pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum

118
PENGEMBANGAN KURIKULUM BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER OLEH HM SARTONO KATA PENGANTAR Dengan selalu mengucap Puji Syukur Alhamdulillah dipanjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat taufiq inayahNya, Makalah Disertasi ini dapat tersusun meskipun dalam bentuk yang sangat sederhana. Dan Makalah Disertasi ini berjudul “PENGEMBANGAN KURIKULUM BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER” sebagai salah satu upaya untuk memahami dan menerapkan teori teori tentang Pembentukan karakter didalam Kurikulum di masing masing Tingkat Satuan Pendidikan merupakan upaya paling penting untuk membentuk kepribadian peserta didiknya Tujuan utama makalah ini ialah agar diperoleh pemahaman (bahkan kesepahaman) tentang bagaimana Basis Pendidikan karakter sebagai sebuah program Pengembangsan didalam Kurikulum di masing masing Tingkat Satuan Pendidikan merujuk pada Tujuan Pendidikan Nasional yaitu mengembangkan Potensi Peserta Didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian dan akhlak mulia, yang penulis memaknai bahwa, Tujuan 1

Upload: sman-2-mataram

Post on 18-May-2015

50.258 views

Category:

Education


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum

PENGEMBANGAN KURIKULUM

BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER

OLEH

HM SARTONO

KATA PENGANTAR

Dengan selalu mengucap Puji Syukur Alhamdulillah dipanjatkan kepada Allah

SWT atas limpahan rahmat taufiq inayahNya, Makalah Disertasi ini dapat tersusun

meskipun dalam bentuk yang sangat sederhana. Dan Makalah Disertasi ini berjudul

“PENGEMBANGAN KURIKULUM BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER”

sebagai salah satu upaya untuk memahami dan menerapkan teori teori tentang

Pembentukan karakter didalam Kurikulum di masing masing Tingkat Satuan Pendidikan

merupakan upaya paling penting untuk membentuk kepribadian peserta didiknya

Tujuan utama makalah ini ialah agar diperoleh pemahaman (bahkan

kesepahaman) tentang bagaimana Basis Pendidikan karakter sebagai sebuah program

Pengembangsan didalam Kurikulum di masing masing Tingkat Satuan Pendidikan

merujuk pada Tujuan Pendidikan Nasional yaitu mengembangkan Potensi Peserta Didik

untuk memiliki kecerdasan, kepribadian dan akhlak mulia, yang penulis memaknai

bahwa, Tujuan Pendidikan tidaklah semata-mata mengarahkan satuan pendidikan untuk

mencetak wujud manusia yang hanya mampu menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi

atau memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi semata, tetapi harus diimbangi oleh

penguasaan dan kemampuan mengamalkan nilai-nilai dalam kehidupan berbangsa dan

bernegara.

Penulis menyadari bahwa kesempatan mengembangkan diri, bukan hanya

semata-mata ditentukan oleh tingkat kecerdasan, bakat dan minatnya akan tetapi

kompetensi/ kemampuan dasar yang dimiliki dan disiplin, disamping itu juga memiliki

etos kerja yang tinggi, disiplin serta sangat dominan terlepas dari hal-hal yang

1

Page 2: Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum

melatarbelakangi pengembangan diri suatu pekerjaan, tidak kalah pentingnya adalah

faktor lingkungan kerja yang pertama kali mempengaruhi pertumbuhan perkembangan

personal/individu Tidak semua orang dapat berbuat sesuai , dengan keadaan ataupun

harapan, hal ini disebabkan oleh kelayakan atau tidaknya suatu pekerjaan yang ditekuni.

Namun demikian sangat tergantung pada kemampuan menyesuaikan diri terhadap

kewajiban pekerjaan/ jabatan keprofesionalan dari masing-masing individu.

Makalah yang cukup sederhana ini akan menela’ah pengembangan Kurikulum

dan kurikulum itu sendiri adalah jantungnya pendidikan (curriculum is the heart of

education). Oleh karena itu, sudah seharusnya kurikulum, saat ini, memberikan perhatian

yang lebih besar pada pendidikan karakter bangsa dibandingkan kurikulum masa

sebelumnya. Dan penulis menyadari pula bahwa rampungnya tugas ini tidak terlepas dari

keterlibatan semua pihak yang telah memberikan bantuan baik secara moril maupun

material oleh karenanya pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih.

Penulis telah berusaha merampungkan makalah ini dengan sebaik mungkin,

namun hasilnya masih belum sempurna dengan harapan agar kiranya makalah ini dapat

bermanfaat sebagai salah satu informasi dalam usaha untuk pengembangan pendididkan

pada umumnya melalui upaya upaya untuk meningkatkan kesesuaian mutu pendidikan

karakter dan pembentukan karakter yang merupakan salah satu tujuan pendidikan

nasional. Pasal I UU Sisdiknas tahun 2003 dinyatakan bahwa di antara tujuan pendidikan

nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kecerdasan,

kepribadian dan akhlak mulia, agar pendidikan  tidak hanya membentuk insan manusia

yang pintar namun  juga berkepribadian, sehingga nantianya akan lahir generasi muda

yang tumbuh dan berkembang denagan kepribadian yang bernafaskan nilai-nilai luhur

agama dan pancasila.

2

Page 3: Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum

Sekolah/Madrasah mulai dari Pendidikan Usia Dini / Taman Kanak-Kanak

sampai dengan Perguruan Tinggi memiliki peran yang central dalam mengembangkan

dan menanamkan nilai-nilai karakter. Semua masyarakat akan sepakat tentang pentingnya

karakter dalam kehidupan, tetapi jauh lebih penting bagaimana menyusun dan mengatur

secara sistematis kurikulum berbasis karakter sehingga peserta didik dapat lebih

berkarakter dalam kehidupan, yang dipandang perlu mendapat perhatian dalam upaya

pengembangan kependidikan di masa yang akan datang.

3

Page 4: Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum

1. Pendahuluan

Pendidikan dewasa ini hampir kehilangan keberadaannya sebagai suatu proses

yang mengantarkan setiap peserta didik menjadi manusia seutuhnya. Manusia yang

secara pribadi dapat memerankan dirinya ditengah-tengah kehidupan masyarakat sebagai

problem solver, selanjutnya manusia disebut dengan makhluk sosial. Kenyataan ini dapat

dilihat dari adanya pergeseran paradigma (paradigm shift) pada masyarakat akan makna-

makna kebenaran, kebahagiaan, keadilan dan lain-lain.

Era Globalisasi menjadi satu tantangan tersendiri bagi pengelola pendidikan

untuk menyesuaikan kurikulum dan sarana pendidikan dan nampak jelas bahwa

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), dewasa ini dan di masa depan,  dapat

memberikan dampak positif dan negative, sehingga terjadi perubahan masyarakat yang

bersifat global dengan bertumpu pada transpormasi sosial kekuatan iptek dan ekonom,

perubahan kehidupan berbangsa yang bersifat individualisme dan konsumerisme

Munculnya persoalan sosial dalam kehidupan berbangsa, dan persoalan-persoalan

tersebut, tercermin dari semakin maraknya korupsi yang merambah pada semua sektor

kehidupan masyarakat, kesenjangan sosial-ekonomi-politik yang semakin membesar,

kerusakan lingkungan yang terjadi di seluruh pelosok negeri, masih terjadinya

ketidakadilan hukum, pergaulan bebas dan pornografi/ sex bebas yang terjadi  di

kalangan remaja, pemerkosaan di tempat umum atau sarana publik, kekerasan dan

kerusuhan (tindakan anarkis, konflik sosial dan kekerasan atas nama agama/ sara), serta

penuturan bahasa yang buruk. telah terjadi dekadensi moral, dan yang lebih fatal lagi

merosotnya moralitas, menyebabkan memudarnya karakter anak bangsa Prinsip-prinsip

moral, dan nilai-nilai budaya bangsa tidak lagi menjadi pegangan dalam kehidupan

mereka atau tidak lagi melekat sebagai karakteristik diri, kondisi semakin rapuhnya

karakter anak bangsa, internalisasi pendidikan karakter di lingkungan keluarga,

4

Page 5: Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum

masyarakat dan lembaga pendidikan menjadi sangat penting untuk berupaya

memperkokohkannya kembali. Dengan perkembangan global dihadapi suatu masalah

yaitu nilai budaya asing yang masuk menyebabkan pola kehidupan secara perlahan

terpengaruh termasuk pesatnya perkembangan teknologi komunikasi dan informasi

semakin mempercepat transformasi pola kehidupan masyarakat. Nilai negatif dari

globalisasi akan mempengaruhi identitas dan integritas bangsa. Dan kondisi bangsa

akhir-akhir ini, ketersediaan sumber daya manusia yang berkarakter merupakan

kebutuhan yang amat vital. Sebagai alternatif yang bersifat preventif, pendidikan

diharapkan dapat mengembangkan kualitas generasi muda bangsa dalam berbagai aspek

yang dapat memperkecil dan mengurangi penyebab berbagai masalah budaya dan

karakter bangsa. Upaya mengatasi kondisi tersebut maka diperlukan pemahaman dan

langkah untuk membangun kembali karakter bangsa sesuai nilai-nilai Pancasila.

Kurikulum adalah jantungnya pendidikan (curriculum is the heart of education),

oleh karena itu, sudah seharusnya kurikulum, saat ini, memberikan perhatian yang lebih

besar pada pendidikan budaya dan karakter bangsa. Dalam pendidikan karakter harus

terintegrasi pada setiap mata pelajaran, dalam paradigma lama bahwa pendidikan

mengutamakan kognitif atau cipta yaitu pengetahuan atau olah pikir maka pada

paradigma baru bahwa afektif (rasa) atau sikap bisa juga disebut karakter harus lebih

diutamakan Membentuk karakter tidak semudah memberi nasihat, tidak semudah

member instruksi, tetapi memerlukan kesabaran, pembiasaan dan pengulangan,

sebagaimana yang dinyatakan dalam hadits yang telah dikutip sebagaiberikut : “Ilmu

diperoleh dengan belajar, dan sifat santun diperoleh dengan latihan menjadi santun.” (HR

Bukhari) , hal ini mengandung makna bahwa proses pendidikan karakter merupakan

keseluruhan proses pendidikan yang dialami peserta didik sebagai pengalaman

5

Page 6: Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum

pembentukan kepribadian melalui memahami dan mengalami sendiri nilai-nilai,

keutamaan-keutamaan moral, nilai-nilai ideal agama, nilai -nilai moral

Pesan dari UU Sisdiknas tahun 2003 bertujuan agar pendidikan  tidak hanya

membentuk insan manusia yang pintar namun  juga berkepribadian, sehingga nantianya

akan lahir generasi muda yang tumbuh dan berkembang denagan kepribadian yang

bernafaskan nilai-nilai luhur Agama dan Pancasila. Sekolah/Madrasah Pendidikan Usia

Dini sampai dengan Perguruan Tinggi memiliki peran yang central dalam

mengembangkan dan menanamkan nilai-nilai karakter. berfungsi mengembangkan

kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam

rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta

didik agar menjadi manusia  : 1)Yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha

Esa, 2) Berakhlak mulia, 3) Sehat jasmani dan rohani, 4) Berilmu, 5) Cakap, 6) Kreatif,

7) Mandiri, dan 8) menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Tujuan pendidikan nasional itu merupakan rumusan mengenai kualitas manusia Indonesia

yang harus dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan dan menjadi dasar dalam

pengembangan pendidikan karakter bangsa, kebutuhan itu, secara imperatif, adalah

sebagai kualitas manusia Indonesia yang dirumuskan dalam Tujuan Pendidikan Nasional.

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan didefinisikan sebagai kurikulum

operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan.

Salah satu prinsip pengembangan KTSP di antaranya kurikulum dikembangkan

berdasarkan prinsip-prinsip yang berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan dan

kepentingan peserta didik dan lingkungannya, meletakkan dasar kecerdasan,

pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia , serta keterampilan untuk hidup mandiri dan

mengikutu pendidikan lebih lanjut.

6

Page 7: Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum

2.Pentingnya Pendidikan Karakter

Proses pembelajaran yang masih menekankan penguasaan materi dan lebih

terlihat lagi adalah target evaluasi yang masih bertumpu pada angka-angka menunjukkan

bahwa konsep pendidikan masih berkisar pada peningkatan dimensi kognitif, tapi lemah

pada dimensi yang lain, seperti psikomotorik dan afektif. Bahkan, secara nasional,

keberhasilan pendidikan diukur melalui pengujian materi yang hanya berisi aspek

kognitif saja. Hal ini terbukti pada pelaksanaan Ujian Nasional. Sedangkan pendidikan

yang lain, seperti akhlak, kekerasan, belum tersentuh.

Pendidikan karakter juga belum diimplementasikan dalam kurikulum yang

dijadikan acuan dalam kegiatan pembelajaran. Yang ada hanyalah siswa dididik untuk

mendapatkan nilai yang tinggi dan mendapatkan prestasi yang bagus. Akhirnya lulusan

yang dihasilkan kurang memiliki karakter yang jelas. Bahkan lulusan yang dihasilkan

masih jauh dari yang diharapkan oleh masyarakat, baik dari segi mentalitas maupun

moralitas. Lulusan yang memiliki nilai yang bagus belum tentu memiliki moralitas dan

mentalitas yang bagus. Konsep pendidikan yang tidak hanya mengacukepada nilai

seharusnya sudah dilaksanakan oleh lembaga pendidikan agar manusia Indonesia

memiliki karakter yang jelas. Jangan sampai generasi mendatang sama saja dengan

generasi-generasi sebelumnya yang belum sadar terhadap nilai-nilai sosial yang

seharusnya dibangun.

Paparan makalah ini menyajikan beberapa basis dari pendidikan karakter,

khususnya didalam Kurikulum di masing masing Tingkat Satuan Pendidikan

sebagaimana pertanyaan yang selalu hadir dalam diri penulis makalah ini ketika

berhadapan dengan Pengembangan Kurikulum Berbasis Pendidikan Karakter yaitu : (1)

Sejauh mana pentingnya pendidikan karakter itu sendiri ? (2).Apakah ”karakter” dapat

dikembangkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ? (3) Karakter apa yang

7

Page 8: Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum

perlu menjadi Basis Pengembangan KTSP? (4) Bagaimana menerapkan Basis karakter

secara efektif dalam implementasi pembelajaran ? (5) Bagaimana mengukur

keberhasilan Pengembangan Kurikulum Berbasis PendidikanKarakter? (6) Siapa yang

harus melakukan Pengembangan Kurikulum Berbasis PendidikanKarakter ?

2.1. Sejauh mana pentingnya pendidikan karakter itu sendiri ?

Proses pendidikan karakter didasarkan pada potensi individu manusia

Kognitif, Afektif, Psikomotorik dan fungsi totalitas sosiokultural dalam konteks interaksi

pada keluarga, satuan pendidikan, dan masyarakat

Totalitas Karakter dimaksud dalam Pendidikan adalah Karakter Bangsa

Indonesia yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila :Beriman dan Bertakwa; Jujur dan

Bersih; Santun dan Cerdas; Bertanggung Jawab dan Kerja Keras; Disiplin dan Kreatif;

Peduli dan Suka Menolong

Secara psikologis karakter individu dimaknai sebagai hasil keterpaduan

empat bagian yakni (1) Olah hati`berkenaan dengan perasaan sikap dan

keyakinan/keimanan. (2) Olah pikir berkenaan dengan proses nalar guna mencari dan

menggunakan pengetahuan secara kritis, kreatif dan inovatif. (3) Olah raga berkenaan

dengan proses persepsi , persiapan peniruan manipulasi, dan penciptaan aktivitas baru

disertai sportivitas. (4) Olah rasa dan karsa berkenaan dengan kemauan dan kreativitas

yang tercermin dalam kepedulian, pencitraan dan penciptaan.

Kepentingan nasional Indonesia merupakan kepentingan bangsa dan

negara dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan Nasional Indonesia yang di

dalamnya mencakup usaha mencerdaskan kehidupan bangsa. Rumusan

mencerdasakan kehidupan bangsa itu memiliki 2 (dua) arti penting yaitu

membangun manusia Indonesia yang cerdas dan berbudaya. Pengertian cerdas

harus dimaknai, bukan saja sebagai kemampuan dan kapasitas untuk menguasai

8

Page 9: Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum

ilmu pengetahuan, budaya serta kepribadian yang tangguh akan tetapi juga

memiliki kecerdasan emosional yang dengan bahasa umum disebut sebagai

berkarakter mulia atau berbudi luhur, berakhlak mulia. Sedangkan berbudaya

memiliki makna sebagai kemampuan dan kapasitas untuk menangkap dan

mengembangkan nilai-nilai moral dan kemanusiaan yang beradab dalam sikap dan

tindakan berbangsa dan bernegara (karakter bangsa) dengan penuh tanggung jawab.

disadari, bahwa pembentukan karakter dan watak atau kepribadian ini sangat

penting, bahkan sangat mendesak dan mutlak adanya (tidak bisa ditawar-tawar

lagi). Mengingat begitu pentingnya pendidikan karakter itu sendiri karena

terindikasi munculnya Degradasi Moral Perusak Karakter Bangsa . Eksistensi,

kemuliaan dan kejayaan sebuah bangsa tergantung akhlaknya, demikian juga

keterpurukan, kehinaan dan kehancurannya. Awal dan sumber segala kebaikan

adalah akhlak, demikian juga segala keburukan bersumber dan bermuara kepada

akhlak. Apabila sebuah bangsa mengalami krisis moral dan akhlak, maka bangsa

tersebut akan berbuat dlalim, berbuat kerusakan terhadap alam maupun kedlaliman

terhadap sesamanya. Dampak dari kedlaliman tersebut adalah timbulnya berbagai

musibah, balak dan bencana, baik yang bersumber dari alam seperti maupun

manusia. Seorang psikolog dan ahli pendidikan Amerika bernama Thomas Lichona

mengidentifikasi adanya 10 tanda-tanda degradasi moral yang dapat merusak

karakter bangsa. Degradasi moral itu ialah (1) Mmeningkatnya kekerasan pada

remaja (2) Penggunaan kata-kata yang memburuk (3) Pengaruh peer group (rekan

kelompok) yang kuat dalam tindak kekerasan (4) Meningkatnya penggunaan

narkoba, alkohol dan seks bebas (5) kaburnya batasan moral baik-buruk (6)

Menurunnya etos kerja (7) Rendahnya rasa hormat kepada orang tua dan guru (8)

Rendahnya rasa tanggung jawab individu dan warga Negara (9) Membudayanya

9

Page 10: Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum

ketidakjujuran (10)  Adanya saling curiga dan kebencian diantara sesama.

(www.cortland.edu/character/aboutus.html)

Pentingnya pendidikan karakter itu sendiri jika dilihat dari berbagai

peristiwa, seperti tuntutan demokrasi yang diartikan sebagai kebebasan tanpa

aturan, tuntutan otonomi sebagai kemandirian tanpa kerangka acuan yang

mempersatukan seluruh komponen bangsa, hak asasi manusia yang terkadang

mendahulukan hak pribadi daripada kewajiban sebagai bangsa. Pada akhirnya

berkembang ke arah berlakunya hukum rimba yang memicu tumbuhnya pandangan

sempit seperti kesukubangsaan (ethnicity) dan unsur SARA lainnya. Kerancuan ini

menyebabkan masyarakat frustasi dan cenderung meluapkan jati diri dan tanggung

jawab tanpa kendali dalam bentuk "amuk massa atau amuk sosial".

Pentingnya proses Pendidikan Karakter didasarkan pada totalitas

psikologis yang mencakup seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif,

psikomotorik) dan fungsi totalitas sosiokultural dalam konteks interaksi dalam

keluarga, satuan pendidikan, dan masyarakat. Totalitas psikologis dan sosiokultural

dapat dikelompokkan sebagaimana yang digambarkan dalam bagan berikut:

10

Page 11: Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum

Karakter dimaksud dalam pendidikan adalah karakter bangsa Indonesia

yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila anatara lain Beriman dan Bertakwa; Jujur

dan Bersih; Santun dan Cerdas; Bertanggung Jawab dan Kerja Keras; Disiplin dan

Kreatif; Peduli dan Suka Menolong.

Dalam pendidikan karakter maksudnya agar karakter bangsa seperti

yang sudah disebutkan diatas harus terintegrasi pada setiap mata pelajaran, dalam

paradigma lama bahwa pendidikan mengutamakan kognitif atau cipta yaitu

pengetahuan atau olah pikir maka pada paradigma baru bahwa afektif (rasa) atau

sikap bisa juga disebut karakter harus lebih diutamakan Maka dengan adanya

pendidikan karakter diharapkan  dimasa depan Indonesia akan lebih baik karena

yang namanya pendidikan adalah investasi bangsa dalam jangka panjang

Karakter dimaksud dalam pendidikan adalah karakter bangsa Indonesia

yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila anatara lain Beriman dan Bertakwa; Jujur

dan Bersih; Santun dan Cerdas; Bertanggung Jawab dan Kerja Keras; Disiplin dan

Kreatif; Peduli dan Suka Menolong dalam aspek pengetahuan (cognitive), perasaan

(feeling), dan tindakan (action).

11

Page 12: Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum

Atas dasar itu, pendidikan karakter bukan sekedar mengajarkan mana

yang benar dan mana yang salah, lebih dari itu, pendidikan karakter menanamkan

kebiasaan (habituation) tentang hal mana yang baik sehingga peserta didik menjadi

paham (kognitif) tentang mana yang benar dan salah, mampu merasakan (afektif)

nilai yang baik dan biasa melakukannya (psikomotor). Dengan kata lain,

pendidikan karakter yang baik harus melibatkan bukan saja aspek “pengetahuan

yang baik (moral knowing), akan tetapi juga “merasakan dengan baik atau loving

good (moral feeling), dan perilaku yang baik (moral action). Pendidikan karakter

menekankan pada habit atau kebiasaan yang terus-menerus dipraktikkan yang

diharapkan dengan adanya pendidikan karakter(character education) tersebut

sesuai dengan Teori taksonomi Bloom  dimana pendidikan memiliki tiga domaian

yaitu Domaian Kognitif, Afektif Psikomotor atau menurut bapak Pendidikan

Indonesia  Ki Hajar Dewantara menggunakan istilah lain dengan tiga domain yang

maksudnya sama yaitu cipta, rasa dan karsa. Sebagaimana uraian diatas tersimpul

12

Page 13: Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum

bahwa ada 4 Pilar Dasar Nilai Moral yang tercermin dalam pendidikan karakter

seperti dalam gambar berikut :

Itulah karakter bangsa Indonesia yang diharapkan secara psikologis

karakter individu dimaknai sebagai hasil keterpaduan empat bagian yakni olah hati,

olah pikir. olah raga, olah rasa dan karsa. Olah hati`berkenaan dengan perasaan

sikap dan keyakinan/keimanan. Olah pikir berkenaan dengan proses nalar guna

mencari dan menggunakan pengetahuan secara kritis, kreatif dan inovatif. Olah

raga berkenaan dengan proses persepsi , persiapan peniruan manipulasi, dan

penciptaan aktivitas baru disertai sportivitas. Olah rasa dan karsa berkenaan dengan

kemauan dan kreativitas yang tercermin dalam kepedulian, pencitraan dan

penciptaan. Pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral,

pendidikan watak yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk

13

Page 14: Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum

memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik & mewujudkan

kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.

Secara psikologis karakter individu dimaknai sebagai hasil keterpaduan

empat bagian yakni (1) Olah hati`berkenaan dengan perasaan sikap dan

keyakinan/keimanan. (2) Olah pikir berkenaan dengan proses nalar guna mencari

dan menggunakan pengetahuan secara kritis, kreatif dan inovatif. (3) Olah raga

berkenaan dengan proses persepsi , persiapan peniruan manipulasi, dan penciptaan

aktivitas baru disertai sportivitas. (4) Olah rasa dan karsa berkenaan dengan

kemauan dan kreativitas yang tercermin dalam kepedulian, pencitraan dan

penciptaan.

2.2. Apakah ”karakter” dapat dikembangkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan ?

”karakter” dapat dikembangkan dalam KTSP adalah Pendidikan budi

pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak bertujuan mengembangkan

kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara

apa yang baik & mewujudkan kebaikan dalam kehidupan sehari-hari dengan

sepenuh hati. Mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah, dan

menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal mana yang baik sehingga peserta

didik menjadi paham (kognitif) tentang benar dan salah, mampu merasakan

(afektif) nilai yang baik dan biasa melakukannya (psikomotor). Merupakan basis

pengembangan KTSP

Pengembangan Kurikulum dimana Kurikulum itu sendiri adalah

jantungnya pendidikan curriculum is the heart of education Kurikulum Tingkat

Satuan Pendidikan didefinisikan sebagai Kurikulum Operasional yang disusun

oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan Kurikulum

14

Page 15: Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum

dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip yang berpusat pada potensi,

perkembangan, kebutuhan, kepentingan peserta didik dan lingkungannya,

meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia , serta

keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikutu pendidikan lebih lanjut.

Pendidikan karakter bersumber dari Agama, Pancasila, budaya, dan

tujuan pendidikan nasional, yaitu: (1) Religius, (2) Jujur, (3) Toleransi, (4) Disiplin,

(5) Kerja keras, (6) Kreatif, (7) Mandiri, (8) Demokratis, (9) Rasa Ingin Tahu, (10)

Semangat Kebangsaan, (11) Cinta Tanah Air, (12) Menghargai Prestasi, (13)

Bersahabat/Komunikatif, (14) Cinta Damai, (15) Gemar Membaca, (16) Peduli

Lingkungan, (17) Peduli Sosial, & (18) Tanggung Jawab

Pendidikan karakter adalah Pendidikan budi pekerti, pendidikan moral,

pendidikan watak berfungsi (1) mengembangkan potensi dasar agar berhati baik,

berpikiran baik, dan berperilaku baik; (2) memperkuat dan membangun perilaku

bangsa yang multikultur; (3) meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif

dalam pergaulan dunia. Merupakan basis pengembangan KTSP.

Pendidikan karakter merupakan satu kesatuan program KTSP, dan

Program pendidikan karakter secara terdokumentasi diintegrasikan tertera dalam

KTSP, mulai dari visi, misi, tujuan, struktur dan muatan kurikulum, kalender

pendidikan, silabus, RPP

Tahapan Pengembangan KTSP melibatkan seluruh warga satuan

pendidikan, orangtua siswa, dan masyarakat sekitar Prosedur pengembangan

kurikulum yang mengintegrasikan pendidikan karakter melalui tahapan 1.

Melaksanakan sosialisasi pendidikan karakter dan melakukan komitmen bersama

antara seluruh komponen warga sekolah/Madrasah (tenaga pendidik dan

kapendidikan serta komite sekolah/Madrasah 2. Membuat komitmen dengan semua

15

Page 16: Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum

stakeholder (seluruh warga sekolah/Madrasah , orang tua siswa, komite, dan tokoh

masyarakat setempat) untuk mendukung pelaksanaan pendidikan karakter. 3.

Melakukan analisis konteks terhadap kondisi sekolah (internal dan eksternal) yang

dikaitkan dengan nilai-nilai karakter yang akan dikembangkan pada satuan

pendidikan yang bersangkutan. Analisis ini dilakukan untuk menetapkan nilai-nilai

dan indikator keberhasilan yang diprioritaskan, sumber daya, sarana yang

diperlukan, serta prosedur penilaian keberhasilan 4. Menyusun rencana aksi

sekolah berkaitan dengan penetapan nilai-nilai pendidikan karakter. 5. Membuat

perencanaan dan program pelaksanaan pendidikan karakter, yang berisi:

Pengintegrasian melalui pembelajaran Penyusunan mata pelajaran muatan lokal

Kegiatan lain Penjadwalan dan penambahan jam belajar di sekolah/ Madrasah 6.

Melakukan pengkondisian, seperti: Penyediaan sarana Keteladanan Penghargaan

dan pemberdayaan 7. Melakukan penilaian keberhasilan dan supervisi Untuk

keberlangsungan pelaksanaan pendidikan karakter perlu dilakukan penilaian

keberhasilan dengan menggunakan indikator-indikator berupa perilaku semua

warga dan kondisi sekolah/instansi yang teramati. Penilaian ini dilakukan secara

terus menerus melalui berbagai strategi. Supervisi dilakukan mulai dari menelaah

kembali perencanaan, kurikulum, dan pelaksanaan semua kegiatan yang berkaitan

dengan pendidikan karakter, yaitu: Implementasi program pengembangan diri

berkaitan dengan pengembangan nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa

dalam budaya sekolah/ madrasah Kelengkapan sarana dan prasarana pendukung

implementasi pengembangan nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa nilai

dalam pembelajaran belajar aktif dalam pembelajaran Ketercapaian Rencana Aksi

Sekolah berkaitan dengan penerapan nilai-nilai pendidikan budaya dan karakter

bangsa Penilaian penerapan nilai pendidikan karakter dan budaya bangsa pada

16

Page 17: Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum

pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik (sebagai kondisi akhir)

Membandingkan kondisi awal dengan kondisi akhir dan merancang program

lanjutan.

Penyiapan Perangkat dalam rangka Pelaksanaan Pendidikan Karakter di

Satuan Pendidikan Penyiapan perangkat itu telah dilakukan kegiatan-kegiatan

berikut: 1. Pembentukan Tim “Penggerak” 2. Pemetaan kesiapan pelaksanaan

pendidikan karakter dengan Sumber: Bantuan Teknis Profesional Tim Pengembang

Kurikulum 3. Menyiapkan bahan pelaksanaan pendidikan karakter pada setiap

satuan pendidikan (Buku Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter ) 4. Penyiapan

bahan sosialisasi berupa bahan/materi pelatihan untuk pelaksanaan pendidikan

karakter dengan waktu/masa pelatihan yang bervariasi berupa booklet, leaflet

diperuntukan bagi pemangku kepentingan dalam pelaksanaan pendidikan karakter

di setiap satuan pendidikan 5. Contoh-contoh Best practice pelaksanaan pendidikan

karakter di setiap jenjang pendidikan

PENERAPAN PENDIDIKAN KARAKTER melibatkan staf/karyawan

Sekolah/ Madrasah sebagai komunitas pembelajaran dan moral yang berbagi

tanggungjawab untuk pendidikan karakter serta berupaya untuk mengikuti nilai-

nilai inti yang sama yang memandu pendidikan para peserta didik memupuk

kepemimpinan moral dan dukungan jangka-panjang terhadap inisiatif basis dari

pendidikan karakter. melibatkan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra

dalam upaya pengembangan kurikulum berbasis pendidikan karakter.

17

Page 18: Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum

Pendidkan Karakter/ Budi Pekerti adalah suatu program

(Sekolah/Madrasah dan luar Sekolah/Madrasah ) yang mengorganisasikan

dan menyederhanakan sumber moral serta disajikan dengan memperhatikan

pertimbangan psikologis untuk tujuan pendidikan . pendidikan

diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan

pesrta didik yang berlangsung sepanjang hayat.

The golden rule. Pendidikan karakter dapat memiliki tujuan yang

pasti, apabila berpijak dari nilai-nilai karakter dasar adalah: cinta kepada

Allah dan ciptaann-Nya (alam dengan isinya), tanggung jawab, jujur, hormat

dan santun, kasih sayang, peduli, dan kerjasama, percaya diri, kreatif, kerja

18

Agama religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras,

kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin

tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif,

cinta damai, senang membaca, peduli sosial,

dan peduli lingkunga

adanya motivasi dan dukungan dari warga sekolah

(peserta didik, guru dan pegawai);

motivasi dan dukungan dari orang tua peserta didik dan

masyarakat,

Fundamen kehidupan

Bangsa Indonesia

Budaya dan Tujuan Pendidikan Nasional.

Page 19: Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum

keras, dan pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan; baik dan rendah

hati, toleransi, cinta damai, dan cinta persatuan. Pendapat lain mengatakan

bahwa karakter dasar manusia terdiri dari: dapat dipercaya, rasa hormat dan

perhatian, peduli, jujur, tanggung jawab; kewarganegaraan, ketulusan,

berani, tekun, disiplin, visioner, adil, dan punya integritas.

Pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak bertujuan

mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-

buruk, memelihara apa yang baik & mewujudkan kebaikan dalam kehidupan

sehari-hari dengan sepenuh hati. Juga tidak sekedar mengajarkan mana yang benar

dan mana yang salah, dan menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal mana

yang baik sehingga peserta didik menjadi paham (kognitif) tentang benar dan salah,

mampu merasakan (afektif) nilai yang baik dan biasa melakukannya (psikomotor).

Merupakan basis pengembangan KTSP.

19

MORAL KNOWING : Memahamkan dengan baik pada anak tentang arti

kebaikan. Mengapa harus berperilaku baik. Untuk apa berperilaku baik. Dan apa

manfaat berperilaku baikMORAL FEELING : Membangun kecintaan berperilaku baik pada anak yang akan

menjadi sumber energi anak untuk berperilaku baik. Membentuk karakter adalah dengan cara menumbuhkannya.

MORAL ACTION : Bagaimana membuat pengetahuan moral

menjadi tindakan nyata. Moral action ini merupakan outcome dari dua

tahap sebelumnya dan harus dilakukan berulang-ulang agar

menjadi moral behavior

Page 20: Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum

Karena adanya krisis ekonomi dan moral yang terus berkelanjutan

melanda bangsa dan negara kita sampai saat ini belum ada solusi secara jelas dan

tegas, lebih banyak berupa wacana yang seolah-olah bangsa ini diajak dalam dunia

mimpi. Tentu masih ingat beberapa waktu yang lalu Pemerintah mengeluarkan

pandangan, bahwa bangsa kita akan makmur, sejahtera nanti di tahun 2030. Sebuah

mimpi panjang yang melenakan jika konsep pendidikan masih seperti ini.

Karakter dapat dikembangkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan pendidikan karakter masih bersifat pencanangan dalam arti

kebijakannya dulu. Ditjen Pendidikan Dasar sebetulnya sudah merintis program-

program pendidikan karakter. Pendidikan karakter dimensinya berbagai macam,

ada dimensi kreativitas, kejujuran, kedisiplinan. pendidikan karakter yang

menekankan dimensi disiplin. Pendidikan antikorupsi, kita juga sudah terapkan.

Juga ada pendidikan lingkungan hidup. Ini sebetulnya merupakan dimensi-dimensi

pendidikan karakter yang sudah diterapkan di jenjang pendidikan dasar.

Istilah karakter secara harfiah berasal dari bahasa Latin “charakter”,

yang antara lain berarti: watak, tabiat, sifat-sifat kejiwaan, budi pekerti, kepribadian

atau akhlak (Oxford). Sedangkan secara istilah, karakter diartikan sebagai sifat

manusia pada umumnya dimana manusia mempunyai banyak sifat yang tergantung

dari faktor kehidupannya sendiri. Karakter adalah sifat kejiwaan, akhlak atau budi

pekerti yang menjadi ciri khas seseorang atau sekelompok orang. Definisi dari “The

stamp of individually or group impressed by nature, education or habit. Karakter

merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang

Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud

dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma

agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.

20

Page 21: Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum

Karakter dalam perspektif Islam dapat juga diartikan sama dengan

akhlak dan budi pekerti, sehingga karakter bangsa identik dengan akhlak bangsa

atau budi pekerti bangsa. Bangsa yang berkarakter adalah bangsa yang berakhlak

dan berbudi pekerti, sebaliknya bangsa yang tidak berkarakter adalah bangsa yang

tidak atau kurang berakhlak atau tidak memiliki standar norma dan perilaku yang

baik. Dasar pembentukan karakter itu adalah nilai baik atau buruk. Nilai baik

disimbolkan dengan nilai Malaikat dan nilai buruk disimbolkan dengan nilai Setan.

Karakter manusia  merupakan hasil tarik-menarik antara nilai baik dalam bentuk

energi positif dan nilai buruk dalam bentuk energi negatif. Energi positif itu berupa

nilai-nilai etis religius yang bersumber dari keyakinan kepada Tuhan, sedangkan

energi negatif itu berupa nilai-nilai yang a-moral yang bersumber dari taghut

(Setan). Nilai-nilai etis moral itu berfungsi sebagai sarana pemurnian, pensucian

dan pembangkitan nilai-nilai kemanusiaan yang sejati (hati nurani). Energi positif

itu berupa: Pertama, kekuatan spiritual. Kekuatan spiritrual itu berupa îmân, islâm,

ihsân dan taqwa, yang berfungsi membimbing dan memberikan kekuatan kepada

manusia untuk menggapai keagungan dan kemuliaan (ahsani taqwîm); Kedua,

kekuatan potensi manusia positif, berupa âqlus salîm (akal yang sehat), qalbun

salîm (hati yang sehat), qalbun munîb (hati yang kembali, bersih, suci dari dosa)

dan nafsul mutmainnah (jiwa yang tenang), yang kesemuanya itu merupakan modal

insani atau sumber daya manusia yang memiliki kekuatan luar biasa. Ketiga,  sikap

dan perilaku etis. Sikap dan perilaku etis ini merupakan implementasi dari kekuatan

spiritual dan kekuatan kepribadian manusia yang kemudian melahirkan konsep-

konsep normatif tentang nilai-nilai budaya etis. Sikap dan perilaku etis itu meliputi:

istiqâmah (integritas), ihlâs, jihâd dan amal saleh.

21

Page 22: Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum

Energi positif tersebut dalam perspektif individu akan melahirkan orang

yang berkarakter, yaitu orang yang bertaqwa, memiliki integritas (nafs al-

mutmainnah) dan beramal saleh. Aktualisasi orang yang berkualitas ini dalam

hidup dan bekerja akan melahirkan akhlak budi pekerti yang luhur karena memiliki

personality (integritas, komitmen dan dedikasi), capacity (kecakapan) dan

competency yang bagus pula (professional).

Kebalikan dari energi positif di atas adalah energi negatif. Energi

negatif itu disimbolkan dengan kekuatan materialistik dan nilai-nilai thâghût (nilai-

nilai destruktif). Kalau nilai-nilai etis berfungsi sebagai sarana pemurnian,

pensucian dan pembangkitan nilai-nilai kemanusiaan yang sejati (hati nurani), nilai-

nilai  material (thâghût ) justru berfungsi sebaliknya yaitu pembusukan, dan

penggelapan nilai-nilai kemanusiaan. Hampir sama dengan energi positif, energi

negatif terdiri dari: Pertama, kekuatan thaghut. Kekuatan thâghût itu  berupa  kufr

(kekafiran), munafiq (kemunafikan), fasiq (kefasikan) dan syirik (kesyirikan) yang

kesemuanya itu merupakan kekuatan yang menjauhkan manusia dari makhluk etis

dan kemanusiaannya yang hakiki (ahsani taqwîm) menjadi makhluk yang serba

material (asfala sâfilîn); Kedua, kekuatan kemanusiaan negatif, yaitu  pikiran

jahiliyah (pikiran sesat),  qalbun marîdl (hati yang sakit, tidak merasa), qalbun

mayyit (hati yang mati, tidak punya nurani) dan nafsu ‘l-lawwamah (jiwa yang

tercela) yang kesemuanya itu akan menjadikan manusia menghamba pada ilah-ilah

selain Allah berupa harta, sex dan kekuasaan (thâghût). Ketiga,  sikap dan perilaku

tidak etis. Sikap dan perilaku tidak etis ini merupakan implementasi dari kekuatan

thâghût dan kekuatan kemanusiaan negatif yang kemudian melahirkan konsep-

konsep normatif tentang nilai-nilai budaya tidak etis (budaya busuk). Sikap dan

perilaku tidak etis itu meliputi: takabur (congkak), hubb al-dunyâ (materialistik),

22

Page 23: Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum

dlâlim (aniaya) dan amal sayyiât (destruktif). Energi negatif tersebut dalam

perspektif individu akan melahirkan orang yang berkarakter buruk, yaitu orang

yang puncak keburukannya meliputi syirk, nafs lawwamah dan ’amal al sayyiât

(destruktif). Aktualisasi orang yang bermental thâghût ini dalam hidup dan bekerja

akan melahirkan perilaku tercela, yaitu orang yang memiliki personality tidak

bagus (hipokrit, penghianat dan pengecut) dan orang yang tidak mampu

mendayagunakan kompetensi yang dimiliki.

Adapun hal berkaitan dengan karakter adalah prakondisi pendidikan

karakter pada satuan pendidikan yang untuk selanjutnya pada saat ini diperkuat

dengan 18 nilai hasil kajian empirik Pusat Kurikulum. Nilai prakondisi (the existing

values) yang dimaksud antara lain takwa, bersih, rapih, nyaman, dan santun. Dalam

rangka lebih memperkuat pelaksanaan pendidikan karakter telah teridentifikasi 18

nilai yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan

nasional, yaitu: (1) Religius, (2) Jujur, (3) Toleransi, (4) Disiplin, (5) Kerja keras,

(6) Kreatif, (7) Mandiri, (8) Demokratis, (9) Rasa Ingin Tahu, (10) Semangat

Kebangsaan, (11) Cinta Tanah Air, (12) Menghargai Prestasi, (13)

Bersahabat/Komunikatif, (14) Cinta Damai, (15) Gemar Membaca, (16) Peduli

Lingkungan, (17) Peduli Sosial, & (18) Tanggung Jawab (Pusat Kurikulum.

Pengembangan dan Pendidikan Budaya & Karakter Bangsa: Pedoman Sekolah.

2009:9-10). Meskipun telah terdapat 18 nilai pembentuk karakter bangsa, namun

satuan pendidikan dapat menentukan prioritas pengembangannya dengan cara

melanjutkan nilai prakondisi yang diperkuat dengan beberapa nilai yang

diprioritaskan dari 18 nilai di atas. Dalam implementasinya jumlah dan jenis

karakter yang dipilih tentu akan dapat berbeda antara satu daerah atau sekolah yang

satu dengan yang lain. Hal itu tergantung pada kepentingan dan kondisi satuan

23

Page 24: Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum

pendidikan masing-masing. Di antara berbagai nilai yang dikembangkan, dalam

pelaksanaannya dapat dimulai dari nilai yang esensial, sederhana, dan mudah

dilaksanakan sesuai dengan kondisi masing-masing sekolah/wilayah, yakni bersih,

rapih, nyaman, disiplin, sopan dan santun.

2.3. Karakter apa yang perlu menjadi Basis Pengembangan KTSP?

Karakter yang perlu menjadi basis pengembangan Kurikulum Tingkat

Satuan Pendidikan adalah nilai-nilai kejujuran, disiplin, dan kreativitas, apalagi

nilai-nilai lain yang diangkat sehingga siswa menginternalisasi nilai-nilai tersebut

Jika dilihat, sebenarnya, karakter bukan pada aspek kognitif, tapi aspek afektifnya.

Cuma aspek afektif tidak bisa teraktualisasi secara maksimal tanpa ada kognitif.

Orang menjadi jujur, juga harus tegas. Karena definisi kejujuran itu memerlukan

pertimbangan-pertimbangan intelektual sehingga dia bisa tidak kelihatan naif saat

jujur. Kreativitas juga sebuah aspek yang non-kognitif, tetapi untuk bisa kreatif

orang juga harus cerdas dalam mengaktualisasikan kreativitas tersebut. Umat

24

Domaian

Kognitif

Domaian

Afektif

Moral Knowi

ng

Domaian

Psikomotor

INOFATIVE

MADANI

KREATIF

JUJUR

Dimensi Pendidikan Karakter

character education 3

Domaian

Karakter

Moral Action

Page 25: Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum

Muslim merupakan Mayoritas Penduduk Indonesia Umat Muslim Indonesia patut

bersyukur karena dapat bersatu dalam jumlah yang besar dan menjadi mayoritas di

negerinya. Indonesia adalah karya besar umat Muslim  dan kemerdekaan Indonesia

adalah rahmat Allah Yang Maha Kuasa kepada seluruh Bangsa Indonesia utamanya

Umat Muslim. Pembangunan karakter bangsa pada hakekatnya adalah

pembangunan karakter umat, dan kalau Bangsa Indonesia memiliki karakter,

berakhlak mulia dan berbudi pekerti yang luhur, sudah barang tentu umat Muslim

yang paling berkepentingan. Kesenjangan antara Muslim Cita dan Muslim Fakta

adalah apabila umat Muslin Indonesia dapat menjadi Muslim yang baik maka

jayalah Indonesia, dan sebaliknya kondisi bangsa Indonesia yang banyak

mengalami krisis dan keterpurukan mencerminkan muslim Indonesia belum

menjadi sebagaimana diharapkan. Bahkan dalam perspektif pembangunan bangsa,

umat Muslim dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok: (1) Muslim berideologi

Islam politik, yaitu Muslim yang sadar politik atau mind set-nya politik dan

kekuasaan, menjadikan Islam sebagai ideologi politik, bertujuan mendirikan negara

atau khilafah islamiah, dan biasanya bersifat radikal, tidak merasa menjadi

Indonesia, sedikit kontribusinya bagi pembangunan bangsa dan negara dan bahkan

selalu merongrong kedaulatan RI; (2) Muslim mistik, yaitu Muslim yang

disibukkan dengan urusan ritual keagamaan bahkan yang bersifat mistik, tidak

mempersoalkan keindonesiaan tetapi juga tidak memberikan kontribusi yang berarti

dalam pembangunan bangsa dan negara dan tidak membahayakan negara; (3)

Muslim moderat, yaitu Muslim yang ideal karena memiliki prinsip  keseimbangan

antara urusan dunia dan akhirat, selalu berusaha menjadi ummatan wasathan (umat

moderat), dan dimanapun berada selalu memberikan manfaat bagi lingkungannya.

Ciri-ciri Muslim moderat antara lain: at home di Indonesia, mencintai, berjuang dan

25

Page 26: Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum

rela berkorban untuk bangsa dan  negaranya, dan memberikan kontribusi bagi

pembangunan bangsa dan negara. Sampai sekarang ini, ketiga kelompok Muslim

tersebut masih ada, bahkan Muslim politik semakin menguat pada era reformasi

atau pasca Orde baru. Muslim mistik juga tetap eksis. Dalam konteks pembangunan

karakter bangsa, pembangunan karakter harus diarahkan untuk menjadi Muslim

moderat atau Muslim ideal. Mengawinkan antara keislaman, keindonesiaan dan

kemodernan. Gagasan ini pertama kali dikemukakan oleh Nur Cholis Madjid pada

era 70 an, dan sekarang ini dirasakan pentingnya gagasan tersebut direaktualisasi 

dalam konteks pembangunan karakter bangsa. Muslim Indonesia akan dapat

mewujudkan rahmatan lil’alamin (merahmati semua) apabila dapat mengawinkan

ketiga komponen tersebut. Dengan mengawinkan ketiga komponen tersebut

seorang muslim akan memiliki tiga kesadaran: kesadaran ideal (keislaman),

kesadaran tempat (keindonesiaan) dan kesadaran waktu (kemodernan). Dengan

memiliki tiga kesadaran ini seorang Muslim akan memiliki kearifan, kemuliaan dan

kejayaan. Etika dan Moral dalam Islam Kehadiran Islam di muka bumi adalah

sebagai pedoman hidup manusia dan untuk memberikan solusi yang tegas terhadap

berbagai persoalan kemanusiaan. Salah satu persoalan kemanusiaan yang perlu

mendapat perhatian besar dari umat Islam adalah persoalan etika. Etika dan

moralitas adalah puncak nilai keberagamaan seorang muslim. Hal ini sejalan

dengan Hadis Nabi Muhammad SAW yang mengatakan bahwa beliau diutus untuk

menyempurnakan keagungan. Berislam yang tidak membuahkan akhlak adalah sia-

sia. Menurut Raghib al-Isfahani, etika Islam berbentuk ethical individual social

egoism dalam motivasi moral. Maksudnya, pengejaran perilaku moral individu

tidak mesti mengorbankan perilaku moral etis sosial. Etika Islam tidak hendak

memasung otoritas individu untuk sosial sebagaimana paham komutarianisme atau

26

Page 27: Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum

pengorbanan sosial untuk individu sebagaimana paham universalisme (Amril M.

200: 2ix). Etika Islam harus berlandaskan pada cita-cita keadilan dan kebebasan

bagi individu untuk melakukan kebaikan sosial. Etika Islam adalah sebuah

pandangan moralitas agama yang mengarahkan manusia untuk berbuat baik antar

sesamanya agar tercipta masyarakat yang baik dan teratur.

Pentingnya sekolah-Madrasah memperhatikan masalah pembentukan

akhlak pada anak-anak didiknya “innama bu’itstu liutammima makaarimal

akhlaaq Pendidikan karakter disebutkan sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi

pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak yang bertujuan mengembangkan

kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara

apa yang baik & mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan

sepenuh hati. Atas dasar itu, pendidikan karakter bukan sekedar mengajarkan mana

yang benar dan mana yang salah, lebih dari itu, pendidikan karakter menanamkan

kebiasaan (habituation) tentang hal mana yang baik sehingga peserta didik menjadi

paham (kognitif) tentang mana yang benar dan salah, mampu merasakan (afektif)

nilai yang baik dan biasa melakukannya (psikomotor). Dengan kata lain,

pendidikan karakter yang baik harus melibatkan bukan saja aspek “pengetahuan

yang baik (moral knowing), akan tetapi juga “merasakan dengan baik atau loving

good (moral feeling), dan perilaku yang baik (moral action). Pendidikan karakter

menekankan pada habit atau kebiasaan yang terus-menerus dipraktikkan dan

dilakukan. Pendidikan karakter pada intinya bertujuan membentuk bangsa yang

tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong,

berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan

teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan yang Maha

Esa berdasarkan Pancasila. Pendidikan karakter berfungsi (1) mengembangkan

27

Page 28: Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum

potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik; (2)

memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang multikultur; (3) meningkatkan

peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia. Pendidikan karakter

dilakukan melalui berbagai media yang mencakup keluarga, satuan pendidikan,

masyarakat sipil, masyarakat politik, pemerintah, dunia usaha, dan media massa.

2.4. Bagaimana menerapkan Basis karakter secara efektif dalam implementasi

pembelajaran ?

Pendidikan karakter merupakan satu kesatuan program KTSP, dan

Program pendidikan karakter secara terdokumentasi diintegrasikan tertera dalam

KTSP, mulai dari visi, misi, tujuan, struktur dan muatan kurikulum, kalender

pendidikan, silabus, RPP. Penerapannya / Pelaksanaan pendidikan karakter

melibatkan seluruh warga satuan pendidikan, orangtua siswa, dan masyarakat

sekitar Prosedur pengembangan kurikulum yang mengintegrasikan pendidikan

karakter melalui tahapan : 1. Melaksanakan sosialisasi pendidikan karakter dan

melakukan komitmen bersama antara seluruh komponen warga sekolah/Madrasah

(tenaga pendidik dan kapendidikan serta komite sekolah/Madrasah 2. Membuat

komitmen dengan semua stakeholder (seluruh warga sekolah/Madrasah , orang tua

siswa, komite, dan tokoh masyarakat setempat) untuk mendukung pelaksanaan

pendidikan karakter. 3. Melakukan analisis konteks terhadap kondisi sekolah

(internal dan eksternal) yang dikaitkan dengan nilai-nilai karakter yang akan

dikembangkan pada satuan pendidikan yang bersangkutan. Analisis ini dilakukan

untuk menetapkan nilai-nilai dan indikator keberhasilan yang diprioritaskan,

sumber daya, sarana yang diperlukan, serta prosedur penilaian keberhasilan 4.

Menyusun rencana aksi sekolah berkaitan dengan penetapan nilai-nilai pendidikan

28

Page 29: Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum

karakter. 5. Membuat perencanaan dan program pelaksanaan pendidikan karakter,

yang berisi: Pengintegrasian melalui pembelajaran Penyusunan mata pelajaran

muatan lokal Kegiatan lain Penjadwalan dan penambahan jam belajar di sekolah/

Madrasah 7. Melakukan penilaian keberhasilan dan supervisi Untuk

keberlangsungan pelaksanaan pendidikan karakter perlu dilakukan penilaian

keberhasilan dengan menggunakan indikator-indikator berupa perilaku semua

warga dan kondisi sekolah/instansi yang teramati. Penilaian ini dilakukan secara

terus menerus melalui berbagai strategi. Supervisi dilakukan mulai dari menelaah

kembali perencanaan, kurikulum, dan pelaksanaan semua kegiatan yang berkaitan

dengan pendidikan karakter, yaitu: Implementasi program pengembangan diri

berkaitan dengan pengembangan nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa

dalam budaya sekolah/ madrasah Kelengkapan sarana dan prasarana pendukung

implementasi pengembangan nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa nilai

dalam pembelajaran belajar aktif dalam pembelajaran Penilaian penerapan nilai

pendidikan karakter dan budaya bangsa pada pendidik, tenaga kependidikan, dan

peserta didik (sebagai kondisi akhir) Membandingkan kondisi awal dengan kondisi

akhir dan merancang program lanjutan. 8. Melakukan penyusunan KTSP yang

memuat pengembangan nilai-nilai pendidikan karakter dan budaya bangsa Mendata

kondisi dokumen awal (mengidentifikasi nilai-nilai pendidikan budaya dan karakter

bangsa dalam dokumen I) Merumuskan nilai-nilai pendidikan karakter dan budaya

bangsa di dalam (latar belakang pengembangan KTSP, Visi, Misi, Tujuan Sekolah,

Struktur dan Muatan Kurikulum, Kalender Pendidikan, dan program

Pengembangan Diri) • Mengitengrasikan nilai-nilai pendidikan karakter dan budaya

bangsa dalam dokumen II (silabus dan RPP)

29

Page 30: Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum

Pendidikan karakter dapat diimplementasikan sebagaimana di

gambarkan dalam tabel berikut :

Berhadapan dengan berbagai masalah dan tantangan, pendidikan

nasional pada saat yang sama (masih) tetap memikul peran multidimensi. Berbeda

dengan peran pendidikan pada negara-negara maju, yang pada dasarnya lebih

terbatas pada transfer ilmu pengetahuan, peranan pendidikan nasional di Indonesia

memikul beban lebih berat Pendidikan berperan bukan hanya merupakan sarana

transfer ilmu pengetahuan saja, tetap lebih luas lagi sebagai pembudayaan

(enkulturisasi) yang tentu saja hal terpenting dan pembudayaan itu adalah

pembentukan karakter dan watak bangsa (nation and character building), yang pada

gilirannya sangat krusial, dalam bahasa lebih populer menuju rekonstruksi negara

dan bangsa yang lebih maju dan beradab. Tidak perlu disangsikan lagi, bahwa

pendidikan karakter merupakan upaya yang harus melibatkan semua pihak baik

rumah tangga dan keluarga, sekolah dan lingkungan sekolah, masyarakat luas. Oleh

karena itu, perlu menyambung kembali hubungan dan educational networks yang

mulai terputus tersebut. Pembentukan dan pendidikan karakter tersebut, tidak akan

berhasil selama antar lingkungan pendidikan tidak ada kesinambungan dan

30

Page 31: Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum

keharmonisan. Pendidikan karakter diawali dari keinginan mengubah perilaku

siswa. Kira-kira dalam jangka pendek dan menengah, perilaku apa yang diharapkan

berubah, seperti tak lagi tawuran Perubahan sikap bukan sesuatu yang berdiri

sendiri. Diketahui bahwa sekolah madrasah tidak bisa mengontrol perilaku anak

ketika di luar ruang kelas. Dari sudut padang pedagogis, ruang kelas anak tidak

hanya ruang kelas dalam arti konvensional. Tetapi ketika dia ada di luar, itu ruang

kelas anak di mana dia berguru pada orang dewasa. Ini yang kita katakan tidak

independen, steril dari pengaruh-pengaruh di luar kehidupan ruang kelas itu.

Efektivitas implementasi program juga dipengaruhi oleh bagaimana

strategi-strategi pembelajarannya dilakukan. Ada beberapa model dan strategi

pembelajaran pendidikan karakter yang dapat dipergunkan, antara lain: (1)

mengartikan “karakter” secara utuh termasuk pemikiran, perasaan dan perilaku

(cipta, rasa, karsa dan karya dalam slogan pendidikan di tingkat satuan

pendidikan ). (2) menggunakan pendekatan yang komprehensif, bertujuan dan

proaktif untuk perkembangan karakter. (3) menciptakan suatu kepedulian pada

masyarakat kampus. (4) memberikan para mahasiswa peluang untuk melakukan

tindakan moral. (5) memasukkan kurikulum akademik yang bermakna dan

menantang dengan menghormati semua peserta didik, mengembangkan

kepribadiannya, dan membantu mereka berhasil. (6) mendorong pengembangan

motivasi diri mahasiswa. (7) melibatkan staf/karyawan kampus sebagai komunitas

pembelajaran dan moral yang berbagi tanggungjawab untuk pendidikan karakter

serta berupaya untuk mengikuti nilai-nilai inti yang sama yang memandu

pendidikan para mahasiswa. (8) memupuk kepemimpinan moral dan dukungan

jangka-panjang terhadap inisiatif pendidikan karakter. (9) melibatkan keluarga dan

anggota masyarakat sebagai mitra dalam upaya pembangunan karakter.

31

Page 32: Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum

Apabila kita cermati bersama, bahwa desain pendidikan yang mengacu

pada pembebasan, penyadaran dan kreativitas sesungguhnya sejak masa

kemerdekaan sudah digagas oleh para pendidik kita, seperti

Ki Hajar Dewantara, KH. Ahmad Dahlan, Prof. HA. Mukti Ali, Ki

Hajar Dewantara misalnya, mengajarkan praktek pendidikan yang mengusung

kompetensi/kodrat alam anak didik, bukan dengan perintah paksaan, tetapi dengan

"tuntunan" bukan "tontonan". Sangat jelas cara mendidik seperti ini dikenal dengan

pendekatan "among"' yang lebih menyentuh langsung pada tataran etika, perilaku

yang tidak terlepas dengan karakter atau watak seseorang.

KH. Ahmad Dahlan berusaha "mengadaptasi" pendidikan modern Barat

sejauh untuk kemajuan umat Islam, sedangkan

Mukti Ali mendesain mengintegrasikan kurikulum dengan

penambahan berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan. Namun mengapa dunia

pendidikan kita yang masih berkutat dengan problem internalnya, seperti penyakit

dikotomi, profesionalitas pendidiknya, sistem pendidikan yang masih lemah,

perilaku pendidiknya dan lain sebagainya. Oleh karena itu, membangun karakter

dan watak bangsa melalui pendidikan mutlak diperlukan, bahkan tidak bisa ditunda,

mulai dari lingkungan rumah tangga, sekolah dan masyarakat dengan meneladani

para tokoh yang memang patut untuk dicontohi.

2.5. Bagaimana mengukur keberhasilan Pengembangan Kurikulum Berbasis

PendidikanKarakter?

Apabila kita cermati bersama, bahwa desain pendidikan yang mengacu

pada pembebasan, penyadaran dan kreativitas sesungguhnya sejak masa

kemerdekaan sudah digagas oleh para pendidik kita, seperti Ki Hajar Dewantara,

KH. Ahmad Dahlan, Prof. HA. Mukti Ali, Ki Hajar Dewantara misalnya,

32

Page 33: Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum

mengajarkan praktek pendidikan yang mengusung kompetensi/kodrat alam anak

didik, bukan dengan perintah paksaan, tetapi dengan "tuntunan" bukan "tontonan".

Sangat jelas cara mendidik seperti ini dikenal dengan pendekatan "among"' yang

lebih menyentuh langsung pada tataran etika, perilaku yang tidak terlepas dengan

karakter atau watak seseorang. KH. Ahmad Dahlan berusaha "mengadaptasi"

pendidikan modern Barat sejauh untuk kemajuan umat Islam, sedangkan Mukti Ali

mendesain integrasi kurikulum dengan penambahan berbagai ilmu pengetahuan dan

keterampilan. Karakter itu, semacam nilai-nilai gabungan (komposit). Ada satu

pihak yang disiplin dan pandai, disiplin dan jujur, disiplin dan kreatif, ada juga

kreatif dan disiplin. Kombinasi-kombinasi. Kita sekarang belum mempunyai suatu

alat ukur untuk mengukur keberhasilan pendidikan karakter. Sekarang kita masih

mengarahkan bahwa keberhasilan anak dalam mengikuti program pendidikan tidak

hanya pintar saja, tetapi paling tidak pintar dan jujur, pintar dan berakhlak mulia.

Kreatif tentunya juga kita harapkan. Kalau dari ilmu sosial bisa diukur, cuma kita

harus menggunakan konstrak-konstrak yang jelas tentang apa yang namanya

berkarakter. Hal ini akan dapat terukur secara afektif yaitu bagaimana keterlibatan

semua fihak dalam kegiatan-kegiatan yang mencerminkan disiplin. Sementara

dianggap keberhasilan pada tahap awal.

Penyiapan Perangkat dalam rangka Pelaksanaan Pendidikan Karakter di

Satuan Pendidikan Penyiapan perangkat itu telah dilakukan kegiatan-kegiatan

berikut: 1. Pembentukan Tim “Penggerak” 2. Pemetaan kesiapan pelaksanaan

pendidikan karakter dengan Sumber: Bantuan Teknis Profesional Tim Pengembang

Kurikulum 3. Menyiapkan bahan pelaksanaan pendidikan karakter pada setiap

satuan pendidikan (Buku Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter) 4. Penyiapan

bahan sosialisasi berupa bahan/materi pelatihan untuk pelaksanaan pendidikan

33

Page 34: Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum

karakter dengan waktu/masa pelatihan yang bervariasi berupa booklet, leaflet

diperuntukan bagi pemangku kepentingan dalam pelaksanaan pendidikan karakter

di setiap satuan pendidikan 5. Contoh-contoh Best practice pelaksanaan pendidikan

karakter di setiap jenjang pendidikan

2.6. Siapa yang harus melakukan Pengembangan Kurikulum Berbasis

PendidikanKarakter ?

Melibatkan staf/karyawan Sekolah/ Madrasah sebagai komunitas

pembelajaran dan moral yang berbagi tanggungjawab untuk pendidikan karakter

serta berupaya untuk mengikuti nilai-nilai inti yang sama yang memandu

pendidikan para peserta didik memupuk kepemimpinan moral dan dukungan

jangka-panjang terhadap inisiatif basis dari pendidikan karakter. melibatkan

keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam upaya pengembangan

kurikulum berbasis pendidikan karakter.

Pendidikan karakter merupakan upaya yang harus melibatkan semua

pihak baik Rumah tangga dan keluarga sebagai lingkungan pembentukan dan

pendidikan karakter pertama dan utama harus lebih diberdayakan. Sebagaimana

disarankan Philips, keluarga hendaklah kembali menjadi school of love, sekolah

untuk kasih sayang (Philips, 2000) atau tempat belajar yang penuh cinta sejati dan

kasih sayang (keluarga yang sakinah, mawaddah, dan warrahmah). Sedangkan

pendidikan karakter melalui sekolah, tidak semata-mata pembelajaran pengetahuan

semata, tatapi lebih dari itu, yaitu penanaman moral, nilai-nilai etika, estetika, budi

pekerti yang luhur. Pemberian penghargaan (prizing) kepada yang berprestasi, dan

hukuman kepada yang melanggar, menumbuhsuburkan (cherising) nilai-nilai yang

baik dan sebaliknya mengecam dan mencegah (discowaging) berlakunya nilai-nilai

yang buruk. Selanjutnya menerapkan pendidikan berdasarkan karakter

34

Page 35: Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum

(characterbase education) dengan menerapkan ke dalam setiap pelajaran yang ada

di samping mata pelajaran khusus untuk mendidik karakter, seperti; pelajaran

Agama, Sejarah, Moral Pancasila dan kebudayaan asli bangsa Indonesia. Di

samping itu tidak kalah pentingnya pendidikan di masyarakat. Lingkungan

masyarakat juga sangat mempengaruhi terhadap karakter dan watak seseorang.

Lingkungan masyarakat luas sangat mempengaruhi terhadap keberhasilan

penanaman nilai-nilai etika, estetika untuk pembentukan karakter. Menurut Qurais

Shihab (1996 ; 321), situasi kemasyarakatan dengan sistem nilai yang dianutnya,

mempengaruhi sikap dan cara pandang masyarakat secara keseluruhan, dan

pandangan mereka terbatas. Berarti harus ada upaya melibatkan orangtua dan

masyarakat Sebetulnya yang mudah harus ada role model, contoh. Contoh itu

anggota masyarakat, anggota partai. Guru contoh langsung. Orangtua juga. Dalam

sudut pandang pedagogis, ruang kelas itu ruang kelas tanpa dinding, borderless

classroom. Ini yang tidak bisa guru kendalikan. Siswa, kan, tidak boleh dihadapkan

pada nilai-nilai yang kontradiktif. Apa yang diajarkan sekolah harus kurang-lebih

sejalan dengan apa yang ada di luar ruang kelas

3. Disain Pendidikan Karakter

35

Page 36: Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum

Penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah harus berpijak kepada nilai-

nilai karakter dasar, yang selanjutnya dikembangkan menjadi nilai-nilai yang lebih banyak

atau lebih tinggi (yang bersifat tidak absolut atau bersifat relatif) sesuai dengan kebutuhan,

kondisi, dan lingkungan sekolah itu sendiri. Terminologi ”karakter” itu sendiri sedikitnya

memuat dua hal: values (nilai-nilai) dan kepribadian. Suatu karakter merupakan cerminan

dari nilai apa yang melekat dalam sebuah entitas. ”Karakter yang baik” pada gilirannya

adalah suatu penampakan dari nilai yang baik pula yang dimiliki oleh orang atau sesuatu,

di luar persoalan apakah ”baik” sebagai sesuatu yang ”asli” ataukah sekadar kamuflase.

Dari hal ini, maka kajian pendidikan karakter akan bersentuhan dengan wilayah filsafat

moral atau etika yang bersifat universal, seperti kejujuran. Pendidikan karakter sebagai

pendidikan nilai menjadikan “upaya eksplisit mengajarkan nilai-nilai, untuk membantu

siswa mengembangkan disposisi-disposisi guna bertindak dengan cara-cara yang pasti”

(Curriculum Corporation, 2003: 33).

36

Page 37: Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum

Persoalan baik dan buruk, kebajikan-kebajikan, dan keutamaan-keutamaan

menjadi aspek penting dalam pendidikan karakter semacam ini. Sebagai aspek

kepribadian, karakter merupakan cerminan dari kepribadian secara utuh dari seseorang:

mentalitas, sikap dan perilaku. Pendidikan karakter semacam ini lebih tepat sebagai

pendidikan budi pekerti. Pembelajaran tentang tata-krama, sopan santun, dan adat-istiadat,

menjadikan pendidikan karakter semacam ini lebih menekankan kepada perilaku-perilaku

aktual tentang bagaimana seseorang dapat disebut berkepribadian baik atau tidak baik

berdasarkan norma-norma yang bersifat kontekstual dan kultural. Terlepas dari berbagai

kekurangan dalam praktik pendidikan di Indonesia, apabila dilihat dari standar nasional

pendidikan yang menjadi acuan pengembangan kurikulum (KTSP), dan implementasi

pembelajaran dan penilaian di sekolah, tujuan pendidikan dapat dicapai dengan baik.

Pembinaan karakter juga termasuk dalam materi yang harus diajarkan dan dikuasai serta

direalisasikan oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Permasalahannya,

37

Page 38: Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum

pendidikan karakter di sekolah selama ini baru menyentuh pada tingkatan pengenalan

norma atau nilai-nilai, dan belum pada tingkatan internalisasi dan tindakan nyata dalam

kehidupan sehari-hari. Sebagai upaya untuk meningkatkan kesesuaian dan mutu

pendidikan karakter, Kementerian Pendidikan Nasional mengembangkan grand design

pendidikan karakter untuk setiap jalur,  jenjang, dan jenis satuan pendidikan. Grand design

menjadi rujukan konseptual dan operasional pengembangan, pelaksanaan, dan penilaian

pada setiap jalur dan jenjang pendidikan. 

Disain Sasaran Pendidikan Karakter adalah seluruh Sekolah/Madrsah di

Indonesia negeri maupun swasta.  Semua warga Sekolah/Madrsah , meliputi para peserta

didik, Tenaga Pendidik dan Kependidikann , dan pimpinan Sekolah/Madrsah menjadi

sasaran program ini. Sekolah/Madrsah yang selama ini telah berhasil melaksanakan

pendidikan karakter dengan baik dijadikan sebagai best practices, yang menjadi contoh

untuk disebarluaskan ke Sekolah/Madrsah lainnya.

Disain pengembangan Pendidikan karakter dapat diintegrasikan dalam

pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan

norma atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan,

dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran nilai-

nilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi, dan

pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat. Disain dari

Kegiatan ekstrakurikuler yang selama ini diselenggarakan sekolah merupakan salah satu

media yang potensial untuk pembinaan karakter dan peningkatan mutu akademik peserta

didik. Kegiatan Ekstra Kurikuler merupakan kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran

untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat,

dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan

atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di Sekolah/Madrsah.

38

Page 39: Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum

Melalui kegiatan ekstra kurikuler diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan rasa

tanggung jawab sosial, serta potensi dan prestasi peserta didik. Pendidikan karakter di

Sekolah/Madrsah juga sangat terkait dengan manajemen atau pengelolaan

Sekolah/Madrsah. Pengelolaan yang dimaksud adalah bagaimana pendidikan karakter

direncanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan dalam kegiatan-kegiatan pendidikan di

Sekolah/Madrsah secara memadai.

Disain Pengelolaan tersebut antara lain meliputi, nilai-nilai yang perlu

ditanamkan, muatan kurikulum, pembelajaran, penilaian, pendidik dan tenaga

kependidikan, dan komponen terkait lainnya. Dengan demikian, manajemen

Sekolah/Madrsah merupakan salah satu media yang efektif dalam pendidikan karakter di

Sekolah/Madrsah. Melalui program telah didisain ini diharapkan lulusan memiliki

keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berkarakter

mulia, kompetensi akademik yang utuh dan terpadu, sekaligus memiliki kepribadian yang

baik sesuai norma-norma dan budaya Indonesia. Pada tataran yang lebih luas, pendidikan

karakter nantinya diharapkan menjadi budaya Sekolah/Madrsah. Dan pada tataran

Sekolah/Madrsah, kriteria pencapaian pendidikan  karakter adalah terbentuknya budaya

Sekolah/Madrsah, yaitu perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang

dipraktikkan oleh semua warga Sekolah/Madrsah, dan masyarakat sekitar

Sekolah/Madrsah harus berlandaskan nilai-nilai tersebut.

Dan takalah pentingnya bahwa desain dari pengintegrasian Program imtaq

ditetapkan sebagai salah satu program pengembangan diri wajib, artinya merupakan jenis

pengembangan diri yang wajib diikuti oleh seluruh peserta didik. Program imtaq juga

dijadikan sebagai salah satu sumber untuk memberikan nilai akhlak mulia bagi peserta

didik, namun hendaknya disesuaikan dengan kondisi lingkungan Sekolah/ Madrasah itu

sendiri. Sehubungan dengan hal tersebut diatas dapatlah dijadikan suatu acuan dalam

39

Page 40: Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum

pengembangan pendidikan karakter di satuan pendidikan, yang merupakan salah satu

tujuan pendidikan nasional, dan dituangkan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun

2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Desain Program ini disusun dan ditetapkan

setelah melalui tahapan sosialisasi dan mendapatkan persetujuan dari dewan pendidik dan

stakeholder sekolah Madrasah lainnya (komite Sekolah/ Madrasah dan orang tua peserta

didik). Salah satu cara yang dapat dipercaya adalah penerapan Pendidikan karakter untuk

mencegah merosotnya nilai-nilai moral dan etika pada generasi penerus bangsa, harus

dimulai sejak usia dini karena pada usia dini, anak masih dapat dibentuk dan diarahkan

sesuai dengan keinginan kita.

Adapun prosedur mendisain cara mengimplementasikan pendidikan karakter

mulai dari pendidikan anak usia dini yaitu penciptaan lingkungan yang penuh dengan

kasih sayang, memperkenalkan pentingnya cinta, melalui metode pembiasaan, metode

keteladanan, metode bercerita, pengurangan kegiatan yang mengembangkan kognitif dan

diganti dengan kegiatan yang mengembangkan afektif, serta pemanfaatan permainan

tradisional. Sekolah Madrasah dituntut mengembangkan pendidikan berkarakter melalui

pengembangan intelligence guotient, emotional quotient, dan spiritual quotient pada diri

peserta didik dalam proses pembelajarannya. Disain dari Nilai-nilai yang harus

dikembangkan dalam pendidikan karakter bangsa diidentifikasi dan berangkat dari empat

sumber dan pilar dasar yang sangat fundamental dalam kehidupan bangsa Indonesia, yaitu

Agama, Pancasila, Budaya dan Tujuan Pendidikan Nasional. Nilai-nilai itu mencakup

tujuh belas aspek nilai, yaitu religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif,

mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai

prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, senang membaca, peduli sosial, dan peduli

lingkungan. Disain pengembangannya bisa dilakukan melalui kegiatan Intrakurikuler,

ekstrakurikuler dan kegiatan pengembangan diri. Disain dari Keterlaksanaan program

40

Page 41: Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum

didukung oleh beberapa faktor pendukung. Misalnya: 1) adanya motivasi dan dukungan

dari warga sekolah (peserta didik, guru dan pegawai); 2) motivasi dan dukungan dari

orang tua peserta didik dan masyarakat,

Disain dari Basis Pendidikan karakter bukan merupakan mata pelajaran baru

yang berdiri sendiri ,bukan pula dimasukkan sebagai standar kompetensi dan kompetensi

dasar baru,tetapi terintegrasi kedalam mata pelajaran yang sudah ada,pengembangan diri

dan budaya sekolah serta muatan lokal. oleh karna itu,guru dan sekolah perlu

mengintegrasi nilai – nilai yang dikembangkan dalam pendidikan karakter kedalam

kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP),silabus,dan rencana program pembelajaran

(RPP) yang sudah ada . Adapun Prinsip yang digunakan dalam pengembangan

pendidikan karakter adalah : (1) Berkelanjutan: mengandung makna bahwa proses

pengembangan nilai-nilai karakter merupakan proses yang tiada henti ,dimulai dari awal

peserta didik masuk sampai selesai dari suatu satuan pendidikan bahkan sampai terjun

kemasyarakat (2) Melalui semua mata pelajaran pengembangan diri dan budaya

sekolah ,serta muatan local (3) Nilai tidak diajarkan tapi dikembangkan dan

dilaksanakan .satu hal yang selalu harus diingat bahwa suatu aktivitas belajar dapat

digunakan untuk mengembangkan kemampuan ranah kongnitif,afektif dan psikomotorik

(4) Proses pendidikan dilakukan peserta didik secara aktif dan menyenangkan.guru harus

merencanakan kegiatan belajar yang menyebabkan peserta didik aktif merumuskan

pertanyaan mencari sumber informasi ,dan mengumpulkan informasi dari sumber

memgolah informasi yang sudah dimiliki,dan menumbuhkan nilai-nilai budaya dan

karakter pada diri mereka melalui berbagai kegiatan belajar yang terjadi dikelas ,

sekolah,dan tugas-tugas diluar Sekolah/Madrsah .

Pemahaman mengenal arti pendidikan karakter akan ikut menentukan isi

pendidikan karakter bagi pengikut paham yang mengartikan pendidikan moral untuk

41

Page 42: Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum

menjadikan seseorang berkarakteter,maka isi pendidikan merupakan pilihan yang paling

tepat untuk mengantarkan seseorang hidup bermasyarakat.bahan pendidikan yang

diperkirakan tidak sesuai dengan tujuan karakter tidak dimasukkan dalam

kurikulum.kalaupun terpaksa disebut dalam isi pelajaran,maka bahan pelajaran itu disebut

close area,yaitu bahan pelajaran tabu dan secret untuk dibicarakan ,seperti yang berkenaan

dengan ras,politik,dan kesukuan. Oleh karna itu ,pilihan isi pelajaran harus tersaring dan

terseleksi secara ketat ,yaitu bahan pelajaran yang sudah masuk dalam appa yang disebut

public culture.bagi paham yang beranggapan bahwa pendidikan karakter sebagai

pendidikan tenteng karakter,penyusunan isi pelajaran hamper tidak ada pembatasan. bahan

pelajaran bisa diambil dari berbagai cabang ilmu pengetahuan dan masalah nyata dalam

kehidupan sehari – hari .paham ini percaya bahwa penalaran moral dan konflik kongnitif

(cognitive conflict) dalam membicarakan moral ,suatu hal yang sangat penting dalam

menumbuhkan inteligensi. Paham ini percaya bahwa penyusunan isi bahan pelajaran

yang menekankan pada segi kognitif pada akhirnya akan mengembangkan moral kognitif

(cognitive moral development). Namun paham ini tidak percaya terhadap tingkat

keberhasilan penanaman nilai moral seperti dikemukakan oleh durkheimian,sociological

ethcists yang meramalkan akan terjadi internalisasi melalui proses pengkondisian dan

latihan moral.penemuan atau kesimpulan kholberg tentang tahap- tahap perkembangan

moral (pre-conventional,conventional,post-conventional,autonomus, principle levels)

membuktikan bahwa teori internalisasi dari suatu buku”yang beranggapan benar” ternyata

tidak sesuai dengan perkiraan kalangan durkheimian.oleh karna itu ,ia menggunakan

istilah cognitive development untuk merujuk pada asumsi mengenai teori pilihan tentang

moral seperti telah dikemukakan oleh Dewey (1909),mead (1934), Baldwin (1906) dan

Piaget (1932) Bahaya penyusunan bahan seperti di atas dapat terjadi transfer negative

yang menimbulkan pilihan sikap yang tidak positif terhadap kawasan nilai-nilai sentral

42

Page 43: Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum

yang dicapai.hal ini bisa terjadi manakala guru kekurangan bahan dan pengetahuan untuk

membahas sesuatu topik yang problematis.

Berkaitan dengan penyajian materi pendidikan karakter di Sekolah/Madrsah

muncul paham yang menghendaki agar materi pendidikan karakter disampaikan dengan

memperhatikan faktor psikologi anak,sehingga dapat menjamin tingkat keberhasilan

tujuan pendidikan. Paham ini berpendapat bahwa untuk mencapai terjadinya internalisasi

moral,hendaknya pada tahap permulaan dikembangkan pengkondisian dan latihan moral

disajikan dengan baik dan menarik,walaupun hanya dengan teknik ceramah ,hal ini

menghasilkan internalisasi.penalaran moral dan penyajian pendidikan moral dan langkah

– langkah berpikir ilmuan sosial hanya akan menimbulkan kegaduhan saja, di lain

pihak ,paham yang mementingkan perkembangan penalaran moral tidak setuju kalau

pendidikan budi pekerti atau moral menekankan pada pengkondisian dan latihan moral

dalam rangka upaya internalisasi nilai moral,seperti dianut para Durkheimian.

Paham yang didukung oleh faculty psychology ini hanya menimbulkan

kebosanan dan menyebabkan jenis- jenis berpikir yang kurang berkembang.Dengan

perkataan lain,keadaan ini dapat menimbulkan perilaku yang tidak konstruktif bagi

seseorang dalam menghadapi suatu masalah yang menyangkut moral ,yang oleh para ahli

kesehatan mental dianggap bisa menimbulkan psikosomatik,tanpa alasan. Oleh karna

itu ,pihak ini cenderung untuk menggunakan cognitive development sebagai pusat

pendekatan dalam pendidikan budi pekerti dan tidak mengikuti cara transmisi nilai-nilai

budi pekerti yang pasti benar.cognitive development sebagai pusat pendekatan dalam

pendidikan budi pekerti akan di jadikan dorongan agar seseorang dapat melakukan

reksturisasi dalam pengalaman dirinya melalui berbagai pengalaman dalam melakukan

pilihan moral dan pertimbangan moral (moral choice and moral judgement).Paham ini

pada dasarnya mengikuti aliran fieldpsycology dan convigurational psychology,proses

43

Page 44: Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum

pengambilan keputusan dan pendekatan masalah dapat di kembangkan suatu pengalaman

belajar yang membiasakan seseorang untuk mampu menyusun konnsteruksi berpikir serta

mendorong perkembangan penalaran moral maupun berpikir ilmiah. Banyak orang

berpikir,pihak yang dianggap bertanggung jawab dalam mendidik karakter atau budi

pekerti adalah guru dan guru pendidikan budi pekerti.Pikiran demikian jelas kurang tepat

karena masalah karakter/budi pekerti/moral ini akan berkaitan satu dengan lainbaik

program pendidikan disekolah maupun masalah lingkungan,terutama masalah

keadilan.perlakuan yang tidak adil dapat berupa keputusan hakim atau pejabat

Negara,juga tindakan seseorang.Masyarakat bisa memiliki pertimbangan moral yang

berbeda-beda. Seseorang bisa saja mengambil sikap”komplasen,agnostic,regresif-

liberal,bahkan radikal’sekalipun terhadap ketidak adilan. Pendidikan karakter atau budi

pekerti sangatlah luas sehingga sesuatu yang tidak mungkin manakala ia hanya menjadi

tanggung jawab guru. Oleh karna itu, timbul gagasan tentang pentingnya kurikulum

tersembunyi[hidden curriculum] dealam pendidikan karakter/budi pekerti,yang tidak

secara eksplisit di tulis dalam kurikulum.Pendapat ini beranggapan bahwa seluruh

kegiatan guru,orang tua, masarakat, dan negara di harapkan untuk membantu dan

melakukan pelayanan ekstra dalam memmbantu pencapaian tujuaqn pendidikan

karakter/budi pekerti. Guru bidang studi dapat mengaitkan masalah bidang studinya

dengan karaqkter/budi pekerti.Demikian pula kepala sekolah dan orang tua dapat berbuat

sesuatu dalam kaitannya dalam masalah karakter/budi pekerti, walupunmaasalah

lingkungan masarakat seperti keadilan,kemakmuran,keamanan,dan kesetia kawanan sosiai

mempengaruhi penentuan sikap dan pertimbangan moral seseorang.Dengan perkataan

lain, ppandangan ini menuntut adanya tanggung jawab kolektif dari semua pihak terhadap

keberhasilan pendidikan budi pekerti.

44

Page 45: Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum

4.PENGEMBANGAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN

45

Page 46: Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum

Pentingnya Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendididkan Berbasis

Pendidikan Karakter dalam hal ini Pendidikan karakter ditempatkan sebagai landasan

untuk mewujudkan visi pembangunan nasional, yaitu mewujudkan masyarakat berakhlak

mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila. Hal ini

sekaligus menjadi upaya untuk mendukung perwujudan cita-cita sebagaimana

diamanatkan dalam Pancasila dan Pembukaan UUD 1945. Di samping itu, berbagai

persoalan yang dihadapi oleh bangsa kita dewasa ini makin mendorong semangat dan

upaya pemerintah untuk memprioritaskan pendidikan karakter sebagai dasar

pembangunan pendidikan. Semangat itu secara implisit ditegaskan dalam Rencana

Pembangunan Jangka Panjang Nasional, di mana Pemerintah menjadikan pembangunan

karakter sebagai salah satu program prioritas pembangunan nasional. Upaya

pembentukan karakter sesuai dengan budaya bangsa ini tentu tidak semata-mata hanya

dilakukan di sekolah melalui serangkaian kegiatan belajar mengajar dan luar sekolah,

46

Page 47: Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum

akan tetapi juga melalui pembiasaan (habituasi) dalam kehidupan, seperti: religius, jujur,

disiplin, toleran, kerja keras, cinta damai, tanggung-jawab, dan sebagainya. Pembisaan itu

bukan hanya mengajarkan (aspek kognitif) mana yang benar dan salah, akan tetapi juga

mampu merasakan (aspek afektif) nilai yang baik dan tidak baik serta bersedia

melakukannya (aspek psikomotorik) dari lingkup terkecil seperti keluarga sampai dengan

cakupan yang lebih luas di masyarakat. Nilai-nilai tersebut perlu ditumbuhkembangkan

peserta didik yang pada akhirnya akan menjadi pencerminan hidup bangsa Indonesia. oleh

karena itu, sekolah memiliki peranan yang besar sebagai pusat pembudayaan melalui

pengembangan budaya sekolah (school culture). Pedoman ini ditujukan kepada semua

warga pada setiap satuan pendidikan(dasar sampai menengah) melalui serangkaian

kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan penilaian yang bersifat komprehensif.

Perencanaan di tingkat satuan pendidikan pada dasarnya adalah melakukan penguatan

dalam penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Sedangkan pelaksanaan

dan penilaian tidak hanya menekankan aspek pengetahuan saja, melainkan juga sikap

perilaku yang akhirnya dapat membentuk akhlak mulia. Pedoman ini dikembangkan

berdasarkan atas pengalaman beberapa satuan pendidikan yang telah

mengimplementasikannya. Hasil-hasil pengalaman itu diperoleh melalui pelaksanaan

(piloting) yang dilakukan Pusat Kurikulum

4.1. Komponen Kurikulum Tingkat Satuan Pendididkan (KTSP)

Pendidikan karakter merupakan satu kesatuan program kurikulum

satuan pendidikan. Oleh karena itu program pendidikan karakter secara dokumen

diintegrasikan ke dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Dengan kata

lain, pendidikan karakter harus tertera dalam KTSP mulai dari visi, misi, tujuan,

struktur dan muatan kurikulum, kalender pendidikan, silabus, rencana pelaksanaan

pembelajaran (RPP)

47

Page 48: Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum

4.2. Tahapan Pengembangan

Pelaksanaan pendidikan karakter di satuan pendidikan perlu

melibatkan seluruh warga satuan pendidikan, orangtua siswa, dan masyarakat

sekitar. Prosedur pengembangan kurikulum yang mengintegrasikan pendidikan

karakter di satuan pendidikan dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:

(1). Melaksanakan sosialisasi pendidikan karakter dan melakukan

komitmen bersama antara seluruh komponen warga sekolah (tenaga pendidik dan

kapendidikan serta komite sekolah). (2). Membuat komitmen dengan semua

stakeholder (seluruh warga sekolah, orang tua siswa, komite, dan tokoh masyarakat

setempat) untuk mendukung pelaksanaan pendidikan karakter. (3). Melakukan

analisis konteks terhadap kondisi sekolah (internal dan eksternal) yang dikaitkan

dengan nilai-nilai karakter yang akan dikembangkan pada satuan pendidikan yang

bersangkutan. Analisis ini dilakukan untuk menetapkan nilai-nilai dan indikator

keberhasilan yang diprioritaskan, sumber daya, sarana yang diperlukan, serta

prosedur penilaian keberhasilan. (4). Menyusun rencana aksi sekolah berkaitan

dengan penetapan nilai-nilai pendidikan karakter. (5). Membuat perencanaan dan

program pelaksanaan pendidikan karakter, yang berisi: Pengintegrasian melalui

pembelajaran, Penyusunan mata pelajaran muatan lokal Kegiatan lain,

Penjadwalan dan penambahan jam belajar di sekolah (6). Melakukan

pengkondisian, seperti: Penyediaan sarana, Keteladanan, Penghargaan dan

pemberdayaan (7). Melakukan penilaian keberhasilan dan supervisi Untuk

keberlangsungan pelaksanaan pendidikan karakter perlu dilakukan penilaian

keberhasilan dengan menggunakan indikator-indikator berupa perilaku semua

warga dan kondisi sekolah/instansi yang teramati. Penilaian ini dilakukan secara

terus menerus melalui berbagai strategi. Supervisi dilakukan mulai dari menelaah

48

Page 49: Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum

kembali perencanaan, kurikulum, dan pelaksanaan semua kegiatan yang berkaitan

dengan pendidikan karakter, yaitu: Implementasi program pengembangan diri

berkaitan dengan pengembangan nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa

dalam budaya sekolah Kelengkapan sarana dan prasarana pendukung

implementasi pengembangan nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa

Implementasi nilai dalam pembelajaran Implementasi belajar aktif dalam

pembelajaran Ketercapaian Rencana Aksi Sekolah berkaitan dengan penerapan

nilai-nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa Penilaian penerapan nilai

pendidikan karakter dan budaya bangsa pada pendidik, tenaga kependidikan, dan

peserta didik (sebagai kondisi akhir) Membandingkan kondisi awal dengan kondisi

akhir dan merancang program lanjutan. 8. Melakukan penyusunan KTSP yang

memuat pengembangan nilai-nilai pendidikan karakter dan budaya bangsa.

Mendata kondisi dokumen awal (mengidentifikasi nilai-nilai pendidikan budaya

dan karakter bangsa dalam dokumen I. Merumuskan nilai-nilai pendidikan karakter

dan budaya bangsa di dalam (latar belakang pengembangan KTSP, Visi, Misi,

Tujuan Sekolah, Struktur dan Muatan Kurikulum, Kalender Pendidikan, dan

program Pengembangan Diri) Mengitengrasikan nilai-nilai pendidikan karakter dan

budaya bangsa dalam dokumen II (silabus dan RPP)

4.3. Penyiapan Perangkat dalam rangka Pelaksanaan

Pendidikan Karakter di Satuan Pendidikan

Terkait dengan penyiapan perangkat itu telah dilakukan kegiatan-

kegiatan berikut: 1. Pembentukan Tim “Penggerak” Tingkat Nasional, Tingkat

Propinsi, Tingkat Kabupaten/Kota, dan Tingkat Satuan Pendidikan 2. Pemetaan

kesiapan pelaksanaan pendidikan karakter di PAUD, SD/MI, SMP/MTs,

SMA/MA, SMK, SLB dan PKBM untuk setiap Kabupaten/Kota (Sumber: Bantuan

49

Page 50: Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum

Teknis Profesional Tim Pengembang Kurikulum di Tingkat Propinsi dan

Kab/Kota, 2010; ToT Tingkat Utama dan Tingkat Nasional terhadap 1.200 orang

peserta dari unsur-unsur unit Utama Kemendiknas, Dinas Pendidikan Provinsi &

Kab/Kota, P4TK; LPMP; dan Perguruan Tinggi baik negeri maupun swasta) 3.

Menyiapkan bahan pelaksanaan pendidikan karakter pada setiap satuan pendidikan

4.4. Pengintegrasian dalam mata pelajaran

Pengembangan nilai-nilai pendidikan budaya dan karakater bangsa

diintegrasikan dalam setiap pokok bahasan dari setiap mata pelajaran. Nilai-nilai

tersebut dicantumkan dalam silabus dan RPP. Pengembangan nilai-nilai itu dalam

silabus ditempuh melalui cara-cara berikut ini: a. mengkaji Standar Kompetensi

(SK) dan Kompetensi Dasar (KD) pada Standar Isi (SI) untuk menentukan apakah

nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang tercantum itu sudah tercakup di

dalamnya; b. menggunakan tabel 1 yang memperlihatkan keterkaitan antara SK

dan KD dengan nilai dan Indikator untuk menentukan nilai yang akan

dikembangkan; c. mencantumkankan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa dalam

tabel 1 itu ke dalam silabus; d. mencantumkan nilai-nilai yang sudah tertera dalam

silabus ke dalam RPP; e. mengembangkan proses pembelajaran peserta didik

secara aktif yang memungkinkan peserta didik memiliki kesempatan melakukan

internalisasi nilai dan menunjukkannya dalam perilaku yang sesuai; dan f.

memberikan bantuan kepada peserta didik, baik yang mengalami kesulitan

untuk menginternalisasi nilai maupun untuk menunjukkannya dalam perilaku.

4.5. Pengembangan Proses Pembelajaran

Pembelajaran pendidikan budaya dan karakter bangsa menggunakan

pendekatan proses belajar peserta didik secara aktif dan berpusat pada anak;

dilakukan melalui berbagai kegiatan di kelas, sekolah, dan masyarakat.

50

Page 51: Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum

1. Kelas, melalui proses belajar setiap mata pelajaran atau kegiatan yang dirancang

sedemikian rupa. Setiap kegiatan belajar mengembangkan kemampuan

dalam ranah kgnitif, afektif, dan psikmtr. Oleh karena itu, tidak selalu

diperlukan kegiatan belajar khusus untuk mengembangkan nilai-nilai pada

pendidikan budaya dan karakter bangsa. Meskipun demikian, untuk

pengembangan nilai-nilai tertentu seperti kerja keras, jujur, Toleransi,

disiplin, mandiri, semangat kebangsaan, cinta tanah air, dan gemar

membaca dapat melalui kegiatan belajar yang biasa dilakukan guru. Untuk

pegembangan beberapa nilai lain seperti peduli sosial, peduli lingkungan,

rasa ingin tahu, dan kreatif memerlukan upaya pengkondisian sehingga

peserta didik memiliki kesempatan untuk memunculkan perilaku yang

menunjukkan nilai-nilai itu.

2. Sekolah, melalui berbagai kegiatan sekolah yang diikuti seluruh peserta didik,

guru, kepala sekolah, dan tenaga Kependidikan di sekolah itu,

direncanakan sejak awal tahun pelajaran, dimasukkan ke Kalender

Akademik dan yang dilakukan sehari-hari sebagai bagian dari budaya

sekolah. Contoh kegiatan yang dapat dimasukkan ke dalam program

sekolah adalah lomba vcal grup antarkelas tentang lagu-lagu bertema cinta

tanah air, pagelaran seni, lomba pidat bertema budaya dan karakter

bangsa, pagelaran bertema budaya dan karakter bangsa, lomba olah raga

antarkelas, lomba kesenian antarkelas, pameran hasil karya peserta didik

bertema budaya dan karakter bangsa, pameran ft hasil karya peserta didik

bertema budaya dan karakter bangsa, lomba membuat tulisan, lomba

mengarang lagu, melakukan wawancara kepada tokoh yang berkaitan

dengan budaya dan karakter bangsa, mengundang berbagai narasumber

51

Page 52: Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum

untuk berdiskusi, gelar wicara, atau berceramah yang berhubungan

dengan budaya dan karakter bangsa.

3. Luar sekolah, melalui kegiatan ekstrakurikuler dan kegiatan lain yang diikuti leh

seluruh atau sebagian peserta didik, dirancang sekolah sejak awal tahun

pelajaran, dan dimasukkan ke dalam Kalender Akademik. Misalnya,

kunjungan ke tempat-tempat yang menumbuhkan rasa cinta terhadap

tanah air, menumbuhkan semangat kebangsaan, melakukan pengabdian

masyarakat untuk menumbuhkan kepedulian dan kesetiakawanan sosial

(membantu mereka yang tertimpa musibah banjir, memperbaiki atau

membersihkan tempat-tempat umum, membantu membersihkan atau

mengatur barang di tempat ibadah tertentu).

4.6. Penilaian Hasil Belajar

Penilaian pencapaian pendidikan nilai budaya dan karakter didasarkan

pada Indikator. Sebagai contoh, Indikator untuk nilai jujur di suatu semester

dirumuskan dengan “mengatakan dengan sesungguhnya perasaan dirinya

mengenai apa yang dilihat, diamati, dipelajari, atau dirasakan” maka guru

mengamati (melalui berbagai cara) apakah yang dikatakan serang peserta didik itu

jujur mewakili perasaan dirinya. Mungkin saja peserta didik menyatakan

perasaannya itu secara lisan tetapi dapat juga dilakukan secara tertulis atau bahkan

dengan bahasa tubuh. Perasaan yang dinyatakan itu mungkin saja memiliki gradasi

dari perasaan yang tidak berbeda dengan perasaan umum teman sekelasnya sampai

bahkan kepada yang bertentangan dengan perasaan umum teman sekelasnya.

Penilaian dilakukan secara terus menerus, setiap saat guru berada di

kelas atau di sekolah. Mdel anecdtal recrd (catatan yang dibuat guru ketika melihat

adanya perilaku yang berkenaan dengan nilai yang dikembangkan) selalu dapat

52

Page 53: Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum

digunakan guru. Selain itu, guru dapat pula memberikan tugas yang berisikan suatu

persoalan atau kejadian yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk

menunjukkan nilai yang dimilikinya. Sebagai contoh, peserta didik dimintakan

menyatakan sikapnya terhadap upaya menlng pemalas, memberikan bantuan

terhadap rang kikir, atau hal-hal lain yang bersifat bukan kntrversial sampai kepada

hal yang dapat mengundang konflik pada dirinya.

4.7. Indikator Sekolah dan Kelas

Ada 2 (dua) jenis Indikator yang dikembangkan dalam pedoman ini.

Pertama, Indikator untuk sekolah dan kelas. Kedua, Indikator untuk mata

pelajaran. Indikator sekolah dan kelas adalah penanda yang digunakan oleh kepala

sekolah, guru, dan personalia sekolah dalam merencanakan, melaksanakan, dan

mengevaluasi sekolah sebagai lembaga pelaksana pendidikan budaya dan karakter

bangsa. Indikator ini berkenaan juga dengan kegiatan sekolah yang diprogramkan

dan kegiatan sekolah sehari-hari (rutin). Indikator mata pelajaran menggambarkan

perilaku afektif serang peserta didik berkenaan dengan mata pelajaran tertentu.

Indikator dirumuskan dalam bentuk perilaku peserta didik di kelas

dan sekolah yang dapat diamati melalui pengamatan guru ketika serang peserta

didik melakukan suatu tindakan di sekolah, tanya jawab dengan peserta didik,

jawaban yang diberikan peserta didik terhadap tugas dan pertanyaan guru, serta

tulisan peserta didik dalam laporan dan pekerjaan rumah. Perilaku yang

dikembangkan dalam Indikator pendidikan budaya dan karakter bangsa bersifat

progresif. Artinya, perilaku tersebut berkembang semakin kmpleks antara satu

jenjang kelas ke jenjang kelas di atasnya ( 1-3; 4-6; 7-9; 10-12), dan bahkan dalam

jenjang kelas yang sama. Guru memiliki kebebasan dalam menentukan berapa

lama suatu perilaku harus dikembangkan sebelum ditingkatkan ke perilaku yang

53

Page 54: Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum

lebih kmpleks. Misalkan,”membagi makanan kepada teman” sebagai Indikator

kepedulian sosial pada jenjang kelas 1 – 3. Guru dapat mengembangkannya

menjadi “membagi makanan”, membagi pensil, membagi buku, dan sebagainya.

Indikator berfungsi bagi guru sebagai kriteria untuk memberikan pertimbangan

tentang perilaku untuk nilai tertentu telah menjadi perilaku yang dimiliki peserta

didik. Untuk mengetahui bahwa suatu sekolah itu telah melaksanakan

pembelajaran yang mengembangkan budaya dan karakter bangsa, maka ditetapkan

Indikator sekolah dan kelas antara lain seperti berikut ini.

4.8. Keterkaitan jenjang Kelas dan Indikator

NILAI INDIKATOR

7 – 9 10- 12

Religius:

Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, Toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.

Mengagumi kebesaran Tuhan melalui kemampuan manusia dalam melakukan sinkronisasi antara aspek fisik dengan aspek kejiwaan.

Mensyukuri keunggulan manusia sebagai makhluk pencipta dan penguasa dibandingkan makhluk lain

Mengagumi kebesaran Tuhan karena kemampuan dirinya untuk hidup sebagai anggota masyarakat.

Bersyukur kepada Tuhan karena menjadi warga bangsa Indonesia.

Mengagumi kekuasaan Tuhan yang telah menciptakan berbagai alam semesta.

Merasakan kekuasaan Tuhan yang telah menciptakan berbagai keteraturan di alam semesta.

Mengagumi kebesaran Tuhan karena adanya agama yang menjadi sumber keteraturan hidup masyarakat.

Merasakan kebesaran Tuhan dengan keberagaman agama yang ada di dunia.

Mengagumi kebesaran Tuhan melalui berbagai

Mengagumi kebesaran Tuhan melalui berbagai

54

Page 55: Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum

pokok bahasan dalam berbagai mata pelajaran.

pokok bahasan dalam berbagai mata pelajaran.

Jujur:

Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai rang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.

Tidak menyontek ataupun menjadi plagiat dalam mengerjakan setiap tugas.

Melaksanakan tugas sesuai dengan aturan akademik yang berlaku di sekolah.

Mengemukakan pendapat tanpa ragu tentang suatu pokok diskusi.

Menyebutkan secara tegas keunggulan dan kelemahan suatu pokok bahasan.

Mengemukakan rasa senang atau tidak senang terhadap pelajaran.

Mau bercerita tentang permasalahan dirinya dalam menerima pendapat temannya.

Menyatakan sikap terhadap suatu materi diskusi kelas.

Mengemukakan pendapat tentang sesuatu sesuai dengan yang diyakininya.

Membayar barang yang dibeli di tk sekolah dengan jujur.

Membayar barang yang dibeli dengan jujur.

Mengembalikan barang yang dipinjam atau ditemukan di tempat umum.

Mengembalikan barang yang dipinjam atau ditemukan di tempat umum.

Toleransi:

Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan rang lain yang berbeda dari dirinya.

Tidak menggangu teman yang berbeda pendapat.

Memberi kesempatan kepada teman untuk berbeda pendapat.

Menghormati teman yang berbeda adat-istiadatnya.

Bersahabat dengan teman lain tanpa membedakan agama, suku, dan etnis

Bersahabat dengan teman dari kelas lain.

Mau mendengarkan pendapat yang dikemukakan teman tentang budayanya.

Mau menerima pendapat yang berbeda dari teman sekelas.

Disiplin: Selalu tertib dalam Selalu teliti dan tertib

55

Page 56: Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum

Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.

melaksanakan tugas-tugas kebersihan sekolah.

dalam mengerjakan tugas.

Tertib dalam berbahasa lisan dan tulis.

Tertib dalam menerapkan kaidah-kaidah tata tulis dalam sebuah tulisan.

Patuh dalam menjalankan ketetapan-ketetapan rganisasi peserta didik.

Menaati pesedur kerja labratrium dan prosedur pengamatan permasalahan sosial.

Menaati aturan berbicara yang ditentukan dalam sebuah diskusi kelas.

Mematuhi jadwal belajar yang telah ditetapkan sendiri.

Tertib dalam menerapkan aturan penulisan untuk karya tulis.

Tertib dalam menerapkan aturan penulisan untuk karya tulis ilmiah.

Kerja keras:

Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar, tugas, dan menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.

Mengerjakan semua tugas kelas selesai dengan baik pada waktu yang telah ditetapkan.

Mengerjakaan tugas dengan teliti dan rapi.

Tidak putus asa dalam menghadapi kesulitan dalam belajar.

Menggunakan waktu secara efektif untuk menyelesaikan tugas-tugas di kelas dan luar kelas.

Selalu fokus pada pelajaran. Selalu berusaha untuk mencari informasi tentang materi pelajaran dari berbagai sumber.

Kreatif:

Berpikir dan melakukan sesuatu yang menghasilkan cara atau hasil baru dari yang telah dimiliki.

Mengajukan pendapat yang berkenaan dengan suatu pokok bahasan.

Mengajukan suatu pikiran baru tentang suatu pokok bahasan.

Bertanya mengenai penerapan suatu hukum/teri/prinsip dari materi lain ke materi yang sedang dipelajari.

Menerapkan

hukum/teri/prinsip yang sedang dipelajari dalam aspek kehidupan masyarakat.

Mandiri: Melakukan sendiri tugas kelas yang menjadi

Mencari sumber di perpustakaan untuk

56

Page 57: Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum

Sikap dan prilaku yang tidak mudah tergantung pada rang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.

tanggung jawabnya. menyelesaikan tugas sekolah tanpa bantuan pustakawan.

Mencari sendiri di kamus terjemahan kata bahasa asing untuk bahasa Indonesia atau sebaliknya.

Menerjemahkan sendiri kalimat bahasa Indonesia ke bahasa asing atau sebaliknya.

Demokratis:

Cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan rang lain.

Memilih ketua kelompok berdasarkan suara terbanyak.

Membiasakan diri bermusyawarah dengan teman-teman.

Memberikan suara dalam pemilihan di kelas dan sekolah.

Menerima kekalahan dalam pemilihan dengan ikhlas.

Mengemukakan pikiran tentang teman-teman sekelas.

Mengemukakan pendapat tentang teman yang menjadi pemimpinnya.

Ikut membantu melaksanakan program ketua kelas.

Memberi kesempatan kepada teman yang menjadi pemimpinnya untuk bekerja.

Rasa ingin tahu:

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajari, dilihat, dan didengar.

Bertanya kepada guru dan teman tentang materi pelajaran.

Bertanya atau membaca sumber di luar buku teks tentang materi yang terkait dengan pelajaran.

Bertanya kepada sesuatu tentang gejala alam yang baru terjadi.

Membaca atau mendiskusikan gejala alam yang baru terjadi.

Bertanya kepada guru tentang sesuatu yang didengar dari ibu, bapak, teman, radi, atau televise.

Membaca atau mendiskusikan beberapa peristiwa alam, sosial, budaya, ekonomi, politik, dan teknologi yang baru didengar.

Semangat kebangsaan:

Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan

Turut serta dalam upacara peringatan hari pahlawan dan Proklamasi kemerdekaan.

Turut serta dalam panitia peringatan hari pahlawan dan Proklamasi kemerdekaan.

Mengemukakan pikiran dan sikap mengenai ancaman

Mengemukakan pikiran dan sikap terhadap

57

Page 58: Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum

negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.

dari negara lain terhadap bangsa dan negara Indonesia.

pertentangan antara bangsa Indonesia dengan negara lain.

Mengemukakan sikap dan tindakan yang akan dilakukan mengenai hubungan antara bangsa Indonesia dengan negara bekas penjajah Indonesia.

Mengemukakan sikap dan tindakan mengenai hubungan Indonesia dengan negara-negara lain dalam masalah politik, ekonomi, sosial, dan budaya.

Cinta tanah air:

Cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.

Menyenangi keunggulan geografis dan kesuburan tanah wilayah Indonesia.

Mengemukakan sikap mengenai kondisi geografis Indonesia.

Menyenangi keragaman budaya dan seni di Indonesia.

Mengemukakan sikap dan kepedulian terhadap keberagaman budaya dan seni di Indonesia.

Menyenangi keberagaman suku bangsa dan bahasa daerah yang dimiliki Indonesia.

Mengemukakan sikap dan kepedulian terhadap kekayaan budaya bangsa Indonesia.

Mengagumi keberagaman hasil-hasil pertanian, perikanan, flora, dan fauna Indonesia.

Rasa bangga dan peduli terhadap berbagai unggulan produk Indonesia dalam pertanian, perikanan, flora, dan fauna.

Mengagumi dan menyenangi produk, industri, dan teknologi yang dihasilkan bangsa Indonesia

Rasa bangga atas berbagai produk unggulan bangsa Indonesia di bidang industri dan teknologi.

Menghargai prestasi:

Sikap dan tindakan yang mendrng dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, mengakui, dan menghormati keberhasilan rang lain.

Mengerjakan tugas dari guru dengan sebaik-baiknya.

Rajin belajar untuk berprestasi tinggi.

Berlatih keras untuk berprestasi dalam olah raga dan kesenian.

Berlatih keras untuk menjadi pemenang dalam berbagai kegiatan olah raga dan kesenian di sekolah.

Hormat kepada sesuatu yang sudah dilakukan guru,

Menghargai kerja keras guru, kepala sekolah, dan

58

Page 59: Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum

kepala sekolah, dan personalia sekolah lain.

personalia lainnya.

Menceritakan prestasi yang dicapai orang tua.

Menghargai upaya orangtua untuk mengembangkan berbagai potensi dirinya melalui pendidikan dan kegiatan lain.

Menghargai hasil kerja pemimpin di masyarakat sekitarnya.

Menghargai hasil kerja pemimpin dalam mensejahteraan kesejahteraan masyarakat dan bangsa.

Menghargai tradisi dan hasil karya masyarakat di sekitarnya.

Menghargai temuan-temuan yang telah dihasilkan manusia dalam bidang ilmu, teknologi, sosial, budaya, dan seni.

Bersahabat/ komunikatif: Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan rang lain

Bekerja sama dalam kelompok di kelas.

Memberikan pendapat dalam kerja kelompok di kelas.

Berbicara dengan teman sekelas.

Memberi dan mendengarkan pendapat dalam diskusi kelas.

Bergaul dengan teman sekelas ketika istirahat.

Aktif dalam kegiatan sosial dan budaya kelas.

Bergaul dengan teman lain kelas.

Aktif dalam kegiatan rganisasi di sekolah.

Aktif dalam kegiatan sosial dan budaya sekolah.

Berbicara dengan guru, kepala sekolah, dan personalia sekolah lainnya.

Berbicara dengan guru, kepala sekolah, dan personalia sekolah lainnya.

Cinta damai:

Sikap, perkataan, dan tindakan yang

Melindungi teman dari ancaman fisik.

Ikut serta dalam berbagai kegiatan cinta damai.

Berupaya mempererat pertemanan.

Berkomunikasi dengan teman-teman setanah air.

59

Page 60: Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum

menyebabkan rang lain

Ikut berpartisipasi dalam sistem keamanan sekolah.

Ikut berpartisipasi dalam menjaga keamanan sekolah.

Gemar membaca:

Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.

Membaca buku atau tulisan keilmuan, sastra, seni, budaya, teknologi, dan humanira.

Membaca koran/majalah dinding.

Membaca buku atau tulisan keilmuan, sastra, seni, budaya, teknologi, dan humanira.

Membaca buku atau tulisan tentang alam, sosial, budaya, seni, dan teknologi.

Membaca koran.

Peduli sosial:

Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan bagi rang lain dan masyarakat yang membutuhkan.

Ikut dalam berbagai kegiatan sosial.

Meminjamkan alat kepada teman yang tidak membawa atau tidak punya.

Merancang dan melaksanakan berbagai kegiatan sosial.

Menghormati petugas-petugas sekolah.

Membantu teman yang sedang memerlukan bantuan.

Menyumbang darah.

Peduli lingkungan

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan lingkungan alam di sekitarnya dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.

Mengikuti berbagai kegiatan berkenaan dengan kebersihan, keindahan, dan pemeliharaan lingkungan.

Merencanakan dan melaksanakan berbagai kegiatan pencegahan kerusakan lingkungan.

5. Penerapan Konsep Pendidikan Holistik Berbasis Karakter

Proses pengembangan nilai-nilai yang menjadi landasan dari karakter itu

menghendaki suatu proses yang berkelanjutan, dilakukan melalui berbagai mata

60

Page 61: Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum

pelajaran yang ada dalam kurikulum (kewarganegaraan, sejarah, geografi, ekonomi,

sosiologi, antropologi, bahasa Indonesia, IPS, IPA, matematika, agama, pendidikan

jasmani dan lahraga, seni, serta ketrampilan). Dalam mengembangkan pendidikan

karakter bangsa, kesadaran akan siapa dirinya dan bangsanya adalah bagian yang teramat

penting. Kesadaran tersebut hanya dapat terbangun dengan baik melalui sejarah yang

memberikan pencerahan dan penjelasan mengenai siapa diri bangsanya di masa lalu yang

menghasilkan dirinya dan bangsanya di masa kini. Selain itu, pendidikan harus

membangun pula kesadaran, pengetahuan, wawasan, dan nilai berkenaan dengan

lingkungan tempat diri dan bangsanya hidup (geografi), nilai yang hidup di masyarakat

(antropologi), sistem sosial yang berlaku dan sedang berkembang (sosiologi), sistem

ketatanegaraan, pemerintahan, dan politik (ketatanegaraan/politik/ kewarganegaraan),

bahasa Indonesia dengan cara berpikirnya, kehidupan perekonomian, ilmu, teknologi,

dan seni. Artinya, perlu ada upaya terbsan kurikulum berupa pengembangan nilai-nilai

yang menjadi dasar bagi pendidikan budaya dan karakter bangsa. Dengan terbsan

kurikulum yang demikian, nilai dan karakter yang dikembangkan pada diri peserta didik

akan sangat kokoh dan memiliki dampak nyata dalam kehidupan diri, masyarakat,

bangsa, dan bahkan umat manusia.

Pendidikan budaya dan karakter bangsa dilakukan melalui pendidikan nilai-

nilai atau kebajikan yang menjadi nilai dasar budaya dan karakter bangsa. Kebajikan

yang menjadi atribut suatu karakter pada dasarnya adalah nilai. Oleh karena itu

pendidikan budaya dan karakter bangsa pada dasarnya adalah pengembangan nilai-nilai

yang berasal dari pandangan hidup atau idelgi bangsa Indonesia, agama, budaya, dan

nilai-nilai yang terumuskan dalam tujuan pendidikan nasional.

Pendidikan Budaya Karakter diartikan sebagai keseluruhan sistem berpikir,

nilai, mral, norma, dan keyakinan (belief) manusia yang dihasilkan masyarakat. Sistem

61

Page 62: Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum

berpikir, nilai, mral, norma, dan keyakinan itu adalah hasil dari interaksi manusia dengan

sesamanya dan lingkungan alamnya. Sistem berpikir, nilai, mral, norma dan keyakinan

itu digunakan dalam kehidupan manusia dan menghasilkan sistem sosial, sistem

ekonomi, sistem kepercayaan, sistem pengetahuan, teknologi, seni, dan sebagainya.

Manusia sebagai makhluk sosial menjadi penghasil sistem berpikir, nilai, mral, norma,

dan keyakinan; akan tetapi juga dalam interaksi dengan sesama manusia dan alam

kehidupan, manusia diatur oleh sistem berpikir, nilai, mral, norma, dan keyakinan yang

telah dihasilkannya. Ketika kehidupan manusia terus berkembang, maka yang

berkembang sesungguhnya adalah sistem sosial, sistem ekonomi, sistem kepercayaan,

ilmu, teknologi, serta seni. Pendidikan merupakan upaya terencana dalam

mengembangkan potensi peserta didik, sehingga mereka memiliki sistem berpikir, nilai,

mral, dan keyakinan yang diwariskan masyarakatnya dan mengembangkan warisan

tersebut ke arah yang sesuai untuk kehidupan masa kini dan masa mendatang.

Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seserang yang

terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini dan

digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak.

Kebajikan terdiri atas sejumlah nilai, mral, dan norma, seperti jujur, berani bertindak,

dapat dipercaya, dan hormat kepada rang lain. Interaksi seserang dengan rang lain

menumbuhkan karakter masyarakat dan karakter bangsa. Oleh karena itu, pengembangan

karakter bangsa hanya dapat dilakukan melalui pengembangan karakter individu

seserang. Akan tetapi, karena manusia hidup dalam lingkungan sosial dan budaya

tertentu, maka pengembangan karakter individu seserang hanya dapat dilakukan dalam

lingkungan sosial dan budaya yang bersangkutan. Artinya, pengembangan budaya dan

karakter bangsa hanya dapat dilakukan dalam suatu proses pendidikan yang tidak

melepaskan peserta didik dari lingkungan sosial,budaya masyarakat, dan budaya bangsa.

62

Page 63: Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum

Lingkungan sosial dan budaya bangsa adalah Pancasila; jadi pendidikan budaya dan

karakter bangsa haruslah berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Dengan kata lain, mendidik

budaya dan karakter bangsa adalah mengembangkan nilai-nilai Pancasila pada diri

peserta didik melalui pendidikan hati, tak, dan fisik.

5.1. Fungsi pendidikan Konsep Holistik budaya dan karakter bangsa adalah:

(1) . pengembangan: pengembangan potensi peserta didik untuk menjadi

pribadi berperilaku baik; ini bagi peserta didik yang telah memiliki sikap

dan perilaku yang mencerminkan budaya dan karakter bangsa;

(2) perbaikan: memperkuat kiprah pendidikan nasional untuk bertanggung

jawab dalam pengembangan potensi peserta didik yang lebih

bermartabat; dan

(3) penyaring: untuk menyaring budaya bangsa sendiri dan budaya bangsa

lain yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang

bermartabat.

5.2. Tujuan pendidikan budaya dan karakter bangsa adalah:

1. mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif peserta didik sebagai manusia dan

warganegara yang memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa;

2. mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan

dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius;

3. menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai

generasi penerus bangsa;

4. mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri,

kreatif, berwawasan kebangsaan; dan

63

Page 64: Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum

5. mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang

aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta dengan rasa kebangsaan

yang tinggi dan penuh kekuatan (dignity).

5.3. Nilai-nilai dalam Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa

Nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan budaya dan

karakter bangsa diidentifikasi dari sumber-sumber berikut ini.

1. Agama: masyarakat Indonesia adalah masyarakat beragama. Oleh karena itu,

kehidupan individu, masyarakat, dan bangsa selalu didasari pada ajaran

agama dan kepercayaannya. Secara plitis, kehidupan kenegaraan pun

didasari pada nilai-nilai yang berasal dari agama. Atas dasar

pertimbangan itu, maka nilai-nilai pendidikan budaya dan karakter

bangsa harus didasarkan pada nilai-nilai dan kaidah yang berasal dari

agama.

2. Pancasila: negara kesatuan Republik Indonesia ditegakkan atas prinsip-prinsip

kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang disebut Pancasila.

Pancasila terdapat pada Pembukaan UUD 1945 dan dijabarkan lebih

lanjut dalam pasal-pasal yang terdapat dalam UUD 1945. Artinya,

nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila menjadi nilai-nilai yang

mengatur kehidupan politik, hukum, ekonomi, kemasyarakatan,

budaya, dan seni. Pendidikan budaya dan karakter bangsa bertujuan

mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang lebih baik,

yaitu warga negara yang memiliki kemampuan, kemauan, dan

menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupannya sebagai warga

negara.

64

Page 65: Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum

3. Budaya: sebagai suatu kebenaran bahwa tidak ada manusia yang hidup

bermasyarakat yang tidak didasari leh nilai-nilai budaya yang diakui

masyarakat itu. Nilai-nilai budaya itu dijadikan dasar dalam pemberian

makna terhadap suatu konsep dan arti dalam komunikasi antaranggota

masyarakat itu. Posisi budaya yang demikian penting dalam kehidupan

masyarakat mengharuskan budaya menjadi sumber nilai dalam

pendidikan budaya dan karakter bangsa.

4. Tujuan Pendidikan Nasional: sebagai rumusan kualitas yang harus dimiliki

setiap warga negara Indonesia, dikembangkan leh berbagai satuan

pendidikan di berbagai jenjang dan jalur. Tujuan pendidikan nasional

memuat berbagai nilai kemanusiaan yang harus dimiliki warga negara

Indonesia. Oleh karena itu, tujuan pendidikan nasional adalah sumber

yang paling perasinal dalam pengembangan pendidikan budaya dan

karakter bangsa.

5.4. Metode Pendidikan 9 Pilar Karakter

Setiap tema Pilar Karakter diatur untuk dapat diterapkan selama 2

sampai 3 minggu. Masing -masing tema Pilar terdiri dari berbagai macam contoh

kegiatan praktis bagi para pendidik yang terfokus pada metode: knowing the good,

feeling and loving the good and acting the good. 9 Pilar Karakter tersebut adalah:

1. Cinta Tuhan dan segenap ciptaanNya (love Allah, trust, reverence, loyalty)

2. Tanggung jawab, Kedisiplinan dan Kemandirian (responsibility, excellence, self

reliance, discipline, orderliness)

3. Kejujuran/Amanah dan Arif (trustworthines, honesty, and tactful)

4. Hormat dan Santun (respect, courtesy, obedience )

65

Page 66: Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum

5. Gotong-royong/Kerjasama (love, compassion, caring, empathy, generousity,

moderation, cooperation)

6. Percaya Diri, Kreatif dan Pekerja keras (confidence, assertiveness, creativity,

resourcefulness, courage, determination, enthusiasm)

7. Kepemimpinan dan Keadilan (justice, fairness, mercy, leadership)

8. Baik dan Rendah Hati (kindness, friendliness, humility, modesty)

9. Toleransi, Kedamaian dan Kesatuan (tolerance, flexibility, peacefulness, unity)

Disamping 9 Pilar karakter di atas, IHF juga mengembangkan materi

untuk mengajarkan kebersihan, kesehatan, kerapian dan keamanan pada anak.

Metode yang digunakan disebut sebagai “Refleksi Rutin” atau Apperception.

Setiap pagi anak-anak diminta untuk mengikuti kegiatan refleksi Pilar selama 15 -

20 menit sesuai dengan Pilar yang sedang diterapkan saat itu. Pemberian waktu

khusus untuk refleksi memberikan kesempatan pada anak untuk mengekspresikan

secara verbal pengetahuannya, kecintaannya dan bagaimana seharusnya mereka

bertindak sesuai pilar.

5.5. · Perangkat Modul 9 Pilar Karakter

Buku modul petunjuk pilar juga dilengkapi dengan 112 buku cerita (TK)

dan 140 buku cerita (SD) yang berhubungan dengan pilar yang diajarkan. Dan

dilengkapi juga dengan 10 buah buku kegiatan pendidikan karakter untuk anak.

Modul Pilar juga dilengkapi dengan contoh surat pemberitahuan, rekomendasi

serta kuesioner untuk orang tua. Surat-surat ini bertujuan mendorong orang tua

untuk berpartisipasi dalam menumbuhkan dan mengembangkan karakter positif

pada anak-anak mereka.

5.6. · Kurikulum Holistik Berbasis Karakter (Implementasi KBK 2004)

66

Page 67: Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum

Kurikulum Holistik Berbasis Karakter akan membantu seluruh pendidik

dalam menerapkan pedidikan karakter sepanjang tahun ajaran, yang diintegrasikan

dalam seluruh disiplin ilmu. Masing -masing aspek dari kurikulum diterapkan

dengan menggunakan pendekatan Student Active Learning, Developmentally

Appropriate Practices, Integrated Learning, Contextual Learning, Collaborative

Learning, dan Multiple Intelligences, yang dapat menciptakan pengalaman belajar

yang efektif dan menyenangkan.

5.7. Penerapan Modul 9 Pilar Karakter dan Kurikulum Holistik Berbasis

Karakter

IHF menyediakan pelatihan guru selama 5 hari untuk menerapkan

program ini. Materi-materi yang akan diberikan adalah:

1. Wawasan Perlunya Pendidikan Karakter (Heartstart Paradigm)

2. Konsep Diri (Training Motivasi)

3. Developmentally Appropriate Practices

4. Bagaimana Mengalirkan Karakter di Kelas

5. Praktek Pengaplikasian Modul 9 Pilar Karakter

6. Brain Based Learning and Teaching

7. Aplikasi Pembelajaran Holistik Berbasis Karakter (KBK 2004)

Program pelatihan ini juga terintegrasi dengan praktek nyata di kelas

oleh para peserta pelatihan. Dengan demikian guru mempunyai pengalaman nyata

dalam menerapkan program dan bersama dengan instruktur dapat melakukan

evaluasi.

Sumber nilai itu, teridentifikasi sejumlah nilai untuk pendidikan budaya

dan karakter bangsa sebagai berikut ini :

67

Page 68: Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum

NILAI DESKRIPSI

1. Religius Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran

agama yang dianutnya, Toleran terhadap pelaksanaan ibadah

agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.

2. Jujur Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya

sebagai rang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan,

tindakan, dan pekerjaan.

3. Toleransi Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku,

etnis, pendapat, sikap, dan tindakan rang lain yang berbeda

dari dirinya.

4. Disiplin Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada

berbagai ketentuan dan peraturan.

5. Kerja Keras Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam

mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta

menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.

6. Kreatif Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara

atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.

7. Mandiri Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada rang

lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.

8. Demokratis Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak

dan kewajiban dirinya dan rang lain.

9. Rasa Ingin

Tahu

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui

lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya,

dilihat, dan didengar.

10. Semangat

Kebangsaan

Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang

menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas

68

Page 69: Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum

kepentingan diri dan kelompoknya.

11. Cinta Tanah

Air

Cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan

kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap

bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan

politik bangsa.

12. Menghargai

Prestasi

Sikap dan tindakan yang mendrng dirinya untuk

menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan

mengakui, serta menghormati keberhasilan rang lain.

13. Bersahabat/

Komunikatif

Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara,

bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.

14. Cinta Damai Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan rang lain

merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.

15. Gemar

Membaca

Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai

bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.

16. Peduli

Lingkungan

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah

kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan

mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan

alam yang sudah terjadi.

17. Peduli Sosial Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada

rang lain dan masyarakat yang membutuhkan.

18. Tanggung-

jawab

Sikap dan perilaku seserang untuk melaksanakan tugas dan

kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri

sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya),

negara dan Tuhan Yang Maha Esa.

6. Simpulan

69

Page 70: Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum

6.1. Pendidkan Karakter/ Budi Pekerti adalah suatu program (Sekolah/Madrasah dan luar

Sekolah/Madrasah ) yang mengorganisasikan dan menyederhanakan sumber moral serta

disajikan dengan memperhatikan pertimbangan psikologis untuk tujuan pendidikan .

pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan pesrta

didik yang berlangsung sepanjang hayat.

6.2. Pendidkan Karakter/ Budi Pekerti pada dasarnya bersumer dan bertujuan untuk

menumbuhkan public culture tetapi bahan tersebut tidak dapat dilepaskan dan erat

hubungannya dengan upaya meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah

SWT.sebaliknya ,walaupun pendidikan agama pada dasarnya bersumber pada upaya

menumbuhkan public culture.

6.3. Pendidkan Karakter/ Budi Pekerti hendaklah disusun dalam bentuk generalisasi

memungkinkan seseorang untuk mengkaji kebenaran generalisasi tersebut .pendidikan

diselenggarakan dengan member keteladanan ,membangun kemauan dan

mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran .

6.4. Pendidkan Karakter/ Budi Pekerti diperlukan adanya latihan moral (moral training) dan

pengkondisian moral (moral conditioning) agar kelihatannya menonjolkan dalam

pendidikan budi pekerti ,maka penambahan berbagai bahan ilmu pengetahuan dan

masalah sosial hendaknya memperkaya pendidikan moral agar terjadi pula penalaran

moral (moral reasoning) dan perkembangan moral kognitif (cognitive moral

development).

6.5. Konsisteni dari muatan pendidikan Karakter /Adab/Akhlak itu sangat penting dan karena

itu merupakan prioritas utama dibandingkan metodenya. Dalam pendidikan Islam

berangkat dari pandangan bahwa karena manusia itu bersifat dualistis, ilmu pengetahuan

yang dapat memenuhi kebutuhannya dengan baik adalah yang memiliki dua aspek.

70

Page 71: Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum

Pertama, yang memenuhi kebutuhannya yang bersifat permanen dan spiritual. Kedua,

yang memenuhi kebutuhan material dan emosional.

6.6. Struktur ilmu pengetahuan dan pengengembangan Kurikulum Berbasis Pendidikan

Karakter seharusnya menggambarkan manusia dan hakekatnya yang harus

diimplementasikan pertama-tama pada tingkat Satuan Pendidikan Tinggi , yang

kemudian secara bertahap diaplikasikan pada tingkat pendidikan rendah. Secara alami,

kurikulum tersebut diambil dari hakekat manusia yang bersifat ganda (dual nature); aspek

fisikalnya lebih berhubungan dengan pengetahuannya mengenai ilmu-ilmu fisikal dan

teknikal, atau fardu kifayah; sedangkan keadaan spiritualnya sebagaimana terkandung

dalam istilah-istilah ruh, nafs, qalb, dan ‘aql lebih tepatnya berhubungan dengan ilmu inti

atau fardu ‘ain.

7. Saran

7.1. Dari semua komponen sekolah/Madrasah, yang paling berperan mensukseskan program

pendidikan berbasis karakter di sekolah, adalah Tenaga Pendidik/Guru. Diharapkan

Tentunya diperlukan Tenaga Pendidik/Guru untuk menghasilkan Siswa yang

Berkarakter . Meski diperlukan kesabaran dan ketekunan, menghasilkan peserta didik

yang berakhlak dan berkarakter baik tentunya sangat membahagiakan, karena menjadi

penyebab seseorang mendapatkan kebaikan itu lebih baik dari dunia dan seisinya

7.2. Dengan tiga tahapan ini, proses pembentukan karakter akan jauh dari kesan dan praktik

doktrinasi yang menekan, justru sebaliknya, siswa akan mencintai berbuat baik karena

dorongan internal dari dalam dirinya sendiri maka diharapkan semua komponen

sekolah/Madrasah menanamkan MORAL KNOWING : Memahamkan dengan baik pada

anak tentang arti kebaikan. Mengapa harus berperilaku baik. Untuk apa berperilaku baik.

71

Page 72: Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum

Dan apa manfaat berperilaku baik MORAL FEELING : Membangun kecintaan

berperilaku baik pada anak yang akan menjadi sumber energi anak untuk berperilaku

baik. Membentuk karakter adalah dengan cara menumbuhkannya. MORAL ACTION :

Bagaimana membuat pengetahuan moral menjadi tindakan nyata. Moral action ini

merupakan outcome dari dua tahap sebelumnya dan harus dilakukan berulang-ulang agar

menjadi moral behavior

7.3. Semua komponen warga sekolah/Madrasah membentuk keperibadian diri dengan

mencerminkan pilar- pilar karakter yang harus ditumbuhkan dalam diri masing masing

yaitu Cinta Allah, dg segenap ciptaanNya , Kemandirian ,tanggung jawab 3. Kejujuran,

bijaksana Hormat, santun Dermawan, suka menolong, gotong royong Percaya diri,

kreatif, bekerja keras Kepemimpinan, keadilan Baik hati, rendah hati Toleransi,

Kedamaian, kesatuan

DAFTAR PUSTAKA

Alberta Education. (2005). The Heart of Matter: Character and Citizenship Education in

Alberta School. Alberta: Alberta Education, Learning and Teaching Resources

Branching, Minister of Education

Berkowitz, Marvin W. dan Bier, Mellinda C. (2005). What Works in Character Education: A

Research-driven Guide for Educators. Washington: Character Education Partnership

Character Education Partnership. (2003). Character Education Quality Standards.

Washington: Character Education Partnership

Cholisin. (2004). “Konsolidasi Demokrasi Melalui Pengembangan Karakter

Kewarganegaraan,” Jurnal Civics, Vol. 1, No. 1, Juni, pp. 14-28

Curriculum Corporation. (2003). The Values Education Study: Final Report. Victoria:

Australian Government Dept. of Education, Science and Training.

Khoiruddin Bashori. (2010). Menata Ulang Pendidikan Karakter Bangsa. Media

Indonesia.com, 3 Mei 2010.

72

Page 73: Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum

Lewa Karma. (2004). Merancang Pendidikan Moral dan Budi Pekerti. Artikel Pendidikan

Network, 30 April 2010.

Lickona, Thomas. (1991). Educating for Character. New York: Bantam Books.

Lili Pramudji. (2008). Pendidikan Moral, Kompetensi Kepribadian Guru, dan Sertifikasi,

diunduh pada tanggal 30 April 2010

Marihot Manullang. (2010). Grand Design Pendidikan Karakter Bangsa. Harian Sinar

Indonesia Baru, diunduh pada tanggal 30 April 2010.

Nur Arifah D. (2010). Peranan Guru dalam Pendidikan Karakter, Budaya, dan Moral,

diunduh pada tanggal 5 Mei 2010.

Udin S. Winataputra. (2005). Materi dan Pembelajaran PKN SD. Jakarta: Universitas

Terbuka.

Ruminiati. (2007). Pengembangan Pendidikan Kewarganegaraan SD. Jakarta: Depdiknas.

Halstead, J. Mark dan Taylor, Monica J. (2000). “Learning and Teaching about Values: A

Review of Recent Research.” Cambridge Journal of Education. Vol. 30 No.2, pp. 169-

202.

Kerr, D. (1999). “Citizenship Education in the Curriculum: An International Review,” The

School Field. Vol. 10, No. 3-4

Kirschenbaum, Howard. (2000).”From Values Clarification to Character Education: A

Personal Journey.” The Journal of Humanistic Counseling, Education and

Development. Vol. 39, No. 1, September, pp. 4-20

Lickona, Thomas. (1991). Educating for Character: How Our schools can teach respect and

responsibility. New York: Bantam Books

Samsuri. (2004). “Civic Virtues dalam Pendidikan Moral dan Kewarganegaraan di Indonesia

Era Orde Baru” Jurnal Civics, Vol. 1, No. 2, Desember.

Samsuri. (2007). “Civic Education Berbasis Pendidikan Moral di China.” Acta Civicus, Vol.

1 No. 1, Oktober.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Williams, Mary M. (2000). “Models of Character Education: Perspectives and

Developmental Issues.” The Journal of Humanistic Counseling, Education and

Development. Vol. 39, No. 1, September, pp. 32-40

Halstead, J. Mark dan Taylor, Monica J. (2000). “Learning and Teaching about Values: A

Review of Recent Research.” Cambridge Journal of Education. Vol. 30 No.2, pp. 169-

202.

73

Page 74: Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum

Kerr, D. (1999). “Citizenship Education in the Curriculum: An International Review,” The

School Field. Vol. 10, No. 3-4

Kirschenbaum, Howard. (2000).”From Values Clarification to Character Education: A

Personal Journey.” The Journal of Humanistic Counseling, Education and

Development. Vol. 39, No. 1, September, pp. 4-20

Lickona, Thomas. (1991). Educating for Character: How Our schools can teach respect and

responsibility. New York: Bantam Books

Samsuri. (2004). “Civic Virtues dalam Pendidikan Moral dan Kewarganegaraan di Indonesia

Era Orde Baru” Jurnal Civics, Vol. 1, No. 2, Desember.

Samsuri. (2007). “Civic Education Berbasis Pendidikan Moral di China.” Acta Civicus, Vol.

1 No. 1, Oktober.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Williams, Mary M. (2000). “Models of Character Education: Perspectives and

Developmental Issues.” The Journal of Humanistic Counseling, Education and

Development. Vol. 39, No. 1, September, pp. 32-40

74