. penggunaan antibiotik terbanyak pada kasus operasi hernia inguinal
pasien geriatri di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode Februari 2006 -
Oktober 2008 adalah seftriakson yang merupakan golongan sefalosporin
generasi III, yaitu 88,89% penggunaan pada profilaksis bedah; 22,22%
penggunaan pada terapi sebelum operasi; dan 86,11% penggunaan terapi
postoperasi.
3. Drug Therapy Problems penggunaan antibiotik selama rawat inap pada kasus
operasi hernia inguinal pasien geriatri di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
periode Februari 2006-Oktober 2008, yaitu :
a. sebanyak 6 kasus (16,67%) dosis terlalu rendah
b. sebanyak 1 kasus (2,78%) efek obat merugikan
c. sebanyak 2 kasus (5,56%) dosis terlalu tinggi.
4. Outcome terapi pasien geriatri yang menjalani operasi hernia inguinal di
RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode Februari 2006-Oktober 2008, yaitu :
a. lama tinggal di rumah sakit (length of stay), kasus terbanyak pada lama
perawatan 6 – 10 hari (58,33%),
b. keadaan pasien keluar rumah sakit, sebanyak 35 kasus keluar rumah sakit
dengan keadaan sembuh / membaik dan 1 kasus tidak ada keterangan
membaik atau sembuh.
54
B. Saran
Saran yang dapat disampaikan dari hasil penelitian ini adalah :
1. Bagi RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta :
Perlu disusun standar terapi bedah digestif (terutama kasus hernia inguinal)
terkait dengan penggunaan antibiotik profilaksis dan antibiotik postoperasi
yang dilengkapi dengan jenis, golongan, dan dosis antibiotik yang sesuai
untuk kasus tersebut di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.
2. Bagi penelitian selanjutnya dapat dilakukan :
a. Penelitian lebih lanjut secara prospektif mengenai hubungan penggunaan
antibiotik selama rawat inap pada pasien operasi dengan kejadian infeksi
setelah operasi.
b. Penelitian lebih lanjut yang disertai dengan data pemeriksaan kultur
lengkap pasien dan data uji sensitivitas antibiotik di RSUP Dr. Sardjito,
sehingga dapat dilakukan evaluasi lebih lanjut mengenai penggunaan
antibiotik dan angka kejadian Drug Therapy Problems yang dalam
penelitian ini tidak dapat dievaluasi semuanya.
55
DAFTAR PUSTAKA
Ahronheim, J.C., 1992, Handbook of Prescribing Medications for Geriatric Patients, 1 - 12, 393 – 410, Little,Brown and Company, Boston, Toronto, London
Anonim, 1992, Pedoman Penggunaan Antibiotik Nasional edisi 1, vii-xv, 7-18,
Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Anonim, 1996, Dorland’s Pocket Medical Dictionary 25th ed, diterjemahkan
Kamus Saku Kedokteran Dorland edisi 25, 79-1145, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Anonim, 1999, Standar Pelayanan Medis RSUP DR. Sardjito, edisi 2, cetakan I
jilid 1, 119, Medika Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Komite Medik RSUP DR. Sardjito, Yogyakarta
Anonim, 2000, Informatorium Obat Nasional Indonesia 2000, 1-375, DepKes RI, Jakarta Anonim, 2005, Standar Pelayanan Medis RSUP DR. Sardjito, edisi III, cetakan I
jilid 3, Medika Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Rumah Sakit DR. Sardjito, Yogyakarta
Anonim, 2007, Standar Pelayanan Medis Bedah Digestive RSUP DR. Sardjito,
Medika Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, 37-41, Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Rumah Sakit DR. Sardjito, Yogyakarta
Anonim, 2009 a, RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta,
http://www.pdpersi.co.id/hospex/sardjito/, diakses tanggal 19 juni 2009 Anonim, 2009 b, Jenis Hernia Inguinal,
https://services.epnet.com/GetImage.aspx/getImage.aspx?ImageIID=7341, diakses tgl 14 Mei 2009
Cameron, J.L., 1997, Current Surgical Therapy, jilid 2, 72-77, diterjemahkan oleh
Widjaja Kusuma, Binarupa Aksara, Jakarta Chodijayanti, A., 2007, Studi Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Bedah Hernia
Inguinal (Penelitian Pada Bagian Bedah RSU Dr. Soetomo Surabaya), Skripsi, ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga, Surabaya
56
Cipolle R.J., Strand L.M., dan Morley P.C., 2004, Pharmaceutical Care Practice: The Clinician’s Guide 2nd ed., 172-173, 178-179, 197, The Mcgraw-Hill Companies,Ic., United States of America
Crowley, L.V., 2001, An Introduction to Human Disease : Patology and
Pathophysiology Correlations fifth edition, 618-621, Jones and Bartlett Publishers, Massachusetts, USA
DiPiro J.T., Talbert R.L., Yee G.C., Matzle G.R., Wells B.G., dan Posey L.M.,
2005, Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, sixth edition, 103-114; 1891-1908; 2217-2230, Mc-Graw Hill, New York.
Doherty, G.M. dan Way, L.W., 2006, Current Surgical Diagnosis & Treatment,
12th edition, 106-107, Lange Medical Books/McGraw-Hil Companies Inc, North America
Ganiswara, S.G., 1995, Farmakologi dan Terapi, edisi 4, 571, Bagian
Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta Grace, P.A. dan Borley, N.R., 2006, Surgery at a Glance, 3rd edition,
diterjemahkan At a Glance Ilmu Bedah, edisi ketiga, 64-65; 76-81; 118-119, Penerbit Erlangga, Jakarta
Gugliemo B.J., Koda-Kimble M.A., Young L.Y., dan Kradjan W.A., 2005,
Antimicrobial Prophylaxis for Surgical Procedures Applied Therapeutics: The Clinical Use of Drugs, eighth (8th) ed, 7 – 19, Lippincott Williams & Wilkins A Wolters Kluwer Company, United States of America
Lacy, Armstrong, Goldman, Lance, 2003, Drug Information Handbook 11th
Edition, 1-1692, 1717, Lexi-Comp, America
Lawrence M.T., Stephen J. McPhee, Maxine A.P., 2002, Current Medical Diagnosis & Treatment 2002, 41st edition, 43 - 44, Lange Medical Book The McGraw-Hill Companies, United States of America
Marijata, 2006, Pengantar Dasar Bedah Klinis, hal 357-368, Unit Pelayanan
Kampus Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta McEvoy, G.K., 2005, AHFS Drug Information ®, 89-237; 361-377, The
American Society of Health System Pharmacists, Inc., United Stated of America
Noer, S.H.M., 1996, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, edisi ketiga, 531,
Balai Penerbit FKUI, Jakarta
57
Pratiwi, S. T., 2008, Mikrobiologi Farmasi, 154, Erlangga, Jakarta Price, S.A. dan Wilson, L.M., 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit, edisi 4, 244-246, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta Rubenstein D., Wayne D., Bradley J., 2007, Lecture Notes Kedokteran Klinis,
edisi 6, 357, Penerbit Erlangga, Jakarta Schrock, T. R., 1993, Ilmu Bedah (Handbook of Surgery), 300, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta Schwartz, S. I., 2005, Principles of Surgery, seventh edition, 1586-1592, Mc
Graw-Hill, Singapore Sudoyo A.W., Sehyohadi B., Alwi I., Simodibrata M., Setiadi S., 2006, Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam, jilid III, edisi IV, 886, Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta Pusat
Suwarni, A., 2001, Studi Diskriptif Pola Upaya Penyehatan Lingkungan Hubungannya dengan Rerata Lama Hari Perawatan dan Kejadian Infeksi Nosokomial Studi Kasus: Penderita Pasca Bedah Rawat Inap di Rumah Sakit Pemerintah dan Swasta Provinsi DIY Tahun 1999, Laporan Penelitian, Badan Litbang Kesehatan Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial, Yogyakarta, http://digilib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jkpkbppk-gdl-grey-2001-agus-88-nosokomial&q=Hidup, diakses tanggal 29 Juni 2009
Suyono, S., 2001, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 284-285, Balai Penerbit FKUI, Jakarta
Wattimena J. R., Sugiarso N. C., Widianto M. B., Sukandar E. Y., Soemardji A.
A., Setiadi A. R., 1991, Farmakodinami dan Terapi Antibiotik, 30-37; 294-298, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
58
Lampiran I. Analisis SOAP
Tabel XIV. Kajian DTPs Kasus 1 Operasi Hernia Inguinal pada pasien Geriatri di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Periode Februari 2006-Oktober 2008
No. RM 01.22.46.77
Dirawat pada tanggal 02/02/2006 – 06/02/2006 (5 hari)
Pasien laki-laki, 71 tahun, dengan keluhan utama : benjolan di atas kemaluan sebelah kanan, hilang timbul Subjective
Diagnosis Utama : Hernia Inguinalis Medialis Dextra Reponibilis Riwayat penyakit sekarang : muncul benjolan di atas kemaluan sebelah kanan sejak 3 bln yll, pasien sudah pernah dioperasi 14 bln yll. Muncul benjolan lagi di atas kemaluan sebelah kanan, benjolan hilang timbul. BAB dan BAK biasa, riwayat angkat junjung (+). Keadaan pulang : pasien membaik, prognosa baik
Tanggal Objective
02/02/2006 04/02/2006 Nilai normal Suhu (0 37 C) 36,7 36-37,40C Nadi (X/menit) 80 80 50-100 X/menit TD (mmHg) 140/90 ↑ 135/80 120/80 mmHg RR (X/menit) 20 20 ≤ 20 X/menit TB (cm) 156 - - BB (kg) 49 - -
Pemberian obat sebelum operasi Penatalaksanaan
Nama obat Tanggal 03/02/2006 04/02/2006
Injeksi Dexamethason 2 A √ √
Tanggal & waktu operasi
Lama
Operasi
Jenis dan Dosis Antibotik Profilaksis
Waktu Pemberian Antibiotik Profilaksis
T ½ Antibiotik Profilaksis
04/02/2006 Pk 10.45-11.30 WIB
45 menit
Siprofloksasin 200 mg secara infus
4 jam 45 menit sebelum operasi
3-5 jam
Pemberian obat postoperasi
Nama obat Tanggal Februari 2006
04 05 06 Injeksi Siprofloksasin 2x500 mg
√ √
Infus RL 20 tts/mnt √ √ √ Injeksi Remopain 3x1 A √ √ Sefiksim 2x100 mg p.o. √ Asam mefenamat 3x500 mg p.o. √ OBH syrup® 4x1 p.o. √
1. Jangka waktu pemberian infus Siprofloksasin 200 mg untuk profilaksis pembedahan terlalu lama, yaitu 4 jam 45 menit sebelum operasi. DTPs : Dosis terlalu rendah (dosage too low).
Assesment
2. Pada pemberian terapi antibiotik postoperasi, dosis untuk injeksi Siprofloksasin sehari 2x500 mg melebihi dosis maksimum. DTPs : Dosis terlalu tinggi (dosage too high).
1. T½ Siprofloksasin 3-5 jam (DIH, 2003) sehingga maksimal jangka waktu pemberian antibiotik profilaksis 5 jam dari mulai diberikan hingga pasien selesai operasi, pemberian antibiotik yang terlalu awal dapat menyebabkan konsentrasi obat di dalam darah pada akhir operasi berada di bawah MIC.
Plan
2. Dosis maksimal untuk injeksi Siprofloksasin yang diberikan dalam sehari adalah 2x400 mg (IONI, 2000).
59
Tabel XV. Kajian DTPs Kasus 2 Operasi Hernia Inguinal pada pasien Geriatri di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Periode Februari 2006-Oktober 2008
No. RM 01.22.61.82
Dirawat pada tanggal 08/02/2006 – 15/02/2006 (8 hari)
Pasien laki-laki, 78 tahun, dengan keluhan utama : benjolan di kedua lipat paha Subjective
Diagnosis Utama : Hernia Inguinalis Lateralis Dextra Residif dan Hernia Inguinalis Lateralis Sinistra Reponibilis Riwayat penyakit sekarang : + 1½ tahun yll pasien mengeluh muncul benjolan di lipat paha kanan yang hilang timbul, dapat dimasukkan dengan tangan, terasa sakit, mual muntah (-), BAK & BAB normal, pasien pernah menjalani operasi di RS PKU Temanggung pada bln September 2005. Benjolan di lipat paha kanan kembali muncul, nyeri (+), 3 bln sebelum dirawat di RSUP Dr.Sardjito benjolan juga muncul di sisi kiri, hilang timbul, nyeri (+). Keadaan pulang : pasien membaik, prognosa baik
Parameter Objective
infeksi Tanggal periksa
Nilai normal (sel/µL)
07/02/06 WBC 7000 4000-11000 Netrofil 4200 3000-6000
Tanggal 08/02/2006 10/02/2006 Nilai normal Suhu (0 37 C) 36 36-37,40C Nadi (X/menit) 80 84 50-100 X/menit TD (mmHg) 130/80 150/80 ↑ 120/80 mmHg RR (X/menit) 20 16 ≤ 20 X/menit
Tanggal & waktu operasi
Penatalaksanaan
Lama Operasi
Jenis dan Dosis Antibotik Profilaksis
Waktu Pemberian Antibiotik Profilaksis
T ½ Antibiotik Profilaksis
11/02/2006 Pk 10.00-11.55 WIB
1 jam 55 menit
Terfacef ®
1x1g secara i.v.
tanggal 11/02/2006, tidak terdapat keterangan jam pemberian
5-9 jam
Pemberian obat postoperasi
Nama obat Tanggal Februari 2006
13 14 15 Injeksi Seftriakson 1x1 g √ √ Laxadine syrup® √ 2xCI p.o. √ Injeksi Remopain 3x1 A √ √ OBH syrup® √ 3xCI p.o. √ Asam mefenamat 3x500 mg p.o. √ Siprofloksasin 2x500 mg p.o. √
Penggunaan antibiotik profilkasis TerfacefAssesment
® tidak dapat ditinjau kerasionalannya berdasarkan waktu pemberian, karena tidak tercantum jam pemberian antibiotik tersebut. Dari segi dosisnya, antibiotik yang diberikan postoperasi (Seftriakson, Siprofloksasin) sudah tepat dosis, selain itu berdasarkan SPM bedah digestif untuk pasien geriatri diberikan antibiotik postoperasi.
Pasien geriatri rentan terkena infeksi karena daya tahan tubuh yang menurun, sehingga perlu diberikan antibiotik postoperasi untuk mencegah infeksi sesudah operasi.
Plan
60
Tabel XVI. Kajian DTPs Kasus 3 Operasi Hernia Inguinal pada pasien Geriatri di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Periode Februari 2006-Oktober 2008
No. RM 01.22.60.93
Dirawat pada tanggal 11/02/2006 – 16/02/2006 (6 hari)
Pasien laki-laki, 67 tahun, dengan keluhan utama : benjolan di lipat paha kanan Subjective
Diagnosis Utama : Hernia Inguinalis Lateralis Dextra Reponibilis Riwayat penyakit sekarang : + 3 tahun sebelum masuk RS pasien mengeluh timbul benjolan di lipat paha kanan, hilang timbul (+), BAB dan BAK normal, demam (+), mual muntah (-). Keadaan pulang : pasien membaik, prognosis baik
Parameter Objective
infeksi Tanggal periksa
Nilai normal (sel/µL)
08/02/06 WBC 9500 4000-11000 Netrofil 5800 3000-6000
Tanggal 11/02/2006 13/02/2006 Nilai normal Suhu (0 37 C) 37 36-37,40C Nadi (X/menit) 80 80 50-100 X/menit TD (mmHg) 120/80 120/80 120/80 mmHg RR (X/menit) 20 20 ≤ 20 X/menit
Tanggal & waktu operasi
Penatalaksanaan
Lama Operasi
Jenis dan Dosis Antibotik Profilaksis
Waktu Pemberian Antibiotik Profilaksis
T ½ Antibiotik Profilaksis
14/02/2006 Pk 10.30-11.30 WIB
1 jam
Seftriakson 1x1 g secara i.v.
4 jam 30 menit sebelum operasi
5-9 jam
Pemberian obat postoperasi
Nama obat Tanggal Februari 2006
14 15 16 Injeksi Seftriakson 1x1 g √ √ Injeksi Remopain 1 A √ √ Sefiksim 2x100 mg p.o. √ Asam mefenamat 3x500 mg p.o. √
Penggunaan antibiotik profilkasis Seftriakson sudah tepat dosisnya berdasarkan T ½ antibiotik. Pengunaan antibiotik yang diberikan postoperasi (Seftriakson, Sefiksim) juga sudah tepat dosis, selain itu berdasarkan SPM bedah digestif untuk pasien geriatri memang diberikan antibiotik postoperasi.
Assesment
Pasien geriatri rentan terkena infeksi karena daya tahan tubuh yang menurun, sehingga perlu diberikan antibiotik postoperasi untuk mencegah infeksi sesudah operasi.
Plan
61
Tabel XVII. Kajian DTPs Kasus 4 Operasi Hernia Inguinal pada pasien Geriatri di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Periode Februari 2006-Oktober 2008
No. RM 01.08.31.68 Dirawat pada tanggal 14/02/2006 – 23/02/2006 (10 hari)
Pasien laki-laki, 69 tahun, dengan keluhan utama : benjolan di lipat paha Subjective
Diagnosis Utama : Hernia Inguinalis Medialis Sinistra Reponible Riwayat penyakit sekarang : pasien mengeluh timbul benjolan pada lipat paha kiri, + sejak 20 tahun. Benjolan hilang bila berbaring/tidur. Keadaan pulang : pasien sembuh
Parameter Objective
infeksi Tanggal periksa
Nilai normal (sel/µL)
11/02/06 WBC 7400 4000-11000
Tanggal 15/02/2006 19/02/2006 Nilai normal Suhu (0 36 C) 36 36-37,40C Nadi (X/menit) 84 76 50-100 X/menit TD (mmHg) 130/80 130/70 120/80 mmHg RR (X/menit) 18 20 ≤ 20 X/menit TB (cm) - 160 - BB (kg) - 55 -
Penatalaksanaan
Pemberian obat sebelum operasi Nama obat Tanggal
17/02/2006 Laxadine syrup 3xCI √
Tanggal &
waktu operasi
Lama Operasi
Jenis dan Dosis Antibotik Profilaksis
Waktu Pemberian Antibiotik Profilaksis
T ½ Antibiotik Profilaksis
20/02/2006 Pk 09.40-10.30 WIB
50 menit
Siprofloksasin 200 mg secara infus
tanggal 18/02/2006, tidak terdapat keterangan jam pemberian
3-5 jam
Pemberian obat postoperasi
Nama obat Tanggal Februari 2006
20 21 22 23 Injeksi Seftriakson 1x1g √ √ √ Infus RL 20 tpm √ √ √ Injeksi Tradosik® √ 3x1 A √ √ Meisec® 2x100 mg p.o. √ Voltadex® 2x1 tab/hari p.o. √ √ Hytrin ® tab 1x2 mg p.o. √ √
Penggunaan antibiotik profilkasis Siprofloksasin tidak dapat ditinjau kerasionalannya berdasarkan waktu pemberian, karena tidak tercantum jam pemberian antibiotik tersebut. Dari segi dosisnya, antibiotik yang diberikan postoperasi (Seftriakson) sudah tepat dosis, selain itu berdasarkan SPM bedah digestif untuk pasien geriatri diberikan antibiotik postoperasi.
Assesment
Pada pasien geriatri perlu diberikan antibiotik postoperasi untuk mencegah infeksi sesudah operasi karena daya tahan tubuh yang menurun rentan terkena infeksi.
Plan
62
Tabel XVIII. Kajian DTPs Kasus 5 Operasi Hernia Inguinal pada pasien Geriatri di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Periode Februari 2006-Oktober 2008
No. RM 01.25.06.34
Dirawat pada tanggal 13/07/2006 – 20/07/2006 (8 hari)
Pasien laki-laki, 80 tahun, dengan keluhan utama : timbul benjolan di selangkangan/lipat paha kiri sejak + 6 bln yll.
Subjective
Diagnosis Utama : Hernia Inguinalis Lateralis Sinistra Reponible Riwayat penyakit sekarang : + 6 bln yll, pasien mengeluh timbul benjolan di selangkangan kiri, benjolan hilang timbul. Timbul terutama saat pasien berdiri, mual (-), muntah (-), nyeri (-), BAB dan BAK normal, riwayat operasi (-). Keadaan pulang : pasien sembuh, prognosis baik
Parameter Objective
infeksi Tanggal periksa
Nilai normal (sel/µL)
10/07/06 WBC 8100 4000-11000 Netrofil 5000 3000-6000
Tanggal 18/07/2006 Nilai normal Suhu (0 37 C) 36-37,40C Nadi (X/menit) 96 50-100 X/menit TD (mmHg) 160/90 ↑ 120/80 mmHg RR (X/menit) 20 ≤ 20 X/menit
Penatalaksanaan
Tanggal & waktu operasi
Lama
Operasi
Jenis dan Dosis Antibotik Profilaksis
Waktu Pemberian Antibiotik Profilaksis
T ½ Antibiotik Profilaksis
18/07/2006 Pk 11.40-13.00 WIB
1 jam 20 menit
Terfacef®
1x1 g secara i.v.
tanggal 17/07/2006, tidak terdapat keterangan jam pemberian
5-9 jam
Pemberian obat postoperasi
Nama obat Tanggal Juli 2007
18 19 20 Injeksi Siprofloksasin 2x200 mg √ Remopain 3x1 A √ Siprofloksasin tab 2x500 mg √ Asam mefenamat 3x500 mg √ √ Sporetic® tab 2x100 mg √
Penggunaan antibiotik profilkasis TerfacefAssesment
® tidak dapat ditinjau kerasionalannya berdasarkan waktu pemberian, karena tidak tercantum jam pemberian antibiotik tersebut. Pemberian siprofloksasin dan Sporetic® postoperasi sudah tepat dosis, dan berdasarkan SPM bedah digestif untuk pasien geriatri diberikan antibiotik postoperasi.
Pada pasien geriatri perlu diberikan antibiotik postoperasi untuk mencegah infeksi sesudah operasi karena daya tahan tubuh yang menurun rentan terkena infeksi.
Plan
63
Tabel XIX. Kajian DTPs Kasus 6 Operasi Hernia Inguinal pada pasien Geriatri di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Periode Februari 2006-Oktober 2008
No. RM 01.25.23.49 Dirawat pada tanggal 20/07/2006 – 11/08/2006 (23 hari)
Pasien laki-laki, 76 tahun, dengan keluhan utama : benjolan di lipat paha kiri, tidak bisa BAK Subjective
Diagnosis Utama : Hernia Inguinalis Lateralis Sinistra Reponible, BPH Riwayat penyakit sekarang : sejak + 10 th yll pasien merasa ada benjolan di lipat paha kiri, hilang timbul, + 5 hari sebelum masuk RS pasien tidak bisa BAK. Keadaan pulang : pasien membaik, belum sembuh, prognosis dubia
Parameter Objective
infeksi Tanggal periksa Nilai norm
(sel/µL) 19/07/06 26/07/06 01/08/06 07/08/06 10/08/06 WBC 15500 ↑ 53700 ↑ 18520 ↑ 14600 ↑ 16210 ↑ 4000-1100 Netrofil 12200 ↑ 49600 ↑ 16520 ↑ - 14590 ↑ 3000-6000
Tanggal 26/07/2006 Nilai normal Suhu (0 36,4 C) 36-37,40C Nadi (X/menit) 88 50-100 X/menit TD (mmHg) 140/80 ↑ 120/80 mmHg RR (X/menit) 24 ≤ 20 X/menit
Tanggal & waktu operasi
Penatalaksanaan
Lama Operasi
Jenis dan Dosis Antibotik Profilaksis
Waktu Pemberian Antibiotik Profilaksis
T ½ Antibiotik Profilaksis
26/07/2006 Pk 09.20-10.20 WIB
1 jam
Terfacef 1x1 g secara i.v.
tanggal 26/07/2006, tidak terdapat keterangan jam pemberian
5-9 jam
Pemberian obat postoperasi
Nama obat Tanggal Juli 2006 Agustus 2006
27 28 29 1 2 4 5 7 8 9 10 11 Injeksi Seftriakson 1x1g √ √ √ Injeksi Tramadol 3x1 A √ √ √ Laxadine syr 3xCI p.o. √ √ Siprofloksasin tab 2x500 mg √ √ Asam mefenamat 3x500 mg p.o. √ √ Injeksi Omeprazole 1A/24 jam √ Inpepsa syr® 3xCth I p.o. √ √ √ √ √ √ Imipenem 2x1 g p.o. √ √ √ √ √ √ √ Nifedipin 2x10 mg p.o. √ Injeksi Dolgesik® 2x1 A √ √ √ √ √ √ Injeksi Ranitidin 3x1 A √ √ √ √ Injeksi Sefoperazon 1A/12 jam √ Injeksi Seftriakson 1x2 g √
Keterangan : Pada tanggal 2 Agustus Injeksi Sefoperazon 1A/12 jam dan injeksi Seftriakson 1x2 g diberikan pada pk.16.00. Pemberian Siprofloksasin tab 2x500 mg tidak ada keterangan waktunya.
Penggunaan antibiotik profilkasis TerfacefAssesment
® tidak dapat ditinjau kerasionalannya berdasarkan waktu pemberian, karena tidak tercantum jam pemberian antibiotik tersebut. Dari segi dosisnya, pemberian siprofloksasin, imipenem, injeksi sefoperazon dan injeksi seftriakson (antibiotik postoperasi) sudah tepat dosis.
Pasien geriatri rentan terkena infeksi karena daya tahan tubuh yang menurun, sehingga perlu diberikan antibiotik postoperasi untuk mencegah infeksi sesudah operasi.
Plan
64
Tabel XX.Kajian DTPs Kasus 7 Operasi Hernia Inguinal pada pasien Geriatri di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Periode Februari 2006-Oktober 2008
No. RM 01.25.23.09 Dirawat pada tanggal 26/07/2006 – 05/08/2006 (11 hari)
Pasien laki-laki, 68 tahun, dengan keluhan utama : BAK tidak lancar sejak 1 thn yll Subjective
Diagnosis Utama : BPH Diagnosis Lain : Hernia Inguinalis Lateralis Dextra Reponible Keadaan pulang : pasien membaik, prognosa dubia ad bonam
Parameter Objective
infeksi Tanggal periksa Nilai normal
(sel/µL)
25/07/06 26/07/06 28/07/06 WBC 5200 18100 ↑ 18100 ↑ 4000-11000
Tanggal 26/07/2006 28/07/2006 Nilai normal Suhu (0 37 C) 36,2 36-37,40C Nadi (X/menit) 80 82 50-100 X/menit TD (mmHg) 130/80 130/80 120/80 mmHg RR (X/menit) 20 20 ≤ 20 X/menit
Tanggal & waktu operasi
Penatalaksanaan
Lama Operasi
Jenis dan Dosis Antibotik Profilaksis
Waktu Pemberian Antibiotik Profilaksis
T ½ Antibiotik Profilaksis
28/07/2006 Pk 09.00-10.45 WIB
1 jam 45 menit
Seftriakson 1x1g secara i.v.
tanggal 27/07/2006, tidak terdapat keterangan jam pemberian
5-9 jam
Pemberian obat postoperasi
Nama obat Tanggal (2006) Juli Agustus
28 29 31 01 02 03 04 05 Injeksi Seftriakson 2x1g √ √ √ √ √ Injeksi Tramadol 3x1 A √ √ √ √ √ Infus NaCl 0,9% : Dx 5% √ Infus RL 28 tts/mnt √ √ √ √ Siprofloksasin 2x500 mg p.o. √ √ √ Tramadol 2x1 tab p.o. √ √ √ Injeksi Remopain 1 A √
Penggunaan antibiotik profilkasis seftriakson tidak dapat ditinjau kerasionalannya berdasarkan waktu pemberian, karena tidak tercantum jam pemberian antibiotik tersebut. Seftriakson dan siprofloksasin yang diberikan postoperasi sudah tepat dosis.
Assesment
Pada pasien geriatri perlu diberikan antibiotik postoperasi untuk mencegah infeksi sesudah operasi karena daya tahan tubuh yang menurun rentan terkena infeksi.
Plan
65
Tabel XXI. Kajian DTPs Kasus 8 Operasi Hernia Inguinal pada pasien Geriatri di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Periode Februari 2006-Oktober 2008
No. RM 00.66.15.54 Dirawat pada tanggal 21/08/2006 – 26/08/2006 (6 hari)
Pasien laki-laki, 67 tahun, dengan keluhan utama : benjolan di lipat paha kanan yang hilang timbul. Subjective
Riwayat penyakit sekarang : 1 thn yll benjolan di lipat paha kanan masih bisa keluar masuk, 6 bln sebelum masuk RS pasien operasi BPH, rencana operasi hernia ditunda Diagnosis Utama : Hernia Inguinalis Medialis Dextra Reponible Keadaan pulang : pasien membaik
Tanggal Objective
22/08/2006 Nilai normal Suhu (0 36 C) 36-37,40C Nadi (X/menit) 88 50-100 X/menit TD (mmHg) 150/90 ↑ 120/80 mmHg RR (X/menit) 20 ≤ 20 X/menit
Pemberian obat sebelum operasi Penatalaksanaan
Nama obat Tanggal 21/08/2006 22/08/2006 23/08/2006
Azithromisin 1x500 mg p.o. √ √ Injeksi Broadced® √ 1x2 g √ Fluimusi® √ l 3xCI p.o. √ √ Injeksi Ventolin® √ 1 A/6 jam √ √ Medixon® 125 mg p.o. √ √
Keterangan : Pada tanggal 21 Azithromisin 1x500 mg p.o. diberikan pk. 21.00 dan injeksi Broadced 1x2 g diberikan pk. 20.00. Pada tanggal 22 Azithromisin 1x500 mg p.o. dan injeksi Broadced 1x2 g diberikan pk. 20.00.
Tanggal & waktu operasi
Lama
Operasi
Jenis dan Dosis Antibotik Profilaksis
Waktu Pemberian Antibiotik Profilaksis
T ½ Antibiotik Profilaksis
23/08/2006 Pk 09.15-09.45 WIB
30 menit Broadced®
1x2 g secara i.v.
13 jam 15 menit sebelum operasi
5-9 jam
Pemberian obat postoperasi
Nama obat Tanggal Agustus 2006
23 24 25 26 Injeksi Seftriakson 1x1g √ √ √ Longcef ® 3x500 mg p.o. √ Fluimucil syr® √ 3xCI p.o. √ √ Injeksi Remopain 1A/8 jam √ √ Injeksi Ventolin® √ 1 A/6 jam √ √ Pronalges® 3x1 g p.o. √ √
1. Jangka waktu pemberian injeksi BroadcedAssesment
®
2. Pemberian antibiotik postoperasi (seftriakson dan Longcef
(Seftriakson) 1x2 g untuk profilaksis pembedahan terlalu lama, yaitu 13 jam 15 menit sebelum operasi. DTPs : Dosis terlalu rendah (dosage too low).
®) sudah tepat dosis.
1. T ½ Seftriakson 5-9 jam (DIH, 2003) sehingga maksimal jangka waktu pemberian antibiotik profilaksis 9 jam dari mulai diberikan hingga pasien selesai operasi, pemberian antibiotik yang terlalu awal dapat menyebabkan konsentrasi obat di dalam darah pada akhir operasi berada di bawah MIC.
Plan
2. Berdasarkan SPM Bedah Digestif, pada pasien geriatri perlu diberikan antibiotik postoperasi untuk mencegah infeksi sesudah operasi.
66
Tabel XXII.Kajian DTPs Kasus 9 Operasi Hernia Inguinal pada pasien Geriatri di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Periode Februari 2006-Oktober 2008
No. RM 01.25.23.09 Dirawat pada tanggal 19/09/2006 – 23/09/2006 (5 hari)
Pasien laki-laki, 69 tahun, dengan keluhan utama : benjolan di lipat paha kanan. Subjective
Riwayat penyakit sekarang : sejak + 1 thn yll pasien mengalami benjolan di lipat paha kanan yang bisa keluar masuk, nyeri (-), mual (-), muntah (-). Riwayat penyakit dahulu : Riwayat Hipertensi (+) Diagnosis Utama : Hernia Inguinalis Lateralis Dextra Reponible Keadaan pulang : pasien membaik, prognosa dubia ad bonam
Parameter Objective
infeksi Tanggal periksa Nilai normal
(sel/µL) 18/09/06 WBC 10500 4000-11000 Netrofil 7300 ↑ 3000-6000
Tanggal 26/07/2006 Nilai normal Suhu (0 36,5 C) 36-37,40C Nadi (X/menit) 92 50-100 X/menit TD (mmHg) 160/110 ↑ 120/80 mmHg RR (X/menit) 18 ≤ 20 X/menit BB (kg) 60 -
Pemberian obat sebelum operasi Penatalaksanaan
Nama obat Tanggal 20/09/2006
Injeksi Tricefin® √ 1x1 A Injeksi Remopain 3x1 A √
Tanggal &
waktu operasi
Lama Operasi
Jenis dan Dosis Antibotik Profilaksis
Waktu Pemberian Antibiotik Profilaksis
T ½ Antibiotik Profilaksis
21/09/2006 Pk 14.35-15.55 WIB
1 jam 20 menit
Seftriakson 1x1 g secara i.v.
Tanggal 20/09/2006, tidak ada keterangan jam pemberian
5-9 jam
Pemberian obat postoperasi
Nama obat Tanggal 23/08/2006
Sefadroksil 2x200 mg p.o. √ Meloxicam® √ 1x7,5 mg p.o.
Penggunaan antibiotik profilkasis Seftriakson tidak dapat ditinjau kerasionalannya berdasarkan waktu pemberian, karena tidak tercantum jam pemberian antibiotik tersebut. Sefadroksil yang diberikan postoperasi sudah tepat dosis.
Assesment
Berdasarkan SPM Bedah Digestif, pada pasien geriatri perlu diberikan antibiotik postoperasi untuk mencegah infeksi sesudah operasi karena usia lanjut merupakan salah satu faktor risiko surgical site infection.
Plan
67
Tabel XXIII. Kajian DTPs Kasus 10 Operasi Hernia Inguinal pada pasien Geriatri di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Periode Februari 2006-Oktober 2008
No. RM 01.25.92.58 Dirawat pada tanggal 06/11/2006 – 11/11/2006 (6 hari)
Pasien laki-laki, 66 tahun, dengan keluhan utama : benjolan di kantong pelir sejak 1 bln, keluar masuk. Subjective
Riwayat penyakit sekarang : sejak + 1 bln yll timbul benjolan di skrotum yang keluar masuk, keluar saat melakukan aktivitas dan masuk saat istirahat. Diagnosis Utama : Hernia Inguinalis Lateralis Sinistra Reponible Keadaan pulang : pasien sembuh, prognosis baik
Parameter Objective
infeksi Tanggal periksa Nilai normal
(sel/µL) 06/11/06 08/11/06
WBC 9200 10200 4000-11000 Netrofil 7100 ↑ 5800 3000-6000
Tanggal 09/11/2006 Nilai normal Suhu (0 36,3 C) 36-37,40C Nadi (X/menit) 80 50-100 X/menit TD (mmHg) 140/80 ↑ 120/80 mmHg RR (X/menit) 20 ≤ 20 X/menit
Penatalaksanaan
Pemberian obat sebelum operasi Nama obat Tanggal
08/11/2006 Injeksi Ceftriaxone 1x1 g √
Tanggal & waktu operasi
Lama
Operasi
Jenis dan Dosis Antibotik Profilaksis
Waktu Pemberian Antibiotik Profilaksis
T ½ Antibiotik Profilaksis
09/11/2006 Pk 10.25-11.00 WIB
35 menit Seftriakson 1x1 g secara i.v.
Tanggal 08/11/2006, tidak ada keterangan jam pemberian
5-9 jam
Pemberian obat postoperasi
Nama obat Tanggal November 2006
09 10 11 Injeksi Seftriakson 1x1g √ √ √ Injeksi Remopain 2x1 A √ √ √ Infus RL : D5 = 3:2 √ √ √ Siprofloksasin 2x500 mg p.o. √ √ Asam mefenamat 3x500 mg p.o. √ √
Keterangan : tidak terdapat keterangan waktu pemberian Injeksi Seftriakson 1x1g dan Siprofloksasin 2x500 mg p.o.
Penggunaan antibiotik profilkasis seftriakson tidak dapat ditinjau kerasionalannya berdasarkan waktu pemberian, karena tidak tercantum jam pemberian antibiotik tersebut. Dari segi dosisnya, pemberian seftriakson dan siprofloksasin postoperasi sudah tepat dosis.
Assesment
Berdasarkan SPM Bedah Digestif, pada pasien geriatri perlu diberikan antibiotik postoperasi untuk mencegah infeksi sesudah operasi karena usia lanjut merupakan salah satu faktor risiko surgical site infection.
Plan
68
Tabel XXIV. Kajian DTPs Kasus 11 Operasi Hernia Inguinal pada pasien Geriatri di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Periode Februari 2006-Oktober 2008
No. RM 01.19.95.83 Dirawat pada tanggal 12/02/2007 – 16/02/2007 (5 hari)
Pasien laki-laki, 78 tahun, dengan keluhan utama : benjolan di selangkangan kanan Subjective
Riwayat penyakit sekarang : + 1 bln yll muncul benjolan di selangkangan kanan, benjolan bertambah besar jika beraktivitas, serta hilang saat tiduran, riwayat sulit tenang (-), batuk (+) lama. Diagnosis Utama : Hernia Inguinalis Lateralis Dextra Reponible Keadaan pulang : pasien sembuh, prognosa baik
Parameter Objective
infeksi Tanggal periksa Nilai normal
(sel/µL) 09/02/07 WBC 9900 4000-11000 Netrofil 7100 ↑ 3000-6000
Tanggal 12/02/2007 Nilai normal Suhu (0 37 C) 36-37,40C Nadi (X/menit) 88 50-100 X/menit TD (mmHg) 160/80 ↑ 120/80 mmHg RR (X/menit) 16 ≤ 20 X/menit
Tanggal & waktu operasi
Penatalaksanaan
Lama Operasi
Jenis dan Dosis Antibotik Profilaksis
Waktu Pemberian Antibiotik Profilaksis
T ½ Antibiotik Profilaksis
14/02/2007 Pk 10.30-11.50 WIB
1 jam 20 menit
Terfacef®
1x1 g secara i.v.
12 jam 20 menit sebelum operasi
5-9 jam
Pemberian obat postoperasi
Nama obat Tanggal Februari 2007
14 15 16 Terfacef ® √ 1x1g √ √ Injeksi Remopain 3x30 mg √ √ √ Infus RL : D 5 = 1:1 24 tpm √ √ √ Injeksi Altoven® 1A √
Jangka waktu pemberian injeksi TerfacefAssesment
® (Seftriakson) 1x1 g untuk profilaksis pembedahan terlalu lama, yaitu 12 jam 20 menit sebelum operasi. DTPs : Dosis terlalu rendah (dosage too low)
T ½ Seftriakson 5-9 jam (DIH, 2003) sehingga maksimal jangka waktu pemberian antibiotik profilaksis 9 jam dari mulai diberikan hingga pasien selesai operasi, pemberian antibiotik yang terlalu awal dapat menyebabkan konsentrasi obat di dalam darah pada akhir operasi berada di bawah MIC.
Plan
69
Tabel XXV. Kajian DTPs Kasus 12 Operasi Hernia Inguinal pada pasien Geriatri di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Periode Februari 2006-Oktober 2008
No. RM 01.07.14.37 Dirawat pada tanggal 06/03/2007 – 12/03/2007 (7 hari)
Pasien laki-laki, 75 tahun, dengan keluhan utama : benjolan di kedua belah selangkangan sebelah kiri sampai kantong pelir, pada awalnya benjolan dapat keluar masuk
Subjective
Diagnosis Utama : Hernia Inguinalis Lateralis Duplex Reponibilis Keadaan pulang : pasien membaik
Objective
Tanggal 08/03/2007 Nilai normal Suhu (0 36,5 C) 36-37,40C Nadi (X/menit) 88 50-100 X/menit TD (mmHg) 130/80 120/80 mmHg RR (X/menit) 20 ≤ 20 X/menit
Pemberian obat sebelum operasi Penatalaksanaan
Nama obat Tanggal 06/03/2007 07/03/2007
Injeksi Intrix® √ 1x1 g √ Injeksi Tramadol® √ 2x1 A √ Sistenol extra® √ p.o. Diazepam 5 mg p.o. √
Tanggal &
waktu operasi
Lama Operasi
Jenis dan Dosis Antibotik Profilaksis
Waktu Pemberian Antibiotik Profilaksis
T ½ Antibiotik Profilaksis
08/03/2007 Pk 11.20-13.45 WIB
2 jam 25 menit
Intrix®
1x1 g secara i.v.
3 jam 20 menit sebelum operasi
5-9 jam
Pemberian obat postoperasi
Nama obat Tanggal Maret 2007
08 09 10 11 12 Injeksi Intrix® 1x1g √ √ Injeksi Tramadol® √ 2x1 A √ √ Scanax® 2x500 mg p.o. √ √ √ Nonflamin® 3x1 p.o. √ √ √ Zegavit® 1x1 p.o. √ √ √ Toradol ® 3x10 p.o. √ √ √
Keterangan : Injeksi Intrix 1x1 g diberikan pk. 08.00 Scanax 2x500 mg p.o. diberikan pk.14.00 dan pk.20.00
Pemberian antibiotik profilaksis IntrixAssesment
® berdasarkan T ½ dan waktu pemberiannya sudah tepat. Dari segi dosisnya, pemberian injeksi Intrix® dan Scanax® postoperasi sudah tepat dosis.
Pasien geriatri rentan terkena infeksi karena daya tahan tubuh yang menurun, sehingga perlu diberikan antibiotik postoperasi untuk mencegah infeksi sesudah operasi.
Plan
70
Tabel XXVI. Kajian DTPs Kasus 13 Operasi Hernia Inguinal pada pasien Geriatri di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Periode Februari 2006-Oktober 2008
No.RM 01.28.83.69 Dirawat pada tanggal 27/03/2007 – 02/04/2007 (7 hari)
Pasien laki-laki, 79 tahun, dengan keluhan utama : benjolan di selangkangan kanan Subjective
Riwayat penyakit sekarang : sejak + 1 bln yll muncul benjolan di selangkangan kanan yang hilang timbul, muncul terutama saat berjalan jauh, bekerja, dan hilang saat istirahat Diagnosis Utama : Hernia Inguinalis Medialis Dextra Reponible Keadaan pulang : pasien membaik, prognosis dubia
Parameter Objective
infeksi Tanggal periksa Nilai normal
(sel/µL) 24/03/07 WBC 8650 4000-11000 Netrofil 5950 3000-6000
Tanggal 27/03/2007 30/03/2007 Nilai normal Suhu (0 37 C) 37 36-37,40C Nadi (X/menit) 88 80 50-100 X/menit TD (mmHg) 160/90 ↑ 200/100 ↑ 120/80 mmHg RR (X/menit) 16 20 ≤ 20 X/menit
Pemberian obat sebelum operasi Penatalaksanaan
Nama obat Tanggal 28/03/2007
Infus RL 20 tpm √ Injeksi Remopain 3x1 A √ Diazepam 5 mg p.o. √ Nifedipin p.o. √
Tanggal &
waktu operasi
Lama Operasi
Jenis dan Dosis Antibotik Profilaksis
Waktu Pemberian Antibiotik Profilaksis
T ½ Antibiotik Profilaksis
29/03/2007 Pk 12.30-13.20 WIB
50 menit Seftriakson 1x1 g secara i.v.
Tanggal 28/03/2007, tidak ada keterangan jam pemberian
5-9 jam
Pemberian obat postoperasi
Nama obat Tanggal Maret 2007 April 2007 29 30 01 02
Injeksi Seftriakson 2x1 g √ √ √ √ Injeksi Remopain 3x1 A √ √ √ √ Injeksi Ranitidin 2x1 A √ √ √ Infus RL 24 tpm √ √ √
Penggunaan antibiotik profilkasis seftriakson tidak dapat ditinjau kerasionalannya berdasarkan waktu pemberian, karena tidak tercantum jam pemberian antibiotik tersebut. Pemberian seftriakson postoperasi sudah tepat dosis.
Assesment
Pasien geriatri rentan terkena infeksi karena daya tahan tubuh yang menurun, sehingga perlu dipertimbangkan pemberian antibiotik profilaksis dan postoperasi untuk mencegah infeksi sesudah operasi.
Plan
71
Tabel XXVII. Kajian DTPs Kasus 14 Operasi Hernia Inguinal pada pasien Geriatri di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Periode Februari 2006-Oktober 2008
No. RM 00.39.90.45 Dirawat pada tanggal 07/04/2007 – 16/04/2007 (10 hari)
Pasien laki-laki, 72 tahun, dengan keluhan utama : benjolan di selangkangan kiri Subjective
Riwayat penyakit sekarang : sejak 1 thn yll muncul benjolan di selangkangan kiri, benjolan dapat masuk apabila dimasukkan. Diagnosis Utama : Hernia Inguinalis Lateralis Sinistra Reponible Keadaan pulang : pasien sembuh, prognosis dubia ad bonam
Objective
Tanggal 07/04/2007 09/04/2007 Nilai normal Suhu (0 37 C) 36,5 36-37,40C Nadi (X/menit) 84 84 50-100 X/menit TD (mmHg) 120/80 120/70 120/80 mmHg RR (X/menit) 24 20 ≤ 20 X/menit TB (cm) 160 - - BB (kg) 70 - -
Tanggal & waktu operasi
Penatalaksanaan
Lama Operasi
Jenis dan Dosis Antibotik Profilaksis
Waktu Pemberian Antibiotik Profilaksis
T ½ Antibiotik Profilaksis
10/04/2007 Pk 09.20-10.00 WIB
40 menit Terfacef®
1x1 g secara i.v.
Tanggal 09/04/2007, tidak ada keterangan jam pemberian
5-9 jam
Pemberian obat postoperasi
Nama obat Tanggal April 2007
10 11 12 13 14 15 16 Injeksi Terfacef ® √ 2x1 g √ √ √ √ √ Injeksi Ketorolac 1 A √ Injeksi Remopain 3x1 A √ √ √ √ √ Infus RL 30 tpm √ √ √ Siprofloksasin 2x500 mg p.o. √ √ √ Asam mefenamat 3x500 mg p.o. √ √ √ Injeksi Altoven® 1 A √ Dolgesik® 1 g p.o. √
Keterangan : pada tanggal 14 dan 15 injeksi Terfacef® 2x1 g diberikan pk. 08.00. Pemberian Siprofloksasin 2x500 mg p.o. tidak ada keterangan waktunya.
Penggunaan antibiotik profilkasis TerfacefAssesment
® tidak dapat ditinjau kerasionalannya berdasarkan waktu pemberian, karena tidak tercantum jam pemberian antibiotik tersebut. Dari segi dosisnya, pemberian injeksi terfacef dan siprofloksasin postoperasi sudah tepat dosis, selain itu berdasarkan SPM bedah digestif untuk pasien geriatri memang diberikan antibiotik postoperasi.
Pasien geriatri rentan terkena infeksi karena daya tahan tubuh yang menurun, sehingga perlu diberikan antibiotik postoperasi untuk mencegah infeksi sesudah operasi.
Plan
72
Tabel XXVIII. Kajian DTPs Kasus 15 Operasi Hernia Inguinal pada pasien Geriatri di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Periode Februari 2006-Oktober 2008
No. RM 01.29.12.50 Dirawat pada tanggal 12/04/2007 – 20/04/2007 (9 hari)
Pasien laki-laki, 80 tahun, dengan keluhan utama : benjolan di kantong pelir Subjective
Riwayat penyakit sekarang : + 3 thn terakhir timbul benjolan di lipat paha kiri, hilang timbul, nyeri (-), mual (-), muntah (-), benjolan semakin lama semakin membesar & turun ke kantong pelir, hari sebelum masuk RS pasien mengeluh benjolan tidak dapat kembali. Diagnosis Utama : Hernia Inguinalis Lateralis Sinistra Irreponible Keadaan pulang : pasien membaik, prognosa baik
Parameter Objective
infeksi Tanggal periksa Nilai normal
(sel/µL) 12/04/07
WBC 16710 ↑ 4000-11000
Tanggal 12/04/2007 17/04/2007 Nilai normal Suhu (0 37 C) 36,2 36-37,40C Nadi (X/menit) 60 80 50-100 X/menit TD (mmHg) 120/80 130/100 ↑ 120/80 mmHg RR (X/menit) 22 16 ≤ 20 X/menit
Pemberian obat sebelum operasi Penatalaksanaan
Nama obat Tanggal 13/04/2007 14/04/2007 15/04/2007 16/04/2007
Injeksi Remopain 3x1 A √ √ √ √ Injeksi Seftriakson 1 g √ √ √ √ Injeksi Ranitidin 2x1 A √ √ √ √ Infus RL 20 tpm √ √ √ √ Diazepam 10 g p.o. √
Tanggal &
waktu operasi
Lama Operasi
Jenis dan Dosis Antibotik Profilaksis
Waktu Pemberian Antibiotik Profilaksis
T ½ Antibiotik Profilaksis
17/04/2007 Pk 13.20-14.20 WIB
1 jam Seftriakson 1x1 g secara i.v.
Tanggal 17/04/2007, tidak ada keterangan jam pemberian
5-9 jam
Pemberian obat postoperasi
Nama obat Tanggal April 2007
17 18 19 20 Injeksi Seftriakson 1x1 g √ √ √ √ Injeksi Remopain 3x1 A √ √ √ √ Infus RL 20 tpm √ √ √ √ Injeksi Ranitidin 2x1 A √ √ √ √ Injeksi Kalnex extra® √ 1 A
Penggunaan antibiotik profilkasis Seftriakson tidak dapat ditinjau kerasionalannya berdasarkan waktu pemberian, karena tidak tercantum jam pemberian antibiotik tersebut. Seftriakson yang diberikan postoperasi sudah tepat dosis.
Assesment
Pasien geriatri rentan terkena infeksi karena daya tahan tubuh yang menurun, sehingga perlu dipertimbangkan pemberian antibiotik profilaksis dan postoperasi untuk mencegah infeksi sesudah operasi.
Plan
73
Tabel XXIX.Kajian DTPs Kasus 16 Operasi Hernia Inguinal pada pasien Geriatri di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Periode Februari 2006-Oktober 2008
No. RM 01.29.12.51 Dirawat pada tanggal 12/04/2007 – 19/04/2007 (8 hari)
Pasien laki-laki, 73 tahun, dengan keluhan utama : benjolan di kantong pelir Subjective
Riwayat penyakit sekarang : + sejak 3 thn yll pasien memiliki benjolan di lipat paha yang hilang timbul, kadang masuk ke kantong pelir, nyeri (-), mual (-), muntah (-), + 1 jam sebelum masuk RS pasien mengeluh benjolan timbul dan tidak dapat kembali. Diagnosis Utama : Hernia Inguinalis Lateralis Dextra Irreponible Keadaan pulang : pasien sembuh, prognosa baik
Parameter Objective
infeksi Tanggal periksa Nilai normal
(sel/µL) 12/04/07
WBC 6050 4000-11000
Tanggal 12/04/2007 Nilai normal Suhu (0 37 C) 36-37,40C Nadi (X/menit) 88 50-100 X/menit TD (mmHg) 120/80 120/80 mmHg RR (X/menit) 20 ≤ 20 X/menit
Penatalaksanaan
Pemberian obat sebelum operasi Nama obat Tanggal
13/04/2007 14/04/2007 15/04/2007 Injeksi Ranitidin 2x1 A √ √ Infus RL:DS 28 tpm √ √ Injeksi Radin √ Diazepam 5 mg p.o. √
Tanggal &
waktu operasi
Lama Operasi
Jenis dan Dosis Antibotik Profilaksis
Waktu Pemberian Antibiotik Profilaksis
T ½ Antibiotik Profilaksis
16/04/2007 Pk 15.20-16.00 WIB
40 menit Terfacef®
1x1 g secara i.v.
Tanggal 15/04/2007, tidak ada keterangan jam pemberian
5-9 jam
Pemberian obat postoperasi
Nama obat Tanggal April 2007
16 17 18 19 Injeksi Seftriakson 1x1 g √ √ √ √ Injeksi Remopain 3x1 A √ √ √ √ Injeksi Acran® 1 A √ Injeksi Rolac Radin √ ® Injeksi Kalnex® √ 3x1 A √
Penggunaan antibiotik profilkasis TerfacefAssesment
® tidak dapat ditinjau kerasionalannya berdasarkan waktu pemberian, karena tidak tercantum jam pemberian antibiotik tersebut. Seftriakson yang diberikan postoperasi sudah tepat dosis.
Pasien geriatri rentan terkena infeksi karena daya tahan tubuh yang menurun, sehingga perlu dipertimbangkan pemberian antibiotik profilaksis dan postoperasi untuk mencegah infeksi sesudah operasi.
Plan
74
Tabel XXX. Kajian DTPs Kasus 17 Operasi Hernia Inguinal pada pasien Geriatri di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Periode Februari 2006-Oktober 2008
No. RM 01.27.33.18 Dirawat pada tanggal 21/04/2007 – 25/04/2007 (5 hari)
Pasien laki-laki, 79 tahun, dengan keluhan utama : benjolan di lipat paha kiri yang tidak bisa dimasukkan lagi.
Subjective
Riwayat penyakit sekarang : + 6 bln yll pasien mengeluh terdapat benjolan di lipat paha kiri yang keluar masuk, serta terjadi pembesaran prostat, + 6 jam sebelum masuk RS pasien merasa benjolan tidak dapat masuk lagi dan terasa nyeri. Riwayat penyakit dahulu : riwayat operasi open prostatektomi pada bln Desember 2006 Diagnosis Utama : Hernia Inguinalis Medialis Sinistra Reponible Keadaan pulang : pasien sembuh
Parameter Objective
infeksi Tanggal periksa Nilai normal
(sel/µL) 21/04/07
WBC 10700 4000-11000 Netrofil 7400 ↑ 3000-6000
Tanggal 21/04/2007 Nilai normal Suhu (0 36,7 C) 36-37,40C Nadi (X/menit) 80 50-100 X/menit TD (mmHg) 130/80 120/80 mmHg RR (X/menit) 20 ≤ 20 X/menit
Pemberian obat sebelum operasi Penatalaksanaan
Nama obat Tanggal 21/04/2007 22/04/2007
Injeksi Terfacef √ ® Injeksi Kalferon √ ® Valium® √ p.o. Infus RL 20 tpm √
Tanggal & waktu operasi Lama
Operasi Jenis dan Dosis
Antibotik Profilaksis Waktu Pemberian
Antibiotik Profilaksis T ½ Antibiotik
Profilaksis 23/04/2007 Pk 11.35-12.30 WIB
55 menit Terfacef® 15 jam 35 menit sebelum operasi
1x1 g secara i.v.
5-9 jam
Pemberian obat postoperasi Nama obat Tanggal
April 2007 23 24 25
Injeksi Terfacef® √ 2x1 g √ Injeksi Remopain 3x30 mg √ √ Injeksi Efedrin 10 mg/1 cc √ Infus RL 20 tpm √ Longcef® 3x500 mg p.o. √ √ Pronalges® 3x1 g p.o. √ √
Keterangan : Injeksi Terfacef® 2x1 g pada tanggal 24 diberikan pk. 12.00 dan Longcef ® 3x500 mg p.o. pada pk. 20.00.
1. Jangka waktu pemberian injeksi Terfacef (Seftriakson) 1x1 g untuk profilaksis pembedahan terlalu lama, yaitu 15 jam 35 menit sebelum operasi. DTPs : Dosis terlalu rendah (dosage too low).
Assesment
2. Dari segi dosisnya, pemberian injeksi terfacef® dan longcef® postoperasi sudah tepat dosis, selain itu berdasarkan SPM bedah digestif untuk pasien geriatri diberikan antibiotik postoperasi.
1. T ½ Seftriakson 5-9 jam (DIH, 2003) sehingga maksimal jangka waktu pemberian antibiotik profilaksis 9 jam dari mulai diberikan hingga pasien selesai operasi, pemberian antibiotik yang terlalu awal dapat menyebabkan konsentrasi obat di dalam darah pada akhir operasi berada di bawah MIC.
Plan
2. Pasien geriatri rentan terkena infeksi karena daya tahan tubuh yang menurun, sehingga perlu dipertimbangkan pemberian antibiotik profilaksis dan postoperasi untuk mencegah infeksi sesudah operasi.
75
Tabel XXXI.Kajian DTPs Kasus 18 Operasi Hernia Inguinal pada pasien Geriatri di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Periode Februari 2006-Oktober 2008
No. RM 01.29.38.96 Dirawat pada tanggal 05/05/2007 – 18/05/2007 (14 hari)
Pasien laki-laki, 80 tahun, dengan keluhan utama : benjolan di selangkangan kanan Subjective
Riwayat penyakit sekarang : + 6 bln sebelum masuk RS pasien merasakan benjolan di selangkangan paha kanan, benjolan muncul saat melakukan akivitas an hilang saat beristirahat, nyeri (+) saat benjolan keluar. Riwayat penyakit dahulu : asma (+) Diagnosis Utama : Hernia Inguinalis Lateralis Dextra Reponible Keadaan pulang : pasien sembuh
Parameter Objective
infeksi Tanggal periksa Nilai normal
(sel/µL) 08/05/07
WBC 6030 4000-11000 Netrofil 3100 3000-6000
Tanggal 05/05/2007 14/05/2007 Nilai normal Suhu (0 36,4 C) 37 36-37,40C Nadi (X/menit) 80 88 50-100 X/menit TD (mmHg) 120/90 130/80 120/80 mmHg RR (X/menit) 24 24 ≤ 20 X/menit TB (cm) 164 - - BB (kg) 50 - -
Pemberian obat sebelum operasi Penatalaksanaan
Nama obat Tanggal 09/05/2007 11/05/2007 12/05/2007
Infus RL:D5 28 tpm √ Neurodex® 2x1 tab p.o. √ √
Tanggal &
waktu operasi
Lama Operasi
Jenis dan Dosis Antibotik Profilaksis
Waktu Pemberian Antibiotik Profilaksis
T ½ Antibiotik Profilaksis
15/05/2007 Pk 10.30-11.30 WIB
1 jam Terfacef®
1x1 g secara i.v.
20 jam 30 menit sebelum operasi
5-9 jam
Pemberian obat postoperasi
Nama obat Tanggal Mei 2007
15 16 17 18 Injeksi Terfacef® √ 1x1 g √ √ √ Injeksi Remopain 3x1 A √ Injeksi Ranitidin 1 A √ Injeksi Altofen® √ 3x1 A √ √ Infus RL : D5 = 2:1 √
Jangka waktu pemberian injeksi Terfacef (Seftriakson) 1x1 g untuk profilaksis pembedahan terlalu lama, yaitu 20 jam 30 menit sebelum operasi. DTPs : Dosis terlalu rendah (dosage too low).
Assesment
T ½ Seftriakson 5-9 jam (DIH, 2003) sehingga maksimal jangka waktu pemberian antibiotik profilaksis 9 jam dari mulai diberikan hingga pasien selesai operasi, pemberian antibiotik yang terlalu awal dapat menyebabkan konsentrasi obat di dalam darah pada akhir operasi berada di bawah MIC.
Plan
76
Tabel XXXII.Kajian DTPs Kasus 19 Operasi Hernia Inguinal pada pasien Geriatri di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Periode Februari 2006-Oktober 2008
No. RM 01.28.88.13 Dirawat pada tanggal 19/06/2007 – 25/06/2007 (7 hari)
Pasien laki-laki, 65 tahun, dengan keluhan utama : benjolan di paha kiri Subjective
Riwayat penyakit sekarang : + 2,5 thn yll pasien merasa ada benjolan di paha kiri, benjolan dapat keluar masuk, sejak Oktober 2006 benjolan semakin lama semakin turun. Diagnosis Utama : Hernia Inguinalis Medialis Sinistra Reponible Keadaan pulang : pasien membaik, prognosa baik
Tanggal Objective
19/06/2007 21/06/2007 Nilai normal Suhu (0 37 C) 36 36-37,40C Nadi (X/menit) 88 84 50-100 X/menit TD (mmHg) 140/90 ↑ 130/90 120/80 mmHg RR (X/menit) 16 24 ≤ 20 X/menit TB (cm) 165 - - BB (kg) 65 - -
Penatalaksanaan
Tanggal & waktu operasi
Lama
Operasi
Jenis dan Dosis Antibotik Profilaksis
Waktu Pemberian Antibiotik Profilaksis
T ½ Antibiotik Profilaksis
21/06/2007 Pk 11.35-12.30 WIB
55 menit Terfacef ®
1x1 g secara i.v.
Tanggal 21/06/2007, tidak ada keterangan jam pemberian
5-9 jam
Pemberian obat postoperasi
Nama obat Tanggal Juni 2007
22 23 24 25 Injeksi Terfacef ® √ 1x1 g √ √ √ Injeksi Remopain 3x1 A √ √ √ √ Injeksi Kalnex® √ 3x500 mg √ √ Diazepam 5 mg p.o. √ Infus RL : D5% = 28 tpm √
Penggunaan antibiotik profilkasis TerfacefAssesment
® tidak dapat ditinjau kerasionalannya berdasarkan waktu pemberian, karena tidak tercantum jam pemberian antibiotik tersebut. Pemberian Terfacef® postoperasi sudah tepat dosis.
Pasien geriatri rentan terkena infeksi karena daya tahan tubuh yang menurun, sehingga perlu diberikan antibiotik postoperasi untuk mencegah infeksi sesudah operasi.
Plan
77
Tabel XXXIII. Kajian DTPs Kasus 20 Operasi Hernia Inguinal pada pasien Geriatri di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Periode Februari 2006-Oktober 2008
No. RM 01.30.44.66 Dirawat pada tanggal 07/07/2007 – 23/07/2007 (17 hari)
Pasien laki-laki, 73 tahun, dengan keluhan utama : timbul benjolan pada selangkangan kanan. Subjective
Riwayat penyakit sekarang : benjolan di skrotum sejak kecil, benjolan berukuran 20x8x5 cm dan dapat dikembalikan. Diagnosis Utama : Hernia Inguinalis Lateralis Dextra Reponible & Susp BPH Keadaan pulang : pasien membaik, prognosa baik
Parameter Objective
infeksi Tanggal periksa Nilai normal
(sel/µL)
18/07/07 20/07/07 22/07/07 WBC 9500 8520 6700 4000-11000 Netrofil 6000 5970 - 3000-6000
Tanggal 18/07/2007 Nilai normal Suhu (0 36,5 C) 36-37,40C Nadi (X/menit) 80 50-100 X/menit TD (mmHg) 130/80 120/80 mmHg RR (X/menit) 18 ≤ 20 X/menit
Pemberian obat sebelum operasi Penatalaksanaan
Nama obat Tanggal 16/07/2007 17/07/2007 18/07/2007
Siprofloksasin 2x500 mg p.o. √ √ Asam mefenamat 3x500 mg p.o. √ √ Diazepam 2 mg p.o. √
Tanggal & waktu
operasi Lama
Operasi Jenis dan Dosis
Antibotik Profilaksis
Waktu Pemberian Antibiotik Profilaksis
T ½ Antibiotik Profilaksis
19/07/2007 Pk 14.30-17.00 WIB
2 jam 30 menit
Seftriakson 1x1 g secara i.v.
tanggal 19/07/2007, tidak terdapat keterangan jam pemberian
5-9 jam
Pemberian obat postoperasi Nama obat Tanggal
Juli 2007 19 20 21 23
Injeksi Seftriakson 1x1 g √ √ √ Injeksi Transamin® 1 A √ Injeksi Tradosik ® 1 A √ Injeksi Dolgesik® √ 3x1 A √ Injeksi Kalnex® 1 A √ √ Laxadine syrup ® √ 3x1 cth p.o. √ √ Injeksi Ditranex® √ 3x500 mg √ √ Siprofloksasin 2x500 mg p.o. √ Asam mefenamat 3x500 mg p.o. √ Infus NaCl 30 tpm √
Penggunaan antibiotik profilkasis Seftriakson tidak dapat ditinjau kerasionalannya berdasarkan waktu pemberian, karena tidak tercantum jam pemberian antibiotik tersebut. Dari segi dosisnya seftriakson dan siprofloksasin yang diberikan postoperasi sudah tepat dosis.
Assesment
Pasien geriatri rentan terkena infeksi karena daya tahan tubuh yang menurun, sehingga perlu dipertimbangkan pemberian antibiotik profilaksis dan postoperasi untuk mencegah infeksi sesudah operasi.
Plan
78
Tabel XXXIV.Kajian DTPs Kasus 21 Operasi Hernia Inguinal pada pasien Geriatri di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Periode Februari 2006-Oktober 2008
No. RM 01.30.54.25 Dirawat pada tanggal 06/08/2007 – 13/08/2007 (12 hari)
Pasien laki-laki, 80 tahun, dengan keluhan utama : benjolan pada scrotum yng keluar masuk, scrotum sebelah kanan membesar.
Subjective
Riwayat penyakit sekarang : timbul benjolan pada scrotum kanan. Riwayat penyakit dahulu : stroke non haemoragia 2x, riwayat gastritis pada thn 2006 Diagnosis Utama : Hernia Inguinalis Lateralis Dextra Residif Keadaan pulang : pasien membaik, prognosa baik
Tanggal Objective
06/08/2007 Nilai normal Suhu (0 36 C) 36-37,40C Nadi (X/menit) 84 50-100 X/menit TD (mmHg) 160/80 ↑ 120/80 mmHg RR (X/menit) 20 ≤ 20 X/menit TB (cm) 160 - BB (kg) 75 -
Pemberian obat sebelum operasi Penatalaksanaan
Nama obat Tanggal 07/08/2007 08/08/2007
Injeksi Seftriakson √ Diazepam 5 mg p.o. √ √
Tanggal &
waktu operasi
Lama Operasi
Jenis dan Dosis Antibotik Profilaksis
Waktu Pemberian Antibiotik Profilaksis
T ½ Antibiotik Profilaksis
08/08/2007 Pk 09.35-12.55 WIB
3 jam 20 menit
Seftriakson 1x1 g secara i.v.
2 jam 35 menit sebelum operasi
5-9 jam
Pemberian obat postoperasi
Nama obat Tanggal Agustus 2007
08 09 10 11 12 13 Injeksi Broadced ® √ 2x1 g √ √ √ √ √ Injeksi Remopain 3x1 A √ √ √ √ √ √ Injeksi Kalnex® √ 3x1 A √ √ Injeksi Ranitidin 2x1 A √ √ √ √ √ √ Clavamox® 3x500 mg p.o. √ Nonflamin® 3x500 mg p.o. √ Profenid® 2x1 g p.o. √
Keterangan : pada tanggal 13 Injeksi Broadced® 2x1 g diberikan pada pk. 08.00 dan Clavamox® 3x500 mg p.o. pada pk. 20.00.
Berdasarkan waktu pemberiannya seftriakson yang diberikan untuk profilaksis bedah sudah tepat dosis. Pemberian injeksi Broadced
Assesment
® dan Clavamox® postoperasi sudah tepat dosis, selain itu berdasarkan SPM bedah digestif untuk pasien geriatri diberikan antibiotik postoperasi.
Pasien geriatri rentan terkena infeksi karena daya tahan tubuh yang menurun, sehingga perlu dipertimbangkan pemberian antibiotik profilaksis dan postoperasi untuk mencegah infeksi sesudah operasi.
Plan
79
Tabel XXXV. Kajian DTPs Kasus 22 Operasi Hernia Inguinal pada pasien Geriatri di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Periode Februari 2006-Oktober 2008
No. RM 00.06.92.77 Dirawat pada tanggal 23/08/2007 – 29/08/2007 (7 hari)
Pasien laki-laki, 68 tahun, dengan keluhan utama : timbul benjolan pada selangkangan kanan. Subjective
Riwayat penyakit sekarang : + 26 bln yll timbul benjolan terutama saat batuk, terasa nyeri, benjolan hilang timbul. Riwayat penyakit dahulu : pernah operasi hidrokel dan batu empedu Diagnosis Utama : Hernia Inguinalis Lateralis Dextra Reponible Keadaan pulang : pasien sembuh, prognosa baik
Parameter Objective
infeksi Tanggal periksa Nilai normal
(sel/µL)
21/08/07
WBC 7600 4000-11000 Netrofil 5300 3000-6000
Tanggal 27/08/2007 Nilai normal Suhu (0 37 C) 36-37,40C Nadi (X/menit) 80 50-100 X/menit TD (mmHg) 150/80 ↑ 120/80 mmHg RR (X/menit) 20 ≤ 20 X/menit
Penatalaksanaan
Tanggal & waktu operasi
Lama
Operasi
Jenis dan Dosis Antibotik Profilaksis
Waktu Pemberian Antibiotik Profilaksis
T ½ Antibiotik Profilaksis
27/08/2007 Pk 09.00-10.00 WIB
1 jam Seftazidim 1x1 g secara i.v.
tanggal 26/08/2007, tidak terdapat keterangan jam pemberian
1-2 jam
Pemberian obat postoperasi
Nama obat Tanggal Agustus 2007
27 28 29 Injeksi Seftazidim 1x1 g √ √ Injeksi Remopain 3x1 A √ √ √ Injeksi Ketorolac 1 A drip √ Infus RL 20 tpm √ √ Injeksi Ranitidin 2x1 A √ √
Penggunaan antibiotik profilkasis Seftazidim tidak dapat ditinjau kerasionalannya berdasarkan waktu pemberian, karena tidak tercantum jam pemberian antibiotik tersebut. Dari segi dosisnya, pemberian injeksi Seftazidim postoperasi sudah tepat dosis, selain itu berdasarkan SPM bedah digestif untuk pasien geriatri diberikan antibiotik postoperasi.
Assesment
Pasien geriatri rentan terkena infeksi karena daya tahan tubuh yang menurun, sehingga perlu dipertimbangkan pemberian antibiotik profilaksis dan postoperasi untuk mencegah infeksi sesudah operasi.
Plan
80
Tabel XXXVI. Kajian DTPs Kasus 23 Operasi Hernia Inguinal pada pasien Geriatri di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Periode Februari 2006-Oktober 2008
No. RM 01.31.39.98
Dirawat pada tanggal 12/09/2007 – 19/09/2007 (8 hari)
Pasien laki-laki, 78 tahun, dengan keluhan utama : timbul benjolan di lipat paha kiri. Subjective
Riwayat penyakit sekarang : sejak + 1 bln yll timbul benjolan di lipat paha kiri, benjolan dapat dimasukkan sendiri, mual (+), muntah (+), riwayat batuk lama (-). Diagnosis Utama : Hernia Inguinalis Lateralis Sinistra Reponible Keadaan pulang : pasien membaik, prognosa dubia ad bonam
Parameter Objective
infeksi Tanggal periksa Nilai normal
(sel/µL)
11/09/07
WBC 8400 4000-11000
Tanggal 12/09/2007 16/09/2007 Nilai normal Suhu (0 37 C) 36,7 36-37,40C Nadi (X/menit) 84 88 50-100 X/menit TD (mmHg) 120/80 120/80 120/80 mmHg RR (X/menit) 16 24 ≤ 20 X/menit TB (cm) 160 - - BB (kg) 50 - -
Penatalaksanaan
Tanggal & waktu operasi
Lama
Operasi
Jenis dan Dosis Antibotik Profilaksis
Waktu Pemberian Antibiotik Profilaksis
T ½ Antibiotik Profilaksis
17/09/2007 Pk 11.45-12.30 WIB
45 menit Siprofloksasin 2x200 mg secara i.v.
3 jam 45 menit sebelum operasi
3-5 jam
Pemberian obat postoperasi
Nama obat Tanggal September 2007
17 18 19 Injeksi Siprofloksasin 2x200 mg √ √ √ Injeksi Kalnex® √ 1 A √ Injeksi Ketorolac 30 mg √ Injeksi Remopain 3x1 A √ √ Injeksi Plasmin® √ 3x1 A Sefiksim 2x100 mg p.o. √ Meloxicam® 2x15 mg p.o. √
Keterangan : pemberian injeksi Siprofloksasin 2x200 mg pada tanggal 19 tidak ada keterangan waktunya, Sefiksim 2x100 mg p.o. diberikan pk. 24.00.
Berdasarkan waktu pemberiannya siprofloksasin yang diberikan untuk profilaksis bedah sudah tepat dosis. Dari segi dosisnya, pemberian injeksi siprofloksasin dan sefiksim postoperasi sudah tepat dosis, selain itu berdasarkan SPM bedah digestif untuk pasien geriatri memang diberikan antibiotik postoperasi.
Assesment
Pasien geriatri rentan terkena infeksi karena daya tahan tubuh yang menurun, sehingga perlu dipertimbangkan pemberian antibiotik profilaksis dan postoperasi untuk mencegah infeksi sesudah operasi.
Plan
81
Tabel XXXVII. Kajian DTPs Kasus 24 Operasi Hernia Inguinal pada pasien Geriatri di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Periode Februari 2006-Oktober 2008
No. RM 01.12.50.56 Dirawat pada tanggal 26/10/2007 – 09/11/2007 (15 hari)
Pasien laki-laki, 69 tahun, dengan keluhan utama : timbul benjolan yang dapat keluar bila mengejan dan masuk sendiri bila beristirahat.
Subjective
Riwayat penyakit sekarang : benjolan dirasakan + sejak 2 thn yll. Diagnosis Utama : Hernia Inguinalis Lateralis Dextra Reponible Keadaan pulang : pasien sembuh, prognosa baik
Parameter Objective
infeksi Tanggal periksa Nilai normal
(sel/µL)
25/10/2007 07/11/2007 WBC 11000 9860 4000-11000 Netrofil 9200 ↑ 8360 ↑ 3000-6000
Tanggal 06/11/2007 Nilai normal Suhu (0 36,2 C) 36-37,40C Nadi (X/menit) 86 50-100 X/menit TD (mmHg) 120/70 120/80 mmHg RR (X/menit) 18 ≤ 20 X/menit
Pemberian obat sebelum operasi Penatalaksanaan
Nama obat Tanggal 01/11/07 02/11/07 03/11/07 04/11/07 05/11/07
Spironolactone® √ ½ p.o. √ √ √ Dorner ® √ 1 tab p.o. √ √ Digoxin ½ tab p.o. √ √ Furosemide ½ tab p.o. √ √ Diazepam 5 mg p.o. √
Tanggal & waktu operasi Lama
Operasi Jenis dan Dosis
Antibotik Profilaksis Waktu Pemberian
Antibiotik Profilaksis T ½ Antibiotik
Profilaksis 06/11/2007 Pk 10.55-11.30 WIB
35 menit Terfacef ® 55 menit sebelum operasi 1x1 g secara i.v.
5-9 jam
Pemberian obat postoperasi Nama obat Tanggal
November 2007 06 07 08 09
Injeksi Terfacef ® √ 1x1 g √ √ Injeksi Remopain 3x1 A √ √ Infus KAEN 3B 28 tts/mnt √ Digoxin 1x1/2 p.o. √ Furosemide ½-0-0 p.o. √ Spironolakton® ½ tab p.o. √ Dorner® 3x1 tab p.o. √ Sefiksim 2x100 mg p.o. √ √ Meloxicam® 2x15 mg p.o. √ √ Vitamin C 3x1 p.o. √
Keterangan : Injeksi Terfacef® 1x1 g diberikan pk. 08.00 dan Sefiksim 2x100 mg p.o. pk. 10.00.
Berdasarkan waktu pemberiannya Terfacef Assesment
® yang diberikan untuk profilaksis bedah sudah tepat dosis. Dari segi dosisnya, pemberian injeksi Terfacef® dan sefiksim postoperasi sudah tepat dosis, selain itu berdasarkan SPM bedah digestif untuk pasien geriatri diberikan antibiotik postoperasi.
Pasien geriatri rentan terkena infeksi karena daya tahan tubuh yang menurun, sehingga perlu dipertimbangkan pemberian antibiotik profilaksis dan postoperasi untuk mencegah infeksi sesudah operasi.
Plan
82
Tabel XXXVIII. Kajian DTPs Kasus 25 Operasi Hernia Inguinal pada pasien Geriatri di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Periode Februari 2006-Oktober 2008
No. RM 01.29.84.73 Dirawat pada tanggal 27/10/2007 – 03/11/2007 (8 hari)
Pasien laki-laki, 74 tahun, dengan keluhan utama : timbul benjolan di lipat paha kanan. Subjective
Diagnosis Utama : Hernia Inguinalis Lateralis Dextra Reponible Keadaan pulang : pasien membaik
Parameter Objective
infeksi Tanggal periksa Nilai normal
(sel/µL)
27/10/2007 WBC 3800 ↓ 4000-11000 Netrofil 2100 ↓ 3000-6000
Tanggal 27/10/2007 01/11/2007 Nilai normal Suhu (0 36 C) 36,1 36-37,40C Nadi (X/menit) 82 80 50-100 X/menit TD (mmHg) 100/60 ↓ 120/80 120/80 mmHg RR (X/menit) 24 20 ≤ 20 X/menit TB (cm) 170 - - BB (kg) 70 - -
Pemberian obat sebelum operasi Penatalaksanaan
Nama obat Tanggal 27/10/07 28/10/07 29/10/07 30/10/07 31/10/07 01/11/07
Aspar K® √ 3x1 g √ √ √ √ √ Allopurinol® 3x1 √ √ √ √ Lasix® √ 3x1 A √ Lasix® 2x1 A √ √ Lasix® oral √ √ Diazepam 5 mg √
Tanggal & waktu
operasi Lama Operasi
Jenis dan Dosis Antibotik Profilaksis
Waktu Pemberian Antibiotik Profilaksis
T ½ Antibiotik Profilaksis
01/11/2007 Pk 10.55-11.40 WIB
45 menit Terfacef® tanggal 31/10/2007, tidak terdapat keterangan jam pemberian
1x1 g secara i.v.
5-9 jam
Pemberian obat postoperasi Nama obat Tanggal
November 2007 01 02 03
Injeksi Terfacef ® √ 1x1 g √ Injeksi Kalnex® √ 3x500 mg √ Injeksi Toradol® √ 3x1 g √ Aspar K® 3x1 g √ √ Allopurinol 3x1 g p.o. √ √ Lasix® 1-0-0 √ √ Clavamox® 3x500 mg p.o. √ Provamed® 2x100 mg √ √ Nevramin ® 3x1 g √ √
Keterangan : Allopurinol 3x1 g p.o. dan Clavamox®
pk. 08.00 dan pk. 14.00. 3x500 mg p.o. diberikan bersamaan pada
Pada tanggal 3 diberikan Clavamox (Amoksisilin Klavulanat) dan Allopurinol, pemberian kedua obat ini pada saat yang bersamaan potensial meningkatkan adverse effect dari Clavamox berupa ruam-ruam (Amoxicillin rash). DTPs : Efek obat merugikan (adverse drug reaction).
Assesment
Apabila pasien menggunakan terapi Alllopurinol dan Clavamox maka sebaiknya pemberiannya tidak bersamaan dan diberikan jeda waktu 2 jam untuk menghindari terjadinya interaksi obat.
Plan
83
Tabel XXXIX. Kajian DTPs Kasus 26 Operasi Hernia Inguinal pada pasien Geriatri di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Periode Februari 2006-Oktober 2008
No. RM 01.32.16.05 Dirawat pada tanggal 03/11/2007 – 08/11/2007 (6 hari)
Pasien laki-laki, 68 tahun, dengan keluhan utama : benjolan kantong pelir kanan. Subjective
Riwayat penyakit sekarang : + 3 thn yll pasien mengeluh terdapat benjolan di kantong pelir kanan yang dapat keluar masuk, tidak nyeri. Benjolan tersebut membesar. + 1 hari sebelum masuk RSpasien merasa benjolan semakin membesar disertai nyeri. Riwayat penyakit dahulu : riwayat operasi hernia sebelah kanan + 15 thn yll, riwayat stroke (+), opname (+) 3 thn yll. Diagnosis Utama : Hernia Inguinalis Lateralis Dextra Reponible Keadaan pulang : pasien sembuh, prognosa baik
Parameter Objective
infeksi Tanggal periksa Nilai normal
(sel/µL)
03/11/2007
WBC 13700 ↑ 4000-11000 Netrofil 11900 ↑ 3000-6000
Tanggal 27/10/2007 Nilai normal Suhu (0 36 C) 36-37,40C Nadi (X/menit) 72 50-100 X/menit TD (mmHg) 130/70 120/80 mmHg RR (X/menit) 20 ≤ 20 X/menit
Pemberian obat sebelum operasi Penatalaksanaan
Nama obat Tanggal 04/11/07 05/11/07 06/11/07
Seftriakson 1x1 g p.o. √ √ Injeksi Ranitidin 1 A √ √ Injeksi Remopain 3x1 A √
Tanggal &
waktu operasi
Lama Operasi
Jenis dan Dosis Antibotik Profilaksis
Waktu Pemberian Antibiotik Profilaksis
T ½ Antibiotik Profilaksis
06/11/2007 Pk 11.50-13.30 WIB
1 jam 40 menit
Terfacef®
1x1 g secara i.v.
3 jam 50 menit sebelum operasi
5-9 jam
Pemberian obat postoperasi Nama obat Tanggal
November 2007 06 07 08
Injeksi Terfacef ® √ 1x1 g √ √ Injeksi Kalnex® √ 3x1 A √ √ Injeksi Remopain 3x1 A √ √ √
Penggunaan antibiotik profilkasis Terfacef Assesment
® berdasarkan waktu pemberian sudah tepat. Pemberian injeksi Terfacef® postoperasi sudah tepat dosis, selain itu berdasarkan SPM bedah digestif untuk pasien geriatri memang diberikan antibiotik postoperasi.
Pasien geriatri rentan terkena infeksi karena daya tahan tubuh yang menurun, sehingga perlu dipertimbangkan pemberian antibiotik profilaksis dan postoperasi untuk mencegah infeksi sesudah operasi.
Plan
84
Tabel XL.Kajian DTPs Kasus 27 Operasi Hernia Inguinal pada pasien Geriatri di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Periode Februari 2006-Oktober 2008
No. RM 01.32.26.59 Dirawat pada tanggal 13/11/2007 – 22/11/2007 (10 hari)
Pasien laki-laki, 79 tahun, dengan keluhan utama : benjolan lipat paha kanan. Subjective
Riwayat penyakit sekarang : sejak + 1 bln yll pasien merasa ada benjolan di selangkangan kanan yang dapat keluar masuk. Diagnosis Utama : Hernia Inguinalis Lateralis Dextra Reponible Keadaan pulang : pasien sembuh, prognosa baik
Parameter Objective
infeksi Tanggal periksa Nilai normal
(sel/µL)
12/11/2007 17/11/2007
WBC 5900 5180 4000-11000 Netrofil 3200 2860 ↓ 3000-6000
Tanggal 13/11/2007 19/11/2007 Nilai normal Suhu (0 37 C) 37 36-37,40C Nadi (X/menit) 88 84 50-100 X/menit TD (mmHg) 150/90 ↑ 120/80 120/80 mmHg RR (X/menit) 20 20 ≤ 20 X/menit
Pemberian obat sebelum operasi Penatalaksanaan
Nama obat Tanggal 18/11/2007
Diazepam 5 mg √
Tanggal & waktu operasi
Lama
Operasi
Jenis dan Dosis Antibotik Profilaksis
Waktu Pemberian Antibiotik Profilaksis
T ½ Antibiotik Profilaksis
19/11/2007 Pk 12.45-13.30 WIB
45 menit Seftriakson 1x1 g secara i.v.
4 jam 45 menit sebelum operasi
5-9 jam
Pemberian obat postoperasi
Nama obat Tanggal November 2007
19 20 21 22 Injeksi Seftriakson 2x1 g √ √ √ Injeksi Kalnex 3x1 A √ √ Injeksi Remopain 2x1 A √ Injeksi Tramadol 1 A √ √ Sefiksim 100 mg p.o. √ √ Meloxicam 15 mg p.o. √ √ OBH 1 A √ √
Keterangan : Injeksi Seftriakson 2x1 g pada tanggal 21 dan 22 diberikan pk.08.00, Sefiksim 100 mg p.o. diberikan pk. 14.00.
Penggunaan antibiotik profilkasis seftriakson dari segi dosis sudah tepat, hal ini ditinjau dari waktu pemberian antibiotik dan lama operasi yang tidak melebihi T ½ antibiotik. Dari segi dosisnya, pemberian injeksi seftriakson dan sefiksim postoperasi sudah tepat dosis, selain itu berdasarkan SPM bedah digestif untuk pasien geriatri diberikan antibiotik postoperasi.
Assesment
Pasien geriatri rentan terkena infeksi karena daya tahan tubuh yang menurun, sehingga perlu dipertimbangkan pemberian antibiotik profilaksis dan postoperasi untuk mencegah infeksi sesudah operasi.
Plan
85
Tabel XLI. Kajian DTPs Kasus 28 Operasi Hernia Inguinal pada pasien Geriatri di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Periode Februari 2006-Oktober 2008
No. RM 00.58.44.61
Dirawat pada tanggal 15/01/2008 – 19/01/2008 (5 hari)
Pasien laki-laki, 67 tahun, dengan keluhan utama : benjolan pada selangkangan kanan. Subjective
Riwayat penyakit sekarang : + 2 thn yll timbul benjolan kecil pada selangkangan yang hilang timbul, hari sebelum masuk RS benjolan semakin membesar. Riwayat penyakit dahulu : Susp BPH thn 2003 (tidak dioperasi), operasi hernia thn 1970 Diagnosis Utama : Hernia Inguinalis Lateralis Dextra Reponible Keadaan pulang : tidak ada keterangan, prognosa dubia ad bonam
Parameter Objective
infeksi Tanggal periksa Nilai normal
(sel/µL) Nilai normal
dalam Persen (%)
15/01/2008
WBC 6600 4000-11000 - Netrofil 71,2% ↑ 3000-6000 50-70
Tanggal 17/01/2008 Nilai normal Suhu (0 36,5 C) 36-37,40C Nadi (X/menit) 64 50-100 X/menit TD (mmHg) 140/90 ↑ 120/80 mmHg RR (X/menit) 24 ≤ 20 X/menit
Penatalaksanaan
Tanggal & waktu operasi
Lama
Operasi
Jenis dan Dosis Antibotik Profilaksis
Waktu Pemberian Antibiotik Profilaksis
T ½ Antibiotik Profilaksis
17/01/2008 Pk 11.00-12.15 WIB
1 jam 15 menit
Seftriakson 1x1 g secara i.v.
tanggal 16/01/2008, tidak terdapat keterangan jam pemberian
5-9 jam
Pemberian obat postoperasi
Nama obat Tanggal Januari 2008
17 18 19 Injeksi Terfacef ® √ 1x1 g √ Infus RL 28 tpm √ Injeksi Remopain 3x1 A √ √ Sefadroksil 2x500 mg √ Meloxin® 1x7,5 √
Penggunaan antibiotik profilkasis Seftriakson tidak dapat ditinjau kerasionalannya berdasarkan waktu pemberian, karena tidak tercantum jam pemberian antibiotik tersebut. Dari segi dosisnya, pemberian injeksi Terfacef
Assesment
® dan sefadroksil postoperasi sudah tepat dosis, selain itu berdasarkan SPM bedah digestif untuk pasien geriatri memang diberikan antibiotik postoperasi.
Pasien geriatri rentan terkena infeksi karena daya tahan tubuh yang menurun, sehingga perlu dipertimbangkan pemberian antibiotik profilaksis dan postoperasi untuk mencegah infeksi sesudah operasi.
Plan
86
Tabel XLII. Kajian DTPs Kasus 29 Operasi Hernia Inguinal pada pasien Geriatri di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Periode Februari 2006-Oktober 2008
No. RM 01.33.17.40
Dirawat pada tanggal 17/01/2008 – 22/01/2009 (6 hari)
Pasien laki-laki, 78 tahun, dengan keluhan utama : benjolan pada selangkangan kanan. Subjective
Riwayat penyakit sekarang : + 3 bln yll pasien merasa keluar benjolan dari selangkangan. Benjolan dapat masuk bila ditekan, nyeri (-), mual (-), muntah (-), 1 minggu yll pasien datang ke UGD dan disarankan operasi. Diagnosis Utama : Hernia Inguinalis Lateralis Dextra Reponible Keadaan pulang : membaik, prognosa dubia ad bonam
Parameter Objective
infeksi Tanggal periksa Nilai normal
(sel/µL)
17/01/2008
WBC 6550 4000-11000 Netrofil 2980 ↓ 3000-6000
Tanggal 20/01/2008 Nilai normal Suhu (0 36,5 C) 36-37,40C Nadi (X/menit) 84 50-100 X/menit TD (mmHg) 110/90 120/80 mmHg RR (X/menit) 20 ≤ 20 X/menit
Tanggal & waktu operasi
Penatalaksanaan
Lama Operasi
Jenis dan Dosis Antibotik Profilaksis
Waktu Pemberian Antibiotik Profilaksis
T ½ Antibiotik Profilaksis
21/01/2008 Pk 10.55-11.45 WIB
50 menit Terfacef ®
2x1 g secara i.v.
tanggal 20/01/2008, tidak terdapat keterangan jam pemberian
5-9 jam
Pemberian obat postoperasi
Nama obat Tanggal Januari 2008 21 22
Injeksi Terfacef ® √ 1x1 g √ Injeksi Kalnex® √ 3x1 A √ Injeksi Remopain 3x1 A √ √ Injeksi Ranitidin 2x1 A √ √ Infus RL 30 tpm √ √
Penggunaan antibiotik profilkasis Terfacef Assesment
® dari segi dosis sudah tepat, hal ini ditinjau dari waktu pemberian antibiotik dan lama operasi yang sesuai dengan T ½ antibiotik. Dari segi dosisnya, pemberian injeksi Terfacef® postoperasi sudah tepat dosis, selain itu berdasarkan SPM bedah digestif untuk pasien geriatri diberikan antibiotik postoperasi.
Pasien geriatri rentan terkena infeksi karena daya tahan tubuh yang menurun, sehingga perlu dipertimbangkan pemberian antibiotik profilaksis dan postoperasi untuk mencegah infeksi sesudah operasi.
Plan
87
Tabel XLIII.Kajian DTPs Kasus 30 Operasi Hernia Inguinal pada pasien Geriatri di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Periode Februari 2006-Oktober 2008
No. RM 01.33.19.29
Dirawat pada tanggal 24/01/2008 – 30/01/2009 (7 hari)
Pasien laki-laki, 71 tahun, dengan keluhan utama : benjolan di kantong pelir kanan sebesar kelapa gading, benjolan tidak dapat masuk lagi.
Subjective
Riwayat penyakit dahulu : 3 thn yll pasien pernah operasi hernia, riwayat hipertensi + 2 thn yll. Diagnosis Utama : Hernia Inguinalis Lateralis Dextra Reponible Diagnosis Lain : Hipertensi Keadaan pulang : membaik, prognosa baik
Parameter Objective
infeksi Tanggal periksa Nilai normal
(sel/µL) 24/01/2008 27/01/2008
WBC 8300 11200 ↑ 4000-11000 Netrofil 5800 8600 ↑ 3000-6000
Tanggal 25/01/2008 Nilai normal Suhu (0 36,4 C) 36-37,40C Nadi (X/menit) 80 50-100 X/menit TD (mmHg) 140/90 ↑ 120/80 mmHg RR (X/menit) 20 ≤ 20 X/menit BB (kg) 72 -
Pemberian obat sebelum operasi Penatalaksanaan
Nama obat Tanggal 24/01/2008 25/01/2008
Valsartan® √ 1x80 mg p.o. √ Norvask® √ 1x5 mg p.o. √
Tanggal & waktu
operasi Lama
Operasi Jenis dan Dosis
Antibotik Profilaksis Waktu Pemberian Antibiotik
Profilaksis T ½ Antibiotik
Profilaksis 25/01/2008 Pk 13.30-16.00 WIB
2 jam 30 menit
Starxon® 4 jam 30 menit sebelum operasi 1x1 g secara i.v.
5-9 jam
Pemberian obat postoperasi Nama obat Tanggal
Januari 2008 25 26 27 28 29 30
Injeksi Starxon® √ 1x1 g √ Injeksi Acran® √ 2x1 g √ √ Injeksi Remopain 3x10 mg √ √ √ Injeksi Siprofloksasin 200 mg/12 jam √ √ Valsartan® √ 1x80 mg p.o. √ √ √ √ √ Norvask® √ 1x5 mg p.o. √ √ √ √ √ Sistenol KP® p.o. √ Injeksi Metoclopramide extra √ Aspar K ® 3x1 g p.o. √ √ √ √ Asam mefenamat 2x500 mg p.o. √ √ √ Siprofloksasin 2x500 mg p.o. √ √ √ Aricept® 0-0-1 √ √ Methylcobal ® 3x1 g p.o. √ √
Keterangan : Injeksi Starxon® 1x1 g pada tanggal 26 diberikan pk. 08.00 dan Injeksi Siprofloksasin 200 mg/12 jam pada pk. 20.00.
Penggunaan antibiotik profilkasis StarxonAssesment
® dari segi dosis sudah tepat, hal ini ditinjau dari waktu pemberian antibiotik dan lama operasi yang sesuai dengan T ½ antibiotik. Dari segi dosisnya, pemberian injeksi Starxon® dan siprofloksasin postoperasi sudah tepat dosis, selain itu berdasarkan SPM bedah digestif untuk pasien geriatri diberikan antibiotik postoperasi. PlanPasien geriatri rentan terkena infeksi karena daya tahan tubuh yang menurun, sehingga perlu dipertimbangkan pemberian antibiotik profilaksis dan postoperasi untuk mencegah infeksi sesudah operasi.
.
88
Tabel XLIV. Kajian DTPs Kasus 31 Operasi Hernia Inguinal pada pasien Geriatri di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Periode Februari 2006-Oktober 2008
No. RM 01.33.81.94 Dirawat pada tanggal 13/03/2008 – 18/03/2009 (6 hari)
Pasien laki-laki, 70 tahun, dengan keluhan utama : benjolan pada selangkangan kiri. Subjective
Diagnosis Utama : Hernia Inguinalis Lateralis Sinistra Irreponible Keadaan pulang : membaik, prognosa baik
Parameter Objective
infeksi Tanggal periksa Nilai normal
(sel/µL) Nilai normal
dalam Persen (%)
10/03/2008
WBC 8460 4000-11000 - Netrofil 69,7% 3000-6000 50-70
Tanggal 14/03/2008 Nilai normal Suhu (0 36 C) 36-37,40C Nadi (X/menit) 88 50-100 X/menit TD (mmHg) 150/80 ↑ 120/80 mmHg RR (X/menit) 20 ≤ 20 X/menit
Tanggal & waktu operasi
Penatalaksanaan
Lama Operasi
Jenis dan Dosis Antibotik Profilaksis
Waktu Pemberian Antibiotik Profilaksis
T ½ Antibiotik Profilaksis
14/03/2008 Pk 09.20-11.25 WIB
2 jam 5 menit
Intrix®
2x1 g secara i.v.
1 jam 20 menit sebelum operasi
5-9 jam
Pemberian obat postoperasi
Nama obat Tanggal Januari 2008
14 15 16 17 18 Injeksi Intrix® √ 2x1 g √ √ Injeksi Ranitidin 2x1 A √ √ √ Injeksi Plasminex® √ 3x1 A √ √ Siprofloksasin 2x500 mg p.o. √ √ √ Nonflamin® 3x1 g √ √ √ Celebrex® 2x1 g √ √ √
Keterangan : Injeksi Intrix® 2x1 g pada tanggal 16 diberikan pk. 08.00 dan Siprofloksasin 2x500 mg diberikan pk. 14.00 dan pk. 20.00.
Penggunaan antibiotik profilkasis IntrixAssesment
® dari segi dosis sudah tepat, hal ini ditinjau dari waktu pemberian antibiotik dan lama operasi yang sesuai dengan T ½ antibiotik. Dari segi dosisnya, pemberian injeksi Intrix® dan siprofloksasin postoperasi sudah tepat dosis, selain itu berdasarkan SPM bedah digestif untuk pasien geriatri diberikan antibiotik postoperasi.
Pasien geriatri rentan terkena infeksi karena daya tahan tubuh yang menurun, sehingga perlu dipertimbangkan pemberian antibiotik profilaksis dan postoperasi untuk mencegah infeksi sesudah operasi.
Plan
89
Tabel XLV. Kajian DTPs Kasus 32 Operasi Hernia Inguinal pada pasien Geriatri di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Periode Februari 2006-Oktober 2008
No. RM 01.34.93.64
Dirawat pada tanggal 08/05/2008 – 12/05/2009 (5 hari)
Pasien laki-laki, 66 tahun, dengan keluhan utama : benjolan di lipat paha kanan. Subjective
Riwayat penyakit sekarang : + 2 minggu sebelum masuk RS pasien merasa terdapat benjolan di lipat paha kanan yang semakin turun, benjolan hilang timbul, timbul apabila pasien beraktivitas, hilang apabila pasien tidur, nyeri (+) di perut bagian bawah, riwayat angkat junjung berat (+). Riwayat penyakit dahulu : riwayat hipertensi (+) Diagnosis Utama : Hernia Inguinalis Lateralis Dextra Reponible Diagnosis Lain : Hipertensi Keadaan pulang : membaik, prognosa baik
Parameter Objective
infeksi Tanggal periksa Nilai normal
(sel/µL) 07/05/2008 WBC 7910 4000-11000 Netrofil 5210 3000-6000
Tanggal 08/05/2008 10/05/2008 Nilai normal Suhu (0 36,2 C) 36,5 36-37,40C Nadi (X/menit) 80 84 50-100 X/menit TD (mmHg) 130/90 ↑ 160/80 ↑ 120/80 mmHg RR (X/menit) 20 24 ≤ 20 X/menit TB (cm) 163 - - BB (kg) 60 - -
Pemberian obat sebelum operasi Penatalaksanaan
Nama obat Tanggal 09/05/2008 10/05/2008 11/05/2008 12/05/2008
Diazepam 5 mg √ √ Adolat Oros √ ® √ √ √
Tanggal & waktu
operasi Lama
Operasi Jenis dan Dosis
Antibotik Profilaksis Waktu Pemberian
Antibiotik Profilaksis T ½ Antibiotik
Profilaksis 10/05/2008 Pk 11.40-12.15 WIB
35 menit Seftriakson 1x1 g secara i.v.
40 menit sebelum operasi
5-9 jam
Pemberian obat postoperasi
Nama obat Tanggal Mei 2008
10 11 12 Injeksi Seftriakson 1x1 g √ √ Injeksi Pantozol ® √ 1x40 mg √ √ Fluimucil syrup® 3x1 sdm √ √ Ketorolac K/P √ Adolat oros® 1x30 mg √ √ Pronalges® 2x50 mg √ √
Penggunaan antibiotik profilkasis seftriakson dari segi dosis sudah tepat, hal ini ditinjau dari waktu pemberian antibiotik dan lama operasi yang sesuai dengan T ½ antibiotik. Dari segi dosisnya, pemberian injeksi seftriakson postoperasi sudah tepat dosis, selain itu berdasarkan SPM bedah digestif untuk pasien geriatri diberikan antibiotik postoperasi.
Assesment
Pasien geriatri rentan terkena infeksi karena daya tahan tubuh yang menurun, sehingga perlu dipertimbangkan pemberian antibiotik profilaksis dan postoperasi untuk mencegah infeksi sesudah operasi.
Plan
90
Tabel XLVI.Kajian DTPs Kasus 33 Operasi Hernia Inguinal pada pasien Geriatri di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Periode Februari 2006-Oktober 2008
No. RM 00.49.78.99
Dirawat pada tanggal 09/05/2008 – 12/05/2009 (4 hari)
Pasien laki-laki, 78 tahun, dengan keluhan utama : benjolan di selangkangan kanan yang hilang timbul. Subjective
Riwayat penyakit sekarang : 2 bln yll timbul benjolan di selangkangan kanan yg hilang timbul. Riwayat penyakit dahulu : pasien pernah operasi hernia thn 2000 dan operasi prostat thn 2007 Diagnosis Utama : Hernia Inguinalis Lateralis Dextra Reponible Diagnosis Lain : CHF Keadaan pulang : sembuh
Parameter Objective
infeksi Tanggal periksa Nilai normal
(sel/µL)
07/05/2008
WBC 5500 4000-11000 Netrofil 3200 3000-6000
Tanggal 09/05/2008 Nilai normal Suhu (0 36 C) 36-37,40C Nadi (X/menit) 88 50-100 X/menit TD (mmHg) 120/81 120/80 mmHg RR (X/menit) 24 ≤ 20 X/menit TB (cm) 155 - BB (kg) 59 -
Tanggal & waktu operasi
Penatalaksanaan
Lama Operasi
Jenis dan Dosis Antibotik Profilaksis
Waktu Pemberian Antibiotik Profilaksis
T ½ Antibiotik Profilaksis
10/05/2008 Pk 14.10-14.55 WIB
45 menit Tyason®
1x1 g secara i.v.
4 jam 10 menit sebelum operasi
5-9 jam
Pemberian obat postoperasi
Nama obat Tanggal Mei 2008
10 11 12 Injeksi Tyason® √ 1x1 g √ √ Injeksi Radin® √ 2x1 A √ √ Injeksi Remopain 2x1 A √ √ √ Valsartan® 1x80 mg p.o. √ √ Allopurinol 1x100 mg p.o. √ √ Digoxin ½ p.o. √
Penggunaan antibiotik profilkasis TyasonAssesment
® dari segi dosis sudah tepat, hal ini ditinjau dari waktu pemberian antibiotik dan lama operasi yang sesuai dengan T ½ antibiotik. Dari segi dosisnya, pemberian injeksi Tyason®
postoperasi sudah tepat dosis, selain itu berdasarkan SPM bedah digestif untuk pasien geriatri diberikan antibiotik postoperasi.
Pasien geriatri rentan terkena infeksi karena daya tahan tubuh yang menurun, sehingga perlu dipertimbangkan pemberian antibiotik profilaksis dan postoperasi untuk mencegah infeksi sesudah operasi.
Plan
91
Tabel XLVII.Kajian DTPs Kasus 34 Operasi Hernia Inguinal pada pasien Geriatri di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Periode Februari 2006-Oktober 2008
No. RM 00.62.61.51 Dirawat pada tanggal 10/05/2008 – 16/05/2009 (7 hari)
Pasien laki-laki, 86 tahun, dengan keluhan utama : benjolan pada lipat paha kiri Subjective
Riwayat penyakit sekarang : + 5 bln yll timbul benjolan di lipat paha kiri, nyeri (-), bila berbaring benjolan dapat masuk kembali. Diagnosis Utama : Hernia Inguinalis Lateralis Sinistra Reponible & BPH Keadaan pulang : sembuh
Parameter Objective
infeksi Tanggal periksa Nilai normal
(sel/µL)
12/05/08
WBC 5200 4000-11000 Netrofil 3300 3000-6000
Tanggal 10/05/2008 Nilai normal Suhu (0 36 C) 36-37,40C Nadi (X/menit) 88 50-100 X/menit TD (mmHg) 130/80 120/80 mmHg RR (X/menit) 20 ≤ 20 X/menit
Tanggal & waktu operasi
Penatalaksanaan
Lama Operasi
Jenis dan Dosis Antibotik Profilaksis
Waktu Pemberian Antibiotik Profilaksis
T ½ Antibiotik Profilaksis
12/05/2008 Pk 09.55-11.15 WIB
1 jam 20 menit
Seftriakson 1x2 g secara i.v.
1 jam 55 menit sebelum operasi
5-9 jam
Pemberian obat postoperasi
Nama obat Tanggal Mei 2008
12 13 14 15 16 Injeksi Seftriakson 1x2 g √ √ √ Injeksi Ketorolac 3x1 A √ √ √ Qcef ® 3x500 mg p.o. √ √ Pronalges® 3x1 g p.o. √ √ Ciproxin® 1x1 g p.o. √ √ √
Keterangan : Pada tanggal 14 Injeksi Seftriakson 1x2 g diberikan pk. 08.00 dan Ciproxin 1x1 g p.o. diberikan pk. 20.00. Tanggal 15 dan 16 Qcef 3x500 mg p.o. diberikan pk. 08.00, pk. 14.00 dan pk. 20.00. Tanggal 15 Ciproxin 1x1 g p.o. diberikan pk. 14.00 dan tanggal 16 pada pk.20.00.
Penggunaan antibiotik profilkasis Seftriakson dari segi dosis sudah tepat, hal ini ditinjau dari waktu pemberian antibiotik dan lama operasi yang sesuai dengan T ½ antibiotik. Dari segi dosisnya, pemberian injeksi Seftriakson, Qcef, dan Ciproxin postoperasi sudah tepat dosis.
Assesment
Berdasarkan SPM Bedah Digestif pada pasien geriatri perlu diberikan antibiotik postoperasi karena daya tahan tubuh yang menurun sehingga rentan terkena infeksi.
Plan
92
Tabel XLVIII. Kajian DTPs Kasus 35 Operasi Hernia Inguinal pada pasien Geriatri di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Periode Februari 2006-Oktober 2008
No. RM 01.35.08.25 Dirawat pada tanggal 25/05/2008 – 28/05/2009 (4 hari)
Pasien laki-laki, 85 tahun, dengan keluhan utama : benjolan di lipat paha kanan yang hilang timbul. Subjective
Riwayat penyakit sekarang : 2 bln sebelum masuk RS pasien mengeluh timbul benjolan di lipat paha kanan terutama setelah melakukan aktivitas, benjolan dapat masuk kembali. Diagnosis Utama : Hernia Inguinalis Lateralis Dextra Reponible Keadaan pulang : pasien membaik
Parameter Objective
infeksi Tanggal periksa Nilai normal
(sel/µL) 24/05/08
WBC 6400 4000-11000 Netrofil 3200 3000-6000
Tanggal 25/05/2008 26/05/2008 Nilai normal Suhu (0 36,4 C) 36,3 36-37,40C Nadi (X/menit) 80 87 50-100 X/menit TD (mmHg) 120/80 140/80 ↑ 120/80 mmHg RR (X/menit) 20 20 ≤ 20 X/menit
Pemberian obat sebelum operasi Penatalaksanaan
Nama obat Tanggal 25/05/2008 26/05/2008
Diazepam 5 mg tab p.o. √ √
Tanggal & waktu operasi
Lama
Operasi
Jenis dan Dosis Antibotik Profilaksis
Waktu Pemberian Antibiotik Profilaksis
T ½ Antibiotik Profilaksis
26/05/2008 Pk 10.15-10.45 WIB
30 menit Tyason®
2x1 A secara i.v.
2 jam 15 menit sebelum operasi
5-9 jam
Pemberian obat postoperasi Nama obat Tanggal
Mei 2008 26 27 28
Injeksi Tyason® √ 2x1 A √ Injeksi Remopain 3x1 A √ √ Injeksi Ranitidin 2x1 A √ √ Qcef ® 3x1 g p.o. √ Injeksi Pronalges® 3x1 A √ Diazepam 5 mg tab p.o. √
1. Penggunaan antibiotik profilkasis TyasonAssesment
® dari segi dosis sudah tepat, hal ini ditinjau dari waktu pemberian antibiotik dan lama operasi yang sesuai dengan T ½ antibiotik. Pemberian injeksi Tyason®
2. Pada pemberian terapi antibiotik postoperasi, dosis Qcef
postoperasi sudah tepat dosis.
® (sefadroksil) per oral melebihi dosis maksimum. DTPs : Dosis terlalu tinggi (dosage too high).
1. Pasien geriatri rentan terkena infeksi karena daya tahan tubuh yang menurun, sehingga perlu dipertimbangkan pemberian antibiotik profilaksis dan postoperasi untuk mencegah infeksi sesudah operasi.
Plan
2. Dosis maksimal untuk sefadroksil per oral 1-2 g / hr (DIH, 2003).
93
Tabel XLIX.Kajian DTPs Kasus 36 Operasi Hernia Inguinal pada pasien Geriatri di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Periode Februari 2006-Oktober 2008
No. RM 01.33.37.65 Dirawat pada tanggal 06/06/2008 – 18/06/2009 (13 hari)
Pasien laki-laki, 66 tahun, dengan keluhan utama : pasien tidak dapat menahan BAK, nyeri, benjolan di lipat paha kiri
Subjective
Riwayat penyakit dahulu : pasien pernah menjalani litotereksi pada tahun 1996 dan operasi hernia 7 bln yll. Diagnosis Utama : Batu Buli Diagnosis Lain : Hernia Inguinalis Lateralis Sinistra Reponible Keadaan pulang : pasien membaik, prognosis dubia ad bonam
Parameter Objective
Tanggal periksa Nilai normal (sel/µL) 16/06/08 17/06/08
WBC 7200 12700 ↑ 4000-11000 Netrofil 4400 - 3000-6000
Tanggal 09/06/2008 10/06/2008 Nilai normal Suhu (0 36,5 C) 36,3 36-37,40C Nadi (X/menit) 88 84 50-100 X/menit TD (mmHg) 130/80 120/80 120/80 mmHg RR (X/menit) 24 24 ≤ 20 X/menit TB (cm) 160 - - BB (kg) 50 - -
Pemberian obat sebelum operasi Penatalaksanaan
Nama obat Tanggal 09/06/2008 10/06/2008 11/06/2008
Diazepam 5 mg tab √ √ √
Tanggal & waktu operasi
Lama Operasi
Jenis dan Dosis Antibotik Profilaksis
Waktu Pemberian Antibiotik Profilaksis
T ½ Antibiotik Profilaksis
11/06/2008 Pk 11.00-12.00 WIB
1 jam Seftriakson 1x1 g secara i.v.
11 jam sebelum operasi 5-9 jam
Pemberian obat postoperasi Nama obat Tanggal
Juni 2008 11 12 13 14 15 16 17 18
Injeksi Seftriakson 1x1 g √ √ √ √ Injeksi Dolgesik® √ 2x50 mg √ √ Injeksi Ditranex® √ 3x500 mg √ √ Injeksi Remopain 2x1 A √ Cotrimoxazole 2x960 mg √ √ √ Asam mefenamat 3x500 mg √ √ √ √ √
Keterangan : tanggal 14 Injeksi Seftriakson 1x1 g dan Cotrimoxazole 2x960 mg diberikan pk. 08.00. Tanggal 16 Injeksi Seftriakson 1x1 g diberikan pk. 16.00 dan Cotrimoxazole 2x960 mg diberikan pk. 08.00 dan pk. 18.00.
1. Jangka waktu pemberian injeksi Seftriakson 1x1 g untuk profilaksis pembedahan terlalu lama, yaitu 11 jam sebelum operasi. DTPs : Dosis terlalu rendah (dosage too low).
Assesment
2. Dari segi dosisnya, pemberian injeksi seftriakson dan cotrimoxazole postoperasi sudah tepat dosis, selain itu berdasarkan SPM bedah digestif untuk pasien geriatri memang diberikan antibiotik postoperasi.
1. T ½ Seftriakson 5-9 jam (DIH, 2003) sehingga maksimal jangka waktu pemberian antibiotik profilaksis 9 jam dari mulai diberikan hingga pasien selesai operasi.
Plan
2. Pasien geriatri rentan terkena infeksi karena daya tahan tubuh yang menurun, sehingga perlu dipertimbangkan pemberian antibiotik profilaksis dan postoperasi untuk mencegah infeksi sesudah operasi.
94
Lampiran 2. Golongan Obat yang Digunakan Pasien Selama Rawat Inap
1. Obat yang bekerja pada saluran cerna
Golongan Kelompok Zat aktif Jenis obat
Antitukak
Antagonis reseptor H
Ranitidine HCl 2
ranitidin Acran® Radin®
PPI pantoprazol Pantozol® omeprazole Meisec ®
Omeprazole Khelator dan senyawa kompleks
sucralfate Inpepsa®
Pencahar Pelunak tinja Phenolphthalein, liq paraffin, glycerin
Laxadine®
Obat antiemetik
- metoclopramide metoclopramide
2. Obat untuk penyakit pada sistem kardiovaskuler Golongan Kelompok Zat aktif Jenis obat
Anti hipertensi
Antagonis reseptor angiotensin II
valsartan valsartan
Alfa bloker terazosin Hytrin® ACE I Amlodipine
bensylate Norvask®
Antiangina Golongan antagonis kalsium
nifedipin nifedipin Adalat oros®
Inotropik positif
glikosida jantung
digoxin digoxin
Diuretika
Diuretika kuat furosemid Lasix® furosemid
Diuretika hemat kalium
Spironolakton
Spironolactone
Obat Sistem
koagulasi darah
Hemostatik
dan antifibrinolitik
asam traneksamat
Ditranex® Transamin®
Kalnex® Plasminex®
- Collagenase, fibrinolysin, profibrinolysin activator
Plasmin®
- Beraprost Na Dorner®
95
3. Obat yang bekerja pada sistem saluran pernafasan
Golongan Kelompok Zat aktif Jenis obat Antiasma dan bronkodilator
Stimulan Adrenoreseptor beta-2 selektif
Salbutamol sulfate Ventolin®
Mukolitik - asetilsistein Fluimucil®
Simpatomimetik Alfa/beta agonis efedrin efedrin Antitusif dan ekspektoran
ekspektoran Succus liquiritiae, Ammon Cl, anise oil, peppermint oil, lemon lime flavour, ethanol
OBH®
4. Obat antiinfeksi
Golongan Kelompok Zat aktif Jenis obat
Antibiotik
kuinolon ciprofloxacin ciprofloxacin Scanax®
Ciproxin® Sefalosporin
generasi I cefadroxil cefadroxil
Longcef® Qcef®
Sefalosporin generasi III
cefixime cefixime Sporetic®
ceftriaxone ceftriaxone Terfacef® Broadced® Starxon®
Ceftriazone Na Tricefin® Intrix®
Tyason® ceftazidime ceftazidime
cefoperazone cefoperazone Antibiotik β-
laktam imipenem imipenem
azithromycin azithromycin Penisillin Amoxicillin clavulanat Clavamox® Makrolid spiramycin Provamed®
Kombinasi antibiotik
Sulfamethoxazole & trimethoprim
cotrimoxazole
Antiinfeksi dengan
kortikosteroid topikal
Kortikosteroid dexamethason dexamethason
Antivirus - Recombinant human interferon α-2b
Kalferon®
96
5. Obat yang bekerja sebagai analgesik Golongan Kelompok Zat aktif Jenis obat
Analgesik nonopioid
- Ketorolac thromethamine
remopain
- parasetamol dan n-acetyl-cysteine
Sistenol®
- Asam mefenamat Asam mefenamat - meloxicam meloxicam
Meloxin® - ketoprofen Pronalges®
Profenid® Altofen®
- Diclofenac diethylammon Voltadex® - Ketorolac tromethamine Toradol® - ketorolac ketorolac - celecoxib Celebrex® - Tinoridine HCl Nonflamin®
Analgesik opioid
- Tramadol HCl Tradosik® Dolgesik®
Tramadol Tramadol - diazepam diazepam
diazepam valium®
6. Obat untuk penyakit otot skelet dan sendi
Golongan Kelompok Zat aktif Jenis obat Obat reumatik dan gout Obat gout allopurinol allopurinol
7. Vitamin Golongan Kelompok Zat aktif Jenis obat vitamin - Vit E, vit C, vit B1, vit B2,
niacinamide, vit B6, vit B12, folic acid, Ca, pantothenic
acid, Zn
Zegavit®
Vitamin B Vit B1, vit B6, vit B12 Neurodex® Vitamin C Vitamin C Vitamin C
- Fursultiamine, vitamin B6 Nevramin®
97
8. Infus / cairan elektrolit
Golongan Kelompok Zat aktif Jenis obat Cairan
elektrolit - Natrium laktat Ringer Laktat
(RL) ®
Natrium klorida, glukosa
NaCl 0,9% : Dekstrosa 5%
Na, Cl, glukosa KAEN Natrium klorida NaCl
Elektrolit dan mineral
- K I-aspartate Aspar K®
9. Obat neurotropik & nootropik Golongan Kelompok Zat aktif Jenis obat
Obat neurotonik
- mecobalamin Aricept®
10. Obat antiparkinson
Golongan Kelompok Zat aktif Jenis obat Obat
antiparkinson - Donepezil
HCl Methycobal®
98
Lampiran 3. Data kultur kuman di ruang operasi Data kultur kuman di ruang operasi tahun 2006 No. Bulan Spesimen Lokasi Kultur mikroorganisme Angka
kuman 1. Februari Udara OK 1 GBST
Lantai V - 0 koloni/m3
OK 2 GBST Lantai V
- 0 koloni/m3
OK 3 GBST Lantai V
- 0 koloni/m3
OK 4 GBST Lantai V
- 0 koloni/m3
OK 5 GBST Lantai V
- 0 koloni/m3
OK 6 GBST Lantai V
- 0 koloni/m3
RR GBST Lantai V
- 2 koloni/m3
Door Loop GBST Lantai V
- 2 koloni/m3
Usap Lantai
OK 1 GBST Lantai V
- -
OK 2 GBST Lantai V
- -
OK 3 GBST Lantai V
- -
OK 4 GBST Lantai V
- -
OK 5 GBST Lantai V
- -
OK 6 GBST Lantai V
- -
2. Februari Udara OK 1 GBST Lantai IV
- -
OK 2 GBST Lantai IV
- -
OK 3 GBST Lantai IV
- -
OK 4 GBST Lantai IV
- -
OK 5 GBST Lantai IV
- -
OK 6 GBST Lantai IV
- -
Door Loop GBST Lantai IV
Micrococci, Acirebacter calcoaceticus
10 koloni/m3
99
No. Bulan Spesimen Lokasi Kultur mikroorganisme Angka kuman
3. Februari Udara OK 1 GBST Lantai IV
- -
OK 2 GBST Lantai IV
Bacillus spp, Aerococcus 1-2 cfu/m3
OK 3 GBST Lantai IV
Aerococcus 0-1 cfu/m3
OK 4 GBST Lantai IV
Aerococcus 0-1 cfu/m3
OK 5 GBST Lantai IV
Bacillus spp, Aerococcus 0-1 cfu/m3
OK 6 GBST Lantai IV
Bacillus spp, Aerococcus 0-1 cfu/m3
RR GBST Lantai IV
Aerococcus 0-1 cfu/m3
Door Loop GBST Lantai IV
Aerococcus 0-1 cfu/m3
4. April Udara & Usap
Lantai
OK 1 GBST Lantai IV
- -
OK 2 GBST Lantai IV
- -
OK 3 GBST Lantai IV
- -
OK 4 GBST Lantai IV
- -
OK 5 GBST Lantai IV
- -
OK 6 GBST Lantai IV
- -
5. Desember Udara OK 5 GBST Lantai IV
Staphylococcus sp, Bacillus sp
117 cfu/m3
OK 3 GBST Lantai IV
Staphylococcus sp, Bacillus sp
197 cfu/m3
OK 4 GBST Lantai IV
Staphylococcus sp, Bacillus sp
150 cfu/m3
OK 3 GBST Lantai V
Staphylococcus sp, Bacillus sp
313 cfu/m3
Dinding OK 4 GBST Lantai V
Bacillus sp, Staphylococcus sp
0 cfu/cm2
Lantai OK 5 GBST Lantai IV
Bacillus sp 1 cfu/cm2
AC OK 5 GBST Lantai IV
Staphylococcus sp 1 cfu/cm2
OK 3 GBST Lantai IV
Bacillus sp, Staphylococcus sp
126 cfu/cm2
OK 4 GBST Lantai IV
Bacillus sp 1 cfu/cm2
Exhaust OK 3 GBST Lantai IV
Bacillus sp, Staphylococcus sp
28 cfu/cm2
OK 4 GBST Lantai V
Staphylococcus sp 1 cfu/cm2
100
No. Bulan Spesimen Lokasi Kultur mikroorganisme Angka kuman
Desember Tempat tidur
OK 5 GBST Lantai IV
Staphylococcus sp 2 cfu/cm2
OK 4 GBST Lantai V
Bacillus sp, Staphylococcus sp
19 cfu/cm2
OK 3 GBST Lantai V
Bacillus sp 1 cfu/cm2
Alat 1/Alat 2
OK 5 GBST Lantai IV
Staphylococcus sp 1/0 cfu/cm2
OK 3 GBST Lantai IV
Bacillus sp, Staphylococcus sp
13/1 cfu/cm2
OK 4 GBST Lantai V
Bacillus sp 1/0 cfu/cm2
OK 3 GBST Lantai V
Bacillus sp, Staphylococcus sp
1/17 cfu/cm2
Data kultur kuman di ruang operasi tahun 2008
No.
Jenis/kode sampel
Lokasi
Hasil pemeriksaan Angka kuman
Jamur Kultur mikroorganisme
1. Udara ruang 02315
OK 1 GBST Lantai IV
5 cfu/m - 3 -
2. Usap Lantai 02316
OK 1 GBST Lantai IV
260 cfu/30x 30 cm
- -
3. Usap AC 02317 OK 1 GBST Lantai IV
- Negatif Bacillus licheniformis
4. Udara Ruang 02318
OK 3 GBST Lantai IV
4 cfu/m - 3 -
5. Usap Lantai 02319
OK 3 GBST Lantai IV
1740 cfu/30x 30 cm
- -
6. Usap AC 02320 OK 3 GBST Lantai IV
- Negatif Proteus mirabilis, Acinetobacter calcoaceticus
7. Udara Ruang 02321
OK 1 GBST Lantai V
3 cfu/m - 3 -
8. Usap Lantai 023322
OK 1 GBST Lantai V
120 cfu/30x 30 cm
- -
9. Usap AC 02323 OK 1 GBST Lantai V
- Negatif Bacillus licheniformis, Bacillus cereus
10. Udara Ruang 02324
OK 3 GBST Lantai V
5 cfu/m - 3 -
11. Usap Lantai 02325
OK 3 GBST Lantai V
1120 cfu/30x 30 cm
- -
12. Usap AC 02326 OK 3 GBST Lantai V
- Negatif Bacillus licheniformis
Keterangan : • Ruang operasi Hernia Inguinal (Bedah Digestif) di OK 2 Lantai IV GBST. • Tahun 2007 tidak dilakukan kultur kuman di ruang operasi.
101
Lampiran 4. Standar Pelayanan Medis Bedah Digestif
SPM BEDAH DIGESTIF
No. Dokumen
No. Revisi
0
Halaman
37/41
Standar Pelayanan
Medik
Tanggal Terbit
2 Januari 2007
HERNIA EXTERNA
Insidensi yang paling sering :
- Hernia Inguinalis lateralis ( Indirekta )
- Hernia Inguinalis medialis ( Direkta )
- Hernia Femoralis
- Hernia Insisionalis.
Faktor predisposisi :
- Congenital :
Processus vaginalis persistens pada laki-laki.
Canalis Nuck persistens pada wanita.
- Acquisilal :
Luka operasi
Kelemahan oto akibat obesitas, kehamilan, malnutrisi,
ketuaan dan gangguan saraf.
102
Faktor presipitasi :
Semua keadaan yang menyebabkan kenaikan tekanan intra abdominal,
seperti batuk chronis, bersin-bersin, retensi urine, konstipasi, partus, angkat berat
dan ascites.
Klinis :
HIL HIM HF
Umur Semua umur Tua Tua
Sex Pria Pra Wanita
Benjolan terhadap
lig. Inguinale
Diatas Diatas Dibawah
Test invaginasi Ujung jari Samping jari --------
- Tidak dilakukan tindakan, bila hernia reponibel dan kondisi penderita tidak
memungkinkan untuk operasi.
Pilihan pengobatan :
- Pemakaian sabuk hernia.
- Operasi : disebut :
hernio repair.
- Menghilangkan atau mengurangi faktor presipitasi.
Persiapan operasi :
- Pemeriksaan darah lengkap.
- Foto thoraks.
- EKG
Anaesthesi :
General anaethesi, spinal atau lokal anaesthesi.
1. Irisan inguinal.
Prosedur operasi untuk HIL dan HIM :
2. Subcutis dibuka sampai terlihat aponeurosis m. obliquus abdominis
externus sampai anulus inguinalis externus.
3. Insisi aponeurosis m.o.a.e. sesuai arah serabutnya sampai anulus externus.
103
4. Dibuat flap aponeurosis m.o.a.e. dan identifikasi dan preservasi n.
ilioinguinalis.
5. Funiculus spermaticus disolasi dan dikait dengan kateter nelaton atau drain
penrose.
6. Dicari kantong hernia :
- Pada hernia inguinalis lateralis kantong ditemukan setelah
membuka bungkus funiculus sebelah anteromedial. Kantong
dibuka, isi hernia dimasukkan kedalam rongga perut, kemudian
kantong dipisahkan dari jaringan funiculus yang lain, dijahit
ikat dekat anulus internus dengan chromic no. 0, kmeudian
dipotong.
- Pada hernia inguinalis medialis kantong berada diluar
funiculus. Setelah dipisahkan dari funiculus dilakukan inversi
dan dijahit dengan chromic no. 0
7. Fascia transversa abdominis dinilai, kalau terlalu kendor:
- Pada cara Bassini atau Halsted tidak diapa-apakan, sedangkan
pada cara Shouldice dilakukan plikasi atau interposisi dengan
chromic no. 0
8. Conjoint tendon dan tepi bebas m. obliquus abdominis internus dan m.
transversus abdominis dijahitkan ke ligamentum inguinale secara
interupted mulai dari ujung medial ( tuberculum pubicum ) ke lateral 3
atau 4 jahitan menggunakan zeide no. 0 atau no. 1. Bila anulus internus
masih longgar dapat ditambah jahitan disebelah lateral anulus internus.
9. Kontrol perdarahan.
10. Aponeurosism m.o.a.e. dijahitkan kembali, didepan funiculus ( cara
Bassini dan Shouldice ) atau dibelakang funiculus ( cara Halsted ).
11. Subcutis dijahit dengan plain catgut no. 000.
12. Kulit ditutup dengan zeide no. 000 atau dermalon no. 000.
104
1. samapi 7 sda.
Hernio repair terbuka dengan mesh :
1. Dibuat potongan mesh dengan ukuran lebar selebar celah anatara conjoint
tendon dengan lig. Inguinale, panjang 2 cm lebih panjang dari tuberculum
pubicum ke anulus internus. Satu ujung dibelah dua sepanjang 3 cm. Ujung
yang terbelah melingkari funiculus pada anulus internus, tepi- tepi mesh
dijahitkan pada conjoint tendon, tapi bebas m. obliquus abdominis internus
dan m. transversus abdominis, dan lig. Inguinale, menggunakan prolene no.
000.
2. sampai 12 sda.
Pada hernia incarcerata atau strangulata sebelum membuka aponeurosis m.o.a.e.
kantong hernia dibuka dulu untuk menilai viabilitas isi hernia. Pada wanita lig.
Teres uteri / rotundum dapat dipotong dan dijahit ikat, kemudian canalis
inguinalis dapat ditutup rapat.
Catatan :
- Hematom
Komplikasi pasca bedah :
- Neuropraxia.
- Cedera struktur-struktur pada funiculus spermaticus
- Residif
- Pada yang menggunakan mesh dapat terjadi penolakan mesh
yang berupa migrasi, infeksi dan rejecsi.
1. Irisan inguinofemoral.
Prosedur operasi untuk Hernia Femoralis :
2. Dibuat flap sehingga tampak kanting hernia.
3. Kantong hernia dibuka untuk menilai viabilitas isi hernia.
4. Untuk melepas jepitan dipotong ligamentum lacunare, kalau perlu
sebagian lig. Inguinale.
105
5. Setelah isi hernia dimasukkan, kantong hernia dipisahkan dari jaringan
sekitarnya, pangkalnya dijahit ikat dengan chromic no. 0, kemudian
dipotong.
6. Plasty dengan menjahitkan lig. Inguinale ke lig. Pectineale 3-4 jahitan
dengan zeide no. 0
7. Subcutis dijahit dengan plain catgut no. 000.
8. Kulit dijahit dengan zeide atau dermalon no. 000.
- Cedera usus.
Komplikasi pasca bedah :
- Usus yang dimasukkan tidak masuk intraperitoneal tetapi
extraperitoneal.
- Cedera vasa femoralis.
- Residif.
- Pemberian analgetika.
Penanganan pasca bedah :
- Pemberian antibiotika pada penderita :
Umur tua
DM
Pengguna corticosteroid atau sitostatika
Immunocompromised.
Hernia strangulata.
- Tetap mengontrol ( menghilangkan atau mengurangi ) faktor
presipitasi.
106
Lampiran 5. Daftar Istilah Medis
abses intraabdomen : kumpulan nanah setempat yang terkubur di dalam abdomen
ascites : pengumpulan cairan serosa di rongga abdomen chorda sepermatica : struktur yang memanjang dari anulus inguinalis
abdominalis menuju testis conjoint tendon : otot tempat tendon melekat yang bergabung menjadi satu fascia : sehelai jaringan fibrosa yang membentuk pembungkus
bagi otot dan berbagai organ tubuh geriatri : berkenaan dengan orang tua atau proses penuaan hernia : penonjolan gelung atau ruas organ atau jaringan melalui
lubang abnormal hernia saddle bag : hernia inguinalis dengan kantong hernia direk dan indirek
sekaligus herniotomy : operasi untuk memperbaiki hernia; disebut juga celotomy hernioplasty : perbaikan hernia secara bedah hipotermia : penurunan temperatur tubuh hingga 320C (890
F) atau lebih rendah
immunosuppression : pencegahan atau pengurangan respons imun implant : memasukkan atau mencangkokkan benda atau bahan,
seperti bahan aloplastik atau radioaktif, kapsul obat, atau jaringan ke dalam tubuh resipien
inguinal : berkenaan batas antara abdomen dan paha, atau
selangkangan kanalis inguinalis : saluran superfisial terhadap cincin inguinal dalam untuk
menyalurkan chorda sepermaticus pada pria dan ligamentum rotundum pada wanita; disebut juga abdominal canal dan Velpeau’s canal
ligament : pita jaringan ikat yang menghubungkan tulang atau
menyokong organ dalam
107
obstruksi : keadaan atau kondisi tersumbat parturisi : kelahiran anak scrotum : kantong yang berisi testis dan organ-organ asesorisnya strangulasi : gagalnya sirkulasi pada suatu bagian, akibat penekanan tekanan intraabdomen : tekanan di dalam rongga abdomen (perut) vasa epigastrika : pembuluh darah pada usus besar vesika : kandung kemih viskus : beberapa organ dalam besar pada salah satu di antara tiga
rongga tubuh besar, khususnya di abdomen
108
Lampiran 6. Izin Pengambilan Data di ICM
109
Lampiran 7. Lembar Pernyataan Peneliti
110
Lampiran 8. Persetujuan Penelitian di Instalasi Farmasi
111
Lampiran 9. Persetujuan Penelitian di Instalasi Sanitasi
112
Lampiran 10. Persetujuan Penelitian di SMF Bedah
113
Lampiran 11. Surat Pengantar Penelitian di Instalasi Farmasi
114
Lampiran 12. Surat Pengantar Penelitian di Instalasi Sanitasi
115
Lampiran 13. Surat Pengantar Penelitian di SMF Bedah
116
Lampiran 14. Surat Keterangan Selesai Penelitian
117
BIOGRAFI PENULIS
Yosephin Dyah Susilo Pratiwi, dilahirkan di Sleman pada
tanggal 31 Maret 1987. Putri pertama dari pasangan
Yohanes Petrus Wasito, A.Ma.pd. dan Theresia Maria
Sriwidayati. Penulis menempuh pendidikan pertamanya di
TK Kanisius Duwet Sleman (1991-1993), SD Kanisius
Duwet Sleman (1993-1999), kemudian melanjutkan
pendidikan di SLTP Stella Duce I Yogyakarta (1999-2002) dan SMU Stella
Duce I Yogyakarta (2002 - 2005). Pada tahun 2005 – 2009 penulis menempuh
pendidikan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma. Penulis pernah
menjadi Asisten Praktikum Kimia Analisis (2007) dan Asisten Praktikum
Biokimia (2008). Sejak tahun 2005 - 2008, penulis terlibat aktif dalam berbagai
kegiatan kampus, seperti PSF Veronica (sebagai pianis), panitia Seminar
Glutation (Sie.Humas), panitia Temu Alumni Tiga Latar Belakang (Sie.Humas),
panitia Pengabdian Kepada Masyarakat, panitia Insadha 2007 (Sie.P3K),
berprestasi di Bidang Akademik Ilmiah pada PKM DIKTI 2008.