pengkajian sistem persyarafan
TRANSCRIPT
PENGKAJIAN SISTEM PERSYARAFAN
Pengkajian merupakan salah satu urutan/bagian dari proses keperawatan yang sangat
menentukan keberhasilan asuhan keperawatan yang diberikan. Tanpa pengkajian yang baik,
maka rentetan proses selanjutnya tidak akan akurat, demikian pula pada pasien dengan
gangguan persarafan.
Gangguan persarafan dapat berentang dari sederhana sampai yang kompleks.
Beberapa gangguan persarafan menyebabkan gangguan/hambatan pada aktifitas hidup sehari-
hari bahkan berbahaya.
Komponen utama pengkajian persarafan adalah :
1. Riwayat kesehatan klien secara komprehensif
2. Pemeriksaan fisik yang berhubungan dengan status persarafan
3. Diagnostik test yang berhubungan dengan persarafan baik bersifat spesifik maupun
bersifat umum.
1. BIODATA
Tujuan diperolehnya biodata kesehatan klien adalah menentukan status kesehatan saat
ini dan masa lalu dan memperoleh gambaran kapan mulainya penyakit yang diderita
saat ini. Riwayat kesehatan ini meliputi : data biografi, keluhan utama dan riwayat
penyakit saat ini, riwayat kesehatan masa lalu, riwayat keluarga, riwayat psikososial
dan pemeriksaan sistem tubuh.
1.1 Data Biografi
Termasuk diantaranya adalah identitas klien, sumber informasi (klien sendiri
atau orang terdekat/significant other).
2.1 Keluhan utama :
Perawat memperoleh gambaran secara detail pada kondisi yang utama dialami
klien. Memperoleh informasi tentang perkembangan, tanda-tanda dan gejala-
gejala : onset (mulainya), faktor pencetus dan lamanya. Perlu menentukan
kapan mulainya gejala tersebut serta perkembangannya.
3.1 Riwayat kesehatan masa lalu :
Mencakup penyakit yang pernah dialami sebelumnya, penyakit infeksi yang
dialami pada masa kanak-kanak, pengobatan, periode perinatal, tumbuh
kembang, riwayat keluarga, riwayat psikososial dan pola hidup. Penyakit saraf
sering mempengaruhi kemampuan fungsi-fungsi tubuh. Perawat perlu
menanyakan perubahan tingkat kesadaran, nyeri kepala, kejang-kejang,
pusing, vertigo, gerakan dan postur tubuh.
4.1 Masalah kesehatan utama dan hospitalisasi :
Berbagai penyakit yang berhubungan dengan perubahan akibat gangguan
persarafan misalnya diabetes mellitus, anemia pernisiosa, kanker, berbagai
penyakit infeksi dan hipertensi. Penyakit hati dan ginjal yang menahun akan
mengakibatkan gangguan metabolisme misalnya gangguan keseimbangan
cairan elektrolit dan asam basa akan mempengaruhi fungsi mental.
Perawat juga akan memperoleh informasi mengapa klien dirawat di rumah
sakit, kecelakaan atau pembedahan sehubungan dengan sistem persarafan
seperti trauma kepala, kejang, stroke atau luka akibat kecelakaan.
5.1 Pengobatan :
Perawat akan memperoleh informasi sehubungan dengan obat-obatan yang
diperoleh klien. Banyak obat-obat anti alergi dan pilek yang bisa dikomsumsi
dapat mengakibatkan klien mengantuk.
Perawat harus mengkaji obat yang digunakan, jenis obat, efek terapinya, efek
samping yang ditimbulkan dan lamanya digunakan.
6.1 Riwayat keluarga :
Perawat akan menanyakan pada keluarga sehubungan dengan gangguan
persarafan guna menentukan faktor-faktor resiko / genetik yang ada. Misalnya
epilepsi, hipertensi, stroke, retardasi mental dan gangguan psikiatri.
7.1 Riwayat psikososial dan pola hidup :
Perawat mengajukan pertanyaan sehubungan faktor psikososial klien seperti
yang berhubungan dengan latar belakang pendidikan, tingkat penampilan dan
perubahan kepribadian. Perawat memperoleh informasi tentang aktifitas klien
sehari-hari. Juga menanyakan adanya perubahan pola tidur, aktifitas olahraga,
hobi dan rekreasi, pekerjaan, stressor yang dialami dan perhatian terhadap
kebutuhan seksual.
2. TINGKAT KESADARAN
1.2 Alert : Composmentis / kesadaran penuh
Pasien berespon secara tepat terhadap stimulus minimal, tanpa stimuli individu
terjaga dan sadar terhadap diri dan lingkungan.
2.2 Lethargic : Kesadaran
Klien seperti tertidur jika tidak di stimuli, tampak seperti enggan bicara.
Dengan sentuhan ringan, verbal, stimulus minimal, mungkin klien dapat
berespon dengan cepat. Dengan pertanyaan kompleks akan tampak bingung.
3.2 Obtuned
Klien memerlukan rangsangan yang lebih besar agar dapat memberikan
respon misalnya rangsangan sakit, respon verbal dan kalimat membingungkan.
4.2 Stuporus
Klien dengan rangsang kuat tidak akan memberikan rangsang verbal.
Pergerakan tidak berarti berhubungan dengan stimulus.
5.2 Koma
Tidak dapat memberikan respon walaupun dengan stimulus maksimal, tanda
vital mungkin tidak stabil.
3. FUNGSI SENSORIK
Pemeriksaan sensorik adalah pemeriksaan yang paling sulit diantara pemeriksaan
sistem persarafan yang lain, karena sangat subyektif sekali. Oleh sebab itu sebaiknya
dilakukan paling akhir dan perlu diulang pada kesempatan yang lain (tetapi ada yang
menganjurkan dilakukan pada permulaan pemeriksaan karena pasien belum lelah dan
masih bisa konsentrasi dengan baik).
Gejala paresthesia (keluhan sensorik) oleh klien digambarkan sebagai perasaan geli
(tingling), mati rasa (numbless), rasa terbakar/panas (burning), rasa dingin (coldness)
atau perasaan-perasaan abnormal yang lain. Bahkan tidak jarang keluhan motorik
(kelemahan otot, twitching / kedutan, miotonia, cramp dan sebagainya) disajikan oleh
klien sebagai keluhan sensorik. Bahan yang dipakai untuk pemeriksaan sensorik
meliputi:
a. Jarum yang ujungnya tajam dan tumpul (jarum bundel atau jarum pada
perlengkapan reflex hammer), untuk rasa nyeri superfisial.
b. Kapas untuk rasa raba.
c. Botol berisi air hangat / panas dan air dingin, untuk rasa suhu
d. Garpu tala, untuk rasa getar.
e. Lain-lain (untuk pemeriksaan fungsi sensorik diskriminatif) seperti :
Jangka, untuk 2 (two) point tactile dyscrimination.
Benda-benda berbentuk (kunci, uang logam, botol, dan sebagainya), untuk
pemeriksaan stereognosis
Pen / pensil, untuk graphesthesia.
4. FUNGSI MOTORIK
Sistem motorik sangat kompleks, berasal dari daerah motorik di corteks cerebri,
impuls berjalan ke kapsula interna, bersilangan di batang traktus pyramidal medulla
spinalis dan bersinaps dengan lower motor neuron.
Pemeriksaan motorik dilakukan dengan cara observasi dan pemeriksaan kekuatan.
a. Massa otot :
hypertropi, normal dan atropi
b. Tonus otot :
Dapat dikaji dengan jalan menggerakkan anggota gerak pada berbagai
persendian secara pasif. Bila tangan / tungkai klien ditekuk secara berganti-
ganti dan berulang dapat dirasakan oleh pemeriksa suatu tenaga yang agak
menahan pergerakan pasif sehingga tenaga itu mencerminkan tonus otot.
Bila tenaga itu terasa jelas maka tonus otot adalah tinggi. Keadaan otot disebut
kaku. Bila kekuatan otot klien tidak dapat berubah, melainkan tetap sama.
Pada tiap gerakan pasif dinamakan kekuatan spastis. Suatu kondisi dimana
kekuatan otot tidak tetap tapi bergelombang dalam melakukan fleksi dan
ekstensi extremitas klien.
Sementara penderita dalam keadaan rileks, lakukan test untuk menguji tahanan
terhadap fleksi pasif sendi siku, sendi lutut dan sendi pergelangan tangan.
Normal, terhadap tahanan pasif yang ringan / minimal dan halus.
c. Kekuatan otot :
Aturlah posisi klien agar tercapai fungsi optimal yang diuji. Klien secara aktif
menahan tenaga yang ditemukan oleh sipemeriksa. Otot yang diuji biasanya
dapat dilihat dan diraba. Gunakan penentuan singkat kekuatan otot dengan
skala Lovett’s (memiliki nilai 0 – 5)
0 = tidak ada kontraksi sama sekali.
1 = gerakan kontraksi.
2 = kemampuan untuk bergerak, tetapi tidak kuat kalau melawan
tahanan atau gravitasi.
3 = cukup kuat untuk mengatasi gravitasi.
4 = cukup kuat tetapi bukan kekuatan penuh.
5 = kekuatan kontraksi yang penuh.
OLEH :KELOMPOK 2
SRI WAHYUNI S.
NINI ASTUTINURBAYARISKA AMALIARISMAWATISUMARNITRI SUTRIANIsalmiah
RESKI ARISAL MUHAMMAD
IQBALTRI BUDIMANTAUFIK
HIDAYAT
STIKES muhammadiyah2014/2015